KAJIAN MORFOMETRI, KUALITAS AIR DAN NILAI SIMPANAN/STOK KARBON TANAMAN SEROJA (Nelumbo nucifera) DI SITU BURUNG KABUPATEN BOGOR.
DIAN ISKANDAR
SKRIPSI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: Kajian Morfometri, Kualitas Air dan Nilai Simpanan/Stok Karbon Tanaman Seroja (Nelumbo nucifera) di Situ Burung Kabupaten Bogor adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2010 Dian Iskandar C24053486
KAJIAN MORFOMETRI, KUALITAS AIR DAN NILAI SIMPANAN/STOK KARBON TANAMAN SEROJA (Nelumbo nucifera) DI SITU BURUNG KABUPATEN BOGOR
DIAN ISKANDAR C24050384
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PENGESAHAN SKRIPSI Judul
: Kajian Morfometri, Kualitas Air dan Nilai Simpanan/Stok Karbon Tanaman Seroja (Nelumbo nucifera) di Situ Burung, Kabupaten Bogor
Nama Mahasiswa
: Dian Iskandar
NRP
: C24050384
Program Studi
: Manajemen Sumberdaya Perairan
Menyetujui:
Pembimbing,
Ir. I Nyoman N. Suryadiputra NIP 19561121 198111 1 001
Mengetahui: Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP 19660728 199103 1 002
Tanggal Ujian: 5 Oktober 2010
i
RINGKASAN Nilai Simpanan/Stok Karbon Tanaman Seroja (Nelumbo nucifera) di Situ Burung, Kabupaten Bogor. Makalah Riset. Dibawah bimbingan I Nyoman N. Suryadiputra Dian
Iskandar.
C24050384.
Kajian
Morfometri,
Kualitas
air
dan
Penelitian ini yang berlangsung di Situ Burung bertujuan untuk : (a) mengkaji kondisi morfometri dan kualitas perairan (b) mengkaji persentase penutupan tanaman Seroja (Nelumbo nucifera) (c) dan membuat persamaan allometrik untuk tanaman Seroja terkait dengan simpanan/stok karbon. Penelitian ini dilaksanakan di Situ Burung pada akhir Bulan November 2009 – awal Bulan Januari 2010. Metode pengambilan contoh dalam penelitian ini mengacu pada 3 aspek yaitu (1) morfometri : dimensi permukaan (Surface dimensions) dan dimensi bawah permukaan (Sub surface dimensions) (2) kualitas perairan : enam parameter fiska dan empat parameter kimia dan (3) biomassa tanaman Seroja (Nelumbo nucifera) : pengukuran berat basah, berat kering, kandungan % C-organik dan pendugaan stok karbon melalui pendekatan persamaan allometrik. Pada hasil penelitian ini didapatkan bahwa Situ Burung telah mengalami proses sedimentasi (sekitar0,34 ha) pada bagian yang tertutup oleh tanaman Seroja,. Pada musim hujan luas permukaan air Situ Burung mencapai ± 4,05 ha dan keberadaan Seroja seluas 0,46 ha cukup berpengaruh terhadap beberapa paremeter morfometri yakni panjang maksimum, Shore line, kedalaman rata-rata, volume total air dan perkembangan volume situ dll. Dari sudut pandang penilaian kualitas air, dan telah ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah (PP) No 82 tahun 2001, perairan Situ Burung relatif cocok untuk kedua keperluan yaitu perikanan dan pertanian. Ditinjau dari keberadaan Seroja, diperoleh hasil sebagai berikut: sekitar 12,5 % dari permukaan air Situ Burung (atau 0,46 Ha) telah ditutupi oleh 3006 individu Seroja, kadar air dari tanaman Seroja berkisar antara 77,25-88,25% dengan rata-rata 82,65%, dan kadar karbon organik berkisar antara 36% - 50% dan sedikit bervariasi di bagian daun dan batang. Untuk menentukan berat kering batang dan daun tanaman Seroja, telah ditetapkan persamaan alometrik sebagai berikut: a) untuk batang; Log Y = 0,840Log [X] - 1,039 (dengan R2 = 0,755), dimana Y adalah berat kering batang (gram) dan X adalah panjang batang (cm). b) untuk daun; Y = 0,451X - 11,79 (dengan R2 = 0,957), dimana Y adalah berat kering daun ( gram) dan X adalah diameter daun (cm). Dari berat kering kedua komponen (batang dan daun) diatas, didapatkan nilai simpanan stok karbon dengan mengalikan berat kering (batang dan daun) dengan kadar % karbon organik. Dari perhitungan ini terungkap bahwa dari 3006 tanaman Seroja yang ditemukan di Situ Burung selama penelitian, jumlah stok karbon totalnya adalah 23.927,76 gr C atau 23,93 kgC (atau setara dengan 87,74 kgCO2eq). Kata Kunci: Morfometri, kualitas air berat basah dan berat kering, persamaan allometri, stok karbon Nelumbo nucifera.
ii
SUMARRY Dian Iskandar. C24050384. Study of Morphometry, Water Quality and Carbon Stock of Nelumbo nucifera in Situ Burung Lake, Bogor Regency. Student Research paper, supervised by I Nyoman N. Suryadiputra
This study aims to assess: (a) The morphometry and water quality conditions in Situ Burung (b) assess the Situ Burung’s surface water cover by aquatic plant (Nelumbo nucifera) (c) Establish allometric equation in order to determine carbon stock in the plant. This research was carried out at the end of November 2009 – until the beginning of January 2010. Sampling methods in this study is related to three aspects, namely: (1) morphometry, Which covers surface and sub-surface dimension (2) water quality, which cover six physic and four chemical parameters and (3) plant biomass, which include wet and dry weight, its organic carbon contents, and its carbon stock calculating using allometric equation. The results of this study showed that in Situ Burung has undergone a process of sedimentation in the (0,46 ha) area where aquatic plant was found,. In the rainy season the water surface area of Situ Burung was ± 4,05 ha, and the presence of aquatic plants have been suspected to change its morphometry (e.g. maximum length, Shore line length, average and maximum depth, volume and total water volume, etc.) From the water quality assessment’s point of view, and as it was stipulated by the Government Regulation (PP) No. 82/2001, the water of Situ Burung was relatively suitable for both fishery and agriculture purposes. The research has revealed the followings: about 12,5% of the lake surface water (or 0,46 Ha) was covered by 3006 individuals of Nelumbo, the water content of the individual plant was ranging between 77,25 – 88,25% with an average of 82,65%, and its organic carbon content between 36% - 50% and slightly varied in the plant’s leave and stem. In order to determine the dry of weigth of the individual plant’s stem and leave, the following allometric equations have been established: a) For the stem; Log Y= 0,840Log[X] – 1,039 (with R2 = 0,755), where Y is dry weight of the individual plant (in gram) and X is the length of stem (in cm). b) For the leave; Y = 0,451X – 11.79 (with R2 = 0,957), where Y is dry weight of the individual leave (in gram) and X is the diameter of the leave (in cm). From the dry weigth of both components, the carbon content of the individual plant is then calculated by multiplying the dry weight of stem and leave with its % organic carbon content. From this calculation it was revealed that from 3006 Nelumbo plants found in the lake during the study, the amount of total carbon stock was 23927.76 grC or 23.93kgC (or 87.74 kgCO2eq, were preserved within plant). Keywords: Morphometry, water quality, dry and wet weight, allometric equation and Carbon stock Nelumbo nucifera.
iii
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat limpahn rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul Kajian Morfometri, Kualitas air dan Nilai simpanan/stok karbon tanaman Seroja (Nelumbo nucifera) di Situ Burung, Kabupaten Bogor. Penulis menyadari adanya ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat menjadi alternatif informasi pemanfaatan Seroja dalam upaya mitigasi iklim global dan memberi sumbangsih bagi ilmu pengetahuan.
Bogor, September 2010
Penulis
iv
UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Ir. I Nyoman N. Suryadiputra selaku dosen pembimbing I sekaligus Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan bimbingan serta masukan selama perkuliahan hingga pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.
2.
Dr. Ir. Achmad Fachrudin, M.S selaku penguji dari komisi pendidikan dan Majariana Krisanti, S.Pi, M.Si selaku penguji tamu.
3.
Keluarga tercinta; Bapak (Hanafi Hafidz), Mama (Asnal Kiromah), adikku yang tercinta Fathur Rahman dan Najwa Amini Hafidz, dan pamanku (M Iqbal dan M Irfan) atas kasih sayang, doa, pengorbanan, serta dukungan semangatnya.
4.
Seluruh staf Laboratorium Produktivitas Lingkungan dan Perairan Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Seluruh staff Tata Usaha dan civitas Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan.
5.
Teman-teman MSP 42 (Diana Sumolang, Priyasmoro K. Y, Bonit N, Daniyal H, Novita Suryani, Mulyani), Agus M dan Erliyani atas kesetiannya dalam membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir.
6.
Teman-teman dari Komunitas Seni Budaya Masyarakat Roempoet yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
7.
Teman-teman dari Wisma Saung Kuring yang selalu siap direpotkan dan selalu setia memberikan semangat dan inspirasi yang tak pernah berhenti kepada penulis
v
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 23 Febuari 1988, merupakan anak pertama dari
dari pasangan Bapak Hanafi
Hafidz dan Ibu Asnal Kiromah. Pendidikan formal pertama diawali dari TK Jamiat Kheir (1993), SDN Cempaka Baru 05 pagi (1999), Mts Jamiat Kheir Jakarta (2002), dan SMAN 5 Jakarta (2005). Pada tahun 2005 penulis diterima di IPB melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Setelah setahun melewati tahap Tingkat Persiapan Bersama, penulis diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan penulis berkesempatan menjadi Penanggung Jawab kelas untuk Mata Kuliah Limnologi(2007/2008). Penulis aktif di berbagai organisasi seperti HIMASPER (Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan) 2007/2008 dan Komunitas Seni Budaya Masyarakat Roempoet 2008/sekarang. Penulis juga aktif mengikuti seminar dan berpartisipasi dalam berbagai kepanitiaan seminar di lingkungan kampus IPB. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judul Kajian Morfometri, Kualitas air dan Nilai simpanan/stok karbon tanaman Seroja (Nelumbo nucifera) di Situ Burung, Kabupaten Bogor.
vi
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xi
1.
PENDAHULUAN ................................................................................. 1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1.2. Perumusan Masalah ...................................................................... 1.3. Tujuan ........................................................................................... 1.4. Manfaat ..........................................................................................
2 2 4 5 5
2.
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 2.1. Situ................................................................................................. 2.2. Morfometri Danau ......................................................................... 2.3. Sedimentasi Danau ........................................................................ 2.4. Siklus Karbon ................................................................................ 2.5. Biomassa ....................................................................................... 2.6. Kualitas Air yang Mendukung Tanaman Air ................................ 2.7. Tanaman Air .................................................................................. 2.8. Cara Tumbuh Tanaman Air ........................................................... 2.9. Pertumbuhan dan Reproduksi Tanaman Air ................................. 2.10. Jenis-jenis Tanaman Air ................................................................ 2.11. Botani dan Ekologi Tanaman Air .................................................. 2.11.1 Klasifikasi Seroja .................................................................... 2.11.2 Manfaat Seroja ........................................................................
6 6 6 7 8 9 10 14 15 16 17 17 17 19
3.
METODOLOGI .................................................................................... 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ 3.2. Alat dan Bahan .............................................................................. 3.3. Metode Pengambilan Contoh ........................................................ 3.3.1 Morfometri Danau ............................................................... 3.3.2 Pertumbuhan Tanaman Air ................................................. 3.3.3 Kualitas Air ......................................................................... 3.4. Analisis Data ................................................................................. 3.4.1 Perhitungan Morfometri Danau.......................................... 3.4.2 Penentuan Stok Karbon dalam Persamaan Allometrik Seroja (Nelumbo nucifera) ................................................
22 22 23 24 24 24 23 27 27
vii
30
4.
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ................................... 4.1 Perairan Situ Burung ....................................................................... 4.2 Vegetasi tanaman air Situ Burung .................................................. 4.3 Organisasi yang dapat ditemukan di Situ Burung ..........................
32 32 33 34
5.
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 5.1 Morfometri Situ Burung ................................................................ 5.2. Kualitas Perairan ........................................................................... 5.3.1 Parameter Fisika Perairan ..................................................... 5.3.2 Parameter Kimia Perairan .................................................... 5.3. Situ Burung dan Luas Penutupan Seroja ....................................... 5.4. Biomassa Gabungan Batang dan Daun Seroja .............................. 5.4.1Biomassa dan Kandungan Karbon Organik pada Masing-masing batang dan daun Seroja ............................... 5.4.2 Penentuan Stok Karbon dalam Persamaan Allometri Seroja 5.4.3 Hubungan panjang batang dan daun Seroja dengan dengan berat kering (batang dan daun) Seroja (Nelumbo nucifera) ................................................... 5.5. Estimasi Nilai Simpanan/Stok Karbon Total dari Seroja Pada Perairan Situ Burung ............................................................ 5.6. Perbandingan Nilai simpanan/ Stok Karbon dari beberapa vegetasi .......................................................................... 5.7. Pengelolaan Seroja di Situ Burung ................................................
35 35 38 39 42 46 48 49 51
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 6.1. Kesimpulan ...................................................................................... 6.2. Saran ................................................................................................
61 61 62
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
63
LAMPIRAN..................................................................................................
67
DAFTAR ISTILAH .....................................................................................
78
6.
viii
53 55 56 57
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Manfaat dari bagian tanaman Seroja ......................................................
20
2.
Alat dan Bahan dalam Penelitian di Situ Burung ...................................
23
3.
Dimensi morfometri Situ Burung ...........................................................
36
4.
Parameter Fisika Kimia Perairan ............................................................
38
5
Hasil pengukuran diameter sampel daun Seroja .....................................
47
6.
Jumlah total individu seroja ....................................................................
47
7.
Data masing-masing dari bagian tanaman Seroja ...................................
48
8.
Perbandingan Biomassa Seroja (Nelumbo nucifera) per bagian ............
49
9.
Hubungan Simpanan/stok karbon dengan panjang batang, diamenter daun dan berat kering seroja ..................................................
52
10. Data berat kering dan Panjang Batang yang digunakan dalam penentuan persamaan allometrik Seroja .................................................
53
11. Data berat kering dan diameter daun yang digunakan dalam penentuan Persamaan allometri Seroja.....................................................................
54
12. Estimasi berat karbon total dari Seroja pada Perairan Situ Burung ........
55
13. Perbandingan nilai berat karbon dari beberapa vegetasi.........................
56
14. Estimasi nilai ekonomi dari tanaman Seroja...........................................
58
ix
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Skema sederhana aliran karbon pada tumbuhan air di diperairan tawar ..................................................................................
3
2. Diagram alir perumusan masalah........................................................
5
3. Siklus karbon di alam..........................................................................
8
4.
Biomassa tanaman Seroja (Nelumbo nucifera) diatas permukaan tanah
(above ground biomass) dan dibawah permukaan tanah (below ground biomass).....................................................................
10
5. Berbagai macam habitat tanaman air ..................................................
16
6. Seroja (Nelumbo nucifera) ..................................................................
18
7. Situ Burung dan Lokasi stasiun pengamatan ......................................
22
8. Bagian tanaman air Seroja untuk analaisi Biomassa total ..................
26
9. Peta Situ Burung pada Musim Hujan..................................................
35
10. Nilai DO (Dissolved Oxygen) .............................................................
43
11. Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) ........................................
44
12. Situ Burung dan luas persentase penutupan tanaman Seroja ..............
46
13. Grafik hubungan antara panjang dan berat kering batang seroja ........
53
14. Grafik hubungan antara diameter dan berat kering daun seroja ........
54
x
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Contoh Perhitungan .......................................................................
68
2.
Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 .....................................
70
3.
Hasil analisis C-organik contoh daun dan batang Seroja ..............
72
4.
Data biomassa Seroja ....................................................................
73
5.
Keadaan lokasi dan alat yang digunakan selama penelitian .........
74
6.
Pemanfaatan Seroja .......................................................................
77
xi
1.PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Meningkatnya perkembangan perekonomian Indonesia dalam beberapa dekade belakangan ini dapat dilihat dari pesatnya perkembangan infrastruktur, industri dan pemukiman penduduk. Konsekuensi yang ditimbulkan dari keadaan ini adalah semakin berkurangnya tutupan lahan oleh vegetasi/tanaman dan terjadinya degradasi lahan. Kondisi demikian tidak hanya terjadi di Indonesia tapi di berbagai belahan bumi lainnya. Degradasi dan berkurangnya tutupan lahan hijau selanjutnya mengakibatkan berkurangnya jumlah vegetasi yang melakukan fotosintesa (sebagai penyerap salah satu gas rumah kaca, seperti CO2) dan akhirnya akumulasi gas ini di atmosfer menimbulkan pemanasan bumi yang kini dikenal sebagai global warming. Sementara ini banyak pihak diberbagai negara beranggapan bahwa hutan/vegetasi daratan (pepohonan) merupakan satu-satunya ‘pemain’ yang dianggap mampu meredam (mitigate) perubahan iklim melalui kemampuannya menyerap CO2. Hal demikian tidak sepenuhnya benar, karena selain pohon di daratan, ‘mahluk berhijau daun’ perairan (terutama fitoplankton dan tanaman air) juga memiliki kemampuan dalam menyerap CO2 dan bahkan diduga dalam laju yang lebih cepat dan jumlah lebih besar untuk kurun waktu singkat.
Waktu yang dibutuhkan untuk
menggandakan diri oleh kedua kelompok mahluk ini jauh lebih cepat dibandingkan tanaman/pepohonan di darat. Ekosistem perairan merupakan media untuk tumbuh kembangnya berbagai jenis organisme, baik hewan maupun tanaman air (termasuk plankton). Berdasarkan aliran airnya, ekosistem perairan tawar dapat dibedakan menjadi lotik (mengalir) seperti sungai dan lentik (tergenang) seperti danau, waduk, dan Situ. Pada perairan tergenang terdapat organisme-organisme akuatik yang hidup, mulai dari organisme autotroph, heterotroph sampai pada tingkat dekomposer. Situ adalah suatu ekosistem perairan tergenang berukuran relatif kecil, terbentuk secara alami maupun buatan. Sumber airnya berasal dari mata air, air hujan dan atau limpasan air permukaan (Suryadiputra 2005). Salah satu contoh dari ekosistem Situ adalah Situ Burung yang terletak di Desa Cikarawang, Kecamatan
2
Dramaga, Kabupaten Bogor. Situ ini telah mengalami pendangkalan yang diakibatkan oleh tumbuhnya berbagai tanaman air termasuk kayu apu (Pistia stratiotes), Seroja atau lotus (Nelumbo nucifera Gaertn.), eceng gondok (Eicchornia crassipes) dan rumput-rumput akuatik yang tumbuh mencuat. Untuk mengatasi pendangkalan ini, pada tahun 2002-2003 telah dilakukan pengerukan dasar Situ dan pembersihan Situ dari tanaman air. Pada saat ini Seroja tumbuh dominan dan membentuk vegetasi litoral di Situ Burung, akan tetapi ada juga beberapa vegetasi/tanaman air lainnya yang tumbuh di perairan ini. Keberadaan vegetasi air secara berlebihan di Situ Burung sangatlah merugikan karena dapat menyebabkan kembali terjadinya pendangkalan Situ. Namun jika ditinjau dari sisi kemampuannya menyerap CO2 (berfotosintesa), maka keberadaan vegetasi ini justru menguntungkan, karena ia ikut meredam laju perubahan iklim global, terutama jika produk ini dipanen lalu dijadikan bahan baku kerajinan (handy craft) atau furniture (seperti eceng gondok yang kini banyak dijumpai di pasaran). Dengan tersimpannya biomasa tanaman ini dalam bentuk lain (handy craft), atau dalam bentuk produk yang diawetkan/tahan lama maka ia akan akan menahan (preserve) CO2 untuk tidak lepas ke atmosfer; seperti halnya produk furniture yang terbuat dari bahan baku kayu. Terkait dengan hal di atas, maka perlu dikaji besarnya simpanan/stok karbon dalam Tanaman Air di Situ Burung termasuk kajian terhadap faktor pendukung (kualitas air dan morfometri Situ) sebagai media tumbuhnya. Berikut ini adalah skema sederhana aliran karbon pada tumbuhan air di perairan tawar.
