STUDI KARYOTIPE GANYONG (Canna edulis Ker.) SEBAGAI DASAR PEMULIAAN TANAMAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains Oleh: Ulfa Qurniawati NIM. M0406063 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
SKRIPSI STUDI KARYOTIPE GANYONG (Canna edulis Ker.) SEBAGAI DASAR PEMULIAAN TANAMAN Oleh: Ulfa Qurniawati NIM M0406063
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Tanda Tangan Pembimbing I : Nita Etikawati, M. Si NIP 197104261997022001 ............................. Pembimbing II : Solichatun, M. Si. NIP 197102211997022001 .............................
Surakarta,
Juli 2010
Mengetahui Ketua Jurusan Biologi
Dra. Endang Anggarwulan, M. Si. NIP 195003201978032001iii PENGESAHAN SKRIPSI STUDI KARYOTIPE GANYONG (Canna edulis Ker.) SEBAGAI DASAR PEMULIAAN TANAMAN Oleh : Ulfa Qurniawati NIM M0406063 Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Pada tanggal 22 Juni 2010 dan dinyatakan telah memenuhi syarat Surakarta,
Juli 2010
Penguji I Suratman, M. Si. NIP 198007052002121002 Penguji II Dra. Marti Harini, M. Si. NIP 195403231985032001 Penguji III Solichatun, M. Si. NIP 197102211997022001 Penguji IV Nita Etikawati, M. Si NIP 197104261997022001 Dekan FMIPA Prof. Drs. Sutarno, M. Sc., Ph. D NIP 196008091986121001 Ketua Jurusan Biologi Dra. Endang Anggarwulan, M.Si. NIP 195003201978032001iv PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar kesarjanaan yang telah
diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut. Surakarta,
Juni 2010
Ulfa Qurniawati NIM M0406063v STUDI KARYOTIPE GANYONG (Canna edulis Ker. ) SEBAGAI DASAR PEMULIAAN TANAMAN Ulfa Qurniawati Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. ABSTRAK Canna edulis Ker. (ganyong) merupakan herba perennial yang menghasilkan pati dalam jumlah besar dari rhizomanya. Canna jenis ini dikenal sebagai edible Canna. Panjang rhizome ganyong dapat tumbuh mencapai 60 cm. Tepung ganyong adalah tepung yang putih dengan kandungan serat rendah, rasanya lebih enak dan mengandung beberapa nutrisi yang bisa dimanfaatkan dalam produksi makanan. Di Indonesia terdapat dua kultivar ganyong, yang pertama adalah kultivar merah yang juga dikenal sebagai edulis dark dan kultivar putih. Kedua kultivar menunjukkan variasi dalam spesies Canna edulis Ker. Pada kenyataannya, kultivar putih adalah jenis yang telah digunakan secara luas sebagai sumber pati komersial. Perbaikan kualitas dan kuantitas suatu tanaman dapat dilakukan melalui usaha pemuliaan tanaman. Informasi sitogenetik merupakan salah satu faktor penting dalam usaha pemuliaan tanaman. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui waktu optimum pembelahan mitosis, jumlah kromosom dan perbedaan karyotipe antar masingmasing kultivar Canna edulis Ker. Pengamatan yang dilakukan adalah pada morfologi kromosom yang meliputi jumlah, panjang absolut(PA), centromeric
index (Ci), haploid chromosome lenght (HCL), asimetry index (Asl%) dan perbandingan lengan (L/S) kemudian disusun dalam suatu rumus karyotipe. Karyotipe diperoleh dari sel mitosis pada ujung akar yang tetap dipertahankan dalam tahap prometafase. Penyiapan preparat ujung akar dibuat semi permanen berdasarkan metode squash acetoorcein. Sel prometafase diamati menggunakan mikroskop cahaya Olympus CH-M045 dan difoto menggunakan kamera digital Nikon Coolpix L20. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu optimum pembelahan mitosis pada Canna edulis Ker. adalah pukul 05.45-06.30. Kedua kultivar Canna edulis Ker. memiliki jumlah kromosom yang sama yaitu, 2n=18 dengan rumus karyotipe yang berbeda. Rumus karyotipe pada kultivar merah 2n= 12m+4sm+1st+1t pada kultivar putih 2n= 10m+ 8sm. Kromosom pada Canna edulis Ker. kultivar merah dan kultivar putih didominasi oleh kromosom metasentris. Kromosom pada Canna edulis Ker kultivar putih memiliki panjang absolut (PA) yang lebih besar daripada kromosom pada kultivar merah. Kata kunci: Canna edulis Ker., karyotipe, kromosomvi KARYOTYPE STUDY OF Canna edulis Ker. FOR PLANTS BREEDING Ulfa Qurniawati Biology Department, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Sebelas Maret University, Surakarta ABSTRACT Canna edulis Ker. (Ganyong) is a perennial herba that produce large amount of starch from their rhizomes. This type of Canna had been known as edible canna. Rhizome of ganyong can be grow up to 60 cm long. Ganyong starch is shiny starch with low fiber, had better taste and contain some nutrition that
applicable to food production. In Indonesia there are two cultivar of ganyong, one is red or well known as edulis dark and the other ones white cultivar. Both cultivar showed genetic variation in Canna edulis Ker. spesies. In fact, white cultivar was widely used as source of commercial starch. Improvement quality and quantities of plants can be done through breeding program. Cytogenetic information is an essential factor in breeding program. The aims of this study were found optimum time for mitosis division, chromosome number and differences karyotype from each cultivar of Canna edulis Ker. Observation were recorded on chromosome morphology, there is number, absolute lenght (PA), centromeric index (Ci), haploid chromosome lenght (HCL), asimetry index (Asl%) and arm ratio (L/S) then made in a karyotype formula. Karyotypes were prepared from mitosis cell of root tips that arrested in prometaphase phase. Slide preparation of root tips was made up semi permanent according to acetoorcein squash methode. Prometaphase cells were observed using light microscope and then photographed using digital camera. The result showed that optimum time for mitosis division of Canna edulis Ker. have been done at 05.00-06.30 am. Both kultivar had same number of chromosome, 2n= 18, with difference in karyotype formula. Karyotype formula in dark purple cultivar was 2n= 12m+4sm+1st+1t and white cultivar was 2n= 10m+ 8sm. Both cultivar had metacentric chromosomes as dominan chromosomal shape. Chromosome in white cultivar of Canna edulis Ker. have absolute lenght greater than chromosome in dark purple cultivar. Keywords: Canna edulis Ker., karyotype, chromosome.vii MOTTO “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.” (Q.S Al-Fatihah: 5)
“Tidak ada balasan untuk kebaikan melainkan kebaikan itu pula” (Q.S Ar-Rahman: 60) “Terbaik adalah selalu berproses menjadi lebih baik”viii PERSEMBAHAN Skripsi ini saya persembahkan untuk Allah SWT Awal dan Akhirku Ibuku dan Ayahku Inspirator dan Motivator Terbaikku Wakhid, Anis, Rony, Puguh, Ari Maksimalkan yang kita Bisa dan kita Punya Faiz dan Khana Jadilah pribadi Full Manfaat Teman dan Saudara Semangatix KATA PENGANTAR Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia serta hidayah-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul Studi Karyotipe Ganyong (Canna edulis Ker.) Sebagai Dasar Pemuliaan Tanaman. Penyusunan skripsi ini merupakan suatu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan strata 1 (S1) pada Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam pelaksanaan penelitian maupun penyusunan skripsi ini penulis mendapatkan banyak masukan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang sangat bermanfaat baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: Prof. Drs. Sutarno, M.Sc. Ph.D., selaku Dekan FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan arahan serta ijin penelitian skripsi. Dra. Endang Anggarwulan, M.Si., selaku Ketua Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan arahan dan perijinan selama penelitian sampai selesainya penyusunan skripsi. Nita Etikawati, M.Si., selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, arahan serta dukungan selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi. Solichatun, M.Si., selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan serta dukungan selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi.x Suratman, M.Si., selaku dosen penelaah I yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian sampai selesainya penyusunan skripsi. Dra. Marti Harini, M. Si., selaku dosen penelaah II yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian sampai selesainya penyusunan skripsi. Tim PHK A2 Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan melalui program Research Grand sehingga penelitian ini dapat berjalan hingga selesainya penyusunan skripsi. Seluruh dosen, karyawan, staf Laboratorium dan rekan-rekan mahasiswa Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah dengan sabar dan tiada henti-hentinya memberikan dorongan baik spiritual maupun materiil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Kepala dan staf Laboratorium Pusat MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah mengijinkan dan membantu penulis dalam penyelesaian
penelitian. Keluarga besar Ayah dan Ibuku, Adik dan Kakakku, terimakasih atas dukungan dan perhatian yang diberikan kepada penulis, serta semua pihak yang telah memberikan dukungan yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa penelitian dan penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari para pembaca akan sangat membantu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Surakarta, Juni 2010 Penulisxi DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL………………………………………………….... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………….…...... HALAMAN PENGESAHAN................................................................... HALAMAN PERNYATAAN………………………………………….. ABSTRAK…………………………………………………………….... ABSTRACT…………………………………………………………….. HALAMAN MOTTO…………………………………………………... HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………... KATA PENGANTAR………………………………………………….. DAFTAR ISI……………………………………………………………. DAFTAR TABEL .................................................................................... DAFTAR GAMBAR………………………………………………….... DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………. BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………... A. Latar Belakang……………………………………………..
B. Rumusan Masalah…………………………………………. C. Tujuan Penelitian…………………………………………... D. Manfaat Penelitian……………………………………….... BAB II. LANDASAN TEORI………………………………………..... A. Tinjauan Pustaka…………………………………………... 1. Ganyong (Canna edulis Ker.)…………………………... 1.1 Klasifikasi .................................................................. 1.2 Nama Daerah .............................................................. 1.3 Daerah Asal dan Penyebaran ...................................... 1.4 Deskripsi Ganyong ..................................................... 1.5 Habitat dan Ekologi .................................................... 1.6 Kandungan Gizi Ganyong .......................................... 1.7 Manfaat Ganyong ....................................................... 2. Kromosom ..................….………………………………. 3. Mitosis ....……………………………………………….. 4. Karyotipe .......................................................................... 4. Pemuliaan tanaman .....………………………………….. B. Kerangka Pemikiran……………………………………….. BAB III. METODE PENELITIAN……………………………………. A. Waktu dan Tempat Penelitian……………………………... B. Bahan dan Alat…………………………………………….. C. Cara Kerja…………………………………………………. 1. Penyiapan sampel tanaman ............................................... 2. Penyiapan kemikalia ....................................................... 3. Penentuan waktu optimum pembelahan mitosis .............. 4. Pembuatan preparat ................…………………………..
