STUDI ANALISIS METODE HISAB AWAL BULAN QAMARIYAH MOHAMMAD UZAL SYAHRUNA DALAM KITAB AS-SYAHRU
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata S.1 Dalam Ilmu Syari’ah
Oleh : AHMAD SALAHUDIN AL-AYUBI NIM : 112 111 050
PROGRAM STUDI ILMU FALAK FAKULTAS SYARI’AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2015
ii
iii
DEKLARASI Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satu pun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan. Semarang, 12 Juni 2015 Deklarator
Ahmad Salahudin Al-Ayubi NIM. 112111 050
iv
ABSTRAK Di Indonesia banyak ulama falak yang mengabadikan karyanya dengan dibukukannya berbagai sistem perhitungan untuk penentuan awal bulan Qamariyah, waktu salat, arah kiblat dan juga gerhana. Salah satunya hisab awal bulan Qamariyah dalam kitab As-Syahru yang disusun oleh Mohammad Uzal Syahruna. Kitab ini tergolong dalam kategori kitab yang menggunakan metode hisab kontemporer, karena rumus yang digunakan seperti dalam Jean Meeus yaitu rumus konstanta dan juga sudah melakukan beberapa koreksi seperti refraksi, semi diameter, horisontal paralaks, dan kerendahan ufuq. Dalam hal ini, kitab AsSyahru akan dibandingkan dengan hisab sistem hisab kontemporer yang lain seperti Ephemeris. Standar perbandingannya adalah karena sistem tesebut menggunakan metode kontemporer sehingga hal ini memungkinkan keduanya untuk dibandingkan. Dalam penentuan awal Dzulqo’dah 1437 H, nilai Ghurub Matahari kitab As-Syahru berbeda dengan sistem hisab Ephemeris yaitu AsSyahru 17˚ 38' 27,12" dan Ephemeris 17˚ 38' 54,88" hanya selisih 27,76 detik. Dari latar belakang di atas penulis tertarik untuk mengkaji: 1) Bagaimana metode hisab awal bulan Qamariyah dalam kitab As-Syahru?; 2) Bagaimana tingkat keakurasian metode hisab awal bulan Qamariyah dalam kitab As-Syahru?. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif kategori fungsionalnya penelitian ini termasuk kedalam penelitian kepustakaan (library research) dengan mengambil sumber data primer yaitu kitab As-Syahru, dan teknik pengumpulan data terdiri atas dokumen dan wawancara. Untuk menganilisis data penulis menggunakan metode analisis dengan pendekatan deskriptif analisis yaitu untuk menggambarkan bagaimana pola perhitungan yang ada dalam kitab As-Syahru, sehingga analisis data yang digunakan adalah Content Analysis. Di sisi lain penulis juga menggunakan analisis komparatif yaitu dengan menguji beberapa metode hisab penentuan awal bulan Qamariyah dari kitab AsSyahru dengan mengkomparasikan metode hisab kontemporer yaitu Ephemeris guna untuk mengetahui sejauh mana hasil penentuan awal bulan Qamariyah dalam kitab As-Syahru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode hisab kitab As-Syahru karangan Mohammad Uzal Syahruna menggunakan metode hisab kontemporer. Hasil hisab kitab As-Syahru dapat disandingkan dengan perhitungan kontemporer lainnya untuk keperluan penentuan awal bulan Qamariyah. Adanya perbedaan hasil waktu ijtima’ dan ketinggian hilal antara kitab As-Syahru dengan hisab Ephemeris disebabkan kitab As-Syahru menggunakan tabel data yang masih membutuhkan koreksi-koreksi dengan rumus-rumus matematika kontemporer tertentu untuk melakukan proses perhitungannya, tidak seperti halnya hisab Ephemeris yang koreksinya cukup dengan interpolasi serta selisih perbedaan hasil perhitungannya hanya kisaran menit dan detik pada akhir Syawal seperti nilai Azimuth Matahari As-Syahru 287°19’39,98” dan Ephemeris 287°19’04,38” (selisih 35,6 detik) dan tinggi hilal haqiqi As-Syahru 5°32’14,36” dan Ephemeris 5°34’19,46” (selisih 2 menit 5,1 detik). Keyword : Awal Bulan Qamariyah, Mohammad Uzal Syahruna, Kitab As-Syahru
v
MOTTO Artinya : “Berkata Musa: "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku” (25) dan mudahkanlah untukku urusanku, (26) dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, (27) supaya mereka mengerti perkataanku, (28). (Q.S. Thaahaa : 25-28)1
1
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah New Cordova, Cet. I, Bandung : Syamil Qur’an, 2012, hlm. 313.
vi
PERSEMBAHAN Skripsi ini Saya persembahkan untuk : Bapak dan Ibu tercinta, (Mashuri dan Siti Khozijah) dan Simbah Kakung (Basyiruddin dan Siti Salamah) yang telah membesarkan dan mendidikku dengan penuh kasih sayang. Terima kasih atas pengorbanan, nasehat dan doa yang tiada hentinya kalian berikan kepadaku selama ini. KH. Fuad Habib Dimyathi, KH. Luqman Haris Dimyathi dan para masyayikh lainnya selaku pengasuh dalam menuntut ilmu di Perguruan Islam Pondok Tremas Pacitan Jawa Timur. Adik-adik tersayang (Aji Nur Ikhwani dan Muhammad Fairuz Syafiq), saudarasaudaraku (Rina, Zaim, Riki, Aan, Rifdi), Keponakan yang cantik dan ganteng (Nok Luna, Nala, Tania, Zahro, Nafa, Levi, Nabila, Nang Taka, Tabik) dan seluruh keluarga besarku tercinta, dukungan serta do’a kalian. Keluarga Besar CSS MoRA dan keluarga seperjuangan FOREVER. Tak kalah penting buat adik Umul Maghfuroh yang selalu memberikan semangat dan motivasi dalam pembuatan skripsi ini.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, tiada daya dan upaya
melainkan
pertolongan-Nya
semata,
termasuk
dengan
selesainya
penyusunan skripsi yang berjudul “STUDI ANALISIS METODE HISAB AWAL BULAN QAMARIYAH MOHAMMAD UZAL SYAHRUNA DALAM KITAB AS-SYAHRU” Shalawat dan Salam semoga selalu dilimpahkan kepada baginda Nabi Muhammad saw dan juga kepada para Sahabat, Tabiin, Alim ulama’ serta seluruh umatnya hingga akhir zaman. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulis adalah mahluk biasa yang lemah dan tidak luput dari kesalahan, sehingga kegiatan ini tidak semata-mata atas usaha penulis sendiri, akan tetapi banyak sekali campur tangan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui kata pengantar ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1.
Kedua orang tua serta segenap keluarga atas do’a, nasehat serta curahan kasih sayang yang tidak dapat penulis sebutkan dengan kata-kata.
2. Kementerian Agama RI dalam hal ini Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren yang telah membiayai penulis selama menempuh masa studi sampai selesai. 3. Dekan Fakultas Syari’ah UIN Walisongo Semarang dan beserta para pembantu dekan dan seluruh staf dan jajarannya. 4. Kepada seluruh dosen penulis selama kuliah yang telah memberi pemahaman tentang segala macam disiplin ilmu.
viii
5. Drs. H. Maksun, M. Ag. selaku kepala program studi Ilmu Falak, Dr. H. Ahmad Izzuddin M.Ag., Dr. H. Arja Imroni M. Ag., Ahmad Syifa’ul Anam, S.HI. MH., dan Drs. H. Eman Sulaeman, MH., selaku pengelola dan pembina program beasiswa ini yang selalu memberikan bimbingan untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 6. Drs. H. Maksun M. Ag. selaku Dosen Wali penulis selama masa studi di IAIN Walisongo yang selalu memberikan nasehat dan mengarahkan dalam proses perkuliahan. 7. Pembimbing penulis, bapak Drs. H. Slamet Hambali, MSI. dan ibu Dra. Hj. Noor Rosyidah, M.Ag. selaku pembimbing penulis dalam penulisan skripsi ini yang selalu meluangkan waktu serta memberikan saran-saran yang konstruktif bagi penulis selama penulisan skripsi ini hingga selesai. 8. Mohammad Uzal Syahruna (Pengarang Kitab As-Syahru) atas wawancaranya baik secara langsung, via email maupun via sms dan semua data serta informasinya yang diberikan kepada penulis. 9. Keluarga besar Perguruan Islam Pondok Tremas Pacitan dan pondok pesantren Al-Firdaus Semarang, khususnya KH. Ali Munir beserta keluarga yang telah mengasuh penulis secara ikhlas dan sabar. 10. Keluarga besarku di Pancasan, Ajibarang, Banyumas. 11. Ndu’ Umma (bukan nama sebenarnya) yang selalu memberikan semangat dan motivasi dalam setiap langkah hidupku. 12. Keluarga ku sahabat FOREVER, Css Mora UIN Walisongo Semarang dan Peserta Beasiswa Santri Berprestasi di seleruh perguruan tinggi Indonesia.
ix
13. Konco-konco JQH El-Fasya UIN Walisongo yang telah memberikan pengalaman berorganisasi yang berkesan dan akan terkenang sampai kapan pun. 14. Dulur kamar Islamic Center yang telah rela berbagi tempat dan teman bersenda gurau baik suka maupun duka. Sofyan Al-lombokiyah, Ophal, Shobar (didin), Ijun (dial), Kaconk Hadi, Ilma, Faris. Hanya Allah yang dapat membalas semuanya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karenanya, penulis mengharap saran dan kritik konstruktif dari pembaca demi sempurna nya skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Semarang, Penulis
Ahmad Salahudin Al-Ayubi
x
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................... I HALAMAN NOTA PEMBIMBING ........................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................
iii
HALAMAN DEKLARASI ........................................................................
iv
HALAMAN ABSTRAK ............................................................................
v
HALAMAN MOTTO ................................................................................. vi HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................
vii
HALAMAN KATA PENGANTAR ..........................................................
viii
HALAMAN DAFTAR ISI .........................................................................
xi
HALAMAN PEDOMAN TRANSLITERASI .........................................
xiv
BAB I
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................
9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................
9
D. Telaah Pustaka .............................................................................
10
E.
Metode Penelitian ........................................................................
13
F.
Sistematika Penulisan ..................................................................
16
BAB II
HISAB RUKYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN
19
QAMARIYAH A. Pengertian Hisab ..........................................................................
19
B. Pengertian Rukyah .......................................................................
22
C. Dasar Hukum Penentuan Awal Bulan Qamariyah ......................
25
1. Dasar Hukum Al-Qur’an ........................................................ 25 2. Dasar Hukum Hadits..............................................................
29
D. Sejarah Ilmu Hisab dan Rukyat ...................................................
32
E. Metode Penentuan Awal Bulan Qamariyah ................................
38
1. Metode Hisab .........................................................................
38
xi
2. Metode Rukyat .......................................................................
44
BAB III METODE PERHITUNGAN AWAL BULAN QAMARIYAH 46 DALAM KITAB AS-SYAHRU KARYA MOHAMMAD UZAL SYAHRUNA A. Biografi Mohammad Uzal Syahruna..........................................
46
1.
Riwayat Hidup.....................................................................
46
2.
Kitab As-Syahru karangan Mohammad Uzal Syahruna .......
49
B. Metode Penentuan Awal Bulan Qamariyah ................................
52
BAB IV ANALISIS QAMARIYAH
METODE
HISAB
MOHAMMAD
AWAL UZAL
BULAN
SYAHRUNA 66
DALAM KITAB AS-SYAHRU A. Analisis Metode Mohammad Uzal Syahruna Penentuan Awal Bulan Qamariyah Dalam Kitab As-Syahru .................................. 66
B.
1.
Paradigma yang Membangun Teori ...................................... 69
2.
Sumber Data yang Digunakan ..............................................
3.
Analisis Proses Perhitungan .................................................. 70
4.
Ta’dil (Koreksi) ....................................................................
73
5.
Ketinggian Hilal Mar’i .........................................................
75
6.
Markaz ..................................................................................
78
Analisis Tingkat Akurasi Metode Hisab Awal Bulan Qamariyah Mohammad Uzal Syahruna dalam Kitab As-Syahru .............................
BAB V
70
80
PENUTUP
A.
Kesimpulan ..................................................................................
86
B.
Saran-Saran ..................................................................................
87
C.
Penutup ......................................................................................... 88
xii
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xiii
HALAMAN PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN2 A. Konsonan `=ء
=زz
=قq
=بb
=سs
=كk
=تt
= شsy
=لl
= ثts
= صsh
= مm
=جj
= ضdl
=نn
=حh
= طth
=وw
= خkh
= ظzh
=هh
=دd
‘=ع
=يy
= ذdz
= غgh
=رr
=فf
B. Vokal َ- = a َ- = i َ- = u C. Diftong = ايay = اوaw D. Syaddah ( َ -) Syaddah dilambangkan dengan konsonan ganda, misalnya الطبalthibb
2
Tim Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang, Pedoman Penulisan Skripsi, Semarang: Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang, 2012, hlm. 61-62
xiv
E. Kata Sandang ( ....)ال Kata sandang ( ... ) الditulis dengan al-... misalnya = الصناعةalshina’ah. Al- ditulis dengan huruf kecil kecuali jika terletak pada permulaan kalimat. F. Ta’ Marbuthah ( ) ة Setiap ta’ marbuthah ditulis dengan “h” misalnya al-ma’isyah al-thabi’iyyah
xv
= المعيشة الطبيعية
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penentuan Awal Bulan Qamariyah merupakan salah satu pembahasan yang menarik dan aktual dalam konteks hisab1 dan rukyah2di Indonesia, terutama dalam penentuan awal Ramadlan, Syawal, dan Dzulhijjah. Hal ini terbukti dengan adanya perbedaan konsep, ormas-ormas besar Islam di Indonesia, bahkan kadang menyulut adanya permusuhan yang mengusik pada jalinan ukhuwah Islamiyah, sehingga persoalan yang sebenarnya klasik ini menjadi selalu aktual terutama saat menjelang penentuan awal bulan-bulan tersebut. 3 Persoalan ini sama seperti yang dikatakan Snouck Hurgronje 4 seorang orientalis Belanda, yang menyatakan dalam suratnya kepada gubernur jenderal Belanda : “Tak usah heran jika negeri ini hampir setiap tahun timbul perbedaan tentang awal dan akhir puasa. Bahkan terkadang perbedaan itu terjadi antara kampung-kampung yang berdekatan”.5
1
Dalam bukunya Muhyiddin Khazin disebutkan bahwa Pengertian Hisab ialah perhitungan atau dalam bahasa inggris dikenal dengan Arithmatic. Lihat Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, , Yogyakarta: Buana Pustaka, Cet I. 2005, hlm. 30 2 Pengertian Rukyah di atas dalam bukunya Muhyiddin Khazin berarti “melihat”, yakni observasi atau mengamati benda-benda langit. Lihat Muhyiddin Khazin, Kamus......, hlm. 69. 3 Ahmad Izzudin, Ilmu Falak Praktis, Semarang: Pustaka Rizki Putra, Cet. II, 2012, hlm. 91. 4 Menurut sejarah, Snouck Hurgronje adalah politikus Belanda yang pernah menyatakan masuk Islam ketika berada di Arab dengan nama arab : “Abdul Ghofur” dan pengakuan Islamnya dikuatkan oleh para Ulama. Lihat Ahmad Izzudin, Ilmu........, Ibid. 5 Ibid.
1
2
Kitab suci Al-Qur‟an mengungkapkan bahwa Allah Ta‟ala berfirman :
Artinya : “Maka barangsiapa yang menyaksikan bulan itu hendaklah dia berpuasa ”(Q.S Al-Baqarah [2] : 185).6 Yang dimaksud dengan “asy-syahru” adalah “al-hilal”. Artinya bulan sabit, dan yang dikehendaki dengan dhamirnya ialah waktu yang sudah ma‟lum (bulan). Ini dalam Ilmu Badi‟i disebut Al-Istikhdam, yaitu menyebutkan lafal dengan suatu arti dan mengembalikan dhamir padanya dengan arti lain, atau mengembalikan dua dhamir sedang yang dikehendaki dengan dhamir yang kedua, bukan apa yang dikandung oleh dhamir yang pertama.7 Kemudian mengenai persoalan hisab rukyah awal bulan Qamariyah ini pada dasarnya sumber pijakannya adalah hadits-hadits hisab rukyah8. Dimana berpangkal pada dhahir hadits-hadits tersebut, para ulama‟ berbeda pendapat dalam memahaminya sehingga melahirkan perbedaan pendapat. Ada yang berpendapat bahwa penentuan awal Ramadlan, Syawal dan Dzulhijjah harus didasarkan pada rukyah atau melihat hilal yang dilakukan pada tanggal 29-nya.9
6
Kementerian Agama RI, Al-Qu‟an dan Terjemah New Cordova, Cet. I, Bandung : Syamil Qur‟an, 2012, hlm. 28. 7 Hifni Bek Dayyab, Muhammad Bek Dayyab, Syeikh Musthafa Thamum, Mahmud Afandi Umar, Sultan Bek Muhammad, Qawaa‟idillughatil „arabiyyah, Surabaya: Ahmad Bin Sa‟id bin Nabhan Wa Auladih, t.th), hlm. 131. 8 An- Nasai, Sunan an-Nasai, Mesir: Mustafa bab al-Hlmabi, jilid IV, cet. 1 383 H/1964 M, hlm. 113. Lihat juga ad-Daruquthni, sunan Daruquthni, Mesir: Beirut, jilid II, cet. 2 1403 H/1982 M, hlm. 167. Lihat juga Muhyiddin Abdul Hamid, Sunan Abu, jilid II, t.th, hlm. 302. 9 Sub Direktorat BIMSYAR dan Hisab Rukyat Kemenag RI, Ilmu Falak Praktik, Jakarta: Sub Direktorat BIMSYAR dan Hisab Rukyat Kemenag RI, Cet. I, 2013, hlm. 96.
3
Setelah berkembangnya ilmu pengetahuan, umat Islam mulai menggunakan hisab (ilmu falak) sebagai saran untuk menentukan awal bulan Hijriyah. Hal ini berdasarkan pada hadits Nabi yaitu:
يعين ابن, عن سعيد بن عمرو, عن األسود قيس, حدثنا شعبة,سعيد بن حدثنا سليمان بن حرب قال النيب صلى اهلل عليو وسلم أنو قال إنا أمة امية ال: عن ابن عمر رضي اهلل عنهم قال,العاص 10
نكتب وال حنسب الشهر ىكذا وىكذا يعين مرة تسعة وعشرين ومرة ثالثني
Artinya : “Bercerita kepada kami Sulaiman ibn Harb, bercerita kepadakami Syu‟bah, dari Aswad Quwais, dari Sa‟id bin Amr, yakni ibnu Sa‟id Al-„Ash dari Ibnu Umar RA : Nabi SAW pernah bersabda, “kami adalah bangsa yang ummiy, kami tidakmenulis maupun berhitung. Bulan adalah seperti ini dan ini(yaitu terkadang 29 hari dan terkadang 30 hari)”. Dan Hadits Riwayat Muslim dari Ibn Umar
عن ابن عمر رضي اهلل عنهما قال قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم امنا الشهر تسع . وعشرون فال تصوموا حيت تروه وال تفطروا حيت تروه فان غم عليكم فاقدروا لو 11
Artinya : “Dari Ibnu Umar ra. Berkata Rasulullah saw bersabda satu bulanhanya 29 hari, maka jangan kamu berpuasa sebelum melihat bulan, dan jangan berbuka sebelum melihatnya dan jika tertutup awan maka perkirakanlah. Hadits di atas dijadikan „illat untuk dalil rukyat dalam penentuan awal bulan adalah karena tidak dikenalnya ilmu hisab (ilmu falak) pada masa itu, tetapi penggunaan ilmu hisab, ada perbedaan pendapat dikalangan umat Islam. Ada yang 10
Muhammad Abdul Aziz Al-Khlmmidi, Sunan Abi Daud (Lil Imam Al-Hafidz Abi Daud Sulaiman Ibn Al-Asy‟ats), Juz 2, hadits ke 2319, Beirut: Dar Al-Kutb Al-Ilmiah, 1996, hlm.165. 11 Abu Husain Muslim bin Al-Hajjaj, Jami‟u al-Shahih, Juz III, Beirut : Dar Al-Fikr, tt, hlm. 122.
4
memakainya, ada yang menolaknya, dan ada yang menggunakannya hanya sebagai alat bantu dalam melakukan rukyat.12 Dalam ranah ilmu falak, ada dua metode hisab yang digunakan dalam penentuan awal bulan Qamariyah yaitu pertama, metode hisab „Urfi 13 yang mana Sistem hisab awal bulan Qamariyah yang berdasarkan pada peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara konvensional. Sistem hisab ini ditetapkan sebagai acuan untuk menyusun kelender Islam abadi oleh Khalifah Umar bin Khattab r.a. pada tahun 17 H. Pendapat lain menyebutkan bahwa sistem kalender ini dimulai sejak tahun 16 H atau 18 H, akan tetapi pendapat yang lebih masyhur menyatakan bahwa sistem ini dimulai sejak tahun 17 H. Sistem hisab „urfi bisa dikatakan seperti kalender syamsiyah (miladiyah) yang bilangan hari pada tiap bulannya tetap kecuali bulan-bulan tertentu pada tahun-tahun tertentu pula yang jumlahnya lebih panjang satu hari. Menurut sistem hisab ini umur bulan Sya‟ban 29 hari dan untuk Ramadhan 30 hari (tetap) sehingga tidak dapat digunakan dalam hisab awal bulan Qamariyah untukpelaksanaan ibadah. Kedua, metode hisab haqiqi14yang mana sistem hisab yang didasarkan pada peredaran bumi dan bulan sebenarnya. Menurut sistem hisab ini umur tiap bulan itu tidak konstan dan tidak beraturan, tetapi tergantung pada posisi hilal di setiap awal bulan. Bisa saja terbit di hari yang sama pada dua bulan berturutturut antara 29 atau 30 hari, dan bisa juga bergantian sebagaimana terdapat pada 12
Ahmad Mushonnif, Ilmu Falak (Metode Hisab Awal Waktu Shalat, Arah Kiblat, Hisab Urfi dan Hisab Hakiki Awal Bulan), Yogyakarta: Teras, Cet. I, 2011., hlm. 134. 13 Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, Edisi Revisi,Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Cet.II, 2008, hlm. 79 – 80. 14 Ibid.,hlm. 78.
5
sistem hisab „urfi. Praktisnya, sistem ini menggunakan data-data astronomis tentang pergerakan bulan dan bumi, serta menggunakan teori ilmu ukur segitiga bola (spherical trigonometri). Kitab yang akan dibahas ini (As-Syahru) termasuk salah satu yang menggunakan sistem Kontemporer15 yaitu sistem hisab yang menggunakan kaidahkaidah spherical trigonometri seperti : Ephemeris16, Nautika17, Newcomb dan lainlain. Sehingga menarik untuk dibahas dalam kajian Ilmu Falak praktis. Kitab ini sangat penting untuk dikaji karena membahas persoalan terkait penentuan awal bulan Qamariyah yang sangat erat hubungannya dengan kegiatan ibadah umat Islam yang keabsahannya dibatasi oleh tanggal dan bulan Qamariyah seperti : Puasa, Zakat, Hari Raya, dan hari-hari besar lainnya.18 Ilmu hisab merupakan ilmu yang berkembang secara terus menerus dari zaman ke zaman. Secara keseluruhan perkembangan ilmu hisab ini memiliki kecenderungan ke arah semakin tingginya tingkat akurasi atau kecermatan hasil hitungan. Observasi atau rukyah terhadap posisi dan lintasan benda-benda langit adalah salah satu faktor dominan yang mengantarkan ilmu hisab ke tingkat
15
Disebut juga dengan istilah Hisab Haqiqi Bi at-Tadqiq Biasa disebut Astronomical Handbook merupakan Tabel yang memuat data astronomis benda-benda langit. Dalam bahasa Arab disebut dengan Zij atau Taqwim. Lihat dalam Susiknan Azhari, Ensiklopedi......, hlm. 61 – 62. Dan lihat juga dalam Muhyiddin Khazin, Kamus......, hlm. 23. 17 Hlm ini berkaitan dengan Pelayaran, sehingga Almanak Nautika adalah data kedudukan benda-benda langit yang dipersiapkan untuk keperluan pelayaran. Sekalipun demikian, almanak nautika dapat pula digunakan untuk keperluan perhitungan waktu shlmat, awal bulan, dan gerhana. Lihat dalam Muhyiddin Khazin, Kamus......., hlm. 59. Lihat juga dalam Lihat dalam Susiknan Azhari, Ensiklopedi........., hlm. 160 – 161. 18 Mohammad Uzal Syahruna, Kitab As-Syāhrū , Edisi Revisi, Blitar: T.P , 2009, hlm. 1. 16
6
kemajuan perkembangannya dewasa ini, sampai faktor penemuan alat-alat observasi (rukyah) yang lebih tajam, alat-alat perhitungan yang lebih canggih dan cara perhitungan yang lebih cermat seperti ilmu ukur segitiga bola (trigonometri).19 Dari segi keakurasiaannya dapat kita lihat dari sistem hisab yang digunakan oleh suatu lembaga dalam menentukan awal bulan Qamariyah, ada berbagai Hisab yang berkembang di Indonesia dan mempunyai kriteria sendiri yang mana telah dirumuskan oleh pemerintah/Departemen Agama Republik Indonesia (Depag RI) pada forum Seminar Sehari Ilmu Falak pada tanggal 27 April 1992 di Tugu Bogor Jawa Barat,20 yaitu : 1. Hisab „urfi 2. Hisab Haqiqi Bi at-Taqrib 3. Hisab Haqiqi Bi at-Tahqiq 4. Hisab Kontemporer Dari sekian macam hisab yang telah disebutkan di atas, ada dua hisab yang bisa dan belum bisa dijadikan patokan dalam penentuan awal bulan Qamariyah. Adapun hisab yang bisa dijadikan patokan ialah hisab haqiqi bi at-tahqiq dan hisab kontemporer, kemudian yang belum bisa dijadikan patokan karena masih sebatas perkiraan dalam perhitungannya ialah hisab „urfi dan hisab haqiqi bi at-taqrib. Namun yang sering digunakan pada zaman sekarang oleh lembaga pemerintah adalah 19
Syaiful Mujab, skripsi “Studi Analisis Pemikiran Hisab KH. Moh. Zubair Abdul Karim dalam Kitab Ittifaqdzat al-Ba‟in” , Semarang : IAIN Walisongo, 2007, hlm. 5. 20 Ahmad Izzuddin, Fikih Hisab dan Rukyat, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007, hlm.27.
