STUDI FENOMENOLOGI PERILAKU BERHUTANG Indra Herdiana Nurudin, Rini Ekasari Sekolah Tinggi Psikologi Yogyakarta Email :
[email protected] Abstract This study aimed to determine on individuals interpret the debt as well as the factors that motivate individuals to use and not use a credit card as a media to go into debt. Subjects in this study amounted to 6 people with fixed income. The data collection method used was explorative interview (In Depth Interview), and observation. The method used was qualitative studies in the form of phenomenological description-analytical nature to explore the meaning of debt in society. From the research that had been done could be concluded that the debt behavior was driven by the decision making process, the accounting mentalwhich changed the meaning of and the process of owes itself would interpret as an impact on the debt behavior. Debt meaning as a manner and as materialism thingwould be a trigger for previous formation of the debt intentionbehavior. Keywords: Debt, Credit Card, Decision Making, Mental Accounting, Attitude
PENGANTAR Jika membaca koran, majalah dan tabloid relatif akan mudah menemukan iklan yang menawarkan untuk memliki apa saja, tanpa harus mempunyai uang berlimpah-limpah. Mulai dari sepatu, mobil, rumah dan barang elektronik lengkap, hingga jasa tamasya dan seminar menampilkan tawaran gaya hidup tertentu untuk dipilih konsumen. Konsumen dapat memperoleh dengan mudah melalui cara membayar tunai, mencicil, dengan tukar tambah atau menggunakan kartu kredit. Hasil penelitian Ludvingson (1999) terhadap data kredit dan konsumsi menunjukkan bahwa kredit dan konsumsi berkorelasi secara signifikan. Sementara Kapoor,
Jurnal Psikologi mandiri
Dlabay, dan Hughes (1988) menjelaskan bahwa kredit konsumsi merupakan salah satu kekuatan pada perekonomian Amerika. Sedangkan di Indonesia, kredit konsumsi merupakan pasar yang menguntungkan dan menjadi perhatian bagi pihak bank. Selama ini masyarakat beranggapan bahwa orang yang berhutang adalah masyarakat menengah kebawah seperti yang disebutkan dalam penelitian Cameron dan Golby (1990) bahwa berhutang lebih sering terjadi pada orang yang memiliki pendapatan rendah dan pengeluaran tinggi. Namun sekarang, anggapan diatas sudah mulai berubah. Hutang mempunyai hubungan yang timbal balik dengan faktor psikologi. Wang dan Xiao (2009) menemukan bahwa
61
Indra Herdiana Nurudin, Rini Ekasari
semakin tinggi dukungan sosial seseorang semakin sedikit hutang kartu kredit yang dimiliki mahasiswa di Amerika. Adanya kartu kredit ini bagi sebagian orang benar-benar mendukung gaya hidup yang dianutnya, sehingga mereka memanfaatkan pada hampir semua transaksi pembelian barang atau jasa. Sebagian lainnya walaupun memakai kartu kredit, hanya memanfaatkan sekali-kali saja, namun masih ada pula orang yang tetap menganut gaya hidup tradisional yang lebih senang membayar tunai untuk segala sesuatu yang dibelinya. Perilaku konsumen berkaitan erat dengan proses pengambilan keputusan untuk menggunakan barang atau jasa untuk memuaskan kebutuhan. Dalam ilmu ekonomi dikatakan bahwa manusia adalah makhluk ekonomi yang selalu berusaha memaksimalkan kepuasan dan selalu bertindak rasional. Pengambilan resiko juga berkaitan dengan kondisi yang tidak pasti (uncertainty). Vaughan dan Vaughan (1996) menyatakan bahwa ketidakpastian menunjuk pada keadaan pikiran yang dikatakteristikkan dengan adanya keraguan. Ketidakpastian merupakan reaksi psikologis yang muncul karena kurangnya pengetahuan tentang apa yang diinginkan dan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Dalam hal pengambilan keputusan keuangan individu dipengaruhi oleh faktor mental accounting. Mental accounting adalah seperangkat operasi kognitif yang digunakan oleh individu dan rumah tangga untuk mengatur, mengevaluasi, dan melacak aktivitas
