D.06
STUDI KASUS PEMBANGUNAN KARAKTER PADA ANAK MELALUI PENDIDIKAN EKSTRA KURIKULER Arundati Shinta Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta Email:
[email protected]
Abstraksi. Karakter kuat seperti tekun, disiplin, jujur, bersedia menjaga kebugaran fisik secara rutin, peduli pada sesama, kutu buku, bersedia menerima tantangan yang menengah sifatnya, adalah karakter dambaan hampir semua anak dan orangtua. Karakter itu sebenarnya adalah hasil belajar semenjak anak berusia dini, dan dilakukan tiada henti dengan menggunakan pendidikan ekstra kurikuler. Dibanding pendidikan akademik, pendidikan ekstra kurikuler, sayangnya, jarang diperhatikan oleh orangtua. Berdasarkan teori kognitif sosial, orangtua dituntut untuk menampilkan kebiasaan yang bisa menjadi suri tauladan bagi lingkungan sosialnya, reliabel, dan bersedia menemani seluruh kegiatan ekstra kurikuler anaknya. Pendidikan karakter ini sumbernya adalah program IAYP (International Award for Young People) yang pusatnya di Inggris dan dipimpin oleh HRH The Duke of Edinburg dan Kurt Hahn adalah pencetusnya. Program ini terdiri dari 4 kegiatan yaitu fisik, ketrampilan, pelayanan masyarakat, dan petualangan. Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk menjelaskan tentang kegiatan ekstra kurikuler yang dilakukan anak semenjak usia 2-20 tahun. (2) Untuk menjelaskan tentang peranan orangtua dan sekolah dalam memperlancar kegiatan ekstra kurikuler anak. Hasil pendidikan kegiatan ekstra kurikuler ini adalah anak terlibat dalam 57 kali lomba melukis (memenangkan 24 penghargaan), 27 kali pertandingan taekwondo (memenangkan 22 penghargaan), 1 kali penghargaan karakter, dan 3 kali kegiatan akademis (lomba menulis dan lomba matematika). Hal krusial dari penelitian ini adalah orangtua dan guru hendaknya tidak dibutakan oleh medali-medali itu, tetapi hal yang jadi fokus perhatian adalah proses mendapatkan medali. Proses mendapatkan medali pada hakekatnya adalah pendidikan karakter. Kata kunci: Karakter kuat, ekstra kurikuler, orangtua, guru, IAYP.
Karakter lemah pada generasi muda
Yogyakarta yaitu Kakak beradik bobol SD
selalu didengung-dengungkan masyarakat
Cunguk (KR, 15 Mei 2013, hal. 18). Semua
sebagai hal yang paling bertanggung jawab
pelaku kejahatan tersebut berusia di bawah
terhadap segala kejahatan dan pelanggaran
18 tahun. Berita itu merupakan bukti
norma dalam masyarakat. Karakter lemah
kegagalan pendidikan karakter pada tingkat
itu antara lain malas bekerja, malas belajar,
keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ironinya,
ingin kaya dengan cara instan, mudah
seminar pendidikan karakter untuk orang
menyerah, tidak disiplin, dan masih banyak
muda telah sering dilakukan. Hal ini terlihat
contoh
dapat
dari munculnya 1.240.000 pilihan artikel
dibanggakan, contohnya berita aktual di
ketika kata ‘Seminar Pendidikan Karakter’
perilaku
yang
tidak
437
438 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
diketik pada mesin pencari Google. Anggota
Kedua, pendidikan budi pekerti sebenarnya
masyarakat
piawai
sudah dilakukan di sekolah yaitu disisipkan
berpendapat dalam berbagai forum resmi,
dalam pelajaran lain seperti pendidikan
namun kurang mampu menerapkan dalam
agama, PMP, dan PPKn (Lisnawati, 2010),
kehidupan sehari-hari.
sehingga tidak perlu berdiri sendiri. Ketiga,
cenderung
Permasalahan
lebih
dalam
pendidikan
pelajaran pramuka yang dianggap sebagai
karakter bagi anak-anak muda adalah pihak-
ajang
pendidikan
pihak yang selama ini dianggap berperan
ditiadakan karena alasan biaya. Pihak
besar dalam pendidikan karakter (sekolah
sekolah tidak mampu mengadakan pelajaran
dan orangtua) justru saling lempar tanggung
pramuka
jawab. Orangtua dan tokoh masyarakat
misalnya Pemda Tangerang – mengharuskan
sering mengemukakan alasan hilangnya
pihak sekolah ikut menanggung biaya
pelajaran budi pekerti di sekolah sebagai
operasional
penyebab utama bagi mundurnya karakter
setempat (Akhmadi et al., 2003).
