STUDI KANDUNGAN URIN ANJING KAMPUNG (Canis familiaris) UMUR 3 DAN 6 BULAN DENGAN MENGGUNAKAN REAGENT STRIP TEST
BETTY CHANDRI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Studi Kandungan Urin Anjing Kampung (Canis familiaris) Umur 3 dan 6 Bulan dengan Menggunakan Reagent Strip Test adalah hasil karya saya dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2008 BETTY CHANDRI NIM B04104037
ABSTRAK BETTY CHANDRI. Studi Kandungan Urin Anjing (Canis familiaris) Umur 3 dan 6 Bulan dengan Menggunakan Reagent Strip Test. Dibimbing oleh AGIK SUPRAYOGI dan HUDA SALAHUDIN DARUSMAN. Anjing kampung (Canis familiaris) sering digunakan untuk penelitian dalam bidang biomedis, namun nilai fisiologis kandungan urin anjing kampung berdasarkan tingkat pertumbuhan umur belum banyak diketahui. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh nilai fisiologi kandungan urin anjing kampung. Digunakan dalam penelitian ini 6 ekor anjing kampung yang sehat secara klinis. Parameter urin yaitu berat jenis, pH, protein, leukosit, darah, glukosa, keton, bilirubin, nitrit dan urobilinogen dianalisis dengan menggunakan Reagent Strip Test. Penelitian ini menunjukan bahwa, berat jenis urin anjing kampung usia 3 bulan adalah 1.016±0.004 dan usia 6 bulan 1.020±0.006 (P>0.05). Sedangkan pH urin anjing kampung usia 3 bulan adalah 5.29±0.26 dan 6 bulan adalah 5.29±0.34 (P>0.05). Nilai leukosit dan darah mengalami penurunan pada usia 6 bulan sedangkan protein mengalami peningkatan pada usia 6 bulan. Nilai urobilinogen umur 3 dan 6 bulan adalah 3.5µmol/l dan glukosa, nitrit, keton, bilirubin tidak ditemukan dalam urin. Terjadinya perbedaan nilai tersebut kemungkinan karena umur yang terkait pada tingkat metabolismenya. Kata kunci: Anjing Kampung, Kandungan Urin, Reagent StripTest
ABSTRACT BETTY CHANDRI. Study of Urine Contents on Indonesian Native Dogs (Canis familiaris) 3 and 6 Months Old Using Reagent Strip Test. Under direction of AGIK SUPRAYOGI and HUDA SALAHUDIN DARUSMAN. Indonesian native dogs (Canis familiaris) are frequently used for research in biomedical field. However physiology value of urine in Indonesian native puppies have not established. The research was conducted in order to obtain the physiological value of urine in Indonesian native dog’s. Six healthy Indonesian native dogs were used in this research. The urines parameter that were specivic gravity, pH, protein, leukocyte, blood, glucose, ketone, bilirubin, nitrit and urobilinogen analyzed with Reagent Strip Test. This research showed that The urine’s specivic gravity of Indonesian native dog at the age 3 month was 1.016±0.004 and 6 month was 1.020±0.006 (P>0.05). Whereas the urine pH of 3 month was 5.29±0.26 and 6 month was 5.29±0.34 (P>0.05). The leukocyte and blood value decreased when it reach 6 month old as opposite to urine protein increased when 6 months old. Urobilinogen value 3 and 6 month 3.5µmol/l and glucose, nitrit, ketone, bilirubin weren’t found in urine. This values differences possibly because of with related to its metabolism phase. Key word: Indonesian Native Dogs, Content of Urine, Reagent Strip Test
STUDI KANDUNGAN URIN ANJING KAMPUNG (Canis familiaris) UMUR 3 DAN 6 BULAN DENGAN MENGGUNAKAN REAGENT STRIP TEST
BETTY CHANDRI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul
: Studi Kandungan Urin Anjing Kampung (Canis familiaris) Umur 3 dan 6 Bulan dengan Menggunakan Reagent Strip Test
Nama
: Betty Chandri
NRP
: B04104037
Disetujui
Dr. drh. Agik Suprayogi, MSc Pembimbing I
drh. Huda S Darusman pembimbing II
Diketahui
Dr. Nastiti Kusumorini Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Tanggal lulus:
PRAKATA Segala puji dan syukur penulis persembahkan kepada Allah Tuhan Yang Maha Pangasih. Karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini, yang merupakan salah satu syarat menyelesaikan program sarjana di Institut Pertanian Bogor. Dalam skripsi ini penulis membahas kandungan urin anjing kampung (Canis familiaris) menggunakan reagent strip test sebagai dasar nilai normal anjing kampung asli Indonesia karena selama ini acuan nilai normal yang digunakan untuk kepentingan klinik berasal dari anjing ras atau luar negeri, sehingga ada kemungkinan terjadi perbedaan yang cukup signifikan mengingat suhu, jenis makanan dan pemeliharaan antara anjing kampung dan anjing ras berbeda. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode strip test karena cepat, mudah dan efisien apabila dilakukan di lapangan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. drh. Agik Suprayogi, MSc selaku pembimbing skripsi I dan pembimbing akademik, drh. Huda S. Darusman sebagai pembimbing skripsi II dan drh. Endang Rachman, MS selaku penguji. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Pak Joni, Qori dan keluarga besar Dr. Drh Agik Suprayogi, MSc yang banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian. Ungkapan terima kasih yang terdalam disampaikan kepada kedua orangtua, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Selain itu terima kasih kepada Adjeng, Ana dan fajar sebagai rekan satu tim dalam penelitian ini. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, September 2008
Betty Chandri
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tanah Datar, Sumatera Barat pada tanggal 30 Desember 1985. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan Yahidirman dan Warnida. Pendidikan formal dimulai dari taman kanak-kanak yang diselesaikan tahun 1992 di TK Aisyiah Tanjung Bonai. Kemudian pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SDN 21 Tanjung Bonai. Pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan tahun 2001 di SLTPN 03 Lintau dan pendidikan menengah umum pada tahun 2004 di SMUN 1 Lintau. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada Fakultas Kedokteran Hewan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004. Selama perkuliahan penulis aktif sebagai pengurus dalam Himpunan Minat dan Profesi Ruminansia
periode 2005-2006, bidang keuangan Ikatan
Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI) cabang IPB 2005-2006, bendahara IMAKAHI cabang IPB 2006-2007, sekretaris departemen pengabdian masyarakat BEM FKH IPB 2006-2007 dan anggota departemen keputrian DKM AN-NAHL 2006-2007, selain itu penulis juga tergabung sebagai anggota dalam Forum Mahasiswa Tanggap Flu Burung (FMTFB) daerah Jawa Barat. Penulis juga mendapatkan Beasiswa Gerakan Kakak Asuh (GAKA) tahun 2007-2008 dan Beasiswa BBM tahun 2008.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................... x DAFTAR GAMBAR........................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xii PENDAHULUAN Latar belakang ................................................................................................ 1 Tujuan ............................................................................................................ 2 Mamfaat .......................................................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA Anjing ............................................................................................................. 3 Anatomi dan fisiologi ginjal .......................................................................... 8 Urin ................................................................................................................11 Derajat Keasaman (pH)..................................................................................13 Berat Jenis ......................................................................................................15 Protein ...........................................................................................................16 Leukosit ..........................................................................................................16 Glukosa ...........................................................................................................17 Keton ..............................................................................................................17 Bilirubin .........................................................................................................18 Nitrit ...............................................................................................................19 Darah ...............................................................................................................19 Urobilinogen ..................................................................................................20 Reagent Strip Test ...........................................................................................20 MATERI DAN METODE Waktu dan tempat .........................................................................................22 Bahan dan alat ..............................................................................................22 Protokol penelitian .........................................................................................22 Tahap persiapan dan adaptasi ........................................................................22 Hewan yang digunakan ..................................................................................23 Tahap pemeliharaan ......................................................................................23 Parameter yang diamati .................................................................................23 Pengambilan sampel ......................................................................................23 Analisis data ...................................................................................................24 HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Keasaman (pH) ..................................................................................25 Berat Jenis .......................................................................................................27 Protein .............................................................................................................28 Leukosit ..........................................................................................................29 Darah ...............................................................................................................29 Glukosa, keton, bilirubin dan nitrit .................................................................31 Urobilinogen ..................................................................................................31 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan .....................................................................................................33 Saran................................................................................................................33 DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................34
DAFTAR TABEL
Halaman 1 2 3 4 5 6
Parameter biologis anjing............................................................................... 6 Nilai normal parameter hematologis anjing.................................................... 7 Nilai normal kandungan urin anjing ..............................................................13 Nilai pH dan berat jenis, protein dan leukosit urin anjing kampung .............25 Nilai darah dalam urin anjing kampung umur 3 bulan ..................................30 Nilai darah dalam urin anjing kampung umur 6 bulan ...................................30
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 2 3 4
Potongan melintang ginjal ............................................................................. 8 Mikroskopik anatomi nefron ........................................................................... 9 Reagent strip ..................................................................................................21 Skema metodeologi penelitian ........................................................................22
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Analisis data hasil pemeriksaan pH urin anjing kampung .............................38 2 Analisis data hasil pemeriksaan berat jenis urin anjing kampung ..................39
PENDAHULUAN
Latar Belakang Anjing adalah hewan yang sangat dekat dengan manusia.
Anjing
merupakan hewan kesayangan dengan jumlah ras terbanyak dan memiliki perbedaan antara satu dengan yang lainnya sehingga mendorong manusia untuk memberi perhatian lebih (Fierenzo 1978). Selain hewan kesayangan anjing sering juga dimamfaatkan untuk penjaga rumah dan sebagai hewan percobaan (Wolfensohn & Lloyd 1998). Anjing kampung adalah salah satu jenis anjing yang mampu bersosialisasi dengan manusia dan tidak sulit pemeliharaannya. Anjing kampung belum diketahui pasti asal usulnya karena berasal dari perkawinan silang antar anjing-anjing sehingga menghasilkan ras baru yang umumnya belum teridentifikasi (Dharmojono 2003). Di Indonesia anjing kampung sering digunakan sebagai hewan percobaan untuk kepentingan penelitian biomedis karena relatif murah dan mudah mendapatkannya. Penggunaan anjing kampung sebagai hewan coba seharusnya memiliki nilai fisiologis sebagai parameter acuan dari anjing yang sejenis sehingga dalam percobaan tersebut mendapatkan hasil yang akurat. Selain untuk hewan coba nilai fisiologis anjing kampung juga diperlukan oleh praktisi dokter hewan, untuk mengetahui status kesehatan anjing kampung tersebut. Sayangnya sampai saat ini nilai fisiologis anjing kampung belum banyak diketahui, khususnya nilai fisiologis urin pada umur yang berbeda. Disamping itu referensi ilmiah tentang nilai kandungan urin anjing masih diperoleh dari buku teks luar negeri, mestinya hal ini sudah harus dipertimbangkan untuk menggunakan nilai fisiologis spesies spesifik yaitu anjing kampung. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran fisiologi kandungan urin anjing kampung umur 3 dan 6 bulan. Informasi tentang nilai fisiologis kandungan urin ini bermamfaat untuk mengetahui kemampuan fungsi ginjal.
