Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional
SISTEM KOPLING PLTN TIPE HTGR DENGAN INSTALASI PRODUKSI HIDROGEN Erlan Dewita, Dedy Priambodo, Siti Alimah Pusat Pengembangan Energi Nuklir (PPEN) – BATAN Jl. Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta 12710 E-mail :
[email protected]
ABSTRAK SISTEM KOPLING PLTN TIPE HTGR DENGAN INSTALASI PRODUKSI HIDROGEN. Dalam rangka mengatasi defisit listrik di propinsi Kaltim serta untuk mengatasi menipisnya cadangan minyak bumi, maka beberapa cara telah dilakukan, seperti : mengganti minyak bumi dengan batubara cair, dan energi terbarukan lainnya seperti hidrogen. Di antara teknologi produksi hidrogen, steam reforming merupakan teknologi yang telah komersial. Dewasa ini, panas tinggi yang diperlukan dalam proses produksi hidrogen dipasok dari pembakaran bahan bakar fosil yang berdampak lingkungan karena melepaskan gas-gas yang seperti : CO2, SO2 dan NOx. Karena itu, introduksi PLTN tipe HTGR dengan skala kecil, menengah, dan ramah lingkungan dipertimbangkan kelayakannya untuk dibangun dalam mengatasi masalah tersebut. Reaktor tipe HTGR dengan keluaran suhu pendingin 900~10000C merupakan tipe PLTN potensial yang digunakan untuk tujuan kogenerasi yaitu untuk pembangkit listrik, dan sumber panas untuk aplikasi non-listrik, seperti : produksi hidrogen, sehingga dihasilkan listrik dan gas hidrogen secara simultan. Hasil studi menunjukkan bahwa untuk sistem kopling HTGR dan instalasi produksi hidrogen dibutuhkan sistem penukar panas intermediate, ACS (Auxiliary Cooling System), sistem kendali volume dan kemurnian helium, beberapa sistem pendingin dan kompresor, kontrol suhu dan tekanan, kontrol aliran helium dan persyaratan keselamatan tambahan untuk produksi hidrogen dengan panas nuklir. Kata Kunci : Hidrogen, Steam Reforming, PLTN, kopling, kogenerasi, HTGR
ABSTRACT COUPLING SYSTEM OF HIGH TEMPERATURE GAS REACTOR AND THE HYDROGEN PRODUCTION INSTALATION. In order to overcome the electricity deficit in Kaltim Province and in order to overcome the decrease of oil reserve, so the several manner has been conducted, such as : to replace of oil with liquefied coal, and another renewable energy, such as hydrogen. Among the hydrogen production technology, steam reforming has been commercial technology. Currently, the heat for hydrogen production is supplied by burning of fossil fuel that has environmental impact, because the released gas, such as : CO2, SO2 and Nox. Therefore, introduction of the environmetally friendly small medium reactor (SMR) is considered for feasibility to build in order to overcome that problem. The HTGR type reactor with 900~10000C outlet coolant temperature is potential NPP type to use for cogeneration purpose, that is either for electricity generation plant, even for heat source in non electricic applications, such as : hydrogen production, so it can simultaneously produce electricity and hydrogen gas. The result of study shows that for coupling system of HTGR and hydrogen production installation is needed intermediate heat exchanger (IHX), ACS (Auxiliary Cooling System), control of helium purity and volume, amount of compressor and cooling system, control of temperature and pressure, control of helium flow and additional safety requirements for hydrogen production by nuclear heat. Keywords : hydrogen, steam reforming, NPP, coupling, Cogeneration, HTGR
ISSN 1979-1208
184
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional
1.