karena
karakter,
pemerintah
kantor
Dinas
ternyata
daerah
–
Pendidikan
anak-anak muda jaman sekarang. Apabila
Adanya kesan saling lempar tanggung
pelajaran budi pekerti kembali diadakan
jawab antara pihak sekolah dan orangtua,
maka karakter anak-anak muda itu akan
tidak akan menyelesaikan masalah dalam
menjadi lebih baik. Orangtua dan tokoh
pendidikan karakter ini. Untuk mengatasi
masyarakat cenderung menakar dirinya jauh
kebuntuan itu, maka tulisan ini akan
lebih baik karakternya daripada anak-anak
mengemukakan
muda sekarang karena mereka mendaapt
melakukan pendidikan karakter pada anak
pelajaran budi pekerti. Ini adalah suatu
semenjak usia dini. Pendidikan karakter itu
fenomena sef-serving bias, yang mana
menggunakan pendidikan ekstra kurikuler
seseorang merasa diri sendiri lebih baik
(bukan
daripada
dilaksanakan pada
orang
kenyataannya
lain
akademik),
dan
waktu luang anak.
Pendidikan karakter ini dilakukan oleh
(Franzoi, 20033; Myers, 1994). Hal ini
orangtua, dan guru dalam pendidikan ekstra
terlihat dari tingginya angka korupsi yang
kurikuler. Tujuan pertama tulisan ini ialah
dilakukan oleh para orangtua dan tokoh
menjelaskan hasil kegiatan ekstra kurikuler
masyarakat.
yang dilakukan anak semenjak usia 2-20 para
saja
pada
pendidikan
dalam
kualitasnya
Menurut
sama
meskipun
pengalaman
guru,
pendidikan
tahun. (2) Menjelaskan tentang peranan
karakter seharusnya lebih banyak dilakukan
orangtua dan sekolah dalam memperlancara
di rumah (Prihandoko, 2012). Alasannya
kegiatan ekstra kurikuler anak.
ada tiga. Pertama, anak lebih lama berada di lingkungan rumah daripada di sekolah.
Apa
teori
yang
relevan
untuk
menjelaskan pendidikan karakter ini? Teori
Studi Kasus Pembangunan Karakter pada Anak Melalui Pendidikan Ekstra Kulikuler | 439 Shinta, A. [hal.437-449]
sosial kognitif adalah teori yang relevan
Untuk
menerapkan
teori
kognitif
untuk menjelaskan proses pembangunan
sosial dalam pembentukan karakter ini, hal
karakter pada anak-anak oleh lingkungan
yang tidak dapat ditawar adalah hubungan
sosialnya (Bandura, 1986, 1989, Banks &
antara individu (pengamat) dan model.
Mhunpiew,
teori
Hanya model-model tertentu saja yang
kognitif sosial, anak-anak belajar tentang
diamati oleh individu. Model yang sering
segala sesuatu dengan cara mengamati
diamati antara lain harus dekat hubungannya
model yang menarik perhatiannya dan
(misalnya orangtua dan guru), mampu
meniru perilaku model itu.
memberikan reward, perilakunya menonjol,
2012).
Berdasarkan
Proses peniruan itu terdiri dari empat
sukses hidupnya, serupa dengan pengamat,
tahap yaitu memperhatikan model tertentu,
bergengsi tinggi, sering bertemu (Bussey &
mengingat-ingat
akan
Bandura, 1999), dan mampu memberikan
ditirunya, mencoba meniru perilaku, dan
pengalaman yang menyenangkan (Shinta,
motivasi atau peneguhan perilaku (Crain,
2012).
perilaku
yang
2000). Pada tahap memperhatikan, individu
Bila pendidikan karakter dilakukan
mempersepsikan perilaku yang menarik
semenjak usia dini, maka model yang yang
perhatiannya. Pada tahap kedua, individu
sering ditiru perilakunya adalah orangtuanya
berusaha mengingat-ingat perilaku yang
sebagai lingkungan sosial anak yang paling
menarik perhatiannya dengan cara membuat
dekat. Agar anak tidak bingung dalam
asosiasi atau membuat imajinasi, kemudian
proses
mengubah imajinasi tersebut dalam bentuk
persyaratan penting yang harus dilakukan
kata-kata. Individu mampu mendiskripsikan
orangtua adalah konsisten perilakunya, jelas
perilaku yang diingatnya itu secara verbal.
(tidak
Pada
mencoba
berulang-ulang (Josephson Institute, 2013).
menterjemahkan kata-kata yang diucapkan
Persyaratan itu akan membuat anak menjadi
dalam suatu perilaku. Untuk anak-anak,
tahu bahwa perilaku tersebut layak untuk
peniruan perilaku ini bergantung pada
ditiru.
tahap
kemampuan
ketiga,
individu
motoriknya.
Pada
tahap
pengamatan
ambigu
perilaku,
atau
ragu-ragu),
maka
dan
Apa saja perilaku orangtua yang
motivasi dan peneguhan perilaku, individu
diamati
anak,
sehingga
karakter
anak
yang melihat model berperilaku tertentu dan
menjadi tangguh? Karakter yang dapat
perilakunya itu disetujui oleh lingkungan
dicontoh anak ada enam (six pillars of
sosialnya, maka individu cenderung meniru
character) yaitu jujur, menghormati orang
perilaku. Apabila perilaku model itu tidak
lain, bertanggung jawab, taat peraturan,
disetujui lingkungannya, maka individu
peduli pada sesama, dan menjadi warga
cenderung tidak menirunya.
yang baik (Josephson Institute, 2013).
