STUDI KOMPARATIF DELIK KESUSILAAN DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA DAN HUKUM PIDANA ISLAM
(Jurnal)
Oleh Asna Junita Putri
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017
ABSTRAK STUDI KOMPARATIF DELIK KESUSILAAN DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA DAN HUKUM PIDANA ISLAM Oleh Asna Junita Putri, Firganefi, Rini Fathonah (Email :
[email protected]) Tujuan pemberi hukuman dalam Islam sesuai dengan konsep tujuan umum disyariatkannya hukum, yaitu untuk merealisasi kemaslahatan umat dan sekaligus menegakkan keadilan. Hukum Pidana Islam merupakan bagian dari agama Islam yang universal sifatnya, hukum Islam berlaku bagi orang Islam dimanapun ia berada. Permasalahan adalah bagaimanakah perbandingan delik kesusilaan dalam hukum pidana Indonesia yang sudah diatur dalam KUHP dan hukum pidana Islam yang diatur di dalam Al-Quran dan Hadist dan apakah hukum pidana Islam dapat diterapkan di Indonesia khususnya bagi umat Islam. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa perbandingan delik kesusilaan dalam hukum pidana Indonesia dan hukum pidana Islam ialah di katagorikan sebagai tindak pidana dengan mengacu pada Bab XIV buku II KUHP, yang dimulai dengan Pasal 281 KUHP sampai dengan Pasal 297 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) itu sendiri secara tegas menyebutkan segala bentuk kesusilaan merupakan pelanggaran hukum. Penerapan sanksi terhadap delik kesusilaan dalam hukum pidana Indonesia dan hukum pidana Islam (jinayah) ialah dari sisi hukum positif dalam perspektif hukum, kesusilaan merupakan salah satu tindak pidana (delict) yang meresahkan masyarakat. Ancaman pidana kesusilaan sebenarnya sudah cukup berat, yaitu dengan hukuman pidana penjara antara 9 sampai 12 tahun penjara, dalam hukum Islam maka dapat dikategorikan sebagai kejahatan hudud adalah kejahatan yang diancam hukuman had contohnya cambuk dan rajam. Peneliti memberikan saran dan masukan seseorang yang melakukan tindak pidana kesusilaan perlu mendapat sanksi yang tegas yang dapat membuat jera para pelakunya,dan pada sistem hukum di Indonesia haruslah patuh pada peraturan legalistik tertulis yang selama kita di bawah naungan nya dan mengikuti peraturan tersebut tetaplah baik.
Kata kunci: Komparatif, Kesusilaan, Hukum Pidana Indonesia dengan Hukum Pidana Islam.
ABSTRACT A COMPARATIVE STUDY ON DECENCY DELICT VIEWED FROM THE BOOK OF CRIMINAL CODE AND SHARIAH LAW By Asna Junita Putri, Firganefi, Rini Fathonah (Email :
[email protected]) The idea behind imposing punishment in Islam in accordance with the concept of general purpose of shariah law, is for the benefit of the people and at the same time to uphold justice. Then Shariah law is part of the universal nature of Islam, which is applicable to all Muslims around the world. The problems of the research are formulated as follows: how is the comparison of decency delict as regulated in the Book of Criminal Code compared to the Islamic law Shariah law as set forth in the Qur'an and Hadith? and Is it possible to implement Shariah law in Indonesia, especially for Muslim citizens? Based on the results and discussion of the research, it can be concluded that the comparison on decency delict viewed from the Book of Criminal Code and in the Shariah law was that the regulated under Chapter XIV of Book II of Criminal Code, from Article 281 - 297 the Book of Criminal Code, it firmly stated that any form of decency is a violation of law. For example in Nangro Aceh Darussalam which has implemented regulations based on Islamic law as stipulated in the Qanun and in the Qur'an and the Hadith found in surah An-Nuur ayah 2. The application of sanctions against decency under Indonesian criminal law and the criminal law of Islam (jinayah ) is of the positive law in the perspective of law, decency is a criminal offense (delict) plaguing the society. The penalty against decency is already quite heavy, with a sentence of imprisonment ranging from 9 to 12 years in prison, while under Islamic law (Shariah), it can be categorized as crimes of hudud, that is a kind of crimes punishable by had. The researchers suggested that whomsoever committed a criminal act of decency should receive strict punishments to deter the perpetrators, and the legal system in Indonesia must run in accordance with the constitutions. Keywords: Comparative, Decency, Indonesia Criminal Law with Islamic Criminal Law (Shariah Law)
