JURNAL GIZI KLINIK INDONESIA Vol. 6, No. 1, Juli 2009: 1-7
Status gizi dan hubungannya dengan kejadian diare pada anak diare akut di ruang rawat inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Astya Palupi1, Hamam Hadi2, Sri Suparyati Soenarto3
ABSTRACT Background: In Indonesia diarrhea is still a major cause of morbidity and mortality among children especially those under five years of age. The Household Health Survey 2000 and 2003 shows an increase of diarrhea morbidity rate from 300 to 374 per 1,000 people. At the inpatient ward of Dr. Sardjito Hospital in 2005, diarrhea was found as the major cause of patients being hospitalized. One of the causes of high diarrhea morbidity rate is poor nutritional status. In 2002, the prevalence of undernourished children in Indonesia was 27.3% and in the Province of Yogyakarta Special Territory was 11.39%. Ultimately, nutritional status and diarrhea are related to each other, which lead to very famous "vicious cycle", diarrhea causes malnutrition and malnutrition causes diarrhea. Objective: To identify relationship between nutritional status and the duration of diarrhea. Method: This observational study was conducted with retrospective cohort design using the data of medical records and surveillance of diarrhea at Dr. Sardjito Hospital from September 2005 to September 2006. Subject of the study were 138 children of 6 months to 5 years old suffering from acute diarrhea. Data analysis used Fisher's exact test and one way ANOVA. Results: The average duration of diarrhea among undernourished children was 101.0 + 28.28 hours, wasted children was 96.31 + 16.69 hours, normal nourished children was 65.06 + 6.90 hours, and well nourished children was 64.52 + 11.70 hours. There was a significant relationship between nutritional status and the duration of diarrhea (p < 0.05). Conclusion: There was a significant relationship between nutritional status and the duration of diarrhea. This means that children with poor nutritional status would likely suffer longer from diarrhea. KEY WORDS nutritional status, acute diarrhea, duration of diarrhea
PENDAHULUAN Diare merupakan salah satu penyakit yang paling sering mengenai bayi dan anak di dunia. Di negara-negara berkembang, diare masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak (1). Jumlah rata-rata anak di dunia yang berumur di bawah lima tahun dan meninggal karena diare adalah 440.000 orang (2). Di Indonesia dilaporkan bahwa secara keseluruhan rata-rata anak mengalami 1,3 episode diare dengan 3,2 juta kematian per tahun (3). Masih tingginya angka kesakitan penyakit diare disebabkan kesehatan lingkungan yang belum memadai, keadaan gizi, kepadatan penduduk, tingkat pencapaian pendidikan, keadaan sosial ekonomi, dan perilaku masyarakat yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi penyakit ini (4). Berbagai mikroorganisme dilaporkan sebagai penyebab (etiologi) diare pada anak, antara lain: Rotavirus, E. coli, Salmonella sp., Shigela sp., Campylobacter sp., dan Vibrio cholerae. Walaupun demikian, Rotavirus merupakan etiologi diare yang tertinggi di Indonesia dan telah dilaporkan insidennya sebesar 54,3% (5). Bahkan di negara-negara maju dengan tingkat sosial ekonomi dan higiene sanitasi yang baik, diare masih menjadi masalah yang perlu ditangani (2) . Diare dapat menyebabkan malnutrisi, bahkan berujung pada kematian. Survei Nasional tahun 2000 melaporkan bahwa sebanyak 24,7% anak balita menderita gizi kurang
