STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN PENGATURAN SUHU TUBUH PADA AN. S DENGAN OBS. FEBRIS CONVULSE DI BANGSAL FLAMBOYAN RSUD SUKOHARJO
Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
MAYA DWI NURTANTI NIM. P.09085
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2012 ŝ
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini : Nama
: Maya Dwi Nurtanti
NIM
: P.09085
Program Studi
: DIII Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah
: ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN PENGATURAN SUHU TUBUH PADA AN. S DENGAN OBS. FEBRIS CONVULSE DI BANGSAL FLAMBOYAN RSUD SUKOHARJO.
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasi karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila kemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, 27 April 2012
MAYA DWI NURTANTI NIM. P.09085
ŝŝ
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh : Nama
: Maya Dwi Nurtanti
NIM
: P.09085
Program studi
: DIII Keperawatan
Judul
: ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN PENGATURAN SUHU TUBUH PADA AN. S DENGAN OBS. FEBRIS CONVULSE DI BANGSAL FLAMBOYAN RSUD SUKOHARJO
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di
: Surakarta
Hari/tanggal
: Jum’at/27 April 2012
Pembimbing : Nurma Rahmawati, S.Kep.,Ns NIK. 201.186.076
ŝŝŝ
(………………..……..)
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh : Nama
: Maya Dwi Nurtanti
NIM
: P.09085
Program studi
: DIII Keperawatan
Judul
: ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN PENGATURAN SUHU PADA AN. S DENGAN OBS. FEBRIS CONVULSE DI BANGSAL FLAMBOYAN RSUD SUKOHARJO.
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta Ditetapkan di
: Surakarta
Hari/tanggal
: 30 April 2012
DEWAN PENGUJI Penguji I Penguji II Penguji III
: Nurma Rahmawati, S.Kep.,Ns NIK. 201.186.076 : Erlina Windyastuti, S.Kep.,Ns NIK.201.187.065 : Noor Fitriyani, S.Kep.,Ns NIK.201.187.085
(………………………) (………………………) (………………………)
Mengetahui, Ketua program Studi DIII Keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta
Setiyawan, S.Kep.,Ns NIK. 201084050 ŝǀ
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN PENGATURAN SUHU TUBUH PADA AN. S DENGAN OBS. FEBRIS CONVULSE DI BANGSAL FLAMBOYAN RSUD KABUPATEN SUKOHARJO.” Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat: 1. Setiyawan ,S.Kep.,Ns , selaku Ketua Program studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta. 2. Erlina Windyastuti, S.Kep.,Ns, selaku Sekretaris Ketua Program Studi DIII Keperawatan yng telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta. 3. Nurma Rahmawati, S.Kep., Ns selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukanmasukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
ǀ
4. Erlina Windyastuti, S.Kep.,Ns, selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 5. Noor Fitriyani, S.Kep.,Ns, selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 6. Semua dosen Program studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husaa Surakarta yang telah memberikan bimbingn dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat. 7. Kedua orangtuaku (Bapak Sugino dan Ibu Sartini) dan kakek nenekku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan. 8. Teguh Wibowo, yang selalu memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan pendidikan. 9. Teman-teman clolo yang selalu memberikan motivasi, sumbangan pemikiran dan menjalin kebersamaan serta kerukunan selama 3 tahun. 10. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual. Penulis berharap karya tulis ilmiah ini dapat memberikan informasi kepada pihak lain sehingga dapat memperluas pengetahuan tentang penyakit febris convulse. Walaupun dalam penulisan ini, penulis masih mempunyai banyak kekurangan, tetapi dengan kekurangan tersebut penulis mendapatkan masukan ǀŝ
dari pihak lain sehingga penulis mampu melengkapinya dan menjadikan lebih sempurna serta dapat dijadikan pembelajaran bagi penulis. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, 30 April 2012
MAYA DWI NURTANTI
ǀŝŝ
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL
..............................................................................
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME
i
.............................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
...................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN
....................................................................
iv
...........................................................................
v
.........................................................................................
viii
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN BAB I
..........................................................................
PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB II
x
................................................................
1
B. Tujuan Penulisan
.............................................................
4
C. Manfaat Penulisan
...........................................................
5
.................................................................
7
.......................................................................
8
LAPORAN KASUS A. Identitas Klien B. Pengkajian
C. Perumusan Masalah Keperawatan
...................................
11
D. Perencanaan Keperawatan
...............................................
11
E. Implementasi Keperawatan
.............................................
12
.....................................................
14
F. Evaluasi Keperawatan
ǀŝŝŝ
BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan
....................................................................
B. Kesimpulan dan Saran
.....................................................