1 I.
PENDAHULUAN
Delik kesusilaan merupakan tindak pidana yang berhubungan dengan masalah kesusilaan definisi singkat dan sederhana ini apabila dikaji lebih lanjut untuk mengetahui seberapa ruang lingkupnya karena pengertian dan bata-batas kesusilaan itu cukup luas. Delik ini merupakan salah satu tindak pidana yang cukup sulit dirumuskan hal ini disebabkan karena, kesusilaan merupakan hal yang paling relatif dan bersifat subyektif, namun demikian perbedaan pendapat mengenai kesusilaan secara individual tidak seberapa besar jika dibandingkan dengan bangsa dan suku bangsa. Misalnya laki-laki dan perempuan berciuman ditempat umum adalah hal yang biasa di Amerika Serikat tetapi akan sangat berbeda apabila dilakukan di negara indonesia. Delik kesusilaan dalam hukum pidana di Indonesia diatur dalam bab ke-X1V dari buku ke –II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)yang di dalam wetboek van strafecth voor nederlandsch indie juga disebut sebagai misdrijven tegen de zeden ketentuan pidana yang diatur dalam bab ini dengan sengaja telah dibentuk oleh pembentuk undang-undang dengan maksut tujuan untuk memberikan perlindungan bagi orang-orang yang di pandang perlu untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan-tindakan asusila atau ontuchte handelingen dan terhadap perilaku-perilaku maupun perbuatan-perbuatan yang menyinggung rasa asusila. Hal ini karena bertentangan dengan pandangan orang tentang kepatutan di bidang kehidupan seksual baik ditinjau dari segi pandangan masyarakat setempat dimana perbuatan itu telah dilakukan maupun ditinjau dari segi kebiasaan masyarakat setempat dalam menjalankan kehidupan seksual mereka.1 Hukum pidana Islam atau di disebut Fiqih Jinayah pada hakikatnya merupakan peraturan Allah untuk menata kehidupan 1
P.A.F. Lamintang S.H ,Theo Lamintang S.H Delik-delik khusus kejahatan melanggar norma kesusilaan dan norma kepatutan, jakarta sinar grafika 2011
manusia. Peraturan tersebut dapat terealisir dalam kehidupan nyata bila ada kesadaran dari umat Islam untuk mengamalkannya, yakni melaksanakan setiap perintah dan menjauhi seluruh larangan yang di gariskan oleh Al-Quran dan Al- Hadist Pergeseran nilai-nilai budaya yang termanifestasi dalam bentuk kejahatan yang merupakan salah satu sisi negatif yang dihasilkan dalam kemajuan zaman. Kemajuan teknologi yang ditandai dengan semakin mudahnya arus transformasi tidak dapat di terima begitu saja semata-mata karena benda tersebut adalah tuntutan zaman2. Definisi delik kesusilaan contohnya seperti perkosaan, pencabulan, perzinahan merupakan suatu tindak pidana sadis yang sebab akibat dari perbuatan tersebut seseorang bukan saja nama baiknya yang rusak tetapi masa depan nya telah dirusak secara tidak langsung. Ketiga contoh tindak pidana kesusilaan diatas khususnya perkosaan, pencabulan, perzinahan akhir-akhir ini sering terjadi,merupakan bentuk pelanggaran dari hak asasi manusia yang berarti pula perampasan kehormatan orang lain. Telah terjadi disintegrasi sosial dalam masyarakat seperti kejahatan perkosaan, pencabulan, perzinahan ini telah menandakan telah terjadi kerusakan mental pada manusia dan melunturnya nilai-nilai norma dewasa ini. Agama Islam telah mengatur segala hal yang di hajatkan oleh masyarakat yang didalamnya antara lain memuat masalahmasalah ibadah,muamallah,munakahat, jinayat dan jihat yang ke semuanya itu telah diatur sedemikian rupa untuk terpeliharanya kepentingan masyarakat, ketentraman hidup,dan kelangsungan hidup masyarakat. Seperti kita ketahui, tujuan dari kehadiran agama Islam adalah penyempurnaan akhlak umatnya. Dalam hal ini bahwa syariat islam diturunkan di antaranya untuk merealisir kemaslahatan manusia dengan melindungi agama, jiwa, akal, keturunan dan harta 3
2
Drs .H. Rahmat M Hakim Hukum pidana islam, cv pustaka setia nbandung 2000 3 Peter De Cruz, Perbandingan sitem hukum common law jakarta, nusamedia 2012
2 Peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara kita mengkategorikan kesusilaan sebagai tindak pidana, meski cendrung bersifat kondisional. Aturan hukum yang melarang kesusilaan sudah sangat jelas, Di sisi lain, kondisi mayoritas masyarakat Indonesia yang beragama Islam membuat tindakan asusila tersebut tidak dibenarkan. Islam menaruh perhatian besar pada tindakan asusila, karena mudharat atau akibat buruk yang ditimbulkan lebih besar dibandingkan manfaatnya maka Islam mengharamkan segala macam bentuk kesusilaan. Ancaman pidana kesusilaan sebenarnya sudah cukup berat, merujuk Pasal 281-297 KUHP maka hukuman pidana kesusilaan adalah dengan hukuman pidana penjara antara 4 tahun (KUHP) dan paling lama 12 tahun. Sementara itu, dalam hukum Islam kesusilaan dapat dikatagorikan sebagai kejahatan hudud adalah kejahatan yang diancam hukuman had, yaitu hukuman yang telah ditentukan kualitasnya oleh Allah SWT dan Rasulluloh SAW dengan demikian hukuman tersebut tidak mempunyai batas minimum dan maksimum, kejahatan qisas diyat adalah kejahatan yang diancam dengan hukuman qisas. Qisas adalah hukuman yang sama dengan kejahatan yang dilakukan. Di Indonesia, Propinsi Nangro Aceh Darusalam adalah satu-satunya daerah di Indonesia yang telah melaksanakan peraturan yang berdasarkan syariat Islam, khusus tentang kesusilaan tertuang dalam Qanun Nomor 14 tahun 2003, pada Pasal 3 Qanun tersebut termuat jika melindungi masyarakat sedini mungkin dari melakukan perbuatan yang mengarah pada zina dan merusak kehormatan, kesusilaan khususnya tindak pidana perzinahan diancam dengan hukuman rajam dan di dera 100 kali, sesuai dengan klasifikasi perbuatan. Tindak pidana perkosaan masuk ke pidana hirobah hukumannya bisa di hukum mati (jika korban sampai mati), pencabulan kategori pidana tazil yang ancaman diserahkan pada ulil amri (pemerintah) dilarang namun tidak di atur hukumannya.
