STUDI INTERAKSI BAKTERI PENGHASIL EKSOPOLISAKARIDA DAN BAHAN ORGANIK DENGAN BAHAN TANAH TEKSTUR BERPASIR Pendahuluan Eksopolisakarida merupakan fraksi kecil dari total jumlah bahan organik di dalam tanah yaitu hanya sekitar 0.1-0.5%. Namun karena memiliki kemampuan dalam menahan air dan memiliki sifat sebagai agens perekat maka eksopolisakarida memegang peranan penting dalam agregasi tanah serta mengatur aliran nutrisi dan air ke dalam akar tanaman. Eksopolisakarida bakteri membentuk mikroagregat yang stabil terhadap pengaruh aliran air sehingga memelihara sifat fisik dan kimia tanah yang mendukung bagi pertumbuhan tanaman (Ashraf et al. 1999). Mikroagregat merupakan habitat mikroorganisme tanah karena di tempat tersebut jumlah predator sedikit, kelembaban relatif stabil serta gradien difusi tinggi menyebabkan ketersediaan nutrisi dan oksigen relatif rendah (Mummey & Stahl 2004). Bahan organik merupakan salah satu komponen esensial yang mendukung pertumbuhan mikroorganisme serta memelihara struktur dan kesuburan tanah. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa bahan organik yang bersifat cepat terdegradasi dapat memperbaiki struktur tanah walaupun hanya bersifat sementara. Demikian halnya dengan biomassa bakteri dan senyawa transisi seperti karbohidrat dan lipid hasil proses dekomposisi yang berasal dari aktivitas bakteri dan tanaman. Bahan organik penstabil agregat umumnya dikelompokkan dalam tiga kelompok utama berdasarkan pengaruh fraksi karbon terhadap stabilitas strukturnya yaitu jangka waktu singkat, sedang, dan menetap (Zaher et al. 2005). Bahan organik tanah meningkatkan stabilitas agregat tanah melalui mekanisme dan fraksi yang berbeda. Pada tahap awal, partikel primer dan struktur mikro liat diikat oleh eksopolisakarida bakteri membentuk mikroagregat yang stabil. Selanjutnya kumpulan mikroagregat tersebut diikat oleh miselium fungi dan bahan organik lain hasil dekomposisi tumbuhan menghasilkan kumpulan mikroagregat yang lebih besar. Mikroagregat ini berikatan satu sama lain membentuk makroagregat. Pengikatan ini dipengaruhi oleh keberadaan agens
43 pengikat yang bersifat sementara (polisakarida) dan dalam jangka waktu tertentu yang dapat bertahan lebih lama dari polisakarida (akar dan miselium fungi) serta bahan humik yang bersifat tetap (permanen) dalam menstabilkan agregat. Bahan humik biasanya akan membentuk kompleks dengan besi dan aluminium di dalam tanah. Sementara itu, partikel karbon organik meningkatkan agregasi tanah pada saat bahan tersebut membentuk inti organik yang dikelilingi oleh liat, partikel debu, dan agregat (Six et al. 2000). Makroagregat kurang stabil terhadap pengaruh pembasahan dan mekanik maupun pengrusakan oleh hujan, erosi, dan pengolahan jika dibandingkan dengan mikroagregat. Lado et al. (2004) berpendapat bahwa terdapat interaksi antara ukuran agregat, kandungan bahan organik, dan stabilitas agregat. Interaksi tersebut akan mempengaruhi bentuk pelekatan, laju infiltrasi, dan faktor kehilangan tanah (erosi). Penggunaan bahan organik untuk ameliorasi bahan tanah tekstur berpasir dengan karakteristik bahan tanah mengandung 10% pasir kasar, 69.6% pasir halus, 7.6% debu, 12.8% liat, 0.29% bahan organik, dan 3.5% CaCO 3 telah dilaporkan oleh Sokolov et al. (2005). