STRATEGI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (TUNANETRA) DALAM PEMBELAJARAN BACA TULIS AL QURAN PADA ANAK TUNANETRA DI SLB WANTUWIRAWAN SALATIGA TAHUN AJARAN 2015/2016
SKRIPSI Disusun Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh : MILKHATUNNIKMAH NIM: 111-12-068
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2016 i
ii
iii
iv
v
MOTTO “Orang yang tidak mengetahui dan mensyukuri nikmat Allah berupa indera adalah orang yang tidak mengetahui sumber kehidupan yang amat besar” (Abbas As-Siisy)
vi
PERSEMBAHAN Segenap rasa syukur dari hati yang paling dalam terselesainya skripsi ini, saya persembahkan kepada: Untuk kedua orang tuaku Ayahanda Joko Siswanto dan Ibunda Juwarni yang tak kenal lelah memberikan doa, semangat dan bimbingannya hingga saat ini. Sehingga aku mampu melangkah jauh kedepan dan menjadi pribadi yang jauh lebih baik. Untuk kakak dan adikku , Mba Hesti Vita Sari, Mas’ud, Kakakku Saechudin, Mba Muntamah dan saudarasaudaraku
keluarga
besar
Materojo
yang
selalu
memberi doa dan dukungan dalam segala hal. Untuk
seluruh
sahabatku
satu
angkatan,
satu
perjuangan yang tidak bisa aku sebutkan satu-satu yang selalu memberi bantuan, dukungan, dan motivasi setiap langkahku.
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan banyak rahmat dan hidayah-Nya, sehingga bisa menikmati indahnya Islam di dunia ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan pada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari zaman kegelapan hingga zaman yang terang benderang dan yang selalu dinantikan syafaatnya di hari kiamat kelak. Segala syukur penulis panjatkan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “STRATEGI GURU PENDIDIKAN
AGAMA
ISLAM
(TUNANETRA)
DALAM
PEMBELAJARAN BACA TULIS AL QURAN PADA ANAK TUNANETRA DI SLB WANTUWIRAWAN SALATIGA TAHUN AJARAN 2015/2016” Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar S1 Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan di dalamnya. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis tidak akan bisa menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1.
Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga
2.
Bapak Suwardi, M.Pd. selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
3.
Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
viii
4.
Ibu Dr. Hj. Lilik Sriyanti, M.Si. selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah mencurahkan pikiran, tenaga, dan pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5.
Bapak Dr. H. Miftahuddin, M.Ag. selaku Pembimbing Akademik.
6.
Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi ini.
7.
Kepala sekolah, guru, dan siswa SLB WANTUWIRAWAN Salatiga yang telah memberikan ijin serta membantu penulis dalam melakukan penelitian di sekolah tersebut.
8.
Bapak, ibu, keluarga, dan seluruh pihak yang selalu mendorong dan memberikan motivasi dalam menyelesaikan kuliah di IAIN Salatiga.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi semua orang pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun sangat diperlukan dalam kesempurnaan skripsi ini.
Salatiga, 31 Agustus 2016 Penulis
Milkhatunnikmah NIM. 111-12-068
ix
ABSTRAK Milkhatunnikmah, 2016. Strategi Guru Pendidikan Agama Islam (Tunanetra) dalam Pembelajaran Baca Tulis Al Quran pada Anak Tunanetra di SLB Wantuwirawan Salatiga. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.Pembiming Dr. Hj. Lilik Sriyanti M.Si. Kata kunci : Strategi dan Tunanetra Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi yang digunakan guru PAI berkebutuhan khusus dalam pembelajaran BTA pada anak tunanetra sesuai dengan kompetensi siswa pada pendidikan menengah atas di SLB Wantuwirawan Salatiga. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah 1) Strategi yang digunakan oleh guru PAI (tunanetra)?, 2) Bagaimana pelaksanaan dalam pembelajaran baca tulis Al Quran, problematika yang dihadapi, dan Solusi yang pada anak tunanetra di SLB Wantuwirawan Salatiga ?. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan metode observasi lapangan, wawancara dan dokumentasi dari sumber data. Subyek penelitian adalah Guru PAI, Kepala Sekolah, dan siswa tingkat menengah atas di SLB Wantuwirawan Salatiga. Hasil dari penelitian yang penulis lakukan menunjukkan bahwa 1) strategi pembelajaran baca tulis Al Quran yang diterapkan oleh guru PAI (low vision) di SLB Wantuwirawan berbeda dengan guru – guru PAI pada umumnya yaitu dengan menggunakan strategi yang berpusat pada siswa dengan prinsip individual dan lebih memilih duduk di tempat dekat siswa. Metode yang digunakan adalah metode ceramah, praktek dan metode diskusi, 2) Pelaksanaan yang terstruktur dari awal pengenalan huruf hijaiyah sampai tajwid dengan menggunakan media Al Quran braille, riglet dan buku braille secara bergantian berdasarkan kemampuan siswa dengan cara mendikte. Memberlakukan simakan bagi yang sudah membaca dengan bimbingan satu per satu dan perkata bukan per ayat, adanya diskusi agar siswa tidak merasa jenuh, memberikan masukan terhadap hasil siswa setiap selesai pembelajaran, memberikan motivasi dan reward, Problematika yang muncul dalam proses pembelajaran berasal dari siswa karena masih kurang dalam perabaan, sulitnya menghafal tajwid, dan pengucapan huruf hijaiyah, kesulitan menulis dengan reglet, sering lupa dengan tugas, sedangkan guru karena keterbatasan melihat membuat guru kurang begitu menguasai kelas dan pemantauan terhadap siswa. Solusi untuk mengatasi problematika, siswa memperbanyak latihan baik menulis maupun membaca dengan cara memanfaatkan waktu jam pelajaran yang kosong, mengadakan lomba ketika pesantren kilat dengan menghafal surat pendek, ada bimbingan tersendiri bagi siswa yang belum bisa, sedangkan guru sering bekerjasama dengan guru lain dan mengikuti latihan baik tingkat kota maupun provinsi.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i HALAMAN BERLOGO ................................................................................. ii HALAMAN NOTA PEMBIMBING ............................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ...................................................... v MOTTO ........................................................................................................... vi PERSEMBAHAN ............................................................................................ vii KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii ABSTRAK ....................................................................................................... x DAFTAR ISI .................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1 A. Latar Belakang .............................................................................. 1 B. Fokus Penelitian ............................................................................ 5 C. Tujuan Penelitian........................................................................... 6 D. Manfaat Penelitian......................................................................... 6 E. Penegasan Istilah ........................................................................... 7 F. Metode Penelitian .......................................................................... 9 G. Sistematika Penulisan.................................................................... 17 BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................... 16 A. Penelitian Terdahulu ...................................................................... 18 B. Landasan Teori ............................................................................... 20
xi
1. Strategi Mengajar.. ............................................................. 20 2. Guru Pendidikan Agama Islam...... .................................... 25 3. Pembelajaran Baca Tulis Al Quran.......... .......................... 28 4. Tunanetra............................................................................ 32 5. Pembelajaran bagi Anak Tunanetra. .................................. 35 BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ......................... 39 A. Paparan Data SLB Wantuwirawan Salatiga .................................. 39 B. Temuan Penelitian ......................................................................... 50 1. Strategi Guru PAI Berkebutuhan Khusus dalam Pembelajaran Baca Tulis Al Quran pada Anak Tunanetra di SLB Wantuwirawan Salatiga .................................................................................... 50 2. Pelaksanaan, Problematika, dan Solusi dalam Pembelajaran Baca Tulis Al Quran pada Anak Tunanetra di SLB Wantuwirawan Salatiga .................................................................................... 54 BAB IV ANALISIS DATA ............................................................................. 63 A. Strategi Guru PAI Berkebutuhan Khusus di SLB Wantuwirawan Salatiga .......................................................................................... 63 B. Pelaksanaan, Problematika, dan Solusi dalam Pembelajaran Baca Tulis Al Quran pada Anak Tunanetra di SLB Wantuwirawan Salatiga ....................................................................................................... 70 BAB V PENUTUP ........................................................................................... 76 A. Kesimpulan.................................................................................... 77 B. Saran .............................................................................................. 79
xii
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 80 RIWAYAT HIDUP PENULIS ........................................................................ 83 LAMPIRAN-LAMPIRAN...............................................................................
xiii
DAFTAR BAGAN / TABEL
Bagan 3.1 Struktur Organisasi SLB Wantuwirawan Salatiga .......................... 43 Tabel 3.2 Daftar Guru ...................................................................................... 46 Tabel 3.3 Daftar Barang/ Perkakas .................................................................. 49 Tabel 3.4 Daftar Sarana Ibadah ........................................................................ 50
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar SKK 2. Nota Pembimbing Skripsi 3. Lembar Konsultasi 4. Hasil Wawancara 5. Dokumentasi
xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Al Quran merupakan kitab suci yang dijadikan sebagai pegangan hidup umat Islam sedunia yang diturunkan kepada Rasulullah SAW untuk seluruah umat manusia. Al Quran mengajarkan kepada manusia tentang akidah tauhid juga mengajarkan manusia tata cara beribadah kepada Allah untuk membersihkan sekaligus menunjukkan kepada manusia kebaikan dalam kehidupan pribadi dan kemasyarakatannya. Berbagai kemuliaan yang ada di dalam Al Quran seluruh umat muslim diperintahkan untuk mempelajari Al Quran yang dimulai dengan belajar membaca, mengartikan, menafsirkan, menulis, dan mengamalkan Al Quran dalam kehidupan. Seperti yang telah ditegaskan dalam firman Allah QS Al A’la : 1-5
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tdak diketahuinya. Jelas dari ayat di atas bahwa Allah memerintahkan umatNya untuk belajar salah satunya dengan cara membaca. Membaca adalah pintu gerbang ilmu pengetahuan dimana dengan membaca segala informasi
1
dapat diperoleh dengan indera kemudian dicerna oleh otak dan memberikan respon untuk diaplikasikan. Apalagi mempelajari Al Quran dengan berbagai kemuliaan yang dapat diamalkan sehingga mendapat pahala dari Sang Maha Segalanya. Untuk dapat mempelajari Al Quran yang pertama dilakukan umat muslim adalah dengan membaca bagi yang mereka memiliki kemampuan melihat dengan indera penglihatan normal. Lalu bagaimana dengan seseorang yang memiliki keterbatasan penglihatan ketika akan mempelajari Al Quran. Padahal pendidikan membaca bukan hanya diperuntukan untuk anak yang normal, lalu bagaimana untuk anak yang berkebutuahan khusus, seperti anak yang tidak dapat melihat. Mereka yang memiliki keterbatasan tentu membutuhkan bantuan orang lain untuk dapat melakukan aktivitas yang dikehendaki. Dengan adanya anak yang memiliki keterbatasan banyak dari mereka yang masuk kesekolah – sekolah karena sadar akan pendidikan. Allah juga berjanji akan meninggikan derajat – derajat orang yang berilmu seperti yang telah dijelaskan dalam QS. Al Mujadilah : 11
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
2
pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Islam menganggap pendidikan begitu penting, maka seluruh umat Allah diwajibkan mencari ilmu sejak dari dalam kandungan sampai akhir hayat, dan dalam keadaan apapun termasuk bagi anak yang memiliki kekurangan dari segi fisik maupun psikis (anak berkebutuhan khusus). Anak berkebutuhan khusus (ABK) menurut Heward adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu
menunjukan
pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik
(Suharlina &Hidayat,2010 :5). Hak pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus ditekankan dalam UU Nomor 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat, meliputi jenjang, jalur, satuan, bakat , minat, dan kemampuannya tanpa diskriminasi. UU Nomor 4 tahun 1997 pasal 12 juga mewajibkan lembaga – lembaga pendidikan umum menerima para ABK sebagai siswa (Santoso, 2010 :136). Dengan adanya undang – undang yang ada untuk ABK merupakan bentuk perhatian pemerintah terhadap pendidikan ABK sama dengan anak lain pada umunya. Allah tidak mebeda – bedakan ketika melihat hambaNya dalam belajar, semuanya sama. Allah menciptakan semua makhluk mempunyai maksud dan tujuan serta adanya hikmah yang dapat diambil para hambaNya. Sebagai umat muslim, wajib baginya untuk mempelajari Al Quran karena Al Quran kitab suci sekaligus menjadi pedoman hidup umat Islam.
3
Belajar Al Quran dilakukan sejak dini, dengan segala usaha untuk memperoleh pendidikan Al Quran diantaranya datang ke masjid belajar dengan guru ngaji, adanya tempat pendidikan Al Quran yang begitu banyak dijalankan di masjid – masjid saat ini. Tak kalah pentingnya di sekolah sekarang memberikan pendidikan Al Quran kepada anak didik supaya lebih memahami kandungan dalam Al Quran dan tentu menjadi penghargaan tersendiri ketika anak mampu membaca dengan tartil, menulis ayat suci Al Quran dengan indah bahkan menjadi juara dalam lomba. Belajar membaca dan menulis Al Quran juga diperuntukkan bagi anak yang memiliki hambatan, seperti anak yang mempunyai hambatan penglihatan tetap belajar dengan keadaan dan kemampuan yang dimiliki. Di Sekolah Luar Biasa Wantuwirawan Salatiga yang terletak di Jalan Argoboga 282 Salatiga ini telah menerima berbagai anak yang memiliki dengan keterbatasan seperti anak tunarungu, tunanetra, tunadaksa, dan tunagrahita. Mereka semua diberikan pendidikan Agama Islam bagi yang muslim bahkan peserta didik tunanetra sudah menjuarai MTQ sekota Salatiga, terbukti sekolah luar biasa ini memiliki cara tersendiri yang diperuntukkan untuk peserta didiknya, khususnya diperoleh dari guru itu sendiri yang tak lepas bekerja sama dengan lembaga dan wali murid. Menurut Depag RI Pendidikan Agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran – ajaran Islam serta menjadikannya sebagai way of life (jalan hidupnya)
4
(Majid,2012 :21). Agama Islam tak lepas dari kitab sucinya yaitu Al Quran, maka sebagai guru Pendidikan Agama Islam dalam penyampaian pembelajaran agama Islam tidak lepas dari pendidikan Al Quran dengan berbagai cara dalam penyampaiannya, demi kesuksesan anak didiknya dalam mempelajari Al Quran. Adanya penghargaan tersendiri ketika guru agama Islam yang mendidik juga memiliki keterbatasan dalam melihat bisa menyampaikan materi agama Islam kepada anak didik di sekolah luar biasa termasuk mengajar bagaimana membaca dan menulis Al Quran bagi anak yang berkebutuhan khusus pasti memerlukan usaha keras untuk bisa berinteraksi dan mendidik anak agar berhasil dengan hambatan yang dimiliki anak. Maka disini penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul STRATEGI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (TUNANETRA) DALAM PEMBELAJARAN BACA TULIS AL QURAN (BTQ) PADA ANAK TUNANETRA (STUDI KASUS SLB WANTU WIRAWAN SALATIGA ) B. Fokus Penelitian Untuk membatasi pokok bahasan dalam penelitian ini, penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Strategi apa yang digunakan guru Pendidikan Agama Islam (Tunanetra) dalam pembelajaran baca tulis Al Quran pada anak tunanetra di SLB Wantu Wirawan Salatiga?
