STUDI EKSPERIMENTAL BALOK BERONGGA DENGAN PEMANFAATAN LIMBAH BOTOL PET Rahadyanto Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia
[email protected]
Abstrak Balok pracetak berongga atau hollow core beam (HCB) merupakan pengembangan dari Hollow-Core Slab (HCS). Balok pracetak berongga bukanlah produk baru dalam dunia konstruksi, karena sudah digunakan untuk girder pada jembatan dan balok pada bangunan-bangunan tinggi. Rongga pada balok ditujukan untuk mengurangi berat balok untuk memudahkan proses mobilisasi di lapangan, namun pada akhirnya rongga tersebut dicor setelah ditempatkan hanya karena pertimbangan kemudahan pelaksanaan.
Perlu dilakukan
penelitian untuk mencari metode pelaksanaan yang mudah agar rongga tersebut tetap dipertahankan sehingga menghemat volume beton yang digunakan di proyek konstruksi. Ide penggunaan botol air mineral sebagai pembentuk rongga diharapkan dapat mempermudah pembuatan balok. Disamping mengurangi volume beton, inovasi ini juga bisa dijadikan alternative sebagai tempat pembuangan limbah botol plastik. Penelitian terdahulu pada Hollow Core Slab (HCS) menemukan kendala dalam proses pengecoran karena adanya gaya apung dari rangkaian botol yang menyulitkan proses pelaksanaan. Studi eksperimental untuk mencari metode pelaksanaan yang mudah serta mempelajari kekuatan lentur balok hollow dengan botol PET telah dilakukan dengan benda uji berukuran 200 x 400 x 3850 mm. Total sebanyak enam (6) balok hollow dengan mutu beton yang berbeda, yaitu K-300 dan K-400 dan tiga (3) spesimen balok beton bertulang K-400 solid dengan ukuran yang sama juga dites sebagai balok pembanding. Four point loading test dipilih untuk melihat perilaku lentur balok. Hasil pengujian dianalisa berdasarkan grafik hubungan antara beban – lendutan dan antara momen dengan putaran sudut di tengah bentang, pola retak yang terjadi pada masing-masing spesimen dan jenis keruntuhan (failure mode) yang terjadi. Juga dilakukan perbandingan kapasitas ultimit secara teoritis dan eksperimental. Hasil loading test menkonfirmasikan teori yang menyatakan bahwa rongga yang dibentuk oleh botol PET tidak mengurangi kekuatan lentur dari balok. Hasil test menunjukkan bahwa balok PET K400 memiliki momen ultimate 0,98 kali dibandingkan balok solid dengan mutu beton yang sama. Penelitian juga menunjukkan bahwa balok PET 300 memiliki kekuatan 1,017 kali dibandingkan balok PET 400. Metode pelaksanaan dengan melakukan dua tahap pengecoran beton mampu mengatasi gaya apung dari rangkaian botol PET sehingga memberikan solusi metode pembuatan balok berongga PET yang mudah diaplikasikan di lapangan.
Studi eksperimental..., Rahadyanto, FT UI, 2013.
Abstract Experimental Studies of Hollow-Core Beam with PET Bottles, Precast Hollow-Core Beam (HCB) is an innovation of Hollow-Core Slab and not a new product in the construction. It has been used as girders of bridge and beams in high-rise buildings. The hollow is intended to reduce beam weight for ease of mobilization. Unfortunately, to simplify construction method, that hollow is casted after being placed. Research should be done to find an easy construction method to maintain it and hence concrete volume can be reduced. Bear in mind to put waste PET bottled inside the beam where it can be acted as hollows. Previous research conducted on concrete slab found difficulty during casting when placing PET bottles inside. Experimental studies to look for an applicable construction methods and to study flexural strength of hollow concrete beam with PET bottles inside have been conducted. There are 6 (six) PET beam of 200 x 400 x 3850 mm with two different concrete quality of K-300 and K-400 have been tested. Three (3) addition specimens are solid reinforced concrete beams with concrete quality of K-400 is used as benchmark. Four point loading test was chosen to investigate flexural behavior of the beams. The test results were analyzed based on graphical relationship between load – displacement, moment - rotation at beam midspan, the crack pattern and the failure mode of each specimen. The test results confirm the beam theory that the hollow do not reduce its flexural strength. The maximum bending capacity (Mu) of PET-400 is about 0.98 than solid beam with the same concrete quality. Test result also showed that the PET-300 has ultimate capacity of 1.017 than PET-400. Construction methods by performing two stages of concrete casting solve uplift force from PET bottles. Hence the HCB by utilizing PET bottles as hollow is easily applied in the construction period.
