Prosiding skripsi semester ganjil 2009/2010
STUDI INHIBISI KOROSI BAJA 304 DALAM HCl 2 M DENGAN INHIBITOR CAMPURAN ASAM LEMAK HASIL HIDROLISA MINYAK BIJI KAPUK (Ceiba petandra) Sangya Fitriasih* Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Abstrak: Inhibisi korosi baja 304 dengan menggunakan campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk(Ceiba petandra) telah dipelajari dengan menggunakan metode pengurangan berat dan polarisasi. Campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk dianalisa dengan GC menunjukkan hidrolisa menggunakan katalis NaOH menghasilkan lebih banyak campuran asam lemak dibandingkan dengan hidrolisa menggunakan katalis HCl yang telah divariasi waktu 1-4 jam. Hasil penelitian menunjukkan efisiensi inhibisi baja pada metode pengurangan berat didapatkan sebesar 57% sedangkan polarisasi tafel didapatkan sebesar 45% pada konsentrasi 350 ml/L dengan densitas laju korosi rata-rata 79,21(µA/cm2) dan efisiensi inhibisi ata-rata 32%. Peningkatan efisiensi inhibisi dapat disebabkan adanya adsorpsi fisik oleh campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk yang telah dibuktikan dengan hasil IR korosi baja dengan penambahan inhibitor 0,35ml/L. Kata kunci: korosi, baja, minyak biji kapuk, hidrolisa minyak Abstract: The inhibitive corrosion of steel 304 with mix fatty acid produced from hydrolized Ceiba petandra seed oil have been studied using weight loss and tafel polarization method. Mix fatty acid produced from hydrolized kapuk seed oil, was analyzed using Gas Chromatography. It showed Ceiba petandra seed oil which hydrolized with NaOH catalyst for one hour produced more mix fatty acid than those which hydrolized with HCl catalyst in variation of time between 1-4 hours. The result showed that inhibition efficiency using weight loss method was 57% whereas tafel polaryzation was 45 % in inhibitor concentration 0,35 ml/L. While average current density was 79,21(µA/cm2) and inhibition efficiency was 32% based on tafel polarization method. Hydrogen reduction in cathode and physical adsorption of mix fatty acid, hydrolized Ceiba petandra seed oil by negative dipole interaction from inhibitor with positive dipole from steel in anode, cause an increasing number of inhbition efficiecy Keyword : corrosion, steel, Ceiba petandra seed oil, oil hydrolysis 1.PENDAHULUAN Baja merupakan logam paduan yang terdiri dari besi dan karbon dengan sedikit adanya unsur lain seperti Mangan, Silika, krom, Molibdat dan Nikel (Suherman, 1987). Baja banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari mulai dari peralatan rumah tangga hingga alatalat mesin berat. Penggunaan baja dalam industri memungkinkan adanya interaksi dengan berbagai medium yang dapat mengakibatkan terjadinya korosi` (Indra,2006). Korosi dapat didefinisikan sebagai penurunan mutu suatu logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya (Hiskia,1982). Korespondensi penulis, no.telp: 085646229131 Email : cew_sangya @yahoo.co.id
Prosiding kimia FMIPA- ITS
Korosi melibatkan pergerakan ion logam ke dalam larutan pada anoda dan pertukaran elektron dari logam kepada katoda (Evans,dkk, 1976). Korosi dapat dicegah dengan cara proteksi anodik atau katodik, pelapisan (coating) yang dapat mengurangi kontak antara logam dengan lingkungannya, pengubahan sifat logam lewat aliasi, dan yang paling efektif penambahan inhibitor korosi (Rosenfel’d, 1981). Inhibitor korosi merupakan substansi yang ditambahkan dalam konsentrasi kecil ke dalam media korosif dengan menurunkan atau mencegah reaksi logam dengan media. Inhibitor ditambahkan dalam berbagai sistem misalnya sistem pendingin, unit produksi minyak dan gas, bahan kimia, dll.
Prosiding skripsi semester ganjil 2009/2010
Fungsi inhibitor dapat mereduksi laju korosi dengan cara peningkatan atau penurunan reaksi pada anodik dan katodik, penurunan laju difusi untuk reaktan pada permukaan logam dan penurunan resistensi elektrik pada permukaan logam. Ditinjau dari mekanisme pencegahan korosi, inhibitor dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu inhibitor anodik, inhibitor katodik, dan inhibitor organik. Inhibitor anodik yaitu inhibitor yang dapat memperlambat reaksi anodik. Inhibitor katodik adalah inhibitor yang dapat menghambat reaksi katodik dan inhibitor organik adalah molekul-molekul organik dengan rantai samping yang dapat teradsorbsi pada permukaan logam (Thretewey, 1991). Syaratsyarat inhibitor korosi yang baik harus murah, tidak beracun, aman bagi lingkungan, dan tersedia di alam (Kunze, 2001; Esih,dkk, 1990). Material dasar dari inhibitor organik adalah turunan asam lemak alifatik, yaitu: monoamine, diamine, amida, asetat, oleat, senyawa-senyawa amfoter, imidiazolin dan derivativnya (Indra, 2004). Inhibitor organik bekerja dengan membentuk lapisan pelindung pada permukaan logam. Lapisan molekul pertama yang terbentuk mempunyai ikatan yang sangat kuat yang disebut adsorbsi kimia. Campuran senyawa organik teradsorbsi pada permukaan logam mengunakan elektron bebas. Molekul dari senyawa organik harus mempunyai sifat yang menunjukkan kemampuan sebagai inhibitor misalnya molekul mempunyai struktur yang besar, ikatan rangkap, dan adanya pusat aktif (El-Etre, 2007). Molekul senyawa organik yang efektif untuk digunakan sebagai inhibitor korosi adalah molekul yang mempunyai heteroatom misalnya nitrogen, sulfur, oksigen dan cincin