SKRIPSI KRITERIA PEMILIHAN FOTO PADA RUBRIK ESAIFOTO DI SURAT KABAR HARIAN MEDIA INDONESIA EDISI NOVEMBER-DESEMBER 2007
DISUSUN OLEH : NAMA
: SYAHRUL SAFRUDIN
NIM
: 04102-044
JURUSAN : JURNALISTIK
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Strata (S1) Ilmu Komunikasi
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2008
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JURUSAN JURNALISTIK
LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG SKRIPSI Nama
: SYAHRUL SAFRUDIN
NIM
: 04102-044
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Jurusan
: Jurnalistik / Broadcasting
Judul
: Kriteria Pemilihan Foto Pada Rubrik Esai Foto Di Surat Kabar Harian Media Indonesia Edisi November -Desember 2007
Jakarta, 28 Mei 2008
Mengetahui,
Pembimbing I
(Fenny Fasta, SE.M.Si)
Pembimbing II
(Robby Irsyad, S.Sos)
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JURUSAN JURNALISTIK
TANDA LULUS SIDANG SKRIPSI
Nama
: SYAHRUL SAFRUDIN
NIM
: 04102-044
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Jurusan
: Jurnalistik / Broadcasting
Judul
: Kriteria Pemilihan Foto Pada Rubrik Esai Foto Di Surat Kabar Harian Media Indonesia Edisi November -Desember 2007
Jakarta, 28 Mei 2008
1. Ketua Sidang Nama
: Drs.Riswandi, M.Si
(.................................)
2. Penguji Ahli Nama
: Ponco Budisulistyo,S.Sos.Comm (...............................)
3. Pembimbing I Nama
: Fenny Fasta, SE.M.Si
(..................................)
: Robby Irsyad, S.Sos
(..................................)
4. Pembimbing II Nama
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JURUSAN JURNALISTIK
LEMBAR PENGESAHAN PERBAIKAN SKRIPSI Nama
: SYAHRUL SAFRUDIN
NIM
: 04102-044
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Jurusan
: Jurnalistik / Broadcasting
Judul
: Kriteria Pemilihan Foto Pada Rubrik Esai Foto Di Surat Kabar Harian Media Indonesia Edisi November -Desember 2007
Jakarta, 28 Mei 2008
Disetujui dan diterima oleh
Pembimbing I
Pembimbing II
(Fenny Fasta, SE.M.Si)
(Robby Irsyad, S.Sos) Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi
(Drs.Diah Wardhani, M.Si)
Ketua Bidang Studi Jurnalistik
(Drs.Riswandi, M.Si)
Universitas Mercu Buana Fakultas Ilmu Komunikasi Jurusan Jurnalistik ABSTRAKSI Syahrul Safrudin (04102-044) KRITERIA PEMILIHAN FOTO PADA RUBRIK ESAIFOTO DI SURAT KABAR HARIAN MEDIA INDONESIA EDISI NOVEMBER-DESEMBER 2007 Sebuah foto dapat berdiri sendiri, tapi surat kabar tanpa foto rasanya kurang lengkap. Mengapa foto begitu penting? Karena sebuah foto mudah diingat, foto juga punya efek lain yang timbul jika kita melihatnya. Foto bisa menimbulkan efek “bayangan” yang lain tergantung dari orang melihatnya. Foto merupakan bentuk komunikasi visual, maka secara langsung dapat menyentuh perasaan, sehingga mempercepat pendapat umum. Peneliti melakukan penelitian foto di Media Indonesia bulan November dan Desember 2007 yang menampilkan sebuah foto yang dinamis. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kriteria pemilihan foto pada rubrik EsaiFoto di surat kabar harian Media Indonesia edisi November dan Desember 2007. Kriteria adalah Ukuran yang menjadi dasar penilaian atau penetapan sesuatu. Media massa sebagai suatu alat untuk menyampaikan berita, dimana penilaian atau gambaran umum tentang banyaknya hal atau peristiwa, media mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai institusi yang dapat membentuk opini publik. Metode yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif yang akan menjabarkan secara deskriptif.
Dari wawancara yang dilakukan terhadap tiga pihak yang relevan yakni redaktur, fotografer serta pengamat foto hasil penelitiannya adalah kriteria pemilihan foto pada rubrik EsaiFoto di surat kabar harian Media Indonesia edisi November dan Desember 2007 terletak pada foto mempunyai nilai Human Interest, foto mengandung unsur unik, foto memiliki kandungan pesan yang kesesuaian dan terwakili, foto mempunyai karakter fotografis, foto mengandung rumusan ETFAD (Entire, Time, Frame, Angle, Detail).. saran dari peneliti adalah diadakan rapat redaksi didalam pembuat foto-foto untuk rubrik Esaifoto di Media Indonesia, agar nama rubrik dan rangkaian foto bisa sesuai.
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah Ta’ala, atas karunia dan hidayah-Nya, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini, serta tak lupa pula shalawat serta salam semoga tetap terlimpah kepada Rasullalah Nabi besar Muhammad SAW. Sungguh ini merupakan nikmat sekaligus kebanggaan dari dalam diri peneliti sehingga pada waktunya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kriteria pemilihan foto pada rubrik EsaiFoto di surat kabar harian Media Indonesia edisi November - Desember 2007”. Penuh perjuangan yang berat untuk menyusun skripsi ini serta banyak halangan yang peneliti alami tetapi dengan modal keyakinan dan tekad yang kuat ini menjadi satu dari sekian banyak faktor yang membangkitkan semangat peneliti untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ibu Feni Fasta, SE, M.Si selaku Pembimbing I, yang telah memberikan pengarahan, masukan dan dukungan hingga selesainya skripsi ini. Terimaksih atas kesabarannya dalam memberikan bimbingan kepada peneliti. 2. Bapak Robby Irsyad S,Sos selaku Pembimbing II, yang telah memberikan pengarahan, masukan dan dukungan hingga selesainya skripsi ini. Terimaksih atas kesabarannya dalam memberikan bimbingan kepada peneliti. 3. Bpk Drs. Riswandi M.Si. selaku Ketua Sidang terima kasih atas waktunya untuk bersedia menjadi ketua sidang dalam sidang skripsi. dan juga selaku pembimbimg Akademik, yang telah banyak membantu selama peneliti menjalani kuliah 4. Bapak Ponco Budi Sulistyo.S,Sos.M.Comm selaku Penguji Ahli terima kasih atas waktu dan. bersedia menjadi penguji ahli dalam sidang skripsi. 5. Seluruh Dosen dan Staff pengajar di Fakultas Ilmu Komunikasi, khususnya jurusan jurnalistik yang telah memberikan banyak ilmu tentang komunikasi selama proses perkuliahan. 6. Segenap Staff Tata Usaha, Mas Erpan B, Mas Mawi, Mba Lilah terima kasih atas bantuannya yang telah memberikan pelayanan terbaik untuk peneliti dan maaf selalu direpotkan oleh kehadiran peneliti. ii
7. Bapak Hariyanto selaku selaku redaktur foto di Media indonesia yang telah bersedia menjadi nara sumber. 8. Bapak Wisnu Broto selaku fotografer di Media indonesia yang telah meluangkan waktunya sebagai nara sumber. 9. Bapak Oscar Matuloh selaku kepala berita foto di ANTARA yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk manjadi pengamat foto pada Rubrik Esaifoto Media Indonesia. 10. Teristimewah bapak dan ibunda yang tercinta dan tersayang, kakak-kakak ku, adik ku dan keponakan-keponakan ku yang cantik-cantik dan tampan yang telah memberikan doa restu sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini, terima kasih ku ucapakan sedalam dalamnya. 11. Teman-teman FIKOM Jurnalistik UMB khususnya angkatan 2002, Love For you Guys! 12. Sahabat setia penulis Denny (Pa’D, thanks bwt semuanya), Willy, Rika Oneng, Didit, Agung, Aldi, Acong, Temy Temon, Jane Ndut, Yanti pedur, Jessica, Siska Cit, Ulin Lay, Nunu, Vera, Nia, Mail, Ono, Yani dan Wiji. Tiada kesan tanpa dirimu, kawan! 13. Spesial ku ucapakan terima kasih kepada My Soul Mate Sona Marisa. 14. Harapan peneliti semoga penelitian yang sederhana ini, dapat memberikan manfaat yang berarti bagi semua pihak yang membaca skripsi ini dan bermanfaat bagi peneliti khususnya. Walaupun skripsi ini merupakan tugas akhir yang berat, tetapi dengan motivasi, kerja keras, kesabaran dan do’a, dapat menjadikan semua itu tidak sia-sia. Meskipun awalnya terasa sulit, namun peneliti sudah membuktikannya. Selesainya skripsi ini merupakan jawaban terindah dari semua do’a yang terucap.
Jakarta, Mei 2008
Syahrul Safrudin.
iii
DAFTAR ISI ABSTRAKSI ..............................................................................................................i KATA PENGANTAR................................................................................................iii DAFTAR ISI...............................................................................................................iv DAFTAR BAGAN......................................................................................................vi BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1 1.1. Latar Belakang.........................................................................1 1.2. Rumusan Masalah....................................................................8 1.3 Tujuan Penelitian.....................................................................8 1.4. Signifikansi Penelitian.............................................................8 1.4.1 .Signifikansi Akademik ..............................................8 1.4.2 .Signifikansi Prakstis...................................................8
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN.........................................................................9 2.1 .Komunikasi Massa......................................................................9 2.2 .Media Massa..............................................................................11 2.3 .Surat Kabar Sebagai Media Cetak............................................13 2.4 .Rubrik Dalam Media Cetak.......................................................15 2.5 .Fotografi Dan Foto Dalam Media Cetak...................................15 2.6 .Manajemen Redaksi...................................................................24 2.7 . Model Gate Keeping-Selektif Galtung dan Ruge.....................28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN...........................................................31 3.1 .Sifat Pendekatan............................................................................31 3.2 .Metode Penelitian..........................................................................32 3.3 .Definisi Konsep.............................................................................33 3.4 . Nara Sumber.................................................................................34 3.5 . Tehnik Pengumpulan Data...........................................................35 3.6 . Fokus Penelitian...........................................................................36 3.7 . Metode Analisis..........................................................................37
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………………………38 4.1 . Obyek Penelitian..........................................................................38 4.2 . Temuan ........................................................................................42 4.3. Analisis......................................................................................... 68
BAB V
PENUTUP.............................................................................................72 5.1 .Simpulan .........................................................................................72 5.2 .Saran................................................................................................73
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................ix
iv
LAMPIRAN
v
DAFTAR BAGAN
Bagan 1 Model Komunikasi Massa menurut Westley dan MaeLean.......................10
Bagan 2 Struktur Sedarhana Bidang Redaksi............................................................28
Bagan 3 Model Gate Keeping Selektif Galtung dan Ruge.........................................29
Bagan 4 Tabel Definisi Konsep..................................................................................33
Bagan 5 Tabel Fokus Penelitian.................................................................................36
Bagan 6 Profil Pembaca Media Indonesia.................................................................39
Bagan 7 Stuktur Organisasi Media Indonesia...........................................................41
Bagan 8 Alur Pemilihan Foto Esai Media Indonesia.................................................43
vi
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia sehari-hari. Ibarat serangkaian vitalitas kehidupan, komunikasi sama pentingnya dengan fungsi pernafasan dalam tubuh manusia sejak lahir. Manusia bukan saja membutuhkan pertukaran udara dari kelangsungan hidupnya, tetapi juga malakukan pertukaran pesanpesan dengan lingkungannya, terutama dengan lingkungan terdekat yang berlangsung secara tetap.1 Komunikasi secara harfiah diartikan sebagai suatu proses berbagi (share) pesan dari satu pihak menjadi milik bersama.1 Dalam perkembangannya komunikasi tidak hanya terbatas pada aktivitas verbal antara manusia semata. Berelson dan Steiner (1964) bahkan memberi arti yang lebih kompleks pada komunikasi yaitu sebagai penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan yang lainya dengan menggunakan simbol seperti kata-kata, gambar, angka-angka, dan lainnya.3 Komunikasi dilakukan tidak hanya memperoleh informasi, tetapi juga mengetahui orang lain, mengenal dunia luar, menghindari diri agar tidak terisolasi, belajar, serta untuk memperoleh hiburan.