5
2. Bagaimana pelaksanaan, problematika dan solusi dalam pembelajaran baca tulis Al Quran pada anak tunanetra di SLB Wantuwirawan Salatiga? C. Tujuan penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui strategi guru Pendidikan Agama Islam (Tunanetra) dalam pembelajaran baca tulis Al Quran pada anak tunanetra di SLB Wantuwirawan. 2. Mengetahui pelaksanaan, problematika, dan solusi dalam pembelajaran baca tulis Al Quran pada anak tunanetra di SLB Wantuwirawan Salatiga. D. Manfaat penelitian Hasil penelitian diharapkan memberikan informasi yang jelas tentang strategi guru Pendidikan Agama Islam berkebutuhan khusus dalam pembelajaran baca tulis Al Quran pada anak tunanetra, sehingga dapat memberikan manfaat : 1. Secara teoritis a. Diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu dalam pembelajaran baca tulis Al Quran pada anak tunanetra. b. Diharapkan penelitian ini memberikan pengetahuan tentang strategi guru Pendidikan Agama Islam berkebutuhan khusus dalam pembelajaran baca tulis Al Quran pada anak tunanetra.
6
2. Secara praktis a. Sebagai masukan pada orang tua untuk meningkatkan pengetahuan baca tulis Al Quran pada anak tunanetra. b. Sebagai masukan pada guru untuk memperbaiki proses pembelajaran baca tulis Al Quran pada anak tunanetra. E. Penegasan istilah : Untuk menghindari salah pengertian dan salah penafsiran pada judul diatas,
perlu
penulis
jelaskan
sesuai
dengan
interprestasi
yang
dimaksudkan: 1. Strategi Strategi pada awalnya digunakan untuk kepentingan militer saja, tetapi kemudian berkembang ke berbagai bidang yang bebeda seperti strategi
bisnis, olah raga,
catur,
ekonomi, pemasaran,
perdagangan, manajemen strategi dan pendidikan. Sedangkan dalam kamus Psikologi, strategi adalah (Kartono, 2000: 488). a. Prosedur yang diterima dan dipakai dalam suatu upaya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, seperti pemecahan suatu masalah. b.Satu metode umum untuk memecahkan permasalahan permasalahan. 2. Guru Pendidikan Agama Islam Pendidik adalah sebutan lain dari seorang guru. Guru adalah suatu jabatan profesional yang memiliki peranan dan kompetensi profesional (Hamalik, 1991 :9). Menurut Asdiqoh (2013 :17) Guru adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak didik, guru
7
adalah seorang arsitektur yang dapat membentuk jiwa dan watak anak didik, guru bertugas mempersiapkan manusia susila yang cakap yangdapat diharapkan membangun dirinya dan membangun bangsa dan negara. Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga
mengimani,
bertakwa,
dan
berakhlak
mulia
dalam
mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al Quran, dan Al Hadist, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman (Majid, 2014 :11). Dapat diambil kesimpulan guru Pendidikan Agama Islam adalah seseorang yang memiliki tanggung jawab mencerdaskan anak bangsa dengan menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam. Disini yang dimaksudkan guru pendidikan Agama Islam dalam penelitian ini adalah guru yang memiliki keterbatasan melihat (tunanetra) akan tetapi masih bisa melihat dengan samar – samar dengan kata lain low vision. Guru tersebut mengajar anak didik dari SD sampai SMA di SLB Wantuwirawan Salatiga. 3. Pembelajaran Baca Tulis Al Quran bagi Tunanetra Pembelajaran pada hakikatnya merupakan pelayanan khusus diperuntukan bagi siswa (peserta didik) (Tohirin, 2008:18) . menurut Gagne dan Brigga dalam (Majid, 2012 :269) pembelajaran adalah
8
rangkaian peristiwa (events) yang memengaruhi pembelajaran sehingga proses belajar dapat berlangsung dengan mudah. Pembelajaran adalah suatu proses komunikasi dalam aktivitas pendidikan (Majid, 2012: 265). Membaca Al Quran adalah kegiatan melafalkan ayat – ayat Al Quran dengan tartil serta mengamalkan dalam kehidupan (Khaled, 2011 :274). Jadi pembelajaran baca tulis Al Quran adalah pelayanan mendidik kepada peserta didik dengan menulis dan melafalkan ayat Al Quran dengan tartil. Di SLB Wantuwirawan ini pembelajaran baca tulis Al Quran bagi anak tunanetra ini menggunakan Al Quran Braille dengan mengandalkan indera perabaan untuk dapat membaca Al Quran dengan menerapkan sistem “simakan” dan prinsip individual. 4. Anak tunanetra Tunanetra adalah gangguan daya penglihatan berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, menurut Somantri tunanetra tidak hanya ditujukan kepada orang buta, tetapi juga mencakup mereka yang hanya mampu melihat secara terbatas sehingga cukup menghambat kegiatan sehari – hari terutama belajar (Putranto, 2015 :95). Anak tunanetra yang dijadikan objek penelitian adalah anak yang duduk di Sekolah Menengah Atas di SLB Wantuwirawan Salatiga. F. Metode penelitian : 1.
Pendekatan dan jenis penelitian Pendekatan penelitian ini jika ditinjau dari segi tempat penelitian, maka penelitian ini termasuk penelitian lapangan. Sebab
9
data – data yang dikumpulkan dari lapangan terhadap obyek yang bersangkutan yaitu guru yang mempunyai kebutuhan khusus di sekolah luar biasa Wantuwirawan jika dilihat dari pendekatan penelitian maka penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan secara sistematis mengenai fakta – fakta yang ditemukan di lapangan yang bersifat verbal, kalimat, keadaan, dan tidak berupa angka yang terjadi di SLB Wantuwirawan. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll, seacara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata – kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2009:6). 2. Kehadiran peneliti Peneliti kualitatif kedudukan peneliti sebagai instrumen utama. Kehadiran peneliti dilapangan untuk melakukan pengamatan dan wawancara mendalam untuk mendapatkan data dari informan yang diperlukan peneliti guna untuk melengkapi data penelitian. Penelitian ini peneliti terjun langsung ke lapangan tanpa mewakilkan kehadirannya pada orang lain agar data dari informan didapat secara akurat.
10
3. Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di SLB Wantuwirawan, tepatnya di Jalan Argoboga 282 Salatiga, Jawa Tengah. Adapun strata pendidikan mencakup : TKLB (Taman kanak Luar Biasa), SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa), SMPLB (Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa), SMALB (Sekolah Menengah Atas Luar Biasa). Objek yang digunakan oleh peneliti adalah SMALB Wantuwirawan Salatiga. 4. Sumber data a. Data primer Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber pertanyaan (Suryabrata, 2003 :39). Sumber data langsung yang peneliti dapatkan berasal dari lembaga SLB Wantu Wirawan, guru, serta informan yang bisa membantu berlangsungnya dalam usaha pengumpulan data ini. b. Data sekunder Data sekunder adalah data yang sudah tersusun dan sudah
dijadikan
dalam
bentuk
dokumen
–
dokumen
(Suryabrata, 2003 :40). Peneliti menggunakan data sekunder berupa dokumen – dokumen grafis untuk memperkuat dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui arsip, dokumen, dan catatan dari sekolah SLB Wantuwirawan
11
Salatiga. Data tersebut diambil supaya laporan yang diperoleh benar – benar valid. 5. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah : a. Observasi Observasi sering diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dari sistematika fenomena-fenomena yang diselidiki, (Sutrisno,2005:136). Metode observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan yang digunakan dengan mengadakan pengamatan fenomene-fenomena yang dijadikan pengamatan. Peneliti mengamati dan mencatat gejala yang tampak pada objek pnelitian. Metode ini bertujuan untuk mendapatkan data mengenai kondisi lembaga, proses belajar, guru, fasilitas, dan letak geografis yang terdapat di SLB Wantu Wirawan. b. Wawancara Wawacara adalah percakapan dengan maksud tetentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwwancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2009 :186) . Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara terbuka yaitu wawancara yang dilakukan
12
peneliti dengan mengajukan pertanyaan – pertanyaan yang tidak
dibatasi
jawabannya,
artinya
pertanyaan
yang
mengundang jawaban terbuka (Emzir, 2011 :51). Peneliti mewawancarai informan untuk menggali data mengenai strategi guru berkebutuhan khusus dalam pembelajaran baca tulis Al Quran pada anak tunanetra. Informan yang diwawancarai diantaranya kepala sekolah, guru PAI, dan anak tunanetra yang dijadikan informan adalah anak dengan jenjang SMA yang duduk dikelas satu dan dua karena jumlah siswa yang terbatas. c. Dokumentasi Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya barang – barang tertulis (Arikunto, 1993 :149) . Peneliti mencari data mengenai hal – hal yang berkaitan dengan objek penelitian untuk memberikan bukti gambaran adanya kegiatan pembelajaran baca tulis Al Quran yang dilaksanakan di SLB Wantuwirawan. Dokumentasi ini meliputi foto kegiatan pembelajaran BTA, selain foto dokumentasi yang berupa data arsip sekolah. 6. Analisis data Menurut Bogdan & Biklen analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang 13
dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2009 :248).
Berdasarkan hasil pengumpulan data,
selanjutnya peneliti akan melakukan analisa dan pembahasan secara deskriptif. Dengan demikian data yang diperoleh disusun sedemikian rupa sehingga dikupas secara runtut. 7. Pengecekan keabsahan data Untuk menjamin keabsahan data temuan yang diperoleh peneliti melakukan beberapa upaya, disamping menanyakan langsung pada subjek, peneliti juga beupaya mencari jawaban dari sumber lain. Keabsahan
data
merupakan
konsep
penting
yang
diperbaharui dari konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (realibilitas). Dalam penelitian ini , peneliti mendasarkan pada prinsip objektifitas, yang dinilai dari validitas dan reliabilitasnya. Validitas dibuktikan dengan dimilikinya kredibilitas temuan beserta penafsirannya, yaitu agar penemuan dan penafsirannya sesuai yang sebenarnya dan temuan disetujui oleh subjek yang diteliti. Reliabilitas diperoleh dari konsistensi temuan penelitian yang diperoleh dari para subjek / informan. Peneliti
mengupayakan
keabsahan
data
dengan
cara
mendalami wawancara secara kontinyu, sambil mengenali subjek dan memperhatikan suatu peristiwa secara lebih cermat. Hasil 14
analisis sementara selalu dikonfirmasikan dengan informasi baru yang diperoleh dari sumber lain. Prosedur ini juga dapat dilakukan dengan menggunakan teknik yang berbeda, misalnya observasi, wawancara, dan dokumentasi, yang masing – masing dibandingkan sebagai upaya pengecekan temuan. Teknik yang digunakan dalam pemeriksaan keabsahan data diantaranya a. Keajegan pengamatan Keajegan pengamatan berarti mencari secara konsisten interprestasi dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang konstan atau tentatif. Memungkinkan peneliti terbuka terhadap pengaruh ganda, yaitu faktor – faktor kontekstual dan pengaruh bersama pada peneliti dan subjek yang akhirnya mempengaruhi fenomena yang diteliti (Moleong, 2009 :329). b. Triangulasi Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Dengan triangulasi peneliti dapat me -recheck temuannya dengan jalan membandingkannya dengan berbagai sumber, metode, atau teori. Maka peneliti dapat melakukan denagn jalan : 1) Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan. 2) Mengeceknya dengan berbagai sumber data.
15
3) Memanfaatkan
berbagai
metode
agar
pengecekan
kepercayaan data dapat dilakukan (Moleong, 2009 :330). 8. Tahap – tahap penelitian Tahap – tahap penelitian pada penelitian ini sebagai berikut : a. Penelitian pendahuluan Penelitian pendahuluan ini mengkaji buku – buku yang berkaitan dengan strategi guru Pendidikan Agama Islam (tunanetra) dalam pembelajaran baca tulis Al Quran pada anak tunanetra. b. Tahap penelitian di lapangan Setelah mengetahui bagaimana pembelajaran baca tulis Al Quran pada anak tunanetra maka peneliti melakukan wawancara langsung kepada kepala sekolah dan guru. c. Tahap analisis dan pelaporan Peneliti mengkaji antara informasi yang terdapat dalam buku mengenai pembelajara baca tulis Al Quran dengan data yang diperoleh di lapangan. Setelah data terkumpul maka dilakukan penilaian secara selektif dan disesuaikan dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian.
16
G. Sistematika penulisan Sistematika penulisan skripsi merupakan garis besar penyusun untuk mempermudah jalan pikiran dalam memahami secara keseluruhan isi skripsi. Bab I merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, dan sistematika penulisan Bab II strategi guru Pendidikan Agama Islam, pembelajaran baca tulis Alquran , anak tunanetra. Bab III merupakan paparan data dan temuan penelitian meliputi : deskripsi letak geografis SLB Wantu Wirawan, dan hasil penelitian. Bab IV merupakan analisis data yang meliputi strategi guru pendidikan Agama Islam berkebuthan khusus dalam pembelajaran baca tulis Al Quran pada SLB Wantu Wirawan Salatiga beserta pelaksanaan, hambatan yang dihadapi dan solusi. Bab V merupakan penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.
