ISSN: 2086-3861
UPAYA MANIPULASI LINGKUNGAN DENGAN PEMAKAIAN SYSTEM FILTRASI DAN STERILISASI (UV) DALAM PEMELIHARAAN INDUK ABALONE (Holiotis tokobushi / squamata) Wiwie Soemarjati1, Abdul Muqsith2 1)
2)
Balai Budidaya Air Payau Situbondo Program Studi Budidaya Perikanan Akademi Perikanan Ibrahimy
Abstrak Di Indonesia pembenihan Holiotis tokobushi squamata baru dalam bentuk rintisan. Hal ini merupakan tantangan sekaligus peluang bagi dunia perikanan budidaya karena potensi sumber induk yang banyak ditemukan di wilayah perairan Indonesia belum termanfaatkan secara maksimal untuk dibudidayakan. Dalam pemeliharaannya banyak kendala yaitu kematian massal. Salah satu penyebabnya adalah kualitas air media yang kurang bagus. Oleh karena itu dalam kegiatan budidaya abalone (pemeliharaan induk) tersebut dibutuhkan air laut yang benar benar bersih bebas dari partikel dan pathogen. Perekayasaan ini menggunakan dua perlakuan dimana 500 ekor induk abalone diberi perlakuan tfiltrasi dan 500 ekor induk abalone diberi perlakuan filtrasi dan sterilisasi UV. Total bakteri. SR untuk pemeliharaan induk abalone tanpa menggunakan air laut UV adalah 0 %. Induk ( bertahan selama 2 bulan), kondis kesehatani abalone banyak yang lemah tidak mau makan dan akhirnya mati. Pemeliharaan induk abalone yang menggunakan media yang disinari UV bisa bertahan 90,4 %. Total bakteri 6x104 dan vibrio 1x101 berwarna hijau dan 5x101 berwarna kuning dimana kondisi ini sangat tinggi dibanding yang menggunakan UV total bakteri 4x103 dan total vibrio 0 untuk coloni berwarna kuning dan 2x101 coloni berwarna hijau. Bakteriu yang tinggi akan menyerang abalone yang dipelihara sehingga abalone lemah dan nafsu makan berkurang selanjutnya menyebabkan kematian. Pertumbuhan abalone tidak dapat maksimal selama 6 bulan hanya tumbuh 1,82 cm yang berarti pertumbuhan tiap bulan ± 0,3 cm. Kualitas air selama perekayasaan dalam kondisi optimum DO 4,2 – 4,9 ppm, pH 8,13-8,24, salinitas 35 ppt, NO2 , 0,001-0,024 ppm kecuali suhu yang agak tinggi 30-31 0C. Hal ini dimungkinkan pertumbuhan abalon kurang cepat karena induk abalone menghendaki mediia dengan suhu yang lebih rendah. Kata kunci : Abalone Holiotis tokobushi / squamata, rumput laut, filtrasi, sterilisasi (UV)
SAMAKIA, Volume 2, No. 1, Februari 2012
31
ISSN: 2086-3861
PENDAHULUAN Kata abalon dalam bahasa Inggris ditulis ‘Abalone’, yang berasal dari bahasa Spanyol ‘Aulon’ atau ‘Aulone’, yaitu sesuatu yang berhubungan dengan telinga. Abalone disebut sebagai siput laut purba karena cangkangnya dari beberapa species di lautan bebas terlihat sudah langka. (Warta Pasar Abalon, April 2006). Klasifikasi abalone (Haliotis tokobushi) adalah sebagai berikut (Darmawan, 1988 dalam Cholik et al., 2005). Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Gastropoda Sub Class : Archaeogastropoda Super Family : Pleuromariaceae Family : Haliotidae Genus : Haliotis Species : Haliotis tokobushi Sifat-sifat khas filum ini secara singkat diterangkan di bawah ini (Romimohtarto et al., 2001). 1. Bentuk simetris bilateral, tetapi pada Gastropoda dan beberapa Cephalo-poda, visera dan cangkang tergulung seperti gelung rambut wanita. Ada tiga lapisan benih, tidak beruas, apitelium satu lapis, sebagian besar berbulu getar dan dengan kelenjar lendir. 