aromatik (Stupnisek-Lisac,dkk, 1988). Penggunaan turunan asam lemak dan asam amino telah dilaporkan mempunyai fungsi sebagai inhibitor yang efektif untuk lingkungan agresif. Menurut Quraishi et. al (2000) menyatakan asam lemak triazole dapat digunakan sebagai inhibitor korosi baja lunak dengan efisiensi mencapai 99, 14% dalam media 15 % HCl panas. Turunan asam lemak yang terdiri asam laurat hidrazida dan asam oleat hidrazida menunjukkan efisiensi inhibisi korosi baja lunak hingga 90,4% dalam media 15 % HCl panas (Quraishi, 2006). Asam lemak etoksilat dapat digunakan sebagai inhibitor korosi pada seng dalam media 1M HCl dengan efisiensi inhibisi memcapai 87,81% (Foad,dkk, 2003). Muller menginvestigasi efek sakarida (gula pereduksi – manosa dan fruktosa) pada korosi aluminium dan seng pada media alkalin (Muller, 2002). Asam Prosiding kimia FMIPA- ITS
lemak yang terdiri dari asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat dapat digunakan sebagai inhibitor korosi pada besi dalam media larutan 0,5 M H2SO4 (Sauzer, dkk, 1983). Asam oleat juga dapat digunakan sebagai inhibitor korosi pada besi di dalam larutan Na2SO4 yang memiliki efisiensi inhibisi tertinggi 32% (Sauzer, dkk, 1983). Adanya penelitian-penelitian sebelumnya mengenai inhibitor diharapkan memberikan aspirasi untuk mendapatkan inhibitor-inhibitor baru yang dapat menginhibisi korosi secara optimum. Minyak biji kapuk mempunyai kandungan senyawa yang hampir sama yang digunakan oleh dengan peneliti sebelumnya (sauzer,dkk) sehingga diharapkan dapat digunakan sebagai inhibitor korosi. Komposisi minyak biji kapuk terdiri dari trigleserida, phospolipid, FFA, dan sterol. Komponen trigleserida merupakan komponen terbesar dari minyak biji kapuk. Komponen trigleserida terdiri dari berbagai asam lemak misalnya asam oleat, palmitat, stearat, dan linoleat yang merupakan material dasar inhibitor organik. Trigleserida bila dihidrolisis dengan menggunakan katalis asam atau basa akan menghasilkan asam lemak dan gliserol. Dengan kandungan senyawa-senyawa tersebut campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk diasumsikan dapat berperan sebagai inhibitor organik. Campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk mempunyai ciri-ciri sebagai inhibitor yaitu struktur molekul yang besar, adanya ikatan rangkap dan sisi pusat aktif yang berguna untuk melindungi logam dari korosi. Penggunaan jumlah inhibitor dari campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk yang ditambahkan dalam media asam sangat tergantung pada konsentrasi media tersebut. Oleh karena itu perlu diteliti penggunaan inhibitor korosi campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk pada baja 304 dengan variasi konsentrasi dalam larutan 2 M HCl. METODOLOGI PENELITIAN Hidrolisa Minyak Biji Kapuk Hidrolisa minyak biji kapuk menggunakan dua metode yaitu hidrolisa minyak biji kapuk dengan HCl 10 % dan hidrolisa minyak biji kapuk dengan NaOH 10 %. Hidrolisa minyak biji kapuk dengan HCl 10% dilakukan dengan cara minyak biji kapuk yang berasal dari PT. Mega Agrinusa Biodiesel sebanyak 12,5 ml dimasukkan dalam labu refluks. Kemudian ditambahkan 230,2 ml HCl 10 % dan beberapa butir batu didih. Campuran direfluks dengan
Prosiding skripsi semester ganjil 2009/2010
variasi waktu 1-4 jam. Campuran didinginkan. Campuran diekstraksi dengan aquades 10 x10 ml. Campuran asam lemak dianalisa dengan kromatografi gas. Hidrolisa minyak biji kapuk dengan katalis NaOH adalah minyak biji kapuk sebanyak 1 ml dimasukkan dalam labu refluks. Minyak ditambahkan 200 ml etanol 20 % dan 50 ml NaOH 10 %. Beberapa butir batu didih dimasukkan dalam labu refluks. Campuran direfluks selama 60 menit dan didinginkan. Campuran ditambahkan dengan HCl 10 % sebanyak 200 ml dan diaduk. Campuran tersebut dipisahkan dengan cara ekstraksi dengan menambahkan 5 x 10 ml aquades. Hasil dari hidrolisa terbentuk asam lemak dan gliserol. Campuran asam lemak hasil hidrolisa ditambahkan n-heksan dan KOH- metanolat 2 N agar dapat diidentifikasi dengan kromatografi gas. Kromatografi gas dilakukan di Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Surabaya. Kromatografi gas yang digunakan adalah kromatografi gas Agilent Technologies seri 7890 A. Detektor yang digunakan adalah detektor FID dengan suhu 0,30° C, aliran H2 30 ml/ menit, dan aliran udara 0,40 ml / menit. Suhu injector 0,25° C, tekanannya 10 psi dan split ratio 60:1. Kolom yang digunakan Carbowax dengan flow rate 0,6483 ml/menit. Standart pembanding yang digunakan adalah asam linoleat. Metode Pengurangan Berat Baja tipe 304 dengan panjang 3 cm dan lebar 3 cm dibersihkan dengan kertas ampelas dengan grade 0,5 dan 1000, serta Aseton dan aquades. Baja dikeringkan dengan menggunakan hairdryer. Baja ditimbang terlebih dahulu berat mula-mula dan diletakkan dalam larutan HCl 2M tanpa dan adanya penambahan inhibitor selama satu hari pada temperatur ruang. Setelah perendaman selama satu hari, baja dibersihkan dan dikeringkan kemudian ditimbang berat akhirnya. Perhitungan efisiensi inhibisi didasarkan pada pengukuran berat pada akhir keseluruhan proses. Metode pengurangan berat dilakukan secara truplo, masing-masing dengan satu plat baja dan larutan HCl yang belum ditambahkan campuran asam lemak hasil hirolisis minyak biji kapuk. Prosentase efisiensi inhibisi dihitung dengan menggunakan persamaan : IE = (W-Wi / W) x 100% Dimana W dan Wi adalah tingkat korosi baja saat sebelum dan sesudah ditambahkan campuran Prosiding kimia FMIPA- ITS