7
hisab kontemporer, kenapa demikian? karena hisab kontemporer telah menggunakan rumus segitiga bola dan koreksi-koreksi yang teliti sehingga hasilnya pun dapat dipertanggungjawabkan. Kitab As-Syahru termasuk salah satu kitab yang menggunakan sistem hisab kontemporer, hal ini dapat dilihat dari data-data yang digunakan dalam perhitungannya. Selain itu dalam kitab karya Mohammad Uzal Syahruna 21 sudah menampilkan hasil Irtifa‟ al-Hilal, Nur al-Hilal, dan Mukts al-Hilal, dan hasil perhitungannya juga sudah menggunakan koreksi terhadap refraksi, Paralaks, dan kerendahan ufuk dan lainnya, sehingga menurut penulis hasil dari perhitungan kitab ini dapat dijadikan patokan dalam penentuan awal bulan Qamariyah. Kitab As-Syahru merupakan kitab karangan Mohammad Uzal Syahruna dalam ilmu falak yang kini telah diajarkan di pondok pesantren di daerah Biltar dan dijadikan acuan dalam menentukan awal bulan khususnya di wilayah Jawa Timur seperti Lajnah Falakiyah NU Blitar, Lajnah Falakiyah NU Jawa Timur, Badan Hisab Rukyah Blitar, dan Badan Hisab Rukyah Jawa Timur.22 Perbedaan yang terdapat dalam kitab As-Syahru dengan kitab lain yaitu kitab ini menggunakan bahasa indonesia, sudah dicantumkan hasil ijtima‟ dari tahun 1424 sampai 1473 H, program kalkulator dan komputer, serta berita acara untuk penentuan
21
Beliau menjadi salah satu staf di Lajnah Falakiyah NU Kabupaten Blitar, beliau adalah putra dari KH. Mahbub Yunus kelahiran Biltar. Wawancara dengan Mohammad Uzal Syahruna, via email
[email protected] pada tanggal 10 Desember 2014. 22 Ibid.
8
awal bulan Qamariyah. Kitab ini terdiri dari beberapa pembahasan antara lain hisab awal bulan Qamariyah, hisab awal waktu shalat beserta program masing-masing. Akan tetapi penulis akan meneliti lebih dalam terkait hisab awal bulan Qamariyah serta keakurasiaanya dengan kitab yang lain yang sama menggunakan hisab kontemporer dengan kenyataan di lapangan.23 Penulis tertarik mengangkat kitab ini dalam penelitian karena dalam proses perhitungan awal bulan Qamariyah pengarang menggabungkan rumus-rumus yang bisa dipakai tanpa ketergantungan pada data-data yang sulit dicari, sehingga hasilnya sebanding dengan sistem Ephemeris, Jean Meeus dan Nautika.24 Berangkat dari latar belakang yang telah penulis bahas sebelumnya, penulis tertarik untuk mengetahui dan menganalisis lebih lanjut tentang metode hisab awal bulan Qamariyah yang digunakan dalam As-Syahru serta keakurasiannya jika digunakan untuk menentukan awal bulan Qamariyah, studi tersebut penulis angkat dalam skripsi dengan judul : “Studi Analisis Metode Hisab Awal Bulan Qamariyah Mohammad Uzal Syahruna Dalam Kitab As-Syahru”.
23
Ibid. Mohammad Uzal Syahruna, Kitab........., hlm. 1.
24
9
C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang hendak penulis kaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana metode hisab penentuan awal bulan Qamariyah dalam kitab AsSyahru? 2. Bagaimana tingkat keakurasian metode hisab awal bulan Qamariyah dalam kitab As-Syahru? D. Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan dan manfaat yang hendak penulis capai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam menentukan awal bulan Qamariyah dalam kitab As-Syahru sehingga dapat diketahui perbedaan dengan metode lainnya. 2. Untuk
mengetahui
keakurasian
metode
perhitungan
awal
bulan
Qamariyah kitab As-Syahru sehingga dapat diketahui kitab tersebut dapat dijadikan acuan penentuan awal bulan atau tidak. E. Telaah Pustaka Dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, penulis menemukan beberapa penelitian yang membahas mengenai hisab awal bulan
10
Qamariyah. Namun sejauh ini penulis belum pernah menjumpai adanya penelitian mengenai analisis metode hisab awal bulan Qamariyah dalam kitab As-Syahru. Diantara penelitian-penelitian mengenai awal bulan Qamariyah adalah Skripsi Sayful Mujab dengan judul “Studi Analisis Pemikiran Hisab KH. Moh. Zubair Abdul Karim dalam Kitab Ittifaqdzat al-Ba‟in”. 25 Dalam penelitiannya ia mengemukakan metode perhitungannya dengan menyimpulkan teori dan sistem perhitungan tersebut, mengungkapkan kelebihan dan kekurangan kitab tersebut serta perbedaannya dengan kitab-kitab lainnya yang sejenis. Dalam penelitian tersebut dikatakan bahwasanya kitab Ittifaqdzat al-Ba‟in merupakan kombinasi dari kitab Fath al-Rauf al-Mannan karya KH. Abdul Jalil Kudus dengan hisab yang bersumber dari kitab Badi‟ah alMitsal yang disusun oleh KH. Muhammad Mashum bin Ali. skripsi Kitri Sulastri yang berjudul “Studi Analisis Hisab Awal Bulan Qamariyahh
dalam
Kitab
Irsyad
al-Murid”
26
,
dalam penelitiannya,
ia
mengungkapkan metode perhitungan kitab Irsyad al-Murid dengan menyimpulkan teori dan sistem perhitungan tersebut, dan mengkaji mengenai eksistensi kitab tersebut serta menguji akurasi hisab kitab Irsyad al-Murid dengan membandingkan hasil perhitungan dengan hisab Ephemeris dan Jean Meeus. Sistem hisab yang digunakan dalam kitab tersebut masih bersifat haqiqi bi at-tahqiq sehingga masih perlu banyak koreksi, lain halnya dengan kitab As-Syahru sudah menggunakan sistem 25
Sayful Mujab, Skripsi “Studi Analisis Pemikiran Hisab KH. Moh. Zubair Abdul Karim dalam Kitab Ittifaqdzat al-Ba‟in” , Semarang : IAIN Walisongo, 2007. 26 Kitri Sulastri, Skripsi Analisis Hisab Awal Bulan Kamariyah dalam Kitab Irsyad al-Murid, Semarang:IAIN Walisongo, 2010.
11
kontemporer jadi sudah akurat untuk dijadikan pedoman penentuan awal Bulan Qamariyah. Skripsi Arrikah Imeldawati yang berjudul “Studi Analisis Metode Hisab Awal Bulan Kamariah Dalam Kitab Sair Al-Kamar” dia menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa metode yang digunakan dalam kitab tersebut adalah hisab haqiqi bi at-tahqiq namun belum menggunakan rumus segitiga bola dan penta‟dilan masih sedikit, jadi tingkat akurasi pun masih mendekati kebenaran (mengacu pada hisab haqiqi bi at-taqrib), hal inilah yang membedakan antara kitab Sair Al-Kamar dengan As-Syahru.27 Skripsi Latifah yang berjudul “Studi Analisis Metode Penentuan Awal Bulan Kamariah Syekh Muhammad Salman Jalil Arsyadi al-Banjari dalam Kitab Mukhtaşār al-Awqāt Fī „Ilmi al-Mīqāt”.28 Dalam penelitiannya ia mengungkapkan bahwa kitab tersebut masih tergolong sistem hisab „urfi sehingga keakurasiannya pun masih diragukan. Selain itu juga mengungkapkan kelebihan dan kekurangan dari metode dalam kitab tersebut, sistem hisab ini dalam tingkat keakuratannya berada di posisi paling bawah sehingga masih belum layak dijadikan pedoman, berbeda dengan sistem hisab yang terdapat dalam As-Syahru sudah menggunakan hisab kontemporer jika disandingkan dengan hisab Ephemeris hanya selisih beberapa menit dan detik. .
27
Arrikah Imeldawati, Studi Analisis Metode Hisab Awal Bulan Kamariah Dalam Kitab Sair Al-Kamar,Semarang:IAIN Walisongo, 2010. 28 Latifah, Skripsi, “Studi Analisis Metode Penentuan Awal Bulan Kamariah Syekh Muhammad Salman Jalil Arsyadi al-Banjari dalam Kitab Mukhtaşār al-Awqāt Fī „Ilmi al-Mīqāt”, Semarang: IAIN Walisongo, 2010.
12
Penelitian Muhammad Chanif dalam skripsi yang berjudul “Studi Analis Hisab Awal Bulan Qamariah dalam Kitab Kasyf al-Jilbab”. Skripsi tersebut menguraikan mengenai keakurasian kitab tersebut jika dibandingkan dengan kitabkitab lainnya yang lebih kontemporer. Ia menjelaskan bahwa kitab Kasyf al-Jilbab mempunyai tingkat akurasi yang lebih tinggi dalam hal ketinggian Hilal, akan tetapi dalam hal ijtimak kitab ini masih menunjukan hasil yang lebih lambat dari kitab lainnya.29 Skripsi Sa‟adatul Inayah tentang “Analisis Metode Perhitungan Awal Bulan Qamariyahh Kitab Tsamarot al-Fikar karya Ahmad Ghozali Muhammad Fathullah”. Dalam penelitiannya ia menganalisis metode yang digunakan dalam perhitungan awal bulan Qamariyah kitab Tsamarot al-Fikar lalu menganalisis metodenya dengan mengkomparasikan dengan metode hisab kontemporer seperti Ephemeris dan Jean Meeus. Perbedaan dengan apa yang penulis teliti dalam hal komparasi yaitu hanya dengan menggunakan pembanding sistem Ephemeris.30 Skripsi Diana Fitria Wati tentang “Analisis Metode Hisab Awal Bulan Kamariah
Dalam
Kitab
al-Khulashah
fi
al-Awqati
al-Syar‟iyyati
bi
al-
Lugharitmiyyah wa Ijtima‟ al-Qamarain” dalam penelitiannya, ia berkesimpulan
29
Muhammad Chanif, Skripsi “Studi Analisis Hisab Awal Bulan dalam KitabKasyf alJilbab”, Semarang: IAIN Walisongo, 2012. 30 Sa‟adatul Inayah, Skripsi “Studi Analisis Metode Perhitungan Awal Bulan Kamariyah dalam Kitab Tsamarotul Fikar karya Ahmad Ghozali Muhammad Fathullah”, Semarang : IAIN Walisongo, 2013.
13
bahwa metode yang digunakan sama dengan dalam kitab fathu al-rauf al-mannan yaitu hisab haqiqi bi at-taqrib, sehingga masih jauh dari hisab kontemporer.31 Dari beberapa hasil penelitian tersebut jelas terdapat perbedaan antara penelitian yang hendak penulis teliti dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Perbedaan tersebut terletak pada fokus penelitiannya yaitu metode hisab kitab AsSyahru. F. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif deskriptif, dimana akan menggambarkan mengenai metode perhitungan awal bulan Qamariyah dalam kitab As-Syahru karya Mohammad Uzal Syahruna. Pendekatan tersebut diperlukan untuk menguji apakah metode perhitungan yang digunakan dalam menentukan awal bulan sesuai dengan kebenaran ilmiah sehingga metode dalam kitab As-Syahru dapat digunakan sebagai pedoman dalam penentuan awal bulan Qamariyah. Dalam sebuah penelitian terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu: 1. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yang bersifat library research (penelitian pustaka).
31
32
Karena yang akan penulis kaji adalah
Skripsi Diana Fitria Wati tentang “Analisis Metode Hisab Awal Bulan Kamariah Dalam Kitab al-Khulashah fi al-Awqati al-Syar‟iyyati bi al- Lugharitmiyyah wa Ijtima‟ al-Qamarain” Semarang:IAIN Walisongo, 2013.
14
mengenai metode hisab / perhitungan dalam kitab As-Syahru, dan data-data dalam penelitian ini penulis peroleh dari buku-buku dan sebagainya. 2. Sumber Data a. Data Primer Data primer merupakan data yang berasal langsung dari sumber data yang dikumpulkan dan berkaitan dengan objek penelitian yang dikaji.33Dalam hal ini, sumber data primer yang dijadikan rujukan adalah kitab As-Syahru dan data hasil wawancara dengan Mohammad Uzal Syahruna selaku pengarang kitab As-Syahru. Kitab ini mempelajari tentang ilmu falak secara umum yaitu tentang perhitungan penentuan awal bulan Qamariyah dan penentuan awal waktu shalat, namun dalam skripsi ini penulis hanya meneliti tentang metode hisab penentuan awal bulan Qamariyah pada kitab tersebut. b. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang dijadikan bukti pendukung atau pelengkap. Dalam penelitian ini, data sekunder dapat diperoleh dari buku-buku dan kitab-kitab yang bertema ilmu falak khususnya yang berkaitan dengan metode penentuan awal bulan Qamariyah, laporan penelitian terdahulu, artikel-artikel dan dokumen-dokumen tentang metode penentuan awal bulan Qamariyah. 32
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT Rineka Cipta, ed.V I, hlm. 8. 33 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet-5, 2004, hlm. 36.
15
3. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan 2 teknik, yaitu: a. Wawancara (interview) Metode wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilaksanakan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaaan dan terwawancara (interviewee). Jadi penulis melakukan wawancara secara langsung kepada Mohammad Uzal Syahruna selaku pengarang kitab tersebut untuk mencari informasi terkait kitab AsSyahru. b. Studi Dokumentasi Dalam penelitian ini penulis melakukan studi dokumentasi untuk memperoleh data yang diperlukan dari berbagai macam sumber tertulis, seperti dokumen yang ada pada pengarang dalam bentuk peninggalan budaya, karya seni dan karya pikir. Ada juga yang menyatakan bahwa dokumen adalah catatan tertulis tentang berbagai kegiatan atau peristiwa pada waktu yang lalu, seperti jurnal dalam bidang keilmuan tertentu yang termasuk dokumen penting dan merupakan acuan bagi peneliti dalam memahami objek penelitiannya, serta
16
semua dokumen yang berhubungan dengan penelitian34 baik dari sumber dokumen yang dipublikasikan atau pun tidak.35 Studi dokumen dilakukan untuk mempertajam dan memperdalam objek penelitian, karena hasil penelitian yang diharapkan nantinya adalah hasil penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan secara akademik dan sosial. 4. Metode Analisis Data Analisis yang penulis gunakan adalah content analysis atau analisis isi 36 melalui teknik deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi yaitu gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai metode data primer serta fenomena dan hubungan antar fenomena yang diselidiki. Dalam hal ini adalah metode hisab awal bulan Qamariyah kitab As-Syahru sebagai rujukan utamanya. Penulis
juga
menggunakan
analisis
komparasi
yaitu
dengan
mengkomparasikan metode hisab kitab As-Syahru dengan perhitungan Ephemeris karena digunakan oleh Kemenag RI sebagai acuan penentuan awal bulan Qamariyah. Dengan perbandingan antara kedua hal tersebut maka akan diketahui tingkat keakurasiannya. 34
W. Gulo, Metodologi Penelitian, Jakarta : PT. Grasindo, 2002, hlm. 123. Tim Penyusun Fakultas Syari‟ah IAIN Walisongo, Pedoman Penulisan Skripsi, Semarang : Fakultas Syari‟ah IAIN Walisongo, 2008, hlm. 26. 36 Analisis yang dilakukan untuk mencari dan menentukan konsep-konsep yang dibicarakan di dalam dokumen, dan akan disajikan kepada pengguna informasi sebagai kata kunci. Lihat Sulastuti Shopia, Analisi Isi Informasi: Menentukan Konsep-konsep Penting Untuk Dijadikan Kata Kunci, Bogor: Pusat Perpustakaan dan Penyebaran teknologi Pertanian, 2003, hlm.1. 35
17
G. Sistematika Penulisan Secara garis besar penulisan penelitian ini terdiri dari lima bab, dan disetiap bab terdapat sub-sub pembahasan. BAB I : Pendahuluan Bab ini menerangkan latar belakang masalah penelitian ini dilakukan. Kemudian mengemukakan tujuan penelitian. Berikutnya dibahas tentang permasalahan penelitian. Selanjutnya dikemukakan telaah pustaka. Metode penelitian juga dikemukakan dalam bab ini, di mana dalam metode penelitian ini dijelaskan bagaimana teknis / cara dan analisis yang dilakukan dalam penelitian, serta tentang sistematika penulisan. BAB II : Hisab Rukyah Dalam Penentuan Awal Bulan Qamariyah. Dalam bab ini terdapat beberapa sub pembahasan meliputi Bulan sebagai penentu waktu, pengertian hisab dan rukyah awal bulan Qamariyah, dasar hukum penentuan awal bulan Qamariyah, sejarah ilmu hisab dan rukyat, metode-metode yang digunakan dalam menentukan awal bulan Qamariyah di Indonesia. BAB III : Metode Perhitungan Awal Bulan Qamariyah dalam Kitab As-Syahru Karya Mohammad Uzal Syahruna.
18
Dalam bab ini mencakup beberapa hal diantaranya biografi intelektual Mohammad Uzal Syahruna. beserta karya-karyanya, gambaran umum sistematika kitab, kajian metode penentuan awal bulan Qamariyah dan proses perhitungan awal bulan Qamariyah dalam kitab As-Syahru. BAB IV : Analisis Metode Perhitungan Awal Bulan Qamariyah dalam Kitab As-Syahru Karya Mohammad Uzal Syahruna. Dalam bab ini analisis dilakukan dengan menganalisis metode hisab awal bulan Qamariyah dalam kitab As-Syahru serta analisis akurasi untuk melihat sejauh mana keakurasian metode hisab dalam kitab tersebut jika dibandingkan dengan metode kontemporer lainnya seperti Ephemeris Hisab Rukyat. BAB V : Penutup Dalam bab ini meliputi kesimpulan, saran-saran dan penutup.
BAB II HISAB RUKYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN QAMARIYAH A. Pengertian Hisab Kata hisab berasal dari bahasa Arab ( حساتا- )حسة – يحسةyang artinya ( )أقام عليه الحسابyaitu menghitung.1 Serta dijelaskan pula di dalam kitab Lisan
al-„Arab2 Secara etimologi kata hisab diserap dari bahasa Arab hasiba – yahsibu – hisaban – mahsab – mihsabatan ( حسة- تحسة- حساتا- محسة ) محسثةyang artinya menghitung mashdar-nya ialah hisabah ( ) حساتةdan hisab ( ) حسابyang artinya perhitungan. Penjelasan kata hisab dalam kamus Al-Munawwir berarti hitung, yang terdapat dalam mufradat kamus tersebut bermakna ilmu hitung, sedangkan hisaby ialah ahli hitung yang menunjukkan subyek atau si pekerja.3 Dalam literatur-literatur klasik, ilmu falak disebut juga dengan Ilmu Hai‟ah, Ilmu Hisab, Ilmu Rasd, Ilmu Miqat dan Astronomi, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari secara mendalam tentang lintasan bendabenda langit seperti Matahari, Bulan, Bintang dan benda-benda langit lainnya dengan tujuan untuk mengetahui posisi dan kedudukan benda-benda langit
1
Loewis Ma‟luf, Al-Munjid Fī al-Lughah, Beirut – Lebanon : Dar El-Machreq Sarl Publisher, cet. Ke-28, 1986, hlm. 132. Lihat juga dalam Tim Penyusun KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Jakarta: Balai Pustaka, 1991, hlm. 355. Di sana disebutkan bahwa Secara terminologi hisab menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua didefinisikan dengan hitungan, perhitungan atau perkiraan. 2 Muhammad bin Makram bin Manzhur al-Ifriqi al-Mishri, Lisan al-„Arab, Jilid 1, Beirut: Darul Kutub al-„Ilmiyah, t.t, hlm. 313. 3 Achmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Surabaya : Pustaka Progressif, 1997, cet 14, hlm. 262.
19
20
yang lain.4 Pendapat lain menyatakan bahwa ilmu falak dan ilmu faraidl dikenal sebagai ilmu hisab karena kegiatan utama dari kedua disiplin ilmu tersebut adalah menghitung. Namun di Indonesia pada umumnya ilmu hisab lebih dikenal dengan ilmu falak daripada ilmu faraidl, karena ilmu hisab yang di maksud adalah ilmu yang mempelajari gerak benda-benda langit, meliputi tentang fisikanya, ukurannya, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan benda-benda langit tersebut.5 Kata hisab dalam al-Qur‟an dapat mempunyai beberapa arti antara lain: 1. Perhitungan (pembalasan), sebagaimana Firman Allah dalam surat anNisa‟ ayat 86.
ِ ٍِ وىا إِ َّن اللَّوَ َكا َن َعلَى ُك ِّل َش ْي ٍء َ َح َس َن مْن َها أ َْو ُرُّد ْ َوإِذَا ُحيِّيتُ ْم بِتَحيَّة فَ َحيُّوا بِأ ِ )68( سيبا ً َح Artinya : “Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan serupa). Sesungguhnya Allah selalu membuat perhitungan atas segala sesuatu” (Q.S An-Nisa‟: 86)6 (5) Artinya : “Matahari dan Bulan (beredar) menurut Perhitungan” (Q.S ArRahman: 05)7 4
Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, Edisi Revisi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Cet.II, 2008, hlm. 66. 5 Badan Hisab dan Ru‟yah Departemen Agama, Almanak Hisab Ru‟yah, Jakarta: Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 1981, hlm. 14. 6 Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran, Al-Quran dan Terjemahannya, Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, cet.II , 2006, hlm. 91. 7 Depag RI, Al Qur‟an dan Terjemahnya, Semarang: Ponogoro, 2005, hlm. 77.
21
2. Memeriksa, sebagaimana Firman Allah dalam surat al-Insyiqaq ayat 8.
)6(
ب ِح َسابًا يَ ِس ًريا َ فَ َس ْو َ َف ُُي ُ اس
Artinya : “Maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah” (Q.S Al-Insyiqaq: 8)8
3. Pertanggungjawaban, sebagaimana Firman Allah dalam surat al-An‟am ayat 69.
)86(
ِ َّ ين يَتَّ ُقو َن ِم ْن ِح َساِبِِ ْم ِم ْن َش ْي ٍء َولَ ِك ْن ِذ ْكَرى لَ َعلَّ ُه ْم يَتَّ ُقو َن َ َوَما َعلَى الذ
Artinya : “ Dan tidak ada pertanggungjawaban sedikitpun atas orang-orang yang bertaqwa terhadap dosa mereka, akan tetapi kewajiban mereka telah mengingatkan mereka agar mereka bertaqwa.” )Q.S Al-An‟am: 69)9
4. Perhitungan (hisab) sebagaimana Firman Allah dalam surat Yunus ayat 5.
ِ ِّ ىو الَّ ِذي جعل الشَّمس ِضياء والْ َقمر نُورا وقَدَّره منَا ِزَل لِتَ علَموا ع َدد ني َ َ ُْ َ السن َ َُ َ ً َ َ َ ً َ َ ْ َ َ َ َُ ِ ِ صل ْاْلي ِْ و )٥ : ات لَِق ْوٍم يَ ْعلَ ُمون (يونس ْ ِك إََِّّل ب َ اب َما َخلَ َق اللَّوُ َذل َ اْل َس َ ُ ِّ اْلَ ِّق يُ َف َ Artinya : “ Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkannya manzilan-manzilah bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan”. (Q.S Yunus: 5).10
8
Ibid, hlm. 598. Ibid, hlm. 136. 10 Ibid, hlm. 208. 9
22
B. Pengertian Ru’yah Kata ru‟yah11 secara bahasa berasal dari bahasa Arab ( رأية- )رأى – يرى yang artinya ( ) نظرتالعين أو تاالفعل ورأي العينyaitu melihat dengan mata atau dilaksanakan secara langsung.12 Umumnya diartikan dengan melihat menggunakan mata kepala.13 Dalam penentuan awal bulan Qamariyah sering dikenal dengan istilah Ru‟yah al-hilal yaitu kegiatan mengamati hilal14 saat Matahari terbenam menjelang awal bulan Qamariyah baik itu dengan mata telanjang atau dengan teleskop.15 Dalam istilah astronomi dikenal dengan observasi.16 Kata rukyat merupakan kata isim bentuk masdar dari fi‟il ra’a – yara’ ( ٙشٝ - ٙ) سأ. Kata ٙ سأdan tashrifnya mempunyai banyak arti, antara lain:17 a. Ra‟a ( ٙ ) سأbermakna أتصش, artinya melihat dengan mata kepala. Bentuk masdarnya حٝسؤ. Diartikan demikian jika maf‟ul bih (obyek)nya menunjukkan sesuatu yang tampak/terlihat.18 Contoh: 11
Kegiatan melihat bulan tanggal 1 untuk menentukan hari permulaan dan penghabisan Ramadlan, disebut juga dengan pengamatan. Lihat Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Jakarta : Balai Pustaka, 1995, hlm. 850. 12 Atabik Ali, Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, Yogyakarta: Multi Karya Grafika, cet. IX, t.th, hlm. 939. Lihat juga dalam Loewis Ma‟luf, Al-Munjid......, hlm. 243. 13 Susiknan Azhari, Ensiklopedi......., hlm. 128. 14 Bentuk tunggal dari ahilla (Bahasa Arab) yang artinya bulan sabit. Dalam bahasa Inggris disebut dengan Crescent. Biasanya terlihat beberapa saat sesudah ijtima‟. Ibid., hlm. 76. 15 Ibid, hlm. 183. 16 Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, Yogyakarta: Buana Pustaka, cet.I, 2005, hlm. 69. 17 A. Ghozali Masroeri, Rukyatul Hilal, Pengertian dan Aplikasinya, Disampaikan dalam Musyawarah Kerja dan Evaluasi Hisab Rukyat Tahun 2008 yang diselenggarakan oleh Badan Hisab Rukyat Departemen Agama RI di Ciawi Bogor tanggal 27-29 Februari 2008, hlm. 1-2. 18 Achmad Warson Munawwir, Kamus........, hlm. 460.
23
..... رٌ اىٖالهٝإرا سأ “apabila kamu melihat hilal.....” (HR. Muslim) b. Ra‟a ( ٛ ) سأbermakna علم/ أدرك, artinya mengerti, memahami, mengetahui, memperhatikan, berpendapat dan ada yang mengatakan melihat dengan akal pikiran. Bentuk masdarnya رأي. Diartikan demikian jika maf‟ul bih (obyek)nya berbentuk abstrak atau tidak mempunyai maf‟ul bih (obyek).19 Contoh:
Artinya:“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?”(QS. AlMa‟un: 1) 20 c. Ra‟a ( ) رأيbermakna ظن/ حسب, artinya mengira, menduga, yakin, dan ada yang mengatakan melihat dengan hati. Bentuk masdarnya ٛسأ. Dalam kaedah bahasa Arab diartikan demikian jika mempunyai dua maf‟ul bih (obyek).21 Contoh:
Artinya:“Sesungguhnya mereka menduga siksaan itu jauh (mustahil)” (QS. Al-Ma‟arij: 6) 22 19
Ibid Kementerian Agama RI, Al-Qu‟an dan Terjemah New Cordova, Cet. I, Bandung : Syamil Qur‟an, 2012, hlm. 602. 21 Ibid 22 Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an.........., hlm. 568. 20
24
Dalam perkembangan selanjutnya istilah Hisab Ru‟yah sering disebut dengan ilmu falak,23 yaitu suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari bendabenda langit tentang fisik, ukuran dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya.24 Dalam Al-Munjid disebutkan bahwa ilmu falak adalah :
25
حٝ٘ثذس عِ اد٘اه االجشاً اىعيٝ ٌعي
Yaitu “Ilmu yang mempelajari tentang keadaan benda-benda langit”. Benda langit yang dipelajari dalam ilmu falak adalah Matahari, Bumi dan
Bulan.