Tujuan Penelitian dilakukan untuk mengetahui nilai fisiologis kandungan urin anjing kampung. Khususnya berat jenis, pH dan kandungan protein, leukosit, darah, glukosa, keton, bilirubin, nitrit dan urobilinogen urin anjing kampung pada umur 3 dan 6 bulan.
Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang nilai fisiologis kandungan urin anjing kampung yang sehat dalam masa pertumbuhan serta dapat digunakan dalam membantu penegakan diagnosa.
TINJAUAN PUSTAKA
Anjing Anjing adalah mamalia karnivora yang telah mengalami domestikasi dari serigala sejak 100.000 sampai 15.000 tahun yang lalu. Istilah anjing mengacu pada anjing hasil domestikasi Canis lupus familiaris.
Anjing pernah
diklasifikasikan sebagai Canis familiaris oleh Linneus pada tahun 1785. Namun tahun 1993, Lembaga Smithsonian dan Asosiasi Ahli Mamalia Amerika menetapkan anjing sebagai subspesies serigala abu-abu Canis lupus (Anonim 2008a). Anjing adalah hewan sosial yang sangat dekat dengan manusia. Kepribadian dan tingkah laku anjing tergantung pada perlakuan yang diterima dari pemilik anjing atau lingkungannya. Anjing bisa dilatih, diajak bermain, tinggal bersama manusia dan diajak bersosialisasi dengan manusia dan anjing lainnya. Kesetiaan dan pengabdian yang ditunjukkan anjing mirip dengan konsep manusia tentang cinta dan persahabatan. Dalam mayarakat manusia, anjing sering dilatih sebagai anjing pekerja, anjing penggembala, anjing pelacak dan anjing pelayanan. Selain itu, peran anjing yang paling umum adalah sebagai binatang peliharaan (Anonim 2008a). Sejarah domestikasi anjing dijelaskan dalam beberapa teori antropologi, diantaranya, teori pertama menyebutkan bahwa manusia peradaban tertarik pada anjing setelah melihat kemampuan melacak binatang buruannya, sehingga manusia menangkap, memelihara dan melakukan seleksi pada anak anjing untuk mendapatkan keturunan yang baik dan jinak. Teori kedua menjelaskan bahwa anjinglah yang pertamakali mendekati manusia karena tertarik pada sampah yang merupakan produk khas peradaban. Teori ketiga, disebut sebagai teori adaptasi, teori ini merupakan teori yang diyakini mendekati realita, dimana pertama kalinya manusia dan anjing merupakan dua kelompok pemburu yang saling bersaing. Seiring waktu berjalan dimana faktor alam tidak mendukung sehingga jumlah buruan semakin berkurang mengakibatkan anjing mulai tergantung kepada manusia hingga akhirnya dimamfaatkan oleh manusia (Pennisi 2002).
Penelitian sistematika molekuler menunjukkan anjing (Canis lupus familiaris) merupakan keturunan dari satu atau lebih populasi serigala liar (Canis lupus). Seperti bisa dilihat dari tata nama (nomenklatur) untuk anjing, leluhur anjing adalah serigala. Anjing juga bisa kawin silang dengan serigala (Anonim 2008a). Klasifikasi anjing menurut Miller (1993) : Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Subphylum
: Vertebrata
Class
: Mamalia
Order
: Carnivora
Family
: Canidae
Genus
: Canis
Species
: Canis familiaris
Berdasarkan jenis anjing, menurut Sanusi (2004) anjing ras didefenisikan sebagai anjing yang memiliki asal usul, jati diri dan kemurnian garis keturunan secara tersendiri serta tercatat oleh Perkumpulan Kinologi Indonesia. Sedangkan anjing kampung adalah anjing yang telah lama diketahui keberadaannya tetapi galur keturunannya tidak dijaga (Boedhihartono dalam Supriadi 2004). Menurut Untung (1999) anjing kampung memiliki tubuh yang kecil memanjang, telinga dan moncongnya runcing, penciuman tajam dapat berlari dengan cepat dan memiliki kemampuan untuk berenang.
Anjing lokal adalah anjing yang
keberadaannya telah lama diketahui dan terisolir di lokasi tertentu di Indonesia sehingga galur keturunannya relatif dapat dijaga, contoh anjing lokal Indonesia adalah anjing Kintamani (Hartiningsih et al. 1999). Diseluruh dunia anjing mencapai 300 jenis yang tersebar diberbagai negara (Miller 1993). Perbedaan jenis anjing tidak hanya dari karakter fisik saja tetapi juga berdasakan tingkahlakunya. Perbedaan jenis anjing berdasarkan tingkahlaku termasuk hasil dari seleksi jenis anjing untuk tujuan tertentu (Robinson 1990).
Sayer (1994) mengelompokan anjing berdasarkan fungsinya, yaitu: 1. Sporting Anjing yang termasuk dalam kelompok sporting dikenal sebagai anjing yang bekerja di lapangan. Anjing ini digunakan untuk berburu dan pelacakan oleh lembaga kepolisian. Contohnya: Pointer, Retriver, Setter dan Spaniel. 2. Hounds Anjing kelompok hounds terutama dimamfaatkan untuk berburu binatang di Sabana. Ciri-ciri anjing jenis ini adalah bertubuh ramping, berbulu pendek dan kepala runcing sehingga bersifat aerodinamis sewaktu berlari mengejar mangsanya. Contoh anjing dalam kelompok ini adalah: Beagle, Basenji dan Basset Haund. 3. Working Dog Working Dog merupakan jenis anjing yang berfungsi sebagai penjaga rumah atau properti lainnya.
Anjing kelompok ini biasanya
bersifat galak, bertampang menyeramkan dan hanya mau bersahabat dengan tuannya. Contoh anjing dalam kelompok ini adalah Rootwailer, Herder, Doberman dan Boxer. 4. Terrier Ciri utama anjing kelompok terrier adalah kepala lonjong, mata terbenam kedalam rongga mata, dan ekor mencuat ke atas. Fungsi anjing kelompok terrier mirip dengan hounds tapi terrier biasanya dikhususkan untuk memburu binatang-binatang kecil. Contoh anjing dalam kelompok ini adalah Staffodshire Bull Terrier. 5. Toys Anjing yang termasuk dalam kelompok toys merupakan anjing yang dimamfaatkan untuk teman bermain, contohnya Chihuahua, Pug, Mini Pincher, Pomeranian dan Poodle. 6. Non-sporting Ciri khas kelompok anjing ini adalah memiliki kecerdasan yang relatif tinggi sehingga mudah dilatih.
Anjing ini digunakan dalam
berbagai keperluan. Contohnya Dalmation dan Chow-chow.
Untuk mengetahui kondisi kesehatan anjing, data fisiologis normal merupakan suatu patokan yang dapat digunakan apakah organ hewan tersebut dalam kondisi sehat.
Data fisiologis tersebut selalu dalam keadaan yang
seimbang. Dengan asumsi bahwa asupan pakan yang tercukupi sempurna dan keadaan lingkungan yang seimbang dan sehat.
Penyimpangan dari patokan
tersebut menandakan bahwa satu atau beberapa organ dari hewan tidak bekerja secara normal dan hewan dinyatakan sakit (Soerono. 1975). Data fisiologis pada setiap hewan memiliki nilai yang berbeda, tergantung jenis hewan, genetik, umur, jenis kelamin dan kondisi lingkungan sekitar.
Suprayogi et al. (2007)
menyebutkan bahwa perbedaan nilai fisiologis pada umur yang lebih muda dapat disebabkan oleh perbedaan umur, terutama tingkat metabolisme dan pertumbuhan anatomis tubuhnya yang berbeda.
Hal ini terjadi karena pengaruh proses
pertumbuhan pada sehingga organ-organ tubuh belum berfungsi dengan baik (Todd & Sanford 1974). Nilai normal dari beberapa parameter anjing dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2 sebagai berikut: Tabel 1 Parameter biologis anjing (Smith & Mangkoewidjojo 1988; Bower & Youngs 1990) Parameter Temperatur Pulsus Respirasi Takanan darah Konsumsi oksigen Volume darah Protein plasma Aktivitas tubuh Kecepatan tumbuh Berat dewasa Berat lahir Siklus kelamin Periode estrus Perkawinan Fertilisasi Implantasi
Kisaran normal 38- 89oC 70-120x/menit 10-30x/menit 110 sistol; 60 diastol 580 ml/kg/jam 70-90 ml/kg 5.3-7.5 g/100 ml Diurnal (siang hari) Tergantung pada bangsa, jika bangsa sedang 6 kg pada umur 16 minggu. Bangsa besar 60 kg pada umur 16 minggu 2-90 kg Tergantung pada bangsa. Bangsa sedang adalah 0.23-0.34. Sedangkan bangsa besar adalah 0.39-0.52 kg Monoestrus ± 9 hari Pada saat estrus Beberapa hari sesudah kawin 13-14 hari sesudah fertilisasi
Tabel 2 Nilai normal parameter hematologis anjing Parameter Anjing hematologis Volume darah 800 ml/Kga Sel darah merah 6-8 x 106/mm3a
Anjing kampung dewasa 6.05±1.56 x 106/mm3b 14.80±3.95l g/dld 45.9±12.5 %d 12.85±1.24 g/100 mlb
Anak anjing kampung 5.67±0.163 x 106/mm3e 10.94±047 g/dle 34.41±0.94%e -
Sel darah putih 9 – 13 x 103/mm3a hemoglobin 15.9±1.2 g/dlc Hematokrit 49.3±3.4 %c Protein Plasma 6 – 7.8 g/100 mla Keterangan : a. Dukes (1984); b.Hariyati (1988) c. Jain (1993); d. Wirajaya (2005); e. Nugraha (2007)
Anjing yang sehat terlihat aktif, mata bersinar dan selalu waspada, rambut tubuh mengkilap, serta giginya putih dan licin. Anjing membutuhkan satu kali makan setiap harinya dan sebaiknya makanan yang diberikan mengandung nilai gizi yang seimbang.
Selain itu dalam perawatan anjing juga dibutuhkan
vaksinasi, deworming, deticking guna mencegah serangan penyakit (Bower & Youngs 1990). Masa hidup anjing bergantung pada jenis rasnya. Anjing yang berukuran besar rata-rata hanya bisa hidup sampai 7-8 tahun.
