sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Oseana, Volume XXV, Nomor 3, 2000 : 9-17
ISSN 0216-1877
STRUKTUR DAN FUNGSI PADA KOMUNITAS LAMUN oleh Muhammad Husni Azkab 1) ABSTRACT STRUCTURE AND FUNCTION IN SEAGRASS COMMUNITIES. Seagrasses are aquatic angiosperms which are completely adapted to life in the marine environment. Structure of seagrass community consists of growth forms, zonation, succession and community structure. Based on the growth form of seagrasses, the seagrasses can be divided into six categories namely; parvozosterids, magnozosterids, syringodiids, enhalids, halophilids and amphibolids. This paper will discuss the growth form, zonation, succession, community structure of seagrass communities, and also present the function of seagrass communities. termasuk dalam suku Hydrocharitaceae. Kedua suku tersebut diklasifikasikan dalam bangsa monokotil. Tabel 1 menunjukkan klasifikasi dari lamun (Den HARTOG 1970). Jumlah jenis lamun ini secara proporsional tidak berarti jika dibandingkan dengan peranannya dalam ekologi. Lamun biasanya terdapat cukup besar dalam kuantitas dan membentuk suatu padang lamun yang padat yang menutupi area yang luas pada daerah pesisir di daerah ugahari (temperate) dan daerah tropis. Hal ini merupakan suatu fakta sebagai suatu komunitas yang cukup luas pada daerah pantai. Pentingnya padang lamun pada ekosistem lain di perairan dangkal sampai saat ini belum begitu jelas, sehingga secara umum sulit diprediksi. Kenyataan bahwa lamun sebagai produser primer, tetapi sedikit pengetahuan tentang transfer energi tingkat
PENDAHULUAN Lamun adalah tumbuhan air berbunga yang mempunyai kemampuan adaptasi untuk hidup pada lingkungan laut. Menurut ARBER (1920) bahwa lamun memerlukan kemampuan berkolonisasi untuk sukses di laut yaitu: kemampuan untuk hidup pada media air asin (garam); mampu berfungsi normal dalam
keadaan terbenam; mempunyai sistem perakaran yang berkembang dengan baik; mempunyai kemampuan untuk berbiak secara generatif dalam keadaan terbenam; dan dapat berkompetisi dengan organisme lain dalam keadaan kondisi stabil atau tidak pada lingkungan laut. Jumlah jenis lamun kurang lebih 50 jenis. Terdiri dari 12 marga yaitu 9 marga yang termasuk suku Potamogetonaceae dan 3 marga
1)
Balitbang Biologi Laut, Puslitbang Oseanologi-LIPl, Jakarta.
9
Oseana, Volume XXV no. 3, 2000
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Tabel 1. Komposisi taksonomi dari lamun (Den HATROG 1977).
Catalan : Pada taksonomi komposisi lamun menurut PHILLIPS & MENEZ (1980) tidak ada pembagian sub-suku, jadi dari suku langsung ke marga.
Tulisan ini akan membicarakan struktur dan fungsi dari lamun yang berguna dalam penelitian ekologi lamun.
trofik selanjutnya. Diketahui bahwa hanya sedikit jenis fauna yang mengkonsumsi langsung lamun. Walaupun demikian adalah mustahil dengan banyaknya penimbunan energi oleh lamun tidak untuk fungsi dan harus dimaklumi sebagai suatu hal yang hilang percuma. Telah diketahui bahwa padang lamun mempunyai beberapa fungsi yaitu; stabilisator dasar perairan, menyediakan suatu substrat untuk epifit pada dasar perairan, sebagai tempat tinggal dan bertelur bagi ikan, udang dan beberapa avertebrata lainnya. Tetapi pentingnya fungsi tersebut kurang menunjukkan adanya hubungan energi dengan banyaknya mated pada lamun. Di samping itu juga diketahui bahwa energi yang dibentuk oleh lamun akan berguna unuk konsumer dan setelah dekomposisi dari materi tersebut.
STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN Bentuk Pertumbuhan Lamun Lamun menunjukkan adanya bentuk keseragaman yang tinggi pada reproduksi vegetatifnya. Hampir semua marga lamun memperlihatkan perkembangan yang baik dari rimpang (rhizome) dan bentuk daun yang pipih dan memanjang, kecuali pada marga Halophila. Jadi umumnya lamun akan menjadi kelompok homogen dengan tipe pertumbuhan "enhalid". Menurut Den HARTOG (1967) karakteristik pertumbuhan lamun dapat dibagi enam kategori yaitu;
10
Oseana, Volume XXV no. 3, 2000
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
1. Parvozosterids, dengan daun memanjang dan sempit: Halodule, Zostera sub-marga Zosterella.
Mintakat (Zonation) Berbagai bentuk pertumbuhan dari lamun mempunyai kaitan dengan perbedaan ekologinya (Den HARTOG 1977). Parvososterids dan halophilids dapat ditemukan pada hampir semua habitat mulai dari pasir kasar sampai ke lumpur lunak, mulai dari pasang-surut sampai tempat yang cukup dalam, dan mulai dari laut terbuka sampai ke daerah estuaria. Halophilid dapat ditemukan pada kedalaman 90 m. Magnozosterid dapat dijumpai pada berbagai substrat, tetapi lebih terbatas pada daerah sublittoral. Lamun ini memasuki daerah litoral yang lebih dangkal tetapi lebih terbatas sampai batas air surut rata-rata perbani (mean low water neap). Batas kedalaman sebagian besar jenisnya adalah 10 sampai 12 m, tetapi pada perairan yang sangat jernih dapat dijumpai pada tempat yang lebih dalam. Zostera marina pernah dijumpai pada kedalaman 30m. Syringodiid didapatkan sampai batas kedalaman sublittoral atas (upper sulittoral). Enhalid dan amphibolid juga terbatas pada bagian atas dari sublitoral, tetapi dengan beberapa pengecualian. Posidonia Oceania dapat mencapai kedalaman paling sedikit 60 m. Kisaran kedalaman di mana Phyllospadix tumbuh agak besar yaitu mulai dari littoral sampai pada keadaan yang sangat baik pada kedalaman 30m. Jenis Thalassodendron dilaporkan pernah ditemukan tumbuh pada kedalaman 30m, sedangkan T. pachyrhizum dapat mencapai kedalaman 40 m. Enhalid dan amphibolid hidup pada substrat pasir dan karang, kecuali Enhalus acoroides didapatkan pada habitat pasir-lumpuran. Sebagai konsekuensi adanya perbedaan ekologis tersebut, maka terlihat adanya pola mintakat pertumbuhan lamun menurut kedalaman. Mintakat tersebut terutama terlihat di perairan tropik dan subtropik di mana jumlah jenisnya lebih besar dari yang
2. Magnozosterids, dengan daun memanjang dan agak lebar: Zostera sub-marga Zostera, Cymodocea dan Thalassia. 3. Syringodiids, dengan daun bulat seperti lidi dengan ujung runcing: Syringodium 4. Enhalids, dengan daun panjang dan kaku seperti kulit atau berbentuk ikat pinggang yang kasar Enhalus, Posidoniq, Phyllospadix. 5. Halophilids; dengan daun bulat telur, dips, berbentuk tombak atau panjang, rapuh dan tanpa saluran udara: Halophila 6. Amphibolids, daun tumbuh teratur pada kiri dan kanan: Amphibolis, Thalassodendron, dan Heterozostera. Walaupun pada marga Halophila, daunnya berpasangan, tetapi ditemukan beberapa variasi seperti Halophila spinulosa yang mempunyai tangkai panjang dengan daun yang membujur. Ada beberapa transisi antara pertumbuhan parvozosterids dan magnozosterids. Bentuk lebar daun dari Halodule uninervis dapat persis dengan magnozosterids; sama dengan bentuk dari Zostera capricorni dan Z capensis. Di lain pihak, bentuk beberapa daun sempit dari Zostera marina, sama dengan Cymodocea nodosa, C. rotundata dan Thalassia hemprichii. Untuk hal ini, dapat dikatakan bahwa parvozosterids dan magnozosterids sebagai kategori yang terpisah. Jika bentuk pertumbuhan lamun dibandingkan dengan tanaman air tawar, maka keragaman morfologi pada tumbuhan air tawar akan lebih besar. Beberapa bentuk pertumbuhan tersebut lebih luas distribusinya pada habitat air tawar yang tidak ditemukan pada habitat air laut.