1
NN, Jurnal ISKI, Komunikasi dan Demokrasi, PT. Remadja Rosdakarya, Juli 1998, hal 64 Materi Pokok Pengantar Komunikasi, S. Djuarsa sendjaja, dkk, Universitas terbuka Jakarta, 1998, hal 2 3 S, Djuarsa sendjaja, Ibid, hal 34 1
2 Semua aktifitas manusia tersebut dilakukan dengan cara berkomunikasi antar satu dengan lainnya. Ini juga disebut interaksi, hubungan manusia dengan lingkungan sekitarnya untuk memenuhi segala kebutuhannya kondisi semakin nyata dalam Human Communication bahwa komunikasi tidak lepas dari kehidupan manusia, baik sebagai makhluk individu maupun mahluk sosial.4 Pada umumnya komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan melakukan umpan balik.5 Menurut Hovland (1999;10) bahwa komunikasi adalah proses mengubah prilaku orang lain (communicationis the process to modify the behavior of other individuals). Dari pendapat Hovland, Onong Uchjana Effendy menambahkan: Akan tetapi, seorang akan dapat mengubah sikap, pendapat, atau perilaku orang lain apabila komunikasinya itu memang komunikatif seperti yang diuraikan diatas.6
Dengan cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan yang dikenal dan dikutip sebagai pemula yaitu: “Who, Say What, TO Whom, In Which Channel, And With What Effect”. Paradigma Lasswell diatas menunjukan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagian jawaban dari pertanyaan yang diajukan yakni: Komunikator (Communicator, Sender). Pesan (Message). Media (Channel). Komunikan (Communicant, Communicate, Receiver, Recipient), Efek (Effect, Impact, Influence). Berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, komunikasi adalah proses
4
Lewis, Greg, Photojournalism, content & Technique, second edition, 1990, hal. 34 Jossep A. Devito, Komunikasi Anrat Manusia edisi ke 5 Professional Boosk 1997 hal 23 6 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi & Praktek. PT. Remadja Karya Bandung 1999, hal 10 5
3 penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.7 Menurut Onong Uchjana Effendy komunikasi terbagi dalam dua tahap, yakni secara primer dan secara sekunder. Proses komunikasi secara primer adalah penyampain pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang sebagai media. Media primer dalam proses komunikasi adalah, kial, syarat, gambar, warna, dan lainnya yang secara langsung mampu menerjemahkan pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.8 Sedangkan proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Menurut Onong, seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya dikarenakan komunikan sebagai sasarannya berada di tempat relatif jauh atau jumlahnya banyak. Media yang sering digunakan sebagai komunikasi sekunder seperti surat telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film dan lain-lainnya.9 Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahukan atau mengubah sikap, pendapat atau perilaku, baik langsung, maupun tidak langsung melalui media.10 Dalam perkembanganya, perspektif komunikasi pun mengalami perluasan, tidak hanya berupa aktifitas linier semata, melainkan berkembang sehingga memiliki perspektif
7
Onong Uchjana Effendy,Ibid hal 10 Onong Uchjana Effendy, Ibid hal 11 9 Onong Uchjana Effendy, Ibid Hal 16 10 Onong Uchjana Effendy, Ibid hal 5 8
4 transmisional dan transaksional. Hal tersebut tidak terlepas dari terbentuknya sistem sosial dan hadirnya media massa Sedangkan komunikasi massa hanya merupakan salah satu proses komunikasi yang berlangsung kepada peringkat masyarakat luas, yang identifikasinya ditentukan oleh ciri khas institusionalnya (gabungan antara tujuan, organisasi dan kegiatan yang sebenarnya).11 Joseph A, Devito dalam bukunya Communicology: An Introduction to the study of communication, mendefinisikan komunikasi massa sebagai berikut: “First, mass communication is communication addresed to the masses, to an extremely large audience. This does not man that the audience includes all people are everyone who reads everyone who watches television: rather it means an audience that is large and generally rather poorly defined. Second, mass communication is communication mediated by audio and/or visual transmitters. Mass communication is perhaps most easily and most logically defined by its forms: television, radio, newspapers, magazines, film, books, and tapes”. 12 Artinya, pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti khalayak tidak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini berarti khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar untuk didefinisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio atau visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinisikan menurut bentuknya: televisi, radio, surat kabar, majalah, film, buku, dan pita. Dalam komunikasi massa (mass communication) komunikasi yang digunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektonik (radio, televisi) yang
11 12
McQuail, Denis, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Erlanga, Jakarta, 1996, hal 7 NN, Jrnal ISKI Op.Cit, 1998, hal 21
5 dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, anonim dan hiterogen, pesan-pesannya bersifat umum, disampaikan secara serentak dan selintas (khusunya media elektronik). Kehadiran media massa yang dimulai sejak ditemukanya mesin cetak oleh Johan Gutenberg menimbulkan paradigma baru dunia komunikasi. Media massa kemudian menjadi ujung tombak sekaligus fenomena besar dalam kehidupan modern.13 Bukan saja pada media massa sebagai proses misalnya seorang komunikator menyampaikan pesan berupa lambang-lambang yang mengandung arti, lewat saluran tertentu kepada komunikan. Proses komunikasi diawali dengan komunikator yang menyampaikan pesan yang diakhiri dengan komunikan yang menerima pesan. Sebagai proses. Komunikasi tidak mempunyai titik awal dan titik akhir, maka dilakukan pemenggalan proses yang telah dihentikan tersebut. Dalam studi komunikasi penyederhanaan tersebut diawali dengan komunikator (source) yang menyampaikan pesan (message) melalui saluran (channel) kepada komunikan (receiver) sampai komunikasi menimbulkan perubahan sikap (effect) pada komunikan.14 Dalam penyampaian informasi surat kabar atau majalah adalah suatu sarana komunikasi yang utama dalam membangkitkan nasionalisme guna mencapai cita-cita perjuangan. Karena itu dalam jangka waktu yang relatif pendek, diawal tahun 1920 telah tercatat adanya 400 penerbit dalam berbagai corak dan tersebar di seluruh Indonesia.15 Surat kabar harian menjadi suatu kebutuhan manusia untuk mengetahui informasi yang sedang berkembang dilingkungannya maupun di luar lingkungannya. Adapun isi
13
Wiryanto, “Teori Komunikasi Mas” Jakarta 2000, hal 19 Wiryanto, Ibid hal 39 15 FX. Koesworo, JB. Margantoro, Ronnie S. Viko, DiBalik Kuli Tinta, sebelas Maret Universitas press dan yayasan pustaka Nusantara, yogyakarta, 1994, hal 6 14
6 dari surat kabar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat berupa, tips-tips, artikel-artikel, cerita, iklan, dan sebuah foto yang bercerita dengan gambar saling berkesinambungan. Dari isi surat kabar penelitian hanya meneliti tentang fotonya saja. Sebuah foto dapat berdiri sendiri, tapi surat kabar tanpa foto rasanya kurang lengkap. Mengapa foto begitu penting ? karena sebuah foto mudah diingat, foto juga punya efek lain yang timbul jika kita melihatnya. Foto bisa menimbulkan efek “bayangan” yang lain tergantung dari orang melihatnya. Fotografi ditemukan pada pertengahan abad ke-19, teknologi cetak belum bisa membawa foto ke Koran. Yang terjadi adalah foto sebuah kejadian yang dijadikan berita dengan cara di gambar ulang atau sketsa. Sketsa inilah yang lalu dibawa ke mesin cetak. Surat kabar yang pertama kali membuat gambar sebagai berita adalah The Daily Graphic pada 16 April 1877. Gambar pertama berita itu tentang sebuah peristiwa kebakaran.16 Sejalan dengan kemajuan teknologi cetak, akhirnya foto pun bisa di transfer ke media cetak massa. Foto pertama di surat kabar adalah foto tambang pengeboran minyak Shantytown yang muncul di surat kabar New York Daily Grafic di Amerika Serikat tanggal 4 Maret 1880. Foto itu adalah karya Hery.J.Newton.17 Foto bukan sekedar gambar yang melegkapi tulisan semata pada media cetak malainkan ada beberapa fungsi lainya, diantaranya menurut M.Mundaris ialah: a. Menarik perhatian pembaca b. Menceritakan isinya c. Memberi mutu pada berita d. Membuat surat kabar menjadi lebih menarik
16 17
FotoMedia, April 2003, Prima Indonesia Media, hal 24 FotoMedia, Ibid, hal 24
7 Foto merupakan bentuk komunikasi visual, maka secara langsung dapat menyentuh perasaan, sehingga mempercepat pendapat umum.18. Adapun peneliti melakukan penelitian di surat kabar harian Media Indonesia karena surat kabar harian Media Indonesia merupakan surat kabar Independent yang Inovatif, lugas, terpercaya dan paling berpengaruh tahun 2002 19. Dan jika dilihat dari kelas sosial pembacanya harian Media Indonesia termasuk ke dalam kelas sosial budaya High Brow Newspaper (Quality), yakni surat kabar harian untuk golongan masyarakat menengah keatas. Peneliti melakukan penelitian di rubrik EsaiFoto karena rubrik, EsaiFoto terbitnya pada hari minggu namun terbitnya itu tidak menentu. Terkadang sebulan terbit dua kali, kadang sebulan sekali, bahkan sebulan tidak sama sekali di terbitkan. Adapun untuk menggantikan rubrik EsaiFoto diganti dengan rubrik lain yang mengangkat sebuah foto berseri pula. Peneliti melakukan penelitian di bulan November dan Desember 2007 adalah foto-foto yang dimuat menampilkan sebuah foto yang dinamis. Foto dibulan tersebut menceritakan sebuah peristiwa yang mengandung sejarah yang telah padam di masyarakat dan juga mempunyai nilai Human Interest dan penuh dengan sentuhan seni yang tinggi didalam dunia fotografi. Dari keseluruhan observasi terhadap Rubrik EsaiFoto di Media Indonesia peneliti tersentuh untuk mengangkat rubrik EsaiFoto ini untuk dijadikan penelitian. Dan berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam tentang Kriteria pemilihan foto pada rubrik EsaiFoto di surat kabar harian Media Indonesia.
18 19
Mundaris, Dasar-dasar Foto Jurnalistik, PT. Karya Nusantara, Bandung, 1997, hal12 Profil Pembaca Media Indonesia ( Source Media Index AC-Nielsen-2002)
8 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah, “Apa kriteria pemilihan foto pada rubrik EsaiFoto di surat kabar harian Media Indonesia edisi November - Desember 2007?”.
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: Sesuai dengan masalah pokok penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui “Kriteria pemilihan foto pada rubrik EsaiFoto di surat kabar harian Media Indonesia edisi November dan Desember 2007.
1.4. Signifikasi Penelitian 1.4.1 Akademis Secara akademis, penelitian ini akan berguna untuk memberikan kontribusi pemikiran kepada lingkungan akademis mengenai kriteria foto untuk suatu media cetak harian yang ada di Indonesia. 1.4.2 Praktis Secara praktis, penelitian ini memberikan daya stimulasi kepada Media Indonesia untuk menjadi bahan pertimbangan, khususnya dalam menyeleksi foto-foto agar tidak ada maksud yang terselubung yang merugikan publik.
9 BAB II KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Komunikasi Massa Komunikasi Massa merupakan suatu tipe komunikasi manusia (human communication) yang lahir bersamaan dengan mulai digunakannya alat-alat mekanik, yang mampu melipat gandakan pesan-pesan komunikasi. Jelasnya komunikasi massa adalah jenis komunikasi yang menggunakan media massa, seperti surat kabar, majalah, radio, televisi, film, intenet dll.. Dalam bukunya, Communication: An introduction to the study of communication, Josseph A. Devito, mendefinisikan komunikasi massa sebagai berikut. 1. Komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berati bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua orang yang menonton televisi agaknya ini berarti bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar untuk didefinisikan. 2. Komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancarpemancar yang audio atau visual. Komunikasi massa barang kali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinisikan menurut bentuknya: televisi, radio, surat kabar, majalah film, buku, dan pita.
10 Dikaitkan dengan pendapat Devito bahwa komunikasi massa itu di tujukan kepada komunikasi massa dengan melalui media massa dibandingkan dengan jenis-jenis komunikasi massa lainya. Maka itu komunikasi massa mempunyai karakteristik khusus: 1 1. Komunikasi massa berlangsung satu arah. 2. Komunikator kepada komunikasi massa melembaga. 3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum. 4. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan. 5. Komunikasi massa bersifat heterogen. Bagan 1. Model Komunikasi Massa menurut Westley dan MaeLean (1957)
X1
f BA
fCA
A
X2
C
B
X3C X3
fBC X3C
XX
Westley and maclean’s model of mass communicatioan, in wich a seconds type communicator, C (cannel role), is introduced (after westley and maclean’ s 1957). 2 Keterangan : C=
A= B=
1 2
Saluran (channel) yaitu komunikator massa atau mereka yang menjadi komunikator. Dia ini berperan sebagai “penjaga pintu” (gatekeeper) dalam penyampai pesan antara A dan B. Sumber berita dalam masyarakat. Anggota masyarakat.
Onong Uchna Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, PT Remadja Rosdakarya Bandung 2003. Zulkarnain Nasitioan, Sosiologi Komunikasi Massa, Universitas Terbuka Jakarta 1993. hal 12
11 Pada model komunikasi massa diatas dijelaskan bahwa sumber berita dari masyarakat akan diolah oleh komunikator (media massa), dimana arus informasi tersebut di seleksi oleh para gatekeeper (redaktur atau editor) sebelum komunikasi itu sampai kepada masyarakat. Dalam penelitian ini digunakan bentuk komunikasi massa, khusunya media massa cetak.
2.2. Media Massa 2.2.1. Definisi Media Massa Media massa sebagai suatu alat untuk menyampaikan berita, dimana penilaian atau gambaran umum tentang banyaknya hal atau peristiwa, media mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai institusi yang dapat membentuk opini publik. Hal itu disebabkan karena media juga dapat berkembang menjadi kelompok penekanan atau sebuah ide atau gagasan dan bahkan suatu kepentingan suatu cerita yang dipresentasikan untuk diletakan dalam konteks kehidupan yang lebih empiris. 5 Di dalam menyampaikan suatu informasi kepada khalayak yang luas, maka dibutuhkan sebuah media massa atau sarana yang dapat menjangkau keseluruhan masyarakat yang ada. 2.2.2. Pengelompokan Media Massa Media massa dapat di kelompokan dua bagian yaitu, media cetak dan media elektronik. Media cetak meliputi Koran, tabloid, majalah, dan sebagainya. Media massa elektronik meliputi radio, televisi, film dan internet.3
5 3
Alex, Sobur, Analisis Teks Media, Remadja Rosda Karya, hal 31 Sendjaja, S. juarsa, Ph. D dan hasrullah, Drs. Komunikasi massa, UT, 1993, hal 159
12 Media massa mempunyai kemampuan yang sangat efektif untuk menyebarkan informasi, karena dapat diterima oleh komunikan dalam jumlah relatif banyak.4 Peran media massa sebagai suatu intuisi penting dalam masyarakat, asumsi tersebut ditopang oleh dalil di bawah ini: a. Media merupakan industri yang berubah dan berkembang yang menciptakan lapangan kerja, barang, dan jasa serta menghidupkan industri lain yang terkait. b. Media massa merupakan sumber kekuatan (alat kontrol) manajemen, dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lainya. c. Media massa sebagai wahana penggembangan kebudayaan, bukan saja dalam pengertian penggembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup, dan norma-norma. d. Media merupakan lokasi (forum) yang semakin berperan, untuk menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat, baik yang bertaraf nasional maupun internasional. e. Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif: media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang dibaur dengan berita dan hiburan. Pada dasarnya media tergantung pada pendayagunaan kekuasaan oleh unsur kekuatan lain, atau paling maksimal beperan sebagai unsur kekuatan lain. Media juga
4
Onong Uchna Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, PT Remadja Rosdakarya Bandung 1992
13 merupakan saluran yang dimanfaatkan untuk mengendalikan arah dan memberikan dorongan terhadap perubahan sosial. 6
2.3. Surat Kabar Sebagai Media Cetak 2.3.1. Definisi Surat Kabar Surat kabar merupakan kumpulan berita-berita, artikel, cerita, iklan dan sebagainya yang dicetak dalam lembaran kertas ukuran plano, terbit secara teratur bisa setiap hari atau seminggu sekali (periodik) 7 Surat Kabar juga
kebutuhan bersama manusia, karena peranannya sebagai
penghubung batin dan santapan rohani yang sukar ditinggalkan. Surat Kabar mempunyai pengaruh besar terhadap para pembacanya, dan karena itu surat kabar mirip dengan “warung pengetahuan”. Surat Kabar dapat pula digunakan sebagai alat kontrol sosial, karena pemberitaannya meliputi segala aspek kemasyarakatan Surat kabar bisa sebagai penyambung lidah rakyat, pelaksana kehendak rakyat memberikan penerangan kepada rakyat, sebagai hakim yang memberikan penerangan kepada rakyat, sebagai hakim yang memvonis anggota masyarakat dengan hukum sosial, tetapi juga bukan budak rakyat pembacanya dan pemimpin rakyat yang harus mengikuti setiap kehendak rakyat. Dari penjelasan-penjelasan yang telah diuraikan diatas, maka pengertian surat kabar ini dapat disimpulkan, yaitu bahwa surat kabar adalah alat/media cetak yang mempunyai peranan sebagai penghubung batin dan santapan rohaniah sebagai bekal
6 7
Dennis McQuail, Teori Komunikasi Massa, Suatu Pengantar, edisi kedua, Erlangga, 1996, hal 3 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi dan Praktek, Remadja Rosdakarya Bandung 1995, hal 154
14 pengetahuan manusia. Selain itu surat kabar berfungsi sebagai alat kontrol sosial yang memberikan penerangan kepada masyarakat, serta mendidik untuk kehidupan di kemudian hari.8 2.3.2. Sejarah Surat Kabar Dalam sejarah surat kabar, surat kabar didirikan oleh orang kebangsaan Inggris yang diperjual-belikan, sebagaimana sanduran dari Dean Praty rahayuningsih (1997), Surat kabar sebagai komoditi (diperjual-belikan ) pertama kali dibuat di Amerika Serikat, ketika seorang tukang cetak berkebangsaan Inggris Benjamin Harris hijrah ke Amerika tahun 1690. Surat kabar pertama kali diberi nama “Public Occurrences Both Foreign and Domestik” sayangnya surat kabar ini tidak berumur lama karena terbentur pada perijinan (John Tebbel, disadur Dean Fraty Rahayuningsih, 1997).9 Secara fisik surat kabar merupakan sebuah media yang terbuat dari bahan kertas yang sudah di rancang secara sistematis dan mempunyai ukuran-ukuran untuk peletakan kolam-kolam yang biasanya berisikan enam sampai dengan tujuh kolam. Sebagaimana yang dikatakan oleh Melvin L. Deflur, Menurut Melvin L. Defleur (1988; 242) surat kabar adalah : The last majaroty of metropolitan newspaper are pinted full size, usually about fourteen by twenty-two inches, six or sevent colum. 10 Artinya, Sebagian besar Surat kabar di kota metropolitan merupakan dicetak dengan ukuran penuh. biasanya kira-kira berukuran 14 X 22 inci yang berisi enam atau tujuh kolam.
