978-602-74352-1-6
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL TEKNOLOGI PERTANIAN KARYA ANAK BANGSA (SIENTESA) 2017 “Contribute
Youth Innovation to be a Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030” Penyunting: Wendra G Rohmah, STP, MP Dego Yusa Ali, STP, MSc Angky Wahyu Putranto, STP, MP Riska Septifani, STP, MP Joko Prasetyo, STP, MSi Vivien Fathuroya, ST, MT Sampul dan penata letak: Bagas Teja Kusuma Hak Cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotocopy, merekam atau dengan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penulis.
Penerbit: Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Jl Veteran Malang
Mei 2017 ISBN:
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirahim, Assalamu’alaikum Warohmatullaahi Wabarokatuh. Salam Sejahtera. Peran serta seluruh civitas akademika sangat dibutuhkan dalam hal memecahkan setiap persoalan dengan terus berinovasi di bidang teknologi khususnya teknologi pertanian. Perkembangan teknologi dalam bidang agroindustri diharapkan mampu berperan secara berkelanjutan ke depannya bagi bangsa dan negara. Semangat berkarya pemuda dapat diwujudkan melalui pengembangan dan perwujudan ide-ide kreatif di bidang sains dan teknologi. Peran pengabdian terwujud dengan keaktifan pemuda dalam pemberdayaan masyarakat melalui sociopreneur agar terciptanya masyarakat Indonesia yang mandiri. Hal tersebut kemudian menjadi landasan kegiatan Simposium dan Expo Nasional Teknologi Pertanian Karya Anak Bangsa Tahun 2017 dengan tema “Contribute Youth Innovation to be A Part of Magnificent Journey for SDG’S 2030” yang juga merupakan salah satu rangkaian kegiatan Dies Natalis Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya ke-19. Sub-tema yang diangkat dalam simposium nasional ini antara lain: 1) Technology (Environment, Agricultural Engineering); 2) Science (Agricultural Science, Energy); 3) Food-sociopreneur (Functional Food, Society Services). Tujuan kegiatan simposium ini adalah: 1) Mewujudkan Indonesia mandiri dalam bidang agroteknologi dengan mengembangkan agroteknologi oleh pemuda sejak dini; 2) Meningkatkan pengembangan IPTEK melalui pendayagunaannya guna memperkuat posisi daya saing bangsa dalam persaingan global; 3) Memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang peran pemerintah sebagai pengarah serta pendukung karya di bidang agroteknologi; 4) Mensinergiskan peran pemuda dalam pengembangan agroteknologi tepat guna dengan pemerintah sebagai pihak pemberi kebijakan dalam upaya menghadapi persaingan global. Kegiatan simposium dan expo nasional ini diharapkan dapat mengumpulkan informasi terbaru dari hasil-hasil penelitian, inovasi dan pengembangan teknologi pertanian yang dilakukan oleh dosen atau mahasiswa khususnya di bidang lingkungan, energi, ilmu pertanian, keteknikan pertanian, pangan fungsional serta pengabdian kepada masyarakat. Melalui kegiatan ini juga, diharapkan dapat memacu pemuda untuk terus berkreativitas dan berinovasi dengan menciptakan karya-karya kreatif dan inovatif yang berlandaskan pada penguasaan sains dan teknologi sekaligus sebagai wadah pengimplementasian ilmu dan soft skill melalui kegiatan sociopreneur yang berdaya guna tinggi bagi kemajuan bangsa. Inovasi dan pengembangan teknologi pertanian tersebut diharapkan dapat berkontribusi demi tercapainya Sustainable Development Goals Tahun 2030. Inovasi dan pengembangan teknologi pertanian telah banyak dilakukan oleh akademisi (mahasiswa, dosen, dan peneliti), namun harus tetap dilakukan pengembangan secara berkelanjutan. Panitia mengucapkan terima kasih kepada para pembicara, pemakalah, peserta, sponsor, dan semua pihak yang telah membantu terselenggaranya simposium dan expo nasional ini. Semoga Allaah SWT, Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang sebaik-baiknya. Wassalaamu’alaikum Warohmatullaahi Wabarokatuh. Malang, Mei 2017 Ketua Panitia, Yusuf Hendrawan, STP, M.App.Life Sc., Ph.D
i
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
SUSUNAN ACARA SIMPOSIUM NASIONAL SIENTESA 2017
WAKTU 08.00-08.30 08.40-09.35 09.35-10.30 10.30-10.40 10.40-12.47 12.47-12.30 12.30-16.35
16.35-17.05 17.05-17.25 17.25-17.30
KEGIATAN Pembukaan Sesi 1 “Agrobased Innovation Through Future Research” Prof. Ir. Simon Bambang Widjanarko, M. App. Sc, Ph.D Sesi 2 “The Future Technology As A Worlds Demand Breakthrough” Prof. Dr. Ir. Tualar Simarmata, M.S. Snack Break Sesi 3 “Social Empowerment: Imagine, Innovate, And Be An Entrepeneur” Anik Haryanti dan Al Fathir Sulthan Touring Expo dan Istirahat Sesi Presentasi Paralel Subtema 1. Subtema: FOOD-SOCIOPRENEUR 2. Subtema: SCIENCE 3. Subtema: TECHNOLOGY
Istirahat Pengumuman dan Pemberian Penghargaan Penutupan
ii
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR KETUA PANITIA SUSUNAN ACARA SIMPOSIUM NASIONAL SIENTESA 2017 DAFTAR ISI
i ii iii
Subtema: FOOD-SOCIOPRENEUR EKSTRAK BEKASAM IKAN BANDENG (Chanos chanos) DENGAN BIOAKTIF PEPTIDA SEBAGAI MATERIAL PANGAN FUNGSIONAL Ella Dwi Nurwahyuni, Ani Nuraeni, Dinda Mei Alviniari SADIES (Sawit Candies): INOVASI PERMEN GULA SAWIT UNTUK MENGURANGI LIMBAH RE-PLANTING SAWIT SEBAGAI SOLUSI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA MAREDAN BARAT KECAMATAN TUALANG KABUPATEN SIAK Andika Satya, Budi Setiawan, Ilham Fadhilah Perdana
1
6
“DIVA CAKE”: DIVERSIFIKASI BAHAN DASAR KUE DENGAN AMPAS TAHU SEBAGAI UPAYA PENGURANGAN LIMBAH DALAM MEWUJUDKAN SEMANGAT SOSIOPRENEUR MENUJU SDG’s Kharirus Sa’idiyah El Firda, Elliyana
10
MAGOPI: FUNCTIONAL FOOD BERBASIS BONGGOL PISANG UNTUK MENINGKATKAN KESEHATAN MIKROFLORA PADA USUS MANUSIA Ratri Ike, Iid Fitriaturosidah, dan Annisa Icha
17
KRIK, BOS!: PENGEMBANGAN HIGH PROTEIN COOKIES BEBAS GLUTEN TERFORTIFIKASI TEPUNG JANGKRIK PADA MOCAF SEBAGAI BRANDING PANGAN LOKAL Yeni Katon Rahmawati Sujarnoko, Jembar Pambudi, Opal Priya Wening
23
INUVINE (INTEGRATED UV PASTEURISATION AND CHEMOSTAT FERMENTATION LOWGRADE-CARROT KEFIR MACHINE): APLIKASI SISTEM PASTEURISASI-FERMENTASI BERBASIS CONTINUOUS CULTURE DI UKM ISTIQOMAH BATU Widya Nur H, Hairil F, Venisa Y, Murtadha Ali Barkah S, dan Joko Tri R
30
PENGOLAHAN SLURRY BERBASIS SISTEM PERTANIAN TERPADU SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS (MDG’s) (Studi Kasus Dusun Bendrong) Qoirul Irfandri, Mohammad Safrizal, Devi Wahyu Istati, Delia Muliawati, Fathillah Nurrachmadiati, Dewi Maya Maharani
34
iii
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 PENGEMBANGAN PERTANIAN HIDROPONIK DENGAN PEMANFAATAN TEKNOLOGI DESTILASI AIR LAUT DI DUSUN SENDANG BIRU Adamsyah Harika, Diki Darmawan, Laela Fitriani, Lantip Titik Sarici, Rizki Adha Lubis PEMANFAATAN AIR LIMBAH JAMUR TIRAM SEBAGAI SEBAGAI SOLUSI PEMBUATAN PENYEDAP RASA ALAMI PADA UKM AGRONUSA MUSHROOM KEC. BUMIAJI KOTA BATU Linda Novitasari, Sisca Ikke Wulandari, Wahyu Wulantiasari, Andy Pratama Nugraha, Anggara Nur Rushydi ON-FIT (ORGANIC FERTILIZER): PEMBERDAYAAN PEMUDA MANDIRI DENGAN KONSEP ORGANIC FERTILIZER ECONOMIC EMPOWERMENT SEBAGAI UPAYA PEMANFAATAN LIMBAH JERAMI DI DESA PLOSO KECAMATAN SELOPURO KABUPATEN BLITAR Abu Hasan, Anjar Puji Astuti, Ahmad Sultonul Fikri, Juprihani, Meris Novarista Christiawan IMORA (ICE CREAM MORUS ALBA L)”: INOVASI PRODUK ICE CREAM SEBAGAI NUTRACEUTICAL FOOD Reyhan Putra Suhardi, Tifani Yuliawati, Ainindhita Devinda Saga Inggriani, Ajeng Laras Wulandari, Faradilla Regita Anjani AGRICULTURAL INTEGRATED SYSTEM BASED ON PRINGTION ( PRICE, CONTROLLING AND DISTRIBUTION) SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI DESA JUNREJO KOTA BATU Chastita Hikmatun Nisa, Mukhamad Lukman Khakim, Achmad Nabhan Yaman, Muhammad Hadyan Rahman, Salsabilla Harisma Indah “NANO-RBPLUS” PEMANFAATAN TOKOTRIENOL, ORYZANOL, DAN FITOSTEROL MINYAK BEKATUL SEBAGAI ANTI DEGENERATIVE FOOD SUPPLEMENT Rista Fitria Anggraini, Syifa Qolbiyah Nasir, Nur Oktavia Suci Lestari, Ni Luh Kadek Intan Puspita Sari, Fyantina Eka Priliawati “SEBLAK SUWENG” SEBLAK BASAH INSTAN SEBAGAI INOVASI FUSION FOOD SEBLAK TRADISIONAL DENGAN CITARASA ASIA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI SENTRIFUGAL BERBASIS EDUKASI WAYANG INDONESIA MENUJU MEA Lisa Imro’atus Sholikhah, Asri Nur Aisyah, Wahyu Tri Harsono, Aida Nur Laili, M. Rafiur Reza
39
44
48
52
57
62
68
Subtema: SCIENCE ANTARES: INOVASI ANTISEPTIK TANPA RESIDU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS SUSU SAPI DEMI TERWUJUDNYA SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS Rizal Pandu Syahputra, Muhamad Ferian Hendrasmara, Muhamad Fahmi Firdaus
74
INOVASI PUPUK HAYATI ENDOFITIK DAN Azolla pinnata SEBAGAI UPAYA MENGATASI PERMASALAHAN BUDIDAYA PADI DI TANAH SALIN Melani, Alin Kusumah Dewi, Luluatul Khoiriyyah
80
iv
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 INOVASI BIOPESTISIDA EKSTRAK BIJI SAGA (Adenanthera pavonina L.) SEBAGAI UPAYA PENGGANTI PESTISIDA SINTETIS UNTUK MEWUJUDKAN GREEN FARMING SYSTEM Hanifatun Maghfiroh, Sarno Setiawan, Eka Aprilia Mardiansyah ELECTRIC EDIBLE COATING SEBAGAI UPAYA MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN BUAH MELON POTONG DENGAN METODE PENAMBAHAN MUATAN LISTRIK Dikianur Alviant, Stefani Devina Arie Putri, M Iqbal Najib Fahmi, Alifah Maulidiyah RANCANG BANGUN COBOI (COUMARIN BOX FOR ONION) SEBAGAI ALAT POSTHARVEST TREATMENT BAWANG MERAH (Allium cepa) Setianingsih, Kharimatul Khasanah, Intan Lutfi Fatikasari GREEN NATURAL COLORANT (GEERANT) BERBASIS RUMPUT TEKI SEBAGAI ALTERNATIF PEWARNA ALAMI UNTUK MEWUJUDKAN KEAMANAN PANGAN NASIONAL Anggi Jovino Tambunan, Casilda Aulia R, Aisyah Sari Nastiti, Gulam Zakiya, Alif Umami Faridatul Lailiyah SISTEM IRIGASI ELEKTROOSMOSIS PADA LAHAN NON-TEKNIS Gigih Widyawantoro, Lu’lu’i Zulaikho, Nur Ida Winni Yosika, Bayu Permadi, Kamsiatun Eka Pratama PEMANFAATAN LIMBAH KULIT SIWALAN MENJADI SERBUK SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOPLASTIK Fitria Febriari, Zakiyyah Farradina Fathin, Fauzan Akbar, Gita Anggia Puspita EKSTRAKSI BUNGA TELANG (Clitorea ternatea) TINGGI ANTIOKSIDAN MELALUI PEMANFAATAN TEKNOLOGI ULTRASONIK Gabriella Maharani Simamora, Muhammad Fitri Aji Nugroho , Ikhtiar Eka Prasetyani, Dhia Arista Putri BIOKUPING” (BIOPLASTIK KULIT PISANG) PEMANFAATAN LIMBAH KULIT PISANG NANGKA DENGAN PENAMBAHAN CO-ENZIM BIOTIN PADA BAKTERI PSEUDOMONAS SP. Rizki Septian Candra K., Himawan Auladana, Sellyan Lorenza Orlanda Putri, Abis Rinaldi, Neno Retnowati C., Suprayogi PEMANFAATAN ASAM SALISILAT HASIL SINTESIS DARI MINYAK GANDAPURA SEBAGAI INHIBITOR BIOSINTESIS ETILENA PADA TANAMAN APEL Hilyah Qurratu Ainin Azka, Novelya Dorris Velocyta, Tambah Ridwan Sinulingga, Desiree Rain Rahima, Fadillah Ayutya EKSPLORASI POTENSI SENYAWA FITOKIMIA TEH CELUP DAUN MIANA (KAJIAN VARIASI LAMA PENGERINGAN DAUN) SEBAGAI MINUMAN FUNGSIONAL SUMBER ANTHELMINTIKA DALAM UPAYA PREVENTIF DAN PENGOBATAN PENYAKIT CACINGAN PADA ANAK-ANAK Inmas Putri Rahmawati, Della Putri Arumsari, Savrida Nurahmi, Ica Raditia
86
90
94
98
103
109
113
117
121
127
v
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 Moringa oleifera SEBAGAI SOLUSI DEFISIENSI MIKRONUTRIEN: UJI BIOAVAILABILITAS KALSIUM DAN TOKSISITAS SUBKRONIS PADA TIKUS WISTAR May Ayu Wulandari, Lisa Imro’atus Sholikhah, Laila Nurmala Putri, Sandy Kurnia Arifda Ramadhan, Novia Ecci B-SMART (BIO SILICA BAG WITH MAHONI EXTRACT) MENGGUNAKAN METODE CHEMICAL ULTRASOUND SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS BERAS RASKIN Nidya Fadhilah, Zelviana Putri, Nafisatul Layli Qodariyah, Della Eko Rahmawani, Ameiga Cautsarina Putri Atrinto GGS (Gnetum Gnemon Skin) POTENSI CAMPURAN DAUN TEH DAN KULIT MELINJO SEBAGAI ANTI ASAM URAT Debby Debora F. Pakpahan, Fanny H. Sitio, Novine Lana D. Sinurat, Fairuzita Kurnia Sunday, Mira Dwi Pangesti POTENSI EKSTRAK DAUN CENGKEH SEBAGAI ANTIOKSIDAN ALAMI DALAM MENCEGAH KETENGIKAN MINYAK GORENG Fidyah Afiyata, Nestya Hariyoko, Zahwa Aisah, Rezita Anggi Hilda Astuti, Sarah Devi Silvian
135
143
151
159
BIO-SASIMU “PEMBUATAN BIOETANOL BERBASIS SAA (SOAKING IN AQUEOUS AMMONIA) DAN SSF (SIMULTANEOUS SACHARIFICATION AND FERMENTATION) BERBAHAN DASAR ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes)” Amran Ridwan Harahap, Jamaluddin Asy Syauqi, Lucky Wiratama
165
PEMANFAATAN LIMBAH PATI ONGGOK TAPIOKA DALAM PEMBUATAN BIODEGRADABLE FILM TERMODIFIKASI GELATIN CEKER AYAM, CROSSLINKER ASAM SITRAT, DAN PLASTICIZER GLISEROL Elsa, Annisa Ayu Marthasari, dan Dionisius Andhika Putra
172
Subtema: TECHNOLOGY SIMULASI DISTRIBUSI MEDAN LISTRIK TREATMENT CHAMBER MODEL COAXIAL PADA NORMEX-HYPER ELECTRIC PULSE (HEP) Rismoyo Nahri Filanto, Bagus Wisnu, Yuni Puspitasari, Faidiatul Andika Nuriah, Aldilah Daydeva, Angky Wahyu Putranto
181
PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN KULIT UBI KAYU DALAM SINTESIS PRODUK BIOFOAM SEBAGAI PENGGANTI PRODUK STYROFOAM Bangkit Kali Syahputra Sipahutar, Muhammad Rinal Fahlevi, Apria Ningsih Siregar
187
HYDROCOVER (HYDROPONIC CULTIVATION VERTICULTURE): INOVASI BUDIDAYA TANAMAN HIDROPONIK MELALUI TEKNIK VERTIKULTUR DENGAN PEMANFAATAN LIMBAH PAKAIAN Ginanjar Dwi Cahyanto, Fajar Julian Santosa, Nurul Wahidah Rahmatika
192
BE-TE : BIOETANOL DARI LIMBAH DAUN TEBU MENGGUNAKAN METODE HIDROLISIS ENZIMATIS DAN DISTILASI REFLUKS Iid Fitriaturosidah, Annisa Icha, dan Ratri Ike
198
vi
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 CLEVER PIPE: TEROBOSAN PIPA BIOSORBEN LOGAM BERAT KROMIUM (CR) MELALUI NANOFILTRASI ABU SEKAM PADI PADA LIMBAH CAIR PENYAMAK KULIT Mahendra Nurrahman, Azizah Eddy Setiawati
206
PEMANFAATAN PANAS HASIL PEMBAKARAN SAMPAH MENGGUNAKAN MEDIA INSINERATOR PADA PROSES PENGOLAHAN KEDELAI Kusuma Ardhi Rahmawan
214
M-PUNG : MESIN PEMBUAT TEPUNG LIMBAH KULIT BUAH SKALA RUMAH TANGGA UNTUK MENINGKATKAN NILAI EKONOMI PEDESAAN Muhammad Rizal Pratama, Adnan Tagor Harahap
224
PALM OIL G-PLANTATION: KONSEP INTENSIFIKASI PERKEBUNAN SAWIT SECARA EFISIEN DAN BERKELANJUTAN Danang Alfath Aldrian, Muhammad Rizal Pratama
230
S’PIPE (SHRIMP’S SPIRAL PUMP AERATOR) INOVASI TEKNOLOGI SPIRAL PUMP SEBAGAI AERATOR TAMBAK UDANG Yuliani W., Ahmad Abdul M., Satriyo Pandunusawan, Dewi Ermawati, Af’idatul Lutfita S. R MS. BLOOM (AUTOMATIC SONIC BLOOM) ALAT UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS DAN KUANTITAS PRODUKSI PADI (Oryza sativa) DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI TERBARUKAN Novemi Inka, Choirima Ulfa, Wahyu Intan, Istifar Yogi, Hidayat Yogo UJI KUALITATIF OZON SERTA PENGARUH TEGANGAN SERTA LAJU ALIR UDARA PADA KONTRUKSI GENERATOR OZON METODE DIELECTRIC BARRIER DISCHARGE Dimas Triardianto, Bagus Wisnu Wardhani, Singgih Mahardika, Casilda Aulia Rakhmadina, Faidiatul Andika Nuriah DESAIN ALAT STERILISASI SANTAN BERBASIS TEKNOLOGI TERMOSONIKASI SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PRODUK OLAHAN KELAPA INDONESIA Firman Ichsan, Ariful Hanan, Viga Dwi Andrian, Musyaroh, Pangestu Riski Lestari, Dewi Maya Maharani RANCANG BANGUN EKSTRAKTOR PROPOLIS BERBASIS VOLTAGE HEATING BESERTA PENGARUHNYA TERHADAP FLAVONOID DAN DENSITAS Rio Bangga Indriawan, Annisa Aurora Kartika, Vindya Seprtian Angga Kirana, Ahmed Alwy Al Azmi, dan Nada Mawarda Rilek “MODERN STERILIZATION MACHINE” RANCANG BANGUN MESIN STERILISASI TELUR AYAM BERBASIS DIELECTRIC BARRIER DISCHARGE – UV PLASMA Endrika Widyastuti, Faradyna Sumarsono, Eka Tiyas Anggraeni, Hilda Putri Hayuningsih, Dewi Mashitoh, Aldilah Daydeva
237
243
249
253
259
264
vii
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 SMART GONER: RANCANG BANGUN SMART GRAIN CONTAINER BERBASIS TEKNOLOGI RADIO FREQUENCY HEATING UNTUK PENYIMPANAN BERAS DAN KOMODITI BIJI-BIJIAN Anik Haryanti, Musyaroh, Muhammad Sony Setyawan, Setyaningsih, Wia Sisgo Alnakula, Bambang Susilo TEKNOLOGI BERBASIS CAHAYA MONOKROM DAN SONIC BLOOM PADA SAYURAN Sintya Laylie M, Danar Wicaksono, Khurun Nur In K, Azis Iman W KONVERSI CO2 MENJADI O2 PADA KNALPOT SEPEDA MOTOR BERBASIS chlorella sp Umaina Dwi Marlia, I Putu Yudistira Deva Sidhaprana, Diniyah Lailatur Rosyidah, I Putu Indra Matarisvan PILATOR, DETEKTOR SALMONELLA YANG CEPAT DAN AKURAT BERBASIS COLORIMETRIC BIOSENSOR Maria Florencia Puspitasari Schonherr, Sri Mursidah, Ani Masruroh, Rika Anisa Anggraeni1, Yunita Khilyatun Nisak, Endrika Widyastuti BIOELCITY (BIOMETER ELECTRICITY) SEBAGAI DETEKSI CEPAT NON DESTRUKTIF POL DAN BRIX TEBU BERBASIS ARTIFICIAL NEURAL NETWORK Danang Hermawan Putra, Widhi Sulistyaning Ratri, Zulva Zolanda Fatmawati, Mila Armiati, dan Riyadlotul Ula
271
276
281
286
290
viii
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
EKSTRAK BEKASAM IKAN BANDENG (Chanos chanos) DENGAN BIOAKTIF PEPTIDA SEBAGAI MATERIAL PANGAN FUNGSIONAL Extract of Milk Fish (Chanos chanos)Bekasam with Bioactive Peptide as Functional Food Materials Ella Dwi Nurwahyuni1*, Ani Nuraeni2, Dinda Mei Alviniari3 1,2,3Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Institut Pertanian Bogor *email:
[email protected]
ABSTRAK Bekasam merupakan salah satu produk fermentasi ikan yang banyak diolah secara tradisional. Pemanfaatan ikan bandeng sebagai bahan baku pembuatan bekasam dilakukan karena produksi ikan bandeng yang terus meningkat mulai dari tahun 2008. Fermentasi bekasam dilakukan dengan mencampur ikan bandeng, nasi, dan garam yang diperam selama 14 hari dengan memanfaatkan aktivitas enzim dan mikroba. Bekasam hasil fermentasi diekstrak menggunakan aquades. Ekstrak bekasam yang dihasilkan dianalisis kadar peptida serta dilakukan uji aktivitas antioksidan dan aktivitas antihipertensinya. Konsentrasi bakteri asam laktat yang ditambahkan kedalam kedalam proses fermentasi mempengaruhi bioaktif peptida yang terkandung pada ekstrak bekasam. Bekasam memiliki kandungan senyawa bioaktif dengan fungsi fisiologis sebagai antioksidan dan antihipertensi. Senyawa bioaktif yang terdapat pada ekstrak bekasam dipengaruhi oleh adanya bakteri. Bakteri asam laktat memiliki peranan penting dalam menghasilkan senyawa bioaktif peptida pada bekasam ikan bandeng. Biopeptida dari bekasam yang memiliki sifat antioksidan dan antihipertensi ini potensial dikembangkan sebagai material pangan fungsional. Kata kunci: Antioksidan, antihipertensi, bekasam, bioaktif peptida, pangan fungsional ABSTRACT Bekasam is one of the fishery product fermentation made traditionally. Utilization milk fish as raw materials making because production of milk fish always increasing start at 2008. Bekasam made from milk fish, rice, salt that mixing and fermentating at least 14 days usage enzyme and microbe activities. Bekasam was extracted using aquades. Extract bekasam was analyzed percentage of peptide, antioxidant activity, and antihipertensyactivity. Lactic acid bacteria in bekasam influence total of biactive peptide. Bekasam contains bioactive compounds with physiological functions as antioxidants and antihypertensives. The bioactive compounds contained in the extract are influenced by the presence of bacteria. Lactic acid bacteria have an important role in producing peptide bioactive compounds in bekasam milkfish. Biopeptide in bekasam has antioxidant and antihipertensives are potentially developed as functional food material. Key words : Antioxidant, antihipertensy, bekasam, bioactive peptide, functional food PENDAHULUAN Ikan merupakan salah satu makanan yang memiliki kandungan gizi yang baik untuk tubuh. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan konsumsi ikan menyebabkan meningkatnya permintaan ikan. Permintaan ikan untuk ekspor
mengalami peningkatan dari tahun 2013 sampai 2016. Data yang didapatkan dari UN Comtrade (2017), impor ikan dunia umtuk Indonesia mengalami peningkatan dari 101.374 kg sampai 3.123.180 kg pada tahun 2016. Ikan bandeng merupakan salah satu komoditas perikanan yang banyak digemari
1
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 oleh masyarakat. Budidaya ikan bandeng mengalami peningkatan dari tahun 2008 sampai tahun 2012. Produksi bandeng pada tahun 2008 mencapai 422.086 ton, dan meningkat pada tahun 2012 mencapai 482.930 ton (WWF-Indonesia 2014). Ikan memiliki sifat yang mudah rusak, sehingga diperlukan adanya penanganan dan pengolahan yang baik. Nuraini et al. (2014) menyatakan fermentasi merupakan salah satu jenis pengolahan untuk meningkatkan mutu dan lama penyimpanan ikan. Bekasam merupakan salah satu produk hasil fermentasi ikan. Fermentasi bekasam dilakukan dengan melibatkan bakteri asam laktat dan garam. Penambahan nasi ataupun kerak biasa digunakan dalam proses pembuatan bekasam sebagai sumber karbohidrat yang dapat merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat. Produk fermentasi memiliki daya awet yang tinggi. Desniar et al. (2012) menjelaskan peningkatan keawetan pada produk fermentasi disebabkan oleh kontribusi bakteri asam laktat(BAL) dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan pembusuk. BAL menghasilkan beberapa metabolit sekunder seperti asam organik (asam laktat dan asetat), hidrogen peroksida, diasetil, dan bakteriosin. Bakteriosin merupakan antimikrob peptida yang disintesis oleh ribosom. Susanto dan Fahmi (2012) menjelaskan kandungan yang terdapat pada ikan yaitu peptida. Peptida merupakan salah satu unsur senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan. Bioaktif peptida dapat ditemukan pada berbagai macam jenis ikan. Limbah pengolahan ikan dan ikan yang bermutu rendah merupakan sumber bioaktif peptida terbaik. Peptide berfungsi sebagai pembawa pesan biologi, menstimulasi respon fisiologis. Peptida dari organisme laut dapat dijadikan sebagai antioksidan, antikoagulan, dan antihipertensi yang berasal dari adanya enzim terhidrolisa protein laut. Peptida menurut Wikandari dan Yuanita et al. (2016) memiliki aktivitas ACEI yang berasal dari aktivitas bakteri proteolitik. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa peptida dapat berperan sebagai aplikasi pangan fungsional. Penelitian ini bertujuan memanfaatkan peptida yang terdapat pada
ekstrak bekasam sebagai material untuk antioksidan, dan antihipertensi. BAHAN DAN METODE Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan Bandeng segar ukuran kisaran 300-500 gr/ekor. Nasi yang digunakan adalah beras C4 dan garam halus yang digunakan adalah garam industri dengan merek Sarjana. Bahan lain yang digunakan yaitu NaOH 0,1 N, formaldehid 40% dan indicator fenolftalein (PP). Alat yang digunakan yaitu baskom plastik, kantong plastik, stoples kaca, sendok, timbangan digital centrifuge, autoclave, kertas saring, pipet ukur, pH meter, blender, buret, corong gelas, erlenmeyer, gelas piala, labu takar, seperangkat alat destilasi uap, tabung reaksi, penangas air, spektrofotometer dan mortar. Pembuatan Bekasam ikan bandeng Pembuatan prosedur pengolahan bekasam bandeng mengacu pada prosedur pembuatan bekasam yang digunakan oleh Wikandari dan Yuanita (2014). Proses pengolahan bekasam yang dilakukan adalah sebagai berikut: ikan bandeng segar disiangi (kepala, isi perut, sisik, sirip, dan insang dibuang), kemudian dipotong miring melintang menjadi 3 bagian berbentuk steak selanjutnya dicuci dengan air bersih dan ditiriskan selama 30 menit. Sampel ikan selanjutnya ditambah dengan garam dengan perbandingan ikan : garam yaitu 10:1. Penambahan garam pada ikan dicampur secara merata, dan letakkan pada wadah tertutup. Diamkan selama 2 hari, kemudian tambahkan karbohidrat nasi dengan rasio ikan : nasi yaitu 1:1 dan ditambahkan bakteri asam laktat Lactobacillus plantarum B1765 sebanyak 106 CFU/gram. Selanjutnya bekasam difermentasi selama 7 hari. Pembuatan ekstrak bekasam Ekstrak bekasam dilakukan dengan cara centrifugasi. Bekasam sebanyak 10 mg dihomegenisasi dengan akuades sebanyak 100 mL dengan kecepatan 10.000 rpm selama 20 menit. Supernatan yang dihasilkan kemudian dipisahkan dengan residu. Residu yang dihasilkan kemudian ditambahkan dengan 50 mL akuades dan dilakukan
2
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 sentrifugasi kembali. Supernatan hasil sentrifugasi kedua dicampur dengan supernatant pertama dan kemudian disaring dengan kertas saring Whatman No 2, dan ditepatkan sampai 200 mL dengan akuades. Sampel tersebut kemudian dievaporasi dengan rotary evaporator hingga didapat rendemen ekstrak bekasam. Pengujian Kadar Peptida Ekstrak bekasam yang dihasilkan kemudian diuji kadar peptidanya dengan menggunakan metode titrasi formol. Ekstrak sampel sebanyak 10 mL dimasukkan dalam erlenmeyer 100 mL. sampel tersebut kemudian ditambahkan 20 mL akuades dan 1 mL indicator PP. Sampel dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga berwarna merah muda. Sampel kemudian ditambahkan 2 mL larutan formaldehid 40% dan dititrasi kembali dengan NaOH. Protein dapat dihitung dengan rumus : Keterangan: a = volume titrasi formol b = berat sampel fp = faktor pengenceran Aktivitas antioksidan ekstrak bekasam Ekstrak bekasam sebanyak 2 ml ditambahkan dengan 2 ml DPPH 0.1 mM. Campuran dihomogenkan dan dibiarkan selama 30 menit ditempat gelap, serapan diukur dengan spektrofotometer UV - Vis pada panjang gelombang 514,9 nm (panjang maksimun DPPH). Blanko yang digunakan adalah methanol. Aktivitas ACE Inhibitor pada ekstrak bekasam Aktivitas antihipertensi ditentukan dengan menggunakan metode ACE kitWST-1 (Matra 2016). Ekstrak sampel 20 μL, 20 μL buffer substrat, dan 20 μL enzim kedalam microplate. Blanko 1 dibuat dengan menambahkan 20 μL akuades, , 20 μL buffer substrat, dan 20 μL enzim kedalam microplate. Blanko 2 dibuat dengan menambahkan 40 μL dan buffer substrat kedalam microplate. Semua sampel dan blanko diinkubasi selama 1 jam pada suhu 37oC kemudian 200 μL larutan indikator dan diinkubasi kembali selama 10 menit pada
suhu ruang. Absorbansi diukur dengan panjang gelombang 450 nm, kemudian ditentukan aktivitas ACE inhibitor dan analisis IC50. Nilai IC50 ditentukan dengan menggunakan kurva inhibisi dan aktivitas ACE inhibitor. Aktivitas ACE inhibitor dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : Keterangan : A =Absorbansi Ablanko1 =kontrol negatif (tanpa ACE inhibitor) Ablanko2 = Blanko HASIL DAN PEMBAHASAN Bekasam ikan bandeng yang diekstrak menggunakan aquades memiliki potensi sebagai material pangan fungsional. Hal ini dikarenakan ekstrak bekasam memiliki senyawa bioaktif peptide yang berfungsi sebagai antioksidan dan antihipertensi. Penelitian Wikandari et al. (2012) menunjukkan bahwa jumlah peptide mengalami peningkatan selama proses fermentasi yang disebabkan adanya aktivitas proteolitik bakteri asam laktat. Protein otot dan protein sarkopalsma dapat terdegradasi oleh aktivitas proteolitik bakteri asam laktat. Perubahan jumlah peptide selama fermentasi bekasam dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Perubahan jumlah peptida selama proses fermentasi bekasam (Wikandari et al. 2012) Jumlah peptida mengalami peningkatan hingga hari ke 5. Jumlah peptida pada hari ke 6 hingga ke 7 tidak mengalami kenaikan. Hari ke 6 dan ke 7 bakteri mengalami fase stasioner. Aktivitas proteolitik terjadi hingga bakteri mencapai fase stasioner. Jumlah
3
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 peptida yang terus meningkat dikarenakan terjadi degradasi protein ikan menjadi oligopeptida. Peptida menurut Susanto dan Fahmi (2012) memiliki fungsi sebagai pembawa pesan biologi dan merespon fungsi fisiologi. Bioaktif peptida terdiri dari 3-20 asam amino. Senyawa protein menurut Ngo et al. (2011) terdiri dari rangkaian bioaktif peptida. Susanto dan Fahmi (2012) menyatakan bahwa bioaktif peptida memiliki fungsi fisiologis sebagai antioksidan, antihipertensi, dan dalam penelitian Ngo et al. (2011) diidentifikasi dapat mengurangi kemungkinan penyakit jantung. Senyawa bioaktif peptida dengan sifat antioksidan dan antihipertensi ini sangat potensial dikembangkan sebagai pangan fungsional. Senyawa bioaktif peptida dari bekasam terbukti memiliki sifat antihipertensi. Hal ini dipaparkan dalam penelitian Wikandari dan Yuanita (2014) bahwa pemberian ekstrak bekasam dapat menurukan tekanan darah sistol(TDS). Pengaruh pemberian ekstrak bekasam terhadap penurunan tekanan darah sistol dapat dilihat pada Gambar 2.
Hal ini didukung oleh penelitian Ngo et al. (2012) yang menyatakan bahwa senyawa bioaktif peptida dari hidrolisat protein ikan dapat menurunkan tekanan darah dan meningkatkan fungsi hati. Mekanisme antihipertensi pada peptida tidak berbeda dari obat sintetis. Obat sintetis memblok semua ACE, sedangkan peptida berkompetisi dengan ACE untuk menghambat aktivitasnya. Aktivitas antihipertensi pada peptida sama dengan captopril, obat antihipertensi komersial. Aktivitas antioksidan ditentukan oleh besarnya hambatan absorbansi radikal bebas DPPH. Metode DPPH digunakan untuk pengujian antioksidan karena mudah, cepat, sederhana, dan tidak memerlukan banyak sampel. Kandungan asam amino Leu-Gly-Leu-Asn-Gly-Asp-Asp-Val-Asn yang terdapat pada protein ikan memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi. Peptida dapat menghambat peroksidasi lipid dan kerusakan DNA. Aktivitas antioksidan peptida dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 2 Pengaruh pemberian ekstrak
Gambar 3 Aktivitas antioksidan peptida (Kusumaningtyas et al. 2012)
bekasam terhadap penurunan TDS (Wikandari dan Yunita 2014) Konsentrasi ekstrak bekasam mempengaruhi tingkat penurunan TDS. Konsentrasi ekstrak bekasam yang semakin tinggi menyebabkan penurunan TDS yang semakin tinggi pula. Peptida yang berfungsi sebagai antihipertensi yaitu peptida pendek dengan 2-12 residu asam amino. Aktivitas penghambatan ACE yang dimiliki bekasam berkaitan dengan jumlah peptida dan aktivitas antihipertensi.
Grafik pada Gambar tersebut menunjukkan aktivitas antioksidan tertinggi yaitu pada hidrolisat yang berukuran <10 kDa. Aktivitas antioksidan dari hidrolisat yang tidak mengalami fraksinasi lebih rendah dibandingkan hidrolisat dengan ukuran < 10 kDa. Hidrolisat pada ukuran > 10 kDa memiliki aktivitas antioksidan terendah. Aktivitas antioksidan dari bioaktif peptida dapat ditentukan menggunakan metode in vitro seperti DPPH dan ESR Spektroskopi. Bioaktif peptida menurut Ngo et al. (2012) dapat menghambat peroksidasi lipid lebih tinggi daripada α-tokoferol dan mendekati antioksidan sintesis seperti BHT. Kandungan senyawa bioaktif peptida pada ekstrak bekasam dapat dimanfaatkan sebagai antihipertensi dan antioksidan.
4
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 Pemanfaatan aktivitas antihipertensi dan antioksidan pada ekstrak bekasam dapat dilakukan dengan fortifikasi ekstrak bekasam kedalam bahan pangan. Penggunaan ekstrak bekasam sebagai material pangan fungsional dilakukan untuk mendapatkan pangan yang dapat menurunkan tekanan darah serta menangkal radikal bebas. SIMPULAN Ekstrak bekasam mengandung senyawa bioaktif peptida. Senyawa bioaktif peptida pada bekasam memiliki aktivitas antihipertensi dan antioksidan. Konsentrasi ekstrak bekasam yang semakin tinggi menyebabkan semakin tinggi pula aktivitas penurunan tekanan darah sistol. Ekstrak bekasam yang mengandung senyawa bioaktif peptida dapat digunakan sebagai pangan fungsional yang dapat menurunkan tekanan darah dan menangkal radikal bebas. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada seluruh pihak yang terlibat dalam pembuatan karya tulis ini. DAFTAR PUSTAKA Desniar, Rusmana I, Suwanto A, Mubarik NR. 2012. Senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat asal bekasam. Jurnal Akuatika. Vol. 3, no.2, pp. 135-145 Kusumaningtyas E, Widiastuti R, Kusumaningrum H, Suhartono M. 2012. Aktivitas antibakteri dan antioksidan hidrolisat hasil hidrolisis protein susu kambing dengan ekstrak kasar bromelin. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol.3, no.2,pp. 179-188 Matra NF. 2016. Hidrolisis protein isolat biji mlinjo (Gnetum gnemon L.) menggunakan alkalase termobilisasi
dan aktivitasnya sebagai antihipertensi. [Skripsi]. Jember (ID): Universitas Jember. Ngo D, Wiesekara, Vo T, Kim S. 2011. Marine food-derived functional ingredients as potential antioksidan in the food industry: an overview. Food Research International. Vol.44, no.2, pp. 523-529. Ngo DH, Sang Vo T, Ngo DN, Wijesekara I, Kim SK. 2012. Biological activities and potential health benefits of bioactive peptides derived from marine organisms. International Journal of Biological macromolecules. Vol.51, pp. 378-383 Nuraini A, Ibrahim R, Rianingsih L. 2014. Pengaruh penambahan konsentrasi sumber karbohidrat dari nasi dan gula merah yang berbeda terhadap mutu bekasam ikan nila merah (Oreochromis niloticus). Jurnal Saintek Perikanan. Vol.10, No.1, pp. 19-25 Susanto E, Fahmi A. 2012. Senyawa fungsional dari ikan : aplikasinya dalam pangan. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vol.1, no.4, pp. 95-102. UN Comtrade. 2017. Import fish, fresh or chilled, whole. 4 Mei 2017.
http://comtrade.un.org/Data Wikandari P, Suparmo, Marsomo Y, Rahayu E. 2012. Potensi bakteri asam laktat yang diisolasi dari bekasam sebagai penghasil angiostensin converting enzyme inhibitor pada fermentasi bekasam-like produk. Agritech. Vol. 32, no.3, pp. 258-264 Wikandari P, Yuanita L. 2014. Potensi bekasam yang difermentasi dengan Lactobacillus plantarum dalam menurunkan tekanan darah tikus hipertensi. Prosiding Seminar Nasional Kmia. 287-291 WWF-Indonesia. 2014. Budidaya ikan Bandeng (Chanos chanos) pada Tambak Ramah Lingkungan, Jakarta
5
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
SADIES (Sawit Candies): INOVASI PERMEN GULA SAWIT UNTUK MENGURANGI LIMBAH RE-PLANTING SAWIT SEBAGAI SOLUSI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA MAREDAN BARAT KECAMATAN TUALANG KABUPATEN SIAK Sadies (Sawit Candies): Innovation Of Palm Sugar Candy To Reducepalm Re-Planting Waste As A Solution Of Community Empowerment West Maredan Villagetualang Sub-District Siak Regency Andika Satya1*, Budi Setiawan2, Ilham Fadhilah Perdana3 1,2,3Ilmu Ekonomi- Fakultas Ekonomi-Universitas Riau Email:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini menjelaskan strategi inovasi alternative produk gula sawit untuk dijadikan permen dan memilih prioritas strategi pengembangan untuk memberdayakan masyarakat Desa Maredan Barat sehingga dapat menekan angka pengangguran. Untuk mencapai tujuan dari penelitian ini maka metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dan analisis SWOT untuk rencana tindak terhadap pengembangan produk dan pemberdayaan masyarakat Desa Maredan Barat. Hasilnya didapati bahwa gula yang digunakan sebagai bahan baku adalah gula sawit yang berasal dari limbah pokok sawit hasil replanting. Dimana selama ini, limbah hasil re-planting pokok sawit tidak pernah dimanfaatkan dan dibakar begitu saja tanpa ada penanganan yang tepat. Nira sawit ini mempunyai rasa yang lebih manis dan biaya produksi yang lebih murah dari gula merah lainnya. Dalam proses produksinya ikut memberdayakan masyarakat Desa Maredan Barat dalam hal perolehan dan pengangkutan bahan baku, pengolahan, hingga pengepakan produk. Strategi yang bisa dikembangkan adalah: (1)Memberikan pelatihan kepada IRT di Desa Maredan Barat berupa pengolahan gula sawit menjadi permen gula sawit serta cara pengepakan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dengan ciri khas Homeland Melayu yang variatif. (2)Program Fasilitasi penguatan modal usaha (hibah, kredit, dan lain-lain) (3)Kerjasama kelembagaan untuk melakukan pengembangan usaha (4)Pencarian pasar-pasar potensial. Kata Kunci: Gula sawit, Re-Planting sawit, Strategi pengembangan, Pemberdayaan masyarakat ABSTRACT This research explains alternative strategy of palm sugar product innovation to become candy and choose development strategy priority to empower West Maredan Villagecommunity so that it can depress unemployment rate. To achieve the purpose of this research, the research method used is qualitative descriptive and SWOT analysis for action plan on product development and community empowerment of Maredan Barat Village. The result found that the sugar used as raw material is palm sugar derived from palm waste from re-planting. Where during this time, waste re-planting of palm is never used and burned away without any proper handlimg. This palm juice has a sweeter taste and a cheaper production cost than other sugar such as aren sugar or coconut sugar. In the production process, also empower people of West Maredan Village in the term of acquisition and transportation of raw materials, processing, and packaging the product. Strategies that can be developed are: (1) Provide training to IRT in West Maredan Village in the form of processing palm sugar to candy palm sugar and packing way in accordance with predefined standards with characteristic Homeland Malay varied. (2) Facilitation programs for strengthening business capital (grants, credits, etc.) (3) Institutional cooperation for business development (4) Searching for potential markets. Keywords: Palm sugar, Palm re-planting, Development strategy,
6
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 PENDAHULUAN Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang mempunyai peran cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Kelapa sawit juga merupakan salah satu tanaman perkebunan yang memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Indonesia saat ini merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia diikuti oleh Malaysia dan Thailand. Di Indonesia luas area perkebunan kelapa sawit selama beberapa tahun terakhir cenderung menunjukkan peningkatan, naik sekitar 2,77 sampai dengan 11,33 persen per tahun. Pada tahun 2010 lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia tercatat seluas 8,55 juta hektar, meningkat menjadi 10,75 juta hektar pada tahun 2014 atau terjadi peningkatan 25,80 persen. Provinsi Riau merupakan produsen kelapa sawit terbesar di Indonesia. Areal perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau telah tercatat seluas 2,29 juta hektar pada tahun 2014 atau 21,30 persen dari total luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Pada tahun 2015 luas areal perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau diperkirakan meningkat menjadi 2,38 juta hektar (Indonesian Oil Palm Statistics 2015). Permintaan produk kelapa sawit terus meningkat dari tahun ke tahun, sehingga pembukaan lahan untuk penanam sawit pun terus meningkat. Hanya saja, selama ini para petani sawit hanya memanfaatkan bagain buah nya untuk dijadikan CPO. Lalu pada masa Replanting, pohon yang sudah tidak produktif lagi dibuang begitu saja tanpa mengetahui nira yang diperoleh dari pohon sawit sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk dijadikan produk baru dengan nilai tambah yang cukup tinggi yaitu gula sawit. Desa Meredan Barat adalah salah satu desa di Kecamatan Tualang Kabupaten Siak Provinsi Riau. Desa ini mempunyai pusat pemerintahan di Meredan Barat dengan luas 28,98 ha. Desa ini memiliki 4 RW dan 12 RW. Seperti mayoritas kecamatan di Kabupaten Siak, produksi sektor pertanian yang paling besar disumbangkan oleh hasil perkebunan kelapa sawit. Pada tahun 2015 produksi kelapa sawit di Tualang mencapai 1.800Ton. Dengan cukup besarnya produksi kelapa sawit di Kecematan Tualang khususnya, maka produk hasil proses dari nira batang kelapa sawit---gula sawit----akan sangat mungkin untuk
dikembangkan. Karena melihat strukutur pasar, potensi dari gula sawit ini bisa dijadikan produk turunan kembali menjadi permen gula sawit. Permen ini memanfaatkan bahan dasar gula sawit yang disajikan dalam bentuk permen. Tabel 1.1 Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratiodi Kecamatan Tualang 2015 Desa/Kelurahan
Lakilaki
Perempuan
Sex Ratio
Meredan 2.032 1.860 109 Tualang 7.652 7.793 98 Pinang 2.250 1.687 133 Sebatang Meredan Barat 1.439 1.297 110 Perawang 22.385 20.974 107 Kelurahan Perawang 12.607 10.595 118 Barat Pinang 2.796 2.587 108 Sebatang Barat Pinang 4.822 3.956 122 Sebatang Tualang Timur 2.049 1.854 111 Jumlah 58.032 52.603 110 Sumber: Kecamatan Tualang dalam Angka 2016
Dari table di atas kita dapat melihat bahwa desa meredang barat mempunyai jumlah penduduk 2.726 terdiri dari laki-laki dengan jumlah 1.439 dan perempuan 1.297. Diatas kita dapat melihat bahwa desa ini memiliki tingkat sex ratio tertinggi yaitu sekitar 110. Dengan tingginya sex ratio di Desa Meredang Barat ini maka mengindikasikan cukupnya banyaknya masyarakatnya yang memiliki pekerjaan. Jadi dengan adanya pengembangan turunan dari produk gula sawit ini dapat mengurangi pengangguran masyarakat di Desa Meradang Barat, terutama bagi Ibu rumah tangga. Maka dari itu penulis tertarik untuk mengambil judul paper yaitu: SADIES (Sawit Candies): Inovasi Permen Gula Sawit Untuk Mengurangi Limbah Replanting Tanaman Sawit Sebagai Solusi Perberdayaan Masyarakat Desa Meredan Barat Kecematan Tualang Kabupaten Siak Dari rumusan masalah di atas dapat kita tarik rumusan masalah yaitu: Menjelaskan strategi inovasi alternative produk gula sawit untuk dijadikan permen
7
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 dan memilih prioritas strategi pengembangan untuk memberdayakan masyarakat Desa Maredan Barat, Kecematan Tualang, Kabupaten Siak sehingga dapat menekan angka pengangguran. BAHAN DAN METODE Bahan yang dugunakan untuk membuat SADIES (Sawit Candies) ini adalah gula sawit yang berasal dari hasil perebusan nira pokok sawit. Dengan luasnya perkebunan sawit di Riau dan Desa Meredang Barat khususnya, menjadikan bahan baku mudah didapat. Penggunaan Gula sawit yang notabene memiliki rasa lebih manis dari gula biasaakan memperkaya rasa Candies yang diproduksi nantinya. Adapun alat-alat yang digunakan untuk proses produksi adalah kuali besar dengan spatula untuk mengolah air nira sawit. Kemudian cetakan permen untuk. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif untuk menjelaskan proses air nira sawit menjadi permen gula sawit. Kemudian digunakan analisis SWOT untuk mengukur Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Tantangan dalam pengembangan permen gula sawit ini, juga untuk melihat potensinya dalam memberdayakan masyarakat di Desa Meredang Barat, Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak. HASIL DAN PEMBAHASAN Permen Gula Sawit atau Sawit Candies (SADIES) merupakan produk UKM yang berbasis industri kreatif. Olahan gula yang digunakan sebagai bahan baku adalah nira yang berasal dari limbah pohon kelapa sawit hasil re-planting. Dimana, selama ini, limbah hasil re-planting kelapa sawit tidak dimanfaatkan dan dibakar begitu saja tanpa ada penanganan yang tepat oleh kebanyakan petani sawit. Pohon-pohon kelapa sawit yang dibakar tentu nantinya akan berdampak pada isu lingkungan berupa asap hasil pembakaran batang pohon kelapa sawit. Hal ini disebabkan karena kurangnya kepedulian para petani dengan alasan efisiensi waktu dan biaya untuk melakukan re-planting pohon kelapa sawit. Konsep usaha permen gula sawit yang
memanfaatkan limbah hasil re-planting pohon kelapa sawit merupakan solusi untuk permasalahan tersebut. Solusi ini dilakukan dengan cara melakukan sosialisasi mengenai usaha ini dan kerja sama dengan para petani kelapa sawit sekitaran Desa Maredan Barat Kecamatan Tualang Kabupaten Siak. 1.2 Bagan Proses Pembuatan Produk Pohon yang ditebang saat proses re-planting di potong ujungnya sehingga mengeluarkan nira.
Nira yang keluar ditampung kurang lebih selama 6 jam lalu disaring untuk memisahkannya dari kotoran. Sebelum dicetak, nira yang telah matang diaduk terlebih dahulu agar tidak menggumpal
Tahap terakhir adalah pencetakan menjadi SADIES (Sawit Candies)
Analisis SWOT Strength (Kekuatan) dari SADIES adalah sebagai berikut: a. Bahan baku mudah didapat Sawit merupakan komoditi unggulan di daerah Provinsi Riau, mayoritas petani adalah petani sawit dengan total luas lahan sawit .Ini artinya ketersediaan nira sawit sebagai bahan baku pembuatan Sawit Candies melimpah sehingga mendukung keberlanjutan dari produksi Sawit Candies. b. Keterampilan dan keahlian Keahlian dalam mengolah nira sawit menjadi Sawit Candies yang tidak semua orang bisa mengolahnya.
8
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 c. Produk tahan lama Produk Sawit Candies dapat bertahan hingga 3-6 bulan jika disimpan di tempat yang kering. d. Membutuhkan modal usaha yang tidak terlalu besar e. Membantu para petani sawit dalam mengurangi biaya re-planting. Weakness (Kelemahan) dari SADIES adalah sebagai berikut: a. Cuaca Produksi Sawit Candies sangat bergantung kepada cuaca karena jika hujan produksi akan terhenti Opportunities ( Peluang ) dari SADIES adalah sebagai berikut: a. Sistim Pemasaran Pemasaran Sawit Candies tidaklah sulit. Pemasaran dapat dilakukan dengan menjual ataupun menitipkan ke pasar-pasar tardisional hingga pasar moderen, toko oleholeh khas Riau maupun langsung ke pengusaha-pengusaha yang membutuhkan pasokan gula. b. Belum adanya pesaing dengan produk dan konsep yang sama Hingga saat ini masih belum ada pesaing dengan produk dan kosep yang sama dengan yang kami miliki. Hal ini akan menjadi peluang yang sangat besar bagi Sawit Candies. Threats ( Ancaman ) dari bisnis yang kami perkirakan adalah sebagai berikut: a. Muncul pesaing baru dengan produk yang sama Dalam proses produksinya ikut memberdayakan masyarakat Desa Maredan Barat dalam hal perolehan dan pengangkutan bahan baku, pengolahan, hingga pengepakan produk. Sehingga melalui usaha ini akan membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat Desa Maredan Barat Strategi yang bisa dikembangkan adalah: (1)Memberikan pelatihan kepada Ibu Rumah Tangga (IRT) di Desa Maredan Barat berupa pengolahan gula sawit menjadi permen gula sawit serta cara pengepakan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dengan ciri khas Homeland Melayu yang
variatif. 2)Program Fasilitasi penguatan modal usaha (hibah, kredit, dan lain-lain) (3)Kerjasama kelembagaan untuk melakukan pengembangan usaha (4)Pencarian pasar-pasar potensial SIMPULAN Sawit Candies adalah permen yang berasal dari perebusan nira pokok sawit. Permen ini adalah inovasi dari nira yang dikeluarkan oleh pokok sawit yang notabene hanya dijadikan limbah apabila tidak dimanfaatkan. Adapun proses pembuatan Sawit Candies adalah 1)Pohon yang ditebang saat proses re-planting di potong ujungnya sehingga mengeluarkan nira. 2)Nira yang keluar ditampung kurang lebih selama 6 jam lalu disaring untuk memisahkannya dari kotoran.3) Sebelum dicetak, nira yang telah matang diaduk terlebih dahulu agar tidak menggumpal. 4) Tahapterakhir adalah pencetakan menjadi SADIES (Sawit Candies) Dalam melihat dampaknya bagi masyarakat Desa Meredang Barat strategi yang bisa dikembangkan adalah: (1)Memberikan pelatihan kepada Ibu Rumah Tangga (IRT) di Desa Maredan Barat berupa pengolahan gula sawit menjadi permen gula sawit serta cara pengepakan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dengan ciri khas Homeland Melayu yang variatif. 2)Program Fasilitasi penguatan modal usaha (hibah, kredit, dan lain-lain) (3)Kerjasama kelembagaan untuk melakukan pengembangan usaha (4)Pencarian pasarpasar potensial DAFTAR PUSTAKA BPS Kabupaten Siak, 2016, Tualang Dalam Angka 2016, Badan Pusat Statistik Kabupaten Siak Indonesian Palm Oil Statistics 2015
9
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
“DIVA CAKE”: DIVERSIFIKASI BAHAN DASAR KUE DENGAN AMPAS TAHU SEBAGAI UPAYA PENGURANGAN LIMBAH DALAM MEWUJUDKAN SEMANGAT SOSIOPRENEUR MENUJU SDG’s "Diva Cake": Diversified Basic Cake Ingredients With Tofu Dregs as Waste Reduction Efforts in Realizing Passion of Sociopreneur Towards SDG's Kharirus Sa’idiyah El Firda 1*, Elliyana2 1Program
Studi Administrasi Publik, Universitas Brawijaya, Malang Studi Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang Jalan Veteran, Kota Malang, Jawa Timur 65145 *Email:
[email protected]/
[email protected] 2Program
ABSTRAK Jumlah konsumsi tahu di Indonesia tahun 2013 sebanyak 0,135 kg/kapita/tahun menjadi 0.136 kg/kapita/tahun. Jumlah ini meningkat dibandingkan pada konsumsi tempe 0.133 kg/kapita/tahun pada tahun 2014. Peningkatan konsumsi akan berpengaruh pada peningkatan produksi dan limbah atau ampas tahu yang dihasilkan. Volume ampas tahu tinggi dengan konversi 100-112% dari bahan baku yang digunakan. Ampas tahu yang dihasilkan hanya dibuang tanpa pengolahan sehingga menyebabkan bau yang menyengat dan mencemari lingkungan. Padahal, di dalam ampas tau terdapat kandungan nutrisi seperti protein (23,55%), lemak (5,54%), karbohidrat (26,92%), serat kasar (16,53%), dan air (10,43%). Nutrisi tersebut masih sangat layak untuk dimanfaatkan manusia. Sehingga, perlu adanya inovasi untuk ampas tahu dan turut berperan dalam program SDG’s. Salah satu tolok ukur keberhasilan SDG’s adalah kemandirian masyarakat. Pembentukan kemandirian masyarakat dengan sosiopreneur. Sosiopreneur merupakan proses yang melibatkan masyarakat untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Sehingga, inovasi “Diva Cake”: Diversifikasi Bahan Dasar Kue Dengan Ampas Tahu Sebagai Upaya Pengurangan Limbah Dalam Mewujudkan Sosiopreneur Menuju SDG’s merupakan inovasi yang tepat. Ampas tahu sebagai bahan baku didapatkan dari produsen tahu kemudian diproses menjadi tepung ampas tahu sebagai bahan dasar kue. “Diva Cake” dapat dikreasikan dengan berbagai varian kue dan dapat dijual bentuk tepung. Sehingga masyarakat mendapatkan profit dari penjualan tepung ampas tahu “Diva Cake”, harapannya masyarakat dapat mandiri ekonomi. Selain itu, lingkungan bebas dari pencemaran limbah yang ditimbulkan dari ampas tahu. Kata Kunci :Limbah, Sosiopreneur, Diva Cake, SDG’s ABSTRACT The amount of tofu consumption in Indonesia in 2013 is 0.135 kg / capita / year to 0.136 kg / capita / year. This amount is increased compared to the tempeh consumption; 0.133 kg / capita / in 2014. The increased consumption will affect in production enhancement and waste or tofu waste. High dregs know the volume with 100-112% conversion of raw materials used. The tofu waste that is produced is just thrown away without processing causing a stinging smell and polluting the environment. In fact, in the dregs there are nutrients such as protein (23.55%), fat (5.54%), carbohydrates (26.92%), crude fiber (16.53%), and water (10.43%). Nutrition is still very feasible for human use. Thus, there is a need for innovation for tofu waste and play a role in SDG's program. One of the benchmarks for SDG's success is the community independence. Establishment of community self-reliance is with sociopreneur method. Sociopreneur is a process that involves the community to create jobs. Thus, the innovation of "Diva Cake": Diversification of Cake Basic Ingredients Using Tofu Waste as Efforts in Reducing Waste in Realizing Sociopreneurs towards SDG's is the right innovation. The tofu is known as raw material obtained from the tofu process and then processed into the tofu dregs as the base ingredient of the cake.