3
Sumber karbon alami lainnya (dari luar perairan)
Reservoir karbon (biomassa tumbuhan air dan fitoplankton)
Fotosintesis tanam
Pembakaran
Tanaman air
Pelapukan
Fitoplankton
Tidak Terurai
Terurai
Aktivitas vulkanik dll Disimpan di dasar perairan
Dipanen
Lepasnya N, P, CO2 dsb
Gambar 1. Skema sederhana aliran karbon pada tumbuhan air di perairan tawar. Gambar 1 memperlihatkan aliran karbon yang disederhanakan, mulai dari sumbernya hingga pemanfaatannya oleh organisme fotosintesis (misal oleh tanaman air dan fitoplankton). Fotosintesa yang lebih besar dari respirasi akan menjadikan pertambahan biomassa fitoplankton dan tanaman air, selanjutnya nasib biomassa ini akan terurai atau tidak terurai tergantung kondisi perairan dan atau pemanfaatannya oleh manusia atau makhluk lainnya. Pada kondisi terurai dengan adanya oksigen di air (dekomposisi aerobik), akan dilepaskan unsur N, P (sebagai hara) dan senyawa CO2 yang mendukung proses pembentukkan biomassa baru melalui fotosintesa. Pada kondisi tanpa oksigen (anaerobik), bahan organik (dari biomassa tanaman air dan plankton yang mati) akan sulit terurai dan tertimbun di dasar perairan sebagai karbon tanah (soil carbon). Tapi jika biomassa dipanen, baik oleh manusia dan/atau makhluk lain (misal ikan) maka karbon akan berpindah menjadi bentuk lain. Pemanenan oleh manusia (misal tanaman air dijadikan produk handy craft, furniture atau lainnya), akan menyebabkan tertahannya karbon dalam bentuk handy craft. Semakin lama karbon tersimpan dalam handy craft atau furniture maka selama itulah ia tidak akan terlepas ke atmosfer. Suatu ekosistem Situ bisa saja menjadi carbon sink, jika jumlah CO2 yang tersimpan (terakumulasi) pada reservoir melampaui jumlah yang dilepaskan oleh proses dekomposisi maupun panen. Tapi jika yang terjadi adalah sebaliknya, misal CO2 yang tersimpan dalam vegetasi terurai
4
atau terbakar/dibakar, maka Situ tersebut dapat dikatakan menjadi sumber karbon (carbon sources). Karbondioksida di atmosfer diserap oleh tumbuhan (baik yang berada di darat maupun di perairan) melalui proses fotosintesis lalu diubah menjadi karbohidrat (karbon yang berikatan dengan unsur lain) dan membentuk biomassa tumbuhan. Karbon yang terikat dalam biomassa dapat kembali ke atmosfer melalui proses dekomposisi, terakumulasi di tanah berupa karbon organik (misal tanah gambut), termakan oleh mahluk herbivora atau omnivora atau terbawa ke perairan berupa
karbon
organik
terlarut
ataupun
partikulat.
Penghitungan
perubahan/perpindahan nilai kandungan karbon dari satu tempat ke tempat lain disebut bujet karbon (carbon budget) yaitu menghitung lamanya karbon tersimpan dalam suatu tempat, dan jumlah yang diterima ke tempat lain serta jumlah yang dilepaskan.
Jika suatu tempat menampung/menyerap lebih banyak daripada
melepaskan karbon maka biasa disebut karbon rosot (carbon sink) dan sebaliknya disebut sumber karbon (carbon sources).
1.2. Perumusan Masalah Situ Burung merupakan Situ yang dimanfaatkan oleh masyarakat di desa Cikarawang untuk irigasi pertanian dan kegiatan perikanan. Namun didalam Situ ini (di bagian selatan) terdapat suatu tanaman air yaitu Seroja (Nelumbo nucifera) yang tumbuh dominan dan membentuk vegetasi litoral.
Keberadaan Seroja dapat
memberikan dampak negatif dan positif pada Situ Burung. Dampak negatif yang diberikan tanaman Seroja adalah kemungkinan mengakibatkan terjadinya perubahan morfometri Situ Burung (misalnya berupa pendangkalan /sedimentasi pada bagian selatan Situ ini).
Adapun dampak positif yang diberikan adalah mampu
memperbaiki kualitas air siru, yaitu mengurangi tingkat kekeruhan air, tempat bersembunyinya larva ikan dari predator, terserapnya bahan-bahan toksik di air, dll. Selain itu dampak positif lainnya adalah dapat menyerap karbon dioksida di dalam air dan di atmosfer melalui proses fotosintesis. Kemampuan Seroja dalam menyerap CO2 terlihat dari jumlah nilai simpanan stok/karbon didalam bagian-bagian tanaman Seroja (batang dan daun). Dengan mengetahui kondisi morfometri, kualitas air dan keberadaan tanaman Seroja di Situ Burung, diharapkan pengelolaan terhadap Situ ini
5
ke depan dapat ditingkatkan sesuai prioritas peruntukkannya. Berikut ini adalah diagram alir dalam perumusan masalah dari penelitian ini. Kondisi morfometri
Situ Burung
Morfometri Situ, Kualitas air Situ dan Seroja
tanam
Terjadi sedimentasi atau tidak
Kondisi Kualitas Air Situ
Sesuai dengan baku mutu
Berat Kering batang dan daun
Nilai simpanan stok/karbon
Gambar 2. Diagram alir perumusan masalah kajian morfometri, kualitas air dan nilai simpanan/stok karbon di Situ Burung.
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1.
Mengkaji kondisi morfometri dan kualitas perairan Situ Burung.
2.
Mengkaji persentase luas penutupan area tanaman Seroja (Nelumbo nucifera) di perairan Situ Burung.
3.
Membuat persamaan allometrik untuk Seroja (Nelumbo nucifera) yang terdapat di perairan Situ Burung untuk dugaan stok karbon.
1.4. Manfaat Hasil dari penelitian ini diharapkan akan memberikan : 1. Gambaran umum tentang kondisi fisik (morfometri) dan kualitas air Situ Burung dalam mendukung keberadaan tanaman air di dalamnya. 2. Informasi tentang persamaan allometrik yang dapat digunakan untuk menduga nilai stok/simpanan karbon Seroja (Nelumbo nucifera) di Situ Burung. 3. Masukkan tentang pengelolaan Situ terkait dengan kondisi fisik saat ini dan peran/kontribusinya dalam meredam perubahan iklim global.
Pengelolaan Situ Burung
6
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Situ Menurut Suryadiputra (2005), Situ dikategorikan sebagai salah satu jenis
lahan basah (umumnya berair tawar) berukuran relatif kecil, dengan sistem perairan yang tergenang. Situ dapat terbentuk secara alami dan secara buatan. Situ yang terbentuk secara buatan yaitu berasal dari dibendungnya suatu cekungan sedangkan Situ alami terbentuk karena kondisi topografi yang memungkinkan terperangkapnya sejumlah air. Wilayah Jabotabek merupakan kawasan yang memiliki banyak Situ baik yang terbentuk secara alami maupun buatan. Keberadaan Situ sangat penting dalam menjaga kelestarian sumberdaya air dan keseimbangan ekosistem.
Situ-Situ
memiliki fungsi dan manfaat yang sangat penting diantaranya adalah sebagai daerah resapan air tanah, peredam banjir, mencegah intrusi air laut, irigasi, kegiatan perikanan, dan tandon air/ reseirvoir (Suryadiputra 2005). Ekosistem Situ memiliki berbagai fungsi dan manfaat bagi makhluk hidup. Fungsi dan manfaat tersebut antara lain: fungsi ekologis (habitat bagi berbagai jenis tumbuhan dan hewan, pengatur fungsi hidrologis, menjaga sistem, dan proses-proses alami) dan manfaat ekonomis (penghasil berbagai jenis sumber daya alam bernilai ekonomis, penghasil energi, sarana wisata, dan olah raga serta sumber air) serta manfaat sosial budaya.
2.2.
Morfometri Danau Morfometri adalah suatu metoda pengukuran dan analisa secara kuantitatif
dimensi-dimensi fisik suatu badan perairan misalnya danau.
Analisa-analisa
limnologi suatu danau sering memerlukan pengetahuan atau data-data morfometri secara detail seperti data kedalaman, luasan atau area permukaan bentuk kontur dasar, dan volume air pada masing-masing strata. Sedangkan kondisi sempadan danau dapat juga digunakan dalam menganalisa sifat-sifat kimia, fisika dan biologi suatu perairan tawar. Parameter-parameter morfometri biasanya diperlukan untuk menilai atau mengetahui ada tidaknya erosi pada danau, menghitung beban atau total kandungan unsur hara, massa bahan-bahan kimia, kandungan panas, stabilitas panas,
7
dan berbagai indeks tingkat kesuburan perairan. Aspek morfometri dapat dibedakan menjadi dimensi permukaan (surface dimension), dan dimensi bawah permukaan (subsurface dimension).
Dimensi permukaan terdiri dari panjang maksimum,
panjang maksimum efektif, lebar maksimum, lebar maksimum efektif, lebar ratarata, shore line, shore line development index, luas permukaan, insolusity. Dimensi bawah permukaan terdiri dari kedalaman maksimum, kedalaman relatif, kedalaman rata-rata, kedalaman median, kedalaman kuartil, volume, dan perkembangan volume danau (Hakanson 1981 in Hoerunnisa 2004). Nilai-nilai parameter morfometri yang akurat/tetap dari sebuah danau jarang ditemukan karena kedalaman maupun luas permukaan suatu perairan selalu berubah.
Perubahan ini diantaranya dapat
disebabkan oleh perubahan iklim, peristiwa vulkanis, peristiwa geologis, erosi dan sedimentasi (Wetzel 1983).
2.3.
Sedimentasi Danau Sedimen yang dihasilkan oleh proses erosi akan terbawa oleh aliran, dan
diendapkan pada suatu tempat yang kecepatannya melambat atau terhenti. Proses ini dikenal dengan sedimentasi atau pengendapan. Sedimen hasil erosi terjadi sebagai akibat proses pengolahan tanah yang tidak memenuhi kaidah-kaidah konservasi pada daerah tangkapan air di bagian hulu. Kandungan sedimen pada hampir semua sungai meningkat terus karena erosi
dari
tanah
pertanian,
kehutanan, konstruksi, dan pertambangan. Hasil sedimen (sediment yield) adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi di daerah tangkapan air yang dapat diukur pada periode waktu dan tempat tertentu.
Hal ini biasanya diperoleh dari pengukuran padatan
tersuspensi di dalam perairan danau. Berdasarkan pada jenis dan ukuran partikelpartikel tanah serta komposisi bahan,
sedimen
dapat
dibagi
atas
beberapa
klasifikasi yaitu gravels (kerikil), medium sand (pasir), silt (lumpur), clay (liat),
dan
dissolved
material
(bahan terlarut).
Ukuran
partikel
memiliki
hubungan dengan kandungan bahan organik sedimen. Sedimen dengan ukuran partikel
halus
memiliki
kandungan
bahan organik
yang
lebih
dibandingkan dengan sedimen dengan ukuran partikel yang lebih kasar.
tinggi
8
Hal ini berhubungan dengan kondisi lingkungan yang tenang, sehingga memungkinkan pengendapan sedimen lumpur yang diikuti oleh akumulasi bahan organik ke dasar perairan. Pada sedimen kasar, kandungan bahan organik biasanya rendah karena partikel yang halus tidak mengendap. Selain itu, tingginya kadar bahan organik pada sedimen dengan ukuran butir lebih halus disebabkan oleh adanya gaya kohesi (tarik menarik) antara partikel sedimen dengan partikel mineral, pengikatan oleh partikel organik, dan pengikatan oleh sekresi lendir organisme (Scribd 2010).
2.4.
Siklus karbon Siklus karbon adalah siklus biogeokimia dimana karbon dipertukarkan antara
biosfer, geosfer, hidrosfer, dan atmosfer Bumi. Dalam siklus ini terdapat empat reservoir karbon utama yang dihubungkan oleh jalur pertukaran (lihat Gambar 3). Reservoir-reservoir tersebut adalah atmosfer, biosfer teresterial (biasanya termasuk pula freshwater system, dan material non-hayati organik seperti karbon tanah), lautan termasuk karbon anorganik terlarut, biota laut hayati dan non-hayati, serta sedimen termasuk bahan bakar fosil (Wikipedia 2009).
Gambar 3. Siklus karbon di alam. (www.wikipedia.com).
9
Siklus karbon ditunjukkan dalam gambar diatas. Sumber utama karbon di bumi adalah atmosfer dan perairan, terutama lautan. Laut mengandung karbon lima puluh kali lebih banyak daripada karbon di atmosfer. Perpindahan karbon dari atmosfer ke laut terjadi melalui proses difusi. Karbon yang terdapat di laut cenderung mengatur karbondioksida di atmosfer. Karbon yang terdapat di atmosfer dan perairan diubah menjadi karbon organik melalui proses fotosintesis kemudian masuk kembali ke atmosfer melalui proses respirasi dan dekomposisi yang merupakan proses biologis makhluk hidup (Effendi 2003).
Umumnya karbon menyusun 45 – 50 % dari
biomassa berat kering tumbuhan sehingga karbon dapat diduga dari setengah jumlah biomassa (Brown & Gatot 1996 in Irawan 2009). Karbondioksida yang terdapat di perairan berasal dari berbagai sumber yaitu: a. Difusi dari atmosfer. Karbondioksida yang terdapat di atmosfer mengalami difusi secara langsung ke dalam air. b. Air hujan. Air hujan yang jatuh ke permukaan bumi secara teoritis memiliki kandungan karbondioksida sebesar 0,55 – 0,60 mg/l, berasal dari karbondioksida yang terdapat di atmosfer. c. Air yang melewati tanah organik.
Tanah organik (misal gambut) yang
mengalami dekomposisi mengandung relatif banyak karbondioksida sebagai hasil proses dekomposisi. Karbondioksida hasil dekomposisi ini akan larut ke dalam air dan akhirnya (sebagian) keluar dari sistem perairan. d. Respirasi tumbuhan, hewan, dan bakteri aerob maupun anaerob. Respirasi tumbuhan dan hewan mengeluarkan karbondioksida. Dekomposisi bahan organik pada kondisi aerob menghasilkan karbondioksida sebagai salah satu produk akhir. Demikian juga, dekomposisi anaerob karbohidrat pada bagian dasar perairan akan menghasilkan karbondioksida sebagai produk akhir.
2.5.
Biomassa Biomassa merupakan jumlah total dari bahan organik yang dinyatakan dalam
berat kering oven dalam satuan ton per unit area (Brown 1997). Menurut Whitten et al., (1984) in Irawan (2009) menyatakan bahwa biomassa adalah jumlah ton bobot kering semua bagian tumbuhan hidup baik untuk seluruh atau sebagian tubuh organisme, produksi atau komunitas dan dinyatakan dalam berat kering per satuan
10
luas (ton/ha).
Biomassa dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu biomassa
tumbuhan di atas permukaan tanah (above ground biomass), missal batang, ranting daun dan biomassa di bawah permukaan tanah (below ground biomass) terdiri dari perakaran (lihat Gambar 4).
Daun
Bunga Batang
Di atas permukaan tanah (above ground biomass)
Di bawah permukaan tanah (below ground biomass)
Penampang melintang batang
akar
Gambar 4. Bagian tanaman Seroja (Nelumbo nucifera): diatas permukaan tanah (above ground biomass) dan di bawah permukaan tanah (below ground biomass).
2.6.
Kualitas Air yang mendukung kehidupan tanaman air Suatu organisme untuk dapat hidup dan tumbuh dengan baik memerlukan
kondisi lingkungan yang sesuai. Berikut ini beberapa parameter fisika dan kimia yang mempengaruhi kondisi lingkungan hidup dan kehidupan berbagai organisme perairan termasuk tanaman air. 1. Temperatur air Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam suatu hari, penutupan awan, aliran serta kedalaman dari badan air. Suhu yang terukur di perairan merupakan fungsi dari intensitas energi panas yang merambat dalam air. Danau-danau di daerah tropis jarang sekali mengalami stratifikasi karena keseimbangan antara pancaran sinar matahari dan hujan berlangsung sepanjang tahun. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi. Selain itu peningkatan suhu menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air seperti gas-gas O2, CO2, N2, CH4
11
dan sebagainya (Goldman & Horne 1983). Suhu yang sangat rendah menyebabkan proses biologi sangat lambat, dan jika sebaliknya akan menjadi hal yang sangat fatal bagi kebanyakan organisme (Saeni 1989). Hal tersebut menunjukkan bahwa suhu merupakan faktor pembatas utama karena organisme akuatik sering kali memiliki toleransi suhu yang sempit (McNaughton 1990). Menurut Slocum & Robinson (1996) in Naibaho (2004) mengatakan bahwa suhu yang baik untuk pertumbuhan Seroja adalah 24o – 29o C. Kisaran rata-rata suhu di perairan tropis berkisar antara 21o – 35o C sepanjang tahunnya (Wetzel 1983). Boyd (1990) menyatakan bahwa di perairan tropis ikan akan tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25o – 32o C. 2. Kecerahan, kekeruhan dan warna air Kecerahan air merupakan bagian cahaya yang diteruskan ke dalam air dan dinyatakan dalam persen.
Pengukuran dengan keping Secchi adalah cara yang
paling sederhana. Kedalaman yang dicapai dengan keping Secchi disebut sebagai kedalaman Secchi.
Pada kedalaman tersebut, intensitas cahaya matahari yang
sampai adalah sekitar sepuluh persen. Oleh karena itu dikatakan bahwa kedalaman Secchi menunjukkan kecerahan sebesar sepuluh persen. Nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh padatan tersuspensi, kekeruhan, partikel koloid, kepadatan plankton, waktu pengukuran dan ketelitian orang yang melakukan penelitian (Goldman & Horne 1983). Batas terbawah dari rata-rata kesetimbangan fotosintesis yang positif terjadi pada kedalaman 1 % dari permukaan. Kedalaman 1 % ini dapat diduga dengan rumus (Frey 1975 in Hoerunnisa 2004). Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut, maupun bahan organik dan anorganik berupa plankton dan mikroorganisme lain (APHA 1976 in Watironna 2005). Warna air mengacu pada warna yang terpaut dalam air yang dihasilkan oleh zat dan bahan koloid dalam air. Warna air mempengaruhi penembusan cahaya sehingga secara tak langsung menghambat pertumbuhan tumbuhan (Michael 1994). Tingkat kesuburan perairan dapat dipengaruhi oleh nilai kecerahan.
Menurut
12
Henderson & Markland (1986) tingkat kesuburan perairan dapat diklasifikasikan yaitu : perairan dengan kecerahan > 6 m tergolong perairan oligotrofik, kecerahan 3 – 6 m tergolong perairan mesotrofik dan kecerahan < 3 m tergolong perairan eutrofik. 3.Padatan tersuspensi total (TSS) Padatan tersuspensi total adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1 µmeter) yang tertahan pada saringan Milliophore dengan pori-pori 0,45 mikrometer (Effendi 2003). Padatan ini terdiri atas bahan organik dan anorganik. Bahan-bahan tersuspensi tidak harus bersifat toksik akan tetapi jika berlebihan dapat menyebabkan kekeruhan air kemudian pendangkalan pada badan air serta penurunan kualitas air akibat penguraian (dekomposisi) jika yang terendapkan adalah mahluk hidup seperti plankton atau organisme lainnya. 4.Daya Hantar Listrik Daya hantar listrik menunjukkan kemampuan air untuk menghantarkan arus listrik (APHA 2005). Kemampuan ini tergantung adanya ion-ion, total konsentrasi ion-ion, bilangan valensi serta suhu pada saat pengukuran (APHA 2005). Pada umumnya nilai DHL diatas 50 µmhos/cm akan mengakibatkan ikan air tawar mulai mengalami tekanan fisiologis dan bila nilai DHL mencapai 1000 µmhos/cm atau lebih maka ikan air tawar tidak dapat bertahan lagi (Wardoyo 1981 in Hoerunnisa 2004).
5.Derajat Keasaman (pH) Tebutt (1992) menyatakan bahwa derajat keasaman menggambarkan kosentrasi ion hidrogen yang terkandung dalam perairan.