440 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
Berikut adalah penjelasan enam karakter
baik, terlibat dalam kegiatan sosial, dan
tersebut.
menghormati penguasa setempat.
1. Perilaku jujur berarti anak diajarkan
Enam pilar karakter tersebut diajarkan
tentang perilaku yang bisa dipercaya,
pada anak semenjak usia dini, sesuai dengan
perkataan dan perbuatan sama, setia,
tahap kognisi anak. Orangtua hendaknya
berani untuk melakukan hal-hal yang
sudah menentukan norma perilaku secara
benar meskipun sendirian, membangun
jelas, tidak ada diskriminasi, menentukan
reputasi yang bagus, membela keluarga,
konsekuensi
teman, dan bangsa.
norma, selalu memberi advokasi tentang
2. Menghormati orang lain berarti anak diajarkan
toleran
pada
perbedaan,
perilaku
yang
melanggar
perilaku yang sesuai dengan norma keluarga (misalnya
dengan
membacakan
cerita
sopan, tidak nakal pada orang lain,
tentang perilaku yang baik), dan menjadi
mampu mengatasi emosi marah atau
model yang dapat dicontoh.
konflik dengan tenang.
Dalam tulisan ini, pendidikan karakter
3. Bertanggung jawab berarti mengerjakan
dilakukan
melalui
pendidikan
ekstra
tugas dengan tuntas, berusaha mencapai
kurikuler. Hal itu berarti orangtua harus
yang terbaik (berani berkompetisi),
mengetahui minat anak pada suatu kegiatan,
mampu memikirkan akibat dari suatu
memfasilitasinya, dan selalu mendorong
perbuatan,
anak untuk melakukannya secara rutin. Cara
dan
berani
bertanggung
jawab terhadap akibat yang ditimbulkan
mengetahui
oleh perilakunya.
menularkan hobi orangtua pada anak,
4. Taat pada peraturan berarti mengerjakan
minat
membiasakan
anak
kegiatan,
yaitu
dengan
dan
selalu
segala sesuatu berdasarkan peraturan
menyempatkan waktu untuk melakukan
yang ada, tidak memanipulasi orang lain
kegiatan bersama.
untuk keuntungan diri sendiri, dan tidak menyalahkan orang lain.
kurikuler
5. Peduli berarti ramah dan sopan pada orang
lain,
Apa hubungan antara kegiatan ekstra
mampu
menampilkan
dengan
pendidikan
karakter?
Kegiatan ekstra kurikuler berbeda dengan pelajaran membaca, menulis dan berhitung
ekspresi terima kasih dengan cara yang
yang
baik,
memenuhi standar tertentu, sehingga situasi
memafkan
orang
lain,
dan
menolong orang lain. 6. Menjadi
warga
belajar
proses
menjadi
belajarnya
tidak
harus
menyenangkan
baik
berarti
(Cabera dalam Mason, 2001). Kegiatan
berbuat
sesuatu
agar
ekstra kurikuler memberikan kesempatan
sosial
bertambah
baik,
pada anak untuk merasakan kesenangan
bekerja sama, menjadi tetangga yang
menikmati kegiatan yang diminatinya. Rasa
bersedia lingkungan
yang
mana
Studi Kasus Pembangunan Karakter pada Anak Melalui Pendidikan Ekstra Kulikuler | 441 Shinta, A. [hal.437-449]
senang ini akan membuat anak terus
kegiatan) dan petualangan (2 hari 1 malam).
menekuninya, sehingga mungkin saja ia
Program yang berasal dari Jerman itu
menjadi
mendapatkan
merupakan pendidikan karakter yang sudah
keahilan itu sebenarnya adalah proses
diakui pada 144 negara (McMenamin, 2011;
pendidikan karakter (Cabrera dalam Mason,
Veevers, 2006).
ahlinya.
Proses
2001). Anak mempunyai karakter seperti yang dibahas dalam enam pilar di atas
Metode Penelitian
(Josephson
Institute,
2013).
Anak
Ini adalah penelitian studi kasus
mengalami
proses
belajar
yang
berdasarkan pengamatan pada satu anak.
menyenangkan karena topik yang ia pilih
Rentang waktu pengamatan adalah mulai
adalah yang disenanginya. Proses belajar
anak berusia 2 tahun sampai dengan 20
yang menyenangkan itu mempermudah anak
tahun. Data diambil berdasarkan sertifikat
mengingat hal-hal yang dipelajari dari
yang diperoleh anak ketika mengikuti
kegiatan ekstra kurikuler tersebut (Waite,
kegiatan ekstra kurikuler selama jangka
2011).
waktu pengamatan.
