Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Semarang, 11 September 2012
Strategi Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan di Kabupaten Magelang MF. Anita Widhy Handari1*, Aziz Nur Bambang2, Hartuti Purnaweni3 1 Mahasiswa Program Magister Ilmu Lingkungan UNDIP Staf Pengajar Program Pascasarjana Ilmu Lingkungan UNDIP 3 Staf Pengajar Program Pascasarjana Ilmu Lingkungan UNDIP *
[email protected] 2
ABSTRACT Isu penting dalam pembangunan dewasa ini adalah pertanian berkelanjutan. Seiring dengan laju konversi lahan pertanian ke lahan non pertanian,sumberdaya pertanian yang perlu mendapatkan prioritas adalah lahan pertanian, terutama lahan pertanian pangan. Untuk mengendalikan konversi lahan pertanian ke non pertanian, melalui Undang Undang RI Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, diharapkan dapat mendorong ketersediaan lahan pertanian untuk menjaga kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan. Dalam rangka mengimplementasikan Undang Undang No. 41 Tahun 2009 tersebut, Kabupaten Magelang telah merencanakan pengelolaan lahan pertanian basah dan lahan pertanian kering seluas kurang lebih 42.070 hektar sebagai lahan perlindungan untuk mendukung perlindungan lahan pertanian berkelanjutan, yang tersebar di 21 kecamatan. Meetode yang digunakan dalam penelitian ini adalah diskusi dengan key person, data yang diperoleh dianalisa dengan AHP menggunakan expert choice. Berdasarkan hasil wawancara dengan key person dan AHP menunjukkan bahwa dalam upaya mencapai perlindungan lahan pertanian berkelanjutan di Kabupaten Magelang, aspek ekologi mempunyai prioritas tertinggi yaitu 53,5% kemudian aspek teknis 21,5%, aspek sosial 13% dan aspek ekonomi 12%. Alternatif konservasi tanah dan air menempati prioritas pertama dengan bobot 41,6%. Prioritas kedua adalah peningkatan kesuburan tanah dengan bobot 11,9%. Prioritas ketiga dengan bobot 8,6% adalah perbaikan sarana irigasi. Keywords: Konversi lahan, perlindungan lahan pertanian berkelanjutan, strategi.
1.
PENGANTAR
Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat dan dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi dan industri, menimbulkan konversi lahan pertanian. UUD 1945 mengamanatkan bahwa lahan pertanian pangan merupakan bagian dari bumi yang dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena negara Indonesia adalah negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani, sudah selayaknyalah jika negara perlu menjamin penyediaan lahan pertanian pangan yang berkelanjutan, sebagai sumber pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dengan mengedepankan prinsip kebersamaan, efisiesi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan dan kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan, kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Negara berkewajiban menjamin hak asasi warganegaranya atas kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan. Isu penting dalam pembangunan dewasa ini adalah pertanian berkelanjutan. Pertanian berkelanjutan adalah suatu proses yang memanfaatkan sumberdaya pertanian secara optimal untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat masa kini tanpa harus mengorbankan kebutuhan dan kesejahteraan generasi yang akan datang. Seiring dengan laju konversi lahan pertanian ke lahan non pertanian,sumberdaya pertanian yang perlu mendapatkan prioritas adalah lahan pertanian, terutama lahan pertanian pangan. Untuk mengendalikan kondisi ini, melalui Undang Undang RI Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, diharapkan dapat mendorong ketersediaan lahan pertanian untuk menjaga kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan. Dalam rangka mengimplementasikan Undang Undang No. 41 Tahun 2009 tersebut, Kabupaten Magelang, dalam RTRW nya Kabupaten Magelang telah merencanakan pengelolaan lahan pertanian basah dan lahan pertanian kering yang tersebar di 21 kecamatan. Oleh karena itu yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana pelaksanaan perlindungan lahan pertanian berkelanjutan di Kabupaten Magelang dan kebijakan apa yang perlu dirprioritaskan? 2.
METODOLOGI
Untuk menentukan strategi yang akan diterapkan dialukuan wawancara dan diskusi dengan key person, yaitu dengan Bappeda, BPN, Dinas Pertanian Tanaman pangan Perkebunan dan Kehutanan, LSM dan Akademisi. Data yang diperoleh dianalisa menggunakan AHP dengan expert choice.
