Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2014(SENTIKA 2014) Yogyakarta, 15 Maret 2014
ISSN: 2089-9813
SISTEM TANGGAP DARURAT DEMAM BERDARAH BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DENGAN DUKUNGAN INFORMASI MASYARAKAT MELALUI PERANGKAT MOBILE Rudy Dwi Nyoto1, Hengky Anra2, Yus Sholva3 Prodi Teknik Informatika Jurusan Teknik Elektro Universitas Tanjungpura Pontianak Jl.Ahmad Yani Pontianak 78124 Telp. (0561) 740186 E-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
1,2,3
ABSTRAK Pendekatan alternatif selain medis sudah dilakukan untuk menurunkan penderita demam berdarah seperti medical geography dan pemodelan spasial epidemiologi. Pendekatan ini dilakukan karena secara medis hingga kini belum ditemukan obat untuk membunuh virus dengue. Namun pada kedua pendekatan tersebut, data yang digunakan untuk analisis adalah data historis yang kejadiannya sudah terjadi yang diperoleh dari dinas kesehatan. Pada penelitian ini telah dikembangkan sistem tanggap darurat demam berdarah dengan mengelola laporan masyarakat yang dilaporkan mengguna perangkat telepon cerdas. Penggunaan smartphone memberikan keuntungan karena informasi lokasi khususnya koordinat geografis (lintang dan bujur) akan mudah diperoleh sehingga tingkat presisi lokasi kejadian demam berdarah menjadi lebih baik dibanding dengan pengelolaan data historis yang hanya berdasarkan alamat tempat tinggal (atribut deskriptif). Selanjutnya pihak terkait dan masyarakat umum dapat melihat hasil laporan kasus demam berdarah ini melalui website atau smartphone. Dengan pendekatan ini diharapkan kewaspadaan masyarakat menjadi lebih meningkat sehingga dapat mencegah terjadinya wabah demam berdarah. Kata Kunci: demam berdarah, sistem berbasis lokasi, sistem informasi geografis, perangkat mobile (up-to-date) dari media massa (koran) umumnya tidak menjelaskan secara tepat posisi/lokasi terjadinya kasus DB sehingga masyarakat sering mengabaikannya dan pemberitaan akan mendapat perhatian pada saat wabah DB sudah terjadi. Sehingga diperlukan pendekatan yang berbeda untuk mencegah mewabahnya demam berdarah yaitu dengan pemetaan. Penanggulangan wabah penyakit dengan memanfaatkan ilmu pemetaan sudah lama dilakukan, salah satunya Dr. Jhon Snow pada tahun 1854 untuk menanggulangi wabah kolera di Kota London yang saat itu belum ada obatnya. Dengan memetakan penderita penyakit kolera, Dr. Jhon Snow menemukan suatu pola yang sama, dimana penderita penyakit kolera adalah penduduk yang bermukim di bagian hilir Sungai Themes London. Dengan analisis spasial yang dilakukannya ia berhasil menemukan sumber penularan kuman kolera adalah Sungai Themes yang menjadi sumber air minum penduduk London dan ia mengusulkan agar sumber air dialihkan. Berkat usahanya ini penyakit kolera dapat dicegah penyebarannya. Pada penelitian sebelumnya (Azimi, 2010; Sholva dkk., 2010; Sholva dkk, 2011) telah dikembangkan aplikasi SIG demam berdarah yang menangani data kasus demam berdarah di Kota Pontianak, baik aplikasi desktop dan web-based. Data yang digunakan adalah data historis (rekapitulasi) untuk analisis perkiraan (trend analysis) dalam upaya pencegahan demam berdarah. Namun demikian belum ditemukan hubungan yang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakanng Demam berdarah merupakan salah satu penyakit menular yang belum ditemukan obatnya, di beberapa kota di Indonesia pernah dinyatakan kejadian luar biasa (KLB) kasus demam berdarah, tidak terkecuali Kota Pontianak yang sejak tahun 2000 sampai 2011 terjadi tiga kali KLB demam berdarah dengan siklus 3-4 tahun. Upaya penanggulangan penyakit demam berdarah sudah sering dilakukan namun upaya tersebut belum mampu mencegah terjadinya wabah demam berdarah. Seringkali penanganan kasus demam