FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN MAKANAN CEPAT SAJI PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2012
SKRIPSI
DISUSUN OLEH IKA SUSWANTI NIM: 108101000044
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/ 2013M
i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT JURUSAN GIZI Skripsi, 11 Januari 2013 Ika Suswanti, NIM: 108101000044 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012 xix + 122 halaman, 29 tabel, 2 bagan, 1 gambar, 1 lampiran ABSTRAK Makanan cepat saji merupakan makanan cepat saji yang dalam proses memasaknya tidak membutuhkan waktu yang lama, Makanan cepat saji merupakan makanan yang digemari oleh remaja khususnya mahasiswa. Makanan cepat saji mudah ditemukan dan bisa dikonsumsi dalam kondisi apapun. Resiko gangguan kesehatan dari makanan cepat saji dapat diperoleh dari segi makanan yang memiliki kalori cukup tinggi namun rendah zat gizi lain, kandungan bahan tambahan pangan yang digunakan, serta penggunaan kemasan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Uin Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain studi cross sectional. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner atau daftar pertanyaan mengenai karakteristik siswa dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan makanan yaitu, jenis kelamin, pengetahuan, status gizi, pendapatan, faktor makanan (rasa, tekstur, warna, bumbu, bentuk, harga), jumlah keluarga dan perpindahan penduduk. Adapun populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa FKIK UIN Jakarta tahun 2012 yang berjumlah 1345 mahasiswa dengan jumlah sampel 181 orang. Hasil penelitian menunjukan jumlah responden yang melakukan pemilihan makanan cepat saji dengan baik lebih tinggi yaitu sebesar (60,8%) dibandingkan dengan responden yang melakukan pemilihan makanan cepat saji kurang baik (39,2%). Hal ini berarti sebagian besar mahasiswa memiliki kesadaran akan pentingnya memilih makanan yang sehat namun sesuai selera. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin, pengetahuan, pendapatan, rasa, tekstur, bentuk, bumbu, harga, jumlah keluarga dan perpindahan penduduk terhadap pemilihan makanan cepat saji, Namun terdapat hubungan antara status kesehatan (P-value 0,001) dan warna (P-value 0,03). Pemilihan makanan pada mahasiswa FKIK lebih mengarah pada kesadaran akan keamanan pangan, namun rendah perhatiannya dalam hal kandungan gizi dari makanan cepat saji tersebut. Oleh karena itu, akan lebih baik jika keduanya mendapat perhatian yang sama. Perhatian akan kandungan gizi bisa mengurangi resiko terjadinya penyakit degenerative di kemudian hari. ( Daftar Bacaan 62 (1989 – 2012) ) Kata kunci: makanan cepat saji, pemilihan makanan, mahasiswa ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM NUTRITION DEPARTMENT Thesis, January 2013 Ika Suswanti, NIM: 108101000044 Determine of The Factors Associated With The Selection of Fast Food at the Faculty Of Medicine And Health Sciences UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012. xix+ 122 pages, 29 tables, 2 charts, 1 figure, 1 appendix ABSTRACT Fast food in the cooking process does not require a long time, fast food is the food most liked by teenagers, especially students that are still in their late teens. Penchant for fast food because fast food is easy to find and can be consumed in any condition. Actually, fast food is not always harmful to health, it depends on the ability of one's own food choices. The risk of health problems from fast food can be obtained in terms of the food itself that has high calories but low in other nutrients, food additives ingredients used, and the use of packaging. The purpose of this study was to determine the factors associated with the selection of Fast Food In Faculty of Medicine and Health Sciences UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012. This research is a quantitative study using a cross-sectional study design. The instrument used in this study is a questionnaire or a list of questions about the characteristics of students and the factors that influence the choice of food that is, sex, knowledge, nutrition status, income, dietary factors (taste, texture, color, flavor, shape, price), family size and population displacement. The population in this study were all students FKIK UIN Jakarta in 2012 which amounted to 1345 students with a sample of 181 people. The results showed the number of respondents who did the selection of fast food with the amount of either higher (60.8%) compared with those who did the selection of fast food is not good (39.2%). This means that most of the students have an awareness of the importance of choosing healthy foods, but according to taste. In this study the result that there is no relationship between gender, knowledge, income, taste, texture, shape, flavor, price, number of families and people movement against fast food selection, but there is a relationship between health status (P-value 0.001) and color (P-value 0.03) for the selection of fast food. The selection of food at a student lead FKIK more awareness of food safety, but low concern in terms of nutritional content of fast food is. Therefore, it would be better if they receive the same attention. Attention will be able nutrients reduce the risk of degenerative diseases later in life. (Reading List 62 (1989-2012)) Keywords : fast food, food choice, student
iii
iv
v
RIWAYAT HIDUP PENULIS Identitas Diri Nama
: Ika Suswanti
Tempat/ Tanggal Lahir
: Jakarta, 8 Juni 1990
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Kedungwuluh, RT 07/RW 03 no.197 Padaherang, Ciamis, Jawa Barat
Hp
: 085718591334
Email
:
[email protected] Pendidikan Formal
Tahun 1994-1995
: TK Nurul Huda
Tahun 1995-2001
:SDN 1 Kedungwuluh
Tahun 2001-2004
: SMPN 1 Padaherang
Tahun 2004-2007
: SMAN 1 Banjarsari
Tahun 2008-2012
: FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vi
LEMBAR PERSEMBAHAN
“ Skripsi ini saya Persembahkan terUntuk Ibu dan Ayah saya terCinta serta Sahabat dan orang-orang Baik yang membantu mewujudkan mimpi-mimpi saya”
ῺῺῺῺῺῺῺῺῺῺῺῺῺῺῺῺῺῺῺῺῺῺ
Mulailah segala sesuatu dengan selalu berprasangka baik kepada Allah Karenanya merupakan salah satu syarat terkabulnya doa.. Dalam setiap harapan pastikan itu selalu bersamaNya Manusia hanya cukup ber- “Usaha, Doa, Yakin dan Pasrah” Dengan izin-Nya, segala sesuatu diluar logika manusia akan terjadi sesuai kehendak-Nya Karena Dialah yang Maha Tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya ῺῺῺῺῺῺῺῺῺῺῺῺῺῺῺῺῺῺῺῺῺ
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang maha segalanya, yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun 2012 ”. Shalawat dan salam penyusun haturkan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang membawa umatnya dari alam kejahiliyaan menuju alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan, petunjuk, bimbingan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepatutnya penyusun mengucap rasa syukur sebagai implementasi dari rasa terima kasih kepada : 1. Ibu dan Ayah tercinta yang memberikan bantuan doa, moril maupun materil yang tak terhingga dan selalu menjadi sumber inspirasi dan kekuatan bagi saya. Kakak dan Adik-adiku, kak Asri Nirmala, Nurasisyiyah, Abdi Maulana dan si kecil penyemangat hidupku M. Insan Kamil. terima kasih atas segala dukungan dan do’a yang selalu ada dalam setiap fase hidupku. 2. Prof. DR (hc). Dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Febriati, Msi, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta staf serta segenap Bapak/Ibu Dosen Jurusan Kesehatan Masyarakat, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penyusun. 4. Bapak M.Farid Hamzens Msi, selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan waktu, pikiran, arahan serta semangat dan motivasi kepada penyusun dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Semoga Allah membalas kebaikan dan budi mulia Bapak. 5. Ibu Yuli Amran, MKM, selaku dosen pembimbing II dan dosen pembimbing akademik yang telah memberikan waktu, pikiran, arahan serta semangat dan
viii
motivasi kepada penyusun dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Semoga Allah membalas kebaikan dan budi mulia ibu. 6.
Ibu Ratri Ciptaningtyas, Skn, Ibu Riastuti Kusumawardani, MKM, dan Ibu Itje , atas kesediaannya menjadi dosen penguji. Terima kasih atas bimbingan, arahan, dan saran yang berharga bagi penulis.
7. Seluruh Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta angkatan 2009-2012 yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang sudah bersedia untuk menjadi responden penelitian penyusun, terima kasih atas bantuan dan kerja samanya. Terlebih kepada Yusna & Danie Farmasi 2010, Angga PSPD 2010, Indah Keperawatan 2011, Faulia Keperawatan 2009, Ilham Keperawatan 2010 dan adik-adik jurusan Kesehatan masyarakat atas bantuannya membantu penyusun untuk terkumpulnya kuesioner. Semoga kalian semua juga dimudahkan dalam setiap urusannya. 8. Sahabat-sahabat
terhebat
saya
Melda
Santi
(sahabat
sekaligus
rekan
seperjuangan saya terima kasih atas segala bantuannya ya mel..), Nurmalita Sani, Dimiyati Syahidah, Rima Zeinnamira, Resti Ratnawati, Oki Oktaviani (terima kasih atas semua pengalaman, canda, tawa, senang, susah yang membuat cerita di kehidupan penyusun yang nggak akan pernah terlupakan) serta semua temanteman jurusan Kesehatan Masyarakat angkatan 2008 yang sedang sama-sama berjuang dan saling mengingatkan. Dengan segala kerendahan hati, penulis juga menyadari kekurangankekurangan yang sangat mungkin terjadi dalam penulisan kesempurnaan skripsi ini. Meskipun demikian semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan bagi pembacanya. Akhir kata, semoga Allah SWT memberikan taufik dan hidayahNya kepada kita semua. Aamiin.
Jakarta, Januari 2013
Penulis
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ………………………………………………...………..
i
ABSTRAK ……………………………………………………………………………
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .………………………………………..
iv
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………………......
v
RIWAYAT HIDUP …………………………………………………………………...
vi
LEMBAR PERSEMBAHAN ………………………………………………………...
vii
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………..
viii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………............
x
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………........
xv
DAFTAR BAGAN …………………………………………………………………..
xviii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………………
xix
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………
1
A. Latar Belakang…………………………………………………..........................
1
B. Rumusan Masalah …………………………………………………………………
8
C. Pertanyaan Penelitian ……………………………………………………………...
10
D. Tujuan…………………………………………………………...............................
11
1. Tujuan Umum ………………………………………………………………..
11
2. Tujuan Khusus………………………………………………………………...
11
E. Manfaat……………………………………………………………………………..
12
1. Manfaat Bagi Remaja………………………………………………………….
12
2. Manfaat Bagi Peneliti lain……..…………………………………………...
12
F. Ruang Lingkup Kegiatan …………………………………………………………
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………..…
14
A. Makanan Cepat Saji……………………………………………………………….
14
1. Penggunaan Kemasan…………………………………………………………..
16
2. Kandungan Gizi Makanan Cepat Saji………………………………………
25
3. Bahan Tambahan Makanan …………………………………………………...
26
4. Pemilihan Makanan…………………………………………………………….
32
B. Fakor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Makanan Cepat Saji……….……..
33
x
1. Pengetahuan ………..………………………………………………………....
33
2. Usia……………………..…...………………………...………………………
34
3. Jenis kelamin.............………………………………………………………….
34
4. Pendapatan ......………………………………………………………………..
35
5. Keterampilan Memasak……………………………………………………….
36
6. Status Gizi .……………………………………………………………………
37
7. Faktor Makanan ………………………………………………………………
37
8. Musim dan Tingkatan sosial …………………………………………………
42
9. Mobilitas……… …………….……………………………………………......
42
10. Pekerjaan dan Jumlah Keluarga……………………………………………….
43
11. Perpindahan penduduk/tempat tinggal ………………………………………..
45
C. Kerangka Teori ……………………………………………………………….
45
BAB III KERANGKA KONSEP ....…………………………………………...…….
47
A. Kerangka Konsep…...………………...……………………………………….
47
B. Definisi Operasional …...…………………………………………………......
50
C. Hipotesis Penelitian…...…………………………………………………….…
52
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN …...…………………………………...…...
53
A. Desain Penelitian…...………………...…………………..…………………....
53
B. Lokasi dan Waktu Penelitian…...…………………………………...……...…
53
C. Populasi dan Sampel…...………………...………………...………………….
53
D. Pengumpulan Data…………….……...………………………………………
55
E. Pengukuran Data …...………………………………………..……..………..
56
F. Pengolahan Data…...…………...……...………………………………….......
58
G. Analisa Data …………………………………………………………………..
59
BAB V HASIL……………………………………………………………………….
61
A. Gambaran Umum Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
61
Jakarta………………………………………………………………………… Analisis Univariat ……………………………………………………………
64
1. Gambaran Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas
64
B.
Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN Jakarta Tahun 2012…………………...
xi
2. Gambaran Jenis Kelamin ……………………………………………………..
65
3. Gambaran Pengetahuan…………………………………………………..........
65
4. Gambaran Status Gizi…………………………………………………………
66
5. Gambaran Rasa ……………………………………………………………….
67
6. Gambaran Tekstur …………………………………………………………….
67
7. Gambaran Warna….…………………………………………………………..
68
8. Gambaran Bentuk …………………………………………………………….
69
9. Gambaran Bumbu …………………………………………………………….
70
10. Gambaran Harga ……………………………………………………………...
70
11. Gambaran Perpindahan Tempat Tinggal……………………………………
71
12. Gambaran Uang Saku…………………………………………………………
72
C. Analisis Bivariat…………………………………………………………………
73
1. Analisis Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Pemilihan Makanan Cepat
73
Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012………………………………………………………................................ 2. Analisis Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Pemilihan Makanan Cepat
74
Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012…………………………………………………………………………… 3. Analisis Hubungan Antara Status Gizi Dengan Pemilihan Makanan Cepat
75
Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012……………………………………………………………………….…... 4. Analisis Hubungan Antara Rasa Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji
76
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012…………………………………………………………………………… 5. Analisis Hubungan Antara Tekstur Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji
77
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012…………………………………………………………………………… 6. Analisis Hubungan Antara Warna Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012……………………………………………………………………………
xii
79
7. Analisis Hubungan Antara Bentuk Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji
80
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012…………………………………………………………………………… 8. Analisis Hubungan Antara Bumbu Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji
81
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012…………………………………………………………………………… 9. Analisis Hubungan Antara Harga Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji
82
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012…………………………………………………………………………… 10. Analisis Hubungan Antara Perpindahan Tempat Tinggal Dengan Pemilihan
83
Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012…………………………………………………………………………… 11. Analisis Hubungan Antara Uang Saku Dengan Pemilihan Makanan Cepat
85
Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012…………………………………………………………………………… BAB VI PEMBAHASAN A. Keterbatasan Penelitian ………………………………………………..……...
87
B. Pemilihan Makanan Cepat Saji ……………………………………………….
88
C. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Pemilihan Makanan
92
Cepat Saji……………………………………………………………………... 1. Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji
92
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012…………………………………………………………………………… 2. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada
96
Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012………………………………………………………………………....… 3. Hubungan Antara Status Gizi Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012……………………………………………………………………………
xiii
99
4. Hubungan Antara Uang Saku Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada
103
Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012…………………………………………………………………………… 5. Hubungan Antara Rasa Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada
107
Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012…………………………………………………………………………… 6. Hubungan Antara Tekstur Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada
110
Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012…………………………………………………………………………… 7. Hubungan Antara Warna Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada
111
Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012…………………………………………………………………………… 8. Hubungan Antara Bentuk Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada
114
Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012…………………………………………………………….……………... 9. Hubungan Antara Bumbu Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada
115
Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012…………………………………………………………………………… 10. Hubungan Antara Harga Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada
116
Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012…………………………………………………………………………… 11. Hubungan Antara Perpindahan Tempat Tinggal Dengan Pemilihan Makanan
117
Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012…………………………..……………………………. BAB VII PENUTUP …………………………………………………………………. A. Simpulan ………………………………………………………………….
120
B. Saran ………………………………………………………………………
121
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL Nomor
Hal
Tabel 2.1
Beberapa definisi yang dikaitkan dengan makanan cepat saji
15
2.2
Jenis Bahan Pengawet Yang Diperbolehkan
28
2.3
Jenis bahan pewarna yang diperbolehkan
29
5.1
Jumlah dan Distribusi Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun
61
2012 5.2
Distribusi Frekuensi Tingkat Keterlibatan Responden dalam
62
Pemilihan Makanan Cepat Saji 5.3
Distribusi Frekuensi Jenis Makanan Cepat Saji Yang Sering di
63
Konsumsi 5.4
Distribusi Frekuensi Kategori Pemilihan Makanan Cepat Saji
64
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012 5.5
Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Mahasiswa Fakultas
65
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012 5.6
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pada Mahasiswa Fakultas
66
Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN Jakarta Tahun 2012 5.7
Distribusi Frekuensi Status Gizi Pada Mahasiswa Fakultas
66
Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN Jakarta Tahun 2012 5.8
Distribusi Frekuensi Variabel Rasa Dalam Memilih Makanan
67
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN Jakarta Tahun 2012 5.9
Distribusi Frekuensi Variabel Tekstur Dalam Memilih Makanan
68
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN Jakarta Tahun 2012 5.10
Distribusi Frekuensi Variabel Warna Dalam Memilih Makanan Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN
xv
68
Jakarta Tahun 2012 5.11
Distribusi Frekuensi Variabel Bentuk Dalam Memilih Makanan
69
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN Jakarta Tahun 2012 5.12
Distribusi Frekuensi Variabel Bumbu Dalam Memilih Makanan
70
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN Jakarta Tahun 2012 5.13
Distribusi Frekuensi Variabel Harga Dalam Memilih Makanan
71
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN Jakarta Tahun 2012 5.14
Distribusi Perpindahan tempat tinggal Pada Mahasiswa Fakultas
71
Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN Jakarta Tahun 2012 5.15
Distribusi Uang Saku Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan
72
Ilmu KesehatanUIN Jakarta Tahun 2012 5.16
Analisis Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Pemilihan
73
Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012 5.17
Analisis Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Pemilihan
74
Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012 5.18
Analisis Hubungan Antara Status Gizi Dengan Pemilihan
75
Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012 5.19
Analisis Hubungan Antara Rasa Dengan Pemilihan Makanan
76
Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012 5.20
Analisis Hubungan Antara Tekstur Dengan Pemilihan Makanan
78
Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012 5.21
Analisis Hubungan Antara Warna Dengan Pemilihan Makanan
xvi
79
Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012 5.22
Analisis Hubungan Antara Bentuk Dengan Pemilihan Makanan
80
Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012 5.23
Analisis Hubungan Antara Bumbu Dengan Pemilihan Makanan
81
Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012 5.24
Analisis Hubungan Antara Harga Dengan Pemilihan Makanan
82
Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012 5.25
Analisis Hubungan Antara Perpindahan Tempat Tinggal Dengan
84
Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012 5.26
Analisis Hubungan Antara Uang Saku Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012
xvii
85
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan
Halaman
2.1
Kerangka Teori
46
3.1
Kerangka Konsep
49
xviii
DAFTAR GAMBAR Nomor Gambar 2.1
Hal Ukuran yang tepat dalam memakai pengawet dan pewarna yang aman
xix
29
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan satu fase yang penting dari proses pertumbuhan dan perkembangan manusia karena masa remaja merupakan masa transisi antara masa anak dan dewasa, dimana terjadi pacu tumbuh, timbul ciri-ciri sekunder, tercapainya fertilitas dan terjadi perubahan-perubahan psikologik serta kognitif (Soetjiningsih, 2007). Kondisi seseorang pada masa dewasa banyak ditentukan oleh keadaan gizi dan kesehatan pada masa remaja. Keadaan gizi remaja umumnya dipengaruhi oleh perilaku konsumsi makanan yang berakibat pada tingkat konsumsi zat gizi. Perilaku konsumsi makanan yang salah pada masa remaja menyebabkan ketidakseimbangan antara konsumsi gizi dengan kecukupan gizi yang dianjurkan (Thamrin dkk, 2008). Hal inilah yang dapat menyebabkan kondisi remaja mengarah kepada kelebihan gizi maupun kekurangan gizi. Kekurangan gizi maupun kelebihan gizi pada masa remaja merupakan dampak dari suatu perilaku makan yang salah dan merupakan masalah utama yang harus segera ditanggulangi karena fase remaja merupakan fase akhir dari proses pertumbuhan dan perkembangan manusia (Husaini dalam Siagian, 2004). Dampak dari perilaku makan yang salah pada masa remaja akan berpengaruh pada kesehatan dalam fase kehidupan selanjutnya setelah dewasa dan berusia lanjut. Perilaku makan yang salah yang tampak saat ini yaitu munculnya anggapan bahwa mengonsumsi makanan cepat saji merupakan sebuah tren di 1
2
kalangan remaja. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Health Education Authority (2002) dalam Sihaloho (2012), usia 15 – 34 tahun adalah konsumen terbanyak yang memilih mengonsumsi makanan cepat saji, keadaan tersebut dapat dipakai sebagai cermin dalam tatanan masyarakat Indonesia, bahwa rentang usia tersebut adalah golongan pelajar dan pekerja muda. Golongan usia ini memiliki aktivitas yang tinggi dari usia lainnya, makin tingginya aktivitas mengakibatkan seseorang melakukan pemilihan makanan, mengonsumsi makanan secara praktis tapi tetap beragam merupakan salah satu pilihan yang dianggap mampu mengatasi rasa lapar pada kondisi tertentu, hal tersebut mendorong seseorang untuk mengonsumsi makanan cepat saji. Kegemaran terhadap makanan cepat saji disebabkan karena makanan cepat saji mudah ditemukan dan bisa dikonsumsi dalam kondisi apapun. Ada beberapa pengertian yang dikaitkan dengan makanan cepat saji yaitu diantaranya tergolong fast food, junk food, instan food, street food. Makanan cepat seperti fast food merupakan makanan cepat saji yang dalam proses memasaknya tidak membutuhkan waktu yang lama, makanan yang tergolong dalam kategori ini seperti fried chiken, gorengan, mie instan, humberger, pizza dll. Apabila junk food biasanya berupa makanan makanan ringan atau snack yang terbuat dari umbi-umbian, kentang, atau jagung yang dibuat chips atau serupa kripik dalam bentuk makanan kemasan, makanan ini dengan kandungan kalori tinggi, kandungan gula/ lemak/ garam tinggi dan nilai gizi yang rendah dalam hal protein, serat, vitamin dan kandungan mineral (Kaushik, at all. 2011) misalnya chips/keripik, coklat, es krim, makanan ringan dll. Instan food merupakan
3
makanan yang mengalami pengolahan khusus yang siap untuk disajikan dalam sekali makan atau terdispersi dalam cairan dengan waktu memasak yang singkat seperti mie instan, corn flakes, bubuk sup, bubur instan, spagety (Kaushik, at all. 2011). Sementara makanan jajanan street food merupakan makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel (Kepmenkes, 2003) seperti cilok, siomay, otak-otak, cakwe dll. Mengonsumsi makanan cepat saji tidak membahayakan kesehatan jika seseorang dapat membatasi makanan cepat saji serta memperhatikan keamanan pangan dari makanan yang dikonsumsinya. Namun sayangnya dengan ditengah berkembangnya industri makanan cepat saji, terdapat kecurangan produsen dalam menghasilkan makanan cepat saji sehingga hal tersebutlah yang dapat membahayakan konsumen makanan cepat saji. Oleh karena itu seseorang perlu memiliki kemampuan untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji yang sesuai selera namun sesuai dengan syarat kesehatan. Umunya remaja kurang menyadari bahwa konsumsi makanan yang cepat saji memiliki dampak negatif bagi kesehatan tubuh, resiko gangguan kesehatan dari makanan cepat saji tersebut dapat diperoleh dari segi makanan itu sendiri yang memiliki kalori cukup tinggi namun rendah zat gizi lain, kandungan bahan tambahan pangan yang digunakan, serta dalam penyajiannya makanan cepat saji dapat dikonsumsi langsung ditempat atau disajikan dalam kemasan. Namun, biasanya remaja lebih menyukai makanan cepat saji yang di kemas dalam
4
kemasan untuk kepraktisan, padahal kemasan yang digunakan sebagai pengemas juga perlu diwaspadai sebagai resiko dari makanan yang disajikan dengan cara dikemas. Makanan cepat saji biasanya merupakan penyebab utama remaja malas makan karena memiliki kalori yang cukup tinggi sehingga selalu merasa kenyang namun kandungan nutrisinya terbatas. Kandungan kalori yang cukup tinggi merupakan salah satu faktor penyebab obesitas. Selain itu, makanan cepat saji menyebabkan remaja mengalami kekurangan zat gizi lain seperti protein, vitamin dan serat karena kandungannya yang rendah (Muwakhilda, 2008). Bahan tambahan pangan yang terkandung pada makanan juga merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan karena pada umumnya makanan cepat saji tersebut mengandung zat-zat tambahan makanan seperti pemanis, pewarna, pengawet dan penguat rasa (Ramayulisdkk, 2008). Penggunaan bahan tambahan pangan dalam produk pangan yang tidak mempunyai risiko terhadap kesehatan manusia dapat dibenarkan karena hal tersebut memang lazim dilakukan. Namun, penggunaan bahan yang dilarang sebagai bahan tambahan pangan seperti menambahkan bahan kimia berbahaya pada makanan atau penggunaan bahan tambahan pangan secara berlebihan sehingga melampaui ambang batas maksimal tidak dibenarkan karena dapat merugikan atau membahayakan kesehatan manusia yang mengonsumsi pangan tersebut. Penggunaan bahan tambahan makanan yang tidak sesuai dengan fungsi yang seharusnya dapat menyebabkan keracunan, gangguan fungsi hati, gangguan saluran pernafasan, sakit ginjal, gangguan paru-paru, gangguan fungsi hati, gangguan pencernaan, kanker atau bahkan kematian.
5
Dari hasil analisis sampel yang dilakukan BPOM pada tahun 2001 hingga 2003, masih terdapat pangan olahan yang menggunakan bahan kimia berbahaya, seperti: rhodamin, boraks, dan formalin. Hasil analisis sampel pangan yang mengandung rhodamin B (dari 315 sampel, 155 sampel mengandung rhodaminB /49%), boraks (dari 1222 sampel, 129 sampel mengandung boraks /11%) serta formalin dari 242 sampel 80 sampel mengandung formalin / 33%). Dimana jenis pangan tersebut diantaranya mie basah, makanan ringan, kerupuk, dan terasi (BPOM, 2004). Disamping mengandung kalori tinggi dan rendah zat gizi lain, serta mengadung bahan tambahan pangan, kemasan makanan pun merupakan salah satu faktor resiko makanan yang di kemas dalam kemasan dianggap memiliki dampak negatif bagi tubuh. Dari sisi “food safety” kemasan makanan bukan sekedar bungkus tetapi juga sebagai pelindung agar makanan aman dikonsumsi. Kemasan pada makanan juga mempunyai fungsi kesehatan, pengawetan, kemudahan, penyeragaman, promosi dan informasi. Namun tidak semua kemasan makanan aman bagi makanan yang dikemasnya. Kemasan yang paling sering kita jumpai saat ini adalah plastik, kertas dan styrofoam. Penggunaan jenis wadah tersebut beresiko menimbulkan gangguan kesehatan karena bahan dasar pembuatan jenis kemasan maupun pigmen warna kemasan bisa bermigrasi ke makanan pada kondisi tertentu sehingga jika terus menerus terakumulasi dalam tubuh akan menyebabkan kanker (Sulchan, 2007). Berbagai faktor mempengaruhi remaja dalam pemilihan makanan yang dikonsumsinya. Secara garis besar dikelompokan menjadi tiga determinan yaitu
6
faktor individu, makanan dan lingkungan (Sanjur, 1982 dalam Azrimaidaliza dkk, 2008). Menurut Kristianti (2009) faktor yang membuat para remaja lebih memilih mengonsumsi makanan capat saji antara lain kesibukan orang tua khususnya ibu yang tidak sempat menyiapkan makanan di rumah sehingga remaja lebih memilih membeli makanan diluar (fast food), lingkungan sosial dan kondisi ekonomi yang mendukung dalam hal besarnya uang saku remaja. Selain itu, penyajian fast food yang cepat dan praktis tidak membutuhkan waktu lama, rasanya enak, sesuai selera dan seringnya mengonsumsi fast food dapat menaikkan status sosial remaja, menaikkan gengsi dan tidak ketinggalan globalitas. Tren mengonsumsi makanan cepat sajipun, tidak hanya terlepas pada masyarakat awam yang kurang memahami dampak yang ditimbulkan dari makanan cepat saji, seseorang yang cukup mengerti akan dampak tersebut seperti mahasiswa kesehatan cukup memiliki minat terhadap makanan cepat saji ini. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Trigan (2012) yang berkaitan dengan pengetahuan, sikap dan tindakan mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara terhadap makanan siap saji, diketahui bahwa sebanyak 83,6% mahasiswa memiliki pengetahuan yang baik mengenai makanan siap saji, bila dilihat dari sikap terhadap makanan cepat saji yaitu sebesar 62,1% memiliki sikap yang baik, namun bila dilihat dari tindakan mengonsumsi makanan cepat saji sebanyak 37,9% menyatakan sangat sering mengonsumsi, 33,7% menyatakan sering dan sebanyak 28,4% menyatakan jarang mengonsumsi makanan cepat saji dimana jenis makanan yang paling sering dikonsumsi
7
dikalangan mahasiswa itu sendiri beberapa diantaranya adalah gorengan yang merupakan makanan paling sering dikonsumsi setiap hari dengan persentase 69,5%, mie instan sebanyak 63,2%, ayam goreng kentucky 61,1%, mie goreng 55,8% dan mie ayam dengan persentase 53,7%. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan pengetahuan dan sikap yang baik terhadap makanan cepat saji tidak menutup kemungkinan seseorang untuk tidak mengonsumsi makanan cepat saji. Perilaku pemilihan makanan yang baik adalah salah satu perilaku hidup sehat yang merupakan bagian dari usaha preventif dan promotif yang harus ada dalam citra diri mahasiswa kesehatan, namun sayangnya hal tersebut masih kurang mendapat perhatian dari kalangan mahasiswa kesehatan itu sendiri. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 responden remaja dengan rata-rata usia 19-21 tahun pada mahasiswa kesehatan di Fakultas Kedokteran
dan
Ilmu
Kesehatan
UIN
Syarif
Hidayatullah,
frekuensi
mengonsumsi fast food sejenis mie instan 80% diantaranya mengonsumsi mie instan 1-2 kali/minggu, sementara dalam mengonsumsi junk food paling banyak mengonsumsi roti kemasan yaitu hampir 50% diantara mengonsumsi roti kemasan 3-4 kali/minggu. Dalam mengonsumsi street food 50% diantanya mengonsumsi bakso dan mie ayam 1-2 kali/minggu, dan 60% diantarnya mengonsumsi siomay 1-2 kali/minggu. Dari data tersebut dapat disimpulkan kemungkinan dalam satu minggu mahasiswa mengonsumsi beragam makanan cepat saji yang berbeda setiap harinya.