Hal
ini
disebabkan
sebagian
perintah-perintah
ibadah
keabsahannya ditentukan oleh benda-benda tersebut. Ilmu falak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Ilmu Falak „Ilmy adalah ilmu yang membahas teori dan konsep bendabenda langit,26 dikenal juga dengan Theoritical Astronomy yang meliputi beberapa cabang keilmuan yaitu: b. Kosmogoni yaitu teori tentang asal usul benda-benda langit dan alam semesta.27 c. Kosmologi yaitu cabang astrologi yang menyelidiki asal usul struktur dan hubungan ruang waktu dari alam semesta.28 23
Ilmu falak berasal dari dua kata yaitu ilmu yang berarti pengetahuan atau kepandaian, dan falak yang berarti lengkung langit, lingkaran langit, cakrawala, dan juga dapat berarti pengetahuan mengenai keadaan (peredaran, perhitungan, dan sebagainya) bintang, ilmu perbintangan (astronomi), lihat dalam Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus..., hlm. 325 24 Badan Hisab Ru‟yah RI, Almanak......, hlm. 22. 25 Loewis Ma‟luf, Al-Munjid......., hlm. 594. 26 Muhyiddin Khazin, Kamus......, hlm. 34. 27 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Kamus......., hlm. 527.
25
d. Kosmografi yaitu pengetahuan tentang seluruh susunan alam, pemerian / penggambaran umum tentang jagat raya termasuk bumi29 e. Astrometrik yaitu cabang astronomi yang kegiatannya melakukan pengukuran terhadap benda-benda langit dengan tujuan mengetahui ukuran dan jarak antara satu dengan lainnya.30 f. Astromekanik yaitu cabang astronomi yang mempelajari gerak dan gaya tarik benda-benda langit dengan cara dan hukum mekanik.31 g. Astrofisika yaitu bagian astronomi tentang benda-benda angkasa dari sudut ilmu alam dan ilmu kimia.32 2. Ilmu Falak „Amaily yaitu ilmu yang melakukan perhitungan untuk mengetahui posisi dan kedudukan benda-benda langit antara satu dengan yang lain. Inilah yang kemudian dikenal dengan ilmu falak atau ilmu hisab, dikenal juga dengan Practical Astronomy.33 C. Dasar Penentuan Awal Bulan Qamariyah a. Dasar Hukum dari Al Qur'an Seperti lazimnya konsep pemikiran pastinya hisab rukyat memiliki dasar atau pijakan hukum. Dasar hukum hisab rukyat amat banyak terdapat di dalam Al-Qur‟an dan hadits. Dasar hukum hisab rukyat terdapat di dalam Al-Qur‟an antara lain surat Yunus ayat 5, Al-
28
Ibid., hlm. 528. Ibid. 30 Badan Hisab Rukyah RI, Almanak......., hlm. 221. 31 Ibid. 32 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Kamus......., hlm. 29
62. 33
Ibid., hlm. 2.
26
Isra‟ ayat 12, Al-Rahman ayat 5, Al-Baqarah ayat 189, An-Nahl ayat 16 dan At-Taubah ayat 36. a. Surat Yunus ayat 5
ََِِْٞاص َه ىِرَ ْعيَ َُ٘ا َع َذ َد اى ِّغ َ َْ َج َع َو اى َّشُٕٛ َ٘ اىَّ ِز ِ ظ ِ ٍَْ َُٓا ًء َٗ ْاىقَ ََ َش ُّ٘سًا َٗقَ َّذ َسٞض َّ ق ِّ َّللاُ َرىِلَ إِ َّال تِ ْاى َذ ََُُ٘ ََ ْعيٝ ًٍ َْ٘خ ىِق َ َاب ٍَا خَ ي َ َٗ ْاى ِذ َغ ِ َاَُٟٝفَصِّ ُو ْاٝ ق
Artinya:
Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan manzilah-manzilah (tempattempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orangorang yang mengetahui.34
b. Surat Al-Isra‟ ayat 12
اشجً ىِرَ ْثرَ ُ ا٘ا َ ْص َ ََّْٖ َْو َٗاىََّٞٗ َج َع ْيَْا اىي ِ ااس ٍُث ِ ََّٞاحَ اىيََٝ ِِْ مَ ََ َذْ٘ َّااَٞرَاََٝ ااس ِ َََّْٖاحَ اىََٝ ْاو َٗ َج َع ْيَْاا ً ص الٞ َ َِ َٗ ْاى ِذ َغِْٞمَضْ ًال ٍِ ِْ َستِّ ُن ٌْ َٗىِرَ ْعيَ َُ٘ا َع َذ َد اى ِّغ ِ ٍء مَص َّْيَْآُ ذَ ْفْٜ اب َٗ ُم َّو َش
Artinya:
34
Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari karunia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas.35
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya AlJumânatul „Ali (Seuntai Mutiara Yang Amat Luhur), Bandung: CV. Penerbit J-Art, 2005, hlm. 209. 35 Ibid., hlm. 284.
27
c. Surat Ar-Rahman ayat 5
ُا ٍ َاى َّش َْظُ َٗ ْاىقَ ََ ُش تِ ُذ ْغث Artinya:
Matahari dan bulan, perhitungannya.36
keduanya
(beredar)
menurut
d. Surat Al-Baqarah ayat 189
ُ ِ ٍَ َ٘اقَٜ ِٕ َْغْأَىَُّ٘لَ ع َِِ ْاْلَ ِٕي َّ ِح قُوٝ ِْ ٍِ َُ٘خُْٞظ ْاىثِشُّ تِأ َ ُْ ذَأْذُ٘ا ْاىث َ َٞاط َٗ ْاى َذجِّ َٗى ِ َّْد ىِيٞ َّ ُ٘خَ ٍِ ِْ أَت َْ٘اتَِٖا َٗاذَّقُ٘اُٞ َٗ ْأذُ٘ا ْاىثَُٚ٘سَٕا َٗىَ ِن َِّ ْاىثِ َّش ٍَ ِِ اذَّق ََُُّ٘للاَ ىَ َعيَّ ُن ٌْ ذُ ْفيِذ ِ ُٖظ Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit, katakanlah bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintunya dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.37 Allah Ta‟ala menjelaskan bahwa hilal adalah penanda waktu bagi manusia. Ini berlaku umum pada segala urusan mereka. Kemudian, Allah mengkhususkan penyebutan ibadah haji sebagai pembeda dengan waktu-waktu lain. Sebab dipersaksikan malaikat, dan jatuh pada bulan yang paling akhir dalam rangkaian tahun, sehingga bisa dijadikan sebagai penanda bagi tahun tersebut. Dan ini segera disusul pula dengan menampaknya hilal sebagai penanda datangnya bulan yang baru.38
36
Ibid., hlm. 532. Ibid., hlm. 30. 38 A. Kadir, Cara Mutakhir Menentukan Awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah Perspektif Al-Qur‟an, Sunnah, dan Sains, Semarang: Fatawa Publishing, cet. I, 2014. Hlm. 19. Lihat juga dalam Ibnu Taimiyah, Hilal atau Hisab; Kajian Lengkap Tentang Penetapan Awal Bulan dengan Rukyatul Hilal serta Kekeliruan Metode Hisab (Risalatu Fil Hilal Wal Hisab Al Falaki), (Penerjemah Abu Abdillah) Banyumas: Buana Ilmu Islami, cet. I, 2010, hlm. 57-58. 37
28
e. Surat An-Nahl ayat 16
ََُٗ ْٖرَ ُذٝ ٌْ ُٕ ٌِ ْخ َٗتِاىَّْج ٍ َٗع ََال ٍَا
Artinya:
Dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk.39
e. Surat At-Taubah ayat 36
َّ ب َّ ُ٘س ِع ْْاا َذ خ َ َااْ٘ ًَ خَ يَااٝ َِّللا َ َّللاِ ْاشَْااا َع َش ِ اٗا ِ ِمرَاااٜااش َشاا ْٖشًا مِاا َ ََ ق اىغَّاا ِ ٖإ َُّ ِعاا َّذجَ اى ُّشاا ْ ِّ ٌُ مَا َاال ذِٞ ْاىقَ اِّٝ ُ ض ٍِ َْْٖااا أَسْ تَ َع احر ُد ا ُش رً َرىِاالَ اى اذ ِٖ َِّ أَ ّْفُ َغ ا ُن ٌْ َٗقَاااذِيُ٘اَٞنيِ َُاا٘ا مِاا َ َْٗ ْاْلَس َّ َُّ َُقَاذِيَُّ٘ ُن ٌْ َمامَّحً َٗا ْعيَ َُ٘ا أٝ َِ َمامَّحً َم ََاْٞاى َُ ْش ِش ِم ََِِّٞللاَ ٍَ َع ْاى َُرَّق
Artinya:
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa.40
b. Dasar Hukum dari Al-Hadits Adapun dasar hukum hisab rukyat amat banyak. Antara lain dalam Shahih Muslim, Sunan at-Turmudzi, Sunan an-Nasa‟i, Sunan Abu Daud dan Sunan Ibnu Majah. Hadits-hadits tersebut sebagai berikut: a. Hadits riwayat Muslim no. 1809
39 40
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depag RI, Al-Qu‟an......., hlm. 270. Ibid., hlm. 193.
29
َّ ُذْٞ َٗد َّذشََْا ُعث ُ اه َع َِع ْد أَتَا َ ََا ٍد قٝ َد َّذشََْا ُش ْعثَحُ ع َِْ ٍُ َذ ََّ ِذ ْت ِِ ِصَِّٜللاِ ت ُِْ ٍُ َعا ٍر َد َّذشََْا أَت َ َّ َّٚصي َّ اه َسعُ٘ ُه َّ َٜ ض ِٔ َِرٝ ِٔ َٗ َعيَّ ٌَ صُ٘ ٍُ٘ا ىِش ُْؤْٞ ََّللاُ َعي َ َِّللا َ ََقُ٘ ُه قٝ ُْْٔ َّللاُ َع ِ َْشجَ َسُٕٝ َش 41 َِِٞ ُن ٌْ اى َّش ْٖ ُش مَ ُع ُّذٗا شَ َالشْٞ َ َعيَٜ َِّ َرِ ِٔ مَإ ِ ُْ ُغَٝٗأَ ْم ِطشُٗا ىِش ُْؤ
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Adam telah menceritakan kepada kami Syu„bah telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ziyad, Ia berkata: Aku mendengar Abu Hurairah r.a. berkata: Abul Qasim (Rasulullah) Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda: “Berpuasalah setelah melihat hilal serta berbukalah (yaitu akhir bulan Ramadan) setelah melihat hilal, jika cuaca mendung genapkanlah hitungan bulan menjadi tiga puluh hari”.
b. Hadits riwayat At-Turmudzi no. 683
ط ٍ ْاك ْت ِِ َدش ِ ََ ص ع َِْ ِع ٍ ب ع َِْ ِع ْن ِش ٍَحَ ع َِْ ات ِِْ َعثَّا ِ َ٘ ْثَحُ َد َّذشََْا أَتُ٘ ْاْلَدْٞ ََد َّذشََْا قُر َّ َّٚصي َّ اه َسعُ٘ ُه ِٔ َِرٝضاَُ صُ٘ ٍُ٘ا ىِش ُْؤ َ ٍَ ِٔ َٗ َعي َّ ٌَ َال ذَصُ٘ ٍُ٘ا قَث َْو َسْٞ ََّللاُ َعي َ َِّللا َ َق ْ ََرِ ِٔ مَإ ِ ُْ َداىَٝٗأَ ْم ِطشُٗا ىِش ُْؤ ِٜ ْاىثَاب ع َِْ أَتِٜاٗم َ ًٍ َْ٘ٝ ََِِٞحر مَأ َ ْم َِيُ٘ا شَ َالشَٝاٞد ُدَُّٗٔ َغ ط َد ِذ ر ُ َد ِذٚ َغٞاه أَتُ٘ ِع ِس َد َغ رٝ َ َ تَ ْن َشجَ َٗات ِِْ ُع ََ َش قِٜ َْشجَ َٗأَتُٕٝ َش ٍ س ات ِِْ َعثَّاٝ 42 ٍٔ ْ ِْش َٗجٞ َع ُْْٔ ٍِ ِْ َغٛ َ ُٗ َ ِ رخ َٗقَ ْذ سٞص ِذ
Artinya:
41
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah telah menceritakan kepada kami Abul Ahwash dari Simak bin Harb dari „Ikrimah dari Ibnu „Abbas dia berkata Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah kalian berpuasa sehari sebelum Ramadan dan mulailah berpuasa setelah melihat hilal serta berbukalah (yaitu akhir bulan Ramadan) setelah melihat hilal, jika cuaca mendung genapkanlah hitungan tiga puluh hari". Dalam bab ini (ada juga riwayat - pent) dari Abu Hurairah, Abu Bakrah dan Ibnu „Umar. Abu „Isa berkata, hadits Ibnu Abbas merupakan hadits hasan shahih dan telah diriwayatkan melalui lebih dari satu jalur.
Abul Husain Muslim bin al-Hujjaj bin Muslim al-Qusyairi an-Naisaburi, Al-Jami„ ashShahih al-Musamma Shahih Muslim, Jilid 2, Semarang: Toha Putra, t.t., hlm. 124. 42 Abû „Isa Muhammad bin „Isa bin Sauroh at-Turmudzi, Sunan at-Turmudzi wa Huwa al-Jami„ ash- Shahih, Jilid 2, Semarang: Toha Putra, t.t., hlm. 98.
30
Muhammad Ali Ash-Shabuni menjelaskan dalam kitabnya “Rawa‟i-ilbayan Tafsir Ayatil Ahkam Minalqur‟an” bahwa berdasarkan hadits di atas penetapan awal bulan ramadhan adalah dengan cara Rukyatul Hilal (melihat bulan baru), kendatipun yang melihat hanya satu orang yang adil, atau dengan menyempurnakan hitungan bulan sya‟ban sejumlah 30 hari.43 c. Hadits riwayat An-Nasa‟i no. 2087
ًخاْٞ ة أَتُ٘ ُع ْص ََاَُ َٗ َماَُ َش ٍ ِٞ ُذ ت ُِْ َشثٞاه َد َّذشََْا َع ِع َ َ٘ب ق َ َُ ْعقٝ ُِْ ٌُ تِٕٞ إِت َْشاِّٜأَ ْخثَ َش َِْ عِّٜ ِز ْاى َج َذى َ َُ٘ط ق َ صاىِذًا تِطَ َشع َ ِ اس ِ ِِْ ت ِِْ ْاى َذٞ صَ ائِ َذجَ ع َِْ ُد َغِٜاه أَ ّْثَأََّا ات ُِْ أَت اه َ َ ِٔ مَقُِٞ َش ُّل مٝ َْٛ٘ ًِ اىَّ ِزٞ ْاىِٜاط م َ َّْة اى َ َب أََُّّٔ خَ ط ِ ِذ ت ِِْ ْاىخَطَّاْٝ ََع ْث ِذ اىشَّدْ ََ ِِ ت ِِْ ص َّ َّٚصي َّ ُ٘ه ُ َجاىَغِِّّٜأَ َال إ ُِّٜ٘ ِٔ َٗ َعي َّ ٌَ َٗ َعا َء ْىرُُٖ ٌْ َٗإَُِّّٖ ٌْ َد َّذشْٞ ََّللاُ َعي َ َِّللا َ ْد أَصْ َذ ِ اب َسع َّ َّٚصي َّ ُ٘ه َرِ ِٔ َٗا ّْ ُغ ُن٘اَٝرِ ِٔ َٗأَ ْم ِطشُٗا ىِش ُْؤٝاه صُ٘ ٍُ٘ا ىِش ُْؤ َ َ ِٔ َٗ َعيَّ ٌَ قْٞ ََّللاُ َعي َ َِّللا َ أَ َُّ َسع 44 َاُ مَصُ٘ ٍُ٘ا َٗأَ ْم ِطشُٗا ِ َِ مَإ ِ ُْ َش ِٖ َذ َشا ِٕذِٞ ُن ٌْ مَأ َ ْم َِيُ٘ا شَ َالشْٞ َىََٖا مَإ ِ ُْ ُغ ٌَّ َعي
Artinya:
43
Telah menceritakan kepadaku Ibrahim bin Ya„qub telah menceritakan kepada kami Sa„id bin Syabib Abu „Utsman, dia adalah orang saleh di kota Tharsus, dia berkata mengabarkan kepada kami Ibnu Abu Za‟idah dari Husain bin al-Harits al-Jadali dari „Abdurahman bin Zaid bin alKhaththab bahwasanya Ia pernah berkhutbah di hari yang tidak jelas tanggalnya lalu Ia berkata: “Aku pernah duduk bersama beberapa sahabat Nabi Shallallaahu „alaihi wa sallam dan kutanyakan masalah yang kuhadapi ini (ketidakjelasan tanggal pent) maka mereka memberitahuku bahwa baginda Rasulullah Shallallâhu „alaihi wa sallam pernah bersabda: Berpuasalah setelah melihat hilal serta berbukalah (yaitu akhir bulan Ramadan) setelah melihat hilal, peganglah pedoman ini, jika cuaca mendung genapkanlah hitungan tiga puluh hari dan jika ada dua orang yang menyaksikannya maka berpuasa serta berbukalah".
Muhammad Ali Ash-Shabuny, Rawa‟i-ilbayan Tafsir Ayatil Ahkam Minalqur‟an, Jilid I, Indonesia: Maktabah Dahlan, t.th, hlm. 210. 44 Imam an-Nasa‟i, Sunan an-Nasa‟i, Jilid 1, Semarang: Toha Putra, Cet. ke-1, 1930, hlm. 132.
31
d. Hadits riwayat Abu Daud no. 2326
ُ٘س َّ ِذ اىَِٞ ُش ت ُِْ َع ْث ِذ ْاى َذَّٝاح ْاىثَ َّضا ُص َد َّذشََْا َج ِش َّ َد َّذشََْا ٍُ َذ ََّ ُذ ت ُِْ اى ِ ع َِْ ٍَ ْْصُِّّٜ ضث ِ صث َّ َّٚصي َّ اه َسعُ٘ ُه ِٔ ْٞ ََّللاُ َعي َ َِّللا َ َاه ق َ َفَحَ قْٝ ػ ع َِْ ُد َز ٍ ت ِِْ ِد َشاِّٜ ت ِِْ ْاى َُ ْعرَ َِ ِش ع َِْ ِس ْت ِع ذَ َشْٗ اَّٚ ذ ََشْٗ ا ْاى ِٖ َال َه أَْٗ ذُ ْن َِيُ٘ا ْاى ِع َّذجَ شُ ٌَّ صُ٘ ٍُ٘ا َدرََّٚٗ َعيَّ ٌَ َال ذُقَ ِّذ ٍُ٘ا اى َّشٖ َْش َدر ُ َٞاه أَتُ٘ دَا ُٗد َٗ َس َٗآُ ُع ْف ٍّٜ ُ٘س ع َِْ ِس ْت ِع َ َْاى ِٖ َال َه أَْٗ ذُ ْن َِيُ٘ا ْاى ِع َّذجَ ق ٍ ُشُٓ ع َِْ ٍَ ْْصْٞ اُ َٗ َغ 45 َّ َّٚصي َفَحْٝ ُ َغ ٌِّ ُد َزٝ ٌْ َ ِٔ َٗ َعي َّ ٌَ ىْٞ ََّللاُ َعي َ ِّٜ ِب اىَّْث ِ ع َِْ َسج ٍُو ٍِ ِْ أَصْ َذا
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ashShabbah al-Bazzaz telah menceritakan kepada kami Jarîr bin „Abdul Hamid adh-Dhabbi dari Manshur bin al Mu„tamar dari Rib‟i bin Hirasy dari Hudzaifah, dia berkata Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam pernah bersabda: Janganlah kalian melewati akhir bulan kecuali setelah melihat hilal atau menggenapkan hitungan hari dalam sebulan menjadi tiga puluh hari serta Berpuasalah setelah melihat hilal atau menggenapkan hitungan hari dalam sebulan menjadi tiga puluh hari". Abu Daud berkata hadits ini diriwayatkan Sufyan dan lain-lain dari Manshur dari Rib‟i dari seorang sahabat namun Hudzaifah tidak menyebutkan namanya.
e. Hadits riwayat Ibnu Majah no. 1654
ُّ َِْ ٌُ ت ُِْ َع ْع ٍذ عِٕٞ َد َّذشََْا إِت َْشاُّٜ َِّد َّذشََْا أَتُ٘ ٍَشْ َٗاَُ ٍُ َذ ََّ ُذ ت ُِْ ُع ْص ََاَُ ْاىع ُْص ََا ٛ ِّ اىض ْٕ ِش َّ َّٚصي َّ اه َسعُ٘ ُه َّ ع َِْ َعاىِ ٌِ ت ِِْ َع ْث ِذ ِٔ َٗ َعيَّ ٌَ إِ َراْٞ ََّللاُ َعي َ َِّللا َ َاه ق َ ََّللاِ ع َِْ ات ِِْ ُع ََ َش ق َُاه َٗ َما َ َ ُن ٌْ مَا ْق ُذسُٗا ىَُٔ قْٞ َرُ َُُ٘ٓ مَأ َ ْم ِطشُٗا مَإ ِ ُْ ُغ ٌَّ َعيْٝ َرُ ٌْ ْاى ِٖ َال َه مَصُ٘ ٍُ٘ا َٗإِ َرا َسأْٝ ََسأ 46 ًٍ ََِْ٘ٞصُ٘ ًُ قَث َْو ْاى ِٖ َال ِه تٝ ات ُِْ ُع ََ َش
Artinya:
45
Telah menceritakan kepada kami Abu Marwan Muhammad bin Utsman al-Utsmani, telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa„id dari Az-Zuhri dari Salim bin „Abdullah dari Ibnu „Umar, dia berkata baginda Rasulullah
Abu Daud Sulaiman bin al-Asy‟ats as-Sijistani al-Azdi, Sunan Abu Daud, Jilid 2, Jakarta: Darul Hikmah, t.t., hlm. 298. 46 Abu ‟Abdullah Muhammad bin Yazid al-Qazwini, Sunan Ibnu Majah, Jilid 1, Semarang: Toha Putra, t.t, hlm. 529.
32
Shallallaahu „alaihi wa sallam pernah bersabda: Berpuasa dan berbukalah jika kalian melihat hilal, jika hilal tertutup mendung genapkan hitungan hari dalam sebulan menjadi tiga puluh hari, Ia berkata Ibnu „Umar berpuasa satu hari sebelum hilal nampak. D. Sejarah Ilmu Hisab dan Rukyat Menurut catatan sejarah, penemu ilmu astronomi adalah nabi Idris.47 Tetapi baru sekitar abad ke-28 sebelum masehi embrio ilmu falak mulai nampak sebagaimana digunakan dalam penentuan waktu pada penyembahan berhala seperti yang terjadi di mesir untuk menyembah dewa orisis, isis dan amon, serta di babilonia dan mesopotamia untuk menyembah dewa astoroth dan baal.48 Tetapi pengetahuan tentang nama- nama hari dalam satu minggu baru ada pada 5000 tahun Sebelum masehi yang masing- masing diberi nama dengan nama- nama benda langit. Yaitu matahari untuk hari ahad, bulan untuk hari senin, mars untuk hari selasa, mercurius untuk hari rabu, yupiter untuk hari kamis, venus untuk hari jum‟at dan saturnus untuk hari sabtu49. Pada masa sebelum masehi, perkembangan ilmu ini dipengaruhi oleh teori geosentris50 aristoteles. Kemudian teori ini dipertajam oleh aristarchus dari samos (310-230 SM) dengan hasil pengukuran jarak antara bumi dan
47
Sebagaimana sering dijumpai dalam muqadimah kitab-kitab falak seperti dalam Zubair Umar al Jailany, Khulasoh al Wafiyah, Surakarta: Melati, tt, hlm. 5. 48 Thantawy al jauhary, Tafsir al Jawahir,Juz VI,Mesir: Mustafa al Babi al Halabi, 1346 H, hlm. 16 – 17. 49 Ibid . 50 Teori geosentris adalah teori yang yang berasumsi bahwa bumi adalah sebagi pusat peredaran benda-benda langit.
33
matahari, kemudian eratosthenes dari mesir juga sudah dapat menghitung keliling bumi.51 Setelah Masehi perkembangan ilmu ini ditandai dengan temuan Claudius ptolomeus (140 M) berupa catatan tentang bintang – bintang yang diberi nama Tibril Magesthi dan berasumsi bahwa bentuk semesta alam adalah geosentris.52 Pada masa permulaan islam, ilmu astronomi belum begitu masyhur dikalangan umat islam. Hal ini tersirat dari hadits nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari
inna ummatun ummiyatun la naktubu wa la nahsibu53 . namun
demikian mereka telah mampu mendokumentasikan peristiwa- peristiwa pada masa itu dengan memberikan nama-nama tahun sesuai dengan peristiwa yang paling monumental.54 Wacana mengenai hisab rukyah baru muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar Bin Khattab ra, beliau menetapkan kalender hijriyah sebagai dasar melaksanakan ibadah bagi umat islam. Penetapan ini terjadi pada tahun 17 H. Tepatnya pada tanggal 20 Jumadil Akhir 17 H.55 Dan di mulai sejak Nabi hijrah dari Makkah ke Madinah.
