PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS) UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KRITIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA (Studi Kasus di Sekolah Menengah Pertama Ariya Metta Tangerang)
ARTIKEL SKRIPSI
Oleh: DARIYANTO NIM 0250110010348
SEKOLAH TINGGI AGAMA BUDDHA NEGERI SRIWIJAYA TANGERANG BANTEN 2014
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS) UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KRITIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA (Studi Kasus di Sekolah Menengah Pertama Ariya Metta Tangerang)
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan dengan sengaja, teratur, dan berencana dengan maksud untuk mengembangkan perilaku dan kemampuan yang diinginkan. Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan sehingga siswa dapat belajar berbagai macam hal. Dalam keseluruhan proses pendidikan, kegiatan pembelajaran adalah hal pokok yang harus dilalui oleh seorang guru. Berhasil tidaknya suatu tujuan pendidikan bergantung bagaimana proses pembelajaran yang dirancang dan disajikan. Pembaharuan sistem pendidikan berpengaruh terhadap perkembangan manusia yang menjadi faktor penting untuk memajukan bangsa dalam pendidikan. Pengajaran yang efektif adalah yang menyediakan kesempatan belajar atau melakukan aktivitas, sehingga siswa belajar sambil bekerja dengan kelompoknya. Dengan kerja kelompok mereka memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan aspek-aspek tingkah laku lainnya, serta mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk hidup di masyarakat. Salah satu masalah yang dihadapi proses pendidikan lemahnya sistem pengelola kelas ketika proses pembelajaran berlangsung. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas anak diarahkan kepada kemampuan siswa untuk menghafal informasi. Proses
mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut pemahaman yang tinggi. Pemahaman yang rendah membuat siswa kesulitan dalam mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari (hasil observasi penulis pada tanggal 04 Februari 2014 di Sekolah Ariya Metta). Metode mengajar yang tepat sangat berperan dalam membantu siswa untuk memahami materi yang disampaikan. Bahkan siswa akan semakin bersemangat dan merasa senang untuk belajar bila metode mengajar guru sangat menarik dan mudah dipahami. Sebaliknya bila metode yang digunakan tidak menarik, sukar dimengerti justru membosankan bagi siswa. penggunaan metode pembelajaran yang lama sudah kurang efektif seperti hasil pengamatan Rohmah (2010:21) menunjukkan bahwa motivasi dan keaktifan belajar siswa kelas XI IPS 2 MAN Malang 1 terlihat menurun, hal ini disebabkan guru lebih sering menggunakan metode lama berupa ceramah dan tanya jawab tanpa memperhatikan siswa. Oleh sebab itu, siswa akan merasa bosan dengan metode yang digunakan oleh guru, kemampuan diskusi siswa menurun dan mengakibatkan siswa tidak aktif karena mereka lebih sering disuguhkan dengan pertanyaan-pertanyaan dari guru, diperkirakan menjadi penyebab rendahnya kemampuan siswa untuk aktif belajar dan menurunnya prestasi belajar siswa. Dengan mengetahui masalah yang terjadi maka seorang guru dapat mengubah pola pengajarannya dengan menggunakan metode pembelajaran yang sesuai. Metode pembelajaran tersebut hendaknya tidak hanya berpusat pada guru namun juga siswa, agar dapat mendorong siswa untuk lebih aktif dan kritis. Oleh sebab itu, guru harus mencari serta menerapkan sebuah metode yang baru dan mudah untuk dipahami oleh siswa. Masih banyak ditemukan guru dalam
pembelajaran
pendidikan
agama
Buddha
yang
menggunakan
metode
