SISTEM PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN CAKALANG ( Katsuwonus pelamis ) DI PERAIRAN PRIGI JAWA TIMUR
MARIO LIMBONG
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sistem Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan Cakalang ( Katsuwonus pelamis ) di Perairan Prigi Jawa Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Mario Limbong NIM C452110071
RINGKASAN MARIO LIMBONG. Sistem Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Perairan Prigi Jawa Timur. Dibimbing oleh DOMU SIMBOLON, BUDY WIRYAWAN dan RONNY IRAWAN WAHJU. Perairan Prigi yang terletak di selatan Jawa Timur merupakan salah satu daerah penangkapan ikan potensial di Indonesia dengan komoditas unggulan yaitu ikan tuna dan cakalang. Perairan ini adalah tempat yang strategis bagi nelayan pancing tonda dan mini purse seine lokal maupun nelayan yang datang dari luar Perairan Prigi. Pada tahun 2011, volume produksi ikan cakalang di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Prigi mencapai 717189 kg dengan nilai produksi sebesar Rp 6 761 309 850. Sedangkan jumlah alat tangkap pancing tonda pada tahun 2011 sebanyak 86 unit dan purse seine sebanyak 159 unit. Musim penangkapan cakalang berlangsung antara Juni sampai Oktober dan puncaknya terjadi pada Agustus sampai September. Namun kesejahteraan nelayan, khususnya nelayan tonda masih rendah karena keuntungan yang diperoleh sedikit. Mereka menentukan daerah penangkapan ikan (DPI) cakalang dengan sistem berburu dan sebagian telah menggunakan rumpon dan cahaya lampu sebagai alat bantu mengumpulkan gerombolan. Hal ini menyebabkan biaya operasi penangkapan sangat tinggi. Dalam menduga suatu daerah penangkapan ikan (DPI) cakalang di wilayah Perairan Indonesia, sebenarnya sudah tersedia dalam bentuk peta prakiraan daerah penangkapan ikan potensial melalui Badan Penelitian dan Observasi Laut (BPOL) yang bisa diperoleh secara gratis di internet. Namun fasilitas ini belum dimanfaatkan oleh nelayan di Prigi karena informasi yang ditampilkan tidak sesuai dengan kondisi perikanan tonda di Perairan Prigi. Sistem pemetaan suatu daerah penangkapan ikan mencakup berbagai aspek yang menunjang peningkatan hasil tangkapan termasuk ikan cakalang. Aspek-aspek tersebut antara lain meliputi aspek sumber daya manusia (SDM), sumber daya ikan (SDI), musim penangkapan, teknologi alat tangkap dan armada kapal penangkapan. Tujuan penelitian ini adalah membuat sistem pemetaan DPI di PPN Prigi, mengevaluasi sistem pemetaan yang menunjang suatu DPI cakalang di Perairan Prigi dan membuat pemetaan DPI cakalang di Perairan Prigi. Diharapkan melalui penelitian ini dihasilkan suatu sistem pemetaan daerah penangkapan yang sesuai dengan perikanan skala kecil sehingga dapat melengkapai peta prakiraan yang telah dibuat oleh BPOL. Peta daerah penangkapan ikan cakalang di Perairan Prigi yang dihasilkan melalui analisis sistem pemetaan juga nantinya dapat diaplikasikan di wilayah Indonesia lainnya dengan adanya penyesuaian terhadap karakter wilayah masing-masing. Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu tahap pertama survei lapangan tempat lokasi penelitian pada akhir Januari 2012 di Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi. Tahap kedua pengumpulan data hasil tangkapan ikan cakalang dan melakukan wawancara dengan nelayan pada bulan Juli sampai Oktober 2012. Tahap ketiga adalah mengunduh citra SPL dan klorofil-a level 3 pada satelit Aqua MODIS yang bersih dari tutupan awan dari internet dan mengolah data untuk mendapatkan informasi parameter oseanografi berupa SPL dan klorofil-a yang dimulai pada bulan November 2012 sampai bulan Februari 2013 di Departemen
Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB). Selain menganalisis hasil tangkapan, ukuran ikan, SPL dan klorofil-a harian, dilakukan juga analisis time series mulai Januari 2007 sampai Agustus 2012. Penyebaran ikan cakalang dianalisis dengan menggabungkan parameter aseanografi SPL dan klorofil terhadap produksi hasil tangkapan dan ukuran ikan melalui regresi linier berganda. Sistem pemetaan daerah penangkapan yang dihasilkan melalui analisis Structural Equation Modeling (SEM), dipergunakan untuk membuat peta penangkapan ikan cakalang potensial di Perairan Prigi. Hasil pengamatan selama penelitian diperoleh bahwa peta prakiraan daerah penangkapan ikan potensial yang dikeluarkan oleh BPOL tidak dipergunakan oleh nelayan bahkan informasi mengenai peta tersebut sulit diperoleh dari dinas kelautan dan perikanan Prigi. Nelayan berpendapat bahwa peta tersebut tidak sesuai dengan kondisi perikanan di Prigi dan hanya berguna untuk perikanan skala besar seperti perikanan purse seine dari Bali dan Jakarta. Melalui sistem pemetaan daerah penangkapan diperoleh bahwa operasi penangkapan di Perairan Prigi masih bersifat tradisional dengan cara berburu. Aspek modifikasi alat tangkap, penggunaan rumpon dan cahaya menjadi pilihan utama nelayan-nelayan tonda di Prigi untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan. Hal ini menghasilkan keuntungan yang besar bagi pelaku-pelaku perikanan namun dilain sisi berdampak buruk terhadap kerberlanjutan sumber daya ikan, khususnya ikan tuna. Aspek teknologi alat penangkapan sudah berpengaruh baik dalam sistem pemetaan DPI cakalang di Perairan Prigi jika dibandingkan dengan aspek SDM, SDI dan kapal. Suhu permukaan laut di Perairan Prigi selama penelitian, mulai bulan Juli sampai Oktober 2012 dapat dikategorikan dingin. Pola musiman yang diperoleh selama 6 tahun terakhir (2007-2012) memperlihatkan bahwa SPL tertinggi terjadi pada musim barat dan musim peralihan barat-timur. Sedangkan SPL terendah terjadi pada musim timur dan mulai meningkat kembali memasuki musim peralihan timur-barat. Kandungan konsentrasi klorofil-a tertinggi terjadi pada musim timur dan musim peralihan timur-barat dan terendah terjadi pada musim barat dan peralihan barat-timur. Pada musim barat, kecepatan angin tinggi sehingga nelayan tidak melakukan operasi penangkapan. Hal yang sama juga terjadi pada musim timur dengan kecepatan angin yang tinggi akan tetapi arus permukaan menyebabkan terjadinya front dan upwelling sehingga kesuburan perairan meningkat. Oleh sebab itu, nelayan tetap melakukan operasi penangkapan karena merupakan kondisi yang disukai ikan cakalang dan tuna. Peta daerah penangkapan yang dihasilkan digolongkan dalam dua kategori yaitu daerah penangkapan tonda Jawa dan daerah penangkapan tonda Bugis. DPI tonda Bugis sebagian besar adalah lokasi rumpon yang berjarak lebih jauh ke arah laut lepas (> 26 mil), sedangkan DPI nelayan lokal lebih dekat dengan pantai tanpa menggunakan rumpon. Luasan peta hasil penelitian lebih sempit yaitu sekitar 10168 mil2 yang penyebarannya masih di sekitar selatan Jawa Timur. Peta prakiraan yang diterbitkan oleh BPOL lebih menyebar ke arah selatan Bali dan selatan Yogyakarta mencapai 18669 mil2 dan memiliki jarak terjauh menuju laut lepas. Kata kunci:
cakalang, daerah penangkapan, oseanografi, Prigi, sistem pemetaan
SUMMARY MARIO LIMBONG. Mapping System of Skipjack’s Fishing Ground in Prigi Waters of East Java. Supervised by DOMU SIMBOLON, BUDY WIRYAWAN and RONNY IRAWAN WAHJU. Prigi waters locates in the south of East Java is one of the potential fishing grounds in Indonesia which the main commodities are skipjack and tuna. These waters are a strategic place for trolling fishermen and either local purse seine fishermen nor fishermen who come from the outside of Prigi waters. In 2011, the production volume of tuna in Prigi fishing port is 717189 kg with production value to 6 761 309 850 IDR . In addition, the amount of fishing gear in 2011 is 86 units and purse seine is 159 units. Tuna fishing season is from June to October and peaking in August and September. But the welfare of fishermen, especially for fishermen trolling is under feasible because the benefits are low. The fishermen determine the skipjack fishing area systems with hunting and some have been using FADs and light as a tool to collect hordes. These devices are led to the arrest of a very high operating cost. Suspect in a fishing grounds skipjack in the waters of Indonesia, is already available in the form of map forecasting potential fishing grounds through the Marine Observation and Research Agency (MORA) which can be obtained free of charge on the internet. However, this facility has not been used by fishermen in Prigi because of the information displays is not match with the real conditions of fishing trolling in waters Prigi. Mapping system is a fishing area covers various aspects which increase a result of fisheries catches including tuna. These aspects include aspects of human resources, fish resources, fishing season, fishing gear technology and a fleet of fishing vessels. The objective of this study is to make the fishing grounds mapping system in Prigi Fishing Port, to evaluate the mapping systems that support skipjacks fishing grounds in the waters of Prigi and to make mapping of skipjack fishing ground in Prigi waters. Hopefully, through this research produces fishing grounds mapping system in accordance with the small-scale fisheries that can completes map forecasts that have been made by MORA. The result of the map of skipjack fishing grounds in Prigi waters which analyze with the mapping system will also be applied in other grounds of Indonesia with an adjustment to the character of each region. This study was conducted in three phases. The first phase of this study is field survey which the study was on last January 2012 in Prigi Fishing Port. The second phase is data collection of tuna catches and interviews with the fishermen from July to October 2012. The third stage is downloads the image of sea surface temperature (SST) and chlorophyll-a level 3 on the Aqua MODIS satellite which free from clouds cover and process data from the internet to get information and oceanographic parameters such as SST and chlorophyll-a which began in November 2012 to February 2013 in the Department of Utilization Fisheries Resources, Faculty of Fisheries and Marine Sciences (FFMS) Bogor Agricultural University (BAU). In addition to analyzing the catch, fish size, SST and daily chlorophyll-a, time series analyze was also carried out from January 2007 to August 2012. Tuna distributions was analyzed by combined the oceanographic
parameters of SST and chlorophyll-a to production catches and fish sizes through multiple linear regression. Mapping system fishing grounds which analyze from Structural Equation Modeling (SEM) is used to create a map of potential skipjack fishing in the waters of Prigi. Observations obtained during the study forecasts that the map of potential fishing grounds issued by MORA is not used by fishermen and even information about the map are difficult to obtain from the Prigi department of marine and fisheries. Fishermen argue that the map is not in accordance with the conditions of fisheries in Prigi and only useful for large-scale fisheries such as purse seine fishery from Bali and Jakarta. In mapping system of fishing grounds found that fishing operations in waters Prigi still traditional hunting ways. Aspects of fishing gear modifications, the use of FADs and light is the main choice of fishermen trolling in Prigi to increase fish catches. This results in huge profits for perpetrators of fishing but on the other hand it is adverse impact on fish sustainability resources, especially for tuna. Technological aspects of fishing have been good influential in the mapping system of skipjack fishing grounds in Prigi waters compared to the human resources aspect, fish resources and boats. Sea surface temperature (SST) in the Prigi waters during the study from July to October 2012 can be considered cool. Seasonal patterns obtained during the last 6 years (2007-2012) shows that the highest SST occurred in west season and eastwest transition season. Meanwhile, the lowest SST occurred in eastern season and begins increase within the east-west transition season. The content of chlorophylla concentration was highest in east season and east-west transition season. It is lowest in the west season and the west-east transition season. In the west season, the wind speeds is high so the fishermen does not do the capture operation. The same thing occurs in the east season with high wind speeds but surface currents causes front and upwelling and thus increases eutrofication waters. Therefore, fishermen still do the fishing operations because it is a condition that favored by tuna and skipjack. The resulting map of fishing grounds are classified into two categories which is Java trolling fishing grounds and fishing grounds Bugis trolling. Bugis trolling fishing ground is mostly within FADs which the location is further towards to the open sea (> 26 miles), while the local fishing ground is closer to beach without the use of FADs. Map extents research is narrower about 10168 mil2 and still spread around the south of East Java. Forecast map issued by MORA more spread out to the south of Bali and Yogyakarta southern reaches 18669 mil2 and has the farthest distance into the open sea. Keywords: skipjack, fishing grounds, Prigi, mapping systems, oceanography
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
SISTEM PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN CAKALANG ( Katsuwonus pelamis ) DI PERAIRAN PRIGI JAWA TIMUR MARIO LIMBONG Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis
: Dr Ir Tri Wiji Nurani, MSi
Judul Tesis Nama NIM
: Sistem Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Perairan Prigi Jawa Timur : Mario Limbong : C452110071
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Domu Simbolon, MSi Ketua
Dr Ir Budy Wiryawan, MSc Anggota
Dr Ir Ronny Irawan Wahyu, MPhil Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap
Prof Dr Ir Mulyono S.Baskoro, MSc Tanggal Ujian:
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Bapa Yang Maha Pengasih atas segala kasih dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2012 sampai Oktober 2012 ini ialah daerah penangkapan, dengan judul Sistem Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Perairan Prigi Jawa Timur. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Dr Ir Domu Simbolon MSi, Dr Ir Budy Wiryawan MSc dan Dr Ir Ronny Irawan Wahju MPhil selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran, waktu, curahan pemikiran, arahan dan petunjuk sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan. 2. Dr Ir Tri Wiji Nurani MSi dan Prof Dr Ir Mulyono S.Baskoro MSc selaku dosen penguji atas saran yang membangun demi perbaikan tesis ini. 3. Dosen-dosen Pascasarjana Program Studi Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan atas ilmu, pengetahuan dan pengalaman yang telah diberikan. 4. Ibu Rini beserta staf dinas PPN Prigi yang telah penulis selama pengumpulan data di lapangan. 5. Among J Limbong, Inong E Sitanggang, Abang H Limbong, Kakak H Sitanggang, Ito E Limbong, Lae H Sinurat, Bere Hanny Sinurat, Adek Rano, Miranda dan Pirto Limbong serta keluarga besar Limbong dan Sitanggang yang selalu memberikan motivasi dan doanya setiap waktu sampai saat ini. 6. Anna Rejeki Simbolon atas semangat, dukungan dan perhatian yang diberikan selama penulis menyelesaikan tesis ini. 7. Teman-teman Pascasarjana PSP 2011 (SPT dan TPT) atas diskusi dan motivasi-motivasinya. 8. Sekretariat Pascasarjana SPT dan TPT atas bantuan dan dukungan administratif yang telah diberikan. Semoga tesis ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2013
Mario Limbong
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
x
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan dan Manfaat Penelitian Kerangka Pemikiran 2 PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI PPN PRIGI Pendahuluan Metode penelitian Pengumpulan data Analisis data Profil Perikanan Tangkap Fasilitas di PPN Prigi Unit penangkapan purse seine Unit penangkapan tonda Musim dan daerah penangkapan cakalang Produksi ikan cakalang
1 2 4 5
6 6 6 7 7 7 8 9 10 11
3 SISTEM PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN POTENSIAL DI PERAIRAN PRIGI Pendahuluan Metode Penelitian Pengumpulan data Analisis data Hasil Penelitian Pendekatan sistem pemodelan pemetaan DPI potensial Sistem pemetaan DPI potensial ikan cakalang di Perairan Prigi Pembahasan Pendekatan sistem pemodelan pemetaan DPI potensial Sistem pemetaan DPI cakalang di Perairan Prigi Simpulan
12 13 13 14 17 17 20 25 25 28 32
4 EVALUASI DAERAH PENANGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN PRIGI Pendahuluan
32
Metode Penelitian
34
Pengumpulan data Analisis Data
34 34
Evaluasi peta prakiraan DPI dari BPOL
34
Analisis citra satelit
35
Analisis hasil tangkapan ikan cakalang
36
Hubungan SPL dan klorofil-a terhadap hasil tangkapan
36
Analisis DPI cakalang
36
Hasil Penelitian
39
Peta prakiraan DPI oleh BPOL
39
Parameter yang mempengaruhi DPI cakalang di Perairan Prigi
41
Suhu permukaan laut
41
Kandungan klorofil-a
42
Produksi ikan cakalang
44
Ukuran panjang ikan cakalang
46
Hubungan SPL dengan hasil tangkapan
47
Hubungan klorofil-a terhadap hasil tangkapan
48
Penyebaran DPI cakalang di Perairan Prigi
50
Pembahasan
54
Sebaran dan variasi SPL di Perairan Prigi
54
Sebaran dan variasi klorofil-a di Perairan Prigi
55
Hasil tangkapan ikan cakalang
56
Korelasi SPL dan klorofil-a terhadap hasil tangkapan
57
Daerah penyebaran cakalang di Perairan Prigi
58
Simpulan 5 PEMBAHASAN UMUM
60 60
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
63 63
DAFTAR PUSTAKA
63
LAMPIRAN
67
RIWAYAT HIDUP
78
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Uji kecocokan dalam analisis SEM Pelaku dan kebutuhan pelaku sistem pemetaan DPI di Perairan Prigi Ukuran GOF antara data dengan model Ukuran GOF antara data dengan model setelah respesifikasi Indikator evaluasi peta prakiraan DPI Evaluasi daerah penyebaran ikan cakalang Pembobotan aspek teknis operasi penangkapan Evaluasi daerah penangkapan ikan cakalang Sebaran SPL di perairan Prigi (Juli-Oktober 2012) Konsentrasi dominan klorofil-a (Juli – Oktober 2012) Perbandingan peta prakiraan DPI BPOL dan peta hasil penelitian
16 17 21 24 35 38 38 39 41 43 59
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Kerangka pemikiran penelitian Peta Perairan Prigi Perkembangan alat dan kapal purse seine di PPN Prigi (2001-2011) Perkembangan pancing tonda dan ulur di PPN Prigi (2001-2011) Daerah penyebaran kapal penangkapan ikan Produksi (ton) dan nilai produksi cakalang Diagram lingkar sistem pemetaan daerah penangkapan ikan Diagram input-output sistem pemetaan daerah DPI tradisional Persentase aspek-aspek yang dibutuhkan oleh nelayan tonda Structural equation modeling yang menunjukkan nilai-t Structural equation modeling yang menunjukkan nilai muatan standar Structural equation modeling yang menunjukkan nilai-t setelah respesifikasi Diagram structural equation modeling yang menunjukkan nilai muatan faktor standar setelah respesifikasi Rancangan model deskriptif sistem pemetaan DPI di Perairan Prigi Jumlah peta prakiraan DPI BPOL potensial untuk wilayah selatan Jawa (Juli-Oktober 2012) Peta prakiraan DPI wilayah Jawa Bali dan Nusa Tenggara tanggal 15-16 Agustus 2012 SPL rata-rata selama penelitian (Juli-Oktober 2012) Pola sebaran SPL bulanan (2007- 2012) Kandungan rata-rata klorofil-a saat penelitian (Juli-Oktober 2012) Pola konsentrasi klorofil-a bulanan (2007-2012)
5 7 8 9 10 11 18 19 21 23 23 24 25 31 39 40 41 42 43 44
21 Produksi (kwintal) dan CPUE (kg) harian hasil tangkapan ikan cakalang (Juli-Oktober 2012) 22 Produksi bulanan ikan cakalang (2007-2012) 23 Produksi bulanan hasil tangkapan ikan cakalang (2007-2012) 24 Persentase ukuran cakalang saat penelitian (Juli-Oktober 2012) 25 Hubungan SPL dengan produksi cakalang (Juli-Oktober 2012) 26 Hubungan SPL dan produksi cakalang bulanan (2007-2012) 27 Hubungan klorofil-a dan produksi cakalang bulanan (2007-2012) 28 Korelasi silang antara klorofil-a dengan hasil tangkapan 29 Hubungan klorofil-a dan ukuran ikan cakalang (Juli-Oktober 2012) 30 Prakiraan daerah penangkapan ikan cakalang potensial di Perairan Prigi pada bulan Juli- Oktober 2012 31 Peta prakiraan DPI oleh BPOL pada bulan Juli-Oktober 2012
45 45 46 46 47 48 49 49 50 52 53
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8
Jumlah alat tangkap menurut jenisnya di PPN Prigi tahun 2001-2011 Jenis ikan yang didaratkan di PPN Prigi tahun 2001-2011 Hasil output analisis SEM tahap pertama Hasil output SEM respesifikasi Daerah penyebaran cakalang Juli-Oktober 2012 Scoring peta daerah penangkapan di Perairan Prigi Gambar kapal tonda di Prigi Unit purse seine di Prigi
67 68 69 70 71 73 76 77
DAFTAR ISTILAH Alat penangkapan ikan
: Alat yang dirancang (dibuat) untuk menangkap ikan.
Citra
: Ilmu atau seni cara merekam suatu objek tanpa kontak fisik dengan menggunakan alat pada pesawat terbang, balon udara dan satelit.
Front
: Daerah pertemuan dua massa air yang mempunyai karakteristik berbeda.
Fishing ground
: Lokasi perairan penangkapan ikan.
Fitoplankton
: Organisme yang mampu menyediakan/mensintesis makanan sendiri yang berupa bahan organik dari bahan anorganik dengan bantuan energi seperti matahari dan kimia.
Klorofil-a
: Kandungan zat hijau daun pada tumbuhan dan fitoplankton.
NASA
: (National Aeronautics and Space Administration). Lembaga penerbangan dan ruang angkasa Amerika Serikat.
Rumpon
: Alat bantu pengumpul ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut yang berfungsi sebagai tempat mencari makan, memijah dan berlindung ikan.
Schooling
: Tingkah laku sosial ikan yang bergerombol atau membentuk kelompok di perairan.
SeaDas
: (SeaWiFS Data Analysis System) perangkat lunak yang dikembangkan oleh NASA pada tahun 1997, merupakan analisis citra satelit secara komprehensif untuk memproses, menampilkan dan menganalisa semua produk dari data satelit ocean color SeaWiFS.
SEM
: (Structural Equation Modelling) merupakan analisis multivariate yang dapat menganalisis hubungan variabel secara kompleks atau menggunakan banyak variabel.
Sistem
: Gugusan dari elemen yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan.
dimana
dilakukan
operasi
Suhu permukaan laut
: Suatu besaran fisika yang menyatakan banyaknya aliran panas yang terkandung dalam suatu benda (permukaan air laut).
Upwelling
: Istilah yang digunakan untuk menggambarkan prosesproses yang menyebabkan air bergerak ke atas dari suatu kedalaman menuju lapisan permukaan.
Pemetaan
: Proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran permukaan bumi (terminologi geodesi) dengan menggunakan cara dan atau metode tertentu sehingga didapatkan hasil berupa softcopy maupun hardcopy peta yang berbentuk vektor maupun raster.
Perikanan
: Semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.
Peta
: Gambaran permukaan bumi pada bidang datar dengan skala tertentu melalui suatu sistem proyeksi.
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perairan Prigi yang terletak di selatan Jawa Timur, merupakan salah satu daerah penangkapan ikan yang potensial di Indonesia. Jenis-jenis ikan yang terdapat di Perairan Prigi sangat banyak sehingga daerah ini merupakan tempat yang strategis bagi nelayan lokal maupun nelayan yang datang dari luar Perairan Prigi. Ikan cakalang merupakan salah satu jenis ikan pelagis besar yang banyak tertangkap oleh alat tangkap pancing tonda dan mini purse seine. Pada tahun 2011, volume produksi ikan cakalang di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Prigi mencapai 717189 kg dengan nilai produksi sebesar Rp6 761 309 850. Sedangkan jumlah alat tangkap pancing tonda pada tahun 2011 sebanyak 86 unit dan purse seine sebanyak 159 unit (PPN Prigi 2012). Nelayan di Perairan Prigi telah melakukan peningkatan teknologi dalam melakukan operasi penangkapan ikan. Hal ini dapat dilihat dari pembuatan rumpon untuk mengumpulkan gerombolan ikan dan pemasangan lampu pada kapal mini purse seine untuk melakukan operasi penangkapan ikan pada malam hari. Musim penangkapan cakalang berlangsung antara Juni sampai Oktober dan puncaknya terjadi pada Agustus sampai September (Widianingsih 2004). Pelabuhan ini dahulunya hanya menampung nelayan-nelayan tradisional yang berada di sekitar Kabupaten Trenggalek, namun sekarang nelayan-nelayan yang berasal dari Tulungagung, Blitar, Malang, Pasuruan dan Pacitan juga mendaratkan hasil tangkapan mereka di PPN Prigi. Oleh karena itu, pelabuhan ini rencananya akan dikembangkan menjadi Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) sehingga fasilitas yang akan diterima oleh nelayan akan bertambah. Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan perekonomian perikanan cakalang adalah membuat sistem pemetaan daerah penangkapan cakalang. Sistem proses pra produksi dan produksi ikan cakalang perlu dianalisis dan diaplikasikan untuk mengoptimalkan operasi penangkapan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pelaku ekonomi perikanan di pelabuhan tersebut. Dalam menduga suatu daerah penangkapan ikan (DPI) cakalang di wilayah Perairan Indonesia, sebenarnya sudah tersedia dalam bentuk peta daerah penangkapan. Pemerintah melalui lembaga Kementerian Kelautan dan Perikanan yaitu Badan Penelitian dan Observasi Laut ( BPOL) telah menyediakan fasilitas berupa peta DPI yang bisa digunakan oleh nelayan dalam menentukan DPI potensial. Namun, fasilitas peta DPI yang telah tersedia di pelabuhan dan juga dapat diperoleh di internet, belum digunakan oleh nelayan-nelayan di Prigi khususnya nelayan purse seine dan pancing tonda. Hal ini disebabkan oleh kurangnya keakuratan peta dan informasi yang tidak sampai ke nelayan. Oleh karena itu, selain menggunakan rumpon, sebagian besar sistem penangkapan ikan cakalang masih menggunakan sistem berburu atau secara konvensional. Sistem pemetaan suatu DPI harus mencakup berbagai aspek yang menunjang peningkatan hasil tangkapan termasuk ikan cakalang. Aspek-aspek yang dapat menunjang tercapainya kesejahteraan nelayan antara lain meliputi aspek sumber daya manusia (SDM), sumber daya ikan (SDI), musim penangkapan, teknologi alat penangkapan dan kapal penangkapan. Sumber daya
2 manusia (anak buah kapal/ABK dan pemerintah) diharapkan dapat memberikan pengaruh yang besar dalam pengembangan perikanan cakalang yang berbasis perikanan berkelanjutan sehingga perekonomian perikanan di PPN Prigi dapat ditingkatkan lebih besar lagi. Hal ini dapat dilakukan dengan peningkatan kualitas SDM dan penggunanaan teknologi dalam melakukan operasi penangkapan ikan. Simbolon et al. (2009) menyatakan bahwa aspek SDI sangat menentukan dalam keberhasilan operasi penangkapan ikan. Tingkah laku ikan sangat berkaitan erat dengan ruaya dan keberadaan ikan dalam suatu perairan. Oleh karena itu, penentuan DPI cakalang dapat dilakukan dengan mengamati faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku atau kebiasaan ikan cakalang seperti parameterparameter oseanografi perairan dalam prose penangkapan ikan. Pengamatan suhu permukaan laut (SPL) dan kandungan klorofil-a dapat dilakukan untuk mendeteksi keberadaan ikan cakalang karena ikan ini merupakan spesies yang lapisan renangnya terdapat pada bagian atas permukaan air. Gunarso (1985) menyatakan bahwa kebiasaan cakalang bergerombol terjadi ketika dalam keadaan aktif mencari makan. Individu suatu schooling cakalang mempunyai ukuran yang relatif sama. Ikan yang berukuran lebih besar berada pada lapisan yang lebih dalam dengan schooling yang kecil, sedangkan ikan yang berukuran kecil berada pada lapisan permukaan dengan kepadatan yang lebih besar. Ikan cakalang yang berukuran besar berbeda kemampuan adaptasinya dengan ikan cakalang ukuran kecil dalam mengatasi perubahan lingkungan. Dengan mengetahui ukuran ikan cakalang, maka dapat melihat sebagian sifat-sifatnya dalam mengatasi perubahan lingkungan dapat diprediksi. Pengamatan parameter oseanografi seperti SPL dan kandungan klorofil-a perairan Indonesia yang sangat luas sangat sulit secara metode konvensional karena membutuhkan biaya yang sangat besar dan waktu yang lama. Hal ini mendorong untuk memanfaatkan teknologi satelit khususnya data dari satelit terra/aqua MODIS dalam pengamatan fenomena oseanografi khususnya SPL dan kandungan klorofil-a. Dengan mengetahui penyebaran SPL optimum dan kandungan klorofil-a ikan cakalang, maka nelayan dapat memprediksi daerah penyebaran sehingga menghemat waktu, biaya dan tenaga untuk melakukan operasi penangkapan. Penelitian sumber daya ikan pelagis di Perairan Prigi telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya diantaranya Widianingsih (2004) tentang kajian teknis dan musim penangkapan cakalang dengan pukat cincin; Nurdin (2011) tentang teknologi dan manajemen perikanan tuna berbasis rumpon yang berkelanjutan; Ross (2011) tentang model pengelolaan ikan pelagis secara berkelanjutan. Penelitian tentang pengembangan sistem pemetaan daerah penangkapan ikan cakalang di Perairan Prigi, bahkan di perairan Indonesia belum pernah diteliti sebelumnya, sehingga perlu dilakukan.
