Hubungan Sikap Ibu Terhadap Motivasi dalam Merawat Anak dengan Autisme di Sekolah Luar Biasa-C Negeri Pembina dan Yayasan Borneo Autisme Therapy Center Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2013 Relationship on Mother’s Attitude towards Their Motivation in Treating Children with Autism at Extraordinary Autism-C State Trustees Autism Borneo And Therapy Center Foundation Banjarmasin Provinsi Year 2013 Ni Wayan Kurnia1*, Salasiah Supiyati1, Angi Khairunnisa2 STIKES Husada Borneo, Jl. A. Yani Km 30,5 No.4 Banjarbaru, Kalimantan Selatan 2 Alumni STIKES Husada Borneo, Jl. A. Yani Km 30,5 No.4 Banjarbaru, Kalimantan Selatan *korespondensi :
[email protected] 1
Abstract Autism is a severe developmental disorder in children, their development becomes impaired, especially in communication, interaction, and behavior. Role of parents in the treatment of children with autism is the inporter. Mother as one of the parents of children with autism is very important in knowing a child's development. Design used in this study is a cross sectional analytic approach, sample size of 41 people and the purpose of this study was to analyze the relationship between maternal attitudes towards motivation in caring for children with autism. The results showed that there is a relationship between maternal attitudes towards motivation in caring for children with autism. Recommendations for future research is to further analyze other factors that may affect maternal motivation in caring for children with autism. Keywords : attitude, motivation, autism
Pendahuluan Autisme merupakan gangguan perkembangan yang berat pada anak. Gejalanya sudah tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Perkembangan mereka menjadi terganggu terutama dalam komunikasi, interaksi, dan perilaku, misalnya, pada usia 2-3 tahun, di masa anak balita lain mulai belajar bicara anak autis tidak menampakan tanda-tanda perkembangan bahasa. Kadang-kadang ia mengeluarkan suara tanpa arti. Namun anehnya, sekali-kali ia bisa menirukan atau menyanyikan nyanyian yang sering didengar. Tapi bagi dia, kalimat-kalimat itu tidak ada maknanya (1). Jumlah penyandang spectrum autism dari waktu ke waktu tampaknya semakin meningkat pesat. Autisme seolah-olah mewabah ke berbagai belahan dunia. Di beberapa negara terdapat kenaikan angka kejadian penyandang autisme yang sangat tajam. Jumlah tersebut di atas sangat mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab autisme masih misterius dan masih menjadi bahan perdebatan di antara pakar kesehatan di dunia (2). Semakin banyaknya gejala gangguan autis pada anak, menimbulkan keprihatinan
bagi orang tua, bidang kesehatan dan juga pendidikan. Segala upaya telah dicoba oleh berbagai pihak untuk membantu anak penyandang gangguan autis. Salah satu upaya yang telah banyak dilakukan adalah dengan mendirikan pusat-pusat terapi autis dan sekolah-sekolah untuk anak berkebutuhan khusus ini. Tujuannya adalah untuk membentuk perilaku positif dan mengembangkan kemampuan lain yang terhambat, misalnya bicara, kemampuan motorik dan daya konsentrasi (3) Jumlah penderita autisme laki-laki empat kali lebih besar dibandingkan penderita wanita. Meskipun demikian, bila kaum wanita mengalaminya, maka penderitanya akan lebih parah dibandingkan dengan kaum pria. Gejalagejala autisme mulai tampak ketika bayi menolak sentuhan orangtuanya, tidak merespon kehadiran orangtuanya, dan melakukan kebiasaan-kebiasaan lainnya yang tidak di lakukan oleh bayi-bayi normal pada umumnya (1). Insiden autis saat ini semakin banyak terjadi di dunia. Bila 10-20 tahun lalu jumlah penyandang autisme hanya 2-4 per 10.000 anak, tiga tahun belakangan jumlah tersebut meningkat menjadi 15-20 anak
1
Jurkessia, Vol. V, No. 1, November 2014
Ni Wayan Kurnia, dkk.
