SKRIPSI
DESAIN DAN PENGUJIAN PERONTOK PADI TIPE PEDAL YANG RINGAN DAN MOBILE BERBASIS SEPEDA
OLEH: NIKO DANIAR ATMAJA F14061942
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 i
DESAIN DAN PENGUJIAN PERONTOK PADI TIPE PEDAL YANG RINGAN DAN MOBILE BERBASIS SEPEDA
NIKO DANIAR ATMAJA F14061942
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
2010 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR ii
Judul Skripsi : Desain dan Pengujian Perontok Padi Tipe Pedal yang Ringan dan Mobile Berbasis Sepeda Nama
: Niko Daniar Atmaja
NIM
: F14061942
Bogor, Agustus 2010 Menyetujui Dosen Pembimbing Akademik
Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setiawan, M.Agr NIP. 19621223 198601 1 001
Mengetahui Ketua Departemen Teknik Pertanian
Dr. Ir. Desrial, M.Eng NIP. 19661201 199103 1 004
Tanggal Lulus: iii
RINGKASAN Niko Daniar Atmaja. F14061942. 2010. Desain dan Pengujian Perontok Padi Tipe Pedal yang Ringan dan Mobile Berbasis Sepeda. Dibimbing oleh Radite Praeko Agus Setiawan.
Petani di daerah pedesaan cenderung masih menggunakan alat perontok padi yang tradisional, seperti iles dan gebot. Padahal susut pasca panen padi dengan metode tradisional sebesar 20-25 %. Kontribusi susut hasil karena perontokan lebih dari 4.8%. Nilai susut ini terlalu besar dan bisa diatasi dengan menerapkan alat atau mesin perontok padi yang rata-rata memiliki susut perontokan sebesar 1-4%. Perontokan dengan cara tradisional kurang efisien, baik waktu maupun tenaga. Sedangkan perontok padi yang sudah ada memiliki bobot yang cukup berat, mobilitas kurang, serta tidak ramah lingkungan (power thresher). Tersedianya alat atau mesin perontok padi yang baik akan dapat membantu meningkatkan efisiensi perontokan. Salah satu alternatif solusi dari permasalahan ini adalah dengan pembuatan perontok padi yang ringan, mempunyai mobilitas tinggi, tidak menimbulkan polusi udara, dan dijangkau oleh petani gurem. Tujuan penelitian ini adalah mendesain dan menguji unjuk kerja prototipe perontok padi tipe pedal yang ringan dan mobile berbasis sepeda. Pengujian kinerja meliputi pengujian kapasitas perontokan, susut perontokan, dan pengujian mobilitas alat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan rancangan secara umum yaitu berdasarkan pendekatan rancangan fungsional dan pendekatan rancangan struktural. Modifikasi dalam desain struktural dilaksanakan dengan membuat suatu rangka perontok yang dilengkapi dengan sepeda sebagai tempat menaruh rangka tersebut sehingga dapat mempermudah mobilitas dan operasi alat di lahan. Untuk desain fungsional, modifikasi yang dilakukan adalah penggantian sumber tenaga putar yang sebelumnya menggunakan tenaga manusia dengan cara menekan pedal berulang-ulang yang kemudian akan diganti dengan kayuhan sepeda dengan posisi seperti mengayuh sepeda pada umumnya. Sebagai penyalur tenaga putar dari sepeda ke silinder perontok digunakan rantai, sproket dan freewheel. Hal ini dimaksudkan agar putaran (rpm) yang tejadi pada silinder perontok optimal dengan kayuhan sepeda yang nyaman. Dari hasil pengujian kinerja yang telah dilakukan, dengan lebar perontok 35 cm pada kecepatan putar silinder perontok 348.8 rpm diperoleh kapasitas perontokan sebesar 93.5 kg/jam, sedangkan susut perontokan sebesar 1.25 % dengan tingkat kebersihan 92.8 %. Hal ini menunjukkan bahwa perontokan padi dengan menggunakan alat perontok padi hasil rancangan lebih baik bila dibandingkan dengan metode tradisional yang memiliki susut perontokan yang jauh lebih besar. Biaya pokok yang dibutuhkan jika merontokkan padi dengan alat perontok padi hasil rancangan adalah sebesar Rp 101/kg. Kata Kunci: susut, perontokan, thresher
iv
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 20 Maret 1988, putra pertama dari 2 bersaudara dari pasangan Bapak Lijanto Surotun dan Ibu Umining Pujiastuti. Pendidikan Dasar ditempuh penulis di SDN Buntalan I dan menamatkannya pada tahun 2000, selanjutnya penulis meneruskan pendidikan lanjutan di SLTPN 3 Klaten dan menyelesaikannya pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMU Muhammadiyah 1 Klaten dan lulus pada tahun 2006 dan melanjutkan pendidikan sarjana di Institut Pertanian Bogor (IPB) hingga tahun 2010. Ketika menjalani studi di IPB, penulis pernah aktif sebagai Ketua OMDA Keluarga Mahasiswa Klaten (KMK) periode 2009-2010 dan Staff Tim Desain Alat dan Mesin Pertanian di Agricultural Engineering Design Club (AEDC) periode 2008-2009. Pada tahun 2008 dan 2010 penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Gambar Teknik dan Ilmu Ukur Wilayah, serta pada tahun 2009 penulis juga menjadi asisten praktikum Perbengkelan dan Konstruksi Bangunan Landskap. Tahun 2008 penulis menjadi juara II PIMNAS (Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional) di UNISSULA, Semarang serta menjadi peserta terbaik dalam Intensive Student Technopreneurship Program (I-STEP 2008). Pada tahun 2009 penulis melakukan praktek lapangan di PT PG Rajawali II Unit Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat dengan judul “Mempelajari Penerapan Mekanisasi Pertanian Dalam Proses Budidaya Tebu Di PT PG Rajawali II Unit Jatitujuh Majalengka Jawa Barat" Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis menyelesaikan Skripsi yang berjudul "Desain dan Pengujian Perontok Padi Tipe Pedal yang Ringan dan Mobile Berbasis Sepeda".
v
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Alloh SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis dalam menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “DESAIN DAN PENGUJIAN PERONTOK PADI TIPE PEDAL YANG RINGAN DAN MOBILE BERBASIS SEPEDA” yang merupakan salah satu prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian. Demikian laporan penelitian ini dapat tersusun atas kerjasama dan bimbingan pihak-pihak yang telah membantu penulis selama penyusunan laporan penelitian ini. Penelitian ini berjalan atas kerjasama penulis dengan Recognition and Mentoring Program (RAMP-Indonesia) yang dibiayai oleh The Lemelson Foundation. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan usulan penelitian ini : 1. Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setiawan, M. Agr sebagai Dosen Pembimbing Skripsi atas bimbingannya dalam penyusunan laporan Penelitian ini. 2. Dr. Ir. Gatot Pramuhadi, M. Si dan Ir. Agus Sutejo, M. Si sebagai Dosen Penguji Skripsi atas masukannya dalam penyusunan laporan Penelitian ini. 3. Ayahanda dan Ibunda serta adik tercinta yang selalu memberikan dorongan motivasi dan do’a selama ini. 4. Vishora Satyani yang selalu menyemangati dan memberikan dorongan motivasi selama ini. 5. Bapak Parma dan bapak Untung selaku teknisi atas bantuannya selama penelitian ini. 6. Putra, Luthfi, Mas Shohib, dan teman-teman AE43 yang telah membantu selama ini. 7. Yamaha F1ZR yang telah setia mengantar kemanapun demi kelancaran dalam pengerjaan penelitian ini. 8. Laptop HP520 yang telah setia menemani dalam penyelesaian skripsi ini.
Bogor, Agustus 2010
Penulis vi
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................................. vi DAFTAR ISI ............................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ...................................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... ix I.
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1 A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1 B. Tujuan .................................................................................................................. 3
II.
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 4 A. Padi (Oryza sativa) .............................................................................................. 4 B. Perontok Padi (Thresher)..................................................................................... 5 C. Silinder Perontok ................................................................................................. 8 D. Bentuk dan Susunan Sisir Perontok ..................................................................... 9 E. Kecepatan Linier Silinder Perontok................................................................... 10 F. Tenaga Kayuh Manusia ..................................................................................... 10 G. Rasio Transmisi ................................................................................................. 11 H. Ukuran Poros Silinder Perontok ........................................................................ 11 I. Kinerja Perontok ................................................................................................ 12 J. Perancangan ....................................................................................................... 13
III.
METODOLOGI PENELITIAN ......................................................................... 15
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ........................................................................ 15 B. Alat dan Bahan .................................................................................................. 15 C. Metode Penelitian .............................................................................................. 16 IV. ANALISA RANCANGAN................................................................................ 26 A. Rancangan Fungsional ....................................................................................... 26 B. Rancangan Struktural......................................................................................... 27 V.
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 34
VI. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 52 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 53 LAMPIRAN vii
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 2.
Nilai kombinasi faktor kejutan dan kelelahan akibat penerapan momen puntir dan momen lentur ............................. Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam penelitian .....................
12 15
Tabel 3.
Spesifikasi perontok padi hasil rancangan (O-Belt Thresher) ...
34
Tabel 4.
Perbandingan Perontok Padi Tipe Pedal Hasil Rancangan
Tabel 1.
dengan Perontok Padi Konvensional...........................................
50
Tabel 5.
Data hasil pengujian kapasitas pengumpanan ............................
67
Tabel 6.
Data hasil pengujian kapasitas perontokan ................................
67
Tabel 7.
Data hasil pengujian tingkat kebersihan .....................................
67
Tabel 8.
Data hasil pengujian presentase gabah tidak terontok ...............
68
Tabel 9.
Data hasil pengujian presentase gabah tercecer .........................
68
Tabel 10.
Persyaratan unjuk kerja mesin perontok padi (power thresher)..
78
viii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
Prototipe perontok padi threadle thresher ..................................
2
Gambar 2.
Perontokan padi dengan metode “Gebot” ...................................
2
Gambar 3.
Jenis-jenis perontok padi ...............................................................
7
Gambar 4.
Tipe pemegangan/hold-on (a) dan tipe pelemparan/throw-in (b)
8
Gambar 5.
Tipe-tipe silinder perontok ...........................................................
9
Gambar 6.
10 16
Gambar 8.
Bentuk susunan sisir perontok tipe zig-zag ½ (a) dan irregular type (b) .......................................................................................... Tahapan Penelitian alat perontok padi tipe pedal yang ringan dan mobile ........................................................................................... Bagan Rancangan Penelitian ........................................................
Gambar 9.
Sketsa perontok padi tipe pedal berbasis sepeda..........................
20
Gambar 10.
Posisi pembebanan untuk menentukan momen lentur ................
29
Gambar 11.
Silinder perontok dengan sistem zig-zag .....................................
29
Gambar 12.
Ilustrasi pemasangan sisir perontok dengan sistem zig zag .......
30
Gambar 13.
Skema posisi dan jumlah gigi sproket .........................................
30
Gambar 14.
Gaya-gaya yang bekerja pada poros silinder perontok ...............
32
Gambar 15.
Gambar teknik perontok padi hasil rancangan (O-Belt Thresher)
34
Gambar 16.
Prototipe alat perontok padi hasil rancangan ...............................
35
Gambar 17.
Sproket Penghubung ....................................................................
38
Gambar 18.
Standar sepeda modifikasi ...........................................................
39
Gambar 19.
Pengunci rangka perontok pada sepeda .......................................
40
Gambar 20.
Posisi operator pada saat perontokan ...........................................
42
Gambar 21.
Perbedaan jumlah genggaman pada pengumpanan .....................
43
Gambar 22.
Posisi operator pengumpan dan pemasangan karung ..................
44
Gambar 23.
Rantai pengubung yang lepas dari sproketnya ............................
44
Gambar 24.
Mobilitas alat perontok padi hasil rancangan di lahan ................
46
Gambar 25.
Penempatan O-Belt Thresher pada saat di lahan .........................
47
Gambar 26.
Perontokan padi dengan O-Belt Thresher yang dilakukan oleh petani ........................................................................................... 47
Gambar 7.