Model pembelajaran melalui kegiatan
Tiga
kegiatan
ekstra
kurikuler
ekstra kurikuler telah diterapkan dalam
diterapkan dalam pendidikan karakter bagi
program IAYP (International Award for
anak semenjak usia dini. Kegiatan tersebut
Young
Inggris
ialah membaca buku, menggambar, dan olah
(McMenamin, 2011; Shinta, 2013). Program
raga (taekwondo). Agar anak mengenal,
IAYP
terbiasa, dan mencintai kegiatan tersebut
People)
sangat
berpusat
di
menekankan
prinsip
kesenangan anak dalam mempelajari hal-hal
maka
yang diminatinya, dan dilakukan dalam
kegiatan tersebut dan bersedia meluangkan
konteks kegiatan di luar kelas (outdoor
waktu melakukan kegiatan itu bersama
activity). Kegiatan di luar kelas yang bebas
anak. Berikut adalah penjelasan tentang
dari aturan-aturan kaku, akan membuat
metode
partisipasi
membiasakan tiga kegiatan ekstra kurikuler.
(keterlibatan)
anak
dalam
program menjadi semaki tinggi (Waite,
orantgua
orangtua
juga
harus
mencintai
memperkenalkan
dan
1. Kegiatan membaca buku cerita.
2011). Program IAYP terdiri dari 3 kegiatan
a. Tujuan kegiatan membaca buku
utama yaitu olah raga, ketrampilan, dan
cerita adalah untuk melatih daya
sosial yang harus dilakukan minimal 60
ingat,
menit/minggu selama 3 bulan (12 kali
membaca, melatih kreativitas, dan
kegiatan) untuk level perunggu. Kegiatan
memperluas wacana berpikir anak.
tambahan yaitu spesialisasi (pilih olah raga / ketrampilan /
sosial,
selama
12
kali
mendorong
kebiasaan
b. Orangtua membeli buku cerita dan selalu membacakan cerita sebelum
442 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
anak tidur. Setelah membaca cerita,
anak diajak membaca ceritanya
kemudian bermain tebak-tebakan
dahulu. Setelah menonton film,
dengan materi cerita yang baru saja
maka anak diajak diskusi tentang
dibacakan.
terus
perbedaan cerita di buku dan di
dilakukan secara teratur, sehingga
film. Strategi ini untuk melatih
anak merasa kurang lengkap bila
ingatan anak, melatih anak untuk
sebelum
berpendapat, dan berpikir secara
Strategi
tidur
ini
tidak
dibacakan
cerita. Kegiatan membaca cerita ini dilakukan mulai usia 2 tahun.
kritis. e. Pada usia remaja, anak didorong
c. Ketika anak berusia 5 tahun ke atas,
untuk
mencintai
buku-buku
maka orangtua dan anak secara
pembangkit motivasi. Pada usia
teratur mengunjungi toko buku.
remaja anak sudah dibebani dengan
Orangtua juga membelikan buku
berbagai
sebagai kado ulang tahun anak.
mungkin dipersepsikan terlalu berat.
Buku cerita yang dipilih hendaknya
Untuk memberi semangat, maka
yang bergambar, berwarna cerah,
anak disodori dengan buku-buku
kertasnya
pembangkit
tebal,
serta
tidak
tugas
sekolah
semangat.
yang
Ketika
menggambarkan peristiwa stereotip
orangtua menasehati anak, maka
gender.
orangtua bisa mencuplik beberapa
d. Pada usia 7-8 tahun ketika anak sudah bisa membaca, maka anak diperkenalkan membaca
dengan
yang
penuh
kalimat yang ada dalam buku itu. 2. Kegiatan menggambar.
kegiatan
a. Tujuan
dengan
adalah
kegiatan
menggambar
melatih
anak
sensasi. Kegiatan yang sesuai yaitu
bertanggung
membeli membeli buku sihir Harry
mendorong anak untuk mencapai
Potter pada jam 24.00 lengkap
posisi yang terbaik, menyelesaikan
dengan
tugas
segala
pernak-perniknya
jawab
untuk
dengan
tuntas,
yaitu
tabah
seperti tongkat sihir dan jubah sihir.
menerima kekalahan dan bangkit
Strategi
dari kekalahan.
ini
digunakan
untuk
mendorong anak gemar membaca
b. Kegiatan ini dimulai ketika anak
buku tidak bergambar. Untuk buku-
berusia
buku yang laris biasanya versi
digunakan adalah crayon. Anak
filmnya
mungkin hanya menggambar secara
juga
digemari.