8
Sementara dalam hal pemilihan makanan pada mahasiswa FKIK diantaranya
sebanyak
70%
responden
menyatakan
kadang-kadang
mempertimbangkan kandungan gizi makanan, dalam hal pertimbangan terhadap bahan
tambahan
pangan
hampir
50%
diantaranya
masih
kurang
mempertimbangkan keamanan penggunaan BTP dimana hampir separuh responden menyatakan kadang-kadang masih tetap membeli makanan walaupun memiliki warna yang mencolok, serta dalam hal pertimbangan terhadap kemasan yang digunakan 50% diantaranya masih tetap membeli makanan yang dikemas mengunakan plastik hitam, 60% diantaranya masih tetap membeli walaupun makanan dikemas dengan menggunakan stryofoam, dan 60% diantaranya masih tetap membeli walaupun makanan dikemas dengan kertas yang bertinta. Berdasarkan studi pendahuluan tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian pada remaja kalangan mahasiswa kesehatan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta. B. Rumusan Masalah Tren dalam mengonsumsi makanan cepat saji tidak hanya terjadi pada masyarakat biasa, seseorang yang mengerti akan dampak yang ditimbulkan dari makanan cepat saji cukup memiliki minat yang tinggi pada makanan ini, dimanan salah satunya mahasiswa kesehatan. Perilaku pemilihan makanan yang baik adalah salah satu perilaku hidup sehat yang merupakan bagian dari usaha preventif dan promotif yang harus ada dalam citra diri mahasiswa kesehatan, namun sayangnya hal tersebut masih kurang mendapat perhatian dari kalangan mahasiswa kesehatan itu sendiri.
9
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Trigan (2012) dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap yang baik terhadap makanan cepat saji tidak menutup kemungkinan seseorang untuk tidak mengonsumsi makanan cepat saji. Sementara berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 responden remaja dengan rata-rata usia 19-21 tahun pada mahasiswa kesehatan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah, frekuensi mengonsumsi fast food sejenis mie instan 80% diantaranya mengonsumsi mie instan 1-2 kali/minggu, sementara dalam mengonsumsi junk food paling banyak mengonsumsi roti kemasan yaitu hampir 50% diantara mengonsumsi roti kemasan 3-4 kali/minggu. Dalam mengonsumsi street food 50% diantanya mengonsumsi bakso dan mie ayam 1-2 kali/minggu, dan 60% diantarnya mengonsumsi siomay 1-2 kali/minggu. Dari data tersebut dapat disimpulkan kemungkinan dalam satu minggu mahasiswa mengonsumsi beragam makanan cepat saji yang berbeda setiap harinya. Dalam hal pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa FKIK diantaranya sebanyak 70% responden menyatakan kadang-kadang mempertimbangkan kandungan gizi makanan, dalam hal pertimbangan terhadap bahan tambahan pangan hampir 50% diantaranya masih kurang mempertimbangkan keamanan penggunaan BTP dimana hampir separuh responden menyatakan kadang-kadang masih tetap membeli makanan walaupun memiliki warna yang mencolok, serta dalam hal pertimbangan terhadap kemasan yang digunakan 50% diantaranya masih tetap membeli makanan yang dikemas mengunakan plastik hitam, 60% diantaranya masih tetap membeli walaupun makanan dikemas dengan menggunakan steryofoam, dan 60% diantaranya masih
10
tetap membeli walaupun makanan dikemas dengan kertas yang bertinta. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada mahasiswa kesehatan untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. C. Pertanyaan penelitian a. Bagaimana gambaran pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah ? b. Bagaimana gambaran faktor individu (usia, jenis kelamin, pengetahuan, pendapatan, status kesehatan) mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah ? c. Bagaimana gambaran faktor makanan (rasa, warna, tekstur, bentuk makanan, bumbu,harga makanan) mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah? d. Bagaimana gambaran faktor lingkungan (perpindahan penduduk) mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah? e. Bagaimana hubungan faktor individu (usia, jenis kelamin, pengetahuan, uang saku, status gizi) terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa FKIK? f. Bagaimana hubungan faktor makanan (rasa, warna, tekstur, bentuk, bumbu, harga makanan) terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa FKIK? g. Bagaimana hubungan faktor lingkungan (pengaruh perpindahan penduduk) terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa FKIK?
11
D. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui gambaran pemilihan pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah. b. Mengetahui gambaran faktor individu (usia, jenis kelamin, pengetahuan, uang saku, status gizi) mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah. c. Mengetahui gambaran faktor makanan (rasa, warna, tekstur, bentuk, bumbu, harga makanan) mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah. d. Mengetahui gambaran faktor lingkungan (pengaruh perpindahan penduduk) mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah. e. Mengetahui hubungan faktor individu (usia, jenis kelamin, pengetahuan, pendapatan, status gizi) terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah. f. Mengetahui hubungan faktor makanan (rasa, warna, tekstur, bentuk, bumbu, harga makanan) terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah. g. Mengetahui hubungan faktor lingkungan (pengaruh perpindahan tempat tinggal) terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah.
12
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi remaja a. Dapat memberikan memberi informasi terkait gambaran perilaku pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah. b. Dapat memberikan motivasi agar mahasiswa mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah dapat melakukan pemilihan makanan cepat saji dengan baik. 2. Bagi Penelitian lain a. Dapat memberikan masukan dan referensi ilmu sebagai bahan pembelajaran dalam memperkaya ilmu dari hasil penelitian. b. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan untuk penelitian berikutnya dengan mengembangkan metode yang lebih luas ruang lingkupnya. F. Ruang Lingkup Kegiatan Kegiatan penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dilakukan pada bulan Juni – Desember 2012. Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk menyelesaikan tugas akhir berupa skripsi yang terkait “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.” Pengambilan data dilakukan melalui wawancara dengan Populasi dan
13
sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa FKIK dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan desain studi cross sectional.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Makanan cepat saji Produk makanan cepat saji dewasa ini beragam dan terus berkembang sehubungan dengan pergeseran pola konsumsi masyarakat. Produk makanan cepat saji menjadi popular karena pelayanannya yang cepat, praktis, nyaman dan harganya yang relatif terjangkau. Bagi masyarakat kota, makanan cepat saji merupakan jawaban akan terbatasnya waktu dimana sebagian besar mobilitas kehidupan masyarakat kota dilakukan diluar rumah sehingga tidak punya waktu untuk makan didalam rumah (Sudarisman, 1996 dalam Fitria, 2000). Menurut Bertram (1975) dalam Fitria, (2000) makanan cepat saji mengandung dua arti yang berbeda, namun keduanya sama-sama mengacu pada penghidangan dan konsumsi makanan secara cepat. Kedua arti tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) makanan capat saji dapat diartikan sebagai makanan yang dapat dihidangkan dan dikonsumsi dalam waktu seminimal mungkin; 2) makanan cepat saji dapat diartikan sebagai makanan yang dapat dikonsumsi secara cepat. Secara umum produk makanan cepat saji dibedakan menjadi dua bentuk yaitu produk makanan cepat saji yang berasal dari barat dan lokal. Sementara dari jenis makanannnya produk fast food yang biasa dikonsumsi sebagai makanan jajanan pada saat ini terdiri dari makanan utama atau biasa dikenal dengan istilah meals, makanan kecil atau biasa disebut dengan snack dan
14
15
minuman yang biasa disebut beverages (Fardiaz &Guhardja, 1996 dalam Fitria, 2000). Sementara menurut Kaushik, at all (2011) makanan cepat saji mengacu pada makanan yang dapat siap untuk dimakan. Penggunaan istilah makanan cepat saji biasa dikenal dengan sebutan fast food dan junk food. Sebagian besar junk food adalah fast food tetapi tidak semua fast food dikatakan sebagai junk food, terutama ketika fast food tersebut bergizi. Tabel 2.1 Beberapa definisi yang dikaitkan dengan makanan cepat saji Tipe makanan
Definisi
Jenis
Fast food
Makanan cepat saji yang dijual di restoran
Burgers, pizza, fried
atau toko yang dengan cepat disiapkan dan
chiken.
cepat disajikan Junk food
makanan dengan kandungan kalori tinggi,
Chips/keripik,
kandungan gula/ lemak / garam tinggi dan
coklat, es krim,
nilai gizi yang rendah dalam hal protein,
makanan ringan dll.
serat, vitamin dan kandungan mineral. Instan food
Street food
Makanan
yang
mengalami
pengolahan
Mie instan, corn
khusus yang siap untuk disajikan dalam
flakes, bubuk sup,
sekali makan atauterdispersi dalam cairan
bubur instan,
dengan waktu memasak yang singkat
spagety.
Makanan siap saji yang dijual oleh penjaja
Siomay, batagor,
di jalan-jalan atau vendor/tempat umum.
cilok, otak-otak, cakwe dll.
Sumber : Modifikasi Kaushik, at all. 2011 dalam Journal Indian Pediatrics
16
Makanan cepat saji merupakan makanan yang paling digemari oleh remaja khususnya mahasiswa yang masih tergolong pada remaja akhir. Hal tersebut karena makanan cepat mudah ditemukan dan bisa dikonsumsi dalam kondisi apapun. Sebenarnya makanan cepat saji tidak selalu membahayakan bagi kesehatan, hal tersebut dapat tergantung dari kemampuan pemilihan makanan yang
dimiliki
seseorang.
Mengkonsumsi
makanan
cepat
saji
tidak
membahayakan kesehatan jika seseorang dapat membatasi makanan cepat saji serta memperhatikan keamanan pangan dari makanan yang dikonsumsinya. Namun sayangnya dengan ditengah berkembangnnya industri makanan cepat saji, terdapat kecurangan produsen dalam menghasilkan makanan cepat saji sehingga hal tersebutlah yang dapat membahayakan konsumen makanan cepat saji. Oleh karena itu seseorang perlu memiliki kemampuan untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji yang sesuai selera namun sesuai dengan syarat kesehatan. Sebagian besar masyarakat mungkin kurang memperhatikan keamanan pangan dari makanan cepat saji ini, resiko kesehatan yang dapat muncul dari makanan cepat saji ini dapat berupa kandungan kalori yang cukup tinggi jika pola konsumsinya tidak diatur, bahan tambahan pangan serta pengguaan kemasan yang digunakan untuk membungkus makanan. Berikut adalah faktorfaktor yang harus diperhatikan dalam memilh makanan cepat saji: 1. Penggunaan Kemasan Kemasan merupakan salah satu cara yang mudah untuk menempatkan makanan dalam kondisi apapun dan dimanapun yang bertujuan untuk
17
kepraktisan.
Selain mempermudah konsumen dalam mengkonsumsinya,
kemasan makanan juga berguna untuk melindungi kualitas pangan juga dimaksudkan untuk promosi Dari sisi “food safety” kemasan makanan bukan sekedar bungkus tetapi juga sebagai pelindung agar makanan aman dikonsumsi. Kemasan pada makanan juga mempunyai fungsi kesehatan, pengawetan, kemudahan, penyeragaman, promosi dan informasi. Namun tidak semua kemasan makanan aman bagi makanan yang dikemasnya. Kemasan yang paling sering kita jumpai saat ini adalah plastik dan styrofoam (BPOM, 2008). Kemasan plastik banyak digunakan karena beberapa keunggulan dan keuntungannya. Kemasan plastik tersebut terbuat dari beberapa jenis polimer yaitu Polietilen tereftalat (PET), Polivinil klorida (PVC), Polietilen (PE), Polipropilen (PP), Polistirena (PS), Polikarbonat (PC) dan melamin. Diantara kemasan plastik tersebut, salah satu jenis yang cukup populer di kalangan masyarakat produsen maupun konsumen adalah jenis polistirena terutama polistirena foam. Polistirena foam dikenal luas dengan istilah styrofoam yang seringkali digunakan secara tidak tepat oleh publik karena sebenarnya styrofoam merupakan nama dagang yang telah dipatenkan oleh perusahaan Dow Chemical. Oleh pembuatnya styrofoam dimaksudkan untuk digunakan sebagai insulator pada bahan konstruksi bangunan, bukan untuk kemasan pangan (BPOM, 2008). Kemasan polistirena foam dipilih karena mampu mempertahankan pangan yang panas/dingin, tetap nyaman dipegang, mempertahankan kesegaran dan keutuhan pangan yang dikemas, ringan, dan inert terhadap keasaman pangan. Karena kelebihannya tersebut, kemasan polistirena foam digunakan untuk
18
mengemas pangan siap saji, segar, maupun yang memerlukan proses lebih lanjut. Banyak restoran siap saji menyuguhkan hidangannya dengan menggunakan kemasan ini, begitu pula dengan produk-produk pangan seperti mi instan, bubur ayam, bakso, kopi, dan yoghurt (BPOM, 2008). Kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan kemasan pangan antara lain adalah: sifat bahan kimia pangan serta stabilitasnya dalam hal komposisi kimia, biokimia, mikrobiologi, kemungkinan reaksi dan kecepatan reaksi terhadap bahan kemasan, pengaruhnya dengan suhu dan waktu. Sifat bahan kimia pengemas, kompatibilitasnya harus dinilai secara seksama. Apakah bahan kimia tersebut mudah termigrasi, misalnya pangan dengan kadar lemak tinggi atau pangan bersuhu tinggi, tidak boleh dikemas dengan plastik yang dapat berpeluang melepaskan monomer yang bersifat karsinogenik kedalam pangan, serta evaluasi terhadap pengaruh suhu dan waktu kontak terhadap komposisi yang dikandung pengemas. Evaluasi terhadap faktor lingkungan ini diperlukan karena mengingat migrasi bahan toksik sangat dipengaruhi suhu, lama kontak dan jenis senyawa toksik dalam kemasan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengemasan adalah (BPOM, 2012) : a. Sesuai derajat asam basanya (pH) Pangan memiliki kadar asam basa yang beragam. Ada pangan yang bersifat asam, netral dan ada pula yang basa. Pangan yang bersifat asam sebaiknya tidak dikemas dalam kemasan yang terbuat dari logam. Sedangkan pangan yang bersifat netral lebih banyak memiliki kecocokan dengan banyak jenis bahan pengemas.
19
b. Suhu saat pengemasan dan penyimpanan. Pengemasan pangan ada yang dilakukan pada saat pangan bersuhu tinggi (diatas 60oC), suhu kamar, ataupun suhu rendah. Pengemasan pangan pada suhu tinggi, ataupun penyimpanan pangan terkemas pada suhu tinggi dapat meningkatkan migrasi bahan kimia toksik, misalnya formaldehid dari kemasan melamin dapat bermigrasi kedalam pangan pada suhu tinggi. c. Kandungan bahan kimia dominan Bahan kimia yang dominan dalam pangan dapat berupa protein, lemak/minyak, garam dan sebagainya. Pemilihan kemasan sebaiknya disesuaikan dengan kandungan bahan kimia pada pangan. Sebaiknya kemasan yang dipilih adalah yang tidak bereaksi dengan bahan kimia pada pangan. Sebagai contoh: pangan berkadar garam tinggi, akan dapat mendegradasi kemasan logam. Salah satu resiko yang ditimbulkan dengan menggunakan beberapa jenis kemasan ini adalah kemungkinan untuk terjadinya migrasi bahan kima ke dalam makanan. Migrasi merupakan perpindahan bahan kimia baik itu polimer, monomer, ataupun katalisator kemasan (contoh formalin dari kemasan/wadah melamin) kedalam pangan. Migrasi bahan kimia tersebut memberikan dampak berupa penurunan kualitas pangan dan keamanan pangan, juga menimbulkan efek terhadap kesehatan. Jumlah senyawa termigrasi pada umumnya tidak diketahui secara pasti, tetapi dapat berpengaruh fatal terutama pada jangka panjang (bersifat kumulatif dan karsinogenik). Faktor yang mempengaruhi migrasi adalah jenis serta
20
konsentrasi bahan kimia yang terkandung, sifat dan komposisi pangan, suhu dan lama kontak serta kualitas bahan kemasan (jika bahan bersifat inert atau tidak mudah bereaksi maka potensi migrasinya kecil dan demikian pula sebaliknya) (BPOM, 2012). Migrasi bahan toksik merupakan masalah serius jangka panjang bagi kesehatan konsumen, oleh karena itu diperlukan perhatian khusus dalam pemilihan kemasan pangan. Menyikapi keberadaan jenis bahan kemasan yang mudah berimigrasi kedalam produk pangan, diperlukan kebijakan khusus yang efektif dan mencapai sasaran dalam pemilihan kemasan (BPOM, 2012). Beberapa jenis bahan kemasan yang biasa digunakan (BPOM, 2012).: a. Kemasan Plastik Plastik adalah campuran yang mengandung polimer, filler, pemlastis/plasticizer, pengawet/retard, nyala, antioksidan, lubrikan, penstabil/stabilizer panas dan pigmen warna. Jenis polimer yang banyak digunakan adalah
polietilen, polipropilen, polivinil
klorida
dan
polistirina. Risiko yang dapat ditimbulkan akibat campuran senyawa tersebut diantaranya: senyawa kimia toksik, yang merupakan akibat bermigrasinya plastik dengan produk pangan, yang dipengaruhi oleh tingginya suhu dan lamanya waktu kontak. b. Kemasan Logam Kemasan kaleng
dapat
terbuat dari
berbagai
jenis
logam
misalnya seng, aluminium dan besi. Dalam kadar rendah alumunium dan
21
seng tidak beracun bagi tubuh manusia. Namun perlu diperhatikan bahwa logam akan bereaksi dengan asam, yang menyebabkan logam tersebut melarut. Banyak bahan pangan yang bersifat asam, sehingga kontak antara asam dengan kemasan logam dapat melarutkan kemasan logam yang bersangkutan. Waktu kontak berkorelasi positif dengan banyaknya logam yang terlarut, artinya semakin lama waktu kontak, maka semakin banyak logam yang terlarut. Oleh karena itu perlu dipilih jenis pangan yang layak dikemas dengan kaleng atau kemasan logam, agar kualitas produk pangan tetap terjaga. Perlu pula diperhatikan penggunaan bahan tambahan pada pembuatan kaleng seperti: cat, serta bahan pelapis kaleng organik epoksi fenol dan organosol. Kaleng ataupun kemasan logam lainnya tidak boleh mengandung logam timbal, kromium, merkuri, dan kadmium karena dapat mengakibatkan efek negatif terhadap kesehatan manusia. c. Kemasan Kertas dan Sejenisnya Bahan pengemas yang berasal kertas dan sejenisnya sudah lama dikenal masyarakat, termasuk kertas tisu, koran bekas, ataupun kertas bekas lainnya yang telah diputihkan. Struktur dasar kertas adalah bubur kertas (selulosa) dan felted mat. Komponen lain adalah hemiselulosa, fenil propan terpolimerisasi sebagai lem untuk merekatkan serat, minyak esensial, alkaloid, pigmen, mineral. Pada pembuatan kertas terkadang digunakan klor sebagai pemutih, adhesive aluminium, pewarna dan
22
pelapis. Bahan berbahaya yang ada dalam kertas, yang dapat bermigrasi kedalam pangan antara lain adalah tinta dan klor. Mengingat penggunaan kemasan kertas dapat memberikan ancaman bagi kesehatan, maka pemilihan bahan pangan yang dikemas, dan penggunaan kertas sebagai pengemas harus diperhatikan. Kertas bertinta seharusnya tidak digunakan untuk membungkus bahan pangan secara langsung. Migrasi bahan kimia berbahaya dari kemasan dapat mengakibatkan terjadinya keracunan ataupun akumulasi bahan toksik. Salah satu bahaya penggunaan kertas bekas sebagai pengemas pangan adalah adanya kontaminasi mikroorganisme, sehingga dapat merusak produk pangan dan menimbulkan penyakit. Apabila kertas bekas yang mengandung tinta digunakan untuk membungkus produk pangan yang berminyak seperti gorengan, maka minyak dalam keadaan panas dapat melarutkan timbal (Pb) yang terkandung pada tinta dan bermigrasi ke produk pangan. Mengkonsumsi produk pangan yang terkontaminasi timbal dapat membahayakan kesehatan karena dapat menyebabkan keracunan akut yang ditandai dengan munculnya rasa haus dan rasa logam. Gejala lain yang dapat muncul adalah sembelit, kram perut,mual, muntah, kolik, dan tinja berwarna hitam, dapat pula disertai dengan diare atau konstipasi. Terhadap susunan saraf pusat, timbal anorganik dapat
menyebabkan
paraestesia, nyeri dan kelemahan otot, anemia berat dan hemoglobinuria akibat hemolisis. Selain itu keracunan timbal berat, dapat pula
23
menimbulkan kerusakan ginjal, gagal ginjal akut, dan kematian yang terjadi dalam 1-2 hari. Apabila keracunan akut teratasi, umumnya akan terlihat gejala keracunan Pb kronik. Terpapar timbal kronik diketahui bersifat neurotoksik (menyerang saraf) dan akumulatif, bahkan dapat menyebabkan kanker, gangguan fungsi ginjal (nefrotoksik), sistem hemopoietik, saluran pencernaan, pada laki-laki dapat menyebabkan penurunan kualitas sperma sehingga dapat menyebabkan kemandulan, menurunkan fertilitas, dan berpotensi menurunkan kecerdasan (IQ) pada anak - anak. Kertas bekas yang diputihkan dengan cara menambahkan klor (chlorine), bila terkena suhu tinggi akan menghasilkan dioksin yaitu suatu senyawa racun yang berbahaya bagi kesehatan karena bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker). Pada konsentrasi yang tinggi dioksin dapat menyebabkan penyakit kulit chloracne (jerawat yang parah disertai dengan erupsi kulit dan kista). Selain itu dioksin juga dapat menyebabkan penurunan hormon reproduksi pria hingga 50% dan menyebabkan kanker prostat dan kanker testis. Sedangkan pada wanita, dioksin dapat menyebabkan kanker payudara dan endometriosis, yakni jaringan selaput lendir rahim yang tumbuh di luar rongga rahim d.
Kemasan Kaca/Gelas dan Porselen Kaca/gelas dan porselen merupakan kemasan yang paling tahan terhadap air, gas ataupun asam, atau memiliki sifat inert. Kemasan kaca juga dapat diberi warna, banyak digunakan untuk produk minuman yang memiliki sifat-sifat tertentu sehingga dapat menyaring cahaya yang
24
masuk ke dalam kemasan kaca. Jenis kemasan ini dianggap kemasan yang paling aman untuk produk pangan. Porselen atau keramik, biasanya sering digunakan sebagai gelas atau peralatan makan. Selain ada yang dibuat dari tanah liat, ada pula porselen yang dibuat dari bahan dolomite dengan beberapa bahan campuran lainnya. Porselen cukup aman digunakan sebagai wadah makanan, terutama yang bersuhu tinggi. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih gelas, atau peralatan makan dari porselen antara lain suhu pembakaran pada saat pembuatan serta bahan bakunya.Porselen dibuat dengan cara dibakar pada suhu sangat tinggi yaitu di atas 1200°C. Pembakaran yang sempurna akan menghasilkan porselen yang baik dan kuat. Namun bila pembakaran kurang dari 800°C, maka porselen yang dihasilkan akan kurang baik. Bila bahan baku yang digunakan adalah dolomite, maka kualitas porselen juga kurang baik.Porselen dari bahan baku dolomite dengan pembakaran yang kurang sempurna, dapat berpotensi terjadi migrasi
senyawa kimia
kalsium karbonat (CaCO3) dan magnesium karbonat (MgCO3) dari dolomite ke dalam bahan pangan. Dolomite merupakan bahan baku yang cukup luas penggunaannya, antara lain digunakan dalam industri gelas dan kaca lembaran, industri keramik dan porselen, industri refraktori, pupuk dan pertanian. Warna porselen umumnya putih, sedangkan bila dengan bahan dolomite akan berwarna agak kusam.
