Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
Struktur Faktor Motivasi Olahraga: Analisis Perspektif Teori Determinasi Diri dan Implikasinya dalam Penelitian Pendidikan Jasmani dan Olahraga Yusup Hidayat* FPOK Universitas Pendidikan Indonesia Abstrak Tulisan ini memetakan struktur faktor skala motivasi olahraga yang dikembangkan oleh Marten dan Weiber (2002). Skala ini dibangun oleh tiga dimensi konstruk motivasi yaitu motivasi intrinsik, mo tivasi ekstrinsik dan amotivasi. Ketiga dimensi dielaborasi menjadi tujuh indikator, yaitu external regulation, introjections regulation, identified regulation, intrinsic motivation to know, intrinsic motivation toward, intrinsic motivation to experience stimulation, dan amotivation. Analisis struktur faktor skala motivasi olahraga ini menjadi penting dalam kaitannya dengan pengukuran tingkat partisipasi olahraga dan kemungkinan pengembangan program intervensi dalam aktivitas pendidikan jasmani dan olahraga, sebab motivasi diyakini dan terbukti menjadi faktor yang sangat menentukan keberhasilan belajar dan berperilaku. Kata Kunci: motivasi olahraga, intrinsik, ektrinsik, amotivasi.
PENDAHULUAN Dalam istilah umum motivasi adalah kemauan untuk melakukan sesuatu, tanpa kemauan untuk berprestasi seseorang akan sulit didorong untuk berprestasi. Demikian juga seorang atlet atau siswa yang kurang memiliki kemauan untuk berprestasi maka tidak akan menunjukkan prestasi belajar atau prestasi olahraga yang tinggi. Motivasi adalah proses aktulisasi energi psikologis yang dapat menggerakkan individu untuk beraktivitas, sekaligus menjamin keberlangsungan aktivitas tersebut, dan juga menentukan arah aktivitas terhadap pencapain tujuan. Demikian juga dalam proses belajar keterampilan gerak dan penampilan olahraga, motivasi menjadi determinan utama untuk mencapai keberhasilan proses tersebut. Motivasi merupakan sebuah konstrak multidimensional (Vallerand, 1999) berkenaan dengan alasan seseorang berperilaku (McClelland, 1985; Weiner, 1992) atau melakukan aktivitas yang menunjukkan ketertarikannya terhadap aktivitas
*Penulis adalah staf pengajar Jurusan Pendidikan Olahraga (Program Studi Pendidikan Jasmani, Kesehatan, dan Rekreasi) Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (FPOK) Universitas Pendidikan Indonesia. Jln. Dr. Setiabudhi 229. Bandung. Mobile. 081321994631. E-mail:
[email protected]. Saat ini sedang menyelesaikan sekolah Program Doktor Psikologi di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
1
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
tersebut. Dari perspektif teori determinasi diri, motivasi sebagai sebuah konstrak multidimensional dibangun oleh tiga dimensi konstrak yaitu motivasi intrinsik, motivasi ektrinsik, dan amotivasi. Selanjutnya, ketiga dimensi kontrak tersebut disusun dan dikembangkan dalam sebuah kontinum determinasi diri, mulai dari amotivasi----motivasi ektrinsik----motivasi ektrinsik dan menjadi dasar dalam pengembangan instrumen motivasi, termasuk motivasi olahraga yang mengukur tingkat partisipasi individu dalam aktivitas olahraga Dalam aktivitas pendidikan jasmani dan olahraga, ketiga dimensi konstrak di atas memiliki peranan penting sebab berkenaan dengan tingkat hasil pengalaman belajar yang berbeda. Setiap siswa akan menunjukkan sikap dan perilaku yang beragam sesuai dengan tingkat dan jenis motif yang mendasari, karena itu penelitian tentang motivasi dalam bidang pendidikan dan psikologi olahraga umumnya diarahkan pada peranan motivasi dalam kehidupan siswa atau atlet, terutama peranan motivasi dalam konteks berprestasi (Roberts, Treasure, & Conroy, 2007). Sesuai uraian di atas, tulisan ini diharapkan bisa menjadi bahan untuk para peneliti, khususnya peneliti dalam bidang pendidikan jasmani dan olahraga untuk memahami motivasi secara lebih luas dan mendalam, sekaligus memahami struktur faktor yang membangun motivasi sehingga bisa digunakan dalam merancang instrumen motivasi olahraga yang mengukur tingkat partisipasi siswa dalam aktivitas olahraga. Sebagian besar tulisan ini di dasarkan pada hasil penelitian Martens & Weber (2002) yang telah mengembangkan properti psikometri skala motivasi olahraga pada sampel mahasiswa di Universitas Amerika Serikat. PEMBAHASAN Pengertian dan Urgensi Motivasi Sebelum membahas tentang motivasi, perlu diketahui terlebih dahulu istilah lain yang sering dipergunakan saling tukar menukar dengan motivasi, yaitu motif (motive). Istilah motif menunjuk kepada sumber pendorong atau penggerak perilaku manusia. Motif