ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA ALOKASI KHUSUS (DAK), DANA BAGI HASIL (DBH) PAJAK/BUKAN PAJAK TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI JAWA TENGAH TAHUN 2003-2011 SKRIPSI DiajukankepadaFakultasEkonomidanBisnis UntukMemenuhiSyarat-SyaratGunaMeraihGelarSarjanaEkonomi
Disusun oleh: WULAN FAUZYNI NIM. 109084000030
JURUSAN ILMU EKONOMI & STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013
ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA ALOKASI KHUSUS (DAK), DANA BAGI HASIL (DBH) PAJAK/BUKAN PAJAK TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI JAWA TENGAH TAHUN 2003-2011 Skripsi DiajukankepadaFakultasEkonomidanBisnis UntukMemenuhiSyarat-SyaratGunaMeraihGelarSarjanaEkonomi
Disusun oleh: WULAN FAUZYNI NIM. 109084000030
Dibawah Bimbingan: Pembimbing I
Pembimbing II
Pheni Chalid, SF., MA., Ph.D NIP.19560505 200012 1 001
UtamiBaroroh,S.Pi,M.Si
JURUSAN ILMU EKONOMI & STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013 ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
HariiniRabu, 10 Juli 2013 telahdilakukanUjianKomprehensifatasmahasiswa : 1. 2. 3. 4.
Nama NIM Jurusan Judul Skripsi Bukan Pajak
: Wulan Fauzyni : 109084000030 : Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan : Analisis Pengaruh PAD, DAK dan DBH Pajak / Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2011
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan LULUS dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, Rabu 10 Julil 2013 1. Lukman, Dr, M.Si NIP. 19640607 200302 1 001
2. Zuhairan Y. Yunan, S.E, M.Sc NIP. 198004162009121002
3. M. Hartana I Putra, SE., M.Si NIP. 150409504
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI Hariini, Selasa 27 Agustus 2013 telahdilakukanUjianSkripsiatasmahasiswa : 1. Nama 2. NIM 3. Jurusan 4. Judul Skripsi Alokasi Khusus
: Wulan Fauzyni : 109084000030 : Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan : Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana (DAK), Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2011
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan LULUS dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 27 Agustus 2013 1. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS NIP. 19570617 198503 1 002
2. Lukman, Dr, M.Si NIP. 19820710 200912 2 002
3. Fitri Amalia M.Si NIP. 19820710 200912 2 002
4. Pheni Chalid, Ph.D NIP. 19560505 200012 1 001
5. Utami Baroroh, S.Pi, M.Si
iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertandatangan di bawahini, Nama
: Wulan Fauzyni
No IndukMahasiswa : 10908400030 Fakultas
: EkonomidanBisnis
Jurusan
: Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan
Denganinimenyatakanbahwadalampenulisanskripsiinisaya: 1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan 2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah orang lain 3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa izin pemilik karya 4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data 5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggungjawab atas karya ini Jika di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya dan melalui pembuktian yang saya dapat pertanggungjawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan diatas, maka saya siap untuk dikenakan sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN SyarifHidayatullah Jakarta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Jakarta, 8 Agustus 2013
Wulan Fauzyni
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I.
IDENTITAS PRIBADI 1. Nama lengkap
: Wulan Fauzyni
2. Tempat Tanggal Lahir
: Jakarta, 02 Oktober 1991
3. Alamat
: Jl. Swasembada Timur XXI No. 15a RT 018/005 Tg. Priok, Jakarta Utara
4. Telepon
: 085711196965
5. Email
:
[email protected]
II. PENDIDIKAN 1. SDS HANG TUAH I
Tahun 1997-2003
2. SMP N 95 Jakarta
Tahun 2003-2006
3. SMA N 72 Jakarta
Tahun 2006-2009
4. S1 Ekonomi Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2009-2013
III. PENDIDIKAN NON FORMAL 1. Lembaga Bahasa & Pendidikan Profesional Asia America, 2004-2007
IV. PENGALAMAN ORGANISASI 1. Tim Olimpiade Ekonomi SMA N 72 Jakarta sampai tingkat DKI Jakarta periode 2007-2009.
V. SEMINAR DAN WORKSHOP 1. Visit Mueseum 2010 UIN SyarifHidyatullah Jakarta (Bank Indonesia dan Bank
Mandiri),
diselenggarakanolehIkatanMahasiswaEkonomiSyariah
(IMES), 9 Desember 2010.
vi
2. ―PelatihanAlatAnalisisPerencanaan
Pembangunan‖,
diselenggarakanolehFakultasEkonomidanBisnis UIN SyarifHidayatullah Jakarta, 5 Oktober 2011.
VI. LATAR BELAKANG KELUARGA 1. Ayah
: Kurdianto
2. Tempat Tanggal Lahir
: Jakarta, 27 September 1959
3. Ibu
: Hazni Hayati
4. Tempat Tanggal Lahir
: Padang, 10 Desember 1964
5. Alamat
: Jl. Swasembada Timur XXI No. 15a RT 005/018 Tg. Priok Jakarta-Utara 14320
6. Anak Ke dari
: 2 dari 2 bersaudara
vii
ABSTRACK The role of fiscal decentralization in economic growth has become the attention ofmany countries, including Indonesia. Since 2001, the Indonesian government has effectively run fiscal decentralization policy as a broad strategy to accelerateregional development. This fiscal decentralization policy has also brought majorchanges in revenue and expenditure growth districts in the province of CentralJava. This study aims to see the influence of fiscal decentralization on economic growthin the province of Central Java. The analysis focused on indicators of fiscaldecentralization of expenditure, which is the ratio of total local government spending to total central government expenditure. This study uses panel data and analytical tools of LeastSquare Dummy Variable (LSDV) or also known as the Fixed Effects Model(FEM). The study shows that there is a hump-shaped form (a hump-shaped relation) in theinfluence of fiscal decentralization in the province of Central Java. This means thatwhen the degree of fiscal decentralization is not too high, then the fiscaldecentralization policy will bring positive impact on economic growth, but thedegree of decentralization is too high, fiscal decentralization policies will onlyhinder economic growth. Government with a high degree of fiscal decentralizationshould be focus to do more efficiency and effectiveness of government spendingbecause it would provide better benefits for regional economic growth. Key Words ; Fiscal Decentralization, Economic Growth, Fixed Effect Model (FEM).
viii
ABSTRAK
Peran Desentralisasi fiskal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi telah menjadiperhatian banyak Negara, termasuk Indonesia. Sejak 2001, secara efektif pemerintah Indonesia telah menjalankan kebijakan desentralisasi fiskal yang luas sebagai strategi untuk mempercepat pembangunan daerah. Kebijakan desentralisasi fiskal ini juga telah membawa perubahan besar dalam perkembangan penerimaan dan belanja daerah kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah. Studi ini bertujuan untuk melihat pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di provinsi Jawa Tengah. Analisis desentralisasi fiskal difokuskan pada indikator pengeluaran, yang merupakan rasio total pengeluaran pemerintah daerah terhadap total pengeluaran pemerintah pusat Studi ini menggunakan data panel dan alat analisis Least Square Dummy Variabel (LSDV) atau dikenal juga sebagai Fixed Effect Model (FEM). Hasil studi menunjukkan bahwa terdapat pengaruh desentralisasi fiskal di provinsi Jawa Tengah. Artinya pada saat derajat desentralisasi fiskal belum terlampau tinggi, maka kebijakan desentralisasi fiskal akan membawa pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, namun pada derajat desentralisasi fiskal terlampau tinggi, kebijakan desentralisasi fiskal justru akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Pemerintah dengan derajat desentralisasi fiskal tinggi sebaiknya justru lebih berfokus untuk melakukan kebijakan efisiensi dan efektifitas pada anggaran pengeluaran pemerintah karena akan memberikan manfaat yang lebih baik bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Kata Kunci ; Desentralisasi Fiskal, Pertumbuhan Ekonomi, Fixed Effect Model (FEM).
ix
KATA PENGANTAR Assalamua’alaikumWr. Wb. Segala puji bagi Allah SWT, Al-Wahhab Yang Maha Penganugrah, yang telah memberikan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman, yang telah membimbig umatnya menuju jalan kebenaran. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terimakasih atas bantuan, bimbingan, dukungan, semangat dan doa, baik langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini, kepada: 1. Ayahanda dan Ibunda terkasih, yang selalu mencurahkan perhatian, cinta dan sayang, dukungan serta doa tiada henti yang tertuju hanya untuk ananda, semoga hari ananda semakin mampu membuat bangga Ayah dan ibunda. 2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Dr. Lukman,M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Utami Baroroh, M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Bapak Pheni Chalid, SF., MA., Ph.Dselaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah bersedia meluangkan waktu untuk berdiskusi, memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Terimakasih atas ilmu yang telah Bapak berikan selama ini. 6. Ibu Utami Baroroh, M.Si.,selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah meluangkan waktu, mencurahkan perhatian, membimbing dan memberikan pengarahan kepada penulis. Terimaksih atas semua saran yang Ibu berikan selama proses penulisan skripsi sampai terlaksananya sidang skripsi.
x
7. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu dan karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bantuan kepada penulis. 8. Saudari – saudariku Nia Andriani dan Keisha Agha Mawarni yang selalu membantu dan menemani saat susah dan gembira, terimakasih buat semuanya. 9. Keluargaku Iih dan Om Agung yang slalu memberikan dukungan yang sangat berarti. 10. Sahabatku yang paling utama yang selalu mendukung baik dalam susah maupun senang Devi Arsenauli Pane, terimakasih untuk dukungan dan kasih sayang selama ini. 11. Achmad Aditya Ramadhan yang selalu mendukung dan memberikan semangat dan kasih sayang yang sangat berarti, terimakasih buat kesabarannya selama ini selalu menemani dan menyemangati. 12. SahabatkuInes Lestari, Nyakbit Bungong Tanmala, Rifka Kusumawardani, Virgin Ariana Pramono, Aristyasani Putri, Hikmah Nur Azza, Indah Sukma Ramdhini, Nida Khofiya, Annisya Sabrina kami dipertemukan dalam ikatan silahturahmi yang indah, terimakasih atas dukungan dan doa yang telah tercurahkan selama kita bergabung yang diberi nama dengan Holly. 13. Sahabatku Yusrina Rahma Dewi dan Syarifah Aini, terimakasih untuk semangat dan keceriaan selama ini yang sangat berarti sekali. 14. Sahabatku dari SMP Sinta Kusumawati, Siti Sarah, Indri Dwi Handayani, Marcelina Febriani terimakasih atas semangat dan dukungan kalian. 15. Sahabat seperjuanganku,Imah Astinia, Andre Widyantoro, Dimas Aditya Susanto, Fuad Nurcholis, Annisa Nurfatimah, Ratna Palamani, Reydit Tya, Juni Manisa, Sartika Dewi, Mage, Putri, Ka Endah terimakasih atas dukungan yang diberikan kepada penulis. 16. Sahabatku Madridista di seluruh Indonesia, terimakasih untuk semangatnya. 17. Gonzalo Higuain yang selalu memberikan dukungan dan semangat yang sangat berarti.
xi
18. Seluruh Rekan IESP Pembangunan dan Syariah UIN 2009, terimakasih selama empat tahun kita bersama – sama menghadapi kehidupan kampus yang penuh warna. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Wassalamua’alaikumWr. Wb.
Jakarta, 1 Juli 2013
Wulan Fauzyni
xii
DAFTAR ISI
Keterangan
Halaman
Halaman Judul ...............................................................................................
i
Lembar pengesahan Skripsi ..........................................................................
ii
Lembar pengesahan Ujian Komprehensif ...................................................
iii
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ...............................................................
iv
Lembar Pernyataan keaslian Karya Ilmiah ................................................
v
Daftar Riwayat Hidup ...................................................................................
vi
Abstrack
.....................................................................................................
viii
Abstrak
.....................................................................................................
ix
Kata pengantar ...............................................................................................
x
Daftar Isi
.....................................................................................................
xiii
Daftar Tabel.................................................................................................... xvii Daftar Gambar ............................................................................................... xviii DaftarLampiran ............................................................................................. BAB I
BAB II
xix
PENDAHULUAN A. LatarBelakangPenelitian .......................................................
1
B. PerumusanMasalah ...............................................................
15
C. TujuanPenelitian ...................................................................
17
C. ManfaatPenelitian .................................................................
18
TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ......................................................................
xiii
19
1. Pertumbuhan Ekonomi ....................................................
20
2. Desentralisasi Fiskal........................................................
24
3. Pendapatan Asli Daerah .................................................
34
4. Dana Alokasi Khusus ......................................................
36
5. Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak ...............................
39
6. Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan............. ............. 40
BAB III
B. Penelitian Terdahulu .............................................................
42
C. KerangkaBerpikir ..................................................................
49
D. Hipotesis................................................................................
52
METODOLOGI PENELITIAN A. RuangLingkupPenelitian .......................................................
53
B. MetodePenentuanSampel ......................................................
53
C. MetodePengumpulan Data ....................................................
54
1. Sumber Data ....................................................................
54
2. MetodePengumpulan Data ..............................................
55
a. Library Research .........................................................
55
b. Internet Research ........................................................
55
D. MetodeAnalisis Data ............................................................
55
1. Metode Data Panel ..........................................................
56
2. Permodelan Data Panel ...................................................
57
a. Polled Least Squared...................................................
57
b. Model EfekTetap (Fixed Effect)..................................
58
c. Model Efek Random ...................................................
59
xiv
BAB IV
3. Pemilihan Model Data Panel ...........................................
59
a. PLS vs FEM (Uji Chow).............................................
60
b. FEM vs REM (Uji Hausman) .....................................
61
4. Model Empiris.................................................................
63
5. UjiAsumsiKlasik .............................................................
63
a. UjiNormalitas ..............................................................
64
b. UjiMultikolinearitas ....................................................
64
c. UjiHeterokedastisitas...................................................
66
d. Uji Autokorelasi ..........................................................
66
6. UjiHipotesis ....................................................................
68
a. Uji Statistik t................................................................
68
b. Uji Statistik F ..............................................................
69
c. KoefisienDeterminasi R2 .............................................
70
E. OperasionalVariabel ..............................................................
71
1. Variabeldependen ............................................................
71
2. Variabelindependen.........................................................
71
ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. SekilasGambaranUmumObjekPenelitian ..............................
74
B. PenemuandanPembahasan ....................................................
76
1. AnalisisDeskriptif ...........................................................
76
a. AnalisaDeskriptif PDRB di Jawa Tengah ...................
76
b. AnalisaDeskriptif PAD di Jawa Tengah .....................
78
c. AnalisaDeskriptif DAK di Jawa Tengah .....................
79
xv
d. AnalisaDeskriptifDBH diJawa Tengah ......................
80
2. Estimasi Model Data Panel .............................................
81
a. Pooled Least Square ....................................................
81
b. Fixed Effect Model ......................................................
82
c. PLS vs FEM (Uji Chow) ...........................................
82
d. Random Effect Model ..................................................
83
e.. FEM vs REM (UjiHausman) .....................................
84
2. UjiAsumsiKlasik .............................................................
85
a. UjiNormalitas ..............................................................
85
b. UjiMultikolinearitas ....................................................
86
c. UjiHeterokedastisitas ................................................
86
d. UjiAutokorelasi ...........................................................
87
3. PengujianHipotesis..........................................................
89
a. Uji t danInterpretasiHasilAnalisis ............................... 89
BAB V
b. Uji F danInterpretasiHasilAnalisis ..............................
90
b. UjiKoefisienDeterminasi.............................................
90
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ..........................................................................
96
B. Saran .....................................................................................
97
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
99
LAMPIRAN ................................................................................................... 102
xvi
DAFTAR TABEL Nomor
Keterangan
Halaman
1.1
Laju Pertumbuhan Ekonomi di daerah Jawa Tahun 2005-2009
1.2
5
Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Kabupaten/Kota Jawa Tengah Tahun
6
2005-2009 1.3
Pertumbuhan
Pendapatan
Asli
Daerah
Menurut
Kabupaten/Kota Jawa Tengah Tahun 2005-2009 1.4
Pertumbuhan
Dana
Alokasi
Khusus
Menurut
Kabupaten/Kota Jawa Tengah Tahun 2005-2009 1.5
9
11
Pertumbuhan Dana Bagi Hasil Pajak/ Bukan Pajak Menurut Kabupaten/Kota Jawa Tengah Tahun 2005-
13
2009 1.6
Peresentase DAK dengan Pertumbuhan Ekonomi
14
2.1
Penelitian Terdahulu
47
3.1
Operasional Variabel Penelitian
73
4.1
Pooled Least Square
82
4.2
Fixed Effect Model
82
4.3
F-Restricted
83
4.4
Random Effect Model
83
4.5
Chi-Square
84
4.6
Correlation Matrix
86
4.7
Uji White Cross-Section
87
4.8
Uji Autokorelasi
88
4.9
InterpretasiFixed Effect Model
91
xvii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Keterangan
Halaman
2.1
Kerangka Berpikir
51
4.1
PDRB
77
4.2
PAD
78
4.3
DAK
80
4.4
DBH
80
4.5
Normalitas
85
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Keterangan
Halaman
1.
Data (Dalam Jutaan Rupiah)
102
2.
Pooled Least Square
104
3.
Fixed Effect Model
106
4.
Random Effect Model
109
5.
Uji Chow
112
6.
Chi Square
114
7.
Uji Normalitas
115
8.
Uji Multikolinearitas
115
9.
Uji Heterokedastisitas
116
10.
Uji Autokorelasi
117
xix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ini berdasarkan pada Penelitian Pujiati Amin yang berjudul Analisis Pertumbuhan Ekonomi di Karesidenan Semarang Era Desentralisasi Fiskal yang menggunakan alat analisis yaitu Generalized Least Squares (GLS), dengan pendekatan fixed effect. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang umum digunakan dalam menentukan keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi digunakan sebagai ukuran atas perkembangan atau kemajuan perekonomian dari suatu negara atau wilayah karena berkaitan erat dengan aktivitas kegiatan ekonomi masyarakat khususnya dalam hal peningkatan produksi barang dan jasa. Peningkatan tersebut kemudian diharapkan dapat memberikan trickle down effect karena itu, sudah sewajarnya peningkatan
pertumbuhan
ekonomi
menjadi
salah
satu
target
pembangunan baik di tingkat nasional maupun daerah. Untuk mengukur pertumbuhan ekonomi di tingkat nasional digunakan Produk Domestik Bruto (PDB) riil sedangkan untuk tingkat daerah digunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) riil (M. Rizal, 2013:2). Di Indonesia, desentralisasi fiskal dan otonomi daerah mulai hangat dibicarakan sejak bergulirnya era reformasi pasca runtuhnya tembok kekuasaan pemerintahan orde baru. Sistem pemerintahan
1
sentralistis yang selama ini dianut pemerintahan presiden Soeharto dianggap tidak mampu membawa kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat luas sehingga memunculkan tuntutan kewenangan yang lebih besar dari daerah untuk melaksanakan pembangunan. Dalam perkembangan bangsa Indonesia pada masa orde baru berbagai kebijakan seperti sentralisasi diterapkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan sentralisasi yang dilakukan pemerintah pada masa orde baru kenyataannya hanya mampu mensejahterakan beberapa daerah atau beberapa golongan saja, serta menyebabkan ketimpangan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Kebijakan sentralisasi tidak dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi, maka pemerintah perlu membuat kebijakan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal sudah diatur dalam UU No. 5 Tahun 1975 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah. Namun dalam prakteknya kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal selama pemerintahan orde baru belum dapat mengurangi ketimpangan vertikal dan horisontal, yang ditunjukkan dengan tingginya derajat sentralisasi fiskal dan besarnya ketimpangan antar daerah dan wilayah (Uppal dan Suparmoko, 1986; Sjahfrizal, 1997). Desentralisasi fiskal secara resmi berlaku mulai 1 januari 2001 berdasarkan UU RI No. 25 tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU
2
RI No. 33 tahun 2004. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 sumber penerimaan yang digunakan untuk pendanaan pemerintah daerah dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal meliputi: Pendapatan Asli daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Bagi Hasil Pajak (BHP), pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan yang sah. Pemerintah daerah harus dapat meningkatkan penerimaannya untuk membiayai kegiatan pembangunan, namun di era desentralisasi fiskal harapan itu belum optimal yang tercermin di dalam pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto. Melalui otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah memiliki wewenang untuk menggali pendapatan dan melakukan peran alokasi secara mandiri dalam menetapkan prioritas pembangunan. Diharapkan dengan adanya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dapat lebih memeratakan pembangunan sesuai dengan keinginan daerah untuk mengembangkan wilayah menurut potensi masing-masing. Keputusan menerapkan Desentralisasi fiskal menuntut adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi di daerah. Berdasarkan teori Tiebout Model yang menjadi landasan konsep desentralisasi fiskal, bahwa dengan adanya pelimpahan wewenang akan meningkatkan kemampuan daerah dalam melayani kebutuhan barang publik dengan lebih baik dan efisien. Penyebab mendasar dari peningkatan kemampuan tersebut adalah karena pemerintah daerah dipandang lebih mengetahui kebutuhan dan karakter masyarakat lokal, sehingga program-program dari kebijakan pemerintah
3
akan lebih efektif untuk dijalankan, sekaligus dari sisi penganggaran publik akan muncul konsep efisiensi karena tepat guna dan berdaya guna (Sumarsono dan Utomo, 2009). Provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari 35 kabupaten/kota memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang positif. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000. Provinsi Jawa Tengah dengan kapasitas fiskal yang tinggi serta didukung oleh potensi-potensi sumber daya yang dimiliki seharusnya dapat memaksimalkan keuntungannya tersebut untuk dapat bersaing dengan provinsi yang lain. Kapasitas fiskal merupakan kemampuan yang dimiliki daerah dalam proses pembangunan yang meliputi sumber daya manusia, sumber daya alam, tingkat industri, serta kemampuan lain daerah dalam upaya meningkatkan jumlah PAD yang akan diterima. Ditambah dengan jumlah kabupaten/kota yang terbilang cukup besar yakni sejumlah 35 kabupaten/kota yang secara administratif masuk didalam pemerintahan daerah provinsi Jawa Tengah. Akan tetapi kondisi riil yang dapat dicapai belum terlalu menampakkan hasil yang memuaskan dalam proses pencapaian tujuan pembangunan.