Perumusan Masalah Pemanfaatan sumber daya ikan cakalang yang memiliki nilai ekonomis tinggi di PPN Prigi belum termanfaatkan secara optimal yang dapat dilihat dari kesejahteraan nelayan dan pelaku perekonomian perikanan masih rendah. Sistem pemetaan DPI belum dikembangkan secara optimal sehingga pendapatan yang
3 diperoleh dari hasil tangkapan ikan cakalang tidak sesuai dengan upaya yang dilakukan untuk melakukan operasi penangkapan. Aspek SDM, aspek musim penangkapan, aspek kapal, aspek teknologi alat penangkapan dan aspek SDI belum diidentifikasi peranannya padahal aspek-aspek tersebut sangat mempengaruhi perekonomian perikanan cakalang di PPN Prigi. Nelayan pancing tonda dan mini purse seine di PPN Prigi sebagian besar merupakan nelayan tradisional dengan teknologi yang digunakan dalam melakukan operasi penangkapan ikan masih rendah. Penambahan alat dan penggunaan alat bantu hanya dilakukan oleh sebagian kecil kelompok nelayan karena kurangnya bantuan dari pihak pemerintah daerah maupun pusat. Nelayan hanya memiliki waktu selama 4-5 bulan untuk melakukan operasi penangkapan ikan. Nelayan tidak dapat melakukan operasi penangkapan karena faktor cuaca, keberadaan ikan yang sulit diketahui dan musim puncak penangkapan berakhir, sehingga hampir semua nelayan menganggur. Kondisi inilah yang menjadi permasalahan nelayan yang membutuhkan pekerjaan lain ketika tidak melakukan operasi penangkapan ikan (musim paceklik) yang tidak dapat diatasi oleh pemerintah. Selain masalah sumber daya manusia, aspek SDI manjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam penentuan DPI yang belum diketahui oleh nelayan pancing tonda dan mini purse seine. Nelayan hanya memperhatikan kondisi perairan seperti adanya buih-buih di permukaan perairan, warna perairan yang lebih gelap dari perairan di sekitarnya, adanya burung-burung yang menukik-nukik di sekitar perairan dan munculnya lumba-lumba di permukaan perairan yang merupakan pengetahuan yang diperoleh secara turun-temurun. Kelemahan dari metode ini tidak dapat mengantisipasi perubahan kondisi oseanografi dan meteorologi yang sangat berkaitan erat dengan perubahan daerah penangkapan ( fishing ground) itu sendiri yang berubah secara dinamis. Pembuatan rumpon untuk mengatasi permasalahan daerah penangkapan mengakibatkan masalah baru. Banyak kelompok nelayan mengalami kerugian karena rumpon-rumpon mereka dipakai oleh nelayan dari luar daerah bahkan ada yang kehilangan rumpon. Pengawasan dari pihak pemerintah tentang pengaturan posisi penempatan rumpon dan kepemilikan masih kurang optimum. Peta prakiraan daerah penangkapan ikan yang telah diberikan oleh Dinas Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui lembaga BPOL tidak pernah digunakan oleh nelayan dalam menduga DPI potensial. Padahal data peta tersebut telah tersedia di pelabuhan dan juga dapat diperoleh dari internet. Hal ini disebabkan oleh keakuratan informasi yang tidak pasti, ketersediaan peta tidak diketahui oleh nelayan dan peta DPI tersebut sulit diterapkan dalam skala perikanan kecil dengan masyarakat nelayan yang tradisional. Sosialisasi kepada nelayan tentang penggunaan peta prakiraan BPOL belum dilakukan oleh dinas pemerintah melalui pihak pelabuhan di Prigi. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang sistem pemetaan DPI yang menganalisis kondisi nelayan tradisional (aspek sosial), aspek lingkungan dan aspek teknologi secara terpadu sehingga DPI yang dihasilkan diharapkan lebih akurat dan dapat diaplikasikan dengan mudah oleh nelayan tradisional.
4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan umum penelitian ini ialah membuat sistem pemetaan DPI cakalang di Perairan Prigi dengan tujuan khusus antara lain (1) mengevaluasi sistem pemetaan DPI cakalang, (2) mengevaluasi peta DPI yang telah tersedia di PPN Prigi dan (3) membuat peta DPI cakalang yang dapat digunakan oleh nelayan tradisional di Perairan Prigi. Diharapkan melalui penelitian ini dihasilkan suatu sistem pemetaan daerah penangkapan yang sesuai dengan perikanan skala kecil sehingga dapat melengkapi bahkan meningkatkan akurasi peta prakiraan yang telah ada. Peta DPI cakalang di Perairan Prigi yang dihasilkan melalui analisis sistem pemetaan juga nantinya dapat diaplikasikan di wilayah Indonesia lainnya dengan adanya penyesuaian terhadap karakter wilayah masing-masing.
Kerangka Pemikiran Sistem pemetaan daerah penangkapan sangat berpengaruh terhadap proses pra produksi dan produksi penangkapan. Informasi DPI yang diperoleh oleh nelayan di PPN Prigi saat ini masih sebatas jenis ikan yang diperbolehkan ditangkap di suatu wilayah tertentu. Informasi tersebut masih kurang karena sifatnya tidak dinamis, padahal gerombolan ikan selalu berpindah tempat atau beruaya dan dipengaruhi oleh keadaan faktor lingkungan perairan. Oleh karena itu, perlu suatu sistem pemetaan DPI untuk memberikan informasi yang lebih akurat dan dinamis terhadap keberadaan gerombolan ikan cakalang. Peta DPI yang telah tersedia di pelabuhan tidak pernah digunakan oleh nelayan di Perairan Prigi sehingga waktu dan biaya operasi penangkapan menjadi tinggi. Sistem pemetaan DPI cakalang yang akurat dan dinamis akan memberikan kepastian yang lebih tinggi terhadap keberadaan ikan sehingga operasi penangkapan ikan cakalang akan lebih efisien dan efektif tanpa menimbulkan konflik diantara nelayan. Sistem pemetaan yang jelas dapat membuat peta DPI cakalang berdasarkan perubahan waktu, perubahan lingkungan dan dapat juga diterapkan terhadap jenis ikan lain. Peta penangkapan akan membantu nelayan dalam menentukan pengalokasian alat-alat, bahan dan juga sumber daya dalam melakukan operasi penangkapan. Peta tersebut akan berbeda dengan peta DPI yang telah tersedia di pelabuhan ataupun peta DPI yang bisa diperoleh melalui internet. Hal ini disebabkan karena peta dari analisis penelitian ini lebih spesifik untuk daerah Perairan Prigi dan juga menggunakan faktor-faktor yang berpengaruh bagi nelayan tradisional dalam menganalisis serta membuat peta DPI yang baru. Untuk pembuatan sistem penangkapan ikan cakalang di Perairan Prigi, perlu dilihat dari aspek SDM, SDI, kapal dan teknologi alat penangkapan ikan (TAP) yang digunakan. Aspek-aspek tersebut akan dianalisis dengan pendekatan sistem kemudian analisis Structural Equation Modeling (SEM) untuk mendapatkan faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap proses pra produksi dan produksi penangkapan ikan cakalang. Melalui hasil analisis pemodelan SEM, maka akan dilakukan pembuatan model pemetaan DPI yang cocok untuk perikanan skala kecil, khususnya perikanan cakalang di Perairan Prigi. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.1.
5
Permasalahan: • Biaya dan waktu operasi penangkapan tinggi • Peta prakiraan DPI belum applicable • Konflik sosial
Peta DPI oleh BPOL
Peta Daerah Penangkapan Ikan Potensial SDM
Jumlah ABK Skill ABK Pendidikan Birokrasi Umur ABK
TAP
KAPAL
SDI
Penambahan Alat Bahan Alat Rumpon Cahaya
Dimensi Kapal Kelayakan melaut
Musim Ukuran CPUE Parameter Oseanografi
Structural Equation Modeling (SEM)
Model Sistem Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan Potensial
Pendekatan Sistem dan Permodelan Sistem Keterangan: : berpengaruh langsung : berpengaruh secara tidak langsung
Gambar 1.1 Kerangka pemikiran penelitian
6
2 PROFIL PERIKANAN CAKALANG DI PPN PRIGI Pendahuluan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Prigi terletak pada koordinat 111 43’58’’BT dan 08o17’22’’LS, tepatnya di Desa Tasikmadu, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Trenggalek mempunyai luas wilayah 120532950 ha yang terdiri dari 60 % pegunungan dan 40% bagian daratan rendah. Tinggi permukaan air laut pada beberapa wilayah di Kabupaten Trenggalek berkisar antara 150-450 m. Panjang pantai selatan Kabupaten Trenggalek ±96 km, sebagian besar pantainya berbentuk teluk yang terdiri atas Teluk Panggul, Teluk Munjungan dan Teluk Prigi. Luas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Kabupaten Trenggalek adalah 35424 km2 yang merupakan wilayah perairan laut yang bisa dieksploitasi (Gambar 2.1). PPN Prigi terdapat di area Teluk Prigi yang merupakan pusat berjalannya roda ekonomi perikanan (PPN Prigi 2012). Pelabuhan dibangun di atas lahan seluas 27.5 ha dengan luas tanah 11.5 ha dan luas kolam pelabuhan 16 ha. PPN Prigi mempunyai batas-batas sebelah utara dengan pemukiman penduduk, sebelah timur dengan muara dan hutan lindung, sebelah selatan dengan Samudera Hindia dan sebelah barat dengan lokasi pemukiman nelayan. Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi merupakan penyumbang terbesar sektor perikanan tangkap di Kabupaten Trenggalek. Potensi perikanan di Prigi merupakan salah satu sektor yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pemasukan daerah. Namun, wilayah yang strategis ini belum dikelolah dengan baik, khususnya perikanan tangkap yang mengandalkan komoditas perikanan tuna, tongkol dan cakalang (Ross 2011). Perikanan tangkap di PPN Prigi masih terkonsentrasi di perairan teritorial. Hal ini disebabkan ukuran kapal yang relatif kecil (<30 GT), sehingga tidak mampu untuk beroperasi di perairan ZEE Indonesia dan terkonsentrasi pada perairan pantai. Fasilitas-fasilitas di pelabuhan masih kurang memadai sehingga sangat sulit untuk meningkatkan perikanan tangkap menuju skala industri. Oleh sebab itu, diperlukan informasi perikanan tangkap di PPN Prigi sehingga dapat melihat potensi yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan roda ekonomi perikanan. o
Metode Penelitian Pengumpulan data Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumenter. Data yang dibutuhkan dalam menganalisis profil perikanan cakalang di PPN Prigi terdiri dari data sekunder yaitu data statistik perikanan tangkap PPN Prigi mulai tahun 2007 sampai 2012. Data terdiri dari (1) data penyerapan tenaga kerja, (2) jumlah alat tangkap, (3) jenis dan jumlah kapal dan (4) jenis dan produksi ikan. Data primer juga digunakan yang diperoleh dari observasi partisipasi dan hasil wawancara dengan petugas pelabuhan perikanan yang dilakukan secara purposif. Alat yang digunakan untuk mengevaluasi perikanan cakalang adalah laptop, perangkat lunak Microsoft Word dan Excel 2007.
7
Gambar 2.1 Peta Perairan Prigi Analisis data Data yang diperoleh dianalisis secara statistik deskriptif dengan teknik distribusi frekuensi. Data mentah diolah dan ditampilkan sesuai dengan informasi yang ingin disampaikan, di antaranya dalam bentuk tabel, grafik dan gambar.
Profil Perikanan Cakalang Fasilitas di PPN Prigi Pelabuhan perikanan akan berfungsi dengan baik bila dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang meliputi fasilitas pokok, fungsional dan penunjang. Fasilitas yang termasuk fasilitas pokok adalah dermaga, kolam pelabuhan, alat bantu navigasi dan pemecah gelombang (Lubis 2006). Fasilitas dermaga dan kolam pelabuhan yang tersedia di PPN Prigi ada dua yaitu di bagian barat dan di bagian timur. Kolam pelabuhan bagian barat dibatasi breakwater sebelah timur dengan panjang sekitar 310 m dan breakwater paralel di sebelah barat sepanjang sekitar 165 m dan 175 m dengan kedalaman kolam 3.7 m. Dermaga barat digunakan untuk kapal-kapal berukuran sedang yaitu antara 20-30 GT yang kebanyakan kapal mini purse seine. Kolam pelabuhan bagian timur dibatasi breakwater yang terletak di selatan sepanjang 390 m dengan kedalaman kolam
8 2.4-2.8 m. Dermaga timur digunakan untuk kapal berukuran < 20 GT, yaitu kapal tonda, gillnet dan pancing ulur. Mulut kedua kolam pelabuhan menghadap ke barat dengan lebar mulut sekitar 100 m. Fasilitas fungsional merupakan fasilitas yang dibangun untuk mendayagunakan pelayanan yang menunjang kegiatan di areal pelabuhan, sehingga manfaat dan kegunaan pelabuhan yang optimal dapat tercapai (Lubis 2006). Fasilitas fungsional yang terdapat di PPN Prigi yaitu dua buah tempat pelelangan ikan (TPI) yang terdapat di tiap dermaga, instalasi PDAM, instalasi bahan bakar, instalasi listrik, bengkel, pagar keliling, tempat pengolahan hasil perikanan, pabrik es dan dua buah cold storage. Bangunan TPI yang terletak di dermaga timur merupakan tempat untuk mendaratkan hasil tangkapan dari kapalkapal tonda. Namun, di dermaga ini tidak tersedia fasilitas pengisian bahan bakar dan juga pabrik es sehingga nelayan kapal tonda membeli dari luar wilayah pelabuhan. Unit penangkapan purse seine Nelayan kapal mini purse seine di PPN Prigi terdiri dari nelayan lokal dan pendatang (andon) yang menangkap ikan cakalang dan tongkol yang merupakan nelayan penuh kategori semi maju. Nelayan lokal umumnya adalah nelayan yang berasal dan menetap di daerah sekitar Prigi. Nelayan andon ini banyak berasal dari Tulungagung, Pacitan, Blitar, Malang, dan Muncar. Perkembangan jumlah nelayan dapat dilihat dari perkembangan alat dan kapal mini purse seine di PPN Prigi dari tahun 2001 sampai 2011 yang cenderung mengalami kenaikan (Gambar 2.2). Nelayan mini purse seine di Prigi umumnya berpendidikan sampai jenjang SD atau SMP dan hanya sekitar 20 % yang melanjutkan sampai jenjang SMA dengan usia antara 35-55 tahun. Peningkatan jumlah nelayan purse seine terjadi karena profesi nelayan umumnya bersifat turun temurun dan juga sulitnya mendapatkan pekerjaan, selain menjadi nelayan. Anak buah kapal (ABK) mini purse seine di Prigi berjumlah 20-23 orang. Jumlah alat tangkap menurut jenisnya di PPN Prigi tahun 2001 sampai 2011 dapat lihat pada Lampiran 1. Alat dan Kapal (unit)
350
Alat tangkap
300
Kapal 250 200 150 100 50 0 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Tahun Gambar 2.2 Perkembangan alat dan kapal purse seine di PPN Prigi (2001-2011)
9 Alat tangkap purse seine yang digunakan di Prigi memiliki panjang antara 500-700 m dengan kedalaman pengoperasian 60-90 m. Dibutuhkan 2 kapal untuk mengoperasikan satu unit purse seine dengan ukuran 20-30 GT. Kapal yang lebih besar digunakan sebagai tempat ABK dan alat tangkap sedangkan kapal yang lebih kecil digunakan untuk menarik tali kolor saat hauling dan sebagai tempat hasil tangkapan. Dimensi kapal utama purse seine yang digunakan di Prigi memiliki panjang 17-20 m, lebar 4.5-5 m dan tinggi 1.5-2 m, dengan kekuatan mesin 80-100 PK. Sedangkan kapal belakang memiliki panjang 13-17m, lebar 3-4 m dan tinggi 1-1.5 m dengan kekuatan mesin 60-72 PK. Unit penangkapan tonda Alat yang tersedia pada kapal tonda untuk menangkap cakalang di Perairan Prigi antara lain pancing tonda (troll lines), jaring insang (gill net), pancing ulur (hand lines) dan pancing layangan. Alat tangkap pancing tonda terus mengalami peningkatan setiap tahun. Hal ini disebabkan oleh kapal yang mengoperasikan alat tangkap ini dapat menjangkau fishing ground ke daerah luar teluk Prigi. Disamping itu, alat tangkap ini juga menambahkan alat bantu rumpon dan cahaya untuk mengumpulkan ikan. Nelayan kapal tonda di PPN Prigi terdiri dari nelayan lokal dan pendatang (andon) yang berasal dari Makassar yang umumnya berpendidikan sampai jenjang SD atau SMP. Nelayan tonda lokal biasanya berusia 25-45 tahun sedangkan nelayan andon berusia 10-30 tahun. Tonda mulai digunakan oleh nelayan sejak tahun 2004 yang dibawa oleh nelayan andon dari Makassar. Sejak saat itu, perkembangannya terus meningkat dan diikuti oleh nelayan lokal dengan memodifikasi kapal payang menjadi kapal tonda (Gambar 2.3). Kapal tonda yang berukuran 10-20 GT memiliki ukuran panjang berkisar 15-16 m; lebar 3.25-3.5 m; tinggi 1.3-1.6 m; dengan daya mesin antara 54-80 PK dengan jumlah ABK sebanyak 3-5 orang. Selain mengoperasikan pancing tonda, kapal tonda juga membawa alat tangkap pancing ulur, pancing layangan dan jaring insang dalam melakukan operasi. Jaring insang dan pancing layangan tidak memiliki data karena merupakan alat tangkap tambahan. 1400
90
1200
80 1000
70 60
800
50 600
40 30
400
Pancing ulur (unit)
Pancing tonda (unit)
100
20 200
10
0
0
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Tahun Pancing tonda
Pancing ulur
Gambar 2.3 Perkembangan pancing tonda dan ulur di PPN Prigi (2001-2011)
10 Musim dan daerah penangkapan cakalang Berdasarkan pengaruh angin, kondisi laut dan jumlah hasil tangkapan cakalang yang didaratkan, nelayan Prigi membagi waktu penangkapan menjadi tiga musim, yaitu (a) musim banyak ikan, yaitu berlangsung selama bulan Juli sampai Oktober dan musim puncak ikan terjadi pada bulan Agustus dan September, (b) musim sedang ikan, yaitu berlangsung selama bulan April sampai Juni dan (c) musim sedikit ikan, yang berlangsung pada bulan November sampai Februari dan pada saat itu terjadi musim barat (Desember-Februari). Musim banyak ikan terjadi pada musim timur (Juni-Agustus) dan musim peralihan timurbarat (September-November) sedangkan musim peralihan barat-timur (MaretMei) terdapat kelimpahan ikan relatif sedang. Secara umum, nelayan di Prigi melakukan operasi penangkapan pada bulan April sampai Oktober. Keberadaan ikan pada bulan Maret dan November cukup banyak, akan tetapi nelayan tidak melakukan operasi penangkapan disebabkan oleh cuaca buruk akibat pengaruh musim barat. Pada musim barat, gelombang laut sangat tinggi karena adanya pengaruh arus permukaan laut yang besar. Pada saat itu para nelayan lebih memilih mencari pekerjaan lain atau memperbaiki kapal dan alat tangkap di daratan. Waktu penangkapan yang dapat dilakukan selain terbatas pada bulan gelap, juga sering terhalang oleh keadaan cuaca yang buruk. Jumlah alat tangkap yang beroperasi pada saat musim ikan sedikit, cenderung menurun jika dibandingkan dengan musim yang lainnya dan hasil tangkapannya juga sangat kurang. Biasanya para nelayan banyak yang mengalihkan kegiatannya ke bidang pertanian. Namum demikian, beberapa kelompok nelayan mini purse seine tetap melakukan operasi penangkapan ikan dengan memasang lampu di atas kapal sebagai alat bantu untuk mengumpulkan ikan, akan tetapi jaraknya tidak terlalu jauh keluar teluk. Nelayan Prigi dalam satu bulan rata-rata melakukan operasi penangkapan selama 20–25 hari dan waktu selebihnya digunakan untuk perbaikan alat tangkap.
Gambar 2.4 Daerah penyebaran kapal penangkapan ikan
11 Daerah penangkapan ikan nelayan Prigi masih terkonsentrasi di perairan teluk terutama kapal berukuran <10 GT (Gambar 2.4). Nelayan yang tidak memiliki rumpon, menentukan sendiri daerah penangkapan dengan spekulasi dari gejala-gejala perairan serta informasi yang diperoleh dari nelayan lain, sedangkan kelompok nelayan yang memiliki rumpon akan langsung menuju rumpon dengan bantuan GPS. Nelayan yang biasa menggunakan rumpon adalah nelayan tonda yang berasal dari Makassar. Rumpon diletakkan pada jarak 22-125 mil dari pantai dengan kedalaman lebih besar dari 200 m. Daerah penyebaran kapal penangkapan ini juga mempengaruhi pendapatan nelayan. Nelayan yang memiliki rumpon dan beroperasi jauh ke arah laut akan mendapatkan hasil tangkapan jenis ikan unggulan dengan harga yang lebih tinggi. Produksi ikan cakalang Jenis ikan yang didaratkan di PPN Prigi beraneka ragam (Lampiran 2). Produksi semua jenis ikan sangat berfluktuasi karena tidak tertangkap sepanjang tahun. Namun, beberapa jenis ikan dominan dihasilkan sepanjang tahun di PPN Prigi yang menjadi komoditas unggulan. Volume dan nilai produksi ikan cakalang dapat dilihat pada Gambar 2.5. Produksi cakalang setiap tahunnya mengalami fluktuasi. Hal ini terjadi karena terjadinya fluktuasi alat tangkap yang digunakan untuk menangkap cakalang. Pada tahun 2001 dan 2002, produksi cakalang tertinggi kemungkinan disebabkan oleh melimpahnya potensi ikan di Perairan Prigi dengan fishing ground yang masih terjangkau oleh kapal-kapal dengan ukuran dibawah 15 GT. Sedangkan mulai tahun 2003, perkembangan alat tangkap dan kapal cukup pesat dengan metode penangkapan yang kurang selektif mengakibatkan potensi berkurang dan daerah penangkapan menjadi lebih jauh ke arah laut lepas. Produksi dan Nilai Cakalang
3500 3000 2500 2000
Produksi
Nilai Produks i
1500 1000 500 0
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Tahun Gambar 2.5 Produksi (ton) dan nilai produksi (puluhan juta rupiah) cakalang Kualitas ikan yang didaratkan oleh nelayan berpengaruh terhadap harga jual. Hal ini juga dapat dilihat dari jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi seperti tuna dan cakalang. Kualitas ikan tuna dan cakalang yang didaratkan kurang bagus dan sebagian ikan tuna yang didaratkan masih belum layak tangkap secara biologis sehingga harganya menjadi rendah. Cakalang yang ditangkap oleh nelayan tonda memiliki harga yang tinggi akan tetapi jumlah armada kapal masih
12 sedikit jika dibandingkan dengan armada mini purse seine. Namun, harga jual ikan cakalang sejak tahun 2003 mulai tinggi yang disebabkan oleh adanya perbaikan penanganan kualitas ikan hasil tangkapan sejak ditangkap sampai di daratkan yang menjadi komoditas unggulan dari Kabupaten Trenggalek selain ikan tuna. Secara umum, kondisi perikanan cakalang di Perairan Prigi belum dikelolah secara baik dan berkelanjutan. Kekurangan manajemen perikanan terlihat pada berbagai aspek, diantaranya: 1. Harga hasil tangkapan tidak stabil. Hal ini disebabkan oleh sistem pelelangan ikan tidak berlangsung, sehingga tengkulak dapat membuat harga sendiri. 2. Fasilitas fungsional seperti cold storage, pabrik es dan instalasi bahan bakar tidak dapat memenuhi kebutuhan nelayan. 3. Kualitas kebersihan pelabuhan masih rendah. Sampah plastik berserakan di kolam pelabuhan ketika nelayan selesai membongkar hasil tangkapan. Keranjang ikan tidak disusun dengan rapih dan ikan yang terbuang di pinggiran pelabuhan tidak segera dibersikan sehingga menimbulkan bau busuk. 4. Fasilitas umum seperti kamar mandi tidak berfungsi dengan baik. 5. Kurangnya peranan pemerintah melalui dinas KKP Prigi dalam memantau kegiatan para nelayan dan kondisi setiap dermaga. 6. Kelompok nelayan yang tidak berfungsi sehingga menghambat informasi antar nelayan maupun dengan pemerintah atau dinas perikanan. Kekurangan tersebut akan menghambat perkembangan perikanan cakalang di Perairan Prigi yang memiliki potensi yang besar. Hasil tangkapan yang tinggi setiap tahun tentunya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan menambah pendapatan daerah. Berdasarkan jenis dan jumlah hasil tangkapannya, perikanan di Perairan Prigi sudah selayaknya dikembangkan menuju perikanan skala samudera dengan prioritas menangkap ikan cakalang dan tuna melalui penambahan kapal-kapal yang lebih besar dengan alat tangkap yang ramah lingkungan. Dengan ini diharapkan dapat mengoptimalkan potensi perikanan cakalang di ZEE Indonesia.