10
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 "Diva Cake" can be created with several of cake variations and can be sold in flour form. So that people get profit from the sale of dregs flour tofu "Diva Cake", hope society can be independent economically. In addition, the environment is free from waste pollution generated from tofu dregs. Keywords : Waste, Sosiopreneur, Diva Cake, SDG’s
PENDAHULUAN Indonesia adalah negeri terpadat keempat Dunia, pada tahun 2012 lalu terhitung 7,244,569 Juta penduduk berpendidikan adalah pengangguran, 102,85 juta penduduk terbelit kemiskinan (Badan Statistika). Di Indonesia hanya 1,26% penduduk yang berprofesi sebagai wirausahawan atau entrepreneur. Hal tersebut sangat disayangkan, karena faktanya, kewirausahaan mampu mereduksi jumlah kemiskinan dan membuka lapangan kerja. Inilah alasan sociopreneurship mampu menjadi solusi, karena selain bersifat sustainable pada perekonomian, juga mampu memberikan solusi efektif dan taktis terhadap permasalahan perekonomian Indonesia. Pemberdayaan masyarakat pada hakekatnya adalah membuat masyarakat lebih berdaya segi sumber daya manusia, keuangan, manajemen, akses, dll. Hal ini ditujukan untuk kepentingan masyarakat bukan sekadar memaksimalkan keuntungan pribadi. Oleh karena itu harus terus diupayakan munculnya sociopreneur baru agar masyarakat semakin berdaya. Jika Indonesia ingin mewujudkan prediksi Mckinsey Company yang menyebutkan bahwa Indonesia akan menjadi 5 besar kekuatan ekonomi dunia pada tahun 2030 menjadi kenyataan, tentu permasalahan masyarakat miskin harus dituntaskan. Sinergi antara pemerintah, BUMN, perusahaan swasta, lembaga keuangan, dan masyarakat menjadi kunci peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat. Dalam konsep pembangunan berkelanjutan, tidak hanya terfokus pada kegiatan ekonomi, melainkan juga memperhatikan persoalan lingkungan dan sosial sebagai pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan manusia saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Namun, hingga sekarang belum juga tercapai. Pada kenyataanya kegiatan wirausaha sering mengabaikan tentang aspek keseimbangan lingkungan sekitar yang semakin menimbulkan permasalahan baru, salah satunya terkait beberapa limbah yang dihasilkan dari usaha. Data Pengelolaan Limbah Usaha Kecil (KLH, 2003) menunjukkan bahwa sebagian besar industri pangan di pulau Jawa seperti industri tahu, limbah padat dan cairnya dibuang selokan dan sungai. Banyak masyarakat menyadari bahwa limbah dapat dimanfaatkan kembali hanya tentang cara untuk mengolah limbah tersebut menjadi lebih berguna. Misalnya, limbah dari pembuatan tahu baik yang berupa cair maupun yang berupa limbah padat memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi dan beberapa macam asam amino yang dibutuhkan tubuh manusia. Potensi ampas tahu di Indonesia cukup tinggi, kacang kedelai di Indonesia tercatat pada Tahun 2010 sebanyak 1.306.253 ton, sedangkan Jawa Barat sebanyak 85.988 ton. Bila 50% kacang kedelai digunakan untuk membuat tahu maka jumlah ampas tahu tercatat 731.501,5 ton secara nasional dan 48.153 ton di Jawa Barat. Untuk memproduksi 1 ton tahu atau tempe dihasilkan limbah sebanyak 3000– 5000 Liter. Sedangkan Jumlah limbah padat yang dihasilkan oleh industri kira-kira 1520/kg. Mengingat kandungan protein dan lemak pada ampas tahu yang tinggi maka sebagai gagasan yang “beda”, ampas tahu dapat dimanfaatkan menjadi bahan pembuatan beberapa macam kue yang bernilai tambah lebih tinggi. Oleh karena itu, pemanfaatan limbah tahu merupakan suatu gagasan peluang usaha yang cemerlang untuk merintis sebuah industri kecil (UKM) dengan biaya bahan baku murah, mudah di dapat dan tanpa mengenal musim. Ampas tahu cukup berpotensi sebagai sumber antioksidan yang berfungsi
11
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 pencegah penyakit kardiovaskular, kanker dan aterosklerosis (Schmildz dan Labuza, 2000). Jenis antioksidan yang terdapat pada ampas tahu adalah senyawa isoflavon. Hasil penelitian (2004). Bagi orang yang berjiwa wirausaha, potensi ini dapat dijadikan salah satu alternative peluang kerja. Karena kegiatan ini mudah dan murah maka dapat dilakukan sendiri oleh masyarakat. Sehubung dengan itu untuk mengetahui bagaimana cara mengolah ampas tahu dalam rangka pemanfaatan sampah organik lingkungan, maka peneliti menulis karya ilmiah yang berjudul “DIVA CAKE”: DIVERSIFIKASI BAHAN DASAR KUE DENGAN AMPAS TAHU SEBAGAI UPAYA PENGURANGAN LIMBAH. DALAM MEWUJUDKAN SEMANGAT SOSIOPRENEUR MENUJU SDG’s. Dari latar belakang yang telah disampaikan, maka perlu adanya pembahasan tentang apa itu Diva Cake dan bagaimana cara membuat Diva Cake dari limbah ampas tahu tersebut. BAHAN DAN METODE Bahan Adapun bahan yang digunakan dalam program kegiatan Diva Cake ini adalah Limbah Ampas Tahu dimana berperan sebagai bahan pokok untuk diversifikasikan. Sedangkan untuk bahan tambahan yang digunakan adalah Blender, Loyang, Oven, dan Penyaring. Metode Penulisan Penyusunan karysa tulis ini untuk menyelesaikan masalah dengan awal dimulai Penyusunan kara tulis ini untuk menyelesaikan masalah dengan awal dimulai dengan observasi dengan pengamatan sempurna, selanjutnya melalui survey ke beberapa masyarakat seperti lembaga pemerintah setempat, pengusaha tahu dan juga masyarakat, setelah didapatkan seluruh data selanjutnya studi literatur tentang pencemaran lingkungan, limbah ampas tahu dan sosiopreneur yang diterapkan dalam masyarakat.
PEMBAHASAN Pencemaran lingkungan adalah terjadinya perubahan dalam suatu tatanan lingkungan asli menjadi suatu tatanan baru yang lebih buruk dari tatanan aslinya. Suatu tatanan lingkungan hidup dapat tercemar atau menjadi rusak disebabkan oleh banyak hal. Namun paling utama dari sekian banyak tercemarnya suatu lingkungan hidup adalah limbah (Palar, 2008). Salah satu pengentas kemiskinan dan pengangguran efektif dunia adalah dunia wirausaha (entrepreneurship). Sosiopreneur adalah suatu kewirausahaan yang memiliki tujuan social dan memiliki 4 elemen pendukung yaitu nilai social, inisiatif masyarakat, inovasi untuk memecahkan masalah dan mendorong kemandirian ekonomi (Palesangi M, 2012). Potongan tahu yang hancur pada saat pemrosesan yang kurang sempurna. Padatan tersuspensi maupun terlarut tersebut akan mengalami perubahan fisik, kimia dan hayati yang menghasilkan zat toksin atau zat cemar lingkungan. Apabila dibiarkan dilingkungan akan menjadi busuk dan mempengaruhi lingkungan (Nurhasan, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa ampas tahu masih mengandung 0.98% isoflavon sedangkan pada kedelai yang merupakan bahan baku pembuatan tahu mengandung isoflavon 5,5%. Tepung ampas tahu memilki kandungan gizi yaitu protein (23,55%), lemak (5,54%), karbohidrat (26,92%), serat kasar (16,53%), dan air (10,43%). Jadi, pemanfaatan ampas tahu sebagai rainbow cake merupakan teknologi sederhana yang efektif. Selain itu ampas tahu yang telah siap dan berbentuk kering sebagai bahan baku pembuatan cake dapat disimpan beberapa hari untuk kemudian di pakai sewaktu-waktu bila dibutuhkan. Diva Cake merupakan kuliner yang menonjolkan produk yaitu jenis kue lapis dengan bentuknya ada yang bulat, persegi, atau bentuk hati.
12
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 Seluruh kue dilapisi dengan krim mentega warna putih polos dan diberi hiasan, Keistimewaan kue ini baru terlihat setelah dipotong. Bagian dalam kue ini ternyata berlapis-lapis dengan warnawarna yang cantik. Ada merah, jingga, kuning, hijau, biru, dan ungu, persis seperti warna pelangi. Karenanya, kue itu disebut dengan rainbow cake atau kue pelangi. Namun yang menjadikan produk ini berbeda dengan yang biasanya adalah bahan baku pembuatanya dari limbah yaitu ampas tahu. Ampas tahu yang sebelumnya kurang memiliki manfaat di mata masyarakat, Kini kami mencoba mengubahnya menjadi kuliner yang layak konsumsi sehingga memiliki added value di mata masyarakat, dengan cara membuat “Diva Cake lezat, unik, menarik dan berbeda ditambah dengan harga yang sesuai masyarakat. Dimana kuliner beraneka macam merupakan salah satu ciri yang melekat pada Indonesia, jadi kami bermaksud menonjolkan kreativitas untuk mempertahankan dan memberi inovasi akan cita rasa kuliner indonesia yang menjadikan produk ini mampu diterima masyarakat lokal maupun internasioanl. Modal yang kami dapat, yaitu dari modal sendiri. Harga dari Produk “Diva Cake” ini kami mematok harga sebesar Rp 35.000 untuk satu kotak balok. Bahan baku utama yang digunakan adalah 150 gram tepung ampas tahu, 120 gram tepung trigu, 15 gram susu bubuk, 100 gram gula pasir, 100 gram mentega yang sudah dilelehkan, 7 putih telur, 3 kuning telur, 1/4 sendok teh garam, 1 sdt emulsifier/TBM, Pewarna makanan pelangi (merah jingga, hijau,biru, nila, ungu dan lainnya) serta bahan baku tambahan Siapkan Butter cream warna putih atau whip cream, meises warna warni, permen cokelat warna-warni, atau butiran hundreds and thousand untuk taburan, sesuai selera. Dalam pemenuhan bahan baku kami langsung mendatangi produsen/pabrik bahan baku tersebut agar diperoleh harga yang sesungguhnya yang lebih murah. Tenaga kerja yang digunakan adalah dari internal yakni yang mengelola dan mengembangkan adalah dari masyrakat itu sendiri karena fokus kami adalah menciptakan kegiatan sociopreneur
sekaligus pemberdayaan masyarakat. Untuk Produk “Diva Cake”, bisa dengan membuka outlet atau toko yang telah disesuaikan dengan sifat pasar dan lokasi pembeli. Seiring dengan hal itu kita melakukan transaksi langsung dengan pembeli. Target pasar Diva Cake adalah kalangan menengah ke atas dengan produk yang berkualitas dan bergizi tinggi. Untuk awal usaha ini dapat dengan menawarkan. Target pasar utama kami adalah para remaja, orang dewasa dan pecinta kue. Dalan rangka pemasaran bisa dilakukan dengan memperkenalkan produk melalui iklan, periklanan ini dapat dilakukan dengan promosi dalam bentuk posterposter dan penjualan online. Poster tersebut yang dipasang dipinggir jalan atau tempattempat strategis yang lebih ramai orang, misal pasar, mall, dan perempatan jalan raya. Selain itu kami juga menerima pesanan melalui telepon maupun media sosial dengan calon konsumen. Tempat incaran yang kami tuju misal pasar, mall, dan perempatan jalan raya. . Proses pemanfaatan limbah ampas tahu menjadi produk “Diva Cake” Limbah ampas tahu ini bisa digunakan untuk membuat semua. jajanan kue kering maupun basah, melainkan penulis mengangkat jajanan yang kini masih digemari konsumen dan memiliki segmentasi Pasar yang bagus, yaitu pada penerapan rainbow cake. Untuk membuat rainbow cake dari limbah ampas tahu maka ampas tahu harus dirubah dahulu menjadi tepung ampas tahu. Kemudian baru tahap pembuatan rainbow cake. Adapun proses pengubahan limbah ampas tahu menjadi tepung ampas tahu, yaitu : 1. Ampas tahu yang digunakan adalah ampas tahu yang masih segar dan belum dingin. 2. Jika ampas tahu sudah dingin maka ada kemungkinan ampas tahu tersebut sudah tumbuh mikroba. 3. Kemudian ampas tahu diperas dengan menggunakan kain untuk membuang airnya. 4. Ampas tahu yang sudah diperas, dimasukkan ke dalam loyang. 5. Kemudian panggang selama ± 3 jam.
13
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 6. 7.
Setelah itu blender ampas tahu agar menjadi butiran yang halus. Terakhir saring dengan menggunakan ayakan kue dan beri alas dibawah berupa nampan. Setelah tepung ampas tahu jadi. Buat rainbow cake ampas tahu.
Aplikasi tepung ampas tahu sebagai bahan baku rainbow cake 150 gram tepung ampas tahu 120 gram tepung trigu 15 gram susu bubuk 100 gram gula pasir 100 gram mentega yang sudah dilelehkan 7 putih telur 3 kuning telur 1/4 sendok teh garam 1 sdt emulsifier/TBM Pewarna makanan pelangi ( merah jingga, hijau,biru , nila , ungu dan lainnya )\ Bahan Topping/Olesan Kue Cake: Siapkan Butter cream warna putih atau whip cream Meises warna warni, permen cokelat warna-warni, atau butiran hundreds and thousand untuk taburan, sesuai selera yang Anda suka. Cara Membuat Rainbow Cake Lembut : Kocok telur,garam, gula pasir dan emulsifier kedalam mixer sampai mengembang, setelah itu lalu matikan mixer Setelah itu masukan sedikit demi sedikit tepung terigu dan susu bubuk yang sudah di ayak lembut lalu di aduk rata lalu masukan mentega kedalam adonan sambil di aduk-aduk Selanjutnya bagi adonan menjadi 6 bagian kedalam wadah yang sudah dipisah dan diberi warna makanan yang ber beda-beda Tuang slah satu adonan dalam loyang bundar dengan diameter 22 cm. dengan mengolesi loyang dengan mentega tipis. Lalu Panggang selama 30 menit
dengan suhu 180 derajat celsius atau sampai kue matang Lakukan cara yang sama dengan cara diats sampai 6 warna adonan kue selesai Susun cake dengan warna sesuai selera anda Tutup semua bagian luar kue dengan dengan butter cream atau whip cream. Untuk mempercantik kue silahkan Taburi dengan meises warna warni, permen cokelat warnawarni atau butiran hundreds dan thousand sesuai selera anda Dan Rainbow cake siap dihidangkan, akan nampak terlihat cantik ketika anda memotongnya dan melihat bagian dalam Selanjutnya rainbow cake dapat dipasarkan dengan harga yang relative terjangkau dan siap bersaing dipasaran serta relatif aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat setempat. Namun demikian, rainbow cake tidak dapat bertahan lama. Hanya sekitar satu minggu.
Perincian perhitungan anggaran produk Diva Cake: TFC = Rp. 2.885.000,00/24 = 120.208,3333 dibulatkan 120.208 (diasumsikan umur ekonomis TFC = 2 tahun) TC = TVC+ TFC = 5.800.000+ 120.208 = 5.920.208 Hasil produksi diasumsikan menghasilkan 200 gulung, dijual dengan harga 35.000/kg HPP = 5.920.208/ 200 = 29.601,04 Artinya harga pokok penjualan produk penulis ( harga dasar) sebesar 29.601,04 TR = P x Q = 35.000 x 200 = 7.000.000 Artinya penulis mendapatkan penghasilan sebesar 7.000.000 CM = TR – TVC = 7.000.000 - 5.800.000 = 1.200.000 CMR = CM/TR x100% = 1.200.000 / 7.000.000 x 100% = 17,14 %
14
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 Artinya TR-TC = 7.000.000-5.920.208 = 1.079.792 dengan laba tersebut menyumbangkan kontribusi margin sebesar 17,14 % Keuntungan/ laba = TR-TC =7.000.000-5.920.208 = 1.079.792 Dengan produksi awal 200 menghasilkan laba 1.588.958
gulung
BEP harga = FC/{1-(VC/P)} = 3.625.000/0,171 = 21.198.830,409 Artinya titik impas pendapatan berada pada pendapatan sebesar 21.198.830,409 BEP unit = FC/P-VC = 2.885.000 / 35.000-29.000 = 480,833 dibulatkan 481 Artinya penulis memperoleh titik impas produksi pada saat telah mencapai produksi sebanyak 481 gulung Pay back period = ( Total Investasi )/ (Laba bersih 1 tahun)x 1 tahun = 10.000.000 / (1.079.792x 4) = 2,315 Tahun Artinya penulis akan balik modal pada periode salama 2.315 tahun. Adapun keuntungan dari pemanfaatan limbah ampas tahu menjadi Diva Cake adalah: 1. Pemanfaatan limbah ampas tahu merupakan cara yang sangat m u d a h , murah dan efisien. Dalam proses pembuatannya tidak perlu menggunakan teknik khusus dan menggunakan alat-alat yang sederhana jadi masyarakat bisa dengan mudah membuatnya. Sebagaimana yang sudah
diketahui, ampas tahu mengandung protein (23,55%), lemak (5,54%), karbohidrat (26,92%), serat kasar (16,53%), dan air (10,43%) serta zat-zat
lainnya bertambah karena adanya pengaruh dari bahan-bahan lainnya. 2. Menjadi salah satu makanan bergizi yang bisa membantu menyuplai zat-zat yang diperlukan oleh tubuh, baik untuk
pencernaan, dapat membantu pertumbuhan serta kedelai juga terkandung senyawa isoflavon yang baik untuk mencegah proses penuaan dini. 3. Dengan memanfaatkan ampas tahu kita dapat mengurangi pencemaran dari ampas tahu khususnya bagian perairan. 4. Limbah ampas tahu tidak berbahaya bagi kesehatan karena tidak mengandung zat kimia berbahaya. Selain itu limbah ampas tahu memiliki antimikroba sehingga pemnafaatan limbah ampas tahu sebagai Diva Ceke mempunyai kandungan gizi yang lebih tinggi pula jika dibandingkan dengan hanya menggunakan tepung biasa. Luaran yang diharapkan dari kegiatan ini adalah meningkatkan kreativitas para masyarakat dalam memanfaatkan limbah yang berupa ampas tahu sebagai bentuk upaya menciptakan bahan pangan yang layak konsumsi kembali sebagai akibat dari semakin menipisnya bahan pangan di negara. Serta mengembangkan jiwa sociopreneur dimana bukan hanya sekedar kegiatan bisnis melainkan juga mengedepankan aspek lingkungan dan sosial. Karena pada dasarnya keutungan akan didapat dan dirasakan bersama pada diri setiap aktor yang terlibat melalui usaha di bidang kuliner dengan produk utama yang dihasilkan “Diva Cake” : DiversifikasiI bahan dasar kue dengan ampas tahu sebagai upaya pengurangan limbah. Untuk ke depannya diharapkan bisa menjadi usaha kecil kemudian berkembang menjadi usaha menengah dan usaha besar yang memilik profit setiap bulannya. SIMPULAN Dari uraian yang telah diuraikan penulis sebelumnya dapat ditarik beberapa simpulan bahwa Ampas tahu merupakan limbah yang mudah didapat dan sering diolah kembali. Hal ini karena tepung ampas tahu mengandung beberapa kandungan gizi yang baik untuk tubuh. Dari sini hadirlah Diva Cake sebaga i terobosan baru yang dapat bersaing Pemanfaatan limbah ampas tahu ini sangat sederhana dan mudah dipraktekkan
15
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 oleh masyarakat sehingga cocok untuk program kegiatan sociopreneur selain sangat mudah, murah, efisien dan efektif. SARAN Melalui penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis memiliki beberapa saran, antara lain: 1. Masyarakat harus tanggap terhadap setiap hal yang ada disekitar untuk dapat dijadikan peluang usaha pemanfaatan kembali produk pangan, terutama untuk masalah pemanfaatan ampas tahu. 2. Perlu adanya sosialisasi terkait pentingnya mengolah kembali limbah dan cara dalam pengolahan limbah yang seefektif dan seefisien mungkin. 3. Masyarakat harus mengetauhi kandungan gizi yang ada pada ampas tahu dan pemanfaatan kembali ampas tahu sebagai Diva Cake. Pemerintah dan masyarakat hendaknya bekerjasama dalam memanfaatkan limbah ampas tahu karena negaranegara lain seperti India, Sri Lanka, Afrika, dan Jepang sudah mendayagunakan am pas tahu menjadi berbagai macam kegunaan dalam skala besar. UCAPAN TERIMA KASIH Syukur Alhamdulillah senangtiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan segala kenikmatanya dan kekuatan bagi penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini. Pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas dorongan dari kedua orang tua yang tak henti-hentinya dipanjatkan melalui do’a. Tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih atas bantuan dari beberapa pihak yang terlibat dalam penelitian ini. Terima kasih untuk orang istimewa dalam hidup saya dan kepada seluruhnya yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu. Karya tulis ini penulis persembahkan untuk mendiang ayahanda yang telah beristirahat tenang. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat dalam dunia akademisi selanjutnya. DAFTAR PUSTAKA Palar, H. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: PT. Rineka Cipta Palesangi M, 2012. Pemuda Indonesia dan Kewirausahaan Sosial. Bandung. Universitas Katolik Parahyangan Rahmawati F, 2009. Teknologi Proses Pengolahan Tahu dan Pemanfaatan Limbahnya. Halaman 2-11. Rusdi dan Iqbal. 2015. Pencernaan Campuran Limbah Vinase dan Limbah Cair Tahu untuk Meningkatkan Produksi Biogas. Eksergi. 12(2): 23-28 Tarmidi, A.R. 2010. Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Pakan Ruminansia. Layanan dan Produk Umban Sari Farm. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup .
16
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
MAGOPI: FUNCTIONAL FOOD BERBASIS BONGGOL PISANG UNTUK MENINGKATKAN KESEHATAN MIKROFLORA PADA USUS MANUSIA Magopi: Functional Food Based on Banana’s Hump to Improve Microflora Heath in Human Gut Ratri Ike1*, Iid Fitriaturosidah2, dan Annisa Icha3 1,2,3Bioteknologi,
Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang *Email:
[email protected]
ABSTRAK Pangan adalah salah satu kebutuhan pokok manusia yang harus terpenuhi. Asupan gizi dalam suatu bahan pangan merupakan faktor penting demi menunjang intelegensi suatu individu. Sebagian besar pangan Indoensia menggunakan tepung terigu sebagai bahan baku dalam pembuatannya. Indonesia bukan negara penghasil gandum sehingga masih harus mengimpor 4,3 juta ton gandum per tahun. Indonesia menempati peringkat ke-empat importir gandum terbesar di dunia. Padahal, Indonesia merupakan negara yang memiliki biodiversitas bahan pangan yang melimpah, akan tetapi pemanfaatannya masih kurang maksimal. Oleh karena itu, diperlukan bahan lokal yang berpotensi sebagai pengganti gandum. Salah satu cara yang dapat diterapkan yaitu diversifikasi pangan dengan memanfaatkan bahan lokal seperti bonggol pisang untuk dijadikan tepung sebagai pengganti gandum. Bonggol pisang sendiri masih jarang dimanfaatkan. Bonggol pisang memiliki kandungan protein 3,4%, vitamin C 4%, air 20%, pati 76%, dan serat kasar 23,9-39,4%. Serat kasar dapat membantu meningkatkan kesehatan mikroflora pada usus manusia. Kandungan pati yang tinggi mencapai 76% serta serat kasar 23,9-39,4% yang terdapat dalam bonggol pisang dapat dimanfaatkan menjadi tepung yang kemudian diolah menjadi fuctional food berupa macaron. Tahapan yang harus dilakukan dalam pembuatan tepung dari bonggol pisang yaitu tahap pembersihan bonggol pisang dari akar-akar serabut, pemotongan menjadi bagian kecil, pencucian, perendaman, penjemuran, pensangraian, penumbukan serta menghalusan, dan terakhir tahap pengayakan. Kemudian dilanjutkan dengan tahapan pembuatan macaron yang meliputi: tahap penyiapan bahan, pencampuran serta pengocokan bahan, pencetakan adonan, resting (pengistirahatan macaron), pemanggangan adonan, dan terakhir tahap penyimpanan serta penyajian. Kata kunci: bonggol pisang, macaron, dan mikroflora ABSTRACT Food is one of the basic human needs that must be met. Nutritional intake in a food is an important factor in order to support the intelligence of an individual. Most of Indonesian food uses wheat flour as raw material in its manufacture. Indonesia is not a wheat-producing countries so it still has to import 4.3 million tons of wheat per year. Indonesia ranks fourth largest importer of wheat in the world. In fact, Indonesia is a country that has abundant biodiversity of food, but its utilization is still less than the maximum. Therefore, it is necessary to locally potentially replace the wheat. One way that can be applied is the diversification of food by utilizing local ingredients such as banana hump to be used as flour as a substitute of wheat. Banana hump themselfes are still rarely used. Banana hump has 3.4% protein content, 4% vitamin C, 20% water, 76% starch, and crude fiber 23.9-39.4%. Rough fiber can help improve the health of microflora in human intestines. High starch content reached 76% and 23.9-39.4% crude fiber contained in banana hump can be utilized into flour which is processed into fuctional food in the form of macaron. Steps to make banana flour from banana is the stage of cleansing banana mounds from fiber roots, cutting small parts, washing, soaking, drying. roasting, pounding and smoothing, and last stage of sifting. Steps to make macaron the preparation the materials, mixing and shaking the material, dough printing, macaron resting, baking dough, and macaron done. Keywords: Banana hump, macaron, and microflora
17
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
PENDAHULUAN Pangan adalah salah satu kebutuhan pokok manusia yang harus terpenuhi. Asupan gizi dalam suatu bahan pangan merupakan faktor penting demi menunjang intelegensi suatu individu (Elizabeth, 2011). Menurut (Nainggolan, 2008) ketahanan pangan yaitu suatu pilar penting sebagai ketahanan nasional yang dapat membentuk sumber daya manusia serta generasi yang berkulitas untuk membangun suatu bangsa yang besar. Ketahanan pangan nasional yaitu kemampuan untuk mecukupi ketersediaanya swasembada dan kemandirian pangan oleh suatu bangsa. Ketahanan pangan nasional dapat terganggu karena ketergantungan akan pangan impor demi menutupi keterbatasan Sebagian besar pangan Indoensia menggunakan tepung terigu sebagai bahan baku dalam pembuatannya. Tepung terigu merupakan tepung yang terbuat dari gandum. Disisi lain, Indonesia bukan merupakan negarapenghasil gandum sehingga masih harus mengimpor 4,3 juta ton gandum per tahun. Indonesia menempati peringkat ke-empat importir gandum terbesar di dunia (Pradeks dkk., 2014). Perlu diketahui bahwa, Indonesia merupakan negara yang memiliki biodiversitas bahan pangan yang melimpah, akan tetapi pemanfaatannya masih kurang maksimal. Oleh karena itu, diperlukan bahan lokal yang berpotensi sebagai pengganti gandum. Salah satu cara yang dapat diterapkan yaitu diversifikasi pangan dengan menanfaatkan bonggol pisang untuk dijadikan tepung. Pada penelitian sebelumnya, yaitu pembuatan tepung dengan menggunakan bahan-bahan alami seperti singkong (Nusa dkk., 2012), ampas kelapa (Ernayati dkk., 2015), dan jamur tiram (Ardiansyah dkk., 2014) namun, bahan-bahan tersebut kurang efektif. Bahan-bahan tersebut harganya mahal, persaingan bahan baku, dan proses pembuatannya rumit. Bonggol pisang dijadikan alternatif pilihan dengan beberapa keunggulan antara lain bahan baku melimpah, pembuatannya mudah serta bernilai ekonomis. Bonggol pisang memiliki kandungan air 20%, pati
76% (Nurjati dkk., 2012). Menurut (Saragih, 2013) kadungan yang ada didalam bonggol pisang yaitu vitamin C 4%, protein 3,4%, dan serat kasar 23,9-39,4%. Serat kasar dapat membantu meningkatkan kesehatan mikroflora pada usus manusia (Astawan, 2004). Menurut (Semaran dkk., 2009) pemanfaatan kandungan pati yang terdapat dalam bonggol pisang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pensubstitusi menjadi berbagai macam produk yang mana nantinya dapat dijadikan sebagai makanan pengganti karbohidrat selain terigu dan beras. Kandungan pati yang tinggi mencapai 76% serta serat kasar 23,9-39,4% dapat dimanfaatkan menjadi tepung terigu yang kemudian diolah menjadi fuctional food berupa macaron. Macaron yaitu snack manis yang renyah dibagian tengahnya diisi dengan krim mentega atau krim buahbuahan dan merupakan snack yang menjadi primadona segala kalangan. Berdasarkan keunggulan yang telah dipaparkan diatas, kami menawarkan solusi permbuatan tepung terigu penggati gandum yang berasal dari bonggol pisang. Diharapkan tepung dari bonggol pisang dapat meminimalisir impor gandum, membantu menyukseskan Sustainable Development Goals 2030 sehingga dapat menyejahterakan masyarakat Indonesia. BAHAN DAN METODE Alat Alat yang dibutuhkan dalam pembuatan macoron berbahan dasar tepung bonggol pisang diantaranya adalah pisau, oven (Philips), spatula, timbangan (EK3450), blender pengayak tepung (mixer 3450), mangkuk, sendok, loyang, tube dan piping bag, Bahan Bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan macaron adalah 100 g tepung bonggol pisang, 100 g gula icing, 100 g gula kastor, ±80 putih telur, garam secukupnya dan pewarna makanan atau esense.
18
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Metode Tahapan Pembuatan Tepung Bonggol Pisang Tahapan yang dilakukan dalam pembuatan tepung bonggol pisang yaitu, pertama mempersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan. Kedua dilakukan tahap pembersihan, yaitu bonggol pisang dibersihkan dari tanah dan akar-akar serabut. Ketiga dilakukan tahap pemotongan, yaitu memotong bonggol pisang yang sudah dibersihkan menjadi bagian-bagian kecil menggunakan pisau ±0,5 cm. Keempat dilakukan tahap pencucian dan perendaman, bonggol pisang dicuci sampai benar-benar bersih dandirendam dalam larutan natrium bisulfit 1000 ppm selama 30 menit untuk mencegah pencoklatan (Bernatal, Saragih, 2013). Kelima dilakukan tahap penjemuran atau pengeringaan, bonggol pisang dijemur dibawah cahaya marahari selama ±3 hari. Selanjutnya tahap pengsangraian, bonggol pisang yang sudah dikeringkaan disangrai dengan menggunakan api kecil. Setelah itu dilakukan proses penumbukkan atau penghalusan, bonggol pisang di haluskan dengan menggunakan blender. Tahapan yang terakhir yaitu pengayakan, bonggol pisang yang sudah dihaluskan, diayak dengan menggunakan alat pengayak hingga didapatkan tepung bonggol pisang. Tahapan Pembuatan Makaron Menurut (Tim Dapur Sawargi, 2013) tahapan yang dilakukan dalam pembuatan makaron yaitu sebagai berikut: tahap persiapan, yaitu menyiapkan bahan dan alat yang akan digunakan. Selanjutnya tahap pencampuran atau pengocokkan, untuk pencampuran bahan A yaitu 100 g gula icing, 100 g tepung bonggol pisang dihaluskan dengan menggunakan blender dan diayak. Setelah itu ±80 g putih telur dimixer dengan kecepatan sedang, perlahan naikan kecepatannya hingga putih telur berwarna putih dan berbusa. Apabila putih telur sudah berbusa, masukan 100 g gula kastor sedikit demi sedikit agar tercampur rata. nnDilanjutkan dengan pengocokan. Tahapan selanjutnya adalah pencampuran bahan B, yaitu menuangkan adonan putih
telur dan gula kastor bersamaan dengan dimixer pada adonan tepung bonggol pisang dan gula icing dengan perlahan/bertahap. nnApabila adonan sudah mengental, selanjutnya melakukan tahapan pencetakkan, adonan tersebut dimasukkan pada plastic tibing bag. Kemudian lupangi bagian ujung plastic tibing bag. Tuangkan kedalam loyang sedikit demi sedikit yang telah diberi alas dengan baking paper.nnKemudian melakukan tahapan pendinginan, setelah proses pencetakkan selesai, adonan yang sudah dalam cetakkan tersebut didiamkan atau angin-anginkan selama 30-60 menit. Setelah itu dilakukan tahapan pemanggangan. Pemanggangan adonan dilakukan menggunakan oven selama 8 menit pertama. Apabila panas oven tidak merata, putar loyang dengan cepat dan masukkan ke dalam oven lagi selama 6-7 menit. Terakhir yaitu tahap penyimpanan serta penyajian.
Diagram alir bonggol pisang
pembuatan
tepung
Bonggol Pisang Dibersihkan dari tanah dan akar-akar Dipotong menjadi serabut bagian kecil ±0,5cm Dicuci dengan air Direndam selama 30 menit
Larutan natrium bisulfit 1000 ppm
Dijemur dibawah sinar matahari ± 3 hari Disangrai dengan api kecil Dihaluskan dengan cara ditumbuk/diblender Diayak Hasil tepung bonggol pisang
19
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Diagram alir pembuatan MAGOPI Tepung bonggol pisang 100g dan gula icing 100g Dicampur Dihaluskan dengan blendder Diayak 2 butir putih telur
100g gula kastor Dicampur dengan mixer
Dimasukkan kedalam plastic tiping bag dan dilubangi bagian ujungnya Dituangkan keloyang cetakan yang sudah dilapisi dengan baking paper Diangin-anginkan 30-60 menit Dioven selama 8 menit Diangkat dan loyang diputar dengan cepat Dioven lagi 6-7 menit Dikeluarkan dari oven Diberi krim ditengahnya Hasil MAGOPI HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan dan Berbagai Kandungan Gizi yang Terdapat didalam MAGOPI Kandungan Protein Kandungan protein pada MAGOPI (Macaron Bonggol Pisang) dapat diketahui dengan cara melihat kadar protein pada bahan-bahan yang Bonggol pisang memiliki kadar protein 3,4 % (Saragih, 2013). Kadar protein 3,4 % sehingga dalam 100g tepung bonggol pisang yang terdapat yaitu 3,4g. Kandungan protein yang terdapat pada putih telur yaitu 80% per 100gram
protein (Espada et al., 2012). MAGOPI menggukan 2 putih yang setara dengan 80g maka kandungan protein yang terdapat didalam MAGOPI yaitu 64g. Apabila kandungan protein yang terdapat pada bonggol pisan dan kandungan protein yang terdapat dalam putih telur dijumlahkan maka, didalam MAGOPI terdpat 67,4 g protein. KandungannKarbohidrat Pada pembuatan MAGOPI menggunakan gula kastor dan icing. Kandungan karbohidrat pada gula sebesar 94% per 100 gram (Darwin, 2013). MAGOPI menggunakan 200g gula maka kandungan karbohidrat yang terdapat didalam MAGOPI yaitu 188g. Kandungan karbohidrat pada putih telur sebesar 0.1% per 100 gram dalam satu butir telur (Espada et al., 2012). MAGOPI menggukan 2 putih yang setara dengan 80g maka kandungan karbohidrat yang terdapat didalam magopi yaitu 0,08g. Total karbohidrat yang berasal dari gula dan putih telur dalam 100g MAGOPI yaitu sebesar 188,08g, Kandungan Lemak Kandungan lemak pada putih telur yaitu sebanyak 0,2 % per 100 gram dalam satu butir telur (Espada et al., 2012). MAGOPI menggukan 2 putih yang setara dengan 80g maka kandungan protein yang terdapat didalam MAGOPI yaitu 0, 16g. Kandungan Vitamin C Bonggol pisang memiliki kandungan vitamin C 4% per 100g (Saragih, 2013). Kandungan vitamin C 4% sehingga dalam 100g tepung bonggol pisang terdapat 4 g vitamin C. Kandungan Serat Kasar Bonggol pisang memiliki kandungan serat kasar 23,9-39,4%. per 100g (Saragih, 2013). Kandungan serat kasar 23,9-39,4% sehingga dalam 100g tepung bonggol pisang terdapat 23,9 g-39,4g serat kasar. Menurut (Astawan, 2004) serat kasar memiliki peran yaitu dapat membantu
20
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
meningkatkan kesehatan mikroflora pada usus manusia. Kandungan Kalsium Pada pembuatan MAGOPI menggunakan gula kastor dan icing. Kandungan kalsium pada gula sebesar 5% per 100 gram (Darwin, 2013). MAGOPI menggunakan 200g gula maka kandungan kalsium yang terdapat didalam MAGOPI yaitu 10g. Kandungan Fosfat Pada pembuatan MAGOPI menggunakan gula kastor dan icing. Kandungan kalsium pada gula sebesar 1% per 100 gram (Darwin, 2013). MAGOPI menggunakan 200g gula maka kandungan kalsium yang terdapat didalam MAGOPI yaitu 2 g. Pengaruh Penambahan Gula pada Pembuatan MAGOPI Gula dapat berfungsi untuk memberi rasa manis (U.S. Wheat Associates, 1983). Selain itu, menurut (Sutomo, 2012) penambahan gula dilakukan karena gula memiliki sifat yang menyerap air sehingga dapat memperpanjang daya simpan dan tidak memerlukan pengawet. Pengaruh Penamabahan Putih Telur pada Pembuatan MAGOPI Menurut (Sufi, 2009) putih telur memiliki sifat mengeraskan adonan sehingga membentuk macaron yang kokoh, kulit kuat tetapi renyah, dan mencegah adonan menjadi liat dan lengket di dasar loyang. Telur yang biasa digunakan adalah telur ayam. Strategi yang Dapat Diterapakn untuk Membantu menyukseskan SDG’s 2030 Langkah awal yang harus dilakukan yaitu dengan melakukan strategi pengaturan ketersediaan pangan. Ketersediaan pangan adalah upaya untuk dapat mewujudkan kemandirian, kedaulatan pangan serta kondisi ketercukupan pangan. Modal penting yang dapat mewujudkan ketersediaan pangan yaitu mengoptimalkan kekayaan sumber daya yang beragam.
Indonesia memiliki biodiversitas alam dan memiliki keterdiaan bahan pangan yang melimpah. Namun, masih saja melakukan impor salah satunya yaitu gandum karena Indonesia bukanlah penghasil gandum. Cara yang efektif yang dapat dilakukan untuk menekan dan mengurangi impor yaitu dengan deversifikasi pangan. Pemanfaatan bonggol pisang untuk dijadikan tepung pengganti gandum merupakan salah satu cara dalam menyukseskan SDG’s 2030. Penerapan ketahanan pangan di Indonesia dapat berjalan sehingga akan mengurangi kelaparan yang merupakan tujuan SDG’s 2030 yang kedua. Pada tujuan SDG’s 2030 yang kedua yaitu untuk mengatasi malnutrisi serta menjamin pangan yang aman. MAGOPI merupakan trobosan baru yang mana didalam MAGOPI terdapat berbagai macam kandungan gizi serta aman karena tanpa bahan pengawet dan juga dapat membantu untuk mengatasi impor gandum sehingga dapat menyukseskan ketahanan pangan Indonesia. Tujuan SDG’s 2030 yang ke-3 yaitu menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua orang. MAGOPI memiliki kandungan gizi yang melimpah tentunya dapat membantu meningkatkan kesehatan manusia. Pada MAGOPI terdapat serat kasar. Menurut (Astawan, 2004) serat kasar memiliki peran yaitu dapat membantu meningkatkan kesehatan mikroflora pada usus manusia. SIMPULAN Pangan adalah kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Demi menyukseskan SDG’s 2030 untuk mengatasi kelaparan dan menjamin kehidupan yang sehat caranya melalui deversifikasi pangan dengan membuat tepung dari bonggol pisang. Indonesia walaupun bukan negara penghasil gandum masyarakat dapat mengkonsumsi makan yang berasal dari tepung yang terbuat dari bonggol pisang. Selain itu dapat menakan impor gandum yang berlebih. Hasil dari diversifikasi pangan yaitu MAGOPI. Didalam MAGOPI terdapat serat kasar yang dapat
21
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
meningkatakan kesehatan mikroflora usus manusia dan saluran cerna. Selain itu, pada MAGOPI terdapat kandungan gizi yang komplek sehingga dapat menunjang kesehatan manusia. UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih disampaikan kepada kakak tingkat yang telah membimbing serta teman-teman yang telah memberikan dukungan dan doa. DAFTAR PUSTAKA Ardiansyah, Fibra, N., dan Susi, A. 2014. Pengaruh Perlakuan Awal Terhadap Karakteristik Kimia dan Organoleptik Tepung Jamur Tiram (Pleurotus Oestreatus). Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian.Vol. 19, No.02 Astawan, M. 2004. Mie dan Bihun. Penebar Swadaya. Jakarta. Bernatal, Saragih. 2013. Analisis Mutu Tepung Bonggol Pisang dari Berbagai Varietas dan Umur Panen yang Berbeda. Jurnal Teknologi Industri Boga dan Busana. Vol. 09, No.01 Darwin Philips. 2013. Menikmati Gula Tanpa Rasa Takut. Perpustakaan Nasional: Sinar Ilmu Elizabeth, Roosganda. 2011. Strategi Pencapaian Diversifikasi dan Kemandirian Pangan: Antara Harapan dan Kenyataan. Jurnal Iptek Tanaman Pangan. Vol. 06, No. 02 Ernayati, W., Tarsono1, M., dan M. Alfian, R. 2015. Pemanfaatan Ampas Kelapa sebagai Bahan Baku Tepung Kelapa Tinggi Serat dengan Metode Freeze Drying. Jurnal Integrasi Proses. Vol. 05, No. 02 Espada, M., Martul, P., Aguayo, A., Grau, G., Vela, A., Aniel-Quiroga, A., 2012.
Urinary iodine and thyroid function in a population of healthy pregnant women in the North of Spain. Journal of Trace Elements in Medicine and Biology : Organ of the Society for Minerals and TracenElementsn(GMS).27(4):302–6 Nainggolan, K. 2008. Program kegiatan ketahanan pangan tahun 2008. Jakarta: Musyawarah Pembangunan Nurjati, Solikhin. Sakti Prasetyo, Arum. Buchori, Luqman. 2012. Pembuatan Bioetanol Hasil Hidrolisa Bonggol Pisang dengan Fermentasi Menggunakan Saccaromycess Cereviceae. Jurnal Tekonologi Kimia dan Industri. Vol. 01. UNDIP. Nusa, M., I. Budi, S. dan Alfiah. 2012. Pembuatan Tepung Mocaf melalui Penambahan Starter dan Lama Fermentasi (Modified Cassava Flour). Jurnal Agrium. Vol.17, No.03 Sufi, S.Y. 2009. Sukses Bisnis Donat. Jakarta: nnnnnnnnnKriya Pustaka Pertanian nnnnnnnnnNasional Pradeks, Y. Dwidjono, H. D. dan Masyhuri. 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor Gandum Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi. Vol. 24, No. 01 Semaran, Rudito, A., Syauqi, E., Obeth, W., Yuli. 2010. Karakteristik Pati Bonggol Pisang Termodifikasi Secara Kemis sebagai Food Ingredient Alternatif. Prosiding Seminar Nasional Industrialisasi dan Komersial Produk Pangan Lokal dalam Meunjang Penganekaragaman dan Ketahanan Pangan. 20 April 2010. Fakultas Pertanian. Universitas Mulawarman Sutomo, Budi. 2012. Sukses Wirausaha Kue Kering. KriyaPustaka. Jakarta Tim Dapur Suwargi. 2013. Macaron Kue Manis dari Prancis. Yogyakarta: Jogja Great! Publisher.
22
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
KRIK, BOS!: PENGEMBANGAN HIGH PROTEIN COOKIES BEBAS GLUTEN TERFORTIFIKASI TEPUNG JANGKRIK PADA MOCAF SEBAGAI BRANDING PANGAN LOKAL Krik, Bos!: Development of High Protein Cookies Free Gluten Fortificated by Cricket Flour in Mocaf as Local Food Branding Yeni Katon Rahmawati Sujarnoko1*, Jembar Pambudi2, Opal Priya Wening3 1Program
Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor Studi Biokimia, Institut Pertanian Bogor *E-mail:
[email protected]
2Program
Jl. Raya Darmaga Kampus IPB Darmaga Bogor 16680 Jawa Barat, Indonesia
ABSTRAK Pengembangan ekonomi suatu daerah dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada didaerah tersebut merupakan salah satu program pemerintah yang sedang digalakan mulai tahun 2000-an. Setiap daerah di Indonesia mempunyai potensi sumberdaya yang dapat dimanfaatkan salah satunya Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Ubi kayu dan jangkrik merupakan potensi pertanian dan peternakan yang berasal dari Gunungkidul namun pengolahannya menjadi produk bernilai tambah masih sangat minim. Ubi kayu dari daerah Gunungkidul dapat diolah lebih lanjut menjadi tepung modified cassava atau mocaf. Mocaf tersebut dapat diolah menjadi produk dengan nilai jual lebih tinggi menjadi kue kering atau cookies tanpa gluten. Cookies komersial pada umumnya hanya memiliki kandungan karbohidrat dan lemak yang tinggi, sedangkan kandungan proteinnya relatif rendah. Kurang Energi Protein (KEP) pada anak-anak dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit infeksi, serta mengakibatkan penurunan tingkat kecerdasan. Jangkrik kalung kuning (Grillus testaceus) merupakan potensi peternakan daerah Gunungkidul yang dapat dimanfaatkan sebagai fortifikan tepung mocaf menjadi cookies dengan protein tinggi. Kandungan protein jangkrik kalung kuning mencapai 65% menjadi salah satu alasan jangkrik menjadi bahan fortifikan, selain itu jangkrik mudah dibudidayakan dalam skala besar, murah, dan halal untuk dikonsumsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan formula high protein cookies atau Krik, Bos! yang dapat diterima secara sensori oleh konsumen, mengetahui informasi nilai gizi dari Krik, Bos!, serta potensi pengembangan Krik, Bos! menjadi produk UMKM yang khas dari daerah Gunungkidul dengan analisis ekonomi. Pemanfaatan serta pengolahan potensi daerah menjadi produk yang dapat memberikan nilai tambah, merupakan salah satu program branding pangan lokal. Program branding pangan lokal ini diharapkan mampu meningkatkan sosial ekonomi masyarakat, meningkatkan konsumsi pangan lokal yang berhubungan dengan program diversifikasi pangan, serta mengurangi angka penderita KEP di Indonesia. Kata kunci: Gunungkidul, high protein cookies, jangkrik, potensi pangan lokal, ubi kayu ABSTRACT Economic development of a region by utilizing the existing natural resources in the area is one of the government programs that are being started years from 2000. Each region in Indonesia has potential resources that can be utilized, one of them is Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Cassava and crickets are agricultural and livestock potentials derived from Gunungkidul, but their processing into value-added products is still minimum. Cassava from the Gunungkidul area can be further processed into modified cassava or mocaf flour and produced with higher selling value to cookies without gluten. Commercial cookies generally have a high carbohydrate and fat content, while the protein is relatively low. Kurang Energi Protein (KEP) in children can inhibit growth, susceptible to infectious diseases, and
23
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
lead to decreased levels of intelligence. Yellow necklace cricket (Grillus testaceus) is a potential livestock from Gunungkidul area that can used as fortification to high protein cookies with protein content reaches 65%, thus becoming the reason of fortification material. In addition, crickets are easy to cultivate on a large scale, cheap, and halal for consumption. The study aims to develop a high protein cookies formula or Krik, Bos! Which can be received sensorially by consumers, knowing the nutritional value of Krik, Bos!, as well as the development potential of Krik, Bos! Become a typical UMKM product from Gunungkidul area with economic analysis. Utilization and processing of potential areas into products that can provide added value, is one of the local food branding program. This local food branding program is expected to improve socio-economic community, increase local food consumption that was associated with diversification food program, and reduce the number of KEP patients in Indonesia. Keywords: cassava, crickets, high protein cookies, Gunungkidul, potention of local food PENDAHULUAN Pengembangan ekonomi suatu daerah dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada didaerah tersebut merupakan salah satu program pemerintah yang sedang dilgalakkan mulai tahun 2000-an. Hal yang harus dilakukan pertama kali untuk menyusun perencanaan pembangunan ekonomi suatu daerah adalah mengenali karakter ekonomi, sosial, dan fisik daerah itu sendiri termasuk interaksinya dengan daerah lain salah satunya potensi sumber daya alam yang ada di daerah tersebut. Salah satu daerah yang mempunyai potensi besar adalah Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Karakteristik geografis daerah Gunungkidul yang mayoritas merupakan pegunungan kapur membuat daerah Gunungkidul mempunyai tanah yang tandus walaupun ada sebagian daerah yang subur (Suyastiri NM, 2008). Daerah Gunungkidul merupakan salah satu daerah penghasil singkong terbesar, karena padi tidak bisa tumbuh. Potensi ini akan dimaksimalkan dengan pemanfaatan ubi kayu menjadi tepung modified cassava atau yang dikenal dengan tepung mocaf. Mocaf merupakan produk yang diproses menggunakan prinsip memodifikasi sel ubi kayu secara fermentasi oleh Bakteri Asam Laktat (BAL) (Yuwono et al., 2013 Kandungan paling tinggi dalam tepung mocaf adalah kandungan karbohidrat (Subagio, 2006), dengan kandungan amilosa yang cukup tinggi yaitu > 25% (Yuwono et al., 2013). Beberapa kelebihan tepung mocaf
adalah aman untuk para penderita diabetes, aman untuk para penderita autis karena bebas gluten, tidak mengandung kolesterol, memiliki masa simpan cukup lama, tekstur lebih lembut dibanding terigu, dan harga yang lebih murah. Sifat tepung mocaf lebih cocok digunakan untuk produk kering, seperti cookies. Cookies merupakan salah satu produk makanan ringan atau snack yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Saksono (2012) menyatakan bahwa berdasarkan data asosiasi industri, tahun 2012 konsumsi cookies diperkirakan meningkat 5% hingga 8% didorong oleh kenaikan konsumsi domestik.Cookies komersial memiliki kandungan karbohidrat dan lemak yang tinggi, sedangkan kandungan protein yang relatif rendah. Sementara Indonesia masih menghadapi permasalahan kurangnya konsumsi energi protein (KEP) oleh masyarakat. Kekurangan energi protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG). Angka kecukupan protein yang dianjurkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehata Nomor 1593/MENKES/SK/XI/2005 yaitu 50-60 gram per hari untuk dewasa berusia 20-49 tahun dan 45 gram per hari untuk anak-anak usia 7-9 tahun (Departemen Kesehatan RI, 2006). Data riset kesehatan dasar (Riskesdas) yang dilakukan pada tahun 2007 dan 2010 menunjukkan bahwa rata-rata asupan kalori dan protein anak
24
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
balita masih di bawah Angka Kecukupan Gizi (Lestijaman, 2012). Kurang energi protein pada anak-anak dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan. Selain singkong, jangkrik merupakan hasil peternakan yang terkenal dari daerah Gunungkidul. Warga Desa Gunungkidul tidak hanya menjual jangkrik sebagai pakan burung atau ikan tetapi juga diolah menjadi kripik jangkrik sebagai sumber protein. Prayitno (2005) melaporkan hasil penelitiannya tentang kandungan kimia jangkrik kalung kuning ternyata mempunyai kandungan gizi cukup tinggi. Kandungan protein jangkrik kalung kuning sekitar 65%, protein kolagen dan asam lemak omega-3 dan omega-6 sangat memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku guna mengatasi masalah kurang gizi protein dalam masyarakat. Dua potensi besar dari daerah Gunungkidul yakni jangkrik dan singkong akan diolah menjadi high protein cookies atau Krik, Bos!. Krik, Bos! diharapkan mampu mengatasi beberapa permasalahan baik di daerah Gunungkidul maupun Indonesia, karena pemanfaatan serta pengolahan potensi daerah menjadi produk yang dapat memberikan nilai tambah, merupakan salah satu program branding pangan lokal. Program branding pangan lokal ini diharapkan mampu meningkatkan sosial ekonomi masyarakat Gunungkidul, meningkatkan konsumsi pangan lokal yang berhubungan dengan program diversifikasi pangan, serta mengurangi angka penderita KEP di Indonesia. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi kayu atau singkong (Manihot utilisima) yang telah dijadikan tepung mocaf, jangkrik jenis kalung kuning dan berbagai bahan pembuatan cookies (telur, chochochips, gula, vanilla, mentega).
Bahan lain yang digunakan adalah akuades. Sedangkan peralatan yang digunakan adalah penggiling menggunakan hammer mill, alat pemanggang (oven), baskom, pengayak 80 mesh, pisau, mixer dan alat pemotong/pengiris. Prosedur Kerja Pembuatan High Protein Cookies dilakukan dalam tiga tahap, yaitu pembuatan tepung jangkrik kalung kuning, pembuatan tepung mocaf, dan fortifikasi/formulasi produk. Tahapan pertama adalah pembuatan tepung jangkrik kalung kuning, digunakan jangkrik yang sudah berusia diatas 30 hari dan jangkrik ini kemudian terlebih dahulu direbus/direndam dalam air panas, didinginkan baru setelah itu dilakukan sortir dengan pemisahan bagian kaki, sayap dan kepala. Kemudian dicuci hingga bersih lalu dimasukan kedalam oven selama 24 jam dengan suhu 50 oC, baru setelah itu jangkrik digiling sampai berbentuk tepung menggunakan hammer mill. Tahapan kedua adalah pembuatan tepung mocaf, singkong atau ubi kayu segar umur 8-9 bulan (kesegaran terbaik dan kadar pati tertinggi) kemudian dilakukan pemisahan kulitnya (peeling) dan pencucian (washing) pada wadah. Singkong atau ubi kayu yang bersih dilakukan perajangan (cutting) atau pemotongan tipis dengan ukuran 1-4 mm. Proses fermentasi dilakukan dengan menggunakan enzim asam laktat sebanyak 0.05% dari bobot awal ubi kayu yang telah terpotong tipis. Potongan ubi kayu yang telah ditambahkan enzim asam laktat kedalam karung berpori sampai terendam dalam air. Fermentasi dilakukan selama 8-10 jam. Setelah proses fermentasi selesai, dilakukan pengepresan atau penirisan. Hasil pengepresan dilakukan peremahan dan pengeringan menggunakan sinar matahari (manual) selama 10-16 jam (dengan membalik bahan 2 jam sekali) atau dengan mesin dryer (mekanis) selama 7-8 jam dengna suhu 115 oC. Proses akhir dengan penepungan, hasilnya dilakukan
25
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
tempering. Pengayakan dilakukan dengan ukuran 80 mesh. Tahapan ketiga adalah fortifikasi dan formulasi pembuatan high protein cookies yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Fortifikasi dan formulasi pembuatan high protein cookies Berat bahan Bahan Sampel Sampel Sampel 922 699 258 Tepung 25 gr 50 gr 75 gr jangkrik Tepung 275 gr 275 gr 275 gr mocaf Gula 150 gr 150 gr 150 gr ½ ½ ½ Baking sendok sendok sendok powder teh teh teh Chocochips 0.5 gr 0.5 gr 0.5 gr ½ ½ ½ Garam sendok sendok sendok teh teh teh ½ ½ ½ Vanila sendok sendok sendok Ekstrak teh teh teh Margarin 200 gr 200 gr 200 gr Telur ½ butir ½ butir ½ butir Pengujian Organoleptik Fortifikasi dan Formulasi
Pada
Hasil
Penerimaan produk cookies Krik, Bos! dilakukan dengan uji organoleptik berupa uji hedonik (kesukaan) oleh 30 orang panelis bukan terlatih. Pada uji hedonik (kesukaan) parameter yang diamati meliputi warna, aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan dengan skala 1 = amat sangat tidak suka sampai hingga 9 = amat sangat suka. Data hasil pengujian sensori yaitu uji rating hedonik dianalisis dengan ANOVA dan uji lanjutan Duncan’s Multiple Test dengan menggunakan program SPSS Statiztics 22.
tinggi yang terdapat pada Tabel 2. dibandingkan dengan protein ayam 18.2% (Depkes RI, 1996) dan sapi 18.80% (Direktorat Gizi Dep. Kesehatan RI 1981 dalam Soputan, 2004) dengan komposisi asam amino cukup lengkap. Jangkrik kalung kuning mempunyai kandungan gizi tinggi dan potensial untuk dikonsumsi manusia dengan pertimbangan selain bergizi tinggi juga halal hukumnya. Tabel 2. Karakteristik kalung kuning
tepung
jangkrik
Parameter Kadar (%) Kabohidrat 5.86 Lemak 23.21 Protein 67.77 Sumber: Yelmida et al., 2009 Nilai Energi dan Makronutrien berdasarkan Fortifikasi dan Formula High Protein Cookies Nilai energi dihitung berdasarkan jumlah makronutrien (protein, lemak, dan karbohidrat) dari setiap bahan penyusun kemudian dikalikan dengan nilai energi masing-masing makronutrien. KEP disebabkan oleh malnutrisi primer, yaitu kekurangan protein maupun energi yang tidak adekuat (kecukupan keperluan zat gizi) yang salah satunya disebabkan oleh makanan tambahan (Choirunnisa F et al.., 2007). Produk cookies ini ditekankan pada anak usia 4-7 tahun dengan kebutuhan energi dan protein harian sebesar 1550-1800 Kkal/hari serta 39-45 gram/hari.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Tepung Jangkrik Kalung Kuning Jangkrik kalung kuning (Grillus testaceus) mempunyai analisis proksimat terdiri dari kandungan protein 67,77% lebih
Gambar 1. Kenampakan prototype produk cookies Krik, Bos! Berdasarkan fortifikasi/formulasi yang digunakan, keseluruhan adonan memiliki
26
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
nilai diatas kebutuhan energi harian yang telah ditetapkan, yaitu formula 1 (kode sampel 922) sebesar 2546.11 kkal; formula 2 (kode sampel 699) sebesar 2671.97 kkal; dan formula 3 (kode sampel 258) sebesar 2797.82 kkal. Adonan yang dicetak berbentuk cookies memiliki asumsi minimal konsumsi sebanyak 5-7 buah (keping) per hari untuk mencukupi kebutuhan energi yang diperlukan dengan tetap menjalankan asupan makan normal. Prototype Krik, Bos! dapat dilihat pada Gambar 1. Tabel 3. Hasil output ANOVA test between two subject Source
Model
Dependent Variable
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Kenampakan 2063,756a 32
64,492 54,811 ,000
Aroma
1591,689b 32
49,740 42,232 ,000
Rasa
1530,422c 32
47,826 36,702 ,000
Tekstur
1789,622d 32
55,926 67,049 ,000
Keseluruhan
1686,022e 32
52,688 52,708 ,000
Panelis Kenampakan
63,82 2 29
2,201
1,870 ,021
68,889 29
2,375
2,017 ,012
109,156 29
3,764
2,889 ,000
Tekstur
61,822 29
2,132
2,556 ,001
Keseluruhan
57,956 29
1,998
1,999 ,013
Aroma Rasa
Sampel Kenampakan Aroma Rasa Tekstur Keseluruhan
2,422
2
1,211
1,029 ,364
1,689
2
,844
,717 ,492
13,089
2
6,544
5,022 ,010
2,956
2
1,478
1,772 ,179
6,689
2
3,344
3,346 ,042
Uji Organoleptik Pada Fortifikasi dan Formulasi High Protein Cookies Pegujian organoleptik berupa uji rating hedonik (kesukaan) oleh 30 orang dengan syarat bukan panelis terlatih dengan menggunakan form pengujian atau kuisioner. Hasil uji organoleptik terhadap tingkat kesukaan cookies mocaf dengan fortifikasi tepung jangkrik, produk Krik, Bos! diolah menggunakan program SPSS
Statiztics 22 sehingga didapatkan hasil penilaian tersaji pada Tabel 3. Hasil penilaian terhadap penampakan ketiga sampel tidak berbeda nyata pada (P<0.05) bisa dilihat dari nilai signifikansi test between two subject sampel yang bernilai 0.364. Hasil yang tidak berbeda nyata juga ditunjukkan oleh atribut aroma dan tekstur dengan masing-masing taraf signifikansi test between two subject 0.492 dan 0.179 lebih besardari nilai (P<0.05). Hasil dari perlakuan perbedaan jumlah tepung jangkrik yang ditambahkan berbeda nyata pada atribut rasa dan keseluruhan dengan signifikansi masing masing atribut 0.010 dan 0.042 dengan (P<0.05). Selain itu hasil penampakan, aroma, dan tekstur tidak berbeda nyata dari ketiga sampel dapat dibuktikan oleh hasil uji lanjut Duncan dengan tidak adanya perbedaan subset. Subset pada uji lanjut Duncan menunjukkan suatu sampel berbeda jika terletak pada subset yang berbeda. Berbeda dengan hasil dari uji lanjut Duncan pada atribut rasa dan keseluruhan yang menunjukkan perbedaan sampel dilihat dari sampel dengan kode 922 terletak pada subset 1 sedangkan sampel 699 dan 258 terletak pada subset 2. Sampel dengan kode 258 dan 699 mempunyai penilaian kesukaan yang hampir sama dapat dilihat dari letak subset yang sama pada aspek keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil uji lanjut Duncan pada tiga sampel cookies pada penilain keseluruhan atribut sensori dari cookies Krik, Bos!. Sampel
N
922 699 258 Sig.