2. Tubuh biasanya pendek, terbungkus dalam mantel dorsal tipis yang mengeluarkan bahan pembentuk cangkang berupa satu, dua atau delapan bagian. Pada beberapa kelompok, cangkang terdapat di dalam tubuh, mengecil atau tidak sama sekali. Bagian kepala membesar, kecuali pada Schapopoda dan Pelecypoda. Kaki berotot ventral yang berubah menjadi alat merayap, meliang atau berenang. 3. Saluran pencernaan lengkap, sering berbentuk U atau melingkar. Mulut dengan radula yang mempunyai deretan-deretan gigi kitin kecil melintang untuk menggerus makanannya, kecuali Pelecypoda yang tidak mempunyai radula, anus membuka ke rongga mantel, kelenjar pencernaan besar sering mempunyai kelenjar ludah. 4. Sistem sirkulasi mencakup jantung sebelah punggung dengan satu atau dua Auricle atau rongga atas dan satu Ventricle atau rongga bawah. Biasanya di dalam rongga Pericardial atau selaput jantung, sebuah aorta anterior, dan pembuluh-pembuluh lain. 5. Pernapasan dilakukan oleh satu atau banyak insang yang disebut Ctenidium atau sebuah paru-paru di dalam rongga mantel, oleh mantel atau oleh epidermis. 6. Ekskresi oleh ginjal yang disebut Nefridia, terdiri dari satu atau dua saja, menghubungkan rongga selaput jantung dan pembuluh darah. Rongga tubuh mengecil menjadi rongga-rongga atau Nefridia, gonad dan selaput jantung. 7. Sistem saraf tipikal terdiri dari tiga pasang ganglia (serebral di atas mulut, pedel di kaki, viseral di tubuh) digabungkan oleh penghubung membujur dan melintang dan saraf-saraf banyak yang dengan alat untuk menyentuh, membau atau merasakan, bintik mata atau mata majemuk, dan statosista untuk keseimbangan.
SAMAKIA, Volume 2, No. 1, Februari 2012
32
ISSN: 2086-3861
8. Kelamin biasanya terpisah, beberapa jenis hermaprodit sedikit yang protandrik, yakni sel kelamin jantan masak dan ditebar lebih dahulu sebelum sel kelamin betina masak. Gonad dua atau satu dengan saluran fertilisasi eksternal atau internal, kebanyakan ovipar, pembelahan telur tertentu (determinate) tak sama, dan total (pada Chepalopoda, diskoidal), larva veliger (trochophore), atau stadia parasit (unionidae), atau perkembangan langsung (Pulmonata, Cephalopoda), tak ada perkembangbiakan aseksual. Abalon jenis Tokobushi berada pada perairan dengan dasar karang berbatu yang banyak ditemukan di pantai yang landai, berkarang, berpasir dan berbatu yang sekaligus sebagai substrat serta ditumbuhi berbagai jenis rumput laut seperti Ulva, Gracilaria, Paddina, Eucheuma, Dictyota dan lumut (SEAFDEC, 2000). Menurut Ikenoue dan Kafuku (1992) dalam Setiawati, et al. (1995), dijelaskan bahwa abalon terdapat di perairan pantai berkarang, di laut terbuka mulai dari tepi perairan pantai yang dangkal sampai kedalaman 20 m dan hidup pada salinitas yang berkisar antara 35-37‰, pH 7,83-7,85, NO2 0,006-0,021 mg/l, NH3 0,039-0,083 mg/l dan PO4 0,095 0,156 mg/l (Setiawati,et al., 1995). ). Abalone bergerak dan berpindah tempat dengan menggunakan satu organ yaitu kaki. Gerakan kaki yang sangat lambat sangat memudahkan predator untuk memangsanya. Siang hari atau suasana terang, abalone lebih cenderung bersembunyi di karang-karang dan pada suasana malam atau gelap lebih aktif melakukan gerakan berpindah tempat. Ditinjau dari segi perairan, kehidupan abalone sangat dipengaruhi oleh kualitas air. Secara umum, spesies abalone mempunyai toleransi terhadap suhu air yang berbeda-beda, contoh; Haliotis kamtschatkana dapat hidup dalam air yang lebih dingin sedangkan Haliotis asinina dapat hidup dalam air bersuhu tinggi (300C). Parameter kualitas air yang lainnya yaitu, pH antara 7-8, Salinitas 31-32 ppt, H2S dan NH3 < 1 ppm serta oksigen terlarut > 3 ppm (Sudradjat dalam Cholik et al., 2006). Ciri-ciri morfologis abalone (Haliotis tokobushi) sebagai berikut : 1) Bentuk cangkang lebih bulat/ cembung dengan lubang terbuka berjumlah 5 lubang. 