SPESIES MALASSEZIA PADA PASIEN PITIRIASIS VERSIKOLOR DI BERBAGAI MEDIUM KULTUR (ANALISIS MAKROSKOPIK, MIKROSKOPIK DAN BIOKIMIA)
MALASSEZIA SPECIES IN PITYIRIASIS VERSICOLOR AT SOME CULTURE MEDIUM (MACROSCOPIC, MICROSCOPIC AND BIOCHEMIST ANALYSIS) Meity Hidayani1, Safruddin Amin1, Sri Vitayani1, Faridha Ilyas1, Muh. Nasrum Massi2 1
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin 2 Bagian Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin
Alamat Korespondensi : dr. Meity Hidayani Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar Hp.081241545486 Email:
[email protected]
1
ABSTRAK Spesies Malassezia sebagai agen penyebab penyakit pitiriasis versikolor dalam pertumbuhannya memerlukan medium pertumbuhan khusus karena sifatnya yang lipofilik, dimana penelitian tentang peranan Malasezia utamanya M. furfur dalam menyebabkan penyakit pada manusia sangat terhambat oleh kurangnya medium kultur yang sederhana dan mudah terutama untuk isolasi primer. Tujuan penelitian ini untuk menilai berbagai medium kultur untuk spesies Malassezia yakni medium agar Sabouraud dekstrosa yang ditambahkan butter oil, medium Dixon modifikasi dan medium IMU-Mf. Suatu penelitian eksploratif dan uji perbandingan berbagai medium menggunakan metode eksperimental dengan menggunakan 33 sampel medium yang terdiri atas 11 medium Sabouraud dekstrosa yang ditambahkan butter oil, 11 medium Dixon modifikasi dan 11 medium IMU-Mf yang dilakukan kultur dari skuama 11 pasien pitiriasis versikolor. Pengamatan pada medium dilakukan setiap hari dan dilakukan penentuan frekuensi positif, jumlah koloni dan keberadaan kontaminan pada medium agar Sabouraud dekstrosa agar Sabouraud dekstrosa yang ditambahkan butter oil, medium Dixon modifikasi dan medium IMU-Mf pada hari kelima, ketujuh dan keempatbelas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan koloni secara makroskopis menunjukkan medium Dixon lebih padat secara makroskopis dibandingkan medium IMU-Mf dan medium agar Sabouraud dekstrosa yang ditambahkan substansi lemak, sedangkan pertumbuhan koloni (frekuensi positif dan jumlah koloni) pada medium agar Sabouraud dekstrosa yang ditambahkan substansi lemak, medium Dixon modifikasi dan medium IMU-Mf menunjukkan hasil yang tidak berbeda secara signifikan. Selain itu pada medium ASD yang ditambahkan butter oil terdapat peningkatan persentase jumlah medium yang mengalami kontaminan dibandingkan medium Dixon modifikasi dan medium IMU-Mf utamanya pada hari keempatbelas.
Kata kunci : Medium agar Sabouraud dekstrosa yang ditambahkan butter oil, medium Dixon modifikasi, medium IMU-Mf, pitiriasis versikolor, spesies Malassezia.
ABSTRACT Malassezia species as a caused agent of pityriasis versicolor needs a special medium for growth because of its lipophilic. Research on the role of Malasezia especially M. furfur in causing disease in humans was severely hampered by the lack of a culture medium that is simple and easy, especially for primary isolation. The aim of the study is to assess various culture media for Malassezia species which are Sabouraud dextrose agar medium were added butter oil, modified Dixon medium and IMU-Mf medium. An exploratory research and comparative testing various medium using experimental method. Sample were included 33 samples of medium consisting of 11 medium Sabouraud dextrose were added butter oil, 11 modified Dixon medium and 11 IMU-Mf medium which taken from 11 pityriasis versicolor patients. The medium were observed every day and determination of positive frequency, the number of colonies and the presence of contaminants in the medium Sabouraud dextrose agar were added butter oil, modified Dixon medium and medium IMU-Mf on fifth, seventh and fourteenth day. The results showed that the density of macroscopic colonies showed Dixon modified medium denser than IMU-Mf and Sabouraud dextrose agar medium were added fatty substance macroscopically, whereas growth of colony (positive frequency and the number of colonies) on Sabouraud dextrose agar medium were added fatty substances, modified Dixon medium and medium IMU-Mf shows results that are not significantly different. In addition to the ASD medium were added butter oil showed an increasing percentage of contaminants than modified Dixon medium and IMU-Mf medium especially on fourteenth day.
