STUDI AKTIVITAS FRAKSI DAUN PATIKAN KEBO (Euphorbia hirta, L) DAN HERBA RUMPUT MUTIARA (Hydeotis carymbosa, L) TERHADAP MIKROBA PENYEBAB PNEUMONIA THE STUDY OF ANTIBACTERIAL ACTIVITY OF ETHANOL EXTRACT FRACTION OF PATIKAN KEBO LEAVES (Euphorbia hirta, L) AND RUMPUT MUTIARA HERBS (Hydeotis carymbosa, L) AGAINST THE MICROBIAL CAUSES OF PNEUMONIA 1)
Opstaria Saptarini1) Fakultas Farmasi, Universitas Setia Budi, Surakarta ABSTRAK
Pneumonia merupakan penyakit sistem pernapasan dimana alveoli mengalami peradangan dan terjadi penimbunan cairan. Pneumonia merupakan infeksi serius yang banyak diderita oleh anak anak dan orang dewasa secara fundamental yang terjadi diseluruh dunia. Ada banyak bakteri penyebab penyakit pneumonia antara lain seperti yang digunakan dalam pengujian ini adalah Streptococcus pneumonia, Klebsiella pneumonia, Streptococcus haemolyticus alpha dan beta. Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini daun rumput mutiara dan daun patikan kebo yang kemudian dilakukan pengujian aktivitas antibakterinya dengan metode broth microdilution. Dari pengujian tersebut terlihat bahwa ekstrak etanol yang paling aktif terhadap bakteri Streptococcus pneumonia, Klebsiella pneumonia, Streptococcus haemolyticus alpha dan beta adalah ekstrak etanol dari daun patikan kebo dan herba rumput mutiara. Kemudian terhadap ekstrak etanol kedua tanaman ini di lakukan fraksinasi dengan metode ekstraksi cair-cair. Hasil pengujian fraksi dari kedua tanaman ini menunjukkan bahwa hasil fraksi yang aktivitas antibakterinya paling aktif adalah fraksi n-Heksan dari ekstrak etanol daun patikan kebo dengan MIC 128 μg/ml terhadap Klebsiella pneumonia, 256 μg/ml terhadap Streptococcus haemolyticus alpha, 1024 μg/ml terhadap Streptococcus pneumonia dan Streptococcus haemolyticus beta. Hasil penentuan killing time curve terhadap bakteri uji dengan konsentrasi fraksi n-Heksan dari ekstrak etanol daun patikan kebo 1 MIC, 2 MIC, 4 MIC dan 8 MIC menunjukkan bahwa fraksi n-Heksan ekstrak etano daun patikan kebo bersifat bakteriostatik terhadap bakteri Streptococcus pneumonia, Streptococcus haemolyticus alpha, Streptococcus haemolyticus beta dan Klebsiella pneumonia. Hasil Scanning Electron Microscope (SEM) memperlihatkan adanya perubahan morfologi pada permukaan membran sel bakteri, yang menunjukkan bahwa kemungkinan mekanisme kerja fraksi nHeksan daun patikan kebo adalah dengan merusak membran atau bagian dalam sel bakteri. Kata kunci: aktivitas antibakteri. mikrodilusi, patikan kebo, herba rumput mutiara ABSTRACT Pneumonia is a system of the respiratory disease, which the alveoli inflamed, and accumulation of fluid occured. Pneumonia is a serious infection that suffered many children and adults in a round the world. There are many bacteria that
cause pneumonia, such as the bacteria used in this test which are Streptococcus pneumonia, Klebsiella pneumonia, Streptococcus alpha and beta haemolyticus. Plants used in this study are nanas kerang leaves, dadap ayam leaves, bayam duri leaves, rumput mutiara herb, tapak liman leaves, patikan kebo leaves, pinang seed and cakar ayam leaf. The broth microdilution method has been used to test antibacterial activity. Result showed that extract ethanol were fractionted using liquid – liquid extraction method. The most active fraction were n-heksan fraction of ethanol extract of patikan kebo leaf with MIC of 128 ug / ml, 256 ug / ml, 1024 ug / ml against K pneumonia, S haemolyticus alpha, S pneumonia and S haemolyticus beta respectively. The results of the killing curve test time determination of the bacterial with of n-hexane fraction with 1 MIC, 2 MIC, 4 MIC and 8 MIC showed that patikan kebo the hexane fraction are bacteriostatic against bacteria Streptococcus pneumonia, Streptococcus haemolyticus alpha, beta haemolyticus Streptococcus and Klebsiella pneumonia. Keywords : antibacterial activity, microdilution, patikan kebo, rumput mutiara PENDAHULUAN Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia karena angka kematiannya yang diakibatkan oleh penyakit ini tinggi, tidak saja di Negara berkembang, tapi juga di negara maju seperti AS, Kanada dan negara-negara Eropa. Di AS terdapat dua juta sampai tiga juta kasus pneumonia per tahun dengan jumlah kematian rata-rata 45.000 orang dan menghabiskan biaya lebih dari 20 miliar dollar untuk system layanan kesehatan. Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan tuberkulosis. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Gejala Pneumonia berupa demam, sesak napas dan nadi cepat, dahak berwarna kehijauan serta gambaran hasil ronsen memperlihatkan kepadatan pada bagian paru. Pneumonia yang ada di masyarakat umumnya, disebabkan oleh bakteri, virus atau mikoplasma. Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Pencandu alkohol, pasien pasca-operasi, orang-orang dengan penyakit gangguan pernapasan, sedang terinfeksi virus atau orang dengan kekebalan tubuh menurun memiliki resiko paling tinggi. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus pneumoniae yang sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun karena sakit, usia tua, atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Bakteri penyebab pneumonia yang termasuk dalam bakteri gram positif adalah strain streptococcus dan Staphylococcus, sedangkan yang termasuk dalam bakteri basil gram negative (enteric) adalah Klebsiella pneumonia. Yang termasuk dalam bakteri Gram negative non enteric adalah Pseudomonas Aeruginosae, Haemophilus Influenzae, and Moraxella Catharlis. Seringnya penggunaan obat antimikroba dan penggunaan antimikroba yang kerap kali untuk tujuan profilaksis telah dikaitkan dengan risiko resistensi terhadap antibiotik pada infeksi pneumokokus. Frekuensi resistensi juga meningkat pada bakteri yang berbeda, terutama pada negara-negara berkembang dimana antimikroba dapat tersedia tanpa resep. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan
obat antibiotika yang berlebihan dan tidak tepat, khususnya di kalangan pasien perkotaan merupakan salah satu faktor pencetus resistensi (Hoffmann dkk, 2009) Penggunaan tanaman obat-obatan saat ini sudah cukup populer. Pada saat ini telah banyak tanaman yang telah diteliti sebagai antimikroba. Para peneliti tidak hanya meneliti daun dari tanaman tersebut tapi juga bunga, batang, biji, buah dan akarnya. Alasan dari pemakaian tanaman sebagai obat adalah karena merasa pengobatan dengan cara tersebut cukup aman, efektif dan murah. Pada penelitian ini menggunakan berbagai macam tanaman patikan kebo dan rumput mutiara. Tanaman ini di pilih dengan alasan secara tradisional berdasarkan pengalaman, tanaman obat tersebut dapat menyembuhkan beberapa penyakit akibat infeksi oleh jamur maupun bakteri. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam tanaman obat tradisional terkandung suatu senyawa yang mempunyai bioaktivitas sebagai antibakteri atau antijamur. Selain itu secara empiris tanaman tersebut digunakan oleh masyarakat luas sebagai obat batuk, menanggulangi sesak napas sampai dengan bronchitis. dan beberapa dari tanaman tersebut juga telah diuji antibakteri atau antifungi (Linsuwitri, 2005; Depkes RI, 1992; Anonim, 2005) Ekstrak dari tanaman yang akan diuji aktivitas antibakteri dengan metode mikrodilusi dibuat dengan menggunakan penyari etanol hingga diperoleh ekstrak yang kental. Ekstrak yang memiliki aktivitas antibakteri paling baik terhadap bakteri uji dibuat fraksi dengan metode ekstraksi cair- cair dengan penyari yang berbeda tingkat kepolarannya yaitu n-Heksan dan etil asetat, kemudian dilakukan uji aktivitas antibakteri kembali dengan metode mikrodilusi, pengujian killing-time, pengamatan mekanisme kerja hasil fraksi dengan SEM dan penentuan nilai kesetaraan aktivitas antibakteri hasil fraksinasi yang paling aktif terhadap obat standar pada masing masing bakteri uji.