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ŝdž
16 25
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Konsultasi Lampiran 2. Log Book Lampiran 3. Surat Pendelegasian Lampiran 4. Surat keterangan selesai pengambilan kasus Lampiran 5. Asuhan keperawatan
dž
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Maya Dwi Nurtanti
Tempat, tanggal lahir
: Klaten, 29 November 1991
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat Rumah
: Nglarangan, Puluhan, Trucuk, Klaten
Riwayat Pendidikan
:1. TK PERTIWI lulus tahun 1996/1997 2. SD PULUHAN II lulus tahun 2002/2003 3. SMP N 2 CAWAS lulus tahun 2005/2006 4. SMK PGRI PEDAN lulus tahun 2008/2009 5. Saat ini masih menempuh pendidikan di STIKES Kusuma Husada Surakarta
Riwayat Pekerjaan
:-
Riwayat Organisasi
:1. PRAMUKA 2. Sekretaris OSIS 3. Ketua RING’S 4. Sekretaris KARANG TARUNA 5. Anggota PMI markas cabang Surakarta
Publikasi
:-
džŝ
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kejang demam terjadi dibeberapa negara didunia antara lain di Amerika Selatan dan Eropa Barat diperkirakan 2-4 %. Kejang demam adalah bentuk paling umum dari kejang masa kanak – kanak, terjadi pada 2% sampai 5% anak di Amerika Serikat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan pada usia 17- 23 bulan. Kejang demam kebanyakan terjadi pada anak laki-laki (Mansjoer, 2000). Menurut
Soetomenggolo
dalam
Sunarka
(2007),
kejang
demam
merupakan penyakit neurologi anak yang paling sering terjadi dan memerlukan kecermatan diagnosis untuk dapat memberikan penanganan kejang demam secara keseluruhan. Faktor genetika diduga meningkatkan kepekaan terhadap timbulnya kejang. Kejang demam (febris convulsion) merupakan kelainan neurologis yang paling dijumpai pada anak terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun, hampir 30 % dari anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
ϭ
Ϯ
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Pada anak dengan ambang kejang rendah, apabila suhu naik menjadi 38 derajat celcius atau lebih sedikit saja sudah dapat menyebabkan kejang (Ngastiyah, 2005). Tubuh manusia merupakan organ yang mampu menghasilkan panas secara mandiri dan tidak tergantung pada suhu lingkungan. Tubuh manusia memiliki seperangkat sistem yang memungkinkan tubuh menghasilkan, mendistribusikan, dan mempertahankan suhu tubuh dalam keadaan konstan. Panas yang dihasilkan tubuh merupakan produk tambahan proses metabolisme yang utama. Adapun suhu tubuh dihasilkan dari laju metabolisme basal (basal metabolisme rate, BMR) di semua sel tubuh, laju cadangan metabolisme yang disebabkan aktivitas otot (termasuk kontraksi otot akibat menggigil), metabolisme tambahan akibat pengaruh hormon tiroksin dan sebagian kecil hormon lain, misalnya hormon pertumbuhan (growth hormone dan testosteron), metabolisme tambahan akibat pengaruh obat (epineprine, norepineprine) serta rangsangan simpatis pada sel dan metabolisme tambahan akibat peningkatan aktivitas kimiawi di dalam sel itu sendiri terutama bila temperatur menurun. Berdasarkan distribusi suhu di dalam tubuh, dikenal suhu inti (core temperatur), yaitu suhu yang terdapat pada jaringan dalam,
ϯ
seperti kranial, toraks, rongga abdomen, dan rongga pelvis. Suhu ini biasanya dipertahankan relatif konstan (sekitar 37 derajat celcius). selain itu, ada suhu permukaan (surface temperatur) yaitu suhu yang terdapat pada kulit, jaringan sub kutan, dan lemak. Suhu ini biasanya dapat berfluktuasi sebesar 20 sampai 40 derajat celcius. Suhu tubuh manusia cenderung
berfluktuasi
setiap
saat.
Banyak
faktor
yang
dapat
menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Untuk mempertahankan suhu tubuh manusia dalam keadaan konstan, diperlukan regulasi suhu tubuh. Suhu tubuh manusia diatur dengan mekanisme umpan balik (feed back) yang diperankan oleh pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Apabila pusat temperatur hipotalamus mendeteksi suhu tubuh yang terlalu panas, tubuh akan melakukan mekanisme umpan balik. Mekanisme umpan balik ini terjadi bila suhu inti tubuh telah melewati batas toleransi tubuh untuk mempertahankan suhu, yang disebut titik tetap (set point). Titik tetap tubuh dipertahankan agar suhu tubuh inti konstan pada 37 derajat celcius. Apabila suhu tubuh meningkat lebih dari titik tetap, hipotalamus akan merangsang
untuk
melakukan
serangkaian
mekanisme
untuk
mempertahankan suhu dengan cara menurunkan produksi panas dan meningkatkan pengeluaran panas sehingga suhu kembali pada titik tetap (Tamsuri, 2007). Pada kesempatan ini penulis akan membahas permasalahan yang diakibatkan Febris convulse yaitu hipertermi. An. S dirawat di RSUD Sukoharjo dengan diagnosa medis observasi Febris convulse, didapatkan
ϰ
data pengkajian dari hasil wawancara Ny. N mengatakan badan anaknya panas disertai kejang ± 1 menit ketika di UGD dan muntah ± 1 sendok. Berdasarkan hasil observasi diperoleh data antara lain keadaan umum pasien baik, tidak rewel, suhu tubuh pasien 38,2 derajat celcius dan badannya hangat yang mendukung hipertermia. Sehingga dapat ditarik masalah keperawatan hipertermia. Menurut Abraham Maslow dalam teori konsep kebutuhan dasar manusia, pemenuhan kebutuhan pengaturan suhu tubuh termasuk dalam kebutuhan fisiologis yang merupakan hal yang mutlak dipenuhi manusia untuk bertahan hidup (Mubarak, 2007). Sehingga penulis tertarik untuk melakukan tindakan asuhan keperawatan hipertermia dengan kasus kejang demam (Febris convulsion) pada anak, untuk penyelesaian tugas akhir program Diploma III Keperawatan dengan judul “Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Pengaturan Suhu Tubuh Pada An. S dengan Observasi Febris convulse di bangsal Flamboyan RSUD Sukoharjo”.
B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Melaporkan kasus hipertermia pada An. S dengan observasi Febris convulse di bangsal flamboyan RSUD Sukoharjo. 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada An. S dengan hipertermia pada kasus observasi Febris convulse.
ϱ
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada An. S dengan hipertermia pada kasus observasi Febris convulse. c. Penulis mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada An. S dengan hipertermia pada kasus observasi Febris convulse. d. Penulis mampu melakukan implementasi pada An. S dengan hipertermia pada kasus observasi Febris convulse. e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada An. S dengan hipertermia pada kasus observasi Febris convulse. f. Penulis mampu menganalisa kondisi hipertermia yang terjadi pada An. S dengan kasus observasi Febris convulse.