asam lemak hasil hidrolisis minyak biji kapuk. Pengukuran fraksi dari permukaan yang dilapisi oleh molekul adsorban (θ), maka θ dihitung dengan persamaan: θ = IE / 100 Polarisasi Polarisasi dilakukan di BATAN (Badan Tenaga Atom dan Nuklir) dengan cara elektroda kerja baja 304 dipotong dengan diameter 1,4 cm. Elektroda reference menggunakan Ag/AgCl dan elektoda bantu menggunakan platina. Elektroda kerja, elektroda bantu dan elektroda pembanding di rangkai menjadi suatu sel korosi dengan larutan elektrolit HCl 2M. Kemudian elektroda – elektroda tersebut dihubungkan dengan potensiostat dan komputer. Polarisasi dilakukan dengan menggunakan metode potensiodinamik setelah 10 menit elektroda terkena elektrolit. Potensial diatur dengan daerah pengukuran -2 V sampai 1,5 V terhadap potensial pembanding (Epembanding) dengan kecepatan scan 20 mV/s. Perubahan arus yang terukur, tercatat dalam potensiostat/Galvaniostat PGS 201 T. Data yang diperoleh diolah untuk menentukan grafik potensiodinamik (E terhadap I). Dari grafik yang diperoleh dapat dibuat ekstrapolasi Tafel, sehingga dapat diperoleh data densitas arus korosi (ikorosi) dan potensial korosi (Ekorosi). Dari nilai potensial korosi dipolarisasikan secara anodik, sehingga diperoleh grafik pola korosi. Untuk media korosi dengan penambahan inhibitor minyak biji kapuk dengan konsentrasi 50 ml/L; 100 ml/L; 0,15 ml/L; 200 ml/L; 0,25 ml/L; 0,30 ml/L; 0,35 ml/L; 0,40 ml/L dan 0,45 ml/L dilakukan dengan dengan metode yang sama. Suhu kamar dicatat pada semua rangkaian penelitian. Efisisiensi inhibisi dihitung dengan persamaan: IE = I0- I1 x 100% I0 Dimana I0 dan I1 adalah densitas arus korosi baja sebelum dan sesudah ditambahkan campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk. Identifikasi Dengan Spektrofotometri Inframerah Identifikasi hasil korosi dilakukan di jurusan kimia UNESA. Hasil atau produk korosi yang menempel pada logam dikerok dan dibuat pelet dengan KBr kemudian dianalisa dengan spektrofotometer inframerah Schimadzu
Prosiding skripsi semester ganjil 2009/2010
HASIL DAN DISKUSI Hasil Analisa Campuran Asam Lemak hasil Hidrolisa Minyak Biji Kapuk dengan Kromatografi Gas Hidrolisa minyak biji kapuk dapat menghasilkan campuran asam lemak minyak biji kapuk dan gliserol. Hidrolisa ini dilakukan dengan dengan dua metode yaitu hidrolisa minyak dengan HCl 10% yang divariasi waktu satu hingga empat jam dan hidrolisa dengan etanol 20% dan NaOH 10% selama satu jam. Hasil hidrolisa dianalisa dengan kromatografi gas Agilent Technologies seri 7890 A. Puncak area hasil kromatogram dapat dilihat pada tabel 3.1
oleh waktu, temperatur, agen hidrolisis dan zat aditif (Fountoulakis,dkk, 1998). Reaksi hidrolisa minyak dapat dilihat pada gambar 3.1 Pada gambar 3.1 menunjukkan bahwa reaksi hidrolisa minyak biji kapuk dengan katalis NaOH menghasilkan garam natrium dan gliserol. Dengan penambahan HCl maka natrium dari garam natrium akan bereaksi membentuk NaCl dan asam karboksilat yang di dalamnya terdapat rantai panjang asam lemak penyusun minyak biji kapuk. Asam karboksilat tersebut dianalisa dengan GC. Hasil kromatogram hidrolisa minyak biji kapuk dapat dilihat pada gambar 3.2. .. O
Tabel 3.1 Puncak Area Hasil Kromatogram Hidrolisa minyak biji kapuk
Puncak area
Sebelum hidrolisa Hidrolisa dengan HCl 1 jam Hidrolisa dengan HCl 2 jam Hidrolisa dengan HCl 3 jam Hidrolisa dengan HCl 4 jam Hidrolisa dengan NaOH selama 1jam
27,01730 27,02062 28,01160 33,61025 37,87582 44,94147
Tabel 3.1 menunjukkan hasil puncak area dari kromatogram minyak biji kapuk sebelum dihidrolisa sebesar 27,0173 dan hidrolisa minyak biji kapuk dengan HCl 10% selama satu jam mempunyai puncak area yang hampir mendekati yaitu 27,04062. Hal ini dimungkinkan hidrolisa minyak biji kapuk belum terjadi pada hidrolisa minyak biji kapuk dengan HCl 10% selama satu jam. Sedangkan dengan penambahan waktu hidrolisa hingga empat jam, puncak area dari hidrolisa minyak biji kapuk dengan HCl 10% bertambah. Hasil ini sama dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Khairat et.al (2004) yang menunjukkan dengan pertambahan waktu hingga empat jam dan temperatur (110-130˚), hasil hidrolisa minyak dengan asam klorida (HCl) bertambah. Sedangkan hidrolisa minyak dengan etanol 20% dan NaOH 10% selama satu jam menghasilkan puncak area sebesar 44,94147. Hasil puncak area ini lebih besar bila dibandingkan dengan hasil kromatogram minyak biji kapuk dengan HCl 10% yang divariasi waktu satu hingga empat jam. Hal ini dapat dikarenakan penggunaan NaOH sebagai katalis basa reaksinya berlangsung satu arah dan tidak reversible (clark, 2007) sedangkan penggunaan HCl sebagai katalis asam berlangsung dua arah dan reversible dan juga kesempurnaan reaksi hidrolisa tergantung
Prosiding kimia FMIPA- ITS
O
C
CH
O
COR"
CH2
O
CH2
O
R'
CH2
+
3R
3 NaOH
C
O
Na
COR"'
+
OH
CH
OH
CH2
OH
Gliserol
Trigleserida O 3R
C
O
Na
+
3H
Cl
3 RCOOH
+
3 NaCl
Asam karboksilat
Gambar 3.1 Reaksi Hidrolisa minyak biji kapuk dengan katalis NaOH
Gambar 3.2 menunjukkan campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk dengan katalis NaOH telah terbentuk. Hal ini dapat ditunjukkan pada campuran asam lemak terdapat asam linoleat yang sudah terhidrolisis dan mempunyai waktu retensi yang mendekati dengan pembanding asam linoleat.
