membangun USB dan RKB dengan jumlah yang cukup besar. Tahun ini saja dibangun 230-an unit sekolah baru, sementara RKB yang dibangun sekitar 5.000-an. Jumlah ini memang berkurang dibanding tahun lalu yang mencapai 11.000-an RKB. “Bahkan tahun sebelumnya lagi RKB yang dibangun mencapai 16.000-an. Pembangunan USB dan RKB selama tiga tahun itu untuk menampung sebanyak 1,3 juta siswa baru,” tambah Hamid. Dijelaskan pula bahwa setelah peluncuran PMU ini, pembangunan USB dan RKB tidak berhenti. Setiap tahun pihaknya merencanakan membangun 500 USB dengan perincian 300 USB untuk SMK dan 200 USB untuk SMA. Sementara RKB yang dibangun setiap tahunnya direncanakan mencapai 10.000 unit dengan perincian 6.000 unit untuk SMK dan 4.000 unit untuk SMA. “Semua ini dilakukan mulai tahun 2014 mendatang,” imbuhnya.
Siswa-siswi SMKN 10 Bandung, belajar memainkan alat musik tradisional. Menumbuhkan cinta Tanah Air.
Maka, dirinya mengapresiasi sejumlah pimpinan daerah yang mendukung penuh program PMU ini dengan ikut menanggung biaya operasional sekolah menengah. Dukungan pemerintah daerah terutama dalam hal pembiayaan sangat diperlukan mengingat kemampuan finansial pemerintah pusat terbatas. “Kita juga mendorong pemerintah daerah untuk ikut mengalokasikan bantuan bagi siswa menengah. Ada beberapa provinsi yang sudah mengalokasikan anggaran untuk pendidikan menengah, seperti Sumatera Selatan dan Sulawesi Selatan. Tentu kita apresiasi hal ini,” tambah Mendikbud.
Anggaran PMU
Hamid menuturkan, demi menyukseskan program percepatan pencapaian target APK 97 persen, anggaran PMU pada tahun 2020 ini
mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Dimulai dengan Rp 5 triliun pada 2011, kemudian meningkat Rp 8 triliun di tahun 2012. Sementara pada 2013 ini, anggaran PMU mencapai Rp 11 triliun, termasuk di dalamnya Rp 4 triliun untuk BOS sekolah menengah. Tahun depan, anggaran diharapkan naik lagi menjadi Rp 16 triliun ditambah dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp 4 triliun, sehingga total mencapai Rp 20 triliun. PMU, tambah Hamid, mendorong seluruh lulusan SMP sederajat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA/SMK/MA, sehingga nantinya angkatan kerja minimal berpendidikan setingkat sekolah menengah. Hal ini perlu difasilitasi dengan menyiapkan infrastruktur sekolahnya. Selama tiga tahun ke belakang ini, Kemdikbud telah
Pihaknya sengaja memperbanyak jumlah USB dan RKB SMK untuk menyiapkan para lulusan SMP/MTs siap bekerja. Hamid menilai, tidak sedikit lulusan SMA yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. Padahal selama tiga tahun menempuh pendidikan di SMA, mereka disiapkan untuk dapat melanjutkan ke perguruan tinggi. “Daripada mereka ambil SMA, tetapi tidak melanjutkan, kita dorong saja mereka untuk masuk SMK, agar mereka punya kesempatan lebih besar untuk bekerja,” ujar Hamid. Ia berharap program PMU berjalan dengan baik, sehingga target pencapaian APK pendidikan menengah 97 persen pada 2020 dapat tercapai. “Dengan komitmen dan tanggung jawab yang tinggi dari semua pemangku kepentingan, program PMU diharapkan dapat dilaksanakan sesuai dengan target dan cita-cita membentuk generasi emas 100 tahun Indonesia merdeka benar-benar dapat kita wujudkan,” imbuh Hamid. (Ratih)
No. 05 Tahun IV • September 2013 •
DikbuD 7
Pendidikan untuk Semua
Mengejar Jatuh Tempo Pendidikan untuk Semua
D
akkar terlihat gempita pada 13 tahun lalu. Perwakilan 164 negara berdiskusi membahas tantangan dan sengkarut pendidikan di seluruh dunia. Di ibukota Senegal tersebut, tercetus kesepakatan dalam mewujudkan pendidikan untuk semua (PUS) atau Education for All (EFA).
