STUDI KEKUATAN LELAH TEKUK PADA BESI POROS ENGKOL 2 SILINDER UNTUK ENGINE RUSNAS 500 CC Landjono Josowidagdo1
ABSTRACT Nodular cast iron is increasingly being used in mass production of automotive engine crankshaft. A better understanding of characteristics of bending fatigue strength of the iron crankshaft is necessary to further the use of the material in this application. The research deals with Engine Rusnas 500 CC with iron crankshaft concerning the fatigue behaviors and influential factors. Keywords: crankshaft, bending fatigue strength, nodular cast iron
ABSTRAK Besi poros engkol semakin banyak digunakan dalam produksi besar poros engkol mesin otomotif. Pemahaman lebih mengenai karakteristik kekuatan lelah tekuk besi poros engkol sangat diperlukan untuk pemakaian material lebih lanjut dalam aplikasi ini. Penelitian berkaitan dengan mesin Rusnas 500 CC dengan besi poros engkol yang menyangkut perilaku fatigue dan faktor yang berpengaruh. Kata kunci: poros engkol, kekuatan lelah tekuk, besi poros engkol
1
Staf Pengajar Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, UBiNus, Jakarta
Studi Kekuatan... (Landjono Josowidagdo)
33
PENDAHULUAN Sebagai material struktur yang sempurna, Nodular Cast Iron digunakan secara luas untuk memproduksi suku cadang otomotif, termasuk di dalamnya Poros engkol (Crankshafts) (Dzy, 1989). Di negeri Cina, persentase penggunaan poros engkol dari besi terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini dan untuk saat ini diperkirakan penggunaannya mencapai lebih dari 75%. Sebagai contoh, hingga kini lebih dari 1.6 juta poros engkol tipe 6-Cylinder untuk truck medium diproduksi oleh Perusahaan Motor Dong Feng. Manfaat utama poros engkol besi adalah tahan lama terhadap keausan, dengan sifat tumbuk (damping property) yang lebih baik, lebih ringan, lebih mudah dicor pada keseimbangan berat (integral balance weight), lebih ketat dalam toleransi, lebih mudah di-masining yang berarti lebih rendah biayanya, dan dibanding poros engkol dari baja tempa. Hal itu dibuktikan dalam penelitian terhadap kekuatan potros engkol bahwa kekuatan lelah tekuk (bending fatigue) dari poros engkol besi sangat berbeda dengan poros engkol dari baja dan sebagai akibatnya juga berbeda dalam karakeristik dan proses fabrikasinya. Dalam penelitian ini, karakter lelah tekuk (bending fatigue) dari beberapa tipe poros engkol nodular cast iron diteliti dalam skala laboratorium. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari kekuatan poros engkol 2-silinder untuk engine RUSNAS 500 CC atau memproduksi poros engkol besi FCD 70 secara lebih efektif.
PEMBAHASAN Percobaan Benda Uji – poros engkol yang digunakan di dalam penelitian ini diperoleh dari 7 pabrik yang berbeda. Dimensi dasar crankshaft terdapat dalam Tabel 1. Tabel 2 berisi kondisi penuangan dan komposisi kimia benda uji masing-masing pabrik. Benda uji masing-masing terdiri dari sebua crankpin dan dua adjacent jurnal utama, dipotong dari sebelah atas poros engkol.