4
Tabel 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi di Daerah Jawa Tahun 2005-2009 (persen) Provinsi
2005
2006
2007
2008
2009
Jawa Barat
5,6
6,02
6,48
5,84
4,29
Rata-rata Pertumbuhan 5,59
Jawa Tengah
5,35
6,33
6,59
5,46
4,71
5,76
DIY
4,73
3,7
4,31
5,02
4,39
4,41
Jawa Timur
5,84
5,8
6,11
5,94
5,01
5,73
Sumber: BPS, Jawa Tengah Dalam Angka (berbagai tahun) Berdasarkan Tabel 1.1 diketahui bahwa provinsi Jawa Tengah memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi tertinggi di bandingkan dengan daerah lain yakni sebesar 5,76 %. Posisi kedua ditempati oleh Provinsi Jawa Timur dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi sebesar 5,73 %. Kemudian Jawa Barat diposisi ketiga dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi sebesar 5,59 % , dan yang berada diposisi terakhir yakni DIY dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi sebesar 4,41%. Jawa Tengah memiliki pertumbuhan ekonomi yang berfluktuasi dari tahun 2005-2009. Sama halnya dengan provinsi di pulau Jawa lainnya yang cenderung mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berfluktuatif. Provinsi Jawa Tengah dengan kapasitas fiskal yang tinggi serta didukung oleh potensi-potensi sumber daya yang dimiliki seharusnya dapat memaksimalkan keuntungannya tersebut untuk dapat bersaing dengan provinsi yang lain.
5
Tabel 1.2 Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2009 (jutaan) Kabupaten/ Kota
2005
2006
2007
2008
Kab. Cilacap 10145144.43 10623929.25 11140846.35 11689092.90 Kab. Banyumas 3598399.16 3759547.61 3958645.95 4171468.95 Kab. Purbalingga 1921653.92 2018808.10 2.14374623 2257392.77 Kab. Banjarnegara 2277617.86 2376694.59 2495785.82 2619989.61 Kab. Kebumen 2364385.90 2460816.97 2572062.88 2721254.09 Kab. Purworejo 2321534.04 2442927.30 2591535.38 2737087.13 Kab. Wonosobo 1570347.69 1621132.33 1679149.65 1741148.31 Kab. Magelang 3245978.81 3405369.22 3582647.65 3761388.59 Kab. Boyolali 3456062.13 3600897.97 3748102.11 3899372.86 Kab. Klaten 4158205.16 4253788.00 4394688.02 4567200.96 Kab. Sukoharjo 3941788.46 4120437.35 4330992.90 4540751.53 Kab. Wonogiri 2429869.63 2528851.78 2657068.89 2770435.78 Kab. Karanganyar 4188330.48 4401301.73 4654054.50 4900690.40 Kab. Sragen 2322239.43 2442570.43 2582492.48 2729450.32 Kab. Grobogan 2579283.26 2682467.18 2799700.55 2948793.80 Kab. Blora 1678274.29 1742962.60 1811864.01 1913763.35 Kab. Rembang 1825560.59 1926563.25 1999951.16 2093412.59 Kab. Pati 3609798.36 3770330.52 3966062.17 4162082.37 Kab. Kudus 10647407.99 10911733.76 11243359.38 11683819.73 Kab. Jepara 3411159.47 3554051.11 3722677.82 3889988.85 Kab. Demak 2471258.72 2570573.50 2677366.77 2787524.02 Kab. Semarang 4481358.29 4652041.80 4871444.25 5079003.74 Kab. Temanggung 1994172.89 2060140.23 2143221.22 2219155.63 Kab. Kendal 4277354.27 4433799.54 4625455.57 4822465.28 Kab. Batang 1972776.85 2022301.42 2092973.93 2169854.55 Kab. Pekalongan 2600855.96 2710378.32 2834685.01 2970214.98 Kab. Pemalang 2762252.29 2865095.20 2993296.76 3142808.70 Kab. Tegal 2809340.19 2955121.91 3120395.64 3286263.44 Kab. Brebes 4346424.44 4551196.99 4769145.44 4998528.19 Kota Magelang 878160.76 899564.99 946098.16 993835.20 Kota Surakarta 3858169.65 4067529.95 4304287.37 4549342.95 Kota Salatiga 722063.94 752149.22 792680.44 832154.88 Kota Semarang 16194264.63 17118705.29 18142639.97 19156814.29 Kota Pekalongan 1701324.24 1753405.74 1820001.21 1820001.21 Kota Tegal 1002821.99 1054499.45 11093438.21 1166587.87 Sumber: BPS, Jawa Tengah Dalam Angka (berbagai tahun)
2009 12303308.34 4400542.23 2384014.04 2753935.73 2828395.07 2872723.79 1808247.18 3938764.68 4100520.26 4761018.67 4756902.50 2901577.44 5076549.87 2893427.19 3097093.25 2010908.67 2186736.49 4357144.04 12125681.79 4085438.36 2901151.51 5300723.41 2309841.53 5020087.37 2250616.82 3098072.64 3293056.25 3466785.57 5247897.41 1044650.24 4817877.63 869452.99 20057621.85 1966751.15 1225424.73
6
Dari tabel 1.2 menunjukkan pertumbuhan PDRB di beberapa Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah mengalami fluktuasi selama pelaksanaan desentralisasi fiskal tahun 2005-2009. Pertumbuhan PDRB tertinggi pada Kabupaten Cilacap pada tahun 2009, diikuti dengan Kabupaten Kudus, Kabupaten Semarang, dan Kota Semarang.
PDRB
yang paling rendah terdapat di Kota Magelang dan Kota Salatiga. Kenaikan yang kadang naik dan turun ini menunjukkan kinerja ekonomi yang kurang baik, hal ini menunjukkan bahwa era desentralisasi fiskal di mana daerah diberi kewenangan dalam mengatur keuangan daerahnya ternyata banyak kabupaten/kota yang belum menunjukkan perubahan yang signifikan dalam PDRB-nya meskipun PDRB
bukan satu-satunya
indikator dalam Pembangunan. Faktor-faktor
yang
menyebabkan
bervariasinya
pendapatan
regional bruto daerah di masing-masing kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah juga cukup bervariasi, antara lain pengembangan sektoral yang berbeda antar daerah, jumlah penduduk dan tenaga kerja yang berbeda antar daerah, sumber-sumber penerimaan yang berbeda antar daerah, dan lain sebagainya. Peran
pemerintah
daerah
dalam
melaksanakan
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tidak terlepas dari pengaruh gejolak ekonomi dan politik yang masih terjadi beberapa tahun terakhir ini. Pemerintah menjadi motor utama dalam menggerakkan perekonomian agar dapat kembali keposisi sebelum krisis. Kebutuhan masyarakat yang
7
semakin meningkat mendorong pemerintah daerah untuk mengupayakan peningkatan penerimaan daerah dengan memberi perhatian kepada perkembangan pendapatan asli daerah. Komponen PAD tersebut secara penuh dapat digunakan oleh daerah sesuai dengan kebutuhan dan prioritas daerah, di samping memperlihatkan adanya upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam menggali sumber-sumber pendapatan daerah. Hal ini semakin leluasa dilakukan oleh daerah kabupaten/kota setelah berlakunya otonomi daerah. Sumber penerimaan lainnya yang dapat digunakan untuk membiayai belanja daerah adalah penerimaan bagi hasil pajak dan bukan pajak, dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK), bagi hasil pajak dan bantuan keuangan dari pemerintah daerah Provinsi, serta lain-lain pendapatan yang sah. Komponen-komponen
tersebut
juga
merupakan
sumber
penerimaan daerah yang digunakan untuk pendanaan pemerintah daerah menurut UU No. 33 tahun 2004 dalam pelaksanaan desentralisasi. Komponen desentralisasi fiskal yang pertama yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD merupakan salah satu sumber penerimaan daerah yang juga merupakan modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah. PAD bisa dijadikan indikator keberhasilan desentralisasi fiskal karena PAD merupakan penerimaan daerah yang asli berasal dari daerah itu sendiri, dan PAD menunjukkan adanya kemandirian dari daerah.
8
Tabel 1.3 Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2009 (jutaan) Kabupaten/Kota 2005
2006
2007
2008
2009
Kab.Purbalingga
47.694,606
52.727,439
63.795,293
88.177,001
Kab.Banjarnegara 34.210,831
43.900,257
44.876,89
46.528,34
60.636,815
Kab.Kebumen
31.707,792
92.533,197
54.260,879
58.599,425
63.016,364
Kab.Wonosobo
22.335,686
30.618,482
36.582,594
38.158,244
46.324,944
Kab.Wonogiri
25.589,410
47.864,47
50.329,495
54.129,295
49.946,258
Kab. Rembang
23.301,041
39.998,29
42.255,838
51.150,558
56.887,895
Kab. Batang
27.784,725
31.030,14
30.968,198
41.192,714
44.643,602
Kota Salatiga
27.784,724
32.449,466
42.198,433
49.653,433
52.911.035
40.755,77
Sumber: BPS, Jawa Tengah Dalam Angka (berbagai tahun) Tabel 1.3 menunjukkan bahwa pertumbuhan PAD yang diperoleh pada saat pelaksanaan desentralisasi fiskal di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2009 mengalami fluktuasi. Hal ini menunjukkan bahwa pemungutan yang dilakukan oleh lembaga terkait di Provinsi Jawa Tengah cukup baik. Meningkatnya realisasi PAD ditopang oleh besarnya pendapatan pemerintah daerah Provinsi Jawa Tengah disektor Pajak Daerah yang memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap PAD. Berdasarkan penghitungan persentase DAK dan Pertumbuhan ekonomi maka penelitian ini difokuskan pada 8 Kabupaten/Kota yaitu: Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Wonosobo,
Wonogiri, Kabupaten Rembang, Kabupaten
Batang, Kabupaten Salatiga dengan melalui perhitungan persentase yang ada dengan membandingkan persentase DAK dibandingkan dengan
9
presentase PDRB. Peneliti melihat apakah dengan DAK yang tinggi pertumbuhan ekonominya juga akan tinggi. Hasilnya 8 Kabupaten tersebut memiliki DAK yang paling tinggi dan dengan adanya transfer DAK yang tinggi diharapkan dapat terjadi pemerataan ekonomi. Pengambilan sampel 8 berdasarkan metode deskriptif : minimal 10% populasi, bila pupulasi relative kecil, minimum 20% dari populasi (Puguh Suharso, 2009:60). Penerimaan PAD pada saat pelaksanaan desentralisasi fiskal di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2009 mengalami peningkatan, namun peningkatan pertumbuhan PDRB seperti yang diharapkan dari keputusan penerapan desentralisasi fiskal belum terpenuhi. Hal ini bisa dilihat dari data pertumbuhan PDRB tabel 1.1 yang menunjukkan pertumbuhan PDRB beberapa daerah masih mengalami fluktuasi ini bisa disebabkan eksploitasi PAD yang berlebihan. Komponen desentralisasi fiskal yang kedua yaitu Dana Alokasi Khusus. Dana alokasi khusus (DAK) adalah adalah alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada provinsi/kabupaten/kota tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintahan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Berdasarkan ketentuan Pasal 162 Ayat (4) UU Nomor 32 Tahun 2004 yang mengamanatkan agar DAK ini diatur lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP). Pemerintah telah mengeluarkan PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Pelaksanaan DAK sendiri diarahkan pada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan,
10
dan perbaikan sarana dan prasaran fisik pelayanan masyarakat dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang, dan tidak termasuk penyertaan modal. DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan, dan perjalanan dinas seperti pelaksanaaan penyusunan rencana dan program, pelaksanaan tender pengadaan kegiatan fisik.
Tabel 1.4 Pertumbuhan Dana Alokasi Khusus Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2009 (jutaan) Kabupaten/Kota Kab.Purbalingga
2005
2006
2007
2008
2009
13.000
27.440
39.606
51.047
51.760,289
Kab.Banjarnegara 13.140
31.865
44.339
58.868
65.960
Kab.Kebumen
13.480
29.060
52.203
66.405
74.226
Kab.Wonosobo
11.980,176
45.890
45.427,7
57.280
67.019
Kab.Wonogiri
13.130
32.410
54.306
70.627
91.746,775
Kab. Rembang
11.280
45.910
41.005
51.071
56.663
Kab. Batang
12.150
26.168,238
44.628
55.568
63.377
Kota Salatiga
7.060
26.810
22.196,51
31.028
32.044
Sumber: BPS, Jawa Tengah Dalam Angka (berbagai tahun) Tabel 1.4 menunjukkan bahwa saat pelaksanaan desentralisasi fiskal tahun 2005-2009 penerimaan daerah yang bersumber dari dana perimbangan yang berupa Dana Alokasi
mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun, namun pertumbuhan PDRB justru mengalami fluktuasi. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan adanya DAK yang tinggi, ketergantungan daerah terhadap DAK menjadi sangat tinggi dan
11
kemandirian daerah menurun sehingga pertumbuhan PDRB yang diharapkan meningkat justru mengalami fluktuasi. Dana alokasi khusus merupakan dana yang dialokasikan dari APBN ke Daerah tertentu untuk mendanai kebutuhan khusus yang merupakan urusan daerah dan juga prioritas nasional antara lain: kebutuhan kawasan transmigrasi, kebutuhan beberapa jenis investasi atau prasarana, pembangunan jalan di kawasan terpencil, saluran irigasi primer, dll. Menurut UU yang baru (UU No. 32/2004 dan UU No. 33/2004), wilayah yang menerima DAK harus menyediakan dana penyesuaian paling tidak 10% dari DAK yang ditransfer ke wilayah, dan dana penyesuaian ini harus dianggarkan dalam anggaran daerah (APBD). Meskipun demikian, wilayah dengan pengeluaran lebih besar dari penerimaan tidak perlu menyediakan dana penyesuaian. Tetapi perlu diketahui bahwa tidak semua daerah menerima DAK karena DAK bertujuan untuk pemerataan dan untuk meningkatkan kondisi infrastruktur fisik yang dinilai sebagai prioritas nasional. Komponen desentralisasi fiskal yang ketiga yaitu Dana Bagi Hasil. Dana Bagi Hasil adalah bagian daerah dari Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam.
12
Tabel 1.5 Pertumbuhan Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2009 (jutaan) Kabupaten/Kota Kab.Purbalingga
2005
2006
2007
2008
2009
15.574,967
21.331,241
23.601,577
37.021,773
39.105,473
Kab.Banjarnegara 17.416,889
24.814,687
37.097,011
40.257,529
34.151,938
Kab.Kebumen
19.341,976
25.074,29
29.935,559
36.768,51
37.756,956
Kab.Wonosobo
13.640,72
23.094,19
30.866,038
33.070,809
40.498,277
Kab.Wonogiri
20.194,907
25.267,63
30.893,55
36.821,688
38.607,215
Kab. Rembang
16.732,996
21.185,48
34.372,202
35.011,845
37.826,499
Kab. Batang
16.627,479
24.147,357
30.285,485
34.571,222
36.454,378
Kota Salatiga
12.025,852
13.329,66
18.466,485
20.685.561
24.834,796
Sumber: BPS, Jawa Tengah Dalam Angka (berbagai tahun) Dari tabel 1.5 menunjukkan Dana Bagi Hasil yang diterima setiap daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa tengah tahun 2005-2009 berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa mekanisme bagi hasil berdasarkan kapasitas Sumber Daya Alam dan/atau pusat bisnis yang dimiliki daerah. Pengoptimalan perolehan Dana Bagi Hasil yang dianggap sebagai modal bagi kepentingan pembangunan daerah akan mempercepat pertumbuhan PDRB (Pujiati, 2008). Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak bersumber dari pedapatan APBN yang dibagihasilkan kepada daerah berdasarkan presentase tertentu (Ahmad Subekan, 2012:50). Meskipun Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak bukan yang utama dalam proses mempercepat pertumbuhan tetapi berperan penting dalam meningkatkan presentase pertumnuhan yang ada di Jawa Tengah melalui penerimaan dan pengolahan yang baik dan efisien.
13
Tabel 1.6 Persentase DAK Dengan Pertumbuhan Ekonomi (persen) Kabupaten/Kota Kab.Purbalingga
2005
2006
2007
2008
2009
0,810498021 1,359217847 1,847513453 2,261325573 2,171140276
Kab.Banjarnegara 0,576918553 1,340727586 1,776554688 2,246879139 2,395117623 Kab.Kebumen
0,570126898 1,180908631 2,02961601
2,440235193 2,624315139
Kab.Wonosobo
0,762899584 2,830737451 2,708079057 3,289782936 3,706296393
Kab.Wonogiri
0,536242761 1,281609316 2,043831088 2,549310131 3,161961964
Kab. Rembang
0,617892392 2,382999883 2,050300068 2,439605085 2,589978274
Kab. Batang
0,634131529 1,29398307
Kota Salatiga
0,977752746 3,564452277 2,800183893 3,728632824 3,685535661
2,132276918 2,560908979 2,815983576
Dari hasil persentase Tabel 1.6 menunjukkan bahwa kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Wonosobo,
Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Rembang, Kabupaten
Batang, Kabupaten Salatiga merupakan 8 Kabupaten yang memiliki presentase DAK tertinggi dan dengan adanya transfer DAK yang tinggi diharapkan dapat terjadi pemerataan ekonomi dan kesejahteraan sosial di Provinsi Jawa Tengah sehingga tujuan dari pertumbuhan ekonomi dapat dicapai. Dengan pencapaian tersebut, diharapkan keseluruhan daerah dapat mengoptimalkan komponen–komponen dan kemampuan yang dimiliki sehingga pelaksanaan desentralisasi fiskal dengan menggunakan anggaran pemerintah pusat yakni dana perimbangan yang meliputi PAD, DAK, dan DBH menjadi tolak ukur dalam pendanaan daerah dan menjadi motivasi
14
bagi daerah tersebut untuk menggali potensi-potensi yang dimiliki dan meningkatkan kemandirian soal pendanaan daerah. Bertitik tolak dari latar belakang di atas, maka judul dalam penelitian ini yaitu “Analisis Pengaruh PAD, DAK dan DBH PAJAK/BUKAN PAJAK Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah tahun 2003-2011”.