8
Teguh Meinanda Pengantar Ilmu Komunikasi edisi ke dua 1989 hal 43 Drs. Totok Djuroto, M.Si. Manajemen Penerbitan Pers. PT. Remaja Rosdakarya Bandung 2004 hal, 5 10 Melvin L. Defleur, Understanding Mass Communication, Houghon Mifflin Company, New York, 1988 hal 242 9
15 2.4. Rubrik Dalam Media Cetak Di setiap media cetak, rubrik memang selalu ada karena rubrik tempat penuangan berita yang berbeda-beda. Berarti rubrik adalah kelompok karangan tulisan atau berita yang digolongkan atas dasar aspek atau tema tertentu. Adapun pengertian rubrik menurut Onong Uchjana Effendy adalah “istilah bahasa Belanda yang berarti ruangan pada halaman surat kabar majalah atau media cetak lainya mengenai aspek atau kegiatan dalam kehidupan masyarakat; misalnya rubrik wanita. rubrik olah raga, rubrik pembaca dan sebagainya”.11 Peneliti memahami bahwa merupakan istilah dari bahasa yang berarti ruang pada halaman surat kabar atau media cetak lainya. Ruang dalam halaman surat kabar atau cetak lainya ini diisi mengenai aspek atau kegiatan dalam kehidupan masyarakat. Misalnya: rubrik kesehatan berarti berisi mengenai hal-hal yang menyangkut kesehatan. Atau, misalnya rubrik tokoh berisi mengenai hal-hal yang menyangkut sang tokoh. Dari definisi dan uraian diatas, peneliti memahami bahwa rubrik merupakan suatu kelompok karangan tertentu pada satu halaman di surat kabar, majalah atau media cetak lainya atas dasar aspek atau kehidupan dalam masyarakat, dan memiliki tema, masalah atau topik tertentu.
2.5. Fotografi Dan Foto Dalam Media Cetak 2.5.1.Sejarah Singkat Masuknya Fotografi Di Indonesia Sebagaimana jamaknya di tanah jajahan pada abad ke-19, fotografi didatangkan sebagai bagian dari tradisi representasi visual baru yang dimungkinkan oleh teknologi 11
Onong Uchjana Effendy, kamus Komunikasi, CV. Mandar maju, Bandung, 1989, hal, 316
16 kamera, dalam rangka mengenal tanah jajahan dan penghuninya: seperti manusia, hewan, dan tanaman. Tradisi ini kemudian dikembangkan sebagai dokumentasi visual yang secara sitematis mencatat properti dan wilayah pemerintah kolonial; yang kemudian dipakai sebagai sertifikat keberhasilan Belanda memperadabkan tanah jajahan dan dipamerkan di berbagai ekspos kolonial dunia. Singkat cerita pada waktu itu dibutuhkan hampir seratus tahun bagi kamera untuk benar-benar sampai ketangan orang Indonesia. Masuknya Jepang tahun 1942 menciptakan kesempatan transfer teknologi ini. Karena kebutuhan propagandanya, Jepang mulai melatih orang Indonesia menjadi fotografer untuk bekerja dikantor berita mereka, Domei. Mereka inilah Mendur dan Umbas bersaudara, yang membetulkan image baru Indonesia, mengubah pose simpuh dikaki kulit putih, menjadi manusia merdeka yang sederajat. Foto-foto mereka adalah visual-visual khas revolusi, penuh dengan kemeriahan dan optimisme, beserta kesetaraan antara pemimpin dan rakyat biasa. Inilah momentum ketika fotografi benar-benar “sampai” ke Indonesia, ketika kemera berpindah tangan dan orang Indonesia mulai mempresentasikan dirinya sendiri.
12
2.5.2.Fotografi Fotografi merupakan bagian yang sangat terpenting dari penerbitan pers yang tidak dapat ditinggalkan. Pembuatan gambar menggunakan lensa dan film atau peka cahaya. Fotografi berasal dari bahasa Yunani, “photos” berarti cahaya dan “Graphien”
12
Haeian Kompas, Sabtu, 5 Januari 2008. Penulis Alexander Supartono
17 berarti melukis atau menggambar, kemudian menjadi pengertian proses pembuatan gambar menggunakan cahaya. 13 Hal senada diungkapkan oleh ensiklopedi berasal dari bahasa yunani yang artinya: photos berarti cahaya; graphos berarti melukis/menulis. 14 Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa fotografi adalah menulis/melukis dengan cahaya 2.5.3.Foto Foto tidak dapat mengungkiri kenyataan yang terjadi terhadap setiap orang yang melihat foto tersebut, foto tidak mungkin akan berbohong kecuali jika foto tersebut sudah diolah melalui teknologi digital yang berkembang saat ini atau foto tersebut telah dimanipulasi. Menurut Soelarko “dia punya daya merekam yang akurat dan tidak mungkin bohong dalam penguraian detail (selama fotonya tidak diganggu).15 Dalam hal foto digital, diperoleh hanya dengan menggunakan kamera digital yang hampir serupa dengan kamera biasa (jenis film), perbedaan terbesar kamera digital dengan kamera film teletak di mediator penyimpanannya. Kamera digital tidak menggunakan film. Ini semua diganti dengan media penyimpanan yang bisa dihapus ulang, layaknya disket komputer yang mempunyai kapasitas sendiri, ukuranya dari 8 MB sampai ke 4 GB (4000 MB). Formatnya pun bermacam-macam, sebagai contoh: Compact Flas (Type 1 dan 2), SD card, MMC card, Memory Stick (khusus kamera Sony), Disket, CDR. Serta hasilnya dapat dilihat langsung di kamera atau komputer.16
13
Tom Ang.Picture Editing, Second Edition 2000, FlorencetypeDd. Stoodleigh, Devon Printed and Grent Britain. Hal 1 14
Hasan Syadily, Enstklopedi Indonesia, Ichtiar Baru-Van-Hoeve, Jakarta , hal 1030 R.M Soelarko, Foto Untuk Nafkah, PT. BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1993 hal 107 16 hhtp:www.fotografer.net 15
18 Fotografi jikalau foto digunakan untuk memberitahu suatu peristiwa terhadap pembaca maka foto tersebut harus memiliki nilai berita. Penjelasan yang diberikan oleh sebuah foto terhadap suatu peristiwa akan lebih mudah dibandingkan dengan tulisan, karena foto bersifat “deskritif” yang dapat mengungguli tulisan. 2.5.2.1. Definisi Foto Jurnalistik Foto jurnalistik menurut Guru besar Universitas Missouri, AS, Cliff Edom adalah panduan kata Work dan Pictures.17 jika dikerjakan dengan jiwa yang benar, foto jurnalistik bisa menjadi alat yang berkekuatan besar untuk menjelaskan kebebasan dunia, dengan menyampaikan kejadian-kejadian yang sebenarnya tentang keadaan manusia. Foto jurnalistik tidak hanya gambar saja, gambar dan kata-kata bekerja sama. Wilson Hick, redaktur eksekutif LIFE magazine pada tahun 1930-an menjelaskan dalam bukunya, “foto jurnalistik adalah gambar dan kata-kata “.18 “kata” dalam foto jurnalistik adalah teks yang menyertai sebuah foto. Kalau berita tulis dituntut untuk memenuhi kaidah 5W+1H (what, where, when, why, who, dan how), demikian pula jurnalistik. Karena tidak bisa keenam elemen itu ada dalam gambar sekaligus, teks foto jurnalistik menjadi tidak berguna sama sekali. 2.5.2.2. Karakteristik Foto Jurnalistik Ada delapan karakteristik foto jurnalistik menurut Frank P Hoy, dalam bukunya yang berjudul Photojournalism The Visual Appraach, adalah sebagai berikut.19 1. Foto
jurnalistik
adalah
komunikasi
melalui
foto
(communication
Photography). Komunikasi yang dilakukan akan mengrefisikan pandangan
17
Audy Mirza Alwi, Foto jurnalistik Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media massa, Bumi Aksara 2004. hal 4 18 Foto Media, Dasar-dasar Foto Jurnalistik, PT Prima Infosarana Media, hal 24 19 Op.Cit. Audy Mirza Alwi, hal 4
19 wartawan foto terhadap suatu obyek, tetapi pesan yang disampaikan bukan merupakan ekspresi pribadi. 2. Medium foto jurnalistik adalah media cetak koran atau majalah, media kabel dan satelit juga internet seperti kantor berita (wire services). 3. Kegiatan foto jurnalistik adalah kegiatan melaporkan berita 4. Foto jurnalistik adalah panduan foto dan teks foto 5. Foto jurnalistik mengacu pada manusia, manusia adalah subyek, sekaligus pembaca foto jurnalistik 6. Foto jurnalistik berkomunikasi dengan orang banyak (mass audiences). Ini berarti pesan yang disampaikan harus singkat dan harus segera diterima orang yang beraneka ragam. 7. Foto jurnalistik merupakan hasil kerja editor foto. 8. Tujuan foto jurnalistik adalah memenuhi kebutuhan mutlak penyampaian informasi kapada sesama, sesuai amandemen kebebasan berbicara dan kebebasan pers (freedom of speech freedom of press). 2.5.2.3. Jenis-jenis Foto Jurnalistik Jenis foto jurnalistik dapat diketahui melalui kategori yang dibuat Badan Foto Jurnalistik Dunia (WordPress Photo Foundation), adalah. 20 1. Spot Photo Foto spot adalah foto yang dibuat dari peristiwa yang tidak terjadwal atau tidak terduga yang diambil oleh si fotografer langsung dari lokasi kejadian. Misalnya, foto peristiwa kecelakaan, kebakaran, dan perang.
20
Audy Mirza Alwi, Ibid. hal 7
20 2. General News Photo Adalah foto-foto yang diabadikan dari peristiwa yang terjadwal, rutin, dan biasa. Contoh: foto Menteri Negara menggunting pita dalam acara peresmian gedung sekolah baru. 3. People in the News Photo Adalah tentang orang masyarakat dalam suatu berita . Contoh, Ali Abbas, anak korban bom pada perang Irak. 4. Daily Life Photo Adalah foto tentang kehidupan sehari-hari manusia di pandang dari segi kemanusiawiannya (Human Interest). Misalnya, Foto tentang perdagangan biola 5. Potrait Adalah foto yang menampilkan wajah seseorang secara Close up dan “mejeng”, ditampilkan kerena adanya kekhasan pada wajah yang dimiliki kekhasan lainya. 6. Sport Photo Foto yang dibuat dari olah raga. 7. Science and Tecnology Photo Adalah foto yang diambil dari peristiwa-peristiwa yang ada kaitanya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Misalnya, penemuan Planet baru.
21 8.
Art and Culture Photo Adalah foto yang dibuat dari peristiwa seni dan budaya. Contoh, pertunjukan Ungu Band di atas panggung
9. Sosial and Environment Adalah tentang kehidupan sosial masyarakat serta lingkungan hidupnya. Contoh, foto penduduk di sekitar muara Angke yang sedang memancing ikan. 2.5.2.4. Fungsi Foto Jurnalistik Pada hakekatnya foto punya kelebihan di bandingkan media lain. Fungsi foto yaitu: 1. Foto merupakan salah satu media visual untuk merekam atau mengakibatkan atau menceritakan suatu peristiwa. 2. Foto dapat memperjelas suatu berita dan dapat menarik pembaca untuk membeli surat kabar tersebut. 3. Foto mudah diingat dan mempercantik perwajahan 4. Foto juga punya efek lain yang timbul jika kita melihatnya. Lee Payne berpendapat: Tiap editor mempunyai gambaran tertentu mengenai macam bahan pemandangan yang akan menarik bagi pembacanya. Dipilihnya bahan-bahan yang akan diterbitkannya dengan sasaran tertentu dalam benaknya 21. Di dalam proses pengelolahan foto ada lima tahap sebagaimana yang dikemukakan oleh Ed. Zoelverdi sebagai berikut: 21
Ed, Zoelverdi, Mat Kodak melihat Dunia Untuk Sejuta Mata. Grafik Pers, Jakarta, 1994. Hal 85
22 a. Tahap Perencanaan
--
Redaktur Foto dan Redaktur Tulis
b. Tahap pengadaan
--
Fotografer atau Sumber Foto
c. Tahap Seleksi
--
Redaktur Foto
d. Tahap Penyajian
--
Redaktur Foto dan Tata Muka
e. Tahap Perawatan
--
Dokumentasi Foto
Keterangan : (--) adalah Tanda kerjasama.22 Dari keterangan yang tertera diatas peneliti dapat memahami bahwa ada lima tahap mekanisme pengadaan foto. Akan tetapi sesuai dengan penelitian ini. Peneliti hanya membahas kriteria pemilihan foto. Peneliti masuk dalam konsep (utuh). Sebab keduanya adalah rangkaian dari proses suatu laporan dapat tersaji. Sedangkan tanda (--) merupakan garis kerjasama dalam mekanisme pengadaan foto berita di media massa. Dalam kelayakan foto yang akan disiarkan harus memiliki delapan unsur dan kriteria sebagai berikut: a.