17
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Pada penelitian sebelumnya ditemukan beberapa hasil penelitian yang hampir sama dengan penelitian ini yang berkaitan dengan anak berkebutuhan khusus diantaranya terdapat judul penelitian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa penyandang autis di SMPLB N Salatiga tahun pelajaran 2013/2014 yang ditulis oleh Fitriyah tahun 2014 yang menjelaskan bahwa sistem pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa autis di SMPLB Negeri Salatiga berpedoman pada kurikulum KTSP dengan modifikasi guru dengan materi yang disampaikan bersifat praktis dengan beberapa metode seperti ceramah, quantum teaching, tanya jawab, praktek, dan keteladanan yang menunjukkan siswa autis sudah menjalankan ritual keagamaan dalam keseharian dan berperilaku seperti tuntunan agama. Selanjutnya terdapat judul Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa Tuna Rungu di SLBN Kec. Kowangan Kab. Temanggung tahun 2014 yang ditulis oleh Fatmawati tahun 2014. Skripsi ini menjelaskan metode artikulasi dan metode latihan yang digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam dimana metode tersebut sama dengan sekolah umum tetapi berbeda dalam pengaplikasiannya. Kemudian terdapat lagi judul Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo 18
Boyolali tahun pelajaran 20123/2014 yang ditulis oleh Widiastuti tahun 2014. Dalam tulisan ini menjelaskan bagaimana pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam anak berkebutuhan khusus yaitu anak yang mempunyai kesultan belajar di sekolah inklusi dimana anak berkebutuhan khusus berbaur jadi satu dengan anak normal lainnya. Penelitian ini membahas pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang diawali dari penyususunan perencanaan, pengukuran, dan penyusunan program yang sesuai bagi anak yang bersangkutan. Pembelajaran ABK yang dilaksanakan disekolah inklusi sendiri melalui pelayanan individual yaitu sering didekati dan diberi pertanyaan agar tidak tertinggal dengan anak lainnya. Dari beberapa judul yang sudah ada penulis mencoba menyudutkan dengan fokus penelitian yang berbeda yaitu Strategi Guru Pendidikan Agama Islam Berkebutuhan Khusus dalam Pembelajaran Baca Tulis Al Quran pada Anak Tunanetra di SLB Wantuwirawan Salatiga. Penelitian ini hampir sama dengan penelitian – penelitian sebelumnya yang membahas pembelajaran PAI pada anak autis dengan kurikulum KTSP, metode pembelajaran PAI pada anak tunarungu dengan metode artikulasi dan latihan, dan implementasi PAI anak berkebutuhan khusus yaitu anak dengan kesulitan belajar dalam sekolah inklusi melalui pelayanan individual. Bahwa yang membedakan dalam penelitian ini membahas cara atau langkah – langkah yang ditempuh seorang guru yang memiliki keterbatasan dalam melihat dalam proses pembelajaran baca tulis Al
19
Quran pada anak tunanetra bukan pembelajaran Agama Islam secara mengglobal jika sebelumnya pada anak autis,tunarungu, anak kesulitan belajar, maka penelitian ini khususnya kepada anak tunanetra. B. Landasan Teori 1.
Strategi Mengajar Strategi sebenarnya berasal dari bahasa Inggris “ Strategy” yang oleh As Hornby dalam Oxford Advance Learners Dictionary (Oxford University Press,1997 p 870) disebutkan sebagai “the art of planning operations in war, expecially of the movements of armies and navies into favourable positions for fighting” yang artinya “ seni dalam gerakan – gerakan pasukan darat dan laut untuk menempati posisi – posisi yang menguntungkan alam pertempuran”. Strategi juga berasal dari bahasa Yunani “strategia” yang artinya “the art of the general” seninya seorang jenderal / panglima (Darwis dkk, 1998 :195) Beberapa pengertian strategi menurut para ahli, antara lain : a. Menurut Pearce dan Robinson Strategi menurut mereka adalah rencana main dari suatu perusahaan, yang mencerminkan kesadaran suatu perusahaan mengenai kapan, dimana dan bagaimana ia harus bersaing dalam menghadapi lawan dengan maksud dan tujuan tertentu. b. Menurut Johnson dan Scholes Strategi ialah arah dan ruang lingkup dari sebuah organisasi atau lembaga dalam jangka panjang., yang mencapai keuntungan 20
melalui konfigurasi dari sumber daya dalam lingkungan yang menantang,
demi
memenuhi
kebutuhan
pasar
dan
suatu
kepentingan. c. A.Halim Strategi merupakan suatu cara dimana sebuah lembaga atau organisasi akan mencapai tujuannya sesuai peluang dan ancaman lingkungan eksternal yang dihadapi serta kemampuan internal dan sumber daya. Strategi adalah (Kartono, 2000: 488) : 1. Prosedur yang diterima dan dipakai dalam suatu upaya untuk mencapai
tujuan - tujuan tertentu, seperti pemecahan suatu
masalah. 2. Satu metode umum untuk memecahkan permasalahan
-
permasalahan. Strategi ini jika dimasukkan dalam dunia pendidikan secara makro dalam skala global, strategi merupakan kebijakan – kebijakan, yang mendasar dalam pengembangan pendidikan sehingga tercapai tujuan pendidikan secara lebih terarah, lebih efektif dan efisien. Jika dilihat secara mikro dalam strata operasional khususnya dalam proses belajar mengajar maka pengertiannya adalah langkah – langkah tindakan yang mendasar dan berperan besar dalam proses belajar mengajar untuk mencapai sasaran pendidikan (Darwis dkk, 1998 :196).
21
Menurut Newman dan Logan dalam proses belajar mengajar terdapat empat strategi dasar (Darwis dkk, 1998 :196) : 1. Pengindentifikasian dan penetapan spesifikasi dari kualifikasi tujuan
yang
akan
dicapai
dengan
memperhatikan
dan
mempertimbangkan aspirasi masyarakat yang memerlukannya. 2. Pertimbangan dan pemilihan cara pendekatan utama yang dianggap ampuh untuk mencapai sasaran. 3. Pertimbangan dan penetapan langkah – langkah yang ditempuh sejak titik awal pelaksanaan sampai titik akhir pencapaian sasaran. 4. Pertimbangan dan penetapan tolak ukur untuk mengukur taraf keberhasilan sesuai dengan tujuan yang dijadikan sasaran. Agar suatu susunan strategi dapat berfungsi maksimal diperlukan tahapan atau rincian sebagai berikut : 1. Perumusan strategi Perumusan strategi adalah proses memilih tindakan utama (strategi) untuk mewujudkan misi organisasi. Proses mengambil keputusan untuk menetapkan strategi seolah-olah merupakan konsekuensi mulai dari penetapan visi-misi, sampai terealisasinya program.
22
2. Perencanaan Tindakan Langkah pertama
untuk
mengimplementasikan
strategi
yang telah ditetapkan adalah pembuat perencanaan strategi. Inti dari apa
yang ingin dilakukan pada
tahapan
ini
adalah
bagaimana membuat rencana pencapaian (sasaran) dan rencana kegiatan (program dan anggaran) yang benar-benar sesuai dengan arahan (visi, misi, goal) dan strategi yang telah ditetapkan organisasi. 3. Implementasi Untuk menjamin keberhasilan strategi yang telah berhasil
dirumuskan
harus
diwujudkan
dalam
tindakan
implementasi yang cermat. Strategi dan unsur - unsur organisasi yang lain harus sesuai, strategi harus tercermati pada rancangan struktur
budaya
pengelolaan
organisasi,
sumber
daya
kepemimpinan manusia.
dan
Karena
sistem strategi
diimplementasikan dalam suatu lingkungan yang terus berubah, maka implementasi yang sukses menuntut pengendalian dan evaluasi pelaksanaan. Dalam proses pembelajaran, tidak lepas dari strategi yang digunakan oleh guru demi terlaksananya proses kegiatan belajar mengajar yang lebih efektif dan efisien. Beberapa strategi pembelajaran menurut (Iskandarwasit dan Sunendar, 2015 :26) :
23
1. Strategi Pembelajaran yang Berpusat pada Pengajar Pengajar harus berusaha mengalihkan pengetahuannya kepada peserta didik dan menyampaikan keterangan atau informasi sebanyak – banyaknya kepada peserta didik. Teknik pembelajaran ini adalah teknik ceramah. Teknik team teaching, teknik sumbang saran, teknik demonstransi, dan teknik antar disiplin. 2. Strategi Pembelajaran yang Berpusat pada Peserta Didik Tujuan mengajar adalah membelajarkan peserta didik. Strategi yang berpusat pada peserta didik adalah strategi pembelajaran yang memberi kesempatan seluas – luasnya kepada peserta didik untuk aktif dan berperan dalam kegiatan pembelajaran. Dalam pembelajaran ini pengajar sebagai fasilitator. Teknik yang digunakan diantaranya adalah inkuiri, teknik satuan pengajaran, teknik advokasi, teknik eksperimen, dan teknik penemuan. 3. Strategi Pembelajaran yang Berpusat pada Materi Pengajaran Strategi yang berpusat pada materi ini disebut juga dengan material center strategis bertitik tolak dari pendapat yang mengemukakan bahwa belajar adalah usaha untuk memperoleh dan menguasai informasi. Strategi pembelajaran yang berpusat pada materi berkembang seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang disertai arus globalisasi yang berakibat pengajar tidak lagi menjadi satu-
24
satunya sumber informasi. Teknik yang digunakan diantaranya adalah tutorial, modular, terpadu, dan demonstrasi. Jadi strategi mengajar adalah cara atau metode yang dilaksanakan guru dalam mencapai sebuah tujuan dengan melihat peluang yang sesuai untuk memberikan informasi (mengajar) kepada peserta didik dengan menggunakan teknik tertentu. 2.
Guru Pendidikan Agama Islam Guru
adalah
orang
yang
pekerjaannya
mengajar
atau
memberikan pelajaran di sekolah atau di dalam kelas (Asdiqoh, 2013 :38). Dari pengertian tersebut berarti guru merupakan orang yang berkecimpung didalam lingkungan pendidikan yang bertugas menyampaikan ilmu kepada peserta didik guna membentuk pribadi yang unggul. Menjadi guru tidaklah hanya sekedar memiliki ilmu mata pelajaran saja tapi harus memenuhi berbagai syarat untuk menjadi seorang guru. Menurur Zakiah Daradjat menjadi guru harus memenuhi berbagai persyaratan, antara lain (Asdiqoh, 2013 :38) : 1). Takwa kepada Allah SWT Menjadi seorang guru harus bertakwa kepada Allah dengan melakukan segala apa yang di perintahkan dan meninggalkan segala yang di larangNya sehingga bisa memberikan arahan kepada peserta didik untuk bertakwa kepada Allah. 25
2). Berilmu Menjadi sosok yang berilmu adalah salah satu kunci yang penting dimiliki guru supaya dapat menyampaikan materi kepada peseta didik 3). Sehat jasmani Kesehatan jasmani merupakan hal yang begitu penting bagi seorang guru, ketika guru mengalami sakit maka tidak bisa menyampaikan materi secara maksimal.. 4). Berkelakuan baik Guru
yang
memiliki
perilaku
yang
baik
bisa
menjadikan teladan tersendiri bagi peserta didik. Maka memiliki perilaku baik menjadi salah satu syarat menjadi seorang guru. Menjadi seorang guru salah satu syaratnya adalah bertakwa kepada Allah. Apalagi menjadi guru Pendidikan Agama Islam yang tugasnya menyampaikan materi keagamaan Islam yang didalamnya menyampaikan perihal ibadah kepada Allah sesuai dengan Al Quran dan As Sunah. Pendidikan Agama Islam menurut kurikulum PAI ( Majid, 2012 :11) adalah: Upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, bertakwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumbernya kitab suci Al Quran dan Al Hadist melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman disertai dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan 26
kerukunan antar umat beragama dalam msyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa. Menyampaikan materi pendidikan Agama Islam merupakan tugas pokok seorang guru PAI. Tetapi tidak semua memiliki fisik yang sempurna, ada yang memiliki keterbatasan dalam inderanya yang sering disebut orang dengan kebutuhan khusus. Orang berkebutuhan khsusus adalah yang mengalami gangguan fisik, mental, intelegensi, dan emosi sehingga membutuhkan pembelajaran khusus (Kosasih, 2012 :1). Maka guru Pendidikan Agama Islam adalah seseorang yang bertugas mengajar dan mendidik peserta didik dengan keahlian khusus berdasarkan kemampuan yang dimiliki dalam mengenalkan dan memahami serta mengaplikasikan agama Islam sesuai dengan Al Quran dan Al Hadist supaya bertakwa kepada Allah. b. Tugas Guru Menjadi seorang guru tentu memiliki tugas tertentu yang harus di penuhi supaya hak seorang peserta didik terpenuhi dengan baik. Berikut tugas guru menurut Koestiyah (Asdiqoh, 2013 :20) diantaranya: 1) Menyerahkan
kebudayaan
kepada
anak
didik
berupa
kepandaian, kecakapan dan pengalaman – pengalaman. 2) Membentuk kepribadian anak yang harmonis sesuai etika – etika dan dasar negara kita Pancasila. 3) Menyiapkan anak menjadi warga Negara yang baik.
27
4) Sebagai perantara dalam belajar. Didalam proses belajar. guru mnjadi perantara dan anak harus berusaha sendiri. 5) Guru adalah sebagai pembimbing untuk membawa anak didik kearah kedewasaan. 6) Guru sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat. 7) Sebagai penegak disiplin. 8) Guru sebagai perencana kurikulum. 9) Guru sebagai pemimpin. 10) Guru sebagai sponsor anak, yaitu ikut dalam segala kegiatan anak. 3.
