ANALISIS PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN Zulkifli A. Lamusu Dosen fakultas ilmu-ilmu kesehatan dan keolahragaan Universitas negeri gorontalo A. Pendahuluan Proses pembelajaran merupakan suatu upaya menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa dapat belajar. Dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani secara eksplisit ada kegiatan memilih, menetapkan dan mengembangkan pendekatan pembelajaran untuk mencapai hasil yang diinginkan. Hal ini dimaksudkan untuk menyiapkan siswanya baik jasmani maupun rohani dalam meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak serta membantu mengembangkan kepribadiannya. Agar mencapai peningkatan dan pengembangan tersebut, maka guru khususnya guru pendidikan jasmani harus dapat menggunakan pendekatan pembelajaran, model ataupun metode pembelajaran yang sesuai, yakni berdasarkan pada tahap-tahap perkembangan fisik serta karakteristik siswa, dan mematuhi kaidah-kaidah pedagogi yang ada. Kelemahan dalam pelaksanaan PENJASORKES (Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan) disebabkan bukan karena semata-mata pemilihan dan pengembangan materi yang tidak disesuaikan dengan keadaan siswa, akan tetapi lebih banyak kelemahannya pada pengembangan pendekatan pembelajaran. Demikian pula terbatasnya alat dan fasilitas olahraga, serta kurangnya kreativitas guru dalam memilih, menggunakan dan menetapkan model, metode ataupun pendekatan pembelajaran akan berdampak negatif terhadap kuantitas dan kualitas tugas gerak yang diberikan oleh guru kepada siswa, sehingga dengan demikian akan menghambat pengembangan perbendaharaan gerak pada siswa, serta menyebabkan kesulitan di dalam pembinaan bakat dan prestasi. Hal ini perlu diperhatikan guna memperbaiki kondisi PENJASORKES ke depan. Salah satu strategi untuk memperbaikinya yaitu dengan mengevaluasi proses pembelajaran. Tujuan dilakuakannya evaluasi adalah untuk menganalisis pelaksanaan pembelajaran PENJASORKES. Analisis yang dilakukan dalam pembelajaran PENJASORKES pada pada prinispnya adalah untuk memperbaiki dan menata kembali masalah yang terjadi pada sistem pembelajaran PENJASORKES itu sendiri, artinya dimana analisis yang dilakukan tidak hanya terpusat pada siswa, akan tetapi juga kepada guru PENJASORKES itu sendiri. Alasan tersebut dilaksanakan karena melihat beberapa kasus mengenai sistem pembelajaran PENJASORKES yang ada di setiap sekolah saat ini adalah sistem pembelajaran yang kurang mengutamakan prinsip karakteristik siswa, sehingga kurang efektif terhadap pengembangan dan peningkatan keterampilan gerak. Kurang efektifnya pengembangan dan peningkatan keterampilan gerak dimaksud menyebabkan banyak siswa yang tidak dapat melakukan bentuk-bentuk gerakan yang harus dilakukannya, sehingga kurang pula merangsang pertumbuhan, perkembangan serta kebugaran jasmani siswa. B. Pembahasan 1. Hakikat PENJASORKES Pengertian PENJASORKES telah didefinisikan secara bervariasi oleh beberapa pakar. Para pakar PENJASORKES cenderung memberikan definisi sesuai dengan pandangan filosofi mereka masing-masing. Bucher (1983:13) menyatakan bahwa pendidikan jasmani sebagai bagian integral dari pendidikan keseluruhan yang mencapai tujuan untuk mengembangkan kebugaran jasmani, mental, sosial dan emosional bagi masyarakat dengan wahana aktivitas jasmani. Sedangkan Cholik dan Lutan (1996:16) memaparkan bahwa pendidikan jasmani sebagai mata pelajaran di sekolah dengan kegiatan pendidikannya mempunyai tujuan untuk pertumbuhan dan perkembangan unsur jasmani, rohani, sosial, emosional dan intelektual. Walaupun definisi PENJASORKES berbeda-beda namun pada umumnya mengandung persamaan, yakni bahwa PENJASORKES adalah pendidikan yang dilakukan melalui aktifitas jasmani, dan proses dalam PENJASORKES tersebut melibatkan interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya yang dikelola melalui aktivitas jasmani secara sistematis menuju manusia seutuhnya. Berdasarkan pendapat para pakar di atas, maka dapat diasumsikan bahwa PENJASORKES merupakan kegiatan pendidikan keseluruhan yang diarahkan untuk membentuk manusia berkualitas secara menyeluruh (fisik, moral, intelektual, sosial,dan emosional), melalui media gerak insani atau gerak fisik berupa permainan dengan beragam bentuk dan pranata yang berlaku secara dinamis.