C. Manfaat Penulisan 1. Penulis Sebagai sarana dalam memperoleh pengetahuan dan pengalaman khususnya dibidang keperawatan anak dengan kasus observasi Febris convulse dan sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang didapat selama perkuliahan ke dalam pelaksanaan praktek pelayanan keperawatan khususnya pada pasien dengan observasi Febris convulse di lapangan. 2. Instansi a. Pendidikan Sebagai
bahan
mengajarkan
masukan
dalam
kegiatan
proses
belajar
tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan
ϲ
kasus observasi Febris convulse dapat digunakan sebagai acuan bagi praktek mahasiswa keperawatan. b. Rumah Sakit Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam penanganan pada anak dengan kasus observasi Febris convulse. c. Profesi keperawatan Hasil penulisan ini diharapkan
dapat memberikan sumbangan
pemikiran dan informasi dibidang perawatan anak tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan observasi Febris convulse.
ϳ
BAB II LAPORAN KASUS
Pada bab ini berisi tentang rangkuman asuhan keperawatan yang dilakukan pada An. S selama 2 hari mulai tanggal 7 April 2012 sampai dengan tanggal 8 April 2012 di bangsal Flamboyan RSUD Sukoharjo. Adapun laporan kasus yang akan dikemukakan pada bab ini adalah proses keperawatan yang meliputi, pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.
A. Identitas Pasien Hasil dari pengkajian yang dilakukan pada tanggal 7 April 2012 pukul 12.35 WIB tanggal 7 April 2012 di bangsal Flamboyan RSUD Sukoharjo dengan alloanamnesa dan melihat rekam medik pasien, mengadakan pengamatan atau observasi langsung, pemeriksaan fisik, menelaah catatan medis dan catatan perawat. Dari data pengkajian tersebut didapat hasil identitas pasien, nama An. S berusia 7 bulan dengan tanggal lahir 24 Agustus 2012 tanggal interview dilaksanakan pada 7 April 2012 dengan diagnosa medis observasi Febris convulse. Identitas orang tua dari An. S nama ayah Tn. A berusia 25 tahun dan pekerjaan swasta. Nama ibu dari An. S adalah Ny. N berusia 19 tahun pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, dengan alamat Gemblung RT 8/ RW 3 Karangwuni, dalam satu
ϴ
keluarga beragama Islam dan sumber data yang diperoleh dari Ny. N dan Nenek An.S
B. Pengkajian Hasil pengkajian meliputi keluhan utama Ny. N mengatakan badan An. S panas. Riwayat kesehatan saat ini Ny. N mengatakan ± 2 hari yang lalu badan An. S panas disertai batuk dan pilek, kemudian Ny. N memutuskan untuk memberikan obat syrup penurun panas yang dibeli di apotek. Setelah pemberian obat syrup selama 2 hari suhu badan An. S turun kemudian naik lagi, setelah itu keluarga memutuskan untuk membawa An. S ke pelayanan kesehatan terdekat yaitu Puskesmas. Ny. N mengatakan ketika tiba di Puskesmas diterima oleh petugas kemudian dilakukan pemeriksaan. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan pada An. S petugas puskesmas menyarankan untuk membawa An. S ke Rumah Sakit dan keluarga bersedia. Akhirnya petugas Puskesmas merujuk An. S ke RSUD Sukoharjo dengan keadaan An. S terpasang oksigen 1 liter per menit dan infus RL 10 tetes per menit macro. Pada tanggal 7 april 2012 pukul 09.00 WIB An. S beserta keluarga tiba di RS dan diterima melalui UGD. Ny. N mengatakan ketika di UGD An. S sempat mengalami kejang ± 1 menit dengan mata mendelik keatas dan menurut Ny. N sebelumnya An. S pada pukul 06.00 WIB mengalami muntah 1 kali berisi makanan ± 1 sendok makan. Setelah dilakukan penanganan di UGD dengan oksigen 1 liter per menit, infus RL 10 tetes per menit macro yang terpasang di tangan
ϵ
kanan dan mendapatkan therapi injeksi, diazepam 3mg, antalgin 75 mg. Setelah ± 2 jam, kondisi An. S mulai membaik kemudian An. S dipindahkan ke bangsal Flamboyan dengan terpasang oksigen 1 liter per menit dan infus RL 10 tetes per menit macro di tangan kanan. Ny. N mengatakan ketika di bangsal Flamboyan An. S terpasang oksigen ± 10 menit karena menurut dokter pernafasan An. S sudah kembali normal sehingga oksigennya dapat dilepas. Pada tanggal 7 april 2012 pukul 12.40 WIB ketika dilakukan pengkajian, An. S hanya terpasang infus RL 10 tetes per menit macro. Riwayat kesehatan lalu adalah Ny. N mengatakan riwayat kehamilan An. S lahir pada tanggal 24 Agustus 2011 pada usia kehamilan 9 bulan dengan HPL (Hari Perkiraan Lahir) 30 Agustus 2011 dan merupakan kehamilan pertama. Ny. N mengatakan ketika hamil status emosinya labil (berubah-ubah), selalu memeriksakan kehamilannya rutin setiap bulan ke bidan terdekat dan rutin mengkonsumsi vitamin dari bidan. Riwayat penyakit sebelumnya Ny. N mengatakan anaknya belum pernah operasi maupun mengalami cidera. Pada riwayat alergi, Ny. N mengatakan An. S terkadang demam tetapi tidak mempunyai alergi atau reaksi yang tidak wajar terhadap makanan, obat, binatang, tumbuhan ataupun produk rumah tangga. Pengobatan pada An. S ketika di bangsal Flamboyan antara lain Infus RL 10 tetes per menit macro (cairan isotonik), amoxicilin 200mg per 8 jam (antibiotik), diazepam 3mg (ketika pasien kejang), antalgin 75mg apabila suhu meningkat 38,5 derajat celcius (analgezik,
ϭϬ