25
2. Kandungan Gizi Makanan Cepat Saji Selain bahaya yang disebabkan oleh penggunaan kemasan, kandungan gizi merupakan salah satu faktor yang menyebabkan makanan cepat saji dianggap membahayakan bagi kesehatan tubuh. Setiap makanan memiliki kandungan gizi tertentu sesuai dengan bahan yang diolahnya baik itu makanan ringan dalam kemasan yang pada umumnya siap disantap langsung maupun makanan olahan yang mempunyai kemungkinan untuk dikemas seperti makanan jajanan (street food) mapun fast food. Makanan yang mempunyai kemungkinan untuk dikemas, seperti makanan jajanan (bakso, siomay, gorengan dll) umumnya tidak dapat diketahui dengan pasti kandungan gizi dari makanan tersebut kecuali bagi seseorang yang mengetahui rata-rata zat gizi dari makanan tersebut dari perhitungan sendiri maupun perhitungan yang sudah ada. Tetapi pada makanan kemasan yang siap dikonsumsi dan memiliki izin peredaran dari BPOM umumnya harus memenuhi kriteria tertentu dalam pendistribusiannya salah satunya dengan mencantumkan Informasi nilai gizi pada makanan tersebut. Menurut American Congress of Obstetricians and Gynecologists (dalam republika, 2010) manfaat memperhatikan nilai gizi makanan kemasan adalah dengan memperhatikan porsi sajian menunjukkan seberapa banyak porsi dalam kemasan tersebut bisa disajikan, membantu memperkirakan seberapa banyak kalori yang dikonsumsi setiap penyajian, mengetahui jumlah total dari lemak, termasuk lemak jenuh dan lemak trans. Lemak tersebut dapat
26
meningkatkan risiko kolesterol tinggi dan penyakit jantung, menghindari alergi bahan makanan tertentu. Pemilihan makanan kemasan untuk mengetahui nilai gizi, dapat melalui informasi kandungan gizi yang tertera pada produk makanan kemasan. Di Indonesia, Informasi Nilai Gizi atau dikenal juga dengan Nutrition Information atau Nutrition Fact atau Nutrition labeling merupakan salah satu informasi yang wajib dicantumkan apabila label pangan memuat sejumlah keterangan tertentu. Secara definisi lnformasi Nilai Gizi dapat diartikan sebagai daftar kandungan zat gizi pangan pada label pangan sesuai dengan format yang telah ditetapkan (BPOM, 2009). Akibat yang muncul dari konsumsi makanan instan ini adalah menimbulkan dampak negatif bagi tubuh, salah satunya memicu timbulnya penyakit degeneratif karena kandungan zat gizinya yang tidak seimbang. Konsumsi diet tinggi gula, lemak jenuh, garam dan kalori dapat menyebabkan awal perkembangan obesitas, dislipidemia hipertensi, dan toleransi glukosa (Kaushik, et all, 2011). Konsumsi makanan yang dianjurkan adalah makanan pokok 3x sehari dan membatasi makanan ringan untuk 2x sehari. Dimana konsumsi makanan ringan harus dibatasi sebesar 100-200 kalori (Ladock, 2012). 3. Bahan tambahan makanan Kehadiran makanan baik itu makanan kemasan maupun makanan olahan lainnya tidak luput oleh peranan bahan tambahan makanan (BTM) atau yang sering disebut pula bahan tambahan pangan (BTP). Definisi Bahan Tambahan
27
Pangan (BTP) menurut PP. No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan ialah bahan yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Sementara menurut Undang-undang RI nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan, bahan tambahan pangan adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental. Bahan Tambahan Pangan ini berupa bahan atau campuran bahan yang secara alami dan bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan dengan tujuan diantaranya adalah untuk mengawetkan pangan, membentuk pangan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak, memberikan warna dan aroma lebih menarik, meningkatkan warna dan aroma lebih menarik, menghemat biaya. Peran bahan tambahan makanan sangatlah besar dalam menghasilkan produk-produk kemasan. Keberadaan bahan tambahan makanan tersebut bertujuan untuk membuat makanan tampak lebih berkualitas, lebih menarik, dengan rasa dan tekstur yang lebih sempurna. Pada intinya penggunaan bahan tambahan makanan ini telah terbukti tidak membahayakan kesehatan. Namun demikian, penggunaanya dalam dosis yang tidak terlalu tinggi atau melebihi ambang yang diizinkan akan menimbulkan masalah kesehatan Sinaga (2008). Bahan tambahan pangan yang terdapat pada makanan kemasan seperti; pewarna, pengawet, pemanis dan penguat rasa (Ramayulis dkk, 2008).
28
Maraknya penggunaan BTP pada makanan ringan terkait dengan beragam tujuan. Para produsen biasanya menggunakan BTP untuk mencegah produk dari bau apek (tengik), misalnya pada makanan ringan yang mengandung banyak minyak, maka ditambahkan BTP antioksidan.Selain itu pada makanan ringan biasanya ditambahkan BTP penguat rasa MSG agar makanan berasa gurih, serta ditambahkan juga BTP perisa untuk menghasilkan berbagai macam flavor seperti rasa pizza, rasa sate ayam dan barbeque. Peraturan mengenai penggunaan BTP di Indonesia dituangkan di dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 722 tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan. Pengelompokan BTP yang diizinkan digunakan pada makanan menurut Permenkes 722/88 tersebut adalah antioksidan, antikempal, pengatur keasaman, pemanis buatan, pemutih dan pematang tepung, pengemulsi, pemantap, pengental, pengawet, pengeras, pewarna (pewarna alam &pewarna sintetik), penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, sekuestran. Berikut adalah jenis dan jumlah penggunaan bahan tambahan yang diperbolehkan: Tabel 2.2 Jenis Bahan Pengawet yang Diperbolehkan Jenis pengawet 210 Asam benzoate 211 Natrium benzoate 220 Belerang dioksida 280 Asam propionate
Jumlah maksimum penggunaan 1g/kg 1g/kg 500mg/kg 2g/kg (roti)/3g/kg (keju olahan)
(Sumber : Badan pengawas obat dan Makanan, 2004)
29
Tabel 2.3 Jenis Bahan Pewarna yang Diperbolehkan Jenis Pewarna 124 Ponceau 4R
Jumlah maksimum penggunaan 70mg/L (minuman) / 300mg/kg (makanan) 129 Merah allura 70mg/L (minuman) /300mg/kg (makanan) 127 Erythrosine 300mg/kg (Sumber : Badan pengawas obat dan Makanan, 2004) Gambar 2.1 Ukuran Yang Tepat Dalam Memakai Pengawet Dan Pewarna Yang Aman
(Sumber : Badan pengawas obat dan Makanan, 2004) Semua senyawa kimia apabila dikonsumsi secara terus menerus dalam waktu lama mau tidak mau akan menimbulkan efek tidak baik terhadap kesehatan, oleh karena itu maka dibatasi kadar penggunaannya di dalam produk. Untuk BTP yang sudah dikaji keamanannya terutama oleh institusi terpercaya seperti komite JECFA (Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives) maka dapat dipertanggungjawabkan keamanannya karena senyawa ini sudah melalui pengkajian ilmiah yang cukup mendalam dan sudah melalui serangkaian studi baik jangka pendek maupun jangka panjang untuk mengetahui efek toksikologinya terutama pada manusia. Senyawa yang sudah jelas menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan ialah golongan senyawa yang dilarang penggunaannya didalam
30
pangan seperti yang tercantum di dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 722 tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, yaitu sebagai berikut: Asam borat (boric acid) dan senyawanya Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid and its salt) Dietilpirokarbonat (diethylpyrocarbonate, DEPC) Dulsin (dulcin) Kalium klorat ( potassium chlorate) Kloramfenikol (chloramphenicol) Minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oils) Nitrofurazon (nitrofurazone) Formalin (formaldehyde) Badan POM secara rutin mengawasi pangan yang beredar di Indonesia untuk memastikan pangan yang memenuhi syarat. Dari hasil analisis sampel yang dikirimkan oleh beberapa laboratorium Balai POM antara Februari 2001 hingga Mei 2003, dapat disimpulkan bahwa masih ada pangan olahan yang menggunakan bahan kimia berbahaya (BPOM, 2004) seperti : Rhodamin B Rhodamin B adalah pewarna merah terang komersial, ditemukan bersifat racun dan dapat menyebabkan kanker. Bahan ini sekarang banyak disalahgunakan pada pangan dan kosmetik di beberapa negara. Kelebihan dosis bahan ini dapat menyebabkan keracunan, berbahaya jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit. Gejala keracunan meliputi iritasi pada
31
paru-paru, mata, tenggorokan, hidung dan usus. Rhodamin B tersedia di pasar untuk industri tekstil. Bahan tersebut biasanya dibeli dalam partai besar, dikemas ulang dalam plastik kecil dan tidak berlabel sehingga dapat terbeli oleh industri kecil untuk digunakan dalam pangan. Boraks Boraks disalahgunakan untuk pangan dengan tujuan memperbaiki warna, tekstur dan flavor. Boraks bersifat sangat beracun, sehingga peraturan pangan tidak membolehkan boraks untuk digunakan dalam pangan. Boraks (Na2B4O7.10H2O) dan asam borat (H3BO3) digunakan untuk deterjen, mengurangi kesadahan, dan antiseptik lemah. Ketika asam borat masuk ke dalam tubuh, dapat menyebabkan mual, muntah, diare, sakit perut, penyakit kulit, kerusakan ginjal, kegagalan sistem sirkulasi akut, dan bahkan kematian. Jika tertelan 5-10g boraks oleh anak-anak bisa menyebabkan shock dan kematian. Formalin Formalin adalah larutan formaldehida dalam air dan dilarang digunakan dalam industri pangan sebagai pengawet. Formaldehida digunakan dalam industri plastik, anti busa, bahan konstruksi, kertas, karpet, tekstil, cat dan mebel. Formaldehida juga digunakan untuk mengawetkan mayat dan mengontrol parasit pada ikan. Formalin diketahui dapat menyebabkan kanker dan bila terminum dapat menyebabkan rasa terbakar pada tenggorokan dan
32
perut. Sedikitnya 30 mL (sekitar 2 sendok makan) formalin dapat menyebabkan kematian. 4. Pemilihan Makanan Definisi istilah pemilihan makanan mengandung makna kekuatan kemauan orang untuk mengendalikan makanan yang dikonsumsinya. Istilah ini
mengukur
seberapa
kuat
pemilihan
tersebut
dan
faktor
yang
mempengaruhi pemilihan makanan tersebut sering menjadi fokus yang utama (Gibney, 2009). Pengendalian dalam makna pemilihan makanan disini dapat diartikan kemampuan sesorang dalam memilih makanan dari aspek apapun baik berupa makanan yang sesuai dengan selera (suka/ tidak suka) maupun makanan yang sesuai dengan syarat kesehatan sehingga mengarah kepada pemilihan makanan yang baik. Menurut Gibney (2009) keterlibatan sesorang terhadap makanan mempengaruhi alasan dalam pemilihan makanannya. Keterlibatan dalam sebuah produk berarti seseorang mengangap produk tersebut sangat penting dan bersedia menghabiskan cukup banyak waktu untuk mendapatkan pengetahuan tentang produk tersebut sehingga hal tersebut dapat memfasilitasi informed choice (memilih setelah mendapatkan informasi). Keterlibatan yang tinggi maupun rendah dalam memahami makanan yang dikonsumsinya mengarahkan sesorang untuk memiliki kemampuan melakukan pemilihan yang baik maupun kurang baik. Keterlibatan yang tinggi seperti selalu meperhatikan kandungan gizi, komposisi, tanggal kadarluasa, perhatian yang
33
tinggi terhadap penggunaan bahan tambahan pangan, serta perhatian terhadap penggunaan kemasan yang digunakan. B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Makanan Menurut Elizabeth dan Sanjur (1981) dalam Suhardjo (1989) ada tiga faktor
utama
yang
mempengaruhi
preferensi/pemilihan
makanan
yaitu:
a) faktor indvidu, b) faktor makanan, dan c) faktor lingkungan. Ketiga faktor tersebut akan mempengaruhi preferensi seseorang terhadap makanan yang akhirnya akan mempengaruhi konsumsi pangan. 1.
Pengetahuan Pengetahuan yang dimiliki konsumen dapat meningkatkan kemampuan
konsumen untuk mengerti suatu pesan, membantu mengamati logika yang salah, dan dapat menghindari penafsiran yang tidak benar Engel et all (1995) dalam Susanto (2008). Pengetahuan yang cukup diharapkan dapat mengubah perilaku remaja sehingga dapat memilih makanan bergizi yang sesuai dengan kebutuhan dan seleranya. Pengetahuan gizi merupakan prasyarat penting untuk terjadinya perubahan sikap dan perilaku gizi. Pengetahuan juga merupakan salah satu pertimbangan seseorang dalam memilih dan mengonsumsi makanan. Semakin baik pengetahuan gizi seseorang maka akan semakin memperhatikan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsinya. Orang yang semakin baik pengetahuan gizinya akan lebih banyak mempergunakan pertimbangan rasional dan pengetahuannya dibandingkan panca inderanya sebelum mengonsumsi makanan (Sediaoetama 1996 dalam Azrimaidaliza 2011).
34
2.
Usia Menurut Krebs et all (2007) dalam Fermi (2008), prevalensi konsumsi makanan ringan meningkat tiap individu pada anak usia 2- 18 tahun. Summebell et all (1995) menyatakan pada kelompok umur 39-59 tahun total energi yang diperoleh dari konsumsi makanan ringan adalah sebesar 25,5 % pada laki-laki dan 21,4% pada perempuan. Sementara pada usia 65-91 tahun tahun total energi yang diperoleh dari konsumsi makanan ringan hanya 16,6% pada laki-laki dan 17,9% pada perempuan Fermi (2008).
3.
Jenis kelamin Jenis kelamin merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi pemilihan makanan (Sanjur, 2003). Menurut Gibney, et al (2009) umumnya kaum wanita tampak lebih banyak mempunyai pengetahuan tentang makanan dan gizi serta menunjukan perhatian yang lebih besar terhadap keamanan makanan, kesehatan dan penurunan berat badan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Azrimaidaliza (2008) remaja laki-laki lebih bervariasi dalam pemilihan makanan dibandingkan siswa perempuan. Hal ini disebabkan karena pada usia remaja, perempuan lebih memperhatikan body image atau citra tubuh sehingga membatasi asupan makanan. Ezelle et al (1985) dalam Fermia (2008) menyatakan bahawa pola konsumsi makanan ringan pada anak laki-laki dan anak perempuan cenderung sama meskipun asupan energi, kalsium, riboflavin pada anak laki-laki cenderung lebih tinggi dari pada anak perempuan. Konsumsi makanan ringan
35
pada perempuan berkontribusi 21% pada total asupan energinya sedangkan pada laki-laki hanya 14%. 4.
Pendapatan Pendapatan di definisikan sebagai jumlah seluruh uang yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun), pendapatan terdiri dari upah, atau penerimaan tenaga kerja, pendapatan dari kekayaan seperti sewa, bunga dan deviden, serta pembayaran transfer atau penerimaan dari pemerintah seperti tujangan sosial atau asuransi pengangguran (Samuelson dan Nordhaus, 1996 dalam Agung, 2012). Pendapatan mahasiswa bisa berasal dari uang saku dari orang tua, dan beasiswa (jika penerima beasiswa). Yang dimaksud dengan uang saku dari orangtua adalah uang saku yang diterima setiap bulan atau setiap minggu, dari uang saku inilah yang selanjutnya mahasiswa gunakan dalam memenuhi kebutuhan mereka untuk selanjutnya mereka alokasikan kepos-pos pengeluaran konsumsi mereka baik itu konsumsi makanan dan non makanan (Agung, 2012). Menurut Benjamin et all (2004) dalam Arifyani (2010). Uang saku sangat mementukan pemilihan makanan dan konsumsi makanan. Biasanya seseorang akan memilih makanan yang sesuai dengan uang saku mereka. Dengan uang saku yang cukup besar biasanya seseorang akan sering memilih makanan-makanan yang modern dengan pertimbangan prestice dan harapan akan diterima kalangan peer group mereka.
36
5.
Keterampilan memasak Keterampilan memasak adalah suatu jenis keterampilan dalam bidang tatacara memasak yang didalamnya terdapat kegiatan dari mempersiapkan bahan, peralatan yang digunakan, proses pengolahan sampai bahan makanan tersebut siap untuk dimakan. Banyak faktor yang berbeda mempengaruhi pemilihan jenis makanan dan yang dikonsumsi, tetapi keterampilan untuk menyiapkan makanan yang tepat sangat
memainkan
peran
penting.
Kurangnya
keterampilan
dalam
mempersiapkan dan memasak makanan bisa berdampak pada kesehatan karena hal tersebut dapat membatasi pilihan makanan (Eufic, 2011). Makanan yang disiapkan di rumah cenderung lebih bergizi daripada yang berada dari rumah, dan berbagai makanan sehat dapat dicapai oleh orang-orang yang secara teratur memasak yang berawal dari bahan mentah yang segar (Caraher M, 1999). Selanjutnya, memasak dari bahan mentah memberikan keleluasaan konsumen dalam pilihan bahan makanan, dan dengan demikian memungkinkan untuk melakukan pola makan sehat (terkait dengan nutrisi seperti garam, lemak jenuh dan gula) yang akan diikuti lebih ketat, untuk membantu mencapai diet gizi seimbang, karena gizi diketahui memainkan peran penting dalam kesehatan. Kemampuan persiapan makanan dan
keterampilan
memasak
memiliki
potensi
untuk
mempengaruhi
kesejahteraan seseorang dan kesehatan. Oleh karena itu, keterampilan untuk
37
menyiapkan makanan, mengikuti resep dan tersedianya fasilitas, dapat berdampak pada pilihan makanan (Eufic, 2011). 6. Status Gizi Suhardjo (2003) menyatakan bahwa status gizi merupakan bagian yang penting dari status kesehatan sesorang. Status gizi sering digunakan sebagai cara untuk mengevaluasi keseimbangan antara asupan makanan yang masuk ke dalam tubuh dengan energi yang digunakan atau dikeluarkan untuk beraktivitas. Sehingga perbandingan BB/TB yang diproyeksikan dalam status gizi merupakan salah satu cara untuk mengimbangi makanan (Nurcahyo, 2011). Beberapa orang memiliki masalah kesehatan yang mempengaruhi pilihan makanan (Dorothy, 2006), misalnya orang yang memiliki status gizi lebih berusaha menurunkan berat badan dengan diet biasanya akan memilih makanan yang berbeda dari seseorang yang status gizinya normal memungkinkan dia untuk makan apapun yang dia inginkan tanpa kekhawatiran dari kenaikan berat badan yang berlebih. 7. Faktor makanan Dalam mengkonsumsi makanan, sebagian orang mungkin lebih memilih makanan berdasarkan respons yang kuat terhadap stimulus eksternal seperti penglihatan atau cita rasa daripada sinyal internal yang berupa rasa lapar (Gibney, et al, 2009). Oleh karena itu, pengalaman indrawi adalah alasan utama bagi seseorang untuk suka dan tidak suka terhadap makanan. Atribut
38
sensori seperti (rasa, warna, tekstur, dan bentuk) dapat berkontribusi dengan preferensi makanan individu. Panca indera memiliki dampak terbesar dan menentukan apakah makanan akan ditelan atau lebih akan dimakan (Lau et al., 1984 dalam Weaver, 1997). Sistem penciuman mampu mengidentifikasi berbagai tak terbatas zat-zat volatil. Bau makanan secara kimiawi kompleks dan menstimulasi sejumlah reseptor (Hara dan Hukum, 1972 dalam Weaver, 1997).
Tekstur,
bau,
dan
penampilan
dapat
berhubungan
dengan
ketidaksukaan terhadap makanan. Sementara itu, warna makanan merupakan rangsangan pertama pada indera penglihatan sehingga warna memegang peranan utama dalam pemilihan makanan. Karena bila warnanya tidak menarik akan mengurangi selera seseorang untuk mengkonsumsinya (Moehyi, 1992 dalam Arifyani 2010). Pemilihan makanan dipengaruhi oleh penerimaan atribut dan kesesuaian untuk dimakan. Sebagian besar keputusan pemilihan berdasarkan oleh kualitas panca indera.
Penilaian sensori bisa dianggap sebagai satu
pendekatan paling praktis untuk memprediksikan penerimaan konsumen terhadap suatu produk makanan, selain produk baru, produk diperbaiki kualitas atau modifikasi metode (Aminah 1989 dalam Haryati 2009). Institut Teknologi Makanan mendifinisikan penilaian sensori sebagai suatu disiplin ilmu yang digunakan untuk merangsang, mengukur, menganalisis dan menginterprestasi reaksi ciri-ciri makanan dan bahan-bahan apabila dinilai oleh panca indera seperti melihat, bau, rasa, sentuh dan dengar (IFT 1981 dalam Haryati 2009). Dimana melibatkan penggunaan organ-organ sensori
39
yaitu mata, hidung, lidah, kulit dan telinga. Penilaian ini berhubungan dengan tanggapan konsumen terhadap rupa bentuk, aroma, citarasa, tekstur dan rasa sesudah dimakan tanpa mempertimbangkan label, harga dan keterangan lainnya (Stone & Sidel 1995 dalam Haryati 2009). The American Heritage Dictionary menawarkan dua definisi rasa. Definisi pertama adalah bahwa rasa adalah kemampuan sensorik tubuh untuk membedakan manis, asam, asin, dan pahit ketika zat bersentuhan dengan lidah. Definisi kedua adalah bahwa rasa adalah kombinasi dari rasa, bau dan sentuhan yang mulut dapat merasakan (Utermohlen, 2006 dalam Magoulas, 2003). Studi telah menunjukkan rasa baru bahwa setidaknya ada enam selera sensorik, menambahkan selera lemak dan Umami. umami berarti 'lezat' dalam bahasa Jepang dan itu adalah kata yang sering digunakan untuk menggambarkan rasa gurih makanan ketika akan meningkat. Anatomi rasa menggunakan lidah, hidung, otak dan konsep visual yang memiliki mengajarkan apa yang harus mengharapkan otak. Rasa sebenarnya persepsi sensorik terakhir yang terjadi Banyak studi ilmiah telah menyimpulkan bahwa sensori stimulan yang mempengaruhi tubuh manusia adalah sentuhan, rasa, bau, suara, dan penglihatan).Makanan pertama divisualisasikan dan kemudian ditempatkan ke dalam mulut di mana ia dikunyah. Selama pengunyahan air liur yang diaktifkan di mulut bercampur dengan makanan maserasi dan memberikan uap ke hidung. Selama proses ini molekul individu rasa yang dibawa dalam paket saraf, di mana sinapsis, atau sel-sel komunikator, mengirim informasi ke saraf pemancar dalam bentuk serotonin. Serotonin
40
kemudian membakar sinapsis tambahan sehingga memberikan pesan ke otak untuk disimpan (Utermohlen, 2006 dalam Magoulas, 2003). Karakteristik makanan mempengaruhi seseorang dalam melakukan pemilihan makanan untuk dikonsumsinya, faktor organoleptik makanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhinya. Organoleptik makanan adalah penilaian indera untuk menguji suatu kualitas bahan pangan dengan cara merasa, meraba, dan melihat untuk menentukan kualitas makanan, faktor organoleptik makanan berupa rasa, warna, tekstur dari makanan tersebut. Menurut Mukri (1990) dalam Aristi (2011) cita rasa makanan ditimbulkan dari rangsangan indera penglihatan dan pengecapan. Makanan yang memiliki cita rasa yang tinggi adalah makanan yang disajikan menarik, menebar aroma sedap dan memberikan rasa yang lezat. Selain itu, Warna memegang penting dalam penampilan suatu makanan dan merupakan hal yang harus diperhatikan dalam makanan, Warna merupakan faktor yang dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan suatu produk.Warna merupakan daya tarik terbesar untuk menikmati aroma makanan. Warna dalam makanan dapat meningkatkan penerimaan konsumen tentang sebuah produk, betapapun lezatnya makanan apabila warna makanan tidak menarik maka akan menurunkan selera makan, namun harus diperhatikan pula zat pewarna yang digunakan dalam makanan. Zat pewarna sintesis yang digunakan untuk makanan tetapi tidak memenuhi standar penggunaanya akan membahayakan kesehatan.
41
Sementara itu, menurut Soenardi (1996) dalam Aristi (2012) tekstur makanan adalah yang berkaitan dengan struktur makanan yang dirasakan didalam mulut. Tekstur meliputi kerenyahan, keempukan atau kekerasan dari makanan yang dirasakan oleh indera pengecap. Tekstur dapat mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh makanan dan dapat merangsang getah lambung serta dapat menentukan kelezatan makanan. Tekstur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh suatu bahan tersebut, tekstur dapat mengubah rasa dan bau karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori dan kelenjar air liur. Bila semakin kentar suatu bahan, penerimaaan terhadap intensitas rasa, bau dan cita rasa semakin berkurang (Winarno, 1989 dalam Aristi, 2011). Menurut
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Azrimaidaliza
(2008)
karakterisitik makanan berhubungan dengan pemilihan makanan pada remaja. Penelitian
ini menunjukan kebanyakan remaja dalam memilih makanan
mempertimbangkan aroma, rasa, warna,porsi,tekstur dan harga makanan. Pada survei yang dilakukan oleh
The International Food Information Council
Foundation’s pada tahun 2008, 54 % responden mengatakan rasa memiliki dampak yang besar pada pembelian makanan dan minuman mereka, harga mempengaruhi 41 % , 29 % untuk kesehatan, dan 27 % untuk kenyamanan (Central for advancing health, 2009).
42
8. Musim dan tingkatan sosial Bencana alam seperti banjir, gempa bumi, gunung meletus dan terutama perubahan lingkungan hidup keluarga secara tidak langsung akan mengarah kepada kebiasaan makan Adanya musim bencana alam tersebut dapat mengurangi cadangan pangan bahkan meniadakan sama sekali, penambahan pangan dari daerah lain, belum tentu dapat menyelesaikan masalah kekurangan pangan didaerah bencana tersebut (Suhardjo, 1989). Perbedaan kebiasaan makan juga sering ditemui dalam keluarga yang mendahulukan atau mengistimewakan orang tua dalam hidupnya, sehingga anak-anak dan kaum wanita biasanya mendapat prioritas terakhir dalam hal makanananya. Hal tersebut dapat mempengaruhi status gizi dari anak maupun kamum wanita tersebut, padahal jumlah energi yang diperlukan oleh ibu rumah tangga cukup besar dibandingkan kepala keluarga yang biasanya bekerja dikantor. 9.
Mobilitas Mobilitas merupakan suatu kemampuan individu untuk bergerak secara bebas mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas (Hidayat, 2004) Mobilitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang dalam pemilihan makanannya. Semakin tinggi mobilitas seseorang, biasanya semakin tinggi pula ketergantungan akan makanan instan yang mana hal ini dapat mengganggu asupan nutrisi ke dalam tubuh. Menurut Boutelle (2007) (dalam ministrymagazine, 2011) kegiatan ekstrakurikuler untuk anakanak dan pekerjaan tambahan/lembur untuk orang tua sering mengakibatkan
43
ketergantungan pada makanan cepat saji. Penelitian menunjukkan bahwa rumah di mana makanan cepat saji menggantikan makanan tradisional setidaknya tiga kali seminggu cenderung memiliki lebih banyak chip dan soda yang tersedia. 10. Pekerjaan dan jumlah keluarga Pekerjaan yang dapat mempengaruhi pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan tentang kualitas dan kuantitas makanan. Terdapat hubungan antara pendapatan yang berasal dari keuntungan pekerjaan terhadap gizi yang tentunya terkait dengan pemilihan makanan, hal ini merupakan pengaruh dari didorong oleh pengaruh menguntungkan dari pendapatan yang meningkat bagi perbaikan kesehatan dan masalah keluarga lainnya (Suhardjo, 1989). Menurut BKKBN (1998), besar rumah tangga adalah jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, isteri, anak, dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama. Berdasarkan jumlah anggota rumah tangga, besar rumah tangga dikelompokkan menjadi tiga, yaitu rumah tangga kecil, sedang, dan besar. Rumah tangga kecil adalah rumah tangga yang jumlah anggotanya kurang atau sama dengan 4 orang. Rumah tangga sedang adalah rumah tangga yang memiliki anggota antara lima sampai tujuh orang, sedangkan rumah tangga besar adalah rumah tangga dengan jumlah anggota lebih dari tujuh orang (BKKBN, 1998 dalam Ermawati, dkk, 2009). Pada skala rumah tangga tingkat konsumsi pangan ditentukan oleh adanya pangan yang cukup dipengaruhi oleh kemampuan keluarga untuk memperoleh bahan yang
44
diperlukan (Suhardjo 1989), semakin besar jumlah keluarga maka pengeluaran untuk konsumsi makanan lebih besar dari pada pengeluaran untuk non pangan. Keluarga adalah bagian penting bagi anak dalam belajar perilaku. Menurut Arbeit dkk (1991 dalam Sarintohe, 2000), keterlibatan keluarga amatlah penting dalam pendidikan nutrisi. De Bourdeaudhuij dan Van Oost (1996 dalam Sarintohe, 2000) menjelaskan bahwa family food rules merupakan salah satu peran keluarga dalam membentuk perilaku makan yang sehat. Family food rules terdiri dari kewajiban untuk makan makanan yang sehat dan larangan makan makanan yang tidak sehat. Jadwal makan keluarga juga merupakan salah satu dari family food rules, yang dapat membantu membiasakan anak untuk punya jadwal makan yang tetap. Keluarga inti terlihat memainkan peran penting dalam pembentukan pola makan. Peran fasilitas sosial yang dalam hal ini jumlah keluarga pada asupan energi berhubungan positif antara jumlah orang yang hadir pada saat bersantap pada saat makan makanan kudapan maupun konsumsi makanan dengan asupan energi yang tinggi seperti makanan pokok. Misalnya makanan yang disantap bersama dengan orang lain rata-rata 44% lebih banyak daripada makanan yang disantap sendirian dan pilihan makanan lebih tinggi pada makanan dengan karbohidrat, lemak, protein dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini diasumsikan bahwa hubungan itu bersifat klausal yang mencerminkan kombinasi peningkatan ketersediaan makanan, suasana sosial yang rileks,
45
gangguan, makanan yang lebih menggoda dan durasi bersantap yang lebih lama (Gibney, et all, 2009). 11. Perpindahan penduduk/tempat tinggal Perbedaan tempat tinggal juga mempengaruhi pilihan makanan. Hal ini berhubungan
dengan
lokasi
geografis
yang
berkontribusi
terhadap
ketersediaan pangan dan biaya makanan (Dorothy, 2006). Misalnya seseorang yang hidup di desa tidak terdapat restoran yang menghidangkan makanan cepat saji, karena tidak terbiasa mengkonsumsi makanan tersebut, setelah pindah dari desa ke kota dimana lebih banyak tersedia makanan cepat saji. maka ia akan tertarik untuk mecoba makanan diluar kebiasaan makanannya. C. Kerangka Teori Faktor yang mempengaruhi pemilihan makanan menurut Elizabeth Dan Sanjur (1981) dalam Suhardjo (1989) dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu individu (umur, jenis, kelamin, pendidikan, pendapatan, pengetahuan, keterampilan memasak, status kesehatan), makanan (rasa, warna, tekstur, harga, tipe makanan, bentuk makanan, bumbu, kombinasi makanan) dan lingkungan (musim, pekerjaan, mobilitas, perpindahan penduduk, jumlah keluarga, tingkat sosial masyarakat).