Persoalan mengenai perkosaan sebagaimana diatur dalam Pasal 285 KUHP, yaitu : “barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia diluar pernikahan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun Mengenai pencabulan diatur dalam Pasal 289 KUHP, yaitu : “barang siapa dengan kekerasan dan ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Mengenai perzinahan diatur dalam Pasal 284 KUHP, yaitu : “Perzinahan adalah persetubuhan antara pria dan wanita diluar perkawinan dimana salah satu diantaranya telah kawin, perzinahan ini diancam dengan hukuman paling lama sembilan bulan.4 Hukum pidana Islam perbuatan kesusilaan dilarang. Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman : Surat AL Isra Ayat 32: ”jangan lah dekati zina, sungguh itu adalah kekejian dan seburuk-buruknya jalan mendekati saja pun sudah termasuk larangan” Surat An Nuur Ayat 2 : “pezina perempuan dan laki-laki deralah masing-masing seratus kali dan janganlah rasa kasihan menahan kamu dari menjalankan asma allah, jika kamu beriman kepada allah dan hari kemudian dan hendaklah sebagian orang yang beriman menyaksikan hukuman mereka.” “Perempuan yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan jangan lah ada belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu beriman kepada allah, dan hari 4
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
3 akhirat dan hendaklah pelaksanaan hukuman disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” Hukum pidana Islam tidak banyak dipahami secara benar dan mendalam oleh masyarakat bahkan juga oleh masyarakat Islam sendiri, masyarakat umum hanya menangkap dan hanya memperoleh kesan bahwa sanksi hukum pidana Islam bila dilaksanakan kejam dan mengerikan, mereka hanya menggambarkan tentang betapa kejamnya sanksi hukum potong tangan terhadap pencuri, hukum rajam terhadap orang yang berzina,serta hukum jilid (dera) mereka tidak memahami tentang sistem hukum Islam dengan sistem peradilan Islam serta eksekusi pelaksanaan sanksi nya. Padahal hukum pidana Islam itu untuk memberikan efek jera agar si pelaku tidak berani untuk mengulangi perbuatan nya. Berbeda dengan hukum Islam dalam bidang keperdataan yang telah terjalin secara luas dalam hukum positif, baik sebagai unsur yang mempengaruhi atau sebagai modifikasi norma agama yang dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan keperdataan atau yang tercakup dalam lingkup substansi dari undang-undang seperti undang-undang No.7 tahun 1989 tentang peradilan agama dan kompilasi hukum Islam (KHI). Hukum Islam dalam bidang kepidanaan belum mendapat tempat di dalam sistem hukum di Indonesia. Padahal dasar filosofis pancasila dan hukum dasar undang-undang 1945 yang melandasi Negara Republik Indonesia sebagai negara berketuhanan Yang Maha Esa memungkinkan bagi hukum pidana Islam menjadi bagian dari pembangunan hukum pidana nasional namun, yang menjadi persoalan adalah bagaimana hukum Islam dalam bidang kepidanaan ini dapat memberikan kontribusi terhadap penyempurnaan hukum pidana nasional dan diterima oleh semua pihak. Maka dari itu akan membandingkan hukum pidana Indonesia dan hukum pidana Islam berdasarkan jenis-jenis pidana (strafsoort), ukuran pemidanaan (strafmaat), bentuk pemidanaan (strafmodus).
Sudah seyogyanya Indonesia sebagai negara berpenduduk Islam terbesar didunia melakukan rekontruksi pembangunan hukum nasional yang menghargai komunitas mayoritas dengan tidak mengesampingkan komunitas lainnya dari golongan nonmuslim dalam merekonstruksi hukum Islam dalam konteks ke Indonesiaan merupakan tantangan baru para ahli hukum Islam, seluruh umat Islam dan politisi muslim untuk menjadikan hukum positif dalam peraturan perundang-undangan. Kebutuhan dan desakan kearah tersebut telah menjadi kontroversi diantaranya perumusan delikdelik dalam rancangan KUHP, kriminalisasi sejumlah perbuatan yang sebelumnya bukan merupakan pelanggaran telah dikonstruksi dari hukum Islam, seperti tindak pidana kesusilaan, permukahan (zina), persoalan yang lebih kompleks adalah upaya implementasinya serta hukum beracara, penyidikan dan pembuktiannya. Hal ini akan menjadi pekerjaan rumah bagi umat Islam khususnya bagi cendikiawan hukum Islam. Berdasarkan hal yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk menelitinya dan menyusun nya kedalam penulisan hukum yang hasilnya akan di jadikan skripsi dengan judul : “Studi Komparatif Delik Kesusilaan Dalam Hukum Pidana Di Indonesia Dan Hukum Pidana Islam” Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka permasalahan yang akan dibahas dan dikemukakan dalam penulisan skripsi ini adalah : a. Bagaimanakah perbandingan delik kesusilaan dalam hukum pidana diIndonesia dan hukum pidana Islam? b. Apakah pengaturan delik kesusilaan dalam hukum pidana Islam dapat diterapkan di Indonesia khususnya bagi umat Islam? Metode penelitian yang digunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Penelitian pendekatan dengan menelaah hukum sebagi kaedah yang dianggap sesuai dengan penelitian yuridis normatif atas penelitian hukum tertulis.
