STUDI KARAKTERISTIK GERAKAN DAN OPERABILITAS ANJUNGAN PENGEBORAN SEMI-SUBMERSIBLE DENGAN KOLOM TEGAK DAN PONTON BERPENAMPANG PERSEGI EMPAT 1
1
Ardhana WICAKSONO* , Eko Budi DJATMIKO dan Mas MURTEDJO
1
1
Jurusan Teknik Kelautan ITS, Fakultas Teknologi Kelautan, ITS-Surabaya. *E-mail:
[email protected] Abstract
Operability of ocean structure is the amount of time at sea in which the structure is still capable to be operated in accordance with the specified criteria and its relation to the wave height where the criteria is exceeded. In the current research evaluation has been performed on the operability of three semi-submersible design variations configured with rectangular section of columns and pontoons, having 24,144 ton displacement and operated at Natuna Sea. Two variations is configured with two columns per pontoon, designated as DUOVAR-A dan DUOVAR-B, whereas the third variation is configured with three columns per pontoon, named TRIVAR. Computations of the motion intensities of those three semisubmersible in regular waves have been performed by running a mathematical model based on 3-dimension diffraction theory. Results of these computations were then combined with a wave spectra to obtain the motion characteristics in random waves where those semi-submersibles are operated. According to this evaluation, it is indicated that the DOUVARB seems to have the lowest motions. Motion characteristics of the three semi-submersibles in random waves were then correlated to the operational criteria, comprises of the maximum motion intensities for drilling operation and the vertical motion acceleration, which would affect the operator working performance. Final results reveal the three semi-submersibles are able to attain a 100% level of operability when operated at Natuna Sea in a yearly extreme waves as high as Hs=5.745 m. Keywords: semi-submersible, motion characteristics, regular waves, random waves, operability.
1. Pendahuluan Dewasa ini, industri migas lepas pantai cenderung mengarah ke perairan dalam dengan kondisi lingkungan laut yang lebih ganas. Oleh karena itu, diperlukan fasilitas dan anjungan pendukung pengeboran yang lebih canggih, yang mempunyai stabilitas dinamis tinggi dan mampu bekerja pada kondisi gelombang yang intensif (Buslov dan Karsan, 1985). Semi-submersible adalah merupakan inovasi anjungan lepas pantai terapung. Konfigurasi umum dari sebuah semi-submersible adalah berupa geladak yang disangga oleh minimum sejumlah tiga buah kolom vertikal yang pada dasarnya tersambung ke struktur ponton sebagai penyedia gaya apung utama. Filosofi dari inovasi semi-submersible adalah mereduksi intensitas gerakan pada saat mengalami eksitasi gelombang dengan memanfaatkan karakteristik konfigurasinya. Ukuran dari struktur yang tercelup, jarak antar kolom dan ponton adalah merupakan faktor utama dari performa hidrodinamis dan seakeeping semi-submersible(Chakrabarti, 2005). Seakeeping, yang merupakan ukuran kualitas respons dan kinerja struktur di atas gelombang, sebagai indikasi teknis pengoperasian adalah merupakan suatu obyek yang mempunyai cakupan relatif luas, antara lain meliputi gerakan, kebasahan geladak, hempasan gelombang, beban-beban hidrodinamis, dan sebagainya (Djatmiko, 2004). Oleh karena itu, karakteristik gerakan merupakan salah satu faktor utama yang menentukan operabilitas dari suatu anjungan lepas pantai. Makalah ini menyampaikan hasil penelitian yang dilaksanakan untuk mengetahui karakteristik gerakan dan operabilitas tiga rancangan baru semi-submersible dengan konfigurasi kolom dan ponton berpenampang persegi empat. Evaluasi kinerja ketiganya dilakukan dengan mengambil lokasi operasi di Perairan Natuna. 2. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan berbagai pengalaman dan hasil penelitian semisubmersible yang telah dipublikasikan dalam berbagai literatur. Setelah melakukan studi literatur dan pengumpulan data teknis, kemudian dilakukan pemodelan awal. Pemodelan dan perancangan awal semi-submersible utamanya mengacu pada desain semi-submersible Essar Wildcat, Deepwater Horizon, dan juga semi-submersible milik SBM Offshore Group. C- 30
Dalam penelitian ini, dirancang tiga model semi-submersible yang memiliki konfigurasi kolom dan ponton berpenampang persegi empat dengan sejumlah variasi komposisi. Variasi ini mencakup jumlah kolom serta ukurannya, ukuran ponton, jarak antar kolom, dan lainnya. Namun, ditetapkan beberapa constraint dalam perancangan ini, yaitu mengacu pada rancangan Essar Wildcat, yang terdiri dari displasemen, tinggi kolom dan ponton, sarat air, serta panjang dan lebar geladak. Model dari ketiga rancangan semi-submersible selanjutnya dinamakan ”DUOVAR-A”, mempunyai komposisi dua kolom per ponton, ”DUOVAR-B”, mempunyai komposisi dua kolom per ponton, namun jarak memanjang antar kolom adalah sama dengan DUOVAR-A dikurangi 10%, dan ”TRIVAR” yang mempunyai komposisi tiga kolom per ponton. Sebagai contoh rancangan ditunjukkan model ”DUOVAR-B” pada Gambar 1., dan general arrangement pada Gambar 2. Adapun ukuran utama ketiga rancangan baru semi-submersible adalah seperti diberikan dalam Tabel 1.