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemberian bahan organik dapat memperbaiki agregat, porositas, dan kapasitas menahan air dari bahan tanah. Menetapkan komponen kunci yang mengendalikan kemantapan agregat sangat penting untuk kegiatan penelitian yang terkait dengan struktur tanah. Struktur tanah yang baik akan memudahkan aliran udara dan air ke dalam tanah, germinasi, pertumbuhan akar tanaman dan mengurangi erosi. Kemantapan agregat sangat tergantung pada kandungan bahan organik dan dinamika liat di dalam tanah jika kondisi tanah tersebut miskin akan agens pemantap agregat tanah seperti liat, oksida, dan hidroksida. Adapun fraksi organik yang berperan sebagai agens pemantap agregat adalah biomassa mikroorganisme, polisakarida, bahan humik, dan lipid. Dua mekanisme kemantapan agregat oleh bahan organik tanah yang diyakini adalah: (i) peningkatan kohesi agregat melalui pengikatan partikel primer oleh senyawa organik atau secara fisik melalui sistem jaring miselium fungi atau filamen akar, dan (ii) penurunan tingkat pembasahan, secara perlahan mengurangi laju aliran air yang masuk selama pembasahan agregat. Bahan organik yang sudah mengalami proses dekomposisi dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme di dalam tanah, memiliki sifat hidrofobik, dan meningkatkan
44 kohesi antar partikel (Annabi et al. 2007). Akar, bulu-bulu akar tanaman, bahan organik yang bersifat labil (biomassa karbon mikroorganisme, partikel C organik, karbohidrat dan miselium fungi) berperan dalam memelihara dan memperbaiki agregasi tanah. Bahan-bahan tersebut merupakan salah satu indikator kunci terhadap penilaian kualitas tanah untuk pengelolaan pertanian dan perkebunan yang berkelanjutan (Balashov & Bazzoffi 2003). Tsadilas et al. (2005) melaporkan bahwa setelah tiga tahun aplikasi bahan organik pada tanah Typic Xerochrept
menghasilkan
korelasi
yang
positif
terhadap
peningkatan
produktivitas tanaman, kapasitas menahan air, jumlah air tersedia dan laju infiltrasi, tetapi berkorelasi negatif terhadap kerapatan lindak dan indeks kestabilan agregat. Pengaruh pemberian kompos asal kotoran ternak terhadap morfologi dan sifat kimia tanah berpasir (Typic Torripsamment) dilaporkan oleh Wahba (2007). Agregasi dan kapasitas tukar kation meningkat pada bahan tanah setelah dua tahun aplikasi dengan kompos tersebut. Karakteristik pembentukan agregat pada tanah tekstur berpasir sangat unik karena
menyangkut
eksopolisakarida
mekanisme
dengan
tanah
interaksi tekstur
antara
berpasir
bakteri
atau
bahan
penghasil organik.
Ketidakstabilan agregat pada jenis tanah tekstur berpasir merupakan faktor pembatas untuk pertumbuhan tanaman yang dicirikan dengan tidak adanya agregasi yang baik dari butir-butir tanah yang kasar. Butir–butir tanah lepas satu sama lain sehingga jumlah pori drainasenya tergolong tinggi dan kemampuan menahan air, nutrisi, dan memegang akar tanaman sangat rendah. Menurut Bhardwaj et al. (2007) karakteristik tanah tekstur berpasir adalah kemampuan memegang air yang rendah dan drainase berlebihan sehingga ketersediaan air dan pupuk yang dapat digunakan oleh tanaman sangat rendah. Informasi mengenai potensi eksopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri dalam pembentukan agregat pada bahan tanah berpasir masih sangat terbatas. Sebanyak 5-16% populasi bakteri yang dapat dihitung dengan teknik penghitungan cawan dapat mensintesis eksopolisakarida. Pelekatan sel pada permukaan partikel tanah dan antar sel lainnya melalui suatu matrik kompleks yang terdiri atas beragam substansi polimer ekstraselular yaitu eksopolisakarida, protein dan DNA (Ramey et al. 2004).
45 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah: (i) menguji pembentukan agregat pada Fraksi Pasir Rendah (FPR), Fraksi Pasir Sedang (FPS), dan Fraksi Pasir Tinggi dengan pemberian bakteri penghasil eksopolisakarida, (ii) menguji agregasi bahan tanah tekstur berpasir dengan pemberian: (a) jerami segar, (b) kompos jerami, dan (c) kombinasi bakteri penghasil eksopolisakarida dan jerami segar atau kompos jerami, (iii) mengetahui gambaran fisik interaksi yang terbentuk antara eksopolisakarida bakteri dengan bahan tanah tekstur berpasir dan (iv) menguji agregasi bahan tanah tekstur berpasir dengan pemberian fungi.
Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikroba dan Bioproses, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan-Bogor, Laboratorium Fisika Tanah, Balai Penelitian Tanah-Bogor, Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN), Jakarta, dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-November 2009. Studi Interaksi Bakteri Penghasil Eksopolisakarida dengan Bahan Tanah Tekstur Berpasir Tiga jenis bahan tanah dengan fraksi pasir sekitar 20 [Rendah (FPR)], 60 [Sedang (FPS)], dan 80% [Tinggi (FPT)] masing-masing diambil di kedalaman 0-20 cm. Bahan tanah FPR diambil dari tanah Typic Epiaquept, sedangkan FPS dan FPT diambil dari tanah Typic Udipsamment. Analisis yang dilakukan meliputi: analisis fraksi pasir, N (metode Kjeldahl), P 2 O 5 dan K 2 O (ekstrak HCl 25%), MgO (AAS), KTK (metode Bower-Soil Survey Staff, 1993), Al 2 O 3 dan Fe 2 O 3 , pH tanah dalam suspensi air 1:2.5 (w/v) - pH meter, dan C-organik metode Walkley-Black (Eneje et al. 2007). Ketiga jenis bahan tanah tersebut masing-masing ditimbang seberat satu kg dan dimasukkan ke dalam kantong plastik tahan panas. Sterilisasi tanah dilakukan dengan menggunakan Gamma radiasi 50 KGray selama 11 jam. Bakteri penghasil eksopolisakarida (BPE) ditumbuhkan di dalam 1 000 ml Erlenmeyer yang berisi 300 ml medium ATCC no. 14. Biakan ditumbuhkan pada suhu 28 0C selama
46 72 jam di atas mesin pengocok dengan kecepatan 200 rpm. Sel bakteri kemudian disentrifugasi dan dicuci dengan menggunakan akuades steril sebelum digunakan untuk percobaan. Sebanyak
108-109 CFU
(colony-forming
unit)
suspensi
sel
BPE
diinokulasikan secara aseptik ke dalam masing-masing kantong berisi satu kg bahan tanah steril tersebut. Inkubasi dilakukan pada temperatur 28oC selama 30, 60, dan 90 hari dalam kondisi statis. Sebagai pembanding digunakan bahan tanah tanpa inokulan. Peubah yang diamati pada setiap akhir inkubasi adalah: (i) indeks kemantapan agregat (Amezketa et al. 2003; Canton et al. 2009), dan (ii) retensi air tanah (Tan 1996; Kurnia et al. 2006; Bhardwaj et al. 2007). Untuk mengetahui fisik eksopolisakarida dan interaksinya pada bahan tanah tekstur berpasir dilakukan pengamatan dengan scanning electron microscope (SEM). Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga ulangan. Adapun perlakuan yang diujikan adalah: (i)
Fraksi pasir rendah (FPR)
(ii)
FPR + 108 CFU suspensi BPE
(iii)
FPR + 109 CFU suspensi BPE
(iv)
Fraksi pasir sedang (FPS)
(v)
FPS + 108 CFU suspensi BPE
(vi)
FPS + 109 CFU suspensi BPE
(vii)
Fraksi pasir tinggi (FPT)
(viii) FPT + 108 CFU suspensi BPE (ix)
FPT + 109 CFU suspensi BPE
Data yang diperoleh diolah dengan analisis sidik ragam dan apabila ada beda nyata dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5% (Steel & Torrie 1980).