B. Rumusan Masalah Penelitian ini mengambil obyek penelitian di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2003-2011. Dari data yang ada menunjukkan PDRB di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah pada periode 2002–2011 mengalami fluktuasi. Hal ini tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dari keputusan penerapan desentralisasi fiskal. Dengan adanya penerimaan pendapatan daerah dapat menambah akumulasi modal yang merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi. Namun kenyataanya hanya beberapa daerah saja yang mengalami pertumbuhan PDRB secara konsisten. Terkait hal tersebut maka pertanyaan penelitian yang dapat dikemukakan adalah bagaimana dampak pelaksanaan desentraliasi fiskal terhadap PDRB di daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-2011 melalui Sumber penerimaan daerah yang digunakan untuk pendanaan pemerintah daerah menurut UU No. 33 tahun 2004 dalam pelaksanaan desentralisasi yang meliputi : Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum
15
(DAK), serta Dana Bagi Hasil (DBH). Apakah dengan PAD yang tinggi maka PDRB akan meningkat tetapi dengan DAK yang tinggi maka PDRB juga akan meningkat, melalui perhitungan persentase yang ada dengan membandingkan persentase DAK dibandingkan dengan presentase PDRB. Dengan DAK yang tinggi pertumbuhan ekonominya juga akan tinggi. Hasilnya 8 Kabupaten tersebut memiliki DAK yang paling tinggi dan dengan adanya transfer DAK yang tinggi diharapkan dapat terjadi pemerataan ekonomi sehingga tujuan utama dari pertumbuhan ekonomi yaitu kesejahteraan ekonomi dapat dicapai dengan pengalokasian yang sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ada. Dengan melihat Dana Bagi hasil pajak dan bukan pajak apakah dengan mengoptimalkan perolehan Dana Bagi Hasil pajak dan bukan pajak yang dianggap sebagai modal bagi kepentingan pembangunan daerah dapat mempercepat pertumbuhan, walaupun pada kenyataannya dana bagi hasil pajak dan bukan pajak bukan prioritas utama pemerintah dalam proses mempercepat pertumbuhan ekonomi. Komponen-komponen desentralisasi fiskal menurut Menteri Keuangan No. 224 / PMK.07 tahun 2008, sehingga perlu diteliti : 1.
Sejauhmana pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-2011?
16
2.
Sejauhmana pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-2011?
3.
Sejauhmana pengaruh Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak/Bukan Pajak Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-2011?
4.
Sejauhmana pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak/Bukan Pajak Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-2011?
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin di capai dari penelitian ini adalah : 1.
Untuk menganalisis pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah pada saat pelaksanaan desentralisasi fiskal tahun 2003-2011.
2.
Untuk menganalisis pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap PDRB di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah pada saat pelaksanaan desentralisasi fiskal tahun 2003-2011.
3.
Untuk menganalisis pengaruh Dana Bagi Hasil (DBH) pajak/bukan pajak terhadap PDRB di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah pada saat pelaksanaan desentralisasi fiskal tahun 2003-2011. 17
4.
Untuk menganalisis pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak (DBH) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 20032011?
D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk: 1.
Kegunaan praktis sebagai informasi dan masukan bagi pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan untuk mengatasi
permasalahan
pertumbuhan
ekonomi
di
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. 2.
Kegunaan ilmiah untuk memberikan sumbangan pemikiran untuk
kemajuan
ilmu
pengetahuan
khususnya
dalam
pengembangan teori-teori aplikasi ekonomi publik.
18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori Studi tentang pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi tentu saja tidak dapat mengabaikan kajian terhadap faktor-faktor lain yang ikut menentukan pertumbuhan ekonomi di suatu negara atau daerah. Isu yang perlu diperhatikan untuk studi lanjutan guna memperkuat keyakinan kita terhadap hasil empiris tentang desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi adalah kemungkinan adanya kesalahan dalam spesifikasi model estimasi. Literatur tentang pertumbuhan ekonomi menjelaskan bahwa dalam jangka panjang pertumbuhan ekonomi mungkin merupakan suatu fungsi dari banyak variabel seperti struktur hukum dan kebebasan ekonomi, tingkat tabungan, perilaku investasi, akumulasi modal, human capital, pengembangan teknologi, dan sebagainya. Mengeluarkan beberapa variabel kontrol yang kemungkinan penting dalam pertumbuhan ekonomi tersebut bisa saja memberikan kesimpulan yang salah tentang hubungan signifikan antara desentralisasi fiskal dan pertumbuhan di suatu negara/daerah. Oleh sebab itu, perlu dibahas secara lebih mendalam tentang faktor-faktor tersebut untuk kemudian dijadikan sebagai variabel kontrol dalam analisis pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah.
19
1. Pertumbuhan Ekonomi Setiap negara di dunia ini sudah lama menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai target ekonomi. Pertumbuhan ekonomi selalu menjadi faktor yang paling penting dalam keberhasilan perekonomian suatu negara untuk jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi sangat dibutuhkan dan dianggap sebagai sumber peningkatan standar hidup (standar of living) penduduk yang jumlahnya terus meningkat. ―Economic Development is Growth Plus Change‖ yang berarti pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh perubahan-perubahan dalam struktur dan corak (Sukirno, 1994). Simon Kuznets dalam Sukirno, mendefenisikan pertumbuhan ekonomi sebagai suatu peningkatan bagi suatu negara untuk menyediakan barang-barang ekonomi bagi penduduknya, pertumbuhan kemampuan ini disebabkan oleh kemajuan teknologi, kelembagaan, serta penyesuaian ideologi yang dibutuhkan (Sukirno, 1995). Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makro ekonomi dalam jangka panjang. Kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat dari satu periode ke periode lainnya. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan oleh faktor-faktor produksi yang selalu meningkat baik jumlah maupun kualitasnya. Investasi akan menambah jumlah barang modal. Teknologi yang digunakan berkembang. Disamping itu tenaga kerja bertambah sebagai akibat perkembangan penduduk, dan
20
pengalaman kerja dan pendidikan menambah keterampilan mereka. Robinson Tarigan (2004) secara khusus menjelaskan pengertian pertumbuhan
ekonomi
wilayah
(daerah)
sebagai
pertambahan
pendapatan masyarakat yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (value added) yang terjadi di wilayah (daerah) tersebut. Pertambahan pendapatan ini diukur dalam nilai riil (dinyatakan dalam harga konstan). Ukuran yang sering digunakan untuk menghitung pertumbuhan ekonomi adalah Produk Domestik Bruto (PDB). PDB adalah nilai barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu negara dalam satu tahun tertentu dengan menggunakan faktor-faktor produksi milik warga negaranya dan penduduk di negara-negara lain (Sadono Sukirno, 2004:36). Boediono
(1992:114)
menyatakan,
bahwa
pertumbuhan
ekonomi adalah proses kenaikan output dalam jangka panjang. Pemakaian indikator pertumbuhan ekonomi akan dilihat dalam kurun waktu yang cukup lama, misalnya sepuluh,duapuluh, limapuluh tahun atau bahkan lebih. Pertumbuhan ekonomi akan terjadi apabila ada kencenderungan yang terjadi dari proses internal perekonomian itu, artinya harus berasal dari kekuatan yang ada di dalam perekonomian itu sendiri.
21
Menurut Michel P. Todaro (2004:92), terdapat tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa, antara lain: a. Akumulasi modal yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik dan modal atau sumber daya manusia. Akumulasi modal terjadi apabila sebagian dari pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan dikemudian hari. b. Pertumbuhan penduduk, yang pada akhirnya akan memperbanyak jumlah angkatan kerja. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja (yang terjadi beberapa tahun kemudian setelah pertumbuhan penduduk) secara tradisional dianggap menjadi salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah jumlah tenaga produktif. c. Kemajuan teknologi merupakan sumber pertumbuhan ekonomi yang
paling
penting.
Kemajuan
teknologi
terjadi
karena
ditemukannya cara baru atas perbaikan cara-cara lama dalam menangani
pekerjaan-pekerjaan
tradisional
seperti
kegiatan
menanam jagung, membuat pakaian atau membangun rumah. Todaro
dan
Smith
(2003:214)
menjelaskan
beberapa
pendekatan teori klasik pembangunan ekonomi, yaitu: teori tahapan
22
linier dan pembangunan sebagai pertumbuhan; model perubahan struktural; revolusi ketergantungan internasional. Ada dua teori yang dapat dikelompokkan dalam teori tahapan linier dan pembangunan sebagai pertumbuhan, yaitu teori pertumbuhan Rostow, dan teori pertumbuhan Harrod-Domar. Teori ini bertolak dari lingkungan intelektual yang masih steril dan dipacu oleh politik Perang Dingin yang berkobar pada masa tersebut. Model pembangunan tahap pertumbuhan (stages-of-growth model development) merupakan hasil pemikiran dari seorang ahli sejarah ekonomi dai Amerika Serikat yaitu Walt W. Rostow. Menurut ajaran Rostow (Tulus T.H. Tambunan, 2009:52), perubahan dari keterbelakangan menuju kemajuan ekonomi dapat dijelaskan dalam satu seri tahapan yang harus dilaului oleh setiap negara. Adapun tahapan tersebut adalah: (1) Tahapan perekonomian tradisional; (2) Tahapan pra kondisi tinggal landas; (3) Tahapan tinggal landas; (4) Tahapan menuju kedewasaan; (5) Tahapan konsumsi massa tinggi. Diasumsikan juga terdapat hubungan ekonomi langsung antara besarnya total stok modal (K), dengan GNP total (Y). setiap tambahan neto terhadap stok modal dalam bentuk investasi baru akan
23
menghasilkan kenaikan arus output nasional atau GNP (Todaro dan Smith, 2003:63). Persamaan tersebut merupakan bentuk sederhana dari teori pertumbuhan Harrod-Domar. Persamaan tersebut menjelaskan secara jelas bahwa tingkat pertumbuhan GNP (ΔY/Y) ditentukan bersamasama oleh rasio tabungan nasional (s), serta rasio modal output nasional (k). secara lebih spesifik , persamaan tersebut mentakan bahwa tanpa adaya intervensi pemerintah, tingkat pertumbuhan pendapatan nasional berbanding lurus dengan rasio tabungan (semakin besar bagian GNP yang ditabung atau diinvestasikan, K pertumbuhan GNP yang akan dihasilkan menjadi lebih besar), dan berbanding terbalik dengan rasio modal output di suatu perekonomian (semakin besar rasio modal-output nasional (k), maka tingkat pertumbuhan ekonomi semakin rendah). Jadi berdasarkan teori Harrod-Domar agar dapat tumbuh dengan pesat, maka setiap perekonomian harus menabung dan menginvestasikan sebanyak mungkin GNP-nya. Akan tetapi tingkat pertumbuhan aktiva yang dapat dijangkau pada tiap tingkat tabungan dan investasi juga bergantung pad produktivitas investasi tersebut. 2. Desentralisasi Fiskal Dalam menganalisis Pengaruh PAD, DAK dan DBH terhadap Pertumbuhan Ekonomi (studi kasus kabupaten/kota propinsi Jawa
24
Tengah), penelitian ini mendasarkan pada teori-teori yang relevan sehingga mendukung bagi tercapainya hasil penelitian yang ilmiah. Teori-teori ini yang akan dijadikan peneliti sebagai dasar pemikiran dan menjadi acuan dalam melakukan penelitian. Selain itu, agar secara empiris dapat dihubungkan dengan hasil-hasil penelitian sejenis atau yang memiliki topik yang hampir sama, maka dilengkapi juga dengan beberapa penelitian terdahulu. Penelitian-penelitian terdahulu tersebut sekaligus menjadi acuan dan komparasi dalam penelitian ini. Dengan
demikian,
desentralisasi
fiskal
akan
memberi
keleluasaan kepada daerah untuk menggali potensi daerah dan memperoleh transfer dari pusat dalam kerangka keseimbangan fiskal. Simanjuntak
(2001:99)
berpendapat
ada
empat
alasan
untuk
mempunyai sistem pemerintahan yang terdesentralisai yaitu: Desentralisasi merupakan bagian dari strategi setiap institusi yang berkehendak untuk tidak mati dalam persaingan global. Ia adalah strategi untuk menjadi kompetitif. Demikian pula bagi sebuah negara. Desentralisasi menjadikannya terbagi menjadi bagian-bagian kecil yang terintegrasi dan menjadi sebuah "makhluk organik" yang bergerak efisien mengatasi tantangan global. Dalam praktik, desentralisasi dan otonomi bersifat tumpang tindih. Namun,
dalam
makna
keduanya
memiliki
perbedaan.
Desentralisasi merupakan sistem pengelolaan yang berkelebihan
25
dengan sentralisasi. Jika sentralisasi adalah pemusatan pengelolaan, maka desentralisasi adalah pembagian dan pelimpahan. Menurut Rondinelli dan Cheema yang dikutip oleh Sarundajang (1999:32) bahwa Desentralisasi adalah "the transfer of planning, decission making, or administrative authority from the central government to its field organizations, local administrative units, semi-autonomous and parastatal organizations". Keputusan menerapkan Desentralisasi fiskal menuntut adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi di daerah. Berdasarkan teori Tiebout Model yang menjadi landasan konsep desentralisasi fiskal, bahwa dengan adanya pelimpahan wewenang akan meningkatkan kemampuan daerah dalam melayani kebutuhan barang publik dengan lebih baik dan efisien. Penyebab mendasar dari peningkatan kemampuan tersebut adalah karena pemerintah daerah dipandang lebih mengetahui kebutuhan dan karakter masyarakat lokal, sehingga program-program dari kebijakan pemerintah akan lebih efektif untuk dijalankan, sekaligus dari sisi penganggaran publik akan muncul konsep efisiensi karena tepat guna dan berdaya guna (Sumarsono dan Utomo, 2009:53). Hubungan desentralisasi dan otonomi, yaitu pada dasarnya otonomi adalah derivat dari desentralisasi daerah-daerah otonom, yaitu daerah yang mandiri, tingkat kemandirian diturunkan dari tingkat desentralisasi
yang
diselenggarakan
semakin
tinggi
derajat
26
desentralisasi,
semakin
tinggi
otonomi
daerah.
Sedangkan
desentralisasi, yang dimaksudkan dalam UU No. 32 tahun 2004 menyatakan penyerahan wewenang Pemerintahan oleh Pemerintah pusat kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desentralisasi adalah prinsip pendelegasian wewenang dari pusat ke bagian-bagiannya, baik bersifat kewilayahan maupun kefungsian. Menurut Prawirosetoto (2002), Desentralisasi fiskal adalah pendelegasian tanggung jawab dan pembagian kekuasaan dan kewenangan untuk pengambilan keputusan di bidang fiskal yang meliputi
aspek
penerimaan
(tax
assignment)
maupun
aspek
pengeluaran (expenditure assignment). Desentralisasi fiskal ini dikaitkan dengan tugas dan fungsi pemerintah daerah dalam penyediaan barang dan jasa publik (public goods / public service). Desentralisasi fiskal merupakan inti dari desentralisasi itu sendiri karena pemberian kewenangan di bidang politik maupun administrasi tanpa dibarengi dengan desentralisasi fiskal merupakan desentralisasi yang mempunya kriteria sebagai berikut: 1. Representasi demokrasi, untuk memastikan hak seluruh warga Negara untuk berpartisipasi secara langsung pada keputusan yang akan mempengaruhi daerah atau wilayah. 2.
Tidak
dapat
dipraktekkanya
pembuatan
keputusan
yang
tersentralisasi, adalah tidak realistis pada pemerintahan yang
27
sentralistis untuk membuat keputusan mengenai semua pelayanan rakyat seluruh negara, terutama pada negara yang berpenduduk besar seperti Indonesia. 3. Pengetahuan lokal (local knowledge), mereka yang berada pada daerah lokal mempunyai pengetahuan yang lebih banyak mengenai kebutuhan lokal, prioritas, kondisi, dll. 4. Mobilitas sumber daya, mobilitas pada bantuan dan sumber daya dapat di fasilitasi dengan hubungan yang lebih erat di antara populasi dan pembuat kebijakan pada tingkat lokal. Secara umum konsep desentralisasi pada dasarnya terdapat empat jenis desentralisasi (Sidik, 2002:76), yaitu: 1) Desentralisasi politik (political decentralization), yaitu pemberian hak kepada warga negara melalui perwakilan yang dipilih suatu kekuasaan yang kuat untuk mengambil keputusan publik.
2) Desentralisasi administrasi (administrative decentralization), yaitu pelimpahan wewenang guna mendistribusikan wewenang, tanggung jawab dan sumber-sumber keuangan untuk menyediakan pelayanan publik, terutama yang menyangkut perencanaan, pendanaan dan manajemen fungsi-fungsi pemerintahan dari pemerintah pusat kepada aparat di daerah, badan otoritas tertentu atau perusahaan tertentu.
28
3) Desentralisasi fiskal (fiscal dezentralization) yaitu pelimpahan wewenang
dalam
mengelola
sumber-sumber
keuangan,
yang
mencakup: a. Self-financing atau cost recorvery dalam pelayanan publik terutama melalui pengenaan retribusi daerah. b. Cofinancing atau coproduction, dimana pengguna jasa berpartisipasi dalam bentuk pembayaran jasa atau kontribusi tenaga kerja. c. Transfer dari pemerintah pusat terutama berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), sumbangan darurat, serta pinjaman daerah (sumber daya alam) 4) Desentralisasi ekonomi (economic or market decentralization), yaitu kebijakan tentang privatisasi dan deregulasi yang intinya berhubungan dengan kebijakan pelimpahan fungsi-fungsi pelayanan masyarakat dari pemerintah kepada sektor swasta sejalan dengan kebijakan liberalisasi dan ekonomi pasar. Dalam melaksanakan desentralisasi fiskal, prinsip (rules) money should follow function merupakan salah satu prinsip yang harus diperhatikan dan dilaksanakan. Artinya, setiap penyerahan atau pelimpahan wewenang pemerintahan membawa konsekuensi pada anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan kewenangan tersebut (Sasana,2009). Menurut Menteri Keuangan No. 224 / PMK.07 tahun
29
2008 komponen-komponen desentralisasi fiskal terdiri dari : PAD, DAU, DBH. Penerapan otonomi dan desentralisasi fiskal ditandai dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 pada 1 Januari 2001. Dalam perjalanannya kedua undang-undang tersebut menimbulkan beberapa permasalahan yang kemudian diperbaiki oleh pemerintah melalui revisi undang-undang tersebut menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diberlakukan pada bulan desember 2004 (RPJMN 2004-2009) Dalam UU No. 32 Tahun 2004,
desentralisasi
diartikan
sebagai
penyerahan
wewenang
pemerintah, oleh pemerintah (pusat) kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatan Republik Indonesia Menurut Ebel dan Yilmaz (2002) ada tiga bentuk/variasi
desentralisasi,
dalam
kaitannya
dengan
derajat
kemandirian pengambilan keputusan yang dilakukan di daerah, yaitu: 1. Decontretation Merupakan
pelimpahan
kewenangan
dari
agen-agen
pemeritah pusat yang ada di ibukota negara, pada agen-agen di daerah. 2. Delegation
30
Merupakan penunjukan oleh pemerintah pusat pada pemerintah daerah untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dengan tanggung jawab pada pemerintah pusat 3. Devolution Merupakan penyerahan urusan fungsi-fungsi pemerintah pusat, pada pemerintah daerah, dimana daerah juga diberi kewenangan dalam mengelolah penerimaan dan pengeluaran daerahnya. Mengingat prinsip money follow function dalam pelaksanaan otonomi daerah, maka maka desentralisasi fiskal di Indonesia merupakan bentuk dari desentralisasi yang ketiga (devolution). Lebih lanjut Slinko (2002) menyatakan bahwa: Under the
concept
of
“fiscal
decentralization”
we
understand
theassignment of fiscal responsibilities to the lower levels of goverment, thats, the degree of regional (local) autonomy and the authority of local goverment to decide upon its own expanditure and its ability to generate local revenues. Pernyataan Slinko memepertegas pengertian desentralisasi fiskal, yaitu sebagai bentuk transfer kewenangan (tanggung jawab dan fungsi) dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, termasuk di dalamnya pemberian otoritas bagi pemerintah daerah untuk mengelola penerimaan dan pengeluaran daerahnya sendiri. Desentralisasi fiskal ini dikaitkan dengan tugas dan fungsi pemerintah daerah
31
dalam penyedian barang dan jas publik (pubilcgoods/public services). Ada dua keuntungan yang dapat dicapai dari penerapan desentralisasi fiskal (Ebel dan Yilmaz, 2002:43), antara lain: 1. Efisiensi dan alokasi sumber-sumber ekonomi Desentralisasi
akan
meningkatkan
efisiensi
karena
pemerintah daerah mampu memperoleh informasi yang lebih baik (dibandingkan dengan pemerintah pusat) mengenai kebutuhan rakyat yang ada di daerahnya. Oleh karena itu, pengeluaran pemerintah daerah lebih mampu merefleksikan kebutuhan/pilihan masyarakat di wilayah tersebut dibandingkan bila dilakukan oleh pemerintah pusat. 2. Persaingan antara pemerintah daerah Penyediaan barang publik yang dibiayai oleh pajak daerah akan mengakibatkan pemerintah daerah berkompetisi dalam menyediakan fasilitas publik yang lebih baik. Karena dalam sistem desentralisasi fiskal, warga negara menggunakan metode ―vote by feet‖ dalam menentukan barang publik di wilayah mana, yang akan dimanfaatkan. Untuk mengukur desentralisasi fiskal di suatu wilayah, terdapat dua variabel umum yang sering digunakan, yaitu pengeluaran dan penerimaan daerah. Ebel dan Yilmaz (2002) menyatakan terdapat variasi dalam pemilihan indikator untuk
32
mengukur desentralisasi antara negara yang satu dengan negara yang lain. Meskipun sama-sama menggunakan variabel yang pengeluaran dan penerimaan pemerintah, yang menjadi pembeda adalah variabel ukuran (size variabels) yang digunakan oleh peneliti yang satu dengan peneliti yang lain. Ada tiga sizevariabels yang umum digunakan, yaitu: jumlah penduduk, luas wilayah, dan GDP. Lebih lanjut Ebel dan Yilmaz (2002) bahwa baik penerimaan dan atau pengeluaran pemerintah bukanlah indikator yang sempurna untuk mengukur desentralisasi fiskal. Slinko (2002) memberikan penjelas yang lengkap mengenai hal ini. The problem with the expanditure decentralization is that local govermentusualy does not have real degree of autonomy but act on behalf of the regional and federal goverments. We also have problems with the revenue side estimation of fiscal decentralization since those also could be not the consequnce of municipal ability to rise and assign taxes, but the consequence of the revenue-sharing policy of regional goverment. Meskipun kedua variabel tersebut bukanlah indikator desentralisasi
fiskal
yang
sempurna,
penelitian
ini
akan
menggunakan share penerimaan daerah (penerimaan asli daerah, PAD) terhadap total penerimaan daerah (TPD) untuk mengukut kemandirian
fiskal
daerah
(derajat
desentralisasi
daerah).