Keywords: Sabouraud dextrose agar medium were added butter oil, modified Dixon medium, IMU-Mf medium, pityriasis versicolor, Malassezia spp.
2
PENDAHULUAN Tinea versikolor atau pitiriasis versikolor (PV) merupakan infeksi jamur superfisial, ditandai dengan perubahan pigmen kulit yang disebabkan oleh kolonisasi jamur lipofilik dimorfik dari flora normal kulit pada stratum korneum.(Moniri et al., 2009) Meskipun PV telah diuraikan sejak awal abad ke sembilan belas, namun hingga saat ini klasifikasi agen etiologinya masih merupakan persoalan yang meragukan. Hal kontroversi ini kemungkinan disebabkan oleh berbagai ciri-ciri morfologi dan adanya persyaratan untuk pertumbuhan ragi Malassezia secara in vivo. (Rai et al., 2009) Malassezia merupakan jamur dimorfik lipofilik yang tergolong flora normal dan dapat diisolasi dari kerokan kulit yang berasal dari hampir seluruh area tubuh terutama di area yang kaya kelenjar sebasea seperti dada, punggung dan area kepala. (Pfaller et al., 2009) Malassezia furfur yang merupakan salah satu spesies dari genus Malassezia sampai saat ini masih dibutuhkan waktu yang lama untuk lebih memahami sifat ketergantungannya terhadap lipid serta pertumbuhannya pada medium kultur. Berdasarkan sifat tersebut, teknik laboratorium konvensional yang biasa digunakan untuk identifikasi tidak dapat diterapkan pada Malassezia. (Gueho-Kellermann et al., 2010) Penelitian beberapa ahli di berbagai tempat mengenai kolonisasi spesies Malassezia pada pasien PV, menunjukkan hasil yang bervariasi. Hal ini diduga adanya variasi secara geografis terhadap
prevalensi
spesies
Malassezia
yang
berbeda
pada
pasien
pitiriasis
versikolor.(Chaudhary et al., 2010) Sampai saat ini masih sedikit penelitian mengenai aktivitas metabolik dan keadaan pertumbuhan spesies Malassezia. Tes asimilasi standar tidak dapat dilakukan karena adanya ketergantungan lipid. Asimilasi karbohidrat hanya dimiliki oleh M. pachydermatitis yang dapat mengasimilasi manitol, gliserol, dan sorbitol sebagai satu-satunya sumber karbohidrat. (Hossain et al., 2007) Agar Sabouraud dekstrosa/Sabouraud Dextrose Agar (SDA)
yang berisi sikloheksimid dengan lapisan minyak zaitun dan agar Dixon
modifikasi/Modified Dixon Agar (MDA) merupakan media yang lebih khusus yang memungkinkan visualisasi dan isolasi koloni yang lebih baik. (Chaudhary et al., 2010) Untuk suatu penelitian lengkap, sampel yang diperoleh dari manusia ataupun hewan sebaiknya diinokulasi dalam medium kompleks yang selektif. Dalam praktek klinis, agar Sabouraud yang ditambahkan minyak zaitun/olive oil mudah dan cepat penyediaannya, tetapi tidak
3
direkomendasikan sebab hanya M. furfur, M. pachydermatis, dan M. yamatoensis yang dapat tumbuh sangat baik pada medium ini. (Guého et al., 2010) Medium IMU-Mf (International medical university-Malassezia furfur) merupakan medium modifikasi untuk kultur Malassezia furfur yang mengandung berbagai komponen lipid yang diperlukan dalam pertumbuhan jamur lipofilik. Medium IMU-Mf secara signifikan menurunkan resiko kontaminasi bakteri dibandingkan agar Sabouraud dekstrosa. (Chua et al., 2005) Berdasarkan hal diatas maka dilakukan penelitian untuk melihat medium kultur spesies Malassezia manakah diantara medium agar Sabouraud dekstrosa yang ditambahkan substansi lemak, agar Dixon modifikasi, dan medium IMU-Mf modifikasi yang terbanyak frekuensi positif, jumlah isolat, paling kurang keberadaan kontaminan pada masing-masing medium ?