Studi Interaksi Bakteri Penghasil Eksopolisakarida dan Bahan Organik dengan Bahan Tanah Tekstur Berpasir Sebanyak 500 kg jerami padi dicacah sehingga diperoleh cacahan 2.5–5.0 cm. Dalam kegiatan ini juga digunakan jerami yang dikomposkan. Teknik pengomposan dilakukan dengan menggunakan 0.325% (b/b) bioaktivator
47 SuperDec (Goenadi & Santi 2006) dan diinkubasi selama 28 hari pada temperatur 28 oC. Karakteristik kimia jerami dan kompos jerami yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 9. Tabel 9
Karakteristik kimia jerami padi dan kompos jerami yang digunakan dalam penelitian Jenis bahan
N (%) Jerami padi 0.74 Kompos jerami 1.55
P (%) 0.20 0.48
K (%) 1.31 2.49
Mg (%) 0.15 0.40
C-org (%) 33.2 23.3
C/N 44.86 15.05
Kegiatan ini menguji FPR dan salah satu bahan tanah tekstur berpasir berdasarkan potensi BPE dalam membentuk kemantapan agregat pada tahap kegiatan sebelumnya. Persiapan bahan tanah dan inokulan BPE dilakukan seperti pada kegiatan studi interaksi bakteri penghasil eksopolisakarida dengan bahan tanah tekstur berpasir. Setiap campuran bahan tanah beserta jerami atau kompos jerami yang disiapkan tersebut, terlebih dahulu disterilisasi dengan Gamma radiasi 50 KGray selama 11 jam sebelum diinokulasi dengan BPE. Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga ulangan sebagai berikut: (i)
1 kg bahan tanah FPR + 108 CFU suspensi BPE
(ii)
1 kg bahan tanah FPR + 2% (b/b) jerami
(iii) 1 kg bahan tanah FPR + 2% (b/b) kompos jerami (iv) 1 kg bahan tanah FPR + 2% (b/b) jerami + 108 CFU suspensi BPE (v)
1 kg bahan tanah FPR + 2% (b/b) kompos jerami + 108 CFU suspensi BPE
(vi) 1 kg bahan tanah FPS + 108 CFU suspensi BPE (vii) 1 kg bahan tanah FPS + 2% (b/b) jerami (viii) 1 kg bahan tanah FPS + 2% (b/b) kompos jerami (ix) 1 kg bahan tanah FPS + 2% (b/b) jerami + 108 CFU suspensi BPE (x)
1 kg bahan tanah FPS + 2% (b/b) kompos jerami + 108 CFU suspensi BPE
Inkubasi dilakukan pada temperatur 28 oC selama 30, 60, dan 90 hari dalam kondisi statis. Peubah yang diamati pada akhir inkubasi 30, 60, dan 90 hari meliputi: (i) indeks kemantapan agregat (Amezketa et al. 2003; Canton et al. 2009) dan (ii) retensi air tanah (Tan 1996; Kurnia et al. 2006; Bhardwaj et al. 2007).
48 Sementara itu, kegiatan penelitian untuk menguji pembentukan agregat pada FPS yang diinokulasi dengan dua kelompok fungi yaitu Phanerochaete chrysosporium (Basidiomycetes) dan Aspergillus niger (Ascomycetes) dilakukan dengan rancangan percobaan sebagai berikut: (i)
1 kg bahan tanah FPS
(ii)
1 kg bahan tanah FPS + 107 propagul suspensi A. niger
(iii) 1 kg bahan tanah FPS + 106 propagul suspensi P. chrysosporium (iv) 1 kg bahan tanah FPS + 108 propagul suspensi A. niger (v)
1 kg bahan tanah FPS + 107 propagul suspensi P. chrysosporium Data yang diperoleh diolah dengan analisis sidik ragam dan apabila ada beda
nyata dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5% (Steel & Torrie 1980).
Analisis Scanning Electron Microscope Analisis tampilan fisik eksopolisakarika BPE dan interaksinya pada FPS dilakukan dengan menggunakan teknik scanning electron microscopy (SEM). Analisis ini dilaksanakan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung. Spesifikasi alat scanning electron microscope yang digunakan dalam penelitian ini adalah RDCMCT tipe JEOL 6360LA. Pada tahap awal, bahan contoh diratakan dengan alat khusus. Apabila bahan contoh kurang kering maka terlebih dahulu dihampa-udarakan selama tiga jam. Bahan contoh dicoating dengan platina dan ditembak dengan neutron. Selanjutnya bahan contoh dimasukkan ke dalam alat (SEM) dan dilakukan pemilihan gambar yang diinginkan melalui monitor alat tersebut.