D. Analisis Data………………………………………………. BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………….... A.Canna edulis Ker. …...…………………………………….. 1. Canna edulis Ker. kultivar merah ……………………… 2. Canna edulis Ker. kultivar putih ………...…………….. B. Penentuan Waktu Optimum Pembelahan Sel …...………… C. Analisis Karyotipe ………………………………………… BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………….. A. Kesimpulan….......………………………………………… B. Saran……………………………………………………...... DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………... LAMPIRAN…………………………………………………………….. RIWAYAT HIDUP PENULIS…………………………………………. 63xiii DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman, diameter batang, panjang daun dan lebar daun C. edulis Ker. kultivar merah dan kultivar putih diambil dari 10 individu dalam masing-masing populasi ................................................................................ 32 Tabel 2. Ukuran kromosom terpanjang dan terpendek pada C. edulis Ker kultivar merah dan kultivar putih ....................... 37 Tabel 3. Hasil data morfometri kromosom C. edulis Ker.................. 58 Tabel 4. Hasil Perhitungan HCL (Haploid Chromosome Lenght) C. edulis Ker. ………………………………………………… 58
Tabel 5. Hasil perhitungan Nilai Indeks Sentromer Relatif (Ci) dan Perbandingan Lengan (L/S) C. edulis Ker. serta hasil taksiran bentuk kromosom C. edulis Ker............................. 58xiv Ker.............................................. 61 xi DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL………………………………………………….... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………….…...... HALAMAN PENGESAHAN................................................................... HALAMAN PERNYATAAN………………………………………….. ABSTRAK…………………………………………………………….... ABSTRACT…………………………………………………………….. HALAMAN MOTTO…………………………………………………... HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………... KATA PENGANTAR………………………………………………….. DAFTAR ISI……………………………………………………………. DAFTAR TABEL .................................................................................... DAFTAR GAMBAR………………………………………………….... DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………. BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………... A. Latar Belakang…………………………………………….. B. Rumusan Masalah…………………………………………. C. Tujuan Penelitian…………………………………………... D. Manfaat Penelitian……………………………………….... BAB II. LANDASAN TEORI……………………………………….....
A. Tinjauan Pustaka…………………………………………... 1. Ganyong (Canna edulis Ker.)…………………………... 2. Kromosom ..................….………………………………. 3. Mitosis ....……………………………………………….. 4. Karyotipe .......................................................................... 4. Pemuliaan tanaman .....………………………………….. B. Kerangka Pemikiran……………………………………….. BAB III. METODE PENELITIAN……………………………………. A. Waktu dan Tempat Penelitian……………………………... B. Bahan dan Alat…………………………………………….. C. Cara Kerja…………………………………………………. 1. Penyiapan sampel tanaman ............................................... 2. Penyiapan kemikalia ....................................................... 3. Penentuan waktu optimum pembelahan mitosis .............. 4. Pembuatan preparat ................………………………….. D. Analisis Data………………………………………………. BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………….... A.Canna edulis Ker. …...…………………………………….. 1. Canna edulis Ker. kultivar merah ……………………… 2. Canna edulis Ker. kultivar putih ………...…………….. B. Penentuan Waktu Optimum Pembelahan Sel…...………… C. Analisis Karyotipe ………………………………………… BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………….. A. Kesimpulan….......………………………………………… B. Saran……………………………………………………...... DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………...
LAMPIRAN…………………………………………………………….. RIWAYAT HIDUP PENULIS…………………………………………. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan bahan pangan terus meningkat setiap tahunnya. Peningkatan ini berkaitan dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk. Bahan pokok seperti tepung terigu juga terus mengalami peningkatan. Di Indonesia kebutuhan tepung terigu mencapai 15.968 ton per bulan. Data dari Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa impor tepung terigu selama Januari 2010 sebanyak 60.029 ton. Jumlah tersebut mengalami peningkatan 275,9% dibandingkan dengan periode sebelumnya. Sebagian besar gandum yang menjadi bahan baku dalam pembuatan terigu adalah hasil impor (Sudrajat, 2005; Zuhri, 2010). Ganyong (Canna edulis Ker.) merupakan salah satu sumber pangan alternatif sebagai pengganti tepung terigu. Vimala dan Nambisan (2005) menyebutkan bahwa tepung yang dibuat dari umbi ganyong memiliki tekstur yang lebih lembut, warna lebih putih dan memiliki serat yang lebih tinggi. Pati ganyong mengandung 80% karbohidrat, tingginya kadar karbohidrat ini dapat dijadikan bahan untuk pembuatan sirup glukosa melalui proses hidrolisis asam. Selain bisa digunakan sebagai alternatif bahan pangan pati ganyong juga bisa diolah menjadi bioetanol melalui hidrolisis asam dan fermentasi telah dilakukan oleh Sukandar dan Putri (2008). Hal ini ditegaskan pula oleh Pramono (2009) bahwa umbi ganyong yang selama ini diketahui hanya sebagai makanan selingan atau tepung terigu ternyata juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif pengganti minyak tanah dan bensin.2
Ganyong mudah dibudidayakan dan mampu tumbuh baik meskipun dalam kondisi liar. Salah satu dasar upaya dalam budidaya ganyong adalah melalui usaha pemuliaan tanaman. Usaha pemuliaan tanaman bisa dilakukan melalui metode konvensional dan modern. Salah satu usaha pemuliaan tanaman adalah dengan memanfaatkan informasi sitogenetik. Ketersediaan informasi awal mengenai jumlah, bentuk dan tingkat ploidi sangatlah penting (Yulianty, 2006; Pramono, 2009). Karyotipe pada ganyong perlu diketahui karena informasi tentang karyotipe ganyong belum tersedia. Studi karyotipe merupakan salah satu usaha dalam konservasi genetik plasma nutfah. Selain untuk upaya konservasi, studi karyotipe pada ganyong akan sangat berguna sebagai dasar pemuliaan tanaman karena nilai penting yang dimiliki oleh tanaman tersebut. B. Perumusan Masalah 1. Kapan waktu optimum pembelahan mitosis ganyong? 2. Berapa jumlah set kromosom ganyong? 3. Bagaimana karyotipe pada ganyong kultivar merah dan ganyong kultivar putih? C. Tujuan Penelitian 1. Menentukan waktu optimum pembelahan mitosis ganyong. 2. Mengetahui jumlah set kromosom ganyong. 3. Mengetahui karyotipe pada ganyong kultivar merah dan ganyong kultivar putih.3 D. Manfaat Penelitian Informasi awal mengenai karyotipe ganyong dapat dimanfaatkan dalam upaya persilangan antar spesies ganyong untuk tujuan pemuliaan tanaman. Melalui usaha pemuliaan tanaman, potensi ganyong sebagai sumber bahan
pangan alternatif bisa dioptimalkan. 4 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Canna edulis Ker. 1.1 Klasifikasi Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales Famili : Cannaceae Genus : Canna Spesies : Canna edulis Ker. (Steenis, 1987; Delin dan Kress, 2000). Gambar 1. Ganyong (Canna edulis Ker.) (Gepts, 2009; Rettig, 2009).5 1.2 Nama Daerah Canna edulis Ker. (Gambar 1) memiliki banyak nama daerah. Di Indonesia Canna edulis Ker. dikenal sebagai bunga tasbih atau ganyong (Jawa) dan ubi pikul (Sumatera). Sedangkan di Malaysia Canna edulis Ker dikenal sebagai daun tasbeh, ganjong dan pisang sebiak. Ganyong di Filiphina dikenal sebagai tikas-tikas, kukuwintasan (tagalog) dan balunsaing (bisaya) serta adalut dan butsarana untuk Negara Burma (Flanch dan Rumawas, 1996; Tjitrosoepomo, 2004). 1.3 Daerah Asal dan Penyebaran
Canna edulis Ker. merupakan tanaman asli yang berasal dari Amerika Selatan yang berfungsi sebagai sumber pati komersial. Tanaman ini juga telah dibudidayakan tidak hanya di Amerika, tapi juga di beberapa daerah tropis termasuk Asia Tenggara. Sementara ini, sekurangnya ada dua provinsi sebagai sentral ganyong, yakni Jawa Tengah (Klaten, Wonosobo dan Purworejo) dan Jawa Barat (Majalengka, Sumedang, Ciamis, Cianjur, Garut, Lebak, Subang dan Karawang) (Flanch dan Rumawas, 1996; Sudrajat, 2005; Susanto dan Suhardiyanto, 2004). 1.4 Deskripsi Ganyong Cannaceae merupakan salah satu famili yang hanya memiliki satu genus yaitu genus Canna yang terdiri dari 50 spesies. Contohnya adalah C. edulis (ganyong), rimpangnya dapat dimakan dan sebagai penghasil tepung yang dikenal sebagai “arrowroot Queensland”. Contoh spesies lain adalah C. indica yang merupakan tanaman hias (Tjitrosoepomo, 2004).6 Ganyong merupakan herba perennial, tumbuh tegak, memiliki rhizoma atau rimpang dan tingginya bisa mencapai 3,5 meter. Rhizoma berdaging, agak silindris dengan diameter 10 cm dan panjangnya mencapai 60 cm. Ukuran rhizoma ganyong yang besar seperti umbi, merupakan alasan yang menyebabkan rhizoma ganyong umum disebut sebagai umbi ganyong. Ganyong memiliki daun yang lebar dengan ujung meruncing, panjang antara 60 cm, lebar 15-27 cm yang tersusun spiral. Ganyong memiliki karangan bunga terminal, tunggal dan kadang bercabang, mudah layu, bersifat biseksual. Secara umum genus Canna dikelompok ke dalam dua kelompok yaitu ornamental group dan edible group. Bunga pada jenis ornamental berukuran lebih besar, lebih indah dan lebih bervariasi dalam warna daripada jenis edible. Meskipun kedua kultivar Canna memiliki kandungan pati dalam rhizoma, jenis