Sedangkan anjing yang
berukuran kecil bisa hidup sampai 20 tahun. Harapan hidup rata-rata anjing berukuran sedang dan anjing kampung adalah sekitar 13-14 tahun. Namun hal tersebut harus ditunjang dengan makanan yang benar, berolahraga dan adanya pemeriksaan kesehatan secara berkala (Anonim 2008a). Berdasarkan umurnya anjing dibagi menjadi enam periode. Periode pertama adalah Neonatal. Selama periode Neonatal pertumbuhan dalam kedaan pasif dan sedikit sekali memperlihatkan respon terhadap ransangan. Periode ini dimulai saat lahir dan berlanjut sampai dua minggu selama masa anak-anak. Periode kedua merupakan periode Transisional yang berlangsung pada minggu kedua sampai minggu ketiga. Pada masa ini organ indera seperti telinga dan mata mulai berfungsi, anak anjing mulai bisa beradaptasi dengan lingkungannya. Periode ketiga merupakan periode Sosialisasi, periode ini merupakan periode kritis tahapan pertumbuhan, apabila pada periode ini anak anjing tidak bisa beradaptasi dan kontak dengan anjing lainnya maka pada usia selanjutnya anjing akan selalu mengalami gangguan. Pada periode ini anak anjing mulai mampu menjelajahi
lingkungan sekitarnya dan mencoba melakukan aktivitas baru. berlangsung pada minggu ketiga sampai sembilan (Robinson 1990).
Masa ini Periode
keempat adalah periode muda (remaja), dimulai saat anjing berumur 10 minggu sampai tujuh bulan. Pada periode ini, sistim saraf dan fisik sudah berkembang dengan sempurna. Selanjutnya anjing masuk pada periode dewasa pada umur 12 bulan. Pada periode ini anjing tidak hanya matang secara seksual tapi juga dari sikap dan tingkah laku, kemampuan, kesiapan untuk menerima latihan dan kepercayaan diri menghadapi situasi apapun. Terakhir merupakan periode tua, pada periode ini anjing mulai mudah menderita sakit. Batasan umur pada periode ini bervariasi tergantung ras (Jackson 1994).
Anatomi dan Fisiologi Ginjal Ginjal adalah organ ekskresi tempat pembuangan sisa metabolisme tubuh. Pada hewan mamalia ginjal terdiri dari satu pasang kiri dan kanan. Letak ginjal kiri dan kanan pada beberapa spesies berbeda.
Ginjal kiri lebih kaudal
dibandingkan dengan ginjal kanan karena pada ruang abdomen kiri terdapat organ hati yang menekan ginjal kiri. Ginjal terletak pada bagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal (Frandson 1992, Budras 2002; Price 2005).
Gambar 1 Potongan melintang ginjal (Anonim 2006) Ginjal memiliki tiga bagian utama yaitu, korteks (bagian luar), medulla, dan pelvis renalis (rongga ginjal). Bagian korteks ginjal mengandung nefron. Nefron merupakan unit fungsional ginjal (Guyton & Hall 1997). Jumlah nefron tiap jenis hewan berbeda contohnya kucing memiliki kira-kira 200.000 nefron perginjal. Sedangkan anjing memiliki jumlah nefron kira-kira 700.000 nefron. Tiap nefron
terdiri dari komponen korpuskulus renalis, tubulus proksimalis, ansa Henle dan tubulus distalis (Colville & Joanna 2002). Ansa Henle terletak antara tubulus proksimalis dan tubulus distalis.
Gambar 2 Mikroskopik anatomi nefron (Colville & Joanna 2002) Korpuskulus renalis terletak pada bagian korteks ginjal, terdiri dari glomerulus dan kapsula Bowman’s. kapiler.
Glomerulus merupakan kumpulan dari
Fungsinya adalah untuk menyaring darah sebagai tahap awal dari
pembentukan urin.
Cairan hasil filtrasi dari darah tersebut dinamakan filtrat
glomerulus. Setelah korpuskulus renalis dilanjutkan dengan tubulus proksimalis. Tubulus proksimalis merupakan bagian yang paling panjang. Pada bagian ini terjadi proses reabsorbsi dan sekresi. Cairan yang telah melewati tubulus ini dinamakan filtrat tubular.
Ansa Henle merupakan lanjutan dari tubulus
proksimalis, bagian descendensnya mencapai medula ginjal kemudian membentuk lengkung mencapai daerah korteks. Dari ansa Henle kemudian menuju ke tubulus distalis yang berakhir pada saluran pengumpul. Saluran pengumpul merupakan bagian yang penting untuk volume urin karena merupakan tempat pertama Anti Diuretik Hormon (ADH) bekerja.
Selain itu saluran pengumpul merupakan
tempat regulasi kalium dan mengontrol keseimbangan asam-basa (Colville & Joanna 2002).
Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekskresikan zat terlarut dan air secara selektif (Price 2005). Guyton dan Hall (1997) membagi fungsi ginjal menjadi 7 bagian : 1. Pengaturan keseimbangan air dan elektrolit Pengaturan keseimbangan air dan elektrolit oleh ginjal berfungsi untuk menjaga homeostasis tubuh. Ekskresi air dan elektrolit harus sesuai dengan asupan. Jika asupan melebihi ekskresi jumlah zat dalam tubuh akan meningkat sebaliknya, jika asupan kurang dari ekskresi jumlah zat dalam tubuh akan berkurang. 2. Pengaturan keseimbangan asam-basa Ginjal bersama dengan sistem pernapasan dan cairan tubuh mengatur asam–basa. Biasanya ginjal dapat mengeluarkan kira-kira 500 milimol asam atau basa setiap harinya. Ginjal merupakan satu-satunya organ untuk membuang tipe-tipe asam tertentu dari tubuh yang dihasilkan oleh metabolisme protein, seperti asam sulfat dan fosfat. 3. Ekskresi produk sisa metabolik dan bahan kimia asing Ginjal merupakan organ utama untuk membuang produk sisa metabolisme yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh. Produk-produk ini meliputi urea, kreatinin, asam urat, produk akhir pemecahan hemoglobin, dan metabolit dari berbagai hormon. 4. Pengaturan tekanan arteri Bila tubuh mengandung terlalu banyak cairan ekstraselular, tekanan arteri akan meningkat. Peningkatan tekanan ini kemudian memberi pengaruh langsung yang menyebabkan ginjal mengekskresi kelebihan cairan ekstraselular, sehingga mengembalikan tekanan menjadi normal kembali. 5. Sintesis glukosa Ginjal mensintesis glukosa dari asam amino dan prekursor lainnya selama masa puasa yang panjang, proses ini disebut glukoneogenesis. Kapasitas ginjal untuk menambah glukosa pada darah selama puasa yang panjang dapat menyaingi hati.
6. Pengaturan produksi eritrosit Ginjal menyekskresikan eritropoietin, yang merangsang pembentukan sel darah merah. dalam ginjal.
Kira-kira 90% dari seluruh eritropoitin dibentuk
Keadaan hipoksia pada jaringan tubuh lain akan
merangsang ginjal untuk merangsang sekresi eritropoitin. 7. Pengaturan produksi 1.25-Dihidroksi vitamin D3 Ginjal menghasilkan bentuk aktif vitamin D, yaitu 1.25-Dihidroksi vitamin D3, yang memegang peranan penting dalam pengaturan kalsium dan fosfat. Urin Urin atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra ( King 1973; Ganong 2001). Mekanisme pembentukan urin meliputi filtrasi, reabsorbsi dan sekresi. Pembentukan urin dimulai dengan proses filtrasi glomerulus plasma. Aliran darah ginjal setara dengan 25% curah jantung atau 1.200 ml/menit (Price 2005). Proses filtrasi pada glomerulus dinamakan ultrafiltrasi glomerulus. Sel-sel darah dan molekul-molekul protein yang besar atau protein bermuatan negatif secara efektif tertahan oleh seleksi ukuran dan seleksi muatan yang merupakan ciri khas dari sawar membran filtrasi glomerular, sedangkan molekul yang berukuran lebih kecil atau dengan beban yang netral atau positif akan tersaring. Tekanan-tekanan yang berperan dalam proses laju filtrasi glomerulus bersifat pasif dan tidak dibutuhkan energi metabolik untuk proses filtrasi tersebut.
Tekanan filtrasi berasal dari
perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula Bowman’s (Robinson & Huxtable 2003).
Zat-zat yang difiltrasi dalam
glomerulus adalah, elektrolit, nonelektrolit dan air.
Beberapa elektrolit yang
paling penting adalah natrium (Na+), kalium (K+), kalsium (Ca++), magnesium (Mg++), bikarbonat (HCO3-), klorida (Cl-) dan fosfat (HPO4-). Nonelektrolit yang
penting adalah glukosa, asam amino, dan metabolit yang merupakan produk akhir dari proses metabolisme protein, urea, asam urat dan kreatinin (Price 2005). Reabsorbsi selektif zat-zat yang sudah difiltrasi merupakan langkah kedua dalam proses pembentukan urin setelah filtrasi. Sebagian besar zat yang difiltrasi direabsorbsi melalui pori-pori kecil yang terdapat dalam tubulus sehingga akhirnya zat-zat tersebut kembali lagi kedalam kapiler peritubulus yang mengelilingi tubulus. Disamping itu beberapa zat juga disekresi dari pembuluh darah peritubulus sekitar ke dalam lumen tubulus. Proses reabsorbsi dan sekresi ini berlangsung melalui mekanisme transpor aktif dan pasif. Glukosa dan asam amino direabsorbsi seluruhnya di sepanjang tubulus proksimal melalui transpor aktif. Kalium dan asam urat hampir seluruhnya direabsorbsi secara aktif dan keduanya disekresi di dalam tubulus proksimal. Proses reabsorbsi natrium terjadi pada lengkung Henle, tubulus distal dan pengumpul.
Air, klorida dan urea
direabsorbsi dalam tubulus proksimal melalui transpor pasif. Ion hidrogen (H+), asam organik seperti para-amino-hipurat (PAH), penisilin dan kreatinin (basa organik) secara aktif disekresi ke dalam tubulus proksimal. Sedangkan bikarbonat direabsorbsi secara tidak langsung dari tubulus proksimal (Price 2005). Proses selanjutnya adalah augmentasi yaitu proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus kontortus distal.
Komposisi urin yang
dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air, 1.5% garam, 2.5 % urea dan sisa substansi lainnya (Price 2005). Hal-hal yang mempengaruhi produksi urin adalah Anti Diuretik Hormon (ADH) yang dihasilkan oleh kelenjer hipofise posterior yang akan mempengaruhi penyerapan air pada bagian tubulus distal karena meningkatkan permeabilitas sel terhadap air. Jika hormon ADH rendah maka penyerapan air berkurang sehingga urin menjadi banyak dan encer.
