DISERTASI
Studi Karakteristik Hambatan dan Seakeeping Kapal Trimaran pada Perairan Tenang dan Bergelombang
RICHARD BENNY LUHULIMA NRP: 4112301002
PROMOTOR
: Prof. Ir. I Ketut Aria Pria Utama, M.Sc., Ph.D.
C0- PROMOTOR
: Aries Sulisetyono, ST., MA.Sc., Ph.D.
PROGRAM DOKTORAL FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2016
DISERTASI
Studi Karakteristik Hambatan dan Seakeeping Kapal Trimaran pada Perairan Tenang dan Bergelombang
RICHARD BENNY LUHULIMA NRP: 4112301002
PROMOTOR
: Prof. Ir. I Ketut Aria Pria Utama, M.Sc., Ph.D.
K0-PROMOTOR
: Aries Sulisetyono, ST., MA.Sc., Ph.D.
PROGRAM DOKTORAL FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2016
LEMBAR PENGESAHAN DISERTASI
STUDI KARAKTERISTIK HAMBATAN DAN SEAKEEPING KAPAL TRIMARAN PADA PERMRANTENANGDANBERGELOMrnANG Disertasi disusun untuk: memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar DOKTOR (Dr.) Di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Oleh: RJCHARD BENNY LUHULIMA NRP: 4112301002
Tanggal Ujian : 14 Desember 2016 Periode Wisuda: Maret 2017 Disetujui oleh Tim Penguji Disertasi: 1
1 Prof.
Ir. I Ketut Aria Pria Utamla, M.Sc, Ph.D
NIP. 1967040 6199203 1 001 2 I Aries Sulisetyono, ST, MA.Sc, Ph.D NIP. 19710320 199512 1 002 3
! Prof. Ir. Daniel M. Rosyid, Ph.D NIP. 19610702 198803 1 003
4
f
Dr. Ridho Hantoro, ST., MT NIP 19761223 200501 1 001
5 I Prof. Dr. Ir. Yanuar, M.Eng., M.Sc NIP.19600112 198703 1 003
I Promotor I Ko-Promotor
I an. Penguji Internal I Penguji Internal I Penguji Ekstemal
Halaman ini sengaja dikosongkan
ii
Studi Karakteristik Hambatan dan Seakeeping Kapal Trimaran pada Perairan Tenang dan Bergelombang Nama Mahasiswa NRP Promotor Ko-Promotor
: Richard Benny Luhulima : 4109 301 701 : Prof. Ir. I Ketut Aria Pria Utama, M.Sc, Ph.D : Aries Sulisetyono, ST, MA.Sc., Ph.D
ABSTRAK Penggunaan lambung tunggal dan banyak untuk aplikasi kapal penumpang mengalami pasang surut dimana hal itu berkaitan dengan besarnya hambatan, stabilitas kapal, dan dinamika gerak kapal (seakeeping). Kapal lambung tunggal cenderung memiliki hambatan yang besar dan kurang stabil tetapi menunjukan kareteristik seakeeping yang sangat baik. Sementara itu, kapal lambung banyak (trimaran) mampu menghasilkan hambatan lebih kecil, lebih stabil kearah melintang, tetapi memiliki karateristik seakeeping yang kurang baik terutama bentuk katamaran pada perairan bergelombang (oblique waves). Penelitian ini bertujuan untuk memilih kapal lambung tiga (trimaran) yang optimal untuk perairan tenang dan bergelombang. Perairan Maluku termasuk tipikal perairan yang relatif tenang diantara pulau-pulau yang berdekatan dan sangat bergelombang untuk laut yang terbuka dan jarak antara pula-pulau yang cukup berjauhan. Penelitian difokuskan pada perhitungan hambatan dan dilanjutkan dengan perhitungan seakeeping untuk perairan tenang dan bergelombang. Penelitian tentang hambatan dilakukan dengan teknik CFD menggunakan CFXcode dan penelitian tentang seakeeping dilakukan dengan teknik CFD (ANSYS AQWA) dan pengujian model (eksperimental) di Laboratorium Hidrodinamika FTK-ITS. Hasil kajian melalui pengujian fisik dan numerik menunjukkan bahwa interferensi komponen hambatan pada lambung trimaran terhadap perubahan jarak antara lambung secara melintang (S/L). Semakin kecil jarak antara lambung trimaran (S/L) maka semakin besar hambatan dan interferensi/interaksi komponen hambatan yang terjadi. Kemudian korelasi yang terlihat antara hambatan dan seakeeping adalah adanya perbedaan karena adanya interferensi semakin besar
iii
interferensi maka gerakan heave dan pitch semakin berkurang. Namun inteferensi tidak mempengaruhi terhadap gerakan roll. Hasil analisa pengujian dan numerik menunjukkan bahwa pada S/L=0,4 menunjukkan hasil yang sangat baik untuk permorma hambatan dan seakeeping. Hasil-hasil didapat berupa besaran hambatan dan karateristik seakeeping dari moda kapal trimaran. Selanjutnya dibandingkan dengan published data yang verified dari berbagai referensi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan memperkuat data base dalam mempresentasikan korelasi hambatan terhadap olah gerak pada lambung kapal trimaran dan selanjutnya dapat diaplikasikan secara lansung dalam perhitungan hambatan dan seakeeping yang digunakan pada tahapan desain (preliminary design). Kata-kata kunci : trimaran, resistance, seakeeping, CFD, pengujian
iv
Study of Resistance and Seakeeping Characteristics of Trimaran Vessel at Calm and Wavy Waters Name NRP Promotor Co-Promotor
: Richard Benny Luhulima : 4109 301 701 : Prof. Ir. I Ketut Aria Pria Utama, M.Sc, Ph.D : Aries Sulisetyono, ST, MA.Sc., Ph.D
ABSTRACT The use of single hull and many applications for passenger ships have ups and downs where it is related to the resistance and propulsion of ships, the stability of the ship, and the ship motion dynamics (seakeeping). Single hull ships tend to have a huge resistance and less stable but showed excellent seakeeping characteristics. Meanwhile, the multiple hull of ship (trimaran) capable of producing a hitch and the driving force is smaller, more stable towards transverse, but has a characteristic, seakeeping poor especially catamarans in wavy waters shape (oblique waves). This study aims to select three ship hull (trimaran) is optimal for calm and wavy waters. Maluku waters including waters typically relatively calm among the islands adjacent and wavy for the open sea and also the distance between the islands are quite far apart. The study focused on the calculation of the resistance used data from previous studies, and continued with seakeeping calculations for calm waters and wavy. Research on resistance to do with the technique using CFX CFD-code and research on seakeeping done by using CFD (ANSYS AQWA) and testing model (experiment) in Hydrodynamic Laboratory of FTK-ITS. The study results through physical testing and numerical show that the interference component of a drag on the hull trimaran to changes in the distance between the hull transverse (S/L). The smaller the distance between the hull trimaran (S/L), the greater the obstacles and interference/interaction component of resistances that occur. Then correlation was seen between the resistance and seakeeping are any differences due to their greater interference interference then heave and pitch motions decreases. But the interference did not affect the roll motion. Experiment and numerical analysis results show that the S/L = 0.4 showed excellent results for permorma resistance and seakeeping.
v
The results obtained in the form of massive obstacles and seakeeping characteristics of ships mode of trimaran. Furthermore, compared with the published data is verified from various references. The results of this study are expected to enrich and strengthen the correlation data base to present obstacles to navigation on a trimaran hull and can then be applied directly in the calculation of resistance and seakeeping used at the design phase (preliminary design). Key words: trimaran, resistance, seakeeping, CFD, experiment
vi
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, bahwa atas berkat Rahmat dan Hidayah-Nya, maka tugas penyusunan Disertasi dengan judul: “Studi Karakteristik Hambatan dan Seakeeping Kapal Trimaran
pada Perairan Tenang dan Bergelombang” dapat diselesaikan dengan baik untuk persyaratan akademik pada program Doktor Fakultas Teknologi Kelautan, ITS. Disertasi ini merupakan rangkaian penelitian yang bertujuan untuk memilih kapal lambung tiga (trimaran) yang optimal untuk perairan tenang dan bergelombang. Perairan Maluku termasuk tipikal perairan yang relatif tenang diantara pulau-pulau yang berdekatan dan sangat bergelombang untuk laut yang terbuka dan jarak antara pula-pulau yang cukup berjauhan. Penelitian difokuskan pada perhitungan hambatan menggunakan data dari penelitian sebelumnya, dan dilanjutkan dengan perhitungan seakeeping untuk perairan tenang dan bergelombang. Penelitian tentang hambatan dilakukan dengan teknik CFD menggunakan CFX-code dan penelitian tentang seakeeping dilakukan dengan teknik CFD (ANSYS AQWA) dan pengujian model (eksperimental) di kolam uji (towing tank). Hasil-hasil yang diharapkan adalah berupa besaran hambatan yang efisien dan karateristik seakeeping dari moda kapal trimaran. Selanjutnya dibandingkan dengan published data yang ada dari berbagai referensi. Kesimpulan akhir dari penelitian ini mencakup perhitungan besarnya hambatan yang efisien dan karateristik sakeeping. Dalam proses penyusunan disertasi ini, penulis memperoleh masukan dan sumbangsih pemikiran dari berbagai pihak, sehingga penulis menyampaikan pengahargaan dan terima kasih sebesar besarnya kepada: 1.
Bapak Prof. Ir. I Ketut Aria Pria Utama, M.Sc., Ph.D selaku Promotor, Bapak Aries Sulisetyono, ST., MA.Sc., Ph.D selaku
Ko-Promotor yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing mulai dari awal hingga selesainya desertasi ini.
vii
2.
Bapak Prof. Ir. Djauhar Manfaat, M.Sc., Ph.D selaku tim penguji dari internal, Bapak Dr. Ridho Hantoro, ST., MT., selaku tim penguji dari ekternal Fakultas, Bapak Prof. Dr. Ir. Yanuar, M.Eng., M.Sc, selaku tim penguji dari ekternal atas segala saran perbaikan desertasi ini.
3.
Bapak Prof. Ir. Djauhar Manfaat, M.Sc., Ph.D., Direktur Program Pascasarjana, ITS, beserta Staf, yang telah mendukung kelancaran program studi.
4.
Direktur Program Pascasarjana Fakultas Teknologi Kelautan, ITS, beserta staf, yang telah membantu berbagai kelancaran dukungan pelaksanaan program studi.
5.
Rektor UNPATTI, Prof Dr M. J Sapteno SH M.Hum, yang telah memberikan kesempatan dan dukungan untuk mengikuti studi lanjut.
6.
Dekan Fakultas Tektik UNPATTI beserta seluruh rekan Staf Pengajar yang telah memberikan dorongan dan motivasi untuk penyelesain studi
7.
Dr. Ir. Marcus Tukan dan Ir. J. Nanlohy M.Eng yang selalu membatu dan memberi dukungan moril untuk memperlancar studi.
8.
Rekan-rekan kerja di Laboratorium Hidrodinamika FTK-ITS, Surabaya, yang telah membantu pelaksanaan kegiatan eksperimen uji hidrodinamika.
9.
Secara khusus terimakasih yang amat tulus dan mendalam kepada kedua kedua orang tua dan kedua mertua. Selanjutnya yang tak terlupakan istri tercinta, Monahelga Latumeten/L; kedua anak tersayang, Vinsa Delia Luhulima, Vrigaria Luhulima dan Krisvando Latumeten dengan ikhlas secara terus menerus memberikan dorongan moril dan do’a, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Disertasi ini.
Akhir kata penulis berharap semoga disertasi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang teknologi kelautan. Surabaya, Desember 2016 Penulis
viii
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN
i
ABSTRAK
iii
ABSTRACT
v
KATA PENGANTAR
vii
DAFTAR ISI
ix
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xvii
DAFTAR SIMBOL
xxiii
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1
Latar Belakang
1
1.2
Perumusan Masalah
8
1.2.1
Interferensi Lambung Trimaran
9
1.2.2
Interferensi Gelombang di antara Lambung Trimaran
10
1.2.3
Interferensi Aliran terhadap Karakteristik Seakeeping
11
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
11
1.3.1
Tujuan Penelitian
11
1.3.2
Manfaat Penelitian
12
1.4
Batasan Masalah
12
1.5
Orisinalitas dan Kontribusi Penelitian
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
15
2.1
Umum
15
2.2
Teori Hambatan Kapal
18
2.2.1
Komponen Hambatan
18
2.2.2
Hambatan Gesek
22
2.2.3
Hambatan Sisa
24
2.2.4
Hambatan Viskos
24
2.2.5
Hambatan Gelombang
24
2.2.6
Hambatan Sibakan Gelombang (Spray Resistance) dan
25
Gelombang Pecah (Wave Breaking)
ix
2.3
Hambatan Kapal Trimaran
25
2.4
Perhitungan dan Pengukuran Hambatan Kapal
26
2.4.1
Analisa Pengujian Hambatan Kapal
28
2.4.2
Analisis CFD (computational fluid dynamic)
29
2.5
Analisa Seakeeping
33
2.6
Response Amplitude Operator
40
2.7
Respon Gerakan Kapal
43
2.8
Spektrum Gelombang JONSWAP
47
2.9
Review Hasil Penelitian Terdahulu
49
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
61
3.1
Umun
61
3.2
Metode Pengujian di Towing Tank
64
3.2.1
Pengujian Hambatan
64
3.2.2
Pengujian Seakeeping
67
3.3
Simulasi CFD (Computational Fluid Dynamics)
73
3.3.1
ANSYS CFX
73
3.3.2
ANSYS AQWA
75
3.3.2.1
Metode Diferensial Hingga
76
3.3.2.2
Metode Difraksi Hidrodinamika (HMD) Olah
76
Gerak Kapal BAB IV PRESENTASI HASIL PENGUJIAN DAN KOMPUTASI NUMERIK HAMBATAN 4.1
79
Komputasi Hambatan
79
4.1.1
Hasil Pengujian
79
4.1.2
Perbandingan Pengujian Koefisien Komponen Hambatan pada Trimaran
83
4.1.3
Hasil Komputasi CFD
85
4.1.4
Perbandingan Komputasi CFD Koefisien Komponen Hambatan pada Trimaran
4.2
93
Simulasi Tekanan pada Lambung Trimaran
x
101
4.3
Tekanan (Presure) di antara Lambung
102
BAB V PRESENTASI HASIL PENGUJIAN DAN KOMPUTASI NUMERIK SEAKEPING 5.1
5.2
5.3
117
Hasil Pengujian Laboratorium Hidrodinamika
117
5.1.1
Pengujian dengan Kondisi diam (Fr=-0)
117
5.1.2
Perhitungan Pada Kecepatan dinas (Fr=0.21)
121
Hasil Komputasi Seakeeping CFD
126
5.2.1
Perhitungan dengan posisi diam (v=0)
131
5.2.2
Perhitungan Pada Kecepatan dinas (Fr=0.21)
144
Root Mean Square
157
5.3.1
RMS pada kondisi diam (Fr=0)
157
5.3.2
RMS pada kondisi Kecepatan dinas (Fr=0.21)
161
BAB VI PEMBAHASAN
165
6.1
Komponen Hambatan Viskos dan Hambatan Gelombang
165
6.2
Pengaruh Konfigurasi Jarak Lambung Secara Melintang (S/L)
166
6.3
Diskusi Hasil Komputasi dan Eksperimen
166
6.3.1
Komponen Hambatan Total
166
6.3.2
Komponen Hambatan Viskos
170
6.3.3
Komponen Hambatan Gelombang
174
6.4
6.5
Interferensi Komponen Hambatan
179
6.4.1
Interferensi Hambatan Viskos
180
6.4.2
Interferensi Hambatan Gelombang
181
6.4.3
Validasi CFD
184
6.4.4
Kelemahan Metode CFD
184
Perbandingan Seakeeping RAO Hasil Pengujian dan Komputasi
185
CFD 6.7
Korelasi Hambatan dan Seakeeping
199
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
207
7.1
207
Hambatan dan Interferensi Hambatan
xi
7.2
Seakeping
208
7.3
Korelasi antara Hambtan dan Seakeeping
209
7.4
Saran
209
DAFTAR PUSTAKA
211
LAMPIRAN I HASIL SIMULASI HAMBATAN CFD
219
LAMPIRAN II HASIL PENGUJIAN HAMBATAN TOWING TANK
257
LAMPIRAN III HASIL SIMULASI SEAKEEPING CFD
269
LAMPIRAN IV HASIL PENGUJIAN SEAKEEPING TOWING TANK
281
LAMPIRAN V DAFTAR PUBLIKASI ILMIAH
293
xii
DAFTAR TABEL Tabel 2.1.
Persamaan gerakan pada kapal
36
Tabel 2.2
Rangkuman Penelitian
52
Tabel 3.1.
Program pengujian (tank test)
71
Tabel 4.1
Program pengujian (tank test)
Tabel 4.2
Koefisien Hambatan Total (Pengujian)
Tabel 4.3.
Koefisien Hambatan Viskos (Pengujian)
Tabel 4.4
Koefisien Hambatan Gelombang (Pengujian)
Tabel 4.5.
Katerakteristik jumlah mesh dan node
Tabel 4.6.
Grid independence pada CFD
Tabel 4.7.
Koefisien hambatan total (CFD)
Tabel 4.8.
Koefisien hambatan viskos (CFD)
Tabel 4.9.
Koefisien hambatan Gelombang (CFD)
Tabel 4.10
Koefisien Hambatan Kapal Trimaran S/L=0,2
Tabel 4.11
Koefisien Hambatan Kapal Trimaran S/L=0,3
Tabel 4.12
Koefisien Hambatan Kapal Trimaran S/L=0,4
Tabel 4.13
Koefisien Hambatan Kapal Trimaran S/L=0,5
Tabel 4.14
Distribusi tekanan pada Fr = 0,15
Tabel 4.15
Distribusi tekanan pada Fr = 0,17
Tabel 4.16
Distribusi tekanan pada Fr = 0,19
Tabel 4.17
Distribusi tekanan pada Fr = 0,21
Tabel 4.18
Distribusi tekanan pada Fr = 0,23
Tabel 4.19
Distribusi tekanan pada Fr = 0,25
Tabel 4.20
Distribusi tekanan pada Fr = 0,27
Tabel 5.1
RAO S/L=0,2 pada Fr=0 (Pengujian)
Tabel 5.2
RAO S/L=0,3 pada Fr=0 (Pengujian)
Tabel 5.3
RAO S/L=0,4 pada Fr=0 (Pengujian)
Tabel 5.4
RAO S/L=0,5 pada Fr=0 (Pengujian)
xiii
80 80 81 81 89 90 90 91 91 95 97 99 101 103 103 103 104 104 104 105 117 118 118 119
Tabel 5.5
RAO S/L=0,2 pada Fr=0,21 (Pengujian)
Tabel 5.6
RAO S/L=0,3 pada Fr=0,21 (Pengujian)
Tabel 5.7
RAO S/L=0,4 pada Fr=0,21 (Pengujian)
Tabel 5.8
RAO S/L=0,5 pada Fr=0,21 (Pengujian)
Tabel 5.9
Titik Point Mass
Tabel 5.10
Meshing
Tabel 5.11
set up gelombang
Tabel 5.12
set up Kecepatan Kapal
Tabel 5.13
122 122 123 123 128 129 130
RAO Heave dengan S/L=0,2 pada Fr=0
Tabel 5.14
RAO Pitch dengan S/L=0,2 pada Fr=0
Tabel 5.15
RAO Roll dengan S/L=0,2 pada Fr=0
Tabel 5.16
RAO Heave dengan S/L=0,3 pada Fr=0
Tabel 5.17
RAO Pitch dengan S/L=0,3 pada Fr=0
Tabel 5.18
RAO Roll dengan S/L=0,3 pada Fr=0
Tabel 5.19
RAO Heave dengan S/L=0,4 pada Fr=0
Tabel 5.20
RAO Pitch dengan S/L=0,4 pada Fr=0
Tabel 5.21
RAO Roll dengan S/L=0,5 pada Fr=0
Tabel 5.22
RAO Heave dengan S/L=0,5 pada Fr=0
Tabel 5.23
RAO Pitch dengan S/L=0,5 pada Fr=0
Tabel 5.24
RAO Roll dengan S/L=0,5 pada Fr=0
Tabel 5.25
RAO Heave dengan S/L=0,2 pada Fr=0,21
Tabel 5.26
RAO Pitch dengan S/L=0,2 pada Fr=0,21
Tabel 5.27
RAO Roll dengan S/L=0,2 pada Fr=0,21
Tabel 5.28
RAO Heave dengan S/L=0,3 pada Fr=0,21
Tabel 5.29
RAO Pitch dengan S/L=0,3 pada Fr=0,21
Tabel 5.30
RAO Roll dengan S/L=0,3 pada Fr=0,21
Tabel 5.31
RAO Heave dengan S/L=0,4 pada Fr=0,21
Tabel 5.32
RAO Pitch dengan S/L=0,4 pada Fr=0,21
Tabel 5.33
RAO Roll dengan S/L=0,4 pada Fr=0,21
Tabel 5.34
RAO Heave dengan S/L=0,5 pada Fr=0,21
Tabel 5.35
RAO Pitch dengan S/L=0,5 pada Fr=0,21
Tabel 5.36
RAO Roll dengan S/L=0,5 pada Fr=0,21
xiv
130 131 132 132 135 135 136 138 138 139 141 141 143 144 145 145 147 148 148 150 151 151 153 154 154
Tabel 5.37
RMS pada Fr = 0 (Pengujian)
Tabel 5.38
RMS pada Fr = 0 (Pengujian)
Tabel 5.39
RMS dengan S/L=0,2 pada Fr = 0
Tabel 5.40
RMS dengan S/L=0,3 pada Fr = 0
Tabel 5.41
RMS dengan S/L=0,4 pada Fr = 0
Tabel 5.42
RMS dengan S/L=0,5 pada Fr = 0
Tabel 5.43
RMS dengan S/L=0,2 pada Fr = 0,21
Tabel 5.44
RMS dengan S/L=0,3 pada Fr = 0,21
Tabel 5.45
RMS dengan S/L=0,4 pada Fr = 0,21
Tabel 5.46
RMS dengan S/L=0,5pada Fr = 0,21
Tabel 6.1
Perbandingan Koefisien Hambatan Total pada S/L = 0,2
Tabel 6.2
Perbandingan Koefisien Hambatan Total pada S/L = 0,3
Tabel 6.3
Perbandingan Koefisien Hambatan Total pada S/L = 0,4
Tabel 6.4
Perbandingan Koefisien Hambatan Total pada S/L = 0,5
Tabel 6.5
Perbandingan Koefisien Hambatan Viskos pada S/L = 0,2
Tabel 6.6
Perbandingan Koefisien Hambatan Viskos pada S/L = 0,3
Tabel 6.7
Perbandingan Koefisien Hambatan Viskos pada S/L = 0,4
Tabel 6.8
Perbandingan Koefisien Hambatan Viskos pada S/L = 0,5
Tabel 6.9
Perbandingan Koefisien Hambatan Gelombang pada S/L = 0,2
Tabel 6.10
Perbandingan Koefisien Hambatan Gelombang pada S/L = 0,3
Tabel 6.11
Perbandingan Koefisien Hambatan Gelombang pada S/L = 0,4
Tabel 6.12
Perbandingan Koefisien Hambatan Gelombang pada S/L = 0,5
Tabel 6.13
Nilai interfrensi viskos untuk trimaran (Eksperimen)
Tabel 6.14
Nilai interfrensi viskos untuk trimaran (CFD)
Tabel 6.15
Nilai interfrensi gelombang untuk trimaran (Eksperimen)
Tabel 6.16
Nilai interfrensi gelombang untuk trimaran (CFD)
Tabel 6.17
Perbandingan RAO Trimaran S/L = 0,2, sudut heading 00
Tabel 6.18
157 157 158 158 158 158 160 161 161 162 169 169 170 170 173 173 174 177 177 178 178 180 181 182
Perbandingan RAO Trimaran S/L = 0,2, sudut heading 180
183 0
0
Tabel 6.19
Perbandingan RAO Trimaran S/L = 0,3, sudut heading 0
Tabel 6.20
Perbandingan RAO Trimaran S/L = 0,3, sudut heading 1800
Tabel 6.21
Perbandingan RAO Trimaran S/L = 0,4, sudut heading 00
xv
174
186 188 189 191 192
Tabel 6.22 Tabel 6.23
Perbandingan RAO Trimaran S/L = 0,4, sudut heading 1800 Perbandingan RAO Trimaran S/L = 0,5, sudut heading 0
0
Tabel 6.24
Perbandingan RAO Trimaran S/L = 0,5, sudut heading 180
Tabel 6.25
Koefisien hambatan total
Table 6.26
RAO Tirmaran dengan gelombang 0 derajat
Table 6.27
RAO Tirmaran dengan gelombang 180 derajat
Tabel 6.28
Korelasi CT dan RMS Heave
Tabel 6.29
Korelasi CT dan RMS Pitch
Tabel 6.30
Korelasi CT dan RMS Roll
Tabel 6.31
Optimasi Trimaran
Tabel 6.32
Optimasi grafik
0
194 195 197 199 200 200 201 202 203 204 205
xvi
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1
Kapal penumpang monohull, (wikipedia, 2010)
Gambar 1.2.
Kapal penumpang katamaran (high speed catamaran),
2
(wikipedia, 2009)
3
Gambar 1.3
Perahu tradisional trimaran, (wikipedia, 2008)
4
Gambar 1.4.
Kapal perang trimaran (fregat), (wikipedia, 2010)
4
Gambar 1.5.
Kapal penumpang trimaran, (wikipedia, 2010)
5
Gambar 1.6.
Advance marine vehicle, (Papanikolaou dkk,2005)
6
Gambar 1.7.
Peta Kepulauan Maluku
7
Gambar 1.8
Pelayaran (a) Jarak dekat, (b) Jarak jauh
7
Gambar 2.1.
Desain spiral proses perancangan kapal (Evans, 1957)
15
Gambar 2.2.
Desain spiral proses perancangan kapal, (Pedatzur, 2004)
16
Gambar.2.3.
Diagram komponen hambatan kapal, (Couser dkk, 1997).
20
Gambar 2.4.
Diagram komponen hambatan kapai, (Molland, 2008).
21
Gambar 2.5
Model gaya pada elemen CFD
31
Gambar 2.6.
Model aliran: (a) volume kontrol (control volume), (b)
32
elemen kecil takberhingga (infinitesimal fluid element). Gambar. 2.7
Analog respons kapal terhadap pengaruh dari luar
35
Gambar. 2.8
Derajat kebebasan pada kapal
36
Gambar 2.9
Response Amplitude Operators (Bhattacharyya, 1978)
Gambar 3.1
Diagram alur penelitian
Gambar 3.2
Alat ukur stain gage satu sumbu.
Gambar 3.3.
Sketsa towing tank
Gambar 3.4
Towing tank
Gambar 3.5
Wave Maker
Gambar 3.6
Sketsa wave maker
Gambar 3.7
arah gelombang 0
42
62 66 66 67 68 69
0
69
0
Gambar 3.8
arah gelombang 180
Gambar 3.9
Konfigurasi Kapal Trimaran
xvii
70 70
Gambar 3.10
Body Plan Kapal Trimaran (a) Mainhull (b) Sidehull
Gambar 3.11
Konfigurasi trimaran model S/L=0.2
Gambar 3.12
Konfigurasi trimaran model S/L=0.3
Gambar 3.13
Konfigurasi trimaran model S/L=0.4
Gambar 3.14
Konfigurasi trimaran model S/L=0.5
Gambar 3.15
Diagran komputasi pada program ANSYS CFX
Gambar 3.16
Diagran komputasi pada program ANSYS AQWA
Gambar 4.1.
Koefisien hambatan total kapal trimaran dengan variasi jarak antar lambung
Gambar 4.2
Koefisien hambatan viskos kapal trimaran dengan variasi jarak antar lambung
Gambar 4.3
Koefisien komponen hambatan trimaran, S/L=0.2 (Pengujian)
Gambar 4.4
Koefisien komponen hambatan trimaran, S/L=0.3 (Pengujian)
Gambar 4.5.
Koefisien komponen hambatan trimaran, S/L=0.4 (Pengujian)
Gambar 4.6.
Koefisien komponen hambatan trimaran, S/L=0.5 (Pengujian)
Gambar 4.7.
Konvergensi proses iterasi pada CFD
Gambar 4.8.
Initial computational domain pada CFD
Gambar 4.9.
Meshing hull pada CFD
Gambar 4.10.
Grid independence pada CFD.
Gambar 4.11.
Koefisien hambatan total kapal trimaran dengan variasi jarak antar lambung
Gambar 4.12.
Koefisien hambatan viskos kapal trimaran dengan variasi jarak antar lambung
Gambar 4.13.
Koefisien komponen hambatan trimaran, S/L=0,2 (CFD)
Gambar 4.14.
Interferensi viskos Trimaran S/L = 0,2
Gambar 4.15.
Interferensi gelombang Trimaran S/L = 0,2
Gambar 4.16.
Koefisien komponen hambatan trimaran, S/L=0,3 (CFD)
xviii
71 71 72 72 72 75 77
82 82 83 84 84 85 87 88 88 89 92 92 93 94 94 95
Gambar 4.17.
Interferensi viskos Trimaran S/L = 0,3
Gambar 4.18.
Interferensi gelombang Trimaran S/L = 0,3
Gambar 4.19.
Koefisien komponen hambatan trimaran, S/L=0,4 (CFD)
Gambar 4.20
Interferensi viskos Trimaran S/L = 0,4
Gambar 4.21
Interferensi gelombang Trimaran S/L = 0,4
Gambar 4.22
Koefisien komponen hambatan trimaran, S/L=0,4 (CFD)
Gambar 4.23
Interferensi viskos Trimaran S/L = 0,4
Gambar 4.24
Interferensi gelombang Trimaran S/L = 0,4
Gambar 4.25
Konfigurasi posisi pengukuran kecepatan aliran dan tekanan pada lambung
Gambar 4.26
Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) pada rasio jarak lambung S/L=0.2.
Gambar 4.27
Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) pada rasio jarak lambung S/L=0.3.
Gambar 4.28.
Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) pada rasio jarak lambung S/L=0.4
Gambar 4.29.
Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) pada rasio jarak lambung S/L=0.5
96 96 98 98 99 100 100 101 102 105 109 111 115
Gambar 5.1
RAO pada S/L=0,2 (Pengujian)
117
Gambar 5.2
RAO pada S/L=0.3 (Pengujian)
118
Gambar 5.3
RAO pada S/L=0.4 (Pengujian)
118
Gambar 5.4
RAO pada S/L=0.5 (Pengujian)
119
Gambar 5.5
RAO S/L=0,2 pada Fr=0,21
122
Gambar 5.6
RAO S/L=0,3 pada Fr=0,21
122
Gambar 5.7
RAO S/L=0,4 pada Fr=0,21
123
Gambar 5.8
RAO S/L=0,5 pada Fr=0,21
123
Gambar 5.9
Model trimaran pada Design Modeller
124
Gambar 5.10
Slice pada sarat
125
Gambar 5.11
Penentuan titik gravitasi dan Kedalam air yang dikehendaki
Gambar 5.12
Meshing Model
126 127
xix
Gambar 5.13
set-up Model
128
Gambar 5.14
RAO Heave pada S/L=0,2 dengan Fr = 0
131
Gambar 5.15
RAO Pitch pada S/L=0,2 dengan Fr = 0
131
Gambar 5.16
RAO Roll pada S/L=0,2 dengan Fr = 0
132
Gambar 5.17
RAO Heave pada S/L=0,3 dengan Fr = 0
134
Gambar 5.18
RAO Pitch pada S/L=0,3 dengan Fr = 0
135
Gambar 5.19
RAO Roll pada S/L=0,3 dengan Fr = 0
135
Gambar 5.20
RAO Heave pada S/L=0,4 dengan Fr = 0
137
Gambar 5.21
RAO Pitch pada S/L=0,4 dengan Fr = 0
138
Gambar 5.22
RAO Roll pada S/L=0,4 dengan Fr = 0
138
Gambar 5.23
RAO Heave pada S/L=0,5 dengan Fr = 0
140
Gambar 5.24
RAO Pitch pada S/L=0,5 dengan Fr = 0
141
Gambar 5.25
RAO Roll pada S/L=0,5 dengan Fr = 0
141
Gambar 5.26
RAO Heave pada S/L=0,2 dengan Fr = 0,21
146
Gambar 5.27
RAO Pitch pada S/L=0,2 dengan Fr = 0,21
146
Gambar 5.28
RAO Roll pada S/L=0,2 dengan Fr = 0,21
147
Gambar 5.29
RAO Heave pada S/L=0,3 dengan Fr = 0,21
152
Gambar 5.30
RAO Pitch pada S/L=0,3 dengan Fr = 0,21
152
Gambar 5.31
RAO Roll pada S/L=0,3 dengan Fr = 0,21
152
Gambar 5.32
RAO Heave pada S/L=0,4 dengan Fr = 0,21
152
Gambar 5.33
RAO Pitch pada S/L=0,4 dengan Fr = 0,21
152
Gambar 5.34
RAO Roll pada S/L=0,4 dengan Fr = 0,21
153
Gambar 5.35
RAO Heave pada S/L=0,5 dengan Fr = 0,21
155
Gambar 5.36
RAO Pitch pada S/L=0,5 dengan Fr = 0,21
155
Gambar 5.37
RAO Roll pada S/L=0,5 dengan Fr = 0,21
156
Gambar 5.38
RMS Heave pada Fr = 0
159
Gambar 5.39
RMS Pitch pada Fr = 0
160
Gambar 5.40
RMS Roll pada Fr = 0
160
Gambar 5.41
RMS Heave pada Fr = 0,21
162
Gambar 5.42
RMS Pitch pada Fr = 0,21
163
Gambar 5.43
RMS Roll pada Fr = 0,21
163
xx
Gambar 6.1
Perbandingan Koefisien Hambatan Total S/L = 0,2
167
Gambar 6.2
Perbandingan Koefisien Hambatan Total S/L = 0,3
167
Gambar 6.3
Perbandingan Koefisien Hambatan Total S/L = 0,4
168
Gambar 6.4
Perbandingan Koefisien Hambatan Total S/L = 0,5
168
Gambar 6.5
Perbandingan Koefisien Hambatan Viskos S/L = 0,2
171
Gambar 6.6
Perbandingan Koefisien Hambatan Viskos S/L = 0,3
171
Gambar 6.7
Perbandingan Koefisien Hambatan Viskos S/L = 0,4
172
Gambar 6.8
Perbandingan Koefisien Hambatan Viskos S/L = 0,5
172
Gambar 6.9
Perbandingan Koefisien Hambatan Gelombang S/L = 0,2
175
Gambar 6.10
Perbandingan Koefisien Hambatan Gelombang S/L = 0,3
175
Gambar 6.11
Perbandingan Koefisien Hambatan Gelombang S/L = 0,4
176
Gambar 6.12
Perbandingan Koefisien Hambatan Gelombang S/L = 0,5
176
Gambar 6.13
Interferensi hambatan viskos untuk jarak melintang (S/L) (Eksperimen)
Gambar 6.14
Interferensi hambatan viskos untuk jarak melintang (S/L) (CFD)
Gambar 6.15
Interferensi hambatan Gelombang untuk jarak melintang (S/L) (Eksperimen)
Gambar 6.16
Interferensi hambatan gelombang untuk jarak melintang (S/L) (CFD)
Gambar 6.17
Harga y+
Gambar 6.18
Grafik Perbandingan RAO Heave S/L = 0,2 dengan arah Grafik Perbandingan RAO Pitch S/L = 0,2 dengan arah gelombang 00 Grafik Perbandingan RAO Heave S/L = 0,2 dengan arah
Gambar 6.20
gelombang 1800
Gambar 6.21
Grafik Perbandingan RAO Pitch S/L = 0,2 dengan arah gelombang 1800
Gambar 6.22
181 182 183 184
gelombang 00 Gambar 6.19
180
Grafik Perbandingan RAO Heave S/L = 0,3 dengan arah gelombang 00
xxi
187 187 188 189 190
Gambar 6.23
Grafik Perbandingan RAO Pitch S/L = 0,3 dengan arah gelombang 00
Gambar 6.24
Grafik Perbandingan RAO Heave S/L = 0,3 dengan arah gelombang 1800
Gambar 6.25
Grafik Perbandingan RAO Pitch S/L = 0,3 dengan arah gelombang 1800
Gambar 6.26
Grafik Perbandingan RAO Heave S/L = 0,4 dengan arah gelombang 00
Gambar 6.27
Grafik Perbandingan RAO Pitch S/L = 0,4 dengan arah gelombang 00
Gambar 6.28
Grafik Perbandingan RAO Heave S/L = 0,4 dengan arah gelombang 1800
Gambar 6.29
Grafik Perbandingan RAO Pitch S/L = 0,4 dengan arah gelombang 1800
Gambar 6.30
Grafik Perbandingan RAO Heave S/L = 0,5 dengan arah gelombang 00
Gambar 6.31
Grafik Perbandingan RAO Pitch S/L = 0,5 dengan arah gelombang 00
Gambar 6.32
Grafik Perbandingan RAO Heave S/L = 0,5 dengan arah gelombang 1800
Gambar 6.33
Grafik Perbandingan RAO Pitch S/L = 0,5 dengan arah gelombang 1800
Gambar 6.34
Koefisien hambatan total kapal trimaran dengan variasi jarak antar lambung
190 191 192 193 193 194 195 196 196 197 198 199
Gambar 6.35
Korelasi CTdan RMS Heave
202
Gambar 6.36
Korelasi CT dan RMS Pitch
203
Gambar 6.37
Korelasi CT dan RMS Roll
204
Gambar 6.38
Optimasi Variasi Trimaran
205
.
xxii
DAFTAR SIMBOL L, LWL
Panjang garis air
b Lebar
lambung demihull
B Lebar
lambung trimaran
Cb
Koefisien blok
CF
Koefisien hambatan gesek
CR
Koefisien hambatan sisa
CT
Koefisien hambatan total
CV
Koefisien hambatan viskos
CW
Koefisien hambatan gelombang
CFD
Computational of Fluid Dynamics
Fr
Bilangan Froude
IF
Faktor interferensi komponen hambatan
ITTC
International Towing Tank Conference
k
Form factor
LCB
Longitudinal center of buoyancy
P
Tekanan
T
Sarat air
∇
Volume lambung (demihull)
Δ
Displasmen (berat lambung di air)
RAO
Response Aplitude Operator
H (ω)
Fungsi Respon output signal gelombang input spectrum gelombang
xxiii
Halaman ini sengaja dikosongkan
xxiv
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Dalam 40 tahun terakhir telah terjadi peningkatan kebutuhan akan kapal-
kapal penumpang dan kargo ditinjau dari aspek hambatan dan tenaga penggerak yang semakin efisien sehingga mampu mengurangi kebutuhan energi, terutama bahan bakar minyak (BBM) yang bersumber dari energi fosil. Selain itu, faktor dinamika gerak kapal (seakeeping) yang menggambarkan kemampuan dan kenyamanan kapal ketika beroperasi di laut tenang (calm water) dan perairan bergelombang (oblique seas) juga memperoleh perhatian yang sangat penting. Berbagai bentuk dan konfigurasi kapal kemudian dikembangkan dan meliputi bentuk-bentuk kapal lambung tunggal (monohull), kapal lambung ganda (twinhull, catamaran), dan kapal lambung banyak (multihull). Penelitian tentang berbagai bentuk badan kapal tersebut dilakukan di berbagai negara, antara lain dilaporkan di dalam Turner dan Taplin (1968) menjelaskan perhitungan tenaga penggerak kapal katamaran ukuran besar, Larsson dan Baba (1969) membahas pembagian komponen hambatan kapal, Pien (1976), Miyazawa (1979) dan Liu dan Wang (1979) menjelaskan penenentuan hambatan interferensi kapal katamaran,
Insel dan Molland (1992) melakukan penelitian sistematis
menggunakan model NPL dan series-64 dan mengusulkan formulasi matematis perhitungan hambatan kapal katamaran, Utama (1999) menjelaskan perhitungan hambatan kapal katamaran secara eksperimental dan numerik, dan Utama dkk (2008) membahas perhitungan hambatan kapal katamaran dan trimaran untuk aplikasi penumpang di perairan sungai secara eksperimental. Ketiga moda kapal tersebut umumnya dibangun untuk aplikasi kapal penumpang (ferries), sarana olahraga (sporting craft) dan kapal riset oseanografi (oceanographic research vessels) (Utama, 2008). Dari ketiga jenis tipe kapal tersebut, masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan yang perlu diperhatikan ketika kita akan mempergunakannya. Kapal-kapal berbadan tunggal (monohull) memang telah ada sejak dahulu dan telah banyak digunakan untuk
1
aplikasi kapal-kapal penumpang, pengangkut kontainer dan kargo cair, kapal perang, dan lain-lain. Bentuk lambung tunggal (monohull) antara lain dapat dilihat pada Gambar 1.1. Kira-kira sejak 30 tahun terakhir, perkembangan dan permintaan terhadap tipe kapal-kapal (multihulls) semakin meningkat. Kapal-kapal jenis ini apabila dibandingkan dengan kapal-kapal berbadan tunggal (monohulls) mempunyai beberapa kelebihan antara lain tata letak akomodasi yang lebih menarik, adanya peningkatan stabilitas melintang dan dalam sejumlah kasus mampu mengurangi kapasitas tenaga penggerak kapal untuk mencapai kecepatan dinas tertentu. Penggunaan kapal katamaran pada umumnya adalah untuk kapal penumpang cepat dimana
lambung yang ramping (slender) memungkinkan adanya
pengurangan hambatan sebagai akibat dari berkurangnya luas permukaan basah badan kapal dan selanjutnya menghasilkan kapasitas motor induk (main engine) yang lebih kecil dan konsumsi BBM yang lebih efisien serta lebih ramah lingkungan.