Gambar 3.2 Hasil kromatografi gas minyak biji kapuk dengan katalis NaOH
Campuran asam lemak yang terbentuk juga dibuktikan dengan analisa spektofotometer Inframerah. Hasil spektra inframerah dapat dilihat pada gambar 3.3 yang menunjukkan adanya gugus OH pada bilangan gelombang 3465 cm-1 yang mempunyai puncak tajam karena adanya ikatan hidrogen intermolekular, gugus alifatik C-H pada bilangan gelombang 2927 cm-1 dan 2858 cm-1. Adanya gugus karbonil C=O (ester) pada bilangan gelombang 1745 cm-1 yang
Prosiding skripsi semester ganjil 2009/2010
dimungkinkan minyak biji kapuk belum terhidrolisis sempurna dan ikatan rangkap C=C pada bilangan gelombang 1652 cm-1 yang dimungkinkan berasal dari asam lemak.
Gambar 3.3 Hasil analisa Inframerah campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk
Berdasarkan tabel 3.1 maka digunakan inhibitor campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk dengan katalis basa karena campuran asam lemak minyak biji kapuk yang didapatkan lebih banyak dibandingkan dengan campuran asam lemak hasil hidrolisis minyak biji kapuk dengan katalis asam yang telah divariasi waktu 1- 4 jam Metode Pengurangan Berat Metode pengurangan berat bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengurangan berat dari baja 304 dalam larutan 2M HCl saat sebelum dan sesudah ditambahkan campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk yang bertindak sebagai inhibitor. Metoda ini dilakukan dengan baja 304 yang telah dipotong 3x3 cm. Baja tersebut dibersihkan dengan aseton dan aquades agar pengotor- pengotor yang menempel pada baja hilang. Baja yang sudah dibersihkan kemudian dikeringkan selama tiga menit. Baja yang telah kering ditimbang berat mula-mula dan kemudian dimasukkan kedalam larutan 2M HCl tanpa dan dengan adanya inhibitor yang telah divariasi konsentrasinya. Baja direndam selama satu hari untuk mengetahui berat baja terhadap larutan 2M HCl. Setelah satu hari, baja hasil perendaman dibersihkan dengan aseton dan aquades kemudian dikeringkan selama tiga menit. Baja yang telah kering ditimbang berat akhirnya. Hasil yang didapat selama pengurangan berat pada lampiran D digunakan untuk menentukan efisiensi inhibisi baja dalam larutan 2M HCl tanpa dan adanya inhibitor dengan variasi konsentrasi yang dapat dilihat pada tabel 3.2.
Prosiding kimia FMIPA- ITS
Tabel 3.2 Efisiensi inhibisi Korosi pada Baja 304 di dalam Larutan 2 M HCl Tanpa dan Adanya Inhibitor dengan Variasi Konsentrasi Konsentrasi Ekstrak (ml/L) 0 0,05 0,10 0,15 0.20 0,25 0,30 0,35 0,40 0,45 0,50
W ratarata (gr) 0,0659 0,0409 0,0472
0,0488 0,0532 0,0479 0,0319 0,0283 0,0504 0,0342 0,0471
WoW1 (gr) 0,025 0,0187 0,0171 0,0127 0,018 0,034 0,0376 0,0155 0,0317 0,0188
IE (%)
θ
38 28 26
0,38 0,28 0,26 0,19 0,28 0,52 0,57 0,29 0,48 0,26
19
28 52 57 29 48 26
Pada tabel 3.2 menunjukkan adanya pengurangan berat pada baja yang dimasukkan kedalam larutan 2M HCl tanpa dan dengan adanya penambahan inhibitor yang telah divariasi konsentrasi. Hal ini dapat ditunjukkan dengan berat rata-rata baja tanpa inhibitor sebesar 0,0659 gram sedangkan berat rata-rata baja sesudah ditambahkan inhibitor dengan konsentrasi 0,05 ml/L menjadi 0,0409 gram. Penurunan ini dikarenakan inhibitor melapisi permukaan baja dan mereduksi H+ sehingga memperlambat pelarutan baja dalam larutan 2M HCl. Akan tetapi berat rata-rata baja pada konsentrasi inhibitor 0,1 ml/L meningkat sebesar 0,0472 gram. Hal ini juga terjadi pada konsentrasi inhibitor 0,15 ml/L dan 0,2 ml/L dengan berat rata-rata baja 0,0488 dan 0,0532 gram. Peningkatan berat rata-rata baja mungkin dikarenakan hidrolisa minyak biji kapuk belum berjalan sempurna sehingga di dalam inhibitor terdapat minyak dan asam-asam lemak lainnya hasil hidrolisa minyak biji kapuk. Bagi minyak yang belum terhidrolisa maka hanya menutupi permukaan logam karena adanya rantai panjang alkil dari trigleserida. sedangkan bagi asam lemak yang sudah terhidrolisa akan mengisi cacat logam yang serupa dengan orbital kosong akan tetapi hal tersebut tidak efektif karena rantai panjang asam lemak bersifat non polar sehingga membuat berat rata-rata baja meningkat dan efisiensi inhibisi korosi menjadi turun. Berat rata-rata baja pada konsentrasi 0,25 ml/L kembali menurun hingga 0,0479 gram dan diikuti oleh konsentrasi 0,3 ml/L hingga 0,0319 gram. Penurunan berat rata-rata baja terbesar didapatkan oleh konsentrasi 0,35 ml/L sebesar