adalah energi psikologis yang bersifat abstrak, wujudnya hanya dapat diamati dalam bentuk manifestasi tingkah laku yang ditampilkannya. Adapun motivasi adalah proses aktualisasi dari sumber penggerak atau pendorong tersebut. Motivasi sebagai proses psikologis adalah refleksi kekuatan interaksi antara kognisi, pengalaman dan kebutuhan. Dalam pendidikan jasmani dan olahraga, tidak ada prestasi tanpa motivasi (Alderman, 1974), prestasi adalah perpaduan antara latihan keterampilan dengan motivasi (Straub, 1980), dan motivasi merupakan komponen yang sangat menentukan dalam proses belajar (Slavin, 2009). Atkinson (dalam Apruebo, 2005) mengartikan motivasi sebagai sebuah kondisi yang menggerakkan perilaku dan mengarahkan aktivitas terhadap pencapaian tujuan. Kondisi tersebut bersifat internal yang hanya dapat diamati dalam bentuk manifestasi tingkah laku yang ditampilkannya. Karena itu, para psikolog 2
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
mendefinisikan motivasi sebagai sebuah proses internal yang menggerakan dan mengarahkan individu untuk melakukan aktivitas, sekaligus men-jamin keberlangsungan aktivitas tersebut (Murphy & Alexander, 2000, Pintrich, 2003; Schunk, 2000; Stipek, 2002), termasuk menentukan arah dan intensitas aktivitas terhadap pencapain tujuan (Sage dalam Weinberg dan Gould, 2007). Slavin (2009) menguatkan bahwa ”motivation is what gets you going, keeps you going, and determaines where you’re trying to go”. Sesuai dengan pengertian tadi, motivasi dapat menggerakan dan mengarahkan perilaku seseorang terhadap tujuan, dan untuk itu memerlukan usaha sungguh-sungguh. Dijelaskan Ryan & Deci (2000) bahwa arah dan intensitas dari motivasi sangat beragam. Seorang siswa mungkin lebih termotivasi untuk bermain sepak bola, sementara siswa yang lain lebih termotivasi untuk bermain bola basket. Arah dari usaha yang dilakukan dapat berupa upaya mencari dan atau mendekati situasi-situasi tertentu. Misalnya seorang atlet atau siswa yang mencari seorang psikolog untuk melakukan konsultasi, seorang pelatih yang menghadiri acara coaching clinic, seorang ibu yang ikut bergabung dalam senam sehat, dan lain-lain. Sedangkan intensitas usaha menjelaskan tentang seberapa besar pengerahan usaha atau tindakan seseorang dalam situasi tertentu. Misalnya seorang lifter berlatih 5 kali dalam seminggu sama seperti lifter-lifter yang lainnya, akan tetapi mungkin berbeda besar intensitasnya setiap kali latihan. Demikian juga seorang siswa yang melakukan aktivitas olahraga dua kali dalam seminggu sama seperti siswa yang lainnya, tetapi mungkin berbeda dalam intensitasnya. Sesuai dengan pandangan Straub di atas, kita dapat mengatakan betapa pentingnya motivasi dalam proses belajar, penampilan olahraga, dan pencapaian prestasi belajar. Prestasi bisa dikatakan identik dengan motivasi, tidak ada prestasi tanpa motivasi, termasuk prestasi belajar dalam pendidikan jasmani dan olahraga. Motivasi memainkan peranan yang sangat menentukan dalam keberhasilan belajar siswa, motivasi adalah elemen kunci dalam proses belajar, sebab motivasi dapat menentukan arah perilaku belajar siswa, meningkatkan intensitas usaha belajar, menjamin keberlangsungan aktivitas, dan mendorong munculnya strategi-strategi baru yang relevan dengan tujuan. Setidaknya ada tiga alasan pentingnya motivasi dalam proses belajar, seperti dijelaskan oleh Brophy & Good (1990) sebagai berikut: (1) Merupakan generator penggerak internal di dalam diri individu untuk menimbulkan aktivitas; (2) Menjamin kelangsungan aktivitas; (3) Berperan dalam menentukan arah aktivitas yang dilakukan terhadap pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Ormrod (2003) dan Slavin (2009) menyebutkan bahwa motivasi merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan belajar dan perilaku, karena: (1) Mengarahkan perilaku terhadap pencapaian tujuan tertentu;
3
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
(2) Menggerakan siswa untuk meningkatkan intensitas usaha dan tenaga selama proses pembelajaran kearah pemenuhan kebutuhan dan pencapaian tujuan; (3) Meningkatkan inisiasi dan persistensi aktivitas; (4) Meningkatkan kemampuan proses kognitif. Maksudnya mempengaruhi apa dan bagaimana informasi di proses; (5) Meningkatkan pemberian penguatan (reinforcement); (6) Karena motivasi mempengaruhi perilaku yang terarah pada tujuan, mempengaruhi usaha dan tenaga, inisiasi dan persistensi, proses kognitif, dan mempengaruhi pemberian penguatan, maka motivasi dapat meningkatkan penampilan.