Hasil Studi Interaksi Bakteri Penghasil Eksopolisakarida dengan Bahan Tanah Tekstur Berpasir Dalam tahap awal penelitian di laboratorium digunakan tiga jenis bahan tanah yang memiliki kandungan fraksi pasir berbeda yaitu bahan tanah dengan kandungan fraksi pasir (FP) sekitar 20 (FPR), 60 (FPS), dan 80% (FPT). Tahapan ini dilakukan dengan tujuan memperoleh gambaran awal potensi bakteri penghasil
49 eksopolisakarida dalam agregasi bahan tanah tekstur berpasir. Fraksi pasir rendah (FPR) digunakan sebagai pembanding. Analisis fraksi pasir bahan tanah yang digunakan dalam penelitian disajikan secara lengkap pada Tabel 10.
Tabel 10 Analisis fraksi pasir, debu, dan liat yang digunakan untuk studi interaksi bakteri penghasil eksopolisakarida Fraksi pasir (%)
Pasir (%)
Debu (%)
Liat (%)
Rendah (FPR)
21.37
32.85
45.78
Kelas Tekstur Liat
Sedang (FPS)
59.80
35.20
5.00
Lempung berpasir
Tinggi (FPT)
86.50
12.44
1.06
Pasir berlempung
Hasil analisis terhadap bahan tanah tekstur berpasir (Lempung berpasir dan Pasir berlembung) yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa nilai kapasitas tukar kation, N, P, dan Mg, serta aluminium dan besi oksida rendah. Kadar C-organik bahan tanah tersebut juga tergolong sangat rendah (Tabel 11). Bahan tanah dengan kadar fraksi pasir 59.8-86.5% ini tidak memiliki struktur sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada agregasi di dalam bahan tanah ini.
Tabel 11 Analisis kimia fraksi pasir bahan tanah asal Kalimantan Tengah Fraksi Pasir Rendah
N (ppm) 2 170
P2O5 K2O (ppm) (ppm) 380 10
Sedang
1 260
180
Tinggi
1 260
180
MgO (ppm) 6
KTK (me/100g) 9.03
Al 2 O 3 (%) 2.100
Fe 2 O 3 (%) 0.500
pH 4.65
C-organik (%) 2.67
10
5
3.83
0.770
0.100
4.08
1.65
10
3
2.08
0.013
0.010
4.39
0.83
Pengujian interaksi B. cenocepacia strain KTG dengan bahan tanah yang terkait dengan kemampuan B. cenocepacia strain KTG membentuk agregat bahan tanah FPR, FPS dan FPT masa inkubasi 30, 60 dan 90 hari secara lengkap disajikan pada Tabel 12.
50 Tabel 12
Pengaruh pemberian inokulan B. cenocepacia strain KTG terhadap indeks kemantapan agregat bahan tanah dengan waktu inkubasi 30, 60, dan 90 hari
Perlakuan Fraksi Pasir Rendah (FPR) FPR + 108 CFU B. cenocepacia FPR + 109 CFU B. cenocepacia
*)
Indeks kemantapan agregat 30 hari inkubasi 60 hari inkubasi 90 hari inkubasi 109.3 a A*) 118.0 b A 100.9 a A 109.4 a B 194.0 a A 101.9 a B 118.1 a B 125.0 b A 114.3 a C
Fraksi Pasir Sedang (FPS) FPS + 108 CFU B. cenocepacia FPS + 109 CFU B. cenocepacia
68.3 b B 114.8 a B 113.9 a A
Fraksi Pasir Tinggi (FPT) FPT + 108 CFU B. cenocepacia FPT + 109 CFU B. cenocepacia
tdk terdeteksi tdk terdeteksi tdk terdeteksi
110.6 b A 132.0 a A 111.0 b A
118.0 a A 94.2 a C 109.2 a A
tdk terdeteksi tdk terdeteksi tdk terdeteksi
tdk terdeteksi tdk terdeteksi tdk terdeteksi
Angka dalam kolom (huruf kecil) dan baris (huruf besar) yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak ganda Duncan (P>0.05).