34
INASEA, Vol. 6 No. 1, April 2005: 33-43
Tabel 1 Ukuran Dasar Poros Engkol
Configurasi
A
B
C
D
E
Jumlah silinder
4
6
6
6
6
Jurnal Utama
63.5
75
75
83
85
Diameter Crankpin
53.2
62
64
69
70
Fillet Radius Crankpin
2.0
3.0
3.0
4.0
2.5
Ketebalan Jaringan
26
24
24
22
28
Overlap
18
11
11
16
15
Tabel 2 Komposisi Kimia dan Kondisi Pengolahan Kosong
Pabrik
a
b
c
d
e
f
b
g
Konfigurasi
B
A
A
D
D
B
D
C
Nomor Group
1-4
5
6
7
8,9
10
11
12
Meleleh Electri
( Duplex Melt ) ( Electric ) Cupola
Papan
( Mesin
Posisi Penuangan
Semua dalam posisi Mendatar
Perlakuan
( As-Cast )
Komposisi Kimia
( Berat % )
Tekanan
( Electric )
Tinggi ) ( Hand ) Machine
(Normal) ( As-Cast ) ( Normal )
C
3.15
3.50
3.47
3.74
3.9
3.12
3.7
3.72
Si
1.91
2.23
2.26
2.10
2.20
2.01
2.20
2.11
Mn
0.63
0.41
0.40
0.55
0.40
0.60
0.48
0.46
Cu
0.60
-
0.45
-
-
0.50
-
0.50
S
0.017
0.017
0.015
0.023
0.053
0.20
0.022
0.02
P
0.045
0.025
0.027
0.05
0.053
0.049
0.05
0.04
Untuk mengukur tegangan dinamis pada titik-titik dengan tegangan tertinggi dari crankpin fillets karena beban tekuk, dua alat ukur Straingages diletakkan pada kedua crankpin fillats dari tiap sampel dalam arah axialnya. Amplifier regangan dinamis dan voltmeter digital digunakan untuk mengukur amplitudo regangan dinamis.
Studi Kekuatan... (Landjono Josowidagdo)
35
Metode Uji Uji lelah tekuk poros engkol dilakukan di laboratorium dengan DC-1 electrodynamic resonant bending fatigue test machine (Xu and Feng, 1991). Secara penuh beban sinus pembalikan dikenakan pada benda uji, dengan beban frekuensi berkisar antara 47 Hz ke 110 Hz tergantung pada kekakuan benda uji dan test rig dari rotary inertia. Uji dilakukan di bawah momen lengkung dengan moda pengontrol. Kalibrasi beban dilaksanakan sebelum uji dengan konfigurasi yang berbeda. Setelah kalibrasi kesalahan relatif momen lenkungnya kurang dari 1.5%. Gerakan naik-turun digunakan untuk menentukan batas lelah tekuk (M-1, dalam kaitan dengan momen lentur) dari benda uji dengan putaran dasar 10 7. Penurunan 1% frekuensi resonan diambil sebagai kriteria kegagalan ketika retakan mencapai panjang 20~30mm pada lapisan permukaan dari benda uji yang gagal. Dalam banyak kasus, tes tidak dihentikan sampai kesalahan relatif batas fatigue yang diukur mencapai nilai kurang dari 5% dengan tingkat kebenaran 95%. Batas lelah dalam kaitan dengan tegangan fillet ( -1) yang diambil sebagai parameter untuk mengevaluasi kekuatan kelelahan dari poros engkol dengan konfigurasi berbeda, dapat diperoleh dari M-1 melalui:. -1=M.1 M
(1)
dan adalah rata-rata regangan fillet dari suatu kelompok yang dihasilkan oleh sebuah beban lengkung (1N.m), E, dan adalah modulus Young dan Ratio Poisson dari masing-masing bahan.
Efek Kekasaran Permukaan Fillet Tiga kelompok B-Type benda uji dengan berbagai kekasaran permukaan fillet diuji dan diagram fatigue naik turunnya ditunjukkan pada Gambar 1. Dari gambar tersebut dapat dihitung batas kelelahan lengkungnya adalah masing-masing 662N.m, 682N.m, dan 675 N.M seperti tertulis dalam Tabel 3. Tes dengan tingkat 5% dilakukan melebihi data tes dalam Tabel 3. Dari sini terlihat bahwa kekasaran permukaan fillet mempunyai pengaruh sedikit terhadap batas kelelahan lengkung dari benda uji dan perkiraannya dalam cakupan dari Ra 1.6 ke Ra 0.4. Dari Tabel 3 juga dapat terlihat bahwa perbedaan yang terbesar dalam batas lelah diantara ke tiga kelompok hanya sekitar 3%. Jadi, syarat kekasaran permukaan yang berlebihan tidak diperlukan dalam memasining fillet dari poros engkol besi.