Motivation
1. Goal Directed behavior 2. Effort and energy 3 Persistence of avtivities 4. Cognitive processing 5. Reinforcing consequences
Enhanced Performnce
Gambar 1. Pengaruh motivasi terhadap belajar dan perilaku (Pintrich dan Schunk, 1996)
Struktur Faktor Motivasi Olahraga Dari sejumlah ahli yang membuat klasifikasi motivasi, pembagian yang paling populer membagi motivasi menjadi dua bentuk yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik (White, 1959; Harter, 1978). Motivasi instrinsik adalah dorongan yang bersumber dari dalam diri siswa atau atlet yang menyebab kannya berpartisipasi dalam suatu aktivitas. Ketika siswa atau atlet merasakan kesenangan dan kepuasaan atas keterlibatannya dalam aktivitas olahraga maka siswa atau atlet tersebut termotivasi secara instrinsik. Adapun motivasi ekstrinsik diartikan sebagai dorongan yang bersumber dari luar yang menyebabkan siswa atau atlet berpartisipasi dalam suatu kegiatan olahraga. Jika keterlibatannya dalam aktivitas olahraga didasari oleh harapan ingin menjadi juara dan memperoleh medali, hadiah, atau penghargaan dari pihak lain, maka siswa atau atlet tersebut termotivasi secara ekstrinsik. Menurut Gunarsa (1989), motivasi ekstrinsik dalam olahraga meliputi juga motivasi kompetitif, karena motif untuk bersaing memegang peranan yang lebih besar daripada kepuasan karena telah berprestasi lebih baik. Manakah diantara kedua motivasi ini yang lebih efektif?, dari panda-ngan beberapa ahli (Gunarsa, 1989; Singer, 1975; Cox, 2002) dapat dinyatakan bahwa sebenarnya motivasi intrinsik lebih efektif dari pada motivasi ekstrinsik. Namun demikian dalam struktur realitasnya kedua motivasi tersebut tidak dapat berdiri 4
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
sendiri, melainkan bersama-sama menuntun tingkah laku siswa atau atlet. Kedua motivasi ini memiliki hubungan saling menambah, menguatkan dan melengkapi satu sama lain, seperti ditegaskan oleh Halliwell (dalam Gunarsa, 1989) bahwa sebenarnya motivasi dasar tingkah laku individu dalam olahraga adalah motivasi instrinsik, namun selalu ditambah dengan motivasi ekstrinsik. Dorongan ekstrinsik dapat menambah kompetensi dan keputusan individu, dan dapat menurunkan motivasi instrinsik, kalau dorongan itu mengurangi kompetensi dan keputusan diri individu. Guru harus mendorong dan menumbuhkan motivasi intrinsik, seraya memastikan bahwa motivasi ektrinsik mendukung pembelajaran (Brophy, 1998, 2003; Deci, Koestner, & Ryan, 1999; Ryan & Deci, 1996). Dijelaskan lebih lanjut oleh Reeve (2000) bahwa efektif tidaknya motivasi instrinsik maupun motivasi ekstrinsik kedua-duanya tergantung pada tujuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan perspektif teori determinasi diri, motivasi dipandang sebagai sebuah kontinum mulai dari amotivasi---moti-vasi ektrinsik---sampai motivasi intrinsik yang menggambarkan hirarki tingkat ketermotivasian individu terhadap aktivitas tertentu, meskipun akhir-akhir men-dapat tentangan karena dianggap motivasi intrinsik dan ektrinsik memiliki dua kemungkinan yang independen, dan pada waktu tertentu kita dapat dimotivasi oleh sebagian dari masingmasing kemungkinan itu (Covington & Mueller, 2001). Sesuai dengan garis kontinum self-determination pada gambar di halaman berikut, motivasi dibedakan kedalam tiga kategori, yaitu:
(1) Amotivation (tidak termotivasi) dapat dipadankan dengan ketidakberdayaan yang dipelajari atau learned helplessness (Saliman dalam Standage, dkk., 2003), suatu konsep psiko-sosial dari teori atribusi. Siswa atau atlet yang merasa dirinya tidak berdaya mempersepsi kegagalan penampilannya karena sebab internal. Individu yang amotivation biasanya mememiliki intens yang rendah terhadap suatu aktivitas (Ryan & Deci, 2000) dan tidak termotivasi baik secara intrinsik maupun ekstrinsik (2) Motivasi ekstrinsik memiliki tiga sub dimensi, yaitu regulasi eksternal (external regulation), regulasi terhubung (introjucted regulation), dan regulasi teridentifikasi (identified regulation) Regulasi eksternal (external regulation): Dalam hal ini, siswa atau atlet menampilkan perilakunya untuk memuaskan tuntutan eksternal dari pihak lain. Misalnya ”saya akan melakukan uji coba sekarang tetapi hanya jika bonus hari ini saya peroleh.” Regulasi terhubung (introjucted regulation): Siswa atau atlet menampilkan keterampilannya karena dorongan dari dalam, tetapi tidak sepenuhnya. Karena itu, motivasi ini masih bersifat ekstrinsik. Misalnya ”Saya akan melakukan uji coba sekarang karena saya merasa bersalah jika saya tidak bermain dalam tim”.