30 30 30
Subset 1 3,867 4,367 ,058
2 4,367 4,500 ,607
Berdasarkan hasil dari test between two subject dan uji lanjut Duncan pada keseluruhan atribut, dapat disimpulkan bahwa rasa adalah atribut yang mempengaruhi tingkat kesukaan panelis pada produk cookies Krik, Bos!, sedangkan untuk atribut kenampakan, aroma, dan tekstur panelis menyatakan tidak ada perbedaan dari ketiga sampel. Sampel
27
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
dengan kode 258 dan 699 mempunyai nilai keseluruhan atribut yang sama dimata panelis, sehingga penambahan tepung jangkrik pada konsentrasi 18% dan 27.3 % tidak menimbulkan perbedaan mencolok pada keseluruhan atribut. Panelis lebih menyukai cookies dengan penambahan tepung jangkrik lebih besar dibanding dengan tepung jangkrik dengan konsentrasi sedikit yakni 9.1% pada sampel 922 dapat dilihat dari Gambar 2.
R/C produksi
55,24%
64,29%
62,38%
59,05%
65,24%
ROI ROI
P EN AMP AKAN
AROMA
RASA
TEK STUR
= (keuntungan/total biaya produksi) x 100%
K E S E L U RU HA N
Gambar 2. Persentase rata-rata penilaian panelis terhadap cookies mocaf dan tepung jangkrik Analisis Kelayakan Finansial Pembuatan cookies Krik, Bos! membutuhkan beberapa bahan dan peralatan berstandar dalam pengolahan produk pangan. Harga Pokok Produksi (HPP) Biaya Tetap = biaya tenaga kerja + biaya penyusutan + biaya pemeliharaan + biaya asuransi = Rp 8,000,000 + Rp 100,000 + Rp 100,000 + Rp 80,000 = Rp 8,280,000 HPP
= (biaya tetap + biaya produksi)/ jumlah produksi = (Rp 8,280,000 + Rp 71,175,000)/ (130x40x25) = Rp 611 per keping Analisis R/C Total biaya produksi = Rp 71,175,000 per bulan Harga pokok produksi = Rp 611 per keping Total pendapatan
= pendapatan/ total biaya
= Rp 87,373,000/ Rp 71,175,000 = 1,2
922 63,33%
61,90%
49,05%
699
58,57%
56,19%
60,95%
59,05%
70%
64,28%
67,62%
258
Keuntungan
= [(10% x Rp 611) + Rp 611] x 130,000 = Rp 87,373,000 = total pendapatan – total biaya produksi = Rp 87,373,000 - Rp 71,175,000 = Rp 16,198,000
= [(Keuntungan 30% x HPP) + HPP] x (130 x 40 x 25)
= (Rp 16,198,000/ Rp 71,175,000) x 100% = 22.76% Jangka Waktu Pengembalian Modal Jangka waktu Jangka waktu
= (biaya investasi x massa produktif)/ keuntungan = (Rp 3,276,900 x 1 bulan)/Rp 16,198,000 = 0.2 bulan
Berdasarkan analisis, modal usaha ini akan kembali setelah usaha ini berjalan selama 0.2 bulan, dengan asumsi bahwa harga per keping senilai Rp 672,00 dan akan dikemas dalam 1 bungkus berisi 20 buah dengan harga per bungkus Rp 14.000,00. SIMPULAN Potensi ubi kayu dan jangkrik jenis kalung kuning dari Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dimanfaatkan menjadi cookies kaya protein yang mempunyai nilai jual serta disukai konsumen. Formulasi high protein cookies (Krik, Bos!) yang paling disukai konsumen adalah formula dengan kode sampel 258 dapat dilihat dari uji rating hedonik ANOVA yang dianalisi dengan menggunakan software SPSS Statiztics 22,
28
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
dan uji lanjut Duncan. Cookies dengan kode sampel 258 merupakan cookies dengan komposisi penambahan tepung jangkrik kalung kuning tertinggi dibanding dua sampel yang lain yakni 75 gram atau setara dengan 27,27% dari total tepung mocaf. Energi tiap keping cookies Krik, Bos! sebesar 69.94 kkal atau 2797.82 kkal per 100 gram cookies, sehingga cookies dengan kode sampel 258 merupakan produk Krik, Bos! yang akan dijual ke konsumen. Analisis kelayakan finansial, produk ini memiliki peluang yang baik dengan estimasi harga produk Rp 14.000,00 dengan isi 20 keping cookies akan dapat kembali modal dalam waktu 0,2 bulan jika setiap hari dapat menjual 30 bungkus atau dapat balik modal setelah 1 bulan jika mampu menjual 6 bungkus/hari. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Biokimia, Teknologi Industri Pertanian serta dosen pembimbing Dr. Nancy Dewi Yuliana,S.TP, M.Sc. atas waktu dan saran beliau dalam pembuatan cookies Krik, Bos!, penulisan, serta penelitian. DAFTAR PUSTAKA Badan Standarisasi Nasional. 2009. Standart Nasional Indonesia (SNI). SNI 3751: 2009. Tepung Terigu. Dewan Standarisasi Indonesia. Jakarta. Badan Standarisasi Nasional. 2011. Standart Nasional Indonesia (SNI). SNI 3751: 2011. Tepung Mocaf. Dewan Standarisasi Indonesia. Jakarta. Choirunisa Fithri dan Trisnawati Merina Ling. 2015. Pengaruh Penambahan Konsentrat Protein Daun Kelor dan Karagenan Terhadap Kualitas Mie Kering Tersubtitusi Mocaf. J Pangan Agroindustri. 3 (1): 237 – 247. Departemen Kesehatan RI (Depkes RI). 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta: Depkes. Departemen Kesehatan RI. (2006). Kepmenkes Nomor 1593/Menkes/ SK /XI/ 2005
Tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Gunung Kidul akan bentuk kelembagaan Petani Singkong. 2016. [Internet]. [Artikel]. [Diunduh: 24 Desember 2016]. Tersedia pada: http://www.beritasatu.com/ekonomi/ 388694-gunung-kidul-akanbentukkelembagaan-petani-singkong.html. Lestijaman, Tjatur. 2012. Susu Pertumbuhan untuk Anak dalam Beberapa Tahapan Usia. Artikel. [Internet]. [Diunduh: 20 Desember 2016]. Tersedia pada: http://foodreview.co.id/blog-56468Susu-Pertumbuhan-untuk-Anakdalam-Beberapa-Tahapan-Usia.html. Prayitno. 2005. Potensi Jangkrik Kalung seabgai Bahan Baku Industri Pangan dan Farmasi. Seminar Nasional Astik go Indsutri di Jogja Expo Center Agustus 2005. Litbang Astrik Pusat.Yogyakarta. Saksono H. 2012. Pasar Biskuit Diproyeksi Tumbuh 8% Didorong Konsumsi. Artikel. [Internet]. [Diunduh: 15 Desember 2016]. Tersedia pada: http://www.indonesiafinancetoday.co m. Subagio. 2006. Industrialisasi Modified Cassava Flour (Mocaf) sebagai Bahan Baku Industri Pangan untuk Menunjang Diversifikasi Pangan Pokok Nasional. Dalam Hal Lala F. et al. 2013. Uji Karakteristik Mie Instan BerbahanBaku Tepung Terigu dengan Substitusi Mocaf. J Biopros Kom Trop. 1(2): 11 – 20. Suyastiri NM. 2008. Diversifikasi pangan pokok berbasis potensi lokal dalam mewujudkan ketahanan pangan rumahtangga pedesaan di kecamatan Senim kabupaten Gunung kidul. Jurnal Ekonomi Pembangunan. 13(1): 51-60. U.S. Wheat Associates. 1983. Pedoman Pembuatan Roti dan Kue. Djambatan. Yuwono SS, Kiki Febriyanto, Nova SD. 2013. Pembuatan Beras Tiruan Berbasis Modified Cassava Flour (Mocaf): Kajian Proporsi Mocaf: Tepung Beras dan Penambahan Tepung Porang. Jurnal Teknologi Pertanian 14(3): 175-182.
29
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
INUVINE (INTEGRATED UV PASTEURISATION AND CHEMOSTAT FERMENTATION LOWGRADE-CARROT KEFIR MACHINE): APLIKASI SISTEM PASTEURISASI-FERMENTASI BERBASIS CONTINUOUS CULTURE DI UKM ISTIQOMAH BATU INUVINE (Integrated UV Pasteurisation and Chemostat Fermentation Lowgrade-Carrot Kefir Machine): Application of Pasteurization-Fermentation System Continuous Culture Based in UKM Istiqomah Batu Widya Nur H1*, Hairil F1, Venisa Y1, Murtadha Ali Barkah S2, dan Joko Tri R3 1Program
Studi Bioteknologi, Universitas Brawijaya, Malang Studi Keteknikan Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang 3Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang Email:
[email protected] Jl. Veteran Kota Malang 2Program
ABSTRAK Kefir wortel merupakan hasil olahan wortel yang difermentasi dengan memanfaakan bakteri asam laktat (Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophiles) (Cheirsilp et al, 2003). Pengendalian temperatur sistem dalam proses pasteurisasi (60-95 oC )dan fermentasi (40-45 oC) menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan. INUVINE (Integrated UV Parsteurisation and Chemostat Fermentation Lowgrade-Carrot Kefir Machine) merupakan bioreaktor yang dirancang khusus untuk memberikan 2 kondisi optimum pada proses fermentasi kefir wortel secara otomatis dengan menggunakan prinsip Chemostat (Continuous Culture). INUVINE menggunakan penyinaran dengan UV-C pada vessel pasteurisasi dan thermocontroller pada vessel fermentasi pada rentang suhu 40–45 oC, sehingga fermentasi dapat berjalan secara cepat yaitu selama 5 jam, bebas dari kontaminan dan kualitas yang lebih baik dari metode konvensional. Penerapan teknologi INUVINE pada UKM Istiqomah akan menghemat waktu proses pembuatan kefir sebesar 89 % dan peningkatan produksi mencapai 300 % dari produksi kefir secara konvensional. Kata kunci: kefir, pasteurisasi UV-C, fermentasi, thermocontroller ABSTRACT Carrotkefir is fermented carrot processed by utilizing lactic acid bacteria (Lactobacillus bulgaricus and Streptococcus thermophiles) (Cheirsilp et al, 2003). Temperature control on pasteurization (60-95 oC) and fermentation (40-45 oC) is an important thing to do. INUVINE (Integrated UV Parsteurisation and Chemostat Fermentation Lowgrade-Carrot Kefir Machine) is a bioreactor specially designed to provide 2 optimum conditions in the fermentation process of carrot kefir automatically using the principle of Chemostat (Continuous Culture). INUVINE uses irradiation with UV-C on pasteurized vessels and thermocontrol on fermentation vessels at 40-45 oC, so that fermentation can run rapidly only for 5 hours, free of contaminants and better quality than conventional methods. Implementation of INUVINE technology in UKM Istiqomah will save time of kefir production process by 89% and increase 300% of kefir production than conventionally. Keywords: kefir, pasteurization UV-C, fermentation, thermocontroller
30
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara penghasil Wortel di dunia dengan produksi rata-rata 549 ribu ton per tahun (Pusdatin, 2013). Pada tahun 2007, Kota Batu menduduki peringkat ketiga produksi wortel terbesar setelah Pasuruan dan Malang dengan produksi sebesar 6900 ton. Namun dari hasil lahan tersebut terdapat 810% wortel yang tidak dapat dijual karena tidak memenuhi karakter fisik yang dibutuhkan. Wortel dengan karakter tersebut biasanya disebut sebagai lowgradeyang hanya memiliki nilai ekonomis Rp. 2000,-kg, dan wortel dengan karakter fisik yang proporsional seharga Rp.6000,/kg. UKM di daerah Batumemanfaatkan wortel lowgradedengan mengolahnya menjadi diversifikasi produk berupa kefir. Kefir wortel merupakan hasil olahan wortel yang difermentasi dengan memanfaakan bakteri asam laktat (Lactobacillus bulgaricusdan Streptococcus thermophiles) (Cheirsilp et al, 2003). Kefir wortel telah dikenal oleh masyarakat luas baik karena rasa maupun manfaatnya bagi kesehatan. Industri skala rumah tangga yang melakukan produksi kefir wortel adalah UKM ISTIQOMAH dengan kemampuan produksi kefir wortel sebanyak 20 liter dalam dua hari masa inkubasi. Proses pembuatan kefir diawali dengan pasteurisasi sari wortel yang dilakukan dengan pemasakan diatas kompor. Setelah dilakukan pasteurisasi kemudian kultur stater yang mengandung bakteri untuk fermentasi dimasukkan setelah sari wortel dalam keadaan dingin ke dalam toples kaca. UKM ISTIQOMAH masih menggunakan metode konvensional dalam melakukan produksi dimana segala tahapan produksi dilakukan secara manual dan tradisional dengan teknologi sederhana. Proses fermentasi dilakukan dengan cara penambahan starter dan didiamkan pada suhu ruang selama 48 jam (2 hari) pada suhu kamar tanpa ada pengendalian suhu dan pH. Proses pendinginan sari wortel dilakukan dengan kontak udara secara langsung, sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi. Selain itu, proses penyaringan curd starterhasil fermentasi dan proses pengadukan juga dilakukan dengan
cara manual sehingga tingkat efisiensinya rendah. Hal utama yang perlu dilakukan dalam produksi kefir yaitu proses pasteurisasi bahan pada suhu antara 6095oC (tergantung metode pasteurisasi yang dipilih) dan proses fermentasi pada suhu 4045 oC. Temperatur merupakan salah satu kriteria penting yang menjadi syarat dalam perkembangbiakan bakteri agar hasil rasa dan tekstur yogurt yang dibentuk oleh bakteri dapat lebih maksimal (Corona et al., 2015). Sehingga, pengendalian temperatur sistem dalam proses fermentasi menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan. Oleh karena itu kami menawarkan teknologi kreatif untuk UKM ISTIQOMAH yaitu dengan menggunakan INUVINE (Integrated UV Parsteurisation and Chemostat Fermentation Lowgrade-Carrot Kefir Machine). INUVINE merupakan bioreaktor yang dirancang khusus untuk memberikan kondisi optimum pada proses fermentasi kefir wortel secara otomatis dengan menggunakan prinsip Chemostat (Continuous Culture)yaitu dengan menggunakan 10% dari hasil fermentasi pada vesseluntuk digunakan sebagai starter pada proses fermentasi kefir. INUVINE menggunakan penyinaran dengan UV-C pada vesselsterilisasi dan thermocontrollerpada vesselfermentasi pada suhu yaitu antara 40– 45 oC, sehingga fermentasi dapat berjalan secara cepat yaitu selama 5 jam, bebas dari kontaminan dan kualitas yang baik. INUVINE diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil produksi serta harga jual dari kefir wortel di UKM ISTIQOMAH Kelurahan Ngaglik Kota Batu, sehingga berdampak pada peningkatan profit dari UKM ISTIQOMAH. BAHAN DAN METODE Perancangan INUVINE terdiri dari lima system. Pertama, sistemlight heating, yaitu sistem yang berfungsi sebagai media proses pemanasan. Pada sistem ini digunakan lampu DOP 60 watt untuk menghangatkan bahan hingga mencapai suhu 40oC dimana merupakan suhu optimal dari makteri kefir. Proses pemanasan bahan akan diatur menggunakan sistem kontrol jenis PID.
31
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Kedua, sistem sterilisasi dengan menggunakan lampu UV C, 20 Watt sebanyak 3 buah dipasang secara kontinyu. Sterilisasi dilakukan selama 60 secara kontinue untuk sari wotel sebanyak 20 L. Sinar UV tingkat C ini bersifat membunuh mikroba dan pathogen pada jus dan aman dalam hal industri atau teknologi rekayasa pangan. Ketiga, sistem kontrol suhu pada INUVINE merupakan bagian yangberfungsi untuk untuk mengatur kinerja alat yang dengan parameter suhu yang sudah disesuaikan dengan suhu optimal pada fermentasi kefir. Setelah sari wortel dimasukkan ke dalam fermentor, lampu akan menyala hingga suhu dalam fermentor mencapai 45oC. Saat suhu mencapai 45oC, lampu akan mati sesuai perintah mikrokontroler, kemudian suhu dalam fermentor akan turun. Kemudian, saat suhu dalam fermentor pada 40oC lampu akan otomatis hidup kembali. Sistem ini akan menahan suhu dari 40oC-45oC secara terkontrol tidak melebihi 45oC dan tidak kurang dari 40oC. Sistem ini didukung oleh sensor suhu LM35 dan mikrokontroler jenis ATMega32. Adapun suhu 40oC-45oC menurut Ningtyas (2009) merupakan suhu sesuai untuk proses fermentasi yoghurt. Keempat, sistem pegadukan yang dilakukan secara manual, dengan memutar tuas pemutar, dimana berfungsi untuk mencampur starter dan sari wortel pasca sterilisasi selama 3 menit. Diletakkan pada INUVINE bagian atas fermentor. Dipilih manual, karena jangka dilakukannya hanya sebentar dan hemat listrik, sehingga mudah untuk dioperasikan. Kelima, perancangan kerangka INUVINE yang terdiri atas gabungan dari komponen tangki penampungan awal, kotak sterilisasi UV-C, reaktor fermentasi, pengaduk dan box sistem kontrol otomatis. INUVINE dirancang untuk kapasitas 20 liter baik pada penampungan awal ataupun pada fermentor dan secara keseluruhan berbahan dari stainles steel food grade 3014 2B. Pada perancangan kotak fermentor didesain berapisan steinless steel dan sterofoam, guna menjaga panas yang ada didalam fermentor. HASIL DAN PEMBAHASAN Penerapan INUVINE dapat meningkatkan Produktivitas UKM pada sektor minuman fermentasi seperti yoghurt dan kefir merupakan salah satu aspek yang menentukan keberhasilan suatu UKM dalam persaingan dunia usaha yang semakin ketat. Tingkat produktivitas
yang dicapai UKM merupakan indikator seberapa efisien UKM tersebut dalam mengkombinasikan sumber daya ekonomisnya saat ini. Perkembangan produktivitas dari periode ke periode dapat diukur berdasarkan indek total produktivitas dengan beberapa kriteria yaitu produktivitas tenaga kerja, produktivitas bahan baku, produktivitas modal, dan produktivitas energi. Kefir yang dihasilkan oleh UKM harus memenuhi keinginan dan kepuasan konsumen dengan mempertahankan kualitas guna meningkatkan loyalitas konsumen. Produk kefir yang dihasilkan oleh UKM mitra kami memiliki keunggulan yaitu menggunakan 70% bahan baku dari sari wortel sehingga meningkatkan varian rasa serta memiliki kandungan nutrisi yang lebih kompleks. Mutu produk yang sudah baik harus terus ditingkatkan dengan terus melakukan inovasi produk melalui peningkatan mutu dan kegunaan. INUVINE dapat meningkatkan kualitas dari produksi dengan bertambahnya konsistensi dalam produk yang dihasilkan yang berkaitan pula dalam keberhasilan proses fermentasi. Inovasi teknologi ini dapat meningkatkan tingkat higienitas dan tempat yang tidak berubah-ubah akan meminimalisasi tingkat kegagalan produksi, sesuai dengan permasalahan umum yang dihadapi oleh proses fermentasi yaitu suhu yang berubah-ubah sehingga proses fermentasi terganggu yang berujung pada kegagalan produksi. Indikator kegagalan fermentasi kefir ditandai dengan pH yang belum mencapai 3,5. Dengan adanya INUVINE, nantinya UKM mitra ditargetkan mampu melalukan produksi hingga 4 shift pengolahan setiap harinya atau volume produksi mampu mencapai 100 ltr/hari (tergantung permintaan). Dimana pada penggunaan Bioreaktor satu kali proses dengan proses terkontrol (40-45oC), hanya membutuhkan waktu fermentasi 4-5 jam. Selain itu tingkat kegagalan proses menggunakan INUVINE hanya mencapai 3%, sehingga kerugian akibat gagal fermentasi dapat diminimalisasi. Selain itu, INUVINE merupakan fermentor yang multifungsi sehingga dapat mengembangkan diversifikasi produk bagi UKM. SIMPULAN Penerapan teknologi INUVINE di UKM ISTIQOMAH Kota Batu dapat menghasilkan dampak baik terhadap kelangsungan hidup usaha kecil dan menengah. Penerapan teknologi INUVINE menunjukkan hasil berupa
32
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
peningkatan produktivitas, peningkatan kualitas kefir, dan berpengaruh secara langsung terhadap profit yang didapatkan oleh UKM ISTIQOMAH. Hasil menunjukkan bahwa teknologi INUVINE dapat meningkatkan produktivitas mencapai 300%. Teknologi INUVINE secara luas dapat diterapkan dalam Usaha Kecil Menengah (UKM) dalam bidang produk fermentasi lain seperti yogurt. Oleh karena itu, INUVINE merupakan teknologi yang tepat dalam pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) di Kota Batu secara khusus dan Indonesia secara umum. UCAPAN TERIMA KASIH Dalam melakukan program Foodsociopreneur, tim INUVINE mengucapkan terima kasih kepada Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang telah memberikan bantuan hibah dana guna menyukseskan program food-sociopreneur di UKM ISTIQOMAH. DAFTAR PUSTAKA Cheirsilp, Benjamas. Hirofumi, S., Hiroshi, S., Suteaki, S. 2003. Interactions between Lactobacillus kefiranofaciensand Saccharomyces cerevisiaein mixed culture for kefiran production. Journal of Bioscience and Bioengineering. vol. 96, no. 3, pp. 279-284 Corona,O., Randazzo,W., Alessandro,M., Guarcello, R., Nicola, F., Erten, H., Moschetti, G., and Settanni, L. 2015. Characterization of kefir-like beveragesproduced from vegetable juices. Food Science and Technology. Vol.66, no.3, pp. 187-199 Gultom, Yohanna Tetty. 2014. Uji Daya Terima dan Nilai Gizi Mi Basah yang Dimodifikasi dengan Tempe dan Wortel (Daucus Carota L.). Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan Kasperczyk, S., Michal D., Janusz K., Alina O., Jolanta Z., and Ewa B. 2014. BetaCarotene Reduces Oxidative Stress, Improves Glutathione Metabolism AndModifies Antioxidant Defense Systems In Lead-Exposed Workers. Toxicology and Applied Pharmacology Journal. 280: 36-41
Lucia, Suci. 2008. Optimasi Fermentasi Asam Kojat Galur Mutan Aspergillus flavus NTGA7A4UVE10. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamUniversitas Indonesia. Depok Ningtyas, Dian. 2009. Alih Teknologi Pembuatan Minuman Sehat Kefir d’carrotaKaya Vitamin A Berbasis Wortel Subgrade di Desa Ngaglik Batu, JawaTimur.LPPM. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya.Malang Pusdatin. 2013. Buletin Konsumsi Pangan. Pusdatin.setjen.pertanian.go.Id/tinymc puk/gambar/file/buletin-konsumsiTW42013.pdf. Diakses tanggal 2 Oktober 2016. Santhirasegaram, V., Zuliana R., Dominic S., Chandran S. 2015. Comparison of UVCtreatment and thermal pasteurization on quality of Chokanan mango (Mangifera indica L.) juice. Journal of Food and Bioproducts Processing. 94: 313-321 Simon, Philipp W. 1993. Carrot: Daucus carota L. Genetic Improvement of VegetableCrops. Impact of Agriculture in Human Life and Health. 33: 479-484 Syarifah, Hafara Hilma. 2010. Pengaruh Substitusi Wortel Parut pada Biskuit WortelDitinjau dari Kadar Beta Karoten dan Daya Terima. Skripsi. Fakultas IlmuKesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta Vardjan, T., Mohar Lorberg, Rogelj, I., Canzek M. 2013. Characterization and stabilityof lactobacilli and yeast microbiota in kefir grains. Journal of Dairy Science. 96(5): 2729–2736
33
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
PENGOLAHAN SLURRY BERBASIS SISTEM PERTANIAN TERPADU SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS (MDG’s) (Studi Kasus Dusun Bendrong) Slurry Processing Based On Integrated Farming System As An Effort To Create Millenium Development Goals (MDGs) (Case Study Bendrong Village) Qoirul Irfandri1, Mohammad Safrizal2, Devi Wahyu Istati1, Delia Muliawati1, Fathillah Nurrachmadiati2, Dewi Maya Maharani2 1Teknologi
Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Jl. Veteran Malang 65145 Indonesia Email:
[email protected]
2Keteknikan
ABSTRAK Dusun Bendrong, Desa Argosari, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang merupakan salah satu wilayah pedesaan yang sangat berpotensi untuk dikembangkan. Dusun Bendrong merupakan salah satu dusun yang memperoleh program sanitasi biogas oleh pemerintah. Berdasarkan hasil survey menunjukkan bahwa terdapat 77 instalasi biogas di dusun Bendrong dan menghasilkan limbah slurry sebanyak 15.400 kg setiap harinya. Limbah slurry yang dihasilkan hanya dimanfaatkan sebanyak 25% dan sisanya dibuang dan dialirkan ke sungai. OASIS merupakan solusi alternatif baru pengelolaan limbah slurry yang lebih efektif, efisien dan bermanfaat. Penanganan limbah slurry dilakukan berdasarkan konsep Integrated Farming System. Integrated Farming System adalah sistem yang menggabungkan kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan ilmu yang terkait dengan pertanian dalam satu lahan, sehingga diharapkan dapat sebagai salah satu solusi untuk meningkatkan produktivitas lahan. Tujuan program kreativitas mahasiswa pengabdian masyarakat ini adalah mengetahui cara yang paling efektif memberikan pemahaman kepada masyarakat sasaran bahwa limbah dapat diolah menjadi produk yang bermanfaat dan bernilai ekonomi, mengetahui cara pengelolaan limbah slurrydan organik menjadi media cacing tanah, pupuk cair, pakan cacing dan media tanam sayuran, serta menerapkan budidaya cacing dan sayuran berbasis Integrated Farming System untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sasaran. Kata Kunci : Integrated farming system, OASIS, pengolahan limbah , slurry ABSTRACT Bendrong Hamlet, Argosari Village, Jabung Sub-district, Malang Regency is one of the most potential rural areas to be developed. Bendrong hamlet is one of the hamlets that get biogas sanitation program by the government. Based on the survey results showed that there are 77 biogas installations in Bendrong village and produce 15,400 kg of slurry per day. The waste of slurry is only used as much as 25% and the rest is discharged and flowed into the river. OASIS is alternative solution to effective, efficient and useful waste management is needed. The handling of slurry based on the concept of Integrated Farming System. Integrated Farming System is a system that combines the activities of agriculture, animal husbandry, fishery, forestry and agriculture-related science in a single field, so it is expected to be one solution to increase land productivity. The purpose of this program is to know the most effective way to give understanding to the target community that waste can be processed into a useful
34
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 product and economic value, knowing how to manage slurry and organic waste into earthworm, liquid fertilizer, worm and vegetable planting media , and apply the worm and vegetable cultivation based Integrated Farming System to improve the welfare of target communities. Keyword: Integrated farming system, OASIS , slurry, waste processing
PENDAHULUAN Desa Argosari terletak di Kecamatan Jabung Kabupaten Malang Jawa Timur. Kondisi fisik Desa Argosari didominasi oleh kawasan perhutanan dan persawahan yaitu seluas 216.328 hektar, sisanya merupakan wilayah pemukiman dan makam. Jumlah penduduk di Desa Argosari sebanyak 1.625 jiwa warga dengan jumlah laki-laki sebanyak 757 jiwa warga dan jumlah perempuan sebanyak 868 jiwa. Sebanyak 7% warga Desa Argosari adalah remaja yang berusia 12-25 tahun. Penduduk Desa Argosari bekerja sebagai peternak sapi dan buruh tani yaitu sebanyak 80%, sedangkan 20% sisanya merupakan warga yang bekerja sebagai petani (13%), wiraswasta (3,2%), PNS (2%), pertukangan (2%), dan penjahit (0,8%). Jumlah total sapi perah yang ada di Desa Argosari yaitu sebanyak 507 ekor sedangkan total luas lahan pertanian dan perkebunan di desa ini yaitu 236.488 hektar. Tingkat pendidikan masyarakat Desa Argosari masih cukup rendah yaitu 71% (1154 orang) lulusan SD, 16% (260 orang) lulusan SMP, 9% (147 orang) lulusan SMA, dan sisanya tidak merasakan dunia pendidikan yaitu sebanyak 4% (65 orang) (Catatan Sipil Desa, 2015). Desa Argosari merupakan salah satu desa yang terletak di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) dan termasuk salah satu wilayah konservasi lingkungan dalam pelestarian hutan dan perlindungan air bersih di Jawa Timur. Desa Argosari terkena program sanitasi biogas oleh pemerintah sehingga terdapat 60 instalasi biogas yang digunakan oleh 272 (60%) kepala keluarga di desa tersebut. Banyaknya jumlah instalasi biogas di Desa Argosari menjadikan limbah biogas (slurry) yang dihasilkan cukup banyak yaitu 300-500 kg per hari. Disisi lain jumlah limbah rumah tangga dan pertanian yang dihasilkan semakin meningkat, dalam satu hari
terdapat lebih dari 687 kg limbah rumah tangga yang terdiri dari 48,2% limbah organik dan 52,8% limbah anorganik serta 1919,7 kg limbah pertanian. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat menjadikan limbahlimbah tersebut belum termanfaatkan secara optimal. Selama ini hanya beberapa warga yang sesekali memanfaatkan limbah-limbah tersebut khususnya slurry biogas menjadi pupuk organik tanaman, namun limbahlimbah lainnya hanya dibuang begitu saja. Akibatnya jumlah limbah-limbah tersebut terus bertambah setiap harinya hingga mencemari lingkungan sekitar dan menjadikan desa memiliki image kurang bersih. Oleh karena itu dibutuhkan solusi alternatif baru pengelolaan limbah rumah rumah tangga, pertanian, dan peternakan yang lebih efektif, efisien dan bermanfaat. Berdasarkan permasalahan tersebut, tim pelaksana melaksanakan Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat di Dusun Bendrong Desa Argosari Kecamatan Jabung Kabupaten Malang, Jawa Timur dengan judul “OASIS (OptimalisasiSlurry BerbasisIntegrated Farming System): Program pengolahan limbah Slurry berdasarkan Integrated Farming System sebagai upaya untuk mewujudkan Millenium Development Goals dengan tercapainya kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat. Program Oasis merupakan salah satu upaya dalam mendukung gerakan pembangunan Desa Semesta Nasional. Penerapan OASIS dengan memanfaatkan limbah organik, limbah Slurry serta dedaunan yang ada di Dusun Bendrong menjadi produk-produk yang bermanfaat dan bernilai ekonomi. Sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Dusun Bendrong serta masyarakat mendapatkan pemasukan tambahan
35
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 Integrated Farming System Integrated Farming System. Integrated Farming System adalah sistem yang menggabungkan kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan ilmu yang terkait dengan pertanian dalam satu lahan, sehingga diharapkan dapat sebagai salah satu solusi untuk meningkatkan produktivitas lahan (Simanjuntak, 2011). Millenium Development Goals (MDGs) Millenium Development Goals (MDGs) adalah Deklarasi Milenium hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari 189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang mulai dijalankan pada September 2000, berupa delapan butir tujuan untuk dicapai (Depdiknas, 2005). OASIS OASIS merupakan suatu program pemberdayaan masyarakat danpengolahan limbah slurry di dusun Bendrong, desa Argosari, Malang. Progam OASIS terdapat 3 program yaitu budidaya cacing dengan media slurry, pembuatan pupuk cair dari komponen cair slurry, dan budidaya sayur dengan media kotoran cacing. Targetnya dari program OASIS adalah tercapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat. Sehingga dapat diketahui bahwa tujuan utama dari program yang kami usulkan adalah meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. BAHAN DAN METODE Tahapan program Pengolaan Slurry Berbasis Sistem Pertanian Terpadu Masyarakat Dusun Bendrong meliputi Pemanfaatan Limbah biogas (Slurry), Budidaya Cacing, dan Budidaya Sayuran. Tahapan awal program dimulai dengan sosialisasi program. Dimana program berisikan kegiatan yang meliputi: a. Pemanfaatan Slurry sebagai media budidaya cacing, b. Pemanfaatan Slurry sebagai pupuk cair, c. Pembuatan rak budidaya cacing, d. Pembibitan, pemeliharaan dan pemanenan cacing, e. Pembuatan rak budidaya sayur; dan f. Pembuatan media sayur.
Dalam pelaksanaan kegiatan program ini melibatkan peserta pelaksanaan yaitu 20 Orang Remaja Masjid Dusun Bendrong. Adapun Tujuan dari program ini, diharapkan peserta mampu memahami program OASIS, mengetahuiu manfaat dan cara pemanfaatan Slurry (Limbah Biogas). Indikator Keberhasilan program OASIS, setelah mengikuti program ini peserta diharapkan dapat: a. Menerapkan program OASIS dalam kegiatan sehari-hari, b. Mampu memanfaatkan limbah biogas (slurry) menjadi media budidaya cacing, c. Mampu memanfaatkan limbah biogas (slurry) menjadi pakan cacing, d. Mampu memanfaatkan kotoran cacing menjadi media tanam sayur; dan e. Mampu meningkatkan pendapatan peserta pelatihan dari hasil budidaya cacing dan budidaya sayuran yang telah dilakukan. HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Persiapan yang dilakukan diantaranya adalah survey lokasi tempat atau lahan budidaya cacing di Dusun Bendrong, selain itu juga dilakukan survey ke beberapa mitra penjualan dan pembibitan cacing serta seseorang yang sudah ahli dalam bidang percacingan. Survey mitra penjualan dan pembibitan dilakukan di 2 tempat yaitu di tempat bapak Adam yang berlokasi di daerah Sukun, Malang dan di tempat bapak Triwanto yang berlokasi di daerah gunung Kawi. Sedangkan survey yang dilakukan kepada seseorang yang telah ahli dalam bidang budidaya cacing adalah di tempat bapak Mislan yang berlokasi di daerah Dau, Malang. Lokasi yang dipilih adalah rumah warga yang digunakan sebagai tempat kegiatan rutin membaca surat Yasiin setiap hari Selasa. Persiapan lain yang dilakukan adalah dengan melakukan trial pembuatan media hidup cacing, budidaya cacing, dan pembuatan pupuk cair dengan mengambil sampel slurry di Dusun Bendrong. Penyusunan modul Oasis dimulai dari tanggal 14 Maret 2017.
36
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 Sosialisasi Sosialisasi dilaksanakan pada tanggal 4 April 2017 bertempat di rumah salah satu anggota Remaja Masjid Dusun Bendrong. Sosialisasi dilakukan seusai kegiatan rutin setiap malam Rabu yaitu pembacaan surat Yasiin dan Tahlil bersama-sama. Sosialisasi dilakukan dengan penyampaian materi, diskusi, dan tanya jawab. Sosialisasi dihadiri oleh 20 peserta yang keseluruhan merupakan anggota Remaja masjid Dusun Bendrong yang berjenis kelamin laki-laki yang umumnya adalah kepala rumah tangga. Sebelum dilaksanalan kegiatan sosialisasi terlebih dahulu disebarkan kuesioner kepada 20 peserta sosialisasi sebagai responden dengan hasil rekapitulasi kuesioner yang dapat dilihat dari Tabel 1. Tabel 1. Hasil Rekapitulasi kuesioner setelah dilakukan sosialisasi program OASIS Indikator Ya Tidak Budidaya 2 18 Cacing Media hidup 20 cacing dari slurry Pembuatan 20 media cacing Budidaya 3 17 sayuran di lahan Pemanfaatan 7 13 slurry Pembuatan 2 18 pupuk cair Pemanfaatan 20 kascing Media 20 tanam sayur dari kascing Ketertarikan 20 dengan program Pelaksanaan 1. Pelatihan Pembuatan Pupuk Cair Pelatihan pembuatan pupuk cair dilakukan bersamaan dengan pelatihan pembuatan media hidup cacing yaitu pada tanggal 9 April 2017. Platihan dilakukan
dengan cara pemisahan komponen padat dan cair slurry yang mana komponen padat dijadikan sebagai media hidup cacing dan komponen cair digunakan sebagai pupuk cair. 2.
Pelatihan Pembuatan Media Hidup Cacing dan Rak Budidaya Cacing Pelatihan Pembuatan media dan rak budidaya cacing dilakukan pada tanggal 9 April 2017. Tahap pertama dilakukan praktik langsung bersama masyarakat sasaran pembuatan media hidup cacing terbuat dari padatan limbah slurry biogas yang sudah dipisahkan antara padatan dengan cairan. Tahap kedua yaitu pelatihan pembuatan rak budidaya cacing dengan ukuran 0, 70 m x 2 m. Melalui tahap tersebut saat ini remaja masjid Dusun Bendrong telah memiliki budidaya cacing sejumlah 2 rak berukuran 0,70 m x 2 meter dan dua drum berukuran 50 liter. 3.
Pelatihan Budidaya Cacing Pelatihan budidaya cacing dilakukan pada tanggal 21 April 2017. Pelatihan budidaya cacing disertai dengan penebaran bibit cacing seberat 20 kilogram kedalam media tumbuh cacing yang diawasi dan diarahkan oleh mitra penjualan dan pembibitan. Ketercapaian Target Luaran Indikator ketercapaian program Oasis adalah terwujudnya Millenium Development Goals (MDGs) di Dusun Bendrong. Hal tersebut dapat dilihat dengan tercapainya target luaran sebagai berikut: 1. Terlaksananya program budidaya cacing di dusun Bendorng oleh Remaja Masjid. Program budidaya cacing di dusun Bendrong telah dilaksanakan pada tanggal 21 April 2017 dan sebelumnya telah dilakukan berbagai persiapan seperti pembuatan rak dan media 2. Masyarakat sasaran dapat mengolah limbah slurry biogas, limbah organik rumah tangga dan pertanian menjadi pupuk cair, media tumbuh cacing dan selanjutnya akan dapat memanfaatkan kotoran cacing (kascing0 yang dihasilkan dari budidaya cacing.
37
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 3. Pelatihan budidaya cacing dan budidaya sayuran membuka peluang usaha bagi masyarakat sasaran. Tabel 2. Pemanfaatan slurry sebelum dan sesudah program dilaksanakan Limba h Slurry
Budidaya cacing tanah dapat memberikan hasil yang besar dengan penanganan yang baik. Penerapan program ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dusun Bendrong.
Sebelum
Sesudah
Manfaat
SIMPULAN
Tidak termanfaatk an
1. Sebaga i bahan pembu atan media hidup cacing
Limbah dapat termanfaatk an dan tidak terbuang sia-sia. Cacing dapat hidup dengan baik dengan media limbah slurry Dapat bernilai ekonomis karena dapat diperjualkan . Selain itu juga dapat menyuburk an tanaman
OASIS (Optimalisasi Slurry Berbasis Integrated Farming System adalah salah satu program pengolahan limbah Slurry berdasarkan Integrated Farming System sebagai upaya untuk mewujudkan Millenium Development Goals dengan tercapainya kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat. Program Oasis merupakan salah satu upaya dalam mendukung gerakan pembangunan Desa Semesta Nasional. Penerapan OASIS dengan memanfaatkan limbah organik, limbah Slurry serta dedaunan yang ada di Dusun Bendrong menjadi produk-produk yang bermanfaat dan bernilai ekonomi. Sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Dusun Bendrong serta masyarakat mendapatkan pemasukan tambahan.
2. Sebaga i bahan baku pembu atan pupuk cair
Potensi Hasil Kegiatan pengabdian masyarakat OASIS sangat memberikan manfaat bagi masyarakat Dusun Bendrong yaitu terbentuknya pusat pengolahan limbah di Dusun Bendrong diharapkan dapat menjadi pusat pengolahan sampah. Limbah organik maupun kotoran bekas cacing dapat dimanfaatkan menjadi sesuatu yang bernilai tambah sehingga dusun Bendrong dapat terbebas dari pencemaran lingkungan. Penerapan program OASIS juga dapat memudahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sayur, pupuk tanaman, serta nutrisi cacing. Potensi besar dari program ini adalah dapat meningkatkan penghasilan masyarakat Dusun Bendrong dari penjualan cacing. Cacing tanah merupakan komoditi ekspor yang belakangan ini mendapat respon yang besar dari para petani ataupun pengusaha. Hal ini disebabkan karena besarnya permintaan pasar internasional dan masih kurangnya produksi cacing tanah.
UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Universitas Brawijaya dan Fakultas Teknologi Pertanian serta Wakil Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Bapak Yusuf Hendrawan, STP, M.App. Life. Sc.Ph.D dan dosen pembimbing Ibu Dewi Maya Maharani, STP, M.Sc, yang selalu memberi arahan serta motivasi, serta Remaja Masjid Dusun Bendrong selaku mitra pelaksanaan Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat ini. DAFTAR PUSTAKA Depdiknas. 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Dikmenum. Depdiknas, Jakarta Simanjuntak S B. 2011. Pengantar Ilmu Pertanian. FP USU, Medan
38
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
PENGEMBANGAN PERTANIAN HIDROPONIK DENGAN PEMANFAATAN TEKNOLOGI DESTILASI AIR LAUT DI DUSUN SENDANG BIRU The Development Of Hydroponic Agricultural With the Utilization of Seawater Distillation Technology in Sendang Biru Village Adamsyah Harika1, Diki Darmawan2, Laela Fitrian3i, Lantip Titik Sarici4, Rizki Adha Lubis5 1,2,3,5Program 4Program
Studi Keteknikan Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang Studi Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang
Email:
[email protected] Jalan Veteran, Kota Malang, Jawa Timur 65145, Indonesia
ABSTRAK Dusun Sendang Biru merupakan kawasan pesisir yang sangat sulit untuk dibudidayakan sayur-sayuran. Beberapa faktor penyebabnya diantara lain konisi tanah yang mudah terosi dan tiak subur serta kurangnya persediaan air bersih. Disamping itu, potensi lahan pertanian yang dapat dijadikan untuk pertanian holtikultura hanya seluas 2 Hektar, dengan kapasitas produksi 10 ton. Melihat kondisi yang ada maka sangat tidak mungkin dilakukan budidaya sayursayuran secara konvensional. Solusi alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah pemanfaatan potensi air laut yang dimiliki dengan menggunakan teknologi destilasi air laut. Namun, perlu dilakukan penyadaran dan pemberdayaan terlebih dahulu kepada masyarakat. Acyla-system (Agrocoastal with Distilation System) merupakan konsep pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan destilasi air laut sebagai media pertanian hidroponik.Metode pelaksanaan program ini meliputi 1) Sosialisasi, 2) Pelatihan Pembuatan hidroponik, 3) Pelatihan Pembuatan destilator, , 5) pelatihan Kewirausahaan, 6) Monitoring Evaluasi, 7) penyusunan laporan. Melalui penerapan program ini telah dibangun destilator dengan dimensi panjang, lebar, tinggi belakang serta tinggi depan: 90 cm x 80 cm x 60 cm x 20 cm yang mampu menghasilkan air dengan volume 500-600 ml/hari yang dapat digunakan untuk 2 liter bak hidroponik. Warga dapatmemanfaatkan air bersih tersebut sebagai media pertanian hidroponik, sehingga warga dapat mengembangkan pertanian hidroponik secara mandiri dan bisa mensejahterahkan perekonomian melalui hasil pertanian hidroponik yang dikembangkan sebagai usaha yang berkelanjutan. Adapun artikel ilmiah ini ditulis sebagai bagian dari penelitian yang akan dikembangkan. Kata Kunci: Sendang Biru, Destilasi, Acyla-system ABSTRACT Sendang Biru is a coastal area which doesn’t support for thethe cultivation of vegetables. Some factors that influences are the land in this village is commonly consisted of chalk which is prone to erosion and is not fertile, the oter factor is lack of clean water.Besides, the potential of farming land which can be used for horticulture is only 2 hectares in area with the production capacity of 10 tons. So, it is very impossible to cultivete the vegetables with convensional system. An alternative solution to overcome the problem is the utilization of the potential of seawater by using the technology of distillation of seawater. But, it is need to give awarness and empowering the communiity firstly. Acyla-system is the concept of community ompowerment in the utilisation of seawater destillation as an attempt to develop hydroponi farming in the coastel area. The methods of this program are 1) Socialisation, 2) Hydroponics Training, 3) Destillator-making Training, 5) Entrepreneurship Training, 6) Monitoring and Evaluation, 7) Reporting. Through the application of this program, destillator has been built with the length, width, back height, and front height of 90 cmx 80 cm x 60 cm x 20 cm which is able to generate 500-600 ml of water a
39
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
day that can be used for 2 liters of hydroponic basin. The people in this community can utilize the clean water as a media for hydroponics, so that they can develop hydroponic farming independently and can improve the economy through the hydroponic farming crops which is developed as a sustainable and continuous activity. This paper is written as part of on going research. Keywords: Sendang Biru, Distillation, Acyla-system PENDAHULUAN Dusun Sendang Biru merupakan kawasan pesisir yang terletak di Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang.Dusun ini berada dalam kawasan Clungup Mangrove Conservation (CMC), karena kondisi fisik Dusun Sendang Biru adalah kawan pesisir pantai danbebatuan kapur.Jumlah penduduk Dusun Sendang Biru sebesar 4.986 jiwa, dengan rincian lakilaki berjumlah 2.276 jiwa dan perempuan berjumlah 2.710 jiwa (Catatan Sipil Dusun Sendang Biru, 2012). Melimpahnya potensi air laut menjadikan sebagaian masyarakat Dusun Sendang Biru berprofesi yaitu sebagai nelayan (60%), petani (36,7%) dan sisanya sebagai buruh, pedagang serta PNS. Hal tersebut manjadikan Dusun Sendang Biru sebagai Tempat Pelelangan Ikan (TPI).Sehingga pola konsumsi masyarakat cenderung mengkonsumsi ikan daripada sayur-sayuran. Padahal sayuran merupakan salah satu bahan makanan yang kaya akan sumber zat gizi yang penting dan dibutuhkan oleh tubuh (Melfika dkk., 2012). Permasalahan utama kurangnya konsumsi sayuran di Dusun Sendang Biru yaitu lahan pertanian yang ada di Dusun tersebut hanya 2 hektar (Desa Tambakrejo, 2012). Namun, lahan tersebut hanya sebatas digunakan untuk tanaman seperti singkong dan pisang. Hal tersebut dikarenakan kondisi fisik tanah di Dusun Sendang Biru yang terdiri dari batuan kapur dan tanah yang mengandung kadar garam tinggi, mengakibatkan pertumbuhan tanaman seperti sayur-sayuran tidak optimal bahkan tidak dapat tumbuh. Hal tersbut semakin diperparah dengan kebutuhan sumber air yang tidak
mendukung untuk budidaya pertanian. Air yang ada di dusun sendang biru merupakan air payau dan mengandung kapur yang tinggi. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyrakat akan besarnya potensi air laut sebagai media bercocok tanaman menjadikan pemanfaatan air laut belum optimal. Selama ini untuk penyedian sayur masyarakat Dusun Sendang hanya bergantung pada penjual keliling yang datang dari luar Desa, sehingga harga sayuran menjadi 2 kali lipat lebih mahal. Berdasarkan permsalahan diatas tim pelaksana Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarkat di Dusun Sendang Biru Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang dengan judul AcylaSystem (Agrocoastal With Distillation System): Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dalam Pemanfaatan Destilasi Air Laut Sebagai upaya Pengembangan Pertanian Hidroponik di Dusun Sendang Biru Desa Tambakrejo Kecamatan Sumbermanjing Kabupaten Malang merupakan progam pengembangan sistem pertanian hidroponik di daerah pesisir dengan memeanfaatkan potensi air laut sebagi media pertumbuhan tanaman. Melalui program Acyla-System masyrakat Dusun Sendang Biru dapat memenuhi kebutuhan sayur sehari – hari sehingga terwujudnya hidroponik mandiri di Dusun Sendang Biru.Selain itu, masyarakat Dusun Sendang Biru dapat menjadikan sayuran bernilai ekonomi tinggi dengan diolah menjadi es krim dan keripik sayur.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Pelaksanaan
40
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Program ini dilaksanakan di Dusun Sendang Biru Desa Tambak Rejo Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang. Waktu pelaksanaan pengabdian ini yaitu selama 5 bulan yaitu mulai proses persiapan hingga aplikasi program. Peralatan dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam pembuatan distilator air laut dan hidroponik yaitu gergaji besi, bor tangan, hole saw, pH meter dan TDS meter, aerator, bak (berukuran 28 cm x 35 cm x 15 cm), ember, styrofoam, gelas plastik bekas, netpot, kain flanel, kawat, pipa PVC ½ inci, sambungan pipa PVC ½ inci, pipa PVC 3 inci, sambungan pipa PVC 3 inci, kaca 5 mm, besi siku serta kayu. Alat yang digunakan tersebut merupakan hasil kerjasama antara tim pelaksana pengabdian masyarakat dengan kelompok wanita nelayan. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain air laut, benih sawi, benih selada, benih bayam, benih kangkung, nutrisi A dan B mix, rockwool, Ph Up dan Ph Down. Persiapan Tahap Perijininan Proses perijinan pengabdian masyrakat ditujukan langsung kepada 2 lembaga yaitu Kepala Desa di Dusun Sendang Biru dan Kepala UPT P2SKP Pondok Dadap selaku pengelola dan pengawas di daerah pesisir pantai Sendang Biru, sehingga mendapat ijin pendirian teknologi distilator air laut di area tepi pantai Sendang Biru. Pembuatan Modul Pembuatan modul digunakan sebagai media penunjang dalam pelaksanaa program Acyla-System. Modul yang dibuat berisi tentang pengenalan program AcylaSystem, metode pemanfaatan air laut untuk tanaman hidroponik, budidaya hidroponik (meliputi : penyemaian, pindah tanam, perawatan dan pemeliharaan) serta pembuataan es krim sayuran dan kripik sayur. Pembuatan Teknologi Distilator Air Laut
Teknologi Distilator Air Laut dibuat dengan berbahan dasar kaca agar dapat menghasilkan uap air dari hasil destilasi yang optimal.Ditilator memiliki 2 bagian yaitu bagian penguapan air laut dan dinding tempat mengalirnya titik- titik embun. Teknologi ini berukaran panjang, lebar, tinggi bagian belakang dan tinggi bagian depan yaitu 90 cm x 80 cm x 60 cm x 20 cm. Volume air laut maksimal yang dapat di tampung di dalam ruang penguapan adalah 10 liter. 3.2 Tahap Pelaksanaan Kegiatan Sosialisasi Sosialisasi program Acyla-System adalah tahap awal pengenalan program kepada masyarakat Dusun Sendang Biru. Tujuan dilaksankannya tahap sosisalisasi adalah memberikan gambaran dan manfaat kepada masyarakat sasaran mengenai program Acyla-System. Tahap ini dilakukan dalam 3 sesi yaitu pemaparan program, diskusi dan tanya jawab serta dilakukan pembagian kuisioner tentang pemahaman program dan ketertarikan masyrakat sasaran dengan program AcylaSystem. Pelatihan Pembuatan Air Distilasi Pada tahap ini dilakukan praktek secara langsung kepada masyarakat sasaran tentang pemanfaatan air laut menjadi air bersih. Langkah pertama pembuatan air bersih yaitu dilakukan pengambilan air laut di pantai Sendang Biru dengan volume air laut sebanyak 10 Liter. Air laut dimasukkan ke dalam bak penampungan di dalam ruang penguapan, setelah itu ditunggu sampai titik titik uap jatuh kepenampungan air bersih. Air bersih yang dihasilkan akan digunakan media pertumbuhan hidroponik oleh kelompok wanita nelayan. Pelatihan Pembuatan Hidroponik Pelatihan pembuatan hidroponik terdiri dari dua tahap yaitu pembuatan instalasi hidroponik dan tahap budidaya hidroponik.Adapuntahapan pelaksanaannya sebagai berikut.
41
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
1.
Pembuatan Instalasi Hidroponik Masyarakat sasaran melakukan praktek langsung pembuatan instalasi hidroponik tipe apung. Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan hidroponik apung yaitu bak berukuran 28 cm x 35 cm x 15 cm , styrofoam ketebalan 2 cm, kawat, netpot dan kain. Proses pembuatan instalasi hidroponik yaitu pertama styrofoam di potong sesuai ukuran bak kemudian styrofoam dilubangi dengan jarak antar lubang 10 cm – 15 cm sebagai tempat net pot. Tahap selanjutnya dilakukan pemotongan kain berukuran 10 cm x 2 cm. Kain tersebut berfungsi untuk membantu penyerapan air ke akar tanaman.
2. Tahap Budidaya Hidroponik Tahap ini meliputi tahap penyemaian dan pembuatan serta pemberian nutrisi Penyemaian Benih tanaman yang di terapkan yaitu benih sawi, kangkung, selada dan bayam. Proses penyemaian dilakukan peraktek secara langsung bersama masyarakat sasaran, sehingg masyarakat dapat mengerti teknik penyemaian yang baik dan benar. Media penyemaian menggunakan rockwool sebagai tempat perkecambahan benih.Langkah pertama rockwool dipotong dadu berukuran 2 cm x 2 cm, kemudian hasil potongan tersebut di basahi dengan air. Rockwool yang telah dibasahi di beri lubang sedalam 3 mm sampai 5 mm, selanjutnya benih diletakkan dalam lubang. Benih akan berkecambah antar 12 sampai 16 jam. Pembuatan dan Pemberian Nutrisi Tahap ini kelompok wanita nelayan melakukan praktek langsung dalam pembuatan dan pemberian nutrisi.nutrisi digunakan sebagai unsur hara tanaman. Pemberian nutrisi di dasarkan pada perbandingan air yang digunakan. Setiap 1 liter air ditambahkan 5 ml nutrisi A dan 5
ml nutrisi B. Pemberian nutrisi dilakukan setiap air dalam bak habis. Pelatihan kewirausahaan Tahap ini bertujuan untuk memberikan pemahaman secara langsung kepada masyarakat mengenai wirausaha sehingga dapat dipasarkan didaerah sekitar. Masyarakat akan diajarkan cara memilih target pasar yang sesuai dan bagaimana cara memasarkan hasil sayuran hidroponik dengan menawarkan kualitas yang tinggi. Pada tahap ini masyarakat juga akan diajarkan bagaimana mengolah hasil sayuran hidroponik menjadi suatu produk seperti es krim sawi dan keripik selada. Melalui tahap ini diharapkan masyarakat sasaran dapat memperoleh penghasilan tambahan sehingga dapat mensejahatrakan hidup mereka. Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan evaluasi bertujuan untuk melihat perkembangan dari Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat yang dilakukan. Dalam pelaksanaan program ini, akan diketahui apakah ditemukan kendala, berbagi ilmu untuk mengatasi kendala, sehingga program ini akan berjalan dengan lancar dan bermanfaat bagi masyarakat sasaran, yakni masyarakat Dusun Sendangbiru Desa Tambakrejo Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang. Monitoring dan evaluasi akan dilakukan tiap 2 minggu sekali. HASIL DAN PEMBAHASAN Terciptanya Teknologi Distilasi Air Laut Di Dusun Sendang Biru Melalui program ini telah mampu menciptakan teknologi destilasi air laut yang memiliki dimensi panjang, lebar, tinggi belakang serta tinggi depan: 90 cm x 80 cm x 60 cm x 20 cm dengan tipe kaca penutup satu kemiringan. Dimana penambahan volume air laut dalam basin sebanyak 10 liter dapat menghasilkan air bersih sebanyak 1360 ml/hari (Mulyanef,
42
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
2014). Sementara untuk pertanian hidroponik menggunakan sistem bak membutuhkan media air sebanyak ±1500 ml. Sehingga air bersih yang dihasilkan tersebut mampu mencukupi kebutuhan untuk 1 hidroponik sistem bak. Teknologi ini dapat diaplikasikan dengan mudah oleh masyarakat Sendang Biru dan sudah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pertanian hidroponik.
