SINUSISTIS MAKSILARIS EC HEMATOSINUS EC FRAKTUR LE FORT I Lukluk Purbaningrum 20070310087 FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta RSUD Salatiga
IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. R Umur : 53 tahun Alamat : Jl. Ngablak, kec Kadirejo, Pabelan, Kabupaten Semarang, JATENG
KASUS Keluhan utama : mimisan dan muntah darah Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke IGD dengan keluhan mimisan dan muntah darah. Muntah berwarna merah kehitaman. Os mengaku bahwa keluhan muncul sejak setelah tertimpa buah kelapa saat dikebun. Os mengaku wajah sebelah kanan yang tertimpa. Os merasakan kemeng di pipi kanan. Hidung berbau (-), pilek (-), Pusing (+), perut terasa tidak nyaman (+), demam (-).
Riwayat penyakit dahulu : Riwayat gejala yang sama sebelumnya (-), HT (-), DM (-), riwayat operasi (-), riwayat mondok (+), riwayat sakit kuning (-) Riwayat penyakit keluarga : Riwayat hipertensi (+) ibu, DM (-), sakit kuning(-), gejala yang sama dengan pasien (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan General : Keadaan Umum : Sadar, lemas Vital Sign : Nadi 84 x/ menit, Suhu 36,60 C Respirasi 20 x/menit, TD 130/90 mmHg
Pemeriksaan Sistematis : Kepala : Conjungtiva anemis (-/-), terdapat hematom pada periorbita Dx, Leher : tidak didapatkan kelainan Thorak : tidak didapatkan kelainan Abdomen : tidak didapatkan kelainan Ekstremitas : akral hangat (+), sianosis (-), CRT <2
Organ
Bagian
Dx
Sn
Hidung
Deformitas
-
-
Cavum Nasi
Sempit
Lapang
Conca Inferior
hiperemis
hiperemis
Darah
+
+
Sekret
-
-
Septum
tengah
Tengah
Tonsil
T1
T1
Dd. Faring Posterior
tenang
Tenang
Uvula
Tengah
Tengah
Auricula
Normotika
Normotika
Liang Telinga
Lapang
Lapang
Serumen
-
-
Discharge
-
-
Membran timpani
Utuh
Utuh
Tenggorok
Telinga
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Pemeriksaan X Foto SPN (AP/Lat) dan waters 1. 2. 3.
Deviasi septum nasi ke kanan Sinusitis maksilaris Dx Impaksi M3 kiri atas
Pemeriksaan X foro nasal (AP/Lat) 1. 2.
Tak tampak fraktur os nasalis Impaksi pada M3 kiri atas
ASSESMENT Sinusitis maksilaris Dx dan defiasi septum nasal
PENATALAKSANAAN YANG SUDAH DILAKUKAN DI IGD 1. 2. 3. 4.
Inf. RL 20 tpm Inj. Asam tranexamat I g Inj Ranitidin 2 x I amp Rawat bersama dokter sp. PD dan sp. S
PLANNING Antibiotik Hematematik Tindakan CWL dan reposisi septum nasi Meminta persetujuan UPd
Meminta Persetujuan Anestesi
TINDAKAN CWL DAN REPOSISI SEPTUM NASAL
Dilakukan pada tanggal 1 oktober 2012 Diagnosis Pre Operatif : Sinusitis maksilaris Dx dan deviasi septum nasi Diagnose Post Operatif : Sinusitis maksilaris Dx ec Hematosinus Fraktur os maksila (Fraktur Levort I) Fraktur septum nasi
FOLLOW UP Pemeriksaan Laboratorium : 4 oktober 2012 Setelah dilakukan operasi pasien tidak mengeluhkan kemeng di pipi, pusing berkurang dan hematom palpebra berkurang. Disamping itu sudah terjadi penurunan angka leukosit menjadi 14,1 x 103/µL. pada tanggal 5 oktober 2012 pasien dibolehkan pulang setelah dipastikan bisa duduk tanpa pusing dan setelah tamponnya dilepas.