11
Oseana, Volume XXV no. 3, 2000
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
ditemukan di perairan ugahari (temperate). Pada daerah antara air pasang rata-rata perbani dan air surut rata-rata perbani didominasi oleh parvozosterid dan sering diikuti oleh halophilid. Pada daerah antara surut rata-rata perbani dan surut rata-rata purnama akan didominasi oleh magnozosterid. Pada daerah sublittoral, magnozosterid digantikan oleh enhalid dan amphibolid. Lamun yang dapat tumbuh di tempat yang cukup dalam diwakili oleh kelompok halophilid dan enhalid. Bentuk umum mintakat dari komunitas lamun yang dijelaskan sering tidak realistis. Sebagai konsekuensi dari hidrografi lokal atau keadaan yang baik, tidak adanya bentuk pertumbuhan pada suatu area, dan gangguan vegetasi oleh alam dan manusia, mintakat biasanya sederhana. Marga Thalassia dan Cymodocea keterdapatannya sangat terbatas, mulai dari surut rendah rata-rata sampai kedalaman 10 12m. Syringodium juga agak terbatas penyebarannya karena bentuk daunnya kurang begitu dapat beradaptasi terhadap kekeringan yang temporer. Enhalus tumbuh terbatas pada daerah littoral dan surut rendah karena penyerbukannya tergantung pada arus. Thahassia testudinum merupakan jenis yang dominan di atas sublittoral di Karibia. Sedangkan pada daerah Indo-Pasifik Barat lebih kompleks komunitasnya, di mana Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata dan C. rotundata merupakan jenis yang sangat penting. Sepanjang pantai Afrika Timur, komunitas C. rotundata digantikan oleh
toleransi yang tinggi terhadap variasi lingkungan. Konsekuensinya lamun tersebut dapat tumbuh pada habitat yang luas, tetapi lamun ini harus berkompetisi dengan amphibolid dan enhalid. Pada akhirnya, halophilid dan parvozosterid bentuknya kecil dengan kapasitas kompetisinya rendah. Lamun ini tumbuh pada semua jenis habitat yang tidak cocok dengan jenis lamun lainnya. Walaupun hal ini ada kecendrungan betul, tetapi ini bukan berarti merupakan sebuah kesimpulan. Sebagai contoh; enhalid Phyllospadix yang hidup pada pantai batu karang sepanjang bagian utara Pasifik tidak dapat diganti oleh jenis lain jika jenis lamun tersebut tidak ada. Adanya perbedaan ekologis dari bentuk variasi pertumbuhan memungkinkan suksesi akan mengikuti pola yang sama, misal parvozosterid dan halophilid akan digantikan oleh magnozosterid dan syringodiid dan kemudian akan diikuti oleh amphibolid atau enhalid. Beberapa contoh tersebut dapat mendukung suksesi ini, tetapi tidak berlaku pada ogranisme lain dalam proses suksesi tersebut, seperti avertebrata dan algae bentik. Pada perairan dangkal bentuk alami dari beberapa komunitas telah diteliti jauh sebelumnya, dan cukup waktu untuk mengamati suksesi alam tersebut. Perubahan pola vegetasi yang dapat ditelaah telah cukup luas berdasarkan campur tangan manusia. Pembangunan sebuah bendungan atau pengerukan sebuah terowongan dapat menyebabkan terjadinya erosi dengan penurunan atau pengrusakan pada padang lamun. Sedangkan pada tempat lain mendapat efek yang berlawanan dan dapat mengstimulir sebuah proses suksesi. Polusi bahan organik akan menyebabkan penurunan vegetasi dan akan digantikan vegetasi lain yang terdiri dari jenis di mana pada keadaan normal tidak termasuk dalam tingkat suksesi tersebut, atau hanya muncul sebagai jenis yang jarang. Polusi panas telah diketahui akan mempunyai
komunitas Thalassodendron ciliatum. Walaupun tidak ada pengamatan tentang suksesi dari komunitas Thalassia ke Thalassodendron, tetapi ada kemungkinan distribusi Thalassia akan dominan pada suatu area jika Thalassodenron tidak ada. Suksesi Magnozosterids dan syringodiids merupakan bentuk ukuran medium dengan
12
Oseana, Volume XXV no. 3, 2000
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
efek kerusakan pada vegetasi lamun (ROESSLER & ZIEMAN 1969). Sebuah keja klasik dari MOLINIER & PICARD (1952) tentang dinamika komunitas lamun. Mereka telah menjelaskan tentang suksesi dari komunitas bawah laut sepanjang pantai Prancis, Mediterranian pada batu karang, pasir, dan lumpur-pasiran. Semuanya hanya satu tingkat suksesi yaitu assosiasi Posidonia oceanica. Mereka menemukan pada daerah littoral dengan substrat pasir sampai