46
Bagan 2.1 Kerangka Teori Konsumsi makanan
Preferensi/ pemilihan makanan
Faktor individu
Faktor makanan
Faktor lingkungan
Umur
Rasa
Musim
Jenis kelamin
Warna
Pekerjaan
Pendidikan
Tekstur
Mobilitas
Pendapatan
Harga
Perpindahan penduduk
Pengetahuan
Tipe makanan
Jumlah keluarga
Bentuk makanan
Tingkat sosial masyarakat
Keterampilan memasak Sumber : Elizabeth Dan Kesehatan
Bumbu Kombinasi makanan
Sumber : Elizabeth Dan Sanjur (1981) dalam Suhardjo (1989)
BAB III KERANGKA KONSEP A.
Kerangka Konsep Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan makanan menurut Elizabeth dan Sanjur (1981) dalam Suhardjo (1989) terdiri dari faktor individu (usia, jenis kelamin, pengetahuan, pendidikan dan pendapatan, keterampilan memasak, status kesehatan), faktor makanan (rasa, warna, tekstur, harga, bentuk makanan, tipe makanan, lingkungan
bumbu, kombinasi makanan) serta faktor
(musim, pekerjaan, mobilitas, perpindahan penduduk, jumlah
keluarga, tingkat sosial masyarakat) Dari beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan makanan diatas, terdapat variabel yang tidak diteliti yaitu variabel: 1. Keterampilan memasak tidak diukur karena indikator untuk menentukan seseorang terampil atau tidaknya dalam memasak sangat komplek seperti kegiatan dari mulai mempersiapkan bahan, peralatan yang digunakan, proses pengolahan sampai bahan makanan tersebut siap untuk dimakan. sehingga peneliti memiliki keterbatasan untuk meneliti hal tersebut. 2. Tipe makanan dan kombinasi makanan karena tipe makanannya homogen dimana tipe makanan kemasan. biasanya tipe makanan kering artinya makanan tersebut tidak berkuah/ digoreng/direbus. Sementara kombinasi makanan tidak di teliti karena biasanya makanan cepat saji berupa makanan tunggal/ satu jenis saja.
47
48
3. Sementara musim tidak diteliti karena desain penelitian ini cross sectional sehingga peneliti hanya mengukur kejadian pada saat itu sehingga musim yang berkaitan dengan bencana alam tidak diteliti karena responden pada saat itu tidak dalam kondisi bencana alam. 4. Pendidikan, pekerjaan tidak diteliti dikarenakan responden dalam penelitian ini homogen secara keseluruhan merupakan mahasiswa yang menempuh jalur pendidikan yang sama yaitu perguruan tinggi, mahasiswa tersebut aktif kuliah yang berarti belum memiliki pekerjaan. 5. Tingkat sosial masyarakat tidak diteliti karena pada masa kini tingkat sosial di keluarga sudah tidak menjadi hal yang diutamakan karena seorang ibu rumah tangga dan anak bisa duduk satu meja dengan kepala keluarga untuk menikmati makanan bersama. 6. Jumlah keluarga karena penelitian ini cros sectional artinya peneliti hanya menilai pada saat itu juga, sementara responden dalam penelitian ini mahasiswa dimana terdapat mahasiswa yang mengekos/tidak tinggal bersama keluarga maka dari itu jumlah keluarga tidak diikut sertakan. 7. Mobilitas tidak diteliti karena umunya mobilitas respoden homogen dalam arti, hampir sama pada setiap mahasiswa.
49
Bagan 3.1 Kerangka konsep
Faktor individu: Usia Jenis kelamin Pengetahuan Pendapatan (uang saku) Status kesehatan (status gizi)
Faktor makanan: Rasa
Pemilihan makanan cepat saji
Warna Tekstur Harga Bumbu makanan
Faktor lingkungan: Perpindahan penduduk
Sumber: Modifikasi Elizabeth dan Sanjur (1981) dalam Suhardjo (1989)
50
B. Definisi Operasional Variabel
Pemilihan makanan cepat saji
Jenis kelamin
Pengetahuan
Status gizi
Definisi operasional Perilaku yang ditunjukan responden dalam memilih makanan cepat saji berdasarkan pertimbangan dari segi kandungan gizi makanan, bahan tambahan pangan dan penggunaan kemasan. Alat kelamin utama yang membedakan laki-laki dan perempuan. Kemampuan responden dalam menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan makanan cepat saji. Kondisi tubuh responden yang diukur berdasarkan indikator berat badan dibandingkan dengan tinggi badan.
47
Alat ukur
Kuesioner
Kuesioner
Kuesioner
Kuesioner
Hasil ukur 1. Baik = skor diatas rata-rata median. 2. Kurang baik = skor di bawah rata-rata median.
1. Laki-laki 2. Perempuan 1. Kurang baik skor < median 2. Baik ≥ median 1. Kurus 2. Normal 3. Gemuk
Skala
Ordinal
Nominal
Ordinal
Ordinal
51 40
Faktor makanan
Pendapatan (Uang saku)
Perpindahan penduduk
Penilaian indera untuk menguji suatu kualitas bahan pangan dengan cara merasa, meraba, dan melihat untuk menentukan kualitas makanan. Meliputi: Rasa, Warna, Bentuk , Bumbu, Tekstur, Harga. Nilai mata uang yang diterima oleh responden berdasarkan hitungan harian.
Berpindahnya tempat tinggal responden dari tempat tinggal sebelumnya ke tempat tinggal saat sekarang pada saat dilakukannya penelitian.
1. Tidak penting < median 2. Penting ≥ median Kuesioner
Ordinal
Kuesioner
1. Dibawah rata-rata jika < median 2. Rendah ≥ median
Ordinal
Kuesioner
1. Tidak berpindah tempat tinggal 2. Pindah tempat tinggal
Nominal
52
C. Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan antara faktor individu (usia, jenis kelamin, pengetahuan, status gizi,
uang saku)
terhadap pemilihan makanan cepat saji pada
mahasiswa FKIK. 2. Ada hubungan antara faktor makanan (rasa, warna, tekstur, bentuk, bumbu, harga makanan) terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa FKIK. 3. Ada hubungan antara karakteristik lingkungan (perpindahan tempat tinggal) terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa FKIK.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian Dalam penelitian ini desain studi yang digunakan adalah rancangan studi cross sectional yaitu studi epidemiologi observasional yang bertujuan untuk mempelajari faktor-faktor resiko terjadinya efek yang berupa penyakit atau status kesehatan dan termasuk dalam rentang waktu yaitu variabel-variabel yang termasuk faktor risiko dan variabel efek di observasi sekaligus dalam waktu yang bersamaan. B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan yang berlokasi di Jl. Kertamukti Pisangan,Ciputat Jakarta Selatan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Desember 2012. C. Populasi dan Sampel Populasi yang dipakai pada penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Populasi yang diamati pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta yang berjumlah 1345 orang. Jumlah sampel yang dibutuhkan dihitung berdasarkan rumus uji hipotesis beda dua proporsi. Dengan perhitungan sebagai berikut:
53
54
n=
{Z1−α/2√2P(1−P) + Z1−β√P1(1−P1) +P2 (1−P2)}2 (𝑃1−𝑃2)2
Keterangan : n
: Jumlah sampel
Z1-α/2 : Tingkat kemaknaan pada α = 5% (Z1-α/2 = 1,96) Z1-β
: Kekuatan uji pada 1- β = 80% (1-β = 0,84)
P1
: Proporsi niat sangat berperan terhadap pemilihan makanan cepat saji pada penelitian sebelumnya yaitu 29% (Sihaholo,2012)
P2
: Proporsi niat cukup berperan terhadap mengkonsumsi makanan cepat saji pada penelitian sebelumnya yaitu 27% (Sihaholo,2012)
P
: P1+ P2/2 = 29% + 27% /2 = 28% = 0,51
Maka besar sampel yang dihasilkan adalah : 0,4998 n = {1,96√2. 0,28(1-0,28) + 0,84√0,29(1-0,29) +0,27 (1-0,27)}2 Deff (0,29-0,27)2 n = 43 orang n = 43 x 2 = 85 orang Proses pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik Cluster Sampling (area sampling) atau sampling daerah. Pengambilan sampel dilakukan terhadap sampling unit, dimana sampling unitnya terdiri dari satu kelompok (cluster). Tiap item (individu) di dalam kelompok yang terpilih akan diambil sebagai sampel. Cara ini dipakai bila populasi dapat dibagi dalam kelompok-kelompok dan setiap karakteristik yang dipelajari ada dalam setiap kelompok (Nasution, 2003).
55
Pengambilan sampel dilakukan melalui 2 tahap. Tahap pertama adalah pengambilan kelas pada tiap prodi, setelah itu, tahap kedua adalah penarikan sampel dari masing-masing kelas yang telah dipilih, dalam pemilihan sampel pada tiap kelas tersebut digunakan tabel acak untuk menentukan responden yang dijadikan sampel penelitian. Dikarenakan pengambilan sampel yang dilakukan pada penelitian ini cluster sampling 2 tahap maka jumlah sampel dikalikan 2 menjadi 172 orang, untuk mengantisipasi sampel droup out maka peneliti menambah dari jumlah sampel yang dibutuhkan sebesar 10%, sehingga jumlah seluruh sampel yang diambil sebanyak 181 orang. D. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. 1. Data Primer Data primer dalam penelitian ini berupa kuesioner yang mencakup pertanyaan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pemilihan makanan cepat saji yang terdiri dari; karakteristik individu responden (usia, jenis kelamin, pengetahuan, pendapatan/uang saku, status kesehatan), faktor makanan: rasa, warna, tekstur, bentuk, dan bumbu, harga, faktor lingkungan: perpindahan penduduk 2. Data Sekunder Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari arsip Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan mengenai biodata mahasiswa.
56
E. Pengukuran Data 1. Pemilihan Makanan Cepat Saji Untuk mengetahui pemilihan makanan cepat saji, peneliti menlai perhatian responden terhadap kecenderungan pemilihan makanan cepat saji yang biasa dipilih responden dalam pemilihan makananya yang tersaji dalam bentuk skala likert kemudian, Penilaian dilakukan dengan memberikan nilai 3 pada jawaban “selalu”, 2 untuk jawaban “kadang-kadang” dan 1 untuk jawaban “tidak”. Kemudian diinterpretasikan dalam bentuk skor pemilihan makanan cepat saji dari masing-masing responden. Kemudian dikategorikan berdasarkan nilai median variabel tersebut. Sehingga kategori pada variabel ini terdiri dari pemilihan makanan cepat saji baik dan pemilihan makanan cepat saji kurang baik. Syaratnya jika skor < median dikatakan responden memiliki pemilihan makanan cepat saji kurang baik dan jika skor ≥ median dikatakan pemilihan makanan cepat saji baik. Pertanyaan mengenai pemilihan makanan cepat saji ini dinilai berdasarkan pemilihannya terhadap makan yang rendah kalori, rendah lemak, rendah natrium, perhatian terhadap tanggal kadarluasa, informasi nilai gizi, komposisi makanan, serta bahan tambahan pangan. 2. Jenis Kelamin Untuk variabel jenis kelamin, pertanyaan bersifat tertutup dan setiap respoden hanya boleh mengisi satu jawaban saja yaitu laki-laki atau perempuan.
57
3. Pengetahuan Dalam penelitian ini, terdapat 10 pertanyaan yang berkaitan dengan pengetahuan responden yang berkaitan dengan makanan cepat saji. Semua pertanyaan bersifat tertutup dengan model pilihan ganda. Penilaian dilakukan dengan memberikan nilai 2 pada jawaban yang benar dan 1 untuk jawaban yang salah. Nilai total bagi setiap responden diperoleh dengan cara menjumlahkan skor dari jawaban yang benar. Kemudian dikategorikan menjadi kurang baik, apabila skor nilai < median dan baik apabila skor nilai ≥ median. 4. Uang Saku Untuk mengetahui pendapatan/uang saku respoden, disajikan dalam bentuk pertanyaan yang bersifat terbuka, dimana masing-masing responden menuliskan besarnya uang jajan sesuai dengan jumlah uang yang diterima oleh responden setiap harinya dari orang tua/wali responden untuk keperluan jajan. Selanjutnya ditentukan median atau titik tengah dari jumlah uang saku respoden tersebut yang akan digunakan sebagai acuan untuk mengetahui tinggi rendahnya uang saku respoden. Kemudian dikategorikan menjadi rendah apabila < dari median uang saku mahasiswa dan tinggi apabila ≥ dari median uang saku mahasiswa 3. Faktor Makanan Untuk mengetahui faktor makanan yang terdiri dari rasa, tekstur, wrna, bentuk, bumbu, dan harga. Pertanyaan disajikan dalam bentuk skala likert. yang terdiri dari jawaban sangat tidak penting dengan skor 1, tidak penting
58
dengan skor 2, penting dengan skor 3, dan sangat penting dengan skor 4. Selanjutnya
diinterpretasikan
dalam
bentuk
skor
untuk
Kemudian
dikategorikan menjadi tidak penting apabila < dari median dan penting apabila ≥ dari median. 5. Perpindahan tempat tinggal Untuk variabel perpindahan tempat tinggal, pertanyaan bersifat tertutup dan setiap respoden hanya boleh mengisi satu jawaban saja yaitu berpindah tempat tinggal/mengekos dan tidak berpindah tempat tinggal/mengekos. F. Pengolahan Data Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program komputer. Adapun untuk tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pengolahan data primer dari variabel dependen dan variabel independen adalah sebagai berikut: 1. Editing Kegiatan pengecekan isian formulir atau kuesioner apakah jawaban yang di kuesioner sudah lengkap (semua pertanyaan sudah ada jawaban), jelas (jawaban pertanyaan apakah tulisannya cukup jelas dibaca), relevan (jawaban yang tertulis relevan dengan pertanyaan), dan konsisten (apakah antara beberapa pertanyaan yang berkaitan isi jawaban konsisten). 2. Coding Kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka. Kegiatan coding ini dilakukan untuk mempermudah analisis data dan mempercepat entry data.
59
3.
Entry data Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan sudah dilakukan pengkodingan, langkah selanjutnya adalah memproses data agar dianalisis. Pemprosesan data dilakukan dengan meng-entry data dari kuesioner kedalam komputer dengan menggunakan program komputer.
4. Cleaning data Kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di-entry apakah ada kesalahan atau tidak. G. Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini berupa analisis univariat dan bivariat. 1.
Analisis Univariat Analisis univariat digunakan untuk mendapat gambaran distribusi responden yang dibuat dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan diinterpretasikan secara deskriptif. Analisis data univariat dilakukan pada setiap variabel, baik variabel dependen yaitu perilaku pemilihan makanan cepat saji, pengetahuan, jenis kelamin, pendapatan, status, faktor makanan, dan perpindahan penduduk.
2. Analisis Bivariat Analisis data bivariat dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan yang bermakna antara variabel dependen yaitu perilaku pemilihan makanan cepat saji terhdap faktor pengetahuan, jenis kelamin, pendapatan, status, faktor makanan, dan perpindahan penduduk dengan menggunakan uji chi square.
60
Melalui uji statistik chi square akan diperoleh nilai P, dimana dalam penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian antara dua variabel dikatakan bermakna jika mempunyai nilai P <0,05 dan dikatakan tidak bermakna jika mempunyai nilai P ≥ 0,05. Metode ini digunakan untuk mendapatkan probabilitas kejadiannya. Jika P value ≥ 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara kedua variabel tersebut. Sebaliknya jika P value < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara kedua variabel tersebut. Untuk melihat kekuatan hubungan antara variabel dependen dan independen maka dilihat nilai Odds Ratio (OR). Bila nilai OR = 1 artinya tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Jika nilai OR < 1 artinya variabel independen memperkecil resiko untuk bermotivasi dalam berperilaku aman. Dan jika nilai OR > 1 artinya variabel independen meningkatkan resiko untuk bermotivasi dalam berperilaku aman.
BAB V HASIL
A. Gambaran Umum Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Penelitian ini mengambil lokasi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta. Kampus ini berlokasi di Jl. Kertamukti Pisangan, Ciputat Jakarta Selatan. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta ini memiliki empat program studi yang terdiri dari program studi Kesehatan Masyarakat, Farmasi, Keperawatan, dan Pendidikan Dokter. Jumlah mahasiswa hingga akhir periode 2012 ini adalah berjumlah 1345 orang yang terbagi dalam masing-masing program studi. Tabel 5.1 Jumlah dan Distribusi Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun 2012 Program studi
Jumlah mahasiswa
Kesehatan masyarakat
429
Farmasi
369
Keperawatan
203
Pendidikan Dokter
344
Total
1345
Sumber: Data Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta tahun 2012 Pengambilan sampel diambil dengan menggunakan metode random atau acak dengan bantuan tabel acak sehingga diperoleh proporsi sampel dari masing-masing program studi adalah 57 untuk jurusan kesehatan masyarakat, 50 untuk jurusan farmasi, 27 untuk keperawatan dan 47 untuk jurusan pendidikan dokter sehingga total sampel dalam penelitian ini adalah 181 orang.
61
62
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Keterlibatan Responden dalam Pemilihan Makanan Cepat Saji Pemilihan Rendah kalori Rendah lemak Rendah natrium Kandungan gizi Daftar komosisi Tanggal kadarluasa Warna Penyedap rasa Pemanis Pegawet Rasa Kemasan plastic Kemasan stryofoam Kemasan bertinta
Tidak n(%) 65 (35,9) 52 (28,7) 91 (50,3) 39 (21,5) 40 (22,1) 2 (1,1) 13 (7,2) 13 (7,2) 13 (7,2) 39 (21,5) 8 (4,4) 23 (12,7) 29 (16) 28 (15,5)
Kadang2 n(%) 108 (59,7) 107 (59,1) 87 (48,1) 100 (55,2) 87 (48,1) 27 (14,9) 79 (43,6) 93 (51,4) 81 (44,8) 97 (53,6) 60 (33,1) 87 (48,1) 128 (70,7) 97 (53,6)
Selalu n(%) 8 (4,4) 22 (12,2) 3 (1,7) 42 (23,2) 54 (29,8) 152 (84) 89 (49,2) 75 (41,4) 87 (48,1) 45 (24,9) 113 (62,4) 71 (39,2) 24 (13,3)) 56 (30,9)
Sumber: Data Primer Berdasarkan
tabel diatas dapat diketahui dari beberapa variabel yang
berkaitan dengan pemilihan makanan cepat saji terdapat keterlibatan/perhatian tertinggi pada variabel tanggal kadarluasa sebesar (84%), rasa (62,4%), dan warna (49,2%), sementara keterlibatan/perhatian rendah pada variabel konsumsi rendah natrium (50,3%), rendah kalori (35,9%), dan rendah lemak dan sebesar (28.7%).
63
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jenis Makanan Cepat Saji Yang Sering di Konsumsi Jenis makana cepat saji
N
Jumlah dalam 1x
Frekuensi
makan ≤2x
>2x
≤3
>3
Fried chiken
65 (35,9%)
65 (35,9%)
-
61(33,7%)
4 (2,2%)
Pizza
19 (10,5%)
18 (9,9%)
1 (0,6%)
18 (9,9%)
1 (0,6%)
20 (11%)
17 (9,4%)
3 (1,7%)
19 (10,5%)
1 (0,6%)
Gorengan
132 (72,4%)
67 (36.5%)
65(35,9%)
109 (60,2%)
23 (12,7%)
Bakso
100 (55,2%)
93 (51,4%)
7 (3,9%)
93(51,4%)
7 (3,9%)
Mie ayam
75 (41,4%)
75 (41,4%)
-
75(41,4)
-
Ciki
63 (34,8%)
57 (31,5%)
6 (3,3%)
63 (34,8%)
-
Keripik
98 (54,1%)
97(53,6%)
1 (0,6%)
92 (50,8%)
6 (3,3%)
Cokelat
95 (52,5%)
91(50,3%)
4 (2,2%)
88 (48,6%)
6 (3,3%)
Biscuit
101 (55,8%)
72 (39,8%)
29 (16%)
88 (48,6%)
13 (7,2%)
Kriuk
69 (38,1%)
65 (35,9%)
4 (2,2%)
65 (35.9%)
3 (2.2%)
Siomay
64 (35,4%)
63 (34,3%)
2 (1,1%)
61 (33,7%)
4 (2,2%)
Cilok
28 (15,5%)
23 (12,7%)
5 (2,8%)
27 (14,9%)
1 (0,6%)
Otak2
12 (6,6%)
10 (5,5%)
2 (1,1%)
11(5,5%)
1 (0,6%)
Cakwe
13 (92,8%)
11 (6,1%)
2 (1,1%)
13 (7,2%)
-
Cimol
33 (18,2%)
31 (17,1%)
2 (1,1%)
30 (16,6%)
3 (1,7%)
Mie instan
123 (68%)
120 (66,3%)
3 (1,7%)
108 (59,7%)
15 (8,3%)
Bubur
13 (7,2%)
12 (6,6%)
1 (0,6%)
7 (3,9%)
6 (3,3%)
Sphagety
17 (9,4%)
15 (8,3%)
2 (1,1%)
13 (7,2%)
3 (1,7%)
Humberger
Sumber : Data Primer
64
Berdasarkan tabel diatas jenis makanan cepat saji yang paling sering dikonsumsi responden berturut-turut adalah sebagai berikut: gorengan (72,4%), mie instan (68%), biscuit (55,8%), bakso (55,2%), keripik (54,1%). B. Analisis Univariat 1. Gambaran Pemilihan makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012 Analisis univariat distribusi pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan tahun 2012 diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.4 berikut ini: Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Kategori Pemilihan makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun 2012 Kategori pemilihan makanan
Jumlah (n)
Persen (%)
Kurang baik
71
39.2
Baik
110
60.8
181
100.0
Total
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi pemilihan makanan capat saji pada mahasiswa FKIK UIN Jakarta, dapat dikatahui jumlah mahasiswa yang melakukan pemilihan makanan cepat saji dengan baik lebih tinggi yaitu sebesar 110 (60,8%) responden dibandingkan dengan responden yang melakukan pemilihan makanan cepat saji kurang baik yaitu sebesar 71 (39,2%). Kategori pemilihan makanan cepat saji ini berdasarkan pertimbangan yang dilakukan dalam memilih makanan cepat saji seperti; mempertimbangkan kalori, lemak, natrium, kandungan gizi,
65
tanggal kadarluasa, komposisi makanan, bahan tambahan pangan, cita rasa serta penggunaan kemasan. 2. Gambaran Jenis Kelamin Analisis univariat jenis kelamin Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.5 berikut ini. Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012 Jenis Kelamin
Jumlah (n)
Persen (%)
Laki –laki
27
14.9
Perempuan
154
85.1
181
100.0
Total
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi jenis kelamin pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012 yang ikut dalam penelitian ini lebih banyak perempuan (85,1 %) dibandingkan laki-laki (14,9 %). 3. Gambaran Pengetahuan Analisis univariat pengetahuan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.6 berikut ini.
66
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012 Jenis Kelamin
Jumlah (n)
Persen (%)
Pengetahuan kurang baik
40
22.1
Pengetahuan baik
141
77.9
181
100.0
Total
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi pengetahuan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, jumlah responden yang memiliki pengetahuan baik lebih tinggi yaitu sebesar 141 (77,9%) responden dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan kurang baik sebesar 40 (22,1%) responden. 4. Gambaran Status gizi Analisis univariat status gizi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.7 berikut ini. Tabel 5.7 Distribusi Status Gizi Pada Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012 Jenis Kelamin Kurus Normal Gemuk Total
Jumlah (n)
Persen (%)
58 112 11 181
32.0 61.9 6.1 100.0
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi status gizi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, jumlah responden yang memiliki status gizi normal lebih banyak yaitu sebesar 112 (61,9%)
67
responden dibandingkan dengan responden yang memiliki status gizi kurus 58 (32%) dan gemuk yaitu sebesar 11 (6,1%) responden. 5. Gambaran Variabel Rasa dalam Memilih Makanan Analisis univariat variabel rasa dalam memilih makanan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.8 berikut ini. Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Variabel Rasa Dalam Memilih Makanan Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012 Jenis Kelamin Tidak penting Penting Total
Jumlah (n)
Persen (%)
6
(3.3%)
175 181
(96.7%) 100.0
Berdasarkan tabel diatas, distribusi frekuensi rasa dalam memilih makanan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, jumlah responden yang menganggap variabel rasa penting dalam memilih makanan lebih banyak yaitu sebesar 175 (96,7%) repsonden dibandingkan dengan yang menganggap variabel rasa tidak penting yaitu sebesar 6 (3,3%) responden. 7. Gambaran Variabel Tekstur dalam Memilih Makanan Analisis univariat variabel tekstur dalam memilih makanan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.9 berikut ini.
68
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Variabel Tekstur Dalam Memilih Makanan Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012 Tekstur
Jumlah (n)
Persen (%)
22
(12.2%)
159
(87.8%)
181
100.0
Tidak penting Penting Total
Berdasarkan tabel diatas, distribusi frekuensi tekstur dalam memilih makanan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, jumlah responden yang menganggap variabel tekstur merupakan hal yang penting dalam memilih makanan lebih banyak yaitu sebesar 159 (87,8%) repsonden dibandingkan dengan yang menganggap variabel tekstur tidak penting yaitu sebesar 22 (12,2%) responden. 6. Gambaran Variabel Warna dalam Memilih Makanan Analisis univariat variabel warna dalam memilih makanan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.10 berikut ini. Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Variabel Warna Dalam Memilih Makanan Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012 Warna
Jumlah (n) 29
Tidak penting
152
Penting Total
181
Persen (%) (16.0%) (84%) 100.0
69
Berdasarkan tabel diatas, distribusi frekuensi warna dalam memilih makanan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, jumlah responden yang menganggap variabel warna merupakan hal yang penting dalam memilih makanan lebih banyak yaitu sebesar 152 (84%) repsonden dibandingkan dengan yang menganggap variabel warna tidak penting yaitu sebesar 29 (16%) responden. 7. Gambaran Variabel Bentuk dalam Memilih Makanan Analisis univariat variabel bentuk dalam memilih makanan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.11 berikut ini. Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Variabel Bentuk Dalam Memilih Makanan Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012 Bentuk
Jumlah (n) 34
Tidak penting
147
Penting Total
181
Persen (%) (18.8%) (81.2%) 100.0
Berdasarkan tabel diatas, distribusi frekuensi bentuk dalam memilih makanan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, jumlah responden yang menganggap variabel bentuk merupakan hal yang penting dalam memilih makanan lebih banyak yaitu sebesar 147 (81,2%) repsonden dibandingkan dengan yang menganggap variabel bentuk tidak penting yaitu sebesar 34 (18,8%) responden.