METODE PENELITIAN Desain Penelitian Desain penelitian ini merupakan penelitian eksploratif dan uji perbandingan berbagai medium menggunakan metode eksperimental. Subjek penelitian Jumlah sampel yang diambil adalah 33 sampel medium yang terdiri atas 11 medium Sabouraud dekstrosa yang ditambahkan butter oil, 11 medium Dixon modifikasi dan 11 medium IMU-Mf yang dilakukan kultur dari skuama 11 pasien pitiriasis versikolor. Setelah mendapat persetujuan dari komite etik penelitian, didapatkan 11 subjek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam studi ini. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan cara purposive sampling selama 2 bulan. Sampel penelitian adalah semua penderita yang dinyatakan menderita PV yang didiagnosis secara klinis dan laboratorium yang memenuhi kriteria penerimaan sampel penelitian. Kriteria inklusi yakni pasien dengan diagnosis PV (baik secara klinis, pemeriksaan KOH dan lampu wood), tidak menderita penyakit kulit lainnya yang memberikan gambaran menyerupai PV seperti pitiriasis alba, morbus hansen. Pasien tidak menggunakan antijamur topikal selama 2 minggu terakhir atau antijamur sistemik selama 1 bulan terakhir, tidak menggunakan kortikosteroid topikal dan sistemik. Bersedia ikut penelitian dengan menanda tangani formulir persetujuan. Kriteria eksklusi sampel kelompok kasus yakni pasien PV dengan skuama yang minimal, pasien PV yang menolak mengikuti penelitian. Penelitian dilakukan di
4
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo dan Rumah Sakit jejaring. Pemeriksaan dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi RS Pendidikan Universitas Hasanuddin Makassar. Waktu penelitian yaitu bulan Januari hingga Maret 2013. Metode Seluruh subjek yang telah memenuhi kriteria penelitian diminta mengisi kuesioner mengenai data pribadi dan riwayat penyakit, dilakukan pengambilan gambar lesi kulit pasien dengan menggunakan kamera digital dan pengerokan skuama lesi kulit yang akan dilakukan kultur pada medium Sabouraud dekstrosa yang ditambahkan butter oil, medium Dixon modifikasi dan medium IMU-Mf. Teknik Pelaksanaan Isolasi awal jamur Malassezia yakni skuama digores pada medium agar Sabouraud dekstrosa yang ditambahkan butter oil pada tabung atau cawan petri dan diinkubasi pada suhu 32-340C. Dilakukan pengamatan pertumbuhan koloni jamur setiap hari sampai hari ke-14. Hasil positif jika terbentuk koloni berwarna krem mengkilat. Pembiakan jamur Malassezia pada medium agar Sabouraud dekstrosa yang ditambahkan butter oil, Dixon modifikasi dan IMU-Mf. Satu sengkelit isolat jamur diencerkan dengan akuades steril, sampai kekeruhannya setara dengan Mc.Farland 5 (kadar 105 sel/l). Dengan menggunakan sengkelit, cairan tersebut dioleskan pada media, kemudian diinkubasi pada suhu 32-340C. Pengamatan dilakukan setiap hari sampai hari ke-14. Hasil positif jika terbentuk koloni jamur berwarna krem mengkilat. Dari sekian koloni yang tumbuh, dipilih satu koloni terbesar atau yang tampilan makroskopisnya dianggap mewakili koloni terbanyak dan digunakan sebagai bahan isolat jamur yang akan diidentifikasi. Identifikasi spesies Malassezia dengan gambaran morfologi yakni dilakukan pengamatan morfologi makroskopis koloni Malassezia yang tumbuh pada agar Sabouraud dekstrosa. Pengamatan morfologis mikroskopis dilakukan dengan bantuan mikroskop elektron dengan pembesaran 20 kali pada sediaan dengan pewarnaan lactophenol cotton blue. Reaksi Katalase dilakukan dengan larutan hidrogen peroksida 3% diteteskan sebanyak 2-3 tetes pada spesimen jamur yang diletakkan di atas gelas obyek. Hasil positif dilihat dengan terbentuknya gelembung udara. Pembiakan isolate jamur pada ASD, Tween 20, 40, 60, 80 & Cremophor EL dilakukan dengan cara medium agar Sabouraud dekstrosa yang ditambahkan butter oil, dibuat plong dengan diameter 2 mm dan isi dengan Tween 20, 40, 60, 80 dan Cremophor EL. Media
5
disimpan pada suhu kamar selama 7-10 hari pada suhu 32-34⁰C yakni pada lingkungan yang lembab. Hasil positif jika koloni jamur tumbuh di sekitar sumur plong. Analisis statistik Data diolah menggunakan Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 10. Metode statistik yang digunakan adalah perhitungan nilai rerata, simpang baku, sebaran frekuensi dan uji statistik. Uji statistik yang digunakan adalah uji Friedman dengan tingkat kemaknaan p<0,05.
