PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS VII UKSW
SISTEM PENERANGAN TANPA LISTRIK : TEROBOSAN PEMANFAATAN SINAR MATAHARI DI INDONESIA Muhamad Azhar Ma’arif1,*, Kukuh Azis Waluyo1,**, Giner Maslebu1,2, Made Rai S. S. N. A.1,2 1 Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan Matematika UKSW 2 Program Studi Fisika, Fakultas Sains dan Matematika UKSW Email : * muhamadazharmaarif @ymail.com; **
[email protected]
industri yang mahal sehingga desain bangunannya cenderung bertingkat dan tidak memperhitungkan aspek penerangan alami sehingga membutuhkan lampu sebagai penerangan di setiap ruangan, bahkan daerah basement gedung selalu gelap dan butuh penerangan dengan intensitas yang besar. Matahari sebagai sumber energi memang telah dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik, antara lain dengan fotovoltaik (PV), fotosintesis, maupun efek Seebeck dalam generator termoelektrik (TEG). Meskipun demikian, masih banyak yang belum menyadari bahwa selain sebagai sumber energi, matahari dari terbit sampai terbenamnya merupakan sumber penerangan alami terbesar di bumi yang disediakan Tuhan Yang Maha Kuasa secara cuma-cuma dan melimpah. Letak astronomis Indonesia yang berada di wilayah khatulistiwa menyebabkan sudut jatuh sinar matahari ke bumi dapat dikatakan tegak lurus. Maka jumlah sinar per kesatuan luas mencapai angka yang besar [Mangunwijaya,1997]. Dengan demikian, pemanfaatan cahaya matahari sebagai sumber penerangan alami di Indonesia tentunya akan
PENDAHULUAN Ketergantungan akan energi, terutama bahan bakar fosil masih menjadi faktor penentu dalam keberlangsungan hidup umat manusia saat ini. Namun, faktanya cadangan energi yang tidak dapat diperbaharui ini semakin menipis di alam sehingga menjadi permasalahan pemenuhan energi, terutama energi listrik bagi manusia. Selama ini telah banyak penelitian guna mencari solusi dari permasalahan tersebut, yaitu mencari sumber energi alternatif. Berbagai sumber energi alternatif ini dapat berupa energi matahari, panas bumi, bahkan energi nuklir yang masih menjadi bahan perdebatan sampai saat ini. Rumah dan bangunan komersial merupakan tempat dimana energi listrik banyak dimanfaatkan untuk menyalakan lampu sebagai media penerangan di dalam ruangan. Faktanya kebanyakan penerangan di kantor, sekolah, maupun sektor bisnis lainnya dilakukan selama manusia beraktifitas di tempat tersebut. Dengan kata lain lampu-lampu tempat tersebut menyala selama hampir setengah hari (12 jam) dari pagi sampai sore. Hal ini diperparah dengan harga tanah di perkotaan maupun daerah 63
PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS VII UKSW sangat bermanfaat. Hal ini dikarenakan Indonesia menerima lebih banyak cahaya matahari sepanjang tahun jika dibanding negara lain yang terletak di wilayah sub tropis maupun lainnya.
kondisi langit cerah dan 10.000 lux pada saat langit berawan. Setiap pekerjaan memerlukan tingkat pencahayaan pada permukaannya. Pencahayaan yang baik menjadi penting untuk menampilkan tugas yang bersifat visual. Pencahayaan yang lebih baik akan membuat orang bekerja lebih produktif. Membaca buku dapat dilakukan dengan 100 sampai 200 lux. Hal ini merupakan pertanyaan awal perancang sebelum memilih tingkat pencahayaan yang benar. CIE (Commission International de l’Eclairage) dan IES (Illuminating Engineers Society) telah menerbitkan tingkat pencahayaan yang direkomendasikan untuk berbagai pekerjaan. Nilai-nilai yang direkomendasikan tersebut telah dipakai sebagai standar nasional dan internasional bagi perancangan pencahayaan (Tabel diberikan dibawah). Pertanyaan kedua adalah mengenai kualitas cahaya. Dalam kebanyakan konteks, kualitas dibaca sebagai perubahan warna. Tergantung pada jenis tugasnya, berbagai sumber cahaya dapat dipilih berdasarkan indeks perubahan warna.
