Sistem Pemantauan Kondisi Struktur Bangunan Menggunakan Jaringan Sensor Nirkabel Anandita Sulistya Priatama – 2205100013 Jurusan Teknik Elektro – FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Surabaya – 60111
Abstrak – Jaringan Sensor Nirkabel semakin banyak diaplikasikan untuk mengumpulkan dan mengolah informasi dari lingkungan. Setelah dilakukan penyebaran sensor node pada area sensor, informasi yang telah dikumpulkan kemudian dikirim ke Gateway/Sink untuk selanjutnya diolah. Pada penelitian Tugas Akhir ini, didesain dan diimplementasikan jaringan sensor nirkabel untuk memantau kondisi suatu struktur bangunan, dengan pengamatan terhadap perilakunya berupa getaran yang terjadi saat mengalami suatu kejadian alam, seperti gempa bumi. Pembacaan terhadap getaran dilakukan dengan menggunakan sensor getaran (accelerometer) yang ditempatkan pada elemen struktur, kemudian dari data percepatan yang diperoleh diketahui perilaku simpangan yang terjadi pada masing – masing lantai model struktur bangunan. Dari hasil pengukuran dan analisa data menunjukkan bahwa jaringan sensor nirkabel yang telah dibangun menunjukkan performansi yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari pembacaan sensor accelerometer X dan Y pada lantai 1 hingga lantai 3, dimana besar nilai akselerasinya jika dibandingkan maka akan semakin meningkat pada tiap lantainya. Untuk accelerometer X, dari seluruh zona gempa yang disimulasikan, nilai simpangan yang terjadi pada node 1 adalah antara 1 - 2,35 cm. Pada node 2, 1,1 – 2,45 cm. Dan pada node 3 adalah 1,27 – 2,94 cm. Sedangkan pada accelerometer Y, besar simpangan yang dialami node 1 adalah sebesar 2,25 – 10,78 cm. Pada node 2, 3,52 – 11,27 cm. Dan pada node 3, menghasilkan simpangan yang besarnya antara 4,65 – 11,66 cm. Sedangkan pada tes pukul, nilai simpangan tiap node juga semakin meningkat. Untuk accelerometer X, 0,8 – 3,32 cm. Dan untuk accelerometer Y, berada pada kisaran 0,6 cm – 3,92 cm. Kata kunci : jaringan sensor nirkabel, struktur bangunan, accelerometer, shaking table
I.
PENDAHULUAN
Infrastruktur sipil, terutama bangunan merupakan salah satu elemen yang sangat penting terhadap kehidupan manusia. Namun infrastruktur ini dalam masa layannya juga sasaran empuk bagi bencana alam yang sering terjadi, terutama gempa bumi, seringkali menimbulkan kerusakan pada infrastruktur sipil dengan cara – cara yang tidak dapat diprediksi. Kerugian harta benda maupun nyawa manusia dengan tiba – tiba dan diikuti dengan kerugian dari sisi ekonomi akan menghasilkan dampak yang sangat besar. Pada tugas akhir ini akan dirancang sistem pemantauan kondisi struktur bangunan menggunakan jaringan sensor nirkabel. Dengan berkembangnya jaringan sensor nirkabel dapat memberikan kemudahan dalam pengukuran data lapangan, dan menjadikan sistem pemantauan kondisi struktur
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
bangunan menjadi lebih efektif. Jaringan sensor nirkabel sangat tepat jika diaplikasikan untuk deteksi kejadian (event detection), dikarenakan lebih leluasa (fleksibel), komunikasi jarak jauh ke berbagai titik dengan mudah, peningkatan akurasi secara menyeluruh, menggunakan tenaga yang rendah namun dapat mengumpulkan semua informasi dari masing – masing sensor dan mengirimkannya ke base station dengan akurat secara realtime. Untuk dapat memantau suatu struktur bangunan, diperlukan suatu sistem sensor yang memiliki tingkat persebaran tinggi, biaya yang murah, dan kemudahan dalam proses instalasi dikarenakan tidak menggunakan kabel sebagai media transmisinya. Sehingga data hasil pengukuran yang didapat sangat akurat serta reliable. II. TEORI PENUNJANG 2.1 Struktur Bangunan dan Pengaruh Gempa Struktur bangunan adalah bagian dari sebuah sistem bangunan yang bekerja untuk menyalurkan beban yang diakibatkan oleh adanya bangunan di atas tanah. Bebanbeban tersebut menumpu pada elemen - elemen untuk selanjutnya disalurkan ke bagian bawah tanah bangunan, sehingga beban-beban tersebut akhirnya dapat di tahan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa suatu struktur berfungsi untuk memberi kekuatan dan kekakuan yang diperlukan untuk mencegah sebuah