PENDAHULUAN
Dewasa ini, di Indonesia energi listrik sebagian besar dipasok dari PLTU yang menggunakan bahan bakar fosil dan berdampak lingkungan karena mengemisikan gas-gas CO2, SOx dan NOx. Karena itu, untuk diversifikasi energi dan konservasi lingkungan maka pemerintah melalui Kebijakan Energi Nasional yang tertuang dalam Perpres No.5 tahun 2006, menekankan pada penggunaan sumber energi baru dan terbarukan yang sudah siap secara teknis dan ekonomis serta ramah lingkungan, seperti : Bahan Bakar Nabati (biodiesel, bio-ethanol/gasohol, bio-oil dan Pure Plant Oil), bahan bakar sintetis, panas bumi, mini dan mikro hidro, nuklir, surya, angin dan hidrogen. Potensi hidrogen sebagai sumber energi yang ramah lingkungan sangat besar, karena begitu melimpahnya ketersediaan hidrogen di alam dan besarnya energi yang bisa dibangkitkan oleh hidrogen. Sebagai gambaran panas yang dihasilkan pada pembakaran 1Kg hidrogen ekivalen dengan 3,93 liter bahan bakar minyak, ekivalen dengan 33,5 kWh listrik. Namun demikian, hidrogen sangat jarang dijumpai di alam dalam keadaan bebas (murni) tapi dalam bentuk persenyawaan. Untuk mendapatkan hidrogen murni diperlukan panas. Energi panas tersebut dapat dihasilkan salah satunya dari listrik yang dibangkitkan oleh panas bumi, tenaga surya, tenaga angin, tenaga air, maupun nuklir. Cara mendapatkan hidrogen ditentukan oleh jenis bahan baku yang digunakan. Jika proses menggunakan bahan baku gas alam atau fraksi hidrokarbon ringan lainnya disebut steam reforming. Proses yang dilakukan bila menggunakan bahan baku batu bara adalah gasifikasi, yaitu mengubah batu bara dengan penambahan oksigen dan uap air menjadi hidrogen, karbon dioksida, dan senyawa-senyawa kimia lainnya. Sedangkan bila menggunakan bahan baku air, proses yang digunakan adalah elektrolisis. Di antara teknologi produksi hidrogen yang ada, Steam reforming adalah teknologi yang telah diaplikasikan secara komersial. Metode Steam reforming dilakukan dengan mengubah senyawa alkana dengan penambahan uap air menjadi hidrogen dan karbon dioksida. Teknologi ini sudah banyak digunakan dalam bidang industri yang berbasis hidrogen antara lain industri petrokimia, industri Ammonia (NH 3), Dimethyl Ether (CH3OCH3) dan Methanol (CH3OH). Hingga saat ini, hidrogen masih diproduksi dengan menggunakan panas dari bahan bakar fosil yang diketahui mengemisikan gas-gas rumah kaca. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) tipe HTGR (High Temperature Gas Cooled Reaator) merupakan tipe reaktor berpendingin gas helium dengan suhu pendingin keluar reaktor tinggi (900~1000 0C) dan bermoderator grafit yang berpotensi selain dapat mengatasi masalah polusi gas rumah kaca, juga berpotensi untuk tujuan kogenerasi, yaitu selain digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik, juga sebagai sumber panas untuk aplikasi non-listrik seperti proses produksi hidrogen yang memerlukan suhu tinggi atau gabungan dari kedua aplikasi listrik dan panas (kogenerasi). Dalam PLTN kogenerasi, sebagian energi digunakan untuk menghasilkan listrik dan sebagian lagi digunakan untuk produksi hidrogen sehingga dihasilkan listrik dan hidrogen secara simultan. Karena itu, pada kogenerasi dibutuhkan kopling yang merupakan interface antara PLTN dengan instalasi produksi hidrogen. Studi dilakukan untuk memahami/ pra rancangan sistim kopling reaktor gas suhu tinggi dengan instalasi produksi hidrogen termasuk komponen yang dibutuhkan dan kondisi operasinya serta aspek keselamatannya. Hasil studi diharapkan dapat memberi masukan/bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam mengatasi krisis energi di Indonesia dan program diversifikasi energi dan konservasi lingkungan yang dicanangkan pemerintah dapat tercapai.
ISSN 1979-1208
185
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional
2.
SISTEM KOPLING PLTN TIPE HTGR DENGAN INSTALASI PRODUKSI HIDROGEN
2.1.