17
ix
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sangat potensial untuk pengembangan tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Salah satu contoh tanaman pangan yang merupakan tanaman pangan utama di Indonesia adalah tanaman padi (Oryza sativa). Padi adalah salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban manusia. Jumlah penduduk di Indonesia semakin lama makin bertambah. Peningkatan penduduk menyebabkan bertambahnya kebutuhan bahan pangan. Kebutuhan ini dipenuhi dengan menyediakan bahan pangan dari produksi nasional dan dengan mengimpor dari negara penghasil bahan pangan. Volume impor yang besar mengharuskan pemerintah untuk mengeluarkan devisa dalam jumlah yang besar. Agar jumlah impor menurun pemerintah harus segera meningkatkan produksi pangan nasional. Setelah terjadinya krisis ekonomi, pemerintah merevitalisasi bidang pertanian khususnya untuk memenuhi kebutuhan beras masyarakat dan mentargetkan untuk mencapai swasembada pangan. Pemerintah mentargetkan kenaikan produksi padi 2 juta ton setiap tahun dan produksi padi tahun 2009 diperkirakan mencapai 60.93 juta ton Gabah Kering Giling. Dengan meningkatnya produksi padi maka kebutuhan alat dan mesin pertanian akan meningkat. Pada proses pemanenan, dibutuhkan alat atau mesin perontok padi untuk menangani hasil panen padi. Di sisi lain, petani di daerah pedesaan cenderung masih menggunakan metode tradisional dalam merontokkan padi, seperti iles dan gebot. Susut perontokan dengan metode tradisional tersebut lebih dari 4.8%. Nilai susut ini terlalu besar dan bisa diatasi dengan menerapkan alat atau mesin perontok padi yang rata-rata memiliki susut perontokan sebesar 1-4%. Jumlah alat perontok padi tradisional dan yang bertenaga mesin tidak seimbang. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik diketahui bahwa luas lahan pertanian padi di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 11.757.845 hektar. Luasan lahan berkurang dibandingkan tahun sebelumnya. Luas lahan pada tahun 2006 sebesar 11.786.430 hektar. Produksi padi pada tahun 2006 sebesar 1
54.454.937 ton dan pada tahun 2005 sebesar 54.151.097 ton. Jumlah alat perontok padi yang ada di masyarakat sejumlah 351.702 unit, sehingga untuk mencapai panen yang efisien, jumlah tersebut belum memenuhi target. Kekurangan jumlah alat dan mesin perontok padi yang ada di masyarakat menyebabkan banyak petani yang masih menggunakan metode perontokan padi tradisional. Selain itu, mesin perontok padi khususnya yang berbasis pedal sudah jarang digunakan petani. Hal tersebut dikarenakan perontok padi tipe pedal tersebut susah dalam berpindah tempat serta membutuhkan minimal dua orang untuk memindahkannya. Tersedianya alat atau mesin perontok padi yang baik dan mudah digunakan oleh petani sesuai dengan kondisi persawahan mereka akan membantu meningkatkan efisiensi pemanenan. Silinder perontok
Rangka perontok
Tuas penggerak Gambar 1. Prototipe perontok padi threadle thresher
Gambar 2. Perontokan padi dengan metode “Gebot” 2
Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai perontok padi tipe pedal yang diawali dari Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) tahun 2008. Penelitian ini memodifikasi perontok padi tipe pedal yang sudah ada agar menjadi lebih ringan, memiliki mobilitas tinggi, dan berbasis sepeda. Perontok padi ini diharapkan memiliki bobot yang ringan serta memiliki mobilitas tinggi, karena memanfaatkan sepeda sebagai alat transportasinya dan juga sebagai sumber penyalur tenaga. Adapun alasan memakai sepeda sebagai alat transportasi dan penyalur tenaga adalah karena penelitian ini berdasarkan pada teknologi yang ramah lingkungan. B. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah mendesain dan menguji unjuk kerja prototipe perontok padi tipe pedal yang ringan dan mobile berbasis sepeda.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Padi (Oryza sativa) Divisi
:Spermatophyta
Sub divisi
:Angiospermae
Kelas
:Monocotyledonae
Keluarga
:Poaceae (sinonim Graminae atau Glumiflorae)
Genus
:Oryza
Spesies
:Oryza sativa
Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia setelah jagung dan gandum. Namun demikian, padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia. Padi tersebar luas di seluruh dunia dan tumbuh di hampir semua bagian dunia yang memiliki cukup air dan suhu udara cukup hangat. Padi menyukai tanah yang lembab dan becek. Sejumlah ahli menduga, padi merupakan hasil evolusi dari tanaman moyang yang hidup di rawa. Pendapat ini berdasar pada adanya tipe padi yang hidup di rawa-rawa (dapat ditemukan di sejumlah tempat di Pulau Kalimantan), kebutuhan padi yang tinggi akan air pada sebagian tahap kehidupannya, dan adanya pembuluh khusus di bagian akar padi yang berfungsi mengalirkan oksigen ke bagian akar Terdapat dua spesies padi yang dibudidayakan manusia: Oryza sativa yang berasal dari daerah hulu sungai di kaki Pegunungan Himalaya (India dan Tibet/Tiongkok) dan Oryza glaberrima yang berasal dari Afrika Barat (hulu Sungai Niger) (Wikipedia, 2 Juli 2009). Oryza sativa terdiri atas dua varietas, indica dan japonica. Varietas japonica umumnya berumur panjang, postur tinggi namun mudah rebah, paleanya memiliki bulu, bijinya cenderung panjang. Varietas indica, sebaliknya, berumur lebih pendek, postur lebih kecil, paleanya tidak memiliki bulu atau berukuran pendek, dan bentuk biji cenderung oval. Walaupun kedua varietas dapat saling membuahi, persentase keberhasilannya tidak tinggi. Contoh terkenal dari hasil persilangan ini adalah kultivar IR8, yang merupakan hasil seleksi dari persilangan varietas japonica. Selain kedua 4
varietas ini, dikenal pula sekelompok padi yang tergolong varietas minor javanica yang memiliki sifat antara dari kedua varietas utama di atas. Varietas javanica hanya ditemukan di Pulau Jawa. Budidaya padi yang telah berlangsung lama telah menghasilkan berbagai macam jenis padi akibat seleksi dan pemuliaan yang dilakukan orang (Wikipedia, 2 Juli 2009). Setelah padi dipanen, bulir padi atau gabah dipisahkan dari jerami padi. Pemisahan dilakukan dengan memukulkan seikat padi sehingga gabah terlepas atau dengan bantuan mesin pemisah gabah. Gabah yang terlepas lalu dikumpulkan dan dijemur. Pada zaman dulu, gabah tidak dipisahkan lebih dulu dari jerami, akan tetapi gabah dijemur bersama dengan merangnya. Penjemuran biasanya memakan waktu tiga sampai tujuh hari, tergantung kecerahan penyinaran matahari. Penggunaan mesin pengering jarang dilakukan. Istilah "Gabah Kering Giling" (GKG) mengacu pada gabah yang telah dikeringkan dan siap untuk digiling. Gabah merupakan bentuk penjualan produk padi untuk keperluan ekspor atau perdagangan partai besar. Gabah yang telah kering disimpan atau langsung ditumbuk/digiling, sehingga beras terpisah dari sekam (kulit gabah) (Wikipedia, 6 Juli 2009). B. Perontok Padi (Thresher) Perontokan padi merupakan tahapan pasca panen padi setelah pemotongan padi (pemanenan). Perontokan padi merupakan
proses
terlepasnya butir-butir gabah dari malainya (Araulo, 1976). Menurut Araulo (1976), proses perontokan padi dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu metode Rubbing Action, metode Impact, dan metode Stripping. Metode Rubbing Action dilakukan jika padi dirontokan dengan cara menginjak atau mengiles. Metode Impact dan Stripping berdasarkan pada proses tumbukan (bentrokan) dan pengupasan. Prinsip untuk melepaskan butir gabah dari malainya adalah dengan memberikan tekanan atau pukulan terhadap malai tersebut. Berdasarkan alat perontok padi, cara perontokan dapat dikelompokkan menjadi beberapa cara, antara lain (1) iles/injak-injak, (2) pukul/gedig, (3) banting/gebot, (4) pedal thresher, (5) mesin perontok (BPS,1996). Perontokan 5
padi dengan cara dibanting dilakukan dengan cara membantingkan atau memukulkan segenggam potongan padi ke benda keras, misalnya kayu, bambu atau batu yang diletakkan pada alas penampung gabah. Kapasitas perontokan dengan cara gebot sangat bervariasi, tergantung kepada kekuatan orang, yaitu berkisar antara 41,8 kg/jam/orang (Setyono dan Suparyono, 1993) sampai 89,79 kg/jam/orang (Setyono et.al, 2000). Proses perontokan padi memberikan kontribusi cukup besar pada kehilangan hasil padi secara keseluruhan. Susut perontokan dengan cara diiles/injak mencapai 2,56%, dengan cara gebot 7,48%, menggunakan perontok padi pedal 4,12% dan perontok bermesin 3,19% (Tjahjoutomo, 2006). Perontokan padi dengan cara gebot mengakibatkan banyak gabah yang tidak terontok berkisar antara 6,4% - 8,9% (Setyono et.al, 2001). Untuk menghindari hal tersebut, maka perontokan padi perlu menggunakan alat atau mesin perontok. Perontokan padi dengan cara menumbuk dan menggaruk merupakan prinsip kerja dari perontok padi atau thresher. Alat perontok padi dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan sumber tenaganya, yaitu perontok padi tidak bermotor dan perontok padi bermotor (Jones, 1952). Perontok padi tidak bermotor ini biasanya disebut pedal thresher. Pedal thresher merupakan alat perontok padi dengan konstruksi sangat sederhana terdiri atas silinder bergigi yang terbuat dari kayu dan kemudian berputar. Perputaran silinder bergigi dihasilkan dari pedal yang dikayuh dengan menggunakan kaki (Araullo, 1976). Menurut Purwadaria dan Sulistiadji , saat ini sudah ada beberapa jenis thresher, diantaranya adalah pedal thresher,
thresher dengan silinder
tertutup, thresher dengan silinder terbuka, thresher dengan silinder terbuka yang telah dimodifikasi, mobile thresher tipe aksial. Pada dasarnya thresher yang sudah ada ini berbasis pada tenaga putar operator, dimana tenaga putar tersebut akan disalurkan melalui mekanisme rantai dan sproket sehingga akan memutar silinder perontok. Adapun gambar thresher yang sudah ada saat ini dapat dilihat pada Gambar 3.
6
Thresher lipat (eproduk.litbang.deptan.go.id)
Paddy Thresher Machines (srindustry.tradeindia.com)
Mukta Wheat Thresher Machine (1stworldtradeportal.com)
Pedal Paddy Thresher (srindustry.tradeindia.com)
Alat perontok padi “Gebot” Gambar 3. Jenis-jenis perontok padi Pada sistem konversi kayuhan sepeda, manusia secara normal menghasilkan tenaga putar sekitar 0.075 kW, dengan efisiensi sekitar 16% (Wilson, 1975). Untuk sistem kayuhan kontinu dengan menggunakan kaki (rotary pedalling), panjang lengan kayuhan yang nyaman untuk orang dewasa adalah 15-20 cm dan kecepatan putarannya adalah sebesar 50-60 RPM (Andersen et.al, 1971). 7
Berdasarkan cara penanganan padi terhadap alat perontoknya, proses perontokan padi dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu tipe pemegangan (hold on) dan tipe pelemparan (throw in). Pada tipe pemegangan (hold on), padi yang masih bertangkai dipegang dengan menggunakan tangan dan butir-butir padi dikenakan pada silinder perontok. Dengan demikian butir-butir padi akan rontok karena adanya efek pemukulan yang ditimbulkan dari perputaran silinder perontok. Sedangkan pada tipe pelemparan (throw in), seluruh bagian tanaman padi termasuk jerami dimasukkan ke dalam perontok (Araulo, 1976).
(a)
(b)
Gambar 4. Tipe pemegangan/hold-on (a) dan tipe pelemparan/throw-in (b) (eproduk.litbang.deptan.go.id)
C. Silinder Perontok Silinder perontok bagi alat/mesin perontok padi mempunyai fungsi yang sangat penting. Menurut Indro Purwono, tipe atau bentuk silinder perontok ada lima yaitu: a) silinder perontok tunggal dengan satu silinder yang melakukan perontokan pada ujung silinder, b) silinder perontok tunggal bertipe pengumpan bawah, c) silinder perontok ganda dengan dua silinder, d) silinder pembantu, e) silinder perontok tengah dengan dua silinder yang sama ukurannya. Adapun tipe-tipe silinder perontok dapat dilihat pada Gambar 5.
8
Gambar 5. Tipe-tipe silinder perontok (Indro Purwono) Garis tengah silinder perontok sangat berpengaruh terhadap kecepatan linier, karena kecepatan linier merupakan fungsi dari garis tengah silinder. Hal ini dapat dilihat dalam hubungan rumus berikut: (Sears dan Zemansky, 1962)
v .r 2N .r
........................(1)
Dimana:
v
: kecepatan linier silinder
(m/det)
: kecepatan sudut
(rad/detik)
N : kecepatan putaran silinder
(rpd)
r : jari-jari silinder
(m)
D. Bentuk dan Susunan Sisir Perontok Menurut Grist (1959), silinder perontok dengan gigi perontok berupa paku lebih baik dan sesuai untuk jenis padi yang agak tebal dan keras. Susunan gigi perontok secara umum digolongkan dalam dua macam, yaitu zig-zag ½ dan Irregular type. Menurut Wanders (1981), gigi perontok berjarak 26 mm dapat menaikkan kapasitas, tetapi dengan jarak gigi yang terlalu rapat perontokan terlalu intensif sehingga jumlah kotoran pada gabah akan bertambah. Gigi perontok berjarak 47 mm, perontokan padi yang 9
matang dan kering berhasil baik, kapasitas tinggi, persentase susut lekat pada jerami rendah dan kotoran pada gabah sedikit.