Sebaliknya jika hormon ADH banyak,
penyerapan air banyak sehingga urin sedikit dan pekat. Jumlah air yang diminum akan mempengaruhi produksi urin, apabila air yang diminum banyak akan menurunkan konsentrasi protein yang dapat menyebabkan tekanan koloid protein menurun sehingga tekanan filtrasi kurang efektif, hasilnya urin yang diproduksi banyak. Rangsangan pada saraf ginjal akan menyebabkan penyempitan duktus aferen sehingga aliran darah ke glomerulus berkurang, akibatnya filtrasi kurang
efektif karena tekanan darah menurun. Banyak sedikitnya hormon insulin juga mempengaruhi produksi urin, apabila hormon insulin kurang misalnya pada penderita diabetes melitus, kadar gula dalam darah akan dikeluarkan lewat tubulus distalis, kelebihan kadar gula dalam tubulus distalis mengganggu proses penyerapan air sehingga pengeluaran urin akan sering (Colville & Joanna 2002). Urin terdiri dari berbagai macam zat sisa maupun zat-zat yang masih dibutuhkan oleh tubuh sebagai hasil dari metabolisme yang terjadi didalam tubuh. Urin yang dihasilkan ginjal tergantung pada status nutrisi dari hewan tersebut, kemudian kondisi metabolisme tubuhnya serta kondisi ginjal yang memproduksi urin tersebut (Todd & Sanford). Adapun beberapa nilai kandungan urin dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Nilai normal kandungan urin anjing Parameter Nilai normal pH 4.5-8.5 Berat jenis 1.015-1.045 Protein 50mg/dl Leukosit 15 Leu/μl Sel darah merah Glukosa Tidak ada Nitrit Tidak ada Bilirubin Tidak ada Keton Tidak ada Urobilinogen 8-17 μmol/l Sumber: Bush (1991)
Derajat Keasaman (pH) Ion hidrogen adalah proton tunggal bebas yang dilepaskan dari atom hidrogen. Asam merupakan molekul yang mengandung atom-atom hidrogen yang dapat melepaskan ion-ion hidrogen dalam larutan, apabila penambahan atom-atom hidrogen ini berlebihan dalam tubuh maka tubuh akan mengalami asidosis. Sedangkan basa adalah ion atau molekul yang dapat menerima ion hidrogen dan kondisi tubuh dimana terjadi kelebihan pengeluaran ion-ion hidrogen disebut alkalosis (Guyton & Hall 1997). Tubuh memiliki tiga mekanisme utama untuk mengatur keseimbangan asam basa tubuh. Pertama, sistem penyangga (bufer) asam basa yang segera bergabung dengan setiap asam atau basa sehingga mencegah perubahan konsentrasi ion hidrogen yang berlebihan. Kedua, melalui sistem pernapasan. Jika konsentrasi
ion hidrogen berubah pusat pernapasan segera terangsang untuk mengubah kecepatan ventilasi paru-paru. Mekanisme terakhir yang mengatur keseimbangan asam basa dalam tubuh adalah ginjal dengan mengekskresikan urin yang asam atau basa (Guyton 1995). Ginjal mengatur konsentrasi ion hidrogen terutama dengan meningkatkan atau menurunkan konsentrasi ion bikarbonat di dalam cairan tubuh. Mekanisme pertama yaitu sekresi ion hidrogen oleh tubulus proksimalis, tubulus distalis dan tubulus pengumpul.
Sekresi ion hidrogen ini diatur oleh konsentrasi karbon
dioksida di dalam cairan ekstraseluler makin besar konsentrasi karbon dioksida di dalam cairan ekstraseluler makin cepat proses reaksi tersebut dan makin besar kecepatan sekresi ion hidrogen.
Selanjutnya, reabsorbsi ion bikarbonat yang
dimulai dengan suatu reaksi di dalam tubulus di antara ion bikarbonat dan ion hidrogen yang disekresikan oleh tubulus (Guyton 1995). Komposisi urin terdiri dari asam-asam yang dihasilkan oleh aktivitas metabolik tubuh yang tidak mudah menguap dan tidak bisa diserap oleh paruparu. Terutama asam sulfat, asam fosfat dan asam klorida. Selain itu terdapat juga dalam jumlah yang lebih kecil asam piruvat, asam laktat, asam sitrat dan beberapa badan keton. Asam-asam tersebut diekskresikan melalui glomerulus dalam bentuk kation terutama sodium. Pada sel tubulus distalis terjadi pertukaran ion hidrogen dari sodium dengan filtrat glomerular sehingga urin menjadi asam (Todd & Sanford 1974; Meyer & Harvey 2004). Derajat keasaman (pH) urin dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah makanan. Hewan herbivora menghasilkan urin yang basa, sedangkan pada karnivora dan omnivora cendrung menghasilkan urin yang asam karena pengaruh asupan protein yang tinggi pada makanannya (Meyer & Harvey 2004). Hal lain yang mempengaruhi derajat keasaman urin adalah kondisi respirasi dan metabolisme tubuh. Ginjal akan menghasilkan urin yang asam pada keadaan patologis kerusakan pusat pernapasan yang menyebabkan berkurangnya pernapasan, obstuksi saluran pernapasan, pneumonia, berkurangnya luas permukaan membran paru-paru dan faktor lain yang mengganggu pertukaran gas diantara darah dan udara alveolus. Gangguan metabolisme yang menyebabkan urin menjadi asam adalah diare berat
yang menyebabkan tubuh kehilangan natrium bikarbonat dalam jumlah besar. Kemudian uremia sebagai penyebab kegagalan ginjal untuk membersihkan tubuh dari sejumlah asam normal yang terbentuk setiap hari oleh proses metabolik tubuh. Selanjutnya, diabetes melitus dimana terjadi kekurangan sekresi insulin yang menghambat penggunaan normal glukosa untuk metabolisme, sehingga lemak dipecah menjadi asam asetoasetat sebagai sumber energi, jumlah asam yang tinggi dalam tubuh akan menghasilkan urin yang asam (Guyton 1995; Clarenburg 1992). Urin basa dihasilkan pada kondisi hiperventilasi paru-paru sehingga tubuh kehilangan karbon dioksida yang tinggi. Kondisi alkalosis metabolisme seperti pemakaian obat alkali berlebihan, muntah hebat sehingga hilangnya ion klorida dalam jumlah besar serta aldosteron yang berlebihan juga menyebabkan urin menjadi basa (Guyton 1995).
Berat Jenis Berat jenis urin menunjukkan kemampuan ginjal untuk menghasilkan urin pekat atau encer.
Volume sekresi urin dan kepekatan urin yang dihasilkan
merupakan mekanisme kerja ginjal untuk menjaga homeostasis dari cairan tubuh dan elektrolit. Kepekatan urin dipengaruhi oleh pasokan air, kondisi ginjal dan anti diuretik hormon (Guyton & Hall 1997). Ginjal memiliki kemampuan yang besar untuk membentuk berbagai proporsi zat terlarut dan air dalam urin sebagai respon terhadap perubahan. Apabila terdapat kelebihan air dalam tubuh, ginjal akan mereabsorbsi kelebihan zat terlarut sementara tidak mereabsorbsi kelebihan
air sehingga ginjal
mengeluarkan urin dalam jumlah yang besar dan urin menjadi encer (Guyton & Hall 1997). Kemampuan ginjal untuk membentuk urin yang pekat penting untuk kelangsungan hidup mamalia yang hidup di darat. Air secara terus menerus hilang dari tubuh melalui berbagai cara diantaranya melalui pernapasan, kelejenr keringat dan saluran gastrointestinal. Asupan cairan dibutuhkan untuk menutupi kehilangan cairan ini.
Apabila asupan cairan tubuh kurang, ginjal akan
membentuk urin yang pekat dengan terus menerus mengekskresikan zat terlarut
sementara meningkatkan reabsorbsi air dan menurunkan volume urin yang terbentuk. Kebutuhan dasar untuk membentuk urin pekat adalah kadar ADH yang tinggi yang meningkatkan permeabilitas tubulus distalis dan duktus koligentes terhadap air sehingga membuat segmen-segmen tubulus ini mereabsorbsi air cukup banyak. Selain ADH osmolaritas yang tinggi dari cairan interstisial medula ginjal juga membentuk urin yang pekat (Guyton & Hall 1997). Urin adalah larutan mineral, garam-garam dan air sebagai pelarutnya sehingga berat jenis urin lebih besar dari 1.000. Hadirnya substansi abnormal pada urin akan meningkatkan berat jenis urin. Misalnya glukosa, protein dan bahan-bahan lainnya yang terdapat pada urin. Apabila terjadi peningkatan sekresi ADH maka berat jenis urin akan meningkat. Kondisi tubuh dalam keadaan stres, trauma, operasi dan obat-obatan juga akan meningkatkan berat jenis urin (Kaneko 1980). Kondisi umum yang menyebabkan rendahnya berat jenis urin adalah pada kasus diabetes insipidus, dimana akan terjadi penurunan jumlah hormon ADH sehingga volume urin meningkat.
Glomerulonepritis dan pyelonephritis
menyebabkan penurunan volume dan berat jenis urin, pada penyakit ini terjadi kerusakan pada tubulus ginjal yang mengakibatkan kemampuan ginjal untuk reabsorbsi air sebagai akibatnya urin akan cair. Selain itu, penyebab rendahnya berat jenis urin adalah pada kasus gagal ginjal (Bush 1991).
Protein Protein dalam urin dinamakan proteinuria. Pada kondisi normal, protein ditemukan dalam jumlah yang kecil di dalam urin. Hal penting yang harus diketahui adalah apabila keberadaan protein tersebut masih dalam jumlah normal atau sudah mencapai tingkat abnormalitas (Kaneko 1980). Pada ginjal, protein direabsorbsi di tubulus proksimalis, tetapi protein ditemukan dalam urin pada saat melalui tubulus distalis, pelvis, ureter, vesika urinaria, uretra dan saluran genital (Henry 2001). Albumin dan globulin merupakan jenis protein yang sering ditemukan dalam urin.
Protein lain yang sering ditemukan pada urin normal adalah
prealbumin, produk dari fibrinogenolisis, tansferrin, haptoglobulin, ceruloplasmin dan fraksi ikatan immunoglobulin (Tood & Sanford 1974). Reagent strip test yang digunakan dalam pengujian protein dalam urin mengandung tetrabromphenol blue sebagai indikator yang mengalami perubahan warna apabila terdapat protein dalam urin (Kaneko 1980). Reagent ini hanya sensitif terhadap albumin. Meningkatnya jumlah protein yang ditemukan dalam urin terjadi karena meningkatnya permeabilitas membran glomerulus yang umum terjadi pada kasus glomerulonephritis dan amiloidosis renalis (Jackson 2007).
