SINTESIS DAN PEMURNIAN SURFAKTAN DIETANOLAMIDA BERBASIS TURUNAN MINYAK SAWIT (Crude Palm Oil)
Dr. Tri Panji, MS , Drs. Husain Nashrianto,MS, Ainun Nurkania, Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pakuan Bogor Jalan Pakuan PO BOX 452 Bogor, Jawa Barat
ABSTRAK
Dietanolamida merupakan surfaktan dari golongan nonionik yang dapat disintesis melalui reaksi amidasi antara metil ester dan diethnolamina atau antara asam lemak dan dietanolamina. Salah satu faktor yang berpengaruh dalam proses sintesis ini adalah rasio mol reaktan yang digunakan. Produk surfaktan yang dihasilkan perlu dimurnikan untuk menghilangkan reaktan sisa atau pengotor yang masih terdapat didalam produk surfaktan kasarnya. Perbandingan mol reaktan yang optimal untuk metil ester olein dan dietanolamina dalam sintesis dietanolamida akan diteliti dan efektifitas proses pemurniannya dengan metode asetilasi akan dilakukan pada penelitian ini. Pada penelitian ini sintesis dietanolamida dari metil ester olein dan dietanolamina berhasil dilakukan yang ditunjukkan oleh adanya serapan gugus C=O ulur amida pada spectrum infra merah produk. Rasio mol reaktan metil ester olein : dietanolamina yang optimal diperoleh pada rasio mol 1:1,5 dengan jumlah produk murninya sebesar 383,70 gram, dan pemurnian terhadap dietanolamida dengan metode asetilasi tidak efektif. Kata kunci : dietanolamina, metil ester olein, dietanolamida, sintesis, pemurnian, asetilasi
Oil (CPKO), sedangkan sisanya sekitar 60% berupa produk turunan sawit, misalnya minyak goreng, Kemendag RI (2013). Salah satu produk turunan sawit yang paling penggunaannya adalah surfaktan dietanolamida (DEA).
PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu produsen minyak sawit terbesar di dunia. Sekitar 40% produk sawit yang diekspor berupa bahan mentah dalam hal ini Crude Palm Oil (CPO) dan Crude Palm Kernel 1
Dietanolamida merupakan surfaktan jenis alkanolamida yang bersifat nonionik, yaitu surfaktan yang tidak bermuatan ketika terlarutkan oleh air yang dapat disintesis melalui dua cara, yaitu: (1) reaksi antara metil ester dengan dietanolamina dengan produk sampingnya berupa metanol, atau (2) reaksi antara asam lemak dengan dietanolamina dengan produk sampingnya berupa air. Reaksi yang terjadi ini disebut reaksi amidasi. Menurut Billyk et al. (1992) perbandingan mol reaktan, suhu dan lama reaksi mempengaruhi jumlah amida lemak yang dihasilkan. Pada proses amidasi, penggunaan dietanolamina harus berlebih, setidaknya dibutuhkan perbandingan mol dietanolamina: metil ester adalah 1,1:1. Hal ini disebabkan oleh semakin tinggi perbandingan mol dietanolamina semakin baik proses berjalan, US patent 3395162 (1968). Akan tetapi penggunaan dietanolamina yang berlebih memungkinan terdapatnya dietanolamina yang tidak bereaksi membentuk dietanolamida. Untuk menghilangkan dietanolamina sisa, dapat dilakukan proses pemurnian dengan metode asetilasi oleh anhidrida asetat. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan metil ester olein sebagai bahan baku sintesis surfaktan dietanolamida, menentukan rasio mol reaktan yang optimal dan mengetahui efektifitas proses pemurnian surfaktan dietanolamida dengan metode asetilasi oleh anhidrida asetat.
METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metil ester olein hasil produksi Surfactant and Bioenergy Research Center, dietanolamina PT DOW, dan natrium metilat PT Merck Tbk, anhidrida asetat PT Merck Tbk, dietanolamida hasil sintesis, larutan campuran etanol:toluene (1:1), larutan KOH 0,1N, larutan indikator Phenolphtalein, Kloroform, Aquadest, larutan HIO4 0,02N, larutan KI 15%, larutan Na2S2O3 0,02N, larutan indikator Pati/Kanji, larutan KOH-Alkohol 0,5N, larutan HCl 0,5N, Larutan campuran Isopropanol:air (80:20) dan larutan indikator Bromophenol blue. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu neraca analitik, labu leher tiga atau empat, kondensor, Erlenmeyer asah, hot plate, magnetic stirrer, termometer, pompa vakum, pipet serologi, buret dan penyangga buret, pipet gondok, erlenmeyer, gelas ukur, piala gelas dan labu semprot. Analisis Metil Ester Olein Analisis bahan baku dilakukan terhadap metil ester olein yang meliputi angka asam, gliserol bebas, gliserol total, angka penyabunan dan kadar ester metil. Metode kerja yang dilakukan mengacu pada SNI 7182:2012 tentang biodiesel. 2
30 β 60 detik. Akuades ditambahkan sampai batas garis, kemudian dihomogenkan dan dibiarkan tenang hingga lapisan kloroform dan lapisan akuatik terpisah sempurna. larutan asam periodat 0,02 N dipipet sebanyak 2 ml ke dalam 2 atau 3 erlenmeyer 500 ml dan blanko disiapkan dengan mengisi erlenmeyer dengan 100 ml akuades. Lapisan akuatik dipipet 300 ml ke dalam piala gelas berisi larutan asam periodat 0,02 N dan kemudian dikocok. Erlenmeyer ditutup selama 30 menit. larutan KI 15 % ditambahkan ke dalam erlenmeyer sebanyak 2 ml kemudian dikocok perlahan dan dibiarkan sekitar 1 menit sebelum dititrasi. larutan sampel dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,02 N yang sudah dibakukan hingga warna coklat iodium hampir hilang. Setelah warna larutan tercapai, ditambahkan 2 ml larutan indikator pati dan titrasi diteruskan sampai warna biru hilang. Volume titran yang dibutuhkan dalam titrasi dicatat. Kadar gliserol bebas dihitung dengan menggunakan rumus :
Angka Asam Angka asam dinyatakan sebagai banyaknya miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam setiap gram lemak. Sampel metil ester ditimbang sebanyak Β±20 gram kedalam Erlenmeyer dan dilarutkan dengan 125 ml campuran pelarut (etanol:toluena 1:1). Larutan sampel dititrasi dengan larutan standar KOH 0,1 N hingga diperoleh titik akhir berwarna pink dengan intensitas yang sama seperti pelarut yang dinetralisir sebelum ditambahkan kedalam sampel dengan menggunakan larutan indikator phenolphthalein. Warna larutan harus dapat bertahan selama 30 detik. Angka asam dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Angka asam =
A x BM KOH x N W
Keterangan : A = volume larutan KOH untuk titrasi sampel N = Normalitas KOH W = bobot contoh
Gπππ (% β π) =
Gliserol Bebas Gliserol bebas menunjukkan jumlah gliserol pada sampel dalam keadaan tidak terikat dengan molekul lainnya. Sampel metil ester ditimbang sebanyak 9.9 gram ke dalam piala gelas. Sampel dimasukkan ke dalam labu takar 1 L dan dibilas menggunakan 91 ml kloroform yang diukur dengan buret. Sekitar 500 ml akuades ditambahkan ke dalam labu takar 1L, kemudian ditutup dan dikocok kuat selama
W=
2,302 (B β C)N W
berat contoh Γ ml contoh 900
Keterangan : B = Volume larutan Na2S2O3 untuk titrasi blanko C = Volume larutan Na2S2O3 untuk titrasi contoh N = Normalitas larutan Na2S2O3 3
