Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 19 November 2016 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor
STUDI ANOMALI SINYAL MAGNET BUMI Ultra Low Frequency SEBAGAI PREKURSOR GEMPA BUMI UNTUK KASUS KEJADIAN GEMPA BUMI DENGAN MAGNITUDO KECIL ARMANSYAH1*,ADELIA FATIMAH1, SUAIDI AHADI2 1
Jurusan Geofisika, Sekolah Tinggi Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, Jl. Perhubungan I No. 5 Pondok Betung, Tangerang Selatan, 15221 2 Kedeputian Bidang Geofisika, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, Jl. Angkasa I No. 2 Kemayoran, Jakarta Pusat, 10720 Abstrak. Data magnet bumi dalam frekuensi sangat rendah (Ultra Low Frequency) diamati selama beberapa hari sebelum gempa bumi pada tanggal 18 Oktober 2014 yang terjadi di Kabupaten Jayapura. Kekuatan gempa bumi terhitung 4,0 pada skala magnitudo lokal (ml) dengan intensitas III MMI (Modified Mercalli Intensity) sehingga dirasakan getarannya oleh penduduk setempat. Penelitian ini menjadi unik karena masih jarang peneliti yang mengkaji kasus kejadian gempa bumi dengan magnitudo relatif kecil dan jarak episenter yang sangat dekat yakni 17 km dari sensor magnet bumi. Data magnet bumi yang terekam oleh sensor di olah dengan metode power rasio Z/H dan SSTF (Single Station Transfer Function) untuk menemukan ada tidaknya anomali yang terdeteksi sebagai prekursor gempa bumi dan menunjukkan dimana arah sumber anomali yang berkorelasi dengan lokasi episenter. Hal menarik dari penelitian ini adalah hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kejadian gempa bumi dengan magnitudo kecil memperlihatkan adanya pola anomali sebagai prekursor gempa bumi. Onset time anomali sebagai prekursor muncul 9 hari sebelum terjadinya gempa bumi dan arah sumber anomali dari hasil pengolahan berada pada daerah patahan di sekitar lokasi episenter yang sebenarnya. Kata kunci : anomali, gempa bumi, magnet bumi, magnitudo, prekursor Abstract. Geomagnetic Data on Ultra Low Frequency were observed for several days before an earthquake on October 18, 2014 in Jayapura Regency. Magnitude of the earthquake was 4,0 in local magnitude (ml) with intensity III MMI (Modified Mercalli Intensity), so itβs felt by people in around of Jayapura. This research is very unique because the researcher often studied for large earthquakes events. They were seldom to investigate small magnitude earthquakes with near epicenter distance (17 km) from geomagnetic sensor. The geomagnetic data were processed by power ratio Z/H and Single Station Transfer Function (SSTF) method to find anomalous as earthquake precursor and to show where is the direction of anomalous source that correlated with epicenter location. Interested things from this research is the results showing that earthquake with small magnitude also shows an anomalous pattern as earthquake precursor. Onset time of anomalous as earthquake precursor was detected 9 days before the earthquake and the direction of anomalous source from SSTF processing suggests real epicenter location. Keywords : anomalous, earthquake, geomagnetic, magnitude, precursor
1. Pendahuluan Kejadian gempa bumi diawali dengan proses akumulasi stress pada bidang batuan, memicu terjadinya emisi gelombang elektromagnetik [1]. Emisi tersebut *
Email:
[email protected]
Kode Artikel: FB-02 ISSN:2477-0477
Armansyah dkk