berdarah baru dilakukan setelah jumlah penderita semakin banyak atau ditemukan kasus penderita yang meninggal dunia. Secara medis belum ditemukannya obat yang mampu membunuh virus dengue mengindikasikan urgensinya penelitian untuk mengatasi wabah DB. Penelitian baik medis dan non-medis harus dilakukan secara simultan sehingga pencegahan wabah DB dapat berhasil. Hingga saat ini penelitian untuk menemukan vaksin Dengeu sedang giat dilakukan namun masih memerlukan beberapa tahun kedepan untuk dapat diproduksi secara massal dan perlu penelitian lebih mendalam untuk membuktikan tidak terjadi efek samping. Di lain pihak, ada kecenderungan bahwa seseorang kurang peduli terhadap informasi kasus demam berdarah jika kasus tersebut tidak berada di lingkungan sekitarnya. Berbeda jika terdapat anggota keluarganya atau tetangganya yang terkena DB, kewaspadaan dan kepedulian menjadi meningkat. Informasi kasus DB yang bersifat terkini 551
Seminar Naasional Teknologii Informasi dan Komunikasi K 2014((SENTIKA 2014) Yogyakartaa, 15 Maret 2014
erat antarra sebaran kaasus DB denggan prediksi akan a terjadinyaa wabah dimaasa mendatangg. Dalam m penelitian inni dilakukan perbaikan p dim mana upaya peencegahan dem mam berdarahh adalah denngan memetakkan kasus DB B yang dilapoorkan masyaraakat secara cepat (near-reealtime), dalaam arti lapooran disampaikkan sesegera bila masyarakat mengetaahui terjadinyaa kasus DB. Untuk U itu perllu dikembanggkan aplikasi pada p perangkaat mobile (sm marthphone) yang y dapat meemudahkan masyarakat m dallam memberiikan laporan.
biaaya yang dikeeluarkan masyyarakat mencaapai 3,187 milyar rupiah. D WORK 2. RELATED 1 Sistem In nformasi Geoografis 2.1 Sistem informasi geograafis (SIG) merupakan m suaatu sistem yanng dikembanggkan untuk mengelola, m meenganalisis daan menampilkkan informasi geografis. SIG G menaw warkan suaatu sistem m yang meengintegrasikaan data yanng bersifat keruangan k (sp pasial) dengaan data tekstual yang merupakan m desskripsi mennyeluruh teentang oby yek dan meempermudah penggunaa menyeb barluaskan kaiitannya dengaan obyek lainn di ruang mu uka bumi. Deengan sistem m ini data dapat dikeelola dan dim manipulasi untuk u keperrluan analisiis secara meenyeluruh dann sekaligus menampilkan n hasilnya dallam berbagaii format baiik dalam ben ntuk peta maaupun berupa tabel atau lapooran (Prahastaa, 2002). Beberapa definisi sistem m informasi geografis (SIIG) yang ada dalam d litertur,, antara lain: a. Burrough (1986) dalaam (Sholvaa, 2004) menyatakan SIG, “a pow werful set off tools for collecting, at will, storing, rretrieving transformingg and displayying spatial data d from the real worlld”. b. Parker (19888) dalam (Shoolva, 2004), “A “ GIS is an informaation technoology which h stores, analyses, annd displays bboth spatial and nonspatial data””. c. Aronoff (19889) dalam (Shholva, 2004), “A GIS is any manual or computer bbased set of procedures p used to store and manipulate geogrraphically referenced data” d . d. Cowen (19888) dalam (Shoolva, 2004). “A A GIS is a decision suppport system innvolving the in ntegration of spatially referenced daata in probleem solving environment” e. Menurut U.S S. Geologicall Survey (200 07) dalam (Azimi, 20110), “A GIS is a computter system capable of capturing, sttoring, analyyzing, and displaying geographhically referenced r information; that is, data identified acccording to location. Prractitioners aalso define a GIS as including the proceduress, operating personnel, p and spatial data d that go innto the system”. f. Department of Environnment (1987 7) dalam (Sholva, 20004), ”A GIS is a system for capturing, c storing, checcking, manipulating, analyyzing and displaying daata which aree spatially refe ferenced to the Earth”.