33
Pemilihan sisi penerimaaan sebagai indikator untuk mengukur desentralisasi fiskal dikarenakan keterbatasan data yang tersedia dari sisi pengeluaran. 3. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Mardiasmo (2002:132), ―pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengeloalaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah‖. Menurut Guritno Mangkosubroto (1997) menyatakan bahwa pada umumnya penerimaan pemerintah diperlukan untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Pada umumnya penerimaan pemerintah dapat dibedakan antara penerimaan pajak dan bukan pajak. Penerimaan bukan pajak, misalnya adalah penerimaan pemerintah yang berasal dari pinjaman pemerintah, baik pinjaman yang berasal dari dalam negeri maupun pinjaman pemerintah yang berasal dari luar negeri. Salah satu tujuan yang hendak dicapai melalui kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yakni untuk menjadikan pemerintah lebih dekat dengan rakyatnya sehingga pelayanan publik yang dilakukan dapat menjadi lebih efisien dan efektif (Kuncoro, 2006: 521). Dengan demikian setiap daerah memiliki peluang yang lebih besar untuk melaksanakan pembangunan sesuai dengan potensi yang
34
dimiliki dan memilih sektor ekonomi unggulan berdasarkan potensi sumber daya daerah masing. Desentralisasi berarti penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah (Kuncoro, 2006:497). Semakin tinggi PAD yang diperoleh suatu daerah maka akan semakin tinggi pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Brata (2004) yang dikutip oleh Adi dan Harianto (2007) menyatakan bahwa terdapat dua komponen penerimaan daerah yang berpengaruh positif secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah yaitu PAD serta sumbangan dan bantuan. Hal ini sejalan dengan pendapat Tambunan (2006:36) bahwa pertumbuhan
PAD
secara
berkelanjutan
akan
menyebabkan
peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah itu. Namun apabila eksploitasi PAD dilakukan secara berlebihan justru akan semakin membebani masyarakat, menjadi disinsentif bagi daerah dan mengancam perekonomian secara makro (Mardiasmo, 2002:87). Di dalam TAP MPR No. IV/MPR/2000 ditegaskan bahwasanya ―kebijakan
desentralisasi
Daerah
diarahkan
untuk
mencapai
peningkatan pelayanan publik dan pengembangan kreativitas Pemda, keselarasan hubungan antara Pusat dan Daerah serta antar Daerah itu sendiri dalam kewenangan dan keuangan untuk menjamin peningkatan rasa kebangsaan, demokrasi dan kesejahteraan serta penciptaan ruang yang lebih luas bagi kemandirian Daerah”. Sebagai
35
konsekuensi dari pemberian otonomi yang luas maka sumber-sumber keuangan telah banyak bergeser ke Daerah baik melalui perluasan basis pajak (taxing power) maupun dana perimbangan. Hal ini sejalan dengan makna desentralisasi fiskal yang mengandung pengertian bahwa kepada Daerah diberikan: (1) kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri yang dilakukan dalam wadah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sumber utamanya adalah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan tetap mendasarkan batas kewajaran. (2) didukung dengan perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah. Sebagai salah satu tujuan yang hendak dicapai di dalam pelaksanaan desentralisasi dan otonomi Daerah, tentang kemandirian Daerah bukan hal yang baru. Secara teoritis pengukuran kemandirian Daerah diukur dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). 4. Dana Alokasi Khusus Dana alokasi khusus (DAK) adalah salah satu mekanisme transfer keuangan Pemerintah Pusat ke daerah yang bertujuan antara lain untuk meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana fisik daerah sesuai
prioritas
nasional
serta
mengurangi
kesenjangan
laju
pertumbuhan antar daerah dan pelayanan antarbidang (Ahmad Subekan, 2012:88). DAK memainkan peran penting dalam dinamika pembangunan sarana dan prasarana pelayanan dasar di daerah karena–
36
sesuai dengan prinsip desentralisasi–tanggung jawab dan akuntabilitas bagi penyediaan pelayanan dasar masyarakat telah dialihkan kepada pemerintah daerah. Dana alokasi khusus merupakan dana yang dialokasikan dari APBN ke Daerah tertentu untuk mendanai kebutuhan khusus yang merupakan urusan daerah dan juga prioritas nasional antara lain: kebutuhan kawasan transmigrasi, kebutuhan beberapa jenis investasi atau prasarana, pembangunan jalan di kawasan terpencil, saluran irigasi primer, dll. Menurut UU yang baru (UU No. 32/2004 dan UU No. 33/2004), wilayah yang menerima DAK harus menyediakan dana penyesuaian paling tidak 10% dari DAK yang ditransfer ke wilayah, dan dana penyesuaian ini harus dianggarkan dalam anggaran daerah (APBD). Meskipun demikian, wilayah dengan pengeluaran lebih besar dari penerimaan tidak perlu menyediakan dana penyesuaian. Tetapi perlu diketahui bahwa tidak semua daerah menerima DAK karena DAK bertujuan untuk pemerataan dan untuk meningkatkan kondisi infrastruktur fisik yang dinilai sebagai prioritas nasional. a) Kriteria umum Dana Alokasi Khusus Prioritas pengalokasian DAK diutamakan untuk daerahdaerah yang memiliki kemampuan fiskal rendah atau di bawah rata-rata. Kemampuan fiskal daerah tersebut didasarkan atas selisih antara realisasi penerimaan daerah (pendapatan asli daerah, dana
37
perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah) tidak termasuk sisa anggaran lebih (SAL) dengan Belanja Pegawai Negeri Sipil Daerah (fiskal netto) pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. b) Kriteria Khusus Dana Alokasi Khusus Pengalokasian DAK juga harus memperhatikan daerahdaerah tertentu yang memiliki dan/atau berada di wilayah dengan kondisi dan kebutuhan khusus, seperti :
¨Provinsi Papua dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang merupakan Daerah otonomi khusus;
¨Kawasan Timur Indonesia, Pesisir dan Kepulauan, Perbatasan Darat,
Tertinggal/Terpencil,
Penampung
Program
Transmigrasi, Rawan Banjir dan Longsor.
Provinsi Maluku dan Maluku Utara sebagai Daerah Pasca Konflik; Pengalokasian DAK kepada daerah sepenuhnya menjadi
wewenang Pemerintah Pusat berdasarkan kriteria tertentu. Dalam hal ini, peran satuan kerja perangkat daerah (SKPD) hanyalah menyediakan data bagi departemen teknis terkait. Peran pemda dalam pengalokasian DAK bersifat pasif. Contoh kasus dalam pengalokasian
Dana
Khusus
ini
adalah
Dinas
Kesehatan
Kabupaten Kupang, misalnya, belum pernah secara khusus membuat perencanaan atau pengusulan DAK untuk membiayai
38
rencana kegiatannya. Walaupun pemda tidak melakukan langkah apapun, Pemerintah Pusat tetap memberikan DAK kepada daerah Pengalokasian dana dan sumber-sumbernya tergantung kepada kebijakan pemerintah Kabupaten . 5. Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak Dana Bagi Hasil adalah bagian daerah dari Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam. Dana Bagi Hasil merupakan alokasi yang pada dasarnya memperhatikan potensi daerah penghasil (Nurcholis, 2005). Dalam pasal 11 UU No. 33 tahun 2004 Dana Bagi Hasil dibagi menjadi dua yaitu dana bagi hasil pajak (DBHP) dan dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam (DBHSDA). Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB); dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari : Kehutanan; Pertambangan umum; Perikanan; Pertambangan minyak bumi; Pertambangan gas bumi; dan Pertambangan panas bumi.
39
6. Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Dalam konteks negara kesatuan desentralisasi fiskal merupakan penyerahan kewenangan fiskal dari otoritas Negara kepada daerah otonom. Kewenangan fiskal paling tidak meliputi kewenangan untuk mengelola pendapatan/perpajakan, keleluasaan untuk menentukan anggaran dan mengalokasikan sumber daya yang dimiliki daerah untuk mebiayai pelayanan publik yang menjadi tugas daerah. Definisi desentralisasi fiskal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Davey (2003) bahwa: Fiscal decentralisation is the division of public expenditure and revenue between levels of government, and the discretion given to regional and local government to determine their budgets by levying taxes and fees and allocating resources Disisi belanja, diberikannya kewenangan fiskal kepada sebuah daerah otonom didasarkan kepada prinsip agar alokasi sumber daya lebih efisien dan efektif. Pemerintah Daerah yang lebih dekat ke masyarakat
diasumsikan
lebih
tahu
kebutuhan
masyarakat
dibandingkan dengan Pemerintah Pusat yang jauh. Sehingga alokasi sumber daya yang dilakukan oleh Pemda akan lebih responsif dan menjawab kebutuhan masyarakat. Sedangkan disisi pendapatan, diberikannya kewenangan perpajakan kepada daerah dimaksudkan agar partisipasi masyarakat pada pemerintah keuntuk
40
mendanai pelayanan publik lebih tinggi karena masyarakat dapat merasakan langsung manfaat dari pembayaran pajak/retribusi tersebut. Berdasarkan teori Tiebout Model yang menjadi landasan konsep desentralisasi fiskal, bahwa dengan adanya pelimpahan wewenang akan meningkatkan kemampuan daerah dalam melayani kebutuhan barang publik dengan lebih baik dan efisien. Penyebab mendasar dari peningkatan kemampuan tersebut adalah karena pemerintah daerah dipandang lebih mengetahui kebutuhan dan karakter masyarakat lokal, sehingga program-program dari kebijakan pemerintah akan lebih efektif untuk dijalankan, sekaligus dari sisi penganggaran publik akan muncul konsep efisiensi karena tepat guna dan berdaya guna. Desentralisasi fiskal akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi
dan
kesejahteraan
masyarakat,
karena
pemerintah
Kabupaten/Kota akan lebih efisien dalam produksi dan penyediaan barang-barang publik. Pengeluaran untuk infrastruktur dan sektor sosial yang merespon perbedaan-perbedaan regional dan lokal mungkin akan lebih efektif dalam mempertinggi pembangunan ekonomi daripada kebijakan-kebijakan sentralisai yang bisa jadi mengabaikan perbedaan-perbedaan antar daerah tersebut. Hal ini dapat dibenarkan sebab pemerintah Kabupaten/Kota mengetahui daerahnya lebih baik daripada yang diketahui oleh pemerintah pusat (Sumarsono dan Utomo, 2009).
41
Bank Dunia (1997) mengemukakan hubungan yang mungkin terjadi antara Desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi yaitu, desentralisasi akan meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah sehingga
berdampak
positif
terhadap
pertumbuhan
ekonomi,
desentralisasi fiskal mempunyai dampak meningkatkan instabilisasi makro ekonomi sehingga berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi serta, desentralisasi fiskal untuk suatu daerah bisa berdampak positif maupun negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
B. Penelitian Terdahulu Penelitian
terkait
dampak
desentralisasi
fiskal
terhadap
pertumbuhan ekonomi maupun ketimpangan antar wilayah telah banyak dilakukan oleh peneliti. Beberapa diantaranya dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Lintantia Fajar Apriesa, Miyasto (2013) yang melakukan penelitian di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah dengan judul Pengaruh Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah dan Ketimpangan Pendapatan di Provinsi Jawa Tengah.Variabel independen yang digunakan adalah desentralisasi fiskal, pajak daerah, pertumbuhan populasi atau jumlah penduduk, tenaga kerja, ketimpangan pendapatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah OLS ( Ordinary Least Square ) data panel. Model analisis regresi menggunakan regresi biasa. Dari Tabel dapat dianalisis bahwa nilai Probabilitas t-
42
statistik kurang dari nila alpha 0,05 berarti signifikan atau Ho diterima ,variabel DF POP TK mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen EG ( Pertumbuhan ), sedangkan variabel TX nilai probabilitas t-statistik lebih dari 0,05 Ho ditolak berarti tidak signifikan. Pajak Daerah ( TX ) mempunyai hasil tidak signifikan terhadap pertumbuhan Ekonomi, tujuan awal pajak daerah adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah sehingga pajak akan mengurangi pertumbuhan ekonomi . 2. Mohammad. Rizal Mubaroq, Prof. Dr. Hj. Sutyastie S. Remi, SE., Dr. Ir. Bagdja Muljarijadi (2013) yang melakukan penelitian di Indonesia dengan judul ―Pengaruh Investasi Pemerintah, Tenaga Kerja dan Desentralisasi fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Indonesia
2007-2010‖.
Variabel
independen
yang
digunakan
yaitu:Investasi pemerintah, rasio realisasi belanja modal terhadap PDRB nominal kabupaten , jumlah tenaga kerja,kemandirian daerah sebagai ukuran desentralisasi fiskal, berupa rasio realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap jumlah Total pendapatan daerah kabupaten PDRB riil Per Kapita kabupaten. Untuk mengestimasi parameter model dengan data panel ada tiga metode yang akan diangkat yaitu metode Ordinary Least Square (common effect), Fixed Effect dan Random Effect. Dari ketiga metode tersebut kemudian dipilih yang paling sesuai untuk digunakan dengan data yang ada. Berdasarkan hasil perhiungan menggunakan Eviews, ternyata terjadi perbaikan padamodel fixed effect yang digunakan
43
dalam penelitian khususnya pada standard error dan tingkat signifikansi. Variabel W (tenaga kerja) dan KD (kemandirian daerah) yang semula signifikan pada level α=10% dan α=5%, setelah dikoreksi meningkat menjadi signifikan pada level α=1%. Oleh karena itu model fixed efect dengan prosedur koreksi White tersebut yang lebih tepat untuk digunakan. 3. Muhammad Zahir Faridi (2011) yang melakukan penelitian di Pakistan dengan judul Contribution of Fiscal Decentralization to Economic Growth: Evidence from Pakistan. Variabel independen yang digunakan pengeluaran pemerintah, desentralisai fiskal, sedangkan variabel dependennya yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi. Alat analisis yang digunakan yaitu Untuk mengestimasi parameter model yang akan diangkat yaitu metode Ordinary Least Square (common effect), Hasilnya bahwa desentralisasi fiskal
berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi dengan koefisien sebesar – 0,05. 4. Duc Hong Vo (2010) yang melakukan penelitian di Australia dengan judul The Economics of Fiscal Decentralization. Variabel yang digunakan adalah pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah, pajak, dan penerimaan pemerintah. Alat analisis yang digunakan yaitu Untuk mengestimasi parameter model yang akan diangkat yaitu OLS (Ordinary Least Square ) data panel. Hasilnya bahwa pengeluaran pemerintah, pajak, dan penerimaan pemerintah berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sesuai dengan teori Tiebout Model.
44
5. Hadi Sasana (2009) yang melakukan penelitian pada kabupaten/kota di Jawa Tengah, dengan judul Analisis Dampak Pertumbuhan Ekonomi, Kesenjangan Antar Daerah dan Tenaga Kerja Terserap Terhadap Kesejahteraan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Dalam Era Desentralisasi Fiskal. Penelitian ini menggunakan data sekunder berbentuk time series dari tahun 2001 sampai dengan 2005, dan data cross section yang terdiri atas 35 kabupaten/kota, sehingga merupakan pooled data yaitu gabungan antara data time series (tahun 2001-2005: 5 tahun) dengan data cross section 35 kabupaten/kota. Variabel
yang
digunakan
adalah
Pertumbuhan
Ekonomi
(Y1),
Kesenjangan Ekonomi Antar Daerah (Y2), Tenaga Kerja Terserap (Y3), Kesejahteraan masyarakat (Y4) dan Desentralisasi Fiskal (X1). Hasil penelitian adalah Pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang positif terhadap kesejahteraan masyarakat di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah, kesenjangan ekonomi antar daerah berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang negatif terhadap kesejahteraan masyarakat di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah, tenaga kerja terserap berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan
yang
positif
terhadap
kesejahteraan
masyarakat
di
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. 6. Amin Pujiati (2008) yang melakukan penelitian pada Karesidenan Semarang dengan judul ―Analisis Pertumbuhan Ekonomi di Karesidenan Semarang Era Desentralisasi Fiskal‖. Variabel independen
45
yang digunakan yaitu PAD, DAU, DBH dan tenaga kerja (TK), sedangkan variabel dependen yang digunakan yaitu pertumbuhan ekonomi yang di proksi dengan PDRB. Alat analisis yang digunakan yaitu regresi dengan model data panel menggunakan metode Generalized Least Squares (GLS) dengan pendekatan fixed effect. Hasil penelitian diperoleh bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, Dana Bagi Hasil (DBH) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, tenaga kerja
(TK)
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap
pertumbuhan ekonomi. Keterkaitan antara Penelitian Terdahulu dengan Penelitian Sekarang adalah bahwa fokus perhatian akan dilakukan terhadap daerah kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah . Pertimbangan utamanya adalah bahwa daerah kabupaten/kota sesungguhnya merupakan ujung tombak pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia. Daerah kabupaten/kota secara langsung mengetahui preferensi masyarakat lokal dan potensi sumber daya daerah. Hal ini juga dapat disinyalir dari perkembangan jumlah daerah kabupaten/kota yang terus meningkat tajam, dibandingkan dengan perkembangan jumlah provinsi di Indonesia, menggunakan alat analisis yang berbeda, tahun dan tempat penelitian yang berbeda, hasil analisis yang berbeda sesuai dengan parameter yang ada.
46
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Penulis
Judul Penelitian
Variabel
Lintantia Fajar Apriesa, Miyasto (2013)
Pengaruh Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah dan Ketimpangan Pendapatan di Provinsi Jawa Tengah
Desentralisasi Fiskal, Pajak Daerah, Pertumbuhan Populasi atau Jumlah Penduduk, Tenaga Kerja, Ketimpangan Pendapatan
Mohammad. Rizal Mubaroq, Prof. Dr. Hj. Sutyastie S. Remi, SE., Dr. Ir. Bagdja Muljarijadi (2013)
Pengaruh Investasi Pemerintah, Tenaga Kerja dan Desentralisasi fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Indonesia 20072010
Muhammad Contribution of Zahir Faridi Fiscal (2011) Decentralization to Economic Growth: Evidence from
Alat Analisis
Kesimpulan
OLS ( Nilai Probabilitas tOrdinary statistik kurang dari Least Square ) nila alpha 0,05 berarti data panel. signifikan atau Ho diterima ,variabel DF POP TK mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen EG ( Pertumbuhan ), sedangkan variabel TX nilai probabilitas tstatistik lebih dari 0,05 Ho ditolak berarti tidak signifikan. Pajak Daerah ( TX ) mempunyai hasil tidak signifikan terhadap ertumbuhan EkonomI. Investasi Ordinary Variabel W (tenaga Pemerintah, Least Square kerja) dan KD Belanja (common (kemandirian daerah) Modal effect), Fixed yang semula signifikan PDRB, Effect dan pada level α=10% dan Tenaga Kerja RandomEffect α=5%, setelah ,Kemandirian dikoreksi meningkat Daerah, menjadi signifikan Pendapatan pada level α=1%. Oleh Asli Daerah karena itu model fixed (PAD) efect dengan prosedur koreksi White tersebut yang lebih tepat untuk digunakan. Pengerluaran Pemerintah, Desentralisasi Fiskal
Ordinary Least Square (common effect), Fixed Effect
Hasilnya bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dengan
47
Pakistan Duc Hong The Economics Pertumbuhan Vo (2010) of Fiscal Ekonomi Decentralization Pengeluaran Pemerintah, Pajak, Penerimaan Pemerintah
Hadi Sasana Analisis (2009) Dampak Pertumbuhan Ekonomi, Kesenjangan Antar Daerah dan Tenaga Kerja Terserap Terhadap Kesejahteraan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Dalam Era Desentralisasi Fiskal
Pertumbuhan Ekonomi (Y1), Kesenjangan Ekonomi Antar Daerah (Y2), Tenaga Kerja Terserap (Y3), Kesejahteraan masyarakat (Y4) dan Desentralisasi Fiskal (X1).
koefisien sebesar – 0,05 OLS Hasilnya bahwa (Ordinary pengeluaran Least Square ) pemerintah, pajak, data panel. penerimaanpemerintah berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sesuai dengan teori Tiebout Model Analisis Pertumbuhan ekonomi regresi berpengaruh signifikan dengan dan mempunyai variabel yang hubungan yang positif dibakukan terhadap kesejahteraan (standardise masyarakat di regression). kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah, kesenjangan ekonomi antar daerah berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang negatif terhadap kesejahteraan masyarakat di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah, tenaga kerja terserap berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang positif terhadap kesejahteraan masyarakat di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah.