HASIL Tabel 1 menunjukkan responden penelitian sebanyak 11 orang yang terdiri atas laki-laki 9 orang (81,9 %) dan perempuan 2 orang (8,1%) dengan distribusi kelompok umur yang merata yakni kelompok usia 16-25 tahun sebanyak 3 orang (27,3%), kelompok usia 26-35 tahun sebanyak 3 orang (27,3%), kelompok usia 46-55 tahun sebanyak 3 orang (27,3%), serta kelompok usia >55 tahun sebanyak 2 orang (18,1%). Lokasi predileksi pada masing-masing pasien yang terbanyak adalah pada punggung dan lengan atas yakni pada masing-masing 5 orang (26,3%), yang disusul predileksi pada daerah dada sebanyak 4 orang (21,1%) serta wajah dan paha pada masing-masing 2 orang (10,5%). Gambaran klinis atau effloresensi yang terbanyak adalah lesi kulit makula hipopigmentasi pada keseluruhan pasien yakni 11 orang (100%). Tabel 2 menunjukkan tidak ada perbedaan secara signfikan dalam aspek frekuensi positif spesies Malassezia pada medium agar Sabouraud dekstrosa yang ditambahkan butter oil, medium Dixon modifikasi dan medium IMU-Mf (p=0,217>0,05). Demikian juga dalam aspek jumlah isolat atau banyaknya koloni spesies Malassezia pada ketiga medium (p=0,717>0,05). Grafik 1 menunjukkan medium ASD yang ditambahkan butter oil terdapat peningkatan persentase jumlah medium yang mengalami kontaminan yakni pada hari V 18,2% menjadi 90,9% pada hari ketujuh, dan menjadi 100% medium mengalami kontaminan pada hari keempatbelas. Sedangkan pada medium Dixon modifikasi dan medium IMU-Mf pada hari keempatbelas menunjukkan jumlah medium yang mengalami kontaminan hanya pada 3 medium (27,3%). Kepadatan koloni spesies Malassezia secara makroskopis pada medium ASD yang ditambahkan butter oil, medium Dixon modifikasi dan medium IMU-Mf menunjukkan lebih dari
6
setengah jumlah sampel (57%) secara makroskopis menunjukkan jumlah koloni yang paling padat pada medium Dixon modifikasi dibandingkan medium SDA+Butter oil dan IMU-Mf. Gambar 1 menunjukkan isolat awal kultur pada medium agar Sabouraud dekstrosa yang ditambahkan substansi lemak (butter oil), dilakukan pemeriksaan makroskopis tampak koloni berwarna krem kekuningan dengan permukaan halus, cembung, diameter 1,5-3 mm.Gambaran mikroskopis M. furfur menunjukkan sel-sel yeast yang beragam yaitu berbentuk bulat, oval, elips, silindris, secara umum berupa gambaran sel-sel bulat telur kecil. Isolat kultur dilakukan pemeriksaan asimilasi terhadap Tween 20, 40, 60, 80 dan cremophor. Pada satu pasien secara mikroskopis menunjukkan spesies M. globosa, tetapi setelah dikonfirmasi dengan tes asimilasi Tween menunjukkan asimilasi yang baik terhadap Tween 20, 40, 60, dan 80 serta cremophor Tabel 3 menunjukkan hasil pada seluruh pasien didapatkan asimilasi yang baik terhadap Tween 20, 40, 60, dan 80 serta cremophor, dimana pemeriksaan tersebut menyokong penentuan spesies Malassezia yakni Malassezia furfur.
PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan tidak terdapat perbendaan yang signifikan pada frekuensi positif dan jumlah koloni pada medium agar Sabouraud dektrosa yang ditambahkan butter oil, medium Dixon modifikasi dan medium IMU-Mf. Medium ASD yang ditambahkan butter oil terdapat peningkatan persentase jumlah medium yang mengalami kontaminan dibandingkan medium Dixon modifikasi dan medium IMU-Mf utamanya pada hari keempatbelas. Kepadatan koloni secara makroskopis menunjukkan medium Dixon lebih padat secara makroskopis dibandingkan medium IMU-Mf dan medium agar Sabouraud dekstrosa yang ditambahkan substansi lemak. Identifikasi spesies Malassezia dapat dilakukan melalui pemeriksaan makroskopis, mikroskopis dan biokimia. Pada semua responden penelitian dilakukan ketiga tahap pemeriksaaan tersebut diatas yakni identifikasi makroskopis dengan melihat gambaran koloni yang tumbuh, dimana semua koloni sesuai untuk M. furfur. Gambaran mikroskopis M. furfur menunjukkan sel-sel yeast yang beragam yaitu berbentuk bulat, oval, elips, silindris, secara umum berupa gambaran sel-sel bulat telur kecil (1 sampai 1,5 dengan 2 hingga 2,5 mm). Pada satu pasien menunjukkan gambaran mikroskopis menyerupai M. globosa yakni dengan
7
gambaran koloni tidak bervariasi yakni berbentuk bulat yang menunjukkan gambaran spesies M.globosa. Selanjutkan dilakukan pemeriksaan biokimia untuk mengkonfirmasi pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis yakni melalui asimilasi terhadap Tween 20, 40, 60, 80 dan Cremophor. Sifat Malassezia yang lipofilik dan bergantung pada lipid memerlukan media khusus yang mengandung lipid. Spesies Malassezia dapat dibedakan berdasarkan kemampuan berasimilasi dengan berbagai polyoxyethylene sorbitan ester (Tween). Strain diuji berdasarkan kapasitas pertumbuhannya pada agar Sabouraud dengan suplemen Tween 20, 40, 60, 80, dan Cremophor EL (CrEL) sebagai sumber lipid. (Gueho-Kellermann et al., 2010) Beberapa spesies Malassezia memperlihatkan hidrolisis terhadap esculin dan asimilasi terhadap polyethoxylated castor oil. Di antara tujuh spesies Malassezia, hanya M.furfur yang dapat berasimilasi dengan Cremophor EL (PEG-35 castor oil). (Kaneko et al., 2007, Kaneko et al., 2006) Cremophor EL merupakan salah satu sumber lipid seperti halnya Tween yang berperan dalam pertumbuhan M. furfur. Penambahan sterol pada medium akan merubah bentuk vegetatif menjadi reproduktif. (Elliot, 2000) Spesies Malassezia tidak dapat tumbuh pada medium agar Sabouraud dekstrosa (ASD) biasa karena spesies Malassezia memiliki sifat afinitas yang tinggi terhadap lemak, sehingga pada penelitian ini tetap menggunakan medium agar Sabouraud dektrosa yang ditambahkan substansi lemak yakni butter oil, dimana berdasarkan penelitian preliminary yang telah dilakukan sebelumnya pada enam sampel medium yakni masing-masing dua medium ASD yang ditambahkan olive oil, palm oil dan butter oil didapatkan pertumbuhan spesies Malassezia terbanyak pada medium ASD yang ditambahkan butter oil. Pertumbuhan Malassezia furfur yang dipengaruhi oleh substansi lemak juga diperlihatkan pada penelitian yang dilakukan oleh Vijayakumar dengan menggunakan enam substansi lemak yang berbeda yakni corn oil, butter, olive oil, coconut oil, oleic oil dan castor oil yang ditambahkan pada medium Sabouraud dextrose agar (SDA). Diantara keenam substansi lemak tersebut, M. furfur menunjukkan pertumbuhan pada SDA dengan penambahan berturut-turut pada butter, lalu pada corn oil, olive oil, coconut oil, oleic oil, dan castor oil. (Vijayakumar et al., 2006)