Efek Kekasaran Permukaan Fillet Tiga kelompok B-Type benda uji dengan berbagai kekasaran permukaan fillet diuji dan diagram fatigue naik turunnya ditunjukkan pada Gambar 1. Dari gambar
36
INASEA, Vol. 6 No. 1, April 2005: 33-43
tersebut dapat dihitung batas kelelahan lengkungnya adalah masing-masing 662N.m, 682N.m, dan 675 N.M seperti tertulis dalam Tabel 3. Tes dengan tingkat 5% dilakukan melebihi data tes dalam Tabel 3. Dari sini terlihat bahwa kekasaran permukaan fillet mempunyai pengaruh sedikit terhadap batas kelelahan lengkung dari benda uji dan perkiraannya dalam cakupan dari Ra 1.6 ke Ra 0.4. Dari Tabel 3 juga dapat terlihat bahwa perbedaan yang terbesar dalam batas lelah diantara ke tiga kelompok hanya sekitar 3%. Jadi, syarat kekasaran permukaan yang berlebihan tidak diperlukan dalam memasining fillet dari poros engkol besi.
690 690 660 630 600 10
5
15
Testpieces Number (a) Ra=1.6 735 700 665 630
5
15 10 Testpieces Number (b) Ra=1.6
720 690 660 630
10
5
15
Testpieces Number (c) Ra=1.6 - Runout
- Failure
Gambar 1 Fatigue Diagram of Testpieces with Different Fillet Surface Roughness
Studi Kekuatan... (Landjono Josowidagdo)
37
- - Crank 2 - - Crank 4 -2 - Crank 6 62
900
800
700
600
105
106 107 Number of cycles
Gambar 2 Fatigue Strength of Cranks with Different Crank Number
Tabel 3 Data Kelelahan Efek Kekasaran Permukaan Fillet
Data kelelahan dari Efek Kekasaran Permukaan Fillet Kelompok 1 2 3 Kekasaran Ra 1.6 Ra 0.8 Ra 0.4 Pasangan Data 9 6 6 M.1 ( N.m) 662 682 675 S* n-1(N.m) 42.7 22.1 26.8 Catatan : Simpangan baku M.1
Fenomena tersebut bahwa kekuatan lelah poros engkol besi tidak sensitif terhadap kekasaran permukaan fillet secara sederhana dapat diterangkan sebagai berikut. Pada matriks nodular cast iron, terdapat banyak grafit nodules yang bertindak sebagai microcracks terpisah untuk mengurangi kepekaan takik material secara dramatis. Oleh karena itu, kekuatan kelelahan komponen tidak berubah banyak manakala kekasaran permukaan dinding berubah sampai taraf tertentu sebab efeknya pada kekuatan kelelahan sangat sedikit dibandingkan dengan bongkol yang kecil grafit di (dalam) material. Oleh karena itu, kekuatan lelah komponen tidak berubah banyak ketika kekasaran permukaan fillet berubah dengan besaran tertentu sebab pengaruhnya pada kekuatan lelah lebih kecil dibanding dengan grafit nodules dalam material.
38
INASEA, Vol. 6 No. 1, April 2005: 33-43
Kekuatan Lelah Menurut Jumlah Engkol Benda uji kelompok 1 sampai kelompok 3 dikelompokan lagi sesuai dengan jumlah engkolnya untuk meneliti perbedaan kekuatan lelah crank dengan jumlah yang berbeda. Data uji yang diperoleh ditunjukkan dalam Gambar 2 dan setiap titik mewakili nilai rata-rata 1 sampai 4 data uji. Terlihat dari Gambar 2, dua pengamatan dapat dibuat sebagai berikut 1. Data uji 2 engkol 4 mempunyai sebaran yang paling luas. 2. Diantara ketiga kelompok ada sedikit perbedaan dalam umur lelahnya fatigue lives pada daerah pembebanan tinggi. Akan tetapi, kalau beban berkurang, perbedaannya menjadi lebih besar. Hal itu dapat diperkirakan bahwa batas lelah dari tinggi ke rendah adalah 735N.m, 682N.m, dan 660N untuk masing-masing engkol 2, 6, dan 4. Batas lelah engkol 2 