Informatif:
Foto itu mampu menjelaskan dirinya secara ringkas, sehingga apa yang ingin disampaikan segera tanpa harus dibebani lagi dengan kata yang panjang lebar
b.
Kehangatan: Foto itu harus mengandung peristiwa yang recent (baru saja Terjadi)
c.
Faktual:
Subyek foto tidak diada-adakan, tetapi memang sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Kalau pun ada upaya rekayasa dilapangan, maka tampilan foto itu tetap
22
Lee Payne, Foto Yang Berkisar, Dahara Prize, Editor : R.M Soelarko, Jakarta, 1993 hal 44
23 tampak wajar, tidak dibuat-buat apa lagi dikarang menyimpang dari kejadian sebenarnya. d.
Relevan:
Isi yang dikandung foto secara jitu mendukung tema foto cerita atau penulis. Artinya, sebagai pendamping berita tertulis, maka gambaran yang tersaji dalam foto tidak melenceng dari tema tulisan
e.
Magnitude:
Magnitude
berarti
ukuran
besar
(besaran),
jumlah,
jangkauan, derajat kepentingan. f.
Misi:
Unsur ini juga melekat dengan berita tulis, yakni menyangkut niat atau tujuan menyiarkan suatu berita.
g.
Ekslusif:
Lazim juga disebut sebagai tingkat kesulitan pada proses pemotretan. ada dua pengertian eksklusif, Pertama, subyek sendiri hanya si Mat Kodak bersangkutan yang dapat. Kedua, meski ada 10 Mat Kodak menjepret yang sama. Tapi Cuma satu hasil yang menunjukan sudut pandang atau moment yang berbeda
h.
Atraktif:
menyangkut sosok grafis sebuah foto yang terjadi secara mengigit dan mencekam.23
R.M. Soelarko menjelaskan dari segi teknis kriteria diatas sebagai berikut: a. Jelas, hingga dapat dikenal dengan mudah, apa eventnya, apakah kecelakaan, atau motor-race, apakah peristiwa politik b. Terperinci, kerena posisi tinggi, dapat mengumpulkan lebih banyak informasi dalam satu foto, dibandingkan dengan pandangan rendah. 23
Ed. Zoelverdi.Op Cit
24 c. Atau pandangan dekat, yang mengungkapkan detail yang lebih kecil. Hal senada juga dikatakan Patmo S.K. “Menyanjikan foto, harus diusahakan sedikit mungkin penjelasan bersifat tulisan. Melalui foto tersebut pembaca disodori sebanyak mungkin fakta”. 24
2.6. Manajemen Redaksi Redaksi adalah proses pengumpulan, pengelolaan penulisan berita. 25 Dalam surat kabar manapun, sebelum seorang reporter turun atau diturunkan kelapangan, ia lebih dahulu harus mendengarkan dari redakturnya mengenai sesuatu hal yang menghasilkan dalam rapat redaksi seputar berita-berita yang diliput. Setiap surat kabar selalu mengadakan rapat pagi yang dihadiri oleh para redaktur dan dipimpin oleh pemimpin redaksi atau redaktur dan dipimpin oleh pemimpin redaksi atau redaktur pelaksana untuk menentukan berita-berita apa saja yang akan mengisi halaman-halaman surat mereka. 26 Pemimpin perusahaan bertanggung jawab kepada pemimpin umum diserahi tugas mengelola operasi-operasi yang bersangkutan dengan administrasi, keuangan perusahaan dan penawaran dibawah pemimpin perusahaan terdapat kepala-kepala manager sirkulas, iklan, provinsi, produksi dan bagian-bagian lain berkaitan dengan masalah bisnis, teknik dan operasi-operasi distribusi. Sudah tentu pola organisasi seperti ini tidak persis sama di setiap surat kabar, tetapi pada dasarnya memang itulah. 27
24
Patmo S.K. Teknik Jurnalistik Praktis Untuk Menjadi Wartawan, Gunung mulia, Jakarta, 1990, hal 113 Junaid, kurniawan, Ensikklopedi Pers Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1991, hal 41 26 Ibid, Hikmat K. & Purnama K. hal.73 27 Totok Djuroto, Msi, Menajemen Penrbit Pers, Remadja Rosdakarya, Bandung, 2000, hal, 16 25
25 Pemimpin umum adalah orang pertama dalam suatu perusahaan penerbitan pers. Ia mengendalikan perusahaannya, baik bidang redaksional maupun bidang usaha. Boleh jadi pemimpin umum adalah pemilik perusahaan itu sendiri atau dipegang orang lain yang paling dipercaya. Pemimpin umum bertanggung jawab maju-mundurnya perusahaan yang dipimpinnya ia mempunyai kekuasaan yang luas, mengambil kebijakan, menentukan perkembangan arah penerbitannya. Dan memperhitungkan rugi/laba dari perusahaannya. Karena kewenangannya itu, pemimpin umum berhak mengangkat dan memberhentikan karyawan, sesuai dengan yang dibutuhkannya. Dalam mengembangkan perusahaanya, pemimpin umum memegang tiga kendali berupa bidang redaksi (editor department). Untuk itu ia dapat mengangkat tiga pejabat yang dapat ditugasi melaksanakan tiga kegiatan tersebut. Tiga pejabat itu adalah pemimpin redaksi, pemimpin percetakan, dan pemimpin perusahaan. Pemimpin redaksi bertanggung jawab terhadap isi penerbitannya (redaksional), pemimpin percetakan bertanggung jawab terhadap produksi percetakannya, dan pemimpin perusahaan bertugas mengembangkan usaha penerbitannya. Secara teknis pemimpin umum, menerima laporan dari pemimpin redaksi, pemimpin percetakan, dan pemimpin perusahaan tentang pelaksanaan tugas sehari-hari baik di bidang redaksi percetakan maupun di bidang usaha. Karena wewenang secara keseluruhan ada di tangan pemimpin umum, ia dapat mengambil langkah yang dipandang perlu untuk kegiatan intern maupun ekstern.29 Pemimpin redaksi adalah orang pertama yang betanggung jawab terhadap semua isi penerbitan pers. Sesuai dengan undang-undang pokok pers, pemimipin redaksi bertanggung jawab jika ada tuntutan hukum yang disebabkan oleh isi pemberitaan pada 29
Drs. Totok Djuroto, M. Si. Manajemen Penerbitan Pers, Remadja Rosdakarya, Bandung, 2000, hal 16
26 penerbitannya. Tetapi dalam prakteknya, pemimipin radaksi bisa mendelegasikan kepada pihak lain yang di tunjuknya.30 Tugas utama pemimpin redaksi adalah mengendalikan keredaksian di perusahaannya yang meliputi penyajian berita, penentuan peliputan, pencarian fokus pemberitaan, penentuan topik, pemilihan berita utama (headline), berita pembuka halaman (opening news), menugaskan atau membuat tajuk dan sebagainya.31 Sekretaris redaksi adalah membantu pemimpin redaksi dalam hal administrasi keredaksian. Misalnya menerima surat-surat dari luar keredaksionalan, mengirim honor kepada penulis dari luar, membuat surat-surat yang diperlukan oleh pemimpin redaksi. Redaktur pelaksana adalah jabatan yang dibentuk untuk membantu pemipin redaksi dalam melaksanakan tugas-tugas keredaksionalannya. Jumlah redaktur pelaksana antara satu penerbitan lainya tidak sama, dua orang atau tanpa redaktur pelaksana. Ada yang cukup satu, dua orang atau bahkan tanpa redaktur pelaksana. Ini disesuaikan issue penerbitannya. Biasanya tergantung dari jumlah halaman yang diterbitkannya. 32 Redaktur (editor) adalah yang bertugas bertanggung jawab isi halaman surat kabar, itu sebabnya ada redaktur halaman dan redaktur bidang. Banyaknya pernerbitan tergantung dengan banyaknya halaman atau bidang yang disajikan oleh penerbitan. Tugas redaktur adalah menerima bahan berita, baik dari kantor berita, wartawan, koresponden atau bahkan pers release dari lembaga, organisasi, instansi pemerintah/perusahaan swasta, bahkan berita itu diseleksi untuk dipilih mana yang layak untuk di muat dengan segera (hari itu juga) dan mana yang bisa ditunda mana pemuatannya.33
30
Ibid, hal 18 Ibid, hal 19 32 Ibid, hal 20 33 Ibid, hal 21 31
27 Wartawan atau reporter adalah seorang yang mencari dan menggali informasi menjadi berita untuk disiarkan di media massa.34 dalam penerbitan pers wartawan merupakan ujung tombak dari usahanya. Dulu seorang wartawan menenteng kamera karena berita yang disajikan akan lebih menarik jika di lengkapi dengan gambar (foto). Sekarang tidak lagi, tulisan lebih di utamakan pada kecepatannya dalam mengirim berita yang sudah jadi. Mereka harus menulis lebih dahulu, sedangkan urusan foto bisa ditugaskan oleh orang lain. Itulah sebabnya ada sebutan wartawan foto (fotografer) dan wartawan tulis (reporter). Sedangkan koresponden atau stringer adalah seorang yang berdomisili di suatu daerah, diangkat atau ditunjuk oleh suatu penerbitan pers di luar daerah atau luar negeri, untuk menjalankan tugas kewartawanannya. Yaitu memberikan laporan secara kontinyu tentang kejadian/peristiwa yang terjadi didaerahnya.35 Di dalam keredaksian harian Media Indonesia peneliti ini hanya mencari informasi dengan redakturnya. Sebab hanya redaktur tersebutlah yang punya hubungannya dengan penelitian ini.
34 35
Ibid, hal 22 Ibid, hal 22
28 Struktur Sedarhana Bidang Redaksi 36 Dari penjabaran di atas telah di bentuk menjadi sebuah struktur sederhana organisasi dalam keredaksionalan. Bagan 2. Stuktur Sedarhana Bidang Redaksi
Pemimipin Redaksi
Sekretaris Redaksi
Redaktur
Redaktur
Redaktur
Redaktur
Redaktur
Redaktur
Wartawan/Koresponden 2. 7.
Model Gate Keeping-Selektif Galtung dan Ruge Pendekatan Galtung dan Ruge dengan memberi nama dan menggambarkan sifat-
sifat sebuah berita yang akan mempengaruhi kemungkinan terpilihnya berita itu, atau lewat berita itu dari berbagai foto.
36
Ibid, hal 25
29 Dalam hal ini peneliti meneliti kriteria pemilihan atau seleksi foto, karena yang menjadi objek penelitian yaitu proses pemilihan foto pada rubrik EsaiFoto di Media Indonesia. Menurut Galtung dan Ruge (1965) organisasi kantor berita modern cenderung lebih menyenangi peristiwa yang memenuhi kriteria berikut ini; memiliki skala tenggang waktu yang singkat (bersifat mendadak), memiliki skala yang intensitas dan besar, jelas dan tidak meragukan, tidak diharapkan sebelumnya, secara budaya dekat (akrab) dengan sasaran, memeliki kesinambungan 37. Bagan 3. Model Gate Keeping Selektif Galtung dan Ruge
Model gate keeping Selektif Galtung dan ruge Kriteria Pemilihan atau Seleksi Berita IX Kejadian (Peristiwa)
Persepsi Media
I
VIII
II Citra Media
VII
III
VI
IV V
Gb. 2 Pada gambar model Galtung dan Ruge memperlihatkan suatu proses, dimana peristiwa-peristiwa yang terjadi di dunia diubah oleh organisasi-organisasi pemberitaan menjadi sebuah “Citra Media” atau gambar tentang dunia untuk disajikan kepada audiens atau khalayak38 . Dalam model ini, ada beberapa faktor atau variabel yang dapat mempengaruhi pemilihan atau seleksi pemberitaan atau foto. Sebuah peristiwa lebih diperhatikan jika kejadiannya sesuai dengan waktu dari medium yang bersangkutan, antara lain:
37 38
Dennis Mcquail, Teori komunikasi Massa, Erlangga. hlm 166 Dennis Mcquail dan Windahi, model komunikasi, Uni Primas Jakarta 1985 hlm 155
30 a. Intensitas sebuah peristiwa akan lebih diperhatikan jika peristiwa itu mempunyai nilai-nilai penting yang tinggi, atau jika nilainya tiba-tiba meningkat sehingga menarik perhatian. b. Kejelasan semakin tidak membingungkan suatu itu, semakin mungkin peristiwa itu menjadi berita. c. Proximity semakin dekat peristiwa itu dengan budaya dan kepentingan audien, semakin mungkin peristiwa itu menjadi berita. d. Kesesuaian (Konsonansi) sebuah peristiwa yang sesuai dengan perkiraan lebih memungkinkan dipilih menjadi berita. e. Komposisi kejadian dipilih sesuai dengan tempatnya dalam sebuah surat kabar. f. Kejutan dalam hubungan dengan diatas, semakin aneh dan mengejutkan suatu kejadian semakin terpilih menjadi berita. g. Nilai Sosiokultural masyarakat pembaca gatekeeper, akan mempengaruhi penilaian berita. Variabel atau faktor di atas akan menjadi acuan penelitian, dalam proses pemilihan foto pada rubrik EsaiFoto di Media Indonesia.
31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Sifat Pendekatan Dalam penelitian ini menggunakan deskritif, yaitu memberikan gambaran atau penjabaran tentang kondisi empiris obyek penelitian berdasarkan karakteristik yang dimiliki.1 Metode deskriptif menurut pendapat Mohammad Nazir adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun kelas peristiwa pada masa sekarang.2 Sedangkan menurut Jalaludin Rahmat, penelitian deskriptif ditunjukan untuk: a. Mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada. b. Mengindentifikasikan masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku. c. Membuat perbandingan atau evaluasi. d. Menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.3 Sedangkan pendekatan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor mengenai metode kualitatif seperti yang dikutip oleh Lesy J. Moeleong adalah : Metode kualitatif sebagai produser penelitian yang menghasilkan data deskritif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dengan prilaku yang dapat diamati. 1
Setiawan, Bambang, Metode Penelitian Komunikasi I, Jakarta UT, 1995, hal 9 Nazir, Moh, Metode Penelitian, Ghali Indonesia, Jakarta, 1983, hal 63 3 Rakhmat, Jalaludin, Metode Penelitian Komunikasi, PT. Remadja Kosdakarya, 1999, hal 25 2
32
Menurut mereka pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi dalam variabel atau hipotesis. Tetapi perlu memandang sebagai bagian dari suatu kebutuhan. Sejalan dengan definisi tersebut Kirk dan Miller (1986 : 9) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental berguna pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya. 4 Dalam hal ini peneliti memahami pendekatan kualitatif diharapkan agar dapat menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau perilaku yang dapat diamati, sehingga dapat menjawab masalah yang diteliti, yaitu bagaimana kriteria pemilihan foto pada rubrik EsaiFoto di surat kabar harian Media Indonesia edisi November-Desember 2007
3.2. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif yang akan menjabarkan secara deskriptif analisis. Robert K. Yin mengemukakan studi kasus sebagai berikut: Studi kasus suatu inkuiri yang menyelidiki fenomena dalam kehidupan nyata, bilamana batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas, dimana multi sumber bukti dimanfaatkan. 5 Dalam studi kasus ini ada empat karakteristik desain atau level antara lain yaitu: 1. Desain kasus tunggal holistik 2. Desai kasul tunggal terjalin (embaded) 3. Desain multikasus holistik
4
Moelenong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif edisi Revisi, PT. Remadja Rosdakarya, Bandung 2004. hal 4 5 Prof. Dr. Robert K. Yin. Studi Kasus (Desain dan Metode). PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1996, hal 18.