76
3.
HASIL DAN DISKUSI
3.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Magelang merupakan wilayah yang terletak di tengah-tengah Provinsi Jawa Tengah. Dilihat secara geografis Kabupaten Magelang terletak diantara 1100 01’51” sampai dengan 1100 26’58” Bujur Timur dan 70 19’13” sampai dengan 70 42’16” Lintang Selatan. Kabupaten Magelang terdiri dari 21 kecamatan dan 372 desa. Luas wilayah Kabupaten Magelang adalah 108.573 Ha atau sekitar 3,34% luas Provinsi Jawa Tengah. Penggunaan lahan di Kabupaten Magelang terdiri dari penggunaan lahan sawah irigasi, sawah tadah hujan, kebun/perkebunan, hutan, semak belukar, tegal/ladang, rumput/tanah kosong, pemukiman, tubuh air dan jalan. Berkurangnya lahan pertanian di Kabupaten Magelang diakibatkan oleh adanya proses konversi lahan pertanian ke non pertanian, yang banyak terjadi di wilayah perkotaan maupun di pedesaan yang merupakan lokasi strategis. Konversi lahan pertanian sebagian besar untuk peruntukan perumahan,industri dan perdagangan. 3.2 Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Menurut Sabiham (2008), pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya untuk menghasilkan kebutuhan pokok manusia, yaitu sandang, pangan dan papan, sekaligus mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikannya. Definisi tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut: mantap secara ekologis, bisa berlanjut secara ekonomis, adil, manusiawi dan luwes. Dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional. Menurut Rustiadi dan Reti (2008), tersedianya sumberdaya lahan pertanian pangan yang berkelanjutan merupakan syarat untuk ketahanan pangan nasional. Ketersedian lahan pertanian pangan berkaitan erat dengan beberapa hal, yaitu : 1) Potensi sumberdaya lahan pertanian pangan, 2) Produktivitas lahan, 3) Fragmentasi lahan pertanian, 4) Skala luasan penguasaan lahan pertanian, 5) Sistem irigasi, 6) land rent lahan pertanian, 7) Konversi, 8) Pendapatan petani, 9) Kapasitas SDM pertanian serta 10) kebijakan di bidang pertanian. Penetapan lahan pertanian abadi merupakan salah satu opsi kebijakan yang oleh sebagian pihak dianggap paling tepat untuk mencegah proses alih fungsi lahan pertanian. Pada dasarnya lahan pertanian abadi adalah penetapan suatu kawasan sebagai daerah konservasi, atau perlindungan, khusus untuk usaha pertanian. Alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian dilarang dengan suatu ketetapan peraturan perundang-undangan. Jika dapat dilaksanakan secara efektif maka pastilah konversi lahan di kawasan konservasi tersebut tidak akan terjadi. Secara teoritis, dengan asumsi dapat diefektifkan, opsi kebijakan inilah yang paling ampuh untuk mencegah konversi lahan pertanian (Simatupang dan Irawan, 2003) Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan, tujuan dari perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah: 1. Melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan 2. Menjamin ketersediaan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan 3. Mewujudkan kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan 4. Melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani 5. Meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan masyarakat 6. Meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani 7. Meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak 8. Mempertahankan keseimbangan ekologis 9. Mewujudkan revitalisasi pertanian 3.3 Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan di Kabupaten Magelang Kawasan pertanian di Kabupaten Magelang terdiri dari lahan basah dan lahan kering, penyebarannya meliputi seluruh kecamatan kecuali Kecamatan Ngablak dan Kecamatan Pakis. Kecamatan dengan luasan lahan pertanian terbesar adalah Kecamatan Salaman, Mungkid, Mertoyudan, Secang, Grabag, Dukun, Bandongan dan Kajoran. Kawasan lahan pertanian basah di Kabupaten Magelang memiliki fungsi dan peran penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan secara mandiri. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan berkelanjutan, dimana yang dimaksud dengan “Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan” adalah merupakan sebidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan nasional. Yang dimaksud dengan pangan pokok dalam undang-undang ini tidak menunjuk langsung pada beras, tetapi juga termasuk bahan pangan pokok lain seperti umbi-umbian, jagung dan lainnya. Sehingga yang dimaksud dengan lahan pertanian berkelanjutan disini meliputi lahan sawah sebagai penggasil bahan pangan pokok beras dan lahan kering sebagai sumber pangan non beras. Lahan pertanian basah dan kering di Kabupaten Magelang dikelola untuk mendukung perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan seluas kurang lebih 42.070 (empat puluh dua ribu tujuh puluh) hektar yang tersebar di 21 (dua puluh satu) kecamatan. Rincian luas lahan pertanian berkelanjutan di Kabupaten Magelang adalah sebagai berikut: 77
Tabel. 1. Luas lahan Pertanian Berkelanjutan di Kabupaten Magelang Kecamatan
Luas wilayah
Luas Sawah
Luas Tegalan/Kebun
Luas LPPB
Luas LPPB (%)
Bandongan
4.579,00
2.599,01
337,89
2.936,90
64,14
Borobudur
5.455,00
797,21
196,09
993,30
18,21
Candimulyo
4.695,00
1.032,58
490,79
1.523,37
32,45
Dukun
2.840,00
1.004,84
192,23
1.197,07
42,15
Grabag
7.716,00
2.372,04
913,33
3.285,37
42,58
Kajoran
8.341,00
2.050,96
16,89
2.067,85
24,79
Kaliangkrik
5.734,00
1.581,69
540,79
2.122,48
37,02
Mertoyudan
4.535,00
1.227,89
468,83
1.696,72
37,41
Mungkid
3.740,00
2.335,48
293,66
2.629,14
70,30
Muntilan
2.861,00
1.297,05
217,55
1.514,60
52,94
Ngablak
4.380,00
1.423,59
221,91
1.645,50
37,57
Ngluwar
2.244,00
725,99
100,67
826,66
36,84
Pakis
6.956,00
2.159,26
38,08
2.197,34
31,59
Salam
3.165,00
740,10
285,03
1.025,13
32,39
Salaman
6.887,00
1.784,67
198,18
1.982,85
28,79
Sawangnan
7.237,00
2.354,85
539,41
2.894,26
39,99
Secang
4.734,00
3.180,95
440,10
3.621,05
76,49
Srumbung
5.340,00
1.049,22
709,99
1.759,21
32,94
Tegalrejo
3.589,00
1.513,51
508,77
2.022,28
56,35
Tempuran
4.904,00
1.106,65
680,90
1.787,55
36,45
Widusari
6.165,00
1.818,20
532,17
2.350,37
38,12
106.097,00
34.155,74
7.923,26
42.079,00
39,66
Jumlah
Sumber : Dokumen Penyusunan RTR PLPB Kabupaten Magelang,2011 3.4 Strategi Kebijakan Dalam menentukan pilihan strategi dalam perlindungan lahan pertanian berkelanjutan di Kabupaten Magelang, dilakukan diskusi dengan key person yang berkompeten dengan perlindungan lahan pertanian berkelanjutan, yaitu: - Ir. Hery Purnomo, selaku Sekretaris Dinas Pertanian Tanaman Pangan Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Magelang - Zaenal Fuad, selaku Kepala Sub Bidang Penataan Ruang Bappeda Kabupaten Magelang - Murih Adi, selaku Kepala Sub Seksi Penatagunaan Tanah BPN Kabupaten Magelang - Ir. Sukam, selaku akademisi dari Politeknik Muhammadiyah Magelang - Sukirman, SP perwakilan dari LSM Wahana Belajar Petani. Berdasarkan hasil wawancara dengan key person diperoleh beberapa rekomendasi yang diusulkan adalah sebagai berikut: a. Konservasi tanah dan air, yaitu upaya-upaya yang dilakukan untuk memperbaiki kondisi tanah dan air agar dapat mendukung proses produksi pertanian. b. Peningkatan kesuburan tanah yang dilakukan dengan pemupukan berimbang. c. Penggunaan benih unggul, yaitu dengan mengadakan penelitian yang bertujuan untuk menemukan benih unggul maupun dengan mengadakan bantuan benih unggul pada masyarakat melalui kelompok-kelompok tani. 78