2. Pembelajaran PENJASORKES Pembelajaran merupakan suatu proses dari pada aktivitas belajar seseorang dengan tujuan untuk menambah pengetahuan melalui pelayanan yang dikenal dengan belajar. Menurut Lutan (2002) bahwa belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman, bukan karena pengaruh faktor keturunan atau kematangan. Perubahan yang diharapkan bersifat melekat atau permanen. Proses belajar itu sendiri tidak dapat diamati secara langsung, namun kejadiannya hanya dapat ditafsirkan berdasarkan perilaku nyata yang teramati. Apabila pembelajaran direncanakan dengan cermat dan dilaksanakan dengan baik, maka dapat diharapkan bahwa pembelajaran sebagai wahana pencapaian tujuan pendidikan jasmani akan berhasil baik juga. Pembelajaran PENJASORKES menurut Sukintaka (2004:55) mengandung perngertian tentang bagaimana para guru mengajarkan sesuatu baik yang bersifat teori maupun praktek kepada peserta didik (siswa), tetapi di samping itu terjadi pula peristiwa bagaimana siswa mempelajari tentang apa yang di ajarkan guru itu sendiri. Intinya bahwa di dalam suatu peristiwa pembelajaran terjadi dua kejadian secara bersama, yaitu: ada satu pihak yang memberi dan pihak lain yang menerima. 3. Manajemen Dalam Pembelajaran PENJASORKES Pemberdayaan kurikulum pembelajaran dalam PENJASORKES saat ini mengacu pada KTSP, adapun ruang lingkup dalam pembelajarannya diadaptasikan pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Dari masing-masing jenjang pendidikan tersebut berbeda pola pembelajarannya dan sistematika dalam memproposionalisasikan konsep-konsep pembelajaran. Atau dengan kata lain dalam proses pembelajaran PENJASORKES lebih cenderung menyesuaikan dengan kondisi dari masing-masing siswa. Berdasarkan hal tersebut Rukmana (2008:03) menjelaskan bahwa ruang lingkup dalam pembelajaran PENJASORKES meliputi tiga aspek (1) Pendidikan jasmani: merupakan pendidikan gerak yang bertujuan mengembangkan potensi aktivitas anak secara organik, neuromuscular, intelektualdan emosional. (2) pendidikan olahraga: merupakan pendidikan yang bertujuan mengembangkan kemampuan gerak dasar cabang-cabang olahraga, dan (3) pendidikan kesehatan: yang bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan pengetahuan serta pandangan hidup sehat, serta dapat menerapkan prilaku hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran PENJASORKES sasaranya tidak hanya merujuk pada pengelolaan ranah psikomotor, melainkan ranah kognitif dan afektif merupakan tindak lanjut dari pada pembelajaran PENJASORKES. Tujuanya yaitu agar siswa sehat dan terampil baik secara fisik mental maupun emosional. 3. Analisis Manajemen Pembelajaran PENJASORKES Dalam pembelajaran PENJASORKES yakni bila mana jika membiarkan siswa bejalar sendiri tanpa bimbingan guru dapat disebut sebagai pelanggaran etika pengajaran. Perlu diketahui bahwa PENJASORKES yang berkualitas membutuhkan bimbingan secara langsung dari gurunya, dan yang harus disadari, di samping dibutuhkan proses bantuan kepada siswa untuk mencapai pertumbuhan, PENJASORKES berpotensi untuk mengancam aspek keselamatan dan kesehatan siswa. Manajemen dalam pembelajaran merupakan kunci keberhasilan pengajaran. Guru yang menelantarkan kelasnya, dan mempedulikan siswanya aktif belajar sendiri tanpa bimbingan merupakan guru yang telah sengaja khilaf dalam memanage proses belajar mengajar atau dengan kata lain guru melupakan peran tugasnya dalam mendidik yaitu mengelola situasi dan kondisi dalam proses pembelajaran di kelas. Manajemen pembelajaran atau upaya dalam mengelola proses pembelajaran menjadi aktivitas yang menyenangkan menurut Lutan (2002) tertuju pada tiga aspek yaitu: a. Iklim Belajar Iklim belajar