Gambar 1. Model DUOVAR-B.
Gambar 2.General arrangement DUOVAR-B.
Tabel 1.Ukuran utama ketiga semi-submersible Panjang Ponton Jarak Memanjang Antar Kolom Jarak Melintang Antar Kolom Lebar Kolom Lebar Ponton Tinggi Ponton Sarat Air Diameter Bracing Tinggi Kolom
DUOVAR-A 92,2 64,8 27,1 10,6 13,2 6,7 21,3 1,9 26,2
DUOVAR-B 92,2 51,9 27,1 10,6 13,2 6,7 21,3 2,1 26,2
TRIVAR 108,2 30,2 28,1 8,9 11,1 6,7 21,3 1,6 26,2
Satuan meter meter meter meter meter meter meter meter meter
Selanjutnya, dilakukan perhitungan hidrostatis untuk mendapatkan displasemen ketiga model semi-submersible. Displasemen ini kemudian digunakan untuk kepentingan validasi kepada semisubmersible acuan, seperti ditunjukkan Tabel 2. Displasemen diharapkan bernilai 24.173 ton atau setidaknya mendekati, dengan toleransi error kurang dari 5%. Tabel 2.Validasi displasemen model Displasemen (ton) DUOVAR-A DUOVAR-B TRIVAR
24.144,4 24.148,8 24.144,8
ESSAR
Error (%)
24.173
0,1 0,1 0,1
Hasil validasi menunjukkan model sudah layak untuk dianalisis karakteristik gerakannya karena selisih hasil perancangan dan data acuan sudah lebih kecil dari batas toleransi. Menurut teori klasik, gerakan kapal di atas gelombang reguler secara matematis dapat diformulasikan dengan mengacu pada hukum Newton ke II, yang selanjutnya memberikan korelasi antara gaya aksi oleh gelombang insiden dan gaya reaksi berupa respons gerakan (Froude, 1861; Krylov, 1896). Gerakan 6-derajat kebebasan ini ditunjukkan pada Gambar 3.
C- 31
z z
y
y
U
O=G
x
x
Gambar 3.Sistem sumbu dan definisi gerakan struktur terapung (Djatmiko, 2012). Selanjutnya persamaan umum gerakan struktur terapung dalam 6-derajat kebebasan dengan memakai konvensi sistem sumbu tangan kanan adalah sebagai berikut: 6
M
jk
A
jk
k
B
jk
k C
jk
F je
i t
;
j, k 1,2,3,4,5,
6
(1)
n 1
Dalam metode 3-D, lambung kapal/struktur terapung dibagi menjadi panel-panel dengan distribusi source pada panel-panel tersebut. Metode 3-D akhirnya dikenal juga sebagai metode panel atau metode difraksi (Chan, 1992). Dalam penelitian ini, perhitungan dilakukan dengan bantuan perangkat lunak yang mengakomodasi metode panel. Gambar 4. menunjukkan hasil pemodelan semi-submersible ”DUOVAR-B” dengan metode panel. Dari pemodelan ini, selanjutnya dapat dilakukan prediksi gerakan semi-submersible di atas gelombang reguler maupun gelombang acak.