Gambar 1. Penggunaan Destilasi Air Laut oleh warga UCAPAN TERIMAKASIH Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan program ini. Kritik dan saran dari para pembaca sangat kami harapkan. DAFTAR PUSTAKA Mulyanef, Burmawi dan Muslimin K., 2014.Pengolahan Air Laut menjadi Air Bersih dan Garam dengan Destilasi Tenaga Surya. Jurnal Teknik Mesin Vol.4, No.1, Aoril 2014 : 25-29
43
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
PEMANFAATAN AIR LIMBAH JAMUR TIRAM SEBAGAI SEBAGAI SOLUSI PEMBUATAN PENYEDAP RASA ALAMI PADA UKM AGRONUSA MUSHROOM KEC. BUMIAJI KOTA BATU The Use of Oyster Mushroom Waste Water as A Solution for Making Organic Flavour Enhancer at UKM Agronusa Mushroom Kec. Bumiaji Kota Batu Linda Novitasari1*, Sisca Ikke Wulandari1, Wahyu Wulantiasari1, Andy Pratama Nugraha1, Anggara Nur Rushydi1 1Jurusan
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Jl. Veteran – Malang 65145 *E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Jamur tiram merupakan komoditas sayur-sayuran yang sangat potensial untuk dikembangkan dan diarahkan untuk memperbaiki keadaan gizi melalui penganekaragaman jenis bahan makanan serta memiliki peluang ekspor yang cukup besar. UKM Agronusa Mushroom saat ini adalah pengolahan air limbah rebusan jamur tiram yang dihasilkan dari proses produksi. Air limbah rebusan jamur tiram yang dihasilkan dari seluruh proses produksi pada UKM Agronusa Mushroom adalah sebesar 40 L dari total 50 Kg jamur tiram yang digunakan setiap harinya. Dalam proses produksi olahan jamur tiram di UKM Agronusa Mushroom penyedap rasa juga menjadi salah satu bahan yang penting, mengingat semua produk olahan menggunakan penyedap rasa sebagai salah satu bahannya. Kebutuhan penyedap rasa pada UKM Agronusa Mushroom memakan sekitar 5% dari keseluruhan biaya produksi. Solusi untuk mengatasi permasalahan di UKM Agronusa Mushroom adalah dengan M-Nafer (Mushroom Flavour Enhancer). M-Nafer meliputi 2 bagian yaitu pembuatan penyedap rasa dan alat. Formulasi yang digunakan dalam pembuatan penyedap rasa M-Nafer adalah limbah jamur yang telah dipekatkan hingga 10%, dekstrin dengan perbandingan 4:3 (dekstrin:bahan) dan garam 4%. Alat yang digunakan menggunakan teknologi EMD (Electric Mixer-Dryer Technology). Teknologi ini menggunakan pengadukan dan pengeringan dalam 1 alat di lengkapi dengan kontrol suhu 60-65oC. Kata Kunci: Jamur Tiram, Limbah Jamur, Penyedap Rasa ABSTRACT Oyster mushroom is a vegetable commodity that is very potential to be developed and directed to improve the state of nutrition through diversification of foodstuffs and has a considerable export opportunities. SME Agronusa Mushroom is currently processing oyster mushroom boiled water generated from the production process. The oyster mushroom waste water produced from all production processes at SME Agronusa Mushroom is 40 L of the total 50 Kg of oyster mushroom used every day. Agronusa Mushroom flavor is also one important ingredient, remind all processed products using flavor as one of the ingredients. The flavoring requirement of SME Agronusa Mushroom cattle is about 5% of total production cost. The solution to solve the problem in SME Agronusa Mushroom is with M-Nafer (Mushroom Flavor Enhancer). M-Nafer covers 2 parts: flavoring and tool making. The formulations used in the preparation of M-Nafer flavoring are fungal waste which have been concentrated to 10%, dextrin with a ratio of 4: 3 (dextrin: ingredients) and 4% salt. Tools that use EMD technology (Electric MixerDryer Technology). This technology uses stirring and drying in 1 tool equipped with temperature control 60-65oC. Keywords: oyster mushroom, mushroom waste, flavor
44
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 PENDAHULUAN Komoditas hasil pertanian yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah jenis sayur-sayuran. salah satu komoditas sayuran yang banyak dikembangkan saat ini adalah jamur tiram. Jamur tiram sendiri merupakan komoditas sayur-sayuran yang sangat potensial untuk dikembangkan dan diarahkan untuk memperbaiki keadaan gizi melalui penganekaragaman jenis bahan makanan serta memiliki peluang ekspor yang cukup besar. Data Pusdatin dan BPS (Badan Pusat Statistika) mencatat data ekspor jamur tiram di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 19.452.421 kg dengan nilai transaksi sebesar US₴ 30.863.291. Di daerah Batu-Malang usaha budidaya jamur tiram juga semakin berkembang, karena kondisi geografis yang mendukung adanya budidaya jamur tiram. Pusat budidaya jamur tiram di Kota BatuMalang terletak di daerah Kec. Bumiaji Kota Batu. Salah satu pembudidaya jamur tiram yang berada di wilayah kec. Bumiaji adalah UKM Agronusa mushroom bertempat di desa Tulungrejo Kec. Bumiaji Kota Batu. Dengan total luas lahan 2480 m2 UKM ini dapat menghasilkan 200-500 kg jamur tiram segar setiap harinya, dengan nilai transaksi sebesar 40-60 juta rupiah setiap bulannya. Selain sebagai salah satu suplier jamur tiram segar, UKM Agronusa Mushroom juga memproduksi aneka olahan dari jamur tiram untuk menambah nilai guna serta meningkatkan pendapatan mereka. Dari penjualan produk olahan ini UKM Agronusa Musroom dapat memperoleh omset hingga Rp. 10 juta rupiah setiap bulannya. Permasalah yang dihadapi oleh UKM Agronusa Mushroom saat ini adalah pengolahan air limbah rebusan jamur tiram yang dihasilkan dari proses produksi. Air limbah rebusan jamur tiram yang dihasilkan dari seluruh proses produksi pada UKM Agronusa Mushroom adalah sebesar 40 L dari total 50 Kg jamur tiram yang digunakan setiap harinya. Selama ini air rebusan jamur tiram hanya dibuang tanpa adanya proses pengolahan lebih lanjut. Pada jamur tiram sendiri memiliki kandungan asam glutamat yang cukup
besar yakni 21,7%. Asam glutamat sendiri merupakan asam amino yang ditemukan dalam semua makanan dengan protein yang dapat digunakan sebagai alternatif penyedap rasa alami karena secara alami memberi rasa gurih dan lezat yang sama seperti pada daging sehingga cocok dimanfaaatkan sebagai penyedap rasa (Widyastuti, 2011). Dalam proses produksi olahan jamur tiram di UKM Agronusa Mushroom penyedap rasa juga menjadi salah satu bahan yang penting, mengingat semua produk olahan menggunakan penyedap rasa sebagai salah satu bahannya. Kebutuhan penyedap rasa pada UKM Agronusa Mushroom memakan sekitar 5% dari keseluruhan biaya produksi. Solusi untuk mengatasi permasalahan di UKM Agronusa Mushroom adalah dengan M-Nafer (Mushroom Flavour Enhancer). Penerapan teknologi ini nantinya untuk mengetahui formulasi dalam pembuatan penyedap rasa alami dari air limbah rebusan jamur tiram. Pembentukan formulasi penyedap rasa alami ini memanfaatkan dekstrin sebagai bahan pengikat senyawa asam glutamat yang terkandung pada jamur tiram. Keberadaan bahan ini akan membantu dalam menguatkan rasa dari penyedap rasa yang dihasilkan. Ditinjau dari segi produk penyedap rasanya, M-Nafer diharapkan dapat menjadi solusi dalam pengolahan air limbah rebusan jamur tiram, menekan cost production kaitannya dengan kebutuhan penyedap rasa serta dapat digunakan untuk diversifikasi produk sehingga dapat meningkatkan pendapatan dari UKM Agronusa Mushroom kec. Bumiaji kota Batu. BAHAN DAN METODE Menurut (Widyastuti, 2011) air rebusan jamur tiram dapat dimanfaatkan menjadi penyedap rasa karena mengandung glutamat alami. Glutamat alami dalam jamur memberi rasa gurih dan lezat yang sama seperti pada daging sehingga cocok dimanfaaatkan sebagai penyedap rasa. Glutamat adalah asam amino yang ditemukan dalam semua makanan dengan protein. Asam glutamat
45
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 pada jamur tiram sendiri terdapat 21,7 % dari keseluruhan protein yang terdapat pada jamur tiram. Jumlah ini dibilang cukup banyak bila dibandingkan dengan jumlah asam amino lain yang terkandung dalam jamur tiram. Bahan Pengisi Pada Pengolahan M-Nafer Bahan pengisi pada pengolahan flavor yaitu bahan yang ditambahkan dengan tujuan untuk memerangkap flavor dan meningkatkan kandungan total padatan dalam larutan (Sadika, 2009). Sedangkan penambahan bumbu pada pengolahan flavor bertujuan sebagai pengawet dan penambah cita rasa. Dekstrin Dekstrin memiliki banyak fungsi dalam pengolahan pangan diantaranya sebagai bahan pengikat dan enkapsulasi (Ismiwarti, 2005). Pemilihan dekstrin didasari oleh sifat kelarutan tinggi, mampu mengikat air, viskositas relatif rendah (Hastuti, 2012). Dekstrin sendiri merupakan hasil hidrolisis pati menjadi gula oleh panas, asam atau enzim. Proses ini melibatkan alkali dan oksidator, Pengurangan panjang rantai tersebut akan menyebabkan perubahan sifat dimana pati yang tidak mudah larut dalam air diubah menjadi dekstrin yang mudah larut (Tyanjani, 2015). Bahan Tambahan Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan penyedap rasa M-Nafer adalah garam dipergunakan manusia sebagai salah satu metode pengawetan pangan yang pertama dan masih dipergunakan secara luas mengawetkan berbagai macam makanan. Garam pada konsentrasi tertentu berfungsi sebagai penambah cita rasa pada bahan pangan (Ismiwarti, 2005). Metode Proses yang dilakukan dimulai dengan pemekatan air rebusan jamur tiram sampai 10%. Proses ini diawali dengan melakukan proses filtrasi atau penyaringan terhadap limbah air rebusan jamur tiram, agar dihasilkan air yang murni tanpa adanya scrap, yang dapat menggangu
proses pemekatan. Pada proses pemekatan juga ditambahkan dengan bahan tambahan yaitu garam, sebesar 4% dari nilai bahan awal. Setalah proses pemekatan sampai 10%, kemudian sampel hasil pemekatan didinginkan, lalu dilakukan pencampuran bahan hasil pemekatan dengan menggunakan bahan pengisi dalam hal ini adalah dekstrin. Proses pencampuran dilakukan secara perlahan, sedikit demi sedikit guna mengoptimalkan proses pencampuran. Setelah dilakukan proses pencampuran dengan bahan-bahan yang dibutuhkan, maka akan dihasilkan produk berbentuk bubuk. Produk ini kemudian dikeringkan pada suhu 60-65 oC. Pada percobaan ini dilakukan tiga perlakuan terhadap komposisi dekstrin dan limbah jamur. Perlakuan pertama yaitu menggunakan dekstrin dan limbah jamur dengan perbandingan 1:1. Perlakuan yang kedua yaitu menggunakan dekstrin dan limbah jamur dengan perbandingan 4:3. HASIL DAN PEMBAHASAN Melihat kandungan asam glutamat yang terdapat pada air limbah jamur sanga memenuhi sebagai penyedap rasa yang memiliki cita rasa yang khas. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan formulasi yang cocok untuk membuat penyedap rasa adalah sample limbah jamur yang telah dipekatkan hingga 10%, dextrin dan garam. Berdasarkan percobaan yang dilakukan pada perlakuan yang pertama yaitu perbandingan dekstrin dan limbah jamur 1:1 berbentuk pasta, berwarna coklat muda butuh engeringan lebih lama dan penghancuran untuk menjadi bubuk. Pada saat dilarutkan berwarna putih keruh aromanya terasa jamur.. Pada perlakuan kedua yaitu perbandingan dekstrin dan limbah jamur 4:3 berbentuk serbuk setelah dicampur, berwarna putih, ketika dilarutkan berwarna putih kekuningan agak keruh dan larutan beraroma jamur tidak menyengat. Pembanding yang digunakan adalah penyedap rasa dari tepung jamur “totole” berwarna putih, ketika dilarutkan tidak terlarut sempurna namun berwarna jernih
46
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 SIMPULAN
a.
b.
c. Gambar 1. Perbandingan dekstrin dan limbah air jamur (a) perbandingan (1:1) (b) perbandingan (4:3) (c) pembanding penyedap rasa “totole” Selain perbandingan limbah jamur dan dekstrin, terdapat pula penambahan bahan yaitu garam. Garam disini selain berfungsi sebagai pengawet juga perasa. Penambahan garam sebanyak 4% dari limbah jamur awa dan diberikan pada saat proses awal. Setelah terjadi pemekatan hingga 10% maka limbah jamur tersebut akan dicampurkan dengan dekstrin. Pada saat proses pencampuran keadaan wadah tidak boleh panas karena tidak akan menghasilkan bubuk, warnanya berubah menjadi coklat hitam seperti karamel. Penambahan dextrin dilakukan secara perlahan sambil dilakukan pengadukan secara terus menerus. Hal ini bertujuan agar lebih homogen. Berdasarkan hasil yang didapat maka perbandingan yang kedualah yang paling baik karena ketika proses pencampuran, adonan sudah berubah menjadi bubuk, warnanya putih kekunigan dan beraroma jamur. Penyedap rasa ini dapat digunakan dalam berbagai masakan baik kuah maupun goreng. Selain menghasilkan benefit, produk penyedap rasa ini juga dapat mewujudkan program “zero waste” pada suatu produksi.
Limbah jamur mengandung asam glutamat yang dapat dijadikan menjadi penyedap rasa dengan cita rasa yang khas dan lezat. Pembuatan penyedap rasa dari limbah jamur terdiri dari bahan utama yaitu limbah jamur itu sendiri, kemudian terdapat bahan pengisi yaitu dekstrin, dan bahan tambahan yaitu garam. Bahan utama limbah jamur harus dipekakan terlebih dahulu hingga menjadi 10%. Kemudian pada tahap pencampuran ditambahkan dekstrin sebagai bahan pengisi. Penambahan deksrin dilakukan pada suhu ruang disertai dengan pengadukan secara terus menerus. Pengadukan hingga didapatkan bubuk penyedap rasa dari limbah jamur, kemudian dikeringkan. Perbandingan terbaik yang diperoleh yaitu komposisi dekstrin dengan limbah jamur dilakukan dengan perbandingan 4:3. UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih kepada Kementrian Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) dan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya yang telah membiayai penelitian ini terkait Proyek penyedap rasa dari limbah jamur. DAFTAR PUSTAKA Sadika, P.2009. Stabilitas Antioksidan Bubuk Keluwak (Pangium edule Reinw) selama Pengeringan dan Pemasakkan. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol. 10 (2) : 116. Ismiwarti. 2005. Pemanfaatan Cangkang Rajunga Sebagai Flavour. JurnalTeknologi Pertanian. Vol. 3 (4) :1018 Tyanjani, E.T dan Yubianita. Pembuatan Dekstrin dari Pati Sagu (Metroxylon sagus Rottb) dengan Enzim β-Amilase Terhadap sifat fisiko kimia. Jurnal Pangan dan Agroindustri 3 (3): 1119-1127
47
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
ON-FIT (ORGANIC FERTILIZER): PEMBERDAYAAN PEMUDA MANDIRI DENGAN KONSEP ORGANIC FERTILIZER ECONOMIC EMPOWERMENT SEBAGAI UPAYA PEMANFAATAN LIMBAH JERAMI DI DESA PLOSO KECAMATAN SELOPURO KABUPATEN BLITAR On-Fit (Organic Fertilizer): Empowerment of Independent Youth with The Concept Organic Fertilizer Economic Empowerment as The Utilization Efforts of Straw WasteiIn Ploso Village Selopuro District Blitar Regency Abu Hasan1, Anjar Puji Astuti1, Ahmad Sultonul Fikri1, Juprihani1, Meris Novarista Christiawan1 1Program
Studi Teknologi Industri Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang Email:
[email protected]
ABSTRAK Desa Ploso Kecamatan Selopuro Kabupaten Blitar memiliki jumlah panen padi seluas 518 hektar. Jumlah panen padi yang cukup luas menyebabkan jerami sisa panen padi yang dihasilkan juga cukup banyak, yakni sekitar 5-8 ton setiap hektarnya. Namun, mayoritas kesuburan tanah lahan pertanian di Desa Ploso terus mengalami penurunan akibat penggunaan pupuk kimia. Di sisi lain, jumlah pemuda khususnya yang bukan angkatan kerja di Desa Ploso cukup banyak yaitu sekitar 336 jiwa. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu alternatif baru pengolahan limbah jerami yang bermanfaat dan ramah lingkungan, yakni dengan pembuatan pupuk organik cair dan padat. Pemanfaatan jerami menjadi pupuk organik akan memberikan keuntungan bagi masyarakat, yaitu terpenuhinya kebutuhan pupuk bagi petani sekitar, kemandirian pemuda, serta tidak ada lagi jerami yang menumpuk. Tujuan dilaksanakannya program ini adalah untuk mengoptimalkan pemanfaatan limbah jerami sebagai pupuk organik dengan konsep Organic Fertilizer Economic Empowerment yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat di Desa Ploso Kecamatan Selopuro Kabupaten Blitar. Metode pelaksanaan dari program ini meliputi tahap persiapan, yakni perijinan lokasi dan pembuatan modul. Tahap kedua meliputi pelaksanaan kegiatan, yakni sosialisasi program kepada pemuda desa, pelatihan pembuatan pupuk organik cair dan padat, pelatihan pengemasan serta pelatihan pemasaran. Kedepannya diharapkan akan tercipta masyarakat yang sadar lingkungan dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat di Desa Ploso. Kata Kunci: Jerami, Pemuda, Pupuk Organik ABSTRACT Ploso Village Selopuro District Blitar Regency has 518 hectares of rice harvest. The amount of rice harvest that is large enough to cause the straw from rice harvest is also quite a lot, about 5-8 tons per hectare. However, the majority of soil fertility of agricultural land in Ploso Village continues to decline due to the use of chemical fertilizers. On the other hand, the number of youth especially those who are not labor force in Ploso Village is quite a lot of about 336 people. Therefore, it needs a new alternative of beneficial and environmentally friendly waste treatment of straw, that is by making liquid and solid organic fertilizer. Utilization of straw into organic fertilizer will provide benefits for the community, namely the fulfillment of fertilizer needs for farmers around, youth independence, and no more straw that accumulate. The purpose of this program is to optimize the use ofstraw waste as organic fertilizer with the concept of Organic Fertilizer Economic Empowerment that can improve the economy of the community in Ploso Village Selopuro District Blitar Regency. The method to implementation of this program includes the preparation phase, namely location permitting and module creation. The second phase includes the implementation of activities, namely the socialization of the program to the youth, training of
48
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
liquid and solid organic fertilizer, training of packaging and training of marketing. In the future, it is expected to create an environmentally conscious society and increase the welfare of the community in Ploso Village. Keywords: Straw, Youth, Organic Fertilizer PENDAHULUAN Pertanian merupakan sektor agrokompleks yang mendominasi di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik 2013, hasil panen dari sektor pertanian sekitar 42,3 persen. Salah satu contohnya adalah Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Kabupaten Blitar 2014, jumlah panen padi di Kabupaten Blitar sebesar 297.076 ton. Salah satu daerah yang menghasilkan panen padi terbesar berada di Desa Ploso Kecamatan Selopuro. Kondisi geografis dari Desa Ploso didominasi oleh ladang dan persawahan yang menyebabkan sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Jumlah luas panen padi yang ada di Desa Ploso, yaitu 518 hektar. Jumlah panen padi yang sangat luas menyebabkan jerami sisa panen padi cukup banyak pula. Satu hektar sawah yang dipanen dapat menghasilkan jerami sekitar 5-8 ton. Jerami padi memiliki manfaat untuk memperbaiki sifat fisik tanah, memperbaiki kondisi tanah dan mengurangi kekerasan tanah. Hal tersebut disebabkan karena saat panen padi, jerami mengandung 1/3 jumlah hara N, P dan S dari total hara tanaman padi serta kandungan K mencapai 89 persen. Tanaman padi 5 ton/ha yang memproduksi gabah kering panen dapat mengangkut hara dari tanah sekitar 150 kg N, 20 kg P, 150 kg K dan 20 kg S. Oleh karena itu, jerami padi dapat digunakan sebagai sumber hara makro tanaman. Melimpahnya sumber hara dalam jerami padi dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pupuk organik. Kebutuhan pupuk di Indonesia setiap tahunnya selalu meningkat. Berdasarkan data dari Departemen Pertanian RI, kebutuhan pupuk NPK di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 5.078.544 ton.Pemanfaatan jerami sebagai pupuk organik dapat memberikan keuntungan terhadap masyarakat, yaitu
terpenuhinya kebutuhan pupuk secara mandiri dan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Sasaran program pengabdian masyarakat ini adalah pemuda Desa Ploso Kecamatan Selopuro Kabupaten Blitar khususnya yang bukan angkatan kerja. Berdasarkan data perangkat desa tahun 2015 jumlah pemuda (bukan angkatan kerja) di Desa Ploso adalah sebanyak 336 jiwa. Sebagian besar masyarakat Desa Ploso bekerja disektor pertanian (90%) dengan tingkat pendidikan yang rata-rata masih rendah. Berdasarkan data yang dimiliki Desa Ploso tahun 2016 untuk masyarakat yang berusia produktif (usia 18–56 tahun), lulusan SD sebanyak 2050 jiwa (37%), SLTP sebanyak 1385 jiwa (25%), SMA sebanyak 942 jiwa (17%) dan sarjana sebanyak 645 jiwa (12%), sisanya sebanyak 497 jiwa (9%) tidak pernah merasakan dunia pendidikan. Sebagian besar masyarakat Desa Ploso bekerja sebagai petani dengan rata-rata penghasilan sebesar Rp 900.000,00 per bulan. Sedangkan pemuda desanya sendiri sebagian besar lebih memilih menjadi pedagang kecil maupun buruh dengan gaji yang tidak tentu. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi perekonomian masyarakat Desa Ploso masih termasuk dalam taraf ekonomi menengah ke bawah. BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam pembuatan pupuk organik, yaitu tong plastik, selang aerator transparan, botol plastik, saringan kain, pisau, gunting, cangkul, cetok, sekop, sabit, ember/timba, karung goni, terpal dan termometer ruang. Bahan yang digunakan, yaitu jerami padi, pupuk kandang, dedak, gula merah, larutan EM4, urea, SP-36, kapur, starter Trichoderma sp., air, kemasan pupuk cair dan padat, serta label merek.
49
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Metode Program pengabdian masyarakat ini dilaksanakan kepada para pemuda di Desa Ploso Kecamatan Selopuro Kabupaten Blitar dalam waktu 5 bulan, yaitu mulai proses persiapan hingga pengaplikasian program.Metode yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan pengabdian ini adalah metode presentasi/ceramah, tanya jawab, pelatihan dan pendampingan serta monitoring evaluasi.
2.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan Kegiatan Pada program pengabdian masyarakat ini tahap persiapan yang dilakukan meliputi perijinan lokasi kepada Kepala Desa Ploso dan pembuatan modul pelatihan (pembuatan, pengemasan dan pemasaran pupuk organik jerami). Program pengabdian ini dilaksanakan dalam bentuk sosialisasi dan pelatihan selama 4 kali pertemuan dengan rincian sebagai berikut: 1. Sosialisasi Program Kegiatan sosialisasi ini dilaksanakan pada tanggal 16 April 2017 di Balai Desa Ploso dengan peserta pemuda desa dan perwakilan anggota kelompok tani. Dalam kegiatan ini dilakukan pengenalan tentang program pengabdian yang akan dilaksanakan, pemberian materi tentang pembuatan pupuk organik jerami dan tanya jawab tentang permasalahan yang mereka alami selama ini.
Gambar 1. Foto bersama sebagian peserta sosialisasi pembuatan pupuk organik jerami
Pelatihan Pembuatan Pupuk Organik Jerami Kegiatan pelatihan pembuatan pupuk organik jerami ini dilaksanakan pada tanggal 30 April 2017 di Balai Desa Ploso dengan peserta pemuda desa dan perwakilan anggota kelompok tani. Dalam kegiatan pelatihan ini para peserta diajak praktek pembuatan pupuk organik jerami secara langsung. Adapun pupuk organik jerami yang dibuat ada dua macam, yaitu pupuk organik padat dan pupuk organik cair.
Gambar 2. Antusiasme peserta dalam mengikuti kegiatan pelatihan pembuatan pupuk organik jerami 3.
Pelatihan Pengemasan Pupuk Organik Jerami Kegiatan pelatihan pengemasan pupuk organik jerami ini rencananya akan dilaksanakan pada tanggal 7 Mei 2017 di Balai Desa Ploso. Dalam kegiatan pelatihan ini para peserta dibagikan modul tentang pengemasan, pemberian materi tentang cara pengemasan dan praktek pengemasan pupuk organik jerami secara langsung. Adapun praktek pada pengemasan pupuk padat berupa pelatihan penyablonan pada plastik kemasan, penimbangan produk dan pengemasan dengan alat handsealer. Sedangkan praktek pada pengemasan pupuk cair berupa pelabelan botol kemasan dan perhitungan isi produk.
50
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
4.
Pelatihan Pemasaran Pupuk Organik Jerami Kegiatan pelatihan pemasaran pupuk organik jerami ini rencananya akan dilaksanakan pada tanggal 14 Mei 2017 di Balai Desa Ploso. Dalam kegiatan pelatihan ini para peserta dibagikan modul tentang pemasaran dan pemberian materi tentang cara pemasaran. Dengan adanya pemasaran produk pupuk organik jerami ini diharapkan dapat membuka lapangan kerja baru bagi para pemuda sehingga dapat meningkatkan perekonomian mereka.
Berdasarkan pengamatan selama kegiatan pengabdian yang telah dilakukan selama ini, diperoleh hasil yang positif, diantaranya: 1. Program pengabdianmasyarakat ini mendapatkan respon yang positif dari berbagai kalangan, termasuk pemuda desa, para petani dan para perangkat desa Ploso. Hal ini karena pemanfaatan limbah jerami di Desa Ploso selama ini kurang maksimal. Sehingga dengan adanya pemanfaatan limbah jerami menjadi pupuk organik ini memberikan solusi alternatif bagi mereka dalammengoptimalkan pemanfaatan limbah jerami dan meningkatkan perekonomian masyarakat melalui pemasaran produk pupuk organik jerami. 2. Para peserta menunjukkan reaksi yang positif terhadap materi yang disampaikan selama sosialisasi dan pelatihan. Hal ini terbukti dengan adanya keaktifan para peserta untuk bertanya dan mengungkapkan masalah-masalah yang mereka hadapi selama ini.
SIMPULAN Kegiatan pengabdian masyarakat tentang pemanfaatan limbah jerami menjadi pupuk organik di Desa Ploso Kecamatan Selopuro Kabupaten Blitar berjalan cukup lancar dan mendapat respon positif dari berbagai pihak. Dengan adanya pemanfaatan limbah jerami menjadi pupuk organik ini memberikan solusi alternatif bagi mereka dalam mengoptimalkan pemanfaatan limbah jerami dan meningkatkan perekonomian masyarakat melalui pemasaran produk pupuk organik jerami. Kegiatan ini pun mendapatkan reaksi yang positif dari para peserta selama sosialisasi dan pelatihan. UCAPAN TERIMA KASIH Kami selaku tim PKM-Pengabdian Masyarakat Universitas Brawijaya mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Beauty Suestining Diyah Dewanti, ST, MT selaku dosen pembimbing kami. Terima kasih kepada Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya beserta jajarannya. Terima kasih juga kami haturkan kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam mensukseskan program pengabdian masyarakat ini. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2013. Laporan Hasil Sensus Pertanian 2013. Dilihat 1 Mei 2017. https://st2013.bps.go.id/ st2013esya/booklet/at0000.pdf.
Secara umum kegiatan pengabdian masyarakat yang telah dilaksanakan tidak menemukan kendala yang cukup berarti. Hanya saja, masih kurang dua program pelatihan yang belum terlaksana. Sehingga, untuk sementara ini belum dapat diukur secara keseluruhan parameter keberhasilan dari program pengabdian masyarakat tersebut.
51
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
IMORA (ICE CREAM MORUS ALBA L)”: INOVASI PRODUK ICE CREAM SEBAGAI NUTRACEUTICAL FOOD Imora (Ice Cream Morus Alba L)”: Inovation of Ice Cream Product as Nutraceutical Food Reyhan Putra Suhardi1*, Tifani Yuliawati1, Ainindhita Devinda Saga Inggriani2, Ajeng Laras Wulandari4, Faradilla Regita Anjani4. 1,2,4Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya *Email:
[email protected]
ABSTRAK Murbei atau mulberry (Morus alba L) merupakan buah yang memiliki kandungan senyawa antioksidan yang tinggi berasal dari pigmen antosianin. Selain itu buah murbei merupakan sumber vitamin C yang berperan untuk membantu tubuh mengembangkan resistensi terhadap agen infeksi dan mengikat radikal bebas berbahaya. Selain buahnya, pada daun murbei ditemukan aktivitas antioksidan yang berasal dari kandungan flavonoidnya. Selain itu juga ditemukan adanya kandungan vitamin B-kompleks pada daun murbei, yang memiliki fungsi atau khasiat yang sangat baik dan menyeluruh untuk kesehatan. Selain buahnya, daun murbei dapat dimanfaatkan sebagai pakan ulat sutra dan pengobatan alternatif penyakit malaria yang diperoleh dari sifat aktif flavonoid. Kandungan – kandungan yang ada pada daun dan buah murbei serta pemanfaatan tanaman murbei di Indonesia belum maksimal mendorong penulis untuk menggali potensi dan lebih mengoptimalkan pemanfaatan tanaman murbei khususnya pada bagian daun dan buahnya. Pembuatan produk iMORA (Ice cream Morus alba) sebagai nutraceutical food merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan nilai ekonomis dari daun dan buah murbei tersebut. Produk iMORA akan dikemas dalam bentuk cup dan dijual dengan harga yang sangat terjangkau. Dengan harga yang sangat terjangkau tersebut, iMORA memiliki keunggulan yaitu kandungan nutrisi yang memberikan banyak manfaat untuk kesehatan. Untuk mendongkrak pemasaran produk iMORA, selain melalui penjualan langsung, promosi dilakukan melalui penyebaran brosur, leaflet, katalog, serta promosi melalui media sosial. Kata kunci: murbei, iMORA, ice cream, nutraceutical food ABSTRACT Murbei or mulberry (Morus alba L) is a fruit that has a high antioxidant compound derived from anthocyanin pigments. Besides the mulberry fruit is a source of vitamin C that plays a role to help the body develop resistance to infectious agents and bind to harmful free radicals. In addition to the fruit, the leaves of mulberry found antioxidant activity derived from the content of flavonoids. It also found the content of vitamin B-complex in mulberry leaves, which has a function or efficacy is very good and comprehensive for health. In addition to the fruit, mulberry leaves can be used as silkworm feed and alternative treatment of malaria disease obtained from the active nature of flavonoids. Content - the content of the leaves and mulberry fruit and the utilization of mulberry plants in Indonesia has not been maximized to encourage authors to explore the potential and more optimize the use of mulberry plants, especially on the leaves and fruit. Making the product iMORA (Ice cream Morus alba) as nutraceutical food is one solution to increase the economic value of the leaves and fruit of the mulberry. IMORA products will be packaged in cup and sold at very affordable prices. With a very affordable price, iMORA has the advantage of nutritional content that provides many health benefits. To boost the marketing of iMORA products, in addition to direct sales, promotions are made through the distribution of brochures, leaflets, catalogs, and promotions through social media. Keywords: murbei, iMORA, ice cream, nutraceutical food
52
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
PENDAHULUAN Murbei, besaran, kerto, dan kitau merupakan nama dari tanaman murbei atau mulberry di berbagai daerah di Indonesia. Tanaman ini merupakan tanaman asli dari daerah utara China. Murbei termasuk tanaman yang adaptif, karena tanaman murbei dapat ditemukan pada iklim tropis maupun subtropis. Dengan iklimnya yang tropis, dijumpai ada 6 varietas murbei di Indonesia, antara lain Morus Nigra, Morus alba, Morus australis, Morus cathayana, Morus multicaulis dan Morus macruora (Departemen Kehutanan, 2007). Pemanfaatan tanaman murbei di Indonesia sangat terfokus pada daun murbei yang digunakan sebagai pakan ulat sutera. Morus alba dikenal dengan nama “Murbei Buah” karena pada umumnya ditanam untuk diambil bagian buahnya. Buah dari murbei ini berwarna hijau sampai hitam ketika masak. Pada buah murbei ditemukan kandungan senyawa antioksidan yang tinggi yang berasal dari pigmen antosianin (Qin et al., 2010). Menurut Liu et al. (2004), berdasarkan penilitian pada 31 jenis buah murbei, terhitung cyanidin 3glycoside berkisar antara 147,68 hingga 2726,46 mg/100gr filtrat. Selain itu buah ini merupakan sumber yang sangat baik dari vitamin C (36,4 per 100 mg, sekitar 61% dari RDI) yang berperan untuk membantu tubuh mengembangkan resistensi terhadap agen infeksi dan mengikat radikal bebas berbahaya. Selain buahnya, pada daun murbei ditemukan aktivitas antioksidan dari kandungan flavonoidnya (Du, 2008). Selain itu juga ditemukan adanya kandungan vitamin B-kompleks pada daun murbei, yang memiliki fungsi atau khasiat yang sangat baik dan menyeluruh untuk kesehatan. Selain dimanfaatkan sebagai pakan ulat sutera, di Indonesia daun murbei juga dimanfaatkan sebagai obat alternatif penyakit malaria yang diperoleh dari sifat aktif flavonoid. Nutraceutical adalah istilah untuk menggambarkan produk yang berasal dari sumber makanan dengan manfaat kesehatan tambahan selain nilai gizi dasar yang ditemukan dalam makanan (Dureja, 2003).
Nutraceutical juga dapat memberikan keuntungan seperti mencegah penyakit kronis, meningkatkan kesehatan, menunda penuaan, serta dapat mendukung sistem dan fungsi kerja organ tubuh. Ketertarikan masyarakat pada nutraceutical food semakin berkembang seiring dengan berkembangnya penelitian pada manfaat dan potensi aplikasi dari sumber nutraceutical serta permintaan pasar yang terus meningkat. Pada tahun 2007, global market probiotik mencapai $14,9 milyar dan meningkat menjadi $15,9 milyar pada tahun 2008, serta diperkirakan pada tahun 2013 telah mencapai $19,6 milyar (Singh, 2007). Menurut gambaran diatas, pembuatan produk nutriceutical food dalam bentuk ice cream berbahan baku daun dan buah murbei merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan nilai ekonomis dari tanaman murbei yang selama ini pemanfaatannya belum maksimal. Disisi lain, bahan baku produk ini memiliki kandungan zat gizi yang lengkap dan dapat difungsikan sebagai nutraceutical food sehingga mampu menciptakan sebuah produk yang dapat bersaing di pasaran. Produk “iMORA“ ini menawarkan manfaat sebagai nutraceutical food jika dibandingkan dengan produk ice cream lain yang beredar di pasaran karena “iMORA“ terbuat dari daun dan buah murbei yang kaya akan vitamin dan senyawa antioksidan. Rumusan masalah dalam penelitian ini meliputi: 1. Bagaimana merancang suatu bisnis kuliner melalui iMORA sebagai suatu usaha untuk menaikkan nilai jual buah murbei Morus alba dari Kota Batu? 2. Bagaimana memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk nutraceutical food melalui iMORA yang mampu diterima oleh masyarakat? Tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini meliputi: 1. Mendapatkan rancangan suatu bisnis kuliner melalui iMORA sebagai suatu usaha untuk menaikkan nilai jual buah murbei Morus alba dari Kota Batu 2. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk nutraceutical food melalui
53
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
iMORA yang mampu diterima oleh masyarakat. Manfaat dari penelitian ditujukan pada beberapa pihak, antara lain: 1. Bagi masyarakat Mampu memberikan suplemen kesehatan dalam bentuk nutriceutical food yang lebih menarik melalui produk “iMORA ” 2. Bagi pemerintah Mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sehingga mampu mengurangi pengangguran serta dapat membantu program pemerintah dalam pembangunan Indonesia sehat 3. Bagi mahasiswa Sebagai wadah untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dari kegiatan perkuliahan kepada masyarakat umum serta sebagai media belajar untuk sukses berwirausaha. Luaran yang diharapkan pada kegiatan ini adalah: 1. Dihasilkannya produk iMORA yaitu ice cream yang berbahan baku buah murbei Morus alba sebagai nutraceutical food yang kreatif dan inovatif serta laku di pasaran hingga memiliki segmentasi konsumen sendiri 2. Dapat memberikan keuntungan bagi pengelola usaha dan akan berdampak positif pada peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat dan pembukaan lapangan kerja. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Pelaksanaan program ini akan dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya. Selain itu, untuk produksi ice cream Morus alba L juga dilakukan di salah satu rumah anggota tim. Penelitian akan dilaksanakan selama 4 bulan dari bulan Maret hingga Juni 2017. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi blender, mixer, ice cream maker, panci, dan baskom. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah murbei spesies M. alba yang diambil daerah sekitar Kota Batu, Jawa Timur. Murbei yang digunakan adalah bagian buah dan daunnya. Adapun bahan – bahan yang lainnya yaitu susu cair, gula pasir, tepung maizena, dan vanili. Tanaman murbei merupakan tanaman tersebar di seluruh dunia dan dapat bertahan pada berbagai kondisi iklim. Tanaman murbei dapat hidup pada iklim tropis, sub tropis maupun iklim temperate, dapat bertahan dengan curah hujan 400 – 4500 mm/tahun (DATTA et al., 2002). Meskipun kondisi optimum pertumbuhan murbei pada suhu 18 – 30oC, akan tetapi tanaman murbei dapat bertahan pada suhu 48oC atau di bawah 0oC sehingga murbei dapat dianggap sebagai tanaman universal karena kemampuannya tumbuh dimana saja pada berbagai iklim yang bervariasi. Menurut DATTA (2002) tanaman murbei dapat tumbuh pada kisaran kelembaban ideal 60 – 80% dan dapat ditanam di ketinggian sampai 1000 m di atas permukaan laut. Di daerah dengan curah hujan yang rendah, pertumbuhannya terhambat karena adanya stress kekurangan air. Di daerah iklim tropis murbei tumbuh dengan lama sinar matahari 9 – 13 jam/hari. Sinar matahari adalah salah satu faktor yang mengontrol pertumbuhan dan kualitas daun. Produksi daun murbei tergantung pada varietas, curah hujan, jarak tanam, pemupukan, tinggi pemotongan dan frekuensi pemanenan. Metode Pembuatan ice cream Morus alba L dimulai dari buah murbei yang dicuci hingga bersih kemudian diblanching selama 5 menit lalu diblender hingga halus. Selanjutnya daun murbei dicuci hingga bersih, dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari lalu dihancurkan hingga berbentuk serpihan kecil. Buat adonan ice cream dengan cara memanaskan susu cair, gula, tepung maizena yang sudah dilarutkan dengan air, dan vanili dalam panci sambil diaduk – aduk diatas api kecil hingga mendidih. Setelah mendidih, adonan ice cream didinginkan kemudian mixer dengan kecepatan rendah sambil ditambahkan buah dan daun murbei yang sudah dihaluskan secara bertahap.
54
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Selanjutnya adonan dimasukkan ke dalam ice cream maker lalu adonan dikemas dalam cup ice cream kemudian dibekukan di dalam freezer. Ice cream Morus alba L dibuat dengan tiga formulasi yang berbeda dimana komposisi buah murbei yang digunakan yaitu sebanyak 10% untuk formulasi A, 20% untuk formulasi B, dan 30% untuk formulasi C. Hal ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap produk ice cream Morus alba L yang dihasilkan. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan formulasi produk yang telah dibuat, selanjutnya produk tersebut dilakukan analisa kesukaan kepada 10 orang panelis dan didapatkan data yang dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3.1 Tingkat Kesukaan Panelis A B C 1 2 5 4 2 1 4 5 3 3 4 4 4 2 5 3 5 3 3 5 6 1 3 4 7 4 4 5 8 3 4 4 9 2 4 5 10 3 5 5 Keterangan 1: sangat tidak suka, 2: tidak suka, 3: netral, 4: suka, 5: sangat suka Berdasarkan data pada tabel diatas menunjukkan bahwa panelis cenderung lebih menyukai formulasi ice cream B dan formulasi ice cream C dimana formulasi ice cream B menggunakan buah murbei sebanyak 20% dan formulasi ice cream C menggunakan buah murbei sebanyak 30%. Terdapat 5 orang yang menyukai dan 3 orang yang sangat menyukai formulasi ice cream B serta terdapat 4 orang yang menyukai dan 5 orang yang sangat menyukai formulasi ice cream C. Dengan demikian, didapatkan formulasi ice cream Morus alba L dengan komposisi murbei sebanyak 3%.
SIMPULAN Buah murbei merupakan buah yang memiliki kandungan senyawa antioksidan tinggi yang berasal dari pigmen antosianin. Saat ini pemanfaatan bauh murbei belum maksimal, sehingga melalui penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomis dari tanaman murbei yang selama ini pemanfaatannya belum maksimal. Disisi lain, bahan baku produk ini memiliki kandungan zat gizi yang lengkap sehingga mampu menciptakan sebuah produk yang dapat bersaing di pasaran. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Allah SWT karena atas rahmatNya kita dapat melakukan penelitian ini. Kepada orang tua, dosen pembimbing, dan wakil dekan III FTP yang selalu menyemangati untuk berproses dalam penelitian ini. Tak lupa juga terima kasih kepada laboran Teknologi Pengolahan Pangan serta teman-teman yang turut membantu dalam tercapainya penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Departemen Kehutanan. 2007. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.33/Menhut-II/2007. Dari http://www.dephut.go.id. Diakses pada tanggal 25 September 2016. DATTA, R.K. 2002. Mulberry cultivation and utilization in India. In: Mulberry for Animal Production. SANCHEZ, M.D. (Ed.). FAO Animal Production and Health Paper. No. 147. Rome, Italy. pp. 45 – 62. Du, Q., Zheng, J. & Xu, Y., 2008. Composition Of Anthocyanins In Mulberry And Their Antioxidant Activity. Journal of Food Composition and Analysis, 21(5), pp.390– 395. Dureja, H., Khausik, D. & Kumar. 2003. Developments in Nutraceuticals. Indian Journal of Pharmacology. Department of Pharmaceutical Sciences, M. D. University. 35:363-372. Liu, X. et al., 2004. Quantification and Purification of Mulberry Anthocyanins with Macroporous Resins. Journal of
55
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
biomedicine pp.326–331.
&
biotechnology,
5(5),
Qin, C. et al., 2010. Analysis and Characterisation of Anthocyanins In Mulberry Fruit. Czech Journal of Food Sciences, 28(2), pp.117–126.
56
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Agricultural Integrated System Based On Pringtion ( Price, Controlling And Distribution) Sebagai Upaya Peningkatan Kesejahteraan Petani Desa Junrejo Kota Batu Agricultural Integrated System Based On Pringtion ( Price, Controlling And Distribution ) As An Effort To Improve The Welfare Of Rural Junrejo Village Farmers, Batu City Chastita Hikmatun Nisa1, Mukhamad Lukman Khakim1, Achmad Nabhan Yaman1, Muhammad Hadyan Rahman1, Salsabilla Harisma Indah1 1Program
Studi Teknologi Industri Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang Email:
[email protected]
ABSTRAK Kemiskinan dan kurangnya kesejahteraan petani merupakan permasalahan besar yang menyebabkan banyaknya petani beralih profesi. Petani sering dihadapkan dengan permasalahan besar yaitu ketidakstabilan harga komoditi hasil panen, gagal panen, serta distribution link yang sampai saat ini masih diserahkan ke tengkulak dimana 40% keuntungan diambil tengkulak. Sehingga digagaslah suatu sistem guna meningkatkan taraf kesejahteraan petani di Kota Batu dengan memberdayakan Petani, Ibu PKK serta pemuda karang taruna melalui sistem kelembagaan yang berdasar pada PRINGTION (Price, Controlling and Distribution). PRINGTION merupakan sistem kelembagaan yang dilakukan berdasarkan pada prinsip penstabilan harga komoditas, edukasi bertani yang baik, serta pendistribusian, berupa penyimpanan pengemasan dan pelatihan custumer links. Metode pelaksanaan yang dilakukan dengan pembuatan Modul PRINGTION. Selanjutnya sosialisasi yang dilakukan selama 4 kali sosialisasi, pada sosialisasi pertama dilakukan diskusi mengenai permasalahan petani yang ada dilapangan serta penyampaian solusi. Pada sosialisasi ke dua, dilakukan sosialisasi ke Ibu-ibu PKK dan remaja karang taruna mengenai pengolahan rantai pasok, penyimpanan dan pengolahan hasil panen. Pada sosialisasi ketiga dilakukan sosialisasi ke pemuda karang taruna mengenai konsep HPP dan BEP seta custumer links. Pada sosialisai ke empat dilakukan ke kelompok Tani mengenai cara pembuatan bibit sawi melalui alat hidroponik. Kata kunci : Petani, Ibu-ibu PKK, Pemuda Karang Taruna, PRINGTION ABSTRACT Poverty and lack of welfare of farmers is a big problem that causes many farmers to change professions. Farmers are often faced with major problems of commodity price volatility, crop failures, and distribution links that are still submitted to middlemen where 40% of profits are taken by middlemen. Therefore, a system was developed to improve the welfare of farmers in Batu City by empowering farmers, PKK mothers and youth of youth through institutional systems based on PRINGTION (Price, Controlling and Distribution). PRINGTION is an institutional system based on the principle of commodity price stability, good farming education, and distribution, in the form of packing storage and training of custumer links. The method of execution carried out by making the PRINGTION Module. Further socialization conducted during the 4 times of socialization, which in the first socialization of discussions on problems existing farmers in the field and the delivery of solutions. In the second socialization, socialization was conducted to PKK mothers and youth of youth about the processing of supply chains, storage and processing of crops. In the third socialization, socialization was done to youth of youth about the concept of HPP and BEP seta custumer links. In the fourth socialization conducted to the farmer group on how to manufacture seeds of sawi through hydroponics tools. Keywords: Farmers, PKK, Youth Taruna, PRINGTION
57
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
PENDAHULUAN Kota Batu merupakan kota yang berlokasi di sebelah barat Kota Malang dan hampir sebagian besar penduduk Kota Batu bermata pencaharian utama sebagai petani. Hal ini terlihat dari data Sakernas Kota Batu yang dirilis oleh badan pusat statistik (BPS) Kota Batu tahun 2011, dari 93.096 orang penduduk Kota Batu usia 10 tahun keatas, 34.011 orang bekerja di sektor pertanian (36,53%). Namun jumlah petani tiap tahunnya mengalami perununan. Hal itu dibuktikan dengan data hasil pencacahan lengkap Sensus Pertanian Kota Batu 2013, dimana dari 19.326 rumah tangga pertanian pada tahun 2003 yang berprofesi menjadi petani menyusut menjadi 17.357 rumah tangga pertanian pada tahun 2013, dengan laju penurunan sebanyak 1,07 % per tahun. Di Desa Junrejo Kota Batu penurunan terjadi sebesar 1,96 % pertahun yaitu dari 4.856 rumah tangga pertanian pada tahun 2003 menjadi 3.952 rumah tangga pertanian pada tahun 2013. Kemiskinan dan kurangnya kesejahteraan petani merupakan permasalahan besar yang menyebabkan banyaknya petani beralih profesi. Petani sering dihadapkan dengan 3 permasalahan besar, yaitu ketidakstabilan harga komoditi hasil panen, kurang maksimalnya hasil panen (gagal panen), serta selama ini petani kesulitan menjual hasil panennya karena tidak punya jalur pemasaran sendiri, akibatnya petani menggunakan sistim tebang jual dimana 40% dari hasil penjualan penenan menjadi milik tengkulak. Upaya yang dilakukan pemerintah sampai saat ini yaitu dengan merancang program Smartcity, dimana dengan smartcity masyarakat akan mendapatkan layanan publik. Program Smartcity dapat memudahkan warga untuk mengakses informasi sehingga terjadi interaksi balik diantara keduanya yaitu warga dan pemerintah. Namun banyaknya petani yang buta huruf dan teknologi sehingga upaya ini sangat sulit diterapkan.
Maka dari itu digagaslah suatu sistem guna meningkatkan taraf kesejahteraan petani di Kota Batu dengan memberdayakan remaja-remaja yang terkumpul pada karang teruna melalui sistem kelembagaan yang berdasar pada PRINGTION (Price, Controlling and Distribution). PRINGTION merupakan sistem kelembagaan yang dilakukan dari tahap persiapan, yang meliputi sosialisasi dan pendataan, kemudian tahap operasional seperti penyediaan pupuk, bibit, produksi, dan pengolahan. Tahap pendistribusian, berupa penyimpanan dan pendistribusian komoditi serta pemberian edukasi pada masyarakat dan mengaktifkan kegiatan karang taruna dalam membantu pensejahteraan petani. GAMBARAN UMUM MASYARAKAT SASARAN Desa Junrejo terletak di Kecamatan Junrejo Kota batu, Kabupaten Malang propinsi Jawa Timur, secara topografi secara keseluruhan desa Junrejo berbentuk lereng dan bukit.Kecamatan Junrejo berbatasan dengan Kabupaten Malang dan Kecamatan Batu. Desa Junrejo mengikuti perubahan putaran 2 iklim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Desa Junrejo memiliki luas wilayah sebesar 352,04 Ha yang memiliki 3 dusun dengan 10 RW dan 33 RT. Desa ini terletak pada ketinggian 635 meter diatas permukaan laut. Desa Junrejo sendiri memiliki beberapa jenis tanah yakni tanah andosol, tanah kabisol, tanah alluvial, dan tanah latosol. Sasaran pelaksanaan Program Kreativitas Mahasiswa ini adalah Karang Taruna yang ada di Desa Junrejo. Berdasarkan data perangkat desa tahun 2015, remaja karang tarunan desa junrejo sebanyak 102 orang yang terdiri dari 48orang laki-laki dan 54 orang perempuan. Selain remaja karang taruna, sasaran dari program ini lebih luasnya pada masyarakat yang berada pada desa Junrejo yang berprofesi sebagai petani. Sebagian besar masyarakat Desa Junrejo bekerja sebagai buruh tani, peternak sapi, karyawan, dan petani. Berdasarkan survey yang kami lakukan =terhadap 100 orang
58
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
sampel, 16 orang memiliki pendapatan dibawah Rp 500.000, 30 orang memiliki pendapatan (Rp 500.000 – Rp. 1.000.000), 35 orang memiliki pendapatan (Rp. 1.000.0001.500.000) dan 19 orang memiliki pendapatan diatas Rp. 1.500.000. Pendapatan tersebut merupakan pendapatan untuk satu rumah dengan total per bulan. Profesi yang mendominasi di Desa Junrejo adalah petani dan buruh tani, dimana tiap tahunnya permasalahan yang dihadapi khusunya di Desa Junrejo adalah mengenai kurangnya tingkat kesejahteraan masyarakat khususnya bagi petani dan buruh tani. Dimana hasil panen komoditi memiliki nilai jual yang rendah, hal tersebut dikarenakan adanya ketidakstabilan harga dan adanya peranan tengkulak yang mengambil untung berlebih.Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai post harvest dan comodities distribution membuat petani menjual hasil panen ke tengkulak, dimana tengkulak tersebut mengambil untung sebesar 40%. METODE Agriculture Integrated System Based on Pringtion merupakan metode untuk menerapkan konsep agriculture integrated di Desa Junrejo. Penerapan konsep ini dengan memberikan edukasi terhadap warga desa Junrejo baik secara Oral Presentation dan roadmap serta pelatihan penanganan serta pengolahan terhadap bahan dan produk hasil pertanian. Output yang diharapkan agar terciptanya sistem agroindustri yang terintegrasi. Adapun metode pelaksanaan penerapan konsep Pringtion di Desa Junrejo adalah sebagai berikut: Tahap 1 : Controling a) Pelatihan Pembuatan Bibit Sawi Tanaman sawi berumur 70 hari. Kemudian biji caisim dapat langsung dipanen. Setelah dipanen, biji caisim segera dijemur. Pada kondisi matahari yang terik, penjemuran dilakukan cukup 1-3 hari saja. Kemudian disimpan pada botol-botol kaca. Masa dormansi biji akan semakin bagus dan benih mampu bertahan disimpan selama 3 tahun. Sebelum ditanam dilakukan penyemaian bibit sawi dengan media semai yang
terdiri atas campuran antara pupuk kandang/kompos dengan tanah. Selama proses penyemaian dilakukan controling pada biji. b) Pelatihan Controling Tanaman Controling berarti melindungi tanaman dengan mengelola organisme yang menganggu tanaman, maupun tanaman itu sendiri, sedemikian rupa sehingga kerusakan yang ditimbulkan oleh OPT tidak sampai menimbulkan kerusakan ekonomis atau merugikan. Sasarannya adalah tanaman yang belum terganggu maupun yang telah terganggu atau terserang OPT. c) Pelatihan Penanganan Hama Pengendalian hama secara biologis dilakukan dengan menggunakan predator dan parasit alami hama tersebut. Tujuan pengendalian hama biologis adalah mengeliminasi hama dengan dampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan manusia yang sesedikit mungkin. Tahap 2 : Price a) Pelatihan BEP dan HPP Analisa break even dilakukan untuk menghitung hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan.Tujuannya agar didapatkan titik dimanatidak mengalami laba dan juga tidak mengalami rugi yang artinya seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi ini dapat ditutupi oleh penghasilan penjualan. b) Pelatihan Pengemasan Penyimpanan makanan di dalam kemasan supaya makanan terjaga. Tujuan dari pengemasan makanan yaitu perlindungan dari bahaya fisik (getaran, shock, dsb). Perlindungan dari kondisi iklim mikro luar kemasan (kelembaban, temperatur, cahaya, dsb). Memberikan kemudahan transportasi, terutama untuk makanan yang bersifat curah (cairan, butiran). c) Pelatihan Penyimpanan Penyimpanan makanan merupakan aktivitas pengawetan makanan secara
59
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
fisik untuk melindungi dari lingkungan dan bahaya dari luar (seperti hewan dan serangga) serta persiapan untuk dikonsumsi di waktu tertentu (termasuk untuk kondisi darurat). Penyimpanan yang benar dapat menambah umur simpan dari bahan. Tahap 3 : Distribution a) Pelatihan Costumer Links Customer Links memberikan edukasi mengenai hubungan penjual dan pembeli. Membangung hubungan kerjasama serta menjaga agar hubungan tetap terjaga dan memberikan keberlanjutan. Sehingga dapat membangung kerjasama yang berkelanjutan. b) Pelatihan Rantai Pasok Rantai pasok memberikan edukasi pengelolaan rantai siklus yang lengkap mulai bahan mentah dari para supplier, ke kegiatan operasional ,berlanjut ke distribusi sampai kepada konsumen. Supply chain management sebagai suatu koordinasi strategis dari rantai pasokan dengan tujuan untuk mengintegrasikan manajemen penawaran dan permintaan. Setelah melaksanakan metode tersebut secara bertahap maka akan dilakukan monitoring dan evaluasi yang bertujuan untuk melihat perkembangan dari Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat yang dilakukan. Dalam pelaksanaan program ini akan diketahui apakah ditemukan kendala dan dapat ditemukan rencana untuk mengatasi kendala tersebut, sehingga program ini akan berjalan dengan baik dan bermanfaat untuk masyarakat sasaran, yakni masyarakat Desa Junrejo, Kecamatan Junrejo Kota Batu. Kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan setiap 2 minggu sekali. HASIL DAN PEMBAHASAN Program Kreatifitas Mahasiswa PRINGTION memiliki hasil yaitu bahwa masyarakat secara bertahap memiliki pemahaman tentang Pre-Harvest, Harvest dan Post-Harvest tanaman dengan baik sehingga dapat meningkatkan pemahaman mereka
dalam memecahkan masalah. Program Kreatifitas Mahasiswa PRINGTION memfokuskan perhatian pada para pemuda Karang Taruna serta para petani untuk bekerja secara lebih baik dan meningkatkan taraf kesejahteraan kehidupan masyarakat di Desa Junrejo Kota Batu. Gambar 1. merupakan pertemuan yang diadakan untuk memperkenalkan dan mengetahui permasalahan yang ada secara langsung pada petani dan masyarakat Desa Junrejo. Gambar 2. merupakan sosialisasi yang sedang dilakukan secara bertahap mengenai metode yang akan dilakukan.
Gambar 1. Pertemuan dengan warga desa Junrejo
Gambar 2. Sosialisasi dengan warga desa Junrejo SIMPULAN PRINGTION merupakan sistem kelembagaan yang dilakukan berdasarkan pada prinsip penstabilan harga komoditas, edukasi bertani yang baik, serta pendistribusian, berupa penyimpanan pengemasan dan pelatihan custumer links serta pemahaman mendetail mengenai PreHarvest, Harvest dan Post-Harvest. Metode pelaksanaan yang dilakukan dengan pembuatan Modul PRINGTION dan
60
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
sosialisasi secara langsung kepada masyarakat Desa Junrejo, Kota Batu. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini tidak akan berjalan tanpa dengan baik apabila tidak didukung oleh beberapa pihak. Oleh karena itu, selayaknya mengucapkan terimakasih kepada KEMENRISTEKDIKTI yang telah memberikan dana untuk pelaksanaan penelitian ini. Kemudian terimakasih kepada Universitas Brawijaya yang telah memberikan dukungan terbaik dalam penelitian ini. Terimakasih juga untuk Bapak Rizky Luthfiah Ramadhan Silalahi, STP., MSc. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan selama penelitian berlangsung. Terimakasih pula untuk dosen-dosen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya yang telah memberikan dukungan dan bimbingan serta motivasi dari awal kegiatan sampai dengan akhir kegiatan serta keluarga dan temanteman yang mendukung dengan semangat yang tiada henti. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Data Penduduk. Badan Pusat Statistik. Jakarta Tim Sensus Pertanian. 2013. Sensus Pertanian Kota Batu. Badan Pertanian Kota Batu. Batu Tim Sensus Kota Batu. 2014. Sensus Penduduk Kota Batu. Kantor Walikota Batu. Batu
61
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
“NANO-RBPLUS” PEMANFAATAN TOKOTRIENOL, ORYZANOL, DAN FITOSTEROL MINYAK BEKATUL SEBAGAI ANTI DEGENERATIVE FOOD SUPPLEMENT “NANO-RBPlus” Utilization of Tocotrienol, Oryzanol, and Phytosterol in Rice Bran Oil as Anti Degenerative Food Supplement Rista Fitria Anggraini1*, Syifa Qolbiyah Nasir1, Nur Oktavia Suci Lestari1, Ni Luh Kadek Intan Puspita Sari1, Fyantina Eka Priliawati1 1Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang *Email:
[email protected] Jalan Veteran, Kota Malang, Jawa Timur
ABSTRAK Penyakit degeneratif seperti jantung, kolesterol, diabetes, dan kanker merupakan suatu penyakit yang muncul akibat kemunduran fungsi sel tubuh yang disebabkan karena adanya radikal bebas. Radikal bebas dapat dihambat dengan pemberian suatu suplemen pangan yang mengandung antioksidan. Bekatul merupakan hasil samping proses penyosohan padi yang memiliki potensi antioksidan tinggi. Antioksidan pada bekatul terdiri dari vitamin E (tokoferol, tokotrienol), γ-oryzanol, dan fitostetrol yang terbukti efektif dalam mencegah radikal bebas. “NANO-RBPlus” merupakan suatu inovasi pengembangan minyak bekatul menjadi anti degenerative food supplement. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui optimasi rendemen dan aktivitas antioksidan pada ekstraksi minyak bekatul. Metode yang digunakan adalah Response Surface Methodology Central Composite Design menggunakan faktor suhu (X1) dengan tiga level (30, 45, 60oC) dan waktu (X2) dengan tiga level (1, 2, 3 jam). Hasil optimasi didapatkan pada perlakuan suhu ekstraksi 40.68 derajat waktu 1.13 jam. Hasil validasi menunjukkan nilai rendemen 4.1348 ± 0.9391 % dan aktivitas antioksidan 50.6657 ± 1.8178 %. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa waktu ekstraksi berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap rendemen. Sedangkan suhu dan waktu ekstraksi tidak berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan Hasil optimasi selanjutnya akan dibuat dalam bentuk nanoemulsi untuk meningkatkan daya serapnya di dalam tubuh. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi awal pengembangan suplemen pangan yang bermanfaat bagi masyarakat. Kata kunci: antioksidan, bekatul, penyakit degeneratif, suplemen
ABSTRACT Degenerative diseases such as heart disease, diabetes, and cancer are caused by the decreasing of body cell in the presence of free radical. It can be inhibited by a food supplement which consist of antioxidant. Rice bran instead of the byproduct of rice prosessing, it also consist of high antioxidant, such as vitamin E (tocopherol, tocotrienol), γ-oryzanol, and phytosterol. It is proved to be effective in preventing free radicals. “NANO-RBPlus” is an innovation of rice bran oil development as an anti degenerative food supplement. The purpose of this research is to know the optimation of rendement and antioxidant activity of rice bran oil extract. The method used is Response Surface Methodology Central Composite Design using temperature (X1) with three levels (30, 45, 60 oC) and time (X2) with three levels (1, 2, 3 hours) as the factors. The result showed the optimum condition reached is in extraction temperature 40.68 0C with 1.13 hours. The validation result showed the rendemen value 4.1348 ± 0.9391% and antioxidant activity
62
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
50.6657 ± 1.8178 %. The result also showed that there is a significant value (P<0.05) of extraction time and temperature to rendemen value. Meanwhile there is no significant value of extraction time and temperature to antioxidant activity. The result of optimation obtained will be made into nanoemulsion in order to increase the digentability. This researched is projected to be the early development of useful food suplement for the society. Keywords: antioxidant, degenertive diseases, rice bran, supplement PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara berkembang masih mempunyai keterbatasan dalam menanggulangi masalah kesehatan, dimana prevalensi penyakit degeneratif semakin meningkat. Salah satu penyebab penyakit degeneratif adalah radikal bebas. Tubuh manusia dapat menetralisir radikal bebas bila jumlahnya tidak berlebihan. Berbagai bahan alam di Indonesia banyak mengandung antioksidan dengan berbagai bahan aktifnya, salah satunya adalah bekatul. Di Indonesia produksi bekatul sangat melimpah namun pemanfaatannya paling banyak hanya sebagai pakan ternak. Salah satu pemanfaatan lain dari bekatul yaitu dapat diambil minyaknya untuk digunakan sebagai suplemen fungsional. Antioksidan pada bekatul terdiri dari beberapa senyawa fitokimia seperti tokoferol (82.15 μg/g), tokotrienol, dan γoryzanol (5.701 mg/g) (Moongngarm, et al., 2012) yang bermanfaat melawan radikal bebas dalam tubuh terutama set kanker, serta membantu menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Oleh karena itu, minyak bekatul dapat dimanfaatkan sebagai suplemen pangan untuk meningkatkan kualitas kesehatan manusia (Orthoefer, 2005). Dari semua produk suplemen di Indonesia, belum ada suplemen pangan yang berasal dari minyak bekatul. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dikembangkan suplemen fungsional dari ekstraksi minyak bekatul dengan pengembangan metode nano emulsi yang mencegah penyakit degeneratif secara efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui optimasi rendemen minyak bekatul yang menghasilkan respon aktivitas antioksidan, untuk mengetahui senyawa bioaktif apa saja yang dapat di ekstraksi dari minyak bekatul serta karakterisasi nanoemulsi minyak bekatul. Diharapkan
hasil dari penelitian ini dapat menghasilkan sebuah suplemen fungsional yang kaya antioksidan. BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam pembuatan suplemen meliputi timbangan analitik, refrigerator, oven , thermometer raksa, shaker waterbath, glassware, bola hisap, homogenizer,, spatula kaca dan besi. Alat yang digunakan untuk analisis meliputi spektrofotometer, timbangan analitik, centrifuge, glassware, particle size analyzer, Ultra Thorax, vortex, dan pipet ukur. Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan suplemen yaitu bekatul yang didapatkan dari penggilingan padi di kota Malang dan diambil kurang dari 24 jam setelah penggilingan. Bahan lain yang diperlukan yaitu sugar ester, etanol, metanol, DPPH, kuersetin, aquades, Tween 80. Rancangan Penelitian Metode yang digunakan merupakan metode rancangan CCD (Central Composite Design) dari RSM (Response Surface Method). Faktor yang digunakan adalah suhu ekstraksi (X1) dan waktu ekstraksi (X2), sedangkan respon yang akan dioptimasi adalah aktivitas antioksidan (Y1) dan rendemen ekstraksi (Y2). Suhu ekstraksi yang digunakan adalah 30°C, 45°C, 60°C dan waktu ekstraksi yang digunakan yaitu 1 jam, 2 jam, 3 jam. Data faktor dan respon yang digunakan selanjutnya dimasukkan ke dalam program Design Experts 10 dan secara otomatis program akan membuat rancangan penelitian yang terdiri dari 13 running. Data hasil pengamatan respon optimasi dianalisis dengan menggunakan Response
63
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Tabel 1. Nilai total rendemen dan aktivitas antioksidan berdasarkan respon suhu dan waktu ekstraksi No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Variabel sebenarnya Suhu ekstraksi Waktu ekstraksi (celcius) (menit) 30.00 1.00 60.00 1.00 30.00 3.00 60.00 3.00 23.79 2.00 66.21 2.00 45.00 0.59 45.00 3.41 45.00 2.00 45.00 2.00 45.00 2.00 45.00 2.00 45.00 2.00
Surface Methodology pada aplikasi Design Expert. Pengolahan data yang dilakukan meliputi analisis pemilihan model, analisis ragam (ANOVA), dan penentuan kondisi optimum. Selanjutnya dilakukan validasi dan jika hasilnya tidak berbeda nyata (tingkat kesalahan <5%) dengan hasil pada software maka nilai optimasi dianggap sesuai. Metode penelitian Persiapan Sampel Sampel bekatul diayak dengan ayakan 100 mesh. Sampel dengan ukuran 100 mesh ditimbang 80 gram dan distabilisasi dengan menggunakan microwave dengan daya 320 Watt selama 5 menit. Ekstraksi Sampel Sampel ditimbang sebanyak 25 gram pada masing-masing perlakuan dan diduplo. Sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan Nhexane sebanyak 150 ml. Sampel di maserasi dengan shaker water bath sesuai dengan waktu perlakuan. Kemudian sampel disaring dengan kertas saring halus. Filtrat ditempatkan pada wadah tertutup. Untuk memperoleh minyak bekatul dilakukan
Variabel respon Rendemen (%) Aktivitas Antioksidan (%) 8.0462 59.8575 8.7252 39.6989 9.1308 59.6200 10.4016 45.2500 9.0020 35.8500 8.1188 34.2735 3.8838 53.5250 9.4214 43.6752 8.2338 60.3803 7.5262 63.8129 8.8096 60.2138 7.3688 49.9208 7.002 54.4374
evaporasi dengan rotary evaporator selama 5 menit. Uji Antioksidan Minyak bekatul ditimbang 0.1 gram. Kemudian ditambahkan 3.9 mL metanol. Selanjutnya diambil 1 ml dan ditambahkan 6 ml methanol. Diambil 3 ml kemudian ditambahkan 1 ml DPPH dalam metanol 0,2 M. Sampel diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit. Setelah itu sampel diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm. HASIL DAN PEMBAHASAN Total Rendemen Uji total rendemen dilakukan pada 13 sampel satuan percobaan berdasarkan program Design Experts dengan sistem duplo. Hasil dari uji rendemen dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan hasil uji ANOVA dengan model linear diketahui bahwa model berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap hasil uji rendemen. Faktor waktu (X2) berpengaruh signifikan (P<0.05) terhadap rendemen (Gambar 1).