“Indonesia, sebagai salah satu negara anggota UNESCO, telah menyepakati sejumlah target Education for All (EFA) dalam Deklarasi Dakkar tahun 2010. Kini, tenggat target tersebut sudah di depan mata. Beberapa hal telah kita lampaui, namun sejumlah lainnya belum memenuhi harapan”.
Terdapat enam tujuan pokok dalam PUS, yaitu perluasan akses pendidikan anak usia dini (PAUD), peningkatan layanan pendidikan dasar, kecakapan hidup (life skills), keaksaraan, mengikis kesenjangan jender, serta peningkatan mutu pendidikan. Keenam indikator ini memiliki tenggat yang dibagi dalam tiga tahap. Pertama, tahun 2001-2004. Kedua, tahun 2005-2009, dan tahap terakhir 2010-2015. Artinya, waktu yang dimiliki 164 negara, termasuk Indonesia, tinggal tersisa dua tahun. Deputi Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan Bappenas, Nina Sardjunani, mengungkapkan bahwa
8 DikbuD • No. 05 Tahun IV • September 2013
terdapat sejumlah target PUS yang membutuhkan perhatian khusus. Salah satu yang ia soroti adalah perluasan akses PAUD. Target Angka Partisipasi Kasar (APK), atau keikutsertaan anak-anak usia dini pada lembaga PAUD dipatok sebesar 75 persen pada tahun 2015. Namun, hingga akhir 2011 angkanya masih berada di level 34,54 persen. “APK PAUD cenderung meningkat setiap tahun. Namun masih terdapat tingkat variasi APK yang tinggi antar provinsi. Provinsi Papua menempati tingkat APK terendah,” sebutnya pada persamuhan Rakor PUS di Solo beberapa waktu lalu. Berdasarkan data Direktorat Jenderal PAUDNI Kemdikbud, APK PAUD memang terus menanjak. Tahun 2007 silam, angkanya masih berada di level 24,36 persen. Kekhawatiran Nina tentang variasi APK tiap provinsi memang bukan tanpa dasar. Terdapat sejumlah
provinsi yang memiliki APK PAUD di atas rata-rata, misalnya Daerah Istimewa Yogyakarta yang mencapai 58,58 persen pada tahun 2011. Namun banyak provinsi yang memiliki rapor merah. Salah satunya Papua, dengan APK sebesar 18,10 persen.
PAUD di Desa
Namun demikian Direktur Jenderal PAUDNI, Lydia Freyani Hawadi, optimis pemerintah Indonesia dapat mencapai seluruh target PUS. Terdapat sejumlah strategi untuk mencapainya. Untuk memacu APK PAUD, Direktorat Jenderal PAUDNI telah menggelar sejumlah program, salah satunya adalah program satu desa, satu PAUD. Melalui program ini, desa-desa yang belum memiliki PAUD akan memperoleh bantuan dana dari pemerintah. Pada tahun 2013, Direktorat Jenderal PAUDNI mengalokasikan bantuan untuk 1.491 rintisan PAUD baru sebesar masing-masing Rp 45 juta. “Kami juga mempererat kerja sama dengan pemerintah daerah, perusahaan swasta, BUMN, dan organisasi mitra untuk mengembangkan PAUD,” tegasnya. Sedangkan untuk pendidikan dasar, Kemdikbud terus berupaya meningkatkan alokasi anggaran pada sektor tersebut, sekaligus memperbaiki rasio antara guru dan murid SD. Sehingga kualitas pembelajaran pun meningkat. Alhasil, angka putus sekolah pun beringsut turun.
Atas keberhasilan Indonesia, UNESCO menyematkan Penghargaan Aksara King Sejong. Penghargaan ini diberikan atas program pendidikan keaksaraan yang diintegrasikan dengan pengenalan kewirausahaan dan pembinaan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) di ruang publik, seperti pasar dan tempat ibadah, serta pembinaan tutor secara berkala. Penghargaan ini bukan prestasi biasa, tetapi sekaligus pengakuan internasional terhadap programprogram pendidikan masyarakat dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.Indonesia dinilai sukses melayani seluruh lapisan masyarakat, menjamin layanan pendidikan untuk semua orang. Namun Bappenas mengingatkan bahwa target PUS pada tahun 2015 sangat bergantung pada peran pemerintah daerah, masyarakat, dan seluruh pemangku kepentingan. Pemerintah pusat tidak mungkin seorang diri memacu target tersebut. Selain itu, perlu akselerasi seluruh program PUS.