Teknologi High Temperature Gas Reactor (HTGR) dan Aplikasinya Reaktor tipe HTGR adalah salah satu jenis reaktor daya tipe maju yang di desain dengan sistem keselamatan pasif dan melekat yang sangat handal. Reaktor berpendingin gas ini dikarakterisasi dengan penggunaan grafit sebagai moderator dan reflektor, gas helium sebagai pendingin inert fase tunggal, bahan bakar partikel berlapis dan teras berdensitas daya rendah. Penggunaan bahan teras yang bersifat tahan panas dikombinasi dengan pendingin gas helium menyebabkan suhu pendingin bisa mencapai 9500C serta efisiensi termal yang tinggi merupakan beberapa keuntungan reaktor tipe HTGR. Hingga saat ini terdapat beberapa reaktor tipe HTGR yang dimiliki oleh beberapa negara dengan status dekomisioning maupun sedang dikembangkan. Pembangkit pertama yang telah dibangun dan dioperasikan meliputi : Dragon, reaktor riset berdaya 20 MW th di UK, Peach Bottom Unit-1 berdaya 115 MWth di USA dan AVR berdaya 40 MWth di Jerman. Ketiga reaktor tersebut mulai beroperasi sekitar pertengahan tahun 1960 dan memiliki sejarah pengoperasian yang sangat baik. Pengalaman operasi AVR dengan berbagai percobaan bahan bakar maupun kondisi pengoperasian telah membawa kesuksesan dalam mencapai temperatur operasi hingga 900◦C. Karena itu AVR dapat dianggap sebagai salah satu tonggak pengembangan reaktor gas temperatur tinggi. Reaktor Dragon dan Peach Bottom di dekomisioning setelah mencapai semua tujuan yang direncanakan. Sementara itu, reaktor daya yang telah dibangun dan dioperasikan pada tahun 1970 dan 1980, yaitu : Fort Saint Vrain di Amerika Serikat dan THTR-300 di Jerman. Berbasis pada teknologi reaktor (DRAGON, Peach Bottom, AVR, THTR, Fort St. Vrain), akhir-akhir ini dikembangkan reaktor VHTR (Very High Temperature Reactor). Reaktor VHTR dengan suhu pendingin keluar reaktor mencapai 10000C ini, merupakan pengembangan dari reaktor GT-MHR (Gas Turbine-Modular Helium Reactor) dengan suhu pendingin keluar reaktor 8500C dan merupakan salah satu konsep desain reaktor generasi IV yang bertujuan untuk kogenerasi. Reaktor dirancang dengan 2 tipe teras, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1,
Gambar 1. Elemen Bahan Bakar Bentuk Prismatik dan Bentuk Bola [2] yaitu teras HTGR yang dikembangkan oleh Amerika dan Jepang menggunakan elemen bahan bakar bentuk prismatik dan teras HTGR dengan elemen bakar tipe bola, yang dikembangkan oleh Jerman, Rusia dan Cina.[2] Adapun bahan bakar yang digunakan adalah partikel berlapis dengan inti bahan bakar (kernel) berupa persenyawaan uranium (UO2, UC, UCO) dengan pengayaan rendah (3~20%). Dewasa ini, partikel bahan bakar yang digunakan adalah partikel berlapis jenis TRISO dengan 4 lapisan yang membungkus kernel dengan diameter 500 µm. Lapisan tersebut tersusun dengan susunan mulai dari yang paling
ISSN 1979-1208
186
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional dalam yaitu lapisan pyrolitic carbon densitas rendah (PyC), lapisan pyrolitic carbon densitas tinggi sebelah dalam (IPyC), lapisan silikon karbida (SiC) berfungsi untuk mempertahankan integritas mekanik dan stabilitas dimensi dari partikel bahan bakar berlapis serta sebagai penahan terhadap hasil belah yang bersifat logam yang lepas dari kernel bahan bakar dan yang terluar adalah lapisan pyrolitic carbon densitas tinggi sebelah luar (OPyC) yang berfungsi sebagai pelindung mekanik dari lapisan SiC. Potensi PLTN sebagai penyedia panas dapat diaplikasikan selain untuk pembangkit listrik, juga dapat dikopel dengan berbagai industri untuk memanfaatkan panasnya. Kemampuan PLTN dalam menyediakan panas sangat bervariasi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2, diantara tipe PLTN yang ada (LWR, LMR, AGR dan HTGR), PLTN tipe HTGR mempunyai kemampuan menyediakan panas temperatur tinggi (900-1000°C), sehingga dapat diaplikasikan untuk berbagai industri yang mana kebutuhan panasnya bervariasi. [3]
Gambar 2. Grafik Temperatur Beberapa Jenis Reaktor dan Jangkauan Aplikasi Untuk Berbagai Industri [3] Panas temperatur tinggi PLTN tipe HTGR dapat digunakan untuk produksi hidrogen dengan metode steam reforming yang memerlukan suhu ~ 800°C, dan produksi hidrogen dengan metode elektrolisis temperatur tinggi ~ 900°C. Selain itu, HTGR juga dapat menjadi sumber panas untuk produksi besi, semen dan gelas, peningkatan mutu batubara
ISSN 1979-1208
187
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional (pencairan/ gasifikasi batubara), dan untuk proses yang memerlukan temperatur lebih rendah, seperti penyulingan minyak, desalinasi air laut, pemanasan kota dan pembangkit uap untuk enhanced oil recovery. 2.2.