4 Penelitian hukum normatif dilakukan terhadap hal-hal yang bersifat teoritis yang berkaitan erat dengan masalah konsepkonsep hukum, perbandingan hukum dan sanksi hukum. Sumber dan jenis data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder dan data primer. Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif, yaitu artinya hasil penelitian ini dideskripsikan dalam bentuk penjelasan dan uraian kalimat-kalimat yang mudah di baca dan di mengerti untuk diinterprestasikan dan ditarik kesimpulan mengenai perbandingan delik kesusilaan dan berdasarkan jenis-jenis pemidanan (strafsoort), ukuran pemidanaan (strafmaat), bentuk pemidanaan (strafmodus) dalam hukum pidana diIndonesia dan hukum pidana Islam, sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas tentang masalah yang diteliti dari hasil analisis tersebut dapat dilanjutkan dengan menarik kesimpulan secara umum dan didasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus, selanjutnya dari berbagai kesimpulan tersebut dapat diajukan saran. II. PEMBAHASAN A. Perbandingan Delik Kesusilaan Dalam Hukum Pidana Indonesia dan Hukum Pidana Islam Sebagian negara yang mayoritas penduduknya beragama, Indonesia juga tidak luput dari kontroversi itu.kesusilaan dklasifikasikan sebagai suatu kejahatan yang masuk dalam kelompok kejahatan terhadap kesopanan kejahatan terhadap Ham yang merusak kehormatan orang lain. 1. Subyek Hukum Pidana Indonesia Kesusilaan itu sendiri di definisikan sebagai tindak pidana yang mengacu pada. Perzinahan, pemerkosaan dan pencabulan yang mengacu pada Pasal 284,285 dan 289 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ketentuan ini diatur untuk memberikan perlindungan bagi orang-orang yang dianggap perlu mendapatkan perlindungan terhadap tindakan-tindakan asusila, dalam realitasnya sampai saat ini meskipun dilarang dan di berikan ancaman hukuman yang cukup berat tindakan asusila
masih sering masyarakat.
kita
jumpai
ditengah
Kesusilaan merupakan hal yang paling relatif dan bersifat subyektif, namun demikian perbedaan pendapat mengenai kesusilaan secara individual tidak seberapa besar jika dibandingkan dengan suku bangsa, misalnya laki-laki dan perempuan berciuman di tempat umum adalah hal yang biasa di Amerika Serikat tetapi akan sangat berbeda apabila dilakukan di negara Indonesia. KUHP atau wetboek van strafecht voor nederlandsch indie atau juga di sebut sebagai misdrijven tegen de zeden ketentuan pidana yang diatur dalam bab ini dengan sengaja telah di bentuk oleh pembentuk undang-undang untuk memberi perlindungan dan menanggulangi terhadap tindakantindakan asusila, karena hal ini bertentangan dengan pandangan orang tentang kepatutan di bidang kehidupan seksual baik ditinjau dari segi pandangan masyarakat setempat dimana perbuatan itu telah dilakukan maupun ditinjau dari segi kebiasaan masyarakat setempat dalam menjalankan kehidupan seksual mereka. Perkembangan teknologi yang semakin pesat dewasa ini menimbulkan problema baru bagi pembentuk undang-undang tentang bagaimana caranya melindungi masyarakat secara efektif dan efisien terhadap bahaya demoralisasi sebagai akibat dari masuknya pandangan dan kebiasaan orang-orang asing mengenai kehidupan seksual di negara masing-masing. Dapat menimbulkan problema baru bagi pemerintah dalam usahanya untuk memelihara keamanan umum dan mempertahankan ketertiban umum dalam masyarakat yang bukan tidak mungkin dapat mempengaruhi secara negatif usaha bangsa indonesia dalam memelihara ketahanan nasional mereka. Menindaklanjuti ketentuan Pemerintah dalam menanggulangi tindakan asusila seperti pemerkosaan pada Pasal 285 dengan ancaman pidana dua belas tahun, Pasal 289 tentang pencabulan diancam dengan pidana penjara sembilan tahun dan perzinahan pada Pasal 284 diancam dengan pidana sembilan
5 bulan hukuman-hukuman yang diberikan pemerintah sudah cukup berat dengan upayaupaya agar tindakan-tindakan asusila tidak meresahkan masyarakat. 2. Sumber Hukum Pidana Islam Sumber hukum Islam dapat diketahui dalam surat An-Nisa ayat 59, Allah Swt berfirman “hai orang-orang yang beriman taatilah Allah SWT dan Rasulnya serta ulil amri diantaramu kalau kamu berbeda pendapat tentang sesuatu kembalilah kepada kitab Allah SWT dan sunnah rasul, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya. Membicarakan sumber hukum pidana Islam bertujuan untuk memahami sumber nilai ajaran agama Islam yang dijadikan petunjuk kehidupan manusia yang harus ditaatinya, tujuan maksud akan diungkapkan sistematika dan hubungan sumber-sumber ajaran agama dan kedudukan al-quran sebagai pedoman dan kerangka kegiatan umat Islam. Bersandar dari teori receptio in complex yang dikembangkan oleh W.C Van den Berg, guru besar di Delf dan penasihat bahasabahasa timur dan hukum Islam pada pemerintahan kolonial belanda. Inti dari teori ini adalah sebagai berikut: “selama bukan sebaliknya dapat dibuktikan menurut ajaran ini hukum pribumi ikut agamanya,karena jika memeluk agama harus juga mengikuti hukum agama itu dengan setia”5 a. Analisis Perbandingan Pengaturan Delik Kesusilaan Dalam Hukum Pidana Indonesia dan Hukum Pidana Islam Berdasarkan data yang diperoleh maka dapat diketahui bahwa perbandingan pengaturan delik kesusilaan (perzinahan, pemerkosaan dan pencabulan) dalam hukum pidana Indonesia dan Hukum Pidana Islam ialah terdapat pada jenis dan macam hukumannya, jika dalam pidana Indonesia itu sanksi nya adalah pidana penjara sedangkan dalam hukum pidana Islam ialah berupa hukuman 5
Soepomo, 1967. Bab-bab tentang hukum adat, jakarta , penerbit, PT Paradnya.Paramitha, hal 23