edible memiliki rhizoma dengan kandungan pati tinggi. Serta lebih berkualitas dalam rasa, sedikit serat dan sedikit kandungan tanin jika dibandingkan dengan jenis ornamental. Selain itu jenis edible memiliki ukuran daun yang lebih besar (Arbizu, 1994 dalam Vimala dan Nambisan, 2005). Di Indonesia dikenal dua kultivar ganyong, yaitu ganyong merah dan ganyong putih. Ganyong merah ditandai dengan warna batang, daun dan pelepah yang berwarna merah atau ungu. Jika warna batang, daun dan pelepahnya hijau dan sisik rimpangnya kecoklatan maka disebut ganyong putih. Ganyong merah memiliki batang lebih besar, agak tahan kena sinar dan tahan kekeringan. Biji yang dihasilkan biasanya sulit berkecambah, rimpang basah lebih besar tapi kadar patinya rendah. Rimpang biasanya dimakan segar (direbus). Ganyong putih lebih 7 kecil dan pendek, kurang tahan kena sinar tetapi tahan kekeringan. Rimpang basah ganyong putih lebih kecil, tapi kadar patinya tinggi sehingga umumnya digunakan sebagai sumber pati. Daerah yang telah membudidayakan ganyong secara intensif adalah daerah pegunungan Andes (Amerika Selatan). Di daerah ini dikenal dua kultivar ganyong yaitu verdes dan morados. Verdes mempunyai rimpang berwarna putih dengan daun hijau terang, sedangkan rimpang morados tertutup sisik yang berwarna ungu (Flanch dan Rumawas, 1996; Direktorat Budidaya Kacang-kacangan & Umbi-umbian, 2009). 1.5 Habitat dan Ekologi Edible Canna (Canna edulis Ker., Cannaceae) telah didomestikasi di Peruvian Andes. Canna edulis merupakan suatu kelompok kecil tanaman yang tersebar luas dari daerah dingin hingga daerah tropis di seluruh dunia tanpa adanya intensive selection atau breeding. Rhizoma C. edulis berisi sekitar 20% pati dan telah dimanfaatkan sebagai sumber makanan dan sebagai sumber pati komersial. Secara umum C. edulis merupakan tanaman liar yang tumbuh di tepi
semak belukar pada tanah yang lembab. Dari penelitian sebelumnya diketahui bahwa edible canna merupakan tanaman yang efisien dalam penggunaan medium fotosintesis dan toleran terhadap naungan. Pertumbuhan normal tanaman tersebut terjadi pada suhu di atas 9ºC meskipun tanaman ini juga mampu bertahan hidup pada penurunan suhu sampai 0ºC. Cahaya menyebabkan daun layu dan memadatkan pati pada rhizoma (Imai dkk., 1993).8 1. 5 Kandungan Gizi Ganyong Direktorat Gizi Depkes RI menyebutkan kandungan gizi rimpang ganyong tiap 100 gram secara lengkap terdiri dari kalori 95,00 kal; protein 1,00 g; lemak 0,11 g; karbohidrat 22,60 g; kalsium 21,00 g; fosfor 70,00 g; zat besi 1,90 mg; vitamin B1 0,10 mg; vitamin C 10,00 mg; air 75,00 g (Sugarman, 2003). Telah dilakukan ekstraksi pati dari tiga kultivar edible canna dengan peralatan chemical composition dan physicochemical. Dalam studi ini diketahui bahwa kandungan protein dalam pati canna bervariasi antara 0,069%-0,078%, lemak antara 0.014%-0.019% dan abu antara 0.25%-0.33%. Pati Canna mengandung pospor 371-399 ppm, disertai kalsium 113-154 ppm dan potassium 35-61 ppm. Kandungan amilosa absolut antara 19-25%. Selain itu hasil pengamatan dengan mikroskop elektron scanning (SEM) menunjukkan semua granula pati pada ketiga kultivar berbentuk oval dengan permukaan yang halus dan berukuran 10-100 µm (Thitipraphunkul, 2006). 1.6 Manfaat Ganyong Ganyong merupakan tanaman yang memiliki banyak manfaat, antara lain: rimpang mudanya untuk sayuran, rimpang tuanya dapat diperas patinya untuk dibuat tepung, sedangkan daun dan tangkainya dapat digunakan untuk pakan ternak (Rukmana, 2000 dalam Sukandar dan Purti, 2008). Pati ganyong di Vietnam banyak digunakan sebagai bahan baku mie, di
Afrika biji ganyong digunakan sebagai instrumen perkusi, di Kamboja bubur dari rimpang ganyong digunakan untuk menyembuhkan penyakit kulit. Di Jawa serbukan dari biji ganyong bisa digunakan untuk meringankan sakit kepala dan 9 ekstrak dari hasil tumbukan rimpangnya digunakan sebagai obat disentri. Serbukan dari rimpang segar digunakan sebagai obat tradisional di Indonesia dan Cina untuk mengobati penyakit kulit. Di Hongkong air rebusan dari rimpang segar ganyong, digunakan untuk pengobatan penyakit hepatitis akut (Flanch dan Rumawas, 1996). Pati ganyong mengandung 80% karbohidrat, tingginya kadar karbohidrat ini dapat dijadikan bahan untuk pembuatan sirup glukosa melalui proses hidrolisis asam. Selain bisa digunakan sebagai alternatif bahan pangan pati ganyong (Canna edulis Ker.) juga bisa diolah menjadi bioetanol melalui hidrolisis asam dan fermentasi. Kandungan pati ganyong bisa digunakan untuk pembuatan ”soon” mie putih. Pada masa mendatang ganyong sangat potensial untuk digunakan sebagai bahan makanan alternatif akibat kandungan nutrisi yang dikandungnya (Susanto dan Suhardiyanto, 2004; Sukandar dan Putri 2008). Selain mengandung nilai nutrisi yang tinggi, Canna juga bisa digunakan sebagai agen fitoremidiasi untuk pengolahan lindi yang dihasilkan dari proses composting. Pengolahan lindi bertujuan untuk mencegah terjadinya eutrofikasi pada badan air, karena lindi mengandung konsentrasi nitrogen yang cukup tinggi. Rata-rata pertambahan tinggi tanaman pada beban N total 100 mg/L adalah 1,2 sampai 1,45 cm (Tangahu dan Warmadewanthi, 2008). 2. Kromosom Kromosom merupakan suatu kumpulan dari DNA (Deoxyribosa Nucleid Acid) yang berikatan dengan protein. Setengah dari berat molekular kromosom eukaryotik adalah protein. Pada eukaryotik, kromosom berada di dalam organella 10
bermembran yang disebut nukleus. Bentuk kromosom pada eukaryotik berubah dari fase ke fase selama proses pembelahan sel. Pada fase Interfase, kromosom berada dalam bentuk tipis, saling berikatan antara satu dengan yang lainnya dan jika diamati dengan perbesaran lemah akan nampak seperti suatu massa kompak amorf yang mampu menyerap zat warna. Struktur ini disebut sebagai kromatin yang dijumpai pada saat sel tidak melakukan aktifitas pembelahan dan tidak tampak saat diamati di bawah mikroskop. Saat sel melakukan aktifitas pembelahan, kromosom akan tampak sebagai suatu struktur yang kompak, dapat dibedakan antara satu dengan yang lain dan berbentuk seperti pita. Dalam struktur tersebut kromosom akan tampak saat diamati di bawah mikroskop (Watson dkk., 2008; Genetics Education Center, 2009; Genetics Home Reference, 2010). Secara umum berdasarkan kemampuan menyerap warna, kromosom dibagi dalam dua bagian, yaitu heterochromatin dan euchromatin. Heterochromatin merupakan bagian yang mengandung gen dalam jumlah terbatas, struktur kompak dan memiliki kemampuan tinggi dalam mengikat zat warna. Sedangkan euchromatin merupakan bagian yang mengandung gen dalam jumlah besar, struktur kurang kompak dan kurang mengikat zat warna (Watson dkk., 2008). Secara lebih terperinci kromosom memiliki bagian-bagian sebagai berikut: a. Kromonema merupakan bagian di dalam kromosom yang berbentuk pita spiral yang oleh Vejdovsky (1912) diberi nama kromonema (jamak: kromonemata). Kromonema disebut pula sebagai sub unit kromatid. Berdasarkan strukturnya kromonema dibedakan menjadi dua tipe, yaitu paranemic coils (struktur fibril11 yang mudah dipisahkan antara satu dengan yang lainnya) dan plectonemic coils (struktur fibril yang sulit dipisahkan antara satu dengan yang lainnya). b. Kromomer merupakan penebalan kromonema yang berada di beberapa tempat
di dalam kromosom. Beberapa ahli sel menganggap kromomer ini sebagai bahan nukleoprotein yang mengendap. c. Sentromer merupakan constriction point yang memisahkan kromosom menjadi dua bagian atau dua lengan. Letak sentromer pada masing-masing kromosom menentukan bentuk kromosom. Di daerah inilah benang-benang spindel akan melakukan perlekatan. Di dalam sentromer terdapat granula kecil yang dinamakan sferul. Ada sentromer yang mempunyai diameter 3 µm dan sferulnya 0,2 µm. Kromonema berhubungan dengan sferul dari sentromer. Kromosom dari kebanyakan organisme hanya mempunyai sebuah sentromer saja, maka disebut monosentris. Kromosom tanpa sentromer disebut asentris. Kromosom dengan dua sentromer disebut disentris, sedang yang mempunyai banyak sentromer disebut kromosom polisentris. d. Telomer merupakan bagian dari ujung-ujung kromosom yang menghalanghalangi bersambungnya kromosom satu dengan yang lainnya. e. Nucleolar Organizing Regions (NORs). Nukleolus merupakan suatu struktur yang dibentuk oleh lokus gen spesifik yang disebut sebagai Nucleolar Organizing Regions (NORs) dan terdiri dari protein dan asam nukleat. f. Lekukan ke dua (Second constriction) merupakan bagian yang menyempit pada kromosom selain daerah sentromer. Adanya penyempitan ini 12 mengakibatkan terbentuknya satelit. Beberapa second constriction berasosiasi dengan NORs. g. Satelit merupakan bagian tambahan pada ujung kromosom (Gambar 2). Di daerah ini tersusun dari basa nitrogen yang mengalami pengulangan. Tidak setiap kromosom memiliki satelit. Kromosom yang memiliki satelit dinamakan satelit kromosom. Teknologi microsatelit telah digunakan dalam pengujian polimorfisme DNA untuk pemetaan genetik, penanda untuk
pemuliaan tanaman dan eksplorasi hubungan kekerabatan (Powell dkk., 1996 dalam Prasetiyono dkk., 2002; Suryo, 1997; Watson dkk., 2008; Genetics Education Center, 2009). Gambar 2. Bagian-Bagian Kromosom: 1). Satelit 2). Lengan 3). Sentromer 4).Konstriksi sekunder 5). Telomer 6.) Kromatid (Singh, 2009). Ukuran kromosom bervariasi dari satu spesies ke spesies lainnya. Panjang kromosom berkisar antara 0,2-50 µm, diameternya antara 0,2-20 µm. Pada umumnya makhluk hidup dengan jumlah kromosom sedikit memiliki kromosom dengan ukuran lebih besar daripada makhluk hidup dengan jumlah kromosom lebih banyak. Kromosom yang terdapat di dalam sebuah sel tidak pernah sama 1 2 3 4 5 613 ukurannya. Pada umumnya tumbuhan mempunyai kromosom lebih besar daripada hewan (Suryo, 1997; Watson dkk., 2008; Singh, 2009; Genetics Education Center, 2009). Levan dkk. (1964) membagi kromosom menjadi tiga kelompok berdasarkan posisi relatif sentromer (Gambar 3). Bentuk metasentris memiliki indeks sentromer 50-37,5; submetasentris (sm) memiliki indeks sentromer 37,5-25 dan subtelosentris memiliki indeks sentromer 25-12,5. 12 Gambar 3. Bentuk-bentuk kromosom: 1). Akrosentris 2). Telosentris 3). Submetasentris 4). Metasentris. A. Sentromer.