Gas Hidrogen Hidrogen merupakan unsur yang sangat berlimpah di alam, namun tidak berada dalam bentuk gas (H2), tetapi dalam bentuk senyawa, yaitu air dan bahan bakar fosil (hidrokarbon), seperti : gas metana yang merupakan komponen utama dari gas alam. Komponen gas alam yang penting untuk dihindari sehubungan produksi gas hidrogen adalah senyawa sulfur (H2S), hidrokarbon bukan metana dan hidrokarbon cair. Gas hidrogen dapat diproduksi salah satunya melalui proses steam reforming yang merupakan motode yang paling umum digunakan. Untuk memproduksi gas H 2 dari suatu senyawa diperlukan energi untuk memutuskan ikatan-ikatan kimia. Energi nuklir dan energi terbarukan merupakan energi yang sangat ideal untuk produksi hidrogen sebab energi tersebut tidak mengemisikan gas CO2. Di Amerika, hidrogen diaplikasikan dalam sejumlah industri, dimana pengguna terbesar adalah industri amonia (40,3%), oil refinery (37,3%) dan industri metanol (10%). Sedangkan kecenderungan konsumsi hidrogen dunia mengalami kecenderungan yang sama, yaitu industri ammonia (62,4%), oil refining (24,3%) dan industri metanol (8,7%). Hidrogen mempunyai sifat-sifat seperti yang ditunjukkan seperti pada Tabel 1, pada suhu dan tekanan standar, hidrogen tidak berwarna, tidak berbau, bersifat non logam ber valensitunggal, dan merupakan gas diatomik yang sangat mudah terbakar. Hidrogen adalah unsur teringan dengan massa sekitar 14 kali lebih kecil dari pada massa udara.[4] Karena itu hidrogen mempunyai kemampuan tinggi untuk mendifusi dalam udara sekitarnya dan hilang dengan cepat pada area terbuka dan bermigrasi melalui ruang yang sangat kecil. Tabel 1. Sifat-Sifat Gas Hidrogen[4] Parameter
Nilai
Berat molekul Titik didih Tekanan kritis Suhu kritis Panas reaksi Batas mudah terbakar dalam udara Batas mudah meledak dalam udara Optimum campuran dengan udara yang berakibat ledakan Tekanan maksimum ledakan dalam udara Suhu nyala sendiri Suhu kebakaran dalam udara Energi ledakan Kecepatan ledakan dalam udara
2,016 20,268K 12,759 atm 32,976 °K 142,5 MJ/kg 4,1-74 % volume 18,3-59% volume 29,53% volume 1 MPA 574°C 2318°K 2,02 kg TNT/m3 gas 1,48-2,15 km/det
Sifat-sifat ini menyebabkan gas hidrogen sulit untuk disimpan secara efisien. Karena itu, pada umumnya beberapa industri yang menggunakan hidrogen di Indonesia, menggunakan hidrogen secara langsung dari instalasi produksi hidrogen. Atom hidrogen juga mampu menembus struktur molekul beberapa logam sehingga membuat logam menjadi rapuh, khususnya disebabkan beban fisik akibat temperatur tinggi. Batas
ISSN 1979-1208
188
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional konsentrasi hidrogen dalam udara sehingga dapat terbakar adalah pada 4,1 – 74 % volume dan hidrogen mengalami perubahan fase menjadi cair pada temperatur -252,89°C (20,26°K). 2.3.
Proses Produksi Hidrogen melalui Steam Reforming Gas Alam Steam reforming merupakan proses termokimia yang umum digunakan dalam industri produksi hidrogen. Proses dilakukan dengan cara mereaksikan metana dengan uap pada suhu tinggi (700-9000C), tekanan 3-25 bar dengan menggunakan katalis untuk membentuk hidrogen, karbon monoksida dan sejumlah kecil karbon dioksida. Proses steam reforming dengan diagram alir seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3, dimulai dari tahap pretreatment, dimana pada tahap ini dilakukan penghilangan senyawa sulfur (desulfurization), pertama umpan dimasukkan ke dalam flash drum untuk menghilangkan komponen-komponen fase cair, selanjutnya hidrogen yang di daur ulang dari arus proses kaya hidrogen (setelah pemisahan CO2 oleh MDEA tetapi sebelum purifikasi akhir oleh PSA) dimasukkan ke dalam umpan bentuk gas untuk penggunaan di hilir proses hidrogenasi. Pada reaktor (2-R-01a dan 2-R-01b), senyawa sulfur organik dihidrogenasi dan melepaskan sulfurnya dalam bentuk H2S. Tahap kedua adalah reforming (2-R-02), dilakukan reaksi antara metana dan uap, sehingga hidrokarbon yang bukan metana harus dikonversi. Dalam proses ini metana direaksikan dengan steam pada temperature 750-800 0C untuk memproduksi gas sintetik (syngas), diproses inilah pertama kali hidrogen (H2) terbentuk tercampur dengan karbon monoksida (CO). Reaksi metana dan steam merupakan reaksi yang sangat endotermis sehingga diperlukan pasokan panas. Tahap 3, konversi gas, pada tahap ini gas sintesis dari reformer yang berisi H2 dan CO. Reaksi shift, CO + H2O → CO2 + H2, dapat digunakan untuk meningkatkan kandungan H 2. Keseimbangan reaksi ini lebih suka produk pada suhu reaksi rendah tetapi suhu tinggi diperlukan untuk mencapai laju reaksi praktis. Reaksi shift berlangsung di dua reaktor. Pada reaktor pertama (HTS) dibutuhkan suhu tinggi (3500C). Suhu dalam reaktor akan meningkat karena reaksi shift bersifat eksotermis.