cambuk, dera dan juga bisa sampai hukuman mati dan sanksinya menekankan kepada pertanggung jawaban kepada Allah SWT. Hukum pidana Indonesia yang merupakan tindak pidana kesusilaan perbuatan yang menyinggung rasa asusila yang merupakan tindak pidana sadis bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang berarti pula perampasan kehormatan orang lain. Dalam hukum pidana Islam segala bentuk kesusilaan dilarang tanpa pengecualian dengan sanksinya yang tegas agar si pelaku dapat jera. Delik kesusilaan pada bahasan ini yang mengacu pada Pasal 284,285 dan 289 KUHP pada tindak pidana perzinahan,pemerkosaan dan pencabulan adalah suatu tindak pidana yang sadis yang merupakan pelanggaran hak asasi manusia dengan merampas kehormatan orang lain,menyinggung rasa asusila dan menyebabkan seseorang bisa saja trauma, berakibat luka berat,dapat mempengaruhi fisik maupun psikologis secara jangka panjang, malu dan tidak berani melanjutkan hidup dengan pergaulan yang ada di dalam masyarakat dan hilangnya sikap wara. Pada pendapat diatas diketahui bahwa subjek hukum pidana Indonesia mengenai kesusilaan harus mengacu pada undangundang yang berlaku dan Kitab UndangUndang Hukum Pidana. Hasil wawancara diatas diketahui bahwa salah satu acuan hukum pidana Indonesia dalam tindak pidana perzinahan, pemerkosaan dan pencabulan adalah Pasal 284,285 dan 289 KUHP. Kesusilaan jika ditinjau dari Hukum pidana Islam tentunya akan berbeda dari hukum pidana Indonesia, hal tersebut terjadi karena acuannya yang berbeda dalam hukum pidana Islam maka kesusilaan dilihat berdasarkan Al-Quran dan Hadist.Said Jamhani dosen fakultas syariah IAIN Radin Intan bandar lampung pada tanggal 18 Oktober 2016 mengenai delik kesusilaan dari segi hukum Islam diketahui sebagai berikut : Al-Quran dan Hadist nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa Islam melarang segala
6 bentuk kesusilaan karna akan diancam hukuman duniawi dan juga hukuman ukhrawi dan juga dari mereka yang melakukan tindak pidana ini lebih banyak mudharatnya daripada maslahatnya. Pada firman allah dalam Q.S An Nuur ayat 2 perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seseorang dari keduanya seratus kali dera dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama allah, jika kamu beriman kepada allah dan hari akhirat hendaklah disaksikan oleh sekumpulan orang yang beriman. Delik perzinahan di tegaskan dalam AlQuran dan sunnah pada surat Al-Isra ayat 32, Al-quran An-Nuur ayat 2 dan surat An-Nisaa ayat 15 hukuman bagi pelaku zina yang belum menikah( ghairu muhsan) didasarkan pada ayat Al-Quran, yakni didera seratus kali dihadapan orang ramai menurut pendapat Syafii dan Ahmad ibn Hambal, di samping itu ia harus diasingkan selama satu tahun.6 Sementara bagi penzina muhsan dikenakan sanksi rajam rajam dari segi bahasa berarti melempari batu, rajam adalah melempari penzina muhsan sampai menemui ajalnya hukum rajam adalah hukum yang bersifat insidentil artinya, penerapannya lebih bersifat kasuistik karena hukuman mati dalam islam harus melalui pertimbangan matang kemaslahatan individu maupun masyarakat. Hukum pidana Islam ini memberikan efek jera kepada pelaku dan minimal mengurangi kejahatan karena dalam hukum pidana Islam itu harus dipertontonkan di depan masyarakat dapat menimbulkan rasa malu terhadap pelaku dan agar pelaku pun merasa malu dan jera untuk mengulangi perbuatannya. Contohnya dalam hukum cambuk hendaklah di saksikan oleh orangorang yang beriman. b. Persamaan Pemahaman Hukum Pidana Indonesia dan Hukum Pidana Islam dalam Memandang Delik Kesusilaan 6
Zainuddin Ali, M.A, Hukum Pidana Islam ,(jakarta, sinar grafika ,2012) hlm 49
Berdasarkan data yang diperoleh, dapat diketahui bahwa antara hukum pidana Indonesia dan hukum pidana Islam sama sama menganggap delik kesusilaan sebagai tindak pidana atau kejahatan yang pelakunya dapat diberikan sanksi pidana apabila melakukan persetubuhan diluar perkawinan/ tindak pidana yang menyangkut kehormatan orang lain serta sanksi dalam hukum pidana Indonesia berupa pidana denda atau penjara itu juga termasuk sanksi dalam hukum pidana Islam. c. Perbedaan perspektif hukum pidana Indonesia dan hukum pidana Islam mengenai Kesusilaan Berdasarkan data yang diperoleh, dapat diketahui perbedaan pandangan hukum pidana Indonesia dan hukum pidana Islam mengenai kesusilaan, sebagai berikut : pertama, dalam hukum pidana Indonesia kesusilaan dianggap sebagai kejahatan atau pelanggaran sedangkan dalam hukum pidana Islam dianggap sebagai jarimah (delik) kedua, hukum pidana Indonesia segala bentuk pelanggaran kesusilaan hukumannya diatur sedangkan dalam hukum pidana Islam ada hukuman yang tidak diatur tetapi dilarang dan bentuk hukumannya diserahkan kepada pemerintah contoh, tindak pidana pencabulan yang merupakan pidana Tazir.ketiga, dalam hukum pidana Indonesia tidak ada pembeda bagi pelaku zina yang sudah menikah ataupun belum hukumannya tetap sama sedangkan dalam Islam ukuran hukumannya ditentukan apakah ia sudah menikah (muhsan) atau belum menikah (ghairu muhsan). Islam segala bentuk kesusilaan dilarang, kemudian dalam hukum pidana Indonesia diatur batas maksimum hukumannya sedangkan dalam pidana Islam hukumannya diserahkan pada pemerintah apakah itu cambuk 100 kali atau rajam dan sebagainya. d. Analisis Penerapan Sanksi terhadap tindak pidana (delik) kesusilaan dalam hukum pidana Indonesia dan Hukum Pidana Islam Delik Kesusilaan dalam KUHP diatur di dalam Bab XIV Buku II yang merupakan Kejahatan dan dalam Bab VI Buku III
7 termasuk jenis Pelanggaran. Dalam bab XIV tentang Kejahatan terhadap Kesusilaan dimuat jenis-jenis delik Kesusilaan (Pasal 284,285 dan 289 KUHP): Pasal 284 KUHP merupakan suatu opzettleijk delict atau suatu tindak pidana yang harus dilakukan dengan senga. Artinya unsur kesengajaan tersebut harus terbukti ada pada diri pelaku, agar ia dapat dinyatakan terbukti telah memenuhi unsur kesengajaan dalam melakukan salah satu tindak pidana perzinaan dari tindak pidana perzinaan yang diatur dalam Pasal 284 KUHP.
