UNIVERSITAS INDONESIA
SINTESIS DAN KARAKTERISASI PELAT BIPOLAR SEL BAHAN BAKAR DENGAN MATERIAL POLIPROPILENA, NANOPARTIKEL TEMBAGA, DAN KARBON GRAFIT
SKRIPSI
AMIN ILYAS 040504009Y
FAKULTAS TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL PROGRAM STUDI POLIMER DEPOK JUNI 2011
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
SINTESIS DAN KARAKTERISASI PELAT BIPOLAR SEL BAHAN BAKAR DENGAN MATERIAL POLIPROPILENA, NANOPARTIKEL TEMBAGA, DAN KARBON GRAFIT
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelas sarjana teknik
AMIN ILYAS 040504009Y
FAKULTAS TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL PROGRAM STUDI POLIMER DEPOK JUNI 2011
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
KATA PENGANTAR /UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Jurusan Metalurgi dan Material pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: (1) Dr. Ir. Akhmad Herman Yuwono, M.Phil.Eng dan Dra. Sari Katili, MS selaku dosen pembimbing yang telah yang telah memberikan kepercayaan kepada saya untuk turut serta dalam proyek penelitian pelat bipolar, yang kemudian menjadi topik skripsi saya, serta menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini; (2) Prof. Dr. Ir. Eddy S Siradj, M.Sc (Eng) selaku pembimbing akademik saya; (3) Bapak Subhan (LIPI Fisika PUSPIPTEK), Bapak Wisnu (BATAN PUSPIPTEK), Bapak Agus (PNJ) dan pihak Laboratorium Kimia FMIPA UI yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh bahan dan data yang saya perlukan; (4) Dimas dan Hesti selaku rekan satu tim dalam proyek penelitian ini; (5) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan dukungan materil dan moral; (6) Sahabat-sahabat yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Depok, 2011 Penulis
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
ABSTRAK Nama
: Amin Ilyas
Program Studi
: Teknik Metalurgi dan Material
Judul
: Sintesis dan Karakterisasi Pelat Bipolar Sel Bahan Bakar dengan Material Polipropilena, Nanopartikel Tembaga, dan Karbon Grafit
Produksi masif sel bahan bakar membran polimer (PEMFC) dibatasi oleh harga material yang tinggi serta proses manufaktur yang rumit. Dalam penelitian ini, nanokomposit berbasis polipropilena (PP) dibuat dengan pengisi tembaga nanopartikel (CuNP) dan grafit (G). Tiga jenis nanokomposit, disebut PP/CuNP, CuNP/PP, dan CuNP/PP/G, difabrikasi dengan metode pencampuran kimiawibasah dan fasa-padat. Kemungkinan penggunaan sampel-sampel sebagai material pelat bipolar diinvestigasi dalam penelitian ini. Hasil-hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kedua jenis pengisi mempengaruhi sifat optis, kelistrikan, dan mekanis dari nanokomposit. Seluruh PP/CuNP, dengan kandungan pengisi tunggal yang tidak dominan, didapati bersifat insulator dengan nilai energi celah pita (Eg) berkisar antara 5,93 – 4,26 eV dan nilai konduktivitas listrik (σ) yang sangat kecil (~0 S/cm). Sementara itu, pada CuNP/PP yang fraksi berat pengisi tunggalnya dominan, didapati seluruhnya bersifat semikonduktor dengan nilai Eg dan σ berada pada kisaran 2,24 – 2,34 eV dan 0,13 – 3,38 S/cm. Pada tahapan berikutnya, pengamatan pada nanokomposit hibrida CuNP/PP/G menunjukkan bahwa sebagian nanokomposit bersifat insulator sedangkan yang lainnya bersifat semikonduktor, dengan nilai Eg dan σ berada pada kisaran 1,77 – 11,70 eV dan 0,0005 – 2,65 S/cm. Kata kunci
: PEMFC, pelat bipolar, nanokomposit, tembaga nanopartikel, grafit, polipropilena, energi celah pita, konduktivitas listrik
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
ABSTRACT Name
: Amin Ilyas
Study Program
: Metallurgical and Materials Engineering
Title
: Synthesis and Characterizations of Fuel Cell Bipolar Plate Contains Polypropylene, Copper Nanoparticle, and Graphite Materials
The massive production of polymer electrolyte fuel cell (PEMFC) is restricted due to high material cost and complicated manufacturing process. In current research, the polypropylene (PP) based composites has been prepared with copper nanoparticle (CuNP) and graphite (G) as the fillers. Three types of nanocomposites, called PP/CuNP, CuNP/PP, and CuNP/PP/G, were fabricated by both chemical and solid-state mixing methods. The possibilities for bipolar plate material was investigated. The results show that both fillers affected the optical, electrical, and mechanical properties of the nanocomposites. All of PP/CuNPs, which fillers inside were not dominant, were observed as insulators with band gap energy values were in the range of 4.26 – 5.93 eV and very small electrical conductivities (σ = ~0 S/cm). On the contrary, all of CuNP/PPs, which had dominant filler phases, were observed as semiconductors with Eg and σ were in the ranges of 2.24 – 2.34 eV and 0.13 – 3.38 S/cm, respectively. Furthermore, for the CuNP/PP/Gs hybrid nanocomposites, it is found that some of CuNP/PP/Gs were insulators while others were semiconductors with Eg and σ were in the ranges of 1,77 – 11,70 eV and 0.00005 – 2.65 S/cm. Key words
: PEMFC, bipolar plate, nanocomposite, copper nanoparticle, graphite, polypropylene, band gap energy, electrical conductivity
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR /UCAPAN TERIMA KASIH HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Hipotesis 1.5. Ruang Lingkup Penelitian 1.6. Sistematika Penulisan
ii iii iv v vi vii viii xi xii xvi 1 1 3 4 4 7 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sel Bahan Bakar 2.1.1. Definisi 2.1.2. Prinsip Kerja dan Klasifikasi 2.1.3. Desain, Pemilihan Material, dan Pengembangan 2.2. Sel Bahan Bakar Membran Elektrolit Polimer (PEMFC) 2.2.1. Keunggulan dan Tantangan 2.2.2. Komponen PEMFC dan Mekanisme Kerjanya 2.3. Pelat Bipolar PEMFC 2.3.1. Definisi dan Fungsi 2.3.2. Persyaratan Pelat Bipolar 2.3.3. Biaya dan Berat 2.3.4. Hambatan Listrik dan Konduktivitas Pelat Bipolar 2.3.5. Jenis-jenis Pelat Bipolar 2.3.5.1. Pelat Bipolar Grafit Tanpa Pori-Pori 2.3.5.2. Pelat Bipolar Logam 2.3.5.3. Pelat Bipolar Komposit
8 8 8 9 14 16 16 18 20 20 21 22 23 24 27 27 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian 3.2. Peralatan dan Bahan 3.3. Material Komposit
33 33 35 36
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
3.3.1. Matriks: Polipropilena 3.3.2. Aditif: PP-g-MA 3.3.3. Pengisi 1: Nanopartikel Tembaga 3.3.4. Pengisi 2: Grafit 3.3.5. Xylene 3.4. Penelitian Tahap Pertama 3.4.1. Persentase (%) PP Terlarut dalam Xylene 3.4.1.1. Fabrikasi Blanko PP/Xylene Rasio 1:6 3.4.1.2. Fabrikasi Blanko PP/Xylene Rasio 1:5 3.4.1.3. Rekonfirmasi Fabrikasi Blanko PP/ Xylene Rasio 1:5 3.4.2. Perbandingan CuNP dengan PP-g-MA 3.4.3. Pembuatan bakalan nanokomposit PP/CuNP 3.4.4. Pembuatan Sampel Uji Nanokomposit PP/CuNP 3.5. Penelitian Tahap Kedua 3.5.1. Fabrikasi bakalan nanokomposit CuNP/PP 3.5.2. Pembuatan Sampel Uji Nanokomposit CuNP/PP 3.6. Penelitian Tahap Ketiga 3.6.1. Pembuatan bakalan nanokomposit 50CuNP/PP/G (IIIA) 3.6.2. Pembuatan bakalan nanokomposit 60CuNP/PP/G (IIIB) 3.6.3. Pembuatan bakalan nanokomposit 70%CuNP/PP/G (IIIC) 3.6.4. Pembuatan Sampel Uji Nanokomposit CuNP/PP/G 3.7. Karakterisasi dan pengujian 3.7.1. Pengujian UV-Spektroskopi 3.7.1.1. Tujuan 3.7.1.2. Mesin dan Metode Pengujian 3.7.1.3. Penghalusan Data Uji UV-Vis dengan PeakFit® 3.7.1.4. Energi Celah Pita 3.7.1.5. Teori Kubelka-Munk 3.7.2. Pengujian difraksi sinar-X 3.7.2.1. Tujuan 3.7.2.2. Mesin dan Metode Pengujian 3.7.2.3. Pencarian Puncak dengan Match! 3.7.3. Pengujian Konduktivitas Listrik 3.7.3.1. Tujuan 3.7.3.2. Mesin dan Metode Pengujian 3.7.4. Pengujian kekerasan untuk mendapatkan nilai kekuatan tarik 3.7.4.1. Tujuan 3.7.4.2. Mesin dan Metode Pengujian
37 39 40 40 42 42 43 43 44 44 44 45 46 47 47 48 48 50 51 51 52 54 54 54 54 56 56 58 60 60 60 61 63 63 63 65 65 65
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Fabrikasi Nanokomposit 4.2. Nanokomposit PP/CuNP 4.2.1. Analisis UV-Vis 4.2.2. Analisis Uji konduktivitas 4.2.3. Analisis Uji Difraksi Sinar-X 4.3. Nanokomposit CuNP/PP 4.3.1. Analisis UV-Vis
67 67 71 71 77 79 84 84
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
4.3.2. Analisis Uji Konduktivitas 4.4. Nanokomposit CuNP/PP/G 4.4.1. Analisis 50CuNP/PP/G 4.4.2. Analisis 60CuNP/PP/G 4.4.3. Analisis 70CuNP/PP/G 4.4.4. Analisis Uji Kekerasan 4.5. Identifikasi CuNP 4.6. Identifikasi Grafit
87 89 90 94 98 103 105 107
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 5.2. Saran
110 110 112
DAFTAR REFERENSI LAMPIRAN-LAMPIRAN
113 122
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3. Tabel 3.1. Tabel 3.2. Tabel 3.3. Tabel 3.4. Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3.
Tabel 4.4. Tabel 4.5. Tabel 4.6 Tabel 4.7. Tabel 4.8. Tabel 4.9. Tabel 4.10 Tabel 4.11. Tabel 4.12.
Tabel B.1.
Perbandingan berbagai teknologi sel bahan bakar yang umum dipakai. Target DOE untuk FCS dengan sistem direct-hydrogen (80 kWe). Ikhtisar penelitian komposit hibrida untuk aplikasi pelat bipolar. Parameter proses fabrikasi nanokomposit PP/CuNP Parameter proses fabrikasi nanokomposit PP/CuNP Parameter proses fabrikasi nanokomposit CuNP/PP/G Konversi nilai hambat jenis ke konduktivitas listrik. Energi celah pita sampel PP, CuNP, dan PP/CuNP dihitung dengan metode Kubelka-Munk. Hasil pengukuran konduktivitas sampel CuNP dan PP/CuNP dengan metode in-line four probe. Kandidat-kandidat fasa dalam sampel-sampel PP dan PP/CuNP diperoleh melalui teknik analisis semi kuantitatif menggunakan Match!. Energi celah pita sampel CuNP/PP dihitung dengan metode Kubelka-Munk. Hasil pengukuran konduktivitas sampel CuNP/PP dengan metode in-line four probe. Energi celah pita sampel CuNP/PP dihitung dengan metode Kubelka-Munk. Hasil pengukuran konduktivitas sampel CuNP/PP dengan metode in-line four probe. Energi celah pita sampel 60CuNP/PP/G dihitung dengan metode Kubelka-Munk Hasil pengukuran konduktivitas sampel 60CuNP/PP/G dengan metode in-line four probe. Energi celah pita sampel 70CuNP/PP/G dihitung dengan metode Kubelka-Munk. Hasil pengukuran konduktivitas sampel CuNP/PP dengan metode in-line four probe. Kandidat-kandidat fasa dalam sampel CuNP diperoleh melalui teknik analisis semi kuantitatif menggunakan Match!. Standard aplikasi sel bahan bakar.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
12 17 30 45 47 50 63 75 77 83
86 87 91 93 95 97 99 102 106
141
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Gambar 2.2. Gambar 2.3. Gambar 2.4. Gambar 2.5. Gambar 2.6. Gambar 2.7. Gambar 2.8. Gambar 2.9.
Gambar 2.10. Gambar 2.11. Gambar 2.12.
Gambar 2.13.
Gambar 3.1. Gambar 3.2. Gambar 3.3. Gambar 3.4.
Gambar 3.5. Gambar 3.6. Gambar 3.7. Gambar 3.8.
Mekanisme operasi sel elektrokimia: (a) sketsa baterai, (b) sketsa superkapasitor, dan (c) sketsa sel bahan bakar. Publikasi dan paten “fuel cells”. Prinsip kerja dari beberapa jenis sel bahan bakar. (Keterangan: A, anoda; E, elektrolit; dan C, katoda). Penampang sebuah sistem sel bahan bakar (FCS). Skema inti sebuah PEMFC: membran elektrolit polimer (MEA). Skema dasar PEMFC. Ilustrasi perpindahan gas, proton, dan elektron dalam sebuah elektroda MEA. Target biaya PEMC (target DOE) a dan asumsi berat komponen (asumsi desain PEMFC 2005) b. Atas: pengaruh berat resin terhadap konduktivitas dan kekuatan fleksural pelat bipolar komposit epoksi (polimer)/grafit. Bawah: pengamatan dengan scanning electron microscope (SEM) terhadap pelat yang sama, dengan berat resin: (a) 10 wt%, (b) 15 wt%, (c) 20 wt%, dan (d) 30 wt%. 23 Klasifikasi material penyusun pelat bipolar. Klasifikasi metode fabrikasi pelat bipolar. Ilustrasi konflik dalam desain pelat bipolar komposit dengan satu jenis fasa terdispersi dalam rangka mendapatkan sifat mekanik dan konduktivitas listrik yang baik. Variasi nilai konduktivitas listrik sebagai fungsi kandungan pengisi dalam komposit polimer. Atas: ( ) karbon hitam, ( ) karbon sintetis, dan ( ) karbon aktif. Bawah: ( ) timah, ( ) tembaga, dan ( )seng. Diagram alir penelitian keseluruhan. Material penyusun nanokomposit. Reaksi pembentukan homopolimer polipropilena. Atas: Penampang mikrostruktur homopolimer PP + 30% serat gelas: (a) tanpa dan (b) ditambah 5% coupling agent. Bawah: Ilustrasi kerja PP-g-MA: satu tangan berikatan dengan PP dan tangan yang lain bergandengan CuNP. CuNP (carbon coated) diproduksi oleh NaBond Technologies Co., Ltd. Struktur grafit. Diagram alir penelitian tahap pertama. Diagram alir fabrikasi nanokomposit PP/CuNP dengan
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
9 10 11 14 18 19 20 22 3
25 26 29
31
34 36 37 39
40 41 42 46
Gambar 3.9. Gambar 3.10.
Gambar 3.11. Gambar 3.12.
Gambar 3.13. Gambar 3.14. Gambar 3.15.
Gambar 3.16.
Gambar 3.17.
Gambar 3.18. Gambar 4.1. Gambar 4.2. Gambar 4.3. Gambar 4.4. Gambar 4.5. Gambar 4.6. Gambar 4.7. Gambar 4.8. Gambar 4.9. Gambar 4.10. Gambar 4.11. Gambar 4.12. Gambar 4.13.
teknik kimiawi basah. Diagram alir penelitian tahap ketiga. Preparasi sampel menggunakan mesin hot press: (1) serbuk nanokomposit, (2) cetakan, (3) serbuk nanokomposit dimasukkan ke dalam cetakan, (4) cetakan berisi serbuk nanokomposit, (5) mesin penekan, dan (6) produk silinder dengan diameter dan tebal ratarata 2 cm dan 2-5 mm. Penampang mesin Shimadzu-UV 2450. Dua jenis pemantulan sinar pada permukaan buram (tidak tembus cahaya): ke satu arah (specular reflection) dan ke banyak arah (diffuse reflection). Prinsip kerja UV-Vis Shimadzu 2450 dengan sudut datang 0o. Ilustrasi celah pita pada berbagai material. Kondisi elektron pada semikonduktor dan insulator sebelum (kiri) dan sesudah (kanan) eksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi. Skema prinsip kerja mesin difraksi sinar-X; T = sumber sinar-X, S = sampel, C = detektor, dan O = sumbu acuan untuk rotasi sampel dan detektor; 2θ= 10-80o. Ketika S dan C berputar pada sumbu O mesin merekam intensitas sinar-sinar difraksi sebagai fungsi 2θ. Kiri: Penampang mesin uji konduktivitas listrik Veeco FPP 5000 metode in-line four point probe. Kanan: Langkah pengukuran hambat jenis (resistivity) dengan mesin Veeco FPP 500. Ilustrasi penjejakan dengan metode Brinell. Blanko PP/Xylene. Serbuk nanokomposit PP/CuNP. Serbuk nanokomposit CuNP/PP. Serbuk nanokomposit 50CuNP/PP/G. Serbuk nanokomposit 60CuNP/PP/G. Serbuk nanokomposit 70CuNP/PP/G. Reflektansi spektrum sampel PP/CuNP dengan variasi wt% CuNP: (a) 0,5; (b) 1; (c) 1,5; (d) 2. Reflektansi spektrum sampel: (a) 100 wt% CuNP dan (b) 100 wt% PP. Kurva Kubelka-Munk sampel PP/CuNP dengan variasi wt% CuNP: (a) 0,5; (b) 1; (c) 1,5; dan (d) 2. Kurva Kubelka-Munk sampel: (a) 100 wt% CuNP; dan (b) 100 wt% PP. Energi celah pita untuk PP, PP/CuNP, dan CuNP. Nilai konduktivitas listrik untuk sampel PP/CuNP. Hasil uji difraksi sinar-X pada sampel PP/Xylene dengan kemungkinan fasa: (a) C24H32O7, (b) C15H13ClN2O, dan (c) C24H18O.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
49 53
54 55
55 57 57
61
64
66 68 68 69 69 70 70 72 72 74 74 75 77 80
Gambar 4.14.
Gambar 4.15.
Gambar 4.16.
Gambar 4.17.
Gambar 4.18. Gambar 4.19. Gambar 4.20. Gambar 4.21. Gambar 4.22. Gambar 4.23.
Gambar 4.24.
Gambar 4.25. Gambar 4.26. Gambar 4.27. Gambar 4.28. Gambar 4.29. Gambar 4.30. Gambar 4.31. Gambar 4.32. Gambar 4.33. Gambar 4.34. Gambar 4.35. Gambar 4.36. Gambar 4.37.
Hasil uji difraksi sinar-X pada sampel PP/0,5CuNP dengan kemungkinan fasa: (a) dan (b) C20H22N4O6; dan (c) C20H34NiO19. Hasil uji difraksi sinar-X pada sampel PP/1CuNP dengan kemungkinan fasa: (a) C13H12ClNO dan (b) C32H30Fe2N4O2. Hasil uji difraksi sinar-X pada sampel PP/1,5CuNP dengan kemungkinan fasa: (a) C24H32O7, (b) C11H18O4S, (c) C18H15N5OS, (d) C15H13ClN2O, dan (e) C6H12CuN2O8S. Hasil uji difraksi sinar-X pada sampel PP/2CuNP dengan kemungkinan fasa: (a) C24H32O7, (b) C30H50O2, (c) As3Co2H47N12O16, (d) C33H28S4. Reflektansi spektrum CuNP/PP dengan variasi wt% CuNP: (a) 50; (b) 60; (c) 70; (d) 80 ; dan (e) 90. Kurva Kubelka-Munk CuNP/PP dengan variasi wt% CuNP: (a) 50, (b) 60, (c) 70, (d) 80, dan (e) 90. Energi celah pita sampel-sampel CuNP/PP. 86 Ilustrasi energi celah pita pada matriks PP tanpa dan dengan kehadiran CuNP yang dominan. Konduktivitas sampel CuNP/PP. Reflektansi spektrum sampel 50CuNP/PP/G dengan variasi wt% G: (a) 5, (b) 10, (c) 15, (d) 20 (1), dan (e) 25. Kurva Kubelka-Munk sampel 50CuNP/PP/G dengan variasi wt% G: (a) 5, (b) 10, (c) 15, (d) 20 (1), dan (e) 25. Energi celah pita sampel 50CuNP/PP/G. Konduktivitas listrik sampel 50CuNP/PP/G. Reflektansi spektrum sampel 60CuNP/PP/G dengan kode: (a) N1K1 ; (b) N4K10; (c) 3K8; dan (d) N3.5K7. Kurva Kubelka-Munk sampel 60CuNP/PP/G dengan kode: (a) N1K1 ; (b) N4K10; (c) 3K8; dan (d) N35K7. Energi celah pita sampel 60CuNP/PP/G. Konduktivitas listrik sampel 60CuNP/PP/G. Reflektansi spektrum sampel 70CuNP/PP/G dengan varasi wt%G: (a) 5; (b) 10; (c) 15; (d) 20; dan (e) 25. Kurva Kubelka-Munk 70CuNP/PP/G dengan variasi wt% G: (a) 5; (b) 10; (c) 15; (d) 20, dan (e) 25. Energi celah pita sampel 70CuNP/PP/G. Perbandingan energi celah pita untuk keseluruhan sampel nanokomposit CuNP/PP/G. Konduktivitas listrik sampel 70CuNP/PP/G. Hasil pengujian kekerasan Brinell pada sampel 70CuNP/PP/20G. Hasil pengujian kekerasan Brinell pada sampel 100 wt% G.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
80
80
81
81
84 85 6 87 88 90
91
91 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104
Gambar 4.38. Gambar 4.39. Gambar 4.40. Gambar D.1. Gambar D.2. Gambar D.3. Gambar D.4. Gambar D. 5. Gambar D.6.
Hasil uji difraksi sinar-X pada sampel CuNP dengan kemungkinan fasa: (a), (b), dan (c) Cu. Reflektansi spektrum sampel 100 wt% G. Kurva Kubelka-Munk sampel 100 wt% G. Garis kecenderungan (trendline) kurva-kurva KubelkaMunk untuk sampel-sampel murni. Garis kecenderungan kurva-kurva Kubelka-Munk sampel PP/CuNP. Garis kecenderungan kurva-kurva Kubelka-Munk sampel CuNP/PP. Garis kecenderungan kurva-kurva Kubelka-Munk sampel 50CuNP/PP/G. Garis kecenderungan kurva-kurva sampel 60CuNP/PP/G. Garis kecenderungan kurva-kurva Kubelka-Munk sampel 70CuNP/PP/G.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
106 107 107 146 147 148 149 150 151
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A : HASIL PENELITIAN TERDAHULU 123 LAMPIRAN B : STANDARD APLIKASI SEL BAHAN BAKAR 141 LAMPIRAN C : MATERIAL SAFETY DATA SHEET PP HI35HO 144 LAMPIRAN D : KECENDERUNGAN GARIS KURVA KUBELKA-MUNK 146
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Efek rumah kaca (green house effect, ERK) sejatinya adalah proses alami yang membantu mengatur panas permukaan bumi dengan melibatkan gas rumah kaca (GRK) berupa uap air, karbondioksida (CO2), dan gas-gas buang lainnya. Tanpa ERK temperatur bumi diprediksi mendekati -18oC, sementara keberadaannya menjadikan temperatur bumi mencapai 14oC [1]. Namun demikian, konsumsi bahan bakar fosil yang
berlebihan telah
mengakibatkan konsentrasi CO2 di permukaan berlimpah dan merubah ERK menjadi proses yang merugikan [2]. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)
[1]
memperkirakan bahwa pada akhir abad ke-21 konsentrasi CO2 akan
meningkat 75 – 350% dari konsentrasi sebelum Revolusi Industri. Ironisnya, saat ini skenario perkiraan IPCC tersebut sudah terlampaui
[3]
. Agar konsentrasi CO2
dapat kembali normal, puncak emisi harus dapat dipastikan terjadi pada tahun 2015 dan setelah itu menurun hingga titik nol
[4]
. Hal ini ditempuh oleh negara-
negara maju dengan mengurangi emisi tahun 1990 hingga angka 40% di tahun 2020. Sementara negara-negara berkembang mengurangi pertumbuhan emisinya hingga mencapai 15-30% [4]. Dalam pada itu, salah satu solusi mengurangi tingkat emisi GRK adalah dengan menggunakan sel bahan bakar (fuel cell) sebagai pengganti bahan bakar fosil. Teknologi ini telah terbukti mampu mengurangi emisi hingga mendekati angka nol
[5]
karena menggunakan hidrogen alih-alih senyawa hidrokarbon. Meski
perkembangan teknologi ini berjalan lambat, namun potensinya sangat signifikan. Sebuah studi memprediksikan bahwa pada tahun 2013 pasar sel bahan bakar akan mampu mencapai angka US$ 35 milyar [6].
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Dari berbagai jenis ada, sel bahan bakar dengan membran polimer (polymer electrolyte membrane fuel cell, PEMFC) adalah yang paling banyak diperjualbelikan
[7]
serta diteliti [8] dalam beberapa dekade terakhir. Di antara kelebihan
PEMFC dibandingkan jenis sel-bahan bakar lainnya yakni efisiensinya yang mencapai 60% dalam aplikasi transportasi dan 30% dalam aplikasi stationary fuel cell [9]. Bagaimanapun, sel bahan bakar PEMFC juga berhadapan dengan beberapa kendala sebelum betul-betul dapat diperjual-belikan secara masal. Kendala utama dalam aplikasi PEMFC secara masal berkaitan dengan biaya produksi
[10]
yang
relatif tidak murah. Biaya produksi PEMFC yang besar antara lain berasal dari katalis platina yang mengambil porsi hingga 55% dari total biaya produksi [11]. Pelat bipolar PEMFC yang digunakan juga memakan porsi biaya dan berat yang tidak sedikit. Untuk desain PEMFC tertentu sebuah pelat bipolar bisa mengambil porsi biaya dan berat mencapai 40% dan 80% [12]. Di samping masalah biaya, PEMFC juga dihadapkan pada kendala teknis seperti: sel-sel PEMFC sangat sensitif terhadap pengotor di dalam bahan bakar dan adanya panas yang dihasilkan dari reaksi-reaksi kimia di dalam sel PEMFC. Dalam rangka mengurangi biaya produksi, tiga komponen utama yang layak dipertimbangkan sebagai fokus pengembangan mencakup: pelat bipolar, membran polimer , dan juga katalis [11]. Penggunaan material konvensional (logam) pada pelat bipolar mengakibatkan bagian ini memakan biaya produksi tertinggi untuk keseluruhan produk sel bahan bakar. Tercatat pelat bipolar konvensional menghabiskan hingga 80% volume, 70% berat, dan 60% biaya total dari sebuah sel bahan bakar
[12]
. Dalam pada itu, biaya produksi PEMFC dapat diturunkan
dengan cara menggunakan material alternatif pada pelat bipolar [13]. Pelat bipolar berbasis polimer yang diberi pengisi (filler) konduktif dipandang cocok untuk kebutuhan ini. Selain lebih ringan daripada pelat logam
[10]
, harga
produksi pelat berbasis polimer relatif lebih murah dibandingkan kelas material lainnya
[12]
. Di samping itu, polimer secara umum memiliki mampu alir
(flowability) yang lebih unggul dibanding kelas material lainnya. Hal ini akan memudahkan pemrosesan polimer untuk keperluan produksi masal.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
1.2.
Perumusan Masalah
Sebuah pelat bipolar disyaratkan memiliki konduktivitas listrik, sifat mekanik, dan ketahanan korosi yang tinggi serta permbeabilitas gas yang rendah
[14]
.
Mengacu pada kriteria-kriteria ini, penggunaan polimer murni pada pelat bipolar tidak memungkinkan karena dua alasan: konduktivitas listrik dan kekuatan mekanis polimer yang relatif sangat rendah. Dalam pada itu, kompositasi polimer dapat menjadi solusi untuk meningkatkan sifat kelistrikan dan mekanis polimer. Pada industri manufaktur PEMFC dewasa ini, umum digunakan metode pembuatan pelar bipolar ‘langsung jadi’ (net shaped) melalui teknik pencetakan injeksi (injection molding) dan pencetakan tekan (compression molding) melibatkan resin polimer termoset dan pengisi konduktif dalam jumlah yang dominan [15]. Kondisi pengisi yang dominan menyebabkan kekentalan komposit meningkat dan berpengaruh pada kemampuan alir yang menurun pada saat proses cetak injeksi. Lebih jauh, hal ini dapat menyebabkan cacat-cacat produk yang lazim dikenal dalam proses produksi polimer seperti short shot, shrinkage, dan warpage. Dalam pada itu, perlu dilakukan kompromisasi dan optimasi antara kadar pengisi dengan kemampuprosesan komposit yang dihasilkan. Pelat bipolar yang tersusun dari material nanokomposit dapat menjadi solusi. Pada kondisi ini, pengisi konduktif diharapkan dapat terdispersi dengan lebih baik. Selain itu, dengan kondisi ini jumlah pengisi konduktif dapat diturunkan. Pada akhirnya, pelat komposit yang dihasilkan tetap memiliki sifat mampu alir yang baik, namun dengan sifat mekanis dan kelistrikan yang lebih baik daripada matriks polimernya. Berdasarkan pemaparan atas, masalah penelitian yang dirumuskan adalah sebagai berikut: “Komposisi optimum material nanokomposit dengan bahan dasar matrik polimer dan pengisi dari tembaga nanopartikel dan grafit untuk keperluan aplikasi pelat bipolar cetak injeksi dengan nilai konduktivitas dan kekuatan tarik minimal 100 S/cm dan 54 MPa”.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
1.3.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Melakukan perbaikan terhadap terhadap penelitian sejenis yang pernah dilakukan di Departemen Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia dengan cara modifikasi metodologi dan bahan penelitian guna mendapatkan hasil penelitian yang lebih optimum;
2.
Mendapatkan
korelasi
antara
parameter
proses
sintesis,
struktur
mikro/nano dan karakteristik nanokomposit inorganik-organik yang terbuat matrik polipropilena dengan pengisi tembaga nanopartikel dan grafit. 3.
Menemukan komposisi optimum polipropilena, nanopartikel tembaga, dan grafit yang sesuai untuk kebutuhan pelat bipolar nanokomposit, yakni konduktivitas listrik dan kekuatan tarik minimal minimal 100 S/cm dan 54 MPa.
1.4.
Hipotesis
Pada tahun 2009, telah dilakukan sebuah penelitian bidang rekayasa material dengan topik yang sama dengan penelitian ini. Judul penelitian dimaksud adalah ‘Pembuatan Pelat Bipolar Sel Bahan Bakar Membran Polimer dengan Nanokomposit Tembaga dan Karbon dalam Matrik Propilena’
[15]
. Penelitian
dilakukan oleh kelompok Tim Peneliti Universitas Indonesia yang terdiri atas: Dr. Ir. Akhmad Herman Yuwono, M.Phil.Eng. (Peneliti Utama); Dra. Sari Katili, MS (Peneliti Anggota); Prof. Dr. Ir. Anne Zulfia, M.Phil.Eng. (Peneliti Anggota), dan Muhammad Fitrullah, ST (Peneliti Anggota). Tim peneliti melakukan investigasi terhadap pengaruh penambahan: tembaga nanopartikel (CuNP) di dalam nanokomposit PP-CuNP, dan serat karbon pendek dalam sistem nanokomposit PP-CuNP-C. Mengacu pada laporan yang dikeluarkan Tim Peneliti (2009) diketahui bahwa sistematika kegiatan penelitian yang dilakukan mencakup:
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
1.
Sintesis nanokomposit polipropilena (PP) dengan nanopartikel tembaga (CuNP) melalui teknik kimiawi basah;
2.
Sintesis nanokomposit polipropilena (PP)-nanopartikel tembaga (CuNP) yang diperkuat dengan serat karbon pendek dan partikulat karbon hitam dengan bantuan teknik rheomix;
3.
Karakterisasi performa dasar nanokomposit sebagai kandidat material pelat bipolar dengan serangkaian pengujian yang meliputi:
uji UV-
spektroskopi, uji konduktivitas listrik, pengamatan dengan SEM (scanning electron microscope) dan TGA (thermogravimetric analysis), uji kemampuan alir (melt flow rate test), uji fleksural, dan uji tarik. Tim
melaporkan
bahwa
pengisian
nanopartikel
tembaga
pada
sistem
nanokomposit PP-Cu memberikan pengaruh terhadap nilai konduktivitas listrik material. Nilai konduktivitas rata-rata untuk lima sampel yang diteliti adalah sebagai berikut: (i) untuk sistem 0 wt% CuNP sebesar 5,45 S/cm; ii) untuk 0,5 wt% CuNP sebesar 7,54 S/cm; iii) untuk 1 wt% CuNP sebesar 13,52; iv) untuk 1,5 wt% CuNP sebesar 14,43 S/cm; dan v) untuk 2 wt% CuNP sebesar 9,31 S/cm. Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa nilai konduktivitas meningkat secara signifikan sampai dengan 1,5 wt% CuNP, namun kembali menurun pada 2 wt% CuNP. Pengamatan dengan TGA dan SEM menunjukkan bahwa titik pengisian optimum nanopartikel inorganik (CuNP) sebesar 1,5 wt%. Pengisian di atas batas itu akan menyebabkan terjadinya aglomerasi dalam skala relatif besar dan menurunkan konduktivitas nanokomposit. Hal lain yang juga ditemukan yaitu nilai MFI meningkat akibat penambahan nanopartikel CuNP. Ini dijelaskan bahwa penambahan nanopartikel memberikan efek pelumasan terhadap pergerakan rantai polimer pada kondisi lelehan. Berikutnya untuk sistem PP-CuNP-C, tim melaporkan bahwa ada peningkatan nilai konduktivitas secara signifikan dengan penambahan karbon dalam bentuk serat-serat pendek (konstan) dan variasi partikulat karbon hitam. Nilai konduktivitas rata-rata yang diperoleh adalah sebagai berikut: (i) untuk 5 wt% CB
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
(carbon black) sebesar 24,47 S/cm; ii) 10 wt% CB sebesar 29,47; iii) 15 wt% CB sebesar 53,89; iv) 20 wt% C B sebesar 55,90. Namun demikian, peningkatan nilai konduktivitas ini tidak diikuti dengan meningkat nilai MFI. Hasil penting lainnya adalah pengamatan terhadap nilai modulus kekakuan. Nilai modulus kekakuan tertinggi diperoleh sebesar 616,20 MPa untuk kadar 10 wt% karbon hitam. Penurunan kekakuan terjadi pada penambahan 20 wt% karbon hitam. Ini terjadi karena pembentukan agregat karbon yang rapuh dan bertindak sebagai titik lemah pengumpul tegangan (stress concentration) terhadap pembebanan mekanis. Parameter-parameter penelitian yang digunakan Tim Peneliti UI pada tahun 2009 mencakup: (i) kadar PP,(ii) kadar Cu, (iii) kadar karbon (serat pendek dan karbon hitam), (iv) nilai energi celah pita, (v) nilai konduktivitas, (vi) pengamatan TGA dan SEM, (vii) nilai indeks alir lelehan (MFI), dan (viii) nilai modulus kekakuan (uji tarik). Pengaruh antar parameter initelah diuraikan pada bagian sebelumnya. Parameter-paramter ini bermiripan dengan parameter dalam penelitian kali ini. Sedikit perbedaan parameter yang dapat disebutkan adalah pengamatan TGA dan SEM serta nilai MFI, nilai fleksural tidak lagi digunakan. Berdasarkan hal-hal di atas, dapat dirumuskan hipotesis mengenai hasil penelitian yang akan diperoleh , yaitu sebagai berikut: i.
Penambahan CuNP dalam sistem PP/CuNP dan CuNP/PP akan mempengaruhi nilai konduktivitas;
ii.
Penambahan karbon grafit dalam sistem CuNP/PP/G akan mempengaruhi nilai konduktivitas listrik dan kekuatan tarik nanokomposit;
iii.
Nilai konduktivitas dan kekuatan tarik yang diperoleh akan lebih tinggi dan mendekati persyaratan material pelat bipolar yang diinginkan, jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya.
Dugaan nomor (iii) muncul mengingat bahwa dalam penelitian ini akan dilakukan perbaikan-perbaikan yang meliputi peningkatan dan modifikasi persiapan fasa larutan serta persiapan sampel uji yang lebihseksama.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian
Secara garis besar penelitian dimulai dengan studi pendahuluan terhadap literaturliteratur yang berkaitan dengan penelitian. Kemudian dilanjutkan dengan sintesis nanokomposit PP/CuNP dan CuNP/PP melalui teknik kimiawi basah. Lalu diikuti dengan sintesis nanokomposit CuNP/PP/G dengan teknik pencampuran fasa padat. Setiap material nanokomposit yang dihasilkan dikarakterisasi melalui serangkaian pengujian yang meliputi: uji UV-Spektroskopi, uji difraksi sinar-X, uji konduktivitas listrik, dan uji kekuatan kekerasan. Hasil-hasil uji yang diperoleh kemudian dianalisis untuk mendapatkan korelasi antara parameter proses, struktur dan performa nanokomposit. Dari analisis ini akan diketahui komposisi makrokonstituen nanokomposit yang optimum. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini mencakup: polipropilena (PP) sebagai matrik, serta pengisi berupa serbuk nanopartikel tembaga dan serbuk grafit. Selain itu, bahan lain yang juga digunakan adalah pelarut organik Xylene dan agen pengikat (coupling agent) PP-g-MA. 1.6.