Amin Pujiati Analisis PDRB, PAD, Generalized (2008) Pertumbuhan DBH, DAU, Least Squares Ekonomi di Tenaga Kerja (GLS), dengan Karesidenan pendekatan Semarang Era fixed effect. Desentralisasi Fiskal
1. Pendapatan Asli Daerah mempunyai hubungan yang positif dan berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di karesidenan semarang
48
2. Dana Alokasi Umum berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Karesidenan semarang 3. Peranan Dana Bagi Hasil terhadap pertumbuhan ekonomi adalah positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Karesidenan semarang 4. Peranan Tenaga Kerja terhadap pertumbuhan ekonomi adalah positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di karesidenan semarang 5.Ketimpangan regional maupun sektoral semakin meningkat setelah pelaksanaan desentralisasi fiskal.
C. Kerangka Berpikir Berdasarkan penelitian terdahulu, dimodifikasi dengan mengacu pada keputusan Menteri Keuangan No. 224 / PMK.07 tahun 2008. Variabel yang digunakan yaitu : Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi
49
Umum, dan Dana Bagi Hasil sebagai variabel X1, X2, dan X3 akan mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi sebagai variabel Y. Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan daerah yang berasal dari daerah sendiri yang digunakan untuk membiayai kebutuhan daerah. Semakin tinggi PAD yang diperoleh suatu daerah maka akan semakin tinggi pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Hal ini bisa terjadi karena dengan penerimaan PAD yang semakin tinggi, daerah semakin bisa memenuhi kebutuhan pembangunan dalam sektor pelayanan kepada publik sehingga produktifitas masyarakat dan investror meningkat yang selanjutnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dana Alokasi Khusus adalah salah satu mekanisme transfer keuangan Pemerintah Pusat ke daerah yang bertujuan antara lain untuk meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana fisik daerah sesuai prioritas nasional serta mengurangi kesenjangan laju pertumbuhan antar daerah dan pelayanan antar bidang. DAK memainkan peran penting dalam dinamika pembangunan sarana dan prasarana pelayanan dasar di daerah karena–sesuai
dengan
prinsip
desentralisasi–tanggung
jawab
dan
akuntabilitas bagi penyediaan pelayanan dasar masyarakat telah dialihkan kepada pemerintah daerah.Pengalokasian DAK kepada daerah sepenuhnya menjadi wewenang Pemerintah Pusat berdasarkan kriteria tertentu. Dana Bagi Hasil merupakan sumber penerimaan daerah yang berasal dari pusat yang merupakan dana perimbangan. Dana Bagi Hasil merupakan penjumlahan dari Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil Sumber
50
Daya Alam. Pemerintah daerah akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi apabila Dana Bagi Hasil yang diperoleh pemerintah daerah semakin besar. Penelitian ini menggunakan tiga variabel independen yaitu Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak serta satu variabel dependen yaitu Pertumbuhan Ekonomi. Adapun yang menjadi Kerangka Pemikiran penelitian ini adalah sebagai berikut: Gambar 2.1 Kerangka Berpikir tbshP UU RI No. 25 tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU RI No. 33 tahun 2004.
Desentralisasi Fiskal
PAD DAK
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2011
DBH
Model : Model ekonomi, baik hubungan secara langsung, tidak langsung maupun hubungan timbal balik
51
D. Hipotesis Hipotesis adalah suatu pernyataan yang bersifat sementara, tentang adanya suatu hubungan tertentu antara variabel-variabel yang digunakan (kusmayadi dan sugiantoro, 2000), dalam arti hipotesis dapat diubah, diganti dengan hipotesis lain yang yang lebih tepat. Hal ini dimungkinkan karena hipotesis yang diperoleh tergantung pada masalah yang diteliti dan konsep yang digunakan. Maka hipotesis untuk penelitian ini dapat diajukan sebagai berikut: Pertumbuhan Ekonomi: 1.
Ha : diduga ada hubungan yang signifikan dan positif dari PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-2011 saat pelaksanaan desentralisasi fiskal.
2.
Ha : diduga ada hubungan yang signifikan dan positif dari DAK terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-2011 saat pelaksanaan desentralisasi fiskal.
3.
Ha : diduga ada hubungan yang signifikan dan positif dari DBH Pajak/Bukan
Pajak
terhadap
Pertumbuhan
Ekonomi
di
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-2011 saat pelaksanaan desentralisasi fiskal.
52
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan model statistika untuk keperluan estimasi. Dalam metode statistika alat analisis yang biasa di pakai dalam khasanah penelitian adalah analisis regresi. Populasi dalam penelitian ini adalah pemerintah daerah di Kabupaten/Kota Propinsi
Jawa Tengah.
Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Rembang, Kabupaten Batang, Kota Salatiga. Untuk memudahkan pemahaman penelitian, perlu penegasan tentang variabel yang digunakan. Dalam penelitian ini menggunakan satu variabel dependen (terikat) dan tiga variabel independen (bebas). Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah PDRB. Sedangkan variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah PAD, DAK, dan DBH Pajak/Bukan Pajak. Populasi penelitian ini selama periode 2003-2011 sedangkan sampel yang digunakan delapan kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah. B. Metode Penentuan Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto:1998:117). Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah delapan Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah.
53
Teknik pengambilan sampelnya adalah purposive sampling, yaitu cara pengambilan sampel didasarkan atas dasar tujuan tertentu atau target tertentu. Metode penentuan sampel yang digunakan adalah dengan mengambil data tahunan terhadap objek yang sesuai dengan tujuan penlitian. Peneliti mengambil delapan kabupaten/kota antara lain: Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Rembang, Kabupaten Batang, Kota Salatiga. C. Metode Pengumpulan Data Metode
pengumpulan
data
sangat
penting
untuk
mempertanggungjawabkan kebenaran ilmiah suatu penelitian, selain itu metode penelitian juga diperlukan untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian yang dikehendaki. 1. Sumber Data a. Data PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 menurut Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-2011 bersumber dari kantor BPS Provinsi Jawa Tengah. b. Data Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-2011 bersumber dari BPS Provinsi Jawa Tengah. c. Data Realisasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-2011 bersumber dari BPS Provinsi Jawa Tengah.
54
d. Data Realisasi Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak/Bukan Pajak Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-2011 bersumber dari BPS Provinsi Jawa Tengah. 2. Metode Pengumpulan Data a. Library Research Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari membaca literatur, buku, artikel, jurnal dan sejenisnya yang berhubungan dengan aspek yang diteliti sebagai untuk memperoleh data yang valid. b. Internet Research Buku Referensi atau literature yang penulis miliki atau pinjam di perpustakaan tertiggal selama beberapa waktu atau kadaluarsa, karena ilmu selalu berkembang, oleh karena itu untuk mengantisipasi hal tersebut penulis melakukan penelitian dengan teknologi yang juga berkembang yaitu dengan internet sehingga data yang diperoleh merupakan data yang sesuai dengan perkembangan zaman. D. Metode Analisis Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang telah dirumuskan maka metode analisis dalam penelitian ini adalah metode analisis kuantitatif , yaitu di mana data yang digunakan dalam penelitian berbentuk angka, dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah kuantitatif dengan format deskriptif bertujuan untuk menjelaskan dan meringkaskan
55
berbagai kondisi, berbagai situasi, atau beberapa variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi obyek penelitian ini. Dimana metode analisis dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik analisis yaitu: 1. Metode Data Panel Metode
analisis
yang
penulis
gunakan
secara
umum
menganalisis tentang Pengaruh Pajak Asli Daerah, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Tengah adalah metode kuantitatif. Data ini berbentuk data time series darti tahun 2003 sampai 2011 dan cross section yang terdiri dari 5 kabupaten dan 1 kota sehingga data yang digunakan adalah pooled data (data panel). Data panel atau pooled data merupakan kombinasi dari data time series dan cross section. Dengan mengakomodasi informasi baik yang terkait dengan variabel-variabel cross section maupun time series, data panel secara substansial mampu menurunkan masalah omitted-variables, model yang mengabaikan variabel yang relevan (Wibisono, 2005). Untuk mengatasi interkorelasi di antara variabelvariabel bebas yang pada akhirnya dapat mengakibatkan tidak tepatnya penaksiran regresi, metode data panel lebih tepat untuk digunakan (Griffiths, 2001 : 351). Menurut (Gujarati : 2003) keuntungan data panel anatar lain: a. Bila data panel berhubungan dengan individu, perusahaan, negara, daerah dan lain-lain pada waktu tertentu, maka data tersebut adalah
56
homogen, sehingga penaksiran dan dapat dipertimbangkan dalam perhitungan. b. Kombinasi data time series dan cross section akan memberi informasi yang lebih lengkap, beragam, kurang berkorelasi antar variabel, derajat bebas lebih besar dan lebih efisien. c. Studi data panel lebih memuaskan untuk menentukan perubahan dinamis dibanding dengan studi berulang dari cross section. d. Data panel lebih baik mendeteksi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diukur oleh data time series atau cross section. e. Data panel membantu studi untuk menganalisis perilaku yang lebih kompleks, misalnya skala ekonomi dan perubahan teknologi. f. Data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregasi individu atau perusahaan karena unit data yang lebih banyak. 2. Permodelan Data Panel Menurut Nachrowi dan Usman, (2006 :
311) untuk
mengestimasi parameter model dengan data panel, terdapat beberapa teknik antara lain: a. Pooled Least Square Pendekatan yang paling sederahan dalam pengolahan data panel adalah dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa yang diterpakan dalam data berbentuk pool, sering disebut pula dengan Pooled Least Square.
57
Kelemahan metode Ordinary Least Square ini adalah ketidaksesuaian model dengan keadaan yang sesungguhnya. Kondisi ini tiap objek saling berbeda, bahkan satu objek pada suatu waktu akan sangat berbeda pada kondisi objek tesebut pada waktu yang lain (Wing Wahyu Winarno 2007:9.14) b. Model Efek Tetap (Fixed Effect) Metode efek tetap ini dapat menunjukkan perbedaan antar objek meskipun dengan koefisien regresor yang sama. Model ini dikenal dengan model regresi Fixed Effect (efek tetap). Efek tetap ini dimaksudkan adalah bahwa satu objek, memiliki konstan yang tetap besarnya untuk berbagai periode waktu. Demikian juga dengan koefisien regresinya, tetap besarnya dari waktu ke waktu (time invariant). Keuntungan
metode
efek
tetap
ini
adalah
dapat
membedakan efek individual dan efek waktu dan tidak perlu mengasumsikan bahwa komponen eror tidak berkorelasi dengan variabel bebas yang mungkin sulit dipenuhi. Dan kelemahan metode efek tetap ini adalah ketidaksesuaian model dengan keadaan yang sesungguhnya. Kondisi tiap objek saling berbeda, bahkan satu objek pada suatu waktu akan sangat berbeda dengan kondisi objek tersebut pada waktu yang lain.
58
c. Model Efek Random Keputusan untuk memasukkan variabel boneka dalam model efek tetap (fixed effect) tak dapat dipungkiri akan dapat menimbulkan konsekuensi (trade off). Penambahan variabel boneka ini akan dapat mengurangi banyaknya derajat kebebasan (degree of freedom) yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Model panel data yang di dalamnya melibatkan korelasi antar error term karena berubahnya waktu karena berbedanya observasi dapat diatasi dengan pendekatan model komponen eror (error component model) atau disebut juga model efek acak (random effect). Metode ini digunakan untuk mengatasi kelemahan metode efek tetap yang menggunakan variabel semu, sehingga model mengalami ketidakpastian. Tanpa menggunakan variabel semu, metode efek random menggunakan residual, yang diduga memiliki hubungan antar waktu dan antar objek. Syarat untuk menganalisis efek random yaitu objek data silang harus lebih besar daripada banyaknya koefisien (Wing Wahyu Winarno, 2007). 3. Pemilihan Model Data Panel Ada 2 tahap dalam memilih metode dalam data panel. Pertama kita harus membandingkan PLS dengan FEM terlebih dahulu. Kemudian dilakukan uji F-test. Jika hasil menunjukkan model PLS yang diterima, maka model PLS lah yang akan dianalisa. Tapi jika
59
model FEM yang diterima, maka tahap kedua dijalankan, yakni melakukan perbandingan lagi dengan model REM. Setelah itu dilakukan pengujian dengan Hausman test untyk menentukan metode mana yang akan dipakai, apakah FEM atau REM. a. PLS vs FEM ( Uji Chow) Uji ini dilakukan untuk mengetahui model Pooled Least Square (PLS) atau FEM yang akan digunakan dalam estimasi. Relatif terhadap Fixed Effect Model, Pooled Least Square adalah restricted model dimana ia menerapkan intercept yang sama untuk seluruh individu. Padahal asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkan saja setiap unit tersebut memiliki perilaku yang berbeda. Untuk mengujinya dapat digunakan restricted F-test, dengan hipotesis sebagai berikut. H0: Model PLS (Restricted) H1: Model Fixed Effect (Unrestricted) Di mana restricted F-test dirumuskan sebagai berikut: F = (R2 UR – R2 R) / m (1 – R2
UR)
/ df
Di mana: R2 UR
: Unrestricted
R2
R2 R
: Restructed
m
: df for numerator (N-1)
R2
60
df
: df for denominator (NT-N-K)
N
: Jumlah Unit cross section
T
: Jumlah Unit time series
K
: Jumlah koefisien variabel
Jika nilai F-hitung > F-tabel maka H0 ditolak, artinya model panel yang baik untuk digunakan adalah Fixed Effect Model, dan sebaliknya jika H0 diterima, maka model FEM harus diuji kembali untuk memilih apakah akan memakai model FEM atau REM baru dianalisis.
b. FEM vs REM (Uji Hausman) Ada beberapa pertimbangan teknis empiris yang dapat digunakan sebagai panduan untuk memilih antara Fixed Effect Model atau Random Effect Model yaitu: 1. Bila T (jumlah unit time series) besar sedangkan N (jumlah unit cross section) kecil, maka hasil FEM dan REM tidak jauh berbeda. Dalam hal ini pilihan umumnya akan didasarkan pada kenyamanan perhitungan, yaitu FEM. 2. Bila N besar dan T kecil, maka hasil estimasi kedua pendekatan dapat berbeda signifikan. Jadi, apabila kita meyakini bahwa unit cross section yang kita pilih dalam penelitian diambil secara acak (random) maka REM harus digunakan. Sebaliknya, apabila kita meyakini
bahwa unit
61
cross section yang kita pilih dalam penelitian tidak diambil secara acak maka kita menggunakan FEM. 3. Apabila cross section error component (€i) berkorelasi dengan variabel bebas X maka parameter yang diperoleh dengan REM akan bias sementara parameter yang diperoleh dengan FEM tidak habis. 4. Apabila N dan T kecil, dan apabila asumsi yang mendasari REM dapat terpenuhi, maka REM lebih efisien dibandingkan tidak bias. Keputusan penggunaan FEM dan REM dapat pula ditentukan dengan menggunakan spesifikasi yang dikembangkan dengan Hausman. Spesifikasi ini akan memberikan penilaian dengan menggunakan Chi-square statistik sehinggan keputusan pemilihan model akan dapat ditentukan secara statistik. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut: H0 : Random Effect Model
H1 : Fixed Effect Model
Setelah dilakukan pengujian ini, hasil dari Haussman test dibandingkan dengan Chi-square statistik dengan df = k, di mana k adalah jumlah koefesien variabel yang diestimasi. Jika hasil dari Hausman test signifikan, maka H0 ditolak , yang FEM digunakan.
62
4. Model Empiris Model persamaan yang akan diestimasi pada penelitian ini adalah sebagai berikut: PDRBit = β0 + β 1 PADit + β 2 DAKit + β 3 DBHit + etit Dimana: PDRBit : PDRB atas dasar harga konstan daerah i pada periode t PADit : Pendapatan Asli Daerah di daerah i pada periode t DAKit : Dana Alokasi Khusus di daerah i pada periode t DBHit : Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak di daerah i pada periode t β0..., βn : koefisien regresi (kosntanta) etit
: error term
Setelah model penelitian diestimasi maka akan diperoleh nilai dan besaran dari masing-masing parameter dalam model persamaan diatas. Nilai dari parameter positif atau negatif selanjutnya akan digunakan untuk menguji hipotesis penelitian.
5. Uji Asumsi Klasik Sebelum dilakukan regresi, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik untuk melihat apakah data terbebas dari masalah multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Uji asumsi klasik ini penting dilakukan untuk menghasilkan estimator yang linier tidak bias dengan varian yang minimum (Best Linier Unbiased
63
Estimator =BLUE), yang berarti model regresi tidak mengandung masalah. Untuk itu perlu dibuktikan lebih lanjut apakah model regresi yang digunakan sudah memenuhi asumsi tersebut. Asumsi-asumsi tersebut antara lain: a. Uji Normalitas Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat dan variabel bebas, keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak normal. Penulis melakukan uji normalitas data dengan uji grafik profitability plot yang membandingkan distribusi komulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi normal. Distribusi normal membentuk satu garis lurus diagonal dan ploting data akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusinya data adalah normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti
garis
diagonalnya (Ghozali, 2001:84). b. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas adalah kondisi adanya hubungan linear antar variabel independen. Karena melibatkan beberapa variabel independen, maka multikolinearitastidak akan terjadi pada persamaan regresi sederhana (yang terdiri atas satu variabel dependen dan satu variabel independen). Menurut Nachrowi dan Usman (2006:96) ada beberapa dampak yang ditimbulkan oleh kolinieritas tersebut antara lain:
64
1. Varian koefisien regresi menjadi besar. 2. Varian
yang
besar
sebagaimana
dibicarakan
diatas,
menimbulkan beberapa permasalahan. 3. Sekalipun multikolinieritas dapat mengakibatkan banyak variabel yang tidak signifikan, tetapi koefisien determinasi (R2) tetap tinggi, dan uji F signifikan. Secara matematis kedua hal tersebut dapat diketahui penyebabnya. 4. Hal lain yang terkadang terjadi adalah angka estimasi koefisien regresi yang didapat akan mempunyai nilai yang tidak sesuai dengan substansi, atau kondisi yang dapat diduga atau dirasakan akal sehat, sehingga dapat menyesatkan interpretasi. Cara untuk mendeteksi terhadap multikolinearitas pada penelitian ini dilakukan seperti R2 yang tinggi dan Uji F yang signifikan, tetapi banyak koefisien regresi dalam Uji t yang tidak signifikan. Atau secara substansi interpretasi yang didapat meragukan. Dan cara untuk mengatasi kolonieritas antara lain: a. Melihat informasi sejenis yang ada. b. Mengeluarkan variabel bebas yang kolinier dari model. c. Mentransformasikan variabel antara lain dengan melakukan pembedaan (Difference), membuat rasio dan berbagai transformasi lain. d. Mencari data tambahan.