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Fraktur Le Fort(LeFort Fractures) merupakan tipe fraktur tulang-tulang wajah yang merupakan hal klasik terjadi pada trauma-trauma pada wajah. Fraktur Le Fort diambil dari nama seorang ahli bedah Perancis René Le Fort (1869-1951) yang mendeskripsikannya pertama kali di awal abab 20.
ANATOMI MAKSILA
ANATOMI MAKSILA
ANATOMI SINUS
ANATOMI SEPTUM NASI
ETIOLOGI Fraktur
maksila sering diakibatkan karena trauma tumpul pada wajah dengan kekuatan yang tinggi seperti akibat kecelakaan kendaraan bermotor, perkelahian, cedera olahraga dan jatuh dari ketinggian.
PATOFISIOLOGI & KLASIFIKASI (1) Fraktur
Le Fort I (horizontal)
PATOFISIOLOGI & KLASIFIKASI (2) Fraktur
Le Fort II (piramidal)
PATOFISIOLOGI & KLASIFIKASI (3) Fraktur
Le Fort III (craniofacial dysjunction)
PATOFISIOLOGI HEMATOSINUS
Berdasarkan anatomi sinus maksila, ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase normalnya hanya tergantung dari gerak silia, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior. Jadi jika terjadi fraktur maksila, karena tingginya tekanan dan jumlah darah yang banyak sebagian darah dapat keluar menjadi epistaksis dan hematemesis, akan tetapi sebagian akan menjadi hematosinus dx sesuai dengan anatomi sinus maksila.
TANDA DAN GEJALA
Manifestasi Klinis Wajah tampak bengkak Mata tertutup karena hematoma Gangguan kesadaran Hematom periorbital Perdarahan aktif nasofaringeal Nyeri Maloklusi Laserasi intraoral
PENATALAKSANAAN
Jika terjadi fraktur maksila maka harus segera dilakukan tindakan untuk mendapatkan fungsi normal dan efek kosmetik yang baik. Tujuan tindakan penanggulangan ini adalah untuk mendapatkan funsi normal pada waktu menutup mulut atau oklusi gigi dan memperoleh kontur muka yang baik. Harus diperhatikan juga jalan napas serta profilaksis kemungkinan terjadinnya infeksi.
Penanggulangan fraktur maksila (mid facial fracture) sangat ditekankan agar rahang atas dan rahang bawah dapat menutup. Dilakukan fiksasi intermaksilar sehingga oklusi gigi menjadi sempurna
Fiksasi yang dipakai pada fraktur maksila ini dapat berupa : 1. 2.
3.
Fiksasi inter maksilaris menggunakan kawat besi baja untuk mengikat gigi Fiksasi intermaksilar menggunakan kombinasi dari reduksi terbuka dan pemasangan kawat baja atau mini plate Fiksasi dengan pin
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan tersebut, antara lain : 1. 2. 3.
4. 5. 6. 7.
Umur Keadaan umum Bentuk fraktur Jarak antara kedua fragmen tulang Vaskularisasi dari kedua fragmen Infeksi Perawatan
KOMPLIKASI
Komplikasi Awal 1. 2. 3.
Perdarahan Sumbatan jalan napas Infeksi
Komplikasi lambat malunion, obstruksi nasal, sinusistis kronik, maloklusi, deformitas,
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis, pasien mengalami trauma muka akibat tertimpa kelapa. Lokasi trauma pada daerah maksila, hidung serta daerah periorbita Dx. Akibat trauma tersebut pasien mengeluhkan epitaksis dan hematemesis
Berdasarkan pemeriksaan fisik setelah diruangan, tampak hematom periorbita disertai sedikit udem pada daerah maksila. Didapatkan juga nyeri tekan pada pipi kanan. Adanya nyeri tekan pipi juga dapat dimungkinkan karena adanya fraktur maksila yang kemudian mengakibatkan hematosinus maksila dx.