d. Perbaikan sarana irigasi, yaitu upaya perbaikan jaringan irigasi baik jaringan irigasi tingkat usaha tani maupun jaringan irigasi desa. e. Pertanian organik, yaitu upaya membudayakan sistem pertanian organik yang ramah lingkungan. f. Penyuluhan tentang konversi lahan, merupakan upaya untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang akibat lebih lanjut dari konversi lahan pertanian. g. Sosialisasi perlindungan lahan pertanian berkelanjutan, merupakan upaya mengenalkan pada masyarakat tentang UU No. 41 Tahun 2009 tentang perlindungannlahan pertanian berkelanjutan. h.Perubahan pola hidup masyarakat dalam hal pemenuhan kebutuhan akan perumahan, yaitu memberikan pengertian pada masyarakat bahwa pengembangan perumahan tidak harus selalu melebar tapi keatas sehingga kebutuhan akan tanah untuk perumahan dapat di kurangi, misalnya dengan program rumah susun. i. Adanya teknik insentif dan disinsentif, yaitu pemberian penghargaan pada masyarakat yang belum melakukan konversi lahan maupun sanksi pada yang melakukan konversi j. Perbaikan infrastruktur pendukung, yaitu perbaikan infrastruktur pendukung seperti sarana jalan pada lokasi yang direncanakan sebagai daerah pemukiman. k. Penyediaan sarana pemasaran, seperti misalnya pembangunan sub terminal agribisnis untuk mengakomodasi hasil pertanian. l. Jaminan harga produk pertanian, merupakan jaminan harga bagi produk pertanian sehingga petani tidak selalu mengalami kerugian.. Hasil AHP dengan menggunakan expert choice diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel.2. Kriteria PLPB Aspek Bobot Ekologi Teknis Sosial Ekonomi
Gambar 1. Pendapat Responden tentang PLPB
53.5 21.5 13.0 12.0
Pendapat gabungan para responden menunjukkan bahwa aspek ekologi dengan bobot 53,5% merupakan aspek paling penting dalam perlindungan lahan pertanian berkelanjutan. Aspek berikutnya adalah aspek teknis dengan bobot 21,5%, aspek sosial dengan bobot 13% dan aspek yang terakhir adalah aspek ekonomi dengan bobot 12%. Nilai inconsistensi ratio = 0,08, berati hasil analisa tersebut dapat diterima karena lebih kecil dari batas maksimum, yaitu 0,1. Terpilihnya aspek ekologi sebagai prioritas utama menunjukkan bahwa perlindungan lahan pertanian berkelanjutan berkaitan erat dengan kelestarian lingkungan, karena lahan pertanian dalam hal ini sawah dipandang sebagai sistem pertanian yang berkelanjutan. Sawah merupakan sistem pertanian yang berkelanjutan karena ekosistem sawah yang relatif stabil, dengan tingkat erosi dan pencucian hara yang kecil. Selain itu tingkat efisiensi penggunaan air sawah relatif tinggi karena adanya lapisan kedap air di bawah lapisan top soil. Hasil analisa secara keseluruhan terhadap alternatif perlindungan lahan pertanian berkelanjutan dan skala prioritasnya dapat dilihat bahwa alternatif konservasi tanah dan air menempati prioritas pertama dengan bobot 41,6%. Prioritas kedua adalah peningkatan kesuburan tanah dengan bobot 11,9%. Prioritas ketiga dengan bobot 8,6% adalah perbaikan sarana irigasi. Konservasi tanah dan air merupakan prioritas utama karena merupakan bagian terpenting dalam budi daya pertanian. Dalam arti luas konservasi tanah merupakan penggunaan sebidang tanah sesuai dengan kemampuannya agar tidak merusak tanah tersebut. Sedangkan konservasi air adalah penggunaan air yang jatuh diatas sebidang tanah untuk kegiatan pertanian secara efisien. Keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat, sebab segala sesuatu tindakan konservasi tanah pada sebidang lahan akan mempengaruhi tata guna air pada lahan tersebut. Jadi dapat dikatakan segala sesatu tindakan yang dilakukan untuk mengkonservasi tanah adalah juga merupakan tindakan konservasi akan air. Konservasi tanah dan air dianggap penting karena, dampak dari kerusakan tanah tidak secara langsung berpengaruh pada pada hasil panen, tetapi tanpa adanya upaya konservasi, produktivitas lahan pertanian yang tinggi dan usaha pertanian tidak akan berkelanjutan. Metode konservasi tanah dan air dapat dilakukan baik secara vegetatif, mekanik maupun secara kimia. Secara vegetatif misalnya dengan penanaman penutup lahan, penanaman dengan lajur berselang seling, menanam sesuai garis kontur, pergiliran tanaman, dan reboisasi atau penghijauan. Konservasi secara mekanik dilakukan dengan pengolahan 79