pembelajaran yang monoton sehingga menyebabkan siswa merasa jenuh (hasil observasi pada tanggal 15 Februari 2014 di Sekolah Ariya Metta). Penggunaan metode yang efektif dapat memberikan kesempatan siswa untuk menjadi aktif dan memiliki sikap yang kritis dalam mengeluarkan pendapat atau argumennya pada pembelajaran pendidikan agama Buddha. Penggunaan metode mengajar yang tepat akan membantu siswa untuk mudah memahami materi yang disampaikan. Sebab itu, siswa akan semakin bersemangat dan merasa senang untuk belajar bila metode mengajar guru sangat menarik. Sebaliknya bila metode yang digunakan tidak menarik, akan menimbulkan kebosanan bagi siswa. Melihat hal tersebut dalam proses pembelajaran, seorang guru harus dapat menguasai bahan dan materi ajar serta mampu menyampaikan dengan baik sesuai dengan karakter siswa yang berbeda-beda. Seorang guru juga harus mampu memiliki suatu keterampilan dalam mengelola kelas yang baik dan nyaman sehingga siswa dapat menerima materi yang disampaikan dengan baik. Selain itu, seorang guru diwajibkan memiliki banyak pengetahuan tentang pendekatan dan teori-teori serta model pembelajaran yang baik untuk dapat diterapkan di dalam kelas. Pelajaran pendidikan agama Buddha jika diamati lebih mendalam perlu adanya sikap-sikap kritis dalam menyikapi serta memahami materi. Penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat akan menimbulkan kebosanan, sulit dipahami dan monoton sehingga siswa kurang termotivasi untuk mengikuti pelajaran. Pembelajaran pendidikan agama Buddha yang menggunakan metode
konvensional
akan
membuat
siswa
kurang
aktif,
karena
tidak
dapat
mengembangkan keterampilan dalam kehidupan sosial (hasil observasi pada tanggal 24 Februari 2014 di Sekolah Ariya Metta). Siswa tidak memiliki sikap sosial dan mau bekerja sama dengan orang lain. Hal ini terjadi karena guru hanya menjadi pusat perhatian siswa itu sendiri dan siswa cenderung menggantungkan diri pada guru dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, model pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement divisions (STAD) sangat dibutuhkan untuk membentuk sikap sosial dan mau bekerja sama dengan siswa lain. Sebagai contoh, pelaksanaan mata pelajaran pendidikan agama Buddha yang sangat kurang diminati oleh anak-anak. Hal ini disebabkan oleh pelaksanaan pendidikan agama Buddha secara monoton dan masih menggunakan metode konvensional. Banyak siswa yang kurang disiplin, ribut dengan temannya dalam mengikuti proses pembelajaran, dan tidak menghargai guru menjelaskan di depan kelas. Untuk mengatasi masalah tersebut sebagai guru berusaha menciptakan bagaimana menjadikan siswa agar mampu memiliki sifat tersebut dengan menerapkan metode pembelajaran yang tepat serta mudah untuk dipahami siswa sehingga dapat mencapai keberhasilan dalam pembelajaran. Pembelajaran yang efektif dapat membuat anak senang dan dapat berinteraksi satu sama lain. Dalam pembelajaran yang efektif guru memberikan kesempatan kepada anak untuk aktif dan kreatif. Metode pembelajaran yang tepat dapat meningkatkan afektif siswa terutama pada mata pelajaran pendidikan agama Buddha. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang dirancang untuk mengembangkan kecakapan akademik sekaligus keterampilan
sosial. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas, setiap siswa harus bekerja sama dan saling membantu dalam memahami materi pelajaran. Oleh karena itu, pembelajaran kooperatif ini dikatakan belum selesai apabila salah satu teman dalam kelompoknya belum menguasai materi pelajaran. Dalam meningkatkan sikap kritis siswa saat pembelajaran pendidikan agama Buddha dengan ini dapat mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) sebagai salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan di kelas. Penggunaan model STAD ini sangat sederhana dan dapat dapat diterapkan dalam pembelajaran pendidikan agama Buddha. Pada model STAD ini sangat bermanfaat bagi siswa dalam bersosialisasi dengan kelompok dalam menanggapi materi yang disajikan. Dengan ini maka siswa akan cenderung lebih aktif dalam pembelajaran. Pada dasarnya pembelajaran merupakan upaya guru untuk membantu siswa melakukan kegiatan belajar serta menumbuhkan sikap yang kritis, aktif, kreatif, terbuka, dan demokratis. Oleh sebab itu, pembelajaran kooperatif sesuai digunakan dalam menumbuhkan sikap kritis untuk memecahkan suatu masalah dan mengeluarkan pendapat yang luas ketika dalam proses pembelajaran. Oleh Sebab itu, dalam pembelajaran ini sangat penting bagaimana siswa untuk memiliki sikap yang kritis serta dapat melatih keberanian dalam berpendapat dan saling bersosialisaai dengan kelompok untuk memecahkan suatu masalah untuk menemukan solusi yang terbaik dengaan teman anggotanya.