5
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
Type of motivation
Amotivation
Instrinsic Motivation
Regulatory style
Nonregulation
Example motive
“I participate in sport because………
External
Introjected
Identified
Integrated
Intrinsic
I have nothing better to do with myself
My parent are making me
I don’t want to let others down by quiting
It will help me open doors for my future career as a coach
In help to confirm my identity as an athlete
I love the rush I feel when running down the field
Locus of causality
Impersonal
External
Somewhat External
Somewhat Internal
Internal
Internal
Degree of autonomy
Non-self determined
Self Determined
Gambar 2. Motivasi intrinsik dan ekstrinsik dalam kontinum determinasi diri (Deci dan Ryan dalam Duda dan Treasure, 2001)
Regulasi teridentifikasi (identified regulation): Perilaku ditampilkan tidak sebagai keputusan pribadi yang dapat menumbuhkan kesenangan atau kepuasaan. Misalnya “seorang siswa atau atlet yang ingin meningkatkan penampilannya memilih untuk tidak meninggalkan latihan meskipun dalam masa istirahat kompetisi, bahkan menjadikannya sebagai ikatan dan tuntutan kewajiban, dengan mengatakan “saya melaku-kan latihan karena kewajiaban”. 6
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
(3) Motivasi instrinsik atau motivasi internal. Siswa atau atlet berpartisipasi dalam aktivitas dengan tujuan untuk memperoleh kesenangan dan kepuasan. Karena itu, motivasi internal sangat otonom dan peranannya sangat penting dalam kaitannya dengan determinasi diri. Penelitian-penelitian dalam perspektif mulitidimensional (Vallerand dkk., 1992, 1993) Pelletier dkk., (1995) telah membagi motivasi intrinsik dalam tiga taksonomi atau subdimensi, yaitu intrinsic motivation to know, intrinsic motivation toward dan intrinsic motivation to experience stimulation. Intrinsic motivation to know (berkenaan dengan keterlibatan individu dalam aktivitas jasmani atau olahraga untuk memperoleh kese-nagan dan kepuasaan atas usaha belajarnya untuk memahami sesuatu yang baru). Intrinsic motivation toward (berkenaan dengan keterlibatan individu dalam suatu aktivitas jasmani atau olahraga untuk memperoleh kesenangan dan kepuasaan atas usaha belajarnya untuk menguasai suatu tugas atau menciptakan sesuatu yang baru). Intrinsic motivation to experience stimulation (berkenaan dengan keterlibatan individu dalam suatu aktivitas jasmani atau olahraga untuk merasakan kegairahan, kegembiraan, dan kesenangan estetis. Memperoleh kesenangan dan kepuasaan atas usaha belajarnya. Pelletier dkk. (1995) menegaskan bahwa ketiga sub dimensi motivasi intrinsik tersebut saling berkorelasi satu satu sama lain dengan korelasi yang tinggi. Berkenaan dengan struktur faktor motivasi olahraga berdasarkan teori determinasi diri di atas, telah dikembangkan sejumlah skala atau intrumen yang mengukur motivasi intrinsik dan ektrinsik, antara lain the Motivation for Physical Ectivity Measure (Frederick & Ryan, 1993; Ryan, Frederich, Lepes, Rubio, & Sheldon, 1997), the Exercise Motivation Scale (Li, 1999), dan the Sport Motivation Scale/SMS ( Pelletier, dkk., 1995). Martens & Webber (2002) mengembangkan sebuah properti psikometrik skala motivasi olahraga dengan mengacu pada struktur faktor yang dikembangkan oleh Pelletier, dkk., (1995). Skala ini dikembangkan untuk mengukur motivasi intrinsik, motivasi ekstrinsik, dan amotivasi 270 atlet universitas di Amerika terhahap partisipasi olahraga. Ada tujuh dimensi yang dikembangkan dalam, yaitu intrinsic to know, intrinsic stimulation, intrinsic to accomplish, identificated regulation, introjected regulation, external regulation, dan amotivation. Berdasarkan hasil analisis reliabilitas konsistensi internal diperoleh skor Alpha Cronbah terentang dari 0,70 (introjections) sampai 0,82 (intrinsic motivation to know) dengan rerata relliabilitas sebesar 0,75. Besaran skor ini komparabel sacara statistik dengan penelitian yang dilakukan oleh Pelletier dkk., (1995). Adapun untuk mengukur struktur faktor dari skala motivasi olahraga dilakukan dengan menggunakan analisis faktor konfirmatori dengan bantuan program AMOS versi 4, dan hipotesis struktur faktor diuji dengan menggunakan prosedur estimasi maximum-likelihood. Hasil analisis dengan kriteria