64
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Tabel 2 Hasil uji ANOVA respon total rendemen (Terlampir) Source Some of Mean F Value df Squares Square Model 14.09 2 7.04 4.52 A-Suhu 0.061 1 0.061 0.039 B-Waktu 14.02 1 14.02 9.00 Residual Lack of fit 13.48 6 2.25 4.27 Pure Error 2.10 4 0.53 Cor Total 29.67 12 Hal ini sesuai dengan pendapat Natsir (2009) yang menyatakan bahwa waktu ekstraksi mempengaruhi jumlah minyak dedak yang diperoleh. Semakin lama waktu ekstraksi, semakin lama pula waktu kontak antara pelarut n-hexane dengan sampel sehingga semakin banyak zat terlarut yang terkandung di dalam padatan yang terlarut di dalam pelarut (Natsir, 2009). Berdasarkan uji ANOVA diketahui bahwa lack of fit (ketidaksesuaian model) memberikan pengaruh yang tidak signifikan (P>0.05) (lihat Tabel 2), artinya data yang diperoleh bisa diterima secara statistik.
P Value
Keterangan
0.0400 0.8467 0.0133
Significant
0.0907
Not significant
Significant
diketahui hanya faktor X12 (suhu) yang memberikan pengaruh nyata (lihat Gambar 2). Nilai lack of fit (ketidaksesuaian model) memberikan pengaruh yang tidak signifikan (P>0.05), artinya data yang diperoleh bisa diterima secara statistik. Hasil uji ANOVA dapat dilihat pada Tabel 3. Suhu dan waktu ekstraksi tidak memberikan pengaruh nyata (P>0.05) terhadap aktivitas antioksidan dikarenakan beberapa faktor, diantaranya suhu ekstraksi yang digunakan tidak cukup tinggi yang dapat menyebabkan senyawa antioksidan rusak. Menurut Srisaipet, et al. (2014) senyawa γ-oryzanol pada minyak bekatul dapat tahan sampai dengan suhu 120oC. Minyak bekatul yang digunakan secara komersial juga memiliki titik didih yang tinggi, yaitu mencapai 475oF (Patel, et al., 2004).
Gambar 1. Pengaruh suhu dan waktu terhadap rendemen Aktivitas Antioksidan Hasil uji aktivitas antioksidan pada 13 satuan percobaan dengan sisitem duplo dapat dilihat di Tabel 1. Berdasarkan hasil uji ANOVA dengan model kuadratik diketahui bahwa model tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap aktivitas. Faktor suhu dan waktu serta interaksi antara suhu dan waktu tidak memberikan pengaruh nyata (P>0.05) terhadap aktivitas antioksidan. Berdasarkan uji ANOVA
Gambar 2. Pengaruh suhu dan waktu ekstraksi terhadap aktivitas antioksidan Optimasi Optimasi yang disarankan oleh program Design Expert dicapai pada ekstraksi suhu 40.68oC Waktu 1.13 jam
65
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
dimana program memprediksi nilai rendemen 6.95147% dan aktivitas antioksidan 57.9185% . Prediksi ini memiliki desirability 0.706. Validasi telah dilakukan berdasarkan suhu dan waktu yang disarankan Design Experts dan didapatkan nilai rendemen 4.1348 ± 0.9391 % dan aktivitas antioksidan 50.6657 ± 1.8178 %. Hasil optimasi yang disarankan oleh program dapat juga dibuat ke dalam kurva 3 Dimensi seperti pada Gambar 3.
formulasi tambahan dalam pangan yang dapat meningkatkan ketersediaan komponen bioaktif (Tan and Nakajima, 2005). SIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa waktu ekstraksi berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap rendemen. Sedangkan suhu dan waktu ekstraksi tidak berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan. Hasil optimasi didapatkan pada perlakuan suhu ekstraksi 40.68 derajat waktu 1.13 jam. Hasil validasi menunjukkan nilai rendemen 4.1348 ± 0.9391 % dan aktivitas antioksidan 50.6657 ± 1.8178 %. UCAPAN TERIMA KASIH
Gambar 3. Kurva hasil optimasi dalam bentuk 3 Dimensi Nanoemulsi Nanoemulsi merupakan emulsi dengan ukuran droplet berukuran nano (20-200 nm). Nanoemulsi dianggap lebih stabil karena tahan terhadap creaming dan flokulasi karena memiliki gerak Brown yang tingg dan stabilitas steriknya yang efisien (Wooster, et al., 2008). Dalam industri pangan, nanoemulsi komponen bioaktif yang memungkinkan digunakan sebagai
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini, terutama kepada Kementrian Riset dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia yang telah memberikan bantuan pendanaan penelitian sehingga penelitian ini dapat terlaksana. DAFTAR PUSTAKA Moongngarm, A, Daomukda N, Khumpika S. 2012. Chemical Compositions, Phytochemicals, and Antioxidant Capacity of Rice Bran, Rice Bran Layer, and Rice Germ. APCBEE Procedia Vol. 2
Tabel 3. Hasil uji ANOVA respon aktivitas antioksidan Source Model A-Suhu B-Waktu AB A2 B2 Residual Lack of fit Pure Error Cor Total
Some of Squares 761.64 168.89 9.28 8.38 566.83 35.45 470.79 348.77 122.02 1232.43
df 5 1 1 1 1 1 7 3 4 12
Mean Square 152.33 168.89 9.28 8.38 566.83 35.45 67.26 116.26 30.50
F Value
P Value
Keterangan
2.26 2.51 0.14 0.12 8.43 0.53
0.1581 0.1571 0.7213 0.7345 0.0229 0.4914
Not Significant Not Significant Not Significant Not Significant Significant Not Significant
3.81
0.1145
Not significant
66
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
pp 73-79. Natsir, S, Fitriyanti, Kamila H. 2009. Ekstraksi Dedak Padi Menjadi Minyak Mentah Dedak Padi (Crude Rice Bran Oil) dengan Pelarut N-Hexane dan Ethanol. Jurnal Teknik Kimia No.2 Vol.16 April 2009 Orthoefer, F. T. 2005. Rice Brain Oil. In Bailey’s Industrial Oil and Fat Products, Sixth Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc. Patel M and Naik SN. 2004. Gamma – oryzanol from Rice Bran Oil – A Review. Journal of Scientific and Industrial Research Vol.63 pp 569-578 Srisaipet A., and Nuddagul M. 2014. Influence of Temperature on GammaOryzanol Stability of Edible Rice Bran Oil during Heating. International Journal of Chemical Engineering and Applications, Vol. 5, No. 4, August 2014 Tan, C.P. and Nakajima. 2005. Β-Carotene Nanodispersions : Preparation, Characterization and Stability Evaluation. Food Chemistry 92: 661-671 Wooster, T.J., Golding M., Sanguansri P. 2008. Impact of Oil Type on Nanoemulsion Formation and Ostwald Ripening Stability. Langmuir 24: 12758-12765
67
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
“SEBLAK SUWENG” SEBLAK BASAH INSTAN SEBAGAI INOVASI FUSION FOOD SEBLAK TRADISIONAL DENGAN CITARASA ASIA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI SENTRIFUGAL BERBASIS EDUKASI WAYANG INDONESIA MENUJU MEA “Seblak Suweng” Instant Wet Seblak As Fusion Food Inovation of Traditional Seblak with Asia Taste Using Centrifugal Technology that Indonesia’s Puppet Education Based Towards MEA Lisa Imro’atus Sholikhah1*, Asri Nur Aisyah1, Wahyu Tri Harsono1, Aida Nur Laili1, M. Rafiur Reza2 1Jurusan 2Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya, Malang Teknologi Industri Pertanian, FTP Universitas Brawijaya, Malang *Email:
[email protected] Jl. Veteran, Malang 65145
ABSTRAK Seblak merupakan makanan khas Jawa Barat terbuat dari kerupuk aci dan bumbu rempah dengan rasa khas pedas. Seblak disajikan manual, dibuat secara langsung oleh pedagang ketika ada pembeli karena seblak kurang nikmat jika disajikan dalam keadaan dingin. Hal ini memakan waktu yang cukup lama. Selain itu, gaya hidup modern dan tingkat aktivitas yang tinggi menjadikan masyarakat menginginkan segala sesuatu serba instan dan praktis. Cita rasa seblak cenderung monoton dan kurang memiliki nilai fungsional menjadikan konsumen bosan. Di sisi lain, budaya wayang mulai dilupakan oleh generasi muda dan kurangnya inovasi pelestarian. Melihat peluang tersebut, kami menciptakan inovasi produk “SEBLAK SUWENG”, seblak basah instan dengan cita rasa red curry (Thailand) dan laksa (Singapura). Inovasi produk perpaduan (fusion food) seblak khas Indonesia dengan bumbu khas Asia. Berbahan dasar kerupuk udang dengan bumbu rempah-rempah pilihan tanpa bahan kimia yang dilengkapi topping sosis dan nori untuk menambah nilai fungsional produk. Seblak Suweng memiliki ikon wayang (red curry: hanoman, laksa: arjuna) dan pada tutup kemasan terdapat deskripsi singkat wayang tersebut untuk menambah wawasan konsumen. Produk ini mudah disajikan, praktis dan ekonomis, dapat dinikmati setiap saat, edukatif, serta memiliki umur simpan lebih panjang karena teknologi sentrifugal meminimalisir kerusakan oksidasi dan terdapat senyawa antimikrobia alami dari rempah-rempah. Adanya berbagai keunggulan produk yang kami miliki, kami yakin produk Seblak Suweng mampu menguasai pasar secara global. Kata kunci: functional food, fusion food, laksa, seblak instan, red curry ABSTRACT Seblak is West Java’s traditional food made from aci kerupuk and spices seasoning with hot spicy unique taste. Seblak is served manually and made directly by the seller when there is buyer because it is less delicious if served in cold condition. It takes long time. Beside that, modern lifestyle and high activity make society want many things become instant and simple. The taste of seblak tends monotonous and less nutritive caused the consumer become bored. In other side, puppet culture began to be forgotten by young generation and less perpetuation innovation. Looking up that opportunity, we created product innovation “SEBLAK SUWENG” instant wet seblak with red curry (Thailand) and laksa (Singapore) taste. Product innovation of fusion food, seblak from Indonesia with special seasoning from Asia. The raw material is shrimp kerupuk with selected spices seasoning without any chemical additive and completed with sausage and seaweed toppings for increasing the functional value of product. Seblak Suweng has puppet icon (red curry : hanoman, laksa : arjuna) and there is short description about puppet in the lid of cup for additional knowledge to consumer. This product is easy to be served, simple and economical, can be 68
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
enjoyed whenever, educative, and also it has longer storange time because sentrifugal technology that is applied can minimize the oxidative damage and there is natural antimicrobial substances from spices. With these superiorities of our product, we believe that Seblak Suweng product can take-over the market globally. Keywords : functional food, fusion food, instan seblak, laksa, red curry PENDAHULUAN Indonesia memiliki beragam kuliner yang unik, menarik, penuh cita rasa dan menggugah selerah sehingga membuat masyarakat memiliki hobi berkuliner. Produsen terus berupaya untuk menciptakan produk-produk makanan baru untuk memenuhi selera konsumen. Namun, hanya sedikit yang berhasil karena beberapa sebab yaitu sedikitnya produk yang benarbenar diformulasikan dengan baik, perkembangan produk makanan terhambat akibat terbatasnya keinginan pasar untuk menguji dan menerima produk makanan baru atau diperbaharui, produk yang sedang diperkenalkan harus disesuaikan dengan pasar yang dimasuki, perusahaan makanan selama ini tidak cukup berorientasi pada pasar. Beberapa produk telah diluncurkan oleh produsen kuliner, salah satunya adalah seblak khas Bandung. Seblak yang ada yang ada sekarang ini kurang memiliki nilai fungsional produk karena hanya mengandung karbohidrat. Selain itu, cita rasa seblak yang kurang inovatif mengakibatkan masyarakat menjadi bosan. Penjualan seblak secara konvensional cukup memakan waktu karena harus dibuat secara langsung saat pembeli datang. Hal ini menyebabkan seblak menjadi kurang praktis karena tidak dapat disajikan dengan cepat, tidak dapat dinikmati kapanpun dan di manapun. Kondisi ini mendorong masyarakat lebih menyukai segala sesuatu serba instan. Namun, produk pangan instan dikhawatirkan kurang sehat karena banyak mengandung bahan tambahan pangan kimia yang tidak baik bagi kesehatan. Bermula dari ini, perlu dilakukan inovasi produk seblak basah instan yang praktis, aman untuk kesehatan, memiliki nilai fungsional dan disajikan dengan rasa yang berbeda. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan inovasi produk seblak yang
dapat menjadi alternatif pangan fungsional yang sehat dan bersifat edukatif wayang, mengetahui strategi pemasaran seblak agar diterima oleh seluruh kalangan masyarakat luas dan berdaya saing MEA, serta mendirikan perusahaan pangan Seblak Suweng yang beromzet tinggi dan mampu memberdayakan banyak pekerja sehingga membuka lapangan kerja yang besar dan mengurangi pengangguran. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan utama yang digunakan adalah kerupuk udang, rempah-rempah, cabe, nori dan sosis. Bahan tambahan lain yang dibutuhkan adalah gula pasir, garam dan terasi. Seluruh bahan yang digunakan diperoleh dari pasar Besar, Malang. Alat Alat yang digunakan dalam kegiatan ini adalah kompor, alat penggorengan, blender, hand sealer, spinner, pisau, sendok, piring dan papan potong. Metode Persiapan Kegiatan ini akan dilaksanakan sesuai jadwal yang telah ditentukan dan diperlukan waktu selama 4 bulan. Proses produksi akan dilaksanakan di tempat produksi yang sengaja disewa. Lokasi untuk memproduksi “SEBLAK SUWENG” akan dipertimbangkan terkait efisiensi tempat, waktu dan biaya untuk melakukan proses produksi, terutama tempat yang dekat dengan sumber bahan baku. Pemantapan Riset Pasar Pemantapan Riset Pasar dilakuan untuk melihat bagaimana kesadaran konsumen mengenai pola konsumsi jajanan sehat, supaya kita tahu pangsa pasar yang dituju. Selain itu, dilakukan pula survey
69
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
tempat yang berpotensi untuk pemasaran. Pembelian bahan baku dan alat penunjang dilakukan setelah survey pasar dan secara kontinyu sesuai dengan kebutuhan proses produksi. Pembelian alat-alat pun juga dilakukan untuk menunjang proses produksi Seblak Suweng. Perancangan strategi pemasaran Strategi pemasaran Seblak Suweng dilakukan berdasarkan bauran 4P: Produk (Product) SEBLAK SUWENG merupakan inovasi produk dari seblak berbahan baku kerupuk aci khas kota Bandung berupa fussion food yakni perpaduan masakan dari dua negara berbeda. Produk ini adalah seblak basah instan yang terbuat dari kerupuk udang dan terdiri dari dua varian rasa yaitu rasa Red Curry khas Thailand serta Laksa khas Singapura. Pembuatan bumbu menggunakan rempah-rempah lokal yang tidak berbeda jauh dengan masakan Indonesia sehingga mudah diterima oleh lidah masyarakat Indonesia. Selain itu, Seblak Suweng ini menggunakan topping sosis dan nori yang mampu menyempurnakan sajian Seblak Suweng. Setiap varian rasa seblak suweng mengangkat 1 tokoh wayang. Rasa red curry mengangkat tokoh Hanoman dan rasa laksa mengangkat tokoh Arjuna. Bahan baku yang berkualitas serta memiliki kandungan nutrisi yang tinggi mampu menjawab kebutuhan konsumen akan makanan sehat di era sekarang. Serta kemasan yang edukatif, unik, praktis, dan menarik mampu memberikan alternatif lain dalam mengembangkan dan melestarikan budaya wayang Indonesia. Selain itu juga dapat mengenalkan budaya wayang secara global. Harga (Price) Harga tiap kemasan adalah Rp. 10.000,00 untuk kemasan dengan berat bersih 80 gram. Produk yang kami tawarkan memiliki dua varian rasa Laksa khas Singapura dan Red curry khas Thailand. Tempat (Place) Lokasi pemasaran produk kami meliputi Kota Malang dan kota-kota besar di Indonesia. Pemasaran produk di Kota
Malang dilakukan dengan cara berjualan langsung dengan mengikuti bazar-bazar makanan. Sedangkan untuk memenuhi keinginan konsumen yang berada di luar kota Malang, kami melakukan penjualan secara online dan bekerja sama dengan jasa pengiriman barang untuk mengirimkan produk kami hingga ke tangan konsumen. Promosi (Promotion) Strategi pemasaran produk kami yaitu melalui Online dan Offline. Pemasaran secara online kami lakukan secara efektif dan efisien melalui jejaring sosial. Pemasaran secara online akan efektif untuk memperluas lokasi pemasaran karena informasi produk dapat menjangkau konsumen yang berada jauh dari lokasi produsen. Promosi Seblak Suweng via online yaitu melalui line@ (@sra0596v), website resmi (www.seblak-suweng.com) dan whatsapp (085736149490). Produk ini hadir dengan tambahan sisi edukasi yang tercantum pada kemasan bagian atas yaitu berupa sejarah anoman yang merupakan icon dari Seblak Suweng, Hal ini tentu tanpa melupakan fungsi utama sebagai media pemasaran. Sedangkan untuk pemasaran offline, kami menjual produk ini secara langsung ke konsumen dan mengikuti bazar makanan dalam event-event di Kota Malang. Dalam memasarkan produk, kami memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kelebihan yang dimiliki produk kami seperti praktis, murah, unik, kaya rasa, memiliki nilai fungsional produk, bebas bahan pengawet dan sehat. Kami juga mengajak masyarakat mengenal kembali sejarah tokoh wayang melalui kemasan yang kami gunakan dengan mengangkat beberapa tokoh wayang sebagai ikon untuk setiap varian produk. Hal ini dilakukan agar masyarakat kembali mencintai wayang sebagai warisan budaya Indonesia. Pengajuan Legalitas Tahap selanjutnya adalah pengajuan legalitas seperti HKI (Hak atas Kekayaan Intelektual), sebagai produk inovasi pertama tentu Seblak Suweng harus memiliki legalitas ini. Selain itu, sertikasi Seblak Suweng dengan cara pengurusan halal dari MUI. Tujuannya untuk memperluas pemasaran, penguatan
70
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Branding dan hak kepemilikan produk yang kami gagas serta mendapat kepercayaan masyarakat. HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan Produksi Seblak Suweng mulai diproduksi pada 14 April 2017. Seblak suweng merupakan seblak basah instan sehingga pembuatannya tidak perlu dilakukan di oulet sesuai pesanan konsumen tetapi dapat dinikmati kapanpun dan dimanapun. Pelaksanaan produksi bertempat di Jalan Pahlawan IVC/6, Balearjosari, Malang. Proses produksi dilaksanakan setiap hari Sabtu dan Minggu mulai pukul 08.00 – 15.00 WIB. Proses produksi terdiri dari 3 tahapan yaitu pengolahan kerupuk udang, pembuatan bumbu, dan pembuatan topping. Kerupuk udang yang diperoleh dari supplier digoreng sangrai. Bumbu seblak dibuat dari rempah-rempah asli Indonesia tanpa bahan tambahan pangan kimia yang dihaluskan kemudian ditumis hingga menjadi pasta. Penambahan topping berupa nori lembaran yang telah dipotong kecil-kecil dan sosis yang digoreng kering. Lalu, bumbu dan topping dikemas secara rapat menggunakan plastik agar lebih praktis. Terakhir adalah proses pengemasan produk menggunakan paper pack yang telah diberi label. Pada bagian tutup paper pack terdapat label yang berisi cerita edukatif tentang ikon wayang Seblak Suweng. Produksi dilakukan untuk memenuhi permintaan konsumen melalui sistem preorder dengan memanfaatkan media sosial seperti instagram dan line. Jangkauan pasar seblak suweng cukup luas, meliputi kotakota besar di Pulau Jawa antara lain Malang, Surabaya, Jakarta dan Jogjakarta. Selain dengan sistem tersebut, penjualan Seblak Suweng juga dilakukan pada bazaar seperti Pesta Wirausaha TDA Jakarta. Sertifikasi Produk dan Analisa Pangan Merek berfungsi sebagai pembeda dari produk barang maupun jasa sejenis. Penggunaan merek juga berfungsi sebagai jaminan nilai hasil produksi khususnya mengenai kualitas suatu produk yang dihasilkan. Pendaftaran paten merek berfungsi untuk memberikan perlindungan
hukum terhadap suatu produk dan memberikan kepastian hukum terhadap produk dan bagi pemegang hak ekslusif terhadap merek tersebut. Sehingga setiap produk diwajibkan untuk mendaftaran merek dagangnya untuk mencegah adanya penjualan dengan merek yang sama. Produk pangan juga harus memiliki sertifikasi halal agar konsumen percaya dan merasa aman ketika mengonsumsi suatu produk. Pengolahan pangan yang diproduksi oleh Industri Rumah Tangga wajib untuk memiliki Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) yang diterbitkan oleh Bupati atau Walikota dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Produk pangan yang akan dipasarkan juga harus diketahui komposisi gizi, adanya bahan tambahan pangan serta nilai kualitas produk pangan sehingga segala jenis klaim yang diberikan mampu untuk dipertanggung jawabkan. Seblak Suweng tengah dalam proses pendaftaran merek dagang kepada Direktorat Jendal Hak Kekayaan Intelektual (Dirjen HAKI) melalui LPPM Universitas Brawijaya. Selain itu, Seblak Suweng juga dalam tahap pengumpulan berkas untuk persyaratan pendaftaran sertifikasi Halal dan P-IRT (Pangan Industri Rumah Tangga). Seblak Suweng sedang melakukan pengujian analisa pangan di Laboratorium Pengujian Mutu dan Keamanan Pangan Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya untuk mengetahui kandungan gizi dari Seblak Suweng. Penjualan Penjualan Seblak Suweng mengalami peningkatan setiap bulannya. Pada bulan April penjualan Seblak Suweng varian rasa Red-Curry mencapai 93 pack. Pada pertengahan bulan Mei penjualan Seblak Suweng varian rasa Red-Curry mencapai 100 pack. Tingginya penjualan disebabkan Seblak Suweng mengikuti event bazaar kewirausahaan di Jakarta. Hal ini menunjukkan bahwa Seblak Suweng mampu diterima oleh masyarakat dan memiliki potensi untuk dikembangkan dengan perluasan jangkauan pasar serta inovasi produk.
71
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Keuangan Keuangan merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pendirian usaha pangan Seblak Suweng. Analisa kelayakan usaha perlu dilakukan sebelum penjualan dimulai untuk menghindari adanya kerugian. Analisa Kelayakan Usaha Penentuan harga jual produk perlu dilakukan analisa kelayakan usaha terlebih dahulu sehingga dapat diketahui harga pokok produksi dan waktu pengendalian modal. Jumlah modal yang dibutuhkan untuk pendirian usaha ini sebesar Rp 9.543.250,-. Kapasitas produksi dan penjualan Seblak Suweng selama 1 bulan diperkirakan mencapai 500 pack. Harga Nett/HPP = (Nilai Penyusutan per bulan + Biaya Habis Pakai + Perjalanan) / Kapasitas Produksi = (307.284 + 2.867.250 + 119.000) / 500 = Rp 6.587,068 Setelah diketahui harga pokok produksi, Seblak Suweng menentukan harga jual sebesar Rp 10.000,-. a. Biaya Produksi = Biaya Habis Pakai + Nilai Penyusutan per Bulan = 2.867.250 + 307.284 = Rp 3.174.534 b. Hasil Usaha = Jumlah Produksi x Harga Jual = 500 x 10.000 = Rp 5.000.000 c. Keuntungan = Hasil Usaha – Biaya Produksi = 5.000.000 – 3.174.534 = Rp 1.825.466 d. R/C (R=Review/Pendapatan, C=Cost/pengeluaran) = Hasil Usaha : Biaya Produksi = 5.000.000 : 3.174.534 = 1,575 Artinya, setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan untuk produksi menghasilkan penerimaan sebesar 1,575 rupiah e. Jangka Waktu Pengembalian Modal = (Modal awal+gaji karyawan): Keuntungan x Lama Produksi = (9.543.250 + 550.000): 1.825.466 x 1
bulan = 5,53 bulan Dengan menjual 500 pack Seblak Suweng setiap bulannya, maka diperkirakan pengembalian modal yang dibutuhkan sebesar 5,53 bulan. f. Break Event Point = Nilai Penyusutan per Bulan : 1 – (Biaya Habis Pakai : Hasil Usaha) = 307.284 : 1 – (2.867.250 : 5.000.000) = 307.284 : 0,427 = Rp 720.393,86 ~ 72,04 buah Artinya, usaha tidak rugi dan tidak untung (impas) saat dihasilkan pendapatan sebesar Rp 720.384 atau terjual sebanyak 73 buah dari penjualan. SIMPULAN Seblak Suweng merupakan usaha bisnis di bidang kuliner yang mengangkat makanan khas Indonesia yaitu Seblak. Usaha ini mengembangkan dan menginovasi seblak ke dalam bentuk yang cepat saji, modern, serta praktis. Seblak Suweng merupakan inovasi produk dari seblak berbahan baku kerupuk aci khas kota Bandung berupa fussion food yakni perpaduan masakan dari dua negara berbeda. Produk ini adalah seblak basah instan yang terbuat dari kerupuk udang dan terdiri dari dua varian rasa yaitu rasa Red Curry khas Thailand serta Laksa khas Singapura. Pembuatan bumbu menggunakan rempah-rempah lokal yang tidak berbeda jauh dengan masakan Indonesia sehingga mudah diterima oleh lidah masyarakat Indonesia. Selain itu, Seblak Suweng ini menggunakan topping sosis dan nori yang mampu menyempurnakan sajian Seblak Suweng. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan dalam penulisan jurnal ini, yakni kepada : 1. Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan jurnal ini. 2. Orang tua yang telah memberikan dukungan baik secara riil maupun material.
72
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
3. Bapak Jaya Mahar Maligan, STP. MP selaku Dosen Pembimbing yang memberikan masukan selama kegiatan wirausaha ini. 4. Ibu Prof. Dr. Teti Estiasih, STP., MP, selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. 5. Teman-teman yang selalu memberikan dukungan dan semangat selama penyusunan jurnal ini. DAFTAR PUSTAKA Irianto, K. 2010. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Bandung : Yrama Widya. Milanti, Orisya Syam. 2012. Analisis Pengaruh Experimental Marketing dan Elektronik Word of Mouth terhadap Brand Awareness dan Purchase Intention. Depok : Universitas Brawijaya Nilsen, A. C. 2008. Majalah Appetite Journay, I/V/Okt 2008. Resipitory.upi.edu. Diakses pada tanggal 1 Mei 2017. Richman. 2013. Kandungan Nutrisi dan Manfaat Kunyit. http://caping.lsdpqt. org/2013/05/kandungan-nutrisi-danmanfaat-kunyit.html. Diakses pada tanggal 1 Mei 2017. Rukmana, Rahmat. 2015. Usaha Tani Jahe. Yogyakarta : Kanisius Suprapti, M. Lies. 2002. Teknologi Tepat Guna Membuat Terasi. Yogyakarta : Kanisius Suprapti, M. Lies. 2005. Kerupuk Udang Sidoarjo. Yogyakarta : Kanisius Standar Nasional Indonesia (SNI 01-38201995) Waluyani, Dyah O. 2012. Diakses dari http://food.detik.com/read/2012/04/ 16/171113/1893709/900/makan-noriberlebihan-bisa-tingkatkan-resikokanker. Diakses pada tanggal 2 Mei 2017 WiseGreek. 2013. California Cuisine. Retrived from http://www.wisegeek. com/what-is-california-cuisin.html
73
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
ANTARES: INOVASI ANTISEPTIK TANPA RESIDU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS SUSU SAPI DEMI TERWUJUDNYA SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS ANTARES: Antiseptic Innovation Without Residue to Improve the Quality of Cow Milk for the Realization of Sustainable Development Goals Rizal Pandu Syahputra*1, Muhamad Ferian Hendrasmara2, Muhamad Fahmi Firdaus3 1,2,3 Fakultas
Kedokteran Hewan, Universitas Brawijaya, Malang *Email:
[email protected] ABSTRAK
Peningkatan kebutuhan susu sapi oleh masyarakat saat ini belum diimbangi oleh kualitas produktivitas susu yang baik oleh peternak. Penggunaan bahan kimia seperti iodine, chlorhexidine dan chlorin sebagai antiseptik pada proses pemerahan susu sapi dapat menimbulkan residu pada susu yang berdampak buruk bagi kesehatan manusia. Kaitannya dalam mewujudkan Sustainable Development Goals nomor 3 tentang peningkatan kualitas kesehatan, maka perlu adanya satu inovasi baru terkait hal ini. Salah satu inovasi tersebut adalah melalui pemanfaatan bahan alam dari limbah bonggol nanas dan limbah tempurung kelapa sebagai bahan antiseptik tanpa residu (ANTARES). Kandungan enzim bromelin dalam limbah bonggol nanas memiliki aktivitas antimikrobial dan anti-inflamasi sehingga dianggap tepat untuk digunakan dalam upaya preventif terhadap penyakit mikrobial pada sapi perah yang dapat mempengaruhi kualitas susu. Terutama adalah penyakit mastitis. Selain itu, kandungan biosurfaktan yang didapatkan dari tempurung kelapa berpotensi sebagai detektor mastitis pengganti reagent CMT. Hal ini didasari pemikiran bahwa harga reagent CMT yang mahal tidak mampu menjangkau peternak skala kecil-menengah sehingga perlu adanya alternatif detektor mastitis yang lebih murah. Efektivitas ANTARES akan diuji melalui uji langsung dan metode inokulasi bakteri secara in vitro dengan berbagai konsentrasi. Apabila sudah ditemukan konsentrasi yang tepat, tahapan selanjutnya adalah homogenasi. Tahap homogenasi ini akan menghasilkan satu larutan yang memiliki fungsi ganda sebagai detektor terhadap mastitis dan fungsi sebagai antiseptik yang tidak meninggalkan residu pada susu sapi. Sehingga akan dihasilkan susu sapi yang sehat dan aman dikonsumsi. Kata kunci: Antiseptik, Residu, Mastitis, Bromelin, Biosurfaktan ABSTRACT Increasing the cow milk by the community now has not offset by the quality of productivity good milk by farmers.The use of chemicals like iodine , chlorhexidine and chlorine as an antiseptic in the process of milking cow milk could cause residue in milk is bad for human health. Relation to sustainable development goals number 3 on improvement the quality of life , we need of a new innovations in such cases .One of the innovation is through the use of the nature of waste holm pineapple and waste kneecap coconut as a antiseptic without residue ( antares ). The enzyme bromelin in sewage holm pineapple having antimikrobial activity and anti-inflamasi so considered appropriate for use in preventive measures against disease mikrobial on dairy cows that can affect the quality of milk .Especially disease is mastitis .In addition , the biosurfaktan or kneecap coconut potentially detector mastitis as a substitute reagent cmt. This was based on the notion that the price of reagent expensive cmt not capable of reaching small middle rancher scale so that it needed a detector mastitis alternative cheaper .Antares effectiveness will be tested through direct and test a method of inoculation bacteria in vitro with various concentration .When it has discovered the concentration of proper , next phase is homogenasi .Homogenasi stage it will produce one solution that has a dual function as against mastitis detector and function as an antiseptic that does not leave a residue on milk cow .So that will be produced milk cow a healthy and safe to be consumed. Keyword: Antiseptic, Residue, Mastitis, Bromelin, Biosurfactan
74
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
PENDAHULUAN Sapi perah masih menjadi salah satu komoditas peternakan utama di Indonesia. Tercatat populasi sapi perah di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 597,1 ribu ekor dengan jumlah sapi perah betina mencapai 79% dari seluruh populasi yang ada. Jumlah populasi tersebut selalu mengalami peningkatan sebanyak 5,3% pertahun (Kementan, 2011). Peningkatan angka populasi sapi perah di Indonesia tidak lain juga diakibatkan oleh semakin meningkatnya kebutuhan susu lokal. Di Indonesia sendiri angka produksi susu pertahun selalu mengalami peningkatan sebesar 12,6% pertahun (Goldbreg, 2005). Namun, walaupun produksi susu selalu mengalami peningkatan tiap tahunnya, peternak masih harus berhadapan dengan ancaman-ancaman kerugian yang berkaitan dengan kesehatan sapi perah, salah satunya adalah mastitis. Mastitis adalah peradangan pada jaringan internal ambing yang diakibatkan karena berbagai hal yakni: infeksi bakteri, jamur, kerusakan fisik, atau karena paparan zat kimia (Anri, 2008). Selain itu bakteri jenis ini juga sangat mudah menular dan sulit untuk dikendalikan (Krik dan Lauerman, 1994) . Selama ini, pengendalian mastitis oleh peternak lebih banyak dilakukan pada tahap pra-pemerahan dan post-pemerahan. Pada tahap prapemerahan, peternak kebanyakan melakukan deteksi mastitis menggunakan reagen CMT (California Mastitis Test). Sedangkan pada post-pemerahan, peternak menggunakan metode teat dipping untuk mencegah infeksi bakteri dengan memakai antiseptik. Hanya saja kedua bahan tersebut memiliki kelemahan, reagen CMT memiliki harga yang terbilang cukup mahal, sedangkan antiseptik yang dipakai untuk teat dipping adalah bahan-bahan kimia seperti iodine, chlorhexidine dan chlorin sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan residu pada ambing sapi. Adanya residu ini dapat mencemari susu sapi apabila digunakan dalam jangka waktu yang lama, akibatnya zat residu dari antiseptik tersebut akan masuk ke dalam susu dan mencemari susu sapi. Susu sapi yang telah tercemar residu antiseptik dapat
menimbulkan bahaya apabila dikonsumsi manusia, yakni berupa timbulnya resistensi pada mikroba sehingga mikroba patogen menjadi lebih kuat dan sulit untuk dibunuh oleh sistem imun yang pada akhirnya akan menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia. Kaitannya dalam mewujudkan Sustainable Development Goals nomor 3 tentang peningkatan kualitas kesehatan, maka perlu adanya satu inovasi baru untuk mengatasi hal ini. Disisi lain, limbah bonggol nanas (Ananas comocus) dan limbah tempurung kelapa (Cocos nucifera) merupakan bahan yang berpotensi untuk dimanfaatkan dalam pengendalian mastitis secara alami. Bonggol nanas dapat digunakan sebagai antibakteri dan anti-inflamasi dari kandungan enzim Bromelin di dalamnya. Sedangkan pada limbah tempurung kelapa memiliki kandungan surfaktan, dimana surfaktan adalah zat yang dapat digunakan untuk mendeteksi mastitis (Pratomo dkk, 2012). Oleh karena itu dalam penelitian ini akan diujicobakan untuk mereaksikan Enzim Bromelin dari limbah kulit dan bonggol nanas serta surfaktan dari limbah serabut dan tempurung kelapa sehingga diharapkan akan didapatkan satu larutan dengan fungsi ganda sebagai antiseptik teat dipping untuk tindakan preventif dan detektor mastitis pada sapi perah yang selanjutnya akan diuji efektiftasnya sebagai pengendali mastitis. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah tempurung kelapa, natrium bisulfit (NaHSO3), aquades (H20), asam asetat (CH3COOH), Asam sulfat (H2SO4), dan LAS (Linear Alkyl Benzene Sulfonate) sebagai larutan pembanding, limbah bonggol nanas, Streptococcus sp, Brain Heart Infusion Agar, Amonium sulfat, natrium sulfat, akuades steril, spirtus, paperdisk, spidol, kapas. Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah oven, labu leher tiga, motor pengaduk dan impeler, pemanas, water bath, thermometer, statif, klem, blender,
75
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
sentrifuge, pH meter, timbangan elektrik, thermometer, pengaduk magnet, refrigerator, kantong selofan, spektrofotometer UV-Vis, inkubator dan alat- alat gelas untuk analisis. Metode Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimntal laboratoris, dsain True Experimental Design yaitu Posttest Control Group Design secara in vitro. Ekstraksi Bromelin dari Limbah Bonggol Nanas
Ekstraksi Biosurfaktan dari limbah tempurung kelapa
Enzim Bromelin
Biosurfaktan
Uji daya hambat terhadap inokulasi bakteri secara in vitro
Uji fungsi biosurfaktan sebagai detektor mastitis
Homogenasi
ANTARES
Ekstraksi Enzim Bromelin Sebanyak 1200 g bonggol nanas dibersihkan dari kotoran kemudian dipotong kecil-kecil, kemudian diblender ±10 menit sambil ditambahkan buffer natrium asetat pH 6,5 dingin sedikit demi sedikit sebanyak 1:1. Larutan enzim kasar dipisahkan dengan sentrifugasi pada 3000 g selama ±15 menit suhu 15℃ sehingga diperoleh ekstrak bromelin kasar. Enzim bromelin kasar yang diperoleh difraksinasi dengan amonium sulfat sebanyak 60%. Suspensi hasil fraksinasi dibiarkan pada suhu 4℃ selama 24 jam sambil diaduk dengan pengaduk magnetik. Homogenat dikumpulkan dengan sentrifugasi pada 3000 g selama 15
menit suhu 15℃ dan supernatan dipisahkan. Endapan segera ditambah buffer natrium asetat pH 6 sehingga diperoleh suspensi enzim. Langkah selanjutnya suspensi enzim bromelin dimasukkan dalam kantong selofan dan dilakukan dialisa dalam almari pendingin suhu 4℃. Dialisis dilakukan selama 24 jam. Pada 4 jam pertama, setiap 1 jam dilakukan penggantian buffer asetat pH 6 (diencerkan 1000 kali) yang berada di luar selofan (Bresolin, 2013). Ekstraksi Sampel Biosurfaktan Sedangkan untuk pembuatan surfaktan dari tempurung kelapa, koleksi sampelnya yaitu pertama tama dilakukan perlakuan awal pada tempurung kelapa yaitu penghalusan dan pengayakan untuk mengambil serbuknya yang lolos ayakan 200 mesh sebagai bahan baku. selanjutnya serbuk tempurung kelapa tersebut direaksikan dengan larutan Natrium bisulfit 30% pH diatur 4 kemudian dipanaskan sampai suhu 115℃-175℃ dengan kecepatan pengadukan 80 rpm selama 20 menit dalam reaktor labu leher 3. larutan hasil reaksi disaring sehingga didapatkan residu dan filtrat. Filtrat yang mengandung lignosulfonat dianalisis dengan metode spektrofotometri UVVisible (Kurniawan, 2006). Uji Daya Hambat Enzim Bromelin Terhadap Bakteri Uji daya hambat menggunakan metode in vitro di media agar pada cawan petri yang sudah memiliki biakan murni. Cawan petri kemudian dibagi dalam 5 bagian dengan 5 konsentrasi enzim yang berbeda yaitu: 3,125%, 6,25%, 12,5%, 25% dan 0%. Biakan kemudian diibkubasi kedalam inkubator pada suhu 37oC selama 2x24 jam. Kemudian dilakukan pengukuran pada zona bening untuk mengetahui daya hambatnya. Uji Fungsi Biosurfaktan Untuk Deteksi Mastitis Susu mastitis dan susu sehat masingmasing diteteskan 2 ml kedalam cawan petri masing-masing. Kemudian ditambahkan larutan biosurfaktan
76
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
sebanyak 0,1-0,4 ml ke masing-masing cawan petri yang selanjutnya dicampurkan dengan cara memutar cawan petri secara horizontal selama 30 detik. Sampel diamati pembentukan lendir kentalnya. Homogenisasi Enzim Bromelin dengan Lignin Kedua larutan ekstrak Bromelin dan Lignin dicampurkan dengan kadar sesuai dengan hasil di uji daya hambat dan hasil di uji fungsi biosurfaktan untuk deteksi mastitis, sehingga dihasilkan larutan ANTARES yang memiliki fungsi sebagai antiseptik alami sekaligus sebagai kit deteksi mastitis. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Tabel 1. Daya Hambat Ekstrak Enzim Bromelin pada Bonggol Nanas Terhadap Pertumbuhan Bakteri Streptococcussp.
Perlakuan Kontrol Negatif (-) Konsentrasi 3,125% Konsentrasi 6,25% Konsentrasi 12,5% Konsentrasi 25%
Panjang Zona Bebas Kuman (mm)
Diameter Bebas Kuman Rata-Rata (mm)
I
II
III
-
-
-
-
-
-
-
-
3,5
4,7
5,9
4,72
8,3
6,6
6,4
7,12
12,7
9,1
11,4
11,10
Keterangan: Diameter paperdisk= 6 mm, +> 6, <6
Tabel 2. Hasil Uji perbandingan Dosis Biosurfaktan Terhadap Susu dibandingkan dengan uji CMT 1:1 No. 1. 2. 3. 4.
Dosis Biosurfaktan 0,1 ml 0,2 ml 0,3 ml 0,4 ml
Susu Normal +++ +++ +++ +++
Susu Mastitis + + +++
Keterangan: (-) perbandingan sampel susu dan biosurfaktan tidak sama dengan CMT (+) perbandingan sampel susu dan biosurfaktan hampir sama dengan CMT (++) perbandingan sampel susu dan biosurfaktan mendekati CMT (+++) perbandingan sampel susu dan biosurfaktan sama dengan CMT
dosis dosis dosis dosis
Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa uji daya hambat ekstrak enzim bromelin terhadap bakteri Streptococcus sp. dengan konsentrasi 3,125%, 6,25%, 12,5%, dan 25%, memperlihatkan adanya zona hambat pada beberapa konsentrasi yaitu 12,5% dan 25%. Dengan ini, menunjukkan adanya sifat antibakteri pada enzim bromelin terhadap Streptococcus sp sehingga enzim bromelin cocok untuk digunakan sebagai antiseptik alami yang aman. Sesuai dengan hasil yang diperoleh, maka konsentrsi 12,5% dianggap sebagai konsentrasi minimum yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Dinding sel bakteri Streptococcus yang merupakan bakteri gram negatif, berbeda dari dinding sel pada bakteri gram positif yang berisikan membran luar yaitu protein lipoprotein dan lipopolisakarida, sebuah lapisan peptidoglikan kemudian sebuah membran plasma yang juga berisikan protein. Respon pengamatan pada bromelin untuk Streptococcus sp. kemungkinan besar dikarenakan adanya penguraian bagian dinding sel/struktur membran asam amino bakteri. Kehadiran dan ketersediaan asam amino di dalam protein dinding sel bakteri membuat target enzim akan meningkat atau menghambat aktivitas antibakteri pada protease (Eshamah et al, 2013). Sedangkan pada uji biosurfaktan, diperoleh hasil bahwa ada perubahan pada susu mastitis yang ditetesi larutan biosurfaktan. Dimana terjadinya penggumpalan pada susu menandakan bahwa adanya sel somatis yang berlebihan akibat adanya peradangan pada ambing sapi, hal ini sesuai dengan pernyataan Buckle et al (1987) dimana jumlah bakteri dalam susu merupakan salah satu tolak ukur kualitas susu yang terkait dengan kesehatan ambing dan sanitasi usaha
77
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
peternakan. Menurut Frazier dan Westhoff (1988) susu mengandung mikroorganisme yang relatif sedikit pada saat keluar dari ambing sapi yang sehat, dan pada umumnya bakteri tersebut tidak tumbuh selama penanganan susu baik. Mikroorganisme tersebut berjumlah sampai 500 sel/ml, tapi dapat meningkat menjadi lebih dari 20.000 sel/ml jika ambing ternak menderita sakit. Penggumpalan pada susu yang ditetesi oleh biosurfaktan menandakan bahwa biosurfaktan dapat digunakan sebagai kit detektor mastitis pengganti CMT (California Mastitis Test). Dari tabel diatas diketahui dosis biosurfaktan yang digunakan untuk mendeteksi mastitis adalah 0,4 ml untuk 2 ml susu atau dengan perbandingan 0,4:2 atau 1:5. Sehingga dapat disimpulkan bahwa biosurfaktan lebih hemat daripada reagen CMT yang memerlukan perbandingan sejumlah 1:1, selain itu biosurfaktan lebih ramah lingkungan karena sifatnya yang mudah di degradasi oleh lingkungan dan beberapa mikroba karena berasal dari bahan alami (Abouseoud, 2007). Dari hasil pengujian diatas, maka dilanjutkan dengan tahapan homogenasi. Sesuai dengan hasil penelitian, enzim bromelin yang digunakan adalah dengan konsentrasi sejumlah 25%. Sedangkan untuk konsentrasi biosurfaktan yang digunakan menurut penelitian yang dilakukan Dimas dkk (2012) konsentrasi minimal dan efektif biosurfaktan untuk mendeteksi mastitis adalah 50%, 75%, dan 100%. Sehingga pada tahap homogenasi diambil konsentrasi biosurfaktan sebanyak 75%. Sehingga hasil akhir dari penelitian ini adalah larutan ANTARES (Antiseptik Tanpa Residu) yang mengandung 25% enzim bromelin dan 75% biosurfaktan. Dimana larutan ini mampu berfungsi sebagai antiseptik yang digunakan pada tahap teat dipping (celup puting sapi) pada saat proses pemerahan susu sapi. ANTARES dianggap lebih aman daripada antibiotik kimia, karena tidak akan menimbulkan residu pada susu sehingga susu aman dikonsumsi dalam jangka waktu lama. Selain itu ANTARES juga memiliki fungsi lain yakni dapat digunakan
sebagai reagen untuk deteksi mastitis pengganti CMT yang lebih murah dan alami. SIMPULAN Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa homogenasi antara enzim bromelin dengan konsentrasi 25% dan biosurfaktan dengan konsentrasi 75% dapat digunakan sebagai antiseptik yang aman karena tidak meninggalkan residu serta fungsi ganda lain sebagai reagen untuk detektor mastitis pada sapi perah yang lebih murah sehingga dapat meningkatkan kualitas susu yang dihasilkan oleh sapi perah. DAFTAR PUSTAKA Abouseoud, M. 2007. In: Communicating Current Research and Educational Topics and Trends in Appl Microbiol. Mendez-Vilas A, editor. Biosurfactant Production from Olive Oil byPseudomonas fluorescence; pp. 340–347. Anri, A, dan Sugiri, YD. 2008. Prevalensi Patogen Penyebab Mastitis Subklinis (Staphylococcus aureus dan Streptococcus agalactiae) dan Patogen Penyebab Mastitis Subklinis lainnya pada Peternak Skala Kecil dan Menengah di Beberapa Sentra Peternakan Sapi Perah di Pulau Jawa. BPH3K Kab. Lembang, Jawa Barat. Bresolin, et al. 2013. Isolation and Purification of Bromelain from Waste Peel of Pineapple for Therapeutic Application. Vol.56, n.6: pp. 971-979, NovemberDecember 2013 Buckle, KA, Edwards, RA, Fleet, GH dan Woortom, M. 1987. Ilmu Pangan. Hari Purnomo, Adiono. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Dimas, REP, Masdiana CP, Dyah, AO. 2012. Efektifitas Minyak Kedelai Sebagai Media Pertumbuhan Pseudomonas sp. Pada Produksi Biosurfaktan Sebagai Zat Aktif Deteksi Mastitis Subklinis Sapi Perah. Program Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya, Malang.
78
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Eshamah, H, Han, I, Naas, H, Rieck, J, Dawson, P. 2013. Bactericidal Effects of Natural Tenderizing Enzymes on Escherichia Coli and Listeria monocytogenes. Journal of food research. 2(1): 9, 16-7 Frazier, WC, Westhoff, DC. 1988. Food Microbiology. Edisi ke-4. New York: McGraw-Hill Book Company. Goldberg, RA. 2005. Nestlé’s Milk District Model: Economic Development For A Value-Added Food Chain And Improved Nutrition. Global Research Group. Kementan. 2011. Rilis Hasil Awal PSPK201. Kirk, JH. and Lauerman, LH. 1994. Mycoplasma mastitis in dairy cows. Veterinarian. 16: 541-551 Kurniawan, Apris et al. 2006. Kajian Awal Pembuatan Surfaktan Dari Tempurung Kelapa. Jurusan Teknik Kimia. Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. Semarang Pratomo, FA., dkk. 2012. Mastech (Mastitis Detection Technology) Metode Deteksi Mastitis Berbasis Biosurfaktan Asal Pseudomonas Sp. Program Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya, Malang.
79
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
INOVASI PUPUK HAYATI ENDOFITIK DAN Azolla pinnata SEBAGAI UPAYA MENGATASI PERMASALAHAN BUDIDAYA PADI DI TANAH SALIN Innovation of Endophitic Biofertilizer and Azolla pinnata as The Solution for Rice Cultivation on Saline Soil Melani*1, Alin Kusumah Dewi2, Luluatul Khoiriyyah3 1,2,3 Program
Studi Agroteknologi, Universitas Padjadjaran, Jatinangor *Email :
[email protected] ABSTRAK
Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan penghasil beras yang menjadi bahan pangan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Peningkatan jumlah penduduk setiap tahun berbanding lurus dengan peningkatan kebutuhan beras nasional. Upaya yang dirumuskan dalam memenuhi kebutuhan beras nasional pada gagasan ini, yaitu penggiatan (Intensification) pada lahan marjinal seperti lahan salin. Lumbung padi di Indonesia terletak di daerah Pantura yang sebagian besar merupakan lahan salin. Akumulasi NaCl pada tanah salin yang berdampak pada defisiensi unsur hara tanaman menjadi penyebab utama terjadinya pelandaian produksi tanaman padi. Pemupukan nitrogen menggunakan pupuk anorganik pada tanah salin menjadi kurang efisien karena tidak mampu memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah. Pemanfaatan bakteri endofitik dan amelioran organik Azolla pinnata dapat menjadi solusi dalam meningkatan ketersediaan unsur N dan mengurangi dampak buruk salinitas tanah. Penulisan karya tulis ini didasarkan pada metode studi literatur, penelitian, analisis, pengolahan data, kesimpulan, saran dan rekomendasi. Aplikasi bakteri endofitik dan Azolla pinnata dapat menjadi salah satu inovasi dalam pemanfaatan lahan salin di Indonesia. Kata Kunci : Bakteri Endofitik, Azolla pinnata, Tanaman Padi, Lahan Salin ABSTRACT Rice (Oryza sativa L.) is the main food for most of Indonesian people. The escalation of human population results on the escalation of national needs of rice. Intensification method by cultivatinng rice on marginal land is one of alternative ways to fulfiil the needs of rice in Indonesia. This relates to Indonesia’s most productive region that located on Pantura which is affected by salinity. Accumulation of NaCl concentration in saline soil has the strong impact on plant’s nutrient deficiency that leads to the death of plant and decline of rice production. The fertilization of nitrogen by using anorganic fertilizer on saline soil is not efficient due to its inability to fix the physical and biological characters of soil. The utilization of endophitic bacteria and organic ameliorant of Azolla pinnata can increase the percentage of N content of plant, dry weight, and total-N of soil. This paper is witten based on literature study method, research, analysist, data processing, conclusion, advice, and recomendation. Keywords: Azolla pinnata, Endophitic bacteria, Rice, Saline Soil
80
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
PENDAHULUAN Tanaman padi merupakan bahan makanan penghasil beras yang merupakan kebutuhan dasar sebagian besar masyarakat Indonesia yang jumlahnya mencapai 252.17 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 1.31% dan tingkat konsumsi beras mencapai 132.98 kg/kapita/tahun (Kementan, 2015). Luas lahan sawah di Indonesia mencapai 7.75 juta ha dan sekitar 42.8% (3.32 juta ha) lahan tersebut berada di Pulau Jawa yang sebagian besar tersebar di daerah Pantura (Marwanto et al., 2009). Kendala pemanfaatan tanah salin sebagai lahan pertanian yaitu kandungan ion-ion yang bersifat toksik dalam jumlah yang tinggi sehingga dapat merugikan tanaman (Nugraheni et al., 2003). Selain itu, masalah kandungan garam yang tinggi dapat menjadi penyebab utama pelandaian produksi tanaman padi di lahan dengan tanah salin (Marwanto et al., 2009). Pelandaian produksi tanaman padi di tanah salin disebabkan oleh tingkat kesuburan tanah salin yang rendah dan adanya defisiensi unsur-unsur hara, salah satunya adalah unsur hara nitrogen (Nugraheni et al., 2003). Selama fase pertumbuhan, tanaman memerlukan unsur N, namun fase awal pertumbuhan sampai pertengahan pembentukan anakan dan fase awal pembentukan malai merupakan fase yang paling membutuhkan unsur N (Juanda, 2013). Defisiensi unsur hara N akibat kandungan garam yang tinggi pada tanah salin perlu diupayakan mengingat pentingnya peranan unsur hara nitrogen tersebut dalam pertanian padi sawah. Pada Setiawati et al. (2008), menyatakan permasalahan penggunaan pupuk N pada budidaya padi adalah efisiensinya yang rendah, tanaman menyerap hanya 30% sampai 50% dari pupuk N yang diberikan karena pencucian dan penguapan. Selain itu, pemupukan N dengan pupuk anorganik secara intensif pada lahan sawah dapat menyebabkan berkurangnya bahan organik dalam tanah sehingga kesuburannya pun berkurang (Purba, 2015). Pemanfaatan bakteri endofitik dan penambahan amelioran organik seperti Azolla pinnata dapat menjadi salah satu
upaya dalam meningkatkan ketersediaan N. Bakteri endofitik merupakan bakteri yang hidup di dalam jaringan tanaman. Keunggulan bakteri endofitik yaitu aktivitas menambat unsur hara N yang dilakukan di dalam jaringan tanaman sehingga unsur hara N tidak mudah hilang ataupun tercuci. Penambahan bahan organik ke tanah sawah dapat meningkatkan kesuburan tanah secara fisik, kimia, dan biologi tanah serta meningkatkan aktivitas mikroba dalam tanah (Purba, 2015). Azolla pinnata merupakan salah satu tumbuhan paku air yang dapat dijadikan amelioran organik tanaman karena kandungan unsur hara makro dan mikro didalamnya yang dapat dijadikan sumber nutrisi tanaman. Selain itu, Azolla pinnata juga merupakan tumbuhan paku air yang bersimbiosis dengan Cyanobacteria yang berperan dalam menambat N2 di udara (Sudjana, 2014). BAHAN DAN METODE Bahan Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu, benih padi Varietas Inpari-34, tanah sawah Inceptisol Kecamatan Jatinangor, konsorsium pupuk hayati yang mengandung bakteri endofitik; Azolla pinnata segar sebagai amelioran organik sebanyak 35 g/ plot, serta pupuk Urea, SP-36 dan KCl sebagai pupuk dasar sebanyak masing-masing 1,5 g, 0,05 g, dan 0,05 g/ pot pada setiap aplikasi. Alat Alat yang akan digunakan adalah timbangan analitik, aluminium foil, peralatan laboratorium untuk pengecatan gram bakteri, peralatan laboratorium untuk menyeleksi isolat murni bakteri endofitik, peralatan laboratorium untuk pembuatan kultur cair bakteri endofitik, peralatan laboratorium untuk menghitung kandungan N dan N total tanah dengan metode Kjeldahl, mistar, emrat, sekop, ember sebanyak 32 buah, selotip, label, alat tulis, dan alat dokumentasi.