Keywords : Hollow Core Beam, four-point loading, waste PET bottle, failure mode, flexural capacity.
Konsep dari balok hollow sama dengan hollow
1. Pendahuluan
core slab (HCS), dimana balok dan pelat memiliki Salah satu limbah/sampah yang banyak diproduksi
lubang pada bagian tengah. Dari teori elastis
adalah botol plastik. Plastik merupakan bahan
tegangan
anorganik buatan yang tersusun dari bahan-bahan
ditahan oleh sisi terluar dari penampang dan bagian
kimia yang cukup berbahaya bagi lingkungan.
tengah menahan tegangan geser. Pada saat kondisi
Limbah dari plastik ini sangatlah sulit untuk
ultimate tercapai, kapasitas momen nominal dari
diuraikan secara alami. Maka dari itu akan
penampang ditentukan oleh lengan momen antara
diadakan penelitian mengenai pemanfaatan limbah
resultan tegangan pada sisi tekan dan sisi tarik.
lentur,
tegangan
paling
maksimum
dari botol plastik, khususnya jenis PET ( Poly Ethylene Terepthalate ) sebagai bahan isian pada
Pada
beton
bertulang,
sisi
tekan
ditahan
balok hollow.
sepenuhnya oleh beton dan daerah tarik ditahan sepenuhnya oleh tulangan baja (rebar), sehingga
Studi eksperimental..., Rahadyanto, FT UI, 2013.
beton pada bagian tengah tidak menyumbangkan kekuatan lentur sama sekali. Hal inilah yang menimbulkan pemikiran untuk melubangi bagian tengah dan memanfaatkan lubang tersebut sebagai tempat penampungan limbah rangkaian botol PET dengan tujuan untuk mengurangi berat sendiri tanpa mengurangi kekuatan lenturnya
Pada skripsi ini, penelitian akan difokuskan pada
Gambar 1. Distribusi Tegangan Lentur dan
pengaruh adanya rangkaian botol sebagai pengisi
Geser pada struktur hollow.
lubang pada penampang dan variasi nilai kekuatan karakteristik tekan beton terhadap perilaku HCB
3. Metode Penelitian
cast in site non prategang. Yang dimaksud dengan perilaku disini antara lain model keruntuhan, pola
3.1 Pembuatan Benda Uji
retak yang terjadi dan beban maksimum yang dapat diterima balok tersebut.
2. Studi Literatur Ide mengenai struktur hollow berawal dari teori elastis tegangan lentur yang menyebutkan bahwa tegangan paling maksimal pada penampang balok ditahan oleh sisi terluar penampang. Pada saat kondisi
ultimate
tercapai,
kapasitas
momen
nominal dari penampang ditentukan oleh lengan momen antara resultan tegangan pada sisi tekan dan sisi tarik. Pada beton bertulang, diasumsikan bahwa tegangan tarik sepenuhnya ditahan oleh tulangan baja dan tegangan tekan sepenuhnya ditahan oleh beton. Baik sisi tekan maupun tarik pada tegangan lentur, keduanya berada pada sisi luar penampang. Dengan demikian, beton pada bagian tengah diasumsikan tidak menyumbangkan kekuatan lentur . Sehingga muncul pemikiran untuk memberikan lubang pada beton dengan tujuan untuk mengurangi berat sendiri tanpa mengurangi kekuatan lenturnya. Oleh karena itu pula, konsep ini mulai diterapkan pada komponen struktur yang secara dominan menahan tegangan lentur.