Gambar 3. Diagram Alir Proses Produksi Hidrogen dengan Metode Steam Reforming Pada suhu ini, reaksi ditingkatkan dengan katalis berbasis besi dan akan mengurangi beberapa konsentrasi CO. Pada reaktor kedua (LTS), digunakan suhu yang lebih rendah
ISSN 1979-1208
189
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional (190 – 2100C) untuk meningkatkan konsentrasi keseimbangan H2 dan digunakan katalis berbasis tembaga. 2.4.
Sistem Kopling PLTN tipe HTGR dengan Instalasi Produksi Hidrogen Dalam rangka kogenerasi untuk menghasilkan listrik dan gas hidrogen secara simultan dengan memanfaatkan panas PLTN, maka dibutuhkan sistem kopling yang merupakan interface antara PLTN dan instalasi produksi hidrogen. Pada sistem kopling, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4, terlihat bahwa pada bejana pengungkung (containment vessel) terpasang sebuah bejana reaktor yang dilengkapi dengan 2 buah sistem penukar panas ( 1-HE-04a dan 1-HE-04b) untuk menjaga suhu pada bejana (sistem pendingin bejana), sistem penukar panas intermediate (IHX) dan sistem penukar panas lain seperti : ACS = Auxiliary Cooling System (1-HE-03) dan PPWC (1-HE-02) serta sistem penukar panas darurat (1-HE-13) untuk sistem pendinginan darurat. Sistem Pendingin bantu (ACS) dioperasikan untuk memindahkan panas residu dari teras pada saat reaktor scram. Sedangkan sistem penukar panas (1-HE-13) digunakan untuk pendinginan darurat apabila terjadi trip pada instalasi produksi hidrogen atau terjadi kegagalan pada sistem penukar panas IHX. Pada dasarnya sistem pendingin utama terdiri dari sistem pendingin primer, sistem pendingin sekunder, sistem pendingin air bertekanan dan sistem pendingin darurat.
Gambar 4. Sistem Kopling PLTN tipe HTGR dengan Instalasi Produksi Hidrogen Pada sistem pendingin primer terpasang tiga buah penukar panas seperti : IHX (penukar panas intermediate He-He), pendingin air bertekanan primer (PPWC) dan sistem penukar panas darurat (1-HE-13). Gas helium dari pendingin primer dengan suhu 900 oC, tekanan 4 MPa (40 Bar) dan kecepatan alir 273 kg/det ditransfer menuju IHX dan PPWC melalui concentric hot gas duct. Pada IHX dipasang pengontrol tekanan dan pada sistem tersebut terjadi perpindahan panas antara gas helium dari pendingin primer dengan gas helium dari pendingin sekunder. Gas helium primer yang keluar dari IHX akan ditransfer menuju turbin untuk membangkitkan listrik (PLTN). Pada sistem kopling juga dipasang 2 buah compressor (1-C-01) untuk aliran pendingin gas helium pendingin primer kembali ke reaktor dan
ISSN 1979-1208
190
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional compressor (1-C-02) untuk aliran gas helium pendingin sekunder kembali ke IHX serta 4 pengontrol tekanan yang dipasang pada IHX, ACS, PPWC dan sistem pendingin darurat. Selanjutnya gas helium dari pendingin sekunder yang keluar dari IHX dengan suhu 875 oC dan tekanan 4,2 Mpa (42 Bar) ditransfer menuju splitter (sistem pembagi aliran gas helium) dimana gas helium dengan kecepatan alir 93 kg/det dialirkan ke instalasi produksi hidrogen untuk kapasitas produksi 150.000 ton/ tahun, sedangkan sisanya digunakan untuk produksi listrik dan untuk proses-proses kimia lainnya. Pada sirkulasi gas helium pendingin sekunder dipasang kontrol aliran helium (FRC = Flow Rate Control) dan helium make-up system (sistem pengontrol volume dan kemurnian gas helium) sebagai bagian dari sistem keselamatan untuk mengantisipasi apabila terjadi kebocoran dan kontaminasi gas helium dalam sirkulasi pendingin sekunder. Sedangkan gas helium dari pendingin primer yang keluar dari IHX dibantu dengan pendinginan dengan sistem pendingin air bertekanan primer (PPWC = Primary Pressurized Water Cooler) hingga suhu 500oC dengan kecepatan 273 kg/det akan disirkulasi dengan bantuan compressor (1-C-01) kembali menuju reaktor. Pada arus aliran pendingin gas helium menuju reaktor dipasang kontrol suhu dan tekanan. Pada sistem kopling juga dipasang sistem pendinginan darurat untuk mengantisipasi apabila terjadi kerusakan pada reaktor kimia sehingga panas yang dibawa gas helium yang gagal menuju reaktor kimia didinginkan dengan sistem pendinginan darurat tersebut. Sistem pendinginan tersebut terdiri dari 4 buah sistem penukar panas. 2.5.