8
Penelitian ini menunjukkan frekuensi positif dan banyaknya isolat spesies Malassezia pada medium ASD yang ditambahkan butter oil, medium Dixon modifikasi dan medium IMUMf tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, dimana masing-masing medium menunjukkan pertumbuhan yang banyak koloni spesies Malassezia. Hal ini disebabkan masing-masing medium memiliki sumber nutrisi esensial yang dibutuhkan spesies Malassezia untuk pertumbuhannya. Agar Sabouraud dekstrosa (Sabouraud dextrose agar) yang ditambahkan sustansi lemak terdiri atas campuran 20 g glukosa, 10 g pepton dan 10 mL substansi lemak (virgin olive oil/butter oil), 0,5 g kloramfenikol, 0,5 g sikloheksimid dalam 1 L air demineralisasi dan ditambahkan 12-15 g agar. (Gueho-Kellermann et al., 2010) Pada penelitian ini digunakan butter oil sebagai substansi lemak. Butter oil merupakan minyak yang berasal dari lemak susu yang berbahan dasar krim bertekstur padat dan mengandung garam. Butter yang dimasukkan di lemari pendingin akan berbentuk massa solid, akan menjadi lunak jika diletakkan pada temperature ruangan, dan akan mencair menjadi liquid yang tipis pada suhu 32-35⁰C. Formula Dixon modifikasi (modified Dixon agar) mengandung 36 g malt extract, 10 g pepton, 20 g dessicated ox bile, 10 mL Tween 40, 2 mL gliserol, 2 g oleic acid, 0,5 g kloramfenikol, 0,5 g sikloheksimid, 1L akuades dan ditambahkan 12-15 g agar. (Karakas et al., 2009, Rincon et al., 2006, Gueho-Kellermann et al., 2010). Medium IMU-Mf (International Medical University-Malassezia furfur). merupakan formulasi medium solid berisi komponen nutrisi per liter yakni Bacto-agar 12 gram, dekstrosa 10 gram, ekstrak ragi 10 gram, pepton 3 gram, natrium klorida (NaCl) 2 gram, empedu sapi kering/ desiccated ox-bile 2 gram, thioglycolate 2 gram, L-asparagin 2 gram, minyak kelapa sawit 10 ml, dan Tween 80 10 ml. Bacto-agar digunakan pada konsentrasi 1,5% sebagai dasar untuk solid. Kloramfenikol (50 g/ml) dan cycloheximide/sikloheksimid (200 g/ml) digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang berlebihan. (Chua et al., 2005) Kontaminan pada medium ASD yang ditambahkan butter oil terdapat peningkatan persentase jumlah medium yang mengalami kontaminan yakni menjadi 100% medium mengalami kontaminan pada hari keempatbelas. Sedangkan pada medium Dixon modifikasi dan medium IMU-Mf pada hari keempatbelas menunjukkan jumlah medium yang mengalami kontaminan hanya pada 3 medium (27,3%). Penelitian oleh Chua dkk memperlihatkan
9
pertumbuhan kontaminan pada ASD yang diberikan minyak zaitun pada bagian atas medium lebih tinggi dibandingkan medium IMU-Mf.(Chua et al., 2005) Medium agar Sabouraud dekstrosa yang ditambahkan substansi lemak dapat digunakan untuk isolasi primer jamur lipofilik. Hal ini disebabkan komposisi medium ASD yang mengandung glukosa konsentrasi tinggi. Medium ini memiliki kelebihan dapat menumbuhkan spesies Malassezia dalam jumah yang sangat banyak, tetapi terdapat keterbatasan yakni koloni yang konfluen akibat dari pertumbuhan yang berlebihan (overgrowth) dan banyaknya pertumbuhan jamur lainnya atau kontaminasi kuman patogen lainnya. Medium Dixon modifikasi memungkinkan visualisasi spesies Malassezia yang lebih baik dibandingkan medium agar Sabouraud dekstrosa yang ditambahkan substansi lemak. Penelitian