Gambar 2. Diagram alir (Flowchart) dari metode penelitian
Pada tahap awal adalah mempelajari studi literatur, setelah itu melakukan persiapan benda uji dan persiapan pengujian, pada persiapan benda uji disini dilakukan perakitan botol PET, tulangan balok dan bekisting. Pada persiapan pengujian dilakukan perencanaan dan pembuatan loading frame serta strong floor. Setelah selesai persiapan
Studi eksperimental..., Rahadyanto, FT UI, 2013.
benda uji & persiapan pengujian, masuk ke tahapan
Dalam pembuatan benda uji ada 3 tahapan, yaitu :
pengecoran benda uji. Dalam tahapan pengecoran benda uji meliputi silinder beton untuk pengujian beton, balok solid K-400, balok Hollow K-400, balok Hollow K-300. Setelah dilakukan pengecoran benda uji, dilakukan perawatan / curing selama 28 hari. Setelah itu dilakukan pengujian terhadap benda uji, pengujian yang dilakukan adalah uji tekan silinder beton, uji tarik tulangan baja, uji
Gambar 3. Pengecoran Tahap 1
loading test terhadap balok hollow dan balok solid. Setelah selesai pengujian dilakukan analisa hasil,
a.
dan tahap terkahir adalah menarik kesimpulan.
Sebelum
pengecoran
dilakukan,
terlebih
tahap
dahulu
pertama
dipersiapkan
bekisting dan merangkai tulangan yang Tabel 1. Informasi data benda uji
digunakan, dalam hal ini tulangan yang dipakai adalah 2D13 untuk tulangan atas, 2D16 untuk tulangan bawah, serta untuk sengkang digunakan tulangan D8-150 pada daerah lapangan dan D8-100 pada daerah tumpuan. Setelah tulangan terangkai, balok dicor stinggi 80 mm dan didiamkan selama kurang lebih 4-5 jam. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi gaya dorong keatas
Tabel 2 Pengujian 4 point loading (sample balok
(gaya apung) yang mengakibatkan tulangan
200 x 400 x 3850 )
ikut terangkat.
Tabel 3 Pengujian Kuat Tekan
Gambar 4. Pemasangan Rangkaian Botol Air Mineral (PET) Tabel 4 Pengujian Kuat Tarik Langsung
b.
Pada tahap selanjutnya, rangkaian botol air mineral (PET) mulai dirangkai dengan cara direkatkan pada tulangan sengkang bagian atas dengan kawat bendrat, ketika botol telah dirangkai didalam bekisting, diatasnya juga ditambahkan beton decking, hal ini dilakukan
Studi eksperimental..., Rahadyanto, FT UI, 2013.
agar rangkaian botol tidak mengapung saat pengecoran dilakukan.
Gambar 5. Pengecoran Tahap 2 Gambar 6. Skema Pengujian c.
Pada tahap selanjutnya dilakukan pengecoran tahap ke 2. Pengecoran dilakukan sampai memenuhi cetakan /bekisting. Diharapkan saat pengecoran tahap ke 2, beton bagian bawah
sudah
mengeras
sehingga
gaya
dorong dari rangkaian botol air mineral (PET) akan terhalang oleh tulangan sengkang & beton decking yang menahan diatas permukaan rangkain botol.
3.2 Skema Pengujian
Dan untuk uji pembebanan (loading test) dilakukan
Gambar 7. Konsep pengujian 4 point loading
dengan konsep pengujian 4 point loading, dengan menggunakan hydraulic jack berkapasitas 40 ton,
4. AnalisaHasil
dan pembebanan diberikan pada 2 titik berjarak 1/3
4.1 Grafik M - φ
bentang dari perletakan. Skema pengujian 4 point
a.
S-400
loading dipilih karena untuk memastikan pola retak yang terjadi pada bagian tengah balok adalah murni retak akibat lentur.
Pengukuran lendutan yang akan dilakukan adalah dengan cara manual, yaitu dengan menggunakan 5 dial gauge, dengan cara meletakkan dial gauge di atas masing-masing perletakkan, ditengah bentang, di kedua ujung sample balok, dan dibawah masingmasing perletakkan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 8. Grafik Momen Rotasi S-400
Studi eksperimental..., Rahadyanto, FT UI, 2013.