Sistematika Penulisan
Laporan penelitian ini disusun dengan mengikut i sistematika sebagai berikut: •
Bab I Pendahuluan, menjelaskan mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, hipotesis, serta ruang lingkup penelitian.
•
Bab II Tinjauan Pustaka, berisi teori-teori yang terkait dengan penelitian.
•
Bab III Metodologi Penelitian, menjelaskan tentang langkah-langkah yang ditempuh dalam mempersiapkan sampel-sampel penelitian dan jenis-jenis pengujian yang dilakukan.
•
Bab IV Hasil dan Pembahasan, berisi hasil penelitian dan pembahasannya.
•
Bab V Kesimpulan dan Saran, berisi kesimpulan-kesimpulan penelitian serta saran-saran yang direkomendasikan untuk penelitian berikutnya.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Sel Bahan Bakar
2.1.1.
Definisi
Sel bahan bakar (fuel cell/FC) adalah sebuah alat konversi elektrokimia yang memiliki suplai bahan bakar yang kontinu seperti hidrogen, gas alam, atau metanol dan oksidan seperti oksigen, udara, atau hidrogen peroksida [16]. Sel bahan bakar dapat secara langsung mengubah energi yang secara kimiawi tersimpan dalam sel menjadi energi listrik, melalui reaksi elektrokimia sebagai kebalikan dari reaksi elektrolisis dan tanpa pembakaran [17], dengan efisiensi termodinamika yang tinggi [8] dan tingkat emisi polutan yang rendah [13]. Selain FC, sumber elektrokimia lainnya mencakup baterai dan kapasitor elektrokimia (ECs). Perbedaan mekanisme operasi ketiga sumber tersebut ditunjukkan oleh Gambar 2.1. Pada Gambar 2.1.a. menunjukkan sketsa sebuah baterai (sel Daniel) yang menampilkan bagian-bagian utama baterai. Gambar 2.1.b. memperlihatkan sketsa superkapasitor dengan menunjukkan penyimpanan energi dalam electric double layers di antarmuka elektroda-elektrolit. Gambar 2.1.c memperlihatkan sketsa sebuah sel bahan bakar dengan menampilkan suplai reaktan yang kontinu (hidrogen di anoda dan oksigen di katoda) serta reaksi redoks yang terjadi di dalam sel. Jika dibandingkan dengan mesin bakar, sel bahan bakar memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut: (i) emisi gas-gas pembentuk asap yang mendekati nol; (ii) berkurangnya resiko polusi air karena kebocoran bahan bakar minyak dan pelumas; (iii) rendahnya emisi gas rumah kaca CO2; (iv) efisiensi mesin yang lebih besar; (v) operasi mesin yang lebih halus dan tenang; dan (vi) ekonomis. [15]
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Gambar 2.1. Mekanisme operasi sel elektrokimia: (a) sketsa baterai, (b) sketsa superkapasitor, dan (c) sketsa sel bahan bakar. Sumber: Winter, dkk., What are batteries, fuel cells, and supercapacitors, h. 4246, telah diolah kembali. [16]
2.1.2.
Prinsip Kerja dan Klasifikasi
Pada permulaan abad ke-19, investigasi serta temuan Alesandro Volta (prinsip baterai, 1799) dan Michael Faraday (prinsip-prinsip perumusan konversi elektrokimia, belakangan dinamakan Faraday’s Law, 1832) telah menghantarkan kepada suatu fondasi ilmiah yang memungkinkan Christian Friedrich Schönbein (pada 1838) dan William Robert Grove (pada 1839) menemukan prinsip kerja sel bahan bakar [8]. Setelah paten pertama oleh Wilhem Borchers di tahun 1896 [8], hingga saat ini prinsip kerja sel bahan bakar terus mengalami perkembangan yang pesat. Gambar 2.2. menunjukkan laju pertumbuhan pada literatur dan paten dalam kurun waktu 1960-2010. Sampai tahun 2010, terdapat lebih dari 35253 naskah (versi Web of Science) dan 130612 patent (versi CAPLUS database) yang telah dipublikasikan terkait dengan sel bahan bakar (data per 23 Februari 2010) [8].
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Gambar 2.2. Publikasi dan paten “fuel cells”. Sumber: Sundmacher, Fuel Cell Engineering, h. 10610, telah diolah kembali. [8]
Secara umum, langkah kerja suatu sel bahan bakar sebagai berikut. Pertama, bahan bakar, umumnya hidrogen, masuk ke bagian anoda sel. Di sini katalis akan memecah molekul hidrogen menjadi ion hidrogen dan elektron. Kedua, elektron yang dihasilkan tidak dapat menembus membran (elektrolit), oleh karena itu akan berpindah lewat jalur luar menuju katoda. Perpindahan inilah yang membentuk arus listrik (berlawanan arah dengan gerak elektron). Ketiga, sampai di katoda, elektron turut berpartisipasi dalam reaksi redoks membentuk H2O. Empat, ion hidrogen, berlawanan dengan elektron, dapat menembus membran dan bereaksi dengan ion oksigen, yang dipecah dari gas oksigen oleh katalis di katoda, menghasilkan panas dan air dalam jumlah kecil. Produk reaksi redoks bisa berada pada bagian anoda (SOFC, MFC, dan AFC). Dewasa ini, jenis sel bahan bakar umumnya didasarkan pada jenis elektrolit yang dipakai dalam sistem [8, 9, 13, 17]. Klasifikasi ini ikut menentukan: jenis reaksi kimia di dalam sel, jenis katalis yang dibutuhkan, temperatur operasi sel, bahan bakar yang digunakan, aplikasi yang paling cocok untuk satu sel bahan bakar. Gambar 2.3 menunjukkan prinsip kerja sel-sel bahan bakar yang meliputi: EFC (enzymatic fuel cell), AFC (alkaline fuel cell), DMFC (direct methanol fuel cell), PEFC (polymer electrolyte fuel cell), PAFC (phosphoric acid fuel cell), MCFC (molten carbonate fuel cell), dan SOFC (solid oxide fuel cell).
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Gambar 2.3. Prinsip kerja dari beberapa jenis sel bahan bakar. (Keterangan: A, anoda; E, elektrolit; dan C, katoda). Sumber: Sundmacher, Fuel cell engineering, h.1061. [8]
Dari Gambar 2.3. diketahui bahwa produk buangan sel bahan bakar yang utama hanyalah uap air. Kadar gas CO2 sendiri, jika ada, relatif kecil sehingga bisa diabaikan [5, 8, 17, 18, 19]. Hal ini menjadikan sel bahan bakar, dengan pertimbangan pengaruh terhadap lingkungan, sebagai pilihan yang ideal untuk menghasilkan listrik. Berikut adalah reaksi elektrokimia dalam sel bahan bakar yang menghasilkan uap air (H2O): Anoda :
H2 - 2e-
= H+
Katoda :
O2 + 2H+ + 2e- = 2H2O2 H2O2 + 2H+ + 2e-
Total :
+
= 2H2O -
O2 + 4H + 4e = 2H2
Eo = 0,0 V
(1) (2)
Eo = 1,299V o
E = 1,229 V
(3) (4)
Tabel 2.1. memperlihatkan perbandingan berbagai teknologi sel bahan bakar yang umum dipakai. Dari tabel ini terlihat bahwa setiap jenis sel bahan bakar memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Tabel 2.1 Perbandingan berbagai teknologi sel bahan bakar yang umum dipakai. Jenis Sel Bahan Bakar Elektrolit a
Polymer Electrolyte Membrane (PEM) Membrane polimer tipis
potassium hidroksida
Larutan asam fosforik
Molten Carbonate (MCFC) campuran garam karbonat
Karbon
logam-logam transisi
Karbon
Nikel dan nikel oksida
Katalis Interkoneksib
Platina Karbon atau logam
Platina Logam
Platina Grafit
Temperatur Operasic
50-100oC 122-212oF Umumnya 80oC H+
90-100oC 194-212oF
150-200oC 302-392oF
Material elektroda Baja tahan karat atau nikel 600-700oC 1112-1292oF
OH-
H+
CO32-
O2-
Ya
Ya
Ya
Tidak, untuk beberapa jenis bahan bakar
Ya, ditambah dengan purifikasi untuk menghilangkan bekas CO Evaporatif
Ya, ditambah dengan purifikasi untuk menghilangkan bekas CO Evaporatif
Ya
Tidak
Tidak, untuk beberapa bahan bakar dan jenis sel tertentu Tidak
Evaporatif
Diubah menjadi gas
Diubah menjadi gas
Memproses gas + pendinginan dengan cairan
Memproses gas + sirkulasi elektrolit
Internal Reforming + memproses gas
Internal Reforming + memproses gas
Berbasis karbon
Berbasis karbon
Memproses gas + pendingan dengan cairan atau melepaskan uap panas Berbasis grafit
Berbasis baja
Keramik
Electrodesb
Pembawa muatan (charge barrier) b Reformer eksternal (untuk bahan bakar hidrokarbon) b Konversi CO menjadi hidrogen dengan shift luarb Pengaturan air hasil reaksib Pengaturan panas hasil reaksib
Komponen sel utamab
Alkaline (AFC)
Phosphoric Acid (PAFC)
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Solid Oxide (SOFC) senyawa keramik nonporous, keras Perovskit dan perovskit/logam cermet Material elektroda Nikel, keramik, atau baja 700-1000oC 1202-1832oF
2.1. (sambungan) Ukuran c
< 1kW-100kW
10-100 kW
Efisiensic
60% (transportasi) 30% (stasioner) • Backup power • Portable power • Distributed generation • Transportasi • Kendaraan khusus • Elektrolit padat mengurangi masalah korosi dan pengaturan elektrolit • Temperatur rendah • Proses start-up cepat
60%
Aplikasic
Keuntunganc
Kelemahanc
Status komersialisasia
• •
Katalis mahal Sensitive terhadap pengotor • Temperatur zat buangan rendah Memasuki pasar pada kisaran 1-30 kW dan dapat digunakan dalam berbagai aplikasi. Pernah didemonstrasikan dengan ukuran 75-250 kW.
400 kW 100 kW module 40%
300 kw-3 MW 300 kW module 45-50%
1 kW-2 MW
60%
• •
Militer Ruang angkasa
•
Distributed generation
• •
Utilitas lislistrik Distributed generation
• • •
Auxiliary power Electric utility Distributed generation
•
Reaksi katoda lebih cepat Komponen murah
•
Memungkinkan untuk adanya CHP (combined heat & power) Toleransi terhadap pengotor meningkat
• • • •
Efisiensi tinggi Bahan bakar fleksibel Katalis beragam Cocok untuk CHP
• • • • •
Katalis Pt start-up panjang Arus dan daya rendah
•
Efisiensi tinggi Bahan bakar fleksibel Katalis beragam Elektrolit padat Cocok untuk CHP & CHHP Siklus Hybrid/GT Korosi temperatur tinggi dan macetnya komponen sel start-up panjang
•
•
•
Sensitif terhadap CO2 dalam bahan bakar dan udara • Memerlukan pengaturan elektrolit Sejauh ini digunakan dalam aplikasi-aplikasi khusus
• • •
PAFCs adalah jenis yang pertama kali digunakan dalam aplikasi stasioner, awalnya pada 40 kW kemudian menjadi 200 kW.
Korosi temperatur tinggi dan macetnya komponen sel • start-up panjang • Densitas daya rendah Saat ini secara komersil diperjualbelikan pada ukuran 300 kW dan MW.
• • •
Diharapkan segera masuk dalam pasar stasioner.
Sumber: aUS DOE, Types of Fuel Cell [9]; bEG&G Tech., FC Handbook (7th), h.1-8 [20];cUS FCC, FC for Power Generation, h.5 [17]; telah diolah kembali.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
2.1.3.
Desain, Pemilihan Material, dan Pengembangan
Meskipun terdapat beragam jenis sel bahan bakar, namun demikian semuanya memiliki prinsip kerja yang sama. Oleh karena itu, secara umum suatu sel bahan bakar tersusun dari tiga bagian (Gambar 2.1.) yang saling menempel, yaitu: anoda, katoda, dan elektrolit, dengan fungsi-fungsi yang disebutkan di bagian 2.1.2. (prinsip kerja). Dalam rangka mendapatkan desain yang optimum, sel bahan bakar sebaiknya dipandang sebagai sub dari sistem yang lebih besar. Pada level yang lebih tinggi, sebagai suatu sistem (fuel cell system, FCS, Gambar 2.4.), sel bahan bakar memiliki tiga bagian utama: sebuah tangki bahan bakar (fuel cell reservoir, FCR), sistem pengolah bahan bakar (fuel processing subsystem, FPS), dan satu tumpukan sel bahan bakar (fuel cell stack, FC). Dari tanki (reservoir), bahan bakar primer diumpankan ke bagian sistem pengolah bahan bakar (processing system), yang akan menghasilkan bahan bakar sekunder yang cocok untuk operasi dalam FC. FC akan menghasilkan daya listrik dan panas— yang sebagiannya dimanfaatkan oleh sel. Tabel B.1. menunjukkan berbagai standard FCS untuk aplikasi sumber daya dan otomotif .
Gambar 2.4. Penampang sebuah sistem sel bahan bakar (FCS). Sumber: EG&G, Handbook of Fuel Cell, hal. 1-7, telah diolah kembali [20].
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Kebutuhan desain dan juga aplikasi produk FCS yang beragam menyebabkan proses pemilihan material (material selection) penyusun komponen-komponen FC menjadi tidak sederhana. Meski demikian, ada beberapa persyaratan umum yang dapat dijadikan acuan, sebagai berikut: i.
Hambat jenis penampang (area-specific resistivity, ASR) komponenkompenen penyusun sel (elektrolit, anoda, dan katoda) kurang dari 0,5Ωcm2 (idealnya mendekati 0,1Ωcm2) [13].
ii.
Sebagai kelanjutan dari poin pertama ditetapkan densitas daya tinggi (high power density) untuk apliakasi transportasi sebesar 1 kW dm-3 dan 1 kW kg-1 [13].
iii.
Penurunan kinerja (performance degradation) kerja sel bahan bakar berkisar 0,1% per 1000 jamkerja untuk total 5.000jam kerja dalam aplikasi transportasi. Sedangkan dalam aplikasi sebagai sumber listrik tetap (stasionary), laju penurunan kinerjasamadengan waktu operasi lebih lama, yakni 40.000 jam [13].
iv.
Tegangan listrik ideal berdasarkan temperatur operasi:(a) VPEFC = 1,17 V (80oC); (b) VAFC = 1,16 V (100oC); (c) VPAFC = 1,14 V (205oC); (d) VMCFC 1,03 V (650oC); (e) VITSOFC = 0,99 V (800oC); dan (f) VTSOFC = 0,91 V (1100oC). Kondisi ideal ini dicapai jika zat-zat katoda dan anoda tetap bersih, tidak dimasuki pengotor, selama operasi berlangsung [20].
v.
Target biaya pembuatan PEMFC untuk aplikasi otomotif ditetapkan sebesar$45/kWe (net) untuk FCS dan $15/kWe (net) untuk FC [21].
Parameter-parameter di atas dapat diprediksi dengan pendekatan kimia dan termodinamika melalui apa yang disebut kesetimbangan energi sel (cell energy balance, CEB) dan efisiensi sel (cell efficiency,). CEB menetapkan bahwa ‘entalpi reaktan-reaktan’ yang masuk harus sama dengan ‘entalpi produk-produk yang keluar ditambah: (i) panas bersih (net heat) yang dihasilkan sel, (ii) daya DC yang keluar dari sel, dan (iii) panas yang hilang (heat loss)’ keseluruhan, 𝜂, dirumuskan sebagai berikut [13]:
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
[20]
. Efisiensi sel
𝜂 = 𝜂𝑔 𝜂𝑣 𝛼
(5)
𝜂𝑔 adalah efisiensi Gibbs, 𝜂𝑣 adalah efisiensi tegangan, dan 𝛼 adalah fraksi bahan bakar yang digunakan.
𝜂𝑔 = Δ𝐺/Δ𝐻 = 𝑛𝐹𝐸0 /Δ𝐻
(6)
𝜂𝑣 = 𝐸/𝐸0 = (𝐸0 − 𝐼𝑅𝑐 )/𝐸0 )
(7)
𝜂 = 𝑛𝐹(𝐸0 − 𝐼𝑅𝑐 )𝛼/Δ𝐻
(8)
𝐸0 adalah tegangan sirkuit danΔ𝐻 adalah panas dari keseluruhan reaksi.
𝑅𝑐 , adalah hambat jenis permukaan komponen sel (anoda, katoda, dan elektroda). Di masa mendatang, sebuah studi
[8]
memprediksikan bahwa penelitian dan
pengembangan FCS akan berkisar pada tujuh hal: (i) sel bahan bakar langsung (direct FC) tanpa reformer (pembentuk hidrogen), (ii) integrasi konsepsi panas (heat integration), (iii) integrasi konsepsi massa (mass integration),(iv) kemampuan untuk dioperasikan bersama jenis sumber bahan bakar berbeda (hybridization), (v) kemampuan kinerja dua arah (reversible) sehingga listrik merupakan satu-satunya yang bertindak sebagai input dan output; (vi) ukuran yang minimalis sehingga mudah dibawa; dan (vii) konsep pasivitas (passivity) guna menjaga volume, berat dan kompleksitas dari FC portable tetap rendah dan juga agar terhindar dari penggunaan daya yang merusak. 2.2.
Sel Bahan Bakar Membran Elektrolit Polimer (PEMFC)
2.2.1.
Keunggulan dan Tantangan
Sel bahan bakar, sebagai alat yang dapat mengubah energi kimia menjadi energi listrik, merupakan kunci ke arah teknologi-teknologi berbasis hidrogen yang lebih ekonomis. Di antara jenis sel yang ada, sel bahan bakar membran elektrolit polimer (polymer electrolyte/ proton exchange membrane fuel cell, PEMFC)— dengan prinsip kerja dan kinerja seperti pada Gambar 2.3. dan Tabel 2.1.—adalah yang paling banyak diperdagangkan, tercatat mendominasi industri hingga 50% [7] untuk aplikasi transportasi dan cabut-pasang (portable). Keunggulan-keunggulan utama [8] dari PEMFC yakni: (i) adanya kemungkinan untuk mendapat densitas
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
daya yang tinggi secara volumetris (140 W/L) dan gravimetris (120 W/kg), (ii) bahan bakar beragam, dan (iii) cepat nyala. Bagaimanapun, PEMFC memiliki beberapa permasalahan teknis yang perlu diselesaikan sebelum betul-betul diproduksi masal meliputi: biaya produksi tinggi, berat, tingkat kepercayaan konsumen rendah, serta tidak tahan lama
[22]
. Oleh
karenanya, komersialisasi PEMFC masal, khususnya di bidang otomotif, berhadapan dengan beberapa tantangan seperti: (i) densitas geometris dan volumetris yang lebih baik lagi, (ii) kemampuan pembentukan gas yang lebih efektif, (iii) ketahanan komponen (durability/ longevity), (iv) kemampuan untuk menyala (start-up) pada temperatur di atas 25oC layaknya mesin diesel biasa, dan (v) biaya pembuatan yang murah
[8, 13, 11]
. Tabel 2.2. menunjukkan target biaya
pembuatan suatu sistem PEMFC yang dilansir oleh Departemen Energi Amerika Serikat (DOE). Tabel 2.2. Target DOE untuk FCS dengan sistem direct-hydrogen (80 kWe). Karakteristik System Cost System Efficiency @ 25% Rated Power System Efficiency @ Rated Power System Power Density, Specific Power Stack Cost Stack Efficiency @ 25% Rated Power Stack Efficiency @ Rated Power Stack Power Density, Specific Power MEA Cost MEA Performance @ Rated Power MEA Degradation Rate PGM Cost PGM Content PGM Loading (both electrodes) Membrane Cost Bipolar Plate Cost CEM System Cost
Unit $/kWe %
2005 125 60
2010 45 60
2015 30 60
%
50
50
50
W/L, W/kg
500
650
650
$/kWe %
65 65
30 65
20 65
% W/L, W/kg
55 1500
55 2000
55 2000
$/kWe mW/cm2
50 800
15 1280
10 1280
% $/kWe g/kWe (peak) mg/cm2 $/m2 $/kWe $
10 40 2,67 0,7 200 0 600
10 8 0,5 0,3 40 6 400
10 6 0,4 0,2 40 4 200
Sumber: Carlson, dkk., Cost analysis for PEM fuel cell, h.33. [23]
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
2.2.2.
Komponen PEMFC dan Mekanisme Kerjanya
Sebuah sel PEMFC tediri dari tiga jenis komponen, yaitu: satu rangkaian membran-elektroda (membrane electrode assembly, MEA), dua buah pelat bipolar (atau flow field/ separator plate), dan dua buah tutup (seal) [6, 8, 24]. Komponenkomponen utama dari sebuah MEA meliputi: (i) sebuah membran penghantar proton, (ii) dua buah lapisan katalis-listrik (anoda dan katoda), dan (iii) elektrodaelektroda untuk difusi gas [11] . Dalam sebuah tumpukan PEMFC , masing-masing pelat bipolar menopang dua buah sel yang berdekatan dengannya—secara lebih lengkap akan diterangkan di poin 2.3. Satu buah tumpukan merupakan gabungan dari beberapa buah sel seperti ditunjukkan oleh Gambar 2.5. Pelat ujung (end plate), dan perangkat lainnya (baut, pegas, pipa masuk dan buang, pengunci, dan lain-lain, tidak ditampilkan dalam Gambar 2.5.) juga diperlukan untuk melengkapi sebuah tumpukan sel bahan bakar
[24]
. Persyaratan-persyaratan desain komponen-
komponen PEMC ini beragam, bergantung pada jenis bahan bakar yang digunakan [13].
Gambar 2.5. Skema inti sebuah PEMFC: membran elektrolit polimer (MEA). Sumber: Mehta, dkk., Review and analysis of PEM fuel cell design and manufacturing, h. 33. [24]
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Pada sketsa dasar PEMFC yang ditunjukkan oleh Gambar 2.6., gas hidrogen diumpankan ke dalam anoda sel—gas bergerak menembus lapisan difusi gas (gas diffusion layer, GDL) menuju lapisan katalis anodik, tempat hidrogen mengalami oksidasi—sehingga
menghasilkan:
transfer
proton
menembus
membran
pertukaran proton (proton exchange membrane, PEM) dan transfer elektron melalui sirkuit luar. Pada saat bersamaan, oksigen yang diumpankan berdifusi ke katoda, lalu bereaksi dengan proton membentuk air. Reaksi-reaksi di katoda, anoda, dan reaksi sel keseluruhan telah ditunjukkan sebelumnya di Persamaan 5.1-5.4.
Gambar 2.6. Skema dasar PEMFC. Sumber: Mailayagan, Components for PEM fuel cells: an overview, h.3, telah diolah kembali [11].
Perpindahan gas-gas, ion-ion, dan air dapat dipahami dengan lebih baik jika melihat kepada struktur elektroda secara lebih dekat, seperti yang terlihat pada Gambar 2.7. Elektroda yang efektif harus mampu menjaga keseimbangan prosesproses perpindahan yang diperlukan dalam pengoperasian sebuah sel bahan bakar. Empat jenis perpindahan (transport) yang diperlukan mencakup perpindahan: (i) gas-gas reaktan antar lapisan katalis dan produk antar kanal-kanal gas, (ii) elektron antara pengumpul arus dan lapisan katalis, (iii) proton-proton dari/ menuju membran dan lapisan katalis, (iv) proton-proton melalui membran dari anoda ke katoda [11].
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Gambar 2.7 Ilustrasi perpindahan gas, proton, dan elektron dalam sebuah elektroda MEA. Sumber: Mailayagan, Components for PEM fuel cells: an overview, h.4, telah diolah kembali [11].
Gas reaktan, katalis padat, dan elektrolit adalah tiga fasa yang umum ditemukan pada lapisan katalis (catalyst layer). Dalam rangka optimasi desain elektroda, distribusi jumlah lapisan katalis harus sesuai dengan volume ketiga fasa tersebut, agar jumlah zat yang terbuang dapat ditekan
[11]
. Mengingat daerah batas dari
setiap proses perpindahan merupakan bagian vital pada operasi PEMFC, MEA disebut juga sebagai “jantung” [15] dari sebuah sel. 2.3.
Pelat Bipolar PEMFC
2.3.1.
Definisi dan Fungsi
Pelat bipolar (bipolar plate, BP)—disebut juga pelat pemisah, pelat pengatur distribusi gas, atau pelat pengumpul arus [15]—adalah sebuah pelat konduktif yang letaknya menjepit sel-sel MEA (daerah aktif) di dalam sebuah PEMFC (Gambar 2.5.). Selain pada PEMFC, istilah dan/atau fungsi pelat bipolar juga ditemukan pada jenis sel bahan bakar lainnya seperti PAFC, MCFC, dan DMFC [20]. Pelat bipolar PEMFC didesain untuk berbagai keperluan seperti: (i) distribusi reaktan-reaktan secara merata ke semua daerah aktif, (ii) mengerluakan panas yang berasal dari daerah aktif, (iii) memindahkan arus dari satu sel ke sel lainnya,
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
(iv) mencegah kebocoran reaktan, (v) melembabkan gas dan menjaga sel tetap dingin, (vi) menghubungkan serta memisahkan sel-sel tunggal menjadi satu tumpukan, (vii) mengeluarkan air dari dalam sel, dan (viii) menopang struktur PEMFC [13,15, 22, 24-26] . 2.3.2.
Persyaratan Pelat Bipolar
Idealnya suatu pelat bipolar PEMFC akan berkerja optimal jika memenuhi berbagai persyaratan berikut ini [22, 27, 28]: 1. Memiliki konduktivitas listrik yang tinggi (target Depatmen Energi Amerika Serikat (DOE) : >100 S/cm (in-plane) dan >20 S/cm (through-plane); 2. Memiliki kestabilan kimiawi yang baik di lingkungan asam (target DOE: Ketahanan korosi <16μA/cm2, target TreadStone: <1x10-6 A/cm-2); 3. Kompatibilitas kimia (tidak ada emisi yang mempengaruhi kinerja elektroda, tidak ada degradasi permukaan yang timbul); 4. Memiliki konduktivitas termal yang tinggi (target PlugPower: >10W(mK)-1) dan koefisien ekspansi termal rendah; 5. Stabilitas termal pada temperatur operasi sel bahan bakar (-40 sampai 120oC untuk sel bahan bakar kendaraan); 6. Permeabilitas terhadap bahan bakar dan oksidan rendah (target DOE: permeabilitas H2 (<2x10-6cm3/(cm2.s)); 7. Memiliki sifat-sifat mekanik yang baik (target PlugPower: kekuatan tarik >41MPa, kekuatan fleksural >59 MPa, kekuatan impak >40,5 Jm.1 (0.75 ftlb/in); target DOE: kekuatan hancur (crush) >4200 kPa); 8. Volume rendah dan ringan (target DOE: <1 kg/W), ketebalan ≤ 2mm untuk aplikasi kendaaran bermotor.
9. Biaya pembuatan murah (target DOE: < 3$/kW (2015), 15% dari total biaya PEMFC volume kecil) dan 20% dari total biaya PEMFC volume besar); 10. Proses pembuatan sederhana dan cepat serta material penyusun dapat didaur ulang;
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
2.3.3.
Biaya dan Berat
Dalam sebuah tumupukan (stack) PEMFC, pelat bipolar pelat mengambil bagian yang cukup besar, baik dari segi biaya maupun berat. Dari sisi biaya misalkan, meski ada penurunan dari tahun-tahun sebelumnya, target DOE telah menetapkan biaya pembuatan pelat bipolar sebesar 15% (volume kecil) dan 21% (volume besar) dari total biaya keseluruhan sel bahan bakar, atau setara $3/kW (target 2015) per pelatnya
[28]
. Pada tahun 2009, GratTech International Ltd. [29] mampu
memproduksi pelat bipolar komposit grafit-polimer, dengan biaya yang rendah, yakni sebesar $6,85/kW (~15% atau 21% biaya total). Angka ini terbilang cukup baik karena mendekati target DOE untuk harga sebuah pelat bipolar, yakni $5/kW (per 2010). Angka ini juga tergolong fantastis, jika dibandingkan dengan biaya pelat-pelat konvensional yang mencapai 45-60% bipolar mengkonsumsi hingga 80%
[25]
[22, 26]
. Adapun untuk berat, pelat
dari berat total sebuah PEMFC.
Perbandingan konsumsi biaya dan berat dari berbagai komponen sebuah tumpukan PEMFC ditunjukkan oleh Gambar 2.8.
Gambar 2.8. Target biaya PEMC (target DOE) a dan asumsi berat komponen (asumsi desain PEMFC 2005) b. Sumber: aConghua, Low cost PEM fuel cell metal bipolar Plate, h.4 [30]; bCost analysis of PEM fuel cell, h.43, telah diolah kembali. [28]
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
2.3.4.
Hambatan Listrik dan Konduktivitas Pelat Bipolar
Mengacu pada persyaratan konduktivitas yang diberikan oleh DOE maka hambatan listrik—berbanding terbalik dengan konduktivitas—yang dihasilkan oleh sebuah pelat bipolar tidak boleh mempengaruhi hambatan total sel secara signifikan. Hambatan total berpengaruh pada jumlah energi hilang
[31]
(energy
loss). Jika energi hilang tinggi maka daya yang dikeluarkan sel rendah. Oleh karenanya, hambatan pelat mesti ditangani secara cermat.
Gambar 2.9. Atas: pengaruh berat resin terhadap konduktivitas dan kekuatan fleksural pelat bipolar komposit epoksi (polimer)/grafit. Bawah: pengamatan dengan scanning electron microscope (SEM) terhadap pelat yang sama, dengan berat resin: (a) 10 wt%, (b) 15 wt%, (c) 20 wt%, dan (d) 30 wt%. Sumber: Chen Hui, dkk., Study on preparation & properties of novolac epoxy/graphite composite bipolar plate for PEMFC, hal.3106 [32].
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Umumnya, pelat bipolar yang terbuat dari komposit grafit dan polimer—jenisjenis pelat dibahas pada bagian 2.3.5—dengan komposisi masing-masing secara beruturan minimal 80 wt% dan 20 wt%, akan menghasilkan konduktivitas antara 50 hingga 100 S/cm [27]. Gambar 2.9 memperlihatkan contoh pengaruh penurunan nilai konduktivitas (hambatan meningkat) seiring meningkatnya konsentrasi resin polimer. Hal ini terjadi karena pada konsentrasi resin yang rendah jumlah partikelpartikel grafit yang saling kontak lebih banyak. Meski demikian, perhitungan hambatan total pada pelat bipolar tidak hanya dipengaruhi oleh komposisi material. Faktor-faktor lain yang juga dapat meningkatkan hambatan pelat mencakup: (i) hambatan yang ditimbulkan oleh pelat yang dipress secara bersama-sama, (ii) kontak antara rangka area alir (flow field) dengan GDL di sebelahnya, dan juga yang tidak kalah penting (iii) kontak antara material pelat bipolar dan material GDL. Lebih lanjut, hambatan total ini harus lebih rendah dibandingkan hambatan yang dihasilkan oleh MEA. 2.3.5.
Jenis-jenis Pelat Bipolar
Berbagai jenis pelat bipolar PEMFC dapat dikelompokkan berdasarkan jenis material penyusunnya seperti terlihat pada Gambar 2.10. Secara umum ada tiga jenis pelat bipolar yaitu pelat bipolar berbabasis grafit non-poros, logam, dan komposit polimer. Tiap-tiap jenis pelat memiliki keunggulan, kelemahan, serta proses pembuatan pelat (Gambar 2.11) yang khas, bergantung pada aplikasi dan desain pelat yang diinginkan. Sebagai suatu kesimpulan
[33]
dapat disebutkan
bahwa: (i) pelat komposit berbasis grafit merupakan pilihan yang tepat untuk aplikasi yang memerlukan daya tahan tinggi; (ii) pelat logam cocok digunakan untuk aplikasi yang mementingkan ukuran dan berat di atas daya tahan; (iii) jika kekuatan mekanik yang menjadi fojus maka pelat logamlah satu-satunya yang mungkin; dan (iv) jika diinginkan pelat dengan sifat-sifat yang pertengahan, maka komposit polimer adalah kandidat material yang paling memungkinkan untuk itu. Bagian berikut berisi deskripsi singkat (kecuali pada bagian pelat komposit) mengenai masing-masing pelat.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Bipolar Plate
Non-Porous Graphite Plates
Metal Foams
POCO Graphite
• Stainless Steel (SS 316) • Ni-Cr • Al foam with electroless coating
Composite Plate
Coated Metallic Plates Base material • Aluminum • Stainless Steel (SS 316/L) • High SI Iron • Monel Metal • Copper and Copper-based • Titanium • Nickel
Metal Based
• • •
Layered graphite Poly carbonate Stainless steel
Coating Material • Carbon-based • Graphite • Conductive Polymer • Diamond like carbon • Organic self-assembled monopolymers • Metal-based • Noble metals • Metal carbides • Metal nitrides
Carbon-based
Resin • Thermoplastics • Poly vinylidene fluoride • Poly propylene • Poly ethylene • Thermosets • Epoxy resin • Phendic resins • Furan resin • Vinyl ester Filler • Carbon/graphite powder • Cellulose black • Coke-graphite Fiber • Carbon/graphite fibers • Celloluse fibers • Cotton lock
Gambar 2.10. Klasifikasi material penyusun pelat bipolar. Sumber: Atur, Materials, design, and modeling for bipolar/end plates, h.18, telah diolah kembali. [34]
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Gambar 2.11. Klasifikasi metode fabrikasi pelat bipolar. Sumber: Mehta, V., & Cooper, J.S., Review and analysis of PEMFC design and manufacturing, h.47, telah diolah kembali [24].
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
2.3.5.1. Pelat Bipolar Grafit Tanpa Pori-Pori Grafit tanpa pori-pori (non-porous atau electro-graphite) digunakan karena memiliki stabilitas kimia yang sangat baik serta memiliki konduktivitas listrik yang juga baik. Di samping itu, karena grafit bersifat hidrofobik, maka material ini juga memiliki konduktivitas termal yang baik. Saat ini, grafit menjadi standard dalam industri sebuah tumpukan sel bahan bakar, material-material penyusun pelat bipolar dibandingkan dengan material ini
[22]
.
Beberapa kelemahan pelat grafit meliputi: sangat rapuh, kekuatan mekanik rendah, dan permeabilitas rendah. Dengan demikian, pelat bipolar jenis ini umumnya berukuran tebal dan berat guna menutupi kelemahan-kelemahan tersebut. Karena alasan-alasan ini, dan juga karena alasan biaya, pelat bipolar dari grafit dipandang tidak cocok untuk keperluan peralatan portable dan kendaaran. 2.3.5.2. Pelat Bipolar Logam Logam, dalam bentuk lembaran merupakan material yang potensial untuk pelat bipolar karena memiliki konduktivitas listrik, termal, serta kekuatan mekanik yang baik dan mudah difabrikasi. Namun demikian, lingkungan operasi—dengan pH 23 pada temperatur sekitar 80oC—membuat pelat jenis ini akan mudah terkorosi sehingga terbentuk lapisan oksida yang dapat meningkatkan hambatan listrik sel dan menurunkan jumlah daya yang dikeluarkan
[25]
. Untuk menanggulangi hal
tesebut dapat digunakan logam-logam mulia yang tidak memerlukan pelindung (non-coated metal), seperti emas, atau menggunakan logam-logam yang lebih murah dengan stabilitas kimia rendah namun diberi lapisan tambahan (coated metal). Lebih jauh, salah satu studi [34] menyatakan bahwa material logam dan paduannya adalah pilihan final untuk pelat bipolar—menyingkirkan kandidat lainnya seperti keramik, polimer, semikonduktor, dan komposit—karena jumlah material logam yang tersedia, untuk alasan-alasan konduktivitas, korosi, kekuatan, keuletan, dan biaya, jauh lebih banyak dibandingkan jenis material lainnya.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
2.3.5.3. Pelat Bipolar Komposit Sesuai dengan prinsip aksi gabungan (principle of combined action)
[35]
,
penggunaan lebih dari satu jenis material (komposit) dalam menyusun pelat bipolar akan menghasilkan sifat-sifat material yang lebih baik, asalkan materialmaterial tersebut berada dalam jumlah yang sesuai. Dibanding dua jenis pelat sebelumnya, pelat komposit dianggap lebih unggul karena dua alasan utama yaitu ringan, dan dapat dibentuk menjadi berbagai bentuk dengan beragam ukuran [25]. Pelat bipolar komposit dapat dibedakan menjadi pelat berbasis logam (metalbased) dan berbasis karbon (carbon-based); masing-masing dengan tambahan sejumlah resin polimer (termoplastik dan tersemoset) beserta sejumlah serat dan pengisi. Sifat-sifat pelat bipolar komposit—seperti pada umumnya sebuah komposit—ditentukan oleh faktor-faktor: (i) sifat material-material penyusun (makro
konstituen),
yakni
matriks
dan
fasa
terdispersi;
(ii)
jumlah
relatif/konsentrasi konstituen; dan (iii) geometri fasa terdispersi (pengisi/ penguat) yang mencakup bentuk, ukuran, distribusi, serta arah pengisi/penguat. Pelat komposit berbasis logam, yang tersusun dari polikarbonat, grafit berpori, dan baja tahan karat, telah berhasil dikembangkan Los Alamos National Laboratory
[24] [25]
. Pada pelat ini, grafit berpori, yang berfungsi sebagai penahan
korosi, dipilih karena lebih murah dan mudah diproduksi dibanding grafit yang tidak berpori. Impermeabilitas sistem komposit akan dibebankan kepada baja tahan karat (stainless steel) yang juga berfungsi memberikan kekakuan pada material. Sedangkan resin polikarbonat menghasilkan ketahanan kimia dan mampu alir/proses yang baik terhadap kompsit. Seperti diperlihatkan oleh Gambar 2.10., pelat dengan basis karbon dapat dibuat dari beragam resin dengan pengisi konduktif dan dengan atau tanpa serat penguat (reinforcement). Banyak penelitian menunjukkan bahwa pelat bipolar komposit berbasis karbon menunjukkan kinerja yang baik. Beberapa hasil penelitian di bidang pelat bipolar komposit berbasis karbon diperlihatkan secara ringkas pada Tabel 2.3 dan—secara lebih deskriptif pada Lampiran A.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
2.3.5.3.1. Konflik dalam desain pelat bipolar komposit polimer Untuk mendapatkan pelat bipolar komposit dengan kekuatan mekanik dan kerapatan gas yang baik sesuai target DOE, maka fasa terdispersi (pengisi dan penguat) harus tersebar merata (well-dispersed) dan terususun dengan baik (normally-aligned) di dalam matriks polimer. Di sisi lain, target konduktivitas listrik dan termal DOE bisa dipenuhi jika pengisian partikel-partikel konduktif tinggi. Dengan konsntrasi yang tinggi, partikel-partikel terdispersi mampu beralgomerasi, atau ada dalam jarak yang cukup dekat satu sama lain, sehingga dapat membentuk jalur perpindahan elektron (electron conductive path). Dua persyaratan ini menghasilkan konflik desain manakala hanya digunakan satu jenis fasa terdipersi saja. Ilustrasi konlifk ditunjukkan oleh Gambar 2.12. Konflik ini lebih terlihat dampaknya manakala jenis partikel pengisi yang digunakan berbentuk partikulat (dimensi partikel terdispersi hampir sama dalam semua arah
[35]
). Penelitian
[36]
menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi
pengisi berbentuk serat, seperti MWNT dan serat karbon, berdampak pada naiknya nilai konduktivitas listrik dan kekuatan fleksural komposit.