dan 7,5% di antaranya menderita gizi buruk, sedangkan hasil survei yang sama tahun 2002 menunjukkan bahwa anak balita yang menderita gizi kurang sebesar 27,3% dan penderita gizi buruk sebanyak 8%. Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), angka prevalensi gizi kurang sebesar 11,39 % (3). Malnutrisi telah lama diketahui mempunyai hubungan timbal-balik dengan diare. Diare dapat menimbulkan terjadinya malnutrisi, di samping itu malnutrisi juga dapat menyebabkan timbulnya diare (6). Menurut Departemen Kesehatan R.I. (7), faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya diare pada penderita malnutrisi antara lain: atrofi vilus usus halus, atrofi pankreas, penurunan daya tahan tubuh, serta gangguan absorbsi zat makanan. Sebaliknya, diare yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya malnutrisi disebabkan antara lain: asupan makanan penderita diare menurun sebagai akibat dari kebiasaan ibu yang menghentikan makanan tertentu selama diare, adanya anoreksia (kehilangan nafsu makan), kebiasaan mengencerkan susu selama diare, berkurangnya absorbsi zat makanan, kehilangan langsung zat makanan melalui usus dalam bentuk tinja, bertambahnya kebutuhan zat makanan
1
2
3
RSUD Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo, Jl. Dr. Aloei Saboe, Kelurahan Wongkaditi Timur, Kecamatan Kota Utara, Kota Gorontalo, Sulawesi Utara Magister Gizi Kesehatan UGM, Jl. Farmako, Sekip Utara, Yogyakarta 55281, e-mail:
[email protected] Bagian Anak RSUP Dr. Sardjito, Jl. Kesehatan, Yogyakarta
2
Astya Palupi, Hamam Hadi,, Sri Suparyati Soenarto
oleh tubuh karena terjadi peningkatan katabolisme, serta kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah banyak (dehidrasi) dalam waktu yang relatif singkat (8). Faktor penyebab terjadinya diare perlu diketahui agar terapi yang rasional dapat diberikan kepada penderita. Terapi yang rasional diharapkan dapat mengatasi diare dan efek buruk diare pada status gizi, resistensi obat, dan lain-lain. Teknologi untuk mendeteksi etiologi diare dilaporkan dapat menemukan berbagai mikroorganisme penyebab diare pada anak, antara lain: Rotavirus, E. coli, Salmonella sp., Shigela sp., Campylobacter sp., dan Vibrio cholerae (9). Angka kejadian diare di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2003 sebesar 9.493 kasus dan pada tahun 2005 angka ini turun menjadi 7.340 kasus (3), Penurunan sampai pada angka tersebut masih merupakan masalah. Berdasarkan pola penyakit pasien anak di Bagian Anak Rumah Sakit (RS) Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005 diketahui bahwa diare masih merupakan penyebab terbanyak penderita yang dirawat inap di RS Dr. Sardjito (10). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan kejadian diare, terdiri dari: etiologi diare, kejadian dehidrasi, dan lama diare pada anak dengan diare akut di ruang rawat inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan rancangan kohort retrospektif dengan menelaah data rekam medis di Sub Bagian Rekam Medik dan data surveilan diare di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Populasi adalah semua penderita diare akut anak pada Bangsal Anak RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang dirawat inap sejak 1 September 2005 sampai dengan 31 September 2006. Subjek penelitian ditentukan berdasarkan kriteria inklusi yaitu lama diare di rumah selama < 5 hari, menderita diare tidak lebih dari 1 minggu, dan anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun; sedangkan kriteria eksklusi meliputi: neonatus, diare berkepanjangan, dan diare dengan penyakit penyerta (kecuali kekurangan energi protein/KEP). Subjek penelitian kemudian dibagi menjadi kelompok terpapar (yang berstatus gizi kurus dan kurus sekali) dan kelompok tidak terpapar (yang berstatus gizi normal dan gemuk), kemudian ditelusuri outcome penelitian berupa kejadian diare (etiologi diare, kejadian dehidrasi, dan lama diare). Jumlah sampel penelitian minimal untuk tiap kelompok adalah 55 subjek, sehingga total sampel penelitian ini adalah 110 subjek. Asumsi subjek yang hilang pada proses penelitian adalah 10%, sehingga besar sampel minimal keseluruhan menjadi 121 subjek. Penentuan jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus pengujian hipotesis risiko relatif populasi (11) dengan tingkat kepercayaan Zα sebesar 1,64, kekuatan uji Zβ 0,84, proporsi kelompok tanpa risiko p2 sebesar 30% (12), proporsi kelompok terpapar p1 sebesar 0,53, dan p sebesar setengah dari hasil jumlah p1 dan p2 yaitu 0,41. Pada penelitian ini, subjek penelitian berjumlah 138 orang.
