Stent Gastroduodenal Pada Gastric Outlet Obstruction (GOO) dan Stent Pankreas Muhammad Begawan Bestari Divisi Gastroenterohepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran RS dr. Hasan Sadikin Bandung
STENT GASTRODUODENAL Etiologi dan tampilan klinis GOO disebabkan oleh obstruksi mekanik gastroduodenoal atau gangguan motilitas dan dibagi menjadi 3 kategori utama yaitu: gangguan mekanikal jinak, gangguan mekanikal ganas dan gangguan motilitas. Ulkus peptikum dengan atau tanpa striktur merupakan penyebab tersering gangguan mekanikal jinak. GOO mekanikal ganas biasanya disebabkan oleh kanker gaster distal, duodenum proksimal atau kanker pancreas. Penyebab tersering gangguan motilitas gaster adalah gastroparesis yang sering disebabkan oleh diabetes. Penyebab lainnya adalah idiopatik, infeksi virus, akibat obat, atau keganasan hematologik Keluhan penderita GOO biasanya mual, muntah, penurunan berat badan, kembung, cepat kenyang dan/atau rasa tidak nyaman pada perut. Keluhan tersebut biasanya baru terlihat jelas bila telah terjadi obstruksi lanjut, karena adanya kemampuan gaster untuk distensi secara bermakna akibat adanya obstruksi. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan succussion splash. Evaluasi Evaluasi dilakukan dengan pemeriksaan endoskopi atau radiologis. Jika dicurigai adanya obstruksi total, sebaiknya lakukan pemeriksaan pendahuluan dengan pemeriksaan radiologis dengan menggunakan kontras larut dalam air. Pemasangan NGT (naso gastric tube) bermanfaat untuk dekompresi. Setelah dekompresi gaster, lakukan pemeriksaan endoskopi untuk identifikasi penyebab dan letak sumbatan. Meskipun demikian, derajat stenosis sering tidak berhubungan dengan gejala. Jika diperlukan, dengan endoskopi, juga dapat dilakukan biopsi dan terapi endoskopi Stent Gastroduodenal Stent enteral self-expandable biasanya digunakan untuk rekanalisasi paliatif pada obstruksi malignant, khususnya di duodenum. Obstruksi duodenum akibat metastase dapat dikaitkan dengan lokasi lain obstruksi usus halus dan harus dieksklusi dengan pemeriksaan radiologis. Obstruksi duodenum dapat disertai obstruksi bilier, yang memerlukan drainase dengan stent metal sebelum dilakukan pemasangan stent enteral. Dilatasi sebelum pemasangan stent biasanya tidak diperlukan. Endoscopy | Sahid Hotel Jakarta, 26-27 November 2011
1
Pemasangan SEMS (self-expandable metal stent) Meskipun sebagian stent metal dapat diinsersi melalui endoscope, tetapi sebagian lagi dengan diameter yang lebih besar harus dipasang diluar endoscope dengan/tanpa panduan fluoroskopi. Sebagian stent ditutup oleh membrane untuk mencegah masuknya tumor. Tips insersi stent gastroduodenal a. b. c. d. e.
Striktur diintubasi dengan gastroscope pediatric (diameter luar 5.9 atau 7.9 mm) Medium kontras disuntikkan Guidewire 0.035” dimasukkan melewati striktur Scope pediatric diganti dengan scope terapeutik untuk insersi stent Stent dikembangkan dengan monitor fluoroskopi dan visualisasi secara endokopi dari ujung proksimal stent di depan pylorus
Kontraindikasi Kontraindikasi pemasangan SEMS mencakup hal-hal untuk kontraindikasi prosedur endoskopi lainnya, seperti penyakit kardiopulmonal dan perforasi saluran cerna. Komplikasi Komplikasi SEMS meliputi komplikasi berat (severe) seperti perforasi dan perdarahan, didapatkan pada 1% kasus. Komplikasi nonsevere meliputi malfungsi stent, nyeri dan penyumbatan muara papila yang mengakibatkan pankreatitis dan/atau kolangitis, didapatkan pada 1/4 kasus. Malfungsi stent akibat pertumbuhan tumor, penyumbatan oleh makanan dan migrasi stent merupakan komplikasi yang sering dilaporkan (17%) dan bisa diatasi dengan insersi stent tambahan atau membersihkan makanan yang menyumbat. Migrasi stent parsial jika diketahui dini dapat dilakukan perbaikan posisi ulang. Pemasangan SEMS tambahan biasanya efektif jika perbaikan posisi ulang gagal. Migrasi stent komplit dapat menyebabkan obstuksi intestinal atau perdarahan dan memerlukan tindakan pembedahan. Perbandingan terapi paliatif endoskopi dan operasi Dalam suatu systemic review, penderita yang dilakukan pemasangan stent enteral lebih mentolerir asupan per oral dan dapat memulai asupan oral lebih cepat (rata-rata perbedaan 7 hari) dibanding penderita yang menjalani gastrojejunostomi. Penderita dengan stent enteral juga dirawat lebih singkat (rata-rata perbedaan 12 hari). Meski demikian, tidak ada perbedaan dalam hal mortalitas, komplikasi dan angka kelangsungan hidup. Dari segi biaya, pemasangan stent enteral juga lebih cost-effective dibandingkan operasi.