51
Marsito, Kosmografi Ilmu Bintang-bintang, Jakarta : Pembangunan, 1960, hlm. 8. Muhyiddin Khazin, Kamus......, hlm. 26. 53 Lihat hadits selengkapnya dalam dasar hukum hisab rukyah dari hadits. 54 Hal ini dapat kita temukan dalam literatur sejarah islam dimana kita mengenal istilah tahun gajah karena ketika nabi lahir terjadi penyerangan oleh pasukan bergajah, tahun ijin karena merupakan tahun diijinkannya hijrah ke madinah , tahun amr dimana umat islam diperintahkan untuk menggunakan senjata. Selain itu juga ada tahun jama‟ah, dan sebagainya. 55 Slamet Hambali, Almanak sepanjang masa, Cet. I, Semarang: Program Pascasarjana IAIN Walisongo, hlm. 57. 52
34
Perhitungan tahun hijriyah dilatarbelakangi oleh pengangkatan beberapa gubernur pada masa pemerintahan Umar Bin Khattab, di antaranya pengangkatan Abu Musa al Asy‟ari sebagai gubernur Basrah. Surat pengangkatannya berlaku mulai Sya‟ban tetapi tidak jelas tahunnya. Karena tidak diketahui tahunnya secara pasti, maka Umar merasa perlu menghitung dan menetapkan tahun Islam. Kemudian Umar mengundang para sahabat untuk bermusyawarah tantang masalah ini. dan kemudian disepakati kalender hijriyah sebagai kalender negara. Perkembangan hisab rukyah mencapai titik keemasan pada masa pemerintahan dinasti Abbasyiah masa keemasan itu ditandai dengan adanya penerjemahan kitab Sindihind dari india pada masa pemerintahan Abu Ja‟far al Manshur,56 selain itu pada masa al Makmun di Baghdad didirikan observatorium pertama yaitu Syammasiyah 213 H/ 828 M yang di pimpin oleh dua ahli astronomi termashur Fadhl ibn al Naubakht dan Muhammad ibn Musa al Khawarizmi57 yang kemudian diikuti dengan serangkaian observatorium yang dihubungkan dengan nama ahli astronomi seperti observatorium al Battani di Raqqa dan Abdurrahman al Shufi di Syiraz.58
56
Muh Farid Wajdi, Dairotul Ma‟arif, juz VIII, Cet II, Mesir: tp,1342 H, hlm. 483. Observatorium pada masa ini telah meninggalkan teori yunani kuno dan membuat teori sendiri dalam menghitung kulminasi matahari dan menghasilkan data-data dari kitab Sindihind yang di sebut dengan table of Makmun dan oleh orang eropa di kenal dengan astronomos/ astronomy. Lihat dalam Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barat:Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam,Terj. Joko S Kalhar, Surabaya: Risalah Gusti, 1996, hlm. 230-233. 58 Sayyed Hossein Nasr, Ilmu Pengetahuan dan Peradaban,Terj J Muhyidin, Bandung: Penerbit Pustaka, 1986, hlm. 62-63. 57
35
Puncak dari zaman keemasan astronomi ini dicapai pada abad 9 H/15 M ketika Ulugh Beik cucu Timur Lenk mendirikan observatoriummya di samarkand yang bersama dengan observatorium istanbul dianggap sebagi penghubung lembaga ini ke dunia barat.59 Tokoh- tokoh astronomi yang hidup pada masa keemasan antara lain adalah al Farghani, Maslamah ibn al Marjit di Andalusia yang telah mengubah tahun masehi menjadi tahun hijriyah, Mirza Ulugh bin Timur Lenk yang terkenal dengan ephemerisnya, Ibn Yunus, Nasirudin, Ulugh Beik yang terkenal dengan landasan ijtima‟ dalam penentuan awal bulan Qamariyah.60 Setelah islam menampakkan kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan dengan terjadinya ekspansi intelektualitas ke Eropa melalui Spanyol, muncullah Nicolas Capernicus (1473-1543) yang membongkar teori Geosentris yang dikembangkan oleh Ptolomeus dengan mengembangkan teori Heliosentris.61 Di Indonesia, sejak zaman kerajaan-kerajaan islam, umat islam sudah terlibat dalam pemikiran hisab rukyah yang ditandai dengan penggunaan kalender hijriyah sebagai kalender resmi. Sekalipun setelah adanya penjajahan Belanda, terjadi pergeseran penggunaan kalender resmi pemerintah yang 59
Ibid. Jamil ahmad, Seratus Muslim terkemuka,Terj. Tim penerjemah Pustaka al Firdaus, Cet I, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987, hlm. 166-170. 61 Teori Heliosentris adalah teori yang merupakan kebalikan dari teori geosentris. Teori ini mengemukakan bahwa Matahari sebagai pusat peredaran benda- benda langit. Akan tetapi menurut lacakan sejaarah yang pertama kali melakukan kritikk terhadap teori geosentris adalah al Biruni yang berasumsi tidak mungkin langit yang begitu besar beserta bintang-bintangnya yang mengelilingi bumi. Lihat dalam Ahmad Baiquni, Al Qur‟an, Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi, Cet IV, Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996, hlm. 9. 60
36
semula kalender hijriyah diganti dengan penggunaan kalender masehi. Namun demikian umat islam terutama yang ada di daerah-daerah tetap menggunakan kalender hijriyah. Hal yang demikian ini tidak dilarang oleh pemerintah kolonial bahkan penerapannya diserahkan kepada penguasa kerajaan islam masing-masing terutama yang menyangkut maslah peribadatan seperti tanggal 1 Ramadlan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah.62 Wacana hisab rukyah di Indonesia paling bersejarah yang terjadi pada masa pemerintahan kerajaan islam adalah dengan diberlakukannya kalender hijriyah sebagai kalender resmi menggantikan tahun saka.63 Perkembangan hisab rukyah pada awal abad 17 sampai 19 bahkan awal abad 20 tidak bisa lepas dari pemikiran serupa di negara islam yang lain. Hal ini seperti tercermin dalam kitab Sullamun Nayyirain64 yang masih terpengaruh oleh sistem Ulugh Beik. Namun dengan semakin canggihnya tekhnologi dan ilmu pengetahuan maka wacana hisab rukyah pun mengalami perkembangan yang sangat pesat diantaranya data bulan dan matahari menjadi semakin akurat dengan adanya sistem Ephemeris, Almanak Nautika dan sebagainya yang menyajikan data 62
Badan Hisab Rukyah RI, Almanak......., hlm. 22. Peristiwa ini terjadi pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokro Kusuma, raja kerajaan Islam Mataram II (1613 – 1645) 64 Sullamun Nayyirain adalah kitab kecil unruk mengetahui konjungsi matahari, bulan berdasarkan metode Ulugh Beik al Samarqondy yang di susun oleh KH. Muh Mansur bin KH Abdul Hamid bin Muh Damiry al Batawy. Di mana kitab tersebut berisi rissalah untuk ijtima‟, gerhana bulan dan matahari. Lihat dalam Ahmad Izzuddin , Analisis Kritis tentang Hisab Awal Bulan Qamariyah dalam kitab Sullamun Nayyirain, Skripsi Sarjana, Semarang: Fakultas Syari‟ah IAIN Walisongo, 1997, hlm. 8. 63
37
perjam. Sehingga akurasi perhitungan bisa semakin tepat. Dan
sampai
sekarang, hasanah (kitab-kitab) hisab di Indonesia dapat dikatakan relatif banyak apalagi banyak pakar hisab sekarang yang menerbitkan (menyusun) kitab falak dengan cara mencangkok kitab-kitab yang sudah lama ada di masyarakat di samping adanya kecanggihan tehnologi yang dikembangkan oleh para pakar Astronomi dalam mengolah data-data kontemporer berkaitan dengan hisab rukyah Melihat fenomena tersebut pemerintah mendirikan Badan Hisab Rukyah yang berada di bawah naungan Departemen Agama. Pada dasarnya kehadiran Badan Hisab rukyah adalah untuk menjaga persatuan dan ukhuwah Islamiyyah khususnya dalam beribadah. Hanya saja dalam dataran realistis dan etika praktis, masih belum terwujud. Hal ini dapat dilihat dengan adanya seringkali terjadi perbedaan berpuasa Ramadhan maupun berhari raya Idul Fitri. E. Metode Penentuan Awal Bulan Qamariyah Dalam kancah perkembangan ilmu falak, ilmu hisab merupakan formula untuk mendapatkan data-data benda langit. Secara berkala seiring perkembangan waktu dan keilmuan dari masa ke masa, muncullah kategorisasi dalam ilmu hisab dan rukyat yang pada dasarnya dibagi menjadi dua macam, yaitu : 1. Metode Hisab Ada dua jadwal yang selama ini mewarnai tipologi metode hisab di Indonesia, yakni tipologi hisab klasik seperti yang terdapat dalam kitab
38
Sullam al-Nayyirain yang bersumber pada data Sultan Ulugh Beg. Kemudian tipologi hisab modern yang selama ini berkembang dalam wacana fiqh hisab rukyat dan teknik hisab tentang pengklasifikasian Almanac Nautika sebagai tipologi hisab kontemporer.65 Metode hisab adalah metode yang menggunakan perhitungan dalam penentuan awal bulan Qamariyah. Metode ini dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu: a) Hisab „Urfi dan Istilahi Hisab „Urfi adalah sistem perhitungan awal bulan berdasarkan umur bulan yang biasa berlaku secara konvensional, misalnya pada penanggalan Qamariyah yang bulan-bulan gasalnya berumur 30 hari dan bulan-bulan genapnya berumur 29 hari kecuali pada tahun kabisat yang bulan ke-12 berumur 30 hari. Jika menggunakan sistem penanggalan ini, maka bulan Ramadhan akan selalu berumur 30 hari hari karena pada urutannya menempati posisi ke-9 (gasal).66 Metode hisab ini menetapkan satu daur (siklus) 8 tahun, di dalam siklus tersebut ditetapkan 3 tahun kabisat67 yaitu tahun ke 2, 4 dan 7, kemudian 5 tahun Basitah68 yaitu ke 1,3, 5, 6 dan 8.69
65
Ibid., hlm. 54. Muhyiddin Khazin, Kamus......., hlm. 88. 67 Satuan waktu satu tahun yang umurnya 366 hari untuk penganggalan syamsiah dan 355 hari untuk penanggalan kamariah, sehingga tahun kabisah sering disebut dengan tahun panjang yang dalam istilah astronomi disebut leap year. Lihat Muhyiddin Khazin, Kamus........., hlm. 41. 68 Adalah tahun pendek, yaitu satuan waktu satu tahun yang umurnya 365 untuk penanggalan Syamsiah dan yang umurnya 354 untuk penanggalan kamariah, dalam istilah astronomi disebut dengan istilah common year. ibid., hlm. 12. 69 Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pedoman Rukyat dan Hisab Nahdlatul Ulama, Jakarta : tp, 2006, hlm. 5 – 6. 66
39
Hisab „urfi merupakan perpaduan antara hisab Hindu Jawa dengan
hisab
hijriah
yang
dilakukan
oleh
Sultan
Agung
Anyokrukusumo pada tahun 1633 M atau 1043 H atau 1555 C (Ceka) dengan melanjutkan perhitungan tahun Saka yang sedang berlangsung menjadi titik awal perhitungan kalender Jawa Islam, sedangkan umur bulan mengacu pada sistem perhitungan kalender hijriah, sehingga dinamakan juga dengan istilah hisab Jawa Islam atau kalender Jawa Islam.70 Dalam perhitungan kalender Jawa Islam terdapat beberapa ketentuan, yaitu:71 1) 1 Suro tahun Alip 1555 bertepatan dengan Jum‟at legi tanggal 1 Muharram 1043 H atau 8 Juli 1633 M. 2) Satu periode (windu) memerlukan waktu 8 tahun. 3) Dalam satu windu terdapat 3 tahun panjang atau wuntu72 yang berjumlah 355 hari dan 5 tahun pendek atau wastu73 yang berjumlah 354 hari. 4) Bulan-bulan gasal umurnya 30 hari sedangkan bulan genap umurnya 29 hari (kecuali bulan Besar pada tahun Wuntu ditambah 1 hari menjadi genap 30 hari).
70
Susiknan Azhari, Ensiklopedi........, hlm. 116. Ibid., hlm. 116. 72 Disebut tahun kabisat, yaitu satuan waktu dalam satu tahun yang panjangnya 366 hari untuk tahun syamsiah dan 355 hari untuk tahun kamariah. Dalam bahasa Inggris disebut juga dengan Leap Year. Lihat ibid., hlm. 208. 73 Tahun basitah, yaitu satuan tahun yang panjangnya 365 hari untuk tahun syamsiah dan 354 hari untuk tahun kamariah, disebut juga dengan Common Year. Lihat ibid. 71
40
5) Terdapat ketentuan hari pasaran yaitu Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon. 6) Setiap 120 tahun terjadi pergantian kurup. Nama-nama bulan dan jumlah harinya dalam hisab „urfi ini adalah sebagai berikut:74 1. Suro
: 30 hari
2. Sapar
: 29 hari
3. Mulud
: 30 hari
4. Bakdo Mulud
: 29 hari
5. Jumadil awal
: 30 hari
6. Jumadil Akhir
: 29 hari
7. Rajab
: 30 hari
8. Ruwah
: 29 hari
9. Poso
: 30 hari
10. Sawal
: 29 hari
11. Zulkangidah
: 30 hari
12. Besar
: 29 hari
Kemudian untuk tahun-tahun dalam setiap windu diberi lambang dengan huruf-huruf alif abjadiyah75 berturut-turut sebagai berikut:76
74
Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, Cet. IV, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004. hlm. 118-119. 75 Loewis Ma‟luf, Al-Munjid......., hlm. 1. 76 Muhyiddin Khazin, Ilmu............, hlm. 118.
41
1. Alif
5. Dal
2. Ehe
6. Be
3. Jimawal
7. Wawu
4. Ze
8. Jim Akhir
Hisab istilahi adalah metode hisab yang menetapkan satu daur (siklus) selama 30 tahun dengan jumlah tahun kabisah 11 tahun dan 19 tahun yang lainnya adalah basitah.77 Hisab „urfi dan hisab istilahi tergolong sistem hisab yang mudah dan sederhana karena perhitungan yang dilakukan hanyalah perhitungan secara garis besar (rata-rata) dan menurut kebiasaan sehingga tidak bisa dijadikan sebagai acuan untuk penentuan waktuwaktu ibadah. b) Hisab Haqiqi bi at-Taqrib Hisab haqiqi bi at-taqrib merupakan metode hisab yang menetapkan jatuhnya awal bulan Qamariyah berdasarkan perhitungan saat terjadinya ijtima‟78 bulan dan matahari serta perhitungan irtifa‟79 hilal pada saat terbenamnya matahari di akhir bulan yang berdasarkan pada peredaran rata-rata bulan, bumi dan matahari. Akan tetapi untuk 77
Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Ibid. Artinya kumpul atau “Iqtiran” (bersama) yaitu ketika matahari dan bulan pada satu bujur astronomi. Dalam istilah astronomi dikenal dengan istilah conjunction (konjungsi). Digunakan oleh para ahli astronomi murni sebagai ketentuan terjadinya pergantian bulan kamariah, disebut pula dengan istilah New Moon. Lihat Muhyiddin Khazin, Kamus......., hlm. 32. 79 Ketinggian benda langit yang dihitung sepanjang lingkaran vertikal dari ufuk sampai benda langit yang dimaksud. Disebut juga dengan istilah Altitude dalam dunia astronomi. Ketinggian benda langit bertanda positif (+) apabila benda langit tersebut berada di atas ufuk, dan apabila bertanda negatif ( – ) maka posisi benda langit itu berada di bawah ufuk. Biasanya diberi notasi h (hight) dalam astronomi. Lihat Susiknan Azhari, Ensiklopedi........, hlm. 102. 78
42
irtifa‟ hilal dalam metode ini belum memasukkan unsur azimuth bulan, kemiringan ufuk, paralaks, dan lain-lain sehingga hisab ini belum dapat digunakan untuk menentukan tempat dan kedudukan bulan.80 c) Hisab Haqiqi bi at-Tahqiq Metode ini merupakan sistem perhitungan posisi benda langit berdasarkan gerak benda langit yang sebenarnya, sehingga hasilnya cukup akurat.81 Metode hisab ini sudah memasukkan unsur azimuth82 bulan, lintang tempat83, kerendahan ufuk84, refraksi85, semidiameter86 bulan, paralaks87 dan lain-lain ke dalam proses perhitungan irtifa‟ hilal, selain itu juga memperhatikan nilai deklinasi bulan dan sudut
80
Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pedoman......., hlm. 6. Muhyiddin Khazin, Kamus........, hlm. 29 82 Busur pada lingkaran horizon diukur mulai dari titik Utara ke arah Timur. Kadangkadang diukur dari titik Selatan ke arah Barat. Azimuth suatu benda langit adalah jarak sudut pada lingkaran horizon diukur mulai dari titik Utara ke arah Timur atau searah jarum jam sampai ke perpotongan antara lingkaran hori on dengan lingkaran vertikal yang melalui benda langit tersebut. A imuth titik Timur adalah 90, titik Selatan adalah 180, titik Barat adalah 270, dan titik Utara adalah 0 atau 360. Lihat Susiknan Azhari, Ensiklopedi........, hlm. 38. 83 Disebut juga عشض اىثيذyaitu jarak sepanjang meridian bumi yang diukur dari equator bumi (khatulistiwa) sampai ke suatu tempat yang dituju. Nilainya 0 sampai 90. Bagi tempat yang berada di belahan bumi bagian utara maka lintang tempatnya adalah positif (+) dan yang di belahan bumi bagian selatan maka lintang tempatnya adalah negatif (–). Dalam astronomi disebut Latitude yang biasanya dilambangkan dengan simbol Φ (phi). Lihat Muhyiddin Khazin, Kamus......, hlm. 5. 84 Perbedaan kedudukan antara ufuk yang sebenarnya dengan ufuk yang terlihat (mar‟i) oleh seorang pengamat. Dalam astronomi disebut Dip yang dapat dihitung dengan rumus Dip = 0.0293 √ tinggi tempat dari permukaan laut (meter). Lihat Ibid., hlm. 33. 85 Perbedaan antara tinggi suatu benda langit yang dilihat dengan tinggi sebenarnya diakibatkan adanya pembiasan sinar. Pembiasan ini terjadi karena sinar yang dipancarkan benda langit tersebut datang ke mata melalui lapisan atmosfir yang berbeda-beda tingkat kerenggangan udaranya sehingga posisi setiap benda langit itu terlihat lebih tinggi dari posisi sebenarnya. Lihat Susiknan Azhari, Ensiklopedi......., hlm. 180. 86 Jarak antara titik pusat piringan benda langit dengan piringan luarnya atau seperdua garis tengah piringan benda langit. Lebih popular dengan nama jari-jari. Lihat Ibid., hlm. 191. 87 Adanya perbedaan penglihatan terhadap benda langit bila dilihat dari titik pusat bumi dengan dilihat dari permukaan bumi. Lihat Muhyiddin Khazin, Kamus......., hlm. 33. 81
43
waktu bulan yang diselesaikan dengan rumus ilmu ukur segitiga bola atau disebut juga dengan Spherical Trigonometri. d) Hisab Haqiqi Kontemporer Dalam perkembangannya, ilmu hisab juga memunculkan satu metode baru yaitu hisab kontemporer yang dalam perhitungannya sudah menggunakan data astronomis dengan peralatan yang lebih modern, seperti hisab Ephemeris yang perhitungannya menggunakan data-data astronomis bulan dan matahari,88 dan hisab dengan data Almanac Nautika, yaitu data kedudukan benda-benda langit yang dipersiapkan untuk keperluan pelayaran namun juga bisa digunakan untuk keperluan hisab awal bulan Qamariyah, waktu shalat dan gerhana.89 2. Metode Rukyat Metode Rukyat di sini adalah rukyat yang dilakukan langsung dengan menyaksikan hilal sesaat setelah matahari terbenam disebut juga dengan istilah observasi atau mengamati benda-benda langit90 yang dalam hal ini dikhususkan untuk melihat hilal. Kegiatan ini dilakukan menjelang awal bulan Qamariyah karena untuk menetapkan jatuhnya bulan baru, harus dengan kesaksian terlihatnya hilal di atas ufuk, apabila hilal tidak terlihat maka jumlah bulan di-istikmal-kan menjadi 30 hari. Rukyat adalah observasi berupa metode ilmiah yang akurat, terbukti dengan berkembangnya ilmu falak pada zaman keemasan Islam. 88
Muhyiddin Khazin, Kamus......., hlm. 92. Ibid., hlm. 59. 90 Ibid., hlm. 69. 89
44
Para ahli falak terdahulu melakukan pengamatan yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan hingga menghasilkan zij-zij (tabel-tabel astronomis) yang sampai saat ini menjadi rujukan dalam mempelajari ilmu falak, seperti Zij Al-Jadid karya Ibn Shatir (1306 M/706 H) dan Zij Jadidi Sultani karya Ulugh Beik (1394 – 1449 M/797 – 853 H), kemudian kagiatan observasi juga dilakukan oleh Galileo Galilei (1564 – 1642 M/972 – 1052 H) sebagai sarana untuk membuktikan suatu kebenaran.91 Ada banyak perbedaan yang terjadi dalam proses penetapan awal bulan Qamariyah di Indonesia, hal ini disebabkan adanya beberapa aliran yang menggunakan berbagai macam metode dalam penentuannya. Umumnya, ada satu sistem rukyat yang dipegang oleh para ahli falak dalam menentukan jatuhnya awal bulan Qamariyah, yaitu: 1) Sistem Posisi Hilal Selain golongan yang berpedoman pada posisi ijtima‟ ada juga golongan yang berpedoman pada posisi hilal yaitu: a. Golongan yang menyatakan bahwa jatuhnya bulan baru apabila posisi hilal berada di atas ufuk hakiki/true horizon.92 b. Golongan yang menyatakan jatuhnya bulan baru apabila posisi hilal di atas ufuk mar‟i/visible horizon93 yaitu ufuk hakiki dengan koreksi kerendahan ufuk, refraksi, semi diameter, dan parallax. 91
Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, Cet.II, 2007, hlm. 129 – 130. 92 Bidang datar yang ditarik dari titik pusat bumi tegak lurus dengan garis vertikal, sehingga membelah bola bumi dan bola langit menjadi dua bagian yang sama besar , bagian atas dan bagian bawah, dalam praktek perhitungannya tinggi suatu benda langit mula-mula dihitung dari ufuk hakiki ini. Lihat Muhyiddin Khazin, Kamus......., hlm. 86.
45
c. Golongan yang berpegang kepada imkanurrukyat,94 yaitu golongan yang menyatakan bahwa jatuhnya awal bulan Qamariyah apabila posisi hilal pada saat matahari terbenam berada pada ketinggian tertentu sehingga memungkinkan untuk dirukyat.95 Terlepas dari berbagai macam metode dan beragam golongan yang ada di atas, sesungguhnya kebenaran adalah suatu hal yang harus diusahakan, apalagi dalam permasalahan ibadah yang menyangkut tentang hubungan vertical antara manusia dengan Sang Khaliq, sehingga kebenaran yang diusahakan adalah kebenaran yang bisa dipertanggungjawabkan dengan baik di depan ummat dan Allah Swt.
93
Ufuk yang terlihat oleh mata, yaitu ketika seseorang berada di tepi pantai atau dataran yang sangat luas, maka akan tampak semacam garis pertemuan antara langit dan bumi. Ibid. 94 Disebut juga dengan haddu ar-rukyat artinya batas minimal hilal dapat dirukyat, merupakan fenomena ketinggian hilal tertentu yang menurut pengalaman di lapangan hilal dapat dilihat. Ibid., hlm. 35. 95 Badan Hisab Rukyah RI, Almanak........, hlm. 99 – 100.
BAB III METODE PERHITUNGAN AWAL BULAN QAMARIYAH DALAM KITAB AS-SYAHRU KARYA MOHAMMAD UZAL SYAHRUNA A. Biografi Mohammad Uzal Syahruna 1. Riwayat Hidup Kitab As-Syahru disusun oleh Mohammad Uzal Syahruna, kitab ini disusun beliau pada tahun 2002, beliau memiliki nama lengkap yaitu Mohammad Uzal Syahruna. Beliau lahir pada 07 Februari 1970 M di Desa Ringinanyar Kec.Penggok Kab. Blitar Prop. Jawa Timur. 1 Mohammad Uzal Syahruna menikah pada tahun 1996 M dengan seorang wanita bernama Tatik Widiyawati. Dalam pernikahan Uzal dan Tatik dikaruniai dua orang anak (1 putra dan 1 putri), yaitu Muhammad Nasta‟inu Bik (kelas 1 Aliyah), dan Latansa Tahsya Qonitat (kelas 6 SD).2 Masa pendidikan Mohammad Uzal Syahruna dilalui dengan lancar dari beberapa jenjang pendidikan antara lain sewaktu kecil belajar di SD Ringinanyar (tempat kelahiran), kemudian dilanjutkan di tingkat SMP di Udanawu, lantas beliau melanjutkan di MA Telogo yang berada dekat dengan kota Blitar, setelah lulus dari aliyah sempat meneruskan ke jenjang perguruan tinggi di STAIN Kediri akan tetapi
1
Hasil wawancara dengan Bpk. Mohammad Uzal Syahruna pada tanggal 31 Maret 2015
2
Ibid
di Blitar.
46
47
tidak sampai menyelesaikan studinya. Selain belajar di sekolah formal, beliau juga pernah nyantri di Pondok Sunan Pandanaran Blitar. Mohammad Uzal Syahruna mulai menekuni dunia Ilmu Falak sejak tahun 2000, beliau belajar falak kepada pamannya yang bernama KH. Nawawi Yunus, dan kakak sepupunya yang bernama KH. Abdul „Adzim. Keduanya merupakan pengasuh Pondok Falak Yunusiyah di Jamsaren, Kediri. Selepas belajar kepada Kyai Nawawi dan Kyai „Adzim, Uzal Syahruna melakukan pendalaman sendiri terhadap Ilmu Falak secara otodidak mulai dari sistem pemograman excel dan kalkulator hisab awal waktu sholat, arah kiblat, awal bulan dan lainnya. Dan akhirnya pada tahun 2002 beliau berhasil menyusun kitab As-Syahru.3 Mohammad Uzal Syahruna juga aktif di Lembaga Sosial Keagamaan Nahdlatul Ulama‟ Wilayah Jawa Timur antara lain sebagai Staf LFNU di Kab. Blitar, Anggota BHR di Kab. Blitar dan Wilayah Jawa Timur, dan Pelaksana Rukyah Lajnah Falakiyah PBNU. Karya-karya yang sudah ditulis oleh Mohammad Uzal Syahruna telah banyak baik yang berupa kitab maupun karya ilmiah yaitu Kitab As-Syahru dan Kitab Tashilul Amtsilat, Kalibrasi Arah Kiblat Yang Mudah, Perhitungan Awal Waktu Sholat, Theodolit dan Tongkat Istiwa‟ dan lain-lain. Karya-karya beliau telah dipublikasikan
3
Ibid
48
untuk keperluan pelatihan falak di sebagian wilayah Jawa Timur terutama daerah Blitar sendiri. Kitab As-Syahru termasuk dalam kategori kitab yang menggunakan sistem hisab kontemporer, hal ini di karenakan dalam proses perhitungannya Mohammad Uzal Syahruna menggunakan nilai Konstanta4 yang dijadikan patokan (rumus), nilai tersebut beliau cantumkan dalam perhitungan Ecliptic Longituda Matahari (ELM), Asensia Rekta (A‟), Deklinasi Matahari (U), dan Azimuth Matahari.5 Dalam menghisab awal bulan Qamariyah dibutuhkan data Ijtima‟, oleh karena itu Mohammad Uzal Syahruna memberikan kemudahan karena sudah disediakan tabel hasil Ijtima‟ dari tahun 1424-1473 H. Contoh :
Nama bulan Qamariyah SYAWAL 1424
24-11-03 06.00.00
Tanggal, bulan dan tahun masehi Jam, menit dan detik Tahun hijriyah
Jadi ijtima‟ awal bulan syawal 1424 H. Jatuh pada tanggal 24 November 2003 M. Jam 06.00 WIB.6
4 Dalam pemrograman komputer, 'Konstanta' adalah identifier yang terkait nilai tidak bisa biasanya diubah oleh program selama pelaksanaannya (meskipun dalam beberapa kasus ini dapat dielakkan, misalnya menggunakan self-modifying code). Banyak bahasa pemrograman membuat perbedaan sintaksis eksplisit antara simbol konstan dan variable. Seperti contoh const float pi2 = 3.1415926535; http://id.wikipedia.org/wiki/Konstanta_%28pemrograman%29 diakses pada tanggal 7/4/2015 jam 10.56 WIB. 5 Mohammad Uzal Syahruna, Kitab As-Syahru , Edisi Revisi, Blitar: T.P , 2009, hlm. 1516. 6 Ibid, hlm. 12.