Dalam konteks ini, siswa perlu memahami makna belajar, apa manfaatnya, dan bagaimana siswa harus mencapainya. Siswa mampu memahami sehingga yang dipelajari akan berguna bagi kehidupannya, sehingga siswa belajar hal-hal yang bermananfaat dan berusaha untuk menaggapinya. Dalam proses ini, siswa membutuhkan guru sebagai pembimbing dan pengarah. Dalam kelas kooperatif ini seorang guru bertugas sebagai fasilitator, mediator, motivator, dan evaluator. Dengan ini, guru mampu menciptakan kelas yang demokratis supaya siswa terlatih dan terbiasa berpikir kritis. Hal ini dapat terlihat dari cara memecahkan masalah, mengambil keputusan, bersosialisasi dengan anggota, dan menganalisis hasil, serta dapat mengakui kekurangannya dan siap menerima pendapat orang lain yang lebih baik, sehingga mampu mencari pemecahan masalah yang ada. Perbedaan pendapat yang mengarah pada konflik interpersonal asalkan menurut aturan diskusi yang baik disertai sikap yang positif dapat membantu menumbuhkan mental siswa. Di samping itu, guru juga berperan dalam menyediakan sarana pembelajaran agar suasana belajar tidak monoton dan membosankan. Dengan kreativitasnya, guru dapat mengatasi keterbatasan sarana, sehingga proses pembelajaran tidak terhambat sehingga siswa merasa nyaman dalam belajar. Sikap siswa yang pasif juga menjadi salah satu penghambat keberhasilan belajar siswa. Siswa yang bersikap pasif cenderung hanya duduk diam mendengarkan gurunya mengajar namun belum tentu mengerti dan memahami apa yang diajarkan oleh gurunya. Oleh sebab itu hal ini harus menjadi perhatian bagi para guru untuk menumbuhkan rasa percaya diri siswa tersebut untuk
bersikap aktif. Dalam hal ini seorang guru harus bisa menjadi motivator bagi siswa yang mempunyai kecenderungan sikap pasif. Melihat keadaan tersebut maka, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pembelajaran agama Buddha dengan pendekatan pembelajaran kooperatif. Dengan ini peneliti mengambil judul skripsi “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) untuk Meningkatkan Sikap Kritis Siswa dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Buddha di Sekolah Menengah Pertama Ariya Metta”.
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut: a. Kurangnya penggunaan model pembelajaran yang tepat dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Buddha. b. Siswa tidak memiliki sifat sosial dan mau bekerja sama dengan orang lain. c. Penyampaian materi pendidikan agama Buddha masih monoton. d. Siswa pasif dalam proses pembelajaran.
1.3 Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang diuraikan di atas, maka masalah dalam penelitian dibatasi pada kurangnya penggunaan model pembelajaran yang tepat dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Buddha.
1.4 Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah: bagaimana penerapan model pembelajaran tipe Student
Teams Achievement Devisions (STAD) untuk meningkatkan sikap kritis siswa dalam pendidikan agama Buddha?
1.5 Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: mendeskripsikan model pembelajaran tipe Student Teams Achievement Devisions (STAD) untuk meningkatkan sikap kritis siswa dalam pembelajaran pendidikan agama Buddha.
1.6 Kegunaan Penelitian Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat sebagai berikut: 1) Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan terhadap pendekatan teori dan model pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) untuk meningkatkan sikap kritis siswa dalam pembelajaran pendidkan agama Buddha. 2) Manfaat Praktis a) Bagi siswa, menumbuhkan rasa kritis dan prestasi belajar siswa secara optimal dalam pelaksanaan proses belajar sehingga lebih bermakna. b) Bagi guru Pendidikan Agama Buddha, sebagai referensi dalam proses pembelajaran terhadap ketepatan dan keefektifan penggunaan model pembelajaran.
c) Bagi sekolah, memberikan sumbangan yang berarti dalam rangka meningkatkan kualitas proses pembelajaran sehingga dapat menjadikan sekolah sebagai lembaga pendidikan yang dinamis dan inisiatif. d) Bagi peneliti, mendapatkan pengalaman langsung pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Buddha dan sebagai dasar teori untuk melakukan penelitian selanjutnya.