3 SISTEM PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN POTENSIAL DI PERAIRAN PRIGI Pendahuluan Sistem perikanan mencakup tiga subsistem yaitu (a) sumber daya ikan dan lingkungannya, (b) sumber daya manusia beserta kegiatannya dan (c) manajemen perikanan. Sistem perikanan merupakan sistem yang besar dan sangat rumit sehingga perlu dikaji dengan pendekatan sistem. Sistem perikanan bersifat dinamis, komponen-komponennya mengalami perubahan sepanjang waktu (Charles 2001). Wilson (1990) menyatakan bahwa metodologi pendekatan sistem mencakup empat tahap utama yaitu (a) analisis sistem, mencakup perumusan masalah, pengorganisasian, pendefinisian, perumusan tujuan, penggalian, perumusan tujuan, penggalian informasi, serta pengumpulan data teoritis dan
13 lapang; (b) desain sistem, mencakup peramalan, bangunan model, optimasi, kontrol, dan reliability; (c) implementasi, mencakup dokumentasi dan konstruksi; (d) operasi, mencakup operasi awal, evaluasi dan pengembangan. Namun dalam hal ini, pendekatan sistem untuk mengkaji sistem pemetaan hanya sampai pada tahap desain sistem atau pembangunan model sistem. Kedua tahap pendekatan sistem ini sudah mampu membuat suatu model sistem, khususnya pada pengkajian sistem pemetaan dalam perikanan tangkap. Perikanan tangkap merupakan salah satu sistem perikanan yang bertujuan untuk meningkatkan perekonomian perikanan yang maju. Subsistem-subsistem perikanan tangkap tidak bisa terlepas antara satu dengan yang lain. Sistem pemetaan suatu daerah penangkapan ikan (DPI) merupakan salah satu bagian dari subsistem perikanan tangkap yang mempunyai peran dalam keberhasilan operasi penangkapan ikan. Melalui sistem ini, peta prakiraan DPI potensial dapat dibuat sehingga akan menghemat biaya operasi penangkapan. Perikanan tangkap di Perairan Prigi belum memiliki sistem pemetaan untuk digunakan dalam menentukan DPI potensial, khususnya ikan cakalang. Hal ini mengakibatkan nelayan-nelayan tonda dan mini purse seine sebagian besar masih menggunakan sistem penangkapan berburu dan mengandalkan penggunaan rumpon dan cahaya sehingga biaya dan waktu operasi penangkapan menjadi tinggi. Ketidakberadaan sistem ini juga mengakibatkan keuntungan yang diperoleh nelayan tidak menentu, bahkan lebih sering mengalami kerugian. Sistem pemetaan dapat didekati dengan analisis hasil tangkapan dengan melihat aspek-aspek yang mempengaruhi hasil tangkapan. Aspek-aspek tersebut ialah (a) nelayan yang mengoperasikan alat tangkap, (b) teknologi alat penangkapan ikan, (c) kapal ikan dan perlengkapannya, (d) metode penangkapan ikan dan (e) tingkah laku ikan (Simbolon et al. 2009). Pada saat ini, sistem pemetaan DPI potensial belum dikembangkan untuk perikanan skala kecil, termasuk perikanan cakalang di Perairan Prigi. Perairan Prigi merupakan salah satu wilayah potensial perikanan tuna dan cakalang skala kecil yang seharusnya perlu dilakukan peningkatan perikanan tangkap menuju skala industri melalui pembuatan sistem pemetaan DPI. Tujuan penelitian ini adalah membuat suatu model sistem pemetaan DPI yang sesuai dengan kondisi perikanan di Perairan Prigi serta membuat model sistem pemetaan dari operasi penangkapan yang terjadi saat ini. Dengan ini diharapkan pelaku perikanan, khususnya dinas perikanan mampu membuat peta DPI potensial dari sistem pemetaan yang sesuai dengan karakter perikanannya sehingga nelayan mampu menekan biaya operasi penangkapan dan meningkatkan kesejahteraan para nelayan. Pembuatan sistem pemetaan ini didekati dengan analisis aspek sumber daya manusia, teknologi alat penangkapan, kapal dan sumber daya ikan kaitannya dengan hasil tangkapan. Aspek-aspek tersebut dapat mempengaruhi hasil tangkapan ikan sehingga perlu untuk dianalisis.
Metode Penelitian Pengumpulan data Data yang diperlukan untuk menganalisis dan membuat model sistem pemetaan daerah penangkapan terdiri dari data primer yang diperoleh melalui
14 wawancara bertahap dan pengisian kuesioner terhadap responden yang ditetapkan secara purposif. Pemilihan purposif ini dilakukan dengan pertimbangan informan merupakan pekerja penuh di PPN Prigi. Jumlah responden sebanyak 120 orang yang terdiri dari ABK (87 orang), kapten kapal (15 orang), kelompok nelayan (3 orang), pemilik kapal (5 orang), pedagang (4 orang) dan petugas pelabuhan (5 orang). Data yang dikumpulkan dari responden itu ialah (1) metode penentuan DPI, (2) pembagian hasil tangkapan, (3) pemasaran hasil tangkapan, (4) informasi sumber daya manusia yang terlibat, (5) spesifikasi unit penangkapan, (6) sistem komunitas kelompok nelayan, (7) aspek ekonomi, (8) aspek sumber daya ikan dan (9) sistem pranata sosial masyarakat. Bahan dan alat yang digunakan adalah kuisioner, komputer dari jenis laptop, perangkat lunak (software) Microsoft Word 2007, Microsoft Excel 2007 (menggunakan sistem operasi Windows 7), software statistik dan software LISREL 8.3 versi student. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2012 di PPN Prigi. Analisis data Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis komponensial dengan pendekatan sistem. Analisis kebutuhan merupakan permulaan pengkajian dari suatu sistem. Dalam melakukan analisis kebutuhan ini dinyatakan kebutuhankebutuhan pelaku yang ada, kemudian dilakukan tahap pengembangan kebutuhankebutuhan variabel dari aspek yang dideskripsikan. Tahap awal dilakukan dengan melihat persentase kebutuhan nelayan terhadap 4 aspek, yaitu aspek SDM, SDI, kapal dan teknologi alat penangkapan. Hal ini bertujuan untuk melihat sejauh mana aspek tersebut berpengaruh terhadap peningkatan hasil tangkapan ikan di Perairan Prigi sehingga dapat melihat kebutuhan aspek mana yang dapat dipenuhi. Data yang telah dianalisis kemudian ditampilkan dalam bentuk persentase grafik atau gambar sehingga menghasilkan informasi yang dapat digunakan dalam menentukan kebutuhan aspek dalam sistem. Formula yang digunakan dalam mengetahui persentase kebutuhan adalah sebagai berikut: 𝑃𝑃 =
∑ 𝑋𝑋𝑋𝑋 𝑥𝑥 100 % ; 𝑖𝑖 = 1,2,3 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 4 ∑ 𝑋𝑋
Keterangan: P : Persentase kebutuhan Xi : Responden yang memilih aspek ke-i X : Total jumlah responden i : Aspek SDM (i1 ), SDI (i2 ), kapal (i3 ) dan aspek teknologi alat penangkapan (i4 ) Analisis pembuatan model sistem pemetaan menggunakan analisis pendekatan sistem kemudian dilanjutkan dengan analisis SEM (Structural Equation Modeling). Data primer yang dikumpulkan dari responden dimasukkan dan diolah secara kuantitatif, ditabulasi dan selanjutnya dianalisis dengan pendekatan sistem. Model yang terbentuk kemudian dianalisis dengan persamaan SEM. Dalam persamaan SEM ini, variabel endogen laten (Y) dipengaruhi oleh variabel eksogen laten (X). Analisis SEM digunakan untuk memodelkan faktorfaktor yang paling berpengaruh sehingga akan diperoleh suatu model fit yang mempengaruhi hasil tangkapan dan pemetaan DPI. Analisis ini memudahkan menentukan sistem pemetaan DPI dan juga mengetahui komponen-komponennya.
15 Faktor-faktor yang dianalisis dalam penentuan sistem pemetaan penangkapan ikan sebagai berikut; variabel Y terdiri atas hasil tangkapan (HSL), sedangkan variabel X terdiri dari sumber daya manusia (SDM), teknologi alat penangkapan ikan (TAP), kapal (KPL), sumber daya ikan (SDI). Setiap variabel sangat terkait dan berpengaruh terhadap variabel (komponen) lainnya. Data yang diperlukan pada analisis SEM untuk melihat variabel atau faktor-faktor yang paling berpengaruh sebagai berikut: 1. SDM meliputi; a. Jumlah ABK (JBK), dinilai berdasarkan jumlah ABK. b. Keterampilan (KTP), dinilai berdasarkan kemampuan menggunakan alat penangkapan dan kemampuan menangani hasil tangkapan. c. Latar belakang (LBK), dinilai berdasarkan tingkat pendidikan. d. Birokrasi (BRK), dinilai berdasarkan peran dinas perikanan. e. Umur nelayan (UMR), dinilai berdasarkan usia nelayan. 2. Teknologi alat penangkapan ikan meliputi; a. Penambahan alat (PHA), dinilai dari adanya penambahan alat tangkap lain selain pancing tonda dan pancing ulur. b. Bahan (BHN), dinilai berdasarkan kualitas dan harga bahan alat. c. Rumpon (RMP), dinilai dari kepemilikan rumpon.. d. Cahaya (CHY), dinilai dari peranan penggunaan cahaya lampu dalam operasi penangkapan. 3. Kapal meliputi; a. Kelayakan melaut (KLM), dinilai berdasarkan fasilitas keselamatan saat operasi penangkapan. b. Dimensi (DMS), dinilai berdasarkan efesiensi ukuran dan bentuk kapal. 4. SDI meliputi; a. Musim (MSM), dinilai berdasarkan lama musim penangkapan setahun. b. Ukuran (UKR), dinilai berdasarkan ukuran cakalang yang tertangkap. c. CPUE (CPU), dinilai berdasarkan produksi satu hari operasi penangkapan. d. Parameter oseanografi (OCG), dinilai berdasarkan nilai kisaran klorofil-a dan SPL optimum setiap posisi penangkapan. Setelah data tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi hasil tangkapan ikan cakalang diketahui, maka dilanjutkan dengan proses penyusunan kontruksi persamaan eksogen peubah laten yaitu: 1. Konstruksi persamaan eksogen peubah laten meliputi: a. Pengukuran SDM terdiri dari: Jumlah ABK : X1.1 = λ1X1 + δ1 Keterampilan : X1.2 = λ2X1 + δ2 Pendidikan : X1.3 = λ3X1 + δ3 Birokrasi : X1.4 = λ4X1 + δ4 Umur : X1.5 = λ5X1 + δ5 b. Pengukuran teknologi alat penangkapan terdiri dari: Penambahan alat : X2.1 = λ5X2 + δ5 Bahan : X2.2 = λ6X2 + δ6 Rumpon : X2.3 = λ7X2 + δ7 Cahaya : X2.4 = λ8X2 + δ8 c. Pengukuran kapal terdiri dari: Kelayakan melaut : X3.1 = λ9X3 + δ9
16 Dimensi : X3.2 = λ10X3 + δ10 d. Pengukuran SDI terdiri dari: Musim : X4.1 = λ11X4 + δ11 Ukuran : X4.2 = λ12X4 + δ12 CPUE : X4.3 = λ13X4 + δ13 Parameter oseanografi : X4.4 = λ14X4 + δ14 2. Persamaan model struktural Model sistem pemetaan DPI cakalang di Perairan Prigi yaitu: Y = γ1X1+ γ2X2+ γ3X3+ γ4X4+ζ Setelah dilakukan analisis dengan SEM, kemudian dilanjutkan dengan pengujian terhadap model SEM untuk menentukan fit model sehingga faktorfaktor yang mempengaruhi dapat mewakili dan menggambarkan kondisi yang sesuai dengan penelitian. Kriteria ini digunakan untuk menentukan apakah model yang dihasilkan layak digunakan. Kriteria-kriteria untuk mengetahui uji kecocokan (testing fit) dapat dilihat pada Tabel 3.1 Tabel 3.1 Uji kecocokan dalam analisis SEM No.
Ukuran Derajat Kecocokan
1
Chi-square (χ2)
2
Non-Centrality Parameter (NCP)
3
Goodness of Fit Index (GFI)
4
Root Mean Square Residual (RMR)
5
Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI)
6
Non-Normed Fit Index (NNFI)
7
Incremental Fit Index (IFI)
8
9
Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) Expected Cross Validation index (ECVI)
Comparative Fit Index 10 (CFI) Sumber: Wijanto (2007)
Keterangan Menguji apakah kovarian populasi yang diestimasi sama dengan kovarian sampel Mengukur tingkat penyimpangan antara simple covariance matrix dan fitted. Suatu ukuran mengenai ketepatan model dalam menghasilkan observed matriks kovarian Mengukur rerata variancovarian dari model dengan data sampel Mengukur rasio antara degree of freedom dari null model dengan model estimasi Mengukur chi square banding degree of freedom dari null model dengan model estimasi Mengukur nilai nilai minimum F null model dengan model estimasi Rata-rata perbedaan degree of fredom yang diharapkan terjadi dalam populasi. Mengukur penyimpangan antara fitted (model) matrik kovarian pada sampel dan kovarian matrik yang akan diperoleh pada sampel lain Uji kelayakan model yang diusulkan dengan model dasar
Tingkat Kecocokan yang Diterima Batas bawah = 1.0 Batas atas = 2.0 atau 3.0 dan x2/df > 5 Semakin kecil semakin baik GFI ≥ 0.90 Standarddized RMR ≤ 0.05 AGFI ≥ 0.90 NNFI ≥ 0.90 IFI ≥ 0.90 RMSEA≤ 0.08 (good fit) RMSEA< 0.05 (close fit)
Semakin kecil semakin baik. CFI ≥ 0.9 0
17
Hasil Penelitian Pendekatan sistem pemodelan pemetaan DPI potensial Analisis kebutuhan nelayan-nelayan kapal tonda untuk meningkatkan hasil tangkapan terdiri dari kebutuhan pra produksi dan produksi. Kebutuhan pra produksi mencakup ketersediaan perbekalan (makanan dan minuman), es balok, bahan bakar dimana kebutuhan ini sudah wajib tersedia dalam melakukan operasi penangkapan. Sedangkan kebutuhan produksi terdiri dari kebutuhan dari aspek anak buah kapal, SDI, alat penangkapan dan kapal tonda. Analisis ini perlu dilakukan untuk mengetahui kebutuhan pelaku kegiatan perikanan yang berkaitan dengan sistem pemetaan daerah penangkapan potensial di Prigi (Tabel 3.2). Tabel 3.2 Pelaku dan kebutuhan pelaku sistem pemetaan DPI di Perairan Prigi No
Pelaku
1
Nelayan tonda
2
Pemilik kapal
3
Dinas KKP/PPN Prigi
4
Konsumen/ Pedagang
Kebutuhan -
Peta prakiraan daerah penangkapan potensial Akurasi peta DPI Pelatihan penggunaan peta DPI Peningkatan keterampilan penangkapan ikan Fasilitas internet atau papan informasi DPI Informasi peta DPI dan cuaca Jarak DPI yang terjangkau Keamanan kapal dan perlengkapan Data oseanografi dan cuaca Data hasil tangkapan Informasi dari nelayan Akurasi peta Kualitas ikan bagus Harga terjangkau Ketersediaan ikan dalam jumlah yang cukup
Permasalahan yang dihadapi oleh pelaku perikanan sehingga menyebabkan belum berkembangnya sistem pemetaan daerah penangkapan diantaranya sebagai berikut: 1. Peta prakiraan daerah penangkapan potensial belum bisa diterapkan pada perikanan tonda sehingga metode operasi penangkapan masih menggunakan cara berburu gerombolan ikan serta menggunakan rumpon dan cahaya lampu. 2. Mutu ikan yang didaratkan masih rendah karena jarak daerah penangkapan yang cukup jauh. 3. Biaya operasional penangkapan yang tinggi. 4. Lama trip operasi berlangsung lama (4-14 hari). 5. Terjadinya konflik antar nelayan Prigi maupun dengan nelayan kapal besar seperti kapal purse seine dari Bali dan Jakarta yang disebabkan oleh keberadaan rumpon. 6. Peta yang sudah ada saat ini terlalu luas dan sulit dipahami nelayan. 7. SDM, khususnya nelayan memiliki tingkat pendidikan yang masih rendah. 8. Kapal yang digunakan masih berukuran dibawah 10 GT. 9. Fasilitas penyedia informasi peta DPI belum tersedia di pelabuhan sehingga sosialisasi penggunaan peta DPI tidak terlaksana.
18 Identifikasi terhadap semua aspek-aspek yang diperlukan nelayan untuk meningkatkan hasil tangkapan dilakukan untuk melihat hubungan diantara sub sistem atau aspek-aspek yang terjadi. Identifikasi ini dapat dilihat dalam diagram lingkar sebab-akibat (causal loop) pada Gambar 3.1. Peningkatan upaya penangkapan ikan oleh nelayan (SDM) tanpa pengawasan dan pengendalian oleh pemerintah akan mengakibatkan stok SDI cepat habis. Peranan pemerintah dalam menjaga kelestarian dapat dilakukan dengan memberikan pengarahan kepada nelayan melalui penggunaan peta DPI yang mudah digunakan, pengaturan kapal dan alat. Stok SDI yang tetap terjaga akan meningkatkan hasil tangkapan. Hasil tangkapan yang tinggi akan mempengaruhi daerah penangkapan dan pendapatan daerah meningkat. Daerah penangkapan berdampak pada musim penangkapan sehingga nelayan dengan mudah melakukan operasi penangkapan. Pola pikir masyarakat atau budaya juga harus mendapat perhatian dari pemerintah untuk tetap menjaga keamanan dan usaha penangkapan yang berkelanjutan sehingga konflik bisa diatasi. Permasalahan pengadaan rumpon harus diperhatikan sehingga tidak menimbulkan konflik dan juga tidak merusak ekosistem perairan dan ukuran ikan yang tertangkap merupakan ukuran yang sudah layak tangkap. Cuaca yang tidak bisa dikontrol dapat mempengaruhi kondisi perairan seperti parameter oseanografi sehingga diperlukan kapal yang memiliki stabilitas yang baik dalam menjangkau DPI yang jauh dari pantai. Ukuran kapal dan kelengkapan melaut sangat berperan dalam tingkat keselamatan nelayan.
Gambar 3.1 Diagram lingkar sistem pemetaan daerah penangkapan ikan
19
INPUT LINGKUNGAN 1. Budaya lokal 2. Undang-undang perikanan Input tidak terkontrol 1. Stok SDI 2. Cuaca 3. Parameter oseanografi
SISTEM PEMETAAN DPI
Input terkontrol
Output yang dikehendaki 1. Peta DPI yang akurat untuk perikanan tradisional 2. Optimalisasi biaya dan waktu operasi penangkapan ikan 3. Produktivitas tinggi 4. Kesejahteraan nelayan 5. Teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan
Output yang tidak dikehendaki
1. Jumlah,umur dan keterampilan nelayan 2. Teknologi penangkapan 3. Fasilitas internet 4. Pelatihan 5. Birokrasi/dinas permerintahan
1. Trip operasi penangkapan lama 2. Konflik sosial 3. Kualitas hasil tangkapan rendah
MANAJEMEN PERIKANAN
Gambar 3.2 Diagram input-output sistem pemetaan DPI tradisional Identifikasi aspek-aspek penentuan suatu DPI potensial untuk perikanan skala kecil atau tradisional harus dilanjutkan dengan interpretasi peubah input, peubah output dan parameter-parameter yang membatasi aspek-aspek tersebut
20 melalui proses konsep kotak gelap (black box). Aspek stok SDI, cuaca dan parameter oseanografi memiliki peranan yang tidak terlalu penting, akan tetapi diperlukan agar sistem pemetaan dapat berfungsi dengan baik. Aspek SDM, teknologi, harga, kapal dan peranan pemerintah sangat diperlukan karena berperan penting dalam mengubah kinerja sistem yang dibuat. Respon yang diharapkan dari hasil sistem yang dibuat diantaranya daerah penangkapan yang akurat, optimalisasi biaya dan waktu operasi sehingga produktivitas meningkat dan terciptanya kesejahteraan nelayan serta adanya teknologi penangkapan yang ramah lingkungan. Namun, hasil sampingan yang tidak diharapkan berupa konflik antar nelayan dan trip operasi yang masih lama serta kualitas hasil tangkapan yang masih rendah. Diagram input-output diidentifikasi untuk menganalisis semua aspek-aspek yang berkaitan dengan peningkatan hasil tangkapan dalam sistem pemetaan daerah penangkapan ikan (Gambar 3.2). Penyaringan dilakukan untuk komponen yang perlu dipakai untuk membentuk model deskriptif dengan analisis pemodelan abstrak. Model deskriptif dihasilkan melalui rekayasa model dengan pendekatan kotak gelap dan struktur pemodelan karakteristik dari komponen sistem. Komponen-komponen yang dianalisis terdiri dari SDM, SDI, kapal dan teknologi alat penangkapan (TAP). Komponen-konponen ini secara tidak langsung akan saling mempengaruhi dan secara langsung mempengaruhi hasil tangkapan. Sistem pemetaan daerah penangkapan dapat didekati dengan analisis hasil tangkapan sehingga menghasilkan peta daerah penangkapan ikan yang sesuai dengan karakteristik perikanan di Perairan Prigi dengan menambahkan analisis faktor budaya lokal dan kondisi wilayah secara geografis dan topografi. Namun, unsurunsur dalam komponen model abstrak sistem tersebut masih harus dikaji untuk memperoleh model sistem yang cocok di Perairan Prigi. Pengujian dilakukan dengan analisis Structural Equation Modeling (SEM). Hal ini dilakukan untuk melihat aspek-aspek yang paling mempengaruhi terhadap hasil tangkapan di Perairan Prigi. Model yang diharapkan merupakan model yang sudah cocok (fit) sehingga dapat digunakan untuk menggambarkan model sistem pemetaan yang selama ini terjadi pada perikanan tonda di Perairan Prigi. Sistem pemetaan DPI potensial ikan cakalang di Perairan Prigi Pengujian model sistem pemetaan dilakukan dengan menggunakan analisis model persamaan struktural dengan menganalisis semua faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil tangkapan. Pendekatan hasil tangkapan dapat digunakan untuk memprediksi daerah penangkapan ikan potensial. Variabel laten terdiri dari SDM, teknologi alat penangkapan, kapal, SDI dan juga hasil tangkapan. Variabel teramati terdiri dari jumlah nelayan, keterampilan, pendidikan, birokrasi, umur nelayan, penambahan alat, bahan pembuat alat, rumpon, cahaya, kelayakan melaut, dimensi kapal, musim penangkapan, ukuran ikan, catch per unit effort dan parameter oseanografi perairan. Analisis SEM dilakukan dengan menggunakan Higher Order Corfirmatory Factor Analysis Model atau second order CFA (2ndCFA) dengan estimasi Maximum Likelihood. Aspek teknologi alat penangkapan (TAP) yang terdiri dari penambahan alat, bahan, rumpon, cahaya lampu dan harga mempunyai nilai yang paling besar yaitu sebesar 34%. Aspek SDM yang terdiri dari jumlah ABK, keterampilan, pendidikan atau latar belakang, birokrasi dan umur mempunyai persentase sebesar
21 30%. Aspek SDI yang terdiri dari musim ikan, ukuran ikan, CPUE dan parameter oseanografi memiliki persentase sebesar 26%. Sedangkan aspek kapal yang terdiri dari dimensi dan tingkat kestabilan kapal hanya memiliki persentase sebesar 10% (Gambar 3.3). Berdasarkan identifikasi aspek kebutuhan nelayan, dapat diketahui bahwa penambahan alat, bahan, rumpon dan cahaya memiliki pengaruh yang besar terhadap keberhasilan operasi penangkapan ikan.
SDM 30%
SDI 26% KPL 10%
TAP 34%
Gambar 3.3 Persentase aspek-aspek yang dibutuhkan oleh nelayan tonda Hasil uji kecocokan atau Goodness of fit (GOT) keseluruhan model yang terdiri dari ukuran kecocokan absolut, ukuran kecocokan inkremental, ukuran kecocokan parsimoni dan ukuran kecocokan lainnya dapat dilihat pada Tabel 3.3. Penilaian GOF secara keseluruhan tidak dapat dilakukan secara langsung seperti teknik multivariate yang lain karena SEM tidak memiliki satu uji statistik terbaik sehingga dapat menggunakan kombinasi dari beberapa nilai GOF. Hasil output analisis tahap pertama secara menyeluruh dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 3.3 Ukuran GOF antara data dengan model Ukuran GOF Cut off Value Hasil Estimasi Evaluasi Model Chi-square (χ2)
Diharapkan kecil
87.79
Baik
Probability
≥ 0.05
0.34
Baik
χ /df
≤ 2.00
1.009
Baik
NCP
Diharapkan kecil
0.79
Baik
GFI
≥ 0.90
0.90
Baik
RMR
Standarddized RMR≤ 0.05
0.082
Kurang baik
AGFI
≥ 0.90
0.86
Kurang baik
NNFI
≥ 0.90
0.94
Baik
IFI
≥ 0.90
0.96
Baik
RMSEA
≤ 0.08
0.0095
Baik
CFI
≥ 0.9 0
0.95
Baik
2
22
Nilai evaluasi model terhadap Root Mean Square Residual (RMR) dan Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) tidak sesuai dengan batas kecocokan (Tabel 3.3). Terdapat 2 ukuran GOF yang menunjukkan kecocokan yang kurang baik dan 9 ukuran GOF menunjukkan kecocokan yang baik, sehingga dapat disimpulkan bahwa kecocokan seluruh model adalah kurang baik. Pada Gambar 3.4 menunjukkan nilai kombinasi Basic Model-T-values, dimana angka-angka tersebut menunjukkan nilai-t dari setiap angka hasil estimasi yang terkait. Nilai-t yang < 1.96 menunjukkan bahwa angka estimasi terkait adalah tidak signifikan atau sama dengan nol sehingga harus dikeluarkan dari analisis untuk memperoleh model yang fit. Berdasarkan Gambar 3.4, terlihat bahwa aspek teknologi alat penangkapan (TAP) dan kapal yang dapat mempengaruhi hasil tangkapan. TAP dipengaruhi oleh rumpon (RMP) dan cahaya (CHY), sedangkan aspek kapal mempengaruhi hasil tangkapan walaupun variabel kelayakan melaut (KLM) dan dimensi (DMS) tidak berpengaruh signifikan terhadap kapal tonda. Elemen SDM dan SDI tidak mempengaruhi hasil tangkapan ikan cakalang di Perairan Prigi. Melalui perhitungan kecocokan model pengukuran dengan menggunakan muatan faktor standar (standardized loading factors) dihasilkan bahwa elemen teknologi alat penangkapan, kapal dan SDM memenuhi validitas yang baik sedangkan elemen SDI tidak memiliki validasi yang baik. Hal ini terlihat dari nilai muatan faktor standarnya≥ 0.70 (Gambar 3.5). Akan tetapi, secara keseluruhan model sistem pemetaan daerah penangkapan ikan cakalang di Perairan Prigi memiliki konstruk model yang kurang baik karena nilai Construct Reliability (CR) ≤ 0.70 yaitu sebesar 0.38 da n nilai Variance Extracted (VE) ≤ 0.05 yaitu sebesar 0.12. Elemen teknologi alat penangkapan memiliki nilai R2 tertinggi yaitu 0.95, kapal memiliki nilai R2 sebesar 0.98 dan SDM memiliki nilai R2 sebesar 0.58 sedangkan SDI memiliki nilai R2 hanya sebesar 0.43. Nilai R2 masingmasing elemen menjelaskan seberapa besar variabel dari aspek dapat menjelaskan variabel terhadap hasil tangkapan di Perairan Prigi. Hasil output SEM tahap ini secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3. Model yang dihasilkan pada analisis pertama merupakan model yang belum fit sehingga perlu melakukan respesifikasi dengan cara menghapus semua variabel-variabel yang tidak signifikan (nilai-t ≥ 1.96). Berdasarkan perhitungan nilai-t, variabel-variabel yang layak untuk dianalisis selanjutnya adalah variabel pada aspek teknologi alat penangkapan (TAP). Hasil evaluasi model goddness of fit memperlihatkan bahwa RMSEA tidak memenuhi kriteria kecocokan, akan tetapi terdapat 10 ukuran GOF yang cocok (Tabel 3.4). Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa kecocokan model yang telah direspesifikasi adalah baik. Gambar 3.6 memperlihat nilai-t model yang menunjukkan tingkat hubungan antara variabel yang dapat mempengaruhi hasil tangkapan. Penambahan alat (PHA) tidak mimiliki nilai-t akan tetapi tidak dapat dihapus dari analisis karena variabel tersebut mempengaruhi variabel rumpon (RMP). Variabel bahan (BHN) dan variabel cahaya (CHY) memiliki nilai-t positif sedangkan variabel rumpon memiliki nilai-t negatif yang signifikan.