Untuk
3
tahun.
menghindari anak malas membaca,
mencoret-coret
maka sebelum melihat film maka
orangtua
terus
Alat
saja, memuji.
yang
namun Kertas
Studi Kasus Pembangunan Karakter pada Anak Melalui Pendidikan Ekstra Kulikuler | 443 Shinta, A. [hal.437-449]
gambar tidak terlalu besar, sehingga
d. Ketika anak sudah remaja, sering
anak tidak lelah menggambar. Hasil
kali kesempatan lomba melukis
gambar itu kemudian diberi bingkai
sudah jarang ada. Agar anak tetap
dan digantung di dinding kamar
terlatih
anak. Untuk memperkuat motivasi,
menggambarnya,
maka
cerita
dapat mencari informasi tentang
berdasarkan gambar tersebut, dan
lomba melukis untuk remaja baik
cerita
tingkat
orangtua
itu
membuat
terus
diulang-ulang
sehingga anak hafal dengan cerita serta hubungannya dengan gambar.
kemampuan maka
orangtua
nasional
maupun
internasional. 3. Kegiatan olah raga taekwondo
c. Ketika anak duduk di kelas 1 SD,
a. Tujuan kegiatan ini adalah melatih
maka anak didorong mengikuti
fisik anak agar sehat, senang dengan
kegiatan lomba lukis anak-anak. Di
kegiatan luar ruangan, membantu
Yogyakarta,
lomba
anak bersosialisasi, dan memperluas
menggambar rutin dilakukan setiap
alternatif karir anak pada masa
hari Minggu. Pada banyak SD,
depannya (Ŝverko, 2006). Penelitian
menggambar
yang melibatkan 207 anak-anak SD
kegiatan
menjadi
kegiatan
ekstra kurikuler yang digemari.
kelas
Doronglah anak untuk mengikuti
dibandingkan dengan kegiatan olah
kegiatan mengabar. Untuk memacu
raga biasa, kegiatan taekwondo
semangat
lebih
anak,
maka
orangtua
selalu
berkomunikasi
dengan
sekolah
tentang
prestasi
5
menunjukkan
memperkuat
kognitif
dan
bahwa
regulasi
afektif,
diri
perilaku
lomba
prososial, pengelolaan diri yang
menggambar
ini.
Saat
baik di kelas, dan prestasi dalam
memenangkan
lomba
dan
bidang matematika (Lakes & Hoyt,
mendapatkan piala, maka orangtua dapat membuat duplikat piala dan
2004). b. Kegiatan ini merupakan kegiatan
menyerahkan pada sekolah. Pada
ekstra
saat upacara hari Senin, Kepala
mengikuti olah raga ini mulai dari
Sekolah
prestasi
kelas 5 SD. Di Yogyakarta, klub
lomba di depan semua anak-anak.
taekwondo cukup maju sehingga
Strategi
sering ada ajang pencarian bibit
efikasi
mengumumkan
ini diri
menggambar.
untuk
memperkuat
anak
dalam
kurikuler
sekolah.
Anak
atlet taekwondo. Anak yang sudah masuk klub khusus atlet, frekuensi berlatihnya
sangat
tinggi
yaitu
444 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
minimal 5 kali dalam seminggu.
3. Kegiatan ketrampilan yang dipilih yaitu
Pada klub yang bukan untuk atlet,
melatih jurus-jurus taekwondo. Kegiatan
frekuensi latihan hanya satu kali
ini dilakukan minimal 60 menit /
seminggu.
minggu
c. Oleh karena anak sudah menjadi
terputus.
selama
12
Kegiatan
minggu
tidak
taekwondo
juga
anggota klub khusus atlet dan
dipilih sebagai spesialisasi IAYP selama
frekuensi latihannya tinggi, maka
12 kali pertemuan tidak terputus.
orangtua harus mampu menjalin
4. Kegiatan pelayanan masyarakat yang
komunikasi dengan pihak sekolah.
dipilihnya
Jadwal
taekwondo
pedagang kaki lima untuk memasarkan
sering tidak sesuai dengan jadwal
jualannya. Konsentrasinya adalah para
sekolah, sehingga dispensasi dari
pedagang
sekolah dibutuhkan. Tidak semua
mensukseskan
sekolah menyetujui adanya kegiatan
Yogyakarta. Bantuan pemasaran itu lalu
ekstra kurikuler taekwondo, karena
ditulis dan dipublikasikan secara rutin di
taekwondo
klub menulis KUP45IANA.
pertandingan
dianggap
memicu
agresifitas.
yaitu
di
membantu
Malioboro, pariwisata
para
untuk di
5. Kegiatan petualangan yang dipilihnya yaitu pertandingan taekwondo tingkat
Kegiatan pendidikan karakter IAYP
nasional di Jakarta selama 3 hari 2
1. Tujuan kegiatan pendidikan karakter ini
malam.
adalah untuk mendapatkan kebiasaan baik seperti ulet, bersedia berkompetisi, bertanggung
menyelesaikan
Sepanjang rentang pengamatan mulai
tugas dengan tuntas, mampu menakar
anak berumur 6 tahun sampai dengan 20
potensi
tahun, ia telah membukukan berbagai
potensi
jawab,
Hasil dan Pembahasan
dengan dengan
realistis,
menggali
cara
membantu
kesuksesan orang lain (Veevers, 2006). 2. Kegiatan pendidikan karakter
prestasi.