Mediterranian, yang terdiri dari algae, gorgonia, bryozoa dan porifera. Pada daerah kedalaman antara 30 dan 50m kelihatannya ada suatu keseimbangan antara kedua puncak tersebut, di mana faktor-faktor abiotis seperti sedimenatsi dan kuatnya arus akan membuat komunitas menjadi berkembang. Pada laut yang lebih dalam, padang Posidonia akan menyatu dengan pertumbuhan dari koral, dimana Posidonia akan menjadi kuat oleh dasar sedimentasi dengan sistem rimpang yang padat, sehingga konsekuensinya akan muncul kehidupan krustacea di mana mereka berkembang pada padang Posidonia. Suksesi ini berjalan lambat yang menurut GIACCONE (1970) formasi pada lapisan tipis 50 cm dari kehidupan karang pada kedalaman 50m membutuhkan waktu 2000 tahun. Di Karibia dan Tanjung Meksiko, komunitas Thalassia testudinum merupakan tingkat akhir dari suksesi. Komunitas dengan lumpur lembut, pasir, Porites, pecahan karang, karang padat semuanya akan berkembang menjadi sejumlah tingkatan sebagai satu komunitas terminal, di mana T. testudinum adalah faktor utama. Pada sepanjang pantai Pasifik, Amerika Utara, komunitas Phyllospadix merupakan satu-satunya tingkat dalam suksesi di hutan bawah laut. Phyllospadix dapat memelihara dirinya sebagai tingkat yang permanen pada suatu area di mana mereka dapat berkembang. Walaupun telah sering diusulkan oleh CHAPMAN (1960) bahwa tidak ada bukti bentuk komunitas lamun sebagai pendahulu dari tingkat suksesi di darat, dan juga tidak paralel dengan suksesi pada perairan air tawar. Komunitas lamun dibatasi hanya oleh komunitas payau atau mangrove (Den HATROG 1973).
kedalaman 10m, Cymodocea nodosa merupakan tumbuhan pionir yang muncul pada daerah dangkal di mana pasir sangat kaya dengan materi organik. Terjadinya stabilitas pada dasar perairan akan berguna untuk pertumbuhan horizontal dari rimpang (rhizome). Padang Posidonia secara umum lebih homogen pada suatu area. Lamun ini hidup pada kedalaman lebih dari 10m kecuali pada muara sungai atau pelabuhan. Vegetasi Posidonia yang tumbuh pada kedalaman antara 1 dan 10 m pada laut terbuka ini, biasanya akibat adanya erosi. Jika dasar perairan dari vegetasi Posidonia naik kira-kira lm menuju ke permukaan air, vegetasinya telah mencapai akhir perkembangannya. Suatu kenaikan lanjutan akan mengakibatkan degenerasi dari Posidonia dan akan terjadi erosi. Kehadiran komunitas Posidonia oceanica, jika tidak ada gangguan assosisi puncak (climax) pada atas sublittorl di Mediterranian, dan tidak ada kemampuan untuk berkembang lebih lanjut dan akan stabil. Tetapi assosiasi puncak ini juga akan dipenganuhi oleh gangguan ekologis dan mortalitas. Hal ini bisa menyebabkan adanya penurunan padang Posidonia, dan biasanya akan diikuti oleh perkembangan baru pada tingkat tertentu. Menurut GIACCONE (1970), pada kedalaman lebih dari 30m, komunitas Posidonia dapat kontak dengan komunitas puncak pada laut yang lebih dalam di
Struktur Komunitas Komunitas lamun telah diketahui sebagai komunitas dengan struktur yang cukup
13
Oseana, Volume XXV no. 3, 2000
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
sederhana. Secara umum belum diketahui kebenarannya, apakah komunitas lamun adalah komunitas pionir, transisi atau puncak, di mana lamun tersebut mempunyai ekologis spesifik. Telah diketahui bahwa struktur dari komunitas ini berhubungan dengan bentuk pertumbuhan yang dominan dari jenis yang muncul. Komunitas parvozosterid dan halophilid umumnya sangat sederhana. Lamun ini biasanya membentuk padang lamun dari 1 atau 2 jenis lamun. Komunitas ini berkembang dengan cepat dan akan menggangu tempat lamun ini tumbuh. Sebagian dari lamun, hampir tidak ada tanaman makroskopis yang tumbuh bersama di padang lamun. Algae rhizofitik biasanya tidak ada, dan ada sedikit epifit (terutama diatomea). Fauna epifitik diketahui sangat miskin. Fauna dasar sangat