Gambar 2.12. Ilustrasi konflik dalam desain pelat bipolar komposit dengan satu jenis fasa terdispersi dalam rangka mendapatkan sifat mekanik dan konduktivitas listrik yang baik. Sumber: Ling Du, 2008, Highly conductive epoxy/graphite, h.22, telah diolah kembali. [22]
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Lebih jauh, peningkatan konsentrasi pengisi dalam bentuk partikulat (seperti grafit dan karbon hitam, akan menaikkan nilai konduktivitas listrik sekaligus juga dapat menurunkan sifat mekanik komposit
[36]
. Salah satu cara menghindari konflik ini
yakni dengan menggunakan lebih dari satu jenis pengisi dalam sistem komposit. Komposit seperti ini dikenal dengan nama hybrid composite, contohnya pada Tabel 2.3. Secara umum, komposit jenis ini menghasilkan kombinasi sifat-sifat yang lebih baik dibandingakan komposit polimer dengan pengisi atau penguat tunggal. Tabel 2.3. Ikhtisar penelitian komposit hibrida untuk aplikasi pelat bipolar.
Publikasi Penelitian
Oktober 2010 Agustus 2010
Maret 2010
Desember 2009 Agustus 2009 Juli 2008
2008
Kondisi Optimum (target DOE: >100 S/cm, >59 MPa, & >41 MPa) Pengisi Serat KondukKuat Kuat Resin (x Jenis (filler) penguat tivitas Fleksural Tarik (x wt%) Resin (fiber) (S/cm) (MPa) (MPa) wt%) (x wt%) Venol faromal- Termoset Grafit CNT*) 185.6 72.5 ? dehida Epoksi
Venolik (35)
Termoset
Grafit
Beragam
87
?
?
56
?
Termoset
Grafit (65)
MWNCT (1%)
178 (inplane) 30 (troughplane)
Polipropilena (79.5) Novolak epoksi (15) Polipropilena (20)
Termoplastik
CUNP ***) (1,5)
Karbon hitam (20)
55,90
?
452,2
Termoset
Grafit
Karbon hitam
120
>38
?
Termoplastik
Grafit (80)
MWCNT (4phr)
± 25x ± 26xx ± 33xxx
?
Epoksi (50)
Termoset
EG*** (50)
Karbon hitam (5)
266x 330xx 548xxx >200 (inplane) 79 (troughplane)
44
26
?: tidak disebutkan; *) carbon nanotube, **) multi-walled carbon nanotube, ***) expanded graphite; + ditambah POA2000-DEGBA, ++ditambah POA400-DGEBA; xHC-PP, xxMC-PP, xxxLC-PP . Sumber: berbagai sumber (Lampiran A).
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
2.3.5.3.2. Konsep “percolation threshold” Telah disebutkan sebelumnya bahwa seiring meningkatnya jumlah fasa terdispersi di dalam matriks polimer maka sifat-sifat komposit secara umum akan semakin baik. Dalam komposit polimer untuk aplikasi pelat bipolar, penambahan pengisi utamanya untuk meningkatkan sifat konduktivitas. Gambar 2.13 menunjukkan contoh perbandingan nilai konduktivitas listrik suatu komposit polimer dengan beragam jenis pengisi berbentuk serbuk.
Gambar 2.13. Variasi nilai konduktivitas listrik sebagai fungsi kandungan pengisi dalam komposit polimer. Atas: ( ) karbon hitam, ( ) karbon sintetis, dan ( ) karbon aktif. Bawah: ( ) timah, ( ) tembaga, dan ( )seng. Sumber: Pinto, dkk., Critical filler concentration, h. 1,2, telah diolah kembali [37].
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Konsep “percolation threshold” dalam rekayasa komposit polimer memegang peranan penting guna mendapatkan konsentrasi optimum fasa terdispersi. Hal ini karena, bagaimanapun, meningkatnya pengisian partikel di dalam matriks polimer akan menurunkan sifat mekanik material (pada kasus pengisi partikulat) dan mampu alir komposit (pada pengisi berbentuk serat). Dengan kata lain, jika titik percolation threshold dapat diturunkan maka persyaratan konduktivitas dapat dicapai tanpa harus mengorbankan sifat-sifat mekanik secara signifikan. Titik ini secara umum dipengaruhi oleh jenis (Gambar 2.13.), ukuran, dan bentuk partikel pengisi serta teknik pencampuran konstituen komposit. Jing dkk.
[38]
mempelajari pengaruh kuat aspect ratio (rasio panjang terhadap
diameter, α) pengisi nano grafit (GNP) dan CNT terhadap percolation threshold
(Pc) nanokomposit (resin epoksi), dengan pendekatan jarak antar partikel (interparticle distance, IPD). Penelitian berhasil menghitung bahwa Pc berbanding terbalik dengan α dan α2 untuk sistem GNP/epoksi dan CNT/epoksi secara
berturut-turut, dengan asumsi partikel terdispersi sempurna. Selain itu, dispersi partikel di dalam nanokomposit juga berpengaruh terhadap Pc, yakni semakin rendah kualitas dispersi maka Pc akan semakin tinggi. Oleh peneliti, teknik IPD direkomendasikan sebagi teknik yang cocok untuk memprediksi Pc nanokomposit. Pada waktu berbeda, Benito dan Olmos [39] meneliti pengaruh teknik pencampuran nanokomposit terhadap tingkat dispersi. Tim menemukan bahwa metode mekanik (solid state method) menggunakan mesing giling (high-energy ball milling, HEBM) menghasilkan dispersi partikel nano yang homogen di dalam matriks (polimer semikristalin dan amorfus); ditinjau dari kristalinitas dan sifat tembus cahaya. Dengan demikian, metode ini dapat menggantikan metode kimiawi basah atau teknik lelehan yang memerlukan bahan tambahan (pelarut) dan temperatur tinggi.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Diagram Alir Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan kerja sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 3.1. Secara umum penelitian dilaksanakan dalam tiga tahapan sebagai berikut: Pada tahap pertama, dilakukan fabrikasi bakalan nanokomposit dengan mengisikan nanopartikel tembaga (CuNP) ke dalam matriks Polipropilena (PP). Peresentase CuNP yang ditambahkan bervariasi yakni 0; 0,5; 1; 1,5; dan 2 wt%. Selanjutnya, bakalan nano komposit dikarakterisasi guna mengetahui pengaruh pengisian CuNP terhadap nanokomposit PP/CuNP. Karakterisasi meliputi uji UVSpektroskopi, difraksi sinar-X, dan konduktivitas listrik. Hasil-hasil uji diolah dan dianalisis untuk mendapatkan sebuah kesimpulan. Kesimpulan yang diperoleh menjadi dasar dalam penelitian tahap kedua. Pada tahap kedua, dengan mengacu kepada kesimpulan tahap pertama dilakukan fabrikasi bakalan nanokomposit CuNP/PP. Berbeda dari tahap pertama, pada tahap ini konsentrasi CuNP ditingkatkan jauh melampaui tahap sebelumnya. Bakalan nanokomposit divariasi berdasarkan persentase CuNP yaitu sebanyak 50; 60; 70; 80; dan 90 wt%. Bakalan dikarakterisasi melalui uji UV-Spektroskopi dan konduktivitas. Data-data hasil pengujian dianalisa untuk melihat pengaruh presentase CuNP dalam sistem nanokomposit CuNP/PP, khususnya terhadap sifat konduktivitas listrik. Kesimpulan yang diperoleh pada tahap ini menjadi dasar penelitian pada tahap ketiga. Pada tahap ketiga, bakalan nanokomposit dibuat dengan mencampur tiga makro konstituen yaitu CuNP, PP, dan karbon hitam (C). Karena variasi berat lebih kompleks, pada tahap ini penelitian dibagi menjadi:
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Persiapan peralatan dan bahan
Studi Literatur
TAHAP I
Fabrikasi nanokomposit PP/CuNP (0, 0.5, 1, 1.5, 2 wt%PP) dengan metode kimiawi basah
Karakterisasi: uji UVSpektrofotometer, difraksi sinar-X, dan konduktivitas listrik
Data konfirmasi
Data 1
Analisa dan pengambilan kesimpulan
Penetapan bakalan nanokomposit CuNP dengan kadar CuNP optimum untuk penelitian tahap kedua
Data offspecification
TAHAP II
Fabrikasi nanokomposit CuNP/PP (50, 60, 70, 80, 90 wt% CuNP) dengan kombinasi metode kimiawi basah dan mekanik
Karakterisasi: uji UVSpektrofotometer dan konduktivitas listrik
Data konfirmasi
Data 2
Analisa dan pengambilan kesimpulan
Penetapan bakalan nanokomposit CuNP dengan kadar CuNP optimum untuk penelitian tahap ketiga
Data offspecification
TAHAP III
IIIA: Fabrikasi nanokomposit 50wt%CuNP/PP/C (5, 10, 15, 20, 25 wt% C) dengan kombinasi metode kimiawi basah dan mekanik
IIIB: Fabrikasi nanokomposit 60wt%CuNP/PP/C (5, 10, 15, 20, 25 wt% C) dengan kombinasi metode kimiawi basah dan mekanik
Karakterisasi: uji UVSpektrofotometer dan konduktivitas listrik
Data konfirmasi
Data 3
Analisa dan pengambilan kesimpulan
IIIC: Fabrikasi nanokomposit 70wt%CuNP/PP/C (5, 10, 15, 20, 25 wt% C) dengan kombinasi metode kimiawi basah dan mekanik
Kesimpulan Akhir
Data offspecification
Gambar 3.1. Diagram alir penelitian keseluruhan.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
•
Tahap IIIA, pada tahap ini persentase CuNP dibuat tetap yakni sebesar 50 wt%, sedangkan persentase C adalah 5, 10, 15, 20, dan 25 wt%. Persentase berat PP disesuaikan dengan persentase berat CuNP dan C dalam sistem CuNP/PP/G.
•
Tahap IIIB, pada tahap ini persentase CuNP dibuat tetap yakni sebesar 60 wt%. Variasi persentase C adalah 5, 10, 15, 20, dan 25 wt%. Persentase berat PP disesuaikan dengan persentase berat CuNP dan G dalam sistem CuNP/PP/G.
•
Tahap IIIC, pada tahap ini persentase CuNP dibuat tetap yakni sebesar 70%. Variasi presentase C adalah 5, 10, 15, 20, dan 25 wt%. Persentase berat PP disesuaikan dengan persentase berat CuNP dan GC dalam sistem CuNP/PP/G.
Setiap bakalan dikarakterisasi guna mengetahui pengaruh pengisian partikel CuNP dan G dalam nanokomposit CuNP/PP/G. 3.2.
Peralatan dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam riset ini adalah sebagai berikut: •
Magnetik Stirred Heat (MSH),
•
Pengaduk kaca
•
Thermometer
•
Alumunium Foil Plastik sampel
•
Corong kaca
•
Sarung tangan plastik
•
Kacamata pelindung
•
Penutup hidung dan mulut
•
Timbangan Digital
•
UV-Vis spectrophotometer
•
Alat pengerus
•
Mesin uji XRD
•
Kertas ampelas
•
Mesin uji konduktivitas listrik
•
Labu Erlemeyer
•
Alat press
•
Gelas Ukur
•
Brinell hardness tester
•
Pipet tetes
•
Kamera Digital
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Sedangkan bahan-bahan yang dipakai dalam pembuatan nanokomposit tembaga dan karbon pada penelitian ini, adalah: •
Xylene (pelarut organik) PA,
•
Nanopartikel tembaga (CuNP)
•
PP-g-MA
•
Karbon hitam (C)
•
Polipropilena
(PP)
untuk
injection
molding – HI 35 HO
3.3.
Material Komposit
Dalam menyusun material komposit digunakan beragam material dasar (raw material) yang tediri dari: PP, PP-g-MA, CuNP, dan G. Penampang materialmaterial ini ditunjukkan oleh Gambar 3.2. berikut ini.
Gambar 3.2. Material penyusun nanokomposit.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
3.3.1.
Matriks: Polipropilena
Polimer matriks yang digunakan dalam penelitian ini adalah homopolimer polipropilena (PP) yang diproduksi oleh PT Tri Polyta Indonesia Tbk (sekarang PT Chandra Asri Petrochemical Tbk) Anyer-Banten; dengan kode HI 35 PO (MFR 35 g/10 min dan densitas 0,903 g/cm2, Lampiran C). PP dengan kode ini, merupakan salah satu bahan baku untuk produksi massal dengan metode injection molding. Dalam konteks penelitian ini, resin termoplastik PP dipilih karena memiliki kelebihan dari sisi produksi masal dan dapat dilelehkan ulang, dibanding resin termoset. Polipropilena merupakan jenis termoplastik kristalin, tersedia dalam kondisi homopolimer, kopolimer (bersama etilena), serat, atau film, dengan beragam kelas (grade). Polipropilena diperoleh dengan cara polimerisasi monomer propilena. Rantai PP homopolimer (Gambar 3.3.) memiliki tiga stereoisomerisme: syndiotactic, isotactic, dan atactic. PP syndiotactic dan isotactic menunjukkan pola kristalin, sedangkan PP atactic bersifat amorf. Sifat-sifat
polipropilena meliputi: (i) densitas paling rendah dibanding
termoplastik lain; (ii) ketahanan panas baik; (iii) ketahanan kimia baik, kecuali terhadap bensin, Xylene, dan larutan-larutan terklorinasi; (iv) penyerapan air sangat kecil (dapat diabaikan), (v) hambatan listrik sangat tinggi, dan mudah diproses. Sifat-sifat PP isotaktik Kelemahan utama PP adalah sangat rapuh pada temperatur sekitar 0oC. [40-42]
n
CH3
CH3
CH CH2
CH CH2
propilena
polipropilena
n
Gambar 3.3. Reaksi pembentukan homopolimer polipropilena.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Beberapa sifat material polipropilena isotaktik adalah sebagai berikut [43]: •
Berat molekul [–CH2–CH(CH3)– ] sebesar 42,7 g mol-1;
•
Densitas antara 0,90 – 0,91 g m-3 pada 25o untuk aplikasi tranportasi;
•
Derajat kristalinitas 50-70 %;
•
Temperatur transisi gelas (Tg) 10,7oC (30 Hz) dan 2,5oC (1 Hz);
•
Indeks refraksi/pembiasan (nD) 1,5030 (20oC, densitas 0,9075 g cm-3);
•
Temperatur leleh (Tm) ~186oC (100% kristalin);
•
Yield stress 34,5 MPa (ASTM D368);
•
Yield strain 10% (ASTM D638);
•
Modulus fleksural 1.389 MPa (ASTM D790);
•
Kekuatan impak izod 27 J m-1 (ASTM D256);
•
Kekerasan (hardness) R90 (ASTM D875);
•
Temperatur defleksi (pelengkungan) 107oC (ASTM D648);
•
Konstanta dielektrik (𝜀’) 2,2-2,3 (1 KHz) dan 2,1-2,3 (1 MHz);
• • •
Kekuatan dielektrik 240.000 V cm-1 (25oC)
Hambatan volum (volume resistivity) 1016-1017 Ω-cm (ASTM D257);
Kecepatan alir (melt flow rate, MFR) 0,2->500 g (10 min)-1 (ASTM D 1238);
•
Indeks oksigen 17,4% (ASTM D2863);
•
Temperatur dekomposisi 350oC (TGA dalam helium);
•
Temperatur pembakaran 463oC;
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
3.3.2.
Aditif: PP-g-MA
PP-g-MA (polypropylene-graft-maleic anhydrade) bertindak sebagai coupling agent (CA), diproduksi oleh Aldrich Chemistry – Amerika Serikat. PP-g-MA bertugas memperbaiki ikatan antara dua fasa tak seragam (dissimilar phase) [41], yakni matriks polimer dan pengisi inorganik [40], dengan cara menjadi “jembatan” [44]
antara permukaan matrik dengan pengisi (Gambar 3.4.). PP-g-MA diperoleh
dengan teknik kopolimerisasi cabang (graft copolymerization) padatan PP isotaktik
[45]
. Rumus senyawa PP-g-MA yang digunakan adalah C7H8O3 dengan
titik didih (melting point) pada temperatur 156oC. Reaksi kimia
[41]
antara CA dengan resin dan pengisi komposit, menjadikan
komposit lebih tahan lama dan kuat, serta terjadi peningkatan pada sifat-sifat mekanik dan listrik. CA yang ditambahkan bisa dalam fasa gas atau larutan
[46]
.
Gambar 3.4. memperlihatkan struktur mikro komposit PP dengan dan tanpa CA.
Gambar 3.4. Atas: Penampang mikrostruktur homopolimer PP + 30% serat gelas: (a) tanpa dan (b) ditambah 5% coupling agent. Bawah: Ilustrasi kerja PP-gMA: satu tangan berikatan dengan PP dan tangan yang lain bergandengan CuNP. Sumber: www.specialchem4polymers., telah diolah kembali [47].
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
3.3.3.
Pengisi 1: Nanopartikel Tembaga
Serbuk nanotembaga (CuNP) berlapis karbon (carbon coated) digunakan sebagai bahan pengisi konduktif (listrik). CuNP yang berasal dari Nabond Technologies Co.Ltd – Cina ini, memiliki ukuran 25 nm (rata-rata), densitas 0,15-0,35 g/cm3, dan specific surface area 30-50 m2/g. Serbuk CunNP berwarna hitam kecoklatan (Gambar 3.5) serta mengandung: Cu (>93,58%), Si (<0,006%), Ca (<0,08%), S (<0,003%), dan karbon (<2,08%). CuNP diproduksi secara fisika dengan metode penguapan laser (laser evaporation) [48]. Penangangan material meliput i: (i) CuNP bersifat mudah terbakar
[48]
sehingga harus dipak dalam kondisi vakum serta
disimpan di ruang yang dingin dan kering—kehadiran gas akan mempengaruhi dispersi dan kinerja [49], (ii) CuNP tidak boleh berada di bawah tekanan [49], (iii) umur simpan (shelf life) lebih dari dua tahun [48], dan (iv) dihindarkan dari muatan listrik statis [50].
Gambar 3.5. CuNP (carbon coated) diproduksi oleh NaBond Technologies Co., Ltd. Sumber: Nabond’s Cu nanopowder specification, h.1 [48].
3.3.4.
Pengisi 2: Grafit
Serbuk grafit (graphite, G) digunakan sebagai pengisi (filler) dan penguat, diimpor dari China, tanpa keterangan. Penambahan grafit diharapkan berdampak pada peningkatan sifat listrik dan juga sifat mekanis bakalan nanokomposit. Karbon adalah salah satu unsur dengan beragam polimorf dan tidak betul-betul masuk dalam salah satu kategori: logam, keramik, atau polimer
[35]
. Salah satu
polimorf karbon adalah grafit, polimorf paling stabil yang sering diklasifikasikan
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
sebagai keramik. Dibandingkan dengan intan (diamond, polimorf karbon lainnya), grafit adalah mineral paling lunak dengan konduktivitas listrik yang baik dan buram [51]. Grafit secara natural muncul lewat metamorphosis material organik [51] yang terdapat pada bebatuan seperti marmer, schist, dan gneiss
[52]
. Grafit dapat
pula disintesis (synthetic graphite atau artificial graphite) dengan cara mengrafitisasi karbon-karbon non-grafit yang amorf [53] yang berasal dari senyawa hidrokarbon, menggunakan teknik chemical vapour deposition (CVD) pada [54]
temperatur di atas 2500 K
.
Grafit memiliki struktur kristalin yang sangat anisotropik
[55]
. Atom-atom karbon
dalam grafit tersusun secara heksagonal (Gambar 3.6.) dan membentuk lapisanlapisan. Antar atom terbentuk ikatan kovalen yang kuat, sementara antar lapisan terbentuk ikatan van der Wals yang lemah [35]. Ikatan antar lapisan (interplanar bons) yang lemah menyebabkan material ini sangat lembek (soft). Akan tetapi , manakala grafit diubah bentuknya menjadi serat-serat
(disebut graphite atau
carbon fibre [44]) lalu dipilin menjadi benang-benang dan digunakan bersama resin pengikat (misalnya epoksi) maka akan dihasilkan komposit dengan kekuatan mekanis yang sangat baik logam dan non-logam
[51]
[52]
. Sifat-sifat grafit merupakan gabungan dari sifat
. Sifat logam yang ada pada grafit meliputi:
konduktivitas listrik (mencapai 5x102 S/cm untuk grafit sintetis
[38]
) dan termal,
sedangkan sifat non-logam meliputi: inert, ketahanan termal, dan kemampuan untuk melumasi (lubricity).
Gambar 3.6. Struktur grafit. Sumber: Callister, Materials science & engineering, h.401, telah diolah kembali [35].
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
3.3.5.
Xylene
Sebagai tambahan, dalam fabrikasi nanokomposit dengan teknik kimiawi basah juga digunakan pelarut organic Xylene. Xylene yang digunakan adalah Xylene untuk analisis (xylene for analysis) diproduksi oleh Merck – Jerman. Rumus senyawa Xylene yang digunakan adalah C6H4(CH3)2. Unsur-nsur lain yang juga turut hadir di dalam Xylene mencakup Al, B, Ba, Ca, Co, Cd, Cu, Fe, Mg, Mn, Ni, Pb, Sn, dan Zn. 3.4.
Penelitian Tahap Pertama
Rangkaian kerja tahap pertama ditunjukkan oleh Gambar 3.7.
Studi Literatur
Preliminary & Persiapan Bahan
Proses Kimia Basah T=70-900C; t= 2-3 jam Xyelene
Xyelene
PP (pellet)
CuNP PP-g-MA Larutan PP dalam Xylene
Dikeringkan & Dihaluskan
Larutan CuNP & PP-g-MA dalam Xyelene
CuNP, PP-g-MA homogen dalam Xylene
Uji UV Spektrofotometer
Dikeringkan
Serbuk PP Kering dan Halus
Bakalan Komposit PP/CuNP
Uji Difraksi Sinar-X
Uji Konduktivitas Listrik
Data & Pembahasan
Kesimpulan
Gambar 3.7. Diagram alir penelitian tahap pertama. Sumber: Yuwono, dkk., Laporan Penelitian Hibah Bersaing, h.13, telah diolah kembali [15].
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Telah disebutkan sebelumnya, di antara tujuan penelitian ini yakni melakukan perbaikan terhadap penelitian serupa berjudul “Pembuatan Pelat Bipolar Sel Bahan Bakar Membran Polimer dengan Nanokomposit Tembaga dan Karbon dalam Matrik Polipropilena” oleh Yuwono dkk. Dalam rangka itu, penelitian tahap pertama [15] pada penelitian tersebut akan diulang kembali dalam penelitian ini, serta ditetapkan sebagai tahap pertama pula. 3.4.1.
Persentase (%) PP Terlarut dalam Xylene
Polipropilena adalah senyawa organik yang larut dalam pelarut organik Xylene. Kelarutan PP dalam Xylene membantu pembuatan bakalan nanokomposit dengan metode kimiawi basah. Penelitian sebelumnya menetapkan bahwa 30-25 gram pelet PP larut dalam 150 ml Xylene, dengan parameter alat stir MSH: temperatur (T)=4 dan putaran (M)=3. Pada kondisi demikian, kecepatan pelarutan PP dalam Xylene berkisar 30–60/menit. Informasi-informasi tersebut dikonfirmasi ulang dalam penelitian ini. Dalam pada itu, pada penelitian ini dilakukan fabrikasi blanko PP dengan rasio 1:6 dan 1:5, untuk PP dan Xylene secara berturut-turut. 3.4.1.1. Fabrikasi Blanko PP/Xylene Rasio 1:6 Pada tahap ini ditempuh langkah-langkah berikut: i.
Disiapkan 50 gram PP dan 300 ml Xylene (rasio 1: 6).
ii.
300 ml Xylene dalam tabung Erlemeyer diletakkan pada mesin MSH.
iii.
Mesin MSH dinyalakan dan berputar pada temperatur 140oC.
iv.
50 gram PP ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam larutan Xylene sampai habis.
v.
Setelah semua PP sudah diitambahkan, pengadukan (stirring) dengan MSH tetap berlangsung dan pada kecepatan yang sama.
vi.
Setelah ±48 jam, semua PP sudah terlarut sempurna.
vii.
Proses pengadukan dengan MSH dihentikan.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
viii.
Campuran PP/Xylene dalam labu Erlemeyer ditutup dengan aluminum foil dan dikeringkan pada temperatur ruang.
Hasil yang diperoleh berupa padatan blanko PP berwarna putih susu, rapuh, dan beraroma Xylene. Hasil ini ditetapkan layak pakai (on-spec). 3.4.1.2. Fabrikasi Blanko PP/Xylene Rasio 1:5 Pada tahap ini ditempuh langkah-langkah berikut: i.
Disiapkan 31,60 gram PP dan 150 ml Xylene (rasio ~1:5).
ii.
150 ml Xylene dalam tabung Erlemeyer diletakkan pada mesin MSH.
iii.
Mesin MSH dinyalakan dan berputar pada temperatur 140oC.
iv.
31,60 gram PP ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam larutan Xylene sampai habis.
v.
Setelah semua PP sudah diitambahkan, pengadukan dengan MSH tetap berlangsung dan pada kecepatan yang sama.
vi.
Setelah ±28 jam, teramati bahwa PP tidak larut dan hanya mengembang.
vii.
Proses pengadukan diputuskan untuk dihentikan.
Hasil pada tahap ini ditetapkan tidak layak (off-spec). Diperkirakan kegagalan bersumber dari sampel PP yang kotor. Dengan demikian tahapan ini akan diulang guna mendapatkan hasil yang lebih baik. 3.4.1.3. Rekonfirmasi Fabrikasi Blanko PP/ Xylene Rasio 1:5 Kegiatan yang dilakukan pada poin ini sama dengan yang dilakukan pada poin 3.4.1.2., hanya saja PP yang digunakan lebih bersih. Hasilnya PP terlarut sempurna setelah ±48 jam. Blanko PP yang didapat memiliki wujud dan aroma yang sama dengan blanko rasio 1:6. Blanko ditetapkan sebagai layak pakai. 3.4.2.
Perbandingan CuNP dengan PP-g-MA
Perbandingan CuNP dengan PP-g-MA yang optimum berguna agar partikel CuNP yang dilarutkan bersama PP-g-MA di dalam Xylene dapat diikat oleh gugus MA.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Hal ini membantu proses pembuatan bakalan nanokomposit PP/CuNP dengan metode kimiawi basah. Perbandingan CuNP dan PP-g-MA pada penelitian ini mengikuti rasio yang ditetapkan oleh penelitian sebelumnya, yakni 20:1. Dengan rasio ini CuNP terlarut sempurna bersama PP-g-MA di dalam Xylene. 3.4.3.
Pembuatan bakalan nanokomposit PP/CuNP
Bakalan nanokomposit PP/CuNP difabrikasi melalui metode kimiawi basah. Persentase CuNP yang akan dipakai dihitung dengan mengikuti persamaan berikut: 𝑤𝑡%𝐶𝑢 =
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐶𝑢
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐶𝑢+𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑃𝑃−𝑔−𝑀𝐴+𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑃𝑃
𝑥100%
(8)
Mengacu pada hasil penelitian sebelumnya, kadar setiap komponen penyusun bakalannanokomposit dengan variasi berat CuNP ditujukkan oleh Tabel 3.1. Tabel 3.1. Parameter proses fabrikasi nanokomposit PP/CuNP Jenis sampel (wt% CuNP) 0,5 1 1,5 2
MSH I
MSH II
CuNP (gr)
PP-g-MA (gr)
Xylene (ml)
MSH
PP (gr)
Xylene (ml)
MSH
0,1 0,4 0,2 0,8
2 8 4 16
150 150 150 150
T=4, M=3
17,8 31,6 9,13 23,2
150 150 150 150
T=4 M=3
Secara garis besar, tahapan fabrikasi bakalan nanokomposit PP/CuNP dengan teknik kimiawi basah (Gambar 3.8.) untuk setiap sampel adalah sebagai berikut: i.
Penimbangan massa CuNP, PP-g-MA, dan PP sesuai dengan Tabel 3.1. di atas.
ii.
Di atas masing-masing MSH pertama dan MSH diletakkan satu labu erlemeyer berisi 150 ml Xylene.
iii.
Kedua MSH lalu dinyalakan pada T =4 dan M=3.
iv.
Pada MSH pertama, CuNP dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam Xylene pada MSH pertama sampai gumpalan-gumpalan hilang. Setelah
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
itu, PP-g-MA ikut dimasukkan secara perlahan sampai tidak ada lagi partikel CuNP yang mengendap di dasar labu. v.
Pada MSH kedua, PP dimasukkan sedikit demi sedikit hingga terlarut sempurna.
vi.
PP yang sudah terlarut sempurna di MSH kedua kemudian dimasukkan ke dalam MSH pertama, yang berisi CuNP/PP-g-MA, sedikit demi sedikit sampai homogen. Setelah selesai sampel dikeringkan pada temperatur ruang selama ±24 jam.
vii.
Hasil yang diperoleh adalah empat jenis bakalan nanokomposit PP/CuNP dengankadar CuNP: 0,5; 1; 1,5; dan 2 wt%. Bakalan berwarna putih kecoklatan, rapuh, dan beraroma Xylene. Xyelene
Xyelene PP (pellet)
CuNP PP-g-MA Larutan PP dalam Xylene
Dikeringkan & Dihaluskan
Larutan CuNP & PP-g-MA dalam Xyelene
CuNP, PP-g-MA homogen dalam Xylene
Dikeringkan
Serbuk PP Kering dan Halus
Bakalan Komposit PP/CuNP
Gambar 3.8. Diagram alir fabrikasi nanokomposit PP/CuNP dengan teknik kimiawi basah. Sumber: Sumber: Katili, dkk., Laporan Penelitian Hibah Bersaing, h.19, telah diolah kembali [15].
3.4.4.
Pembuatan Sampel Uji Nanokomposit PP/CuNP
Setelah semua bakalan nanokomposit PP/CuNP (0,5-2 wt%) berhasil didapatkan, langkah berikutnya adalah melakukan preparasi sampel terhadap bakalan-bakalan tersebut. Langkah awal yang ditempuh dalam preparasi sampel PP/CuNP adalah
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
mengubah bentuk bakalan-bakalan dari padatan menjadi serbuk dengan cara digerus (manual crushing). Serbuk-serbuk ini, bersama serbuk blanko 100 wt% PP, 100 wt% CuNP, dan 100 wt% grafit akan digunakan sebagai sampel uji UVSpektroskopi, difraksi sinar-X, dan uji konduktivitas. Untuk keperluan uji konduktivitas sampel serbuk dibentuk padatan yang lebih kompak dengan geometri selaras mesin uji melalui teknik hot press (Gambar 3.10.). 3.5.
Penelitian Tahap Kedua
Hasil pengujian pada tahap pertama menunjukkan nilai konduktivitas listrik yang sangat kecil—sekalipun pada penelitian terdahulu nilai konduktivitas listrik yang diperoleh cukup baik (antara 5-14 S/cm)
[15]
. Hal ini terutama sekali disebabkan
oleh metode uji konduktivitas listrik yang berbeda antara penelitian ini penelitian terdahulu. Metode-metode ini akan dibahas lebih lanjut di bagian 3.7.3. Karena konduktivitas sampel tahap pertama terlampau kecil, maka pada tahap kedua konsentrasi CuNP dalam PP/CuNP ditingkatkan secara signifikan. Dengan teknik preparasi sampel yang hampir sama diharapkan nilai konduktivitas listrik sampelsampel meningkat tajam. Untuk membedakan dengan tahap pertama, nama sampel diubah dari PP/CuNP menjadi CuNP/PP. 3.5.1.
Fabrikasi bakalan nanokomposit CuNP/PP
Metode fabrikasi bakalan nanokomposit yang ditempuh dalam tahap ini adalah kimiawi basah yang mirip dengan tahap pertama (Gambar 3.8.). Tabel 3.2. menunjukkan
kadar
masing-masing
komponen
penyusun
nanokomposit
CuNP/PP. Tabel 3.2. Parameter proses fabrikasi nanokomposit PP/CuNP Jenis Sampel (wt% CuNP) 50 60 70 80 90
MSH I
MSH II
CuNP (gr)
PP-g-MA (gr)
Xylene (ml)
2,5 3 3,5 4,0 4,5
0,5 0,4 1,2 0,2 0,1
150 150 150 150 150
MSH
PP (gr)
Xylene (ml)
MSH
T=4, M=3
2 1,6 0,3 0,8 0,4
150 150 150 150 150
T=4 M=3
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Langkah-langkah yang ditempuh dalam fabrikasi sebagai berikut: i.
Penimbangan massa CuNP, PP-g-MA, dan PP sesuai Tabel 3.2.
ii.
Di atas masing-masing, MSH pertama dan MSH, diletakkan satu labu erlemeyer berisi 150 ml Xylene.
iii.
Kedua MSH lalu dinyalakan pada T =4 dan M=3.
iv.
Pada MSH pertama, CuNP dimasukkan sedikit demi sedikit sampai habis ke dalam Xylene.
v.
Setelah itu, PP-g-MA ikut dimasukkan secara perlahan sampai tidak ada lagi partikel CuNP yang mengendap di dasar labu.
vi.
Pada MSH kedua, PP dimasukkan sedikit demi sedikit hingga terlarut sempurna di dalam Xylene.
vii.
PP yang sudah terlarut sempurna di MSH kedua kemudian dimasukkan ke dalam MSH pertama, yang berisi CuNP/PP-g-MA, sedikit demi sedikit sampai homogen.
viii.
Setelah selesai, sampel dikeringkan pada temperatur ruang selama ±24 jam.
Hasil yang diperoleh adalah lima jenis bakalan nanokomposit CuNP/PP dengan kadar CuNP: 50, 60, 70, 80, dan 90 wt%. Bakalan berwarna putih kecoklatan, rapuh, dan beraroma Xylene. 3.5.2.
Pembuatan Sampel Uji Nanokomposit CuNP/PP
Bakalan nanokomposit CuNP/PP yang sudah kering diubah ke dalam bentuk serbuk untuk keperluan uji UV-Spektroskopi dan uji konduktivitas listrik. Perlakuan sampel pada tahap preparasi sama dengan yang dilakukan pada bakalan nanokomposit PP/CuNP. 3.6.