larutan KI 15 % ditambahkan sebanyak 3 ml, dikocok perlahan dan kemudian biarkan selama 1 menit sebelum dititrasi. larutan campuran tersebut ditirasi dengan larutann standar Na2S2O3 0,02 N sampai warna coklat hampir hilang, kemudian ditambahkan 2 ml larutan indikator pati dan titrasi dilanjutkan hingga warna biru tepat hilang. Volume titran yang dibutuhkan dalam titrasi dicatat. Kadar gliserol total dapat dihitung dengan rumus :
Gliserol Total Gliserol total menunjukkan jumlah gliserol bebas dan glisero, terikat pada sampel. Sampel metil ester ditimbang sebanyak 9.9 gram ke dalam sebuah erlenmeyer. kemudian ditambahkan 100 ml larutan KOH alkoholik 0,5 N, dan disambungkan dengan kondensor lalu dididihkan selama 30 menit untuk mensaponifikasi ester-ester. kloroform dmasukkan ke dalam labu takar 1 L menggunakan buret sebanyak 91 ml kemudian ditambahkan 25 ml asam asetat glasial menggunakan gelas ukur. Setelah 30 menit, dinding kondensor dibilas dengan akuades dan erlenmeyer diangkat. Larutan dalam erlenmeyer dipindahkan ke dalam labu takar yang berisi kloroform dan asam asetat glasial, dengan menggunakan 500 ml akuades sebagai pembilas. Larutan dikocok kuat selama 30 β 60 detik. akuades Ditambahkan hingga tanda tera, lalu dihomogenkan dan didiamkan hingga lapisan klorofom dan lapisan akuatik terpisah sempurna. Larutan asam periodat 0,02 N dipipet sebanyak 6 ml kedalam 2 buah erlenmayer 500 ml dan disiapkan dua blanko dengan mengisi masing-masing 50 ml akuades ditambah 6 ml larutan asam periodat 0,02 N. lapisan akuatik dipipet sebanyak 100 ml ke dalam erlenmeyer yang berisi larutan asam periodat 0,02 N kemudian dikocok perlahan supaya tercampur dengan baik. Erlenmeyer ditutup dan dibiarkan selama 30 menit. Jangan tempatkan campuran ini di bawah cahaya terang atau terpaan langsung sinar matahari.
Gπ‘π‘π (% β π) =
2,302 (B β C)N W
berat contoh Γ ml contoh 900 Keterangan : B = volume larutan Na2S2O3 untuk titrasi blanko C = colume larutan Na2S2O3 untuk titrasi contoh N = normalitas larutan Na2S2O3 W=
Angka Penyabunan Angka penyabunan dinyatakan sebagai banyaknya mg KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram sampel. Sampel metil ester ditimbang sebanyak 4 gram ke dalam erlenmeyer 250 ml kemudian ditambahkan 50 ml larutan KOH alkoholik 0,5 N berlebih terukur dengan pipet. Disiapkan dan lakukan analisis blanko secara serempak dengan analisis contoh tanpa menggunakan contoh. Disambungkan erlenmeyer dengan kondensor berpendingin udara dan didihkan 4
perlahan selama 1 jam. Setelah waktunya terpenuhi, bilas kondensor dengan akuades, lalu dilepaskan dari erlenmeyer. Ditambahkan 1 ml larutan indikator phenolphthalein ke dalam erlenmeyer dan titrasi dengan larutan HCL 0,5N hingga warna merah jambu hilang. Dicatat volume HCl yang dibutuhkan dalam titrasi. Angka penyabunan dapat dihitung dengan menggunakan rumus : 56,1 (B β C)N Angka penyabunan = m
Sintesis Dietanolamida Proses sintesis dietanolamida dilakukan menggunakan metil ester olein, dietanolamina dan natrium metilat sebagai katalis reaksi dengan beberapa perbandingan mol reaktan metil ester olein : dietanolamina, yaitu 1:1 ; 1: 1,25 ; 1:1,5 ; 1:1,75 ; dan 1:2 . Kondisi reaksi menggunakan suhu pemanasan 140 oC kecepatan pengadukan 150 β 200 rpm, lama reaksi 4 jam dan jumlah katalis natrium metilat 0,5%.
Keterangan : B = volume larutan HCl 0,5 N untuk titrasi blanko C = colume larutan HCl 0,5 N untuk titrasi contoh N = normalitas larutan HCl 0.5 N m = bobot contoh
Pemurnian Dietanolamida Dietanolamida yang telah disintesis dimurnikan dengan penambahan anhidrida asetat sebanyak 5% dengan kondisi proses yang digunakan yaitu suhu pemanasan 70 o C, tekanan vakum, lama waktu 2 jam.