tentang peranan Malasezia utamanya M. furfur dalam menyebabkan penyakit pada manusia sangat terhambat oleh kurangnya medium kultur yang sederhana dan mudah terutama untuk isolasi primer. Agar Sabouraud dekstrosa dengan tambahan minyak zaitun telah digunakan untuk isolasi primer dan subkultur Malassezia. Meskipun medium klasik ini dapat digunakan tetapi memiliki keterbatasan yakni pada isolasi primer menunjukkan adanya kontaminasi jamur lain. Ini mungkin karena komposisi medium Sabouraud dekstrosa yang mengandung glukosa konsentrasi tinggi yang dapat mendorong pertumbuhan berbagai jamur. Masalah utama lainnya adalah ketidakmampuan untuk memperoleh koloni individu. (Chua et al., 2005) Meskipun karakteristik morfologi (gambaran koloni dan pemeriksaan mikroskopis) digunakan untuk identifikasi primer spesies Malassezia, tetapi tidak memberikan informasi yang cukup dalam identifikasi isolat yang lebih spesifik. Sehingga sejumlah metode biokimia dilakukan untuk identifikasi fisiologis spesies Malassezia. (Khosravi et al., 2009, Fell et al., 2006, Gandra et al., 2008) Identifikasi spesies Malassezia dengan menggunakan metode biokimia terlihat memerlukan banyak tahapan sehingga membutuhkan waktu lebih banyak dibandingkan dengan metode biomolekular, namun demikian biaya yang diperlukan untuk mengerjakan metode biokimia relatif lebih murah dan hanya membutuhkan peralatan sederhana, oleh karena itu metode ini masih tetap digunakan pada sejumlah pusat penelitian.
10
KESIMPULAN DAN SARAN Pertumbuhan koloni (frekuensi positif dan jumlah koloni) pada medium agar Sabouraud dekstrosa yang ditambahkan substansi lemak, medium Dixon modifikasi dan medium IMU-Mf menunjukkan hasil yang tidak berbeda secara signifikan. Medium ASD yang ditambahkan butter oil terdapat peningkatan persentase jumlah medium yang mengalami kontaminan dibandingkan medium Dixon modifikasi dan medium IMU-Mf utamanya pada hari keempatbelas. Kepadatan koloni secara makroskopis menunjukkan medium Dixon lebih padat secara makroskopis dibandingkan medium IMU-Mf dan medium agar Sabouraud dekstrosa yang ditambahkan substansi lemak. Penggunaan medium Agar Sabouraud dekstrosa yang ditambahkan substansi lemak dapat digunakan untuk isolasi primer spesies Malassezia tetapi untuk identifikasi spesies diperlukan medium Dixon modifikasi atau medium IMU-Mf. Diperlukan penelitian selanjutnya untuk mengidentifikasi spesies Malassezia dengan jumlah sampel yang lebih banyak dengan mengkonfirmasi pemeriksaan biokimia dengan pemeriksaan biomolekuler.
11
DAFTAR PUSTAKA
Chaudhary, R., Singh, S., Banerjee, T. & Tilak, R. (2010) Prevalence of different Malassezia species in pityriasis versicolor in central India. Indian J Dermatol Venereol Leprol, 76, 159-64. Chua, K., Chua, I., Chua, I., Chong, K. & Chua, K. (2005) A modified mycological medium for isolation and culture of Malassezia furfur. Malaysian J Pathol, 27, 99-105. Elliot, C. (2000) Sterols in Fungi: Their Functions in Growth and Reproduction. Adv in Micro Physio, 15, 121-9. Fell, J., ScorzettiI, G. & Connell, L. (2006) Biodiversity of micro-eukaryotes in Antarctic Dry Valley soils with <5% soil moisture. Soil Biol Biochem, 38, 3107-19. Gueho-Kellermann, E., Boekhout, T. & Begerow, D. (2010) Biodiversity, phylogeny, and ultrastructure. In Boekhout, T., Gueho-Kellermann, E., Mayser, P. & Velegraki, A. (Eds.) Malassezia and the skin. Berlin, Springer-Verlag. Gandra, R., Gambale, W. & De Cássia Garcia Simão, R. (2008) Malassezia spp. in acoustic meatus of bats (Molossus molossus) of the Amazon Region, Brazil. Mycopathol, 165, 216. Guého, E., Batra, R. & Boekhout, T. (2010) The genus Malassezia Baillon. In Kurtzman, C., Fell, J. & Boekhout, T. (Eds.) The yeasts, a taxonomic study. 