Leukosit Leukosit yang terdeteksi dalam urin berupa neutrofil dan makrofag sebagai akibat terjadinya peradangan pada saluran urinarius.
Variasi jumlah leukosit
dipengaruhi oleh ras, kebuntingan, musim dan umur hewan, selain itu stess dan rangsangan juga mempengaruhi jumlah leukosit (Jain 1993). Positif palsu terjadi karena adanya formaldehid dan negatif palsu terjadi karena adanya cephalotine dan tetrasiklin (Fogazzi et al. 2008). Prinsip pengukuran jumlah leukosit dalam urin menggunakan reagent strip berdasarkan adanya reaksi antara leukosit dengan naphthol chloroacetate yang menghasilkan warna ungu untuk hasil positif. Kontaminasi urin oleh cairan genital dapat menyebabkan hasil yang positif (Henry Meningkatnya jumlah leukosit dalam urin terjadi pada kasus-kasus peradangan seperti cystitis, pyelonephritis, abses renal, kerusakan tubulus ginjal, uretritis dan protatitis (Bush 1991).
Glukosa Glukosa pada ginjal direabsorbsi pada tubulus proksimal. Kapasitas reabsorbsi glukosa oleh tubulus kira-kira 160 mg/100ml. Glukosa dalam urin dinamakan glukosuria, kondisi ini bisa terjadi pada kasus-kasus seperti diabetes militus, tingginya konsentrasi epinefrin, pankreatitis, hyperthiroidism, akromegali, tingginya sekresi glukagon pada tumor sel alfa pankreas, kelaparan, gangguan hati, asphyxia dan penyakit pada tubulus ginjal (Tood & Sanford 1974). Pengukuran glukosa dengan reagent strip berdasarkan pada oksidasi glukosa dimana akan terjadi perubahan glukosa menjadi asam glukonik oleh
enzim yang terdapat pada reagent strip. Kontaminasi urin oleh H2O2 atau sodium hipoklorit akan menghasilkan positif palsu pada pengujian ini (Kaneko 1980). Sedangkan hasil negatif palsu terjadi pada kondisi urin terkontaminasi oleh bakteri dan asam askorbat. Reagent strip sensitif terhadap konsentrasi glukosa 0.5 sampai 20 g/L (Fogazzi et al. 2008).
Keton Keton dihasilkan dari metabolisme lemak yang tidak sempurna untuk menghasilkan energi pada kondisi tubuh sedang mengalami kekurangan. Keton ini terdiri dari aceton, acetoacetic dan asam β-hodroksibutirat (Bush 1991). Pengujian keton dalam urin menggunakan reagent strip berdasarkan reaksi antara aceton dan acetoacetat dengan nitropussid dan glisin sebagai sumber nitrogen untuk memberikan perubahan warna. Sedangkan β-hodroksibutirat tidak dapat terdeteksi (Smith et al. 1977). Ketonuria adalah kondisi dimana urin mengandung keton, kondisi ini berkaitan dengan kasus diabetes melitus dan beberapa kondisi tubuh mengalami kehilangan energi misalnya, anoreksia, puasa yang panjang, diare, demam dan kelaparan (Bush 1991; Barratt 2007; Fogazzi et al 2008).
Bilirubin Bilirubin (bilirubin bebas atau unconjugat bilirubin) merupakan turunan dari degradasi haemoglobin yang ditransportasikan ke hati, bergabung dengan asam glukoronik dan disekresi di empedu. Unconjugat bilirubin ini dibungkus oleh albumin dan tidak larut dalam air sehingga tidak bisa diekskresi oleh ginjal. Positif palsu pada pengujian bilirubin dapat terjadi apabila tingginya jumlah metabolisme chlorpromazine (Bush 1991).
Pengujian bilirubin menggunakan
reagent strip berdasarkan reaksi antara bilirubin dengan garam diazonium dalam media asam (Henry 2001). Bilirubin tidak normal ditemukan didalam urin. Adanya bilirubin didalam urin terjadi karena terjadi penyumbatan pada saluran empedu khususnya pada ekstrahepatik dan penyakit hati yang merusak sel-sel hati (Bush 1991).
Nitrit Nitrit merupakan hasil reduksi nitrat oleh bakteri (Bush 1991). Pengujian nitrit dalam urin untuk memperlihatkan kemampuan bakteri mereduksikan nitrat menjadi nitrit (Fogazzi et al. 2008). Bakteri ini berasal dari kelompok gram negatif misalnya Escherichia coli. Namun tidak semua bakteri dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit sehingga hasil negatif palsu bisa terjadi pada saat adanya bakteri dalam urin tapi bakteri tersebut tidak mampu mereduksikan nitrat menjadi nitrit.
Contoh bakteri tersebut adalah Streptococci, Staphylococci dan
Pseudomonas spp. Hasil negatif palsu juga bisa terjadi karena tingginya tingkat asam askorbat dalam urin, terutama pada urin anjing dan kucing sehingga pengujian nitrit pada anjing dan kucing kurang akurat untuk menentukan adanya kandungan nitrit sebagai indikasi adanya bakteri dalam urin dalam kasus infeksi saluran urinarius (Bush 1991; Barrat 2007). Faktor lain yang menyebabkan hasil negatif palsu adalah terapi antibakteri, polyurea, anorexia dan kondisi urin dengan berat jenis yang tinggi. Sedangkan positif palsu bisa terjadi jika urin yang diuji tidak segar atau lama tersimpan (lebih dari 3-4 jam) karena kontaminasi normal urin dari uretra akan berkembang selama masa penyimpanan, adanya phenazopyridine atau phenytoin yang digunakan dalam obat akan menyebabkan perubahan warna reagent strip seperti hasil positif nitrit (Bush 1991).
Darah Reagent strip yang digunakan untuk mengujian darah dalam urin terdiri dari indikator kromogen yang mengalami oksidasi dan perubahan warna apabila kontak dengan peroksidase organik. Apabila dalam urin terdapat darah pada saat terjadi haemolisis, reagent strip yang digunakan untuk menguji urin tersebut akan bereaksi dengan darah karena aktivitas dari darah sama dengan peroksidase, sehingga dapat terdeteksi oleh reagent strip (Bryant & James 2008). Namun hasil positif palsu dapat terjadi karena kemampuan reagent strip ini untuk bereaksi dengan haemoglobin dan mioglobin sehingga menunjukkan hasil positif dalam pemeriksaan sel darah merah walaupun dalam pengujian sedimen urin tidak ditemukan.
Kemudian adanya hidrogen peroksida dan bakteri penghasil
peroksidase misalnya Enterobakteriaciae, Staphylococci dan Streptococci juga
menghasilkan positif palsu pada pengujian ini (Bush 1991; Bryant & James 2008; Fogazzy et al. 2008). Sedangkan negatif palsu dapat terjadi akibat adanya asam askorbat dan formalin (Bush 1991; Fogazzy et al. 2008). Darah dalam kondisi normal dapat ditemukan dalam urin pada saat latihan dan aktivitas yang tinggi (Henry 2001).
Namun apabila jumlah darah yang
ditemukan dalam urin tinggi merupakan kondisi abnormalitas yang biasanya berasal dari saluran urinarius dan genital, misalnya adanya peradangan, tumor, trauma dan infeksi (Bryant & James 2008).
Urobilinogen Urobilinogen merupakan hasil hidrolisis oleh bakteri di dalam usus yang berasal dari conjugat bilirubin. Urobilinogen ini normalnya direabsorbsi kembali pada sirkulasi portal untuk diekskresi kembali oleh hati. Namun beberapa bagian diekskresi di urin. Adanya urobilinogen dalam urin merupakan kondisi normal (Todd & Sanford 1974; Raphael 1987). Pengujian urobilinogen menggunakan reagent strip berdasarkan pada reaksi ehrlich aldehyde dengan urobilinogen yang terdapat pada urin (Henry 2001). Jumlahnya akan meningkat dalam urin apabila ekskresi di empedu oleh hati meningkat, hal ini terjadi pada kasus haemolitik jaundice, dan kerusakan hati dan menurun pada kondisi penyumbatan saluran empedu dan beberapa kerusakan hati (Bush 1991).
Reagent strip test Reagent strip adalah strip test untuk urinalisis secara cepat, mudah digunakan dan efektif untuk menguji kimia urin. Ada beberapa parameter yang dapat diuji dengan reagent strip ini, diantaranya glukosa, protein, pH, leukosit nitrit, keton, bilirubin, darah, urobilinogen dan berat jenis urin. Pada satu lembar strip terdapat blok-blok kecil yang memiliki reagent specifik untuk masingmasing parameter. Blok-blok reagent tersebut akan bereaksi dengan urin dan menghasilkan perubahan warna yang bisa terlihat oleh mata sebagai suatu ukuran atau nilai yang didapat. Pembacaan hasil pada tiap-tiap parameter memiliki waktu yang berbeda-beda antara 30 sampai 60 detik, dan hasil yang didapat berupa data
semi kuantitatif (Henry 2001).
Reagent strip bukanlah suatu alat untuk
mendiagnosa tapi merupakan alat untuk mendeteksi nilai dari suatu parameter (Anonim 2008b).
Gambar 3 Reagent strip (Anonimous 1988) Prosedur penggunaan reagent strip test (Henry 2001; Meyer & Harvey 2004) adalah sebagai berikut: 1. Urin ditampung dengan plastik yang bersih dan kering. 2. Reagent strip diambil dari tempatnya dan dengan cepat ditutup kembali tempat reagent tersebut untuk menghindari terpaparnya reagent yang masih ada dalam tempatnya. 3. Reagent strip dicelupkan kedalam contoh urin sampai semua blok terendam urin dan kemudian diangkat kembali. 4. Setelah reagent strip diangkat, sisa urin dibersihkan terlebih dahulu dengan meletakkan di atas tisu atau bahan lain yang dapat menyerap sisa urin tersebut. Kemudian diposisikan secara horizontal untuk menghindari kontaminasi silang dari zat kimia pada blok sebelahnya. 5. Warna yang dihasilkan pada reagent strip tersebut dapat dibaca berdasarkan tabel yang tertera pada kemasan untuk tiap-tiap parameter.
MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kandang Karyo Mendo Farm Cihideung Ilir Ciampea Bogor, pada bulan Februari-Juni 2007.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan selama penelitian ini adalah Obat cacing (Combantrin®), Obat anti ektoparasit (Asuntol®) dan reagent strip test (Verify®). Sedangkan peralatan yang digunakan adalah kontainer penampung urin, tisu, timbangan, termometer dan alat pengukur kelembaban.