menyangkut suasana yang dibangkitkan oleh interkasi antara guru dan siswa. Nuansanya dapat berupa perilaku yang saling mendukung, sikap yang hangat dan mengayomi. Silih asih merupakan salah satu bentuk atmosfer atau iklim kelas yang diharapkan. Pengelolaan iklim belajar tersebut dipengaruhi oleh kepemimpinan guru. Apakah guru bersikap tegas atau suka mengungkapkan kata-kata yang mengancam siswa. Iklim belajar yang baik ditandai oleh dua penampilan preilaku yaitu (1) tegas dan jelas, (2) hangat dan siap membantu siswa. b. prilaku siswa Pengelolaan iklim kelas tentu berbeda dengan pengolahan perilaku siswa. Pengolahan perilaku dimaksudkan sebagai upaya guru untuk mengontrol perilaku siswa, hal ini mencakup bukan
saja dalam pelaksanaan tugas gerak, tetapi juga perilaku lain terutama perilaku dalam suasana hubungan antara siswa dengan siswa. Pengelolaan perilaku ini dapat berupa pengontrolan ketat dan keras atau dapat juga dengan cara yang longgar. Hal ini terkait dengan aturan baik yang rutin atau bersifat seketika sesuai situasi. Misalnya. Apa yang akan diperbuat oleh guru, bila ada beberapa orang siswa yang kurang mampu memusatkan perhatiannya pada tugas ajar, hal ini bergantung pada pola menejemen perilaku. Guru yang memberlakukan prosedur ketat, akan memberikan perlakuan khas untuk memperbaiki perilaku dimaksud, misalnya melalui penerapan disiplin. c. Tugas Ajar Pengelolaan tugas ajar jauh berbeda dengan kedua aspek yang telah disebutkan di atas, meskipun ada kaitannya, pengelolaan tugas ajar berkenaan dengan proses pemilihan materi dan pengemasannya, dan kemudian bagaimana penyajiannya. Keseluruhan proses yang rumit tersebut dapat disedehanakan. Dengan demikian, kita dapat mengenal beberapa aspek penting bagi kelangsungan pengajaran yang berhasil. Bila di simpulkan ada 10 prinsip penting dalam penyelenggaraan pendidikan jasmani yaitu sebagai berikut: 1. Penyediaan alokasi waktu yang memadai bagai mata pelajaran pendidikan jasmani 2. Adanya harapan dari pihak guru mengenai perubahan pada perilaku siswa 3. Pengolahan kelas dan pengolahan siswa 4. Tugas di seleksi dan disajikan sehingga bermakna bagi siswa 5. Pengaturan tempo dan pemilihan saat yang tepat. 6. Guru yang efektif selalu efektif 7. Pengajaran yang efektif, juga ditandai oleh situasi yakni semua siswa aktif, tanpa pengecualian. 8. Dengan bimbingan yang baik, lambat laun anak bisa aktif secara mandiri 9. Pengajaran yang efektif ditandai oleh suasana yang bersemangat dan hubungan yang hangat antara guru dan siswa. 10. Pengajaran yang efektif memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh kembali informasi tentang keberhasilan pengajaran. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa iklim belajar yang menyenangkan akan berdampak positif kepada siswa. Apabila iklim belajar terkelola dengan baik maka prilaku siswa akan menunjkan hal yang positif, dan apabila prilaku siswa mengalami perubahan yang positif seperti yang dimaksudkan, maka hal ini menandakan bahwa tugas ajar yang nantinya akan diberikan guru kepada siswa mudah selesaiakan dan dikerjakannya. 4. Analisis Dalam Mengajar Bukan merupakan suatu isu yang fenomenologis bahwa konsep pembelajaran PENJASORKES saat ini sangat memprihatinkan, melainkan hal ini merupakan salah satu alasan yang sering menjadi topik pembicaraan, polemik yang berkepanjangan dalam setiap diskusi-diskusi untuk memecahkan masalah dimaksud. Wacana tentang amburadulnya kondisi pembelajaran PENJASORKES saat ini yaitu sarana dan prasarana olahraga atau fasilitas berupa media dalam pelaksanaan pembelajaran PENJASORKES sangat minim dan terbatas. Hal tersebut memang wajar untuk dianalisis kembali, namun yang