selanjutnya akan mempengaruhi nilai pengukuran data magnet bumi dan diselidiki untuk menentukan prekursor gempa bumi pada frekuensi yang sangat rendah (Ultra Low Frequency/ULF) < 0,1 Hz [2]. Akan tetapi, penelitian prekursor gempa bumi sebelumnya cenderung pada kasus gempa bumi yang relatif besar dengan M>6. Adapun gempa bumi dengan magnitudo yang relatif kecil (M<5) masih jarang untuk diteliti. Sehingga hal ini menarik perhatian penulis untuk mengembangkan penelitian prekursor yang telah dilakukan sebelumnya. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah gempa bumi dengan M<5 juga menghasilkan anomali emisi gelombang elektromagnetik yang dapat diamati pada data magnet bumi sebagai prekursor gempa bumi. Tabel 1. Anomali emisi ULF sebelum peristiwa gempa bumi (Hattori, 2004)
Gempa Bumi Spitak (Kopytenko dkk., 1993)
Gempa Bumi Loma Prieta (Fraser-Smith dkk., 1990)
Gempa Bumi Guam (Hayakawa dkk., 1996)
8 Desember 1988
18 Oktober 1989
8 Agustus 1993
6,9 6 km 129 km
7,1 15 km 7 km
8,0 60 km 65 km
Parameter yang ditinjau Waktu kejadian gempa bumi Magnitudo Kedalaman Jarak Episenter
Berdasarkan tabel 1. diatas, gempa bumi yang diteliti untuk studi prekursor gempa bumi cenderung pada kasus dengan M > 6. 2. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode power rasio Z/H dan metode SSTF (Single Station Transfer Function). Metode power rasio Z/H adalah metode yang digunakan untuk menemukan anomali pada data magnet bumi sebagai prekursor gempa bumi [3]. Adapun metode SSTF digunakan untuk mengetahui arah sumber anomali yang nantinya akan menunjukkan lokasi episenter gempa bumi [1]. Kombinasi antara metode power rasio Z/H dan SSTF diharapkan dapat menunjukkan anomali beserta waktu munculnya prekursor gempa bumi (onset time) sekaligus dengan estimasi lokasi episenter gempa bumi yang akan terjadi. Sebelum data magnet bumi diolah dengan kedua metode diatas, maka data dalam domain waktu perlu diubah kedalam domain frekuensi dengan menerapkan Fast Fourier Transformation (FFT). Frekuensi data yang dipilih adalah 0,022 Hz dalam rentang pc 3 (10-45 s). Dalam frekuensi tersebut, mampu menampilkan anomali yang signifikan pada data magnet bumi sebelum terjadinya gempa bumi [4]. Berikut adalah rumusan power rasio Z/H [3] : P (π) =
π (π)
π― (π)
(1)
P (π) adalah nilai hasil power rasio Z/H, Z (π) adalah nilai power data magnet bumi pada komponen vertikal (nT) dan H (π) adalah nilai power data magnet bumi pada
12
Studi Anomali Sinyal Magnet Bumi Ultra Low Frequency Sebagai Prekursor Gempa..
komponen horizontal (nT). Simbol π menunjukkan bahwa data tersebut sudah ditransformasikan kedalam domain frekuensi. Adapun rumusan SSTF [1] sebagai berikut : βπ (π) = π¨. βπΏ π + π©. βπ (π) πππ§ π½ =
π© π¨
π½ = πππ§3π
π© π¨
(2) (3)
(4)
βπ adalah kumpulan data magnet bumi pada komponen vertikal (nT), βπ adalah kumpulan data magnet bumi pada komponen utara-selatan (nT), dan βπ adalah kumpulan data magnet bumi pada komponen timur-barat (nT). A adalah konstanta koefisien data magnet bumi pada komponen utara-selatan dan B adalah konstanta koefisien data magnet bumi komponen timur-barat. Kumpulan data magnet bumi yang dimaksud adalah himpunan data magnet bumi per hari per komponen dengan sampling rate 1 Hz dalam rentang waktu antara 22.00 sampai dengan 03.00 waktu setempat. Sehingga dalam satu hari, jumlah data yang diolah pada masing-masing komponen magnet bumi dalam penelitian ini berjumlah 21.600 data. Pengambilan data pada jam 22.00-03.00 waktu setempat dimaksudkan untuk meminimalisir noise akibat variasi diurnal dan aktivitas manusia di sekitar lokasi sensor magnet. π adalah arah azimut sumber anomali yang diperoleh berdasarkan perhitungan dengan rumusan metode SSTF.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian, episenter gempa bumi dan lokasi sensor magnet bumi