Gambar 4. Model semi-submersible ”DUOVAR-B” menggunakan metode panel. Analisis operabilitas dilakukan berdasarkan gerakan semi-submersible di atas gelombang acak. Data gelombang tahunan yang dipakai adalah wave scatter diagram Perairan Natuna, karena semi-submersible diasumsikan beroperasi di perairan tersebut, seperti Essar Wildcat. Analisis spektrum terlebih dahulu dilakukan dengan mengambil formulasi JONSWAP yang merupakan modifikasi dari formulasi spektrum Pierson-Moskowitz. Formula spektrum ini sesuai diterapkan pada perairan tertutup, dengan persamaan sebagai berikut (Det Norske Veritas, 2010):
𝑆𝑗 𝜔 = 𝐴𝛾 𝑆𝑃𝑀 𝜔 𝛾
𝑒𝑥𝑝 −0.5
𝜔 −𝜔 𝑝 𝜎𝜔𝑝
dengan, 𝑆𝑃𝑀 = spektrum Pierson-Moskowitz = Hs
p A
5 𝐻𝑠 2 16
. 𝜔𝑝 4 . 𝜔−5 . 𝑒𝑥𝑝 −
2
5 𝜔 4 𝜔𝑝
(2)
−4
(3)
= tinggi gelombang signifikan = 2/Tp (angular spectral peak frequency) = parameter bentuk puncak = spectral width parameter = 1-0,287 ln() adalah normalizing factor
C- 32
Pada kenyataannya, struktur terapung yang bergerak di laut akan mengalami eksitasi gelombang yang bersifat acak, sesuai dengan sifat alami dari gelombang laut. Dalam hal ini, suatu pemecahan permasalahan gerak kapal di laut telah ditunjukkan oleh St. Denis dan Pierson pada awal tahun 50an. Menurut kedua peneliti tersebut, gerakan kapal/struktur terapung di atas gelombang acak dapat dihitung dengan mentransformasikan spektrum gelombang, S(ω), menjadi spektrum respons gerakan kapal, SR(ω)(St. Denis dan Pierson, 1953). Data yang dibutuhkan adalah RAO dan spektrum gelombang, sehingga dengan fungsi transfer berikut dapat dihitung spektrum respons:
S R ( ) RAO
2
xSj ( )
(4)
Jika spektrum respons telah didapat, maka nilai-nilai statistik gerakan dapat dihitung dengan menerapkan formulasi matematis varian elevasi gelombang acak berikut:
m0
Sj ( ) d
(5)
0
Bila variabel mo didefinisikan sebagai luasan di bawah kurva spektrum, maka tinggi (double amplitude) rata-rata dapat dihitung sebagai:
H 2 . 54
m0
(6)
dan amplitudo rata-rata adalah setengah dari tinggi rata-ratanya:
1 . 27
m0
(7)
Disamping luasan di bawah spektrum, dalam hal ini dapat juga didefinisikan momen spektrum ke-2 dan ke-4, sebagai berikut:
m2
2
S ( ) d
(8)
S ( ) d
(9)
0
m4
4
0
Berdasar definisi ini, maka variabel stokastik kecepatan dan percepatan gerakan dapat diketahui. Setelah nilai-nilai stokastik dari spektrum respons telah didapatkan, maka selanjutnya dikolerasikan terhadap kriteria operasi. Dalam penelitian kali ini, kriteria operasi yang digunakan adalah kriteria operasi pengeboran yang diadopsi dari kriteria operasi Essar Wildcat. Tabel 3. berikut menunjukkan kriteria operasi pengeboran lepas pantai yang dipakai. Tabel 3. Kriteria operasi Essar Wildcat berdasarkan respons gerakan (Noble Denton, 2007) Operasi
Heave (m)
Land BOP on Wellhead Running BOP Running Casing Disconnect Riser Drilling or Triping Hang-off Cementing Crane Operation End of self propelled transit
2,4 4,6 4,6 5,5 4,6 2,2 2,2 5,5 -
Pitch/Roll Single Amplitude (deg) 2,5 deg 2,5 deg 2,5 deg 2,5 deg 2,5 deg 2,5 deg 2,5 deg 3 deg 3 deg
C- 33
Helicopter
5,5
-