Kadar Ester Metil Analisis Gugus Fungsi Spektrofotometer Infra Merah
Kadar ester metil dapat dihitung menggunakan rumus :
dengan
Gugus fungsional dietanolamida ditentukan dengan menggunakan Fourier Transform Infrared Spektrofotometer (FTIR) Bruker tensor 37. Sejumlah tertentu sampel ditambahkan KBr kemudian dibuat pelat film tipis. Pelat ditempatkan dalam tempat sampel alat spektroskopi inframerah untuk kemudian dianalisis.
100(π΄π β π΄π β 18,27Gπ‘π‘π ) % ester = Aπ Keterangan : As = angka penyabunan (mg/g) Aa = Angka asam (mg/g) Gttl = kadar gliserin total dalam biodiesel
5
Tabel 1. Kualitas Metil Ester Olein
Analisis Dietanolamina Sisa Analisis ini bertujuan untuk menghitung kadar dietanolamina sisa yang tidak bereaksi di dalam dietanolamida. Sampel dietanolamida ditimbang sebanyak 3,5 β 4,5 gram ke dalam Erlenmeyer 250 ml. kemudian dilarutkan dengan larutan Isopropanol:air (80:20) sebanyak 110 ml. larutan sampel dititrasi dengan HCL 0,5N hingga diperoleh titik akhir berwarna kuning dengan menggunakan indikator Bromophenol blue. V x N x MW kadar dietanolamina = bobot x10
Parameter uji Angka asam Gliserol bebas Gliserol total Angka Penyabunan Kadar ester metil
Satuan mgKOH/g % massa % massa mgKOH/g % massa
Standar
Hasil
Maks 0.6
0.28
Maks 0.02
0.11
Maks 0.24
0.28
-
255.77
Min 96.5
97.9
Nilai angka asam yang diperoleh memenuhi persyaratan SNI 7182:2012 yaitu maksimal sebesar 0.6 mg KOH/g sampel. Dari hasil analisis, diperoleh nilai angka asam sebesar 0.28 mg KOH/g sampel, hal ini menandakan proses transesterifikasi optimal sehingga menyisakan 0,28 mg asam lemak bebasnya. Kenaikan angka asam pada biodiesel salah satunya disebabkan oleh adanya reaksi hidrolisis. Reaksi hidrolisis dapat terjadi karena kandungan air dalam biodiesel masih cukup tinggi. Hal ini berkaitan dengan proses pencucian dan pengeringan biodiesel yang belum optimal atau proses penyimpanan yang kurang baik sehingga sejumlah air masih tersisa dalam biodiesel. Dari hasil analisis, kadar gliserol bebas yang diperoleh sebesar 0.11 %, nilai ini lebih besar dibandingkan persyaratan yang diberikan yaitu sebesar 0.02%. Tingginya kadar gliserol bebas dapat disebabkan oleh tahap settling yang kurang cermat dan proses pencucian yang kurang efektif, yaitu dari kurangnya jumlah air
keterangan : V = Volume titran yang digunakan untuk titrasi sample N = Normalitas larutan standar HCl 0,5 N MW= Bobot molekul Diethanolamina HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Metil Ester Olein Metil ester merupakan suatu senyawaan ester yang dapat dihasilkan dari proses transesterifikasi suatu trigliserida dan atau dari proses esterifikasi suatu asam lemak. Metil ester yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari hasil produksi Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC) yang menggunakan metode transesterifikasi olein. Standar yang menjadi acuan adalan SNI 7182:2012 tentang Biodiesel. Kualitas metil ester disajikan dalam Tabel 1.