Dengan memperhatikan grafik diatas, pada sampel
Dari grafik diatas dapat dijelaskan, pada sampel
S-400 (I) dapat disimpulkan bahwa retak awal
PET-400 (I) retak awal terjadi pada momen 24
terjadi pada momen 26,4 KNm dengan rotasi
KNm dengan nilai rotasi yang terjadi pada retak
sebesar 0,01 rad , Hal ini ditandai dengan bentuk
awal sebesar 0,008 rad. Pada sampel PET-400 (II)
garis yang mendekati linier. Pada sampel S-400 (II)
retak awal terjadi pada momen 16,8 KNm dengan
dapat disimpulkan bahwa retak awal terjadi pada
nilai rotasi yang terjadi pada retak awal sebesar
momen 24 KNm dengan nilai rotasi yang terjadi
0,004 rad. Pada sampel PET-400 (III) retak awal
pada retak awal sebesar 0,006 rad. Pada sampel S-
terjadi pada momen 19,2 KNm dengan nilai rotasi
400 (III) dapat disimpulkan bahwa retak awal
yang terjadi pada retak awal sebesar 0,006 rad.
terjadi pada momen 21,6 KNm dengan nilai rotasi sebesar 0,006 rad. Pada S-400 dapat disimpulkan
Pada sampel PET-400 (I) nilai momen maksimal
bahwa nilai rata-rata momen yang terjadi pada
yang terjadi sebesar 45,6 KNm dan nilai rotasi
retak awal adalah 24 KNm dengan nilai rata-rata
maksimal yang terjadi sebesar 0,034 rad. Pada
rotasi sebesar 0,0073 rad
sampel PET-400 (II) nilai momen maksimal yang terjadi sebesar 45,6 KNm, rotasi maksimal yang
Pada percobaan ini dilakukan pembebanan sampai
terjadi sebesar 0,046 rad. Pada sampel PET-400
P maksimal, dimana nilai dari beban pada dial
(III) nilai momen maksimal yang terjadi sebesar
pompa hydraulick tidak dapat bertambah lagi. M
45,6 KNm, rotasi maksimal yang terjadi sebesar
maksimal yang didapat pada S-400 (I) sebesar 48
0,038 rad. Pada PET-400 dapat disimpulkan bahwa
KNm. Dan nilai rotasi maksimal yang terjadi
nilai rata-rata momen yang terjadi pada retak akhir
sebesar 0,03 rad. Pada S-400 (II) M maksimal
adalah 45,6 KNm dengan nilai rata-rata rotasi
sebesar 48 KNm. Dan nilai rotasi maksimal yang
sebesar 0,039 rad
terjadi sebesar 0,04 rad. Pada S-400 (III) M maksimal sebesar 43,2 KNm. Dan nila rotasi
c.
PET-300
maksimal yang terjadi sebesar 0,038 rad. Pada S400 dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata momen yang terjadi pada retak akhir adalah 46,4 KNm dengan nilai rata-rata rotasi sebesar 0,036 rad
b.
PET-400
Gambar 10. Grafik Momen Rotasi PET-300
Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa pada sampel PET-300 (I) retak awal terjadi pada momen 19,2 KNm dengan nilai rotasi yang terjadi pada retak awal sebesar 0,006 rad. Pada sampel PET-300 Gambar 9. Grafik Momen Rotasi PET-400
(II)
retak awal terjadi pada momen 16,8 KNm
dengan nilai rotasi yang terjadi pada retak awal
Studi eksperimental..., Rahadyanto, FT UI, 2013.
sebesar 0,004 rad. Pada sampel PET-300 (III) retak
a.
S-400 (I)
awal terjadi pada momen 16,8 KNm dengan nilai rotasi yang terjadi pada retak awal sebesar 0,004 rad. Gambar 11. Pola Retak S-400 (I) Momen
(M)
maksimal
yang
didapat
pada
percobaan ini berbeda-beda, pada sampel PET-300
Dari gambar diatas,dapat dilihat bahwa retak awal
(I) sebesar 48 KNm, sampel PET-300 (II) sebesar
(first crack) terjadi pada posisi di daerah yang
45,6 KNm, sampel PET-300 (III) sebesar 45,6
murni dipengaruhi oleh lentur yaitu pada daerah
KNm.