Dengan mengkorelasikan kriteria operasi Essar Wildcat dengan intensitas gerakan, maka operabilitas ketiga semi-submersible dapat diketahui. Dari analisis operabiltas tersebut, dapat diketahui berapa lama waktu (persentase) semi-submersible dapat melakukan operasi pengeboran di laut dan berapa lama downtimenya dalam rentang waktu satu tahun. 3. Hasil dan Diskusi Hasil dari komputasi dan analisis yang telah dilakukan disajikan dalam bentuk grafik RAO ketiga semi-submersible, spektrum JONSWAP menurut sebaran gelombang Natuna, spektrum respons gerakan, dan korelasi antara kriteria operasi dengan intensitas gerakan semi-submersible dalam fungsi kenaikan Hs. Gambar 5. s.d 7. menunjukkan karakteristik gerakan heave, roll, dan pitch ketiga semi-submersible rancangan baru dan Essar Wildcat di atas gelombang reguler, pada arah pembebanan gelombang yang menghasilkan gerakan ekstrim. Gerakan-gerakan ini merupakan mode gerakan yang sangat berhubungan dengan kriteria operasi pengeboran lepas pantai. 1.6
0.90
DUOVAR-A
DUOVAR-B
TRIVAR
RAO (s/w) (deg/m)
RAO (s/w) (m/m)
DUOVAR-A
0.75
DUOVAR-B 1.2
ESSAR
0.8
0.4
TRIVAR 0.60
ESSAR
0.45
0.30
0.15
0.0
0.00
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
0.0
0.5
1.0
Frequency (rad/s)
1.5
2.0
2.5
Frequency (rad/s)
Gambar 5. RAO gerakan heave.
Gambar 6. RAO gerakan roll.
0.8
RAO (s/w) (deg/m)
DUOVAR-A DUOVAR-B
0.6
TRIVAR ESSAR 0.4
0.2
0 0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
Frequency (rad/s)
Gambar 7. RAO gerakan pitch. Dapat diamati karakteristik gerakan ketiga semi-submersible, bahwa ketiganya mempunyai gerakan rotasional (roll dan pitch) yang cukup kecil, bahkan secara umum lebih kecil dari semisubmersible acuannya, Essar Wildcat. Hal ini disebabkan oleh perbedaan geometri, konfigurasi, jumlah dan ukuran kolom serta ponton, yang menghasilkan karakteristik gerakan yang berbedabeda pula. Pada RAO heave, terlihat DUOVAR-A mempunyai nilai maksimum tertinggi, sebesar 1,375 m/m pada frekuensi 0,25 rad/s. Sedangkan untuk RAO roll, Essar Wildcat memiliki nilai maksimum terbesar pada frekuensi 0,6 rad/s, yaitu 0,78 deg/m. Sedangkan untuk RAO pitch, nilai maksimum terbesar didapatkan pada semi-submersible TRIVAR, pada frekuensi 0,89 rad/s, dengan intensitas 0,63 deg/m. RAO gerakan surge, sway, yaw, ketiga semi-submersible terlihat cukup baik, seperti ditunjukkan pada Gambar 8. s.d 10. RAO dinyatakan cukup baik karena sebagaimana diharapkan kesemuanya mempunyai nilai di bawah 1.0, yang berarti amplitudo gerakannya selalu lebih kecil C- 34
dari amplitudo gelombang. Ketiga gerakan ini adalah termasuk dalam kategori mode gerakan horisontal, yang pengaruhnya dianggap tidak signifikan dalam menentukan kriteria operabilitas. Kriteria operabilitas, seperti ditunjukkan dalam Tabel 3. Lebih ditentukan oleh ketiga mode gerakan vertikal, yakni heave, roll dan pitch. Namun, mode gerakan horisontal akan berperan penting dalam kaitannya dengan analisis kinerja sistem penambatan. 1.0
1.0
DUOVAR-A
DUOVAR-A
DUOVAR-B
0.8
TRIVAR ESSAR
RAO (s/w) (m/m)
RAO (s/w) (m/m)
DUOVAR-B
0.8
0.6
0.4
0.2
TRIVAR ESSAR
0.6
0.4
0.2
0.0
0.0
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
0.0
0.5
1.0
Frequency (rad/s)
1.5
2.0
2.5
Frequency (rad/s)
Gambar 8. RAO gerakan surge.