Tabel 1 memperlihatkan bahwa
anak semenjak usia 6 tahun (kelas 1 SD)
yang
sudah dibiasakan untuk berkompetisi. Pada
yang
waktu itu, kompetisi yang dipilih yaitu
dilakukan minimal 60 menit / minggu
lomba lukis untuk anak-anak. Kompetisi
selama 12 minggu tidak terputus. Olah
diadakan
raga itu harus menunjukkan kemajuan
Masyarakat Yogyakarta sangat beruntung
setiap minggunya, sehingga jenis olah
karena banyak organisasi yang sering
raga yang dipilih yaitu lompat tali
mengadakan lomba lukis untuk anak-anak.
(skiping).
Propinsi lain mungkin tidak mengalami
dilakukan
adalah
olah
raga
hampir
setiap
hari
Minggu.
Studi Kasus Pembangunan Karakter pada Anak Melalui Pendidikan Ekstra Kulikuler | 445 Shinta, A. [hal.437-449]
keistimewaan ini. Jenis kompetisi yang
medali lukis, maka pihak sekolah selalu
dipilih adalah melukis karena orangtua juga
mengumumkan informasi membanggakan
mencintai lukisan dan bersedia meluangkan
itu pada saat upacara sekolah setiap hari
waktu untuk mengajarkan kegiatan melukis.
Senin. Berdasarkan strategi ini, efikasi diri
Pihak sekolah (guru), ternyata juga sangat
anak meningkat, dan ia percaya bahwa
mendukung dengan cara mengumumkan
dirinya
informasi berkenaan dengan lomba melukis
bidang melukis.
mempunyai
kemampuan
dalam
untuk anak-anak. Apabila anak mendapat
Tabel 1. Daftar prestasi anak mulai usia 6-20 tahun Tahun / Usia anak Periode 1999-2005 usia 6-12 tahun kelas 1-6 SD
Kegiatan lomba 56 kali kegiatan lomba lukis anak-anak tingkat kabupaten – internasinal 1 kali lomba matematika tingkat sekolah
Prestasi 22 medali lukis mulai dari tingkat kabupaten sampai dengan nasional 25% peserta terbaik tingkat sekolah
Periode 2006-2008 usia 12-15 tahun kelas 1-3 SMP
1 kali kegiatan lomba lukis remaja 13 kali kegiatan pertandingan taekwondo tingkat kabupaten – internasional 2 kali kegiatan menulis tingkat propinsi – nasional
1 medali lomba lukis remaja tingkat propinsi 11 medali taekwondo tingkat kabupaten sampai dengan internasional resmi menjadi atlet PAB-DIY (Pembinaan Atlet Berbakat).
Periode 2009-2011 usia 16-18 tahun kelas 1-3 SMU
7 kali kegiatan pertandingan taekwondo tingkat kabupaten – internasional
1 medali lomba lukis remaja tingkat Kodya Yogyakarta 6 medali taekwondo tingkat kabupaten sampai dengan internasional Dan 1 taekwondo (dari Korea) Dan 2 taekwondo (dari Korea)
Periode 2012-2013 usia 19-20 tahun semester 1 – 4 universitas
7 kali kegiatan pertandingan taekwondo tingkat nasional 1 kali kegiatan pendidikan karakter tingkat internasional (IAYP)
5 medali taekwondo tingkat nasional – internasional 1 award perunggu tingkat internasional (pendidikan karakter) Dan 3 taekwondo (dari Korea)
Ketika anak duduk di bangku SMP,
kegiatan ekstra kurikuler taekwondo, dan
jarang ada lomba lukis yang diadakah untuk
anak antusias mengikutinya. Bahkan ia juga
tingkat remaja. Kebetulan pada saat itu ada
resmi menjadi atlet DIY. Prestasi mulai dari
446 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
tingkat
kabupaten
internasional (SMP)
sampai
diraihnya.
kebetulan
Pihak
sangat
dengan
semenjak usia dini telah mempengaruhi
sekolah
pilihan jurusan di universitas, dan pilihan
mendukung
karir pada masa dewasanya.
kegiatan ini, namun pihak sekolah SMA
Pendidikan karakter yang diikutinya
kurang mendukung kegiatan taekwondo.
dan berskala internasional yaitu IAYP juga
Untuk mengatasi hambatan ini, orangtua dan
diikutinya mulai Juli 2012 dan baru saja
pelatih taekwondo berkomunikasi dengan
selesai pada Mei 2013. Kegiatan ekstra
kepala sekolah tentang pentingnya prestasi
kurikuler yang ditekuninya semenjak usia
siswa bagi akreditasi sekolah. Dampaknya
dini telah mendukungnya dalam mencapai
sekolah mulai mendukung anak dalam
penghargaan
berbagai
dengan
perunggu tingkat internasional. Kegiatan
boleh
yang dipilihnya yaitu olah raga lompat tali
ditinggalkan. Selain itu, kegiatan membaca
(kegiatan olah raga), taekwondo (kegiatan
yang ditekuni anak semenjak usia 2 tahun,
ketrampilan), membantu para pedagang kaki
ternyata
lima
syarat
kompetisi taekwondo, prestasi
akademik
membuahkan
partisipasinya
dalam
tidak
hasil
yaitu
lomba
menulis.