(Genetics Education Center, 2009). Jumlah kromosom somatik dan ciri karyologi pada 22 takson dari genus Canna telah diteliti. Jumlah kromosom yang telah dilaporkan untuk C. bangii, C. indica var. sanctaerosae dan C. tulianensis adalah 2n = 18 (diploid). C. edulis Ker. juga mempunyai jumlah kromosom 2n=18 (Sato, 1960 dalam Tanaka dkk., 2009). Karakteristik karyotipe pada genus Canna ditandai dengan sebagian besar kromosom metafase dan beberapa kromosom submetafase (Tanaka dkk., 2009). 3. Mitosis Secara umum pada sel eukaryotik, satu siklus pembelahan sel berlangsung selama 24 jam. Siklus sel (Gambar 4) terdiri dari tahap S phase (fase interfase), 3 414 G1 phase, M phase (fase mitosis) dan G2 phase (Albert dkk., 1994). Mitosis dan meiosis merupakan bagian dari siklus sel dan hanya mencakup 5-10% dari siklus sel. Persentase waktu yang besar dalam siklus sel terjadi pada interfase. Interfase terdiri dari periode G1, S, dan G2. Pada periode G1 selain terjadi pembentukan senyawa-senyawa untuk replikasi DNA, juga terjadi replikasi organel sitoplasma sehingga sel tumbuh membesar, dan kemudian sel memasuki periode S yaitu fase terjadinya proses replikasi DNA. Setelah DNA bereplikasi, sel tumbuh (G2) mempersiapkan segala keperluan untuk pemisahan kromosom, dan selanjutnya diikuti oleh proses pembelahan inti (M) serta pembelahan sitoplasma (C). Selanjutnya sel hasil pembelahan memasuki pertumbuhan sel baru (G1) (King, 2009). Gambar 4. Siklus Sel Eukaryotik Siklus sel terdiri dari: fase G0 (sel dalam kondisi istirahat), fase G1, fase S, fase G2 dan fase Mitosis. (Genetics Education Center, 2009).
Organisme eukaryotik memiliki dua tipe pembelahan sel yaitu mitosis dan meiosis. Meiosis merupakan tipe pembelahan sel yang menghasilkan sel baru 15 yang bersifat haploid (n) atau memiliki jumlah kromosom setengah dari jumlah kromosom induknya. Sedangkan mitosis merupakan pembelahan sel yang menghasilkan sel baru dengan jumlah kromosom sama dengan jumlah kromosom induk (2n) (Albert dkk., 1994; Genetics Education Center, 2009). Mitosis terbagi atas 4 fase yaitu profase, metafase, anafase dan telofase (Gambar 4). 1. Profase Kromosom-kromosom pada fase ini menjadi lebih pendek dan kompak sedangkan membran inti semakin tidak nampak. Pada akhir profase mulai terbentuk benang-benang gelendong inti pada masing-masing kutub sel yang letaknya berlawanan. 2. Metafase Pada fase ini semua kromosom bergerak menempatkan diri di bidang ekuatorial dari sel yang disebut sebagai metaphase plate. Dinding inti sel menghilang. Pada akhir metafase, sentomer membelah dan ujung benang gelendong inti mencapai kromosom tepat berikatan dengan kinetokor. Bregman (1987) menyatakan bahwa pada fase prometafase merupakan saat yang paling tepat untuk mempelajari morfologi kromosom karena merupakan fase profase akhir dan metafase awal. Selama fase ini kromosom terkondensasi namun belum tertarik menuju metaphase plate. 3. Anafase Merupakan fase singkat dari keseluruhan proses mitosis. Pada fase ini sentromer mengalami pembelahan dan sister chromatid mengalami disjoin. 16 Benang-benang spindel menarik masing-masing kromosom menuju kutub yang
berlawanan. Umumnya fase ini ditandai dengan ukuran sel yang lebih besar. 4. Telofase Pada fase ini fenomena yang terjadi merupakan kebalikan dari fenomena pada fase profase. Membran inti mulai terbentuk kembali, benang spindel mulai menghilang dan kromosom kembali dalam bentuk tidak terkondensasi (Genetics Education Center, 2009; Watson dkk., 2008; Suryo, 1997). Eksperimen mitosis dapat menggunakan sel meristem dari ujung akar, ujung batang, primordial daun, petala muda, ovulum muda dan kalus (Darnaedi, 1991; Okada, 1981 dalam Oktaviana, 2008).
Gambar 5. Pembelahan Mitosis: A. Fase pembelahan mitosis pada eukaryotik. B. Fase pembelahan mitosis pada C. edulis Ker. 1). Profase 2). Metaphase 3). Anaphase 4). Telophase. (Emergent Culture, 2009). 1 4 3 2 B A17 4. Karyotipe Karyotyping merupakan pengaturan kromosom secara standar berdasarkan panjang, jumlah serta bentuk kromosom dari suatu organisme. Hasil dari proses karyotyping ini dinamakan karyotipe (O’Connor, 2008). Karyotipe dibuat sekurang-kurangnya dari dua foto kromosom prometafase dengan fokus yang berbeda. Foto tersebut dijiplak pada plastik transparansi, lalu digunting dan diatur sesuai dengan bentuknya. Jumlah kromosom dan panjang kedua lengannya diukur setelah itu dipasang-pasangkan sesuai homolognya (Ahmad dkk., 1993 dalam
Anggarwulan dkk., 1999; Suryo, 1997). Bentuk, ukuran dan jumlah kromosom dalam satu spesies pada dasarnya selalu tetap, sehingga dapat dibuat peta karyotipe atau karyogram serta idiogram. Berdasarkan konstriksi primernya, dikenal kromosom berbentuk metasentris, submetasentris, akrosentris dan telosentris. Berdasarkan ukuran kromosom dikenal ukuran absolut dan ukuran relatif sedang berdasarkan jumlahnya dikenal kromosom aneuploid dan poliploid (Darnaedi, 1991 dalam Anggarwulan dkk., 1999; Suryo, 1995). Karakter setiap kromosom yang diamati adalah bentuk, jumlah, panjang lengan panjang dan lengan pendek, panjang absolut, indeks sentromer dan perbandingan lengan (Suliartini dkk., 2004; Brutovska dkk., 2000). Pada umumnya pengamatan morfologi dan aktifitas kromosom lebih mudah dilakukan pada tahap-tahap pembelahan tertentu dari pembelahan inti. Morfologi kromosom biasanya digambarkan pada tahap metafase. Saat itu pula kromosom dalam keadaan ganda, terdiri dari dua kromatid (bakal kromosom anak) yang sentromernya masih satu (Crowder, 1997).18 Selama berlangsungnya proses mitosis, konsentrasi DNA bertambah. Nuklei yang sedang aktif, terpulas kuat oleh zat-zat warna basa, juga dengan reaksi Feulgen, acetocarmine dan acetoorcein (McMannus, 1960 dalam Suntoro, 1983). Metode pewarnaan yang berbeda-beda sering digunakan secara luas dalam studi karyotipe pada spesies tanaman dan hewan. Kromosom tanaman sangat jarang dipelajari daripada hewan. Hal ini karena kompleksitas dalam penyiapan sampel kromosom tanaman yang berhubungan dengan keberadaan dinding sel pada tanaman (Zoshchuk dkk., 2003). Kromosom yang digunakan dalam studi karyotipe pada umumnya adalah kromosom yang berada pada tahap metafase ataupun prometafase. Pada fase ini kromosom berada dalam bentuk terkondensasi secara optimal. Dalam studi
karyotipe, sel harus dijaga agar tetap dalam fase metafase atau prometafase. Sel terlebih dahulu di pretreatment menggunakan kolkisin yang mampu mengendalikan aktifitas benang-benang spindel yang berfungsi menarik kromosom ke kutub sel (O’Connor, 2008). Kolkisin (C22H25O6N) merupakan suatu alkaloid berwarna putih yang diperoleh dari umbi tanaman Colchichum autumnale L. (Familia Liliaceae). Kolkisin dapat bekerja secara efektif pada konsentrasi 0,001-1% dengan lama perendaman 6-72 jam. Senyawa ini dapat menghalangi terbentuknya benangbenang spindel pada pembelahan sel sehingga menyebabkan terbentuknya individu poliploidi (Suryo, 1995; Eigsti dan Dustin, 1957 dalam Suminah dkk., 2002). Hasil penelitian Suminah dkk. (2002) menunjukkan bahwa pemberian 19 kolkisin pada A. ascalonicum menyebabkan penambahan jumlah kromosom secara euploid yang menyebabkan terbentuknya sel-sel poliploid. 5. Pemuliaan Tanaman Pemuliaan tanaman merupakan suatu usaha yang bertujuan untuk meningkatkan hasil atau produk dari tanaman tersebut baik secara kualitas dan kuantitas. Usaha pemuliaan tanaman dapat dilakukan melalui beberapa metode yaitu metode konvensional, bioteknologi dan manipulasi gen (BATS, 1995). Secara konvensional, perbaikan sifat dilakukan dengan persilangan antar spesies, varietas, genera atau kerabat yang memiliki sifat seperti yang diinginkan. Pemuliaan tanaman dapat memanfaatkan teknik mutasi yang mampu meningkatkan keragaman genetik tanaman sehingga memungkinkan pemulia melakukan seleksi genotipe tanaman sesuai dengan tujuan pemuliaan yang dikehendaki. Mutasi induksi dapat dilakukan pada tanaman dengan perlakuan bahan mutagen tertentu terhadap organ reproduksi tanaman seperti biji, stek batang, serbuk sari, akar rhizome, kultur jaringan dan sebagainya. Apabila proses