Pada sampel PET-300 (I) nilai rotasi
(1/3 L – 2/3 L) dengan panjang retak sebesar 15 cm
maksimal yang terjadi sebesar 0,036 rad. Pada
akibat beban sebesar 2,2 ton (22 KN) , sedangkan
sampel PET-300 (II) nilai rotasi maksimal yang
retak akhir (final crack) berada tepat dimana beban
terjadi sebesar 0,038 rad. Pada sampel PET-300
bekerja, yang juga masih masuk dalam daerah
(III) nilai rotasi maksimal yang terjadi sebesar 0,04
lentur murni dengan panjang retak sebesar 10 cm
rad. Pada PET-300 dapat disimpulkan bahwa nilai
dan lebar retak sebesar 1,25 mm akibat beban 4 ton
rata-rata momen yang terjadi pada retak akhir
(40 KN).
adalah 46,4 KNm dengan nilai rata-rata rotasi sebesar 0,038 rad.
b.
S-400 (II)
4.2 Pola Retak
Analisa ini dilakukan, bertujuan untuk mengetahui
Gambar 12. Pola Retak S-400 (II)
bagaimana perilaku dan mode keruntuhan yang terjadi pada masing-masing benda uji yang
Dari gambar diatas,dapat dilihat bahwa retak awal
kemudian nanti hasilnya dibandingkan dengan
(first crack) terjadi pada posisi di daerah yang
sampel lainnya. Pengujian dengan metode four-
murni dipengaruhi oleh lentur yaitu pada daerah
point loading menyebabkan perilaku sampel balok
(1/3 L – 2/3 L) dengan panjang retak sebesar 10 cm
HCB
di
akibat beban sebesar 2 ton (20 KN) , sedangkan
kategorikan menjadi 2 kategori, yaitu lentur murni
retak akhir (final crack) terjadi berada tepat dimana
dan lentur geser. Dimana lentur murni terjadi akibat
beban bekerja, yang juga masih masuk dalam
gaya momen yang terjadi pada daerah ( 1/3L – 2/3
daerah lentur murni dengan panjang retak sebesar
L ), sedangkan lentur geser terjadi akibat kombinasi
10 cm dan lebar retak sebesar 0,95 mm akibat
gaya momen dan gaya geser yang terjadi pada
beban 4 ton (40 KN).
terhadap
pola
keruntuhan
dapat
daerah antara perletakan dan beban. Berikut adalah pola keruntuhan yang terjadi pada benda uji balok
c.
S-400 (III)
HCB.
Gambar 13. Pola Retak S-400 (III)
Studi eksperimental..., Rahadyanto, FT UI, 2013.
Dari gambar diatas,dapat dilihat bahwa retak awal
bekerja, yang juga masih masuk dalam daerah
(first crack) terjadi pada posisi di daerah yang
lentur murni dengan panjang retak sebesar 6 cm
murni dipengaruhi oleh lentur yaitu pada daerah
dan lebar retak sebesar 0,80 mm akibat beban 3,8
(1/3 L – 2/3 L) dengan panjang retak sebesar 8 cm
ton (38 KN).
akibat beban sebesar 1,6 ton (16 KN) , sedangkan retak akhir (final crack) berada tepat dimana beban
f.
PET-400 (III)
bekerja, yang juga masih masuk dalam daerah lentur murni dengan panjang retak sebesar 5 cm dan lebar retak sebesar 0,95 mm akibat beban 3,6 ton (36 KN).
d.
Gambar 16. Pola Retak PET-400 (III)
PET-400 (I)
Dari gambar diatas,dapat dilihat bahwa retak awal (first crack) terjadi pada posisi di daerah yang murni dipengaruhi oleh lentur yaitu pada daerah (1/3 L – 2/3 L) dengan panjang retak sebesar 7 cm
Gambar 14. Pola Retak PET-400 (I)
akibat beban sebesar 1,6 ton (16 KN), sedangkan retak akhir (final crack) berada tepat dimana beban
Dari gambar diatas,dapat dilihat bahwa retak awal
bekerja, yang juga masih masuk dalam daerah
(first crack) terjadi pada posisi di daerah yang
lentur murni dengan panjang retak sebesar 4 cm
murni dipengaruhi oleh lentur yaitu pada daerah
dan lebar retak sebesar 0,55 mm akibat beban 3,8
(1/3 L – 2/3 L) dengan panjang retak sebesar 16 cm
ton (38 KN).
akibat beban sebesar 2 ton (20 KN) , sedangkan retak akhir (final crack) berada tepat dimana beban
g.