Pendidikan Berkelanjutan
Salah satu konsep penting yang juga terkait dengan PUS adalah Pendidikan Pembangunan Berkelanjutan atau Education for
Sustainable Development (ESD). Konsep ini telah diterapkan beberapa tahun terakhir di regional ASEAN dan sejumlah negara maju di Amerika dan Eropa. Indonesia, Jepang, dan Thailand adalah dua negara yang telah mencoba menerapkan konsep ini melalui program Sekolah Hijau. Minoru Mori, Guru Besar Osaka Kyoiku University menuturkan bahwa kurikulum pendidikan sekolah memang sejatinya diintegrasikan dengan pendidikan lingkungan. Sehingga timbul kesadaran para murid untuk menyayangi lingkungan mereka sejak dini. “ESD merupakan salah satu prinsip belajar sepanjang hayat. Konsep ini perlu diterapkan pada seluruh jalur pendidikan secara berkelanjutan,” tegasnya di Osaka belum lama ini. ESD pada dasarnya merupakan suatu konsep yang mengusung visi baru pendidikan, yakni memperdayakan manusia semua umur untuk turut bertanggung jawab mencipta masa depan yang berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan pola pembelajaran yang didengungkanUNESCO yakni: learning to be, learning how to know, learning how to do/act, learning to live together, dan learning to transform. (Yohan Rubiyanto, Pembantu Pimpinan pada Dirjen PAUDNI)
Target Aksara
Sejumlah capaian pemerintah Indonesia dalam PUS sudah cukup menggembirakan. Terutama untuk peningkatan akses pendidikan dasar, dan pemberantasan buta aksara. Kedua tujuan pokok ini sudah mengancik target yang ada dalam PUS (lihat tabel). UNESCO bahkan terkesan dengan strategi pengentasan buta aksara. Indonesia meramu pola pembelajaran keaksaraan dengan pelatihan kecakapan hidup, diantaranya melalui program penggalakan keaksaraan usaha mandiri (KUM).
Sumber: direktorat Jenderal PAUDNI 2012 No. 05 Tahun IV • September 2013 •
DikbuD 9
Indeks PUS Indonesia Naik Pendidikan Untuk Semua (PUS) harus menjadi kebutuhan pemerintah pusat dan daerah. Oleh karena itu, perlu saling berbagi pengalaman dan terobosan masing-masing provinsi guna percepatan pencapaian target pemerataan pendidikan. Indeks PUS memang cenderung naik, namun masih perlu ditingkatkan lagi.
I
ndeks pendidikan untuk semua (Indeks PUS) atau the education for all development index (EDI) menunjukkan, Indonesia menempati peringkat 64 dari 120 negara pada tahun 2012. Terdapat kenaikan peringkat pada tahun sebelumnya. Pada tahun 2011, Indonesia memiliki peringkat 69 dari 127 negara. Indonesia diharapkan tetap memiliki prestasi baik, mengingat tren grafik capain PUS terus meningkat. Guna lebih meningkatkan lagi indeks tersebut, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), melakukan berbagai upaya. Misalnya melanjutkan
sosialisasi program kegiatan melalui koordinasi nasional seperti penyempurnaan Forum Koordinasi Nasional (Forkonas) PUS; penyusunan, penerbitan, dan penyebarluasan naskah best practice dan naskah success story PUS; penyusunan laporan PUS dan laporan EDI tingkat provinsi dan nasional; mengikuti pertemuan PUS tingkat regional dan internasional; dan kegiatan lainnya yang relevan. Namun demikian, peningkatan indeks PUS tersebut dinilai sangat lamban. Hal ini karena masih ada permasalahan dalam menjalankan program PUS, di antaranya koordinasi pemerintah pusatdaerah, termasuk dukungan anggaran
10 DikbuD • No. 05 Tahun IV • September 2013
pemerintah daerah yang masih kurang. Selain itu, permasahan sumber daya manusia yang in charge dalam program PUS kerap berganti atau diwakilkan. “Kami berharap program dapat in line antara pusat dan daerah. Diharapkan juga dengan ada rapat koordinasi ini kita dapat membuat strategi untuk meningkatkan EDI,” ujar Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal (Ditjen PAUDNI), Lydia Freyani Hawadi, yang juga menjabat sebagai Ketua Pelaksana Harian Forum Koordinasi PUS. Ia memberikan beberapa masukan terkait dengan peningkatan pencapain
PUS, khususnya dalam menyiapkan presentasi pada tingkat nasional. Pertama, seperti yang dilakukan provinsi Maluku dan Bali yang sudah mempunyai metode pengumpulan data yang bagus, maka bisa dijadikan pembelajaran buat provinsi lainnya. “Karena itu sangat perlu juga memperhatikan detil data sekunder dan primer, dapat bekerja sama dengan BPS,” sarannya dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) PUS tahun 2013, di Solo, Rabu (22/5). Perlu juga menyajikan keberhasilan dan target-target PUS. “Kenyataannya ternyata banyak provinsi yang mencapai lebih tinggi dari angka yang ditargetkan,” ungkap Lydia Freyani yang akrab dengan sapaan Reni ini. Ia juga menyarankan untuk memberikan penjelasan lebih detil mengenai keterlibatan mitra PAUD, peran BUNDA PAUD, ataupun dari sisi anggarannta. “Misalnya perlu dijabarkan perannya BUNDA PAUD lebih detil, keterlibatan langsung, sehingga bisa dijadikan contoh provinsi lain,” tambahnya.