bangunan mengalami keruntuhan. Struktur – struktur bangunan yang ada saat ini umumnya masih menggunakan sistem konvensional, yaitu balok (horizontal) dan kolom (vertikal), namun seiring kemajuan ilmu pengetahuan, sistem struktur yang ada akan berkembang menjadi sistem struktur modern, yaitu Building Frame System yang terdiri atas flat plate dan shearwall. Struktur bangunan ini dalam keadaan alaminya sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat mengganggu kinerja dari struktur bangunan tersebut. Salah satu faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah getaran. Getaran memegang peranan penting dalam menentukan kondisi kesehatan suatu struktur bangunan, dikarenakan semakin besar simpangan yang terjadi saat bangunan mengalami getaran maka semakin besar kemungkinan bangunan mengalami kerusakan. Getaran ini umumnya terjadi karena dipicu oleh beberapa penyebab, antara lain getaran alami (natural sway), gerakan angin, dan yang paling sering menimbulkan kerusakan adalah gempa bumi (earthquake). Gempa bumi berdasarkan penyebabnya diklasifikasikan menjadi beberapa tipe [4] :
1
Teori Lempeng Tektonik, disebabkan karena pergerakan lempeng tektonik di permukaan bumi. Faulting, patahan yang dihasilkan pada kerak permukaan bumi Gelombang Seismik, merupakan gelombang merambat di permukaan bumi. Gelombang ini disebabkan oleh proses-proses yang terjadi pada bagian Bumi.
Berdasarkan Peraturan SNI-1726-2002 mengenai Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung, Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 wilayah gempa [1]. Dimana wilayah gempa 1 adalah wilayah dengan tingkat kegempaan paling rendah dan wilayah gempa 6 dengan tingkat kegempaan paling tinggi. Pemantauan kondisi struktur bangunan ini termasuk dalam salah satu tahap awal dari sistem Pemantauan Kesehatan Struktural (Structural Health Monitoring - SHM). SHM ini merupakan suatu proses dimana parameter – parameter penting yang mempengaruhi performansi dan layanan dari suatu struktur bangunan akan diamati, direkam, dan dilakukan evaluasi secara terus menerus dan bersifat real time sehingga untuk selanjutnya, hasil dari pemantauan tersebut dapat digunakan untuk mendeteksi dan melokalisir kerusakan pada struktur bangunan, sebagai informasi awal dalam proses pemeliharaan dan rehabilitasi, pengembangan rancang bangun struktur bangunan yang lebih baik, dan mengurangi dampak dari bencana alam. 2.2 Jaringan Sensor Nirkabel Jaringan Sensor Nirkabel terdiri atas sekumpulan sensor (alat pendeteksi) yang tersebar dan memiliki kemampuan untuk melingkupi area atau wilayah geografis tertentu yang disebut sebagai area sensor, dimana pada area sensor itu terdapat banyak sekali parameter – parameter yang dapat dideteksi. Sensor – sensor ini dirancang dengan sedemikian rupa sehingga berkemampuan untuk dapat merasakan (sensing), penghitungan dan elemen-elemen komunikasi yang memberikan kemampuan kepada administrator untuk mengukur, mengobservasi, dan memberikan reaksi kepada suatu event (kejadian) dan fenomena pada lingkungan tertentu, memproses data hasil dari pengumpulan informasi, serta dapat melakukan komunikasi baik secara horizontal (sesama sensor), maupun vertikal (dengan base station) tanpa menggunakan kabel untuk media transmisinya (wireless). Ilustrasi sederhana sebuah jaringan sensor dapat dilihat pada Gambar 1. Beberapa versi komersial dari penerapan teknologi transmisi data nirkabel ditujukan untuk aplikasi dari jaringan sensor nirkabel. Dan kebanyakan dari sistem tersebut mengikuti spesifikasi standar dari IEEE 802.15.4 dan Zigbee untuk aplikasi pada lingkup jaringan area personal nirkabel (WPAN – Wireless Personal Area Network) [3]. Karakteristik umum dari WPAN adalah konsumsi power yang relatif rendah, indikasi kualitas dari jalur komunikasi, dengan kanal radio lebih dari 16 kanal berdasarkan lebar frekuensi, dan didukung dengan protokol yang sesuai sehingga meningkatkan keandalan (reliability) dari transmisi data dan
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
sinkronisasi waktu. Sedangkan perbandingan secara spesifik berdasarkan parameter- parameter penting dapat dilihat pada Tabel 1.