70
8. Gambaran Variabel Bumbu dalam Memilih Makanan Analisis univariat variabel bumbu dalam memilih makanan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.12 berikut ini. Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Variabel Bumbu Dalam Memilih Makanan Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012 Bumbu
Jumlah (n) 5
Tidak penting
176
Penting Total
181
Persen (%) (2.8%) (97.2%) 100.0
Berdasarkan tabel diatas, distribusi frekuensi bumbu dalam memilih makanan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, jumlah responden yang menganggap variabel bumbu merupakan hal yang penting lebih banyak yaitu sebesar 176 (97,2%) repsonden dibandingkan dengan yang menganggap tidak penting sebesar 5 (2,8%) responden. 9. Gambaran Variabel Harga dalam Memilih Makanan Analisis univariat variabel harga dalam memilih makanan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.13 berikut ini.
71
Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Variabel Harga Dalam Memilih Makanan Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012 Harga
Jumlah (n) 13
Tidak penting
168
Penting Total
181
Persen (%) (7.2%) (92.8%) 100.0
Berdasarkan tabel diatas, distribusi frekuensi harga dalam memilih makanan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, jumlah responden yang menganggap variabel harga merupakan hal yang penting dalam memilih makanan lebih banyak yaitu sebesar 168 (92,8%) repsonden dibandingkan dengan yang menganggap variabel bentuk tidak penting yaitu sebesar 13 (7,2%) responden. 11. Gambaran Perpindahan Tempat Tinggal Analisis univariat perpindahan tempat tinggal yang dalam hal ini dinilai melalui perpindahan tempat tinggal pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.14 berikut ini. Tabel 5.14 Distribusi Perpindahan Tempat Tinggal Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012 Jenis Kelamin
Jumlah (n)
Persen (%)
Berpindah tempat tinggal
131
72.4
Tidak berpindah tempat tinggal
50
27.6
181
100.0
Total
72
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi perpindahan tempat tinggal pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, jumlah responden yang berpindah tempat tinggal lebih banyak yaitu sebesar 131 (72,4%) responden dibandingkan dengan responden yang tidak berpindah tempat tinggal yaitu sebesar 50 (27,6%) responden. 12. Gambaran Uang saku Analisis univariat pendapatan yang dalam hal ini dinilai melalui uang saku yang dikeluarkan untuk kebutuhan makanan dalam sehari pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.15 berikut ini. Tabel 5.15 Distribusi uang saku Pada Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012 Uang saku
Jumlah (n)
Dibawah rata-rata < Rp. 20000 Diatas rata-rata ≥ Rp.20000 Total
181
Persen (%)
77
42.5
104
57.5 100.0
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi uang saku yang dikeluarga untuk pengeluaran makanan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, jumlah responden yang uang saku ≥ Rp.20000 dalam sehari lebih banyak yaitu sebesar 104 (57,5%) responden dibandingkan dengan responden yang uang sakunya < Rp. 20000 yaitu sebesar 77 (42,5%) responden.
73
C. ANALISIS BIVARIAT 1. Analisis Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dengan pemilihan makanan cepat saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel 5.16 berikut ini. Tabel 5.16 Analisis Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012 Pemilihan makanan Jenis
Kurang
Kelamin
Baik
Laki-laki
Baik
n (%)
n (%)
15 (55,6)
12 (44,4)
Total
Pvalue
27 (100) 0,063
Perempuan
56 (36,4)
98 (63,6)
154 (100)
OR
2,188 CI (0,9575,002)
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden perempuan lebih banyak memiliki pemilihan makanan baik yaitu sebesar (63,6%) dibandingkan dengan responden laki-laki (44,4%). Hasil uji Chi Square menunjukkan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan pemilihan makanan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 (P value = 0,063). Berdasarkan perhitungan risk estimete diperoleh nilai OR = 2,188 (CI = 0,957-5,002), artinya responden yang berjenis kelamin laki-laki memiliki peluang
74
2,188 kali untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji yang kurang baik dibandingkan dengan responden yang berjenis kelamin perempuan. 2. Analisis Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan pengetahuan
dengan
pemilihan makanan cepat saji pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel 5.17 berikut ini. Tabel 5.17 Analisis Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012 Pemilihan makanan Pengetahuan
Kurang baik Baik
Kurang Baik
Baik
n (%)
n (%)
18 (45)
22 (55)
53 (37,6)
88 (62,4)
Total
P-value
OR
0,570
1,358 CI (0,6882,763)
40 (100) 141 (100)
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik cenderung untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji baik lebih tinggi yaitu sebesar (62,4%) dibandingkan responden yang memiliki pengetahuan kurang baik (55%). Hasil uji Chi Square menunjukkan tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun
75
2012 (P value = 0,570). Berdasarkan perhitungan risk estimete diperoleh nilai OR = 1,358 (CI = 0,688-2,763), artinya responden yang memiliki pengetahuan kurang baik memiliki peluang 1,358 kali untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji yang kurang baik dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan baik. 3. Analisis Hubungan Antara Status Gizi dengan Pemilihan makanan Cepat Saji Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan status gizi dengan pemilihan makanan cepat saji pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel 5.18 berikut ini. Tabel 5.18 Analisis Hubungan Antara Status Gizi dengan Pemilihan makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012 Pemilihan makanan Status gizi
Kurus
Normal Gemuk
Kurang Baik
Baik
n (%)
n (%)
32
26
(55,2%)
(44,8%)
32
80
(28,6%)
(71,4%)
7 (66,3%)
4(36,4%)
Total
P-value
1,422 C1 (0,3755,392)
58(100%)
112(100%) 11(100%)
OR
0,001
4,375 CI (1,19815,974)
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang memiliki status gizi normal cenderung untuk memiliki pemilihan cepat saji baik lebih tinggi yaitu sebesar (71,4%) dibandingkan dengan responden yang memiliki status gizi
76
kurus (44,8%) dan gemuk (36,4%). Hasil uji Chi Square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan pemilihan makanan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 (P value = 0,001) . Berdasarkan perhitungan risk estimete diperoleh nilai OR = 1,422 (CI=0,375-5,392) dan 4,375 CI (1,198- 15,974), artinya responden yang memiliki status gizi kurus memiliki peluang 1,422 kali untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji yang kurang baik dibandingkan dengan responden yang memiliki status gizi gemuk dan responden yang memiliki status gizi normal memiliki peluang 4,375 kali untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji yang kurang baik dibandingkan dengan responden yang memiliki status gizi sgemuk . 4. Analisis Hubungan Antara Rasa Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan rasa dengan Pemilihan makanan cepat saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel 5.19 berikut ini. Tabel 5.19 Analisis Hubungan Antara Rasa Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012
Rasa
Pemilihan makanan Kurang Baik Baik n (%) n (%)
Total
Tidak penting
1 (16,7)
5(83,3)
6 (100)
Penting
70 (40)
105 (60)
112 (100)
Pvalue
OR
0,406
0,300 CI (0,0342,632)
77
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang menganggap rasa tidak penting dalam pemilihan makanan cenderung memiliki pemilihan makanan cepat saji baik lebih tinggi yaitu sebesar (83,3%) dibandingkan dengan responden yang menganggap rasa merupakan variabel penting dalam pemilihan makanan yang hanya (60%). Hasil uji Chi Square menunjukkan tidak ada hubungan antara rasa dengan pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 (P value = 0,406). Berdasarkan perhitungan risk estimete diperoleh nilai OR = 0,300 (CI=0,034-2,632), artinya responden yang menganggap rasa tidak penting dalam memilih makanan cepat saji memiliki peluang 0,300 kali untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji yang kurang baik dibandingkan dengan responden yang menganggap rasa penting dalam memilih makanan cepat saji. 5. Analisis Hubungan Antara Tekstur Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan tekstur dengan pemilihan makanan cepat saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel 5.20 berikut ini.
78
Tabel 5.20 Analisis Hubungan Antara Tekstur Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012 Pemilihan makanan Tekstur
Kurang Baik
Tidak penting Penting
Baik
n (%)
n (%)
12 (54,4)
10 (45,5)
59 (37,1)
100 (62,9)
Total
P-value
OR
0,181
2,034 CI (0,8284,996)
22 (100) 159 (100)
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang menganggap tekstur merupakan variabel yang penting dalam pemilihan makanan cepat saji cenderung untuk memiliki pemilihan makanan cepat saji baik lebih tinggi yaitu sebesar (62,9%) dibandingkan dengan responden yang menganggap tekstur merupakan variabel nyang tidak penting dalam pemilihan makanan yang hanya (45,5%). Hasil uji Chi Square menunjukkan tidak ada hubungan antara tekstur dengan pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 (P value = 0,181). Berdasarkan perhitungan risk estimete diperoleh nilai OR = 2,034 (CI=0,828-4,996), artinya responden yang menganggap tekstur tidak penting dalam memilih makanan cepat saji memiliki peluang 2,034 kali untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji yang kurang baik dibandingkan dengan responden yang menganggap tekstur penting dalam memilih makanan cepat saji.
79
6. Analisis Hubungan Antara Warna Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan warna dengan pemilihan makanan cepat saji pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel 5.21 berikut ini. Tabel 5.21 Analisis Hubungan Antara Warna Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012 Pemilihan makanan Warna
Tidak penting Penting
Kurang Baik
Baik
n (%)
n (%)
17 (58,6)
12 (41,4)
54 (35,5)
98 (64,5)
Total
P-value
OR
0,033
2,571 CI (1,1435,781)
29 (100) 152 (100)
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang menganggap warna penting dalam pemilihan makanan cenderung memiliki pemilihan makanan baik lebih tinggi yaitu sebesar (64,5%) dibandingkan dengan responden yang menganggap warna merupakan variabel yang tidak penting (41,4%). Hasil uji Chi Square menunjukkan ada hubungan antara warna dengan pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 (P value = 0,033). Berdasarkan perhitungan risk estimete diperoleh nilai OR = 2,571 (CI=1,143-5,781) , artinya responden yang menganggap warna tidak penting dalam memilih makanan cepat saji memiliki peluang 2,571 kali untuk
80
melakukan pemilihan makanan cepat saji yang kurang baik dibandingkan dengan responden yang menganggap warna penting dalam memilih makanan cepat saji. 7. Analisis Hubungan Antara Bentuk Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan bentuk dengan Pemilihan makanan cepat saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel 5.22 berikut ini. Tabel 5.22 Analisis Hubungan Antara Bentuk Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012 Pemilihan makanan Bentuk
Tidak penting Penting
Kurang Baik
Baik
n (%)
n (%)
12 (35,3)
22 (64,7)
59 (40,1)
88 (59,9)
Total
P-value
OR
0,744
0,814 CI (0,3741,769)
34 (100) 147 (100)
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang menganggap bentuk tidak penting dalam pemilihan makanan cenderung untuk memiliki pemilihan makanan baik lebih tinggi yaitu sebesar (64,7%) dibandingkan yang menganggap bentuk merupakan variabel yang penting dalam pemilihan makanan (59,9%). Hasil uji Chi Square menunjukkan tidak ada hubungan antara bentuk dengan pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 (P value = 0,744). Berdasarkan
81
perhitungan risk estimete diperoleh nilai OR = 0,814 (CI= 0,374-1,769), artinya responden yang menganggap bentuk tidak penting dalam memilih makanan cepat saji memiliki peluang 0,814 kali untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji yang kurang baik dibandingkan dengan responden yang menganggap warna penting dalam memilih makanan cepat saji. 8. Analisis Hubungan Antara Bumbu Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan bumbu dengan Pemilihan makanan cepat saji pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel 5.23 berikut ini. Tabel 5.23 Analisis Hubungan Antara Bumbu Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012 Pemilihan makanan Bumbu
Tidak penting Penting
Kurang Baik
Baik
n (%)
n (%)
3 (60%)
2 (40%)
68 (38,6)
108 (61,4)
Total
P-value
OR
0,382
2,382 CI(0,38814,626)
5 (100) 108 (100)
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang menganggap bumbu merupakan variabel penting dalam pemilihan makanan cenderung untuk memiliki pemilihan makanan cepat saji baik lebih tinggi yaitu sebesar (61,4%) dibandingkan responden yang menganggap bumbu merupakan variabel yang tidak
82
penting dalam pemilihan makanan (40%). Hasil uji Chi Square menunjukkan tidak ada hubungan antara bumbu dengan pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 (P value = 0,382). Berdasarkan perhitungan risk estimete diperoleh nilai OR = 2,382 (CI= 0,388-14,626), artinya responden yang menganggap bumbu tidak penting dalam memilih makanan cepat saji memiliki peluang 2,382 kali untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji yang kurang baik dibandingkan dengan responden yang menganggap bumbu penting dalam memilih makanan cepat saji. 9. Analisis Hubungan Antara Harga Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan harga dengan Pemilihan makanan cepat saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel 5.24 berikut ini. Tabel 5.24 Analisis Hubungan Antara Harga Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012 Pemilihan makanan Harga
Tidak penting Penting
Kurang Baik
Baik
n (%)
n (%)
3 (23,1%)
10 (76,9%)
68 (40,5)
108 (59,5)
Total
P-value
OR
0,346
0,441 CI (0,1771,662)
13(100) 168 (100)
83
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang menganggap harga tidak penting dalam pemilihan makanan cenderung untuk memiliki pemilihan makanan cepat saji baik lebih tinggi yaitu sebesar (76,9%) dibandingkan yang menganggap harga merupakan variabel yang tidak penting dalam pemilihan makanan (59,5%). Hasil uji Chi Square menunjukkan tidak ada hubungan antara harga dengan pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 (P value = 0,346). Berdasarkan perhitungan risk estimete diperoleh nilai OR = 0,441 (CI= 0,1771,662), artinya responden yang menganggap harga tidak penting dalam memilih makanan cepat saji
memiliki peluang 0,441 kali untuk melakukan pemilihan
makanan cepat saji yang kurang baik dibandingkan dengan responden yang menganggap harga penting dalam memilih makanan cepat saji. 10. Analisis Hubungan Antara Perpindahan Tempat Tinggal Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan perpindahan tempat tinggal dengan pemilihan makanan cepat saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel 5.25 berikut ini.
84
Tabel 5.25 Analisis Hubungan Antara Perpindahan Tempat Tinggal dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012 Pemilihan makanan Perpindahan
Kurang
Penduduk
Baik
Baik
n (%)
n (%)
15 (30)
35 (70)
Total
P-value
OR
0,161
0,951 CI (0,8683,498)
Tidak berpindah
50 (100)
tempat tinggal Berpindah tempat tinggal
56 (42,7)
75 (57,3)
131(100)
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang tidak berpindah tempat tinggal cenderung untuk memiliki pemilihan makanan cepat saji baik lebih tinggi yaitu sebesar (70%) dibandingkan dengan responden yang berpindah tempat tinggal (53,7%). Hasil uji Chi Square menunjukkan tidak ada hubungan antara perpindahan penduduk dengan pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 (P value = 0,161). Berdasarkan perhitungan risk estimete diperoleh nilai OR = 0,951 (CI= 0,868-3,498), artinya responden yang tidak berpindah tempat tinggal memiliki peluang 0,951 kali untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji yang kurang baik dibandingkan dengan responden yang berpindah tempat tinggal.
85
11. Analisis Hubungan Antara Uang Saku Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan uang saku
dengan
pemilihan makanan cepat saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel 5.26 berikut ini. Tabel 5.26 Analisis Hubungan Antara Uang Saku Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012 Pemilihan makanan Uang saku
Kurang Baik
Baik
n (%)
n (%)
28(36,4)
49(63,6)
Total
P-value
OR
0,600
0,811 CI (0,4421,487)
Uang saku dibawah rata-
77(100)
rata
43(41,3)
61(58,7)
104 (100)
Rp.20000
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang memiliki pemilihan makanan baik lebih banyak pada responden yang memiliki uang saku dibawah rata-rata < Rp. 20000 (63,6%) dibandingkan dengan responden yang memiliki uang saku diatas rata-rata ≥ Rp. 20000 (58,7%). Hasil uji Chi Square menunjukkan tidak ada hubungan antara uang saku dengan pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN
86
Jakarta Tahun 2012 (P value = 0,600). Berdasarkan perhitungan risk estimete diperoleh nilai OR = 0,811(CI= 0,442-1,487), artinya responden yang memiliki uang saku dibawah rata-rata
memiliki peluang 0,811 kali untuk melakukan
pemilihan makanan cepat saji yang kurang baik dibandingkan dengan responden uang saku diatas rata-rata.
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memungkinkan terjadinya bias dimana pada variabel status gizi yang seharusnya diukur dengan indikator berat badan dan tinggi badan dilakukan pengukuran pada tiap responden, namun karena jumlah respoden cukup banyak, maka peneliti tidak melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan secara langsung sehingga bisa jadi respoden hanya mengingat berat badan pada saat terakhir pengkuran. Kemungkinan hal tersebut akan berpengaruh pada validitas data sehingga data berat badan dan tinggi badan tidak menunjukan data yang sebenarnya. Pada variabel pemilihan makanan, peneliti tidak menyamaratakan peresepsi indiaktor pemilihan makanan seperti; memberikan contoh makanan yang rendah kalori, randah lemak dan rendah natrium sehingga kemungkinan responden hanya menggunakan persepsi dirinya mengenai variabel tersebut untuk mengisi kuesioner, sehingga dikhawatirkan terjadi perbedaan persepsi responden dengan persepsi peneliti pada variabel tersebut yang berakibat pada bias informasi. Selain itu bias penelitian lain juga bisa disebabkan karena responden membawa pulang kuesioner penelitian sehingga dapat dimungkinkan kuesioner tersebut diisi oleh orang lain. Hal ini disebabkan karena penelitian ini memiliki pertanyaan yang cukup banyak sehingga waktu respoden untuk mengisi kuesioner kemungkinan cukup lama, akibatnya hal ini akan mengganggu jadwal kuliah dari responden. Oleh karena itu, peneliti berinisiatif untuk memberikan kenyamanan bagi responden dengan membawa pulang kuesioner penelitian.
87
88 B. Pemilihan makanan Cepat Saji Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus/rangsangan dari luar (Skinner 1938 dalam Notoatmodjo, 2003). Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme, namun dalam memberikan respons sangat bergantung pada karakteristik individu atau faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti meskipun stimulus yang diberikan sama bagi beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda karena perilaku merupakan hasil antara berbagai faktor baik faktor eksternal maupun internal. Menurut Notoatmodjo (2003) yang termasuk perilaku internal adalah karakteristik orang yang bersangkutan seperti tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya, sementara yang termasuk faktor eksternal adalah lingkungan baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Namun faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang karena biasanya faktor lingkungan ini berada dibawah kendali atau kemauan individu itu sendiri. Perilaku memilih makanan merupakan sebuah respons dari suatu stimulus yang yang berkaitan dengan perilaku kesehatan seseorang. Gibney at all (2009) menyatakan bahwa pemilihan makanan mengandung arti kemauan seseorang untuk mengendalikan makanan yang dikonsumsinya. Pengendalian disini dapat diartikan sebagai respons sesorang dalam memilih makanan yang sesuai dengan selera namun sesuai dengan syarat kesehatan sehingga mengarah kepada pemilihan makanan yang baik.
89 Seseorang yang memiliki stimulus faktor internal yang baik maka akan memiliki keterlibatan tinggi dalam pemilihan makanannya sehingga mengarah kepada pemilihan makanan yang baik, Menurut Gibney et all (2009) keterlibatan sesorang terhadap makanan mempengaruhi alasan dalam pemilihan makanannya. Keterlibatan dalam sebuah produk berarti seseorang mengangap produk tersebut sangat penting dan bersedia menghabiskan cukup banyak waktu untuk mendapatkan pengetahuan tentang produk tersebut sehingga hal tersebut dapat memfasilitasi informed choice (memilih setelah mendapatkan informasi), namun hal ini tidak terlepas dari pengaruh faktor internal yang juga mendukung dalam memilih makanan yang baik pula, karena dalam
membentuk
perilaku
seseorang,
kedua
faktor
tersebut
sangatlah
mempengaruhi. Dalam penelitian ini kategori pemilihan makanan dapat dilihat dari keterlibatan seseorang dalam pemilihan makanannya. Seseorang yang dianggap memiliki keterlibatan tinggi terhadap variabel makanan yang rendah kalori, rendah lemak, rendah natrium, perhatian terhadap daftar komposisi makanan, tanggal kadarluasa, warna, bahan tambahan pangan serta penggunaan kemasan, dianggap memiliki pemilihan makanan yang baik dan sebaliknya. Hasil penelitian pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta yang berkaitan dengan pemilihan makanan cepat saji, menunjukan bahwa mahasiswa yang memiliki pemilihan makanan cepat saji baik memiliki presentase yang lebih tinggi yaitu sebesar 60,8% dibandingkan dengan mahasiswa dengan pemilihan makanan cepat saji yang kurang baik yaitu sebesar 39,2%. Sementara keterlibatan/perhatian tertinggi terdapat pada variabel tanggal kadarluasa sebesar
90 (84%), rasa (62,4%), dan warna (49,2%), sementara keterlibatan/perhatian rendah pada variabel konsumsi rendah natrium (50,3%), rendah kalori (35,9%), dan rendah lemak sebesar (28.7%). Sementara jenis makanan cepat saji yang paling sering dikonsumsi responden berturut-turut adalah sebagai berikut: gorengan (72,4%), mie instan (68%), biscuit (55,8%), bakso (55,2%), keripik (54,1%). Dalam hal ini untuk mengukur kevalidan pernyataan responden terkait kebiasaan responden dalam pemilihan makanan yang rendah kalori, lemak dan natrium. Peneliti menghubungkannya dengan jenis makanan cepat saji yang dikonsumsi responden. Peneliti mengambil jenis makanan yang sering dikonsumsi oleh responden yaitu gorengan, mie instan, biscuit, bakso, keripik. Jenis makanan ini dapat mewakili makanan-makanan yang mengandung kalori, lemak dan natrium tinggi. Seperti bakso dan gorengan merupakan salah satu jenis makanan yang tinggi kalori dan lemak, sementara mie instan, biscuit dan keripik merupakan salah satu makanan yang tinggi natrium. Dalam hal ini, responden yang menyatakan “selalu” mempertimbangkan makanan yang rendah kalori sebanyak 5 orang memiliki frekuensi konsumsi gorengan ≤ 3 kali perminggu, namun terdapat 1 orang responden yang frekuesi mengonsumsi gorengannya >3 kali dalam 1 minggu. Hal tersebut menunjukan masih terdapat ketidakvalidan jawaban antara pernyataan responden dengan kebiasaan konsumsinya. Responden yang menyatakan selalu mempertimbangkan kalori tidak selalu memiliki perilaku konsumsi makanan cepat saji yang rendah kalori juga. Sementara itu, responden yang menyatakan “selalu” mempertimbangkan makanan rendah lemak, sebanyak 12 orang memiliki frekuensi konsumsi gorengan ≤ 3 kali
91 dalam 1 minggu dan terdapat
2 orang respoden yang menyatakan “selalu”
mempertimbangkan makanan rendah lemak, frekuensi gorengannya > 3 kali dalam 1 minggu. Hal tersebut juga menyatakan ketidakvalidan antara jawaban responden dengan kebiasaan konsumsi. Sementara itu pada pernyataan respoden dalam mempertimbangkan makanan yang rendah natrium dapat diketahui bahwa responden yang menyatakan “selalu” mempertimbangkan makanan yang rendah natrium hanya 1 orang yang memiliki frekuensi konsumsi mie instan ≤ 3 kali dalam 1 minggu dan pada responden ini tidak terdapat rensponden yang mengonsumsi mie instan > 3 kali dalam 1 minggu. Hal tersebut menunjukan bahwa responden yang menyatakan selalu mempertimbangkan makanan rendah natrium jarang/hampir tidak mengonsumsi mie instan seminggu sekali. Pernyataan respoden dalam mempertimbangkan makanan yang rendah kalori dimana jenis makanannya adalah bakso dapat diketahui bahwa responden yang menyatakan “selalu” mempertimbangkan makanan yang rendah kalori hanya 4 orang yang memiliki frekuensi konsumsi bakso ≤ 3 kali dalam 1 minggu dan pada responden ini tidak terdapat rensponden yang mengonsumsi bakso > 3 kali dalam 1 minggu. Hal tersebut menunjukan bahwa rensponden yang menyatakan selalu mempertimbangkan makanan rendah kalori jarang/hampir tidak mengonsumsi bakso dalam seminggu. Pernyataan respoden dalam mempertimbangkan makanan yang rendah natrium dimana jenis makanannya adalah keripik dapat diketahui bahwa responden yang menyatakan “selalu” mempertimbangkan makanan yang rendah natrium hanya 1
92 orang yang memiliki frekuensi konsumsi keripik ≤ 3 kali dalam 1 minggu dan terdapat 1 orang yang memiliki frekuensi konsumsi keripik >3 kali dalam 1 minggu. Hal
tersebut
menunjukan
bahwa
rensponden
yang
menyatakan
“selalu”
mempertimbangkan makanan rendah natrium tidak selalu memiliki perilaku frekuensi konsumsi makanan yang rendah natrium pula. Hal tersebut menunjukan ketidakvalidan antara jawaban responden dengan perilaku konsumsi makanan cepat saji. Dari hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa tidak selalu seseorang yang pemilihan makanannya baik belum tentu memiliki perilaku konsumsi yang baik pula.. C. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji 1. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji Jenis kelamin merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi pemilihan makanan (Sanjur, 2003). Menurut Gibney, et al (2009) terdapat perbedaan pemilihan makanan antara laki-laki dan perempuan, hal ini disebabkan karena pada umumnya kaum wanita tampak lebih banyak mempunyai pengetahuan tentang makanan dan gizi serta menunjukan perhatian yang lebih besar terhadap kemanan makanan, kesehatan dan penurunan berat badan. Pada usia remaja banyak dari mereka yang berusaha mengubah penampilannya sehingga ingin terlihat menarik. Kepedulian terhadap penampilan dan gambaran tubuh yang ideal dapat mengarah kepada upaya obsesif seperti mengontrol berat badan (Davison & Birch dalam Papalia 2008 dalam Andea, 2010). Pola ini menjadi lebih umum diantara anak perempuan ketimbang anak laki-laki. Konsep tubuh yang ideal pada perempuan adalah tubuh langsing (Sanggarwaty, 2003 dalam Andea, 2010), sedangkan pada laki-laki adalah tubuh berisi, berotot,
93 berdada bidang, serta biseps yang menonjol (McCabe & Ricciardeli, 2004 dalam Andea, 2010), sehingga begitu seseorang merasa dirinya gemuk, biasanya orang akan mencoba mengontrol makanannya (Gunawan, 2004 dalam Andea, 2010). Hasil penelitian menunjukan bahwa proporsi perempuan yang ikut pada penelitian ini lebih tinggi yaitu sebesar 85% dibandingkan laki-laki yang hanya 14,9%. Sementara bila dilihat dari pemilihan makanannya, perempuan lebih cenderung untuk memiliki pemilihan makanan yang baik yaitu sebesar 63,6% dibandingkan
dengan
laki-laki
sebesar
44,4%.