Instrumen penelitian menggunakan kuesioner yang dibuat berdasarkan formulir rekam medis ruang perawatan anak dan formulir surveilan diare yang disesuaikan dengan variabel yang diteliti. Data status gizi dikumpulkan dengan metode antropometri menggunakan indeks berat badan menurut panjang atau tinggi badan (BB/PB atau BB/TB). Berat badan yang diperhitungkan adalah berat badan saat rehidrasi. Status gizi dikategorikan menjadi 4, yaitu: gemuk (Z-score > +2 SD), normal (-2 SD < Z-score < + 2 SD), kurus atau wasted (-2 SD < Z-score < -3 SD), dan kurus sekali (Z-score < -3 SD). Pasien dikatakan menderita diare akut apabila buang air besar tidak normal dengan frekuensi > 3 kali sehari, konsistensi encer, disertai ada atau tidaknya lendir dan darah yang terjadi secara mendadak selama < 1 minggu. Lama diare menunjukkan periode waktu saat bentuk tinja cair dan frekuensi yang lebih dari biasanya sampai konsistensi tinja lembek atau padat berbentuk (dihitung dari waktu menderita diare di rumah sampai diare berhenti di rumah sakit). Diare dianggap berhenti atau sembuh pada saat konsistensi tinja encer berakhir dalam 2 x 24 jam. Etiologi diare pada penelitian ini diteliti dengan pemeriksaan tinja. Sebagian besar etiologi diare infeksi yang ditemukan pada penelitian ini antara lain: kuman patogen virus (Rotavirus, Norwalk agent), bakteri (E. coli, Salmonella, Shigella, Vibrio, Clostridium perfringens, Staphylococcus, Bacteroides), dan parasit (Entamoeba histolytica, Cryptosporidium). Jumlah ketiga macam penyebab tersebut kemudian dibandingkan antara yang menderita diare dengan yang tidak menderita diare. Pada penelitian ini pasien diare dikelompokkan berdasarkan cairan yang hilang akibat diare, yaitu pasien diare tanpa dehidrasi dan pasien diare dengan dehidrasi (tidak berat dan berat). Dehidrasi dikategorikan ringan jika perkiraan kehilangan cairan sebanyak 40-50 mL/kg BB atau kehilangan berat badan 4-5%, dikategorikan dehidrasi tidak berat jika perkiraan kehilangan cairan sebanyak 60-90 mL/kg BB atau kehilangan berat badan 6-9%, dan dehidrasi berat jika perkiraan kehilangan cairan sebanyak 100-110 mL/kg BB atau perkiraan kehilangan berat badan 10% atau lebih. Data antropometri diolah dengan program Nutrisurvey, kemudian ditabulasi terhadap kelompok umur dan jenis kelamin penderita diare berdasarkan status gizi sebagai bagian deskriptif. Bagian analitiknya yaitu melakukan analisis terhadap lama diare pada setiap kelompok status gizi dengan menggunakan analisis varian serta dilakukan uji Fisher's exact terhadap kejadian dehidrasi dan etiologi diare infeksi. HASIL DAN BAHASAN Gizi berhubungan dengan penggunaan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal organ tubuh serta
Status gizi dan hubungannya dengan kejadian diare pada anak diare akut
menghasilkan energi. Status gizi merupakan hasil dari fungsi asupan makanan (baik kualitas maupun kuantitas) dan utilisasi biologis zat gizi (13). Status gizi dapat mengalami perubahan dari waktu ke waktu, sehingga pengukuran/penilaian status gizi pada suatu saat tertentu hasilnya hanya dapat merefleksikan keadaan pada saat tersebut. Penilaian status gizi ini digunakan untuk mengevaluasi status gizi, identifikasi malnutrisi, dan menentukan individu yang sangat memerlukan bantuan gizi (13). Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara keadaan gizi dengan penyakit infeksi yang salah satunya adalah diare. Hubungan timbal balik antara malnutrisi dengan diare telah diketahui. Diare dapat menyebabkan terjadinya malnutrisi, sebaliknya malnutrisi dapat menyebabkan terjadinya diare (6). Walaupun sebagian besar kasus diare pada anak merupakan kasus yang dapat sembuh dengan sendirinya (selflimiting disease), diare yang berlangsung terus-menerus dengan jumlah tinja yang banyak seringkali menyebabkan keadaan dehidrasi dan secara signifikan akan meningkatkan angka kesakitan dan kematian anak (9). Sebaran status gizi subjek berdasarkan jenis kelamin dan umur Subjek dalam penelitian ini berjumlah 138 pasien dengan rentang umur 6 bulan sampai dengan 5 tahun. Pasien pada kelompok umur 6 bulan-1 tahun sebanyak 37 (26,8%) anak, umur 1-2 tahun sebanyak 56 (40,6 %) anak, dan umur 2-5 tahun sebanyak 45 (32,6%) anak. Sebagian besar pasien adalah laki-laki sejumlah 83 (60,1%) pasien dan sisanya pasien perempuan sejumlah 55 (39,9%) pasien. Status gizi subjek yang diteliti sebagian besar normal, yaitu 92 (66,7%) pasien; sedangkan status gizi gemuk, kurus, dan kurus sekali ditemukan pada sejumlah subjek berturut-turut 19 (13,8%), 21 (15,2%), dan 6 (4,3%) pasien. Sebaran status gizi pasien diare akut berdasarkan jenis kelamin dan umur dapat dilihat pada Tabel 1. Pada penelitian ini, pasien laki-laki yang menderita diare lebih banyak daripada perempuan dengan perbandingan antara pasien laki-laki dan perempuan adalah 1,5 : 1. Hal ini sejalan dengan penelitian yang mendapatkan risiko kesakitan diare pada balita perempuan sedikit lebih rendah dibandingkan
dengan balita laki-laki dengan perbandingan 1 : 1,2. Namun demikian, hingga saat ini belum diketahui penyebab pasti pasien laki-laki lebih sering terkena diare dibanding dengan pasien perempuan (14). Kejadian diare akut pada status gizi gemuk dan normal lebih sering terjadi pada kelompok umur 1-2 tahun, masingmasing sebanyak 52,6% dan 42,4% pasien. Hal ini sesuai dengan penelitian yang mendapatkan prevalensi diare tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan (15). Tingginya angka kejadian pada kelompok umur ini disebabkan kekebalan alami pada anak di bawah umur 24 bulan belum terbentuk, sehingga kemungkinan terjadinya infeksi lebih besar. Hal ini dapat terjadi karena penyapihan atau pemberian makanan tambahan (susu botol dan makanan campuran) yang dimulai ketika umur anak kurang dari 24 bulan, sehingga anak-anak sudah terpapar pada pengganti air susu ibu dan makanan tambahan yang kemungkinan pengolahan dan penyajiannya kurang higienis. Higiene lingkungan (air bersih yang dimasak, dot, dan botol atau alat lain yang steril) merupakan hal yang penting diperhatikan untuk menghindari kontaminasi makanan oleh kuman, sehingga dapat dicegah berulangnya infeksi dan diare. Pada status gizi kurus, kejadian diare akut lebih sering terjadi pada kelompok anak umur 6 bulan-1 tahun yaitu sebanyak 47,6% pasien; sedangkan pada status gizi kurus sekali ternyata diare akut sering terjadi pada kelompok anak umur 2-5 tahun (83,3%). Anak umur 2-5 tahun merupakan konsumen aktif yang bisa terpapar dari makanan di luar rumah. Pada umur tersebut, anak-anak lebih suka makan jajanan mengikuti jejak teman-temannya, padahal pengolahan dan penyajian makanan tersebut kemungkinan kurang higienis yang berakibat pada kontaminasi makanan oleh kuman yang dapat menyebabkan seorang anak menderita diare (16). Salah satu faktor yang mempunyai pengaruh kuat terhadap terjadinya diare pada anak adalah kebiasaan mencuci tangan (17). Oleh sebab itu, anak sebaiknya dibiasakan untuk mencuci tangan sebelum makan. Hubungan antara status gizi dengan etiologi diare Berdasarkan hasil pemeriksaan sampel tinja pada 138 pasien, ditemukan 45 (32,6%) sampel tinja yang terinfeksi Rotavirus dan 8 (5,8%) sampel terinfeksi bakteri (Tabel 2).