0,0289 gram. Penurunan ini dapat disebabkan campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk telah menutupi sebagian besar permukaan logam sehingga melindungi baja dari korosi. Setelah konsentrasi inhibitor 0,35 ml/L, berat rata-rata baja kembali naik sampai konsentrasi 0,5 ml/L yang didapatkan sebesar 0,0471 gram. Pola berat rata-rata baja yang cenderung naik turun menyebabkan efisiensi inhibisi korosi baja dengan inhibitor campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk juga cenderung naik turun dengan meningkatnya konsentrasi, misalnya pada konsentrasi 0,05 ml/L didapatkan efisiensi inhibisi sebesar 38% sedangkan pada konsentrasi 0,1 ml/L turun hingga 28%. Meningkatnya nilai berat rata-rata baja menyebabkan efisiensi inhibisi menurun hingga konsentrasi 0,2 ml/L yang didapatkan sebesar 19 %. Penurunan efisiensi ini disebabkan hidrolisa minyak biji kapuk belum berjalan sempurna. Akan tetapi setelah konsentrasi 0,2 ml/L, efisiensi inhibisi naik menjadi 28 % pada konsentrasi 0,25 ml/L dan pada konsentrasi 0,3 ml/L meningkat menjadi 52 % hingga mencapai efisiensi inhibisi terbesar pada konsentrasi 0,35 ml/L sebesar 57 %. Peningkatan efisiensi inhibisi disebabkan campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk telah menutupi sebagian besar permukaan logam sehingga melindungi baja dari korosi dengan luas permukaan logam yang tertutupi sebesar 0,57. Setelah konsentrasi inhibitor 0,35 ml/L, efisiensi inhibisi terus menurun hingga konsentrasi 0,5 ml/L yang didapatkan sebesar 26 %. Hal ini dapat disebabkan pada konsentrasi tinggi terdapat desorpsi elektrokimia inhibitor pada permukaan logam selama proses pelarutan (Drazic,dkk, 1994). Nilai efisiensi inhibisi yang cenderung naik turun pada penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Quraishi, dkk (2000) yang menunjukkan efisiensi inhibisi dan lapisan permukaan tertutupi yang dilapisi asam lemak triazole meningkat dengan penambahan konsentrasi inhibitor. Kurva hubungan antara efisiensi inhibisi dengan konsentrasi ditunjukkan pada gambar 3.4. Kurva hubungan efisiensi inhibisi dengan konsentrasi tidak linear karena mempunyai r2 = 0,069 sehingga tidak memenuhi syarat kelinearan yaitu 0,9
Prosiding kimia FMIPA- ITS
efisiensi inhibisi (%)
Prosiding skripsi semester ganjil 2009/2010
60 50 40 30 20 10 0 0
0,1 0,2 0,3 0,4 0,5
0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45 0,5
konsentrasi inhibitor (ml/L)
Gambar 3.4 Kurva efisiensi inhibisi pada metode pengurangan berat dengan konsentrasi inhibitor campuran asam lemak minyak biji kapuk Metode Polarisasi Parameter korosi pada baja 304 di dalam larutan 2M HCl tanpa dan adanya inhibitor campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk pada konsentrasi berbeda telah dihitung dan dapat dilihat pada tabel 3.3. Data tabel 3.3 menunjukkan menunjukkan bahwa potensial korosi bergeser ke arah nilai negatif dengan meningkatnya konsentrasi inhibitor. Hal ini dapat dimungkinkan karena adsorbsi dari senyawa organik pada permukaan elektroda yang dapat memperlambat proses korosi (Souza,dkk, 2009). Selain itu ada perubahan nilai arus korosi sebelum dan sesudah ditambahkan inhibitor. Arus korosi sebelum ditambahkan inhibitor didapatkan sebesar 110,65 µA/cm2 dan arus korosi sesudah ditambahkan inhibitor dengan konsentrasi 0,05 ml/L didapatkan 97,80 µA/cm2. Penurunan arus korosi terjadi karena penambahan inhibitor dapat memperlambat arus yang menyebabkan terjadinya korosi (Souza,dkk, 2009). Arus korosi kembali turun pada konsentrasi inhibitor campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk 0,1 ml/L sebesar 81,77 µA/cm2 dan konsentrasi 0,15 ml/L sebesar 62,93 µA/cm2 . Akan tetapi arus korosi ini kembali meningkat pada konsentrasi 0,2 ml/L sebesar 89,50 µA/cm2 . Hal ini dikarenakan karena hidrolisa minyak biji kapuk belum berjalan sempurna. Kemudian arus korosi kembali menurun pada konsentrasi 0,25 ml/L sebesar 81,72 µA/cm2 dan pada konsentrasi 0,3 ml/L sebesar 62,97 µA/cm2 hingga didapatkan arus korosi terendah pada konsentrasi 0,35 ml/L dengan 61,04 µA/cm2. Penurunan ini disebabkan oleh campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk telah menutupi sebagian besar permukaan logam sehingga melindungi baja dari korosi. Setelah konsentrasi 0,35 ml/L, arus korosi kembali naik menjadi 88, 99 µA/cm2 pada
Prosiding skripsi semester ganjil 2009/2010