minimum dan maksimum. Beberapa tindak pidana yang termasuk kejahatan hudud adalah : 1) Pencurian, 2) Perampokan, 3) Pemberontakan, 4) Perzinahan, 5) Tuduhan palsu, 6) Minum-minuman keras/judi, 7) Murtad, 8) Homoseksual
Tindak pidana pemerkosaan atau verkrachting oleh pembentuk undangundang telah diatur dalam Pasal 285 KUHP yaitu : “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”
2. Kejahatan Qisas Diyat Kejahatan qisas diyat adalah kejahatan yang diancam dengan hukuman qisas. Qisas adalah hukuman yang sama dengan kejahatan yang dilakukan. Sasaran dari jarimah ini adalah integritas tubuh manusia sengaja atau tidak sengaja. Penjatuhan hukum qisas hanya dijatuhkan hakim selama korban atau ahli warisnya tidak memaafkan si pelaku. Pengampunan yang diberikan oleh si korban mempunyai pengaruh dan oleh karena itu si korban bisa memaafkan hukuman qisas, untuk digantikan dengan hukuman diyat dalam salah satu ayat AlQur’an disebutkan dalam surah Al-Isra ayat 32 dan surah An-Nuur ayat 2.
Tindak pidana dengan kekarasan atau dengan ancaman akan kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau untuk membiarkan dilakukannya tindakan-tindakan melanggar kesusilaan, oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam Pasal 289 KUHP yang rumusanya ditulis: “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun.” Tindak Pidana kesusilaan dalam Hukum Pidana Islam Islam mengenal tindak pidana sebagai jarimah. Dan para fuqaha membagi jarimah ini berdasarkan pada berat dan ringannya hukuman, yaitu : 1. Kejahatan Hudud Kejahatan hudud adalah kejahatan yang diancam hukuman had, yaitu hukuman yang telah ditentukan kualitasnya oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW dengan demikian hukuman tersebut tidak mempunyai batas
Jarimah hudud tidak ada pengampunan sama sekali baik dari korban atau penguasa tertinggi. Dalam jarimah ini fungsi hakim hanyalah melaksanakan apa yang telah ditentukan syara’ dan tidak berijtihad dalam memilih hukuman dikarenakan di dalam jarimah ini tidak boleh ada keraguan.
Ayat di atas dengan tegas menyatakan kesusilaan atau persetubuhan adalah perbuatan syaitan yang haram hukumnya apabila manusia melakukannya dan dosalah bagi nya, jika kita merenungkan ayat di atas maka larangan tersebut adalah tegas. Apalagi, Allah SWT telah menyatakan bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan syaitan. e. Penerapan Sanksi tindak pidana (delik) kesusilaan di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang diberikan otonomi khusus yaitu Syariat Islam berdasarkan UU Nomor 44 Tahun 1999 Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Aceh. Aceh yang saat ini sedang menggeliat dalam penerapan syariat Islam secara Kaffah tidak
8 terlepas dari kerikil-kelikil yang mengganjal, misalnya tindak pidana asusila terkait dengan zina. Pada hakikatnya semua perbuatan asusila adalah hukumnya haram. Sebab segala perbuatan asusila yang dilakukan dilakukan diluar pernikahan adalah perbuatan zina.Adapun tindak pidana yang terkait dengan tindakan asusila adalah seperti pemerkosaan, pencabulan atau yang dapat kita sebut dengan persetubuhan sebagian pendapat mengatakan pelaku tidak dihukum hadd melainkan dengan ta’zir. Tindak pidana Asusila terkait merupakan gejala sosial yang dapat menimbulkan berbagai akibat yang membahayakan bagi orang yang bersangkutan, keluarga, dan masyarakat sekitar. Akibat yang ditimbulkan dari kegiatan itu biasanya berupa penyebaran penyakit kelamin, berbagai perbuatan Kriminal dan lain sebagainya. f. Asas-Asas Pidana dalam Hukum Pidana Indonesia dan Hukum Pidana Islam Hukum Pidana Indonesia a. Asas legalitas (tercantum di dalam pasal 1 ayat 1 KUHP ) b. Asas tiada pidana tanpa kesalahan c. Asas nasional pasif atau asas perlindungan (asas ini tercantum dalam Pasal 4 ayat 1,2 dan 4 KUHP) d. Asas personalitas atau asas nasional aktif ( inti asas ini tercantum dalam Pasal 5 KUHP ) e. Asas Territorial Hukum pidana Islam a. Asas Legalitas (berdasarkan surat Al-Isra (17) ayat 15 dan surah Al-Anam ayat 19 b. Asas larangan memindahkan kesalahan orang lain (asas ini terdapat di dalam AlQuran surah Al-Anam ayat 165, surah AlFathir ayat 18, surah Az-Zumar ayat 7, surah An-Najm ayat 38, surah AlMuddatsir ayat 38) c. Asas praduga tak bersalah ( asas ini diambil dari ayat-ayat al-quran yang menjadi sumber asas legalitas dan asas larangan memindahkan kesalahan pada orang lain yang telah di sebutkan)