2. PEMBAHASAN 2.1 Kemampuan Sikap Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Buddha Di Sekolah Menengah Pertama Ariya Metta Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 1303) sikap merupakan perbuatan yang berdasarkan pendirian, dan keyakinan. Trow dan Allport (Djaali, 2009: 114) mendefinisikan sikap sebagai salah satu kesiapan mental atau emosional dalam beberapa jenis tindakan pada situasi yang tepat. Menurut Allport menunjukan bahwa sikap tidak muncul seketika atau dibawa lahir, tetapi disusun dan dibentuk melalui pengalaman serta memberikan pengaruh langsung kepada respons seseorang. Bruno (Syah, 2008: 120) berpendapat sikap adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 742) kritis merupakan bersifat selalu berusaha menemukan kesalahan atau kekeliruan. Definisi dari kritis itu sendiri adalah sikap kritis itu, sebenarnya sikap spontan seseorang terhadap sesuatu yang terjadi secara tidak terduga, terjadi lewat perkataan, atau perbuatan.
Sehingga akan terjadi komunikasi secara dua arah dan tidak adanya doktrin yang salah. Sikap kritis dapat menjadikan siswa terbiasa bersikap logis sehingga ia tidak mudah dipermainkan sekaligus memiliki keteguhan dalam memegang suatu prinsip dan keyakinan (Aunillah, 2011: 93). Sikap kritis itu mempunyai tiga artinya yaitu sikap tidak mudah percaya, besusaha selalu menemukan kesalahan, dan rasa ingin tahu yang tajam (Nathan, 2013). Oleh sebab itu, dapat dijelaskan bahwa rasa ingin tahu yang tajam merupakan penting dimiliki oleh seseorang yang memiliki sikap kritis karena banyak orang biang semakin banyak kita mengetahui sesuatu semakin banyak ilmu yang kita miliki. Sehingga sikap kritis rasa ingin tahu yang tajam merupakan hal yang dasar untuk berani saat berbicara di depan umum dan berbicara kepada setiap orang terdekat kita. Oleh sebab itu, ketika sudah memiliki banyak tahu dan berani memberikan pendapat atau solusi maka akan mudah memiliki sikap kritis dalam diri seseorang. Siswa SMP Ariya Metta hendaknya memiliki sikap yang kritis terhadap materi pembelajaran agama Buddha yang diajarkan. Sikap kritis ini akan mendorong siswa tersebut untuk mempelajari lebih dalam tentang ajaran Buddha. sikap ini sangat dibutuhkan oleh siswa SMP Ariya Metta sebagai generasi penerus agama Buddha daalam rangka pelestarian Dhamma. Memiliki sikap kritis memerlukan adanya beberapa hal yang mendukung seperti; berpikir kritis, perilaku berpikir, percaya diri, dan sikap berbicara.
2.2 Sikap Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Buddha Di Sekolah Menengah Pertama Ariya Metta Sikap kritis adalah sikap seseorang yang selalu menemukan masalah dan dapat menemukan cara penyelesaiannya. sikap kritis merupakan sikap spontan seseorang yang terjadi secara tidak diduga, terjadi lewat perkataan atau perbuatan. Sehingga terjadi komunikasi dua arah dan tidak ada doktrin yang salah. Sikap kritis ini dapat menjadikan siswa terbiasa bersikap logis sehingga tidak mudah dipermainkan meskipun memiliki prinsip yang kuat. Sikap kritis mempunyai tiga arti yaitu tidak mudah percaya, berusaha selalu menemukan kesalahan, dan rasa ingin tahu yang tajam. Sikap kritis ini hendaknya dimiliki oleh siswa SMP Ariya Metta dalam kegiatan pembelajaran agama Buddha. Namun dalam kenyataannya sikap kritis siswa tersebut masih tergolong rendah. Faktanya siswa masih banyak yang tergolong pasif dan rasa ingin tahunya masih kurang. Hal ini terlihat ketika guru pendidikan agama Buddha sedang memberikan materi tidak ada yang bertanya maupun mengemukakan pendapat tentang materi yang disampaikan.