(a)
(b)
Gambar 6. Bentuk susunan sisir perontok tipe zig-zag ½ (a) dan irregular type (b)
E. Kecepatan Linier Silinder Perontok Kecepatan linier pada alat power thresher berkisar antara 15-20 meter/detik untuk silinder perontok dengan batang penggaruk, sedang untuk silinder perontok dengan gigi bentuk paku atau pasak berkisar antara 10-15 meter/detik (Wanders, A, 1978). Selanjutnya, Sears dan Zemansky (1962) menyatakan bahwa kecepatan linier berbanding lurus dengan kecepatan putarannya. Pada alat perontok padi yang digerakkan dengan menggunakan tenaga manusia, kecepatan putaran silinder perontok sangat terbatas pada kekuatan pengayuh, yaitu 350-400 rpm (Araulo et.al, 1976; Wachjuddin dan Nasution, 1976). F. Tenaga Kayuh Manusia Alat pertanian semi-mekanis yang mengggunakan mekanisme transmisi sepeda tergolong sistem manual (Morgan, 1983). Pada saat pengayuh sedang bekerja, keseluruhannya telah merupakan unit mesin dengan sumber tenaganya. Kontak antara pengayuh dengan transmisi tersebut berlangsung melalui mekanisme pedal. Jadi daya fisik pengayuh sangat tergantung pada karakteristik teknis mekanisme pedal seperti panjang radius pedal, kecepatan putar (rpm) mengayuh, dan beban. Kecepatan kayuh minimum yang dibutuhkan untuk menggerakkan perontok dengan baik hanya 10
sebesar 30 rpm. Sedangkan menurut Andersen (1971), kayuhan nyaman untuk orang dewasa sebesar 50-60 rpm sehingga jika operator sedikit menurunkan kecepatan kayuhannya, perontok tetap dapat merontokkan padi dengan baik. Kebutuhan tenaga mekanis pada perontokan padi dengan menggunakan pedal thresher berdasarkan konsumsi oksigen petani pekerja (operator) sberkisar antara 249.41 W sampai dengan 352.45 W (Indriati, 1992). Menurut Zender (1972), energi yang digunakan oleh seseorang secara efektif untuk melakukan kerja hanya 20% - 30% dari energi total tubuh yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas kerjanya. Dengan mengasumsikan bahwa efisiensi kerja perontokan padi sebesar 20%, maka beban kerja yang ditanggung untuk merontokkan padi adalah berkisar antara 49.89 W sampai dengan 70.49 W. G. Rasio Transmisi Seperti halnya pada silinder perontok, ukuran roda gigi mempengaruhi kecepatan liniernya. Ukuran roda gigi yang digunakan juga berpengaruh terhadap kecepatan linier yang terjadi pada ujung silinder perontok. Ukuran roda gigi dapat ditentukan dengan pendekatan rasio transmisi berikut: (Sears dan Zemansky, 1962) rasio transmisi
dengan :
N Np
........................(2)
N = kecepatan putaran poros pada silinder Np = kecepatan putaran poros pada roda sepeda
H. Ukuran Poros Silinder Perontok Menurut Hall, Alfred, dan Herman (1961), poros yang digunakan dipengaruhi oleh adanya beban torsi, bending, dan gaya aksial yang bekerja pada poros. Dengan kombinasi beban torsi bending dan gaya aksial tersebut, maka ukuran poros yang dianjurkan dapat ditentukan dengan pendekatan rumus berikut: 16 d03 = M .Ss(1 K 4 )
K b .M b
.Fa .d 0 (1 K 2 ) 8
( K t .M t ) 2..........(3)
11
dimana: d0 : diameter luar as
(m)
Ss : shear stress
(N/m2)
K : Perbandingan diameter dalam dan luar dari as
(di/d0)
Kb : konstanta gabungan shock dan fatigue factor yang diberikan pada momen bending Kt : konstanta gabungan shock dan fatigue factor yang diberikan pada momen torsi Mb : momen lentur
(Nm)
Mt : momen puntir
(Nm)
Fa : beban aksial
(N)
: faktor column action = 1 Tabel 1. Nilai kombinasi faktor kejutan dan kelelahan akibat penerapan momen puntir dan momen lentur (Hall et.al, 1961). Penerapan Beban Pembebanan secara perlahan-lahan Pembebanan mendadak (dengan kejutan kecil) Pembebanan mendadak (dengan kejutan berat)
I.
Kb
Kt
1.5
1.0
1.5-2.0
1.0-1.5
2.0-3.0
1.5-3.0
Kinerja Perontok Perontokan merupakan tahap penanganan pasca panen setelah pemotongan, penumpukan dan pengumpulan padi. Pada tahap ini, kehilangan hasil akibat ketidaktepatan dalam melakukan perontokan dapat mencapai lebih dari 5%. Cara perontokan padi telah mengalami perkembangan dari cara digebot menjadi menggunakan pedal thresher dan power thresher. Baik pedal maupun power thresher memiliki kapasitas perontokan dan susut perontokan yang berbeda-beda. Kapasitas pedal thresher untuk merontokan 12
padi varietas IR-64 mencapai 100 kg/jam (Sulistiadi, 1980), sedangkan kapasitas power thresher tipe Axcial Flow 5,5 Hp pada varietas padi IR-64 mencapai 700 kg/jam (UPTD Alat Mesin Pertanian Wilayah Barat Kabupaten Bogor, 2008). Susut perontokan dengan menggunakan pedal thresher sebesar 4.12%
dan
dengan
power
thresher
sebesar
3.19%
(Balai
Besar
Pengembangan Mekanisasi Pertanian, 2006). J.
Perancangan Menurut Ullman (1992), alasan penerapan perancangan adalah karena adanya kebutuhan produk baru, efektifitas biaya, dan kebutuhan akan produk yang berkualitas tinggi. Masalah yang sering muncul pada produk baru adalah 1) produk tersebut tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, 2) membutuhkan waktu yang lama dalam merealisasikannya di masyarakat, 3) biaya terlalu mahal, 4) hasil produk yang kurang memuaskan. Dari permasalahan-permasalahan
tersebut
maka
perlu
dilakukan
analisis
permasalahan untuk mendapatkan solusi melalui tahapan perencanaan yang tepat. Perencanaan merupakan tahapan bagaimana untuk memperoleh suatu produk tertentu yang sesuai dengan kebutuhan yang ada. Tahapan-tahapan dalam melakukan perancangan meliputi identifikasi masalah, analisis masalah, konsep desain, pembuatan prototipe, dan pengujian kinerja prototipe. Tujuan dari identifikasi masalah adalah menterjemahkan kebutuhan/keinginan pengguna (petani) menjadi deskripsideskripsi teknis dari kebutuhan-kebutuhan apa yang akan didesain. Identifikasi masalah tersebut meliputi latar belakang permasalahan, menentukan persyratan-persyaratan pengguna, menentukan persyaratanpersyaratan teknis, menentukan target-target teknis, serta fungsi-fungsi yang diperlukan dan mekanisme-mekanisme yang bisa digunakan. Apabila identifikasi masalah telah dilakukan, maka masalah-masalah yang dihadapi dianalisis sehingga nantinya akan terbentuklah suatu konsep desain yang diinginkan, baik dari segi bentuk, kualitas, kuantitas, maupun kapasitas. Dari konsep desain yang sudah terbentuk, maka langkah selanjutnya adalah membuat desain tersebut menjadi nyata melalui pembuatan prototipe. 13
Kemudian prototipe tersebut akan diketahui kinerjanya apakah sudah sesuai dengan yang diinginkan atau belum dengan melakukan pengujian kinerja dari prototipe tersebut. Pengujian tersebut meliputi pengujian stasioner, kapasitas pengumpanan, kapasitas perontokan, tingkat kebersihan, presentase gabah tidak terontok, efisiensi perontokan, presentase gabah tercecer, tingkat kebersihan, serta susut perontokan.
14
III.
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai dengan Februari 2010. Pembuatan desain prototipe dilakukan di laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian dan Studio Desain Agricultural Engineering Design Studio (AEDS). Pembuatan prototipe dan pengujian kinerja dilaksanakan di Bengkel Samudera Teknik Mandiri, Sindangbarang, Bogor, sedangkan pengujian skala lapangan dilaksanakan di Desa Sawah dan kawasan Batulung,
Bogor.
Pengujian
kinerja
meliputi
pengujian
kapasitas
pengumpanan, kapasitas perontokan, tingkat kebersihan, presentase gabah tidak terontok, efisiensi perontokan, presentase gabah tercecer, susut perontokan (threshing loss), dan pengujian mobilitas alat. B. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini: Tabel 2. Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam penelitian No. Kelompok Nama Peralatan/Bahan 1 Peralatan Unit las listrik Bengkel Gurinda listrik Mesin bor listrik Gurinda potong Tang rivet Penggaris dan meteran tools box 2 Alat Unit perontok padi hasil Pengujian rancangan Tachometer digital Timbangan digital 3
Alat Bantu
Laptop dengan software AutoCAD 2008 Stopwatch Karung beras Pita ukur/meteran Terpal
Jenis/Tipe
Keterangan
Microtop OT-ORI001 Krisbow KW06-303 AD 300 H
kapasitas 300 gram
product version: B.51.0 kapasitas 50kg 5m 5 x 5 m2 15
Tabel 2. lanjutan No. Kelompok Nama Peralatan/Bahan 4 Bahan Besi pipa hollow Besi strip Besi strip Besi poros Besi kolom Besi kotak hollow Besi plat Nap sepeda Bearing Cat besi Tinner Sekrup Padi
Jenis/Tipe
NTN-6204LU Hammertone No.303 Sakura
Keterangan Ø12.7mm 50 x 3 mm 20 x 2 mm Ø12.7mm Ø4.8mm 2 x 2 cm tebal 1.2mm
5 liter 1 liter
C. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan rancangan secara umum yaitu berdasarkan pendekatan rancangan fungsional dan pendekatan rancangan struktural. Adapun tahapan penelitian disajikan dalam Gambar 7. Mulai
Analisis ya Ekonomi
Identifikasi Masalah
Berhasil
Analisis Masalah
Pengujian Kinerja
Konsep Desain
Pembuatan Prototipe
tidak Selesai Gambar 7. Tahapan penelitian perontok padi tipe pedal yang ringan dan mobile berbasis sepeda Rancangan penelitian untuk menghasilkan perontok padi tipe pedal yang ringan dan mobile berbasis sepeda adalah sesuai dengan Bagan rancangan penelitian pada Gambar 8 berikut:
16
Perontok Padi Tradisional
Susut Perontokan Tinggi Kelemahan Perontok Padi Tipe Pedal
Kapasitas Perontokan Rendah Perontok Padi Tipe Pedal
Mobilitas Perontok Rendah
Lahan Cara Kurang Mobilitas Mendukung Susah
Lebar Silinder Perontok
Bobot Perontok Berat
Diameter Silinder Perontok
Proses Desain Perontok Padi Tipe Pedal Baru
Kapasitas Susut Mobilitas Harga Tinggi Perontokan Tinggi Terjangkau Rendah
Kecepatan Putar Silinder Perontok
Perontok Padi Tipe Pedal yang Ringan dan Mobile Berbasis Sepeda Standar Pengujian Perontok Padi
Bahan Pengujian
Padi Varietas Ciherang
Kapasitas Pengumpanan Kecepatan Putar
Kapasitas Penrontokan Tingkat Kebersihan Presentase Gabah Tidak Terontok
Silinder Perontok
Pedal Sepeda
Presentase Gabah Tercecer Susut Perontokan Efisiensi Perontokan Mobilitas Perontok
Prototipe Perontok Padi Tipe Pedal yang Ringan dan Mobile Berbasis Sepeda
Gambar 8. Bagan Rancangan Penelitian 17
1. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah merupakan langkah awal dalam perancangan alat. Pada alat perontok padi tipe pedal yang sudah ada ditemukan beberapa kendala yaitu : 1) terlalu berat untuk dipindahkan, 2) untuk memindahkannya diperlukan dua orang/lebih. Selain itu juga lahan/sawah yang letaknya jauh dari rumah petani dan bentuknya yang berpetak-petak mengakibatkan petani tidak lagi menggunakan alat perontok padi tipe pedal yang sudah ada, sedangkan metode tradisional (metode gebot) memerlukan tenaga yang cukup besar untuk merontokkan padi, selain itu juga menghasilkan susut perontokan yang cukup besar yaitu mencapai 7.48% (Tjahjoutomo, 2006). 2. Analisis Masalah Setelah diketahui permasalahan yang ada pada perontok padi pedal yang sudah ada maka dilakukan analisis permasalahan. Dalam tahapan ini dilakukan analisis untuk mendapatkan solusi permasalahan yang sesuai dengan kebutuhan yang diharapkan. Solusi inilah yang selanjutnya akan diterapkan dalam pembuatan konsep desain perontok padi tipe pedal hasil modifikasi. Berdasarkan data yang diperoleh dari literatur bahwa kapasitas perontokan dengan menggunakan metode gebot berkisar antara 41,8 kg/jam/orang (Setyono dan Suparyono, 1993) sampai 89,79 kg/jam/orang (Setyono et.al, 2000). Sehingga alat perontok padi yang akan dirancang mempunyai kapasitas perontokan lebih dari 90 kg/jam. Penentuan besarnya kapasitas tersebut pada alat perontok padi yang akan dirancang adalah berdasarkan lebar dari silinder perontok dan kecepatan putar silinder
perontok.
Dengan
mempertimbangkan
genggaman
padi
maksimum oleh petani, lebar silinder perontok dapat ditentukan. Sedangkan kecepatan putaran silinder perontok didasarkan pada kecepatan putaran optimum untuk merontokan padi, yaitu 350-400 rpm (Araulo, 1976).