Selanjutnya, data magnet bumi pada sensor di Jayapura (Provinsi Papua) akan dibandingkan dengan data magnet bumi pada sensor di Liwa (Provinsi Lampung) untuk membuktikan apakah anomali power rasio Z/H yang terdeteksi di Jayapura disebabkan karena pengaruh patahan lokal ataukah karena adanya gangguan magnetik secara global akibat pengaruh badai magnet. Dari hasil penelitian sebelumnya, stasiun referensi diperlukan untuk menghindari kesalahan interpretasi anomali emisi ULF sebagai prekursor gempa bumi akibat gangguan magnetik yang 13
Armansyah dkk
bersifat global [5]. Seperti yang terlihat pada gambar 1, kotak merah di peta inset indonesia menunjukkan lokasi penelitian, segitiga biru menunjukkan lokasi sensor magnet bumi di Jayapura dan Liwa, sedangkan bintang warna merah menunjukkan lokasi episenter gempa bumi yang diteliti. Data indeks DST (Disturbance Storm Time) yang bersumber dari Kyoto University (http://wdc.kugi.kyoto-u.ac.jp) juga digunakan untuk mengkonfirmasi ada tidaknya aktivitas badai magnet ketika waktu munculnya anomali pada nilai power rasio Z/H di Stasiun Jayapura. Kondisi badai magnet ditandai dengan turunnya intensitas indeks DST yang signifikan, misalnya pada kategori badai magnet kuat memiliki intensitas indeks DST yang kurang dari -100 nT [6]. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari informasi gempa bumi dan data magnet bumi. Data informasi gempa bumi yang digunakan bersumber dari katalog gempa bumi Balai Besar Wilayah V BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) Jayapura. Tabel 2. Data gempa bumi Jarak dari Tahun
Bulan
Tanggal
Bujur ( Ν¦ )
Lintang ( Ν¦ )
Magnitudo
Sensor Magnet
Kedalaman
(Km) 2014
10
18
140.60
-2.61
4.0 Ml
17
(Km) 12
Adapun data magnet bumi bersumber dari peralatan MAGDAS (Magnetic Data Acquisition System) yang berada di kantor Stasiun Geofisika Angkasapura Jayapura seperti yang ditampilkan pada tabel 3. Tabel 3. Spesifikasi alat sensor magnet bumi Lokasi Sensor
Jayapura, Prov. Papua
Liwa, Prov. Lampung
Kode Stasiun
JYP
LWA
Jenis Sensor
MAGDAS-9
MAGDAS-9
Komponen Pengukuran
X, Y, dan Z
X, Y, dan Z
Sampling Rate
1 Hz
1 Hz
Bujur
140,702Λ BT
104,06Λ BT
Lintang
2,514Λ LS
5,02Λ LS
Tabel 3. menunjukkan bahwa terdapat kesamaan spesifikasi peralatan sensor magnet bumi yang digunakan dalam penelitian ini, baik yang digunakan di Stasiun Jayapura maupun di Stasiun Liwa. 3. Hasil dan Pembahasan Kejadian gempa bumi pada tanggal 18 Oktober 2014 memiliki episenter yang berjarak sekitar 17 km dari lokasi sensor MAGDAS-9 di Stasiun Jayapura. Gempa bumi ini berkekuatan relatif kecil yakni 4,0 pada skala magnitudo lokal (ml) dengan kedalaman 12 km telah menimbulkan getaran yang dirasakan III MMI (Modified Mercalli Intensity) di wilayah Sentani, Jayapura dan sekitarnya berdasarkan informasi yang diperoleh dari kantor Balai Besar Wilayah V BMKG Jayapura. Pada 14
Studi Anomali Sinyal Magnet Bumi Ultra Low Frequency Sebagai Prekursor Gempa..
gambar 1, terdapat adanya anomali peningkatan nilai power rasio Z/H yang signifkan hingga melampaui batas standar deviasi pada tanggal 9 Oktober 2014. Anomali power rasio Z/H terdeteksi pada H-9 sebelum terjadinya gempa bumi tanggal 18 Oktober 2014 dengan peningkatan amplitudo sebesar 36,56.