65
c. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedasitas
merupakan
fenomena
terjadinya
perbedaan varian antar seri data. Heteroskedasitas muncul apabila nilai varian dari variabel tak bebas (Yi) meningkat sebagai meningkatnya varian dari variabel bebas (Xi), maka varian dari Yi adalah tidak sama. Gejala heteroskedasitas lebih sering dalam data cross section dari pada time series. Selain itu juga sering muncul dalam analisis yang menggunakan data rata-rata. Untuk mendektesi keberadaan heteroskedasitas digunakan metode grafik scatter plot,
uji White, dimana apabila nilai
probabilitas (p value) observasi R2 lebih besar dibandingkan tingkat resiko kesalahan yang diambil (digunakan α = 5 %), maka residual digolongkan homoskedasitas. d. Uji Autokorelasi Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti dalam data
time series) atau ruang (seperti dalam data cross
section). Autokorelasi pada umumnya lebih sering terjadi pada data time series walaupun dapat juga terjadi pada data cross section. Dalam data time series observasi diurutkan menurut urutan waktu secara kronologis. Maka dari itu besar kemunginan akan terjadi interkorelasi antara observasi yang berurutan, khususnya kalau interval antara dua observasi sangat pendek.
66
Menurut
Gujarati
(2003)
beberapa
penyebab
dari
autokorelasi adalah: a. Data mengandung pergerakan naik turun secara musiman, misalnya kondisi perekonomian suatu negara yang kadang menaik dan kadang menurun. b. Kekeliruan
memanipulasi
data,
misalnya
data
tahunan
dijadikan data kuartalan dengan membagi empat. c. Data runtut waktu, yang meskipun bila dianalisis dengan model Yt = a + bxt + et, karena datanya juga Yt-1 = a bxt + et-1. Dengan demikian akan terjadi hubungan antara data sekarang dan data periode sebelumnya. d. Data yang dianalisis tidak bersifat stasioner. Dalam pengujian Autokorelasi dengan menggunakan Uji Serial LM (Lagrange Multiplier) , dimana jika hasil probabilitas < 0,05 maka terdapat autokorelasi dan sebaliknya jika dalam hasil uji probabilitas > 0,05 maka tidak terdapat autokorelasi. Autokorelasi terjadi karena beberapa sebab. Menurut Gujarati (2003), beberapa penyebab autokorelasi adalah : 1) Data mengandung pergerakan naik turun secara musiman 2) Kekeliruan memanipulasi data 3) Data yang dianalisis tidak bersifat stasioner.
.
67
6. Uji Hipotesis Uji Hipotesis ini digunakan untuk memeriksa atau menguji apakah koefisien regresi yang didapat signifikan (berbeda nyata). Maksudnya dari signifikan ini adalah suatu nilai koefesien regresi yang secara statitik tidak sama dengan nol. Jika koefisien slope sama dengan nol, berarti dapat dikatakan bahwa tidak cukup bukti untuk menyatakan variabel bebas mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat. Ada dua jenis uji hipotesis terhadap koefisien regresi yang dapat dilakukan antara lain: a. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) Uji t dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. Uji t dilakukan dengan membandingkan t hitung terhadap t tabel dengan ketentuan sebagai berikut: Ho : β = 0, berarti tidak ada pengaruh positif dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial (individu). Ho :
β > 0, berarti ada pengaruh positif dari masing-masing
variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial (individu). Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% atau taraf signifikan 5% (α = 0,05) dengan kriteria penilaian sebagai berikut :
68
a. Jika t hitung > t tabel maka Ha diterima dan Ho ditolak berarti ada pengaruh yang signifikan dari masing-masing variabel independen
terhadap
variabel
dependen
secara
parsial
(individu). b.
Jika t hitung < t tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak berarti tidak ada pengaruh yang signifikan dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial (individu).
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel independen secara bersama-sama (simultan) dapat berpengaruh terhadap variabel dependen. Cara yang digunakan adalah dengan membandingkan nilai F hitung dengan F tabel dengan ketentuan sebagai berikut: Ho : β = 0, berarti tidak ada pengaruh signifikan dari variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan (bersamasama). Ho : β > 0, berarti ada hubungan yang signifikan dari variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan (bersamasama). Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% atau taraf signifikan 5% (α = 0,05) dengan kriteria penilaian sebagai berikut:
69
Jika F hitung > F tabel maka Ha diterima dan Ho ditolak berarti ada variabel independen secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Jika F hitung < F tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak berarti variabel independen secara bersama-sama tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. c. Koefisien Determinasi R2 Koefisien determinasi merupakan suatu ukuran yang penting dalam regresi, karena dapat menginformasikan baik tidaknya model regresi yang terestimasi. Atau dengan kata lain, angka tersebut dapat mengukur seberapa dekatkah garis regresi yang terestimasi dengan data sesungguhnya. Nilai koefisien determinasi (R2) ini mencerminkan seberapa besar variasi dari variabel terikat Y dapat diterangkan oleh variabel bebas X. Bila nilai koefisien determinasi sama dengan 0 (R2 = 0), artinya variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali. Sementara bila R2 = 1, artinya variansi dari Y secara keseluruhan dapat diterangkan oleh X. Dengan kata lain bila R2 = 1 maka semua titik pengamatan berada tepat pada garis regresi. Dengan demikian baik buruknya suatau persamaan regresi ditentukan oleh R2 nya yang mempunyai nilai antara nol dan satu.
70
E. Operasional Variabel Penelitian 1.
Variabel Dependen Variabel dependen merupakan variabel terikat yang mendasari penelitian variabel dependen dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel dependen dapat di tulis dalam Y. Variabel dependen ialah variabel yang nilainya mempengaruhi perilaku dari variabel terikat. Berdasarkan uraian pada tinjauan pustaka dan hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi, maka penelitian ini menspesifikasikan variabel dependen dan definisi operasional sebagai ―Y‖ (PDRB). Data yang digunakan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan tahun 2000 menurut Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 20032011.
2.
Variabel Independen Variabel
independen
merupakan
variabel
yang
mempengaruhi variabel lain (Umar, 2003:45). Variabel dapat di tulis dalam X. Berdasarkan uraian pada tinjauan pustaka dan hasil penelitian
terdahulu
yang
berkaitan
dengan
pengaruh
desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi, maka penelitian ini menspesifikasikan variabel independen dan definisi operasional sebagai berikut : ―X1‖ (Pendapatan Asli Daerah).
71
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan asli daerah yang terdiri dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan dari laba perusahaan daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data realisasi PAD Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 20032011. ―X2‖ (Dana Alokasi Khusus). Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan salah satu mekanisme transfer keuangan Pemerintah Pusat ke daerah yang bertujuan antara lain untuk meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana fisik daerah sesuai prioritas nasional serta mengurangi kesenjangan laju pertumbuhan antar daerah dan pelayanan antarbidang. DAK memainkan peran penting dalam dinamika pembangunan sarana dan prasarana pelayanan dasar di daerah karena–sesuai dengan prinsip desentralisasi–tanggung jawab dan akuntabilitas bagi penyediaan pelayanan dasar masyarakat telah dialihkan kepada pemerintah daerah.Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data realisasi DAK Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-2011. ―X3‖ (Dana Bagi Hasil). Dana Bagi Hasil (DBH) adalah bagian dari dana perimbangan
untuk
mengatasi
ketimpangan
vertikal
yang
dilakukan melalui pembagian hasil antara pemerintah pusat dan
72
daerah penghasil, dari sebagian penerimaan perpajakan (nasional) dan penerimaan sumber daya alam. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data realisasi DBH Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-2011. Tabel 3.1 Operasional Variabel Penelitian Jenis
Variabel
Definisi Variabel
Ukuran
Variabel Dependen
Pertumbuhan
PDRB atas harga konstan 2000 Milyar
Ekonomi
Propinsi Jawa Tengah menurut Rupiah kab/kota
Pendapatan
Realisasi
penerimaan
PAD Milyar
Asli Daerah
pemerintah daerah di Propinsi Rupiah Jawa Tengah menurut kab/kota
Dana Alokasi Realisasi Independen
penerimaan
DAK Milyar
pemerintah daerah di Propinsi Rupiah
Khusus
Jawa Tengah menurut kab/kota
Dana
Bagi Realisasi
penerimaan
DBH Milyar
Hasil
Pajak/Bukan Pajak pemerintah Rupiah
Pajak/Bukan
daerah di Propinsi Jawa Tengah
Pajak
menurut kab/kota
73
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian Jawa Tengah adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau Jawa. Provinsi ini berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat di sebelah barat, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Timur di sebelah timur, dan Laut Jawa di sebelah utara. Luas wilayahnya 32.548 km², atau sekitar 25,04% dari luas pulau Jawa. Provinsi Jawa Tengah juga meliputi Pulau Nusakambangan di sebelah selatan (dekat dengan perbatasan Jawa Barat), serta Kepulauan Karimun Jawa di Laut Jawa. Pengertian Jawa Tengah secara geografis dan budaya kadang juga mencakup wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Jawa Tengah dikenal sebagai "jantung" budaya Jawa. Meskipun demikian di provinsi ini ada pula suku bangsa lain yang memiliki budaya yang berbeda dengan suku Jawa seperti suku Sunda di daerah perbatasan dengan Jawa Barat. Selain ada pula warga Tionghoa-Indonesia, Arab-Indonesia dan India-Indonesia yang tersebar di seluruh provinsi ini. Jawa Tengah sebagai provinsi dibentuk sejak zaman Hindia Belanda. Hingga tahun 1905, Jawa Tengah terdiri atas 5 wilayah (gewesten) yakni Semarang, Rembang, Kedu, Banyumas, dan Pekalongan. Surakarta masih merupakan daerah swapraja kerajaan (vorstenland) yang
74
berdiri sendiri dan terdiri dari dua wilayah, Kasunanan Surakarta dan Mangkunegaran, sebagaimana Yogyakarta. Masing-masing gewest terdiri atas kabupaten-kabupaten. Waktu itu Rembang Gewest juga meliputi Regentschap Tuban dan Bojonegoro. Setelah diberlakukannya Decentralisatie Besluit tahun 1905, gewesten diberi otonomi dan dibentuk Dewan Daerah. Selain itu juga dibentuk gemeente (kotapraja) yang otonom, yaitu Pekalongan, Tegal, Semarang, Salatiga, dan Magelang. Sejak tahun 1930, provinsi ditetapkan sebagai daerah otonom yang juga memiliki Dewan Provinsi (Provinciale Raad). Provinsi terdiri atas beberapa karesidenan (residentie), yang meliputi beberapa kabupaten (regentschap), dan dibagi lagi dalam beberapa kawedanan (district). Provinsi Jawa Tengah terdiri atas 5 karesidenan, yaitu: Pekalongan, Jepara-Rembang, Semarang, Banyumas, dan Kedu. Menyusul kemerdekaan Indonesia, pada tahun 1946 Pemerintah membentuk daerah swapraja Kasunanan dan Mangkunegaran; dan dijadikan karesidenan. Pada tahun 1950 melalui Undang-undang ditetapkan pembentukan kabupaten dan kotamadya di Jawa Tengah yang meliputi 29 kabupaten dan 6 kotamadya. Penetapan Undang-undang tersebut hingga kini diperingati sebagai Hari Jadi Provinsi Jawa Tengah, yakni tanggal 15 Agustus 1950. Secara administratif, Provinsi Jawa Tengah terdiri atas 29 kabupaten dan 6 kota. Administrasi pemerintahan kabupaten dan kota ini
75
terdiri atas 545 kecamatan dan 8.490 desa/kelurahan. Sebelum diberlakukannya Undang-undang Nomor 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, Jawa Tengah juga terdiri atas 4 kota administratif, yaitu Purwokerto,
Purbalingga,
Cilacap,
dan
Klaten.
Namun
sejak
diberlakukannya Otonomi Daerah tahun 2001 kota-kota administratif tersebut dihapus dan menjadi bagian dalam wilayah kabupaten. Menyusul otonomi daerah, 3 kabupaten memindahkan pusat pemerintahan ke wilayahnya sendiri, yaitu Kabupaten Magelang (dari Kota Magelang ke Kota Mungkid), Kabupaten Tegal (dari Kota Tegal ke Slawi), serta Kabupaten Pekalongan (dari Kota Pekalongan ke Kajen). B. Penemuan dan Pembahasan 1. Analisa Deskriptif a. Analisa Deskriptif Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di JawaTengah PDRB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah (BPS).
76
Gambar 4.1 PDRB 3500000 3000000
Purbalingga
2500000
Banjarnegara Kebumen
2000000
Wonosobo 1500000
Wonogiri
1000000
Rembang Batang
500000
Salatiga
0 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber : Lampiran1 Pertumbuhan PDRB di beberapa Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah mengalami fluktuasi selama pelaksanaan desentralisasi fiskal tahun 2003-2011. Pertumbuhan PDRB tertinggi pada Kabupaten Cilacap pada tahun 2009. Untuk kota Salatiga
hasil
PDRB
nya
rendah
dibandingkan
dengan
kabupaten/kota lain dan untuk Kabupaten Banjarnegara dari tahun ke tahun terus meningkat menunjukkan kinerja ekonomi yang baik. Faktor-faktor yang menyebabkan bervariasinya Pendapatan Regional Bruto Daerah di masing-masing kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah juga cukup bervariasi, antara lain pengembangan sektoral yang berbeda antar daerah, jumlah penduduk dan tenaga kerja yang berbeda antar daerah.
77
b. Analisa Deskriptif Pendapatan Asli Daerah di JawaTengah Menurut Mardiasmo (2002:132), ―pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengeloalaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah‖. Gambar 4.2 PAD 100000 90000 80000
Purbalingga
70000
Banjarnegara
60000
Kebumen
50000
Wonosobo
40000
Wonogiri
30000
Rembang
20000
Batang
10000
Salatiga
0 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber : Lampiran1 Pertumbuhan PAD yang diperoleh pada saat pelaksanaan desentralisasi fiskal di Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-2011 mengalami fluktuasi. Hal ini menunjukkan bahwa pemungutan yang dilakukan oleh lembaga terkait di Provinsi Jawa Tengah cukup baik. Meningkatnya realisasi PAD ditopang oleh besarnya pendapatan pemerintah daerah Provinsi Jawa Tengah disektor
78
Pajak Daerah yang memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap PAD. Semakin tinggi PAD yang diperoleh suatu daerah maka akan semakin tinggi pertumbuhan PDRB di daerah tersebut. Brata (2004) yang dikutip oleh Adi dan Harianto (2007) menyatakan bahwa
terdapat
dua
komponen
penerimaan
daerah
yang
berpengaruh positif secara signifikan terhadap pertumbuhan PDRB daerah yaitu PAD serta bagian sumbangan dan bantuan. c. Analisa Deskriptif Dana Alokasi Khusus di JawaTengah Dana alokasi khusus (DAK) adalah salah satu mekanisme transfer keuangan Pemerintah Pusat ke daerah yang bertujuan antara lain untuk meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana fisik daerah sesuai prioritas nasional serta mengurangi kesenjangan laju pertumbuhan antar daerah dan pelayanan antarbidang (Ahmad Subekan, 2012:88). Dana alokasi khusus merupakan dana yang dialokasikan dari APBN ke Daerah tertentu untuk mendanai kebutuhan khusus yang merupakan urusan daerah dan juga prioritas nasional antara lain: kebutuhan kawasan transmigrasi, kebutuhan beberapa jenis investasi atau prasarana.
79
Gambar 4.3 DAK 100000 90000 80000
Purbalingga
70000
Banjarnegara
60000
Kebumen
50000
Wonosobo
40000
Wonogiri
30000
Rembang
20000
Batang
10000
Salatiga
0 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber : Lampiran1 Pelaksanaan
desentralisasi
fiskal
tahun
2003-2011
penerimaan daerah yang bersumber dari dana perimbangan yang berupa Dana Alokasi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, namun pertumbuhan PDRB justru mengalami fluktuasi. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan adanya DAK yang tinggi, ketergantungan daerah terhadap DAK menjadi sangat tinggi dan kemandirian daerah menurun sehingga pertumbuhan PDRB yang diharapkan meningkat justru mengalami fluktuasi. d. Analisa Deskriptif Dana Bagi Hasil di JawaTengah Pengoptimalan perolehan Dana Bagi Hasil yang dianggap sebagai modal bagi kepentingan pembangunan daerah akan mempercepat pertumbuhan PDRB (Pujiati, 2008).
80
Gambar 4.4 DBH Pajak dan Bukan pajak 60000 50000
Purbalingga Banjarnegara
40000
Kebumen 30000
Wonosobo Wonogiri
20000
Rembang Batang
10000
Salatiga 0 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber : Lampiran1 Dana
Bagi
Hasil
yang
diterima
setiap
daerah
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa tengah tahun 2003-2011 berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa mekanisme bagi hasil berdasarkan kapasitas Sumber Daya Alam dan/atau pusat bisnis yang dimiliki daerah. 2. Estimasi Model Data Panel a. Pooled Least Square (PLS) Pengolahan data yang pertama dilakukan dengan metode Pooled Least Square, sebagai salah satu syarat untuk melakukan uji F-restricted. Dari hasil pengolahan E-Views 7.0 didapatkan hasil seperti tampilan sebagai berikut:
81
Tabel 4.1 Pooled Least Square R-squared
0.106807
Adjusted R-squared 0.080917 Sumber: data diolah. Lampiran 2 b. Model Efek Tetap (Fixed Effect Model) Setelah itu dilakukan pengolahan data dengan metode Fixed Effect Model untuk dibandingkan dengan metode Pooled Least Square pada uji F-Restricted. Dari hasil pengolahan E-Views 7.0 didapatkan hasil seperti tampilan sebagai berikut: Tabel 4.2 Fixed Effect Model R-squared
0.993723
Adjusted R-squared 0.991591 Sumber: data diolah. Lampiran 3 c. PLS vs FEM (Uji Chow) Untuk Mengetahui model panel yang akan digunakan, maka digunakan uji F-Restricted dengan cara membandingkan Fstatistik dan F- tabel. Sebelum membandingkan F-Statistik dan Ftabel terlebih dahulu dibuat hipotesisnya. Adapun hipotesisnya adalah sebagai berikut: H0 : Model PLS (Restricted) H1 : Model Fixed Effect (Unrestricted) Dari hasil regresi berdasarkan metode Fixed Effect Model dan Pool Least Square diperoleh F-statistik yakni sebagai berikut: 82
Tabel 4.3 F-Restricted Redundant Fixed Effects Tests Pool: FEM Test cross-section and period fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F 341.595950 Cross-section Chi-square 275.844214 Sumber: Data diolah. Lampiran 5
d.f.
Prob.
(7,53) 7
0.0000 0.0000
Dari tabel 4.3 di atas diperoleh nilai F-statistik adalah 341.595950 dengan nilai F-tabel pada d.f (7,53) α = 5% adalah 2,01 sehingga nilai F-statistik > F-tabel, maka Ho ditolak, sehingga model data panelyang dapat digunakan adalah Fixed Effect Model. d. Model Efek Random ( Random Effect Model ) Setelah itu dilakukan penegolahan data dengan metode Random Effect Model untuk dibandingkan dengan metode Fixed Effect Model pada uji Hausman. Dari hasil pengolahan E-Views 7.0 didapatkan hasil seperti tampilan sebagai berikut: Tabel 4.4 Random Effect Model R-squared
0.655783
Adjusted R-squared 0.640597 Sumber: Data diolah. Lampiran 4
83
e. FEM vs REM (Uji Hausman) Untuk mengetahui model panel yang akan digunakan, maka digunakan uji F-Chi-square dengan cara membandingkan Chisquare statistik dan Chi-square tabel. Sebelum membandingkan F Chi-square statistik dan Chi-square tabel terlebih dahulu dibuat hipotesisnya. Adapun hipotesisnya adalah sebagai berikut: H0 :
Model Random Effect
H1 :
Model Fixed Effect
Dari hasil regresi berdasarkan metode diperoleh nilai F-statistik yakni sebagai berikut: Tabel 4.5 Chi Square Hausman test for fixed versus random effects
Chi-Sq.d.f
chi-sqr(3) =
8.1507066
p-value =
0.0429976
3
Sumber: Data diolah: Data diolah. Lampiran 6 Dari tabel 4.5 di atas diperoleh nilai Chi-Sq Statistic adalah 8.1507066 dengan nilai Chi square tabel pada d.f (3) α = 5% adalah 7,81 sehingga nilai Chi square statistik > dengan Chi Square tabel, maka H0 ditolak , sehingga model data panel yang digunakan adalah Fixed Effect Model.
84
3. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Untuk menguji, apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak dapat diketahui dengan membandingkan nilai Jarque-Bera dengan nilai Chi-tabel. Jika nilai Jarque Bera < dari nilai Chi tabel, maka data dalam penelitian berdistribusi normal. (Winarno, 2007:5.37). Gambar 4.5 Normalitas 4
Series: Residuals Sample 2003 2011 Observations 9 3
2
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
7.88e-12 3.90e-11 1.14e-10 -1.34e-10 9.18e-11 -0.594984 1.846578
Jarque-Bera Probability
1.029901 0.597530
1
0 -1.5e-10
-1.0e-10
-5.0e-11
5.0e-16
5.0e-11
1.0e-10
1.5e-10
Sumber : Lampiran 7 Pada gambar 4.5 diperoleh nilai JB hitung sebesar 1,03, dan nilai Chi Square tabel df(3), α = 5% adalah 7,81. Sehingga nilai Chi Square (tabel) > JB hitung, maka H0 diterima sehingga data dalam penelitian ini berdistribusi normal.