berbeda pada area yang tidak bervegetasi. Komunitas magnozosterid dan syringodiid memperlihatkan banyak perbedaan. Komunitas tersebut kadang-kadang hanya terdiri 1 jenis lamun, tetapi pada kasus lain dapat terdiri dari beberapa jenis lamun. Pada padang lamun yang berkembang baik, epifit flora dapat berkembang dengan baik pada bagian ujung dan daun, dapat lebih dari seratus jenis algae. Banyak dari epifit tersebut merupakan epifit sementara di mana mereka juga tumbuh pada karang dan algae dan beberapa dari mereka muncul hanya pada tingkat juvenil. Sejumlah epifit banyak yang hidup pada daun lamun. Pada seludang daun dan rimpang dari magnozosterid biasanya tanpa pertumbuhan algae. Magnozosterid tropis dan subtropis sering berassosiasi dengan algae hijau (Cauluerpa sp., Halimeda sp., Penicillus sp.,), di mana mereka menjalar atau membentuk struktur seperti akar. Di antara lamun dapat ditemukan adanya algae yang melayang karena adanya pasang-surut atau arus. Epifit fauna biasanya agak bermacammacam. Fauna dasar biasanya terlihat erat hubungannya dengan area yang tidak
mempunyai vegetasi, perbedaan ini secara alami, jumlah jenis, di mana lebih rendah pada padang lamun. Komunitas jenis enhalid dan amphibolid memperlihatkan adanya perbedaan, walaupun mereka secara normal terdiri hanya satu jems tumbuhan berbunga (angiospermae). Pada komunitas lamun ini assosiasi kedua epifit dapat diketahui, satu terdiri dari algae fotofilus dan satunya terdiri dari algae skifilus. Assosiasi fotofilus epifit lebih mirip dengan asosiasi epifit pada magnozosterid, tetapi terdiri dari jenis yang berkarakteristik. Vegetasinya cukup padat dan terdapat algae rhizofitik. Fauna dasar biasanya erat hubungannya dengan fauna dasar dari substrat karang dari pada fauna bersubstrat pasir atau lumpur. FUNGSI KOMUNITAS LAMUN
Beberapa fungsi dari komunitas lamun pada ekosistem perairan dangkal telah dikemukakan oleh para peneliti dari belahan dunia. Fungsi tersebut antara lain; sebagai produsen primer; sebagai stabilisator dasar perairan, sebagai pendaur hara, sebagai sumber makanan dan sebagai tempat asuhan. Produsen primer Lamun memfiksasi sejumlah karbon organik dan sebagian besar memasuki rantai makanan, baik melalui pemangsaan langsung oleh herbivora maupun melalui dekomposisi sebagai serasah. THAYER et al. (1975) memperkirakan laju produksi Zostera berkisar antara 300 - 600 g berat kering/m2/tahun. Untuk Thalasia, produksinya berkisar antara 15 - 1500 g berat kering/m2/tahun. Proses dekomposisi berlangsung selama dua kondisi, yaitu kondisi erobik dan anerobik (FENCHEL 1977). RANDALL (1967) di West Indies mendapatkan 30 jenis ikan pemakan lamun dari 59 jenis herbivora yang diamati isi
14
Oseana, Volume XXV no. 3, 2000
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
lambungnya. Meskipun demikian proses dekomposisi merupakan hal yang penting, di mana dekomposisi akan menghasilkan mated yang langsung dapat dikonsumsi oleh hewan pemakan serasah. Serasah yang mengendap akan dikonsumsi oleh fauna bentik, sedangkan partikel-partikel serasah di dalam kolom air merupakan makanan avertebrata pemakan penyaring. Kemudian pada gilirannya nanti hewan-hewan tersebut akan menjadi mangsa dari karnivora yang terdiri dari berbagai jenis ikan dan avertebrata. Selain itu, materi lamun berupa daundaun yang putus dan tanaman yang tercabut akan hanyut ke lingkungan sekelilingnya (Den HARTOG 1976). THAYER et al. (1975) memperkirakan bahwa 45% dari produksi lamun di Carolina Utara mungkin dibawa ke sistem di sekitannya. Beberapa peneliti memperkirakan bahwa padang lamun ini juga memberikan sumbangan terhadap produktivitas terumbu karang. (Den HARTOG 1976) memperkirakan bahwa serasah yang diproduksi oleh lamun mungkin membantu meningkatkan kelimpahan fito dan zooplankton di perairan terumbu karang. Sementara itu karang dan seluruh biota pemakan penyaring yang hidup di situ makan fito dan zooplankton tersebut. Dengan cara ini, energi yang diambil oleh lamun akan dialihkan ke ekosistem terumbu karang.