konsentrasi 0,4 ml/L tetapi pada konsentrasi 0,45 dan 0,5 ml/L, arus korosi kembali turun hingga 71,45 µA/cm2 dan 62,45 µA/cm2 . Penurunan arus korosi menyebabkan efisiensi inhibisi korosi menjadi meningkat. Sama halnya pada metode pengurangan berat, efisiensi inhibisi pada metode polarisasi juga cenderung naik turun dengan meningkatnya konsentrasi inhibitor misalnya pada konsentrasi 0,05 ml/L didapatkan efisiensi inhibisi sebesar 12 %, pada konsentrasi 0,1 ml/L didapatkan efisiensi sebesar 26 % sampai 0,15 ml/L meningkat hingga 43 %. Akan tetapi pada konsentrasi 0,2 ml/L turun pada 19% serta meningkat kembali hingga didapatkan efisiensi inhibisi tertinggi pada konsentrasi 0,35 ml/L dengan 45%. Data tabel 4.3 mempunyai densitas laju korosi ratarata sebesar 79,21 (µA/cm2) dengan efisiensi inhibisi rata-rata 32%. Hasil ini sangat berbeda dengan penelitian Sauzer (1983) yang mempunyai densitas laju korosi rata-rata sebesar 1,08 (µA/cm2) dan efisiensi inhibisi 42,73 % rata-rata dari ketiga asam lemak yaitu asam linolenat, asam linoleat, dan asam oleat. Data tabel 3.3 juga menunjukkan bahwa inhibitor campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk dapat bertindak sebagai inhibitor campuran. Hal ini terlihat pada slope tafel katodik (βc) dan slope tafel anodik (βa). Slope tafel katodik bernilai negatif menunjukkan inhibitor mengurangi H+ pada katoda (Migahed, 2005). Hal ini juga ditandai dengan penurunan nilai slope tafel katodik (βc) sebelum dan sesudah ditambahkan inhobitor pada konsentrasi 0,05 ml/L. Nilai slope tafel katodik sebelum ditambahkan inibitor sebesar -204 mV dan sesudah ditambahkan inhibitor konsentrasi 0,05 ml/L sebesar -172,8 mV. Akan tetapi pada konsentrasi 0,10 ml/L, nilai slope katodik kembali naik. Kenaikan nilai ini disebabkan pengikatan H+ oleh oksigen karbonil bersifat lemah sehingga H+ lebih mudah terlepas. Sedangkan pada konsentrasi 0,15 ml/L, nilai slope tafel katodik kembali turun. Penurunan ini disebabkan oksigen karbonil mengikat kembali H+ dari HCl sehingga mengurangi H+ untuk mengoksidasi baja. Hal tersebut terjadi berulangulang hingga pada konsentrasi 0,5 ml/L. Nilai slope tafel anodik yang positif menunjukkan inhibitor memperlambat pelarutan baja pada anoda (Migahed, 2005). Hal ini juga ditandai dengan penurunan nilai slope tafel anodik sebelum dan sesudah ditambahkan inhibitor konsentrasi 0,05 ml/L. Nilai slope anodik sebelum ditambahkan inhibitor sebesar 298,4 mV dan sesudah ditambahkan inhibitor konsentrasi Prosiding kimia FMIPA- ITS
0,05 ml/L sebesar 251,5 mV. Akan tetapi pada konsentrasi inhibitor 0,1ml/L nilai slope tafel anodik kembali naik menjadi 253,9 mV. Hal ini dikarenakan permukaan baja sudah jenuh oleh inhibitor sehingga adsorbsi inhibitor terhadap baja menurun dan nilai slope anodik juga turun. Pada konsentrasi 0,15 ml/L, nilai slope anodik kembali meningkat sebesar 253,9 mV. Hal ini dikarenakan inhibitor melingkupi permukaan baja kembali sehingga nilai slope tafel anodik meningkat. Sama halnya pada nilai slope katodik, nilai slope anodik yang naik turun terus berulang hingga konsentrasi 0,5 ml/L. Kurva polarisasi katodik dan anodik dari baja 304 di dalam larutan 2M HCl tanpa dan adanya inhibitor campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk pada konsentrasi berbeda telah direkam dengan scanning rate 20 mV/s dengan potensial antara -2V sampai 1,5 V dan dipresentasikan pada gambar 3.5 dan 3.6. Pada gambar 3.5 kurva polarisasi baja 304 dalam media HCl 2M dan penambahan inhibitor antara konsentrasi 0,05 ml/L sampai 0,25 ml/L terjadi polarisasi. Polarisasi bergeser ke nilai yang lebih negatif dengan bertambahnya konsentrasi inhibitor sehingga terjadi penurunan nilai densitas arus korosi sebelum dan sesudah ditambahkan inhibitor. Sedangkan pada gambar 3.6 kurva polarisasi baja 304 antara konsentrasi 0,3 sampai 0,5 ml/L, nilai polarisasi cenderung tetap bahkan turun. Densitas arus korosi cenderung naik sehingga menyebabkan efisiensi inhibisinya juga turun.
. Gambar 3.5 Kurva polarisasi baja 304 dengan HCl 2 M dan dengan penambahan inhibitor antara 50- 0,25 ml/L
Prosiding skripsi semester ganjil 2009/2010
Tabel 3.3 Parameter Korosi Baja di dalam Larutan HCl 2M Tanpa dan Adanya Inhibisi dengan Variasi Konsentrasi Inhibitor Campuran Asam Lemak Hasil Hidrolisa Minyak Biji Kapuk Konsentrasi Inhibitor (ml/L)
E. Korosi (mV)
I korosi (µA/cm2)
βc (mV)
βa (mV)
0 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,40 0,45 0,50
-656 -671,7 -711,3 -758,1 -690,6 -720,7 -806,2 -782,2 -719,6 -709,9 -782
110,65 97,80 81,77 62,93 89,50 81,72 62,97 61,04 88,99 71,45 62,45
-204 -172,8 -188,6 -181,2 -189,2 -186,5 -198,2 -191,3 -183,9 -152,8 -192,5
298,4 251,5 253,9 247,4 257,8 276,5 310 0,25,7 284,9 216,3 299,7
IE(%)
12% 26% 43% 19% 26% 43% 45% 24% 35% 44%
efisiensi inhibisi (%)
Sedangkan elektrode bantu yaitu Pt digunakan sebagai katode. Penggunaan Pt sebagai elektroda bantu karena inert dan mempunyai potensial yang rendah (Tetsuyo, 2006).