7
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
goodness of fit index menunjukkan bahwa model lengkap kurang fit dengan nilai chi-square atau χ2 (329, N=270) = 749,34, ρ<0,01, NFI = 0,76, CFI = 0,84, TLI = 0,82, RMSEA = 0,07 pada interval kepercayaan 90 %. Model lengkapnya disajikan sebagai berikut: 1
Aitem 2 Aitem 4
IK
Aitem 23
1 1 1 1
Aitem 27
Aitem 1 Aitem 13
IS
Aitem 18
Aitem 8 Aitem 12
IA
Aitem 15
1 1 1 1
Aitem 7 Aitem 11
IC
Aitem 17
1 1 1 1
Aitem 9 Aitem 14
IJ
Aitem 21
Aitem 6 Aitem 10
ER
Aitem 16
AM
Aitem 3 Aitem 5 Aitem 19
e15
e7 e11 e17
e9 e14 e21 e26
1 1 1 1
Aitem 22
1
e8 e12
e24
1 1 1 1
Aitem 26
1
e18
e20
1 1 1 1
Aitem 24
1
e1 e13
e25
Aitem 20
1
e4 e23 e27
aitem 25
1
e2
e6 e10 e16 e22
1 1 1 1
Aitem 28
e3 e5 e19 e28
Gambar 3. Struktur faktor Skala Motivasi Olahraga (Martens & Webber, 2002). Keterangan: IK = Intrinsic to know; IS = Intrinsic stimulation; IA = Intrinsic to accomplish IC = Identification; IJ = Introjection; ER = External Regulation; AM = Amotivation
Sesuai dengan analisis faktor konfirmatori yang telah dilakukan, telah dihasilkan besaran standardized loading dan Squared multiple correlation setiap item sebagai berikut:
8
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
Tabel 1. Hasil Analisis Faktor Konfirmatori dari SMS Subscale and item
SL
SMC
0,63 0,71 0,82 0,77
0,40 0,51 0,68 0,60
0,61 0,70 0,63 0,62
0,38 0,49 0,39 0,38
0,63
0,39
0,63 0,77 0,63
0,40 0,59 0,59
0,59 0,68
0,34 0,46
0,57 0,65
0,32 0,42
0,45 0,69 0,61 0,70
0,20 0,48 0,37 0,49
0,70 0,71 0,59 0,64
0,49 0,51 0,35 0,41
0,66
0,44
0,67 0,78 0,63
0,44 0,60 0,35
Intrinsic Motivation to Know For the pleasure it give to know more about the sport I practice For the pleasure of discovering new training techniques For the pleasure I feel while learning training techniques I have never tried before For the pleasure of discovering new performance strategies Intrinsic Motivation to Experience Stimulation For the pleasure I feel in living exciting experiences For the excitement I feel when I am really involved in the activity For the intense emotions I feel while I am doing a sport thet I like Because I like the feeling of being totally immersed in the activity Intrinsic Motivation to Accomplish Because I feel a lot of personal satisfaction while mastering certain difficult training techniques For the pleasure I feel while improving some of my weak points For the satisfaction I experience while perfecting my athletic abilities For the pleasure I feel while excuting certain difficult movements Identification Because, in my opinion, it is one of the best ways to meet people Because it is one of the best way I have chosen to develop other aspects of my self Because it is good way to learn lots of things which could be useful to me in other areas of my life Because it is one of the best way to maintain good relationships with my friends Introjection Because it is absolutely necessary to do sports if one wants to be in shape Because I must do sports to feel good about myself Because I would feel bad if I was not taking time to do it Because I must do sports regularly External Regulation Because it allows me to be well regarded by people I know For the prestige of being an athlete Because people around me think it is important to be in shape To show how good I am at my sport Amotivation I used to heve good reasons for doing sport, but now I am asking myself if I should continue doing it I don’t know anymore: I have the impression that Iam incapable of succeeding at this sport It is not clear to me anymore: I don’t really think my place is in sport I often ask myself: I ca’t seem to achieve the goal I set for myself