49
Kemudian yang membedakan dengan sistem hisab yang lain yaitu pada saat terbenam Matahari, Mohammad Uzal Syahruna menyebutkan pada kitab Nurul Anwar7 dan lainnya jika terjadi Ijtima‟setelah ghurub maka tanggal atau hari berikutnya yang dihisab, dengan tujuan hasil akhir (Irtifa’) akan di atas ufuk atau bernilai plus, namun dalam kitab ini disesuaikan dengan tanggal saat terjadinya Ijtima‟ dengan tujuan jika hasilnya plus ( + ), maka hilal di atas ufuk hakiki dan jika hasil sebaliknya ( - ), maka hilal masih berada di bawah ufuk.8 2. Kitab As-Syahru Karangan Mohammad Uzal Syahruna Secara global dapat diterangkan bahwa Kitab As-Syahru yang tebalnya 39 halaman terbagi atas tiga bagian, yaitu; bagian utama, bagian tambahan, dan bagian lampiran. Dalam bagian Kitab As-Syahru berisikan : Pendahuluan Risalah Kitab Daftar Isi Istilah-istilah meliputi saat Ijtima‟, Bujur, Lintang Tempat, Eklipitika, Equator (khatulistiwa), Ecliptic Longitude (EL),
7
Kitab yang dikarang oleh seorang ulama ahli falak dari Jepara yaitu KH. Noor Ahmad SS yang ikut andil dalam pengembangan ilmu falak di Indonesia karena telah banyak menuliskan banyak karya kitab-kitab falak klasik. 8 Mohammad Uzal Syahruna, Kitab..., hlm. 15.
50
Asensia Rekta, Deklinasi, Apparent Latitude, Sudut Waktu, Semi Diameter, Refraksi, Ketinggian, dan Irtifa’ul Hilal Mar’i (M), Tabel Hasil Hisab Saat Ijtima‟ Bagian Pertama : Hisab Awal Bulan Hijriyah (Qamariyah) a. Konversi b. Ekliptic Longitude Matahari c. Saat Terbenam Matahari d. Azimuth Matahari e. Apparent Longitude Bulan f. Sudut Waktu Bulan g. Irtifa’ul Hilal Hakiki h. Irtifa’ul Hilal Mar’i i. Azimuth Bulan j. Lama Hilal Di atas Ufuk k. Jarak Matahari dan Bulan l. Arah Rukyatul Hilal m. Nurul Hilal n. Kesimpulan Bagian kedua : Program Library As-Syahru Bagian Ketiga : Program-program Kalkulator a. Awal Bulan Sistem As-Syahru b. Awal Bulan Sistem Ephemeris c. Awal Bulan Sistem Nautika
51
d. Awal Bulan Sistem Risalatul Qomaroin e. Program Waktu Sholat f. Konversi Tahun Masehi ke Hijriyah g. Hisab Awal Bulan Nurul Anwar h. Multi Program Kalkulator Casio FX 4500 i. Program Saat Ijtima‟ Bagian ketiga : Lampiran a. Daftar Deklinasi dan Perata Waktu9 b. Hisab Awal Waktu Sholat c. Lembar Kerja Awal Waktu Sholat d. Lembar Kerja Awal Bulan e. Hasil Hisab Awal Bulan f. Daftar kepustakaan Kitab As-Syahru dalam penulisan tanda operasi bilangan seperti pertambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian sudah menggunakan tanda yang umum atau yang lazim. Dalam menandai operasi bilangan tersebut kitab ini menggunakan: (+) untuk pertambahan, (-) untuk pengurangan, (x) untuk perkalian dan (/)untuk pembagian.
9
Perata Waktu atau Equation Of Time (Ta’dil al-Waqt/Ta’dil asy-Syam), yaitu selisih
antara waktu kulminasi Matahari Hakiki dengan waktu Matahari rata-rata. Data ini biasanya dinyatakan dengan huruf “e” kecil dan diperlukan dalam menghisab awal waktu sholat. Lihat dalam Azhari, Susiknan, Ensiklopedi Hisab Rukyat, Edisi Revisi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Cet.II, 2008. Hlm. 62.
52
Dalam kitab ini permulaan hari dihitung mulai hari pertama Hari Sabtu, hari kedua Hari Ahad, hari ketiga Hari Senin dan seterusnya. Sedangkan pasaran dimulai dari Kliwon dan seterusnya. Rumus yang digunakan kitab As-Syahru sudah sangat modern. Hal tersebut memang wajar karena diantara rujukan kitab As-Syahru adalah
Astronomical
Formula
For
Calculator,
Astronomical
Algorithms, Astronomi With Personal Computer dan lain-lain yang diramu dengan sedemikian rupa oleh Mohammad Uzal Syahruna sehingga menjadi rumus yang mudah digunakan oleh para pengguna kitab As-Syahru . B. Metode Penentuan Awal Bulan Qamariyah dalam Kitab As-Syahru Kitab As-Syahru dalam menentukan awal bulan Qamariyah hanya memuat satu metode saja, yaitu metode hisab kontemporer. Hal ini tentunya berbeda dengan metode hisab yang digunakan pada kitab-kitab lain. Kitab-kitab yang membahas tentang hisab awal bulan Qamariyah, dalam meng-hisab biasanya diawali dengan menggunakan hisab haqiqi taqribi. Metode tersebut dipakai untuk dasar pijakan dalam mengerjakan hisab haqiqi tahqiqi. Dengan kata lain, untuk mengerjakan hisab tahkiki harus mangerjakan hisab takribi lebih dahulu. Metode tersebut seperti terdapat dalam kitab al-Khulasoh al-Wafiyah dan kitab Ittifaq Dzatil Bain.10 Karena kedua kitab tersebut masih menggunakan input data dari
10
Kitri Sulastri, Studi Analisis Hisab Awal Bulan Kamariah Dalam Kitab al-Irsyad almurid, (Skripsi Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang, 2011), hlm. 51.
53
kitab yang sudah ada secara urut berdasarkan perhitungan apa yang dicari, kemudian baru setelah mengetahui data yang di-input maka dihitung sesuai yang ada di kitab dan menghasilkan output data perhitungan yang dicari. Kitab As-Syahru termasuk ke dalam hisab dengan metode kontemporer. Metodenya kurang lebih sama dengan metode hisab kontemporer pada umumnya. Akan tetapi, di dalam proses hisab tersebut terdapat beberapa perbedaan pada perhitungan-perhitungannya. Dalam kitab As-Syahru nilai ijtima' telah disediakan dalam bentuk tabel yang sudah matang, mudah pemakaiannya, dan sangat akurat hasilnya. Sedangkan dalam perhitungannya menggunakan nilai konstanta yang akurat sehingga dapat dipertanggungjawabkan hasilnya untuk digunakan penentuan awal Bulan Qamariyah, serta dalam menghitung Irtifa’ul Hilal Mar’i (M‟) menggunakan rumus yang sudah terkoreksi dengan refraksi, semi diameter, horizontal pandang, dan kerendahan ufuk. Hal ini menandakan bahwa benar adanya jika kitab ini digolongkan kepada kitab yang menggunakan metode hisab kontemporer. Dalam perhitungan awal bulan Qamariyah kitab As-Syahru sudah terdapat beberapa hal yang jarang ditemui di kitab lain, seperti memperhitungkan arah rukyah, cahaya hilal, irtifa’, keadaan dan lama hilal. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut: 1. Menghitung Ijtima‟
54
Dalam hal ini nilai ijtima‟ sudah disediakan pengarang mulai tahun 1424-1473 H. 2. Konversi a. Terlebih dahulu tanggal, bulan dan tahun masehi dijadikan bilangan hari semua dengan berdasarkan sistem ( konsep ) matematik. Bulan dan tahun masehi masing-masing dikurangi satu, misalnya tanggal 24 November 2003 diubah menjadi 24 bulan Oktober 2002 M. ( tanggal tetap ) Tahun yang sudah diubah dibagi 4 , hasilnya yang di depan koma dikalikan 1461 dan jika terdapat sisa di belakang koma, bilangan itu dikalikan 4 lalu dikalikan lagi 365 hari. Bilangan bulan dan tanggal dijadikan bilangan hari sesuai dengan umur bulan masehi. b. Jumlah hari dikurangi anggaran Gregorius 13 hari ( berlangsung sampai tahun 2099 ). Bilangan 13 ini berasal dari 10 hari akibat pembaharuan sistim Gregorius sedangkan yang 3 hari ialah abad 17, 18, dan 19 yang dalam perhitungan dianggap sebagai tahun panjang padahal semestinya tahun pendek. Anggaran Gregorius akan selalu tambah, apabila jumlah tahun abad tidak habis di bagi 400 tahun. Contoh: - abad 20, berjumlah 2000 th, habis di bagi 400 th, maka anggaran gregorius tetap 13 hari.
55
- abad 21, berjumlah 2100 th, tidak habis di bagi 400 th, maka anggaran gregorius menjadi 14 hari. - abad 22, berjumlah 2200 th, tidak habis di bagi 400 th, maka anggaran gregorius menjadi15 hari. - abad 23, berjumlah 2300 th, tidak habis di bagi 400 th, maka anggaran gregorius menjadi 16 hari. - abad 24, berjumlah 2000th, habis di bagi 400th, maka anggaran gregorius tetap 16 hari, begitu seterusya. PERSAMAAN ISTILAH HARI DAN PASARAN DALAM MEMBACA HASIL PERHITUNGAN11 HARI
PASARAN
Sisa
Arti
Sisa
Arti
1
SABTU
1
KLIWON
2
AHAD
2
LEGI
3
SENIN
3
PAING
4
SELASA
4
PON
5
RABU
5/0
WAGE
6
KAMIS
7/0
JUMAT
11
Berdasarkan penelitian penulis data tersebut berasal dari data yang terdapat dalam Ephemeris, sehingga ini yang membuktikan bahwa acuan hari dan pasaran kitab As-Syahru dengan Ephemeris sama.
56
RUMUS USIA BULAN DALAM SATU TAHUN MASEHI12 Nama Bulan JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOP DES Bulan Ke Usia Bulan Kabisat ♥ Basitoh ♦
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
31 28/29 31
30
31
30
31
31
30
31
30
31
31
60
91
121 152 182 213 244 274 305 335 366
31
59
90
120 151 181 212 243 273 304 334 365
Keterangan : Angka-angka tersebut di atas adalah bilangan hari. ♥ Kabisat = tahun yang berumur panjang. ♦ Basitoh = tahun yang berumur pendek. Tanggal 24 November 2003 bila diuraikan = 2002 tahun + 10 bulan + 24 hari Langkah Penghitungan : 1. 2002 : 4 = 500,5 0,5 x 4 2. 500 daur x 1461 2 tahun x 365
500
daur
=
2
=
730500 hari
tahun
=
730
hari
10 bulan ( lihat usia bulan ) =
304
hari
24
hari
24 hari
Anggaran gregorius
12
=
= =
731558 hari
=
13 – hari
Dalam penentuan umur bulan dalam satu masehi juga sama dengan Ephemeris.
57
Jumlah hari 24 Nov. 2003 =
3. Mencari nama hari :
731545 hari
Jumlah hari 24 Nov. 2003 : 7 = Sisa
731545 : 7 = 104506,4286 ( yang diambil angka di belakang koma saja ) 0,4286 x 7 = 3,0002
Sisa = 3 = SENIN
4. Mencari nama Pasaran : Jumlah hari 24 Nov. 2003 : 5 = Sisa 731545 : 5 = 146309, __ ( bila tidak ada angka di belakang koma, berarti 0) Sisa = 0 = WAGE. Atau Jumlah hari 24 Nov. 2003 = 731545 di ambil angka yang paling belakang = 5 di hitung dari kliwon=WAGE Kesimpulan :
tanggal 24 November 2003 jatuh pada hari
SENIN WAGE 3. Mencari Ecliptic Longituda Matahari ( Elm ) Asensia Rekta ( A‟ ) Dan Deklinasi Matahari ( U ) Dengan jalan jumlah hari 24 November 2003 dikurangi jumlah hari ( tgl. 31 Desember 1984 = 724643 Rumus ) ditambah perkiraan saat maghrib WIB menjadi GMT : 731545 – 724643 + ( 11 / 24 ) = J J = 6902.458333 Kita masukkan ke rumus
58
C = 279.5751 + J x 0.985647 13 EXE
7082.962449
G = 356.967 + J x . 985600 14
7160.029933
ELM
EXE
N = C + 1.916294 sin G + . 020028 sin 2 G + . 000 290
sin 3 G = 7081.711474 ( A‟ ) = tan –1 ( . 917451381 tan N )
Asensiarecta
EXE
SHIF
º„“
EXE
SHIF
º„“
( A‟ ) = 59º 36º 13.26º ( U ) = sin–1 ( .397847914 sin N )
Deklinasi =
-20º 30º 27.85º
Catatan : ( A‟ )
=
Asensia Recta
(U)
=
Deklinasi Matahari
( 11/24)
=
11 perkiraan terbenam matahari GMT 24 pembagi dalam sehari semalam 24 jam.
4. Mencari saat terbenam Matahari a. Tinggi Matahari ( C‟ ) = 0º – Semi diameter – Revracsi – Dip. -
13
Panjang Satu tahun tropis : Panjang waktu (365h 05j 48m45.99d) perjalanan Bumi mengelilingi matahari dari satu titik ke titik semula menurut arah dari barat ketimur. Tahun Tropis di desimalkan menjadi 05j 48m 45.99d / 24 = 0.242198958 + 365 = 365.242198958 dalam sehari tahun tropis matahari menempuh jarak 360 / 365.242198958 = 0.985647335 14 Satu Tahun Sideris/Tahun bintang: Panjang waktu(365h 06j 09m 09.50d) Perjalanan matahari tahunan dari satu titik ketitik semula menurut arah dari barat ketimur. Tahun Bintang didesimalkan menjadi: 06j 09m 09.50d / 24 = 0.256359953 + 365 = 365.256359953 dalam sehari tahun Sideris matahari menempuh jarak 360 / 365. 256359953 = 0.985600
59
-
Semi diameter
=
16‟ ( rata-rata Semi diameter
0º
matahari ) -
Refraksi = 0º 34.5‟
-
Dip
-
K ( Ketinggian tempat = sebagai contoh 5 m )
-
Tinggi Matahari ( C‟ ) = 0º – 0º 16‟ – 0º 34.5‟ – . 0293 √ 5 m
-
-0º 54’ 25.86’’
= 0.0293 √ K
( Ketinggian )
EXE
º„“
SHIF
b. Sudut waktu Matahari ( Q ) = Cos –1 ( - tan P x tan U + sin C‟ / Cos P / Cos U ) Markaz Pantai Serang Blitar P
= -8º 19‟ 52.86‟‟
U
= -20º 30‟ 27.85‟‟
V
= 112º 13‟ 23.2‟‟
C‟
= -0º 54‟ 25.86‟‟
E
=
0º 13‟ 25‟‟ ( lihat jadwal perata waktu )
Hisab Q = Cos –1 ( -tan -8º 19‟ 52.86‟‟ tan -20º 30‟ 27.85‟‟ + sin -0º 54‟ 25.86‟‟ / Cos -8º 19‟ 52.86‟‟ / Cos -20º 30‟ 27.85‟‟) = 94º 7’ 14.89’’
EXE
SHIF
º„“
c. Terbenam Matahari ( X ) = ( Q / 15 + ( 105 – V ) / 15 + 12 – E 17º 34’ 10.44’’ Catatan :
EXE
SHIF
º„“
60
105 adalah tolok ukur waktu Indonesia bagian barat (WIB), jika WITA maka 120 dan untuk WIT adalah 135. d. Menghitung Azimuth Matahari Cara menghisab Azimut Matahari dengan rumus : A = tan –1 ( -sin P / tan Q + Cos P x tan U / sin Q ) Lintang tempat ( P ) = -8º 19‟ 52.86‟‟ Deklinasi ( U )
= -20º 30‟ 27.85‟‟
Sudut Waktu ( Q )
= 94º 7‟ 14.89‟‟
Hisab A = tan –1 ( -sin -8º 19‟ 52.86‟‟ / tan 94º 7‟ 14.89‟‟ + Cos -8º 19‟ 52.86‟‟ x tan -20º 30‟ 27.85‟‟ / sin 94º 7‟ 14.89‟‟ ) EXE
SHIF
º„“
-20º 52’ 52.82’’
e. Menghitung Apparent Longitude Bulan ( Alb ) / Apparent Latitude Bulan ( Ala ) Asensiarekta Bulan ( R ) Dan Deklinasi Bulan ( Z ) -
Sebelum menghisab Asensiarecta bulan terlebih dahulu jumlah hari pada bab mencari Asensiarecta matahari dikurangi perkiraan Maghrib ditambah waktu maghrib GMT. Menjadi: j‟
=
j – ( 11 / 24 ) + ( X – 7 ) / 24
j‟
=
6902.458333 – 0.458333333 + 10.56956847
EXE
6902.440 390
Jumlah hari ( J‟ ) yang baru ini dimasukkan ke dalam rumus ini: G‟
15
= 18.25
+ 13.17640 15 x j ‟
EXE
90967.56555
Satu Bulan Sideris: Panjang waktu (27.321661h=27h 43m 11.51d) Perjalanan bulan bulanan dalam mengitari bumi menurut arah dari barat ke timur dari satu titik ketitik semula. Dalam satu hari ditempuh oleh bulan : 360 / 27.321661 = 13.1764
61
N‟
= 185.33 + 13.06499 x j ‟
EXE
90365.64467
W
= 356.93 + . 98560 16 x j ‟
EXE
7159.975248
F
= 323.05 + 13.22935 x j ‟
EXE
91637.84977
O
= 98.64
EXE
84244.56518
- ALA
C” =
+ 12.19075 17 x j ‟
5.13 sin F + . 28 sin ( N‟ + F ) – . 28 sin EXE
( F – N‟ ) – . 17 sin ( F – 2 O )
SHIF
º„“
= -1º 35’ 56.82’’ -
ALB
L =
G‟ + 6.29 sin N‟ – ( 1.27 sin ( N‟ – 2 O )) +
. 66 sin 2 O + . 21 sin 2 N‟ – EXE -
90968.46542
Asensia Rekta Bulan ( R ) R = tan
–1
(( sin L x . 917451381 – tan C” x . 397847914 )
EXE -
. 19 sin W – . 11 sin 2 F
SHIF
º„“
66º 27’ 11.39’’
Deklinasi Bulan ( Z ) Z = sin –1 ( sin C” x . 91745138 + Cos C” x . 397847914 sin L )
16
EXE
SHIF
º„“
= -23º 17’ 57.7’’
Satu Tahun Sideris/Tahun bintang: Panjang waktu(365h 06j 09m 09.50d) Perjalanan matahari tahunan dari satu titik ketitik semula menurut arah dari barat ketimur. Tahun Bintang didesimalkan menjadi: 06j 09m 09.50d / 24 = 0.256359953 + 365 = 365.256359953 dalam sehari tahun Sideris matahari menempuh jarak 360 / 365. 256359953 = 0.98560 17 Satu Bulan Sinodis: Panjang waktu (29.530589h=29h 12j 44m 02.89d) Perjalanan bulan bulanan dari Saat ijtimak yang satu ke ijtimak yang lain. setiap hari ditempuh oleh bulan 13.1763585 - 0.9856091 = 12.19075 lebih banyak dari matahari, dengan argumen lain 360 / 29.530589 = 12.19075
62
f. Menghitung Sudut Waktu bulan Dengan memakai rumus : T = A‟ –
R + Q
A‟ = Asensia recta Matahari R = Asensia rekta Bulan Q = Sudut waktu Matahari Hisab : T = 59º 36‟ 13.26‟‟ – 66º
EXE
SHIF
º„“
27‟ 11.39‟‟ + 94º 7‟ 14.89‟‟ EXE
87º 16’ 16.77’’
g. Menghitung Irtifa‟ Hilal Hakiki Rumus : H = sin –1 ( sin P sin Z + Cos P Cos Z Cos T ) P
= -8º 19‟ 52.86‟‟
Z
= -23º 17‟ 57.7‟‟
T
= 87º 16‟ 16.77‟‟
Hisab
H = sin
–1
( sin -8º 19‟ 52.86‟‟ sin -23º 17‟ 57.7‟‟ +
Cos -8º 19‟ 52.86‟‟ Cos
-23º 17‟ 57.7‟‟ Cos 87º 16‟ 16.77‟‟ )
= 5º 46’ 20.17’’ h. Menghitung Irtifa‟ Hilal Mar‟i Rumus :
EXE
SHIF
º„“
63
M = H – (( 0º 16‟ / . 2725 ) Cos H ) + 0º 16‟ M‟ = M + ( . 0167 / tan ( M + 7. 31 / ( M + 4.4 ))) + . 0293 √ K
Hisab M = 5º 46‟ 20.17‟‟ – (( 0º 16‟ / . 2725 ) Cos 5º 46‟ 20.17‟‟ ) + 0º 16‟
EXE
5º 3‟ 55.09‟‟
º„“
SHIF
M‟ = 5º 3‟ 55.09‟‟+ ( . 0167 / tan ( 5º 3‟ 55.09‟‟+ 7. 31/ ( 5º 3‟ 55.09‟‟ + 4.4 ))) + . 0293 √5
EXE
SHIF
º„“
= 5º 17‟ 38.99‟‟ i. Menghitung Azimuth Bulan Rumus L‟ = tan –1 ( -sin P / tan T + Cos P tan Z / sin T ) P
= -8º 19‟ 52.86‟‟
T
= 87º 16‟ 16.77‟‟
Z
= -23º 17‟ 57.7‟‟
Hisab
L „ = tan –1 ( -sin -8º 19‟ 52.86‟‟ / tan 87º 16‟ 16.77‟‟
+ Cos -8º 19‟ 52.86‟‟ tan 16.77‟‟ )
EXE
SHIF
-23º 17‟ 57.7‟‟ / sin 87º 16‟ º„“
-22º 46’ 1.91’’
j. Menghitung Lama Hilal rumus S = M‟ / 15 atau tinggi hilal mar‟I / 15
64
Hisab : S = 5º 17‟ 38.99‟‟ / 15
EXE
º„“
SHIF
0º 21’ 10.6’’ k. Menghitung Jarak Matahari dan Bulan (R‟) Rumus : R‟ = L‟ –
A
atau Azimut Bulan – Azimut Matahari
Hisab : R‟ = -22º 46‟ 1.91‟‟ – =
20º 52‟ 52.86‟‟
EXE
SHIF
º„“
-1º 53’ 9.09’’
Catatan :
Jika nilai R‟ plus ( + ) maka letak hilal di utara
matahari dan kalau nilai R‟ minus ( - ), maka hilal berada di selatan matahari. l. Menghitung Arah Rukyah Rumus :
N” = 270 + L‟
atau
270 + Azimut Bulan
Hisab : N” = 270 + - 22º 46‟ 1.91‟‟ 247º 13’ 58’’
EXE
SHIF
º„“
65
Arah Rukyat dihitung dari titik utara mengikuti jarum jam sampai azimut bulan m. Menghitung Nurul Hilal = √ ( Abs ( A – L‟ )2 + H2 ) / 15 x 2,5
D
= 1.012087449 Catatan :
=
1 cm
2,5 cm = 1 inci = 1 jari = 1 usbu‟
Dari perhitungan yang telah dilakukan diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa : a. Ijtima‟ awal Syawal 1424 H. terjadi pada hari : Senin Wage Tgl. 24 November 2003 Pukul : 06.00 b. Terbenamnya matahari pada pukul :
17 ; 34 ; 10.44
c. Ketinggian Hilal hakiki
:
5º 46‟ 20.17‟‟
d. Ketinggian Hilal Mar‟i
:
5º 17‟ 38.99‟‟
e. Muktsul Hilal / lamanya
:
21 menit 10.6 detik
f. Azimut Matahari
:
-20º 52‟ 52.82‟‟
g. Azimut Bulan
:
-22º 46‟ 1.91‟‟
h. Jarak Hilal dan Matahari
:
-1º 53‟ 9.09‟‟
i. Arah rukyat
:
247º 13‟ 58‟‟
j. Nurul Hilal / besarnya
:
1 cm
Jadi Awal Syawal 1424 H. bertepatan dengan tanggal 25 November 2003 M.