PET-300 (I)
bekerja, yang juga masih masuk dalam daerah lentur murni dengan panjang retak sebesar 8 cm dan lebar retak sebesar 0,55 mm akibat beban 3,8 ton (38 KN).
e.
Gambar 17. Pola Retak PET-300 (I) Dari gambar diatas,dapat dilihat bahwa retak awal
PET-400 (II)
(first crack) terjadi pada posisi di daerah yang murni dipengaruhi oleh lentur yaitu pada daerah (1/3 L – 2/3 L) dengan panjang retak sebesar 12 Gambar 15. Pola Retak PET-400 (II)
cm akibat beban sebesar 1,6
ton (16 KN),
sedangkan retak akhir (final crack) berada tepat Dari gambar diatas,dapat dilihat bahwa retak awal
dimana beban bekerja, yang juga masih masuk
(first crack) terjadi pada posisi di daerah yang
dalam daerah lentur murni dengan panjang retak
murni dipengaruhi oleh lentur yaitu pada daerah
sebesar 28 cm dan lebar retak sebesar 0,55 mm
(1/3 L – 2/3 L) dengan panjang retak sebesar 8 cm
akibat beban 4 ton (40 KN)
akibat beban sebesar 1,4 ton (14 KN), sedangkan retak akhir (final crack) berada tepat dimana beban
Studi eksperimental..., Rahadyanto, FT UI, 2013.
h.
keseluruhan retak lentur merupakan pola retak yang
PET-300 (II)
paling dominan pada keseluruhan sample balok.
4.3 Perbandingan Hasil Loading Test a.
Gambar 18. Pola Retak PET-300 (II)
S-400 vs PET-400
Dari gambar diatas,dapat dilihat bahwa retak awal (first crack) terjadi pada posisi di daerah yang murni dipengaruhi oleh lentur yaitu pada daerah (1/3 L – 2/3 L) dengan panjang retak sebesar 14 cm akibat beban sebesar 1,4 ton (14 KN), sedangkan retak akhir (final crack) berada tepat dimana beban bekerja, yang juga masih masuk dalam daerah lentur murni dengan panjang retak sebesar 8 cm dan lebar retak sebesar 0,75 mm akibat beban 3,8
Gambar 20. Grafik Momen Rotasi S-400 vs PET-400
ton (38 KN).
i.
Dari Gambar 20 dapat dijelaskan bahwa momen
PET-300 (III)
maksimum yang terjadi pada masing-masing sampel yaitu S-400 (I) sebesar 48 KNm, S-400 (II) sebesar 48 KNm, S-400 (III) sebesar 43,2 KNm. Gambar 19. Pola Retak PET-300 (III)
Dengan nilai rata-rata momen maksimum dari ketiga sampel tersebut sebesar 46,4 KNm. Momen
Dari gambar diatas,dapat dilihat bahwa retak awal
maksimum yang terjadi pada masing-masing
(first crack) terjadi pada posisi di daerah yang
sampel PET-400 tidak terjadi perbedaan. Pada
murni dipengaruhi oleh lentur yaitu pada daerah
PET-400 (I), PET-400 (II), PET-400 (III) momen
(1/3 L – 2/3 L) dengan panjang retak sebesar 14 cm
maksimum yang terjadi sebesar 45,6 KNm.