TABEL 1. Sebaran status gizi pasien diare akut berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur Status gizi
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan n (%) n (%) 8 (42,1%) 11 (57,9%) 40 (43,5%) 52 (56,5%) 5 (23,8%) 16 (76,2%) 2 (33,3%) 4 (66,7%) 55 (39,9%) 83 (60,1%)
Gemuk Normal Kurus Kurus sekali Jumlah Keterangan: Kelompok umur A (6 bulan-1 tahun) Kelompok umur B (1-2 tahun) Kelompok umur C (2-5 tahun)
Jumlah n (%) 19 (100,0%) 92 (100,0%) 21 (100,0%) 6 (100,0%) 138 (100,0%)
3
A n (%) 1 (5,3%) 26 (28,3%) 10 (47,6%) 0 (0,0%) 37 (26,8%)
Kelompok umur B n (%) 10 (52,6%) 39 (42,4%) 6 (28,6%) 1 (16,7%) 56 (40,6%)
C n (%) 8 (42,1%) 27 (29,3%) 5 (23,8%) 5 (83,3%) 45 (32,6%)
Jumlah n (%) 19 (100,0%) 92 (100,0%) 21 (100,0%) 6 (100,0%) 138 (100,0%)
4
Astya Palupi, Hamam Hadi,, Sri Suparyati Soenarto
TABEL 2. Sebaran status gizi pasien diare akut berdasarkan etiologi Status gizi Virus Rotavirus n (%) 4 (2,9%) 32 (23,2%) 5 (3,6%) 4 (2,9%) 45 (32,6%)
Gemuk Normal Kurus Kurus sekali Jumlah Keterangan: p (Fisher’s exact test) NPF (non-patogen found) AH (Aeromonas hydrophilla) SGB (Salmonella grup B) CJ (Campylobacter jejuni)
NPF n (%) 15 (10,9%) 55 (39,8%) 13 (9,4%) 2 (1,4%) 85 (61,6%)
Etiologi diare Bakteri AH SGB n (%) n (%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 1 (0,7%) 3 (2,2%) 2 (1,4%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 3 (2,2%) 3 (2,2%)
Pada kelompok status gizi gemuk diketahui 2,9% di antara etiologi diare adalah Rotavirus, namun tidak ditemukan etiologi diare oleh bakteri. Virus ini juga ditemukan pada kelompok status gizi normal sebanyak 23,2% sampel, sedangkan sampel yang ditemukan terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophilla dan Campylobacter masing-masing sebesar 0,7%; serta bakteri Salmonella grup B ditemukan pada 2,2% sampel. Pada kelompok status gizi kurus, ditemukan Rotavirus sebagai etilogi diare sebanyak 3,6%, 1,4% etiologi oleh Aeromonas hydrophila, dan 0,7% etiologi lainnya adalah Campylobacter jejuni; sedangkan kelompok status gizi kurus sekali, 2,9% etiologi diare adalah Rotavirus dan tidak ditemukan diare dengan etiologi bakteri. Hasil uji statistik dengan menggunakan Fisher's exact test membuktikan tidak ada hubungan atau pengaruh yang signifikan antara status gizi dengan etiologi diare infeksi yang ditunjukkan dengan nilai p = 0,238 (p > 0,05). Data penelitian ini menunjukkan bahwa Rotavirus merupakan etiologi terbesar penyakit diare. Hal ini sejalan dengan penelitian Soenarto et al. (18) di Yogyakarta yang mendapatkan Rotavirus sebagai etiologi diare dengan persentase sebesar 38%. Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Karantina Jakarta tahun 1990 (19) serta penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang menunjukkan bahwa etiologi diare adalah Rotavirus dengan persentase kejadian masing-masing sebesar 26,2% dan 40%. Rotavirus merupakan etiologi diare yang terjadi paling serius pada bayi dan anak-anak di bawah umur 2 tahun di berbagai bagian dunia. Mikrobia ini merupakan penyebab signifikan yang pertama kali dan sejumlah sepertiga anak umur kurang dari dua tahun pada umumnya pernah mengalami episode diare karena Rotavirus. Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat melaporkan bahwa infeksi alami dapat memberikan perlindungan terhadap infeksi Rotavirus berikutnya (20). Infeksi oleh bakteri merupakan etiologi yang tidak dominan kasus diare pada penelitian ini. Infeksi kuman patogen enterik pada umumnya terjadi melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi dan adanya paparan terhadap
CJ n (%) 0 (0,0%) 1 (0,7%) 1 (0,7%) 0 (0,0%) 2 (1,4%)
Jumlah n (%)
p
19 (100,0%) 92 (100,0%) 21 (100,0%) 6 (100,0%) 138 (100,0%)
0,238