BAB IV ANALISIS METODE HISAB AWAL BULAN QAMARIYAH MOHAMMAD UZAL SYAHRUNA DALAM KITAB AS-SYAHRU A. Analisis Metode Mohammad Uzal Syahruna Penentuan Awal Bulan Qamariyah pada Kitab As-Syahru Di Indonesia terjadi perkembangan ilmu hisab dengan pesat seiring dengan pesatnya
perkembangan
ilmu
pengetahuan,
dan
kecanggihan
teknologi
serta
meningkatnya peradaban dan sumber daya manusia, hisab juga mengalami perkembangan dan kemajuan. Bermula sebatas hisab „urfi atau hisab istilahi, kemudian muncul generasi hisab haqiqi bit taqrib lalu hisab haqiqi bit tahqiq. Dari beberapa klasifikasi metode hisab ada satu lagi yang belum disebutkan yaitu hisab kontemporer, hal ini sesuai dengan ketentuan metode hisab yang diklasifikan oleh Kementerian Agama RI di Tugu, Bogor, Jawa Barat pada tanggal 27 april 1992. Kelima metode di atas masing-masing mempunyai keunggulan tersendiri, tapi jika diteliti dari kacamata ilmu falak dan astronomi modern untuk hisab „urfi dan hisab isthilahi tidak dapat dijadikan pijakan dalam penetepan awal bulan Qamariyah khususnya pada bulan yang kaitannya dengan ibadah seperti bulan Syawal, Ramadlan dan Dzulhijjah. Hal ini dikarenakan hasil kedua hisab tersebut masih merupakan perkiraan yang menetapkan jumlah hari untuk bulan-bulan ganjil umurnya 30 hari. Sedangkan bulan-bulan genap berumur 29 hari, kecuali untuk bulan ke-12 (Dzulhijah) pada tahun Kabisat umurnya 30 hari. Hal ini tentunya bertentangan dengan ilmu Astronomi modern, dan juga tidak sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
66
67
ِ ِ ٍ وب َع ْن نَافِ ٍع َع ْن ابْ ِن عُ َمَر َر ِض َي اللَّوُ َعْن ُه َما قَ َال َ ُّيل َع ْن أَي ُ َح َّدثَِِن ُزَىْي ُر بْ ُن َح ْرب َحدَّثَنَا إ ْْسَع ِ ِ ول اللَّ ِو صلَّى اللَّو علَي ِو وسلَّم إََِّّنَا الش وموا َح ََّّت تَ َرْوهُ َوََل تُ ْف ِط ُروا ُ قَ َال َر ُس ْ ُ ََّه ُر ت ْس ٌع َوع ْش ُرو َن فَ ََل ت َ ُص َ ََ َْ ُ .َُح ََّّت تَ َرْوهُ فَِإ ْن غُ َّم َعلَْي ُك ْم فَاقْ ِد ُروا لَو 1
Artinya :“Zuhair bin Harb menceritakan kepada saya, Ismail telah bercerita dari Ayub dari Nafi‟ dari Abdillah bin Umar bahwasanya Rasulullah SAW. Sesungguhnya (bilangan) Bulan itu dua puluh sembilan hari, maka janganlah kalian berpuasa sampai kalian melihatnya (hilal) dan (kelak) janganlah kalian berbuka sebelum melihatnya lagi. Apabila tertutup awan maka perkirakanlah”. Berbeda dengan hisab haqiqi bi al-tahqiq dan hisab kontemporer, kedua metode perhitungan ini telah menggunakan rumus segitiga bola, dan memperhitungkan beberapa koreksi Matahari dan Bulan. Dengan kedua metode tersebut, kita juga dapat menentukan dimana letak terbenamnya Matahari maupun posisi Hilal, sehingga kedua metode ini bisa dijadikan patokan dalam penentuan awal bulan Qamariyah. Dari klasifikasi beberapa metode hisab di atas dapat penulis temukan dalam beberapa kitab klasik dan modern karangan para ulama falak yang tersebar di Indonesia yang telah mengarang kitab-kitab falak/hisab dengan berbagai macam metode perhitungan dan bervariasi markas, seperti: Kyai Muhammad Mansur Bin Abdul Hamid Muhammad Damiri al-Batawi atau yang lebih dikenal dengan Muhammad Mansur AlBatawi dengan kitab Sullam al-Nayyirain, Kyai Abu Hamdan Abdul Jalil bin Abdul Hamid Kudus dengan kitab Fathu Ro‟ufi al-Mannan, Kyai Noor Ahmad SS dengan kitab Nurul Anwar, Kyai Zubair Umar al-Jailani Salatiga dengan kitab Khulashotul Wafiyah, Kyai Muhammad Zubair Abdul Karim Gresik dengan kitab Ittifaq Dzatil Bain, serta ulama-ulama lain yang telah mengarang kitab falak.
1
Muslim bin Hajjaj Abu Hasan al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim, Jilid I,Beirut: Dar al Fikr, tt. Hadits No. 1797.
68
Perkembangan ilmu falak sangat pesat di Indonesia dengan bukti adanya beberapa tokoh ulama yang diyakini masyarakat mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang ilmu falak. Salah satunya pengarang kitab As-Syahru yaitu Mohammad Uzal Syahruna yang mana saat ini berbagai macam metode hisab bermunculan dan berkembang seiring dengan munculnya tokoh-tokoh falak di Indonesia termasuk metode yang digunakan oleh Mohammad Uzal Syahruna dalam kitab As-Syahru. As-Syahru adalah salah satu kitab karangan Mohammad Uzal Syahruna yang membahas tentang hisab awal bulan Qamariyah. As-Syahru merupakan kitab yang tergolong menggunakan metode kontemporer.2 Perhitungan yang didasarkan pada metode tersebut memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi daripada metode haqiqi bi attahqiq. Hasil perhitungan yang dihasilkan oleh hisab-hisab tersebut berbeda meski tidak terlalu jauh. Hal ini salah satu penyebabnya adalah sumber data yang diambil oleh masing-masing hisab. Dalam hal ini, kitab As-Syahru akan dibandingkan dengan hisab Ephemeris. Standar perbandingannya adalah karena keduanya menggunakan metode kontemporer sehingga hal ini memungkinkan keduanya untuk dibandingkan. Sebagaimana pengakuan pengarang kitab As-Syahru bahwa hasil perhitungan ini telah digunakan berkali-kali dan berkesesuaian dengan keadaan yang terjadi, maka dari situlah penulis tergerak untuk menguak kebenaran atas pengakuan tersebut. Mengingat kitab ini sudah menggunakan sistem Kontemporer, dan hasilnya pun tidak terpaut jauh dengan sistem kontemporer lainnya serta dipadukan sesuai keadaan yang sebenarnya. Oleh karena itu, untuk mengetahui kebenaran pengakuan tersebut maka penulis melakukan beberapa analisis di bawah ini yang meliputi: 2
Sistem hisab ini menggunakan hasil penelitian terakhir dan menggunakan matematika yang telah dikembangkan. Metodenya sama dengan metode hisab haqiqi bi at-tahqiq, hanya saja sistem koreksinya lebih teliti dan kompleks, sesuai dengan kemajuan sains dan teknologi. Selengkapnya lihat Taufik, Perkembangan Ilmu Hisab di Indonesia, hlm. 22. Lihat juga Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat "Wacana untuk Membangun Kebersamaan di Tengah Perbedaan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, hlm. 4.
69
1. Paradigma Yang Membangun Teori Kitab As-Syahru yang muncul setelah generasi hisab haqiqi taqribi dan juga hisab haqiqi tahqiqi, berpangkal pada teori yang dikemukakan oleh Copernicus (1473-1543) yakni teori Heliocentris.3 Bahkan telah menyerap Hukum Keppler4 tentangbentuk lintasan orbit Bumi dan hukum gravitasi lain sebagainya. Menurut teori heliosentris bahwa yang menjadi pusat jagat raya ini bukanlah Bumi, melainkan matahari sebagai pusat tata surya. Jadi komet, planet-planet (termasuk Bumi), dan satelit-satelit dari planet tersebut (termasuk Bulan sebagai satelit dari Bumi) berputar mengelilingi Matahari. Sedangkan menurut hukum keppler menyatakan bahwa bentuk lintasan dari orbit planet-planet yang mengelilingi matahari tersebut berbentuk ellips. Oleh karena itu, kitab tersebut dalam menghitung posisi Bulan dan Matahari melakukan koreksi-koreksi hingga beberapa kali berdasarkan gerak bulan yang tidak rata. Kitab As-Syahru adalah kitab yang muncul pada akhir tahun 2002. Kitab ini walaupun tergolong kitab terbitan lama namun sudah menggunakan sistem kontemporer . Sebagaimana telah penulis ungkapkan pada pembahasan sebelumnya bahwa kitab As-Syahru disusun berdasarkan sistem hisab kontemporer yang sudah mutakhir karena menggunakan nilai konstanta dalam rumus perhitungannya. Oleh karena itu dalam menghasilkan nilaiuntuk mencari awal bulan Qamariyah selisih antara nilai kitab As-Syahru dengan perhitungan kontemporer lainnya, seperti hisab Ephemeris Kementrian Agama RI dan Jean Meeus tidak terpaut jauh.
3
Teori heliosentris merupakan teori yang menempatkan matahari sebagai pusat tatasurya. Lihat dalam Susiknan Azhari, Ilmu falak (teori dan praktek), Yogyakarta: Lazuardi, 2001, hlm.19. 4 Penemu hukum ini yaitu John Kepler. Lihat dalam P. Simamora. Ilmu Falak (Kosmografi) “Teori, Perhitungan, Keterangan, dan Lukisan”, Jakarta: C.V Pedjuang Bangsa, Cet. ke-30, 1985, hlm. 46. Lihat juga M.S.L. Toruan, Pokok-Pokok Ilmu Falak (kosmografi), Semarang: Banteng Timur, Cet. ke-4, tt, hlm. 104.
70
2. Sumber Data Yang Digunakan Data-data yang dipakai dalam hisab kontemporer pada kitab As-Syahru adalah rumus yang hampir sama dengan Ephemeris, hanya saja berbeda dengan adanya penggunaan nilai konstanta seperti sistem Jean Meeus. Sehingga dalam perhitungan sudah melakukan koreksi-koreksi dengan sendirinya. Contohnya seperti dalam rumus perhitungan konversi, data hari dan pasaran, serta data usia bulan satu masehi. Rumus dan data tersebut bisa dilihat di bab III. Adapun data-data yang menjadi rujukan dalam kitab As-Syahru adalah Astronomical Formula For Calculator, Astronomical Algorithms, Astronomical Ephemeris, dan murni dari pemikiran Mohammad Uzal Syahruna. 3. Analisis Proses Perhitungan Kitab As-Syahru merupakan kitab kontemporer yang dalam perhitungannya untuk mencari awal bulan Qamariyah menggunakan rumus yang sudah disediakan dalam kitab As-Syahru, yaitu penggunaan rumus konstanta yang sudah melakukan koreksi-koreksi dengan sendirinya . Dari penelusuran penulis, metode yang digunakan kitab As-Syahru seperti mempunyai keterkaitan dengan metode yang digunakan dalam buku Ephemeris Hisab Rukyat. Mohammad Uzal Syahuna juga menjelaskan bahwasannya kitab As-Syahru selain bersumber dari pemikiran beliau sendiri juga bersumber dari buku Astronomical Ephemeris, Nautical Almanak dan Jean Meeus. Pembuktian adanya keterkaitan antara kitab As-Syahru dengan Ephemeris Hisab Rukyat dapat dilihat pada data Ijtima‟ dan ketinggian hilal mar‟i kedua metode tersebut, yakni sebagai berikut :
71
Ijtima‟ akhir Sya‟ban 1437 H dengan markaz Menara Al-Husna Semarang No
Sistem
1
As-Syahru
2
Ephemeris
Ijtima Hari/Tanggal Jam kamis, 10:03:05.12 05/06/2016 kamis, 10:01:51.00 05/06/2016
Tinggi Hilal 04o 06‟ 05.76” 03o59‟05.42”
Tabel 1. Data perbandingan perhitungan untuk ijtima‟ dan ketinggian hilal mar‟i antara As-Syahru dengan Ephemeris Hisab Rukyat
Ijtima‟ akhir Syawal 1437 H dengan markaz Menara Al-Husna Semarang No
Sistem
1
As-Syahru
2
Ephemeris
Ijtima Hari/Tanggal Jam Rabu, 03:47:35.00 03/08/2016 Rabu, 03:43:27.00 03/08/2016
Tinggi Hilal 05o 16‟ 57.62” 05o 19‟ 54.84”
Tabel 2. Data perbandingan perhitungan untuk ijtima‟ dan ketinggian hilal mar‟i antara As-Syahru dengan Ephemeris Hisab Rukyat
Dari beberapa hasil perhitungan awal bulan Qamariyah dalam tabel di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa hasil perhitungan ketinggian hilal pada akhir Sya‟ban dalam kitab As-Syahru jika dibandingkan dengan Ephemeris5 maka terdapat selisih 7 menit 0,34 detik dan pada akhir Syawal dengan Ephemeris terdapat selisih 2 menit 57,22 detik, oleh karena itu tingkat keakurasiannya tergolong tinggi dan akurat serta dapat dipertanggungjawabkan karena terdapat selisih hanya pada menit tidak sampai nilai derajat. Dengan demikian, dapat dipahami bahwasannya proses perhitungan yang digunakan kedua metode tersebut hampir sama, hanya saja terdapat selisih beberapa menit saja dalam hasil perhitungannya seperti data di atas.
5
Hasilnya diambil dari program excel hisab awal bulan Qamariyah berdasarkan alghorithma Ephemeris Kemenag RI 2014 yang diprogram oleh Muhammad Syaifuddin, diakses pada 19/05/2015 jam 20.30. kenapa pembandingnya menggunakan Ephemeris? Karena data-data yang digunakan Ephemeris menggunakan data Matahari dan Bulan yang berkesesuaian dengan kenyataan di lapangan.
72
Keterkaitan yang lainnya dapat dilihat pada rumus untuk mengetahui ghurub yaitu: Perhitungan Dip H Ghurub
As-Syahru 0.0293 √ x tt6 -(sd - 34,5/60 - Dip) Cos-1(-tan Φtan δ+ sin h/cos Φ/cos δ) / 15 + (105 – BT) / 15 + 12 – e
Ephemeris Hisab Rukyat 0.0293 x tt -(sd + 34‟ 30” + Dip) Cos-1(-tan Φtan δ+ sin h/cos Φ/cos δ) / 15 + 12 – e
Tabel 3. Data perbandingan perhitungan untuk mengetahui ghurub antara As-Syahru dengan Ephemeris Hisab Rukyat
Jika rumus dari kitab As-Syahru di atas disamakan dengan rumus Ephemeris Hisab Rukyat maka hasilnya sebagai berikut : 34.5/60 = 0o 34‟ 30” jadi 34.5/60 adalah sama dengan 0o 34‟ 30” Dari rumus di atas dapat penulis pahami bahwa sebenarnya terdapat kesamaan pada rumus yang digunakan oleh Mohammad Uzal Syahruna dalam kitab As-Syahru dengan Ephemeris Hisab Rukyat hanya saja dalam rumusnya kitab As-Syahru masih menggunakan bilangan pecahan dan pada rumus tinggi Matahari (h) menggunakan pengurangan sedangkan dalam Ephemeris Hisab Rukyat menggunakan bilangan desimal dan pada tinggi Matahari (h) menggunakan penambahan dalam rumusnya. Perhitungan
As-Syahru
Ephemeris Hisab Rukyat
Sudut Waktu
Cos-1(-tan Φtan δ+ sin h/cos
Cos-1(-tan Φtan δ+ sin h/cos
Matahari
Φ/cos δ)
Φ/cos δ)
Sudut Waktu Bulan
t( = ARo – AR( + to
t( = ARo – AR( + to
Tinggi Hilal Haqiqi
h = sin-1 (sin Φsin dc + cos
Sin h( = sin Φsin δ ( + cos
Φcos dc cos t()
Φcos δ( cos t (
h( = h( – (( 0° 16‟ / .2725) Cos h(
h(„ = h( - P( + Ref + Dip + SD(
Tinggi Hilal Mar‟i
) + 0° 16‟
h(„ = h( + ( .0167 / tan ( h( + 7.31 / ( h( + 4.4 ))) + .0293 √TT
Azimuth Matahari
6
Ao= tan -1 (-sin Φ/ tan to+ cos Φtan δo/sin to)
Tan Ao= -sin Φ/ tan to+ cos Φtan δo/sin to
Tt adalah tinggi tempat suatu tempat yang dijadikan tempat observasi.
73 Azimuth Bulan Lama/muktsul Hilal
A( = Tan-1 (-sin Φ/ tan t( + cos Φtan δ( / sin t( ) Lm ( = (h(„/ 15)
Tan A( = -sin Φ/ tan t( + cos Φtan δ( / sin t( Lm ( = (SBS( - t() : 15
Tabel 3. Data perbandingan proses perhitungan awal bulan Qamariyah antara As-Syahru dengan Ephemeris Hisab Rukyat
Dari tabel tersebut, dapat dipahami bahwasannya proses perhitungan yang digunakan kedua metode tersebut hampir sama hanya saja berbeda pada menghitung tinggi hilal mar‟i dalam kitab As-Syahru menggunakan rumus sendiri yang menggabungkan nilai refraksi, semi diameter, dan kerendahan ufuq dan ada penambahan nilai .2725, .0167, 7.31, dan 4.4, sedangkan dalam Ephemeris Hisab Rukyat menggunakan rumus nilai tinggi hilal haqiqi (h() dikurangi horisontal paralaks (P() ditambah dengan refraksi, kerendahan ufuq (Dip), dan semi diameter (SD(). 4. Ta’dil (koreksi) Kitab As-Syahru merupakan kitab yang digunakan untuk memperhitungkan posisi hilal. Maka tentunya, perhitungan tersebut tidak akan terlepas dengan yang namanya pergerakan Matahari, Bumi dan Bulan. Matahari sebagai tata surya mempunyai cahaya yang besar, Bumi sebagai salah satu planet yang mengelilingi Matahari dan ia juga mempunyai satelit yaitu Bulan, ketiganya saling berinteraksi Bulan memancarkan sinar ke Bumi karena mendapat bantuan cahaya Matahari. Kitab As-Syahru melakukan koreksi pada setiap data dengan menggunakan rumus tertentu. Koreksi tersebut dilakukan untuk mendapatkan hasil data yang lebih akurat dibanding metode hisab yang lain (haqiqi bi at-tahqiq). Hal tersebut terbukti dari adanya koreksi yang dilakukan oleh sistem haqiqi bi at-tahqiq lebih sedikit daripada metode hisab kontemporer. Koreksi yang dilakukan dalam kitab As-Syahru dilakukan demi mendapatkan hasil yang akurat. Karena kitab As-Syahru menggunakan metode hisab kontemporer,
74
maka koreksi yang dilakukan haruslah lebih banyak dan lebih kompleks. Contohnya dalam menghitung ghurub Matahari rumus yang digunakan As-Syahru dilakukan dua kali perhitungan. Pertama, menghitung sudut waktu matahari dengan rumus Cos-1(-tan Φtan δ+ sin h/cos Φ/cos δ), kedua, menghitung ghurub Matahari dengan rumus (Swm/ 15 + (105 – BT) / 15 + 12 – e).7 Proses koreksi yang panjang dalam kitab As-Syahru dilakukan juga karena adanya keterkaitan terhadap teori yang digunakan oleh kitab ini. Dimana kitab As-Syahru telah menggunakan teori sistem Copernicus yaitu sistem yang menempatkan Matahari sebagai pusat tata surya.8 Berpangkal dari teori tersebut Bumi bergerak lambat, teratur daripada sumbu perputaran Bumi terhadap kutub Ekliptika. Bidang Ekuator Bumi tetap mempunyai kemiringan 23,5° terhadap Ekliptika. Tetapi perpotongan kedua bidang itu bergeser. Jadi poros Bumi berputar dalam suatu lingkaran berpusat pada kutub Ekliptika, dengan jari 23,5°. Periode yang diperlukan 26 000° atau 50s busur tiap tahun. Penemu gejala Presesi tersebut adalah Hipparchus pada pertengahan abad ke-2 SM.9 Setelah melalui gejala Presesi maka Bumi mengalami gejala Nutasi dimana Bumi mengalami perubahan presesi sumbu rotasi Bumi secara berkala. Perubahan tersebut disebabkan oleh gangguan Bulan. Periode Nutasi adalah 18,6 tahun dan menggerakkan titik equinok10maksimal sekitar 17 menit di depan atau di belakang harga rata-rata mail kully11. Gejala Nutasi ini ditemukan oleh Bradly pada tahun 1747.12
7
Swm adalah singkatan dari sudut waktu Matahari. Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, hlm. 193. 9 Iratius Radiman dkk, Ensiklopedi Singkat Astronomi dan Ilmu yang Bertautan, Bandung: ITB Bandung, 1980, hlm. 76. 10 Titik equinok kadang-kadang disebut titik pertama Aries, merupakan perpotongan antara ekliptika dengan equator. Susiknan Azhari, Ensiklopedi......., hlm. 226. 11 Mail kully atau mail A‟dham adalah kemiringan ekliptika dari equator. Lihat Muhyidin Khazin, Kamus Ilmu Falak, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2005, hlm. 51. 12 Muhyiddin Khazin,Kamus......., hlm. 42 8
75
Dari gejala-gejala di ataslah koreksi-koreksi yang dilakukan dalam kitab AsSyahru sangat kompleks agar mendapatkan data yang akurat. Maka tidak heran, jika ada suatu pernyataan bahwa kalender hijriyah merupakan kalender yang sangat tepat karena dalam perhitunganya melakukan banyak pengkoreksian. 5. Ketinggian Hilal Mar’i Ketinggian hilal merupakan hal yang sangat urgen dalam penentuan awal bulan Qamariah. Ketinggian hilal sendiri terbagi menjadi dua, yaitu tinggi hilal haqiqi dan tinggi hilal mar‟i. Tinggi hilal haqiqi didasarkan pada posisi ketinggian hilal yang dihitung dari ufuq haqiqi, sedangkan tinggi hilal mar‟i merupakan ketinggian hilal yang dihitung dari ufuq mar‟i. Perhitungan ketinggian hilal mar‟i yang dilakukan oleh kitab As-Syahru telah memperhitungkan koreksi-koreksi. Adapun koreksi-koreksi tersebut adalah sebagai berikut : a. Refraksi (pembiasan cahaya) Refraksi dalam bahasa arab disebut daqa‟iq al-ikhtilaf sedangkan dalam bahasa indonesia disebut dengan pembiasan cahaya. Adapun yang dimaksud dengan refraksi yaitu perbedaan antara tinggi suatu benda langit yang terlihat dengan tinggi benda langit itu yang sebenarnya sebagai akibat adanya pembiasan sinar.13 Pembiasan tersebut terjadi karena sinar yang dipancarkan benda tersebut datang kemata melalui lapisan-lapisan atmosfir yang berbeda-beda tingkat kerenggangan udaranya; sehingga posisi setiap benda langit itu terlihat lebih tinggi dari posisi sebenarnya. Benda langit yang sedang menempati titik zenit refraksinya 0°. 14 Jalannya
13 14
Abdur Rachim, Ilmu falak, Yogyakarta: Liberty, 1983, hlm. 27. Susiknan Azhari, Ensiklopedi......., hlm. 180.
76
cahaya benda langit mengalami pembelokan dalam atmoster Bumi, sehingga arahnya ketika mencapai mata si pengamat tidak sama arah semula. Dalam kitab As-Syahru disebutkan bahwa rumus yang digunakan untuk menghitung refraksi ialah Rumusnya : ( .0167 / tan ( tinggi hilal hakiki setelah di koreksi par dan Sd + 7.31 / (hakiki setelah di koreksi par dan Sd + 4.4 ))), nilai refraksi untuk ditambahkan dengan kerendahan ufuq.15 b. Semi diameter Secara astronomis, saat Matahari terbenam terjadi pada saat titik pusat piringan Matahari mempunyai jarak zenith 90° 50‟. Di dalam daftar Ephemeris angka itu dijadikan dasar untuk menyatakan saat Matahari terbenam atau terbit pada tempat pengamatan setinggi permukaan laut. Titik puncak lengkungan atas Matahari saat itu tepat berada di garis horizon. Harga 50‟ didapatkan dari perjumlahan diameter sudut Matahari ( =16‟ ) dan sudut pembiasan cahaya dalam atmosfer Bumi bagi benda langit yang berada di sepanjang horizon (=34‟). Koreksi ini dimaksudkan agar hasil yang dihitung bukan titik pusat Bulan akan tetapi piringan dari Bulan, sebab pada dasarnya semua data Bulan diambil dari titik pusat Bulan. Perlu diperhatikan bahwa dalam penggunaan koreksi semidiameter Bulan ini, maka yang dimaksudkan jika koreksi ini ditambahkan maka yang diukur adalah piringan atas Bulan, namun apabila yang dikehendaki adalah piringan bawah Bulan maka koreksinya adalah dikurang semi diameter16.Oleh karenanya ada yang berpendapat ditambahkan dan ada yang dikurangkan.17 15
Mohammad Uzal Syahruna, Mohammad Uzal Syahruna, Kitab As-Syahru , Edisi Revisi, Blitar: T.P , 2009, hlm. 7. 16 M. Rifa‟ Jamaluddin Nasir, Pemikiran Hisab KH. Ma‟shum Bin Ali al- Maskumambangi (Analisis Tergadap Kitab Badi‟ah a-Mitsal Fi hisab al-Sinin Wa al-Hilal tentang Hisab al-Hilal), Skripsi Sarjana, Semarang: Fakultas Syari‟ah IAIN Walisongo. 20011, t.d. hlm. 103. 17 Dalam hal ini terjadi perselisihan di antar para ahli hisab. Apakah Semi diameter bulan untuk di tambahkan atau untuk mengurangi tinggi hilal hakiki. Menurut ahli hisab yang berpendapat semi diameter bulan di tambahkan beralasan : piringan hilal yang terakhir tenggelam adalah bagian atas, karena terjadinya beda azimut, sehingga semi diameter bulan di tambahkan. sedangkan para ahli hisab yang berpendapat semi
77
c. Kerendahan Ufuq (Dip) Kerendahan ufuq adalah perbedaan antara ufuq haqiqi dan ufuq mar‟i yang disebabkan pengaruh ketinggian tempat sipeninjau. Semakin tinggi kedudukan sipeninjau maka semakin besar pula nilai kerendahan ufuq ini akibatnya semakin rendahlah ufuq mar‟i tersebut.18 Untuk menghitung kerendahan ufuq dalam kitab As-Syahru dipergunakan rumus sebagai berikut :19 Dip
= 0.0293 √ (5 m) = 0° 03' 55.86"
d. Paralaks Paralaks atau yang dalam bahasa arab disebut dengan ikhtilaf al-mandzar merupakan sudut perbedaan arah pandang terhadap sebuahbenda langit dilihat dari mata si peninjau dan dari pusat Bumi.20 Paralaks ini timbul karena pengamat berada di permukaan Bumi, sedangkan posisi benda langit menurut perhitungan ditentukan dari titik pusat Bumi. Perhatikan gambar dibawah ini : Bulan
diameter bulan untuk mengurangi beralasan : Masuknya awal bulan hijriah itu jika hilal sudah nampak di atas ufuk, setelah matahari terbenam pasca ijtima‟.penampakan hilal itu pasti piringan yang bagian bawah. Karena bagian itulah yang disinari matahari dan tampak dari bumi, maka semi diameter bulan untuk mengurangi. Sebenarnya perbedaan ini tidak usah terjadi, kalau kita bisa memahami hal dibawah ini. Hilal itu tergantung pada titik pusatnya terhadap titik pusat matahari. Semakin besar beda azimut kedua benda langit itu , maka semakin miring kedudukan hilal terhadap ufuk, sehingga semi diameter bulan di tambahkan. kalau beda azimut keduanya kecil, maka piringan hilal yang kelihatan adalah yang bagian bawah, sehingga semi diameter bulan untuk mengurangi. 18 Saa‟doeddin Djambek, Hisab Awal Bulan, Jakarta: Tintamas, 1976, hlm. 19. Lihat juga Abdur Rachim, Ilmu........., hlm. 29. 19 Mohammad Uzal Syahruna, Kitab As-Syahru, Edisi Revisi, Blitar: T.P , 2009, hlm. 16. 20
Muhyiddin Khazin, Kamus........., hlm. 63.