85
b. Uji Multikolinieritas Tabel 4.6 Correlation Matrix C PAD? C 5.76E+09 -37650.67 PAD? -37650.67 0.817107 DAK? -32285.94 0.213904 DBH? -98630.27 -0.255652 Sumber: Data diolah. Lampiran 8
DAK? -32285.94 0.213904 0.868071 -0.343479
DBH? -98630.27 -0.255652 -0.343479 4.327764
Dari Tabel 4.6, dapat diketahui bahwa tidak ada masalah multikolinearitas hal ini dikarenakan nilai matiks korelasi (correlation matrix) dari semua variabel adalah kurang dari 0,8. Multikolinearitas biasanya terjadi pada estimasi yang menggunakan data runtut waktu. Dengan mengkombinasikan data time series dengan cross section mengakibatkan masalah multikolinearitas secara teknis dapat dikurangi. Penelitian ini menggunakan data panel, jadi sebenarnya secara teknis sudah dapat dikatakan masalah multikolinearitas sudah tidak ada. Hal tersebut sudah diperkuat dengan hasil estimasi model semua variabel yang digunakan signifikan dan nilai R2 yang tinggi, sehingga dengan sendirinya model ini sudah terbebas dari multikolinearitas, hasil penelitian Pujiati Amin(2008). c. Uji Heterokedastisitas Masalah Heterokedastisitas dapat dilihat dengan terlebih dahulu mengestimasi model ke GLS (Cross section weight), kemudian dengan membandingkan Sum Resid pada Weight Statistic dengan Sum Resid Unweight Statistic. Jika Sum Resid
86
pada Weight Statistic lebih kecil dari Sum Resid pada Unweight Statistic, maka terjadi heterokedastisitas. Pada hasil regresi didapatkan bahwa Sum Resid pada Weight Statistic bernilai 5.21E+11 sedangkan Sum Resid pada Unweight Statistic bernilai 5.46E+11. Nilai Sum Resid pada Weight Statistic lebih kecil dibandingkan dengan Sum Resid pada Unweight Statistic. Maka dari itu, diduga regresi memiliki masalah heterokedastisitas, dan untuk menanggulanginya adalah dengan mengestimasi model pada GLS dengan White Cross-section pada tabel di bawah ini: Tabel 4.7 Uji White Cross-Section Weight Statistics Sum squared resid Durbin-Watson stat Unweight Statistics Sum squared resid Durbin-Watson stat Sumber : Lampiran 9 Dari
Tabel
4.7
diketahui
70.26765 2.155346 5.36E+11 0.918442
tidak
terdapat
masalah
heterokedastisitas karena Sum Resid Weight Statistic lebih besar dari Sum Resid pada Unweight Statistic, 70.26765 > 5.36E+11 maka data dalam penelitian ini terbebas dari heterokedastisitas. d. Uji Autokorelasi Masalah autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin Watson statistik yaitu sebesar 0.927185 pada tabel 4.7, di mana DW (0.927185) < Du 1,66 yang berarti menolak H0, dimana korelasi
87
serial positif, sehingga model ini memiliki autokorelasi. Untuk menanggulanginya adalah dengan mengestimasi model dengan cross section SUR. Sehingga hasil estimasi terakhir dari model dengan menggunakan metode Fixed Effect Model (FEM) cross-section (SUR) nilai Durbin Watson stat adalah 2.155346 yang berarti menolak H0, dimana korelasi tidak tahu. Dan dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.8 Uji Autokorelasi setelah disetimasi dengan Cross-section SUR Variable C PAD? DAK? DBH? Fixed Effect (Cross) PURBALINGGA – C BANJARNEGARA – C KEBUMEN – C WONOSOBO – C WONOGIRI – C REMBANG – C BATANG – C SALATIGA – C
Coefficient 1542261 3.642156 4.796611 6.805791
Indv effect
Prob 0.0000 0.0049 0.0000 0.3503
76993.06 423582.5 448732.1 -378779.2 520100.9 -58646.36 94167.41 -1126150 Weight Statistics
Sum squared resid Durbin-Watson stat Unweight Statistics Sum squared resid Durbin-Watson stat Sumber: Lampiran 10
70.26765 2.155346 5.36E+11 0.918442
88
4. Pengujian Hipotesis a. Uji – t dan Interpretasi Hasil Analisis Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah variabel bebas (pendapatan asli daerah, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil pajak/ bukan pajak) berpengaruh secara
parsial terhadap
variabel terikatnya (pdrb), yaitu dengan membandingkan masingmasing nilai t-statistik dari regresi dengan t-tabel dalam menolak atau menerima hipotesis. Pada tingkat keyakinan α = 5%, maka diperoleh t-tabel 2,132. a = PAD (2.937047) b = DAK (7.423624) c = DBH (0,942384) 1) Variabel PAD memiliki t-statistik > t-tabel yang berarti Ho diterima, yang berarti pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan terhadap produk domestik bruto 2) Variabel DAK memiliki t-statistik > t-tabel yang berarti Ho diterima, yang berarti dana alokasi khusus berpengaruh signifikan terhadap produk domestik bruto 3) Variabel DBH memiliki t-statistik < t-tabel yang berarti Ho ditolak, yang berarti dana bagi hasil pajak/bukan pajak berpengaruh tidak signifikan terhadap produk domestik bruto
89
b. Uji – F Dan Interpretasi Hasil Analisis Untuk menguji apakah variabel bebas berpengaruh secara simultan terhadap variabel terikatnya, maka digunakan uji F dengan cara membandingkan F-statistik dengan F-tabel. Dari hasil regresi diperoleh nilai F- statistik 466.1071. Pada tingkat keyakinan α = 5%, k = 4, n 72, sehingga diperoleh F-tabel dengan nilai df yaitu 2,08. Maka terlihat bahwa F-statistik > F-tabel, maka Ho ditolak, artinya bahwa variabel bebas ( pendapatan asli daerah, dana alokasi khusus dan dana bagi hasil pajak/bukan pajak) berpengaruh signifikan secara simultan terhadap variabel terikatnya (produk domestik regional bruto) pada tingkat kepercayaan 95 persen (α =5%). c. Uji Koefisien Determinasi dan Interpretasi Hasil Analisis Berdasarkan hasil pengolahan data dalam tabel, koefisien determinasi sebesar 0,991591. Hal ini terlihat bahwa 99,16% produk domestik regional bruto di 8 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah dapat dijelaskan oleh pendapatan asli daerah, dana alokasi khusus dan bagi hasil pajak/bukan pajak. Sedangkan 0,84 persen variabel produk domestik regional bruto dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
90
Tabel 4.9 Interpretasi Fixed Effect Model Variable
Coefficient
Indv effect
Prob
C
1645525
0.0000
PAD?
2.654913
0.0049
DAK?
6.916613
0.0000
DBH?
1.960468
0.3503
Fixed Effect (Cross) PURBALINGGA – C
76993.06
1722518.1
BANJARNEGARA – 423582.5 C KEBUMEN – C 448732.1
2069053.5
WONOSOBO – C
-378779.2
1266745.8
WONOGIRI – C
520100.9
2165625.9
REMBANG – C BATANG – C
-58646.36 94167.41
1059062.6 1739692.4
SALATIGA – C -1126150 Sumber: lampiran3
2094275.1
519375
Dapat kita lihat pada tabel 4.9 bahwa kabupaten dan kota di 8 propinsi di Jawa Tengah memiliki pengaruh individu yang berbeda-beda untuk setiap perubahan pada jumlah pendapatan asli daerah, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak/bukan pajak. a. Kabupaten Purbalingga Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Purbalingga adalah 76993.06 sedangkan nilai C adalah 1645525, ini mengartikan bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli
91
daerah, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak/bukan pajak baik antar daerah maupun antar waktu, maka kabupaten Purbalingga akan mendapatkan pengaruh individu terhadap PDRB sebesar : 1.722.518 Rupiah b. Kabupaten Bajarnegara Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Banjarnegara adalah 423582.5 sedangkan nilai C adalah 1645525, ini mengartikan bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli daerah, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak/bukan pajak baik antar daerah maupun antar waktu, maka kabupaten Banjarnegara akan mendapatkan pengaruh individu terhadap PDRB sebesar : 2.069.053 Rupiah c. Kabupaten Kebumen Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Kebumen adalah 448732.1 sedangkan nilai C adalah 1645525, ini mengartikan bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli daerah, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak/bukan pajak baik antar daerah maupun antar waktu, maka kabupaten Kebumen akan mendapatkan pengaruh individu terhadap PDRB sebesar : 2.094.275 Rupiah. d. Kabupaten Wonosobo Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Wonosobo adalah -378779.2 sedangkan nilai C adalah 1645525, ini
92
mengartikan bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli daerah, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak/bukan pajak baik antar daerah maupun antar waktu, maka kabupaten Wonosobo akan mendapatkan pengaruh individu terhadap PDRB sebesar : 1.266.745 Rupiah e. Kabupaten Wonogiri Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Wonogiri adalah 520100.9 sedangkan nilai C adalah 1645525, ini mengartikan bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli daerah, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak/bukan pajak baik antar daerah maupun antar waktu, maka kabupaten Wonogiri akan mendapatkan pengaruh individu terhadap PDRB sebesar : 2.165.625 Rupiah f. Kabupaten Rembang Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Rembang adalah -58646.36 sedangkan nilai C adalah 1645525, ini mengartikan bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli daerah, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak/bukan pajak baik antar daerah maupun antar waktu, maka kabupaten Rembang akan mendapatkan pengaruh individu terhadap PDRB sebesar : 1.059.062 Rupiah
93
g. Kabupaten Batang Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Batang adalah 94167.41 sedangkan nilai C adalah 1645525, ini mengartikan bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli daerah, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak/bukan pajak baik antar daerah maupun antar waktu, maka kabupaten Batang akan mendapatkan pengaruh individu terhadap PDRB sebesar : 1.739.692 Rupiah h. Kota Salatiga Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Salatiga adalah -1126150 sedangkan nilai C adalah 1645525, ini mengartikan bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli daerah, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak/bukan pajak baik antar daerah maupun antar waktu, maka kota Salatiga akan mendapatkan pengaruh individu terhadap PDRB sebesar : 519.375 Rupiah i. Kabupaten Bajarnegara Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Purbalingga adalah 423582.5 sedangkan nilai C adalah 1645525, ini mengartikan bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli daerah, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak/bukan pajak baik antar daerah maupun antar waktu, maka kabupaten
94
Banjarnegara akan mendapatkan pengaruh individu terhadap PDRB sebesar : 2.069.053 Rupiah -
Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan
estimasi
Pendapatan
Asli
Daerah
berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB dengan tingkat signifikasi 5 %, dimana nilai koefisiennya adalah sebesar 2.654913 yang berarti bahwa apabila pendapatan asli daerah meningkat 1 juta, maka akan menaikkan jumlah PDRB sebesar 2.654.913 rupiah. -
Dana Alokasi Khusus Berdasarkan
estimasi
Dana
Alokasi
Khusus
berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB dengan tingkat signifikasi 5 % dimana nilai koefisiennya adalah sebesar 6.916613 yang berarti bahwa apabila dana alokasi khusus meningkat 1 juta, maka akan menaikkan jumlah PDRB sebesar 6.916.613 rupiah. -
Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak Berdasarkan estimasi Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap PDRB dengan tingkat signifikasi 5 % dimana nilai koefisiennya adalah sebesar 1.960468 yang berarti bahwa apabila dana bagi hasil pajak/bukan pajak meningkat 1 juta, maka akan menaikkan
jumlah
PDRB
sebesar
1.960.468
rupiah.
95
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil
analisis
dan pembahasan data, penulis
memperoleh kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian mengenai Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil Pajak/ Bukan Pajak terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2011 sebagai berikut : 1. Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan estimasi Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB dengan tingkat signifikasi 5 %, dimana nilai koefisiennya adalah sebesar 2.654913 yang berarti bahwa apabila pendapatan asli daerah meningkat 1 juta, maka akan menaikkan jumlah PDRB sebesar 2.654.913 rupiah. 2.
Dana Alokasi Khusus Berdasarkan estimasi Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB dengan tingkat signifikasi 5 % dimana nilai koefisiennya adalah sebesar 6.916613 yang berarti bahwa apabila dana alokasi khusus meningkat 1 juta, maka akan menaikkan jumlah PDRB sebesar 6.916.613 rupiah.
3.
Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak Berdasarkan estimasi Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap PDRB dengan
96
tingkat signifikasi 5 % dimana nilai koefisiennya adalah sebesar 1.960468 yang berarti bahwa apabila dana bagi hasil pajak/bukan pajak meningkat 1 juta, maka akan menaikkan jumlah PDRB sebesar 1.960.468 rupiah. 4. Berdasarkan Model FEM dihasilkan bahwa Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif dan siginifikan terhadap PDRB sedangkan Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap PDRB. Dari pengolahan data diperoleh nilai Chi-Sq Statistic adalah 8.1507066 dengan nilai Chi square tabel pada d.f (3) α = 5% adalah 7,81.
B. Saran 1. Pendapatan Asli Daerah disuatu daerah harus diperhatikan dengan baik, karena PAD merupakan sumber utama dalam membangun pertumbuhan ekonomi di suatu daerah. Dan hal ini menentukan besarnya PAD suatu daerah, juga harus dilakukan dengan teliti dan tepat. Hal ini karena cenderung meningkatkan PAD nya dengan cara menggali potensi daerah guna mengisi besarnya nilai PAD tersebut. 2. Dana Alokasi Khusus harus dialokasikan dengan sasaran dang tujuan yang tepat sehingga tujuan dari kesejahteraan masayrakat dapat tercapai.
Dengan
pengalokasian
yang
sesuai
sasaran
maka
pertumbuhan ekonomi dapat meningkat sehingga tujuan dari pertumbuhan ekonomi dapat tercapai.
97
3. Bagi hasil pajak perlu terus melakukan kajian yang intensif terhadap instrumen transfer, karena bahwa BHP memberikan hasil yang optimal dalam pertumbuhan ekonomi. BHP berpegang kepada indikatorindikator kemammuran umum diketahui bahwa sebagian besar daerah yang memiliki sumber daya alam kurang menikmati kemakmuran, maka dari itu adanya BHP sumber daya alam yang ada disetiap daerah ikut serta merasakan hasilnya.
98
DAFTAR PUSTAKA
Apriesa, Lintantia Fajar, ―Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Perumbuhan Ekonomi Daerah dan Ketimpangan Ekonomi”. Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013 Arsyad, Lincoln. 1999. ―Ekonomi Pembangunan”. Yogyakarta: YKPN.
STIE
Badan Pusat Statistik. 2011.―Jawa Tengah Dalam Angka 2011”. Jakarta: Badan Pusat Statistik Badan Pusat Statistik. 2011.―Keuangan Pemerintah Daerah Kab/Kota”. Jakarta: Badan Pusat Statistik Badan Pusat Statistik. 2011.―Produk Domestik Regional Bruto Jawa Tengah 2011”.Jakarta: Badan Pusat Statistik Boediono, 1992. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Edisi 1. Yogyakarta:BPFE Universitas Gajah Mada. Boediono . 2008 .Seri synopsis Pengantar Ilmu Ekonomi , Ekonomi Makro .Yogyakarta : BPFE. Chalid, Pheni. 2005, ―Keuangan Daerah , Investasi dan Tantangan dan Hambatan‖ . Kemitraan, Jakarta
Desentralisasi,
Eviews 7.0 User’s Guide. 2004. Quantitative Micro Software, LLC. United States. Gujarati, Damodar N. 2003. ―Basic Econometrics Fourth Edition”. The Mc. Growth Hill Compnies Inc. New York\ Himpunan peraturan Perundang-undangan, Petunjuk dan Pelaksanaan Dana Perimbangan Dan Pengelolaan Keuangan Daerah, 2006, Fokusmedia, Bandung. Hong, Dung Vang The Economics of Fiscal Decentralization A. De
Tocqueville (1805–1859), in A History of Decentralisation, World Bank, 2003 Kuncoro, Mudrajad. 2004. “Otonomi dan Pembangunan Daerah: ReformasiPerencanaan, Strategi, dan Peluang”. Yogyakarta: Erlangga
99
Mangkoesoebroto, Guritno. 1997. Ekonomi Publik. Yogyakarta: BPFE Mankiw, N. Gregory, 2003. “Teori Makro Ekonomi”. Jakarta: Erlangga. Nachrowi, D Nachrowi, 2006, ―Ekonometrik”. Penerbit Fakultas Universitas Indonesia, Jakarta. Nur Indiantoro dan Bambang Supomo, 1999.“Metode Penelitian Bisnis”. Penerbit BPFE, Yogyakarta Pujiati, Amin, 2008, ―Analisis Pertumbuhan Ekonomi Di Karesidenan Semarang Era Desentralisasi Fiskal”. Jurnal Ekonomi Pembangunan Sasana, Hadi, 2009, “Peran Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi Di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah”. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.10, No.1 Subekan, Achmat 2012. ―Keuangan Daerah : Terapi Atasi Kemiskinan‖. Dioma, Malang Suharso, Puguh 2009 ―Metode Penelitian Kuantitatif Untuk Bisnis‖. Indeks, Jakarta Sukirno, Sadono. 1985, “Pertumbuhan Ekonomi”. Penerbit PT Grafindo Persada, Jakarta
Raja
Sukirno, Sadono 2005, “Makro Ekonomi Modern”. Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta Sukirno, Sadono 2006, “Ekonomi Pembangunan”. Proses, Masalah, Dasa Kebijakan. Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Suparmoko, 2002, “Ekonomi Publik‖.Penerbit Andi, Yogyakarta. Suryana, 2000. Ekonomi Pembangunan; Problematika dan Pendekatan, Salemba Empat, Jakarta. Tambunan, Tulus T.H, Dr. 2001. Perekonomian Indonesia: Teori dan Temuan Empiris. Jakarta: Ghalia Indonesia. Todaro, Michael P, 2000, “Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga”.Edisi Ketujuh, Terjemahan Haris Munandar, Penerbit Erlangga, Jakarta. Undang-undang No. 32 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah.