Jurnal Psikologi mandiri
keuangan. Penelitian Thaler (1999) merangkum keadaan dimana pengetahuan individu tentang bagaimana orang-orang terlibat dalam kegiatan mental accounting, bagaimana hasil yang dirasakan dan dialami, dan bagaimana keputusan dibuat dan kemudian dievaluasi. Sistem akuntansi memberikan masukan analisis biaya-manfaat. Pengeluaran dikelompokkan ke dalam kategori (perumahan, makanan, dll), dan pengeluaran kadang-kadang dibatasi oleh anggaran implisit atau eksplisit. Komponen lain dari mental accounting adalah menyangkut frekuensi biaya yang dievaluasi dan 'bracketing pilihan', sehingga biaya dapat seimbang baik harian, mingguan, tahunan, dan seterusnya, serta dapat didefinisikan secara sempit atau luas Pertimbangan ini akan melibatkan informasi-informasi yang telah ada atau tambahan informasi yang disengaja dicari untuk meminimalisir kerugian dan memaksimalkan kebermanfaatan dari sebuah tindakan. Individu akan menggunakan pertimbangan yang rasional untuk menghitung untung dan ruginya hingga memutuskan perlu berhutang atau tidak dalam memenuhi kebutuhannya. yang berfokus pada bagaimana seharusnya seseorang menyikapi dan mengevaluasi suatu situasi saat terdapat dua atau lebih kemungkinan hasil, analisa biaya dan kemanfaatan (cost-benefit analysis) dalam kaitan konsumen membeli secara kredit/berhutang dibingkai seperti untung-rugi (gains & losses) berturut-turut dan dinilai dengan konsisten.
62
STUDI FENOMENOLOGI PERILAKU BERHUTANG
Resiko pada dasarnya dapat berbentuk fisik dan non fisik. Zuckerman (1994) menyebutkan bahwa resiko dapat berbentuk resiko fisik, yakni resiko yang bias melukai secara fisik atau menimbulkan kematian seseorang; resiko hukum misalnya ditilang, dipenjara; resiko financial misalnya didenda atau dipecat dari pekerjaan; dan resiko dengan label tertentu. Berbagai penelitian hutang dari kajian psikologi di atas menunjukkan bahwa belum terdapat penelitian yang mengkaji lebih jauh tentang makna apa yang melatarbelakangi dari perilaku berhutang seseorang. Sementara makna merupakan faktor yang berkontribusi penting pada setiap perilaku individu. Walaupun banyak faktor yang mempengaruhi hutang banyak ditemukan tetapi tidak ada konsep yang mengintegrasi secara jelas. Dengan kata lain berhutang tidak bisa dijelaskan hanya dari satu faktor saja seperti ekonomi ataupun demografi. Oleh karena itu pada penelitian ini, peneliti tidak hanya akan melihat faktor ekonomi dan demografi individu saja, melainkan dari sisi psikologi tentang makna berhutang.
RUMUSAN MASALAH Perilaku berhutang tampaknya cenderung tidak lagi memandang apakah seseorang itu berkecukupan atau tidak. Kondisi demikian juga menyiratkan bahwa pada tahapan kesinambungan hidup manapun seseorang dimungkinkan untuk berperilaku berhutang. Ada Jurnal Psikologi mandiri
tendensi bahwa seseorang yang berhutang itu tidak selalu dalam keadaan dan kondisi “kekurangan” sumber dana, tetapi dengan kelebihan sumber keuangan seolaholah orang semakin aman dan mantap berhutang. Fenomena inilah yang mendasari peneliti untuk mengkaji lebih jauh mengenai makna filosofi yang melatarbelakangi individu untuk melakukan perilaku berhutang, dan bagaimana keterkaitan antara makna yang melatarbelakangi individu untuk melakukan perilaku berhutang.