Keterangan: SL = Standardized Loading; SMC = Squared multiple correlation
9
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
Selanjutnya perbandingan model lengkap tersebut dengan setiap faktor laten disajikan pada tabel di bawah ini: Tabel 2. Perbandingan goodness of fit index untuk model lengkap dan komponennya secara terpisah Kriteria Model Model Model Lengkap Motivasi intrinsik Motivasi intrinsik Amotivasi
NFI
CFI
TLI
RMSEA
0,76 0,89 0,83 0,95
0,84 0,93 0,88 0,95
0,82 0,90 0,90 0,86
0,07 0,08 0.09 0,15
Untuk menentukan apakah kontinum determinasi diri muncul dalam sampel yang digunakan maka dapat dilakukan dengan cara menentukan kovariat antara semua faktor laten. Martens & Webber (2002) menemukan indeks koefisien korelasi antara ketujuh faktor laten tersebut sebagai berikut: Tabel 3. Korelasi antara Faktor SMS Laten
IM Know IM Stim IM Acc Ident Intro Ext Reg Amot
IM Know
IM Stim
IM Acc
Ident
0,67** 0,81** 0,53** 0,20** 0,28** -0,36**
0,85** 0,52** 0,38** 0,30** -0,54**
0,57** 0,28** 0,33** -0,20**
0,44** 0,59** -0,20*
Intro
0,70** 0,07
Ext Reg
0,03
Amot
-
Keterangan: IM Know = instrinsic motivation to know; IM Stim = intrinsic motivation to experience stimulation; IM Acc = instrinsic motivation to accomplish; Ident = Identification; Intro = introjuction; Ext Reg = external regulation; Amot = amotivation; *p < 0,05, ** p < 0,001.
Dalam sebuah penelitian awal tentang pengaruh pendekatan pembelajaran Self-regulated learning terhadap pengembangan kemampuan analisis, motivasi olahraga, dan keterampilan gerak siswa Sekolah Dasar kelas 4 dan 5, Hidayat, dkk. (2010) telah menggunakan skala motivasi olahraga untuk mengukur tingkat partisipasi olahraga siswa Sekolah Dasar dalam kelas pendidikan jasmani, Berdasarkan hasil analisis reliabilitas konsistensi internal diperoleh skor Alpha Cronbah terentang dari 0,66 sampai 0,81 dengan rerata 0,74. Berikut ini disajikan sub-skala dan item SMO
10
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
Tabel 4. Subskala dan aitem SMO SAYA IKUT SERTA DALAM PELAJARAN OLAHRAGA DI SEKOLAH KARENA:……. (Intrinsic Motivation to Know) 1. Merasa senang jika mengetahui lebih banyak tentang aktivitas olahraga yang saya pelajari 2. Merasa senang ketika berhasil menemukan cara melakukan gerakan yang baru dalam olahraga 3. Senang mempelajari cara-cara berlatih dalam olahraga yang belum pernah saya coba sebelumnya 4. Senang menemukan strategi atau cara yang tepat untuk menampilkan gerakan yang baru dalam olahraga. SAYA IKUT SERTA DALAM PELAJARAN OLAHRAGA DI SEKOLAH KARENA:……. (Intrinsic Motivation to Experience Stimulation) 1. 2. 3. 4.
Merasa senang terlibat dalam pengalaman belajar yang menggairahkan Benar-benar merasa bergairah ketika terlibat dalam aktivitas berolahaga Merasa senang sekali dapat melakukan aktivitas olahraga yang saya sukai Menyukai keikutsertaan secara menyeluruh dalam aktivitas olahraga yang saya lakukan
SAYA IKUT SERTA DALAM PELAJARAN OLAHRAGA DI SEKOLAH KARENA:……. (Intrinsic Motivation to Accomplish) 1. 2. 3. 4.
Merasa puas jika berhasil menguasai gerakan yang sulit Merasa senang jika berhasil memperbaiki kesalahan gerakan yang saya lakukan Merasa puas jika berhasil melakukan gerakan dengan lebih baik. Merasa senang ketika melakukan gerakan-gerakan yang sulit.
SAYA IKUT SERTA DALAM PELAJARAN OLAHRAGA DI SEKOLAH KARENA:……….(Identification) 1. Olahraga merupakan salah satu cara terbaik untuk bertemu dengan teman-teman yang lain. 2. Olahraga merupakan salah satu cara terbaik untuk mengembangkan aspek lain dalam diri saya 3. Melalui olahraga saya dapat belajar lebih banyak tentang hal yang bermanfaat untuk kehidupan saya. 4. Olahraga melatih saya untuk membina hubungan baik dengan sesama teman SAYA HARUS BEROLAHRAGA DI SEKOLAH, KARENA:… (Introjection) 1. 2. 3. 4.
Olahraga membuat tubuh saya lebih kuat Olahraga membuat saya merasa lebih sehat Merasa bersalah jika tidak ikut berolahraga Saya harus berolahraga secara teratur
ALASAN SAYA BEROLAHRAGA DI SEKOLAH……(External Regulation) 1. 2. 3. 4.