W Wilayah Studi Wilayyah studi padda penelitian ini adalah Kota K Pontianakk dengan letaak geografis pada p garis 0o 02' 24" Lintaang Utara sam mpai 0o 01' 37"" Lintang Selaatan o dan 109 16' 25" Bujuur Timur sam mpai 109o 23' 04" Bujur Tim mur. 1.2
Gambbar 1. Peta addministratif wiilayah studi
3500
3187
3000
Jumah kasus
2500 2000
1713 1288
1500 1000
631
450
404
500
12 8 78
12 1
282
9 70 159 2011*
2009
2010*
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
0 2000
ISSN N: 2089-9813
Tahun
Gam mbar 2. Jumlaah kasus demaam berdarah tahun 2000-22011 di Kota Pontianak Pada wilayah stuudi tercatat sejak 10 tahhun terakhir mengalami m keejadian luar biasa (KLB) pada p tahun 20002, 2006, dan 2009 sebagaiimana Gambaar 2. Namun setiap tahun tetap terjaddi kasus dem mam berdarah.. KLB terakhhir pada 20009 dengan 3.187 kasus DB BD dan 62 jiwa meningggal dunia. Jika J diasumsikkan pada tahun ittu masyaraakat mengeluaarkan biaya rata-rata r 1 juuta rupiah unntuk pengobattan dan peraw watan pasien (rrawat inap) maka m
Data-data yaang diolah dallam SIG padaa dasarnya terdiri dari datta spasial daan data atrib but dalam ben ntuk digital, dengan d demikkian analisis yang y dapat dig gunakan adallah analisis spasial dan n analisis atribut. Data spaasial merupakkan data yang berkaitan den ngan lokasi keruangan k yanng umumnya berbentuk petta. Sedangkann data atributt merupakan data tabel yan ng berfungsi menjelaskann keberadaan berbagai 552
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2014(SENTIKA 2014) Yogyakarta, 15 Maret 2014
ISSN: 2089-9813
objek sebagai data spasial. Penyajian data spasial mempunyai tiga cara dasar yaitu dalam bentuk titik (point), bentuk garis (line) dan bentuk area (polygon). Struktur data spasial dibagi dua yaitu model data raster dan model data vektor. Data raster adalah data yang disimpan dalam bentuk kotak segi empat (grid) atau sel sehingga terbentuk suatu ruang yang teratur. Data vektor adalah data yang direkam dalam bentuk koordinat titik yang menampilkan, menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis atau area. 2.2
Medical Geography Medical geography is a hybrid between geography and medicine dealing with the geographic aspects of health and healthcare (MedicineNet.com, 2004). Medical geography mempelajari pengaruh lokasi dan iklim terhadap kesehatan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman terhadap berbagai faktor yang berpengaruh pada kesehatan masyarakat. Dengan kata lain, penggabungan antara dua disiplin ilmu ini, dapat meningkatkan pemahaman tentang konsep kesehatan dan penyebaran penyakit yang akhirnya mempermudah dalam penanganan wabah penyakit. Medical geography dikembangkan pertama kali di London pada pertengahan tahun 1854 oleh Dr. John Snow. Dia menggunakan suatu teknik yang kemudian dikenal sebagai medical geography untuk mengidentifikasi suatu wilayah di London (Broad Street) yang merupakan wilayah penyebaran penyakit kolera terparah dengan memetakan lokasi penyebaran penyakit kolera pada suatu peta. Dari penelitian ini, Dr John Snow dapat menyimpulkan bahwa penyakit kolera menyebar melalui makanan dan minuman, bukan dari udara yang tercemar. Dan akhirnya dia dapat mengambil kesimpulan wabah kolera yang melanda London waktu itu menyebar melalui air (Azimi, 2010). Saat itu, sumber air minum di London disediakan oleh dua perusahaan. Salah satu perusahaan tersebut mengambil sumber airnya dari hulu Sungai Themes dan perusahaan kedua mengambil sumber airnya dari hilir Sungai Themes. Dari hasil pemetaan wabah kolera yang dilakukan Dr. John Snow, ditemukan bahwa konsentrasi penyebaran wabah kolera tertinggi terdapat di wilayah kota yang sumber air minumnya dari perusahaan dengan sumber air dari hilir Sungai Themes. Dr. John Snow juga menemukan bahwa di wilayah tersebut jumlah kematian yang disebabkan wabah kolera mencapai 500 jiwa dalam waktu 10 hari. Dari hasil penelitian Dr. John Snow ini, akhirnya perusahaan yang sebelumnya mengambil sumber air dari hilir Sungai Themes, mengubah sumber airnya dari hulu Sungai Themes. Akhirnya, wabah kolera di London dapat diatasi. Peta penyebaran wabah kolera oleh Dr. John Snow dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.