Protokol Penelitian Adaptasi partus
pengambilan sampel pemeliharaan pemeliharaan pemeliharaan pengambilan sampel
01
2 3 4 waktu penelitian (bulan ke-) Gambar 4 Skema Metodelogi Penelitian
5
6
Anjing dipelihara dari umur 2 bulan sampai umur 6 bulan, sedangkan pengambilan sampel dilakukan pada bulan ke-3 dan ke-6, dengan waktu pengambilan sampel tiap minggu pada setiap bulan pengambilan.
Tahap Persiapan dan Adaptasi Kandang yang digunakan dalam penelitian terdiri dari beberapa ruangan untuk masing-masing anjing didalam suatu kandang besar. Sebelum digunakan kandang tersebut dibersihkan terlebih dahulu, kemudian dilakukan desinfeksi pada ruangan kandang. Selain itu, disediakan drum penampungam air, tempat makan dan minum anjing serta peralatan kebersihan kandang. Nilai kelembaban dan suhu udara pada kandang tersebut adalah pagi hari 99.37±0.38% dan 17.97±0.15oC; siang hari 73.84±0.34% dan 27.03±0.47oC; sore hari 89.67±4.50% dan 23.06±0.39oC.
Hewan yang Digunakan Penelitian ini menggunakan 6 ekor anak anjing kampung dari umur 2 sampai 6 bulan yang terdiri dari 3 ekor jantan dan 3 ekor betina dan berasal dari induk yang sama. Anjing ini merupakan turunan ke-3 dari indukan yang sama yang dinyatakan sehat secara klinis. Dengan indukan yang sama diharapkan dapat mengurangi keragaman genetik, sifat, pola tingkahlaku dan kebiasaan.
Tahap Pemeliharaan Selama pemeliharaan, anjing-anjing tersebut diberi pakan sesuai takaran dan minum secara ad libitum, diberi obat anti endoparasit dan anti ektoparasit. Pemberian minum ad libitum dikarenakan anjing butuh banyak air agar tidak dehidrasi. Pemberian pakan dilakukan sebanyak dua kali sehari yaitu pagi dan sore.
Parameter yang Diamati Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah nilai kandungan urin diantaranya berat jenis, pH, protein, leukosit, darah, glukosa, keton, bilirubin, nitrit dan urobilinogen.
Pengambilan Sampel Pengambilan urin dilakukan dengan menampung urin dalam kontainer yang telah disuci hamakan. Kemudian reagent strip dicelupkan beberapa saat kedalam urin tersebut. Bekas urin yang yang masih menetes dibersihkan dengan tisu selanjutnya hasil dibaca sesuai dengan nilai yang tertera pada label. Dilakukan pada pagi hari karena volume urin yang didapat lebih banyak, tidak ada pengaruh luar seperti makanan dan aktivitas dan kemungkinan dapat menemukan unsur abnormal dari urin tersebut. Sampel yang dianalisis dalam keadaan segar (real time) untuk menghindari terjadinya kontaminasi dari bakteri luar, autolisis sel dan fermentasi urea oleh bakteri (Duncan & Prasse 1977).
Analisis Data Analisis data menggunakan metode T-test untuk data kuantitatif (data yang dapat ditentukan pasti nilainya).
Sedangkan untuk data semikuantitatif
menggunakan metode rataan (tidak diolah secara statistik). Hipotesa data menggunakan metode T-test adalah: H1: X1=X2 (tidak berbeda nyata) H0: X1≠X2 (berbeda nyata) Nilai propabilitas (P) kurang dari 0.05 diterima sebagai hal yang berbeda nyata (H0), sedangkan apabila lebih dari 0.05 maka diterima sebagai hal yang tidak berbeda nyata (H1) (Mattjik & Sumertajaya 2000). X1 merupakan hasil pengamatan pH dan berat jenis umur 3 bulan dan X2 umur 6 bulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi urin yang dihasilkan oleh ginjal dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu status nutrisi, proses metabolisme dan kemampuan fungsi ginjal (Todd & Sanford 1974). Apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor tersebut maka komposisi urin yang dihasilkan oleh ginjal akan berubah. Pada pemeriksaan kandungan urin anjing kampung umur 3 dan 6 bulan didapatkan hasil berupa data kuantitatif dan semikuantitatif dengan parameter pH, berat jenis, protein, leukosit, darah, glukosa, nitrit, keton, bilirubin dan urobilinogen seperti pada Tabel 4. Tabel 4 Nilai pH, berat jenis, protein dan leukosit urin anjing kampung umur 3 dan 6 bulan Umur (bulan) 3
pH
Berat jenis
Protein (mg/dL)
5.29±0.26
1.016±0.004
14.17±6.77
Leukosit (Leu/μL) 108.96±4.58
6
5.29±0.34
1.020±0.006
26.04±12.61
74.38±12.95
3 dan 6
5.29±0.29
1.018±0.005
19.17±11.32
91.67±20.56
Normal*
4.5 - 8.5
1.015 -1.045
50
15
Keterangan: * Bush (1991)
Derajat Keasaman (pH) Nilai pH urin anjing kampung umur 3 dan 6 bulan menggunakan reagent strip didapatkan hasil berupa data kuantitatif yaitu suatu nilai yang dapat diukur secara pasti seperti dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil yang diperoleh yaitu nilai pH urin yang tidak berbeda nyata (P>0.05) antara umur 3 bulan dan 6 bulan. Nilai pH urin yang didapat adalah 5.29±0.26 pada usia 3 bulan dan 6 bulan adalah 5.29±0.34. Nilai normal pH urin anjing secara umum menurut Bush (1991) berkisar antara 4.5-8.5, bila dilihat dari hasil penelitian berarti pH urin anjing kampung umur 3 dan 6 bulan berada dalam kisaran nilai normal. Menurut Guyton & Hall (1997) pengaturan asam basa oleh ginjal merupakan salah satu mekanisme penting yang digunakan oleh tubuh untuk menjaga pH tubuh yang konstan. Ginjal mengontrol keseimbangan asam basa
dengan pengeluaran urin asam atau basa. pH urin yang dihasilkan tergantung pada status asam basa cairan ekstraseluler.
Pengaturan ginjal terhadap
keseimbangan pH cairan ekstraseluler melalui
mekanisme sekresi ion-ion
hidrogen, reabsorbsi ion-ion bikarbonat dan produksi ion-ion bikarbonat baru. Faktor yang mempengaruhi sekresi asam oleh ginjal adalah perubahan tekanan CO2 intraseluler, kadar K+, kadar anhidrase karbonat dan beberapa hormon seperti aldosteron, steroid adrenokorteks, dan angiotensin II (Ganong 2003). Nilai pH urin asam akan didapat pada saat terjadi respiratori asidosis. Keadaan ini terjadi pada saat penurunan ventilasi paru-paru.
Biasanya pada
penyakit pneumonia, oedema pulmonar, penyumbatan pada aliran udara dan kegagalan jantung yang menyebabkan hipoksemia.
Kondisi lain yang
menyebabkan pH urin menjadi asam adalah muntah hebat yang diikuti oleh dehidrasi dan asidosis laktat, yang menyebabkan kehilangan alkalin dan meningkatnya reabsobsi hidrogen dan klorida. Selain itu kondisi ketoasidosis yang sering terjadi pada penderita diabetes militus dan kekurusan (starvation) menyebabkan metabolik asidosis, diare hebat yang menyebabkan hilangnya ion bikarbonat, azotemia yang menyebabkan kondisis asidosis kronis atau akibat kegagalan ginjal akut menyebabkan asam organik dari protein akan terpecah, peningkatan katabolisme protein akibat diet yang tinggi protein dan peningkatan pasokan makanan yang tinggi asam turut menyebabkan pH urin menjadi asam. Kemudian penggunaan obat-obatan yang bersifat asam seperti fosfat, methionin, ammonium klorida dan natrium klorida juga menyebabkan pH urin menjadi asam (Bush 1991). Nilai pH basa disebabkan oleh kondisi respiratori alkalosis yang menyebabkan terjadinya peningkatan ventilasi paru-paru pada gangguan respirasi sehingga terjadi pengeluaran karbon dioksida yang berlebihan. Muntah yang menyebabkan kehilangan ion hidrogen, obat-obatan yang bersifat alkali misalnya natrium bikarbonat, natrium laktat dan kalium sitrat. Selain itu infeksi saluran urinarius oleh bakteri penghasil urease misalnya Proteus spp atau Staphylococci juga menyebabkan pH urin menjadi basa. Kondisi lain yang menyebabkan pH urin meningkat adalah retensi urin akibat obstruksi saluran urinarius dan makanan yang tinggi alkalin (Bush 1991).
Berat Jenis Berat jenis urin anjing kampung umur 3 dan 6 bulan menggunakan reagent strip test dapat dilihat pada Tabel 4. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa berat jenis urin anjing kampung umur 3 bulan lebih rendah dibandingkan dengan 6 bulan. Berat jenis urin anjing cendrung naik seiring dengan bertambahnya umur walaupun tidak menunjukkan suatu hal yang berbeda nyata (p>0.05). Nilai Berat jenis urin anjing umur 3 bulan adalah 1.016±0.004 dan usia 6 bulan adalah 1.020±0.006 dengan nilai rata-rata 1.018±0.005. Menurut Bush (1991) nilai berat jenis urin anjing secara umum berkisar antara 1.015-1.045. Berdasarkan data normal tersebut maka nilai berat jenis urin anjing kampung yang didapatkan berada dalam kisaran normal. Pengukuran berat jenis urin digunakan untuk mengetahui kemampuan tubulus ginjal untuk memekatkan atau mencairkan filtrat glomerular.
Faktor
hormonal yang mempengaruhi berta jenis urin adalah antidiuretik hormon (ADH), apabila terjadi peningkatan sekresi ADH maka akan dihasilkan urin yang pekat dan berat jenis urin akan tinggi dan sebaliknya bila sekresi ADH rendah urin yang dihasilkan encer sehingga berat jenis urin akan rendah (Guyton & Hall 1997). Asupan cairan ke dalam tubuh juga mempengaruhi berat jenis urin baik dari minum ataupun makanan. Sedangkan faktor eksternal yang turut mempengaruhi berat jenis urin adalah suhu lingkungan, dimana berat jenis urin akan meningkat dengan meningkatnya temperatur (Todd & Sanford 1974). Berat jenis urin berhubungan dengan empat kondisi umum.