Gambar 9. RAO gerakan sway.
0.20
RAO (s/w) (deg/m)
DUOVAR-A DUOVAR-B
0.15
TRIVAR ESSAR
0.10
0.05
0.00 0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
Frequency (rad/s)
Gambar 10. RAO gerakan yaw. Hasil analisis seperti dijelaskan di atas barulah mengindikasikan karakteristik gerakan semisubmersible saat berada di gelombang reguler. Oleh karena itu, analisis spektra perlu dilakukan, untuk mengindikasikan gerakannya di gelombang acak, dengan mengaplikasikan data sebaran gelombang Perairan Natuna ke dalam formula JONSWAP. Sebaran periode puncak di Perairan Natuna mempunyai rentang antara 1,45 detik s.d 16,45 detik dan rentang tinggi gelombang signifikan (Hs) antara 0,245 m s.d 5,745 m. Data sebaran gelombang menunjukkan bahwa, pada periode puncak 12,45 detik dan 13,45 detik, didapatkan sebaran Hs paling banyak, mulai dari Hs terendah hingga yang tertinggi. Gambar 11. berikut menunjukkan spektrum energi gelombang Perairan Natuna pada Tp=13,45 detik dengan menggunakan formulasi JONSWAP (γ=2,5). 12.0
S(ω) (m²/rad/s)
10.0
8.0
6.0
4.0
2.0
0.0
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
Frequency (rad/s)
Gambar 11. Spektrum JONSWAP di Perairan Natuna pada Hs = 5,745 m, Tp =13,45 detik.
C- 35
Dengan melakukan komputasi menggunakan transfer function pada persamaan (4), maka didapatkan spektrum respons. Komputasi spektrum respons ini hanya dilakukan pada mode gerakan vertikal (heave, roll, dan pitch) yang sesuai dengan kriteria operasi pengeboran. Gambar 12. menunjukkan spektrum respons semi-submersible DUOVAR-B, untuk gerakan roll, pada Hs = 5,745 m dan Tp = 13,45 detik. 1.40
Ss(ω) (deg²/rad/s)
1.20
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00 0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
Frequency (rad/s)
Gambar 12. Spektrum respons gerakan roll DUOVAR-B pada Hs = 5,745 m, Tp = 13,45 detik. Luasan dibawah kurva spektrum respons (m ) didapatkan dengan mengaplikasikan persamaan (5). Selanjutnya, nilai statistik amplitudo gerakan dan percepatan bisa diketahui. Nilai kenaikan amplitudo gerakan rata-rata dan percepatan akibat kenaikan Hs ditunjukkan pada Gambar 13. s.d 16. 0
0.80 0.70
avg (m)
0.60 0.50 0.40 0.30
DUOVAR-A
0.20
DUOVAR-B 0.10
TRIVAR
0.00 0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
Tinggi Gelombang Signifikan, Hs (m)
Gambar 13. Kenaikan avg heave dalam fungsi kenaikan Hs pada Tp= 13,45 detik. 0.70
0.60
avg (deg)
0.50
0.40
0.30
DUOVAR-A
0.20
DUOVAR-B 0.10
TRIVAR
0.00 0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
Tinggi Gelombang Signifkan, Hs (m)
Gambar 14. Kenaikan avg roll sebagai fungsi kenaikan Hs pada Tp= 13,45 detik. 0.40
avg (deg)
0.30
0.20
DUOVAR-A
0.10
DUOVAR-B TRIVAR
0.00 0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
Tinggi Gelombang Signifikan, Hs (m)
C- 36
Gambar 15. Kenaikan avg pitch sebagai fungsi kenaikan Hs pada Tp= 13,45 detik.