2.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe Student teams achievement divisions (STAD) Seperti yang dapat diketahui bahwa dalam pembelajaran di kelas jika penggunaan metode atau model pembelajaran yang monoton akan mempercepat menimbulkan rasa kebosanan pada siswa. Oleh sebab itu, sebagai pedidik harus berperan aktif, kreatif, dan berinovatif agar dalam penyampaian pembelajaran menjadi menarik sehingga siswa akan mudah tertarik dan mampu mengeluarkan pendapatnya. Hal ini dapat dilakukan dengan penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD yang sesuai dengan materi pembelajaran agama Buddha dengan demikian siswa akan belajar dengan kelompok serta mampu melakukan diskusi untuk memecahkan masalah dan saling berbagi pengetahuan dengan siswa lainnya. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD ini selain belajar kekompakan dalam kelompok siswa juga akan dapat mengenali sikap satu sama lain dan saling membantu teman lain untuk membantu temannya mencapai serta memahami materi yang diberikan oleh guru. Oleh sebab itu, peserta diharapkan untuk saling bekerja sama dan saling membantu satu sama lain untuk mencapai keberhasilan individu maupun kelompok. Pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam kegiatan kelompok memiliki sikap untuk saling membantu, tidak menimbulkan kececokan, dan kerukunan dalam anggota, seperti sang Buddha bersabda dalam Anguttara Nikaya, Saraniyadhamma Sutta (Ñanamoli dan Bodhi, 2008: 12) yaitu: Seorang bhikkhu memiliki sikap dalam perbuatan, ucapan, dan pikiran yang disertai dengan cinta kasih terhadap sesama brahmacari, baik di depan ataupun dibelakang mereka. Inilah hal yang membuat saling dikenang, dicintai, dihormati, membantu, tidak menimbulkan kececokan, kerukunan, dan kesatuan. Oleh sebab itu, pembelajaran kooperatif untuk menbentuk kelompok yang baik perlu memiliki sikap yang saling menghormati, membantu, tidak menimbulkan kececokan, kerukunan, dan kesatuan pada setiap individu. Yuriani (Priastana 2003: 55) menjelaskan bahwa untuk meningkatkan kualitas Pendidikan Agama Buddha. Sekolah pada level mikro, mengembangkan konsep-konsep ajaran agama Buddha lebih universal, mengembangkan pola-pola
pembelajaran yang sesuai dengan karakter siswa, memanfaatkan media pembelajaran, termasuk bahan ajar, mengembangkan strategi atau metode pembelajaran yang lebih variatif yang dapat memenuhi berbagai karakteristik siswa. Kegiatan pembelajaran memerlukan strategi dan metode pembelajaran yang variatif untuk menghindari rasa kebosanan siswa dalam proses pembelajaran. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD akan memberikan pengetahuan yang lebih luas tentang Buddha Dhamma dengan cara melakukan diskusi kelompok. Isjoni (2007: 51) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Slavin merupakan salah satu tipe pembelajaraan kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pembelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Pembelajaran kooperatif tipe STAD menuntut adanya aktivitas dan interaksi siswa untuk saling membantu dalam menguasai pembelajaran yang disampaikan oleh guru guna mencapai prestasi yang baik. Dalam pembelajaran ini guru bertindak sebagai fasilitator ketika proses pembelajaran berlangsung. Ruhadi (2008: 48) STAD merupakan salah satu metode pendekatan dalam pembelajaraan kooperatif yang paling sederhana dan merupakan sebuah model pendekatan yang cocok untuk guru yang baru mulai menggunakan pendekatan kooperatif. Selain itu, STAD juga merupaka suatu metode pembelajaran kooperatif yang efektif. Pembelajaran kooperatif ini dilakukan guru dengan cara mengajarkan salah satu siswa dalam kelompok untuk dapat memahami materi pembelajaran yang disampaikan kemudian hasil dari materi yang didapat disampaikan kepada anggota kelompoknya. Strategi ini merupakan pendekatan
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan prestasi verbal atau teks. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu model pembelajaran secara berkelompok yang heterogen dengan mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademis untuk mencapai suatu pengalaman belajar siswa baik secara individu maupun kelompok. Partisipasi siswa dalam kelompok sangat diperlukan dalam diskusi secara aktif. Pada kegiatan ini akan terjadi interaksi antarsiswa seperti saling bertanya, saling menjelaskan, dan mempraktikkan kemampuan-kemampuan lain dalam wadah kelompok diskusi. Kegiatan pembelajaran ini diharapkan mampu menarik peserta didik untuk berfikir kritis, inovatif, aktif, dan inovatif untuk mencapai standar kompetensi yang diharapkan.