Endoscopy | Sahid Hotel Jakarta, 26-27 November 2011
2
STENT PANKREAS Pendahuluan Peranan terapi endoskopik dalam penanganan penyakit pancreas terus berkembang, saat ini kondisi patologis pankreas diatasi dengan ERCP atau EUS (endoscopic ultrasound), atau keduanya. Pemasangan stent pankreas masih mempunyai peranan penting dalam penatalaksanaan pankreatitis kronik, pseudokista, pankreas divisum, gangguan duktus pankreatikus utama (MPD), fistula pankreatik, komplikasi pankreatitis akut, pankreatitis idiopatik berulang dan untuk mencegah pankreatitis post ERCP. Stent pankreas dipasang untuk mengurani hipertensi intraduktal, melewati batu yang menyumbat MPD (main pancreatic duct), mengembalikan patensi lumen dalam kasus striktur simptomatik, menyambung MPD yang terputus/bocor, mengalirkan pseudokista atau penumpukan cairan, terapi stenosis sphincter papila mayor atau minor simptomatik dan mencegah pankreatitis akut akibat prosedur ERCP. Stenting duktus pankreatikus merupakan intervensi endoskopi paling sering dilakukan untuk pankreatitis kronik atau simptomatik berulang. Tujuan utamanya adalah mengatasi rasa sakit. Peralatan Diperlukan guidewire yang tipis (0.018 atau 0.025”) dengan kateter khusus. Diameter stent sebaiknya tidak melebihi diameter duktus normal, sebaiknya gunakan stent 5F atau 7F pada kasus duktus non dilatasi, sedangkan stent 10F dapat digunakan pada duktus yang dilatasi seperti pada pankreatitis kronik lanjut. Kadang-kadang pada pankreatitis kronik lanjut, striktur sangat sempit sehingga membuat insersi stent sangat sulit; dalam hal ini striktur perlu didilatasi dengan balon atau bouginage, atau dengan menggunakan Soehendra stent retriever (5F atau 8F). Stent pankreas berbeda dari stent bilier dalam hal banyak lubang pinggir untuk drainase cabangcabang sisi. Ujung stent mengecil dan mempunyai flap satu sisi atau pigtail pada ujung duodenal untuk mencegah migrasi ke arah proksimal. Tehnik Tehnik sama saja dengan tehnik insersi stent bilier. Sfingterotom pendek digunakan untuk kanulasi ke dalam duktus pankreatikus. Sebagai pedoman, untuk drainase duktus pankreatikus digunakan stent 7-French. Jika striktur sangat sempit, dapat digunakan stent 5-French dan diganti beberapa minggu berikutnya dengan stent yang berukuran lebih besar. Insersi stent 10-French mungkin diperlukan untuk mencapai dilatasi lebih lebar lagi. Panjang stent bergantung kepada lokasi striktur. Berapa lama stent dipasang masih belum disepakati. Stent pankreas bisa dipasang sampai 6 bulan dan terapi jangka panjang memerlukan penggantian stent berkali-kali. Meski demikian, durasi dari pemasangan stent bergantung kepada diameter stent, makin besar diameternya, makin lama stent dapat bertahan. Komplikasi Komplikasi bisa terjadi akibat tindakan sfingterotomi seperti pankreatitis, perdarahan atau perforasi. Komplikasi yang tersering, berkaitan dengan penyumbatan stent. Biasanya terjadi sekitar 4-5 bulan setelah pemasangan stent dan biasanya ditandai oleh kambuhnya rasa nyeri. Endoscopy | Sahid Hotel Jakarta, 26-27 November 2011
3
DAFTAR PUSTAKA Adler DG et al. ASGE guideline: the role of ERCP in diseases of the biliary tract and the pancreas. Gastroeintest Endosc 2005;62:1-8 Freeman ML, DiSario JA, Nelson DB, Fennerty MB, Lee JG, Bjorkman DJ, et al. Risk factors for post-ERCP pancreatitis: a prospective, multicenter study. Gastrointest Endosc 2001;54:425-34 Fukami N, Anderson MA, Harrison ME, Appalaneni V, et al. The role of endoscopy in gastroduodenal obstruction and gastroparesis. Gastrointest Endosc 2011;74:13-21 NIH state-of-the-science statement on endoscopic retrograde cholangio-pancreatography (ERCP) for diagnosis and therapy. NIH Consens State Sci Statements 2002;19:1-26 Soehendra N, Binmoeller KF, Seifert H, Schreiber HW. Enteral tube placement in Therapeutic Endoscopy. Thieme, Stuttgart. 2005: 49-56 Soehendra N, Binmoeller KF, Seifert H, Schreiber HW. Pancreatic duct stenting and stone extraction in Therapeutic Endoscopy. Thieme, Stuttgart. 2005: 151-6 Testoni PA. Endoscopic pancreatic duct stent placement for inflammatory pancreatic diseases. World J Gastroenterol 2007; 13(45): 5971-5978
Endoscopy | Sahid Hotel Jakarta, 26-27 November 2011
4