Pembangunan Milenium Dalam Rakornas tersebut, Deputi bidang SDM dan Kebudayaan Bappenas, Nina Sardjunani, menyatakan bahwa EFA/PUS berperan sangat strategis untuk menjadi salah satu cara menyampaikan kepada publik mengenai pembangunan pendidikan di Indonesia. EFA juga mempunyai kaitan yang sangat erat dengan tujuan pembangunan milenium (millenium
“Kita perlu memastikan EFA harus diteruskan.Kita telah mampu meningkatkan APK PAUD kira-kira 10 persen dalam empat tahun terakhir. Tetapi apakah ini sudah cukup untuk sasaran EFA? Jawabannya adalah belum!,” jelasnya. Hal ini, sambung Nina, dikarenakan target APK PAUD 75 persen dalam EFA belum tentu bisa tercapai pada 2015. Untuk itu, perlu dibuat regular board karena waktu mencapai target EFA itu hanya tinggal dua tahun.
Kemudian, Indonesia juga memiliki beberapa tantangan, di antaranya memastikan akses pendidikan bisa diberikan secara merata. “Pada 2015 dunia harus menyampaikan isu besar pencapaian akses,” ujarnya.
Khusus untuk tujuan pendidikan dasar, Nina menilai sasarannya terlalu mudah untuk Indonesia. “Jadi kita bisa terus memfokuskan proporsi lulusan SD dan transition rate dari kelas 6 ke 7. Yang harus dilakukan Indonesia, adalah memastikan anak lulus tahun ke-6 dan melanjutkan lulus sampai tahun ke- 12,” jelasnya. Hal ini menjadi perhatian karena terjadi penurunan partisipasi anak usia sekolah dasar terutama bagi penduduk miskin. “Mudah-mudahan dengan BSM yang semakin luas penerimanya dapat
Selanjutnya, kualitas pendidikan harus dikejar, melalui penguatan dan perbaikan kurikulum. Sementara itu, isu gender semakin kurang terdengar akibat masih kurangnya komitmen bersama baik tingkat lokal maupun nasional. Ia menyarankan hal-hal yang perlu dipikirkan untuk pencapaian PUS 2015. Pertama adalah perlunya meningkatkan akses pendidikan yang merata pada anak, terutama pada jenjang menengah. PUS harus dinaikkan menjadi tidak lagi tingkat SMP, tapi juga pada tingkat SMA. Tidak hanya itu, Pemerintah juga harus terus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan menengah yang diiringi dengan menurunkan perbedaan kualitas antar provinsi. (Arifah)
FOTO: WJ PIH
Reni juga menilai akan lebih baik dan efektif untuk menggunakan filosofi lokal dan kearifan lokal dalam menyukseskan program-program pendidikan. Menurut Reni, ada unsurunsur budaya yang sebenarnya sangat bisa digali seperti melalui Bahasa lokal. Contoh yang sangat baik untuk adalah upaya pemerintah Sulawesi Utara menyosialisasikan PUS menggunakan bahasa daerah “Torang Semua Musti Tau Babaca” (Semua orang harus bisa membaca).
menurunkan tingkat putus sekolah,” harap Nina.
development goals).
Siswi SD Bertingkat Kupang sedang beristirahat. Mereka optimis melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya. No. 05 Tahun IV • September 2013 •
DikbuD 11
Pendidikan Tinggi
Akses Pendidikan Tinggi yang Berkeadilan Oleh Patdono Suwignyo Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan yang memerdekakan adalah pendidikan yang bisa memerdekakan masyarakat dari kemiskinan. Dalam hal ini, pendidikan berfungsi sebagai elevator sosial yang dapat meningkatkan status sosial dan taraf hidup seseorang.