mutasi alami terjadi secara sangat lambat maka percepatan, frekuensi dan spektrum mutasi tanaman dapat diinduksi dengan perlakuan bahan mutagen tertentu (BATS, 1995; Soedjono, 2003; Pusat Diseminasi Iptek Nuklir, 2007). Selain teknik mutasi, untuk memanipulasi kombinasi kromosom dari suatu tanaman bisa dilakukan dengan poliploidisasi. Poliploidi mempunyai arti dalam proses evolusi, yaitu spesies kultivar baru yang mempunyai tingkat ploidi yang berbeda telah berkembang dan dapat dikembangkan. Untuk mengetahui tingkat ploidi pada suatu organisme diperlukan adanya kajian sitogenetik yang salah 20 satunya melalui studi karyotipe. Sejumlah tanaman penting yang dibudidayakan merupakan hasil dari poliploidisasi. Tanaman tersebut seperti gandum, tebu dan apel. Tipe poliploid sering memperlihatkan sifat “gigas” yaitu ukuran morfologis yang lebih besar. Tanaman dengan sel bersifat poliploid memiliki beberapa kelebihan, yaitu penampakan morfologi tanaman lebih kekar, stomata lebih besar, sel-sel lebih besar, daun lebih lebar, tanaman lebih tahan terhadap perubahan lingkungan seperti lebih tahan serangan patogen dan kekeringan, serta produksinya lebih tinggi. Pemulia bunga-bungaan telah mengambil keuntungan dari sifat ini dalam mengembangkan tipe hibrida. Bunga yang diketahui memiliki jumlah petala rangkap biasanya tetraploid. Organisme poliploid umumnya menunjukkan kisaran daya adaptasi geografis yang lebih luas dibanding moyangnya yang diploid (Crowder, 1997; BATS, 1995; Soedjono, 2003; Ernawiati dkk., 2008). Berdasarkan kelebihan teknik poliploidisasi, usaha pemuliaan tanaman dengan teknik tersebut diharapkan mampu meningkatkan hasil rimpang Canna edulis Ker.21 B. Kerangka Pemikiran Kebutuhan akan bahan pangan terus meningkat sesuai dengan laju pertambahan jumlah penduduk. Untuk mengatasi keterbatasan bahan pangan
maka diperlukan adanya studi tentang sumber-sumber bahan pangan alternatif. Selain untuk tujuan eksplorasi bahan pangan alternatif studi ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas dan potensi tanaman sumber pangan tersebut. Salah satu bahan pangan alternatif tersebut adalah ganyong (C. edulis Ker.). Selain memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, ganyong juga dimanfaatkan untuk produksi bioetanol dan sebagai agen bioremidiasi. Terkait dengan nilai penting ganyong maka diperlukan adanya studi lanjutan tentang pemuliaan tanaman ganyong. Pemuliaan tanaman disini dimaksudkan untuk mendapatkan tanaman sesuai dengan keinginan kita. Pemuliaan tanaman bisa dilakukan secara konvensional dan modern. Beberapa karakter yang harus dikaji dalam upaya pemuliaan tanaman adalah karakter morfologi, karakter sitologi dan karakter molekuler. Studi mengenai karakter sitologi bisa dilakukan melalui analisa karyotipe pada tanaman. Ketersediaan informasi awal mengenai karyotipe ganyong dapat digunakan sebagai dasar dalam pemuliaan tanaman ganyong pada tahap selanjutnya. Kerangka pemikiran disajikan pada gambar 6.22 Gambar 6. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Studi karakter sitologi Studi karyotipe Pemuliaan tanaman Pelestarian plasma nutfah Peningkatan kualitas dan kuantitas tanaman Pemenuhan
kebutuhan pangan Kebutuhan pangan meningkat Keterbatasan bahan pangan Jumlah penduduk meningkat Sumber bahan pangan alternatif C. edulis Ker. Studi variasi morfologi Tingkat ploidi Waktu optimum pembelahan mitosis Data Morfometri kromosom Penelitian 23 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama 8 bulan, dari bulan Juli 2009 sampai Pebruari
2010. Pembuatan preparat, penentuan waktu optimum pembelahan mitosis dan pembuatan karyotipe dilaksanakan di Laboratorium Biologi, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta. B. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang digunakan adalah polibag, gelas bekker, botol flakon, kuas, gelas benda, pipet, gelas penutup, kotak preparat, lemari pendingin, kertas alumunium, mikroskop cahaya, mikrometer, kertas label, kamera digital, kertas tisu, pinset, plastik transparansi dan silet. 2. Bahan Bahan yang digunakan dalam studi karyotipe ini adalah ujung akar ganyong (C. edulis Ker.) kultivar merah dan varietas putih. Tanaman yang digunakan sebagai sampel diperoleh dari kecamatan Baki, Sukoharjo. Kemikalia yang diperlukan untuk pembuatan preparat kromosom meliputi: Kolkisin 0,2%, etanol, asam asetat glasial 45%, HCL 1 N, acetoorcein 2%, gliserin, cat kuku, aquades dan minyak imersi.24 C. Cara Kerja 1. Penyiapan Sampel Tanaman Penyiapan sampel tanaman dilakukan dengan menanam umbi ganyong ke dalam polibag yang telah diisi media tanam. Sebelum ditanam, umbi ganyong terlebih dulu dijemur selama 24 jam. Penjemuran ini dimaksudkan untuk mematahkan dormansi. Penanaman rimpang ganyong yang dilakukan secara langsung tanpa penjemuran menyebabkan rimpang busuk sehingga akar tidak tumbuh. Seperti yang disebutkan Etikawati dan Setyawan (2000) bahwa tujuan penjemuran rimpang adalah untuk mematahkan dormansi. Penyiraman dilakukan dua kali setiap hari. Pada hari ketiga penanaman, ujung akar telah
tumbuh dengan rata-rata panjang 0,5 cm. Akar yang telah tumbuh ini, siap untuk dibuat preparat kromosom dengan metode squash semi permanen. 2. Penyiapan Kemikalia a. Kolkisin 0,2% Kolkisin 0,2 gram dilarutkan ke dalam 5 ml etanol kemudian ditambahkan 95 ml akuades, diaduk hingga tercampur rata. Larutan kolkisin 0,2% disimpan dalam botol tertutup, berwarna gelap dalam lemari pendingin pada suhu 5ºC. b. Asam Asetat Glasial 45% Asam asetat 45 ml dicampur dengan 55 ml akuades kemudian disimpan dalam botol tertutup pada suhu ruangan.25 c. HCL 1N HCL I bagian ditambah dengan 11 bagian akuades, digojok sampai tercampur kemudian disimpan dalam botol tertutup pada suhu kamar. d. Asetoorsein 2% Asam asetat glasial 45 ml dipanaskan dalam gelas beker ukuran 100 ml, ditunggu hingga suhu mencapai (90-100ºC). Ditambahkan 2 gram orcein ke dalam gelas beker kemudian didihkan selama 10 menit sambil diaduk. Larutan didinginkan pada suhu kamar, lalu ditambahkan 55 ml akuades dan digojok hingga larut. Larutan disaring dan disimpan dalam botol tertutup, berwarna gelap pada suhu kamar. Apabila terbentuk endapan, sebelum digunakan larutan asetoorsein digojok dan disaring lagi. 3. Penentuan Waktu Optimum Pembelahan Mitosis Tumbuhan memiliki waktu optimum pembelahan mitosis yang khas tergantung jenisnya (Johansen, 1940 dalam Oktaviana, 2008). Untuk mengetahui waktu optimum pembelahan mitosis ganyong dilakukan studi
pendahuluan agar diperoleh jumlah sel mitosis tahap prometafase yang memadai. Mengacu pada Setyawan dan Sutikno dalam Oktaviana (2008) pemotongan akar dilakukan pada waktu pagi hari karena tumbuhan umumnya memiliki waktu optimum pembelahan mitosis pada pagi hari. Akar dipotong setiap 30 menit dan dibuat preparat dengan metode squash semi permanen (Etikawati dan Setyawan, 2000). Untuk mendapatkan sediaan sel prometafase yang optimal pada waktu optimum yang telah diketahui, pemotongan ujung akar dilakukan setiap 15 menit pada kurun waktu optimum pembelahan 26 mitosis tersebut. Preparat diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran kuat (400 x) untuk mengetahui kondisi sel ganyong. Kondisi sel ujung akar ganyong pada preparat yang telah dibuat, digunakan sebagai pedoman untuk mengetahui waktu optimum pembelahan mitosis. 4. Pembuatan Preparat Preparat dibuat dengan metode squash semi permanen (Darnaedi, 1991; Okada, 1981; Robert dan Short, 1979 dalam Akhiriani, 2005) sebagai berikut: a. Pra Perlakuan Akar dipotong 3-5 mm dari ujungnya. Potongan ujung akar tersebut dimasukkan ke dalam botol flakon berisi 2-3 ml kolkisin 0,2%, lalu dibungkus kertas alumunium dan disimpan dalam lemari pendingin selama 2 jam. b. Pencucian I Setelah perlakuan dengan kolkisin selanjutnya kolkisin dibuang dan digantikan dengan akuades. Proses pencucian ujung akar diulangi sebanyak 3 kali. c. Fiksasi Proses fiksasi dilakukan dengan asam asetat glasial 45%.