B. Pengaturan Delik Kesusilaan dalam hukum Pidana Islam dapat atau tidak diterapkan di Indonesia khususnya bagi umat Islam Hukum pidana Indonesia merupakan suatu aturan-aturan hukum yang menentukan terhadap perbuatan-perbuatan apa yang seharusnya dijatuhi pidana dan apakah macamnya pidana itu, pidana ini merupakan suatu hal yang mutlak diperlukan dalam hukum pidana tujuannya agar dapat menjadi sarana pencegahan umum maupun khusus bagi anggota masyarakat agar tidak melanggar hukum pidana. Pidana adalah penderitaan atau nestapa yang sengaja di bebankan kepada orang-orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu itu, dengan demikian dapat pula hukum pidana itu diartikan sebagai keseluruhan peraturan yang mengatur tentang pidana, pertanggung jawaban pidana, dan tindak pidana. Secara konstitusi hukum pidana Indonesia menggunakan hukum belanda yang peraturannya terakomodir di dalam RUU KUHP. Metode penerapan hukum pidana Islam yang mudah di terima oleh masyarakat adalah dengan menggali nilai-nilai sejarah penerapan pemidanaan Islam di Indonesia serta memasukan nilai-nilai positif yang terkandung dalam hukum pidana Islam untuk diterapkan dalam sistem hukum pidana Indonesia yang sedang dalam tahap pembaharuan, masyarakat Indonesia pada umumnya masih menjunjung tinggi nilai moral dan agama hal tersebut dapat dipahami dari sikap mereka terhadap pelanggaran norma moral dan agama meskipun undangundang pidana tidak mengaturnya secara tegas. Kesulitan hukum pidana Islam diterapkan di Indonesia karena secara konstitusi negara Indonesia bukan lah negara Islam tetapi pancasila sebagai falsafah negara tetap memberi peluang yang besar masuknya aturan yang bersumber dari agama Islam. Perkembangan teori hukum di Indonesia memperkokoh posisi strategis hukum Islam
9 sebagai perundang undangan di Indonesia.teori-teori hukum tersebut diantaranya adalah teori recepcio implexsu, dan teori receptio yang dimunculkan oleh pakar hukum belanda pada masa penjajahan empat bentuk eksistensi perundangundangan hukum Islam di Indonesia pertama, hukum Islam diakui sebagai hukum mandiri dan hukum yang berkekuatan hukum nasional kedua, hukum Islam sebagai sumber utama bagi hukum nasional. Ketiga, hukum Islam sebagai Integral dalam hukum nasionaldan keempat hukum Islam sebagai penyaring dari hukum nasional. Contoh, baru hanya di propinsi nanggroe Aceh Darussalam yang sudah menerapkan syariat Islam yang kental di Indonesia. Indonesia menggunakan hukum positif mengakibatkan penerapan nya di Indonesia cukup sulit perdebatannya terkadang berujung pada dua opsi yakni,hukum Islam harus diterapkan di Indonesia atau hanya cukup menyisipkan di hukum nasional Opsi pertama jelas sangat sulit dilakukan karena biasanya akan muncul tudingan agenda pendirian negara Islam jika Hukum Islam diterapkan secara murni. Namun, opsi kedua ternyata juga tidak otomatis mudah. Praktisi hukum yang juga aktif di organisasi Front Pembela Islam, upaya memasukkan hukum pidana Islam ke dalam peraturan perundang-undangan nasional terbentuk oleh tiga hambatan yaitu : Pertama, hambatan secara pemikiran, hambatan ini muncul karena saat ini orang yang memahami Jinayat atau hukum pidana Islam, jumlahnya sedikit. Kondisinya semakin buruk karena perguruan tinggi yang menyajikan mata kuliah Hukum Pidana Islam juga sedikit dan juga karena bercampur nya umat non muslim jadi otomatis kaum non muslim tidak mempelajari tentang syariat Islam. Kedua, hambatan budaya hambatan ini terkait dengan upaya-upaya kaum liberal menggerus nilai-nilai keislaman, khususnya pada diri generasi muda. Caranya, lanjut dia, kaum liberal itu melakukan propaganda media. Hambatan ketiga juga terkait dengan kaum liberal. seperti di Aceh dalam perda Qanun itu hanya sebagian dari hukumannya pertama, adalah karena banyak nya tafsiran-
tafsiran tentang Al-Quran dalam hal-ini adanya penafsiran-penafsiran yang berbeda, yang kedua ternyata banyaknya aliran-aliran dan juga adanya potensi-potensi perbedaan dalam penafsiran dan perbedaan dalam privasinya. Secara umum hukum Islam masih banyak berlaku di bidang ibadah dan perdata diantaranya dalam UU no 3 tahun 2006 sebagai amandemen UU no 7 tahun 1989 tentang peradilan agama UU no 17 tahun 1999 tentang penyelenggaraan haji dan inpres no 1 tahun 1991 tentang kompilasi hukum Islam, sedangkan dalam hukum pidana masih dalam tahap upaya memasukannya semaksimal mungkin dalam RUU KUHP, tetapi secara parsial dapat dikategorikan sebagai hukum nasional dan masuk dalam RUU KUHP apabila dilihat dari segi aturan tindak pidana nya kemudian dibandingkan dengan hukum barat, hukum Islam lebih mengakar ke Indonesia dan budaya bangsa Indonesia lebih akrab ke budaya Islam. Masalah substansivik dalam hal ini adalah masalah strategi dalam upaya pembaharuan hukum pidana positif dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam hukum pidana Islam. Upaya tersebut dapat di formalisasi dengan upaya dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat seperti yang terjadi di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Besar peluang terakomodirnya aturan pidana Islam dalam hukum pidana Indonesia apalagi bila faktor kendala tersebut dapat di perkecil faktor kendala yang menjadi penghambat utama ada pada intern umat Islam sebagai masyarakat mayoritas Indonesia, dan solusinya ada pada kesatuan pemahaman dan kemauan dalam menerapkan hukum pidana Islam dan menjadikannya sebagai bagian dari undang-undang negara. Penerapan syariat Islam di Aceh ditandai dengan lahirnya Qanun nomor 14 tahun 2003 tentang khalwat (mesum), Qanun tersebut merupakan Qanun jinayat yang di dalam nya diatur tentang hukum acara dan ketentuan kitab undang-undang hukum acara pidana dan pelaksanaan hukuman. Qanun nomor 14