Gambar 1.1. Kapal penumpang monohull, (wikipedia, 2010) Secara ekonomis, data dan fakta ini menunjukkan bahwa biaya operasional kapal katamaran dapat menjadi lebih murah dibandingkan sebuah kapal berbadan tunggal yang setara. Keuntungan yang sama dipercaya dapat diaplikasikan pada pengoperasian kapal – kapal penumpang yang tidak membutuhkan kecepatan terlalu tinggi seperti untuk angkutan sungai dan kapal-kapal penyeberangan untuk
2
menggantikan peranan feri roro berbadan tunggal yang disinyalir bermasalah dengan persoalan stabilitas dan keselamatan (Utama dkk, 2009). Suatu hal yang membuat kapal katamaran menjadi populer dan sukses digunakan dalam moda transportasi adalah tersedianya area geladak (deck area) yang lebih luas, tingkat stabilitas yang lebih nyaman dan aman (Seif, 2004, dan Zouridakis, 2005). Contoh dari sebuah kapal katamaran diperlihatkan pada Gambar 1.2. Kapal katamaran memiliki sarat air yang rendah sehingga kapal ini dapat dioperasikan pada perairan dangkal dan kemudian bentuk lambung yang langsing (slender) dapat memperkecil timbulnya sibakan air (wavewash) dibanding kapal lambung tunggal (monohull). Konsep kapal katamaran paling banyak dipilih dan mendapatkan perhatian karena sejumlah kelebihannya antara lain memiliki luasan geladak yang lebih besar dan stabilitas melintang yang lebih baik dibandingkan kapal berbadan tunggal (Insel dan Mollland, 1992). Sejumlah hasil penelitian memperlihatkan bahwa konfigurasi kapal katamaran dapat memperbaiki karakteristik hambatan kapal seperti yang dilakukan oleh Matsui dkk (1993), Molland dan Utama (1997), Couser dkk (1997), Couser dkk (1998), Molland dkk (2000), dsn Utama (2006). Keberadaan 2 lambung (demihull) yang saling berdekatan pada jarak tertentu telah menimbulkan apa yang disebut hambatan interaksi atau interferensi dimana efeknya dapat menguntungkan atau malahan merugikan kapal itu sendiri. Fenomena menarik lainnya adalah perilaku gerakan kapal akibat pengaruh gelombang yang lebih popular disebut seakeeping. Sejumlah hasil penelitian memperlihatkan bahwa konfigurasi kapal katamaran dapat memperbaiki kualitas seakeeping kapal (Wellicome dkk, 1998).
Gambar 1.2. kapal penumpang katamaran (high speed catamaran), (wikipedia, 2009)
3
Di samping kedua bentuk lambung
kapal monohull dan katamaran,
bentuk lambung kapal berbadan tiga (trimaran) juga mengalami perkembangan yang cukup pesat di seluruh dunia pada saat ini. Istilah trimaran dalam abad ke20 diyakini berhubungan dengan kata ‘tri’ dan ‘(cata) maran’ dimana diketahui pertama kali dikembangkan oleh Victor Thechet, perintis dan perancang kapalkapal berbadan banyak (multihulls) kelahiran Ukrainia. Namun demikian, kapal trimaran (tradisional) dipercaya pertama kali dibangun oleh suku bangsa Polynesia di Pasifik Selatan kira-kira 4.000 tahun yang lalu. Popularitas kapal katamaran dan trimaran, terutama sebagai kapal layar, berkembang pada tahun 1960an dan 1970an. Contoh aplikasi kapal tradisional trimaran diperlihatkan pada Gambar 1.3. Selanjutnya, dalam konteks kapal modern aplikasi trimaran diawali pada kapal perang (lihat contoh Gambar 1.4) dengan pertimbangan kualitas stabilitas dan seakeeping yang lebih baik, dan belakangan berkembang untuk aplikasi kapal penumpang (lihat contoh Gambar 1.5).
Gambar 1.3. Perahu tradisional trimaran, (wikipedia, 2008)
Gambar 1.4. Kapal perang trimaran (fregat) (wikipedia, 2010) 4
Gambar 1.5. Kapal penumpang trimaran, (wikipedia, 2010) Pada saat ini ketika pertumbuhan ekonomi meningkat dan didukung oleh program tol laut dan perwujudan Indonesia sebagai poros maritim dunia, maka kebutuhan akan kapal sangatlah besar bagi negara-negara kepulauan seperti halnya negara Indonesia yang merupakan salah satu negara kepulauan terbesar yang dikelilingi oleh beribu-ribu pulau yang terbentang di wilayah perairan Nusantara. Papanikolaou dkk (2005) memberikan data perbandingan kebutuhan untuk masing-masing tipe kapal seperti disajikan pada Gambar 1.6. Terlihat dengan jelas tipe katamaran mendominasi kebutuhan akan kapal-kapal modern kira-kira 34%. Kebutuhan tipe kapal trimaran digologkan ke kelompok tidak dikenal (unknown) dan kebutuhannya relatif kecil (0.5%). Seiring dengan perkembangan jaman dan perbaikan sistem transportasi global maka kebutuhan akan kapal trimaran menunjukkan kecenderungan meningkat terutama untuk fungsi kapal perang dan kapal penumpang (Kurultay, 2003).
5
Gambar 1.6. Advance marine vehicle, (Papanikolaou dkk,2005) Seperti halnya kapal katamarn, maka kapal trimaran juga memiliki karakteristik hambatan dan gerak kapal (seakeeping) yang sangat baik, sehingga selain efisien dalam konteks konsumsi bahan bakar, kapal trimaran juga memiliki tingkat kenyamanan yang tinggi. Moda kapal trimaran sangat layak dioperasikan di perairan Indonesia, meliputi perairan tertutup (danau dan sungai), terbatas (selat, antar pulau yang berdekatan), dan terbuka (misalnya Laut Jawa dan Laut Arafura). Contoh aplikasi pada perairan terbatas dan terbuka adalah wilayah Kepulauan Maluku. Perairan Maluku memiliki dua zona laut yang berbeda karateristik yaitu laut terbatas yang masih dikatagorikan laut tenang karena tinggi gelombang masih di bawah 1 meter dan perairan laut terbuka dengan tinggi gelombang dapat mencapai ketinggian 3-5 meter (BMKG Maluku, 2014). disertai dengan kondisi cuaca yang sangat ekstrim dan cepat berubah sehingga menyebabkan ketidaknyamanan dan selanjutnya dapat mengancam keselamatan jiwa di laut. Dengan jarak antara pulau yang bervariasi, dimana ada yang dekat dan ada pula yang sangat jauh jaraknya, sehingga untuk menjangkau satu pulau ke pulau lain dapat melewati perairan terbatas dan bisa juga melewati laut terbuka. Gambar 1.7 menggambarkan kondisi alur perairan Maluku serta letak geografis dan posisi dari pulau-pulau yang terbentang pada kepulauan Maluku. Selanjutnya, Gambar 1.8a menggambarkan contoh pelayaran jarak dekat dan Gambar 1.8b memperlihatkan contoh pelayaran jarak jauh. Kedua jarak pelayaran yang berbeda tersebut menggambarkan kondisi gelombang yang berbeda, dimana pada jarak 6
dekat tinggi gelombang rata-rata berkisar 0-1 m atau berada pada sea state 0-2 dan pada pelayaran jauh tinggi gelombang di atas 1 m dan bahwa dapat mencapai 3-4 m atau berada pada sea state 3 ke atas (Bhattacaryya, 1978 dan Rawson dan Tupper, 2001).
Gambar 1.7. Peta Kepulauan Maluku
(a)
(b)
Gambar 1.8 Pelayaran (a) Jarak dekat, (b) Jarak jauh Besarnya permintaan akan kapal untuk memenuhi kebutuhan transportasi laut di Kepulauan Maluku (Provisi Maluku dan Maluku Utara), menuntut tersedianya kapal dari berbagai tipe dan bentuk dalam jumlah yang memadai. Kapal-kapal
7
tersebut dapat berupa kapal tipe displasemen dan semi-displasemen (planning). Menurut catatan dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (2014), sebagian besar kapal yang beroperasi di Perairan Maluku mempunyai panjang (LBP) di bawah 60 meter. Kapal-kapal tersebut, sebagian besar, tidak dapat beroperasi secara maksimal pada kondisi cuaca yang tidak menguntungkan (severe weather) terutama pada bulan April sampai Juni dan bulan Oktober sampai Desember dimana tinggi gelombang mencapai 3-5 meter (BMKG Maluku 2014). Disertasi ini dimaksudkan untuk meneliti karakteristik moda kapal trimaran yang layak dioperasikan pada perairan terbatas dan terbuka seperti Perairan Maluku. Aspek yang diteliti adalah persoalan hambatan (resistance) dan dinamika kapal (seakeeping) dan dilaksanakan melalui kajian empiris, pengujian model di towing tank, dan pengembangan model numerik berbasis computational fluid dynamics (CFD). 1.2.
Perumusan Masalah
Penggunaan moda kapal lambung banyak (katamaran dan trimaran) tumbuh pesat sejak 30 tahun terakhir terutama untuk aplikasi kapal penumpang (Murdijanto dkk, 2010). Kapal-kapal ini dibangun dan dikembangkan di berbagai negara sebagai kapal displasemen penuh dan kapal tipe semi-displasemen atau planning (mengalami gaya angkat ketika kecepatan dan angka Froude kapal meningkat). Karakteristik kapal yang umumnya ditinjau adalah penentuan hambatan kapal dimana selanjutnya berguna untuk menentukan besarnya tenaga penggerak dan ukuran serta kapasitas mesin induk kapal. Selanjutnya diketahui bahwa moda katamaran dan trimaran memiliki fenomena dan karakteristik hambatan yang lebih kompleks dibandingkan dengan moda monohull, dalam hal ini adanya fenomena interferensi di antara lambung kapal katamaran dan trimaran. Fenomena interferensi di antara lambung katamaran telah diformulasikan dengan sangat baik oleh Insel dan Molland (1992) dan berbagai penelitian memperkuat fenomena tersebut, antara lain dilaporkan oleh Sahoo dkk (2007), Utama dkk (2009), dan Jamaluddin (2012). Fenomena interferensi tersebut meliputi 2 hal yaitu interferensi hambatan viskos dan interferensi hambatan gelombang. Sementara itu, fenomena interferensi pada kapal trimaran belum 8
diformulasikan dengan sempurna disebabkan oleh banyaknya konfigurasi dari moda kapal trimaran tersebut. Sejumlah penelitian telah dilakukan dan antara lain dilaporkan oleh Doctors dkk (1995), Murdijanto dkk (2010, Utama dkk (2011), Sahoo (2013), Luhulima dkk (2016a), dan Luhulima dkk (2016b). Aspek lain yang tidak kalah pentingnya adalah tinjauan karakteristik seakeeping kapal. Sejumlah penelitian menjelaskan tentang kualitas seakeeping yang sangat baik untuk trimaran (Doctors dkk, 1995, Murdijanto dkk, 2010, dan Fernandez, 2012), dan Luhulima dkk (2016c). 1.2.1
Interferensi Lambung Trimaran
Aliran air di antara main-hull dan side-hull sebuah trimaran adalah tidak simetris dimana hal ini disebabkan akibat timbulnya interaksi atau interferensi aliran di antara lambung penyusun trimaran tersebut. Dalam hal ini, besar tekanan yang timbul di sekitar lambung adalah relatif tidak simetri terhadap garis tengah (centre line) masing-masing lambung. Penjelasan tentang hal tersebut adalah sebagai berikut: (1) Usikan kecepatan aliran di sekitar lambung meningkat terutama di sisi tengah sebagai akibat dari efek venturi. Penambahan kecepatan menyebabkan peningkatan hambatan gesek (skin friction). (2) Cross-flow dapat terjadi di bawah lambung dimana dapat menimbulkan komponen hambatan induksi (induced drag). Penelitian dari Miyazawa (1979) pada kapal katamaran memperlihatkan pengaruh yang kecil dari crossflow dibandingkan dengan pengaruh usikan karena peningkatan kecepatan. (3) Karena ketinggian gelombang di belakang lambung kapal bagian dalam dan luar adalah berbeda, maka aliran air di bagian belakang tersebut memperlihatkan arah ke dalam atau keluar. Hal ini berdampak pada terjadinya vortices dan spray di bagian belakang lambung dan selanjutnya berkontribusi pada peningkatan komponen hambatan kapal. (4) Kecepatan aliran bertambah besar di sisi tengah di antara ketiga lambung sehingga dapat mengubah struktur lapisan batas (boundary layer).
9
(5) Gelombang yang ditimbulkan dari satu lambung terhadap lambung lainnya, dan demikian sebaliknya, berakibat pada perubahan luas bidang basah (wetted surface) dan selanjutnya meningkatkan hambatan gesek (skin friction) kapal. 1.2.2
Interferensi Gelombang di antara Lambung Trimaran Tiga lambung kapal trimaran yang secara berdampingan melaju pada
kecepatan tertentu akan menghasilkan pertemuan 2 moda sistem gelombang di antara ketiga lambung kapal dan selanjutnya mengakibatkan interaksi atau interferensi hambatan gelombang. Penjelasan tentang fenomena interferensi tersebut adalah: (1)
Karena adanya perbedaan tekanan di sekitar lambung kapal, maka gelombang (wave-making) pada lambung akan berubah. Dengan perkataan lain, formasi gelombang dari lambung dapat berbeda dari lambung yang terisolasi.
(2)
Karena adanya interaksi gelombang yang ditimbulkan oleh ketiga lambung, maka gelombang melintang dari satu lambung selalu diperkuat oleh gelombang melintang dari lambung lainnya. Pencaran atau sibakan gelombang yang terjadi di daerah haluan (bow) dari lambung yang satu dapat ditiadakan oleh pencaran gelombang di belakang (stern) dari lambung lainnya atau oleh refleksi gelombang haluan dari lambung lainnya.
(3)
Refleksi pencaran gelombang dari lambung lainnya tersebut di atas membuat fenomena interferensi dan interaksi menjadi kompleks dan rumit.
(4)
Gelombang haluan (bow) yang ditimbulkan oleh ketiga lambung bertemu di garis tengah antara main-hull dengan masing-masing side-hull. Supeposisi dari kedua gelombang tersebut mengakibatkan terjadinya gelombang yang tidak stabil dan bahkan dapat menyebabkan gelombang pecah (wave breaking) di daerah buritan dan sibakan air (spray)di daerah haluan pada kecepatan tinggi.
(5)
Aliran air ke arah dalam dan ke arah luar pada bagian belakang lambung (stern) dapat mengubah formasi dan dan konfigurasi gelombang di daerah buritan kapal.
10
1.2.3. Interferensi Aliran terhadap Karakteristik Seakeeping Selain berpengaruh terhadap besarnya hambatan kapal, maka interferensi gelombang juga berdampak pada kualitas atau karakteristik seakeeping kapal. Semakin besar lebar dari sebuah kapal maka stabilitas melintang dan gerakan rolling kapal akan semakin baik (Rawson dan Tupper, 2001), dan demikian pula dengan konfigurasi kapal trimaran. Perubahan jarak melintang antara main-hull dengan kedua side-hull dapat memperbaiki stabilitas melintang dan juga gerakan rolling kapal. Namun demikian, perubahan jarak pisah (spacing) antara lambung dapat mengganggu karakteristik rolling kapal. Penelitian yang dilakukan oleh Kurultay (2003) dan Murdijanto dkk (2010) memperlihatkan adanya perbaikan kualitas gerakan rolling ketika jarak pisah antara lambung ditingkatkan. Dari penjelasan tersebut terlihat dengan jelas bahwa pengaruh interferensi hambatan viskos dan gelombang sangat signifikan pada kapal trimaran. Interferensi hambatan viskos disebabkan oleh aliran air yang tidak simetri (asymmetric flow) di sekitar lambung kapal sehingga memberikan pengaruh pada formasi lapisan batas (boundary layer) dan longitudinal vortices. Sementara itu, interferensi hambatan gelombang diakibatkan oleh adanya interaksi dari gelombang yang ditimbulkan oleh ketiga lambung kapal trimaran. Hal yang sama juga berlaku pada perbaikan kualitas seakeeping kapal yang diakibatkan oleh jarak pisah antara lambung kapal dan interaksi gelombang di antara ketiga lambung. 1.3.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah melakukan analisis dan evaluasi karakteristik hidrodinamika moda kapal trimaran ditinjau dari aspek-aspek hambatan dan seakeeping kapal. Tujuan detailnya adalah: 1.
Melakukan tinjauan dari state of the art dari karakteristik hambatan dan seakeeping kapal trimaran yang menjadi fokus dari penelitian ini.
2.
Mengembangkan pengetahuan tentang karakteristik hambatan kapal trimaran.
11
3.
Mengembangkan pengetahuan tentang karakteristik seakeeping dari moda kapal trimaran pada kondisi perairan tenang (calm water condition) dan perairan bergelombang (oblique waves)
4.
Melakukan analisis terhadap karateristik hambatan dan seakeeping kapal dengan melakukan pengujian/eksperimental model kapal untuk moda kapal trimaran dan divalidasi dengan analisis empiris-numerik menggunakan analisis computatational fluid dynamics (CFD).
5.
Melakukan studi/analisis komparatif dengan sejumlah published data untuk mengetahui tingkat kebenaran dari metode yang digunakan.
1.3.2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk: 1.
Memberikan masukan dan memperkuat data base bagi perancang kapal, operator kapal dan pemerintah dalam rangka memilih moda kapal yang tepat untuk kondisi perairan tenang dan bergelombang seperti perairan Kepulauan Maluku, terutama ditinjau dari aspek perhitungan hambatan dan karakteristik seakeeping kapal.
2.
Mendapatkan metode estimasi hambatan dan karakteristik seakeeping kapal yang sebaik-baiknya sebagai kombinasi dari pelaksanaan uji model kapal dan penggunaan teknik empiris-numerik dan penggunaan software komersial di bidang desain kapal (antara lain Maxsurf).
1.4 Batasan Masalah Penelitian disertasi ini dilakukan dengan batasan-batasan tertentu dikarenakan keterbatasan alat uji dan perangkat yang digunakan. Batasan yang digunakan dalam penulisan disertasi ini antara lain : 1. Menggunakan model kapal trimaran NPL-4a dengan variasi S/L = 0,2 ; 0,3 ; 0,4 ; 0,5 2. Kecepatan uji (Fr) = 0,15 ; 0,17 ; 0,19 ; 0,21 ; 0,23 ; 0,25 ; 0,27 3.
Model dilakukan pengujian pada Seastate 4
4.
Pengujian yang dilakukan pada Towing Tank adalah 00 (following seas) dan 1800(head seas) dengan Heave dan Pitch tanpa memperhatikan Roll.
12
5.
Perhitungan prediksi RAO (Response Amplitude Operators) dengan perhitungan numerik ANSYS AQWA meliputi Heave, Pitch dan Roll dengan sudut datang 00 (following seas), 450 (follow quartering Seas), 900 (beam seas), 1350 (head quartering seas) dan 1800 (head seas).
1.5 Orisinalitas dan Kontribusi Penelitian Penulisan disertasi ini berdasarkan penelitian komprehensif terkait hambatan dan seakeeping pada kapal trimaran displasemen. Penelitian yang dilakukan penulis adalah karya orisinalitas yang belum pernah dilakukan oleh pihak manapun dengan beberapa kategori sebagai berikut : -
Penelitan terdahulu belum pernah meneliti 2 aspek Hambatan dan Seakeeping secara Komprehensif. Pada penelitian ini membahas secara rinci korelasi Hambatan dan Seakeping
-
Variasi yang digunakan jarak antar lambung (S/L) pada kapal Trimaran adalah 0,2 ; 0,3 ; 0,4 ; 0,5
13
Halaman in sengaja dikosongkan
14
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Umum Desain awal dari sebuah kapal umumnya berlangsung melalui tiga tahap:
concept; preliminary; and contract design. Proses desain awal sering digambarkan oleh desain spiral seperti gambar 2.1 (Evans, 1957) yang menunjukkan bahwa tujuan dari desain adalah untuk memperoleh solusi terbaik dengan menyesuaikan dan menyeimbangkan parameter yang saling terkait sebagai fase. Spiral Design adalah metodologi untuk mengembangkan desain kapal. Kapal adalah sistem yang kompleks dengan variabel yang sangat saling terkait, dan tidak mungkin untuk menghitung faktor-faktor tersebut secara bersamaan. Oleh sebab itu, spiral design menggambarkan proses perbaikan secara berulang untuk memperoleh desain yang efisien. Setiap iterasi perputaran biasa disebut fase. Fase atau siklus dalam setiap putaran digunakan untuk penyempurnaan teknis yang telah dicapai.
Gambar 2.1. Desain spiral proses perancangan kapal (Evans, 1957)
15
Kemudian Pedatzur (2004) melakukan modifikasi terhadap spiral desain kapal (lihat Gambar 2.2), maka terlihat dengan jelas bahwa aspek penting yang perlu diperhatikan adalah persoalan hambatan (resistance) dan dinamika gerak kapal (seakeeping). Persoalan hambatan kapal berkaitan dengan gaya yang dialami oleh kapal untuk mencapai kecepatan tertentu, dimana kemudian berkorelasi dengan besarnya tenaga penggerak kapal untuk mencapai kecepatan tertentu tersebut, misalnya kecepatan dinas 15 knots (Harvald, 1983). Sementara itu, seakeeping adalah persoalan dinamika gerak kapal sebagai akibat dari perlakuan gelombang terhadap sebuah kapal (Bhattacaryya, 1978) dimana kapal akan mengalami gerakan heave, pitch, dan roll.
Gambar 2.2. Desain spiral proses perancangan kapal (Pedatzur, 2004) Persoalan
seakeeping
memberikan
dampak
psikologis
terhadap
penumpang dan awak kapal (ABK). Besar dan kecepatan gerak kapal, terutama gerakan heave, pitch dan roll, menghasilkan dampak yang bertentangan terhadap penumpang dan ABK (Rawson dan Tupper, 2001). Kasus tersebut antara lain meliputi masalah mabuk laut (sea sickness) yang dapat mengurangi kemampuan kerja ABK untuk melaksanakan tugas-tugasnya di atas kapal dan menyebabkan ketegangan (stress) bagi penumpang. Karena itu, analisis seakeeping menjadi sangat penting bagi sebuah kapal penumpang.
16
Diketahui bahwa kapal displasmen monohull yang konvensional tidak ekonomis pada bilangan Froude sekitar 0,4, dimana umumnya terjadi hump hambatan
akibat
besarnya
gelombang
gravitasi
pada
permukaan
air
(Zouridakis,2005). Untuk memperkecil hambatan kapal monohull adalah suatu hal yang sulit dicapai karena dibutuhkan lebar kapal yang lebih kecil (atau rasio L/B>>) dengan displasmen tetap, dimana hal ini dapat menurunkan karakteristik stabilitas kapal monohull. Sehingga kapal trimaran menjadi solusi atas problem tersebut, dimana lambung kapal trimaran yang terpisah memiliki bentuk lambung yang tipis/ pipih dapat memperkecil gangguan permukaan air (disturbance on the free surface). Hal ini dengan sendirinya dapat memperkecil hambatan kapal. Disamping itu, dengan konfigurasi lambung yang terpisah akan memberikan momen inersia yang besar sehingga menghasilkan kemampuan stabilitas yang cukup baik dengan sudut akselerasi gerakan rolling yang kecil. Secara umum, konsep konstruksi kapal trimaran terdiri atas tiga bagian 1.
Lambung (hull) sebagai daya apung (bouyancy) dan akomodasi sistim propulsinya.
2.
Struktur penghubung (cross structure) sebagai penguat bidang transversal (transversal strength)
3.
Bangunan atas (super structure) yang terletak diatas struktur penghubung sebagai geladak. Disain lambung trimaran merupakan hal yang sangat esensi dari bagian
lainnya untuk memprediksi besarnya hambatan dan kebutuhan tenaga mesin pada kapal trimaran. Saat ini, belum banyak dijumpai desain kapal trimaran dengan konfigurasi dan dimensi yang bervariasi, dimana karakteristik disainnya sangat tergantung pada misi dan fungsi operasionalnya.
17
2.2 Teori Hambatan Kapal 2.2.1 Komponen Hambatan Seperti diketahui, William Froude adalah orang pertama di dunia yang mengenalkan tata cara meprediksi hambatan kapal yang besar melalui kegiatan uji model kapal dalam skala yang lebih kecil dari kapal sesungguhnya. Atas jasanya, beliau kemudian dijuluki “the father of ship resistance”. Froude menjelaskan bahwa hambatan total kapal terdiri dari hambatan gesek dan hambatan sisa yang didominasi oleh hambatan gelombang. Froude menekankan bahwa hambatan gesek sebuah bentuk kapal adalah sama dengan hambatan gesek dari sebuah pelat datar dengan luas permukaan basah yang sama (1872). Secara matematis, formulasi Froude dinyatakan dalam bentuk koefisien sebagai: (2.1) Dimana CT adalah koefisien hambatan total, CF adalah koefisien hambatan gesek, dan CR adalah koefisien hambatan sisa. Metode analisa 2-dimensi tersebut dianggap tidak cukup menjelaskan kontribusi bentuk/kontur lambung kapal (3-dimensi) terhadap hambatan kekentalan,
sehingga
kemudian
Hughes
(1954)
dan
Granville
(1956)
memperkenalkan metode untuk digunakan dalam korelasi model ke kapal dimana total hambatan adalah penjumlahan dari 3 (tiga) komponen: 1.
Hambatan gesek (skin friction) adalah gaya tangential stress yang timbul antara molekul air dan kulit badan kapal, yang kemudian dikenal sebagai hambatan bidang permukaan dengan area dan panjang yang sama dengan model.
2.
Hambatan bentuk (form) adalah komponen hambatan yang dinyatakan dalam bilangan „1+k‟, dimana merupakan hambatan di luar batas item di atas dalam kasus lambung yang tercelup cukup dalam. Untuk lambung yang streamline pada aliran turbulen, dapat diekspresikan sebanding dengan hambatan gesek.
3.
Hambatan free surface sebagai hambatan gelombang (CW) adalah hambatan yang timbul akibat pergerakan kapal relatif terhadap air sehingga timbul
18
perbedaan tekanan pada permukaan (bidang) basah kapal yang selanjutnya menimbulkan wave pattern. Hambatan gelombang merupakan pengurangan hambatan total (CT) dari penjumlahan hambatan gesek (CF) dan hambatan bentuk (CF0) dari model. Secara matematis, pernyataan tersebut dirumuskan (dalam bentuk koefisien) sebagai: (
(2.2)
)
Dimana CW adalah koefisien hambatan gelombang, (1+k) adalah faktor bentuk dan (1+k) CF adalah koefisien hambatan kekentalan dimana selanjutnya dinyatakan sebagai (1+CV). Harga CF dihitung dengan garis korelasi ITTC-1957 yang ditetapkan di Madrid, Spanyol: CF
0.075 log Re 22
(2.3)
Standar internasional dari ITTC (1978) dengan judul “1978 Performance Prediction
Method
for
Simple
Single
Screw
Ships”
selanjutnya
mengklasifikasikan hambatan kapal di air tenang (calm water), secara praktis, ke dalam 2 (dua) komponen hambatan utama yaitu hambatan kekentalan (viscous resistance) yang merupakan fungsi bilangan Reynolds (Re) dan hambatan gelombang (wave-making resistance) yang merupakan fungsi bilangan Froude (Fr), dimana korelasi kedua komponen hambatan tersebut diperlihatkan pada Persamaan (2.4): RT(Fr, Re) = RW(Fr)+ RV(Re)= RW(Fr)+ (1+k)(Fr) RF(Re)
19
(2.4)
Persamaan (2.2) ditambahkan dengan adanya faktor kekasaran permukaan dan hambatan angin, selanjutnya menghasilkan Persamaan (2.5): (
(2.5)
)
Dimana CF adalah roughness allowance dan CAA adalah hambatan udara (diasumsikan nol bila tidak ada bangunan atas). ITTC merekomendasikan untuk mendapatkan nilai (1+k) melalui pengukuran pada kecepatan rendah dimana angka Froude (Fr) < 0.22 dan CW mendekati nol (tidak ada separasi aliran) sehingga (1+k)=CT/CF. Dalam hal ini metode Prohaska (ITTC 2002, Bertram 2000) dapat digunakan seperti terlihat pada Persamaan (2.6) CT 1 k C F a Fr n
(2.6)
Cara lain adalah menggunakan formulasi empiris yang dijelaskan di dalam Molland, Turnock, dan Hudson (2011). Hambatan gelombang kemudian diketahui terdiri dari hambatan pola gelombang (wave pattern resistance) dan wave breaking dan spray resistance. Couser dkk (1997) menyempurnakan pembagian komponen hambatan kapal dengan memasukkan adanya induced drag dan hambatan akibat bentuk transom di belakang kapal (transom drag), lihat Gambar 2.3. Bila diamati dengan teliti maka tampak dengan jelas bahwa sisi atas menggambarkan penjelasan detail dari penurunan komponen hambatan menurut Froude (1872) dimana hambatan total terdiri dari hambatan gesek dan hambatan sisa. Sementara itu, sisi bawah memperlihatkan penjelasan dari Hughes (1954) dan Granville (1956) dimana hambatan total terdiri dari hambatan viskos dan hambatan gelombang.
20
Gambar 2.3. Diagram komponen hambatan kapal (Couser dkk, 1997).
Bentuk bagian belakang buritan kapal yang berbentuk kotak (transom) sering menambah hambatan tersendiri yang menambah komponen hambatan tekanan (pressure drag) dan sebagai hambatan induksi (induced drag) pada lambung trimaran (Couser dkk, 1997). Hambatan gelombang terjadi karena adanya gelombang gravitasi permukaan bebas dan tegangan viskos ditimbulkan oleh pengurangan tekanan di lambung bagian belakang (stern) kapal akibat adanya lapisan batas (boundary layer). Sedangkan wave breaking dan spray dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap total hambatan pada kecepatan tinggi. Selanjutnya, Molland (2008) mengelompokan komponen hambatan ini ke dalam dua kelompok yaitu hambatan viskos (viscous resistance) dan hambatan gelombang (wave resistance) dan diperlihatkan pada Gambar 2.4.
21
Gambar.2.4. Diagram komponen hambatan kapal (Molland, 2008).
Standar internasional dari ITTC meng-klasifikasikan hambatan kapal di air tenang (calm water), secara praktis dibagi dalam 2 (dua) komponen hambatan utama yaitu hambatan viskos (viscous resistance) yang terkait dengan bilangan Reynolds dan hambatan gelombang (wave-making resistance) yang tergantung pada bilangan Froude, dimana korelasi kedua komponen hambatan tersebut diperlihatkan pada Persamaan 2.7.
(2.7) 2.2.2
Hambatan Gesek
Hambatan gesek adalah komponen hambatan yang diperoleh dengan cara mengintegralkan tegangan tangensial ke seluruh permukaan basah kapal menurut arah gerakan kapal (Harvald, 1983). Bagi suatu benda yang bergerak di dalam fluida, adanya viskositas akan menimbulkan gesekan. Penting tidaknya gesekan dalam situasi fisik ini tergantung pada jenis fluida dan konfigurasi fisik atau pola alirannya. Daerah fluida yang dekat dengan benda padat didefinisikan sebagai lapisan batas (boundary layer). Pada daerah ini gradien melintang kecepatannya sangat besar dibandingkan dengan variasi longitudinalnya, dan tegangan gesernya mempunyai makna yang penting. Koefisien hambatan gesek CF biasanya 22
diperoleh melalui percobaan di tangki uji (towing tank), sehingga diperlukan suatu cara yang seragam untuk menghitung gesekan permukaan dan untuk mengembangkan data yang diperoleh dari model ke ukuran kapal yang sebenarnya (prototype). Besar hambatan gesek pada dasarnya tergantung pada luas permukaan basah lambung kapal, tingkat kekasaran permukaan dan bilangan Reynolds, dimana bilangan Reynolds dinyatakan dengan Persamaan 2.8: (2.8) Aliran fluida bisa digolongkan sebagai aliran viscous yang terbentuk boundary layer jika efek viskositasnya tidak diabaikan. Dan jika efek viskositasnya diabaikan maka aliran fluida tersebut merupakan aliran non viscous yang tidak terbentuk boundary layer. Fluida yang kontak langsung dengan suatu batasan pada aliran viscous akan mempunyai kecepatan sama dengan batasan padat itu sendiri atau tidak terjadi slip pada batasan padat tersebut. Sheer stress pada aliran viscous laminar dipengaruhi secara langsung oleh viskositas fluida dan gradient kecepatan yang ada dalam aliran fluida tersebut. Surface shear stress (τw) dapat dinyatakan dengan Persamaan 2.9 (Molland dkk, 2011): (2.9)
dimana: μ = viskositas absolute fluida du/dy= gradient kecepatan. 2.2.3
Hambatan Sisa
Bagian terbesar dari hambatan sisa adalah komponen hambatan gelombang (Harvald, 1983). Hambatan lainnya adalah hambatan tekanan dan hambatan gesek tambahan sebagai akibat bentuk benda yang tiga dimensi. Dari kegiatan praktis di laboratorium, hambatan sisa adalah kuantitas yang merupakan hasil pengurangan dari koefisien hambatan total dengan koefisien hambatan gesek.
23
2.2.4
Hambatan Viskos
Hambatan viskos adalah komponen hambatan yang terkait dengan energy yang dikeluarkan akibat pengaruh viskos. Hambatan tersebut merupakan penjumlahan dari beberapa komponen hambatan yakni hambatan bentuk (viscous form resistance), hambatan gesek lambung kapal (naked hull skin friction) dan hambatan tambahan lambung kapal (appendage skin friction). Hambatan bentuk adalah integral dari gaya normal yang bekerja pada lambung, dimana besar hambatannya tergantung bentuk lambung dibawah permukaan air. Viscous form resistance dapat disebut juga sebagai hambatan tekanan akibat viskos dimana komponen hambatannya dapat dihitung dengan cara mengintegralkan tegangan normal akibat viskositas dan turbulensi. Kuantitas ini tidak dapat langsung diukur kecuali pada benda yang terbenam seluruhnya, dalam hal ini sama dengan hambatan tekanan yang diperoleh dengan cara mengintegralkan tegangan normal ke seluruh permukaan benda menurut arah gerakan benda. 2.2.5
Hambatan Gelombang
Hambatan gelombang adalah komponen hambatan yang berkaitan dengan penggunaan energi untuk pembentukan gelombang gravitasi atau bekerjanya gaya normal fluida pada seluruh lambung kapal. Komponen ini dipisahkan menjadi dua bagian yaitu hambatan pola gelombang (RWP) dan hambatan gelombang pecah (RWB) (Hogben dan Standing, 1975). Pada umumnya, yang diartikan sebagai hambatan gelombang adalah dengan mengabaikan hambatan gelombang pecah karena besarnya relatif kecil dan terjadi pada kecepatan tinggi (high speed condition). Hambatan gelombang terjadi disebabkan oleh tekanan fluida yang bekerja pada arah normal terhadap lambung kapal. Pola gelombang (wave patern) memiliki persamaan sudut gelombang yang ditimbulkan oleh lambung kapal, (Molland, 2008):
(2.10)
24
Gambar 2.5. Pola elevasi gelombang pada lambung kapal bergerak di air tenang (Molland, 2008). Interferensi
antara
sistem
gelombang
divergen
dan
transversal
memberikan bentuk karakteristik gelombang yang dapat diamati karena kedua system gelombang bergerak pada kecepatan yang sama. Hubungan kecepatan kapal (V), panjang gelombang (λ) antara dua puncak gelombang adalah: (2.11) 2.2.6
Hambatan Sibakan Gelombang (Spray Resistance) dan Gelombang Pecah (Wave Breaking)
Geometri kapal dengan kecepatan tertentu berpotensi menghasilkan gelombang samping yang cukup besar. Gelombang ini popular dengan sebutan sibakan gelombang (ship wave wash), yang sangat berbahaya bagi lingkungan sekitarnya ketika intensitasnya cukup tinggi. Hambatan sibakan air (spray resistance) tersebut merupakan komponen hambatan yang terkait dengan energy yang dikeluarkan sehingga menimbulkan semprotan. Kapal-kapal cepat yang agak gemuk (bluffer) cenderung menghasilkan sibakan gelombang yang besar dan kapal-kapal yang langsing menyebabkan massa air terdorong ke arah haluan menghasilkan gelombang pecah (wave breaking). Hambatan gelombang pecah tersebut merupakan komponen hambatan yang terkait dengan pecahan gelombang yang berada di buritan kapal.
25
2.3 Hambatan Kapal Trimaran Trimaran adalah kapal dengan lambung banyak (multihull), yang terdiri dari satu lambung utama (mainhull) dan dua lambung sisi (sidehull) yang ukurannya cenderung lebih pendek dan terletak di kedua sisi lambung utama. Bentuk lambung trimaran adalah pengembangan dari bentuk lambung tunggal yang bertujuan untuk meningkatkan kecepatan kapal yang diikuti dengan berkurangnya daya yang dibutuhkan. Investigasi pada hambatan trimaran telah membuktikan bahwa bentuk lambung trimaran memiliki hambatan lebih kecil pada kecepatan tinggi jika dibandingkan dengan lambung trimaran dan lambung tunggal (Murdijanto dkk, 2010 dan Maynard dkk, 2008). Dengan adanya cadik atau lambung sisi, memberikan keunggulan stabilitas
dan
karakteristik
olah
gerak
kapal
trimaran
(Gray,
2001).