6
pencuci (air hangat) atau banyaknya pencucian yang dilakukan tidak cukup untuk menghilangkan kandungan gliserol bebas. Kadar gliserol total menunjukkan jumlah keseluruhan gliserol baik dalam keadaan terikat ( mono-, di- dan trigliserida) maupun dalam keadaan bebas di dalam biodiesel. Kadar gliserol terikat diperoleh dari selisih kadar gliserol total dengan gliserol bebas. Gliserol terikat menunjukkan jumlah gliserol yang masih terikat dalam bentuk mono-,di- dan trigliserida di dalam biodiesel. Dalam proses transesterifikasi, trigliserida merupakan reaktan utama, sedangkan monogliserida dan digliserida merupakan zat antara dari reaktan. Sehingga semakin tinggi kadar gliserol terikat menunjukkan bahwa reaksi belum berlangsung sempurna. Angka penyabunan dinyatakan sebagai banyaknya (miligram) KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram lemak atau minyak. Angka ini menunjukkan berat molekul lemak dan minyak secara kasar, minyak yang tersusun oleh asam lemak berantai karbon pendek berarti mempunyai bobot molekul yang relatif kecil dan akan mempunyai angka
penyabunan yang besar dan begitu pula sebaliknya, bila minyak mempunyai berat molekul yang besar maka angka penyabunannya relatif kecil. Kadar ester metil menunjukkan jumlah asam organik yang bersenyawa sebagai ester metil yang dihasilkan pada proses transesterifikasi trigliserida. Semakin tinggi kadar ester metil maka konversi trigliserida menjadi metil esternya dapat dianggap semakin baik. Batasan minimum kandungan ester metil dalam biodiesel yaitu sebesar 96.5 % sedangkan dari hasil analisis diperoleh kadar ester metil sebesar 97.9% sehingga metil ester yang dihasilkan memenuhi persyaratan SNI 7182:2012. DIETANOLAMIDA KASAR Produk surfaktan yang dihasilkan semuanya berupa larutan kental berwarna coklat dan tak berbau. Produk yang disimpan pada kondisi suhu ruang dalam waktu yang lama akan membeku tetapi jika dipanaskan akan mencair kembali. Reaksi amidase yang terjadi disajikan dalam Gambar 1.
7
Gambar 1. Reaksi amidasi metil ester dengan dietanolamina Dari reaksi amidasi pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa hanya dibutuhkan 1 mol dietanolamina untuk bereaksi dengan 1 mol metil ester. Penambahan dietanolamina selebihnya hanya untuk menggeser kesetimbangan ke arah produk, agar produk yang tebentuk lebih banyak. Keberhasilan sintesis dietanolamida dari metil ester dominan C18:1 dengan dietanolamina dapat ditunjukkan oleh spektrum infra merah. Hal ini terlihat dari munculnya puncak serapan pada panjang gelombang tertentu yang berbeda saat dibandingkan dengan bahan baku. Spektrum infra merah untuk produk dietanolamida hasil sintesis yang dibandingkan dengan reaktan disajikan dalam Gambar 2. Spektrum metil ester memperlihatkan adanya serapan yang tajam dan doublet pada 2854 cm-1 dan 2925 cm-1 yang menunjukkan ciri dari gugus C-H ulur simetris dan C-H ulur asimetris. Gugus tersebut mencirikan gugus alkana rantai
panjang. Puncak serapan yang tajam juga terdapat pada 1743 cm-1 yang menunjukkan ciri dari gugus C=O ulur untuk ester . Sedangkan pada spektrum dietanolamina terlihat adanya serapan yang lebar dan kuat pada kisaran 3550 - 3350 cm-1 yang menunjukkan serapan dari gugus N-H ulur asimetris dan serapan pada 1664 cm-1 menunjukkan serapan dari gugus C-N ulur milik senyawa amina sekunder. Spektrum inframerah untuk produk dietanolamida menunjukkan adanya beberapa penambahan ataupun pergeseran serapan puncak yang mirip satu sama lainnya. Secara garis besar, keseluruhan perbandingan memperlihatkan penambahan puncak serapan pada 1600-1670 cm-1 yang bertumpuk dengan 1664 cm-1 . Spektrum serapan tersebut merupakan serapan gugus C=O ulur untuk amida tersier. dan juga terdapat penurunan intensitas puncak serapan yang berderet dengan 1743 cm-1 , hal ini disebabkan oleh terjadinya penurunan jumlah atau kandungan C=O 8
ester karena telah berubah menjadi C=O amida.