METODE PENELITIAN Bahan: Daun nanas kerang, daun cakar ayam, daun tapak liman, daun patikan kebo, biji pinang, daun bayam duri, herba rumput mutiara, dan daun dadap ayam, methanol, etanol 96%, n-Heksan, Etil Asetat, NaCl 0,9%, tetrasiklin, erytromisin, methanol, aquadest, asam sulfat, acetone, toluena, etil asetat, pereaksi Dragendroff, pereaksi Mayer, serbuk Mg, amil alkohol, natrium asetat, besi (III) klorida, larutan gelatin, natrium hidroksida, larutan amonia, eter, kloroform, pereaksi meyer, pereaksi FeCl3, uap amoniak, larutan citroborat, kertas saring, dan plat KLT GF 254. Media agar BHI, TSB, MHA, NA. Alat: Peralatan maserasi, alat penguap hampa udara berputar, neraca analitik, pipa kapiler, krus silikat, cawan penguap, gelas piala, labu Erlenmeyer, batang pengaduk, pipet tetes, pipet ukur, pipet volume, pipet automatik, cawan petri, jarum ose, bunsen, pelat mikro 96 lubang, tabung reaksi, tip, eppendorf, spatel, oven, vortex, alat swab dan inkubator. Mikroba uji: Streptococcus haemolyticus Alpha dan Beta, Streptococcus pneumonia dan Klebsiella Pneumonia diperoleh dari Laboratorium Diagnostik PT. Biofarma.
Ekstraksi Simplisia: Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 200 gram, dimaserasi dengan 1000 mL etanol 96 % dalam suatu bejana gelap. Perendaman dilakukan selama 3 hari dengan dilakukan pengocokan secara berkala. Residu dimaserasi kembali dua kali dengan etanol 96 %. Filtrat yang diperoleh disatukan kemudian dipekatkan dengan alat penguap hampa udara berputar. Ekstrak dipekatkan di atas tangas air bersuhu 50°C sampai diperoleh ekstrak kental. Fraksinasi ekstrak paling aktif dibuat dengan metode ekstraksi cair-cair. Sebanyak 5 gram ekstrak ditimbang, kemudian dilarutkan dalam 100 mL air panas, kemudian diekstraksi dengan nheksan sebanyak 30 ml dalam corong pisah. Fraksi n-heksan ditampung dalam gelas kimia. Kedalam corong pisah dimasukkan 30 mL penyari etil asetat dan dilakukan pengocokan dan dilakukan pemisahan dengan mengambil bagian etil asetat. Bagian sisa ekstraksi 30 mL etanol. Masing masing fraksi dilakukan sebanyak 3 kali dengan cara yang sama. Ketiga fraksi tersebut di uapkan hingga pelarutnya habis. Penapisan fitokimia dan karakterisasi ekstrak Karakterisasi ekstrak meliputi pemeriksaan kandungan kimia ekstrak, penetapan kadar air, kadar sari larut etanol, kadar sari larut air, kadar abu dan pola kromatogram. Penapisan fitokimia dilakukan terhadap ekstrak dan fraksi Pengujian Aktivitas Antimikroba dengan Metode Broth Microdilution Sebanyak 100 μL nutrient broth dimasukkan dalam pelat mikro pada kolom pertama (sebagai kontrol negatif). Suspensi mikroba sebanyak 5 μL ditambahkan ke dalam 10 mL nutrient broth kemudian diaduk dengan alat vortex. Sebanyak 100 μL campuran tersebut dimasukkan dalam pelat mikro pada kolom kedua sampai kedua belas. Pada kolom kedua belas, ditambahkan 100 μL larutan antibiotik atau ekstrak kemudian dihomogenkan. Dari kolom kedua belas, diambil 100 μL kemudian dipindahkan ke kolom kesebelas. Pengenceran terus dilakukan sampai pada kolom ketiga yang akan memiliki konsentrasi terkecil. Pelat diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam kemudian diamati bagian yang jernih (tidak ada pertumbuhan mikroba). Konsentrasi terkecil di mana tidak terlihat pertumbuhan mikroba ditetapkan sebagai MIC (NCCLS, 2003). Sebanyak 5 μL alikuot dari setiap bagian yang jernih dipindahkan dalam nutrient agar dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam kemudian diamati. Konsentrasi terendah di mana tidak terlihat adanya pertumbuhan mikroba ditetapkan sebagai MBC. Penentuan Killing - Time Curve Penentuan killingtime curve dilakukan dengan menyiapkan inokulum awal mikroba dengan konsentrasi sekitar 106 CFU/mL. Pada inokulum, ditambahkan antimikroba dengan konsentrasi akhir 1, 2, 4, dan 8 MIC kemudian diinkubasi pada 37°C. Pada 0, 2, 4, 6, dan 24 jam setelah inkubasi, 100 μL alikuot dari tiap konsentrasi antimikroba diambil dan diencerkan secara bertahap kemudian diinokulasikan pada media agar. Setelah diinkubasi selama 24 jam pada 37°C, koloni mikroba pada agar dihitung dan dibuat grafik log CFU/mL terhadap waktu (Sambatakou, H., et. al., 1998; Betriu, Carmen, et. al. 1994).