METODE Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif yang berbentuk studi fenomenologis bersifat deskripsi-analitis untuk menggali makna berhutang bagi masyrakat. Sebuah metode yang menekankan pada verstehen yaitu memberi pemaknaan interpretatif terhadap pemahaman seseorang dalam memahami apa sebenarnya makna subjek dalam berhutang. Karena itu perspektif ini menekankan pada aspek subyektif individu (Moustakas, 1994). Subjek dalam penelitian ini berjumlah 6 orang memiliki penghasilan tetap serta menggunakan kartu kredit sebagai media berhutang. Penelitian ini menggunakan prosedur purposive sampling yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh subjek yang kredibel, sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan (Strauss & Corbin, 1990), dan untuk menambah jumlah responden dengan meminta 63
Indra Herdiana Nurudin, Rini Ekasari
kepada responden penulis menggunakan teknik snowball sampling. Snowball sampling yaitu suatu metode untuk menambah responden dengan meminta kepada responden yang telah diwawancarai ataupun pihak lain yang terkait untuk merekomendasikan calon responden berikutnya (Groeenwald, 2004). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akan makna berhutang yang dimiliki oleh individu yang melakukan perilaku berhutang, serta memahami keterkaitan makna berhutang tersebut dalam perilaku berhutang
HASIL Keputusan untuk Berhutang Keputusan seseorang untuk berhutang dapat ditinjau dari sudut pandang pendapatan seseorang tersebut atau dari sisi manfaat penggunaan hutang itu sendiri. Hutang merupakan alternatif seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. Ada landasan rasional yang mendorong mengapa seseorang berhutang. “Yaaa... sebenarnya sehh.. eee... saya ditawari oleh teman saya.. dia bilang eehhh zaman sekarang pakai kartu kredit lah.. kemudian saya coba.. dan ternyata persyaratannya pun tidak susah tinggal datang ke bank, kemudian bawa fotocopy KTP dan Slip Gaji.. langsung diurus mas...” (S6 / W1, 42-47). Pada tahap-tahap tertentu pilihan seseorang untuk berhutang ini wajar dan dapat diterima sebab hutang yang ia lakukan ini
Jurnal Psikologi mandiri
membantunya memenuhi kebutuhan. Banyak fasilitas yang ditawarkan serta dijanjikan oleh pihak penyalur kredit, keamanan salah satunya menjadi bahan pertimbangan yang rasional, karena konsumen tidak harus membawa uang tunai yang banyak ketika mereka akan bepergian. Ini memberikan rasa aman yang tinggi dari ketakutan akan dirampok. “Yaa lifestyle itu tadi mas... bahwa itu gaya dan saya ingin mencoba gitu kan.. yaa..itu tadi... bahwa menang ada satu sisi ada keuntungan dan satu sisi juga bahwa saya harus bijak menggunakannya gitu lohh...yaa mungkin yang lagi trend saat ini adalah berhutang dengan kartu kredit gituu lohhh...”(S3 / W1, 115-120) Keputusan untuk menggunakan kredit dilakukan karena kebutuhan masyarakat untuk rumah dan transportasi, keinginan untuk berlibur, atau untuk membeli pakaian, perhiasan tidak selalu mungkin untuk dilakukan karena keterbatasan uang yang dimiliki. jika responden tidak ingin menunda pembelian sampai tabungan yang diperlukan telah terkumpul, responden akan cenderung memutuskan untuk menggunakan kredit. dengan menggunakan kredit, responden tidak perlu mengeluarkan uang tunai maupun tabungan sehingga dapat lebih mudah dan cepat dalam memenuhi keinginan. Namun responden kurang menyadari bahwa kredit hanyalah sebuah bentuk yang berbeda dari hutang, yang memiliki resiko ketidakmampuan membayar kembali
64
STUDI FENOMENOLOGI PERILAKU BERHUTANG