Pembelajaran Baca Tulis Al Quran Menurut Nata pembelajaran secara sederhana dapat diartikan sebagai sebuah usaha mempengaruhi emosi, intelektual, dan spritual sorang agar mau belajar dengan kehendaknya sendiri (Fathurrohman dan Sulistyorini, 2012 :6). Sedangkan menurut Gagne pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa sendiri (Fathurrohman dan Sulistyorini, 2012 :9). Jadi pembelajaran adalah usaha mempengaruhi seorang dengan serangkaian kegiatan yang direncanakan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Membaca
adalah
suatu
proses
yang
dilakukan
serta
dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui kata-kata/bahasa tulis sedangkan
28
Menulis adalah suatu proses kreatif memindahkan gagasan ke dalam lambang - lambang tulisan. Al Quran adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan oleh Allah SWT Tuhan Seru Sekalian Alam kepada junjungan kita Nabi besar dan Rasul terakhir Muhammad saw melalui malaikat Jibril, untuk diteruskan penyampaiaannya kepada seluruh umat manusia di muka bumi ini sampai akhir zaman nanti (Wardhana, 2009 :46). Al Quran adalah Kalam Allah yang bernilai mukjizat, yang diturunkan kepada penutup para nabi dan rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril diriwayatkan kepada umat dengan mutawatir. Dari beberapa penjelasan tersebut penulis menyimpulkan bahwa pembelajaran baca tulis Al Quran adalah usaha seseorang dalam proses memahami kata – kata atau bahasa Al Quran (kitab suci umat Islam) dengan tata cara baca yang baik dan mencoba menuangkan kata – kata Al Quran ke dalam tempat (kertas) berupa tulisan arab sesuai dengan kaidah – kaidah bahasa Al Quran yang benar untuk memperoleh makna Al Quran dengan tujuan memperoleh manfaat dalam mempelajari Al Quran.
Berikut ini beberapa manfaat mempelajari, membaca, dan mengamalkan Al Quran, diantaranya adalah : 1. Al Quran sebagai pedoman hidup manusia untuk menuntun kepada jalan kebaikan dan keselamatan.
29
2. Al Quran sebagai penyejuk hati bagi siapa saja yang membacanya. 3. Al Quran sebagai pelebur segala emosi dan amarah yang mampu mendamaikan dan memberi ketenangan yang tidak dapat dilukiskan atau digambarkan seperti halnya yang terjadi pada Sayyid Quthb Rahimakumullah.
b. Adab Membaca Al Quran Dalam pembelajaran baca tulis Al Quran terdapat beberapa adab yang dipenuhi. Berikut adab membaca Al Quran (Ahsin, 1994 :32): 1. Membaca Al Quran sesudah berwudhu. 2. Membaca di tempat yang suci dan bersih. 3. Membaca dengan khusyu’, tenang dan hikmat. 4. Bersiwak, membersihkan mulut sebelum memulai membaca. 5. Membaca ta’awudz sebelum membaca ayat Al Quran. 6 Membaca basmalah pada setiap permulaan surah. 7. Membaca dengan tartil. 8. Tadabur / memikir terhadap ayat – ayat yang dibacanya. 9. Membacanya dengan jahr, yaitu dengan suara keras yang lebih utama. 10. Membaguskan bacaannya dengan lagu yang merdu. c. Tujuan Baca Tulis Al Quran Al quran al karim , kitab suci umat islam yang memang merupakan hudal lin naas atau petunjuk bagi seluruh umat manusia 30
tanpa memandang bangsa, suku atau golongan manusia (Wardhana, 2009 :50). Tujuan belajar Al Quran diantaranya adalah : 1) Sumber nilai, yaitu memberikan pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup dunia akhirat. 2) Sumber motivasi, meningkatkan
yaitu memberikan dorongan untuk
kualitas hidup beragama, bermasyarakat,
danbernegara. 3) Pengembangan,
yaitu
meningkatkan
keimanan
dan
ketaqwaan peserta didik dalam meyakini kebenaran ajaran agama Islam, melanjutkan upaya yang telah dilaksanakan dalam lingkungan keluarga maupun jenjang pendidikan. 4) Perbaikan, yaitu memperbaiki kesalahan – kesalahan dalam keyakinan, pemahaman dan pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan sehari – hari. 5) Pencegahan, yaitu mencegah hal – hal negatif dari lingkungan atau budaya lain dan menuju manusia yang beriman
dan
bertaqwa
kepada
Allah
SWT.
(http://asrofudin.blogspot.co.id/2010/05/tujuan-dan-fungsimapel-quran-hadits.html diakses pada tanggal 21 Juli 2016 pada pukul 07.30).
31
4.
Tunanetra a. Pengertian tunanetra Tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya (kedua - duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari – hari seperti halnya orang awas (Somantri, 2006 :65). Sedangkan menurut Putranto (2015 :95) tunanetra merupakan gangguan daya penglihatan berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian. Jadi tunanetra adalah seseorang yang mempunyai gangguan penglihatan yang bersifat sebagian atau menyeluruh sehingga tidak memiliki fungsi dalam menerima informasi setiap kegiatan. Pada umumnya, yang digunakan sebagai ukuran seseorang anak dikatakan tunanetra atau tidak ditentukan berdasarkan tingkat ketajamannya penglihatannya. Seorang tunanetra apabila hanya memiliki ketajaman penglihatan (visus) kurang dari 6/21 artinya anak hanya mampu membaca huruf pada jarak 6 meter di mana orang awas mampu membacanya pada jarak 21 meter. Anak tunanetra dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu buta dan low vision. Dikatakan buta jika anak sama sekali tidak mampu menerima rangsang cahaya dari luar (visusnya = 0) dan dikatakan low vision bila anak masih mampu menerima rangsang cahaya dari luar tetapi ketajamannya lebih dari 6/21 atau
32
jika anak hanya mampu membaca headline pada surat kabar (Somantri, 2006 :66). b. Penyebab tunanetra 1) Faktor internal Hal – hal yang termasuk faktor internal berkaitan erat dengan keadaan bayi selama masih berada di dalam kandungan, seperti gen (sifat pembawa keturunan), kondisi psikis ibu, kekurangan gizi, keracunan gizi, keracunan obat ,dan sebagainya (Putranto, 2015 :96). Jadi
faktor internal
adalah keadaan yang terjadi sebelum dilahirkan dengan berbagai macam gangguan yang dialami oleh kondisi ibu selama mengandung. 2) Faktor eksternal Faktor eksternal terjadi pada saat atau sesudah bayi dilahirkan, seperti contoh kecelakaan, terkena penyakit sifilis yang mengenai mata bayi saat dilahirkan, pengaruh alat bantu medis saat melahirkan,serta peradangan mata akibat serangan racun, bakteri, atau virus (Putranto, 2015 :97). c. Berbagai perkembangan anak tunanetra 1) Perkembangan kognitif anak tunanetra
33
Akibat
dari
ketunanetraan,
maka
pengenalan
atau
pengertian terhadap dunia luar anak, tidak dapat diperoleh secara lengkap dan utuh akibatnya perkembangan kognitif anak tunanetra cenderung terhambat dibandingkan dengan anak – anak normal umumnya (Somantri, 2006 :67). Indera penglihatan adalah salah satu indera yang penting dalam menerima informasi yang kemudian diteruskan ke otak dan munculah persepsi dan pengertian berasal dari luar. Anak tunanetra yang mengalami gangguan penglihatan akan memiliki hambatan dalam menerima informasi dan menjadi terhambatnya perkemabangan kognitif anak. 2) Perkembangan motorik anak tunanetra Perkembangan motorik anak tunanetra cenderung lambat, kelambatan ini terjadi karena dalam perkembangan perilaku motorik diperlukan adanya koordinasi fungsional antara neuromuscular system (sistem persyarafan dan otak) dan fungsi psikis (kognitif, afektif, dan konatif) , serta kesempatan yang diberikan oleh lingkungan. Pada anak tunanetra mungkin fungsi neuromuscular system nya tidak bermasalah tapi fungsi psikisnya kurang mendukung sehingga menjadi hambatan tersendiri dalam perkembangan motoriknya (Somantri, 2006 :76). Untuk dapat berjalan saja seorang anak tunanetra harus memiliki terlebih dahulu gerakan – gerakan psikomotorik yang 34
mendasarinya seperti berguling, terlentang, telungkup, duduk dan berdiri dengan bebas baru kemudian berjalan. 3) Perkembangan emosi anak tunanetra Anak
tunanetra
akan
sedikit
mengalami
hambatan
dibandingkan dengan anak yang awas. Keterlamabatan ini terutama disebabkan oleh keterbatasan kemampuan anak tunanetra dalam proses belajar, pada awal masa kanak – kanak anak tunanetra mungkin akan melakukan proses belajar mencoba – coba untuk menyatakan emosinya namun hal ini tetap dirasakan tidak efisien karena tidak dapat melakukan pengamatan terhadap reaksi lingkungan secara tepat (Somantri , 2006 :81). 5. Pembelajaran bagi Anak Tunanetra Sebelum menerapkan pembelajaran pada anak tunanetra, guru harus terlebih dahulu
menguasai karakteristik atau strategi
pembelajaran yang biasa di berikan kepada siswa – siswa awas meliputi tujuan, cara, materi, alat, lingkungan dan aspek lainnya. Selanjutnya adalah menganalisis komponen – komponen yang perlu diubah /dimodifikasi serta sejauh mana penyesuaian itu dilakukan. Berikutnya pemanfaatan indra yang masih berfungsi secara optimal dan terpadu dalam praktik / proses pembelajaran memegang peran yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar. Orang
35
tunanetra juga sering memiliki kelebihan yang sifatnya positif seperti kepekaan terhadap suara, perabaan, ingatan, keterampilan dalam memainkan alat musik, serta ketertarikan yang tinggi terhadap nlai – nilai moral dan agama (Somantri, 2006 :88). Untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki maka diperlukan strategi pembelajaran yang sesuai dengan prinsip pembelajaran anak tunanetra. Beberapa prinsip pembelajaran bagi anak tunanetra yang dikemukaan oleh Subagya yang dikutip oleh Putranto (2015 :100) a. Individual Prinsip ini individual merupakan kaidah pokok dalam setiap jenis pembelajaran (baik pendidikan luar biasa maupun umum). Guru dituntut untuk memerhatikan adanya perbedaan – perbedaan individu. Selain adanya perbedaan – perbedaan umum seperti usia, kemampuan mental, fisik, kesehatan, sosial, dan budaya, anak tunanetra menunjukkan sejumlah perbedaan khusus yang menunjukkan sejumlah perbedaan yang terkait dengan kebutaan. Maka adanya perbedaan antara siswa low vision dan buta total (Putranto, 2015 :101). Dengan prinsip individual ini akan ada pelayanan pendidikan yang lebih optimal bagi anak tunanetra apa lagi untuk pendidikan agama Islam yang dimana pembelajaran terkait dengan nilai religi, akhlak, dan hukum ibadah untuk anak tunanetra. b. Kekonkretan / pengalaman pengindraan
36
Strategi pembelajaran yang diterapkan guru harus memungkinkan siswa tunanetra mendapatkan pengalaman secara nyata yang dipelajari dari alat inderanya langsung. Siswa tunanetra tidak dapat belajar melalui pengamatan visual. Siswa tunanetra harus dibimbing untuk meraba, mendengar, mencium, mengecap, mengalami situasi secara langsung serta melihat semampunya (bagi anak low vision). c. Totalitas Strategi pembelajaran yang dilakukan guru harus memungkinkan siswa memperoleh pengalaman objek serta situasi secara utuh. Guru mendorong siswa untuk melibatkan semua pengalaman penginderaanya secara terpadu dalam memahami sebuah konsep. Siswa tunanetra tidak dapat menggunakan penglihatannya maka siswa bisa menggunakan indera lainnya untuk digunakan secara menyeluruh untuk memahami sebuah konsep atau benda. d. Aktivitas mandiri Prinsip ini menekankan strategi pembelajaran harus memungkinkan siswa untuk bekerja dan mengalami, bukan sekadar mendengar dan mencatat. Keharusan ini berimplikasi terhadap perlunya siswa mengetahui, menguasai, serta menjalani proses
dalam
memperoleh
fakta
atau
konsep.
Guru
memungkinkan siwa untuk belajar mandiri, sementara guru
37
bertindak sebagai fasilitator yang membantu memudahkan siswa didalam belajar serta sebagai motivator. Prinsip ini melatih siswa untuk lebih mandiri dengan kemampuan yang dimiliki dengan menggunakan prinsip – prinsip sebelumnya.
38
BAB III PAPARAN DATA dan TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum Sekolah Luar Biasa Wantuwirawan di Kota Salatiga 1. Sejarah dan Profil Sekolah SLB Wantuwirawan a.
Sejarah Sekolah Berdirinya sekolah luar biasa Wantuwirawan melalui perjalanan panjang dimulai sejak tahun 1982 tepatnya bulan Juni. Pada awalnya sekolah ini baru menerima anak berkebutuhan khusus tunanetra, tunarungu, dan tunagrahita yang baru ditangani oleh tiga orang guru. Berkembang lagi sampai tahun 1984 barulah ada penambahan guru dan ada yang sudah menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), dengan bertambahnya guru maka bertambah pula anak luar biasa yang diterima oleh sekolah luar biasa Wantuwirawan ini. Awalnya belum begitu banyak yang mengetahui hadirnya sekolah ini, kemudian dari pihak yayasan dan sekolah melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitar melalui radio, media, dan jamaah ibu pengajian. Melalui perjuangan yang panjang sekolah luar biasa akhirnya mempunyai gedung resmi yang berdiri dari tahun 1986 sampai sekarang tepatnya di jalan Argoboga no 282 di kota Salatiga. Saat ini sudah banyak guru yang menjadi PNS dan siswa yang bersekolah di sekolah dengan jenjang TKLB hingga
39
SMALB ini sekitar 30 siswa. Berdirinya sekolah luar biasa Wantuwirawan ini tidak lepas dari Dinas Pendidikan yang cukup membantu akan berdirinya sekolah tersebut. b. Profil sekolah Nama Sekolah
: SLB (A) (D) WANTUWIRAWAN
Alamat sekolah
: Jl. Argoboga No .282 Argomulyo
Kota
Salatiga
Nomor telp & fax sekolah : (0298) 311396,322635 Website
:-
Email sekolah
:
[email protected]
Status sekolah
: swasta
NSS
: 862.036.201.001
NIS
: 280010
Akreditasi sekolah
: Jenjang SDLB A Wantuwirawan (B) Jenjang SMPLB A Wantuwirawan (B) Jenjang SMALB A Wantuwirawan (B) : SLB – AD Wantuwirawan 2008 -
Tahun akreditasi
2009 Tahun berdiri / SK Pendirian: 1982/ No 42501/0004132.tgl 03 Juni 2002
40
Nama penyelenggara
: Yayasan Siwi Peni
Nama Ketua Yayasan
: Retno Adiwati, SH
Tahun berdirinya yayasan
: Akta Notaris Ny. El Mattu No . 09 Tgl, 24 – 12-1979
Ijin pembaharuan Yayasan : Akta Notaris Supriyadi, SH No 182 Tgl, 23 – 12 – 2015 SK Kemenkumham RI No. AHU – 0034474 AH 01.04 Th 2015
41
c. Struktur Organisasi Bagan 3.1 Struktur Organisasi SLB Wantuwirawan Salatiga
PENDIRI 1.Sigit Margono,M.Pd 2. H. Ir. Soebito
KETUA UMUM Retno Adiwati,SH
BENDAHARA
SEKRETARIS
H Ismawati Prabandari
Enik M Mawarni,S.Pd
KETUA I
KETUA II
KETUA III
Bag. Pendidikan
Bag. Rumah Tangga
Bag. Kesehatan
BENDAHARA PENDIDIKAN
RUMAH TANGGA
Susilaningsih,S.Pd
Wahyu Joko W,S.Pd
42
Siswa yang belajar di sekolah SLB Wantuwirawan diantaranya adalah: 1. Tunanetra Tunanetra merupakan gangguan penglihatan kedua mata atau sebagian. Anak tunanetra yang ada di SLB Wantuwirawan terdapat keduanya yaitu anak dengan buta total dan anak buta sebagian atau low vision. Dilihat dari jumlahnya antara buta total dan low vision itu sama (fifty -fifty). Terdiri dari empat buta total dan empat low vision. 2. Tunadaksa Tunadaksa ialah seseorang yang memiliki kekurangan secara
fisik
atau
ketidakmampuan
anggota
tubuh
untuk
melaksanakan fungsinya. di SLB Wantuwirawan terdapat anak dengan tunadaksa berjumlah 11 anak yang terdiri laki – laki maupun perempuan. 2. Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah a. Visi Visi dari sekolah SLB A-D Wantuwirawan adalah terwujudnya pelayanan secara optimal bagi PK – LK agar beriman, bertakwa, cerdas, terampil supaya bisa mandiri.