Agar lebih dihargai oleh orang yang saya kenal Agar mendapatkan penghargaan sebagai atlet di sekolah Menurut orang-orang di sekolah saya harus berolahraga Untuk menunjukkan betapa bagusnya kemampuan olahraga yang saya kuasai
11
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
KETIKA BEROLAHRAGA DI SEKOLAH, SAYA BERPIKIR BAHWA…. (Amotivation) 1. Saya sebenarnya tidak harus berolahraga karena olahraga menggangu pelajaran lain 2. Saya tidak tahu banyak tentang olahraga, karena itu saya tidak akan berhasil dalam olahraga 3. Saya tidak akan berhasil melakukan gerakan dengan baik 4. Saya sering berkata kepada diri sendiri bahwa saya tidak akan berhasil melakukan gerakan sesuai dengan tujuan yang saya tetapkan
Implikasi untuk Arah Penelitian Mendatang Berdasarkan hasil analisis penentuan struktur faktor skala motivasi olahraga dari perspektif teori determinasi diri, beberapa hal yang dapat direkomendasikan untuk menentukan arah penelitian mendatang dengan menggunakan SMS (SMO), khususnya dalam bidang pendidikan jasmani dan olahraga adalah sebagai berikut: (1) Model lengkap terbukti kurang fit dengan chi-square atau χ2 (329, N=270) = 749,34, ρ<0,01, NFI = 0,76, CFI = 0,84, TLI = 0,82, RMSEA = 0,07 pada interval kepercayaan 90 %. Semua nilai goodness of fit index berada di bawah 0,90 sebagai batas minimal dari kriteria fit tidaknya sebuah model. Hal ini antara lain dipengaruhi oleh ukuran sampel yang relatif belum memadai. Tabachnick & Fidel (2001) merekomendasikan rasio 10:1 (10 responden berbanding 1 aitem). Hal ini berarti jika jumlah aitem SMS adalah 28, maka ukuran sampel minimal adalah 280 orang. Karena itu, ukuran sampel yang lebih besar akan memungkinkan peneliti memperoleh model yang lebih fit. (2) Diperolehnya model yang kurang fit menjadi indikasi bahwa aitem-aitem dalam SMS perlu disempurnakan, terlebih jika SMS akan digunakan pada setting dan populasi yang berbeda. Validasi bahasa mutlak harus dilakukan jika SMS akan dipergunakan untuk siswa dan mahasiswa di Indonesia. (3) Untuk menentukan apakah struktur faktor SMS tetap konsisten pada berbagai faktor ekternal, sebaiknya pengukuran struktur faktor SMS dilakukan pada berbagai setting dan populasi. Misalnya dilakukan di awal semester, tengah semester, dan akhir semester dengan mempertimbangkan diferensiasi jenis kelamin, usia, jenjang pendidikan, tingkat keterampilan, dan lain-lain. KESIMPULAN Keyakinan dan fakta menunjukkan bahwa motivasi memainkan peranan yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan belajar dan perilaku, termasuk dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga. Untuk itu para
12
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
guru pendidikan jasmani diharapkan mengetahui dan memahami berbagai faktor yang dapat mempengaruhi motivasi siswa dan juga teknik atau strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi siswa. Berdasarkan perspektif teori self-determinism, motivasi merupakan sebuah konstrak multidimensional yang dibangun oleh tiga dimensi atau faktor yaitu amotivasi, motivasi ektrinsik, dan motivasi intrinsik. Ketiga faktor dielaborasi menjadi tujuh indikator, yaitu external regulation, introjections regulation, identified regulation, intrinsic motivation to know, intrinsic motivation toward, intrinsic motivation to experience stimulation, dan amotivation. Berkenaan dengan struktur faktor tersebut, telah dilakukan berbagai upaya untuk mengokohkan validitas dan reliabilitas struktur faktor tersebut, terutama sebelum sebuah instrumen digunakan dalam setting dan populasi yang berbeda, dan hasilnya dapat digunakan untuk merancang program intervensi dalam lingkungan tertentu, termasuk dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga. Untuk itu faktorfaktor eksternal demografis seperti jenis kelamin, usia, jenjang pendidikan, tingkat keterampilan, dan lain-lain sebaiknya dipertimbangkan agar dapat membantu kokohnya stabilitas validitas dan reliabilitas struktur faktor yang dikembangkan.