23
Keterangan: JBK = jumlah nelayan
RMP = rumpon
OCG = parameter oseanografi perairan
KTP = keterampilan
CHY = cahaya
SDM =sumber daya manusia
LBK = pendidikan
KLM = kelayakan melaut
TAP = teknologi alat penangkapan
BKR = birokrasi
DMS = dimensi (ukuran) kapal
KPL = kapal tonda
UMR = umur nelayan
MSM = musim penangkapan
SDI = sumber daya ikan
PHA = penambahan alat
UKR = ukuran ikan
HSL = produksi hasil tangkapan ikan
BHN = bahan pembuat alat
CPU = CPUE
Gambar 3.4 Structural equation modeling yang menunjukkan nilai-t
Gambar 3.5 Structural equation modeling yang menunjukkan nilai muatan standar
24 Tabel 3.4 Ukuran GOF antara data dengan model setelah respesifikasi Ukuran GOF Cut off Value Hasil Estimasi Evaluasi Model Chi-square (χ2)
Diharapkan kecil
3.85
Baik
Probability
≥ 0.05
0.15
Baik
χ /df
≤ 2.00
1.925
Baik
NCP
Diharapkan kecil
1.85
Baik
GFI
≥ 0.90
0.98
Baik
RMR
Standarddized RMR≤ 0.05
0.044
Baik
AGFI
≥ 0.90
0.91
Baik
NNFI
≥ 0.90
0.96
Baik
IFI
≥ 0.90
0.99
Baik
RMSEA
≤ 0.08
0.095
Kurang baik
CFI
≥ 0.9 0
0.99
Baik
2
Perhitungan kecocokan model pengukuran dengan menggunakan muatan faktor standar (standardized loading factors) dihasilkan bahwa variabel rumpon dan cahaya memenuhi validitas yang baik sedangkan variabel penambahan alat dan bahan tidak memiliki validasi yang baik. Hal ini terlihat dari nilai muatan faktor standarnya≥ 0.70 (Gambar 3.7). Keseluruhan model sistem pe metaan daerah penangkapan ikan cakalang di Perairan Prigi memiliki konstruk model yang baik karena nilai Construct Reliability (CR) ≥ 0.70 yaitu sebesar 0.80 dan nilai Variance Extracted (VE) ≥ 0.05 yaitu sebesar 0.59. Elemen teknologi alat penangkapan memiliki nilai R2 yaitu 0.95 yang berarti elemen ini berpengaruh terhadap hasil tangkapan ikan cakalang di Perairan Prigi sebesar 95 %, sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Hasil output analisis SEM setelah respesifikasi dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 4. Hasil analisis menghasilkan model persamaan struktural yang sudah fit sebagai berikut: HSL = 0.44 PHA + 0,55 BHN + 0.71 RMP + 0.97 CHY + 0.01, R² = 0.95
Gambar 3.6
Nilai-t structural equation modeling setelah respesifikasi
25
Gambar 3.7 Diagram nilai muatan faktor standar structural equation modeling setelah respesifikasi
Pembahasan Pendekatan sistem dalam pemodelan pemetaan DPI Sistem pemetaan suatu DPI di setiap wilayah yang berbeda-beda pasti juga akan memiliki model sistem yang berbeda-beda. Hal ini tidak terlepas dari budaya lokal, letak geografis suatu wilayah tertentu. Nurani dan Widyamayanti (2005), menyatakan adanya faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan perikanan di Pacitan, diantaranya adalah kondisi demografi, ekonomi, sosial budaya dan pendidikan. Hal itu juga berlaku untuk perikanan di Prigi. Pembuatan sistem pemetaan DPI di Perairan Prigi ini merupakan langkah awal yang nantinya bisa diterapkan di wilayah perairan Indonesia lainnya dengan melakukan perubahan sesuai wilayah masing-masing. Model sistem pemetaan DPI cakalang potensial di Perairan Prigi mencakup berbagai aspek yang menunjang peningkatan hasil tangkapan ikan cakalang. Aspek SDM, aspek teknologi alat penangkapan, aspek kapal dan aspek SDI dimasukkan ke dalam pengkajian sistem karena pengamatan awal di lapangan menunjukkan bahwa aspek tersebut yang paling berpengaruh dalam operasi penangkapan ikan. Kemampuan dan jumlah nelayan, peranan pemerintah atau dinas perikanan dan pengalaman atau keterampilan nelayan tentunya berperan besar dalam bisnis perikanan. Ukuran dan kelayakan melaut kapal akan berpengaruh terhadap kemampuan kapal menempuh jarak ke lokasi penangkapan ikan. Hal ini berkaitan dengan keselamatan saat operasi penangkapan dan daya tampung hasil tangkapan di atas kapal. Penambahan alat penangkapan lain atau penambahan alat bantu tentunya memudahkan nelayan dalam operasi penangkapan disamping pengaruh dari SDI seperti musim penangkapan, ukuran dan keadaan oseanografi perairan. Semua aspek dianalisis untuk memperoleh sistem pemetaan DPI potensial yang berwawasan lingkungan. Namun, tidak semua variabel-variabel tersebut berpengaruh langsung dengan hasil tangkapan. Kohar et al. (2009) menyatakan bahwa lingkungan usaha kerja (keterampilan dan
26 pengetahuan nelayan, modal, fasilitas logistik dan akses pemasaran) mempunyai pengaruh yang positif terhadap perikanan purse seine di PPN Pekalongan sedangkan kebijakan pemerintah (pendidikan, pelatihan, penyuluhan, pelabuhan, proses perizinan, pelelangan ikan, koperasi) mempunyai pengaruh yang negatif. Hal ini menggambarkan bahwa kemungkinan ada aspek yang belum berfungsi atau berperan dengan baik dalam memajukan perikanan skala tradisional. Pendidikan merupakan variabel yang dianggap kurang penting dalam operasi penangkapan karena keterampilan nelayan diperoleh secara langsung ketika mengikuti operasi penangkapan. Nelayan lebih mendukung pendidikan formal kepada anak mereka yang nantinya diharapkan memiliki kehidupan yang jauh lebih baik. Suryani et al. (2004), mengatakan bahwa peranan orang tua nelayan sangat tinggi untuk mendorong anak-anak mereka belajar ke tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi sehingga nantinya mampu mengangkat derajat sosial keluarga di masyarakat. Jumlah dan umur nelayan dalam operasi penangkapan dengan kapal tonda harus dimasukkan dalam analisis karena variabel tersebut berkaitan dengan tingkat produktivitas usia kerja. Peranan pemerintah atau dinas perikanan sangat penting untuk meningkatkan perikanan cakalang. Untuk meningkatkan kemajuan perikanan, pemerintah dapat mengadakan pelatihan dan penyuluhan kepada nelayan sehingga roda perekonomian perikanan menjadi berkembang. Nelayan sangat mengharapkan adanya peran serta pemerintah sehingga memberikan wawasan baru tentang upaya penangkapan agar mendapat hasil tangkapan yang lebih optimum (Suwardjo et al. 2010). Salah satunya adalah dengan pembuatan peta DPI yang mudah digunakan nelayan dan mengadakan pelatihan dan sosialisasi terhadap peta DPI yang diterbitkan. Musim penangkapan sangat berkaitan dengan keberadaan ikan setiap tahunnya. Musim puncak penangkapan pada suatu wilayah pengelolaan perikanan umumnya sama terhadap jenis ikan tertentu. Variabel ini berkaitan dengan kondisi cuaca dan faktor lingkungan perairan seperti suhu, klorofil dan salinitas. Penyebaran ikan akan dipengaruhi oleh parameter-parameter tersebut, sehingga seyogianya dapat diprediksi. Musim penangkapan ikan menjadikan aktivitas nelayan semakin sibuk, karena hasil tangkapan akan semakin tinggi dan meningkatkan kesejahteraan mereka. Proses-proses yang terjadi karena faktor lingkungan perairan seperti upwelling dan front biasanya menjadi indikator daerah potensial saat musim penangkapan. Hutabarat dan Evans (2008) menyatakan bahwa area-area upwelling merupakan suatu tempat yang subur bagi populasi ikan karena adanya fitoplankton sebagai dasar dari rantai makanan. Populasi ikan, khususnya ikan cakalang yang berada di sekitar daerah upwelling saat musim penangkapan memiliki ukuran yang relatif sama. Aspek kelayakan melaut dan ukuran kapal mempunyai peranan yang penting terhadap keberhasilan operasi penangkapan dan keselamatan nelayan. Keselamatan kapal penangkap ikan merupakan interaksi faktor-faktor yang kompleks, yakni human factor (nakhoda dan ABK), machines (kapal dan peralatan keselamatan) dan enviromental (cuaca dan pengelolaan SDI). Permasalahan keselamatan atau kecelakaan akan timbul apabila minimum satu elemen dari human factor, machines atau enviromental factor tersebut tidak berfungsi (Lincoln 2002). Kapal tonda di Prigi dioperasikan untuk menangkap ikan tuna dan cakalang. Ross (2011) menyatakan bahwa alat tangkap pancing
27 tonda di Prigi memberikan kontribusi terhadap hasil tangkapan ikan cakalang sebesar 57 %, sedangkan purse seine sebesar 30 % dan gillnet sebesar 11 %. Ukuran panjang kapal tonda berkisar 15-16 m; lebar 3.25-3.5 m; tinggi 1.3-1.6 m; dengan daya mesin antara 54-80 PK. ABK kapal tonda berjumlah 5 orang. Selain mengoperasikan pancing tonda, unit ini juga membawa rawai dan pancing ulur. Teknologi alat penangkapan yang terdiri dari penambahan alat, bahan, rumpon dan cahaya mempunyai pengaruh dalam produktivitas nelayan tonda. Penambahan alat dan penggunaan lampu dilakukan oleh nelayan tonda lokal yang sebagian besar tidak mempunyai rumpon. Hal ini dapat meningkatkan jumlah hasil tangkapan dan menghemat jarak tempuh operasi penangkapan. Pengadaan rumpon sangat mempengaruhi peningkatan hasil tangkapan ikan. Menurut Nurdin (2011), rumpon di Perairan Prigi pertama kali dibawa oleh nelayan dari Makassar pada tahun 1999 dan kemudian mulai banyak digunakan tahun 2004. Penggunaan rumpon ini meningkatkan hasil tangkapan ikan tuna dan cakalang sehingga banyak nelayan payang dan jaring insang beralih menjadi nelayan tonda. Nelayannelayan yang memiliki modal besar lebih memilih membuat rumpon, sedangkan nelayan yang kurang modal usahanya lebih memilih menggunakan cahaya dan menambahkan alat tangkap lain di dalam kapal. Penggunaan cahaya lampu ini juga dilakukan nelayan mini purse seine yang beroperasi di sekitar teluk pada malam hari dengan target ikan tongkol dan cakalang. Variabel-variabel pada aspek SDM, SDI, teknologi alat penangkapan dan kapal dianalisis pada diagram lingkar sebab-akibat untuk melihat keterkaitan antara komponen dalam sistem sehingga sistem dapat bekerja. Sistem pemetaan pada perikanan tangkap seharusnya mencakup aspek SDI, ekologi, sosial, teknologi dan etik. Fauzi dan Anna (2005) menyatakan bahwa dari setiap aspek tersebut terdapat beberapa atribut atau variabel yang harus dipenuhi, karena merupakan indikator pembangunan perikanan tangkap dan sekaligus menjadi indikator keberlanjutannya. Budaya yang terdapat di wilayah tertentu harus diperhatikan dan diawasi dengan adanya peraturan undang-undang dari pemerintah. Hal ini bertujuan untuk mengatasi kebiasaan nelayan yang dapat merusak sistem perikanan yang berkelanjutan dan menghindari terjadinya konflik antar nelayan. Peraturan yang menyangkut metode penangkapan, ukuran kapal, teknologi alat penangkapan dan harga ikan akan menghasilkan perikanan yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan nelayan melalui peningkatan produktivitas nelayan. Yonvitner (2007) menyatakan bahwa produktivitas nelayan dapat dilihat dari tiga aspek yaitu aspek jumlah nelayan, jumlah kapal perikanan dan jumlah alat tangkap. Produktivitas nelayan di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia sangat berbeda. Kemudian, juga dinyatakan bahwa produktivitas di Perairan Samudera Hindia masih bisa ditingkatkan. Namun, perlu adanya manajemen perikanan untuk mengawasi sistem perikanan tangkap yang bersifat tradisional sehingga konflik nelayan, kualitas hasil tangkapan dan lama trip operasi dapat diatasi. Hal ini tentunya akan menjaga kelestarian potensi perikanan. Analisis terhadap aspek-aspek yang mempengaruhi hasil tangkapan dapat diterapkan untuk membuat model sistem pemetaan DPI potensial. Hasil tangkapan yang tinggi diperoleh dari keberhasilan operasi penangkapan. Keberhasilan operasi penangkapan ikan sangat ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain (1) nelayan atau sumber daya manusia, (2) alat penangkapan ikan, (3) kapal dan perlengkapannya, (4) metode penangkapan, (5) tingkah laku ikan atau sumber
28 daya ikan dan (6) daerah penangkapan ikan (Simbolon et al. 2009). Analisis terhadap aspek-aspek tersebut dilakukan dengan pendekatan sistem sehingga dapat dilihat kebutuhan-kebutuhan dan batasan pada sistem. Melalui pendekatan sistem dan rekayasa model, dihasilkan model deskriptif yang telah melalui uji permulaan pada proses pomodelan abstrak. Tahap implementasi komputer, validasi, analisis sensitivitas dan analisis stabilitas dalam pendekatan sistem tidak dilakukan dalam pemodelan ini. Eriyatno (2003), menyatakan model deskriptif banyak dipakai untuk mempermudah penelaahan suatu permasalahan dan dapat diselesaikan secara eksak serta mampu mengevaluasi hasilnya dari berbagai pilihan data input melalui persamaan regresi multivariate. Selanjutnya, yang dinyatakan juga bahwa tahapan rekayasa model sudah mampu mendeskripsikan model rancangan suatu sistem. Tahap pengujian model deskriptif dilanjutkan dengan analisis SEM yang hampir sama dengan persamaan regresi multivariate. Penggunaan analisis SEM ini didasarkan pada bentuk model yang dihasilkan dari pendekatan sistem. Teori dan model dalam ilmu sosial dan perilaku umumnya diformulasikan menggunakan konsep-konsep teoritis yang tidak dapat diukur atau diamati secara langsung. Sistem pemetaan DPI cakalang di Perairan Prigi Nilai-t dari analisis SEM mempunyai nilai negatif pada aspek-aspek SDM dan SDI yang memperlihatkan bahwa jumlah, keterampilan, pendidikan dan umur nelayan tidak mempengaruhi hasil tangkapan ikan cakalang di Perairan Prigi. Hal ini disebabkan adanya pola pikir yang beranggapan bahwa menjadi nelayan itu tidak membutuhkan keahlihan khusus dan semua masyarakat bisa menjadi nelayan dan biasanya merupakan pekerjaan turun temurun. Selain itu, kemampuan nelayan membaca peta dan budaya yang sudah melekat mengenai operasi penangkapan secara tradisional sangat mempengaruhi signifikansi pada model. Jika hal tersebut tidak terjadi, kemungkinan SDM akan memberikan nilai positif terhadap sistem pemetaan. Ross (2011), menyatakan nelayan di Prigi sebagian besar nelayan yang berusia tua dengan tingkat pendidikan SD tetapi memiliki banyak pengalaman dalam hal operasi penangkapan ikan sehingga pola pikir nelayannya yang hampir sama dengan nelayan yang berpendidikan SMA. Pendidikan nelayan sangat berperan dalam penggunaan peta DPI. Kemampuan mereka dalam membaca dan memahami peta DPI tentunya dipengaruhi tingkat pendidikan nelayan. Jumlah nelayan dalam satu kapal tonda tidak memiliki pengaruh karena adanya keterbatasan dalam operasi penangkapan. Selain itu, pengaruh pemerintah atau dinas perikanan juga belum optimal dalam peningkatan hasil tangkapan. Kelompok nelayan yang ada belum berperan secara optimal karena jarangnya pengadaan penyuluhan, pelatihan dan juga pertukaran informasi antara dinas perikanan dengan kelompok nelayan. Pemerintah yang membuat peta DPI melalui dinas BPOL seharusnya menerbitkan peta prakiraan yang mudah dipahami oleh nelayan tradisional dengan ruang lingkup yang sederhana. Musim penangkapan tidak berpengaruh terhadap operasi penangkapan ikan. Hal ini kemungkinan disebakan oleh musim penangkapan hampir terjadi sepanjang tahun. Nelayan tonda tetap melakukan operasi penangkapan sepanjang cuaca tidak buruk. Walaupun hasil tangkapan sedikit, nelayan terus beroperasi karena tidak ada pekerjaan lain yang bisa dilakukan. Secara umum, kondisi ini terjadi pada nelayan di Indonesia yang beranggapan bahwa nelayan itu adalah
29 pekerjaan pilihan terakhir untuk mencari nafkah. Puncak musim penangkapan terjadi pada musim timur (Juli dan Agustus) dimana kondisi perairan pada bulan tersebut relatif tenang hingga musim peralihan II (September–November). Pada bulan Desember terjadi perubahan musim menuju ke musim barat yang memiliki kondisi alam perairan kurang baik sehingga nelayan tidak melaut dan mengakibatkan penurunan trend musim penangkapan ikan. Musim peralihan I (Maret–Mei) kondisi perairan masih dalam penyesuaian menuju musim timur sehingga masih terjadi kondisi alam yang buruk, pada bulan-bulan ini walaupun terlihat trend nilai indeks musim penangkapan masih dibawah normal tetapi terjadi kenaikan trend yang menuju nilai normal (Nurdin 2011). Nelayan-nelayan juga menangkap semua ukuran ikan karena tetap bisa dijual kepada juragan. Pengaruh parameter oseanografi sama sekali tidak berpengaruh dalam operasi penangkapan karena mereka lebih mengandalkan pengalaman berburu dan bantuan rumpon atau cahaya untuk menentukan daerah penangkapan. Hasil yang diperoleh dengan analisis SEM memperlihatkan bahwa teknologi alat penangkapan sederhana sudah mulai diterapkan dalam perikanan cakalang sehingga berpengaruh terhadap hasil tangkapan. Adanya penggunaan rumpon dan cahaya untuk mengumpulkan ikan telah dilakukan oleh nelayan, khususnya nelayan tonda Makassar. Nurdin (2011) menyatakan bahwa jumlah rumpon di Perairan Prigi pada tahun 2011 sudah melewati batas yang diperbolehkan oleh pemerintah yaitu sebanyak 55 unit. Keputusan Menteri Pertanian nomor: 51/Kpts/ik.250/1/97 tentang pengadaan rumpon, untuk wilayah perairan yang luasnya 8940 km2 hanya diperbolehkan 33 unit. Berdasarkan otonomi daerah, luas perairan laut Kabupaten Trenggalek yang berpusat di PPN Prigi pada perairan 12 mil sebesar 2133 km2 sehingga jumlah rumpon yang baik ditanam pada lokasi tersebut berjumlah 8 unit. Penambahan alat tangkap dan menggunakan alat bantu cahaya lebih sering dilakukan oleh nelayan tonda Jawa. Cahaya yang digunakan nelayan tonda dipasang saat operasi malam hari sedangkan pada siang hari mereka menggunakan alat tangkap pancing. Alat bantu cahaya pada kapal tonda belum ada penelitian secara lengkap. Sudirman (2003), menyatakan bahwa cakalang juga tertangkap saat pengoperasian bagan rambo di Selat Makassar. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kebiasaan ikan pelagis kecil yang menyukai cahaya sehingga ikan pelagis besar seperti cakalang akan mencari makan di sekitar cahaya. Penggunaan cahaya dapat mengurangi waktu operasi penangkapan dan jarak yang ditempuh lebih dekat sehingga kualitas ikan lebih baik. Namun, pada penelitian diperoleh bahwa hasil tangkapan ikan cakalang oleh nelayan yang menggunakan cahaya masih berukuran tidak layak tangkap karena cakalang mengikuti schooling ikan tongkol. Teknologi alat penangkapan lebih berpengaruh jika dibandingkan dengan faktor kapal, nelayan dan sumber daya perairan itu sendiri. Hal ini disebabkan budaya lokal yang selalu beranggapan bahwa sebelum cuaca buruk, mereka terus melakukan operasi penangkapan jika alat tangkap atau lampu tidak rusak dan rumpon sudah terpasang. Penambahan dan pemilihan bahan alat yang baik hanya memberikan pengaruh kecil terhadap hasil tangkapan jika dibandingkan dengan penggunaan rumpon dan cahaya. Hal ini disebabkan oleh jumlah nelayan menggunakan rumpon dan cahaya lebih banyak. Mereka berpendapat bahwa penggunaan rumpon dan cahaya memberikan kepastian hasil tangkapan walaupun biaya yang dikeluarkan jauh lebih tinggi. Analisis SEM memperlihatkan bahwa
30 teknologi alat penangkapan dan kapal memiliki pengaruh terhadap hasil tangkapan. Hal ini juga terlihat dari hasil analisis yakni nilai koefisien R2 aspek teknologi alat penangkapan sebesar 0.95 dan nilai koefisien R2 aspek kapal sebesar 0.98. Aspek kapal sebenarnya memiliki pengaruh terhadap hasil tangkapan, tetapi variabelnya tidak memiliki pengaruh yang signifikan sehingga perlu dihapus. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kesalahan pemilihan variabel saat melakukan wawancara di lapangan. Kelayakan melaut dan dimensi kapal kemungkinan kurang mewakili aspek kapal. Aspek umur kapal, jumlah mesin, jumlah kapal tonda yang beroperasi dan bahan kapal kemungkinan mempengaruhi kinerja kapal saat operasi penangkapan. Aspek kelayakan melaut dan ukuran kapal mempunyai persentase terkecil dalam hal kebutuhan untuk meningkatkan hasil tangkapan. Padahal aspek ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan kapal untuk menjangkau fishing ground (DPI) yang jauh dari pantai. Hal ini berhubungan dengan budaya atau tradisi nelayan. Masyarakat nelayan pada umumnya memiliki keberanian menghadapi cuaca buruk yang dianggap masih bisa dihadapi walaupun ukuran kapal yang mereka gunakan sebenarnya sangat berbahaya terhadap keselamatan. Suwardjo et al. (2010), menyatakan bahwa perikanan tangkap di Indonesia belum memiliki pengaturan standar kapal penangkap ikan sehingga sulit menetapkan tingkat keselamatan nelayan dalam melakukan operasi penangkapan. Pada saat penelitian, jumlah kapal tonda yang beroperasi sebanyak 20 kapal memiliki hubungan yang positif dengan jumlah hasil tangkapan. Semakin banyak kapal tonda yang beroperasi maka hasil tangkapan akan semakin tinggi. Peningkatan jumlah kapal ini perlu dilakukan untuk mengoptimalkan potensi perikanan, khususnya cakalang dan tuna di Perairan Prigi. Pernyataan ini didukung dengan penilitian yang dilakukan Nurdin (2011), yang menyatakan bahwa jumlah armada tonda yang optimum di PPN Prigi sebanyak 63 unit dan Ross (2011) menyatakan bahwa diperlukan 106 unit pancing tonda untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi maximum sustainable yield (MSY) cakalang di Perairan Prigi sebesar 1056.56 ton/tahun. Aspek kapal yang kurang signifikan harus dihapus pada analisis SEM selanjutnya dan dilakukan respesifikasi sehingga menghasilkan model yang cocok. Wijanto (2008) menyatakan respesifikasi terhadap model yang belum fit dapat dilakukan dengan cara memodifikasi program SIMPLIS, menghapus measured variables (MV) dan memanfaatkan modification index (MI) pada program SEM. Analisis SEM selanjutnya hanya dilakukan pada aspek teknologi alat penangkapan dengan variabel penambahan alat, bahan, rumpon dan cahaya karena mimiliki nilai-t yang signifikan. Model deskriptif yang diperoleh sudah memiliki model yang bagus (fit) dengan koefisien determinasi yang tinggi. Rumpon dan cahaya memiliki pengaruh yang besar jika dibandingkan dengan variabel bahan yang digunakan. Sedangkan, penambahan alat tidak berpengaruh terhadap hasil tangkapan. Kemungkinan hal ini terjadi disebabkan beralihnya nelayan menggunakan cahaya dan rumpon yang dianggap penggunaannya lebih sederhana dan mudah dioperasikan namum membutuhkan biaya yang lebih tinggi. Variabel-variabel tersebut mempengaruhi hasil tangkapan sebesar 95 % sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.
31
Jumlah ABK
Birokrasi
Musim
Ukuran Ikan
Keterampilan CPUE
Keadaan Umum Wilayah
Pendidikan
SDI
SDM Umur
Oseanografi
PEMETAAN DPI Cahaya
Kelayakan Melaut
KAPAL
Budaya Lokal
TAP Rumpon Bahan Alat
Dimensi
Penambahan Alat
Keterangan: : sudah berpengaruh baik : berpengaruh secara tidak langsung : belum berpengaruh baik
Gambar 3.8 Rancangan model deskriptif sistem pemetaan DPI di Perairan Prigi
32 Model deskriptif sistem pemetaan DPI di Perairan Prigi mencakup empat aspek yang mempengaruhi hasil tangkapan cakalang (Gambar 3.8). Variabelvariabel yang sudah berpengaruh baik dalam sistem pemetaan DPI yaitu aspek teknologi alat penangkapan yang meliputi cahaya, rumpon, bahan dan penambahan alat. Namun, variabel-variabel pada aspek SDM yang meliputi jumlah ABK, keterampilan, latar belakang pendidikan, umur dan birokrasi; aspek SDI yang meliputi musim penangkapan, ukuran ikan, CPUE dan parameter oseanografi; aspek kapal yang meliputi dimensi dan kelayakan melaut kapal belum berpengaruh baik dalam sistem pemetaan DPI.
Simpulan Sistem pemetaan DPI potensial mencakup aspek atau subsistem SDM, SDI, kapal dan teknologi alat penangkapan. Pembangunan model sistem pemetaan DPI cakalang potensial di Perairan Prigi memiliki konstruk model yang baik dengan model deskriptif. Model deskriptif sistem pemetaan masih sangat sederhana yang disebabkan karena belum berfungsinya elemen-elemen yang menunjang peningkatan hasil tangkapan, diantaranya SDM dan SDI dan kapal. Model deskriptif memperlihatkan bahwa sistem penangkapan ikan masih bersifat konvensional dengan berburu dan menggunakan alat bantu rumpon dan cahaya.