akibat beban sebesar 1,4 ton (14 KN), sedangkan retak akhir (final crack) berada tepat dimana beban
Dari
kedua
varian
bekerja, yang juga masih masuk dalam daerah
dibandingkan
lentur murni dengan panjang retak sebesar 8 cm
maksimum yang terjadi, dimana untuk S-400 rata-
dan lebar retak sebesar 0,55 mm akibat beban 3,8
rata momen maksimum yang terjadi sebesar 46,4
ton (38 KN)
KNm. Sedangkan untuk PET-400 memiliki nilai
dari
balok nilai
tersebut rata-rata
dapat momen
rata-rata momen maksimum yang terjadi sebesar Pola retak yang terjadi pada semua sampel balok,
45,6 KNm. Hal ini bisa disimpulkan bahwa balok
semuanya berbentuk vertikal dari bawah keatas,
PET-400 memiliki kekuatan 0,98 x dari balok S-
yang menandakan bahwa retak yang terjadi pada
400.
balok ini adalah retak lentur. Dari semua retak yang ada, kita juga dapat melihat beberapa retak yang terjadi pada daerah lentur dan geser, tetapi secara
Studi eksperimental..., Rahadyanto, FT UI, 2013.
maksimum yang terjadi pada masing-masing b.
spesimen.
PET-400 vs PET-300
Tabel 5. Perbandingan Nilai Momen Maksimum
Gambar 21. Grafik Momen Rotasi PET-400 vs PET-300
Dari Gambar 21 dapat dijelaskan bahwa momen maksimum yang terjadi pada masing-masing sampel yaitu PET-400 (I) sebesar 45,6 KNm, PET400 (II) sebesar 45,6 KNm, PET-400 (III) sebesar 45,6
KNm
dengan
nilai
rata-rata
c.
Hasil Loading Test vs Kekuatan Teoritis
momen
maksimum dari ketiga sampel tersebut sebesar 45,6
Pada sub bab ini akan dilakukan analisa teoritis,
KNm. Sedangkan momen maksimum yang terjadi
yang bertujuan
pada masing-masing sampel PET-300 adalah
Momen
sebagai berikut, pada PET-300 (I) sebesar 48 KNm,
dengan momen nominal yang didapatkan dari
PET-300 (II) sebesar 45,6 KNm, PET-400 (III)
perhitungan secara teoritis. Berikut ini adalah hasil
sebesar 45,6 KNm dengan nilai rata-rata momen
perhitungan teoritisnya :
maksimum yang terjadi dari ketiga sampel tersebut
• Balok (K-400)
untuk dapat membandingkan
maksimum
yang
terjadi
dilapangan,
Mu = 39818790,98 N.mm = 39,8 KNm
sebesar 46,4 KNm.
• Balok (K-300) Dari
kedua
varian
dibandingkan
dari
balok nilai
tersebut rata-rata
dapat
Mu = 39401225,41 N.mm = 39,40 KNm
momen
maksimum yang terjadi, dimana untuk PET-400 rata-rata momen maksimum yang terjadi sebesar 45,6 KNm, sedangkan untuk PET-300 memiliki nilai rata-rata momen maksimum yang terjadi sebesar 46,4 KNm. Hal ini bisa disimpulkan bahwa balok PET-300 memiliki kekuatan 1,017x dari balok PET-400.
Untuk lebih jelasnya, maka dibawah ini akan disajikan
tabel
perbandingan
nilai
momen
Studi eksperimental..., Rahadyanto, FT UI, 2013.
pada spesimen S-400 secara rata-rata mencapai Tabel 6. Kekuatan Lentur Teoritis K-400
16,52 % dari kekuatan teori, sedangkan untuk spesimen PET-400 secara rata-rata mengalami peningkatan mencapai 14,51 % dari kekuatan teori, dan untuk spesimen PET-300 secara rata-rata mengalami peningkatan mencapai 17,76 % dari kekuatan teori.
Perbedaan
kekuatan
perhitungan berbagai
dari
kekuatan
macam
spesimen
teori
faktor.
terhadap
dipengaruhi
oleh
Kemungkinan
yang
menyebabkan perbedaan kekuatan dari spesimen terhadap
analisis
teoritis
pengaruh
curing
atau
diantaranya
cara
adalah
perawatan
yang
dilakukan, pengaruh metode pengecoran yang Tabel 7. Kekuatan Lentur Teoritis K-300
dilakukan, pengaruh ketelitian pengukuran dalam pengujian, dan juga distribusi tegangan yang tidak merata akibat permukaan spesimen yang tidak rata.