Gateway
Gambar 1 Arsitektur Jaringan Sensor Nirkabel Tabel 1 Perbandingan Protokol Nirkabel Standarisasi IEEE Parameter 802.15.1 802.15.4 802.11 (Bluetooth) (Zigbee) Jangkauan (m) ~ 100 ~ 10 - 100 ~ 10 Troughout (Mbps) Konsumsi Tenaga Ketahanan Baterai Dimensi Rasio Kompleksitas
~ 2 - 54 Medium menit - jam Besar
~1-3 Low jam - hari Kecil
~ 0.25 Ultra Low hari - tahun Sangat kecil
>6
1
0.2
2.3 Sistem Operasi dan Bahasa Pemrograman Setiap sensor node membutuhkan sistem operasi untuk mengatur hardware dari sensor agar dapat berinteraksi dengan software aplikasinya. Dan di setiap sistem operasi menggunakan bahasa pemrograman yang beragam. Pada penelitian ini, digunakan sistem operasi TinyOS dan bahasa pemrograman NesC. TinyOS merupakan sistem operasi open-source yang didesain khusus untuk jaringan sensor nirkabel. TinyOS memiliki arsitektur berbasis komponen yang mendukung adanya inovasi dan implementasi jaringan sensor nirkabel, dengan cara meminimalisir ukuran kode yang dibutuhkan, karena komponen sensor memiliki memori yang sangat terbatas. TinyOS memiliki model pemrograman berbasis komponen yaitu NesC. Layaknya sistem operasi lainnya, TinyOS mengorganisir komponen perangkat lunaknya dalam beberapa lapisan. Lapisan paling bawah berkaitan dengan perangkat keras, dan lapisan paling tinggi adalah aplikasi yang digunakan. Ilustrasi lapisan TinyOS dapat dilihat pada Gambar 2 [2]. III. PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI 3.1 Perencanaan Topologi dan Konfigurasi Jaringan Pada tugas akhir ini topologi yang digunakan untuk membentuk suatu sistem pemantauan kondisi struktur bangunan adalah topologi Star, dimana setiap node akan
2
langsung berkomunikasi dengan gateway/sink dan mengirim-
Gambar 2. Lapisan TinyOS
kan data hasil pembacaannya pada gateway/sink tanpa harus berkomunikasi dengan node lainnya. Jenis komunikasi ini juga sering disebut komunikasi single hop. Sebagai gateway/sink, penelitian ini menggunakan MIB600 untuk melewatkan paket – paket data dari jaringan sensor menuju ke server dengan konektor ekspansi 51-pin untuk komunikasi jaringan sensor dan interface Ethernet Programming Board (EPRB) untuk komunikasi server. Sensor node yang digunakan adalah sensor dengan platform Micaz produksi Crossbow Technology yang bekerja pada frekuensi 2,4 Ghz dengan spesifikasi standar IEEE 802.15.4 dengan sumber energi dua buah baterai AA dengan kapasitas 1,5 Volt. Sensorboard yang digunakan untuk mendeteksi getaran dan memantau pergerakan permukaan tanah longsor adalah MTS420, produksi Crossbow Technology yang dipasang pada Node (mote) Micaz. Sensorboard ini dapat membaca adanya getaran dengan menggunakan Accelerometer yang bekerja secara biaxial (sumbu X dan Y). 3.2 Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan pengukuran terhadap objek simulasi, yaitu berupa model simulasi struktur bangunan yang telah dipasangi sensor – sensor accelerometer. Namun sebelumnya telah dipersiapkan dari sisi konfigurasi jaringan maupun hardware dan softwarenya. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. 3.3 Implementasi Sistem Pada penelitian tugas akhir ini, objek simulasi yang digunakan adalah model bangunan skala kecil dengan ukuran 30 cm × 10 cm × 60 cm. Model bangunan ini memiliki konstruksi Building Frame System dimana pada konstruksi dengan tipe ini struktur didefinisikan sebagai bangunan flat plate/pelat datar tanpa balok dengan kolom sebagai pendukung beban vertikal dan shearwall/dinding geser sebagai komponen penahan beban lateral seperti beban gempa dan angin kencang. Penyebaran node dilakukan dengan menempelkan node – node tersebut pada tiap lantai sehingga masing – masing node nantinya akan membaca perilaku struktur terhadap getaran pada tiap lantainya. Gambar 4 adalah ilustrasi objek simulasi yang digunakan.