18
3. Konsep Desain Setelah
dilakukan
analisis
permasalahan
yang
ada
dan
pengumpulan ide-ide pemecahan masalah yang mempertimbangkan beberapa aspek yang terkait, tahapan selanjutnya adalah dilakukan perumusan untuk menghasilkan beberapa konsep desain fungsional maupun struktural yang dilengkapi dengan gambar sketsa, analisis teknik, perkiraan kapasitas teoritis, prasarat dan sistem yang mendukung efektifitas operasional alat di lapangan. Modifikasi dalam desain struktural dilaksanakan dengan membuat suatu rangka perontok yang dilengkapi dengan sepeda sebagai tempat menaruh rangka tersebut sehingga dapat mempermudah mobilitas dan operasi perontok di lahan. Selain itu juga dibuat ringan dengan menggunakan bahan-bahan yang mempunyai struktur kuat tetapi ringan. Untuk membuat perontok padi ini lebih mobile, digunakanlah sepeda sebagai alat bantu untuk transportasinya. Pemasangan perontok ke sepeda sama dengan pemasangan boncengan pada sepeda, yaitu dipasang di atas roda sepeda bagian belakang. Untuk desain fungsional modifikasi yang dilakukan adalah penggantian sumber tenaga putar yang sebelumnya menggunakan tenaga manusia dengan cara menekan pedal berulang-ulang yang kemudian akan diganti dengan kayuhan sepeda dengan posisi seperti mengayuh sepeda pada umumnya. Sebagai penyalur tenaga putar dari sepeda ke silinder perontok digunakan rantai, sproket dan sproket tipe freewheel. Hal ini dimaksudkan agar putaran (rpm) yang tejadi pada silinder perontok optimal dengan kayuhan sepeda yang nyaman. Dari segi cara perontokannya, perontok padi ini dirancang dengan cara pengumpanan menggunakan sistem hold-on atau batang padi masih dipegang operator. Operator pengumpan berada di belakang perontok dengan mengumpankan padi ke dalam perontok (di atas silinder perontok) sedangkan operator depan sebagai sumber tenaga, yaitu mengayuh sepeda seperti halnya mengayuh sepeda pada umumnya. Cara melepaskan butir gabah dari malainya adalah dengan cara dipukul (impact), yaitu gabah akan terlepas dari malainya setelah terkena pukulan dari sisir perontok. 19
Gabah yang terontok akan keluar dari jalan pengeluaran gabah, yaitu di bagian bawah perontok bagian belakang. Gabah yang keluar tersebut dapat langsung dimasukkan ke dalam karung. Jalan pengeluaran gabah inilah yang menjadi salah satu cara menekan susut perontokan, selain itu juga dari adanya penutup perontok yang menahan lemparan butir-butir gabah keluar dari kotak perontok tidak melalui jalan pengeluaran gabah. Adapun konsep desain dari modifikasi perontok padi tipe pedal dapat dilihat pada Gambar 9. Keterangan gambar: 1. Unit sepeda 2. Silinder perontok 3. Tutup perontok 4. Rangka perontok 5. Lubang pengumpanan 6. Lubang keluar gabah 7. Sistem transmisi rantai dan sproket 8. Pedal Gambar 9. Sketsa perontok padi tipe pedal berbasis sepeda 4. Pembuatan prototipe perontok padi yang ringan dan mobile Setelah desain modifikasi alat perontok padi tipe pedal ini selesai, kemudian dibuatlah prototipe perontok padi tipe pedal sesuai dengan hasil desain modifikasi yang telah dilakukan. Prototipe perontok padi tipe pedal yang ringan dan mobile berbasis sepeda ini bisa dibuat di bengkel lengkap seperti di Bengkel Samudera Teknik Mandiri, sehingga pembuatan prototipe
ini
dilakukan
di
Bengkel
Samudera
Teknik
Mandiri,
Sindangbarang, Bogor. Pembuatan prototipe ini dilakukan agar dapat dilakukan pengujian di lapangan apakah alat tersebut dapat berfungsi sesuai dengan desain yang diinginkan atau tidak. 5. Pengujian Kinerja Pengujian kinerja dilakukan untuk mengetahui apakah setiap bagian pada alat telah berfungsi dengan baik atau tidak. Pengujian ini dilakukan setelah alat perontok padi pedal selesai dalam pembuatan dan perangkaiannya. Pengujian yang dilakukan meliputi: 20
a. Pengujian Stasioner. Untuk pengujian stasioner, perontok padi tipe pedal ini dioperasikan di tempat tanpa diberikan beban (padi). Pengujian stasioner dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah alat telah berfungsi dengan baik sebelum dilakukan pengujian fungsional. Pada pengujian stasioner dilakukan pengukuran kecepatan putar dari silinder perontok dengan menggunakan Tachometer. Kecepatan putar yang diharapkan adalah 350-400 rpm (Araulo, 1976). b. Kapasitas pengumpanan Pengujian ini dilakukan dengan cara memasukkan jerami padi melalui lubang pemasukan dan pada saat itu pula dicatat waktunya. Pada saat jerami yang akan dirontok sudah masuk semua dan sudah cukup untuk perontokannya, waktu dicatat lagi. Semua gabah hasil perontokan yang keluar dari lubang pengeluaran ditampung dan ditimbang. Perlakuan tersebut dilakukan sebanyak lima (5) kali ulangan. Perhitungan kapasitas pengumpanan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Kpm
Wp t
........................(4)
dimana, Kpm = Kapasitas pengumpanan (kg/jam) Wp = Bobot total gabah dan jerami yang masuk dari lubang pemasukan dengan cara dipegang/hold-on (kg) t = Waktu yang diperlukan, dihitung mulai jerami masuk ke lubang pemasukan sampai gabah habis (jam) c. Kapasitas Perontokan Pengujian kapasitas perontokan ditujukan untuk mengetahui jumlah gabah yang dirontokkan berdasarkan satuan waktu. Pengujian ini dilakukan dengan cara memasukkan jerami padi secara 21
berkesinambungan ke dalam ruang perontokan. Kemudian gabah yang keluar dari lubang pengeluaran gabah dalam waktu tertentu ditampung dan ditimbang. Perlakuan tersebut dilakukan sebanyak lima kali ulangan. Perhitungan kapasitas kerja perontokan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Kpk
Wk t1
........................(5)
dimana, Kpk = Kapasitas perontokan (kg/jam) Wk = Bobot gabah yang keluar dari lubang pengeluaran gabah selama waktu perontokan (kg) t1
= Waktu perontokan (jam)
d. Tingkat kebersihan Tingkat kebersihan dapat dicari dengan cara menimbang minimum tiga (3) sampel dari lubang pengeluaran gabah sewaktu menghitung kapasitas perontokan padi pada setiap ulangan. Dari sampel tersebut, gabah dibersihkan, baik utuh maupu rusak, dari gabah hampa dan kotoran, kemudian masing-masing ditimbang. Perhitungan tingkat kebersihan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Tb dimana,
Wu 100% Wp1
........................(6)
Tb = Tingkat kebersihan (%) Wu = Bobot gabah (utuh dan rusak) yang keluar dari lubang pengeluaran (gram) Wp1=
Bobot
total
sampel
diperoleh
melalui
lubang
dicari
dengan
pengeluaran (gram) e. Presentase gabah tidak terontok Presentase
gabah
tidak
terontok
dapat
mengambil dan menimbang minimum tiga (3) sampel jerami pada 22
waktu
menghitung lapasitas pengumpanan pada setiap ulangan.
Butiran gabah yang masih melekat pada malainya dipisahkan dan kemudian ditimbang. Presentase gabah yang tidak terontok terhadap sampel yang diambil dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
W1 dimana,
Wt 100% Wo
........................(7)
W1
= Gabah tidak terontok (%)
Wt
= Bobot gabah yang tidak terontok (kg)
Wo
= Bobot total gabah yang seharusnya diperoleh berdasarkan nisbah gabah-jerami (kg)
Nisbah gabah-jerami dihitung berdasarkan hasil pengukuran sebanyak 15 kali ulangan. f. Efisiensi perontokan Efisiensi perontokan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Efp 100% W1
........................(8)
dimana, Efp
= Efisiensi perontokan
(%)
W1
= Gabah tidak terontok
(%)
g. Presentase gabah tercecer Presentase gabah tercecer dapat dicari dengan cara mengambil sampel pada waktu menghitung kapasitas pengumpanan pada setiap ulangan. Gabah utuh dan bersih yang keluar tidak melalui lubang pengeluaran ditimbang. Kemudian presentase gabah tercecer dapat dihitung dengan menggunakan perssamaan sebagai berikut:
W2 dimana,
Wp2 100% Wo
........................(9)
W2
= Gabah tercecer (%)
Wp2
= Bobot total gabah utuh dan bersih yang tidak melalui lubang pengeluaran gabah (kg)
23
Wo
= Bobot total gabah yang seharusnya diperoleh berdasarkan nisbah gabah-jerami (kg)
h. Susut perontokan (threshing loss) Susut
perontokan
dapat
dicari
dengan
menggunakan
persamaan sebagai berikut:
W3 W 1W2
atau
W3 (100% Efp ) W2 ...........(10)
dengan, W3 = Susut perontokan
(%)
i. Mobilitas perontok Pada pengujian mobilitas perontok, akan dilakukan pada persawahan yang mempunyai jarak antara rumah petani ke sawah yang dekat dan relatif jauh. Sehingga akan diketahui tingkat mobilitas perontok apakah lebih tinggi bila dibandingkan dengan pedal thresher yang sudah ada. Selain itu juga akan dilakukan pengujian mobilitas di dalam petakan sawah. 6. Analisis Ekonomi Analisis ekonomi dilakukan untuk mengetahui biaya pokok perontokan padi dengan mengunakan perontok padi ini. Metode yang akan dilakukan untuk menghitung biaya pokok dari penggunaan alat perontok padi pedal ini yaitu: a. Menentukan harga beli (rupiah). Harga dari perontok padi ini tanpa sepeda diasumsikan Rp 1.200.000,00. Berdasarkan perkiraan berat perontok yaitu 15 kg dan harga besi Rp 6000,00/kg, maka dapat ditentukan harga ahir perontok, yaitu Rp 90.000,00. Kemudian menentukan suku bunga/tahun (%) dan
umur ekonomi (tahun). Suku bunga
1.2%/tahun,
sedangkan
umur
ekonomi
diasumsikan
dari
perontok
diasumsikan 5 tahun. Langkah selanjutnya adalah menentukan kapasitas perontokan (kg/jam). Dari kapasitas perontokan dari perontok padi tersebut, dapat dicari jumlah padi yang
24
dirontokan setiap tahunnya (kg/tahun). Selanjutnya adalah menentukan waktu kerja (jam/tahun). b. Menghitung biaya tetap yang meliputi: 1) Penyusutan
D
PS L
........................(11)
Keterangan : D = Biaya penyusutan (Rp/tahun) P = Harga awal (Rp) S = Harga akhir (Rp) L = Umur ekonomi perontok (tahun) 2) Bunga Modal
D
iP ( N 1) 2N
........................(12)
Keterangan : P = Harga awal (Rp) i = Total tingkat bunga modal (%/ tahun) I = Total bunga modal (Rp/tahun) N = Umur ekonomis alat dan mesin budidaya (tahun) 3) Biaya gudang c. Menghitung biaya tidak tetap (rupiah/kg) seperti pelumas, penggantian komponen, service, dan upah operator. d. Menghitung biaya pokok dengan menggunakan persamaan:
Biaya tetap/tahun + Biaya tidak tetap/tahun Biaya pokok = ------------------------------------------------------kg padi/tahun
........(13)
25
IV.