Potongan ujung akar tadi dimasukkan dalam botol flakon berisi asam glasial 45% dan diinkubasi pada suhu ruangan selama 3 jam. d. Pencucian II Pencucian yang kedua dilakukan setelah proses fiksasi selesai. Pencucian dilakukan dengan membuang sisa asam asetat glasial 45% 27 dari botol flakon digantikan dengan akuades. Pencucian diulangi sebanyak 3 kali. e. Hidrolisis Hidrolisis dilakukan dengan membuang sisa akuades dari botol flakon. HCL 1 N dimasukkan ke dalam botol flakon yang berisi potongan ujung akar tadi. Botol flakon ditempatkan pada suhu ruangan selama 2 menit. f. Pencucian III HCL 1N sisa hidrolisis dibuang. Akar dijaga agar tidak ikut terbuang. Potongan ujung akar di dalam botol flakon dicuci kembali dengan akuades. Pencucian diulangi sebanyak 3 kali. g. Pewarnaan Akuades dibuang, diganti dengan asetoorcein 2% selama 3 jam. Pewarnaan dilakukan pada suhu kamar. h. Squashing Ujung akar diambil 1-2 buah dengan kuas, diletakkan di atas gelas benda dan dipotong hingga tersisa 1-2 mm dari ujung. Ditetesi dengan gliserin, ditutup gelas penutup dan diketuk-ketuk hingga hancur merata. i. Penyegelan Kelebihan gliserin di tepi gelas penutup dihisap dengan kertas
tisu. Agar preparat terlindungi, gelas penutup disegel dengan cat kuku bening.28 j. Pengamatan Pengamatan dilakukan dengan mikroskop cahaya menggunakan perbesaran 1000 x, untuk memperbaiki daya resolusi digunakan minyak imersi. Preparat yang baik dipotret dengan kamera digital. Hasil pemotretan diperbesar hingga mudah diamati. Potret kromosom dipindai dan diperbesar kemudian dicetak. Hasil cetakan digunting sesuai dengan bentuk masing-masing kromosom. Berdasarkan cetakan tersebut, jumlah kromosom dan panjang lengan kromosom dihitung. Setiap kromosom dipasangkan dengan kromosom homolognya (Yulianty dkk., 2006). D. Analisis Data 1. Pembuatan Karyotipe Karyotipe dibuat sekurang-kurangnya dari dua foto kromosom prometafase dengan fokus berbedabeda. Kedua foto tersebut dijiplak pada plastik transparansi, lalu digunting dan diatur sesuai dengan bentuknya kemudian jumlah kromosom dan panjang kedua lengan diukur (Ruas dkk., 1995; Robert dkk., 1979) setelah itu dipasang-pasangkan sesuai homolognya (Ahmad dkk., 1983 dalam Akhiriani, 2005). Data morfometri diperoleh dari 10 kromosom dalam fase prometafase. Sifat yang diamati meliputi : panjang absolut (PA), indeks sentromer relatif (centromeric index = Ci), panjang keseluruhan kromosom haploid (haploid chromosome length = HCL), indeks asimetri relatif (asimetry index = AsI%), 29 perbandingan pasangan kromosom terpanjang dan terpendek (ratio = R), serta perbandingan lengan panjang dan pendek (L/S).
a. Panjang absolut (PA) Ukuran absolut kromosom ditentukan secara langsung. Pengukuran kromosom secara langsung dilakukan dengan mikrometer. b. Indeks sentromer relatif (centromeric index = Ci) Bentuk kromosom ditentukan berdasarkan posisi relatif sentromer Panjang lengan pendek kromosom Ci = ---------------------------------------------- x 100 Total panjang lengan kromosom c. Perbandingan lengan panjang dan pendek (L/S). kromosom panjang Nilai L/S = -----------------------------kromosom pendek d. Panjang keseluruhan kromosom haploid (haploid chromosome length = HCL). Nilai HCL dihitung dengan menjumlahkan seluruh panjang pasangan kromosom. e. Indeks asimetri relatif (asimetry index = AsI%) : total lengan panjang kromosom set AsI % = ------------------------------------------- X 100 total panjang kromosom set f. Perbandingan pasangan kromosom terpanjang dan terpendek (ratio = R) : pasangan kromosom terpanjang R = -------------------------------------------pasangan kromosom terpendek 30 (Ruas dkk., 1995; Levan dkk., 1964 dalam Anggarwulan dkk., 1999).
Variasi utama yang dapat diamati pada kromosom untuk membandingkan spesies yang saling berhubungan, antara lain dengan mengamati ukuran panjang absolut yang ditentukan secara langsung menggunakan mikrometer, sifat kromosom terhadap pewarnaan, morfologi (bentuk), ukuran panjang relatif yang meliputi perhitungan indeks sentromer relatif, indeks asimetri relatif dan jumlah kromosom (Sharma, 1976 dalam Suliartini dkk., 2004). BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Canna edulis Ker. Sampel tanaman ganyong kultivar merah dan kultivar putih dalam penelitian ini diambil dari kecamatan Baki Sukoharjo. Populasi yang diambil sebagai sampel merupakan populasi liar yang belum dibudidayakan. 1. Canna edulis Ker. kultivar merah Ganyong merah (Gambar 7) ditandai dengan daun berwarna hijau berbentuk bulat telur terbalik sampai elips dengan ujung daun meruncing. Tepi daun warna merah dan pelepah yang berwarna merah atau ungu. Kultivar ini memiliki warna batang merah, begitu juga dengan warna sisik pada rimpangnya. Jenis ini biasa disebut sebagai edulis dark (Brickell, 2010). Bunga tersusun dalam tandan dengan jumlah kelopak bunga ada 3 buah berwarna kuning, mahkota bunga berjumlah 3 berwarna merah dan masing-masing panjangnya 5 sentimeter. Bunga ganyong merah memiliki ovarium yang berwarna hijau kemerahan dengan 3 ruangan bakal biji. Jika dibandingkan dengan kutivar putih kultivar merah memiliki ukuran rimpang yang relatif kecil.010009000003740000 0002001c0000000000 040000000301080005
0000000b0200000000 050000000c025602f50 1040000002e0118001 c000000fb02ceff00000 000000090010000000 00440001254696d657 3204e657720526f6d61 6e0000000000000000 000000000000000000 040000002d01000004 000000020101000500 00000902000000020d 000000320a2d000000 0100040000000000f40 1550220f816001c0000 00fb021000070000000 000bc0200000000010 2022253797374656d0 000000000000000000 018000000010000005 310c86904e4040000040 000002d01010003000 0000000 Data pengamatan morfologi dari tiap-tiap kultivar ganyong tersaji dalam tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman, diameter batang, panjang daun dan lebar daun C. edulis Ker kultivar merah dan kultivar putih diambil dari 10 individu dalam masing-masing populasi. Karakter Nilai rata-rata (cm) Kultivar merah Kultivar putih Tinggi tanaman 80,79 72 Diameter batang 5,74 6,04 Panjang daun 57,01 40,97 Lebar daun 18,04 19,19 2. Canna edulis Ker. kultivar putih Ganyong putih (Gambar 8) ditandai dengan daun berwarna hijau berbentuk bulat telur terbalik sampai elips dengan ujung daun meruncing. Tepi daun berwarna hijau dan pelepah berwarna hijau. Kultivar ini memiliki warna batang hijau, dengan warna sisik kecoklatan pada rimpangnya. Bunga berwarna kuning oranye dengan benangsari yang tidak sempurna yang disebut staminodia. Jumlah kelopak bunga ada 3 buah berwarna kuning, mahkota bunga berjumlah 3 berwarna oranye dan masing-masing panjangnya 5 sentimeter. Bunga ganyong memiliki ovarium berwarna hijau dengan 3 ruangan bakal biji. Meskipun memiliki ukuran daun dan tinggi yang lebih rendah, jenis ini menghasilkan rimpang yang lebih besar. 32 B. Penentuan Waktu Optimum Pembelahan Mitosis Informasi mengenai waktu optimum pembelahan sel diperlukan dalam studi mengenai kromosom. Setiap tumbuhan memiliki jam biologi yang mengatur waktu optimum pembelahan mitosis (Johansen, 1940 dalam Oktaviana, 2008).