33 4. Desain multikasus terjalin Dari empat desain studi kasus diatas, peneliti hanya memilih desain kasus tunggal holistik karena yang di teliti bersifat tunggal yang mencangkup lebih dari satu unit analisis1. Semua hal yang telah diuraikan pada penelitian deskriptif adalah merupakan situasi atau dari produksi suatu surat kabar dari proses pengumpulan data hingga pembuatan surat kabar secara rinci dengan proses selektifitas penentuan objek yang akan untuk melengkapi tema dari surat kabar yang akan diberikan.
3.3. Definisi Konsep Untuk mengetahui secara rinci peneliti menguraikan defini konsep yang akan diteliti, sebagai berikut; Bagan 4. Tabel Definisi Konsep
NO. KONSEP
DEFINISI
1.
Surat kabar yaitu ”buku harian tercetak” bagi
Surat kabar
masyarakat yang menyalin segala sesuatu yang terjadi dan dialami masyarakat, sehingga surat kabar
berperan
mencerminkan
sebagai fakta-fakta
wadah
yang
yang
ada
dilingkungan masyarakat. 2.
Fotografi
Fotografi berasal dari bahasa Yunani, “photos” berarti cahaya dan “graphien” berarti melukis atau
1
mengambar,
kemudian
menjadi
Prof. Dr. Robert K. Yin. Studi Kasus (Desain dan Metode). PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1996, hal 46
34 pengertian
proses
pembuatan
gambar
menggunakan cahaya.2 3.
Foto
Merupakan alat visual yang efektif karena dapat memvisualisasikan sesuatu dengan lebih kongkrit, lebih realities dan lebih akurat.3
4.
Esai Foto
Serangkaian
foto
yang
serial
untuk
menceritakan atau foto merupakan essay, fotofoto tersebut menyajikan berbagai aspek dari masalah yang kita bahas.4 5.
Kriteria
Ukuran yang menjadi dasar penilaian atau penetapan sesuatu.5
3.4. Key Informan atau Nara Sumber Informan menurut Lexy J. Moleong adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberi informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Kegunaan informan bagi penelitian ini ialah membantu agar secepatnya dan tetap seteliti mungkin dapat membenamkan diri dalam konteks setempat terutama bagi penelitian yang belum mengalami latihan etnografi (Lincoln dan Guba 1985:258).12 Key informan memegang
2
Wilbur Schramm. “the Natural histories of the Newspapaer” Massa communication, London University of Illionis, 1975, hal 14
3
Tom Ang. Picture Editing, Second Edition 2000, Florencetype Dd. stoodleigh, Devon Printed and Grent Britain. hal 1. 4 Patmoko S,k, Teknik jurnalistik Tuntutan Praktis Unuk Menjadi Wartawan. PT. BPK Gunung Mulia Jakarta 1990 hal 107 5 Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke tiga, Departemen Nasional, Balai Pustaka 2005, hal 601 12 Molenong, Lexy J, Ibid, 1995, hal 99
35 peran sangat penting bagi keberhasilan studi kasus, bisa memberi keterangan tentang sesuatu kepada peneliti tetapi juga bisa memberi sasaran tentang sumber-sumber bukti lain yang mendukung dalam hal ini informan. 13 Sebagai key informan dalam hal ini adalah: a. Redaktur rubrik EsaiFoto surat kabar harian Media Indonesia yaitu: Bapak Hariyanto untuk menjelaskan bagaimana karakter foto pada rubrik EsaiFoto di surat kabar harian Media Indonesia b. Fotografer surat kabar harian Media Indonesia yaitu: Bapak Wisnu Broto untuk mengetahui bagaimana fotografer itu melakukan reportase dalam menghasilkan foto-foto laporannya. c. Pengamat foto yaitu: Bapak Anwar Pane Seorang Fotografer Profesional
3.5. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data peneliti gunakan adalah : 3.5.1. Data Primer Data yang digunakan secara langsung dengan wawancara mendalam (Indepth Interview) kepada pihak surat kabar harian Media Indonesia diantaranya Bapak Hariyanto sebagai Redaktur pelaksana Rubrik EsaiFoto surat kabar harian Media Indonesia, dan Bapak Wisnu Broto sebagai Fotografer surat kabar harian Media Indonesia, serta melakukan observasi. Menurut Berelson, metode indepth interview adalah suatu teknik untuk keperluan mendeskripsikan secara obyektif sistematis dan kualitatif sacara
13
Molenong Lexy J Ibid, 1990, hal, 109
36 manisfest14, yaitu dengan mengadakan pengamatan bagaimana pihak redaksi surat kabar harian Media Indonesia melakukan proses pemilihan foto pada rubrik EsaiFoto 3.5.2. Data Sekunder Diperoleh dengan cara pengumpulan dokumentasi foto selama bulan NovemberDesember 2007 seperti, dokumentasi buku-buku atau internet yang berhubungan dengan fotografi.
3.6. Fokus Penelitian Fokus penelitian ini terletak pada Kriteria pemilihan foto pada rubrik EsaiFoto di surat kabar harian Media Indonesia. Edisi November-Desember 2007 yakni penelitian ini hanya meneliti foto pada rubrik EsaiFoto di surat kabar harian Media Indonesia, dari penelitian ini, peneliti jabarkan fokus penelitian sebagai berikut: Bagan 5. Tabel Fokus Penelitian
Rubrik
Tanggal Edisi
Tema
11 NOVEMBER 2007
GARAM-GARAM KUWU
EsaiFoto 02 DESEMBER 2007
JEJAK KARANTINA HAJI DI PULAU SERIBU
14
Molenong, Lexy J Metode Penelitian kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1998, hal 163
37 3.7. Metode Analisis Analisis data pertama-tama mengorganisasikan data. Data yang terkumpul banyak sekali dan catatan laporan dan tanggapan peneliti, gambar, foto, dokumentasi, berupa, laporan, biografi, artikel, dan sebagainya.15 Analisis data yang digunakan adalah Triangulasi Data. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar itu untuk keperluan pengecekan atau sebagian perbandingan terhadap data itu. Teknik trigulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya, trigulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif (Patton 1987 : 331). Hal itu dapat dicapai dengan jalan: a
Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
b. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Dalam hal ini jangan sampai banyak mengharapkan bahwa hasil perbandingan tersebut merupakan kesamaan pandangan, pendapat, atau pemikiran. Yang penting disini ialah bisa mengetahui adanya alasan-alasan terjadinya perbedaan-perbedaan tersebut (Patton 1987 : 331).16 Data yang diperoleh berdasarkan jawaban dari hasil wawancara informasi yang sekaligus sebagai key informan beserta hasil observasi langsung yang dilakukan peneliti akan dianalisis dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata atau penjabaran sehingga tersusun jawaban terhadap masalah pokok skrips ini.
15 16
Moleong, Lexy J, Op.Cit. 2004 hal 280-281 Moleong, Lexy J, Op. Cit. 1995, Hal 178
38 BAB IV HASIL PENELITIAN
Untuk menjabarkan penelitian ini peneliti mencoba menguraikan beberapa hal yang berkaitan dengan hasil penelitian dan pembahasan, yaitu gambaran singkat Media Indonesia, hasil penelitian dan pembahasan.
4.1. Obyek Penelitian 4.1.1. Sejarah Singkat Media Indonesia Harian Media Indonesia berdiri 19 Januari 1970. Waktu itu hanya mempunyai terbit 4 halaman. Tahun 1988. dibawah manajemen baru PT. CITRA MEDIA NUSA PURNAMA, Media Indonesia dikembangkan menjadi penerbit yang profesional dengan dukungan sumber daya manusia handal dan finansial yang kuat. Hasilnya, secara bertahap terjadi peningkatan baik jumlah halaman, mutu mengiklankan produk maupun jasa di Media Indonesia. Di usia kini, Media Indonesia terus berkembang dan melangkah maju dengan selalu melakukan inovasi. Berbagai kiat inovasi terus bergulir dalam bentuk penerbitan edisi khusus, rubrik baru, aneka tips informatif, di samping sudah adanya berbagai suplemen setiap hari. Sebagai bisnis, Media Indonesia semakin kokoh karena di tunjang berbagai inisiatif usaha di bawah grup Media Indonesia seperti Hotel Sheraton Media (Jakarta), Hotel Papandayan (Bandung), Hotel Bali Interconitalnental (Bali), Indocarter, Lampung Post, serta Metro TV stasiun berita pertama di Indonesia.
39 4.1.2. Visi dan Misi Media Indonesia Adapun Visi dan Misi pada harian Media Indonesia adalah sebagai berikut: a. Visi harian Media Indonesia.Menjadi surat kabar Independent yang Inovatif, Lugas, Terpercaya dan paling berpengaruh tahun 2002.. b. Misi harian Media Indonesia 1. Menyajikan informasi terpercaya secara nasional dan regional serta berpegaruh bagi pengambilan keputusan. 2. Mempertajam isi yang relevan untuk mengembangkan pasar. 3. Membangun Sumber Daya Manusia dan manajemen yang profesional dan unggul, mampu mengembangkan perusahaan penerbitan yang sehat dan menguntungkan. 4.1.3. Profil Pembaca Media Indonesia Adapun profil pembaca Media Indonesia peneliti dapatkan dari SOURCE MEDIA INDEX AC-NILSEN – 2002 sebagai berikut: Profil Pembaca MEDIA INDONESIA Menurut Pengeluaran (N : 1.194.000) Bagan 6. Profil Pembaca MEDIA INDONESIA
Pembaca
Persentase
Keterangan
A1
19 %
Di atas 2.000.000
A2
12 %
1.500.000 – 2 000.000
B
28 %
1.000.000 – 1.500.000
C1
23 %
700.000 – 1.000.000
C2
9%
500.000 – 700.000
D
8%
300.000 – 500.000
E
1%
Di bawah 300.000
40
Pembaca MEDIA INDONESIA Menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Pria Wanita
Peresentase 62 % 38 %
Pertumbuhan Pembaca MEDIA INDONESIA(‘000) Tahun 1999 2000 2001 2002
Angka Pertumbuhan Pembaca 557 530 653 1.194
Pembaca MEDIA INDONESIA Menurut Pekerjaan (N : 1.194.00) Golongan Pengusaha Pelajar/Mahasiswa Ibu Rumah Tangga Buruh Pegawai Kantoran Lain-lain
Persentase 2% 31 % 7% 17 % 33 % 10 %
Profil Pembaca MEDIA INDONESIA Menurut Pendidikan Tingkat Pendidikan SD SLTP SLTA Akademi S1 – S3
Persentase 23 % 20 % 38 % 11 % 8%
Semua tabel di atas berguna untuk salah satu faktor kriteria pemilihan foto pada rubrik EsaiFoto di Media Indonesia karena Peneliti melihat bahwa Media Indonesia merupakan harian untuk masyarakat tinggkat sosial menegah keatas.
41 4.1.4. Stuktur Organisasi Media Indonesia Struktur Organisasi Redaksi dan Perusahaan Harian Media Indonesia sebagai berkut: Bagan 7. Stuktur Organisasi Media Indonesia
DEPUTI DIR. PEMBERITAAN REDAKTUR SENIOR KA. DIV. PEMBERITAAN
LITBANG
ASS. KA. DIV. PEMBERITAAN SEKRED
ASS. KA. LITBANG
MANAGER PRODUKSI
DIREKTUR ARTISTIK
REDAKTUR DESK & SECTION
REDAKTUR FOTO
ASRED
KABAG
KABAG
ASRED
ASRED
STAF
STAF
STAF
REPORTER
Peneliti
menjabarkan
stuktur
organisasi
Media
FOTOG
REDAKTUR MI ONLINE
ASRED
STAFDOK. FOTO
Indonesia
STA
hanya
yang
bersangkutan dengan penelitian ini Keterangan bagan 4.1 sebagai berikut:. 1. Redaktur Foto Bertugas mengemas informasi kedalam bentuk visual dan mengontrol materi yang akan masuk cetak dan juga sebagai penentu foto yang akan di muat. 2. Asisten Redaktur Bertugas memberi arahan kepada fotografer tentang job yang akan dilakukan seperti tempat liputan, situasi dan kondisi tempat liputan.
42 3. Fotografer Bertugas mencari dan melakukan tugas pemotretan yang akan ditugaskan oleh redaktur bidang masing-masing 4. Staf dokumen Foto Bertugas mengumpulkan semua foto yang nantinya akan digunakan oleh Media Indonesia
4.2. Temuan Peneliti mengadakan wawancara mendalam (Indepht Interview) dengan key informan (Redaktur), dan kepada Informan (Fotografer). Berikut adalah penemuannya. 4.2.1. Alur Pemilihan Foto Di dalam alur pemilihan foto pada rubrik EsaiFoto di Media Indonesia tidak ada rapat redaksi. Adapun pemilihan foto redakturlah yang bertanggung jawab atas penentuan tema, yang sekiranya mempunyai kriteria yang sesuai atau yang diinginkan redaktur. Tetapi dalam penentuan tema tersebut, redaktur tidak lepas untuk sharing kepada fotografer didalam penentuan tema atau sharing di dalam menampilkan image yang akan ditonjolkan di dalam esai foto tersebut. Yang nantinya akan dimuat pada rubrik EsaiFoto di Media Indonesia. Setelah redaktur sharing kepada Fotogafer dan mendapatkan hasil (tema) untuk esai foto yang akan di tampilkan barulah redaktur menugaskan Fotografer untuk mengadakan pemotretan. Fotografer pun membuat esai foto yang sesuai dengan ketentuan dari redaktur. Setelah fotografer selesai membuat esai foto, Fotografer sedikit mengedit foto-foto
43 tersebut dan membuat judul, naskah, dan nama-nama pada foto. Yang kesemuanya itu diserahkan kepada redaktur. Kemudian redaktur mengedit kembali foto dan naskah yang diterimanya dari fotografer, agar foto dan naskah tersebut mempunyai nilai sehingga sesuai dengan kriteria yang diinginkannya. Foto-foto dan naskah itu di serahkan kepada tim Layout yang tak lepas dari aturan-aturan yang diberikan redaktur untuk mengatur komposisi / tata letak agar foto terlihat dinamis sehingga bisa menyampaikan pesan kepada pembaca. Lihat sekema Alur Pemilihan dalam dibawah ini. Bagan 8. Alur Pemilihan Esai Foto Media Indonesia
Ide dari Redaktur atas informasiinformasi Yang didapat
Pengolahan ide oleh Redaktur
Setelah Redaktur mendapatkan hasil. Redaktur memberi tugas kepadaFotografer untuk memotret.