atau 1 per 500 anak. Tahun lalu, di AS ditemukan 20-60 anak, kira-kira 1/200 atau 1/250 anak (1). Majalah Times bulan Mei 2002 menyebutkan bahwa prevelensi anak autis adalah 1 diantara 150 anak berusia di bawah 10 tahun atau sekitar 300.000 anakanak memiliki gejala autis. Badan yang menaungi permasalahan autis di Australia (Autism Association of Australia) mengungkapkan bahwa 1 di antara 1000 penduduk memiliki karakteristik autis (4). Peningkatan jumlah anak autis ini terjadi juga di indonesia. Perbandingannya pada sekitar tahun 1980 adalah satu kelahiran dalam setiap 5000 kelahiran. Ketua Yayasan Autisma Indonesia (YAI), dr. Melly Budhiman, Sp.KJ mengemukakan jumlah tersebut semakin meningkat di sekitar tahun 1990 dengan perbandingan menjadi satu kelahiran setiap 500 kelahiran, di antara penyebabnya adalah faktor gaya hidup, polusi udara, narkotika, makanan yang tercemar limbah, misalnya ikan laut, dan sayuran yang masih mengandung pestisida (5). Namun peningkatan penyandang autis tidak diikuti dengan peningkatan penanganan dan pendataan yang maksimal dari pemerintah (6). Anak autis di Indonesia diperkirakan jumlahnya mencapai lebih dari 400.000 anak. Menurut Maulana (1), jumlah penyandang autisme akan semakin meningkat menjadi 15-20 anak atau 1/500 anak tiga tahun yang akan datang. Prevelansi anak autis di Jawa Tengah pada tahun 2009 diperkirakan 1 anak mengalami autis per 500 kelahiran (7). Banyak orang tua yang dihadapkan pada suatu kenyataan bahwa anaknya merupakan anak autis. Banyak orang tua yang dengan terpaksa menerima keadaan anaknya. Keberadaan anak autis dalam keluarga membuat orang tua pasrah atau sebaliknya, orangtua menggangap anak autis sebagai aib dalam keluarga. Kenyataan yang demikian ini dapat memberikan pengaruh pada dukungan orang tua terhadap anaknya yang autis (8). Peran orang tua dalam penyembuhan anak penderita autisme sangatlah penting. Ibu sebagai salah satu dari orang tua anak autis sangat berperan penting dalam mengetahui perkembangan anak. Hal ini berkaitan dengan sikap penerimaan ibu terhadap anak autisme yang ditunjukkan
dalam perilaku menghadapi anak autisme. Diawali dengan sikap menerima setiap anggota keluarga dilanjutkan dengan suatu pengertian yaitu dengan segala kelemahan, kekurangan, dan kelebihanya ia seharusnya mendapat tempat dalam keluarga. Setiap anggota keluarga berhak atas kasih sayang orang tuanya (8). Keluarga dalam upaya perawatan dan terapi anak autis membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Keluarga mengemukakan bahwa biaya rumah tangga meningkat sedangkan pendapatan keluarga berkurang karena anak membutuhkan perhatian khusus sehingga salah satu orang tua berhenti dari pekerjaannya (Montes & Halterman, dalam Hall, 9). Perkiraan biaya yang dibutuhkan anak setiap tahun $90,000.00 (Centers for Disease Control and Prevention/CDC, 2006; dalam Hall, 9) setara dengan Rp.810.000.000,-. Perkiraan biaya tersebut terdiri dari biaya pendididkan dan perawatan untuk membantu mengurangi gejala autis, membayar untuk beberapa layanan khusus terapi dan biaya hidup setiap hari (10). Tidak semua penyandang autisme bisa mengikuti pendidikan formal, meski yang tingkat kecerdasannya kurang masih bisa masuk sekolah luar biasa (SLB-C). Bagaimanapun, kalau perilaku anak tidak bisa diperbaiki: sangat semaunya sendiri, agresif, hiperaktif, dan tidak bisa berkonsentrasi, memang ia akan sulit di tampung di sekolah umum (1). Hasil penelitian Yatim (11) menunjukan bahwa 10% anak autis yang mendapatkan bimbingan dan pelatihan yang baik maka anak dapat melakukan hubungan sosial dan berperilaku mendekati normal. Bisono (12) mengemukakan bahwa penderita autis dapat bertahan dan berprestasi karena adanya dukungan orang tua dan keluarga yang terus menerus. Sebab itu peran serta dan dukungan keluarga dalam mendampingi anak autis sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangannya (6). Setiap orang tua akan mengalami berbagai macam perasaan pada saat mendengar dari mulut seorang profesional bahwa anaknya mengalami gangguan perkembangan yang termasuk dalam spektrum autisme. Yang sering terjadi adalah perasaan tidak percaya, marah, tak
2
Jurkessia, Vol. V, No. 1, November 2014
Ni Wayan Kurnia, dkk.