adalah sekitar 7.8% dan 11.1% lebih tinggi dibanding batas lelah engkol 6 dan 4. Selanjutnya, diperlihatkan bahwa engkol 1 memiliki nilai lebih tinggi dibanding engkol 2. Jadi, kekuatan lelah memang berbeda dari setiap engkol dalam poros engkol besi cor maupun tempa. Perbedaan kondisi pendinginan dan pembekuan antara engkol selama pengecoran awal mungkin ikut berpengaruh dalam terjadinya perbedaan kekuatan engkol. Dalam proses penuangan horizontal, engkol 3 dan 4 ada di posisi atas mulut penuangan/casting mould. Oleh karena itu, kerusakan tuang, seperti segregasi, inclusi non-logam, shrinkage cavities, dan porosity, banyak terbentuk dalam engkol ini sampai pembekuan berakhir. Sekali diketemukan bahwa regangan fillet dari beberapa engkol 4 tidak biasanya memperlihatkan nilai regangan tinggi sampai 2.6 kali dari rata-rata. Penelitian pada permukaan retaknya menunjukkan bahwa ada rongga penyusutan/shrinkage cavities dan apparent porosity pada lapisan permukaan fillet. Keberadaan cacat tidak hanya mengurangi kekuatan lelah dari benda uji tetapi membuat penyebaran kekuatan lebih luas. Efek negatif itu bahkan lebih serius dalam long life di daerah tegangan rendah dan kemajuan lelah dikendalikan oleh inisiasi patah. Sudah dikatahui, perilaku inisiasi patah lelah adalah sangat sensitif terhadap jumlah, ukuran, dan bentuk cacat di dalam material. Diantara ke tiga engkol tersebut, engkol 2 membeku pertama dan memilik microstructure lebih bagus dan mempunyai lebih sedikit cacat. Kandungan perlit dan microhardness perlit engkol 2 lebih tinggi dibanding crank kelompok lainnya. Jadi, engkol 2 memiliki limit lelah yang tertinggi. Dapat disimpulkan bahwa engkol 4 adalah salah satu titik lemah kekuatan lelah komponen. Kegagalan lelah selalu terjadi pada titik-titik paling lemah dari komponen, perbedaan kekuatan crank harus diperhitungkan ditahap desain dan dalam proses pabrikasi. Banyak metode efektif dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan lelah dari engkol yang lemah. Sebagai contoh, meletakkan iron chills ke dalam inti pasir adalah efektif untuk menghilangkan cacat tuangan pada lapisan permukaan. Tidak hanya dapat mengurangi jumlah cacat tetapi juga dapat memisahkannya 10 sampai 20 mm dari permukaan yang selesai.
Studi Kekuatan... (Landjono Josowidagdo)
39
Efek Proses Manufakturing Proses Pabrikasi berpengaruh cukup signifikan terhadap batas lelah lengkung dari benda uji seperti terlihat pada Tabel 4. Lima kelompok poros engkol tipe 2 dari empat pabrikan diteliti. Fillet semua benda uji itu tidak diberi penguatan. Sifat mekanis bahan terukur dengan spesimen sampel dari benda uji tertulis pada Tabel 4. Menurut Standard Nasional Cina, material 5 kelompok tersebut termasuk dalam kelas QT 700-3, suatu besi cor nodular dengan kekuatan-tarik nominal 700N/mm2. Akan tetapi, perbedaan batas lelahnya sangat jelas, dengan nilai tertinggi menjadi 349N/mm2 dan yang terendah hanya 228N/mm2. Hal itu mudah sekali untuk memperkirakan nilai sebelumnya, yaitu sekitar 53% lebih tinggi dibanding yang belakangan. Lima kelompok benda uji berasal dari 4 sumber yang mewakili 4 level manufaktur yang berbeda. Pabrikasio poros engkol yang mencakup tiga