43
b. Misi Misi yang diterapkan di SLB A-D Wantuwirawan adalah 1)
Melaksanakan
pembelajaran
dan
bimbingan
efektif
sehingga setiap siswa mengenali potensi dirinya dan dapat berkembang secara optimal 2)
Menumbuhkan
rasa
percaya
diri
untuk
menjadikan
pengetahuan sebagai jendela menguak kegelapan dan percaya diri serta menjadikan keterampilan sebagai sarat untuk bekal hidup. c. Tujuan Tujuan dari sekolah SLB A-D Wantuwirawan adalah : 1) Dapat menggunakan ajaran agama hasil proses pembelajaran serta meraih prestasi akademik maupun non akademik. 2) Membentuk anak hidup mandiri. 3. Kurikulum Kurikulum yang digunakan di SLB A-D Wantuwirawan ini masih menggunakan kurikulum KTSP tapi juga sedikit demi sedikit menggunakan kurikulum 2013. Sekolah luar biasa Wantuwirawan mulai tahun 2017 keseluruhan sudah menggunakan kurikulum 2013 dan menyeseuaikan dengan kemampuan siswa sendiri karena keterbatasan yang dimiliki. Dengan kurikulum tersebut bertujuan menjadikan pserta didik dapat mengembangkan prestasinya.
44
4. Guru SLB AD Wantuwirawan Salatiga Guru yang mengajar di SLB (A) (D) Wantuwirawan Salatiga berjumlah 10 yang terdiri dari PNS, guru tetap, dan guru tidak tetap. Tabel 3.2 Daftar Guru SLB Wantuwirawan Salatiga Jenis No
Nama / NIP
Kepegawai
Mapel yang Jabatan
an
diajarkan/ Guru kelas
Sigit margono, M. Pd Kepala 1
19621228 198403 1
PNS
PKN Sekolah
005 Dra. Ida Priyanti Bahasa 2
19601128 198703 2
PNS
Guru Inggris
004 Susilaningsih, S.Pd 3
19610404 198903 2
PNS
Guru
Guru kelas
PNS
Guru
Guru kelas
001 Wahyu Joko .W, S.Pd 19700407 199403 1 4 004
45
Huru Tyastri, S. Sos.I 5
19800930 200604 2
PNS
Guru
PAI
004 Anggun Triraka Aji
Kesenian
6
GTY
Guru
1979012301001
TIK
Tentrem.S, S.Pd.SD 7
GTY
Guru
Guru kelas
GTY
Guru
IPS
GTTY
Guru
Massage
GTY
Guru
Guru kelas
1974120102002 Said Kamal, S.Pd I 8 1977080801003 Yudiono 9 1968011001004 Ika Yulianti, S.Pd 10 1990072102005
5. Guru dan siswa a. Guru Guru yang mengampu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SLB Wantuwirawan Salatiga adalah Nama
: Huru Tyastri, S.sos.I
NIP
: 19800930 200604 2 004
TTL
: 30 September 1980
46
Golongan
: III/C
Alamat
: Perumahan Argomas Timur no 253
b. Siswa Siswa tunanetra yang diteliti oleh penulis adalah siswa dengan jenjang SMA kelas X dan XI yaitu : 1) Nama
: Aditya Pratama
Kelas
: XI
TTL
: Salatiga, 09 April 1999
Alamat 2) Nama
:Surawangsan RT 02/02 , Kauman Kidul, Salatiga : MM Kurniawan
Kelas
:X
TTL
: Salatiga, 10 Oktober 1999
Alamat
: Cebongan, Argomulyo, Salatiga
6. Sarana dan Prasarana Sekolah SLB (A) (D) Wantuwirawan Salatiga yang menempati lahan 1090 dengan luas bangunan kurang lebih 900
dan halaman 17 x 11
. Sarana dan prasarana yang dimiliki SLB A-D Wantuwirawan Salatiga yaitu :
47
a. Gedung dan Ruang Terdiri dari ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang ruang tamu, ruang ibadah, ruang kelas,ruang perpustakaan, ruang keterampilan, gudang, ruang terapi, kamar mandi, dan ruang sirkulasi. b. Barang / Perkakas Barang / perkakas sebagai penunjang proses kegiatan belajar mengajar Tabel 3.3 Daftar Barang / Perkakas SLB Wantuwirawan Salatiga No
Nama Barang 1
Meja kursi kepala sekolah
2
Meja kursi guru
3
Meja kursi tamu
4
Meja kursi siswa
5
Almari
6
Komputer
7
Mesin ketik
8
Papan pajang
9
Rak hasil karya siswa
10
Alat Olah Raga
48
11
Alat peraga IPA
12
Alat peraga IPS
13
Alat peraga Bahasa
14
Alat peraga Berhitung
15
Alat peraga Terapi
16
Buku teks pelajaran
17
Buku penunjang
18
Buku referensi
19
Buku perpustakaan
Tabel 3.4 Sarana Ibadah No
Nama barang
Jumlah
1
Mushola
1
2
Tempat wudhu
3
Tikar
4
Mukena
6
5
Pecis
6
6
Sajadah
10
7
Al Quran braille
2 set
8
Al Quran awas
3
49
B. Temuan Penelitian 1. Strategi Guru Pendidikan Agama Islam dalam Pembelajaran Baca Tulis Al Quran pada Anak Tunanetra Pada
bagian
ini
akan
dipaparkan
hasil
penelitian
yang
menunjukkan strategi guru pendidikan agama Islam berkebutuhan khusus dengan keterbatasannya dalam melihat (low vision) di SLB Wantuwirawan Salatiga. Berdasarkan wawancara dengan guru PAI dan siswa, strategi yang dilakukan ketika memberikan pembelajaran baca tulis Al Quran menggunakan prinsip individual, seperti yang telah dijelaskan oleh HT selaku guru pendidikan agama Islam : Saya mengajarinya sendiri-sendiri mba, gantian gitu. Kalau awal mengajari Al Quran braille, biar siswa juga lebih ngerti (W/G/HT/9-06-2016/09:10). Hal serupa juga disampaikan salah satu siswa yang berinisial MK: Kalau ibu Tyas itu, diajari satu-satu, gantian gitu. Apa lagi kalau praktek baca sama nulis (W/S/MK/17-06-2016/10:00). Alasan menggunakan prinsip individual karena HT selaku guru PAI berkebutuhan khusus bisa lebih leluasa memberikan materi, sesuai dengan paparan guru sebagai berikut: Kalau mengajari sendiri-sendiri kan lebih enak mba, jadi lebih fokus ke materi (W/G/HT/9-06-2016/09:15). Selain dekat dengan siswa, dengan prinsip individual juga membantu dalam memantau siswa dalam proses pembelajaran
50
Saya kan juga kurang menguasai kelas mba, jadi ya lebih memilih dekat dengan siswa, karena bisa membantu saya untuk memantau siswa, memperhatikan atau tidak (W/G/HT/9-062016/09:15). Untuk metode yang digunakan dalam penyampaian materi, HT lebih menggunakan metode ceramah, karena siswa tunanetra selain mengandalkan indera peraba juga indera pendengaran, sesuai dengan pemaparan guru PAI, sebagai berikut : Biar materi bisa sampai ke siswa, ya dengan metode ceramah itu to mba, saya terangkan dulu materinya. Anak tunanetra kan selain indera peraba juga mengandalkan indera pendengaran sebagai alat untuk memperoleh informasi (W/G/HT/9-062016/09:15). Hal serupa juga dipaparkan oleh MK selaku siswa, sebagai berikut: Caranya bu Tyas ngajar ya menerangkan materi dulu (W/S/MK/17-06-2016/10:00). Selain menggunakan metode ceramah, juga menggunakan metode praktek dan diskusi, seperti yang dipaparkan HT selaku guru PAI sebagai berikut: Selanjutnya, setelah menyampaikan materi saya suruh praktek dengan menggunakan Al Quran braille biar siswa langsung tahu. Saya juga mengadakan diskusi di tengah jam pembelajaran biar siswa tidak jenuh (W/G/HT/9-06-2016/09:15). Media yang digunakan guru PAI dalam pembelajaran BTA meliputi Al Quran braille, buku braille, dan reglet sebagai alat menulis, sebagaimana pemaparan HT selaku guru, sebagai berikut: Kalau medianya, ya seperti yang dibutuhkan siswa mba, yang bisa membantu siswa ketika pembelajaran, ada Al Quran braille, buku braille, ada buku bicara tapi saya lebih suka menggunakan
51
buku braille,terus 2016/09:30).
reglet
buat
nulisnya
(W/G/HT/9-06-
Sebagai acuan pembelajaran mengikuti kurikulum yang digunakan sekarang. Di SLB Wantuwirawan saat ini adalah kurikulum KTSP dan sedang menjalankan kurikulum 2013, sebagai tujuan dan harapan menunjang hasil belajar siswa dengan menyesuaikan kebutuhan siswa. Penjelasan tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh guru Pendidikan Agama Islam ibu HT: Saat ini kurikulum yang digunakan di SLB Wantuwirawan ialah KTSP dan Kurikulum 2013 mba, tetapi tetap menyesuaikan kebutuhan anak (W/G/HT/9-06-2016/09:30) Hal
serupa
juga
disampaikan
oleh
kepala
sekolah
SLB
Wantuwirawan pak SM: Untuk menunjang kualitas sekolah juga siswa sendiri kami mengikuti kurikulum dari pemerintah tapi saat ini masih menggunakan kurikulum KTSP juga kurikulum 2013 tapi tetap menyesuaikan kemampuan anak - anak .(W/KS/SM/27-052016/11:10).
Guru PAI juga mempersiapkan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) dengan menyesuaikan kondisi siswa meliputi bahan, metode maupun sistem penilaiannya. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan yang dikemukakan oleh guru Pendidikan Agama Islam ibu HT: Ada beberapa yang perlu dipersiapkan ketika akan melaksanakan pembelajaran, yaitu RPP yang dirancang sesuai kondisi dan kebutuhan siswa, seperti bahan atau materi, metode, dan penilaiannya, karena tidak mungkin persiapan untuk anak dengan memiliki ketunaan disamakan dengan anak reguler mba.(W/G/HT/09-06-2016/09:30). 52
Strategi yang paling ditekankan kepada anak tunanetra dalam pembelajaran BTA ini adalah pemberian motivasi kepada siswa sebagai penyemangat agar siswa tidak malas ketika belajar membaca maupun menulis Al Quran. Sebagaimana penjelasan ibu HT, sebagai berikut: Ketika pembelajaran BTA kepada anak – anak saya lebih memberikan motivasi supaya mereka terus memiliki semangat dalam belajar mba.(W/G/HT/09-06-2016/ 09 :45) Selain motivasi guru PAI juga memberlakukan reward atau penghargaan kepada anak, salah satunya ketika anak berhasil dalam mengikuti pembelajaran seperti pujian kepada siswa tersebut. Guru lebih cenderung memberikan reward dan motivasi daripada hukuman atau punishment dikarenakan siswa menjadi semakin down dan malas ketika diberikan hukuman. Penjelasan tersebut sesuai dengan penjelasan guru PAI sebagai berikut: Saya lebih memberikan reward dalam membimbing siswa, karena dengan memberikan penghargaan akan menjadi semangat tersendiri kepada siswa. Ketika anak memiliki semangat maka dalam proses belajar pun menjadi lebih baik. Sedangkan punishment atau hukuman saya tidak berlakukan karena pernah siswa yang diberi hukuman cenderung menjadi malas dan menjadi membande/. (W/G/HT/09-06-2016/09:45)
53
2. Pelaksanaan, Problematika, dan Solusi dalam Pembelajaran Baca Tulis Al Quran pada Anak Tunanetra di SLB Wantuwirawan Pertama yang dilakukan guru dalam membimbing siswa tunanetra ketika pembelajaran BTA seperti biasanya membuka kegiatan pembelajaran diawali dengan salam kemudian dilanjutkan doa. Kegiatan tersebut setiap hari dilakukan khususnya untuk pembelajaran BTA. Pada awal pembelajaran BTA siswa masing – masing memegang Al Quran Braille, setelah itu guru mulai mengenalkan huruf hijaiyah terlebih dahulu, dilanjutkan dengan syakal dan tajwid, selanjutnya siswa praktek membaca Al Quran secara individual terlebih dahulu kemudian membaca secara bersamaan. Setelah siswa memahami huruf hijaiyah dan bisa membaca dengan lancar maka guru membiasakan kegiatan tadarus Al Quran setiap awal kegiatan pembelajaran BTA. Penjelasan tersebut sesuai dengan pemaparan dari Guru PAI ibu HT sebagai berikut Begini mba, pada awalnya kegiatan pembelajaran BTA ini siswa saya kenalkan dengan huruf hijaiyah, itu merupakan kunci utama untuk bisa membaca Al Quran, tetapi siswa harus sudah faham huruf abjad dalam Braille karena huruf hijaiyah sendiri dalam Al Quran Braille prinsipnya hampir sama dengan huruf abjad hanya saja ada penambahan tanda dalam huruf hijaiyah. Setelah itu dilanjutkan dengan mengenalkan anak dengan syakal dan tajwid. Dilanjtukan dengan praktek membaca Al Quran. (W/G/HT/09-062016/10:00) Siswa tunanetra untuk bisa membaca perlu ketlatenan karena harus mengasah indera peraba mereka supaya dapat membaca dengan baik, masing-masing siswa membutuhkan waktu yang berbeda untuk bisa
54
membaca dan menulis dengan menggunakan huruf braille. Seperti yang dikemukakan AP, sebagai berikut: Saya mulai belajar Al Quran braille mulai kelas empat, dan kelas lima saya sudah lancar, untuk nulisnya saya sehari sudah lumayan (W/S/AP/17-16-2016/11:00). Beda dengan MK, berikut pemaparannya: Saya kalau bacanya butuh waktu hampir setengah tahun, kalau nulis saya sebulan baru bisa (W/S/MK/17-16-2016/11:00). Pembelajaran BTA kepada anak tunanetra ini menggunakan beberapa metode yang digunakan guru PAI supaya kegiatan pembelajaran membaca Al Quran khususnya menjadi lebih aktif. Salah satu cara metode yang dilakukan oleh guru PAI yaitu menggunakan metode
“simakan”.