Penyempurnaan bentuk lambung trimaran terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang semakin beragam terutama untuk meningkatkan kecepatan dan efisiensi energi. Salah satu penyempurnaan kapal trimaran adalah dengan optimalisasi posisi mainhull dan sidehull sehingga mampu meminimalisir daya yang dibutuhkan dari mesin penggerak utama dan menemukan performa trimaran yang terbaik dari aspek hambatan kapal. Hambatan kapal trimaran diasumsikan sebagai penjumlahan dari beberapa komponen yang saling tidak bergantung (independent) agar mudah memecahkan masalah hambatan lambung kapal dan pengaruh jarak antara lambung (hull clearance). Metode yang digunakan pada pengujian lambung kapal yang konvensional yaitu dengan membagi hambatan pada beberapa komponen yang didasarkan pada pengukuran total hambatan dari pengujian model dengan mengestimasi hambatan gesek (friction) dari formula empiris, atau pengukuran lansung pada komponenkomponen hambatannya. Kedua metode tersebut untuk mengidentifikasi komponen-komponen dan asumsi-asumsi yang terkait. Pemisahan hambatan pada beberapa komponen adalah berdasarkan prinsip momentum pada sebuah model kapal di tangki uji yang diformulasikan untuk mendapatkan ekspresi konfigurasi gelombang yang ditimbulkan (wave pattern) dan hambatan wake transverse.
26
Efek interferensi antara lambung yang mana memodifikasi komponen hambatan pada konfigurasi lambung kapal trimaran dapat diuraikan sebagai modifikasi ITTC-1957, ITTC-1978 dan metode pengukuran lansung untuk menghitung hambatan kapal trimaran. Perhitungan hambatan kapal trimaran mengadopsi metode hambatan kapal lambung tunggal (monohull) dengan memasukkan faktor interferensi hambatan sebagai berikut: (
)
(
)
(
)
=
(2.12)
Dimana : σ Faktor interferensi hambatan gesek (friction) Ω Faktor interferensi hambatan sisa (residuary)
Insel dan Molland (1992) mengungkapkan karakteristik hambatan (calm water) kapal katamaran pada kecepatan tinggi (high-speed semi displacement catamarans), dengan bentuk lambung simetris (symmetrical hull forms). Hasil eksperimen Insel dan Molland (1992) menyimpulkan bahwa pengaruh kedua interferensi berkontribusi pada total hambatan kapal, yaitu interferensi vikos disebabkan oleh aliran yang tidak simetri disekitar demihull akibat perubahan formasi lapisan batas (boundary layer) dan interferensi gelombang disebabkan interaksi gelombang dari masing masing lambungnya. model diuji pada bilangan Froude 0.1- 1.0 untuk konfigurasi trimaran dengan rasio jarak (S/L) 0.2, 0.3, 0.4 dan 0.5. Kemudian eksperimen dilakukan untuk menganalisa hambatan, running trim, sinkage dan wave pattern. Dengan melakukan modifikasi pada persamaan Insel dan Moland (1992) untuk total hambatan trimaran, adalah ; (
)
(
(2.13)
)
dimana ø merupakan variabel perubahan tekanan disekitar demihull dan σ merupakan variabel penambahan kecepatan diatara lambung trimaran dan dihitung dari integrasi hambatan gesek lokal berdasarkan luas bidang basah dan (1
27
+ k) adalah form factor untuk demihull (in isolation). Untuk tujuan praktis, ø dan σ dapat dikombinasikan kedalam faktor interferensi viskos β dimana (1+ ø k)σ = (1 + β k), sehingga ; (
)
(
(2.14)
)
2.4 Perhitungan dan Pengukuran Hambatan Kapal Perhitungan hambatan kapal dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain: analitis, numerik, empirik, dan eksperimental (Utama, 1999). Cara analitis dilakukan menggunakan persamaan matematis untuk geometri kapal, tetapi cara ini membutuhkan waktu yang agak lama sehingga jarang untuk digunakan. Cara numerik yang sering dipakai pada saat ini dengan simulasi CFD (computational fluid dynamics) yang menggunakan teknologi komputer yang berkecepatan tinggi dan menghasilkan penyelidikan model yang sangat teliti selama data yang dimaksud sesuai dengan file database yang ada maka besar hambatan total kapal dapat diketahui dengan akurasi yang tinggi. Cara eksperimental dilakukan dengan pengujian geometri 3-dimensi ukuran badan kapal dalam skala kecil pada kolam uji. Penjelasan detail tentang pengujian model antara lain dijelaskan oleh Todd (1950). Cara ini diyakini lebih akurat apabila dibandingkan dengan perhitungan secara empiris. Sementara itu (formulasi) empirik dikembangkan dari database pengujian sejumlah model kapal sehingga dihasilkan suatu cara perhitungan hambatan kapal yang cukup akurat. Penggunaan keempat cara perhitungan hambatan di atas, diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam memprediksi secara rasional dan akurat komponen hambatan kapal trimaran yang selanjutnya dapat diaplikasikan untuk menghitung kebutuhan tenaga mesin (propulsi) bentuk kapal. 2.4.1 Analisis Pengujian Hambatan Kapal
Komponen hambatan dapat dijabarkan dengan lebih teliti dengan menggunakan kolam uji (towing tank) seperti dilaporkan oleh Utama (1999). Komponen hambatan gelombang dan kekentalan dapat diketahui langsung dengan menggunakan alat ukur yang ada. Lackenby (1965) menjelaskan adanya interaksi 28
antara hambatan gelombang dengan hambatan kekentalan sehingga pengukuran hambatan gelombang masih bercampur dengan hambatan kekentalan berkisar 5%. Faktor ini dapat dihilangkan apabila menggunakan uji terowongan angin karena pengaruh hambatan gelombang akibat ada permukaan gelombang tidak ada (Molland dan Utama, 1997; Utama 1999). Perhitungan hambatan yang dilakukan melalui towing tank dihitung secara emperis dan dengan menggunakan skala model yang efektif (ITTC, 2008; J. Banks, etc, 2011). 2.4.2 Analisis CFD (Computational Fuid Dynamics) Computational Fluid Dynamics merupakan suatu program yang dapat digunakan untuk menganalisa aliran fluida beserta karakteristik yang ditimbulkan akibat bergeraknya suatu benda pada fluida tersebut. Persamaan dasar yang digunakan pada CFD merupakan persamaan yang didasarkan pada dinamika fluida yaitu persamaan kontinuitas, momentum dan energi. Persamaan-persamaan tersebut merupakan pernyataan matematis dari tiga prinsip dasar fisika sebagai berikut: 1) kekekalan massa, 2) hukum Newton II: gaya = massa × percepatan, dan 3) kekekalan energi. Perilaku aliran, yang berkaitan terutama dengan perubahan kecepatan dan kedalaman aliran, merupakan variabel yang diketahui. Dalam hal ini, persamaanpersamaan yang didasarkan pada kedua prinsip pertama yang dipakai adalah persamaan kontinuitas dan persamaan momentum. Utama (1999) menjelaskan bahwa komponen hambatan kapal trimaran dapat dihitung dengan dengan teliti dengan teknik yang relatif baru pada saat ini yang dikenal dengan CFD (computational fluid dynamic). Hasil yang diperoleh cukup baik seperti halnya pengukuran hambatan gesek dan faktor bentuk badan kapal memperlihatkan tingakat kesalahan yang lebih kecil dari 5% dibandingkan dengan uji fisik model dikolam uji. Dilain pihak Date dan Turnock (1999) dengan percobaan perhitungan hambatan gesek pelat datar yang dibandingkan dengan hasil pengukuran klasik William Froude pada abad ke-19 menunjukkan tingkat kesalahan sampai 3%. CFD mampu dikembang dan digunakan untuk menghitung
29
komponen hambatan kapal yaitu hambatan total dan viskous yang memiliki akurasi yang cukup bagus terhadap data eksperimen (Javanmardi, 2008). Reduksi hambatan pada kapal multihull (trimaran) sangat penting untuk dilakukan investigasi, salah satu metode yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan CFD (Yanuar, dkk, 2015). Persamaan Reynolds-averaged Navier–Stokes equations (atau persamaan RANS) adalah persamaan gerak untuk aliran fluida. faktor persamaan adalah Reynolds dekomposisi, dimana kuantitas sesaat didekomposisi menjadi jumlah waktu rata-rata dan fluktuasinya, diusulkan pertama kali oleh Osborne Reynolds. Persamaan RANS terutama digunakan untuk menggambarkan arus turbulen. Persamaan ini dapat digunakan dengan perkiraan berdasarkan pengetahuan tentang sifat-sifat aliran turbulensi untuk memberikan perkiraan solusi waktu ratarata untuk persamaan Navier-Stokes.P ini dapat ditulis dalam notasi sebagai berikut:
(2.15) Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Momentum (Navier-Stokes Equations, Reynolds Equations) dapat diwakilkan untuk memprediksi perhitungan fluida. Air merupakan fluida tak mampat, artinya rapat massanya (density, ρ) konstan. Kerapatan massa air tidak berubah terhadap perubahan tekanan, namun masih dapat berubah terhadap perubahan temperatur. Persamaan kontinuitas dan momentum untuk aliran air jika ditulis dalam koordinat Cartesius adalah:
(2.16) (2.17) (2.18)
30
(2.19) Dalam persamaan di atas t adalah waktu, x, y, dan z adalah sumbu koordinat arah longitudinal, transversal, dan vertikal, u, v, dan w adalah kecepatan sesaat aliran arah x, y, dan z, p adalah tekanan, τij (i,j = x,y,z) adalah tegangan geser (merupakan fungsi kecepatan dan kekentalan air) arah j yang bekerja pada bidang tegak lurus sumbu i, dan gx, gy, dan gz adalah percepatan gravitasi arah x, y, dan z.
Gambar 2.5 model gaya pada elemen CFD Persamaan-persamaan di atas, persamaan kontinuitas (Pers. 2.16) dan persamaan momentum (Pers. 2.17, 2.18, 2.19), dikenal sebagai Persamaan NavierStokes. Sebenarnya, secara historis yang disebut dengan persamaan Navier-Stokes adalah persamaan momentum saja. Namun, dalam literatur CFD modern, terminologi persamaan NavierStokes diperluas cakupannya, tidak hanya mencakup persamaan momentum, tetapi juga persamaan kontinuitas dan persamaan energi. Bentuk persamaan Navier-Stokes seperti disajikan di atas merupakan bentuk persamaan diferensial konservatif. Perbedaan bentuk persamaan berasal dari cara persamaan-persamaan tersebut diturunkan dari penerapan prinsip fundamental fisika: dengan memakai konsep elemen kontrol (control element)
31
yang akan menghasilkan bentuk persamaan integral, atau konsep elemen kecil tak berhingga (infinitesimal fluid element) yang akan menghasilkan bentuk persamaan diferensial. Bentuk persamaan konservatif didapat apabila volume kontrol atau elemen infinit tetap (tidak berpindah tempat), sedang bentuk persamaan nonkonservatif diperoleh apabila elemen kontrol atau elemen infinit tersebut bergerak mengikuti aliran searah garis alir (streamline). Ilustrasi yang diberikan pada Gambar 1 menunjukkan pendekatan bentuk persamaan tersebut yang dapat diubah dari suatu bentuk ke bentuk lainnya. Uraian dan penjelasan rinci mengenai keempat bentuk persamaan tersebut diberikan dengan sangat rinci dan jelas dalam buku “Computational Fluid Dynamic, The Basics with Applications” (Anderson, 1995).
Gambar 2.6. Model aliran: (a) volume kontrol (control volume), (b) elemen kecil takberhingga (infinitesimal fluid element).
Model Turbulen SST (Menter ini Shear Stres Transportasi) Model turbulensi adalah model yang banyak digunakan melalui dua persamaan eddy-
32
viscosity turbulence dalam peritungan Computational Fluid Dynamics. Model ini menggabungkan Model turbulensi dan k-epsilon Model turbulensi k-omega sehingga k-omega digunakan di wilayah bagian dalam lapisan batas dan beralih ke k-epsilon dalam aliran fluida bebas.
(2.20) (2.21) Persamaan SST merupakan model persamaan turbulensi diperkenalkan Menter (1994) yang berhubungan dengan sensitivitas arus kuat kuat dari model turbulensi k-omega (k-ω) dan meningkatkan prediksi gradien pada tekanan rendah. Perumusan model SST didasarkan pada percobaan fisik untuk memprediksi solusi untuk masalah aliran fluida. Selama dua dekade terakhir model telah diubah untuk lebih akurat yang mencerminkan kondisi aliran tertentu. Reynold's Averaged Eddy-viscosity merupakan dua variabel sistem yang dihitung untuk memperoleh harga k untuk turbulensi energi kinetik dan omega pada tingkat disipasi dari turbulensi. 2.5.
Analisa Seakeeping Pengertian seakeeping adalah respons gerakan kapal ketika menerima
usikan dari
luar (external) dimana dalam hal ini diakibatkan oleh pukulan
gelombang (Bhattacaryya, 1978 dan Rawson dan Tupper, 2001). Seakeeping juga diartikan sebagai pengukuran kemampuan kapal ketika berada di perairan (St. Denis, 1976). Sebuah kapal dinyatakan memiliki kualitas seakeeping yang baik sebagai laik laut (seaworthy) dan dianggap mampu dioperasikan dengan efektif pada berbagai kondisi perairan. Dalam skala kecil atau model maka pengukuran seakeeping dapat dilakukan menggunakan kolom uji (towing tank). Model yang tersedia diletakkan dalam area uji (dalam keadaan bergerak dengan kecepatan tertentu) dan menerima pukulan gelombang yang datang dari arah berlawanan (head sea) dan samping (oblique wave). Parameter yang diukur antara lain berupa respons gerakan heaving, pitching dan rolling serta kemungkinan adanya 33
slamming dan deck wetness (Fryer dkk, 1994). Perhitungan seakeeping dapat dilakukan melalui pengujian model menggunakan fasilitas MOB (manoeuvring ocean basin) dimana karakteristik gerakan yang diukur adalah heave, pitch, dan yaw (Bhattacaryya, 1978). Cara lainnya adalah pendekatan teoritis menggunakan toeri strip. Seperti diketahui maka teori strip sudah cukup lama digunakan untuk menghitung gayagaya respon yang bekerja pada sebuah kapal sebagai akibat dari adanya eksitasi gelombang (Bhattacaryya, 1978). Dengan pendekatan ini maka akan dihitung apa yang disebut amplitudo gerakan berdasarkan frekuensi gelombang dan encounter dengan menggunakan rasio amplitudo terhadap amplitudo gelombang itu sendiri (yang dikuadratkan) maka akan diketahui RAO (respon amplitude operator) dari gerakan tersebut. Perhitungan luasan daerah di bawah RAO terhadap sumbu horisontal kemudian menghasilkan respon gerakan kapal. Metode strip ini dipandang kurang akurat karena hanya valid untuk kapalkapal slender monohull. Karena itu dipandang perlu untuk menggunakan teknik yang lebih baik yang disebut metode panel (panel method). Dalam hal ini, geometri kapal diasumsikan terdiri atas sejumlah panel yang dapat berjumlah ribuan atau puluhan ribu sehingga dapat menyesuaikan dengan bentuk geometri apapun. Teknik yang diakomodasikan ke dalam penyelesaian Green Function memungkinkan akurasi hasil yang sangat baik (Turnock, 1996). Aspek hidrodinamika yang mempelajari perilaku kapal di atas gelombang (seakeeping) untuk mempertahankan fungsi dalam menjalankan misinya di laut dijelaskan pada Gambar 2.4. Gambar 2.4 memperlihatkan analogi respons kapal, dimana kapal diumpamakan sebagai filter, kondisi lingkungan sebagai input dan gerak kapal sebagai outputnya (Rawson dan Tupper, 1994; Utama dan Jamaludin, 2011) Analisis seakeeping sangat tergantung pada informasi karakteristik gelombang tempat kapal akan dioperasikan.
34
Gambar. 2.7. Analog respons kapal terhadap pengaruh dari luar Kemampuan kapal dalam menjalankan misinya dengan baik dapat ditunjukkan oleh kualitas gerak selama perjalanan, atau yang disebut Ride Quality, yaitu merupakan indikasi dari kenyamanan pada sebuah kapal sebagai suatu kendaraan atau alat transportasi. Kemampuan ini biasanya mengacu pada standar kriteria yang sudah banyak terdapat pada beberapa literatur. Kriteriakriteria tersebut umumnya disusun berdasarkan informasi dan data pengalaman operator kapal yang meliputi kemampuan ketahanan awak kapal dan penumpang pada saat berada diatas kapal (Utama dan Jamaludin, 2011 ). Batasan mengenai kriteria unjuk kerja seakeeping berhubungan dengan aspek khusus dari respons kapal terhadap kondisi laut, seperti amplitudo gerak roll/pitch/heave pada titik (area) tertentu di atas kapal. Setiap aspek gerakan, jika mempunyai nilai yang tinggi akan dapat memungkinkan unjuk kerja satu atau lebih elemen kapal mengalami degradasi sampai pada tingkat yang tidak wajar. Secara sederahana, seakeeping suatu kapal diilustrasikan pada Gambar 2.5. Semua gerakan kapal dapat digolongkan menjadi 3 jenis gerakan linear dan 3 jenis gerakan rotasional seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1.
35
Gambar 2.8. Derajat kebebasan pada kapal
No.
Tabel 2.1. Persamaan gerakan pada kapal Gerakan RAO No. Gerakan Translasiona
RAO
Rotasional
1
l Surge
(xa/δa)2
4
Roll
(Øa/δa)2
2
Sway
(ya/δa)2
5
Pitch
(Ɵa/δa)2
3
Heave
(za/δa)2
6
Yaw
(Φa/δa)2
Gerakan Surge dan Sway yang terjadi pada kapal mempengaruhi cepat dan lambat gerakan kapal maju, mundur dan dari sisi ke sisi. Heave merupakan pergerakan kapal kearah atas dan bawah secara vertikalnya serta bouyancy yang ditimbulkan bergerak kearah puncak gelombang sepanjang kapal. Pitch terjadi dimana kapal terangkat pada bagian bow dan merendah pada bagian sterndan juga sebaliknya. Roll merupakan gerakan dari sisi ke sisi pada kapal. Periode dari gerakan rolling didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk gerakan osilasi penuh dari horizontal ke kiri, kembali ke horizontal lalu ke kanan dan kembali ke horizontal. Yaw merupakan rotasi yang terjadi pada kapal searah vertikal axisnya. Ini muncul karena suatu kapal tidak mungkin dikendalikan bergerak sangat lurus kedepan. Langkah utama untuk perhitungan seakeeping adalah mengetahui respon hidrodinamika dari kapal tersebut sesuai dengan kecepatan dan sudut masuk gelombang (Esteban dkk, 2005) terhadap beban gelombang yang diterima. Kedua
36
adalah mendapatkan wave spectra dari daerah operasional untuk mengetahui magnitude gelombang yang ada. Jadi, kelakuan kapal didapatkan berdasarkan dari probabilitas gerakan yang terjadi pada level yang disetujui. Kondisi opersional perairan dideskripsikan dengan model statistikal, dimana karakteristik dari area tersebut diketahui seperti tinggi gelombang dan energi gelombang sesuai dengan frekuensi dan sudut masuk (Recas dkk, 2004). Dalam rangka untuk menghitung motion, pertama kita harus menghitung gaya dari semua persamaan. Hitung excitation force, added mass, dan damping radiation untuk kapal dalam fungsi frekuansi dan sudut hadap. Ketika perhitungan motion telah selesai untuk sebuah amplitudo gelombang, didapatkan set yang bernama Response Amplitude Operator atau RAO‟s. RAO ini adalah elemen kunci dalam analisis seakeeping. RAO atau sering disebut sebagai transfer function adalah fungsi response yang terjadi akibat gelombang dalam rentang frekuensi yang mengenai struktur offshore. RAO disebut sebagai transfer function karena RAO merupakan alat untuk mentransfer beban luar (gelombang) dalam bentuk response pada suatu struktur. Berdasarkan pada hukum Newton II persamaan gerak struktur terapung dalam 6 derajat kebebasan dinyatakan sebagai berikut: F=Ma
(2.23)
Dimana: F
: Resultan gaya yang bekerja pada struktur
M
: Massa struktur
a
: percepatan struktur
Persamaan 2.23 dapat ditulis dalam bentuk lain dimana percepatan (a) merupakan turunan kedua dari posisi: F = M x”
(2.24)
Resultan gaya – gaya yang bekerja pada struktur terdiri dari gaya apung (bouyancy) dan gaya luar. Gaya luar terdiri dari gaya eksitasi dan gaya radiasi. Dimana persamaan matematisnya dapat ditulis sebagai persamaan 2.25 berikut:
37
FWJ + FRJ + FHSJ = M x”
(2.25)
Dimana : FWJ
: Gaya eksitasi
FRJ
: Gaya radiasi
FHSJ : Gaya hidrostatik Rumusan dari m
i xjds D xjds R xjds Cx Mx t t t
(2.26)
Dengan menjabarkan gaya radiasi yang terdiri dari koefisien massa tambah dan koefisien redaman maka persamaan 2.15 dapat ditulis menjadi:
6
{(M n 1
JK
A ) JK
" K
B JK JK C JK } K
F
J
e iwt , j 1,...,6
(2.27)
Dimana:
M
JK
: matriks masa dan inersia dari struktur
A
JK
: massa tambah (added mass)
B
JK
: koefisien redaman
C
JK
F
J
: koefisien gaya hidrostatik pengembali : amplitudo gaya eksitasi dalam besaran kompleks F1 , F2 , F3 adalah amplitudo gaya-gaya eksitasi yang mengakibatkan
surge, sway dan heave, sedangkan F4 , F5 , F6 adalah amplitudo momen eksitasi untuk roll, pitch dan yaw (persamaan 2.27). Tanda titik menunjukkan turunan terhadap waktu, sehingga ξ dan ξ adalah masing-masing kecepatan dan percepatan. Dengan mengasumsikan struktur kapal memiliki bentuk yang simetri secara lateral dan memiliki koordinat pusat gravitasi pada (0,0,Zg) maka matriks massanya menjadi:
38
(2.28) Dimana: M
: massa struktur
Ij
: momen inersia arah j
Ijk
: momen inersia Sedangkan matriks massa tambah, koefisien redaman dan matriks
kekakuan adalah sebagai persamaan 2.29 sampai 2.31 berikut:
(2.29) (2.7)
( (2.30)
(2.31) Prosedur komputasi untuk menyelesaikan persamaan gerak kapal, pertama akan dihitung besarnya gaya-gaya eksitasi. Hal ini dapat diturunkan
39
dengan menghitung distribusi tekanan hidrodinamik dengan persamaan Bernoulli, yaitu:
p (
1 2 gz ) t 2
(2.32)
Dimana potensial kecepatan ϕadalah:
( x, y, z , t ) [U x s ( x, y, z )] T ( x, y, z )e iwt
(2.33)
Dalam persamaan 2.22, variabel pertama dalam ruas kanan merupakan kontribusi dari potensial kecepatan steady, ϕs dan kecepatan kapal u. Sedangkan variabel kedua adalah kontribusi dari potensial kecepatan unsteady: 6
T T D h j j
(2.34)
J 1
Dimana pada persamaan 2.23, T , D , j
masing-masing adalah
potensial kecepatan dari gelombang insiden, difraksi dan radiasi sebagai akibat mode gerakan ke j. Langkah berikutnya dalam menyelesaikan persamaan gerak adalah menentukan harga koefisien added mass, damping dan hidrostatik. Dari persamaan gerak ini didapatkan hasil berupa karakteristik gerakan kapal. Informasi ini umumnya disajikan dalam bentuk grafik, dimana perbandingan gerakan pada mode tertentu ξj dengan parameter tertinggi atau amplitudo gelombang (ξa) yang diberikan sebagai fungsi frekuensi encounter(ωe) dari sumber eksitasi. 2.6 Response Amplitude Operator Berdasarkan pola RAO, gerakan dan gaya dalam setiap gelombang spektrum acak (dengan periode puncak ditentukan Tp, tinggi gelombang signifikan Hs dan faktor peakedness γ) sekarang dapat dihitung dengan analisis spektral. Berdasarkan teori linear diasumsikan bahwa untuk setiap periode gelombang hubungan antara gelombang amplitudo input dan gerak Amplitudo selalu sama (yaitu nilai RAO). Jika amplitudo gelombang meningkat dengan
40
faktor tertentu, gerakan meningkat dengan faktor yang sama. Linearitas ini memungkinkan kita untuk memperbanyak RAO dari gerakan oleh spektrum gelombang, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah. Ketika ada hubungan linear antara elevasi gelombang dan gerakan, percepatan atau gaya, hubungan ini dapat disajikan dalam domain frekuensi dengan fungsi respon atau RAO. RAO ini memberikan rasio antara amplitudo gerakan kapal Trimaran dan gerakan gelombang untuk masing-masing frekuensi gelombang dan dapat menggunakan perhitungan densitas spektral yang dikalibrasi oleh gelombang dan gelombang keluar sesuai dengan persamaan 2.35: ( )
√
( )
(2.35)
( )
Dimana: H(ω) = Response Function Sγ(ω) = spectral density of the output signal Sζ(ω) = spectral density of the wave elevation ζ (input spectrum) Secara Hubungan RAO (Response Amplitude Operator) dapat ditunjukkan oleh Gambar 4.8 yang menjelaskan perbandingan antara gelombang yang terjadi sebelum mengenai kapal dan gelombang yang terjadi setelah mengenai kapal. Peristiwa ini sangat mempengaruhi pola gerakan kapal berupa Heave dan Pitch. Pada kondisi tertentu gerakan kapal (Heave dan Pitch) mengalami kondisi puncak (kritis) sehingga harus diantisipasi agar kapal tetap bisa bertahan.
41
Gambar 2.9 Response Amplitude Operators (Bhattacharyya, 1978) Statistik gelombang di laut bisa dipergunakan untuk menentukan batasan tinggi gelombang, periode dan arah yang mungkin akan dihadapi untuk beberapa waktu tertentu. Hal ini merupakan cara untuk menentukan berapa hari dalam setahun kapal tersebut mengalami kondisi gelombang tertentu dan itu dapat diwakili dengan spektrum gelombang yang mendekati, misalnya dengan mengadopsi formulasi yang disarankan JONSWAP (1964). Formula yang dirumuskan oleh JONSWAP (1964) merupakan salah satu metode yang paling praktis untuk menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan oseanografi dan rekayasa kelautan. Mereka mengasumsikan jika angin berhembus konstan dalam jangka waktu yang lama pada daerah yang sangat luas, gelombang akan mencapai kesetimbangan dengan angin. Hal tersebut adalah dasar dari konsep “fully developed sea” dimana spektrum ini menunjukkan jumlah energi gelombang pada frekuensi gelombang yang bervariasi. Suatu gelombang acak (irreguler) digambarkan sebagai superposisi dari gelombang regular dengan amplitudo dan frekuensi yang bervariasi
42
Terdapat 2 pola gelombang yang terjadi di laut yaitu gelombang reguler dan gelombang irregular. Gerakan suatu struktur pada gelombang reguler disebut sebagai Response Amplitude Operator (RAO). RAO merupakan fungsi amplitudo struktur yang bergerak di gelombang regular per unit amplitudo gelombang. Oleh karena itu, RAO akan berbeda untuk tiap jenis gerakan. RAO dapat diperoleh dari tes model pada towing tank, perhitungan analitis, maupun simulasi dengan perangkat lunak. Sedangkang, gelombang irreguler disini diasumsikan berasal dari penjumlahan gelombang-gelombang reguler yang memiliki frekuensi, tinggi dan fase gelombang yang berbeda-beda. Tiap komponen gelombang dapat ditransformasikan menjadi komponen dari suatu jenis gerakan dengan mengalikan spektrum gelombang dengan RAO gerakan tertentu yang ingin dihitung. Spektrum gelombang (ωw) diubah menjadi spektrum gelombang encountered (ωe) dengan formula sebagai berikut (4.36) Di mana : ωe : frekuensi encountered ω : frekuensi gelombang g : percepatan gravitasi V : kecepatan kapal µ : heading angle kapal 2.7 Respon Gerakan Kapal Beberapa tahap untuk memprediksi respon gerakan kapal pada sea state 4 adalah sebagai berikut: Tahap 1 Spektrum gelombang standar, seperti JONSWAP, dipilih untuk prediksi desain karakteristik motion kapal jika tidak ada spektrum laut particular yang cocok. Disisi lain, jika sebuah kapal adalah untuk seaway tertentu (misalnya untuk samudera atlantik), spektrum gelombang untuk seaway yang harus dipilih bukan dari spektrum JONSWAP standar.
43
Tahap 2 Spektrum gelombang pada tahap 1 ditransformasikan menjadi spektrum dimana spektrum memiliki satuan meter diubah menjadi satuan frekuensi sehingga didapat spektrum gelombang kapal. Kemudian spektrum gelombang dijadikan encounter frequency sehingga didapat encounter frequency dari kapal tersebut. Encounter frequency:
(2.37) spektrum gelombang dengan fungsi ωw diganti fungsiωe dengan nilai ordinat,
(2.38) energi yang terdapat adalah (2.39)
Sehingga encounter frequency 2.28dapat ditulis :
(2.40) Tahap 3 Menunjukkan dimana koordinat yang mewakili amplitudo gerakan (baik pitch, roll, heave ) terhadap encounter frequency seperti pada persamaan (2.41).
H(ω) =
X P ( ) ( )
(2.41)
44
dimana : Xp(ω) = amplitudo struktur. η(ω)
= amplitudo gelombang.
Tahap 4 Langkah utama untuk perhitungan seakeeping adalah mengetahui respon hidrodinamika dari kapal tersebut sesuai dengan kecepatan dan sudut masuk gelombang (Esteban et al, 2005) terhadap beban gelombang yang diterima. Kedua adalah mendapatkan wave spectradari daerah operasional untuk mengetahui magnitude gelombang yang ada. Jadi, kelakuan kapal didapatkan berdasarkan dari probabilitas gerakan yang terjadi pada level yang disetujui. Kondisi opersional perairan dideskripsikan dengan model statistikal, dimana karakteristik dari area tersebut diketahui seperti tinggi gelombang dan energi gelombang sesuai dengan frekuensi dan sudut masuk (Recas et al, 2004). Dalam rangka untuk menghitung motion, pertama kita harus menghitung gaya dari semua persamaan. Hitung excitation force, added mass, dan damping radiation untuk kapal dalam fungsi frekuansi dan sudut hadap. Ketika perhitungan motion telah selesai untuk sebuah amplitudo gelombang, didapatkan set yang bernama Response Amplitude Operator atau RAO‟s. RAO ini adalah elemen kunci dalam analisis seakeeping. RAO atau sering disebut sebagai transfer function adalah fungsi response yang terjadi akibat gelombang dalam rentang frekuensi yang mengenai struktur offshore. RAO disebut sebagai transfer function karena RAO merupakan alat untuk mentransfer beban luar (gelombang) dalam bentuk response pada suatu struktur. Menurut Chakrabarti (1987), persamaan RAO dapat dicari dengan rumus pada persamaan 2.31 sampai 2.33sebagai berikut : (2.42)
(2.43) (2.44)
45
Tahap 5 Teknik superposisi linier digunakan untuk perhitungan respon kapal dalam irregular seaway didasarkan pada asumsi:
1.
Respon kapal terhadap gelombang individual reguler adalah fungsi linier dari komponen amplitudo dan diasumsikan respon yang dialami kapal menjadi rangkaian dari gelombang reguler yang sama untuk waktu yang lama. Respon dari kapal diasumsikan harmonik dengan rangkaian gelombang. Asumsi bahwa respon kapal linier sebanding dengan amplitudo gelombang (persamaan 2.37) :
ai sin i t
(2.45)
menyebabkan respon seperti pada persamaan (2.42) :
bi sin i t ci
(2.46)
bi ai H ( i )
(2.47)
dimana,
dan H( i ) adalah encounter frequency function.
2.
Respon kapal untuk komponen gelombang individual adalah respon yang bebas terhadap komponen gelombang lainnya. Ini berarti respon kapal untuk seaway adalah jumlah respon terhadap komponen individual yang terdiri dari gelombang seaway, efek seaway pada kapal dapat ditentukan dengan menjumlahkan efek dari sistem gelombang terpisah dari kapal. Fungsi kepadatan spektral kapal respon (persamaan 2.48) adalah sama
dengan produk dari fungsi kepadatan spektral gelombang dan operator ampitudo respon. untuk gerakan rolling: (2.48) Dimana:
46
= fungsi kepadatan spektrum gelombang [ft²-sec] = fungsi kepadatan spektral respon kapal [deg²-sec] RAO
= Response Ampitude Operator
Tahap 6 Pentingnya gerakan spektrum sepenuhnya menggambarkan perilaku gerakan kapal di irregular seaway. Dari informasi dapat diperoleh tentang bentuk gelombang spektrum dari gelombang yang sama dapat diperoleh gerakan spektrum. Rata-rata respon tertinggi dapat diperoleh dengan mengikuti teori Rayleigh distribution. Luasan dibawah respon spektrum dinotasikan sebagai mₒ, 1
nilai RMS dari respon adalah m o 2 , maka: (Ǿ)1/3= 2,000 mₒ½
(2.49)
Faktor koreksi digunakan kedalam hitungan gerakan amplitudo spektrum pada persamaan 2.38 menjadi : (Ǿ)1/3= 2,000mₒ½x (1-Ɛ²)½ 2.8
(2.50)
Spektrum Gelombang JONSWAP Gelombang dibangkitkan oleh adanya angin. Semakin tinggi kecepatan
angin, semakin lama angina berhembus dan semakin luas area hembusan angina ,maka gelombang yang timbul akan semakin besar. Spektrum gelombang diperlukan dalam proses merancang kapal maupun bangunan lepas pantai untuk dapat memperkirakan besar gelombang maksimum yang dapat dibangkitkan oleh angina dimana kapal akan beroperasi atau di daerah tempat bangunan lepas pantai akan dibangun. Berikut adalah formulasi yang dipakai dalam menghitung spectrum gelombang. Dalam banyak kasus, sifat dasar dari karakteristik spektral gelombang dapat diselesaikan dengan formula standar yang didefinisikan oleh beberapa parameter yang independen. Beberapa contoh model telah diusulkan, dan banyak 47
dari mereka mempunyai beberapa kesamaan. Bagaimanapun juga, tidak ada model spektrum gelombang yang cocok untuk semua kondisi. Hal tersebut merupakan formula yang sederhana yang telah ditemukan untuk menyesuaikan perhitungan pada daerah yang spesifik dan konsisten dengan apa yang dikenal sebagai dasar dari gelombang ireguler. Detil dari banyak contoh bentuk spektral yang ditetapkan di Appendix A (hanya pada poin spektra). Negara Indonesia belum memiliki paten yang khusus untuk spektrum gelombang perairannya. Hal ini disebabkan belum adanya pengukuran data gelombang dalam bentuk gelombang yang kontinu dan teritegrasi sehingga dapat memformulasikan spektrum gelombang khusus perairan Indonesia. Maka dari itu hampir semua penelitian yang dilakukan pada perairan Indonesia menggunakan spektrum gelombang standar yaitu JONSWAP karena dianggap paling mewakili perairan Indonesia yang cenderung tenang dan dangkal. Spektrum tersebut memiliki tiga parameter utama yang harus disesuaikan dengan kondisi lapangan di sekitar struktur kapal ketika para desainer hendak menggunakannya. Parameter – parameter tersebut antara lain f, H1/3 dan T. Banyak model-model yang digunakan untuk spektrum dari gelombang pada poin
(tanpa
memperhatikan
arah
gelombang)
mempunyai
persamaan,
(Bretschneider, 1959), (2.51)
(2.52) dimana F = circular frequency A = 8.1 x 10-3 x g² B = (3.11 x 104) / H²1/3 Jika tersedia informasi statis pada kedua kerakteristik yaitu wave period dan significant wave period maka persamaan berubah menjadi A = 173 (H1/3)² * (T)-4
(2.53)
-4
B = 691 * (T)
(2.54)
48
Lebih jauh lagi, significant wave height adalah (H1/3) = 4.0*(mo)½, memiliki harga tinggi signifikan yaitu 4.0 x variasi. Meskipun variasi yang lebar pada tinggi signifikan dihasilkan dari kecepatan angin yang diberikan, hubungan antara kecepatan angin dan tinggi signifikan pada perairan terbuka, hanya digunakan pada saat kecepatan angin diketahui. 2.9. Review Hasil Penelitian Terdahulu
Pengkajian perihal komponen hambatan pada kapal katamaran sebagai dasar pemikiran terkait interferensi untuk kapal trimaran telah dilakukan lebih awal melalui eksperimen oleh Everest (1968), Pien (1976) dan Oving (1985), kemudian kajian teoritis oleh Doctors (2003) perihal pengaruh interferensi terhadap wavemaking resistance. Setelah kajian tersebut, beberapa pakar (naval architets) mulai tertarik melakukan kajian dan penelitian komponen hambatan dan interaksi lambung multihull. Turner dan Taplin (1968) menjelaskan perhitungan tenaga penggerak kapal katamaran ukuran besar. Perhitungan yang dilakukan adalah dengan melalui pengujian. Kapal katamaran dengan ukuran besar yang biasa digunakan untuk angkutan barang. Kapal katamaran yang digunakan merupakan kapal dengan hull displasmen dimana sarat kapal ketika berlayar tidak mengalami perubahan secar signifikan. Dalam perhitungan ini dilakukan pada kecepatan rendah yaitu antar Fr = 0,16 – 0,3 selanjutnya didapatkan bahwa ada selisih tenaga yang didapatkan adalah dimana kapal katamaran dengan demihull yang sama membutuhkan tenaga yang lebih besar jika dibandingkan dengan tenaga 2 kali demihull. Hal ini adalah menghasilkan kesimpulan ada fenomena tertentu yang terjadi akaibat adanya interaksi 2 hull. Baba (1996) melakukan kajian untuk membahas pembagian komponen hambatan kapal. Kapal katamaran memberikan kebebasan pada aspek desain bentuk lambung kapal dan dimensi dari demihull memberikan tambahan hambatan akibat penambahan hull secara transversal. Hambatan yang terjadi antara lain hambatan total, hambatan vikos dan interverensi hambatan.