etiologi diare yang dapat terjadi melalui kebiasaan dalam mengkonsumsi makanan jajanan atau higiene lingkungan yang kurang baik (21). Jenis bakteri yang merupakan etiologi diare akut pada penelitian ini antara lain: Aeromonas hydrophilla, Salmonella grup B, dan Campylobacter jejuni, sedangkan penelitian di RS Karantina, Jakarta menemukan jenis bakteri yang diisolasi pada penderita diare akut yang dirawat antara lain: Vibrio cholerae (54,2%), ETEC atau Enterotoxigenic Escherichia coli (6,8%), dan Campylobacter (4,5%) (22). Penelitian lain di India mendapatkan sebanyak 46,5% dari 127 kasus etiologi diare adalah infeksi parasit (23). Walaupun demikian, pada penelitian ini tidak ditemukan parasit sebagai etiologi diare. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya diare adalah malnutrisi, keadaan sanitasi dan kebersihan perorangan, keadaan sosial ekonomi, umur, dan imunodefisiensi (24). Etiologi diare ini kemungkinan hampir selalu bervariasi antara satu tempat dengan tempat yang lain dan dari waktu ke waktu dalam satu lokasi akibat adanya fluktuasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya keadaan musim dan mobilitas penduduk yang meningkat. Dilihat dari distribusi kuman etiologi diare (Rotavirus) menurut status gizi, pasien status gizi normal yang menderita infeksi Rotavirus lebih sering terjadi dibanding dengan pasien status gizi kurus, kurus sekali, dan gemuk dengan persentase berturut-turut 23,2%, 3,6%, 2,9%, dan 2,9%. Perbedaan ini secara statistik tidak signifikan (p > 0,05). Distribusi bakteri menurut status gizi pasien sulit dinilai, karena keberadaan bakteri pada masing-masing sampel tinja hanya dijumpai dalam jumlah yang sedikit. Hampir sepertiga balita 2-4 tahun dengan status gizi kurang mudah terinfeksi diare (15). Hal ini disebabkan gizi kurang akan mengganggu pembentukan kekebalan, mengganggu fungsi sel granulosit, dan mengurangi kadar komplemen sehingga memudahkan terjadinya kesakitan. Penelitian di RSU Gunung Wenang, Manado menyatakan bahwa penderita diare dengan keadaan umum yang baik menjadikan infeksi yang terutama disebabkan oleh Shigella juga akan memberi gejala yang ringan dan berangsur-angsur dapat sembuh dengan sendirinya,
Status gizi dan hubungannya dengan kejadian diare pada anak diare akut
termasuk dalam kelompok status gizi kurus sekali dan kurus memiliki rerata lama diare lebih lama dibandingkan dengan pasien yang berstatus gizi normal dan gemuk, berturut-turut 101,0 ± 28,28 jam, 96,31 ± 16,69 jam, 65,06 ± 6,90 jam, dan 64,52 ± 11,70 jam. Hasil ini menunjukkan bahwa makin buruk status gizi pasien, makin lama pula diare yang diderita pasien. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji one-way ANOVA menunjukkan perbedaan tersebut signifikan (p = 0,000). Hal ini berarti bahwa status gizi berhubungan dengan lama diare yaitu makin kurus status gizi pasien makin lama diare yang diderita. Status gizi buruk yang sudah terjadi sebelumnya membuat keadaan menjadi kurang menguntungkan, seperti jumlah masukan makanan yang kurang serta gangguan keseimbangan elektrolit. Buruknya keadaan gizi seorang anak akan mempengaruhi lamanya diare dan komplikasi yang mungkin diderita. Anak dengan status kurang kalori protein akan mengalami gangguan keseimbangan elektrolit dan diare mempercepat proses ini (26). Malnutrisi dapat menimbulkan efek buruk terhadap struktur usus halus yaitu adanya dinding usus yang tipis dan atrofi mukosa. Selain itu, terdapat pula penurunan mitosis serta infiltrasi limfosit dan sel plasma pada mukosa dan submukosa usus. Dengan mikroskop elektron dapat dilihat perubahan sel epitel yang nyata berupa atrofi vili yang pada umumnya terjadi di brush border yang merupakan tempat enzim-enzim disakaridase (laktase, maltase, sukrase), amino-peptidase, alkalin-fosfatase dan Na+K+-ATPase, pemendekan mikrovilus, nukleus yang ireguler, disorganisasi organel sitoplasma, dan kelainan mitokondria. Perubahan struktural dan fungsional ini disertai dengan penurunan produksi enzim pankreas yang tentunya mempengaruhi absorbsi makanan (27).