Nilai pH air akan
berpengaruh pada reaksi biokimia dalam air. pH mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan organisme akuatik sehingga seringkali pH suatu perairan digunakan sebagai petunjuk baik buruknya kualitas suatu perairan, nilai pH perairan tawar berkisar antara 5-9 (Saeni 1989). pH air dapat mempengaruhi tersedianya nutrien serta toksisitas dari unsur-unsur renik. Perairan yang bersifat asam lebih banyak dibandingkan dengan perairan alkalis.
Menurut Islami & Utomo in
13
Widaryanti (2002), pH yang baik untuk pertumbuhan tanaman ada pada kisaran pH netral, akan menurun pada pH 4 ke bawah dan pH 9 ke atas. 6. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen, DO) Oksigen terlarut dalam air dapat berasal dari hasil proses fotosintesa oleh fitoplankton atau tanaman air lainnya dan difusi dari udara (Hariyadi et al., 1992). Menurut Fardiaz (1992) oksigen yang tersedia di dalam air dimanfaatkan oleh bakteri yang aktif menguraikan/dekomposisi bahan organik secara aerobik dan akibatnya semakin tinggi kandungan bahan organik di air maka semakin berkurang kosentrasi oksigen terlarut. Kadar oksigen terlarut berfluktuasi secara harian dan musiman tergantung pada percampuran dan pergerakan massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan air limbah yang masuk ke badan air (Effendi 2003).
Pada perairan tawar, nilai
kejenuhan (saturation) kadar oksigen terlarut berkisar antara 15 mg/l pada suhu 0o C dan 8 mg/l pada suhu 25o C (McNeely et al., 1979 in Effendi 2003). 7. Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand, BOD) Kebutuhan Oksigen Biokimiawi adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan bakteri untuk menguraikan zat-zat organik yang ada dalam limbah selama waktu tertentu pada suhu 20o C (Alerts & Santika 1987). Prinsip penetapan BOD adalah oksidasi zat organik dengan memanfaatkan oksigen terlarut dalam air oleh bakteri aerob dalam waktu lima hari pada suhu inkubasi 20o C tanpa cahaya (Boyd 1988 in Effendi 2003). Oksigen yang digunakan mikroorganisme ditentukan dengan mengukur selisih oksigen terlarut dalam blanko dan contoh yang telah diinkubasi. BOD hanya menggambarkan bahan organik yang dapat didekomposisi secara biologis. Bahan organik ini dapat berupa lemak, protein, kanji, glukosa, aldehida, ester, dsb. Kondisi yang harus dipenuhi dalam penetapan BOD adalah bebas bahan beracun sehingga tidak mengganggu pertumbuhan dan kehidupan mikroorganisme, pH yang sesuai, cukup hara yang diperlukan oleh mikroorganisme, suhu standar (20o C), ada mikroorganisme dalam jumlah yang cukup (Saeni 1989).
14
8. Kebutuhan Oksigen Kimia (Chemical Oxygen Demand, COD) Menurut Effendi (2003) COD atau Kebutuhan Oksigen Kimia merupakan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologi maupun yang sukar didegradasi menjadi CO2 dan H2O. Berdasarkan kemampuan oksidasi, penentuan nilai COD dianggap paling baik dalam menggambarkan keberadaan bahan organik baik yang dapat didekomposisi secara biologis maupun yang tidak.
2.7.
Tanaman Air Tanaman air adalah tumbuhan yang beradaptasi terhadap keberadaan air
secara kontinyu atau toleran terhadap kondisi tanah berair untuk selama periode waktu hidupnya (Yakup 1991). Dalam beberapa hal, tanaman air dianggap sebagai pengganggu atau gulma karena dapat menimbulkan kerugian. Keberadaan gulma yang berlimpah pada suatu waduk atau Situ, dapat menimbulkan dampak negatif berupa gangguan terhadap pemanfaatan perairan secara optimal misalnya mempercepat pendangkalan, menyumbat saluran irigasi, memperbesar kehilangan air melalui proses evapotranspirasi (proses hilangnya air melalui permukaan air dan tumbuhan), mempersulit transportasi perairan, dan menurunkan hasil perikanan (Dhahiyat 1989). Tanaman air biasanya disebut tanaman hydrophytic atau hydrophyte, merupakan tanaman yang telah disesuaikan untuk tinggal di atau pada lingkungan perairan. Berikut ini adalah karakteristik hydrophytes (www.wikipedia.com): a. Kutikula tipis.
Kutikula berfungsi untuk mengurangi kehilangan air.
Kebanyakan hidrofita tidak membutuhkan kutikula. b. Stomata selalu membuka setiap saat karena jumlah air yang begitu banyak dilingkungannya sehingga air tidak harus disimpan pada bagian/tubuh dari tanaman air. Ini berarti sel pelindung dalam stomata tidak aktif. c. Peningkatan jumlah stomata yang bisa ditemukan di kedua sisi daun. d. Struktur tumbuhan yang tidak kaku yang disebabkan oleh tekanan air. e. Daun yang datar berfungsi untuk mengapung di atas permukaan air. f. Akar lebih kecil karena air dapat didifusikan secara langsung ke daun. g. Akar berbulu, tidak dibutuhkan untuk mendukung tanaman air.
15
h. Mempunyai akar khusus yang dapat mengambil oksigen dari dalam kolom perairan. Adaptasi dari hidrofita antara lain (www.wikipedia.com) : a. Tanaman air yang bersifat mengapung mempunyai rongga udara yang ada diakar atau rongga udara yang lebih besar.
Rongga udara itu biasanya
disebut dengan Aerenchyma yang berfungsi untuk membantu hidrofita mengapung dan melakukan pertukaran gas serta mendapatkan cahaya matahari. Dalam komunits kolam, tanaman air mengapung menerima sinar matahari yang lebih banyak dibandingkan dengan tanaman air yang bersifat tenggelam/sub-merged.
Akan tetapi tanaman air mengapung juga harus
berkompetisi dengan tanaman yang sejenisnya dalam hal mendapatkan cahaya matahari. b. Tanaman air yang bersifat tenggelam sub-merged plant mempunyai ruang/rongga udara dan jaringan untuk menjaga keseimbangan daun yang akan selalu berada diatas permukaan kolom, untuk memaksimalkan jumlah cahaya matahari yang diterima. Daunnya akan menerima kadar cahaya matahari yang lebih rendah karena semakin dalam suatu perairan maka tingkat penetrasi cahaya matahari juga akan semakin berkurang.
2.8.
Cara tumbuh Tanaman air Odum (1971) membagi cara hidup produsen (tanaman air) di zona litoral
menjadi 3 (tiga) zona: a. Zona vegetasi tersembul, emerged plants, yaitu seluruh bagian tumbuhan terapung dan daunnya muncul di permukaan. Contohnya Typha sp. b. Zona vegetasi dengan akar menempel di dasar dan daunnya mengapung (floating plants). Contohnya teratai (Nymphaea). c. Zona vegetasi terendam, tumbuhan berakar yang seluruh atau sebagian besar bagian tubuhnya terendam di dalam air (submerged plants). Contohnya Ceratophylum, Hydrilla. Untuk lebih jelasnya akan telihat pada Gambar 5 (www.epa.gov).
16
Gambar 5. Berbagai macam habitat tanaman air.
2.9.
Pertumbuhan dan Reproduksi Tanaman air Pertumbuhan tanaman merupakan suatu proses pertambahan jumlah dan
ukuran daun atau batang melalui fotosintesa. Fotosintesa adalah proses penyerapan energi matahari oleh zat hijau daun dan digunakan secara bersama-sama dengan air dan CO2 untuk pembentukkan gula sederhana dan oksigen. Gula tersebut kemudian digunakan untuk proses pertumbuhan, pembentukkan selulosa dan hemiselulosa, sedangkan sebagian lainnya disimpan sebagai cadangan energi bagi tumbuhan itu sendiri (Rayburn 1993 in Naibaho 2004). pertumbuhan dan regenerasi yang cepat.
Tanaman air mempunyai sifat
Berkembang biak dengan vegetatif.
Potongan-potongan vegetatif yang terbawa air akan terus berkembang, serta dapat juga berkembang biak secara generatif yaitu perkawinan bunga jantan dan betina (Dhahiyat 1989).
Keberadaan makrofita di perairan terutama yang memiliki
produktivitas tinggi dapat memberikan permasalahan yang tidak diinginkan. Pertumbuhan tanaman air yang lajunya pesat akan menjadi gulma dan akhirnya dapat menimbulkan masalah terhadap ekosistem tersebut. Jika kecepatan laju pertumbuhan tanaman air tersebut telah menutupi luas permukaan area ekosistem tergenang lebih dari 25 %, maka tanaman air ini dapat dikategorikan sebagai tanaman pengganggu (gulma air). Hal ini perlu segera ditanggulangi karena berbagai kepentingan bertumpu pada keberadaan perairan tersebut (Helfrich 2000 in Naibaho 2004).
17
2.10.
Jenis-jenis Tanaman air Soerjani et al., (1984) in Dhahiyat (1989) menyatakan bahwa terdapat 9
jenis tanaman air terpenting di Indonesia dan juga di Asia Tenggara, yaitu Eichornia crassipes/eceng gondok, Salvinia molesta/kiambang, Scirpus grossus/bundung, Najas indica/lumut siarang, Ceratophylum demersum, Nelumbo nucifera/ Seroja, Panicum repens/lampuyangan, Potamogeton malaianus dan Mimosa pigra/kayu duri.
Uraian di bawah ini hanya akan membahas sifat botani dan ekologi Seroja,
karena hanya jenis ini yang dijumpai lokasi penelitian.
2.11.
Botani dan Ekologi Seroja (Nelumbo nucifera) Berdasarkan siklus hidupnya Seroja merupakan tanaman air yang bersifat
emerged plant yaitu mencuat ke permukaan, akarnya berada pada bagian dasar, batang menopang daun dan bunga untuk sampai ke bagian permukaan perairan. Tanaman Seroja tumbuh di bagian zona litoral danau. Zona litoral merupakan daerah yang berada di tepi danau memiliki produktivitas yang tinggi karena daerah ini mempunyai kedalaman yang dangkal dengan penetrasi cahaya sampai ke dasar (Naibaho 2004). Seroja merupakan salah satu organisme yang bersifat autotrof sehingga memiliki peranan yang penting dalam ekosistem perairan tergenang. Fungsi Seroja terhadap perairan tergenang (seperti Situ) yaitu menyumbangkan nilai produktivitas perairan dan tempat tinggalnya organisme-organisme akuatik di perairan Situ untuk berpijah dan mencari makan, selain itu fungsi Seroja lainnya adalah sebagai bahan detritus. Ketika daun Seroja terurai maka daun Seroja akan menjadi serasah yang akan dimanfaatkan oleh detritivor sebagai bahan makanan (Widaryanti 2001).
2.11.1. Klasifikasi Seroja
Nelumbo nucifera ( di Indonesia dikenal dengan nama Seroja) merupakan suatu jenis tanaman air tahunan yang indah. Seroja tumbuh liar di perairan danau, rawa, atau dapat ditanam sebagai tanaman hias di kolam (lihat Gambar 6). Menurut Pancho & Soerjani (1978), klasifikasi tumbuhan Seroja yaitu:
18
Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Proteales
Famili
: Nelumbonaceae
Genus
: Nelumbo
Spesies
: Nelumbo nucifera
Gambar 6. Seroja. www.id.wikipedia.org.(2/12/2009). Seroja atau lotus (Nelumbo nucifera Gaertn.) adalah spesies tanaman air tahunan dari genus Nelumbo yang berasal dari India. Di Indonesia tanaman ini sering kali disebut teratai (Nymphaea) walaupun sebenarnya keduanya tidak berkerabat. Seroja memiliki tangkai bunga tegak dan bunganya tidak mengapung di permukaan air, sebagaimana pada teratai. Seroja pernah dikenal dengan nama binomial Nelumbium speciosum (Willd.) atau Nymphaea nelumbo.
Tangkai
berbentuk tabung yang kosong di tengahnya untuk jalan lewat udara. Daun terdapat di permukaan air, keluar dari tangkai yang berasal dari rimpang yang berada di dalam lumpur pada dasar kolam, sungai, atau rawa. Daun Seroja ada dua macam, yaitu berbentuk datar, mengapung tepat di permukaan dan yang berbentuk cekungan tidak dalam, muncul keluar mencuat dari air di atas tangkai yang kaku serta berbintil tegas jika airnya cukup dangkal. Tangkai daun Seroja memiliki panjang 75 – 150 cm dan bergetah putih susu. Helaian daun berbentuk bulat dan berukuran besar dengan garis tengah sampai 60 cm. Bagian sisi atas daun dilapisi oleh zat lilin yang
19
berfungsi sebagai pelindung dari kekeringan saat kondisi cuaca yang buruk. Sisi atas berwarna hijau kebiruan dan sisi bawahnya berwarna ungu.
Daun Seroja
didukung oleh tangkai daun yang muncul dari akar rimpangnya. Tiap tangkai daun menempel pada bagian daun tepat di bagian tengah, dan akan mendukung satu daun Seroja saja (van Steins 1975 in Naibaho 2004; Sastrapradja & Bimantoro 1981). Tinggi tanaman sekitar satu meter hingga satu setengah meter. Daun tumbuh ke atas, tinggi di atas permukaan air.
Daun berbentuk bundaran penuh tanpa
potongan, bergelombang di bagian tepi, dengan urat daun berkumpul ke tengah daun. Bunga dengan diameter sampai 20 cm, berwarna putih bersih, kuning atau merah jambu, keluar dari tangkai yang kuat menjulang di atas permukaan air. Bunga mekar di bulan Juli hingga Agustus. Seroja ditanam di genangan atau di kolam dan dapat menjadi liar di dataran rendah. Seroja dapat tumbuh dengan baik pada temperatur perairan yang hangat (23,9o – 29,4o C) dengan substrat yang berlumpur.
Dalam kondisi cahaya matahari yang sedikit, Seroja tidak akan
berbunga dan tangkai daun memanjang secara cepat mencapai beberapa cm per hari (El-hamdani & Francko 1992 in Naibaho 2004).
Menurut La-Ongsri (2008)
menyatakan bahwa laju pertumbuhan tanaman Seroja mulai dari benih/biji menjadi tanaman dewasa membutuhkan waktu sekitar 2 bulan dengan ciri tanaman dewasa yaitu mempunyai bunga yang sudah mekar.
2.11.2. Manfaat Seroja (Nelumbo nucifera) Menurut La-Ongsri (2008) menyatakan bahwa ada 20 manfaat dari Seroja. Pada pemanfaatan ini dibagi dalam 4 kategori (upacara keagamaan, makanan dan minuman, obat-obatan, dan bermacam-macam lainnya), berikut ini adalah manfaat dari tanaman Seroja yaitu (lihat Lampiran 6): a.
Ritual keagamaan Bunga digunakan dalam upacara keagamaan dengan tujuan untuk penyembahan
sang Budha, bunga untuk pemujaan dipilih dengan tunas bunga memiliki panjang berkisar antara 40—50 cm pada saat musim berbunga, sedangkan daun digunakan untuk membungkus rambut yang telah di gunting sebelum upacara berlangsung yakni ketika sang imam membacakan doa-doa untuk sang Budha, tujuan dari pembungkusan rambut dengan daun Seroja karena daun Seroja merupakan lambang
20
dari kekuatan, kemurnian dan kebaikan, menurut ajaran Budha daun dan bunga Seroja merupakan simbol dari kemakmuran dan kebaikan. b.
Makanan dan minuman Akar rizoma dari Seroja biasanya digunakan sebagai sayuran dan biasa disebut
dengan pong bua, akar rizoma biasanya dimasak dengan cara disup sebagai bahan sayuran untuk percampuran dengan daging dan tulang-tulang babi. Daun biasanya digunakan sebagai sayuran, biasanya dimakan dengan cara langsung dimakan, direbus terlebih dahulu atau dicampur dengan kari ikan dan minyak kelapa di dalam sup.
Daun bunga juga biasanya digunakan sebagai sayuran dan dimakan dengan
cara langsung dimakan dengan pasta saus udang dan sambal. Buah digunakan juga sebagai sayuran sedangkan biji Seroja digunakan sebagai makanan penutup. c.
Obat-obatan Sehelai daun biasanya digunakan sebagai rokok untuk menyembuhkan sinusitis
dan rhinitis sedangkan ekstrak dari daun digunakan sebagai teh untuk menyembuhkan sakit tenggorokan. Kadang-kadang ramuan ini juga bisa dipakai untuk menyembuhkan penyakit diabetes sedangkan benang sari dipakai untuk penyembuhan alergi. d.
Bermacam-macam lainnya Bubuk biji biasanya digunakan sebagai media tumbuh dari budidaya jamur.
Berikut ini adalah manfaat dari bagian-bagian tanaman Seroja yang dapat dilihat pada Tabel 1: Tabel 1. Manfaat dari bagian-bagian tanaman Seroja (La-Ongsri 2008). Kategori
Bagian yang digunakan
Manfaat
Ritual keagamaaan
Bunga dan daun
Ritual keagamaan (Upacara) dan melindungi rumah dari bencana
Makanan
Akar rizoma, stolon, buah, biji, benih, bunga daun dan daun
Makanan (sebagai sayuran dan dessert)
21
Tabel 1 (Lanjutan). Obat-obatan
Stolon, benih, biji, benang sari, daun, batang,
Alergi, demam, sinusitis dan rhinitis
Bermacam-macam lainnya
Daun, biji, daun bunga
Pembungkus makanan, pembungkus rokok, dekorasi, media tumbuh jamur
Ganesapillai et al., (2007) in Ramesh dan Srikumar (2008) menyatakan bahwa ekstraksi senyawa alkohol dalam tanaman Seroja terutama bagian daunnya dapat dijadikan sebagai bahan campuran untuk biodiesel. Hasil penelitiannya mengemukakan bahwa dari bagian daun Seroja mengandung senyawa Trigliserida. Hasil ini dipilih untuk produksi biodiesel dan studi optimisasi dimana asam lemak dari golongan metil dan ester dihasilkan dari proses transesterification. Dari 40 gr berat trigliserida dari sampel daun Seroja telah ditemukan 24,15 gr (60,37 %) senyawa asam lemak dari golongan methyl ester. Kadar maksimum dari proses transesterification ini adalah sebesar 26,34 gr (65,85 %). Proses transesterification ini membutuhkan 3 mol alkohol untuk setiap mol trigliserida untuk menghasilkan 1 mol gliserol dan mol metil ester. Tanaman air (Seroja) termasuk jenis sumberdaya alam yang dapat menjanjikan dalam hal produksi biodiesel karena ketersediaannya di alam sangat melimpah dan mudah dalam hal ekstraksi lemak dan asam lemak.
22
3. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Situ Burung pada musim hujan, yaitu pada akhir bulan November 2009 hingga awal bulan Januari 2010. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Situ burung dan Lokasi stasiun pengamatan. Sumber peta (www.maps.google.com ; Surfer 8.0).
Penelitian di Situ Burung mencakup tiga aspek yaitu: (a) morfometri Situ (b) kualitas fisika dan kimia air Situ, serta (c) biomassa tanaman air berikut estimasi kandungan karbon di dalamnya.
23
3.2. Alat dan Bahan Alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan untuk penelitian morfometri Situ, kualitas air dan biomassa tanaman air tercantum pada Tabel 2. Tabel 2. Alat-alat dan bahan dalam penelitian di Situ burung. No
Parameter
Alat
I. Morfometri Pemetaan dimesni permukaan
GPS
Pengukuran dimensi bawah permukaan
Tali dengan pemberat untuk mengukur kedalaman
II. Kualitas Air
Bahan
Peta dasar, citra landsat, Kertas grafik
Pengambilan contoh air menggunakan Van dorn water sampler
Fisika *) 1
Warna
Visual
2
Kecerahan (m)
Secchi disk
3 4
Temperatur (ºC) TSS (mg/l)
thermometer vacuum pump, dessikator, timbangan
5 6
TDS (mg/l) DHL (µmhos/cm)
Spektofotometri SCT meter
Kertas filter millipore,
Kimia *) 1
DO (mg/l)
Botol BOD, gelas ukur, erlenmeyer, pipet dan syringe (sebagai pengganti buret)
Sulfamic acid, MnSO4, NaOH+KI, H2SO4 pekat, Na2S2O3, amylum
2
BOD (mg/l)
s.d.a
3
COD (mg/l)
Botol BOD, gelas ukur, erlenmeyer, buret, plastik hitam, inkubator Titrasi/“Heat of dilution Procedure”
4
pH
pH Stick
1 2
III.Biomasa & Kandungan Karbon Seroja (Nelumbo nucifera) Berat basah Berat Kering
Alat timbang Oven dan alat timbang
3
Nilai % karbon organik
HCl, K2Cr2O7, H2SO4, FAS
Potassium dichromate (K2Cr2O7), dan HCL.