tanah, pembuatan terasering pada lahan miring. Secara kimia konservasi tanah dan air dilakukan dengan penambahan bahan kimia sebagai pemantap tanah sehingga tanah dapat resisten terhadap erosi. Hambatan yang dihadapi dalam permasalahan konservasi tanah dan air adalah bahwa teknik konservasi belum diterapkan dan belum dianggap penting oleh petani dalam usahataninya. Selain itu sempitnya kepemilikan lahan juga merupakan salah satu penyebab kurang dianggap pentingnya konservasi. Secara terperinci hasil analisa secara keseluruhan terhadap alternatif perlindungan lahan pertanian adalah sebagai berikut: Tabel. 3. Alternatif PLPB Alternatif Konservasi Tanah dan Air Peningkatan Kesuburan Tanah Perbaikan Sarana Irigasi Benih Unggul Teknik Insentif dan Disinsentif Sosialisasi PLPB Penyuluhan Konservasi Lahan Pertanian Organik Perbaikan Infrastruktur Pendukung Perubahan Pola Hidup Penyediaan Sarana Pemasaran Jaminan Harga Produk
Gambar 2. Prioritas Alternatif PLPB Bobot 41.6 11.9 8.6 8.0 6.4 5.5 5.5 4.9 2.6 2.9 1.6 1.3
Demikian pula halnya dengan peningkatan kesuburan tanah, menjadi penting dalam upaya perlindungan lahan pertanian berkelanjutan karena dengan terjaganya kesuburan tanah, usaha pertanianpun akan berkelanjutan. Upaya penambahan kesuburan dapat dilakukan dengan pemupukan berimbang dengan tetap memperhatikan kondisi lingkungan, oleh karena itu perlu sekiranya penggunaan pupuk organik yang ramah lingkungan. Mengingat praktek pertanian yang selama ini dijalankan secara konvensional menimbulkan adanya kerusakan lingkungan. 4.
KESIMPULAN
1. Untuk mendukung perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan Kabupaten Magelang mengeelola lahan pertanian basah dan kering seluas kurang lebih 42.070 (empat puluh dua ribu tujuh puluh) hektar yang tersebar di 21 (dua puluh satu) kecamatan. 2. Prioritas strategi dalam rangka perlindungan lahan pertanian berkelanjutan di Kabupaten Magelang adalah dari aspek ekologi dan teknis dengan alternatif kegiatan berupa konservasi tanah dan air, peningkatan kesuburan tanah dan perbaikan sarana irigasi. 5. REFERENSI Rustiadi,E. 2001. Alih Fungsi lahan Dalam Perspektif Lingkungan Perdesaan. Makalah disampaikan pada Lokakarya Penyusunan Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Lingkungan Kawasan Perdesaan di Cibogo,Bogor. 10-11 Mei 2001. 11p. Rustiadi, E dan W. Reti .2008. Urgensi Lahan Pertanian pangan Abadi dalam Perspektif Ketahanan Pangan, dalam Arsyad,S dan E. Rustiadi (Ed), Penyelamatan tanah, Air dan Lingkungan. Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia .p 61-86 Saaty, L. Thomas. 1993. Decision making for Leaders The Analytical hierarchy process for decisions in Complex World. (Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin, diterjemahkan Oleh Liana Setiono). Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. 270p. -----------. 2008. Decision Making With The Analytic Hierarchy Process. Int. J. Services Sciences. 1(1):83-98 Sabiham, S .2008. Manajemen Sumberdaya Lahan dan Usaha Pertanian Berkelanjutan, dalam Arsyad,S dan E. Rustiadi (Ed), Penyelamatan tanah, Air dan Lingkungan. Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia .p.3-16 Simatupang, P dan B. Irawan. 2003. Pengendalian Konversi Lahan Pertanian: Tinjauan Ulang Kebijakan Lahan Pertanian Abadi. Proseding Seminar Nasional Multifungsi dan Konversi Lahan Pertanian. Bogor 2 Oktober dan Jakarta 25 Oktober 2002. ISBN 979-9474-20-5:67-83. UU No.41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan. 80