Berdasarkan hasil pada Tabel 12 diketahui bahwa B. cenocepacia strain KTG belum dapat membentuk agregasi pada FPT. Agregasi yang terbentuk pada FPR dan FPS rata-rata meningkat pada hari ke-60 inkubasi. Perbedaan jumlah inokulan B. cenocepacia strain KTG 108 atau 109 CFU yang diinokulasikan pada FPR dan FPS tidak signifikan dalam mempengaruhi nilai indeks kemantapan agregat dari masing-masing bahan FPR dan FPS.
Nilai indeks kemantapan
agregat tertinggi FPR dan FPS diperoleh dari pemberian 108 CFU B. cenocepacia strain KTG pada perlakuan masa inkubasi 60 hari. Peubah
lain
yang
diamati
terhadap
peran
bakteri
penghasil
eksopolisakarida dalam agregasi bahan tanah tekstur berpasir adalah air tersedia yang terdapat pada bahan tanah uji seperti yang disajikan pada Tabel 13. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada masa inkubasi 30 hari, nilai air tersedia pada FPR dan FPT lebih tinggi dengan pemberian 108-109 CFU B. cenocepacia strain KTG. Selanjutnya untuk masa inkubasi 60 dan 90 hari, pemberian 108 CFU inokulan B. cenocepacia strain KTG berpengaruh nyata terhadap nilai air tersedia di dalam FPS dan FPT jika dibandingkan terhadap perlakuan kontrol (tanpa inokulan). Inokulasi B. cenocepacia strain KTG pada FPS memberikan pengaruh yang lebih nyata terhadap air tersedia jika dibandingkan dengan inokulasi dalam FPR.
Jumlah air tersedia sangat erat hubungannya dengan pembentukan
51 mikroagregat. Berdasarkan hal tersebut dapat dijelaskan bahwa di dalam FPR, selain peran eksopolisakarida bakteri, pembentukan mikroagregat dapat diperantarai oleh bahan organik yang kadarnya di dalam FPR cukup tinggi (2.67%) jika dibandingkan di dalam FPS (1.65%). Sementara itu, pembentukan mikroagregat dalam FPS sebagian besar karena peran eksopolisakarida asal B. cenocepacia strain KTG yang diinokulasikan ke dalam FPS tersebut. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa peran eksopolisakarida dalam agregasi akan terlihat lebih nyata di dalam bahan tanah apabila agens lainnya yang mempengaruhi agregasi terutama bahan organik, kadar liat, dan kation rendah. Tabel 13 Air tersedia pada FPR, FPS, dan FPT yang diinokulasi B. cenocepacia strain KTG dengan masa inkubasi 30,60, dan 90 hari
*)
Perlakuan Fraksi Pasir Rendah (FPR) FPR + 108 CFU B. cenocepacia FPR + 109 CFU B. cenocepacia
Air tersedia (% volume)**) 30 hari 60 hari 90 hari 5.8 b*) 11.1 a 4.9 b 6.4 ab 11.9 a 5.7 b 7.8 a 11.7 a 9.0 a
Fraksi Pasir Sedang (FPS) FPS + 108 CFU B. cenocepacia FPS + 109 CFU B. cenocepacia
6.2 a 6.9 a 6.5 a
5.9 c 13.2 a 12.8 b
3.5 b 7.3 a 6.0 ab
Fraksi Pasir Tinggi (FPT) FPT + 108 CFU B. cenocepacia FPT + 109 CFU B. cenocepacia
4.5 b 5.8 a 5.8 a
6.3 c 8.3 a 7.1 b
6.5 ab 7.4 a 6.3 b
Angka dalam kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak ganda Duncan (P>0.05).
**)
Nilai pori air tersedia : < 5 = sangat rendah; 5-10 = rendah; 10-15 = sedang; 15-20 tinggi; > 20 = sangat tinggi (Kurnia et al. 2006).
Jumlah air tersedia pada FPR, FPS, dan FPT secara umum mengalami peningkatan pada masa inkubasi hari ke-60 dan menurun pada hari ke-90. Fenomena ini sejalan dengan proses agregasi yang dinyatakan dalam indeks kemantapan agregat. Sejalan dengan lama waktu inkubasi tanpa penambahan nutrisi dari lingkungan luar, maka akan terjadi penurunan aktivitas bakteri penghasil eksopolisakarida. Ketidakstabilan agregat akan terjadi kembali jika jumlah agens pengikat dalam hal ini eksopolisakarida juga menurun. Ketidakstabilan agregat terutama yang terkait dengan mikroagregat akan berpengaruh terhadap jumlah air tersedia.