Penentuan kesetaraan aktivitas antibakteri Penentuan kesetaraan aktivitas zat uji dengan antibiotik pembanding dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan sumur pada media agar. Antibiotik yang digunakan yaitu tetrasiklin dan eritromisin. Berbagai konsentrasi antibiotik pembanding dan ekstrak atau fraksi uji dibuat menggunakan pelarut yang sesuai. Pengamatan dilakukan dengan mengukur diameter zona bening disekeliling sumur setelah diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam. Berdasarkan hasil pengukuran diameter daerah hambat, dibuat persamaan garis antara logaritma konsentrasi dengan diameter hambat. Persamaan yang diperoleh digunakan untuk melihat kesetaraan antara ekstrak uji dan antibiotik pembanding pada tiap bakteri uji. Pengamatan morfologi sel bakteri Mekanisme kerja antibakteri dengan mengamati morfologi dari masing masing bakteri dilakukan secara mikroskopik menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) HASIL DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian, tumbuhan yang digunakan dideterminasi untuk mengetahui kebenaran identitas botani tumbuhan tersebut. Hasil determinasi tumbuhan menunjukkan bahwa jenis tumbuhan adalah nanas kerang, cakar ayam, tapak liman, patikan kebo, pinang, bayam duri, herba rumput mutiara, dadap ayam. Ekstraksi yang dilakukan dengan menggunakan pelarut methanol dan air. Kemudian dilakukan uji aktivitas terhadap bakteri Klebsiella Pneumonia, Streptococcus haemolyticus alpha dan beta serta Streptococcus pneumonia. Setelah di ujikan hasil yang di dapat tidak memberikan hasil yang memuaskan. hingga penyari diganti dengan menggunakan etanol 96%. Etanol merupakan pelarut universal yang dapat menarik sebagian besar senyawa polar, sebagian kecil senyawa semi polar, dan sebagian kecil senyawa non-polar sehingga diharapkan dapat menarik berbagai senyawa dalam simplisia. Etanol dapat melarutkan alkaloid basa, minyak menguap, glikosida, kumarin, flavonoid, antrakinon, steroid, dan klorofil. Lemak, malam, tanin, dan saponin hanya sedikit larut. Etanol dipertimbangkan sebagai larutan penyari karena lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral, absorbsinya baik, etanol dapat bercampur dengan air pada skala perbandingan dan panas yang diperlukan lebih sedikit . Untuk mendapatkan fraksi dari ekstrak etanol, dipilih ekstraksi cair-cair. Metode ini merupakan pemisahan komponen kimia di antara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair, dan komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap. Pelarut yang digunakan adalah n-Heksan dan etil asetat. Dari hasil maserasi masing-masing tanaman diperoleh rendemen daun patikan kebo 3.52 %, herba rumput mutiara 7.66%. Karakterisasi simplisia dan ekstrak dilakukan untuk mengetahui parameter yang perlu diketahui dari simplisia dan ekstrak yang diperoleh. Karakterisasi dalam penelitian ini hanya dilakukan terhadap ekstrak yang memiliki aktivitas antibakteri yang paling aktif
yaitu terhadap simplisia dan ekstrak daun patikan kebo dan herba rumput mutiara. Karakterisasi ekstrak bertujuan untuk mengetahui spesifikasi ekstrak yang digunakan. Spesifikasi ekstrak ini penting dalam penggunaan ekstrak sebagai bahan baku obat. Karakterisasi ekstrak yang dilakukan meliputi penetapan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, dan kadar abu. Hasil karakterisasi ekstrak dapat dilihat pada Tabel dibawah ini: Tabel 1. Hasil karakterisasi simplisia simplisia Patikan kebo Rumput mutiara 11.47 9.25 3.315 3.972 0.60 0,64 0,11 0,15