2.4 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Sikap Kritis Siswa dalam Pendidikan Agama Buddha Penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian ini dilakukan melalui siklus I dan siklus II. Setiap siklus memiliki beberapa tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Pada siklus II peneliti melakukan tahapan-tahapan yang sama dengan siklus I. Pada siklus II peneliti mulai melakukan perbaikan dari tahap-tahap yang terjadi di siklus I. Perbaikan ini bertujuan agar kekurangan yang terjadi di siklus I dapat diperbaiki di siklus II. Hasil penelitian ini diperoleh dari data observasi sikap kritis siswa pada siklus I maupun siklus II. Hasil dari kedua siklus ini digunakan untuk mengetahui peningkatan sikap kritis siswa pada pembelajaran pendidikan agama Buddha.
Pada pelaksanaan kedua siklus tersebut bertujuan untuk mengetahui peningkatan sikap kritis siswa terhadap pembelajaran pendidikan agama Buddha dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement divisions (STAD). Hasil yang dicapai pada kedua siklus tersebut menunjukan peningkatan sikap kritis siswa yang sangat baik. Sikap kritis ini ditandai dengan sikap siswa sangat antusias untuk bertanya, menjawab, dan mengemukakan pendapat ketika pembelajaran berlangsung. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement divisions (STAD) membuat siswa lebih semangat, antusias, dan menyukai kegiatan pembelajaran pendidikan Agama Buddha. Dari hasil penelitian di atas dapat dikatakan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement divisions (STAD) mampu meningkatkan sikap kritis siswa. Hal ini dapat diketahui melalui perubahan sikap kritis siswa dari hasil penelitian pratindakan, siklus I ke siklus ke II yang mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada siklus I sikap kritis siswa tahap kemandirian mendapatkan persentase 45,93% dan naik pada siklus II mencapai 79,26%. Persentase sikap kritis siswa tahap kerja sama pada siklus I mendapatkan 58,52% dan naik pada siklus II mencapai 85,18%. Pada sikap kritis siswa tahap kemandirian di siklus I mendapatkan persentase 57,04% dan naik di siklus II menjadi 82,22%. Keberhasilan peningkatan sikap krtis siswa sesuai dengan indikator yang peneliti buat yaitu siswa dapat bersemangat, aktif, dan tidak merasa bosan pada saat pembelajaran berlangsung, siswa dapat bersosialisasi dengan temannya melalui pendekatan kooperatif tipe student teams achievement divisions (STAD),
siswa mampu mengungkapkan pendapat dan tidak ragu-ragu dalam bertanya atau mengemukakan melului penerapan model pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement divisions (STAD), dan adanya peningkatan sikap kritis siswa yang dapat dilihat dari lembar observasi yang mengalami kenaikan pada setiap siklusnya. Dengan ini peneliti menyimpulkan bahwa penelitian ini sudah cukup dan tidak perlu dilanjutkan pada siklus selanjutnya karena sudah mengalami peningkatan. Dari pembahasan hasil penelitian di atas penerapan model pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement divisions (STAD) merupakan model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan sikap kritis siswa SMP Ariya Metta kelas VIII C dalam pembelajaran pendidikan agama Buddha. Model pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement divisions (STAD) juga dapat meningkatkan sikap sosial siswa dan kerja sama dengan orang lain. Penyampaian materi pendidikan agama Buddha sudah tidak monoton dengan penerapan model pembelajran kooperatif tipe student teams achievement divisions (STAD) sehingga membuat siswa lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran.
