Sistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment) dengan beberapa ketentuan antara lain :
Waktu aerasi lebih lama (sekitar 30 jam) dibandingkan sistem konvensional.
Usia lumpur juga lebih lama dan dapat diperpanjang sampai 15 hari. Limbah yang masuk dalam tangki aerasi tidak diolah dulu dalam pengendapan
primer. Sistem beroperasi dengan F/M ratio yang lebih rendah (umumnya < 0,1 kg BOD/ per kg MLSS per hari) dengan sistem lumpur aktif konvensional (0,2 -
0,5 kg BOD per kg MLSS per hari). Sistem ini membutuhkan sedikit aerasi dibandingkan dengan pengolahan konvensional dan terutama cocok untuk komunitas yang kecil yang menggunakan paket pengolahan.
No. I II A -
Uraian
Satuan
Realisasi
OPERASIONAL IPAL MARGASARI Kapasitas Terpasang Kapasitas Terealisasi Jam Operasi Pemakaian Listrik PLN
m3/hr m3/bln Jam/bln KWH/bln
24.266 10.184 144 4.893
SARANA PENUNJANG IPAL POMPA STATION Jam Operasi Pompa Station 1 Jam Operasi Pompa Station 2 Jam Operasi Pompa Station 3 Jam Operasi Pompa Station 4 Jam Operasi Pompa Station 5 Jam Operasi Pompa Station 6 Jam Operasi Pompa Station 7 Jam Operasi Pompa Station 8
Jam/bln Jam/bln Jam/bln Jam/bln Jam/bln Jam/bln Jam/bln Jam/bln
7,5 7,5 7,5 20 124 7,5
B BAK PENAMPUNGAN AKHIR - Jam Operasi Pompa 1 - Jam Operasi Pompa 2
Jam Jam
C BAK EKUALISASI - Jam Operasi Mixer 1 - Jam Operasi Mixer 2
Jam Jam
180 -
D -
Jam Jam Jam
540 540 -
Jam/bln Jam
62 62
F BAK PENGUMPUL LUMPUR - Jam Operasi Mixer 1 - Jam Operasi Mixer 2
Jam Jam
15 -
G BAK AIR AKHIR PROSES - Jam Operasi Pompa 1 - Jam Operasi Sistem Gravitasi 1
Jam Jam
62
BAK AERASI Jam Operasi Mixer 1 Jam Operasi Mixer 2 Jam Operasi Mixer 3
E BAK SEDIMENTASI - Jam Operasi Pompa 1 - Jam Operasi Pompa 2
III
PELANGGAN
124 -
No. Uraian - Jumlah Pelanggan - Jumlah Gangguan Pelanggan
Satuan Sambungan Sambungan
Realisasi 826 19
5.3.4 Tipe Aerated lagoon Extended Aearation Proses pengolahan air limbah dengan menggunakan lumpur aktif extended aeration merupakan pengembangan dari proses lumpur aktif konvensional (standar) yang secara umum terdiri dari bak pengendap awal, bak aerasi, dan bak pengendap akhir, serta bak klorinasi untuk membunuh bakteri pathogen. Hanya saja khusus untuk extended Aeration, tidak memerlukan bak pengendap awal. Bak pengendap awal (pada jenis konvensional) berfungsi untuk menurunkan padatan tersuspensi (suspended solids) sekitar 30-40 % serta BOD sekitar 25%. Air limpasan dari bak
pengendap awal dialirkan ke bak aerasi secara gravitasi. Di dalam bak aerasi, air limbah diberi oksigen dari blower atau diffuser sehingga mikroorganisma yang ada akan menguraikan zat organik yang ada di dalam air limbah secara aerobik. Dengan demikian, di dalam bak aerasi tersebut akan tumbuh dan berkembang biomassa dalam jumlah yang besar. Biomassa atau mikroorganisme inilah yang akan menguraikan senyawa polutan yang ada di dalam air limbah. Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung massa mikroorganisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi (resirkulasi) dengan pompa sirkulasi lumpur. Air limpasan (overflow) dari bak pengendap akhir dialirkan ke bak klorinasi untuk melalui proses desinfeksi. Di dalam bak kontaktor klor ini air limbah dikontakkan dengan senyawa klor untuk membunuh mikroorganisme pathogen. Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses klorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau badan air. Sebagian lumpur yang terikut pada aliran outlet dari kolam akan terendapkan, sebagian lainya dibiarkan terakumulasi di dalam kolam atau sebagian yang diendapkan kemudian dikembalikan kedalam sistem aerasi untuk mencapai rasio ideal perbandingan makanan dan mikroorganisme yang disebut F/M ratio. Terdapat 3 sistem yang umum digunakan yaitu :
Menempatkan tangki pengendapan terpisah sesudah kolam Memisahkan bagian dari kolam untuk zona pengendapan untuk menahan
lumpur sebelum effluent dilepas ke badan air. Melakukan operasi lagoon secara intermittent dengan membuat dua unit secara pararel.