MAGDAS-9 JYP,F = 0,022 HZ STD
DST
40
50
30
0
Amp max = 36.56
20
-50
10
-100
0
-150
-10 10/8
(nT)
Z/H
Gempa Bumi 18 Oktober 2014
INDEKS DST
AMPLITUDO POWER
Anomali Z/H 9 Oktober 2014
-200 TANGGAL 10/9 10/10 10/11 10/12 10/13 10/14 10/15 10/16 10/17 10/18
Gambar 1. Anomali ULF pada data magnet bumi hasil power rasio Z/H
Peningkatan power rasio Z/H diluar batas standar deviasi diyakini sebagai prekursor gempa bumi. Perubahan data magnet bumi yang signifikan pada frekuensi yang sangat rendah (0,022 Hz) diemisikan dari sumber patahan disekitar Danau Sentani ketika terjadi akumulasi stress pada bidang patahan, sehingga meningkatkan intensitas pengukuran pada sensor magnet di Stasiun Jayapura. Hal ini bersesuaian dengan pernyataan Hayakawa dan Kamogawa yang menyatakan bahwa terjadinya anomali perubahan intensitas power rasio Z/H disebabkan emisi elektromagnetik pada frekuensi yang sangat rendah akibat efek micro-fracturing dan elektrokinetik disekitar bidang patahan [7]. Selanjutnya, untuk meyakinkan bahwa anomali yang terekam di Stasiun Jayapura berasal dari anomali lokal yang bersumber dari bidang patahan disekitar Danau Sentani maka diamati pula power rasio Z/H pada stasiun magnet bumi referensi yang berada di Liwa (Provinsi Lampung) seperti yang terdapat pada gambar 2. Dari gambar 2 tersebut terlihat bahwa pada tanggal 9 Oktober 2014 yang merupakan waktu munculnya anomali di Stasiun Jayapura, kondisi power rasio Z/H di Stasiun Liwa dalam kondisi stabil dan memiliki nilai intensitas yang tidak melebihi batas standar deviasi. Hal ini cukup membuktikan bahwa anomali yang terdeteksi di Stasiun Jayapura berasal dari anomali lokal dari bidang patahan yang dekat dari sensor di Jayapura. Jarak Stasiun Liwa berada sangat jauh terhadap bidang patahan disekitar Danau Sentani yang diteliti, sehingga anomali tidak terlihat pada nilai power rasio Z/H di Stasiun Liwa. Nilai indeks DST selama rentang waktu penelitian antara tanggal 8 sampai 18 Oktober 2014 menunjukkan kondisi yang relatif tenang dan stabil, sehingga tidak menunjukkan adanya aktivitas badai magnet. Hal ini mempertegas bahwa anomali 15
Armansyah dkk
peningkatan power rasio Z/H di Stasiun Jayapura bukan berasal dari aktivitas badai magnet.
MAGDAS-9 LWA, F = 0,022 HZ Z/H
STD
DST 50 0
40
-50
20
-100
0
-150
-20 10/8
INDEKS DST
AMPLITUDO POWER
60
-200 TANGGAL 10/9 10/10 10/11 10/12 10/13 10/14 10/15 10/16 10/17 10/18
Gambar 2. Hasil power rasio Z/H di Stasiun Referensi Liwa (Provinsi Lampung)
Konfirmasi anomali power rasio Z/H sebagai prekursor gempa bumi dilakukan dengan investigasi arah sumber anomali yang muncul pada tanggal 9 Oktober 2014 dengan metode SSTF. Seperti yang ditampilkan pada gambar 3, hasil SSTF menginformasikan arah azimut sumber anomali sebesar 204,6Λ. Setelah di plot kedalam peta dan diberi batasan standar deviasi sebesar Β± 22,5Λ (garis putus-putus warna hijau), maka arah sumber anomali mampu memperkirakan lokasi episenter yang akan terjadi (tanda arah panah warna merah). Error sebesar 6,25% antara lokasi episenter dan arah azimut hasil SSTF dapat dimaklumi mengingat metode SSTF dicari dengan pendekatan perhitungan yang tentunya mengabaikan beberapa kondisi geografis sebenarnya yang ada dilapangan.
Gambar 3. Arah sumber anomali hasil perhitungan dengan metode SSTF
16
Studi Anomali Sinyal Magnet Bumi Ultra Low Frequency Sebagai Prekursor Gempa..
Validasi prekursor gempa bumi berdasarkan informasi anomali power rasio Z/H dan metode SSTF selanjutnya dilakukan dengan memperlebar luasan peta dan melakukan plotting kejadian gempa bumi yang terjadi dalam rentang waktu 21 hari setelah onset time (9 Oktober 2016) seperti pada gambar 4.