menjadi pertanyaan adalah, apakah yang menjadi penghalang dalam proses pelaksanaan pembelajaran PENJASORKES tersebut hanyalah mengenai masalah tentang sarana atau fasilitas olahraga, jawabannya tentu saja tidak, karena minimnya sarana ataupun fasilitas olahraga masih bisa untuk dikendalikan dengan cara memodifikasi alat atau media pembelajaran, akan tetapi yang pantas untuk dipertanyakan yaitu, apakah setiap guru PENJASORKES cukup antusias dan kreatif dalam mengembangkan model, metode, strategi pembelajaran ataupun pendekatan pembelajaran di sekolah, jawaban dari pertanyaan tersebut yaitu sudah pasti tidak semua guru berantusias dan kreatif dalam mengajar (gaya/strategi mengajar), karena beberapa dari studi kasus memberikan hasil, dimana banyak diantara guru PENJASORKES yang kurang kreatif dalam menemukan ide-ide baru untuk pengembangan gaya mengajarnya seperti memilih dan mengembangkan model pembelajran, metode pembelajaran, strategi pembelajaran ataupun pendekatan pembelajaran pendidikan jasmani. Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan Danu dalam Fery (2009) yang mana Kelemahan dalam pelaksanaan pendidikan jasmani saat ini disebabkan karena bukan semata-mata pemilihan dan pengembangan materi yang tidak disesuaikan dengan keadaan siswa dan kondisi sekolah, akan tetapi lebih banyak kelemahannya pada guru penjas itu sendiri, di mana kurang kreatif dalam melakukan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan karakter siswa serta kondisi dari pada sekolah dimana siswa itu berada.
Jika kita menganalisis kembali tujuan ataupun tugas utama dari pada penyelenggaraan pembelajaran PENJASORKESsebenarnya adalah membantu siswa untuk menjalani proses pertumbuhan, baik yang berkenaan dengan keterampilan fisik maupun dalam aspek sikap dan pengetahuannya. Jika hal ini dipahami secara bersama, maka pembelajaran PENJASORKES akan berjalan dengan baik dan lancar. Cara terbaik untuk memahami perubahan tersebut dengan menyimak, mengamati dan menganalisis perubahan yang terjadi. Menurut Lutan dalam Wahjudi (2009) bahwa ada beberapa factor yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk menganalisis keberhasilan proses pengajaran dalam pendidikan jasmani di sekolah yaitu: (a) Analisis rumusan tujuan yang mengandung harapan tentang perubahan perilaku yang diharapkan. Tinjuan itu meruapakan titik awal dari keseluruhan proses, (b) Analisis Materi atau substansi pengajaran, materi ini beriisi tugas-tugas gerak, aktivitas jasmani yang direncanankan untuk dilaksanakan oleh siswa, melalaui pengalaman tersebut diharapkan terjadi perubahan, (c) Analisis metode dan strategi yang diselaraskan dengan materi. Melalui metode dan strategi materi disajikan, dan siswa dibelajarkan untuk mengalami perubahan, (d) Adanya evaluasi dan analisis yang bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak perubahan yang terjadi pada siswa. Pelajaran pendidikan jasmani berbeda dengan mata pelajaran yang lain. Pendiidkan jasmani kecenderungan proses pembelajarannya adalah di lapangan atau ruangan terbuka (bebas), untuk itu dalam proses belajar mengajarnya memiliki keunikan, keunikan tersebut dapat diperhatikan pada gaya mengajar seorang guru pendidikan jasmani, dimana membantu siswanya dalam belajar dengan wahana aktifitas fisik. Untuk itu agar situasi pembelajaran berjalan dengan baik dan lancar, maka seorang guru pendidikan jasmani selalu berusaha dan berupaya untuk tetap mengkondisikan gaya mengajar yang tidak membosankan siswanya. Pemakaian istilah gaya mengajar (teaching style) sering berganti dengan istilah stratergi mengajar (teching strategy) yang pengertiannya dianggap sama, yakni siasat dalam menggiatkan partisipasi