2) Cangkang lebih tebal dengan alur garis yang dalam sehingga terasa kasar. 3) Warna cangkang dominan coklat kehitaman terkadang seperti ditempeli kapur berwarna putih atau merah. 4) Otot kaki/ badan lebih sedikit, terlihat saat jalan dengan ciliata yang mengelilingi tepi otot kakinya. 5) Bagian dalam cangkang memiliki nacre yang lebih tebal/ bersinar. 6) Sungut panjang berwarna hitam, ciliata lebih jelas terlihat (saat bergerak dalam air 7) Menempel pada subtrat dengan posisi tidak menumpuk dan lebih soliter Abalon merupakan jenis molusca laut, dimana di Indonesia sering disebut dengan “ kerang mata tujuh “. Abalone ini ada lebih dari 100 species di dunia dan hanya ada beberapa jenis yang merupakan komoditas ekonomis. Permintaan akan abalone meningkat sejalan dengan kebutuhan akan variasi sumber protein serta perkembangan industri perhiasan dan akuarium. Di Indonesia pembenihan Holiotis tokobushi baru dalam bentuk SAMAKIA, Volume 2, No. 1, Februari 2012
33
ISSN: 2086-3861
rintisan. Hal ini merupakan tantangan sekaligus peluang bagi dunia perikanan budidaya karena potensi sumber induk yang banyak ditemukan di wilayah perairan Indonesia belum termanfaatkan secara maksimal untuk dibudidayakan. Selama ini abalone didapatkan dari penangkapan alam dan hanya sebagian kecil dari produksi budidaya, meningkatnya kebutuhan akan komoditas abalone pada akhir-akhir ini memicu perkembangan budidaya abalone. Produksi dari kebanyakan budidaya abalone tergantung induk yang diambil dari alam, dimana induk abalone ini perlu adaptasi tinggi dari alam ke area budidaya. Sehingga dalam pemeliharaannya banyak kendala yaitu kematian massal. Salah satu penyebab adanya kematian massal ini adalah kualitas air media yang kurang bagus. Oleh karena itu dalam kegiatan budidaya abalone (pemeliharaan induk) tersebut dibutuhkan air laut yang benar benar bersih bebas dari partikel dan pathogen. Diharapakan dengan system filtrasi dan radiasi UV dapat memecah kendala tersebut, dimana media pemeliharaan menjadi steril dan produksi budidaya abalone meningkat. Tujuan perekayasaan ini adalah untuk mengetahui efektifitas penggunaan system filtrasi dan sterilisasi (UV) pada media pemeliharaan abalon (Holiotis tokobushi / squamata. Sasaran perekayasaan ini adalah peningkatan survival rate induk abalone (Holiotis tokobushi / squamata) lebih dari 75 %. METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan untuk perekayasaan upaya manipulasi lingkungan dengan pemakaian system filtrasi dan sterilisasi dalam pemeliharaan induk abalone adalah : - UV type UVS 120 L - Sistem filtrasi air laut Bahan yang digunakan adalah : - Induk abalon (Holiotis tokobushi) Rumput laut (Gracillaria sp) Metode Air laut terlebih dahulu di filter menggunakan filter mekanis yang mana pada filter ini terdapat bahan pasir kuarsa, ijuk, arang dan batu koral sebagai bahan penyaring dan aliran dibuat sirkualsi atas bawah. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 1.