sedangkan infeksi oleh Campylobacter pada penderita malnutrisi berat dapat memperburuk status gizi dan dapat menyebabkan kematian (25). Hubungan antara status gizi dengan dehidrasi Dilihat dari kejadian dehidrasi yang dialami pasien, terdapat 59 (42,7%) pasien yang tidak mengalami dehidrasi, sedangkan 79 (57,3%) pasien lainnya mengalami dehidrasi. Dehidrasi lebih sering dijumpai pada kelompok pasien dengan status gizi kurus sekali (83,3%) dan gizi kurus (61,9%) dibandingkan dengan kelompok pasien dengan status gizi normal (54,3%) dan gemuk (57,9%). Hasil uji statistik Fisher's exact menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara status gizi dengan dehidrasi (p = 0,047) (Tabel 3). Faktor yang dapat mempengaruhi kejadian dehidrasi lebih sering dijumpai pada kelompok pasien dengan status gizi kurus sekali dan kurus adalah terjadinya atrofi vilus usus halus yang akan mengakibatkan gangguan penyerapan cairan pada usus yang akhirnya dapat memperberat dehidrasi. Selain itu, pada anak dengan gizi buruk terjadi juga atrofi mukosa kolon yang permukaannya berubah menjadi datar dan diinfiltrasi sel plasma. Keadaan kolon yang seperti ini akan memperlihatkan gangguan fungsi berupa menurunnya kapasitas reabsorbsi air dan elektrolit, sehingga dengan melihat fungsi kolon dalam konservasi air dan elektrolit, maka dapat dimengerti terjadinya peningkatan keadaan dehidrasi pada gizi buruk (16). Hubungan antara status gizi dengan lama diare Rerata lama diare berdasarkan status gizi pasien dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan tabel tersebut diketahui lama diare pasien berkisar antara 5 sampai 158 jam. Pasien yang
TABEL 3. Sebaran status gizi pasien diare akut berdasarkan dehidrasi Status gizi
Dehidrasi Tidak ada n (%) 8 (42,1%) 42 (45,7%) 8 (38,1%) 1 (16,7%) 59 (42,7%)
Gemuk Normal Kurus Kurus sekali Jumlah Keterangan: * Signifikan (p < 0,05; Fisher’s exact test)
Ada n (%) 11 (57,9%) 50 (54,3%) 13 (61,9%) 5 (83,3%) 79 (57,3%)
Jumlah n (%) p 19 (100,0%) 92 (100,0%) 21 (100,0%) 6 (100,0%) 138 (100,0%)
0,047*
TABEL 4. Rerata lama diare berdasarkan status gizi Status gizi
n
5
Rerata (jam)
64,52 19 Gemuk 65,06 92 Normal 96,31 21 Kurus 101,0 6 Kurus sekali Keterangan: * Signifikan (p < 0,05; one way ANOVA)
SD
p
24,28 33,12 36,68 26,94
0,000*
6
Astya Palupi, Hamam Hadi,, Sri Suparyati Soenarto
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa makin baik status gizi anak penderita diare akut, makin pendek lama diare yang dialami pasien. Selain itu, makin baik status gizi pasien, kejadian dehidrasi juga makin rendah dan hubungan ini terbukti signifikan secara statistik. Infeksi Rotavirus lebih sering dijumpai pada penderita dengan status gizi normal dibanding dengan gizi kurus, kurus sekali, dan gemuk, namun perbedaan ini tidak signifikan secara statistik. Etiologi diare yang paling sering terjadi adalah virus (Rotavirus) sebesar 32,6%
dan bakteri sebesar 5,8% (Aeromonas hydrophilla, Salmonella grup B, Campylobacter jejuni). Pasien yang menderita diare dengan status gizi kurang mempunyai kemungkinan lebih lama menderita diare. Oleh karena itu, di samping tata laksana medis, tata laksana gizi pun perlu mendapat perhatian untuk memenuhi kebutuhan zat gizi pasien tersebut, sehingga dapat meminimalkan akibat dari penyakit tersebut. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut secara prospektif analitik dengan memperhatikan etiologi dan manifestasi klinis yang terjadi agar penelitian ini lebih baik.
RUJUKAN 1.
WHO. The Treatment of Diarrhoea: A Manual for Physicians and Other Senior Health Workers. WHO [serial online] 2006 [cited 2006 August 6]. Available from: http/ /www.who.org. 2. Parashar UD, Hummelman EG, Bresee JS, Miller MA, Glass RI. Global Illness and Deaths Caused by Rotavirus Disease in Children. Emerg Infect Dis 2003;9(5):1-14. 3. Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2003. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2005. 4. Krisnawan IKB, Supardi S. Faktor-Faktor Resiko yang Mempengaruhi Kejadian Diare Berdarah pada Usia Balita di Kabupaten Klaten. Berita Kedokteran Masyarakat 1996; XII(2):30-40. 5. Soenarto Y, Aman AT, Bakri A, Firmansyah A, Martiza I, Mulyani NS, et al. Extention for Hospital Based Surveillance and Strain Characterization of Rotavirus Diarrhea in Indonesia 2005-2007. In press 2007. 6. Brown KH. Diarrhea and Malnutrition. J Nutr 2003;133:S328-32. 7. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Buku Ajar Diare. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 1999. 8. Sunoto. Penatalaksanaan Mutakhir Diare Akut. In: Bagian Ilmu Kesehata n A n a k F K U I , e d i t o r. Penanganan Mutakhir Beberapa Penyakit Gastrointestinal Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI; 1988. 9. Hegar B. Tata Laksana Diare Akut pada Anak. In: Amanda Y, editor. Updates in Pediatric Emergencies. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2004. 10. Medical Record RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Pola Penyakit Pasien Rawat Inap Unit Anak Tahun 2005. Yogyakarta: RSUP Dr. Sardjito; 2005. 11. Lemeshow S, Hosmer D, Klar J. 1990. Adequacy of Sample Size in Health Studies. (Terjemahan) Pramono D. Yogyakarta: UGM Press; 1997. 12. Rahardjo E, Wuryadi S. Rotavirus pada Penderita Diare Anak-Anak Usia Balita di Jakarta Utara. Cermin Dunia Kedokteran 1990; 62: 41-5.