dapat menerima dengan harapan bahwa diagnosa tersebut salah, rasa shock, panik, sedih, bingung dan lain sebagainnya. Untunglah sebagian besar orangtua dapat menerima dengan tabah kabar tersebut dan langsung mau bekerja sama untuk menerapkan tatalaksana terpadu untuk anaknya (1). Berdasarkan survei pendahuluan pada 4 orang tua yang memiliki anak autis didapatkan ibu memiliki masalah dalam merawat anak seperti susahnya ibu mengajari anaknya berbicara dan sulitnya mengendalikan anak yang terlalu aktif. Data pendahuluan diatas menggambarkan permasalahan kesehatan tentang autisme yang ada dan semakin meningkatnya angka kejadian autisme setiap tahunnya. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan sikap ibu terhadap motivasi dalam merawat anak dengan autisme di provinsi Kalimantan Selatan tahun 2013.
Borneo Autism Therapy Center Tahun 2013 berjumlah 41. Teknik Analisis data menggunakan uji statistik Chi-square dengan α = 0,05. Hasil Penelitian 1. Sikap Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa sebagian besar (63%) ibu bersikap positif, sikap ibu dalam merawat anak dengan autisme dan sisanya (37%) ibu bersikap negatif. Tabel 1. Distribusi Responden berdasarkan sikap ibu dalam merawat anak dengan autisme No. 1. 2.
Sikap Positif Negatif Jumlah
∑ 26 15 41
(%) 63 37 100
2. Motivasi Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa sebagian besar (44%) ibu memiliki motivasi cukup dalam merawat anak dengan autisme, sebanyak (34%) ibu memiliki motivasi baik dan (22%) sisanya memiliki motivasi buruk.
Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian survey analitik dengan rancangan cross sectional. Pada penelitian ini, populasinya adalah semua ibu yang memiliki anak autis di Sekolah Luar Biasa-C Negeri pembina tingkat provinsi Kalimantan Selatan dan di Yayasan Borneo Autism Therapy Centre tahun 2013 yang berjumlah 41. Pada penelitian ini tidak dilakukan pengambilan sampel, karena seluruh populasi sebagai objek penelitian (total populasi) yaitu semua ibu yang memiliki anak autisme di Sekolah Luar Biasa-C Negeri pembina tingkat Provinsi Kalimantan Selatan dan di Yayasan Borneo Autism Therapy Centre berjumlah 41. Variabel bebas nya yaitu Sikap ibu dalam merawat anak dengan autisme. Sedangkan Variabel terikat nya yaitu Motivasi ibu dalam merawat anak dengan autisme. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini menggunakan kuesioner. Teknik Pengumpulan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer diperoleh secara langsung dari responden, melalui kuesioner mengenai Sikap Ibu Terhadap Motivasi Dalam Merawat Anak Dengan Autisme di Sekolah Luar Biasa-C Negeri Pembina Tingkat Provinsi Kalimantan Selatan dan Yayasan
Tabel 2. Distribusi Responden berdasarkan motivasi ibu dalam merawat anak dengan autisme No. 1. 2. 3.