Dengan
simakan
siswa
cenderung
lebih
memperhatikan dengan cara salah satu anak membaca dari kata per kata yang tidak lepas dari bimbingan oleh guru itu sendiri kemudian yang lainnya menyimak dan bergantian membaca. Jika dalam satu kelas ada banyak siswa maka membaca dilakukan secara bergantian dengan teman tapi jika hanya ada satu anak maka hanya disimak oleh guru itu sendiri. Sesuai dengan apa yang dikemukakan guru PAI ibu HT sebagai berikut Kegiatan BTA yang saya laksanakan untuk anak tunanetra ialah dengan cara menyuruh salah satu anak membaca dan yang lainnya mendengarkan kemudian melanjutkan bacaan tersebut. kalau tidak menyimak ya ketinggalan bacaannya. (W/G/HT/09-062016/10:15). Setelah kegiatan simakan secara bergantian siswa diminta untuk mengomentari bacaan temannya sendiri, jadi anak tidak hanya sekedar 55
menyimak, dan memperhatikan bacaan teman tapi juga memberikan pendapat bagaimana hasil bacaan dari teman. Karena keterbatasan guru PAI dalam penglihatan ketika kegiatan simakan guru duduk didekat siswa yang sedang menyimak agar lebih bisa memperhatikan siswa supaya tidak mengobrol dengan teman sebelahnya. Hal tersebut dijelaskan Ibu HT guru PAI di SLB AD Wantuwirawan, sebagai berikut: Biasanya saya duduk didekat siswa mba, untuk lebih memantau siswa. Beda dengan guru yang awas bisa melihat dan memantau secara jelas dari jauh karena keterbatasan saya dalam melihat jadi saya duduk didekat anak. InsyaAllah saya paham mba kalau anak itu memperhatikan atau tidak. (W/G/HT/09-06-2016/10:10). Baca tulis Al Quran (BTA) pembelajaran yang tidak hanya membaca Al Quran tetapi juga menulis Al Quran. Kegiatan menulis dilaksanakan setelah kegiatan membaca siswa praktek menulis menggunakan alat khusus yang namanya reglet. Dengan bimbingan dari guru, siswa berlatih menulis Al Quran secara perlahan. Kegiatan menulis Al Quran pertama – tama guru mendikte kepada siswa simbol titik yang menunjukkan huruf hijaiyah, kemudian disuruh membaca hasil tulisannya, sebagaimana penjelasan HT selaku guru PAI: Untuk membimbing siswa dalam menulis Al Quran, saya mendiktekan huruf hijaiyah kemudian saya suruh baca hasil tulisannya, jadi selesai teori siswa bisa langsung praktek (W/G/HT/09-06-2016/10:10). Sedangkan untuk pemahaman mengenai tajwid, terlebih dahulu guru memberikan materi mengenai hukum tajwid dengan menggunakan buku braille, siswa disuruh untuk membaca materi kemudian dibimbing
56
untuk
mempraktekan
bagaimana
letak
dan
pengucapannya.
Sebagaimana penjelasan guru sebagai berikut: Pengenalan tajwid saya gunakan buku braille mba, tapi juga saya bimbing, karena kadang dalam buku braille masih kurang penjelasan. Baru saya suruh praktek cara membaca sesuai tajwid (W/G/HT/09-06-2016/10:10). Supaya siswa lebih paham, guru meminta siswa untuk mencari hukum tajwid di dalam Al Quran, berikut penjelasan dari HT : Biar siswa lebih paham, saya suruh mencari hukum tajwid dalam Al Quran braille, terus ditulis (W/G/HT/09-06-2016/10:10). Mengenai pembelajaran BTA di SLB Wantuwirawan Salatiga tidak hanya sekedar membaca dan menulis, ada tambahan yaitu dengan menghafal khususnya untuk surat – surat pendek dari surat An Nas sampai Ad Duha. Kegiatan hafalan untuk siswa tunanetra satu ayat bisa dalam sehari, tapi juga ada yang bisa sampai berminggu sesuai kemampuan siswa. Hasil hafalan siswa disetorkan kepada guru tiap kali masuk pembelajaran BTA, sebagaimana penjelasan ibu HT: Setiap pelajaran BTA, biasanya kan ada tadarus bareng mba, sebelumnya siswa setor hafalan dulu, semampunya (W/G/HT/0906-2016/10:10). Pelaksanaan dengan menggunakan metode hafalan ini siswa tunanetra ada yang sudah hafal surat-surat pendek khususnya juz tiga puluh, seperti yang dikemukakan oleh MK selaku siswa, sebagai berikut: Alhamdulilah saya sudah hafal juz tiga puluh, sekarang dirumah mau menghafal juz dua puluh sembilan. Dalam sehari bisa hafal satu ayat kadang bisa lebih (W/S/MK/17-06-2016/11:00).
57
Menurut HT selaku guru PAI, metode yang diterapkan kepada siswa sudah cukup efektif, karena siswa yang awalnya belum bisa sampai saat ini sudah mengalami kemajuan yang baik, berikut penjelasannya: Saya rasa dengan metode tersebut, ya sudah mba ya, karena saya lihat anak-anak mempunyai kemajuan yang begitu baik seperti MK dan AP, mereka sudah lancar bacanya, bahkan mereka juga sering ikut lomba (W/G/HT/09-06-2016/10:10). Pada pembelajaran BTA menurut guru PAI anak tunanetra cenderung lebih fokus dan memperhatikan karena kondisi anak yang tidak bisa melihat lingkungan sekitar. Selain lebih fokus anak tunanetra juga lebih semangat dalam belajar terbukti ketika pembelajaran berlangsung siswa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, jadi sering bertanya kepada guru mengenai materi yang disampaikan kepada siswa. Setelah kegiatan pembelajaran BTA guru memberikan masukan hasil siswa, bertujuan supaya siswa bisa memperbaiki kesalahannya, berikut penjelasan guru PAI: Pasti saya kasih masukan mba, kamu masih kurang ini, kamu sebaiknya begitu. kalau ga gitu ya nanti siswa malah ngerasa bener terus. Padahal kan masih ada kesalahan kalau ga lupa materi (W/G/HT/09-06-2016/10:10). Guru juga mengadakan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana anak memahami materi yang disampaikan guru. Diantaranya sistem evaluasi yang diterapkan guru PAI adalah diadakan test dengan model nilai angka, ada jadwal khusus untuk UTS dan UKK, seperti yang sudah dijelaskan tadi setelah kegiatan pembelajaran diadakan diskusi. Karena pembelajaran BTA merupakan kegiatan ekstra dan diluar jam 58
pelajaran jadi sistem penilaiannya digabung dengan materi agama Islam yang lainnya seperti sholat berjamaah, sholat dhuha, dan materi lainnya. Setiap
kegiatan
pembelajaran
berlangsung
tentu
terdapat
beberapa problem atau hambatan yang dihadapi baik siswa maupun guru itu sendiri. Pertama hambatan atau problem yang dihadapi siswa ketika pembelajaran adalah masih adanya kesulitan dalam perabaan ketika membaca Al Quran Braille, selain itu dalam hal penulisan anak masih kurang karena tangan yang kadang kurang kuat untuk menulis menggunakan alat riglet. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan guru PAI ibu HT, sebagai berikut : Ketika pembelajaran kesulitan yang biasanya dihadapi anak masih kurangnya perabaan mba, apalagi anak yang masih awal belajar huruf braille. Padahal huruf Al Quran prinsipnya hampir sama dengan huruf abjad jadi itu menjadi hambatan tersendiri bagi siswa mba. Selain itu ketika menulis anak yang tangannya kurang kuat dalam menekan paku dikertas juga menjadi hambatan mba karena jika tekanannya paku masih kurang maka hasil tulisannya juga kurang bisa dibaca. (W/G/HT/09-06-2016/10:15). Sebagaimana AP salah satu siswa juga memaparkan kesulitan ketika pembelajaran baca tulis Al Quran, sebagai berikut: Kalau dalam pembelajaran BTA, saya merasa kesulitan pas belajar nulisnya (W/S/AP/17-06-2016/11:05) Sedangkan MK memaparkan kesulitannya, sebagai berikut: Kesulitan saya di pelajaran BTA ini, ketika belajar huruf hijaiyah dan cara pengucapannya (W/S/MK/17-062016/11:10).
59
Selain menulis dan pengucapan siswa juga masih sering kurang faham akan tajwid, sebagaimana yang disampaikan guru, sebagai berikut: Siswa yang masih kurang dalam pemahaman tajwid juga menjadi problematika, karena membaca Al Quran kan harus sesuai tajwid (W/G/HT/09-06-2016/10:20).
Selanjutnya yang menjadi problem ketika pembelajaran BTA karena kurangnya waktu untuk belajar. Jadwal yang digunakan untuk pembelajaran BTA hanya seminggu sekali pada hari jumat sebelum waktu duhur dan pembelajaran berlangsung kurang lebih satu setengah jam saja. Kemudian ada lagi yang menjadi problem yaitu kurangnya bimbingan di rumah dikarenakan orang tua yang cukup sibuk dengan pekerjaan menjadikan anak mudah lupa dengan materi yang disampaikan guru. Dari penjelasan tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh guru PAI, sebagai berikut : Ada lagi mba yang menjadi hambatan bagi anak, ketika kurang dalam perabaan untuk memahami tajwid anak jadi kesuitan memahami tajwid mba, selain tajwid juga kurangnya waktu untuk pembelajaran BTA sendiri karena hanya seminggu sekali dan hanya kurang lebih satu setengah jam pembelajaran. Untuk orang tuanya yang cukup sibuk maka anak masih kuarng bimbingan dirumah jadi anak mudah lupa.(W/G/HT/09-06-2016/10:15). Segala problematika yang dihadapi tentunya ada jalan untuk dijadikan solusi Dalam pembelajaran BTA pada anak tunanetra solusi yang diberlakukan guru untuk mengatasi problem siswa yang masih memiliki kesulitan dalam hal perabaan, tajwid maupun cara menulis ialah dengan memperbanyak latihan baik baca maupun menulis dengan
60
memanfaatkan waktu luang atau jam kosong. Karena selain sebagai solusi untuk memperbanyak latihan juga sebagai solusi kurangnya waktu pembelajaran BTA. Jam pelajaran yang kosong dimanfaatkan guru untuk mengajak siswa – siswinya untuk belajar membaca dan menulis Al Quran Braille. Penjelasan tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan guru PAI, sebagai berikut : Karena waktu pembelajaran yang masih kurang maka saya manfaatkan waktu luang seperti waktu usai tes misalnya kan ada waktu luang sampai pengambilan raport mba, saya gunakan untuk mengajak siswa belajar baca tulis Al Quran (W/G/HT/09-06-2016/11:00). Selain jam kosong, guru PAI juga mengadakan bimbingan sendiri mengenai materi yang belum dipahami. Berikut penjelasannya: Kalau ada siswa yang belum bisa, saya adakan bimbingan sendiri mba ke siswa, jadi bisa membutuhkan waktu lebih dari teman-temannya (W/G/HT/09-06-2016/11:00). Guru PAI juga mengadakan lomba di pesantren kilat ketika bulan ramadhan. Walaupun hadiah yang diberikan nilainya tidak seberapa namun bisa menjadikan siswa lebih bersemangat dalam belajar karena siswa bersaing dalam hal yang positif, sebagaimana yang dikemukakan oleh HT: Pas puasa itu to mba, kan ada pesantren kilat, saya punya inisiatif buat mengadakan lomba buat anak-anak. hadiahnya ya ga seberapa mba tapi bisa menjadi motivasi tersendiri buat siswa. Selain itu saya bisa punya waktu lebih untuk memberi masukan materi kepada siswa (W/G/HT/09-06-2016/11:00). Selain bimbingan, lomba dan memanfaatkan waktu luang guru PAI juga memberikan cerita figur-figur yang berhasil sebagai motivasi
61
siswa. Dan untuk memudahkan ketika penilaian HT sering bekerjasama dengan guru lain. Sebagaimana pemaparan HT, sebagai berikut: Solusinya ketika anak down ya saya kasih motivasi, terus saya ceritakan sosok-sosok yang patut dicontoh, sebagai dorongan semangat dan untuk membantu saya dalam penilaian kadang saya minta tolong sama guru lain. saya juga kasih reward bagi yang punya prestasi. Jadi mereka lebih terpacu ketika belajar mba (W/G/HT/09-06-2016/11:05).