Penelitian Tahap Ketiga
Jika pada tahap pertama dan kedua penelitian difokuskan untuk mencari pengaruh kadar CuNP dalam sistem PP/CuNP dan CuNP/PP, maka di tahap ketiga (Gambar
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
3.9.) akan dipelajari pengaruh penambahan kadar grafit (G) terhadap sifat mekanis dan listrik bakalaan nanokomposit. Dalam sistem ini CuNP berfungsi sebagai pengisi konduktif, PP sebagai resin pengikat partikel-partikel CuNP dan G, sedangkan G berfungsi sebagai penguat (reinforcement) sekaligus juga sebagai pengisi konduktif (conductive filler). Kadar masing-masing komponen dalam bakalan nanokomposit ditunjukkan oleh Tabel 3.3. Total ada 15 buah sampel nanokomposit yang akan diamati. Sampel di tahap ini diberi nama CuNP/PP/G untuk membedakannya dari sampel-sampel pada tahap pertama (PP/CuNP) dan tahap kedua (CuNP/PP). Persiapan Alat & Bahan
Karbon Hitam (Serbuk)
CuNP (Serbuk)
PP + Xylene (Kimiawi Bawah)
Dikeringkan & Digerus
PP (serbuk)
PENCAMPURAN FASA PADAT (SOLID-STATE MILLING) CuNP+PP+G
Preparasi Sampel Karakterisasi (Hot Press)
Uji Konduktivitas
Uji Kekerasan
Data & Pembahasan
Kesimpulan
Gambar 3.9. Diagram alir penelitian tahap ketiga.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Pada tahap ini, nanokomposit CuNP/PP/G
tidak difabrikasi dengan metode
kimiawi basah melainkan dengan cara mengaduk (milling) secara manual serbuk CuNP, PP, dan G sampai homogen. Cara pencampuran seperti ini dikenal sebagai teknik pencampuran fasa-padat (solid state mixing). Pencampuran seperti ini lebih mudah dibanding teknik kimiawi basah karena tidak memerlukan pelarut (Xylene), aditif (PP-g-MA), dan bisa dilakukan pada temperatur rendah. Di samping itu, berdasarkan penelitian sebelumnya
[39]
terbukti teknik ini mampu
menghasilkan dispersi pengisi yang efisien. Meski begitu, teknik kimiawi basah tetap digunakan untuk melarutkan pelet PP guna mendapatkan resin berbentuk serbuk halus. Tabel 3.3. Parameter proses fabrikasi nanokomposit CuNP/PP/G No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
3.6.1.
wt% CuNP 50 50 50 50 50 60 60 60 60 60 70 70 70 70 70
gr CuNP 5 5 5 5 5 6 6 6 6 6 7 7 7 7 7
wt% PP 45 40 35 30 25 35 30 25 20 15 25 20 15 10 5
gr PP 4,5 4 3,5 3 2,5 3,5 3 2,5 2 1,5 2,5 2 1,5 1 0,5
wt% G 5 10 15 20 15 5 10 15 20 15 5 10 15 20 15
gr G 0,5 1 1,5 2 2,5 0,5 1 1,5 2 2,5 0,5 1 1,5 2 2,5
Kode Sampel N1K10 N1K1 N35K37 K38 N5K11 -
Pembuatan bakalan nanokomposit 50CuNP/PP/G (IIIA)
Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut: i.
PP dipersiapkan dengan metode kimiawi basah lalu dikeringkan dan digerus.
ii.
CuNP, PP, dan G ditimbang sesuai dengan parameter proses pada Tabel 3.3.
iii.
CuNP, PP, dan G dimasukkan ke dalam lumpang kemudian digerus.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
iv.
Penggerusan dilakukan sampai ketiga zat homogen, yakni sampai warna sampel rata.
Hasil yang diperoleh berupa lima jenis serbuk nanokomposit 50CuNP/PP/G dengan kadar C: 5, 10, 15, 20, dan 25 wt%. Serbuk berwarna coklat kehitaman. 3.6.2.
Pembuatan bakalan nanokomposit 60CuNP/PP/G (IIIB)
Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut: i.
PP dipersiapkan dengan metode kimiawi basah lalu dikeringkan dan digerus.
ii.
CuNP, PP, dan G ditimbang sesuai dengan parameter proses pada Tabel 3.3.
iii.
CuNP, PP, dan G dimasukkan ke dalam lumpangg kemudian digerus.
iv.
Penggerusan dilakukan sampai ketiga zat homogen, yaitu sampai warna sampel rata.
v.
Untuk menghomogenkan sampel, mengingat PP yang dihasilkan cukup ulet, campuran sampel dari langkah sebelumnya dilarutkan dalam 20 ml Xylene dan dipanaskan.
vi.
Setelah itu sampel dikeringkanpada temperatur ruang.
vii.
Setelah kering sampel digerus kembali sampai homogen.
Hasil yang diperoleh berupa lima jenis serbuk nanokomposit 60CuNP/PP/G dengan kadar C: 5, 10, 15, 20, dan 25 wt%. Serbuk berwarna coklat kehitaman. 3.6.3.
Pembuatan bakalan nanokomposit 70%CuNP/PP/G (IIIC)
Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut: i.
PP dipersiapkan dengan metode kimiawi basah lalu dikeringkan.
ii.
CuNP, PP, dan G ditimbang sesuai dengan parameter proses pada Tabel 3.3.
iii.
CuNP, PP, dan G dimasukkan ke dalam lumpang kemudian digerus.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
iv.
Penggerusan dilakukan sampai ketiga zat homogen, yaitu sampai warna sampel rata.
Hasil yang diperoleh berupa lima jenis serbuk nanokomposit 70CuNP/PP/G dengan kadar C: 5, 10, 15, 20, dan 25 wt%. Serbuk berwarna coklat kehitaman. 3.6.4.
Pembuatan Sampel Uji Nanokomposit CuNP/PP/G
Serbuk-serbuk nanokomposit 50-70CuNP/PP/G dicetak dengan mesin hot press (Gambar 3.10.) menjadi kepingan bulat dengan geometri: tebal 2-5 mm dan diameter ±2 cm. Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut: i.
Semua sampel serbuk disiapkan.
ii.
Cetakan/die disiapkan.
iii.
Masing-masing serbuk dimasukkan ke dalam rongga cetakan secukupnya sampai memenuhi rongga cetakan.
iv.
Cetakan di tekan dengan masin hot press.
v.
Sampel dikeluarkan kemudian didinginkan di temperatur ruang.
vi.
Hasil kompaksi dikeluarkan dari cetakan.
Hasil yang didapat berupa lima belas buah silinder berdiameter 2 cm.Silinder yang dihasilkan digunakan untuk uji konduktivitas dan uji kekerasan.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Gambar 3.10. Preparasi sampel menggunakan mesin hot press: (1) serbuk nanokomposit, (2) cetakan, (3) serbuk nanokomposit dimasukkan ke dalam cetakan, (4) cetakan berisi serbuk nanokomposit, (5) mesin penekan, dan (6) produk silinder dengan diameter dan tebal rata-rata 2 cm dan 2-5 mm.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
3.7.
Karakterisasi dan pengujian
3.7.1.
Pengujian UV-Spektroskopi
3.7.1.1. Tujuan Pengujian spektroskopi UV-Vis dilakukan untuk mengetahui perilaku optis sampel, atas respon terhadap cahaya dengan intensitas tinggi. Dalam hal ini, perilaku optis berkaitan erat dengan sifat-sifat elektronik material yang selanjutnya dapat dijadikan sandaran untuk menganalisis kemampuan transfer elektron. Akhirnya, dengan kemampuan transfer elektron ini, maka dapat diperkirakan tingkat konduktivitas material. [15] 3.7.1.2. Mesin dan Metode Pengujian Dalam pengujian ini digunakan alat yang sama dengan penelitian terdahulu
[15]
,
yakni menggunakan UV-Vis Spectrophotometer (Shimadzu-UV 2450, Gambar 3.11. ) [56], Laboratorium Afiliasi – Departemen kimia FMIPA UI) dengan rentang panjang gelombang dari 200 – 800 nm.
Gambar 3.11. Penampang mesin Shimadzu-UV 2450. Uji spektroskopi ini memanfaatkan mekanisme sinar datang dan sinar pantul. Sinar yang ditembakkan ke atas sebuah sampel buram dapat dipantulkan ke satu arah (specular reflection) dan/atau ke banyak arah (diffuse reflection). Gambar 3.12 [56]. menunjukkan dua mekanisme pemantulan sinar pada permukaan buram.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Gambar 3.12. Dua jenis pemantulan sinar pada permukaan buram (tidak tembus cahaya): ke satu arah (specular reflection) dan ke banyak arah (diffuse reflection). Mekanisme kerja UV-Vis Shimadzu 2450 adalah sebagai berikut: (i) sinar datang (incident beam) tegak lurus ke arah sampel, (ii) sinar datang dipantulkan ke arah yang berbeda-beda (diffuse reflection), (iii) dengan menggunakan bantuan bola berlapis sulfat (sulfate-coated), sinar-sinar pantul difokuskan ke detektor, (iv) sinar yang sampai ke detektor selanjutnya dibandingkan dengan sampel referensi menghasilkan data uji. Mekanisme kerja ini diilustrasikan pada Gambar 3.13. [56] berikut ini.
Gambar 3.13. Prinsip kerja UV-Vis Shimadzu 2450 dengan sudut datang 0o. Sinar datang (incident beam) sebesar 0o menyebabkan sinar pantul yang sejajar sinar datang (specular reflection) akan membentur bola sulfat sehingga tidak terbaca oleh detektor. Dengan demikian, hanya sinar pantul terhamburkan saja yang direkam dan diperhitungkan oleh mesin, menghasilkan data berupa reflektansi. Satuan reflektansi adalah % terhadap reflektansi sampel referensi. Data reflektansi (terhadap panjang gelombang) selanjutnya diolah dengan menggunakan perangkat lunak PeakFit® dan metode Kubelka-Munk untuk memperoleh nilai energi celah pita (band gap energy) dari masing-masing sampel.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
3.7.1.3. Penghalusan Data Uji UV-Vis dengan PeakFit® Perangkat lunak PeakFit® versi 4.12 keluaran SeaSolve Software, Inc., digunakan untuk menghaluskan (smoothing) data-data mentah yang diperoleh dari mesin UV-Vis. Terdapat empat metode penghalusan data: FFT Filtering, Loess, Gaussian Convolution, dan Savitzky-Golay. Dalam penelitian ini digunakan metode Loess karena paling cocok untuk data dengan nilai sumbu X yang tidak seragam (non-uniform). Level penghalusan (% smoothing) 10%, sebagai contoh, mengandung arti jendela (window) hasil penghalusan mengandung 10% data. Untuk mendapatkan hasil yang baik juga digunakan mode “AI Expert”, yang berfungsi mencari level penghalusan optimum secara otomatis. Level optimum menunjukkan titik terbesar yang paling mungkin untuk mengurangi data-data pengganggu (noise data) tanpa harus mengorbankan hal-hal penting di dalam data secara keseluruhan. 3.7.1.4. Energi Celah Pita Dalam sebuah material, atom tidak lagi dipandang sebagai entitas tunggal melainkan sebagai kelompok atom-atom. Pada kondisi ini dan pada jarak tertentu, kulit dan subkulit sebuah atom dipengaruhi oleh atom-atom di sebelahnya hingga terjadi interaksi antar elektron-elektronnya. Interaksi mengakibatkan subkulitsubkulit yang berenergi sama bergabung membentuk ‘pita energi elektron’ (electron energy band). Sebuah pita dapat terisi penuh atau sebagian atau tidak sama sekali oleh elektron.Elektron dari satu pita dapat berpindah ke pita yang lain guna menghasilkan listrik. Pada semikonduktor dan insulator, di antara pita yang kosong dan yang terisi penuh terdapat celah (gap) yang kosong dari elektron— karena tidak memiliki energi pada kisaran ini
[35]
. Elektron dapat melewati celah
dengan menyerap energi tertentu. Ilustrasi celah pita ditunjukkan oleh Gambar 3.14. Untuk menghasilkan listrik pada semikonduktor (komposit) dan insulator, harus ada cukup elektron bebas yang dapat bepindah dari bagian valensi ke bagian konduktif (Gambar 3.15.).
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Gambar 3.14. Ilustrasi celah pita pada berbagai material. Perpindahan elektron memerlukan energi, baik melalui penyerapan panas atau foton (cahaya) [57] dengan besar minimal sama dengan ‘besar perbedaan energi’ [35] antara bagian valensi dan bagian konduktir. Energi ini disebut energi celah pita (band gap energy, Eg, satuan eV). Nilai Eg untuk semikonduktor umumnya <2 eV, sedangkan untuk insulator >2 eV
[35]
. Dengan demikian, sifat-sifat listrik
semikonduktor dan insulator akan sangat tergantung pada energi celah pita yang dihasilkan oleh struktur pita elektron dan memiliki hubungan dengan sifat optik suatu material.
Gambar 3.15. Kondisi elektron pada semikonduktor dan insulator sebelum (kiri) dan sesudah (kanan) eksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
3.7.1.5. Teori Kubelka-Munk Cahaya yang ditembakkan ke material memiliki panjang gelombang beragam. Spektrum cahaya yang memiliki nilai panjang gelombang besar (energi foton rendah) tidak diserap oleh sampel, sebaliknya cahaya dengan panjang gelombang pendek akan diserap (absorbed). Pada Gambar 13.15. ditunjukkan bahwa elektron pada posisi Ev berpindah dengan menyerap sejumlah energi foton yang besarnya sama dengan energi celah pita (Ep=Eg). Jumlah elektron yang pindah akan meningkat seiring meningkatnya Ep. Rentang energi foton yang masih dapat diserap oleh material untuk menggerakkan elektron-elektron disebut ujung penyerapan (absorption edge). Secara matematis, ujung penyerapan merupakan fungsi dari koefisien absorpsi (absorption coefficient, α) kuadrat dan Ep . Jika dituangkan dalam bentuk grafik α2
(sumbu y, tanpa satuan) vs. Ep, (sumbu x, eV), maka ujung penyerapan
ditunjukkan oleh garis lurus [58] pada grafik. Untuk α sendiri, oleh Green dan Allen [58]
dirumuskan sebagai: 1
𝛼 = 𝐾𝑑 �𝐸𝑝 − 𝐸𝑔 �2
(9)
dengan Kd adalah konstanta proporsionalitas tanpa satuan. Dengan demikian, jika
garis lurus (ujung penyerapan) ditarik memotong sumbu x maka akan diperoleh nilai α2 sama dengan nol. Ini berarti nilai Ep akan sama dengan Eg. Dengan kata lain, jika nilai α2 sudah didapatkan maka nilai Eg dengan sendirinya akan dapat dihitung. Dalam pada itu, penelitian ini akan menentukan nilai-nilai α untuk setiap panjang gelombang dengan memanfaatkan teori Kubelka-Munk yang lazim digunakan sebagai model untuk menghitung reflektansi. Menurut teori ini, sinar-sinar datang yang ditembakkan pada sampel homogen sebagian akan dipantulkan dan sebagian yang lain akan diserap sehingga cahaya akan melemah pada kedua arah tersebut [58]
. Teori Kubelka-Munk bekerja dengan sangat baik untuk material-material
yang memantulkan >50% dan meneruskan (trasmition) <20% sinar datang
[59]
.
Teori ini banyak digunakan untuk menghubungkan total pantulan banyak arah
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
(diffuse
reflection)
dengan
penghamburan
(absorption) cahaya pada suatu material
(scattering) [60]
.
dan
penyerapan
Berikut langkah-langkah
menghitung energi celah pita melalui pendekatan teori Kubelka-Munk. Pertama-tama, nilai Kubelka-Munk (KM) dirumuskan sebagai berikut: 𝐾𝑀 =
(1 − 𝑅 )2 2𝑅
(10)
dengan R adalah reflektansi (dalam persen).
Selanjutnya, besar energi foton yang diserap sampel (Ep) diturunkan dari rumus: 𝐸𝑝 = ℎ𝑓 =
ℎ𝑐 𝜆
(11)
dengan f adalah frekuensi, h adalah konstanta Planck (4,13566733 x 10-15 eV s), c adalah simbol kecepatan cahaya (299792458 m/s), dan 𝜆 adalah panjang gelombang (nm). Dengan memasukkan nilai-nilai tersebut ke dalam persamaan diperoleh (10) diperoleh: 𝐸𝑝 ≈
1240 eV nm 𝜆(nm)
(12)
Setelah semua data λ dan R dimasukkan ke dalam persamaan (10) dan (12) maka akan diperoleh nilai KM dan EP yang cukup untuk membut sebuah grafik KM2 (y) vs. Ep (x).
Sampai di sini, KM yang tidak memiliki satuan sudah dapat disetarakan dengan α, sehingga diperoleh hubungan antara KM dengan persamaan (8): 𝐾𝑀 ≈ 𝐾𝑑 �𝐸𝑝 − 𝐸𝑔 𝐾𝑀2 = 𝐸𝑝 − 𝐸𝑔 𝐾𝑑2
1 �2
(13)
(14)
Jika KM ditetapkan sebesar nol, agar diperoleh garis potong dengan sumbu-x, persamaan (14) dapat diubah ke dalam persamaan berikut: 𝐾𝑀2 ≈ 𝐸𝑝 − 𝐸𝑔
(15)
Akhirnya, dari persamaan (15) akan didapatkan nilai Eg yang besarnya sama dengan Ep pada KM2 sama dengan nol.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
3.7.2.
Pengujian difraksi sinar-X
3.7.2.1. Tujuan Pengujian
difraksi
sinar-X
terhadap
sampel
serbuk
dilakukan
untuk
mengidentifikai fasa-fasa yang ada pada sampel, baik sampel tunggal ataupun sampel campuran (nanokomposit). Pada sampel tunggal, identifikasi fasa digunakan untuk konfirmasi data bawaan material (versi pensuplai) dengan kondisi sebenarnya. Untuk sampel nanokomposit polimer, identifikasi fasa lebih lanjut dapat digunakan untuk menentukan tingkat dispersi partikel-partikel di dalam resin dan tingkat kristalinitas sampel. Dispersi partikel yang baik menjamin adanya sifat mekanik dan kelistrikan yang baik. Sedangkan nilai kristalinitas menjadi acuan dalam sifat mekanis material, yaitu semakin tinggi kristalinitas sampel berarti sampel semakin rapuh. 3.7.2.2. Mesin dan Metode Pengujian Pengujian difraksi sinar-X (x-ray diffraction, XRD) di lakukan dengan menggunakan mesin uji sinar-X yang dimiliki Badan Tenaga Nuklir Nasional, PUSPIPTEK, Serpong-Banten. Secara umum, prinsip kerja suatu mesin uji difraksi sinar-X adalah merekam difrkasi sinar-X yang diakibatkan oleh penembakkan sinar dengan sudut datang tertentu ke arah permukaan sampel. Hasil rekam dituangkan dalam bentuk kurva intensitas cahaya (tanpa satuan, sumbu y)) versus 2θ (derajat, sumbu x). Ilustrasi kerja ditunjukkan oleh Gambar 3.15.
Puncak pada kurva muncul ketika aturan Bragg terpenuhi oleh bidang kristalografi tertentu
[61]
. Daerah-daerah di bawah puncak menunjukkan jumlah
fasa yang ada pada sampel
[62]
. Penting untuk dicatat, bahwa ketika sinar-X
menghampiri fasa kristalin maka sinar pasti mengalami difraksi. Setiap fasa kristalin memiliki pola tertentu; dan setiap fasa yang sama selalu menunjukkan pola yang sama. Dalam sebuah campuran setiap fasa menghasilkan pola difraksinya masing-masing tanpa dipengaruhi oleh fasa lainnya. Sampel uji XRD adalah serbuk dan setiap serbuk dihitung sebagai satu kristal; dengan begini orientasi partikel-partikel menjadi tidak seragam/acak guna
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
menjamin semua tipe bidang kristalografi yang mungkin dihasilkan dapat diradiasi [61]. Jenis sampel XRD bisa berupa sampel kristalin tunggal, polikristalin (serbuk)
[62]
, ataupun amorf [63]. Kriteria sampel XRD meliputi: (i) mempunyai
susunan atom yang teratur dan berulang, (ii) jarak antar atom-atom kira-kira sama dengan panjang radiasi sinar-X yang ditembakkan ke sampel, (iii) satu unit kristal adalah sebuah kristal sempurna dengan ukuran sekitar 3mm (kristalin tunggal) atau 0,002-0,005 mm (polikristalin), (iv) sampel homogen, dan (v) permukaan lembut [62] [63].
Gambar 3.16. Skema prinsip kerja mesin difraksi sinar-X; T = sumber sinar-X, S = sampel, C = detektor, dan O = sumbu acuan untuk rotasi sampel dan detektor; 2θ= 10-80o. Ketika S dan C berputar pada sumbu O mesin merekam intensitas sinar-sinar difraksi sebagai fungsi 2θ. Sumber: Callister, Student learning resources, h.W-4
[61]
.
Aplikasi XRD meliput i: (i) menentukan struktur kristal, (ii) menentukan orientasi kristalografi pada kristal tunggal, (iii) identifikasi kimia kualitatif dan kuantitatif, (iv) prediksi tegangan sisa, (v) ukuran kristal, (vi) menakar disperti partikel (sempurna jika tidak ada puncak khusus), (vii) menghitung jarak antarlapisan (interlayer distance) [8, 61, 64-66] . 3.7.2.3. Pencarian Puncak dengan Match! Match! versi 1.10 keluaran Crystal Impact-Jerman adalah perangkat lunak yang digunakan untuk mengidentifikasi fasa dari data pengujian sinar-X dengan sampel serbuk. Langkah-langkah identifikasi fasa dengan Match! sebagai berikut:
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
1. Data hasil pengujian difraksi sinar-X terhadap sampel serbuk berupa kurva intensitas vs. 2θ disebut data mentah.
2. Data mentah diimpor ke dalam perangkat lunak Match!. 3. Karena data difraksi secara umum masih mentah, Match! akan melakukan “raw data processing” yang meliputi: •
memotong alpha-2-radiation (jika ada),
•
menghaluskan data (smoothing),
•
background subtraction,
•
pencarian puncak (peak),
•
pencocokan bentuk kurva (profile fitting),
•
koreksi eror.
Tujuan dari langkah ini adalah untuk mendapatkan sejumlah puncak (nilai 2θ
dan intensitas) dengan kemungkinan presisi tertinggi. Proses ini dilakukan seakurat mungkin agar mendapatkan hasi yang baik. 4. Jika ada informasi tambahan (seperti densitas, warna, dll.) akan digunakan untuk sebagai kontrol dalam perhitungan. 5. Setelah terdapat daftar puncak-puncak telah didapat, proses search-match utama dapat dilakukan: Macth! Akan membandingkan setiap pola difraksi pada database (referensi) dengan pola pada difraksi pada sampel. Match! menggunakan suatu nilai yang disebut “figure-of-merit” (FoM) untuk menunjukkan kecocokkan antara data referensi dengan data hasil pengujian. 6. Setelah selesai, kandidat-kandidat yang mungkin diurutkan berdasarkan nilai FoMnya. Entri dengan nilai FoM tertinggi adalah entri yang paling mungkin ada di dalam sampel. 7. Pengguna akan menganalisa entri-entri kandidat pada bagian atas daftar entri dan memilih entri-entri yang dianggap paling cocok dengan kondisi sampel.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
8. Terakhir, dilakukan perbaikan Rietveld
[67]
terhadap fasa-fasa yang sudah
dipilih. Perbaikan (refinement) data yang baik menunjukkan bahwa fasa yang diidentifikasi sudah betul dan lengkap. 3.7.3.
Pengujian Konduktivitas Listrik
3.7.3.1. Tujuan Pengujian konduktivitas listrik dilakukan untuk mencari pengaruh penambahan pengisi nano tembaga dan grafit di dalam resin polipropilena terhadap nilai konduktivitas listrik nanokomposit. 3.7.3.2. Mesin dan Metode Pengujian Pengukuran konduktivitas listrik dengan memanfaatkan mesin Veeco FPP 5000. Laboratorium Departemen Fisika, PUSPIPTEK, Serpong-Banten. Metode pengujian yang digunakan adalah in-line four point probe dengan standard pengujian ASTM 1529-97. Penampang mesin uji dan langkah-langkah pengujian dengan mesin Veeco FPP 5000 ditunjukkan oleh Gambar 3.17. Dalam penelitian ini diambil nilai hambat jenis silinder (Ω-cm, kg.m3s-3A-2). Nilai ini kemudian
diubah menjadi nilai konduktivitas listrik (S/cm, A2s3m-3kg-1) berdasarkan Tabel 3.4. berikut ini.
Tabel 3.4. Konversi nilai hambat jenis ke konduktivitas listrik [68].
Hambat Jenis 1 Ω.m = 10-3 kΩ.m 1 Ω.m = 100 Ω.cm 1 Ω.m = 39,97 Ω.in 1 Ω.m = 3,2808 Ω.ft 1 Ω.m = 106 Ω.mm2/m
Konduktivitas Listrik 1 S/m = 1000 mS/m 1 S/m = 10-2 S/cm 1 S/m = 2,54 x 10-2 1 S/m = 0,3048 S/ft 1 S/m = 10-6 S m/mm2
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Aktifkan 4 probe pada WAND
Fungsi V/I Menampilkan nilai V/I berdasarkan konstanta GEOM
Pasang sampel pada dudukannya (ke bawah)
Tekan CLEAR untuk membersihkan layar digital
Fungsi SHEET untuk sampel lembaran/film/ sheet
Pilih Fungsi
Fungsi SLICE untuk sampel wafer/silinder/ slice
Buka kover mesin & letakkan sampel pada probe (menghadap ke bawah)
Pengukuran
Hambatan lembaran (Sheet resistance) Jangkauan: 1,1 mΩ/sq – 450 KΩ/sq.
Hambat jenis wafer/silinder (Slice ressitivity) Jangkauan: 4,19 x 10-2 mΩ-cm – 17,1 KΩ-cm
Fungsi THICK (+ PGRM) untuk menghitung ketebalan sheet/slice
Pasang backing plate & tutup kover
Data E02 Error (terjadi jika penutup terbuka)
V/I Jangkauan: 25 mΩ-cm – 99,9 KΩ-cm
Ketebalan (metalization thickness) Jangkauan: 20 Ao – 243 Ao
Gambar 3.17. Kiri: Penampang mesin uji konduktivitas listrik Veeco FPP 5000 metode in-line four point probe. Kanan: Langkah pengukuran hambat jenis (resistivity) dengan mesin Veeco FPP 500.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
3.7.4.
Pengujian kekerasan untuk mendapatkan nilai kekuatan tarik
3.7.4.1. Tujuan Pengujian kekerasan (hardness) digunakan untuk mempelajari pengaruh penambahan pengisi CuNP dan G terhadap sifat mekanis nanokomposit CuNP/PP/G. Nilai kekerasan yang diperoleh akan dikonversi menjadi nilai kuat tarik (tensile strength) yang batal dilakukan karena keterbatasan jumlah sampel. Diharapkan penambahan pengisi akan menghasilkan nilai kekuatan tarik yang sesuai dengan target. 3.7.4.2. Mesin dan Metode Pengujian Mesin uji kekerasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin uji kekerasan Brinell (Brinell hardness tester), Departemen Metalurgi dan Material FTUI, Depok. Standard pengujian yang digunakan adalah ASTM E10. Mesin ini dipilih karena pertimbangan material nanokomposit CuNP/PP/G mengandung mayoritas unsur logam (50-70% CuNP). Di samping itu, penggunaan mesin ini akan memudahkan perhitungan konversi nilai kekerasan menjadi nilai kekuatan tarik. Kekerasan (hardness) didefinisikan sebagai ketahanan material terhadap deformasi akibat abrasi atau gaya pada permukaan; sedangkan kekuatan tarik (tensile strength) didefinisikan sebagai nilai tegangan maksimum yang dapat diterima material sebelum patah
[35]
. Prinsip uji kekerasan Brinell adalah dengan
menjejakkan sebuah bola penjejak pada permukaan material logam. Nilai kekuatan tarik dapat didekati dengan nilai kekerasan. Gaya dan diameter jejak akan menentukan nilai kekerasan yang dirumuskan sebagai berikut: 𝐵𝐻𝑁 =
𝐹
𝜋 2 2 2 𝐷 (𝐷 − �𝐷 − 𝐷𝑖 )
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
(16)
dengan F adalah gaya (kgf), Di adalah diameter jejak, D adalah diameter bola penjejak (mm), dan BHN adalah nilai kekeran Brinell (HB). Gambar 3.18. melukiskan ilustrasi penjejakan Brinell pada sebuah material.
Gambar 3.18. Ilustrasi penjejakan dengan metode Brinell. Hasil pengukuran Brinell umumnya ditampilkan dalam pola XXHBYY/ZZZ/SS. Sebagai contoh, 75HB10/500/30 mengandung informasi: nilai kekerasan material sebesar 75 HB, diameter penjejak 10 mm, berat beban 500 kg, dan waktu penjejakan selama 30 detik
[69]
. Selanjutnya, hubungan kekerasan Brinell dengan
kekuatan tarik (TS) ditunjukkan oleh persamaan berikut [35]: 𝑇𝑆(MPa) = 3,45 × HB 𝑇𝑆(Psi) = 500 × HB
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
(17)
(18)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Fabrikasi Nanokomposit
Pada penelitian ini berhasil diperoleh 24 buah sampel nanokomposit berbasis PP, CuNP, dan G yang dikelompokkan menjadi: PP/CuNP (empat buah), CuNP/PP (lima buah), dan CuNP/PP/G (15 buah). Di samping itu, juga berhasil diperoleh blanko PP/Xylene yang berasal dari pelarutan pelet polipropilena di dalam pelarut organic Xylene. Blanko PP/Xylene serta sampel-sampel PP/CuNP dan PP/CuNP diperoleh dengan teknik pencampuran kimiawi basah. Sedangkan sampel-sampel CuNP/PP/G diperoleh melalui teknik penggilingan fasa padat. Blanko PP/Xylene tampak berwarna putih cemerlang, rapuh, serta memiliki bau khas Xylene, dan ulet ketika digerus (Gambar 4.1.). Sampel-sampel PP/CuNP berwana putih buram, rapuh, ulet ketika digerus, dan berbau khas Xylene. Semakin tinggi kadar CuNP warna-warna sampel PP/CuNP semakin coklat (Gambar 4.2.). Sampel-sampel CuNP/PP berwarna coklat kehitaman, rapuh, ulet ketika digerus dan berbau CuNP (Gambar 4.3.). Sampel-sampel CuNP/PP/G berbentuk serbuk kehitaman dan memiliki bau CuNP (Gambar 4.4. – 4.6. ). Secara makroskopis, wujud sampel menunjukkan bawah baik pencampuran atau penggilingan menghasilkan dispersi partikel pengisi (CuNP dan G) yang baik di dalam resin PP. Warna coklat pada PP/CuNP dan CuNP/PP menunjukkan CuNP (coklat tua) tercampur dengan baik dalam resin PP. Pada CuNP/PP/G warna coklat kehitaman berasal dari CuNP dan grafit (hitam) yang terdispersi di dalam resin PP. Pengamatan makroskopis ini akan dikonfirmasi dengan pengujian yang meliputi uji UV-spektroskopi, uji difraksi sinar-X, uji konduktivitas listrik, dan uji kekerasan. Hasil pengujian berupa sifat-sifat nanokomposit PP/CuNP, CuNP/PP, dan CuNP/PP/G yang meningkat merupakan bukti penguat bahwa partikelpartikel pengisi telah terdispersi dengan baik di dalam resin.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Gambar 4.1. Blanko PP/Xylene.
Gambar 4.2. Serbuk nanokomposit PP/CuNP.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Gambar 4.3. Serbuk nanokomposit CuNP/PP.
Gambar 4.4. Serbuk nanokomposit 50CuNP/PP/G.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Gambar 4.5. Serbuk nanokomposit 60CuNP/PP/G.
Gambar 4.6. Serbuk nanokomposit 70CuNP/PP/G.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
4.2.
Nanokomposit PP/CuNP
4.2.1.
Analisis UV-Vis
Sifat optis nanokomposit PP/CuNP dipelajari melalui UV-Vis spektrofotometer. Gambar 4.7. menunjukkan hasil pengujian UV-Vis untuk sampel-sampel CuNP berupa reflektansi (%) dan panjang gelombang. Sementara Gambar 4.8. adalah hasil pengujian UV-Vis untuk sampel-sampel PP dan CuNP. Jika Gambar 4.7. dibandingkan dengan Gambar 4.8., didapati bahwa kurva-kurva reflektansi sampel PP/CuNP relatif lebih rendah daripada kurva reflektansi CuNP, namun masih lebih tinggi daripada kurva reflektansi PP. Secara teoritis, sampel-sampel CuNP tergolong opaque (buram) karena memiliki warna tertentu. Pada sampel jenis ini, cahaya yang ditembakkan ke permukaan dapat dipantulkan dan/atau diserap tetapi tidak dapat diteruskan. Pada Gambar 4.2. sebelumnya, tampak bahwa warna sampel PP/CuNP semakin gelap seiring meningkatnya konsentrasi CuNP di dalam resin PP. Semakin gelapnya warna sampel akan menyebabkan tingkat penyerapan cahaya (absorbance, IA) sampel meningkat. Sebagai konsekuensinya, tingkat pemantulan (reflectance, IR) turun agar jumlah intensistas tetap sama dengan jumlah intensitas awal (𝐼0 = 𝐼𝐴 + 𝐼𝑅 ) [35]
. Hal ini menjelaskan mengapa pada Gambar 4.7. posisi grafik-grafik semakin
rendah, yang berarti reflektansi sampel menurun, seiring dengan meningkatnya konsentrasi CuNP. Posisi grafik-grafik yang seperti ini dapat pula dikonfirmasi dengan penelitianpenelitian sebelumnya. Yuwono dkk. [15] menyatakan bahwa ukuran CuNP telah mempengaruhi
sifat
elektronik
sampel—disebut
efek
kuantum—yang
ditunjukkan dengan bergesernya ujung pemantulan (reflectance edge shift). Di kesempatan lain, Singh dkk. [70] mengidentifikasi bahwa konsentrasi ion-ion Cu di dalam PP akan mengakibatkan tingkat penyerapan cahaya tampak oleh sampel (PP yang diradiasi dengan ion Cu) semakin tinggi. Lebih jauh, menurut Singh dkk. kehadiran ion Cu mengakibatkan terjadinya pembentukan gugus baru pada PP yang berujung pada pergeseran ujung penyerapan optik (optical absorption edge).