Gambar 3. Peta penyebaran wabah kolera oleh Dr. John Snow. (Sumber: Electronic Visualization Laboratory http://www.evl.uic.edu)
Selain digunakan untuk mengatasi penyebaran wabah kolera di London, medical geography juga digunakan di negara-negara lain. Medical geography dipakai di awal abad ke-20 di Colorado untuk menunjukkan pengaruh kandungan flouride dalam air tanah terhadap kesehatan gigi. Tahun 1918, medical geography digunakan di USA untuk mengatasi penyebaran penyakit influenza, dan sampai sekarang digunakan untuk menganalisis penyebaran penyakit HIV/AIDS di USA. Tahun 1991, medical geography juga digunakan untuk mengatasi penyebaran penyakit kolera di Peru. India juga menggunakan medical geography untuk mengatasi penyebaran penyakit malaria dan kolera (Azimi, 2010). Ide penggunaan medical geography untuk demam berdarah pernah ditulis secara singkat di Situs Geografi Populer Indonesia www.geografiana.com (Geografiana, 2004). Publikasi adalah analisis spasial DBD di Kota Jogjakarta untuk periode 2004-2005 telah dipresentasikan oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada pada tahun 2007. Penelitian mengenai sistem informasi geografis untuk menangani data historis kasus DB dengan pendekatan medical geography sudah pernah dilakukan (Sholva dkk., 2011), penelitian tersebut menghasilkan aplikasi berbasis web untuk mengelola data historis kasus DB dan fitur analisis spasial berdasarkan batas administrasi kelurahan. 3. PERANCANGAN SISTEM 3.1 Arsitektur Sistem Secara skematik arsitektur sistem diperlihatkan pada Gambar 4. Sistem tanggap darurat DB ini terdiri dari komponen berikut: a. Client, terdiri dari mobile device (smartphone) dan desktop device (PC/Notebook) b. Server, terdiri dari Apache, PHP, MySQL 553
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2014(SENTIKA 2014) Yogyakarta, 15 Maret 2014
tertentu, karena saat pertama kali aplikasi dijalankan akan menampilkan peta Google Map berdasarkan cell-Id. Selanjutnya pengguna dapat melihat kasuskasus DB yang terjadi disekitarnya dengan memasukkan nilai jarak (dalam meter) dari posisinya saat ini, maka aplikasi akan mencari ke dalam database kasus DB yang berada dalam jarak tersebut (pencarian dalam radius sesuai input pengguna). Dengan cara ini pengguna bisa lebih waspada jika ternyata terdapat kasus DB disekitar lokasinya saat ini. Cara lain untuk melihat lokasi kasus DB adalah dengan membuka laman www.dbd.untan.org, yang akan menampilkan lokasi semua kasus yang pernah dilaporkan oleh masyarakat. Pengguna dapar memilih data di daerah mana yang akan dilihat. Pada penjelasan sebelumnya penentuan lokasi pengguna (masyarakat yang melaporkan kasus atau masyrakat yang meminta informasi lokasi kasus) berdasarkan data cell-Id, selain cell-Id aplikasi juga mempunyai fitur penentuan lokasi berdasarkan data GPS (global positioning system). Dengan mengaktifkan fungsi GPS, aplikasi akan membaca koordinat berdasarkan perhitungan GPS dan menampilkan peta yang sesuai dengan koordinat tersebut. Kecepatan akuisisi data GPS bergantung pada konfigurasi perangkat keras yang digunakan oleh smartphone, posisi pengguna (di dalam atau luar ruangan), penggunaan fitur A-GPS (assistedGPS), dan sebagainya.