Aspek Keselamatan Sistem Kopling Keselamatan merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam mendisain sistem kopling dengan tujuan untuk melindungi dari bahaya-bahaya yang mungkin terjadi akibat pengoperasian suatu sistem baik pada kondisi normal maupun kecelakaan. Namun demikian, terdapat perbedaan antara filosofi keselamatan untuk sebagian besar industri kimia dengan filosofi keselamatan dari PLTN. Perbedaan mendasar dalam filosofi desain keselamatan antara PLTN dan instalasi produksi hidrogen disebabkan oleh perbedaan sifatsifat bahan berbahaya yang akan ditangani, yaitu bahan radioaktif dan bahan kimia. Reaktor nuklir (PLTN) dirancang harus mempunyai tingkat keselamatan yang sangat tinggi, karena reaktor memuat material bahan bakar nuklir yang sangat radioaktif. Demikian juga dengan industri kimia khususnya instalasi produksi hidrogen yang merupakan gas yang sangat eksplosif (mudah meledak). Berkaitan dengan PLTN, reaktor didesain tertutup dalam struktur beton tebal dan responnya terhadap beberapa kondisi transien adalah dengan menutup semua akses untuk pelepasan material radioaktif. Hal ini bertentangan dengan sebagian besar industri-industri kimia khususnya industri yang memproses material yang mudah terbakar seperti : gas hidrogen, dimana industri akan dibangun pada lokasi terbuka. Analisis keselamatan pada industri kimia dipertimbangkan terhadap kemungkinan adanya kebakaran, kebocoran, dan ledakan. Konstruksi udara terbuka berfungsi untuk mencegah akumulasi bahan eksplosif, namun demikian kebocoran kecil dari katup diijinkan apabila sesuai batasan-batasan dalam peraturan. Bahaya-bahaya potensial dari instalasi produksi hidrogen diidentifikasi oleh input industri kimia, output industri kimia, kimia proses, penanganan hidrogen dan untuk produksi hidrogen dengan metode steam reforming menggunakan panas nuklir maka penanganan metana dalam jumlah besar sebagai gas yang mudah terbakar. Pada kondisi kecelakaan bahan-bahan kimia mungkin dilepaskan ke lingkungan, seperti bahan-bahan korosif termasuk H2SO4, sulfur dioksida (SO2), sulfur trioksida (SO3) dan hidrogen yodida (HI). Bahan kimia seperti Iodine (I2) dan HI merupakan bahan beracun. Untuk beberapa bahan berbahaya seperti kebocoran hidrogen, strategi keselamatannya adalah pengenceran dengan udara sampai pada dibawah konsentrasi hidrogen yang dapat terbakar dalam udara. Sebagai contoh, sejumlah kecil hidrogen dalam
ISSN 1979-1208
191
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional ruang tertutup merupakan bahaya eksplosif karena batas konsentrasi hidrogen di udara sebesar 4,1 – 74 % volume. Namun, pelepasan hidrogen dalam jumlah besar ke lingkungan merupakan bahaya yang relatif kecil bila terjadi di tempat terbuka. Karena itu, sebagian besar industri kimia dibangun di tempat yang terbuka agar pengenceran bahan kimia dapat terjadi secara cepat dengan udara pada kondisi kecelakaan. Strategi yang berlawanan digunakan untuk PLTN dimana tujuannya adalah menahan radionuklida karena bahaya bahan tersebut tidak hilang bila diencerkan dengan udara. Dalam hal transfer panas dari PLTN menuju instalasi produksi hidrogen pada dasarnya tidak sama seperti produksi listrik dari reaktor nuklir, panas temperatur tinggi hanya dapat ditansfer dengan jarak yang cukup terbatas, hal ini disebabkan transmisi listrik lebih mudah dibanding transfer panas temperatur tinggi, sehingga reaktor dan instalasi produksi hidrogen (industri) harus diletakkan berdekatan satu sama lain yaitu dengan jarak minimal 100 meter.[5]
3.