Setelah Fotografer selesai memotret. Kemudian foto, naskah tersebut di serahkan kepada Redaktur untuk proses pemilihan (editing) yang akan dimuat pada rubrik EsaiFoto.
Tim Layout
Rubrik EsaiFoto Media Indonesia
44
Setelah peneliti selesai wawancara kepada redaktur, peneliti diberikan kesempatan untuk mengamati sebuah contoh yang diberikan kepada redaktur tentang kriteria pemilihan esai foto, mulai dari foto pembuka, frame, detail hingga penutup terlihat foto itu bercerita seperti layaknya kata-kata. Dalam hasil penelitian ini peneliti berupaya menjabarkan data penelitian yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam (Indepth Interview) terhadap Kriteria Pemilihan Foto Pada Rubrik EsaiFoto di Media Indonesia Edisi bulan NovemberDesember 2007. Serta pengamatan saat pemilihan esai foto. Untuk pemilihan EsaiFoto di Media Indonesia tidak ada rapat yang khusus. Redaktur pelaksanalah yang bertanggung jawab atas rubrik Esaifoto. Redaktur hanya sharing secara face to face dan via telpon (bila fotografer tidak ada ditempat) untuk mencari ide atau gagasan tentang esai foto, Sehingga menghasilkan esai foto yang lebih bermutu dan menampilkan image yang berbeda dan kemudian disebarluaskan kapada masyarakat. Dalam penelitian ini peneliti menjabarkan kriteria EsaiFoto edisi bulan November–Desember 2007, dengan cara satu persatu menjabarkan dari foto pembuka hingga foto penutup sehingga menjadi esai foto. Sebelum peneliti menjabarkan foto secara satu persatu. Peneliti akan menjabarkan penulisan Naskah, Judul dan Nama pada setiap foto di rubrik tersebut. Sebab dimana ada sebuah foto di situ ada penulisannya.
45 4.2.2. Tahap Pemilihan 4.2.2.1. Tulisan Dalam Foto Dalam pembuatan Judul, nama pada setiap foto serta naskah Garam-Garam Kuwu dan Jejak Karantina Haji di tulis oleh Bapak Wisnu Broto selaku fotografer berikut kutipanya: “Naskah, judul dan nama pada fofo-foto itu saya yang membuatnya”. Selanjutnya Bapak Hariyanto selaku redaktur menambahkan hal yang sama bahwa teks, judul biasanya yang membuat fotografer sendiri kemudian redaktur mengedit kembali bagian-bagian yang menarik yang ingin tampilkan. Berikut naskah-naskah pada esai foto edisi 11 November-2 Desember 2007. 4.2.2.2. Naskah Garam-Garam Kuwu Terik matahari terasa menyengat di area objek wisata Bledug Kuwu di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Lokasi ini sekitar 90 km dari Semarang ke arah Timur. Objek Wisata Bledug Kuwu merupakan fenomena mud volcano, gejala alam berupa keluarnya Lumpur dari dalam perut bumi secara aktif. Keluarnya Lumpur itu secara periodik membawa material berupa uap, gas belerang dan air yang mengandung garam. Berbeda dengan luapan Lumpur di Sidoarjo, Lumpur Bledug Kuwu ini memberi berkah, terutama bagi Salikin, 77 dan petani-petani garam lainya di lingkungan obyek wisata tersebut. Setiap hari Salikin bekerja mulai jam 07.00 WIB sampai pukul 15.00 WIB. Air Lumpur yang keluar dari pusat letupan Lumpur ditampung untuk kemudian diproses menjadi garam melalui proses penjemuran di atas bilah-bilah bambu yang di belah dua
46 dan disusun memanjang. Bagian cekung yang dibelah dua yang kemudian disusun memanjang. Bagian cekung yang di belah ini yang digunakan untuk menampung air. Setelah seharian air dijemur air dalam bilah-bilah bambu tersebut mulai mengkristal. Jika panas berkepanjangan, Salikin mampu memanen 10-12 kilogram garam dalam waktu tiga hari. Kristal-kristal tersebut kemudian dicuci dan ditiriskan hingga kering dan siap dijual ke tengkulak dengan harga 2.000 per kilogram. Butiran garam kuwu yang lebih besar, tekstur yang halus dan konon lebih sedap di banding dengan garam dari laut membuat garam Kuwu menjadi langganan para juru masak Keraton Kasunanan Surakarta pada masa jayanya. Namun, kini kejayaan garam Kuwu semakin memudar seiring dengan semakin berkurangnya jumlah petani garam Bledug Kuwu. Kisah garam Kuwu yang sedap akan tinggal kenangan ketika tak ada lagi penerus yang bersedia tersengat matahari dan berkubang dengan air Lumpur. 4.2.2.3. Naskah Jejak Karantina Haji. Pulau Onrust dan Pulau Cipir merupakan saksi bisu dalam sejarah ritual haji Tanah Air. Puing-puing bangunan yang tersisa didalamnya adalah catatan sejarah autentik. Kisah dimulai pada awal abad ke 20, tepatnya pada 1911 saat barak-barak karantina haji dibangun Pemerintah Hindia Belanda yang pada itu menguasai Indonesia. Dengan dalil mencegah ancaman penyakit menular yang dibawa jemaah sepulang dari Tanah Suci, pemerintah Hindia Belanda membangun barak-barak karantina di kedua
47 pulau itu. Dibangun 35.500 orang. Selama karantina, jemaah diharuskan tinggal di pulau tersebut selama lima hari atau lebih. Ide pembangunan barak-barak tersebut sebenarnya merupakan ketakutan Pemerintah Hindia Belanda terhadap meluasnya gerakan Pan-Islam dan Wahabi yang dibawa jemaah Gerakan yang dimotori Jamaluddin Al-Afghan, Muhamad Abduh, dan Muhamad Rasyid Ridha di timur tengah tersebut dikhawatirkan memberi dampak kepada mereka yang menunaikan ibadah haji untuk menentang penjajahan oleh orang kafir. Dengan karantina pemantauan jemaah haji mudah dilakukan. Bahkan jemaah yang dinilai terlalu militan saat dikarantina mendapatkan suntik mati dengan alasan beragam. Saat itu, di Onrust ada sebuah kapal motor bernama kapal Onrust yang berfungsi mengangkut jenazah jemaah haji yang meninggal untuk dimakamkan di pulau sakit (kini Pulau Bidadari) dan pulau kelor. Proses karantina tersebut berlangsung hingga 1933, kemudian barak beralih fungsi sebagai tempat tahanan politik. Kini, sisa-sisa barak yang sudah porak poranda masih dapat dilihat. Satu bangunan yang masih berdiri kokoh hanya sebuah rumah yang dulu digunakan untuk para dokter karantina haji. 4.2.2.4. Judul Pada judul esai foto peneliti akan menjabarkan dari hasil wawancara mendalam tentang pembuatan atau ketentuan judul, serta pewarnaan judul dan letak hingga font yang digunakan. Dalam pembuatan judul tentunya fotografer mempunyai alasan tersendiri untuk membuat judul tersebut. seperti yang di ungkapkan Bapak Wisnu Broto sebagai fotografer berikut kutipannya:
48 “Dalam pembuatan judul kita diharuskan tidak lepas dari tema itu sendiri. Dan pada esai foto edisi 11 November saya berikan Judul Garam-Garam Kuwu karena garamnya di buat dari Desa Kuwu dan mempunyai ciri khas tersendiri dari rasa, dari proses pembuatanya dan keunikanya juga. selain itu untuk menambah daya tarik pembaca. Sedangkan pada edisi 2 Desember yang berjudul Jejak Karantina Haji Karena karantina haji itu tinggal jejaknya saja”. Sedangkan untuk peletakan judul serta pewarnaan dan font itu harus terkait dengan foto agar berkesinambungan pada foto. Seperti yang di ungkapkan oleh Bapak Hariyanto Bahwa untuk desainnya hal tersebut sangat di perhatikan, sebab semua itu agar tampil secara utuh di dalam bercerita untuk satu tema. Dan pada kedua esai foto itu untuk tulisannya menggunakan font Tahoma. 4.2.2.5. Nama Pada Foto. Nama pada foto itu sangatlah penting dari apa yang pernah terpikirkan khalayak luas. Nama pada foto untuk menyempurnakan pada gambar atau untuk mendukung benang merah komunikasi. Secara umum peletakan sebuah nama pada foto lazimnya diletakan dibawah foto. Hal tersebut diperkuat oleh Bapak Hariyanto selaku redaktur berikut kutipanya. “Nama pada sebuah foto sangat diharuskan sebab jika tidak ada nama pada foto maka akan manjadi rancu pada foto. Bagi saya peletakan nama bagusnya dibawah” Sedangkan menurut Wisnu Broto bahwa untuk memberikan nama pada foto itu harus mencocokan dengan gambar tersebut bila tidak serasi dengan foto maka foto dan mananya tidak berkesinambungan. Dan sedangkan peletakan nama pada sebuah foto, biasanya di bawah foto. Tetapi ada juga yang peletakan namanya tidak di letakan dibawah. Namun peletakan itu juga tergantung kebijakan redaksi.
49 4.2.2.6 Ukuran Foto Berdasarkan wawancara mendalam dengan Bapak Heriyanto selaku redaktur foto, bahwa setiap foto yang akan ditempatkan dalam rubrik EsaiFoto Media Indonesia ditentukan berdasarkan ukuran yang akan mempengaruhi bagaimana suatu foto esai bercerita. Dijelaskan bahwa untuk foto pembuka atau foto Headline mempunyai ukuran 20 x 25 cm, sedangkan untuk foto yang lainnya hanya mengikuti sesuai dengan kelebaran kolom rubrik tersebut. Berikut kutipannya; “Biasanya kita memakai ukuran dua puluh kali dua puluh lima yang namanya foto HL cukup besar kan untuk foto HL. Artinya foto HL itu harus besar dari foto lainya. Dan foto yang lainya hanya mengikuti keindahan desain saja atau mengikuti proporsi saja”. 4.2.2.7. Foto 1 Proses Kristalisasi EsaiFoto yang mempunyai judul Garam-Garam Kuwu Edisi 11 November 2007. Pada foto satu Peneliti akan menjabarkan foto pembuka yang mempunyai nama Proses kristalisasi dari hasil wawancara mendalam kepada GateKeeper.
Foto Proses Kristalisasi
50 Foto satu digunakan sebagai foto pembuka atau pertama. Dan foto ini mempunyai nilai Human Intersert. Pada foto ini mempunyai jenis entire atau wide shot yaitu, komposisi dan sudut pengambilan foto secara tampak umum atau keseluruhan. Sedangkan sudut pandangnya diambil secara vertical. Seperti halnya yang dikatakan Bapak Wisnu Broto Berikut kutipannya: “Foto itu berjenis foto entire sudut pandang diambil secara vertikal dan juga kriterianya pada foto itu mengandung Human Interest”. Seterusnya beliau menambahkan bahwa foto itu mengandung nilai Human Interest. Karena pada foto tersebut ada gambar orang yang sedang beraktifitas, terlihat background-nya, media yang digunakannya. Dari foto itu terlihat gambar keseluruhan dan secara ekslusif foto ini jadikan sebagai foto pembuka. Bapak Heriyanto mengungkapkan pada dasarnya dalam pembuatan esai foto mengunakan rumusan EDFAT (Entire, Detai, Frame, Angle, Time). Sedangkan EDFAT itu pertama kali digunakan dalam suatu lembaga pendidikan yang dipelopori seorang mantan anchor yang terkenal di Amerika bernama Walter Cronkite.1 Dan pada pemilihan foto tersebut bahwa foto ini sangat cocok untuk dijadikan foto pembuka kerena foto ini mengandung foto Human Interst yang mengambarkan seeorang yang sedang beraktifitas. Dalam esai foto ini yang ingin di tonjolkan sebuah pemprosesan garam Kuwu.
1
Sumber EDFAT dari Walter Cronkite pendiri Walter Cronkite School Journalism, atas wawancara Bapak Hariyanto.
51 4.2.2.8. Foto 2 Mengorek Kristal Garam Pada foto dua yang mempunyai nama Mengorek Kristal Garam, Peneliti akan menjabarkan foto dari hasil wawancara mendalam kepada GateKeeper.
Foto Mengorek Kristal Garam
Pada foto kedua foto tersebut sudut pengambilannya secara Detail atau Close-up yaitu, pengambilan gambar dengan menitik beratkan suatu elemen atau suatu peristiwa dan foto itu mengandung nilai Human Interest. Seperti yang di katakan oleh Bapak Wisnu Broto sebagai berikut; “Foto itu Berjenis foto detail, sudut pandang saya mengambil secara horizontal kriterianya mengandung Human Interest dan unik”.
Lebih lanjut Bapak Wisnu Broto mengatakan bahwa di dalam foto itu juga menunjukan Bapak Salikin mempunyai usia yang sudah lanjut usia, terlihat jelas dari kerutan-kerutan kulit kaki, kerutan kulit tangan sehingga urat-urat ditangannya menonjol. Kandungan dari foto Human Interest ini juga menggambarkan Bapak Salikin adalah seorang yang tingkat sosialnya prasejaterah yang artinya Bapak Salikin sebagai
52 petani garam di Desa Kuwu, hidupnya jauh dari serba kecukupan didalam melanjutkan hidupnya. Keunikan foto itu karena memperlihatkan proses pengorekan garam yang biasanya pada garam yang dihasilkan dari laut menggunakan kayu panjang. Tetapi pada garam Kuwu berbeda, karena garam Kuwu wadah pemprosesannya di bilah-bilah bambu dan alat yang di gunakan untuk mengorek pakai batok kelapa bukan pakai sendok. Untuk membuat foto detil. Foto detail itu harus menunjukan dari bagian peristiwa. Dalam pemilihan foto Bapak Hariyanto menjelaskan bahwa memilih foto itu karena foto itu mengkomunikasikan kepada pembaca bahwa garam Kuwu itu mengandung nilai Human Interset, dan sangatlah unik bila di lihat dari cara pengambilan garam yang sudah mengkristal dengan mengorek-ngorek menggunakan alat sederhana yaitu batok kelapa. Dan juga foto itu memberikan perbedaan kepada garam-garam yang dihasilkan dari laut.