5. Kesimpulan Dari pengujian dan analisis yang telah dilakukan pada
percobaan
ini,
kesimpulan, berikut ini
dapat
ditarik
beberapa
adalah beberapa poin
kesimpulan yang dihasilkan :
Kegagalan yang terjadi pada balok hollow dengan pemanfaatan limbah botol air mineral, sama seperti dengan kegagalan yang terjadi pada balok solid, yaitu didominasi oleh
Dari
perbedaan
kegagalan akibat lentur. Walaupun begitu,
kekuatan yang diperhitungkan dengan pengujian
masih ditemukan retak yang terjadi akibat
yang dilakukan. Secara pengujian terlihat bahwa
kombinasi lentur dan geser, tetapi hanya
terjadi penurunan rata-rata kekuatan dari spesimen
terjadi di dekat posisi beban bekerja.
S-400
tabel
tersebut
terhadap
dapat
spesimen
dilihat
PET
400,
namun
spesimen S-400 memiliki nilai rata-rata kekuatan yang sama terhadap spesimen PET-300.
Tidak ada perbedaan yang signifikan pada perilaku antara PET-400 dengan PET-300, diantara keduanya memiliki perilaku yang
Bila dibandingkan dengan perhitungan secara
hampir sama. Salah satunya, pola keruntuhan
teoritis, kekuatan pada masing-masing spesimen
yang mendominasi adalah kegagalan lentur.
mengalami peningkatan. Peningkatan yang terjadi
Studi eksperimental..., Rahadyanto, FT UI, 2013.
Momen ultimate yang dapat di terima oleh
5. Mulia O dan Josia I, “Studi Pemanfaatan
PET-400 (Balok Hollow dengan rangkaian
Limbah Botol Plastik untuk Hollow Core
botol dengan Mutu Beton K-400) memiliki
Slab”, Laporan Penelitian RUUI 2010.
nilai 0.98 x dari Momen ultimate yang dapat
6. ASTM Designation: C 78 – 94 : Standard Test
diterima S-400 (Balok Solid dengan Mutu
Method for Flexural Strength of Concrete
Beton K-400), sedangkan momen ultimate
(Using Simple Beam with Third-Point
yang dapat di terima oleh PET-300 (Balok
Loading)
Hollow dengan rangkaian botol dengan Mutu
7. Pratikto.2009 “Diktat Konstruksi Beton 1”.
Beton K-300) memiliki nilai 1,017 x lebih
Depok : POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
besar dari Momen ultimate yang dapat
8. Krisna Adi S.G, (2011) “Studi Eksperimental
diterima PET-400 (Balok Hollow dengan
Pengaruh Volume Void Terhadap Kekuatan
rangkaian botol dengan Mutu Beton K-400)
Hollow-Core Slab Non Prategang”. Depok. Universitas Indonesia.
Pembuatan balok hollow dengan rangkaian botol,
memerlukan
minimal
2
tahapan
pengecoran, agar lebih memudahkan dalam proses pengerjaan. Selain itu untuk mencegah botol mengapung saat pengecoran, perlu dilakukan pemasangan beton decking pada atas badan botol yang kemudian diikat pada sengkang bagian atas.
Daftar Acuan 1. Anonim. 2002. “SNI 03-2847-2002 Tata Cara Perhitungan Bangunan
Struktur Gedung”.
Beton Badan
untuk
Standarisasi
Nasional. 2. Nawy, E.G. ; Tavio ; dan Kusuma, B. (Penerjemah). 2010. Beton Bertulang : Suatu Pendekatan Dasar (Edisi Kelima)(Edisi Tata Cara ACI 318-05). Surabaya. ITS Press 3. Vis, W.C. ; Kusuma, Gideon. 1993. Dasardasar Perencanaan Beton Bertulang (Edisi Kedua). Jakarta. Erlangga 4. Alnuaimi, Ali Said. ; Al-Jabri, Khalifa S ; Hago, Abdelwahid (2007). Comparison between solid and hollow reinforced concrete beams, Materials and Structures (2008) 41:269–286.
Studi eksperimental..., Rahadyanto, FT UI, 2013.