siswa untuk melaksanakan tugas-tugas ajar (Lutan, 2002). Hal ini dikaitkan dengan upaya untuk mengelola lingkungan dan atmosfir pengajaran dengan tujuan mengoptimalkan jumlah waktu aktif berlatih dari para siswa yang dipandang sebagai indikator terpercaya untuk menilai dan menganalisis efektivitas pengajaran. Analisis dalam mengajar tersebut memaparkan beberapa gaya yang dapat diterapkan sesuai dengan keadaan, berdasarkan keputusan guru pendidikan jasmani itu sendiri. Analisis terbsebut menurut Lutan (2002) meliputi: a. Pembuatan Keputusan Pembuatan keputusan pada awal pengajaran tentang gaya mengajar yang akan digunakan oleh guru pendidikan jasmani sangatlah penting untuk mencapai pengajaran yang sukses. Pembuatan keputusan dimaksud tergantung situasi, karena itu ada kesan, seolah-olah perencanaan itu tidak penting, namun dalam kenyatannya tidak demikian. Perencanaan gaya mengajar dan isi pengajaran sama pentingnya. Bila gaya mengajar tidak direncanakan, maka guru pendidikan jasmani akan menghadapi kesukaran untuk menyampaikan materi. Pembuatan keputusan pada waktu sebelum pengajaran dimlai mencakup beberapa hal yaitu: (1) gaya mengajar (2) alat yang digunakan, (3) pengisian waktu pengajaran, dan (4) pengaturan beberapa formasi sesuai dengan kebutuhan. Dalam kenyataannya, guru yang cakap tidak menggunakan hanya satu gaya mengajar. Beberapa gaya mengajar dapat diterapkan selama satu jam mata pelajaran. Tentu saja, harus dipahami faktor apa yang dipakai oleh guru sebagai dasar membuat keputusan tetntang gaya yang akan digunakan. b. Gaya Mengajar (Teaching Style) Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa gaya mengajar atau strategi mengajar (teching strategy) merupakan upaya untuk mengelola lingkungan dan atmosfir pengajaran dengan tujuan mengoptimalkan jumlah waktu aktif berlatih dari para siswa. Utnuk itu gaya mengajar yang dimaksudkan meliputi: Gaya Komando a. Ciri Gaya komando adalah pendekatan mengajr yang paling bergantung pada guru. Guru menyiapkan semua aspek pengajaran. Guru sepenuhnya bertanggung jawab dan berinisiatif terhadap pengajaran dan memantau kemajuan belajar. Pada dasarnya gaya ini ditandai dengan penjelasan, demonstrasi dan latihan. Lazimimnya, gaya tersebut dimulai dengan penjelasan tentang teknik baku dan kemudian siswa mencontoh dan melakukannya berulang kali. Evaluasi dan analisis dilakukan berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan. Siswa dibimbing ke satu tujuan yang sama bagi semuannya.
SELURUH INISIATIF ADA PADA GURU SISWA SIAP MELAKUKAN TUGAS GERAK SESUAI PENJELASAN DAN CONTOH
b. Penerapan Bila gaya ini di terapkan, penjelasan disampaikan singkat dan langsung tertuju pada yang dimaksud. Tekanannya adalah pada pemberian kesempatan kepada siswa untuk berlatih sebanyak mungkin. Yang perlu dianalisis yaitu, biasannya yang sering terjadi, yaitu petunjuk guru terlampau rinci dan informasi terlampau banyak yang biasanya tidak dapat diingat oleh siswa. Penyampaian yang bertele-tele, perlu diganti dengan penyampaian contoh, baik sebagian maupun keseluruhan tugas gerak. Gaya Tugas a. Ciri Guru bertanggung jawab menentukan tujuan pengajaran, memilih aktivitas dan menetapkan tata urut kegiatan untuk mencapai tujuan pengajaran. Perbedaanya dengan gaya komando adalah dimana dalam tugas ini, siswa ikut serta menentukan cepat lambatnya tempo belajar. Maksudnya guru memberikan keleluasaan bagi setiap siswa untuk menentukan sendiri kecepatan belajar dan kemajuan belajarnya. b. Penerapan Tugas dapat disampaiakns ecara lisan atau tulisan. Siswa melakukan tugas sesuai kemampuannya. Ia juga dapat dibantu temannya, atau tugas itu dilaksanakan dalam sebuah kelompok kecil