4 EVALUASI DAERAH PENANGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN PRIGI Pendahuluan Peta prakiraan daerah penangkapan ikan (DPI) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keberhasilan suatu operasi penangkapan ikan. Keberadaan peta prakiraan DPI potensial di wilayah perikanan Indonesia yang dibuat oleh BPOL belum mampu memberikan informasi yang sesuai dengan perikanan skala kecil, termasuk perikanan cakalang di Perairan Prigi. Perikanan cakalang di Prigi terbagi dalam dua kelompok nelayan yaitu nelayan tonda Jawa (lokal) dan nelayan tonda Makassar. Nelayan tonda Jawa menambahkan alat tangkap lain untuk meningkatkan hasil tangkapan dan menggunakan cahaya lampu untuk mengumpulkan schooling cakalang pada malam hari. Nelayan tonda Makassar memperbesar ukuran kapal untuk menjangkau daerah penangkapan yang lebih jauh dan menggunakan rumpon sebagai daerah penangkapan. Cahaya merupakan alat bantu penangkapan yang sudah lama digunakan nelayan Indonesia. Sebelum teknologi electrical light berkembang dengan pesat seperti sekarang ini, nelayan-nelayan di berbagai belahan dunia menggunakan cahaya lampu obor sebagai alat bantu penangkapan ikan. Penggunaan lampu untuk penangkapan masih terbatas pada daerah tertentu dan umumnya dilakukan hanya di tepi pantai dengan menggunakan alat tangkap beach seine, serok (scoop net) dan pancing (hand line). Namun, saat ini pemanfaatan lampu tidak hanya
33 terbatas pada daerah pantai saja, tetapi juga dilakukan pada daerah lepas pantai yang penggunaannya disesuaikan dengan keadaan perairan seperti alat tangkap payang, tonda dan purse seine. Rumpon adalah salah satu alat bantu penangkapan ikan yang dipasang di laut, baik laut dangkal maupun laut dalam. Pemasangan tersebut dimaksudkan untuk menarik gerombolan ikan agar berkumpul di sekitar rumpon, sehingga ikan mudah untuk ditangkap. Pemasangan rumpon bermanfaat untuk kegiatan penangkapan ikan sehingga menjadi lebih efektif dan efisien karena tidak lagi berburu ikan tetapi cukup melakukan kegiatan penangkapan ikan di sekitar rumpon tersebut (Simbolon et al. 2009). Dampak terburuk dari penggunaan cahaya dan rumpon adalah rusaknya siklus hidup ikan tuna. Ikan tuna yang berada di sekitar rumpon biasanya berukuran kecil yang hampir sama dengan ukuran ikan cakalang yang sudah layak tangkap. Nelayan tonda di Prigi menangkap semua ikan yang terpancing karena tetap bisa dijual. Penangkapan cakalang dapat dilakukan dengan cara yang efisien dan efektif melalui pendekatan terhadap penyebaran ikan cakalang di Perairan Prigi. Penyebaran ikan tidak terlepas dari siklus hidup dan migrasi yang dilakukan cakalang. Ada tiga alasan utama yang menyebabkan ikan melakukan migrasi, yaitu (a) mencari perairan yang kaya akan makanan, (b) mencari tempat untuk memijah dan (c) terjadinya perubahan beberapa faktor lingkungan perairan seperti suhu air, salinitas dan arus (Nikolsky 1963). Dengan demikian perubahan ketersediaan SDI pada suatu daerah perairan merupakan respon terhadap dinamika atau perubahan kondisi lingkungan. Faktor utama yang mempengaruhi penyebaran atau kepadatan ikan antara lain makanan, suhu, salinitas dan konsentrasi oksigen terlarut. Oleh sebab itu, identifikasi parameter perairan dilakukan berdasarkan parameter utama yang berpengaruh seperti suhu permukaan laut (SPL) dan konsentrasi klorofil-a. Nybakken (1982) menyatakan bahwa SPL sangat berpengaruh terhadap aktivitas ikan karena mengatur proses kehidupan dan penyebaran sedangkan tingkat produktivitas perairan ditentukan oleh besarnya kandungan konsentrasi klorofil yang dihasilkan oleh fitoplankton maupun alga. Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil-a sangat terkait dengan kondisi oseanografis suatu perairan (Simbolon et al. 2009). Identifikasi parameter SPL dan klorofil-a secara langsung membutuhkan waktu dan biaya yang besar sehingga dapat memanfaatkan data satelit. Pengkajian dengan data satelit ini sudah dimulai di Indonesia sejak sepuluh tahun terakhir. Konsentrasi klorofil-a dan SPL dari satelit digunakan untuk mendeteksi penyebaran ikan cakalang dengan manggabungkan produksi hasil tangkapan serta ukuran ikan yang tertangkap. Hubungan SPL dan klorofil-a terhadapat produksi hasil tangkapan serta terhadap ukuran (size) ikan akan mendapatkan pola penyebaran ikan cakalang yang layak untuk ditangkap. Selain itu, evaluasi SPL dan klorofil-a secara spasial dan temporal dapat mengetahui karakteristik perairan di Prigi sehingga dapat dimanfaatkan untuk keperluan penelitian lainnya yang menunjang pengelolaan perikanan. Parameter oseanografi diharapkan dapat mengetahui penyebaran ikan cakalang secara spasial dan temporal dengan membandingkan terhadap hasil tangkapan dan ukuran ikan. Kemudian aspek penyebaran SDI akan digabungkan dengan aspek SDM, teknologi alat penangkapan dan kapal dengan menggunakan model deskriptif sistem pemetaan DPI potensial di Peraiarn Prigi. Diharapkan
34 melalui analisis ini dapat menghasilkan peta daerah penangkapan yang sesuai dengan karakteristik perikanan cakalang di Prigi kemudian dapat digunakan untuk mengevaluasi peta prakiraan daerah potensial yang dihasilkan BPOL. Evaluasi ini dilakukan bukan untuk membandingkan atau melihat kelemahan, akan tetapi untuk melengkapi dan memberi masukan sehingga akhirnya diperoleh peta prakiraan yang sesuai dengan perikanan skala kecil di wilayah Indonesia.
Metode Penelitian Pengumpulan data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah metode observasi langsung dan wawancara. Data yang diperlukan terdiri dari data primer yaitu data tentang posisi dan waktu penangkapan, komposisi hasil tangkapan, jumlah dan ukuran hasil tangkapan. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2012 di PPN Prigi. Untuk penentuan sampel kapal dilakukan secara sengaja atau purposif sebanyak 8 kapal tonda dengan pertimbangan sampel kapal beroperasi di Perairan Prigi, sampel kapal layak beroperasi dan sampel kapal terpilih dapat mewakili seluruh jenis unit penangkapan tradisional dengan tujuan utama penangkapannya adalah ikan cakalang. Komposisi jumlah cakalang yang tertangkap dicatat tiap-tiap operasi penangkapan. Penentuan ukuran ikan hasil tangkapan dilakukan dengan cara mengukur 10 ikan cakalang tiap kali proses pemancingan. Untuk mempermudah proses pengambilan data dibagikan kuisioner untuk diisi oleh enumerator yang ditempatkan pada masing-masing kapal sampel. Data hasil tangkapan ikan cakalang tersebut dicatat dalam suatu daftar hasil penangkapan pada setiap unit kapal dan trip operasi penangkapan. Selain data hasil tangkapan langsung, data sekunder hasil tangkapan juga dikumpulkan yaitu data secara time series (bulanan dan tahunan) dari dinas PPN Prigi mulai bulan Januari 2007 sampai Agustus 2012. Data citra satelit SPL dan klorofil-a harian yang dipilih untuk penelitian ini adalah citra satelit yang bersih dari tutupan awan level 3 pada situs http://oceancolor.gsfc.nasa.gov. Selain data SPL dan klorofil harian, diperlukan juga data SPL dan klorofil-a bulanan mulai bulan Januari 2007 sampai Agustus 2012. Alat yang digunakan dalam evaluasi daerah penangkapan antara lain (a) komputer dari jenis laptop dan pencetak (printer), (b) perangkat lunak (software) SeaDas untuk pengolahan citra satelit, (c) software sistem informasi geografis (SIG) untuk pengolahan dan analisis secara spasial dan (e) software Microsoft Word dan Excel 2007.
Analisis Data Evaluasi peta prakiraan DPI dari BPOL Evaluasi peta prakiraan DPI yang diterbitkan oleh BPOL dilakukan dengan cara analisis deskriptif. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kesesuaian indikator gambaran peta prakiraan yang dibuat dengan indikator peta prakiraan DPI yang diharapkan. Indikator peta prakiraan DPI yang diharapkan dapat digunakan oleh nelayan skala kecil dapat dilihat pada Tabel 4.1.
35 Tabel 4.1 Indikator evaluasi peta prakiraan DPI No
Indikator
1
Variabel oseanografi
2
Faktor teknis dan SDI
3
Pengguna
4 5 6 7 8 9
Akurasi Spesifikasi Jenis Ikan Target Cakupan wilayah Distribusi Sumber Data Penerapan
Keterangan Variabel parameter oseanografi yang mempengaruhi penyebaran ikan cakalang. (SPL, klorofil-a, dan salinitas, dll) Faktor teknis (SDM, kapal dan teknologi alat penangkapan) dan SDI yang mempengaruhi akurasi DPI Tujuan pembuatan peta mencakup kebutuhan pelaku usaha nelayan Tingkat kesesuaian peta prakiraan dengan keberhasilan operasi penangkapan Jenis ikan target merupakan jenis komoditas unggulan Luasan area perairan yang dapat dimanfaatkan potensi perikanan Pola penyebaran dan informasi peta prakiraan Sumber data yang digunakan untuk membuat peta prakiraan DPI Informasi dan fasilitas peta prakiraan dapat digunakan
Ukuran yang Diharapkan Lengkap
Lengkap Nelayan skala industri dan tradisional Tinggi 1 jenis ikan target 1 wilayah perairan 1 wilayah perairan Primer dan Sekunder Digunakan nelayan
Analisis citra satelit Data citra SPL dan klorofil-a level 3 yang diperoleh dengan mengunduh pada situs http://oceancolor.gsfc.nasa.gov mempunyai ekstensi file *.bz2 diproses dengan analisis digital kemudian ditampilkan dalam bentuk JPEG. Langkahlangkah pemrosesan citra SPL dan klorofil-a adalah sebagai berikut: 1. Pemilihan citra: Citra satelit SPL dan klorofil-a diketahui dengan melakukan analisis digital terhadap citra satelit level 3, dimana pada level ini sudah terkoreksi radiometrik maupun geometrik dengan resolusi 4 km x 4 km. Citra yang dipilih adalah citra harian selama penelitian (Juli-Oktober 2012) untuk data hasil tangkapan harian dan citra bulanan (Januari 2007-Agustus 2012) untuk data hasil tangkapan dengan data time series sebagai pembanding. 2. Pengolahan citra: Citra satelit diolah dengan menggunakan perangkat lunak SeaDAS 6.4. Proses pengolahan citra untuk level 3 ini digunakan program Seadisp (General image and graphics display) yang terdapat pada menu SeaDAS. Citra level 3 ini merupakan file yang sudah terkoreksi baik koreksi radiometrik maupun geometrik dan sudah terolah dalam format HDF (Hierachical Data Format) menjadi konsentrasi klorofil-a dan SPL. Nilai konsentrasi SPL dan klorofil-a yang dihasilkan dapat dibuka pada Microsoft Office Excel untuk diolah lebih lanjut. 3. Pemotongan citra (cropping): Untuk melakukan cropping atau pemotongan citra sesuai dengan daerah yang diinginkan, dilakukan pada menu SeaDAS yaitu pada menu Seadips. Dalam pemotongan citra, masukkan pixel atau line awal dan akhir serta nilai lintang/bujur awal dan akhir. Hal ini bertujuan untuk menampilkan konsentrasi nilai SPL dan klorofil-a dengan color bar ke dalam bentuk JPEG. Dengan adanya tampilan JPEG, maka akan lebih mudah untuk mengamati secara kasat mata.
36 4. Anotasi citra: Untuk menampilkan citra yang lebih informatif maka dilakukan perbaikan tampilan citra antara lain, landmask, skala warna dan garis pantai menggunakan menu Seadips, yang semuanya terdapat pada menu function. Selain itu perlu juga ditampilkan histogramnya untuk melihat penyebaran konsentrasi SPL dan klorofil-a dalam bentuk tabel. Analisis hasil tangkapan ikan cakalang Hasil tangkapan dianalisis dengan teknik statistik deskriptif. Hasil tangkapan dikelompokkan berdasarkan jumlah hasil tangkapan dan unit penangkapannya. Selanjutnya jumlah hasil tangkapan dihitung per upaya penangkapan atau Catch per unit effort (CPUE). Formula yang digunakan untuk mengetahui nilai CPUE adalah sebagai berikut (Gulland, 1983): 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝑖𝑖 =
𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐 ℎ 𝑖𝑖
𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 𝑖𝑖
i = 1,2,3,......,n
Keterangan: CPUE i = hasil tangkapan per upaya penangkapan (kg/kapal) dalam hari ke-i catch i = hasil tangkapan (kg) pada hari ke-i effort i = upaya penangkapan (kapal) pada hari ke-i Nilai CPUE kemudian dibuat dalam bentuk grafik atau tabel sehingga menghasilkan informasi untuk mengetahui penyebaran hasil tangkapan cakalang berdasarkan waktu dan daerah penangkapannya. Hubungan SPL dan klorofil-a terhadap hasil tangkapan Hubungan antara hasil tangkapan dengan SPL/klorofil-a dicari melalui analisis deskriptif terhadap grafik SPL/klorofil-a dan hasil tangkapan. Hubungan antara dua peubah SPL/klorofil-a dan hasil tangkapan didapat melalui persamaan regresi. Model-model regresi yang digunakan antara lain regresi linear, logarithmic, inverse, compound, power, S, growth, exponential dan logistic. Jenis model regresi yang dipilih merupakan model yang memiliki koefisien determinasi (R2) tertinggi dan signifikan. Variabel bebas dalam model regresi adalah SPL dan klorofil-a sedangkan variabel tidak bebasnya adalah hasil tangkapan. Pengujian dengan menggunakan uji F dilakukan untuk melihat signifikansi antara kedua variabel. Penentukan derajat hubungan antara variabel hasil tangkapan dan variabel SPL/klorofil-a dilakukan dengan analisis korelasi. Semakin tinggi nilai korelasi maka hubungan antara kedua koefisien semakin erat. Kisaran nilai koefisien korelasi adalah -1 ≤ r ≤ +1. Korelasi erat jika r ≥ 0.7 dan r ≤ - 0.6 dan korelasi tidak erat jika -0.6 < r < 0.7 (Walpole 1995). Analisis DPI cakalang Penentuan DPI cakalang potensial didasarkan pada empat indikator, yaitu jumlah ikan, ukuran panjang (size) ikan, besarnya konsentrasi SPL dan klorofil-a pada lokasi penangkapan. Masing-masing indikator dianalisis secara parsial dengan sistem pembobotan (scoring) dan hasil evaluasinya digunakan untuk menentukan daerah penyebaran cakalang. Untuk menentukan DPI cakalang potensial menggunakan peta penyebaran ikan dengan memasukkan unsur-unsur yang berpengaruh terhadap sistem pemetaan DPI seperti SDM, teknologi alat penangkapan, kapal dan SDI yang telah terlebih dahulu dianalisis dengan
37 pendekatan sistem dan analisis SEM. Bentuk analisis terhadap keempat indikator adalah sebagai berikut: 1. Hasil tangkapan cakalang: indikator hasil tangkapan dalam penentuan daerah penyebaran cakalang dihasilkan dengan menganalisis rata-rata CPUE kapal tonda selama penelitian. Data ini diperoleh dari hasil tangkapan nelayan setiap operasi penangkapan pada lokasi penangkapan. Hasil tangkapan dikategorikan banyak jika jumlah hasil tangkapannya lebih besar 100 kg, kategori sedang jika jumlah hasil tangkapannya berkisar 75–100 kg dan kategori sedikit jika jumlah hasil tangkapannya lebih kecil dari 75 kg. Kategori ini dihasilkan dari perhitungan CPUE dari data sekunder mulai tahun 2007 sampai 2012. 2. Ukuran panjang ikan cakalang: penentuan daerah penyebaran cakalang yang potensial dilakukan dengan mengukur rata-rata panjang length of maturity (Lm) cakalang. Hal ini dilakukan untuk melihat jenis ikan yang layak tangkap. Setelah dilakukan pengukuran, selanjutnya dapat ditentukan daerah penyebaran cakalang potensial dengan melihat kategori ukuran panjang ikan pada setiap posisi operasi penangkapan ikan. Kategori ukuran panjang cakalang yang layak tangkap (> 40 cm) dan kategori ukuran panjang cakalang yang tidak layak tangkap (≤ 40 cm) (Matsumoto 1984 ). 3. Parameter oseanografi: penentuan daerah penyebaran cakalang potensial berdasarkan indikator SPL/klorofil-a dilakukan dengan menganalisis hubungan SPL/klorofil-a terhadap hasil tangkapan serta menentukan SPL/klorofil-a optimum cakalang. Dalam menentukan SPL/klorofil-a optimum keberadaan ikan cakalang dapat dilakukan dengan membuat diagram pencar sebaran SPL/klorofil-a terhadap CPUE setiap posisi penangkapan pada waktu operasi penangkapan. Hal yang sama juga dilakukan untuk menganalisis hubungan SPL/klorofil-a dengan ukuran ikan yang tertangkap. Perubahan intensitas cahaya akan mengakibatkan terjadinya perubahan suhu air laut baik horizontal, mingguan, bulanan maupun tahunan (Edmondri 1999). Ikan cakalang yang tertangkap di perairan Samudera Hindia berkisar pada suhu 27-30 oC (Tampubolon 1990). Menurut Muklis et al. (2009), nilai kandungan klorofil-a berpengaruh signifikan terhadap hasil tangkapan ikan cakalang. Berdasarkan hal ini, penentuan kategori konsentrasi klorofil-a optimum dilakukan dengan klasifikasi menurut Nontji (1993), yaitu: kategori tinggi (>1 mg/m3), sedang (0.31–1 mg/m3) dan rendah (<0.3 mg/m3). Tahap terakhir dalam penentuan daerah penyebaran ikan cakalang potensial adalah dengan mengelompokkan nilai bobot (scoring) gabungan yang ditentukan melalui penjumlahan nilai bobot dari empat indikator (Tabel 4.2). Kategori nilai bobot gabungan dari keempat indikator dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1. Jika nilai bobot gabungan berada pada kisaran tertinggi, maka daerah penyebarannya dikategorikan sebagai potensial. 2. Jika nilai bobot gabungan berada pada kisaran menengah, maka dikategorikan sebagai sedang potensial. 3. Jika nilai bobot gabungan berada pada kisaran terendah, maka dikategorikan kurang potensial.
38 Tabel 4.2 Evaluasi daerah penyebaran ikan cakalang DP**
Indikator
Kategori
• Banyak • Sedang • Rendah Ukuran Panjang • Layak tankap Ikan • Tidak layak DP SPL • Optimum • Tidak optimum • Banyak Klorofil-a • Sedang • Rendah *) Jumlah bobot : 11 – 16 = Potensial Jumlah bobot : 6 – 10 = Sedang potensial Jumlah bobot :1–5 = Kurang potensial Jumlah HT
Bobot
Jumlah*
5 3 1 3 1 3 1 5 3 1 ** Daerah penyebaran ikan
Analisis terhadap aspek teknis dilakukan dengan metode scoring. Nilai-nilai dari unsur-unsur SDM, teknologi alat penangkapan (TAP) dan kapal penangkapan kemudian dilakukan pembobotan (Tabel 4.3). Kategori nilai bobot gabungan dari tiga indikator dikelompokkan menjadi dua, yaitu jika nilai bobot gabungan berada pada kisaran tertinggi (bobot 5-8), maka dikategorikan sebagai potensial dan jika berada pada bawah (bobot 1-4), maka dikategorikan sebagai sedang. Tabel 4.3 Pembobotan aspek teknis operasi penangkapan Aspek
Indikator Penambahan Alat
Adanya perlakuan penambahan alat
Bahan
Bahan yang digunakan merupakan kualitas terbaik
TAP Rumpon Cahaya Kelayakan melaut KAPAL Dimensi Jumlah Skill SDM
Keterangan
Pendidikan Umur Birokrasi
Penggunaan alat bantu rumpon Penggunaan alat bantu cahaya
Jumlah Ya
1
Tidak
0
Ya
1
Tidak
0
Ya
1
Tidak
0
Ya
1
Tidak
0
Pentingnya fasilitas yang menunjang kelayakan untuk operasi
Ya
1
Tidak
0
Pentingnya dimensi kapal yang besar
Ya
1
Tidak
0
Ya
1
Tidak
0
Ya
1
Tidak
0
Pengaruh Jumlah ABK dalam produktivitas hasil tangkapan Perlunya keahlian khusus Perlunya tingkat pendidikan yang tinggi Pengaruh umur terhadap produktivitas kerja Adanya peranan pemerintah TOTAL
Ya
1
Tidak
0
Ya
1
Tidak
0
Ya
1
Tidak
0
39 Tabel 4.4 Evaluasi daerah penangkapan ikan cakalang DPI
Indikator · · · ·
Penyebaran Ikan DPI Aspek Teknis *) Jumlah bobot Jumlah bobot
: 4 dan 6 :2
Kategori Potensial Sedang Potensial Sedang
Bobot 3 1 3 1
Jumlah*
= Potensial = Sedang potensial
Peta DPI dihasilkan dari gabungan aspek SDI dengan aspek teknis yaitu peta penyebaran ikan kategori potensial dan sedang digabungkan dengan aspek teknis kategori potensial dan sedang (Tabel 4.4). Peta penyebaran kategori kurang potensial tidak dimasukkan dalam analisis selanjutnya. Hasil peta akan mencakup aspek SDM, SDI, kapal dan teknologi alat penangkapan. Hal ini bertujuan untuk membantu nelayan Prigi yang sebagian besar masih tradisional.
Hasil Penelitian Peta prakiraan DPI oleh BPOL Peta prakiraan daerah penangkapan ikan (PPDPI) potensial yang terdapat di PPN Prigi masih menggunakan peta yang dikeluarkan oleh badan penelitian dan observasi laut (BPOL) yang berpusat di Jakarta. Peta ini tersedia gratis di internet yang bisa diakses oleh nelayan. PPDPI yang dihasilkan terdiri dari PPDPI Nasional, PPDPI Laut Sawu, dan PPDPI Pelabuhan Perikanan yang mencakup hampir seluruh wilayah perairan Indonesia. PPDPI Nasional dibagi menjadi 5 wilayah pengelolaan perikanan, yaitu (1) Sumatera, (2) Jawa Bali dan Nusa Tenggara, (3) Kalimantan, (4) Sulawesi dan (5) Maluku dan Papua yang dibuat secara rutin seminggu dua kali, yaitu pada hari Senin dan Kamis, sedangkan PPDPI Laut Sawu dan Pelabuhan Perikanan dibuat setiap hari. Untuk pemetaan DPI di Perairan Prigi digolongkan ke wilayah Jawa Bali dan Nusa Tenggara karena posisi wilayah Perairan Prigi yang terletak di bagian selatan Provinsi Jawa Timur. Hasil peta pada http://www.bpol.litbang.kkp.go.id/ memperlihatkan lokasi DPI, daerah potensi ikan, kecepatan dan arah angin, tinggi gelombang laut dan skala peta. 34 Oktober
Juli
34 Agustus
20
98 September
Gambar 4.1 Jumlah peta prakiraan DPI BPOL potensial untuk wilayah selatan Jawa (Juli-Oktober 2012)
40 Peta prakiraan DPI potensial yang dihasilkan BPOL pada bulan September jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan bulan Juli, Agustus dan Oktober 2012 (Gambar 4.1). Jumlah peta prakiraan DPI potensial untuk wilayah selatan Jawa pada bulan Juli 2012 berjumlah 34 DPI potensial, bulan Agustus 2012 sebanyak 20 DPI potensial, bulan September 2012 sebanyak 98 DPI potensial dan bulan Oktober 2012 sebanyak 34 DPI potensial. Peta prakiraan DPI wilayah Jawa Bali dan Nusa Tenggara pada tanggal 15-16 Agustus 2012 dapat dilihat pada Gambar 4.2. Pembuatan peta prakiraan hanya menggunakan parameter oseanografi SPL dan klorofil-a. Penambahan informasi tentang kecepatan dan arah angin serta tinggi gelombang hanya untuk meningkatkan tingkat keselamatan saat operasi penangkapan. Wawancara dengan nelayan dan petugas pelabuhan memperlihatkan bahwa peta prakiraan tidak dapat diterapkan di Perairan Prigi oleh nelayan tonda. Nelayan tonda lebih mengandalkan penggunaan rumpon dan cahaya sebagai daerah penangkapan.
Gambar 4.2
Peta prakiraan DPI wilayah Jawa Bali dan Nusa Tenggara pada tanggal 15-16Agustus 2012 “Dimodifikasi dari internet situs http://www.bpol.litbang.kkp.go.id/ (2013) dengan seizin lembaga DKP
41 Parameter yang mempengaruhi DPI cakalang di Perairan Prigi Suhu permukaan laut Sebaran SPL selama penelitian di Perairan Prigi pada setiap lokasi penangkapan ikan mulai bulan Juli-Oktober 2012 cenderung meningkat. Pada Gambar 4.3 terlihat bahwa peningkatan SPL dimulai pada bulan September sampai Oktober 2012. Pada bulan Juli dan Agustus 2012, suhu rata-rata perairan adalah 25.49 oC. Pada bulan September 2012, suhu rata-rata perairan 25.82 oC sedangkan pada bulan Oktober 2012 berkisar pada 25.90 oC. Jika dilihat secara umum, kisaran suhu selama penelitian hampir seragam, hal ini terlihat dari kisaran suhu dominan dan suhu minimum perairan pada lokasi penangkapan ikan cakalang. Kisaran suhu dominan, minimum dan maksimum dapat dilihat pada Tabel 4.5. Selama penelitian (Juli-Oktober 2012), suhu terendah memiliki nilai yang sama yaitu sebesar 24.5 oC akan tetapi suhu maksimum di perairan Prigi cenderung berfluktuasi. SPL rata-rata (ºC)
26.00 25.90 25.80 25.70 25.60 25.50 25.40
Juli
Agustus
September
Oktober
Bulan Gambar 4.3 SPL rata-rata selama penelitian (Juli-Oktober 2012) Tabel 4.5 Sebaran SPL di perairan Prigi (Juli-Oktober 2012) SPL (ºC) Rata-rata SPL Bulan (ºC) Dominan Minimum Maksimum 24.5 - 25.9 24.5 27.2 25.5 Juli 24.9 - 26.1 24.5 26.4 25.5 Agustus 24.5 26.7 25.8 September 25.4 - 26.3 25.5 - 26.7 24.5 26.9 25.9 Oktober Citra sebaran SPL di perairan Prigi mulai tahun 2007 sampai 2012 dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada tahun 2007, rata-rata suhu terendah terjadi pada bulan Agustus dan September 2007 yaitu sebesar 25.48 oC dan suhu tertinggi terjadi pada bulan Februari 2007 yaitu 30.75 oC. Pada tahun 2008, rata-rata suhu terendah terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 25.12 oC dan suhu tertinggi terjadi pada bulan Maret 2008 yaitu sebesar 29.83 oC. Pada tahun 2009 terdapat suhu terendah pada bulan Agustus yaitu 25.85 oC dan tertinggi terjadi pada bulan Maret 2009 yaitu sebesar 30.35 oC. Pada tahun 2010, suhu permukaan air terendah terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 27.29 oC dan tertinggi pada
42
Barat
Peralihan I
Bulan
Timur
Rataan
November
Min
Oktober
Agustus
Juli
Juni
Mei
April
Maret
Februari
Januari
Maks
September
32.0 31.0 30.0 29.0 28.0 27.0 26.0 25.0 24.0
Desember
SPL (ºC)
bulan Maret 2010 yaitu sebesar 30.99 oC. Pada tahun 2011, SPL terendah terjadi pada bulan September yaitu sebesar 25.00 oC dan tertinggi terjadi pada bulan Desember 2011 yaitu sebesar 29.76 oC. Pada tahun 2012, suhu rata-rata terendah terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 25.33 oC dan suhu tertinggi terjadi pada bulan Februari 2012 yaitu sebesar 29.69 oC. Jika dilihat secara umum, suhu tertinggi selama 6 tahun terakhir terjadi pada bulan Februari dan Maret, sedangkan suhu terendah pada bulan Agustus dan September. Suhu rata-rata tertinggi terjadi antara bulan Januari sampai dengan April dan akan menurun mulai bulan Mei sampai Agustus. Bulan Oktober suhu kembali meningkat sampai bulan Desember. Berdasarkan Gambar 4.4 terlihat bahwa suhu rata-rata pada musim barat dan musim peralihan barat-timur lebih tinggi. Suhu perairan didominasi suhu hangat (27-31 oC) dan suhu panas (> 31 oC). Sedangkan pada musim timur dan musim peralihan timur-barat suhu lebih rendah. Musim timur didominasi suhu dingin (< 27 oC) dan musim peralihan timur-barat didominasi suhu hangat.