angsuran karena tingkat bunga yang tinggi. Mental Accounting Pengalaman menunjukkan bahwa responden akan mengambil pinjaman (kredit) ketika pendapatan mereka lebih rendah dari yang diharapkan dan menyimpan ketika pendapatan lebih tinggi dari yang diharapkan. Keputusan untuk mengambil pinjaman ketika pendapatan lebih rendah dari yang diinginkan adalah untuk tetap dapat memenuhi konsumsi. “Yang melatarbelakangi..... ya itu tadi mungkin awalnya karna orangorang eeeee.. katanya pake kartu kredit itu mudah gitu yahh.. mempermudah kita untuk belanja untuk ee.. seandainya tidak punya uang cash dan sebagainya, ya berawal dari situ sihh gitu, dan saya pingin juga ngerasain gimana siihh rasanya punya kartu kredit, kok orang-orang.. beberapa tahun terakhir ini beralih dengan.. ke kartu kredit” (S3 / W1, 44-48). Dalam melakukan suatu perencanaan keuangan, kartu kredit seharusnya merupakan suatu gaya hidup yang membantu dalam menuju kemapanan financial, tetapi jika sedikit terlena maka akan masuk dalam jerat kartu kredit yang membuat perencanaan keuangan semakin menjauh dari tujuan hidup. Responden berpenghasilan rendah memiliki kecenderungan lebih tinggi dalam penggunaan kredit dibandingkan dengan berpenghasilan tinggi. Menggunakan kredit untuk membeli kebutuhan dan
Jurnal Psikologi mandiri
mempertahankan gaya hidup dengan tetap menghemat pendapatan. Mental accounting mengacu pada kecenderungan orang untuk memisahkan uang mereka kedalam satu rekening terpisah berdasarkan pada kriteria subjektif, seperti sumber uang dan tujuan untuk setiap akun. Individu menetapkan fungsi yang berbeda untuk setiap aktiva, yang memiliki efek sering tidak rasional dan merugikan pada keputusan konsumen dan perilaku lainnya. “Iyaaa.. mas... kan sekarang zaman modern mas... tinggal gesek aja.. hihihi (tertawa) (S3 / W1, 40-41) Keputusan untuk berhutang berbeda tiap individu tergantung pada ciri personal dan faktor keadaan. Pada karyawan dengan penghasilan tetap memiliki kemudahan dalam melakukan perencanaan keuangan dengan estimasi defisit, surplus atau impas. Walaupun Responden tidak menyadari akan bahaya yang akan ditimbulkan oleh kartu kredit dikemudian hari, baik dari kehancuran financial, kebangkrutan, bahkan sampai kekesaran fisik. “Iya.. mas.. kan banyak tuh beritanya di televisi ma korankoran.. masalah kaya gitu.. kadang pun saya berfikir juga,,, heheheheh.... kredit belum lunas... hutang banyak.. sudah lewat.... (meninggal maksudnya ) hahahah (tertawa)”. (S1/W2, 132-135) Proses ini berfokus pada bagaimana seharusnya responden menyikapi dan mengevaluasi suatu situasi saat terdapat dua atau lebih kemungkinan dari hasil tersebut. Responden menentukan tingkat 65
Indra Herdiana Nurudin, Rini Ekasari
utilitas yang berbeda pada tiap-tiap akun kekayaan sehingga mempengaruhi keputusan konsumsi. Serta berpusat pada bentuk dari keputusan responden dalam keuangan yang dipengaruhi oleh pengetahuan dan pemahaman responden terhadap keuangan. Sikap Terhadap Kartu Kredit Beberapa responden memahami bahwa kartu kredit adalah alat berbelanja pengganti uang tunai, karena fungsinya tersebut kartu kredit banyak diminati selain proses mendapatkannya terbilang mudah. Kartu Kredit adalah salah satu alat pembayaran dan pinjaman tunai yang simple, efesien dan memberikan nilai lebih bagi sipemegang kartu. Kartu kredit merupakan suatu jenis penyelesaian transaksi ritel (retail), yang diterbitkan kepada pengguna sistem tersebut sebagai alat pembayaran yang dapat digunakan dalam membayar suatu transaksi. “ee.... kartu kredit yaaa.. kartu yang dikeluarkan oleh pihak Bank.. yang biasanya.. kita kan harus punya tabungan dulu... trusss biasanya... eeee... kita bisa pakai untuk belanja.. tapii... diii..dii mall gitu atau yang ada alat buat geseknya...eeee... gitu kali yaaaa....”(S4 / W1, 12-15). Dalam perkembangannya sikap pada makna berhutang sendiri telah bergesar menjadi bagian dari ide untuk berbisnis, ini dikarenakan perubahan pola pikir dalam memaknai berhutang berbeda satu dengan yang lainya, karena berhutang akan menguntungkan bila dikelola dengan baik dan benar. Ini
Jurnal Psikologi mandiri