Pertama,
kondisi dimana terjadi peningkatan kehilangan air melalui urin tanpa terjadi peningkatan pemekatan urin sehingga berat jenis urin menjadi rendah. Misalnya pada penyakit-penyakit yang mempengaruhi hypothalamic-hypophysial dan diabetes insipidus. Pada kondisi ini berat jenis urin berada dibawah 1.015 bahkan mencapai 1.007. Kedua, terjadi peningkatan kehilangan air melalui urin dan pemekatan urin oleh ginjal juga meningkat sehingga berat jenis urin normal. Ketiga, penurunan kehilangan air melalui urin tanpa sejalan dengan penurunan pemekatan urin oleh ginjal yang menyebabkan tingginya berat jenis urin, hal ini diakibatkan oleh kondisi dehidrasi, pendarahan, penurunan kardiak output pada gagal jantung, shok dan obstruksi pada pembuluh darah ginjal.
Keempat,
meningkatnya kemampuan untuk memekatkan filtrat glomerular. Terjadi pada gagal ginjal akut dan kronis akibat penurunan fungsi nefron sehingga berat jenis urin yang dihasilkan bermacam-macam yang berkisar antara 1.007-1.029 (Bush 1991).
Protein Protein yang ditemukan dalam urin anjing kampung umur 3 dan 6 bulan menggunakan reagent strip test adalah 14.17±6.77 dan 26.04±12.61 dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai ini merupakan nilai semikuantitatif yang berada antara + sampai ++. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa nilai protein dalam urin anjing kampung umur 3 dan 6 bulan menunjukkan hasil yang berbeda dimana pada umur 3 bulan lebih rendah dibandingkan umur 6 bulan atau dengan kata lain bahwa nilai protein dalam urin anjing meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Nilai tersebut berada dibawah kisaran normal 50mg/dL (Bush 1991). Hal ini bisa terjadi karena pada usia pertumbuhan organ-organ tubuh belum sempurna berkembang sehingga beberapa proses dalam tubuh masih belum stabil (Todd & Sanford 1974). Hal ini dibuktikan dengan terjadinya peningkatan nilai protein dalam urin umur 6 bulan mendekati nilai normalnya. Selain itu, menurut Henry (2001) pemeriksaan urin menggunakan reagent strip hanya sensitif terhadap albumin dalam urin sedangkan protein-protein lainnya tidak dapat terdeteksi sehingga pengujian terhadap nilai protein akan didapatkan hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan metode lain, misalnya presipitasi asam yang dapat mendeteksi semua jenis protein dalam urin. Keberadaan protein yang tinggi dalam urin pada kondisi abnormal dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah gangguan pada ginjal baik yang ringan, sedang, sampai parah, gagal ginjal kronis dan gangguan primer glomerular. Faktor diluar ginjal yang mempengaruhi peningkatan protein urin adalah peradangan pada saluran genital, haematuria, haemoglobinaemia, myoglobinemia dan hiperproteinemia (Bush 1991).
Leukosit Variasi jumlah leukosit dipengaruhi oleh ras, kebuntingan, musim, sedikit dipengaruhi oleh jenis kelamin dan signifikan dipengaruhi oleh umur hewan (Jain 1993). Data hasil penelitian menunjukan bahwa leukosit yang ditemukan dalam urin anjing kampung umur 3 dan 6 bulan menggunakan reagent strip test adalah 108.96±4.58 dan 74.38±12.95 dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai ini merupakan nilai semikuantitatif yang berada antara + sampai ++. Dari data tersebut terlihat bahwa nilai leukosit pada urin anjing kampung umur 6 bulan lebih tinggi dibandingkan umur 3 bulan.
Hal ini terjadi karena perbedaan umur anjing
tersebut dimana pada umur yamg lebih muda akan terlihat tingginya jumlah leukosit karena anjing muda memiliki kecendrungan mengalami linfositosis fisiologis (Jain 1993).
Selain itu, pada umur 3 bulan anjing lebih aktif
dibandingkan dengan 6 bulan karena pada umur 3 bulan anjing sedang mengenali lingkungannya dan aktif bermain. Robinson (1990) menyebutkan bahwa pada umur anjing minggu ketiga sampai kesembilan anjing mulai menjelajahi lingkungan sekitarnya dan mencoba melakukan aktivitas baru sehingga tingkat stess pada anjing tersebut lebih tinggi. Tingkat stress dan rangsangan yang tinggi akan mempengaruhi pengeluaran epinephrin dan kortikosteroid sehingga akan meningkatkan jumlah leukosit.
Menurut Jain (1993) Epinephrin dan
kortikosteroid meningkatkan jumlah leukosit dengan cara meningkatkan sirkulasi darah dan limfe serta demarginasi leukosit dari dinding pembuluh darah. Leukosit yang tinggi dalam urin pada kondisi abnormal menandakan terjadinya peradangan pada saluran urinarius dan vesika urinaria. Selain itu pada kasus pyelonephritis, infeksi ginjal, abses, kerusakan pada tubular ginjal, urethritis, kalkuli urinari, pyometra, metritis, prostatitis dan abses prostat juga dapat meningkatkan jumlah leukosit dalam urin (Bush 1991).
Darah Darah yang ditemukan dalam urin anjing kampung umur 3 dan 6 bulan menggunakan reagent strip test didapatkan hasil berupa kulitatif dan kuantitatif. Dari pengambilan sampel urin anjing kampung tersebut didapatkan nilai darah dalam urin seperti yang dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6.
Tabel 5 Nilai darah dalam urin anjing kampung umur 3 bulan Pengulangan Minggu ke1 2 3 4 5 1 ++ ++ ++ 50 Ery/ 2 ++ + µL + 50 Ery/ 50 Ery/ 3 µL µL ++ 50 Ery/ 4 µL -
6 50 Ery/ µL -
Keterangan : + sampai dengan ++ : Nilai kualitatif : 50 Ery/µL : Nilai kuantitatif
Tabel 6 Nilai darah dalam urin anjing kampung umur 6 bulan Minggu ke1 2 3 4
1 -
2 -
50 Ery/ µL -
50 Ery/ µL
-
-
Pengulangan 3 4 50 Ery/ µL 50 Ery/ µL
50 Ery/ µL
5 -
6 -
++ -
50 Ery/ µL
-
-
Keterangan : + sampai dengan ++ : Nilai kualitatif : 50 Ery/µL : Nilai kuantitatif
Reagent strip test yang digunakan untuk pemeriksaan darah dalam urin dapat mendeteksi adanya eritrosit dan haemoglobin serta mioglobin (Fogazzi et al. 2008).
Eritrosit yang ditemukan dalam urin biasanya berasal dari saluran
urogenital yang dilalui oleh urin pada proses urinasi dan haemoglobin berasal dari lisisnya eritrosit tersebut (Bryant & James 2008). Sedangkan mioglobin berasal dari peningkatan aktivitas otot dimana terjadi peningkatan pelepasan enzim kreatin kinase dan aspartat aminotransferase sehingga mioglobin tinggi dalam plasma dan kemudian diekskresi melalui ginjal (Jackson 2007). Hasil kualitatif pada pemeriksaan darah dalam urin merupakan kombinasi antara semua jenis unsur tersebut (eritrosit, hemoglobin dan mioglobin), sedangkan hasil kuantitatif menunjukkan adanya eritrosit (Bush 1991). Darah yang ditemukan dalam urin anjing kampung pada penelitian ini terlihat adanya perbedaan antara umur 3 dan 6 bulan dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6, dimana pada umur 3 bulan intensitas munculnya darah dalam urin lebih
tinggi dibandingkan dengan 6 bulan. Pada umur 3 bulan dari pengulangan 24 kali muncul 12 kali (50%) menunjukkan nilai positif (adanya darah dalam urin). Sedangkan pada umur 6 bulan muncul 7 kali hasil positif, atau 34.28%. Hal ini dipengaruhi oleh aktifitas dari anjing tersebut, dimana anjing pada usia 3 bulan lebih aktif dibandingkan dengan 6 bulan karena pada umur 3 bulan anjing sedang mengenali lingkungannya dan aktif bermain.
Robinson (1990) menyebutkan
bahwa pada umur anjing minggu ketiga sampai kesembilan anjing mulai menjelajahi lingkungan sekitarnya dan mencoba melakukan aktivitas baru. Pada kondisi normal nilai eritrosit dan haemoglobin meningkat dalam urin pada saat exercise sedangkan mioglobin akan meningkat apabila terjadi peningkatan aktivitas otot (Henry 2001). Normalnya dalam urin anjing kadang ditemukan adanya sel darah merah, namun jumlahnya belum diketahui pasti (Bush 1991). Menurut Bush (1991) kondisi abnormal apabila pada urin ditemukan sel darah merah 80 Ery/µL dalam urin. Kondisi ini dapat terjadi pada kasus infeksi saluran urinarius oleh bakteri atau keracunan tembaga dan merkuri.
Glukosa, Keton, Bilirubin dan Nitrit Glukosa, keton, bilirubin dan nitrit tidak ditemukan dalam urin anjing kampung, baik pada umur 3 bulan maupun 6 bulan. Glukosa, keton, bilirubin dan nitrit normalnya tidak ditemukan didalam urin. Pada kondisi abnormal adanya glukosa dalam urin terjadi pada kasus diabetes militus, hipertiroidism dan akromegali.
Keton ditemukan dalam urin pada kondisi diabetes melitus,
kekurangan karbohidrat, hipoglikemia dan trauma yang hebat. Jumlah bilirubin yang tinggi pada urin disebabkan oleh kondisi tersumbatnya saluran empedu dan kerusakan pada sel hati. Sedangkan nitrit meningkat dalam urin karena terjadinya infeksi saluran urinarius (Bush 1991).
Urobilinogen Nilai urobilinogen yang ditemukan pada urin anjing kampung adalah 3.5µmol/l. Nilai ini stabil dan tidak mengalami perubahan pada setiap tingkatan umur (3 dan 6 bulan). Nilai normal urobilinogen urin anjing menurut Bush (1991)
yaitu 8-17 µmol/l. Dari nilai tersebut nilai urobilinogen yang didapat pada pengujian urin anjing kampung lebih rendah dibandingkan dengan nilai normal. Hal ini terjadi karena pengaruh proses pertumbuhan pada anak anjing sehingga organ-organ tubuh belum berfungsi dengan baik (Todd & Sanford 1974). Selain itu Suprayogi et al. (2007) menyebutkan bahwa perbedaan nilai fisiologis pada umur yang lebih muda dapat disebabkan oleh perbedaan umur, terutama tingkat metabolisme dan pertumbuhan anatomis tubuhnya yang berbeda. Pada kondisi abnormal nilai urobilinogen menurut Bush (1991) akan meningkat pada kasus haemolitik jaundice dan pada kerusakan sel hati. Menurun pada kondisi tersumbatnya saluran empedu dan beberapa kerusakan hati.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa derajat keasaman (pH) urin anjing kampung umur 3 bulan adalah 5.29±0.29 dan umur 6 bulan adalah 5.29±0.34.