c. Network, terdiri dari cellular network dan GPS Satellite www.dbd.untan.org
Server Webbased App
GPS Satellite Webbased App
http
http http
Laporan Masyarakat
Mobile App
Permintaan Data
Network Operator Cellular
Client: Mobile Device
Client #2 (Masyarakat)
ISSN: 2089-9813
Client #1 (Instansi/Pemda)
Client: Desktop Device
Gambar 4 . Arsitektur sistem 3.2
Deskripsi Sistem Pada saat terjadi kasus DB, masyarakat yang mengetahui (khususnya yang terdekat dengan lokasi) memberikan laporan melalui smartphone yang sudah dipasang aplikasi (yang disebut Siaga DB). Pada saat dijalankan, aplikasi akan melakukan inisialisasi dan mencari informasi lokasi smartphone pelapor berdasarkan cell-Id. Cell-Id pada dasarnya merupakan identitas base station dimana smartphone terhubung dengannya yang mempunyai area cakupan tertentu. Dengan mengetahui cell-Id maka lokasi smartphone dapat dikenali yaitu pada area cakupan base station. Dengan memanfaatkan service yang disediakan Google Map dan berdasarkan data cell-Id, aplikasi akan menampilkan peta Google Map yang sesuai dengan keberadaan pelapor. Hal ini akan mempermudah dan mempercepat pelapor menentukan lokasi kasus DB. Selanjutnya dengan memindahkan atau menggeser-geser marker (pushpin marker) ke lokasi yang paling dekat dengan tempat kejadian, aplikasi akan melakukan perhitungan koordinat latitude (lintang) dan longitude (bujur). Kemudian data koordinat (lat, lon) ini dijadikan data masukan pada layanan GeoCoding API Google Map. Tujuannya adalah untuk mendapatkan alamat (nama jalan, nama kelurahan dan nama kecamatan) dimana kasus DB terjadi, proses ini disebut dengan reverse geocoding. Data koordinat, nama jalan, nama kelurahan, dan nama kecamatan dikirim ke server untuk diproses lebih lanjut. Jika proses penyimpanan berhasil, pada smartphone pelapor akan muncul pesan bahwa proses penyimpnan berhasil. Untuk melihat lokasi kasus DB dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu dengan aplikasi mobile dan aplikasi web. Pada aplikasi mobile, secara default kasus DB yang dapat ditampilkan adalah kasus-kasus yang terjadi disekitar pengguna (masyarakat yang meminta informasi) dalam jarak
3.3
Implementasi Pemograman Bagian ini tidak menjelaskan tentang perancangan basisdata dan aliran datanya namun menjelaskan aspek pemogramannya. Sebagaimana diuraikan sebelumnya untuk mendapatkan alamat (nama jalan, kelurahan, dan kecamatan) berdasarkan koordinat (lat, lon) adalah dengan menggunakan metode reverse geocoding pada Google Map API. 3.3.1 Reverse Geocoding Reverse geocoding adalah proses konversi koordinat geografis menjadi alamat yang mudah dibaca/dikenali oleh manusia. Google Map API menyediakan cara untuk mengakses layanan ini melalui HTTP reguest dalam bentuk umum berikut. http://maps.googleapis.com/maps/api/geocode/json?l atlng=0.0407052005858,109.31854605674744&sensor=true
Query di atas akan memberikan hasil balikan (return result) sebagai berikut. { "results" : [ { "address_components" : [ { "long_name" : "Gang Sekolah", "short_name" : "Gg. Sekolah", "types" : [ "route" ] },
554
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2014(SENTIKA 2014) Yogyakarta, 15 Maret 2014
Baris kode results di atas dalam format JSON, terdapat informasi mengenai alamat pada address_componentyaitu:
ISSN: 2089-9813
memiliki radius R) dengan lintang φ1 dan φ2, selisih lintang Δφ = φ1 - φ2, dan selisih bujur Δλ: ∆
long_name : Gang Sekolah
cos
∆
Informasi ini merupakan nama jalan (dinyatakan dengan types: route) dalam bentuk penulisan panjang. Informasi ini disimpan pada variable nama jalan. Baris-baris selanjut juga dapat diperoleh informasi mengenai batas administrasi yaitu kelurahan, seperti diperlihatkan pada baris kode berikut ini.