ANALISA RANCANGAN
A. Rancangan Fungsional Dalam penelitian ini, telah dirancang suatu perontok padi yang mempunyai bentuk dan konstruksi sederhana dan digerakkan dengan menggunakan tenaga manusia. Secara keseluruhan perontok padi yang dirancang terdiri atas beberapa bagian yang masing-masing dirancang sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi sesuai dengan desain yang diinginkan. Supaya alat ini dapat berfungsi, maka diperlukan beberapa fungsi sebagai berikut: 1. Fungsi Merontokkan Fungsi ini dilakukan oleh silinder berputar dimana silinder tersebut terdapat sisir yang berfungsi untuk memberikan pukulan terhadap butirbutir gabah sehingga gabah dapat terlepas dari malainya. Fungsi merontokkan ini dapat terjadi karena adanya perputaran dari sproket pada sepeda dan silinder perontok. Perputaran dari silinder perontok yang telah dilengkapi dengan sisir perontok dapat menimbulkan efek pukulanpukulan terhadap butir-butir gabah yang diletakkan diatas silinder perontok, sehingga menyebabkan butir-butir gabah tersebut terlepas dari malainya. 2. Fungsi Penyalur Gabah Fungsi ini adalah untuk menyalurkan butir-butir gabah hasil perontokan ke jalan pengeluaran gabah. Jalan pengeluaran gabah tersebut bisa dipasangkan karung beras sehingga gabah hasil perontokkan dapat langsung dimasukkan ke dalam karung tersebut. Proses penyaluran butirbutir gabah tersebut dengan memanfaatkan gaya pukulan dari silinder perontok serta gaya grafitasi bumi sehingga tidak memerlukan alat tambahan lagi. 3. Fungsi Rangka Rangka ini berfungsi sebagai dudukan poros silinder perontok yang dilengkapi dengan besi plat tipis yang berfungsi untuk menahan gabah yang terlempar akibat perontokan oleh silinder perontok, sehingga susut perontokan dapat dikurangi. Selain itu, rangka ini sebagai komponen yang 26
paling kuat yang menopang kotak perontok, silinder perontok dan sproket penghubung. 4. Fungsi Untuk Mobilitas Fungsi ini dilakukan oleh sepeda kayuh. Sepeda ini berfungsi sebagai alat transportasi perontok, baik di luar ataupun di dalam lahan. Selain itu, sepeda ini juga berfungsi sebagai alat penggerak silinder perontok dengan memanfaatkan tenaga kayuhan dari manusia (operator). Dengan mengayuh pedal sepeda, tenaga gerak yang terjadi disalurkan melalui rantai-rantai sepeda dan dihubungkan dengan gigi transmisi (sproket sepeda) dan roda gigi pada silinder perontok. Rantai dan sproket ini digunakan untuk menyalurkan tenaga putar dari sproket bagian belakang dari sepeda ke poros silinder perontok. Rantai sepeda tersebut dapat menyalurkan tenaga gerak yang terjadi tanpa mengalami selip sehingga dapat menjamin perbandingan putaran roda gigi silinder perontok yang tetap. Perputaran sproket pada silinder perontok menyebabkan silinder perontok tersebut juga ikut berputar. Selain itu juga berfungsi untuk menggandakan putaran (rpm) dari pedal sepeda ke silinder perontok. B. Rancangan Struktural Perontok padi yang dirancang terdiri atas beberapa bagian utama, yaitu: silinder perontok, sistem transmisi, rangka perontok, serta sepeda penggerak. 1. Silinder Perontok Perontok padi yang dirancang ini merupakan perontok padi tipe pedal dengan cara pengumpanan menggunakan sistem hold-on, dimana pada proses perontokannya padi masih dipegag oleh tangan operatornya. Ukuran silinder perontok ini mempengaruhi besarnya kapasitas perontokan dari alat perontok ini. Untuk menentukan besarnya diameter silinder perontok, maka digunakan pendekatan rumus sebagai berikut: v ........................(14) 2r
N
Dimana kecepatan linier dari silinder perontok adalah 10-20 m/detik untuk alat perontok padi yang digerakkan dengan tenaga motor (Wanders, A. A, 1978). Kecepatan linier yang terlalu besar akan 27
mengakibatkan presentase keretakan gabah meningkat karena efek pemukulan terhadap butiran gabah keras. Untuk menghindari hal tersebut, kecepatan linier pada ujung silinder perontok diperkecil, yaitu 5-8 m/detik, sedangkan kecepatan putarannya 350 rpm (Araulo et.al, 1976). Besarnya diameter silinder dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (14):
v N 5.5 60 350 0.300121m 30cm
2r
Lebar
silinder
yang
akan
digunakan
disesuaikan
dengan
genggaman padi maksimum petani yaitu 35 cm, sehingga dari dimensi tersebut diharapkan dapat menghasilkan kapasitas perontokan 80-100 kg gabah/jam. Apabila diketahui rata-rata besarnya gaya untuk merontokkan butiran gabah (F) adalah 82.83 N (Deptan, 2008), maka diameter sisir perontok yang digunakan dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (15):
M c I
........................(15)
dengan asumsi penampang sisir perontok adalah silinder pejal, maka:
3
3
F l c d 4 64 F l
d 4
d 2
64 Nilai Tensile strrength untuk steel 0.6% carbon adalah 415 MPa, maka:
d 3
F l 32
82.83 0.055 32 415 10 6 d 0.0048m d 3
d 4.8mm 28
l Keterangan: l = panjang sisir perontok = 50 mm F = gaya untuk merontokan F
butir gabah = 82.83 N (Deptan, 2008)
Gambar 10. Posisi pembebanan untuk menentukan momen lentur Sisir-sisir perontok tersebut dipasang dengan sistem zig-zag, sehingga sisir perontok tersebut diharapkan dapat memukul butir-butir gabah dan merontokkannya dalam jumlah yang banyak. Panjang sisir perontok antara 5 cm sampai dengan 7 cm dengan jarak pemasangan antar sisir 4.7 cm (Wanders, 1981). Adapun bentuk dari silinder perontok dapat dilihat pada Gambar 9. Sisir perontok dipasang dengan jarak pemasangan 4.7 cm (Wanders, 1981) yang dilakukan tiga kali pengulangan. Pada setiap baris terdapat 7 buah sisir perontok, sehingga jumlah keseluruhan sisir perontok adalah 63 buah. Pemasangan dengan sistem zig zag tersebut dimaksudkan supaya dapat memukul butir-butir gabah dan merontokkannya dalam jumlah banyak.
Gambar 11. Silinder perontok dengan pemasangan sisir perontok sistem zig-zag
29
l
Keterangan: l = jarak pemasangan sisir perontok = 47 mm Gambar 12. Ilustrasi pemasangan sisir perontok sistem zig zag 2. Sistem Transmisi Dalam rancangan ini telah ditentukan besarnya kecepatan putar pada pedal dan kecepatan putaran pada silinder perontok. Oleh karena itu, sproket yang digunakan harus mempunyai ukuran yang tepat sehingga dapat diperoleh kecepatan putaran pada silinder perontok seperti yang telah ditentukan. Rantai dan sproket yang digunakan adalah yang umum digunakan pada sepeda. Untuk menentukan besarnya ukuran dan posisi sproket dapat dilihat pada Gambar 13. Keterangan gambar: 1. Silinder perontok 2. Sproket perontok
pada
silinder
3. Sproket penghubung silinder perontok
ke
4. Sproket penghubung ke sproket sepeda belakang 5. Sproket sepeda belakang 6. Sproket sepeda belakang 7. Sproket pada pedal sepeda 8. Pedal Gambar 13. Skema posisi rantai dan sproket
30
Dalam rancangan ini, ukuran sproket yang digunakan sudah ditentukan yaitu sesuai dengan sproket pada sepeda dan yang ada di pasaran secara umum. Oleh karena itu, ukuran sproket yang dicari adalah sproket penghubung ke silinder perontok. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam pancarian dan penggantian sproketnya. Ukuran sproket pedal yang digunakan disesuaikan dengan pedal yang terdapat pada sepeda pada umumnya, yaitu r7 = 9 cm. Besarnya kecepatan linier pada pedal dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (16):
v7 2N r7
........................(16)
v7 2 35 0.09 v7 19.79m / menit Untuk mempermudah dalam penentuan ukuran sproket tersebut, maka ukuran dari sproket yang digunakan harus mempunyai kombinasi ukuran yang ada di pasaran dan pada sepeda secara umum. Ukuran sproket yang digunakan adalah r2 = 3.5 cm, r4 = 3.25 cm, r5 = 4 cm, r6 = 2.75 cm. Berdasarkan subtitusi yang telah dilakukan, maka diperoleh kecapatan linier pada sproket penghubung adalah 76.97 m/menit (v3 = 76.97 m/menit) dan kecepatan sudut pada sproket penghubung adalah 885.54 permenit (ω3 = 885.54 permenit), sehingga besarnya ukuran sproket penghubung dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (17):
r3
v3
3
........................(17)
76.97 885.54 r3 8.7cm r3
3. Poros Silinder Perontok Gaya-gaya yang bekerja pada poros silinder perontok adalah gaya berat dari silinder perontok yang tertumpu pada kedua ujung silinder ( C dan D) dan gaya tarik vertikal pada sproket (E) seperti terlihat pada Gambar 14.
31
Panjang dari poros silinder disesuaikan dengan panjang silinder yang ditunjang serta tambahan untuk sproket, sehingga panjang total poros silinder perontok sebesar 45 cm. C
D
10.5
E 10.5
350
A
79
B Keterangan: C dan D
= gaya pembebanan oleh silinder perontok
E
= gaya pembebanan oleh rantai
Gambar 14. Gaya-gaya yang bekerja pada poros silinder perontok Jika diasumsikan daya yang disalurkan 0.06 kW (Indriati, 1992) pada 350 rpm (Araulo et.al, 1976), sehingga besarnya ukuran (diameter) poros silinder perontok dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Pd f c P
........................(18)
Pd 1.0 0.06 0.06kW Pd N 0.06 T 9.74 10 5 166.97 kg.mm 350 T 9.74 10 5
........................(19)
Dipilih bahan dari S45C sehingga dipilih kekuatan tarik (σB) sebesar 58 kg/mm2 dan Sf1 = 6,0 dan Sf2 = 2,0.
a a
B
........................(20)
Sf1 Sf 2 58 4.83kg / mm 2 6.0 2.0
Cb 2.0
K t 2.0
1
5.1 3 d s Cb K t T a
........................(21)
32
1
5.1 3 ds 2 2 166.97 4.83 d s 3 705.21 8.9mm 11mm jadi diameter poros yang dipilih adalah 11 mm. 4. Sproket dan Rantai Perontok padi yang dirancang ini menggunakan rantai dan sproket untuk menyalurkan daya dari sumber tenaga (kayuhan sepeda) ke silinder perontok. Rantai transmisi daya biasanya dipergunakan di mana jarak poros lebih besar dari pada transmisi roda gigi, akan tetapi lebih pendek dari pada dalam transmisi sabuk. Rantai menggait pada gigi sproket dan meneruskan daya tanpa slip, sehingga perbandingan putaran dijamin dapat tetap. Adapun alasan kenapa dipergunakannya rantai dan sproket dalam sistem transmisi pada alat perontok padi ini adalah rantai dan sproket mempunyai beberapa keuntungan seperti: mampu meneruskan daya besar karena kekuatannya yang besar, tidak memerlukan tegangan awal, keausan kecil pada bantalan, serta mudah dalam memasangnya. Selain itu, transmisi rantai dapat dipakai bila diperlukan transmisi positif (tanpa slip) dengan kecepatan sampai 600 rpm, tanpa pembatasan bunyi, dan murah harganya (Sularso, 2004). Alat perontok padi yang dirancang ini menggunakan enam (6) buah sproket. Hal ini disesuaikan dengan jumlah sproket yang ada pada sepeda pada umumnya, yaitu tiga (3) buah sproket pada sepeda serta ditambah tiga (3) sproket lagi untuk menghubungkan sproket pada sepeda bagian belakang ke silinder perontok.
33
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Prototipe Perontok Padi Tipe Pedal Hasil Rancangan (O-Belt Thresher) Prototipe perontok padi ini merupakan modifikasi dari alat perontok padi (threadle thresher) yang sudah ada. Perontok padi ini diberi nama OBelt Thresher. Nama ini diambil dari bahasa Jawa “Obel” (O-belt) yang berarti kayuh, dan thresher yang berarti perontok padi. Jadi Obelt Thresher mempunya arti suatu perontok padi yang dikayuh. Prototipe perontok padi hasil rancangan ini mempunyai 4 bagian utama (Gambar 16), yaitu: 1) silinder perontok, 2) kotak perontok, 3) rangka perontok,
4) sepeda
penggerak. Silinder perontok berfungsi untuk melepaskan butir-butir gabah dari malainya dengan memberikan pukulan (impact) sehingga gabah dapat terlepas dari malainya. Silinder perontok ini bediameter 30 cm dengan lebar silinder 35 cm. Lebar ini disesuaiakan dengan lebar total perontok yaitu 40 cm. Perontok padi ini digerakkan oleh tenaga manusia, yaitu dengan menyalurkan daya dari kayuhan sepeda ke silinder perontok dengan mekanisme rantai dan sproket yang nantinya akan menggerakkan silinder perontok. Tenaga putar yang disalurkan dari kayuhan sepeda ke sproket penghubung yang selanjutnya diteruskan ke freewheel pada poros silinder perontok. Mekanisme inilah yang merupakan unit penyaluran tenaga putar dari kayuhan sepeda ke silinder perontok.
Gambar 15. Gambar teknik perontok padi hasil rancangan (O-Belt Thresher) 34
Kotak perontok
Silinder perontok
Sepeda penggerak
Sistem transmisi
Gambar 16. Prototipe perontok padi hasil rancangan (O-belt Thresher) Adapun spesifikasi, konstruksi, unjuk kerja dan kinerja perontok padi hasil rancangan ini dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini: Tabel 3. Spesifikasi perontok padi hasil rancangan (O-Belt Thresher) Keseluruhan Mesin Model/tipe Negara Asal Dimensi Keseluruhan Bobot Operasi (Perontok dan Sepeda)
: : : :
Panjang (mm) 1700 550
Dimensi 1. Unit keseluruhan 2. Unit perontok padi Unit Perontok Padi a. Tipe/Jenis b. Pembuat c. Bahan konstruksi d. Dimensi - Panjang - Lebar - Tinggi
OT-ORI001 Indonesia (1700 x 550 x 1350) mm 22 kg
: : : : : : :
Lebar (mm) 550 500
Tinggi (mm) 1350 1000
OT-ORI001 Niko D Atmaja Besi 550 mm 500 mm 1000 mm 35
Tabel 3. lanjutan Unit Sepeda a. Tipe/Jenis b. Pembuat c. Dimensi - Panjang - Lebar - Tinggi
: : : : : :
Sepeda gunung transmisi ganda -
1650 mm 550 mm 850 mm Dimensi Bagian-bagian Perontok Padi Ukuran lubang pemasukan Lebar : 360 mm Tinggi : 280 mm Sisir Perontok Tipe : Paku dengan sistem pemasangan zig zag Diameter : 4.8 mm Jumlah : 63 buah UJI UNJUK KERJA Tanggal Pengujian : 12 Februari 2010 Lokasi Pengujian : Samudra Teknik Mandiri, Bogor Desa : Sindangbarang Kecamatan : Bogor Barat Kabupaten : Bogor Provinsi : Jawa Barat Kapasitas Perontokan : 93.48 kg/jam Susut Perontokan : 1.25 % Mobilitas : Bisa di luar dan di dalam lahan dengan satu orang operator 1. Rangka Perontok Rangka perontok ini dibuat supaya dapat dengan mudah dibongkar pasang, baik itu di lahan ataupun di luar lahan. Ragka perontok ini dibuat dengan menggunakan besi strip dengan ukuran 50x3 mm yang ditekuk sehingga terbentuk huruf “U”. Pada bagia atas ditambah besi strip dengan ukuran 50x3 mm yang dilas sebagai dudukan kotak perontok. Pada bagian rangka ini juga dilengkapi dudukan sproket penghubung yang dibuat dari besi strip 50x3 mm. Dudukan dari sproket penghubung tersebut dapat dilepas sehingga mempermudah dalam proses bongkar pasang perontok. Kotak perontok dipasang tepat di atas rangka utama, yaitu pada dudukan kotak perontok. Sistem pengunci antara rangka dan kotak 36
perontok menggunakan baut dan mur. Selain itu, untuk memperkuatnya dilengkapi pengunci tambahan yaitu yang dipasangkan di bawah sadle sepeda seperti halnya pemasangan boncengan pada sepeda. Desain pengunci tambahan ini desesuaikan dengan ukuran sepeda, yaitu dapat diatur panjang pendeknya sehingga posisi kotak perontok dapat berdiri tegak. Rangka dari kotak perontok ini dibuat dari besi pipa hollow dengan diameter 12.7 mm dan untuk penutupnya dibuat dengan bahan besi plat 1.2 mm. Rangka dari kotak perontok ini dibuat berbentuk segitiga dengan tujuan memperoleh kekuatan bahan yang maksimum. Kotak perontok ini berukuran 40 x 40 cm. Pada bagian atas segitiga diberi celah yang berfungsi untuk jalan poros perontok pada saat akan dilepas. Untuk melindungi silinder perontok dan menahan gabah keluar dari perontok, maka digunakan penutup kotak perontok. Penutup tersebut dibuat dengan bahan besi plat 1.2 mm yang berbentuk kotak dengan sisi mengikuti bentuk dari silinder perontok. Penutup tersebut dipasang di atas kotak perontok dan dikencangkan dengan menggunakan baut dan mur. Silinder perontok dan penutup perontok dapat dengan mudah dibuka, sehingga mudah dalam perawatan ataupun pembersihan kotak perontok setelah proses perontokan selesai. 2. Mekanisme Transmisi Tenaga Mekanisme transmisi ini terdiri atas beberapa komponen penyusun, diantaranya : 1) Sproket sepeda, 2) Sproket penghubung, 3) Rantai sepeda. a. Sproket Sepeda dan Sproket Penghubung Tenaga putar dari kayuhan sepeda oleh operator disalurkan ke silinder perontok dengan menggunakan sproket. Sproket yang dugunakan adalah sproket sepeda pada umumnya tanpa modifikasi. Diameter sproket pada pedal sepeda adalah 18 cm dan pada sproket bagian belakang sepeda 5.5 cm. Dari sproket bagian belakang sepeda, tenaga akan disalurkan melalui sproket penghubung. Diameter sproket bagian belakang sepeda yang menyalurkan tenaga ke sproket penghubung adalah 8 cm, sedangkan diameter sproket penghubung (1), (2) berturut-turut adalah 6.5 cm dan 17.4 cm. Sproket penghubung 37
inilah
yang
memungkinkan
diganti/diatur
diameternya
untuk
menghasilkan putaran pada silinder perontok yang diinginkan. Pemasangan sproket ini sesuai dengan ulir yang ada, tanpa ada proses pengelasan.