PEMBAHASAN
Steam reforming merupakan metode produksi hidrogen yang sudah komersial dan digunakan pada sebagian besar industri pupuk yang ada di Indonesia, seperti : PT. Pupuk Kaltim, Petrokimia Gresik, pupuk Kujang dan beberapa industri pupuk lainnya. Dewasa ini, gas alam digunakan sebagai bahan baku dan bahan bakar yang jumlah cadangannya terbatas. Sebagai gambaran, bahwa perbandingan prosentase gas alam yang digunakan untuk produksi hidrogen adalah untuk bahan baku 40% dan bahan bakar 60%. Karena itu, introduksi PLTN kogenerasi selain untuk pembangkit listrik, perlu dianalisis pemanfaatannya, sehingga dapat menghemat cadangan gas alam. Dalam kaitannya dengan pemanfaatan panas PLTN untuk produksi hidrogen yang memerlukan temperatur tinggi (± 800°C), maka PLTN tipe HTGR dengan temperatur pendingin keluar reaktor 900 – 1000°C cocok digunakan untuk tujuan tersebut. PLTN tipe HTGR menggunakan Siklus Bryton dan menggunakan gas helium sebagai fluida kerjanya. Pada siklus fluida kerja, seperti yang ditunjukkan pada flowsheet (Gambar 4), dimana suhu gas helium keluar reaktor 1000 OC (70 bar) dengan melalui hot gas duct diekspansikan ke turbin yang langsung memutar generator. Pada dasarnya sistem kopling yang dapat diterapkan pada PLTN dan/atau Pembangkit Listrik lainnya terdiri dari dua jenis yaitu kopling listrik dan kopling termal. Kopling listrik seperti yang digunakan pada kopling dengan desalinasi berbasis membran lebih sederhana dibanding dengan sistem kopling termal. Sistem kopling listrik hanya berupa koneksi listrik antara PLTN/ Pembangkit Listrik lainnya dengan instalasi desalinasi berbasis membran. Sementara itu sistem kopling termal pada PLTN PWR/ Pembangkit Listrik lainnya memanfatkan uap panas dari sistem sekunder sehingga berakibat pada berkurangnya listrik yang diproduksi, potensi kehilangan produksi listrik tergantung pada optimalisasi skema sistem yang dilakukan. Berbeda dengan PLTN PWR/PLTU, sistem kopling termal PLTN HTGR dapat memanfaatkan panas sisa (waste heat) dari siklus helium. Sehingga skema sistem kopling termal yang ditawarkan PLTN HTGR tidak akan mengganggu produksi listrik dari PLTN. Reaktor tipe HTGR adalah salah satu jenis reaktor daya tipe maju yang mempunyai sistem keselamatan pasif dan melekat, sehubungan dengan fitur berikut[6] : Penggunaan bahan bakar partikel berlapis yang terbungkus dalam bahan matriks grafit sehingga dapat menahan produk fisi. Koefisien temperatur negatif dari teras, sehingga reaktor dapat padam secara pasif bila temperatur naik melebihi temperatur normal. Penggunaan gas helium sebagai pendingin yang bersifat inert dan fase tunggal serta penggunaan grafit sebagai moderator yang mempunyai stabilitas temperatur tinggi.
ISSN 1979-1208
192
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional
Bejana pengungkung harus disediakan untuk mencegah lepasnya produk fisi dan masuknya udara berlebih ke dalam teras dalam kasus kecelakaan akibat kehilangan tekanan. Sebagai gambaran, dalam desain keselamatan LWR, penghalang ganda berbentuk (1) pelet bahan bakar, (2) kelongsong, (3)pengungkung pendingin, (4) sungkup (containment), (5) gedung reaktor, dan (6) daerah eksklusif. Dibandingkan dengan desain keselamatan LWR, desain keselamatan reaktor tipe HTGR mempunyai lapisan penghalang ganda sebagai berikut, (1) kernel bahan bakar, (2) lapisan PyC, (3) lapisan IpyC, (4) lapisan SiC, (5) lapisan OpyC, (6) pengungkung pendingin, (7) gedung reaktor, dan (8) daerah eksklusif. Dari penjelasan di atas jelas bahwa penghalang ganda ke 4 yang berbentuk sungkup dalam desain keselamatan LWR digantikan dengan lapisan SiC dalam HTGR. Dalam suatu kecelakaan parah kegagalan sungkup dalam LWR akan membebaskan sebagian besar kandungan zat radioaktif ke lingkungan, sedangkan dalam HTGR hanya akan membebaskan kandungan zat radioaktif dalam kernel bahan bakar berdiameter 0,5 mm yang jauh lebih kecil kuantitasnya. Dalam PLTN kogenerasi, hal penting yang perlu diperhatikan baik dari sisi teknologi dan keselamatannya adalah sistem kopling yang merupakan interface antara PLTN dengan instalasi produksi hidrogen. Terkait dengan sistem keselamatan dalam sistem kopling, diperlukan beberapa komponen seperti pada Gambar 4, dimana komponen inti dari sistem kopling adalah sistem penukar panas intermediate (IHX = Intermediate Heat Exchanger) yang digunakan untuk tujuan agar apabila terdapat kontaminan-kontaminan radioaktif yang terbawa pada gas pendingin primer tidak terbawa pada chemical area. Karena itu, tekanan pada sistem pendingin primer harus di desain lebih rendah dari pada tekanan pada sistem pendingin sekunder. Sistem penukar panas tersebut juga didesain harus sangat efektif dalam mentransfer panas dari pendingin helium primer ke helium proses pada sisi sekunder. Sedangkan untuk pendinginan darurat apabila terjadi trip pada instalasi produksi hidrogen atau kegagalan pada sistem penukar panas intermediate maka dipasang sistem pendinginan darurat (1-HE-13). Mempertimbangkan hidrogen merupakan unsur yang mudah terbakar pada konsentrasi 4,1 – 74% volume dalam udara, dan mudah meledak pada konsentrasi 18,3 – 59% volume dalam udara, maka gas hidrogen dalam kondisi stagnan harus dihindari. Sedangkan strategi yang dilakukan apabila terjadi kebocoran hidrogen adalah pengenceran dengan udara sampai konsentrasi dibawah konsentrasi hidrogen dapat terbakar. Strategi berlawanan digunakan pada PLTN dimana perlu adanya pengungkung untuk menahan radionuklida karena bahaya radioaktivitas tidak hilang meskipun dilakukan pengenceran dengan udara. Disamping itu, lokasi reformer harus cukup dekat dengan PLTN dengan tujuan untuk mengurangi panjangnya pipa saluran untuk helium panas.