F
akta membuktikan, pendidikan tinggi mempunyai peran yang sangat penting sebagai elevator sosial. Dilihat dari return of investment, pendidikan tinggi paling tinggi skornya, karena biaya yang dikeluarkan di perguruan tinggi akan berdampak lebih besar terhadap penghasilan jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan pada pendidikan di bawahnya. Untuk memerdekakan masyarakat dari belenggu kemiskinan, pendidikan tinggi adalah cara yang paling tepat. Maka, pemerintah mengambil langkah untuk melepaskan anakanak dari kemiskinan dengan cara membantu anak-anak yang kemampuan akademis yang bagus tetapi mereka tidak mempunyai biaya untuk menjalani pendidikan tinggi. Untuk membantu mahasiswa miskin, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mempunyai bermacammacam program untuk membantu masyarakat miskin. Yang paling bermanfaat bagi masyarakat adalah Bidikmisi, dimana pemerintah tidak hanya memberikan beasiswa tetapi juga biaya hidup bagi mahasiswa dari masyarakat miskin. Ditjen Dikti meminta agar perguruan tinggi negeri
lebih banyak lagi memperuntukkan Bidikmisi kepada mahasiswa jurusan favorit seperti kedokteran, teknik, dan akutansi, sehingga begitu lulus mudah memperoleh pekerjaan dan segera memutus rantai kemiskinan. Selama ini banyak beasiswa yang diberikan untuk masyarakat miskin tetapi mereka tetap tidak bisa mengenyam pendidikan tinggi, karena tidak adanya biaya hidup. Bidikmisi ini memberikan biaya hidup sebesar Rp 600.000 per bulan dan membayarkan Rp 400.000 per bulan untuk SPP kepada perguruan tinggi. Penerima Bidikmisi ini tentunya mereka juga memiliki prestasi sangat bagus, karena mereka telah lolos seleksi yang sangat ketat. Hanya mahasiswa yang mempunyai prestasi akademik baguslah yang bisa memperoleh beasiswa tersebut, bahkan di antaranya ada yang mempunyai Indeks Prestasi (IP) 4. Penerima beasiswa Bidikmisi mempunyai rata-rata IP di atas 3 dan banyak yang IP-nya 3,5-3,75. Hal ini membuktikan, bahwa kelompok mahasiswa penerima Bidikmisi ini kemampuan akademiknya lebih daripada kebanyakan mahasiswa. Setiap tahun, program bidikmisi
12 DikbuD • No. 05 Tahun IV • September 2013
ini selalu dievaluasi menyangkut efektivitas penyaluran dan prestasi mahasiswa. Bila mahasiswa sudah lulus, evaluasi akan ditambah dengan apakah mahasiswa Bidikmisi bisa mendapatkan pekerjaan dengan mudah. Program Ditjen Dikti lainnya berupa skema afirmasi terhadap Papua, Papua Barat, dan daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) yang dinamakan ADIK. Dahulu afirmasi ini hanya diperuntukkan bagi Papua, dengan penambahan Papua Barat dan daerah 3T, para mahasiswa dari daerah yang memperoleh afirmasi ini juga dibiayai seperti Bidikmisi dan kuliah di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Selain itu, pemerintah juga membantu mahasiswa miskin dengan program uang kuliah tunggal. Dengan uang kuliah tunggal ini, biaya yang dibayarkan oleh mahasiswa hanya SPP. Uang gedung, uang praktikum, dan lain-lain, sudah tidak membayar lagi. Dalam uang kuliah tunggal ini, ada 10 persen mahasiswa miskin yang mendapat keringanan dalam membayar uang kuliah. Mereka dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama Para mahasiswa yang miskin yang ditetapkan lima
persen setiap perguruan tinggi negeri, mereka hanya membayar maksimal Rp 500.000 per semester. Sedangkan kelompok kedua, lima persen mahasiswa miskin berikutnya, uang kuliah tunggalnya antara Rp 500.000,00-Rp 1 juta. Selebihnya Dikti memberikan keleluasaan untuk menentukan besarnya biaya. Mahasiswa miskin yang memperoleh keringanan pembayaran uang kuliah tunggal ini bukan merupakan penerima bidikmisi dan afirmasi pendidikan.