*) pengukuran parameter Fisika dan Kimia mengacu pada Haryadi et al., (1992)
24
3.3 Metode Pengambilan Contoh
3.3.1. Morfometri Pemetaan Situ Burung dilakukan dengan mengelilingi garis pantai Situ tersebut (dengan berjalan kaki) disertai dengan pengukuran bentuk garis pantai menggunakan alat GPS (Global Positioning System). Setelah bentuk garis pantai Situ Burung diukur, selanjutnya dilakukan pengukuran kontur kedalaman dengan menggunakan alat berupa tali berskala dan dilakukan secara sistematis/ dengan sistem grid kotak-kotak di atas sampan. Pengambilan data dimensi permukaan yaitu pada tanggal 25 November 2009 dan pengambilan data dimensi bawah permukaan yaitu pada tanggal 5 Desember 2009.
3.3.2. Kualitas air Lokasi/stasiun pengukuran kualitas air berada di inlet, tengah dan outlet dari aliran Situ Burung. Air contoh diambil pada tanggal 12 Desember 2009 antara pukul 09.00 WIB hingga pukul 11.30 WIB, di empat buah stasiun (lihat Gambar 7). Pengambilan air contoh dilakukan pada masing-masing stasiun pengamatan secara vertikal yaitu pada bagian permukaan dan dekat dasar perairan. Titik koordinat stasiun pengamatan air contoh (stasiun 1 ditengah, stasiun 2 dekat dengan outlet, stasiun 3 di tengah dan stasiun 4 dekat dengan inlet) sebagai berikut: Stasiun 1: 106o43’55.90” BT dan 6o32’46” LS. Stasiun 2: 106o44’2.40” BT dan 6o32’50.60” LS. Stasiun 3: 106o43’59.50” BT dan 6o32’51.18” LS. Stasiun 4: 106o43’57” BT dan 6o32’49.63” LS.
3.3.3. Tanaman air Pada pengamatan tanggal 5 Januari 2010, diambil sampel Seroja sebanyak 12 sampel dari 2 stasiun pengamatan. Pengukuran Seroja meliputi panjang batang, diameter daun (lihat Gambar 8), dan berat basah setiap sampel. Setelah itu, sampel dianalisis untuk mengetahui berat kering dan kadar C- organiknya. Pada analisis berat kering dan kadar air, sampel dikeringkan dengan menggunakan oven. Proses pengovenan dilakukan selama satu hari dengan suhu 75oC dan setiap 4 jam diukur
25
berat keringnya, untuk melihat kestabilan dari berat kering dari setiap sampel Seroja. setelah berat sampel itu stabil pada 4 jam berikutnya, maka dapat dinyatakan hasil itu sebagai data berat kering. Setelah mendapatkan data berat kering dan kadar air, sampel tersebut kemudian dibawa ke pusat laboratorium tanah untuk mengetahui kandungan C-organiknya. Pengukuran berat basah Pengukuran biomassa berat basah tanaman air pada setiap stasiun dilakukan dengan menimbang berat basah seluruh tanaman tersebut. Sebelum penimbangan berat basah, setiap perakaran tanaman air dibilas air bersih sampai tanah yang melekat diperakaran hilang. Selanjutnya tanaman dengan perakaran yang sudah bersih ini ditiriskan di udara terbuka hingga air di bagian luar tubuhnya (external water) hilang. Penirisan ini dilakukan selama 3-5 menit sampai air tidak menetes lagi.
Selain mengukur berat basah keseluruhan tubuh tanaman air tersebut,
pengukuran berat basah terhadap bagian-bagian tanaman (akar, batang dan daun) juga dilakukan: Pengukuran berat kering Selanjutnya masing-masing bagian tanaman yang telah diukur berat basahnya, ditentukan berat keringnya dengan cara di oven pada suhu 70oC (Losidan Sicama 2002) selama 18 jam (hingga tercapai berat kering yang stabil). Kandungan karbon pada Seroja dan di Situ Burung Untuk mengetahui kandungan karbon organik pada tanaman air Seroja digunakan nilai karbon organik antara 36,53 % – 50,12 % atau dengan rata-rata sebesar 45,06%, sehingga untuk menentukkan nilai simpanan karbon dalam satu tanaman Seroja dapat ditentukkan sebagai berikut:
Keterangan Gr C/sampel : berat C yang terkandung pada bagian batang atau daun Seroja. % C organik : 43,79 % untuk batang dan 46,33 % untuk daun. BK : berat kering yang ada pada bagian batang atau daun Seroja.
26
Sedangkan untuk menghitung stok karbon di Situ Burung dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan: C :Total karbon yang terkandung pada seluruh tanaman air Seroja (grC) di Situ Burung. % C-organik : 45,06 %. Yn : Total berat kering seluruh tanaman air Seroja (gr) di Situ Burung. Kuantifikasi penyimpanan CO2 di dalam tubuh Seroja diperoleh dengan mengkonversi nilai karbon yang terkandung dalam tanaman menjadi setara karbon dioksida (CO2 equivalent) yaitu dengan rumus sebagai berikut (Basuki 2004): CO2
= 44/12 X C
Dimana: 44 adalah berat molekul CO2 (grCO2). 12 adalah berat atom C (grC).
Bunga
Daun
Batang
Gambar 8. Bagian tanaman air Seroja (Nelumbo nucifera) untuk analisis biomasa total.
27
Kandungan Air Menurut Haygreen & Bowyer (1989) in Irawan (2009), kadar air dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan: %KA : persentase kadar air. BBc : berat basah contoh (gr). BKc : berat kering contoh (gr).
3.4. Analisis Data
3.4.1. Perhitungan Morfometri Danau Analisa-analisa limnologi suatu danau sering memerlukan pengetahuan atau data-data morfometri secara detail.
Parameter-parameter morfometri biasanya
diperlukan untuk menilai ada tidaknya erosi danau, menghitung beban atau total kandungan unsur hara, massa bahan-bahan kimia, kandungan panas, stabilitas panas dan beberapa indeks tingkat kesuburan perairan. Morfometri yaitu suatu metoda pengukuran dan analisa secara kuantitatif dimensi-dimensi fisik suatu badan perairan misalnya danau.
Untuk menggambar peta permukaan dan dibawah permukaan
menggunakan software surfer 8.0.
Aspek morfometri danau dibedakan atas
dimensi-dimensi permukaan (surface dimensions) dan dimensi-dimensi bawah permukaan (subsurface dimensions) (Haryadi et al., 1997). Ukuran-ukuran yang termasuk dimensi permukaan antara lain: 1. Panjang maksimum (Maximum length=Lmax) merupakan jarak antara dua titik terjauh pada tepi suatu danau. 2. Panjang maksimum efektif (Maximum effective length = Le) merupakan panjang permukaan danau maksimum tanpa melintasi suatu pulau atau daratan yang mungkin teradapat di danau. 3. Lebar maksimum (Maximum width = Wmax) merupakan jarak maksimum dua titik terjauh pada permukaan tepi danau yang ditarik secara tegak lurus terhadap panjang maksimum (Lmax).
28
4. Lebar rata-rata (Mean Width = W) merupakan rasio antara luas permukaan danau (Ao) dengan panjang maksimum (Lmax) yang dinyatakan dalam rumus.
5. Lebar maksimum efektif (Maximum effective width = We) merupakan lebar maksimum danau tanpa melintasi pulau atau daratan yang mungkin terdapat di danau dan ditarik tegak lurus terhadap Le. 6. Luas permukaan (Surface area = Ao) merupakan luas wilayah permukaan danau yang tertutup oleh air. Nilainya bervariasi tergantung musim. 7. Panjang garis keliling pantai (Shore line =SL) pengukuran dimensi ini dapat dilakukan dari peta yang telah tersedia dengan memperhatikan skalanya. 8. Indeks perkembangan garis pantai (Shore line development index = SDI) dimensi ini digunakan untuk mencerminkan bentuk keteraturan danau. Nilai SDI dirumuskan sebagai berikut:
Kriteria: a) SDI mendekati 1 b) 1<SDI<2 c) SDI>2
: Danau berbentuk lingkaran teratur. : Danau berbentuk subsircular atau elips. : Danau berbentuk tidak beraturan.
9. Insolusity (In) merupakan luas total dari pulau-pulau daratan yang ada di tengah danau terhadap luas total permukaan danau. 10. Ketinggian dari permukaan laut dan kedalaman kriptodesi. Sedangkan untuk ukuran-ukuran yang termasuk dimensi bawah permukaan antara lain: 1. Kedalaman Maksimum (Zm) merupakan kedalaman suatu danau pada titik terdalam. 2. Kedalaman relatif (Zr) penentuan kedalaman relatif untuk menggambarkan tingkat stabilitas stratifikasi atau kemantapan pelapisan massa air danau, dinyatakan dalam rumus:
29
3. Kedalaman rata-rata (z) lebih bersifat informatif daripada kedalaman maksimum. 4. Kemiringan rata-rata (s) dapat menggambarkan luas atau tidaknya daerah yang berair dangkal, yang akhirnya mempengaruhi nilai kekeruhan, kedalaman penetrasi cahaya, kelimpahan biota. Perhitungannya adalah sebagai berikut:
Keterangan:
S: Kemiringan rata-rata (%). L: Panjang garis keliling dari masing-masing kontur (m). n : Jumlah kontur pada peta batimetri. Zm : Kedalaman maksimum (m). Ao : Luas permukaan air (m2). 5. Volume total air danau (V) didasarkan pada asumsi bahwa umumnya danau berbentuk sebagai kerucut terpancung dan volume totalnya merupakan dari volume air pada masing-masing strata.
Keterangan: V1, V2 h1 A1, A2 n
: Volume total air pada strata 1, 2, …dst (m3). : Kedalaman atau interval atau kontur (m). : Luas kumulatif strata 1, 2, … dst (m). : Jumlah kontur.
6. Perkembangan volume danau (VD) merupakan ukuran atau nilai yang digunakan untuk menggambarkan bentuk dasar danau secara umum.
30
Perairan yang landai biasanya memiliki luasan daerah litoral yang lebih besar yang biasanya memiliki produktivitas yang tinggi.
Keterangan: Ao Z Zm
: luas permukaan air danau (m2). : Kedalaman rata-rata (m). : Kedalaman maksimum (m).
3.4.2. Penentuan biomassa tanaman Seroja melalui pendekatan persamaan alometrik Allometrik dapat didefinisikan sebagai suatu studi yang mengindikasikan adanya hubunganantara salah satu atau lebih dimensi bagian-bagian tubuh organisme dengan pertumbuhan atau ukuran dari keseluruhan organisme. Dalam studi biomassa Seroja persamaan allometrik digunakan untuk mengetahui hubungan antara diameter, daun dan panjang batang dengan berat kering Seroja secara keseluruhan.
Persamaan allometrik ini dibuat untuk mengestimasi berat kering
Seroja. Berikut ini adalah penyajian dari persamaan allometrik dinyatakan dengan persamaan umum (Sutaryo 2009):
Y = a + bX Dalam hal ini, Y mewakili ukuran yang diprediksi (yaitu biomassa berat kering tanaman Seroja), X adalah bagian yang diukur (daun dan batang), b merupakan slope/kemiringan atau koefisien regresi dan a merupakan nilai perpotongan dengan sumbu vertikal (Y). Untuk mencari nilai a dan b dalam persamaan liner di atas digunakan metode kuadrat terkecil (least square). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
31
Bentuk persamaan Y = a + bX, kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma menjadi log(Y) = log(a) + b[log(X)]. Jika diperhatikan, persamaan log(Y) = log(a) + b[log(X)] adalah identik dengan persamaan Y = a + bX.
Dengan
demikian setelah melalui transformasi, untuk mencari nilai log (a) dan b juga dapat dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (least square). Berikut ini adalah tahapan yang dilakukan untuk menentukan persamaan alometrik yaitu : 1.
Memilih sampel tanaman air yang akan diukur diameter daun dan panjang batang sebagai data (X), dalam penelitian ini diambil unit sampel berjumlah n ≥ 10.
2.
Kemudian mengukur berat kering dari sampel tanaman air (Y) yang sebelumnya telah diukur panjang batang dan diameter daun.
3.
Setelah itu dicari nilai a dan b dari rumusan metode kuadrat terkecil atau dapat dilakukan regresi terhadap nilai X dan Y yang telah didefinisikan diatas.
Sebagai catatan jika data belum menyebar normal harus
dilakukan konversi data dalam bentuk logaritmik. 4.
Setelah diperoleh nilai a dan b tersebut, maka dapat dibentuk persamaan allometrik secara umum Y = a + bX atau dapat juga dituliskan dalam bentuk pangkat Y = a X b .
32
4. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1.
Perairan Situ Burung Situ merupakan suatu wadah genangan air di atas permukaan seperti danau
yang terbentuk secara alami atau buatan yang airnya berasal dari air tanah atau permukaan. Situ merupakan istilah yang digunakan oleh masyarakat Jawa Barat untuk menyebut danau yang berukuran relatif kecil dan dangkal.
Secara
adminisratif, Situ Burung terletak di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Secara geografis Situ ini terletak di koordinat 106o44’3.3” BT dan 06o32’55.8” LS. Adapun batas-batas wilayah dari Situ Burung adalah Utara : Kawasan pertanian dan pemukiman penduduk. Barat : Kawasan pertanian, pemukiman penduduk dan ICDF (Indonesia China Development Farm). Timur : Kawasan pemukiman penduduk. Selatan : Kawasan pemukiman dan Kampus IPB Dramaga. Situ ini dikelilingi oleh jalan beraspal di sebelah selatan dan areal pertanian serta pepohonan di sisi lainnya. Lokasi pemukiman penduduk cukup jauh dari Situ dan dibatasi oleh areal pertanian. Situ Burung merupakan Situ buatan yang terletak ± 8 km dari kota Bogor ke arah barat, dengan ketinggian 210 m dari pemukaan laut. Pengelolaannya di bawah Dinas Pekerjaan Umum (PU) ranting Ciampea.
Situ
Burung saat ini tengah mengalami penurunan fungsi yang disebabkan oleh: a) Berkurangnya volume air dalam Situ karena kurangnya suplai air atau sumber air. b) Kurangnya pemeliharaan terhadap Situ, akibatnya populasi tanaman
air
seperti Seroja (Nelumbo nucifera) tidak terkendali. c) Status pemilikan yang tidak jelas merangsang penggunaan tanah pada areal tepi Situ yang dikonversi menjadi lahan pertanian. d) Batas-batas Situ yang tidak jelas sehingga sulit dalam pengendalian dan pengelolaannya jika terjadi perambahan oleh masyarakat. e) Perubahan catchment area di sekitar Situ (Bapeda Provinsi Jawa Barat 1986).
33
Luas Situ burung adalah 4,05 Ha, dengan Kedalaman rata-rata 2,38 m dan memiliki kedalaman maksimum 4,98 m. Bentuk garis tepi yang tidak beraturan dan cukup berbelok-belok.
Sumber air Situ Burung adalah air buangan dari Situ
panjang, air hujan dan mata air. Di sekitar Situ tidak dijumpai adanya sungai yang dapat menyuplai air ke dalam Situ. Kegunaan utama dari Situ ini adalah untuk pengairan sistem irigasi pertanian, areal pertanian tersebut mencakup luasan 40 ha, kegunaan lain dari Situ Burung adalah untuk area pemancingan, rekreasi oleh masyarakat sekitar, penangkapan ikan dengan menggunakan jala. Situ Burung saat ini tidak/ belum dijadikan lokasi tempat pembuangan limbah domestik karena letak Situ yang cukup jauh dari pemukiman. Situ ini telah mengalami perkembangan kondisi melalui beberapa kali perbaikan.
Kegiatan
perbaikan tersebut dilakukan oleh Kimpraswil Pusat pada tahun 2002 dan Perlengkapan PSDA pada tahun 2003. Bentuk perbaikan yang dilakukan antara lain pengerukan dasar Situ dan pembersihan Situ dari tanaman air seperti Seroja (Nelumbo nucifera). Untuk menekan laju pertumbuhan dari vegetasi air ini maka untuk beberapa bulan sekali vegetasi ini dipanen oleh pihak PSDA Bogor.
4.2.
Vegetasi Tanaman Air Situ Burung Situ Burung telah mengalami perkembangan kondisi melalui beberapa kali
perbaikan. Kegiatan perbaikan tersebut dilakukan oleh Kimpraswil pusat pada tahun 2002 dan bagian perlengkapan PSDA pada tahun 2003. Seroja merupakan salah satu vegetasi litoral yang tumbuh diperairan tawar yang tergenang seperti danau, kolam dan Situ. Pada perairan Situ Burung, Seroja tumbuh dan tersebar hampir di seluruh tepian Situ. Seroja yang ditemukan di Situ Burung adalah jenis Seroja berbunga merah jambu dengan pangkal berwarna putih dan merupakan Seroja berbunga tunggal. Seroja dengan daun yang mencuat berada di zona litoral yang lebih dangkal sedangkan pada kolom air yang makin dalam, Seroja yang ditemukan adalah berdaun terapung. kedalaman Situ.
Kepadatannya juga semakin menurun sesuai dengan
34
4.3. Organisme yang dapat Ditemukan di Situ Burung Jenis ikan yang ada dalam Situ adalah jenisi ikan nila (Oreochromis niloticus), ikan mujair (Oreochromis mosambicus), ikan mas (Cyprinus carpio), ikan paray (Rasbora sp), ikan tawes (Puntius javanicus), dan ikan lele (Clarias batracus). Ikan lele merupakan ikan hasil introduksi yang ditebar oleh pihak ICDF, pada bulan juli tahun 2009 pihak ICDF telah menebar beberapa spesies ikan dengan padat tebar sekitar 2 kuintal, tidak hanya itu pihak ICDF juga telah melepaskan beberapa spesies reptil (kuya/kura-kura), dan amphibi (Rana sp/kodok) (Komunikasi pribadi 2010).
35
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Morfometri Situ Burung Pada Tabel 3 diperlihatkan hasil pengukuran dimensi permukaan (surface dimension) dan bawah permukaan (subsurface dimension) dari Situ Burung pada musim hujan, sedangkan Gambar 9 memperlihatkan peta batimetri Situ Burung pada musim hujan. Pada bagian selatan situ ini (lihat Gambar 12) dijumpai tanaman air Seroja yang berlimpah, hingga menutupi sekitar 0,46 Ha permukaan air Situ. Keberadaan tanaman air di bagian ini, dari pengamatan secara visual, cenderung menyebabkan terjadinya pendangkalan Situ.
Gambar 9. Peta Situ Burung pada musim hujan (www.map.google.com ; surfer 8.0)
36
Tabel 3. Dimensi Morfometri Situ Burung pada musim Hujan Parameter A. Dimensi Permukaan *Luas Permukaan (Ao) Panjang garis tepi pantai (SL) SDI Panjang maksimum (Lmax) Panjang maksimum efektif (Le) Lebar maksimum (Wmax)
Nilai 4,05 ha 1291,75 m 1,81 247,85 m Idem 203,74 m
Lebar maksimum efektif (We) Idem Lebar rata-rata (w) 163,41 m B. Dimensi bawah Permukaan Kedalaman Maksimum (Zmax) 4,98 m Kedalaman rata-rata (Z) 2,38 m Kedalaman relative (Zr) 2,19 % Kemiringan rata-rata (s) 9,33 % *Volume total air (Vtotal) 96427,86 m3 Perkembangan volume Situ (VD) 1,43 *) Untuk mendapatkan nilai dari dua parameter ini dapat dilihat pada Lampiran 1.