81
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Rancangan Percobaan Penelitian ini dilakukan menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK). Percobaan ini terdiri atas 8 perlakuan dengan 4 ulangan. Pupuk hayati cair endofitik dengan kepadatan 10 7 CFU/mL dikombinasikan dengan Azolla pinnata segar dengan dosis 35 g per polibeg yang diaplikasikan pada tanah sawah dengan kadar salin berbeda yaitu 0, 2, 4, dan 6 mmhos/cm. Rancangan perlakuan yang akan dilakukan pada percobaan ini adalah sebagai berikut : A = Tanah non salin (Kontrol) B = Tanah non salin + Pupuk hayati dosis rekomendasi + Azolla pinnata dosis rekomendasi C = Tanah salin 2 mmhos/cm D = Tanah salin 2 mmhos/cm + Pupuk hayati dosis rekomendasi + Azolla pinnata dosis rekomendasi E = Tanah salin 4 mmhos/cm F = Tanah salin 4 mmhos/cm + Pupuk hayati dosis rekomendasi + Azolla pinnata dosis rekomendasi G = Tanah salin 6 mmhos/cm H = Tanah salin 6 mmhos/cm + Pupuk hayati dosis rekomendasi + Azollla pinnata dosis rekomendasi Rancangan Respon Pengamatan utama yang dianalisis secara statistik dan pengamatan penunjang yang tidak dianalisis secara statistik. Pengamatan utama terdiri dari : a) Kandungan N tanaman menggunakan metode Kjeldahl, b). Bobot kering tanaman umur 5 MST diukur dengan menimbang seluruh bagian tanaman yang telah dikeringan menggunakan oven suhu 70 ºC dan c) N-Total Tanah. Pengamatan penunjang terdiri dari : a) Panjang akar tanaman padi Rancangan Analisis Pada penelitian ini rancangan analisis data dilakukan berdasarkan model linear Rancangan Acak Kelompok (RAK) sebagai berikut (Gomez dan Gomez, 2007) : Yij = μ + ti + rj + Σij
Keterangan : Yij = nilai pengamatan (respon) dari perlakuan ke-i kelompok ke-j μ = nilai tengah populasi ti = pengaruh perlakuan ke-i rj = pengaruh ulangan ke-j Σij = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i pada ulangan ke-j Data yang diperoleh dilakukan uji normalitas untuk mengetahui data menyebar normal atau tidak. Jika data menyebar normal maka akan dilanjutkan dengan analisis ragam. Jika data tidak menyebar normal maka akan dilakukan transformasi data. Tabel 1. Daftar analisis ragam rancangan acak kelompok Dera Kuad Sumber Jumlah jat rat FKeraga Kuadra Beba Teng hitung man t s ah KTK Kelomp r-1= JKK=jΣ = KTK/ ok 3 Yj2-FK JKK/ KTG (r-1) KTP Perlaku t-1= JKP=iΣ = KTP/K an 7 Yi2-FK JKP/ TG (t-1) (t-1) JKG=JK (rKTG=JKG/(rGalat T-JKK1)= 1)(t-1) JKP 21 rt-1 = 31 Total JKT=ijΣij-FK Sumber : Gomez dan Gomez, 2007. Analisis ragam pada taraf 5% dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan.Jika analisis ragam berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5% untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Pelaksanaan Penelitian Gambar 1. Alur pelaksanaan penelitian yang dilakukan (terlampir)
82
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
HASIL DAN PEMBAHASAN Panjang Akar Pada Gambar 2. menunjukkan bahwa pemberian pupuk hayati dan Azolla pinnata dapat mengurangi efek tanah salin 2 mmhos/cm seperti gambar 2. Menurut Munif et al. (2012) perlakuan pada benih benih padi gogo yang direndam di dalam suspensi bakteri endofit asal tanaman padi gogo dengan konsentrasi 109-1010 CFU/mL selama 6 jam memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan akar tanaman padi, dibandingkan dengan kontrol (tanpa perlakuan). Benih padi yang diberi suspensi bakteri endofitik menunjukan pertumbuhan akar yang lebih baik dari perlakuan kontrol. Pertumbuhan tanaman sangat berkaitan dengan kandungan N di tanah. Menurut Hati (2012), pemberian Azolla pinnata dapat meningkatkan ketersediaan N dalam tanah untuk diserap oleh tanaman sehingga memberikan pengaruh baik terhadap pertumbuhan akar tanaman. Menurut Nugrahaeni et al. (2003) penurunan panjang akar pada tanah salin dapat disebabkan karena cekaman osmotik akibat meningkatnya kandungan garam dalam tanah, sehingga pembelahan dan pembentangan sel pada ujung-ujung akar terhambat. Kandungan N Tanaman Padi Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa aplikasi pupuk hayati dan amelioran Azolla pinnata memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan N tanaman padi (Tabel 2) Perlakuan pupuk hayati bakteri endofitik dan amelioran Azolla pinnata mampu meningkatkan toleransi tanaman terhadap cekaman salinitas hingga 4 mmhos/cm. Hal ini sejalan dengan penelitian Setiawati et al. (2015) yang yang menunjukkan bahwa semua isolat bakteri endofitik penambat N yang diisolasi dari akar dan batang padi mampu meningkatkan kandungan N pada tanaman padi dibandingkan kontrol. Menurut Reuter dan Robinson (1988) dalam Setiawati et al. (2015), kandungan N pada bibit padi berkisar antara 3.0 – 4.0%. Kebutuhan N tanaman padi dapat terpenuhi hingga 6
mmhos/cm melalui penambahan aplikasi pupuk hayati bakteri endofitik dan amelioran Azolla pinnata. Malik et al.(1997) dalam Sturz et al.(2000) menyatakan bahwa inokulan bakteri endofitik Azospirillum sp. pada tanaman padi mampu menambat N langsung dari atmosfer sehingga tersedia bagi tanaman, yaitu sebesar 66% dari kandungan N tanaman merupakan hasil fiksasi inokulan bakteri endofitik yang diinokulasikan ke dalam jaringan tanaman. Bobot Kering Tanaman Data hasil pengamatan dan analisis statistik dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan hasil penelitian Setiawati (2006), perendaman benih dengan bakteri penambat N2 akan menghasilkan serapan N dan bobot kering yang tinggi.
0 mmhos
2 mmhos
4 mmho s
6 mmhos
Gambar 3. Perbandingan bobot kering pada kadar salinitas berbeda Menurut Setiawati et al. (2008), jika jaringan tanaman secara signifikan terkolonisasi oleh bakteri endofitik penambat N2, maka N2 yang difiksasi bakteri endofitik diubah menjadi NH4 dan digunakan untuk membentuk asam amino yang merupakan komponen pembentuk biomassa tanaman. Maka, semakin banyak asam amino yang terbentuk maka semakin besar pula bobot kering tanaman yang dihasilkan.
N total Tanah (Tabel 4) Menurut Batan (2006), penambahan azolla segar sebanyak 200 g dapat menghasilkan 30-45 kg N / ha yang sebanding dengan 100 kg urea. Selain itu menurut Prihatini et al. (1980) dengan
83
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
membenamkan azolla sebanyak 20 ton / ha ke lahan sawah sama dengan pemberian 60 kg N dari urea. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh dari penambahan azolla pada perlakuan (Tabel 4.) dapat meningkatkan ketersediaan N-total tanah karena adanya aktivitas penambatan N oleh Azolla pinnata. Peningkatan N-Total pada perlakuan tanpa pemberian pupuk hayati endofitik dan Azolla pinnata dapat berasal dari pemupukan urea sebagai pupuk dasar seluruh perlakuan. SIMPULAN Kombinasi pupuk hayati endofitik dan amelioran organik Azolla pinnata mampu meningkatkan panjang akar tanaman, berat kering tanaman, kandungan N tanaman, dan N total tanah. Selain itu, dapat pula menurunkan pengaruh buruk dari salinitas terhadap tanaman. SARAN Penambahan garam dilakukan secara bertahap, untuk menghindari shock tanaman terhadap cekaman salinitas. DAFTAR PUSTAKA Batan. 2006. Pengelolaan Hara Tanaman. Kelompok Tanah dan Nutrisi Tanaman. www.batan.go.id/petir/pertanian/ tnh.htm. Firrani, M. 2011. Isolasi dan Uji Kemampuan Bakteri Endofit Diazotrof yang Memfiksasi Nitrogen Bebas Pada Akar Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jaqc.). Departemen Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Medan. Gofar, N, Widjajanti, H, dan Ratmini, P. S. 2012. Uji kemampuan isolat bakteri endofitik penghasil IAA dalam memacu pertumbuhan tanaman padi pada tanah asal rawa lebak. Prosiding InSINas : 293-297. Gomez, K. A. dan A. A. Gomez. 2007. Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian (Terjemahan). Edisi Kedua. Jakarta: UI Press. 698 hal.
Gunawan, I. dan Kartina, R. 2012. Substitusi kebutuhan nitrogen tanaman padi sawah oleh tumbuhan air azolla (Azolla pinnata). Jurnal Penelitian Pertanian Terapan 12(3) : 175-180. Juanda, B. 2013. Pengaruh Kombinasi Urea dan Azolla pinnata serta Waktu Aplikasinya terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi (Oryza sativa, L). Tesis. Program Magister Agroekoteknlogi, Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan. Kementrian Pertanian. 2015. Kinerja Satu Tahun Kementrian Pertanian Republik Indonesia. Jakarta. Marwanto, S, Rachman, A, Erfandi, D, dan Subiksa, I.G.M. 2009. Tingkat Salinitas Tanah Pada Lahan Sawah Intensif di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Balai Penelitian Tanah. Bogor. Nadiah, A. 2015. Prospek Azolla sebagai Pupuk Hijau Penghasil Nitrogen. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan. Jakarta. Nugrahaeni, I. T, Solichatun, dan Anggarwulan, E. 2003. Pertumbuhan dan akumulasi prolin tanaman orokorok (Crotalaria juncea L.) Pada salinitas CaCl2 berbeda. Jurnal Bio Smart 5(2) : 98-101. Paulus, J. M. 2010. Pemanfaatan Azolla sebagai Pupuk Organik pada Budidaya Padi Sawah. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Sam Ratulangi. Manado. Pranoto, E, Fauzi, G, dan Hingdri. 2014. Isolasi dan karakterisasi bakteri endofit pada tanaman teh (Camellia sinensis L.) produktif dan belum menghasilkan klon GMB 7 dataran tinggi. Jurnal Biospecies 7(1) : 1-7. Prihatini, T., S. Brtotonegoro, S.Abdulkadir, dan Harmastini. 1980. Pengaruh Pemberian Azolla Pinnata Terhadap Produksi Padi IR-36 Pada Tanah Latosol Cibinong. Prosiding Penelitian Tanah Nomor 1 : 75 – 82. Pusat Penelitian Tanah, Bogor. Purba, R. 2015. Kajian pemanfaatan pupuk organik pada usahatani padi. Jurnal Agriekonomika 4 (1) : 1-10.
84
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Purwaningsih, S. 2004. Pengujian mikroba sebagai pupuk hayati terhadap pertumbuhan tanaman Acacia mangium pada pasir steril di rumah kaca. Jurnal Biodiversitas 5(2) : 85-88. Rad H. E, Aref, F, Khaledian, M, Rezaei, M, Amiri, E, and Falakdehy, O. Y. 2011. The Effect of Salinity at Different Growth Stage on Rice Yield. International Congress on Irrigation and Drainage, International Commission on Irrigation and Drainage. Tehran. Rusd, Ahmad Muharram Ibnu. 2011. Pengujian Toleransi Padi (Oryza sativa L.) Terhadap Salinitas Pada Fase Perkecambahan. Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Setiawan, A. N. 2007. Pengaruh Salinitas terhadap Pertumbuhan dan Hasil Empat Varietas Padi Sawah. Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah. Yogyakarta. Setiawati, M. R, Arif, H, Dedeh, Suryatmana, Pujawati, dan Hudaya, R. 2008. Aplikasi bakteri endofitik penambat n, untuk meningkatkan populasi bakteri endofitik dan hasil tanaman padi sawah. Jurnal Agrikultura 19 (3) : 20-28. Sudjana, Briljan. 2014. Pengunaan Azolla untuk Pertanian Berkelanjutan. Agroteknologi Fakultas Pertanian Unsika . Utama, M. Zulman Harja, W. Haryoko, M. Rafli dan Sumadi. 2009. Penapisan Varietas Padi Toleran Salinitas pada Lahan Rawa di Kabupaten Pesisir Selatan. Jurnal Agronomi Indonesia 37 (2) : 101 – 106.
85
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
INOVASI BIOPESTISIDA EKSTRAK BIJI SAGA (Adenanthera pavonina L.) SEBAGAI UPAYA PENGGANTI PESTISIDA SINTETIS UNTUK MEWUJUDKAN GREEN FARMING SYSTEM Innovation of Saga Seed Extract Biopesticides (Adenanthera pavonina L.) as a Synthetic Pesticide Subtitute To Realize Green Farming System *Hanifatun Maghfiroh1, Sarno Setiawan2, Eka Aprilia Mardiansyah3 1,2,3 Universitas Negeri Semarang email :
[email protected]
ABSTRAK Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian. Pertanian merupakan sektor yang memiliki peluang sangat besar untuk dikembangkan sebagai usaha di masa depan. Salah satu masalah utama yang timbul dari pertanian yaitu gangguan hama. Hal tersebut memicu petani untuk menggunakan pestisida yang beredar bebas di pasar. Pestisida tersebut merupakan pestisida sintetis yang didalamnya mengandung bahan-bahan kimia. Penggunaan pestisida sintesis yang berlebihan dalam jangka waktu panjang akan menimbulkan dampak negatif bagi tanaman. Adanya dampak negatif dari penggunaan pestisida sintesis, maka perlu diperlukan bahan alami yang dapat digunakan untuk pestisida alami (biopestisida) sebagai pengganti pestisida sintetis serta ramah lingkungan. Senyawa produk alami merupakan salah satu alternatif bahan pengendali hama. Senyawa ini mudah terurai di alam (biodegradable), sehingga tidak mencemari lingkungan dan aman bagi manusia. Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai bahan dasar pembuatan biopestisida adalah biji saga (Adenanthera pavonina L.). Hal tersebut karena di dalamnya terkandung alkaloid, saponin, polipeptida, asam amino, dan faktor goitrogenik yang menyebabkan racun. Komponen senyawa tersebut merupakan senyawa yang memiliki kemampuan untuk dijadikan pestisida. Pengolahan biji saga menjadi biopestisida dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi. Ekstraksi yang digunakan adalah ekstraksi maserasi yaitu proses difusi pelarut ke dalam dinding sel tanaman untuk mengekstrak senyawa-senyawa yang ada dalam tanaman tersebut dengan pelarut etanol. Penggunaan pelarut metanol bertujuan untuk mempercepat proses keluarnya zat ekstraktif yang terkandung pada biji saga dan mampu melarutkan zat warna yang paling banyak yang terkandung didalamnya. Pemanfaatan biji saga sebagai biopestisida yang digunakan secara berkelanjutan akan menciptakan bahan pangan yang sehat dan aman. Kata Kunci: Biopestisida, Biji Saga (Adenanthera pavonina L.), Ekstraksi maserasi, Pertanian ABSTRACT Indonesia is an agricultural country and very rich in agriculture. Agriculture is a sector enormously prospect to be developed as a business in the future. One of the main problems arising from agriculture that is a nuisance pests. It triggers farmers to use pesticides to circulate freely in the market. Pesticides are matter which contain of synthetic chemicals. Excessive synthesis of pesticide use in the long period of time will cause a negative impact for the plant. The existence of the negative impact of the use of pesticides is necessary, it is necessary for synthesis of natural ingredients that can be used for natural pesticides (biopesticide) as a substitution for synthetic pesticides as well as environmentally friendly. The natural product compound is one of alternative pest control materials. These compounds easily decompose in nature (biodegradable), so it does not pollute the environment and safe for humans. One of the plants potentially used as the raw material manufacture of biopesticide is seed of saga (Adenanthera pavonina l.). It is due to it contained alkaloids, saponins, polypeptide, amino acids, and goitrogenik factors as poison. The components of the compound is a compound that has the ability to be used as pesticides. 86
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 Processing saga into a biopesticide is done using extraction method. Extraction is the extraction solvent diffusion process of maceration that is into the cell walls of plants to extract compounds that are present in the plant with ethanol solvent. The use of solvent methanol aims to accelerate the process of discharge of extractive substances contained in the seeds of the saga and able to dissolve most of the color substance contained therein. Saga seed utilization as a biopesticide is used on an ongoing basis will create food which is healthy and safe. Keywords: Biopesticide, Seed Saga (Adenanthera pavonina L.), Extraction maceration, Farming PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian memiliki kontribusi yang sangat penting terhadap pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat. Meningkatnya jumlah penduduk merupakan salah satu pemicu bertambahnya kebutuhan masyarakat terhadap produk pertanian setiap tahunnya. Tantangan utama dalam bidang pertanian yaitu gagal panen, salah satu penyebabnya yaitu serangan hama dan penyakit tanaman. Penggunaan pestisida dalam proses produksi seringkali tidak mengikuti anjuran, sehingga mengakibatkan pencemaran pada produk utama maupun produk samping pertanian. Dampak negatif yang ditimbulkan sangat besar, yakni pencemaran lingkungan dan residu pestisida yang membawa racun pada konsumen. Kondisi ini perlu mendapat perhatian khusus apabila produk samping hasil pertanian yang terkontaminasi tersebut dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Banyaknya dampak negatif dari penggunaan pestisida ini, maka perlu dicari bahan alami yang dapat digunakan sebagai bahan pengganti pestisida sintetis serta ramah lingkungan. Senyawa produk alami merupakan salah satu alternatif bahan pengendali hama (Rice, 1984). Senyawa ini mudah terurai dialam (biodegradable), sehingga tidak mencemari lingkungan, aman bagi manusia dan ternak. Lebih dari 2.400 jenis tumbuhan yang termasuk dalam 235 famili mengandung bahan pestisida. Hanenson (1980) menyatakan bahwa komponenkomponen kimia yang dihasilkan tumbuhan beracun melalui metabolisme sekunder terbagi atas beberapa macam seperti alkaloid, glikosida, asam oksalat, resin, phytotoxin, tanin, saponin,
polipeptida dan asam amino serta mineral lainnya yang memiliki potensi untuk menjadi bahan pembuatan pestisida. Salah satu tanaman yang berpotensi dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biopestisida adalah biji pohon saga (Adenanthera pavonina). Hal tersebut karena dalam biji saga mengandung flavogloid, alkaloid, antitripsin, saponin, hemaglutinin dan faktor goitrogenik yang menyebabkan racun (Lukman, 1982). Berdasarkan telaah pustaka tersebut biji saga berpotensi sebagai komponen pembuatan pestisida alami. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk membuat inovasi biopestisida ekstrak biji saga sebagai upaya pengganti pestisida sintetis untuk mewujudkan green farming. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu biji saga, aquades, pelarut metanol 70%, pelarut heksana, etil asetat, dan aseton. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu blender, destilat, erlenmeyer, microwave, kertas saring whatman. Metode Persiapan Bahan Baku Bahan baku yang digunakan adalah biji saga. Bahan baku dicuci menggunakan aquades sampai bersih, selanjutnya dikeringkan dengan microwave, setelah itu diblender dan diayak sehingga didapatkan ukuran partikel 30 mesh.
87
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Perendaman Bahan Baku Perendaman dilakukan dengan cara mencampurkan bahan baku dengan pelarut dengan rasio 1 : 4 yaitu 100 g dan 400 ml pelarut etanol 70 % di dalam wadah yang tertutup rapat dengan variasi perendaman (3 hari, 5 hari dan 7 hari ) yang disertai dengan pengadukan dengan cara mengaduk wadah yang berisi pelarut dan bahan baku. Penutupan wadah bertujuan agar pelarut yang digunakan tidak menguap sebelum waktu penyaringan, sedangkan pengadukan bertujuan membuat bahan tercampur sempurna. Filtrasi (Penyaringan) Penyaringan menggunakan kertas saring whatman, setelah disaring didapatkan ekstrak encer. Penyaringan bertujuan untuk menghilangkan bahan yang berukuran besar dari larutan sehingga didapatkan filtrat yang bebas dari bahan yang sebelumnya dihaluskan. Pemisahan Alkohol dari Larutan Ekstrak (Destilasi sederhana) Setelah dilakukan penyaringan ekstrak dilanjutkan dengan proses destilasi dengan temperatur 80oC dengan waktu ± 50 menit yang ditandai dengan tidak menetesnya alkohol pada erlemeyer. Pemisahan dengan destilasi di lakukan untuk menghasilkan larutan yang bebas dari alkohol yang berdasarkan perbedaan titik didih sehingga pelarut yang volatil berpindah dari larutan yang homogen ke tempat yang telah disediakan untuk menampung pelarut yang digunakan untuk melakukan maserasi. Penghitungan Rendemen Rendemen ekstraksi adalah bahan terekstrak sudah diuapkan dikurangi dengan labu destilasi kosong lalu dibagi dengan bahan terekstrak belum diuapkan dikalikan 100 %. Penentuan rendemen dilakukan dengan cara sebagai berikut: Rendemen =
100%
Keterangan: a = Berat labu destilasi kosong (g)
b = Ekstrak sebelum diuapkan + berat labu destilasi kosong (g) c = Ekstrak setelah diuapkan + berat labu destilasi kosong (g) HASIL DAN PEMBAHASAN Biopestisida merupakan hasil ekstraksi bagian tertentu dari tanaman baik dari daun, buah, biji, atau akar yang senyawa atau metabolit sekunder dan memiliki sifat racun terhadap hama dan penyakit tertentu. Pestisida nabati pada umumnya digunakan untuk mengendalikan hama (bersifat insektisidal) maupun penyakit (bersifat bakterisidal). Biopestisida terbuat dari bahan-bahan alam tidak meracuni tanaman dan mencemari lingkungan (Djunaedy, 2009). Senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, dan sulfur yang bermanfaat digunakan sebagai pestisida yang berasal dari bahan alam, Elvi Yenie et al (2013). Berdasarkan hal tersebut, menurut kami bahwa salah satu tanaman yang berpotensi dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biopestisida adalah biji pohon saga (Adenanthera pavonina). Hal tersebut karena dalam biji saga (Adenanthera pavonina) mengandung flavogloid, alkaloid, antitripsin, saponin, hemaglutinin dan faktor goitrogenik yang menyebabkan racun (Lukman, 1982). Melihat potensi yang dimiliki biji saga (Adenanthera pavonina) tersebut karena telah memenuhi beberapa bahan yang merupakan komponen dari pembuatan pestisida alami. Biji saga pohon di ekstraksi dengan metode maserasi menggunakan metanol. Prinsip dari metode ini adalah proses difusi pelarut ke dalam dinding sel tanaman untuk mengekstrak senyawa-senyawa yang ada dalam tanaman tersebut. Metode ekstraksi maserasi merupakan cara penyarian sederhana, yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyaring akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam ronga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar 88
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Biji saga yang diekstrak dengan metanol dapat bersifat sebagai racun perut bagi serangga, sedangkan tepung bijinya yang diaplikasikan pada tepung terigu dengan konsentrasi 5% mampu mengendalikan hama gudang Sitophilus sp.
Dan Umbi Bawang Putih. Padang: Jurnal Teknik Lingkungan UNAND 10 (1) : 46-59.
SIMPULAN Biji saga (Adenanthera pavonina L.) memiliki kandungan alkaloid, flavonoid, saponin, polipeptida, asam amino, dan faktor goitrogenik yang menyebabkan racun pada perut serangga. Selanjutnya dengan metode ekstraksi maserasi dengan pelarut metanol untuk mempercepat proses keluarnya zat ekstraktif. Oleh karena itu, inovasi biji saga (Adenanthera pavonina L.) dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biopestisida yang mendukung Green Farming System. DAFTAR PUSTAKA Djunaedy, Achmad. 2009. Biopestida Sebagai Penegndali Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Yang Ramah Lingkungan. Jurusan Agroeteknologi Fakultas Pertanian Unijoyo. Lukman, Abdul Hakim. 1982. Pengaruh Perpanjangan Dan Lama Pengukuran Biji Saga Pohon (Adenanthera pavonina L.) Terhadap Rendemen Dan Mutu Minyak Yang Dihasilkan Pada Proses Ekstraksi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Mian Sinaga, Lensi, et al. 2012 Sifat AntiRayap Kulit Biji Saga (Adenanthera pavonina Linn). Medan: Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Suita, Eliya. 2013. Seri Tekologi Pembenihan Tanaman Hutan Saga Pohon (Adenanthera pavonina L.). Bogor: Balai Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan Kementrian Kehutanan. Yenie Elvi, et al. 2013. Pembuatan Pestisida Organik Menggunakan Metode Ekstraksi Dari Sampah Daun Pepaya 89
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
ELECTRIC EDIBLE COATING SEBAGAI UPAYA MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN BUAH MELON POTONG DENGAN METODE PENAMBAHAN MUATAN LISTRIK Electric Edible Coating as Effort of Extend shelf life Melon Chunks with Addition Electric Method Dikianur Alvianto1, Stefani Devina Arie Putri2, M Iqbal Najib Fahmi3, Alifah Maulidiyah4 1,2,3Program 4Program
Studi Teknologi Bioproses, Universitas Brawijaya, Malang Studi Keteknikan Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang Email:
[email protected]
ABSTRAK Buah melon menjadi komoditas holtikultura yang di gemari masyarakat. Melon pada umunya disajikan dalam bentuk potongan. Sebagai buah klimaterik, melon potong akan mengalami penurunan kualitas setelah dipotong. Beberapa upaya dilakukan untuk tetap menjaga lanju respirasinya dan memperpanjang umur simpannya. Coating menjadi salah satu upaya yang dilakukan. Namun, penggunaan materi berbasis pati kurang efektif dalam meningkatkan umur simpan. Electric coating, metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan umur simpan dengan cara penambahan muatan. Penambahan muatan terjadi karena adanya perpindahan elektron dari dua kutub yang berbeda dari elektroda. Pada penelitian ini melon akan bertidak sebagai salah satu elektroda. Penggunaan metode ini akan menghasilkan lapisan tipis dengan ketebalan yang merata. Keberataan lapisan coating disemua sisi buah potong melon diharapkan meningkatkan umur simpan buah potong melon. Kata Kunci: Melon, Coating, Karagenan, Umur Simpan, dan Electric Coating ABSTRACT Melon is a horticultural commodity that the community likes. Melon in general presented in the form of pieces. As climatikic fruit, melon chunks will decrease quality after cut. Several attempts were made to keep the respiration lighter and extend its shelf life. Coating became one of the efforts undertaken. However, the use of starch-based materials and the use of dyeing methods is less effective in increasing shelf life. Electric coating, a method that can be used to increase shelf life by means of load addition. The addition of charge occurs due to the displacement of electrons from two different poles of the electrode. In this study melon will behave as one of the electrodes. This method will produce a thin layer of uniform thickness. The presence of coating layer in all sides of melon fruit is expected to increase the shelf life of melon cut fruit. Keywords: Melon, Coating, Carrageenan, Shelf Life, and Electric Coating
90
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 PENDAHULUAN Melon (Cucumis melo L.) menjadi salah satu jenis buah yang banyak digemari masyarakat. Buah melon merupakan komoditas holtikultura yang telah banyak dikembangkan di Indonesia, baik dalam skala kecil maupun agribisnis. Pada umunya buah melon disajikan dalam bentuk buah potong. Buah potong melon dapat ditemukan di supermarket – supermarket. Selain itu buah potong melon juga dihidangkan dalam acaraacara tertentu, seperti resepsi pernikahan. Sebagai buah klimaterik buah potong melon mengalami penurunan kualitas karena tingginya produktivitas dari etilen dan tingkat respirasi yang tinggi. Hal tersebut menyebabkan buah potong melon tidak dapat di simpan pada waktu yang cukup lama. Karakter daya simpan buah merupakan salah satu karakter penting dalam pemasaran buah melon (Lopez Carmelo, 2004). Sampai saat ini perlakuan-perlakuan pasca panen yang dilakukan terhadap buah segar untuk mempertahankan kesegarannya dalam proses penyimpanan yaitu penyimpanan pada suhu rendah, penyimpanan buah dengan perlakuan kimia, penyimpanan dengan atmosfer terkendali, dan edible coating (Mulyanti,2011). Tetapi beberapa metode diatas memiliki banyak kekurangan diantaranya terjadi kerusakan dingin (chilling injury), tidak meratanya pelapisan lilin. Edible coating adalah suatu lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk untuk melapisi makanan (coating) atau diletakkan di antara komponen makanan (film) yang berfungsi sebagai penghalang terhadap perpindahan massa serta untuk meningkatkan penanganan suatu makanan (Harris, 2001). Materi polimer untuk edible coating/film yang paling potensial dan sudah banyak diteliti adalah materi yang berbasis pati-patian. Sifat-sifat pati juga sesuai untuk bahan edible coating/film karena dapat membentuk film yang cukup kuat. Namun, edible film berbasis pati mempunyai kelemahan, yaitu resistensinya terhadap air rendah sehingga, mudah rusak/sobek dan sifat penghalang
terhadap uap air juga rendah karena sifat hidrofilik pati dapat mempengaruhi stabilitas dan sifat mekanisnya (Garcia et al, 2011). Hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas bahan dan umur simpannya. Adanya berbagai pemasalahan tersebut membuat kami tertarik melakukan proses coating dengan penambahan muatan listrik pada buah potong melon untuk menjaga laju respirasi dan umur simpan dengan menggunakan bahan karagenan. Electric coating merupakan proses penambahan muatan listrik tegangan tinggi pada buah potong dengan waktu yang singkat pada frekuensi yang tetap didalam sebuah wadah yang berisi campuran larutan karagenan. Penambahan muatan terjadi karena adanya perpindahan elektron dari dua kutub yang berbeda dari elektroda. Pada penelitian ini melon akan bertidak sebagai salah satu elektroda. Penggunaan metode ini dalam proses coating akan menghasilkan lapisan tipis dengan ketebalan yang merata. Diharapkan dengan adanya penelitian ini maka dapat dihasilkan buah potong melon yang lebih tahan lama dan menghambat laju respirasi serta membuat umur simpannya lebih panjang. BAHAN DAN METODE Bahan yang digunakan adalah tepung karagenan, aquades, dan buah melon potong berukuran 3x3x3 cm. Alat yang digunakan adalah gelas ukur, cawan petri, timbangan analitik, beaker glass, pengaduk, heater yan dilengkapi dengan wadah penampung dengan ukuran 13 cm, elektroda, pembangkit tegangan tinggi, sensor suhu. Metode Penelitian yang digunakan adalah experimen dilaboratorium dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial. Pada penelitian terdapat tiga jenis perlakuaan yang terdiri atas kontrol (tidak di coating), coating metode celup, dan electric coating. Terdapat dua faktor dalam penelitian ini, yaitu faktor suhu penyimpanan dan waktu penyimpanan. Suhu penyimpanan yang digunakan adalah suhu ruang yaitu 26ºC dan suhu tinggi. Variasi Faktor waktu penyimpanan antara lain waktu ke 0, 2, 6, 9, 12, dan 15 jam. 91
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 Tahap-tahap penelitian ini antara lain: 1) Karagenan 0,3% b/v dicampurkan ke dalam air panas beruhu 80ºC. 2) Larutan Karagenan dimasukan ke dalam wadah steinless steel yang dikontrol suhunya pada 50 0C. 3) Melon potong dimasukan ke dalam larutan karagenan. 4) Listrik tegangan tinggi dialirkan ke dalam wadah selama 10 detik. 5) Melon ditiriskan dari larutan karagenan. Melon yang telah tercoating dianalisis Kadar Air, Total Padatan Terlarut, dan Teksturnya. Selain itu dilakukan pengujian organoleptik dan SEM. Hasil analisis digunakan untuk menggunakan umur simpan melon. Perhitungan umur simpan melon dilakukan dengan menggunakan Accelrated Sheld Life Testing (ASLT) dengan pendekatan Arrhenius.
1 = kecut, 2 = agak kecut, 3 = kurang manis, 4 = agak manis, 5 = manis Tekstur: 1 = lembek, 2 = agak lembek, 3 = kurang keras, 4 = agak keras, 5 = keras Warna: 1 = hijau kekuningan, 2 = ada bercak kuning, 3 = hijau sangat pudar, 4 = hijau pudar, 5 = hijau segar Aroma: 1 = berbau kecut, 2 = agak berbau kecut, 3 = tidak berbau, 4 = agak harum, 5 = harum Berdasarkan data yang diperoleh, maka dapat dibuat menjadi grafik seperti di bawah ini:
Hubungan waktu dan parameter uji
HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Organoleptik pada Buah Segar Uji ini dilakukan agar diketahui berapa lama buah melon potong dapat disimpan pada suhu ruang tanpa diberikan perlakuan edible coating maupun electric edible coating. Pengujian ini berfungsi sebagai acuan untuk mengetahui waktu maksimal dari panelis yang masih bersedia untuk memakan buah melon potong tersebut. Uji Organoleptik dilakukan dengan menggunakan empat macam parameter, yaitu warna, rasa, tekstur, dan aroma. Pengujian ini dilakukan selama 15 jam, yaitu dengan rentang waktu tiap pengujian adalah selama 3 jam, sehingga dapat diketahui nilai rata-rata dari setiap parameter. Berikut adalah hasil uji organoleptik dengan menggunakan 10 panelis. Tabel 1. Hasil Uji Organoleptik Pengujian Parameter jam keRasa Tekstur Warna
Aroma
1 (3 jam) 2 (6 jam) 3 (9 jam) 4 (12 jam) 5 (15 jam)
46 34 33 21 15
36 29 26 20 15
42 37 32 24 17
Dengan proporsi penilaian: Rasa:
46 31 30 19 16
50
Parameter Rasa
40 30
Parameter Tekstur
20
Parameter Warna
10 0 3 6 9 12 15 jam jam jam jam jam
Parameter Aroma
Grafik 1. Grafik hubungan waktu dan parameter uji Berdasarkan hasil pengujian organoleptic tersebut dapat diketahui bahwa semakin lama penyimpanan buah potong dalam suhu ruang akan menyebabkan rasa, tekstur, warna, dan aromanya mengalami penurunan secara signifikan. Terutama pada jam ke-4 dan ke-5 yaitu penyimpanan selama 12 jam dan 15 jam, kualitasnya menjadi sangat buruk dan tidak layak untuk dikonsumsi. Untuk uji lainnya masih belum bisa dilaksanakan karena keterbatasan alat yang digunakan untuk tegangan tinggi sehingga masih menunggu pembuatan alat. Berdasarkan referensi yang digunakan diketahui bahwa tegangan minimal yang
92
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 digunakan adalah antara 1000 volt sampai 5000 volt dengan range waktu antara 1-10 sekon. Uji selanjutnya ialah pengujian tekstur, kadar air, total padatan terlarut, uji SEM dan Perhitungan umur simpan melon dilakukan dengan menggunakan Accelrated Sheld Life Testing (ASLT) dengan pendekatan Arrhenius. SIMPULAN Berdasarkan metode peneletian yang digunakan dapat diketahui bahwa hasil uji organoleptik diketahui bahwa pada suhu ruang buah potong mengalami kerusakan dan tidak layak dikonsumsi terutama setelah 12 jam dan 15 jam. Selain itu juga tegangan listrik yang digunakan berkisar antara 1000 volt sampi 5000 volt dengan waktu 1 sampi 10 sekon untuk membuka pori pori dari buah sehingga karagenan dapat menempel dengan merata pada seluruh permukaan buah potong melon. DAFTAR PUSTAKA Garcia, N.L., L. Ribbon, A. Dufresne, M. Aranguren, and S. Goyanes. 2011. Effect of Glycerol on the Morphology of Nanocomposites Made From Thermoplastic Starch and Starch Nanocrystals. Carbohydrate Polymers. 84 (1): 203−210. Harris, H. 2001. Kemungkinan Penggunaan Edible Film dari Pati Tapioka. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Vol 3, No. 2, hlm 99-106. Lopez C., Andres F. 2004. Manual for the Preparation and Sale of Fruits and Vegetables: From Field to Market. FAO Agricultural Services Bulletin. 10101365; 151 Mulyanti, Desi. 2011. Analisis Pengendalian Persediaan Buah Segar pada Hipermart Giants Poins Lebak Bulus. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah [PKHT].
93
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
RANCANG BANGUN COBOI (COUMARIN BOX FOR ONION) SEBAGAI ALAT POSTHARVEST TREATMENT BAWANG MERAH (Allium cepa) Design Coboi (Coumarin Box For Onion) As Postharvest Treatment Tool Onion (Allium Cepa) Setianingsih1*, Kharimatul Khasanah2, Intan Lutfi Fatikasari3 1,2,3 Program
Studi Teknologi Industri Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang Jalan Veteran, Malang 65145, Indonesia
email:
[email protected] ABSTRAK Bawang merah merupakan bahan pangan yang banyak dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. Dari jumlah permintaan konsumen di Indonesia terhadap bawang merah yang mampu dipasok hanya sekitar 786.750 ton/tahun, hal ini dikarenakan 25% dari total panen bawang merah mengalami kerusakan sebelum mencapai tangan konsumen. Kelangkaan disebabkan oleh faktor kerusakan bawang merah seperti susut bobot, soft rot (pembusukan halus), dan pertumbuhan tunas yang diakibatkan oleh perlakuan pascapanen yang kurang tepat sehingga berujung pada fluktuasi harga bawang merah. Oleh karena itu terciptalah suatu inovasi yang bernama COBOI (Coumarin Box for Onion) sebagai salah satu alat postharvest treatment dengan fungsi utama mencegah pertunasan bawang merah (Allium cepa). Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui rancang bangun dan efektifitas COBOI (Coumarin Box for Onion) dalam mencegah pertunasan bawang merah. Metode penelitian yang dilakukan dimulai dari tahap studi pustaka, pembuatan rancangan, instrumentasi COBOI. Hasil dari penelitian ini yaitu menghasilkan alat bernama COBOI dengan dimensi 100x50x45cm yang berbahan stainless steel, dilengkapi dengan komponen yang berada dalam alat yaitu blower, exhauster, aerosol sprayer, dan instrumen berupa display suhu, push button, alat dilengkapi pula dengan roda. Kata kunci: Bawang merah, senyawa kumarin, COBOI (Coumarin Box for Onion) ABSTRACT The Onion is a food that is much needed by the people of Indonesia. The number of consumer demand in Indonesia against the onion that is able to supply only about 786,750 tons/year, this is because 25% of the total harvest of onion suffered damage before reaching the hands of the consumer. Scarcity is caused by factors such as reduced damage onion weight, soft rot (decay), and the growth of shoots arising from inappropriate postharvest treatment so that resulted in fluctuations in the price of onions. Therefore creating an innovation called COBOI (Coumarin Box for Onion) as one of the tools with the primary function of postharvest treatment to prevent sprouting of onions (Allium cepa). The goal of the research is to know the architecture and effectiveness COBOI (Coumarin Box for Onion) in preventing sprouting. The method of research done, starting from the stage of design, creation of library studies, instrumentation COBOI, testing tools, and evaluation stages. The result of the research is to produce a tool named COBOI with dimensions 100x50x45cm made stainless steel, equipped with components that are in the exhauster blower, namely tools, an aerosol sprayer, and instruments in the form of the temperature display, push button, the tool is equipped with wheels. Keywords: Onion, coumarin, COBOI (Coumarin Box for Onion)
94
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 PENDAHULUAN Bawang merah merupakan bahan pangan yang banyak dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat permintaan terhadap bawang merah di Indonesia yang tergolong tinggi, yaitu 1.011.140 ton/tahun (Pusat data dan Sistem Informasi Pertanian, 2015). Selama ini permintaan bawang merah dapat diimbangi dengan produktivitasnya, yaitu sebesar 1.049.000 ton pada tahun 2014 (BPS, 2015), akan tetapi bawang merah yang mampu dipasok hanya sekitar 786.750 ton/tahun, hal ini dikarenakan 25% dari total panen bawang merah mengalami kerusakan sebelum mencapai tangan konsumen sehingga terjadi kelangkaan (Mutia dkk, 2014). Kelangkaan bukan disebabkan karena jumlah produksi tetapi disebabkan oleh faktor kerusakan bawang merah seperti susut bobot, soft rot (pembusukan halus), dan pertumbuhan tunas yang diakibatkan oleh perlakuan pascapanen yang kurang tepat (Eshel et al, 2014). Kelangkaan ini akan berujung pada fluktuasi harga bawang merah yang dibuktikan dengan nilai inflasi nasional bawang merah yang menyumbang 0,38% dari total inflasi keseluruhan bahan pangan 13,82% (BPS, 2015). Selama ini proses postharvest treatment bawang merah yang umum dilakukan yaitu hanya membersihkan kotoran dan mengering anginkan tanpa memperhatikan tingkat dormansi bawang merah, sehingga bawang merah sangat mudah bertunas. Adapun postharvest treatment yang selama ini diterapkan pada bawang merah yaitu penggunaan Ultraviolet C, senyawa 1,2dihydro-3,6-pyridazinedionedengan nama lain MH (Maleic Hydrazide) dan penggunaan gas etilen. Akan tetapi 3 cara tersebut memiliki kelemahan. Ide menggunakan kumarin tercipta sebagai zat yang mampu mendormansi (menghamabat pertunasan) dan mampu membunuh baketri Pseudomonas marginalis penyebab pembusukan pada bawang merah Adanya 4-hidroksi pada kumarin sebagai dasar pengaplikasian pada bawang merah sebagai penghambat kerja enzim, sehingga paparan kumarin pada bawang merah akan menghambat metabolisme embrio bawang merah yang
membuat bawang merah tidak bertunas. Selain itu kumarin bersifat antimikroba sehingga mampu membunuh bakteri Pseudomonas marginalis penyebab pembusukan. Jika dibandingkan dengan gas etilen, UV-C, dan MH penggunaan kumarin lebih unggul dan tidak berbahaya bagi tubuh manusia, karena kumarin memiliki manfaat bagi kesehatan seperti menstimulasi pembentukan pigmen kulit (Afda, 2006; Isnawati dkk, 2008). Oleh karena itu terciptalah suatu inovasi yang bernama COBOI (Coumarin Box for Onion) sebagai salah satu alat postharvest tratment dengan fungsi utama mencegah pertunasan bawang merah (Allium cepa). Artikel ini merupakan bagian kecil dari penelitian mengenai penerapan perancangan COBOI untuk menghambat pertunasan bawang merah. BAHAN DAN METODE Alat-alat yang dibutuhkan dalam pembuatan maupun pengujian COBOI yaitu gergaji besi, palu, tang, obeng, penggaris besi, cutter, solder, dan alat lain yang diperlukan. Adapun bahan yang digunakan dalam pembuatan alat COBOI adalah stainless steel, polypropylene, kumarin, aerosol sprayer, blower/exhauster, pompa, kaki roda, kabel, saklar, stop kontak, mur dan baut, PID controller. Bahan untuk alat ini berupa stainless steel dikarenakan bahan yang akan diuji berupa bahan pangan sehingga diperlukan alat yang food grade dan tidak bereaksi dengan bawang merah. Metode yang digunakan dalam merancang bangun alat yaitu dengan studi pustaka, pendesaianan alat, tahap instrumentasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Perancangan Alat Alat ini memiliki ukuran 100x50x 45 cm yang bisa menampung 20 kg bawang merah yang diletakkan pada keranjang bawang merah di bagian dalam Coumarin Box for Onion. Kumarin yang akan digunakan diubah menjadi aerosol padat. Sebelum dibuat atau dimasukkan ke dalam aerosol sprayer, kumarin ini dilarutkan dengan etil asetat yang memiliki sifat volatil dan tidak beracun. Aerosol kumarin diletakkan pada aerosol sprayer yang berada di atas Coumarin 95
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 Box for Onion. Hasil rancangan alat dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Selain itu alat ini dilengkpi dengan PID controller yang dihubungkan dengan LM (sensor suhu), ketika suhu tidak sesuai maka sensor akan meneruskan informasi ke PID controller dan PID controller yang dihubungkan ke blower akan menyalakan blowe. Sistem ini akan bekerja selama 24 jam. SIMPULAN
Gambar 1. COBOI tampak luar
Gambar 2. COBOI tampak dalam Pembuatan Aerosol Konsentrasi aerosol kumarin yang dibuat yaitu 250 ppm. Cara pembuatannya adalah dengan melarutkan 250 mg kumarin dengan 1 liter etil asetat. Jumlah yang disemprotkan ke dalam alat yaitu 500 mL untuk 20 kg bawang merah. Cara Kerja COBOI Bawang merah yang akan diberi perlakuan pascapanen (postharvest treatment) diletakkan dalam keranjang di dalam Coumarin Box for Onion. Kumarin yang telah dibuat aerosol disalurkan ke dalam Coumarin Box for Onion. Ketika blower dinyalakan maka aerosol kumarin langsung terdispersi dalam udara ke seluruh ruangan Coumarin Box for Onion. Pemaparan kumarin hanya dilakukan sekali di awal proses. Blower dinyalakan untuk membantu aerosol kumarin menyebar ke seluruh ruangan dalam Coumarin Box for Onion.
Gambar 3. COBOI
Coumarin Box for Onion adalah alat posthaervest treatment bawang merah dengan menggunakan senyawa kumarin. Penggunaan Coumarin Box for Onion ini akan membantu memaksimalkan kinerja kumarin dalam ruangan tertutup dan suhu yang terkontrol, sehingga kumarin bisa tersebar menyeluruh. Alat ini memiliki ukuran 100x50x45 cm dengan bahan stainless steel. Komponen penyusun COBOI berupa blower, exhauster, PID controller, aerosol sprayer, dan pompa. UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih kami ucapakan kepada Tuhan YME yang senantiasa melimpahkan segala kekuasaannya sehingga kami dapat menyelesaikan jurnal ini, serta kepada Ibu Nur Lailatul Rahmah S.Si, M.Si yang telah membimbing kami dalam melaksanakan penelitian. Terimakasih juga kepada panitia Sientesa yang telah bekerja keras dalam mengadakan acara symposium dan expo 2017 ini. DAFTAR PUSTAKA Afda, M. 2006. 6-Metoksi, 7-Hidroksi Kumarin dari Daun Pacar Air (Impatiens balsamina Linn.). Jurnal Gradien. vol. 2, no.2,pp. 183-186. Badan Pusat Statistik. 2015. Distribusi Perdagangan Komoditas Bawang Merah Indonesia 2015. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Eshel, D., Bamnolker, P.T., Vinokur, Y., Saad, I., Zutahy, Y., and Rodov, V. 2014. Fast Curing: A Method to Improve Postharvest Quality of Onions in Hot Climate Harvest.The Journal of Posthar vest Biology and Technology. vol 88, no. 2014, pp. 34-39.
96
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 Mutia, A.K., Purwanto, Y. A., dan Pujantoro, L. 2014. Perubahan Kualitas Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Selama Penyimpanan Pada Tingkat Kadar Air dan Suhu Yang Berbeda.Jurnal Pascapanen. vol. 11, no. 2, pp. 108-115. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2015. Outlook Komoditas Pertanian Subsektor Hortikultura Bawang Merah. ISSN 1907-1507. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian.
97
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
GREEN NATURAL COLORANT (GEERANT) BERBASIS RUMPUT TEKI SEBAGAI ALTERNATIF PEWARNA ALAMI UNTUK MEWUJUDKAN KEAMANAN PANGAN NASIONAL Green Natural Colorant Grass-Based as an Alternative Natural Colorant to Achieve National Food Safety Anggi Jovino Tambunan1*, Casilda Aulia R2, Aisyah Sari Nastiti3, Gulam Zakiya4, Alif Umami Faridatul Lailiyah5 Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Jalan Veteran, Kota Malang, Jawa Timur 65145, Indonesia Email:
[email protected]
1,2,3,4,5
ABSTRAK Penggunaan pewarna makanan di industri pangan semakin meningkat seiring dengan pola konsumsi masyarakat yang menyukai produk pangan dengan penampilan yang menarik. Namun sayangnya, pewarna yang banyak digunakan untuk produk pangan merupakan pewarna sintetis. Data dari BPOM tahun 2012 menunjukkan, sebanyak 90% industry pangan di Indonesia menggunakan pewarna sintetis. Pewarna sintetis digunakan karena harganya yang terjangkau, mudah diperoleh di pasaran, konsistensi warnanya baik dan tahan lama. Padahal, penggunaan pewarna makanan sintetis secara berkelanjutan dalam waktu yang lama menyebabkan berbagai gangguan kesehatan antara lain pusing, mual, diare hingga kanker. Oleh sebab itu, diperlukan alternatif pewarna alami bahan pangan yang aman dikonsumsi. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan pewarna alami yakni Rumput teki (Cyperus rotondus L.) dengan potensi kandungan antioksidan dan klorofil yang cukup tinggi serta ditambahkan bahan pengisi untuk melindungi warna dari faktor sifat fisik dan kimia, menambah berat produk dan memudahkan kecerahan warna dalam air. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan formulasi proporsi antara konsentrasi bahan pengisi dan jenis bahan pengisi untuk memperoleh pewarna bubuk alami dengan sifat fisik dan kimia yang baik dan mengetahui pengaruh penambahan pewarna bubuk alami terhadap sifat fisik dan kimia produk pangan. Metode yang digunakan yakni ekstraksi maserasi menggunakan pelarut etanol 70% absolut dengan rancangan percobaan acak kelompok faktorial yang terdiri dari faktor bahan pengisi dan perbandingan sampel terhadap bahan pengisi. Hasil percobaan menunjukkan bahwa kandungan klorofil yang diperoleh dari 23 gram Cyperus rotundus L. kering adalah 0,406 ppm dimana hasilnya lebih besar dari pada literatur yang menyatakan bahwa kandungan klorofil Cyperus rotundus L. kering hanya 0,392 ppm. Selanjutnya, akan diuji pada sirup untuk mengetahui efek dan ketahanan warna terhadap makanan Kata kunci: keamanan pangan, pewarna alami, rumput teki ABSTRACT The use of food coloring in the food industry is increasing in line with the pattern of consumption of people who like food products with an attractive appearance. But unfortunately, the colorant that is widely used for food products is a synthetic colorant. The data from National Agency of Drugs and Foods Controls in 2012 showed that as much as 90% of the food industry in Indonesia uses synthetic colorant. Synthetic colorant is used because the price is affordable, easy to obtain in the market, good color consistency, and durable. In fact, the use of synthetic food coloring in a long time cause various health problems such as dizziness, nausea, diarrhea, and cancer. Therefore, it is necessary alternative natural food coloring which safe to eat. One of the ingredients that can be used as raw material for making natural colorant is Cyperus rotundus L. with high potency of antioxidant and chlorophyll content and added filler to protect the color of physical and chemical properties, increase the 98
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 weight of the product, and facilitate the brightness color in water. The purpose of this study is to obtain a formulation of the proportion between the concentration of the filler and the type of filler to obtain natural colorant powder with good physical and chemical properties and to know the effect of adding natural colorant powder to the physical and chemical properties of food products. The method used is maceration extraction using 70% absolute ethanol solvent with a factorial randomized factorial design consisting of filler factor and sample comparison to filler. The experimental results showed that the chlorophyll content obtained from 23 grams of dried Cyperus rotundus L. is 0.406 ppm where the result is larger than the literature which stated that the dry Cyperus rotundus L. chlorophyll content was only 0.392 ppm. Furthermore, it will be tested on syrup to determine the effect and resistance of color to the food. Keywords: food safety, natural dye, Cyperus rotondus L.
99
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
PENDAHULUAN Penggunaan pewarna makanan di industri pangan semakin meningkat seiring dengan pola konsumsi masyarakat yang menyukai produk pangan dengan penampilan yang menarik (Amalia dkk, 2009). Namun sayangnya, pewarna yang banyak digunakan untuk produk pangan merupakan pewarna sintetis. Data dari BPOM menunjukkan, sebanyak 90% industri pangan di Indonesia menggunakan pewarna sintetis (BPOM, 2012). Pewarna sintetis digunakan karena harganya yang terjangkau, mudah diperoleh di pasaran, konsistensi warnanya baik dan tahan lama (Cahyadi, 2009). Menurut Herman (2010), penambahan pewarna sintetis pada bahan pangan secara berkelanjutan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan gangguan kesehatan, antara lain pusing, mual, diare hingga kanker. Melihat berbagai dampak negatif kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat penggunaan pewarna sintetis pada bahan pangan, perlu dikembangkan pewarna alami yang lebih aman. Salah satu sumber pewarna alami yaitu klorofil yang dapat diekstrak dari bahan-bahan alami, salah satunya diperoleh melalui ekstraksi tanaman rumput teki (Cyperus rotondus). Rumput teki (Cyperus rotondus) adalah salah satu jenis rumput-rumputan yang tumbuh liar dan pada umumnya dianggap sebagai gulma di lahan pertanian (Usu, 2012). Selama ini, pemanfaatan rumput teki sangat minim karena informasi ilmiah yang menunjang masih kurang (Pandey dkk, 2013). Padahal, rumput teki mengandung klorofil sebesar 0,392 ± 0,023 mg/g.fwt (Sreenivasulu et al., 2015) dan senyawa golongan flavonoid yang berperan sebagai antioksidan sebesar 6,505 mg/ml (Lumbessy dkk, 2013). Antioksidan dapat menghambat oksidasi melalui mekanisme penangkapan radikal bebas dengan cara menyumbangkan elektron pada elektron yang tidak berpasangan dalam radikal bebas (Pokorni et al., 2001). Berdasarkan kedua manfaat tersebut, rumput teki dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku pembuatan GEERANT (Green Natural Colorant), pewarna hijau dari klorofil sekaligus mengandung antioksidan alami. Pada umumnya pewarna alami yang beredar di pasaran dalam bentuk cair. Namun, kelemahan dari pewarna dalam bentuk cair yaitu kurang praktis dan umur simpannya pendek. Oleh sebab itu, perlu solusi untuk membuat pewarna alami tersebut memiliki umur simpan yang lebih panjang dan praktis, yakni dengan membuat pewarna alami GEERANT dalam bentuk bubuk. Dalam pembuatan pewarna bubuk GEERANT, ditambahkan bahan pengisi berupa dekstrin dan maltodekstrin. Fungsi bahan pengisi tersebut yakni melindungi warna dari factor fisik dan kimia, memudahkan kecerahan warna di dalam air dan menambah berat produk. Faktor yang harus perhatikan dalam pembuatan pewarna alami GEERANT adalah kosentrasi bahan pengisi yang digunakan. Apabila konsentrasi yang digunakan semakin banyak, maka akan mengurangi waktu pengeringan karena total padatan bubuk meningkat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mira (2007) menunjukkan perlakuan terbaik dalam pembuatan pewarna bubuk alami yakni menggunakan dekstrin sebesar 5%. Pelarut yang aman digunakan untuk menghasilkan pewarna bubuk alami adalah air (Koswara, 1999). BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan dalam ekstraksi klorofil dari rumput teki yaitu aluminium foil, beaker glass, Erlenmeyer, kertas saring, labu ukur 25mL, labu ukur 100 mL, corong pemisah, dan orbital shaker. Alat yang digunakan untuk menganalisa stabilitas pigmen dan aktifitas antioksidan pada ekstraksi klorofil rumput teki yaitu tabung reaksi, pipet ukur, lampu 20 watt, magnetic stirrer, vacuum dryer, spektrofotometer dan refrigerator. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Rumput Teki (Cyperus rotundus L.) yang diperoleh dari lapangan serta disekitar rumah warga Kecamatan Lowokwaru, Malang, Jawa Timur, Pelarut etanol, reagen DPPH, buffer 100
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 asetat, pelarut aseton, maltodekstrin, dekstrin, Air, gula, natrium benzoat, asam sitrat, perasa sirup, Na2SO4, akuades, larutan asam (pH 3, 4 dan 5). Metode Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang disusun secara faktorial dengan 2 faktor yaitu faktor S yang terdiri dari 2 level dan faktor R yang juga terdiri dari 3 level, dengan keterangan kedua faktor sebagai berikut: Faktor S yaitu jenis bahan pengisi S1 : Dekstrin S2 : Maltodekstrin Faktor R yaitu perbandingan sampel terhadap bahan pengisi R1: Perbandingan jumlah bahan pengisi terhadap sampel 15% : 85% R2: Perbandingan jumlah bahan pengisi terhadap sampel 20% : 80% R3: Perbandingan jumlah bahan pengisi terhadap sampel 25% : 75% Dari kedua faktor tersebut diperoleh kombinansi perlakuan dibawah ini, dan masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali sehingga didapatkan 18 satuan percobaan
Faktor yang dapat berpengaruh terhadap hasil akhir kadar klorofil, yaitu pH, suhu, dan intensitas paparan cahaya pada sampel. Klrofil merupakan pigmen warna yang tidak tahan terhadap pH, suhu, dan paparan cahaya yang berlebihan. Oleh sebab itu, perlakuan untuk menjaga agar klorofil tetap memiliki warna yang bagus yaitu memperhatikan ketiga faktor tersebut. SIMPULAN GREERANT (Green Natural Colorant) merupakan pewarna alami berwarna hijau berbasis rumput teki yang diekstrak menggunakan metode maserasi. Dalam proses ekstraksi, digunakan pelarut etanol 70% absolut yang berfungsi melarutkan pigmen klorofil agar mudah terekstrak. Eksperimen yang dilakukan yaitu dengan ekstraksi maserasi menggunakan perbandingan 1:10 dimana 23 gram rumput teki bubuk ditambahkan dengan 230 ml pelarut etanol 70% absolut. Hasilnya, diperoleh kadar klorofil sebesar 0,406 ppm dimana hasil tersebut lebih besar dibanding literature yang menyatakan bahwa kadar klorofil rumput teki hanya sebesar 0,392 ppm.
HASIL DAN PEMBAHASAN UCAPAN TERIMA KASIH Telah dilakukan percobaan untuk mendapatkan ekstrak klorofil rumput teki. Rumput teki yang telah dikeringkan selama 18 jam, lalu dihaluskan menggunakan blender, dan diayak menggunakan ayakan 60 mesh. Selanjutnya, diperoleh hasil rumput teki bubuk sebanyak 23 gram. Hasil tersebut ditambahkan etanol 70% absolut dengan perbandingan 1:10, dimana rumput teki sebanyak 23 gram dan etanol 230 ml. Kemudian dilakukan ekstraksi selama 48 jam untuk selanjutnya dievaporasi selama 3 jam menggunakan rotary vacuum evaporator. Hasil yang diperoleh diuji menggunakan spektrofotometer UV-Vis panjang gelombang 649 nm & 665 nm. Dari hasil uji tersebut diperoleh kadar klorofil sebesar 0,406 ppm. Dari proses eksperimen ini, hasil yang diperoleh lebih besar dibandingkan dengan literature yang menyatakan bahwa kadar klorofil dari rumput teki hanya sebesar 0,392 ppm (Sreenivasulu et al., 2015).