Karakteristik Kadar Air (% v/b) Kadar Sari Larut Etanol (% b/b) Kadar abu (% b/b) Kadar abu tidak larut asam
Tabel 2. Hasil karakterisasi ekstrak Karakteristik Kadar Air (% v/b) Kadar Sari Larut Air (% b/b) Kadar Sari Larut Etanol (% b/b) Kadar abu total (% b/b) Kadar abu tidak larut asam
Patikan kebo 20 4,3 6,7 4,9 1,4
Ekstrak Rumput mutiara 16 7,1 30,8 4,5 1,7
Pemeriksaan kandungan kimia ekstrak dan fraksi dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa yang terdapat di dalam ekstrak dan fraksi. Hasil pemeriksaan kandungan kimia ekstrak dan fraksi dapat dilihat dalam tabel 3. Table 3. Hasil penapisan fitokimia ekstrak dan fraksi Tanaman
Jenis Karak teristik
Patikan Kebo Rumput mutiara Ekstrak F. nF. etil F. Ekstrak F. nF etil etanol Heksan acetat air etanol Heksan acetat + + + tanin 1 + + + flavonoid + + + kuinon + + + + saponin + + + + + + + alkaloid + + + + steroid triterpenoid Keterangan : + = ekstrak mengandung golongan senyawa tersebut - = ekstrak tidak mengandung golongan senyawa tersebut
F. Air + + + + -
Selain penapisan fitokimia dan karakterisasi ekstrak, juga dilakukan pemantauan ekstrak dan fraksi dengan metode kromatografi lapis tipis pada pelat silika gel GF254. Pola kromatogram ini di lakukan untuk mengetahui pemisahan senyawa yang terdapat dalam fraksi tersebut. Optimasi eluen dilakukan sebelumnya agar mendapatkan pemisahan komponen senyawa yang baik. Eluen yang digunakan dalam penelitian ini adalah toluena: aseton ( 9: 1) Hasil kromatogram dapat dilihat pada gambar berikut:
1
2
3
Gambar 1 : Pola kromatogram ekstrak dan fraksi, pada fase diam silika gel GF254, pengembang toluena: aseton ( 9: 1), (1) bercak ekstrak, fraksi heksan, fraksi etil asetat dan fraksi air daun patikan kebo dan herba rumput mutiara pada sinar tampak (2) bercak ekstrak, fraksi heksan, fraksi etil asetat dan fraksi air daun patikan kebo dan herba rumput mutiara pada sinar UV λ 366 nm (3) bercak ekstrak, fraksi heksan, fraksi etil asetat dan fraksi air daun patikan kebo dan herba rumput mutiara pada sinar UV λ 254 nm Berdasarkan penapisan fitokimia yang dilakukan, ekstrak etanol daun patikan kebo dan herba rumput mutiara mengandung tannin, flavonoid, saponin, kuinon, alkaloid dan steroid. Namun menurut Basma et al (2011) ekstrak ethanol daun patikan kebo mengadung terpenoid, alkaloid, steroid, tanin, flavanoid and komponen phenolik. Sedangkan ekstrak etanoliknya mengandung tanin, flavonoid, alkaloid and glikosida jantung (Oegeke et al, 2007) sedangkan ekstrak etanol herba rumput mutiara mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, gula dan steroid ( Sandeep et al, 2009; Sultana T. et al, 2010) Hasil pengujian adanya aktivitas antimikroba terhadap bakteri Streptococcus haemolyticus tipe alpha dan beta, Streptococcus pneumonia dan Klebsiella pneumonia dilakukan dengan menggunakan metode broth microdilution. Dari ke delapan ekstrak tanaman yang digunakan pada pengujian ini yang memberikan aktivitas penghambatan yang paling baik adalah ekstrak patikan kebo yaitu rata rata 128 μg/ml dan ekstrak herba mutiara rata rata 256 μg/ml pada tiap bakteri uji. Sedangkan ekstrak tanaman lainnya memberikan rata rata konsentrasi penghambatan diatas 512 μg/ml.