Hasil
analisis
statistik
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan pemilihan makanan cepat saji (p-value = 0,063). Tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dengan pemilihan makanan cepat saji tersebut dimungkinkan karena proporsi perempuan yang ikut dalam penelitian ini lebih banyak daripada pada laki-laki hal ini disebabkan karena presentase perempuan pada mahasiwa FKIK UIN Jakarta secara keseluruhan memang jauh lebih tinggi yaitu sebesar 71% dibandingkan presentase laki-laki yang hanya 29% sehingga dalam pengambilan sampel, perempuan lebih memiliki banyak kesempatan untuk terpilih menjadi responden penelitian, akibatnya hubungan jenis kelamin terhadap pemilihan makanan cepat saji ini bersifat homogen karena menurut Gibney et, all (2009) perempuan lebih cenderung menunjukan perhatiannya terhadap pemilihan makanan dari pada laki-laki . Bila dilihat kecenderungannya perempuan lebih banyak memiliki pemilihan makanan yang baik daripada laki-laki, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Weaver (2009) dalam Azrimaidaliza (2011) pada mahasiswa
94 di Texas University yang menyatakan hasil bahwa perempuan lebih banyak melakukan pemilihan makanan dibandingkan dengan laki-laki. Seperti pendapat yang dikemukakan Gibney, et all (2009) perempuan lebih menunjukan perhatiannya pada pemilihan makanan, karena perempuan lebih menunjukan perhatian yang lebih besar pada keamanan pangan, kesehatan dan penurunan berat badan. Perhatian yang tinggi terhadap penurunan berat badan disebabkan karena perempuan lebih memperhatiakan body image, seperti hasil penelitian Pope, Philips, dan Olivardia (2000 dalam Andea 2010) menunjukkan bahwa perempuan lebih memperhatikan penampilan fisik dibandingkan laki-laki. Pengaruh body image ini lebih mempengaruhi perempuan karena biasanya perempuan lebih ingin terlihat langsing, sehingga perempuan cenderung untuk membatasi dirinya dalam mengkonsumsi makanan yang dapat meningkatkan berat badannya. Akibatnya perempuan lebih memilih-milih makanan yang kandungan lemak dan kalorinya rendah. Hal ini mengakibatkan banyak dari remaja perempuan yang mengontrol berat badan dengan cara mengkonsumsi makanan yang rendah asupan kalori dan lemak dari makanan yang dikonsumsinya. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan data dalam penelitian ini dimana terlihat bahwa perhatian perempuan lebih tinggi dalam hal pemilihan makanan yang rendah kalori, hasil analisis menunjukan bahwa presentase perempuan lebih tinggi menyatakan “kadang-kadang” dalam memilih makanan rendah kalori yaitu sebesar 61,7% dibandingkan laki-laki yang sebesar 48,1%. Selain itu, perhatian dalam pemilihan makanan rendah lemak, presentase perempuan juga cenderung lebih tinggi memilih makanan rendah lemak, hasil analisis menunjukan bahwa
95 perempuan yang menyatakan “selalu” dalam memilih makanan rendah lemak yaitu sebesar 13% sementara laki-laki hanya 7,4%. Selain perhatiannya yang tinggi terhadap penurunan berat badan, menurut Gibney, et all (2009) perempuan juga menunjukan perhatian yang tinggi terhadap kemanan pangan. Menurut Kartajaya (2003 dalam Marsellita, dkk 2009) wanita selalu memperhatikan hingga ke detail. Konsumen wanita akan menilai segala sesuatu dengan lebih terperinci. Konsumen wanita juga sangat awas terhadap berbagai isu. Sedangkan pria kurang memperhatikan detail dan isu yang terjadi. Selain itu menurut Menurut Segal, Dasen, Berry dan Portinga (1990, dalam Marsellita, dkk 2009) konsumen wanita lebih banyak tertarik pada warna dan bentuk. Hal ini dapat terlihat dari hasil penelitian ini dimana perempuan lebih menjukan perhatiannya terhadap keamanan pangan dalam hal warna makanan, tanggal kadarluasa, dan kemasan. Dari hasil penelitian didapatkan, perempuan lebih menunjukan perhatian yang lebih tinggi terhadap warna makanan yaitu sebesar 51,3% dibandingkan laki-laki yang hanya 37%. Perempuan lebih menunjukan perhatian yang lebih tinggi terhadap tanggal kadarluasa yaitu sebesar 85,7% dibandingkan laki-laki yang hanya 74,1%. Perempuan lebih menunjukan perhatian yang lebih tinggi dalam hal penggunaan kertas bertinta yaitu sebesar 32,5% dibandingkan laki-laki yang hanya 22,2%. Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa konsumen wanita memang memiliki karakteristik yang mendetail dalam melihat suatu objek yang mana dalam hal ini makanan, sehingga konsumen wanita lebih cenderung untuk memperhatikan tanggal kadarluasa, penggunaan kemasan serta warna, dimana
96 keamanan pangan merupakan suatu isu yang cukup mendapatkan perhatian di masyarakat salah satunya isu yang berkembang saat ini bahwa warna yang mencolok beresiko menggunakan bahan pewarna berbahaya, dengan karakteristik wanita yang detail hal tersebut cukup mendapat perhatian dalam pemilihan makananya daripada pada konsumen laki-laki. Oleh karena itu, sangat diharapkan untuk laki-laki lebih memperhatikan pemilihan makanannya, karena tanpa pertimbangan yang baik dan mendetail dalam memilih makanan sangat beresiko mengalami berbagai masalah yang ditimbulkan akibat konsumsi makanan yang salah seperti obesitas, keracunan pangan
dan
lain-lain.
Sementara
untuk
perempuan
diharapkan
dapat
mempertahankan pemilihan makanan tersebut. 2. Hubungan Pengetahuan Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji Prasyarat penting untuk terjadinya perubahan sikap dan perilaku gizi salah satunya adalah pengetahuan gizi. Pengetahuan juga merupakan salah satu pertimbangan seseorang dalam memilih dan mengonsumsi makanan. Semakin baik pengetahuan gizi seseorang maka akan semakin memperhatikan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsinya. Orang yang semakin baik pengetahuan gizinya akan lebih banyak mempergunakan pertimbangan rasional dan pengetahuannya dibandingkan panca inderanya sebelum mengonsumsi makanan (Sediaoetama 1996 dalam Azrimaidaliza 2011). Sementara Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa perilaku merupakan hasil resultant dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dan eksternal keduanya saling mempengaruhi, dimana respon yang dihasilkan dari
97 kedua faktor tersebut berbeda pada setiap individu. Dalam hal ini pengetahuan merupakan salah satu dari variabel faktor internal, perilaku yang ditampakan akibat pengaruh pengetahuan akan berbeda-beda karena dipengaruhi pula oleh faktor eksternal yaitu pengaruh lingkungan, sehingga perilaku yang tampak pada seseorang berbeda-beda tergantung dari faktor yang dominan dari kedua faktor tersebut. Teori Reasoned –Action yang dikembangkan oleh Ajzren (1980 dalam Achmat, 2010) menyatakan bahwa perilaku seseorang didasari oleh sikap dan norma subjektif. Maksudnya jika seseorang mempersepsi bahwa hasil dari menampilkan suatu perilaku tersebut positif, ia akan memiliki sikap positif terhadap perilaku tersebut serta kebalikannya. Selain itu, jika orang-orang lain yang relevan memandang bahwa menampilkan perilaku tersebut sebagai sesuatu yang positif dan seseorang tersebut termotivasi untuk memenuhi harapan orangorang lain yang relevan, maka itulah yang disebut dengan norma subjektif yang positif serta sebaliknya. Theory of Reasoned Action dapat diartikan sebagai perilaku yang di bawah kendali individu sendiri. Hasil penelitian menunjukan bahwa presentase responden yang memiliki pengetahuan baik lebih tinggi yaitu sebesar 77,9% dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan kurang baik yaitu sebesar 22,1%. Sementara hasil analisis statistik menunjukan bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik lebih banyak pada responden yang melakukan pemilihan makanan baik pula yaitu sebesar (62,4%) dibandingkan responden yang memiliki
98 pengetahuan kurang baik (55%). Bila dilihat hubungannya, tidak ada hubungan antara pengetahuan terhadap pemilihan makanan cepat saji (p-value= 0,570). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sihaloho (2012) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan terhadap pola pemilihan makanan cepat saji (p-value = 0,92). Penelitian Sya’diah (2009) dalam Sihaloho (2012) pun mendapatkan hasil bahwa pada pelajar SMA hubungan mengenai pengetahuan gizi tentang fast food dengan tindakan kosnumsi fast food memperoleh nilai (p-value = 0,77) artinya tidak ada hubungan bermakna antara pengetahuan dengan tindakan pemilihan konsumsi fast food. Tidak adanya hubungan antara pengetahuan dengan pemilihan makanan cepat saji kemungkinan disebabkan karena pengaruh faktor lain yang lebih besar dari pada pengaruh pengetahuan. Seperti yang diungkapkan Notoatmodjo (2003) bahwa perilaku yang tampak pada seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal, faktor eksternal disini dimungkinkan pengaruh orang lain. Dalam masyarakat kita semua berpartisipasi untuk menjalin hubungan sosial yang bervariasi antara individu. Hubungan ini melibatkan keluarga, teman sebaya, rekan kerja, dan orang-orang di berbagai organisasi yang kita milik. Dalam sebuah studi tentang pilihan makanan yang dilakukan oleh Feunekes et al. (1998 dalam Jones, et al, 2011) menyatakan bahwa sebanyak 94% pemilihan makanan seseorang serupa dengan pasangannya, 87% remaja serupa dengan orang tua mereka, dan 19% pemilihan makanan antara remaja serupa dengan rekan-rekan mereka.
99 Sementara dari penelitian ini dapat diketahui bahwa orang yang memiliki pengetahuan baik lebih banyak pada orang yang tidak mengekos atau berpindah tempat tinggal yaitu sebesar 80% sehingga kemungkinan penyebab tidak adanya hubungan adalah karena pengaruh keluarga yang dominan dalam pemilihan makanan cepat saji, hal ini dapat dilihat dari hasil peneilitian ini, responden yang memiliki pemilihan makanan yang baik lebih tinggi pada responden yang tidak mengekos yaitu sebesar 70% dibandingkan yang tidak mengekos yaitu sebesar 53,7%. Keluarga merupakan lingkungan yang paling dekat pada setiap individu, perilaku makan seseorang tidak jauh berbeda dengan keluarganya, karena pendidikan awal seorang individu berasal dari lingkungan keluarga. Adanya kecenderungan
pengetahuan
yang
baik
pada
responden
penelitian
ini
kemungkinan disebabkan karena memang lingkungan keluarga responden mendukung untuk memiliki pengetahuan yang baik pula, sehingga pemilihan makanan cepat saji yang baik dari keluarga mendorong mereka juga untuk terbiasa memilih makanan cepat saji yang baik. Responden dalam penelitian ini secara keseluruhan memiliki pengetahuan yang baik dan perilaku memilih makanan cepat saji yang baik pula. Oleh karena itu, akan lebih baik jika memang pengetahuan yang dimiliki dan perilaku yang baik tersebut dipertahankan agar menjadi suatu kebiasaan yang baik dalam memilih makanan. 3. Hubungan Status Gizi Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji Status gizi merupakan bagian yang penting dari status kesehatan sesorang (Suhardjo, 2003). Status gizi pada umumnya merupakan dampak dari pola
100 konsumsi seseorang yang berakibat pada kecenderungan terhadap status gizi normal, atau tidak normal (kurus dan gemuk). Indikator status gizi diukur berdasarkan pembagian berat badan berbanding tinggi badan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa presentase repsonden yang tergolong status gizi normal lebih tinggi yaitu sebesar 61,9% dibandingkan dengan responden yang tergolong status gizi kurus yang hanya 32% dan gemuk 6,1% responden. Hasil analisis statistik menunjukan bahwa responden yang memiliki status gizi normal cenderung untuk melakukan pemilihan makanan baik yaitu sebesar (71,4%) dibandingkan dengan responden yang memiliki status gizi kurus dan gemuk. Bila dilihat hubungannya, terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan pemilihan makanan cepat saji (p-value = 0,001). Hubungan ini kemungkinan disebabkan karena seseorang yang memiliki status gizi normal, ia terbiasa untuk memilih makanan yang baik sehingga mempengaruhi status gizi mereka. Hal ini dapat terlihat dari beberapa variabel yang dapat menggambarkan pemilihan makanan seperti; “memperhatikan konsumsi rendah kalori dan rendah lemak”, responden yang memiliki status gizi normal lebih banyak menyatakan “kadang-kadang“ memperhatikan asupan rendah lemak dan rendah kalori dengan masing-masing presentase 62,5% dan 67%. Berbeda halnya pada responden dengan status gizi kurus, mereka cenderung untuk memiliki pemilihan makanan yang kurang baik lebih tinggi yaitu sebesar 52,2%. Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan kategori status gizi terhadap pemilihan makanan rendah kalori dan lemak, pada responden
101 dengan kategori IMT kurus sebanyak 50% responden lebih cenderung untuk “tidak” memilih makanan yang rendah kalori, dan sebanyak 46,6% “tidak” memilih makanan yang rendah lemak, bila dilihat perilaku memilih makanan cepat saji orang yang memiliki status gizi kurus justru seharusnya mengarahkan mereka kepada status gizi yang lebih seperti pendapat yang dikemukakan Arisman (2004) yang menyatakan bahwa makanan olahan mengandung tinggi kalori dan lemak sehingga menyebabkan gizi lebih dan bisa mengarah pada obesitas. Namun hal ini justru sebaliknya, mereka sudah mengkonsumsi makanan yang tinggi kalori namun masih tetap berada pada status gizi kurus, kemungkinan hal ini disebabkan responden yang memiliki status gizi kurus yang ikut dalam penelitian ini memiliki laju metabolisme basal tubuhnya tinggi, laju metabolisme basal maksudnya adalah jumlah energi yang dikeluarkan oleh tubuh seseorang dalam keadaan beristirahat, setiap orang memiliki laju metabolisme basal tubuh yang berbeda-beda. Pada orang yang memiliki laju metabolisme basal tubuh yang tinggi, cenderung sulit gemuk kemungkinan hal inilah yang menyebabkan pada sebagian orang yang banyak makan, namun tetap kurus (Heidy, 2012). Akibatnya karena merasa tubuhnya kurus mereka cenderung banyak makan dan memilih makanan yang tinggi kalori dan lemak. Sementara pada responden yang tergolong status gizi gemuk lebih tinggi memiliki pemilihan makanan yang kurang baik yaitu sebesar 66,3%. Namun bila dilihat kecenderungannya dengan membandingkan kategori status gizi terhadap pemilihan makanan rendah kalori dan lemak, responden dengan status gizi gemuk lebih banyak menyatakan “kadang-kadang” memilih makanan yang rendah kalori
102 dan rendah lemak sebesar 72,7%, hal ni menunjukan seseorang yang memiliki status gizi gemuk memiliki keterlibatan yang tinggi dalam memilih makanan yang rendah kalori dan lemak. Kemungkinan responden dalam penelitian ini kondisi gemuknya lebih dipengaruhi oleh variabel gentik, sehingga walaupun mereka cenderung memperhatikan asupan kalori dan lemak namun karena genetik lebih dominan pengaruhnya, mereka tergolong pada status gizi gemuk. Menurut Syarif, 2003 (dalam Hidayati 2005) bila kedua orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas; bila salah satu orang tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas, prevalensi menjadi 14%. Hipotesis Barker menyatakan bahwa perubahan lingkungan nutrisi intrauterin menyebabkan gangguan perkembangan organ-organ tubuh terutama kerentanan terhadap pemrograman janin yang dikemudian hari bersama-sama dengan pengaruh diet. Sementara, stress lingkungan merupakan predisposisi timbulnya berbagai penyakit dikemudian hari. Mekanisme kerentanan genetik terhadap obesitas melalui efek resting metabolic rate, thermogenesis non exercise, kecepatan oksidasi lipid dan kontrol nafsu makan yang buruk (Kopelman
2002 dan
Newnham 2000 dalam Hidayati 2005). Dengan demikian kerentanan terhadap obesitas ditentukan secara genetik sedang lingkungan menentukan ekspresi fenotipe (Newnham,2000 dalam Hidayati 2005) sehingga dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa, seseorang yang gemuk kemungkinan bisa disebabkan oleh variabel lain yang pengaruhnya lebih kuat seperti genetik. Oleh karena itu, pada responden dengan status gizi normal yang cenderung memiliki pemilihan makanan cepat saji yang baik diharapakan dapat
103 mempertahakan perilakunya tersebut. Sementara pada responden dengan status gizi yang kurus dan gemuk diharapkan dapat merubah gaya hidup dengan meningkatkan olahraga, karena olahraga dapat menyeimbangkan tingkal metabolisme basal. 4. Hubungan Uang Saku Terhadap Pemilihan Makanan Pendapatan yang terpakai dan jumlang uang yang akan dibelanjakan untuk membeli makanan merupakan faktor penting dalam pemilihan makanan (Gibney,et al, 2009). Pendapatan yang diterima oleh mahasiswa adalah berupa uang saku. Uang saku merupakan bagian dari pendapatan keluarga yang diberikan kepada anaknya untuk jangka waktu tertentu seperti uang saku harian, mingguan maupun bulanan. Jumlah uang yang dibelanjakan untuk makanan tergantung pada tingkat pendapatan. Uang saku sangat mementukan pemilihan makanan dan konsumsi makanan. Biasanya seseorang akan memilih makanan yang sesuai dengan uang saku mereka. Dengan uang saku yang cukup besar biasanya seseorang akan sering memilih makanan-makanan yang modern dengan pertimbangan prestice dan harapan akan diterima kalangan peer group mereka (Benjamin et all ,2004 dalam Arifyani 2010). Sementara teori Engel’s yang menyatakan bahwa: “Semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga semakin rendah persentasi pengeluaran untuk konsumsi makanan“ (Sumarwan, 1993). Berdasarkan teori klasik ini, maka keluarga bisa dikatakan lebih sejahtera bila persentasi pengeluaran untuk makanan jauh lebih kecil dari persentasi pengeluaran untuk bukan makanan. Artinya proporsi alokasi pengeluaran untuk pangan akan semakin kecil dengan bertambahnya pendapatan
104 keluarga, karena sebagian besar dari pendapatan tersebut dialokasikan pada kebutuhan non pangan. Besar uang saku untuk pengeluaran makanan yang di keluarkan mahasiswa FKIK UIN Jakarta per hari paling kecil adalah Rp 5000 dengan ratarata pengeluaran uang saku untuk makanan sebesar Rp 20.000. Berdasarkan hasil penelitian, mahasiswa yang mengeluarkan uang saku untuk pengeluaran makanan diatas rata-rata yaitu ≥ Rp. 20000 lebih tinggi 104 (57,5%) dibandingkan dengan pengeluaran yang dibawah rata-rata < Rp. 20000 sebesar 77 (42,5%), sementara hasil analisis statistik menunjukkan bahwa responden yang memiliki uang saku dibawah rata-rata < Rp. 20000 lebih banyak memiliki pemilihan makanan baik yaitu sebesar (63,6%) dibandingkan dengan responden yang memiliki uang saku diatas rata-rata ≥Rp.20000 (58,7%). Bila dilihat hubungannya. tidak ada hubungan antara uang saku dengan pemilihan makanan cepat saji (p-value = 0,600). Tidak adanya hubungan disini kemungkinan disebabkan oleh faktor lain yaitu status kesehatan/status gizi lebih dominan pengaruhnya dalam pemilihan makanan daripada uang saku, dari hasil analisis diketahui bahwa orang yang memiliki status gizi kurus lebih tinggi pada responden yang memiliki uang saku diatas rata-rata yaitu sebesar 34,6% dibandingkan responden yang memilki uang saku dibawah rata-rata yaitu sebesar 28,6%. Orang yang memiliki status gizi normal lebih tinggi pada responden yang memilki uang saku dibawah rata-rata yaitu sebesar 63,6% dibandingkan responden yang memilki uang saku diatas ratarata yaitu sebesar 60,6%. Orang yang memiliki status gizi gemuk lebih tinggi
105 pada responden yang memilki uang saku dibawah rata-rata yaitu sebesar 7,8% dibandingkan responden yang memilki uang saku dibawah rata-rata yaitu sebesar 4,8%. Dari data diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang memiliki uang saku dibawah rata-rata cenderung memiliki status gizi normal dan gemuk sementara orang yang memiliki uang saku diatas rata-rata cenderung memiliki status gizi kurus. Dari data ini dapat diperoleh kemungkinan bahwa orang yang memiliki uang saku dibawah rata-rata cenderung lebih sering mengkonsumsi makanan cepat saji yang biasanya tinggi akan kalori dan lemak, sementara orang yang memiliki uang saku diatas rata-rata cenderung membatasi perilaku mengkonsumsi makanan cepat saji. Hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan Engel’s yang menyatakan bahwa: “Semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga semakin rendah persentasi pengeluaran untuk konsumsi makanan“ (Sumarwan ,1993 dalam Rahma 2011). Hal ini dapat dibuktikan dari hasil analisis statistik kecenderungannya, responden yang pendapatannya lebih tinggi pengeluaran konsumsi makanannya lebih kecil kemungkinan karena pengeluarannya akan lebih besar pada kebutuhan nonpangan. Hal ini terlihat dari hasil penelitian ini bahwa seseorang yang memilki pendapatan lebih tinggi memiliki frekuensi lebih rendah dalam mengkonsumsi makanan cepat saji, namun tingkat konsumsinya lebih tinggi hanya pada beberapa makanan-makanan cepat saji yang memiliki nilai prestise yang tinggi. Pada responden yang memiliki uang saku diatas rata-rata frekuensi konsumsi makanannya lebih kecil pada beberapa jenis makanan cepat saji seperti konsumsi
106 gorengan, pada responden yang memiliki uang saku diatas rata-rata konsumsi gorengannya sebesar (68,3%) dibanding pada responden yang memiliki uang saku dibawah rata-rata yaitu sebesar (75,3%), responden yang memiliki uang saku diatas rata-rata konsumsi mie ayam sebesar (36,5%) dibanding pada responden yang memiliki uang saku dibawah rata-rata yaitu sebesar (48,1%), responden yang memiliki uang saku diatas rata-rata konsumsi siomay sebesar (30,1%) dibanding pada responden yang memiliki uang saku dibawah rata-rata yaitu sebesar (46,5%) serta pada beberapa variable makanan cepat saji yang lain. Namun pada beberapa makanan cepat saji yang memilki nilai prestise tinggi, responden yang memiliki uang saku diatas rata-rata justru memiliki frekuensi makanan cepat saji lebih tinggi dibandingkan responden yang memiliki uang saku dibawah rata-rata seperti pada makan sejenis pizza dan cokelat, dari hasil analisis didapatkan bahwa responden yang memiliki uang saku diatas rata-rata konsumsi pizzanya sebesar (13,5%) dibanding pada responden yang memiliki uang saku dibawah rata-rata yaitu sebesar (6,5%). Sementara itu, responden yang memiliki uang saku diatas rata-rata konsumsi coklatnya sebesar (54,8%%) dibanding pada responden yang memiliki uang saku dibawah rata-rata yaitu sebesar (48,1%). Dari hasil analisis diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang memiliki uang saku dibawah rata-rata cenderung lebih sering memilih makanan cepat saji sementara orang yang memiliki uang saku diatas rata-rata rendah dalam memilih makanan cepat saji. Kemungkinan karena orang yang memiliki uang saku diatas rata-rata pengeluarannya lebih banyak pada kebutuhan non-pangan,
107 sekalipun mereka mengkonsumsi makanan cepat saji, mereka lebih memilih makanan cepat saji yang memiliki nilai prestise yang lebih tinggi. Oleh karena itu, akan lebih baik pada responden yang memiliki uang saku dibawah rata-rata untuk mengurangi konsumsi makanan cepat saji, walaupun presentase responden yang memiliki uang saku dibawah rata-rata lebih baik dalam pemilihan makanannya. 5. Hubungan Rasa Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji Dalam mengkonsumsi makanan, sebagian orang mungkin lebih memilih makanan berdasarkan respons yang kuat terhadap stimulus eksternal seperti penglihatan atau cita rasa daripada sinyal internal yang berupa rasa lapar (Gibney, et al, 2009). Oleh karena itu, pengalaman indrawi adalah alasan utama bagi seseorang untuk suka dan tidak suka terhadap makanan. Atribut sensori seperti (rasa, warna,tekstur, dan bentuk) dapat berkontribusi dengan preferensi makanan individu. Namun kepekaan terhadap atribut sensoris berkaitan dengan fungsi fisiologis organ tubuh. Fungsi fisiologis ini berkaitan pula dengan usia, umumnya penurunan fungsi fisiologis akan mempengaruhi pemilihan makanan terutama pada usia lanjut. Rasa adalah jumlah dari semua rangsangan sensorik yang dihasilkan oleh konsumsi makanan (Eufic, 2005). Menurut Drewnowski (1997) dalam Widyawati (2009) menyatakan bahwa faktor rasa pada intik pangan tergantung pada umur dan jenis kelamin. Perbedaan gender dalam indera telah dilaporkan di beberapa penelitian Tilgner dan Barylko-Pilielna (1959 dalam Weaver, 1997)) menemukan wanita memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki untuk manis
108 dan asin tapi kurang selera untuk asam dan tidak ada perbedaan antara jenis kelamin untuk kepahitan. Dalam sebuah survei di seluruh dunia oleh National Geographic Society (Gilbert dan Wysocki, 1987 dalam Weaver, 1997)), perempuan ditemukan merasakan aroma lebih akut daripada laki-laki. Hasil analisis menunjukkan responden yang mengangap variabel rasa penting dalam memilih makanan lebih banyak yaitu sebesar 175 (96,7%) repsonden dibandingkan dengan yang menganggap variabel rasa tidak penting yaitu sebesar 6 (3,3%) responden. Bila dilihat hubungannya responden yang menganggap rasa merupakan variabel yang tidak penting dalam pemilihan makanan memiliki pemilihan makanan cepat saji baik yang lebih tinggi yaitu sebesar (83,3%) dibandingkan yang menganggap rasa merupakan variabel penting dalam pemilihan makanan yang hanya 60%. Sementara hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara rasa dengan pemilihan makanan cepat saji (p-value = 0,406). Hal ini dimungkinkan karena variabel umur dalam penelitian ini bersifat homogen dalam arti bahwa rata-rata usia respoden sama termasuk kategori remaja akhir berbeda halnya jika variabel umur dalam penelitian ini bervariasi termasuk didalamnya lansia. Menurut Sayuti
(1998)
pada orang usia lanjut, terjadi atrofi papilla lidah sehingga permukaan lidah cenderung menjadi licin. Atrofi dimulai dari ujung lidah dan sisi lateralnya. Hal tersebut tentu saja berpengaruh pada menurunnya jumlah reseptor cecapan rasa sehingga terjadilah penurunan sensitivitas rasa. Sehingga sensitifitas rasa pada remaja tidak terlalu diperhatikan akibatnya tidak ada hubungan antara rasa dengan pemilihan makanan cepat saji.
109 Selain itu faktor lain yang mempengaruhi rasa tidak berhubungan dengan pemilihan makanan pada penelitian ini adalah karena variabel jenis kelamin, responden yang ikut pada penelitian ini lebih banyak perempuan dari pada lakilaki hal ini dapat terlihat pada penelitian ini presentase perempuan lebih banyak sebesar
85,1%
dibandingkan
laki-laki
yang
hanya
14,9%.