3. PENUTUP 3.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan sebanyak dua siklus dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka peneliti menyimpulkan bahwa: 1. Penerapan model pembelajaran koopereatif tipe student teams achievement divisions (STAD) untuk meningkatkan sikap kritis siswa dalam pendidikan agama Buddha kelas VIII C SMP Ariya Metta, dimulai dari pembentukan
kelompok, menyusun pembelajaran, serta menyiapkan sumber belajar yang diperlukan. 2. Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement divisions (STAD) untuk meningkatkan sikap kritis siswa kelas VIII C SMP Ariya Metta, menempatkan guru sebagai fasilitator dan siswa diberikan kesempatan bekerja sama dengan timnya dalam menyelesaikan tugas untuk menemukan pengetahuan yang baru hingga dapat menarik kesimpulan dari materi yang dibahas. 3. Penerapan model pembelajaran koopereatif tipe student teams achievement divisions (STAD) siswa menjadi lebih percaya diri serta mampu memberikan sikap kritis dengan baik dalam berinteraksi terhadap guru maupun dengan temannya. Komunikasi dan sikap kritis yang dimiliki oleh siswa dapat membangun kerja sama dengan baik pada kelompok serta dapat membantu. 4. Dari hasil evaluasi pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran koopereatif tipe student teams achievement divisions (STAD) untuk meningkatkan sikap kritis siswa dalam pendidikan agama Buddha kelas VIII C SMP Ariya Metta, memberikan hasil yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil peningkatan dalam proses diskusi tim, sikap kritis, dan pemahaman materi siswa pada setiap siklusnya. Sikap kritis siswa dinilai selama proses pembelajaran berlangsung dan peningkatan pemahaman siswa dilihat dari hasil tes formatif yang dilakukan pada setiap akhir siklus. Selain itu data secara empiris juga menunjukkan peningkatan yang baik pada sikap kritis siswa yaitu pada aspek kemandirian, kerja sama, dan keberanian. Pada siklus I aspek kemandirian 45,93% meningkat pada siklus II sebesar 79,26%, aspek kerja
sama sebesar 58,52% meningkat pada siklus II sebsar 85,18%, dan aspek kemandirian 57,04% meningkat pada siklus II sebesar 82,22%.
3.2 Saran Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, peneliti meberikan saran-saran sebagai berikut: 1. Bagi Sekolah Diharapkan sekolah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement divisions (STAD) ini diterapkan dalam kegiatan pembelajaran untuk dapat menimbulkan pembelajaran yang aktif. Hal ini dapat dilihat berdasarkan hasil penelitian yang terbukti meningkatkan sikap kritis siswa. 2. Bagi Para Guru Guru hendaknya memilih dan menggunakan model pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa seperti model pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement divisions (STAD) sehingga lebih meningkatkan motivasi belajar dan sikap untuk berpikir lebih aktif dan kritis dalam bertanya, berargumen atau mengeluarkan pendapat, maupun menjawab pertanyaan. 3. Bagi Siswa Agar siswa selalu antusias dalam kegiatan pembelajaran, percaya diri dengan kemampuannya, menghargai pendapat orang lain, berani bertanya, menjawab, dan berargumen serta membiasakan kerja sama dengan teman kelompoknya, dan membiasakan aktif dalam pembelajaran.
4. Bagi Peneliti Penelitian ini dapat menjadi landasan teoritik bagi peneliti-peneliti selanjutnya dalam penulisan karya ilmiahnya tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement divisions (STAD) terhadap variabel yang berbeda.
Daftar Pustaka Aunillah, Nurla Isna. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah. Jogjakarta: Laksana. Djaali. 2009. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Isjoni. 2007. Cooperativ Learning. Bandung: Alfabeta. Ñanamoli dan Bodhi. 2006. Anguttara Nikaya, Saraniyadhamma Sutta. Klaten: Wisma Sambodhi. Nathan, Daniel. 2013. Sikap Kritis itu Penting, Lebih Penting jika kita Mengetahuinya. (online), (http://birokrasi.kompasiana.com/2013/04/04/sikap-kritis-itu-pentinglebih-penting-jika-kita-mengetahuinya-542744.html), di akses 24 Desember 2013. Priastana, Jo. 2003. Mencari Format Pendidikan Buddhis Abad 21. Jakarta: Sarana Aksara Grafika. Ruhadi. 2008. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe “STAD” Salah Satu Alternatif dalam Mengajarkan Sains IPA yang Menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Vol. 6. Syah, Muhibbin. 2008. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sugono, Dendy. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Percetakan PT Gramedia.