78
Paralaks bagi benda langit yang berada di posisi horison disebut Horisontal paralaks (HP). Harga horisontal paralaks Bulan berubah-ubah karena jarak dari Bulan ke Bumi selalu berubah-ubah. Dalam hal ini yang membedakan antara kitab As-Syahru dengan Ephemeris karena rumus perhitungan yang dipakai dibuat berbeda dan dijadikan menjadi satu sehingga sekaligus dapat melakukan interpolasi/koreksi untuk refraksi, semi diameter, Horisontal paralaks dan kerendahan ufuq, dan untuk perhitungan paralaks dilakukan pengurangan sesuai keterangan dalam kitab As-Syahru dengan menggunakan rumus di bawah ini :21 M = H22 – (( 0° 16‟ / .2725) Cos H) + 0° 16‟ M‟ = M + ( .0167 / tan ( M + 7.31 / ( M + 4.4 ))) + .0293 √tinggi tempat (tt)
6. Markaz Kitab-kitab falak dalam membuat data Matahari dan Bulan sebagai markasnya sangat variatif. Secara umum markaz yang digunakan berdasarkan tempat dimana penulis tinggal dan mengarang kitab. Kitab As-Syahru menjadikan Kota Blitar tepatnya di pantai Serang sebagai markasnya. Sedangkan Ephemeris tidak memiliki markas tetap karena ia tidak berupa kitab, namun ada sebuah buku yang setiap tahunnya dikeluarkan oleh Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama RI. Pada dasarnya perbedaan markaz tidak akan menyebabkan hasil perhitungan, jika dikerjakan dengan menggunakan sistem dan metode yang sama dengan markaz asli yang 21 22
Mohammad Uzal Syahruna, Kitab........., hlm. 18. H adalah nilai Irtifa‟ul Hilal Haqiqi
79
digunakan, dan bila terjadi perbedaan, maka perbedaan itu tidak begitu signifikan karena nilainya tidak terlalu besar. Akan tetapi bukan berarti data lintang dan bujur tidak bisa dikatakan penting, karena bisa jadi terjadi perbedaan hasil perhitungan ketika ketidaktepatan pengambilan data lintang suatu markaz. Adapun untuk penentuan lintang dan bujur sebelum banyaknya alat atau program sebagaimana era ini, maka dapat dilakukan dengan patokan bintang untuk penentuan lintang, dan matahari untuk penentuan bujur. Dari sinilah kiranya dapat dimengerti hasil perhitungan kitab As-Syahru nilai keakurasiannya lebih unggul karena menggunakan data-data yang lebih valid dan lebih akurat. Dari faktor-faktor yang membedakan metode hisab kitab As-Syahru dan sistem Ephemeris Hisab Rukyat yang telah penulis ungkapkan di atas maka dapat ditarik benang merah bahwa metode pengambilan data yang digunakan keduanya berbeda, kitab AsSyahru dan Ephemeris Hisab Rukyat memang sama-sama mempunyai sumber data tetapi untuk data dalam kitab As-Syahru masih membutuhkan koreksi-koreksi dengan menggunakan rumus-rumus matematika kontemporer tertentu untuk melakukan proses perhitungannya dan itu berbeda dengan data yang dimiliki oleh Ephemeris Hisab Rukyat. Hal lain yang membedakan keduanya adalah tentang koreksi (ta'dil). Dimana kitab As-Syahru melakukan koreksi pada setiap data (tabel) dengan menggunakan rumus tertentu. Sedangkan Ephemeris Hisab Rukyat juga melakukan koreksi namun tidak sekompleks kitab As-Syahru. Koreksi yang dilakukan Ephemeris Hisab Rukyat hanya meliputi data yang tidak ditemukan dalam tabel Ephemeris maka data tersebut dikoreksi dengan rumus sebagai berikut :23
23
Direktorat Pendidikan Diniyah Dan Pondok Pesantren Ditjen Pendidikan Islam Agama RI, Kumpulan Materi Pelatihan Ketrampilan Khusus Bidang Hisab Rukyat “Lestarikan Tradisi Ulama Salaf Kembangkan Keterampilan Hisab Rukyat”, Semarang: Masjid Agung Jawa Tengah, 2007, hlm. 3.
80
A = A1 + k (A2 – A1) Ket: A1 = Data satu k = Selisih A2 = Data dua Dari beberapa hal yang membedakan tersebut maka wajar jika keduanya menghasilkan data yang berbeda. Meski demikian keduanya sudah dapat dijadikan sebagai alat bantu untuk pelaksanaan Rukyat. B. Analisis Tingkat Akurasi Metode Hisab Awal Bulan Qamariyah Mohammad Uzal Syahruna dalam Kitab As-Syahru Metode hisab yang digunakan dalam penentuan awal bulan Qamariyah sangat berpengaruh terhadap nilai akurasi dari hasil perhitungan. Tingkat keakurasian hasil dari perhitungan kitab As-Syahru setara dengan perhitungan Ephemeris karena sama-sama menggunakan metode hisab kontemporer yaitu dengan menggunakan rumus segitiga bola. Dalam penentuan awal bulan Qamariyah hasil ketinggian hilal merupakan hal yang sangat urgen, ketinggian hilal atau Irtifa‟ al-Hilal bisa dikatakan merupakan hasil akhir dari proses perhitungan hisab. Dengan demikian Irtifa‟ al-Hilal selalu menjadi acuan dalam penetapan awal bulan, hal ini bisa dilihat dengan adanya ketetapan Imkan al-Rukyat dengan ketinggian hilal 2° (dua derajat) yang dipegang oleh pemerintah Indonesia sekaligus sebagai anggota MABIMS, kemudian konsep Wujud al-Hilal (ketinggian hilal (positif) di atas ufuk atau di atas 0°) oleh ormas Muhammadiyah, dan juga sebagaimana adanya ketetapan musyawarah di Makkah yaitu dengan batasan ketinggian 5°.
81
Dari beberapa sistem perhitungan, ada yang konsep memperhitungkan tinggi hilal haqiqi dan juga ada yang tinggi hilal mar‟i. Ketinggian hilal sendiri terbagi menjadi dua macam, tinggi hilal haqiqi, dan tinggi hilal mar‟i. Tinggi hilal haqiqi didasarkan pada posisi ketinggian hilal yang dihitung dari Ufuq Haqiqi,24 sedangkan tinggi hilal mar‟i merupakan ketinggian hilal yang dihitung dari Ufuq Mar‟i.25 Untuk mengetahui secara jelas, maka penulis mencantumkan hasil perhitungan awal bulan Qamariyah dalam kitab As-Syahru dan Ephemeris, perhitungan ini menggunakan markaz Menara Al-Husna Semarang (BT = 110°26‟47,34”
LS = -
6°59‟5,12” dan tt = 95 m). Berikut hasil perhitungannya : 1. As-Syahru a. Ijtima‟
: 16 Juni 2015, jam 21: 06: 28 WIB
b. Tinggi Hilal
:-2° 11’ 11,51” (Haqiqi)
c. Azimuth Bulan
: 288° 15’ 30,65”
2. Ephemeris a. Ijtima‟
: 16 Juni 2015, jam 21: 07: 23 WIB
b. Tinggi Hilal
:-2° 09’ 36,81”(Haqiqi)
c. Azimuth Bulan
: 288° 15’ 35,95”
Hasil perhitungan di atas menjelaskan nilai selisih waktu ijtima‟ antara kitab AsSyahru dengan hisab Ephemeris pada tanggal 16 Juni 2015 dengan nilai sebesar 55 detik. Sedangkan untuk nilai selisih tinggi hilal antara kitab As-Syahru dengan hisab Ephemeris pada tanggal 16 Juni 2015 dengan nilai sebesar 01 menit 34.07 detik dan nilai selisih
24
Ufuq haqiqi atau ufuk yang dalam astronomi disebut True Horizon, adalah bidang datar yang ditarik dari titik pusat Bumi tegak lurus dengan garis vertical sehingga ia membelah Bumi dan bola langit menjadi dua bagian sama besar, bagian atas dan bagian bawah, dalam praktek perhitungan tinggi suatu benda langit mulamula dihitung dari ufuk haqiqi ini. Lihat Muhyiddin Khazin, Kamus........, hlm. 86. 25 Ufuq mar‟i atau ufuk kodrat adalah ufuk yang terlihat oleh mata, yaitu ketika seseorang berada di tepi pantai atau berada di dataran yang sangat luas, maka akan tampak ada semacam garis pertemuan antara langit dan Bumi. Garis pertemuan inilah yang dimaksud dengan ufuk mar‟i, yang dalam astronomi dikenal dengan nama Visible Horizon. Ibid.
82
Azimuth Bulan antara kitab As-Syahru dengan hisab Ephemeris pada tanggal 16 Juni 2015 dengan nilai sebesar 5,3 detik. Dari hasil perhitungan tersebut, gambaran tentang hasil perhitungan awal bulan Qamariyah dalam kitab As-Syahru menunjukkan bahwa selisih antara hasil perhitungan dengan hisab Ephemeris tidak terpaut jauh hanya selisih pada menit ± 1 untuk waktu ijtima‟ dan tinggi hilal, sehingga dapat diketahui tingkat keakurasian dari hasil perhitungan kitab As-Syahru setara dengan hisab Ephemeris yang sama-sama menggunakan hisab kontemporer. Kemudian penulis akan membandingkan hasil dari proses perhitungan secara keseluruhan antara As-Syahru dengan Ephemeris Hisab Rukyat untuk mengetahui sejauh mana perbedaan hasil perhitungannya. Oleh karena itu penulis membuat contoh perhitungan dalam tiga waktu (time), yakni awal Syawal 1437 H (dihitung pada 29 Ramadlan 1437 H/ 4 Juli 2016 M), awal Dzulqo‟dah 1437 H (dihitung pada 29 Syawal 1437 H/ 3 Agustus 2016 M), awal Dzulhijjah 1437 H (dihitung pada 29 Dzulqo‟dah 1437H/ 1 September 2016 M). Perhitungan ini menggunakan markaz Menara Al-Husna Semarang (BT = 110°26‟47,34” LS = -6°59‟5,12” dan tt = 95 m). Perhitungan
As-Syahru
Ephemeris Hisab Rukyat
Ijtima‟
18:02:08
Ghurub Matahari
17:35:56,21 WIB
17:35:47,77 WIB
Azimuth Matahari
292°51‟24,68”
292°50‟51,41”
Azimuth Bulan
288°26‟08,74”
288°22‟17,06”
Posisi Bulan
4°25‟15,93”
4°28‟33,88”
Tinggi Hilal Haqiqi
-1°15‟18,26”
-1°14‟11,69”
Tinggi Hilal Mar‟i
-0°45‟32,39”
-1°05‟19,62”
WIB
18:03:20
WIB
Tabel 4. Data perbandingan proses perhitungan awal bulan Qamariyah antara As-Syahru dengan Ephemeris Hisab Rukyat
83
Dari perhitungan awal syawal 1437 H di atas, dapat diketahui bahwa perbedaan antara hisab awal bulan As-Syahru dengan Ephemeris tidak jauh berbeda yakni kisaran menit dan detik, seperti pada jam Ijtima‟ dan tinggi hilal haqiqi hanya kisaran menit selisihnya yakni 1 menit 12 detik dan 1 menit 6,57 detik. Berikut ini hasil perhitungan awal Dzulqo‟dah 1437 H. Perhitungan
As-Syahru
Ephemeris Hisab Rukyat
Ijtima‟
03:45:40
Ghurub Matahari
17:40:16,94 WIB
17:40:20,79 WIB
Azimuth Matahari
287°19‟39,98”
287°19‟04,38”
Azimuth Bulan
284°10‟01,26”
284°03‟58,63”
Posisi Bulan
3°09‟38,72”
03°15‟05,75”
Tinggi Hilal Haqiqi
5°32‟14,36”
5°34‟19,46”
Tinggi Hilal Mar‟i
5°17‟06,07”
5°05‟15,96”
WIB
03:46:57
WIB
Tabel 5. Data perbandingan proses perhitungan awal bulan Qamariyah antara As-Syahru dengan Ephemeris Hisab Rukyat
Nilai Azimuth Matahari antara perhitungan As-Syahru dengan Ephemeris perbedaan selisihnya hanya kisaran detik saja yakni 35,6 detik, jadi dengan ini membuktikan bahwa keakuratan metode hisab As-Syahru sebanding dengan metode hisab Ephemeris. Lihat pula hasil perhitungan awal Dzulhijjah 1437 H. Perhitungan
As-Syahru
Ephemeris Hisab Rukyat
Ijtima‟
16:04:13
Ghurub Matahari
17:38:27,12 WIB
17:38:41,59 WIB
Azimuth Matahari
277°58‟07,89”
277°57‟40,99”
Azimuth Bulan
277°38‟15,33”
277°32‟17,22”
-0°19‟52,56”
-0°25‟23,77”
Posisi Bulan
WIB
16:05:40
WIB
84
Tinggi Hilal Haqiqi
-0°27‟50,64”
-0°26‟52,91”
Tinggi Hilal Mar‟i
-0°0‟49,54”
-0°10‟21,67”
Tabel 6. Data perbandingan proses perhitungan awal bulan Qamariyah antara As-Syahru dengan Ephemeris Hisab Rukyat
Hasil perhitungan awal Dzulhijjah 1437 H antara hisab As-Syahru dengan Ephemeris tersebut hanya dalam kisaran menit dan detik saja. Dalam ghurub Matahari selisihnya hanya mencapai 14,47 detik, kemudian nilai Ijtima‟, azimuth Matahari, dan tinggi hilal haqiqi hanya selisih kisaran menit. Dalam memproses data, meskipun tidak signifikan terdapat pula perbedaan rumus antara As-Syahru dengan Ephemeris yakni tinggi mar‟i. Pada tinggi Bulan mar‟i terdapat perbedaan yang signifikan yakni mencapai 10‟ hingga 40‟. Hal ini disebabkan karena dalam metode hisab As-Syahru menambahkan penggabungan koreksi semi diameter Bulan, refraksi, horisontal paralaks, kerendahan ufuq dalam rumusnya sedangkan koreksi tersebut tidak digunakan dalam rumus Ephemeris dan berbeda rumus yang digunakan. Keseluruhan hasil perhitungan yang telah ditampilkan, secara umum perbedaan hasil hisab antara hisab As-Syahru dengan Ephemeris tidak terlalu jauh, yakni dalam kisaran detik, berkisar 3” hingga 49‟ atau dalam beberapa nilai perbedaan mencapai kisaran menit, 10‟ hingga 40‟ seperti dalam tinggi mar‟i. Perbedaan hasil hisab AsSyahru dengan sistem hisab Ephemeris bukan hanya karena perbedaan data yang dimasukkan saja, namun juga proses perhitungan keduanya. Perbedaan tersebut jika ditelusuri bersumber dari perbedaan data, konsep dan rumus perhitungan. Mengenai data-data Bulan dan Matahari dalam As-Syahru melalui perhitungan sedangkan Ephemeris Hisab Rukyat data-datanya diambil dari tabel Ephemeris yang telah melalui penelitian-penelitian modern.
85
Adapun untuk data-data yang akan dijadikan ukuran seberapa akurat hasil perhitungan awal bulan Qamariyah kitab As-Syahru penulis membandingkan dengan metode hisab Ephemeris Hisab Rukyat, karena sampai saat ini metode hisab Ephemeris masih digunakan oleh Departemen Agama RI sebagai penentuan hisab awal bulan Qamariyah. Adapun kelebihan kitab As-Syahru menurut penulis yaitu pada tahun 2000 data Ephemeris masih sangat jarang ditemukan sehingga Mohammad Uzal Syahruna berinisiatif untuk mengarang kitab ini guna menghitung awal bulan Qamariyah secara manual dan praktis tanpa menggunakan data Ephemeris, sedangkan kekurangannya yaitu dalam perhitungan konversi masih menggunakan metode perhitungan „Urfi sehingga masih perlu adanya koreksi lebih lanjut.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penjelasan dan analisis penulis, terdapat beberapa kesimpulan mengenai metode hisab yang terdapat pada kitab As-Syahru karya Mohammad Uzal Syahruna, yaitu: 1. Bahwa metode hisab kitab As-Syahru karangan Mohammad Uzal Syahruna menggunakan metode hisab kontemporer. Hasil hisab kitab AsSyahru dapat disandingkan dengan perhitungan kontemporer lainnya untuk keperluan penentuan awal bulan Qamariyah. Adanya perbedaan hasil waktu Ijtima’ dan ketinggian hilal serta Azimuth Bulan antara kitab As-Syahru dengan hisab Ephemeris disebabkan kitab As-Syahru menggunakan tabel data yang masih membutuhkan koreksi-koreksi dengan rumus-rumus matematika kontemporer tertentu untuk melakukan proses perhitungannya, tidak seperti halnya hisab Ephemeris yang koreksinya cukup dengan interpolasi contohnya penentuan Ijtima’, tinggi hilal haqiqi, dan Azimuth Bulan 16 Juni 2015 hasil As-Syahru (Ijtima’ jam 21: 06: 28 WIB, tinggi hilal haqiqi -2° 11’ 11,51”, Azimuth Bulan 288° 15’ 30,65”), dan hasil Ephemeris (Ijtima’ jam 21: 07: 23 WIB, tinggi hilal haqiqi -2° 09’ 36,81”, Azimuth Bulan 288° 15’ 35,95”) 2. Meskipun tergolong dalam kitab terbitan lama (2002), tetapi tingkat akurasi hasil hisab awal bulan Qamariyah kitab As-Syahru karangan Mohammad Uzal Syahruna menurut penulis tergolong sudah cukup
86
87
akurat dan dapat dijadikan pedoman dalam penentuan awal bulan Qamariyah. Hal tersebut sudah penulis buktikan dengan membandingkan antara hasil hisab kitab As-Syahru dengan hasil hisab Ephemeris dan hasilnya tidak terpaut jauh, selisih rata-rata antara kitab As-Syahru dengan hisab Ephemeris hanya berbeda pada nilai menit dan detik contohnya Dalam penentuan awal Dzulqo’dah 1437 H, nilai Ghurub Matahari kitab As-Syahru berbeda dengan sistem hisab Ephemeris yaitu As-Syahru 17˚ 38' 27,12" dan Ephemeris 17˚ 38' 54,88".
B. Saran-saran Adapun saran peneliti adalah sebagai berikut: 1.
Kitab As-Syahru yang menjadi salah satu rujukan dalam perhitungan hisab di Indonesia khususnya di daerah Blitar dan di era yang serba canggih seperti sekarang ini hendaknya lebih diperhatikan. Apalagi kitab As-Syahru adalah kitab yang sudah menggunakan metode kontemporer. Karena pada kenyataannya, hanya hisab (bukan dalam bentuk kitab) kontemporer yang dipelajari/digunakan untuk penentuan awal bulan Qamariyah.
2.
Pemerintah melalui Kementerian Agama RI sudah seharusnya memiliki tanggung jawab terhadap permasalahan hisab rukyah ini dengan bekerja sama dengan para ulama dan pakar falak dalam upaya penentuan awal bulan Qamariyah agar tidak terjadi perselisihan dan perbedaan di tengah
88
masyarakat menyangkut persoalan penentuan awal bulan Qamariyah, terutama terhadap penentuan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. 3.
Ilmu falak hendaknya dimasukkan ke dalam kurikulum pembelajaran di pondok pesantren atau madrasah agar muncul generasi penerus yang akan mendalami dan mengajarkan ilmu falak kepada generasi selanjutnya, karena ilmu falak merupakan ilmu yang sangat diperlukan masyarakat dalam hal yang berkaitan dengan ibadah, meskipun hukum mempelajarinya fardlu kifayah.
C. Penutup Alhamdulillah terucap puji syukur kepada Allah Swt atas segala limpahan karunia dan nikmat yang Engkau berikan dalam kehidupan hingga penulis sampai pada tahapan akhir perjalanan pendidikan ini. Dengan segala upaya penulis telah berusaha menghadirkan yang terbaik dalam penulisan skripsi ini, namun penulis menyadari bahwa kesalahan dan kekurangan pasti ada di setiap nafas yang dititipkan Allah Swt pada manusia terutama pada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Akhirnya semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan untuk orang lain. Semoga Allah Swt selalu menunjukkan jalan kebenaran bagi kita semua. Wallahu a’lam bi al-shawab
DAFTAR PUSTAKA Abdul Hamid, Muhyiddin, Sunan Abu, jilid II, t.t..
Abu Hasan al-Qusyairi al-Naisaburi, Muslim bin Hajjaj, Shahih Muslim, Jilid I,Beirut: Dar al Fikr, tt. Hadits No. 1797. Agama RI, Kementerian, Al-Qu‟an dan Terjemah New Cordova, Cet. I, Bandung : Syamil Qu‟an, 2012.
Ahmad, Jamil Seratus Muslim terkemuka,Terj. Tim penerjemah Pustaka al Firdaus, Cet I, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987.
Al jauhary, Thantawy, Tafsir al Jawahir,Juz VI,Mesir: Mustafa al Babi al Halabi, 1346 H. Al-Hajjaj, Abu Husain Muslim bin, Jami‟u al-Shahih, Juz III, Beirut : Dar Al-Fikr, tt, Al-Hujjaj bin Muslim al-Qusyairi an-Naisaburi, Abul Husain Muslim bin, Al-Jami„ ashShahih al-Musamma Shahih Muslim, Jilid 2, Semarang: Toha Putra, t.t.
An-Nasa‟i, Imam, Sunan an-Nasa‟i, Jilid 1, Semarang: Toha Putra, Cet. ke-1, 1930.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT Rineka Cipta, ed.V I, 2002. Ash-Shabuny, Muhammad Ali, Rawa‟i-ilbayan Tafsir Ayatil Ahkam Minalqur‟an, Jilid I, Indonesia: Maktabah Dahlan, t.t.
Azhari, Susiknan, Ensiklopedi Hisab Rukyat, Edisi Revisi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Cet.II, 2008.
______________, Ensiklopedi Hisab Rukyat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
_______________, Hisab dan Rukyat "Wacana untuk Membangun Kebersamaan di Tengah Perbedaan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
_______________, Ilmu falak (teori dan praktek), Yogyakarta: Lazuardi, 2001.
_______________, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, Cet.II, 2007.
Aziz Al-Khlmmidi, Muhammad Abdul, Sunan Abi Daud (Lil Imam Al-Hafidz Abi Daud Sulaiman Ibn Al-Asy‟ats), Juz 2, hadits ke 2319, Beirut: Dar Al-Kutb Al-Ilmiah, 1996. Azwar, Saifuddin, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet-5, 2004. Baiquni, Ahmad, Al Qur‟an, Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi, Cet IV, Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996. Daruquthni, ad-, Sunan Daruquthni, Mesir: Beirut, jilid II, cet. 2 1403 H/1982 M.
Dayyab, Muhammad Bek Dayyab, Syeikh Musthafa Thamum, Mahmud Afandi Umar, Sultan Bek Muhammad, Hifni Bek, Qawaa‟idillughatil „arabiyyah, Surabaya: Ahmad Bin Sa‟id bin Nabhan Wa Auladih, t.t. Djambek, Saa‟doeddin, Hisab Awal Bulan, Jakarta: Tintamas, 1976. Fakultas Syari‟ah IAIN Walisongo, Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi, Semarang : Fakultas Syari‟ah IAIN Walisongo, 2008.
Gulo, W, Metodologi Penelitian, Jakarta : PT. Grasindo, 2002.
Hambali, Slamet, Almanak sepanjang masa, Cet. I, Semarang: Program Pascasarjana IAIN Walisongo, 2011.
Hisab Rukyat Kemenag RI, Sub Direktorat BIMSYAR dan, Ilmu Falak Praktik, Jakarta: Sub Direktorat BIMSYAR dan Hisab Rukyat Kemenag RI, Cet. I, 2013.
Hossein Nasr, Sayyed, Ilmu Pengetahuan dan Peradaban,Terj J Muhyidin, Bandung: Penerbit Pustaka, 1986.
Izzuddin, Ahmad, Fikih Hisab dan Rukyat, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007.
______________, Ilmu Falak Praktis, Semarang: Pustaka Rizki Putra, Cet. II, 2012.
Kadir, A., Cara Mutakhir Menentukan Awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah Perspektif Al-Qur‟an, Sunnah, dan Sains, Semarang: Fatawa Publishing, cet. I, 2014.
Khazin, Muhyiddin, Kamus Ilmu Falak, Yogyakarta: Buana Pustaka, cet.I, 2005.
________________, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, Cet. IV, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004. Ma‟luf, Loewis, Al-Munjid Fī al-Lughah, Beirut – Lebanon : Dar El-Machreq Sarl Publisher, cet. Ke-28, 1986.
Makram bin Manzhur al-Ifriqi al-Mishri, Muhammad bin, Lisan al-„Arab, Jilid 1, Beirut: Dârul Kutub al-„Ilmiyah, t.t.
Marsito, Kosmografi Ilmu Bintang-bintang, Jakarta : Pembangunan, 1960. Muhammad bin „Isa bin Sauroh at-Turmudzi, Abu „Isa, Sunan at-Turmudzi wa Huwa alJami„ ash- Shahih, Jilid 2, Semarang: Toha Putra, t.t.
Munawwir, Achmad Warson, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, cet 14, Surabaya : Pustaka Progressif, 1997. Mushaf Al-Qur‟an Depag RI, Lajnah Pentashih, Al-Qur‟an dan Terjemahnya Al-Jumânatul „Ali (Seuntai Mutiara Yang Amat Luhur), Bandung: CV. Penerbit J-Art, 2005.
Mushaf Al-Quran, Lajnah Pentashih, Al-Quran dan Terjemahannya, Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, cet.II , 2006.
Mushonnif, Ahmad, Ilmu Falak (Metode Hisab Awal Waktu Shlmat, Arah Kiblat, Hisab Urfi dan Hisab Hakiki Awal Bulan), Yogyakarta: Teras, Cet. I, 2011.
Nakosteen, Mehdi, Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barat:Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam,Terj. Joko S Kalhar, Surabaya: Risalah Gusti, 1996.
Nasai, An-, Sunan an-Nasai, Mesir: Mustafa bab al-Hlmabi, jilid IV, cet. 1 383 H/1964 M.
Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Tim Penyusun Kamus Pusat, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Jakarta : Balai Pustaka, 1995.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Lajnah Falakiyah, Pedoman Rukyat dan Hisab Nahdlatul Ulama, Jakarta : tp, 2006.
Penyusun KBBI, Tim, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Jakarta: Balai Pustaka, 1991.
Rachim, Abdur, Ilmu falak, Yogyakarta: Liberty, 1983.
Radiman dkk, Iratius, Ensiklopedi Singkat Astronomi dan Ilmu yang Bertautan, Bandung: ITB Bandung, 1980. RI, Depag, Al Qur‟an dan Terjemahnya, Semarang: Ponogoro, 2005. Ru‟yah Departemen Agama, Badan Hisab dan, Almanak Hisab Ru‟yah, Jakarta: Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 1981.
Shopia, Sulastuti
Analisi Isi Informasi: Menentukan Konsep-konsep Penting Untuk
Dijadikan Kata Kunci, Bogor: Pusat Perpustakaan dan Penyebaran teknologi Pertanian, 2003
Simamora. P., Ilmu Falak (Kosmografi) “Teori, Perhitungan, Keterangan, dan Lukisan”, Jakarta: C.V Pedjuang Bangsa, Cet. ke-30, 1985.