Menurut
Wreksoatmodjo (2004) antara pria dan wanita terdapat perbedaan dalam sensitivitas terhadap rasa. Belum diketahui secara pasti dimana letak perbedaan tersebut namun ditengarai terdapat pengaruh aspek neurologis terhadap rasa pengecapan. Gangguan rasa pengecapan lebih banyak dirasakan pada pria sementara banyak yang menilai perempuan lebih peka terhadap rasa, oleh karena itu kemungkinan hal tersebut yang menyebabkan dalam penelitian ini rasa tidak berhubungan dengan pemilihan makanan cepat saji. Oleh karena itu, walaupun rasa tidak mempengaruhi dalam pemilihan makanan karena responden masih memiliki fungsi fisiologis yang masih baik, akan lebih baik jika tetap diperhatikan karena biasanya pada usia seperti ini, perbedaan perhatian terhadap rasa lebih disebabkan karena perbedaan selera, misalnya lebih menyukai rasa asin, manis, maupun gurih. Biasanya rasa berkaitan dengan bumbu makanan, seseorang yang lebih menyukai rasa asin/manis cenderung menambahkan bumbu seperti garam/gula pada makanannya atau seseorang yang lebih menyukai rasa gurih cenderung menambahkan bumbu seperti penyedap pada makanannya. Hal ini tetap harus diperhatikan karena dengan penambahan bumbu yang berlebih untuk menciptakan rasa yang sesuai
110 selera beresiko meningkatkan penyakit degeneratif seperti hipertensi maupun diabetes saat usia lanjut. 6. Hubungan Tekstur Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji Tidak hanya rasa yang mempengaruhi pemilihan makanan tetapi juga bau, penampilan dan tekstur makanan. Tekstur/Konsistensi makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan cita rasa makanan karena sensitivitas panca indera rasa dipengaruhi oleh konsisitensi makanan. Tekstur meliputi rasa garing, keempukan, dan kekerasan makanan yang dirasakan oleh indera pengecap. Makanan yang berkonsistensi padat atau kenyal akan memberikan rangsangan lambat terhadap panca indera . Hasil analisis statistik menunjukan jumlah responden yang mengangap variabel tekstur merupakan hal yang penting dalam memilih makanan lebih banyak yaitu sebesar 159 (87,8%) repsonden dibandingkan dengan yang menganggap variabel tekstur tidak penting yaitu sebesar 22 (12,2%) responden, bila dilihat hubungannya responden yang menganggap tekstur merupakan variabel yang penting dalam pemilihan makanan memiliki pemilihan makanan yang baik lebih tinggi yaitu sebesar (62,9%) dibandingkan dengan responden yang menganggap tekstur merupakan variabel nyang tidak penting dalam pemilihan makanan yang hanya (45,5%), namun dari hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tekstur dengan pemilihan makanan cepat saji (p-value = 0,181). Hal ini dimungkinkan karena variabel usia lebih berpengaruh terhadap tekstur makanan. Variabel usia pada penelitian ini bersifat homogen dalam arti responden secara keseluruhan memiliki usia yang hampir sama dimana
111 masih tergolong kedalam fase remaja. walaupun sebagian besar responden lebih banyak menganggap variabel tekstur penting dalam pemilihan makanan namun tekstur tidak berhubungan terhadap pemilihan makanan mereka, hal ini kemungkinan disebabkan karena skala “penting” dalam arti tekstur pada fase remaja adalah lebih kepada kesukaan mereka terhadap makanan yang memiliki tekstur garing/ renyah karena pada umumnya fungsi fisiologis pada rongga mulut pada usia remaja masih sempurna, hal ini akan berbeda halnya jika variabel usia bersifat heterogen, terutama jika lansia diikutkan pada penelitin ini. Pada lansia mulai banyak gigi yang tanggal serta terjadi kerusakan
gusi karena proses
degenerasi. Kedua hal ini sangat mempengaruhi proses pengunyahan, lansia akan kesulitan untuk mengkonsumsi makanan yang berkonsistensi keras akibatnya lansia akan lebih memperhatikan pemilihan makanannya (Fatimah, 2010). Dalam hal ini tekstur tidak mempengaruhi pemilihan makanan pada usia responden penelitian, kemungkinan tekstur akan lebih diperhatikan dengan semakin meningkatnya usia. 7. Hubungan Warna Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji Warna juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemilihan makanan Menurut Segal, Dasen, Berry dan Portinga (1990 dalam Marsellita, dkk 2009). Terdapat perbedaan yang kuat dalam perilaku pria dan wanita. Konsumen pria adalah konsumen yang mudah dipengaruhi oleh nasehat yang baik serta argumentasi yang obyektif. Sedangkan konsumen wanita lebih banyak tertarik pada warna dan bentuk. Sementara menurut Kartajaya (2003 dalam Marsellita, dkk 2009) wanita selalu memperhatikan hingga ke detail. Konsumen wanita akan
112 menilai segala sesuatu dengan lebih terperinci. Konsumen wanita juga sangat awas terhadap berbagai isu. Sedangkan pria kurang memperhatikan detail dan isu yang terjadi. Hasil analisis statistik menunjukan jumlah responden yang mengangap variabel warna merupakan hal yang penting dalam memilih makanan lebih banyak yaitu sebesar 152 (84%) repsonden dibandingkan dengan yang menganggap variabel warna tidak penting yaitu sebesar 29 (16%) responden. bila dilihat hubungannya responden yang yang menganggap warna penting dalam pemilihan makanan cepat saji memiliki pemilihan makanan cepat saji yang baik lebih tinggi yaitu sebesar (64,5%) dibandingkan dengan responden yang menganggap warna merupakan variabel yang tidak penting (41,4%). Adanya hubungan pada variabel warna dimungkinkan karena warna makanan merupakan rangsangan pertama pada indera penglihatan, dengan melihat warna dapat memberikan tanda kualitas yang diharapkan (Pelto, 1989) maksudnya dengan warna dapat diketahui indikator kesegaran atau kematangan suatu produk, atau bahaya dari suatu produk sehingga dalam hal ini responden lebih peka terhadap warna yang terdapat pada makanan, seperti makanan yang menggunakan pewarna sintesis berbahaya lebih memiliki warna
yang
terang/mencolok daripada makanan dengan pewarna buatan yang tidak berbaya. Bila dilihat kecenderungannnya wanita memberikan perhatian yang lebih besar kepada warna makanan, hal ini dapat terlihat bahwa lebih banyak wanita yang menganggap variabel warna lebih penting dalam pemilihan makanan yaitu sebesar 87,7% dari pada laki-laki yang hanya 63%. Hal ini sesuai dengan
113 pendapat Segal, Dasen, Berry dan Portinga, 1990 dan Kartajaya, 2003 dalam Marsellita, dkk 2009) yang menyatakan bahawa konsumen wanita lebih banyak tertarik pada warna dan bentuk dan juga sangat awas terhadap berbagai isu, sedangkan pria kurang memperhatikan detail dan isu yang terjadi. Sementara itu bila dilihat dari perhatian terhadap isu makanan yang berkembang dapat dilihat dari sisi pengetahuannya “apakah makanan yang memiliki warna mencolok menggunakan bahan pewarna berbahaya?” sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang baik tentang hal tersebut hal ini dapat terlihat bahwa baik laki-laki maupun perempuan memiliki jawaban yang benar untuk pertanyaan tersebut dengan presentase jawaban benar pada laki-laki sebesar
92,6%
dan pada perempuan sebesar 95,5%. Hal ini menandakan
sebagian besar responden sangat peka terhadap isu yang berkaitan dengan bahaya makanan yang selama ini berkembang bahwa makanan yang mencolok dimungkinkan menggunakan bahan pewarna sintetis yang berbahaya bagi kesehatan. Oleh karena itu,
akan lebih
baik
pada
laki-laki untuk
lebih
mengaplikasikan pengetahuannya yang baik dalam memilih makanan kedalam pemilihan makanan dengan mempertimbangkan warna, karena warna dapat dijadikan indikator pertama untuk melihat keamanan pangan. Sementara itu, karena memiliki karakteristik mendetail, warna cenderung memiliki perhatian yang tinggi pada perempuan.
114 8. Hubungan Bentuk Makanan Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji Berbeda halnya dengan variabel bentuk, responden yang memiliki pemilihan makanan baik lebih banyak pada responden yang menganggap bentuk tidak penting dalam pemilihan makanan (64,7%) dibandingkan yang menganggap bentuk merupakan variabel yang penting dalam pemilihan makanan (59,9%). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara bentuk dengan pemilihan makanan cepat saji (p-value = 0,744). Walaupun jumlah responden yang mengangap variabel bentuk merupakan hal yang penting dalam memilih makanan lebih banyak yaitu sebesar 147 (81,2%) repsonden bila dibandingkan dengan yang menganggap variabel bentuk tidak penting yaitu sebesar 34 (18,8%) responden. Penelitian ini tidak berhubungan kemungkinan disebabkan oleh makanan cepat saji biasanya disajikan tidak dengan mengkhususkan bentuk-bentuk tertentu untuk menarik perhatian, biasanya para produsen membentuk makanan dengan bentuk yang sama dengan produsen lainnya misalnya; bakso dibentuk dalam kondisi yang bulat, hanya yang berbeda variasi isi yang membuat konsumen lebih tertarik. Begitupun dengan makanan cepat saji lainnya seperti makanan kemasan, biasanya untuk menarik perhatian produsen lebih memfokuskan kepada pengemasan makanan yang menarik agar banyak diminati konsumen. Karena dalam produk makanan kemasan, kemasan merupakan salah satu faktor yang secara fisik dilihat pertama kali oleh konsumen. Daya tarik suatu kemasan akan diserap otak sadar dan otak bawah sadar konsumen. Hal ini yang pada akhirnya
115 banyak mempengaruhi reaksi atau tindakan konsumen di tempat penjualan (Tjhaja, 2009). 9. Hubungan Bumbu Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji Sementara itu pada variabel lain yaitu bumbu, bumbu berkaitan dengan rasa karena bumbu dapat menghasilkan rasa pada makanan. Jumlah responden yang mengangap variabel bumbu merupakan hal yang penting lebih banyak yaitu sebesar 176 (97,2%) repsonden dibandingkan dengan yang menganggap tidak penting sebesar 5 (2,8%) responden. Bila dilihat hubungannnya responden yang menganggap bumbu merupakan variabel penting memiliki pemilihan makanan baik lebih tinggi yaitu sebesar (61,4%) dibandingkan yang menganggap bumbu merupakan variabel yang tidak penting dalam pemilihan makanan (40%). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara bumbu dengan pemilihan makanan cepat saji (p-value = 0,382). Penelitian ini tidak berhubungan kemungkinan disebabkan karena biasanya bumbu lebih dikaitkan dengan selera terhadap rasa. Orang yang menyukai rasa asin/manis cenderung menambahkan garam/gula kedalam makanannya. Sementara respons seseorang terhadap rasa tertentu tergantung pada perbedaan genetik misalnya beberapa orang merupakan supertester yang dapat merasakan perbedaan kecil dalam rasa. Kesukaan terhadap rasa tertentu juga dipengaruhi oleh budaya dan proses belajar dari pengalaman masa lalunya ataupun pengaruh orang-orang terdekat (Wade, 2008). Penelitian ini lebih difokuskan pada makanan cepat saji yang pada umumnya menggunakan bumbu-bumbu yang relatif sama dalam penyajiannya.
116 Seperti yang dikemukakan (Moehyi, 1992 dalam Arifyani, 2010) setiap jenis masakan sudah ditentukan jenis bumbu yang digunakan dan banyaknya masingmasing jenis bumbu itu. Perbedaanya hanya pada selera rasa dari masing-masing individu. Oleh karena itu, walaupun akibat dari penggunaan bumbu yang berlebihan pada tidak dapat dirasakan secara langsung, namun alangkah baiknya jika hal ini tetap harus diperhatikan karena dengan penambahan bumbu yang berlebih untuk menciptakan rasa yang sesuai selera beresiko meningkatkan penyakit degeneratif seperti hipertensi maupun diabetes saat usia lanjut. 10. Hubungan Harga Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji Begitupun dengan variabel harga, pendapat yang dikemukakan (Jones, et al, 2011) yang menyatakan bahwa teori ekonomi mengasumsikan bahwa perbedaan relatif pada harga sebagian dapat menjelaskan perbedaan antara individu dalam hal pilihan makanan dan perilaku diet. De Irala-Estevez et al. (2000) dalam EUFIC , 2005) menyatakan bahwa biaya makanan adalah penentu utama pilihan makanan. Apakah biaya mahal tergantung fundamental pada pendapatan seseorang dan status sosial ekonomi. Dari penelitian ini diketahui jumlah responden yang mengangap variabel harga merupakan hal yang penting dalam memilih makanan lebih banyak yaitu sebesar 168 (92,8%) repsonden dibandingkan dengan yang menganggap variabel bentuk tidak penting yaitu sebesar 13 (7,2%) responden. Sementara bila dilihat kecenderungan responden yang menganggap harga merupakan variabel tidak penting memiliki pemilihan makanan yang baik yaitu sebesar (76,9%)
117 dibandingkan yang menganggap harga merupakan variabel yang penting dalam pemilihan makanan (59,5%). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara harga dengan pemilihan makanan cepat saji (p-value = 0,346). Tidak adanya hubungan ini kemungkinan disebabkan responden dalam penelitian ini menilai suatu makanan tidak berdasarkan harga namun lebih kepada penampilan makanan. Dalam menilai suatu objek, indra pengelihatan merupakan indera yang pertama kali menilai. Sehingga dalam menilai makanan hal yang menjadi fokus utama konsumen adalah penampilan makanan. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil penelitian ini variabel warna merupakan variabel yang berhubungan dengan pemilihan makanan cepat saji. Mungkin sebagian besar responden memiliki anggapan walaupun harganya mahal namun belum tentu menjamin kualitas bahwa makanan yang dikonsumsinya itu tidak berbahaya bagi kesehatan tubuh. Oleh karena itu, anggapan responden yang menganggap harga tidak penting dalam pemilihan makanan akan lebih baik untuk dipertahankan karena belum tentu harga yang tinggi menjamin kualitas makananya baik. 11. Hubungan Perpindahan Tempat Tinggal Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji Perbedaan tempat tinggal juga mempengaruhi pilihan makanan. Hal ini berhubungan dengan lokasi geografis yang berkontribusi terhadap ketersediaan pangan dan biaya makanan (Dorothy, 2006). Dari pendapat yang dikemukakan Dorothy (2006) dapat disimpulkan bahwa pebedaan geografis menyebabkan
118 beraneka ragam pula makanan yang tersedia. Misalnya; kehidupan di kota lebih memiliki ketersediaan yang lebih banyak dan bervariasi serta kemudahan akses terhadap suatu pangan daripada kehidupan di desa, sehingga hal tersebut lebih mendorong seseorang untuk mencoba sesuatu yang belum pernah ditemukan di tempat tinggal sebelumnya. Hasil analisis statistik menunjukkan jumlah responden yang melakukan mengekos/perpindahan tempat tinggal lebih banyak yaitu sebesar (72,4%) responden dibandingkan dengan responden yang tidak berpindah tempat tinggal yaitu sebesar (27,6%) responden. Sementara, bila dilihat kecenderungannya responden yang memiliki pemilihan makanan baik lebih banyak pada respoden yang tidak berpindah tempat tinggal/mengekos (70%) dibandingkan dengan responden yang berpindah tempat tinggal/mengekos (53,7%) hal ini kemungkinan disebabkan seseorang yang tidak berpindah tempat tinggal kemungkinan pengaruh keluarganya lebih dominan dalam memilih makanan, karena keluarga merupakan lingkungan yang paling dekat bagi semua anggota keluarga, dengan semakin dekat dengan keluarga hubungannya semakin erat karena perhatian yang dicurahkan lebih tersampaikan. Sementara bila dilihat hubungannya, tidak ada hubungan antara perpindahan penduduk dengan pemilihan makanan cepat saji (pvalue = 0,161). Tidak adanya hubungan antara perpindahan penduduk dengan pemilihan makanan cepat saji kemungkinan disebabkan karena variasi makanan yang ditawarkan ditempat tinggal saat kuliah tidak berbeda jauh dengan variasi makanan di tempat tinggal aslinya. Sehingga dalam hal ini walaupun terdapat
119 perbedaan geografis namun makanan yang tersedia sama dengan lingkungan sebelumnya, hal ini menyebabkan pemilihan makanan respondenen tidak jauh berbeda dengan pemilihan makanan di tempat asalnya. Akibatnya dalam hal ini perpindahan penduduk tidak mempengaruhi pemilihan makanan cepat saji. Oleh karena itu, diharapkan pada responden yang mengekos untuk lebih memberikan perhatiannya pada pemilihan makanan cepat saji, walaupun dalam hal ini responden yang mengekos jauh dari keluarga sehingga pengawasan keluarga kurang, merubah perilaku makan menjadi sehat sudah menjadi kewajiban utama pada setiap individu.
BAB VII PENUTUP
A. Simpulan 1. Jumlah responden yang melakukan pemilihan makanan cepat saji dengan baik lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang melakukan pemilihan makanan cepat saji kurang baik. 2. Pada variabel faktor individu diketahui bahwa; responden yang ikut dalam penelitian ini lebih banyak perempuan, jumlah responden yang memiliki pengetahuan baik lebih tinggi, jumlah responden yang memiliki status gizi normal lebih banyak, jumlah responden yang uang saku ≥ 20000 dalam sehari lebih tinggi. 3. Pada variabel faktor makanan diketahui bahwa; jumlah responden yang mengangap penting variabel rasa, tekstur, warna, bentuk, bumbu, dan harga lebih tinggi dari yang menganggap variabel tersebut tidak penting. 4. Pada variabel lingkungan dapat diketahui bahwa jumlah responden yang melakukan mengekos/perpindahan tempat tinggal lebih banyak dari pada yang tidak mengekos/perpindahan tempat tinggal. 5. Pada faktor individu dapat diketahui tidak ada hubungan antara jenis kelamin, pengetahuan, uang saku terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 namun terdapat hubungan yang signifikan pada variabel status gizi. 6. Pada faktor makan dapat diketahui tidak ada hubungan antara rasa, tekstur, bentuk, harga, bumbu terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa Fakultas
120
121 Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 namun terdapat hubungan yang signifikan pada variabel warna makanan. 7.
Pada faktor lingkungan dapat diketahui tidak ada perpindahan penduduk terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012.
B. Saran 1. Pemilihan makanan pada mahasiswa FKIK lebih mengarah pada kesadaran akan keamanan pangan, namun rendah perhatiannya dalam hal kandungan gizi dari makanan cepat saji tersebut. Oleh karena itu, akan lebih baik jika keduanya mendapat perhatian yang sama. Perhatian akan kandungan gizi bisa mengurangi resiko terjadinya penyakit degenerative di kemudian hari. 2. Diharapkan untuk laki-laki lebih memperhatikan pemilihan makanannya, terutama yang berpengaruh terhadap status gizi dan keamanan pangan seperti warna makanan. Umunya pada kedua variabel ini laki-laki menunjukan keterlibatan yang rendah dimana laki-laki kurang mempertimbangkan makanan yang rendah kalori dan lemak serta perhatian yang rendah terhadap warna yang mencolok pada makanan. Tanpa pertimbangan yang baik dikhawatirkan dapat beresiko mengalami berbagai masalah yang ditimbulkan akibat konsumsi makanan yang salah seperti obesitas. Sementara untuk perempuan diharapkan dapat mempertahankan perilaku pemilihan makanan tersebut. 3. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan melakukan penelitian kembali tetang perilaku pemilihan makanan cepat saji ini, dengan variabel-variabel yang diteliti pada
122 penelitian ini atau menambah variabel-variabel baru. Dan menggukan analisis yang lebih mendalam lagi seperti analisis multivariat.
DAFTAR PUSTAKA
Al Jannah, Wardah. 2010. Faktor-Faktor Berhubungan Dengan Perilaku Membaca Label Informasi Nilai Gizi Produk Pangan Kemasan Pada Mahasiswa Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta. Program Strata I Program Studi Kesehatan Masyarat UIN Jakarta. Andea, Raisa. 2010. Hubungan Antara Body Image Dan Perilaku Diet Pada Remaja. Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Agung Perkasa, Andi. 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Mahasiswa UNHAS. Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Makassar.
Arifyani, Anastasya. 2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pola Konsumsi Fast Food Pada Siswa SMPN 11 Jakarta. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta.
Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. EGC Kedokteran: Jakarta
Aristi, Dela. 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sisa makanan biasa pada pasien pasca melahirhan kelas III di rumah sakit umu kabupaten Tangerang tahun 2010. FKIK UIN Jakarta. Azrimaidaliza, Idral Punakarya. 2011. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan makanan pada remaja di kota padang sumatera barat tahun 2008. Jurnal kesehatan masyarakat volume, 6 nomor 1 Agustus 2011. Badan Litbangkes. 2010. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010. diunduh dalam http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/2010/ Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2004. Bahan Tambahan Ilegal - Boraks, Formalin dan Rhodamin B. Direktorat Standardisasi Produk Pangan Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan Dan Bahan Berbahaya Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia.
Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2005. Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan. Direktorat Standardisasi Produk Pangan Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan Dan Bahan Berbahaya Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2008. Kemasan Polistirena Foam (Styrofoam). Jurnal Vol. 9, No. 5, September 2008 hal 1. Edisi September 2008. Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2009. Informasi Nilai Gizi Produk Pangan (manfaat dan cara pencantumannya. Jurnal Volume 10, No.5 September 2009. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2012. Artikel Cermat Memilih Kemasan Pangan Untuk Menghindari Keracunan. Diunduh dari ik.pom.go.id/wp-content/.../cermat-memilih-kemasan-pangan.pdf pada 21 Agustus 2012. Caraher M. (1999). The state of cooking in England: The Relationship Of Cooking Skills To Food Choice. Br Food J 109:590-609. Center for Advancing Health. 2009. Nutrition Facts Panels. Case Study: Fda Nutrition Fact Panels. Emalia, Risa Dona, Rini Mutahar , Fatmalina Febry. 2009. Hubungan Iklan Makanan Dan Minuman Di Media Massa Dengan Frekuensi Konsumsi Junk Food Pada Remaja Di SMA Negeri 13 Palembang Tahun 2009. European Food International Council (EUFIC). 2005. The Determinants of Food Choice. Diunduh dalam http://www.eufic.org/article/en/expid/review-food-choice/ pada 16 Desember 2011 pukul 20.44 WIB.
Fatmah. 2010. Gizi usia lanjut. Erlangga: Jakarta Femia, intan. 2008. Gambaran Konsumsi Makanan Ringan Pada Anak Usia Sekolah Di SD Cakra Buana. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Gibney, Michael J, et al. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. EGC Kedokteran : Jakarta
Hartati, Yuli. 2006. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Konsumsi Ikan Dan Status Gizi Anak 1 – 2 Tahun Di Kecamatan Gandus Kota Palembang. Program Studi Magister Gizi Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang. Haryati, Fitria. 2000. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Konsumsi Fast-Food Modern Waralaba Dan Tradisional Pada Siswa Smu Negeri Di Jakarta Selatan. Gizi Masyarakat Fakultas Pertanian. Institut Tekhnologi Bandung. Haryati, Rita. 2009. Pengoptimuman Tiga Formulasi Sata Pada Bangsa Indonesia, Melayu Dan Cina Melalui Penilaian Sensori. Diunduh dalam http://jurnalfloratek.wordpress.com/tag/sensori/ Heidy. 2012. Tanya jawab dokter “Ingin cepat langsing”. Diunduh dalam http://www.tanyadok.com/konsultasi/ingin-cepat-langsing pada 28 desember 2012. Hidayati Siti Nurul, Rudi Irawan, Boerhan Hidayat. 2005. Obesitas Pada Anak. Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakiultas Kedokteran Universitas Air langga. Surbaya.
Indrawati, Anak Agung Ayu Diah. 2011. Tesis Perlindungan Hukum Konsumen Dalam Pelabelan Produk Pangan. Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar.
Jones and Barlet. 2011. Overview of Determinants of Food Choice and Dietary Change: Implications for Nutrition Education. Khomsan A. Teknik pengukuran pengetahuan. Bogor: Institut Pertanian Bogor;2000. Ladock Jason. 2012. Articles: What Is Your Ideal Calorie Intake?. http://www.healthguidance.org/entry/11184/1/What-Is-Your-Ideal-CalorieIntake.html diunduh pada 13 juli 2012 pukul 22.05. Magoulas, Costa. 2003. How color affects food choices. University of Nevada, Las Vegas Bachelor of Arts Warner Southern University Muwakhidah dan Dian Tri . 2008. Faktor risiko yang berhubungan dengan obesitas pada remaja dalam Jurnal Kesehatan, I , Hal 133-140. Prodi gizi fakultas ilmu kesehatan universitas muhammadiyah Surakarta.
Muftiyana, Leni. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Daya Terima Makanan Pasien Rawat Inap Di Rumaha Sakit Ibu Dan Anak Budi Asih Serang. Fakultas kedoteran dan ilmu kesehatan UIN Jakarta. Narendra, Moersintowarti B (dkk).2002. Buku Ajar Edisi 1 Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta: Sagung Seto. Nasution, Rozaini. 2003. Teknik Sampling. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Novasari, Tri. 2009. Analisis Perilaku Siswi Lembaga Bahasa dan Pendidikan Profesional LIA Dalam Mengkonsumsi Makanan Cepat Saji di Palembang. Ollberding NJ, Wolf RL, Contento I. 2010. Food label use and its relation to dietary intake among U.S. adults. J Am Diet Assoc ;110:1233-1237. http://www.eatright.org/media/content.aspx?id=6442453151. Diunduh pada 13 juli 2012 pukul 12.05 WIB. Pelto, Gretel H., Pertti J. Pelto, And Ellen Messer. 1989. Research Methods In Nutritional Anthropology. United Nations University Press :Japan d unduh dalam http://archive.unu.edu/unupress/unupbooks/80632e/80632E02.htm Rahma, Aulia 2011. Studi Perbandingan Pola Konsumsi Pangan dan Non Pangan Rumah Tangga Kaya dan Miskin di Kota Makassar.Universitas Hasanudin. Makasar Ramayulis, Rita dan Lilis kristin lesmana. 2008. 17 Alternatif Untuk Langsing. Jakarta. Penebar swadaya. Republika. 2010. Label informasi teliti sebelum beli makanan dalam kemasan. Edisi rabu 12 mei 2010. Sarintohe, Eveline. 2000. Perilaku Makan pada Remaja yang Obesitas (Tinjauan dari Social Cognitive Theory). Universitas Kristen Maranatha Sayuti, Hasibuan. 1998. Keadaan-keadaan di Rongga Mulut Yang Perlu Diketahui pada Usia Lanjut. Majalah Kedokteran Gigi USU No 4 Januari 1998 Siagian. 2004. Kebiasaan Makan Dan Konsumsi Serat Makanan Pada Remaja SMU Di Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Sinaga, Abdullah. 2008. Aspek Hukum perlindungan konsumen bahan-bahan berbahaya pada produksi makanan di Indonesia. Sekolah pasca sarjana universitas sumatera utara medan. Soetjiningsih. 2007. Tumbuh Kembang Remaja Dan Permasalahannya. Jakarta: CV.Sagung Seto. Staf Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta. 2012. Data Mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Suhardjo. 2003. Berbagai cara pendidikan gizi. Bumi aksara: Jakarta. Sulchan, Mohammad dan Endang Nur W. Keamanan Pangan Kemasan Plastik dan Styrofoam dalam Majalah Kedoktan Indonesia, Volume: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007. Susanto. 2008. Pengaruh Label Kemasan Pangan Terhadap Keputusan Siswa Sekolah Menengah Atas Dalam Membeli Makanan Ringan Di Kota Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Tarigan, Elsa Frida. 2012. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tentang Konsumsi Makanan Cepat Saji. Gizi Kesehatan Masyarakat USU Medan. Diunduh dalam http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/31100 Thamrin, Husni. 2008. Jurnal Gizi Dan Pangan “Kebiasaan Makan Dan Pengetahuan Reproduksi Remaja Putrid Peserta Pusat Informasi Dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR)”. Departemen Gizi Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. IPB. Tjahaja, Ayrinna dan Herlin Hidayat. 2009. Analisis Pengaruh Kemasan Terhadap Minat Daya Beli Konsumen (Studi Kasus Di Perumahan Taman Alfa Indah Raya Jakarta Barat) dalam http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/4209166180_19074913.pdf
. 1999. Label Dan Iklan Pangan. Peraturan Pemerintah Republik Indoneasia Nomor 69 Tahun 1999.
. 1988. Bahan Tambahan Makanan. Peraturan Menteri Kesehatan No. 722 tahun 1988.
.1996. Pangan. Undang-undang RI nomor 7 tahun 1996. .2004. Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. PP. No. 28 tahun 2004 .2006. Kategori Pangan. Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.52.4040 tanggal 9 Oktober 2006. .2012. Cermat Memilih Kemasan Pangan Untuk Menghindari Keracunan. Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia.