Tabel 4. Hasil penentuan nilai MIC dan MBC Fraksi terhadap bakteri Mikroba Str α Str β Klb p Str p
F.Air Pk MIC MBC 1024 >1024 >1024 >1024 512 1024 512 512
daun Patikan kebo
F. Etil Pk F. Heksan Pk MIC MBC MIC MBC 1024 >1024 256 512 1024 >1024 1024 >1024 256 1024 128 256 256 >1024 1024 >1024
Tetrasiklin MIC MBC 128 512 512 1024 128 512 64 256
Tabel 5. Hasil penentuan nilai MIC dan MBC Fraksi herba Rumput mutiara terhadap bakteri Mikroba Str α Str β Klb p Str p Keterangan: MIC MBC Str α Str β Klb p Dipl Pk Rm
F.Air RM MIC MBC 512 1024 >1024 1024 1024 >1024 1024 >1024
F. Etil RM MIC MBC 1024 >1024 1024 >1024 1024 >1024 1024 >1024
F. Heksan RM MIC MBC 1024 >1024 1024 >1024 1024 >1024 1024 >1024
Eritromisin MIC MBC 512 512 512 1024 512 512 256 512
= Minimum Inhibitory Concentration = Minimum Bactericidal Concentration = Streptococcus haemolyticus α = Streptococcus haemolyticus β = Klebsiella pneumonia = Streptococcus pneumonia = Patikan kebo = Rumpu mutiara
Dari data hasil pengujian mikrodilusi diatas, aktivitas antibakteri dari fraksi n-Heksan, fraksi etil asetat dan fraksi etanol daun Patikan kebo terhadap keempat bakteri yaitu Klebsiella pneumonia, Streptococcus Pneumonia, Streptococcus alpha dan Streptococcus beta haemolyticus memiliki kekuatan yang berbeda. Dimana fraksi n-Heksan memiliki aktivitas yang lebih besar dari pada fraksi lainnya. Sedangkan hasil fraksi herba rumput mutiara hasil yang diperoleh tidak memuaskan karena MIC yang ditunjukkan semua berada pada konsentrasi 1024 μg/ml dan tidak menunjukkan adanya MBC. Jika dibandingkan dengan obat standart atau dengan fraksi dari daun patikan kebo, dianggap bahwa herba rumput mutiara tidak memberikan aktivitas antibakteri yang baik jika akan digunakan sebagai obat. Fraksi n-Heksan dari daun Patikan kebo dianggap paling aktif karena memiliki aktivitas penghambatan pertumbuhan bakteri yaitu 128 μg/ml terhadap bakteri Klebsiella pneumonia dan MIC 256 μg/ml terhadap Streptococcus haemolyticus alpha meskipun hasil terhadap Streptococcus haemolyticus beta dan Streptococcus pneumonia ada pada konsentrasi 1024 μg/ml dan tidak memberikan aktivitas penghambatan pada pengamatan MBC.
Berdasarkan pengamatan hasil pengujian MIC, dilakukan penentuan killing curve fraksi heksan daun patikan kebo terhadap Streptococcus pneumonia (Gambar a), Klebsiella pneumonia (Gambar b), Streptococcus haemolyticus beta (Gambar c) Streptococcus haemolyticus alpha (Gambar d) danpada konsentrasi 1, 2, 4, dan 8 MIC. Dari hasil penentuan killing- time curve, terlihat dari kurva yang dihasilkan bahwa fraksi daun patikan kebo bersifat bakteriostatik terhadap bakteri yang diujikan sedangkan obat standartnya yaitu tetrasiklin juga bersifat bakteriostatik.
Gambar 6. Pengaruh pemberian fraksi heksan daun patikan kebo pada berbagai konsentrasi bakteri. a) Streptococcus pneumonia, b) klebsiella pneumonia c) Streptococcus haemolyticus betha, d) Streptococcus haemolyticus alpha Pada pengujian kesetaraan aktivitas antibakteri fraksi n-Heksan daun patikan kebo dengan obat standar tetrasiklin dan eritromisin pada bakteri Klebsiella pneumonia dan Streptococcuss pneumonia yang dilakukan dengan metode difusi dengan melihat zona bening yang terjadi pada sekitar sumuran. Tabel 7: Persamaan garis hubungan antara diameter hambatan dengan logaritma konsentrasi antibiotic pembanding Bakteri uji Streptococcus pneumonia
antibiotik pembanding persamaan garis r Tetrasiklin y=23.916 x - 45.887 0.787 Eritromisin y= 30.901x - 81.607 0.968 Klebsiella Tetrasiklin y=24.582x - 35.5 0.922 pneumonia Eritromisin y= 20.596x - 32.2 0.947 Keterangan Y = diameter hambatan, X = logaritma konsentrasi, dan r= koefisien korelasi
Tabel 8.