(1)
Dengan mengetahui bahwa haversin adalah fungsi haversine, )
(2)
dan karena sudut θ perlu dinyatakan dalam radian, maka fungsi haversine menjadi
"address_components" : [ { "long_name" : "Bangkong River", "short_name" : "Bangkong River", "types" : [ "political" ] },
(3)
d dapat diperoleh dengan melakukan invers haversine atau menggunakan rumus arcsin (invers sin): 2 (4) √
Pada baris kode di atas masih belum sesuai dengan penamaan kelurahan karena Google Map melakukan translerasi, pada bagian long_namenilai yang diharapkan adalah Sungai Bangkong, namun results yang diberikan Bangkong River. Hal ini terjadi karena pada bagian HTTP Request tidak diatur penggunaan bahasa sehingga Google Map menggunakan bahasa default yaitu bahasa Inggris. Untuk itu perlu ditambahkan parameter language pada baris kode HTTP Request menjadi:
Dimanah adalah sehingga diperoleh 2
http://maps.googleapis.com/maps/api/geocode/json?l anguage=id&latlng=0.0407052005858,109.31854605674744&sensor=true
∆
cos
∆
(5)
Rumus di atas dapat diimplementasikan sebagai SQL untuk melakukan pencarian terhadap lokasi di bumi yang berada dalam kisaran jarak tertentu dengan variabel R sebagai radius bumi (3956 mil atau 6371 km). Berikut contoh penyataan SQL yang melakukan pencarian terhadap lokasi dalam jangkauan 10 km dari koordinat (109.3002, 0.010636).
Maka result yang diberikan adalah sebagai berikut. "address_components" : [ { "long_name" : "Sungai Bangkong", "short_name" : "Sungai Bangkong", "types" : [ "political" ] }, { "long_name" : "Pontianak Kota", "short_name" : "Pontianak Kota", "types" : [ "administrative_area_level_3", "political" ] },
SET @orig_lat = -0.010636; SET @orig_lon = 109.3002; SET @dist = 10; SELECT 6371 * 2 * ASIN ( SQRT ( POWER ( SIN ((@orig_lat – dest.lat) * PI() / 180 / 2), 2 ) + COS (@orig_lat * PI() / 180) * COS(dest.lat * PI() / 180 ) * POWER( SIN ((@orig_lon – dest.lon) * PI() / 180 / 2 ), 2) ) ) AS distance FROM tbl_location dest HAVING distance <= @dist;
Dari baris kode di atas dapat diperoleh informasi bahwa nama kelurahan adalah Sungai Bangkongbukan Bangkong River. Selain itu nama kecamatan juga diketahui yaitu Pontianak Kotayang mempunyai types:
Jika baris kode ini diimplementasikan pada bahasa pemograman PHP, dapat dituliskan sebagai berikut.
administrative_area_level_3, political.
3.3.2 Pencarian Lokasi Kasus DB Pencarian lokasi kasus DB pada aplikasi mobile menggunakan rumus perhitungan jarak antara dua titik di permukaan bumi atau bola. Jarak antara dua titik yang berada pada permukaan sebuah bola dapat dihitung dengan menggunakan Rumus Haversine seperti yang dinyatakan dalam Rubin (2006) yakni jarak d antara dua titik pada sebuah bola (yang
555
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2014(SENTIKA 2014) Yogyakarta, 15 Maret 2014
db_kecamatan b, db_kelurahan c WHERE a.kecamatan=b.noid AND a.kelurahan=c.noid AND c.idkec=b.noid HAVING jarak <= $rad ORDER BY jarak"; 8. $result = mysql_query($query); 9. $s = ''; 10. while($hasil = mysql_fetch_array($result)) { $s .= "\n".'{id: "'.$hasil[0].'", lat:"' .$hasil[1].'", lon:"'.$hasil[2].'", ket:"Tgl. ' .$hasil[3]."\\n".'Lokasi: '.$hasil[4].'"},'; } 11. $s = rtrim($s, ',') . "\n"; 12. echo '{item:[' . $s . ']}'; 13. ?>
ISSN: 2089-9813
b. Tombol zoom-in dan zoom-out Dua tombol ini masing-masing berfungsi untuk melakukan pembesaran (zoom-in) dan pengecilan (zoom-out) tampilan peta. c. Tombol menu Tombol ini berfungsi untuk mengakses menu aplikasi. Sentuh tombol ini agak lama, maka akan muncul menu aplikasi seperti terlihat pada Gambar 6. d. Mode Otomatis (GPS) Jika mode otomatis dicentang (aktif), aplikasi akan menentukan lokasi berdasarkan GPS. Namun jika tidak aktif, maka aplikasi akan menentukan lokasi berdasarkan jaringan seluler. e. Penanda lokasi Penanda lokasi berfungsi untuk menandai lokasi saat ini.