1
2
Keterangan: 1 = Sproket yang menghubungkan rantai ke sproket sepeda bagian belakang 2 = Sproket yang menghubungkan rantai ke frewheel pada poros silinder perontok Gambar 17. Sproket Penghubung b. Rantai Sepeda Rantai ini digunakan untuk menyalurkan daya dari pedal sepeda (tenaga penggerak) ke silinder perontok. Rantai yang digunakan adalah rantai sepeda yang dijual di pasaran, karena akan memudahkan dalam perbaikan apabila rantai tersebut putus. Sepeda yang digunakan adalah sepeda gunung biasa yang menggunakan transmisi ganda. Hal tersebut dimaksudkan untuk mempermudah dalam pemasangan rantai untuk sistem transmisi tenaganya tanpa melakukan modifikasi pada sproket sepedanya. Ukuran sepedanya adalah yang biasa di pasaran secara umum (ukuran sepeda dewasa).
38
B. Cara Pengoperasian 1. Pemasangan dan Pelepasan Sebelum dilakukan pengoperasian perontok padi hasil rancangan (O-Belt Thresher), terlebih dahulu dilakukan beberapa persiapan untuk mempermudah pengoperasiannya baik untuk pengujian skala laboratorium maupun pengujian di lapangan. Langkah pertama yaitu pemasangan standar sepeda yang sudah dimodifikasi, dimana standar ini lebih kuat dan tidak memungkinkan sepeda bergerak maju ataupun mundur pada saat perontokkan. Langkah selanjutnya adalah pemasangan rangka perontok ke atas sepeda (bagian belakang). Pemasangan ini sama seperti pemasangan boncengan sepeda pada umumnya, yaitu diletakkan pada as sepeda bagian belakang. Rangka ini dikencangkan dengan menggunakan mur yang dimasukkan pada as sepeda. Pamasangan rangka ini belum sepenuhnya kuat sehingga diperlukan pengunci tambahan untuk menguatkannya (Gambar 19). Langkah selanjutnya adalah pemasangan kotak perontok dan silinder perontok. Kotak perontok dipasang di atas rangka perontok. Supaya kotak perontok tidak bergerak kebelakang, diberi pengunci yang di pasangkan pada pengunci sadle sehingga rangka dapat berdiri dengan kuat. Pengunci tersebut dapat diatur panjang pendeknya, yaitu menyesuaikan tinggi dari rangka sepeda tersebut. Pengunci tersebut juga sekaligus menjadi penguat rangka. Adapun gambar standar hasil modifikasi dan pengunci perontok dapat dilihat pada gambar 18 dan 19.
Gambar 18. Standar sepeda hasil modifikasi 39
Gambar 19. Pengunci rangka perontok pada sepeda Langkah selanjutnya adalah pemasangan sproket penghubung. Sproket tersebut dipasang pada dudukan yang telah dirancang sedemikian hingga dapat diatur posisinya, yaitu menyesuaikan dengan posisi rantai sepeda. Langkah terakhir adalah pemasangan rantai sepeda. Rantai ini dapat dipasang dengan mudah dengan menggunakan kunci pembuka rantai. Adapun prosedur/urutan pemasangan kotak perontok pada sepeda adalah sebagai berikut: a. Pemasangan standar sepeda hasil modifikasi. b. Pemasangan rangka utama di belakang sepeda, tepatnya di atas roda sepeda bagian belakang. c. Pemasangan kotak perontok dan silinder perontok. Bagian ini dipasang di atas rangka utama yang dikencangkan dengan menggunakan mur dan baut. d. Pemasangan pengunci tambahan, yaitu yang menghubungkan antara kotak perontok dengan sepeda. e. Pemasangan sproket penghubung. f. Pemasangan rantai sepeda, yaitu yang menyalurkan daya dari kayuhan sepeda ke silinder perontok. Sedangkan prosedur/urutan dari pelepasan kotak perontok adalah sebagai berikut: a. Melepas rantai beserta sproket penghubungnya. b. Melepas kotak perontok dan silinder perontok.
40
c. Melepas pengunci tambahan dengan dilanjutkan melepas rangka utamadari sepeda. d. Langkah terakhir adalah melepas standar hasil modifikasi. 2. Pengoperasian Pengoperasian
alat
perontok
padi
hasil
rancangan
ini
menggunakan sistem hold-on, dimana padi yang dirontokkan dipegang oleh operator pengumpan. Padi yang dirontokkan adalah padi potong bawah yang masih ada batang padinya yang digunakan untuk pegangan pada saat perontokkan. Pada saat proses perontokkan, karung tempat gabah hasil perontokkan dapat diletakkan di belakang kotak perontok, tepatnya pada jalan keluar gabah. Operator depan (pengayuh sepeda) mengayuh sepeda dengan kecepatan optimum (50-60 rpm). Cara dan posisi operator depan sama seperti jika mengayuh sepeda pada umumnya. Sedangkan posisi operator belakang (pengumpan padi) di belakang kotak perontok. Ke dua operator tersebut bisa saling bergantian, sehingga tenaga yang dibutuhkan untuk merontokkan padi tidak terlalu besar. Operator pengumpan padi mengambil padi pada suatu tumpukan padi dan setelah butir-butir gabah terontok, brangkasan bisa diletakkan di tempat lain sehingga tidak akan bercampur dengan brangkasan yang masih ada gabahnya. Pada saat perontokan, padi yang sedang dirontokkan dibalik posisinya (bagian atas menjadi bawah). Hal tersebut ditujukan untuk meratakan perontokan
pada setiap bagian. Adapun mekanisme posisi
operator perontokan dapat dilihat pada Gambar 20. Dengan adanya pukulan dari silinder perontok, gabah hasil perontokan keluar dari jalan pengeluaran dengan memanfaatkan gaya gravitasi bumi. Pada kondisi biasa gabah akan jatuh ke terpal yang sudah disediakan. Akan tetapi, jika diinginkan gabah hasil perontokan langsung masuk ke dalam karung, maka pada jalan pengeluaran gabah dipasang karung yang diikatkan pada paku yang sudah disediakan, sehingga tidak dua kali kerja.
41
Operator depan (pengayuh sepeda)
Operator belakang (pengumpan padi)
Gambar 20. Posisi operator pada saat perontokan C. PENGUJIAN FUNGSIONAL Pengujian fungsional perontok padi berbasis sepeda ini dilaksanakan di bengkel Samudera Teknik Mandiri, Bogor. Pengujian yang dilakukan pertama kali adalah pengujian stasioner. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah alat dapat berfungsi dengan baik pada kecepatan putar silinder perontok dalam keadaan tanpa beban. Pengujian ini dilakukan pada kecepatan kayuhan sepeda normal yang menghasilkan kecepatan putar silinder perontok tanpa beban rata-rata sebesar 366.24 rpm, sedangkan dengan beban rata-rata sebesar 348.83 rpm. Pada saat pengujian stasioner ini semua komponen alat dapat berfungsi dengan baik tanpa ada kendala. Setalah pengujian stasioner selesai dilakukan, langkah selanjutnya adalah pengujian kinerja dari alat perontok padi ini. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui kapasitas perontokan dari alat perontok padi ini serta susut perontokan yang dihasilkannya. Dari pengujian ini diperoleh kapasitas perontokan sebesar 93.48 kg/jam dengan susut perontokan 1.25%. Nilai tersebut diperoleh berdasarkan prosedur pengujian yang telah ditetapkan. Sebagai perbandingan, dilakukan juga pengujian kapasitas perontokan dengan besar pengumpanan sesuai dengan genggaman padi yang 42
bisa dilakukan. Kapasitas perontokan yang diperoleh lebih rendah, yaitu 91.8 kg/jam. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan jumlah padi yang diumpankan ke silinder perontok dan waktu yang diperlukan untuk merontokkan satu kali pengumpanan. Adapun perbedaan jumlah genggaman padi dapat dilihat pada Gambar 21. Pada pengujian kinerja dari alat perontok padi ini, selain diperoleh kapasitas dan susut perontokan diperoleh juga tingkat kebersihan. Besarnya tingkat kebersihan perontokan padi dengan alat perontok padi ini adalah 92.88%. Jumlah kotoran/benda asing yang ikut masuk ke dalam karung sebagian besar adalah daun padi yang sudah kering yang ikut terpotong oleh silinder perontok pada saat perontokkan.
(b) (a) Gambar 21. Perbedaan jumlah genggaman pada pengumpanan sesuai prosedur (a) dan sesuai genggaman normal (b) Padi hasil perontokkan keluar dari jalan keluar gabah yang telah ditentukan, yaitu di bagian belakang kotak perontok. Gabah hasil perontokkan bisa langsung dimasukkan ke dalam karung, sehingga lebih praktis. Hal ini juga dimaksudkan untuk mengurangi susut perontokkan yang terjadi. Posisi operator pengumpan dan pemasangan karung tempat gabah hasil perontokkan dapat dilihat pada Gambar 22. Pada saat pengujian kinerja ini ditemui beberapa kendala yang berkaitan
dengan
sistem
transmisi.
Pada
saat
pengujian
kapasitas
perontokkan, tepatnya saat silinder perontok diberikan beban (padi) yang terlalu besar, rantai yang menghubungkan antara sproket penghubung dan silinder perontok lepas dari sproketnya. Rantai tersebut dapat lepas karena dudukan sproket penghubung bergerak ke arah samping yang mengakibatkan 43
sproket penghubung tidak lurus dengan freewheel pada silinder perotok. Akibatnya perontokan terhenti dengan memasang kembali rantai pada sproketnya. Namun hal tersebut dapat segera diatasi dengan mengatur kembali posisi dudukan sproket penghubung dengan mengendorkan dan mengencangkan baut pengencangnya. Operator pengumpan padi
Karung gabah hasil perontokan Gambar 22. Posisi operator pengumpan dan pemasangan karung
Sproket penghubung
Rantai yang lepas dari sproketnya Gambar 23. Rantai pengubung yang lepas dari sproketnya 44
Karena beban yang diberikan oleh silinder perontok berubah-ubah, lepasnya rantai dari sproket mungkin akan sering terjadi. Apalagi pada saat operator depan (pengayuh sepeda) memberikan kejutan pada kayuhannya. Untuk menghindari hal tersebut, diperlukan sproket pengunci yang dipasang diantara sproket penghubung dan freewheel pada silinder perontok sehingga apabila terjadi bebean yang terlalu besar, rantai tidak akan terlalu tegang dan kemungkinan kecil lepas dari sproketnya. D. PENGUJIAN LAPANGAN Pengujian lapangan perontok padi hasil rancangan ini dilaksanakan di Desa Sawah dan kawasan Batulung, Bogor. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah perontok padi ini dapat beroperasi dengan baik di lahan atau tidak. Selain itu, pengujian ini melibatkan petani setempat yaitu dengan meminjamkan perontok padi ini untuk merontokkan padinya. Sehingga nantinya akan diperoleh pendapat dan masukan setelah merontokkan padi dengan menggunakan perontok padi hasil rancangan. Pengujian yang pertama dilakukan adalah pengujian mobilitas alat. Pengujian ini dilakukan di luar lahan maupun di dalam lahan. Pengujian di luar lahan yaitu mobilitas perontok padi dari rumah sampai ke sawah. Mobilitas ini dipermudah dengan adanya sepeda. Pada saat dikendarai, beban yang digunakan untuk mengayuh sepeda sepeti apabila mengendarai sepeda dengan memboncengkan satu orang. Pada saat proses mobilisasi alat dari rumah ke lahan, rantai yang menghubungkan antara sproket penghubung dan freewheel pada silinder perontok dilepas, sehingga kayuhan sepeda tetap normal. Sedangkan pengujian di dalam lahan, dilakukan mobilisasi alat perontok ke dalam lahan (sawah). Mobilisasi ini juga dipermudah dengan adanya sepeda. Alat perontok ini dibawa ke dalam lahan melalui pematang sawah. Jika kondisi tanah memungkinkan (kering), mobilisasi juga bisa dilewatkan ke tengah sawah. Adapun gambar mobilisasi alat perontok padi di luar dan di dalam lahan dapat dilihat pada Gambar 24. Setelah pengujian mobilitas alat selesai dilakukan, baik di luar atau di dalam lahan, perontok padi ini dioperasikan di dalam lahan seperti halnya pada saat pengujian fungsional. Hasil dari pengujian ini adalah tidak jauh 45
berbeda dengan pada saat pengujian fungsional. Semua komponen berfungsi sebagaimana mestinya. Akan tetapi, karena pada saat pengujian di kawasan Batulung kondisi tanah sawah sedang berlumpur sehingga diperlukan papan tambahan agar sepeda tidak masuk ke dalam lumpur. Setelah alat perontok padi bekerja normal, langkah selanjutnya adalah meminjamkan alat perontok padi ini ke petani setempat. Pada awalnya petani masih sedikit kesulitan dalam hal pengumpanan padi ke kotak perontok. Akan tetapi setelah beberapa waktu mengoperasikan alat perontok padi ini, petani sudah lancar dalam mengoperasikannya. Kesulitan petani dalam mengoperasikan alat perontok padi ini dikarenakan kebiasaan petani menggunakan metode gebot dalam merontokkan padinya. Selain itu, adanya rasa takut dari dalam diri pentani akan teknologi yang diperkenalkan untuk mengganti metode tradisional yang sebenarnya kurang efektif.