Berdasarkan analisis peta bathimetri, diketahui nilai-nilai dimensi permukaan dan bawah permukaan perairan Situ Burung yang bisa dilihat pada Tabel 3. Situ burung memiliki luas permukaan air (Ao) ± 4,05 ha dengan panjang garis tepi (SL) sebesar 1.291,75 meter. Nilai garis tepi ini akan terus mengalami perubahan yang disebabkan oleh erosi karena air hujan, masuknya air yang membawa partikel lumpur dan terakumulasinya limbah pertanian seperti pupuk dapat berpengaruh terhadap proses pendangkalan. Welch (1952) in Hoerunnisa (2004) menyatakan semakin panjang garis pantai maka kesempatan untuk berhubungan dengan daratan akan semakin besar dan hal ini akan berpotensi meningkatkan produktivitas perairan. Nilai indeks perkembangan garis tepi (SDI) Situ burung sebesar 1,81 meter. Menurut Wetzel (1983), nilai ini menunjukkan bentuk Situ adalah lonjong (subcircle atau elipsc). Semakin besar nilainya maka bentuk danau semakin tidak beraturan dan diduga perairannya memiliki potensi produktivitas yang tinggi karena hubungan antara daratan semakin besar sehingga masuknya bahan organik ke dalam perairan semakin tinggi.
37
Panjang maksimum merupakan jarak antara dua titik terjauh pada permukaan tepi suatu danau (Hakanson 1981 in Hoerunnisa, 2004 ). Pada perairan Situ Burung panjang maksimumnya (Lm) sebesar 247,85 meter, karena di dalam Situ Burung tidak terdapat pulau maka panjang maksimum efektif (Le) sama dengan panjang maksimumnya (Lm) yaitu sebesar 247,85 meter. Lebar maksimum (Wm) pada Situ Burung sebesar 203,74 meter, karena di dalam Situ Burung tidak terdapat pulau maka lebar maksimum efektif (We) sama dengan lebar maksimumnya (Wm) yaitu sebesar 203,74 meter. Sedangkan untuk lebar rata-rata perairan (W) Situ Burung sebesar 163,41 meter. Panjang maksimum dan lebar maksimum suatu danau dapat mempengaruhi besar kecilnya wilayah perairan yang dapat berhubungan dengan udara atau angin. Hal ini berpengaruh pada peningkatan difusi oksigen dari udara serta sebaran organisme di permukaan perairan. Sehingga pengadukan massa air di Situ Burung diduga besar karena pergerakan angin tidak terhambat oleh pulau atau daratan yang ada di tengah perairan. Berdasarkan tabel diatas perairan Situ Burung memiliki kedalaman maksimum (Zm) sebesar 4,98 meter dengan kedalaman rata-rata (Z) sebesar 2,38 meter. Untuk kedalaman relatifnya (Zr) perairan Situ burung memilki nilai sebesar 2,19 %. Dengan menggunakan kriteria Zr menurut Hakanson (1981) in Hoerunnisa (2004), nilai ini akan menggambarkan tingkat stabilitas stratifikasinya tinggi (Zr > 2 %).
Hal ini menunjukkan bahwa perairan ini tidak mudah mengalami proses
pengadukan massa air oleh angin sehingga lapisan permukaan perairan sampai ke dasar perairan cenderung heterogen dan nutrien dari hasil dekomposisi hanya ada pada lapisan dasar (profundal) dan hanya dapat dimanfaatkan oleh organisme yang berada di dasar perairan saja seperti dekomposer. Untuk nilai volume total air perairan Situ Burung diperoleh sebesar 96.427,86 m3, volume ini akan mengalami perubahan akibat pengaruh musim, evaporasi, presipitasi, run-off dan sedimentasi. Nilai perkembangan volume danau (VD) Situ Burung adalah 1,43. Menurut Cole (1983) nilai VD > 1 menunjukkan bahwa bentuk dasar Situ memiliki bentuk seperti kaldera.
Perkembangan volume danau dapat menggambarkan kelandaian tepi
perairan, perairan yang landai biasanya memiliki luasan daerah litoral yang besar yang biasanya memiliki produktivitas yang tinggi (Hakanson 1981 in Hoerunnisa 2004).
38
5.2.
Kualitas Perairan
Tabel 4. Parameter Fisika Kimia Perairan: Sumber PP No.82 tahun 2001 kelas 2 dan Data primer, 2010 (diolah) No
Parameter
Satuan
I
Fisika
1
Warna
(Visual)
2
Kekeruhan
NTU
3
Suhu
4
Baku mutu Kelas 2, 3, 4
Stasiun 1 Permukaan (40 cm) Hijau
ºC
Tidak tercantum Tidak tercantum ±3
TSS
mg/l
5
TDS
6
2 Kolom (150 cm)
Permukaan (40 cm)
3 Kolom (150 cm)
Hijau
Permukaan (40 cm)
4 Kolom (100 cm)
Hijau
Permukaan (40 cm)
Kolom (120 cm)
Hijau
7,50
10
8,30
8.50
9
13
11
16
29
28
29,50
28
29,50
28,50
29,50
28
400
4
8
2
2
2
18
2
20
mg/l
1000
40,60
42,40
39,80
43,50
40,30
42,70
41,60
41,70
DHL
µmhos/cm
Tidak tercantum
81
85,50
79,70
85,30
80,60
85,20
83,10
83,30
7
Kecerahan
Persen (%)
II
Kimia
1
DO
mg/l
4
7,35
5,37
7,35
5,47
7,16
5,28
7,54
5,37
2
BOD
mg/l
3 – 12
3,64
4,52
2,07
3,77
2,64
5,09
2,26
3,96
3
pH
6 s/d 9
6,00
6,00
6,00
6,00
6,00
6,00
6,00
6,00
4
COD
mg/l
25 – 100
44,88
87,72
83,64
73,44
65,28
75,48
73,44
69,36
1
Kedalaman
Cm
23,08
280
25
300
11,76
160
25
210
*catatan: nilai pH yang seragam diduga karena pada waktu pengukuran menggunakan pH stick karena pH stick memiliki sensitivitas yang rendah.
39
5.2.1. Parameter Fisika Perairan
1. Suhu Berdasarkan pengukuran di delapan titik pengamatan yaitu di stasiun satu, dua, tiga dan empat yang terdiri dari dua titik pengamatan, yakni bagian permukaan dan kolom perairan, maka diketahui suhu perairan Situ burung berkisar antara 29o – 29.5o C untuk bagian permukaan dan 28o – 28.5o C untuk bagian kolom perairan Situ Burung. Pengukuran suhu dilakukan pada pukul 09.30 – 11.30 WIB pada tanggal 12 Desember 2009. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 untuk kelas III (lihat Lampiran 2), suhu perairan Situ Burung masih dalam kisaran yang layak untuk kepentingan pemeliharaan ikan air tawar, irigasi pertanian dan kegiatan pertanian (deviasinya masih dalam kisaran ±3oC), sedangkan menurut Boyd (1990); Slocum & Robinson, 1996 in Naibaho (2004) kisaran suhu tersebut, selain masih layak bagi kehidupan ikan juga layak bagi pertumbuhan Seroja di Situ Burung.
2. Warna Berdasarkan pengamatan pada tanggal 12 Desember 2009, perairan Situ burung memiliki warna perairan hijau kecoklatan. Warna perairan disebabkan oleh bahan organik dan bahan anorganik, keberadaan plankton, humus dan ion-ion logam seperti besi dan mangan serta bahan-bahan lain yang dapat menimbulkan warna pada perairan (Effendi, 2003).
Pengamatan warna perairan Situ burung dilakukan secara visual melalui indra
penglihatan. Menurut Peavy et al., (1985) in Effendi (2003) oksida mangan menyebabkan air berwarna kecoklatan atau kehitaman, serta bahan-bahan organik misalnya tannin, lignin dan asam humus yang berasal dari dekomposisi tumbuhan yang telah mati menimbulkan warna perairan menjadi kecoklatan. Berdasarkan data tersebut, dapat dinyatakan bahwa perairan Situ Burung memiliki warna perairan hijau kecoklatan.
40
3. Kecerahan, Kekeruhan dan Kedalaman Nilai kecerahan hasil pengukuran di empat stasiun pengamatan (I, II, III dan IV) Situ Burung berkisar antara 0,18 m – 0,25 m dengan rata-rata sebesar 0.18 m.
Nilai kecerahan
tertinggi terdapat pada stasiun III, sedangkan nilai kecerahan terendah terdapat pada stasiun I. Nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, padatan tersuspensi dan ketelitian orang yang mengukurnya.
Pengukuran kecerahan
sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah (Effendi 2003). Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai pengamatan pada setiap stasiun berkisar antara 7,5 NTU – 11 NTU untuk bagian permukaan dan 8,5 NTU – 16 NTU untuk bagian kolom Situ Burung. Untuk bagian permukaan, kekeruhan tertinggi terdapat pada stasiun IV dengan nilai 11 NTU, sedangkan kekeruhan terendah terdapat pada stasiun I dengan nilai 7,5 NTU.
Selanjutnya untuk bagian kolom perairan, kekeruhan tertinggi
terdapat pada stasiun IV dengan nilai 16 NTU, sedangkan kekeruhan terendah terdapat pada stasiun II dengan nilai 8,5 NTU. Kekeruhan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya limpasan (run off) yang terbawa oleh air hujan dalam Situ, selain karena faktor run off peningkatan kekeruhan juga disebabkan oleh faktor biologi seperti plankton dan serasah. Tingginya nilai kekeruhan di stasiun IV disebabkan adanya tanaman air karena letak stasiun IV dekat dengan tanaman air, semakin banyak tanaman air yang menjadi serasah (daun), serasah tersebut akan didekomposisi oleh dekomposer menjadi bahan organik (padatan tersuspensi dan terlarut) sebagai bahan makanan dari organisme akuatik. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut, maupun bahan organik dan anorganik berupa plankton dan mikroorganisme lain (APHA 1976 in Watironna 2005). Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai kedalaman pada setiap stasiun pengamatan (Stasiun I, II, III, dan IV) berkisar antara 1,6 m – 3 m. Kedalaman tertinggi terletak di stasiun II yaitu sebesar 3 meter, sedangkan terendah terletak di stasiun III yaitu sebesar 1,6 meter.
41
4. Padatan Tersuspensi, Padatan Terlarut dan Daya Hantar Listrik (DHL) Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai TSS (Total suspended solids) pada stasiun pengamatan (I, II, III, IV) berkisar antara 2 mg/l – 4 mg/l untuk bagian permukaan dan untuk bagian kolom berkisar antara 4 mg/l – 20 mg/l.
Untuk bagian
permukaan nilai TSS tertinggi terdapat pada stasiun I yaitu 4 mg/l. Sedangkan untuk bagian kolom nilai TSS tertinggi terdapat pada stasiun IV sebesar 20 mg/l dan terendah terdapat pada stasiun IV sebesar 4 mg/l. Tingginya nilai TSS di stasiun IV pada bagian kolom disebabkan oleh terakumulasinya padatan tersuspensi yang berasal dari serasah dari tanaman air dan sisa metabolisme dari organisme akuatik seperti ikan dan plankton.
Hal ini
berhubungan dengan lokasi stasiun IV yang mewakili bagian dekat dengan keberadaan dari tanaman air di Situ Burung.
Padatan tersuspensi berkorelasi positif dengan kekeruhan.
Semakin tinggi nilai TSS, nilai kekeruhan juga semakin tinggi. Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai TDS (Total Disolved solids) pada stasiun pengamatan (I, II, III, IV) berkisar antara 39,8 mg/l – 41,6 mg/l untuk bagian permukaan dan untuk bagian kolom berkisar antara 41,7 mg/l – 43,5 mg/l. Untuk bagian permukaan nilai TDS tertinggi terdapat pada stasiun IV yaitu 41,6 mg/l dan terendah pada stasiun II dengan nilai sebesar 39,8 mg/l. Sedangkan untuk bagian kolom nilai TDS tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 43,5 mg/l dan terendah terdapat pada stasiun IV sebesar 41,7 mg/l. TDS adalah bahan-bahan terlarut (diameter < 10-6 mm) dan koloid (10-6 mm ≤ diameter ≤ 10-3 mm) yang berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan yang tidak tersaring pada kertas saring miliophore (Rao 1992 in Effendi 2003).
TDS biasanya
disebabkan oleh bahan anorganik yang berupa ion-ion yang biasa ditemukan di perairan. Menurut Effendi (2003) nilai TDS di perairan sangat dipengaruhi oleh pelapukan batuan, limpasan dari tanah, dan pengaruh antropogenik (limbah domestik dan limbah industri). Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai DHL (Daya Hantar Listrik) pada stasiun pengamatan (I, II, III, IV) berkisar antara 79,7 µmhos/cm – 83,1 µmhos/cm untuk bagian permukaan dan untuk bagian kolom berkisar antara 83,3 µmhos/cm – 85,5 µmhos/cm. Untuk bagian permukaan, nilai DHL tertinggi terdapat pada stasiun IV yaitu 83.1 µmhos/cm dan terendah pada stasiun II dengan nilai sebesar 79,7 µmhos/cm. Sedangkan untuk bagian kolom nilai DHL tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 85,5 µmhos/cm dan terendah terdapat pada stasiun IV sebesar 83,3 µmhos/cm. Nilai DHL pada kisaran 79,7 µmhos/cm – 83,1 µmhos/cm untuk bagian permukaan dan untuk bagian kolom berkisar antara 83,3 µmhos/cm – 85,5 µmhos/cm. Menurut Wardoyo (1981) in Hoerunnisa (2004)
42
nilai tersebut akan mempengaruhi tekanan fisiologi pada ikan namun ikan masih dapat bertahan hidup. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 untuk kelas III (lihat Lampiran 2), kisaran nilai TSS dan TDS di perairan Situ Burung masih berada pada kisaran yang layak untuk kepentingan perikanan dan irigasi pertanian.
5.2.2. Parameter Kimia Perairan
1. pH Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai pH (power of Hidrogen) pada stasiun pengamatan (I, II, III, IV) bernilai 6 baik untuk bagian permukaan maupun kolom perairan Situ Burung. Nilai pH air akan berpengaruh pada reaksi biokimia dalam air. pH mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan organisme akuatik sehingga seringkali pH suatu perairan digunakan sebagai petunjuk baik buruknya kualitas suatu perairan, nilai pH perairan tawar berkisar antara 5-9 (Saeni, 1989). Menurut Islami dan Utomo in Widaryanti (2002), pH yang baik untuk pertumbuhan tanaman ada pada kisaran pH netral, akan menurun pada pH 4 ke bawah dan pH 9 ke atas. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 untuk kelas III (lihat Lampiran 2), nilai pH di perairan Situ Burung masih berada pada kisaran yang layak untuk kepentingan perikanan dan irigasi pertanian.
2. Dissolved Oxygen (DO) dan BOD (Biochemical Oxygen Demand) Pada Gambar 10 diperlihatkan data hasil pengukuran nilai DO di 8 pengamatan yaitu 4 stasiun pengamatan dan setiap stasiun terdiri dari 2 titik pengamatan yaitu bagian permukaan dan kolom perairan.
Untuk bagian permukaan perairan, nilai DO tertinggi
terdapat pada stasiun 4 sebesar 7,54 mg/l sedangkan yang terendah terdapat pada stasiun 3 sebesar 7,16 mg/l. Untuk bagian kolom perairan, nilai DO tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 5.47 mg/l, sedangkan yang terendah terdapat pada stasiun 3 sebesar 5.28 mg/l.
43
Gambar 10. Nilai DO (Dissolved Oxygen) di setiap stasiun pengamatan pada bagian permukaan dan kolom perairan. Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) pada stasiun pengamatan (I, II, III, IV) berkisar antara 7,35 mg/l – 7,54 mg/l untuk bagian permukaan dan untuk bagian kolom berkisar antara 5,37 mg/l – 5,47 mg/l. Besarnya nilai oksigen terlarut pada bagian permukaan disebabkan oleh proses fotosintesis, karena menurut Effendi (2003) sumber utama oksigen di perairan adalah fotosintesis. Akan tetapi Jumlah oksigen terlarut sangat dipengaruhi oleh suhu, pH, difusi udara, respirasi organisme, kandungan bahan organik, fotosintesis plankton dan tanaman air. Kadar oksigen berfluktuasi secara harian dan musim tergantung pada percampuran, pergerakan massa air, limbah yang masuk ke badan air. Selain kedalaman, faktor yang juga dapat mempengaruhi nilai oksigen terlarut adalah waktu pengukuran. Pada tanggal 12 Desember 2009, dilakukan pengambilan sampel untuk analisis kualitas air. Waktu untuk pengambilan sampel dan mengukur kualitas air secara exSitu dimulai dari pukul 09.30 – 11.00 WIB. Menurut Boyd (1988) in Effendi (2003) kadar oksigen maksimum terjadi pada sore hari sedangkan kadar minimum terjadi pada pagi hari. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 untuk kelas III (lihat Lampiran 2), kisaran nilai oksigen terlarut di perairan Situ Burung masih berada pada kisaran yang layak bagi perikanan.
44
Gambar 11. Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) di setiap stasiun pengamatan pada bagian permukaan dan kolom perairan. Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai kebutuhan oksigen biokimiawi (BOD) pada stasiun pengamatan (I, II, III, IV) berkisar antara 2.07 mg/l – 3.64 mg/l untuk bagian permukaan dan untuk bagian kolom berkisar antara 5.09 mg/l – 3.77 mg/l. Untuk bagian permukaan, nilai BOD tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 4.52 mg/l dan terendah pada stasiun I dan II dengan nilai sebesar 7.35 mg/l. Sedangkan untuk bagian kolom nilai oksigen terlarut tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 5.47 mg/l dan terendah terdapat pada stasiun I dan IV sebesar 5.37 mg/l. Prinsip penetapan BOD adalah oksidasi zat organik dengan oksigen terlarut dalam air dengan adanya bakteri aerob dalam waktu lima hari inkubasi pada suhu 200C tanpa cahaya (Boyd, 1988 in Effendi, 2003). Pada Gambar 10 dapat disimpulkan bahwa nilai DO (Dissolved oxygen) akan cenderung menurun seiring dengan peningkatan kedalaman dari Situ Burung. Sedangkan nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) akan cenderung meningkat seiring dengan peningkatan kedalaman (Lihat Gambar 11). Hal ini dikarenakan adanya proses respirasi dari organisme akuatik (ikan, zooplankton dan tanaman air) dan dekomposisi dari organisme akuatik lainnya (dekomposer). Pada dasarnya proses dekomposisi bahan organik terjadi melalui dua tahap yaitu pertama, bahan organik diuraikan menjadi bahan anorganik. Proses ini berlangsung secara aerob karena ketersediaan oksigen masih ada sehingga mikroba menggunakan oksigen tersebut untuk mendekomposisi bahan organik menjadi bahan anorganik. Kedua, bahan anorganik yang tidak stabil diuraikan menjadi bahan anorganik yang lebih stabil. Proses ini
45
berlangsung secara anaerob karena ketersediaan oksigen sedikit sehingga mikroba menggunakan oksigen berasal dari senyawa yang mempunyai ikatan dengan oksigen seperti nitrat, nitrit, CO2, SO2, PO4, dsb. Ketika proses tersebut berlangsung, produk dari proses tersebut terdiri dari energi dan bahan atau senyawa yang beracun. Dengan demikian, hanya dekomposisi pada tahap pertama yang berperan dalam menentukan nilai BOD. Besarnya nilai BOD di bagian kolom perairan menggambarkan bahwa bahan-bahan organik yang ada di lapisan tersebut hanya mampu didekomposisi secara biologis melalui proses katabolisme dan anabolisme. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 untuk kelas III (lihat Lampiran 2), kisaran nilai BOD di perairan Situ Burung masih berada pada kisaran yang layak bagi kehidupan ikan di dalamnya maupun bagi irigasi.
3. Chemical Oxygen Demand (COD) Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai kebutuhan oksigen kimiawi (COD) pada stasiun pengamatan (I, II, III, IV) berkisar antara 83,64 mg/l – 44,88 mg/l untuk bagian permukaan dan untuk bagian kolom berkisar antara 87,72 mg/l – 69,36 mg/l.
Besarnya nilai COD pada stasiun pengamatan II di bagian permukaan diduga
disebabkan oleh banyaknya bahan organik yang terdapat di bagian permukaan stasiun pengamatan II. Besarnya nilai COD dapat menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi baik yang dapat didegradasi secara biologi (biodegradable) maupun yang sukar didegradasi secara biologi (non biodegradable). Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang diperlukan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd 1988 in Effendi 2003). Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 untuk kelas III (lihat Lampiran 2), kisaran nilai COD di perairan Situ Burung masih berada pada kisaran yang masih layak untuk digunakan bagi kepentingan perikanan dan irigasi pertanian.
46
5.3.