antipiretik, antireumatik), dan parasetamol 2/3 sendok takar dalam 60ml setiap 4 jam (antipiretik, analgezik). Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pada An. S, Ny. N mengatakan berat badan lahir An. S 2600 gram, usia 6 bulan 6500 gram, berat badan saat ini 7500 gram, tumbuh gigi pada usia 4 bulan, jumlah gigi 9 buah dan usia 4 bulan An. S mampu mengontrol kepala. Riwayat kebiasaan An. S menurut Ny. N pola tingkah laku An. S suka menggigit jari dan menghisap jari. Dari hasil pengkajian riwayat nutrisi, Ny. N mengatakan sejak lahir An. S diberi minum ASI dan susu formula. Pemberian ASI pada An. S hanya berlangsung selama 2 bulan tetapi pemberian susu formula masih berlangsung sampai sekarang (7 bulan). Menurut Ny. N sejak usia An. S 4 bulan sudah diberikan makanan sereal antara lain roti dan bubur buatan sendiri. Selama An. S sakit nafsu makannya masih baik 3 kali sehari. Dalam setiap 1 porsi makan yang diberikan, An. S menghabiskan ± 5 sendok. Hasil pengkajian status nutrisi dengan Z-score : WAZ : - 0,22 (normal), HAZ : - 1,70 (normal), WHZ : 1,57 (normal), dan IMT : 18,9. Berdasarkan hasil pengkajian dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan pada An. S diperoleh data sebagai berikut yaitu pemeriksaan tanda-tanda vital, keadaan umum pasien baik dan tidak rewel. Tanggal 7 April 2012 suhu tubuh 38,2 derajat celcius, respirasi 32 kali per menit, nadi 132 kali per menit. Hasil dari pemeriksaan kulit yaitu kulit putih, bersih, turgor kulit cukup, tekstur halus, pertumbuhan rambut baik dan akral hangat. Pada pemeriksaan kardiovaskuler hasil yang diperoleh tidak
ϭϭ
terjadi
sianosis
dan
belum
pernah
tranfusi.
Pada
pemeriksaan
gastrointestinal yaitu hasil yang diperoleh terjadi mutah 1 kali jam 06.00 ketika dirumah. Pada pengkajian neurologis, An. S sempat mengalami kejang ± 1 menit ketika di UGD. Hasil dari pemeriksaan penunjang pada An. S salah satunya terjadi peningkatan leukosit diatas normal yaitu 22,4 103/µL (normal 4-10 103/µL).
C. Perumusan Masalah Keperawatan Dalam pengkajian yang telah penulis lakukan tersebut diatas didapatkan data, pada tanggal 7 april 2012 pukul 12.40 WIB, Ny. N mengatakan badan An. S panas disertai kejang ± 1 menit dengan mata mendelik keatas ketika di UGD dan muntah ± 1 sendok ketika dirumah. Berdasarkan hasil observasi penulis diperoleh data, keadaan umum pasien baik, tidak rewel, suhu tubuh pasien 38,2 derajat celcius dan akral hangat. Sehingga
dapat
ditegakkan
diagnosa
keperawatan
hipertermia
berhubungan dengan proses penyakit.
D. Perencanaan Keperawatan Data yang diperoleh penulis dari pengkajian, setelah dianalisa muncul suatu masalah keperawatan hipertermia berhubungan dengan proses penyakit. Penulis membuat rencana keperawatan dengan tujuan, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam menunjukkan termoregulasi dengan kriteria hasil anak tidak gelisah, suhu tubuh dalam
ϭϮ
batas normal (36,5-37,5 derajat celcius), tidak terjadi mual/ muntah, tidak terjadi kejang dan suhu kulit dalam rentang yang diharapkan (Wilkinson,2006). Penulis merencanakan tindakan keperawatan yang akan dilakukan pada An. S antara lain pantau aktivitas kejang pasien dengan rasional membantu melokalisasi daerah otak yang terkena, pantau hidrasi (turgor kulit, kelembaban membran mukosa) dengan rasional indikator keadekuatan volume cairan, pantau tanda-tanda vital pasien dengan rasional indikator keadekuatan volume sirkulasi, anjurkan asupan cairan oral dengan rasional mencukupi kebutuhan cairan dalam tubuh dan mencegah terjadinya dehidrasi,berikan kompres hangat dengan rasional memandirikan keluarga pasien untuk mengatasi peningkatan suhu tubuh, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik dengan rasional meringankan atau mengurangi gejala demam atau panas (Doenges,2000).
E. Implementasi Keperawatan Penyusunan rencana keperawatan yang telah dilakukan penulis kemudian dilakukan tindakan keperawatan pada An. S. Pada tanggal 7 April 2012 pukul 12.50 WIB, penulis memantau aktivitas kejang, dengan respon subyektif Ny. N mengatakan An. S sudah tidak kejang maupun muntah. Dari respon obyektif An. S terlihat aktif, dan sudah tidak kejang. Pada pukul 12.52 WIB penulis menganjurkan Ny. N untuk memberikan obat parasetamol pada An. S dengan respon obyektif obat parasetamol masuk 2/3 sendok takar. Pukul 12.55 WIB memantau hidrasi, dengan
ϭϯ
respon subyektif Ny. N mengatakan An. S banyak minum susu formula sampai saat ini sudah menghabiskan ±150 cc, dan respon obyektif membran mukosa lembab, kulit teraba hangat dan turgor kulit masih elastis. Pukul 13.04 WIB memantau tanda-tanda vital An. S dengan respon subyektif Ny. N mengatakan An. S badannya masih panas, dan respon obyektif suhu 38,2 derajat celcius, respirasi 32 kali per menit, nadi 132 kali per menit. Pukul 13.10 WIB menganjurkan asupan cairan oral, dengan respon subyektif Ny. N mengatakan bersedia memberikan asupan cairan oral dan respon obyektif An. S terlihat meminum susu formula kurang lebih 50cc. Pukul 13.12 WIB mengajarkan kompres hangat pada keluarga An. S, dengan respon subyektif Ny. N mengatakan bersedia diajari penulis cara kompres hangat dan respon obyektif Ny. N terlihat memberikan kompres hangat di ketiak An. S. Pada hari minggu tanggal 8 april 2012 pukul 14.30 WIB memantau aktivitas kejang An. S, dengan respon subyektif Ny. N mengatakan An. S sudah tidak kejang tetapi kemarin sore An. S muntah 3x pada waktu magrib, habis magrib dan pada pukul 21.00 WIB setelah diberikan obat penurun panas tetapi sekarang sudah tidak panas dan tidak muntah setelah diberikan obat penurun panas serta sudah tidak kejang, dan respon obyektif antara lain An. S terlihat bermain sambil tiduran. Pukul 14.35 WIB mengobservasi tanda-tanda vital, dengan respon subyektif Ny. N mengatakan An. S sudah tidak panas badannya, respon obyektif suhu 37,5
ϭϰ
derajat celcius, respirasi 40 kali per menit, nadi 122 kali per menit dan An. S terlihat tidak gelisah.