Peralihan II
Gambar 4.4 Pola sebaran SPL bulanan (2007- 2012) Kandungan klorofil-a Sebaran kandungan klorofil-a di Perairan Prigi mulai bulan Juli sampai Oktober 2012 berfluktuasi. Kandungan rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 0.423 mg/m3 dan terendah pada bulan Oktober yaitu sebesar 0.326 mg/m3. Pada bulan Juli memiliki rata-rata kandungan klorofil-a sebesar 0.347 mg/m3 sedangkan pada bulan September sebesar 0.316 mg/m3. Kandungan rata-rata klorofil-a pada setiap posisi penangkapan ikan cakalang dengan kapal tonda dapat dilihat pada Gambar 4.5. Konsentrasi dominan klorofila selama penelitian cukup beragam (Tabel 4.6). Pada bulan Juli 2012, konsentrasi dominan klorofil-a pada setiap posisi penangkapan ikan cakalang yaitu 0.2670.402 mg/m3 dan bulan Agustus 2012 sekitar 0.301-0.543 mg/m3. Pada bulan September 2012, nilai konsentrasi kandungan klorofil-a dominan pada kisaran 0.201-0.231 mg/m3 dan bulan Oktober 2012 sebesar 0.201-0.221 mg/m3. Secara umum, konsentrasi klorofil-a di setiap lokasi penangkapan pada bulan Juli dan Agustus 2012 memiliki nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pada bulan September dan Oktober 2012.
Klorofil-a (mg/m3)
43 0.450
0.400
0.350
0.300
0.250
Juli
Agustus
September
Oktober
Bulan Gambar 4.5 Kandungan klorofil-a saat penelitian (Juli-Oktober 2012) Tabel 4.6 Konsentrasi dominan klorofil-a (Juli-Oktober 2012) Klorofil-a (mg/m3) Rata-rata Bulan Klorofil-a Dominan Minimum Maksimum 0.267 – 0.402 0.347 Juli 0.234 0.673 0.301 – 0.543 0.423 Agustus 0.151 1.023 0.316 September 0.201 – 0.231 0.088 1.123 0.201 – 0.221 0.326 Oktober 0.088 0.999 Pada kurun waktu 6 tahun terakhir yaitu mulai tahun 2007 sampai 2012, kandungan klorofil-a di perairan Prigi memiliki pola yang hampir sama setiap bulannya. Pola kandungan klorofil-a bulanan mulai bulan Januari 2007 sampai Agustus 2012 dapat dilihat pada Gambar 4.6. Konsentrasi klorofil-a tertinggi terjadi pada bulan Mei sampai Oktober setiap tahun. Pada bulan Januari sampai April, konsentrasi klorofil-a cenderung sama sedangkan mulai bulan Mei sampai Agustus cenderung meningkat. Pada bulan September sampai November, konsentrasi klorofil-a mengalami penurunan. Kisaran konsentasi klorofil-a terendah terjadi pada bulan November sampai Maret setiap tahun. Kisaran konsentrasi klorofil-a pada tahun 2007 tertinggi adalah sebesar 0.329 mg/m3 pada bulan Agustus dan terendah sebesar 0.102 mg/m3 pada bulan Desember. Pada tahun 2008 mimiliki konsentrasi tertinggi sebesar 0.450 mg/m3 pada bulan Juni dan terendah sebesar 0.103 mg/m3 pada bulan Desember. Pada tahun 2009, konsentrasi klorofil-a tertinggi terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 0.491 mg/m3 dan terendah pada bulan Desember yaitu sebesar 0.105 mg/m3. Pada tahun 2010 terdapat konsentrasi klorofil-a tertinggi pada bulan Agustus yaitu sebesar 0.274 mg/m3 dan terendah pada bulan Desember yaitu sebesar 0.095 mg/m3. Pada tahun 2011, konsentrasi klorofil-a tertinggi di Perairan Prigi terjadi pada bulan September yaitu sebesar 0.494 mg/m3 dan terendah sebesar 0.096 mg/m3 pada bulan April. Pada tahun 2012, konsentrasi klorofil-a tertinggi yaitu 0.412 mg/m3 pada bulan Agustus dan terendah pada bulan Februari yaitu sebesar 0.108 mg/m3.
44
Klorofil-a (mg/m3)
0.600 0.500
Maks
0.400
Min
Rataan
0.300 0.200 0.100
November
Oktober
September
Agustus
Juli
Juni
Mei
April
Maret
Februari
Januari
Desember
0.000
Bulan Gambar 4.6 Pola konsentrasi klorofil-a bulanan (2007-2012) Konsentrasi klorofil-a mulai bulan September sampai Juni setiap tahunnya dapat dikategorikan rendah ( < 0.3 mg/m3) sedangkan bulan Juli-Agustus setiap tahun dikategorikan sedang (0.31-1 mg/m3). Pada musim barat, konsentrasi klorofil-a rendah dan mengalami peningkatan pada musim peralihan barat-timur. Pada musim timur, kandungan klorofil-a lebih tinggi dan mengalami penurunan kembali pada musim peralihan timur-barat. Produksi ikan cakalang Produksi hasil tangkapan cakalang yang diperoleh nelayan pada bulan Juli sampai Oktober 2012 berfluktuasi setiap bulannya. Produksi tertinggi terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 7590 kg dan terendah pada bulan Agustus 2012 yaitu sebesar 3190 kg. Produksi hasil tangkapan ikan cakalang dengan kapal tonda selama 3 bulan berturut-turut yaitu mulai bulan Agustus, September dan Oktober 2012 cukup tinggi. Namun jika dilihat rata-rata hasil tangkapan harian cenderung meningkat mulai bulan Juli sampai Oktober 2012. Rata-rata ikan yang tertangkap setiap hari pada bulan Juli dan Agustus sebanyak 107 kg, bulan September sebanyak 110 kg dan bulan Oktober 2012 sebanyak 120 kg. Hasil tangkapan per unit upaya atau Catch per unit Effort (CPUE) ikan cakalang yang ditangkap dengan menggunakan kapal tonda pada periode Juli sampai Oktober 2012 dapat dilihat pada Gambar 4.7. Rata-rata CPUE tertinggi pada bulan Juli yaitu sebesar 58 kg/kapal dan terendah pada bulan Agustus 2012 yaitu sebesar 31 kg/kapal. Jika dilihat dari gambar, terjadi penurunan dari Juli ke Agustus dan kembali meningkat pada bulan September dan Oktober 2012. Produksi hasil tangkapan ikan cakalang yang didaratkan di PPN Prigi sejak bulan Januari 2007 sampai bulan Agustus 2012 sangat berfluktuasi (Gambar 4.8). Secara umum produksi hasil tangkapan cukup tinggi mulai dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2012. Pada tahun 2007, total produksi ikan mencapai 431 ton dan tahun 2008 sedikit meningkat yaitu sebesar 471 ton. Pada tahun 2009 total hasil tangkapan ikan cakalang mencapai 395 ton dan pada tahun 2010 sebesar 433 ton. Pada tahun 2011, hasil tangkapan ikan cakalang mencapai 519 ton.
45
Hasil Tangkapan
Sedangkan total produksi ikan cakalang pada tahun 2012 mencapai 321 ton. Produksi tahun 2011 lebih banyak dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya kecuali produksi pada tahun 2012 karena data produksi tersedia sampai pada Agustus 2012. Pada Gambar 4.9 memperlihatkan grafik total produksi hasil tangkapan ikan cakalang selama 6 tahun setiap bulannya. Dari grafik terlihat bahwa mulai bulan Maret sampai Desember setiap tahunnya memiliki nilai produksi hasil tangkapan yang relatif tinggi dan musim puncaknya terjadi pada bulan April sampai November setiap tahunnya. Disamping itu, terlihat juga bahwa setiap tahunnya terjadi peningkatan total produksi ikan cakalang di PPN Prigi. Produksi cakalang pada musim barat lebih rendah dan mengalami peningkatan mulai musim peralihan barat-timur. Pada musim timur memiliki produksi ikan tertinggi dan menurun kembali pada musim peralihan timur-barat. 80
Produksi
70
CPUE
60 50 40 30 20 10 0
Juli
Agustus
September
Oktober
Bulan Gambar 4.7
Produksi (kwintal) dan CPUE (kg) harian hasil tangkapan ikan cakalang (Juli-Oktober 2012)
Produksi (ton)
600 500 400 300 200 100 0
2007
2008
2009
2010
2011
Tahun Gambar 4.8
Produksi bulanan ikan cakalang (2007-2012)
2012
November
Oktober
September
Agustus
Juli
Juni
Mei
April
Maret
Februari
Januari
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Desember
Produksi (ton)
46
Bulan Gambar 4.9
Produksi bulanan hasil tangkapan ikan cakalang (2007-2012)
Ukuran panjang ikan cakalang Ukuran rata-rata ikan cakalang yang tertangkap selama penelitian sangat beragam. Ukuran ikan terkecil yang tertangkap adalah 35 cm pada bulan Juli dan Agustus 2012, sedangkan ukuran terbesar pada bulan September dan Oktober 2012 yaitu 58 cm. Setiap bulan, rata-rata ukuran ikan yang tertangkap semakin besar mulai bulan Juli sampai dengan Oktober 2012 yaitu berukuran 40 cm (Juli), 43 cm (Agustus), 49 cm (September) dan 50 cm (Oktober). Secara umum, ikan yang tertangkap didominasi oleh ukuran ikan cakalang yang layak tangkap. Persentase ikan yang layak tangkap pada bulan Juli sebesar 57 %, bulan Agustus sebesar 82 %, bulan September sebesar 98 % dan bulan Oktober sebesar 100 % (Gambar 4.10). Juli
Agustus Tidak Layak 18 %
Tidak Layak Layak tangkap 43 % 57 %
Layak tangkap 82 %
Oktober
September Tidak Layak 2% Layak tangkap 98 %
Layak tangkap 100 %
Gambar 4.10 Persentase ukuran cakalang saat penelitian (Juli-Oktober 2012)
47 Hubungan SPL dengan hasil tangkapan Pengaruh SPL terhadap produksi tangkapan cakalang pada bulan JuliOktober 2012 dihitung dengan menggunakan regresi linier. Nilai korelasi (r) sebesar 0.262 dan nilai koefisien determinasi (R2) adalah 0.069. Koefisien tersebut signifikan karena setelah diuji dengan F-test diperoleh harga F sebesar 8.250 dengan signifikansi 0.05. Berdasarkan hasil perhitungan, SPL memiliki hubungan yang tidak erat dengan produksi hasil tangkapan dan hanya mampu mempengaruhi sebesar 26.2 % dan sisanya 73.8 % dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Dari hasil perhitungan diperoleh persamaan regresi linier sebagai berikut: Y = 10.813X – 164.862 Penyebaran SPL di Perairan Prigi memiliki pola yang hampir sama dengan pola hasil tangkapan ikan cakalang selama penelitian (Gambar 4.11). Walaupun produksi tangkapan dan SPL berfluktuasi, namun dari grafik terlihat bahwa produksi tangkapan cenderung meningkat ketika suhu perairan didominasi suhu tinggi. Hasil analisis regresi SPL terhadap produksi tangkapan selama kurun waktu 6 tahun diperoleh koefisien korelasi sebesar 0.379 dan koefisien determinasi sebesar 0.144. Semua koefisien tersebut signifikan setelah diuji dengan F-test pada taraf 0.05 dengan harga F sebesar 11.067. Hal ini dapat menjelaskan bahwa suhu memiliki hubungan yang kurang erat dengan produksi tangkapan selama 6 tahun. Dari hasil perhitungan diperoleh persamaan regresi linier sebagai berikut: Y = 194940.228 – 5579.400X Namun, terdapat pola grafik pada Gambar 4.12 yang memperlihatkan adanya perbedaan antara rata-rata hasil tangkapan bulanan dengan rata-rata SPL bulanan dalam kurun waktu 6 tahun terkahir. Ketika rata-rata suhu bulanan tinggi, rata-rata hasil tangkapan bulanan ikan cakalang cenderung menurun. Hal ini juga terlihat dari hasil regresi yang memiliki hubungan yang negatif. 27.0
150 140
26.5
130 120
26.0
110 100
25.5
90 80
25.0
70 60
24.5
Waktu Operasi Penangkapan HT
SPL
Gambar 4.11 Hubungan SPL dengan produksi cakalang (Juli-Oktober 2012)
SPL (ºC)
Produksi (kg)
160
31.5
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
30.5 29.5
SPL (ºC)
Produksi HT (ton)
48
28.5 27.5 26.5 25.5 24.5
Bulan HT
SPL
Gambar 4.12 Hubungan SPL dan produksi cakalang bulanan (2007-2012)
0.700
160 150 140 130 120 110 100 90 80 70 60
0.600 0.500 0.400 0.300 0.200 0.100
Klorofil-a (mg/m3 )
Produksi (kg)
Hubungan klorofil-a terhadap hasil tangkapan Pengaruh klorofil-a terhadap produksi tangkapan cakalang pada bulan JuliOktober 2012 dihitung dengan menggunakan regresi linier. Nilai korelasi (r) sebesar 0.320 dan nilai koefisien determinasi (R2) adalah 0.103. Koefisien tersebut signifikan karena setelah diuji dengan F-test diperoleh nilai F hitung sebesar 12.807, lebih besar dari F tabel sebesar 3.84 dengan taraf 0.01. Dari hasil perhitungan diperoleh persamaan regresi linier sebagai berikut: Y = 127.241– 40.743X Berdasarkan Gambar 4.13 diperoleh juga pola hubungan yang saling terbalik antara konsentrasi klorofil-a dengan produksi hasil tangkapan ikan cakalang mulai bulan Juli sampai Oktober 2012. Hasil tangkapan meningkat sedangkan konsentrasi klorofil-a menurun. Selian itu, dari grafik terlihat pola adanya jarak antara grafik yang memiliki konsentrasi klorofil-a tertinggi dengan grafik yang memiliki hasil tangkapan banyak. Kemungkinan ini merupakan time lag klorofil-a terhadap kelimpahan populasi ikan. Untuk mengetahui pengaruh klorofil-a terhadap produksi, kemudian dilakukan analisis data selama 6 tahun terakhir.
0.000
Waktu Operasi Penangkapan HT
Klorofil-a
Gambar 4.13 Hubungan klorofil-a dan produksi cakalang (Juli-Oktober 2012)
49 Hubungan antara klorofil-a dengan produksi bulanan selama 6 tahun memiliki korelasi yang kuat yaitu sebesar 0.737 dan nilai determinasi 0.543. Koefisien tersebut sangat signifikan melalui uji F-test karena signifikan pada F hitung sebesar 260.893. Berdasarkan hasil perhitungan, klorofil-a memiliki hubungan yang sangat erat dengan produksi hasil tangkapan karena mempengaruhi produksi tangkapan sebesar 73.7 %. Dari hasil perhitungan diperoleh persamaan regresi linier sebagai berikut: Y = 34116.503 – 284.250X Hal yang sama terlihat pada Gambar 4.14, grafik selama 6 tahun terakhir untuk klorofil-a memiliki pola yang sama dengan produksi tangkapan ikan cakalang. Semakin tinggi kandungan klorofil-a, maka produksi ikan akan semakin tinggi juga dengan adanya time lag antara 1-4 bulan melalui analisis korelasi silang (Gambar 4.15). Produksi HT (ton)
90 0.500
80 70
0.400
60 0.300
50 40
0.200
30 20
Klorofil-a (mg/m3 )
0.600
100
0.100
10 0.000
0
Bulan HT
Klorofil-a
Gambar 4.14 Hubungan klorofil-a dan produksi cakalang bulanan (2007-2012)
Gambar 4.15 Korelasi silang antara klorofil-a dengan hasil tangkapan
50
Ukuran Ikan (cm)
60
0.700 0.600
55 0.500 50
0.400
45
0.300 0.200
Klorofil-a (mg/m3 )
Hubungan klorofil-a dengan ukuran ikan yang tertangkap pada bulan JuliOktober 2012 dianalisis menggunakan regresi linier sederhana. Hasil analisis menghasilkan nilai korelasi sebesar 0.294 dan nilai koefisien determinasi sebesar 0.086. Semua koefisien signifikan karena melalui uji F-test dihasilkan nilai F sebesar 20.749, yang lebih besar dari nilai F tabel sebesar 3.84 pada taraf signifikansi 0.05. Namun, korelasi antara klorofil-a dengan ukuran ikan kurang erat. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh persamaan regresi linier sebagai berikut: Y = 48.292X – 5.853 Pada Gambar 4.16 terlihat adanya pola yang menunjukkan semakin tinggi kandungan klorofil-a, ukuran ikan yang tertangkap juga semakin besar.
40 0.100 0.000
35
Waktu Operasi Penangkapan Ukuran Ikan
Klorofil-a
Gambar 4.16 Hubungan klorofil-a dan ukuran ikan cakalang (Juli-Oktober 2012) Penyebaran DPI cakalang di Perairan Prigi Penyebaran ikan cakalang di Perairan Prigi didasarkan pada hasil tangkapan cakalang nelayan tonda (produksi dan ukuran ikan) dengan kisaran SPL dan konsentrasi klorofil-a di setiap posisi penangkapan. SPL dapat digunakan dalam menduga penyebaran ikan karena berpengaruh signifikan walaupun tidak memiliki korelasi yang kuat. SPL optimum perairan Indonesia cenderung sama karena merupakan daerah tropis. Klorofil-a saat penelitian tidak signifikan akan tetapi klorofil-a bulanan selama 6 tahun terakhir memperlihatkan bahwa klorofil-a memiliki signifikan yang kuat terhadap produksi ikan sehingga tetap dapat digunakan dalam menduga penyebaran cakalang. Penentuan daerah penyebaran ikan dapat dilihat pada Lampiran 5. Daerah penangkapan nelayan tonda dapat digolongkan kedalam 2 kategori lokasi berdasarkan jarak dari pelabuhan dan waktu tempuh yang dibutuhkan nelayan yaitu lokasi dekat (≤ 26 mil) dan jauh (> 26 mil). Pada bulan Juli terdapat 11 titik penyebaran yang terdiri dari lokasi dekat. Pada bulan Agustus terdapat 18 titik penyebaran yang terdiri dari lokasi dekat dan jauh. Bulan September terdapat 18 titik penyebaran yang terdiri dari lokasi dekat dan jauh. Pada bulan Oktober 2012 terdapat 14 titik penyebaran dan terdiri dari lokasi jauh. Penyebaran ikan
51 cakalang pada bulan Oktober 2012 lebih meluas jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya akan tetapi bulan September memiliki jarak terjauh yang ditempuh nelayan. Pengelompokan kategori lokasi dekat dan jauh ini berdasarkan informasi yang diperoleh dari nelayan. Lokasi dekat merupakan lokasi yang dapat ditempuh dalam waktu kurang dalam 1 hari operasi penangkapan, sedangkan kategori jauh membutuhkan waktu lebih dari 1 hari. Scoring penyebaran cakalang dapat dilihat pada Lampiran 5. Daerah penyebaran ikan cakalang di Perairan Prigi pada bulan Juli sampai Oktober 2012 secara umum mempunyai lokasi yang hampir sama. Namun, peta penyebaran ikan cakalang tidak dapat digunakan langsung untuk menentukan peta daerah penangkapan ikan cakalang potensial di Perairan Prigi. Pembuatan peta daerah penangkapan ikan cakalang di Perairan Prigi untuk perikanan skala kecil dengan operasi penangkapan kapal tonda dilakukan berdasarkan aspek-aspek dari sistem pemetaan DPI. Aspek sumber daya manusia (jumlah, keterampilan, pendidikan, umur dan birokrasi), aspek kapal (dimensi dan kelayakan melaut) dan aspek teknologi alat penangkapan (penambahan alat, bahan, rumpon dan cahaya) dianalisis kemudian digabungkan dengan aspek sumber daya ikan yaitu peta penyebaran penangkapan. Peta daerah penangkapan ikan cakalang potensial pada bulan Juli sampai Oktober 2012 dapat dilihat pada Gambar 4.17. Secara umum, terdapat 3 daerah lokasi penangkapan potensial dan dua kategori lokasi berdasarkan jarak. Daerah penangkapan dengan jarak yang dekat dengan pelabuhan merupakan daerah penangkapan nelayan yang tidak memiliki rumpon. Mereka melakukan operasi dengan cara berburu dan menggunakan cahaya lampu. Daerah penangkapan dengan jarak jauh merupakan daerah penangkapan yang sudah sebagian besar menggunakan rumpon. Daerah ini terdiri dari kapal tonda lokal dan Makassar. Menurut informasi dari nelayan tonda andon, masih ada lokasi penangkapan lebih jauh lagi yang mereka tempuh dengan waktu operasi penangkapan 14-20 hari, namun hanya sedikit nelayan yang berani mengambil resiko ini karena faktor keselamatan. Peta daerah penangkapan potensial hasil penelitian Juli-Oktober 2012 memiliki penyebaran yang terpusat pada suatu area tertentu. Berdeda dengan peta prakiraan DPI yang dibuat oleh BPOL, berdasarkan Gambar 4.18 terlihat bahwa penyebaran lokasi potensial lebih meluas. Pada bulan Juli 2012, BPOL tidak menghasilkan peta prakiraan untuk wilayah selatan Jawa Timur. Pada bulan Agustus terdapat 6 titik penyebaran, bulan September terdapat 15 titik penangkapan dan bulan Oktober 2012 terdapat 9 titik penyebaran. Hasil peta prakiraan oleh BPOL memiliki kesamaan daerah penangkapan dengan hasil penelitian ini hanya pada dua area penangkapan. Luasan peta hasil penelitian lebih sempit jika dibandingkan dengan peta prakiraan DPI oleh BPOL yaitu sekitar 10168 mil2 yang penyebarannya masih di sekitar selatan Jawa Timur. Peta prakiraan DPI yang diterbitkan oleh BPOL lebih menyebar ke arah selatan Bali dan selatan Yogyakarta. Luasan untuk wilayah selatan Jawa Timur dan sekitarnya mencapai 18669 mil2 dan memiliki jarak terjauh menuju laut lepas.
52
Gambar 4.17 Prakiraan daerah penangkapan ikan cakalang potensial di Perairan Prigi pada bulan Juli- Oktober 2012
53
Gambar 4.18 Peta prakiraan DPI oleh BPOL pada bulan Juli-Oktober 2012
54 Pembahasan Sebaran dan variasi SPL di Perairan Prigi Suhu permukaan laut di Perairan Prigi selama penelitian, mulai bulan Juli sampai Oktober 2012 dapat dikategorikan dingin (<27 oC). Pengelompokan kategori SPL merujuk dari www.rsgisforum.net untuk perairan Indonesia yang mana SPL kategori dingin berada di bawah 27.00 oC, SPL kategori hangat berkisar antara 27.00-31.00 oC dan SPL kategori panas berada di atas 31.00 oC. SPL pada bulan Juli dan Agustus 2012 merupakan nilai suhu terendah jika dibandingkan dengan bulan September dan Oktober 2012. Hal ini disebabkan oleh pengaruh musim timur pada bulan Juli dan Agustus 2012 dan pengaruh musim peralihan musim timur-barat pada bulan September dan Oktober 2012. SPL ratarata bulan Juli-Oktober 2012 lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata SPL bulanan pada bulan Juli-Oktober mulai tahun 2007 sampai 2012. Hal ini disebabkan oleh pengaruh metode pengambilan data citra. Data citra bulan JuliOktober 2012 diambil secara harian selama 4 bulan, sedangkan data selama 6 tahun diambil secara bulanan. Data bulanan telah mengalami pengkoreksian secara otomatis oleh satelit sehingga nilainya akan lebih baik jika dibandingkan dengan data harian. Selain itu, data citra harian yang tertutup awan tidak dimasukkan dalam analisis sehingga mempengaruhi tingkat akurasi data yang diakumulasi ke data bulanan. Kunarso et al. (2011) menyatakan bahwa SPL di perairan selatan Jawa dan Bali mengalami penurunan mulai bulan Juni sampai Agustus yang disebabkan oleh proses upwelling dan adveksi. Pola musiman SPL selama 6 tahun terakhir juga menunjukkan bahwa musim barat cenderung lebih hangat yaitu mulai bulan Desember sampai Februari. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh belahan bumi bagian selatan mengalami musim panas akibat pergerakan posisi matahari. Permukaan perairan mendapat intensitas sinar matahari yang cukup tinggi dan kecepatan angin cukup tinggi sehingga penyebaran suhu cenderung merata. Kecepatan angin ini dipengaruhi oleh tingginya pusat tekanan udara di atas daratan Asia dan rendahnya pusat tekanan udara di Australia sehingga angin dan arus bergerak cepat dari utara ke selatan. Musim peralihan barat-timur, SPL mulai menurun jika dibandingkan dengan musim barat. Nontji (2002) menyatakan musim peralihan pada bulan Maret, suhu perairan masih panas akan tetapi kecepatan hembusan angin mulai berkurang. Massa air yang hangat ini juga dipengaruhi oleh arus lintas Indonesia (Arlindo) yang membawa air yang hangat. Lemahnya kekuatan angin pada musim peralihan mengakibatkan kondisi laut umumnya lebih tenang. Suhu perairan dingin terjadi pada musim timur yaitu mulai bulan Juni sampai Agustus. Pada musim timur pusat tekanan udara rendah terjadi di daratan Asia dan pusat tekanan udara tinggi terjadi di daratan Australia sehingga angin akan berhembus dari Tenggara menuju Barat Laut. Suhu permukaan di Samudera Hindia atau antara Pulau Jawa dan daratan Australia lebih rendah karena posisi matahari yang bergerak menuju utara, meninggalkan Benua Australia. SPL pada musim timur lebih rendah sekitar 4 oC daripada musim barat (Ilahude dan Gordon 1996). Sedangkan musim peralihan timur-barat pada bulan September sampai November mengalami kenaikan suhu permukaan jika dibandingkan dengan musim timur. Kekuatan angin pada musim peralihan ini cukup lemah dan arahnya tidak menentu sehingga menjadi musim penangkapan di Perairan Prigi.