10 tahun 2003 jika dilihat dengan perbuatan melawan hukumnya bukan merupakan suatu hal yang baru hal yang sama dapat ditemui dalam kesusilaan di dalam KUHP terlepas dari kontroversi yang dimilikinya KUHP ini telah mengatur permasalahan kesusilaan bahkan jauh lebih rinci dibanding Qanun khalwat dalam Qanun khalwat di definisikan sebagai perbuatan sunyi-sunyi antara dua orang mukhallaf atau lebih yang berlainan jenis yang bukan muhrim atau tanpa ikatan perkawinan. Contohnya saja di Indonesia sekarang ini sudah banyak mendirikan bank bank bersyariah Islam yang berlandaskan pada agama dimana sekarang sudah banyak kaum non muslim pun yang banyak bergabung ke bank syariah dan secara tidak langsung sudah banyak masuknya pemahaman pemahaman Islam kepada kaum non muslim. III. PENUTUP A. Simpulan Adapun simpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Perbandingan pengaturan delik kesusilaan dalam hukum pidana Indonesia dan hukum pidana Islam ialah bahwa dilihat dari pengaturan menurut hukum pidana Indonesia kesusilaan itu oleh pemerintah dikategorikan sebagai tindak pidana dengan mengacu pada pasal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 284, 285 dan 289. Peraturan Pemerintah tentang delik kesusilaan di dalam KUHP itu sendiri secara tegas menyebutkan segala bentuk persetubuhan merupakan pelanggaran hukum sebagaimana dimaksud Pasal 284,285 dan 289 KUHP “diancam dengan pidana paling lama dua belas tahun penjara, barang siapa dengan sengaja melakukan persetubuhan pria dan wanita diluar perkawinan, dilihat dari segi hukum Islam maka jelas diatur dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 32, surat An-Nuur ayat 2, AsSunnah, Ijma’ yang melarang tegas segala bentuk kesusilaan. 2. Pengaturan Delik kesusilaan dalam hukum pidana Islam apakah dapat
diterapkan di Indonesia khususnya bagi umat Islam yang ada pada hukum pidana Indonesia dan hukum Pidana Islam, hukum Islam diakui sebagai hukum mandiri dan hukum yang berkekuatan hukum nasional kedua, hukum Islam sebagai sumber utama bagi hukum nasional. Ketiga, hukum Islam sebagai Integral dalam hukum nasional dan keempat hukum Islam sebagai penyaring dari hukum nasional.Sudah sempurna lah hukum pidana Islam karena murni perintah yang Allah turunkan sesuai dengan fitrah manusia di muka bumi ini khususnya bagi umat Islam. B. Saran Berdasarkan simpulan di atas maka peneliti memberikan saran dan masukan, sebagai berikut : 1. Seseorang yang melakukan tindak pidana kesusilaan perlu mendapat sanksi yang tegas yang dapat membuat jera para pelakunya, diantara dua sistem hukum ini mengenai pemidanaan dalam hukum pidana Islam khususnya karena sebagai mayoritas penduduk muslim harus lebih memahami mengenai hukum pidana Islam karena sesuai dengan fitrah manusia dan juga karena perintah Allah yang memang harus kita patuhi dan yakini bahwa memang peraturan terbaik untuk mengatur kehidupan manusia, pada sistem hukum di Indonesia haruslah patuh pada peraturan hukum legalistik yang tertulis karena selama manusia mengikuti peraturan tersebut tetaplah baik. 2. Untuk mengetahui apakah Hukum pidana Islam itu dapat diterapkan di Indonesia harus melihat harus melihat Metode penerapan hukum pidana Islam yang mudah di terima oleh masyarakat adalah dengan menggali nilai-nilai sejarah penerapan pemidanaan Islam di Indonesia serta memasukan nilai-nilai positif yang terkandung dalam hukum pidana Islam untuk diterapkan dalam sistem hukum pidana Indonesia yang sedang dalam tahap pembaharuan, masyarakat Indonesia pada umumnya masih menjunjung tinggi nilai moral dan agama hal tersebut dapat dipahami dari sikap
11 mereka terhadap pelanggaran norma moral dan agama meskipun undangundang pidana tidak mengaturnya secara tegas Upaya tersebut juga adanya menyatukan konsep di dalamnya apabila konsep yang mereka usung tidak menyatu antara ormas Islam dengan Ormas Islam yang lainnya maka akan menjadi faktor menghambat penerapan hukum pidana Islam di Indonesia.
Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo Undang-undang Nomor 73 Tahun 1958 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
DAFTAR PUSTAKA Ali, Zainuddin. 2012. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika De Cruz, Peter. 2012. Perbandingan Sitem Hukum Common Law. Jakarta, Nusamedia Hakim, Drs. H. Rahmat M. Hukum Pidana Islam, CV Pustaka Setia Nbandung 2000 Lamintang, P.A.F.,Theo Lamintang S.H. 2011. Delik-Delik Khusus Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan Dan Norma Kepatutan. Jakarta: Sinar Grafika Soepomo, 1967. Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Jakarta: PT Paradnya Paramitha
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
No. HP : 081274750317