F. Evaluasi Keperawatan Setelah beberapa implementasi dilakukan, penulis melakukan evaluasi yang dilakukan setiap hari pada An. S, sehingga penulis dapat mengetahui masalah apa yang dapat teratasi dan masalah apa yang belum dapat teratasi serta dapat dilakukan tindakan lebih lanjut. Adapun hasil evaluasi pada hari sabtu tanggal 7 April 2012 pukul 14.00 WIB diperoleh hasil bahwa Ny. N mengatakan An. S masih panas, sudah tidak kejang maupun muntah. Berdasarkan hasil pengamatan secara obyektif suhu tubuh An. S 38,2 derajat celcius, respirasi 32 kali per menit, nadi132 kali per menit, membran mukosa lembab, kulit teraba hangat, warna kulit putih, turgor kulit masih elastis, An. S terlihat aktif, obat parasetamol masuk 2/3 sendok takar, An. S terlihat meminum susu formula ± 50 cc dan Ny. N terlihat memberikan kompres hangat di ketiak. Dari hasil evaluasi tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah keperawatan hipertermia teratasi sebagian sehingga rencana tindakan keperawatan dilanjutkan meliputi pantau kejang dan pantau tanda-tanda vital. Pada hari minggu tanggal 8 april 2012 pukul 21.00 WIB, hasil evaluasi dari tindakan yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa Ny. N mengatakan An. S sudah tidak kejang tetapi kemarin sore tanggal 7 april
ϭϱ
2012 An. S muntah 3 kali pada waktu magrib, sehabis magrib dan pada pukul 21.00 setelah diberikan obat penurun panas tetapi saat dilakukan pengkajian pukul 14.30 WIB An. S sudah tidak panas dan tidak muntah. Berdasarkan hasil pengamatan pada An. S secara obyektif didapatkan suhu 37,5 derajat celcius, respirasi 40 kali per menit, nadi 122 kali per menit, An. S terlihat bermain sambil tiduran, dan An. S terlihat tidak gelisah. Dari hasil evaluasi tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah keperawatan hipertermia teratasi, sehingga intervensi dihentikan.
ϭϲ
BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang “Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Pengaturan Suhu Tubuh Pada An. S dengan Observasi Febris Convulse di Bangsal Flamboyan di RSUD Sukoharjo”. Prinsip dari pembahasan ini dengan memfokuskan kebutuhan dasar manusia di dalam asuhan keperawatan.
A. Pembahasan Kejang demam merupakan penyakit neurologi anak yang paling sering terjadi dengan ditandai peningkatan suhu aksila lebih dari 37,8 derajat celcius, pada umumnya terjadi pada umur 3 bulan sampai 5 tahun (Yuana, 2010). Menurut Sunarka (2007), menyebutkan kejang demam terjadi karena kenaikan suhu lebih dari 38 derajat celcius pada anak berusia kurang dari 17 bulan. Sedangkan menurut Ngastiyah (2005), Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling dijumpai pada anak, terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun dan terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 derajat celcius). Hal ini disebabkan pada keadaan demam kenaikan suhu 1 derajat celcius akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10 sampai 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan
ϭϳ
dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasan muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Setiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak akan menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38 derajat celcius sedangkan anak dengan ambang kejang yang tinggi kejadian kejang dapat terjadi apabila suhu mencapai 40 derajat celcius atau lebih (Ngastiyah, 2005). Dengan demikian dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa kejang demam dapat terjadi pada anak usia dibawah 5 tahun ditandai dengan kenaikan suhu lebih dari 37,8 derajat celcius sesuai dengan ambang kejang masing-masing individu. Sesuai dengan teori diatas, pada kasus An. S berusia 7 bulan dengan observasi Febris convulse terjadi kenaikan suhu 38,2 derajat celcius pada suhu aksila. Sehingga dapat dikatakan bahwa, ambang kejang yang terjadi pada An. S merupakan ambang kejang rendah. Tanda gejala pada anak yang mengalami kejang demam antara lain wajah anak akan menjadi biru, mata berputar, dan anggota badan akan
ϭϴ