Gaya Individual Gaya individual dikembangkan berdasarkan konsep belajar yang ber[usat pada siswa, dan kurikulum yang diluncurkannya sesuai dengan kebutuhan perorangan. Siswa memperoleh kesempatan untuk belajar sesuai dengan tempo masing-masing. Untuk melaksanakan gaya mengajar tersebut, diperlukan dukungan sumber belajar yang memadai, seperti rekaman video atau film, buku pegangan guru, kartu kemajuan siswa , papan tulis dan pita kaset. Bila dianalisis cirri-cirinya, gaya ini memang belum lazim diterapkan dalam pendidikan jasmani di Indonesia, sebab dibutuhkan sumber belajar yang mencukupi kebutuhan, atau boleh dikata penerapan model analsisi pembelajaran tersebut terkesan mahal. Meskipun demikian, gaya ini dapat diterapkan dengan perlengkapan sederhana, seperti dengan penggunaan kartu kemajuan pribadi, pembuatan poster atau gambar-gambar garis yang dibuat oleh guru penjas sendiri. Sebagai gambaran, analsisi dalam langkah pengembangan dan penerapan gaya individual tersebut adalah sebagai berikut: a. Diagnosis: Pengukuran atau pengetesan dilaksanakan untuk menentukan taraf pengetahuan atau keterampilan b. Penentuan paket tugas: Setiap siswa memperoleh paket tugas berdasarkan tingkat pengetahuan dan keterampilan c. Pengembangan siswa berdasarkan paket tugas hingga siswa berhasil melaksanakan tugas itu: Penilaian atau tes secara mandiri juga disediakan, sehingga siswa dapat mengetahui kemajuannya sendiri. d. Evaluasi: Siswa menghubungi gurunya agar dilaksanakan evaluasi, baik pengetahuan maupun keterampilan, kedua-duanya dievaluasi.
e. Pengukuh: Bila siswa mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik, guru memberikan unsure pengukuh (reinforcement) berupa penghargaan, mencatat kemajuan siswa dalam grafik, dan menyampaikan tugas baru. Belajar Tuntas Gaya belajar tuntas merupakan sebuah variasi dari gaya individual. Gaya ini tidak menekankan aspek pengetahuan atau penalaran. Namun, lebih mengutamakan penilaian dari teman sejawat dan guru. Sebuah keterampilan dipecah menjadi beberapa tahao, dan setiap tahap harus diketahui samapi tuntas. Maksudnya bahwa ketermapilan tersebut benarbenar dikuasi hingga mahir. Gaya Eksplorasi Terbatas Dalam analsis gaya eksplorasi terbatas, tugas guru adalah menyiapkan pelajaran, materi, dan petunjuk umum. Siswa berugas untuk menentukan sedniri respon yang sesuai. Gaya ini cocok untuk pengayaan gerak dan mengembangkan pola gerak untuk keterampilan khusus. Diskoveri Tertuntun Bentuk lain dari eksplorasi terbatas disebut diskoveri tertuntun. Maksudnya adalah, analisis dari hasil pemecahan yang diharapkan oleh guru, dapat ditemukan oleh siswa dengan tuntunan guru. 6. Analisis Tugas Masalah paling khas yang dihadapi oleh guru pendidikan jasmani sampai saat ini adalah jawaban terhadap pertanyaan tentang “Pada taraf keterampilan apa saya akan memulai pelajaran ?” Pertanyaan ini berkenaan dengan penentuan tugas-tugas ajar yang sesuai dengan kemampuan anak. Guru pendidikan jasmani harus memahami tingkat kemampuan siswanya. Namun, persoalan berikutnya, bagaimana caranya guru untuk dapat mengetahui tingkat kemampuan siswanya. Ketika penyusunan Satuan Acara Pelajaran (SAP), guru pendidikan jasmani perlu menetapkan jenis-jenis aktivitas jasmani yang menurut pertimbangannya, sesuai dengan kemampuan siswa. Cara yang paling mudah yakni dengan mengamati penampilan siswa . ketika siswa tersebut melaksanakan tugas gerak tertentu, misalnya tugas gerak itu berupa kemapuan memukul bola yang dilambingkan dari depan atau dari sampaing oleh kawan-kawannya. Guru dapat mengiutsertakan beberapa siswa untuk mencoba melakukan tugas yang dimaksud. Dengan cara yang dimaksud akan tampak, seberapa mahir