Meskipun tidak menjadi pemenang, namun
pendidikan
karakter
level
di Maliboro (kegiatan pelayanan
masyarakat), dan pertandingan taekwondo tingkat nasional (kegiatan petualangan).
ternyata teman-teman di sekolahnya tidak
Sesuai dengan pendapat Trice dan
ada yang tertarik mengikutinya. Hal ini
McClellan pada tahun 1994 (dalam Auger,
mungkin karena orangtua mereka tidak
Blackhurst & Wahl, 2005; Ferreira, Santos,
memotivasinya untuk berkompetisi.
Fonsesca & Haase, 2007), sekitar 23%
Ketika
anak
dibangku
orang-orang berusia 40-55 tahun yakin
universitas, ternyata kegiatan pertandingan
bahwa karir yang dipilihnya sekarang erat
taekwondo terus berlangsung. Ia tidak
hubungannya dengan kegiatannya pada
pernah sepi dari prestasi, dan sabuk Dan 3
masa anak-anak. Hal ini menunjukkan
telah diperolehnya langsung dari Korea.
bahwa sebenarnya kegiatan dan kebiasaan
Jurusan di universitas yang dipilihnya juga
anak semenjak usia dini dalam bidang ekstra
sangat
kurikuler
relevan
duduk
dengan
kegiatan
sangat
berpengaruh
terhadap
menggambar yang dilakukannya semenjak
pilihan kegiatan dan karir pada masa
kecil. Kesuksesannya pada menggabungkan
dewasanya. Dukungan orangtua mutlak
kegiatan olah raga yang sangat menyita
dibutuhkan untuk penentuan kegiatan dan
waktu
berkat
karir anak. Ketika pihak sekolah kurang
kemampuannya dalam membaca buku yang
memberi dukungan bagi kegiatan ekstra
sudah terlatih semanjak usia 2 tahun. Hal ini
kurikuler
menunjukkan bahwa kegiatan dan kebiasaan
berkomunikasi
dan
akademik
adalah
ini,
maka dengan
orangtua pihak
perlu sekolah.
Studi Kasus Pembangunan Karakter pada Anak Melalui Pendidikan Ekstra Kulikuler | 447 Shinta, A. [hal.437-449]
Tujuannya
adalah
agar
pihak sekolah
merupakan suatu kebetulan bila anak-anak
memahami bahwa kegiatan ekstra kurikuler
yang haus prestasi bersedia terlibat dalam
itu
dan sekaligus
program IAYP. Anak-anak peserta IAYP
memeberi nilai tambah untuk akreditasi
sebenarnya adalah anak-anak yang semenjak
sekolah.
kecil sudah dibiasakan dengan pendidikan
penting bagi
Satu
anak
hal
penting
perlu
ekstra kurikuler oleh lingkungan keluarga
dikemukakan adalah pengarahan, bimbingan
dan sekolahnya. Mengikuti terus-menerus
karir dan kegiatan yang dilakukan orangtua
kegiatan dan prestasi anak-anak
semenjak anak berusia dini melalui kegiatan
tergabung dalam program IAYP sebenarnya
ekstra kurikuler tidak dimaksudkan untuk
merupakan penelitian longitudinal. Satu hal
memaksa anak untuk segera membuat
penting yang perlu dikemukakan dalam
keputusan yang sifatnya prematur tentang
penelitian tentang pembentukan karakter ini
karirnya kelak. Pengarahan kegiatan melalui
adalah orangtua dan sekolah hendaknya
kegiatan ekstra kurikuler ini justru untuk
tidak dibutakan oleh pemerolehan medali
menghindarkan anak dari penolakan yang
(prestasi nyata dalam suatu kompetisi).
prematur
demi
Medali kehidupan yang sesungguhnya yang
memperluas alternatif pilihan karir untuk
akan diperoleh anak adalah justru diperoleh
masa
dalam proses mengikuti / mengejar medali
terhadap
depannya
suatu
dan juga
yang
karir
memperluas
potensinya (Fouad, 2007, Ferreira et al.,
itu.