DASAR TEORI
Intensitas Cahaya Dalam instalasi, suatu kuat penerangan atau iluminasi merupakan suatu ukuran dari cahaya yang jatuh pada sebuah bidang permukaan. Bidang kerja dapat berupa meja atau bangku kerja, atau bidang horisontal khayal Satuan iluminasi sesuai dengan Satuan Internasional (SI) adalah lux (lx) yaitu iluminasi yang dihasilkan oleh satu intensitas cahaya pada permukaan seluas 1 m2 atau lm/m2 (lumen per meter persegi). Tujuan dari perhitungan iluminasi pencahayaan adalah untuk mendapatkan hasil yang akurat dan dapat dipakai sebagai perbandingan dengan hasil pengukuran secara langsung sehingga diperoleh instalasi pencahayaan yang paling optimal. Cahaya yang dipancarkan matahari ke permukaan bumi menghasilkan iluminasi yang sangat besar, yaitu lebih dari 100.000 lux pada
64
PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS VII UKSW Tabel 1. Tingkat Penerangan (Lux) berdasarkan area kegiatan
Sumber : Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia (www.energyefficiencyasia.org), hal. 18
METODE PENELITIAN Alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah, menyediakan alat dan bahan yang diperlukan seperti : ( dibuat dalam satu alenia bukan tabel)Gergaji, palu, Kikir kayu, paku, ember, papan, kayu, katrol (besar, sedang, dan kecil), eyelet, lem lilin, keran, pipa paralon, pelat aluminium, pemotong cermin, pemotong aluminium, selang plastik ukuran diameter 2 dan 3 cm, Pylox berwarna silver, air, pemutih(bleach). Dengan menggunakan alat dan bahan yang sudah disediakan, maka dibuat rancangan alat yang diharapkan yang meliputi : 1 Pembuatan Sistem Penjejak Matahari Sistem ini wooden based dan mengingat dalam studi sebelumnya oleh Saswata Nath, dkk tidak disebutkan mengenai ukuranukuran, maka pembuatan sistem ini dengan ukuran sendiri
65
PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS VII UKSW Pembuatan lampu sederhana ini mengacu kepada desain yang dibuat dalam proyek di Filipina yang dinamakan ”isanglitrongliwanag”. Desainnya sangat sederhana dengan menggunakan botol bekas minuman bersoda yang diisi air dan ditambahkan sedikit pemutih (bleach)
Gambar 4. Sistem mekanis penjejak matahari 2. Pembuatan Sistem Distribusi Sinar Matahari Ide awal dalam penelitian ini adalah menggunakan selang plastik yang dibelah dan bagian dalamnya diberi warna pylox silver dengan tujuan memberi efek pemantulan sehingga terjadi peristiwa total internal reflection seperti pada serat optik. Tapi, setelah dilakukan tidak berhasil sehingga sistem distribusi dirancang menggunakan pelat aluminium yang dibentuk seperti periskop dengan kaca di dalamnya sebagai reflektor.
Gambar 6. Desain lampu sederhana dari botol minuman bersoda Pengujian alat Sebelum semua desain alat dirangkai menjadi satu sistem, setiap komponen diuji apakah sudah berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Jika belum, maka perbaikan alat terus dilakukan sampai dapat berfungsi secara optimal sehingga dapat dilanjutkan ke tahap penelitian selanjutnya. Pengambilan Data Pengambilan data dalam penelitian ini diutamakan pada perbandingan intensitas cahaya dari sumber cahaya dengan yang terbaca pada lampu sederhana. Pengambilan data dilakukan melalui 2 cara : 1) Pengujian dengan lampu senter sebagai sumber cahaya, 2) Pengujian langsung pada sinar matahari sebagai sumber cahaya. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pengujian awal dengan menggunakan lampu senter sebagai sumber cahaya diperoleh hasil bahwa intensitas cahaya sumber 250 Lux dan hasil yang didapatkan saat pembacaan intensitas pada desain lampu sebesar 5 Lux. ini berarti faktor berkurangnya intensitas cahaya adalah sebesar 5 : 250 = 1 : 50
Gambar 5. Desain sistem sistem distribusi cahaya matahari
3. Pembuatan Lampu Sederhana 66
PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS VII UKSW tergantung kondisi langit apakah berawan atau tidak.