(a)
(b)
(c) Gambar 24. Mobilitas perontok padi hasil rancangan di dalam lahan melalui pematang sawah (a) dan di dalam lahan (b), serta di luar lahan (c) Dari hasil pengujian lapangan ini diperoleh beberapa pendapat dari petani, antara lain adalah sebagai berikut: 46
1. Alat perontok padi hasil rancangan (O-Belt Thresher) cukup mudah untuk dioperasikan oleh petani serta mudah dipindah tempatkan. 2. Gabah hasil perontokan jauh lebih bersih bila dibandingkan dengan metode gebot, sehingga bisa langsung dimasukkan ke dalam karung. 3. Tenaga yang dibutuhkan untuk merontokkan padi jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan metode gebot. Sedangkan saran yang diberikan antara lain adalah sebagai berikut: 1. Lubang pemasukan
padi
sebaiknya
diperbesar.
Hal
tersebut
dimaksudkan untuk mempermudah dalam proses pengumpanan padi. 2. Jarak antara lubang pemasukan ke tanah sebaiknya dibuat lebih rendah.
Gambar 25. Penempatan O-Belt Thresher pada saat di lahan
Gambar 26. Perontokan padi dengan O-Belt Thresher yang dilakukan oleh petani 47
E. ANALISA EKONOMI ALAT 1. Biaya Perontokan Padi Secara Tradisional Secara tradisional, proses peontokan padi dapat dilakukan dengan cara membanting/gebot, dimana padi dipukul-pukulkan ke sebuah papan kayu atau benda keras lainnya sehingga gabah bisa terlepas dari malainya. Hal ini biasanya dilakukan oleh tenaga buruh. Jumlah gabah yang dirontokkannya tergantung pada total produksi padi yang dipanen. Setiap hektar rata-rata dapat memproduksi padi sebesar 4.5 ton sampai 5 ton. Apabila diasumsikan papan gebot Rp15000, bunga modal 12%, harga akhir Rp1000, dan umur ekonomis papan gebot 3 tahun, maka besarnya biaya tetap dan biaya tidak tetap masing-masing adalah Rp5866/tahun dan Rp235074/tahun. Apabila kapasitas perontokan dengan menggunakan metode gebot 41,8 kg/jam (Setyono dan Suparyono, 1993), maka besarnya biaya pokok yang dibutuhkan untuk merontokkan padi dengan menggunakan metode gebot adalah sebesar Rp76,37/kg.
2. Biaya Perontokan Padi dengan Menggunakan Perontok Padi Konvensional Biaya
yang
diperlukan
untuk
merontokkan
padi
dengan
menggunakan perontok padi konvensionalmelipuri biaya tetap dan biaya tidak tetap serta biaya investasi alat. Biaya investasi yang diperlukan untuk pembelian perontok padi ini sebesar Rp1500000, sedangkan biaya tetap dan biaya tidak tetap dapat dilihat pada lampiran 4, dimana harga akhir alat diasumsikan sebesar Rp330000 dan bunga modal 12%. Perontok padi konvensional ini mempunyai umur ekonomis 5 tahun. Besarnya biaya tetap dan biaya tidak tetap masing-masing adalah Rp342000/tahun dan Rp2446200/tahun. Biaya tetap perontok tidak dipengaruhi besarnya luas hamparan yang dipanen, sedangkan biaya tidak tetap dipengaruhi oleh besarnya hamparan yang dipanen. Kapasitas perontokan perontok diasumsikan 100 kg gabah/jam, Dengan demikian besarnya biaya tidak tetap gabah adalah Rp90.6/kg atau Rp90600/ton atau Rp453000/hektar. Besarnya biaya pokok yang 48
dibutuhkan untuk merontokan padi dengan perontok padi konvensional sebesar Rp103/kg.
3. Biaya Perontokan Padi dengan Menggunakan Perontok Padi Hasil Rancangan Biaya
yang
diperlukan
untuk
merontokkan
padi
dengan
menggunakan alat perontok padi hasil rancangan melipuri biaya tetap dan biaya tidak tetap serta biaya investasi alat. Biaya investasi yang diperlukan untuk pembelian perontok padi ini tanpa sepeda yaitu sebesar Rp1200000, sedangkan biaya tetap dan biaya tidak tetap dapat dilihat pada lampiran 4, dimana harga akhir alat diasumsikan sebesar Rp90000 dan bunga modal 12%. Alat perontok padi yang dirancang mempunyai umur ekonomis 5 tahun. Besarnya biaya tetap dan biaya tidak tetap masing-masing adalah Rp308400/tahun dan Rp2236228/tahun. Biaya tetap alat tidak dipengaruhi besarnya luas hamparan yang dipanen, sedangkan biaya tidak tetap dipengaruhi oleh besarnya hamparan yang dipanen. Berdasarkan hasil pengujian alat dapat ditunjukkan bahwa kapasitas perontokan rata-rata sebesar 93.48 kg gabah/jam. Dengan demikian besarnya biaya tidak tetap per kilogram gabah adalah Rp88,6 atau Rp88600/ton atau Rp443000/hektar. Besarnya biaya pokok yang dibutuhkan untuk merontokan padi dengan O-Belt Thresher adalah sebesar Rp101/kg. Nilai ini lebih kecil bila dibandingkan dengan perontokan dengan menggunakan perontok padi konvensional. Selain dari segi biaya perontokan, perontok padi hasil rancangan ini memiliki beberapa keunggulan dan kekurangan bila dibandingkan dengan perontok padi konvensional. Adapun keunggulan dan kekurangan dari perontok padi tipe pedal yang ringan dan mobile hasil rancangan dengan perontok padi konvensional dapat dilihat pada Tabel 4 berikut:
49
Tabel 4. Perbandingan Perontok Padi Tipe Pedal Hasil Rancangan dengan Perontok Padi Konvensional Variabel
Keunggulan
Kekurangan
Perontok Padi Hasil Rancangan (O-Belt Thresher) - Mobilitas tinggi (dengan 1 operator) - Bobot lebih ringan (14.5 kg) - Susut perontokan lebih rendah (1.25%) - Biaya pokok perontokan lebih rendah (Rp 101/kg) - Mudah dipasang dan dilepas - Mudah dioperasikan - Mudah dalam perawatan dan perbaikan - Mudah dalam penyimpanan - Komponen/suku cadang mudah diperoleh - Lebih praktis karena hasil perontokan bisa langsung dimasukkan ke dalam karung - Penggunaan tenaga manusia tinggi (operator 2 orang) - Hanya bisa menggunakan sepeda gunung transmisi ganda
Perontok Padi Konvensional - Penggunaan tenaga manusia rendah (operator 1 orang)
- Mobilitas rendah (dengan 2 operator) - Akses perontok ke lahan susah
- Bobot lebih berat (55 kg) - Susut perontokan lebih tinggi (4.12%, Tjahjoutomo) - Biaya perontokan lebih tinggi (Rp 103/kg)
50
Tabel 4. lanjutan Variabel
Kekurangan
Perontok Padi Hasil Rancangan (O-Belt Thresher)
Perontok Padi Konvensional - Membutuhkan ruang yang lebih besar untuk penyimpanan - Kurang praktis karena hasil perontokan tidak langsung dimasukkan ke dalam karung
51
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN 1. Perontok padi tipe pedal yang ringan dan mobile berbasis sepeda ini dapat digunakan untuk merontokkan padi. 2. Perontok padi hasil rancangan ini lebih baik dari pada perontok padi yang sudah ada, karena memiliki keunggulan dibandingkan dengan perontok padi konvensional. 3. Berdasarkan hasil pengujian kinerja dapat ditunjukkan bahwa kapasitas perontokan, susut perontokkan, dan tingkat kebersihan berturut-turut sebesar 93.48%, 1.25%, dan 92.8%, susut perontokkan tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan metode gebot. Sedangkan besarnya biaya pokok yang dibutuhkan bila merontokkan padi dengan alat perontok ini adalah Rp101/kg. 4. Perontok padi hasil rancangan ini masih bisa disempurnakan, baik dari segi bentuk, bahan, ataupun dari unjuk kerja perontoknya.
B. SARAN 1. Panjang silinder perontok sebaiknya diperbesar untuk mendapatkan kapasitas yang lebih besar. 2. Perlu ditambahkan penutup lunak pada lubang pemasukan untuk mengurangi jumlah gabah yang terlempar ke luar. 3. Dalam penggunaan alat perontok padi ini di sawah, sebaiknya digunakan papan kayu sebagai alas standar sepeda supaya sepeda dapat tetap berdiri di dalam lahan. 4. Untuk memperoleh putaran silinder perontok yang diinginkan, sebaiknya disesuaikan dengan jumlah kayuhan pedal yang disarankan yaitu 50-60 rpm. 5. Sebaiknya dilakukan pengukuran kebutuhan daya untuk mengoperasikan alat perontok padi tipe pedal hasil rancangan. 6. Sebaiknya penggunaan tenaga kerja manusia seminimal mungkin agar biaya perontokan tidak terlalu tinggi. 52
DAFTAR PUSTAKA
Araulo, E. V., D. B. D. Padua dan M. Graham. 1976. Rice Post Harvest Technology. International Development Research Center. Ottawa, Canada Badan Standardisasi Nasional. 2007. Prosedur dan Cara uji Mesin perontok padi. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian. 2006. Perontok Padi Model Lipat Mengurangi Susut Panen Padi. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vo. 28 No. 3 tahun 2006 Biro Pusat Statistik, 1996. Survei susut pascapanen MT. 1994/1995 Kerjasama BPS, Ditjen Tanaman Pangan, Badan Pengendali Bimas, Bulog, Bappenas, IPB, dan Badan Litbang Pertanian. Deptan. 2008. Perontok Padi untuk Varietas Unggul Tipe Baru Fatmawati. www.deptan.go.id (15 Mei 2010) Grist, D. H. 1959. Rice Tropical Agricultural Series Third ed. Longmans. Green and co, Ltd. London Hall, Allen; Alfred R. H. dan Herman G. L. 1961. Theory and Problems of Machine Design. Schaum’s Outline Series, Mc Graw Hill Book Company. New York Morgan, Kusen. 1983. Studi Transformasi Tenaga Manusia ke Tenaga Mekanis Melalui Sistem Transmisi Sepeda. Jurusan Mekanisasi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Indonesia Mujisihono, Rob., Sutrisno, dan Agus Setyono, 1998. Evaluasi pemanenan padi Tabela menunjang SUTPA di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Prosiding Ilmiah dan Lokakarya Teknologi Spesifik Lokasi dalam Pengembangan Pertanian dengan Orientasi Agribisnis. BPTP Ungaran. Hal. 42-55 Purwadaria, Hadi K dan Koes Sulistiadji. Petunjuk Operasional Mesin Perontok Biji – Bijian (Thresher) Purwono, Indro. Mesin Perontok Padi (Dasar Penggunaan dan Karakteristik Thresher). Kanisius Ridwan. 1974. Mempelajari beberapa faktor yang mempengaruhi perontokan padi dengan pedal threhser. Tesis pada Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian. IPB. Bogor Setyono, A., Sutrisno dan Sigit Nugraha. 2000. Pengujian pemanenan padi sistem kelompok dengan memanfaatkan kelompok jasa pemanen dan jasa perontok. Disampaikan pada Apresiasi Seminar Hasil Penelitian Balitpa, Sukamandi 10-11 Nopember 2000.