4.
KESIMPULAN
Sistem kopling PLTN tipe HTGR dengan instalasi produksi hidrogen memerlukan beberapa komponen, seperti : beberapa sistem penukar panas, diantaranya IHX (Intermediate Heat Exchanger), ACS (Auxiliary Cooling System), PPWC (Primary Pressurized Water Coolant), sistem pendingin darurat (1-HE-13) untuk mengatasi apabila terjadi trip pada instalasi produksi hidrogen, kontrol tekanan, kontrol temperatur, kompresor, pengontrol volume dan kemurnian helium. Diantara beberapa komponen tersebut, sistem penukar panas intermediate (IHX) merupakan komponen inti dari sistem kopling yang digunakan untuk tujuan keselamatan, sehingga tekanan pada sistem pendingin primer harus lebih rendah dari sistem pendingin sekunder.
DAFTAR PUSTAKA
ISSN 1979-1208
193
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional [1]. ____________, Krisis Listrik di Kalimantan Timur, http ://www.kutaikartanegara. com/forum/viewtopic.php, November 2007 [2]. ION, S., NICHOLLS, D., MATZIE, R., MATZNER, D., Pebble Bed Modular Reactor, The First Generation IV Reactor To be Constructed, World Nuclear Association Annual Symposium, London, 3-5 September 2003 [3]. LILLINGTON, J., The Future of Nuclear Power, Elsevier, Amsterdam, 2004 [4]. IAEA, Hydrogen as an energy carrier and its production by nuclear power, TECDOC 1085, IAEA, May 1999 [5]. SMITH, C., BECK, S., GALYEAN, W., Separation Requirements for a Hydrogen Production Plant and High Temperature Nuclear Reactor, INL, September 2005 [6]. FORSBERG, C.W., GORENSEK, M., HERRING, S.., PICKARD, P., 'Safety Related Physical Phenomena for Coupled High Temperature Reactors and Hydrogen Production Facilities, Proceedings of the 4 th International Topical Meeting on High Temperature Reactor Technology, Washington DC, September 28 – October 1, 2008
DISKUSI 1.
Pertanyaan dari Sdr. Sunardi (PPEN-BATAN) Apakah manfaat kogenerasi PLTN dengan instalasi produksi hidrogen dibandingkan dengan instalasi produksi hidrogen yang sudah umum dilakukan dalam industri pupuk: Jawaban : 1. Kogenerasi mempunyai tujuan untuk memanfaatkan panas sisa PLTN, sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomi dari PLTN. 2. Dewasa ini, sebagian besar industri pupuk menggunakan gas alam sebagai bahan baku dan bahan bakar untuk memproduksi hidrogen, dengan perbandingan 40% untuk bahan baku dan 60% untuk bahan bakar. Sehingga, kogenerasi PLTN dengan instalasi produksi hidrogen akan berdampak dalam penghematan cadangan gas alam.
2.
Pertanyaan dari Sdr. Arum Puni (PPEN-BATAN) Komponen utama apakah yang diperlukan terkait dengan keselamatan sistem kopling PLTN dengan instalasi produksi hydrogen? Jawaban : Terkait dengan sistem keselamatan dalam sistem kopling diperlukan beberapa komponen, namun komponen inti dari sistem kopling adalah sistem penukar panas intermediate (IHX = Intermediate Heat Exchanger) yang digunakan untuk tujuan agar apabila terdapat kontaminan-kontaminan radioaktif yang terbawa pada gas pendingin primer tidak terbawa pada chemical area. Karena itu, tekanan pada sistem pendingin primer harus di desain lebih rendah dari pada tekanan pada sistem pendingin sekunder. Sistem penukar panas tersebut juga didesain harus sangat efektif dalam mentransfer panas dari pendingin helium primer ke helium proses pada sisi sekunder.
ISSN 1979-1208
194