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
Gambar 3 Diagram Alir Penelitian
30 cm
Node 3
10 cm
60 cm Gateway-Node 0
Node 2
Node 1
Arah Pergerakan (sumbu Y) Gambar 4 Ilustrasi Objek Simulasi
Dari gambar 4 di atas, dapat dilihat bahwa pada model simulasi struktur bangunan yang telah dibangun kemudian dipasangi 3 buah node, sebuah sink/gateway, dan sebuah server. Node dengan nomor ID 1, 2, dan 3 merupakan endpoint dari jaringan sistem. Fungsi sensing ditanamkan pada semua node kecuali node 0. Sehingga yang berperan sebagai sensor pada jaringan ini adalah node 1, 2, dan 3. Sedangkan node 0 hanya berfungsi sebagai gateway yang terhubung. Pengukuran objek simulasi dilakukan dengan melakukan pembacaan hasil sensing dari masing-masing sensor nodes terhadap objek simulasi struktur bangunan. Parameter ukur yang dianalisa adalah getaran yang muncul terhadap struktur bangunan akibat dikenai beban, dalam hal ini beban gempa oleh Shaking Table.
3
Zona Gempa 1
Zona Gempa 2
Zona Gempa 3
Zona Gempa 4
Zona Gempa 5
Zona Gempa 6
360
Gambar 5 Grafik Hasil Pembacaan Accelerometer X Semua Node
Beban gempa yang digunakan pada penelitian Tugas Akhir ini disesuaikan dengan karakteristik dari gempa yang ada di Indonesia, yaitu berdasarkan pembagian wilayah gempa dari zona gempa 1 hingga zona gempa dengan tingkat percepatan puncak batuan dasar dan muka tanah yang paling tinggi yaitu zona gempa 6. Selain itu juga dilakukan sebuah pengujian dengan menggunakan metode tes pukul untuk mengetahui perilaku lain dari model simulasi struktur bangunan. Sehingga data yang diolah dari masing-masing sensor adalah data percepatan atau akselerasi yang terbaca dari Accelerometer X dan Accelerometer Y. IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Data Pengukuran Proses pengambilan data dilakukan dalam dua metode, metode yang pertama adalah dengan beban gempa, sedangkan metode yang kedua adalah dengan tes pukul. Pada metode beban gempa, pengambilan data disesuaikan dengan pembagian wilayah intensitas gempa di Indonesia. Sehingga proses simulasi getaran divariasikan sebanyak 6 kali, yaitu zona gempa 1 hingga zona gempa 6, dimana intensitas kekuatan gempa semakin meningkat pada tiap levelnya Pembacaan sensor dilakukan hanya dalam waktu 1 menit dikarenakan keterbatasan alat dan pada kondisi gempa sesungguhnya memerlukan waktu hanya beberapa detik. Kemudian data hasil dari pembacaan masing – masing sensor accelerometer berupa getaran dapat digunakan untuk me-
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
ngetahui perilaku struktur yang mengalami simpangan pada elemen – elemen struktur yang ada. Pada gambar 5 dan 6 menunjukkan grafik percepatan hasil pembacaan accelerometer X dan Y masing – masing sensor node. Sedangkan pengujian terhadap model struktur bangunan dengan tes pukul. Model struktur bangunan ini diberi gaya ke arah samping dengan memberikan pukulan dengan menggunakan alat pemukul dengan intensitas pukulan sebanyak 1 kali dengan kekuatan yang diabaikan. Pengujian ini dimaksudkan agar dapat mengetahui perilaku model struktur bangunan pada saat mendapat beban lateral secara tiba – tiba kemudian dianalisa. Gambar 7-9 menunjukkan grafik percepatan semua node saat tes pukul.