Kedua unit akan beroperasi secara bergantian, ketika satu unit berhenti, maka akan ada kesempatan
terjadinya
pengendapan.
Lumpur
akan
terakumulasi
mencapai
konsentrasi padatan yang ideal untuk proses pengolahan dengan metode extended aeration.
Lumpur Aktif (Activated Sludge) Lumpur aktif adalah seluruh lumpur yang tersuspensi dan diberi oksigen sehingga seluruh mikroorganisme aerobik yang ada dan melekat dengan lumpur menjadi sangat aktif. Ada dua jenis lumpur aktif yaitu tipe konvensional dan tipe extended aeration. Perbandingan karekteristik kedua jenis tersebut dapat dilihat pada Tabel dibawah ini
Berdasarkan Tabel di atas, terlihat bahwa pada extended aeration:
Periode aerasi lebih panjang/lama sehingga pasokan oksigen lebih sempurna
Rasio antara makanan dengan dengan mikroba lebih kecil sehingga penguraian bahan organik dalam air limbah makin effektif, dengan
demikian menghasilkan ekses lumpur (sludge) yang lebih sedikit. Efisiensi penyisihan BOD yang tinggi mendekati 98%
Untuk kesempurnaan hasil tesebut maka extended aeration memerlukan:
Unit konstuksi yang lebih besar karena waktu detensi yang
diperpanjang /lebih lama Energi lebih tinggi untuk aerasi dan resirkulasi lumpur. Kontrol oprasional harus lebih teliti terutama menjaga rasio F/M dengan mengatur konsentasi MLSS dalam tangki reaktor aerasi.
Aerobik (Extended Aeration) 1. Kelebihan a) Sudah dikenal dan banyak digunakan pada umumnya digunakan untuk kapasitas kecil sampai besar. b) Diterapkan dalam pengolahan air limbah dengan konsentrasi BOD dan COD rendah pada temperatur 5 - 30°C. Mampu menanggulangi “Loading Fluctuation”. c) Effluen dapat langsung dibuang ke badan penerima (sungai, dsb). 2. Kekurangan a) Membutuhkan area yang lebih luas b) Pemakaian energi lebih tinggi dengan adanya aerator c) Lumpur yang dihasilkan banyak
Variabel perencanaan (design variable) yang umum digunakan dalam proses pengolahan air limbah dengan sistem lumpur aktif adalah sebagai berikut :
1) Beban BOD (BOD Loading Rate atau Volumetric Loading Rate).Beban BOD adalah jumlah massa BOD di dalam air limbah yang masuk (influent) dibagi dengan volume reaktor. Beban BOD dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Beban BOD=
Q ×So kg /m3 . hari V
Dimana : Q = debit air limbah yang masuk (m3/hari) S0 = konsentrasi BOD di dalam air limbah yang masuk ( kg/m3) V = volume reaktor (m3) 2) Mixed-liquor suspended solids (MLSS). Isi di dalam bak aerasi pada proses pengolahan air limbah dengan sistem lumpur aktif disebut sebagai mixed liquor yang merupakan campuran antara air limbah dengan biomassa mikroorganisme serta padatan tersuspensi lainnya. MLSS adalah jumlah total dari padatan tersuspensi yang berupa material organik dan mineral, termasuk di dalamnya adalah mikroorganisme. MLSS ditentukan dengan cara menyaring lumpur campuran dengan kertas saring (filter), kemudian filter dikeringkan pada temperatur 105°C, dan berat padatan dalam contoh ditimbang. 