Universitas Terbuka
Perguruan tinggi yang boleh melakukan pendidikan jarak jauh hanya Universitas Terbuka (UT), di Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, yang diperbolehkan adalah pendidikan di luar domisili, yaitu perguruan membuka kampus di luar kampus utamanya dengan fasilitas, kualitas pendidikan, dan kualitas dosennya sama persis dengan kampus induknya. Pendidikan jarak jauh dilarang, kecuali yang dilakukan oleh UT.
ternyata tidak benar. Ini adalah pertanda yang baik, karena hampir setiap tahun sekitar 3000 sarjanasarjana baru menjadi peserta SM3T.
UT lebih fleksibel dalam menjangkau mahasiswa di daerah 3T. Hal ini karena mahasiswa bisa belajar dengan menggunakan modul dan pada periode tertentu berkumpul mendapatkan tutorial di tempat tertentu tanpa harus membangun kampus. Dikti memberikan perhatian kepada daerah 3T, karena di daerah tersebut kekurangan guru. Untuk mengatasi hal itu, sarjana yang baru lulus diminta mengajar di daerah 3T selama 1 tahun. Para sarjana 3T kemudian ditawarkan untuk tetap mengajar di daerah tersebut. Hebatnya, banyak generasi muda yang ikut dalam program Sarjana Mengajar di daerah 3T (SM3T) sangat senang untuk ditempatkan pada daerah-daerah tersebut. Hipotesis yang menyatakan bahwa generasi muda sekarang manja dan hanya gemar bersenang-senang
FOTO: WJ PIH
UT memang diperuntukkan untuk masyarakat yang berada di daerah terpencil yang mengalami kesulitan menempuh pendidikan secara normal. UT sangat bermanfaat untuk masyarakat yang di daerahnya tidak ada perguruan tinggi.
UT juga memberikan perhatian kepada guru-guru yang berada di daerah 3T. Para guru ini digratiskan untuk mengambil pendidikan S-1, S-2 dan S-3 dengan dibiayai oleh Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN). Masing-masing perguruan tinggi negeri mendapat BOPTN. UT Mendapatkan BOPTN sebesar Rp 20 miliar yang diminta untuk dipergunakan membiayai para guru dari daerah 3T untuk kuliah di UT.
Pendidikan tinggi mempunyai peran yang sangat strategis dalam membangun kemerdekaan manusia, karena mahasiswa diberi kebebasan untuk mengaktualisasikan diri.
Pendidikan tinggi itu mempunyai peran yang sangat strategis dalam membangun kemerdekaan manusia, karena di perguruan tinggi mahasiswa diberi kebebasan untuk mengaktualisasikan diri. Kegiatan-kegiatan yang ada di perguruan tinggi baik kurikuler maupun ekstra kurikuler sangat banyak. Di perguruan tinggi juga ada otonomi akademik, sehingga insan di perguruan tinggi termasuk mahasiswa, mempunyai kebebasan untuk mengaktualisasikan diri di bidang akademik. Universitas mempunyai otonomi untuk mendesain kurikulum mereka, namun sebaiknya juga membangun jiwa kebangsaan, toleransi, semangat inovasi, kerja keras, dan jujur di kalangan mahasiswa. Di Dikti ada program pendidikan anti korupsi, yang diharapkan bisa disebarkan kepada dosen dan mahasiswa. Sebagian besar koruptor itu adalah lulusan perguruan tinggi sehingga bila pendidikan anti korupsi ini bisa mengubah perilaku dan pola pikir, akan sangat baik untuk Indonesia. Sesudah lulus kuliah, kita berharap, mereka lebih mencintai Indonesia dan lebih berbakti kepada negara lantaran mempunyai jiwa nasionalis yang kuat. Dengan nasionalisme yang tinggi mereka mempunyai kemauan untuk berkorban demi kepentingan negara dan bangsa. Para lulusan perguruan tinggi ini dapat memberikan darma baktinya kepada bangsa dan negara dalam bentuk yang berbeda-beda sesuai dengan profesinya. Apakah mereka nantinya berprofesi sebagai pegawai, profesional, wirausaha, mereka tetap mempunyai jiwa nasionalisme, kebangsaan yang kuat, mempunyai semangat untuk membangun bangsa Indonesia. (Ditulis ulang oleh Arifah dan Nopendhi dari wawancara di Jakarta, 1 Agustus 2013)
No. 05 Tahun IV • September 2013 •
DikbuD 13