49
Pien (1976), Miyazawa (1979) dan Liu dan Wang (1979) menjelaskan penentuan hambatan interferensi kapal katamaran, Interferensi antara dua sistim gelombang dari depan (bow) lambung akan menimbulkan puncak dan lembah gelombang yang lebih besar di antara lambung (inner side). Pada kecepatan tinggi, lembah gelombang yang terjadi diantara lambung akan semakin dalam, dan selanjutnya daerah pertemuan gelombang semakin bergeser kebelakang lambung. Maksimum koefisien hambatan gelombang pada sekitar Fr= 0.5. Pada Fr> 0.5, lembah gelombang akan mencapai di belakang (stern) lambung kapal dan pada kondisi tersebut nilai hambatan akan mengecil secara siknifikan (drastis). Insel (1990) mengkaji parameter (geometri) bentuk lambung katamaran terhadap komponen hambatan viskos dan gelombang pada model bentuk lambung wigley dengan ratio L/B, B/T, Cp, entance angle, jarak antara lambung dan kecepatan yang bervariasi. Hasil penelitian Insel (1990) menyimpulkan bahwa: (a) Efek ratio L/B adalah siknifikan pada bilangan Froude 0.35- 0.9. Semakin besar rasio L/B, semakin kecil interferensi yang terjadi. (b) Efek rasio B/T terjadi pada bilangan Froude lebih besar 0.35. Semakin besar rasio B/T semakin kecil interferensi hambatannya. (c) Efek prismatic coefficient (Cp) sangat siknifikan, dimana semakin besar koefisien prismatic maka semakin besar interferensi yang terjadi, khususnya pada bilangan Froude yang lebih kecil. (d) Efek entrance angle cukup siknifikan, dimana semakin besar entrance angle maka semakin kecil hambatan yang terjadi. (e) Parameter rasio L/B dan B/T sangat berpengaruh di atas main hump speed, sedangkan Cp dan entrance angle berpengaruh di bawah main hump speed. (f) Perubahan parameter (geometri) lambung merupakan faktor utama terhadap besarnya interferensi hambatan, dan faktor kedua adalah jarak antara lambung (S/L) dan kecepatan (Fr). Hasil eksperimen Insel dan Molland (1992) menyimpulkan bahwa pengaruh kedua interferensi berkontribusi pada total hambatan kapal, yaitu interferensi vikos disebabkan oleh aliran yang tidak simetri disekitar demihull
50
akibat perubahan formasi lapisan batas (boundary layer) dan interferensi gelombang disebabkan interaksi gelombang dari masing masing lambungnya. Utama dkk (2008) membahas perhitungan hambatan kapal katamaran dan trimaran untuk aplikasi penumpang di perairan sungai secara eksperimental. Trimaran yang memiliki hambatan yang kecil sehingga dapat menambah nilai ekonomis dari segi efisiensi mesin dan performa kapal yang baik. Berbagai bentuk badan kapal dikembangkan untuk mendapatkan desain lambung yang baik. Pada kapal trimaran dengan jarak antar lambung secara melintang (S/L) = 0.4 memiliki pengaruh interaksi gelombang antar hull terhadap nilai hambatan gelombang yang cukup rendah dan menunjukkan hasil yang hambatan viscous dan hambatan total optimal. Ackers dkk (1997), Murdijanto dkk (2010), dan Mahmood dan De-bo (2011) melakukan penelitian tentang karakteritik hambatan kapal trimaran. Di dalam perhitungan hambatan viscous kapal terdapat beberapa komponen hambatan yang menjadi dasar perhitungan. Viskositas fluida yang menyebabkan adanya tekanan gesekan permukaan. Fenomena gaya tekan dan gesek adalah akibat dari gelombang yang disebabkan pergerakan hull kapal. Nilai hambatan yang dihasilkan berbanding lurus dengan kenaikan froude Number. Semakin besar kecepatan semakin besar pula nilai hambatan viscous yang dihasilkan, Hambatan gesek (Rf), merupakan komponen hambatan viscous yang dominan dan didapatkan dari hasil integral nilai tegangan tangensial pada seluruh permukaan basah badan kapal (Wetted Surface Area). Sehingga nilai hambatan gesek kapal berbanding lurus dengan besarnya WSA kapal. Semakin besar permukaan badan kapal yang tercelup air, maka hambatan gesek kapal juga akan bertambah besar, begitu juga sebaliknya. Kurultay (2003), Murdijanto dkk (2010), dan Fernandez (2012) melakukan penelitian tentang seakeeping trimaran. Untuk kerja kapal trimaran menunjukan kemampuan kapal dalam merespone atau menanggapi pengaruh dari faktor luar. faktor luar berupa gelombang, arus dan angin. Dari faktor tersebut kapal akan merespone gaya – gaya tersebut dengan gerak kapal yang berbeda. Gerak kapal yang dimaksud adalah rolling, pitching dan heaving. Yang mana untuk gerakan
51
kapal rolling dan pitching adalah gerakan radian, sedangkan gerakan heaving adalah linier. Hasil analisa menunjukkan performa yang cukup bagus. Penelitian lambung trimaran telah dilakukan oleh para pakar dengan menggunakan sarat air (T) yang sama dengan lambung simetris, dimana hasil kajian menunjukkan bahwa lambung trimaran memiliki hambatan yang lebih kecil dibandingkan dengan monohull dengan displasmen yang sama. Selanjutnya hal yang menarik dikaji interaksi komponen hambatannya dengan sarat air (T) lambung trimaran yang memiliki displasmen yang sama dengan variasi jarak antar hull (S/L), belum ada pakar yang meneliti hingga saat ini, sehingga fenomena hidrodinamika hambatan tipe lambung tersebut belum dipahami dan dimengerti dengan baik. Fenomena interaksi interferensi yang telah dikaji oleh para pakar masih belum jelas, berapa besar distribusi pengaruh perubahan boundary layer dan kenaikan kecepatan aliran di sekitar lambung trimaran, dan berapa besar distribusi pengaruh perubahan tekanan di daerah (di antara) kedua lambung tersebut. Fenomena ini menarik dan sangat esensi diteliti lebih mendalam melalui simulasi CFD atau eksperimen di towing tank. Konfigurasi geometri lambung trimaran dengan perubahan jarak lambung secara melintang (S/L) belum dikaji secara saksama. Interferensi komponen hambatan terhadap perubahan jarak antara lambung menarik untuk di kaji lebih mendalam guna mengetahui kontribusi positif (favourable interferenre) yang dapat diberikan untuk lambung kapal trimaran. Kemudian korelasi antara komponen hambatan, seakeeping dan faktor interferensi hambatan (ø, σ dan τ) juga belum terpecahkan secara rinci hingga saat ini.
Tabel 2.2 Rangkuman Penelitian No. 1.
Peneliti
Judul, Penerbit
Everest, J T
“Some Research on the
Pengaruh interfensi pada
(1968),
Hydrodynamics of
kapal katamaran dan kapal
Catamarans and Multi-Hulled
multi hull sangat
Vessels. , Trans. NECIES.”
berdampak terhadap
52
Bahasan
peningkatan hambatan dan olah gerak gerak kapal terutama pada heave, pitch dan roll. Kapal yang menggunakan dua lambung yang disebut catamaran dan kapal dengan lambung banyak dapat menghasilkan tahanan, stabilitas dan olah gerak kapal yang baik. Hal ini disebabkan adanya efek interferensi yang menguntungkan pada respon olah gerak kapal dan hambatan kapal. 2.
Pien, P C
Catamaran Hull-Form
Penelitian dilakukan
(1976),
Design, Proceedings of the
dengan beberapa variasi
International Seminar on
rasio jarak S/L yang
Wave Resistance, the Society
berbedaVariasi kecepata
of Naval Architects of Japan
rendah (Fr<0,4) dan
(SNAJ).
kecepatan tinggi (Fr>0,4) pada kapal katamaran untuk mendapatkan performa yang terbaik. Pada kecepatan tinggi (Fr=0,4) menunjukan hasil yang baik baik karena adanya efek positif adanya interferensi antar hull
3.
Oving, A.J.
Resistance Prediction Method Kajian tentang prediksi
(1985),
for Semi Planing Catamarans perhitungan hambatan
53
with Symmetrical Demihulls, kapal katamaran pada Delf Technical University, lambung semi planning The Netherlands, December.
dengan bentuk lambung simetri. Pada S/L = 0,4 menunjukkan efek interferensi positif dimana efek gelombang yang diakibatkan dua lambung katamaran saling meniadakan.
4.
Doctors, L.J.
“Optimisation of Trimaran
Optimisasi pemilihan
and Scrace,
Sidehull for Minimum
bentuk lambung side hull
R.J. (2003).
Resistance”, Proceedings of
pada kapal timaran untuk
Seventh International
memperoleh hambatan
Conference on Fast Sea
yang terkecil. Dengan
Transportation, FAST‟ 2003,
melakukan variasi
Ischia- Italy, October.
beberapa lambung side hull dan pengaturan jarak secara melintang dan membujur.
5.
Turner, H. dan
The Resistance of Large
Perhitungan Hambatan
Taplin, A.
Powered Catamaran, Trans.
untuk memperoleh tenaga
(1968),
SNAME, Vol. 76.
penggerak yang optimal pada katamaran dengan ukuran besar. Dimana dalam penelitian ini dengan membandingkan pengaruh displasmen yang sama pada kapal monohull dan kapal kataran yang bedampak pada efektifitas penggunaan daya mesin
54
induk. 6.
Baba, E. 1996
A new component of viscous
Penjabaran komponen-
resistance of ships, Journal of
komponen hambatan
the Society. of Naval
viskos kapal kataraman
Architects of Japan, 125, 23-
berupa interferensi viskos
34.
dan intereferensi viscous factor form (hambatan viskos karena faktor bentuk hull) yang timbul akibat pengaruh jarak melintang (S/L)
7
Liu, C. Y. &
Interference effect of
Pengaruh efek interferensi
Wang, C. T.
catamaran planing hulls. J.
terhadap hambatan pada
(1979).
Hydronautics, 13(1), Jan, 31-
kapal katamaran planning
32.
hull. Dimana terdapat efek interensi yang cukup besar akibat adanya aliran crossflow yang mengalir pada bagian bawah lambung katamaran yang mengakibatkan penambahan hambatan dan olah gerak kapal
8.
Miyazawa, M.
“A Study on the Flow
Kajian terkait pola aliran
(1979),
Around a Catamaran”,
crossflow yang terjadi di
Journal of
bawah lambung kapal
Society of Naval Architects
katamaran dimana pada
of Japan, No. 145, pp. 49 -56.
kondisi kecepatan rendah, aliran crossflow berpengaruh sangat kecil bahkan dapat diabaikan pada terhadap peningkatan
55
hambatan kapal katamaran. 9
Insel, M dan
An Investigation into the bahwa pengaruh kedua
Molland, A F
Resistance Components of interferensi berkontribusi
(1992),
High Speed Catamarans,
Displacement pada total hambatan kapal, Trans
RINA yaitu interferensi vikos
Vol. 134.
disebabkan oleh aliran yang tidak simetri disekitar demihull akibat perubahan formasi lapisan batas (boundary layer) dan interferensi gelombang disebabkan interaksi gelombang dari masing masing lambungnya.
10
Utama, I K A
An Investigation into the
Kajian karakteristik
P, Murdijanto
Resistance Characteristics of
hambatan katamaran
dan Hairul
Staggered and Un-staggered
dengan lambung sejajar
(2008),
Catamaran, RIVET, Kuala
dan tidak sejajar. Dimana
Lumpur – Malaysia, 15-17
adanya pengaruh
Juli 2008
hambatan akibat adanya posisi kedudukan secara melintang dan memanjang, namun untuk posisi yang tak sejajar memiliki pengaruh hambatan yang hampir sama dengan posisi sejajar. Katamaran dengan posisi tak sejajar memiliki kelebihan untuk
56
memudahkan melakukan manuver. 11
Ackers, B.B.;
An Investigation of the
Kajian karakterik
Micheal, T.J.;
Resistance Characteristics of
hambatan kapal trimaran
Tredennik,
Powered Trimaran Side-Hull
untuk memperoleh tenaga
O.W.; Landen,
Configuration,
penggerak yang optimal,
H.C.; Miller,
dengan melakukan variasi
E.R.;
side hull secara melintang
Sodowsky,
untuk mendapatkan
J.P.; Hadler,
hambatan yang optimal.
J.B. 1997
Kemudian dilakukan perhitungan daya penggerak kapal untuk memperoleh daya yang optimal.
12
Murdiyanto,
An Investigation into the
Kajian hambatan dan
Utama, IKAP
Resistance/Powering and
seakeeping pada kapal
and
Seakeeping Characteristics of katamaran dan trimaran
Jamaludin, A,
River Catamaran and
penyeberangan sungai
(2010)
Trimaran, Makara Seri
untuk memper oleh
Teknologi, Vol. 15, No. 1,
perhitungan tenaga
2010.
penggerak yang optimal . Perhitunngan dan analisa menunjukkan kapal katamaran dan trimaran menunjukkan hambatan yang lebih kecil dibandingkan dengan monohull dengan displasmen yang sama. Pada S/L = 0,4 menunjukkan
57
hamambatan yang paling efektif sehingga tenaga penggerak yang diperlukan menjadi lebih kecil. 13
Shahid
Computational Fluid
Perhitungan optimasi
Mahmood and
Dynamics Based Bulbous
penggunaan Bulbous Bow
Debo Huang
Bow Optimization Using a
dengan menggunakan
(2012)
Genetic Algorithm.J. Marine
CFD melalui pendekatan
Sci. Appl. (2012) 11: 286-
Genetic Algorith. Variasi
294.
bulbous bow yang digunakan model type O, Nabla dan Delta. Kemudian dibandingkan dengan model tanpa bulbous bow. Hasil penelitian menunjukkan kapal dengan bulbous bow memiliki hambatan lebih kecil.
14
Kurultay,
Sensitivity analysis of the
Analisa pola gerakan
A.A.: (2003)
seakeeping behavior of
kapal trimaran melalui
trimaran ships. MSc Thesis,
analisa sesitifitas, juga
Naval Postgraduate School,
dijelas terkait karaktestik
Monterey, California (USA)
hambatan kapal trimaran
(2003).
dengan kecepatan tinggi. Analisa ini dilakukan dengan beberapa variasi kapal trimaran. Yang mana untuk gerakan kapal rolling dan pitching adalah gerakan radian, sedangkan
58
gerakan heaving adalah linier. Hasil analisa menunjukkan performa yang cukup bagus jika dibandingkan dengan kapal monohull dengan displasmen yang sama 15
Fernández,
Seakeeping In The
Kajian seakeeping (olah
Rodrigo Pérez. Navigation – Example In
gerak) kapal trimaran
(2012)
Trimaran Ships. International
dengan kondisi periran
Journal for Traffic and
laut tenang dan
Transport Engineering, 2012,
bergelombang. Studi
2(3): 221 – 235
terkait kapal trimaran tidak dapat dilakukan secara general karena pola gerakan kapal trimaran dipengaruhi oleh kondisi lokal. Sehingga untuk melakukan kajian pola gerakan kapal trimaran harus disesuaikan dengan kondisi perairan lokal.
59
Halaman ini sengaja dikosongkan
60
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Umum
3.1
Metodologi penelitian yang akan digunakan untuk memecahkan masalah koefisien/ faktor interferensi komponen hambatan pada lambung trimaran tersebut dibagi dalam 2 tahapan utama yaitu perhitungan/ simulasi numerik dan pengujian model skala fisik. Metode numerik dan uji model fisik diuraikan sebagai berikut: 1. Uji model fisik (Physical model test) - Towing Tank Tests (Hambatan dan Seakeeping) 2. Uji model numerik (Numerical simulation) - CFD (computational Fluid Dynamic) ANSYS-CFX - CFD (computational Fluid Dynamic) ANSY-AQWA Konfigurasi geometri model yang disimulasikan dan diuji adalah tipe displacement trimaran dengan bentuk lambung simetris (symmetrical hull) dengan beberapa variasi jarak antara lambung secara melintang (hull clearance). Hasil perhitungan numerik dibandingkan dengan hasil pengujian untuk mendapatkan koefisien/ faktor interferensi hambatan pada lambung trimaran, sebagaimana yang tersebut pada Persamaan 3.1, yakni: (
)
(
(3.1)
)
dimana: ø
Faktor interferensi hambatan bentuk (form), diakibatkan oleh perubahan tekanan
σ
Faktor interferensi hambatan viskos (viscous), diakibatkan oleh perubahan kecepatan aliran.
τ Faktor interferensi hambatan gelombang (wave), diakibatkan oleh pertemuan dua moda sistem gelombang di antara lambung. Metodologi penelitian yang akan digunakan untuk menjelaskan tinjauan pemilihan moda kapal penumpang trimaran diperlihatkan dalam bentuk diagram alir pada Gambar 3.1.
61
Gambar 3.1 Diagram alur penelitian Kajian dimulai dengan kajian referensi yang dilakukan pada sejumlah publikasi antara lain dari Insel dan Molland (1992), Karayyanis dan Molland
62
(1999), Sahoo (2007), Murdijanto dkk (2010), dan Jamaluddin (2012). Aspek karakteristik yang ditinjau adalah hambatan dan seakeeping dimana merupakan aspek penting dalam proses perancangan kapal sesuai konsep diagram spiral pembangunan kapal (lihat juga Gambar 2.1) Persoalan karakteristik hambatan akan dilakukan melalui pengujian model kapal yang dikembangkan dari model sebelumnya tentang moda kapal untuk perairan pantai (Utama dkk, 2009). Modifikasi dilakukan sedemikian rupa terhadap bentuk kapal sehingga sesuai untuk perairan/laut terbatas dan terbuka. Pengujian
dilakukan
dengan
menggunakan
model
CFD
yang
dikembangkan dari persamaan Navier-Stokes dimana mampu menjelaskan fenomena aliran di sekitar badan kapal sehingga diketahui penyebab mengapa sebuah kapal memiliki hambatan kapal yang besar atau kecil. Sejumlah software yang umumnya digunakan antara lain CFX, Fluent, dan Shipflow. Langkah berikutnya adalah pengujian model pada kolam uji (towing tank) ITS yang memiliki ukuran panjang (L) 50 m, lebar (B) 3 m, sarat (T) 2 m. Langkah selanjutnya adalah tinjauan/analisis dinamika gerak kapal (seakeeping) yang akan dilakukan melalui pengujian model kapal di towing tank ITS. Karena ukuran yang terbatas maka pengujian seakeeping hanya dapat dilakukan pada kondisi kapal diam dan bergerak dimana gelombang dating dari belakang kapal (following sea) dan dari depan kapal (head sea). Posisi kapal dengan sudut tertentu terhadap arah datangnya gelombang hanya dapat dilakukan dengan catatan hanya kapal atau gelombang yang bergerak. Tinjauan seakeeping juga dilengkapi dengan analisis empiris dengan paket komersial Maxsurf yang didasarkan pada teori strip dan metoda panel, analisis CFD dengan ANSYS AQWA yang didasarkan pada konsep difraksi 3-D. Hasil-hasil perhitungan hambatan dan seakeeping kemudian dievaluasi untuk ketiga moda kapal untuk mengetahui karakteristik kedua komponen tersebut pada masing-masing moda kapal. Hasil yang diperoleh kemudian diperbandingkan dengan sejumlah published data untuk mengetahui tingkat akurasi dari metode yang digunakan.
63
3.2 Metode Pengujian di Towing Tank 3.2.1 Pengujian Hambatan Pengujian model fisik di towing tank dilakukan berdasarkan rekomendasi ITTC (International Towing Tank Conference), baik prosedur pengujian maupun analisa pengukuran. Metode pengukuran hambatan pada model kapal melalui pengujian di Towing Tank, umumnya, terdiri atas dua metode yang biasa digunakan: a. Mengukur total hambatan dan mengaplikasikan formulasi empiris untuk hambatan gesek (friction). b. Mengukur langsung komponen-komponen hambatan (dengan menggunakan teknik pengujian yang kompleks dan pengujian model yang cukup banyak. Metode, terakhir, pengukuran secara lansung menggunakan 2 metode dan teknik pengujian: 1. Total hambatan diekspresikan sebagai penjumlahan dari beberapa hambatan, yaitu hambatan friction diperoleh dari pengukuran tangential stress pada permukaan lambung dan hambatan pressure diperoleh dari pengukuran tekanan pada permukaan lambung, yaitu CT = CF+ CP*. Metode ini relatif prakris tetapi membutuhkan banyak pengujian dan sangat sensitif atas kesalahan pengukuran, dimana shear stress dan pressure yang lainya relatif kecil harus diukur pada semua permukaan lambung. Oleh sebab itu metode ini tidak banyak digunakan. 2. Total hambatan dapat disimplifikasi dari pendekatan energy sebagai suatu penjumlahan hambatan wave pattern dari enersi yang hilang akibat timbulnya gelombang, dan hambatan viscous wake transverse diukur dari total head loss in the wake of the model, yaitu CT= CWP+CWT. Komponen hambatan gelombang (wave pattern resistance) diukur dan dianalisa berdasarkan multiple longitudinal cuts dengan menggunakan peralatan ukur wave resistance probes yang cukup banyak dan hambatan viskos (viscous resistance) diukur berdasarkan analisa wake transverse dengan menggunakan peralatan ukur pitot tubes.
64
Komponen hambatan gelombang (wave pattern resistance) diukur dan dianalisa berdasarkan multiple longitudinal cuts dengan menggunakan peralatan ukur wave resistance probes yang cukup banyak dan hambatan viskos (viscous resistance) diukur berdasarkan analisa wake transverse dengan menggunakan peralatan ukur pitot tubes. Metode terakhir ini membutuhkan teknik dan peralatan ukur yang lebih canggih dan rumit untuk menganalisa komponen-komponen dari pada metode yang pertama. Disamping itu metode terakhir ini membutuhkan pengujian yang sangat memadai dan waktu yang cukup lama serta memiliki tingkat kesalahan pengukuran yang lebih besar. Kemudian dari pada itu, wave breaking dan spray sulit terukur secara akurat dan wake transverse dibelakang transom stern sangat sulit diukur dengan pitot tubes khususnya disekitar permukaan air (Insel dan Molland, 1991). Pada penelitian ini, metode pertama yang akan digunakan dengan melakukan teknik dan prosedur pengukuran sebagai berikut: -
Mengukur besarnya total komponen hambatan (RT) berdasarkan variasi kecepatan dan konfigurasi jarak antara lambung kapal (secara melintang), termasuk:
mengamati refleksi dan interaksi gelombang pada mainhull dan sidehull
mengamati aliran dan gelombang disekitar lambung kapal.
mengamati gelombang depan (bow) dan belakang (stern) yang ditimbulkan oleh mainhull dan sidehull.
-
Komponen hambatan viskos (RV) yang terdiri dari hambatan gesek dan hambatan tekanan/ bentuk (form factor) diperoleh dari hasil uji di towing tank, dimana hambatan gesek diperoleh melalui formulasi ITTC’57 correlation line (CF) dan form factor (k) diperoleh melalui uji model kecepatan rendah (ITTC, 2002 dan Bertram, 2000). Formulasi ITTC’57 correlation line (CF) merupakan pendekatan gaya gesekan terhadap bidang datar (flat). Sedangkan faktor bentuk (form factor= 1+k) digunakan untuk memperhitungkan 3-dimensi bentuk lambung kapal, termasuk efek bentuk lambung kapal atas pertambahan lapisan batas dan juga komponen hambatan tekanan viskos (kekentalan).
65
-
Hambatan gelombang (RW) dapat diperoleh dari hasil pengurangan hambatan total (RT) dengan hambatan viskos (RV) melalui persamaan: CW = CT- CV (Harvald, 1983; Molland, 2008)
-
Total hambatan lambung kapal diukur dengan load cell transducer. Load cell adalah suatu transducer gaya yang bekerja berdasarkan prinsip deformasi suatu material akibat adanya tegangan mekanis yang bekerja. Besar tegangan mekanis berdasarkan pada deformasi yang diakibatkan oleh regangan. Regangan tersebut terjadi pada lapisan permukaan dari material sehingga
dapat terukur pada alat sensor regangan atau strain gage (lihat Gambar 3.2). Strain gage ini merupakan transducer pasif yang merubah suatu pergeseran mekanis menjadi perubahan tahanan/hambatan.
Gambar 3.2. Alat ukur stain gage satu sumbu.
Dimensi laboratorium uji (towing tank) berukuran 50 m panjang, 3 m lebar dan 2 m kedalam air, sebagaimana yang diperlihatkan pada Gambar 3.3 Kecepatan kereta tarik (towing carriage) maksimum 4 m/detik. 50 m 3m
Gambar 3.3 Sketsa towing tank
66
Gambar 3.4 Towing tank 3.2.2 Pengujian Seakeeping Penelitian ini dilakukan dengan mempelajari gaya–gaya dan momen dikarenakan pengaruh permukaan bebas dari fluida terhadap gerakan kapal khususnya gerakan heaving dan pitching dengan konfigurasi penambatan yang berbeda, variasi amplitudo gelombang, variasi frekuensi gelombang dan heading pada gelombang regular. Pengujian model fisik kapal trimaran dilaksanakan di laboratorium hidrodinamka FTK-ITS. Adapun tujuan dari pengujian ini untuk mengambil data yang dibutuhkan untuk mengetahui korelasi antara hambatan dan seakeeping. Metode akan digunakan dengan melakukan teknik dan prosedur pengukuran sebagai berikut: -
Prosedur pengukuran Dimana kapal trimaran dilakukan pengujian pada kondisi diam dan bergerak pada kecepatan dinas denga Fr = 0,21.
-
Pengukuran dilaksanakan pengukuran terhadap model didapatkan hasil dari harmonic analisis pada pengukuran signals pada arah gelombang following seas and head seas. Fungsi respon diambil dari pengujian di Towing Tank. Pada pengujian model di Towing Tank perlu disampaikan tahapan persiapan sebagai berikut: 1. Model; 2. Instrumentasi 3. Set-up gelombang 67
4. Analisa photo video 5. Analisa dan diskusi hasil pengujian -
Dimensi laboratorium uji (towing tank) berukuran 50 m panjang, 3 m lebar dan 2 m kedalam air, dengan kecepatan kereta tarik (towing carriage) maksimum 4 m/detik.
-
Pembuatan gelombang menggunakan pompa hidrolik yang dikendalikan di ruang operator dengan memasukkan data yang diperlukan. Air akan didorong oleh flap dengan bantuan pompa hidrolik sehingga mampu menghasilkan gelombang teratur atau tidak teratur dengan periode 0,5-3 detik. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.5.
Gambar 3.5 Wave Maker
(a)
Kondisi wave maker diam
68
(b) Kondisi wave maker setelah diberikan simpangan Gambar 3.6 Sketsa wave maker -
Modek kapal trimaran dihadapkan dengan arah gelombang 00, 1800 dengan diberikan gangguan berupa gelombang dengan tinggi gelombang signifikan hingga 1,67 cm. Kemudaian kapal dijalankan dengan menggunkan carried crane dengan kecepatan 0,735 m/det. Hal ini seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.7 dan 3.8
Gambar 3.7 arah gelombang 00 (following sea)
69
Gambar 3.8 arah gelombang 1800 (head sea) -
Konfigurasi geometri model uji yang digunakan adalah bentuk lambung simetris (symetrical hull), dengan beberapa variasi jarak antara lambung (secara melintang) dan Displamen yang sama, seperti yang terlihat pada Gambar 3.6
S
L
Gambar 3.9 Konfigurasi Kapal Trimaran
70
b
a
Gambar 3.10 Body Plan Kapal Trimaran (a) Mainhull (b) Sidehull Tabel 3.1. Program pengujian (tank test) Kondisi Uji
Model Uji
Fn: 0.15, 0.17, 0.19, 0.21, 0.23,
Trimaran
Clearance (S/L) 0.2, 0.3, 0.4, 0.5
0.25, 0.27 -
Batasan bilangan Froude (Fr) yang dikaji adalah antara 0.15 – 0.27 untuk mengetahui dan memprediksi secara sistemanis fenomena interferensi gelombang dan viskos. Nilai bilangan Froude 0.15 – 0.27 dianggap ideal karena kapal displacement trimaran dapat dioperasikan secara optimal pada Fr = 0.21.
Gambar 3.11 Konfigurasi trimaran model S/L=0.2
71
Gambar 3.12 Konfigurasi trimaran model S/L=0.3
Gambar 3.13 Konfigurasi trimaran model S/L=0.4
Gambar 3.14 Konfigurasi trimaran model S/L=0.5 Secara umum, kapal trimaran mempunyai body plan yang sama pada garis tengahnya dan memiliki sudut masuk bagian dalam dan luar yang sama. Pada kasus lambung kapal trimaran, diperoleh berbagai macam variasi yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan konfigurasi lambung trimaran tersebut.
72
-
Untuk menentukan skala model mengacu pada kemampuan kecepatan kereta uji dimana kemampuan kereta 4 m/det = 10 volt diambil yang aman dan pertimbangan lebar kolam. Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka didapatkan dengan skala model λ = 1:59,195. Selanjutnya Lines Plan dicetak dengan skala 1:59,195 dengan menggunakan kertas yang bagus.
-
Froude Similitude : Frkapal = Frmodel,
(3.2)
maka: √
(3.3)
√
Kapal dan model memiliki gravitasi yang sama, sehingga: √
(3.4)
√
Jadi, (3.5)
√ untuk mendapatkan kecepatan kapal sebenarnya adalah :
(3.6) 0,5 ρ (λ2vmodel)2 S CT
(3.7)
RT kapal = Rv + Rw
(3.8)
= 0,5 ρ (λ2vmodel)2 S Cv + Rw -
(3.9)
Model uji diberikan turbulence stimulation yang terdiri dari pasir (sand grain strips) dengan lebar 10mm, ukuran butir 0.50 mm dan terpasang dengan leading edge sekitar 5% LPP belakang FP sesuai rekomendasi ITTC (ITTC – Recommended Procedures and Guidelines, Ship Model Manufacture, 2002). Tujuan turbulence stimulation pada model uji adalah untuk menstabilkan model hambatan gesek sehingga kesesuaian hambatan gesek tersebut dapat dihitung secara akurat.
73
3.3
Simulasi CFD (Computational Fluid Dynamics)
3.3.1 ANSYS CFX CFD sangat membantu dalam mengekspresikan fenomena aliran fluida di sekitar lambung kapal, termasuk masalah interferensi dan interaksi komponen hambatan pada lambung katamaran dan multihull (Subramanian dkk, 2006; Siqueira dkk, 2007; Deng dkk, 2010). Cara
kerjanya adalah dengan
menggambarkan model yang akan dianalisa, serta sifat-sifat fluida di sekitar model dan penentuan kondisi batasnya. Solver problem akan dihitung dengan persamaan Navier-Strokes yaitu persamaan kekekalan massa, momentum, dan energi pada setiap titik pada grid 2D atau 3D. Dari hasil perhitungan tersebut akan diperoleh hasil output dari simulasi program CFD. Untuk
trimaran, analisis CFD yang akan dilakukan pada pemodelan
lambung kapal adalah pemodelan aliran dan perhitungan besarnya hambatan pada lambung tersebut, visualisasi aliran fluida. Analisis CFD dilakukan dengan bantuan software ICEM CFD dan CFX yang merupakan produk dari ANSYS. ICEM CFD digunakan pada tahap pembuatan geometri lambung tahap meshing baik pada model maupun pada fluida. Sedangkan untuk pengerjaan tahap selanjutnya digunakan CFX. Program CFD terdiri dari tiga tahap yaitu : Pre-processor, Flow Solver (Solution), dan Post-processor. Keakurasian hasil analisis CFD ditentukan oleh 3 (tiga) faktor (Ansys CFX, 2007) yaitu: Konvergensi, yaitu analisis kebenaran internal dimana tingkat kesalahan rancangan dipenuhi oleh model yang dikembangkan. Jika nilai konvergensi / variable value dibawah 10-4 untuk model benam dan 10-5 untuk model free-surface. Studi grid independence, yaitu pengetahuan tentang efisiensi pemakaian grid. Verifikasi, yaitu membandingkan hasil CFD dengan data lain yang ada sehingga secara realistis kebenaran dapat diterima. Skema perhitungan dilakukan menggunakan program Ansys CFX. Struktur ANSYS CFX terdiri dari 4 modul software yang memerlukan geometri dan mesh untuk memberikan informasi yang dibutuhkan dalam menampilkan analisa CFD.
74
Komponen ANSYS CFX antara lain ANSYS CFX-Pre sebagai bagian dari Physics Pre-Processor, dilanjutkan dengan ANSYS CFX-Solver yang bertautan dengan ANSYS CFX-Solver Manager sebagai bagian untuk memecahkan atau menjalankan simulasi dan ANSYS CFD-Post yang merupakan modul untuk menampilkan hasil simulasi visualisasi aliran.
Gambar 3.15 Diagran komputasi pada program ANSYS CFX 3.2.2 ANSYS AQWA Pemograman dengan ANSYS-AQWA model matematis sedang dalam proses serta hasil dari running program akan disajikan kemudian pada tahapan progress berikutnya. Computasional Fluid Dynamic
merupakan penyelesaian
numerik dinamika fluida (Kim, 2003). Pada kasus olah gerak kapal, CFD sangat membantu dalam mengekspresikan pola gerakan heave, pitch dan roll. Dalam
desain
kerjanya,
problem
perlu
dideskripsikan
dengan
mengambarkan model yang akan dianalisa, sifat fluida disekitar model dan penentuan geometri dan point mass dari model. Selanjutnya dalam solver problem akan digunakan pendekatan solid surface dan menggunakan pendekatan Hydrodynamic Diffraction pada setiap sudut heading dan variasi periode
75
gelombang. Dari hasil perhitungan tersebut akan diperoleh hasil out put berupa RAO heave dan pitch pada setiap sudut arah gelombang. Pada proses pemodelan kapal trimaran, analisa CFD dilakukan dengan ANYS AQWA yang terdiri dari tiga tahapan yaitu: pembuatan model, mendefinisikan kondisi lingkungan dan Solution. Perhitungan Model Kapal Trimaran dilakukan pada arah sudut gelombang 00 ,450 ,900, 1350 dan 1800 dengan ketinggian gelombang 1 m. Kekentalan fluida yang digunakan dalam perhitungan ANSYS AQWA menggunakan massa jenis air laut sebesar 1025 kg/m3. Dalam penelitian ini, dua metode numerik yang diterapkan untuk simulasi aliran sloshing yaitu metode diferensial hingga (FDM) dan metode difraksi hidrodinamika (HDM), juga mempertimbangkan olah gerak kapal. 3.2.2.1 Metode Diferensial Hingga Dalam metode ini, rincian aliran lokal tidak menjadi perhatian utama. Seperti dijelaskan di atas, diasumsikan bahwa gerakan fluida global yang memainkan peran paling penting dalam penentuan akurasi perhitungan CFD. Kim and Lee et al., (2003) menunjukkan perhitungan yang cukup bagus menggunakan perhitungan secara CFD. Persamaan incompressible Euler dan persamaan kontinuitas adalah persamaan yang menggunakan metode ini. Untuk menyelesaikan persamaan ini, perlu mempertimbangkan pola meshing. Mengadopsi konsep dari Cartesian staggered grid, komponen grid didefinisikan pada batas sel. 3.2.2.2 Metode Difraksi Hidrodinamika (HMD) Beban gelombang merupakan beban terbesar yang ditimbulkan oleh beban lingkungan pada bangunan apung. Perhitungan beban gelombang dapat direpresentasikan dengan perhitungan gaya gelombang. Pendekatan yang biasa digunakan adalah dengan menggunakan Teori Difraksi. Pendekatan Teori Difraksi digunakan ANSYS AQWA untuk memperoleh efek gerakan akibat gelombang. CFD (Computational Fluid Dynamics) didefinisikan sebagai teknik perhitungan untuk memprediksi fenomena dasar aliran yang menggunakan
76
komputer berkemampuan tinggi. Selain itu, CFD juga didefinisikan sebagai suatu analisa terhadap system seperti seperti masalah aliran fluida, perpindahan panas, dan fenomena sejenis yang lain yang menggunakan simulasi komputer. Pada proses pemodelan kapal trimaran ini analisa CFD dilakukan dengan bantuan software ANSYS AQWA yang merupakan produk dari ANSYS. Analisa dilakukan dengan menggunakan 2 perangkat lunak yaitu, Hydrodynamic Diffraction dan Hydrodynamic Time Response. Program CFD terdiri dari lima tahap yaitu : Geometry, Model, Set-up, Solution dan Result. Geometry digunakan pada tahap pembuatan model kapal trimaran, kemudian pembuatan
meshing dilakukan pada tahap Model. Selanjutnya
dilakukan penentuan kondisi uji pada taha Set-up dan Solution digunakan untuk pengerjaan proses penyelesaian masalah. Analisa CFD yang akan dilakukan pada pemodelan kapal trimaran adalah RAO yang diakibat gaya eksternal berupa gelombang kapal trimaran dan visualisasi hasil.