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
100
Reflektansi (%)
80
60
(b) (a) (c) (d)
40
20
0 200
300
400
500
600
700
800
Panjang gelombang (nm)
Gambar 4.7. Reflektansi spektrum sampel PP/CuNP dengan variasi wt% CuNP: (a) 0,5; (b) 1; (c) 1,5; (d) 2. 200 180 160
Reflektansi (%)
140 120 100 (a)
80 60
(b)
40 20 0 200
300
400 500 Panjang gelombang (nm)
600
700
800
Gambar 4.8. Reflektansi spektrum sampel: (a) 100 wt% CuNP dan (b) 100 wt% PP.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Dari Gambar 4.7. dan 4.8., terlihat pula bahwa reflektansi PP/CuNP secara umum berada pada kisaran nilai reflektansi dari CuNP yang bersifat opak dan PP yang dasarnya tidak berwarna. Partikel-partikel CuNP, sebagaimana logam-logam lain, sejatinya akan menyerap cahaya dalam jumlah besar namun kemudian diemisikan kembali (reemitted) pada panjang gelombang yang sama dalam bentuk reflektansi; oleh karena itu kurva reflektansi CuNP terlihat lebih tinggi daripada baik PP maupun
PP/CuNP. Pada PP yang insulator, kurva reflektansi lebih rendah
berkaitan dengan tingginya jumlah energi yang diserap untuk perpindahan elektron (bagian 3.7.1.4.). Hal ini menyebabkan kurva reflektansi PP paling kecil dibanding PP/CUNP dan CuNP. Dengan demikian, hasil yang ditampilkan oleh Gambar 4.7. mengindikasikan bahwa partikel-partikel CuNP berada dalam kondisi dispersi yang relatif cukup baik di dalam resin PP; ditunjukkan dengan sifat optis nanokomposit PP/CuNP yang merupakan kompromi dari sifat-sifat makro konstituen penyusunnya. Baik pada Gambar 4.7. maupun Gambar 4.8., terlihat bahwa data-data pengujian dimulai dengan pola yang tidak teratur. Pada gambar-gambar terlihat bahwa nilai reflektansi untuk daerah 200-360 nm terdeteksi berada di luar jangkauan (bandwith) panjang gelombangnya. Data ini dipastikan sebagai data salah (stray light). Mengacu pada persamaan penyerapan energi (persamaan (11)), semakin kecil panjang gelombang maka energi foton yang diserap akan semakin besar; dalam grafik ini ditunjukkan dengan nilai reflektansi yang rendah. Dengan demikian, seharusnya semakin kecil panjang gelombang nilai reflektansi akan semakin kecil pula [71] tidak sebagaimana yang ditampilkan pada Gambar 4.7. dan 4.8. Data salah ini kemungkinan disebabkan oleh orde difraksi yang terlalu tinggi, penghamburan (scattering), dan/atau desain mesin yang tidak sesuai [72]. Dalam pada itu, untuk menghitung nilai energi celah pita, pertama-tama grafikgrafik pada Gambar 4.7. dan 4.8. akan dihaluskan (smoothing) menggunakan perangkat lunak PeakFit® (bagian 3.7.1.3.). Data-data yang sudah dihaluskan kemudian diolah dengan metode Kubelka-Munk (bagian 3.7.1.5.) menghasilkan grafik KM2 vs. energi foton (energi yang diserap, Ep) seperti terlihat pada Gambar 4.9. dan 4.10. berikut ini.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
6000
(a)
5000
KM2
4000
(b)
3000
2000
(c)
1000
(d) 0 2.5
3
3.5
4
4.5
5
Energi foton (Ep, eV)
Gambar 4.9. Kurva Kubelka-Munk sampel PP/CuNP dengan variasi wt% CuNP: (a) 0,5; (b) 1; (c) 1,5; dan (d) 2. 60000
(b)
55000 50000 45000 40000 KM2
35000 30000 25000 20000 15000 10000
(a)
5000 0 0
2
4
6
8
Energi foton (Ep,, eV)
Gambar 4.10. Kurva Kubelka-Munk sampel: (a) 100 wt% CuNP; dan (b) 100 wt% PP.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Dari masing-masing kurva Kubelka-Munk akan dicari daerah penurunan pada kurva yang merupakan daerah terjadinya celah pita (band gap). Daerah ini ditunjukkan dengan garis kurva yang menurun. Sebagai contoh, pada CuNP daerah ini ditemukan pada kisaran Ep antara 1,6 – 1,7 eV. Berikutnya, pola kecenderungan garis-garis ditetapkan guna mendapatkan persamaan KubelkaMunk yang dapat digunakan untuk menghitung Eg (energi celah pita) pada KM2 sama dengan nol. Hasil pencarian kecenderungan garis-garis (trendline) ditampilkan pada Lampiran D. Tabel 4.1. dan Gambar 4.11. menunjukkan perolehan nilai energi celah pita untuk sampel-sampel PP, CuNP, dan PP/CuNP. Tabel 4.1. Energi celah pita sampel PP, CuNP, dan PP/CuNP dihitung dengan metode Kubelka-Munk. Material
Persamamaan Kubelka Munk y = -50190x + 315898 y = -202.13x + 356.4 y = -158.4x + 938.94 y = -3874.8x + 21033 y = -7546x + 33542 y = -6162.4x + 26262
PP CuNP PP/0.5CuNP PP/1CuNP PP/1.5CuNP PP/2CuNP
Y (KM2) 0 0 0 0 0 0
X (Eg, eV) 6.29 1.76 5.93 5.43 4.43 4.26
Eg(literatur) (eV) 6,33 [70] 2.7 (Cu) [73] 4,72 [15] 4,26 [15] 3,98 [15] 3,78 [15]
8
Energi celah pita (Eg, eV)
7
6.29
6
5.93
5
5.43 4.43
4.26
4 3 1.76
2 1 0 PP
PP/0.5CuNP
PP/1CuNP PP/1.5CuNP Sampel
PP/2CuNP
CuNP
Gambar 4.11. Energi celah pita untuk PP, PP/CuNP, dan CuNP. Dari Gambar 4.11. terlihat bahwa semakin tinggi tingkat pengisian CuNP maka nilai energi celah pita PP/CuNP akan semakin rendah. Selain itu, dapat pula diamati bahwa penurunan energi celah pita terbesar terjadi pada daerah antara
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
PP/1CuNP dan PP/1.5CuNP. Hal ini mengindikasikan adanya daerah pengisian optimum (percolation threshold, bagian 2.3.5.3.2.) antara PP/1CuNP dan PP/1.5CuNP. Untuk penetapan yang lebih akurat, keberadaan daerah ini perlu dikonfirmasi dengan hasil uji konduktivitas. Sebagai tambahan, pada penelitian Yuwono dkk. [15] percolation threshold terjadi pada daerah antara PP-1 CuNP dan PP-1.5CuNP (sudut pandang penurunan energi celah pita) dan
antara PP-
0.5CuNP dengan PP-1CuNP (sudut pandang kenaikan nilai konduktivitas). Lebih jauh, jika ditetapkan panjang gelombang cahaya tampak (visible) maksimal (λmin) dan minimal (λmax) berturut-turut sebesar 0,4 μm dan 0,7 μm, maka dari persamaan (11) dapat diperoleh nilai Eg min dan Eg max berturut-turut sebesar 1,8 eV dan 3,1 eV
[35]
. Kedua nilai Eg ini menjadi acuan bahwa: (i) material dengan
nilai Ep (Eg)<1,8 eV akan menyerap semua energi foton dan material dengan 1,8<Ep (Eg)<3,1 eV akan menyerap sebagian energi, yang berarti keduanya bersifat semikonduktor; dan (ii) material dengan nilai Ep (Eg)>3,1 eV akan bersifat insulator, karena energi yang dibutuhkan untuk memindahkan elektron ke daerah pita konduksi (bagian 3.7.1.4.) lebih besar daripada energi yang diserap dari cahaya tampak. Berdasarkan acuan ini dan dari data-data pada Tabel 4.1. dapat diketahui hubungan antara sifat-sifat optis sampel dengan sifat-sifat listriknya. PP yang berwarna putih bersih menyerap sebagian energi foton yang berasal dari spektrum cahaya tampak. Namun demikian, jumlah energi foton yang diserap lebih kecil daripada energi celah pita yang dimiliki PP (6,29 eV) sehingga energi yang diserap tidak dapat memicu terjadinya perpindahan elekron. Hal ini menyebabkan PP bersifat insulator. CuNP yang berwana coklat tua menyerap energi foton yang sama atau lebih besar dari energi celah pitanya (2,7 eV) sehingga CuNP bersifat semikonduktor. Pada PP/CuNP yang didominasi PP, berlaku hal yang sama seperti PP sehingga PP/CuNP bersifat insulator. Penetapan sifat-sifat ini akan diteliti lebih lanjut melalui analisis hasil uji konduktivitas masing-masing sampel.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
4.2.2.
Analisis Uji konduktivitas
Dari data-data yang diperoleh pada pengujian sebelumnya sudah terindikasi adanya pengaruh pengisian pengujian CuNP terhadap sifat kelistrikan PP/CuNP. Lewat hasil uji konduktivitas indikasi-indikasi tersebut akan semakin diperkuat dengan adanya nilai konduktivitas listrik yang memadai. Dalam pada itu, telah dilakukan pengukuran nilai konduktivitas listrik sampel-sampel CuNP dan PP/CUNP melalui perantaraan nilai hambat jenis yang dikarakterisasi dengan teknik sebagaimana dijelaskan pada bagian 3.7.3. Hasil pengukuran nilai konduktivitas sampel-sampel PP, CuNP, dan PP/CuNP ditunjukkan oleh Tabel 4.2. dan Gambar 4.12. Nilai konduktivitas yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa penetapan sifat-sifat sampel sebelumnya adalah benar, yaitu PP dan PP/CuNP bersifat insulator sementara CuNP adalah semikonduktor. Tabel 4.2. Hasil pengukuran konduktivitas sampel CuNP dan PP/CuNP dengan metode in-line four probe. Hambat jenis, 𝝆 (𝛀-cm) 1016 – 1017 [43] 0.02 Besar Besar Besar Besar
Jenis PP CuNP PP/0.5CuNP PP/1CuNP PP/1.5CuNP PP/2CuNP
Konduktivitas, 𝛔 (S/cm) ~0 53.25 ~0 ~0 ~0 ~0
𝛔literatur (S/cm) 5,45 [15] 0.596 x 106 [74] 7.54 [15] 13.52 [15] 14.43 [15] 9.31 [15]
Kpnduktivitas listrik (σ, S/cm)
20 σ (penelitian) 15
14.43
13.52
σ (literatur)
9.31
10
7.54
5
0
0
0
PP/0.5CuNP
0
PP/1CuNP
PP/1.5CuNP
0 PP/2CuNP
Nanokomposit PP/CuNP
Gambar 4.12. Nilai konduktivitas listrik untuk sampel PP/CuNP.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Dari Tabel 4.2. dan Gambar 4.12. terlihat bahwa nilai konduktivitas PP/CuNP yang diperoleh dalam penelitian ini jauh berbeda dengan yang diperoleh pada penelitian sebelumnya oleh Yuwono dkk. [15] Hal ini terutama didasarkan pada metode penghitungan konduktivitas yang digunakan pada masing-masing penelitian. Mereka menggunakan standard pengujian ASTM B193 yang ditujukan untuk menghitung konduktivitas material logam konduktor
[75]
. Sementara itu,
dalam penelitian ini digunakan metode ASTM F 1529 – 97 yang ditujukan untuk menghitung kondutivitas pada semikonduktor [76]. Bagaimanapun, nilai konduktivitas suatu material dapat berbeda hingga 20 kali lipat
[77]
dari material lainnya pada temperatur ruang. Dengan perbedaan yang
sangat luas seperti ini, tidak ada satu alat yang dapat betul-betul mengukur dengan tepat konduktivitas untuk seluruh jenis material. Dalam pada itu, konduktivitas dan hambat jenis material (resistivity) material akan dapat dipahami secara lebih akurat manakala dibarengi dengan pengetahuan yang mendalam mengenai mekanika kuantum
[35, 77]
. Meski demikian, nilai konduktivitas yang diperoleh
dalam penelitian ini dianggap lebih mendekati sifat-sifat PP/CuNP yang seharusnya, karena lebih sejalan baik dengan teori-teori maupun fakta-fakta yang telah digunakan dan ditemukan di dalam penelitian ini. Lebih jauh, nilai konduktivitas CuNP yang dihasilkan tergolong tinggi meskipun masih jauh dari nilai konduktivitas sampel Cu murni, sebagaimana yang terlihat pada Tabel 4.2. Hal ini mengindikasikan bahwa sampel CuNP yang digunakan kemungkinan mengandung lebih dari satu fasa material di dalamnya, sejalan dengan spesifikasi material yang diberikan oleh NaBond Technologies Co., Ltd. Di samping itu, masih terdapat indikasi kemungkinan lainnya, yaitu: (i) bahwa Cu yang berada dalam CuNP bukan Cu melainkan senyawa oksida Cu yang juga bersifat konduktif, dan (ii) reaksi CuNP dengan Xylene dan PP-g-MA telah mengakibatkan perubahan struktur dan sifat pada material CuNP. Indikasiindikasi
ini akan dipelajari lebih lanjut pada bagian 4.4.5. Hasil pengujian
konduktivitas juga menunjukkan bahwa nilai-nilai konduktivitas sampel PP/CuNP masih sangat kecil, yang berarti bahwa hambatan listrik di dalam sampel tersebut
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
masih sangat tinggi. Hal ini dapat dipahami karena memang dalam sistem PP/CuNP jumlah resin PP jauh lebih tinggi daripada jumlah partikel CuNP. Akibatnya partikel CuNP, yang berdasarkan pengamatan makroskopis (Gambar 4.2.) tampak terdispersi dengan baik, tidak berada dalam jarak (interparticle distance, IPD)
[38]
yang cukup dekat untuk dapat membuat suatu jembatan
perpindahan elektron (electron conductive path) di dalam resin. Lebih lanjut, hasil pengujian konduktivitas juga memperlihatkan bahwa tidak terdapat daerah percolation threshold yang dapat diamati untuk sistem PP/CuNP sebagaimana yang disinggung pada bagian 4.2.1. Telah diterangkan di bagian 2.3.5.3.2. bahwa yang dimaksud titik awal percolation threshold (Pc) adalah titik awal dimana material yang tadinya bersifat insulator mulai bertransisi secara signifikan menjadi semikonduktor
[38]
. Dengan kata lain, selama titik awal Pc
belum ditemukan maka selama itu pula nanokomposit akan tetap bersifat insulator meskipun, tentu saja, dengan kadar yang semakin berkurang. Kesimpulan ini, sejalan dengan fakta penelitian yang menunjukkan bahwa nilai energi celah pita dan nilai konduktivitas listrik PP/CuNP sama-sama masih berada pada rentang material insulator. Sebagai penguat akan hal ini, pada bagian selanjutnya akan dianalisis hasil uji difraksi sinar-X guna mengetahui dispersi partikel CuNP di dalam PP/CuNP. 4.2.3.
Analisis Uji Difraksi Sinar-X
Dispersi partikel-partikel CuNP sejauh ini tebukti bertolak belakang dengan pengamatan makroskopis (Gambar 4.2.), yaitu partikel CuNP tidak terdispersi dengan baik di dalam sampel resin, terutama karena jumlahnya yang sangat sedikit. Hasil uji difraksi sinar-X akan memberikan pengetahuan tambahan mengenai dispersi partikel CuNP di dalam PP/CuNP. Sebagai suatu acuan umum dapat dirumuskan bahwa jika hasil XRD menunjukkan tidak terdapat puncakpuncak fasa yang berbeda maka dispersi partikel di dalam CuNP dipasatikan relatif bagus [66]. Hasil-hasil uji difraksi sinar-X pada sampel-sampel di tunjukkan oleh Gambar 4.13. – 4.17.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
PP/Xylene
Intensitas (a.u.)
3000
(a)
2500 (b)
2000
(c)
1500 1000 (a) (b)
500 0 10
20
30
40
50
60
70
80
2 theta (derajat)
Gambar 4.13. Hasil uji difraksi sinar-X pada sampel PP/Xylene dengan kemungkinan fasa: (a) C24H32O7, (b) C15H13ClN2O, dan (c) C24H18O. 0.5% Cu-NP 3500
Intensitas (a.u.)
3000
(a)
2500 2000 1500 1000 (b)
500
(c)
0 10
20
30
40
50
60
70
80
2 theta (derajat)
Gambar 4.14. Hasil uji difraksi sinar-X pada sampel PP/0,5CuNP dengan kemungkinan fasa: (a) dan (b) C20H22N4O6; dan (c) C20H34NiO19. 1.0%Cu-NP 2500
(a)
Intensitas (a.u.)
2000 (b) 1500 1000 500 0 10
20
30
40
50
60
70
2 theta (derajat)
Gambar 4.15. Hasil uji difraksi sinar-X pada sampel PP/1CuNP dengan kemungkinan fasa: (a) C13H12ClNO dan (b) C32H30Fe2N4O2.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
80
1.5%Cu-NP 3000 (a)
Intensitas (a.u.)
2500 2000
(b) (d) (c)
1500 1000 500
(e)
0 10
20
30
40
50
60
70
80
2 theta (derajat)
Gambar 4.16. Hasil uji difraksi sinar-X pada sampel PP/1,5CuNP dengan kemungkinan fasa: (a) C24H32O7, (b) C11H18O4S, (c) C18H15N5OS, (d) C15H13ClN2O, dan (e) C6H12CuN2O8S. 2%Cu-NP
3000 Intensitas (a.u.)
2500
(a)
2000
(b) (d) (c)
1500 1000 500
(a)
0 10
20
30
40
50
60
70
80
2 theta (derajat)
Gambar 4.17. Hasil uji difraksi sinar-X pada sampel PP/2CuNP dengan kemungkinan fasa: (a) C24H32O7, (b) C30H50O2, (c) As3Co2H47N12O16, (d) C33H28S4. Pada gambar-gambar terlihat bahwa bentuk serta puncak-puncak kurva-kurva PP/CuNP relatif mirip dengan grafik difraksi sinar-X pada PP. Hal ini mengindikasikan bahwa fasa-fasa di dalam nanokomposit PP/CuNP masih didominasi oleh fasa yang berasal dari PP dan partikel CuNP tidak terdispersi dengan baik di dalam material. Hal ini menjadi semakin jelas manakala kurvakurva dianalisis secara semi kuantitatif dengan menggunakan perangkat lunak Match!. Hasil olah software Match! tersebut, dengan ketentuan sebagaimana diterangkan di bagian 3.7.2.3., menghasilkan informasi sebagai berikut:
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
•
Sampel PP/Xylene menunjukkan ada 15 kandidat fasa yang cocok dengan data XRD; fasa dengan nilai FoM tertinggi ada pada C24H32O7 (schizandrol A).
•
Sampel PP/0.5CuNP menunjukkan ada 20 kandidat fasa yang cocok dengan data XRD; fasa dengan nilai FoM tertinggi ada pada C20H34NiO19 (hexaaquanickle(II) bis[2-(4-carboxyphenoxy)propionate] trihydrate).
•
Sampel PP/1CuNP menunjukkan ada enam kandidat fasa yang cocok dengan data XRD; fasa dengan nilai FoM tertinggi ada pada C13H12ClNO (N-(ochlorophenyl)-2,5-dimethylpyrrole-3-carbaldehyde).
•
Sampel PP/1.5CuNP menunjukkan ada sembilan kandidat fasa yang cocok dengan data XRD; fasa dengan nilai FoM tertinggi ada pada C24H32O7 (schizandrol A).
•
Sampel PP/2CuNP menunjukkan ada sembilan kandidat fasa yang cocok dengan data XRD; fasa dengan nilai FoM tertinggi ada pada C24H32O7 (schizandrol A).
Informasi fasa-fasa ini secara lengkap ditunjukkan oleh Tabel 4.3. Dari keseluruhan fasa yang berhasil didapatkan, tidak ditemukan puncak untuk fasa Cu. Satu-satunya puncak yang mengindikasikan terdapat CuNP ditemukan pada kurva difraksi PP/1.5CuNP (Gambar 4.16., puncak (e)) berupa senyawa C6H12CuN2O8S dengan fraksi berat sebesar 7,74 %. Jika dilihat dari rumusnya, senyawa ini kemungkinan merupakan hasil reaksi antara Cu, PP-g-MA (C7H8O3), dan Xylene [C6H4–1,4-(CH3)2]. Sebagai tambahan, berdasarkan hasil analisis dengan Match! juga ditemukan bahwa ada dua senyawa yang paling sering muncul pada senyawa-senyawa PP dan PP/CuNP yaitu C24H32O7 dan C15H13ClN2O. Senyawa-senyawa ini mengindikasikan bahwa telah terjadi reaksi kimia antara PP dengan Xylene, CuNP, dan juga PP-g-MA yang menghasilkan gugus baru [70] dalam PP/CuNP. Hal ini berkesesuaian dengan teknik kimiawi basah yang digunakan dalam fabrikasi blanko PP/Xylene dan PP/CuNP.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Tabel 4.3. Kandidat-kandidat fasa dalam sampel-sampel PP dan PP/CuNP diperoleh melalui teknik analisis semi kuantitatif menggunakan Match!. No A B C
Fasa
FoM
PP/Xylene C24H32O7* 0.94 ** C15H13ClN2O 0.91 C9H14N2O2
0.90
wt%
No
Fasa PP/1CuNP C13H12ClNO C32H30Fe2N4O2
10.66 11.29
A B
6.60
C
C40H54O6 ^
FoM
wt%
0.90 0.86
28.19 14.68
0.81
23.97
D
C9H14N2O2
0.87
7.90
D
C30H50O2
0.75
11.30
E F
C26H14F6N2S2 C30H35N5
0.82 0.79
5.14 7.33
E F
C56H46N4O8 C20H26BF4O2Rh
0.70 0.65
10.38 4.18
G
C27H22O3
0.75
1.99
G
C13H22B10FeO
0.62
7.30
H
C42H50O4
0.72
2.41
I J
C26H30FeN4O4 C24H20BFFeN2
0.71 0.68
1.41 2.49
A B
PP/1.5CuNP C24H32O7* C18H15N5OS
0.91 0.88
19.15 16.91
K
C24H24O4***
0.68
10.83
C
C15H13ClN2O**
0.85
14.29
0.67
0.93
D
C28H28N6O
0.81
13.45
C11H18O4S C23H27FN4O2
0.78 0.72
9.95 4.13
^
L
C18H19IN2Pt
M N
C31H42N2O2 C16H26O3Si
0.65 0.61
12.83 4.92
E F
O
C24H18O
0.60
13.27
G
C28H18N2S
0.70
5.02
H
C27H27N3O4S
0.68
9.36
6.41 16.12
I
C6H12CuN2O8S
0.64
7.74
4.64
A
PP/2CuNP C24H32O7*
0.94
24.31
0.91
23.70
A B C
PP/0.5CuNP C20H34NiO19 0.93 C28H24N3O2 0.91 C42H52S4
0.87
**
D
C15H13F6N2PRuS2
0.84
1.61
B
E F
C23H30O4 C14.5H17.75N3.25S
0.78 0.77
2.25 0.00
C D
C33H28S4 C18.5 H17.5 Cl1.5FeN5O
0.89 0.85
19.45 10.35
G
C28H18N2S
0.76
2.20
E
C29H31 Li2N13
0.80
6.44
0.71
2.66
F
C15H16 N2O2S
0.76
3.82
0.72
2.11
H I
**
C15H13ClN2O C18H19IN2Pt
^
C15H13 ClN2O
0.70
0.38
G
C30H50O2
^
J
C24H24O4
0.66
5.86
H
As3Co2H47N12 O16
0.72
3.85
K
C15H18O5
0.64
4.57
I
C9H27 N5P2Se2
0.68
5.98
L
C22H16Cl2Cu2N2O6
0.64
1.11
M N
C9H27N5P2Se2 C20H22N4O6
0.63 0.62
1.49 7.32
O
C22H30N2O4
0.62
9.10
P
C19H19N3O2
0.61
12.24
Q R
C16H56B20Si6 C19H15N2O4V
0.61 0.60
12.02 4.03
S
C40H52Cl4Cu2N8O2
0.60
4.17
T
C18H20IO2P
0.60
1.81
Keterangan: FoM = figure-of-merit A = ranking tertingi wt%bergaris bawah = fraksi berat tertinggi untuk masing-masing kelompok )* )** )^ )^^= fasa muncul lebih dari satu kali
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
4.3.
Nanokomposit CuNP/PP
Hasil pengujian sebelumnya menunjukkan bahwa nanokomposit PP/CuNP masih bersifat insulator. Kondisi PP/CuNP yang seperti ini belum memungkinkan untuk digunakan sebagai material penyusun pelat bipolar. Oleh karena itu, dengan mengacu pada informasi-informasi mengenai PP/CuNP sebelumnya, pada tahap ini ditetapkan bakalan nanokomposit yang baru (CuNP/PP). Pada bakalan ini tingkat konsentrasi CuNP ditingkatkan sedemikian rupa, yakni dari 50 – 90 wt%, sehingga menjadi fasa yang dominan di dalam sampel. Dengan demikian diharapkan nilai konduktivitas listrik sampel akan meningkat secara signifikan. 4.3.1.
Analisis UV-Vis
Gambar 4.18. menunjukkan hasil pengujian UV-Spektroskopi pada sampelsampel CuNP/PP. Dari gambar tersebut tampak ada kecenderungan umum bahwa seiring dengan meningkatnya jumlah partikel CuNP di dalam PP, maka reflektansi sampel-sampel semakin menurun. Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh positif dari meningkatnya jumlah CuNP terhadap sifat-sifat optis CuNP/PP. 8 (a) (b) (c)
Reflektansi (%)
7 6
(e)
5
(d)
4 3 2 1 0 200
300
400
500
600
700
800
Panjang Gelombang (nm)
Gambar 4.18. Reflektansi spektrum CuNP/PP dengan variasi wt% CuNP: (a) 50; (b) 60; (c) 70; (d) 80 ; dan (e) 90.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Pola penurunan kurva reflektansi sampel-sampel CuNP/PP antara lain berkaitan dengan warna sampel yang semakin gelap (Gambar 4.3.) sehingga tingkat penyerapan energi foton semakin tinggi. Di samping itu, kisaran nilai reflektansi CuNP/PP (20-60%) yang ditunjukkan oleh Gambar 4.16. terlihat jauh lebih rendah daripada kisaran reflektansi PP/CuNP (2-8%) yang ditunjukkan pada Gambar 4.7. Hal ini juga berkenaan dengan warna sampel CuNP/PP yang lebih gelap dibanding sampel PP/CuNP. Sebagaimana pada sampel PP/CuNP, data-data uji UV-Spektroskopi CuNP/PP diperhalus dengan perangkat lunak PeakFit® untuk kemudian diolah menjadi kurva Kubelka-Munk seperti yang diperlihatkan oleh Gambar 4.19. Dari kurva Kubelka-Munk ini akan diperoleh daerah celah pita (band gap) serta ditentukan garis-garis kecenderungan (trendline) pada daerah tersebut (Lampiran D). Selanjutnya, diperoleh persamaan Kubelka-Munk yang digunakan untuk menghitung nilai energi celah pita sampel-sampel CuNP/PP . Perolehan nilai energi celah pita untuk sampel-sampel CuNP/PP ditunjukkan oleh Tabel 4.4. dan Gambar 4.20. 100
(a)
90 (b)
80
(c)
70
KM2
60 50 40 30 20
(e) (d)
10 0 1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
5.5
6
Energi foton (Ep, eV)
Gambar 4.19. Kurva Kubelka-Munk CuNP/PP dengan variasi wt% CuNP: (a) 50, (b) 60, (c) 70, (d) 80, dan (e) 90.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Tabel 4.4. Energi celah pita sampel CuNP/PP dihitung dengan metode KubelkaMunk. Material
Persamamaan Kubelka Munk y = -42.452x + 99.16 y = -36.319x + 84.02 y = -31.83x + 73.13 y = -13.256x + 29.926 y = -15.303x + 34.296
50CuNP/PP 60CuNP/PP 70CuNP/PP 80CuNP/PP 90CuNP/PP
Y (KM) 0 0 0 0 0
X (Energi celah pita,eV) 2.34 2.31 2.30 2.26 2.24
Energi celah pita (Eg, eV)
2.36 2.34
2.34
2.32
2.31
2.3
2.3 2.28
2.26
2.26 2.24 2.22 50CuNP/PP
60CuNP/PP
70CuNP/PP
80CuNP/PP
Nanokomposit CuNP/PP
Gambar 4.20. Energi celah pita sampel-sampel CuNP/PP. Dari Gambar 4.20., dapat dilihat bahwa energi celah pita pada sampel-sampel CuNP/PP menenurun seiring dengan meningkatnya pengisian CuNP. Dengan mengacu pada ketentuan 1,8< Ep (Eg) <3,1 eV untuk semikonduktor, hasil penghitungan energi celah pita menunjukkan bahwa sampel-sampel CuNP/PP memiliki sifat kelistrikan yang jauh lebih baik karena tergolong jenis semikonduktor dibandingkan PP/CuNP yang bersifat insulator. Kehadiran CuNP dalam jumlah yang dominan di dalam CuNP/PP telah mampu membuat sebuah tingkat elektron baru di antara daerah celah pita antara pita valensi dan pita konduksi [35]. Hal ini kemudian berujung pada terbentuknya daerah celah pita baru yang nilai energi celah pitanya lebih kecil dari energi celah pita mula-mula. Pembentukan celah pita baru ini diilustrasikan oleh Gambar 4.21.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Gambar 4.21. Ilustrasi energi celah pita pada matriks PP tanpa dan dengan kehadiran CuNP yang dominan.
4.3.2.
Analisis Uji Konduktivitas
Untuk dapat menilai sejauh mana tingkat konduktivitas listrik sampel CuNP/PP terhadap listrik akan dilakukan analisis terhadap hasil pengujian konduktivitas listrik. Tabel 4.5. dan Gambar 4.22. menunjukkan hasil pengujian konduktivitas listrik sampel-sampel CuNP/PP. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa telah terjadi peningkatan nilai kondukvitas sampel nanokomposit seiring dengan meningkatnya konsentrasi partikel-partikel CuNP di dalam resin PP. Di samping itu, hasil-hasil juga menunjukkan bahwa ketika partikel CuNP berada dalam kondisi yang dominan di dalam sampel maka sifat kelistrikan nanokomposit akan berubah secara signifikan dari yang semula bersifat insulator (PP/CuNP) menjadi material CuNP/PP yang konduktif terhadap listrik atau semikonduktor (kisaran konduktivitas semikonduktor: 10-6 – 104 (Ω m)-1) [35]. Tabel 4.5. Hasil pengukuran konduktivitas sampel CuNP/PP dengan metode inline four probe. Jenis 50CuNP/PP 60CuNP/PP 70CuNP/PP 80CuNP/PP 90CuNP/PP
Hambat jenis, 𝝆 (𝛀-cm) 7.78 2.25 0.73 0.61 0.30
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Konduktivitas, 𝛔 (S/cm) 0.13 0.45 1.37 1.65 3.38
4 3.38
Konduktivitas (S/cm)
3.5 3 2.5 2
1.65 1.37
1.5 1 0.5
0.45 0.13
0 50CuNP/PP
60CuNP/PP
70CuNP/PP
80CuNP/PP
90CuNP/PP
Nanokomposit CuNP/PP
Gambar 4.22. Konduktivitas sampel CuNP/PP. Jika perolehan nilai-nilai konduktivitas PP/CuNP dan CuNP/PP dianalisis secara bersamaan tampak bahwa nilai konduktivitas komposit meningkat perlahan dari 0 – 50 wt% CuNP. Nilai-nilai ini kemudian meningkat secara signifikan mulai dari kandungan resin sebesar 60 – 90 wt%. Hal ini mengindikasikan adanya sebuah kecenderungan, yaitu bahwa konduktivitas listrik sampel-sampel akan meningkat secara signifikan dari insulator menjadi semikonduktor jika terdapat sekurangkurangnya 50 wt% pengisi di dalam resin. Penetapan kecenderungan (trend) yang seperti ini dapat dikonfirmasi dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Chen dkk.
[32]
menemukan bahwa ketika
kandungan resin (fenolik) lebih dari 15 wt% (pengisi 85 wt%) nilai konduktivitas akan turun secara cepat. Weimin dkk.
[78]
menginvestigasi bahwa nilai
konduktivitas pelat bipolar komposit mendekati nol pada 50 wt% pengisi (grafit) dan terus meningkat secara signifikan sampai dengan kandungan pengisi sebesar 80 wt% di dalam resin vinil ester. Dari penelitian sebelumnya juga dapat diketahui berat optimum resin dan pengisi untuk sebuah pelat bipolar. Chen dkk. [32] menetapkan berat optimum resin sebesar 15 – 20 wt%. Weimin dkk.
[78]
menetapkan bahwa kondisi optimum tercapai pada
kandungan pengisi sebesar 80%. Dhakate dkk. [79] menetapkan kondisi optimum pada total 66 vol% pengisi (1% MWNT dan 65% grafit) dan 34 vol % resin.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
4.4.
Nanokomposit CuNP/PP/G
Dengan perolehan yang dicapai pada tahap sebelumnya, dapat terlihat bahwa ada pengaruh signifikan dari tingkat pengisian CuNP yang dominan terhadap sifat kelistrikan CuNP/PP jika dibandingkan dengan PP/CuNP. Bagaimanapun, nilai konduktivitas listrik yang diperoleh masih sangat kecil dibandingkan baik dengan nilai konduktivitas Cu (σpenelitian = 53 S/cm dan σliteratur = 0,596 x 106 S/cm)
maupun target DOE (σDOE = 100 S/cm). Untuk dapat meningkatkan konduktivitas bakalan nanokomposit CuNP/PP, cara yang dapat dilakukan adalah dengan menurunkan konsentrasi resin insulator. Namun demikian, penurunan resin insulator ini tidak dapat dikompensasi dengan peningkatan CuNP, misal mencapai 80 – 90 wt%, karena akan menyebabkan material semakin rapuh. Oleh karena itu, dalam penelitian akan ini ditempuh mekanisme hybrid composite dengan cara melibatkan partikulat grafit yang diharapkan dapat berfungsi baik sebagai pengisi konduktif (conductive filler) maupun sebagai penguat (reinforcement). Meskipun penelitian-penelitian sebelumnya tekah membuktikan bahwa grafit mampu memperbaiki sifat kelistrikan dan mekanik secara signifikan (Tabel 2.3. dan Lampiran A), namun demikian dalam penelitian ini pengaruh grafit ini masih harus dibuktikan lebih lanjut. Hal ini terutama berkaitan dengan jenis grafit yang tidak diketahui dengan baik spesifikasinya. Dalam pada itu, sebagaimana telah diterangkan di bagian 3.6. dan 4.1., dilakukan fabrikasi nanokomposit CuNP/PP/G yang secara lebih spesifik dikelompokkan lagi menjadi: 50CuNP/PP/G, 60CuNP/PP/G, dan 70CuNP/PP/G. Komposisi 50-70 CuNP dipilih sebagai kandidat kondisi optimum mengcau pada tahap penelitian sebelumnya. Selanjutnya, dalam sub-bab ini akan dilakukan analisis terhadap hasil pengujian nanokomposit CuNP/PP/G. Sebagai tambahan, juga dilakukan identifikasi terhadap material pengisi khususnya CuNP. Pada CuNP, identifikasi ini perlu mengingat sepanjang penelitian CuNP tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap meningkatnya sifat kelistrikan nanokomposit, diukur dari target konduktivitas yang ingin dicapai. Secara teoritis, fakta ini tidak seharusnya terjadi karena CuNP yang berada dalam skala nano sejatinya menjamin adanya peningkatan sifat-sifat material komposit secara signifikan.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
4.4.1.
Analisis 50CuNP/PP/G
Hasil uji spektroskopi sampel-sampel 50CuNP/PP/G ditunjukkan oleh Gambar 4.23. Kurva-kurva reflektansi sampel 50CuNP/PP/G pada Gambar 4.23. ini relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan kurva reflektansi 50CuNP/PP pada Gambar 4.18. Hal ini menunjukkan bahwa kehadiran grafit mempengaruhi sifat optis 50CuNP/PP/G. Lebih jauh, hal ini dapat dipahami karena dengan adanya grafit yang berwarna hitam warna sampel 50CuNP/PP/G menjadi lebih gelap dan menyerap lebih banyak cahaya sehingga nilai-nilai reflektansinya lebih rendah daripada sampel 50CuNP/PP. Penurunan ini juga mengindikasikan bahwa grafit sudah tercampur dengan baik di dalam sistem 50CuNP/PP/G. 1.7 1.6
Reflektansi
1.5 1.4
(e) 1.3
(c) (a) (b) (d)
1.2 1.1 1 200
300
400
500
600
700
800
Panjang gelombang (nm)
Gambar 4.23. Reflektansi spektrum sampel 50CuNP/PP/G dengan variasi wt% G: (a) 5, (b) 10, (c) 15, (d) 20 (1), dan (e) 25. Data-data yang ditampilkan dalam Gambar 4.23. selanjutnya diolah menjadi Kurva Kubelka-Munk dengan metode sebagaimana diterangkan pada pada bagian 3.7. Kurva Kubelka-Munk untuk sampel-sampel 50CuNP/PP/G ditunjukkan oleh Gambar 4.24. Dari kurva Kubelka-Munk ini diperoleh daerah energi celah pita untuk masing-masing sampel 50CuN/PP/G. Kecenderungan garis pada daerah celah pita ini (ditampilkan pada Lampiran D) selanjutnya menghasilkan nilai-nilai energi celah pita seperti yang terlihat pada Tabel 4.6 dan Gambar 4.25.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
0.3
(a) 0.25
KM2
(e) 0.2
(c)
0.15
(b)
0.1
(d) 0.05 0
2
3
4 5 Energi foton (Ep, eV)
6
Gambar 4.24. Kurva Kubelka-Munk sampel 50CuNP/PP/G dengan variasi wt% G: (a) 5, (b) 10, (c) 15, (d) 20 (1), dan (e) 25. Tabel 4.6. Energi celah pita sampel CuNP/PP dihitung dengan metode KubelkaMunk. Material 50CuNP/PP/5G 50CuNP/PP/10G 50CuNP/PP/15G 50CuNP/PP/20G 50CuNP/PP/25G
Persamamaan Kubelka Munk y = -0.0266x + 0.3112 y = -0.0289x + 0.2408 y = -0.047x + 0.3613 y = -0.0349x + 0.2028 y = -0.1066x + 0.563
Y (KM) 0 0 0 0 0
X (Energi celah pita,eV) 11.70 8.33 7.69 5.81 5.28
14
Energi celah pita (Eg, eV)
12
11.7
10
8.33
8
7.69 5.81
6
5.28
4 2 0 5G
10G
15G
20G
Nanokomposit 50CuNP/PP/G
Gambar 4.25. Energi celah pita sampel 50CuNP/PP/G.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
25G
Gambar 4.25. menunjukkan nilai energi celah pita sampel-sampel 50CuNP/PP/G yang semakin menurun seiring dengan meningkatnya jumlah grafit di dalam sampel nanokomposit. Dilihat dari rentang nilai energi celah pita yang rata-rata lebih besar dari 3 eV maka sampel-sampel 50CuNP/PP/G tergolong jenis insulator. Nilai yang seperti ini mengindikasikan bahwa penambahan material grafit menyebabkan sampel 50CuNP/PP/G menjadi bersifat insulator. Jika grafit yang ditambahkan dianggap bersifat insulator maka nilai energi celah pita yang diberikan dapat diterima karena berarti secara keseluruhan di dalam sistem 50CuNP/PP/G terdapat jumlah material konduktor dan insulator yang seimbang. Sementara telah dijelaskan pada bagian 4.3.2. sebelumnya bahwa untuk mendapatkan sifat konduktivitas listrik yang baik, konsentrasi pengisi konduktif harus lebih tinggi atau dominan dibanding konsentrasi konstituen yang insulator. Namun jika grafit yang ditambahkan ternyata bersifat semikonduktor, maka nilainilai energi celah pita yang diberikan dapat dianggap tidak sesuai. Hal ini karena jumlah pengisi konduktif sejatinya sudah dominan dan secara teorits akan menghasilkan komposit yang konduktif. Kondisi yang bertentangan ini kemungkinan disebabkan oleh menurunnya kompatibilitas pengisi di dalam resin PP sebagai akibat tidak adanya agen pengikat (coupling agent) PP-g-MA. Lebih jauh, kompatibilitas yang rendah berdampak pada sifat-sifat 50CuNP/PP/G yang insulator sekalipun di dalamnya terkandung pengisi konduktif yang dominan. Untuk dapat mengkonfirmasi sejauh mana hubungan antara sifat optis, energi celah pita dan sifat kelistrikan sampel 50CuNP/PP/G, maka akan dilakukan analisis terhadap hasil uji konduktivitas listrik sampel-sampel. Sementara itu, jenis grafit akan diidentifikasi secara tersendiri pada bagian 4.4.6. Hasil-hasil uji konduktivitas sampel 50CuNP/PP/G ditampilkan dalam Tabel 4.7. dan Gambar 4.26. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa seiring dengan meningkatnya
konsentrasi grafit
di dalam
sistem 50CuNP/PP/G,
nilai
konduktivitas sampel juga ikut meningkat. Ini mengindikasikan adanya dispersi pengisi yang baik serta grafit yang ditambahkan bersifat semikonduktor.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Tabel 4.7. Hasil pengukuran konduktivitas sampel CuNP/PP dengan metode inline four probe. Jenis Hambat jenis, 𝝆 (𝛀-cm) Konduktivitas, 𝛔 (S/cm) 50CuNP/PP/5G 50CuNP/PP/10G 50CuNP/PP/15G 50CuNP/PP/20G 50CuNP/PP/25G
5.85 4.04 2.51 0.73 0.38
0.17 0.25 0.40 1.37 2.65
3
2.65
Konduktivitas (σ, S/cm)
2.5 2 1.37
1.5 1 0.5
0.17
0.25
5G
10G
0.4
0 15G
20G
25G
Nanokomposit 50CuNP/PP/G
Gambar 4.26. Konduktivitas listrik sampel 50CuNP/PP/G. Dibandingkan dengan PP, konduktivitas 50CuNP/PP/G jauh lebih baik karena berada di kisaran semikonduktor. Selain itu, konduktivitas 50CuNP/PP/G rata-rata lebih besar dari konduktivitas 50CuNP/PP (0,13 S/cm). Hal ini mengindikasikan bahwa sistem nanokomposit hibrida 50CuNP/PP/G dengan dua pengisi (CuNP dan G) menghasilkan sifat yang lebih unggul dibandingkan 50CuNP/PP yang hanya menggunakan satu macam pengisi. Sampai di sini, terlihat ada ketidakcocokan antara data sifat optis dengan data sifat kelistrikan
sampel
50CuNP/PP/G.