50% 40% 30% 20% 10% 0% 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5
0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45 0,5
konsentrasi inhibitor (ml/L) Gambar 3.6 Kurva polarisasi baja 304 dengan penambahan inhibitor konsentrasi 0,30 - 0,5ml/L
Kurva hubungan efisiensi inhibisi dengan konsentrasi pada metode polarisasi ditunjukkan pada gambar 3.7. Kurva hubungan efisiensi inhibisi dengan konsentrasi pada metode polarisasi mempunyai r2 = 2,944 tidak linear karena tidak memenuhi syarat kelinearan 0,9
Prosiding kimia FMIPA- ITS
Gambar 3.7 kurva efisiensi inhibisi pada metode polarisasi dengan konsentrasi inhibitor campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk
Pada penelitian ini pengukuran efisiensi inhibisi dengan metode pengurangan berat dan tafel polarisasi mempunyai hasil berbeda. Hal ini dapat terlihat pada besarnya efisiensi inhibisi yang didapatkan pada kedua metode tersebut antara konsentrasi 0,05 ml/L sampai 0,5 ml/L yang tertera pada tabel 4.2 dan 4.3. Menurut Griffith et.al (1971) penentuan efisiensi inhibisi yang paling tepat dan teliti adalah metode pengurangan berat karena perlakuannya mudah untuk diikuti. Sedangkan pengukuran tafel polarisasi didasarkan dengan berbagai parameter yang mempengaruhi hasil yang didapat (Kelly,dkk, 2002). Korosi baja 304 di dalam
Prosiding skripsi semester ganjil 2009/2010
larutan 2 M HCl tanpa penambahan inhibitor diawali dengan oksidasi Fe menjadi Fe2+ dengan mekanisme reaksi sebagai berikut: Fe(s) + 2H+ (aq → Fe2+ + H2(g) Adanya ion klorida dalam larutan dapat menyebabkan terjadinya hidrolisa kation sehingga asam semakin tinggi. Fe2+ (aq) + 2 H2O(l) + Cl-(aq) → Fe(OH)2 (s) + HCl (aq) Kenaikan kadar korosi dalam media korosi akan menyebabkan terbetuknya Fe(OH)+ Fe(OH)2 (s) + H + (aq) → Fe(OH)+ (aq) + H2O (aq) Fe(OH)+ Fe(OH)2+
selanjutnya
teroksidasi
menjadi
4Fe(OH)+(aq)+O2(g)+4H+(aq)→ 4Fe(OH)2+(aq)+2H2O Selanjutnya Fe(OH)2+ akan terhidrolisa menjadi Fe3O4 dan FeOOH 2Fe(OH)2+(aq)+Fe2+(aq)+2H2O(l) →3Fe3O4(s)+6H+(aq) Fe (OH)2+ (aq) + H2O (l) → FeOOH (s) + H3O+ (aq) Adanya oksigen terlarut dapat menyebabkan Fe(OH)2 teroksidasi menjadi Fe(OH)3 4Fe(OH)2 (s) + O2 (g) + 2H2O (l) → 4Fe(OH)2 (s) Dari beberapa reaksi yang terjadi, produk-produk korosi dapat terbentuk pada permukaan baja adalah Fe3O4, FeOOH dan Fe(OH)3. Adanya oksida Fe3O4 pada permukaan baja membentuk lapisan pasif yang stabil terhadap korosi. Namun lapisan ini bersifat sementara karena adanya produk korosi ini akan mempercepat korosi selanjutnya. Produk-produk korosi yang lain dapat terbentuk dari oksida Cr, Ni namun produk korosi dari oksida Cr dan Ni berjumlah sedikit karena komposisinya kecil (Thretewey, 1991). Korosi baja 304 di awali dengan merendam baja tersebut dalam larutan 2 M HCl yang ditambah dengan inhibitor campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk. Pada perendaman tersebut menyebabkan baja teroksidasi menjadi Fe2+ sehingga permukaan baja bermuatan positif. Adanya inhibitor campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk yang memiliki atom oksigen dengan pasangan elektron bebas akan teradsorpsi pada permukaan baja, sehingga terjadi interaksi dipol negatif pada inhibitor dengan dipol positif pada permukaan baja dan membentuk lapisan tipis Prosiding kimia FMIPA- ITS
pada permukaan baja sehingga laju korosi menurun. Namun hal ini sulit terjadi meskipun terdapat cacat logam karena pasangan elektron bebas tidak mungkin masuk ke dalam orbital kosong yang ada pada logam karena campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk memiliki rantai alkil yang panjang (Hammouti, 2006). Mekanisme ini serupa seperti yang diungkapkan oleh Abdel-Gaber et.al (2005) bahwa aksi inhibitor organik dapat melalui adsorpsi antarmuka logam atau larutan dengan interaksi elektrostatik antara muatan logam dan muatan pada molekul inhibitor, interaksi tipe dipol antara pasangan elektron bebas pada inhibitor dengan logam, interaksi elektron π dengan logam, dan kombinasi dari semuanya. Fenomena diatas menunjukkan kemungkinan terjadinya adsorpsi fisik karena interaksi elektrostatik antara dipol negatif dari atom oksigen pada inhibitor campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk dengan dipol positif pada baja. Gaya pada adsorpsi elektrostatik biasanya lemah sehingga dapat dengan mudah terdesorpsi. Ciri utama adsorpsi elektrostatik adalah ion tidak kontak secara langsung dengan logam. Lapisan molekul air yang memisahkan logam dengan ion. Proses adsorpsi fisik mempunyai energi aktivasi yang rendah dan relatif tidak bergantung dengan suhu (Rahim,dkk, 2008). Bila inhibitor campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk dilarutkan dalam media asam klorida (HCl) dimungkinkan terjadi reaksi seperti pada gambar 3.8. .. + O
R
C
OH OH
+H
Cl
C
R
O
OH2
+R
C
Cl
R
OH
+ :Cl
O
H
C
OH
..
Asil klorida Cl
Gambar 3.8 Mekanisme reaksi campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk dengan HCl
Reaksi diatas menunjukkan terjadinya pengikatan H+ dari HCl pada oksigen karbonil dari asam lemak atau juga dari sisa minyak biji
Prosiding skripsi semester ganjil 2009/2010
kapuk yang belum terhidrolisis. Berkurangnya H+ karena proses ini akan menurunkan jumlah H+ yang mengoksidasi baja sehingga laju korosi menurun. Hal senada juga diungkapkan oleh Hammouti et.al (2006) yang menyatakan reaksi inhibisi korosi baja oleh minyak artemisia dimungkinkan dapat mengurangi H+ yang digunakan untuk mengoksidasi Fe menjadi Fe2+ . Hasil akhir reaksi diatas adalah terbentuknya asil klorida terdapat ikatan C-Cl yang ditunjukkan pada spektra inframerah dengan bilangan gelombang 668 cm-1 yang terdapat pada gambar 3.9. Hal ini sesuai dengan kerja inhibitor campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk sebagai inhibitor campuran dalam mengurangi laju korosi baja 304 di dalam larutan 2M HCl. Inhibitor campuran bekerja mengurangi reduksi H+ untuk mengoksidasi baja pada sisi katoda yang dibuktikan dengan turunnya nilai slope katodik sedangkan pada sisi anoda melalui interaksi dipol positif dari baja dan dipol negatif dari inhibitor campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk sehingga dimungkinkan terjadi adsorpsi fisik yang juga dibuktikan dengan turunnya nilai slope anodik.