Geometry Generation Software
Mesh Generation Software
Set Up Condition
Solution
Result Gambar 3.16 Diagran komputasi pada program ANSYS AQWA
77
Halaman ini sengaja dikosongkan
78
BAB IV PRESENTASI HASIL NUMERIK DAN PENGUJIAN HAMBATAN 4.1 Estimasi Hambatan Kapal
4.1.1 Hasil Pengujian Model uji diuji dengan konfigurasi jarak antara lambung yang bervariasi secara melintang (S/L). Pengujian hambatan lambung trimaran dilakukan di kolam uji hidrodynamika (towing tank) Fakultas Teknologi Kelautan-ITS pada kecepatan Froude (Fr) hingga 0.27, dengan tiga konfigurasi jarak lambung yang berbeda pada arah melintang (clearance, S/L). Program pengujian pada model lambung diperlihatkan pada Tabel 4.1. Rasio S/L menggambarkan rasio jarak antara kedua lambung (terhadap garis tengah lambung) dan panjang lambung. Model uji dilengkapi dengan alat ukur ‘load cell transducer’ untuk mengukur besar (gaya) hambatan. Posisi alat tersebut terletak ditengah (center line) model kapal dan diatas garis base line (0,45*T), serta model dapat bergerak vertikal (pitch dan heave) secara bebas. Analisa koefisien hambatan untuk kedua bentuk lambung dihitung berdasarkan Persamaan:
(4.1) di mana: ρ: massa jenis air (1000 kg/m3 ), V: kecepatan kapal dan WSA: luas bidang basah lambung kapal. Model diuji dengan konfigurasi jarak antara lambung yang bervariasi secara melintang (S/L) Pengujian hambatan lambung trimaran
dilakukan di
kolam uji hidrodinamika (towing tank) Fakultas Teknologi Kelautan-ITS pada kecepatan Froude (Fr) hingga 0.27 dengan tiga konfigurasi jarak lambung yang berbeda pada arah melintang (clearance, S/L)
79
Program pengujian pada model lambung diperlihatkan pada Tabel 4.1. Rasio S/L menggambarkan rasio jarak antara kedua lambung (terhadap garis tengah main hull). Tabel 4.1. Program pengujian (tank test) Kondisi Uji
Model Uji
Fn: 0.15, 0.17, 0.19, 0.21, 0.23, Trimaran
Clearance (S/L) 0.2, 0.3, 0.4, 0.5
0.25, 0.27 Model uji dilengkapi dengan alat ukur ‘load cell transducer’ untuk mengukur besar (gaya) hambatan. Posisi alat tersebut terletak ditengah (center line) model kapal dan model dapat bergerak vertikal (pitch dan heave) secara bebas. Efek interaksi antara kedua lambung pada arah melintang (S/L) sangat berpengaruh terhadap hambatan. Semakin kecil jarak antara lambung (S/L) maka semakin besar hambatan yang terjadi. Hasil Pengujian hambatan di Towing Tank ditunjukkan pada tabel 4.2 - 4.4 dan gambar 4.1-4.6 Tabel 4.2. Koefisien Hambatan Total (Pengujian)
Lambung Trimaran Fr
Trimaran Hull
S/L = 0,2 S/L = 0,3 S/L = 0,4 S/L = 0,5
10-3
10-3
10-3
10-3
10-3
0,15
4,207
4,502
4,490
4,386
4,383
0,17
4,358
5,169
5,108
5,079
4,847
0,19
4,623
5,375
5,246
5,225
4,997
0,21
5,135
5,862
5,605
5,456
5,162
0,23
5,708
6,557
6,288
5,977
5,577
0,25
5,880
6,681
6,581
6,192
6,058
0,27
5,865
6,792
6,728
6,546
6,192
80
Tabel 4.3. Koefisien Hambatan Viskos(Pengujian)
Lambung Trimaran Fr
Trimaran Hull
S/L = 0,2 S/L = 0,3 S/L = 0,4 S/L = 0,5
10-3
10-3
10-3
10-3
10-3
0,15
3,301
3,401
3,401
3,401
3,401
0,17
3,260
3,360
3,360
3,360
3,360
0,19
3,208
3,308
3,308
3,308
3,308
0,21
3,178
3,278
3,278
3,278
3,278
0,23
3,151
3,251
3,251
3,251
3,251
0,25
3,136
3,236
3,236
3,236
3,236
0,27
3,104
3,195
3,195
3,195
3,195
Tabel 4.4. Koefisien Hambatan Gelombang (Pengujian)
Lambung Trimaran Fr
Trimaran Hull
S/L = 0,2 S/L = 0,3 S/L = 0,4 S/L = 0,5
10-3
10-3
10-3
10-3
10-3
0,15
0,906
1,101
1,089
0,984
0,981
0,17
1,098
1,809
1,748
1,719
1,487
0,19
1,416
2,068
1,938
1,917
1,689
0,21
1,958
2,584
2,327
2,179
1,884
0,23
2,557
3,306
3,037
2,726
2,326
0,25
2,744
3,445
3,345
2,956
2,822
0,27
2,761
3,596
3,533
3,351
2,996
81
Gambar 4.1. Koefisien hambatan total kapal trimaran dengan variasi jarak antar lambung
Gambar 4.2. Koefisien hambatan viskos kapal trimaran dengan variasi jarak antar lambung
82
Pada S/L=0,5 memiliki hambatan yang hampir sama dengan trimaran yang dilakukan dengan perhitungan independece (hull terpisah) artinya pada S/L=0,5 efek interaksi antar hull hampir tidak ada. 4.1.2 Perbandingan Pengujian Koefisien Komponen Hambatan pada Trimaran Koefisien komponen hambatan trimaran pada konfigurasi jarak lambung secara melintang (S/L). Untuk konfigurasi trimaran lambung S/L=0.2, S/L=0.3, S/L=0.4 dan S/L=0.5 dipresentasikan secara berurutan pada gambar 4.13 sampai gambar 4.16 memperlihatkan bahwa hambatan viskos lebih besar (dominan) dari pada hambatan gelombang pada Fr <0.27. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya gelombang yang belum signifikan pada kecepan rendah Fr<0,3
Gambar 4.3. Koefisien komponen hambatan trimaran, S/L=0.2 (Pengujian)
83
Gambar 4.4. Koefisien komponen hambatan trimaran, S/L=0.3 (Pengujian)
Gambar 4.5. Koefisien komponen hambatan trimaran, S/L=0.4 (Pengujian)
84
Gambar 4.6. Koefisien komponen hambatan trimaran, S/L=0.5 (Pengujian) 4.1.3 Hasil Komputasi CFD
Pembuatan model dan meshing dilakukan pada Ansys design model (ICEM). Penyelidikan secara numerik (CFX) dimulai dengan Preprocessing yang meliputi inisialisasi boundary condition, pemilihan model, pemilihan jenis fluida dan struktur. Langkah berikutnya adalah tahap pemilihan solver. Tujuan yang ingin didapatkan dalam simulasi numerik ini adalah mendapatkan gaya/ hambatan pada lambung kapal dan fenomena interferensi hambatannya dengan mengetahui kecepatan aliran di sekitar lambung dan perubahan tekanan di antara lambungnya dengan memberikan variasi jarak antara lambung (S/L). Pada simulasi akan diketahui besarnya komponen hambatan yang bekerja pada lambung trimaran. Simulasi free-surface modelling (pada media air dan udara) digunakan untuk menghitung besar hambatan total pada lambung. Dinding (wall) untuk domain fluida pada kondisi free slip yaitu shear stress pada dinding bernilai nol dan kecepatan di dekat dinding tidak mengalami perlambatan akibat efek gesekan dinding. Pada simulasi ini, model dibuat dengan kondisi no-slip (yaitu terjadi gesekan di permukaan model). Sedangkan untuk menghitung hambatan viskos, lambung kapal dibenamkan (pada media air) hingga pada sarat air dengan mengasumsikan kondisi batas atas (top boundary condition) adalah
85
solid wall dan free slip. Kemudian hambatan gelombang dapat dihitung dari selisih nilai hambatan total dan hambatan viskos. Selanjutnya dilakukan analisa dan evaluasi data hasil numerik dan dibandingkan dengan hasil pengukuran eksperimen. Kemudian, melakukan kajian besarnya nilai faktor interferensi hambatan viskos, yang terdiri dari faktor perubahan tekanan di sekitar lambung (ø) dan faktor perubahan kecepatan aliran (σ) diantara lambung kapal dengan memberikan variasi jarak antara lambung trimaran (S/L). Program CFD terdiri dari 4 (empat) elemen utama : 1. ICEM,yang merupakan desain geometri dan meshing. 2. CFX-pre,adalah boundary condition dan Spesific parameter. 3. Solver,adalah proses iterasi 4. CFX-post, adalah proses analisa. ICEM: penggambaran geometri model, yaitu kumpulan point yang membentuk curve dan membentuk surface, kemudian proses meshing. CFX Pre Processor (CFX build): awal pemprograman terdiri dari input masalah aliran untuk CFD melalui interface. Input meliputi : geometri benda, membentuk grid generation, penentuan sifat-sifat fluida seperti densitas, viskositas, temperatur fluida. Kemudian analisa masalah aliran: kecepatan, tekanan didefinisikan sebagai suatu daerah yang berupa simpul-simpul tiap cell. Jumlah cell dalam grid (mesh) menentukan akurasi penyelesaian CFD. Solver (penyelesaian perhitungan): metode numerik solver tersebut terdiri dari perkiraan variabel yang tidak diketahui dengan menggunakan fungsi sederhana, diskretisasi dengan substitusi perkiraan-perkiraan tersebut dengan persamaan aliran. Post Processor : ditampilkan hasil perhitungan yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya, hasil perhitungan dapat dilihat berupa data numerik dan data visual aliran fluida pada model. Pada proses validasi ada beberapa parameter penting yang dipertimbangkan yaitu grid (mesh), convergence, data hasil eksperimen.
86
1. Convergence Tahap ini, proses iterasi perhitungan akan selalu dikontrol dengan persamaan pengendali. Jika hasil perhitungan belum sesuai dengan tingkat kesalahan yang ditentukan, maka komputasi akan terus berjalan. Berikut beberapa grafik RMS yang menunjukkan convergensi proses iterasi, sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 4.7.
Limit of Convergence
Gambar 4.7. Konvergensi proses iterasi pada CFD
Kriteria root-mean square (RMS) yang digunakan untuk mengecek konvergensi simulasi free surface adalah dengan residual target value (variable value) mencapai 10-5. Target criteria (variable value) ini banyak diaplikasi pada komputasi engineering, sebagaimana yang direkomendasikan dalam ANSYS ICEM manual (2007) dan Dinham dkk (2008). 2. Grid Independence Besarnya jumlah cell atau grid yang digunakan dalam perhitungan akan menentukan keakurasian hasil yang diperoleh karena jumlah cell mempengaruhi perubahan bentuk geometri pada saat pemprosesan hasil. Gambar 4.2 memperlihatkan initial computational domain. Batas Boudary di bagian depan
87
lambung berjarak hingga 1.5 panjang model lambung, di bagian belakang lambung berjarak 4 kali panjang lambung. Kemudian kesamping berjarak 1.5 kali panjang model, dan jarak di atas 2.5 kali panjang model serta di bawah 2 kali panjang model lambung. Jarak tersebut sudah cukup memadai untuk menghindari blockage effect (Utama, 1999; Ahmed dan Soares, 2009). Komputasi untuk mesh digunakan (multiphase flow calculations) terdiri dari 1.582.580 mesh elements trimaran seperti yang disajikan pada Tabel 4.1.
Gambar 4.8 Initial computational domain pada CFD
Gambar 4.9 Meshing hull pada CFD
88
Tabel 4.5 Katerakteristik jumlah mesh dan node No
Model
Jumlah Elemen
Jumlah Node
1
Trimaran
1.582.580
785.694
2
Mainhull
1.490.272
741.265
3
Sidehull
1.328.393
653.214
Kualitas atau jumlah mesh grid merupakan hal mendasar untuk convergency dan keakurasian simulasi/komputasi CFD. Kualitas dan nilai grid didiskusikan secara detail oleh Thompson dkk (1999) dan Deng dkk (2010). Jumlah elemen mesh, 1582.580 untuk lambung trimaran adalah cukup optimal dan akurat, dimana jumlah elemen yang digunakan pada komputasi menunjukkan bahwa kondisi yang ‘grid independence’ sebagaimana yang diperlihatkan pada Gambar 4.4 dan Tabel 4.2. Nilai hambatan (resistance) untuk jumlah elemen mesh (grid) 1.582.580 dan 2.875.830 adalah konstan dan sama. Sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah mesh 1.582.580 yang dipilih dalam komputasi CFD telah memenuhi tingkat keakurasian yang cukup baik.
4,5 4,0
Hambatan (N)
3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 0
500
1.000 1.500 2.000 Jumlah Elemen (10^3)
2.500
Gambar 4.10 Grid independence pada CFD
89
3.000
Tabel 4.6 Grid independence pada CFD Jumlah Mesh (103) Hambatan (N)
51
103
202
568
1.103
1.583 2.876
4,265
4,023
3,564
3,103
2,686
2,262 2,206
6,015
12,879
Selisih (%)
14,875 15,506 18,744 1,938
Untuk komputasi dan simulasi, digunakan model turbulensi SST (Shear Stress Transport), (Menter, 1993 dan 1994). Model turbulensi SST telah divalidasi dalam sejumlah studi/riset (Bardina dkk. 1997; Swennberg, 2000) yang dianggap sebagai model yang paling akurat untuk berbagai aplikasi aliran. Model turbulen ini memecahkan turbulensi berbasis (k-ω) pada dinding-dinding dan turbulensi berbasis (k-ε) pada aliran massal. Koefisien hambatan total, viskos dan gelombang dari hasil komputasi program (CFD) ANSYS CFX ditunjukkan pada tabel 4.7 – 4.9 dan diperlihathan pada gambar 4.11 – 4.12 untuk lambung simetris (symmetrical trimaran) yang dipresentasikan pada sub-bab berikut ini. Tabel 4.7. Koefisien hambatan total (CFD)
Lambung Trimaran Fr
Trimaran Hull S/L = 0,2 S/L = 0,3 S/L = 0,4 S/L = 0,5 10-3
10-3
10-3
10-3
10-3
0,15
4,170
4,491
4,391
4,291
4,120
0,17
4,158
4,848
4,648
4,648
4,288
0,19
4,423
5,258
5,003
4,803
4,623
0,21
5,035
5,965
5,446
5,265
5,135
0,23
5,608
6,295
6,195
5,947
5,508
0,25
5,801
6,443
6,393
6,293
5,901
0,27
5,765
6,653
6,533
6,333
5,965
90
Tabel 4.8. Koefisien hambatan viskos (CFD)
Lambung Trimaran Fr
Trimaran Hull
S/L = 0,2 S/L = 0,3 S/L = 0,4 S/L = 0,5
10-3
10-3
10-3
10-3
10-3
0,15
3,851
4,201
4,101
4,001
3,901
0,17
3,731
4,110
4,010
3,910
3,810
0,19
3,651
4,008
3,908
3,808
3,708
0,21
3,588
3,908
3,808
3,708
3,608
0,23
3,570
3,851
3,751
3,651
3,591
0,25
3,551
3,806
3,706
3,606
3,576
0,27
3,560
3,795
3,695
3,595
3,543
Tabel 4.9. Koefisien hambatan Gelombang (CFD)
Lambung Trimaran Fr
Trimaran Hull -3
S/L = 0,2 -3
S/L = 0,3 -3
S/L = 0,4
S/L = 0,5
10
10
10
10
10-3
0,15
0,319
0,290
0,290
0,290
0,219
0,17
0,427
0,738
0,638
0,738
0,478
0,19
0,772
1,251
1,095
0,995
0,916
0,21
1,448
2,057
1,639
1,557
1,528
0,23
2,038
2,444
2,444
2,296
1,917
0,25
2,250
2,637
2,687
2,687
2,324
0,27
2,205
2,857
2,837
2,737
2,422
91
-3
Gambar 4.11. Koefisien hambatan total kapal trimaran dengan variasi jarak antar lambung
Gambar 4.12. Koefisien hambatan viskos kapal trimaran dengan variasi jarak antar lambung
92
Bentuk lambung yang pipih atau thin ship hull (L/B>>), kontribusi hambatan viskos lebih besar dari pada hambatan gelombang terhadap total hambatan. Hambatan viskos (yang didominasi hambatan gesek) bertambah seiring dengan dengan bertambahnya panjang lambung kapal, Tuck dan Lazauskas (1996). Dengan pertambahan panjang atau luas bidang basah maka gaya gesek permukaan-pun akan bertambah. Sedangkan untuk hambatan gelombang, umumnya, menjadi kecil dengan pertambahan panjang lambung kapal (untuk displasmen yang tetap). 4.1.4 Perbandingan Koefisien Komponen Hambatan pada Trimaran Koefisien komponen hambatan trimaran simetris pada konfigurasi jarak lambung secara melintang (S/L). Untuk konfigurasi trimaran lambung S/L=0.2, S/L=0.3, S/L=0.4 dan S/L=0.5 dipresentasikan secara berurutan pada Gambar 4.12 sampai Gambar 4.23. Gambar 4.13 memperlihatkan bahwa pad Trimaran denga S/L=0,2 hambatan viskos lebih besar (dominan) dari pada hambatan gelombang pada Fr <0.27. Hal ini disebabkan jarak hull yang cukup dekat sehingga fluida antar hull yang mengenai hull kapal akan dipantulkan ke hull yang lain yang berada dalam aliran dalam. Besaran selesih koefisien viskon kapal ditunjukkan pada tabel 4.10.
Gambar 4.13. Koefisien komponen hambatan trimaran, S/L=0.2 (CFD)
93
Gambar 4.14 Interferensi viskos Trimaran S/L = 0,2
Gambar 4.15 Interferensi Gelombang Trimaran S/L = 0,2
94
Tabel 4.10 Koefisien Hambatan Kapal Trimaran S/L=0,2 Trimaran Hull Fr
Lambung Trimaran S/L = 0,2
CT
CT
CV
CW
10-3
10-3
10-3
10-3
0,15
4,170
4,491
4,201
0,290
0,17
4,158
4,848
4,110
0,738
0,19
4,423
5,258
4,008
1,251
0,21
5,035
5,965
3,908
2,057
0,23
5,608
6,295
3,851
2,444
0,25
5,801
6,443
3,806
2,637
0,27
5,765
6,653
3,795
2,857
Komponen Koefesien Hambatan Trimaran dengan S/L = 0,3 ditunjukkan pada Gambar 4.16. Koefesien hambatan Viskos sangat dominan pada Fr <0,22 selanjutnya pada S/L>0,22 Koefisien hambatan gelombang mulai meningkat, akan tetapi besaran koefisien hambatan viskos lebih dominan pada S/L<0,27. Hal ini ditunjukkan pada tabel 4.11. Pada gambar 4.17 dan 4.18 menunjukkan interferesi viskos yang lebih dominan dari pada interferensi hambatan.
Gambar 4.16. Koefisien komponen hambatan trimaran, S/L=0.3 (CFD)
95
Gambar 4.17 Interferensi Viskos Trimaran S/L = 0,3
Gambar 4.18 Interferensi Gelombang Trimaran S/L = 0,3
96
Tabel 4.11 Koefisien Hambatan Kapal Trimaran S/L=0,3 Trimaran Hull Fr
Lambung Trimaran S/L = 0,3
CT
CT
CV
CW
10-3
10-3
10-3
10-3
0,15
4,170
4,391
4,101
0,290
0,17
4,158
4,648
4,010
0,638
0,19
4,423
5,003
3,908
1,095
0,21
5,035
5,446
3,808
1,639
0,23
5,608
6,195
3,751
2,444
0,25
5,801
6,393
3,706
2,687
0,27
5,765
6,533
3,695
2,837
Gambar 4.19 menunjukkan komponen koefisien hambatan pada trimaran dengan S/L = 0,4. Pada Fr < 0,19 menunjukkan komponen Cv dan CT memiliki selisih harga yang cukup kecil. Hal ini dikarenakan gelombang yang terbentuk cukup kecil sehingga harga CW juga kecil. Sedangkan, pada Fr > 0,19 menunjukkan selesih CT dan Cv yang mulai bertambah besar. Hal ini disebabkan dengan bertambahnya kecepatan mengakibatkan adanya gelombang. Dengan adanya gelombang akibat meningkatnya kecepatan maka harga Cw juga meningkat. Pada Gambar 4.20 dan 4.21 menyajikan interferensi viskos dan interferensi gelombang yang terjadi pada trimaran dengan S/L = 0,4. Interferensi yang terjadi pada trimaran S/L=0,4 tampak mulai berkurang hal ini dapat dilihat pada tabel 4.12.
97
Gambar 4.19 Koefisien komponen hambatan trimaran, S/L=0.4 (CFD)
Gambar 4.20 Interferensi Viskos Trimaran S/L = 0,4
98
Gambar 4.21 Interferensi Gelombang Trimaran S/L = 0,4 Tabel 4.12 Koefisien Hambatan Kapal Trimaran S/L=0,4 Trimaran Hull Fr
Lambung Trimaran S/L = 0,4
CT
CT
CV
CW
10-3
10-3
10-3
10-3
0,15
4,170
4,291
4,001
0,290
0,17
4,158
4,648
3,910
0,738
0,19
4,423
4,803
3,808
0,995
0,21
5,035
5,265
3,708
1,557
0,23
5,608
5,947
3,651
2,296
0,25
5,801
6,293
3,606
2,687
0,27
5,765
6,333
3,595
2,737
Peningkatan CT yang terjadi pada trimaran S/L = 0,5 disajikan pada gambar 4.22, dimana pada Fr < 0,19 belum terjadi peningkatan CT secara signifikan. Sendangkan pada Fr > 0,19 peningkatan harga CT cukup besar sedangkan harga Cv relatif stabil sehinggga selisih antara CT dan Cv meningkat dan cukup besar. Gambar 4.23 dan gambar 4.24 menunjukkan pengaruh interferensi viskos dan interferensi gelombang yang mulai berkurang. Hal ini disebabkan karena jarak antar hull yang cukup lebar. Efek interferensi yang terjadi pada trimaran S/L = 0,5 di tunjukkan pada tabel 4.13. Interferensi yang terjadi
99
antar hull pada trimaran S/L = 0,5 cukup kecil yaitu terjadi peningkatan hambatan total rata–rata sebesar 1,66%.
Gambar 4.22. Koefisien komponen hambatan trimaran, S/L=0,5 (CFD)
Gambar 4.23 Interferensi Viskos Trimaran S/L = 0,5
100
Gambar 4.24 Interferensi Gelombang Trimaran S/L = 0,5 Tabel 4.13 Koefisien Hambatan Kapal Trimaran S/L=0,5 Trimaran Hull Fr
Lambung Trimaran S/L = 0,5
CT
CT
CV
CW
10-3
10-3
10-3
10-3
0,15
4,170
4,120
3,901
0,219
0,17
4,158
4,288
3,810
0,478
0,19
4,423
4,623
3,708
0,916
0,21
5,035
5,135
3,608
1,528
0,23
5,608
5,508
3,591
1,917
0,25
5,801
5,901
3,576
2,324
0,27
5,765
5,965
3,543
2,422
4.2 Simulasi Tekanan pada Lambung Trimaran Gambar 4.25 memperlihatkan konfigurasi posisi pengamatan untuk mengetahui tekanan di sekitar lambung.
101
Gambar 4.25 Konfigurasi posisi pengukuran kecepatan aliran dan tekanan pada lambung
4.3 Tekanan (Presure) di antara Lambung Tekanan di antara lambung berpengaruh terhadap jarak antara lambung (S/L), dimana tekanan semakin besar dengan mengecilnya jarak antara lambung (S/L). Semakin besar kecepatan kapal maka semakin besar pula tekanan yang terjadi di sekitar lambung,. Tekanan yang terjadi di antara lambung (inner) lebih kecil dari pada di luar lambung (outer) pada daerah di depan lambung (pengukuran point 1 - 3). Sedangkan pada daerah belakang lambung, sren (point 4 dan 5), terjadi sebaliknya sebagaimana yang diperlihatkan pada Tabel 4.14-4.20 dan Gambar 4.26 – 4.28 untuk rasio jarak lambung S/L=0.2, S/L=0.3 , S/L=0.4 dan S/L = 0.5.
102
Tabel 4.14 Distribusi tekanan pada Fr = 0,15 posisi x
Trimaran
Trimaran
Trimaran
Trimaran
S/L = 0,2
S/L = 0,3
S/L = 0,4
S/L = 0,5
inner
outer
inner
outer
inner
outer
inner
outer
1
158,07 158,17 158,06 158,16 158,05 158,15 158,03 158,13
2
157,80 158,20 157,79 158,19 157,75 158,18 157,75 158,17
3
158,47 158,40 158,46 158,40 158,45 158,39 158,43 158,38
4
158,08 157,82 158,07 157,82 158,06 157,81 158,05 157,80
5
158,05 157,78 158,05 157,77 158,04 157,75 158,03 157,73 Tabel 4.15 Distribusi tekanan pada Fr = 0,17
posisi x
Trimaran
Trimaran
Trimaran
Trimaran
S/L = 0,2
S/L = 0,3
S/L = 0,4
S/L = 0,5
inner
outer
inner
outer
inner
outer
Inner
outer
1
158,09 158,19 158,08 158,18 158,07 158,18 158,07 158,16
2
157,83 158,20 157,90 158,20 157,85 158,20 157,80 158,19
3
158,51 158,45 158,45 158,40 158,43 158,38 158,40 158,37
4
158,10 157,85 158,10 157,84 158,08 157,82 158,07 157,80
5
158,08 157,81 158,07 157,81 158,06 157,80 158,05 157,78 Tabel 4.16 Distribusi tekanan pada Fr = 0,19
posisi x
Trimaran
Trimaran
Trimaran
Trimaran
S/L = 0,2
S/L = 0,3
S/L = 0,4
S/L = 0,5
inner
outer
inner
outer
inner
outer
Inner
outer
1
158,13 158,21 158,12 158,19 158,07 158,17 158,04 158,17
2
157,89 158,42 157,90 158,31 157,85 158,27 157,80 158,27
3
158,58 158,51 158,48 158,39 158,39 158,38 158,33 158,29
4
158,13 157,87 158,12 157,86 158,12 157,82 158,11 157,79
5
158,09 157,83 158,10 157,82 158,09 157,80 158,08 157,76
103
Tabel 4.17 Distribusi tekanan pada Fr = 0,21 posisi x
Trimaran
Trimaran
Trimaran
Trimaran
S/L = 0,2
S/L = 0,3
S/L = 0,4
S/L = 0,5
inner
outer
inner
outer
inner
outer
inner
Outer
1
158,17 158,27 158,15 158,22 158,08 158,19 158,05 158,13
2
157,90 158,49 157,90 158,33 157,85 158,31 157,80 158,20
3
158,69 158,57 158,54 158,41 158,45 158,40 158,37 158,30
4
158,15 157,89 158,13 157,88 158,12 157,85 158,12 157,83
5
158,11 157,84 158,11 157,83 158,10 157,82 158,10 157,78 Tabel 4.18 Distribusi tekanan pada Fr = 0,23
posisi x
Trimaran
Trimaran
Trimaran
Trimaran
S/L = 0,2
S/L = 0,3
S/L = 0,4
S/L = 0,5
inner
outer
inner
outer
inner
outer
inner
outer
1
158,21 158,30 158,18 158,26 158,14 158,21 158,06 158,15
2
157,92 158,52 157,90 158,33 157,85 158,32 157,80 158,20
3
158,78 158,64 158,63 158,52 158,53 158,47 158,44 158,27
4
158,18 157,92 158,15 157,91 158,13 157,88 158,20 157,82
5
158,13 157,86 158,12 157,85 158,08 157,83 158,10 157,50 Tabel 4.19 Distribusi tekanan pada Fr = 0,25
posisi x
Trimaran
Trimaran
Trimaran
Trimaran
S/L = 0,2
S/L = 0,3
S/L = 0,4
S/L = 0,5
inner
outer
inner
outer
inner
outer
inner
outer
1
158,30 158,32 158,25 158,29 158,15 158,23 158,11 158,17
2
157,92 158,55 157,90 158,40 157,85 158,32 157,80 158,25
3
158,86 158,75 158,65 158,50 158,58 158,42 158,42 158,30
4
158,20 157,98 158,18 157,95 158,16 157,89 158,12 157,85
5
158,15 157,90 158,08 157,89 158,07 157,85 158,03 157,83
104
Tabel 4.20 Distribusi tekanan pada Fr = 0,27 posisi x
Trimaran
Trimaran
Trimaran
Trimaran
S/L = 0,2
S/L = 0,3
S/L = 0,4
S/L = 0,5
inner
outer
inner
outer
inner
outer
inner
outer
1
158,41 158,60 158,36 158,54 158,31 158,40 158,20 158,26
2
157,95 158,78 157,90 158,60 157,85 158,59 157,80 158,30
3
158,98 158,85 158,84 158,82 158,75 158,65 158,60 158,45
4
158,35 157,66 158,22 157,57 158,20 157,90 158,15 157,86
5
158,22 157,45 158,18 157,62 158,15 157,86 158,12 157,79
Lambung Trimaran, S/L= 0.2 Pola distribusi tekanan yang terjadi pada kapal trimaran dengan S/L =0,2 menunjukkn tekanan inner di haluan (titik 1-2) yang rendah dibandingkan dengan outer selanjutnya adanya peningkatan tekanan yang tinggi pada midship sampai keburitan kapal (titik 3-4) . Hal ini diperlihatan pada gambar 4.26.
(a) Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) dengan Fr= 0.15
105
(b) Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) dengan Fr= 0.17
(c) Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) dengan Fr= 0.19
(d) Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) dengan Fr= 0.21
106
(e) Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) dengan Fr= 0.23
(f) Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) dengan Fr= 0.25
(g) Fr= 0.27 (f) Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) dengan Fr= 0.27 Gambar 4.26. Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) pada rasio jarak lambung S/L=0.2.
107
Lambung Trimaran, S/L= 0.3 Pada kapal trimaran dengan S/L =0,3 menunjukkan pola yang sama yaitu pada haluan (titik 1 dan 2 ), tekanan inner cenderung rendah dibandingkan outer kemudian meningkat pada titik 3 – 5, sebagaiamana ditunjukkan pada gambar 4.27.
(a) Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) dengan Fr= 0.15
(b) Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) dengan Fr= 0.17
108
(c) Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) dengan Fr= 0.19
(d) Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) dengan Fr= 0.21
(e) Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) dengan Fr= 0.23
109
(f) Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) dengan Fr= 0.25
(g) Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) dengan Fr= 0.27 Gambar 4.27. Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) pada rasio jarak lambung S/L=0.3. Lambung Trimaran, S/L= 0.4 Selanjutnya pada Gambar 4.28 digambarkan pola distribusi tekanan yang terjadi pada kapal trimaran dengan S/L =0,4 yang
menunjukkn adanya
peningkatan tekanan yang tinggi pada midship sampai keburitan kapal (titik 3-5) dibandingkan outer. Sedangkan pada haluan (titik 1- 2) menujukkan tekan yang rendah.
110
(a) Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) dengan Fr= 0.15
(b) Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) dengan Fr= 0.17
(c) Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) dengan Fr= 0.19
111
(d) Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) dengan Fr= 0.21
(e) Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) dengan Fr= 0.23
(f) Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) dengan Fr= 0.25
112
(g) Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) dengan Fr= 0.27 Gambar 4.27. Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) pada rasio jarak lambung S/L=0.4
Lambung Trimaran, S/L= 0.5 Pada kapal trimaran dengan S/L =0,5 menunjukkan pola yang sama yaitu pada haluan (titik 1 dan 2 ), tekanan inner cenderung rendah dibandingkan dengan outer kemudian meningkat pada titik 3 – 5, sebagaiamana ditunjukkan pada gambar 4.29.
(a) Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) dengan Fr= 0.15
113
(b) Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) dengan Fr= 0.17
(c) Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) dengan Fr= 0.19
(d) Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) dengan Fr= 0.21
114
(e) Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) dengan Fr= 0.23
(f) Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) dengan Fr= 0.25
(g) Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) dengan Fr= 0.27 Gambar 4.29. Tekanan di antara lambung (Inner) dan di luar lambung (Outer) pada rasio jarak lambung S/L=0.5
115
Halaman ini sengaja dikosongkan
116
BAB V PRESENTASI HASIL NUMERIK DAN PENGUJIAN SEAKEEPING 5.1 Hasil Pengujian Laboratorium Hidrodinamika 5.1.1 Pengujian dengan Kondisi kapal diam (Fr=-0) Pengujian secara fisik dilakukan di Laboratorium Hidrodinamika ITS. Pada Tabel 5.1-5.4, menunjukkan Hasil Perhitungan RAO dengan S/L=0,2 - 0,5 kemudian ditunjukkan oleh Gambar 5.1-5.4 dengan kondisi model diam (Fr=0) didapatkan Sebagai mana perhitungan yang dilakukan melalui eksperimen pada kondisi diam dapat diambil gambaran secara umum bahwa harga RAO heve yang terbesar adalah pada trimaran dengan variasi S/L=0,5 yaitu sebersar 0,618 cm/cm yang terjadi pada sudut 0 derajat hal ini disebakan adanya penampang melingtag yang cukup besar sehingga memudahkan terjadi heave akibat harga ROA yang cukup besar. Selanjutnya pada S/L = 0,5 juga terjada RAO Pitch yang cukup signifikan, yaitu sebesar 1,6140/cm , hal ini karena adanya frekuensi gelombang dari arah 0 derajat (following seas) yang memberikan energi yang cukup besar ke buritan gelobang yang meyebabkan terjadinya gerak pitch yang signifikan. Selain itu, dan frekuensi 1,01 rad/s terjadi resonansi gerakan terhadap hull trimaran sehingga RAO pitch menjadi lebih dominan. Tabel 5.1 RAO pada S/L=0,2 (Pengujian) Heading Angle (deg.)
Frekuensi (rad/s)
0
180
heave
Pitch
Heave
Pitch
0,71
0,516
1,028
0,484
0,972
1,01
0,428
0,770
0,265
0,530
1,31
0,251
0,238
0,065
0,144
1,61
0,066
0,084
0,016
0,046
1,90
0,032
0,038
0,015
0,038
2,20
0,002
0,010
0,009
0,033
2,50
0,002
0,009
0,009
0,022
117
Tabel 5.2 RAO pada S/L=0.3 Heading Angle (deg.)
Frekuensi (rad/s)
0
180
heave
Pitch
Heave
Pitch
0,71
0,542
1,300
0,512
1,077
1,01
0,444
0,997
0,301
0,672
1,31
0,283
0,438
0,088
0,206
1,61
0,078
0,139
0,043
0,080
1,90
0,033
0,038
0,038
0,065
2,20
0,003
0,017
0,009
0,041
2,50
0,003
0,016
0,008
0,032
Tabel 5.3 RAO pada S/L=0.4 Heading Angle (deg.)
Frekuensi (rad/s)
0
180
heave
Pitch
Heave
Pitch
0,71
0,575
1,486
0,557
1,222
1,01
0,484
1,199
0,362
0,860
1,31
0,328
0,638
0,095
0,346
1,61
0,114
0,215
0,065
0,118
1,90
0,035
0,054
0,038
0,084
2,20
0,001
0,041
0,009
0,054
2,50
0,001
0,041
0,019
0,035
118
Tabel 5.4 RAO pada S/L=0.5 Heading Angle (deg.)
Frekuensi (rad/s)
0
180
heave
Pitch
Heave
Pitch
0,71
0,618
1,614
0,629
1,560
1,01
0,543
1,395
0,450
1,231
1,31
0,385
0,838
0,138
0,684
1,61
0,140
0,273
0,075
0,235
1,90
0,038
0,099
0,044
0,104
2,20
0,023
0,082
0,031
0,071
2,50
0,021
0,075
0,030
0,046
Gambar 5.1 RAO Heave pada sudut 0 derajat
119
2 S/L=0.2 S/L=0.3
1,6
RAO pitch (ᴼ/cm)
S/L=0.4 S/L=0.5 1,2
0,8
0,4
0 0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
Wave Frequency (rad/sec)
Gambar 5.2 RAO Pitch pada sudut 0 derajat
Gambar 5.3 RAO Heave pada sudut 180 derajat
120
3,00
Gambar 5.4 RAO Pitch pada sudut 180 derajat 5.1.2 Pengujian dengan Kondisi kecepatan Dinas (Fr=-0,21) Pada pengujian selanjutnyay dilakukan dengan pada kecepatan dinas yaitu ketika Fr=0,21. Pengujian eksperimen ditunjukkan pada Tabel 5.5-5.8, dan pada gambar 5.5-5.8 didapatkan bahwa harga RAO heve yang terbesar adalah pada trimaran dengan variasi S/L=0,5 yaitu sebersar 0,595cm/cm yang terjadi pada sudut 0 derajat hal ini disebakan adanya penampang melingtag yang cukup besar sehingga memudahkan terjadi heave akibat harga ROA yang cukup besar. Kemudian pada S/L = 0,5 juga terjada RAO Pitch yang cukup signifikan, yaitu sebesar 1,900 o/cm , hal ini karena adanya frekuensi gelombang dari arah 0 derajat (following seas) yang memberikan energi yang cukup besar ke buritan gelobang yang meyebabkan terjadinya gerak pitch yang signifikan.
121
Tabel 5.5 RAO S/L=0,2 pada Fr=0,21 Heading Angle (deg.)
f (rad/s)
0
180
heave
Pitch
Heave
Pitch
0,71
0,426
0,997
0,510
0,958
1,01
0,377
0,652
0,321
0,695
1,31
0,271
0,271
0,127
0,271
1,61
0,126
0,107
0,028
0,102
1,90
0,023
0,016
0,010
0,027
2,20
0,013
0,013
0,011
0,044
2,50
0,012
0,009
0,010
0,028
Tabel 5.6 RAO S/L=0,3 pada Fr=0,21 Heading Angle (deg.)
f (rad/s)
0
180
heave
Pitch
Heave
Pitch
0,71
0,507
1,323
0,551
1,123
1,01
0,430
0,986
0,421
0,769
1,31
0,271
0,571
0,191
0,327
1,61
0,139
0,231
0,064
0,120
1,90
0,035
0,082
0,015
0,041
2,20
0,021
0,014
0,009
0,033
2,50
0,021
0,013
0,008
0,028
122
Tabel 5.7 RAO S/L=0,4 pada Fr=0,21 Heading Angle (deg.)
f (rad/s)
0
180
heave
Pitch
Heave
Pitch
0,71
0,566
1,505
0,605
1,271
1,01
0,450
1,234
0,492
0,948
1,31
0,311
0,727
0,271
0,471
1,61
0,151
0,323
0,073
0,153
1,90
0,049
0,127
0,023
0,067
2,20
0,033
0,071
0,010
0,047
2,50
0,031
0,043
0,010
0,011
Tabel 5.8 RAO S/L=0,5 pada Fr=0,21 Heading Angle (deg.)
f (rad/s)
0
180
heave
Pitch
Heave
Pitch
0,71
0,595
1,900
0,653
1,600
1,01
0,493
1,605
0,573
1,260
1,31
0,371
0,927
0,321
0,571
1,61
0,191
0,414
0,111
0,263
1,90
0,071
0,171
0,037
0,141
2,20
0,049
0,108
0,030
0,073
2,50
0,049
0,077
0,020
0,048
123
Gambar 5.5 RAO Heave pada sudut 0 derajat
Gambar 5.6 RAO Pitch pada sudut 0 derajat
124
Gambar 5.7 RAO Heave pada sudut 180 derajat
Gambar 5.8 RAO Pitch pada sudut 180 derajat
125
5.2 Hasil Komputasi Seakeeping CFD Program CFD terdiri dari lima tahap yaitu : Geometry, Model, Set-up, Solution dan Result. Geometry digunakan pada tahap pembuatan model kapal trimaran, kemudian pembuatan
meshing dilakukan pada tahap Model. Selanjutnya
dilakukan penentuan kondisi uji pada taha Set-up dan Solution digunakan untuk pengerjaan proses penyelesaian masalah. Analisa CFD yang akan dilakukan pada pemodelan kapal trimaran adalah RAO yang diakibat gaya eksternal berupa gelombang kapal trimaran dan visualisasi hasil. Geometry Pada tahap ini langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut : Pembuatan geometri, dalam proses pembuatan geometri pada program Design Modeller , hal pertama yang perlu dilakukan adalah melakukan import geometry dari model yang telah ada. Model yang dibuat dalam maxsurf diekspor dalam bentuk ekstensi iges (.iges). Cara ini memudahkan dalam pembuatan geometri Karena wise merupakan bentuk yang sangat rumit. Perintah yang digunakan; Files > Import Geometri > STEP/IGES.
Gambar 5.9 Model trimaran pada Design Modeller
126
Langkah berikutnya adalah melakukan pemotongan (slice) pada draft kapal dengan cara meletak sumbu XYZ pada draft kapal
Gambar 5.10 Slice pada sarat Model Pada langkah berikutnya adalah menentukan kedalaman laut/pengujian kemudian menentukan meshing. Pemodelan dilakukan dengan memasukkan Point Mass berupa titik berat gravitasi secara memanjang, melintang dan vertikal. Kemudian, memasukkan momen inertia kapal trimaran (Ixx, Iyy, Izz), sebagaimana ditunjukkan pada tabel 5.9 dan gambar 5.11 Pada gambar 5.12 dan tabel 5.10, meshing dilakukan dengan mengatur ukuran elemen-elemen penyususun. Semakin kecil elemen pembentuk model kapal, maka nilai akurasinya cukup baik. Untuk memperoleh harga akurasi yang baik perlu mengatur ukuran elemen meshing yang optimal.
127
Tabel 5.9 titik Point Mass Object Name State
Point Mass Fully Defined
Details of Point Mass Visibility Visible Suppressed Not Suppressed X 48,7 cm Y 0.0 cm Z 0.0 cm Mass Definition Manual Mass 8,644 kg Define Inertia Values by via Radius of Gyration Kxx 27,46 cm Kyy 43,09 cm Kzz 50,74 cm Ixx 10236,8648 kg.cm² Ixy 0.0 kg.m² Ixz 0.0 kg.m² Iyy 25204,2918 kg.m² Iyz 0.0 kg.m² Izz 349489,9528 kg.cm²
Gambar 5.11 Penentuan titik gravitasi dan Kedalam air yang dikehendaki 128
Gambar 5.12 Meshing Model Tabel 5.10 Meshing Object Name Mesh State Meshed Details of Mesh Defaults Global Control Basic Controls Mesh Parameters Defeaturing Tolerance 1 cm Max Element Size 2 cm Max Allowed Frequency 0,353 Rad/sec Meshing Type Program Controlled Generated Mesh Information Number of Nodes 2553 Number of Elements 2286 Number of Diff Nodes 1203 Number of Diff Elements 942 Set-up Pada tahap Set-up dilakukan pengkondisian sesuai dengan kondisi pengujian. Harga yang dimasukkan kedalam set-up merupakan konstanta yang
129
umum digunakan dalam perhitungan empiris. Pada Gambar 5.13 dan Tabel 5.115.12 menunjukkan pengaturan kondisi perhitungan numerik yang dilakukan menggunakan ANSYS AQWA.