52 Istilah tekstur tanah berkaitan dengan kisaran ukuran partikel tanah, dalam hal ini tekstur tanah merupakan perbandingan relatif ukuran partikel pasir, debu, dan liat. Berdasarkan klasifikasi ukuran partikel yang dinyatakan oleh USDA, pasir memiliki diameter 2.0-0.05 mm, debu 0.05-0.002 mm, dan liat < 0.002 mm. Pembentukan koloni bakteri yang melapisi butir partikel primer memiliki pengaruh penting di dalam sifat utama struktur tanah. Peran eksopolisakarida dalam meningkatkan kemantapan agregat terutama sebagai agens pengikat atau perekat. Peran eksopolisakarida bakteri B. cenocepacia strain KTG yang menyerupai perekat di dalam FPS dapat dilihat melalui elektron mikroskop (Gambar 5).
x 150
100 µm
(a)
x 150
100 µm
(b) Gambar 5 Fraksi pasir sedang (FPS) tanpa inokulasi B. cenocepacia strain KTG [(a) perbesaran 150x] dan dengan inokulasi B. cenocepacia strain KTG [(b), perbesaran 150x]
53 Studi Interaksi Bakteri Penghasil Eksopolisakarida dan Bahan Organik dengan Bahan Tanah Studi interaksi ini dikembangkan atas dasar potensi B. cenocepacia strain KTG dalam membentuk agregasi pada bahan tanah FPR dan FPS.
Peran
B. cenocepacia strain KTG dalam agregasi FPR dan FPS dilihat melalui interaksi tunggal dengan FPR dan FPS atau interaksinya bersama dengan bahan organik (jerami dan kompos jerami). Potensi B. cenocepacia strain KTG dalam berinteraksi tunggal dengan FPR dan FPS ataupun interaksinya bersama bahan organik (jerami dan kompos jerami) terkait dengan agregasi dalam FPR dan FPS secara lengkap disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Studi interaksi bakteri penghasil eksopolisakarida dan bahan organik dengan bahan tanah, waktu inkubasi 30, 60, dan 90 hari Perlakuan Fraksi Pasir Rendah (FPR) + 108 CFU B. cenocepacia FPR+ 2% (b/b) jerami FPR+ 2% (b/b) kompos jerami FPR+ 2% (b/b) jerami + 108 CFU B. cenocepacia FPR+ 2%(b/b) kompos jerami+108 CFU B. cenocepacia
Indeks Kemantapan Agregat Waktu inkubasi 30 hari 124.5 ab A*) 156.7 a A 132.4 ab A 137.9 ab A 107.7 b C
60 hari 125.0 b A 111.0 c B 105.0 d A 106.0 d B 177.0 a A
90 hari 53.7 b B 114.8 a B 109.0 a A 129.8 a A 138.9 a B
Fraksi Pasir Sedang (FPS) + 108 CFU B. cenocepacia 126.9 a B 185.0 a A 78.5 b C FPS+ 2% (b/b) jerami 128.9 a B 179.0 a A 130.5 a B FPS+ 2% (b/b) kompos jerami 118.0 a B 202.0 a A 123.9 a B FPS+ 2% (b/b) jerami + 108 CFU B. cenocepacia 123.2 a B 194.0 a A 113.7 a B FPS+2% (b/b) kompos jerami+108 CFU B. cenocepacia 118.8 a B 132.0 b A 130.3 a A *) Angka dalam kolom (huruf kecil) dan baris (huruf besar) yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak ganda Duncan (P>0.05).