siswa memukul bola yang sedang bergerak melayang. Apa yang harus dilakukan guru, bila ternyata dari tiga pukulan , tak satu pun bola yang dapat dipuul oleh siswa, semua pukulan itu meleset. Ini berarti tugas gerak tersebut segera diubah. Maksudnya, tugas gerak dirancang agar lebih sesuai dengan kemampuan siswa. Misalnya, bola dimaksud diletakkan di atas tonggak, maka bola tersebut akan lebih mudah dipukul oleh siswa. Jadi tugas geraknya adalah memukul bola yang diletakkan di atas tonggak. (Lutan, 2002). Tugas ajar tersebut di atas, lebih mudah dari tugas pertama, karena tidak memerlukan kemampuan anak untuk mengantisipasi gerak bola. Siswa yang lebih mudah usianya, belum mampu memusatkan perhatian dengan baik. Karena itu, bola diam lebih cocok bagi mereka. Pendekatan ini memilii dua keuntungan yakni: a. Guru dapat dengan segera menganalisis tingkat kemampuan siswa. b. Guru dapat menentukan cara mengatasi kesulitan yang dihadapi oleh siswa. Yang harus dipahami oleh guru pendidikan jasmani adalah, bahwa proses pembelajaran yang telah dijelaskan di atas tidak akan dapat dimulai selama belum terbentuk bekal perilaku. Atau secara sederhana, pedoman umum mengatakan, bahwa tugas gerak harus dimulai dari tingkat kesulitan yang sederhana, dan kemudian meningkat ke tugas gerak yang lebih sukar. Beban tugasnya juga dari yang ringan ke yang berat. PENUTUP Pembelajaran selalu bertitik tolak dari perumusan tujuan. Tujuan yang tidak realistik akan menimbulkan frustasi dan mengorbankan wabah kegagalan pada siswa. Pembelajaran pendidikan jasmani yang sukses memberikan pengalaman berhasil kepada siswa. Keran itu, rumuskan tujuan dari pada pembelajaran pendidikan jasmani, dan kemudian dianalsis model, metode strategi ataupun pendekatan pembelajarannya yang sesuai dengan asas praktis pengajaran, dan yang penting untuk diperhatikan dimana pengajaran tersebut berorientasi serta berlandasakan pada tingkat perkembangan, pertumbuhan dan kebutuhan siswa.
Pembelajaran pendidikan jasmani dapat dikatakan sukses jika mampu membangkitkan suasana belajar pada siswa. Perlu diingat baik-baik, bahwa pendidikan jasmani itu tidak diartikan sempit, hanya sebagai kesempatan bagi siswa untuk mendapatkan kegiatan sebagai penyela kesibukan belajar, atau sekedar mengamankan siswa supaya tertib.
DAFTAR PUSTAKA th Bucher (1983), Fondation of Physycal Education & Sport. (9 ed). St.Louis, Missouri: The Mosby Co. Cholik dan Lutan (1996), Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Jakarta: Depdikbud. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Fery (2009). Konsep Pembelajaran Pendidikan Jasmani. Internet: http://en.wikipedia.org Lutan (2002), Mengajar Pendidikan Jasmani. Jakarta: Direktorat Jenderal Olahraga Depdiknas Samsudin. 2008. Pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan SMA/MA. Jakarta: Prenada Media Group. Saiful Sagala. 2006. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta Simanjuntak, dkk. 2008. Bahan Ajar Cetak (Pendidikan Jasmani dan Kesehatan). Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Sugiyanto, dkk. 2004. Dasar-Dasar Belajar Gerak (Modul 1-3). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Tenaga Kependidikan. Bagian Proyek Pengendalian dan Peningkatan Mutu Guru Penjas Dikdasmen Supandi. 2000. Reposisi Arah Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani dan Olahraga Di Sekolah Serta Kaitannya Dengan Pembentukan Watak Manusia Abad 21. Bandung: Lokakarya Pemantapan Kelompok-Kelompok Bidang Keahlian Dalam Pendidikan Jasmani dan Ilmu Keolahragaan FPOK Universitas Pendidikan Indonesia. Sukintaka (2004). Teori Pendidikan Jasmani (Filosofi Pembelajaran dan Masa Depan). Bandung: Nuansa