Terima kasih kami ucapkan kepada jajaran Dekan dan Wakil Dekan, dosen pembimbing kami ibu Erni Sofia Murtini, S.TP, M.P, Ph.D yang telah membimbing kami, serta para laboran, administrasi jurusan serta pihak-pihak lain yang terkait yang telah membantu kami untuk melakukan penelitian, memberikan saran dan masukan untuk memperbaiki penelitian yang telah kami lakukan. DAFTAR PUSTAKA Amalia, I. R, Hikmiati A. S., an Siswanto, D. 2009. Studi Efektivitas Penggunaan Ekstrak Pigmen Bunga Bugenvil (Bougainvillea spectabilis) Sebagai Zat Warna Alami Pada Produk Jajanan Pasar. http://www.biologi.ub.ac.id diakses pada 8 November 2016 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 2012. Bahan Tambahan pada 101
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 Pangan dan Bahayanya (Formalin, Boraks, dan Pewarna buatan) (Online). http://portal.bangkabaratkab.go.id/co ntent/bahan-tambahan-pada pangandanbahayanya-formalin-boraksdan-pewarna-buatan diakses pada 8 November 2016 Cahyadi, W. 2009. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Makanan. Jakarta: Bumi Aksara Herman. 2010. Identifikasi Pewarna Rhodamin B Pada Minuman Ringan Tanpa Merek yang Dijual di Pasar Sentral Kota Makassar. Media Analisis Kesehatan Vol. 1: (33-36) Lumbessy, M., Abidjulu, J., dan Paendong J.J.E,. 2013. Uji Total Flavonoid Pada Beberapa Tanaman Obat Tradisional di Desa Waitina Kecamatan Mangoli Timur Kabupaten Kepulauan Sula Provinsi Maluku Utara. Jurnal MIPA Vol. 2 No. 1 : 50-55 Pandey, Putri Virgie dkk. 2013. Uji Efek Analgetik Ekstrak Rumput Teki (Cyperus rotondus L.) pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Rattus novergicus). Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 2 No. 2. Manado: Universitas Samratulangi Pokorni, J., Yamshlieva, N., and Gordon, M. 2001. Antioxidant in Food Practical Applications. New York: CRC Press Usu, Farlin. 2012. Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Umbi Rumput Teki (Cyperus rotondus L.) Sebagai Penumbuh Rambut Terhadap Kelinci Jantan (Oryctolgus cuniculus). Skripsi. Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo
102
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
SISTEM IRIGASI ELEKTROOSMOSIS PADA LAHAN NON-TEKNIS Electroosmosis Irrigation System For Non-Technical Field Gigih Widyawantoro1,*, Lu’lu’i Zulaikho2, Nur Ida Winni Yosika2, Bayu Permadi2, Kamsiatun Eka Pratama2 1Program
Studi Keteknikan Pertanian, Jurusan Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Studi Teknologi Bioproses, Jurusan Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Jalan Veteran Malang 65145, Indonesia *Email :
[email protected]
2Program
ABSTRAK Ketersediaan air untuk irigasi pada lahan kering atau non teknis bergantung pada besarnya curah hujan. Hal ini mengakibatkan usaha tani tidak dapat dilakukan sepanjang tahun. Pada lahan kering penyediaan air terkendala pada sistem distribusi dari sumber menuju lahan. ELEGAN CAFE (Electroosmosis Irrigation System For Non-Technical Field) merupakan solusi efektif irigasi pada lahan non-teknis dengan prinsip elektroosmosis. Sistem elektroosmosis menggunakan arus DC dari panel surya sehingga ramah lingkungan. Arus listrik DC akan mengikat air dan membawanya bergerak mengikuti aliran listrik tersebut. Jika dua elektroda dipasang pada tanah yang lembab dan dialirkan listrik, air yang terkandung di dalam tanah akan bergerak dari elektroda positif menuju elektroda negatif, sehingga memudahkan akar dalam menyerap air. Alat ini dilengkapi sensor kadar air untuk mengoptimalkan penggunaan daya listrik. Listrik akan mengalir ketika kadar air pada sampel tanaman Tomat dan Bayam belum terpenuhi. Kadar air minimum untuk pertumbuhan pada tanaman Tomat dan Bayam berturut-turut adalah 27, 57% dan 59,19 %. Sensor kadar air dilengkapi oleh relay untuk menyambung dan memutus aliran listrik ketika kadar air pada sampel tanaman telah terpenuhi. Hasil pengujian teori pada tegangan 12 volt, 5A dengan ketinggian 12 cm memberikan hasil paling baik yaitu pada kuadran I kadar air sebesar 16,767 %, kuadran II sebesar 15,897%, kuadran III sebesar 16,562%, dan kuadran IV sebesar 19,087%. Kata kunci : Elektroosmosis, Irigasi, Lahan Kering, Holtikultura ABSTRACT The availability of water in non-technical field depends on rainwater. This is giving a big impact in the farming throughout the year. Also, the water distribution in non-technical field was constrained. ELEGAN CAFÉ is an electroosmosis irrigation system for horticultural crop in non-technical field. DC electric current will bind and bring the water along the flow of electricity. If two electrodes are mounted on moist soil and are supplied with electricity, the water contained in the ground will move from the positive electrode to the negative electrode, thus helping the roots in absorbing water. This device also completed with soil moisture sensors to optimize the electrical power. The electricity will flow up when the water content of the Tomato and Spinach plant has not been fulfilled. The minimum moisture content of Tomato and Spinach plants is 27,57% and 59.19%. The moisture sensor is equipped by a type relay to connect and disconnect electricity when the water content of the plant sample has been fulfilled. The result of the test with 12 volt, 5Ampere and 12 cm height give the best result that is in quadrant I water content 16,767%, quadrant II equal to 15,897%, quadrant III equal to 16,562%, and quadrant IV equal to 19,087%. Keywords: electroosmosis, irrigation, non-technical field, horticulture
103
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
PENDAHULUAN Ketersediaan air untuk irigasi pada lahan kering atau non teknis bergantung pada besarnya curah hujan. Keterbatasan air pada lahan kering mengakibatkan usaha tani tidak dapat dilakukan sepanjang tahun, dengan indeks pertanaman (IP) kurang dari 1,50. Potensi lahan kering di Indonesia sangat besar dengan luas 148 juta ha atau 78% dari total luas daratan (Abdurachman dkk, 2008). Air merupakan sumber daya dan faktor determinan yang menentukan kinerja sector pertanian, karena tidak ada satu pun tanaman pertanian yang tidak memerlukan air. Pada lahan kering penyediaan air terkendala pada sistem distribusi dari sumber menuju lahan. Saat ini metode irigasi yang diterapkan pada lahan kering adalah irigasi tetes, namun irigasi tetes memerlukan perawatan yang intensif agar tidak terjadi penymbatan pada lubang air, apabila air yang digunakan mengandung garam yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya penumpukan garam sehingga menjadi toksik bagi tanaman. Oleh karena itu, diperlukan teknologi tepat guna, murah dan aplicable untuk mengatur ketersediaan air agar dapat memenuhi kebutuhan air (water demand) yang semakin sulit dilakukan dengan cara-cara alamiah (natural manner). Elektroosmosis merupakan salah satu metode untuk mengatur ketersediaan air dengan memanfaatkan arus listrik satu arah (DC) secara langsung. Arus listrik ini akan mengikat air dan membawanya bergerak mengikuti arah aliran listrik tersebut. Jika dua elektroda dipasang pada tanah yang lembab dan dialirkan listrik, maka air yang terkandung di dalam tanah akan bergerak dari elektroda positif menuju elektroda negatif (Andi dkk, 2013). Adanya potensi elektroosmosis dalam menarik air merupakan hal yang melatar belakangi inovasi “ELEGAN CAFE (Electroosmosis Irrigation System for Non-Technical Field)”, suatu sistem irigasi dengan memanfaatkan arus DC untuk menarik air mendekati akar tanaman. Tanaman yang digunakan untuk menguji alat ini adalah tanaman
hortikultura. Air yang ditarik oleh elektroda akan memudahkan akar dalam menyerap air. Dengan adanya alat ini diharapkan dapat membantu produksi pertanian di lahan kering. BAHAN DAN METODE Sistem Elektroosmosis ELEGAN CAFE memiliki sistem Elektrossmosis yang terdiri dari Katoda dan Anoda sebagai Elektroda negatif dan Elektroda positif. Elektroda dibuat dari plat tembaga dengan ukuran 8,3 cm x 12,7 cm dan Chamber dibuat dari kaca dengan ukuran 15 cm x 10 cm x 30 cm. Elektroda positif diletakkan pada dasar chamber lalu ditimbun tanah dengan ketinggian 4 cm dan diberi air sebanyak 80 ml kemudian ditambahkan tanah dengan ketinggian yang divariasikan. Pada chamber 1 ketinggian tanah yaitu 12 cm, chamber 2 dengan ketinggian 20 cm dan chamber 3 dengan ketinggian 28 cm. Listrik yang dialirkan pada elektroda positif dan negatif adalah arus listrik DC dengan tegangan 12 V, 5 A. Percobaan sistem elektroosmosis ini dilakukan selama 117,5 jam. Tanah yang diberi perlakuan sistem elektroosmosis dapat ditentukan nilai kadar airnya dengan menimbang massa sampel tanah lalu di keringkan dengan oven pada suhu 105o C selama 24 jam lalu ditimbang massa akhir sampel tanah tersebut. Sistem Kontrol Listrik DC Minimum Sistem Minimum sistem pada ELEGAN CAFE menggunakan Arduino Uno dengan Mikrokontroler ATMEGA 328P-PU.
Gambar 1. Pin Mikrokontroler ATMEGA 328
104
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Dalam minimum sistem ini terdapat Rangkaian sensor Kadar air, Rangkaian Relay, Tampilan LCD (Liquid Crystal Display), dan Sistem input jenis tanaman. Sumber daya minimum sistem diperoleh dari adaptor bertegangan 12 Volt yang akan disesuaikan kebutuhannya oleh Regulator pada minimum sistem Sensor kadar air yang digunakan adalah tipe..... Skematik Sensor diperlihatkan seperti Gambar 2.
Gambar 2. Skematik sensor Kadar Air VCC pada sensor dihubungkan pada pin 5 V di minimum sistem, A0 pada sensor dihubungkan pada pin A0 dan Ground pada sensor dihubungkan dengan pin Gnd di minimum sistem. Keluaran dari sensor berupa tegangan yang bervariasi, tegangan ini harus diubah menjadi logika 0 dan 1 agar dapat dibaca oleh minimum sistem. Tegangan output dari sensor akan terbaca menjadi nilai ADC pada LCD. LCD yang digunakan adalah LCD 16x2 yang berarti tampilan dari LCD memiliki 16 baris, 2 kolom. LCD dalam dalam rangkaian alat ELEGAN CAFE berfungsi sebagai penampil nilai kadar air dari tanah dan jenis tanaman yang akan dipilih.
Gambar 3. Skematik LCD 16 x 2 Untuk mengoptimumkan daya listrik yang digunakan, alat ini diberikan rangkaian relay yang berfungsi untuk memutus aliran listrik, saat sensor mendeteksi bahwa kadar air tanah pada tanaman telah terpenuhi. Sensor dapat
mendeteksi kadar air dengan menggunakan fungsi grafik linier, yaitu grafik hubungan nilai ADC dengan Kadar air sampel tanah. Jenis tanaman yang dapat digunakan pada alat ini adalah tanaman Tomat dan Bayam. Rangkaian input digunakan untuk mengatur jenis tanaman yang dipilih, dimana rangkaian input sebagai berikut :
Gambar 4. Rangkaian Input Rangkaian ini memiliki prinsip seperti saklar yaitu ketika tombol input ditekan maka rangkaian akan terhubung sehingga arus listrik akan mengalir dan terhubung dengan rangkaian LCD, dimana LCD akan menampilkan jenis tanaman yang dipilih. HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai ADC sampel tanah Sampel tanah dalam pengujian ini diambil dari tiga chamber yang dialiri listrik DC dengan variasi ketinggian tanah yang berbeda. Pada chamber I ketinggian tanah 12 cm, chamber II 20 cm dan chamber III 28 cm. Arus dan tegangan yang mengalir yaitu 5 A, 12 V selama 117, 5 jam. Setiap chamber dibagi area ketinggian menjadi 4 kuadran. Data pengujian diperoleh dengan menancapkan sensor pada sampel tanah dimana rangkaian sensor telah terhubung pada rangkaian LCD. Tabel 1. Nilai ADC sampel tanah pada chamber 12 cm Kuadran Ketinggian tanah Nilai ADC (cm) 1 2-3 999 2 5-6 996 3 8-9 987 4 11-12 962
105
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Tabel 2. Nilai ADC sampel tanah pada chamber 20 cm Kuadran Ketinggian Tanah Nilai ADC (cm) 1 4-5 1004 2 9-10 995 3 14-15 981 4 19-20 1008 Tabel 3. Nilai ADC sampel tanah pada chamber 28 cm Kuadran Ketinggian Nilai ADC Tanah (cm) 1 6-7 961 2 13-14 950 3 20-21 990 4 27-28 1009 Kuadran satu merupakan area yang paling dekat dengan elektroda positif ( area dasar chamber) dan kuadran empat merupakan area yang paling dekat dengan elektroda negatif (area permukaan chamber). Mikrokontroler yang digunakan memiliki resolusi 10 bit sehingga nilai maksimum ADCnya adalah 1023. Pada sistem kontrol alat ini, nilai ADC saat kondisi tanah kering adalah 1023, sehingga ketika nilai ADC semakin kecil maka kondisi tanah semakin basah. Pada pengujian dengan ketinggian 12 cm, semakin tinggi kuadran maka nilai ADC semakin kecil. Hal ini menunjukkan bahwa semakin jauh jarak dari elektroda positif maka kondisi tanah semakin basah. Jika dilihat dari teori yang telah dipaparkan maka pengujian ini membenarkan adanya teori tersebut dimana air bergerak menuju elektroda negatif sejalan dengan arus yang mengalir. Sampel tanah dengan ketinggian 20 cm dan 28 cm memberikan data yang tidak linier. Pada ketinggian 20 cm nilai ADC mengalami penurunan dari kuadran satu hingga tiga, namun pada kuadran empat nilai ADC menjadi lebih besar. Sampel dengan ketinggian tanah 28 cm mengalami penurunan nilai ADC pada kuadran satu dan dua, hal ini menunjukkan bahwa air yang mengalir baru mencapai titik 14 cm dan belum mencapai permukaan chamber yang mendekati elektroda negatif. Hasil yang tidak linier pada sampel dengan
ketinggian 20 dan 28 cm menunjukkan bahwa semakin jauh jarak antar elektroda maka kekuatan tarik terhadap molekul air pada daya tersebut menjadi semakin kecil. Kadar Air Sampel Tanah Tanah pada setiap variasi ketinggian diambil sampel yang dibedakan menjadi empat kuadran. Kadar air pada sampel tanah diukur dengan menimbang sampel basah dan di oven dengan suhu 105 o C selama 24 jam lalu di timbang massa tanah kering setelah dioven. Menurut Selawa dkk (2013) kadar air tanah dapa dihitung dengan rumus sebagai berikut : Kadar Air % =
𝐴−𝐵 𝐴
𝑥 100 %
Dimana A=berat sampel sebelum dipanaskan B=berat sampel setelah dipanaskan Tabel 4. Kadar air sampel tanah pada chamber 12 cm Massa Massa Kuadran sampel sampel Kadar akhir awal air (%) (gram) (gram) 1 25,018 30,058 16,767 2
25,282
30,061
15,897
3
25,067
30,043
16,562
4
24,353
30,098
19,087
Tabel 5. Kadar air sampel tanah pada chamber 20 cm Massa Massa Kuadran sampel sampel Kadar akhir awal air (%) (gram) (gram) 1 24,775 30,021 17,474 2
25,331
30,085
15,801
3
25,627
30,027
14,653
4
25,287
30,041
15,825
Kadar air pada sampel dengan ketinggian tanah 12 cm mengalami kenaikan dari kuadran satu ke kuadran empat, sampel dengan ketinggian 20 cm kadar air tanah naik pada kuadran empat, kadar air pada ketinggian 20 cm ini memiliki kadar air yang fluktuatif di setiap
106
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
kuadrannya sedangkan kadar air pada sampel denagn ketinggian 28 cm cenderung mengalami penurunan dengan meningkatnya kuadran. Tabel 6. Kadar air sampel tanah pada chamber 28 cm Massa Massa Kuadran sampel sampel Kadar akhir awal air (%) (gram) (gram) 1 25,068 30,052 16,584 2
25,505
30,071
15,184
3
25,801
30,067
14,188
4
26,121
30
12,93
Kadar Air (%)
Dari data kadar air tersebut terlihat bahwa sampel dengan ketinggian 12 cm membuktikan kebenaran teori elektroosmosis serta jarak molekul air dapat mengalir dengan baik terdapat pada ketinggian tanah 12 cm. Sampel dengan ketinggian tanah 12 cm memiliki nilai ADC dan kadar air yang paling maksimal selama 117,5 jam saat pengujian, sehingga fungsi atau rumus untuk sensor diambil dari data ADC dan kadar air pada ketinggian 12 cm. 25 20 15 10 5 0
980
1000
UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kelancaran untuk mengerjakan program perancanganalat ELEGAN CAFE, terimakasih kepada RISTEK DIKTI yang telah memberikan dana untuk kelancaran pembuatan program ini. DAFTAR PUSTAKA
y = -0.0763x + 92.352 R² = 0.8511 960
menarik air dari elektroda positif menuju elektroda negatif. ELEGAN CAFE merupakan alat yang memanfaatkan sistem Elektroosmosis untuk irigasi. Alat ini memiliki dua sistem utama yaitu sistem Elektroosmosis dan sistem kontrol. Sistem elektroosmosis memanfaatkan listrik DC 12 V, 5 A. Sistem kontrol terdiri rangkaian sensor kadar air, rangkaian relay, rangkaian input, dan rangkaian LCD. LCD akan menampilkan kadar air pada tanah dengan konversi dari nilai ADC menjadi presentase kadar air. Kadar air dan nilai ADC paling maksimal didapatkan pada pengujian dengan tinggi tanah sebesar 12 cm. Hubungan grafik antara nilai ADC dan kadar air pada ketinggian 12 cm menghasilkan fungsi linier y= = -0,0763x + 92,352. Uji alat selanjutnya adalah pengujian langsung terhadap tanaman Tomat dan Bayam
1020
Nilai ADC Grafik 1. Hubungan Kadar Air (%) dengan Nilai ADC Fungsi yang didapatkan dari grafik yaitu y =-0,0763x + 92,352 dan R² = 0,8511. Fungsi y pada grafik akan menjadi rumus untuk dimasukkan kedalam coding sensor sehingga sensor dapat mendeteksi kadar air secara real time. SIMPULAN Elektroosmosis adalah sistem yang memanfaatkan listrik DC untuk dapat
Abdurachman, A., Dariah, A, dan Mulyani, A. 2008. Strategi dan Teknologi Pengolahan Lahan Kering Mendukung Pengdaan pangan Nasional. Jurnal Litbang Pertanian. Vol. 27, No. 8, hlm. 44-45 Andi, T, Niken S, S, dan Noegroho, D. 2013. Penggunaan Metode Elektroosmosis Pada Tanah Lempung Yang Ditambah Abu Ampas Tebu Ditinjau Dari Parameter Kuat Geser Tanah. E-Jurnal Matriks Teknik Sipil. Vol. 1, No. 4, hlm. 433
Desmarina, R, Adiwirman, dan Widodo, W. 2009. Respon Tanaman Tomat Terhadap Frekuensi Dan Taraf Pemberian Air Terhadap Pertumbuhan Dan Perkembangan Tanaman Tomat. Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura. 107
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Kesuma, P, dan Salamah, Z. 2013. Pertumbuhan Tanaman Bayam Cabut (Amaranthus tricolor L.) dengan Pemberian Kompos Berbahan Dasar Daun Krinyu (Chromolaena odorata L.). Jurnal Bioedukatika. Vol.1, No,1. hlm 17 Selawa, W, Max, R, dan Gayatri, C. 2013. Kandungan Flavonoid dan Kapasitas Antioksidan Total Ekstrak Etanol Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis. Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol.2, No. 01. hlm. 20
108
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
PEMANFAATAN LIMBAH KULIT SIWALAN MENJADI SERBUK SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOPLASTIK Utilization of Siwalan’s Leather Waste Skin to be Powder as Bioplastic’s Raw Materials Fitria Febriari1, Zakiyyah Farradina Fathin2*, Fauzan Akbar3, Gita Anggia Puspita4 Jurusan Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Jl. Veteran Malang 65145 Email: *
[email protected]
ABSTRAK Buah siwalan biasanya dimanfaatkan niranya sebagai bahan baku pembuatan gula. Pegolahan buah siwalan menghasilkan limbah, salah satunya kulit buah siwalan. Kulit buah siwalan megandung selulosa yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bioplastic. Pemanfaatan limbah kulit buah siwalan dilakukan dengan cara mengolah kulit buah siwalan menjadi serbuk. Pembuatan serbuk dilakukan dengan mengeringkan kulit buah siwalan menggunakan oven yang dilengkapi dengan blower pada suhu 70 °C selama 2-3 jam. Kulit siwalan kering selanjutnya digiling menggunakan grinding mill kemudian diayak menggunakan saringan berukuran 100 mesh. Hasil dari penelitian ini diperoleh beberapa data massa kulit buah siwalan sebelum dan setelah dikeringkan. Kata kunci: Bioplastik, limbah kulit siwalan, serbuk ABSTRACT Siwalan fruit is usually utilized niranya as raw material for making sugar. Pegahan fruit fruit produces waste, one of them siwalan fruit skin. Siwalan fruit skin contains cellulose which can be utilized as raw material of bioplastic manufacture. Utilization of siwalan fruit skin waste is done by processing the skin of siwalan fruit into powder. Powder making is done by drying the skin of siwalan fruit using oven equipped with blower at 70 ° C for 2-3 hours. Siwalan dry skin then milled using grinding mill and then sieved using a sieve of 100 mesh. The results of this study obtained some data mass of siwalan skin before and after dried. Keywords: Bioplastic, siwalan skin waste, powder PENDAHULUAN Pohon siwalan merupakan tanaman famili Arecaceae yang memiliki nama ilmiah Borassus flabellifer L. Pohon siwalan merupakan tanaman multiguna karena hampir setiap bagian pohonnya bermanfaat bagi manusia. Salah satu hasil produk dari pohon siwalan ini yaitu buah siwalan. Daging buah siwalan mengandung serat kasar yang cukup tinggi yaitu 25 g dari 100 g bahan (Aisiyah dkk, 2015). Dengan kandungan gizi dalam buah siwalan tersebut dapat digunakan sebagai bahan pembuatan plastik bioplastik.
Gambar 1. Buah Siwalan (Aisiyah, dkk) Plastik biodegradable atau bioplastik adalah polimer yang terbuat dari bahan terbarukan dan secara alamiah mudah terdegradasi oleh mikroorganisme
109
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 maupun oleh cuaca. Penggunaan pati sebagai bahan utama pembuatan plastik memiliki potensi yang besar karena di Indonesia terdapat berbagai tanaman penghasil pati. Untuk memperoleh bioplastik, pati ditambahkan dengan plastisizer gliserol, sehingga diperoleh plastik yang lebih fleksibel dan elastis (Akbar dkk, 2013).
Gambar 2. Morfologi plastik biodegradable sebelum (kiri) dan sesudah (kanan) biodegradable Potensi pohon siwalan (Borassus flabellifer) di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal. Pohon siwalan merupakan tanaman perkebunan yang menyimpan banyak khasiat disetiap bagian pohonnya. Salah satunya ialah buah siwalan yang memiliki kandungan serat kasar yang cukup tinggi yaitu 25 g dari 100 g bahan (Aisiyah dkk, 2015). Kandungan serat pada buah siwalan ini dapat dimanfaatkan sebagai bahanbaku pembuatan plastic biodegradable. Pembuatan serbuk kulit buah siwalan menggunakan metode pengeringan vakum dilakukan dengan buah siwalan sebanyak 50 buah diambil ekstrak selulosanya. Pengambilan ekstrak selulosa dilakukan dengan memanaskan bahan pada suhu 70 °C selama 2 sampai 3 jam. Kemudian, ekstrak selulosa ditambah aquades secukupnya dan dihancurkan menggunakan blender selama 10 menit (Nirwantoro dkk, 2012). Pembuatan bioplastic dilakukan dengan mencampur serbuk buah siwalan dengan beberapa bahan tambahan seperti dekstrin, asam asetat dan gliserol. Campuran dimasukkan ke dalam evaporator vakum untuk diekstrak menjadi bubuk dengan suhu pemanasan 70 °C selama 2 jam dengan tekanan 100 mBar dengan kecepatan pengadukan 250 rpm. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti mengajukan percobaan dengan
judul “Pemanfaatan Limbah Kulit Siwalan menjadi Serbuk sebagai Bahan Baku Pembuatan Bioplastik”. BAHAN DAN METODE Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalahlimbah kulit buah siwalan. Sedangkan alat yang digunakan antara lain oven yang dilengkapi dengan blower untuk mengeringkan bahan, grinding mill sebagai penghancur dan pembuat serbuk, pisau yang digunakan sebagai pemotong, timbangan untuk menimbang massa bahan dan ayakan berukuran 100 mesh untuk mengayak serbuk kulit buah siwalan yang telah dihancurkan. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium teknologi pengolahan hasil pangan dan pertanian (TPPHP), laboratorium kimia dasar, laboratorium mekatronika, dan pilot plan Fakultas Teknologi Pertanian. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum dilakukan penelitian pengeringan limbah kulit buah siwalan, terlebh dahulu dilakukan penelitian pendahuluan atau trial and errorguna mengetahui metode pengeringan yang tepat. Penelitian pertama dilakukan dengan mengeringkan kulit siwalan di dalam oven biasa pada suhu 70 °C selama 2 jam. Bahan yang akan dikeringkan diletakkan pada alumunium foil yang dipasang pada loyang. Dari hasil penelitian ini diperoleh hasil pengeringan yang kurang optimal. Kulit buah siwalan yang sudah dioven masih dalam kondisi setengah basah, seperti yang ada pada Gambar 3. Penelitian kedua dilakukan dengan mengeringkan kulit buah siwalan menggunakan oven yang dilengkapi blower pada suhu70 °C selama 2 sampai 3 jam. Bahan yang akan dikeringan diletakkan pada alumunium foil yang telah dipasang pada loyang. Hasil penelitian ini masih menunjukkan hasil pengeringan yang kurang optimal. Kulit buah siwalan setelah dioven sudah cukup kering (lebih kering dari sebelumnya) akan tetapi belum tercapai kriteria kering sesuai dengan yang
110
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 diinginkan, seperti yang ada pada Gambar 4. Penelitian ketiga dilakukan dengan mengeringkan kulit buah siwalan menggunakan oven yang dilengkapi dengan blower pada pada suhu 70 °C selama 2 sampai 3 jam. Bahan yang akan dikeringkan tidak diletakkan pada alumunium foil, tetapi langsung diletakkan pada tray-tray di dalam kabinet pemanas. Penelitian ketiga ini menunjukkan hasil yang paling optimal dimana kulit siwalan yang sudah dioven sudah benar-benar dalamkondisi kering dan sesuai dengan kriteria yang diinginkan.
Gambar 3. Hasil penelitian pertama pada pengeringan kulit buah siwalan
Gambar 5. Proses pengeringan dengan metode penelitian ketiga Percobaan pengeringan dilakukan dalam beberapa tahap dengan variasi massa pada tiap tahap yang berbeda-beda pula. Dari percobaan tersebut diperoleh data massa awal, massa akhir dan susut massa pada tiap sampel, seperti yang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Data pengeringan limbah kulit buah siwalan Susut Berat Berat Sampel massa awal (g) akhir (g) (g) Sampel 1
177,928
129
48,928
Sampel 2
136
125,622
10,378
Sampel 3
152,77
130
22,77
Total
466,698
384,622
82,076
Dari data diatas, dapat dihitung persentase susut massa total berdasarkan berat total awal bahan sebelum dikeringkan, yaitu : 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑠𝑢𝑠𝑢𝑡 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 (%) 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑢𝑠𝑢𝑡 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 = 𝑥 100% 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 82,076 = 𝑋 100 % = 17,6 % 466,698
Gambar 4. Hasil penelitian kedua pada pengeringan kulit buah siwalan Penelitian pemafaatan limbah kulit siwalan menjadi serbuk sebagai bahan baku pembuatan bioplastic dilakukan dengan metode penelitian yang ketiga. Penelitian ini dilakukandengan cara mengeringkan siwalan menggunakan oven yang dilengkapi dengan blower pada suhu 70 °C selama 2 sampai 3 jam. Pengeringan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi kadar air yang terkandung pada limbah kulit buah siwalan. Proses pengeringan dapat dilihat pada Gambar 5.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa baik pada sampel 1, sampel 2 maupun sampel 3 menunjukkan hasil susut massa yang berbeda-beda. Apabila dihitung menggunakan rumus persentase susut massa diatas, diperoleh data persentase susut massa pada masing-masing sampel, yaitu pada sampel 1 nilai persentase susut massanya sebesar 27,5%, pada sampel 2 nilai persentase susut massanya sebesar 7,6 % dan pada sampel 3 nilai persentase susut massanya sebesar 14,9%. Perbedaan persentase susut massa dapat disebabkan Karena suhu didalam oven yang tidak konstan Karena sistem pemanasan dilakukan menggunakan kompor biasa. Selain itu cara penataan bahan pada tray sebelum dikeringkan. Cara penataan bahan akan mempengaruhi persebaran panas yang diterima bahan. Semakin luas tray
111
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 yang digunakan dan semakin rata penataan bahan maka persebaran panas akan semakin merata sehingga bahan akan dapat kering sesuai dengan yang diinginkan pada suhu optimal. Setelah diperoleh kulit buah siwalan kering, selanjutnya dilakukan penggilingan agar diperoleh serbuk kulit siwalan menggunakan grinding mill. Serbuk yang diperoleh kemudian diayak menggunakan ayakan berukuran 100 mesh untuk mengurangi jumlah serat dari serbuk kulit buah siwalan yang diperoleh dari proses penggilingan hingga diperoleh partikel serbuk yang lebih halus. Proses dan hasil penggilingan menggunakan grinding mill dapat dilihat pada Gambar 6. Proses pengayakan dapat dilihat pada Gambar 7.
tersebut diperoleh kulit siwalan kering dengan total susut massa 17,6 %. Hasil dari pengeringan kulit siwalan dihancurkan dengan menggunakan grinding mill dan diayak dengan ayakan berukuran 100 mesh sehingga diperoleh serbuk kulit buah siwalan dengan ukuran partikel yang lebih halus. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa dan semua pihak yang telah membantu dalam proses penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Gambar 6. Proses (kiri) dan hasil (kanan) penggilingan kulit siwalan kering menggunakan grinding mill
Aisiyah, Siti dkk. 2015. Pengaruh Penggunaan Daging Buah Siwalan (Borassus Flabellifer) Terhadap Kualitas Es Krim Ditinjau dari Daya Ikat Air, Viskositas, Kadar Air dan Kecepatan Meleleh. Malang: Fapet UB Akbar, Fauzi dkk. 2013. Pengaruh Waktu Simpan Film Plastik Biodegradasi dari Pati Kulit Singkong Terhadap Sifat Mekanikalnya. Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 2, No. 2 (2013) Nirwantoro, N Dwi. dan Emma Hermawati. 2012. Optimasi Pembuatan Serbuk Madu Dengan Menggunakan Metoda Pengeringan Vakum. Jurnal Industrial Research Workshop And National Seminal 2012
Gambar 7. Proses pengayakan serbuk kulit buah siwalan SIMPULAN Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, metode pengeringan yang terbaik adalah pengeringan menggunakan oven yang dilengkapi dengan blower dimana bahan yang akan dikeringkan langsung diletakkan pada tray dalam kabinet pemanas. Proses pengeringan dilakukan dengan memanaskan kulit buah siwalan dalam oven pada suhu 70 ºC selama 2 sampai 3 jam. Dari pengeringan
112
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Ekstraksi Bunga Telang (Clitorea ternatea) Tinggi Antioksidan Melalui Pemanfaatan Teknologi Ultrasonik The Extraction of Butterfly Pea Flowers (Clitorea ternatea) with High Antioxidant by Utilizing Ultrasonic Technology Gabriella Maharani Simamora1*, Muhammad Fitri Aji Nugroho2 , Ikhtiar Eka Prasetyani3 , Dhia Arista Putri4 1,2,3,4 Program
Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Universitas Brawijaya, Malang
Jl. Veteran, Malang Telepon: 0341-551611, 0341-575777 Fax: 0341-565420
E-mail :
[email protected] ABSTRAK Ekstraksi merupakan proses pemisahan senyawa tertentu yang terlarut dalam suatu bahan sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Proses ekstraksi seringkali memerlukan reagent yang banyak sehingga akan meningkatkan biaya yang diperlukan. Sehingga, digunakannya metode ekstraksi dengan pemanfaatan teknologi ultrasonik di mana melalui teknologi ini proses ekstraksi dilakukan tanpa adanya penambahan bahan kimia dan bahan tambahan lain, lebih cepat dan mudah tanpa memerlukan biaya tinggi. Bahan baku berupa bunga Telang banyak mengandung senyawa aktif seperti flavonoid, falvonol glikosida, antosianin, kaemprerol glikosida, quersetin glikosida, dan mirisetin glikosida. Bunga Telang ini mengandung banyak senyawa antosianin yang berperan sebagai antioksidan dengan kadar tinggi yang dapat membantu menurunkan resiko kanker dan memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak. Kata kunci : Bunga telang, teknologi ultrasonik, antioksidan. ABSTRACT Extraction is the process of separating certain compounds dissolved in a material so that it is separated from the insoluble material by a liquid solvent. Extraction process often requires a lot of reagents that will increase the cost required. The use of extraction methods with the use of ultrasonic technology in which through this technology the extraction process is done without the addition of chemicals and other additives, faster and easier without the need for high cost. Butterfly pea flowers contains many active compounds such as flavonoids, falvonol glycosides, anthocyanins, kaempferol glycoside, quercetin glycosides, and mirisetin glycoside. This flower also contains many anthocyanin compounds that act as antioxidants with high levels that can help reduce the risk of cancer and repair damaged body cells. Keywords : Clitorea ternatea, ultrasonic technology, antioxidant
113
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
PENDAHULUAN Bunga telang (Clitoria ternatea) adalah tumbuhan merambat yang biasa ditemukan di tepi hutan atau pekarangan rumah yang biasanya digunakan sebagai tanaman hias. Namun saat ini tanaman yang masih termasuk dalam keluarga fabaceae ini bisa ditemui diberbagai daerah yang memiliki iklim tropis. Bunga telang pada umumnya berwarna biru terang, namun ada juga yang berwarna putih, merah muda, dan juga ungu. Bunga Telang banyak mengandung senyawa aktif seperti flavonoid, falvonol glikosida, antosianin, kaemprerol glikosida, quersetin glikosida, dan mirisetin glikosida (Mastuti, et al., 2013). Antosianin yang tinggi pada bunga ini merupakan senyawa organik yang berperan sebagai antioksidan. Aktivitas antioksidatif ini bersumber pada kemampuan mendonasikan atom hidrogennya ataupun melalui kemampuan mengikat logam (Redha, 2012). Selain memiliki kemampuan untuk menangkal, senyawa antioksidan juga dapat membantu memberikan nutrisi tambahan kepada sel tubuh yang rusak sehingga dapat segera melakukan regenerasi sel sehingga akan membantu mengurangi resiko kanker. Senyawa antioksidan yang terkandung pada bunga Telang dapat membantu meregenerasi sel-sel tubuh yang telah rusak. Dengan mengkonsumsi senyawa oksidan yang memadai, regenerasi sel dapat menghambat pertumbuhan sel kanker. Selain itu, secara perlahan-lahan, sel kanker akan diputuskan nutrisinya oleh senyawa antioksidan, hingga sel kanker mengalami kerusakan. Mekanisme antioksidan dalam menghambat terjadinya kanker, yaitu dengan mencegah pembentukan karsinogen dan menghalangi rusaknya sel normal lainnya. Antioksidan akan meredam radikal bebas, dan secara epidemiologis antioksidan bersifat protektif terhadap kanker (Silalahi, 2006). Ekstraksi bunga Telang dilakukan dengan menggunakan teknologi ultrasonik. Metode ultrasonik atau yang biasa dikenal dengan Ultrasound-Assisted Extraction (UAE) merupakan teknik ekstraksi yang cepat, lebih sedikit mengkonsumsi energi, dan memungkinkan pengurangan pelarut,
sehingga menghasilkan produk yang murni dan yield yang lebih tinggi. Metode ini telah diterapkan untuk mengekstrak komponen makanan salah satunya yakni antioksidan (Ardianti, et al, 2014). Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pengaruh penggunaan teknologi ultrasonik dalam proses ekstraksi bunga Telang tinggi antioksidan dan mengetahui kadar antosianin pada Bunga Telang. Artikel ini merupakan bagian dari kumpulan artikel yang akan diterbitkan selanjutnya dengan pengembangan dari metode yang digunakan. BAHAN DAN METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Bahan yang digunakan diantaranya bunga telang (Clitoria ternatea), aquades, asam sitrat sebagai pelarut, dan asam tartarat. Prosedur awal penelitian berupa preparasi bahan baku dengan melakukan proses sortir bunga telang dengan kelopak yang masih utuh dan tidak ada kotoran. Bunga telang yang telah disortir, kemudian dikeringkan pada suhu 500C hingga kadar air bunga telang kurang dari 10%. Bunga telang kering dihaluskan dengan blender dan diayak menggunakan ayakan 60 mesh untuk penyeragaman ukuran. Penelitian pendahuluan berupa ekstraksi bunga telang menggunakan pelarut aquades dengan penambahan asam sitrat 1% dari jumlah pelarut. Larutan kemudian dimasukkan ke ekstraktor ultrasonik dengan suhu 600C dengan waktu yang disesuaikan dengan variabel percobaan. Ekstrak yang diperoleh disaring dengan kertas saring whatman No. 42 dan ditambah asam sitrat 50% hingga mencapai pH 3. Filtrat kemudian disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 6.500 rpm dan dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator pada suhu 350C selama 45 menit dengan kecepatan 250 mbar. Pekatan filtrat diberi penambahan maltodekstrin dan dikeringkan dengan vacuum drier pada suhu 550C selama 1 jam. Penelitian lanjutan berupa analisa laboratorium kadar antioksidan. Ekstrak yang diperoleh kemudian diencerkan
114
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
dengan kombinasi antara aquadest dengan asam tartarat dengan berbagai konsentrasi (b/v). HASIL DAN PEMBAHASAN Proses ekstraksi bunga Telang yang telah dilakukan dengan menggunakan teknologi ultrasonik memiliki hasil yang berbeda jika dibandingkan dengan proses ekstraksi menggunakan pelarut. Degradasi antosianin dapat terjadi selama proses ekstraksi di mana faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas antosianin tersebut yaitu adanya modifikasi pada struktur spesifik antosianin (glikosilasi, asilasi dengan asam alifatik atau aromatik), pH, temperatur, cahaya, keberadaan ion logam, oksigen, kadar gula, enzim, dan pengaruh sulfur dioksida (Andarwulan dan Faradilla, 2012). Proses ekstraksi menggunakan pelarut akan dapat menyebabkan kehilangan antosianin pada bahan akibat adanya reaksi antara antosianin dengan pelarut sehingga menyebabkan antosianin mengalami degradasi. Sedangkan, pada ekstraksi teknologi ultrasonik yang tidak menggunakan pelarut sehingga, dapat meminimalisir kehilangan antosianin akibat degradasi. Waktu yang dibutuhkan dalam proses ekstraksi cenderung lebih cepat dengan metode ultrasonik dibanding metode ekstraksi menggunakan pelarut. Penggunaan ultrasonik akan menaikkan harga diffusifitas efektif pada proses perpindahan massa di mana efek ini akan maksimum pada waktu yang singkat. Gelombang ultrasonik mampu meningkatkan difusi pelarut dalam suatu zat, di mana pengaruh gelombang akvitasi yang dihasilkan tidak hanya disekitar partikel tetapi juga langsung ke titik pusat zat tersebut. Sedangkan, proses ekstraksi menggunakan hesperidin dari penggan (citrus reticulata) pel dan melaporkan bahwa penggunaan ultrasonik dapat mempersingkat waktu ekstraksi dan akan meningkatkan hasil ekstraksi (Ma, et al. 2007). Selain itu, eksrtaksi menggunakan ultrasonik dapat mengekstrak lebih banyak komponen dibandingkan dengan metode ekstraksi konvensional. Berdasarkan
literatur yang diperoleh, pada proses ekstraksi dengan bantuan ultrasonik, permukaan bahan yang dilapisi oleh selaput sel berkurang sangat signifikan di mana sekitar 80% permukaan bahan terjadi kerusakan. Besarnya kerusakan bahan ini terjadi akibat adanya gelombang ultrasonik yang merambat pada bahan. Penggunaan ultrasonik akan menyebabkan terjadinya perusakan dinding sel biologis suatu bahan sehingga pelepasan bahan yang akan diekstrak akan menjadi lebih mudah (Fuadi, 2012). Variasi konsentrasi asam tartarat berpengaruh terhadap peningkatan total antosianin bunga Telang. Antosianin memiliki kepolaran yang sama dengan aquadest sehingga, dapat meningkatkan kadar antosianin pada bahan. Kelarutan suatu zat sangat bergantung pada kecocokan antara zat dengan pelarut yang digunakan. Penambahan asam tartarat yang dikombinasikan dengan aquadest dapat membantu senyawa terprotonasi sehingga mampu melarutkan pigmen antosianin lebih banyak (Nicoue, et al., 2007). Berdasarkan literatur yang diperoleh, kadar antosianin yang terdapat pada bunga Telang dengan berbagai konsentrasi adalah sebagai berikut. Tabel 1. Kadar Antosianin Bunga Telang Konsentrasi Total Antosianin Asam Tartarat (mg/ml) 0% (b/v) 0,65 0,25% (b/v) 0,71 0,5% (b/v) 0,77 0,75% (b/v) 0,82 sumber : (Hartono, et al., 2013). Kadar antosianin semakin meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi asam tartarat yang digunakan. Dapat disimpulkan, bahwa pelarut kombinasi antara aquadest dan asam tartarat 0,75% menghasilkan total kadar antosianin yang paling tinggi. Sehingga, diharapkan hasil dari penelitian kadar antosianin ini dengan metode pengujian menggunakan kombinasi antara aquadest dan asam tartarat dapat sesuai berdasarkan hasil yang diperoleh dari literatur tersebut.
115
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terimakasih ditujukan kepada Bapak Jaya Mahar Maligan STP, MP sebagai dosen pembimbing dalam penelitian ini serta pihak Laboratorium Sentral Ilmu Hayati, Laboratorium Rekayasa dan Pengolahan Pangan, serta Laboratorium Biokimia dan Analisa Pangan Universitas Brawijaya. DAFTAR PUSTAKA Andarwulan N. dan Faradilla, R. 2012. Pewarna Alami untuk Pangan. Bogor: Seafast Center Ardianti, et al. 2014. Ekstraksi Antibakteri dari Daun Berenuk (Crescentia cujete Linn.) Menggunakan Metode Ultrasonik. Malang. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 2, No. 2 : 28-35 Fuadi, A. 2012. Ultrasonik sebagai Alat Bantu Ekstraksi Oleoresin Jahe. Lhokseumawe. Jurnal Teknologi. Vol. 12, No. 1: 14-21 Hartono, M., Purwijantiningsih, L., dan Pranata, S. 2013. Pemanfaatan Ekstrak Bunga Telang (Clitorea ternatea L.) sebagai Pewarna Alami Es Lilin. Yogyakarta. Jurnal Biologi. PP: 1-15 Mastuti, E., Fristianingrum, G., dan Andika, Y. 2013. Ekstraksi dan Uji Kestrabilan Warna Pigmen Antosianin dari Bunga Telang (C. Ternatea L.) sebagai Bahan Pewarna Makanan. Simposium Nasional RAPI XII. Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Nicoue, E., Savard, S., dan Belkacemi, K. 2007. Anthocyanins in Wild Blueberries of Quebec: Extraction and Identification. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 55:5626-5635 Redha, A. 2010. Flavonoid: Struktur, Sifat Antioksidatif dan Peranannya dalam Sistem Biologis. Pontianak. Jurnal Belian. Vol. 9, No. 2 : 196-202 Silalahi, J. 2006. Antioksidan dalam Diet dan Karsinogenesis. Medan. Jurnal Nasional. Vol. 15
116
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
BIOKUPING” (BIOPLASTIK KULIT PISANG) PEMANFAATAN LIMBAH KULIT PISANG NANGKA DENGAN PENAMBAHAN CO-ENZIM BIOTIN PADA BAKTERI PSEUDOMONAS SP. "Biokuping" Banana Peels Bioplastic Using Banana Peels Waste With Additional Co-Enzim Biotin On Pseudomonas Bacteria Sp. Rizki Septian Candra K.1, Himawan Auladana2, Sellyan Lorenza Orlanda Putri3, Abis Rinaldi4, Neno Retnowati C.5, Suprayogi6* 1,2,3,4,5,6 Jurusan
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Jalan Veteran Malang Email :
[email protected] ABSTRAK
Kulit pisang adalah limbah pertanian dan kehadirannya sangat melimpah di negara tropis terutama di Indonesia, karena ada banyak industri pengolahan buah pisang seperti keripik pisang dan produk selai. Kulit pisang memiliki kandungan pati yang cukup tinggi yaitu 27% -30%. Pati bisa diolah menjadi bioplastik dengan menambahkan plasticizer sehingga plastik bisa lebih elastis. Bioplastik adalah plastik yang dapat terdegradasi oleh mikroorganisme dalam waktu yang lebih cepat daripada plastik sintetis. Lebih dari 1 triliun kantong plastik digunakan setiap tahun di seluruh dunia. Konsumsi berlebihan plastik mengakibatkan polusi lingkungan. Plastik bukan berasal dari senyawa biologis dan memiliki karakteristik yang sulit terdegradasi secara alami (non-biodegradable), jadi jika dipercepat di lapangan bahan ini akan merusak lingkungan. Dengan demikian kita membuat bioplastik alternatif dari kulit pisang untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan dan bisa dijadikan produk ramah lingkungan. Bioplastik yang berbahan dasar polystirene ataupun PVC ini diuraikan menjadi monomer yang mampu diserap oleh tanah dengan rekayasa bioteknologi menggunakan bakteri Pseudomonas sp. Namun demikian, proses penguraian tidaklah berjalan cepat, maka dari itu inovasi pemberian Biotin kami lakukan untuk mempercepat proses degradasinya. Biotin berperan dalam membantu pertumbuhan sel mikroorganisme. Selain dapat mempercepat pertumbuhan, biotin ternyata mampu mengubah polimer polistyrene menjadi monomer styrene, sehingga waktu degradasi menjadi lebih singkat. Tujuan dari pembuatan penelitian ini adalah menekankan pada pemanfaatan limbah kulit pisang secara efektif jika dijadikan alternatif untuk pembuatan kantong bioplastik. Kata Kunci: Bioplastik, Kulit Pisang, Pseudomonas sp, Biotin ABSTRACT Banana peels are agricultural waste and its presence is very abundant in tropical countries especially in Indonesia, because there are a lot of banana fruit processing industry such as banana chips and jam products. Banana peel has a fairly high starch content of 27%-30%. The starch can be processed into bioplastics by adding a plasticizer so the plastic can be more elastic. Bioplastics are plastics that can be degraded by microorganisms in a faster time than synthetic plastics. More than 1 trillion plastic bags are used every year worldwide. Excessive consumption of the plastic resulting in environmental pollution. Plastic is not derived from biological compounds and has characteristic difficult degraded by nature (non-biodegradable), so if speeded on the ground these materials will damage the environment. Thus we create an alternative bioplastics from banana peels to reduce the impact of environmental pollution and can be used as an environmentally friendly product. Bioplastic based polystyrene or PVC is described to be a monomer that can be absorbed by the soil with biotechnology engineering using bacteria Pseudomonas sp. However, the decomposition process is not running fast, therefore our innovation of Biotin is done to accelerate the degradation process. Biotin plays a role in helping the cell growth of
117
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 microorganisms. In addition to accelerate growth, biotin was able to convert polystyrene polymers into styrene monomer, so the degradation time becomes shorter. The purpose of this research is to emphasize on the utilization of banana peel waste effectively if used as an alternative for the manufacture of bioplastic bags. Keywords: Bioplastic, Banana peels, Pseudomonas sp, Biotin PENDAHULUAN Plastik merupakan bahan yang sangat penting dan dibutuhkan dalam berbagai kegiatan industri maupun rumah tangga khususnya sebagai pengemas produk komersial. Namun, produk barang berbahan dasar plastik yang selain sangat dibutuhkan oleh masyarakat juga mempunyai dampak buruk terhadap lingkungan. Plastik sendiri merupakan bahan yang sulit terdegradasi sehingga jika ditimbun dalam penimbunan akhir akan banyak menimbulkan masalah. Pada sisi lain, kami juga ingin memanfaatkan limbah organik yaitu kulit pisang nangka (Musa paradisiaca forma typica) untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan bioplastik. Limbah kulit pisang nangka tersebut kurang dimanfaatkan dengan baik dan kebanyakan dijadikan makanan ternak. Padahal kulit pisang nangka memiliki kandungan pati yang cocok digunakan untuk pembuatan bioplastik dan tergolong limbah organik sehingga mudah terurai. Bakteri yang membantu proses degradasi adalah bakteri Pseudomonas sp yang ternyata mampu menghasilkan enzim pengurai dan berfungsi juga untuk memecah ikatan zat-zat kimia yang tidak dapat terurai oleh mikroba lainnya serta melarutkan fosfat yang terikat dalam mineral tanah menjadi senyawa yang mudah diserap oleh tanaman. Selain itu dapat membantu proses dekomposisi, serta dapat mengurai residu pestisida yang jatuh didalam tanah. Namun, proses penguraian plastik tidaklah mudah, walaupun inovasi bahan dasarnya adalah kulit pisang yang pada dasarnya merupakan bahan organik, namun plastik tetaplah plastik. Untuk itu pada karya tulis ini kami berinovasi dengan menambahkan zat Biotin yang merupakan vitamin yang larut dalam air, yang diharapkan berperan dalam membantu pertumbuhan sel mikroorganisme sehingga
pertumbuhan jumlah bakteri Pseudomonas akan semakin banyak yang nantinya akan berdampak pada optimalisasi efektifitas waktu dalam proses penguraian limbah plastik Polystyrena secara komersil. BAHAN DAN METODE Pada pembuatan bioplastik, pertama kali yang harus dilakukan adalah membuat bahan baku kulit pisang menjadi tepung. Berikut adalah langkah pembuatan tepung pati kulit pisang nangka yaitu kulit pisang dicuci bersih (dengan air 500 ml), kulit pisang direndam ke dalam larutan larutan asam sitrat dan kalsium karbonat selama 20 menit, kulit pisang siap untuk di blender (diambil sarinya), proses pengendapan sari (pati) kulit pisang (didapatkan pati basah), proses pengeringan pati kulit pisang, penumbukan dan penggilingan, hasil (tepung kulit pisang). Selanjutnya adalah langkah pembuatan Edible Film kulit pisang nangka yaitu pertama melakukan persiapan alat dan bahan (tepung pati kulit pisang nangka), pencampuran dengan kitosan, gliserol, logam ZnO, dan CMC, diaduk selama 15 menit lalu ditambahkan aquades dan asam sitrat. Dipanaskan diatas oven dan diaduk kembali pada kecepatan 135 rpm pada suhu 400C hingga homogen. Selanjutnya didinginkan selama 10 menit baru ditambahkan bakteri Pseudomonas aeruginosa dan koenzim biotin, diaduk kembali hingga merata, selanjutnya adalah proses pencetakan (casting plate), lalu dikeringkan selama 8 jam dan didapatkan hasil Biokuping (Bioplastik Kulit Pisang). HASIL DAN PEMBAHASAN Pati yang dihasilkan dari bahan dasar kulit pisang berwarna putih kecokelatan. Hasil pada uji Molish ditandai
118
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
dengan terbentuknya cincin berwarna merah ungu pada batas kedua cairan, dan pada uji iod ditandai dengan adanya warna biru pada sampel setelah ditambahkan iod pada sampel. Hal ini menunjukkan bahwa sampel mengandung karbohidrat. Jumlah air dalam bahan akan mempengaruhi daya tahan bahan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh mikroba maupun serangga. Kadar air dalam sampel relatif kecil sehingga cukup untuk menahan kerusakan akibat mikroba maupun serangga. Kandungan kadar air pada tepung pati sebesar 0,09% dari berat bahan, serbuk tepung lolos ukuran 60 mesh, dan kandungan bakteri patogen sebesar 0,01%. Film yang dihasilkan pada penelitian berwarna putih kecoklatan. Penambahan kalsium karbonat dan gliserol diharapkan dapat menghasilkan nilai densitas optimal. Film berbahan dasar pati dengan penambahan gliserol sebagai plasticizer memiliki permeabilitas yang rendah terhadap uap air. Kemampuan higroskopisitas semakin kecil agar penyerapan uap air dari lingkungan tidak terlalu banyak. Laju transmisi uap air tidak terlalu tinggi supaya sifat kerekatan plastiknya baik. Daya regang diharapkan bertambah ketika dilakukan penambahan plastilizer. Indikator capaian sesuai standar. bioplastik ASTM amerika yaitu kuat tarik sebesar 75%, daya serap air 0,86 kg/l density, ketahanan kimia sebesar 75%, ketahanan udara dengan kerapatan 90 g/mm3, lama waktu urai sesuai sifat biodegradablenya yaitu selama 1 bulan, dan transmisi cahaya sebesar 83%. SIMPULAN Pati yang dihasilkan dari bahan dasar kulit pisang berwarna putih kecokelatan. Kadar air dalam sampel relatif kecil sehingga cukup untuk menahan kerusakan akibat mikroba maupun serangga. Kandungan kadar air pada tepung pati sebesar 0,09% dari berat bahan, serbuk tepung lolos ukuran 60 mesh, dan kandungan bakteri patogen sebsar 0,01%. Film yang dihasilkan pada penelitian berwarna putih kecoklatan. Indikator capaian sesuai standar bioplastik ASTM
amerika yaitu kuat tarik sebesar 75%, daya serap air 0,86 kg/l density, ketahanan kimia sebesar 75%, ketahanan udara dengan kerapatan 90 g/mm3, lama waktu urai sesuai sifat biodegradablenya yaitu selama 1 bulan, dan transmisi cahaya sebesar 83%. UCAPAN TERIMA KASIH Termakasih banyak kepada banyak suprayogi selaku pembimbing penelitian ini sehingga penelitian dapat berjalan dengan baik dan teratur. Tidak lupa pula terimakasih banyak kepada rekan-rekan tim yang telah ikut andil dan berkerja sama dalam menyelesaikan proyek penelitian bioplastik ini. Semoga dapat dijadikan bahan informasi untuk penelitian selanjutnya. DAFTAR PUSTAKA Febriyantoro, Ilham., Lailatin Nuriyah., Siti Jazimah Iswarin. 2014. Pengaruh Komposisi Pati Kulit Pisang Raja dan Kulit Singkong sebagai Bahan Baku Bioplastik dan Pengukuran Karakteristiknya. Jurnal FMIPA. Vol 3 (1) Wirawan dan Budi Santosa, 2016. Aplikasi Penyalut Edibel Berbasis Pati Kulit Pisang Dengan Penambahan Natrium Metabisulfit Pada Buah Salak Pondoh Kupas. Jurnal Buana Sains Vol 16 (1): 9-16 Kartika B Ardiana. 2010. Teknik Eksplorasi dan Pengembangan Bakteri Pseudomonas flourescens. Banyumas: Laboratorium PH Tri, Dyah Retno dan Wasir Nuri. 2011. Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia. Yogyakarta Mulyadi, Sri. Ningsih, Ely Sulistya. Abbas, Alwis.2013. Modifikasi Propilena sebagai Polimer Komposit biodegradable dengan Bahan Pengisi Pati Pisang dan Sorbitol sebagai Plastisizer. Skripsi Jurusan Fisika UNAND:Padang Susanti, Lina. 2006. Perbedaan Penggunaan Jenis Kulit Pisang Terhadap Kualitas Nata. Skripsi Sarjana Universitas Negeri Semarang. Semarang
119
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Wuryanti. 2008. Pengaruh Penambahan Biotin Pada Media Pertumbuhan Terhadap Produksi Sel Aspergillus niger. Semarang: Kimia FMIPA UNDIP Zuhrina., Zulhaidah Lubis., Ferry. Pengaruh Penambahan Tepung Kulit Pisang Raja (Musa paradisiaca) Terhadap Daya Terima Kue Donat. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan
120
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
PEMANFAATAN ASAM SALISILAT HASIL SINTESIS DARI MINYAK GANDAPURA SEBAGAI INHIBITOR BIOSINTESIS ETILENA PADA TANAMAN APEL Utilization of Salicylic Acid Results of Synthesis from Wintergreen Oil as Biosynthesis Inhibitor of Ethylene in Apple Plants Hilyah Qurratu Ainin Azka1, Novelya Dorris Velocyta2, Tambah Ridwan Sinulingga3, Desiree Rain Rahima4, Fadillah Ayutya5 1,2,3,4,5
Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya
email :
[email protected] ABSTRAK Telah dilakukan sintesis asam salisilat dari metilsalisilat untuk digunakan sebagai inhibitor biosintesis etilena pada tanaman apel. Metilsalisilat diperoleh dari proses distillasi fraksinasi minyak gandapura dengan rendemen 93% dan tingkat kemurnian 100%. Reaksi metilsalisilat dengan NaOH 6 M dilakukan dengan proses refluks selama 30 menit dengan perbandingan mol yang bervariasi. Perbandingan mol metilsalisilat dan NaOH yang menghasilkan persen hasil dan efisiensi tertinggi 93,70% didapatkan pada 0,10:0,25. Produk asam salisilat yang dihasilkan berbentuk padatan putih yang mempunyai titik lebur 158,4oC. Hasil analisis dari spektra inframerah produk reaksi diperoleh data adanya gugus fungsi OH, gugus karboksilat, cincin aromatik, gugus karbonil, dan posisi orto OH-karboksil. Pengamatan selanjutnya tentang pengaruh konsentrasi asam salisilat terhadap perkembangan tanaman apel dan daya hambatnya terhadap etilena sedang dilaksanakan. Kata kunci: metilsalisilat, asam salisilat, etilena ABSTRACT It had been done synthesis of salicylic acid from methylsalisilate to be used as an inhibitor of ethylene biosynthesis in apple plants. Methylsalicylic acid was obtained from fractional distillation process of winter green oil with 93% rendement and 100% purity level. The reaction of methylsalisilate with 6 M NaOH was carried out by reflux process for 30 minutes in varying mole ratio. The mole ratio of methylsalicylate and NaOH that are yielding the highest yield percentage and the highest efficiency of 93.70% was found at 0.10: 0.25. The resulting salicylic acid product is in the form of a white solid having a melting point of 158.4 ° C. Analysis result from the analysis result of infrared spectra of reaction product obtained the data of OH functional group, carboxylic group, aromatic ring, carbonyl group, and ortho OH-carboxyl position. Further observations on the effect of salicylic acid concentration on the development of apple crops and their inhibition of ethylene are being carried out.