Berat jenis urin anjing kampung umur 3 bulan adalah
1.016±0.004 dan umur 6 bulan adalah 1.020±0.006. Protein dalam urin anjing kampung umur 3 bulan adalah 14.17±6.77 mg/dL dan meningkat pada umur 6 bulan menjadi 26.04±12.61 mg/dL. Leukosit urin anjing kampung 3 bulan adalah 108.96±4.58 Leu/μL dan mengalami penurunan pada umur 6 bulan yaitu 74.38±12.95 Leu/μL. Darah yang ditemukan dalam urin anjing kampung umur 3 bulan lebih sering terdeteksi dibandingkan umur 6 bulan. Nilai urobilinogen anjing kampung umur 3 dan 6 bulan tetap stabil dan tidak mengalami perubahan yaitu 3.5µmol/L. Glukosa, nitrit, keton dan bilirubin tidak ditemukan dalam urin anjing kampung. Nilai kandungan urin anjing kampung yang didapat dipengaruhi oleh umur, dimana terjadi peningkatan dan penurunan beberapa parameter yang diamati terutama protein, leukosit dan darah.
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai nilai kandungan urin anjing kampung dengan parameter yang beragam dan jumlah sampel yang lebih banyak serta metode lain untuk tiap-tiap parameter sehingga akan diperoleh informasi yang lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1988. Urine Reagent Strip http://www.craigmedical.com/urine_diagnostics.htm [23 Maret 2008] . 2006. Hewan Vertebrata. http:// Ginjal.htm [23 Maret 2008] . 2008a. Anjing :Asal usul anjing: http://anjing.htm [25 Februari 2008] . 2008b. Urine Reagent Strips http://www.labessentials.com/URS_Parameters.htm [23 Maret 2008]. Barrat J. 2007. What To Do With Patients With Abnormal Dipstick Urinalysis. Elsevier Ltd.(35):265-267. Bryant R, James WF. 2008. Haematuria. ElsivierLtd. (26):150-153 Bush BM. 1991. Interpretation of Laboratory Result for Small Animal Clinicians. London: University of London. Budras KD. 2002. Anatomy of The Dog an Ilustrated Text. Germani: Schlutersche GmbH. Bower J, Youngs D. 1990. The Health of Your Dog. London: The Crowood Press. Clarenburg R. 1992. Physiological Chemistry of Domestic Animals. Manhattan, Kansas: Mosby Year Book. Colville T, Joanna BM. 2002. Clinical Anatomy and Physiology for Veterinary Technician. Saint Louise: Mosby. Dharmojono. 2003. Anjing Permasalahan dan Pemecahan. Jakarta: Penebar Swadaya. Dukes HH.1977. Physiology of Domestic Animal. Swenson MJ, editor. Ed ke-9. London: Cornell University Press. Duncan JR, Prasse WK. 1977. Veterinary Laboratory Medicine Clinical Pathology. The Iowa State University Press: Ames. Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Ed ke-4. Srigandono B, Koen P, penerjemeh;Soedarsono, editor. Yokyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Anatomy and Physiology of Farm Animals. Fierenzo F. 1978. The Encyclopedia of Dogs. London, Toronto, Sidney, New York : Granada Publishing.
Fogazzi GB, Simona V, Guiseppe. 2008. Core Curriculum In Nephrology. American Journal of Kidney Disease. (51): 1052-1067. Ganong WF. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-7. Widjajakusumah MD, penerjemah; Widjajakusumah MD, edotor. Jakarta: ECG penerbit Buku Kedokteran. Terjemahan dari: Review of Medical Physiology. Guyton AC. 1995. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Ed ke-3. Andrianto p, penerjemah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Human Physiology and Mechanisms of Disease. Guyton AC, Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC. Hariyati A. 1988. Pengaruh Anastesia Nembutal (Pentobarbital) terhadap Gambaran Darah Anjing [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Hartiningsih N, Dharma DMN, Rudyanto MD. 1999. Anjing Bali, Pemuliaan dan Pelestarian. Yogyakarta: Kanisius. Henry JB. 2001. Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methode. Philadelphia: W.B Saunders Company. Jackson F. 1994. Dog Breeding: The Theory and The Practice. Marlborough: Crowood Press. Jackson ML. 2007. Veterinary Clinical Pathology. Australia: State Avenue. Ames, Iowa. Jain NC. 1993. Essentials of Veterinary Hematology. Philadelphia: Lea & Febiger. Kaneko JJ. 1980. Clinical Biochemistry of Domestic Animals. California: Academic Press. King M. 1973. A Medical Laboratory For Developing Countries. Kuala Lumpur: Oxford University Press. Mattjik AA, Sumetajaya M. 2000. Perencanaan Percobaan dengan Aplikasi SAS, SPSS dan Minitab. Bogor: IPB Press. Meyer DJ, Harvey JW. 2004. Veterinary Laboratory Medicine Interpretation and Diagnosis. Philadelphia: Saunders. Miller ME. 1993. Anatomi of The Dog. Philadelphia London New York St. Louis Sydney Toronto: W.B. Saunder Company.
Nugraha KNN. 2007. Gambaran Darah Anjing Kampung Jantan (Canis familiaris) Umur 3 Sampai 7 Bulan [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Pennisi E. 2002. Canine Evolution : A Shagggy Dog History. [terhubung berkala]. http://www.dogexpert.com/Popular% 20Press/CANINE%20. [23 Maret 2008] Price SA. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Tennessee: The University of Tennessee Health Science Center. Raphael SS. 1987. Medical Laboratory Technology. Philadelphia : W.B Saunder Company. Robinson R. 1990. Genetics For Dog Breeders. Ed ke-2. London: Pergamon Press. Robinson WF, Huxtable CRR. 2003. Clinicopathologic Principles for Veterinary Medicine. New york: Cambridge Univercity Press. Sanusi S. 2004. Mengenal Anjing. Depok: Penebar Swadaya. Sayer A. 1994. The Complete Dog. Italy: Imago. Smith BC, Michael JP, Callum GF. 1977. Urinalysis by use of Multi-test Reagent Strips: Two Dipsticks Compared. Departement of Clinical Biocemistry, Flinders Medical centre, Bedford Park 5042, South Australia. (23): 23372340. Smith JB, Mankoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Soerono. 1975. Data Fisiologik Hewan Piaraan di Indonesia. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Suprayogi A, Sumitro, Megawati I, Rika S, Huda SD. 2007. Perbandingan Nilai Kardiorespirasi dan Suhu Tubuh Dugong Dewasa dan Bayi. Jurnal Veteriner.(8): 173-179. Supriadi HR. 2004. Studi Identifikasi Golongan Darah Anjing Kampung (Canis familiaris) dengan Metode Antibodi Monoklonal Shigeta [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor Todd JC, Sanford AH. 1974. Clinical Diagnosis By Laboratory Methods. Ed ke15. United Stated of America: W. B. Saunders Company. Untung O. 1999. Merawat dan Melatih Anjing. Jakarta: Penebar Swadaya.
Wirajaya. 2005. Gambaran darah Anjing Kampung (Canis familiaris) di Daerah Jakarta dan Bogor [Skripsi]. Bogor: fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Wolfensohn S, Lloyd M. 1998. Handbook of Laboratory Animal Management and Welfare. Paris : Blackwell Science Ltd.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Analisis data hasil pemeriksaan pH urin anjing kampung umur 3 dan 6 bulan Two-Sample T-Test and CI: bulan 4, bulan 6 Two-sample T for bulan 4 vs bulan 6 N Mean StDev SE Mean bulan 4 6 5.292 0.258 0.11 bulan 6 6 5.292 0.342 0.14 Difference = mu (bulan 4) - mu (bulan 6) Estimate for difference: -0.000000 95% CI for difference: (-0.389482, 0.389482) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0.00 P-Value = 1.000 DF = 10 Both use Pooled StDev = 0.3028 Boxplot of bulan 4, bulan 6 5.9 5.8 5.7
Data
5.6 5.5 5.4 5.3 5.2 5.1 5.0 bulan 4
bulan 6
One-Sample T: bulan 4 Test of mu = 6 vs < 6
Variable bulan 4
N 6
Mean 5.29167
StDev 0.25820
SE Mean 0.10541
95% Upper Bound 5.50407
Boxplot of bulan 4 (with Ho and 95% t-confidence interval for the mean)
_ X Ho
5.0
5.2
5.4
5.6
5.8
6.0
bulan 4
One-Sample T: bulan 6 Test of mu = 6 vs < 6 95% Upper
T -6.72
P 0.001
Variable bulan 6
N 6
Mean 5.29167
StDev 0.34157
SE Mean 0.13944
Bound 5.57265
T -5.08
P 0.002
Boxplot of bulan 6 (with Ho and 95% t-confidence interval for the mean)
_ X Ho
5.0
5.2
5.4
5.6
5.8
6.0
bulan 6
Lampiran 2 Analisis data hasil pemeriksaan nilai berat jenis anjing kampung umur 3 dan 6 bulan Two-Sample T-Test and CI: bulan 4, bulan 6 Two-sample T for bulan 4 vs bulan 6 N 6 6
bulan 4 bulan 6
Mean 1.01604 1.02000
StDev 0.00391 0.00559
SE Mean 0.0016 0.0023
Difference = mu (bulan 4) - mu (bulan 6) Estimate for difference: -0.003958 95% CI for difference: (-0.010162, 0.002245) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1.42 = 10 Both use Pooled StDev = 0.0048
P-Value = 0.186
Boxplot of bulan 4, bulan 6 1.028 1.026 1.024
Data
1.022 1.020 1.018 1.016 1.014 1.012 bulan 4
bulan 6
One-Sample T: bulan 4 Test of mu = 1.015 vs < 1.015
Variable bulan 4
N 6
Mean 1.01604
StDev 0.00391
SE Mean 0.00159
95% Upper Bound 1.01926
T 0.65
P 0.729
DF
Boxplot of bulan 4 (with Ho and 95% t-confidence interval for the mean)
_ X Ho
1.012
1.014
1.016
1.018 bulan 4
1.020
1.022
One-Sample T: bulan 6 Test of mu = 1.015 vs < 1.015
Variable N bulan 6
95% Upper Mean StDev SE Mean Bound T 6 1.02000 0.00559 0.00228 1.02460 Boxplot of bulan 6
(with Ho and 95% t-confidence interval for the mean)
_ X Ho
1.012
1.014
1.016
1.018
1.020 bulan 6
1.022
1.024
1.026
1.028
P 2.19
0.960