Gambar 4. Validasi arah sumber anomali
Setelah data gempa bumi di plot dalam rentang 21 hari setelah onset time, maka seperti yang terlihat pada gambar 4. hanya terdapat satu kejadian gempa bumi selain kejadian gempa bumi yang sedang diteliti. Kejadian gempa bumi lain tersebut terjadi pada tanggal 24 Oktober 2014, namun memiliki lokasi episenter yang berada jauh diluar batas standar deviasi (garis putus-putus warna hijau). Hal tersebut meyakinkan bahwa kejadian gempa bumi lain tersebut tidak berkorelasi dengan anomali yang muncul pada saat onset time tanggal 9 Oktober 2014. Sehingga berhasil divalidasi bahwa anomali yang muncul pada saat onset time tanggal 9 Oktober 2014 merupakan prekursor untuk kejadian gempa bumi pada tanggal 18 Oktober 2014. 4. Kesimpulan Data magnet bumi dapat dimanfaatkan untuk memberikan informasi awal terkait prekursor gempa bumi. Kejadian gempa bumi dengan magnitudo relatif kecil (4,0 ml) menghasilkan emisi gelombang elektromagnetik yang dapat terdeteksi pada data magnet bumi dengan frekuensi yang sangat rendah yakni 0,022 Hz dengan radius episenter dan kedalaman sumber gempa bumi < 50 Km terhadap sensor magnet bumi. Semakin banyak sebaran sensor magnet bumi yang dipasang dekat dengan daerah sumber patahan, diyakini akan memberikan informasi prekursor gempa bumi yang lebih baik dan lebih presisi untuk hasil penelitian selanjutnya. Ucapan terima kasih Terima kasih kepada International Center for Space Weather Science and Education (ICSWSE) Kyushu University yang telah bekerja sama dengan Indonesia 17
Armansyah dkk
untuk mengembangkan sistem monitoring magnet bumi dan telah menyediakan data indeks Dst yang sangat menunjang keberhasilan penelitian ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) khususnya rekan-rekan pegawai di Stasiun Geofisika Angkasapura Jayapura dan Stasiun Geofisika Kotabumi Lampung yang telah menyediakan data magnet bumi. Serta terima kasih kepada Balai Besar Wilayah V BMKG Jayapura yang telah menyediakan data gempa bumi acuan dalam penelitian ini. Daftar Pustaka 1. Hattori, K., ULF Geomagnetic Changes Associated with Large Earthquake, TAO Vol. 15 (2004) 329-360. 2. Ahadi, S., Puspito, N.T., Ibrahim, G., dan Saroso, S., Determination of the Onset Time in Polarization Power Ratio Z/H for Precursor of Sumatra Earthquake, AIP Conference Proc. 1617 (2014) 75-78. 3. Hayakawa, M., Kawate, R., Molchanov, O.A., dan Yumoto, K., Results of ultralow-frequency Magnetic Field Measurements during the Guam Earthquake of 8 August 1993, Geophys. Res. Let. Vol. 23 (1996) 241-244. 4. Yumoto, K., Ikemoto, S., Cardinal, M.G., Hayakawa, M., Hattori, K., Liu, J.Y., Saroso, S., Ruhimat, M., Husni, M., Widarto, D., Ramos, E., McNamara, D., Otadoy, R.E., Yumul, G., Ebora, R., dan Servando, N., A New ULF Wave Analysis for Seismoelectromagnetic Using CPMN/MAGDAS Data, Phisycs and Chemistry of The Earth Vol. 34 (2008) 360-366. 5. Ahadi, S., Puspito, N.T., Ibrahim, G., Saroso, S., Yumoto, K., Yoshikawa, A., dan Muzli, Anomalous ULF Emissions and Their Possible Association with the Strong Earthquake in Sumatra Indonesia during 2007-2013, J. Math. Fund. Sci. Vol. 47 (2015) 84-103. 6. Loewe, C. A., dan Prolss, G.W., 1997, Classification and Mean Behaviour of Magnetic Storms, J. Geophysics Vol. 102 (1997) 14209-14213. 7. Ibrahim, G., Ahadi, S., dan Saroso, S., Karakteristik Sinyal Emisi ULF yang berhubungan dengan Prekursor Gempa Bumi di Sumatra Studi Kasus : Gempa Bumi Padang 2009 dan Gempa Bumi Mentawai 2010, Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol. 2 (2012) 81-89.
18