55 Sebaran dan variasi klorofil-a di Perairan Prigi Hasil pengamatan dari citra satelit pada bulan Juli sampai Oktober 2012 ditemukan bahwa sebaran konsentrasi klorofil-a di Perairan Prigi dapat digolongkan ke dalam kategori sedang (0.31–1 mg/m3). Kategori ini juga terlihat pada grafik data konsentrasi klorofil-a selama 6 tahun yang menunjukkan pada bulan Juni sampai Oktober setiap tahunnya merupakan nilai konsentrasi klorofil-a tertinggi di Perairan Prigi. Berdasarkan hasil citra satelit terlihat konsentrasi klorofil-a lebih tinggi pada pesisir pantai Perairan Prigi. Hal ini sesuai dengan Parson et al. (1984) yang menyatakan konsentrasi klorofil-a lebih tinggi di sekitar pantai jika dibandingkan dengan daerah lepas pantai. Umumnya sebaran konsentrasi klorofil-a tinggi di perairan pantai atau dekat daratan disebabkan oleh tingginya nutrien yang berasal dari sungai. Meskipun demikian, terdapat beberapa lokasi di lepas pantai yang memiliki konsentrasi klorofil-a yang tinggi yang disebabkan oleh terjadinya proses sirkulasi massa air yang memungkinkan tersangkutnya sejumlah nutrien dari daerah lain, seperti yang sering terjadi pada daerah upwelling. Disepanjang pantai Teluk Prigi terdapat dua aliran sungai yang mengalir ke perairan teluk dan kemungkinan membawa unsur hara yang berguna untuk plankton dalam proses rantai makanan. Konsentrasi klorofil-a pada musim barat memiliki kategori rendah. Hal ini disebabkan oleh pengaruh kecepatan angin yang sangat kuat sehingga akan menimbulkan arus permukaan. Arus permukaan musim barat ini akan membawa massa air ke arah timur Indonesia dan menuju daratan Australia dengan kandungan klorofil-a yang relatif sedikit. Konsentrasi klorofil-a pada musim peralihan barat-timur mengalami kenaikan. Pada musim timur, konsentrasi klorofil-a memiliki sebaran tertinggi. Realino et al. (2006) menyatakan kesuburan perairan bulanan tertinggi pada musim timur dan kesuburan tahunan termasuk subur untuk wilayah selatan Jawa karena di perairan selatan Jawa pada musim timur terjadi proses upwelling dimana SPL pada musim timur memiliki kisaran terendah. Simbolon et al. (2009) menyatakan bahwa proses upwelling akan mengakibatkan penurunan suhu permukaan laut dan meningkatkan kandungan zat hara yang kemudian akan merangsang perkembangan fitoplankton. Dengan adanya pengaruh angin yang berhembus dari Tenggara menuju Barat Laut selama musim timur, maka angin musim timur akan membawa massa air upwelling sehingga konsentrasi klorofil-a meningkat. Selain itu, terjadi juga front antara massa air dari Laut Jawa yang hangat dengan massa air Samudera Hindia yang lebih dingin. Pada musim timur di wilayah perairan Laut Arafura dan Laut Banda juga terjadi proses upwelling sehingga akan terbawa ke Indonesia bagian barat akibat pengaruh arus permukaan (Wyrtki 1961). Pada musim peralihan timurbarat, konsentrasi klorofil-a mulai berkurang yang disebabkan oleh angin bertiup tidak menentu dan proses upwelling mulai berhenti pada bulan Oktober. Puncak upwelling di selatan Jawa Timur terjadi pada bulan Agustus atau September yang bergerak dari selatan Bali (Kunarso et al. 2011). Dengan adanya dinamika pergerakan upwelling ini, maka akan mempengaruhi penyebaran ikan dan jenisjenis ikan di wilayah selatan Timor, Bali dan Jawa. Melalui informasi ini, maka dapat diprediksi bahwa daerah penangakapan ikan lebih dahulu terjadi di wilayah selatan Timor, kemudian bergeser menuju selatan Bali dan akhirnya penangkapan untuk wilayah selatan Jawa. Dinyatakan kembali oleh Kunarso et al. (2011),
56 bahwa klorofil-a tertinggi berada di wilayah selatan Jawa Timur-Bali khususnya pada musim timur yang disebabkan oleh adanya arus melingkar (eddy current). Arus ini terjadi akibat pertemuan arus pantai selatan dengan arus khatulistiwa selatan yang membawa banyak nutrien. Menurut Oey (2007) arus melingkar bisa mencapai kedalaman 500-1000 m yang disertai pengangkatan nutrien dari lapisan dalam ke permukaan. Nutrien yang melimpah di selatan Jawa Timur-Bali karena pengaruh upwelling monsunal dan pengangkatan oleh arus pusar inilah yang diduga kuat memicu meningkatnya kadar klorofil-a permukaan laut hingga mencapai nilai tertinggi dibandingkan provinsi lainnya. Hasil tangkapan ikan cakalang Produksi hasil tangkapan ikan cakalang selama penelitian (Juli-Oktober 2012) menunjukkan adanya fluktuasi akan tetapi rata-rata hasil tangkapan cenderung meningkat setiap bulannya. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya nelayan tonda yang mengoperasikan alat tangkapnya karena sudah memasuki musim puncak penangkapan (Juli-Oktober). Produksi ikan cakalang di PPN Prigi selama 6 tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Secara umum terjadi mulai bulan Juni sampai November setiap tahunnya. Peningkatan setiap tahunnya disebabkan oleh penambahan kapal dan nelayan sehingga hasil tangkapan akan semakin meningkat. Namun, potensi perikanan cakalang masih dapat ditingkatkan produksinya. Ross (2011) menyatakan bahwa potensi MSY cakalang di Perairan Prigi sebesar 1056.56 ton/tahun. Ukuran ikan yang tertangkap secara umum merupakan ukuran ikan cakalang yang sudah layak tangkap. Menurut Matsumoto (1984), ikan cakalang mulai memijah ketika panjang mencapai ukuran lebih besar dari 40 cm dan setelah ikan pernah melakukan pemijahan maka sudah layak untuk ditangkap. Nelayan tonda di Prigi sebagian besar sudah menggunakan rumpon sebagai alat bantu untuk mengumpulkan ikan sehingga operasi penangkapan lebih mudah dan schooling ikan pada daerah sekitar rumpon memiliki ukuran yang hampir sama. Rumpon yang berada lebih jauh menuju laut lepas akan memiliki ukuran ikan yang lebih besar jika dibandingkan dengan rumpon yang lebih dekat ke daratan. Namun, keberadaan rumpon ini sangat merusak keberlangsungan ikan tuna. Selama penelitian di lapangan, jumlah ikan tuna kecil (ukuran ≤ 40 cm) yang tertangkap hampir seimbang dengan ikan cakalang yang sudah layak tangkap. Yusfiandayani (2004) menyatakan bahwa ikan tuna yang tertangkap dan berkumpul di sekitar rumpon adalah ikan yang belum memijah dan belum dewasa yang mana penangkapannya dapat membahayakan kelestarian sumberdaya perikanan di wilayah perairan tersebut. Nikijuluw (2009) menyatakan bahwa di Perairan Samudera Hindia untuk jenis ikan cakalang cenderung bergerombol dengan juvenil ikan tuna yang pada umumnya hidup di bawah benda yang terapung. Hal ini menandakan bahwa rumpon ini bukan solusi yang tepat untuk penangkapan ikan tuna. Diharapkan adanya peranan pemerintah untuk memberikan hukuman kepada nelayan yang menangkapan ikan tuna kecil dan pelaku-pelaku perikanan yang masih membeli dan mengolah ikan tuna kecil. Jamal (2011) menyatakan ukuran ikan matang gonad di teluk Bone adalah 46.5 cm dan yang layak tangkap lebih besar dari 46.564.9 cm. Nilai Lm cakalang berbeda pada setiap tempat, namum umumnya lebih besar dari 40 cm.
57 Korelasi SPL dan klorofil-a terhadap hasil tangkapan cakalang Suhu permukaan laut di Perairan Prigi hanya mempengaruhi hasil tangkapan sebesar 26.2 % selama penelitian (Juli-Oktober 2012). Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor-faktor lain yang mempengaruhi hasil tangkapan seperti salinitas, arus, upwelling dan front. Namun, jika menggunakan data yang lebih panjang yaitu mulai bulan Januari 2007 sampai 2012, maka SPL dan konsentrasi klorofil-a dapat mempengaruhi hasil tangkapan ikan cakalang sebesar 37.9 %. Suhu perairan di Indonesia cenderung sama (konstan) sepanjang tahun sehingga pengaruhnya terhadap penyebaran ikan cakalang relatif kecil (Laevastu dan Hela 1970). Suhu optimum penangkapan cakalang di Perairan Prigi berkisar antara 25.8-28.7 oC selama 6 tahun (2007-2012) dan SPL optimum penangkapan selama penelitian (Juli-Oktober 2012) berkisar antara 25.4-26.9 oC. Ikan cakalang tertangkap secara teratur di Samudera Hindia pada suhu optimum 27-30 oC (Tampubolon 1990). Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh metode pengambilan data SPL yang menggunakan citra satelit. Menurut Gaol (2003), pengaruh awan dapat menurunkan SPL sampai 1.5 oC dibanding suhu pengukuran langsung (in-situ). Walaupun demikian, SPL dapat digunakan untuk melihat atau mendeteksi pola penyebaran atau migrasi ikan cakalang. Berdasarkan pola grafik konsentrasi SPL selama 6 tahun terakhir, terlihat bahwa pada kisaran suhu yang relatif rendah memiliki hasil tangkapan yang cukup banyak. Hal kemungkinan disebabkan metode penangkapan tonda yang dioperasikan pada saat pagi dan sore hari yang memiliki suhu relatif dingin dan penelitian berlangsung saat musim timur. Konsentrasi klorofil-a harian tidak erat korelasinya terhadap hasil tangkapan, namun tetap bisa digunakan sebagai indikator penyebaran ikan karena kemungkinan disebabkan adanya time lag (waktu sela) antara klorofil-a dengan produksi hasil tangkapan. Waktu sela ini biasanya membutuhkan waktu beberapa bulan. Hasil analisis klorofil-a bulanan selama 6 tahun terakhir menandakan bahwa kandungan konsentrasi klorofil-a di Perairan Prigi mempunyai pengaruh yang besar terhadap keberadaan ikan cakalang. Dari data tersebut diperoleh time lag klorifil-a sekitar 1-4 bulan. Jadi, peningkatan konsentrasi klorofil-a akan mempengaruhi produksi cakalang pada waktu sela 1-4 bulan. Oleh karena itu, penelitian yang berlangsung selama 4 bulan (Juli-Oktober 2012) kurang mewakili waktu klorofil-a yang dibutuhkan untuk melihat hubungannya dengan hasil tangkapan. Ukuran ikan cakalang yang tertangkap didominasi oleh ukuran ikan yang sudah layak tangkap. Grafik memperlihatkan bahwa ikan yang berukuran besar lebih menyukai konsentrasi klorofil-a yang lebih tinggi dan suhu yang lebih hangat. Limbong (2008) menyatakan bahwa ikan cakalang di Perairan Palabuhanratu yang berukuran kecil lebih menyukai suhu yang lebih hangat dan ukuran yang besar dapat tertangkap pada suhu dingin dan hangat. Hal ini disebabkan oleh metabolisme tubuh ikan berukuran besar mampu menyesuaikan dengan suhu yang lebih hangat dan dingin. Namun, hal ini tidak ditemukan di Perairan Prigi yang kemungkinan disebabkan oleh pengaruh alat dan metode penangkapan ikan cakalang. Ikan cakalang yang ditangkap sebagian besar dipancing dengan pancing ulur yang mampu menjangkau lebih dalam sampai ke lapisan renang ikan cakalang besar. Berbeda dengan metode penangkapan di Perairan Palabuhanratu dengan menggunakan alat tangkap payang yang hanya mampu menangkan ikan pada lapisan atas.
58 Daerah penyebaran cakalang di Perairan Prigi Penyebaran ikan cakalang di Perairan Prigi dilihat berdasarkan hasil tangkapan dan ukuran ikan dengan menggabungkan parameter-parameter oseanografi yaitu SPL dan konsentrasi klorofil-a. Namun, sebaiknya dalam menduga penyebaran ikan harus menganalisis aspek parameter oseanografi lainnya seperti arus, salinitas, front dan daerah upwelling di suatu perairan. Penyebaran ikan di Perairan Prigi sangat dipengaruhi oleh keberadaan rumpon. Hal ini juga berdampak pada daerah penangkapan ikan, khususnya ikan cakalang. Kelompok nelayan tonda lokal, sebagian besar tidak mempunyai rumpon sedangkan kelompok nelayan tonda Makassar sebagian besar mempunyai rumpon. Keberadaan rumpon ini berdampak positif dan berdampak negatif terhadap perikanan di PPN Prigi. Dampak positif yaitu dapat dijadikan daerah penangkapan ikan cakalang sehingga meningkatkan keuntungan ekonomi, sedangkan dampak negatifnya menyebabkan rusaknya siklus hidup ikan tuna dan konflik antar nelayan. Lokasi penyebaran ikan cakalang tidak secara langsung menjadi daerah penangkapan ikan potensial. Hal ini perlu mendapat penambahan unsur-unsur selain parameter oseanografi, seperti unsur kemampuan atau keterampilan nelayan, skala armada dan juga budaya lokal. Nelayan tonda di Prigi terdiri dari 2 kelompok yaitu kelompok nelayan tonda Makassar dan kelompok nelayan tonda Jawa atau nelayan lokal. Dua kelompok ini memiliki kemampuan yang berbedabeda sehingga sistem pemetaan yang diterapkan juga berbeda. Nelayan tonda Jawa sebagian besar tidak memiliki rumpon sehingga peta daerah penangkapan sangat diperlukan. Berbeda dengan nelayan tonda Makassar yang sebagian besar memiliki rumpon. Selain itu, nelayan tonda Makassar memiliki keberanian yang kuat untuk menempuh DPI yang lebih jauh. Jumlah daerah penangkapan ikan pada bulan Agustus 2012 dan bulan September 2012 lebih banyak jika dibandingkan dengan bulan Juli 2012 dan bulan Oktober 2012. Hal ini disebabkan oleh banyak kapal tonda yang sedang rusak dan diperbaiki pada bulan Juli 2012 sedangkan pada bulan Oktober 2012, banyak nelayan tonda Makassar yang sudah kembali ke Sulawesi untuk merayakan hari raya lebaran. Disamping itu, kondisi cuaca pada pertengahan Oktober mulai memburuk karena pengaruh musim peralihan timur-barat menuju musim barat. Peta daerah penangkapan ikan cakalang yang berada lebih jauh biasanya merupakan daerah penangkapan nelayan tonda Makassar sedangkan peta daerah penangkapan yang berada lebih dekat dengan daratan merupakan daerah penangkapan nelayan tonda Jawa atau nelayan lokal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi pergeseran penempatan rumpon yang dilakukan oleh nelayan. Menurut Nurdin (2011) posisi rumpon nelayan Prigi dari fishing base (PPN Prigi) tercatat sebelah paling barat hingga ke lokasi selatan Yogyakarta pada posisi 08º44’24’’LS - 110º40’39’’BT, sedangkan yang terjauh ke arah selatan hingga 09º20’12’’LS - 110º55’29’’BT, dan rumpon terdekat pada posisi 08º34’09’’LS - 111º42’04’’BT. Sedangkan hasil yang didapat selama penelitian, posisi terjauh mencapai 10o45’62’’LS - 110o16’45’’BT dan menurut pengakuan nelayan masih ada rumpon yang berada pada posisi 11 lintang selatan. Hal ini kemungkinan disebabkan makin banyaknya rumpon yang tersebar di Perairan Prigi sehingga membutuhkan wilayah yang lebih luas. Selain itu, kemungkinan yang terjadi adalah penyebaran schooling ikan yang makin menjauh dari pantai.
59 Peta prakiraan DPI yang dibuat BPOL pada bulan September 2012 jauh lebih banyak daripada bulan Juli, Oktober dan Agustus 2012 kemungkinan disebabkan pengaruh musim puncak penangkapan. Musim penangkapan cakalang di Perairan Prigi terjadi mulai bulan Juni sampai Oktober dan musim puncaknya bulan September-Oktober. Tingginya konsentrasi klorofil-a mulai bulan JuniOktober kemungkinan berpengaruh terhadap peta prakiraan DPI yang dibuat BPOL. Bulan September memiliki kandungan klorofil-a yang cukup tinggi dan kecepatan angin tidak terlalu besar sehingga sangat baik untuk operasi penangkapan. Namun, peta prakiraan DPI yang dibuat BPOL ini belum dimanfaatkan oleh nelayan, khususnya nelayan tonda Prigi. Kurangnya fasilitas di pelabuhan, kurangnya peranan pemerintah dalam mensosialisasikan peta ini dan pengetahuan nelayan masih rendah menjadi hambatan dalam penggunaan peta tersebut. Selain variabel SPL dan klorofil-a sebagai indikator daerah penangkapan, kelebihan peta prakiraan DPI ini adalah menampilkan tinggi gelombang laut serta kecepatan dan arah angin yang bermanfaat untuk keselamatan nelayan. Akurasi penggunaan prakiraan peta ini hanya berguna untuk perikanan dalam skala besar (industri) karena menyajikan dalam skala nasional sehingga sangat sulit diaplikasikan untuk perikanan wilayah, khususnya Perairan Prigi. Beradasarkan Tabel 4.7 terlihat bahwa peta yang dihasilkan oleh BPOL lebih luas cakupannya sehingga sangat sulit diterapkan dalam perikanan tonda Prigi. Hal ini tidak sesuai dengan kondisi perikanan di Indonesia yang sebagian besar merupakan perikanan skala kecil. Menurut data statistik perikanan tangkap Indonesia (2010), komposisi jumlah kapal penangkapan ikan didominasi oleh motor tempel yaitu 40 %, 33 % didominasi oleh perahu tanpa motor. Kapal motor sekitar 27 % dan dari seluruh kapal motor yang ada, 66 % masih berukuran kurang dari 5 GT, 20 % ukuran 5-10 GT dan sisanya berukuran 10 GT ke atas (KKP 2010). Hal ini menandakan bahwa hanya sebagian kecil saja nelayan di Indonesia yang mampu menggunakan peta prakiraan daerah penangkapan yaitu nelayan purse seine yang berasal dari Jakarta dan Bali. Tabel 4.7 Perbandingan peta prakiraan DPI BPOL dan peta hasil penelitian Indikator
Peta DPI BPOL
Variabel yang menentukan penyebaran ikan
2 (SPL dan Klorofil-a)
Variabel yang menentukan Penentuan DPI
Parameter Oseanografi (SPL dan Klorofil-a)
Pengguna Akurasi Spesifikasi Jenis Ikan Target Cakupan wilayah Distribusi Sumber Data Applicable
Peta DPI Hasil Penelitian 4 (SPL, Klorofil-a, CPUE dan Ukuran Ikan)
Nelayan skala industri Kurang akurat
Aspek sumber daya manusia, Aspek Sumber daya ikan, Kapal dan Teknologi Alat Penangkapan Nelayan tradisional Lebih akurat
Semua Ikan
Ikan Cakalang
Nasional
Wilayah Provinsi
Nasional Sekunder Tidak dapat
Pelabuhan Perikanan Primer dan Sekunder Dapat
60 Operasi penangkapan ikan di wilayah kategori dekat memiliki hasil yang jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan lokasi jauh namun lebih tinggi tingkat keselamatannya. Lokasi ini biasanya menjadi daerah penangkapan nelayan tonda lokal. Lokasi penangkapan yang harus menempuh jarak yang jauh (> 26 mil) atau 14-20 hari operasi penangkapan sangat berisiko terhadap keselamatan nelayan. Hal ini disebabkan oleh ukuran kapal dan kelayakan melaut yang tidak mendukung. Kapal tonda di Prigi yang memiliki kekuatan mesin 54-80 PK atau 10-20 GT seharusnya hanya diperbolehkan menangkap pada jarak 4-8 mil (FAO 1996). Oleh karena itu perlu adanya penambahan ukuran kapal dan fasilitasnya sehingga dapat menjangkau daerah penangkapan yang lebih jauh lagi dan dapat memanfaatkan wilayah ZEE dengan optimal.
Simpulan Peta prakiraan DPI yang dibuat BPOL belum bisa diterapkan pada perikanan tonda di Perairan Prigi sehingga nelayan masih mengandalkan penangkapan secara konvensional dan juga dengan pembuatan cahaya dan rumpon untuk membantu dalam menentukan lokasi penangkapan ikan cakalang. Peta DPI cakalang di Prigi memiliki luas ±10168 mil2 yang terdiri dari lokasi dekat dan jauh. Lokasi DPI yang dekat seluas ±1485 mil2 dan kategori jauh seluas ±8645 mil2.
5 PEMBAHASAN UMUM Sistem pemetaan DPI merupakan salah satu subsistem penting dalam sistem perikanan tangkap. Sistem pemetaan tidak hanya mencakup aspek-aspek dari parameter oseanografi saja, khususnya untuk perikanan tradisonal. Adanya pengaruh aspek lain, diantaranya aspek sumber daya manusia, kapal dan teknologi alat penangkapan akan mempengaruhi keberhasilan suatu operasi penangkapan pada daerah penangkapan ikan yang potensial. Variabel-variabel aspek tersebut tentunya memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain sehingga harus dikaji dalam menentukan sistem pemetaan DPI potensial. Sebagai suatu sistem, keberhasilan dari sub sistem usaha perikanan tangkap akan sangat bergantung kepada ketersediaan potensi sumber daya ikan, optimalisasi dari proses produksi yang dilakukan, penanganan hasil tangkapan dan pemasaran (Nurani dan Widyamayanti 2005). Aspek sumber daya manusia yang meliputi jumlah ABK, keterampilan, pendidikan, umur nelayan dan birokrasi; aspek kapal yang meliputi dimensi dan kelayakan melaut; aspek teknologi alat penangkapan yang meliputi penambahan alat, bahan, rumpon dan cahaya dan aspek sumber daya ikan yang meliputi musim, ukuran, CPUE dan parameter oseanografi tentunya mempunyai peran yang berbeda-beda. Pengaruh dari variabel-variabel tersebut inilah perlu dianalisis untuk menggambarkan bahwa pemetaan DPI potensial tidak hanya dipengaruhi oleh parameter oseanografi lingkungan saja. Interaksi antar variabel yang cukup rumit dan dinamis menyebabkan perlu dianalisis dengan pendekatan sistem.
61 Pendekatan sistem mampu melihat kebutuhan pelaku perikanan cakalang, identifikasi permasalahan dan juga mampu membuat rancangan model pemetaan DPI. Rancangan model pemetaan DPI di Perairan Prigi diuji dengan analisis SEM karena analisis ini mampu menunjukkan konsep-konsep yang tidak teramati serta hubungan-hubungan yang ada di dalamnya. Kline dan Klammer (2001) menyatakan bahwa SEM mampu memeriksa hubungan di antara variabel-variabel sebagai unit dan mampu menyediakan lebih banyak isyarat tentang arah penelitian dan pemodelan yang perlu ditindaklanjuti. Hasil pengujian terhadap model pemetaan di Perairan Prigi memperlihatkan bahwa metode penangkapan ikan cakalang menggunakan alat bantu (rumpon dan cahaya lampu) dan tidak menggunakan alat bantu. Variabel-variabel aspek teknologi alat penangkapan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam penentuan daerah penangkapan sehingga memiliki pengaruh yang baik terhadap sistem pemetaan DPI. Variabel-variabel dari aspek SDM, kapal dan SDI belum memiliki pengaruh yang baik terhadap sistem pemetaan daerah penangkapan di Perairan Prigi. Rumpon dan cahaya sangat berperan dalam peningkatan hasil tangkapan ikan. Hal ini memperlihatkan bahwa operasi penangkapan di Perairan Prigi masih sama seperti operasi penangkapan ikan di wilayah perairan Indonesia lainnya. Jeujanan (2008) menyatakan bahwa alat bantu rumpon paling efektif digunakan dalam mendukung operasional alat penangkapan ikan, terutama dari aspek produksi hasil tangkapan di Perairan Maluku Tenggara untuk perikanan purse seine dan pancing tonda. Peta prakiraan DPI yang dibuat oleh BPOL belum mampu diaplikasikan pada perikanan cakalang di Perairan Prigi. Permasalahan ini hampir terjadi pada perikanan skala kecil di wilayah perairan Indonesia. Penelitian Muklis (2008) menggambarkan bahwa perikanan cakalang dan tongkol di Perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam belum menggunakan peta DPI dari BPOL. Penelitian Tadjuddah (2005) menggambarkan bahwa perikanan cakalang dan madidihang di Perairan Wakatobi Sulawesi Tenggara belum menggunakan peta prakiraan DPI dari BPOL. Hal yang sama juga terjadi pada penelitian Adnan (2008) terhadap perikanan tongkol, layang dan kembung di Perairan Kalimantan Timur. Peta prakiraan DPI yang dibuat oleh BPOL masih hanya digunakan oleh nelayan skala industri yang memiliki perlengkapan kapal yang lengkap. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sumber data yang dimasukkan dalam pembuatan peta prakiraan, seperti aspek teknis yang mencakup kapal, sumber daya manusia dan sumber daya ikan. Peta DPI di Prigi dibuat dengan penggabungan dua aspek yaitu aspek penyebaran ikan dan teknis sehingga mampu mengakomodasi keterbatasan perikanan cakalang yang bersifat tradisional. Penyebaran ikan dianalisis dengan pendekatan parameter oseanografi yaitu suhu permukaan laut dan klorofil-a, CPUE dan ukuran ikan. Suhu sangat berpengaruh terhadap proses metabolisme, seperti pertumbuhan dan pengambilan makanan, aktivitas tubuh, seperti kecepatan renang serta dalam rangsangan syaraf (Laevastu dan Hela 1970). Sedangkan kandungan klorofil-a dalam perairan merupakan salah satu indikator tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton atau tingkat kesuburan suatu perairan. Suhu permukaan laut pada bulan Juli-Oktober 2012 didominasi oleh suhu yang dingin (<27 oC). Hal ini disebabkan oleh pengaruh musim timur. Posisi matahari akan meninggalkan belahan bumi selatan sehingga suhu menjadi rendah. Hal yang berbeda terjadi pada kandungan klorofil-a pada bulan Juli-Oktober 2012
62 yang didominasi oleh klorofil-a kategori sedang (0.3-1 mg/m3). Hal ini terjadi karena adanya pengaruh hembusan angin dari arah Laut Arafura dan Laut Banda yang membawa zat hara dari hasil upwelling ke selatan Jawa sehingga meningkatkan kesuburan perairan. Pengaruh tekanan angin sangat mempengaruhi penyebaran zat hara dari hasil upwelling (Pitcher et al. 2010). Produksi hasil tangkapan pada bulan Juli-Oktober 2012 dapat dikategorikan tinggi, yang disebabkan oleh musim puncak penangkapan di Perairan Prigi. Kondisi perairan yang tenang menyebabkan banyak kapal tonda yang melakukan operasi penangkapan. Pada bulan September-Oktober, kondisi cuaca yang baik menyebabkan nelayan mampu menangkapan ikan dengan jarak yang lebih jauh sehingga ukuran ikan yang tertangkap juga lebih besar. Selain itu, mata pancing lebih mampu menjangkau perairan yang lebih dalam ketika kondisi perairan lebih tenang. Korelasi SPL dengan produksi hasil tangkapan menunjukkan hubungan yang tidak terlalu erat. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kisaran suhu pada bulan Juli-Oktober 2012 tidak terlalu besar. Hasil ini sesuai dengan penyataan Laevastu dan Hayes (1981), bahwa pengaruh SPL terhadap penyebaran cakalang untuk perairan tropis adalah kecil karena suhu relatif sama (konstan) sepanjang tahun. Hal yang sama juga terjadi pada ukuran cakalang yang tertangkap yang memiliki korelasi yang tidak erat. Ukuran ikan yang tertangkap didominasi ikan berukuran besar disebabkan oleh metode panangkapan yang menggunakan alat pancing tonda dan pancing ulur yang menangkap ikan pada lapisan yang lebih dalam. Korelasi klorofil-a dengan produksi hasil tangkapan pada bulan JuliOktober 2012 tidak signifikan yang disebabkan oleh adanya waktu sela (time lag) selama 1-4 bulan dan diperkirakan terjadi pada saat penelitian. Hal ini dapat dibuktikan dengan data klorofil-a bulanan selama 6 tahun (2007-2012) yang menghasilkan adanya hubungan yang erat antara klorofil-a dengan produksi hasil tangkapan cakalang. Korelasi klorofil-a dengan ukuran ikan memiliki hubungan yang kurang erat. Kemungkin hal ini disebabkan oleh time lag yang terjadi pada saat penelitian dilakukan sehingga tidak dapat memberikan pengaruh yang kuat. Penyebaran cakalang di Perairan Prigi dengan pendekatan parameter SPL, klorofil-a, produksi dan ukuran ikan memberikan hasil yang lebih baik. Penggabungan aspek penyebaran ikan dan aspek teknis memberikan gambaran peta prakiraan yang sesuai dengan perikanan cakalang di Prigi. Peta DPI cakalang pada bulan Juli-Oktober 2012 memiliki 2 daerah penangkapan. Daerah pertama berada pada posisi 08o30’ LS yang berjarak ±26 mil dari PPN Prigi. Lokasi ini menjadi DPI untuk nelayan tonda lokal yang tidak memiliki rumpon. Daerah penangkapan kedua berada pada posisi mulai dari 09o20’ LS yang berjarak lebih besar dari 26 mil. Lokasi ini menjadi daerah penangkapan nelayan lokal dan andon yang sebagian besar sudah menggunakan rumpon. Penggunaan alat bantu cahaya saat malam hari menghasilkan hasil tangkapan dengan ukuran yang tidak layak tangkap karena bergerombol dengan schooling ikan tongkol. Sedangkan penggunaan rumpon akan menangkap ikan tuna kecil. Secara umum, penggunaan rumpon ini akan meningkatkan produksi hasil tangkapan, tetapi akan mengakibatkan kecemburuan sosial terhadap nelayan yang tidak menggunakan rumpon. Jeujanan (2008) menyatakan bahwa penggunaan rumpon di Perairan Maluku Tenggara juga mengakibatkan konflik antar nelayan dengan nelayan dari luar dan juga kecemburuan sosial nelayan gillnet.