Motivasi Baik Cukup Kurang Jumlah
∑ 14 18 9 41
(%) 34 44 22 100
3. Hubungan Sikap Ibu Terhadap Motivasi Dalam Merawat Anak Dengan Autisme Sikap ibu terhadap motivasi dalam merawat anak dengan autisme ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3. Hubungan Sikap Ibu Terhadap Motivasi Dalam Merawat Anak Dengan Autisme di Sekolah Luar Biasa-C Negeri Pembina Tingkat Provinsi Kalimantan Selatan dan Yayasan Borneo Autisme Therapy Center Tahun 2013 No 1. 2.
Sikap
Positif Negatif Jumlah
Baik ∑ % 11 42 3 20 14 62
Motivasi Cukup ∑ % 14 54 4 27 18 81
Kurang ∑ % 1 4 8 53 9 57
∑
%
26 15 41
100 100 200
Berdasarkan table 3 diketahui bahwa sikap ibu terhadap motivasi dalam merawat anak dengan autisme. Hubungan sikap
3
Jurkessia, Vol. V, No. 1, November 2014
Ni Wayan Kurnia, dkk.
positif terhadap motivasi baik sebanyak 11 responden (42%), hubungan sikap positif terhadap motivasi cukup sebanyak 14 responden (54%), hubungan sikap positif terhadap motivasi kurang sebanyak 1 responden (4%), hubungan sikap negatif terhadap motivasi baik sebanyak 3 responden (20%), hubungan sikap negatif terhadap motivasi cukup sebanyak 4 responden (27%), hubungan sikap negatif terhadap motivasi kurang sebanyak 8 responden (53%). Hasil uji statistik dengan Chi-Square didapat nilai p= 0,001, dengan α= 0,05 maka nilai p lebih kecil dari nilai α, berarti terdapat hubungan yang bermakna antara sikap ibu terhadap motivasi dalam merawat anak dengan autisme di sekolah luar biasa-C negeri pembina tingkat provinsi Kalimantan Selatan dan di Yayasan Borneo Autisme Therapy Center Tahun 2013.
Autisme Therapy Center. Pada tabel 1 kelompok tingkat paling banyak sikap positif sebanyak 26 responden (63%) dan kelompok tingkat paling sedikit sikap negatif sebanyak 15 responden (37%). Dalam penelitian ini sikap positif yang paling banyak. Karena itu, kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan untuk pelaksaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup. Hal ini sesuai dengan teori Azwar (13) yang mengatakan bahwa sikap positif istilah lainnya memihak atau avourable atau kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu. Peran orang tua dalam penyembuhan anak penderita autisme sangatlah penting. Ibu sebagai salah satu dari orang tua anak autis sangat berperan penting dalam mengetahui perkembangan anak. Hal ini berkaitan dengan sikap penerimaan ibu terhadap anak autis yang ditunjukkan dalam perilaku menghadapi anak autis. Sikap menerima setiap anggota keluarga sebagai langkah lanjutan pengertian yaitu berarti dengan segala kelemahan, kekurangan, dan kelebihanya ia seharusnya mendapat tempat dalam keluarga. Setiap anggota keluarga berhak atas kasih sayang orang tuanya (8).