permukaan di bawahnya dan pada saat yang sama menjadikan air lebih jernih. Pendaur zat hara Lamun memegang fungi yang utama dalam daur berbagai zat hara dan oleh elemenelemen langka di lingkungan laut. Hubungan kimiawi antar lamun dan alage epifitik baru diteliti beberapa tahun yang lalu. HARLIN (1975) mendemonstrasikan bahwa fosfat yang diambil oleh daun-daun Phyllospadix dan Zostera dapat bergerak sepanjang helai daun dan masuk ke dalam algae epifitik. Lebih lanjut McROY & BERSDATE (1970) telah menunjukkan bahwa akar Zostera dapat mengambil fosfat yang keluar dari daun yang membusuk yang terdapat pada celah-celah sedimen. Zat hara tersebut secara potensial dapat digunakan oleh epifit apabila mereka berada dalam medium yang miskin fosfat. Beberapa jenis algae-biru-hijau yang bersifat epifitik pada Thalassia, memflksasi nitrogen dan menyebabkan nitrat yang terlarut mendapatkan jalan masuk ke inangnya (GOERING & PARKER 1972). Bakteri-bakteri rhizofora dari Thalassia, Syringodium, Haludole dan Zostera juga memflksasi nitrogen (HARLIN 1975) dengan cara yang sama seperti yang dilakukan di ekosistem darat. Nitrogen yang dibawa ke dalam sistem tumbuh-tumbuhan , baik oleh algae biru-hijau epifitik atau bakteri rhizofora akan adapat dipergunakan oleh jenis algae epifitik, baik melalui inangnya atau dari pengayakan terhadap air laut. McROY & GOERING (1974) mendemonstrasikan bahwa nitrogen yang diserap oleh akar Zostera ditranslokasikan melalui daun ke dalam epifit.
Stabilisator dasar perairan Sebagai akibat dari pertumbuhan daun yang lebat dan sistem perakaran yang padat, maka vegetasi lamun dapat memperlambat gerakan air yang disebabkan oleh arus dan ombak serta menyebabkan perairan di sekitarnya tenang. Hal ini dapat dikatakan bahwa komunitas lamun dapat bertindak sebagai pencegah erosi dan penangkap sedimen (RANDALL 1965; KIKUCHI & PERES 1977). Lebih lanjut THORHAUG & AUSTIN (1976) mengatakan bahwa rimpang dan akar lamun dapat menangkap dan menggabungkan sedimen sehingga meningkatkan stabilitas
Sumber makanan Lamun dapat dimakan oleh beberapa organisme. Dari avertebrata hanya bulu babi yang memakan langsung lamun, sedangkan dari vertebrata yaitu beberapa ikan (Scaridae, Acanthuridae), penyu dan duyung, sedangkan bebek dan angsa memakan lamun jika lamun tersebut muncul pada surut terendah.
15
Oseana, Volume XXV no. 3, 2000
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Telah diketahui bahwa sejumlah avertebrata memakan lamun sedikit sekali. Tetapi jika lamun tersebut hanyut dan terdampar di pantai mulai terjadi dekompoisi sehingga lamun akan dimakan oleh beberapa larvae dan Talitridae (Amphipoda). Selanjutnya telah diketahui bahwa makanan yang diproduksi oleh lamun yang berguna untuk fauna dasar melalui bentuk detritus. Hanya sedikit sekali pengetahuan tentang proses dekomposisi lamun. Deposit Thalassia sering ditemukan di laut dalam (MENZIES et al. 1967). Mungkin dekomposisi lamun terjadi pada keadaan erobik, di mana pada keadaan ini lamun akan diawetkan. Nilai detritus lamun sebagai sumber makanan telah diperdebatkan oleh beberapa biolog karena tingginya kandungan pentosan. Pentingnya lamun sebagai makanan untuk burung/unggas yang bermigrasi telah dipertunjukkan pada tahun 1930-an ketika Zostera marina telah musnah oleh penyakit "wasting"dan menghilang atau menurun jumlah distribusinya di daerah Atlantik. Berkurangnya lamun tersebut diikuti oleh menurunnya populasi angsa, Branta bernici dan B. canadensis.