53 4.2.2.9. Foto 3 Kristal Garam Yang Ditiriskan Pada foto ketiga yang mempunyai nama Kristal Garam yang di tiriskan. Peneliti akan menjabarkan tentang foto itu dari hasil wawancara kepada gatekeeper..
Foto Kristal Garam Yang Ditiriskan
Foto ketiga ini diambil secara detail yang mempunyai gambar alat untuk meniriskan garam Kuwu. Alat penirisan itu terbuat dari anyaman bambu yang berbentuk krucut. Fungsinya untuk memisahkan garam dari kandungan air. Seperti yang di ungkapakan oleh Bapak Wisnu Broto berikut kutipannya: “Foto berjenisnya detail, sudut pandang vertikal kriterianya foto itu unik karena menunjukan sebuah alat yang sederhana”.
54 Tambah Beliau bahwa pada foto itu cenderung ke alatnya yang berbetuk krucut terbuat dari anyaman bambu, alas kaki serta sapu lidi yang di gunakan. Betapa tidak alat yang digunakan sangat sederhana tapi bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat yang dikelola oleh Bapak Salikin dari alam bersama masyarakat setempat. Dan lagi pula ketika ingin mengambarkan alat, foto itu haruslah detail. Untuk pemilihan Bapak Hariyanto mejelaskan bahwa dari sekian banyak foto yang dibuat oleh fotografer, foto itulah di pilih sebagai pelengkap untuk menceritakan hal tersebut. Dan foto itu mempunyai kriteria yang dapat mewakili sebuah cerita dan foto itu adalah foto yang merangkum dari sebuah alat yang digunakan dari petani garam Kuwu. 4.2.2.10. Foto 4 Butiran Garam Kuwu Pada foto ke empat yang mempunyai nama Butiran Garam Kuwu peneliti akan menjabarkan kriteria dan jenis foto tersebut dari hasil wawancara mendalam kepada GateKeeper.
Foto Butiran Garam Kuwu
55 Pada foto itu mempunyai jenis foto detail diambil secara sudut pandang vertikal yang mana foto itu mengambarkan butiran garam yang sudah di kelola. Berikut kutipan dari Bapak Wisnu Broto: “Foto itu berjenis foto detail, kriterianya pada foto mempunyai pesan yang mewakili” Beliau menjabarkan kembali bahwa pada foto itu dibuat agar masyarakat tahu ciri-ciri garam kuwu yang sudah jadi. Butiran garam Kuwu lebih halus dan lebih putih jika dibandingkan dengan garam yang dihasilkan dari laut. Selanjutnya Bapak Hariyanto menjelaskan tentang pemilihan foto tersebut bahwa foto yang berjenis foto detail itu dipilih karena foto itu memberikan sebuah pesan kepada pembaca, tentang garam-garam yang di hasil dari letupan lumpur yang berada di Desa Kuwu. Selain itu foto berkesinambungan terhadap foto lainya sehingga bisa membentuk sebuah cerita yang berbentuk gambar. 4.2.2.11. Foto 5 Aktivitas Bledug Kuwu Untuk foto ke lima ini yang mempunyai nama Aktifitas Bleduk Kuwu peneliti akan menjabarkan foto tersebut dari hasil wawancara mendalam kepada GateKeeper.
Foto Aktivitas Bledug Kuwu
56 Pada foto kelima. Foto tersebut diambil secara vertikal dan mempunyai jenis foto Time. Seperti yang di utarakan Bapak Wisnu Broto berikut kutipanya: “Foto itu berjenis Time. Kriterianya mempunyai kekuatan fotografi”.
Lebih lanjut Beliau menambah bahwa kekuatan fotografi pada foto itu kerena pada subyek tersebut terjadinya mengandung waktu. Dan bila mengabadikan pastinya harus menunggu peristiwa itu terjadi. Dalam pemilihan foto Bapak Hariyanto menjelaskan bahwa pemilihan dari sekian banyak foto sebagai foto penutup saya memilih foto itu sebab memberikan makna yang jelas yang mengambarkan aktivitas letupan lumpur yang mengandung garam dan lainlain. Foto itu juga mempunyai nilai fotogafis yang bagus dan komposisi gambar ideal maka itu saya pilih menjadi foto penutup 4.2.2.12. Foto 1 Rumah Pasien Karantina Haji EsaiFoto yang mempunyai judul Jejak Karantina Haji Edisi 2 Desember 2007. Pada foto satu Peneliti akan menjabarkan foto pembuka yang mempunyai nama Rumah pasien Karantina Haji dari hasil wawancara mendalam kepada GateKeeper.
Foto Rumah Pasien Karantina Haji
57 Foto satu digunakan sebagai foto pembuka atau pertama. Pada
foto ini
mempunyai jenis entire atau wide shot yaitu, komposisi dan sudut pengambilan foto secara tampak umum atau keseluruhan. Sedangkan sudut pandangnya diambil secara vertical. Seperti halnya yang dikatakan oleh Bapak Wisnu Broto berikut kutipan: “Foto itu menggunakan entire. Sudut pandang vertikal. Kriterianya mempunyai pesan yang sesuai dan terwakili”. Lebih lanjut lagi Beliau mengatakan bahwa pengambilan entire karena menginginkan pengambilanya secara keseluruhan mulai dari plang yang bertuliskan Rumah Pasien Karantina Haji sampai reruntuhan tembok dibelakangnya. Bapak Hariyanto mengomentari bahwa Foto tersebut sudah jelas untuk dipilih sebagai foto pembuka, sebab foto itu mempunyai gambar papan nama yang bertuliskan rumah pasien yang menjadi perwakilan dalam esai foto dan foto itu juga mempunyai gambar yang didramatisir serta angle yang bagus dan mathcing.
58 4.2.2.13. Foto 2 Tinggal Pondasi Pada foto kedua yang mempunyai nama Tinggal Pondasi
peneliti akan
menjabarkan foto tersebut dari hasil wawancara mendalam kepada GateKeeper .
FotoTinggal Pondasi
Foto dua mempunyai jenis foto detail. Sedangkan sudut pandangnya diambil secara vertical. Hal ini diperkuat oleh ungkapan Bapak Wisnu Broto Berikut kutipan; “Foto itu foto detail. sudut pandangnya vertikal. Kriterianya mempunyai pesan yang sesuai dan terwakili”. Kemudian Beliau mengatakan kembali bahwa dalam foto detail tersebut beliau ingin menunjukan sisa-sisa pondasi dari barak-barak karantina haji. Pada tahun 1911 barak karantina haji berdiri ditempat itu yang berjumlah tiga puluh lima barak dengan menampung tiga ribu lima ratus orang yang dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda.
59 Dalam pemilihan foto tersebut Bapak Hariyanto mengatakan bahwa foto itu ada sebuah komposisi detilnya yang menunjukan sebuah subyek dengan lebih dekat atau jelas. Pada foto detail itu menunjukan sebuah sisa-sisa pondasi dari barak karantina. 4.2.2.14. Foto 3 Rumah Dokter yang menjadi Museum Onrust Selanjutnya pada foto ke tiga yang mempunyai nama Rumah Dokter yang menjadi Museum Onrust peneliti akan menjabarkan foto tersebut dari hasil wawancara mendalam kepada GateKeeper
Foto Rumah Dokter yang menjadi Museum Onrust
Pada foto ketiga berjenis foto entire yang mana subyek diambil secara keseluruhan dan sudut pandangnya di buat horizontal. Sebagaimana yang dikatakan Bapak Wisnu Broto berikiut kutipanya: ”Foto itu foto entire sudut pandangnya saya ambil secara horizontal Kriterianya mempunyai kekuatan fotografi”. Selanjut Beliau mengatakan pula bahwasanya pengambilan entire karena Beliau ingin mengabadikan rumah museum itu secara keseluruhan mulai dari lebar museum dan apa saja yang berada di sisi kiri, di sisi kanan dan di depanya. Pada foto museum itu
60 mempunyai kriteria yaitu kekuatan fotografi, kerena pada museum itu mempunyai bangunan artistik Betawi. Adapun dalam pemilihan foto ini keredaksian menyesuaikan keadaan kolam di rubrik EsaiFoto, seperti yang di ungkapkan Bapak Hariyanto bahwa tidak di tampilkan gambar-gambar yang berada di dalam museum. Karena keredaksian mengingat jumlah maksimal foto pada rubrik esai foto yang mana memuat enam foto untuk menceritakan sebuah peristiwa, Maka dari itu sebagai penggantinya adalah gambar keseluruhan museum atau luar museum Hal itu juga mengingat kalebaran kolam yang tersedia. Untuk pemilihan foto, foto itu mempunyai nilai kekuatan fotografis dilihat dari gambar yang menampilkan sebuah bagunan rumah Betawi yang tentunya sudah langkah di lingkungan sekitar kita.
61 4.2.2.15. Foto 4 Jendela Barak Karantina Pada foto ke kempat yang mempunyai nama Jendela Barak Karantina peneliti akan menjabarkan foto tersebut dari hasil wawancara mendalam kepada GateKeeper;
Foto Jendela Barak Karantina
Foto Itu mempunyai jenis foto Frame. Dan sudut pandangnya diambil secara vertikal. Hal ini seperti yang di katakan oleh Bapak Wisnu Broto berikut kutipanya: “Itu foto jenis Frame. Kriterianya unik. Dengan sudut pandang vertical”. Selanjutnya Beliau mengatakan bahwa dalam pengambilan frame terhadap jendela itu masalah eksotis saja. Beliau melihat ini seperti lukisan di dinding. Dan Beliau ingin memperlihatkan pemandangan di luar jendela barak karantina. Bapak Hariyanto menambahkan bahwa dalam pemilihan foto frame ini karena hanya untuk sebuah kombinasi gambar dalam menceritakan sebuah peristiwa di antara
62 foto-foto yang terangkai. Tentunya foto tersebut juga matching untuk di tampilkan dalam esai foto ini. 4.2.2.15.
Foto 5 Pulau Kelor Dilihat Dari Onrust
Pada foto kelima yang mempunyai nama Pulau Kelor dilihat dari Onrust. Peneliti akan menjabarkan foto tersebut dari hasil wawancara mendalam kepada GateKeeper.
Foto Pulau Kelor Dilihat Dari Onrust
Foto Itu mempunyai jenis foto Frame. Dan sudut pandangnya diambil secara horizontal. Hal tersebut juga di katakan oleh Bapak Wisnu Broto berikut kutipanya: ”Foto itu berjenis foto freme dimbil secara horizontal. Kriterianya mempunyai kekuatan fotografi”. Selanjutnya Beliau menjabarkan lebih dalam bahwa subyek yang di ambil yaitu perahu dan Pulau Kelor disini Beliau ingin menyambungkan sisi cerita yang ada di dalam Pulau Onrust dengan suasana yang berada di luar Pulau tersebut. Beliau ingin menggambarkan kehidupan di lingkungan sekitar. Seperti adanya perahu nelayan yang sedang berlayar disekitar pulau tersebut. Perahu ini bisa menjadi simbol atau perwakilan
63 dalam mata pencaharian penduduk sekitar. Dan juga kriteria untuk foto penutup setidaknya menggambarkan atau menampilkan sisi akhir sebuah cerita dari keseluruhan foto. Misal, mengambil subyek dari jauh dan keseluruhan. Seperti foto ini. Dalam pemilihan foto tersebut Bapak Hariyanto mengatakan bahwa foto itu di pilih menjadi foto penutup karena foto itu mempunyai gambar keseluruhan atau sebuah gambar yang di ambil oleh fotografernya secara luas, sehingga mempunyai makna atau kriteria sebagai perwakilan foto penutup. Di gambar itu juga menggambarkan situasi di luar yang di bentuk dengan frame yang ada di Pulau tersebut. 4.2.2.3. Indepth Interview Kepada Bapak Oscar Matuloh Dalam penelitian ini peneliti bukan saja melakukan wawancara mendalam (Indept Interview) dari Pihak Media Indonesia. Peneliti juga melakukan wawancara mendalam kepada pengamat Foto yaitu, Bapak Oscar Matuloh, untuk mengcrosscek kriteria esai foto Di Media Indonesia Berikut hasil wawancaranya: 4.2.3.1. Judul dan Nama Pada Foto Didalam pembuatan judul dan nama pada foto Bapak Oscar Matuloh berpendapat bahwa untuk sebuah nama
pada foto diharuskan
terkait dengan gambar atau foto
tersebut, ketika nama pada foto tidak berkaitan maka komunikan akan merasa bingung kepada foto tersebut. Oleh karena itu lebih baiknya sebuah foto mempunyai sebuah nama. Jadi jelasnya sebuah nama dan foto saling berkaitan jika tidak pesan yang ingin disampai komunikator tidak sampai kepada komunikan. Seterusnya Beliau menambahkan bahwa Foto dan sebuah nama itu saling mengisi kekurangan, bila sebuah tulisan tanpa gambar atau foto tidak lengkap. Sebaliknya sebuah gambar tanpa tulisan juga kurang lengkap. Dan peletakan nama sebuah foto itu sendiri, pada umumnya diletakan dibawah foto.