53
Setyono, A., Sutrisno, Sigit Nugraha dan Jumali. 2001. Uji coba kelompok jasa pemanen dan jasa perontok. Laporan Akhir Tahun TA. 2000. Balai Penelitian Tanaman Padi Sukamandi. Sularso, Kiyoktsu Suga. 2004. Dasar Perencaanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. Jakarta : Pradnya Paramita. Sulistiadi, A. 1980. Studi Perbandingan Perontokan Padi Secara ”Iles”, ”Banting” dan ”Power Thresher” dengan Tenaga Penggerak 5 Hp. Skripsi. Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian. IPB. Bogor Suparyono dan A. Setyono. 1993. Padi. Penebar Swadaya. Cetakan III. Jakarta 118 hal. Tjahjohutomo, R. 2006. Perontok Padi Pedal Model Lipat, Mengurangi Susut panen Padi. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jurnal. Vol. 28, No. 3. Ullman, D. G. 1992. The Mechanical Design Process. New York : McGraw-Hill, Inc. Wanders, A. 1981. Prospecs of Impore Rice Thresher Technology for Small Farm in South East Asean. A Paper Presented at the Regional Seminar ”Appropriate Mechanization for Rural Development”. Januari 1981. Jakarta. Dept. Mekanisasi Pertanian, Fatemeta, IPB. Bogor www.1stworldtradeportal.com (15 Mei 2010) www.eproduk.litbang.deptan.go.id (15 Mei 2010) www.srindustry.tradeindia.com (15 Mei 2010) Zender, J. 1972. Ergonomics in Machine Design. H. Veenman dan Zn. N. V. Wageningen
54
LAMPIRAN
55
Lampiran 1. Gambar teknik perontok padi berbasis sepeda
56 1
Lampiran 1. Gambar teknik perontok padi berbasis sepeda
t
57 2
Lampiran 1. Gambar teknik perontok padi berbasis sepeda
58 3
Lampiran 1. Gambar teknik perontok padi berbasis sepeda
t
59 4
Lampiran 1. Gambar teknik perontok padi berbasis sepeda
t
60 5
Lampiran 1. Gambar teknik perontok padi berbasis sepeda
t
61 6
Lampiran 1. Gambar teknik perontok padi berbasis sepeda
62 7
Lampiran 1. Gambar teknik perontok padi berbasis sepeda
63 8
Lampiran 1. Gambar teknik perontok padi berbasis sepeda
64
09
9
Lampiran 1. Gambar teknik perontok padi berbasis sepeda
65 10
Lampiran 1. Gambar teknik perontok padi berbasis sepeda
66 11
Lampiran 2. Data Hasil Pengujian dan Perhitungan Tabel 5. Data hasil pengujian kapasitas pengumpanan Ulangan 1 2 3 4 5 Rata-rata
t
Wp (kg)
detik menit 18 0.30 18 0.30 18 0.30 18 0.30 19 0.32 0.30
1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
jam 0.005000 0.005000 0.005000 0.005000 0.005278 0.005056
Gabah hasil perontokan gram kg 251.30 0.251 304.40 0.304 291.70 0.292 265.20 0.265 303.30 0.303 283.18 0.283
Kpm = (Wp / t) = (1.00 / 0.005056) = 197.78 kg / jam Tabel 6. Data hasil pengujian kapasitas perontokan Ulangan 1 2 3 4 5 Rata-rata
t1 menit 2 2 2 2 2 2
jam 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03
Wk (kg) 2,850 2,830 3,050 3,250 3,600 3,116
Kpk = (Wk / t1) = (3.116 / 0.033) = 93.48 kg / jam Tabel 7. Data hasil pengujian tingkat kebersihan Ulangan 1 2 3 4 5 Rata-rata
Wu gram 2637,53 2699,70 2771,54 2773,14 2799,56
kg 2,64 2,70 2,77 2,77 2,80 2,703
Wpl (kg) 2,850 2,830 3,050 3,250 3,600 2,910 67
Tb = (Wu / Wp1) x 100% = (2.703 / 2.910) x 100% = 92.88% Tabel 8. Data hasil pengujian presentase gabah tidak terontok Ulangan 1 2 3 4 5 Ratarata
Wt
Wo
gram 2,23 4,35 3,32 1,85 1,67
kg 0,00223 0,00435 0,00332 0,00185 0,00167
gram 253,53 308,75 295,02 311,12 309,45
kg 0,254 0,309 0,295 0,311 0,309
2,68
0,00268
295,57
0,30
W11 = (Wt / Wo) x 100% = (0.00268 / 0.30000) x 100% = 0.91% Tabel 9. Data hasil pengujian presentase gabah tercecer Ulangan 1 2 3 4 5 Ratarata
Wp2 gram 1,17 0,88 1,02 1,02 0,98
kg 0,00117 0,00088 0,00102 0,00102 0,00098
Wo gram 253,53 308,75 295,02 311,12 309,45
1,01
0,00102
295,57
kg 0,254 0,309 0,295 0,311 0,309 0,296
W12 = (Wp2 / Wo) x 100% = (0.00102 / 0.296) x 100% = 0.35% Perhitungan Efisiensi Perontokan Efp = 100% - W11 = 100% - 0.91% = 99.09%
68
Perhitungan Susut Perontokan W1 = W11 + W12 = 0.91% + 0.35% = 1.25% atau W1 = (100% - Efp) + W12 = (100% - 99.09) + 0.35% =1.25%
69
Lampiran 3. Perhitungan besarnya kecepatan sudut dan kecepatan linier serta besarnya sproket yang dibutuhkan
Diketahui : Nsilinder perontok = 350 rpm Nkayuhan pedal = 35 rpm
r1 = 15 cm = 0.15 m
r5 = 4 cm = 0.04 m
r2 = 3.5 cm = 0.035 m
r6 = 2.75 cm = 0.0275
r4 = 3.25 cm = 0.0325 m
r7 = 9 cm = 0.09 m
Hubungan silinder perontok (1) dengan sproket (2) ω1 = 2πN = 2π (350) = 2199.11 permenit ω1 = ω2 ω2 = 2199.11permenit v2 = ω2 x r2 70
= 2199.11 x 0.035 = 76.97 m/menit
Hubungan sproket (2) dengan sproket (3) v3 = v2 v3 = 76.97 m/menit
Hubungan sproket (3) dengan sproket (4) ω3 = ω4 .............................................. (a)
Hubungan sproket (7) dengan sproket (6) ω7 = 2πN = 2π (35) = 219.91 permenit v7 = ω7 x r7 = 219.91 x 0.09 = 19.79 m/menit v6 = v7 = 19.79 m/menit ω6 = v6/r6 = 19.79/0.0275 = 719.63 permenit
Hubungan sproket (6) dengan sproket (5) ω5 = ω6 = 719.63 permenit v5 = ω5 x r5 = 719.63 x 0.04 = 28.78 m/menit
Hubungan sproket (5) dengan sproket (4) v4 = v5 = 28.78 m/menit ω4 = v4/r4 = 28.78/0.0325 = 885.54 permenit Subtitusi ke persamaan (a), sehingga diperoleh: ω3 = ω4 71
= 885.54 permenit Sehingga ukuran sproket (3) dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: v3 = ω3 x r3 r3 = v3/ω3 = 76.97/885.54 = 0.087 m = 8.7 cm Jadi, diameter sproket (3) yang dibutuhkan adalah 17.4 cm.
72
Lampiran 4. Perhitungan biaya pokok perontokan 1. Dengan O-Belt Thresher Harga beli
: Rp 1 200 000,00
Suku bunga/tahun
: 12%/tahun
Umur ekonomis
: 5 tahun
Kapasitas
: 93.48 kg/jam
Padi yang dikerjakan (kg/tahun) : 25239.6 kg/tahun Jam kerja/tahun
: 270 jam
Harga akhir
: Rp 90 000,00
a. Biaya Tetap (Rupiah/tahun) Penyusutan
D
PS L
Keterangan : D = Biaya penyusutan tiap tahun (Rp/tahun) P = Harga awal (Rp) S = Harga akhir (Rp) L = Umur ekonomis alat (tahun) Penyusutan = (1200000 – 90000)/5 = Rp222000,00/tahun Bunga Modal
D
iP ( N 1) 2N
Keterangan : P = Harga awal (Rp) i = Total tingkat bunga modal (%/ tahun) I = Total bunga modal (Rp/tahun) N = Umur ekonomis alat dan mesin budidaya (tahun) Bunga modal = {0.12 (1200000)(5 + 1)}/2(5) = Rp86400,00/tahun 73
Biaya gudang = 0 Total Biaya Tetap = Rp308400,00/tahun b. Biaya Tidak Tetap (Rp/kg) Pelumas
: Rp2000,00/1250 kg
= Rp1,6/kg
Pergantian komponen : Rp10000,00/1250 kg= Rp 8/kg Service
: Rp5000,00/1250 kg
Biaya operator
: Rp75,00/kg
= Rp4/kg
Total Biaya Tidak Tetap = Rp 88.6/kg
c. Biaya Pokok Biaya tetap/tahun + Biaya tidak tetap/tahun Biaya pokok = ----------------------------------------------------kg padi/tahun
308400/tahun + (88.6/kg x 25239.6 kg/tahun) Biaya pokok = ----------------------------------------------------25239.6 kg padi/tahun
Biaya pokok = Rp 100,81 /kg
2. Dengan Perontok Padi Konvensional Harga beli
: Rp 1 500 000,00
Suku bunga/tahun
: 12%/tahun
Umur ekonomis
: 5 tahun
Kapasitas
: 100 kg/jam
Padi yang dikerjakan (kg/tahun) : 27000 kg/tahun Jam kerja/tahun
: 270 jam
Harga akhir
: Rp 330 000,00
a. Biaya Tetap (Rupiah/tahun) Penyusutan
D
PS L 74
Keterangan : D = Biaya penyusutan tiap tahun (Rp/tahun) P = Harga awal (Rp) S = Harga akhir (Rp) L = Umur ekonomis alat (tahun) Penyusutan = (1500000 – 330000)/5 = Rp234000,00/tahun Bunga Modal
D
iP ( N 1) 2N
Keterangan : P = Harga awal (Rp) i = Total tingkat bunga modal (%/ tahun) I = Total bunga modal (Rp/tahun) N = Umur ekonomis alat dan mesin budidaya (tahun) Bunga modal = {0.12 (1500000)(5 + 1)}/2(5) = Rp108000,00/tahun Biaya gudang = 0 Total Biaya Tetap = Rp342000,00/tahun b. Biaya Tidak Tetap (Rp/kg) Pelumas
: Rp2000,00/1250 kg
= Rp1,6/kg
Pergantian komponen : Rp15000,00/1250 kg= Rp 12/kg Service
: Rp2500,00/1250 kg
Biaya operator
: Rp75,00/kg
= Rp2/kg
Total Biaya Tidak Tetap = Rp 90.6/kg
c. Biaya Pokok
Biaya tetap/tahun + Biaya tidak tetap/tahun Biaya pokok = ----------------------------------------------------kg padi/tahun
75
342000/tahun + (90.6/kg x 27000 kg/tahun) Biaya pokok = ----------------------------------------------------27000 kg padi/tahun
Biaya pokok = Rp 103,27 /kg
3. Dengan Gebot Harga alat
: Rp 15 000,00
Suku bunga/tahun
: 12%/tahun
Umur ekonomis
: 3 tahun
Kapasitas
: 41.8 kg/jam
Padi yang dikerjakan (kg/tahun) : 11286 kg/tahun Jam kerja/tahun
: 270 jam
Harga akhir
: Rp 1 000,00
a. Biaya Tetap (Rupiah/tahun) Penyusutan
D
PS L
Keterangan : D = Biaya penyusutan tiap tahun (Rp/tahun) P = Harga awal (Rp) S = Harga akhir (Rp) L = Umur ekonomis alat (tahun) Penyusutan = (15000 – 1000)/3 = Rp 4666,66/tahun Bunga Modal
D
iP ( N 1) 2N
Keterangan : P = Harga awal
(Rp)
i = Total tingkat bunga modal
(%/ tahun) 76
I = Total bunga modal
(Rp/tahun)
N = Umur ekonomis alat dan mesin budidaya
(tahun)
Bunga modal = {0.12 (15000)(3 + 1)}/2(3) = Rp1200,00/tahun Biaya gudang = 0 Total Biaya Tetap = Rp5866,66/tahun
b. Biaya Tidak Tetap (Rp/kg) Biaya pemeliharaan
= Rp1000,00/tahun
atau Rp1000,00/1170.4 kg
= Rp0.85/kg Biaya operator
= Rp75,00/kg
Total Biaya Tidak Tetap = Rp75,85/kg c. Biaya Pokok Biaya tetap/tahun + Biaya tidak tetap/tahun Biaya pokok = ----------------------------------------------------kg padi/tahun
5866,66/tahun + (75.85/kg x 11286 kg/tahun) Biaya pokok = ----------------------------------------------------11286 kg padi/tahun Biaya pokok = Rp76,37/kg
77
Lampiran 5. Data persyaratan unjuk kerja mesin perontok padi Tabel 10. Persyaratan unjuk kerja mesin perontok padi (power thresher) No.
Parameter
Satuan
1. 2. 3.
Kapasitas pengumpanan minimum Kapasitas perontokan minimum Tingkat kebersihan minimum a. Tanpa ayakan b. Dengan ayakan Efisiensi perontokan minimum Persentase kehilangan hasil maksimum Persentase peningkatan gabah retak maksimum Efisiensi daya perontokan minimum Tingkat kebisingan maksimum
Kg/jam Kg/jam
4. 5. 6. 7. 8.
Kecil 1000 500
Unjuk Kerja Sedang Besar 1300 1600 650 800
% % %
70 95 98
%
5
%
2
% dB
70 90
78