bergetar dengan hebat (Hidayat, 2009). Selain itu menurut Purwanti dan Maliya (2008), dalam jurnalnya menjelaskan bahwa pada kejang demam biasanya didapatkan fase iktal antara lain gigi mengatup, sianosis, pernafasan cepat atau menurun, peningkatan sekresi mucus, peningkatan nadi, sedangkan pada fase post iktal dapat terjadi apneu. Akibat kejang dapat terjadi fraktur, kerusak jaringan lunak atau gigi cedera selama kejang. Pada aktivitas dan kekuatan otot dapat terjadi keletihan, kelemah umum, perubahan tonus otot atau kekuatan otot. Mual, muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang. Di integumen ditemukan akral hangat, kulit kemerahan dan demam. Menurut MA. Fishman (2006) dalam Buku Ajar Pediatri Rudolph, Sesuai
dengan
tanda
dan
gejala
diatas
kejang
demam
dapat
diklasifikasikan menjadi 2 macam yaitu kejang demam jinak dan kejang demam kompleks. Kejang demam dapat dikatakan kejang demam jinak (sederhana), apabila kejang berlangsung kurang dari 15 menit, tidak memperlihatkan tanda dan gejala yang signifikan seperti fase iktal antara lain gigi mengatup, sianosis, pernafasan cepat atau menurun, peningkatan sekresi mucus, peningkatan nadi, sedangkan pada fase post iktal dapat terjadi apneu, dan tidak berlangsung dalam suatu rangkaian yang memiliki durasi total lebih dari 30 menit. Sedangkan kejang demam kompleks memiliki durasi lebih lama, ada tanda dan gejala yang signifikan seperti fase iktal antara lain gigi mengatup, sianosis, pernafasan cepat atau
ϭϵ
menurun, peningkatan sekresi mucus, peningkatan nadi, sedangkan post iktal dapat terjadi apneu. Pada kasus kelolaan penulis, tanda dan gejala pada An. S dengan observasi Febris convulse, tidak semuanya muncul seperti wajah anak akan menjadi biru, anggota badan bergetar dengan hebat, gigi mengatup, pernafasan cepat atau menurun, peningkatan sekresi mucus dan terjadi peningkatan nadi. Akan tetapi pada dasarnya tanda dan gejala yang yang ada pada An. S sama seperti di teori. Pada An. S tanda dan gejala yang muncul pada tanggal 7 April 2012 pukul 12.40 WIB saat dilakukan pengkajian, Ny. N mengatakan badan anaknya panas disertai kejang ± 1 menit dengan mata mendelik keatas ketika di UGD dan muntah ± 1 sendok. Berdasarkan hasil observasi diperoleh data, keadaan umum pasien baik, tidak rewel, suhu tubuh pasien 38,2 derajat celcius, respirasi 32 kali per menit, nadi 132 kali per menit dan akral hangat. Dengan demikian Kejang demam yang terjadi pada An. S merupakan kejang demam sederhana. Menurut Yuana, dkk (2010), berdasarkan penelitian yang telah dilakukan 4% pasien kejang demam dapat menagalami gangguan tingkah laku dan penurunan tingkat intelegensi. Insiden epilepsi akibat kejang demam berkisar antara 2 sampai 5% dan meningkat hingga 9 sampai 13% apabila terdapat faktor resiko berupa riwayat keluarga dengan epilepsi, perkembangan abnormal sebelum kejang demam pertama atau mengalami kejang demam kompleks. Selain itu menurut Broug, dkk (2007),
ϮϬ
menyebutkan bahwa faktor resiko yang terjadi pada genetik kembar monozygot antara lain riwayat keluarga (sanak keluarga sederajat 1 dan 2), kejang demam dan keterlambatan perkembangan. Dari hasil penelitian dan teori tersebut, sesuai dengan kasus yang penulis lakukan pada An. S berjenis kelamin perempuan yang berusia 7 bulan dari hasil pemeriksaan TTV (tanda-tanda vital) didapatkan suhu 38,2 derajat celcius yang beresiko terjadi kejang demam. Selain itu berdasarkan hasil penelitian diatas tentang faktor resiko terjadinya bangkitan kejang demam pada An. S sangat kecil karena dari riwayat keluarga An. S tidak ada yang mengalami epilepsi, pada pemeriksaan DDST (Denver Developmental Screening Test) perkembangan dan pertumbuhan An. S normal atau tidak mengalami keterlambatan salah satunya yaitu An. S mampu duduk tanpa pegangan dan An. S tidak mengalami trauma otak pada waktu kehamilan maupun persalinan. Menurut jurnal kegawatdaruratan kejang demam pada anak oleh Purwanti dan Maliya (2008), asuhan keperawatan pada pasien kejang demam meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan dan intervensi. Pengkajian meliputi riwayat kesehatan (riwayat demam disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih) dan pemeriksaan fisik dan diagnosa. Intervensi pada anak dengan kejang demam salah satunya adalah berhubungan
dengan
proses
penyakit,
dehidrasi.