Situ Burung dan Luas Penutupan Seroja Pengamatan jumlah Seroja yang di jumpai di perairan Situ Burung menggunakan
metode sensus yaitu dengan cara menghitung jumlah Seroja yang dijumpai/ditemukan didalam perairan Situ Burung, sedangkan untuk pengukuran diameter daun Seroja dibagi dalam 5 blok dimana setiap wilayah dibuat garis khayal dan sampel yang diambil untuk setiap blok berjumlah 10 sampel (lihat Gambar 12).
Gambar 12. Situ Burung dan Persentase Luas penutupan permukaan air oleh tanaman air Seroja (Nelumbo nucifera). Pada Tabel 5 diperlihatkan data hasil pengukuran Diameter sampel Seroja di setiap Blok. Penentuan blok dilakukan dengan cara melihat tanaman Seroja yang tumbuh didalam perairan Situ Burung. Sampel daun Seroja yang diukur berjumlah 10 untuk setiap blok. Pengukuran diameter daun Seroja diambil secara seragam karena dapat diasumsikan bahwa sampel daun Seroja yang diukur berada dalam kelompok umur yang sama. Berdasarkan Tabel 5 didapatkan nilai diameter pada blok 1 berkisar antara 40 – 43 cm, blok 2 berkisar antara 40 – 54 cm, blok 3 berkisar antara 42 – 54 cm, blok 4 berkisar antara 48 – 57,6 cm dan blok 5 berkisar antara 49 – 56 cm. Diameter daun rata-rata tertinggi terdapat pada blok 4 sebesar 52,45 cm, sedangkan terendah terdapat pada blok 1 sebesar 42 cm.
47
Tabel 5. Hasil pengukuran Diameter sampel daun Seroja di setiap Blok. No sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 rata-rata
Blok 1 (cm) 43 41 43 42 43 42 43 42 41 40 42
Blok 2 (cm) 45 43 45 43 42 41 42 45 40 41 42,7
Blok 3 (cm) 50 51 53 52 54 45 44 42 43 44 47,8
Blok 4 (cm) 52 53 51 50 57,6 53,4 55,5 52 48 52 52,45
Blok 5 (cm) 51 53 50 51 55 52 50 49 52 56 51,9
Tabel 6. Jumlah total individu Seroja per Lokasi Pengamatan. Blok tanaman Seroja
Jumlah (Individu)
1 2 3 4 5 Jumlah
145 301 553 1665 342
Diameter rata2 daun (cm) 42 42,7 47,8 52,45 51,9
3006
Pada pengamatan tanggal 5 Januari 2010, tanaman air yang dijumpai di Situ Burung hanya Seroja (Nelumbo nucifera). Tanaman air ini paling banyak dijumpai dibagian selatan Situ Burung. Untuk bagian utara Situ Burung Seroja tidak terlalu banyak jumlahnya, karena sebelum datang ke lokasi, tanaman Seroja telah dipanen seminggu sebelum peneliti melakukan pengamatan. Hal ini bertujuan untuk mengendalikan laju pertumbuhan dari tanaman Seroja.
Secara keseluruhan jumlah Seroja yang ada di perairan Situ burung
mencapai 3006 individu dan menutupi permukaan Situ seluas ±0,46 ha (atau sekitar 11,35% dari luas permukaan air Situ Burung yaitu sebesar 4,05 ha). Menurut Naibaho (2004) jika persentase penutupan permukaan air oleh tanaman air mencapai lebih dari 25%, maka keberadaan vegetasi Seroja telah menjadi gulma perairan. Jumlah Seroja yang terbanyak terdapat di stasiun 4, sebesar 1665 individu, sedangkan jumlah Seroja yang tersedikit terdapat di stasiun 1 sebesar 145 individu (lihat Tabel 6). Dengan demikian didapatkan hasil untuk
48
Diameter rata-rata daun Seroja yang ada di dalam perairan Situ Burung berkisar antara 42 – 52,45 cm.
5.4.
Biomassa gabungan batang dan daun Seroja (Nelumbo nucifera) Pada Tabel 7 diperlihatkan data hasil pengukuran panjang batang, diameter daun,
berat basah dan berat kering, serta kandungan air yang ada pada setiap masing-masing contoh tanaman air Seroja. Berat basah dan berat kering yang diukur merupakan berat gabungan antara batang dan daun tanaman akan tetapi pada bagian akar tidak diukur berat basah dan berat keringnya yang dikarenakan berat basah dari akar kurang dari 1 gr. Tabel 7. Data masing-masing dari bagian tanaman Seroja (panjang batang, lebar daun, berat kering, berat basah dan kandungan air) (lihat Lampiran 4). Nomor contoh Seroja
Panjang batang (cm)
Diameter daun (cm)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Rata-rata Total Seroja di Situ (ind)
76,70 125,50 82,30 93,30 155,00 76,50 134,50 334,00 321,00 274,00 373,00 362,00 200,65 3006
31,90 35,60 36,80 40,80 39,10 32,90 46,20 60,00 54,30 65,50 71,50 58,50 47,76
Berat masing-masing contoh tanaman Seroja (gr), gabungan batang dan daun (akar tidak termasuk) berat basah berat kering 31,00 56,00 41,00 51,00 67,00 31,00 91,00 249,00 171,00 187,00 316,00 126,00 118,08
6,30 12,20 8,30 11,60 10,20 6,00 19,10 31,20 20,10 26,10 41,80 20,30 17,77 53416,62 (gr)
Kadar air (%)
79,68 78,21 79,76 77,25 84,78 80,65 79,01 87,47 88,25 86,04 86,77 83,89 82,65
Dari Tabel 7 terlihat bahwa dari 12 contoh tanaman yang diukur, panjang batang Seroja berkisar antara 76,5 – 373 cm dengan panjang rata-rata sebesar 200,65 cm, sedangkan diameter daunnya berkisar antara 31,9 – 71,5 cm dengan diameter rata-rata sebesar 47,76 cm. Sedangkan nilai berat basah (batang dan daun) individu tanaman berkisar antara 31 – 316 gr dengan rata-rata sebesar 118,08 gr/ind dan berat kering (batang dan daun) individu tanaman berkisar antara 6 – 41,8 gr dengan rata-rata sebesar 17,77 gr/ind. Kandungan air berkisar antara 77,25 – 88,25% dengan rata-rata sebesar 82,65%.
Jika di Situ Burung
49
terdapat 3006 individu tanaman Seroja, maka berat kering untuk seluruh tanaman Seroja berkisar antara 18036 – 125.650,8 gr atau 18,03 – 125,65 kg sehingga berat kering rata-rata untuk 3006 tanaman Seroja sebesar 53.416,62 gr atau 53,42 kg.
5.4.1. Biomassa dan kandungan karbon organik pada masing-masing batang dan daun Seroja (Nelumbo nucifera) Pada Tabel 8 diperlihatkan data perbandingan biomassa Seroja per bagian (batang dan daun). Nilai simpanan stok karbon didapatkan dari hasil perkalian antara berat kering dengan persentase kandungan C-organik di dalam setiap bagian (batang dan daun), sedangkan total simpanan stok karbon didapatkan dari hasil penjumlahan antara nilai simpanan stok karbon pada batang dengan nila simpanan stok karbon pada daun. Sedangkan untuk mendapatkan total simpanan stok CO2 melalui perkalian antara total simpanan stok karbon dengan berat molekul CO2 yang kemudian dibagi dengan berat atom C. Tabel 8. Perbandingan Biomassa Seroja (Nelumbo nucifera) per Bagian. Sampel
Seroja 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Bagian Seroja
Batang Daun Batang Daun Batang Daun Batang Daun Batang Daun Batang Daun Batang Daun Batang Daun Batang Daun
Bb
Bk
KA
C Organik
I
II
III
IV
(gr) 16 12 36 14 19 18 29 20 47 19 14 10 56 30 170 76 94 73
(gr) 2,80 3,50 7,40 4,80 3,40 4,90 4,90 6,70 5,20 5,00 2,70 3,30 9,50 9,60 15,00 16,20 9,20 10,90
(% ) 82,50 70,83 79,44 65,71 82,10 72,78 83,10 66,50 88,94 73,68 80,71 67,00 83,03 68,00 91,17 78,68 90,21 85,06
(% ) 36,49 40,50 36,71 36,35 48,37 50,05 41,64 50,42 44,42 52,40 50,26 49,99 44,43 45,00 40,30 40,49 46,32 53,78
Nilai simpanan stok Karbon V= II x IV (gr C) 1,02 1,42 2,72 1,74 1,64 2,45 2,04 3,37 2,30 2,62 1,36 1,65 4,22 4,32 6,05 6,56 4,26 5,86
total simpanan stok karbon VI= Batang + daun (gr C) 2,44
Total simpanan stok CO2 VII= 44/12x VI
4,40
16,36
4,09
15,02
5,41
19,87
4,92
18,07
3,01
11,02
8,54
31,32
12,61
46,22
10,12
37,12
(grCO2) 8,94
50
Tabel 8 (Lanjutan). 10
Batang Daun Batang Daun Batang Daun
11 12 Rata-rata
75 85 203 109 68 53
9,20 16,90 18,80 23,00 8,00 12,30
87,73 80,12 90,74 78,89 44,63 45,25
51,45 44,53 40,44 47,23 44,63 45,25
4,73 7,53 7,60 10,86 3,57 5,57
12,26
44,95
18,46
67,71
9,14
33,50
7,96
29,17
Keterangan : bagian Seroja dibagi menjadi dua: batang dan daun; bk = berat kering, bb = berat basah, gr = gram, KA = kadar air, 44/12 adalah berat molekul CO2 dibagi berat atom karbon (untuk mengkonversi nilai C ke dalam CO2), untuk mendapatkan nilai c-organik bisa dilihat pada Lampiran 3. Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa nilai simpanan stok karbon pada daun lebih besar dari nilai simpanan stok karbon pada batang. Nilai ini memberikan gambaran bahwa daun Seroja merupakan bagian penting dalam menyerap CO2 dari atmosfer karena di dalam daun terdapat organ klorofil yang berfungsi untuk melakukan proses fotosintesis. Hal ini bisa dilihat pada Tabel 8 dibagian kolom persentase kandungan C-organik. Terlihat bahwa nilai C-oganik pada daun lebih besar dibandingkan dengan nilai C-organik pada batang. Nilai Corganik yang ada pada bagian batang Seroja (Nelumbo nucifera) memiliki kisaran nilai sebesar 36,49 – 51,45% dari berat keringnya. Sedangkan untuk bagian daun Seroja (Nelumbo nucifera) memiliki kisaran nilai C-organik sebesar 36,35 – 52,4% dari berat keringnya. Untuk nilai simpanan karbon pada bagian batang nilainya berkisar antara 1,02 – 7,60 gr. Sedangkan untuk nilai simpanan karbon pada bagian daun nilainya berkisar antara 1,42 – 10,86 gr. Untuk total simpanan karbon (batang dan daun) nilainya berkisar antara 2,44 – 18,46 gr dengan rata-rata sebesar 7,96 gr/individu tanaman Seroja. Sedangkan untuk nilai simpanan setara CO2 pada masing-masing tanaman Seroja berkisar antara 8,94 – 67,71 gr CO2eq dengan rata-rata sebesar 29,18 gr CO2eq. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa berat kering berkorelasi positif dengan nilai nilai simpanan/ stok karbon dari Seroja. Semakin besar berat keringnya maka semakin besar pula nilai simpanan/ stok karbon dari Seroja.
51
5.4.2. Penentuan Stok Karbon dalam Persamaan Allometrik Seroja (Nelumbo nucifera). Allometrik dapat didefinisikan sebagai studi yang memperlihatkan adanya suatu hubungan antara parameter pertumbuhan dengan ukuran (morfometri) dari salah satu atau lebih bagian-bagian tubuh organisme. Hubungan antara kedua (atau lebih) parameter tersebut dapat disajikan dalam persamaan alometrik, misalnya menduga berat individu suatu mahluk dapat diduga dengan mengetahui satu atau lebih parameter terukur lainnya (misal tinggi badan). Pada penentuan persamaan alometrik antara dua parameter, harus berdasarkan pada kedua atau lebih parameter yang memiliki hubungan atau korelasi satu sama lain.
Hal
tersebut menentukan akurasi persamaan alometrik yang dibentuk dalam menduga nilai suatu parameter. Pada penelitian ini, telah dikembangkan suatu persamaan allometrik yang menggambarkan hubungan antara panjang dan berat kering batang, hubungan antara diameter dan berat kering daun Seroja. Selanjutnya setelah nilai berat kering telah diketahui, maka kandungan karbon pada batang Seroja dapat juga dihitung dengan cara sebagai berikut : 1. Nilai stok karbon per batang Seroja (gr C) = berat kering batang Seroja per sampel (gr) x % C organik batang Seroja. 2. Stok karbon per daun Seroja (gr C) = berat kering daun Seroja per sampel (gr) x % C organik daun Seroja. (catatan: karena nilai % C organik di atas dalam bentuk kisaran, maka dalam perhitungan nilai stok karbon dapat saja menggunakan nilai rata-ratanya; yaitu 43,78 % untuk batang dan 46,33 % untuk daun). Pada tahap diatas diharapkan, untuk peneliti selanjutnya dapat memakai nilai % C organik sebagai nilai acuan untuk mengukur nilai simpanan/ stok karbon Seroja di suatu ekosistem perairan tergenang. Pendugaan nilai simpanan/ stok karbon untuk bagian batang dan daun dapat dilakukan melalui pendekatan parameter panjang batang dan diameter daun Seroja. Berikut ini adalah data mengenai hubungan nilai simpanan/ stok karbon dengan panjang batang, diameter daun dan berat kering Seroja yang disajikan dalam Tabel 9:
52
Tabel 9. Hubungan simpanan/stok karbon dengan panjang batang, diameter daun dan berat kering Seroja (lihat Lampiran 4). Sampel Seroja
Panjang batang (cm)
Diameter daun (cm)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
76,70 125,50 82,30 93,30 155,00 76,50 134,50 334,00 321,00 274,00 373,00 362,00
31,90 35,60 36,80 40,80 39,10 32,90 46,20 60,00 54,30 65,50 71,50 58,50
Batang Berat Simpanan kering stok (gr) karbon (gr)
Daun Berat Simpanan kering stok karbon (gr) (gr)
2,80 7,40 3,40 4,90 5,20 2,70 9,50 15,00 9,20 9,20 18,80 8,00
3,50 4,80 4,90 6,70 5,00 3,30 9,60 16,20 10,90 16,90 23,00 12,30
1,02 2,72 1,64 2,04 2,31 1,36 4,22 6,05 4,26 4,73 7,60 3,58
1,42 1,74 2,45 3,37 2,62 1,65 4,32 6,56 5,86 7,53 10,86 5,57
5.4.3. Hubungan Panjang batang dan Diameter daun Seroja dengan Berat Kering (batang dan daun) Seroja (Nelumbo nucifera) Pada Tabel 10 diperlihatkan data berat kering dan panjang batang yang digunakan dalam penentuan persamaan allometrik Seroja. Nilai x didapatkan dari konversi nilai panjang batang (cm) ke dalam bentuk logaritma sedangkan nilai y didapatkan dari konversi nilai berat kering batang (gr) ke dalam bentuk logaritma. Data ini dikonversi dalam bentuk fungsi persamaan logaritma dengan tujuan agar sebaran data memiliki sebaran normal.
53
Tabel 10. Data berat kering dan Panjang Batang persamaan allometrik Seroja. Sampel Seroja 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Panjang Batang (cm) Log (X) 1,88 2,10 1,92 1,97 2,19 1,88 2,13 2,52 2,51 2,44 2,57 2,56
yang digunakan dalam penentuan
Berat Kering Batang (gr) Berat Kering (Log); (Y) 0,45 0,87 0,53 0,69 0,72 0,43 0,98 1,18 0,96 0,96 1,27 0,90
Gambar 13. Grafik Hubungan antara panjang dan berat kering batang Seroja (Nelumbo nucifera). Berdasarkan Tabel 10 dapat diperoleh informasi bahwa pendugaan nilai simpanan/ stok karbon dengan berat kering batang Seroja melalui persamaan Log[Y]= 0,840Log[X] – 1,039 dengan a = 0,091 dan b = 0,804 (lihat Gambar 13). Hubungan antara berat kering dan nilai simpanan/ stok karbon batang Seroja memiliki koefisien determinasi (R2) sebesar 0,755. Ini menggambarkan bahwa penggambaran model di alam sangat sesuai (R 2 > 0,75). Untuk koefisien korelasi hubungan antara berat kering dan nilai simpanan/ stok karbon batang Seroja memiliki nilai sebesar 0,868. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara berat
54
kering dan nilai simpanan/ stok karbon batang Seroja sangat erat dan mempengaruhi satu sama lain. Pada Tabel 11 diperlihatkan data berat kering dan diameter daun yang digunakan dalam penentuan persamaan allometrik Seroja. Persamaan allometrik pada bagian daun menggunakan persamaan regresi linear dengan diameter daun sebagai x dan berat kering sebagai y. Tabel 11. Data Berat Kering dan diameter Daun yang digunakan dalam penentuan persamaan allometrik Seroja. Sampel Seroja 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Diameter daun (cm) 31,90 35,60 36,80 40,80 39,10 32,90 46,20 60,00 54,30 65,50 71,50 58,50
Berat kering daun (gr) 3,50 4,80 4,90 6,70 5,00 3,30 9,60 16,20 10,90 16,90 23,00 12,30
Gambar 14. Grafik Hubungan antara diameter dan berat kering daun Seroja (Nelumbo nucifera).
55
Untuk pendugaan nilai simpanan/ stok karbon dengan berat kering daun Seroja dapat dilihat melalui persamaan Y = 0,415X – 11,79 dengan a = 11,79 dan b = 0,415 (lihat Gambar 14). Hubungan antara berat kering dan nilai simpanan/ stok karbon daun Seroja memiliki koefisisen determinasi (R2) sebesar 0,957. Ini menunjukkan bahwa penggambaran model di alam sangat sesuai (R2 > 0,75). Untuk koefisien korelasi hubungan antara berat kering dan berat batang Seroja memiliki nilai sebesar 0,978. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara berat kering dan nilai simpanan/ stok karbon daun Seroja sangat erat dan mempengaruhi satu sama lain.
5.5.
Estimasi Nilai simpanan/ Stok karbon Total dari Seroja (Nelumbo nucifera) pada perairan Situ Burung Pada Tabel 12 diperlihatkan data estimasi nilai simpanan/stok karbon total dari Seroja
pada perairan Situ Burung pada tanggal 5 januari 2010. Jumlah total individu Seroja dalam perairan Situ Burung sebesar 3006 ind dengan luas persentase penutupan permukaannya sebesar ± 0.46 ha. Tabel 12. Estimasi nilai simpanan/ stok karbon total dari Seroja pada Perairan Situ Burung pada tanggal 5 Januari 2010. No. Jumlah Nilai Seroja (ind) Simpanan/stok BK Total (grC) Karbon dari Seroja C organik BK rata-rata Pada perairan Situ (%) (grC) Burung (grCO2eq)
1. 3006 45,06 Keterangan: BK: Berat Karbon.
7,96
23.927,76
87.735,12
Berdasarkan Tabel 12, jumlah tanaman Seroja yang ada di Situ Burung sebesar 3006 individu dengan berat kering rata-ratanya sebesar 7,96 grC, sehingga didapatkan nilai Berat karbon total tanaman Seroja di perairan Situ Burung sebesar 23.927,76 grC atau 23,93 kgC, nilai ini didapatkan dari perkalian antara nilai berat kering rata-rata dengan jumlah Seroja yang dijumpai di perairan Situ Burung pada tanggal 5 Januari 2010.
Sehingga nilai
simpanan/stok karbon dari Seroja pada perairan Situ Burung sebesar 87,74 kgCO2eq. Menurut La-Ongsri (2008), waktu yang dibutuhkan/Doubling time (DT) benih tanaman Seroja menjadi tanaman dewasa adalah 2 bulan, artinya bahwa pemanenan tanaman dewasa untuk Seroja dapat di panen sebanyak enam kali dalam kurun waktu satu tahun,
56
sehingga jumlah tanaman Seroja pada 5 januari 2011 sebesar 18036 individu/tahun. Dengan asumsi bahwa rata-rata berat karbon dalam tanaman Seroja sebesar 7,96 grC, maka nilai berat karbon total tanaman Seroja di perairan Situ Burung pada tahun berikutnya sebesar 143,57 kgC/tahun. Jadi estimasi nilai simpanan/stok karbon dari Seroja untuk tahun berikutnya adalah sebesar 526.42 KgCO2eq per tahun. Jika dalam pemaparan sebelumnya telah disebutkan bahwa luas penutupan Seroja di Situ burung adalah ± 0,46 ha, maka nilai simpanan/ stok karbon tanaman Seroja untuk satu ha adalah 1.144,39 KgCO2eq/ha/tahun atau 1,14 TonCO2eq/ha/tahun, dengan begitu dapat disimpulkan bahwa tanaman Seroja di perairan Situ Burung berpotensi untuk mengurangi kandungan karbondioksida di atmosfer khususnya di wilayah desa Cikarawang.