DAFTAR PUSTAKA Alderman. (1974). Psychological behavior in sport. Philadelphia. W.H. Saunders Company. Apruebo, A. R. (2005). Sport psychology. Manila: Publshing House. Brophy, E.J. & Gold, L.T. (1990). Educational psychology, New York: Long Man. Brophy, J. E. (1998). Motivating students to learn. New York: McGraw-Hill, Brophy, J. E. (2003). Interview with Jere Brophy by B. Gaedke, & M. Shaughnessy, Educational Psychology Review, 15, 199-211. Deci, E.L., Koestner, R., & Ryan, R.M. (1999). A metaanalytic review of experiments the effects of extrinsic reward on intrinsic motivation, Psychological Bulletin, 125, 627-668 Duda, J.L. & Darren C.T. (2001). Toward optimal motivation in sport: pastering athlete’s competence and sense of control,”Applied Sport Psychology: Personal Growth to Peak Performance. Fourth Edition. Ed. Jean. M. William. USA: Mayfield Publishing Company Martens, M.P. & Webber, S.N. (2002). Psychometric properties of the sport motivation scale: An evaluation with college varsity athletes from the U.S. Journal of Sport and Exercise Psychology, 24, 254-270. McClelland, D.C. (1985). Human motivation. London, England: Scott, Foresman, & Co. Murphy, K.P. & Alexander, P.A. (2000). A motivated exploration of motivation technology. Contemporary Educational Psychology. 25 (1), 3-53.
13
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
Ormrod, E.J. (2003). Educational psychology. Developing Learners. New Jersey: Merril Prentice Hall. Pelletier, L. G., Fortier, M. S., Vallerand, R. J., Tuson, K. M., Brie`re, N. M., & Blais, M. R. (1995). Toward a new measure of intrinsic motivation, extrinsic motivation, and amotivation in sports: The Sport Motivation Scale (SMS). Journal of Sport and Exercise Psychology, 17,35–53. Pintrich, P.R. (2003). A motivational science perspective on the role of student motivation in learning and teaching contexts. Journal of Educational Psychology, 92 (4), 667-686. Pintrich R.P. & Schunk, H.D. (1996). Motivation in education: Theory, research, and application. New Jersey: Prentice-Hill, Inc. A Simon and Schuster Company. Engliwood Cliff. Roberts, G.C. Treasure, D.C. & Conroy, D.E. Understandng the dynamic of motivation in sport and physical activity. In Tenenbaum, G. & Eklund, R.C. (2007). Handbook of sport psychology (3rd edition). Canada: John Wiley & Sons, Inc. pp. 3-30 Ryan, R. M., & Deci, E. L. (1996). When paradigms clash: Comments on Cameron and Pierce’s claim that rewards do not undermine intrinsic motivation. Review of Educational Research, 66, 33-38. Ryan, R. M., & Deci, E. L. (2000). Self-determination theory and the facilitation of intrinsic motivation, social development, and well-being. American Psychologist, 55, 68–78. Slavin, R.E. (2009). Educational psychology: Theory and practice. New Jersey: Upper Saddle River. Standage, M., Duda, J.L., & Ntoumanis, N. (2003). A Model of contextual motivation in physical education: using constructs from self -determination and achievement goal theories to predict physical activity intentions. Journal of Educational Psychology, 95 (1), 97-110 Straub, W.F. (1980). Sport psychology, an analysis of athlete behavior. New York: Movement Publication. Schunk, D. (2000). Learning theories (3rd ed). Upper Saddle River, NJ: Merrilll/Prentice-Hill. Stipek, D. (2002). Motivation to learn: Integrating theory and practice (4th ed).Boston: Allyn & Bacon. Tabachnick, B.G. and Fidell, L.S. (2001). Using multivariate statistics, (4th ed) New York: Harper & Row. Vallerand, R.J. & Bissonnette, R. (1992). Intrinsic, extrinsic, amotivational styles as predictors of behavior. A procpective study. Journal of Personality, 60, 599-620. Vallerand, R.J., Pelletier, L.G., Blais, M.R., Briere, N.M., Senecal, C.B., & Vallieres, E.F. (1993). On the assessment of intrinsic, extrinsic, and amotivation in education: Evidence on the concurrent and construc validity of the Academic Motivation Scale. Educational and Psychological Measurement, 53, 159-172. Vallerand, R.J. & Losier, G.F. (1999). An integrative of intrinsic and extrinsic motivation in sport. Journal of Applied Sport Psychology, 11, 142-169.
14
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
Weinberg, R. S. & Gould, D. (2007). Foundation of sport and exercise psychology. Illionis: Human Kinetics. Weiner, B. (1992). Human motivation; metaphors, theories, and research, Newbury, CA: Sage. Korespondensi untuk artikel ini dapat dialamatkan ke Sekretariat Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Jurusan Pendidikan Olahraga FPOK UPI. Jln. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung. Phone (022) 70902870 / (022) 70902867; Hp. 081321994631; 081395402906. E-mail:
[email protected] atau ke Yusup Hidayat. M.Si. Mobile. 081321994631; E-mail:
[email protected]
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Jurusan Pendidikan Olahraga Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Univeristas Pendidikan Indonesia ISSN: 2085-6180
15