Hipertermia
NIC
(Nursing
Interventions Classification) yaitu perencanaan untuk kasus kejang demam
Ϯϭ
antara lain monitoring vital sign (monitor tekanan darah, nadi, suhu dan status pernafasan, pertahankan secara berkesinambungan monitoring suhu tubuh, monitoring warna kulit, suhu dan kelembutan, monitoring adanya sianosis perifer, dan identifikasi dari penyebab perubahan vital sign) dan penanganan demam meliputi pemberian antipiretik jika diperlukan, buka pakaian sampai hanya tinggal celana dalamnya saja, pastikan anak memperoleh banyak udara segar tanpa menjadi kedinginan, berikan tapid sponge bad dengan air hangat dan berikan intake cairan yang adekuat. Selain itu pasang IV line untuk memenuhi kebutuhan cairan, berikan sirkulasi udara yang baik dan berikan oksigen jika diperlukan. Menurut Harold (2005) dalam jurnal kegawat daruratan kejang demam pada anak oleh Purwanti dan Maliya, Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh antara lain mengenakan pakaian yang tipis, menganjurkan banyak minum, banyak istirahat, memberikan kompres, dan bisa juga dengan memberikan obat penurun panas. Teknik dalam memberikan kompres dalam upaya menurunkan suhu tubuh ada beberapa macam diantaranya kompres hangat basah, kompres hangat kering (buli-buli), kompres dingin basah, kompres dingin kering (kirbat es), bantal dan selimut listrik, lampu penyinaran, busur panas (Tamsuri, 2007). Dari hasil pengkajian terhadap pasien, penulis merumuskan masalah keperawatan hipertermia berhubungan dengan proses penyakit. Masalah keperawatan hipertermia tersebut lebih diprioritaskan penulis dari
ϮϮ
beberapa masalah keperawatan yang muncul pada pasien. Di dalam teori, permasalahan utama yang terjadi pada An. S dengan observasi febris convulse adalah kejang. Tetapi dalam kasus ini penulis lebih memprioritaskan peningkatan suhu tubuh yang dialami An. S karena keluhan utama yang diungkapkan Ny. N adalah An. S mengalami peningkatan suhu tubuh. Peningkatan suhu tubuh yang dialami An. S sudah melebihi batas normal (36,5 sampai 37 derajat celcius), sehingga harus segera diatasi karena kebutuhan pengaturan suhu tubuh merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi dan suhu tubuh pasien bisa kembali normal. Menurut Tamsuri (2006), pada dasarnya hipertermia adalah suatu keadaan ketika individu mengalami atau beresiko mengalami kenaikan suhu tubuh terus-menerus lebih dari 37,8 derajat celcius (100oF) per oral atau 38,9 derajat celcius (101oF) per rektal karena faktor eksternal. Dalam menegakkan diagnosa keperawatan dapat dilakukan dengan cara melihat hasil dari
pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan
laboratorium dan foto thorax. Selain itu dapat dilihat dari tanda dan gejala yang muncul, walaupun tanda dan gejala pada pasien kelolaan penulis tidak muncul semua sesuai dengan teori.
Diagnosa keperawatan
hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
pada An. S dengan
observasi Febris convulse dapat dipastikan karena sebagian besar tanda dan gejala yang ada sama seperti yang ada di konsep teori. Setelah menentukan diagnosa keperawatan kemudian penulis menyusun rencana dan tindakan keperawatan sesuai dengan teori yang
Ϯϯ
mempunyai tujuan
An. S dapat menunjukkan termoregulasi sehingga
kebutuhan pengaturan suhu tubuh An. S dapat terpenuhi. Tindakan keperawatan yang dilakukan meliputi memantau aktivitas kejang pasien, memantau hidrasi (turgor kulit, kelembaban membran mukosa), memantu tanda – tanda vital pasien, menganjurkan asupan cairan oral, mengajarkan kompres hangat dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik. Menurut Ngastiyah (2005), kejang demam yang terjadi pada saat anak mengalami kenaikan suhu harus segera diberikan obat antipiretik. Obat antipiretik untuk pasien kejang demam biasanya telah bersama-sama dengan anti konvulsan. Yang perlu diingat bahwa pada pasien yang akan mengalami kenaikan suhu karena adanya infeksi apakah faringitis, OMA (Otitis Media Akut) atau infeksi lainnya, maka disamping obat obat antipiretik juga harus ada antibiotik. Apabila belum ada antibiotik pasien harus dibawa berobat karena tanpa antibiotik demam hanya akan turun sebentar dan akan naik lagi. Disamping obat-obat tersebut pasien perlu diberi banyak minum dan apabila suhu tinggi dapat diberikan kompres dingin secara intensif. Penatalaksanaan pada An. S yang mengalami peningkatan suhu tubuh sebelum dirawat di RSUD Sukoharjo, hanya diberikan obat syrup penurun panas (antipiretik ) oleh Ny. N dan selama 2 hari suhu badan An. S turun kemudian naik lagi. Hal tersebut membuktikan bahwa penatalaksanaan pada kejang demam memerlukan therapy antibiotik,
Ϯϰ
seperti teori yang dijelaskan diatas. Tetapi setelah An. S di rawat di RS mendapatkan therapy sesuai dengan teori diatas karena selain badan An. S panas juga mengalami batuk dan pilek. Therapy yang diberikan pada An. S meliputi pemberian parasetamol 2/3 sendok takar sebagai antipiretik melalui oral dan therapy injeksi amoxicilin 200 mg per 8 jam sebagai antibiotik, karena dalam tubuh An. S terjadi infeksi (letak terjadinya infeksi belum diketahuai secara pasti) yang ditandai dengan peningkatan leukosit 22,4 103/µL (normal 4-10 103/µL) (Djuanda, 2010). Setelah melakukan tindakan keperawatan pada An. S selama dua hari, penulis mengevaluasi setiap hari. Hasil evaluasi yang dilakukan penulis pada hari ke 2 antara lain An. S sudah tidak panas, muntah maupun kejang, dengan suhu 37,5 derajat celcius, respirasi 40 kali per menit dan nadi 122 kali per menit, warna kulit putih, akral hangat dan terlihat bermain botol susu sambil tiduran. Dalam pengelolaan pasien An. S dengan observasi Febris convulse penulis hanya melakukan 2 hari pengelolaan, dikarenakan pada hari ke dua proses pengambilan kasus di lahan praktek penulis baru mendapatkan pasien kelolaan. Selain itu keterbatasan waktu yang di targetkan dari institusi membuat penulis hanya melakukan asuhan keperawatan pada An. S selama 2 hari. Hal tersebut merupakan hambatan penulis dalam memberikan asuhan keperawatan pada An. S secara maksimal. Walaupun demikian, penulis berusaha semaksimal mungkin dalam memberikan
Ϯϱ
asuhan keperawatan pada An. S dan pada akhirnya masalah keperawatan hipertermia dapat teratasi.