dibutuhkan guna mengembangkan bisnis, dan pinjaman konsumen kepada pihak lain baik yang berupa kredit maupun tunai yang mengakibatkan adanya kewajiban untuk mengembalikannya dalam jangka waktu tertentu. “kepuasan-kepuasan materi yang diberikan oleh kartu kredit itu kan membuat kita...eeee.... tidak harus menunggu dengan menabung cukup lama yaaaa... jadi Bank mampu membayar kontan kebutuhan kita..” (S2 / W2, 187-190) Kepuasan materi yang didapat, gaya hidup, mobil mewah, rumah besar, serta trend zaman menjadi satu titik tolak mengapa individu berhutang, materi menjadi makna dan landasan fundamental individu dalam melegitimasi perilaku berhutangnya. Temuan ini menyiratkan bahwa faktor internal dan eksternal berhubungan secara dekat, terlihat faktor internal penyebab perubahan makna berhutang berada dibawah pengaruh faktor eksternal. Sejalan dengan konsep temuan ini maka telaah yang memandang dan memaknai berhutang dari berbagai makna tersirat dalam reaksi secara individu dalam pilihan perilaku berhutang dan yang tidak berhutang. Perilaku responden berkaitan dengan proses pengambilan keputusan untuk menggunakan barang atau jasa untuk memuaskan kebutuhannya. Responden akan berusaha memaksimalkan kepuasan selama kemampuan finansialnya memungkinkan. Responden memiliki pengetahuan tentang alternatif produk yang dapat memuaskan kebutuhan. Selama utilitas marjinal
66
STUDI FENOMENOLOGI PERILAKU BERHUTANG
yang diperoleh dari pembelian produk masih lebih besar atau sama dengan biaya yang dikorbankan.
DISKUSI Pola konsumsi dengan menggunakan kartu kredit terlihat ada kaitannya dengan kelas sosial, tingkat penghasilan dan gaya hidup, ini ditunjukkan bahwa semua pemakai kartu kredit secara umum mempunyai sikap positif terhadap kredit. namun demikian pemakai dengan tujuan angsuran cenderung menggunakan kartu kredit lebih sering ketimbang pemakai dengan tujuan kemudahan. Dalam perilaku tersebut terjadi mental accounting dimana untuk mengimbangi gaya hidup orang lain, seseorang mengambil keputusan kredit yang sebenarnya hanyalah bentuk lain dari hutang dan memiliki resiko. Penelitian Levenson (1990) pengambilan resiko bersifat fisik, sosial, maupun keduanya. Dengan demikian perilaku pengambilan resiko adalah kemampuan untuk mengambil resiko atas hal-hal yang dikerjakan. Terdapat tiga alasan mengapa individu memilih untuk memakai kartu kredit daripada membayar tunai. Pertama, karena individu membutuhkan kredit untuk mampu membeli barang atau jasa yang diinginkan. Kedua, individu ingin memanfaatkan kenyamanan untuk tidak perlu membawa-bawa uang tunai. Ketiga, individu merupakan orang yang sangat perhitungan dan memahami keuntungan yang diperoleh dari membeli sekarang dan membayar nanti. Jurnal Psikologi mandiri
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pemaknaan antara konsumen yang menerima hutang sebagai sikap dan konsumen yang memaknai hutang sebagai materialisme. Skema kognitif yang cukup berbeda dari kedua kelompok konsumen terkait hutang ini dapat dijadikan pertimbangan dalam rangka mengambil keputusan terkait dengan hutang. Konsumen yang cenderung dipengaruhi faktor eksternal dalam mengambil keputusan terkait hutang dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk melihat serta mempertimbangkan akan landasan apa yang membuat konsumen melakukan perilaku berhutang, sehingga keputusan untuk berhutang atau tidak benar-benar dilandasi oleh pemaknaan yang filosofis serta kebutuhan dan tujuan yang dimiliki. Sesuai dengan Theory of Planned Behavior (Ajzen, 1991) didapatkan bahwa sikap terhadap perilaku berhutang terkait dengan pandangan individu mengenai hutang yakni sebagai kemudahan, peluang, trend, alternatif dalam pemenuhan kebutuhan dan upaya menambah kepemilikan, menjadi ide dalam berbisnis. Senada dengan Armstrong, Kotler, dan Geoffery (2006), orang yang mempunyai sikap mengenai hampir setiap hal. Sikap adalah evaluasi, perasaan dan kecenderungan seseorang yang relatif konsisten terhadap suatu objek atau gagasan. Sikap menempatkan seseorang kedalam satu pikiran dan pemahaman menyukai sesuatu, bergerak mendekati atau menjauhi sesuatu tersebut.