Pembahasan 1. Sikap Ibu Dalam Merawat Anak Dengan Autisme Menurut teori Azwar (13) sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek, atau isu. Menurut teori Arifamrizal (14) mengatakan bahwa sikap adalah suatu pembelajaran yang dilakukan untuk merespon sebuah objek yang baik maupun tidak baik secara konsisten. Demikian pula menurut Zuriah (15) mengatakan sikap merupakan tingkatan afeksi, baik bersikap positif maupun negatif dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis, seperti : simbol, frase, slogan, orang, lembaga, citacita dan gagasan. Sikap positif yang dimaksud dalam penelitian adalah sikap penerimaan ibu terhadap anak autis yang ditunjukan dalam perilaku menghadapi anak autis, misalnya sikap menerima segala kelemahan, kekurangan dan kelebihan anaknya. Sementara itu, sikap negatif ibu adalah ketidaksiapan ibu dalam menerima anaknya yang memiliki kelemahan, kekurangan dan kelebihan anaknya. Berdasarkan hasil analisis univariat menujukkan ada hubungan bermakna berdasarkan sikap ibu dalam merawat anak dengan autisme di Sekolah Luar Biasa-C Negeri Pembina Tingkat Provinsi Kalimantan Selatan dan Yayasan Borneo
2. Motivasi Ibu Dalam Merawat Anak Dengan Autisme Menurut Notoatmodjo (16) motivasi itu merupakan tanggapan terhadap kebutuhan yang diwujudkan dalam bentuk tindakan untuk pemenuhan kebutuhan dan hasilnya adalah orang yang bersangkutan merasa atau menjadi puas. Apabila kebutuhan tersebut belum direspon maka akan selalu berpotensi untuk muncul kembali sampai dengan terpenuhinya kebutuhan yang dimaksud. Berdasarkan hasil analisis univariat menunjukkan ada hubungan motivasi ibu dalam merawat anak dengan autisme di Sekolah Luar Biasa-C Negeri Pembina Tingkat Provinsi Kalimantan Selatan dan Yayasan Borneo Autisme Therapy Center. Motivasi sangat berhubungan erat dengan bagaimana perilaku itu dimulai, didukung, dikuatkan, diarahkan, dihentikan
4
Jurkessia, Vol. V, No. 1, November 2014
Ni Wayan Kurnia, dkk.
dan reaksi subjektifitas macam apakah yang timbul dalam organisasi ketika semua berlangsung. Motivasi merupakan keinginan untuk melakukan sesuatu dan menentukan kemampuan bertindak untuk memuaskan kebutuhan individu (17). Bisono (12) mengemukakan bahwa penderita autis dapat bertahan dan berprestasi karena adanya dukungan orang tua dan keluarga yang terus menerus. Sebab itu peran serta dan dukungan keluarga dalam mendampingi anak autis sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangannya (6).
kesembuhan anak mereka sebagai penyandang autisme (1). Sedangkan motivasi ibu dalam merawat anak dengan autism adalah suatu keadaan atau dorongan yang dapat mempengaruhi adanya dukungan orang tua dan keluarga yang terus menerus. Sebab itu peran serta dan dukungan keluarga dalam mendampingi anak autis sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Hasil dari penelitian hubungan sikap ibu terhadap motivasi dalam merawat anak dengan autisme yaitu sikap positif pernyataan sikap yang hendak diungkap yang bersifat mendukung atau memihak pada objek sikap. Faktor yang mempengaruhi sikap tersebut pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama, faktor emosional. Sedangkan motivasi itu suatu potensi dalam diri manusia yang perlu ditanggapi. Tanggapan terhadap kebutuhan tersebut diwujudkan dalam bentuk tindakan. Faktor penyebab kepuasan atau faktor motivasional. Faktor penyebab kepuasaan ini menyangkut kebutuhan psikologis seseorang, yang meliputi serangkaian kondisi instriksik. Berdasarkan uji chi-square didapatkan hasil p= 0,001 dengan α= 0,05 maka nilai p<α, berarti terdapat hubungan yang bermakna antara sikap itu terhadap motivasi dalam merawat anak dengan autisme.