C=O Amina sekunder
C-H
C=O Amida tersier C=O ester
Gambar 2. Spektrum Infra Merah Reaktan dan Produk Dietanolamida =metil ester =1:1
=1:1,25
= dietanolamina = 1:1,5
= 1:1,75
=1:2
bereaksi dengan metil ester membentuk dietanolamida. Prinsip analisis dietanolamina sisa adalah dengan menetralkan dietanolamina dengan HCl yang terlebih dahulu dilarutkan dengan campuran Isopropanol : air (80:20), sehingga dihasilkan garam klorida dari dietanolamina. Hasil analisis dietanolamina sisa disajikan dalam Gambar 3.
DIETANOLAMIDA HASIL PEMURNIAN Pemurnian surfaktan dietanolamida dilakukan dengan cara asetilasi oleh anhidrida asetat. Anhidrida asetat merupakan suatu bahan kimia yang cukup reaktif. Anhidrida asetat akan bereaksi dengan dietanolamina sisa membentuk dietanolamida dan asam asetat sebagai hasil samping reaksinya. Dietanolamina sisa atau bebas merupakan dietanolamina yang tidak ikut
9
Analisis Dietanolamina Sisa 30.00 24.23
25.00 18.74 18.27
% (persen)
20.00 14.24 13.47
15.00 8.30 8.66
10.00 5.00
23.12
4.46 4.41
0.00 1:1
1:1.25
1:1.5
1:1.75
1:2
rasio mol reaktan Sebelum pemurnian
setelah pemurnian
Gambar 3. Hasil analisis dietanolamina sisa sebelum dan sesudah pemurnian Berdasarkan Gambar 3, seiring dengan bertambahnya rasio mol reaktan, maka dietanolamina sisa yang diperoleh yang semakin meningkat. Kandungan dietanolamina sisa pada surfaktan dietanolamida setelah dimurnikan mengalami penurunan untuk rasio mol 1:1,5 , 1:1,75 dan 1:2. Penurunan konsentrasi dietanolamina tertinggi terdapat pada rasio mol 1:2 yaitu sebesar 1,11%. Hal ini menunjukan bahwa proses pemurnian masih belum optimal, karena penurunan kandungan pengotor hanya sebesar 1,11%. Sedangkan pada paten disebutkan bahwa proses pemurnian dengan menggunakan metode ini dapat menurunkan dietanolamina sisa pada surfaktan dietanolamida hingga jumlahnya mencapai 0,5%. Pemurnian dilakukan untuk mendapatkan produk yang murni. Jumlah
produk murni diperoleh dengan mengurangkan jumlah produk kasar dengan jumlah dietanolamina sisa terkandung didalamnya. Jumlah produk murni untuk masing-masing perbandingan mol reaktan disajikan dalam Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5 jumlah produk murni yang diperoleh berkisar antara 363 β 383 gram dengan jumlah produk murni tertinggi diperoleh pada rasio mol reaktan 1:1,5 yaitu sebesar 383,70 gram. Tabel 2. Jumlah Produk Murni Dietanoalmida Rasio mol
10
Produk Dietanolamina kasar sisa (gram) (gram)
Produk murni (gram)
1:1
380.9
17.27
363.63
1:1.25
415.92
34.69
381.23
1:1.5
446.61
62.91
383.70
1:1.75
462.43
89.10
373.33
1:2
488.11
119.00
369.11
subjek3. Diakses pada tanggal 16 Desember 2014 pukul 14.47 WIB. Badan Standarisasi Nasional. 2012. Standar Nasional Indonesia 7128:2012 BIODIESEL. BSN . Jakarta. Boiteux, J.P., Bernard B., Chesnay L., Lecocu N., Loussayre F. 1992. Process For the Preparation of purified fatty alkyl diethanolamides products obtained according to said process and their use. United States Patent number 5108661. Fessenden R.J. dan J.S .Fessenden. 1992. Kimia Organik. Edisi ketiga. Aloysius Hadyana P. Jakarta: Erlangga. Gerpen JHV, Hammond EG, Johnson LA, Marley SJ, YuL, LiI dan Monyem A. 1996. Determining the influence of contaminants on Biodiesel Properties. Final report prepared for The Iowa Soybean promotion Board. Iowa state University. 