Percepatan Heave Signifikan (g)
0.07
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
DUOVAR-A DUOVAR-B
0.01
TRIVAR
0 0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
Tinggi Gelombang Signifikan, Hs (m)
Gambar 16. Kenaikan percepatan heave sebagai fungsi kenaikan Hs pada Tp= 13,45 detik. Meninjau pada gambar-gambar di atas, dapat diketahui bahwa amplitudo gerakan rata-rata heave, roll, dan pitch, serta percepatan gerakan heave signifikan ketiga semi-submersible, pada tinggi gelombang signifikan tertinggi, masih lebih kecil dari batasan kriteria operasi. Mempertimbangkan fakta ini, maka operabilitas ketiga semi-submersible di Perairan Natuna diyakini akan dapat mencapai 100%. Hal ini berarti semi-submersible yang dirancang akan dapat beroperasi sepanjang tahunnya tanpa harus mengalami downtime. 4. Kesimpulan Dari analisis serta kajian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan-kesimpulan yang sekaligus menjawab tujuan penelitian ini, antara lain adalah sebagai berikut: Telah dirancang tiga buah semi-submersible berdisplasemen sekitar 24.144 s/d 24.148 ton, dengan kolom dan ponton berpenampang persegi empat, yakni DUOVAR-A yang mempunyai komposisi dua kolom per ponton, DUOVAR-B mempunyai komposisi dua kolom per ponton, namun jarak memanjang antar kolom adalah sama dengan DUOVAR-A dikurangi 10%, dan TRIVAR yang mempunyai komposisi tiga kolom per ponton. Karakteristik gerakan ketiga semi-submersible di atas gelombang reguler cukup baik, karena sebagian besar mode gerakan mempunyai nilai RAO maksimum kurang dari 1. Di samping itu, ketiga variasi semi-submersible menunjukkan karakteristik gerakan yang lebih baik dari Essar Wildcat pada beberapa mode gerakan. Karakteristik gerakan ketiga semi-submersible di atas gelombang acak dapat dikatakan cukup baik, karena tidak ada gerakan yang melampaui kriteria operasi sampai dengan tinggi gelombang maksimum di Perairan Natuna, sebesar Hs = 5.745 m. Secara umum, karakteristik gerakan terbaik pada gelombang reguler maupun gelombang acak didapatkan pada semi-submersible DUOVAR-B. Operabilitas ketiga variasi semi-submersible di Perairan Natuna diharapkan akan dapat mencapai 100%. Untuk penelitian selanjutnya, dapat dilakukan analisis kekuatan struktur untuk mengetahui apakah ketiga semi-submersible ini mampu untuk menopang topsides Essar Wildcat. Selain itu, dapat pula dilakukan analisis pada semi-submersible yang memiliki komponen motion stabilizers. Ucapan Terimakasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada PT. GLOBAL MARITIME dan PT. CITRA MAS yang telah mendukung dalam hal data teknis. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian ini. Daftar Pustaka Buslov, V. M., Karsan, D. I. (1985): Deepwater Platform Designs: An Illustrated Review (3 parts), Ocean Industry, Oct. 1985 (Part 1), pp. 47-52, Dec. 1985 (Part 2), pp. 51-55, Feb. (1986) pp. 5362. C- 37
Chakrabarti, S. K. (2005): Handbook of Offshore Engineering, Elsevier, Oxford. Chan et al. (1992): Structural Loading Aspects in the Design of SWATH Ships, Proceedings of the th 5 Symposium on PRADS’92, Newcastle upon Tyne, UK. Det Norske Veritas (2010): Recommended Practice DNV-RP-F205 Global Performace Analysis of Deepwater Floating Structures, Det Norske Veritas, Oslo. Djatmiko, E.B. (2004): Evaluasi Operabilitas Kapal Cepat 35M, Prosiding Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan 2004, Surabaya. Djatmiko, E. B. (2012): Perilaku dan Operabilitas Bangunan Laut di Atas Gelombang Acak, ITS Press, Surabaya. Froude, W. (1861): On the Rolling of Ships, Transactions of INA, Vol. 2. Krylov, A.N. (1896): A New Theory of the Pitching Motion of Ships on Waves and of the Stresses Produced by This Motion, Transactions of INA, Vol. 37. Noble Denton (2007): Essar Wildcat–Marine Operations, Noble Denton Consultants. St. Denis, M., Pierson, W. J., Jr. (1953): On the Motions of Ships in Confused Seas, Transactions of SNAME, Vol. 61, pp. 280-357.
C- 38