Crowder (1997) menyebutkan bahwa kromosom dapat dilihat jelas selama tahaptahap tertentu dari pembelahan inti, terutama pada tahap metafase. Waktu optimum pembelahan mitosis ditandai dengan banyaknya jumlah sel yang berada dalam keadaan aktif membelah. Tidak semua sel dalam waktu optimum pembelahan mitosis melakukan aktifitas pembelahan, namun porsi sel yang memiliki aktifitas pembelahan mitosis pada waktu optimum lebih besar jika dibandingkan dengan waktu di luar waktu optimum. Langkah yang digunakan untuk mengetahui waktu optimum pembelahan mitosis pada ganyong dilakukan dengan melakukan pemotongan akar setiap 30 menit. Pemotongan sebagai studi awal dilakukan pada pukul 05.00-08.30. Sesuai dengan pernyataan Setyawan dan Sutikno dalam Oktaviana (2008) bahwa tumbuhan pada umumnya melakukan pembelahan sel pada pagi hari. Berdasarkan preparat yang dibuat dari hasil pemotongan ujung akar antara pukul 05.00-08.30 diketahui bahwa preparat yang dibuat pada pukul 05.30-06.30 berada dalam kondisi aktif membelah. Terbukti dalam satu sediaan preparat yang 33dibuat dalam waktu tersebut, hampir semua sel menunjukkan berbagai tahapan dalam pembelahan mitosis. Selanjutnya pemotongan akar dilakukan setiap 30 menit pada pukul 13.00-13.30. Preparat pada pemotongan pukul 13.00-13.30 menunjukkan hampir tidak ada sel yang berada dalam kondisi aktif melakukan pembelahan mitosis. Seperti yang dinyatakan Albert dkk., (1994) bahwa satu siklus sel pada eukaryotik berlangsung selama 24 jam. Sehingga untuk menentukan waktu optimum pembelahan mitosis pada ganyong, pemotongan akar tidak dilakukan dalam kurun waktu 24 jam. Untuk mendapatkan sediaan sel prometafase dalam jumlah banyak, dilakukan pemotongan akar setiap 15 menit dalam kurun waktu yang telah diketahui sebagai waktu optimum pembelahan
mitosis sebelumnya. Berdasarkan keterangan tersebut, dapat diketahui bahwa C. edulis memiliki waktu optimum pembelahan mitosis pada pagi hari yaitu pada pukul 05.45-06.30. Kondisi sel ganyong pada waktu optimum pembelahan mitosis menunjukkan sebagian besar berada dalam kondisi aktif membelah. Dalam satu sediaan preparat squash ujung akar ganyong, dapat diamati banyak sel yang menunjukkan tahap pembelahan mitosis yang berbeda-beda (Gambar 9). 34 10 µm Gambar 9. Sel Canna edulis Ker. dalam kondisi aktif membelah, pemotongan pukul 06.15 WIB. (Perbesaran 400 x). 1. Profase 2. Anafase 3. Prometafase 4. Metafase 5. Interfase 6. Telofase. C. Analisis Karyotipe Karyotipe dibuat sekurang-kurangnya dari dua foto kromosom prometafase dengan fokus berbeda-beda. Kedua foto tersebut dijiplak pada plastik transparansi, lalu digunting dan diatur sesuai dengan bentuknya. Jumlah kromosom dan panjang kedua lengannya diukur (Ruas dkk., 1995; Davina dan Vernandes, 1989; Robert dan Short, 1979), setelah itu dipasang-pasangkan sesuai homolognya (Ahmad dkk., 1993 dalam Anggarwulan dkk., 1999). Variasi utama yang dapat diamati pada kromosom untuk membandingkan spesies yang saling berhubungan antara lain dengan ukuran panjang absolut, sifat kromosom terhadap pewarnaan, morfologi (bentuk), ukuran panjang relatif dan jumlah kromosom (Sharma, 1976 dalam Suliartini dkk., 2004). 35Gambar 10. Sel prometafase C. edulis Ker. dengan metode squash semipermanen (perbesaran 1000 x). 1. Jumlah Kromosom
Pembuatan karyotipe diambil dari sepuluh sel prometafase pada masingmasing kultivar. C. edulis Ker. kultivar merah dan putih memiliki jumlah kromosom yang sama yaitu 2n=18. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Belling (1926); Simmonds (1954); Sato (1960) dalam Tanaka dkk. (2009) bahwa jumlah kromosom C. edulis Ker. adalah 2n=18. Berdasarkan hasil ini dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan jumlah kromosom dalam tingkat kultivar pada C. edulis Ker. Tanaman ganyong pada umumnya diperbanyak secara vegetatif menggunakan rimpangnya. Kedua kultivar Canna merupakan tanaman berbunga tapi jenis ini tidak menghasilkan biji yang mampu digunakan untuk perbanyakan tanaman (Vimala dan Nambisan, 2005). Perbanyakan secara vegetatif pada tanaman, umumnya menyebabkan tanaman baru tumbuh seragam, identik dengan induknya. Keseragaman tersebut disebabkan oleh perbanyakan tanaman hanya 36berasal dari salah satu induk saja, bukan melalui persilangan antara dua induk yang menyebabkan adanya variasi. Tanaman yang berkembang biak secara vegetatif mempunyai genotipe yang seragam dan kisaran adaptasi yang terbatas terhadap lingkungan (Poespodarsono, 1988 dalam Suliartini dkk., 2004). Cara yang digunakan untuk perbanyakan tanaman sesuai dengan produk yang ingin diperoleh dari tanaman tersebut. 2. Ukuran Kromosom Ukuran kromosom dapat diketahui melalui data panjang absolut (PA). Panjang absolut suatu kromosom ditentukan dengan mengukur kromosom secara langsung (Ruas dkk., dalam Anggarwulan dkk., 1999). Berdasarkan hasil pengukuran secara langsung menggunakan mikrometer diketahui bahwa panjang absolut kromosom-kromosom pada kultivar putih lebih besar daripada kultivar
merah. Ukuran kromosom terpanjang dan kromosom terpendek pada kultivar merah dan kultivar putih disajikan pada tabel 2. Tabel 2. Ukuran kromosom terpanjang dan terpendek pada C. edulis Ker. kultivar merah dan kultivar putih Morfometri kromosom Panjang kromosom (µm) Kultivar merah Kultivar putih Kromosom terpanjang 4,14 5,19 Kromosom terpendek 1,04 1,37 Antara kromosom satu dengan kromosom yang lain dalam masing-masing kultivar memiliki selisih nilai yang tidak besar. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan Tanaka dkk. (2009) bahwa panjang kromosom pada Canna bervariasi secara perlahan dari yang terpanjang sampai yang terpendek. 37Nilai HCL (Haploid Chromosome Lenght) yang diperoleh dari kedua kultivar ganyong (Lampiran 5) memiliki nilai yang berbeda. Nilai HCL untuk kultivar putih adalah 48,87 µm dan kultivar merah lebih kecil yaitu 39,87 µm. Jumlah kromosom yang sama tidak mencerminkan tetapnya kandungan DNA inti (Clark dan Wall, 1996 dalam Suliartini dkk., 2004) sehingga sangat mungkin jika dalam spesies yang sama memiliki jumlah kromosom sama tetapi memiliki ukuran yang berbeda karena kandungan gen yang mengkodekan suatu sifat di dalam kromosom suatu organisme berbeda. 3. Bentuk Kromosom
Bentuk kromosom bisa diketahui melalui nilai L/S atau Ci (Centromeric Index). Konversi bentuk kromosom berdasarkan nilai Ci dan L/S mengacu pada Levan dkk. (1964) sebagai berikut: a. Bentuk kromosom median/metasentris (m): nilai Ci= 50-37,5 atau nilai L/S= 1,00-1,67 b. Bentuk kromosom submedian/submetasentris (sm): nilai Ci= 37,5-25 atau nilai L/S= 1,67-3,00 c. Bentuk kromosom subterminal/subtelosentris (st): nilai Ci= 25-12,5 atau nilai L/S= 3,00-7,00. Berdasarkan data perhitungan Centromeric index (Ci) dan perbandingan lengan panjang dan pendek (L/S) diketahui bahwa ganyong kultivar merah memiliki bentuk kromosom yang lebih variatif daripada kultivar putih. Ganyong merah memiliki bentuk kromosom metasentris, submetasentris, subtelosentris dan telosentris. Kromosom dari kultivar putih terdiri dari bentuk metasentris dan 38submetasentris tanpa bentuk subtelosentris dan telosentris. Pada kultivar putih nilai Centromeric index (Ci) kromosom nomor 15 adalah 36,72 sedangkan untuk nilai perbandingan lengan panjang dan pendek adalah 1,61. Mengacu pada ketentuan klasifikasi kromosom berdasarkan letak sentromer, Levan dkk. (1964) menyebutkan nilai Ci 36, 72 termasuk dalam kelompok kromosom submetasentris dan nilai L/S 1,61 termasuk dalam kelompok kromosom metasentris. Hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan taksiran bentuk kromosom berdasarkan nilai Ci dan L/S sehingga dalam penelitian ini diasumsikan bahwa nilai L/S 1,61 termasuk dalam kelompok kromosom submetasentris. Indeks asimetri relatif digunakan untuk menunjukkan keragaman panjang kromosom dalam suatu spesies. Apabila nilainya mendekati 50 maka pasangan
kromosom dalam spesies tersebut cenderung berbentuk metasentris dan jika lebih besar dari 50 maka pasangan kromosom dalam spesies tersebut cenderung berbentuk submetasentris. Nilai Asl% yang mendekati nilai 100 maka diasumsikan pasangan kromosom dalam spesies tersebut berbentuk subtelosentris atau bentuk lainnya (Akhiriani, 2005). Indeks asimetri relatif (Asimetry index = Asl %) pada kedua kultivar ganyong adalah 65,08 untuk kultivar merah dan 64,39 untuk kultivar putih. Data tersebut menunjukkan bahwa pasangan kromosom pada kedua kultivar ganyong tidak memiliki bentuk metasentris secara mutlak tapi bervariasi. Kultivar putih memiliki variasi bentuk antara metasentris dan submetasentris. Kultivar merah memiliki variasi bentuk pasangan kromosom antara metasentris, submetasentris, telosentris dan subtelosentris yang ditunjukkan dengan nilai Asl% yang lebih 39besar daripada nilai Asl% pada kultivar putih. Ratio (R) antara lengan terpanjang dan terpendek dari masing-masing kultivar menunjukkan nilai lebih dari 1, yaitu 3,99 untuk kultivar merah dan 3,79 untuk kultivar putih. Apabila nilai R mendekati 1 maka kromosom dalam suatu spesies memiliki ukuran yang hampir sama panjang dan semakin besar nilai R, maka makin beragam ukuran kromosom dalam spesies tersebut (Akhiriani, 2005), sehingga bisa dikatakan bahwa ganyong kultivar merah memiliki ukuran kromosom yang lebih beragam jika dibandingkan dengan ganyong kultivar putih. Gambar 11a, 11b, 12a dan 12b berikut merupakan kariogram dan idiogram dari kedua kultivar ganyong, kultivar merah dan putih. 1. Canna edulis Ker. kultivar merah Gambar 11a. Karyogram Canna edulis Ker. kultivar merah Gambar 11b. Idiogram Canna edulis Ker. kultivar merah
2. Canna edulis Ker. kultivar putih 40Gambar 12a. Karyogram Canna edulis Ker. kultivar merah Gambar 12b. Idiogram Canna edulis Ker. kultivar merah Hampir pada keseluruhan sampel sel prometafase kultivar merah ditemukan adanya pasangan kromosom telosentris sedangkan pada kultivar putih dari 10 sampel sel prometafase hanya ditemukan 5 sel prometafase yang memiliki sepasang kromosom telosentris. Kromosom telosentris ditandai dengan sentromer yang berada pada ujung akhir lengan kromosom (terminal point). Pada kultivar putih kromosom pertama dari beberapa sel prometafase diduga mempunyai satelit yang merupakan konstriksi sekunder dari kromosom (Secondary constriction). Dari sepuluh sampel sel prometafase terdapat empat sampel yang diduga memiliki konstriksi sekunder pada kromosom pertama. Pada kromosom pertama kultivar merah tidak dijumpai adanya satelit. Sediaan kromosom prometafase yang kurang menyebar dan jelas menyebabkan sulitnya menentukan bentuk kromosom dengan ukuran yang kecil. Schwarzacher dan Leitch (1993) menyebutkan bahwa salah satu faktor penting dalam pengamatan kromosom adalah daya pisah antar kromosom itu sendiri. Dalam studi karyotipe, kromosom harus terpisah dari sitoplasma, debris sel dan pengotor lainnya. Karena keberadaan sitoplasma, debris sel dan pengotor lainnya akan membuat kromosom nampak kurang jelas. 41Berdasarkan analisis data di atas, kromosom pada C. edulis Ker. bisa dirumuskan sebagai berikut: C. edulis Ker. kultivar merah 2n= 12m+4sm+1st+1t C. edulis Ker. kultivar putih 2n= 10m+ 8sm Kedua kultivar ganyong memiliki formulasi karyotipe yang berbeda antara satu
dengan yang lain. Perbedaan formulasi karyotipe menyebabkan morfologi antara kultivar merah dan kultivar putih berbeda, meskipun antara keduanya memiliki jumlah set kromosom yang sama yaitu 2n=18. Kartasapoetra (1991) dalam Akhiriani (2005) menyatakan bahwa perbedaan bentuk kromosom pada spesies yang sama sangat mungkin terjadi karena kromosom sebagai karakter taksonomi yang kuat (konstan) tetap memiliki dinamisasi atau perubahan struktur. Perubahan struktur kromosom dapat terjadi akibat adanya fragmentasi (pematahan), defisiensi (pegurangan), duplikasi (penggandaan), inversi (pembalikan) dan translokasi (pemindahan). Morfologi kromosom yang sama dalam suatu spesies bersifat khas. Adanya perbedaan antar jenis diduga karena adanya perubahan pada bentuk kromosom akibat aberasi kromosom seperti inversi dan translokasi (Meerow, 1987 dalam Suliartini dkk., 2004). Perbedaan morfologi kromosom pada spesies C. edulis Ker. menyebabkan munculnya kultivar ganyong dengan kenampakan yang berbeda.