3. Hubungan Sikap Ibu Terhadap Motivasi Dalam Merawat Anak Dengan Autisme Berdasarkan hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan yang bermakna hubungan sikap Ibu terhadap motivasi dalam merawat anak dengan autisme. Pada tabel 3. Hubungan sikap positif terhadap motivasi cukup yang paling besar sebanyak 14 responden (54%) dan hubungan sikap negatif terhadap motivasi cukup yang paling besar sebanyak 18 responden (81%). Menurut teori Arifamrizal (14) mengatakan bahwa sikap adalah suatu pembelajaran yang dilakukan untuk merespon sebuah objek yang baik maupun tidak baik secara konsisten. Menurut teori Azwar (13) sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek, atau isu. Demikian pula menurut Zuriah (15), mengatakan sikap merupakan tingkatan afeksi, baik bersikap positif maupun negatif dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis, seperti : simbol, frase, slogan, orang, lembaga, cita-cita dan gagasan. Motivasi adalah berhubungan erat dengan bagaimana perilaku itu dimulai, dikuatkan, didukung, diarahkan, dihentikan dan reaksi subjektif macam apakah yang timbul dalam organisasi ketika semua ini berlangsung. Motivasi orangtua dalam merawat anak autis adalah dengan kesiapan dari orangtua si anak untuk sikap menerima keadaan anaknya dan mencintai adalah hal yang terpenting. Motivasi orang tua berasal dari kemauan yang tulus tanpa beban untuk
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian hubungan sikap ibu terhadap motivasi dalam merawat anak dengan autisme di Sekolah Luar Biasa-C Negeri Pembina Tingkat Provinsi Kalimantan Selatan dan Yayasan Borneo Autisme Therapy Center tahun 2013 pada 41 responden dapat disimpulkan. Sebagian besar sikap ibu dalam merawat anak dengan autisme bersikap positif sebanyak 26 responden (63%). Sebagian besar motivasi ibu dalam merawat anak dengan autisme yang paling banyak terdapat motivasi cukup sebanyak 18 responden (44%). Ada hubungan sikap ibu terhadap motivasi dalam merawat anak dengan
5
Jurkessia, Vol. V, No. 1, November 2014
Ni Wayan Kurnia, dkk.
autisme yang paling banyak sikap positif terhadap motivasi cukup sebanyak 14 responden (27%). 13. Daftar Pustaka 1. Maulana, M. 2008. Anak Autis: Mendidik Anak Autis dan Gangguan Mental Lain Menuju Anak Cerdas dan Sehat. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media Group. 2. Fauzia Yurike, Prabaningrum Veranita, Kristiana Lusi, Handajani Adianti. 2009. Apa Dan Bagaimana Autisme Terapi Medis Alternatif. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 3. Handojo, Y. 2009. Autisme Pada Anak. Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia. 4. Pamoedji, G. 2010. Penanganan Autisme Di Indonesia Memprihatinkan. Available from: http://www.mediaindonesia.com [Accessed 23 J6666uli 2013]. 5. Melly Budhiman 2009. Terapi Hiperbarik untuk Penderita Autis. Gerai - Edisi Desember 2009 (Vol.9 No.5). 6. Roma, T. T. M. 2011. Pengalaman Ibu Merawat Anak Dengan Autistik Dalam Memasuki Masa Remaja Di Jakarta. Fakultas Ilmu Keperawatan Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Peminatan Keperawatan Komunitas Depok. Thesis. 7. Priyatna, A. 2010. Amazing Autisme : Memahami, Mengasuh dan Mendidik Anak Autis. Jakarta : PT Elex Media Komputindo. 8. Safaria, T. 2005. Autisme Pemahaman Baru Untuk Hidup Bermakna Bagi Orang Tua. Yogyakarta : Graha Ilmu. 9. Guyton,A.C., dan Hall,J.E. 2008. Buku Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : ECG. 10. Setiawati. 2006. Optimalisasi Peran Wanita di Keluarga Dalam Membentuk Sumber Daya Manusia Berkualitas. Available from: http://buletinlitbang.go.id [Accessed 22 July 2013]. 11. Yatim, F. 2003. Autisme : Suatu Gangguan Jiwa pada Anak-anak. Jakarta : Pustaka Populer Obor. 12. Bisono,T. 2005. Penderita Autis dapat Bertahan dengan Dukungan Continu
14.
15.
16. 17.
6
Keluarga. Available from: http://www.sinarharapan.co.id/iptek/kes ehatan/2005 [Accessed 15 July 2013]. Azwar, S. 2010. Sikap Manusia teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Arifamrizal. 2008. Teori Motivasi. Available from: http://arifamrizal.wordpress.com/2008/0 3/04/motivasi-psikolog/ [Accessed 15 July 2013]. Zuriah. 2003. Penelitian Tindakan Dalam Bidang Pendidikan dan Sosial, Malang : Banyu Publishing Universitas. Notoatmojo, S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Robbin, S. 2002. Perilaku Organisasi : Kontroversi, Aplikasi, Edisi Bahasa Indonesia, Jilid 2. Jakarta : PT. Prehallindo.