proses utama: penuangan, masining, dan penguatan. Dari titik pandang kuat lelah lengkung, mutu permesinan dapat dikaji dengan kesalahan bentuk geometris dalam crankpin dan main jurnal fillets, dan jumlah cacat masining pada daerah tegangan tinggi, seperti grinding burns, cracks, cutting marks, dan shoulders. Sementara variabel yang menentukan perilaku lelah nodular cast iron adalah chemistry-nya, msicrostructure, kondisi kebersihan, dan penuangan. Fuller dan peneliti lainnya telah membuktikan bahwa batas lelah besi menurun dengan menurunnya nodularity dan meningkat dengan mengurangi inclusion content, penurunan diameter graphite nodules, dan peningkatan matriks microhardness (Fuller, 1997). Simpulan itu akan membantu dalam analisis berikutnya. Tabel 4 Mechanical and Fatigue Data of QT 700-3 Iron Groups Group Nomor Benda Uji Fatigue limit(N/mm2) Standar Deviasi(N/mm2) Tesile Strength(N/mm2) Yield Strength(N/mm2) Elongation(%)
40
2 21 251 2.51 700 341 8.8
4 15 264 26.0 708 343 8.5
5 8 349 659 428 3.8
6 18 348 46.7 691 381 8.5
10 9 228 714 2.8
INASEA, Vol. 6 No. 1, April 2005: 33-43
Tabel 5 Microstructural Data of QT 700-3 Groups Group Nodularity(%) Nodule Size(um) Pearlite Content(%) Pearlite Hardness(HV) Ferrite Content(%) Ferrite Hardness(HV) Matrix Hardness(HV)
2 85 30~60 75 252 25 176 233
4 85 30~60 80 260 20 176 243
5 90 15~30 70 294 30 185 261
6 90 15~30 65 305 35 196 267
10 75 60~120 85 250 15 166 237
Tabel 6 Tes Data Benda Uji dengan Material yang Berbeda Group Fatigue Limit(N/mm2)
2 251 725 Tensile Strength(N/mm2) 700 Yield Strength(N/mm2) 341 Elongation(%) 8.8 Note:
filled
4 264 597 708 343 8.5
7 552 844 4.6
8 678 986 533 7.7
9 345 836 966 528 8.0
11 215 468 810 3.3
12 231 518 841 3.5
fillet deep rolled
Pengujian pada fillet benda uji menunjukkan bahwa perbedaan dalam kualitas permukaan diantara lima kelompok tidak terlihat jelas sehingga kualitas intrinsik material mungkin bertanggung jawab atas perbedaan kekuatan lelah pada Tabel 4. Sampel benda uji diteliti secara metalografi, seperti grafit nodularity, ukuran nodul, matriks struktur, dan matriks microhardness. Data microstructural tertuang pada Tabel 5. Membandingkan dengan standar produk yang berkaitan, satu hal dapat disimpulkan bahwa microstructures dari semua lima kelompok masuk kualifikasi. Akan tetapi, perbedaan microstructure pada Tabel 5 tidak dapat dihindarkan. Microstructures kelompok 5 dan 6 hampir serupa dan kedua-duanya mempunyai isi perlit yang paling rendah, nodules grafit yang halus, dan matriks paling keras. Tidak mengejutkan bahwa batas lelah kelompok itu yang paling tinggi diantara lima kelompok itu. Sementara kelompok 10, dengan kandungan perlit yang paling tinggi, mempunyai nodularity paling rendah, ukuran nodules yang paling besar, inklusi lebih banyak, dan cacat tuang lainnya yang diakibatkan oleh kondisi penuangan. Secara alami, hal itu menunjukan perilaku lelah fatigue yang paling buruk. Fakta tersebut menandakan bahwa faktor selain kandungan perlit mungkin lebih kritis terhadap kuat lelah poros engkol besi pada kondisi produksi massal industrial. Peningkatan kuat lelah kelompok 4 di atas kelompok 2 adalah suatu verifikasi efek dari iron chills.