SAMAKIA, Volume 2, No. 1, Februari 2012
34
ISSN: 2086-3861
1. Pasir 2. Ijuk 3. Arang 4. Koral
Gambar 1. sistem filtrasi dan sterilisasi menggunakan UV Selanjutnya air laut disterilkan menggunakan radiasi ultraviolet (UV) untuk mematikan bakteri pathogen dengan kekuatan radiasi UV ± 1.000 mWhr/L. (menggunakan 8 lampu). Perlakuan pada perekayasaan ini adalah 500 ekor induk abalone dipelihara menggunakan air laut dari filtrasi mekanik dan 500 ekor induk abalone dipelihara menggunakan air laut yang sudah disaring secara mekanik dan dilanjutkan dengan penyinaran UV. Pemeliharaan induk ini dilakukan selama 6 bulan. Induk yang digunakan untuk perekayasaan berasal dari hasil tangkapan yang dilakukan oleh masyarakat di alam. Untuk memilih induk hasil tangkapan ini harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut ::sehat; gerakan lincah, menempel dengan keras, warna badan tidak pucat,tidak cacat/luka, cangkang sempurna (tidak pecah),badan/daging utuh tidak tergores. Ukuran cangkang minimal 4. Pemberian aerasi dan shelter dalam bak pemeliharaan induk diberikan sampai dasar dan kuat, shelter untuk tempat berlindung induk terbuat dari pecahan / potongan pipa PVC dengan diameter > 2”. Pergantian air secara total dilakukan setiap hari dan dilanjutkan dengan flow trough. Pemberian pakan berupa rumput laut (Gracillaria sp. dan) dengan dosis 25% TBW / hari. Penyiphonan dasar bak setiap hari sekali untuk membuang kotoran dan sisa pakan yang busuk. Pencucian bak 1 kali seminggu untuk mencegah permukaan bak ditumbuhi teritip dan memutus siklus hidup hewan penggangu seperti kepiting. Pengamatan induk dilakukan setiap hari untuk mengetahui kondisi induk secara keseluruhan. Seleksi induk matang gonad sekali satu bulan setiap 2 atau 3 hari sebelum bulan purnama. Induk yang matang gonad akan diambil dan dipelihara secara lebih intensif dalam wadah yang lain untuk persiapan pem ijahan. Seleksi induk dilakukan untuk pemijahan berdasarkan Tingkat Kematangan Gonad; SAMAKIA, Volume 2, No. 1, Februari 2012
35
ISSN: 2086-3861
dengan kriteria sebagai berikut: tiingkat persiapan : isi gonad 0 – 50%, tingkat intensif : isi gonad 50% – 75% dan tingkat pemijahan: isi gonad75%. Pemijahan akan dilakukan sebulan sekali pada saat bulan purnama dengan menggunakan wadah berupa conicel volume 100 liter yang sudah dilengkapi dengan sistem airasi dan penutup (cover dari kain hitam) . Langkah langkah dilakukan dalam kegiatan pemijahan adalah:penggunaan media pemijahan berupa air laut yang telah di UV, penggabungan induk matang gonad hasil seleksi yaitu induk dengan gonad 75% atau lebih yang terisi sperma/telur. Perbandingan berdasarkan jenis kelamin yang akan digunakan dalam satu wadah pemijahan adalah 1 ekor jantan untuk 3-4 ekor betina. Penggelapan ruangan pada malam hari dan pengamatan proses pemijahan yang akan dilakukan setiap malam sejak penggabungan induk sampai dengan terjadinya pemijahan. Pemindahan/panen telur dilakukan dengan cara penyiphonan untuk kemudian dipindahkan kedalam wadah penetasan sekaligus pemeliharaan larva. Analisa Data Setelah pemeliharaan induk abalone selama 6 bulan diodapatkan datadata yang kemudian dilakukan analisa. Parameter Beberapa parameter utama yang digunakan dalam perekayasaan ini adalah : - Survival rate - Pertumbuhan berat dan panjang HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Data pemeliharaan induk abalone selama perekayasaan adalah disajikan pada Tabel 1 berikut ini: Tabel 1.
No 1
.2
Data jumlah induk abalone yang hidup dan SR selama perekayasaan upaya manipulasi lingkungan dengan pemakaian system filtrasi dan sterilisasi dalam pemeliharaan induk abalone (Holiotis tokobushi) tahun 2010
Uraian Tanpa UV (500 ekor)
Mei
Juni
Bulan Agust
Juli
Sept.
-
Okt.
232
75
-
SR UV 2 (500 ekor)
46 % 495
15% 493
486
471
460
452
SR
99 %
98,6 %
97,2 %
94,2 %
92 %
90,4 %
-
-
-
-
Tingkat kelulushidupan abalone (Holiotis tokobushi) selama kegiatan perekayasaan dapat diilustrasikan sebagaimana Gambar 2. berikut .