didapatkan 57% dan metode tafel polarisasi didapatkan 45% pada konsentrasi 0,35 ml/L dengan densitas laju korosi rata-rata 79,21 (µA/cm2) dan efisiensi inhibisi rata-rata 32%. Peningkatan efisiensi inhibisi dapat disebabkan oleh adanya adsorpsi fisik pada permukaan baja sehingga mengurangi laju korosi pada baja 304. Adsorpsi ini dapat dibuktikan dengan adanya gugus C-Cl pada spektra inframerah hasil korosi baja 304 dengan penambahan inhibitor 0,35 ml/L. UCAPAN TERIMAKASIH 1. Ibu Dra. Harmami, M.S, dan Bapak Drs. Agus Wahyudi, MSi , selaku dosen pembimbing atas segala diskusi, bimbingan, arahan dan semua ilmu yang bermanfaat. 2. Bapak, mama dan mbak dewi yang selalu memberikan dorongan dan bantuan moril serta material selama pengerjaan tugas akhir 3. Edi kurniawan yang selalu memberikan semangat dan bantuan selama penyelesaiaan tugas akhir 4. Teman- teman tugas akhir angkatan 2005 dan di laboratorium kimia fisika 5. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu. DAFTAR PUSTAKA Abdallah, M, (2004), Port Electrochimica acta 22 hal 161 Abdel-Gaber,A.M, Abd-El Nabey,(2005), “ Inhibitive action of some plant extract on the corrosion of stell in aidic media”, Corr.science 48 2765-2779 Ackelsberg, O.J., (1958), “Fat splitting” J Am Oil Chem Soc, 35:
Gambar 3.9 Hasil analisa spektra inframerah korosi baja pada konsentrasi inhibitor 0,35 ml/L
4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisa dapat disimpulkan bahwa campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk dapat digunakan sebagai inhibitor korosi baja 304. Penambahan konsentrasi inhibitor campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk tidak berpengaruh secara linear dengan efisiensi inhibisi korosi baja 304. Hal ini dapat dilihat dengan nilai efisiensi inhibisi cenderung naik turun seiring penambahan konsentrasi inhibitor. Efisiensi inhibisi pada metode pengurangan berat
Prosiding kimia FMIPA- ITS
Benabdellah, M, Benkaddour, M, Hammouti B, (2005),”Inhibition of steel corrosion in 2 M H3PO4 by artemisia oil”, J.Applied Surface Science vol 252 hal. 6212–6217 Chauhan, L.R dan Gunaskaran, G, (2006), “ Corrosion Inhibition of mild steel by plant extract in dilute HCl medium”, Corr. Science 49, 1143-1161 Clark, jim, (2007), “ Hidrolisis minyak”, Chemistry.org, tanggal: 11 Juni 2009
Prosiding skripsi semester ganjil 2009/2010
El-Etre,A.Y, (2005), “Khillah extracs as inhibitor for acid corrosion of SX 316 steel”, J. Applied Surface Sci. vol 252 hal 8521-8525 El-Etre,A.Y, (2007), “Inhibition of acid corrosion of carbon steel using aqueous extract of olive leaves”, J. of Colloid and Interface science vol 314 hal 578-583 Evans, U.R, Arnold, E, (1976), “ The Corrosion and Oxidation of Metals” second supplementary volume, London, Chapter 5, 12, and 13 Foad, El-Sherbini ,E.E, Abdel Wahaab, S.M., M. Deyab, (2005), “Ethoxylated fatty acids as inhibitors for the corrosion of zinc in acid media”, Materials Chemistry and Physics 89 halaman 183–191 Fountoulakis, Michael , Hans-Werner Lahm, (1998), “ Hydrolysis and amino acid composition analysis of proteins”, Journal of Chromatography A, 826 halaman 109–134 Hammouti,B, Kertit, S, Mellahoui, M, (1997), Bull. Electrochem vol 13 hal 97 Hiskia, Achmad, (1982), “Elektrokimia”, Departemen kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, ITB, Bandung Kaimal, T.N.B, L. Gollamudi, (1970), “ Fatty acid composition of lipids isolated from different parts of ceiba petandra, sterculia foetida and Hydnocarrpus Wightiana”, regional Research Laboratory, Hyderabad, India Quraishi ,M.A, Danish Jamal, Mohd. Tariq Saeed, (2002), “Fatty Acid Derivatives as Corrosion Inhibitors for Mild Steel and Oil-Well Tubular Steel in 15%Boiling Hydrochloric Acid Quraishi, M.A dan Jamal ,Danish (2006), “Fatty Acid Triazoles: Novel Corrosion Inhibitors for Oil Well Steel (N-80) and Mild Steel”, Renof, Sidney, (1958), “ Stainless Steel”, J. Australian Corrosion Engineering vol 8 hal 10-18
Prosiding kimia FMIPA- ITS
Rosenfel’d, I.L, (1981), “Corrosion Inhibitor”, Mc-Graw-Hill, New York, hal 74-75 Sauzer, T dan brandt, A, (1983), “ Equilibria in solution of amines and fatty acid with relevance to the corrosion inhibition of iron”, Corrosion sci. vol 23 halaman 12471257 Sauzer, T dan brandt, A, (1983), “The corrosion inhibiton of iron by amines and fatty acid in neutral media”, Corrosion sci. vol 23 halaman 473-480 Threthewey, K.R, Chamberlain, J, (1991), “Korosi untuk mahasiswa sains dan rekayasa”, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal 63-89 Underwood&Day, (1993), “ Analisa Kimia Kuantitatf Kimia Analitik” edisi keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta
Prosiding skripsi semester ganjil 2009/2010
Prosiding kimia FMIPA- ITS