67
Indra Herdiana Nurudin, Rini Ekasari
Berbeda dengan Engel, Blackwell, dan Miniard (1996), membahas bahwa sikap dapat bervariasi sepanjang beberapa dimensi atau sifat. Salah satu dimensi yang demikian adalah valensi (valence) ini merujuk pada sikap itu positif, netral atau negatif. Sedangkan penelitian Drentea (2000) dan Ross, Cleland, dan Macleod (2006) menjelaskan bahwa hutang dapat berdampak pada kesehatan mental. Hutang kartu kredit berhubungan dengan tingkat kecemasan, kesulitan finansial membuat orang menjadi cemas dan stres. Peneliti melihat perbedaan individu berkaitan dengan bagaimana individu menilai kepemilikan mereka. Tendensi untuk mencapai kebahagian melalui kepemilikan tertentu. Materialisme mengacu pada orientasi konsumsi berbasis pencapaian kebahagiaan. Materialisme dialektis Marx-Engels (dalam Bagus, 2002) kemajuan sosial terjadi melalui perjuangan, konflik, interaksi, dan oposisi sedangkan perkembangan satu tingkat masyarakat lainnya tidak terjadi secara gradual tetapi dengan lompatan-lompatan yang tiba-tiba. Sikap seperti inilah yang oleh para ahli disebut sebagai gaya hidup Hedonis (Bagus, 2002). Sebuah paham yang mementingkan kenikmatan sesaat. Bagi manusia modern sekarang kebahagiaan dianggap dapat dipenuhi dengan fasilitas yang serba mewah. Menurut Burroughs dan Rindfleisch (2002), bahwa konsep nilai materialisme perlu dipelajari karena menimbulkan berbagai konsekuensi negatif terhadap
Jurnal Psikologi mandiri
kesejahteraan psikologis (well-being) individu seperti : menurunnya tingkat kepuasan hidup serta meningkatnya tingkat depresi. Secara beruntun kaitan antara makna berhutang sebagai sikap dan materialisme berkaitan dengan perilaku berhutang seseorang. Temuan menarik bahwa kredit bukan sekedar pelembut kata berhutang, tetapi kondisi yang ditemukan merefleksikan adanya sebuah perbedaan sikap yang telah terjadi secara meluas. Perbedaan yang menyangkut pandangan dan pemaknaan tentang hutang itu memalukan, gaya hidup, kebutuhan, keinginan atau berhutang itu perlu dihindari, dan menabung itu lebih terpuji mengalami perkembangan. Penelitian Livingstone dan Lunt (1993), yang menemukan bahwa orang yang berusia muda cenderung menggunakan kartu kredit dan mempunyai masalah berhutang. Senada dengan Jung dan Kau (2004) mengatakan jika perilaku konsumsi dapat dipengaruhi oleh budaya. Terkait dengan sikap atau norma subjektif terhadap perilaku pada masyarakat individualis, perilaku mereka lebih dipengaruhi oleh sikap. Banyaknya media dan alat untuk mengiklankan kartu kredit dan bagaimana mudahnya mendapatkan kartu kredit serta banyaknya fasilitas tambahan yang didapatkan. Kondisi ini tentu sangat mempengaruhi keputusan seseorang untuk berhutang. Hasil penelitian ini memberikan gambaran jika ternyata dalam konteks perilaku berhutang, perilaku berhutang tersebut didorong oleh adanya pemahaman akan makna berhutang itu sendiri yang mana
68
STUDI FENOMENOLOGI PERILAKU BERHUTANG
dipengaruhi oleh norma subjektif. Norma subjektif terkait dengan penerimaan lingkungan sosial, budaya juga keluarga. Individu akan cenderung untuk berupaya memenuhi harapan orang lain di sekelilingnya dan berkonformitas dengan harapan orang lain tersebut (Franzoi, 2003).