SAMAKIA, Volume 2, No. 1, Februari 2012
36
ISSN: 2086-3861
600 500
SR
400 A B
300 200 100 0 April Mei Juni Juli
Agt Sept Okt
Bulan
Gambar 2. Kelulushidupan abalone yang dipelihara pada media yang disterilisasi dengan ultra violet (B) dan tanpa ultraviolet (A) Dari keterangan diatas didapatkan data SR untuk pemeliharaan induk abalone tanpa menggunakan air laut UV adalah 0 %. Induk abalone hanya bertahan selama 2 bulan, kondis kesehatani abalone banyak yang lemah tidak mau makan dan akhirnya mati. Namun sebaliknya untuk pemeliharaan induk abalone yang menggunakan media yang disinari UV bisa bertahan 90,4 %. Hal ini dikaenakan total bakteri dan total vibrio tinggi pada media air laut tanpa UV dibanding media air laut yang disinari UV, seperti terlihat pada Tabel 2. di bawah ini : Tabel 2. Data total bakteri dan total vibrio perekayasan upaya manipulasi lingkungan dengan pemakaian system filtrasi dan sterilisasi dalam pemeliharaan induk abalone (Holiotis tokobushi) 2010 No
Parameter Total bakteri
Satuan
Hasil JULI
MEI
OKTOBER
UV
BAK
LAUT
UV
BAK
LAUT
UV
BAK
LAUT
CFU/ml
4x103
6x104
1x104
4x103
6x104
1x104
4x103
6x104
2x104
CFU/ml
0
1x101
2x101
0
1x101
2x101
0
1x101
3x101
1
1
1
1
1
8x101
Total vibrio -coloni hijau -coloni kuning
CFU/ml
2x10
1
5x10
8x10
2x10
1
6x10
8x10
2x10
1
6x10
Dengan total bakteri 6x104 dan vibrio 1x101 berwarna hijau dan 5x101 berwarna kuning dimana kondisi ini sangat tinggi dibanding yang menggunakan UV total bakteri 4x103 dan total vibrio 0 untuk coloni berwarna kuning dan 2x101 coloni berwarna hijau. Bakteriu yang tinggi akan menyerang abalone yang dipelihara sehingga abalone lemah dan nafsu makan berkurang. Kondisi ini yang menyebabkan abalone banyak mengalami kematian. Sedangkan abalone yang media pemeliharaannya mengunakan UV dapat terus bertahan hidup, dimana laju pertumbun abalone selama perekayasaan tersaji pada Tabel 3 berikut ini:
SAMAKIA, Volume 2, No. 1, Februari 2012
37
ISSN: 2086-3861
Tabel 3. Rata-rata laju pertumbuhan abalone tanpa UV selama perekayasan upaya manipulasi lingkungan dengan pemakaian system filtrasi dan sterilisasi dalam pemeliharaan induk abalone (Holiotis tokobushi) 2010 No Bulan 1 Juni 2 Juli 3 Agustus 4 September 5 Oktober Tabel 4:
Rata-rata laju pertumbuhan 0,28 ±1,12 -
Rata-rata laju pertumbuhan abalone dengan menggunakan UV selama perekayasan upaya manipulasi lingkungan dengan pemakaian system filtrasi dan sterilisasi dalam pemeliharaan induk abalone (Holiotis tokobushi) 2010 No 1 2 3 4 5
Bulan Juni Juli Agustus September Oktober
Rata-rata laju pertumbuhan 2,15 ± 1,07 5,05 ± 1,40 4,75 ± 0,81 7,09 ± 1 1,44 ± 1,08
8 7 6 5 4
S eries 1
3 2 1 0 1
2
3
4
5
Dari data di atas pemeliharaan abalone tanpa menggunakan UV hanya bertahan satu bulan pemeliharaan, hal ini dikarenakan tingkat baktewri di air laut yang cukup tinggi. Sedangkan yang menggunakan filtrasi dan UV bertahan hingga akhir perekayasaan atau pada bulan ke lima. Hal ini didukung dengan jumlah bakteri dan vibrio di air laut rendah sehingga tidak mempengaruhi pertumbuhan abalone selama perekayasaan. Rata-rata laju pertumbuhan abalone yang menggunakan UV pada bulan ke lima/oktober mengalami penurunan laju pertumbuhan, hal ini dikarenakan pada bulan tersebut media pemeliharaan suhunya tinggi hingga 31 0C. Suhu yang tinggi ini menyebabkan abalone bergerak pasif, nafsu makanpun berkurang dan akhirnya mempengaruhi laju pertumbuhannya menurun. Produksi telur abalone selama perekayasaan upaya manipulasi lingkungan dengan pemakaian sistem filtrasi dan sterilisasi dalam pemeliharaan induk abalone adalah 9.050.000 butir sedangkan yang tanpa UV dan filtrasi 300.000 butir. Jumlah induk matang gonad dengan