63
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Sistem pemetaan daerah penangkapan ikan, khususnya perikanan tradisional meliputi aspek penyebaran SDI dan aspek teknis (SDM, kapal dan teknologi alat penangkapan. Aspek teknologi alat penangkapan ikan (penambahan alat, bahan, cahaya dan rumpon) sudah berpengaruh baik dalam sistem pemetaan DPI cakalang di Perairan Prigi jika dibandingkan dengan aspek SDM (jumlah ABK, keterampilan, pendidikan, umur, birokrasi), SDI (musim, ukuran, CPUE, oseanografi) dan kapal (dimensi, kelayakan melaut). Peta DPI hasil penelitian mencakup aspek teknis dan aspek penyebaran ikan dengan cakupan sesuai wilayah Perairan Prigi yaitu sekitar ±10168 mil2. Cakupan wilayah peta DPI yang diterbitkan BPOL masih sangat luas sehingga masih sulit digunakan oleh nelayan tonda Prigi.
Saran Disamping kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian ini, terdapat beberapa saran yang ingin disampaikan, antara lain: 1. Perlu adanya penambahan pemilihan variabel aspek kapal seperti jumlah kapal, jumlah mesin kapal dan bahan pembuatan kapal. 2. BPOL sebaiknya membuat peta prakiraan DPI secara wilayah yang lebih kecil dengan menganalisis semua aspek-aspek perikanan tangkap sehingga dapat digunakan oleh nelayan tradisional. 3. Pendugaan penyebaran ikan dalam membuat peta DPI melalui konsentrasi klorofil-a harus memperhatikan kemungkinan terjadinya time lag.
DAFTAR PUSTAKA Adnan. 2008. Variabilitas Hasil Tangkapan Ikan Hubungannya dengan Sebaran Klorofil-a dan Suhu Permukaan Laut Data Inderaja di Perairan Kalimantan Timur [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [BPOL] Badan Penelitian Observasi Laut (ID). 2012. Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan. Charles AT. 2001. Suistainable Fishery System. Canada: Saint Mary’s University Halifax, Nova Scotia .370 p. Edmondri. 1999. Studi Daerah Penangkapan Ikan Cakalang dan Madidihang di Perairan Sumatera Barat pada Musim Timur [skripsi]. Bogor (ID):. Institut Pertanian Bogor. Eriyatno. 2003. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Bogor (ID): IPB Press.147 hlm. Fauzi A, Anna S. 2005. Pemodelan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan untuk Analisis Kebijakan. Jakarta (ID). Gramedia Pustaka Utama. 343 hlm.
68
Lampiran 1 Jumlah alat tangkap menurut jenisnya di PPN Prigi tahun 2001-2011 Jenis Alat Tangkap (unit) Tahun
Pukat Cincin
Pancing Tonda
Jaring Insang
Pancing Prawe
Pukat Pantai
Pancing Ulur
Jaring Klitik
Jumlah
Payang
2001 2002 2003 2004 2005
105
0
8
40
278
27
200
2
660
112
0
8
30
278
33
242
0
703
230
0
10
35
282
33
286
2
878
240
28
17
28
25
40
1158
30
1566
115
51
34
20
36
42
1298
36
1632
2006 2007 2008 2009 2010
120
57
43
36
36
42
1298
50
1682
120
72
43
36
36
42
546
53
948
120
72
43
36
36
42
546
53
948
150
72
43
38
0
42
542
53
940
157
86
43
38
0
41
542
53
960
2011
159
86
43
38
0
38
542
53
959
69
Lampiran 2 Jenis ikan yang didaratkan di PPN Prigi tahun 2001-2011 Jenis Ikan
Cakalang (Katsuwonus pelamis) Tuna (Thunnus sp) Tongkol (Euthynnus affinis) Layang (Detapterus pusailus) Lemuru (Sardinella sp) Layur (Trichiurus leptururus) Slengseng (Scomber australacius) Selar (Selar spp) Peperek (Leiognathus spp ) Kwee (Caranx sexfaciatus) Julung-julung (Hemirhampus spp) Kembung (Rastrelliger spp) Tembang (Sardinella gibbosa) Bentong (Selar crumenophthalmus) Cucut ( Sphyrna sp) Lemadang (Coryphaena hippurus) Pari kembang (Dasyatis spp) Tenggiri (Scomberromo commersoni) Kakap (Latjanus sp) Tetengkek (Tenualosa macrura)
2001
2002
2003
2004
2005
1362
3182
192
454
1134
Tahun (Ton) 2006 2007 1327
942
2008 918
2009 613,2
2010 763,3
2011 717,1
46
2
139
373
1179
583
373
323
691,9
503,3
338,8
637
4
2682
7850
2603
7309
9998
10472
10785
3485,3
178,9
26
871
13
4025
2013
4395
5189
4738
5256,8
287,9
19543
654
1958
1127
2121
3502
8036
4502
9308
4843,1
2154
2345,1
23
13
1185
473
1297
446
686
317
368,6
115,6
287,9
40
0
167
15
6
86
2
47
579,9
0,5
70,1
694
12
90
222
27
0
24
8
14,7
0
13,6
0
13
281
552
241
96
1
50
178,1
5,8
130,7
10
100
11
65
88
12
0
36
71,6
202,1
20,3
696
3989
9
11
0
0
18
0
49,9
3,3
2,6
0
428
44
169
170
58
5
3
0
5,5
50
61
63
1400
143
170
29
0
28
0
0
7,1
0
0
0
0
0
45
0
14
15,9
47,2
37,4
198
175
10
125
148
141
3
11
0,4
28,7
13,3
0
0
0
0
39
9
1
15
16,5
9,9
26,2
473
60
17
78
66
100
9
21
1,9
12,5
6,8
35
1681
6
2
27
1
0
0
0,3
4,4
6,6
0
6
0
1
4
0
0
0
1,4
7,3
5,3
67
1
22
9
5
1
0
10
0
2,7
0,4
70
Lampiran 3 Hasil output analisis SEM tahap pertama Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 87 Minimum Fit Function Chi-Square = 91.79 (P = 0.34) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 87.79 (P = 0.46) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 0.79 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 27.00) Minimum Fit Function Value = 0.90 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.0078 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.26) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.0095 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.055) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.91 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 1.51 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (1.50 ; 1.76) ECVI for Saturated Model = 2.35 ECVI for Independence Model = 2.25 Chi-Square for Independence Model with 105 Degrees of Freedom = 199.06 Independence AIC = 229.06 Model AIC = 153.79 Saturated AIC = 240.00 Independence CAIC = 283.58 Model CAIC = 273.74 Saturated CAIC = 676.17 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.16 Standardized RMR = 0.082 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.90 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.86 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.65 Normed Fit Index (NFI) = 0.54 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.94 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.45 Comparative Fit Index (CFI) = 0.95 Incremental Fit Index (IFI) = 0.96 Relative Fit Index (RFI) = 0.44 Critical N (CN) = 135.01
71
Lampiran 4 Hasil output SEM respesifikasi Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 2 Minimum Fit Function Chi-Square = 3.94 (P = 0.14) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 3.85 (P = 0.15) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 1.85 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 11.64) Minimum Fit Function Value = 0.039 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.018 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.11) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.095 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.24) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.22 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.19 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.18 ; 0.29) ECVI for Saturated Model = 0.20 ECVI for Independence Model = 1.57 Chi-Square for Independence Model with 6 Degrees of Freedom = 151.97 Independence AIC = 159.97 Model AIC = 19.85 Saturated AIC = 20.00 Independence CAIC = 174.51 Model CAIC = 48.93 Saturated CAIC = 56.35 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.044 Standardized RMR = 0.044 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.98 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.91 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.20 Normed Fit Index (NFI) = 0.97 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.96 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.32 Comparative Fit Index (CFI) = 0.99 Incremental Fit Index (IFI) = 0.99 Relative Fit Index (RFI) = 0.92 Critical N (CN) = 239.60
72
Lampiran 5 Daerah penyebaran cakalang Juli-Oktober 2012 Bulan
Juli
Agustus
September
Lokasi
SPL Nilai Bobot
Nilai
Klo Bobot
CPUE Nilai Bobot
Ukuran Nilai Bobot
TOTAL
Status
08'41'234-111'36'333
25,5
3
0,345
3
115
5
42
3
14
08'45'222-111'19'567
25,6
3
0,345
3
85
3
45
3
12
P P
08'45'222-111'25'567
25,4
3
0,285
1
125
5
35
1
10
S
08'45'234-111'35'689
25,8
3
0,324
3
120
5
43
3
14
P
08'45'154-111'39'345
27,2
3
0,343
3
80
3
45
3
12
P
09'13'234-110'372'32
25,3
3
0,301
3
80
3
37
1
10
S
09'16'112-110'42'111
25,7
3
0,567
3
155
5
44
3
14
P
09'41'325- 111'16'137
26,1
3
0,242
1
95
3
42
3
10
S
10'11'457-111'23'767
25,5
3
0,266
1
110
5
37
1
10
S
10'12'876-111'22'667
25,6
3
0,635
3
100
5
41
3
14
P
10'18'455-111'16'555
26,1
3
0,275
1
130
5
38
1
10
S
8’41’332-111’36’121
26,4
3
0,623
3
85
3
36
1
10
S
8’45’345-111’16’211
26,4
3
0,623
3
120
5
45
3
14
P
8’45’879-111’19’453
25,2
3
0,711
3
100
5
43
3
14
P
8’45’966-111’25’390
25,2
3
0,987
3
80
3
44
3
12
P
8’45’781’111’40’654
25,5
3
0,543
3
85
3
35
1
10
S
8’46’222-111’3’144
25,5
3
0,543
3
150
5
46
3
14
P
8’47’451-111’4’376
26,1
3
0,256
1
110
5
42
3
12
P
9’57’946-111’58’133
24,5
3
0,252
1
95
3
35
1
8
S
10’1’433-111’31’729
25,5
3
0,453
3
85
3
38
1
10
S
10’4’112-111’40’572
25,7
3
0,512
3
95
3
45
3
12
P
10’13’222-111’1’823
25,7
3
0,512
3
90
3
44
3
12
P
10’14’116-111’28’777
25,8
3
0,642
3
100
5
41
3
14
P
10’18’331-111’15’555
26,1
3
0,642
3
150
5
42
3
14
P
10’21’853-111’24’564
25,1
3
0,596
3
105
5
50
3
14
P
10’27’775-111’39’655
24,9
3
0,596
3
120
5
41
3
14
P
10’33’445-111‘27’565
26,1
3
0,421
3
155
5
47
3
14
P
10’35’555-111’47‘665
26,1
3
0,243
1
90
3
35
1
8
S
10’45’621-110’16’454
25,2
3
0,321
3
85
3
41
3
12
P
8’41’111-111’28’233
25,6
3
0,294
1
140
5
42
3
12
P
8’41’443-111’36’333
25,8
3
0,211
1
85
3
47
3
10
S
8’45’786-111’15’545
25,7
3
0,213
1
95
3
57
3
10
S
8’45’202-111’25’454
26,3
3
0,231
1
150
5
46
3
12
P
8’46’335-111’30’678
25,8
3
0,231
1
75
3
58
3
10
S
8’48’435-111’19’676
25,8
3
0,231
1
85
3
58
3
10
S
8’51’673-111’16’644
25,8
3
0,211
1
115
5
50
3
12
P
8’54’336-111’26’533
25,9
3
0,234
1
105
5
44
3
12
P
8’56’664-111’35’653
25,6
3
0,201
1
75
3
55
3
10
S
9’30’898-111’27’785
25,7
3
0,211
1
85
3
55
3
10
S
10’12’920-110’12’465
25,6
3
0,205
1
130
5
52
3
12
P
10’12’472-111’22’656
25,9
3
0,211
1
105
5
58
3
12
P
10’13’772’111’20’765
25,9
3
0,201
1
125
5
58
3
12
P
10’16’121’111’18’868
25,7
3
0,203
1
105
5
52
3
12
P
10’18’332-111’8’552
25,7
3
0,203
1
115
5
53
3
12
P
10’18’221-111’22’345
24,8
3
1,123
5
100
5
43
3
16
P
10’30’321-111’20’656
25,9
3
0,203
1
120
5
57
3
12
P
10’43’642-110’59’476
25,8
3
0,201
1
80
3
55
3
10
S
73
Lampiran 5 Lanjutan Bulan
Oktober
Lokasi
SPL Nilai Bobot
Nilai
Klo Bobot
CPUE Nilai Bobot
Ukuran Nilai Bobot
TOTAL
Status
8’56’454-111’21’111
25,6
3
0,202
1
150
5
45
3
12
8’55’455-111’43’232
26,3
3
0,211
1
140
5
58
3
12
P P
8’56’435-111’15’222
26,3
3
0,211
1
80
3
55
3
10
S
8’45’784-111’34’768
24,5
3
0,987
3
75
3
48
3
12
P
8’46’655-111’30’256
26,4
3
0,211
1
75
3
57
3
10
S
8’48’256-111’19’625
25,8
3
0,212
1
105
5
46
3
12
P
9’45’256-111’16’689
25,8
3
0,201
1
100
5
55
3
12
P
9’54’756-111’56’121
24,7
3
0,899
3
135
5
55
3
14
P
9’56’265-111’35’544
24,9
3
0,231
1
75
3
50
3
10
S
9’12’222-111’27’557
26,5
3
0,231
1
90
3
44
3
10
S
9’24’654-111’56’656
25,4
3
0,203
1
95
3
55
3
10
S
10’24’565-111’22’884
24,6
3
0,999
3
130
5
55
3
14
P
10’27’562-111’22’343
25,6
3
0,199
1
115
5
58
3
12
P
10’35’877-111’23’533
25,5
3
0,201
1
135
5
55
3
12
P
74
Lampiran 6 Scoring peta daerah penangkapan di Perairan Prigi
Bulan
Juli
Agustus
Lokasi
TAPI
Status Modifikasi
Bahan
1
1
KAPAL
Rumpon
Cahaya
Stabilitas
Jumlah
Potensial
08'45'222-111'19'567
Potensial
1
1
1
08'45'222-111'25'567
Sedang
1
1
1
1
08'45'234-111'35'689
Potensial
1
1
1
08'45'154-111'39'345
Potensial
1
1
1
1
09'13'234-110'372'32
Sedang
1
1
1
09'16'112-110'42'111
Potensial
1
1
09'41'325- 111'16'137
Sedang
1
10'11'457-111'23'767
Sedang
10'12'876-111'22'667
Potensial
10'18'455-111'16'555
Sedang
8’41’332-111’36’121
Sedang
1
1
1
Birokrasi
Total
Status
PPDPI
5
Potensial
P
Umur
5
Potensial
P
5
Potensial
P
1
5
Potensial
P
5
Potensial
P
1
1
5
Potensial
P
1
1
5
Potensial
P
1
5
Potensial
P
4
Sedang
D
1
1
1
1
1
1
Pendidikan
1 1
1
1
1
1
Skill
08'41'234-111'36'333
1
1
SDM
Dimensi
1
1
1
1
1
1
1
1
1
4
Sedang
P
1
4
Sedang
D
5
Potensial
P
1
8’45’345-111’16’211
Potensial
1
1
1
8’45’879-111’19’453
Potensial
1
1
1
1
1
6
Potensial
P
1
1
6
Potensial
P
8’45’966-111’25’390
Potensial
1
1
1
1
5
Potensial
P
8’45’781’111’40’654
Sedang
1
1
1
8’46’222-111’3’144
Potensial
1
1
1
1
1
6
Potensial
P
5
Potensial
P
8’47’451-111’4’376
Potensial
1
1
1
1
1
5
Potensial
P
9’57’946-111’58’133
Sedang
1
1
10’1’433-111’31’729
Sedang
1
1
1
3
Sedang
D
1
3
Sedang
D
10’4’112-111’40’572
Potensial
1
3
Sedang
P
1
1
1
1
1 1
1
1
1
75
Lampiran 6 Lanjutan Bulan
Lokasi
TAPI
Status Modifikasi
Agustus
September
Bahan
KAPAL
Rumpon
10’13’222-111’1’823
Potensial
1
10’14’116-111’28’777
Potensial
1
10’18’331-111’15’555
Potensial
1
Cahaya
Stabilitas
SDM
Dimensi
1
Jumlah
Skill
Pendidikan
Total Birokrasi
1 1
1
1 1
1
1
1
10’21’853-111’24’564
Potensial
1
1
10’27’775-111’39’655
Potensial
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
10’33’445-111‘27’565
Potensial
10’35’555-111’47‘665
Sedang
10’45’621-110’16’454
Potensial
8’41’111-111’28’233
Potensial
1
1
1
8’41’443-111’36’333
Sedang
1
1
1
1
1
PPDPI
3
Sedang
P
4
Sedang
P
3
Sedang
P
5
Potensial
P
3
Sedang
P
1
5
Potensial
P
1
5
Potensial
P
5
Potensial
P
1 1
1
Status
Umur
1
4
Sedang
P
5
Potensial
P
6
Potensial
P
7
Potensial
P
5
Potensial
P
8’45’786-111’15’545
Sedang
1
1
1
1
1
1
8’45’202-111’25’454
Potensial
1
1
1
1
1
1
8’46’335-111’30’678
Sedang
1
1
1
1
1
8’48’435-111’19’676
Sedang
1
1
1
1
1
1
1
7
Potensial
P
8’51’673-111’16’644
Potensial
1
1
1
1
1
5
Potensial
P
8’54’336-111’26’533
Potensial
1
1
1
6
Potensial
P
8’56’664-111’35’653
Sedang
1
1
9’30’898-111’27’785
Sedang
1
1
10’12’920-110’12’465
Potensial
1
1
1
1
1
1
1
1
1
5
Potensial
P
1
1
1
6
Potensial
P
1
1
5
Potensial
P
1
1
10’12’472-111’22’656
Potensial
1
1
Sedang
P
10’13’772’111’20’765
Potensial
1
1
2
Sedang
P
10’16’121’111’18’868
Potensial
1
1
2
Sedang
P
76
Lampiran 6 Lanjutan Bulan
Lokasi
TAPI
Status Modifikasi
September
Oktober
KAPAL
Bahan
Rumpon
Cahaya
Stabilitas
1
1
SDM
Dimensi
Jumlah
Skill
Pendidikan
Birokrasi
Total
Status
PPDPI
5
Potensial
P
5
Potensial
P
Umur
10’18’332-111’8’552
Potensial
1
1
10’18’221-111’22’345
Potensial
1
1
10’30’321-111’20’656
Potensial
1
1
1
1
1
1
6
Potensial
P
10’43’642-110’59’476
Sedang
1
1
1
1
1
1
6
Potensial
P
8’56’454-111’21’111
Potensial
8’55’455-111’43’232
Potensial
1
1
8’56’435-111’15’222
Sedang
1
1
8’45’784-111’34’768
Potensial
1
1
1
8’46’655-111’30’256
Sedang
1
1
1
1
1
8’48’256-111’19’625
Potensial
1
1
1
1
1
1
9’45’256-111’16’689
Potensial
1
1
1
1
1
9’54’756-111’56’121
Potensial
1
1
9’56’265-111’35’544
Sedang
1
1
9’12’222-111’27’557
Sedang
9’24’654-111’56’656
Sedang
10’24’565-111’22’884
Potensial
10’27’562-111’22’343
Potensial
10’35’877-111’23’533
Potensial
1
1
1
1
5
Potensial
P
1
1
1
1
6
Potensial
P
1
1
1
1
6
Potensial
P
5
Potensial
P
6
Potensial
P
6
Potensial
P
3
Sedang
P
1
1 1
1
1
1
1 1
1 1
1
1
1
1
Keterangan: P : Peta Prakiraan DPI (PPDPI) Potensial D : Peta Prakiraan DPI (PPDPI) Sedang
1
3
Sedang
P
5
Potensial
P
1 1
1
1
1 1
3
Sedang
D
1
5
Potensial
P
1
2
Sedang
P
1 1
1 1
3
Sedang
P
4
Sedang
P
77
Lampiran 7 Gambar kapal tonda di Prigi
77
Lampiran 8 Unit purse seine di Prigi
64 Gaol J. 2003. Kajian Karakter Oseanografi Samudera Hindia Bagian Timur dengan Menggunakan Multi Sensor Citra Satelit dan Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Tuna Mata Besar (Thunnus obesus) [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Gulland JA. 1983. Fish Stock Assesment, A Manual of Basic Methods. Rome (IT): FAO.223 p. Gunarso W. 1985. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat, Metode dan Taktik Penangkapan. Bogor (ID): FPIK-IPB. Hutabarat S, Evans S. 2008. Pengantar Oseanografi. Jakarta (ID):UI Press. Ilahude G, Gordon L. 1996. Thermocline Stratification Within the Indonesian Seas. JGR. 101 (C5):12,401-12,409. Jamal M. 2011. Analisis Perikanan Cakalang di Teluk Bone: Hubungan Aspek Biologi dan Faktor Lingkungan [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Jeujanan B. 2008. Efektivitas Pemanfaatan Rumpon dalam Operasi Penangkapan Ikan di Perairan Maluku Tenggara [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan (ID). 2010. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia, 2009. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Kline JB, Klammer. 2001. Path Model Analyzed with Ordinary Least Squares Multiple Regression Versus LISREL. The Journal of Psychology.135(2): 213-225. Kunarso, Hadi S, Ningsih NS, Baskoro MS. 2011. Variabilitas Suhu dan Klorofil-a di Daerah Upwelling pada Variasi Kejadian ENSO dan IOD di Perairan Selatan Jawa sampai Timor. Ilmu Kelautan. 16(3):171-180. Laevastu T, Hayes ML. 1981. Fisheries Oceanography and Ecology. London (GB): Fishing News Book Ltd. Farnham-Surrey.199 p. Laevastu T, Hela I. 1970. Fisheries Oceanography and Ecology. London (GB): Fishing News Books Ltd. 199 p. Limbong M. 2008. Pengaruh Suhu Permukaan Laut terhadap Jumlah dan Ukuran Hasil Tangkapan Ikan Cakalang (Katsuwomus pelamis) di Perairan Teluk Palabuhanratu Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Lincoln J. 2002. Proceedings of the International Fishing Industry Safety and Health Conference. Massachusetts (US). Harvard School of Public Health. Lubis E. 2006. Pengantar Pelabuhan Perikanan. Bogor (ID): PSP. 110 hlm. Matsumoto WM. 1984. Distribution, Relative Abundance and Movement Of Skipjack Tuna (Katsuwomus pelamis) In The Pacipic Ocean Based On Japanes Tuna Longline Catches. 1964 – 67. US. Dep. Commer., NOAA Tech. Rep. NMFS SSRF- 965, 30 p. Muklis. 2008. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwomus pelamis) dan Tongkol (Euthynnus affinis) di Perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Muklis, Gaol J, Simbolon D. 2009. Pemetaan daerah penangkapan ikan cakalang (Katsuwomus pelamis) dan tongkol (Euthynnus affinis) di perairan utara Nanggroe Aceh Darussalam. JITK. 1(1):24-32. Nikijuluw VPH. 2009. Status sumber daya ikan tuna Samudera Hindia: Implikasinya bagi Indonesia. JKPI. 1(1): 32-44.
65 Nikolsky G. 1963. Ekologi Perikanan. Barkett L, penerjemah. London (GB): Academic Press. 352p. Terjemahan dari :The Ecology of Fisheries Nontji A. 1993. Laut Nusantara. Jakarta (ID): Penerbit Djambatan.368 hlm. Nurani TW, Widyamayanti DK. 2005. Pengembangan Perikanan Tangkap Kabupaten Pacitan: Suatu Kajian Pendekatan Sistem. Bogor (ID): PSP-IPB. Nurdin E. 2011. Teknologi dan Manajemen Perikanan Tuna Berbasis Rumpon yang Berkelanjutan di Prigi, Jawa Timur [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nybakken JW. 1982. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Oey LY. 2007. Loop Current and Deep Eddies. Princeton University, USA (US). Person TR, Takahashi M, Hargrave B. 1984. Biological Oceanographyc Prosesses. New York-Toronto (US): Pergamon Press. 3rd Edition. 439p. Pitchern GC, Figueiras FG, Hickey BM, Moita MT. 2010. The physical oceanography of upwelling systems and the development of harmful algal blooms. Elsevier. 85(2010):5-32. doi:10.1016/j.pocean.2010.02.002 [PPN Prigi] Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi. 2012. Statistik Perikanan Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi, 2012. Trenggalek (ID): KKP-Dirjen PT-PPN Prigi. Realino B, Wibawa T, Zahrudin D, Napitu A. 2006. Pola Spasial dan Temporal Kesuburan Perairan Permukaan Laut di Indonesia [catatan penelitian]. Bali (ID). Balai Riset dan Observasi Kelautan, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Ross A. 2011. Model Pengelolaan Perikanan Pelagis Secara Berkelanjutan di PPN Prigi, Trenggalek, Jawa Timur [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Simbolon D, Irnawati R, Sitanggang L, Ernaningsih D, Tadjuddah M, Manoppo V, Karnan, Mohamad. 2009. Pembentukan Daerah Penangkapan Ikan. Bogor (ID): PSP-IPB. Sudirman. 2003. Analisis Tingkah Laku Ikan untuk Mewujudkan Teknologi Ramah Lingkungan dalam Proses Penangkapan pada Bagan Rambo [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Suryani N, Amanah S, Kusumastuti Y. 2004. Analisis pendidikan formal anak pada keluarga nelayan di Desa Karangjaladri, Kecamatan Parigi Kabupaten Ciamis Jawa Barat. BEP. 5(2). Suwardjo D, Haluan J, Jaya I, Poemomo S. 2010. Keselamatan kapal penangkapan ikan, tinjauan dari aspek regulasi nasional dan internasional. JTPK. 1(1):1-13.ISSN 2087-4871. Tadjuddah M. 2005. Analasis Daerah Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwomus pelamis) dan Madidihang (Thunnus albacares) dengan Menggunakan Data Satelit di Perairan Kabupaten Wakatobi Sulawesi Tenggara [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tampubolon N. 1990. Suatu Studi Tentang Perikanan Cakalang dan Tuna Serta Kemungkinan Pengembangannya di Pelabuhanratu, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Walpole RE. 1995. Pengantar Statistika. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.
66 Widianingsih N. 2004. Kajian Teknis dan Musim Penangkapan Cakalang (Katsuwomus pelamis) dengan Pukat Cincin di Prigi, Kabupaten Trenggalek Jawa Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wijanto S. 2008. Structural Equation Modeling. Jakarta (ID): Graha Ilmu. Wilson B. 1990. System: Concepts, Methodologies, and Applications. Canada: John Wiley & Sons. Ed ke-2. Wyrtki K. 1961. Physical Oceanography of the Southeast Asean Water. California (US): The University of California, Scrips Institution of Oceanography. La Jolla. Naga Report Vol II. 195p Yonvitner. 2007. Produktivitas nelayan, kapal dan alat tangkap di wilayah pengelolaan perikanan indonesia. JFS. 9(2):254-266.ISSN 0853-6384. Yusfiandayani R. 2004. Studi Tentang Mekanisme Berkumpulnya Ikan Pelagis Kecil di Sekitar Rumpon dan Pengembangan Perikanan di Perairan Pasuruan, Provinsi Banten [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Singkam pada tanggal 6 Maret 1986 sebagai anak ke-3 dari pasangan J Limbong dan E Sitanggang. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2011, penulis diterima di Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap pada Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2013. Selama mengikuti program S-2, penulis menjadi asisten praktikum Daerah Penangkapan Ikan Program Sarjana pada tahun ajaran 2011/2012, dan asisten praktikum Perencanaan dan Pengelolaan Daerah Penangkapan Ikan pada Program S-2 (magister), tahun ajaran 2012/2013.