43 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Waktu optimum pembelahan mitosis pada Canna edulis Ker. adalah pada pukul 05.45-06.30. 2. Kedua kultivar Canna edulis Ker. memiliki jumlah kromosom yang sama yaitu, 2n=18 dengan rumus karyotipe yang berbeda. Canna edulis Ker. kultivar merah 2n= 12m+4sm+1st+1t Canna edulis Ker. kultivar putih 2n= 10m+ 8sm.
3. Kromosom pada Canna edulis Ker. kultivar merah dan kultivar putih didominasi oleh kromosom metasentris. Pasangan kromosom pada Canna edulis Ker. kultivar putih memiliki panjang absolut (PA) yang lebih besar daripada pasangan kromosom pada kultivar merah. B. Saran Penelitian tentang studi karyotipe ini merupakan penelitian awal dalam rangka pemuliaan tanaman Canna edulis Ker. yang berpotensi sebagai sumber bahan pangan alternatif. Studi tentang karyotipe ini membutuhkan penelitian lanjutan untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal. Sehingga perlu dilakukan analisis karyotipe menggunakan metode Chromosome Banding untuk mengidentifikasi kromosom secara lebih teliti berdasarkan band yang diperlihatkan oleh kromosom. 44
DAFTAR PUSTAKA Akhiriani, P. 2005. Karyotipe Anggota Genus Hippeastrum. Skripsi. Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Albert, B. D., D. Bray., J. Lewis., M. Raff., K. Roberts and D. Watson. 1994. Molecular Biology of The Cell. Third Edition. Garlang Publising Inc., New York. Anggarwulan, E., N. Etikawati dan A.D. Setyawan. 1999. Karyotipe Kromosom pada Tanaman Bawang Budidaya (Genus Allium; Familia Amaryllidaceae). BioSMART 1 (2): 3-19. BATS. 1995. Methods for Plant Breeding. www.bats.ch/bats_methods.php. [21 April 2010]. Brickell, C.D., B.R. Baum, W. J. A. Hetterscheid, A. C. Leslie, J. M. Neill, P. Trehane., F. Vrugtman., Wiersema. 2004. International Code of Nomenclature for Cultivated Plants. Acta Horticulturae 647. Brutovska, R., P. Kusnirikova, E. Bogyiova and E. Cellarova. 2000. Karyotype Analysis of Hyperycum perforatum L.. Biology Plantarum 43 (1): 133-
136. Crowder. N. J. 1997. Genetika Tumbuhan. (Diterjemahkan oleh Lilik Kusdiarti). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Delin, W. and J. Kress. 2000. Cannaceae. Flora of China 24: 378. Direktorat Budidaya Kacang-kacangan & Umbi-umbian. 2009. Umbi Ganyong. bukabi wordpress.com. [29 April 2009]. Emergent Culture. 2009. Mitotic Cell Division. www.emergentculture.com. [21 April 2010]. Ernawiati, E., S. Wahyuningsih dan Yulianty. 2008. Penampilan Fenotipik Tanaman Cabai Merah Keriting Hasil Induksi Poliplodisasi Dengan Ekstrak Umbi Kembang Sungsang (Gloriosa superba L.). Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II: 375-381 Etikawati, N. dan A.D. Setyawan. 2000. Studi Sitotaksonomi pada Genus Zingiber. Biodiversitas 1 (1): 8-13. Flanch, M. and F. Rumawas. 1996. Plant Resources of South East Asia No. 9. Plants yielding non seed carbohydrates. Prosea Foundation, Indonesia.45 Genetics Education Center. 2009. The Cell Cycle, Mitosis and Meiosis. University of Leicester, United Kingdom. Genetics Home Reference. 2010. What Is a Chromosome? http://ghr.nlm.nih.gov/handbook/basics/chromosome. [24 April 2010]. Gepts, P. 2009. Who's Who in the History of Crop Evolution Studies. www.plantsciences.ucdavis.edu. [12 Mei 2009]. Imai, K., T. Kanawa and K. Shimabe. 1993. Studies on Matter Production of Edible Canna (Canna edulis Ker.). Japanese Journal of Crop Science 62 : 601-602. King, M. W. 2009. The Mechanism of Cell Division. www.iupui.edu. [22 Maret
2010]. Langer, S., J. Kraus, I. Jentsch and M.R Speicher. 2004. Multicolor Chromosome Painting In Diagnostic And Research Applications. Chromosome Research 12: 15–23. Levan, A., K. Fredga and A. Sandberg. 1964. Nomenclature For Centromeric Position on Chromosome. Institute of Genetics, New York. O’Connor, C. 2008. Chromosomes and Cytogenetics. www.nature.com. [21 April 2010]. Oktaviana, D.A. 2008. Pengaruh Kolkisin, Karotenoid dan Protein Tanaman Bayam Cabut (Amaranthus tricolor L.). Skripsi. Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Pramono, S. 2009. Ganyong untuk Bio-etanol. www.beritajogja.com. [26 April 2009]. Prasetiyono, J., Tasliah dan S. Moeljopawiro. 2002. Survei Primer Mikrosatelit dan Isolasi DNA Tanaman F2 (Dupa x ITA131). Pusat Diseminasi Iptek Nuklir. 2007. Teknik Mutasi. www.infonuklir.com. [26 April 2008]. Rettig, L. 2009. Is Canna edulis the same as Canna indica?. www.davegardens.com. [25 januari 2010]. Singh, D. 2009. Chromosomal Organization. Botany Department Govt. College, Punjab. Soedjono, S. 2003. Aplikasi Mutasi Induksi dan Variasi Somaklonal dalam Pemuliaan Tanaman. Jurnal Litbang Pertanian 22 (2): 70-79.46 Steenis, V. C. G. G. 1978. Flora untuk Sekolah. (Diterjemahkan oleh Moeso Surjowinoto). Pradnya Paramita, Jakarta. Sudrajat, U. 2005. Tanaman Ganyong Bisa Jadi Substitusi Tepung Terigu.
http://anekaplanta.wordpress.com. [31 April 2009]. Sugarman, Y. 2003. Ubi “Ganyong” Bisa Atasi Gizi Buruk. Sinar Harapan. Jum’at 3 April 2009. [26 April 2009]. Sukandar, D. dan Putri, LSE. 2008. Konversi Pati Ganyong (Canna edulis Ker.) Menjadi Bioetanol melalui Hidrolisis Asam dan Fermentasi. Biodiversitas 9 (2): 112-116. Suliartini, S., A. Purwantoro dan E. Sulistyaningsih. 2004. Keragaman Genetik dalam Spesies Caladium bicolor Berdasarkan Analisis Kariotip. Agrosains 17 (2): 236-240. Suminah, Sutarno dan A.D Setyawan. 2002. Induksi Poliploidi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dengan Pemberian Kolkisin. Biodiversitas 3 (1): 174-180. Suntoro, H. 1983. Metode Pewarnaan. Bhratara Karya Aksara, Jakarta. Susanto, A. dan A. Suhardianto. 2004. Studi Tanaman Ganyong (Canna edulis Ker.) sebagai Alternatif Sumber Karbohidrat dalam Rangka Meningkatkan Ketahanan Pangan (Studi Kasus di Desa Jlegiwinangun, Kecamatan Kutowinangun, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah). Jurnal Matematika, Sains dan Teknolog 5 (1). Suryo. 1997. Genetika Manusia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Schwarzacher, T and Leitch, A. R. 1993. Enzymatic Treatment of Plant Material to Spread Chromosomes for In Situ Hybridization. http://www.springerprotocols.com. [19 April 2010]. Tanaka, N., H. Uchiyama, H. Matoba and T. Koyama. 2009. Karyological analysis of the genus Canna (Cannaceae). Plant Systematics and Evolution 280 (1-2): 45-51. Tangahu, V. dan Warmadewanthi. 2008. Pengolahan Lindi Dari Proses
Komposting Menggunakan Sistem Constructed Wetland. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Thitipraphunkul, K. 2006. Molecular Structure and Properties of Edible Canna (Canna edulis) Starches. University of Technology Thonburi, Thailand. Tjitrosoepomo, G. 2004. Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.47 Vimala, B and B. Nambisan. 2005. Tropical Minor Tuber Crops. Indian Council of Agricultural Research, India. Watson, J. D., T. A. Baker., S. P Bell., A. Gann., M. Levine and R. Losick. 2008. Molecular Biology of The Gene. Sixth Edition. Pearson Education Inc., New York. Yulianty, M., E.D. Pujawati, Badruszaufari. 2006. Analisis Kariotipe Pisang Mauli. Bioscientiae 3 (2): 103-109. Zoshchuk, N.V., E.D Badaeva and A.V. Zelenin. 2003. History of Modern Chromosomal Analysis. Differential Staining of Plant Chromosomes. Ontogenez 34 (1): 5-18. Zuhri, S. 2010. Impor Terigu Melonjak. www.bataviase.co.id. [23 April 2009].
42