13. Gibson R. Principles of Nutritional Assessment. New York: Oxford University Press; 1990. 14. Wijana P, Aryasa IKN, Sudaryat S. Manfaat Probiotik pada Anak dengan Diare Akut: Uji Klinik Acak Terkontrol. Buletin Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Udayana/ RS Sanglah Denpasar 2001; VI(2):3-9. 15. Tjitra E, Budiarso R, Bakri Z, Naseh S. Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kesakitan Diare pada Balita. Buletin Penelitian Kesehatan 1994; 22(2) :37-45. 16. Pudjiadi S. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2000. 17. Nendrosuwito D, Sanusi R. Penatalaksanaan Program Pemberantasan Diare dan Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Diare pada Anak Balita di Puskesmas Kabupaten Wonogiri. Berita Kedokteran Masyarakat 1996; XII(2): 41-7. 18. Soenarto Y, Sebodo T, Suryantoro P, Krisnomurti, Haksohusodo S, Ilyas, et al. Bacteria, Parasitic Agents and Rotavirus Associated with Acute Diarrhea in Hospital in-Patient Indonesian Children. In: Soenarto SY. Diarrhea Case Management Using Research Findings Directly for Case Management and Teaching in a Teaching Hospital in Yogyakarta, Indonesia [serial online] 1997 [cited September 2007]. Available from: http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/ detail.php?dataId=1729. 19. Santoso NB, Hamid AA, Santoso S. Diare Rotavirus pada Anak Di bawah Usia 3 Tahun yang Dirawat di RSU Dr. Saiful Anwar Malang Tahun 2005. Jurnal Kedokteran Brawijaya 2004; XX(2): 75-7. 20. Guerrant RL, Lohr JA, Williams EK. Acute Infectious Diarrhea I: Epidemiology, Etiology and Pathogenesis. Pediatr Infect Dis J 1986; 5(3): 353-9. 21. Bukitwetan P, Suryawidjaja JE, Salim OCh, Aidifiltif M, Lesmana M. Diare Bakterial: Etiologi dan Pola Kepekaan Antibiotika di Dua Pusat Kesehatan Masyarakat di Jakarta. Jurnal Kedokteran Trisakti 2001; 20(2): 57-65. 22. Simanjuntak CH. Review Etiologi dan Aspek Laboratorium Diare. Berita Pusat Informasi Diare 1991; 3(1): 11-5. 23. Irwanto, Rohim A, Sudarmo SM. Diare Akut pada Anak. In: Ilmu Penyakit Anak Diagnosa dan Penatalaksanaan. Jakarta: Salemba Medika; 2002.
Status gizi dan hubungannya dengan kejadian diare pada anak diare akut
24. Kaur R, Rawat D, Kakkar M, Uppal B, Sharma VK. Intestinal Parasites in Children with Diarrhea in Delhi India. Southeast Asian J Trop Med Public Health 2002; 33(4): 725-9. 25. Warouw SMS. Evaluasi Klinis Sindrom Disentri Anak di RS Gunung Wenang Manado. Cermin Dunia Kedokteran 1996; 109: 5-9.
7
26. Harianto. Penyuluhan Penggunaan Oralit untuk Menanggulangi Diare di Masyarakat. Majalah Ilmu Kefarmasian 2004; I(1): 27-33. 27. Brunser O, Araya M, Espinoza J. The Gut in Malnutrition. In: Walker WA, Durie PR, Hamilton JR, et al., editors. Pediatric Gastrointestinal Disease. Philadelphia: BC Decker Inc; 1991.