Gambar 7 Pembacaan Accelerometer X dan Y Pada Node 1
4
Zona Gempa 1
Zona Gempa 2
Zona Gempa 3
Zona Gempa 4
Zona Gempa 5
Zona Gempa 6
360
Gambar 6 Grafik Hasil Pembacaan Accelerometer Y Semua Node
4.2 Analisa Perilaku Model Struktur Bangunan Analisa perilaku model struktur bangunan ini dititikberatkan untuk mencari besarnya simpangan maksimum yang berlaku pada masing – masing lantai model struktur bangunan pada saat diberi input getaran, baik berupa gempa (beban lateral) atau tes pukul. Pada pengujian beban gempa zona 1 sampai zona 6, akan diamati simpangan maksimal yang dialami oleh masing – masing lantai model struktur yang akan diwakili oleh node 1, 2, dan 3. Gambar 10-11 berikut ini menunjukkan grafik simpangan maksimal accelerometer X dan Y pada masing – masing node untuk zona gempa 1 sampai zona gempa 6. Gambar 8 Grafik Pembacaan Accelerometer X dan Y Pada Node 2
Gambar 9 Grafik Pembacaan Accelerometer X dan Y Pada Node 3
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
Gambar 10 Grafik Simpangan Maksimal Accelerometer X Tiap Node
5
4.
5.
Gambar 11 Grafik Simpangan Maksimal Accelerometer Y Tiap Node
Jika dibandingkan dengan pengujian model bangunan menggunakan beban gempa, tes pukul ini cenderung lebih sederhana penerapannya. Jadi setelah dibiarkan dalam keadaan diam selama beberapa saat, model struktur bangunan dipukul dengan menggunakan alat pemukul yang dalam hal ini adalah berupa palu. Intensitas kekuatan dan kecepatan pukulan diabaikan. Gambar 12 berikut menunjukkan grafik nilai simpangan maksimal yang terjadi pada masing – masing node di model uji struktur bangunan.
Semakin meningkatnya zona gempa yang disimulasikan, maka nilai akselerasi X dan Y yang terbaca oleh sensor accelerometer pada masing– masing lantai struktur juga semakin tinggi, begitu juga dengan simpangannya. Sistem ini sesuai jika diaplikasikan untuk pemantauan struktur bangunan.
5.2 Saran Saran – saran yang dapat diberikan antara lain : 1. Sistem jaringan sensor nirkabel yang telah diimplementasikan dapat digunakan untuk memantau kondisi struktur bangunan yang sebenarnya. 2. Sebagai pengembangannya, dapat digunakan untuk deteksi dan lokalisasi kerusakan pada struktur bangunan. 3. Untuk pengujian lainnya dapat digunakan untuk memantau kondisi struktur lainnya, seperti terowongan, jembatan, jalan raya, bendungan, dan lain – lain. DAFTAR PUSTAKA [1] ....... 2002. “SNI-1726-2002 : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung”. Bandung : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. [2] Crossbow Technology,“Tiny OS Overview”, http://www.ce.rit.edu/~fxheec/cisco_urp/cd_seminar/Pr esentations/Day1-All/03_TinyOS_Overview.pdf [3] D. Culler. 2004. “Overview of Sensor Networks”, John Willey and Sons, Ltd. [4] Elnashai, Amr S., Di Sarno, Luigi. 2008.“Fundamentals of Earthquake Engineering”. John Wiley & Sons, Ltd. BIODATA PENULIS
Gambar 12 Grafik Simpangan Maksimal Accelerometer X dan Y
V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil analisa yang telah dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Untuk accelerometer X, dari seluruh zona gempa yang disimulasikan, nilai simpangan yang terjadi pada node 1 adalah antara 1-2,35 cm. Pada node 2, 1,1–2,45 cm. Dan pada node 3 adalah 1,27–2,94 cm. 2. Pada accelerometer Y, besar simpangan yang dialami node 1 adalah sebesar 2,25–10,78 cm. Pada node 2, 3,52–11,27 cm. Dan pada node 3, menghasilkan simpangan yang besarnya antara 4,65–11,66 cm. 3. Pada tes pukul, nilai simpangan oleh tiap node juga semakin meningkat. Untuk accelerometer X, antara 0,8–3,32 cm. Dan untuk accelerometer Y, berada pada kisaran angka 0,6–3,92 cm.
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
Anandita Sulistya Priatama, lahir di Tanjung Enim – Sumatera Selatan pada tanggal 3 Desember 1987. Pada tahun 1999, penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 148 Palembang kemudian melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 4 Palembang dan selesai pada tahun 2002. Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Umum di SMU Plus Negeri 17 Palembang yang kemudian pindah ke SMA Negeri 3 Malang pada 2004 hingga lulus pada tahun 2005. Dengan anugerah Allah, penulis dapat melanjutkan studi di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya dengan mengambil Jurusan Teknik Elektro melalui jalur PMDK Kemitraan. Penulis mengambil Bidang Studi Telekomunikasi Multimedia dan aktif dalam kegiatan Laboratorium Jaringan Telekomunikasi dan Laboratorim Komunikasi Multimedia.
6