KESIMPULAN DAN SARAN Perilaku konsumen merupakan bagian dari perilaku yang tampak (overt) dari individu. Faktor penentu dari perilaku individu ini adalah besarnya intensi individu untuk menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tersebut (Fishbein dan Ajzen, 1975). Penelitian ini mengatakan jika proses memaknai akan berdampak pada perilaku berhutang. Makna hutang sebagai sikap dan makna hutang sebagai materialisme sebagai pemicu awal terbentuknya intensi perilaku berhutang itu sendiri, serta adanya sikap serta perceived behavioral control,yang merubah persepsi seseorang dalam memaknai arti dari berhutang serta melakukan perilaku berhutang. Sikap dan materialis ini menjadi sebuah paham yang sangat merugikan bagi generasi bangsa ini. Masyarakat kita lebih banyak menghabiskan uang untuk aktivitas yang tidak jelas atau serba hiburan semata. Pertimbangan penting tidaknya suatu aktvitas bukan lagi prioritas, tetapi yang lebih penting dapat melahirkan kebahagiaan sesaat. Penelitian ini lebih menekankan pada perilaku hutang dan menolak hutang pada level Jurnal Psikologi mandiri
pemaknaan secara filosofis. Hendaknya penelitian selanjutnya yang akan mengungkap secara lebih mendalam lagi tentang berhutang baik dari segi budaya dan perkembangan zaman
DAFTAR PUSTAKA Ajzen, I, (1991), The theory of planned behavior. Organizational behavior and human decision process, 179211. Armstrong, G., Kotler, P., & Geoffery. (2006) Marketing: An introduction. Pearson/ Prentice Hall. Bagus, L. (2002). Kamus filsafat. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Burroughs, J. E. & Rindfleisch, A. (2002). Materialism and wellBeing: A Conflicting Values Perspective, Journal Of Consumer Research, 350, 348-370. Cameron, S. & Golby, D. (1990). An economic analysis of personal debt. Buletin of Economic Research, 42, 241247. Drentea, P. (2000). Age, debt, and anxiety. Journal of Health and Social Behavior, 41, 437450. Engel, J. F. Blackwell. R. D. & Miniard P. W. (1996). Consumer Behavior.
69
Indra Herdiana Nurudin, Rini Ekasari
International Ed. Florida, USA:The Dryden Press. Fishbein, M. & Ajzen, I. (1975). Belief, attitude, intention, and behavior : An introduction to theory and research. United States. Addison-Wesley Publishing Company. Franzoi, S. L. (2003). Social psychology 3rd.ed. New York : McGraw Hill. Groeenwald. (2004). A Phenomenological research design illustrated. International Journal of Qualitative Methods, 3(1), 127. Jung, K. & Kau, A. K. (2004). Culture’s influence on consumer behaviors: Differences among ethnic groups in a multiracial Asian Country. Advances in Consumer Research, 31, 366372. Kapoor, J. R., Dlabay, L. R., & Hughes, R. J. (1988). Personal finance. Illinois: Irwin, Inc. Levenson, M. R. (1990). Risk taking and personality. Journal of Personality and Social Psychology, 6, 1073-1080 Livingstone, S. & Lunt, P. (1993) Saver and borrowers: Strategies of personal financial management. Journal of Human Relation, 46 (98). 963-985
Jurnal Psikologi mandiri
Ludvigson, S. (1999). Consumption and credit: A model of timevarying liquidity constraints. The Review of Economics and Statistics, 81, 434-447. Moustakas, C. (1994). Phenomenological research methods. London. Thousand Oaks, CA: Sage. Ross, S., Cleland, J., & Macleod, M. J. (2006). Stress, debt and undergraduate medical student performance. Medical Education, 40, 584–589. Strauss, A. L. & Corbin, J. (1990). Basic of qualitative research: grounded theory procedures and techique. Newbury Park: Sage Publication. Thaler,
R. H. (1999). Mental accounting matters. Journal of Behavioural Decision Making, 12, 183-206.
Vaughan, E. J. & Vaughan, T. M. (1996). Fundamentals of risk and insurance. 7th Edition. USA: JhonWilley and Sons, Inc. Wang, J. & Xiao, J. J. (2009). Buying behavior, social support, and credit card indebtedness of college students. International Journal of Consumer Studies, 33, 2–10. Zuckerman, M. (1994). Behavioral expressions and biosocial bases of sensation seeking. New York; Cambridge University Press.
70