B. Kesimpulan Dan Saran 1. Kesimpulan Setelah penulis melaksanakan Study kasus mengenai Asuhan Keperawatan Kebutuhan Pengaturan Suhu Tubuh pada An. S yang berusia 7 bulan dengan hipertermia pada kasus observasi Febris convulse di RSUD SUKOHARJO dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Hasil pengkajian yang dilaksanakan pada An. S dengan hipertermia pada kasus observasi Febris convulse meliputi badan An. S panas, batuk, pilek disertai kejang ± 1 menit ketika di UGD dan muntah ±1 sendok ketika dirumah dan data obyektif yang diperoleh penulis, keadaan umum pasien baik, tidak rewel, suhu tubuh pasien 38,2 derajat celcius dan akral hangat. b. Perumusan diagnosa keperawatan pada An. S dengan hipertermia pada kasus observasi Febris convulse adalah hipertermia berhubungan dengan proses penyakit. c. Perencanaan Asuhan Keperawatan pada An. S dengan hipertermia pada kasus observasi Febris convulse bertujuan menunjukkan termoregulasi dengan kriteria hasil anak tidak gelisah, suhu tubuh dalam batas normal (36,5-37,5 derajat celcius), tidak terjadi mual/ muntah, tidak terjadi kejang dan suhu kulit dalam rentang yang
Ϯϲ
diharapkan, meliputi pantau aktivitas kejang pasien, pantau hidrasi (turgor kulit, kelembaban membran mukosa), pantau tanda – tanda vital pasien, anjurkan asupan cairan oral, ajarkan kompres hangat dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik dan antipiretik. d. Implementasi keperawatan yang dilakukan pada An. S dengan observasi Febris convulse meliputi memantau aktivitas kejang pasien, memantau hidrasi (turgor kulit, kelembaban membran mukosa), memantau tanda – tanda vital pasien, anjurkan asupan cairan oral, mengajarkan kompres hangat dan mengkolaborasikan dengan dokter dalam pemberian antibiotik dan antipiretik. e. Hasil evaluasi yang dilakukan penulis pada hari ke 2 antara lain An. S sudah tidak panas, muntah maupun kejang, suhu 37,5 derajat celcius, respirasi 40 kali per menit, nadi 122 kali per menit, tidak gelisah dan An. S terlihat bermain botol susu sambil tiduran. Dari hasil data tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa masalah keperawatan hipertermia berhubungan dengan proses penyakit dapat teratasi dan intervensi dihentikan. f. Pada kasus kelolaan penulis, tanda dan gejala pada An. S dengan observasi Febris convulse, tidak semuanya muncul seperti wajah anak akan menjadi biru, anggota badan bergetar dengan hebat, gigi mengatup, pernafasan cepat atau menurun, peningkatan sekresi mucus dan terjadi peningkatan nadi. Akan tetapi pada dasarnya
Ϯϳ
tanda dan gejala yang yang ada pada An. S sama seperti di teori. Pada An. S tanda dan gejala yang muncul pada tanggal 7 April 2012 pukul 12.40 WIB saat dilakukan pengkajian, Ny. N mengatakan badan anaknya panas disertai kejang ± 1 menit dengan mata mendelik keatas ketika di UGD dan muntah ± 1 sendok. Berdasarkan hasil observasi diperoleh data, keadaan umum pasien baik, tidak rewel, suhu tubuh pasien 38,2 derajat celcius, respirasi 32 kali per menit, nadi 132 kali per menit dan akral hangat. Dengan demikian Kejang demam yang terjadi pada An. S merupakan kejang demam sederhana. 2. Saran Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan observasi febris convulse, penulis ingin memberikan masukan yang positif dalam pengelolaan pasien meliputi : a. Bagi institusi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit) Diharapkan pelayanan kesehatan dapat meningkatkan mutu pelayanan terhadap pasien tanpa melihat latar belakang status ekonomi pasien, menjalin hubungan yang baik dengan keluarga pasien maupun tim kesehatan lainnya serta dapat menambah fasilitas pelayanan yang menunjang. b. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat. Hal tersebut dapat menambah masukan bagi perawat khususnya dalam memberikan pelayanan yang lebih profesional kepada
Ϯϴ
pasien dan menjaga hubungan kerjasama yang baik terhadap keluarga pasien maupun tim kesehatan lainnya. c. Bagi penulis Diharapkan mampu meningkatkan wawasan dalam kegiatan proses belajar mengajar tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus observasi Febris convulse pada khususnya dan dapat digunakan sebagai acuan bagi praktek mahasiswa keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Brough, dkk. 2007. Rujukan Cepat Pediatri & Kesehatan Anak. Jakarta: EGC. Djuanda, dkk. 2010. Mims Indonesia Petunjuk Konsultasi. Jakarta: CMP Medica Drug References Worldwide. Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC. Hidayat, A.A. 2009. Pengetahuan Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika. Hinchliff, S. 1999. Kamus Keperawatan. Jakarta : EGC. Mansjoer, dkk. 2000. Angka Kejadian Kejang Demam. http͗ͬͬetd.eprints.ums.ac.id/. Diakses tanggal 10 April 2012. Jam 04:18 PM. Mumbarak, W.I dan Nurul Chayati. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC. Nanda, 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Penerjemah Budi Santosa. Jakarta: Prima Medika. Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC. Purwanti, O.S & Arina Maliya. 2008. Kegawat Daruratan Kejang Demam Pada Anak. http://www.us.elsevierhealth.com. Diakses tanggal 20 Agustus 2003. Jam 02.30 PM. Rudolph, A. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Jakarta: EGC. Sunarka, 2007. Medicinus (Scientific Journal of Pharmaceutical Development and Medical Applications); Probiotics. http://www.scribd.com/doc/. Diakses tanggal 11 April 2012 Jam: 10:56 PM. Tamsuri, A. 2006. Tanda-Tanda Vital: Suhu Tubuh. Jakart: EGC.
Wilkinson, J.M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (Dengan Intervensi Nic Dan Kriteria Hasil Noc). Jakarta: EGC. Yuana, dkk. 2010. Korelasi Kadar Seng Serum dan Bangkitan Kejang Demam. http://eprints.undip.ac.id/. Diakses tanggal 17 April 2012. Jam: 12:19 PM.