Studi Kekuatan... (Landjono Josowidagdo)
41
Kuat Tarik Hasil uji fatigue bending benda uji dengan kuat tarik berbeda tercantum pada Tabel 6, bersama sifat mekanisnya yang diukur dari spesimen benda uji. Benda uji dengan dua kondisi fillet berbeda, tanpa penguatan dan fillet rolled, diteliti. Dalam hal ini dibuktikan bahwa batas lelah bending benda uji tidak berhubungan dengan kuat-tariknya pada kedua kondisi, seperti dapat dilihat pada Tabel 4 dan 6. Mengambil Fillet tanpa penguatan sebagai contoh, kelompok 9 mempunyai kuat tarik 966N/mm2, kira-kira 47% lebih tinggi dari kelompok 5, 659 N/Mm2. Akan tetapi sebaliknya, batas lelah dari kelompok 9 (345N/mm2) lebih kecil dari kelompok 5 ( 349N/mm2). Kelompok 11 dengan kuat tarik menengah, yaitu 810 N/Mm2 tetapi dengan suatu batas lelah paling rendah, yaitu 215N/mm2. Situasi serupa terjadi pada keadaan rolled fillet. Dari tabel 4 dan 6 dapat disimpulkan bahwa tidak ada sistematik atau variasi monatomic dari batas lelah dengan kuatan tarik as-cast dan normalized iron crankshaft pada kedua kondisi tanpa penguatan dan fillet rolled. Analisis kegagalan setelah uji lelah menunjukkan bahwa kualitas dalam dan kondisi permukaan berperan lebih penting dalam aspek kekuatan lelah iron crankshaft dibanding kekuatan material. Oleh karena itu, keliru untuk mencari kekuatan material yang berlebihan. Usaha terus dilakukan untuk meningkatkan kualitas manufaktur produk. Mekanisme akumulasi kerusakan, inisiasi, dan propagasi retak adalah tidak tidak identik pada beban statis dan siklik. Menurut teori kelelahan klasik, perilaku kelelahan utamanya ditentukan oleh daya tahannya terhadap inisiasi dan propagasi retak. Pada level tegangan rendah dekat batas lelah, progres fatigue di bawah kontrol inisiasi retak yang tidak hanya tergantung sifat statis, seperti yield stress dan plastisitas tetapi juga sangat sensitif terhadap microstructure dan cacat permukaan. Lebih lanjut, medan tegangan residual kompresif yang terjadi saat fillet rolling menjadikan permasalahan lebih rumit. Sebagai tambahan terhadap pengaruh yang langsung, variabel material mempengaruhi perilaku kelelahan komponen, yaitu dengan mempengaruhi terjadinya medan tegangan sisa dan relaksasinya selama beban fatigue. Perilaku pertumbuhan dan inisiasi retak dengan atau tanpa medan tegangan sisa compressive berbeda. Akan tetapi, ada sangat sedikit sekali publikasi literatur tentang perilaku fatigue nodular cast iron crankshaft, khususnya pada kondisi penguatan fillet. Penelitian lebih lanjut harus dilakukan untuk mengidentifikasi faktor yang ikut berpengaruh pada kekuatan lelah poros engkol.
PENUTUP 1. Kekasaran permukaan fillet mempunyai pengaruh sedikit terhadap batas lelah tekuk dari poros engkol tipe nodular cast iron berkisar Ra 1.6~Ra 0.4. 2. Kekuatan lelah adalah berbeda dari satu engkol ke engkol lainnya pada poros engkol dengan penuangan horizontal.
42
INASEA, Vol. 6 No. 1, April 2005: 33-43
3. Proses pabrikasi mempunyai pengaruh signifikan pada kekuatan lelah tekuk poros engkol nodular cast iron komersial. 4. Batas lelah tekuk tidak mempunyai korelasi dengan kuat tarik poros engkol nodular cast iron komersial pada penelitian ini. 5. Pemakaian poros engkol 2-silinder untuk Engine RUSNAS 500 cc dengan FCD 70 dapat bersaing dengan bahan lain karena kartakteristik lelah tekuknya paling baik disbanding tipe lain.
DAFTAR PUSTAKA Fuller, A.G. 1997. “Effect of Graphite Form on Fatigue Properties of pearlite Ductile iron.” AFS Transactions, vol. 85, pp.527-536. Janowak, J.F., et al. 1990. “Fatigue Strength of Commercial Ductile Iron.” AFS Transaction, vol. 98, pp.511-518. Krishnaraj, D., et al. 1989. “Influence of Matrix on the Fatigue Behavior of Ductile Iron.” AFS Transactions, vol.97, pp.345-350. Venugopalan, D., et al. 1988. “Influence of Microstructure on Fatigue Life of As-Cast Ductile Iron.” AFS Transactions, vol.96, pp.697-704. _________. 1992. “Factor Affecting Fatigue Strength of Commercial Ductile Iron Castings.” AFS Transactions, vol. 100, pp.3737-342. Xu, J.C. and M.B. Feng. 1991. “Development of DC-1 Electrodynamic Resonant Fatigue Test Machine for Crankshaft.” Chinese International Combustion Engine Engineering, vol. 12, no.2, pp.6-16. Zhy, D.Y. 1989. “The Development of Autostructural Materials in the Chinese Automotive Industry.” Proc. 5th IPC, Symp. On Automotive Engineering, International Academic Publisher. pp260.1-260.6.
Studi Kekuatan... (Landjono Josowidagdo)
43