Berdasarkan hasil yang disajikan pada Tabel 14 tersebut diketahui bahwa untuk nilai indeks kemantapan agregat pada FPR, interaksi B. cenocepacia strain KTG dengan kompos jerami memberikan hasil yang lebih tinggi pada ikubasi 60 dan 90 hari. Fenomena agregasi yang terjadi di dalam FPR berbeda jika dibandingkan dengan FPS. Interaksi tunggal B. cenocepacia strain KTG di dalam FPS pada masa inkubasi 30 dan 60 hari menghasilkan nilai indeks kemantapan agregat yang tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Indeks kemantapan agregat pada FPS tertinggi dihasilkan dari pemberian kompos
54 jerami dan interaksi jerami dengan 108 CFU B. cenocepacia strain KTG pada masa inkubasi 60 hari. Untuk mengetahui potensi B. cenocepacia strain KTG di dalam agregasi bahan tanah FPS, maka sebagai pembanding dilakukan pula penelitian mengenai potensi agregasi yang dilakukan oleh fungi. Dalam hal ini potensi fungi yang diuji adalah kelompok Basidiomycetes dan Ascomycetes. Hasil pengujian tersebut disajikan pada Tabel 15. Berdasarkan hasil pada Tabel 15 diketahui bahwa dalam pembentukan agregat FPS, potensi P. chrysosporium lebih baik jika dibandingkan dengan A.niger. Pemberian 107 propagul P. chrysosporium di dalam FPS memberikan nilai indeks kemantapan agregat yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanpa inokulan atau dengan inokulasi A. niger pada semua masa inkubasi yang diuji di dalam penelitian ini. Selanjutnya potensi P. chrysosporium digunakan sebagai pembanding terhadap peran tunggal B. cenocepacia strain KTG, jerami, dan kompos jerami dalam membentuk agregat bahan tanah FPS. Tabel 15 Pengaruh interaksi suspensi miselium fungi terhadap pembentukan agregat pada fraksi pasir sedang (FPS), waktu inkubasi 30, 60, dan 90 hari Indeks Kemantapan Agregat 30 hari 60 hari 90 hari inkubasi inkubasi inkubasi FPS 68.3 b B*) 110.6 ab A 118.0 d A 7 FPS + 10 propagul A. niger 73.4 b B 103.7 b A 106.0 e A FPS + 106 propagul P. chrysosporium 88.7 ab B 107.6 ab B 177.0 b A FPS + 108 propagul A. niger 80.9 b B 102.1 b B 152.0 c A FPS + 107 propagul P. chrysosporium 112.2 a C 122.3 a B 180.0 a A *) Angka dalam kolom (huruf kecil) dan baris (huruf besar) yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak ganda Duncan (P>0.05). Perlakuan
Secara teoritis, pembentukan agregat dalam bahan tanah FPS akan mempengaruhi ketersediaan air pada bahan tersebut. Ketersediaan air untuk tanaman pada umumnya dapat bertahan di pori mikro. Penggunaan bakteri penghasil eksopolisakarida untuk memantapkan agregat tanah terutama karena kemampuan bakteri dapat tumbuh dan berkembang di dalam pori mikro. Beberapa peneliti melaporkan bahwa pembentukan mikroagregat sebagian besar merupakan peran dari bakteri (Hattori 1988; Mummey & Stahl 2004; Bronick &
55 Lal 2005). Oleh karena itu, tahap penelitian ini menyajikan data yang diperoleh dari pengukuran air tersedia di dalam FPS dari perlakuan pemberian inokulan B. cenocepacia strain KTG, jerami, kompos jerami dan P. chrysosporium. Data pengukuran tersebut ditampilkan pada Gambar 6. Berdasarkan data yang ditampilkan pada Gambar 6, terlihat bahwa pada masa inkubasi 30 hari, pemberian jerami segar menghasilkan nilai air tersedia yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Jumlah air tersedia rata-rata perlakuan akan semakin menurun sejalan dengan makin lamanya waktu inkubasi. Peran B. cenocepacia strain KTG dalam pembentukan mikroagregat dapat dianalisis melalui jumlah air tersedia (% volume) yang terukur sampai dengan hari ke-90 inkubasi.
Gambar 6
Hubungan antara waktu inkubasi FPS dengan pemberian inokulan B. cenocepacia strain KTG, jerami, kompos jerami dan inokulan P. chrysosporium terhadap air tersedia.
Dalam hal ini, FPS yang diberi inokulan B. cenocepacia strain KTG mengandung jumlah air tersedia yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pada FPS yang diberi inokulan B. cenocepacia strain KTG, jerami, kompos jerami, dan P. chrysosporium menghasilkan nilai air tersedia yang