28 p. Gerpen JV, Shanks B, Pruszko R, Clements D dan Knothe G. 2004. Biodiesel Production Technology. National Renewable Energy Laboratory. Colorado. 106 p. Hambali, E, Suryani, A dan Rivai, M. 2012. Teknologi Surfaktan dan Aplikasinya. Cetakan Pertama. PT penerbit IPB Press. Bogor. Hui,Y.H. 1996. Baileyβs Industrial Oil and Fat Products. 5th Edition. Volume5. John Wiley & Sons,Inc.,New York. Jatmika, A., 1998. Aplikasi Enzim Lipase dalam Pengolahan Minyak sawit dan Minyak Inti Sawit untuk produk
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Sintesis dietanolamida berbasis produk turunan sawit yaitu etil ester olein C18:1 berhasil dilakukan. 2. Rasio mol reaktan yang efektif adalah rasio mol metil ester :dietanolamina 1:1,5 dengan jumlah produk murni 383,70 gram. 3. Pemurnian yang dilakukan tidak efektif untuk meminimalisir kandungan dietanolamina sisa pada surfaktan dietanolamida. Saran 1. Perlu dilakukannya analisis lebih lanjut untuk memastikan keberadaan komponen surfaktan dietanolamida dengan metode GC-MS 2. Perlu dilakukannya proses pemurnian surfaktan dietanolamida dengan metode lain yang lebih efektif, misalnya dengan metode ekstraksi pelarut. DAFTAR PUSTAKA Billyk, A., GB. Raymond. Jr. George, J.P. Stephen, H.F., Michael, J.H. 1992. A Novel Technique for the preparation of secondary fatty amides, in : Journal American Oil Chemistry of Society, Volume 69 Number 5. Badan Pusat Statistik. 2014. Daftar tabel perkebunan. http://www.bps.go.id/Subjek/view/id/5 4#subjekViewTab3|accordion-daftar-
11
pangan, warta pusat penelitian kelapa sawit, 6(1) :31-37. Jungermann, E. 1979. Fat-based SurfaceActive Agent. Baileyβs Industrial Oil and Fat Products. Vol I 4th edition. John Wiley and Son, New York. Kementrian Perdagangan RI. 2013. Market Brief Kelapa Sawit dan Olahannya. IPTC Hamburg. Hamburg. Ketaren,S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta. Lotero, E., Y Liu, DE Lopez, K Suwannakarn, DA Bruce & JG Goodwin Jr. 2004. Synthesis of Biodiesel via Acid Catalysis. [terhubung berkala]. www.scienzechimiche.unipr.it. [12 February2007] Lamberti, Vincent., Teaneck, N.J., 1968. Process for the preparation of amides. United State patent number 3395162. Mistry BD. 2009. A Handbook of Spectroscopic Data. Jaipur (IN): Oxford Book Company Meher, LC, V.S.S Dharmagadda, SN Naik .2004. Optimization of alkalicatalyzed transesterification of Pongamia pinnata oil for production of biodiesel. Article in press. Panji, Tri. 2012. Teknik Spektroskopi untuk Elusidasi Struktur Molekul. Edisi Pertama. Yogyakarta. Graha Ilmu Probowati, A., P.C. Giovanni, D. Ikhsan. 2012. Pembuatan surfaktan dari minyak kelapa murni (VCO) melalui proses amidasi dengan katalis NaOH dalam
Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol 1 No. 1 Tahun 2012 Halaman 424432. Universitas Diponegoro. Rieger, M. 1985. Surfactant in cosmetics. Surfactant Science Series. Marcel Dekker. Inc. New York. 488p. Singarimbun, B.P.L. 2012. Pemanfaatan surfaktan berbasis minyak kelapa sawit dalam formulasi herbisida berbahan aktif glifosat. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tim penerbit. 2002. Kamus istilah pangan dan nutrisi. Cetakan 1. Yogyakarta:Kanisius Vaughan, J.G. 1970. The Structure and Utilization of Oil Seeds. Richard Clay Ltd., Bungay.
12