Dari uraian fungsi komunitas lamun di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi dari padang lamun di perairan dangkal belum banyak diketahui. DAFFAR PUSTAKA ARBER, A. 1920. Water plants, a study of aquatic angiosperms. Gambridge. 436 p. CHAPMAN, VJ. 1960. Salt-marshes and salt deserts of the world. Leonard Hill. 238 p. DenHARTOG, C. 1967. The structural aspects in the ecology of sea-grass communities. Helgolander Wiss. Meeresunters 15:648-659. Den HARTOG, C. 1970. The seagrasses of the world. North-Holland, Amsterdam, 275 p. Den HARTOG, C. 1973. The dynamic aspect in the ecology of seagrass communities. Thalassia Jugoslavica 7: 101-112. Den HARTOG, C. 1976. The role of seagrass in shallow coastal waters in the Caribbean. Stinapa 11: 84-86. Den HARTOG, C. 1977. Structure, function and classification in seagrass communities. In: Seagrass ecosystems: a scientific perspective (C.P. McRoy and C. Helfferich, eds.). Marcel Dekker, Inc. New York. 89-12 1.
Tempat asuhan dan tempat tinggal Padang lamun merupakan daerah asuhan untuk beberapa organisme. Sejumlah jenis fauna tergantung pada padang lamun, walaupun mereka tidak mempunyai hubungan dengan lamun itu sendiri. Banyak dari organisme tersebut mempunyai kontribusi terhadap keragaman pada komunitas, tetapi tidak berhubungan langsung dengan kepentingan ekonomi. Tetapi beberapa organisme hanya menghabiskan sebagian waktu hidupnya di padang lamun dan beberapa dari mereka adalah ikan dan udang ekonomi penting. Telah diketahui bahwa pengerukan terhadap padang lamun di Florida mengakibatkan hilangnya udang komersil, Penaus duorarum.
FENCHEL, T. 1977. Aspects of the decomposition of seagrass. In: Seagrass ecosystem; a scientif perspective (C.P. McRoy and C. Heliferich, eds.) Martin Dekker, Inc. New York. 123-245. GIACCONE, G. 1970. The climax problem in the deep regions of the Mediterranean Sea. Thalassia Jugoslavica 6: 195-199. GOERING, J.J. and P.L. PARKER 1972. Nitrogen fixation by ephyphytes on seagrasses. Limnol Oceanogr. 17: 320323.
16
Oseana, Volume XXV no. 3, 2000
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
KIKUCHI, T and J.M. PERES 1977. Consumer ekology of seagrass beds. In: Seagrass ecosystem; a scientific perspective. Marcel Dekker, Inc. New York. 147-194.
Mediterraneen francis. Ann. Inst. Oceanogr. 27 (3): 157-234. RANDALL, J.E. 1965. Grazing effect on seagrass by herbivorous reef fishes in the West Indies. Ecology 46 : 225-260.
McROY, C.P. and R.J. BARSDATE 1970. Phosphate absorbtion in eelgrass. Limnol. Oceanogr. 51:6-13.
ROESSLER, M.A. and J.C. ZIEMAN 1969. The effects of thermal addition on tyhe biota of southern Biscayne Bay, Florida. Proc. Gulf. Caribb. Fisheries Institute 22:136-145.
McROY, C.P. and GOERING 1974. Nutrient transfer between the seagrass Zostera marina and its ephiphyythes. Nature 248 : 105-144
THORHAUG, A. and C.B. AUSTIN 1976. Restoration of seagrass with economic analysis. Env. Conserv. 3(4): 259-267.
MENZIES, F., J.S. ZANEVELD and R.M. PRATT 1967. Transported turtle grass as a sources organic enrichment of abysal sediments of North Carolina. Deep-Sea Research 14 : 111-112.
THAYER, G.W., S.M. ADAMS and M.W. LA CROIX 1975. Structural and fluctuation aspects of a recently established Zoster a marina community. Estuarine
MOLINIER, R. and J. PICARD 1952. Recherches sur les herbiera de phanerogames marines du littoral
Res. 1:518-540.
17
Oseana, Volume XXV no. 3, 2000