62
BAB IV ANALISIS DATA Berdasarkan wawancara dan hasil observasi yang dilakukan di SLB Wantuwirawan Salatiga terkait strategi guru PAI (tunanetra) dalam pembelajaran baca tulis Al Quran pada anak tunanetra. Analisis ini di dasarkan pada data-data hasil yang telah diuraikan pada bab sebelumnya yang menggambarkan kondisi konkrit yang ada di SLB Wantuwirawan Salatiga. Peneliti merangkum beberapa bagian. A. Strategi Guru Pendidikan Agama Islam (Tunanetra) dalam Pembelajaran Baca Tulis Al Quran pada Anak Tunanetra di SLB Wantuwirawan Salatiga Strategi adalah prosedur yang diterima dan dipakai dalam suatu upaya untuk mencapai tujuan- tujuan tertentu, seperti pemecahan suatu masalah (Kartono, 2000: 488). Sebagaimana yang dilakukan oleh guru PAI di SLB Wantuwirawan Salatiga menerapkan menerapkan beberapa prosedur agar materi bisa tersampaikan dengan baik khususnya dalam penelitian ini pembelajaran baca tulis Al Quran. Beberapa prosedur yang dilakukan guru PAI meliputi pembuatan RPP, materi, dan metode yang disampaikan strategi yang digunakan guru PAI adalah strategi yang berpusat pada peserta didik sebagaimana yang dijelaskan oleh (Iskandarwasit dan Sunendar, 2015 :26) Strategi yang berpusat pada peserta didik adalah strategi pembelajaran yang memberi kesempatan
63
seluas – luasnya kepada peserta didik untuk aktif dan berperan dalam kegiatan pembelajaran. Guru PAI di SLB Wantuwirawan memberikan kebebasan kepada siswa untuk aktif berpendapat dan memberikan waktu untuk mempraktekan langsung materi yang disampaikan seperti membaca, menulis, dan mencari hukum tajwid dalam Al Quran. Apalagi ketika kegiatan diskusi siswa dianjurkan untuk aktif dan menemukan materi – materi terkait, maka pembelajaran semakin aktif dan siswa lebih luas pengetahuannya. Sebagai guru yang memiliki keterbatasan dalam melihat, guru PAI memiliki cara tersendiri ketika memberikan materi kepada siswanya yang juga memiliki keterbatasan dalam melihat. Meskipun guru PAI memiliki keterbatasan dalam melihat (low visison), tetap berusaha agar siswa siswinya mendapatkan pendidikan yang optimal khususnya dalam penelitian ini mengenai pendidikan baca tulis Al Quran. Strategi yang dijalankan guru PAI berkebutuhan khusus dengan guru pada umumnya tentu memiliki beberapa perbedaan dalam membawakan materi pembelajaran tapi juga ada beberapa kesamaan sebagaimana guru lainnya. Dalam temuan penelitian ini guru PAI terlebih dahulu mengatur posisi duduk antara guru dan siswa yang selalu berdekatan, karena memang guru PAI tidak bisa memberikan materi secara berjauhan, disebabkan keterbatasan melihat yang dimilikinya. Posisi duduk yang berhadap – hadapan antara guru dengan
64
siswa menjadi salah satu strategi guru PAI supaya apa yang akan disampaikan lebih dimengerti siswa. Siswa
yang
juga
memiliki
keterbatasan
melihat
lebih
mengandalkan indera pendengaran, indera pendengaran digunakan untuk memperhatikan intruksi atau ceramah dari guru, maka menggunakan posisi duduk yang berdekatan. Jika guru pada umumnya bisa memantau siswa dari jarak jauh dan bisa sambil berjalan mengelilingi kelas beda dengan guru PAI membutuhkan kedekatan untuk memperhatikan siswanya dan lebih banyak duduk di tempat (di dekat siswa). Dari posisi yang selalu berdekatan inilah guru PAI menggunakan sistem pembelajaran secara bergantian antara siswa satu dengan lainnya dengan menyesuaikan kemampuan siswa, yang biasa dikenal dengan prinsip individual. Prinsip individual merupakan kaidah pokok dalam setiap jenis pembelajaran (baik pendidikan luar biasa maupun umum). Guru dituntut untuk memerhatikan adanya perbedaan – perbedaan individu. Selain adanya perbedaan – perbedaan umum seperti usia, kemampuan mental, fisik, kesehatan, sosial, dan budaya, anak tunanetra menunjukkan sejumlah perbedaan khusus yang menunjukkan sejumlah perbedaan yang terkait dengan kebutaan. Maka adanya perbedaan antara siswa low vision dan buta total (Putranto, 2015 :101). Prinsip individual ini yang selalu digunakan dalam memberikan pembelajaran, karena dengan prinsip ini guru menjadi lebih dekat
65
dengan siswanya dan tentu lebih memudahkan ketika memberikan materi. Jika pada umumnya guru PAI menggunakan sistem rombongan belajar sebagai alternatif dalam memberikan materi tapi juga ada beberapa yang menggunakan prinsip ini, tetapi guru PAI ini lebih sering menggunakan prinsip individual selain bisa memanfaatkan kemampuan melihat yang seadanya untuk memantau siswa juga lebih leluasa menyampaikan materi dengan menyesuaikan kondisi siswa. Metode yang digunakan dalam penyampaian materi pada awalnya menggunakan metode ceramah. Metode ceramah adalah cara penyampaian sebuah materi pelajaran dengan cara penuturan lisan kepada siswa atau khalayak ramai. Metode ini dapat diikuti karena guru menjelaskan dengan lisan dan siswa mendengarkan (Widjaya, 2012 :63). Alasan menggunakan metode ceramah bagi siswa tunanetra karena siswa tunanetra mengandalkan indera pendengaran untuk memperoleh segala informasi, kepekaan terhadap suara menjadi kelebihan tersendiri bagi siswa tunanetra. Guru yang juga memiliki keterbatasan melihat (low vision) pada dasarnya menggunakan metode seperti guru pada umumnya, karena masih bisa melihat dari jarak kedekatan meskipun hanya samar-samar. Metode ini diterapkan karena siswa tidak hanya mengandalkan informasi dari buku bacaan saja, perlu penjelasan lebih agar materi bisa tersampaikan dengan baik. Selain memberikan penjelasan
langsung
kepada
siswa
juga
mempermudah
siswa
mendapatkan materi bagi yang masih kurang perabaan dalam membaca.
66
Setelah mendapat materi siswa diminta untuk praktek baik menulis maupun membaca dengan bimbingan guru satu per satu dengan tujuan siswa mengenal langsung huruf braille dengan indera perabanya secara perlahan. Selain menggunakan metode ceramah juga menggunakan metode diskusi sebagai alternatif penyampaian materi. Metode diskusi adalah salah satu alternatif metode yang dapat dipakai oleh seorang guru dikelas dengan tujuan dapat memecahkan suatu masalah berdasarkan pendapat para siswa (Widjaya, 2012 :63). Alasan menggunakan metode diskusi ini selain sebagai selingan kegiatan pembelajaran, juga memberikan kesempatan siswa untuk aktif dan terlibat dalam proses pembelajaran. Sebagaimana yang disampaikan oleh (Iskandarwasit dan Sunendar, 2015 :26) Tujuan mengajar adalah membelajarkan peserta didik. Strategi yang berpusat pada peserta didik adalah strategi pembelajaran yang memberi kesempatan seluas – luasnya kepada peserta didik untuk aktif dan berperan dalam kegiatan pembelajaran. Menurut guru tersebut dengan menggunakan beberapa metode yang diterapkan terhadap siswa sudah cukup efektif terbukti degan hasil siswa sampai saat ini menunjukkan hasil yang baik, terbukti sekarang siswa mampu membaca Al Quran dengan lancar dan bisa menghafal surat-surat pendek. Beberapa media yang digunakan ketika pembelajaran yaitu:
67
1. Al Quran braille Al Quran yang dimiliki saat ini ada dua set, jadi antara guru dan siswa bisa sama – sama memegang Al Quran sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif. Al Quran braille adalah Al Quran yang didalamnya menggunakan sisitem huruf braille. Huruf braille adalah huruf sederhana dan praktis yang tampak menonjol atau seperti timbul diatas kertas, jenis tulisan ini terdiri dari 6 titik atau lubang serta dijadikan dua baris, masing-masing tiga titik dari atas ke bawah (Putranto,2015:107). Al Quran yang bercirikan satu jilid satu juz, tiga puluh juz tiga puluh jilid. Cara membaca Al Quran sendiri berbeda dengan Al Quran awas yaitu: a. Membaca dengan meraba perlahan. b. Membaca dari kiri ke kanan, berbeda dengan aksara arab Al Quran awas dari kanan ke kiri. c. Susunannya secara berurutan dari kiri ke kanan yaitu huruf, harokat, dan seterusnya sampai ketemu tanda wakof. d. Susunan surahnya sama dengan susunan Al Quran awas. e. Huruf arab braille tertuang dalam kode titik. Titik-titik tersebut merangkum semua huruf, harokat dan tanda wakof dalam Al Quran. (https://m.tempo.co/read/news/2015/06/24/155677877/mesincetak-al-quran-braille-di-bandung-tertua-di-dunia(diakses pada tanggal 11 Agustus pukul 10:11)
68
Manfaat dari belajar Al Quran braille, kini siswa berani membaca bersama dengan orang yang menggunakan Al Quran awas (tidak minder). Selain itu siswa juga mampu menjuarai lomba MTQ sekota Salatiga yang menjadi kebanggaan tersendiri bagi siswa, orang tua, maupun pihak sekolah. 2. Reglet Alat tulis ini yang tidak bisa lepas dari siswa maupun guru. Reglet atau yang biasa dikenal juga dalam bahasa Inggris sebagai slate, adalah sebuah teknologi paling tua yang diciptakan untuk membantu komunikasi bagi penderita tunanetra. Reglet digunakan untuk membuat titik – titik timbul yang akan membentuk suatu pola yang mengacu pada huruf – huruf braille. Benda ini yang sangat membantu berkembangnya pelajaran di kalangan tunanetra yang tidak dapat membaca secara normal. (https:id.wikipedia.org/wiki/Reglet(Slate) diakses pada tanggal 11 Agustus 2016 pada pukul 10:05). 3. Buku braille Buku braille adalah buku yang didalamnya menggunakan huruf braille yaitu sejenis sistem tulisan sentuh yang digunakan oleh orang buta. Buku ini merupakan media yang tidak bisa lepas untuk
anak tunanetra,
karena memang alat
bantu
untuk
mendapatkan informasi salah satunya dengan buku braille dengan
69
menggunakan indera peraba siswa. Buku braille biasanya digunakan ketika awal akan mempelajari hukum tajwid. Caranya guru PAI memberikan kepada siswa untuk dibaca kemudian guru memberikan penjelasan terkait materi hukum tajwid. B. Pelaksanaan, Problematika, dan Solusi dalam Pembelajaran Baca
Tulis
Al
Quran
pada
Anak
Tunanetra
di
SLB
Wantuwirawan Salatiga Pelaksanaan merupakan salah satu unsur strategi, apabila telah merumuskan hal apa saja yang hendak dilakukan akan tiada artinya bila tidak dilaksanakan. Sebagaimana menurut Darwis dkk (1998 :196) bahwa agar suatu susunan strategi dapat berfungsi maksimal diperlukan tahapan atau rincian sebagai berikut yaitu perumusan strategi, perencanaan tindakan dan implementasi. Implementasi inilah menjadi dasar pelaksanaan dari segala persiapan tindakan dalam proses pembelajaran. Proses belajar yang dilaksanakan tentu sesuai dengan keadaan dan kebutuhan siswa sehingga siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan baik. Pelaksanaan pembelajaran baca tulis ini seperti yang dijelaskan seperti biasa pada sekolah pada umunya yaitu diawali dengan salam sebagaimana orang muslim yaitu “assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh“ kemudian membaca doa sebelum belajar. Doa yang dipimpin oleh salah seorang siswa secara bergantian setiap pertemuan.
70
Setelah berdoa dan sebelum proses pembelajaran guru mengatur posisi duduk siswa supaya lebih fokus ketika proses pembelajaran. Posisi duduk siswa dibuat berdekatan dengan guru sehingga menjadikan guru dan siswa lebih mudah berinteraksi. Apalagi, ketika ada siswa mendapatkan giliran dalam membaca siswa tersebut duduk berdekatan dengan guru supaya guru lebih fokus menilai hasil bacaan para siswanya. Pelaksanaan pembelajaran baca tulis Al Quran guru memberlakukan tadarus dengan cara simakan. Satu per satu siswa di bimbing ketika membaca Al Quran kata demi kata. Jika guru pada umumnya membimbing ayat demi ayat beda dengan Al Quran braille harus kata demi kata, karena Al Quran yang sifatnya ada spasi dari tiap kata jadi membimbingnya pun juga kata demi kata. Selanjutnya, siswa yang belum kebagian membaca, dianjurkan untuk menyimak bacaan temannya. Kemudian guru meminta untuk memberikan komentar dari hasil bacaan siswa yang sedang membaca. Jika ada siswa yang masih belum bisa membaca karena tingkat kemampuan yang berbeda – beda, selaku guru PAI berusaha mengenalkan huruf hijaiyah sebagai dasar untuk memahami ayat suci Al Quran. Maka dalam pelaksanaan ini guru PAI mengenalkan kepada anak satu persatu karena tidak memungkinkan secara bersamaan seperti kelas reguler yang dijelaskan lewat papan tulis kemudian dibahas bersama. Tapi, di sini guru begitu sabar mengenalkan huruf 71
hijaiyah kepada siswa secara bergiliran karena faktor keterbatasan dalam melihat. Pembelajaran dilakukan secara perlahan karena sifat dari huruf hijaiyah hampir sama dengan huruf abjad dalam braille, jadi lebih memudahkan siswa. Selanjutnya siswa dikenalkan dengan syakal baru bisa melanjutkan belajar tajwid. Jika siswa pada umumnya bisa belajar huruf sekaligus syakal beda dengan siswa tunanetra, yang belajar secara bertahap dalam waktu yang relatif lama sesuai dengan kemampuan masing – masing siswa, tapi juga ada siswa yang begitu cepat menerima materi yang disampaikan guru. Setelah membaca siswa diminta untuk mencoba menulis ayat – ayat dalam Al Quran, sebagai upaya untuk melatih kemampuan siswa belajar menulis Al Quran dengan menggunakan reglet. Untuk mengenalkan ayat dengan tulisan braille biasanya guru mendikte siswa karena sifat huruf braille yang menggunakan kode titik satu, titik dua dan seterusnya. Jika biasanya guru mengenalkan dengan menulis di papan tulis, lain hal nya dengan Al Quran braille. Dengan teknik mendikte ini guru lebih cenderung untuk duduk mendekat dengan siswa agar apa yang disampaikan bisa dimengerti siswa. Karena pada prinsipnya dalam pembelajaran baca tulis Al Quran ini antara teori dan praktek berjalan secara bersamaan. Ketika pembelajaran berlangsung setelah guru memberikan materi dan contoh, siswa diminta praktek baik untuk membaca maupun menulis ayat Al Quran.