SAMAKIA, Volume 2, No. 1, Februari 2012
38
ISSN: 2086-3861
penggunanan sisten UV dan filtrasi adalah 91 ekor sedangkan tanpa menggunakan sistem filtrasi dan UV sebayak 9 ekor. Banyak faktor sebenarnya yang dapat mempengaruhinya diantaranya bisa karena nutrisi pada pakan yang kurang dimana dibutuhkan pakan rumput laut selain Gracillaria sp karena selama perekayasaan hanya 2 bukan diberikan pakan Gracillaria sp dari laut selebihnya dari tambak. Suhu media yang terlalu tinggi, dimana suhu yang baik untuk pemeliharaan dibawah 30 0C dan untuk pemijahan sekitar 26-28 oC. Seperti terlihat pada data kualitas air selama perekayasaan semua parameter pada kisaran optimum namun untuk suhu terl;alu tinggi sehingga pertumbuhan tidak dapat maksimal karena abalone menghendaki suhu rendah. Tabel 5. Data kisaran kualitas air perekayasan upaya manipulasi lingkungan dengan pemakaian system filtrasi dan sterilisasi dalam pemeliharaan induk abalone (Holiotis tokobushi) 2010 Temperatur 0
30 -31 C
DO
pH
Salinitas
NO2
4,2 – 4,9
8,13 – 8,24
35 ppt
< 0,001 – 0,024 ppm
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pemeliharaan induk abalone lebih baik yang menggunakan media air laut yang telah difiltrasi dan di UV 2. Penggunaan UV mampu nenurunkan total bakteri dari 6x104 dan total vibrio hijau dan 5x101 berwarna kuning menjadi 4x103 untuk total bakteri dan total vibrio 0 coloni berwarna kuning dan 2x101 coloni berwarna hijau. 3. Survival Rate pemeliharaan induk abalon menggunakan filtrasi dan UV sebesar 90,4 % 4. Laju pertumbuhan induk abalone selama perekayasaan rata-rata 4,10 ±1,07 mg /bulan Saran 1. Perlu peningkatan gizi / nutrisi pada pakan abalone dan variasi jenis rumput laut 2. Perlu dicoba penggunaan suhu rendah untuk pemeliharaan dan pemijahan abalone DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2006 http://oceanlink.island.net Fallu, R. 1991. Abalone Farming. Fishing News Book. London. 196 halaman. Fermin, AC., 2000. Abalone culture lecturenotes Training Course on Sustainable Aquaculture And Coastal Resource Management (SACRM) Aquaculture Departement SEAFDEC Tingbauan – Iloilo Philipines. 16 p.
SAMAKIA, Volume 2, No. 1, Februari 2012
39
ISSN: 2086-3861
Hahn, K.O., 1989. Handbook of Culture of Abalone and Other Marine Priyambodo, B.,Y. Sofyan dan I.S. Jaya. 2005. Produksi Benih Kerang Abalone (Haliotis asinina) Di Loka Budidaya Laut Lombok. Seminar Nasional Tahunan Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan. Perikanan dan Kelautan UGM, Yogyakarta. Halaman 144-148 Setiawati, K.M., Yunus, I. Setyadi, R. Arfah. 1995. Pendugaan Musim Pemijahan Abalone (Haliotis asinina) Di Pantai Kuta, Lombok Tengah. Jurnal Penelitian Perikanan Vol. I. No. 3. Jakarta. Hal 124130. Setiono. 2003. Abalone Culture. Oseana. Vol. XXI. No. 1. Jakarta. Halaman 20-25. Setiono 2004. Abalone (Haliotis asinina) : 1. A Prospective Species For Aquaculture In Indonesia. Oseana. Vol. XXIX. No. 2. Jakarta. Halaman 25-30. Setiono. 2004. Abalone (Haliotis asinina) : 2. Factors Affect Gonad Maturation. Oseana, Vol. 29. No. 4. Jakarta. Halaman 9-15. Setiono. 2004. Broodstock Conditioning Of The Tropical Abalone (Haliotis asinina) In The Laboratory. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. No. 36. Jakarta. Halaman 1-13. Setiono 2005. Abalone (Haliotis asinina) : 4. Embryonic And Larval Development. Oseana. Vol. 30. No. 1. Jakarta. Halaman 15-19. setiono. 2005. Abalone (Haliotis asinina) : 5. Early Juvenile Rearing And Ongrowing Culture. Oseana. Vol. 30. No. 2. Jakarta. Halaman 1-10. Stickney, R.R. 2000. Abalone Culture. Encyclopedia Of Aquaculture. California. Halaman 1-6.
SAMAKIA, Volume 2, No. 1, Februari 2012
40