Fungsi dari baris kode di atas adalah mencari data lokasi kasus DB berdasarkan jarak nilai jarak ($rad) dari koordinat saat ini. Jika terdapat data yang sesuai maka aplikasi akan menampilkannya. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Antar Muka Aplikasi Siaga DB Tampilan awal aplikasi saat dijalankan seperti terlihat pada Gambar 5.
Gambar 6 Menu aplikasi 4.2
Menentukan Lokasi Saat Ini Terdapat dua cara untuk menentukan lokasi saat ini, yaitu: a. Mode manual (tanpa GPS) Pada mode manual, aplikasi akan menentukan lokasi hanya berdasarkan jaringan seluler yang ada. Oleh karena itu, lokasi yang didapat biasanya tidak sama persis dengan lokasi di kenyataan. Untuk mengatasi hal ini, User dapat menggeser penanda lokasi secara manual.Caranya, sentuh penanda lokasi agak lama, kemudian geser ke lokasi yang sesuai.Oleh karena tidak menggunakan GPS, proses menentukan lokasi dengan mode manual dapat menghemat penggunaan baterai. b. Mode otomatis (dengan GPS) Pada mode otomatis, aplikasi akan menentukan lokasi berdasarkan GPS. Lokasi yang didapat biasanya akurat dan sesuai dengan lokasi di kenyataan.Namun, User harus menunggu beberapa saat terlebih dahulu, sebelum mendapatkan lokasi yang akurat. Lamanya proses penentuan lokasi
Gambar 5. Tampilan awal aplikasi Tampilan awal aplikasi memiliki 5 (lima) komponen utama sebagai berikut: a. Peta Peta yang digunakan bersumber dari layanan Google Maps. Di sini, User dapat melihat nama jalan, nama tempat dan informasi geografis lainnya. User dapat menggeser peta, serta melakukan pembesaran (zoom-in) dan pengecilan (zoom-out) tampilan peta.Tampilan peta Google Map pada tampilan awal tergantung pada parameter yang dibaca.Jika cell-Id terdeteksi maka aplikasi menampilkan peta berdasarkan keberadaan base station, jika koordinat GPS yang terdeteksi maka aplikasi menampilkan peta berdasarkan koordinat tersebut. Secara default aplikasi akan menampilkan peta dengan Kampus Untan sebagai pusatnya. 556
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2014(SENTIKA 2014) Yogyakarta, 15 Maret 2014
ISSN: 2089-9813
bergantung pada kekuatan sinyal GPS di tempat User berada. Jika pada saat User mengaktifkan mode otomatis ternyata GPS smartphone User sedang tidak aktif, aplikasi akan menampilkan pesan seperti pada Gambar 7.
Gambar 9.Shortcut/widget setting GPS 4.3
Mengirim Data Kasus Demam Berdarah Setelah berhasil menentukan lokasi saat ini, Pengguna dapat mengirim data kasus demam berdarah.Caranya, sentuh tombol menu agak lama sampai terlihat menu aplikasi, kemudian pilih menu Kirim Data.Aplikasi akan mengambil koordinat lokasi saat ini, kemudian berusaha mendapatkan nama jalan, kelurahan dan kecamatan di lokasi tersebut secara otomatis menggunakan layanan Google Geocoder API. Apabila informasi nama jalan, kelurahan dan kecamatan di lokasi tersebut tersedia, aplikasi akan langsung menampilkan datanya, seperti terlihat pada Gambar 10.User dapat mengubah atau melengkapi data tersebut jika diperlukan. Namun apabila informasi nama jalan, kelurahan dan kecamatan di lokasi tersebut ternyata tidak tersedia, aplikasi akan menampilkan form kosong yang dapat dilengkapi sendiri.Tekan tombol Simpan untuk menyimpan data. Apabila proses di server berhasil, akan muncul pesan seperti terlihat pada Gambar 11.
Gambar 7 Pesanyang muncul jika GPS tidak aktif pada Mode Otomatis Ada dua cara untuk mengaktifkan GPS. Pertama, User pilih tombol Pengaturan pada pesan yang muncul, kemudian centang pilihan “Use GPS satellites”, seperti pada Gambar 8. Cara kedua, menggunakan shortcut atau widget dari pulldown menu seperti pada Gambar 9.