5.6.
Perbandingan Nilai simpanan/ stok karbon dari Beberapa Vegetasi Pada Tabel 13 diperlihatkan data perbandingan nilai simpanan/stok karbon dari
beberapa vegetasi. Data tersebut membandingkan nilai simpanan/stok karbon dari vegetasi darat terutama vegetasi hutan hujan tropis dengan vegetasi yang hidup di dalam perairan atau makrofita akuatik. Tabel 13. Perbandingan nilai simpanan/ stok karbon dari beberapa vegetasi. Jenis Berat Karbon Nilai Simpanan/Stok (TonC/ha/tahun) Karbon (TonCO2eq/ha/tahun)
Sumber
Pinus (Pinus merkusii)
7,93
29,6
(Basuki 2004)
Damar (Agathis loranthifolia)
2,4
8,8
(Basuki 2004)
Eceng gondok (Eichornia crassipes)
4,12
15,11
(Sumolang 2009)
Seroja (Nelumbo nucifera)
0,312
1,14
Penulis
Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa nilai simpanan karbon untuk setiap jenis tanaman berbeda, hal ini dapat dilihat dari habitat dari ekosistem ditiap tanaman. Untuk vegetasi yang berada pada ekosistem perairan tergenang dapat dilihat bahwa nilai nilai simpanan/ stok karbon dari tanaman Seroja lebih kecil daripada tanaman Eceng gondok.
57
Nilai simpanan/ stok karbon Seroja sebesar 0,312 TonC/ha/tahun atau setara dengan 1,14 TonCO2eq/ha/tahun, sedangkan nilai simpanan/stok karbon eceng gondok sebesar 4,12 TonC/ha/tahun atau setara dengan 15,11 TonCO2eq/ha/tahun.
Dapat disimpulkan bahwa
perbedaan nilai nilai simpanan/stok karbon dari kedua jenis vegetasi tersebut bergantung pada cara hidup dan tumbuh dari tanaman air. Selanjutnya untuk vegetasi yang berada pada ekosistem terestial, nilai berat karbon dan nilai simpanan/stok karbon tertinggi terdapat pada jenis vegetasi pinus sebesar 7,93 TonC/ha/tahun dan 29,6 TonCO2eq/ha/tahun.
Sedangkan nilai berat karbon dan nilai
simpanan/stok karbon terendah terdapat pada jenis vegetasi Agathis loranthifolia sebesar 2,4 TonC/ha/tahun dan 8,8 TonCO2eq/ha/tahun.
Dari data perbandingan tersebut dapat
disimpulkan bahwa penyerapan karbon oleh jenis tanaman air bisa dimanfaatkan untuk menjadi pertimbangan solusi dalam mitigasi perubahan iklim global.
5.7.
Pengelolaan Seroja di Situ Burung Keberadaan vegetasi air/Seroja (Nelumbo nucifera) di Situ Burung memberikan
pengaruh yang besar terhadap keberadaan Situ Burung, karena keberadaan tanaman ini dapat mempengaruhi fungsi dan peranan dari Situ Burung. Seroja (Nelumbo nucifera) merupakan vegetasi air yang dominan di Situ Burung. Keberadaan Seroja mempunyai pengaruh positif dan juga pengaruh negatif. Pengaruh positif yang diberikan Seroja terhadap Situ burung adalah dapat meningkatkan kualitas perairan Situ burung. Hasil ini mengacu kepada PP No. 81 tahun 2001 karena seluruh nilai parameter fisika dan kimia masuk ke dalam batas normal yang dikeluarkan oleh pemerintah. Meningkatnya kualitas (kejernihan) perairan Situ burung karena Seroja dapat pula berfungsi sebagai penjebak sedimen atau sediment trap. Hal disebabkan oleh kemampuan Seroja dalam menghilangkan beban pencemaran yang ada di dalam perairan Situ burung melalui mekanisme koagulasi dan flokulasi (Khiatuddin 2003). Di samping itu, vegetasi Seroja memberikan tempat tinggal bagi organisme akuatik untuk mencari makan dan tempat berpijah bagi ikan. Dampak positif lainnya yang diberikan tanaman Seroja adalah mampu menyerap karbondioksida secara langsung dari atmosfer. Hal ini dikarenakan secara umum tanaman merupakan organisme autotroph yaitu mampu menghasilkan makanannya sendiri melalui proses fotosintesis. Kegiatan fotosintesis dalam tanaman Seroja dilakukan di dalam daun karena daun Seroja mempunyai organ chlorenchyme (Vogel 2004). Chlorenchyme merupakan rongga di dalam daun Seroja yang mempunyai pigmen zat hijau daun
58
(chlorophyl), pigmen inilah yang bertugas dalam melakukan proses fotosintesis di dalam tanaman Seroja. Pada urairan sebelumnya dijelaskan bahwa Seroja berpotensi sebagai agen penyerap karbondioksida dari atmosfer, karena bagian Seroja yang berkontribusi besar dalam menyerap karbon dari atmosfer adalah daun. Hal ini didasarkan pada ukuran diameter daun yang berkorelasi positif dengan berat kering daun Seroja. Semakin lebar ukuran diameter daunnya maka nilai berat kering daun Seroja juga semakin besar sehingga nantinya nilai berat kering daun Seroja dapat digunakan dalam menentukkan nilai simpanan/stok karbon. Hal ini berbeda dengan tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes). Menurut Sumolang (2009) organ pada eceng gondok yang berkontribusi besar dalam menyerap karbondioksida dari atmosfer adalah bagian batang.
Semakin panjang batang/petiole dalam tanaman eceng
gondok maka nilai berat keringnya akan semakin besar sehingga nantinya nilai berat kering batang/petiole dapat digunakan dalam menentukkan nilai simpanan/stok karbon. Dampak positif yang lainnya yang diberikan tanaman Seroja yaitu bisa dimanfaatkan untuk bidang kesehatan dan dapat dikonsumsi sebagai makanan. Menurut (La-ongsri 2008) semua bagian dari tanaman Seroja bisa dikonsumsi terutama di negara Thailand. Hal ini dikarenakan tanaman Seroja sudah dianggap sebagai komoditi yang memiliki aspek nilai ekonomis penting. Berikut ini adalah estimasi nilai ekonomi dari tanaman Seroja (La-Ongsri 2008): Tabel 14. Estimasi nilai ekonomi dari tanaman Seroja Bagian yang dijual
Unit
Harga per unit (US dollars)
Stolon
Kg
0,6-0,9
Rhizoma
Kg
0,3
Dedaunan
Kg
0,45
Bunga
1 bunga
0,3
Benang sari
Kg
7,5-9,00
Benih
Kg
6,00
Catatan: asumsi kurs 1 US dollar=Rp. 10.000,-
59
Dampak negatif yang diberikan tanaman Seroja kepada Situ Burung yaitu dapat mengakibatkan peristiwa sedimentasi. Keberadaan vegetasi Seroja memberikan pengaruh langsung terhadap keadaan substrat dasar perairan karena bertipe tanaman air yang mencuat ke atas permukaan.
Hal ini berdasarkan atas bentuk morfologi akarnya yang bersifat akar
rimpang. Ketika Seroja mengalami siklus hidup biologi yaitu menjadi serasah, maka serasahserasah ini akan terdekomposisi menjadi bahan organik melalui proses aerob oleh mikroba, sehingga akan meningkatkan kosentrasi bahan organik yang ada di Situ Burung. Tingginya bahan organik ini akan berdampak pada kondisi fisik dari Situ yaitu adanya sedimentasi. Faktor yang menyebabkan terjadinya sedimentasi di Situ burung bukan hanya dari adanya tanaman Seroja yang dominan melainkan juga adanya proses erosi tanah di bagian tepi Situ. Dilihat dari bentuk Situ, pada bagian utara Situ, tepiannya sudah dilakukan upaya betonisasi, tetapi pada bagian Selatan belum dilakukan upaya tersebut. Sehingga pada saat hujan, limpasan (run off) bahan organik yang masuk dari daratan menuju badan/kolom Situ akan lebih cepat pada bagian Selatan. Hal ini akan berdampak pada kelimpahan bahan organik meningkat dan secara langsung akan mempercepat proses sedimentasi di Situ Burung. Keberadaan Seroja juga dapat mempengaruhi volume total air yang ada di danau, karena Seroja memiliki diameter daun yang cukup besar sehingga akan memperbesar jumlah air yang lepas ke udara melalui proses evapotranspirasi. Evapotranspirasi adalah gabungan dari dua istilah, yakni evaporasi dan transpirasi. Peristiwa evaporasi air dari permukaan tanah ke atmosfer dan transpirasi tanaman (proses kehilangan air dalam bentuk uap dalam jaringan tanaman melalui organ yang ada di bagian daun). Proses ini berlangsung secara bersamasama. Organ yang berkontribusi dalam peristiwa evapotranspirasi pada tanaman seroja yaitu aerenchyme dan stomata daun. Penguapan air diakibatkan oleh pergerakan massa air dari sumbernya seperti tanah dan badan air sedangkan transpirasi diakibatkan oleh peristiwa pertukaran gas dan uap air yang hilang di dalam tubuh tanaman menuju atmosfer akibat adanya uap air yang hilang di dalam bagian stomata pada daun tanaman (Wikipedia 2010). Organ tanaman Seroja yang mampu menjaga ketersedian air didalam tubuh seroja adalah aerencyme.
Aerenchyme bertugas sebagai rongga udara di bagian batang sebagai jalur
penghubung antara akar dan daun untuk jalur transportasi gas dan air, sedangkan stomata berfungsi sebagai tempat keluar masuknya gas dan uap air yang ada di dalam tanaman seroja (Vogel 2004).
60
Ketika tanaman seroja menjadi dominan di perairan Situ Burung, maka laju evapotranspirasi di dalam perairan Situ Burung akan semakin besar.
Hal ini akan
menyebabkan berkurangnya volume air di dalam perairan Situ Burung karena tanaman Seroja merupakan tanaman yang berumur pendek.
Menurut Chang (1974) in Usman (2004)
tanaman yang berumur pendek mempunyai evapotranspirasi potensial (ETp) yang tinggi yang akan mengakibatkan laju dari evapotranspirasi dari tanaman tersebut menjadi maksimum. Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya volume air yang ada di perairan danau atau situ. Berkurangnya volume air di Situ burung tidak hanya disebabkan oleh efek evapotranspirasi melainkan juga disebabkan oleh intensitas sinar matahari, karena letak Situ burung berada dekat dengan garis ekuator sehingga intensitas sinar matahari tersedia sepanjang tahun. Efek negatif yang diberikan oleh tanaman Seroja adalah seroja dapat menjadi gulma perairan.
Menurut Naibaho (2004) tanaman Seroja dapat menjadi gulma perairan jika
memiliki luas persentase penutupa lebih dari 25 % dari luas permukaan perairan danau. Ketika Seroja menjadi gulma perairan maka cara yang dipakai adalah dengan pemanenan secara berkala. Pemanenan itu bertujuan untuk menghindari tanaman Seroja menjadi gulma. Pemanenan itu dilakukan sesuai dengan siklus hidup tanaman Seroja. Hal ini bertujuan untuk menjaga status keberadaan tanaman Seroja sehingga dapat terjaga dalam jangka panjang. Akan tetapi, hasil pemanenan dari tanaman Seroja belum bisa dimanfaatkan lebih lanjut. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan informasi mengenai manfaat dari tanaman Seroja, karena sebagian besar masyarakat Indonesia khususnya warga desa Cikarawang, Kabupaten Bogor yang masih menganggap bahwa seroja merupakan tanaman yang bersifat pengganggu/gulma perairan. Dengan demikian diperlukan adanya suatu strategi pengelolaan Situ Burung yang tepat untuk menjaga keberadaan Situ Burung dan Tanaman Seroja dalam jangka waktu yang lama.
61
6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1.
Kesimpulan Luas Situ Burung sebesar ± 4,05 ha, dengan kedalaman rata-rata sebesar 2,71 m, dan
memiliki kedalaman maksimum sebesar 4,98 m. Keberadaan tanaman air Seroja dibagian selatan Situ (seluas 0,46 ha) diduga telah menyebabkan pendangkalan Situ.
Kualitas
perairan, Situ Burung, relatif masih baik atau tidak mengalami pencemaran sehingga layak digunakan untuk perikanan dan kegiatan irigasi pertanian. Berdasarkan hasil uji analisis kualitas air baik parameter Fisika perairan maupun Kimia perairan, Situ Burung masuk ke dalam kelas tiga yaitu cocok bagi kegiatan perikanan.
Hasil ini mengacu Peraturan
Pemerintah (PP) No. 8 Tahun 2001 (lihat Lampiran 2). Jumlah total tanaman Seroja (Nelumbo nucifera) di Situ Burung pada pengamatan tanggal 5 Januari 2009 adalah sebanyak 3006 individu dengan luas penutupan 0,46 ha (atau sekitar 11,35 % dari total luas permukaan air Situ Burung). Kadar air tanaman Seroja berkisar antara 77,25 – 88,25% dengan rata-rata sebesar 82,65%. Sedangkan nilai persentase COrganiknya (36 % – 50 %) hampir sama dengan yang terkandung pada tanaman darat yang berkisar antara (45 % – 50 %). Untuk menentukan berat kering batang dan daun tanaman Seroja, telah dihasilkan persamaan alometrik sebagai berikut: a) untuk batang; Log Y = 0,840Log[X] – 1,039 (dengan R2=0.755), dimana Y adalah berat kering batang (gram) dan X adalah panjang batang (cm). b) untuk daun; Y = 0.451X – 11,79 (dengan R2=0,957), dimana Y adalah berat kering daun (gram) dan X adalah diameter daun (cm). Dari berat kering kedua komponen (batang dan daun) diatas, didapatkan nilai simpanan stok karbon dengan menglikan berat kering (batang dan daun) dengan kadar % C-organik. Dari perhitungan ini terungkap bahwa dari 3006 individu tanaman Seroja yang ditemui di Situ Burung selama penelitian, jumlah stok karbon totalnya adalah 23.927,76 grC atau 23,93 kgC (atau setara dengan 87,74 kgCO2eq).
62
Saran
6.2.
a. Keberadaan tanaman air Seroja, diduga telah menyebabkan pendangkalan disisi selatan Situ Burung, oleh karena itu keberadaannya perlu dikendalikan agar tidak meluas ke bagian lain dari Situ dengan cara di panen secara rutin, tetapi tidak perlu dimusnahkan semuanya karena tanaman ini juga berperan secara ekologis maupun klimatoligis. b. Perlu dicari/ditelusuri tentang pemanfaatan alternatif dari tanaman Seroja sehingga kandungan karbonnya dapat disimpan pada beberapa waktu dan berguna untuk mitigasi perubahan iklim.
63
DAFTAR PUSTAKA
Alerts G, dan SS Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya. [APHA]. 2005. Standard Methods for Exemination of Water and Wastewater. 21 st ed. APHA (American Public Health Association), AWWA (American Water Works Association), and WPCF (Water Pollution Control Federation): Washington D.C. Association Official Agriculture Chemist. 2002. Official Methods of Analysis AOAC International. Volume I. p. 2.5 – 2.37. In Horwitz, W. (Ed). Agricultural Chemicals, Contaminants, Drugs. AOAC International, Maryland, USA. 17th edition. Basuki TM, RN Adi dan Sukresno. 2004. Informasi Teknis Stok Karbon Organik Dalam Tegakkan Pinus merkusii, Agathis loranthifolia dan Tanah. Prosiding Ekspos. Kebumen 3 Agustus 2004. BP2TPDAS Surakarta. (Abstract). Boyd CE. 1990. Water quality in ponds for aquaculture. Birmingham Publishing Company. Birmingham, Alabama. Brown S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest. A Primer. FAO. Forestry Paper. USA. Cole GA. 1988. Text Book of Limnology. 3rd edition. Waveland Press, Inc. Illinois, USA. Dhahiyat Y. 1989. Masalah Gulma air dan Pengendalian Pertumbuhannya. Makalah dalam Kursus Pengelolaan Kualitas Air Situ 19 April – 5 Mei 1989. Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Unpad Bandung. Effendi H. 2003. Telaah Kualita Air: Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. EPA. Limnology. 2009. www.epa.gov/watertrain/pdf/limnology.pdf. (2 September 2009). Fardiaz S. 1992. Polusi Air dan Polusi Udara. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Goldman CR, AJ Horne. 1983. Limnology. McGraw-Hill International Book Company. Tokyo. Google. Peta Situ Burung. 2009. http://www.maps.google.com. (4 Agustus 2009) . Peta Situ Burung Terbaru.2010. http://www.googleearth.com. (2 Januari 2010) Hariyadi S, I NN Suryadiputra, dan B Widigdo. 1992. Limnologi: metoda kualitas air . Lab Limnologi FPIK IPB. Bogor. Henderson SB, Markland. 1986. Decaying lakes the origin and control cultural eutrophication. Jhon Willeys and Sons. Chisester. New York.
64
Hidayat R. 2005. Seri Panduan Pemetaan Partisipatif: No 4-Geografi dan Koordinat Peta. Garis Pergerakan. Bandung. Hoerunnisa I. 2004. Kajian Morfometri dan Karakteristik Kualitas Air Perairan Situ Malangnengah, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. [Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. (Tidak dipublikasikan). Indiamart. Kerajinan Tangan dari Seroja. 2010. http://handicraft.indiamart.com/products/ decorative-items/dry-flowers/lotus-pods.html. (12 Juni 2010). . Manfaat Seroja. 2010. http://handicraft.indiamart.com/products/decorativeitems/dry-flowers/lotus-petals.html. (12Juni 2010). Irawan DJ. 2009. Pendugaan Kandungan Karbon Pada Tegakan Jati (Tectona grandis) Tidak Terbakar dan Pasca Kebakaran Permukaan di KPH Malang, Perum Perhutami Unit II Jawa Timur. [Skripsi]. Departemen Silvikultur. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. (Tidak dipublikasikan). Khiatuddin M. 2003. Melestarikan Sumber Daya Air dengan Teknologi Rawa Buatan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. La-ongsri W, C Trisonthi dan H Bolslev. 2009. Management and Use of Nelumbo nucifera Gaertn. in Thai Wetlands. Wetland Ecol Manage. (Abstract). http://www.springerlink.com/content/q80373316287n667/fulltext.pdf. (2 Januari 2010). Losi CJ, GT Sicama. 2002. Analysis of alternative methods for estimating carbon stock in Young tropical plantations. Yale School of Forestry and Environmental Studies, 205 Prospect St., New Haven, CT 06511, USA Smithsonian Tropical Research Institute, Unit 0948, APO AA, 34002-0948, USA . McNaughton SJ, L Wolf. 1990. Ekologi Umum. UGM Press. Yogyakarta. Michael P. 1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. Diterjemahkan oleh Yanti R. Koester. UIPress. Jakarta. Naibaho SD. 2004. Studi Keberadaan Seroja (Nelumbo nucifera Gaertn.) dan Faktor Fisika – Kimia di Perairan Situ Burung, Dramaga, Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Departeman Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. (Tidak dipublikasikan). Odum 1971. Dasar-dasar Ekologi. Gadjah Mada Press. Yogyakarta. Pancho JV, M Soerjani. 1978. Aquatic Weeds of Southeast Asia. BIOTROP – SEAMEO. Bogor.
65
Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 39 Tahun 2000 tentang Peruntukan Air dan Baku Mutu Air pada Sungai Citarum dan Anak-Anak Sungainya di Jawa Barat. Sekertaris Daerah Provinsi Jawa Barat. [PP-RI] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Sekretaris Negara Republik Indonesia Jakarta. Prahasta E. 2008. Model Permukaan Dijital. Informatika. Bandung. Saeni MS. 1989. Kimia Lingkungan. Bogor. IPB-Press. Sastrapradja S, R. Bimantoro. 1981. Tumbuhan Air. Lembaga Biologi Nasional – LIPI. Bogor. Scribd. Manfaat Seroja. 2010. http://www.scribd.com/nelumbo-nucifera. (15 Januari 2010). .