2007, Shinta, 2012).
kekalahan, sehingga ia dapat menghargai
Rekomendasi
untuk
Anak
harus
mengalami
yang
pahitnya
penelitian
kemenangan yang diperoleh. Sesungguhnya
selanjutnya adalah studi kasus ini diperluas
kesuksesan itu bukan suatu kebetulan atau
untuk subjek penelitiannya. Strategi yang
keberuntungan, tetapi buah dari ketekunan,
dapat dilakukan adalah dengan melibatkan
disiplin, kejujuran, ketabahan, dan tanggung
para peserta program IAYP yang tersebar di
jawab (Wiseman, 2003).
beberapa sekolah di Yogyakarta. Bukan
448 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
DAFTAR PUSTAKA
Akhmadi, Soelaksono, B., Hastuti, Maxwell J., Nabiu. M., Wibowo, P., Rahayu, S.K., Budiyati. S, Munawar, W. (Penasehat: G. Jones). (2003). Pengamatan cepat SMERU tentang permasalahan pendidikan dan program JPS, beasiswa dan DBO di empat propinsi: Kasus di Kab. Pontianak, Kab. Tangerang, Kab. Sleman, dan Kab. Lombok Timur (Edisi Revisi). SMERU. Revealed on November 10, 2011 from: http://www.smeru.or.id/report/research/ education/education-ina.pdf Auger, R. W., Blackhurst, A. E., & Wahl, K.H. (2005). The development of elementary-aged children’s career aspirations and expectations. Professional School Counseling, April. Retrieved on August 27, 2007 from: http://findarticles.com/p/articles/mi_m0KOC/is_4_8/ai_n13698352/print Banks, J. & Mhunpiew, N. (2012). Authentic leadership, social cognitive theory, and character education: The transforming of theories into practices. US-China Education Review B, 12, 1002-1006. Bandura, A. (1986). Social foundations of thought and action: A social cognitive theory. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Bandura, A. (1989), Social cognitive theory. In R. Vasta (Ed.). Annals of Child Development. 6. 1-60. Retrieved on July 10, 2007 from: http://java.cs.vt.edu/public/classes/communities/uploads/Social+Cognitive+Theory+(chapt er).pdf Bussey, K. & Bandura, A. (1999). Social cognitive theory of gender development and differentiation. Psychological Review, 106, 676-713. Crain, W. (2000). Theories of development: Concepts and applications. 4th ed. New Jersey: Prentice Hall. Ferreira, J. A.; Santos, E. J. R.; Fonsesca, A. C., & Haase, R. F. (2007). Early predictors of career develoment: A 10-year follow up study. Journal of Vocational Behavior, 70, 61-77. Fouad, N. A. (2007) Work and vocational psychology: Theory, research, and applications. Annual Review of Psychology, 58, 5.1-5.22. Franzoi, S. L. (2003). Social psychology. 3rd ed. Boston: McGraw Hill. Josephson Institute. (2013). Parenting to build character. Retrieved on May 15, 2013 from: http://charactercounts.org/resources/parents/parenting_for_ character.html KR. (2013). Kakak beradik bobol SD Cunguk. Kedaulatan Rakyat. 15 Mei, halaman 18. Lakes, K. D. & Hoyt, W. T. (2004). Promoting self-regulation through school-based martial arts training. Applied Developmental Psychology, 25, 283-302. Lisnawati, C. (2010). Persepsi masyarakat terhadap pendidikan budi pekerti di sekolah-sekolah. Education Zone. 21 September. Retrieved on May 15, 2013 from http://www.vilila.com/2010/09/persepsi-masyarakat-terhadap-pendidikan.html Mason, P. (2001). Remedial genius. Outward Bound: International Newsletter, Jully, 9(2), 7-13. Retrieved on May 15, 2013 from http://www.kurthahn.org/writings/lc_article.pdf McMenamin, A. (2011). Buku pedoman The International Award for Young People. The Duke of Edinburg’s Award International Association. Myers, D. G. (1994). Exploring social psychology. New York: McGraw-Hill, Inc.
Studi Kasus Pembangunan Karakter pada Anak Melalui Pendidikan Ekstra Kulikuler | 449 Shinta, A. [hal.437-449]
Prihandoko (2012). Ani Yudhoyono tekankan pentingnya peran orangtua. Politik Tempo.co. Retrieved on May 15, 20013 from : http://www.tempo.co/read/news/2012/07/17/173417629/Ani-Yudhoyono-TekankanPentingnya-Peran-Orang-Tua Shinta, A. (2012). Variabel-variabel psikososial yang mempengaruhi peran gender anak. Disertasi. (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Shinta, A. (2013). Pembentukan karakter generasi muda melalui program IAYP (International Award for Young People). IAYP-UP45. Retrieved on May 15, 2013 from http://iayp-up45yogyakarta.blogspot.com/ Ŝverko, B. (2006). Super’s career development theory. In J. H. Greenhaus & G. A. Callanan (eds.) Encyclopedia of career development. Vol 2. London: Sage Publications, (pp. 789792). Veevers, N. J. (2006). Your disability is your opportunity: A historical study of Kurt Hahn focusing on the early development of outdoor activities. Dissertation of the Master Science in Outdoor Education. University of Edinburg Moray House School of Education. Waite, S. (2011). Teaching and learning outside the classroom: Personal values, alternative pedagogies and standards. Education 3-13, 39(1), 65-82. Wiseman, R. (2003). The luck factor: How to increase luck in your life. New York: Miramax books, Hyperion.