Gambar 8.Metode mengaktifkan GPS
Gambar 10.Form data kasus 557
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2014(SENTIKA 2014) Yogyakarta, 15 Maret 2014
ISSN: 2089-9813
ini merupakan keuntungan karena proses pengumpulan data menjadi lebih cepat. Namun disisi lain bagi masyarakat yang tidak bertanggung jawab, hal ini bisa membuat kekacauan pada system. Ada kemungkinan seseorang melaporkan banyak kasus (misal ratusan kasus) dalam waktu yang relatif singkat. Kondisi seperti ini tidak mungkin terjadi, untuk itu dalam penelitian selanjutnya akan dikembangkan skenario validasi dan manajemen pelapor yang handal.
Gambar 11.Pesan data telah disimpan 4.4
Melihat Data Kasus Demam Berdarah Setelah pengguna berhasil menentukan lokasi saat ini, User dapat melihat data kasus demam berdarah.Caranya, sentuh tombol menu agak lama sampai terlihat menu aplikasi, kemudian pilih menu Lihat Data. Aplikasi akan menanyakan radius data yang ingin dilihat, seperti pada Gambar 12. Masukkan radius dalam meter, kemudian tekan tombol Lihat. Aplikasi akan menampilkan data kasus demam berdarah dengan ikon penanda lokasi berwarna biru, seperti terlihat pada Gambar 13. Untuk melihat keterangan data kasus demam berdarah, pilih ikon penanda lokasi yang berwarna biru, maka aplikasi akan menampilkan keterangan kasus tersebut, seperti terlihat pada Gambar 14.
Gambar 13. Tampilan data kasus demam berdarah dalam bentuk simbol titik.
Gambar 14.Keterangan kasus demam berdarah PUSTAKA Gambar 12.Form untuk masukkan data radius
Azimi, I. 2010. Pengembangan Sistem Informasi Geografis Untuk Mendukung Upaya Pencegahan Demam Berdarah Dengan Pendekatan Medical Geography (Studi Kasus: Kota Pontianak), Skripsi, Prodi Teknik Informatika, Universitas Tanjungpura
5.
FUTURE WORK Dalam aplikasi ini, semua masyarakat bisa berpartisipasi memberikan laporan. Disatu sisi hal 558
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2014(SENTIKA 2014) Yogyakarta, 15 Maret 2014
Geografiana. 2004. Peta Bisa Menghentikan Wabah Penyakit, (Online),(http://geografiana.com/index.php?optio n= com_content&task=view&id=1&Itemid=55, diakses22Oktober 2009) MedicineNet.com. 2004.Definition of Medical Geography, (Online), (http://www.medterms.com/script/main/art.asp?a rticlekey=18879, diakses 12 Desember 2013). Prahasta, E. 2002.Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung: Informatika. Rubin, A. 2006. Geo/Spatial Search with MySQL,(Online)(http://assets.en.oreilly.com/1/e vent/2/Geo%20Distance%20Search%20with%20 MySQL%20Presentation.ppt, diakses 25Nopember 2013) Sholva, Y. 2004. Sistem Informasi Geografis Perikanan Tangkap Berbasis Data Citra Satelit. Thesis Magister Teknologi Informasi, Institut Teknologi Bandung. Sholva, Y., Ripanti, E.F.& Azimi, I. 2010.Sistem Informasi Geografis Pencegahan Wabah Demam Berdarah Dengan Pendekatan Medical Geography. Proceeding: Competitive Advantage in ICT, Seminar Nasional dan Call for Paper MUNAS APTIKOM 2010, Politeknik Telkom, Hal.208-216. Sholva, Y., Ripanti, E.F., Yulianti.& Anra, H. 2011. Upaya Pencegahan Wabah Demam Berdarah Berdasarkan Data Spatio-Temporal Penderita dengan Sistem Informasi Geografis Model Medical Geography. Laporan Penelitian Strategis Nasional, Dikti. U.S. Geological Survey. 2007. Geographic Information Systems, (Online), (http://egsc.usgs.gov/isb/pubs/gis_poster/, diakses 4 Mei 2010).
559
ISSN: 2089-9813