Gambar 5.13 set-up Model Tabel 5.11 set up gelombang Object Name Wave Directions State Fully Defined Details of Wave Directions Type Range of Directions, No Forward Speed Required Wave Input Wave Range -180° to 180° Interval 45° Number of Intermediate Directions 7 Optional Wave Directions A Additional Range None Optional Wave Directions B Additional Range None Optional Wave Directions C Additional Range None
130
Tabel 5.12 set up Kecepatan Aliran Depth (m) Velocity (m/s) Direction (°) 0,1
0,7354
180
5.2.1 Perhitungan dengan posisi diam (v=0) Perhitungan CFD yang dilakukan menggunakan pendekatan secara numerik dengan menggunakan Finite Volume Methode, dimana model akan dibagi kedalam bagian yang terkecil dengan memperhatikan geometri dari model. Hasil Perhitungan RAO dengan S/L=0,2 ditunjukkan pada Tabel 5.13-5.15 dan dengan jelas ditunjukkan oleh Gambar 5.14-5.16 dan didapatkan RAO heave terbesar pada sudut 90 derajat dengan frekuensi gelombang sebesar 0,71 rad/s adalah 0.517, sedangkan RAO Picth Signifikan sebesar 0.861 terjadi pada sudut 0 derajat dengan frekuensi gelombang 0.71 rad/s, selanjutnya RAO Roll terbasar terjadi pada sudut 90 derajat dengan frekuensi gelombang 1,01 rad/s sebesar 3.571. Arah gelombang yang mengenai bagian belakang kapal pada 0 derajat menyebabkan gerakan pitch kapal yang cukup besar sedangkan heave dan roll sangat dipengaruhi oleh arah gelombang 90 derajat (beam seas). Tabel 5.13 RAO Heave dengan S/L=0,2 Sudut Heading (deg)
Freq. (rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
0.425
0.412
0.517
0.341
0.317
1.01
0.19
0.103
0.341
0.129
0.213
1.31
0.076
0.073
0.087
0.057
0.083
1.61
0.04
0.039
0.108
0.043
0.045
1.90
0.003
0.008
0.018
0.004
0.001
2.20
0.01
0.012
0.02
0.012
0.01
2.50
0.022
0.027
0.037
0.029
0.021
131
Freq.
Tabel 5.14 RAO Pitch dengan S/L=0,2 Sudut Heading (deg)
(rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
0.861
0.714
0.395
0.467
0.617
1.01
0.067
0.049
0.064
0.06
0.06
1.31
0.035
0.012
0.023
0.025
0.03
1.61
0.015
0.012
0.015
0.013
0.013
1.90
0.008
0.007
0.01
0.007
0.007
2.20
0.004
0.004
0.006
0.004
0.003
2.50
0.001
0.001
0.001
0.001
0.001
Tabel 5.15 RAO Roll dengan S/L=0,2 Sudut Heading (deg)
Freq. (rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
0.000
1.245
1.533
1.064
0.000
1.01
0.000
2.673
3.571
2.413
0.000
1.31
0.000
2.142
2.903
2.142
0.000
1.61
0.000
0.89
0.983
0.706
0.000
1.90
0.000
0.427
0.539
0.383
0.000
2.20
0.000
0.31
0.351
0.249
0.000
2.50
0.000
0.277
0.251
0.177
0.000
132
Gambar 5.14 RAO Heave pada S/L=0,2
Gambar 5.15 RAO Pitch pada S/L=0,2
133
RAO Roll (ᴼ/cm)
Gambar 5.16 RAO Roll pada S/L=0,2 Pada Tabel 5.16 sampai dengan 5.18, menunjukkan Hasil Perhitungan RAO dengan S/L=0,3 kemudian ditunjukkan oleh Gambar 5.17 sampai dengan 5.19 didapatkan RAO heave terbesar pada sudut 0 derajat dengan frekuensi gelombang sebesar 1,01 rad/s, sebesar 0,999, sedangkan RAO Picth Signifikan sebesar 1,341 terjadi pada sudut 0 derajat dengan frekuensi gelombang 1.01 rad/s, selanjutnya RAO Roll terbasar terjadi pada sudut 90 derajat dengan frekuensi gelombang 2,50 rad/s sebesar 4,361. Pada trimaran S/L = 0,3 pada arah gelombang 0 derajat memiliki pengaruh RAO heave dan pitch yang besar hal ini menunjukkan pengaruh yang dominan terhadapat gerakan pitch dan heave. Sedangkan pada pengaruh roll yang terbesar dengan arah gelombang 90 derajat (beam seas).
134
Tabel 5.16 RAO Heave dengan S/L=0,3 Sudut Heading (deg)
Freq. (rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
0.972
0.971
0.964
0.971
0.971
1.01
0.999
0.943
0.922
0.929
0.331
1.31
0.445
0.336
0.348
0.300
0.232
1.61
0.203
0.155
0.316
0.169
0.061
1.90
0.092
0.098
0.084
0.089
0.025
2.20
0.074
0.079
0.087
0.079
0.04
2.50
0.038
0.045
0.07
0.046
0.047
Tabel 5.17 RAO Pitch dengan S/L=0,3 Sudut Heading (deg)
Freq. (rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
1.102
0.781
0.42
0.898
1.137
1.01
1.341
1.093
0.817
0.916
0.626
1.31
0.816
0.648
0.438
0.489
0.048
1.61
0.039
0.088
0.024
0.019
0.06
1.90
0.038
0.029
0.038
0.018
0.029
2.20
0.008
0.006
0.009
0.005
0.012
2.50
0.009
0.008
0.013
0.008
0.002
135
Tabel 5.18 RAO Roll dengan S/L=0,3 Sudut Heading (deg)
Freq. (rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
0.000
0.711
1.007
0.641
0.000
1.01
0.000
0.745
1.058
0.634
0.000
1.31
0.000
0.825
1.176
0.726
0.000
1.61
0.000
0.984
1.409
0.903
0.000
1.90
0.000
1.322
1.905
1.177
0.000
2.20
0.000
2.249
3.281
2.102
0.000
2.50
0.000
3.72
4.631
3.532
0.000
Gambar 5.17 RAO Heave pada S/L=0,3
136
Gambar 5.18 RAO Pitch pada S/L=0,3
Gambar 5.19 RAO Roll pada S/L=0,3
137
Hasil Perhitungan RAO dengan S/L=0,4 ditunjukkan pada Tabel 5.19 5.21 dan ditunjukkan pada Gambar 5.20 - 5.22 dan didapatkan RAO heave terbesar pada sudut 0 derajat dengan frekuensi gelombang sebesar 0,71 rad/s, sebesar 0,375, sedangkan RAO Picth Signifikan sebesar 0.72 terjadi pada sudut 0 derajat dengan frekuensi gelombang 0.71, selanjutnya RAO Roll terbasar terjadi pada sudut 90 derajat dengan frekuensi gelombang 2.50 rad/s sebesar 3.531. Tabel 5.19 RAO Heave dengan S/L=0,4 Sudut Heading (deg)
Freq. (rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
0.375
0.243
0.207
0.219
0.333
1.01
0.204
0.127
0.178
0.136
0.203
1.31
0.104
0.096
0.063
0.089
0.08
1.61
0.016
0.026
0.064
0.021
0.037
1.90
0.041
0.047
0.043
0.047
0.002
2.20
0.028
0.036
0.044
0.036
0.008
2.50
0.018
0.026
0.014
0.026
0.018
Tabel 5.20 RAO Pitch dengan S/L=0,4 Sudut Heading (deg)
Freq. (rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
0.72
0.556
0.282
0.445
0.627
1.01
0.043
0.043
0.083
0.038
0.059
1.31
0.018
0.009
0.035
0.014
0.029
1.61
0.018
0.016
0.016
0.017
0.011
1.90
0.002
0.002
0.009
0.002
0.006
2.20
0.001
0.002
0.004
0.002
0.003
2.50
0.001
0.002
0.003
0.002
0.001
138
Tabel 5.21 RAO Roll dengan S/L=0,4 Sudut Heading (deg)
Freq. (rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
0.000
0.773
1.074
0.699
0.000
1.01
0.000
0.858
1.151
0.798
0.000
1.31
0.000
1.01
1.270
1.005
0.000
1.61
0.000
1.299
1.457
1.281
0.000
1.90
0.000
1.954
1.764
1.943
0.000
2.20
0.000
3.005
2.323
2.901
0.000
2.50
0.000
3.237
3.531
3.132
0.000
Gambar 5.20 RAO Heave pada S/L=0,4
139
Gambar 5.21 RAO Pitch pada S/L=0,4
Gambar 4.22 RAO Roll pada S/L=0,4
140
Pada Tabel 5.22 - 5.24, menunjukkan Hasil Perhitungan RAO dengan S/L=0,5 kemudian ditunjukkan oleh Gambar 5.23 - 5.25 didapatkan RAO heave terbesar pada sudut 0 derajat dengan frekuensi gelombang sebesar 1,01 rad/s adalah sebesar 0,999, sedangkan RAO Picth Signifikan sebesar 1,341 terjadi pada sudut 0 derajat dengan frekuensi gelombang 1,01 rad/s, selanjutnya RAO Roll terbasar terjadi pada sudut 90 derajat dengan frekuensi gelombang 2,50 rad/s sebesar 3,342. Tabel 5.22 RAO Heave dengan S/L=0,5 Sudut Heading (deg)
Freq. (rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
0.972
0.971
0.964
0.971
0.971
1.01
0.999
0.943
0.922
0.929
0.331
1.31
0.445
0.336
0.348
0.3
0.232
1.61
0.203
0.155
0.316
0.169
0.061
1.90
0.092
0.098
0.084
0.089
0.025
2.20
0.074
0.079
0.087
0.079
0.04
2.50
0.038
0.045
0.07
0.046
0.047
Tabel 5.23 RAO Pitch dengan S/L=0,5 Sudut Heading (deg)
Freq. (rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
1.102
0.781
0.42
0.898
1.137
1.01
1.341
1.093
0.817
0.916
0.626
1.31
0.816
0.648
0.438
0.489
0.048
1.61
0.039
0.088
0.024
0.019
0.06
1.90
0.038
0.029
0.038
0.018
0.029
2.20
0.008
0.006
0.009
0.005
0.012
2.50
0.009
0.008
0.013
0.008
0.002
141
Tabel 5.24 RAO Roll dengan S/L=0,5 Sudut Heading (deg)
Freq. (rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
0.000
0.748
1.074
0.724
0.000
1.01
0.000
0.797
1.151
0.721
0.000
1.31
0.000
0.876
1.270
0.842
0.000
1.61
0.000
1.001
1.457
0.981
0.000
1.90
0.000
1.207
1.764
1.121
0.000
2.20
0.000
1.584
2.323
1.531
0.000
2.50
0.000
2.403
3.342
2.398
0.000
Gambar 5.23 RAO Heave pada S/L=0,5
142
Gambar 5.24 RAO Pitch pada S/L=0,5
Gambar 5.25 RAO Roll pada S/L=0,5
143
Sebagai mana perhitungan yang dilakukan melalui pendekatan CFD di atas pada kondisi diam, dapat diambil gambaran secara umum bahwa harga RAO heve yang terbesar adalah pada trimaran dengan variasi S/L=0,5 yaitu sebersar 0,999 cm/cm yang terjadi pada sudut 0 derajat hal ini disebakan adanya penampang melingtag yang cukup besar sehingga memudahkan terjadi heave akibat harga ROA yang cukup besar. Selanjutnya pada S/L = 0,5 juga terjadi RAO Pitch yang cukup signifikan, yaitu sebesar 1.341 0/cm , hal ini karena adanya frekuensi gelombang dari arah 0 derajat (following seas) yang memberikan energi yang cukup besar ke buritan kapal yang meyebabkan terjadinya gerak pitch yang signifikan. Selain itu, pada frekuensi 1,01 rad/s terjadi resonansi gerakan terhadap hull trimaran sehingga RAO pitch menjadi lebih dominan. RAO Roll terbesar terjadi pada sudut 90 derajat (beam seas) sebesar o
4.631 /cm yang terjadi pada kapal Trimaran dengan variasi S/L=0,2. Hal ini terjadi karena lebar posisi melintang yang cukup kecil dibandingakan variasi trimaran lainnya, sehingga lebar yang cukup kecil akan memudahkan terjadinya roll dengan arah gelombang dari samping (beam seas). 5.2.2 Perhitungan Pada Kecepatan dinas (Fr = 0,21) Hasil Perhitungan RAO dengan S/L = 0,2 ditunjukkan pada Tabel 5.255.27 dan ditunjukkan pada Gambar 5.26-5.28 dan didapatkan RAO heave terbesar pada sudut 0 derajat dengan frekuensi gelombang sebesar 0,71 rad/s, sebesar 0,931, sedangkan RAO Picth Signifikan sebesar 0,985 terjadi pada sudut 0 derajat dengan frekuensi gelombang 0.71, selanjutnya RAO Roll terbasar terjadi pada sudut 90 derajat dengan frekuensi gelombang 2.20 rad/s sebesar 4,831.
144
Tabel 5.25 RAO Heave dengan S/L=0,2 Sudut Heading (deg)
Freq. (rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
0,971
0,968
0,233
0,636
0,807
1.01
0,844
0,4
0,098
0,095
0,344
1.31
0,47
0,27
0,04
0,007
0,013
1.61
0,365
0,203
0,054
0,029
0,117
1.90
0,311
0,123
0,048
0,015
0,044
2.20
0,189
0,108
0,019
0,004
0,042
2.50
0,033
0,081
0,012
0,003
0,036
Tabel 5.26 RAO Pitch dengan S/L=0,2 Sudut Heading (deg)
Freq. (rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
0,985
0,695
0,086
0,603
0,729
1.01
0,842
0,608
0,036
0,03
0,397
1.31
0,161
0,08
0,016
0,015
0,133
1.61
0,087
0,043
0,009
0,003
0,012
1.90
0,055
0,032
0,004
0,002
0,039
2.20
0,022
0,022
0,003
0,002
0,011
2.50
0,01
0,009
0,002
0,001
0,012
Tabel 5.27 RAO Roll dengan S/L=0,2 Sudut Heading (deg)
Freq. (rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
0,000
0,707
1,058
0,832
0,000
1.01
0,000
0,72
1,176
1,079
0,000
1.31
0,000
0,743
1,409
1,823
0,000
1.61
0,000
0,761
1,905
4,225
0,000
1.90
0,000
0,765
3,281
1,496
0,000
2.20
0,000
0,753
4,831
0,717
0,000
2.50
0,000
0,731
2,621
0,445
0,000
145
Gambar 5.26 RAO Heave pada S/L=0,2
Gambar 5.27 RAO Pitch pada S/L=0,2
146
RAO Roll (ᴼ/cm)
Gambar 5.28 RAO Roll pada S/L=0,2 Pada Tabel 5.29-5.31, menunjukkan Hasil Perhitungan RAO dengan S/L=0,3 kemudian ditunjukkan oleh Gambar 5.28-5.30 didapatkan RAO heave terbesar pada sudut 45 derajat dengan frekuensi gelombang sebesar 0,71 rad/s, sebesar 0,935, sedangkan RAO Picth Signifikan sebesar 1,02 terjadi pada sudut 0 derajat dengan frekuensi gelombang 0,71 rad/s, selanjutnya RAO Roll terbasar terjadi pada sudut 90 derajat dengan frekuensi gelombang 2,20 rad/s sebesar 4,831.
147
Tabel 5.28 RAO Heave dengan S/L=0,3 Sudut Heading (deg)
Freq. (rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
0,928
0,935
0,898
0,666
0,81
1.01
0,597
0,601
0,435
0,326
0,474
1.31
0,419
0,33
0,276
0,116
0,152
1.61
0,234
0,179
0,188
0,031
0,062
1.90
0,1503
0,169
0,088
0,063
0,127
2.20
0,127
0,166
0,049
0,017
0,077
2.50
0,052
0,015
0,046
0,033
0,014
Tabel 5.29 RAO Pitch dengan S/L=0,3 Sudut Heading (deg)
Freq. (rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
1,02
0,805
0,603
0,628
0,745
1.01
0,989
0,64
0,414
0,219
0,499
1.31
0,599
0,465
0,007
0,008
0,268
1.61
0,104
0,055
0,04
0,037
0,093
1.90
0,052
0,01
0,009
0,004
0,012
2.20
0,053
0,011
0,013
0,013
0,043
2.50
0,036
0,015
0,005
0,009
0,03
Tabel 5.30 RAO Roll dengan S/L=0,3 Sudut Heading (deg)
Freq. (rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
0,000
0,707
1,533
1,064
0,000
1.01
0,000
0,756
3,571
2,413
0,000
1.31
0,000
0,831
2,903
2,142
0,000
1.61
0,000
0,85
0,983
0,706
0,000
1.90
0,000
0,792
0,539
0,383
0,000
2.20
0,000
0,721
0,351
0,249
0,000
2.50
0,000
0,725
0,251
0,177
0,000
148
Gambar 5.29 RAO Heave pada S/L=0,3
Gambar 5.30 RAO Pitch pada S/L=0,3
149
RAO Roll (ᴼ/cm)
Gambar 5.31 RAO Roll pada S/L=0,3 Selanjtunya, hasil Perhitungan RAO dengan S/L=0,4 ditunjukkan pada Tabel 5.31-5.33, dan ditunjukkan pada Gambar 5.32-5.34 dan didapatkan RAO heave terbesar pada sudut 45 derajat dengan frekuensi gelombang sebesar 0,71 rad/s, sebesar 0.893, sedangkan RAO Picth Signifikan sebesar 0.72 terjadi pada sudut 0 derajat dengan frekuensi gelombang 0,965, selanjutnya RAO Roll terbasar terjadi pada sudut 90 derajat dengan frekuensi gelombang 2.50 rad/s sebesar 3.531 Tabel 5.31 RAO Heave dengan S/L=0,4 Sudut Heading (deg)
Freq. (rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
0,883
0,893
0,247
0,647
0,809
1.01
0,658
0,303
0,097
0,103
0,35
1.31
0,35
0,198
0,045
0,056
0,013
1.61
0,25
0,162
0,055
0,045
0,121
1.90
0,196
0,095
0,05
0,021
0,046
2.20
0,115
0,081
0,018
0,004
0,045
2.50
0,032
0,07
0,011
0,015
0,037
150
Tabel 5.32 RAO Pitch dengan S/L=0,4 Sudut Heading (deg)
Freq. (rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
0,965
0,681
0,086
0,612
0,81
1.01
0,796
0,602
0,035
0,015
0,474
1.31
0,352
0,069
0,016
0,006
0,152
1.61
0,059
0,037
0,009
0,005
0,127
1.90
0,035
0,022
0,004
0,003
0,077
2.20
0,016
0,015
0,003
0,003
0,062
2.50
0,006
0,008
0,002
0,001
0,014
Tabel 5.33 RAO Roll dengan S/L=0,4 Sudut Heading (deg)
Freq. (rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
0,000
0,719
1,257
0,773
0,000
1.01
0,000
0,735
1,495
1,053
0,000
1.31
0,000
0,738
1,948
2,479
0,000
1.61
0,000
0,727
2,991
1,944
0,000
1.90
0,000
0,711
3,968
0,655
0,000
2.20
0,000
0,712
3,284
0,358
0,000
2.50
0,000
0,768
2,046
0,233
0,000
151
Gambar 5.32 RAO Heave pada S/L=0,4
Gambar 5.33 RAO Pitch pada S/L=0,4 152
RAO Roll (ᴼ/cm)
Gambar 5.34 RAO Roll pada S/L=0,4 Pada Tabel 5.34-5.36, menunjukkan Hasil Perhitungan RAO dengan S/L=0,5 kemudian ditunjukkan oleh Gambar 5.35-5.37 didapatkan RAO heave terbesar pada sudut 0 derajat dengan frekuensi gelombang sebesar 0,71 rad/s, sebesar 0,971, sedangkan RAO Picth Signifikan sebesar 0,985 terjadi pada sudut 0 derajat dengan frekuensi gelombang 0,71 rad/s, selanjutnya RAO Roll terbasar terjadi pada sudut 90 derajat dengan frekuensi gelombang 2,50 rad/s sebesar 4,244.
153
Tabel 5.34 RAO Heave dengan S/L=0,5 Sudut Heading (deg)
Freq. (rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
1,002
0,833
0,403
0,705
0,806
1.01
0,808
0,099
0,398
0,211
0,366
1.31
0,173
0,074
0,111
0,128
0,018
1.61
0,083
0,067
0,09
0,069
0,139
1.90
0,026
0,041
0,031
0,057
0,052
2.20
0,066
0,035
0,01
0,029
0,055
2.50
0,021
0,031
0,038
0,048
0,041
Tabel 5.35 RAO Pitch dengan S/L=0,5 Sudut Heading (deg)
Freq. (rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
1,314
0,757
0,386
0,661
0,773
1.01
0,75
0,641
0,068
0,287
0,443
1.31
0,138
0,04
0,023
0,039
0,156
1.61
0,007
0,022
0,014
0,042
0,015
1.90
0,015
0,004
0,01
0,011
0,047
2.20
0,008
0,006
0,006
0,017
0,015
2.50
0,001
0,004
0,001
0,003
0,014
Tabel 5.36 RAO Roll dengan S/L=0,5 Sudut Heading (deg)
Freq. (rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
0,000
0,715
1,151
0,748
0,000
1.01
0,000
0,725
1,27
0,976
0,000
1.31
0,000
0,727
1,457
2,054
0,000
1.61
0,000
0,72
1,764
2,341
0,000
1.90
0,000
0,709
2,323
0,694
0,000
2.20
0,000
0,71
3,531
0,366
0,000
2.50
0,000
0,745
4,244
0,234
0,000
154
Gambar 5.35 RAO Heave pada S/L=0,5
Gambar 5.36 RAO Pitch pada S/L=0,5 155
RAO Roll (ᴼ/cm)
Gambar 5.37 RAO Roll pada S/L=0,5 Sebagai mana perhitungan yang dilakukan melalui pendekatan CFD di atas pada kondisi Fr = 0,21, dapat diambil gambaran secara umum bahwa harga RAO heave yang terbesar adalah pada trimaran dengan variasi S/L=0,5 yaitu sebersar 0,999 cm/cm yang terjadi pada sudut 0 derajat hal ini disebabkan adanya penampang melintang yang cukup besar sehingga memudahkan terjadi heave akibat harga ROA yang cukup besar. Selanjutnya pada S/L = 0,5 juga terjada RAO Pitch yang cukup signifikan, yaitu sebesar 1.341 0/cm , hal ini karena adanya frekuensi gelombang dari arah 0 derajat (following seas) yang memberikan energi yang cukup besar ke buritan kapal yang meyebabkan terjadinya gerak pitch yang signifikan. Selain itu, pada frekuensi 1,01 rad/s terjadi resonansi gerakan terhadap hull trimaran sehingga RAO pitch menjadi lebih dominan. RAO Roll terbesar terjadi pada sudut 90 derajat (beam seas) sebesar 4.631o/cm yang terjadi pada kapal Trimaran dengan variasi S/L=0,2. Hal ini
156
terjadi karena lebar posisi melintang yang cukup kecil dibandingakan variasi trimaran lainnya, sehingga lebar yang cukup kecil akan memudahkan terjadinya roll dengan arah gelombang dari samping (beam seas). 5.3 Root Mean Square 5.3.1 RMS pada kondisi diam (Fr=0) Penentuan RMS (root mean square) didapatkan dari besarnya signifikan respon untuk masing-masing gerakan yang dilakukan pada Pungujian di Towing Tank. Signifikan respon didapatkan dari perkalian Response Amplitudo Operator (RAO)
dengan
wave
spectrum
yang
digunakan.
Perhitungan
dengan
menggunakan metode statistic analisa yaitu dengan mencari luasan dari signifikan respon (mo). Dari harga mo tersebut nanti akan didapatkan harga RMS atau standart deviasi untuk tiap masing gerakan yaitu gerakan rotasi dan gerakan translasi diantaranya gerakan Heaving, Pitching. Serta untuk tiap masing-masing sudut hadap yaitu heading 0 derajat sampai sudut heading 180 derajat dapat dilihat Tabel 5.37-5.38. Tabel 5.37 RMS pada Fr = 0 (Pengujian) Heave (cm)
Pitch (deg)
0
180
0
180
0,2
0,19
0,14
0,53
0,38
0,3
0,16
0,13
0,6
0,45
0,4
0,16
0,14
0,44
0,39
0,5
0,32
0,22
0,63
0,39
S/L
Tabel 5.38 RMS pada Fr = 0,21 (Pengujian) Heave (cm)
Pitch (deg)
0
180
0
180
0,2
0,22
0,31
0,53
0,39
0,3
0,25
0,31
0,53
0,37
0,4
0,29
0,37
0,53
0,37
0,5
0,55
0,31
0,63
0,39
S/L
157
Perhitungan CFD dilakukan dengan sudut heading 0 -180 derajat dengan perhitungan RMS meliputi heaving pitching dan rolling dapat dilihat pada tabel 5.39 – 4.46. Pada Tabel 5.39-5.42 Perhitungan dengan CFD dilakukan dengan kondisi kapal diam (Fr=0). RMS Heave terbesar terjadi pada model Trimaran dengan S/L = 0,5 dengan RMS sebesar 0,32 derajat yang terjadi pada sudut 0 derajat. Selanjutnya pada S/L=0,5 memiliki RMS Pitch yang signifikan yaitu sebesar 0,63 derajat pada sudut heading 0 derajat. Pada kondisi roll RMS terbesar pada trimaran sebesara 5,8 derajat dengan sudut heading 90 derajat terjadi pada model trimaran dengan S/L=0,2. Tabel 5.39 RMS dengan S/L=0,2 pada Fr = 0 Motion
Sudut Heading (deg) 0
45
90
135
180
Heave (cm)
0,17
0,17
0,21
0,14
0,13
Pitch (ᵒ)
0,53
0,45
0,25
0,29
0,38
Roll (ᵒ)
0,00
1,99
2,80
1,89
0,00
Tabel 5.40 RMS dengan S/L=0,3 Motion
Sudut Heading (deg) 0
45
90
135
180
Heave (cm)
0,15
0,09
0,07
0,08
0,13
Pitch (ᵒ)
0,60
0,50
0,37
0,40
0,45
Roll (ᵒ)
0,00
1,70
2,71
1,68
0,00
Tabel 5.41 RMS dengan S/L=0,4 Motion
Sudut Heading (deg) 0
45
90
135
180
Heave (cm)
0,15
0,10
0,09
0,09
0,13
Pitch (ᵒ)
0,44
0,34
0,19
0,27
0,39
Roll (ᵒ)
0,00
1,49
2,12
1,46
0,00
158
Tabel 5.42 RMS dengan S/L=0,5 Motion
Sudut Heading (deg) 0
45
90
135
180
Heave (cm)
0,32
0,29
0,30
0,28
0,22
Pitch (ᵒ)
0,63
0,33
0,19
0,27
0,39
Roll (ᵒ)
0,00
1,35
2,10
1,50
0,00
Gambar 5.38 RMS Heave pada Fr = 0
159
Gambar 5.39 RMS Pitch pada Fr = 0
Gambar 5.40 RMS Roll pada Fr = 0
160
5.3.2 RMS pada kondisi kecepatan dinas (Fr=0,21) Perhitungan RMS dengan kecepatan dinas (Fr=0.21) ditunjukkan pada Tabel 5.43-5.46. RMS Heave terbesar terjadi pada model Trimaran dengan S/L = 0,5 dengan RMS sebesar 0,34 derajat yang terjadi pada sudut 0 derajat. Selanjutnya pada S/L=0,5 memiliki RMS pitch yang signifikan yaitu sebesar 0,54 derajat pada sudut heading 0 derajat. Pada kondisi roll RMS terbesar pada trimaran sebesar 2,68 derajat dengan sudut heading 90 derajat terjadi pada model trimaran dengan S/L=0,2. Tabel 5.43 RMS dengan S/L=0,2 Motion
Sudut Heading (deg) 0
45
90
135
180
Heave (cm)
0,21
0,23
0,17
0,26
0,30
Pitch (ᵒ)
0,52
0,44
0,24
0,34
0,39
Roll (ᵒ)
0,00
1,90
2,68
1,71
0,00
Tabel 5.44 RMS dengan S/L=0,3 Motion
Sudut Heading (deg) 0
45
90
135
180
Heave (cm)
0,25
0,25
0,29
0,27
0,31
Pitch (ᵒ)
0,52
0,40
0,18
0,33
0,36
Roll (ᵒ)
0,00
1,16
2,51
1,31
0,00
Tabel 5.45 RMS dengan S/L=0,4 Motion
Sudut Heading (deg) 0
45
90
135
180
Heave (cm)
0,28
0,26
0,06
0,25
0,30
Pitch (ᵒ)
0,52
0,40
0,17
0,32
0,36
Roll (ᵒ)
0,00
1,00
2,00
1,19
0,00
161
Tabel 5.46 RMS dengan S/L=0,5 Motion
Sudut Heading (deg) 0
45
90
135
180
Heave (cm)
0,34
0,30
0,06
0,24
0,30
Pitch (ᵒ)
0,54
0,42
0,30
0,36
0,39
Roll (ᵒ)
0,00
0,85
1,98
1,30
0,00
Gambar 5.41 RMS Heave pada Fr = 0,21
162
Gambar 5.42 RMS Pitch pada Fr = 0,21
Gambar 5.43 RMS Roll pada Fr = 0,21
163
Halaman iin sengaja dikosongkan
164
BAB VI PEMBAHASAN Hasil perhitungan Hambatan dan Seakeeping kapal trimaran dengan variasi S/L=0,2 – 0,5 pada kecepatan Fr=0,15 – 0,27 akan dilakukan perbandingan untuk memperoleh hasil yang valid. Perbandingan yang dilakukan adalah dengan membandingan hasil perhitungan melalui pendekatan CFD dan uji fisik. 6.1 Komponen Hambatan Viskos dan Hambatan Gelombang Fenomena hump hambatan tersebut terjadi karena timbulnya gelombang pecah (wave breaking) dan pengaruh transom (Insel dan Molland, 1992). Setelah melewati hump hambatan, secara drastis gelombang pecah akan mengecil dan bahkan hilang karena bentuk lambung yang pipih (slenderness). Semakin kecil jarak antara lambung (S/L), maka semakin besar koefisien hambatan gelombang yang ditimbulkannya. Hasil tersebut sama dengan hasil pengujian yang dilakukan oleh Moraes dkk. (2004) untuk lambung trimaran Pembahasan komponen hambatan viskos pada lambung trimaran, tidak terlepas dari pengaruh aliran tidak simetris (asymmetrical flow) disekitar hull-nya. Aliran tidak simetris tersebut timbul akibat perbedaan kecepatan aliran, sarat air (lambung yang terbenam) dan luas bidang basah antara hull. Hasil hambatan viskos diperlihatkan pada Gambar 6.6. Komponen hambatan gelombang, dari pengamatan selama pengujian model di towing tank, terlihat bahwa tinggi elevasi gelombang diantara lambung pada kecepatan rendah memperlihatkan gelombang timbul akibat terjadinya distorsi dua sistim gelombang dipermukaan yang berasal dari depan (bow) lambung kapal. Bila kecepatan bertambah, gelombang depan dari masing-masing hull bertemu ditengah (centerline) lambung trimaran yang membentuk dua atau tiga bukit (cusps) gelombang yang bergerak kearah belakang dengan makin meningkatnya kecepatan (atau makin melebarnya jarak antara lambung). Sahoo dkk (2006) menyatakan bahwa energi yang ditimbulkan oleh gelombang tersebut berbanding lurus dengan kwadrat amplitude gelombang, ini dapat diartikan bahwa, dengan konfigurasi lambung yang sederhana, energi 165
gelombangnya
meningkat
empat
kali
dan
konsekwensi
tersebut
dapat
meningkatkan hambatan gelombang. 6.2 Pengaruh Konfigurasi Jarak Lambung Secara Melintang (S/L) Efek interaksi antara kedua lambung pada arah melintang (S/L) sangat berpengaruh untuk lambung simetris dari pada lambung tak simetris. Koefisien hambatan total (CT) untuk lambung simetris lebih besar. Hasil Pengujian juga memperlihatkan bahwa semakin kecil jarak antara lambung trimaran (S/L) maka semakin besar hambatan yang terjadi. Fenomena ini timbul karena adanya efek interaksi viskos dan gelombang diantara kedua lambung tersebut (Caprio dkk, 2007). Zaraphonitis dkk (2001) menyatakan bahwa jarak pemisahan lambung antara hull (S/L) adalah sangat krusial akan terjadinya interaksi gelombang timbul (wave making) yang saling berlawanan dari depan (bow) dan menjalar kebelakang (stern) kapal. Namun dengan jarak dan kecepatan tertentu, efek interaksi gelombang dapat negatif (menguntungkan) dimana hambatan gelombang yang ditimbulkan menjadi lebih kecil. Pada Fr < 0.3, untuk lambung trimaran memperlihatkan hambatan yang lebih besar dari pada hambatan hull yang dihitung secara terpisah untuk jarak lambung (S/L) yang diuji. Fenomena tersebut terjadi karena pada bilangan Fr tersebut luas bidang basah (wetted surface area) meningkat akibat adanya interferensi antara kedua lambung (Moraes, 2004) 6.3. Diskusi Hasil Komputasi dan Pengujian 6.3.1. Komponen Hambatan Total Gambar 6.1 – 6.4 dan Tabel 6.1 – 6.4 memperlihatkan perbandingan hasil perhitungan secara Numerik (CFD) dengan hasil penelititian Pengujian . Dari hasil analisa dan evaluasi menunjukkan bahwa antara hasil teori dan Pengujian memperlihatkan trend kurva yang konsisten. Perbandingan hasil komputasi (CFDANSYCFX) dan Pengujian (towing tank) memperlihatkan nilai total hambatan yang hampir sama dengan perbedaan hasil yang sangat kecil.
166
Sedangkan hasil slender body method dibandingkan dengan hasil Pengujian memperlihatkan perbedaan yang tidak siknifikan pada kecepatan rendah Fr< 0.3.
Gambar 6.1 Perbandingan Koefisien Hambatan Total S/L = 0,2
Gambar 6.2 Perbandingan Koefisien Hambatan Total S/L = 0,3
167
Gambar 6.3 Perbandingan Koefisien Hambatan Total S/L = 0,4
Gambar 6.4 Perbandingan Koefisien Hambatan Total S/L = 0,5 Hasil CFD dibandingkan Pengujian di towing tank (present study) menunjukkan trend yang sama (good agreement) pada kecepatan atau bilangan Froude yang diuji. Nilai total hambatan dari kedua hasil Pengujian tersebut cenderung berbeda karena rasio model yang digunakan memiliki perbedaan (Molland dkk, 1994).
168
Tabel 6.1 Perbandingan Koefisien Hambatan Total pada S/L = 0,2 Hambatan Lambung Trimaran S/L=0,2 x10-3
Fr
Selisih %
CFD
Eksprimen
0,15
4,491
4,502
0,235
0,17
4,847
5,169
4,552
0,19
5,258
5,375
2,171
0,21
5,964
5,862
1,754
0,23
6,294
6,557
4,001
0,25
6,442
6,681
3,562
0,27
6,652
6,792
2,049
Tabel 6.2 Perbandingan Koefisien Hambatan Total pada S/L = 0,3 Hambatan Lambung Trimaran S/L=0,3 x10-3
Fr
Selisih %
CFD
Eksprimen
0,15
4,391
4,490
2,193
0,17
4,747
5,108
8,144
0,19
5,002
5,246
4,639
0,21
5,446
5,605
2,822
0,23
6,194
6,288
1,478
0,25
6,392
6,581
2,856
0,27
6,532
6,728
2,909
169
Tabel 6.3 Perbandingan Koefisien Hambatan Total pada S/L = 0,4 Hambatan Lambung Trimaran S/L=0,4 x10-3
Fr
Selisih %
CFD
Eksprimen
0,15
4,291
4,386
2,149
0,17
4,647
5,079
9,006
0,19
4,802
5,225
8,077
0,21
5,264
5,456
3,505
0,23
5,947
5,977
0,491
0,25
6,292
6,192
0,311
0,27
6,332
6,546
3,263
Tabel 6.4 Perbandingan Koefisien Hambatan Total pada S/L = 0,5 Hambatan Lambung Trimaran S/L=0,5 x10-3 (N)
Fr
Selisih %
CFD
Eksprimen
0,15
4,119
4,383
5,993
0,17
4,488
4,847
7,403
0,19
4,623
4,997
7,478
0,21
5,135
5,162
0,518
0,23
5,507
5,577
1,238
0,25
5,900
6,058
2,599
0,27
5,964
6,192
3,664
6.3.2. Komponen Hambatan Viskos Dari Gambar 6.5– 6.8 dan Table 6.5- 6.8 memperlihatkan bahwa terjadi perbedaan antara hasil perhitung Numerik dengan hasil Pengujian (present study), dimana hasil Pengujian rata-rata lebih besar hingga 6%. Pada metode numerik, hambatan viskos adalah konstan disebabkan oleh nilai form faktor yang konstant dan belum mempertimbangkan adanya ganguan lingkungan.
170
Gambar 6.5 Perbandingan Koefisien Viskos S/L = 0,2
Gambar 6.6 Perbandingan Koefisien Viskos S/L = 0,3
171
Gambar 6.7 Perbandingan Koefisien Viskos S/L = 0,4
Gambar 6.8 Perbandingan Koefisien Viskos S/L = 0,5 Bentuk lambung yang pipih memberikan kontribusi hambatan viskos lebih besar dari pada hambatan gelombang terhadap total hambatan. Hambatan viskos (yang
didominasi
hambatan
gesek)
bertambah
seiring
dengan
dengan
bertambahnya panjang lambung kapal. Dengan pertambahan panjang atau luas bidang basah maka gaya gesek permukaan-pun akan bertambah.Sedangkan untuk hambatan gelombang, umumnya, menjadi lebih kecil dengan pertambahan
172
panjang lambung kapal (untuk displasmen yang tetap), Tuck dan Lazauskas (1996) Tabel 6.5 Perbandingan Koefisien Hambatan Viskos pada S/L = 0,2 Hambatan Lambung Trimaran S/L=0,2 x10-3
Fr
Selisih %
CFD
Eksprimen
0,15
3,111
3,405
8,521
0,17
3,113
3,365
7,322
0,19
3,103
3,312
6,163
0,21
3,139
3,280
4,221
0,23
3,138
3,256
3,456
0,25
3,151
3,239
2,613
0,27
3,074
3,197
3,777
Tabel 6.6 Perbandingan Koefisien Hambatan Viskos pada S/L = 0,3 Hambatan Lambung Trimaran S/L=0,3 x10-3
Fr
Selisih %
CFD
Eksprimen
0,15
3,211
3,403
5,581
0,17
3,213
3,364
4,346
0,19
3,203
3,311
3,140
0,21
3,239
3,279
1,170
0,23
3,238
3,254
0,380
0,25
3,220
3,237
0,476
0,27
3,174
3,196
0,647
173
Tabel 6.7 Perbandingan Koefisien Hambatan Viskos pada S/L = 0,4 Hambatan Lambung Trimaran S/L=0,4 x10-3
Fr
Selisih %
CFD
Eksprimen
0,15
3,311
3,402
2,641
0,17
3,313
3,363
1,369
0,19
3,303
3,309
0,116
0,21
3,215
3,278
1,880
0,23
3,163
3,252
2,695
0,25
3,120
3,236
3,566
0,27
3,116
3,195
2,481
Tabel 6.8 Perbandingan Koefisien Hambatan Viskos pada S/L = 0,5 Hambatan Lambung Trimaran S/L=0,5 x10-3
Fr
Selisih %
CFD
Eksprimen
0,15
3,390
3,401
0,298
0,17
3,305
3,361
1,606
0,19
3,211
3,308
2,906
0,21
3,115
3,276
4,931
0,23
3,103
3,251
4,541
0,25
3,090
3,235
4,493
0,27
3,064
3,193
4,109
6.3.3. Komponen Hambatan Gelombang Hasil koefisien hambatan gelombang (CW) pada Gambar 5.9 – 5.12 dan Table 5.9 – 5.12 memperlihatkan bahwa terjadi perbedaan tidak siknifikan antara hasil prediksi numerik dengan hasil Pengujian (present study), dimana hasil eksperimna lebih besar rata-rata 5% dari prediksi numerik.