Mengacu
pada
metode
pengujian,
kemungkinan data uji UV-Spektroskop lebih dekat kepada sifat 50CuNP/PP/G yang sebenarnya. Hal ini mengingat bahwa pada pengujian UV-Spektroskopi penyinaran dilakukan terhadap seluruh permukaan sampel sehingga data uji lebih representatif. Sementara pada pengujian konduktivitas, nilai hambat jenis diukur hanya pada titik-titik yang bersinggungan dengan ujung antena (probe).
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
4.4.2.
Analisis 60CuNP/PP/G
Hasil uji spektroskopi sampel-sampel 60CuNP/PP/G ditunjukkan oleh Gambar 4.27. Kurva-kurva reflektansi sampel 60CuNP/PP/G pada Gambar 4.27. relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan kurva reflektansi 60CuNP/PP pada Gambar 4.18. Hal ini mengindikasikan bahwa kehadiran grafit mempengaruhi sifat optis sampel 60CuNP/PP/G. Selain itu, penuruan kurva juga menunjukkan bahwa grafit telah tercampur dengan baik di dalam 60CuNP/PP/G. Lebih jauh, jika dibandingkan dengan kurva-kurva reflektansi 50CuNP/PP/G (Gambar 4.23), kurva-kurva reflektansi sampel 60CuNP/PP/G relatif lebih tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa penyerapan cahaya oleh sampel berkurang seiring dengan bertambahnya kadar CuNP di dalam sampel. Hal ini dapat dipahami karena secara makroskopis warna grafit tampak hitam dan lebih gelap daripada CuNP yang berwarna coklat tua. Dengan demikian, jika terdapat lebih banyak pengisi CuNP maka warna sampel cenderung menjadi semakin coklat tua yang tingkat penyerapan cahanyanya lebih rendah daripada warna hitam.
Reflektansi
7 6
(c)
5
(a) (b) (d)
4 3 2 1 0 200
300
400
500
600
700
800
Panjang gelombang (nm)
Gambar 4.27. Reflektansi spektrum sampel 60CuNP/PP/G dengan kode: (a) N1K1 ; (b) N4K10; (c) 3K8; dan (d) N3.5K7.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Data-data yang ditampilkan dalam Gambar 4.27. selanjutnya diolah menjadi Kurva Kubelka-Munk dengan metode sebagaimana diterangkan pada pada bagian 3.7. Kurva Kubelka-Munk untuk sampel-sampel 60CuNP/PP/G ditunjukkan oleh Gambar 4.28. Dari kurva Kubelka-Munk ini diperoleh daerah energi celah pita untuk masing-masing sampel 60CuN/PP/G. Kecenderungan garis pada daerah celah pita ini (ditampilkan pada Lampiran D) selanjutnya menghasilkan nilai-nilai energi celah pita seperti yang terlihat pada Tabel 4.8 dan Gambar 4.29. 160 (b)
140 120
KM2
100 80 60 40
(a) (c)
20
(d)
0 1.6
2.6
3.6 4.6 Energi foton (Ep, eV)
5.6
Gambar 4.28. Kurva Kubelka-Munk sampel 60CuNP/PP/G dengan kode: (a) N1K1 ; (b) N4K10; (c) 3K8; dan (d) N35K7. Tabel 4.8. Energi celah pita sampel 60CuNP/PP/G dihitung dengan metode Kubelka-Munk. Material 60CuNP-N4K10 60CuNP-N1K1 60CuNP-N35K7 60CuNP-3K8
Persamamaan Kubelka Munk y = -1.668x + 8.1117 y = -5.9502x + 15.772 y = -4.5964x + 11.259 y = -13.956x + 33.368
Y (KM) 0 0 0 0
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
X (Energi celah pita,eV) 4.86 2.65 2.45 2.40
6
Energi celah pita (Eg, eV)
5
4.86
4 2.65
3
2.45
2.4
60CuNP-N35K7
60CuNP-3K8
2 1 0 60CuNP-N4K10
60CuNP-N1K1
Nanokomposit 60CuNP/PP/G
Gambar 4.29. Energi celah pita sampel 60CuNP/PP/G.
Gambar 4.29. menunjukkan nilai energi celah pita sampel-sampel 60CuNP/PP/G yang relatif menurun seiring dengan meningkatnya jumlah grafit di dalam sampel nanokomposit. Dari rentang nilai energi celah pita yang dihasilkan tampak bahwa sampel-sampel 60CuNP/PP/G sudah tergolong jenis semikonduktor pada tingkat pengisian grafit 15 – 25 wt%. Nilai yang seperti ini mengindikasikan bahwa ketika kadar CuNP di dalam sampel ditingkatkan menjadi dominan (60 wt%) maka sifat sampel akan berubah dari insulator menjadi semikonduktor; terlepas dari hasil identifikasi sifat grafit yang digunakan, apakah insulator atau semikonduktor. Kehadiran grafit terlihat tidak membuat sampel 60CuNP/PP/G menjadi lebih konduktif karena nilai energi celah pita yang dihasilkan justru lebih tinggi dari nilai energi celah pita 60CuNP/PP sebesar 2,31 eV. Lebih jauh, nilai-nilai energi celah pita sampel 60CuNP/PP/G terlihat jauh lebih rendah dibandingkan nilai energi celah pita 50CuNP/PP/G. Dengan mengacu pada analisis energi celah pita sampel 50CuNP/PP/G, penurunan nilai energi celah pita ini kemungkinan lebih disebabkan oleh kehadiran CuNP dibandingkan grafit. Hal ini dapat dibuktikan dengan membandingkan energi celah pita kedua sampel pada kadar grafit yang sama. Sebagai contoh, pada 50CuNP/PP/5G nilai Eg tercatat sebesar 11,70 eV (Tabel 4.6.) sementara pada 60CuNP/PP/5G (N4K10, 60 wt% CuNP) nilai energi celah pita tercatat sebesar 4,86 eV.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Untuk dapat mengkonfirmasi sejauh mana hubungan antara sifat optis, energi celah pita dan sifat kelistrikan sampel 60CuNP/PP/G, maka akan dilakukan analisis terhadap hasil uji konduktivitas listrik sampel-sampel. Hasil-hasil uji konduktivitas sampel 60CuNP/PP/G ditampilkan dalam Tabel 4.9. dan Gambar 4.30. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa seiring dengan meningkatnya konsentrasi grafit, nilai konduktivitas sampel-sampel 60CuNP/PP/G juga ikut meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa pengisi grafit telah terdispersi dengan baik di dalam sampel 60CuNP/PP/G. Dibandingkan dengan PP, konduktivitas 60CuNP/PP/G jauh lebih baik karena berada di kisaran semikonduktor. Selain itu, konduktivitas 60CuNP/PP/G rata-rata lebih besar dari konduktivitas 60CuNP/PP (0,45 S/cm). Hal ini mengindikasikan bahwa sistem nanokomposit hibrida 60CuNP/PP/G menghasilkan sifat yang lebih unggul dibandingkan 60CuNP/PP. Tabel 4.9. Hasil pengukuran konduktivitas sampel 60CuNP/PP/G dengan metode in-line four probe. Jenis 60CuNP-N4K10 60CuNP-N1K1 60CuNP-N35K7 60CuNP-3K8 60CuNP- N5K11
Konduktivitas, 𝛔 (S/cm) 0.04 0.000052 0.86 0.64 2.54
Hambat jenis, 𝝆 (𝛀-cm) 23.4 19240 1.158 1.57 0.39
3 2.54 Konduktivitas (σ, S/cm)
2.5 2 1.5 0.86
1
0.64
0.5 0.04
5.2E-05
60CuNP-N4K10
60CuNP-N1K1
0
60CuNP-N35K7
60CuNP-3K8
60CuNP- N5K11
Nanokomposit 60CuNP/PP/G
Gambar 4.30. Konduktivitas listrik sampel 60CuNP/PP/G.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
4.4.3.
Analisis 70CuNP/PP/G
Hasil uji spektroskopi sampel-sampel 70CuNP/PP/G ditunjukkan oleh Gambar 4.31. Kurva-kurva reflektansi sampel 70CuNP/PP/G pada Gambar 4.31. relatif lebih rendah tinggi dibandingkan dengan kurva reflektansi 70CuNP/PP pada Gambar 4.18. Hal ini mengindikasikan bahwa kehadiran grafit mempengaruhi sifat optis sampel 70CuNP/PP/G. Selain itu, kenaikan kurva juga menunjukkan bahwa grafit telah tercampur dengan baik di dalam 70CuNP/PP/G. Lebih jauh, jika dibandingkan dengan kurva-kurva reflektansi 60CuNP/PP/G pada Gambar 4.27, Gambar 4.30. memperlihatkan kurva-kurva reflektansi sampel 70CuNP/PP/G yang relatif lebih tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa penyerapan cahaya oleh sampel berkurang seiring dengan bertambahnya kadar CuNP di dalam sampel. Lebih jauh, ini berkaitan dengan warna sampel 70CuNP/PP/G (Gambar 4.6.) yang didominasi oleh warna coklat tua yang berasal dari CuNP daripada warna hitam yang berasal dari grafit. 13 12 11
Reflektansi (%)
10 9 8 7 6
(e) (c) (b) (d) (a)
5 4 3 2 200
300
400
500
600
700
800
Panjang gelombang (nm)
Gambar 4.31. Reflektansi spektrum sampel 70CuNP/PP/G dengan varasi wt%G: (a) 5; (b) 10; (c) 15; (d) 20; dan (e) 25.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Data-data yang ditampilkan dalam Gambar 4.31. selanjutnya diolah menjadi Kurva Kubelka-Munk dengan metode sebagaimana diterangkan pada pada bagian 3.7. Kurva Kubelka-Munk untuk sampel-sampel 70CuNP/PP/G ditunjukkan oleh Gambar 4.32. Dari kurva Kubelka-Munk ini diperoleh daerah energi celah pita untuk masing-masing sampel 70CuN/PP/G. Kecenderungan garis pada daerah celah pita ini (ditampilkan pada Lampiran D) selanjutnya menghasilkan nilai-nilai energi celah pita seperti yang terlihat pada Tabel 4.10. dan Gambar 4.33. 200 (e)
180 160 140
KM2
120 (c)
100
(a) (b)
80 60 40
(d)
20 0 1.6
2.6
3.6
4.6
5.6
Energi foton (Ep, eV)
Gambar 4.32. Kurva Kubelka-Munk 70CuNP/PP/G dengan variasi wt% G: (a) 5; (b) 10; (c) 15; (d) 20, dan (e) 25. Tabel 4.10. Energi celah pita sampel 70CuNP/PP/G dihitung dengan metode Kubelka-Munk. Material 70CuNP/PP/5G 70CuNP/PP/10G 70CuNP/PP/15G 70CuNP/PP/20G 70CuNP/PP/25G
Persamamaan Kubelka Munk y = -97.305x + 202.01 y = -221.06x + 404.98 y = -251.55x + 460.62 y = -218.63x + 399.79 y = -313.69x + 556.06
Y (KM) 0 0 0 0 0
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
X (Energi celah pita,eV) 2.08 1.83 1.83 1.83 1.77
2.15 2.08
2.1 Energi celah pita (Eg, eV)
2.05 2 1.95 1.9 1.83
1.85
1.83
1.83 1.77
1.8 1.75 1.7 1.65 1.6 70CuNP/PP/5G
70CuNP/PP/10G
70CuNP/PP/15G
70CuNP/PP/20G
70CuNP/PP/25G
Nanokomposit 70CuNP/PP/G
Gambar 4.33. Energi celah pita sampel 70CuNP/PP/G.
Gambar 4.33. menunjukkan nilai energi celah pita sampel-sampel 70CuNP/PP/G yang relatif menurun seiring dengan meningkatnya jumlah grafit di dalam sampel nanokomposit. Dari rentang nilai energi celah pita yang dihasilkan tampak bahwa sampel-sampel 70CuNP/PP/G tergolong jenis semikonduktor. Kehadiran grafit terlihat mampu menurunkan nilai energi celah pita dan menjadikan sampel-sampel 70CuNP/PP/G lebih konduktif dibandingkan sampel 70CuNP/PP dengan nilai energi celah pita sebesar 2,30 eV. Secara umum, nilai energi celah pita sampelsampel 70CuNP/PP/G sudah mendekati angka 1,76 eV yang merupakan nilai Eg untuk CuNP. Lebih jauh, nilai-nilai energi celah pita sampel 70CuNP/PP/G terlihat jauh lebih rendah dibandingkan nilai energi celah pita baik 50CuNP/PP/G maupun 60CuNP/PP/G. Dengan mengacu pada analisis sebelumnya, penurunan nilai energi celah pita ini kemungkinan lebih disebabkan oleh kehadiran CuNP dibandingkan grafit. Hal ini dapat dibuktikan dengan membandingkan energi celah pita ketiga sampel pada kadar grafit yang sama. Sebagai contoh, untuk sampel 50CuNP/PP/5G nilai Eg tercatat sebesar 11,70 eV (Tabel 4.6.), sampel 60CuNP/PP/5G (N4K10, 60 wt% CuNP, Tabel 4.8.) nilai Eg tercatat sebesar 4,86 eV, sementara untuk sampel 70CuNP/PP/5G nilai Eg tercatat sebesar 2,08 eV. Gambar 4.34. menunjukkan nilai-nilai Eg untuk keseluruhan sampel CuNP/PP/G.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
50CuNP/PP/G
60CuNP/PP/G
70CuNP/PP/G
14 Energi celah pita (Eg, eV)
12
11.7
10
8.33
7.69
8
5.81
6
4.86
4 2.08
2
2.65
1.83
2.45
1.83
2.4
1.83
0 5
10
15
20
wt% G dalam CuNP/PP/G
Gambar 4.34. Perbandingan energi celah pita untuk keseluruhan sampel nanokomposit CuNP/PP/G. Sebagai tambahan, berdasarkan Gambar 4.34. diketahui bahwa pada kadar grafit yang sama, peningkatan kadar CuNP akan menghasilkan nilai energi celah pita yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan sifat kelistrikan
pada
sampel
seiring
dengan
meningkatnya
kadar
partikel
nanokomposit di dalam sampel. Selain itu, dapat pula diketahui titik pengisian optimum (percolation threshold) yang dimulai pada sampel 60CuNP/PP/G (Eg 2,65 eV). Dari titik ini sampel-sampel CuNP/PP/G mengalami transisi secara signifikan dari yang sebelumnya bersifat insulator menjadi sampel yang bersifat semikonduktor (Eg antara 2,65 – 1,77 eV). Energi celah pita terendah untuk CuNP/PP/G dicapai pada 70CuNP/PP/25G. Selanjutnya, untuk dapat mengkonfirmasi sejauh mana hubungan antara sifat optis, energi celah pita dan sifat kelistrikan sampel 70CuNP/PP/G maka akan dilakukan analisis terhadap hasil uji konduktivitas listrik. Hasil uji konduktivitas listrik sampel-sampel 70CuNP/PP/G ditampilkan dalam Tabel 4.11. dan Gambar 4.35. Dari tabel dan gambar tersebut terlihat pola konduktivitas listrik yang tidak teratur. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan dispersi pengisi yang tidak seragam serta lokasi serta peletakan antenna (probe) yang tidak representatif.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Bagaimanapun, konduktivitas listrik yang diperoleh menunjukkan bahwa sampelsampel 70CuNP/PP/G sudah bersifat semikonduktor. Dibandingkan dengan PP, konduktivitas 70CuNP/PP/G jauh lebih baik karena berada di kisaran semikonduktor. Selain itu, konduktivitas 70CuNP/PP/G rata-rata lebih rendah dari konduktivitas 70CuNP/PP (1,37 S/cm). Dalam kondisi ini, sistem nanokomposit hibrida dengan melibatkan grafit terlihat tidak memberikan pengaruh terhadap perbaikan konduktivitas listrik jika dibandingkan dengan 70CuNP/PP. Sebagai tambahan, secara keseluruhan sampel-sampel data-data konduktivitas CuNP/PP/G tidak suatu menunjukkan pola penurunan atau kenaikan yang dapat diamati untuk kemudian diolah menjadi suatu penetapan umum. Dalam pada itu, sifat-sifat kelistrikan sampel CuNP/PP/G lebih cenderung dipahami berdasarkan sifat optis dan nilai energi celah pitanya alih-alih nilai konduktivitas yang diperoleh. Tabel 4.11. Hasil pengukuran konduktivitas sampel 70CuNP/PP/G. Jenis 70CuNP/PP/5G 70CuNP/PP/10G 70CuNP/PP/15G 70CuNP/PP/20G 70CuNP/PP/25G
Konduktivitas, 𝛔 (S/cm) 0.04 0.0009 0.02 0.02 0.03
Hambat jenis, 𝝆 (𝛀-cm) 26.1 1094 50.1 59.5 29.1
0.045 0.04
0.04
Konduktivitas (σ, S/cm)
0.035 0.03
0.03 0.025 0.02
0.02
0.02
70CuNP/PP/15G
70CuNP/PP/20G
0.015 0.01 0.005
0.0009
0 70CuNP/PP/5G
70CuNP/PP/10G
70CuNP/PP/25G
Nanokomposit 70CuNP/PP/G
Gambar 4.35. Konduktivitas listrik sampel 70CuNP/PP/G.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
4.4.4.
Analisis Uji Kekerasan
Pengujian kekerasan dilakukan sesuai dengan metode Brinell sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian 3.7.4.2. sebelumnya. Pengujian ini dilakukan pada sampel-sampel CuNP/PP/G dalam rangka mengamati pengaruh penambahan grafit terhadap sifat-sifat mekanik nanokomposit yang dihasilkan. Dalam pada itu, digunakan sampel uji kekerasan yang berbentuk kepingan silinder. Setiap kepingan silinder memiliki diameter rata-rata sebesar 2 cm. Sementara itu, ketebalan sampel-sampel berkisar antara 2 - 4,6 mm. Dimensi sampel ini dianggap layak untuk pengujian Brinell dengan metode ASTM E10. Ketebalan minimum sampel yang diuji dengan metode Brinell sama dengan ketebalan minimum pada pada metode Rokcwell (ASTM E18) [35], yakni mencapai angka minimum 0,15 mm [80]. Secara keseluruhan, pengujian kekerasan tidak menghasilkan nilai kekerasan yang dapat diamati. Hal ini karena sampel nanokomposit CuNP/PP/G yang dihasilkan sangat rapuh sehingga dengan pembebanan terkecil (sebesar 31,25 kg) sampelsampel nanokomposit langsung hancur pada saat penjejakan baru saja dimulai. Contoh hasil penjejakan dengan metode Brinell ditunjukkan oleh Gambar 4.36. dan Gambar 4.37.
Gambar 4.36. Hasil pengujian kekerasan Brinell pada sampel 70CuNP/PP/20G.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Gambar 4.37. Hasil pengujian kekerasan Brinell pada sampel 100 wt% G.
Pada Gambar 4.36. terlihat bahwa penjejakan pada sampel 70CuNP/PP/G menghasilkan retak yang menjalar
dari titik pusat hingga pinggiran sampel
dengan kecepatan retak (crack propagation) yang sangat tinggi; diukur dari waktu awal penjejakan beban pada permukaan sampel. Hal ini kemungkinan berasal dari buruknya ikatan antara partikel grafit dengan konstituen-konstituen lainnya di dalam nanokomposit. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dhakate dkk. [79] juga didapati bahwa ikatan yang buruk antara pengisi MWNT (multiwall carbon nanotube) dengan resin dan pengisi lainnya telah mengakibatkan nilai kekerasan menurun seiring dengan meningkatnya kandungan MWNT di dalam nanokomposit polimer-grafit-MWNT. Pada Gambar 4.37., sampel 100 wt% G menunjukkan kondisi pasca pengujian yang mirip dengan sampel 70CuNP/PP/20G. Hasil ini menginformasikan bahwa sampel grafit memiliki kekerasan sangat rendah. Kondisi ini dapat diterangkan melalui pendekatan struktur molekul grafit (Gambar 3.5.). Pada grafit, ikatan kovalen yang terbentuk antar sesama atom dalam satu lapisan (sheet atau layer) lebih kuat dari ikatan van der Wals yang terbentuk di antara lapisan [35]. Selain itu, jarak antar atom dalam satu lapisan lebih kecil daripada jarak antar lapisan
[81]
.
Kondisi-kondisi inilah yang kemudian menyebabkan grafit menjadi sangat rapuh sehingga menunjukkan hasil uji sebagaimana terlihat pada Gambar 4.37.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
4.5.
Identifikasi CuNP
CuNP dalam penelitian ini memegang peranan sangat penting karena berfungsi meningkatkan nilai konduktivitas
listrik
nanokomposit
yang
dihasilkan.
Pengenalan terhadap sifat-sifat material ini akan menghantarkan pada suatu pemahaman yang lengkap mengenai pengaruh penambahannya CuNP di dalam nanokomposit PP/CuNP, CuNP/PP, dan CuNP/PP/G. Dari hasil-hasil pengujian sebelumnya didapatkan beberapa informasi tentang CuNP sebagai berikut: •
Energi celah pita (Eg) CuNP sebesar 1,76 eV (literatur CuO: 1,20 eV) [57];
•
Hambat jenis (ρ) CuNP sebesar 0,02 Ω-cm (literatur Cu: 1,68 x 10-6 Ω-cm) [74]
•
;
Nilai konduktivitas listrik (𝜎) CuNP sebesar 53,25 S/cm (literatur Cu: 5,96 x 105 S/cm) [74];
•
Dari analisis dengan menggunakan perangkat lunak Match! terhadap data XRD yang ditampilkan pada Gambar 4.38, dapat diketahui bahwa CuNP yang digunakan dalam penelitian ini memiliki fraksi berat Cu sebesar 8,39 wt% (Tabel 4.12.).
Dari data-data ini terlihat bahwa material CuNP yang digunakan cukup layak untuk dijadikan sebagai pengisi konduktif karena sifat-sifat kelistrikannya sudah tergolong semikonduktor (Ep > 2eV). Fraksi berat Cu di dalam CuNP cukup besar walau tidak dominan; fasa terbesar ada pada senyawa C10H9NO (23,03 wt%). Berdasarkan pengamatan XRD ini, spesifikasi CuNP yang ditemukan di lapangan tidak berkesesuaian dengan spesifikasi CuNP yang ditetapkan oleh pensuplai CuNP, yakni memiliki fraksi berat lebih dari 99%. Sifat kelistrikan CuNP yang cukup tinggi bisa diterima karena selain Cu, di dalam CuNP juga terdapat material konduktif lainnya seperti karbon (C), silicon (Si), dan kalsium (Ca) [48]. Kehadiran partikel-partikel ini akan membantu terjadinya jalur perpindahan elektron (electron conductive path) di dalam CuNP sehingga menghasilkan sifat kelistrikan CuNP yang cukup baik.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Lebih jauh, dari berbagai fakta penelitian ini dapat dipelajari alasan mengapa nanopartikel tembaga tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap sifat kelistrikan sampel-sampl penelitian. Berdasarkan fakta-fakta ini, kuat dugaan bahwa Cu yang terdapat didalam CuNP adalah tembaga (II) oksida (Cu2O) atau tembaga (I) oksida (CuO). Senyawa oksida ini mungkin adalah senyawa yang memang berasal dari pihak pensuplai. Kemungkinan lainnya yaitu bahwa tembaga yang berukuran nano telah bereaksi dengan oksigen di udara pada saat digunakan. Kehadiran senyawa oksida ini menjadi alasan mengapa pengaruh CuNP terhadap sifat kelistrikan sampel tidak terlalu signifikan sebagaimana yang diharapkan. CuNP 4500
(a)
Intensitas (a.u.)
4000 3500 3000 2500 2000
(b)
1500
(c)
1000 500 0 10
20
30
40
50
60
70
80
2 theta (derajat)
Gambar 4.38. Hasil uji difraksi sinar-X pada sampel CuNP dengan kemungkinan fasa: (a), (b), dan (c) Cu. Tabel 4.12. Kandidat-kandidat fasa dalam sampel CuNP diperoleh melalui teknik analisis semi kuantitatif menggunakan Match!. No A B
Fasa Cu C69H96Cl4N8Ni8O21
FoM 0.80 0.76
wt% 8.39 2.01
No M
Fasa Er36Pt99.39Si32
FoM 0.67
wt% 0.10
N
C38H54O2Ru3
0.67
0.14
C
Co
0.76
0.62
O
S
0.67
0.26
D
C2H2MgO4
0.25
11.49
P
Co
0.657
0.42
E
Pd63Zn213.12
0.72
0.52
Q
AsO5Zn
0.65
0.25
F
Ni
0.72
0.30
R
O13Tl2W4
0.64
3.93
G
C10H9NO4
0.69
23.03
S
Co
0.64
0.00
H
Cr7 FeNiZn6.5
0.69
3.58
I
0.68
2.02
T U
CH7FFeNO5S Co23
0.64 0.6
18.29 9.05
J
Se
0.68
0.05
V
C24H60O19V6
0.63
0.88
K
C28H38Cl4N6Ni4O8
0.67
14.11
W
C20H52Cl4Mn4O12
0.62
0.00
L
MgO
0.67
0.56
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
4.6.
Identifikasi Grafit
Dalam penelitian ini, grafit berfungsi sebagai pengisi konduktif sekaligus sebagai penguat (reinforcement). Mengingat material ini tergolong “tidak dikenal” maka jenis grafit ini akan diidentifikasi. Hasil uji spektroskopi dan kurva KubelkaMunk untuk sampel 100 wt% G ditunjukkan oleh Gambar 4.39. dan Gambar 3.40. 30 25
Reflektansi (%)
20 15 10 5 0 200
300
400
500
600
700
800
Panjang gelombang (nm)
Gambar 4.39. Reflektansi spektrum sampel 100 wt% G. 1800 1600 1400
KM2
1200 1000 800 600 400 200 0 0
2
4
6
8
Energi foton (Ep,, eV)
Gambar 4.40. Kurva Kubelka-Munk sampel 100 wt% G.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Dari kecenderungan garis pada daerah energi celah pita (Lampiran D) diketahui nilai energi celah pita (Eg) untuk grafit sebesar 8,98 eV. Berdasarkan nilai energi celah pita ini, grafit yang digunakan tergolong insulator. Hal ini menjelaskan mengapa pada sampel-sampel CuNP/PP/G grafit tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap penurunan energi celah pita sampel-sampel. Selain itu, dari pengujian konduktivitas diperoleh nilai hambat jenis (resistivitiy) (ρ) grafit
sebesar 4,63 Ω-cm, sedangkan nilai konduktivitas listrik (𝜎) grafit sebesar 0,22
S/cm.
Dengan hasil uji seperti di atas, kemungkinan jenis grafit yang digunakan adalah jenis grafit amorf (amorphous graphite). Meski disebut amorf namun grafit ini adalah material yang sangat kristalin. Penamaan dengan amorf berkaitan dengan tingkat kristalinitas grafit yang rendah yang berdampak pada munculnya struktur mikrokistalin, jumlah kristal dalam rentang panjang (long range order) yang sedikit, serta bentuk partikel yang sangat halus sehingga bersifat seperti amorf [82] [83]
. Grafit jenis ini berasal dapat berasal dari Meksiko atau Cina seperti yang
digunakan dalam penelitian ini
[82]
. Grafit amorf diekstrasi dari mineralnya
melalui teknik penambangan batu bara (coal-mining) konvensional [82]. Lebih jauh, grafit amorf memiliki kandungan debu karbon (carbon ash) yang tinggi
[82]
, seperti yang telah diperlihatkan pada Gambar 3.2 sebelumnya. Grafit
jenis ini juga memiliki tingkat grafitis yang paling rendah dibandingkan grafit[83]
grafit alam lainnya (crystalline vein)
[84]
, yakni grafit pipih (flake) dan grafit berurat kristalin
. Berdasarkan pengujian dengan XRD kadar grafit di dalam
grafit amorf hanya sebesar 20 – 40%; jauh lebih rendah dibandingkan grafit alam lainnya yang memiliki kandungan grafit hingga 90% [83]. Struktur serta komposisi seperti yang disebutkan di atas menjadikan grafit amorf tidak memiliki sifat yang cukup baik untuk dapat digunakan sebagai pengisi konduktif (conductive filler) berkaitan dengan jarak antar kristal yang tinggi. Jarak kristal yang rendah ini sebagai akibat ukuran partikel yang sangat kecil. Berkaitan dengan itu, Chen Hui dkk.
[32]
berhasil menginvestigasi bahwa nilai konduktivitas
sampel komposit meningkat seriring dengan meningkatnya ukuran partikel grafit. Ukuran partikel yang semakin besar memungkinkan untuk penggunaan partikel
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
grafit dengan jumlah yang lebih sedikit. Dengan jumlah yang lebih sedikit, hambatan kontak antar permukaan (contact resistance) partikel akan berkurang yang berdampak pada nilai konduktivitas yang semakin meningkat. Di sisi lain, graift ini juga tidak cukup layak untuk dapat dijadikan sebagai penguat (reinforcement) karena memiliki orientasi kristal yang cenderung isotropis berkaitan dengan bentuknya yang partikulat. Bagaimanapun secara umum partikulat grafit cenderung tidak memberikan pengaruh terhadap sifat mekanis material dibanding serta karbon
[85]
. Jin dkk. [36] berhasil menginvesitasi
bahwa grafit dan karbon hitam tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sifat mekanis sampel dibanding MWNT dan serat karbon; meskipun keempat jenis pengisi ini sama-sama mampu meningkatkan konduktivitas listrik sampel komposit.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
1. Nanokomposit PP/CuNP, CuNP/PP dan CuNP/PP/G dapat diproses melalui melalui teknik kimiawi basah dan teknik fasa padat. Teknik kimiawi basah diperoleh dengan melibatkan Xylene dan PP-g-MA pada temperatur tertentu. Sementara teknik fasa padat dicapai melalui penggilingan manual (manual milling) pada temperatur ruang tanpa melibatkan Xylene dan PP-g-MA. 2. Pada nanokomposit PP/CuNP, penambahan pengisi CuNP mempengaruhi sifat optis dan sifat kelistrikan sampel-sampel Hal ini ditunjukkan dengan menurunnya energi celah pita dari 5,93 menjadi 4,26 eV. Meski demikian, penambahan pengisi tidak menyebabkan CuNP/PP bersifat konduktif. Ini dapat dikonfirmasi dengan nilai konduktivitas listrik rata-rata sampel CuNP/PP yang mendekati nol S/cm. 3. Fakta-fakta mengenai sifat optis dan kelistrikan PP/CuNP yang diperoleh pada penelitian sebelumnya berhasil dikonfirmasi kembali di dalam penelitian ini. Sifat optis PP/CuNP kedua penelitian cenderung sama, ditunjukkan dengan niali energi celah pita yang relatif dekat. Sementara pada sifat kelistrikan, PP/CuNP pada penelitian ini bersifat insulator, berbeda dengan PP/CuNP sebelumnya. Hal ini berkaitan dengan metode uji konduktivitas yang berbeda. 4. Pada nanokomposit CuNP/PP, konsentrasi pengisi CuNP yang lebih dominan dari resin PP
mampu
menghasilkan
nanokomposit
yang
tergolong
semikonduktor. Hal ini ditunjukkan dengan rentang nilai energi celah pita ( 2,24 – 2,34 eV) yang berada pada daerah semikonduktor. Sifat konduktif ini juga ditunjukkan dengan rentang nilai konduktivitas listrik yang baik (0,13 – 3,38 S/cm).
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
5.
Pada sampel 50CuNP/PP/G, kehadiran grafit menyebabkan sifat optis dan kelistrikan sampel-sampel menurun. Hal ini ditunjukkan dengan nilai energi celah pita 50CuNP/PP/G (11,70 – 5,28 eV) yang lebih rendah dari nilai energi celah pita 50CuNP/PP (2,34 eV). Dengan nilai ini, nanokomposit 50CuNP/PP/G tergolong insulator.
6. Pada nanokomposit 60CuNP/PP/G, kehadiran grafit menyebabkan sifat optis dan kelistrikan sampel-sampel menurun. Hal ini ditunjukkan dengan nilai energi celah pita 60CuNP/PP/G (2,40 – 4,86 eV) yang lebih rendah dari nilai energi celah pita 60CuNP/PP (2,31 S/cm). Dengan nilai ini, sebagian sampel 60CuNP/PP/G tergolong insulator sementara sebagian lainnya bersifat semikonduktor. 7. Pada nanokomposit 70CuNP/PP/G, jumlah CuNP yang lebih dominan menghasilkan sampel-sampel yang konduktif. Hal ini ditunjukkan dengan nilai-nilai energi celah pita (1,77 – 2,08 eV) yang berada pada rentang semikonduktor. Nilai-nilai ini lebih baik dari energi celah pita 70CuNP/PP. 8. Berdasarkan fakta dan investigasi penelitian, kuat dugaan bahwa CuNP yang dihasilkan merupakan senyawa oksida tembaga (Cu2O atau CuO). Senyawa oksida ini memiliki kadar 8 wt% di dalam CuNP. Senyawa ini diduga muncul akibat penangan material yang tidak sempurna. 9. Identifikasi jenis grafit berdasarkan fakta penelitian dan peninjauan lieratur menunjukkan bahwa grafit yang digunakan dalam penelitian adalah grafit amorf. 10. Sifat-sifat kelistrikan dan sifat mekanis sampel-sampel PP/CuNP, CuNP/PP, dan CuNP/PP/G yang diperoleh dalam penelitian belum menunjukkan nilai yang mendekati target konduktivitas dan mekanis material pelat bipolar komposit. Hal ini ditunjukkan dengan nilai konduktivitas dan kekuatan tarik yang kurang dari 100 S/cm dan 41 MPa.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
5.2.
Saran
1. Untuk memudahkan analisis hasil pengujian, sebaiknya semua material konstituen nanokomposit juga dikarakterisasi sama persis sebagaimana karakterisasi yang dilakukan terhadap material kompositnya. Lebih jauh, hal ini akan berdampak pada hasil analisis yang lebih akurat. 2. Dalam penelitian pelat bipolar komposit, dispersi partikel memegang peranan penting karena mempengaruhi sifat akhir komposit. Dalam pada itu, untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih akurat mengani dispersi, disarankan agar pada penelitian-penelitian selanjutnya juga dilakukan setidaknya satu teknik karakterisasi struktur mikro yang hasilnya dipadukan dengan hasil-hasil uji lainnya. 3. Pada penelitian selanjutnya, hasil uji difraksi sinar-X dapat dimanfaatkan secara lebih luas lagi, tidak hanya berhenti pada pengamatan jenis fasa saja. Analisis kualitatif dan semikuantitatif pada XRD juga menghasilkan informasi lain seperti tingkat kristalinitas, yang berguna dalam memahami dispersi pengisi-pengisi di dalam resin. 4. Dalam rangka mendapatkan pemahaman yang lebih akurat mengenai sifat optis dan kelistrikan pada sampel nanokomposit, analisis mengenai kedua sifat tersebut sebaiknya juga melibatkan teori mekanika kuantum secara lebih luas lagi. 5. Untuk dapat mengkonfirmasi fakta-fakta yang diperoleh dalam penelitian ini, pada penelitian berikutnya disarankan untuk menggunakan CuNP dan grafit yang berbeda dengan yang digunakan dalam penelitian ini.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
DAFTAR REFERENSI
1.
Global Warming: Frequently Asked Questions. NOAA Satellite and Information Service. [Online] 2007. http://www.ncdc.noaa.gov/oa/climate/globalwarming.html.
2.
What is Global Warming? [Online] [Diakses pada: 30 April 2011.] http://environment.nationalgeographic.com/environment/globalwarming/gw-overview.
3.
Hai, Ching. Tantangan perubahan iklim 2011. www.suprememastertv.com/ina/climate-change-kit.
4.
Green Peace. Perubahan Iklim. Green Peace Indonesia. [Online] [Diakses pada: 3 Mei 2011.] http://www.greenpeace.org/seasia/id/campaigns/perubahan-iklim-global/.
5.
Fuel Cell Basics Benefits. Fuel Cells 2000: The Online Fuel Cell Informations. [Online] [Diakses pada: 2 Mei 2011.] http://www.fuelcells.org/basics/benefits.html.
6.
Schwartz, Mel. Fuel Cells. New materials, processes, and methods technology. New York : Taylor and Francis, 2006, 10, hal. 503-544.