Berdasarkan anatomi sinus maksila, ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase normalnya hanya tergantung dari gerak silia, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior. Jadi jika terjadi fraktur maksila, karena tingginya tekanan dan jumlah darah yang banyak sebagian darah dapat keluar menjadi epistaksis dan hematemesis, akan tetapi sebagian akan menjadi hematosinus dx sesuai dengan anatomi sinus maksila.
Keluhan epistaksis dan hematemesis dapat juga dkarenakan adanya gangguan atau fraktur di hidung. Akan tetapi berdasarkan palpasi hidung pada pasien ini tidak dicurigai adanya fraktur nasal. Masih perlu dicari penyebab lain epistaksis dan hematemesis. Ketika pasien sudah masuk ruangan sudah tidak didapatkan epistaksis maupun hematemesis. Hal ini karena os sudah mendapatkan anti perdarahan.
Hematom periorbita juga didapatkan pada pasien. Hematom tersebut dimungkinkan karena benturan akibat trauma terjatuh buah kelapa. Edema dan perdarahan ke dalam jaringan ikat longgar dari kelopak mata dan daerah periorbital adalah tanda yang paling umum dari fraktur tepi orbita. Bengkak yang sering kali massif mungkin terjadi dan paling dramatis pada jaringan periorbita, dimana kelopak mata mungkin tertutup karena bengkak.
Pada pasien ini daerah periorbita tidak sampai menutup, hanya terjadi hematoma atau ekimosis sedang. Pada pasien ini dapat dicurigai tidak hanya fraktur maksila yang terjadi tetapi juga dimungkinkan terdapat fraktur periorbita
Berdasarkan pemeriksaan X Foto SPN (AP/Lat) dan waters didapatkan hasil adanya deviasi septum nasi ke kanan, sinusitis maksilaris Dx, impaksi M3 kiri atas sedangkan pemeriksaan X foro nasal (AP/Lat) didapatkan hasil tak tampak fraktur os nasalis impaksi pada M3 kiri atas.
Setelah dilakukan CWL didapatkan hasil bahwa telah terjadi fraktur frakmented os maksila bagian anterior sekitar fossa canina dan didapatkan adanya hematosinus maksila. Selain itu juga didapatkan deviasi septum nasi oleh karena fraktur septum nasi. Keadaan ini diklasifikasikan dalam fraktur Le Fort I.
Pada kasus ini didapatkan fraktur maksila atau Le Fort I berupa frakmen sehingga sulit untuk dilakukan fiksasi. Pada kasus ini tidak dilakukan penatalaksanaan fiksasi os maksila.
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Fraktur Le Fort I (fraktur Guerin) meliputi fraktur horizontal bagian bawah antara maksila dan palatum/arkus alveolar kompleks. Garis fraktur berjalan ke belakang melalui lamina pterigoid. Fraktur ini bisa unilateral atau bilateral. Fraktur Le Fort biasanya diakibatkan oleh trauma.
Penatalaksanaannya yaitu dengan cara fiksasi. Akan tetapi pada kasus ini didapatkan fraktur maksila atau Le Fort I berupa frakmen sehingga sulit untuk dilakukan fiksasi. Pada kasus ini tidak dilakukan penatalaksanaan fiksasi os maksila.
DAFTAR PUSTAKA
Munir, M; Widiarni, D; TRimartani. 2007. Trauma Muka dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Ed.6 Pg 119-207. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta Shindusakti Djoko. 2007. Bahan Ajar Bedah Maksilofasial THT. Fakultas Kedokteran UNS. Solo Anonim. 2012. Anatomi Tulang Maksila. Diakses pada tanggal 3 oktober 2012. Dari http://www.scribd.com/doc/60241270/maksila Anonim. 2012. Fraktur Maksila. Diakses pada tanggal 3 oktober 2012 dari http://www.scribd.com/doc/79567365/FRAKTUR-maksila Becker Samuel & Becker Daniel. 2009. Anatomy of the Sinus, Surgical Anatomy of the Sinus with Diagrams. Diakses pada tanggal 10 oktober 2012 dari http://www.sinustreatmentcenter.com/sinusanatomy.html