Kesetaraan aktivitas antimikroba fraksi daun Patikan kebo dengan antibiotik pembanding Fraksi (1 mg)
kesetaraan terhadap antibiotik (mg) tetrasiklin Eritromisisn sp kp sp Kp 0.071 0.082 0.304 0.130
fraksi nHeksan Keterangan : sp : Streptococcus pneumonia, kp : Klebsiella pneumonia Berikut adalah salah satu contoh kurva aktivitas antibakteri fraksi heksan daun patikan kebo dibanding dengan obat standar dengan metode difusi
Gambar 7. Kurva aktivitas antibakteri fraksi heksan daun patikan kebo dibanding dengan obat standar dengan metode difusi Hasil pengujian antibakteri terhadap antibiotik pembanding dan hasil fraksi n-Heksan dilakukan perhitungan dengan regresi linear antara log konsentrasi dan diameter daerah hambatan atau diameter zona bening disekeliling sumuran, data didapat persamaan dan perbandingan aktivitas seperti yang tercantum pada tabel diatas. Dari tabel hasil kesetaraan aktivitas antimikroba fraksi daun Patikan kebo dengan antibiotik pembanding menunjukkan bahwa untuk mendapatkan aktivitas antibakteri yang sama dari konsentrasi 1 mg fraksi n-Heksan daun Patikan kebo setara dengan 0,304 mg/ml Eritromisin atau 0,07 mg/ml tetrasiklin terhadap bakteri Streptococcus pneumonia. Sedangkan untuk 1 mg fraksi n-Heksan daun patikan kebo setara dengan 0.08 mg/ml eritromisin atau 0.130 mg/ml tetrasiklin terhadap bakteri Klebsiella pneumonia. KESIMPULAN Berdasarkan pengujian aktivitas antibakteri terhadap ekstrak etanol daun patikan kebo, dan herba rumput mutiara, dengan metode broth microdillution, terlihat bahwa fraksi yang paling aktif adalah fraksi n-Heksan daun patikan kebo dengan nilai MIC berturut-turut 128, 1024, 256, dan 1024 μg/mL; pada bakteri, Streptococcus Pneumonia, Streptococcus haemolyticus alpha dan Streptococcus haemoyiticus beta dan Klebsiella pneumonia.
Hasil penentuan killing-time curve menunjukkan bahwa fraksi heksan daun patikan kebo bersifat bakteriostatik terhadap bakteri uji Kesetaraan aktivitas antimikroba fraksi daun Patikan kebo dengan antibiotik pembanding menunjukkan bahwa 1 mg fraksi n-Heksan daun Patikan kebo setara dengan 0,304 mg/ml Eritromisin atau 0,07 mg/ml tetrasiklin terhadap bakteri Streptococcus pneumonia. Sedangkan untuk 1 mg fraksi nHeksan daun patikan kebo setara dengan 0.08 mg/ml eritromisin atau 0.130 mg/ml tetrasiklin terhadap bakteri Klebsiella pneumonia DAFTAR PUSTAKA Anonim, (2005) Tanaman obat Indonesia [online]. Available from : URL : http://www.iptek.net.id/cakra_obat/tanamanobat.php?id=54. Accesed juni, 2011). Basma A A, Zakaria Z, Latha L Y, Sasidharan S. (2011): Antioxidant activity and phytochemical screening of the methanol extracts of Euphorbia hirta L, Biology Division, School of Distance Education, Universiti Sains Malaysia, USM 11800, Pulau Pinang, Malaysia. Asian Pac J Trop Med. 2011 May;4(5):386-90. Epub 2011 Jun 22.. Depkes RI, (2002): Parameter standar umum ekstrak tumbuhan obat. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Tanaman Jakarta. 17:, 31-32 Hoffmann et al, (2005): prevalence of drug resistant Streptococcus pneumonia in atlanta, Vol. 333, No. 8 Pg 481 NCCLS (2008), Methods for dilution antimicrobial susceptibility tests for bacteria that grow aerobically approved standard 8th edition. Volume 29, 15-18 Ogueke C. C., Ogbulie J. N., Okoli I. C., Anyanwu B. N, (2007): Antibacterial Activities And Toxicological Potentials Of Crude Ethanolic Extracts OF Euphorbia hirta, Journal of American Science, 3(3)