100
Undang-undang No.33 Tahun 2009 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat Pemerintahan Daerah. Wibisono, Y. 2005. Modul Pelatihan Ekonometrika Dasar . Depok: Lab. Ilmu Ekonomi FE-UI Winarno, Wahyu,2007, “Analisis Ekomometrika dan Statistika dengan Eviews”. UPP STIM YKPN: Yogyakarta. World Bank, 2007. Kajian Pengeluaran Publik Indonesia: Memaksimalkan Peluang Baru. Zahir, Muhammad, ―Contribution of Fiscal Decentralization to Economic Growth: Evidence from Pakistan” Pakistan Journal of Social Sciences (PJSS) Vol. 31, No. 1 (June 2011) Zulyanto, Aan. 2010. Thesis: Pengaruh Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Bengkulu. Semarang: Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
101
Lampiran Lampiran 1 Data (dalam jutaan rupiah) Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Kab/Kota Purbalingga Purbalingga Purbalingga Purbalingga Purbalingga Purbalingga Purbalingga Purbalingga Purbalingga Banjarnegara Banjarnegara Banjarnegara Banjarnegara Banjarnegara Banjarnegara Banjarnegara Banjarnegara Banjarnegara Kebumen Kebumen Kebumen Kebumen Kebumen Kebumen Kebumen Kebumen Kebumen Wonosobo Wonosobo Wonosobo Wonosobo Wonosobo Wonosobo Wonosobo
PAD 28300,6 28619,8 40755,8 47694,6 52727,4 63795,3 88177 79802,1 91721,6 25303,1 30396,6 34210,8 43900,3 44876,9 46528,3 60636,8 63374,5 60178,7 60223,6 26264,7 31707,8 92533,2 54260,9 58599,4 63016,4 58742,3 67720,5 24385,8 23869,5 22335,7 30618,5 36582,6 38158,2 46324,9
DAK 6100 12630 13000 27440 39606 51047 51760,3 44809 67544,1 7100 7300 13140 31865 44339 58868 65960 68885,6 65376,8 7700 12203,2 13480 29060 52203 66405 74226 65818,9 79166,8 5600 7860 11980,2 45890 45427,7 57280 67019
DBH 17367,2 17726 15574,9 21331,2 23601,6 37021,8 39105,5 44663,9 39187,9 22851,6 17799,1 17416,9 24814,7 37097 40257,5 34151,9 37011,3 37156,5 16895,9 22701 19341,9 25074,3 29935,6 36768,5 37756,9 49295,2 47242,2 20243,6 19876,7 13640,7 23094,1 30866 33070,8 40498,3
PDRB 1784728,2 1844532,1 1921653,9 2018808,1 2143746,2 2257392,78 2384014 2525872,7 2679134,1 2110732,7 2191162,9 2277617,9 2376694,6 2495785,9 2619989,6 2753935,7 2888524,1 3030542 2264331,3 2291022,4 2364385,9 2460816,9 2572062,9 2721254,1 2828395,1 2945829,5 3089587,6 1487044,2 1521807,3 1570347,7 1621132,3 1679149,7 1741148,3 1808247,2
102
2010 2011 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Wonosobo Wonosobo Wonogiri Wonogiri Wonogiri Wonogiri Wonogiri Wonogiri Wonogiri Wonogiri Wonogiri Rembang Rembang Rembang Rembang Rembang Rembang Rembang Rembang Rembang Batang Batang Batang Batang Batang Batang Batang Batang Batang Salatiga Salatiga Salatiga Salatiga Salatiga Salatiga Salatiga Salatiga Salatiga
52079 59814,9 26118,7 25290,4 25589,4 47864,5 50329,5 54129,3 49946,3 64968,8 62183,8 17661,5 18715,7 23301 39998,3 42255,8 51150,6 56887,9 65699,3 80080,6 23308,6 23610,8 27784,7 31030,1 30968,2 41192,7 44643,6 45421,7 53431,3 19681,9 21621,2 27784,7 32449,5 42198,4 49653,4 52911 51549,7 55177,5
55332,7 62295,2 7200 9350 13130 32410 54306 70627 91746,8 72347,9 77852,7 4900 8130 11280 45910 41005 51071 56663 48878,4 62341 1000 1125 12150 26168,2 44628 55568 63377 46457,4 57230,9 13593,1 5500 7060 26810 22196,5 31028 32044 21182,3 23541,4
43205,5 42284,3 13131,3 20539,6 20194,9 25267,6 30893,6 36821,7 38607,2 44825,4 37276,4 15703,8 17234,6 16732,9 21185,5 34372,2 35011,8 37826,5 45209,6 48878,4 30479,7 17812,1 16627,5 24147,4 30285,5 34571,2 36454,4 42920,7 30924,6 11573,5 10596,8 12025,9 13329,7 18466,5 20685,6 24834,8 26547,3 28376,3
1888808,3 1974114,2 2237790 2329465,3 2429869,6 2528851,8 2657068,9 2770435,8 2901577,4 3071963,8 3134182,3 1686409,7 1762799,9 1825560,6 1926563,3 1999951,2 2093412,6 2186736,5 2283965,7 2384459,3 1880020,2 1918980,1 1972776,9 2022301,4 2092973,9 2169854,6 2250616,8 2362482,4 2486765,6 665086,5 693286,6 722063,9 752149,2 792680,4 832154,8 869452,9 913020 963457,3
103
Lampiran 2 Pooled Least Square Dependent Variable: PDRB? Method: Pooled Least Squares Date: 07/25/13 Time: 12:36 Sample: 2003 2011 Included observations: 9 Cross-sections included: 8 Total pool (balanced) observations: 72 Variable
Coefficient
PAD? DAK? DBH?
11.75293 -7.161674 60.46414
R-squared 0.106807 Adjusted R-squared 0.080917 S.E. of regression 601629.4 Sum squared resid 2.50E+13 Log likelihood -1058.764 Durbin-Watson stat 0.348371
Std. Error
t-Statistic
Prob.
5.425792 2.166123 4.955966 -1.445061 10.76104 5.618801 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
0.0338 0.1530 0.0000 2079244. 627554.9 29.49344 29.58831 29.53121
Estimation Command: ===================== LS PDRB? PAD? DAK? DBH? Estimation Equations: ===================== PDRBPURBALINGGA = C(1)*PADPURBALINGGA + C(2)*DAKPURBALINGGA + C(3)*DBHPURBALINGGA PDRBBANJARNEGARA = C(1)*PADBANJARNEGARA + C(2)*DAKBANJARNEGARA + C(3)*DBHBANJARNEGARA PDRBKEBUMEN = C(1)*PADKEBUMEN + C(2)*DAKKEBUMEN + C(3)*DBHKEBUMEN PDRBWONOSOBO = C(1)*PADWONOSOBO + C(2)*DAKWONOSOBO + C(3)*DBHWONOSOBO PDRBWONOGIRI = C(1)*PADWONOGIRI + C(2)*DAKWONOGIRI + C(3)*DBHWONOGIRI
104
PDRBREMBANG = C(1)*PADREMBANG + C(2)*DAKREMBANG + C(3)*DBHREMBANG PDRBBATANG = C(1)*PADBATANG + C(2)*DAKBATANG + C(3)*DBHBATANG PDRBSALATIGA = C(1)*PADSALATIGA + C(2)*DAKSALATIGA + C(3)*DBHSALATIGA
Substituted Coefficients: ===================== PDRBPURBALINGGA = 11.7529325393*PADPURBALINGGA 7.16167422439*DAKPURBALINGGA + 60.4641446373*DBHPURBALINGGA PDRBBANJARNEGARA = 11.7529325393*PADBANJARNEGARA 7.16167422439*DAKBANJARNEGARA + 60.4641446373*DBHBANJARNEGARA PDRBKEBUMEN = 11.7529325393*PADKEBUMEN 7.16167422439*DAKKEBUMEN + 60.4641446373*DBHKEBUMEN PDRBWONOSOBO = 11.7529325393*PADWONOSOBO 7.16167422439*DAKWONOSOBO + 60.4641446373*DBHWONOSOBO PDRBWONOGIRI = 11.7529325393*PADWONOGIRI 7.16167422439*DAKWONOGIRI + 60.4641446373*DBHWONOGIRI PDRBREMBANG = 11.7529325393*PADREMBANG 7.16167422439*DAKREMBANG + 60.4641446373*DBHREMBANG PDRBBATANG = 11.7529325393*PADBATANG 7.16167422439*DAKBATANG + 60.4641446373*DBHBATANG PDRBSALATIGA = 11.7529325393*PADSALATIGA 7.16167422439*DAKSALATIGA + 60.4641446373*DBHSALATIGA
105
Lampiran 3 Fixed Effect Model Dependent Variable: PDRB? Method: Pooled Least Squares Date: 07/25/13 Time: 12:38 Sample: 2003 2011 Included observations: 9 Cross-sections included: 8 Total pool (balanced) observations: 72 Variable C PAD? DAK? DBH? Fixed Effects (Cross) PURBALINGGA— C BANJARNEGARA-C KEBUMEN--C WONOSOBO--C WONOGIRI--C REMBANG--C BATANG--C SALATIGA--C Fixed Effects (Period) 2003--C 2004--C 2005--C 2006--C 2007--C 2008--C 2009--C 2010--C 2011--C
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
1645525. 2.654913 6.916613 1.960468
75864.48 0.903940 0.931703 2.080328
21.69032 2.937047 7.423624 0.942384
0.0000 0.0049 0.0000 0.3503
76993.06 423582.5 448732.1 -378779.2 520100.9 -58646.36 94167.41 -1126150.
-37989.71 16992.78 47965.38 -76873.45 -63774.07 -77878.06 -56740.09 106592.7 141704.5 Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables) Period fixed (dummy variables) R-squared
0.993723
Mean dependent var
2079244.
106
Adjusted R-squared 0.991591 S.E. of regression 57548.55 Sum squared resid 1.76E+11 Log likelihood -880.2818 F-statistic 466.1071 Prob(F-statistic) 0.000000
S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
627554.9 24.98005 25.58084 25.21922 0.769383
Estimation Command: ===================== LS(CX=F,PER=F) PDRB? PAD? DAK? DBH? Estimation Equations: ===================== PER_EFFECT = C(13)*@ISPERIOD("2003") + C(14)*@ISPERIOD("2004") + C(15)*@ISPERIOD("2005") + C(16)*@ISPERIOD("2006") + C(17)*@ISPERIOD("2007") + C(18)*@ISPERIOD("2008") + C(19)*@ISPERIOD("2009") + C(20)*@ISPERIOD("2010") + C(21)*@ISPERIOD("2011") PDRBPURBALINGGA = C(5) + PER_EFFECT + C(1) + C(2)*PADPURBALINGGA + C(3)*DAKPURBALINGGA + C(4)*DBHPURBALINGGA PDRBBANJARNEGARA = C(6) + PER_EFFECT + C(1) + C(2)*PADBANJARNEGARA + C(3)*DAKBANJARNEGARA + C(4)*DBHBANJARNEGARA PDRBKEBUMEN = C(7) + PER_EFFECT + C(1) + C(2)*PADKEBUMEN + C(3)*DAKKEBUMEN + C(4)*DBHKEBUMEN PDRBWONOSOBO = C(8) + PER_EFFECT + C(1) + C(2)*PADWONOSOBO + C(3)*DAKWONOSOBO + C(4)*DBHWONOSOBO PDRBWONOGIRI = C(9) + PER_EFFECT + C(1) + C(2)*PADWONOGIRI + C(3)*DAKWONOGIRI + C(4)*DBHWONOGIRI PDRBREMBANG = C(10) + PER_EFFECT + C(1) + C(2)*PADREMBANG + C(3)*DAKREMBANG + C(4)*DBHREMBANG PDRBBATANG = C(11) + PER_EFFECT + C(1) + C(2)*PADBATANG + C(3)*DAKBATANG + C(4)*DBHBATANG PDRBSALATIGA = C(12) + PER_EFFECT + C(1) + C(2)*PADSALATIGA + C(3)*DAKSALATIGA + C(4)*DBHSALATIGA
107
Substituted Coefficients: ===================== PER_EFFECT = -37989.7131795*@ISPERIOD("2003") + 16992.7794611*@ISPERIOD("2004") + 47965.376195*@ISPERIOD("2005") 76873.4483985*@ISPERIOD("2006") - 63774.0735882*@ISPERIOD("2007") 77878.0644398*@ISPERIOD("2008") - 56740.0908707*@ISPERIOD("2009") + 106592.685059*@ISPERIOD("2010") + 141704.549762*@ISPERIOD("2011") PDRBPURBALINGGA = 76993.0586845 + PER_EFFECT + 1645524.90281 + 2.65491295522*PADPURBALINGGA + 6.91661345453*DAKPURBALINGGA + 1.96046834465*DBHPURBALINGGA PDRBBANJARNEGARA = 423582.46351 + PER_EFFECT + 1645524.90281 + 2.65491295522*PADBANJARNEGARA + 6.91661345453*DAKBANJARNEGARA + 1.96046834465*DBHBANJARNEGARA PDRBKEBUMEN = 448732.087511 + PER_EFFECT + 1645524.90281 + 2.65491295522*PADKEBUMEN + 6.91661345453*DAKKEBUMEN + 1.96046834465*DBHKEBUMEN PDRBWONOSOBO = -378779.184076 + PER_EFFECT + 1645524.90281 + 2.65491295522*PADWONOSOBO + 6.91661345453*DAKWONOSOBO + 1.96046834465*DBHWONOSOBO PDRBWONOGIRI = 520100.927954 + PER_EFFECT + 1645524.90281 + 2.65491295522*PADWONOGIRI + 6.91661345453*DAKWONOGIRI + 1.96046834465*DBHWONOGIRI PDRBREMBANG = -58646.35556 + PER_EFFECT + 1645524.90281 + 2.65491295522*PADREMBANG + 6.91661345453*DAKREMBANG + 1.96046834465*DBHREMBANG PDRBBATANG = 94167.408724 + PER_EFFECT + 1645524.90281 + 2.65491295522*PADBATANG + 6.91661345453*DAKBATANG + 1.96046834465*DBHBATANG PDRBSALATIGA = -1126150.40675 + PER_EFFECT + 1645524.90281 + 2.65491295522*PADSALATIGA + 6.91661345453*DAKSALATIGA + 1.96046834465*DBHSALATIGA
108
Lampiran 4 Random Effect Model Dependent Variable: PDRB? Method: Pooled EGLS (Two-way random effects) Date: 07/25/13 Time: 12:40 Sample: 2003 2011 Included observations: 9 Cross-sections included: 8 Total pool (balanced) observations: 72 Swamy and Arora estimator of component variances Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
1596575. 2.924279 6.919429 3.250663
133210.9 0.927798 0.871690 2.146379
11.98531 3.151847 7.937946 1.514487
0.0000 0.0024 0.0000 0.1345
C PAD? DAK? DBH? Random Effects (Cross) PURBALINGGA-C BANJARNEGARA-C KEBUMEN--C WONOSOBO--C WONOGIRI--C REMBANG--C BATANG--C SALATIGA--C Random Effects (Period) 2003--C 2004--C 2005--C 2006--C 2007--C 2008--C 2009--C 2010--C 2011--C
73284.09 419882.9 439476.1 -376586.6 516204.0 -60402.07 95120.54 -1106979.
-18564.03 32507.77 61276.33 -62437.34 -58609.68 -78517.28 -63429.47 77144.22 110629.5 Effects Specification S.D.
Cross-section random Period random
294280.3 62335.75
Rho 0.9233 0.0414
109
Idiosyncratic random
57548.55
0.0353
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.655783 0.640597 65693.49 43.18329 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
132641.5 109580.1 2.93E+11 0.626946
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.323240 1.89E+13
Mean dependent var Durbin-Watson stat
2079244. 0.030586
Estimation Command: ===================== LS(CX=R,PER=R) PDRB? PAD? DAK? DBH? Estimation Equations: ===================== PDRBPURBALINGGA = C(1) + C(2)*PADPURBALINGGA + C(3)*DAKPURBALINGGA + C(4)*DBHPURBALINGGA PDRBBANJARNEGARA = C(1) + C(2)*PADBANJARNEGARA + C(3)*DAKBANJARNEGARA + C(4)*DBHBANJARNEGARA PDRBKEBUMEN = C(1) + C(2)*PADKEBUMEN + C(3)*DAKKEBUMEN + C(4)*DBHKEBUMEN PDRBWONOSOBO = C(1) + C(2)*PADWONOSOBO + C(3)*DAKWONOSOBO + C(4)*DBHWONOSOBO PDRBWONOGIRI = C(1) + C(2)*PADWONOGIRI + C(3)*DAKWONOGIRI + C(4)*DBHWONOGIRI PDRBREMBANG = C(1) + C(2)*PADREMBANG + C(3)*DAKREMBANG + C(4)*DBHREMBANG PDRBBATANG = C(1) + C(2)*PADBATANG + C(3)*DAKBATANG + C(4)*DBHBATANG PDRBSALATIGA = C(1) + C(2)*PADSALATIGA + C(3)*DAKSALATIGA + C(4)*DBHSALATIGA
110
Substituted Coefficients: ===================== PDRBPURBALINGGA = 1596574.53013 + 2.92427899457*PADPURBALINGGA + 6.91942862311*DAKPURBALINGGA + 3.25066319107*DBHPURBALINGGA
111
Lampiran 5 UJI CHOW Redundant Fixed Effects Tests Pool: FEM Test cross-section and period fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F Cross-section Chi-square Period F Period Chi-square Cross-Section/Period F Cross-Section/Period Chisquare
d.f.
Prob.
341.595950 275.844214 13.529284 80.104788 338.370705
(7,53) 7 (8,53) 8 (15,53)
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
329.204764
15
0.0000
Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: PDRB? Method: Panel Least Squares Date: 07/26/13 Time: 01:31 Sample: 2003 2011 Included observations: 9 Cross-sections included: 8 Total pool (balanced) observations: 72 Variable
Coefficient
C PAD? DAK? DBH?
-632374.6 13.54479 26.00816 39.73264
Std. Error
t-Statistic
278667.8 -2.269278 4.013990 3.374395 4.756449 5.467979 10.36831 3.832124
Prob. 0.0269 0.0013 0.0000 0.0003
Effects Specification Period fixed (dummy variables) R-squared 0.710507 Adjusted R-squared 0.657433 S.E. of regression 367303.1 Sum squared resid 8.09E+12 Log likelihood -1018.204 F-statistic 13.38715 Prob(F-statistic) 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
2079244. 627554.9 28.61677 28.99622 28.76783 0.413090
112
Period fixed effects test equation: Dependent Variable: PDRB? Method: Panel Least Squares Date: 07/26/13 Time: 01:31 Sample: 2003 2011 Included observations: 9 Cross-sections included: 8 Total pool (balanced) observations: 72 Variable C PAD? DAK? DBH?
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
1530904. 3.672239 4.911207 7.007166
40696.22 1.157244 0.938004 2.380042
37.61784 3.173262 5.235806 2.944135
0.0000 0.0024 0.0000 0.0046
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.980903 Adjusted R-squared 0.977772 S.E. of regression 93561.70 Sum squared resid 5.34E+11 Log likelihood -920.3342 F-statistic 313.3225 Prob(F-statistic) 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
2079244. 627554.9 25.87039 26.21822 26.00886 0.945451
Cross-section and period fixed effects test equation: Dependent Variable: PDRB? Method: Panel Least Squares Date: 07/26/13 Time: 01:31 Sample: 2003 2011 Included observations: 9 Cross-sections included: 8 Total pool (balanced) observations: 72 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C PAD? DAK? DBH?
1148535. 2.321928 6.192127 20.92773
203069.3 4.805806 4.745939 11.34793
5.655876 0.483151 1.304721 1.844190
0.0000 0.6305 0.1964 0.0695
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression
0.392561 0.365763 499778.6
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion
2079244. 627554.9 29.13567 113
Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
1.70E+13 -1044.884 14.64849 0.000000
Schwarz criterion 29.26215 Hannan-Quinn criter. 29.18602 Durbin-Watson stat 0.076213
114
Lampiran 6 Chi Square Hausman test for fixed versus random effects chi-sqr(3) = 8.1507066 p-value = 0.0429976
115
Lampiran 7 Uji Normalitas 4
Series: Residuals Sample 2003 2011 Observations 9 3
2
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
7.88e-12 3.90e-11 1.14e-10 -1.34e-10 9.18e-11 -0.594984 1.846578
Jarque-Bera Probability
1.029901 0.597530
1
0 -1.5e-10
-1.0e-10
-5.0e-11
5.0e-16
5.0e-11
1.0e-10
1.5e-10
Lampiran 8 Uji Multikolinieritas
C PAD? DAK? DBH?
C PAD? DAK? DBH? 5.76E+09 -37650.67 -32285.94 -98630.27 -37650.67 0.817107 0.213904 -0.255652 -32285.94 0.213904 0.868071 -0.343479 -98630.27 -0.255652 -0.343479 4.327764
116
Lampiran 9 Uji White Cross-Section (Heterokedastisitas) Dependent Variable: PDRB? Method: Pooled EGLS (Cross-section weights) Date: 08/12/13 Time: 07:27 Sample: 2003 2011 Included observations: 9 Cross-sections included: 8 Total pool (balanced) observations: 72 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable C PAD? DAK? DBH? Fixed Effects (Cross) PURBALINGGA-C BANJARNEGARA-C KEBUMEN--C WONOSOBO--C WONOGIRI--C REMBANG--C BATANG--C SALATIGA--C
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
1544408. 3.335057 4.231344 7.960572
32115.23 1.117653 0.855718 2.200687
48.08959 2.983983 4.944786 3.617312
0.0000 0.0041 0.0000 0.0006
61969.57 422975.4 440488.2 -373754.2 540117.9 -70364.02 86651.98 -1108085. Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.988034 0.986072 92450.18 503.6653 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
2158830. 612981.0 5.21E+11 0.927185
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.980481 5.46E+11
Mean dependent var Durbin-Watson stat
2079244. 0.855783
117
Lampiran 10 Uji Autokorelasi Dependent Variable: PDRB? Method: Pooled EGLS (Cross-section SUR) Date: 08/12/13 Time: 05:51 Sample: 2003 2011 Included observations: 9 Cross-sections included: 8 Total pool (balanced) observations: 72 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable C PAD? DAK? DBH? Fixed Effects (Cross) PURBALINGGA-C BANJARNEGARA-C KEBUMEN--C WONOSOBO--C WONOGIRI--C REMBANG--C BATANG--C SALATIGA--C
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
1542261. 3.642156 4.796611 6.805791
8932.441 0.068192 0.105289 0.180153
172.6585 53.41058 45.55682 37.77793
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
59394.09 422821.9 436558.0 -371307.8 535784.2 -67538.82 92408.23 -1108120. Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.999761 0.999722 1.073279 25554.29 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
-25.20378 77.73251 70.26765 2.155346
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.980842 5.36E+11
Mean dependent var Durbin-Watson stat
2079244. 0.918442
118