7.
US Fuel Cell Council, Hydrogen & Fuel Cells Canada, Fuel Cell Europe, & Fuel Cell Commercialization Confrence of Japan. 2007 wolrdwide fuel cell industry survey. s.l. : PricewaterhouseCoopers, 2008.
8.
Sundmacher, Kai. Fuel cell engineering: Toward the design of efficient electrochemical power plants. s.l. : American Chemical Society, 2010, Ind. Eng. Chem. Res., hal. 10159-10182.
9.
U.S. Department of Energy. Types of fuel cells. [Online] [Diakses pada: 1 Mei 2011.] http://www1.eere.energy.gov/hydrogenandfuelcells/fuelcells/printable_versi ons/fc_types.html?m=1&.
10.
Jae Y. Lee, dkk. Thermal properties of epoxy based expanded graphite composite for bipolar plate for polymer electrolyte fuel cells. [ed.] Joong Hee Lee. 2010, Advanced Materials Research, hal. 1107-1110.
11.
Maiyalagan, T. and Pasupathi, Sivakumar. Components for PEM fuel cells: An overview. Cape Town : University of the Western Cape REsearch Repository, 2010, Material Science Forum, Vol. 657, hal. 143-189.
12.
Aiju Li, dkk. Fenton/Ultra-Violet treatment on carbon nanotube and its effects on carbon nanotubes reinforced phenol formadegyde resin/graphite
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
[Online]
2010.
composite for bipolar plate. [ed.] Jingtao Han, Zhengyi Jiang and Sihai Jiao. 2011, Advanced Materials Research, Vols. 156-157, hal. 933-938. 13. Steele, Brian C. H. and Heinzel, Angelika. Material for fuel cell technologies. s.l. : Macmillan Magazies Ltf., 2001, Nature, Vol. 414, hal. 345-352. 14.
Jae Young Lee, dkk. Thermal properties of epoxy based expanded graphite composite for bipolar plate for polymer electrolyte fuel cells. Joong Hee Lee, [ed.]. 2010, Advanced Materials Research, hal. 1107-1110.
15.
Yuwono, Akhmad Herman, dkk. Pembuatan pelat bipolar sel bahan bakar membran polimer dengan nanokomposit tembaga dan karbon dalam matrik polipropilena. Universitas Indonesia. Depok : Universitas Indonesia, 2009. Laporan Hibah Bersaing.
16. Winter, Martin and Brodd, Ralph J. What are batteries, fuel cells, and supercapacitors? s.l. : American Chemical Society, 2004, Chemical Reviews, Vol. 104, hal. 4245-4269. 10. 17.
U.S. Fuel Cell Council. Fuel cells for power generation. Washington : U.S. Fuel Cell Council.
18.
Question and answers about hydrogen and fuel cell. FuelCell 2000. [Online] http://fuelcells.org/info/library/QuestionsandAnswers.pdf.
19.
Marc, Jean. Manicore. [Online] September http://www.manicore.com/anglais/documentation_a/fuell_cell.html.
20.
EG&G Technical Services, Inc. Fuel Cell Handbook. 7th Edition. MorganTown : US Department of Energy Ofice of Fossil Energy, 2004.
21.
Mass production cost estimation for direct H2 PEM fuel cell systems for automotive applications. Directed Technologies. Aarlington : s.n., 2009. Cost Estimation.
22.
Ling Du. Highly conductive epoxy/graphite polymer composite bipolar plates in proton exchange membrane (PEM) fuel cells: A dissertation. Ann Arbor : ProQuest ILC, 2008. Dissertation.
23.
Carlson, E. J., dkk. Cost analysis of PEM fuel cell systems for trasportation. s.l. : National Renewable Energy Laboratory, 2005. NREL/SR-560-3910.
24.
Mehta, Viral and Cooper, Joyce Smith. Review: Review and analysis of PEM fuel cell design and manufacturing. 2003, Journal of Power Sources, hal. 32-53.
25.
Hermann, Allen, Chaudhuri, Tapas and Spagnol, Prisicilia. Bipolar plate for PEM fuel cells: A review. 2005, International Journal of Hydrogen Energy, Vol. 30, hal. 1297-1302.
26.
Davies, D. P., dkk. Bipolar plate materials for solid polymers fuel cells. 2000, Journal of Applied Electrochemistry, hal. 101-105.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
2003.
27.
Heinzel, A, Mahlendorf, F and Jansen, C. Bipolar plate. Elsevier Direct. [Online] 2009. www.elsevierdirect.com/brochures/ecps/PDFs/BipolarPlates.pdf.
28.
Conghua Wang. Information Brigde: DOE Scientific and Technical Information. [Online] 11 Mei, 2011. [Diakses pada: 17 Juni 2011.] www.hydrogen.energy.gov/pdfs/review11/fc023_wang_2011_o.pdf.
29.
Adrianowycz, Orest, dkk. Next Generation Bipolar Plates for Automotive PEM Fuel Cells. s.l. : U. S. Department of Energy, 2009. DE-FG3607GO17012.
30.
Chonghua Wang. [Online] May 11, 2011. [Diakses pada: 17 Juni 2011.] www.hydrogen.energy.gov/pdfs/review11/fc023_wang_2011_o.pdf.
31.
Bu Gi Kim dan Dai Gil Lee. Electromagnetic-carbon surface treatment of composite bipolar plate for high-efficiency polymer membrane fuel cells. 2010, Journal of Power Sources, hal. 1577-1582.
32.
Chen Hui, dkk. Study on the preparation and properties of novolac epoxy/graphite composite bipolar plate for PEMFC. s.l. : Science Direct, 2009, International Journal of Hydrogen Energy, Vol. 35, hal. 3105-3109.
33.
Jun. Bipolar Plate Materials for PEM Fuel Cells. Materials To Life. [Online] February 11, 2011. [Diakses pada: 20 Juni 2011.] http://materialslife.blogspot.com/2011/02/bipolar-plate-materials-for-pemfuel.html.
34.
Kumar, Atul. Materials, design, and modeling for bipolar/end plates in polymer electrolyte membrane fuel cells: A dissertation. Ann Arbor : ProQuest Information and Learning Company, 2004.
35.
Callister, William D, Jr. Materials science and engineering: An introduction. Singapore : Wiley & Sons (Asia), 2004. ISBN 9812-53-052-5.
36.
Jin Sun Lee, dkk. Effect of carbon fillers on the perfomance of a composite bipolar plate for cuel cell. [ed.] Joong Hee Lee. August 11, 2010, Advanced Material Research, Vols. 123-125, hal. 1079-1082.
37.
Pinto, Gabriel and Maaroufi, Abdel-Karim. Critical filler concentration for electroconductive polymer composite. s.l. : Society of Plastics Engineers, 2011. 10.1002/spepro.003521.
38.
Jing Li, dkk. Percolation threshold of polymer nanocomposites containing graphite nanoplateletes and carbon nanotubes. s.l. : 16th International Confrence on Composite Materials, 2007.
39.
Benito, Javier Gonzales and Olmos, Dania. s.Efficient dispersion of nanoparticles in thermoplastics polymers. l. : Society of Plastics Engineers, 2010. 10.1002/spepro.002566.
40.
Crawford, R. J. Plastics Engineering. 3rd. Oxford : ButterworthHeineman, 1998.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
41.
Modern Plastics. Modern plastics handbook. [ed.] Charles A Harper. New York : McGraw-Hill, 2000.
42.
The Society of the Plastics Industry, Inc,. Plastics engineering handbook. [ed.] Michael L. Berins. New York : Van Nostrand Reinhold, 1991.
43.
Howe, David V. Polypropylene, isotactic. [ed.] James E. Mark. Polymer data handbook. s.l. : Oxford University Press, 1999, hal. 780-786.
44.
Jang, Bor Z. Advanced Polymer Composites. s.l. : ASM International, 1994.
45.
Akbari, M., Zadhoush, A. and Haghighat, M. Journal of Applied Polymer Science: PET/PP blending by using PP-g-MA synthesized by solid phase (abstract). Wiley Online Library. [Online] John Wiley & Sons, Inc., March 27, 2007. [Diakses pada: 22 Juni 2011.] http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/app.26253/abstract.
46.
Composite/Plastics. About.com. [Online] [Diakses pada: 22 Juni 2011.] http://composite.about.com/od/glossaries/l/bldef_c1324.htm.
47.
Coupling agent mechanism. SpecialChem. [Online] [Diakses pada: 22 Juni 2011.] http://www.specialchem4polymers.com/tc/adhesionpromoters/index.aspx?id=3307&q=coupling%20agent.
48.
NaBond Technologies Co., Ltd. Copper nanopowder from NaBond. s.l. : NaBond Technologies Co., Ltd.
49.
US Reseach Nanomaterials, Inc. Copper (Cu) Nanoparticles / Nanopowder (Cu-Carbon Coated, 99.8%, 25 nm). [Online] US Reseach Nanomaterials, Inc. [Diakses pada: 22 Juni 2011.] http://www.usnano.com/inc/sdetail/2427.
50.
US Research Nanomaerials, Inc. Copper nanoparticles (Cu): Material safety data sheet.
51.
Graphite. Galleries.com. [Online] [Diakses pada: 23 Juni 2011.] http://www.galleries.com/minerals/elements/graphite/graphite.htm.
52.
U.S. Geological Survey. Graphite Statistics and information. USGS: Minerals information. [Online] [Diakses pada: 23 Juni 2011.] http://minerals.usgs.gov/minerals/pubs/commodity/graphite/.
53.
Asbury Carbons. Synthetic Graphite. Asbury Carbons. [Online] 2011. [Diakses pada: 23 Juni 2011.] http://www.asbury.com/SyntheticGraphite.html.
54.
IUPAC. Synthetic graphite. IUPAC.com. [Online] 1997. [Diakses pada: 23 Juni 2011.] http://old.iupac.org/goldbook/S06233.pdf.
55.
Jaszczak, John A. The Graphite Page. [Online] [Diakses pada: 23 Juni 2011.] http://www.phy.mtu.edu/~jaszczak/graphite.html.
56.
Institute of Applied Ecology Chinese Academy of Sciences. [Online] [Diakses pada: 23 Juni 2011.]
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
http://english.iae.cas.cn/rh/ResearchSystem1/Soil/basis_soil/201101/t20110 106_64135.html. 57.
Band Gaps. Solar Cell Central. [Online] [Diakses pada: 23 Juni 2011.] http://solarcellcentral.com/band_gap_page.html.
58.
Kubelka-Munk Model. Answer.com. [Online] [Diakses pada: 24 Juni 2011.] http://www.answers.com/topic/kubelka-munk-model.
59.
The Kubelka-Munk Theory of Reflectance. [Online] [Diakses pada: 23 Juni 2011.] http://web.eng.fiu.edu/~godavart/BME-Optics/Kubelka-MunkTheory.pdf.
60.
Photonics Dictionary: Kubelka-Munk theory. Photonics buyers' guide. [Online] [Diakses pada: 24 Juni 2011.] http://64.213.107.84/Directory/dictionary/Definition.aspx?type=2&Dictiona ryID=4946.
61.
Callister, William D., Jr. Student learning resources for Callister 6ed. [Dokumen] Singapore : John Willey & Sons (Asia) Pte Ltd, 2004. ISBN 9812-53-052-5.
62.
Scintag, Inc. Chapter 7: Basics of X-Ray Diffraction. Cupertino : Scintag, Inc., 1999.
63.
Ceramic Engineering 122: DTA and Glass Crystallization. 2003.
64.
Borup, Rod, dkk. Scientific aspects of polymer electrolyte fuel cell durability and degradation. s.l. : American Chemical Society, 2007, Chemical Reviews, Vol. 107, hal. 3904-3951.
65.
Akinci, A. Mechanical and structural properties of polypropylene composites filled with graphite flake. 2, s.l. : World Academy of Materials and Manufacturing Engineering., 2009, Vol. 35, hal. 91-94.
66.
Michaeli, Walter, dkk. Evaluating dispersion in nanocomposites. s.l. : Society of Plastics Engineers, 2009. 10.1002/spepro.000050.
67.
Rietveld, H. M. A profile refinement method for nuclear and magnetic structures. 1968, Journal of Applied Crystallography, Vol. 2, hal. 65-71.
68.
Kruger, Martina. Electric Resistivity / Conductivity Converter. Cactus2000. [Online] 2010. [Diakses pada: 24 Juni 2011.] http://www.cactus2000.de/uk/unit/masscnd.shtml.
69.
The Brinell Hardness Test. Gordon England. [Online] Gordon England. [Diakses pada: 25 Juni 2011.] http://www.gordonengland.co.uk/hardness/brinell.htm.
70.
Singh, Ravinder, dkk. Spectroscopic studies pf copper and carbon ion irradiated polypropylene. 7, 2009, Indian Journal Physics, Vol. 83, hal. 955961.
71.
Owen, Tony. Fundamentals of UV-visible spectroscopy. [Online] 2000. [Diakses pada: 30 Juni 2011.]
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
http://www.scribd.com/doc/8351312/Fundamentals-UVVis-Spectroscopy. 5980-1397E. 72.
Lam, Herman. Perfomance of UV-Vis sectrophotometers. Calibration & Validation Group. [Online] www.cvg.ca/images/Performance_UV_Vis.pdf.
73.
Poole, RT. The colour of the metal nobles. [Online] 1983. [Diakses pada: June 30, 2011.] http://www.bilimfeneri.gen.tr/kitaplik/altin.pdf.
74.
Barbalance, Kenneth L. Periodic Table of Elements: Sorted by Electrical Conductivity. EnvironmentalChemistry.com. [Online] J.K. Barbalance, Inc., February 22, 2007. [Diakses pada: 27 Juni 2011.] http://environmentalchemistry.com/yogi/periodic/electrical.html.
75.
ASTM. ASTM B193-02 (2008). [Online] ASTM, 2008. [Diakses pada: 2 Juni 2011.] http://www.astm.org/Standards/B193.htm.
76.
—. Standard test method for sheet resistance uniformity evaluation by inline four-point probe with dual-configuration procedure. s.l. : American Society for Testing and Materials, 1997. F 1529.
77.
Heaney, Michael B. Electrical conductivity and resistivity. s.l. : CRC Press LLC., 2000.
78.
Weimin Chen, Ying Liu and Qin Xin. Evaluation of a compression molded composite bipolar plate for direct methanol fuel cell. 2010, ScienceDirect, hal. 3783-3788.
79.
Dhakate, S. R., dkk. CNTs nanostructuring effect on the properties of graphite composite bipolar plate. 2010, ScienceDirect, hal. 4195-4200.
80.
Minimum Thickness Requirements . Hardnesstesters.com. [Online] [Diakses pada: 7 Juli 2011.] http://www.newageinstruments.com/minimumthickness.htm.
81.
Diamond and Graphite. [Online] [Diakses pada: 7 Juli 2011.] http://www.enmu.edu/services/museums/miles-mineral/diamond.shtml.
82.
Kalyoncu, Rustu S. Graphite. [Online] 1998. [Diakses pada: 7 Juli 2011.] http://minerals.usgs.gov/minerals/pubs/commodity/graphite/310498.pdf.
83.
Asbury Carbons. Amorphous Graphite. Asbury Carbons: The World's Carbon & Graphite Source for 117 Years. [Online] [Diakses pada: 7 Juli 2011.] http://www.asbury.com/Amorphous-Graphite.html.
84.
—. Introduction to Graphite: Introduction. Asbury Carbons: The World's Carbon & Graphite Source for 117 Years. [Online] [Diakses pada: 7 Juli 2011.] http://www.asbury.com/Introduction.html.
85.
—. Enhancing Conductivity in Polymers with Graphite and Carbon. Asbury Carbons: The World's Carbon & Graphite Source for 117 Years. [Online] [Diakses pada: 7 Juli 2011.] http://www.asbury.com/images/pdf/tf%20conductive%20polymers%20info %20sheet.pdf.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
86.
Kim, Beomkeun, dkk. Effect of moisture and temperature on mechanical properties of graphite composite bipolar plate for proton exchange membrane fuel cell (PEMFC). 2011, Advanced Composite Materials, hal. 53-64.
87.
Hsiao, Min-Chien, dkk. Effect of graphite sizes and carbon nanotubes content on flowability of bulk-molding compound and formability of the composite bipolar plate for cuel cell. 2010, Journal of Power Sources, hal. 5645-5650.
88.
Liao, Shu-Hang, dkk. Preparation and properties of functionalized multiwalled carbon nanotubes/polypropylene nanocomposite bipolar plates for polymer electrolyte membrane fuel cells. 2010, Journal of Power Sources, hal. 263-270.
89.
Kakati, B. K., dkk. The electrical concuctivity of a composite bipolar plate for fuel cell applications. 2009, ScienceDirect, hal. 2413-2418.
90.
Yoshiyuki Show dan Kenta Takahashi. Stainless steel bipolar plate coated with carbon nanotube (CNT)/polytetrafluoroethylene (PTFE) composite film for proton exchange membrane fuel cell (PEMFC). 2009, Journal of Power Sources, hal. 322-325.
91.
Petrach, Elaine, Abu-Isa, Ismat dan Xia Wang. Investigation of elastomer graphite composite material for proton exchange membrane fuel cell bipoar plate.
92.
Ha Na Yu, dkk. Integrated carbon composite bipolar plate for polymerelectrolyte membrane fuel cells. 2009, Journal of Power Sources, hal. 929934.
93.
Joong Hee Lee, dkk. Effect of carbon fillers on properties of polymer composite bipolar plates of fuel cells. 2009, Journal of Power Sources, hal. 523-529.
94.
Chen Hui, dkk. Characteristics and preparation of polymer/graphite composite bipolar plate for PEM fuel cells. 2009, SAGE Journals online.
95.
Chen, Shia-Chung, Cheng, Chih-Kai and Shih, Ming-Yi. Effects of molding parameters on the through-plane resistance of injection molded composite polymer bipolar plate. 2009, Journal of Polymer Engineering, hal. 121-133.
96.
Lee, H. S., dkk. Evaluation of graphite composite bipolar plate for PEM (proton exchange membrane) fuel cell: Electrical, mechanical, and molding properties. 2007, Journals of Materials Processing Technology, hal. 425428.
97.
Dhakate, S. R., dkk. Influence of expanded graphite particle sixe on the properties of composite bipolar plates for fuel cell application. 2009, Energy & Fuels, hal. 934-941.
98.
Liao, Shu-Hang, dkk. Preparation and properties of carbon nanotube/polypropylene nancomposite bipolar plates for polymer
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
electrolyte membrane fuel cells. 2008, Journal of Power Sources, hal. 12251232. 99.
Dhakate, S. R., dkk. Development and characterization of expanded graphite-based nanocomposite as bipolar plate for polymer electrolyte membrane fuel cells (PEMFC). 2008, Energy & Fuels, hal. 3329-3334.
100. Tarasenko, A. A., Lysenko, A. A., dan Lysenko, V. A. Porous carboncarbon composites for fuel cells. 2007, Fibre Chemistry, hal. 159-162. 101. Tawfik, Hazem, dkk. Effects of bipolar plate material and impurities in reactant gases on PEM fuel cell perfomance. 2007, Ind. Eng. Chem., hal. 8898-8905. 102. Kakati, Biraj Kumar dan Deka, Dhanapati. Effect of resin matrix precursor on the properties of graphite composite bipolar plate for PEM fuel cell. 2007, Energy & Fuels, hal. 1681-1687. 103. Mineo Washima, dkk. Metalllic bipolar plate for fuel cell and fuel cell bipolar plate using same, and fabrication method of same. US 7,871,737 B2 18 Januari 18 2011. 104. Bor Z. Jang, Zhamu Aruna, dan Guo Jiusheng. Highly conductive, multilayer composite precursor composition to fuel cell flow field plate or bipolar plate. US 7,887,927 B2 15 Februari 2011. 105. Ma, Chen-Chi Martin, dkk. Manufacturing process of conductive polymer composite bipolar plate for fuel cell having hing glass permeabilityresistance and heat-resistance. US 7,910,040 B2 22 Maret 2011. 106. In Woong Lyo, dkk. Metallic bipolar plate for fuel cell and method for forming surface layer of the same. US 7,914,948 B229 Maret 2011. 107. Han, Sang-Il, dkk. Polymer membrane fuel for fuel cell, method of preparing the same, membrane-electrode assembly including the same, and fuel cell system including the same. US 7,816,416 B2 19 Oktober 2010. 108. Jianye Jiang and Tetsuya Harada. Fuel cell, bipolar plate, and fuel cell. US 7,820,336 26 Oktober 2010. 109. Lee, Myung-jing, Cho, Myung-dong and Sun, Hee-young. Polymer electrolyte and fuel cell employing the same. US 7,850,873 B2 14 Desember 14 2010. 110. Kim, Hyoung-Juhn, dkk. Composite material for bipolar plate. US 7,510,678 B2 31 Maret 2009. 111. Mantese, J. V., dkk. Fuel cell with metal alloy contacts that form passivating conductive oxide surface. US 7,575,826 B2 18 Agustus 2009. 112. Mechler, Christof, dkk. Bipolar plate for pem fuel cells. US 7,629,070 B2 8 Desember 2009.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
113. Madeleine, Sylvain and Manicardi, Philippe. Fuel cell bipolar plate and fuel cell with improved fluid distribution employing such plates. US 7,718,299 B2 18 Mei 2010. 114. Ma, Chen-Chi Martin, dkk. Preparation of fuel cell composite bipolar plate. US 7,090,793 B2 15 Agustus 2006. 115. Naomitsu Nishihata and Masahito Tada. Separator for solid polymer fuel cells and production process thereof. US 7,128,996 B2 31 Oktober 2006. 116. Ming Sun Lee, dkk. Heterogeneous composite bipolar plate of a fuel cell. US 7,033,693 B2 25 April 2006. 117. Fuel Cell Standard. [Online] http://www.fuelcellstandards.com/vehiclematrix.htm.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
June
2011.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
LAMPIRAN A HASIL PENELITIAN TERDAHULU
A.1.
Jurnal
A.1.1.
Effect Of Moisture and Temperature on Mechanical Properties of Graphite Composite Bipolar Plate [86]
Salah satu fungsi dari pelat bipolar yang merupakan bagian terbesar dari PEMFC adalah mengatur aliran air di dalam sel. Dalam rangka menggunakan komposit grafit sebagai material pelat bipolar PEMFC, maka dilakukan pengamatan terhadap pengaruh uap air terhadap sifat-sifat mekanik dari sampel. Disiapkan dua buah sampel: (i) 90%grafit-10% epoksi ditambah carbon-fabric dan ii) tanpa karbon. Sampel diletakkan dalam tiga lingkungan: (i) temperatur ruang, ii) diletakkan selama 100 jam dalam air bersuhu 85oC, dan iii) diletakkan selama 300 jam dalam air bersuhu 100oC. Hasil menunjukkan bahwa untuk kedua jenis sampel terjadi peningkatan penyerapan air di awal dan kemudian menurun secara perlahan. Sampel dengan karbon memiliki kemampuan menyerap air yang lebih rendah. Dari pengujian diketahui pula bahwa kadar airyang tinggi menyebabkan kekuatan mekanis menurun. Adapun, penambahan karbon pada sistem komposit meningkatkan kekutan tarik secara signifikan. A.1.2.
Study
on
the
Preparation
and
Properties
of
Novolac
Epoxy/Graphite Composite Bipolar Plate for PEMFC [32]: Pada studi ini, pelat bipolar disusun dari material komposit grafit/polimer dan difabrikasi dengan teknik bulk-molding. Epoksi novolac diikatkan dengan grafit alam dan karbon hitam. Sifat kelistrikan dan sifat mekanik dari pelat bipolar dipelajari. Hasil menununjukkan bahwa: (i) pelat memiliki ketahanan korosi yang baik dan ii) pelat memiliki stabilitas termal sangat baik. Kondisi preparasi sampel optimum tercapai pada kadar 15 wt% epoksi, temperatur curing 180oC, dan
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
ukuran grafit 200 mesh. Pada kondisi optimum, konduktivitas listrik pelat mencapai angka 120 S/cm dan kekuatan fleksural lebih dari 38 MPa. A.1.2.1.
Evaluation of A Compression Molded Composite bipolarPlate for Direct Methanol Fuel Cell [78]
Pada studi ini diproduksi pelat bipolar dengan bahan dasar komposit polimergrafit melaui metode cetak tekan. Penelitian mempelajari konduktivitas listrik dan perilaku kimia pada sampel di bawah kondisi operasi DEMFC yang merupakan jenis lain dari PEMFC. Hasil menunjukkan bahwa komposit memiliki konduktivitas listrik dan ketahanan korosi yang baik. Nilai konduktivitas listrik meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi grafit . Pada konsentrasi 80 wt% serbuk grafit diperoleh nilai konduktivitas listrik sebesar 200 S/cm (ukuran grafit 300 mesh) dan >70 S/cm (ukuran grafit 500 mesh). A.1.3.
Electromagnetic-Carbon
Surface
Treatment
of
Composite
Bipolar Plate for High-Efficiency Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell [31] Sifat pelat bipolar yang paling penting adalah hambatan listrik dan ketahanan kontak. Kedua sifat ini bergantung pada morfologi permukaan pelat bipolar. Hambatan listrik yang rendah akan meningkatkan efisiensi PEMFC. Dalam pada itu, sampel diberi perlakuan permukaan yakni dengan memanaskan karbon hitam secara elektromagnetik kemudian resin dilepas tanpa merusak serat karbon. Ini dilakukan untuk mendapatkan nilai hambatan listrik yang kecil. Hasil menunjukkan bahwa perlakuan permukaan mengakibatkan nilai hambatan turun. Hambatan pelat bipolar dengan perlakuan permukaan sebesar 0,45 ohm pada tekanan 1 MPa (42% lebih rendah dari pelat murninya). Di samping itu, pelat bipolar yang diberi perlakuan permukaan elektromagnetik ini dapat pula diproduksi secara cepat dan efisien.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
A.1.4.
Effect of Graphite Sizes and Carbon Nanotubes Content on Flowability of Bulk-Molding Compound and Formability of the Composite Bipolar Plate for Fuel Cell [87]
Pada penelitian ini dipelajari sifat mampu alir pelat bipolar berbahan komposit grafit/MWCNT/epoksi. Hasil menunjukkan bahwa: (i) sifat mampu alir menurun seiring dengan menurunnya ukuran partikel grafit dan dengan meningkatnya konsentrasi grafit; ii) sifat mampu alir juga menurun akibat penambahan MWCNT; dan iii) produk cetakan memiliki porositas tinggi dan cacat yang tampak. Dari studi ini diketahui bahwa sifat mampu alir (flowability) merupakan parameter yang penting dalam desain pelat bipolar guna mendapatkan produksi yang efektif, baik pelat dalam ukuran besar maupun kecil. A.1.5.
CN Ts Nanostructuring effect on the Properties of Graphite Composite Bipolar Plate [79]
Dari penilitian ini diketahui bahwa penambahan 1 vol.% multiwall carbon nanotubes (MWNTs) ke dalam komposit grafit-polimer mampu meningkatkan konduktivitas listrik dan termal pelat bipolar sebesar 100%. Kekuatan tekuk juga ikut meningkat sebesar 25%. Peningkatan konduktivitas terjadi karena adanya peningkatan transfer elektron dalam pelat komposit. Konduktivitas in-plane tanpa MWNTs sebesar 80 S/cm dan selanjutnya meningkat menjadi 165-178 S/cm seiring penambahan MWNTs mulai dari 0,5 – 1 vol%. Pada konsentrasi 2%, nilai konduktivitas turun kembali menjadi 145 S/cm. Sedangkan nilai konduktivitas untuk through-plane tanpa MWNTs sebesar 8 – 10 S/cm, lalu meningkat menjadi 25 S/cm dan 30 S/cm pada penambahan 0,5 dan 1 vol.% MWNTs secara berturutturut.Kondisi optimum diperoleh pada kadar MWTs sebesar 1 vol.%. A.1.6.
Thermal Properties of Epoxy Based Expanded Graphite Composite for Bipolar Plate of Polymer Electrolyte Fuel Cells [10]
Dalam studi ini dipersiapkan bakalan komposit epoksi /grafit untuk keperluan pelat bipolar PEMFC. Penelitian menemukan bahwa densitas komposit menurun seiring dengan penurunan nilai konsentrasi grafit. Percolation threshold terjadi pada daerah konsentrasi grafit sekitar 70 w/o. Nilai konduktivitas permukaan pelat
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
bipolar berkisar antara 4,5 S/cm hingga 87 S/cm dan nilai tertinggi ini diperoleh ketika hanya digunakan serbuk grafit terekspansi saja. Dari penelitian diperoleh kesimpulan bahwa peningkatan ketahanan termal dan sifat elektrik komposit diakibatkan oleh penambahan serbuk grafit terekspansi (expanded graphite). A.1.7.
Effect of Carbon Fillers on the Perfomance of a Composite Bipolar Plate for Fuel Cells [36]
Dalam penelitian ini, pelat bipolar difabrikasi dengan menggunakan metode cetak tekan (compression). Bahan penyusun pelat meliputi grafit (GR), karbon hitam (CB), MWNTs, serat karbon (CF), dan serbuk resin epoksi. Konduktivitas listrik dan sifat-sifat fleksural komposit meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi pengisi dalam bentuk serat (MWNTs dan CF). Penggunaan pengisi dalam bentuk partikulat (GR dan CB) juga ikut meningkatkan nilai konduktivitas listrik, namun demikian terjadi penurunan sifat-sifat fleksural ketika konsentrasi sampai pada tingkatan tertentu. A.1.8.
Fenton/Ultra-Violet Treatment on Carbon Nanotube and Its Effects on Carbon Nanotubes Reinforced Phenol Formaldehyde Rasin/Graphite Composite for Bipolar Plate [12]
Dalam studi ini, dilakukan fabrikasi pelat bipolar komposit yang disusun dari: (i) karbon tabung nano (CNTs), diberi perlakuan dengan Fenton/UV, sebagai penguat (reinforcement); dan ii) resin fenol formaldehida/ grafit (PF/G) sebagai matriks. Dari karakterisasi yang dilakukan, didapatkan bahwa nilai kekutan tekuk (bend) dan konduktivitas listrik meningkat pada mulanya, lalu kemudian menurun. Nilai terbaik untuk konduktivitas dan kekuatan tekan secara berturut-turut sebesar: 72.5 MPa dan 185.6 S/cm terjadi pada saat perbandingan mol Fe2+ dan H2O2 sebesar 1:40. A.1.9.
Preparation and Properties of Functionalized Multiwalled Carbon
Nanotubes/Polypropylene
Nanocomoposite
Bipolar
Plates for Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cells [88] Dari keseluruhan langkah-langkah penelitian, di sini disimpulkan bahwa pelat bipolar komposit yang dibuat dari MWNCNTs/polipropilena cocok untuk aplikasi
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
PEMFC. Hasil pengujian menunjukkan bahwa penambahan MWCNTs ke dalam sistem POA-DGEBA (poliamina/epoksi)
mengakibatkan:
(i)
peningkatan
kekuatan fleksural sebesar 59%;, yakni dari <22 MPa menjadi 29,49; 34,18; dan 31,81; danii) konduktivitas sebesar 550%, yakni dari < 200 S/cm menjadi 968, 896, dan 481 S/cmuntuk sampel-sampel MWCNTs/POA400-DGEBA/PP, MWNCTs/POA2000-DGEBA/PP, dan MNWTs/PP murni secara berturut-turut. Laporan penelitian juga mengungkapkan bahwa dalam banyak penelitian perpaduan antara grafit dengan material konduktif lainnya, khususnya CNTs, merupakan metode yang efektif untuk meningkatkan konduktivitas keseluruhan pelat bipolar komposit karena terbentuk jaringan konduktif dalam arah 3D. Khusus untuk MWCNTs/POA400-DGEBA, perbaikan sifat mekanik dan listrik disebabkan karena MWCNTs terdispersi dengan lebih baik. Hal ini disebabkan karena hal-hal berikut: (i) densitas polimer dengan rantai yang diberi grafit lebih tinggi, ii) adanya pelapisan (coating) pada MWCNTs/POA400-DGEBA/PP yang seragam, dan iii) hambatan listrik MWCNTs/POA400-DGEBA/PP lebih rendah dari pelat bipolar grafit. A.1.10.
The Electrical Conductivity of A Composite Bipolar Plate for Fuel Cell Applications [89]
Pelat bipolar dengan bahan komposit grafit/fenol formaldehida difabrikasi untuk keperluan sel bahan bakar. Nilai konduktivitas listrik diukur dengan metode fourpoint-probe.
Sebuah
model
dasar
dimodifikasi
sedemikian
rupa
guna
memprediksi nilai konduktivitas listrik pada penambahan kadar grafit ke dalam sistem komposit. Model dirancang sedemikian rupa sehingga sangat tergantung kepada bentuk dan juga orientasi grafit di dalam komposit. Nilai konduktivitas terbaik diperoleh pada kader 75% grafit, yakni sebesar 165 S/cm (in-plane) dan 103.3 S/cm (through plane).Pada daerah 40-55 wt% grafit, konduktivitas meningkat sedikt lebih tinggi karena konsentrasi resin pada daerah smearing partikel grafit menurun. Di daerah 55-75 wt% grafit, kecepatan peningkatan konduktivitas menurun. Kemungkinan hal ini terjadi karena adanya jumlah resin yang cukup banyak pada daerah intersisi antara partikel-partikel grafit. Sedangkan pada daerah 75-85% peningkatan konduktivitas kembali menajam disebabkan
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
oleh adanya partikel-partikel grafit yang rapat, sehingga resin tidak memiliki cukup ruang untuk menimbulkan insulasi. A.1.11.
Stainless Steel Bipolar Plate Coated with Carbon Nanotube (CNT)/polytetrafluoroethylene (PTFE) Composite Film for Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC) [90]
Pada
penelitian
ini,
peneliti
melakukan
fabrikasi
film dari komposit
CNT/politetrafluoroetilena (PTFE). Sistem CNT/PTFE ini memiliki nilai konduktivitas pada kisaran 10 S/cm. Pada konsentrasi 5% CNT nilai konduktivitas diperoleh sebesar 0,1 S/cm dan meningkat 10 kali lipat pada konsentrasi 10%. Selanjutnya secara teratur nilai konduktivitas meningkat dalam orde 20% antara konsentrasi 10-100% CNT. Fenomena-fenomena tersebut erat kaitannya dengan jaringan konduktif 3D yang dibentuk oleh CNT. Pada konsentrasi 5% jaringan 3D sulit terbentuk karena konsentarsi CNT rendah. Sementara pada konsentrasi 10% CNT, konduktivitas meningkat secara signifikan, dinamakan percolation threshold. Nilai konduktivitas tertinggi, 12 S/cm, diperoleh pada 75% CNT. Selanjutnya, film 75%CNT/PTFE dilapiskan ke permukaan pelat bipolar PEMFC yang terbuat dari baja tahan karat (304SS). Pelapisan ini menurunkan ketahanan kontak pelat bipolar. Namun demikian, tenaga keluaran yang dihasilkan meningkat 1,6 kali lipat, yakni dari 1,7 W menjadi 2,7 W. Hal ini terjadi karena lapisan CNT/PTFE menyebabkan arus pastif baja turun dari 5 x 10-5 A cm-2 menjadi 8 x 10-6 A cm-2. Lebih jauh, hal ini ikut meningkatkan ketahanan korosi material. Baja yang terkorosi selama penggunaan PEMFC menyebabkan munculnya kontaminan dalam sistem sehingga tenaga yang keluar menurun. A.1.12.
Investigation of Elastomer Graphite Composite Material for Proton Exchange Membrane Fuel Cell Bipolar Plate [91]
Penelitian ini dilakukan dalam rangka menemukan material alternatif pengganti grafit dan logam, yang merupakan penyusun utama pelat bipolar konvensional. Pilihan material jatuh kepada sistem komposit elastomer/grafit. Dengan sistem ini diperoleh beberapa keuntungan antara lain: penurunan berat dan sifat mampu
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
bentuk yang lebih baik. Dalam sistem ini matriks polimer dibuat menjadi konduktif dengan menambahkan serat grafit, nano partikel karbon hitam, dan grafit pipih (flake). Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa: (i) sifat mampu alir polimer menurun, ii) konduktivitas menurun jika dibanding dengan pelat bipolar grafit, dan iii) perlilaku elastik tetap bisa dipertahankan. A.1.13.
Integrated Carbon Composite Bipolar Plate for PolymerElectrolyte Membrane Fuel Cells [92]
Hambatan listrik pelat bipolar pada PEMFCs haruslah sangat rendah sehingga jumlah listrik yang terbuang bisa ditekan. Hambatan pelat bipolar datang dari hambatan keseluruhan material itu sendiri dan juga dari hambatan kontak antarmuka dua buah pelat yang bersentuhan pada saat mengarlirkan bahan bakar dan oksigen. Hambatan kontak ini lebih besar nilainya dibanding hambatan keseluruhan material. Oleh karena itu, pelat bipolar terintegrasi (ntegrated bipolar plate) dengan karbonkomposit dikembangkan untuk menghilangkan hambatan kontak antar pelat-pelat bipolar. Dalam penelitian ini digunakan serat karbon dan resin epoksi. Hasil yang diperoleh meliputi: (i) hambatan total pelat bipolar dengan sistem komposit terintegrasi lebih kecil 60% dibandingkan dengan tipe konvensional; ii) kekuatan fleksural pelat terintegrasi sebesar 450 MPa, jauh melebihi yang ditargetkan yakni sebesar 59 MPa; iii) pelat komposit memiliki ketahanan termal yang stabil sampai dengan pada temperatur operasi maksimum PEMFC. A.1.14.