64 4.2.3.2. Foto Satu Proses Kristalisasi Pada foto satu Bapak Osccar Matuloh berpendapat dari tentang hal itu. Berikut kutipanya: “Pada foto ini mempunyai nilai human Interest dan doto ini berjenis entire ”. Selanjutnya Beliau mengungkapkan lebih dalam bahwa, foto ini mempunyai nilai Human Intesert karena foto itu menampilkan salah satu seorang petani yang sedang malakukan aktivitas. Dan juga topi yang di kenakannya menunjukan keadaan cuaca yang ada pada saat itu. Teriknya matahari membuat petani melepaskan bajunya sehingga seluruh tubuh petani itu menjadi hitam. pada foto ini berjenis entire karena sudut pangambilanya gambar di buat secara keseluruhan. 4.2.3.3. Foto Dua Mengorek Kristalisasi Garam Pada foto dua Bapak Oscar Matuloh berpendapat sama dengan Gatekeeper bahwa foto tersebut mengandung Human Intersert berikut kutipanya : “foto ini jelas ya, mempunyai nilai Human Interest. Sebab foto ini menampilkan sisi dengan adanya tangan petani itu yang kulitnya sudah kriput dan tonjolan-tonjolan uratnya terlihat”. Lebih dalam lagi Beliau mengatakan bahwa dalam foto detil ini mengambarkan suatu pesan yang di tujukan kepada komunikan tentang cara pengambilan garam yaitu dengan cara petani naik keatas bilah-bilah bambu. kemudian mencongkel garam yang sudah mengkristal dengan menggunakan batok kelapa. 4.2.3.4. Foto Tiga Kristalisasi Garam Yang Di Tiriskan Pada foto tiga, Bapak Oscar Matuloh mengatakan foto ini berjenis foto detil yang menunjukan alat pemrosesan untuk penirisan garam, berikut kutipanya: “Perwarta foto mengambil menggunakan sudut detil.”.
gambar
pada
alat-alat
trasdisionil
dengan
65
Selanjutnya Beliau mengatakan bahwa pewarta foto meceritakan alat-alat yang digunakan petani tersebut dengan cara visualisasi. Gambar itupun mempunyai pesan tentang betapa beratnya cara pemrosesan garam yamg tidak didukung dengan alat yang medern. Sedangkan masyarakatanya tinggal menikmatinya saja tanpa mengeluarkan keringat dan tersengat matahari. 4.2.3.5. Foto Empat Butiran Garam Kuwu Pada foto ke empat ini Bapak Oscar Matuloh mempunyai pandangan tentang kriterianya bahwa foto ini mempunyai nilai Human Intersert, dan berjenis detil, berikut kutipannya: “Untuk foto ini juga mempunyai nilai Human Interest. sebab foto ini menampilkan sisi dari tangan petani sudah tua sehingga kerutan di tangannya terlihat dengan jelas dan jenis foto ini detil tentunya”. Lebih lanjut Beliau menambahkan bahwa, foto ini mewakili sebuah pesan kepada komunikan tentang garam tersebut. Yang di lihat dari kualitas garam tersebut atau dari warna garam tersebut yang begitu putih dan bersih, kemudian foto ini juga menampilkan sisi bentuk wadah yang di gunakan untuk meletakan garam yang sudah jadi. 4.2.3.6. Foto Lima Aktivitas Bledug Kuwu Pada foto ke lima Bapak Oscar Matuloh mengungkapkan bahwa foto ini sebuah berjenis foto detil, Berikut kutipan darinya: “Pewarta foto ini menunjukan proses peletupan lumpur Kuwu yang diambil dengan detil” Lebih lanjut Beliau menjelaskan bahwa pewarta foto tersebut menberi tahu kepada komunikan tentang asal usul garam Kuwu yang merupakan garam yang paling
66 enak dan paling putih di bandingkan dari garam laut. Foto ini merupakan akhir dari cerita garam Kuwu yang di buat oleh pewarta foto itu. 4.2.3.7. Foto Satu Rumah Pasien Karantina Haji Bapak Oscar Matuloh mengatakan foto ini berjenis foto entire yang kemungkinan pewarta foto tersebut ingin menyampaikan pesan kepada komunikan tentang papan nama bertuliskan yang tidak jauh dari judul foto ini. Foto ini juga menggambarkan suatu kondisi dinding yang berada dibelakang papan nama tersebut. Sehingga komunikan tertarik dengan foto ini. Lebih lanjut komunikan melihat foto berikutnya sehingga pesan yang ingin disampaikan dapat di terima. 4.2.3.8. Foto Dua Tinggal Pondasi Pada foto kedua ini menurut Bapak Oscar Matuloh pewarta foto memotret obyek dari engel atas ke bawah yang menggambarkan kondisi puing-puing dari pondasi barak karantina haji. Dan pewarta foto itu juga mencoba memberi gambaran atau penjelasan kepada komunikan tentang barak-barak karantina haji pada saat ini mungkin juga pewarta foto ingin memberi awalan tentang barak terasebut pada masa itu yang kini hanya bisa dilihat puing-puingnya saja dan ini foto berjenis detil. 4.2.3.9. Foto Tiga Rumah Dokter Yang Menjadi Museum Onrust Bapak Oscar Matuloh mengatakan bahwa pada foto ketiga itu pewarta foto mengambil entire dari depan rumah dokter itu. Mungkin pewarta foto itu ingin meperlihatkan kepada komunikan kondisi atau suasana rumah dokter itu sendiri
sebab
rumah dokter itu uga bagian dari barak karantina haji yang berada di pulau Onrust..berjenis.
67 4.2.3.10. Jendela Barak Karantina Menurut Bapak Oscar Matuloh Pada foto keempat ini berjenis frame berikut kutipanya: “foto tersebut berjenis frame ” Seterusnya Beliau mengatakan kembali bahwa foto ini lebih tapat di jadikan sebagai foto penutup karena sebuah foto frame membentuk suatu peristiwa yang di fokuskan. Dari frame ini obyeknya pemandangan di luar barak karantina haji atau suasana luar pulau Onrust. Yang kemudian di buat frame untuk mengemas segala memoriam yang ada di barak karantina itu. 4.2.3.11. Foto Lima Pulau Kelor Dilihat Dari Onrust Pada foto kelima, foto ini sebagai foto penutup yang mempunyai komposisi Frame seperti yang dikatakan Bapak Oscar Matuloh berikut kutipanya: “Foto ini memperlihatkan keseluruhan pulau Onrust yang Frame dari sebuah pohon-pohon besar” Seterusnya Beliau menjabarkan lebih dalam bahwa foto kelima ini mempunyai pendekatan insentif untuk mencoba memberi suatu perasaan mendalaman pada suatu gambar. Seperti ada siluet pohon, lalu seolah-olah ada dua image yang berbeda jadi ini sebenarnya ada fungsi untuk menarik orang untuk melihat gamabar ini.
4.3. Analisis Adapun peneliti menggunakan pengamat foto yaitu untuk pengecekan dan keabsahan esai foto tersebut. penulis menggunakan pengamat foto yaitu Bapak Oscar Matuloh
68 Beliau seorang penanggung jawab museum dan galeri ANTARA dan bertanggung jawab sebagai kepala di kantor berita foto ANTARA. Kehadiran esai foto pada Media Indonesia bertujuan untuk menjadikan sebuah pandangan kepada khalayak terhadap suatu hal yang sedikit dilupakan oleh masyarakat berikut kutipan dari Bapak Heriyanto: “Sebagai wate dari Koran di hari minggu. kita ingin memberikan pandangan kepada pembaca, memberikan prospektif baru kepada pembaca terhadap satu hal yang selama ini luput atau jarang dilihat oleh pembaca”. Selanjutnya Beliau mengatakan, lebih dalam bahwa esai foto merupakan perwakilan dari kata-kata yang berbentuk tulisan yang kemudian dibentuk visual atau gambar untuk menyampaikan sebuah gagasan atau ide, serta pandangan dari Media Indonesia yang nantinya akan di lihat masyarakat serta nantinya masyarakat akan menilai pesan yang kami sampaikan itu. Dari sudut pandangan Media Indonesia hal-hal kecil bisa dianggap lebih menarik misalnya seperti nasib kuda-kuda afkiran, nasib kuda-kuda yang sudah tidak bisa untuk menarik delman di Jogya itu dijadikan sate, dijadikan makanan. Wisnu Broto mengungkapkan Bahwa esai foto di Media Indonesia adalah sebuah seni karya cerita yang berbentuk visual dan dapat mewakili segala ide atau gagasan serta pandangan terhadap suatu hal yang ingin disampaikan kepada orang banyak. Kemudian pesan itu bisa bermanfaat. Esai foto juga sebagai wadah setiap orang untuk melihat dunia luar yang jauh dari pandangan mata. Bila seorang melihat esai foto pastinya akan mendapatkan sebuah informasi yang berbentuk visual tanpa harus mengunjungi tempatnya secara langsung.
69 Di lain sisi Bapak Oscar Matuloh mendefinisikan Esai foto adalah foto yang disusun dengan rangkaian yang menampilkan ide pokok dan opini visual dari si pewarta foto. Esai foto itu sarana komunikasi bagi fotografer yang menuangkan ide sehingga menimbulakan opini. Esai foto bukan hanya sekedar bercerita. Sedangkan fungsi esai foto ialah menceritakan sebuah peistiwa yang di lihat oleh pewarta foto secara mendalam berbentuk visual yang nantinya menimbulkan opini dari yang melihat foto. Rubrik EsaiFoto di Media Indonesia merupakan sebuah pendekatan pribadi untuk merangkai foto dalam cerita. Dua rangakai foto ini adalah di kelompokan kerangka carita atau photo story. Jadi foto stori itu adalah langkah awal atau uindak tangga untuk membuat esai foto. Dalam penelelitian ini peneliti pendapatkan kriteria dari hasil wawancara mendalam pada esai foto yang berjudul Garam-Garam Kuwu dan Jejak Karantina Haji. Yaitu: Pada foto berjudul Garam-Garam Kuwu yang mempunyai nama foto Proses Kristalisasi Kriterianya itu Human Intersert, foto Mengorek Kristal Garam mempunyai kriteria Human Interest, foto Kristal Garam Yang Ditiriskan mempunyai kriteria Unik, foto Butiran Garam Kuwu dan foto Aktivitas Bledug Kuwu mempunyai kriteria kekuatan fotografi. Sedangkan pada foto berjudul Jejak Karantina Haji yang mempunyai nama Rumah Pasien Karantina Haji. mempunyai kriteria pesan yang sesuai dan terwakili, foto Tinggal Pondasi mempunyai kriteria pesan yang sesuai dan terwakili, foto Rumah Dokter Yang Menjadi Museum Onrust mempunyai kriteria kekuatan fotografis, foto Jendela
70 Barak Karantina mempunyai kriteria Unik dan foto Pulau Kelor dilihat Dari Onrust mempunyai kriteria kekuatan fotografis.
71 BAB V PENUTUP Dalam bab ini peneliti menguraikan kesimpulan dan saran sebagai penutup penulisan skripsi. 5.1. Simpulan Peneliti menjabarkan dari hasil pengamatan dan wawancara mendalam yang berbentuk simpulan dari penelitian ini, sebagai berikut: 1.
Didalam penentuan kriteria esai foto tidak ada rapat keredaksian.
2.
Kriteria pemilihan foto Pada rubrik EsaiFoto di Media Indonesia berawal dari membahas informasi yang di dapatkan redaktur.
3.
Dari pengamatan peneliti dan hasil wawancara mendalam kepada redaktur penentuan ukuran foto untuk pembuka dan lain-lain tidak ada ketentuan besarnya.
4.
Pada model foto dan nama rubrik tidak sesuai.
5.
Dalam sharing redaktur kepada fotografer itu merupakan hal dasar untuk penentuan sebuah kriteria esai foto. Adapun kriterianya sebagai berikut. a. Foto mempunyai nilai Human Interest. b. Foto mengandung unsur unik. c. Foto memiliki kandungan pesan yang kesesuaian dan terwakili. d. Foto mempunyai karakter fotografis. e. Foto menggunakan Metode ETFAD (Entire, Time, Frame, Angle, Detail)
72
5.2. Saran berdasarkan hasil penelitian ini peneliti perlu memberikan saran sebagai bahan pertimbangan bagi pihak redaksi Media Indonesia khususnya di rubrik EsaiFoto. Sebagai berikut: 1. Agar mempertimbangkan adanya rapat keredaksian dalam pencarian ide untuk menetapkan penerbitan rubrik EsaiFoto. Sehingga tidak ada penilaian segmen pasar semata.. 2. Melakukan tata letak lebih cermat agar tidak ada kesalahan dalam meletakan nama-nama pada foto. 3. Sebaiknya nama rubrik EsaiFoto di ganti dengan nama lain karena nama dan rangkaian foto tidak sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
Alex, Sobur, Analisis Teks Media, Remadja Rosda Karya. Alwi,Audy Mirza, Foto jurnalistik Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media massa, Bumi Aksara 2004 Ang, Tom, Picture Editing, Second Edition, FlorencetypeDd. Stoodleigh, Devon Printed and Grent Britain, 2000. Defleu, Melvin L. r, Understanding Mass Communication, Houghon Mifflin Company, New York, 1988. Devito, Jossep A., Komunikasi Antar Manusia edisi ke 5. Professional Boosk 1997. Djuroto Totok, Drs.M.Si. Manajemen Penerbitan Pers. PT. Remaja Rosdakarya Bandung 2004. Effendy, Onong Uchjana, Prof, Drs. M.A, Ilmu Komunikasi & Praktek. PT. Remadja Karya Bandung 1999 FX. Koesworo, JB. Margantoro, Ronnie S. Viko, DiBalik Kuli Tinta, Sebelas Maret Universitas press dan yayasan pustaka Nusantara, Yogyakarta, 1994. Junaid, Kurniawan, Ensikklopedi Pers Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1991 Lewis, Greg, Photojournalism, content & Technique, second edition, 1990. McQuail, Denis, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Erlanga, Jakarta, 1996. Meinanda,Teguh, Pengantar Ilmu Komunikas, edisi ke dua 1989. Media, Foto, Dasar-dasar Foto Jurnalistik, PT Prima Infosarana Media. Mundaris, Dasar-dasar Foto Jurnalistik, PT. Karya Nusantara, Bandung, 1997. Moelenong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif edisi Revisi, PT. Remadja Rosdakarya, Bandung 2004. Nasution, Zulkarnain, Sosiologi Komunikasi Massa, Universitas Terbuka Jakarta 1993. Nazir, Moh, Metode Penelitian, Ghali Indonesia, Jakarta, 1983. NN, Jurnal ISKI, Komunikasi dan Demokrasi, PT. Remadja Rosdakarya, 1998 Patmoko S,k, Teknik Jurnalistik Tuntutan Praktis Untuk Menjadi Wartawan. PT. BPK Gunung Mulia, Jakarta 1990.
Patmo, S.K. Teknik Jurnalistik Praktis Untuk Menjadi Wartawan, Gunung mulia, Jakarta, 1990. Payne, Lee, Foto Yang Berkisar, Dahara Prize, Editor : R.M Soelarko, Jakarta, 1993. Rakhmat, Jalaludin, Metode Penelitian Komunikasi, PT. Remadja Kosdakarya, 1999. Schramm,Wilbur, The Natural histories of the Newspapaer, Massa communication, London University of Illionis, 1975. Setiawan, Bambang, Metode Penelitian Komunikasi I, Jakarta UT, 1995. S. Djuarsa sendjaja, dkk Materi Pokok Pengantar Komunikasi, Universitas terbuka Jakarta, 1998. Syadily,Hasan, Ensiklopedi Indonesia, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta. Soelarko, R.M, Foto Untuk Nafkah, PT. BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1993. Wiryanto, Teori Komunikasi Mas. Jakarta 2000. Yin,Robert K Prof. Dr. Studi Kasus (Desain dan Metode). PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1996 Zoelverdi, Ed, , Mat Kodak melihat Dunia Untuk Sejuta Mata. Grafik Pers, Jakarta, 1994.
Referensi dari sumber lain. hhtp:www.fotografer.net. Harian Kompas, Sabtu, 5 Januari 2008 Penulis Alexander Supartono. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke tiga, Departemen Nasional, Balai Pustaka 2005. Foto Media, Prima Indonesia Media April, 2003.