3) Mixed-liquor volatile suspended solids (MLVSS). Porsi material organik pada MLSS diwakili oleh MLVSS, yang berisi material organik bukan mikroba, mikroba hidup dan mati, dan hancuran sel. MLVSS diukur dengan memanaskan terus sampel filter yang telah kering pada 600 – 650°C, dan nilainya mendekati 65-75 % dari MLSS. 4) Food-to-microorganism ratio atau Food-to-mass ratio disingkat F/M Ratio. Parameter ini menunjukkan jumlah zat organik (BOD) yang dihilangkan dibagi dengan jumlah massa mikroorganisme di dalam bak aerasi atau reaktor. Besarnya nilai F/M ratio umumnya ditunjukkan dalam kilogram MLLSS per hari. F/M dehitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
F /M=
Q(S o−S) MLSS × V
Dimana : Q = laju air limbah m3 per hari S0 = konsentrasi BOD di dalam air limbah yang masuk ke bak Aerasi (reaktor) (kg/m3) S = konsentrasi BOD di dalam effluent (kg/m3) MLSS = Mixed-liquor suspended solids (kg/m3) V = volume reaktor atau bak aerasi (m3) Rasio F/M dapat dikontrol dengan cara mengatur laju sirkulasi lumpur aktif dari bak pengendapan akhir yang disirkulasi ke bak aerasi. Lebih tinggi laju sirkulasi lumpur aktif lebih tinggi pula rasio F/Mnya. Untuk pengolahan air limbah dengan sistem lumpur aktif konvensional atau standar, rasio F/M adalah 0,2 – 0,5 kg BOD5 per kg MLSS per hari, tetapi dapat lebih tinggi hingga 1,5 jika digunakan oksigen murni. Rasio F/M yang rendah menujukkan bahwa mikroorgansme dalam tangki aerasi dalam kondisi lapar, semakin rendah rasio F/M maka pengolah limbah semakin efisien. 5) Hidraulic retention time (HRT). Waktu tinggal hidraulik adalah waktu rata-rata yang dibutuhkan oleh larutan influent masuk ke dalam tangki aerasi untuk proses lumpur aktif; nilainya berbanding terbalik dengan laju pengenceran. 1 V HRT = = D Q Dimana : V = volume reaktor atau bak aerasi (m3) Q = debit air limbah yang masuk ke dalam tangki aerasi (m3/jam) D = laju pengenceran (jam-1) 6) Rasio sirkulasi lumpur (Hydraulic recycle ratio, HRR). Rasio sirkulasi lumpur adalah perbandingan antara jumlah lumpur yang disirkulasikan ke bak aerasi dengan jumlah air limbah yang masuk kedalam bak aerasi.
7) Umur lumpur (sludge age) atau sering disebut waktu tinggal rata-rata cel (mean cell residence time).Parameter ini menunjukkan waktu tinggal rata-rata mikroorganisme dalam sistem lumpur aktif. Jika HRT memerlukan waktu dalam jam, maka waktu tinggal sel mikroba dalam bak aerasi dapat dalam hitungan hari. Parameter ini berbanding terbalik dengan laju pertumbuhan mikroba. (Hanmer, 1986; Curds dan Hawkes, 1983). Umur lumpur dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Umur Lumpur ( hari )=
MLSS ×V SS × Qe + SS w ×Q e
Dimana : MLSS
= Mixed-liquor suspended solids (mg/l)
V
= volume bak aerasi (L)
SSe
= padatan tersuspensi dalam effluent (mg/l)
SSw
= padatan tersuspensi dalam lumpur limbah (mg/l)
Qe
= laju effluent limbah (m3/hari)
Qw
= laju influent limbah (m3/hari)
N
Paramete
Satua
o
r
n
1
TSS
2
BOD
3
COD
(mg/L ) (mg/L ) (mg/L )
Penyisiha
Bak
n
u
Selisi
si Limbah
Mut
h
Domestik
u
**
50
27,75
85%
Memenuhi
30
25,65
85%
Memenuhi
50
42,75
85%
Memenuhi
Konsentra
300 300 500
185 171 285
% Remov
Keteranga
al
n
***