Dengan perbandingan seperti ini, maka asumsi kita berdasarkan data dari Pedoman Efisiensi Energi untuk Indoustri di Asia (www.energyefficiencyasia.org) bahwa intensitas sinar matahari berkisar antara 10.000-100.000 Lux, maka dengan desain seperti ini, nilai intensitas cahaya yang bisa didistribusikan ke dalam ruangan berkisar antara :
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa sinar matahari dapat dijadikan sebagai sumber penerangan alami di waktu siang. Hal ini didukung oleh letak Indonesia di daerah khatulistiwa yang menerima cahaya matahari dengan berlimpah. Intensitas sinar yang trbaca pada lampu sederhana merupakan kisaran normal bagi banyak aktivitas manusia, hanya saja nilainya fluktuatif tergantung kondisi langit. Kelebihannya adalah sistem ini kemudahan akses untuk mendapatkan bahan-bahan yang dibutuhkan. Untuk penelitian lebih lanjut diharapkan mampu untuk memperbaiki mekanisme kerja sistem penjejak matahari, terkhusus kajian terhadap fungsi lensa fresnel sebagai alat pemfokus cahaya. Selain itu, perlu dipikirkan metode lain agar bisa mengendalikan nilai intensitas cahaya yang terbaca pada lampu buatan berada pada satu nilai konstan tertentu.
(1 : 50) x 10.000 = 200 Lux sampai (1 : 50) x 100.000 = 2000 Lux Sebaran nilai ini berada pada daerah kebutuhan pencahayaan yang dibutuhkan dalam banyak aktivitas manusia seperti yang tercantum dalam tabel 1. Untuk pengujian secara langsung dengan sinar matahari mengalami hambatan karena fungsi lensa Fresnel dalam sistem penjejak matahari adalah memfokuskan cahaya ternyata membuat suhu titik fokus cahayanya menjadi sangat tinggi dan membuat efek terbakar. Oleh karena itu, pengujian dilakukan tanpa menggunakan lensa Fresnel tetapi langsung pada sistem disrtribusi cahaya pada 3 selang waktu berbeda didapatkan data sebagai berikut :
DAFTAR PUSTAKA [1] Anonim. Fresnel Lens. http://en.wikipedia.org/wiki/Fresnel_lens //. (diakses tanggal 20 Mei 2012) [2] Anonim. Light Bottle. http://isanglitrongliwanag.org/ (diakses tanggal 20 Mei 2012) [3] Chairul Gagarin Irianto. 2006. Studi Optimasi Sistem Pencahayaan Ruang Kuliah Dengan Memanfaatkan Cahaya Alam. Volume 5, Nomor 2, Februari 2006, Halaman 1-20, ISSN 1412-0372. [4] Halliday, David dan Robert Resnick. 1985. Fisika Jilid 1 Edisi ketiga. Jakarta: Erlangga [5] Henri Sukmajaya. 2009. Rancang Bangun Sistem Pencahayaan Hybrid Menggunakan Serat Optik Dan Ultrabright LED. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember. [6] Jeong Tai Kim, et.al. 2009. Healthy Sunlighting Systems in Korea:Development & Efficiency. Seoul : 1st International Conference on Sustainable Healthy Buildings.
Tabel 1. Pengukuran Intensitas cahaya matahari dan cahaya lampu No. Waktu (Jam) Intensitas cahaya matahari (Lux) Intensitas cahaya lampu (Lux) 1
08.00
61.000
501
2
12.00
88.000
620
3
16.00
57.800
420
Dari hasil ini,diperoleh nilai yang berbeda dengan perbandingan 1 : 50 Lux dari pengujian dengan sumber cahaya senter. Akan tetapi, dari data ini, dapat kita lihat bahwa asumsi kisaran nilai intensitas cahaya yaitu 200-2.000 Lux dapat tercapai di siang hari. Nilai intensitas ini sangat fluktuatif dari 420-620 Lux. Sebagaimana yang dapat dipahami bahwa sistem seperti ini disadari memiliki kelemahan yaitu hanya dapat diterapkan dalam kondisi ideal, yaitu langit cerah. Kalau tidak demikian maka intensitas cahaya akan berubah-ubah setiap saat 67
PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS VII UKSW [7] Melbourne City Council Offices. Natural Lighting Opportunities. 2003. Advanced EnvironmentalConcepts. AESY820000\0\2\MMC30108\Draft.0 [8] Pencahayaan : Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia. www.energyefficiencyasia.org [9] Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara. [10]S.P.Honggowidjaja. Pengaruh Signifikan Tata Cahaya Pada Desain Interior. Universitas Kristen Petra Surabaya : Dimensi Interior, Vol. 1, No. 1, Juni 2003: 1–15. [11] Saswata Nath, Tamal Ghosh, Subham De Sarkar, Tanmoy Chakraborty. Designing Of A Low Cost Solar Led Lamp For Scarcely Electrfied Area. Department of Industrial Engineering & Management, West Bengal University of Technology, India. [12] Stanford University Global Climate & Energi Project. 2006. An Assessment of Solar Energi Conversion Technologies and Research Opportunity, GCEP Energi Assessment Analysis Summer 2006. Technical Assessment Report.
68