Sulaiman bin al-Asy‟ats as-Sijistani al-Azdi, Abu Daud, Sunan Abu Daud, Jilid 2, Jakarta: Darul Hikmah, t.t.
Taimiyah, Ibnu, Hilal atau Hisab; Kajian Lengkap Tentang Penetapan Awal Bulan dengan Rukyatul Hilal serta Kekeliruan Metode Hisab (Risalatu Fil Hilal Wal Hisab Al Falaki), (Penerjemah Abu Abdillah) Banyumas: Buana Ilmu Islami, cet. I, 2010.
Toruan, M.S.L., Pokok-Pokok Ilmu Falak (kosmografi), Semarang: Banteng Timur, Cet. ke4, tt. Umar al Jailany, Zubair, Khulasoh al Wafiyah, Surakarta: Melati, tt. Uzal Syahruna, Mohammad, Kitab As-Syāhrū , Edisi Revisi, Blitar: T.P , 2009. Wajdi, Muh Farid, Dairotul Ma‟arif, juz VIII, Cet II, Mesir: tp,1342 H. Yazid al-Qazwini, Abu ‟Abdullah Muhammad bin, Sunan Ibnu Majah, Jilid 1, Semarang: Toha Putra, t.t.
Zuhdi Muhdlor, Atabik Ali, Ahmad, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, Yogyakarta: Multi Karya Grafika, cet. IX, t.t.
Penelitian yang belum diterbitkan Syaiful Mujab, skripsi “Studi Analisis Pemikiran Hisab KH. Moh. Zubair Abdul Karim dalam Kitab Ittifaqdzat al-Ba‟in” , Semarang : IAIN Walisongo, 2007. Diana Fitria Wati tentang “Analisis Metode Hisab Awal Bulan Kamariah Dalam Kitab alKhulashah fi al-Awqati al-Syar‟iyyati bi al- Lugharitmiyyah wa Ijtima‟ alQamarain” Semarang:IAIN Walisongo, 2013.
Sa‟adatul Inayah, Skripsi “Studi Analisis Metode Perhitungan Awal Bulan Kamariyah dalam Kitab Tsamarotul Fikar karya Ahmad Ghozali Muhammad Fathullah”, Semarang : IAIN Walisongo, 2013. Muhammad Chanif, Skripsi “Studi Analisis Hisab Awal Blan dalam KitabKasyf al-Jilbab”, Semarang: IAIN Walisongo, 2012. M. Rifa‟ Jamaluddin Nasir, Pemikiran Hisab KH. Ma‟shum Bin Ali al- Maskumambangi (Analisis Tergadap Kitab Badi‟ah a-Mitsal Fi hisab al-Sinin Wa al-Hilal tentang Hisab al-Hilal), Skripsi Sarjana, Semarang: Fakultas Syari‟ah IAIN Walisongo. 2011.
Kitri Sulastri, Skripsi Analisis Hisab Awal Bulan Kamariyah dalam Kitab Irsyad al-Murid, Semarang:IAIN Walisongo, 2010. Latifah, Skripsi, “Studi Analisis Metode Penentuan Awal Bulan Kamariah Syekh Muhammad Salman Jalil Arsyadi al-Banjari dalam Kitab Mukhtaşār al-Awqāt Fī „Ilmi alMīqāt”, Semarang: IAIN Walisongo, 2010.
Ahmad Izzuddin , Analisis Kritis tentang Hisab Awal Bulan Qamariyah dalam kitab Sullamun Nayyirain, Skripsi Sarjana, Semarang: Fakultas Syari‟ah IAIN Walisongo, 1997.
Arrikah Imeldawati, Studi Analisis Metode Hisab Awal Bulan Kamariah Dalam Kitab Sair Al-Kamar,Semarang:IAIN Walisongo, 2010.
Artikel dan Makalah Hasilnya diambil dari program excel hisab awal bulan Qamariyah berdasarkan alghorithma Ephemeris Kemenag RI 2014 yang diprogram oleh Muhammad Syaifuddin, diakses pada 19/05/2015 jam 20.30.
Direktorat Pendidikan Diniyah Dan Pondok Pesantren Ditjen Pendidikan Islam Agama RI, Kumpulan Materi Pelatihan Ketrampilan Khusus Bidang Hisab Rukyat
“Lestarikan Tradisi Ulama Salaf Kembangkan Keterampilan Hisab Rukyat”, Semarang: Masjid Agung Jawa Tengah, 2007.
A. Ghozali Masroeri, Rukyatul Hilal, Pengertian dan Aplikasinya, Disampaikan dalam Musyawarah Kerja dan Evaluasi Hisab Rukyat Tahun 2008 yang diselenggarakan oleh Badan Hisab Rukyat Departemen Agama RI di Ciawi Bogor tanggal 27-29 Februari 2008.
Wawancara Wawancara dengan Mohammad Uzal Syahruna, via email
[email protected] pada tanggal 10 Desember 2014. Hasil wawancara langsung dengan Bpk. Mohammad Uzal Syahruna pada tanggal 31 Maret 2015 di Blitar.
Website http://id.wikipedia.org/wiki/Konstanta_%28pemrograman%29 diakses pada tanggal 7/4/2015 jam 10.56 WIB.
Lampiran I Assalamu’alaikum Ya Ustadz ........ Kepada Yth. Bapak Mohammad Uzal Syahruna Di tempat Lampiran Wawancara pak, saya minta biografi jenengan untuk kepentingan penelitian? Muhammad Uzal Syahruna bin KH Mahbub Yunus bin KH Yunus Abdulloh Al Falaqi Alamat ; dsn Duren Rt 02/01 Kandangan Srengat Blitar pend; sd-smp-ma- stain kediri sd semester 5 terminal krn sakit. Karya apa saja yang jenengan pernah tulis selain kitab As-Syahru? kitab Awal bulanTashilul Mitsal Arah hakiki kiblat dan bayang kiblat assyahru jilid 2 Hisab program kalkulator beberapa program komputer mulai awal bulan sampai gerhana. Kitab as-Syahru apakah sudah dicetak di media percetakan? belum, namun di ringkas dan dicetak oleh pp lirboyo dg judul Ringkasan ilmu hisav Apakah kitab syahru sudah diberlakukan dan digunakan dimana saja selama ini? di ponpes daerah blitar,di lfnu kab n prop jatim dan di bhr kab blitar dan prop jatim Menurut pengetahuan saya dalam kitab as-sayhru sudah menggunakan koreksi seperti parallaxs, dip itu termasuk dalam hisab haqiqi bit-tadqiq (kontemporer), tapi dalam kitab jenengan disebutkan termasuk hisab haqiqi bit-tahqiq? apakah benar adanya? ya sudah ada koreksinya dan tetmasuk hisab kontemporer Bagaimana klasifikasi detail kitab as-syahru? hisab kontemporer dan akurasinya sd epymeris atau lainx. Apa perbedaan kitab as-syahru dengan kitab yang lain? sangat ringkas,penyelesaiannya sangat mudah, data yg dimasukkan tgl,bln,th.dan sudah tersedia prog kalkulator dan komputerx.
Mohon penjelasannya pak, mohon maaf bila terdapat kesalahan kata atau pertanyaan di atas? peneliti Ahmad Salahudin Al-Ayubi Mahasiswa Ilmu Falak UIN Walisongo Semarang
Wawancara lewat sms -
Assalamu‟alaikum pak, mau bertanya terkait konversi untuk bulan-bulan tertentu hasilnya kok tidak tepat, contohnya di bulan Sya‟ban ijtima‟ terjadi pada hari sabtu tapi hasil konversi jatuh pada hari jum‟at, tp saya lihat di program bapak hasilnya benar?
-
Jawaban : kalau di program itu ada penyesuaian atau logika, kalau manual biasa itu memakai cara biasa (masih ‘urfi) sehingga nilai ijtima‟nya disesuaikan (dalam artian di bulatkan satu). Ya, untuk konversi masih ‘urfi jadi masih ada selisih satu hari, dan yang dibuat patokan adalah saat terjadi ijtima‟
Lampiran II Hisab Akhir Bulan Ramadlan 1437 H Markaz Menara Al-Husna Semarang dengan Sistem Kitab As-Syahru Φ
: -6˚ 59‟ 5,12”
λ
: 110˚ 26‟ 47,34”
h
: 95m a. Ijtima‟ awal Syawal 1437 H. terjadi pada hari : Senin Kliwon Tgl. 4 Juli 2016 Pukul : 18:02:08 WIB b. Terbenamnya matahari pada pukul:
17 ; 35 ; 56.21
c. Ketinggian Hilal haqiqi
:
-1º 15‟ 18.26‟‟
d. Ketinggian Hilal Mar‟i
:
-0º 45‟ 32.39‟‟
e. Muktsul Hilal / lamanya
:
-
f. Azimut Matahari
:
292º 51‟ 24.68‟‟
g. Azimut Bulan
:
288º 26‟ 08.74‟‟
h. Posisi Bulan
:
4º 25‟ 15.93‟‟
i. Nurul Hilal / besarnya
:
0,2991 Jari
j. Keadaan Hilal
:
-
Lampiran III Hisab Akhir Bulan Syawal 1437 H Markaz Menara Al-Husna Semarang dengan Sistem Kitab As-Syahru Φ
: -6˚ 59‟ 5,12”
λ
: 110˚ 26‟ 47,34”
h
: 95m a. Ijtima‟ awal Dzulqo‟dah 1437 H. terjadi pada hari : Rabu Kliwon Tgl. 3 Agustus 2016 Pukul : 03:45:40 WIB b. Terbenamnya matahari pada pukul:
17 ; 40 ; 16.94
c. Ketinggian Hilal haqiqi
:
5º 32‟ 14.36‟‟
d. Ketinggian Hilal Mar‟i
:
5º 17‟ 06.07‟‟
e. Muktsul Hilal / lamanya
:
21 Menit 8,45 Detik
f. Azimut Matahari
:
287º 19‟ 39.98‟‟
g. Azimut Bulan
:
284º 10‟ 01.26‟‟
h. Posisi Bulan
:
3º 09‟ 38.72‟‟
i. Nurul Hilal / besarnya
:
0,4105 Jari
j. Keadaan Hilal
:
Miring ke Selatan
Lampiran IV Hisab Akhir Bulan Dzulqo’dah 1437 H Markaz Menara Al-Husna Semarang dengan Sistem Kitab As-Syahru Φ
: -6˚ 59‟ 5,12”
λ
: 110˚ 26‟ 47,34”
h
: 95m a. Ijtima‟ awal Dzulhijjah 1437 H. terjadi pada hari : Kamis Wage Tgl. 1 september 2016 Pukul : 16:04:13 WIB b. Terbenamnya matahari pada pukul:
17 ; 38 ; 27.12
c. Ketinggian Hilal haqiqi
:
-0º 19‟ 52.56‟‟
d. Ketinggian Hilal Mar‟i
:
-0º 0‟ 49.54‟‟
e. Muktsul Hilal / lamanya
:
-
f. Azimut Matahari
:
277º 58‟ 07.89‟‟
g. Azimut Bulan
:
277º 38‟ 15.33‟‟
h. Posisi Bulan
:
0º 19‟ 52.56‟‟
i. Nurul Hilal / besarnya
:
0,0221 Jari
j. Keadaan Hilal
:
-
Lampiran V Panduan Hisab Awal Bulan Qamariyah dengan menggunakan kitab As-Syahru II. ECLIPTIC LONGITUDA MATAHARI ( ELM ) ASENSIA REKTA ( A‟ ) DAN DEKLINASI MATAHARI ( U ) Dengan jalan jumlah hari 3 Agustus 2016 dikurangi jumlah hari ( tgl. 31 Desember 1984 = 724643 Rumus ) ditambah perkiraan saat maghrib WIB menjadi GMT : 731545 – 724643 + ( 11 / 24 ) = J J = 6902.458333 Kita masukkan ke rumus C = 279.5751 + J x 0.985647
EXE
7082.962449
G = 356.967 + J x . 985600
EXE
7160.029933
ELM
N = C + 1.916294 sin G + . 020028 sin 2 G + . 000 290 sin 3 G =
7081.711474 Asensiarecta
EXE
SHIF
º‘“
EXE
SHIF
º‘“
( A‟ ) = tan –1 ( . 917451381 tan N ) ( A‟ ) = 59º 36º 13.26º
Deklinasi
( U ) = sin–1 ( .397847914 sin N ) = -20º 30º 27.85º
Catatan : ( A‟ )
= Asensia Recta
(U)
= Deklinasi Matahari
( 11/24)
= 11 perkiraan terbenam matahari GMT 24 pembagi dalam sehari semalam 24 jam. III. SAAT TERBENAM MATAHARI ( X )
Langkah selanjutnya menentukan ketinggian Matahari waktu terbenam dengan rumus : A. Tinggi Matahari ( C‟ ) ( C‟ ) = 0º – Semi diameter – Revracsi – Dip.
Semi diameter
= 0º 16‟ ( rata-rata Semi diameter matahari )
Revracsi
= 0º 34.5‟
Dip
= 0.0293 √ K
( Ketinggian )
K ( Ketinggian tempat = sebagai contoh 5 m ) Tinggi Matahari ( C‟ ) = 0º – 0º 16‟ – 0º 34.5‟ – . 0293 √ 95 m -1º 35’ 56.82’’
EXE
SHIF
B. Sudut Waktu Matahari ( Q ) ( Q ) = Cos –1 ( - tan P x tan U + sin C‟ / Cos P / Cos U )
C. Terbenam Matahari ( X ) ( X ) = ( Q / 15 + ( 105 – V ) / 15 + 12 – E
EXE
SHIF
º„“
Catatan : 105 adalah tolok ukur waktu Indonesia bagian barat, jika ingin merubah WIT atau WITENG maka harus ditambah menjadi 120 untuk WITENG atau 135 untuk WIT. IV. AZIMUT MATAHARI (A) Cara menghisab Azimut Matahari dengan rumus : A = tan –1 ( -sin P / tan Q + Cos P x tan U / sin Q )
V. APPARENT LONGITUDE BULAN ( ALB ) / APPRRENT LATITUDE BULAN ( ALA ) ASENSIAREKTA BULAN ( R ) DAN DEKLINASI BULAN ( Z ) Sebelum menghisab Asensiarecta bulan terlebih dahulu jumlah hari pada bab mencari Asensiarecta matahari dikurangi perkiraan Maghrib ditambah waktu maghrib GMT. Menjadi: j‟ = j – ( 11 / 24 ) + ( X – 7 ) / 24 j‟ = 6902.458333 – 0.458333333 + 10.56956847
EXE
6902.440 390
Jumlah hari ( J‟ ) yang baru ini dimasukkan ke dalam rumus ini G‟ = 18.25
+ 13.17640
x j‟
EXE
90967.56555
N‟ = 185.33
+ 13.06499
x j‟
EXE
90365.64467
W = 356.93
+ . 98560
x j‟
EXE
7159.975248
F = 323.05
+ 13.22935
x j‟
EXE
91637.84977
º‘“
O = 98.64 ALA
+ 12.19075
x j‟
EXE
84244.56518
C” = 5.13 sin F + . 28 sin ( N‟ + F ) – . 28 sin ( F – N‟ ) – . 17 sin ( F – 2 EXE
O)
SHIF
º‘“
-1º 35’ 56.82’’ L = G‟ + 6.29 sin N‟ – ( 1.27 sin ( N‟ – 2 O )) + . 66 sin 2 O + . 21 sin 2
ALB
N‟ –
. 19 sin W – . 11 sin 2 F
EXE
90968.46542
1. Asensia Rekta Bulan ( R ) R = tan –1 (( sin L x . 917451381 – tan C” x . 397847914 ) / Cos L ) EXE
SHIF
º‘“
66º 27’ 11.39’’ 2. Deklinasi Bulan ( Z ) Z = sin –1 ( sin C” x . 91745138 + Cos C” x . 397847914 sin L ) EXE
SHIF
º‘“
-23º 17’ 57.7’’
VI. SUDUT WAKTU BULAN ( T ) Dengan memakai rumus : T = A‟ –
R + Q
VII. IRTIFA‟UL HILAL HAKIKI ( H ) Rumus : H = sin –1 ( sin P sin Z + Cos P Cos Z Cos T )
VIII. IRTIFA‟UL HILAL MAR‟I ( M‟ ) Dengan memakai Rumus di bawah ini, maka Revracsi, semi diameter, Horisontal pandang dan kerendahan Ufuk sudah terkoreksi dengan sendirinya. Rumus : M = H – (( 0º 16‟ / . 2725 ) Cos H ) + 0º 16‟ M‟ = M + ( . 0167 / tan ( M + 7. 31 / ( M + 4.4 ))) + . 0293 √ K
IX. AZIMUT BULAN ( L‟ ) Untuk menghisab Azimut bulan dipakai rumus sebagai berikut : L‟ = tan –1 ( -sin P / tan T + Cos P tan Z / sin T )
X. LAMA HILAL ( S ) Lama hilal di atas ufuk atau disebut juga Muktsul hilal memakai Rumus : S = M‟ / 15 atau tinggi hilal mar‟I / 15
XI. D
MENGHITUNG NURUL HILAL
= √ ( Abs ( A – L‟ )2 + H2 ) / 15 x 2,5
Lampiran VI Hisab Akhir Bulan Ramadlan 1437 H Markaz Menara Al-Husna Semarang dengan Sistem Ephemeris Φ
: -6˚ 59‟ 5,12”
λ
: 110˚ 26‟ 47,34”
h
: 95m a. Ijtima‟ awal Syawal 1437 H. terjadi pada hari : Senin Kliwon Tgl. 4 Juli 2016 Pukul : 18:03:20 WIB b. Terbenamnya matahari pada pukul:
17 ; 35 ; 47.77
c. Ketinggian Hilal haqiqi
:
-1º 14‟ 11.69‟‟
d. Ketinggian Hilal Mar‟i
:
-1º 05‟ 19.62‟‟
e. Muktsul Hilal / lamanya
:
-
f. Azimut Matahari
:
292º 50‟ 51.41‟‟
g. Azimut Bulan
:
288º 22‟ 17.06‟‟
h. Posisi Bulan
:
4º 28‟ 33.88‟‟
i. Nurul Hilal / besarnya
:
0,307105157 Jari
j. Keadaan Hilal
:
-
Lampiran VII Hisab Akhir Bulan Syawal 1437 H Markaz Menara Al-Husna Semarang dengan Sistem Kitab Ephemeris Φ
: -6˚ 59‟ 5,12”
λ
: 110˚ 26‟ 47,34”
h
: 95m k. Ijtima‟ awal Dzulqo‟dah 1437 H. terjadi pada hari : Rabu Kliwon Tgl. 3 Agustus 2016 Pukul : 03:46:57 WIB l. Terbenamnya matahari pada pukul:
17 ; 40 ; 20.79
m. Ketinggian Hilal haqiqi
:
5º 34‟ 19.46‟‟
n. Ketinggian Hilal Mar‟i
:
5º 05‟ 15.96‟‟
o. Muktsul Hilal / lamanya
:
20 Menit 21,06 Detik
p. Azimut Matahari
:
287º 19‟ 04.38‟‟
q. Azimut Bulan
:
284º 03‟ 58.63‟‟
r. Posisi Bulan
:
3º 15‟ 05.75‟‟
s. Nurul Hilal / besarnya
:
0,402537738 Jari
t. Keadaan Hilal
:
Miring ke Selatan
Lampiran VIII Hisab Akhir Bulan Dzulqo’dah 1437 H Markaz Menara Al-Husna Semarang dengan Sistem Kitab Ephemeris Φ
: -6˚ 59‟ 5,12”
λ
: 110˚ 26‟ 47,34”
h
: 95m k. Ijtima‟ awal Dzulhijjah 1437 H. terjadi pada hari : Kamis Wage Tgl. 1 september 2016 Pukul : 16:05:40 WIB l. Terbenamnya matahari pada pukul:
17 ; 38 ; 41.59
m. Ketinggian Hilal haqiqi
:
-0º 26‟ 46.53‟‟
n. Ketinggian Hilal Mar‟i
:
-0º 10‟ 21.67‟‟
o. Muktsul Hilal / lamanya
:
-
p. Azimut Matahari
:
277º 57‟ 40.99‟‟
q. Azimut Bulan
:
277º 32‟ 17.22‟‟
r. Posisi Bulan
:
0º 25‟ 23.77‟‟
s. Nurul Hilal / besarnya
:
0,030476064 Jari
t. Keadaan Hilal
:
-
Lampiran IX Panduan Hisab Awal Bulan Qamariyah dengan menggunakan Ephemeris 1. Jam FIB; Diambil sesuai data pada tabel Fraction Illumination yang menunjukkan nilai terkecil. Kemudian mengambil data Ecliptic Longitude dan Apparent Longitude sesuai jam FIB dan sesudahnya. 2. Jam ijtima‟; Rumus : jam1 + ((EL1 AL1) ÷ ((AL2 AL1) (EL2 EL1). 3. Terbenam matahari a. Tinggi Matahari : -(ku + ref + sd) ku = 0o1.76 √ , ref (0o34‟), sd (0o16‟) b. Deklinasi dan Equation of Time Taqribi pada pukul 18.00 WIB. (11 GMT). c. Sudut Waktu Matahari; Rumus : Cos to : - tan ϕx x tan δo + sin h † cos ϕx ÷ cos δo d. Terbenam Matahari; Rumus : 12 + to e + (BD BT) ÷ 15 4. Deklinasi dan Equation of Time; yang telah diinterpolasi (mengambil data pada tabel Apparent Declination sesuai jam terbenam matahari dan jam berikutnya kemudian diinterpolasi dengan menit dan detik waktu ghurub) 5. Sudut Waktu Matahari; Rumus : Cos to : - tan ϕx x tan δo + sin h † cos ϕx † cos δo 6. Terbenam Matahari; Rumus : 12 + to e + (BD BT) ÷ 15 7. Azimuth Matahari; Rumus : Cotan Ao : - sin ϕx ÷ tan to + cos ϕx x tan δo † sin to 8. ARA Matahari dan ARA Bulan pada tabel Apparent Right Assension yang telah diinterpolasi (mengambil sesuai jam terbenam matahari dan jam berikutnya kemudian diinterpolasi dengan menit dan detik waktu ghurub) 9. Sudut Waktu Bulan; ARAo + to ARA( 10. Deklinasi Bulan; pada tabel Apparent Declination yang telah diinterpolasi (mengambil sesuai jam terbenam matahari dan jam berikutnya kemudian diinterpolasi dengan menit dan detik waktu ghurub) 11. Tinggi Bulan Haqiqi; Sin h‟ : sin ϕx x sin δ( + cos ϕx x cos δ( x cos t( 12. Koreksi a. Horizontal Parallaks; pada tabel Horizontal Parallax yang telah diinterpolasi (mengambil sesuai jam terbenam matahari dan jam berikutnya kemudian diinterpolasi dengan menit dan detik waktu ghurub) b. Parallax; HP x Cos h(
c. Semidiameter; pada tabel Semi Diameter yang telah diiterpolasi (mengambil sesuai jam terbenam matahari dan jam berikutnya kemudian diinterpolasi dengan menit dan detik waktu ghurub) d. Refraksi; mengambil pada tabel Refraksi sesuai nilai ketinggian hilal e. Kerendahan ufuk; 0o1.76 √ . 13. Tinggi Hilal Mar‟i; h( : h'( par + ref + ku 14. Lama Hilal di atas Ufuk; h( ÷ 15 15. Azimuth Hilal; Cotan A( : -sin ϕx ÷ tan t( + cos ϕx x tan δ( + sin t( 16. Posisi Hilal; Rumus : Az( Azo dengan catatan, jika Az( lebih besar dari Azo, maka posisi hilal berada disebelah utara matahari tenggelam, sebaliknya jika Az( lebih kecil dari Azo, maka posisi hilal berada disebelah selatan matahari tenggelam.
Lampiran X Data Ephemeris Win Hisab 2.0
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Lengkap Nama Panggilan Jenis Kelamin Tempat, Tanggal Lahir Alamat Asli Alamat Sekarang No. HP Alamat e-mail
: Ahmad Salahudin Al-Ayubi : Sholah : Laki-Laki : Banyumas, 10 Agustus 1993 : Pancasan RT. 01, RW. 01, Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah : Jl. Honggowongso No. 06, Ringinwok, Ngaliyan, Semarang : 087 758 322 656 :
[email protected]
Pendidikan Formal :
Tahun 2011 – 2015 Tahun 2008 – 2011 Tahun 2005 – 2008 Tahun 1999 – 2005
: UIN Walisongo Semarang : MA At-Tarmasie Pacitan : MTS At-Tarmasie Pacitan : MI Ma’arif NU 1 Pancasan
Pendidikan Non Formal :
Tahun 1999-2002 Tahun 2002-2005 Tahun 2012
TPQ Al-Falah Pancasan Madrasah Diniyyah Al-Falah Pancasan - Kursus Bahasa Inggris Di Pyramid English Course, Pare - Kursus Bahasa Inggris Di Walisongo Language Center (WLC) UIN Walisongo Semarang
Pengalaman Kerja : 1. Tenaga Pengajar (Guru) di SD Isriati Ungaran Semarang Jawa Tengah Tahun 2014 2. Operator Pelaksana di Wahana Computer Semarang Tahun 2015 Pengalaman Organisasi : 1. Koordinator di Al-Khidmah Kampus UIN Walisongo Semarang 2. Koordinator Tilawah JQH El-Fasya UIN Walisongo Semarang 3. Redaktur pelaksana di Majalah Magesty 4. Pengurus Depkominfo CSS Mora UIN Walisongo Semarang 5. Pengurus PSDM CSS Mora UIN Walisongo Semarang 6. Anggota PMII Rayon Syari’ah UIN Walisongo Semarang 7. Anggota Koperasi Mahasiswa UIN Walisongo Semarang
8. Anggota American Corner (AMCOR) UIN Walisongo Semarang 9. Anggota Nafilah (bahasa arab) UIN Walisongo Semarang 10. Anggota Walisongo English Club (WEC) UIN Walisongo Semarang 11. Anggota Puskalafalak UIN Walisongo Semarang 12. Anggota LPM Zenith UIN Walisongo Semarang Prestasi-Prestasi : 1. Juara 3 Lomba Tilawah Teladan tingkat TPQ se-Kecamatan Ajibarang 2. Juara I Santri Berprestasi dari Mts-MA At-Turmusie Pacitan 3. Juara I Lomba Tilawah se-Kecamatan Arjosari Pacitan 4. Juara Harapan Musabaqah Qira’atil Kutub Kabupaten Probolinggo tahun 2011 Bidang Hadits Tingkat Wustho Kelompok Putra di Festival MQK Pesantren se-Jawa Timur 5. Terpilih sebagai salah satu penerima Beasiswa dari Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) Kementrian Agama RI