Effect of Carbon Fillers on Properties of Polymer Composite Bipolar Plates of Fuel Cells [93]
Dalam rangka mengurangi berat dan biaya produksi pelat bipolar, material komposit polimer dengan beragam jenis pengisi karbon diujicobakan untuk kepentingan sel bahan bakar. Pada penelitian ini difabrikasi material komposit yang tersusun dari pengisi-pengisi CB, MWNTs, CF dalam matriks epoksi. Konduktivitas listrik dan sifat-sifat kekakuan diukur sebagai fungsi dari kandungan karbon. Nilai konduktivitas tertinggi diperoleh pada kandungan total pengisi karbon sebesar 75%. Penurunan konduktivitas disebabkan resin polimer
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
yang ada tidak lagi cukup untuk mengikat semua partikel-partikel pengisi yang berakibat mereka tidak cukup rapat untuk bisa menghantarkan elektron. Sedangkan kekuatan felksural tertinggi diperoleh pada kandungan total pengisi 65%. Pengisi partikulat CB dan grafit tidak meningkatkan sifat mekanis karena tidak dapat bertindak sebagai penguat berkaitan dengan bentuk partikel mereka yang kebulat-bulatan yang menurunkan luas cross-section sistem. MNWTs dan CF memiliki aspek rasio yang tinggi, diameter kecil, sehingga selain meningkatkan sifat kelistrikan juga meningkatkan sifat mekanis. Penelitian ini juga mencatat bahwa sistem dengan pengisi beragam (hybrid) menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan sistem dengan pengisi tunggal. A.1.15.
Characteristic and Preparation of Polymer/Graphite Composite Bipolar Plate for PEM Fuel Cells [94]
Penelitian ini menginvestigasi sebuah pendekatan yang potensial untuk pengambangan sifat-sifat komposit pelat bipolar dengan cara memilih distribusi ukuran partikel grafit yang sesuai dan metode pengisian karbon hitam yang sesuai. Kondisi pemrosesan optimum untuk memproduksi pelat bipolar adalah: kandungan resin 15-20 wt%; tekanan pencetakan 10-12 MPa; temperatur curing 180oC ;distribusi ukuran partikel grafit -200/300 mesh; karbon hitam 4-5 wt%; dan karbon hitam didispersikan sejak awal ke dalam resin dengan menggunakan mesin purifikasi supersonik. A.1.16.
Effects of Molding Parameters on the Through-Plane Resistance of Injcetion Molded Composite Polymer Bipolar Plate [95]
Pada penelitian ini, pelat-pelat bipolar dibuat dengan mengunakan metode cetak injeksi konvensional (CIM) dan cetak injeksi-tekan (ICM). Dua jenis material digunakan dalam penelitian. Material pertama adalah komposit polifinilen sulfida (PPS) dengan 50 wt% CF. Material kedua adalah PPS, 20 wt%CF, dan 30 wt% grafit. Hambatan tembus bidang (TPR) merupakan salah satu kriteria penting bagi pelat bipolar yang diukur dengan metode hambatan kontak. Distribusi dan orientasi CF dan grafit dipengaruhi oleh kondisi pencetakan yang berbeda dan juga berpengaruhpada pelat bipolar yang dihasilkan. Sampel-sampel kemudian
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
diamati dengan SEM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai TPR menurun seiring dengan meningkatnya temperatur cetakan, temperatur leleh, dan tekanan penahanan pada CIM dan ICM. Pada kondisi optimum TPR dapat diturunkan hingga 45% pada CIM dan 64% pada ICM. Penambahan 30% grafit akan menurunkan TPR hingga 88%. A.1.17.
Evaluation of Graphite Composite Bipolar Plate for PEM (Proton Exchange Membrane) Fuel Cell: Electrical, Mechanical, and Molding Properties [96]
Pada penelitian ini komposit grafit/epoksi difabrikasi dengan cetak tekan. Sampelsampel divariasikan berdasar rasio pencampuran, tekanan selama proses, dan temperatur. Untuk meningkatkan kekuatan mekanik, sejumlah serat karbon teranyam ditambahkan ke dalam komposit grafit/epoksi. Karakterisasi sifat-sifat permukaan dilakukan melalui uji sudut kontak dan kekasaran permukaan. A.1.18.
Influence of Expanded Graphite Particle Size on the Properties of Composite Bipolar Plates for Fuel Cell Application [97]
Pada penelitian ini, expanded-graphite (EG) disintesis dari grafit alam yang berbentuk pipih dan digunakan bersama resin novolac untuk pelat bipolar komposit. Penambahan EG sebesar 10% dapat meningkatkan konduktivitas listrik hingga mencapai 100% . Meski demikian, sistem EG-resin dengan satu penguat ini tidak dapat memenuhi standard konduktivitas > 100 S/cm dan kekuatan tekuk 25 MPa yang ditargetkan oleh DOE. A.1.19.
Preparation and Properties of Carbon Nanotube/Polypropylene Nanocomposite
Bipolar
Plates
for
Polymer
Electrolyte
Membrane Fuel Cells [98] Penelitian ini menargetkan fabrikasi pelat bipolar nanokomposit dengan berat ringan dan performa tinggi untuk aplikasi PEMFC. Pelat bipolar tipis (tebal <1,2 mm) yang dihasilkan mengandung MWCNTs, serbuk grafit, dan PP, diproses dengan cara cetak tekan. Dalam penelitian ini digunakan tiga jenis PP, yakni: (i) PP kristalinitas tinggi (HC-PP), ii) PP kristalinitas menengah (MC-PP), dan PP kristalinitas rendah (LC-PP). Sampel-sampel diteliti guna mengetahui pengaruh
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
kristalinitas PP terhadap dispersi MWCNTs dalam matriks PP. Komposisi optimum untuk pelat bipolar asli adalah 80 wt% grafit dan 20 wt% PP. Pengamatan menunjukkan bahwa MWCNTs terdispersi secara lebih baik dalam LC-PP dibanding jenis PP lainnya. Dispersi yang baik ini akan berujung pada nilai konduktivitas, sifat mekanik, dan kestabilan termal yang lebih baik. Pada MWCNTs/LC-PP, konduktivitas listrik melampaui 100 S/cm. Konduktivitas ini bergantung kepada kontak antar material-material konduktif dalam komposit. Kekuatan fleksural MWCNTs/LC-PP 37% lebih tinggi dibanding pelat komposit aslinya. Secara keseluruhan kompatibilitas antara matriks dan pengisi adalah MWCNTs/LC-PP > MWCNTs/MC-PP > MCNWTs/HC-PP. Hali ini dapat dijelaskan bahwa pada nanokomposit LC-PP terdapat daerah nonkritsalin yang lebih banyak yang memungkinkan MWCNTs terdispersi secara lebih seragam tanpa adanya penggumpalan. Dengan demikian dispersi pada LC-PP lebih baik dibanding pada HC-PP. Penelitian ini mengkonfirmasi bahwa penambahan MWCNTs dalam LC-PP mengantarkan kepada pengembangan yang signifikan pada performa pelat bipolar nanokomposit. A.1.20.
Development and Characterization of Expandend GraphiteBased Nanocomposite as Bipolar Plate for Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cells (PEMFCs) [99]
Pada penelitian ini, pelat bipolar PEMFC dari nanokomposit EG/resin difabrikasi lewat metode cetak tekan. Penelitian menemukan bahwa variasi konsentrasi resin dan EG dapat meningkatkan konduktivitas listrik, sifat mekanik dan juga kerapatan udara. Hasil optimum yang melampaui target DOE untuk pelat bipolar dicapai pada konsentrasi 40-45 wt% resin. Penambahan konsetrasi karbon hitam sebanyak 5 wt% membantu meningkatkan konduktivitas listrik, namun tidak berpengaruh pada sifat-sifat yang lain. Di antara hasil karakterisasi untuk target DOE 2010, resin fenolik/55 wt% EG, danresin fenolik/50 wt% EG/5% CB secara berturut-turut adalah: (i) kekuatan fleksural 25, 56, dan 52 MPa; danii) konduktivitas listrik 100, 250, dan 285 S/cm. A.1.21.
Porous Carbon-Carbon Composite for Fuel Cells [100]
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Sel bahan bakar merupakan sumber elektrokimia yang dapat secara lansgsung mengubah bahan bakar menjadi arus listrik. Sel bahan bakar bergantung pada dua buah elektroda yang dipisahkan oleh sebuah elektrolit (padat/cair). Oksidasi dan reduksi terjadi pada antarmuka elektroda dan elektrolit. Pada penelitian ini dilakukan proses fabrikasi ektroda difusi gas (gas-diffusion electrodes/ GDE). GDE terbuat dari berbagai material serat karbon yang ringan, memiliki porositas tinggi, stabil secara kimia, dan dapat diproduksi lewat teknologi sederhana. Secara umum, GDE diturunkan dari berbagai material polimer awal yang selanjutnya diberi pemanasan, dikarbonisasi, dan digrafitisasi. Sampai pada temperatur tertentu, material serat-serat polimer tersebut akan diubah menjadi bersifat konduktif. Karakteriasi pada berbagai GDS (gas diffusion support) menunjukkan hasil bahwa GDS yang dibuat dari karbon fabrk memiliki nilai indeks konduktivitas tertinggi. A.1.22.
Effects of Bipolar Plate Material and Impurities in Reactant Gases on PEM Fuel Cell Perfomance [101]
Penelitian dan pengembangan di bidang PEMFC menunjukkan bahwa penggunaan pelat bipolar logam cukup menjanjikan, namun demikian beberapa masalah seperti biaya, ketahanan korosi, hambatan kontak antarmuka (ICR) dan gas-gas pengotor harus diselesaikan terlebih dahulu. Pada penelitian ini dilakukan studi terhadap pengaruh ICR antara lapisan difusi gas (gas-diffusion layaer/ GDL) dan berbagai material pelat bipolar terhadap daya yang dihasilkan oleh sel bahan bakar. Secara umum dilaporkan bahwa: (i) ICR antara GDL dan pelat bipolar memiliki pengaruh signifikan terhadap daya yang dihasilkan oleh sel bahan bakar; (ii) pelat bipolar logam (aluminum-coated) memiliki ICR yang lebih rendah dari komposit grafit dengan rasio 1: 2; (iii) ketika O2 diganti dengan udara (~20% O2), terjadi reduksi daya sebesar 30-40%; (iv) efisiensi pada pelat logam lebih tinggi dibandingkan pelat grafit; (v) pelat logam menunjukkan degradasi daya yang minimal selama 1000 jam operasi di bawah pembebanan siklik; dan vi) secara keseluruhan, pelat bipolar logam menghemat hingga 24% konsumsi hidrogen dibanding pelat grafit komposit.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
A.1.23.
Effect of Resin Matrix Precursor on the Properties of Graphite Composite Bipolar Plate for PEM Fuel Cell [102]
Salah satu pelat bipolar komposit mutakhir adalah pelat yang menggunakan polimer sebagai binder dan grafit sebagai penguat dan diproduksi lewat metode cetak tekan. Studi pada penagruh berbagai resin berbeda terhadap sifat-sifat pelat bipolar menunjukkan bahwa komposit dengan resin precursor yang berbeda akan menghasilkan sifat fisik-mekanik yang berbeda pula. Pada penelitian ini ditinjau pengaruh resin-resin: a) epoksi, b) vinil ester, c) resole fenolik dan c) novolak fenolik, terhadap sifat dan kinerja pelat bipolar komposit resin/grafit/karbon hitam (CB). Dari penelitian ini diketahui bahwa konsentrasi optimum resin antara 3035%; ketika porositas dibandingkan dengan densitas dan kekerasan dibandingkan dengan konduktivitas. Dalam kasus konduktivitas, kondisi optimum ada 20% CB (resin novolak), dan 25%CB (untuk resin vinil ester dan resin lainnya). Hasil penelitian menunjukkan bahwa resin novolak menghasilkan sifat mekanik dan konduktivitas listrik yang paling tinggi. Hal ini dapat dijelaskan bahwa di bawah pengamatan SEM ikatan antara serat-grafit, serat karbon hitam, dan resin novolak lebih baik dibandingkan yang lainnya. Di samping itu, resin novolak sendiri memiliki kekuatan yang bagus pada temperatur tinggi. Resin novolak direkomendasikan untuk juga digunakan pada sel bahan bakar selain PEMFC. A.1.24.
Highly Conductive Epoxy/Graphite Polymer Composite Bipolar Plates In Proton Exchange Membrane (PEM) Fuel Cells: A Dissertation [22]
Dalam penelitian ini, komposit epoksi dengan konsentrasi pengisi karbon tinggi dibuat untuk keperluan PEMC. Komposit diperoleh lewat solution intercalation mixing, diikuti dengan cetak tekan dan curing. Karakterisasi meliputi: konduktivitas listrik, sifat mekanik dan termal, sifat rintangan gas (gas barrier), dan karakteristik higrotermal. Untuk tujuan ini digunakan EG dan CB. Matrik polimer diperoleh dari campuran resin epoksi aromatik (kepentingan keuletan) dan alifatik (kepentingan stabilitas kimia). Hasil karakterisasi: (i) temperatur transisi gelas tinggi (Tg ~ 180oC), (ii) temperatur degradasi tinggi (T2 ~ 415oC), (iii) konduktivitas in-plane berkisar antara 200-500 S/cm dengan CB sekurang-
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
kurangnya 50 wt%, (iv) sifat mekanik baik, dan (v) konduktivitas termal sangat baik yakni sebesar 50W/m/K. Sifat-sifat komposit tersebut tidak berubah ketika diekpos pada lingkungan air mendidih, larutan asam sulfur, dan larutan hidrogen peroksida. Ini menunjukkan bahwa komposit memiliki katahanan yang cukup lama di bawah kondisi operasi PEMFC. A.1.25.
Material, Design, and Modelling for Bipolar Plate in PEMFC: A Dissertation [34]
Penelitian ini fokus pada material, desain, dan permodelan pelat bipolar dalam PEMFC. Material alaternatif yang digunakan adalah busa logam guna menggantikan posisi pelat grafit. Dalam rangka itu, dua buah PEMFC diproduksi dengan desain pelat bipolar tipe SS-316 Multi-Parallel Flow-Field (MPFF). Kondisi operasi seperti dimensi kanal, desain derah aliran, dan permeabilitas daerah aliran mempengaruhi optimasi daerah aliran gas pada PEMFC. Untuk keperluan inilah ditetapkan penggunaan busa logam. Tiga material dgunakan dalam penelitian ini, yakni busa logam Ni-Cr (50 PPI, pori per inci), busa logam SS-316, dan karbon cloth. Hasil karakteriasi dibandingan dengan konsep kanal pada MPFF konvensional. Performa tertinggi ada pada Ni-Cr, diikuti secara berturut-turut oleh SS-316, MPFF konvensional, dan karbon cloth. Permeabilitas yang rendah menghasilkan jalur aliran gas yang lebih banyak sehinga berujung pada meningkatnya penurunan tekanan yang mempertinggi kinerja PEMFC.
A.2.
Paten-Paten Terkait
A.2.1.
US 7,871,737 B2 2011 [103]
Judul
: Metallic Bipolar Plate For Fuel Cell and Fuel Cell Bipolar Plate Using
Same, and Fabrication Method of Same Paten ini berisi tentang komposit logam untuk sel bahan bakar, mencakup: inti dari logam; cladded layers dari logam tahan karat yang menutupi kedua permukaan inti; lubang tembusan melalui inti dan cladded layer. Komposit logam yang dipatenkan memiliki umur pakai yang panjang untuk keperluan komponen
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
sel bahan bakar seperti pelat bipolar. Selain itu, material juga memiliki fleksibilitas yang lebih tinggi. A.2.2. Judul
US 7,887,927 B2 2011 [104] : Highly Conductive, Multi-Layer Composite Precursor Composition to
Fuel Cell Flow Field Plate or Bipolar Plate Penemuan ini mendapatkan sebuah komposisi komposit multi-lapisan yang dapat dicetak, yang merupakan bahan untuk keperluan pelat bipolar berbahan dasar komposit konduktif. Komposisi mencakup sebuah lembaran konduktif dan sebuah lapisan campuran resin dan pengisi-pensifi konduktif, dimana: a) setiap lembaran konduktif dipadankan dengan sekurang-kurangnya satu lapisan resin-pengisi; b) setidaknya satu lembaran konduktif mengandung grafit yang lentur; dan c) setidaknya satu lapisan resin-pengisi mengandung resin termoset dan pengisi konduktif sedemikian rupa sehingga konduktivitas listrik tidak kurang dari 100 S/cm dan dan konduktivitas pada areal ketebalan tidak kurang dari 200 S/cm2. A.2.3. Judul
US 7,910,040 B2 2011 [105] : Manufacturing Process of Conductive Polymer Composite Bipolar Plate
for Fuel Cell Having High Gas Permeability-Resistance and Heat-Resistance Sebuah pelat bipolar komposit untuk PEMFC diproduksi dengan cara: a) mensenyawakan vinil ester dengan serbuk grafit untuk membentuk bulk molding compound (BMC), kadar grafit 60-95 wt% dari berat total vinil ester/grafit, serat karbon 1-20 wt%, modified organo clay atau noble metal plated modified organo clay 0,5-10 wt% dan satu atau lebih pengisi konduktif dipilih dari: CNT 0,1-5 wt%; nickel plated carbon fiber 0,5-10 wt%; nickel plated graphite 2,5-40 wt%; dan karbon hitam 2-30 wt% dari berat resin, ditambahkan selama proses pensenyawaan; b) pencetakan BMC dari tahap a) menjadi pelat bipolar menjadi bentuk yang diinginkan pada suhu 80-200oC dan 500-4000 psi. A.2.4. Judul
US 7,914,948 B2 2011 [106] : Metallic Bipolar Plate for Fuel Cell and Method for Forming Surface
Layer of The Same
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Penelitian ini menemukan sebuah pelat bipolar logam untuk sel bahan akar dan sebuah metode untuk membentuk lapisan permukan pada same, dimana lapisan permukaan dibentuk dengan proses nitridasi plasma yang dilakukan pada pemukaan sebuahbaja tahan karat sebagai material dasar guna membentuk lapisan yang mengandung nitrogen, dan oksidasi serta reduksi dilakukan pada lapisan nitrogen tersebut untuk membentuk lapisan oksidasi Fe3O4, dengan cara ini konduktivitas dan ketahanan korosi meningkat. A.2.5. Judul
US 7,816,416 B2 2010 [107] : Polymer Membrane Fuel for Fuel Cell, Method of Preparing the Same,
Membrane-Electrode Assembly Including the Same, and Fuel Cell System Including the Same Penemuan ini berhubungan dengan: PEMFC, sebuah metode untuk produksi membrane elektrolit polimer, sebuah rangkaian elektroda-membran untuk sel bahan mencakup membran elektrolit polimer, dan sistem sel bahan bakar yang mencakup rangkaian membran-elektroda. Membran elektrolit polimer meliputi membran polimer proton-konduktif yang mencakup sebuah micelle dalam sebuah saluran hidrofobik. Micell tersebut mengandung polimer berbasis vinil yang diperoleh lewat polimerisasi monomer vinil dan surfaktan anionk yang mengelilingi vinil polimer. A.2.6. Judul
US 7,820,336 2010 [108] : Fuel Cell, Bipolar Plate, and Fuel Cell
Sebuah pelat bipolar sel bahan bakar yang memiliki front surface dan rear surface dengan arah saling berlawanan, dan juga bagian flash dan receding. Bagian flash diletakkan pada front surface di bagian keliling pelat bipolar dan diproyeksikan pada arah menyilangi terhadap permukaan. Bagian receding diletakkan pada rear surface pada bagian keliling pelat bipolar dalam geometri yang pas dengan bagian flash. A.2.7. Judul
US 7,850,873 B2 2010 [109] : Polymer Electrolyte and Fuel Cell Employing the Same
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Elektrolit polimer yang dapat digunakan dalam sel bahan bakar mencakup sulfonated polyether ketone ketone dan cross-linking agent. A.2.8. Judul
US 7,510,678 B2 2009 [110] : Composite Material for Bipolar Plate
Material komposit dimaksud terdiri dari matriks polybenzoxazine dan pengisi karbon yang konduktif. Penemuan juga menemukan metode polimerisasi monomer dengan reduksi volume kurang dari 5%, 3%, atau 1% setelah polimerisasi. Polimer yang diperoleh dalam penemuan ini memiliki mampu-kerja yang baik karena selama polimerisasi hanya terjadi sedikit perubahan volume. Di samping itu, polimer juga memiliki sifat mekanik dan kimia yang baik sehingga polimer dapat diproses dengan biaya rendah. A.2.9. Judul
US 7,575,826 B2 2009 [111] : Fuel Cell with Metal Alloy Contacts that Form Passivating Conductive
Oxide Surface Ketika teroksidasi, paduan metal yang ditemukan akan membentuk lapisan oksidan dengan konduktivitas tinggi. Komposisi paduan seperti, Ti-Nb, Ti-Ta, LaSr-Cr, dan La-Sr-Co diketahui membentuk lapisan pasif yang sangat konduktif. Paduan seperti ini berguna dalam peralatan-peralatan listrik. Elemen yang dibentuk oleh paduan ketika mengalami oksidasi dan kontak dengan permukaan lain akan menghasilkan lapisan yang sangat konduktif, sehingga dapat mempertahankan konduktivitas listik elemen. Lapisan oksida dapat dibentuk langsung setelah perangkaian atau secara terpisah selama proses manufaktur. Logam yang digunakan untuk keperluan ini beragam. A.2.10. Judul
US 7,629,070 B2 2009 [112] : Bipolar Plate for PEM Fuel Cells
Pelat bipolar dibentuk dari polimer blend yang ditambahkan dengan pengisi karbon dan memiliki setidaknya dua campudan polimer yang nonmiscible, dibedakan berdasarkan fakta bahwa setidaknya dua polimer blend membentuk struktur yang kontinu dan pengisi karbon lebih tinggi pada salah satu polimer,
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
atau campuran (blend) polimer dimana pengisi karbon dengan konsentrasi lebih tinggi membentuk matrik yang konduktif dimana setidaknya satu polimer blend dapat tersisipi. A.2.11. Judul
US 7,718,299 B2 2008 [113] : Fuel Cell Bipolar Plate and Fuel Cell with Improved Fluid Distribution
Employing Such Plates Sebuah plate bipolar dengan lubang tembus yang diposisikan pada ujung-ujung sisinya untuk sirkulasi fluida sebuah anoda kompartemen yang diperpanjang pada salah satu dari kedua sisi utamanya, dan sebuah katoda kompartemen yang diperpanjang pada salah satu dari kedua sisi utamanya. A.2.12. Judul
US 7,090,793 B2 2006 [114] : Preparation of Fuel Cell Composite Bipolar Plate
Sebuah pelat bipolar komposit untuk PEMFC difabrikasi dengan cara: a) menyiapkan material BMC yang mengandung vinil ester resin dan serbuk grafit, kandungan serbuk grafit berkisar 60-80 wt% dari total berat campuran; b) mencetak material BMC menjadi pelat bipolar sesuai bentuk yang diharapkan pada 800-200oC dan 500-4000 psi, dimana ukuran serbuk grafit 40-80 mesh. A.2.13. Judul
US 7,128,996 B2 2006 [115] : Separator for Solid Polymer Fuel Cells and Production Process thereof
Penemuan berupa suatu pemisal padat untuk sel bahan bakar polimer yang dicetak dari suatu resin termoplastik, karbon hitam dengan densitas sekurangnya 0,3 g/ml dan DBP oil absorption mencapai 150 ml/100g dan pengisi konduktif yang bersifat optional dengan resistivitas volume kurang dari 1 Ω.cm. Penemuan ini juga mencakup proses produksi sel padatan pemisah sel bahan bakar polimer dengan cara cetak injeksi. A.2.14. Judul
US 7,033,693 B2 2003 [116] : Heterogeneous Composite Bipolar Plate of A Fuel Cell
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Pelat bipolar dimaksud terdiri dari satu buah badan, dua daerah aliran, dan serat konduktif. Badan memiliki bagian tengah dan bagian peripheral yang mengelilingi bagian tengahnya. Daerah aliran diletakkan pada kedua sisi bagian tengah badan. Serat konduktif diposisikan di bagian tengah dan menembus badan pelat.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
LAMPIRAN B STANDARD APLIKASI SEL BAHAN BAKAR
Tabel B.1. Standard aplikasi sel bahan bakar. Stationary FC Application Fuel Cell Power Systems - System Design/Testing ANSI/CSA America FC1Fuel Cell Power Systems (United States) CEN/CENELEC EN 50465Fuel Cell Gas Heating Appliances (European Union) IEC 62282-3-1Stationary Fuel Cell Systems Safety (International) EN 62282-3-1Stationary Fuel Cell Systems Safety (European Union) JIS C 8801General Rules for Phosphoric Acid Fuel Cell Power Generating System (Japan) DVGW VP119Preliminary Basic Rules for Testing Fuel Cell Gas Appliances 70 kW (Germany) JIS C 8821General Rules for Small Polymer Electrolyte Fuel Cell Power Systems (Japan) JIS C 8822General Safety Code for Small Polymer Electrolyte Fuel Cell Systems (Japan) JIS C 8823Testing Methods for Small Polymer Electrolyte Fuel Cell Power Systems (Japan) GB/Z 21743-2008Stationary proton exchange membrane fuel cell power system (China) Fuel Cell Power Systems - Nameplates
JIS C 8803Indication of Phosphoric Fuel Cell Power Facility (Japan) JIS C 8811Indication of Polymer Electrolyte Fuel Cell Power Facility (Japan)
Hydrogen & Fuel Cell Vehicle Application Vehicles - System Design/TestingVehicles System Design/Testing Japanese Government RegulationsHydrogen Fuel Cell Vehicles (Japan) GB/T 23645-2009Test method of fuel cell power system for passenger car (China) Vehicles - SafetyVehicles - Safety SAE J1766Recommended Practice for Electric and Hybrid Electric Vehicle Battery Systems Crash Integrity Testing (United States & Other Locales) SAE J2578Recommended Practice for General Fuel Cell Vehicle Safety (United States & Other Locales) ISO 6469-1 Electrically propelled road vehicles – Safety specifications – Part1: Onboard rechargeable energy storage systems (RESS) (International) ISO 6469-2Electrically propelled road vehicles – Safety specifications –Part2: Vehicle operational safety means and protection against failures (International) ISO 23273-1Fuel Cell Road Vehicle - Safety Specification, Part 1: Vehicle functional safety (International) ISO 23273-2Fuel Cell Road Vehicle - Safety Specification, Part 2: Protection against hydrogen hazards for vehicles fueled with compressed hydrogen (International) ISO 23273-3Fuel Cell Road Vehicles - Safety Specification, Part 3: Protection of persons against electric shock (International) KS R ISO 23273-1Fuel cell road vehiclesSafety specification - Part 1: Vehicle functional safety (Korea) KS R ISO 23273-2Fuel cell road vehiclesSafety specification - Part 2: Protection against hydrogen hazard for vehicles fuelled with compressed hydrogen (Korea) KS R ISO 23273-3Fuel cell road vehiclesSafety specification - Part 3: Protection of persons against electric shock(Korea)
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
A.1. (sambungan) Fuel Cell Power Systems - Performance efficiency, emissions, durability ASME PTC 50Performance Test Code for Fuel Cell Power Systems Performance (US and Other Locales) IEC 62282-3-2Test Method for the Performance of Stationary Fuel Cell Power Plants (International) EN 62282-3-2:2006Test Method for the Performance of Stationary Fuel Cell Power Plants (European Union) JIS TR C 0003Test Methods for Performance of Phosphoric Acid Fuel Cell Power Facility (Japan) JIS TR C 0004Test Method for Environment and Maintenance of Phosphoric Acid Fuel Cell (Japan) JIS C 8802Test Method for Durability of Phosphoric Acid Fuel Cell Power Facility (Japan) State of California RegulationsEmission Regulations JIS C 8825Testing Methods for EMC of Small Polymer Electrolyte Fuel Cell Power Systems(electromagnetic compatibility) (Japan) JIS C 8824Testing Methods for Environment of EMC for Polymer Electrolyte Fuel Cell Systems (Japan) Fuel Cell Power Systems - Subsystems - Fuel Cell Modules CSA International Component Acceptance Service No. 33Proton Exchange Membrane Fuel Cell Stacks(United States & Canada) IEC 62282-2Fuel Cell Modules (International) EN 62282-2:2004Fuel Cell Modules (European Union) CAN/CSA C22.2 No. 62282-2:07Fuel Cell Technologies-Part 2: Fuel Cell Modules (Canada) JIS C 8831Safety Evaluation Test for Stationary Polymer Electrolyte Fuel Cell Stack (Japan)
Vehicles - Performance - efficiency, emissions, durabilityVehicles - Performance efficiency, emissions, durability SAE J2572Recommended Practice for Measuring the Exhaust Emissions, Energy Consumption and Range of Fuel Cell Powered Electric Vehicles Using Compressed Hydrogen (United States & Other Locales) ISO 23828:2008Fuel Cell Road VehicleEnergy Consumption Measurement Part 1: Vehicles fuelled with compressed hydrogen (International) ISO/TR 11954Fuel Cell Road Vehicles- Road Maximum Speed Measurement (International) Vehicles - TerminologyVehicles Terminology SAE J2754Fuel Cell Electric Vehicle Terminology (United States & Other Locales) SAE J2760 - TIRPressure Terminology Used in Fuel Cells and Other Hydrogen Vehicle Applications (United States & Other Locales) Vehicles - Fuel SystemsVehicles - Fuel Systems NFPA 52Vehicle Fuel System Code (United States) SAE J2579Recommended Practice for Fuel Systems in Fuel Cell and Other Hydrogen Vehicles (United States & Other Locales) CGA Publication PS31Cleanliness for PEM Hydrogen Piping / Components (United States) EC No.79/2009Type-approval of hydrogenpowered motor vehicles (European Union) Fuel TanksFuel Tanks ISO 13985Liquid Hydrogen - Land Vehicle Fuel Tanks (International) ISO TC197 Working Group 6 / ISO/TS 15869Gaseous Hydrogen Blends & Hydrogen Fuels: Land Vehicle Fuel Tanks (International) CSA America HPRD1Basic Requirements for Pressure Relief Devices for Compressed Hydrogen Vehicle Fuel Containers (United States)
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
A.1. (sambungan)
JIS C 8832Performance Test for Stationary Polymer Electrolyte Fuel Cell Stack (Japan)
CGA Publication C6.4Methods for External Visual Inspection of Natural Gas Vehicle (NGV) and Hydrogen Vehicle (HV) Fuel Containers and Their Installation (United States)
GB/T 20042.2-2008Proton Exchange Membrane Stacks (China)
EC No.79/2009Type-approval of hydrogenpowered motor vehicles (European Union)
KS C IEC 62282-2Fuel Cell Technologies Part 2 : Fuel Cell Modules (Korea)
KS B ISO 13985Liquid hydrogen - Land vehicle fuel tanks (Korea)
Fuel Cell Power Systems - Subsystems - Fuel Cell Modules - Subscale Testing
Refueling / Dispensing ConnectionsRefueling / Dispensing Connections
GB/T 20042.3-2009Proton exchange membrane fuel cell - Part 3: Test method for proton exchange membrane (China) GB/T 20042.4-2009Proton exchange membrane fuel cell - Part 4 : Test method for electrocatalysis (China) GB/T 20042.5-2009Proton exchange membrane fuel cell - Part 5 : Test method for membrane electrode assembly (China)
SAE J2600Compressed Hydrogen Vehicle Fueling Connection Devices (United States & Other Locales) SAE J2601 – TIRFueling Protocols for Light Duty Gaseous Hydrogen Surface Vehicles (United States & Other Locales) ISO 17268Compressed Hydrogen Surface Vehicle Refueling Connection Devices(International) SAE J2799 - TIR70 MPa Compressed Hydrogen Surface Vehicle Refueling Connection Device & Optional Vehicle to Station Communication (United States & Other Locales)
Working Group #11 / IEC 62282-7-1 Single Cell Test Method for Polymer Electrolyte Fuel Cells (International) Fuel Cell Power Systems - Subsystems Inverters UL 1741Standard for Inverters, Converters, Controllers and Interconnection System Equipment for Use with Distributed Energy Resources (US and Other Locales) JIS C 8826Testing Methods of Power Conditioner for Grid Interconnected Small Polymer Electrolyte Fuel Cell Systems (Japan)
EC No.79/2009Type-approval of hydrogenpowered motor vehicles (European Union) KS B ISO 13984Liquid hydrogen - Land vehicle fueling system interface (Korea) KS B ISO 17268Compressed hydrogen surface vehicle refueling connection devices (Korea)
Sumber: www.fuelcellstandards.com [117]
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
LAMPIRAN C MATERIAL SAFETY DATA SHEET PP HI35HO
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
LAMPIRAN D KECENDERUNGAN GARIS-GARIS KURVA KUBELKA-MUNK
100% CuNP
34 32 30 28
y = -202.13x + 356.4
26 24 22 20 1.6
1.62
1.64
1.66
55000
1.68
1.7
100% PP
50000 45000 40000 y = -50190x + 315898
35000 5.25
5.3
5.35
5.4
5.45
1550 1500 1450 1400 1350 1300 1250 1200 1150 1100
5.5
5.55
100% G
y = -446x + 4005 5.4
5.6
5.8
6
6.2
6.4
Gambar D.1. Garis kecenderungan (trendline) kurva-kurva Kubelka-Munk untuk sampel-sampel murni.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
3000
1% CuNP
2500 2000 1500
y = -3874.8x + 21033
1000 500 4.75
4.8
4.85
3000
4.9
4.95
5
1,5% CuNP
2500 2000 1500 1000
y = -7546x + 33542
500 4.05
4.1
4.15
1400 1200 1000 800 600 400 200 0
4.2
4.25
4.3
4.35
2% Cu
y = -6162.4x + 26262
4.06
4.08
4.1
120
4.12
4.14
4.16
4.18
0,5% CuNP
115 110 105 y = -158.4x + 938.94
100 5.18
5.2
5.22
5.24
5.26
5.28
5.3
Gambar D.2. Garis kecenderungan kurva-kurva Kubelka-Munk sampel PP/CuNP.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
16
12
50%Cu-NP
14
60% Cu-NP
10
12
8
10 8
6
6
4
4
y = -42.452x + 99.16
2
y = -36.319x + 84.02
2 0
0 1.95
2
2.05
2.1
2.15
10
2.2
1.9
2.25
2.1
4
70% Cu-NP
9
2
2.2
2.3
80% Cu-NP (2)
3.5
8
3
7 6
2.5
5
2
4
1.5
y = -31.83x + 73.13
3
1
2
y = -13.256x + 29.926
0.5
1 0
0 1.9
2
2.1
1.95
2.2
4.5
2
2.05
2.1
2.15
2.2
2.25
90% Cu-NP
4 3.5 3 2.5 2
y = -15.303x + 34.296
1.5 1 0.5 0 1.95
2
2.05
2.1
2.15
Gambar D.3. Garis kecenderungan kurva-kurva Kubelka-Munk sampel CuNP/PP.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
0.185
5% G
0.103
0.184
0.102
0.183
0.101
0.182
0.1
0.181
0.099
0.18
10% G
0.098 y = -0.0266x + 0.3112
0.179 4.7
4.8
4.9
0.132
5
4.7
15% G
0.1315 0.131 0.1305 0.13 0.1295 0.129
y = -0.047x + 0.3613
0.1285 4.85
4.9
0.177 0.1765 0.176 0.1755 0.175 0.1745 0.174 0.1735 0.173 0.1725
y = -0.0289x + 0.2408
0.097
4.95
0.0355 0.035 0.0345 0.034 0.0335 0.033 0.0325 0.032 0.0315 0.031 0.0305
4.8
4.9
5
20% G
y = -0.0349x + 0.2028
4.8
4.85
4.9
4.95
25% G
y = -0.1066x + 0.563
3.62 3.63 3.64 3.65 3.66
Gambar D.4. Garis kecenderungan kurva-kurva Kubelka-Munk sampel 50CuNP/PP/G.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
4.3
N1K1
4.2 4.1 4 3.9 3.8
y = -5.9502x + 15.772
3.7 1.92
1.94
1.96
6.4 6.2 6 5.8 5.6 5.4 5.2 5
1.98
2
2.02
2.04
2.02
2.04
3K8
y = -13.956x + 33.368
1.92
1.94
1.96
2.4
1.98
2
N35K7
2.3 2.2 2.1 2
y = -4.5964x + 11.259
1.9 1.92
1.94
1.96
4.805
1.98
2
2.02
2.04
N4K10
4.8 4.795 4.79 4.785 4.78
y = -1.5433x + 7.8617
4.775 1.98
1.985
1.99
1.995
2
Gambar D. 5. Garis kecenderungan kurva-kurva sampel 60CuNP/PP/G.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011
55
5% G
50
70 60
45
55
40
45
50 40
35
35
y = -97.305x + 202.01
30 1.5
1.6
1.7
75
y = -221.06x + 404.98
30 1.5
1.8
15% G
1.55
1.6
1.65
65
70
60
65
55
60
50
55
45
1.7
20% G
40
50 45
10% G
65
y = -251.55x + 460.62
1.5
1.55
1.6
y = -218.63x + 399.79
35 1.65
1.7
75
1.5
1.55
1.6
1.65
1.7
25% G
70 65 60 55 50 45
y = -313.69x + 556.06
40 1.5
1.55
1.6
1.65
Gambar D.6. Garis kecenderungan kurva-kurva Kubelka-Munk sampel 70CuNP/PP/G.
Sintesis dan..., Amin Ilyas, FT UI, 2011