174
Gambar 6.9 Perbandingan Koefisien Gelombang S/L = 0,2
Gambar 6.10 Perbandingan Koefisien Gelombang S/L = 0,3
175
Gambar 6.11 Perbandingan Koefisien Gelombang S/L = 0,4
Gambar 6.12 Perbandingan Koefisien Gelombang S/L = 0,5 Sedangkan
hasil
perhitungan
Numerik
dan
hasil
Pengujian
memperlihatkan perbedaan yang tidak siknifikan. Hambatan gelombang oleh CFD lebih kecil dari pada Pengujian (present study) disebabkan karena model lambung trimaran pada model CFD memiliki keterbatasan meshing dan pada pengujian terdapat faktor lingkungan yang perlu diperhitungkan lebih teliti
176
Tabel 6.9 Perbandingan Koefisien Hambatan Gelombang pada S/L = 0,2 Hambatan Lambung Trimaran S/L=0,2 x10-3
Fr
Selisih %
CFD
Eksprimen
0,15
0,967
0,950
1,813
0,17
1,756
1,906
7,870
0,19
2,085
2,163
3,601
0,21
2,816
2,680
5,044
0,23
3,156
3,399
7,150
0,25
3,291
3,539
6,991
0,27
3,578
3,681
2,811
Tabel 6.10 Perbandingan Koefisien Hambatan Gelombang pada S/L = 0,3 Hambatan Lambung Trimaran S/L=0,3 x10-3
Fr
Selisih %
CFD
Eksprimen
0,15
0,921
0,942
2,236
0,17
1,694
1,846
8,237
0,19
1,913
2,035
6,013
0,21
2,297
2,425
5,271
0,23
3,056
3,132
2,413
0,25
3,272
3,441
4,899
0,27
3,428
3,620
5,305
177
Tabel 6.11 Perbandingan Koefisien Hambatan Gelombang pada S/L = 0,4 Hambatan Lambung Trimaran S/L=0,4 x10-3
Fr
Selisih %
CFD
Eksprimen
0,15
0,906
0,922
1,827
0,17
1,456
1,518
4,099
0,19
1,786
1,815
1,598
0,21
2,079
2,278
8,721
0,23
2,784
2,823
1,372
0,25
3,172
3,173
0,039
0,27
3,227
3,238
0,351
Tabel 6.12 Perbandingan Koefisien Hambatan Gelombang pada S/L = 0,5 Hambatan Lambung Trimaran S/L=0,5 x10-3
Fr
Selisih %
CFD
Eksprimen
0,15
0,911
0,915
0,456
0,17
1,023
1,107
7,597
0,19
1,356
1,488
8,883
0,21
2,019
1,984
1,757
0,23
2,514
2,625
4,207
0,25
2,820
2,921
3,461
0,27
2,761
2,985
7,522
Analisa wave pattern yang digunakan untuk menghitung wave pattern resistance mengasumsikan bahwa gelombang adalah linear. Semua energi yang dihasilkan dari surface wave akan ditransformasikan ke arah melintang bagian kapal (Couser dkk, 1997). Terjadinya wave breaking pada sekitar lambung membuat asumsi ini underestimate dalam perhitungan komponen hambatan gelombang. Untuk mengukur wave breaking secara lansung adalah suatu hal yang sangat sulit/kompleks dilakukan, bagaimanapun hal ini hanya dapat diobservasi dengan
178
pengamatan visual. Wave breaking terjadi pada daerah depan lambung (bow) bila jarak antara lambung trimaran sangat dekat. Dengan asumsi di atas, maka hambatan akibat gelombang dapat diperhitungkan hingga 5% - 21% dari hambatan total yang diakibatkan oleh wave breaking (Couser dkk, 1997). Sehingga, hambatan wave breaking kecil (tidak begitu siknifikan) pengaruhnya terhadap total hambatan lambung kapal. Kemudian dengan lambung
yang memiliki transom stern akan
memungkinkan terjadinya tekanan yang sangat rendah (large low pressure area) di daerah belakang transom, yang mengakibatkan transom mengalami ‘atmospheric’ bukan ‘stagnation pressure’. Hal tersebut yang menyebabkan terjadinya spray dan breaking. Dengan fenomena ini maka hambatan tekan (pressure resistance) yang dihitung berdasarkan pengukuran ‘wave pattern’ akan terjadi ‘underestimate’. Pernyataan ini juga sama dengan hasil penelitian (Pengujian) Insel (1990) yang menunjukkan bahwa nilai hambatan viskos [(1+βk) CF] adalah tidak sama dengan (CT - CWP) pada lambung trimaran. Hasil Pengujian oleh Couser dkk (1998) bahwa CW (dari estimasi, CW= CT – (1+k) CF) adalah tidak sama dengan CWP, dimana hambatan gelombang (wave pattern) CWP lebih kecil dibanding dengan CW. Lebih praktis dan rasional mengestimasi CW dari persamaan CT= (1+k) CF + CW, dimana CT dan form factor (k) yang diperoleh melalui pengukuran pada Pengujian 6.4
Interferensi Komponen Hambatan Nilai faktor interferensi komponen hambatan untuk lambung trimaran
terhadap variasi perubahan jarak antara lambung (S/L), dihitung berdasarkan persaaman tersebut di bawah ini. Interferensi hambatan viskos: (6.1)
Interferensi hambatan gelombang: (6.2)
179
6.4.1 Interferensi Hambatan Viskos Gambar 6.13-14 dan Tabel 6.13-14 memperlihatkan interferensi hambatan viskos untuk variasi jarak antara lambung (S/L) dari hasil perhitungan CFD ekperimen.
Gambar 6.13 Interferensi hambatan viskos untuk jarak melintang (S/L) (Eksperimen) Tabel 6.13 Nilai interfrensi viskos untuk trimaran (Eksperimen)
Fr
S/L = 0,2 103
S/L = 0,3 103
S/L = 0,4 103
S/L = 0,5 103
0,15 0,17 0,19 0,21 0,23 0,25 0,27
1,1165 1,1162 1,1162 1,1163 1,1165 1,1157 1,1160
1,1078 1,1076 1,1076 1,1076 1,1079 1,1079 1,1079
1,1040 1,1037 1,1038 1,1038 1,1039 1,1035 1,1036
1,0971 1,0968 1,0963 1,0956 1,0953 1,0955 1,0943
180
Gambar 6.14 Interferensi hambatan viskos untuk jarak melintang (S/L) (CFD) Tabel 6.14 Nilai interfrensi viskos untuk trimaran (CFD)
S/L = 0,2
S/L = 0,3
S/L = 0,4
S/L = 0,5
103
103
103
103
0,1533
1,04534
1,03038
1,02813
1,0171
0,1724
1,04548
1,03054
1,02828
1,0168
0,1916
1,04549
1,03044
1,02817
1,0163
0,2107
1,04557
1,0307
1,02839
1,0156
0,2299
1,04571
1,03066
1,02837
1,0153
0,2491
1,04568
1,03065
1,02831
1,0148
0,2682
1,04565
1,03064
1,02825
1,0143
Fr
Fenomena interaksi viscous interference yang disebakan oleh distribusi perubahan boundary layer dan kenaikan kecepatan aliran di sekitar lambung trimaran, dan distribusi pengaruh perubahan tekanan di daerah (di antara) lambung trimaran. 6.4.2 Interferensi Hambatan Gelombang Interferensi hambatan gelombang antar
lambung trimaran
dapat
berkontribusi negatif (meningkatkan hambatan) atau positif (menurunkan
181
hambatan) sebagaimana yang dipresentasikan dari hasil teori dan eksperimen. Fenomena tersebut juga dikemukakan oleh Yeung dkk (2004 dan 2009). Hasil CFD dan eksperimen memperlihatkan faktor interferensi hambatan terhadap perubahan jarak melintang antara lambung kapal (S/L) dimana pada kecepatan yang tinggi menunjukkan peningkatan interferensi. Faktor interferensi hambatan gelombang lambung trimaran lihat tabel 6.15 – 6.16 dan gambar 6.156.16. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi hambatan gelombang pada lambung dengan kecepatan yang lebih tinggi (Fr> 0,23) memiliki interaksi yang cukup kuat
Gambar 6.15 Interferensi hambatan Gelombang untuk jarak melintang (S/L) (Eksperimen) Tabel 6.15 Nilai interfrensi gelombang untuk trimaran (Eksperimen)
S/L = 0,2
S/L = 0,3
S/L = 0,4
S/L = 0,5
103
103
103
103
0,1533
1,0297
0,9524
0,9833
0,9780
0,1724
0,9760
0,9647
0,8595
0,9703
0,1916
1,0431
0,9176
0,9336
0,9759
0,2107
1,0463
0,8159
0,9049
0,9713
0,2299
1,0257
0,9683
0,9110
0,9031
0,2491
1,0210
0,9942
0,9494
0,9389
0,2682
1,0840
1,0496
0,9713
0,9856
Fr
182
Gambar 6.16 Interferensi hambatan gelombang untuk jarak melintang (S/L) (CFD) Tabel 6.16 Nilai interfrensi gelombang untuk trimaran (CFD)
Fr
S/L = 0,2 3
S/L = 0,3 3
S/L = 0,4 3
S/L = 0,5
10
10
10
103
0,1533
1,0485
0,9919
0,9792
0,9919
0,1724
0,9856
0,9685
0,8224
0,9729
0,1916
1,0528
0,9412
0,8917
0,9820
0,2107
1,0369
0,9048
0,9391
0,9871
0,2299
1,0329
0,9213
0,9014
0,9299
0,2491
1,0490
0,9523
0,9223
0,9205
0,2682
1,0733
0,9833
0,9644
0,9720
Insel dan Molland (1992) dan Molland (1996) menyatakan bahwa interferensi hambatan yang terjadi pada lambung katamaran ditimbulkan oleh adanya perbedaan kecepatan aliran disekitar demihull berupa gelombang yang ditimbulkan (wavepatterns). Hal ini sejalan dengan penelitian pada kapal trimaran dimana interferensi yang terjadi akibat aliran dan gelombang pada sekitar area lambung kapal trimaran.
183
Hasil kajian interferensi hambatan gelombang tersebut diatas dapat dijadikan acuan dalam perancangan kapal trimaran, bahwa hambatan lambung kapal trimaran (terhadap perubahan jarak melintang antara lambung) pada kecepatan Fr<0,27 cenderung meningkat, oleh sebab itu perlu diperhatikan juga terkait stabilitas dan konstruksi kapal. 6.4.3 Validasi CFD
y+ variasi pada model kapal merupan salah satu indikator untuk menentukan tingkat kevalidan dari perhitungan CFD. Ketepatan nilai y+ pada lambung menentukan kualitas solusi lapisan batas dimana terjadinya gesekan antara fluida dan badan kapal. Harga y+ yang disarankan adalah <150 (Schlichting dan Gersten (2000). Dan hal ini terlihat gambar 6.17 bahwa y+ memiliki nilai sebesar <114,677 seperti yang diperlukan dan dimana nilai faktor validitas tersebut meng-indikasikan bahwa perhitungan tersebut cukup akurat (best fit).
Gambar 6.17 Harga y+ 6.4.4 Kelemahan Metode CFD Komputasi metode Numerik (CFD) masih memiliki beberapa kekurangan sehingga memiliki perbedaan dengan hasil pengujian antara lain: 1. Keberadaan transom stern pada lambung tidak diperhitungkan secara tepat. Hambatan yang timbul akibat adanya transom stern merupakan hambatan yang siknifikan pengaruhnya terhadap total hambatan (Doctors, 2006; 184
Yamamoto, 2003), dimana wave breaking sering terjadi dibelakang transom karena diarea tersebut terjadi pengumpulan fluida yang kehilangan energy kinetiknya (kehilangan momentum) yang besar sehingga menimbulkan gaya hambatan yang cukup besar. 2. Hanya memperhitungkan kondisi ‘fixed draft or waterline’. Sedangkan kapal yang melaju dipermukaan air akan mengalami trim dan sinkage sehingga sarat air pada lambung dapat berubah tergantung kecepatannya (Zaraphonitis dkk, 2001), dan hal ini juga akan merubah besar hambatan kapal. 3. Keterbatasan Perangakat yang membutuhkan kecepatan yang sangat tinggi, sehingga dengan komputer yang ada dilakukan metode yang paling optimal 4. Semakin komplek model yang dibuat maka dibutuhkan tingkat akurasi yang cukup tinggi yang berefek pada penggunaan spesifikasi perangkat yang tinggi untuk memenuhinya. 5. Perlu pengaturan meshing yang sesuai sehingga perhitungan CFD dapat dilakukan secara optimal dan efesien. 6.5
Perbandingan Seakeeping RAO Hasil Pengujian Fisik dan Komputasi CFD Pengujian ini dilakukan pada model kapal trimaran diplasmen dengan
skala 1:59,231 dan kondisi perairan bergelombang dengan seastate 4. Pengujian model fisik dan hasil analisa dari hasil pengujian model kapal trimaran diplasmen dengan metode statistic spectral analisis pada masing-masing gerakan kapal trimaran diplasmen. Pada pengujian, signal terbaca secara analog kemudian dilakukan analisa dengan cara komulatif probability sebagai fungsi dari peak total signal. Jika signal yang terbaca sangat signifikan maka akan didiskusikan penyebabnya. Pembahasan dilakukan dengan membandingkan 2 (metode) yang telah dilakukan yaitu, Pengujian Fisik. dan Computational Fluid Dynamics (CFD) Dari dua pendekatan perhitungan tersebut disajikan pada tabel 6.17-6.24 dan ditunjukkan pada gambar 6.18-6.33 Pada tabel 6.17-6.24 menunjukkan hasil perhitungan CFD dan Pengujian pada kapal trimaran S/L = 0,2-0,5 dengan sudut arah gelombang sebesar 0 dan
185
180 derajat. Hasil perbandingan Heave menunjukkan tren yang sama dengan selisih rata-rata 5% dengan hasil perhitungan CFD yang lebih besar. Hasil ini dikarenakan adanya komponen lingkungan uji dalam towing tank yang tidak bisa dimasukkan secara tepat dalam perhitungan CFD. Namun demikian hasil selisih yang kecil dan tren yang sama dapat dijadikan acuan untuk melakukan perhitungan model. Selanjutnya, pada ROA Pitch menujukkan hasil yang sama. Pada perhitungan Pengujian menujukkan hasil yang lebih kecil daripada hasil perhitungan CFD dengan perbedaan rata-rata 6%. Pada arah gelombang 0 derajat RAO Pitch memiliki pengaruh yang dominan karena adanya luasan area penampang buritan yang lebih besar dari pada area penampang haluan yang ditunjunkkan pada gambar 6.18-6.33 Tabel 6.17 Perbandingan RAO Trimaran S/L = 0,2, sudut heading 0 derajat f (rad/s)
CFD
Pengujian
Heave
Pitch
Heave
Pitch
0.71
0.574
1.108
0.552
1.028
1.01
0.383
0.741
0.240
0.569
1.31
0.092
0.331
0.053
0.225
1.61
0.059
0.156
0.048
0.112
1.90
0.055
0.087
0.036
0.055
2.20
0.050
0.036
0.031
0.017
2.50
0.043
0.012
0.012
0.001
186
Gambar 6.18 Perbandingan RAO Heave S/L = 0,2 dengan arah gelombang 00
Gambar 6.19 Perbandingan RAO Pitch S/L = 0,2 dengan arah gelombang 00
187
Tabel 6.18Perbandingan RAO Trimaran S/L = 0,2 pada sudut heading 180 derajat f (rad/s)
CFD
Pengujian
Heave
Pitch
Heave
Pitch
0.71
0.569
1.120
0.556
0.972
1.01
0.378
0.686
0.233
0.602
1.31
0.117
0.305
0.092
0.289
1.61
0.046
0.130
0.050
0.121
1.90
0.042
0.052
0.009
0.024
2.20
0.028
0.039
0.006
0.023
2.50
0.013
0.014
0.009
0.022
Gambar 6.20 Perbandingan RAO Heave S/L = 0,2 dengan arah gelombang 1800
188
Gambar 6.21 Perbandingan RAO Pitch S/L = 0,2 dengan arah gelombang 1800
Tabel 6.19Perbandingan RAO Trimaran S/L = 0,3 pada sudut heading 0 derajat f (rad/s)
CFD
Pengujian
Heave
Pitch
Heave
Pitch
0.71
0.600
1.363
0.541
1.285
1.01
0.392
1.040
0.296
0.712
1.31
0.189
0.551
0.147
0.300
1.61
0.116
0.202
0.074
0.180
1.90
0.070
0.102
0.032
0.108
2.20
0.062
0.026
0.030
0.011
2.50
0.055
0.037
0.012
0.011
189
Gambar 6.22 Perbandingan RAO Heave S/L = 0,3 dengan arah gelombang 00
Gambar 6.23 Perbandingan RAO Pitch S/L = 0,3 dengan arah gelombang 00
190
Tabel 6.20 Perbandingan RAO Trimaran S/L = 0,3 pada sudut heading 180 derajat f (rad/s)
CFD
Pengujian
Heave
Pitch
Heave
Pitch
0.71
0.600
1.363
0.541
1.285
1.01
0.392
1.040
0.296
0.712
1.31
0.189
0.551
0.147
0.300
1.61
0.116
0.202
0.074
0.180
1.90
0.070
0.102
0.032
0.108
2.20
0.062
0.026
0.030
0.011
2.50
0.055
0.037
0.012
0.011
Gambar 6.24 Perbandingan RAO Heave S/L = 0,3 dengan arah gelombang 1800
191
Gambar 6.25 Perbandingan RAO Pitch S/L = 0,3 dengan arah gelombang 1800
Tabel 6.21 Perbandingan RAO Trimaran S/L = 0,4 pada sudut heading 0 derajat f (rad/s)
CFD
Pengujian
Heave
Pitch
Heave
Pitch
0.71
0.610
1.800
0.555
1.739
1.01
0.566
1.732
0.304
1.148
1.31
0.456
1.524
0.210
0.666
1.61
0.198
1.055
0.105
0.391
1.90
0.134
0.475
0.074
0.186
2.20
0.085
0.24
0.031
0.107
2.50
0.073
0.129
0.012
0.015
192
Gambar 6.26 Perbandingan RAO Heave S/L = 0,4 dengan arah gelombang 00
Gambar 6.27 Perbandingan RAO Pitch S/L = 0,4 dengan arah gelombang 00
193
Tabel 6.22 Perbandingan RAO Trimaran S/L = 0,4 pada sudut heading 180 derajat f (rad/s)
CFD
Pengujian
Heave
Pitch
Heave
Pitch
0.71
0.5589
1.62
0.54
1.56001
1.01
0.3049
1.465
0.2076
1.13114
1.31
0.1867
1.124
0.1259
0.53989
1.61
0.0698
0.604
0.0721
0.33512
1.90
0.0218
0.222
0.0108
0.10284
2.20
0.0086
0.07
0.0087
0.07116
2.50
0.0087
0.065
0.012
0.001
Gambar 6.28 Perbandingan RAO Heave S/L = 0,4 dengan arah gelombang 1800
194
Gambar 6.29 Perbandingan RAO Pitch S/L = 0,4 dengan arah gelombang 1800
Tabel 6.23 Perbandingan RAO Trimaran S/L = 0,5 pada sudut heading 0 derajat f (rad/s)
CFD
Pengujian
Heave
Pitch
Heave
Pitch
0.71
0.653
1.841
0.552
1.714
1.01
0.530
1.285
0.302
0.864
1.31
0.215
0.425
0.135
0.247
1.61
0.132
0.131
0.074
0.076
1.90
0.101
0.059
0.066
0.016
2.20
0.066
0.024
0.032
0.016
2.50
0.050
0.049
0.013
0.015
195
Gambar 6.30 Perbandingan RAO Heave S/L = 0,5 dengan arah gelombang 00
Gambar 6.31 Perbandingan RAO Pitch S/L = 0,5 dengan arah gelombang 00
196
Tabel 6.24 Perbandingan RAO Trimaran S/L = 0,5 pada sudut heading 180 derajat f (rad/s)
CFD
Pengujian
Heave
Pitch
Heave
Pitch
0.71
0.643
1.503
0.557
1.421
1.01
0.387
1.073
0.214
0.775
1.31
0.111
0.343
0.124
0.217
1.61
0.050
0.182
0.065
0.053
1.90
0.038
0.110
0.041
0.035
2.20
0.044
0.019
0.009
0.049
2.50
0.029
0.042
0.009
0.032
Gambar 6.32 Perbandingan RAO Heave S/L = 0,5 dengan arah gelombang 1800
197
Gambar 6.33 Perbandingan RAO Pitch S/L = 0,5 dengan arah gelombang 1800 Hasil Pengujian RAO Heave terbesar terjadi pada kapal trimaran dengan S/L = 0,5 yaitu sebesar 0.653 cm/cm dengan arah sudut gelombang sebesar 0 derajat, hal ini dikuatkan dengan perhitungan dengan menggunakan pendekatan CFD yaitu sebesar 0,557 cm/cm dan mimiliki perbedaan rata-rata sebesar 6%. Pada arah gelombang 0 derajat (following seas) gelombang akan mengenai buritan kapal yang memiliki luasan tercelup yang lebih besar sehinggga akan menyebabkan reaksi badan kapal untuk mengangkat lebih dominan. Pada pengujian dengan S/L=0,5 juga terjadi RAO Pitch yang dominan yaitu sebesar 1,503 0/cm dengan arah sudut gelombang sebesar 0 derajat, hal ini dikuat dengan perhitungan dengan menggunakan pendekatan CFD yaitu sebesar 1,421 0/cm dan mimiliki perbedaan rata-rata sebesar 8%. Pada arah gelombang 0 derajat (following seas) gelombang akan mengenai buritan kapal yang memiliki luasan tercelup yang lebih besar sehinggga akan menyebabkan reaksi badan kapal untuk mengangkat lebih dominan. Disamping itu, lebar kapal trimaran dengan S/L=0,5 lebih besar menyebabkan badan kapal akan mudah terkena gaya luar dan cenderung melakukan reaksi baik secara tranversal (heave) maupun rotasi (pitch)
198
6.7 Korelasi Hambatan dan Seakeeping Hambatan kapal trimaran menujukkan bahwa pada S/L=0,5 menunjukkan interaksi antar hull yang kecil bahkan pada Fr=0.22-0.24 dapat simpulkan interkasi antar lambung tidak tidak ada. Hal ini dapat di lihat pada tabel 6.25 dan gambar 6.34. Tabel 6.25 Koefisien hambatan total Lambung Trimaran Fr
Trimaran Hull S/L = 0,2 S/L = 0,3 S/L = 0,4 S/L = 0,5 x10-3
x10-3
x10-3
x10-3
x10-3
0,15
4,170
4,491
4,391
4,291
4,120
0,17
4,158
4,848
4,648
4,648
4,288
0,19
4,423
5,258
5,003
4,803
4,623
0,21
5,035
5,965
5,446
5,265
5,135
0,23
5,608
6,295
6,195
5,947
5,508
0,25
5,801
6,443
6,393
6,293
5,901
0,27
5,765
6,653
6,533
6,333
5,965
Gambar 6.34 Koefisien hambatan total kapal trimaran dengan variasi jarak antar lambung
199
Selanjutnya dilakukan perhitungan predeiksi gerakaan kapal pada Fr=0.21. pada tabel 6.26-6.27 menunjukkan hasil perhitungan olah gerak kapal dimana hasil kapal memiliki gerakan yang siknifikan pada variasi S/L = 0,5
Table 6.26 RAO Tirmaran dengan gelombang 0 derajat f (rad/s)
S/L=0,2 Heave
Pitch
S/L=0,3
S/L=0,4
Heave
Pitch
Heave
S/L=0,5
Pitch
Heave
Pitch
0.71
0,5
1,06
0,602
1,7
0,647
1,56
0,697
1,926
1.01
0,371
1,016
0,176
0,975
0,604
1,444
0,676
1,814
1.31
0,197
0,924
0,090
0,422
0,508
1,270
0,608
1,647
1.61
0,135
0,586
0,060
0,178
0,226
0,910
0,240
1,273
1.90
0,117
0,165
0,038
0,127
0,123
0,375
0,173
0,593
2.20
0,087
0,071
0,022
0,024
0,088
0,210
0,120
0,297
2.50
0,066
0,048
0,022
0,047
0,078
0,110
0,081
0,152
Table 6.27 RAO Tirmaran dengan gelombang 180 derajat f (rad/s)
S/L=0,2 Heave
Pitch
S/L=0,3 Heave
Pitch
S/L=0,4 Heave
Pitch
S/L=0,5 Heave
Pitch
0.71
0,568
1,119
0,589
1,495
0,688
1,600
0,692
1,800
1.01
0,194
0,686
0,200
0,870
0,452
1,095
0,422
1,351
1.31
0,074
0,304
0,091
0,375
0,273
0,671
0,253
0,978
1.61
0,045
0,130
0,043
0,158
0,101
0,391
0,094
0,619
1.90
0,041
0,052
0,038
0,122
0,032
0,190
0,029
0,297
2.20
0,027
0,038
0,014
0,062
0,009
0,042
0,008
0,066
2.50
0,012
0,014
0,013
0,045
0,009
0,042
0,0089
0,066
Korelasi yang terlihat antara hambatan dan seakeeping adalah perubahan S/L semakin besar hambatan yang terjadi adalah sangat kecil karena tidak adanya interferenasi. Sebaliknya pada S/L = 0,2 hambatan yang terjadi adalah paling besar hal ini karena adanya faktor interferensi antar hull.
200
Sebaliknya RAO heave dan pitch terbesar terjadi pada S/L = 0,5, hal ini menjukkan adanya korelasi yang cukup jelas yaitu heave dan pitch terbesar terjadi ketika tidak adanya interversi kapal. Dari penelitian yang telah dilakukan, memberikan gambaran bahwa interferensi kapal dapat mengurangi RAO kapal yang pada tahap selanjutnya dapat mempengaruhi pola gerakan kapal. Pada Tabel 6.28 menunjukkan adanya korelasi koefisien hambatan total dan RMS heave dimana pada S/L=0,5 menunjukkan nilai RMS heave yang paling besar yaitu sebesar 0,34 derajat pada arah sudut 0 derajat sedangkan C T pada kondisi tersebut paling kecil. Hal ini menunjukkan pada kondisi hambatan tanpa interfensi (hambatan paling kecil) pada S/L = 0,5 memiliki nilai heave yang cukup besar. Hal ini disebabkan tidak adanya interferensi untuk megurangi besarnya heave. Sehingga dapat diambil kesimpulan sementara bahwa efek positif interferensi dan mengurangi gerakan heave trimaran. Efek positif interferensi terjadi pada S/L = 0,2 yang memiliki RMS sebesar 0,21. Harga tersebut merupakan nilai terkecil daripada RMS heave dari bentuk variasi S/L lainnya. Korelasi Hambatan dan RMS heave pada variasi kapal trimaran ditunjukkan pada gambar 6.35 Table 6.28 Korelasi CT dan RMS Heave
Sudut Uji (deg)
S/L CT (x10-3) 0 45 90 135 180
0,20 5,97 0,21 0,23 0,17 0,26 0,30
0,30 5,45 0,25 0,25 0,29 0,27 0,31
201
0,40 5,27 0,28 0,26 0,18 0,25 0,30
0,50 5,14 0,34 0,30 0,16 0,24 0,30
Gambar 6.35 Korelasi CTdan RMS Heave Selanjutnya Pada Tabel 6.29 menunjukkan adanya korelasi koefisien hambatan total dan RMS Pitch dimana pada S/L=0,5 menunjukkan nilai RMS heave yang paling besar yaitu sebesar 0,54 derajat pada arah sudut 0 derajat sedangkan CT pada kondisi tersebut paling kecil. Hal ini menunjukkan pada kondisi hambatan tanpa interfensi (hambatan paling kecil) pada S/L = 0,5 memiliki nilai pitch yang cukup besar. Hal ini disebabkan tidak adanya interferensi untuk megurangi besarnya pitch. Sehingga dapat diambil kesimpulan sementara bahwa efek positif interferensi dan mengurangi gerakan heave trimaran. Efek positif interferensi terjadi pada S/L = 0,4 yang memiliki RMS sebesar 0,12. Harga tersebut merupakan nilai terkecil daripada RMS heave dari bentuk variasi S/L lainnya. Korelasi Hambatan dan RMS heave pada variasi kapal trimaran ditunjukkan pada gambar 6.36. Table 6.29 Korelasi CT dan RMS Pitch
Sudut Uji (deg)
S/L CT (x10-3) 0 45 90 135 180
0,20 5,97 0,51 0,44 0,24 0,34 0,39
0,30 5,45 0,52 0,43 0,18 0,33 0,36
202
0,40 5,27 0,52 0,43 0,17 0,32 0,36
0,50 5,14 0,54 0,42 0,3 0,36 0,39
Gambar 6.36 Korelasi CT dan RMS Pitch Korelasi RMS Roll ditunjukkan Pada tabel 6.30 menunjukkan adanya dimana pada S/L=0,2 menunjukkan nilai RMS Roll yang paling besar yaitu sebesar 3,68 derajat pada arah sudut 0 derajat sedangkan CT pada kondisi tersebut cukup. Hal ini menunjukkan pada kondisi hambatan dengan interfensi yang cukup besara pada S/L = 0,2 tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap gerakan Roll. Sehingga dapat diambil kesimpulan sementara bahwa efek positif interferensi dan tidak mengurangi efek gerakan roll trimaran. Korelasi Hambatan dan RMS Pitch pada variasi kapal trimaran ditunjukkan pada gambar 6.37. Table 6.30 Korelasi CT dan RMS Roll
Sudut Uji (deg)
S/L CT (x10-3) 0 45 90 135 180
0,20 5,97 0,00
0,30 5,45 0,00
0,40 5,27 0,00
0,50 5,14 0,00
1,90
1,16
1,00
0,85
2,68
2,51
2,00
1,98
1,71
1,31
1,19
1,30
0,00
0,00
0,00
0,00
203
Gambar 6.37 Korelasi CT dan RMS Roll Dari masing masing variasi S/L pada kapal trimaran kemudian dilakukan pengujian secara numerik dapat dilakukan optimasi yang ditunjukkan pada tabel 6.31 dan gambar 6.38. Pada gambar 6.38 menujukkan nilai dari masing gerakan heave, pitch, dan roll. Optimasi dilakukan dengan dengan menggabungkan ketiga grafik tersebut. Pada S/L = 0,4 menunjukkan variasi trimaran yang optimal untuk dilakukan pelayaran pada kondisi kecepatan dinas (Fr = 0,21) dengan ketinggian gelombang 1 mater (seastate 4). Perolehan harga tersebut merupakan tiunjauan berdasarkan aspek hidrodinamika. Sehingga perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam terkait struktur dan uji kenyamanan penumpang. Hasil kesimpulan awal ini dapat dijadikan data base ilmu pengetahuan dan dapat dilakukan untuk penelitian lanjutan dengan tinjauan aspek yang berbeda. Tabel 6.31 Optimasi Trimaran S/L 0,20 0,30 0,40 0,50
CT x10-3 5,97 5,45 5,27 5,14
Heave
Pitch
Roll
0,30 0,31 0,30 0,34
0,51 0,52 0,52 0,54
2,68 2,51 2,00 1,98
204
CT
Gambar 6.38 Optimasi Variasi Trimaran Dari Tabel 6.31 dan Gambar 6.38 kemudian dilakukan optimasi secara numerik untuk mendapatkan variasi S/L pada trimaran yang optimal. Hasil perhitungan yang optimal ditunjukkan pada tabel 6.32 melalui pendekatan korelasi hambatan dan olah gerak (RMS). Untuk memilih model kapal trimaran yang optimal, ada 3 aspek tinjuan berdasarkan gambar 6.30 dan tabel 6.27, antara lain
Dari aspek heave maka model trimaran dengan variasi S/L = 0,32 memiliki RMS heave sebebar 0,31 cm. Model Trimaran degan variasi S/L = 0,32 mempunyai koefisien hambatan total (CT) sebesar 5,38 x10-3.
Kemudian pada trimaran dengan S/L = 0,36 memiliki RMS Pitch yang optimal yaitu sebesar 0,520 dan koefisien hambatan total (CT) sebesar 5,32 x10-3.
Selanjutnya pada S/L = 0,4 memiliki nilai RMS Roll optimal yaitu sebesar 2,040 dan koefisien hambatan total (CT) sebesar 5,26 x10-3. Tabel 6.32 Optimasi grafik Heave
Pitch
Roll
S/L
CT (x10-3)
S/L
CT (x10-3)
S/L
CT (x10-3)
0,32
5,38
0,36
5,32
0,4
5,26
205
Halaman ini sengaja dikosongkan
206
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Hambatan dan Interferensi Hambatan Pengaruh interferensi dan interaksi antara lambung kapal mengakibatkan aliran air disekitar lambung yang simetris menjadi tidak simetris akibat besar tekanan dan kecepatan aliran yang terjadi disekitar lambung relatif tidak sama. Usikan kecepatan aliran disekitar lambung meningkat pada area bagian dalam (antara lambung) sehingga merubah struktur lapisan batas (boundary layer) dan luas bidang basah lambung. Perubahan fisik struktur lapisan batas (boundary layer) dan luas bidang basah lambung tersebut menyebabkan hambatan gesek (skin friction) bertambah/ berkurang. Sedangkan pengaruh interfensi dan interaksi gelombang sebagai akibat pertemuan dua sistim gelombang dari depan lambung menimbulkan perubahan tekanan sekitar lambung bagian dalam. Pola sistim gelombang dari depan (bow) dari kedua lambung bertemu di garis tengah terowongan (antara lambung) dan superposisi dari dua sistim gelombang tersebut akan menimbulkan ketinggian elevasi gelombang tidak stabil. Hambatan Pengujian terkecil terjadi pada S/L = 0,5 yaitu sebesar 5,865 N dan dikuatkan dengan hasil perhitungan CFD sebesar 6,192 N disebabkan oleh efek interferensi sangat kecil. Hal ini ditunjukkan dengan hambatan total trimaran indepen memiliki nilai yang berdekatan dengan trimaran dengan jarak S/L=0,5. Hasil simulasi CFD-ANSYS CFX dan eksperiment (towing tank) menunjukkan perbedaan nilai komponen hambatan yang relatif kecil, rata-rata 3%. Hal ini sesuai dengan ketentuan yaitu sebesar 5% (Peric, 2002). Sedangkan hasil eksperimen di towing tank untuk viscous resistance menunjukkan kosistensi yang akurat. Hasil perhitungan numerik dan eksperimen menunjukkan bahwa perubahan jarak antara lambung adalah sangat siknifikan. Hasil eksperimen memperlihatkan bahwa semakin kecil jarak antara lambung katamaran (S/L) maka semakin besar hambatan yang terjadi. Fenomena ini timbul karena adanya efek interaksi viskos dan gelombang diantara kedua lambung tersebut. Namun dengan jarak dan kecepatan tertentu, efek interaksi gelombang dapat negatif
207
(menguntungkan) dimana hambatan gelombang yang ditimbulkan menjadi lebih kecil. Faktor interferensi hambatan gelombang (τ) bervariasi terhadap S/L, dimana nilai τ semakin kecil dengan membesarnya perubahan jarak antara lambung (S/L). Hal tersebut diakibatkan oleh ketinggian elevasi gelombang yang semakin kecil pada area antara lambung dengan semakin besarnya jarak antara lambung. Perubahan elevasi gelombang (wave pattern) diantara lambung trimaran adalah cukup kecil dan cenderung konstan pada kecepatan rendah (Fn< 0,3). 7.2 Seakeping Perubahan jarak S/L pada kapal trimaran sangat perpengaruh terhadap pola gerakan kapal. Dimana faktor konstanta (RAO) besarnya menjadi indikator besaran gerakan kapal yang terjadi. Pada penelitin ini dilakukan 2 metode yaitu CFD dan uji fisik. RAO Heave optimal pada pengujian terjadi pada kapal trimaran dengan S/L = 0,2 yaitu sebesar 0,516 cm/cm dengan arah sudut gelombang sebesar 0 derajat, namun dengan perhitungan dengan menggunakan pendekatan CFD yaitu sebesar 0,612 cm/cm pada S/L = 0,3. Perbedaan ini disebabkan oleh sensitifitan elemen simulasi CFD yang memiliki tingkat error tertentu. Pada arah gelombang 0 derajat (following seas) gelombang akan mengenai buritan kapal yang memiliki luasan tercelup yang lebih besar sehinggga akan menyebabkan reaksi badan kapal untuk mengangkat lebih dominan. Pengujian dengan S/L=0,2 juga terjadi RAO Pitch yang optimum yaitu sebesar 0,510 0/cm dengan arah sudut gelombang sebesar 180 derajat, hal ini dikuatan dengan perhitungan dengan menggunakan pendekatan CFD yaitu sebesar 1,120 0/cm. Pada arah gelombang 180 derajat (Head seas) gelombang akan mengenai haluan kapal saat kapal bergerak sehingga akan terjadi responsi pada periode tertentu.
208
7.3 Korelasi antara Hambatan dan Seakeeping Korelasi yang terlihat antara hambatan dan seakeeping adalah perubahan S/L semakin besar hambatan yang terjadi adalah semakin kecil karena tidak adanya interferenasi. Sebaliknya pada S/L = 0,2 hambatan yang terjadi adalah paling besar hal ini karena adanya faktor interferesnsi antar hull. Sebaliknya RAO heave dan pitch terbesar terjadi pada S/L = 0,5, hal ini menjukkan adanya korelasi yang cukup jelas yaitu heave dan pitch terbesar terjadi ketika tidak adanya interversi kapal. Dari penelitian yang telah dilakukan, memberikan gambaran bahwa interferensi kapal dapat mengurangi RAO kapal yang pada tahap selanjutnya dapat mempengaruhi pola gerakan kapal. Dari masing masing variasi S/L pada kapal trimaran kemudian dilakukan pengujian secara numerik dapat dilakukan optimasi yang ditunjukkan pada gambar 6.30. Pada gambar 6.30 menujukkan nilai dari masing gerakan heave, pitch, dan roll. Optimasi dilakukan dengan dengan menggabungkan ketiga grafik tersebut. Pada S/L = 0,4 menunjukkan variasi trimaran yang optimal untuk dilakukan pelayaran pada kondisi kecebapan dinas (Fr = 0,21) dengan ketinggian gelombang 1 meter (seastate 4). Perolehan harga tersebut merupakan tiunjauan berdasarkan aspek hidrodinamika. Sehingga perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam terkait struktur dan uji kenyamanan penumpang. Hasil kesimpulan awal ini dapat dijadikan data base ilmu pengetahuan dan dapat dilakukan untuk penelitian lanjutan dengan tinjauan aspek yang berbeda. Untuk memilih model kapal trimaran yang optimal, ada 3 aspek tinjuan, antara lain :
Dari aspek heave maka model trimaran dengan variasi S/L = 0,32 memiliki RMS heave sebebar 0,31 cm. Model Trimaran degan variasi S/L = 0,32 mempunyai koefisien hambatan total (CT) sebesar 5,38 x10-3.
Kemudian pada trimaran dengan S/L = 0,36 memiliki RMS Pitch yang optimal yaitu sebesar 0,520 dan koefisien hambatan total (CT) sebesar 5,32 x10-3.
Selanjutnya pada S/L = 0,4 memiliki nilai RMS Roll optimal yaitu sebesar 2,040 dan koefisien hambatan total (CT) sebesar 5,26 x10-3.