Sedimentasi Perairan. 2010. http://www.scribd.com/doc/27063850/DampakSedimentasi-Terhadap-Kualitas-Perairan. (15 Juni 2010).
Srikumar M & Ramesh B. Direct Transesterification of Nelumbo nucifera Gaertn Triglycerides For Biodiesel Studies: Optimisation Studies. International Seminar and Workshop Suistanable Utilization of Tropical Plant Biomass (Thirruvanantaphuram, 15-16 Desember 2008) Center for Bioinformatics, Kerala University Campus. India. p135. (Abstract) Suharsono. 2009. Terumbu Karang dan Perubahan Iklim. Dalam Laut Sebagai Pengendali Perubahan Iklim: Peran Laut Indonesia dalam Mereduksi Percepatan Proses Pemanasan Global. Workshop Ocean and Climate Change. Bogor, 4 Agustus 2009. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Bogor. Sumolang D. 2009. Peranan Eceng Gondok (Eichornia crassipes) dalam Menyimpan Karbon dan Meningkatkan Kualitas Air Irigasi di Lahan Pertanian Ranca Bungur, Bogor. [Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak dipublikasikan). Suryadiputra I N.N. 2005. Lahan Basah Buatan di Indonesia. Wetlands International – Indonesia Programme. Bogor. Sutaryo D. 2009. Penghitungan Biomassa, Sebuah Pengantar Untuk Studi Karbon dan Perdagangan Karbon. Wetlands International Indonesia Programme. Bogor. Tebutt THY. 1992. Principles of Water Quality Control. 4th edition. Pergamon Press. Oxford. 251 hal. Usman. 2004. Analisis Kepekaan Beberapa Metode Penggunaan Evapotranspirasi Potensial Terhadap Perubahan Iklim. Universitas Riau. Pekanbaru. Jurnal Natur Indonesia. (Abstrak).
66
Vogel S. 2004. Contribution to The Functional Anatomy and Biology of Nelumbo nucifera. Plant Systematic and Evolution. Springer – Verlag. Institute of Botany. University of Vienna. Austria. (Abstract). Watironna RS. 2005. Pengaruh Musim Terhadap Kuantitas, Kontinuitas dan Kualitas Air di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Sukabumi Periode 2002-2004. [Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak dipublikasikan). Widaryanti. 2001. Studi Pertumbuhan Lotus (Nelumbo nucifera Gaertner) Pada Beberapa Jenis Media Tanam. [Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. (Tidak dipublikasikan). Wikipedia. Pemanasan global. 2009. http://id.wikipedia.org. (4 Agustus 2009) . Seroja. 2009. http://id.wikipedia.org. (4 Agustus 2009) . Tanaman air. 2009. http://id.wikipedia.org. (4 Agustus 2009) Yakup YS. 1991. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Raja Grafindo. Jakarta.
67
68
Lampiran 1. Contoh perhitungan 1. Perhitungan Morfometri Danau a. Luas Situ Burung -6.5455
-6.546
-6.5465
-6.547
-6.5475
-6.548
-6.5485
Kotak kecil
-6.549
106.732
0m
106.7325
55.64 m
106.733
111.28 m
106.7335
166.92 m
106.734
222.56 m
Missal 1 kotak kecil= 0.5 cm x 0.5cm = 0,25 cm2. Luas persegi besar = 13,5 cm x 21cm = 287,7 cm2. Jumlah kotak yang diluar garis keliling pantai Situ = 195,9 cm2. Luas Situ Burug di Peta = 91,8 cm2. Misalkan panjang garis koordinat ab (106,732oBT – 106,7325oBT) = 2,65 cm. Misalkan luas persegi abcd di dalam peta: = (2,65 cm)2 = 7,0225 cm2. Misalkan 1o sebenarnya = 11,32 km. Maka panjang garis koordinat ab yang sebenarnya = (106,7325o – 106,732o) x 11,32 km. = 5.566,1 cm. Sehingga luas persegi abcd yang sebenarnya= (5.566,1 cm)2 = 30.981.469,21 cm2. Jadi skala perbandingan untuk peta Situ Burung = 1 : 4.411.743,569. Jadi Luas Situ Burung yang sebenarnya = 91,8 cm2 x 4.411.743,569. = 404.998.059,6 cm2. = 4,05 ha. = ± 4,05 ha.
69
b.
Volume Danau
Keterangan: V1, V2 h1 A1, A2 n
: Volume total air pada strata 1, 2, …dst (m3). : Kedalaman atau interval atau kontur (m). : Luas kumulatif strata 1, 2, … dst (m). : Jumlah kontur.
Strata Kedalaman (m) (0) 1(0.5) 2(1.5) 3(2.5) 4(3.5) 5(4.5) Jumlah
Luas tiap Strata Kedalaman 40.499,81 (Ao) 22.228,57 15.004,34 7.672.02 2.847,78 774,26
Ai-1+Ai
Ai-1xAi
(Ai-1xAi)^0.5
Vn
62.728,38 37.232,91 22.676,36 10.519,80 3.622,04
900.252.771 333.525.019 115.113.627 21.848.234,60 2.204.925,35
30.004,21 18.262,67 10.729,10 4.674,21 1.484,89
15.455,43 27.747,79 27.837,89 17.726,35 7.660,41 96.427,86
2. Perhitungan Biomassa Perhitungan Kadar Air dan Berat Karbon Misalkan diketahui: = 16 gr. Bb Bk = 2,8 gr. % C-organik = 36,49. Kadar air ? BK ? Jawab: KA= (16 - 2,8)/16* 100 % = 82,50 %. BK = 2,8 gr * 36,49 % = 1,02 grC. Keterangan : BK (Berat Karbon); Bk (Berat kering); Bb (Berat basah); KA (Kadar Air).
3. Estimasi Nilai Simpanan/ Stok Karbon Misalkan jumlah tanaman Seroja di dalam Situ Burung = 3006 Ind. Misalkan berat Karbon rata-rata = 7,96 grC/ind dari Berat Kering rata-rata (8,83 gr/ind) dengan %C-organik rata-rata = 45,06 %. Misalkan Luas persentase penutupan tanaman Seroja di Situ Burung = 0,46 ha. Maka Estimasi Nilai Simpanan/ Stok Karbon = 3006 Ind*7,96 grC/ind* 44 grCO2eq÷ 12 grC. = 87.735,12 grCO2eq atau 87,73 kgCO2eq. Sehingga Estimasi Nilai Simpanan/ Stok Karbon per ha adalah = 87,73 kgCO2eq ÷ 0,46 * 1 ha. = 190,72 kgCO2eq/ha. Menurut La-ongsri (2009) Doubling Time untuk tanaman Seroja adalah 2 bulan Sehingga Estimasi Nilai Simpanan/ Stok Karbon dalam satu tahun adalah = 190,72 kgCOeq/ha* 6 kali pemanenan selama satu tahun. = 1.144,30 kgCO2eq/ha/tahun atau 1.14 TonCO2eq/ha/tahun.
70
Lampiran 2. Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air PARAMETER
SATUAN
KELAS I II
III
IV
KETERANGAN
Dev 3 1000
dev 3 1000
dev 3 1000
FISIKA Temperatur Residu terlarut
°C mg/L
Residu tersusupensi mg/L KIMIA ANORGANIK
50
dev 3 1000
50
400
400
Ph BOD COD DO Total fosfat sebagai P NO3 sebagai N
mg/L mg/L mg/L mg/L
6-9 2 10 6
6-9 3 25 4
6-9 6 50 3
5-9 12 100 0
mg/L mg/L
0,2 10
0,2 10
1 20
5 20
NH3 Arsen Kobalt Barium Boron Selenium Kadmium Khrom (VI)
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
0,5 0,05 0,2 1 1 0,01 0,01 0,05
(-) 1 0,2 (-) 1 0,05 0,01 0,05
(-) 1 0,2 (-) 1 0,05 0,01 0,05
(-) 1 0,2 (-) 1 0,05 0,01 0,01
Tembaga
mg/L
0,02
0,02
0,02
0,02
Besi
mg/L
0,3
(-)
(-)
(-)
Timbal Mangan Air raksa
mg/L mg/L mg/L
0,03 0,1 0,001
0,03 (-) 0,002
0,03 (-) 0,002
(-) (-) 0,005
Seng Khlorida Sianida Fluorida Nitrit sebagai N Sulfat Khlorin bebas Belerang sebagai H2S
mg/L mg/L mg/L mg/L
0,05 600 0,02 0,5
0,05 (-) 0,02 1,5
0,05 (-) 0,02 1,5
2 (-) (-) (-)
mg/L mg/L mg/L
0,06 400 0,03
0,06 (-) 0,03
0,06 (-) 0,03
(-) (-) (-)
mg/L
0,002
0,002
0,002
(-)
Keterangan: Mg : milligram µg/L : microgram mL : milliliter L : liter Bq : bequerel MBAS : Methylene Blue Activa Sunstance
Deviasi temperatur dari kondisi alamiahnya Bagi pengolahan air minum secara konvensional, residu tersuspensi ≤5000 mg/L Apabila secara alamiah dan rentang waktu tersebut, maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah
Angka batas minimum
Bagi perikanan, kandungan amonia bebas untuk ikan peka ≤ 0,02 mg/L
Bagi pengolahan air minum konvensional, Cu ≤ 1 mg/L Bagi pengolahan air minum konvensional, Fe ≤ 5 mg/L Bagi pengolahan air minum konvensional, Pb ≤ 0,1 mg/L
Bagi pengolahan air minum konvensional, Zn≤5 mg/L
Bagi pengolahan air minum secara konvensional, NO2N≤1 mg/L Bagi ABAM tidak dipersyaratkan Bagi pengolahan air minum secara konvensional, S sebagai H2S <0,1 mg/L
71 ABAM : Air Baku Untuk Air Minum Logam berat merupakan logam terlarut, kecuali untuk pH dan DO Bagi pH merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang tercantum Nilai DO merupakan batas minimum Arti (-) di atas menyatakan bahwa untuk kelas termasuk, parameter tersebut tidak dipersyaratkan Tanda ≤ adalah lebih kecil atau sama dengan Tanda < adalah lebih kecil
Presiden Republik Indonesia Ttd Megawati Soekarno Putri
Kelas I
:air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas II
:air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas III
:air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas IV
:air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
72
Lampiran 3. Hasil Analisis Kandungan C-organik didalam contoh daun dan batang Seroja. Sampel Seroja 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Rata-rata
Batang (%) 36,49 36,71 48,37 41,64 44,42 50,26 44,43 40,30 46,32 51,45 40,44 44,63
Daun (%) 40,50 36,35 50,05 50,42 52,40 49,99 45,00 40,49 53,78 44,53 47,23 45,25
C Organik (%) 38,49 36,53 49,21 46,03 48,41 50,12 44,71 40,39 50,05 47,99 43,83 44,94 45,06
73
Lampiran 4. Data Biomassa Seroja (Nelumbo nucifera) sumber: data primer Batang
Daun
Sampel
Seroja 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Jumlah
Berat basah (gr) 16 36 19 29 47 14 56 170 94 75 203 68 827
Berat kering (gr) 2,80 7,40 3,40 4,90 5,20 2,70 9,50 15,00 9,20 9,20 18,80 8,00 96,10
% Corganik 36,49 36,71 48,37 41,64 44,42 50,26 44,43 40,30 46,32 51,45 40,44 44,63
Kadar air (%) 82,50 79,44 82,11 83,10 88,94 80,71 83,04 91,18 90,21 87,73 90,74 88,24
Berat karbon (grC) 1,02 2,72 1,64 2,04 2,31 1,36 4,22 6,05 4,26 4,73 7,60 3,57 41,52
Berat basah (gr) 12 14 18 20 19 10 30 76 73 85 109 53 519
Berat kering (gr) 3,50 4,80 4,90 6,70 5,00 3,30 9,60 16,20 10,90 16,90 23,00 12,3 117,1
%C organik 40,50 36,35 50,05 50,42 52,40 49,99 45,00 40,49 53,78 44,53 47,23 45,25
Kadar air (gr) 70,83 65,71 72,78 66,50 73,68 67,00 68,00 78,68 85,07 80,12 78,90 76,79
Berat karbon (grC) 1,42 1,74 2,45 3,38 2,62 1,65 4,32 6,56 5,86 7,53 10,86 5,57 53,96
Panjang batang (cm)
Diameter daun (cm)
76,70 125,50 82,30 93,30 155 76,50 134,50 334 321 274 373 362
31,90 35,60 36,80 40,80 39,10 32,90 46,20 60,00 54,30 65,50 71,50 58,50
Berat basah total (gr) 31 56 41 51 67 31 91 249 171 187 316 126
Berat kering total (gr) 6,30 12,20 8,30 11,60 10,20 6,00 19,10 31,20 20,10 26,10 41,80 20,30
Kadar air total (%) 79,68 78,21 79,76 77,25 84,78 80,65 79,01 87,47 88,25 86,04 86,77 83,89
74
Lampiran 5. Keadaan lokasi dan alat yang digunakan selama penelitan
Gambar 15. Lokasi Situ Burung.
Gambar 16. Saluran pembuangan air Situ Burung.
Gambar 17. Saluran pembuangan air Situ Burung.
Gambar 18. Bagian tengah Situ Burung.
Gambar 19. Vegetasi Seroja di Situ Burung.
Gambar 20. Seroja di Situ Burung.
75
Gambar 21. Pengambilan sampel Kualitas Air.
Gambar 22. Pengukuran diameter daun dan pengambilan Sampel Seroja.
Gambar 23. Penimbangan Sampel Seroja.
Gambar 24. Sampel Seroja.
Gambar 25. Pengambilan data Morfometri.
Gambar 26. Alat dan bahan pada pengamatan data morfometri.
76
Gambar 27. Sampel Seroja dalam amplop sebelum Pengovenan.
Gambar 28. Sampel Seroja dalam pengovenan.
77
Lampiran 6. Pemanfaatan Seroja No 1 2 3 4 5 6 7
Nama Tumbuhan Herbal Daun Seroja (Nelumbo Nucifera) Biji Casia (Casia obSitufolia) Teh Oolong (Camelia sinesis) Batang Alisma (Alisma orientalis) Chinese Holy (Ilex cornuta) Rhubarb (Rheum parmatrum) Tangerine (Citrus reticulate)
Berat (mg) 525 300 255 180 105 90 45
Catatan: satu box teh mempunyai berat sebesar 60 gr dimana didalamnya berisi 40 kantong teh yang mempunyai berat sebesar 1,5 gr per kantong teh (gambar 23). (www.scribd.com/nelumbo-nucifera).
Gambar 28. Teh Seroja.
Gambar 30. Hiasan Seroja.
Gambar 29. Garnish Seroja.
Gambar 31. Daun Bunga Seroja untuk bahan makanan.
78
DAFTAR ISTILAH
Above Ground Biomass
:Bagian dari biomassa tanaman yang berada diatas permukaan tanah.
Aerenchyma
:Bagian rongga udara yang terdapat pada bagian petiole (batang) dan akar di dalam tanaman Seroja.
Allometri
:Suatu fungsi atau persamaan matematika yang menunjukkan hubungan antara bagian tertentu dari makhluk hidup dengan bagian lain atau fungsi tertentu dari makhluk hidup tersebut. Persamaan tersebut digunakan untuk menduga parameter tertentu dengan menggunakan parameter lainnya yang lebih mudah diukur.
Autotroph
:Organisme yang memiliki klorofil dapat berfotosintesis dapat menghasilkan makanannya sendiri.
Biomassa
:Total berat / massa atau volume organisme dalam area atau volume tertentu. (IPCC glossary)
Below Ground Biomass
:Bagian dari biomassa tanaman yang berada dibawah permukaan tanah.
BOD
:(Biochemical Oxygen Demand) Jumlah oksigen yang dipakai/dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mendekomposisi bahan organik yang bersifat biodegradable.
C
:Inisial dari unsur Karbon di dalam sistem periodik unsur kimia
Carbon Sink
:Bahan/materi yang dapat menyerap karbon.
Carbon Source
:Bahan/materi yang dapat menghasilkan karbon.
Chlorenchyma
:Suatu rongga yang terdapat pada daun seroja yang didalamnya terdapat pigmen zat hijau daun/chlorophyll.
CO2
:Suatu
COD
:(Chemical Oxygen Demand) Jumlah oksigen yang dipakai/dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik yang bersifat biodegradable ataupun nonbiodegradable menjadi CO2 dan H2O.
senyawa kimia yang dihasilkan melalui proses respirasi, vulkanik, pembakaran dll.
79
Dekomposer
:Organisme yang dapat menguraikan bahan organik menjadi bahan anorganik melalui proses fisika, kimia atau biologi.
Dekomposisi
:Penguraian. Dalam hal ini penguraian bahan organik menjadi bahan anorganik melalui proses fisika, kimia atau biologi. Pembusukan bahan organic diamati.
DHL
:(Daya Hantar Listrik) Gambaran numerik dari kemampuan air untuk meneruskan aliran listrik, dilihat dari banyaknya garam-garam terlarut yang dapat terionisasi.
Dimensi Permukaan
:Bagian fisik dari morfometri danau yang bersifat dua dimensi.
Dimensi Bawah Permukaan :Bagian fisik dari morfometri danau yang bersifat tiga dimensi. DO
:(Dissolved Oxygen) Jumlah oksigen terlarut yang terkandung didalam perairan.
Eceng Gondok
:Suatu jenis tanaman air yang siklus hidupnya mengapung diatas permukaan perairan.
Evapotranspirasi
:Penguapan air melalui evaporasi langsung dan transpirasi melalui daun tumbuh-tumbuhan secara bersama.
Fotosintesa
:Suatu proses biokimia yang dilakukan organisme Autotroph dalam hal memproduksi makanan yang berasal dari karbondioksida dan air dengan bantuan cahaya matahari dengan menggunakan zat hijau daun (Chlorophyl).
Global Warming
:Meningkatnya suhu bumi akibat adanya GRK (Gas Rumah Kaca).
GPS
:Suatu alat yang digunakan dalam menentukkan koordinat di suatu wilayah yang ada di bumi melalui model lintang-bujur.
Heterotroph
:Organisme yang tidak mengahsilkan makanannya sendiri.
Kayu Apu
:Suatu jenis tanaman air yang hidupnya mengapung diatas permukaan perairan.
Limbah Domestik
:Limbah yang berasal dari rumah-rumah.
80
Limbah Industri
:Limbah yang berasal dari Industri.
Mitigasi
:Upaya untuk penanggulangan/meredam kerusakan lingkungan.
Morfometri Danau
:Suatu metode pengukuran dan analisa secara kuantitatif dimensi-dimensi fisik suatu badan perairan.
pH
:Derajat keasaman. Gambaran konsentrasi ion hidrogen suatu perairan.
Pong bua
:Nama lokal untuk masakan yang bahan utamanya berasal tanaman Seroja di Negara Thailand.
Sedimentasi
:Proses pendangkalan suatu perairan yang biasanya disebabkan oleh erosi tanah yang ada di bagian tepi perairan.
Seroja
:Suatu jenis tanaman air yang siklus hidupnya mencuat ke atas permukaan perairan.
Siklus Karbon
:Siklus biogeokimia dimana karbon dipertukarkan antara biosfer, geosfer, hidrosfer, dan atmosfer Bumi.
Tanaman Air
:Tumbuhan yang beradaptasi terhadap keberadaan air secara kontinyu atau toleran terhadap kondisi tanah berair untuk selama periode waktu hidupnya.
TDS
:(Total Dissolved Solid) Jumlah partikel terlarut berukuran lebih dari 1 m yang lolos pada kertas saring dengan diameter pori 0,45 µm.
TSS
:(Total Suspended Solid) Jumlah partikel tersuspensi berukuran lebih dari 1 m yang tertahan pada kertas saring dengan diameter pori 0,45 µm.
Transesterification
:Proses perubahan senyawa trigliserida menghasilkan senyawa gliserol dan metil ester.
Transpirasi
:Proses kehilangan air dalam bentuk uap dari jaringan tumbuhan melalui stomata.
untuk