72
Selain membaca dan menulis, juga menerapkan sistem hafalan bagi siswa, terutama surat – surat pendek dari An Nas sampai Ad Dhuha. Jika siswa pada umumnya bisa menghafal beberapa ayat dalam waktu yang relatif singkat, beda dengan anak tunanetra satu ayat bisa memakan waktu satu bulan, tapi juga ada yang satu ayat bisa hafal dalam satu hari, kembali kepada kemampuan masing-masing siswa. Hasil hafalan disetorkan kepada guru setiap pertemuan kegiatan baca tulis Al Quran. Pemberian motivasi kepada siswa baik ketika sebelum dan sesudah proses pembelajaran menjadikan siswa lebih semangat dalam belajar. Di tengah jam pembelajaran guru juga mengajak siswa untuk berdiskusi supaya siswa tidak merasa bosan. Biasanya siswa mengeluh lelah karena membaca huruf braille yang mengandalkan indera peraba (tangan), memberikan jeda untuk istirahat dengan berdiskusi santai dengan siswa sekaligus sebagai hiburan siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan berdiskusi siswa cenderung lebih senang dan antusias karena bisa bertukar pendapat dengan guru maupun teman. Setiap pelaksanaan pembelajaran baik guru maupun murid memiliki beberapa problematika yang dapat menghambat selama kegiatan
belajar
mengajar.
Di
SLB
Wantuwirawan
dalam
pembelajaran baca tulis Al Quran bagi anak tunanetra memiliki beberapa hambatan diantaranya adalah: 73
1. Siswa Hambatan
tersendiri
bagi
siswa
salah
satunya
karena
keterbatasan dalam melihat. Dari keterbatasan tersebut maka siswa harus menggunakan alat untuk belajar Al Quran, yaitu dengan Al Quran Braille. Untuk dapat membaca dan memahami Al Quran siswa tunanetra harus mengasah indera peraba supaya dapat memahami Al Quran Braille tersebut. hambatan yang dialami siswa ketika belajar Al Quran ialah sebagai berikut : a. Masih kurang peka dalam perabaan. b. Sedangkan dalam belajar menulis Al Quran problematika yang dihadapi ialah tangan siswa yang masih tidak begitu kuat menggunakan alat tulis reglet karena cara menulis dengan cara menusuk – nusukan paku pada kertas. c. Kesulitan menghafal tajwid, bagi siswa yang baru belajar Al Quran braille mengalami kesulitan huruf dan cara pengucapan. d. Siswa yang kadang kurang minat dalam membaca, sehingga membuat siswa menjadi ketinggalan. 2. Guru Guru PAI yang mengajar di sekolah SLB Wantuwirawan Salatiga bukan lulusan asli pendidikan luar biasa jadi dalam pembelajaran terkadang masih memerlukan strategi lebih untuk memaksimalkan kegiatan pembelajaran. Selain bukan lulusan asli pendidikan luar biasa guru PAI juga memiliki keterbatasan dalam
74
melihat (low vision). Keterbatasan melihat yang dimiliki guru menjadi kurangnya pemantauan guru terhadap aktivitas belajar siswa dan penguasaan kelas. 3. Selain problematika dari siswa dan guru, terdapat problematika terkait jam pembelajaran yang masih kurang, hanya seminggu sekali. Jadi siswa sangat terbatas dan kurang maksimal sekali ketika belajar. Untuk menjawab segala problematika yang dihadapi ketika proses pembelajaran, guru PAI mencoba mengambil solusi untuk mengatasi hal – hal yang dapat menghambat proses pembelajaran, solusi yang diambil sebagai berikut : 1. Memperbanyak latihan baca tulis Al Quran baik di sekolah maupun di rumah, seperti yang dikemukakan oleh siswa yang berinisial AP dan MK : Untuk mengurangi kesulitan yang saya hadapi, ya itu saya memperbanyak latihan supaya lebih lancar dalam baca tulis Al Quran. 2. Guru sering memberikan motivasi sebagai pendorong siswa dalam belajar supaya lebih semangat belajar Al Quran. 3. Guru PAI dalam pembelajaran juga sering bekerjasama dengan guru lain untuk membantu memantau perkembangan hasil belajar siswa.
75
4. Guru memberikan reward untuk siswa yang memiliki prestasi, sebagai alat untuk memberikan dorongan siswa belajar lebih giat lagi 5. Menceritakan tentang figur – figur yang berhasil kepada siswa, karena menurut dengan menceritakan hal yang menyenangkan menjadi arti tersendiri bagi siswa, bahwa kelak siswa juga bisa menjadi orang yang berhasil. 6. Memanfaatkan waktu luang untuk menambah pengetahuan siswa tentang baca tulis Al Quran. 7. Mengadakan lomba di pesantren kilat. Ketika bulan Ramadhan siswa tunanetra diajak untuk berlomba dalam mempelajari Al Quran, ketika kegiatan pesantren kilat ini siswa diberikan tugas dari guru untuk menghafal surat pendek. Selain menambah semangat siswa, guru juga bisa mengetahui tingkat kemampuan masing-masing siswa. 8. Guru PAI diikutsertakan dalam pelatihan – pelatihan tingkat kota sebagai upaya menambah wawasan ketika memberikan materi maupun pengetahuan lainnya serta dapat mengembangkan strategi dan metode yang digunakan dalam proses pembelajaran.
76
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian tentang Strategi Guru (Tunanetra) pada Pembelajaran Baca Tulis Al Quran pada Anak Tunanetra di SLB Wantuwirawan Salatiga dan kajian pustaka yang telah tersaji dalam karya tulis ini, penulis menyimpulkan bahwa pembelajaran baca tulis Al Quran pada anak tunanetra, guru PAI menggunakan strategi yang berpusat pada peserta didik karena siswa diberi kebebasan untuk aktif berpendapat dan memberikan
waktu
untuk
mempraktekan
langsung
materi
yang
disampaikan seperti membaca, menulis, dan mencari hukum tajwid dalam Al Quran. Pembelajaran untuk anak tunanetra dalam baca tulis Al Quran ini menggunakan prinsip individual dan lebih mendekat kepada siswa agar materi dapat tersampaikan dengan baik. Metode yang digunakan sama dengan guru lain yaitu metode ceramah, praktek, dan diskusi. Guru juga memanfaatkan media untuk menunjang pembelajaran diantaranya ialah Al Quran Braille, buku braille, dan alat tulis reglet. Pelaksanaan pembelajaran Al Quran seperti biasa pada sekolah lain yaitu diawali dengan salam dan dilanjutkan berdoa sebelum belajar. Pada awal guru mengatur tempat duduk yang berdekatan antara siswa satu dengan siswa lainnya supaya anak juga lebih bisa mendengar teman ketika membaca dan ketika ada siswa yang mendapat giliran membaca maka
77
guru duduk didekat siswa untuk lebih mempermudah dalam penilaian. Pertama materi yang diberikan kepada siswa adalah tentang pengenalan huruf hijaiyah , dilanjutkan dengan syakal, dan ilmu tajwid sebagai dasar siswa untuk dapat membaca Al Quran. Selain membaca anak tunanetra juga disuruh menghafal surat – surat pendek dan disetorkan kepada guru tiap kali masuk pembelajaran baca tulis Al Quran. Dalam pembelajaran baca tulis Al Quran guru juga menerapkan tadarus bersama dengan sistem simakan dengan membimbing satu per satu dan per kata. Disela – sela pembelajaran guru mengadakan diskusi ringan supaya siswa tidak merasa bosan ketika pembelajaran. Problematika yang dihadapi guru adalah kurangnya pemantauan terhadap siswa karena keterbatasannya dalam melihat. Selain itu ketika siswa masih kurang peka dalam perabaan, tangan yang kurang kuat untuk menekan alat tulis reglet dan anak yang masih belum bisa huruf braille. Kurangnya waktu untuk kegiatan pembelajaran baca tulis Al Quran, hal tersebut menjadi hambatan tersendiri baik guru maupun siswa membuat penyampaian materi dan waktu latihan yang kadang belum tercapai maksimal. Solusi yang diambil guru PAI untuk meminimalkan hambatan pembelajaran diantaranya memperbanyak latihan baik membaca maupun menulis, selalu memberikan motivasi, memberikan reward untuk siswa yang berprestasi sebagai dorongan untuk siswa belajar lebih giat lagi, bekerjasama dengan guru lain dalam pemantauan ketika pembelajaran, 78
mengadakan lomba ketika pesantren kilat sebagai jam tambahan juga untuk mengetahui prestasi siswa, guru PAI yang bukan lulusan asli pendidikan luar biasa sering diikutsertakan pelatihan – pelatihan tingkat kota maupun provinsi. B. Saran Setelah mengumpulkan data, menganalisa, dan menyajikan dalam karya tulis ini, penulis menganggap perlu memberikan saran bagi strategi dalam pembelajaran baca tulis Al Quran pada anak tunanetra di SLB Wantuwirawan, yaitu : 1. Sebaiknya menambah guru PAI supaya proses pembelajaran menjadi lebih efektif. 2. Menambah jam pembelajaran baca tulis Al Quran supaya anak jadi lebih leluasa untuk mengembangkan potensi membaca maupun menulis Al Quran. 3. Adanya kerjasama lebih antar guru supaya pembelajaran menjadi lebih terpantau. 4. Diadakannya kerjasama kepada orang tua dengan menggunakan buku penghubung,
supaya
guru
perkembangan prestasi siswa.
79
maupun
orang
tua
mengetahui
DAFTAR PUSTAKA Ahsin. Bimbingan Praktis Menghafal Alquran. Bumi Aksara. Jakarta:1994 Arikunto, Suharsimi. Prosedur Suatu Penelitian Suatu Pendekatan. Rineka Cipta. Jakarta:2002 Asdiqoh, Siti. Etika Profesi Keguruan. Trust Media Publising. Yogyakarta: 2013 Daradjat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam. Bumi Aksara. Jakarta: 2011 Darwis, Djamaluddin dkk. Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Islam Disekolah Eksistensi. Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang bekerjasama Pustaka Pelajar. Yogyakarta: 1998 Emzir,Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta Utara: 2011. Fathurrohman
Muhammad,
Sulistyorini.
Belajar&Pembelajaran.
Teras.
Yogyakarta:2012 Hamalik, Oemar. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta: 2011 Hamalik, Oemar. Pendidikan Guru Konsep dan Strategi. CV Mandar Maju. Bandung: 1991 Iskandarwassid, Dadang Sunendar. Strategi Pembelajaran Bahasa. PT Remaja Rosdakarya. Bandung:2015 Khaeruddin, Mahfud Junaedi. KTSP.Pilar Media. Jogjakarta: 2007 Khaled, Amr. Karunia Beribadah. Zaman. Jakarta: 2011 Kosasih, E. Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Yrama Widya. Bandung:2012 Kurinasih, Imas. Sani, Berlin. Implementasi Kurtilas Konsep dan Penerapan. Kata Pena. Surabaya:2014.
80
Madjid, Abdul. Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, PT Remaja Rosda Karya, Bandung: 2012 Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya. Bandung:2009 Muslich, Masnur. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kotekstual. PT Bumi Aksara. Jakarta: 2008 Purwanta, Edi. Modifikasi Perilaku Alternatif Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus. Pustaka Pelajar. Yogyakarta: 2012 Putranto, Bambang. Tips Menangani Siswa yang Membutuhkan Perhatian Khusus. Diva Press. Yogyakarta:2015 Santoso, Budi Satmoko. Sekolah Alternatif. Diva Press. Jogjakarta: 2010 Somantri, Sutjihati. Psikologi Anak Luar Biasa. PT Refika Aditama. Bandung: 2006 Sriyanti, Lilik dkk. Teori – Teori Belajar. Salatiga: 2013 Sukiman. Pengembangan Media Pembelajaran. PT Pustaka Insan Madani. Yogyakarta:2012 Suryabrata, Sumadi. Metodologi Penelitian. Raja Grafindo Persada. Jakarta:2003 Sutikno, Sobry. Metode & Model – Model Pembelajaran. Holistica. Lombok: 2014 Suyanti Dwi, Retno. Strategi Pembelajaran Kimia. Graha Ilmu. Yogyakarta: 2010. Tohirin. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. PT Rajagrafindo Persada. Jakatrta:2008 Wardhana, Arya Wisnu. Alquran dan Energi Nuklir. Pustaka Pelajar. Yogyakarta:2009. 81
Widjaya, Ardhi. Seluk Beluk Tunanetra dan Strategi Pembelajarannya. Javalitera. Jogjakarta:2012 (http://asrofudin.blogspot.co.id/2010/05/tujuan-dan-fungsi-mapel-quranhadits.html (https:id.wikipedia.org/wiki/Reglet(Slate) (https://m.tempo.co/read/news/2015/06/24/155677877/mesin-cetak-al-quranbraille-di-bandung-tertua-di-dunia)
82
DAFTAR RIWAYAT HIDUP 1.
Nama
: Milkhatunnikmah
2.
Tempat dan Tanggal Lahir
: Kab. Semarang, 5 Juli 1994
3.
Jenis Kelamin
: Perempuan
4.
Alamat
: Dsn. Bejiwetan RT 03 RW 04, Ds Kalibeji, Kec. Tuntang, Kab. Semarang
5.
6.
Riwayat Pendidikan
:
a.TK Mekarsari
: 1998-2000
b.SD N Rowoboni 02
: 2000-2006
c.SMP N 1 Salatiga
: 2006-2009
d.SMA N 3 Salatiga
: 2009-2012
e.IAIN Salatiga
: 2012-2016
Pengalaman Organisasi Konselor Sebaya PIK (Pusat Informasi Konseling) SAHAJASA, Biro Tazkia, IAIN Salatiga
7.
Motto
: Keberanian adalah kesabaran mengahadapi kesulitan dan penderitaan
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Salatiga, 31 Agustus 2016 Penulis
Milkhatunnikmah NIM. 111-12-068
83
84