209
7.4 Saran Penelitian tentang hambatan dan seakeeping Kapal Trimaran secara umum sesuai anatara pengujian model fisik, numerik CFD ditunjukkan dengan Kurva ROA yang mempunyai trend yang sama. Adapun perbedaan hasil perhitungan RAO metode CFD dibandingkan dengan model fisik adalah karena koefisian bilangan yang berbeda antara perhitungan CFD dan uji fisik. Namun penelitian ini masih memerlukan penyempurnaan lebih lanjut dengan melakukan penelitian secara uji fisik yang lebih bervariasi.. Dari hasil kajian numerik dan eksperimen ini diharapkan dapat mempermudah untuk mendapatkan prediksi awal dalam melakukan perhitungan terhadapat olah gerak kapal dan hambatan kapal trimaran yang selanjutnya dapat diaplikasikan dalam perhitungan respon kapal yang digunakan untuk penentuan pada tahapan desain (preliminary design). Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan memperkuat data base untuk tujuan saintifik (scientifics) dalam mempresentasikan pengaruh interferensi terhadap pergerakan kapal. Interferensi dan seakeeping sangat perlu dipertimbangkan dalam perancangan kapal multihull.
210
DAFTAR PUSTAKA Ackers, B.B.; Micheal, T.J.; Tredennik, O.W.; Landen, H.C.; Miller, E.R.; Sodowsky, J.P.; Hadler, J.B. (1997). An Investigation of the Resistance Characteristics of Powered Trimaran Side-Hull Configuration, Society of Naval Architects & Marine Engineers (Transactions), 105: 349-379. Baba, E. 1996 A new component of viscous resistance of ships, Journal of the Society. of Naval Architects of Japan, 125, 23-34. Bertram, V. (2000), Practical Ship Hydrodynamics, Butterworth-Heinemann, Linacre House, Jordan Hill, Oxford OX2 8DP, UK., pp. 74. Bertram, V. (2008), “Appropriate Tools for Flow Analyses for Fast Ships”, 6th Int. Conf. High-Performance Marine Vehicles (HIPER), Naples Couser, P R, Molland, A F, Amstrong, N and Utama, I K A P, Calm Water Powering Predictions for High Speed Catamarans, Procs of FAST’97, Sydney, Australia, July 21-23, 1997. CFX, CFX Manual VII, Ansys 2007. Couser, P R (1996), An Investigation into the Performance of HighSpeedCatamarans in Calm Water and Waves, PhD Thesis, Department of Ship Science, University of Southampton, UK. Couser, P R, Molland, A F, Armstrong N and Utama, I K A P (1997), “Calm Water Powering Predictions for High Speed Catamarans”, Procs. Of International Conference on Fast Sea Transportation, FAST 1997, Sydney, 21-23 July. Couser, P R, Wellicome, J.F., Molland, A F. (1998), “An Improve Method for the Theoretical Prediction of the Wave Resistance of Transom-Stern Hulls Using A Slender Body Approach”, International Shipbuilding Progress, Vol. 45, No. 444. Doctors, L.J. and Scrace, R.J. (2003). “Optimisation of Trimaran Sidehull for Minimum Resistance”, Proceedings of Seventh International Conference on Fast Sea Transportation, FAST’ 2003, Ischia- Italy, October.
211
Doctors L.J. and Beck, R.F. (2005), “The Separation of the Flow Past a Transom Stern”, Proc. First International Conference on Marine Research and Transportation (ICMRT’05), Ischia, Italy, September. Doctors L.J. (2006), “Influence of the Transom- Hollow Length on Wave Resistance”, 21st International Workshop on Water Waves and Floating Bodies (21 IWWWFB), Loughborough, England, April. Doctors L.J. (2006), “A Numerical Study of the Resistance of Transom-Stern Monohulls”, 5th International Conference on High Performance Marine Vehicles, 8-10 November, 2006, Australia. Doctors L.J. (2007), “A Test of Linearity in the Generation of Ship Waves”, 22nd International Workshop on Water Waves and Floating Bodies (IWWWFB), Plitvice, Croasia. Doctors L.J., Gregor J., Macfarlane and Young, R. (2007), “A Study of TransomStern Ventilation”, Journal of International Shipbuilding Progress, ISBP '07, Compiled on January 31 Everest, J T (1968), “Some Research on the Hydrodynamics of Catamarans and Multi-Hulled Vessels”, Trans. NECIES. Fernández, Rodrigo Pérez. 2012. Seakeeping In The Navigation – Example In Trimaran Ships. International Journal for Traffic and Transport Engineering, 2012, 2(3): 221 – 235 Gray,
Alexander
W.
(2001):
“A
Praliminary
Study
of
Trimaran”,
West Virginia University College of Engineering and Material Resources, Morgantown. Harvald, S A (1983), Resistance and Propulsion of Ships, John Wiley and Sons, Toronto, Canada. Hogben, N dan Standing, R (1974), “Wave Pattern Resistance from Routine Model Tests”, Trans. RINA, Vol. 117. Holtrop, J. and Mennen, G.G.J. (1982), An Approximate Power Prediction Method,NSMB Paper 689. Hughes, G (1954), “Friction and Form Resistance in Turbulent Flow and a Proposed Formulation for Use in Model and Ship Correlation”, Trans INA, Vol. 96.
212
Hughes, G. (1966), “An Analysis of Ship Model Resistance into Viscous and Insel, M. (1990), An Investigation into the Resistance Components of High Speed Displacement Catamarans, PhD Thesis, Faculty of Engineering and Applied Science, University of Southampton, UK. Insel, M dan Molland, A F (1991), An Investigation into the Resistance Components of High Speed Displacement Catamarans, Meeting of the Royal Institution of Naval Architects Insel, M dan Molland, A F (1992), “An Investigation into the Resistance Components of High Speed Displacement Catamarans”, Trans RINA Vol. 134. ITTC (1999), Resistance Commetee, Final Report and Recommendations to the 22nd ITTC, 1999. ITTC (2002a), “Report of the Resistance Commetee”, Proceedings of the 23rd International Towing Tank Conference, Vol. 1, Venice, Italy, Published by INSEAN, Rome. ITTC
(2002),
Recommended Procedures
and Guidelines,
Testing and
Extrapolation Methodsin Resistance Towing Tank Tests, ITTC 7,5-0202-02. Jamaludin, A, Utama, I KAP, Aryawan, W D and Widodo, B, Experimental Investigations into the Resistance Components of Symmetrical Catamarans with Variations in Hull Clearances and Staggers, RINA Transactions, Vol 154, Part B1, 2012 Jamaludin, A, Desertasi, Kajian Eksperimen Dan Numerik Interferensi Hambatan Viskos Dan Gelombang Pada Lambung Kapal Katamaran ITS,2012. Karayanis, T and Molland, A F, Selection between Alternative High Speed Ferries Based on Design Robustness, Procs HIPER, 1999 Liu, C. Y. & Wang, C. T. (1979). Interference effect of catamaran planing hulls. J. Hydronautics, 13(1), Jan, 31-32. Kurultay, A.A.: 2003. Sensitivity analysis of the seakeeping behavior of trimaran ships. MSc Thesis, Naval Postgraduate School, Monterey, California (USA) (2003).
213
Maynard, L.A., J.K. Loosli, H.F. Hintz, and R.G. Warner. 1979. Animal Nutrition. Seventh Edition McGraw-Hill Book Company. Miyazawa, M. (1979), “A Study on the Flow Around a Catamaran”, Journal of Society of Naval Architects of Japan, No. 145, pp. 49 -56. Michell, J H (1898), “The Wave Resistance of a Ship”, Philosophical Magazine, London, Vol.45, Ser.5, pp. 106-123. Molland, A F dan Utama, I K A P (1997), Wind Tunnel Investigation of a Pair of Ellipsoids in Close Proximity, Ship Science Report No. 98, Department of Ship Science, University of Southampton, UK, April. Molland, A.F., Utama, I K A P., and Buckland, D. (2000), “Power Estimation for High
Speed
Displacement
Catamarans”,
The
second
Regional
Conference on Marine Technology for Sustainable Development in an Archipelago Environment, Proc. MARTEC’2000, Surabaya, Indonesia, 7- 8 September 2000. Molland, A.F. and Utama, I K A P. (2002), “Experimental and Numerical Investigations into the Drag Characteristics of a Pair of Ellipsoids in Close Proximity”, Proceedings of the Institution of Mechanical Engineers: Engineering for the Maritime Environment, Vol. 216 No.M2. Molland, A.F. (2008), A Guide to Ship Design, Construction and Operation, The Maritime Engineering Reference Book, Butterworth- Heinemann, Elsevier. Molland, A.F., Turnock, S.R., dan Hudson, D.A. (2011), Ship Resistance and Propulsion: Practical Estimation of Ship Propulsive Power, Cambridge University Press, New York, USA. Moraes, H.B., Vasconcellos, J.M., dan Latorre,R.G. (2004), “Wave Resistance for High Speed Catamaran”, Ocean Engineering,Volume 31, Issues 17 -18, Dec 2004, pp. 2253 – 2282. Murdiyanto, Utama, IKAP and Jamaludin, A, (2010) An Investigation into the Resistance/Powering and Seakeeping Characteristics of River Catamaran and Trimaran, Makara Seri Teknologi, Vol. 15, No. 1, 2010. Peric, M., Ferziger, J.H., (2002) Computational Methods for Fluid Dynamics, Springer, 3rd edition.
214
Pien, P C (1976), Catamaran Hull-Form Design, Proceedings of the International Seminar on Wave Resistance, the Society of Naval Architects of Japan (SNAJ). Richard B Luhulima, I Ketut Aria Pria Utama, Aries Sulisetyono. 2016. Experimental
Investigation into the Resistance Components
of
Displacement Trimaran at Various Lateral Spacings. International Journal of Engineering Research & Science (IJOER) ISSN: 2395-6992. .Vol-2, Issue-7, July- 2016. Richard B Luhulima, I Ketut Aria Pria Utama, Aries Sulisetyono. 2016. CFD Analysis into the Resistance Interference of Displacement Trimaran. Australian Journal of Basic and Applied Sciences (AJBAS). ISSN:19918178.EISSN: 2309-8414. 10(14): 65-73, September 2016 Richard B Luhulima, I Ketut Aria Pria Utama, J-H Chen. 2012. Preliminary Study into the Selection of Passenger and Cargo Vessels for Eastern Indonesia. ICSOT: Developments in Ship Design & Construction, 7-8 November 2012, Ambon, Indonesia Richard B Luhulima, I Ketut Aria Pria Utama. 2013. Selecting Mono- And MultiHull Passenger Vessels For Moluccas Waters: Resistance/Powering And Seakeeping Evaluation. The 13th International Conference on QiR ( Quality in Research), 25-28 June 2013. Jogjakarta. Indonesia. Richard B Luhulima, I Ketut Aria Pria Utama, Aries Sulisetyono. 2014. Selecting Monohull, Catamaran and Trimaran as Suitable Passenger Vessels Based on Stability and Seakeeping Criteria.The 14th International Ship Stability Workshop (ISSW), 29th September- 1st October 2014, Kuala Lumpur, Malaysia Richard B Luhulima, I Ketut Aria Pria Utama, Aries Sulisetyono. 2016. An Investigation Into The Correlation Between Resistance And Seakeeping Characteristics Of A Displacement Trimaran. The 3rd International Conference of Ocean, Mechanical and Aerospace, Scientists and Engineers (OMAse), 7-8 November 2016, Terengganu, Malaysia. Sahoo, P.K., Doctors, L.J., Renilson, M.R., (1999), Theoretical and Experimental Investigation of Resistance of High-Speed Round-Bilge Hull Forms,
215
Proceedings
of
Fifth
International
Conference
on
Fast
Sea
Transportation (FAST 1999) , Seattle, USA, 31 Aug - 02 September. Sahoo, P.K. dan Doctor L.J. (2003), A Study on Wave Resistance of High Speed Displacement Hull Forms in Restricted Depth, Proceedings of FAST’2003 Conference, Ischia (Italy), 7 - 10th October. Sahoo, P.K, Doctor L.J. dan Pretlove, L. (2006), CFD Prediction of the Wave Resistance of a Catamaran with Staggered Demihulls, Proc of International Conference on Marine Hydrodynamics (MAHI 2006), Visakhapatnam, India, 5-7 January. Sahoo, P.K., Salas, M, dan Schwetz, A. (2007) Practical Evaluation of Resistance of High Speed Catamaran Hull Forms – Part I, Proc. Of the Journal of Ships and Offshore Structures, Volume 2, No.4, pp 307 – 324. Shahid Mahmood and Debo Huang.2012.Computational Fluid Dynamics Based Bulbous Bow Optimization Using a Genetic Algorithm.J. Marine Sci. Appl. (2012) 11: 286-294 Söding, H (1997), Drastic Resistance Reductions in Catamarans by Staggered Hulls, Proc. Fourth International Conference on Fast Sea Transportation (FAST 1997), Sydney, Australia, Vol.1, pp 225-230, July. Turner, H. dan Taplin, A. (1968), The Resistance of Large Powered Catamaran, Trans. SNAME, Vol. 76. Utama, I Ketut Aria Pria, Luhulima, Richard B, Sulisetyono Aries and Asjar Imron. 2015. An Investigation into the Improvement of Propulsive Efficiency of Passenger Vessels in Accordance with IMO 2009 Regulation on EEDI. 3rd Regional Conference on Energy Engineering (RCENE) and 7th International Conference of Thermofluids. 19-20 November 2015. Jojakarta Utama, I K A P (1999), Investigation of the Viscous Resistance Components of Catamaran Forms, PhD Thesis, Department of Ship Science, University of Southampton, UK. Utama, I.K.A.P., dan Molland, A.F.(2001), Experimental and Numerical Investigations into Catamaran Viscous Resistance, FAST’2001, Southampton, UK.
216
Utama, I K A P, Murdijanto dan Hairul (2008), An Investigation into the Resistance Characteristics of Staggered and Un-staggered Catamaran, RIVET, Kuala Lumpur – Malaysia, 15-17 Juli 2008 Utama, I K A P., Setyawan, D., Jamaluddin, A. dan and Murdijanto (2010), Experimental and CFD Investigation into the Drag Characteristics of Catamaran Fishing Vessel, Proc. Regional Conference on Mechanical and Aerospace Technology (RCMeAe), Bali, Indonesia.
217
Halaman ini sengaja dikosongkan
218
LAMPIRAN I Hasil Simulasi CFD I.A Koefisien hambatan total (CFD) Lambung Trimaran Fr
Trimaran Hull
S/L = 0,2
S/L = 0,3
S/L = 0,4
S/L = 0,5
10-3
10-3
10-3
10-3
10-3
0,15
4,170
4,491
4,391
4,291
4,120
0,17
4,158
4,848
4,648
4,648
4,288
0,19
4,423
5,258
5,003
4,803
4,623
0,21
5,035
5,965
5,446
5,265
5,135
0,23
5,608
6,295
6,195
5,947
5,508
0,25
5,801
6,443
6,393
6,293
5,901
0,27
5,765
6,653
6,533
6,333
5,965
S/L = 0,4
S/L = 0,5
I.B Koefisien hambatan viskos (CFD) Lambung Trimaran Fr
Trimaran Hull -3
S/L = 0,2 -3
S/L = 0,3 -3
10
10
10
10
10-3
0,15
3,851
4,201
4,101
4,001
3,901
0,17
3,731
4,110
4,010
3,910
3,810
0,19
3,651
4,008
3,908
3,808
3,708
0,21
3,588
3,908
3,808
3,708
3,608
0,23
3,570
3,851
3,751
3,651
3,591
0,25
3,551
3,806
3,706
3,606
3,576
0,27
3,560
3,795
3,695
3,595
3,543
219
-3
I.C Koefisien hambatan residual (CFD) Lambung Trimaran Fr
Trimaran Hull
S/L = 0,2
S/L = 0,3
S/L = 0,4
S/L = 0,5
10-3
10-3
10-3
10-3
10-3
0,15
0,319
0,290
0,290
0,290
0,219
0,17
0,427
0,738
0,638
0,738
0,478
0,19
0,772
1,251
1,095
0,995
0,916
0,21
1,448
2,057
1,639
1,557
1,528
0,23
2,038
2,444
2,444
2,296
1,917
0,25
2,250
2,637
2,687
2,687
2,324
0,27
2,205
2,857
2,837
2,737
2,422
I.D Distribusi Tekakan
Trimaran S/L = 0.2
S/L = 0,2 Fr = 0,15
220
S/L = 0,2 Fr = 0,17
S/L = 0,2 Fr = 0,19
S/L = 0,2 Fr = 0,21
221
S/L = 0,2 Fr = 0,23
S/L = 0,2 Fr = 0,25
S/L = 0,2 Fr = 0,27 222
Trimaran S/L = 0.3
S/L = 0,3 Fr = 0,15
S/L = 0,3 Fr = 0,17
S/L = 0,3 Fr = 0,19
223
S/L = 0,3 Fr = 0,21
S/L = 0,3 Fr = 0,23
S/L = 0,3 Fr = 0,25
224
S/L = 0,3 Fr = 0,27
225
Trimaran S/L = 0.4
S/L = 0,4 Fr = 0,15
S/L = 0,4 Fr = 0,17
S/L = 0,4 Fr = 0,19
226
Fr = 0.21
S/L = 0,4 Fr = 0,21
S/L = 0,4 Fr = 0,23
S/L = 0,4 Fr = 0,25
227
S/L = 0,4 Fr = 0,27
228
Trimaran S/L = 0.5
S/L = 0,5 Fr = 0,15
S/L = 0,5 Fr = 0,17
S/L = 0,5 Fr = 0,19
229
S/L = 0,5 Fr = 0,21
S/L = 0,5 Fr = 0,23
S/L = 0,5 Fr = 0,25
230
S/L = 0,5 Fr = 0,27
231
I.D Distribusi Kecepatan Trimaran S/L = 0.2
S/L = 0,2 Fr=0,15
S/L = 0,2 Fr=0,17
S/L = 0,2 Fr=0,19 232
S/L = 0,2 Fr=0,21
S/L = 0,2 Fr=0,23
S/L = 0,2 Fr=0,25
233
S/L = 0,2 Fr=0,27
234
Trimaran S/L = 0,3
S/L=0,3 Fr = 0,15
S/L=0,3 Fr = 0,17
S/L=0,3 Fr = 0,19
235
S/L=0,3 Fr = 0,21
S/L=0,3 Fr = 0,23
S/L=0,3 Fr = 0,25
236
S/L=0,3 Fr = 0,27
237
Trimaran S/L = 0.4
S/L=0,4 Fr = 0,15
S/L=0,4 Fr = 0,17
S/L=0,4 Fr = 0,19
238
S/L=0,4 Fr = 0,21
S/L=0,4 Fr = 0,23
S/L=0,4 Fr = 0,25
239
S/L=0,4 Fr = 0,27
240
Trimaran S/L = 0.5
S/L=0,5 Fr = 0,15
S/L=0,5 Fr = 0,17
S/L=0,5 Fr = 0,19
241
S/L=0,5 Fr = 0,21
S/L=0,5 Fr = 0,23
S/L=0,5 Fr = 0,25
242
S/L=0,5 Fr = 0,27
243
I.E. Distribusi Kecepatan (isometrik) Trimaran S/L = 0.2
S/L=0,2 Fr = 0,15
S/L=0,2 Fr = 0,17
S/L=0,2 Fr = 0,19 244
S/L=0,2 Fr = 0,21
S/L=0,2 Fr = 0,23
S/L=0,2 Fr = 0,25
245
S/L=0,2 Fr = 0,27
246
Trimaran S/L = 0.3
S/L=0,3 Fr = 0,15
S/L=0,3 Fr = 0,17
S/L=0,3 Fr = 0,19
247
S/L=0,3 Fr = 0,21
S/L=0,3 Fr = 0,23
S/L=0,3 Fr = 0,25
248
S/L=0,3 Fr = 0,27
249
Trimaran S/L = 04
S/L=0,4 Fr = 0,15
S/L=0,4 Fr = 0,17
S/L=0,4 Fr = 0,19
250
S/L=0,4 Fr = 0,21
S/L=0,4 Fr = 0,23
S/L=0,4 Fr = 0,25
251
S/L=0,4 Fr = 0,27
252
Trimaran S/L = 0,5
S/L=0,5 Fr = 0,15
S/L=0,5 Fr = 0,17
S/L=0,5 Fr = 0,19
253
S/L=0,5 Fr = 0,21
S/L=0,5 Fr = 0,23
S/L=0,5 Fr = 0,25
254
S/L=0,5 Fr = 0,27
255
Halaman iini sengaja dikosongkan
256
LAMPIRAN II Data Hasil Pengujian Towing Tank II. A Koefisien Hambatan Total (pengujian) Lambung Trimaran Fr Trimaran Hull S/L = 0,2 S/L = 0,3 S/L = 0,4 -3 10 10-3 10-3 10-3 0,15 0,17 0,19 0,21 0,23 0,25 0,27
4,207 4,358 4,623 5,135 5,708 5,880 5,865
4,502 5,169 5,375 5,862 6,557 6,681 6,792
4,490 5,108 5,246 5,605 6,288 6,581 6,728
4,386 5,079 5,225 5,456 5,977 6,192 6,546
II.B Koefisien Hambatan Vikos(Pengujian) Lambung Trimaran Fr Trimaran Hull S/L = 0,2 S/L = 0,3 S/L = 0,4 10-3 10-3 10-3 10-3 0,15 3,301 3,405 3,403 3,402 0,17 3,260 3,365 3,364 3,363 0,19 3,208 3,312 3,311 3,309 0,21 3,178 3,280 3,279 3,278 0,23 3,151 3,256 3,254 3,252 0,25 3,136 3,239 3,237 3,236 0,27 3,104 3,197 3,196 3,195 II.C Koefisien Hambatan Gelombang (Pengujian) Lambung Trimaran Fr Trimaran Hull S/L = 0,2 S/L = 0,3 S/L = 0,4 -3 10 10-3 10-3 10-3
0,15 0,17 0,19 0,21 0,23 0,25 0,27
0,906 1,098 1,416 1,958 2,557 2,744 2,761
1,101 1,809 2,068 2,584 3,306 3,445 3,596
257
1,089 1,748 1,938 2,327 3,037 3,345 3,533
0,984 1,719 1,917 2,179 2,726 2,956 3,351
S/L = 0,5 10-3 4,383 4,847 4,997 5,162 5,577 6,058 6,192
S/L = 0,5 10-3 3,401 3,361 3,308 3,276 3,251 3,235 3,193
S/L = 0,5 10-3 0,981 1,487 1,689 1,884 2,326 2,822 2,996
Trimaran S/L = 0,2
S/L=0,2 Fr = 0,15
S/L=0,2 Fr = 0,17
S/L=0,2 Fr = 0,19
258
S/L=0,2 Fr = 0,21
S/L=0,2 Fr = 0,23
S/L=0,2 Fr = 0,25
259
Trimaran S/L = 0,3
S/L=0,3 Fr = 0,15
S/L=0,3 Fr = 0,17
S/L=0,3 Fr = 0,15
260
S/L=0,3 Fr = 0,21
S/L=0,3 Fr = 0,23
S/L=0,3 Fr = 0,25
261
S/L=0,3 Fr = 0,27
262
Trimaran S/L = 0,4
S/L=0,4 Fr = 0,15
S/L=0,4 Fr = 0,17
S/L=0,4 Fr = 0,19
263
S/L=0,4 Fr = 0,21
S/L=0,4 Fr = 0,23
S/L=0,4 Fr = 0,25
264
S/L=0,4 Fr = 0,27
265
Trimaran S/L = 0,5
S/L=0,5 Fr = 0,15
S/L= 0,5 Fr= 0,17
S/L=0,5 Fr = 0,19
266
S/L=0,5 Fr = 0,21
S/L=0,5 Fr = 0,23
S/L=0,5 Fr = 0,25
267
S/L=0,5 Fr = 0,27
268
LAMPIRAN III Hasil Simulasi CFD Seakeeping III.A RAO Heave dengan S/L=0,2 Sudut Heading (deg) Freq. (rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
0.425
0.412
0.517
0.341
0.317
1.01
0.19
0.103
0.341
0.129
0.213
1.31
0.076
0.073
0.087
0.057
0.083
1.61
0.04
0.039
0.108
0.043
0.045
1.90
0.003
0.008
0.018
0.004
0.001
2.20
0.01
0.012
0.02
0.012
0.01
2.50
0.022
0.027
0.037
0.029
0.021
III.B RAO Pitch dengan S/L=0,2 Freq.
Sudut Heading (deg)
(rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
0.861
0.714
0.395
0.467
0.617
1.01
0.067
0.049
0.064
0.06
0.06
1.31
0.035
0.012
0.023
0.025
0.03
1.61
0.015
0.012
0.015
0.013
0.013
1.90
0.008
0.007
0.01
0.007
0.007
2.20
0.004
0.004
0.006
0.004
0.003
2.50
0.001
0.001
0.001
0.001
0.001
269
III.C RAO Roll dengan S/L=0,2 Sudut Heading (deg)
Freq. (rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
0.000
1.245
1.533
1.064
0.000
1.01
0.000
2.673
3.571
2.413
0.000
1.31
0.000
2.142
2.903
2.142
0.000
1.61
0.000
0.89
0.983
0.706
0.000
1.90
0.000
0.427
0.539
0.383
0.000
2.20
0.000
0.31
0.351
0.249
0.000
2.50
0.000
0.277
0.251
0.177
0.000
135
180
III.D RAO Heave dengan S/L=0,3 Sudut Heading (deg)
Freq. (rad/s)
0
45
90
0.71
0.972
0.971
0.964
0.971
0.971
1.01
0.999
0.943
0.922
0.929
0.331
1.31
0.445
0.336
0.348
0.300
0.232
1.61
0.203
0.155
0.316
0.169
0.061
1.90
0.092
0.098
0.084
0.089
0.025
2.20
0.074
0.079
0.087
0.079
0.04
2.50
0.038
0.045
0.07
0.046
0.047
III.E RAO Pitch dengan S/L=0,3 Freq.
Sudut Heading (deg)
(rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
1.102
0.781
0.42
0.898
1.137
1.01
1.341
1.093
0.817
0.916
0.626
1.31
0.816
0.648
0.438
0.489
0.048
1.61
0.039
0.088
0.024
0.019
0.06
1.90
0.038
0.029
0.038
0.018
0.029
2.20
0.008
0.006
0.009
0.005
0.012
2.50
0.009
0.008
270
0.013
0.008
0.002
III.F RAO Roll dengan S/L=0,3 Sudut Heading (deg)
Freq. (rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
0.000
0.711
1.007
0.641
0.000
1.01
0.000
0.745
1.058
0.634
0.000
1.31
0.000
0.825
1.176
0.726
0.000
1.61
0.000
0.984
1.409
0.903
0.000
1.90
0.000
1.322
1.905
1.177
0.000
2.20
0.000
2.249
3.281
2.102
0.000
2.50
0.000
3.72
4.631
3.532
0.000
III.G RAO Heave dengan S/L=0,4 Sudut Heading (deg)
Freq. (rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
0.375
0.243
0.207
0.219
0.333
1.01
0.204
0.127
0.178
0.136
0.203
1.31
0.104
0.096
0.063
0.089
0.08
1.61
0.016
0.026
0.064
0.021
0.037
1.90
0.041
0.047
0.043
0.047
0.002
2.20
0.028
0.036
0.044
0.036
0.008
2.50
0.018
0.026
0.014
0.026
0.018
III.H RAO Pitch dengan S/L=0,4 Freq.
Sudut Heading (deg)
(rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
0.72
0.556
0.282
0.445
0.627
1.01
0.043
0.043
0.083
0.038
0.059
1.31
0.018
0.009
0.035
0.014
0.029
1.61
0.018
0.016
0.016
0.017
0.011
1.90
0.002
0.002
0.009
0.002
0.006
2.20
0.001
0.002
0.004
0.002
0.003
2.50
0.001
0.002
0.003
0.002
0.001
271
III.I RAO Roll dengan S/L=0,4 Sudut Heading (deg)
Freq. (rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
0.000
0.773
1.074
0.699
0.000
1.01
0.000
0.858
1.151
0.798
0.000
1.31
0.000
1.01
1.270
1.005
0.000
1.61
0.000
1.299
1.457
1.281
0.000
1.90
0.000
1.954
1.764
1.943
0.000
2.20
0.000
3.005
2.323
2.901
0.000
2.50
0.000
3.237
3.531
3.132
0.000
III.J RAO Heave dengan S/L=0,5 Sudut Heading (deg)
Freq. (rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
0.972
0.971
0.964
0.971
0.971
1.01
0.999
0.943
0.922
0.929
0.331
1.31
0.445
0.336
0.348
0.3
0.232
1.61
0.203
0.155
0.316
0.169
0.061
1.90
0.092
0.098
0.084
0.089
0.025
2.20
0.074
0.079
0.087
0.079
0.04
2.50
0.038
0.045
0.07
0.046
0.047
III.K RAO Pitch dengan S/L=0,5 Freq. (rad/s)
0
Sudut Heading (deg) 45
90
135
180
0.71
1.102
0.781
0.42
0.898
1.137
1.01
1.341
1.093
0.817
0.916
0.626
1.31
0.816
0.648
0.438
0.489
0.048
1.61
0.039
0.088
0.024
0.019
0.06
1.90
0.038
0.029
0.038
0.018
0.029
2.20
0.008
0.006
0.009
0.005
0.012
2.50
0.009
0.008
0.013
0.008
0.002
272
III.L RAO Roll dengan S/L=0,5 Sudut Heading (deg)
Freq. (rad/s)
0
45
90
135
180
0.71
0.000
0.748
1.074
0.724
0.000
1.01
0.000
0.797
1.151
0.721
0.000
1.31
0.000
0.876
1.270
0.842
0.000
1.61
0.000
1.001
1.457
0.981
0.000
1.90
0.000
1.207
1.764
1.121
0.000
2.20
0.000
1.584
2.323
1.531
0.000
2.50
0.000
2.403
3.342
2.398
0.000
S/L = 0,2 , Sudut gelombang = 00
S/L = 0,2 , Sudut gelombang = 450
273
S/L = 0,2 , Sudut gelombang = 900
S/L = 0,2 , Sudut gelombang = 1350
S/L = 0,2 , Sudut gelombang = 1800
274
S/L= 0,3
S/L = 0,3 , Sudut gelombang = 00
S/L = 0,3 , Sudut gelombang = 450
S/L = 0,3 , Sudut gelombang = 900
S/L = 0,3 , Sudut gelombang = 1350 275
S/L = 0,3 , Sudut gelombang = 1800
276
S/L= 0,4
S/L = 0,4 , Sudut gelombang = 00
S/L = 0,4 , Sudut gelombang = 450
S/L = 0,4 , Sudut gelombang = 900
Sudut gelombang = 1350 277
S/L = 0,4 , Sudut gelombang = 1800
278
S/L = 0.5
S/L = 0,5 , Sudut gelombang = 00
S/L = 0,5 , Sudut gelombang = 450
S/L = 0,5 , Sudut gelombang = 900
S/L = 0,5 , Sudut gelombang = 1350 279
S/L = 0,5 , Sudut gelombang = 1800
280
LAMPIRAN IV Pengujian Seakeeping Fr = 0 IV. A Hasil Pengujian Seakeeping S/L = 0,2 Heading Angle (deg.) f (rad/s) 0 180 heave Pitch Heave 0,71 0,516 1,028 0,484 1,01 0,428 0,770 0,265 1,31 0,251 0,238 0,065 1,61 0,066 0,084 0,016 1,90 0,032 0,038 0,015 2,20 0,002 0,010 0,009 2,50 0,002 0,009 0,009 IV. B Hasil Pengujian Seakeeping S/L = 0,3 Heading Angle (deg.) f (rad/s) 0 heave Pitch Heave 0,71 0,542 1,300 0,512 1,01 0,444 0,997 0,301 1,31 0,283 0,438 0,088 1,61 0,078 0,139 0,043 1,90 0,033 0,038 0,038 2,20 0,003 0,017 0,009 2,50 0,003 0,016 0,008
180
IV. C Hasil Pengujian Seakeeping S/L = 0,4 Heading Angle (deg.) f (rad/s) 0 180 heave Pitch Heave 0,71 0,575 1,486 0,557 1,01 0,484 1,199 0,362 1,31 0,328 0,638 0,095 1,61 0,114 0,215 0,065 1,90 0,035 0,054 0,038 2,20 0,001 0,041 0,009 2,50 0,001 0,041 0,019
281
Pitch 0,972 0,530 0,144 0,046 0,038 0,033 0,022
Pitch 1,077 0,672 0,206 0,080 0,065 0,041 0,032
Pitch 1,222 0,860 0,346 0,118 0,084 0,054 0,035
IV. D Hasil Pengujian Seakeeping S/L = 0,5 Heading Angle (deg.) f (rad/s) 0 heave Pitch Heave 0,71 0,618 1,614 0,629 1,01 0,543 1,395 0,450 1,31 0,385 0,838 0,138 1,61 0,140 0,273 0,075 1,90 0,038 0,099 0,044 2,20 0,023 0,082 0,031 2,50 0,021 0,075 0,030 Fr = 0,21 IV. E RAO pada S/L=0,2 f (rad/s)
180
Pitch 1,560 1,231 0,684 0,235 0,104 0,071 0,046
Heading Angle (deg.) 0
180
heave
Pitch
Heave
Pitch
0,71
0,426
0,997
0,510
0,958
1,01
0,377
0,652
0,321
0,695
1,31
0,271
0,271
0,127
0,271
1,61
0,126
0,107
0,028
0,102
1,90
0,023
0,016
0,010
0,027
2,20
0,013
0,013
0,011
0,044
2,50
0,012
0,009
0,010
0,028
IV. F RAO pada S/L=0,3 f (rad/s)
Heading Angle (deg.) 0
180
heave
Pitch
Heave
Pitch
0,71
0,507
1,323
0,551
1,123
1,01
0,430
0,986
0,421
0,769
1,31
0,271
0,571
0,191
0,327
1,61
0,139
0,231
0,064
0,120
1,90
0,035
0,082
0,015
0,041
2,20
0,021
0,014
0,009
0,033
2,50
0,021
0,013
0,008
0,028
282
IV. G Tabel 4.40 RAO pada S/L=0,4 Heading Angle (deg.) f (rad/s)
0
180
heave
Pitch
Heave
Pitch
0,71
0,566
1,505
0,605
1,271
1,01
0,450
1,234
0,492
0,948
1,31
0,311
0,727
0,271
0,471
1,61
0,151
0,323
0,073
0,153
1,90
0,049
0,127
0,023
0,067
2,20
0,033
0,071
0,010
0,047
2,50
0,031
0,043
0,010
0,011
IV. H RAO pada S/L=0,5 Heading Angle (deg.) f (rad/s)
0
180
heave
Pitch
Heave
Pitch
0,71
0,595
1,900
0,653
1,600
1,01
0,493
1,605
0,573
1,260
1,31
0,371
0,927
0,321
0,571
1,61
0,191
0,414
0,111
0,263
1,90
0,071
0,171
0,037
0,141
2,20
0,049
0,108
0,030
0,073
2,50
0,049
0,077
0,020
0,048
283
S/L=0,2
Fr = 0, sudut arah gelombang = 00
Fr = 0,21 , sudut arah gelombang = 00
284
Fr = 0 , sudut arah gelombang = 1800
Fr = 0,21 , sudut arah gelombang = 1800
285
S/L=0,3
Fr = 0, sudut arah gelombang = 00
Fr = 0,21, sudut arah gelombang = 00
286
Fr = 0, sudut arah gelombang = 1800
Fr = 0,21 , sudut arah gelombang = 1800
287
S/L=0,4
Fr = 0, sudut arah gelombang = 00
Fr = 0,21 , sudut arah gelombang = 00
288
Fr = 0, sudut arah gelombang = 1800
Fr = 0,21 , sudut arah gelombang = 1800
289
S/L= 0,5
Fr = 0, sudut arah gelombang = 00
Fr = 0,21 , sudut arah gelombang = 00
290
Fr = 0, sudut arah gelombang = 1800
Fr = 0,21, sudut arah gelombang = 1800
291
Halaman ini sengaja dikosongkan
292
DAFTAR RIWAYAT PENULIS
Nama Tempat, Tanggal Lahir Agama Pekerjaan Alamat
: : : : :
Alamat Rumah
:
Alamat e-mail Nama Istri Nama Anak
: : :
Richard Benny Luhulima, ST., MT. Ambon, 27 Juli 1967 Kristen PNS-Dosen Fakultas Teknik UNPATTI Jl. Ir. M. Putuhena, Kampus Poka, Ambon, Maluku Perum Sarmada Ketintang Residen Kav 6. Jl Ketintang Madya I Surabaya. Jawa Timur, Indonesia
[email protected] Monahelga Latumeten/Luhulima 1. Vinsa Delia Luhulima 2. Vrigaria Luhulima
RIWAYAT PENDIKAN FORMAL Institut Teknologi Sepuluh Nopember, S-3 Teknik Perkapalan, 2017 Institut Teknologi Sepuluh Nopember, S-2 Teknik Perkapalan, 2003 Universitas Pattimura, S-1 Teknik Perkapalan, 1995 SMA Negeri 2 Ambon, 1987 SMP Negeri 2 Ambon, 1984 SD Negeri TELADAN Ambon, 1981 RIWAYAT PEKERJAAN 1997-Sekarang : Dosen Jurusan Teknik Perkapalan UNPATTI 67
DAFTAR PUBLIKASI ILMIAH Artikel Jurnal
1.
Richard B Luhulima, I Ketut Aria Pria Utama, Aries Sulisetyono. 2016. Experimental
Investigation
into
the
Resistance
Components
of
Displacement Trimaran at Various Lateral Spacings. International Journal of Engineering Research & Science (IJOER) ISSN: 2395-6992. .Vol-2, Issue-7, July- 2016.
2.
Richard B Luhulima, I Ketut Aria Pria Utama, Aries Sulisetyono. 2016. CFD Analysis into the Resistance Interference of Displacement Trimaran. Australian Journal of Basic and Applied Sciences (AJBAS). ISSN:19918178.EISSN: 2309-8414. 10(14): 65-73, September 2016
Konferensi 1.
Richard B Luhulima, I Ketut Aria Pria Utama, J-H Chen. 2012. Preliminary Study into the Selection of Passenger and Cargo Vessels for Eastern Indonesia. ICSOT: Developments in Ship Design & Construction, 7-8 November 2012, Ambon, Indonesia
2.
Richard B Luhulima, I Ketut Aria Pria Utama. 2013. Selecting MonoAnd
Multi-Hull
Passenger
Vessels
For
Moluccas
Waters:
Resistance/Powering And Seakeeping Evaluation. The 13th International Conference on QiR ( Quality in Research), 25-28 June 2013. Jogjakarta. Indonesia. 3.
Richard B Luhulima, I Ketut Aria Pria Utama, Aries Sulisetyono. 2014. Selecting Monohull, Catamaran and Trimaran as Suitable Passenger Vessels Based on Stability and Seakeeping Criteria.The 14th International Ship Stability Workshop (ISSW), 29th September- 1st October 2014, Kuala Lumpur, Malaysia 68
4.
I Ketut Aria Pria Utama, Richard B Luhulima, , Aries Sulisetyono and Asjar Imron. 2015. An Investigation into the Improvement of Propulsive Efficiency of Passenger Vessels in Accordance with IMO 2009 Regulation on EEDI. 3rd Regional Conference on Energy Engineering (RCENE) and 7th International Conference of Thermofluids. 19-20 November 2015. Jojakarta
5.
Richard B Luhulima, I Ketut Aria Pria Utama, Aries Sulisetyono. 2016. An Investigation Into The Correlation Between Resistance And Seakeeping Characteristics Of A Displacement Trimaran. The 3rd International Conference of Ocean, Mechanical and Aerospace, Scientists and Engineers (OMAse), 7-8 November 2016, Terengganu, Malaysia.
69
70