5th ed. Amsterdam, Elsevier. Hossain, H., Landgraf, V. & Weib, R. (2007) The genetic and biochemical characterization of the species Malassezia pachydermatis with particular attention on pigment-producing subgroups. Med Mycol, 45, 41-9. Kaneko, T., Makimura, K. & Abe, M. (2007) Revised culture-based system for identification of Malassezia species. J of Clin Microbiol, 45, 3737-42. Kaneko, T., Makimura, K. & Sugita, T. (2006) Tween 40-based precipitate production observed on modified chromogenic agar and development of biological identification kit for Malassezia species. Med Mycol, 44, 227-31. Karakas, M., Turac-Bicer, A. & Olkit, M. (2009) Epidemiology of pityriasis versicolor in Adana, Turkey. J of Dermatol, 36, 377-82. Khosravi, A., Eidi, S. & Katiraee, F. (2009) Identification of different Malassezia species isolated from patients with Malassezia infections. World J Zool, 4, 85-9. Moniri, R., Nazeri, M., Amiri, S. & Asghari, B. (2009) Isolation and identification of Malassezia spp. in pytiriasis versicolor in Kashan, Iran. Pak J Med Sci, 25, 837-40. Pfaller, M., Diekema, D. & Merz, W. (2009) Infection caused by non-Candida, nonCryptococcus yeasts. In Anaissie, E., Mcginnis, M. & Pfaller, M. (Eds.) Clinical mycology. 2nd ed. Churchill Livingstone, Elsevier. Rai, M. & Wankhade, S. (2009) Tinea versicolor: an epidemiology. J Microbial Biochem Technol, 1, 51-6. Rincon, S., De Garcia, M. & Espinel-Ingroff, A. (2006) A modified christensen’s urea and CSLI broth microdilution method for testing susceptibilities of six Malassezia species to voriconazole, itraconazole, and ketoconazole. J of Clin Microbiol, 44, 3429-31 Vijayakumar, R., Muthukumar, C. & Kumar, T. (2006) Characterization of Malassezia furfur and its control by using plant extracts. Indian J Dermatol, 51, 145-8.
12
Tabel 1. Karakteristik responden penelitian Karakteristik responden penelitian
n
%
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
9 2
81.8 18.2
Usia -
16-25 tahun 26-35 tahun 36-45 tahun 46-55 tahun >55 tahun
3 3 0 3 2
27.3 27.3 0 27.3 18,1
Lokasi predileksi Wajah Leher Dada Lengan atas Punggung Paha
2 1 4 5 5 2
10.5 5.3 21.1 26.3 26.3 10.5
Gambaran klinis Makula hipopigmentasi Makula hiperpigmentasi Makula eritem
11 0 0
100 0 0
Tabel 2. Perbandingan frekuensi positif jumlah koloni antar medium pada hari kelima Jenis medium
p*a
p*b
0,217
0,717
Medium agar Sabouraud dektrosa + butter oil Medium Dixon modifikasi Medium IMU-Mf P*a: Nilai p=0,217>0,05 pada frekuensi positif, p*b: Nilai p=0,717>0,05 pada jumlah koloni spesies Malassezia
13
Grafik 1. Kontaminan pada masing-masing medium
Kontaminan
Hari V
Hari VII
Hari XIV
Gambar 1. Gambaran makroskopik M. furfur
IMU-Mf
Dixon modifikasi
ASD+Butter Oil
IMU-Mf
Dixon modifikasi
ASD+Butter Oil
IMU-Mf
Dixon modifikasi
ASD+Butter Oil
120 100 80 60 40 20 0 Kontaminan
14
Tabel 3. Pemeriksaan biokimia spesies Malassezia Spesies
Jumlah
Gambaran
Asimilasi Tween
Malassezia
pasien
mikroskopis
20
40
60
80
10
sel yeast
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
M. furfur
Cr
Reaksi katalase
berbentuk oval, bulat, elips M. globosa
1
sel yeast berbentuk bulat