Zahara, Siti.2009. Hubungan Karakterisitik Individu, Penegtahuan, Dan Faktor Lain Dengan Kepatuhan Membaca Label Informasi Nilai Gizi, Komposisi, Dan Kadarluwasa Pada Mahasiswa FKM UI Depok. Program Strata I Program Studi Kesehatan Masyarat UI. Widyawati, Ira Kusuma. 2009. Analisis Preferensi Pangan Masyarakat Dan Daya Dukung Gizi Menuju Pencapaian Diversifikasi Pangan Kabupaten Bogor. Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. West, Dorothy. (2006). Dalam Influences On Nutritional Practices And Wellness Across The Lifespan Weaver, Michelle Rae. 1997. Food Preferences Of Men And Women Determined By Questionnaire And Feeding. A Thesis In Food And Nutrition. Submitted To The Graduate Faculty Of Texas Tech University . Wreksoatmodjo, Budi Riyanto. 2004. Aspek Neurologik Gangguan Rasa Pengecapan. Majalah Kedokteran Universitas Atma Jaya 3 (3) hlm 155 Wade, carole dan Carol Tavris. 2008. Psikologi (edisi pertama). Erlangga: Jakarta
LAMPIRAN
Identitas responden
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN MAKANAN CEPAT SAJI PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2012
(Salam). Saya Peneliti dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya sedang melakukan penelitian untuk meningkatkan Program gizi dan kesehatan reproduksi remaja. Saya akan bertanya mengenai beberapa hal, termasuk di dalamnya mengenai Pemilihan Makanan cepat saji. Pengisian kuesioner ini akan berlangsung tidak lebih dari 1 jam. Besar harapan kami anda dapat mengisi kuesioner ini secara lengkap dan jujur. Jawaban anda akan Saya rahasiakan sehingga tidak seorangpun akan mengetahuinya, Kemudian akan dibawa dan disimpan, dan hanya beberapa orang dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan sponsor dari penelitian ini yang diizinkan melihatnya. Setelah penelitian selesai, kuesioner ini akan dimusnahkan. Jawaban anda tidak akan berdampak negatif terhadap proses pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Salam, Peneliti
DAFTAR PERTANYAAN TENTANG PEMILIHAN MAKANAN CEPAT SAJI Tandai pilihan di bawah ini dengan ( √ ) atau ( 0 )! Ruang Entry Item Pertanyaan
(Diisi Pengumpul Data)
A.
FAKTOR INDIVIDU
A1. Berapa rata-rata uang saku yang Anda terima dalam satu hari? Jawab : Rp.......... B.
PEMILIHAN MAKANAN CEPAT SAJI
B1. Dalam memilih makanan Anda selalu memilih makanan yang rendah kalori? 1.
Tidak
B2. Dalam memilih makanan Anda selalu memilih makanan yang rendah lemak? 1.
Tidak
B1 [
]
B2 [
]
B3 [
]
B4 [
]
B5 [
]
2. Kadang-kadang 3. Selalu
2. Kadang-kadang 3. Selalu
B3. Dalam memilih makanan Anda selalu memilih makanan yang rendah natrium? 1. Tidak 2. Kadang-kadang 3. Selalu B4. Memiliki informasi kandungan gizi yang jelas (pada makanan kemasan)? 1.
Tidak
2. Kadang-kadang 3. Selalu
B5. Memiliki daftar komposisi makanan yang jelas (pada makanan kemasan)?
1
Identitas responden
Ruang Entry Item Pertanyaan
(Diisi Pengumpul Data)
1.
Tidak
2. Kadang-kadang 3. Selalu
B6. Memperhatikan tanggal kadarluasa (pada makanan kemasan)? 1.
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
]
B10 [
]
B11 [
]
B12 [
]
B13 [
]
B14 [
]
C1 [
]
C2 [
]
C3 [
]
C4 [
]
C5 [
]
2. Kadang-kadang 3. Selalu
B13. Membertimbangkan kemasan (tidak memilih makanan yang dikemas dengan kemasan stryofoam)? 1.
B9 [
2. Kadang-kadang 3. Selalu
B12. Membertimbangkan kemasan (tidak memilih makanan yang dikemas dengan kemasan palstik hitam)? 1.
]
2. Kadang-kadang 3. Selalu
B11. Mempertimbangkan cita rasa: asin, manis, pahit, kecut, asam ? 1.
B8 [
2. Kadang-kadang 3. Selalu
B10. Selalu memperhatikan penggunaan jenis pengawet makanan (pada makanan kemasan) 1.
]
2. Kadang-kadang 3. Selalu
B9. Mempertimbangkan bahan tambahan pangan (tidak memilih makanan dengan pemanis yang kuat)? 1.
B7 [
2. Kadang-kadang 3. Selalu
B8. Mempertimbangkan bahan tambahan pangan (tidak memilih makanan penyedap rasa yang tajam)? 1.
]
2. Kadang-kadang 3. Selalu
B7. Mempertimbangkan warna (tidak memilih makanan dengan warna yang mencolok)? 1.
B6 [
2. Kadang-kadang 3. Selalu
B14. Membertimbangkan kemasan (tidak memilih makanan yang dikemas dengan kemasan kertas bekas/bertinta)? 1.
C.
Tidak
2. Kadang-kadang 3. Selalu
PENGETAHUAN
C1. Makanan cepat saji merupakan makanan yang tinggi akan kalori, kadar lemak, gula, sodium (Na), vitamin A, asam askorbat, kalsium, dan serat? 1.
Benar
2. Salah
C2. Makanan sejenis fast food maupun junk food dapat menggantikan makanan utama karena memiliki zat gizi yang sama? 1.
Benar
2. Salah
C3. Ciri dari dengan makanan yang mengandung pewarna sintesis berbahaya adalah memiliki warna mencolok? 1.
Benar
2. Salah
C4. Konsumsi makanan berbahan dasar kentang, umbi, serealia, yang diolah secara ekstrusi (dengan pengolahan menjadi sejenis chiki) memiliki kandungan gizi yang sama dengan makanan berbahan dasa kentang, umbi, serealia, tepung yang diolah secara direbus? 1.
Benar
2. Salah
C5. Asam asetat merupakan salah satu jenis bahan tambahan pangan yang tidak diperbolehkan pada makanan?
2
Identitas responden
Ruang Entry Item Pertanyaan
(Diisi Pengumpul Data)
1.
Benar
2. Salah
C6. Asam boric dan Kloramfenikol merupakan beberapa bahan tambahan pangan yang tidak diperbolehkan pada
C6 [
]
C7 [
]
C8 [
]
C9 [
]
C10 [
]
D1 [
]
D2 [
]
makanan? 1.
Benar
2. Salah
C7. Stryofoam merupakan pembungkus makanan kemasan yang dianjurkan dalam membungkus makanan? 1.
Benar
2. Salah
C8. Pengunaan plastik sebagai pembungkus makanan menyebabkan resiko terjadinya perpindahan bahan kimia plastik kedalam makanan? 1.
Benar
2. Salah
C9. Kemasan Kaca/Gelas dan Porselen merupakan pembungkus kemasan tidak dianjurkan dalam membungkus makanan? 1.
Benar
2. Salah
C10. Penyimpanan makanan terkemas pada suhu tinggi dapat meningkatkan perpindahan bahan kimia ke dalam makanan? 1.
D.
Benar
2. Salah
FAKTOR MAKANAN Berikut adalah beberapa kriteria yang terkait dalam penerimaan atau pemilihan suatu produk makanan.
Anda diminta untuk menibang sejauh mana pentingnya masing-masing kriteria tersebut ketika memilih suatu produk makanan (khususnya makanan cepat saji). D1. Rasa 1.
Sangat tidak penting
2. Tidak penting
3. Penting
4. Sangat penting
D3 [
]
2. Tidak penting
3. Penting
4. Sangat penting
D4 [
]
2. Tidak penting
3. Penting
4. Sangat penting
D5 [
]
D6 [
]
D2. Tekstur 1.
Sangat tidak penting
D3. Warna 1.
Sangat tidak penting
D4. Bentuk 1. Sangat tidak penting
2. Tidak penting
3. Penting
4. Sangat penting
D5. Bumbu 1. Sangat tidak penting
2. Tidak penting
3. Penting
4. Sangat penting
2. Tidak penting
3. Penting
4. Sangat penting
D6. Harga 1. Sangat tidak penting
3
Identitas responden
Ruang Entry Item Pertanyaan
(Diisi Pengumpul Data)
E.
FAKTOR LINGKUNGAN
E1. Apakah untuk kuliah dikampus ini Anda berpindah tempat tinggal/kos? 1.
F.
Ya (Berpindah tempat tinggal)
E1 [
]
F1 [
]
F2 [
]
F3 [
]
F4 [
]
F5 [
]
F6 [
]
F7 [
]
F8 [
]
F9 [
]
F10 [
]
2. Tidak (Tidak berpindah tempat tinggal)
JENIS MAKANAN Isilah titik-titik pada pertanyaan dibawah ini!
F1. Apakah Anda sering mengkonsumsi Fried Chiken? 1.
Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2.
Tidak{jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F2. Apakah Anda sering mengkonsumsi Pizza? 1.
Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2.
Tidak{jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F3. Apakah Anda sering mengkonsumsi Humberger? 1.
Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2.
Tidak{jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F4. Apakah Anda sering mengkonsumsi Gorengan? 1.
Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2.
Tidak{jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F5. Apakah Anda sering mengkonsumsi Bakso? 1.
Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2.
Tidak{jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F6. Apakah Anda sering mengkonsumsi Mie ayam? 1.
Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2.
Tidak{jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F7. Apakah Anda sering mengkonsumsi Chiki? 1.
Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2.
Tidak{jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F8. Apakah Anda sering mengkonsumsi Sejenis keripik? 1.
Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2.
Tidak{jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F9. Apakah Anda sering mengkonsumsi Cokelat? 1.
Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2.
Tidak{jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F10. Apakah Anda sering mengkonsumsi Biscuit?
4
Identitas responden
Ruang Entry Item Pertanyaan
(Diisi Pengumpul Data)
1.
Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2.
Tidak {jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F11. Apakah Anda sering mengkonsumsi Makanan ringan sejenis (Kriuk)? 1.
Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2.
Tidak {jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F12. Apakah Anda sering mengkonsumsi Siomay/ batagor? 1.
Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2.
Tidak {jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F13. Apakah Anda sering mengkonsumsi Cilok? 1.
Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2.
Tidak {jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F14. Apakah Anda sering mengkonsumsi Otak-otak? 1.
Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2.
Tidak {jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F15. Apakah Anda sering mengkonsumsi Cakwe? 1.
Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2.
Tidak {jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F16. Apakah Anda sering mengkonsumsi CimoL/Kentang? 1.
Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2.
Tidak {jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F17. Apakah Anda sering mengkonsumsi Mie instan/pop mie? 1.
Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2.
Tidak {jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F18. Apakah Anda sering mengkonsumsi Bubur instan? 1.
Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2.
Tidak {jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F19. Apakah Anda sering mengkonsumsi Sphagety? 1.
Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2.
Tidak {jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
DATA PERSONAL RESPONDEN
5
F11 [
]
F12 [
]
F13 [
]
F14 [
]
F15 [
]
F16 [
]
F17 [
]
F18 [
]
F19 [
]
Identitas responden
Ruang Entry
Daftar Pertanyaan
(Diisi Pengumpul Data)
A1. Program Studi : A2 Semester
1. Kesmas
3. Farmasi
4. Keperawatan
:__
A3. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki A4. No. Hp
2. PSPD
A1 [ ] A2 [
2. Perempuan
][
]
A3[
]
A5 [
]
:____________
A5. Berat Badan : _ _ Kg A6. Tinggi Badan : _ _ _ Cm A6[
TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASINYA
6
][
][ ]
Frequency Table kat_pem_mak Frequency Valid
pemilihan makanan kurang baik
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
71
39.2
39.2
39.2
pemilihan makanan baik
110
60.8
60.8
100.0
Total
181
100.0
100.0
kat_pengethuan Frequency Valid
pengetahuan kurang baik
Percent
Valid Percent
40
22.1
22.1
22.1
pengetahuan baik
141
77.9
77.9
100.0
Total
181
100.0
100.0
IMT_BARU Cumulative Frequency Valid
Cumulative Percent
KURUS NORMAL GEMUK Total
Percent
Valid Percent
Percent
58
32.0
32.0
32.0
112
61.9
61.9
93.9
11
6.1
6.1
100.0
181
100.0
100.0
Jenis Kelamin Frequency Valid
laki-laki
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
27
14.9
14.9
14.9
perempuan
154
85.1
85.1
100.0
Total
181
100.0
100.0
Jumlah Keluarga Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
<=4
65
35.9
35.9
35.9
>4
116
64.1
64.1
100.0
Total
181
100.0
100.0
kos/berpindah Frequency Valid
ya
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
131
72.4
72.4
72.4
tidak
50
27.6
27.6
100.0
Total
181
100.0
100.0
FREQUENCIES VARIABLES=RASA_BARU tekstur_baru WARNA_BARU BENTUK_BARU HARGA_BARU BUMBU_BARU /ORDER=ANALYSIS. UANG_SAKUBR Cumulative Frequency Valid
uang saku dibawah rata2
Percent
Valid Percent
Percent
77
42.5
42.5
42.5
uang saku diatas rata2
104
57.5
57.5
100.0
Total
181
100.0
100.0
Frequencies [DataSet1] F:\data survei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav
Frequency Table RASA_BARU Frequency Valid
TIDAK PENTING
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
6
3.3
3.3
3.3
PENTING
175
96.7
96.7
100.0
Total
181
100.0
100.0
tekstur_baru Frequency Valid
TIDAK PENTING
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
22
12.2
12.2
12.2
PENTING
159
87.8
87.8
100.0
Total
181
100.0
100.0
WARNA_BARU Frequency Valid
TIDAK PENTING
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
29
16.0
16.0
16.0
PENTING
152
84.0
84.0
100.0
Total
181
100.0
100.0
BENTUK_BARU Frequency Valid
TIDAK PENTING
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
34
18.8
18.8
18.8
PENTING
147
81.2
81.2
100.0
Total
181
100.0
100.0
HARGA_BARU Frequency Valid
TIDAK PENTING
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
13
7.2
7.2
7.2
PENTING
168
92.8
92.8
100.0
Total
181
100.0
100.0
BUMBU_BARU Frequency Valid
TIDAK PENTING
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
5
2.8
2.8
2.8
PENTING
176
97.2
97.2
100.0
Total
181
100.0
100.0
ANALISIS BIVARIAT
Logistic Regression Dependent Variable Encoding Original Value
Internal Value
pemilihan makanan kurang baik
0
pemilihan makanan baik
1
Categorical Variables Codings Parameter coding Frequency IMT_BARU
KURUS NORMAL GEMUK
(1)
(2)
58
1.000
.000
112
.000
1.000
11
.000
.000
Block 0: Beginning Block Classification Table
a,b
Predicted kat_pem_mak pemilihan
Observed Step 0
kat_pem_mak
makanan kurang
pemilihan
Percentage
baik
makanan baik
Correct
pemilihan makanan kurang baik
0
71
.0
pemilihan makanan baik
0
110
100.0
Overall Percentage a. Constant is included in the model.
60.8
Classification Table
a,b
Predicted kat_pem_mak pemilihan makanan kurang
pemilihan
Percentage
baik
makanan baik
Correct
Observed Step 0
kat_pem_mak
pemilihan makanan kurang baik
0
71
.0
pemilihan makanan baik
0
110
100.0
Overall Percentage
60.8
b. The cut value is .500
Variables in the Equation B Step 0
Constant
S.E. .438
Wald
.152
df
8.270
Sig. 1
Exp(B) .004
Variables not in the Equation Score Step 0
Variables
IMT_BARU
df
Sig.
14.269
2
.001
IMT_BARU(1)
9.103
1
.003
IMT_BARU(2)
13.992
1
.000
14.269
2
.001
Overall Statistics
Block 1: Method = Enter
Classification Table
a
1.549
Predicted kat_pem_mak pemilihan makanan kurang
pemilihan
Percentage
baik
makanan baik
Correct
Observed Step 1
kat_pem_mak
pemilihan makanan kurang baik
39
32
54.9
pemilihan makanan baik
30
80
72.7
Overall Percentage
65.7
a. The cut value is .500
Variables in the Equation
95.0% C.I B Step 1
a
S.E.
Wald
IMT_BARU
df
Sig.
Exp(B)
13.723
2
.001
IMT_BARU(1)
.352
.680
.268
1
.605
1.422
.375
IMT_BARU(2)
1.476
.661
4.989
1
.026
4.375
1.198
Constant
-.560
.627
.797
1
.372
.571
a. Variable(s) entered on step 1: IMT_BARU.
Correlation Matrix Constant Step 1
Lower
IMT_BARU(1)
IMT_BARU(2)
Constant
1.000
-.922
-.949
IMT_BARU(1)
-.922
1.000
.874
IMT_BARU(2)
-.949
.874
1.000
Crosstabs [DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav
Case Processing Summary Cases Valid N Jenis Kelamin * kat_pem_mak
Missing Percent
181
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 181
100.0%
Jenis Kelamin * kat_pem_mak Crosstabulation Count kat_pem_mak pemilihan
Jenis Kelamin
makanan kurang
pemilihan
baik
makanan baik
Total
laki-laki
15
12
27
perempuan
56
98
154
71
110
181
Total
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.060
2.790
1
.095
3.465
1
.063
3.549 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
.086 3.530
1
.060
181
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.59. b. Computed only for a 2x2 table
.049
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Jenis Kelamin (laki-laki / perempuan) For cohort kat_pem_mak = pemilihan makanan kurang baik
Lower
Upper
2.188
.957
5.002
1.528
1.027
2.272
.698
.451
1.083
For cohort kat_pem_mak = pemilihan makanan baik N of Valid Cases
181
CROSSTABS /TABLES=kat_pengethuan BY kat_pem_mak /FORMAT=AVALUE TABLES /STATISTICS=CHISQ RISK /CELLS=COUNT /COUNT ROUND CELL.
Crosstabs
[DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav
Case Processing Summary Cases Valid N kat_pengethuan * kat_pem_mak
Missing Percent
181
100.0%
N
Total
Percent 0
kat_pengethuan * kat_pem_mak Crosstabulation
.0%
N
Percent 181
100.0%
Count kat_pem_mak pemilihan
kat_pengethuan
makanan kurang
pemilihan
baik
makanan baik
Total
pengetahuan kurang baik
18
22
40
pengetahuan baik
53
88
141
71
110
181
Total
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.397
.441
1
.507
.711
1
.399
.718 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.464
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.714
b
1
.398
181
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.69. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for kat_pengethuan (pengetahuan kurang baik /
1.358
.668
2.763
1.197
.800
1.792
.881
.648
1.199
pengetahuan baik) For cohort kat_pem_mak = pemilihan makanan kurang baik For cohort kat_pem_mak = pemilihan makanan baik N of Valid Cases
181
.252
CROSSTABS /TABLES=RASA_BARU BY kat_pem_mak /FORMAT=AVALUE TABLES /STATISTICS=CHISQ RISK /CELLS=COUNT /COUNT ROUND CELL.
Crosstabs [DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav
Case Processing Summary Cases Valid N RASA_BARU * kat_pem_mak
Missing Percent
181
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
181
RASA_BARU * kat_pem_mak Crosstabulation Count kat_pem_mak pemilihan
RASA_BARU
TIDAK PENTING PENTING
Total
makanan kurang
pemilihan
baik
makanan baik
Percent
Total
1
5
6
70
105
175
71
110
181
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.250
.527
1
.468
1.489
1
.222
1.325 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.406
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
1.318
b
1
.251
181
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.35. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for RASA_BARU (TIDAK PENTING / PENTING) For cohort kat_pem_mak = pemilihan makanan kurang baik For cohort kat_pem_mak = pemilihan makanan baik N of Valid Cases
Lower
Upper
.300
.034
2.623
.417
.069
2.517
1.389
.952
2.026
181
CROSSTABS /TABLES=tekstur_baru BY kat_pem_mak /FORMAT=AVALUE TABLES /STATISTICS=CHISQ RISK /CELLS=COUNT /COUNT ROUND CELL.
Crosstabs [DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav
.241
Case Processing Summary Cases Valid N tekstur_baru * kat_pem_mak
Missing Percent
181
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 181
100.0%
tekstur_baru * kat_pem_mak Crosstabulation Count kat_pem_mak pemilihan
tekstur_baru
makanan kurang
pemilihan
baik
makanan baik
Total
TIDAK PENTING
12
10
22
PENTING
59
100
159
71
110
181
Total
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.116
1.788
1
.181
2.405
1
.121
2.465 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
.161 2.452
1
.117
181
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.63. b. Computed only for a 2x2 table
.092
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for tekstur_baru (TIDAK PENTING / PENTING) For cohort kat_pem_mak = pemilihan makanan kurang baik
Lower
Upper
2.034
.828
4.996
1.470
.954
2.264
.723
.450
1.160
For cohort kat_pem_mak = pemilihan makanan baik N of Valid Cases
181
CROSSTABS /TABLES=WARNA_BARU BY kat_pem_mak /FORMAT=AVALUE TABLES /STATISTICS=CHISQ RISK /CELLS=COUNT /COUNT ROUND CELL.
Crosstabs
[DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav
Case Processing Summary Cases Valid N WARNA_BARU * kat_pem_mak
Missing Percent
181
100.0%
N
Total
Percent 0
.0%
N
Percent 181
100.0%
WARNA_BARU * kat_pem_mak Crosstabulation Count kat_pem_mak pemilihan
WARNA_BARU
makanan kurang
pemilihan
baik
makanan baik
Total
TIDAK PENTING
17
12
29
PENTING
54
98
152
71
110
181
Total
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.020
4.523
1
.033
5.318
1
.021
5.449 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
.023 5.418
1
.020
181
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.38. b. Computed only for a 2x2 table
.018
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for WARNA_BARU (TIDAK PENTING / PENTING) For cohort kat_pem_mak = pemilihan makanan kurang baik
Lower
Upper
2.571
1.143
5.781
1.650
1.136
2.397
.642
.410
1.006
For cohort kat_pem_mak = pemilihan makanan baik N of Valid Cases
181
CROSSTABS /TABLES=BENTUK_BARU BY kat_pem_mak /FORMAT=AVALUE TABLES /STATISTICS=CHISQ RISK /CELLS=COUNT /COUNT ROUND CELL.
Crosstabs [DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav
Case Processing Summary Cases Valid N BENTUK_BARU * kat_pem_mak
Missing Percent
181
100.0%
N
Total
Percent 0
.0%
N
Percent 181
100.0%
BENTUK_BARU * kat_pem_mak Crosstabulation Count kat_pem_mak pemilihan
BENTUK_BARU
makanan kurang
pemilihan
baik
makanan baik
Total
TIDAK PENTING
12
22
34
PENTING
59
88
147
71
110
181
Total
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.602
.106
1
.744
.274
1
.600
.272 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
.698 .270
1
.603
181
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.34. b. Computed only for a 2x2 table
.375
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for BENTUK_BARU
.374
1.769
.879
.535
1.444
1.081
.816
1.432
For cohort kat_pem_mak = pemilihan makanan kurang baik
pemilihan makanan baik
Upper
.814
(TIDAK PENTING / PENTING)
For cohort kat_pem_mak =
Lower
N of Valid Cases
181
CROSSTABS /TABLES=HARGA_BARU BY kat_pem_mak /FORMAT=AVALUE TABLES /STATISTICS=CHISQ RISK /CELLS=COUNT /COUNT ROUND CELL.
Crosstabs
[DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav
Case Processing Summary Cases Valid N HARGA_BARU * kat_pem_mak
Missing Percent
181
100.0%
N
Total
Percent 0
.0%
N
Percent 181
100.0%
HARGA_BARU * kat_pem_mak Crosstabulation Count kat_pem_mak pemilihan
HARGA_BARU
makanan kurang
pemilihan
baik
makanan baik
TIDAK PENTING PENTING
Total
Total
3
10
13
68
100
168
71
110
181
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.216
.889
1
.346
1.640
1
.200
1.532 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.254
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
1.524
b
1
.217
181
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.10. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for HARGA_BARU (TIDAK PENTING / PENTING) For cohort kat_pem_mak = pemilihan makanan kurang baik For cohort kat_pem_mak = pemilihan makanan baik
Lower
Upper
.441
.117
1.662
.570
.208
1.564
1.292
.936
1.785
.174
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for HARGA_BARU
.117
1.662
.570
.208
1.564
1.292
.936
1.785
For cohort kat_pem_mak = pemilihan makanan kurang baik
pemilihan makanan baik
Upper
.441
(TIDAK PENTING / PENTING)
For cohort kat_pem_mak =
Lower
N of Valid Cases
181
CROSSTABS /TABLES=BUMBU_BARU BY kat_pem_mak /FORMAT=AVALUE TABLES /STATISTICS=CHISQ RISK /CELLS=COUNT /COUNT ROUND CELL.
Crosstabs [DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav
Case Processing Summary Cases Valid N BUMBU_BARU * kat_pem_mak
Missing Percent
181
100.0%
N
Total
Percent 0
.0%
N
Percent 181
100.0%
BUMBU_BARU * kat_pem_mak Crosstabulation Count kat_pem_mak pemilihan
BUMBU_BARU
makanan kurang
pemilihan
baik
makanan baik
TIDAK PENTING PENTING
Total
Total
3
2
5
68
108
176
71
110
181
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.335
.250
1
.617
.903
1
.342
.931 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
.382 .926
1
.336
181
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.96. b. Computed only for a 2x2 table
.302
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for BUMBU_BARU (TIDAK PENTING / PENTING) For cohort kat_pem_mak = pemilihan makanan kurang baik
Lower
Upper
2.382
.388
14.626
1.553
.741
3.253
.652
.221
1.919
For cohort kat_pem_mak = pemilihan makanan baik N of Valid Cases
181
CROSSTABS /TABLES=kos_pindah BY kat_pem_mak /FORMAT=AVALUE TABLES /STATISTICS=CHISQ RISK /CELLS=COUNT /COUNT ROUND CELL.
Crosstabs [DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav
Case Processing Summary Cases Valid N kos/berpindah * kat_pem_mak
Missing Percent
181
100.0%
N
Total
Percent 0
.0%
N
Percent 181
100.0%
kos/berpindah * kat_pem_mak Crosstabulation Count kat_pem_mak pemilihan
kos/berpindah
makanan kurang
pemilihan
baik
makanan baik
Total
ya
56
75
131
tidak
15
35
50
71
110
181
Total
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.116
1.961
1
.161
2.524
1
.112
2.467 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
.128 2.453
1
.117
181
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.61. b. Computed only for a 2x2 table
.080
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for kos/berpindah (ya / tidak) For cohort kat_pem_mak = pemilihan makanan kurang baik
Lower
Upper
1.742
.868
3.498
1.425
.893
2.274
.818
.647
1.034
For cohort kat_pem_mak = pemilihan makanan baik N of Valid Cases
181
CROSSTABS /TABLES=uang_saku_baru BY kat_pem_mak /FORMAT=AVALUE TABLES /STATISTICS=CHISQ RISK /CELLS=COUNT /COUNT ROUND CELL.
Crosstabs [DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav
Case Processing Summary Cases Valid N uang_saku_baru * kat_pem_mak
Missing Percent
181
100.0%
N
Total
Percent 0
.0%
N
Percent 181
100.0%
uang_saku_baru * kat_pem_mak Crosstabulation Count kat_pem_mak pemilihan
uang_saku_baru
makanan kurang
pemilihan
baik
makanan baik
Total
uang saku dibawah rata-rata
28
49
77
uang saku diatas rata-rata
43
61
104
71
110
181
Total
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.497
.275
1
.600
.462
1
.497
.461 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
.540 .458
1
.498
181
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 30.20. b. Computed only for a 2x2 table
.300
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for uang_saku_baru (uang saku dibawah rata-rata / uang saku
.811
.442
1.487
.879
.605
1.278
1.085
.859
1.370
diatas rata-rata) For cohort kat_pem_mak = pemilihan makanan kurang baik For cohort kat_pem_mak = pemilihan makanan baik N of Valid Cases
181