Keywords: methylsalisilate, salicylic acid, ethylene
121
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
PENDAHULUAN Tanaman apel (Malus domestica) merupakan tanaman penting di Indonesia yang menjadi sumber pendapatan petani khususnya di Kota Batu Malang Jawa Timur sebagai daerah agropolitan yang menghasilkan beragam produk hortikultura terutama buah-buahan. Apel merupakan tanaman buah yang dikembangkan sebagai unggulan Kota Batu, dari berbagai jenisnya seperti Anna, Manalagi, Wang Li dan Rome Beauty. Namun produktivitas apel di Batu mengalami penurunan dari waktu ke waktu rata-rata 15% sejak 3 tahun terakhir (Fahriyah dan Sabita, 2011). Pada tahun 2016, Badan Pusat Statistik Kota Batu melaporkan bahwa produksi apel Batu mengalami penurunan sejak tahun 2013 (838,91 ton), tahun 2014 (708,43 ton) dan tahun 2015 (650,02 ton). Sementara itu akhir-akhir ini buah apel impor semakin melimpah di pasar dan makin banyak masyarakat yang cenderung memilih buah apel impor daripada buah apel lokal. Selain karena buah apel impor berpenampilan menarik juga buah apel impor jenis tertentu justru harganya lebih murah (Syahbirin et al., 2001). Sebagai konsekuensinya, daya saing apel Batu menjadi rendah terhadap apel impor dan tanaman apel tidak lagi menjadi komoditi unggulan agribisnis bagi sebagian petani di Batu. Hal ini tercermin pada penurunan jumlah pohon produktif, tingkat produksi, dan hasil buah/pohon menurun 1,8 hingga 2% selama lima tahun terakhir (Sukardi et al., 2016). Penurunan produksi apel disebabkan oleh penggunaan bahan kimia dalam jumlah yang tidak proporsional baik dalam bentuk pupuk maupun pestisida. Akumulasi bahan kimia di dalam tanah maupun tanaman apel menyebabkan produksi etilena dalam tanaman meningkat dan berada pada konsentrasi berlebihan (Würschum et al., 2015) yang selanjutnya menimbulkan dampak negatif terhadap tanaman seperti kerontokan daun, kegagalan pembungaan, sulitnya pembentukan cabang baru, pengecilan batang serta kerusakan akar tanaman
(Mayers et al., 1997). Hal ini menyebabkan produksi apel menurun secara drastis. Untuk mengatasi keadaan tersebut biasanya petani menggunakan obat-obatan yang berfungsi sebagai plant growth regulator (Ma et al., 1998) atau senyawa kimia yang dianggap dapat menghambat pembentukan etilena namun bahan tersebut merupakan bahan impor yang harganya sangat mahal. Dalam rangka mengatasi kelebihan konsentrasi etilena tersebut, perlu dilakukan metode baru yang lebih aman dan murah bagi petani apel. Bahan yang dapat digunakan sebagai bahan baku alternatif adalah menggunakan minyak gandapura salah satu bahan alam Indonesia yang sangat melimpah. Minyak gandapura mengandung metil salisilat dalam konsentrasi tinggi sekitar 70%-80% (Fang et al., 2016) yang selanjutnya diproses dengan hidrolisis satu tahap untuk menghasilkan senyawa asam salisilat (Zhang et al., 2015), senyawa yang telah diketahui mampu menghambat biosintesis etilena (Romani, et al., 1989; Roustan et al., 1990). Laporan penelitian Leslie dan Romani (1988) menunjukkan kemampuan asam salisilat menghambat biosintesis etilena hingga mencapai daya hambat 94% dengan konsentrasi 250 M pada sel buah pir (Pyrus communis). Daya hambat tertinggi dicapai pada konsentrasi 400 M sebesar 96% pada penggunaan selama 3 jam. Proses perubahan metil salisilat menjadi asam salisilat merupakan proses hidrolisis dengan mekanisme reaksi asam basa yang menghasilkan rendemen tinggi (Olmsted III, 1998) menurut persamaan reaksi berikut : O OCH3 + H 2O OH
O OH
+ CH3OH
OH
Gambar 1. Reaksi hidrolisis minyak gandapura menghasilkan asam salisilat Metil salisilat akan terionkan dengan penambahan basa seperti NaOH dan berubah menjadi bentuk asamnya ketika
122
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
direaksikan dengan asam. Asam salisilat didapatkan dalam bentuk kristal diakhir reaksi sehingga lebih mudah proses isolasinya. Mengingat proses tersebut hanya satu tahap dan mudah dilaksanakan maka proses perubahan metil salisilat dalam minyak gandapura menjadi asam salisilat memberikan efisiensi tinggi sehingga bahan produknya dapat disediakan dalam harga yang lebih murah. Dalam penelitian ini diharapkan asam salisilat hasil sintesis dapat menghambat biosintesis etilena sehingga terjadi peningkatan produktivitas pertanian apel. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan sampel : minyak gandapura diperoleh dari toko kimia. Tanaman apel yang digunakan adalah apel Anna yang didapatkan dari Balai Penelitian Tanaman Tropika Batu Malang. Bahan kimia : Aquades, NaOH (p.a.), H2SO4 (p.a.), Asam-2-kloroetilposponat (p.a.), Asam Salisilat (p.a.), MgSO4 anhidrat (p.a.). Prosedur 1. Isolasi Metil Salisilat dari Minyak Gandapura Minyak gandapura sebanyak 200 mL dikeringkan dengan MgSO4 anhidrat selama 15 menit kemudian dituangkan ke dalam labu distillasi fraksinasi dengan pengurangan tekanan. Selanjutnya dilakukan proses distillasi dengan memperhatikan tekanan dan suhu didih dari minyak gandapura. Distilat ditampung selama suhu konstan. Setelah terjadi perubahan suhu, distilat dipisahkan dan dianalisis dengan GC-MS, spektrofotometer IR dan spektrofotometer UV-Vis. 2. Sintesis Asam Salisilat dari Metil Salisilat Metode sintesis mengikuti metode Omsted III (1998) dengan perbandingan mol berbeda : Tuangkan minyak gandapura hasil distillasi sebanyak 19 mL ke dalam beaker glass yang sudah dikeringkan. Selanjutnya dilakukan pengadukan dengan magnetic stirrer dan
tambahkan dengan hati-hati 50 mL of 6 M NaOH (terbentuk endapan). Panaskan sambil diaduk perlahan sampai mendidih, jangan menaikkan suhu pemanasan untuk menghindari bumping, lanjutkan pendidihan selama 15 menit. Pada saat proses pemanasan berlangsung, dilakukan pencucian padatan yang menempel di dinding beaker glass agar masuk ke larutan menggunakan sedikit akuades. Dinginkan larutan dalam beaker glass dalam penangas es sampai suhunya hangat. Selanjutnya, sambil diaduk, ditambahkan 50 mL of 8 M H 2SO4 (terbentuk endapan). Setelah kondisi dingin, produk dipisahkan. Cuci beaker glass dengan akuades dan gabungkan endapan yang ada kemudian disaring menggunakan penyaring Buchner dan dihisap dengan vakum selama 10 menit. Pindahkan padatan ke beaker glass 250 mL yang telah diisi dengan 100 mL akuades. Panaskan sampai mendidih dan padatan terlarut sempurna. Selanjutnya larutan didinginkan sehingga terbentuk kristal kemudian dipisahkan dan disaring dengan vakum selama 15 menit. Simpan kristal dalam keadaan kering di inkubator yang kedap udara. Cara di atas dilakukan juga untuk perbandingan mol metilsalisilat : NaOH sebesar 0,1:0,1; 0,1:0,2; 0,1:0,25 dan 0,25:0,45. 3.
Pengaruh Pemberian Asam Salisilat pada Tanaman Apel Metode ini dianalogikan dari metode Beyer (1976). Seleksi dan penetapan kultivar apel Anna sebanyak 18 pohon dengan kriteria umur sama (sekitar 1 tahun), diameter dan tinggi batang seragam. Pengamatan dilakukan sejak tanaman dirempes daunnya. Tanaman dirawat hingga 20 hari dan diamati saat mekar bunga (diamati pada pagi hari pukul 09.00 – 12.00), pembuahan dan pertumbuhan daun. Selanjutnya tanaman diperlakukan menurut Tabel 1. Perlakuan diulang 3 kali untuk masing-masing nomor pot dan pengamatan dilakukan secara deskriptif dengan membandingkan kerontokan daun dan bunga serta tingkat pembentukan dan perkembangan buah.
123
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Tabel 2. Perbandingan Hasil Distilasi Fraksinasi
tak berwarna 1,174 g/mL 1,538
tak berwarna 1,174 g/mL 1,538
200 mL
186 mL
-
Metil salisilat Standar
Hal ini didukung dengan data spektra inframerah dari metilsalisilat hasil distillasi fraksinasi pada Gambar 4.
90 %T 75
4000 3500 3000 MINYAK GANDAPURA
2500
2000
1750
1500
1250
963.18
668.09 758.74 700.87
1090.47
1159.90
849.38
0
1217.76
15
1331.55 1306.48
30
801.17
45
1615.07
Berdasarkan Tabel 2, hasil distilasi fraksinasi menunjukkan distilat dengan rendemen tinggi yaitu 93% dengan tingkat kemurnian metilsalisilat mencapai 100% (dari kadar sebelum distilasi 86, 65%) berdasarkan data kromatogram dari GCMS pada Gambar 2 berikut ini.
1032.61
60
1487.78 1443.42
Berat Jenis Indeks Bias Jumlah volume
Setelah Distilasi Fraksinasi
1678.72
Warna
Sebelum Distilasi Fraksinas i tak berwarna 1,186 g/mL 1,675
3188.88
Paramete r
Gambar 3. Spektra Massa Metilsalisilat Hasil Distilasi Dari Minyak Gandapura
563.94
Isolasi Metilsalisilat dari Minyak Gandapura. Isolasi metil salisilat dari minyak gandapura dilakukan dengan distilasi fraksinasi dengan penurunan tekanan yang hasilnya ditunjukkan dalam Tabel 2 di bawah ini.
Kromatogram menunjukkan adanya puncak tunggal pada waktu retensi (tR) 10,002 menit yang merupakan senyawa metilsalisilat dengan kemurnian 100%. Data dukung dari spektra massa menunjukkan berat molekul 152 g/mol bersesuaian dengan berat molekul metilsalisilat seperti pada Gambar 3.
440.50
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 2. Kromatogram Minyak Gandapura Setelah Distilasi Fraksinasi.
531.15
Tabel 1. Jenis perlakuan terhadap tanaman apel pada berbagai konsentrasi asam salisilat dan etilena. No Pemberian Asam Pemberian Pot Salisilat etilena (ppm) (ppm) 1 0 12 2 25 12 3 50 12 4 100 12 5 200 12 6 0 0
1000
750
500 1/cm
Gambar 4. Spektra Inframerah Dari Metilsalisilat Hasil Distilasi Fraksinasi. Spektra pada Gambar 4 menunjukkan serapan gugus –OH aromatik pada daerah 3188,88 cm-1, serapan gugus karbonil ester pada 1678,72 cm-1, serapan gugus aromatik pada 1615,07 cm-1 serta serapan C-O-C ester pada daerah finger print 1217,76 cm-1. Berdasarkan spektra gambar 4 diketahui bahwa secara
124
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
kualitatif senyawa metilsalisilat.
tersebut
adalah (0,10 : 0,10) (0,10 : 0,20) (0,10 : 0,25) (0,15 : 0,30) (0,25 : 0,45)
Sintesis Asam Salisilat dari Metilsalisilat Asam salisilat disintesis menggunakan bahan dasar metilsalisilat hasil isolasi melalui reaksi hidrolisis dalam reaksi asam basa. Secara kualitatif produk sintesis ditentukan dengan pengukuran titik lebur yang menunjukkan data peleburan padatan pada titik 158,4oC yang bersesuaian dengan titik lebur asam salisilat standar yaitu 158,6oC. Data ini juga didukung oleh spektra inframerah produk sintesis yang ditunjukkan pada Gambar 5. Asam salisilat Salicy lic acid [HOC6H4COOH]
90 %T 75
1032
965
60
533
466
1580
2615 2874
3067
3243
45
761
700
1296 1251 1212 1158
1667
15
1484 1446
1613
892
30
0
4000 3500 Asam salisilat
3000
2500
2000
1750
1500
1250
1000
750
500 1/cm
Gambar 5. Spektra infra merah dari asam salisilat hasil sintesis (warna hitam) dibandingkan dengan spektra inframerah asam salisilat standar (warna merah). Adanya serapan-serapan pada daerah 3200 cm-1 hingga 2534 cm-1 mengindikasikan adanya gugus OH asam karboksilat, serapan pada 1654,61 cm-1 yang berasal dari gugus karbonil terkonjugasi dengan aromatik dan serapan ikatan rangkap aromatik pada daerah 1612,38 cm1. Perhitungan Efisiensi dari proses sintesis dari beberapa perlakuan berdasarkan perhitungan persen hasil (% yield) ditunjukkan pada tabel 3 berikut ini : Tabel 3. Persen hasil dari proses sintesis asam salisilat dari metilsalisilat hasil isolasi dari minyak gandapura Asam Asam Perbandinga Perse salisila salisila n mol metil n hasil t t salisilat : basa (%) teoritik faktual
(g) 13,81 13,81 13,81 20,72 34,53
(g) 8,72 8,65 12,94 12,92 27,82
63,14 62,63 93,70 62,35 80,56
Tabel 3 menunjukkan adanya pengaruh perbandingan mol metilsalisilat dengan basa terhadap persen hasil asam salisilat sebagai produk reaksi. Perbandingan mol yang menghasilkan produk asam salisilat paling tinggi adalah perbandingan mol metilsalisilatNaOH0,10:0,25. Perbandingan mol 0,25:0,45 juga menunjukkan persen hasil di atas 80%. Dalam hal ini terlihat bahwa untuk mendapatkan hasil maksimal dalam sintesis asam salisilat melalui reaksi hidrolisis metilsalisilat dengan basa dibutuhkan jumlah basa 2,5 kali lebih besar dari jumlah metilsalisilat. Pengaruh Konsentrasi Asam Salisilat terhadap Tanaman Apel Pengaruh konsentrasi asam salisilat terhadap perkembangan tanaman apel diamati dengan mengkondisikan tanaman apel berada dalam pengaruh etilena berlebih dalam tanaman. Dalam penelitian ini akan diamati sejauh mana dan pada konsentrasi berapa asam salisilat dapat mencegah pengaruh etilena dalam perkembangan tanaman dengan mengamati perkembangan daun, proses pembungaan dan banyaknya buah yang dihasilkan pada setiap tanaman apel yang diperlakukan. SIMPULAN Metilsalisilat hasil distillasi fraksinasi mempunyai kemurnian tinggi (100%) dan dapat digunakan sebagai starting material dalam sintesis asam salisilat. Analisis kualitatif dari data GC-MS dan spektra inframerah menunjukkan bahwa reaksi hidrolisis metilsalisilat telah menghasilkan asam salisilat. Dalam reaksi tersebut perbandingan mol metilsalisilat dan basa yang optimal menghasilkan asam salisilat adalah perbandingan mol 0,10:0,25 dengan efisiensi 93,70%. Perlakuan pemberian konsentrasi asam salisilat
125
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
terhadap tanaman apel dan pengaruhnya terhadap etilena sedang dilaksanakan. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang telah memberikan dana penelitian ini, Pimpinan Universitas Brawijaya terutama Rektor dan jajarannya yang telah memberikan fasilitas dalam pelaksanaan penelitian serta pihak lainnya yang telah banyak membantu pelaksanaan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Beyer, E. M., 1976. A potent inhibitor of ethylene action in plants. Plant physiology, 58(3), 268-271. Fahriyah, F., dan Sabita, S., 2011. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Produksi Dan Pendapatan Usahatani Apel (Malus sylvestris L.). Jurnal Agrise, 11(3) : 189. Fang, Y., Umasankar, Y., & Ramasamy, R. P., 2016. A novel bi-enzyme electrochemical biosensor for selective and sensitive determination of methyl salicylate. Biosensors and Bioelectronics, 81, 39-45. Ma, J. H., Yao, J. L., Cohen, D., Morris, B., 1998. Ethylene inhibitors enhance in vitro root formation from apple shoot cultures. Plant Cell Reports, 17(3), 211214. Mayers, A., Newman, J., Reid, M., & Dodge, L., 1997. New ethylene inhibitor could extend flower life. Perishables Handling Quarterly, 92, 9-11. Olmsted III, J. A., 1998. Synthesis of aspirin: A general chemistry experiment. J. Chem. Educ, 75(10), 1261. Romani, R. J., Hess, B. M., & Leslie, C. A., 1989. Salicylic acid inhibition of ethylene production by apple discs and other plant tissues. Journal of plant growth regulation, 8(1), 63-69. Roustan, J. P., Latche, A., & Fallot, J., 1990. Inhibition of ethylene production and stimulation of carrot somatic embryogenesis by salicylic acid. Biologia Plantarum, 32(4), 273-276.
Sukardi, Ishartati, E., dan Ruhiyat, M., 2016. Karakterisasi fase pembangunan dan pembentukan bakal buah apel (Malus domestica; manalagi, rome beauty dan Anna) untuk mendapatkan kultivar baru dalam program pemuliaan apel. Research Report, 266-272. Syahbirin, G., Purnama, H., Prijono, D., 2001, Residu Pestisida Pada Tiga Jenis Buah Impor, Buletin Kimia, 2(1), 113118. Würschum, T., Tucker, M. R., Maurer, H. P., & Leiser, W. L., 2015. Ethylene inhibitors improve efficiency of microspore embryogenesis in hexaploid triticale. Plant Cell, Tissue and Organ Culture (PCTOC), 122(3), 751-757. Zhang, X., Sun, J., Xin, W., Li, Y., Ni, L., Ma, X., Du, G., 2015. Anti-inflammation effect of methyl salicylate 2-O-β-Dlactoside on adjuvant induced-arthritis rats and lipopolysaccharide (LPS)treated murine macrophages RAW264. 7 cells. International immunopharmacology, 25(1), 88-95.
126
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
EKSPLORASI POTENSI SENYAWA FITOKIMIA TEH CELUP DAUN MIANA (KAJIAN VARIASI LAMA PENGERINGAN DAUN) SEBAGAI MINUMAN FUNGSIONAL SUMBER ANTHELMINTIKA DALAM UPAYA PREVENTIF DAN PENGOBATAN PENYAKIT CACINGAN PADA ANAK-ANAK Exploration of Potential Phytochemical Compounds of Miana Leaf Tea (Study of Drying Time Variation) as Source of Anthelmintics Functional Drinks for Prevention and Therapy of Worm Infestation in Children Inmas Putri Rahmawati1*, Della Putri Arumsari2, Savrida Nurahmi3, Ica Raditia4 1,2,3,4 Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Veteran, Lowokwaru, Malang, Jawa Timur *Email :
[email protected] ABSTRAK
Prevalensi penyakit cacingan di Indonesia cukup tinggi yaitu sekitar 2.2% hingga 96,3%. Pengobatan secara alami penyakit ini yakni menggunakan air rebusan daun miana (Coleus L Benth). Daun miana mengandung senyawa fenolik yang memiliki aktivitas anthelmintika untuk menghambat tumbuh kembang cacing. Salah satu cara untuk mengembangkan potensi ini adalah dengan memanfaatkannya menjadi teh celup daun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui senyawa fitokimia yang terkandung pada teh celup daun miana serta untuk mengetahui pengaruh lama pengeringan daun terhadap kandungan senyawa fitokimia tersebut. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu lama pengeringan yang terdiri dari 5 level (30, 60, 90, 120, dan 150 menit). Hasil penelitian terbaik berdasarkan parameter kimia adalah lama pengeringan 30 menit dengan kadar air 11,16%; pH 5,83; aktivitas antioksidan 78,76%; total fenol 85,68 mg GAE/g; total flavonoid 1,88 mg QE/g; kadar tannin 1411,01 μg/g; dan positif mengandung saponin. Kata kunci : Anthelmintika, Daun Miana, Pengeringan, Teh Celup ABSTRACT Prevalence of worms infestation in Indonesia is quite high, around 2.2% up to 96,3%. Natural remedy of this disease is using water decoction of miana (Coleus L Benth) leaf. Miana leaf contains anthelmintic phenolic compounds which can delay the growth of worms. One way to develop this potential is to utilize it to be miana leaf tea. This study aimed for determining the content of phytochemical compounds in miana leaf tea and the effect of drying time variation on those compounds. Design experiment used in this study is Completely Randomized Design (CRD) with one factor of drying time which consists of 5 levels (30, 60, 90, 120, and 150 minutes). The best treatment based on chemical parameters is drying time 30 minutes with moisture content 11,16%; pH 5,83; antioxidant activity 78,76%; total phenolic compounds 85,68 mg GAE/g; total flavonoid compounds 1,88 mg QE/g; tannin 1411,01 μg/g; and positively Keywords : Anthelmintics, Drying, Miana Leaf, Tea
127
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
PENDAHULUAN Kebersihan diri dan lingkungan seringkali diabaikan oleh masyarakat. Hal tersebut menimbulkan berbagai penyakit. Penyakit yang sering diderita oleh anakanak adalah cacingan. Diperkirakan lebih dari 2 milyar orang terinfeksi cacing di seluruh dunia, sekitar 300 juta menderita infeksi cacing yang berat dan sekitar 150.000 kematian terjadi setiap tahun akibat infeksi (De Silva et. al, 2003, dan Suriptiastuti, 2006). Berdasarkan survey Departemen Kesehatan RI (2004), infeksi cacingan pada anak-anak di sekolah dasar (SD) di beberapa provinsi menunjukan prevalensi sekitar 60% hingga 80%, sedangkan untuk semua umur berkisar antara 40% hingga 60%. Secara kumulatif infeksi cacing dapat menimbulkan kerugian zat gizi berupa kalori dan protein, kehilangan darah, menghambat perkembangan fisik serta mental, kemunduran intelektual pada anak-anak, penurunan produktifitas kerja, dan penurunan ketahanan tubuh sehingga mudah terkena penyakit lainnya. Obat cacing yang sering digunakan adalah obat-obatan yang mengandung mebendazol, ivermectin, pirantel pamoat, praziquantel, dan albendazol (Lehne, 2013). Penggunaan obat tersebut menimbulkan efek samping seperti kejang perut, mual, muntah, diare, pusing, ruam-ruam di kulit, sesak nafas, hingga resistensi obat-obatan. Di sisi lain daun miana (Coleus l.) merupakan tanaman herbal yang mengandung senyawa fenolik yang memiliki aktivitas anthelmintika yaitu aktivitas yang menghambat pertumbuhan cacing. Menurut Marianny (2008), secara in vitro daun miana memiliki aktivitas anthelmintika yang kuat. Selain itu, menurut Ridwan dkk (2010), daun miana memiliki aktivitas anticestoda terhadap cacing H. microstoma secara in vivo. Aktivitas tersebut meningkat seiring dengan peningkatan kadar daun Miana. Aktivitas anthelmintik daun Miana dapat dimanfaatkan menjadi MIAN TEA. MIAN TEA merupakan produk minuman teh celup Miana (Coleus L Beth). Teh celup harus memiliki mutu yang baik. Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu MIAN
TEA adalah lama pengeringan daun Miana. Lama pengeringan akan berpengaruh terhadap kandungan senyawa fitokimia pada daun Miana. Penelitian ini bertujuan untuk membuat produk MIAN TEA perlakuan terbaik melalui variasi lama pengeringan daun sehingga berkhasiat sebagai minuman fungsional dalam upaya pengobatan penyakit cacingan pada anakanak. BAHAN DAN METODE Alat Alat yang digunakan untuk ekstraksi dan pembuatan teh celup antara lain glassware merk Pyrex, timbangan analitik, kompor listrik, cabinet dryer, dan spatula. Sedangkan alat yang digunakan untuk analisa antara lain vortex, centrifuge, tube sentrifugasi, shaker, spektrofotometer, oven, desikator dan pH meter. Bahan Bahan yang digunakan untuk pembuatan dan pengujian MIAN TEA antara lain kertas saring, alumunium foil, aquades, hidrobath, NaOH 1 M, metanol, reagen folin ciocalteu, CaCO3, Na2CO3, reagen DPPH, AlCl3, asam galat, HCl 2N. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor yaitu lama pengeringan dengan 5 level (30, 60, 90, 120, dan 150 menit). Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga didapatkan 15 satuan percobaan. Data yang diperoleh selanjutnya dilakukan uji statistik ANOVA dan perlakuan terbaik ditentukan dengan metode Zeleny Tahap Pembuatan Teh Daun Miana Daun Miana dilakukan proses pelayuan dengan suhu 60oC selama 10 menit. Setelah itu dilakukan proses pengeringan dengan suhu 50oC dengan variasi lama pengeringan 30,60, 90, 120, dan 150 menit. Setelah daun kering dilakukan proses pengecilan ukuran dengan cara pencacahan lalu daun dimasukkan ke dalam kantong teh. Kemudian dilakukan analisa.
128
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Tahap Analisa Teh celup daun miana yang telah dihasilkan selanjutnya dilakukan analisa kimia meliputi kadar air, pH, aktivitas antioksidan, Kadar air Pengujian kadar air dilakukan dengan cara gravimetri. Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g pada cawan yang telah diketahui berat konstannya. Sampel dikeringkan dalam oven listrik suhu 105°C dan ditimbang hingga mencapai berat konstan. w1 − w2 Kadar air = × 100% w1 Ket : w1 = berat sampel w2 = berat sampel setelah dikeringkan Analisa pH Analisa pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Sampel diencerkan dengan hidrobath pH 7. Sebanyak 30 mL sampel diambil dan ditempatkan pada beaker glass 50 mL. Sebelum digunakan, pH meter dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan buffer pH 4 dan 7, kemudian dibersihkan dengan aquades. Setiap kali akan mengukur pH sampel lain, pH meter khususnya bagian probe harus dibilas dengan aquades. Aktivitas Antioksidan Sampel ditimbang 0,5 g lalu dimaserasi menggunakan 50 mL methanol pada suhu ruang selama 2 jam. Sampel disaring menggunakan kertas saring halus. Sampel diambil 2 mL lalu ditambahkan 1 mL larutan 0,2 mM DPPH dalam methanol dan diinkubasi 30 menit pada suhu ruang. Sampel divortex kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 517 nm. Aktivitas antioksidan dihitung berdasarkan % inhibisi. A1−A2 % inhibisi = × 100% A1 Ket : A1 = absorbansi blanko A2 = absorbansi sampel Total Fenol Sampel ditimbang 0,5 g lalu dimaserasi menggunakan 50 mL methanol pada suhu ruang selama 2 jam. Sampel disaring menggunakan kertas saring halus. Sampel diambil 0,2 mL lalu ditambahkan
0,8 mL NaCO3 7,5% dan 1 mL reagen Folin Ciocalteu. Sampel divortex dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang untuk kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 765 nm. TPC = CGAE x FP Ket: TPC = Total Phenolic Compound (mg GAE/g sampel) CGAE = konsentrasi fenolik = nilai x FP = faktor pengenceran Total Flavonoid Sampel ditimbang 0,5 g lalu dimaserasi menggunakan 50 mL methanol pada suhu ruang selama 2 jam. Sampel disaring menggunakan kertas saring halus. Analisa total flavonoid dilakukan dengan memipet 1 ml ekstrak, 2 ml aquades dan 0,3 ml NaNO2 5%ke dalam tabung reaksi. Kemudian campuran divortex dan diinkubasi selama 6 menit di tempat gelap pada suhu ruang. Selanjutnya sebanyak 0,3 ml AlCl3 10% ditambahkan ke dalam campuran kemudian divortex dan diinkubasi kembali di tempat gelap pada suhu ruang selama 6 menit. Lalu ditambahkan 4 ml NaOH 1 M dan aquades sebanyak 2,4 ml. kemudian campuran divortex dan diinkubasi kembali di tempat gelap pada suhu ruang selama 15 menit. Selanjutnya absrobansi campuran diukur pada panjang gelombang 507 nm. TFC = CQE x FP Keterangan TFC = Total Flavonoid Compound (mg QE/g sampel) CQE = konsentrasi flavonoid = nilai x FP = faktor pengenceran Kadar Tanin Sampel ditimbang 0,05 g pada tube centrifuge lalu ditambahkan 5 mL methanol dan disentrifuse 3000 rpm 15 menit. Filtrat dipindahkan ke dalam tabung reaksi. Sampel dalam tube centrifuge ditambahkan 5 mL methanol lagi dan disentrifuse. Filtrat dipindahkan pada tabung reaksi yang sama. Filtrat diambil 1 mL lalu ditambahkan 0,5 mL reagen Folin Ciocalteu, divortex, dan diinkubasi 5 menit. Kemudian, ditambahkan 1 mL Na2CO3 20% dan 2,5 mL aquades, divortex, dan
129
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Uji Kualitatif Saponin Dimasukkan 0,5 g sampel dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan dan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik hingga terbentuk busa yang mantap kemudian ditambahkan 1 tetes HCl 2 N melalui dinding tabung reaksi. Pada penambahan 1 tetes HCl 2 N, busa tidak hilang berarti sampel mengandung saponin (Depkes, 1989). HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Bahan Baku Penelitian yang dilakukan oleh Hutapea dan Syamsyuhidayat (1991) menujukkan keberadaan senyawa tannin, steroid, flavonoid dan saponin pada daun Miana. Selain itu, daun Miana juga mengandung minyak astiri dan senyawa fenolik( Ridwan et al. 2006). Berikut adalah tabel kandungan kimia Daun Miana segar Tabel 1. Kandungan Kimia Daun Miana Segar Komposisi Kimia
Hasil Analisa
Kadar air (%)
84.09
Antioksidan (%inhibisi)
96.85
Fenol (mg GAE/ g)
79.15
Flavonoid (mg QE/ g)
1.25
Tanin (µg/g)
1088.93
pH
6.40
Beberapa jenis senyawa kimia yang terkandung pada daun Miana dapat berfungsi menghambat dan mematikan organisme. Salah satu organisme yang dapat dihambat adalah cacing. Hei et al (1991) membuktikan bahwa sediaan segar daun Miana mempunyai aktivitas
anthelmintika pada cacing pita mencit (Hymenolepis nana) secara in vivo. Selain itu ekstrak daun miana juga memiliki aktivitas anticestoda terhadap cacing H. microstoma in vivo (Ridwan et al. 2010). Analisis Teh Celup Daun Miana Teh celup daun miana dianalisis sifat fisik dan kimianya meliputi kadar air, pH, aktivitas antioksidan, total fenol, total flavonoid, kadar tannin, dan uji kualitatif saponin. Kadar Air Teh Celup Daun Miana Kadar air mempengaruhi mutu dari teh kering, yaitu sifat kimia dan umur simpan bahan. Teh yang mengandung kadar air cukup banyak menyebabkan teh lembab dan mudah rusak (Herawati dan Nurawan, 2016). Hasil analisis kadar air pada teh daun miana dapat dilihat pada Gambar 1 dan diketahui bahwa kadar air teh celup memiliki kecenderungan menurun seiring dengan lamanya pengeringan. Kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan lama pengeringan 30 menit yakni sebesar 11,6% dan kadar air terendah terdapat pada perlakuan lama pengeringan 150 menit, sebesar 4,67%. Hasil uji statistik ANOVA α 0,05 diperoleh p-value 0,213 yang menyatakan bahwa lama pengeringan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air teh celup daun miana.
Kadar Air (% wb)
diinkubasi 30 menit. Sampel diukur absorbansinya ada panjang gelombang 692 nm. Ctae x V C= w sampel Ket: C = kadar tannin Ctae = konsentrasi tannin = nilai x hasil perhitungan menggunakan kurva standar V = volume sampel w = berat sampel (g)
15.00 10.00 5.00
11.16 10.03
9.92 5.36 4.67
0.00 30 60 90 120 150 Lama Pengeringan (menit)
Gambar 1. Grafik rerata kadar air (%) teh celup daun miana akibat pengaruh lama pengeringan Penurunan kadar air ini disebabkan adanya difusi air dari dalam bahan menjadi uap karena adanya panas (Estiasih dan Ahmadi, 2009). Hasil penelitian tidak berpengaruh nyata karena sebagian besar air dalam bahan telah menguap terlebih dahulu selama proses pelayuan pada suhu
130
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
pH Nilai pH suatu bahan pangan perlu diketahui karena mempengaruhi jumlah dan jenis jasad renik yang dapat tumbuh dalam bahan pangan tersebut (Fardiaz, 1989), termasuk minuman the. Hasil analisis nilai pH pada teh daun Miana berdasarkan lama pengeringan dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat bahwa nilai pH pada variasi pengeringan dengan berbagai suhu adalah cenderung menurun. Nilai pH tertinggi didapat pada perlakuan lama pengeringan 30, 60 dan 90 menit yaitu 5,83 dan nilai pH terendah terdapat pada perlakuan 120 dan 150 menit yakni sebesar 5,80. Hasil uji statistik ANOVA menggunakan α 0,05 diperoleh data taraf signifikan p-value 0,918 yang menyatakan bahwa lama pengeringan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air teh celup daun miana.
pH
5.84
5.83 5.83 5.83
5.82 5.80 5.80
5.80 5.78 30
60
90 120 150
Lama Pengeringan (menit) Gambar 2. Grafik rerata pH teh celup daun miana akibat pengaruh lama pengeringan Selama proses pengolahan pada pembuatan teh akan terjadi oksidasi dari komponen polifenol menghasilkan theaflavin. Jika oksidasi berlanjut maka theaflavin akan berubah menjadi thearubigin. Semakin banyak thearubigin makan nilai pH akan semakin turun karena theaflavin bersifat asam lemah dan thearubigin bersifat asam kuat (Suprariyanto dkk, 2014). Aktivitas Antioksidan Hasil analisis antioksidan teh celup daun miana dengan metode DPPH
ditampilkan pada Gambar 3. Berdasarkan Gambar 3 diketahui bahwa semakin lama pengeringan, aktivitas antioksidan mengalami penurunan. Aktivitas antioksidan tertinggi terdapat pada sampel teh celup daun miana dengan perlakuan lama pengeringan 30 menit yaitu sebesar 78,76% dan terendah pada lama pengeringan 150 menit, sebesar 70,73%. Hasil uji ANOVA menunjukkan p-value 0,633 yang berarti bahwa lama pengeringan tidak berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan.
Aktivitas antioksidan (% inhibisi)
70°C selama 10 menit. Proses pelayuan bahan bertujuan untuk mengurangi kadar air daun teh hingga 70% (Manik dkk., 2015).
80.00 78.00 76.00 74.00 72.00 70.00 68.00 66.00
78.76
77.74 75.43 73.38 70.73
30 60 90 120 150 Lama Pengeringan (menit) Gambar 3. Grafik rerata aktivitas antioksidan (% inhibisi) teh celup daun miana akibat pengaruh lama pengeringan Aktivitas antioksidan menurun seiring dengan semakin lama pengeringan disebabkan oleh senyawa antioksidan yang sangat rentan terhadap panas. Paparan panas dalam waktu yang lama mengakibatkan senyawa antioksidan daun teh mengalami kerusakan atau teroksidasi sehingga kehilangan fungsinya (Husna dkk., 2013). Total fenol Senyawa fenol adalah senyawa yang mempunyai cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil. Standar yang digunakan analisis kandungan fenolik adalah asam galat karena asam galat bersifat stabil, memiliki sensitivitas tinggi, dan harganya cukup terjangkau. Hal inilah yang menyebabkan kandungan total fenol dinyatakan dalam ekuivalen asam galat atau Gallic Acid Equivalent (GAE) (Xu dan Chang, 2007 dalam Rahayu dkk., 2015). Hasil analisis total fenol dapat dilihat pada Gambar 4 dan diketahui bahwa kadar total fenol cenderung menurun seiring dengan
131
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Total fenol (mg GAE/g)
100.00 80.00
85.68 76.6174.17 66.79 58.12
60.00 40.00 20.00 0.00
30 60 90 120 150 Lama Pengeringan (menit) Gambar 4. Grafik rerata total fenol (mg GAE/g) teh celup daun miana akibat lama pengeringan Penurunan total fenol ini dikarenakan pada proses pengeringan terjadi reaksi oksidasi enzimatis dimana enzim fenolase pada daun miana mengubah senyawa fenolik dan menghasilkan pigmen melanoidin (Wiranata dkk., 2016). Total Flavonoid Flavonoid adalah salah saatu golongan fenol alam yang terbesar dan mempunyai sifat khas yaitu bau yang sangat tajam, larut dalam air dan pelarut organik. Flavonoid dapat berperan secara langsung sebagai antibiotic dna antioksidan (Suja, 2008) Hasil analisa total flavonoid disajikan pada Gambar 5 dan diketahui bahwa total flavonoid menurun seiring dengan semakin lama pengeringan yang dilakukan. Kadar flavonoid paling banyak terdapat pada MIAN TEA dengan lama pengeringan 30 menit yaitu sebesar 1,8837% sedangkan kadar flavonoid paling sedikit terdapat pada MIAN TEA dengan lama pengeringan 150 menit yaitu sebesar 0,7377%. Hasil uji statistik ANOVA α 0,05 menunjukkan bahwa p-value 0,000 yang menandakan bahwa lama pengingan memberikan pengaruh nyata terhadap total flavonoid teh celup daun miana.
2.00
Total Flavonoid (mg QE/g)
lamanya pengeringan. Kadar total fenol tertinggi terdapat pada perlakuan lama pengeringan 30 menit, sebesar 85,68 mg GAE/g dan terendah pada perlakuan 150 menit, sebesar 58,12 mg GAE/g. Hasil uji statistik ANOVA α 0,05 menunjukkan bahwa p-value 0,001 yang berarti bahwa lama pengeringan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar total fenol teh celup daun miana.
1.50 1.00
1.88 1.50
1.35
1.26 0.74
0.50 0.00 30 60 90 120 150 Lama Pengeringan (menit)
Gambar 5. Grafik rerata total flavonoid (mg QE/g) teh celup daun miana akibat lama pengeringan Menurut Utomo (2009) penurunan kadar flavonoid disebabkan akibat paparan panas dalam jangka waktu yang lama dimana penggunaan panas atau suhu tinggi dapat merusak flavonoid. Kadar Tannin Tanin yang ada dalam daun teh berfungsi sebagai penangkal radikal bebas yang mengacaukan keseimbangan tubuh dan menjadi salah satu pemicu kanker. Senyawa ini tidak berwarna dan paling penting pada daun teh karena dapat menentukan kualitas daun teh dimana dalam pengolahannya, perubahannya selalu dihubungkan dengan semua sifat teh kering yaitu rasa, warna dan aroma (Hartoyo, 2003). Hasil analisis kadar tannin pada teh daun Miana berdasarkan lama pengeringan dapat dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa kadar tanin pada variasi pengeringan dengan berbagai suhu adalah cenderung menurun. Kadar tannin tertinggi didapat pada perlakuan lama pengeringan 30 menit yaitu 1411.01 µg/g dan kadar terendah terdapat pada perlakuan 150 menit yakni sebesar 1003.65 µg/g. Hasil uji statistik ANOVA menggunakan α 0,05 diperoleh data taraf signifikan p-value 0,000 yang menyatakan bahwa lama pengeringan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar tanin teh celup daun miana.
132
Kadar Tanin (μg/g)
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
1500.00 1000.00
1411.01 1203.34 1104.10 1143.31 1003.65
500.00 0.00
30 60 90 120 150 Lama Pengeringan (menit) Gambar 6. Grafik rerata kadar tannin (μg/g) teh celup daun miana akibat lama pengeringan Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hotmaruli dkk (2012) perubahankadar tanin ini disebabkan karena panas yang diberikan menyebabkan tanin terurai menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Uji Kualitatif Saponin Saponin merupakan senyawa kimia yang memberikan rasa pahit pada bahan pangan nabati. Saponin tidak bersifat toksik karena tidak dapat diserap oleh usus (Duan, 2006). Hasil uji kualitatif saponin dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Uji Kulaitatif Saponin Teh Celup Daun Miana Lama PengeringanSaponin (menit) 30 +++++ 60 ++++ 90 +++ 120 ++ 150 ++ Tanda + menunjukkan adanya busa yang terbentu. Semakin banyak tanda + mencerminkan busa yang terbentuk pada sampel semakin banyak, hal tersebut berbanding lurus dengan kadar saponin pada sampel. Berdasarkan data hasil uji, semakin lama waktu pengeringan, kandungan saponin cenderung turun. Saponin paling banyak terdapat pada tabung reaksi berisi sampel dengan lama pengeringan 30 menit sedangkan yang paling sedikit terdapat pada tabung reaksi berisi sampel dengan lama pengeringan 120 dan 150 menit.
Perlakuan Terbaik Perlakuan terbaik dari penelitian ini ditentukan menggunakan metode Zeleny. Melalui perhitungan tersebut didapatkan perlakuan terbaik yaitu pengeringan daun miana selama 30 menit dengan kadar air 11,16%; pH 5,83; aktivitas antioksidan 78,76%; total fenol 85,68 mg GAE/g; total flavonoid 1,88 mg QE/g; kadar tannin 1411,01 μg/g; dan positif mengandung saponin. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa lama pengeringan berpengaruh nyata pada parameter total fenol, total flavonoid, dan kadar tannin dari teh celup daun miana yang dihasilkan. Uji kualitatif saponin menunjukkan bahwa semua sampel teh pada masing-masing variasi lama pengeringan positif mengandung saponin. Perlakuan terbaik adalah perlakuan lama pengeringan 30 menit dengan kadar air 11,16%; pH 5,83; aktivitas antioksidan 78,76%; total fenol 85,68 mg GAE/g; total flavonoid 1,88 mg QE/g; kadar tannin 1411,01 μg/g; dan positif mengandung saponin. UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas limpahan rahmat dan ridho-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis dengan judul “Eksplorasi Potensi Senyawa Fitokimia Teh Celup Daun Miana (Kajian Variasi Lama Pengeringan Daun) sebagai Minuman Fungsional Sumber Anthelmentika dalam Upaya Preventif dan Pengobatan Penyakit Cacingan pada AnakAnak”, untuk mengikuti Simposium Sientesa. Kemudahan dan kelancaran penyelesaian karya tulis ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan rasa hormat, penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Sudarminto Setyo Yuwono, M.App.Sc selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. 2. Bapak Yusuf Hendrawan, STP, M.App.Life.Sc, Ph.D selaku Wakil
133
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. 3. Ibu Novita Wijayanti, STP. MP selaku Dosen pembimbing atas arahan, bimbingan dan dukunganya. 4. Kedua orang tua kami dan seluruh keluarga besar kami yang telah memberikan bantuan moril dan do’a selama menyelesaikan karya tulis ini. 5. Semua pihak yang telah banyak membantu di dalam penyelesaian karya tulis ini. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun demi kebaikan dan kesempurnaan karya tulis ini. Penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi masyarakat pada umumnya.
Ridwan, Y dan Ayunita, YQ. 2007. Fitokimia dan Aktivitas Anthelmentika terhadap Cacing Pita Ayam dari beberapa Varietas Miana (Coleus blumei benth) secara in Vitro. Jurnal Protein. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Vol 14, no 1, pp 17-22 Utomo, AD dkk. 2009. Pengaruh Beberapa Metode Pengeringan terhadap Kadar Flavonoid Total Herba Sambiloto (Andrographis paniculata). J. Farmasi. Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Purwokerto. Vol. 06. No 01. pp 58-69 Wiranata, G, Yuwono, S.S, dan Purwantiningrum, I. 2016. Pengaruh lama pelayuan dan suhu pengeringan terhadap produk apel celup Anna (Malus domestica). J. Pangan dan Agroindustri vol 4, no 1, pp 449-457
DAFTAR PUSTAKA De Silva NR, Brooker S, Hotez P, Montresor A, Engels D and Savioli L. 2003. SoilTransmitted Helminth Infections: Updating The Global Pisture. Journal of Trends in Parasitology. Vol.19, no. 12, pp. 547- 551 Departemen Kesehatan RI. 2004. Pedoman Umum Program Nasional Pemberantasan Cacingan di Era Desentralisasi, Subdit Diare dan Penyakit Pencernaan. Ditjen PPM & PLP Depkes RI, Jakarta Estiasih, T. dan Ahmadi, Kgs. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara. Jakarta Husna, N.E., Novita, M, dan Rohaya, S. 2013. Kandungan ntosianin dan Aktivitas Antioksidan Ubi Jalar Ungu Segar dan Produk Olahannya. AGRITECH. vol 33, no 3, pp 296-302 Lehne, RA. 2013. Pharmacology of Nursing Care, 8th Edition. Elsevier Saunders. St Louis Ridwan, Y dkk. 2010. Efektivitas Anticestoda Ekstrak Daun Miana (Coleus blumei Bent) terhadap Cacing Hymenolepis microstoma pada Mencit. Media Peternakan. April 2010 pp 6-11
134
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Moringa oleifera SEBAGAI SOLUSI DEFISIENSI MIKRONUTRIEN: UJI BIOAVAILABILITAS KALSIUM DAN TOKSISITAS SUBKRONIS PADA TIKUS WISTAR Moringa oleifera As A Deficiency Solution Of Micronutrient : Bioavailability Test Of Calcium And Subchronic Toxicity In Wistar Rats May Ayu Wulandari1*, Lisa Imro’atus Sholikhah1, Laila Nurmala Putri1, Sandy Kurnia Arifda Ramadhan2, Novia Ecci3 1Program
Studi Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang Studi Teknik Kimia, Universitas Brawijaya, Malang 3Program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Brawijaya, Malang 2Program
Jalan Veteran, Malang, Jawa Timur 65145
Email:
[email protected] ABSTRAK Kalsium merupakan mikronutrien yang ditemukan dalam jumlah terbanyak di dalam tubuh yaitu 1,5 - 2% dari berat badan orang dewasa atau sekitar 1 kg. Kalsium berperan dalam pembentukan tulang dan gigi, mengatur fungsi sel seperti transmisi saraf, kontraksi otot, menjaga permeabilitas membran sel serta mengatur kerja hormon. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bioavailabilitas kalsium dan dosis optimal suplemen daun kelor pada Rattus Norvegicus. Penelitian ini menggunakan metode Randomized Post Test Controlled Group Design. Tikus dibagi menjadi 5 kelompok yakni kontrol negatif (P0) dengan pemberian akuades, perlakuan 1 (P1) pemberian 3,4 gram serbuk daun kelor, perlakuan 2 (P2) pemberian 5,6 ml ekstrak air daun kelor, perlakuan 3 (P3) pemberian 4,1 ml konsentrat 1 daun kelor, perlakuan 4 (P4) pemberian 8,2 ml konsentrat 2 daun kelor. Parameter yang dianalsisi adalah: kadar kalsium serbuk daun kelor, kadar kalsium tulang femur dan digesta usus halus serta histopatologi liver (hati) untuk uji toksisitas. Analisa data dilakukan dengan one way ANOVA dan dilanjutkan uji DMRT. Diperoleh hasil bahwa sediaan serbuk daun kelor paling baik dalam pemenuhan kebutuhan kalsium dan ekstrak air relatif aman terhadap fungsi hepar. Kata Kunci : Bioavailabilitas, Kalsium, Moringa oleifera, Toksisitas ABSTRACT Calcium is a micronutrient which found in the largest amount on the body that is 1,5-2% of the adult body weight or about 1 kg. Calcium plays a role in bone and tooth formation, regulating cell functions such as, nerve transmission, muscle contraction, maintaining cell membrane permeability and regulating hormone work. The purpose of this study is to determine the biovailability of calcium and the optimal dose of drumstick leaf supplement on Rattus Norvegicius. This research uses Randomized Post Test Controlled Group Design method. Rats were divided into 5 groups of negative control (P0) with aquades, treatment 1 (P1) giving 3,4 grams of drumstick leaf powder, treatment 2 (P2) giving 5,6ml drumstick leaf aqueous extract, treatment 3 (P3) giving 4,1 ml 1 st concentrate of drumstick leaf, treatment 4 (P4) giving 8,2ml 2nd concentrate of drumstick leaves. Parameters analyzed are; calcium content of drumstick leaf powder, calcium content of femur bones and digesta small intestine and liver histopathology for toxicity test. Data analysis was done by one way ANOVA and continued by DMRT test. The result obtained that the drumstick leaf powder is best in the fulfillment of calcium needs and aqueous extract is relatively safe the liver function. Keywords : Bioavailability, Calcium, Moringa oleifera, Toxicity
135
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
PENDAHULUAN
BAHAN DAN METODE
Kalsium ditemukan dalam jumlah terbanyak di dalam tubuh yaitu 1,5 - 2% dari berat badan orang dewasa atau sekitar 1 kg. 99% kalsium berada dalam jaringan keras yaitu tulang dan gigi dalam bentuk hidroksiapatit (3Ca3(PO4)2.Ca(OH)2]. Dalam keadaan seimbang, kalsium tulang dan kalsium plasma berada dalam konsentrasi 2,25 - 2,60 mmol/liter (9 - 10,4 mg/100 ml). Selain pembentuk tulang dan gigi, dalam cairan ekstraseluler dan intraseluler, kalsium berperan dalam mengatur fungsi sel seperti untuk transmisi saraf, kontraksi otot, penggumpalan darah dan menjaga permeabilitas membran sel. Kalsium juga mengatur kerja hormon dan faktor pertumbuhan (Almatsier, 2004). Kebutuhan kalsium masyarakat Indonesia untuk orang dewasa sebesar 1000 – 1100 mg (PERMENKES RI, 2013). Daun kelor dapat digunakan sebagai alternatif sumber kalsium pengganti susu dengan pengolahan daun kelor menjadi suplemen daun kelor. Suplemen daun kelor nantinya diharapkan dapat mencukupi asupan kalsium harian masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah serta aman dikonsumsi bagi penderita lactose intolerance. Penelitian bioavailabilitas kalsium daun kelor belum pernah diteliti sebelumnya, sehingga penelitian ini akan memberikan informasi tentang potensi daun kelor sebagai suplemen kalsium berdasarkan bioavailabilitasnya. Konsumsi suplemen perlu memperhatikan dosis yang optimal. Kelebihan dosis suplemen dapat menyebabkan toksisitas. Pada penelitian ini respon sediaan dan dosis terhadap suplemen daun kelor (P0 = diet normal+2 ml akuades, perlakuan 1; P1 = diet normal+3,4 gram serbuk daun kelor; P2= diet normal+5,6 ml filtrat cair daun kelor; P3 = diet normal+4,1 ml konsentrat daun kelor; P4 = diet normal+8,2 ml konsentrat daun kelor) juga diamati, sehingga jumlah konsumsi daun kelor sebagai suplemen kalsium atau mineral lainnya dapat disarankan pada dosis yang aman.
Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan desain post test control group design. Sampel dipilih secara random dari populasi berupa tikus jantan Rattus norvegicus (tikus wistar) berumur >8 minggu dengan perlakuan antara lain: Kontrol negative (P0) : Pemberian diet normal+2 ml akuades Perlakuan 1 (P1) : Pemberian diet normal+3,4 gram serbuk daun kelor Perlakuan 2 (P2) : Pemberian diet normal+5,6 ml filtrat cair daun kelor Perlakuan 3 (P3) : Pemberian diet normal+4,1 ml konsentrat daun kelor Perlakuan 4 (P4) : Pemberian diet normal+8,2 ml konsentrat daun kelor Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian dilakukan selama 1,5 bulan dan dilakukan di Laboratorium Nutrisi FTP-UB, Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan FTP-UB, Laboratorium Biokimia FTP-UB, Laboratorium Instrumen FTP-UB, Laboratorium Bioteknologi FTPUB, Laboratorium Patologi Klinik FK-UB dan Laboratorium Patologi Anatomi FKUB. Pengumpulan Sampel Tikus diadaptasikan selama 7 hari untuk menyamakan baseline. Intervensi dengan perlakuan penambahan SUSUKE dengan berbagai dosis atau tanpa suplemen dilakukan selama 49 hari. Pembedahan pada tikus dilakukan setelah intervensi. Pengujian bioavailabilitas kalsium dilakukan dengan pengambilan femur dan digesta pada tikus sedangkan uji toksisitas dilakukan dengan pengambilan hati tikus yang selanjutnya dilihat histopatologinya. Subyek Penelitian Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini yakni tikus jantan Rattus norvegicus (tikus wistar) berumur >8 minggu dengan berat badan sekitar 150-230 gram, sehat, aktivitas dan tingkah laku normal. Tikus tersebut dipelihara di bak plastik berukuran 45cm x 35,5cm x 14,5cm dalam ruang hewan coba.
136
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Variabel Penelitian Variabel Bebas Penelitian Variabel bebas pada penelitian ini adalah sediaan dan dosis SUSUKE yaitu 3,4 gram serbuk daun kelor, 5,6 ml filtrat cair daun kelor, 4,1 ml konsentrat daun kelor, 8,2 ml konsentrat daun kelor Variabel Tergantung Penelitian Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah bioavailabilitas kalsium yang diuji pada bagian femur dan digesta serta toksisitas yang ditunjukkan pada pengamatan histologi hepar. Prosedur Penelitian Pemeliharaan Tikus Putih Tikus terlebih dahulu ditimbang berat badannya kemudian dimasukkan ke dalam kandang yang dibuat dari bak plastic dengan penutup kawat ram yang dibingkai dengan kayu dan diberi alas berupa sekam dengan ketebalan secukupnya. Tikus diadaptasikan selama 1 minggu dengan diberi pakan pelet 25 gram. Tikus diberi minum air setiap hari yang ditempatkan pada botol minum ukuran 100 ml. Tikus dibagi menjadi 5 kelompok yakni kontrol negatif (P0) dengan pemberian diet normal+2 ml akuades, perlakuan 1 (P1) pemberian diet normal+ 3,4 serbuk daun kelor, perlakuan 2 (P2) pemberian diet normal+5,6 ml filtrat cair daun kelor, perlakuan 3 (P3) pemberian diet normal+4,1 ml konsentrat daun kelor, perlakuan 4 (P4) pemberian diet normal+8,2 ml konsentrat daun kelor. Pemberian SUSUKE (Suplemen Super Kelor) dilakukan dengan cara sonde sesuai dengan perlakuan selama 49 hari. Pengujian Bioavailabilitas Kalsium Dilakukan pembedahan pada semua sampel tikus dengan berbagai perlakuan. Pengujian bioavailabilitas kalsium dilakukan pada femur dan digesta tikus dengan pengabuan lalu dianalisis menggunakan metode AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry). Pengujian Toksisitas dengan Pengamatan Histologi
Dilakukan pembedahan pada semua sampel tikus dengan berbagai perlakuan. Kemudian dilakukan pengamatan histologi pada hati, dilakukan pewarnaan khusus dan selanjutnya diamati kenampakan fisik secara mikroskopis. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa Bahan Baku Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini berupa daun kelor yang dijadikan sediaan dalam bentuk serbuk, ekstrak air, dan konsentrat evaporasi 1 jam. Bahan baku berupa kelor segar dan sediaan serbuk terlebih dahulu dilakukan analisis kadar air, kadar abu, dan kadar kalsium. Sedangkan sediaan dalam bentuk ekstrak air dan konsentrat evaporasi 1 jam dilakukan analisis kadar abu dan kadar kalsium saja. Tabel 1. Hasil dari analisis kadar air pada daun kelor segar Samp el
Berat samp el (g)
Berat cawa n (g)
Daun kelor segar
2,047 2 2,352 2
3,177 1 1,969 8
Berat samp el akhir (g) 1,646 2 2,415 8
Rata-rata
Kadar air (%) WB DB (%) (%)
80,41 23 81,03 90 80,72 57
46,00 77 78,90 55 62,45 63
Tabel 2. Hasil dari analisis kadar air pada serbuk daun kelor Samp el
Berat samp el (g)
Serbu k kelor
3,016 9 3,201 8
Bera t caw an (g) 2,11 3 3,24 67
Berat samp el akhir (g) 0,105 7 1,322
Rata-rata
Kadar air (%) WB DB (%) (%)
3,5036 4,6473 86 4,0754 91
2,1038 18 2,3620 17 2,2329 17
Hasil rata-rata analisis kadar air pada daun kelor segar sebesar 80% sedangkan menurut literatur kadar air pada daun kelor segar sebesar 93% (Aminah et al., 2015) sedangkan menurut Anwar et al.
137
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
(2014) kadar air daun kelor segar sebesar 65.897%. perbedaan kadar air daun kelor segar ini dipengaruhi oleh varietas kelor, kelembaban lingkungan penyimpanan, waktu analisis yang tidak bersamaan, kondisi silikon desikator untuk mendinginkan sampel kering yang sudah jenuh, dll. Sedangkan hasil rata-rata analisis kadar air pada serbuk daun kelor sebesar 4% dimana kadar air ini telah menurun drastis dibandingkan dengan kadar air daun segar karena adanya proses pengeringan sebelum dijadikan serbuk daun kelor. Hasil analisis ini berbeda dengan literatur yaitu 7,136% (Anwar et al., 2014). Perbedaan hasil analisis ini disebabkan oleh kelembaban lingkungan penyimpanan, waktu analisis yang tidak bersamaan, kondisi silikon desikator untuk mendinginkan sampel kering yang sudah jenuh, dll. Hasil analisis kadar air pada daun kelor segar dan serbuk daun kelor menunjukkan bahwa kandungan air dalam daun kelor segar lebih tinggi dibandingkan dengan serbuk daun kelor. Tabel 3. Hasil dari analisis kadar abu pada daun kelor segar dan serbuk daun kelor Samp el
Berat kruz (g)
Berat samp el (g)
Daun kelor segar
20,83 99 20,65 83 20,65 93 20,84 08
3,062 9 3,164 5 3,006 4 3,007 2
Serbu k kelor
Berat akhir samp el + kruz (g) 20,92 11 20,73 72 20,94 13 21,12 39
Berat akhir samp el (g)
Kad ar abu (%)
0,081 2 0,078 9 0,282 0 0,283 1
2,651 1 2,493 3 9,379 9 9,414 1
Tabel 4. Hasil dari analisis kadar kalsium pada daun kelor segar dan serbuk daun kelor Sampel Kadar kalsium (ppm) Daun segar 126,6443 Serbuk kelor 155,5039 Ekstrak air 96,6843 Konsentrat 131,5282 Hasil analisis kadar abu pada daun kelor segar yaitu 2,6% dan 2.4%. hal ini
berbeda dengan literatur yaitu 0% (Melo et al. (2013); Shiriki et al. (2015); Nweze & Nwafeo (2014); Tekle et al. (2015) dalam Aminah et al., 2015). sedangkan kadar abu pada serbuk daun kelor 9,3% dan 9,4%. Sedangkan menurut literatur kadar abu paa serbuk kelor sebesar 7,95% (Melo et al. (2013); Shiriki et al . (2015); Nweze & Nwafeo (2014); Tekle et al. (2015) dalam Aminah et al., 2015). Perbedaan kadar abu yang merupakan kadar mineral dalam daun kelor segar dan serbuk kelor hasil analisis dengan literatur disebabkan oleh perbedaan varietas tanaman kelor, jenis tanah sebagai media tanam, perbedaan lingkungan analisis, dll. Analisis kadar abu ini dilakukan untuk mengetahui kadar kalsium yang terkandung dalam abu yang dihasilkan tersebut karena abu merupakan mineral yang terkandung dalam sampel yang dianalisis. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa kadar abu serbuk daun kelor lebih tinggi dibandingkan dengan daun kelor segar karena daun kelor segar masih mengandung banyak air sehingga mempengaruhi jumlah kadar abu. Hasil analisis kadar kalsium yaitu kadar kalsium paling tinggi terdapat pada serbuk kelor sebesar 155,5039 ppm, konsentrat evaporasi 1 jam sebesar 131,5282 ppm, daun kelor segar sebesar 126,6443 ppm, dan ekstrak air sebesar 96,6843 ppm. Perbedaan kadar kalsium ini terjadi karena perbedaan bentuk sampel yang akan dianalisis, jumlah kadar air, dan kadar abu sehingga bentuk sediaan serbuk kelor memiliki kadar kalsium yang paling tinggi dan kadar kalsium pada sediaan ekstrak air paling rendah. Kadar kalsium pada daun kelor segar menurut literatur sebesar 2003 mg/ 100 gram daun segar (Rofiah, 2015) dan 350-550 mg/ 100 gram daun segar (Aminah et al., 2015). Sedangkan kadar kalsium pada serbuk daun sebesar 16002200 mg/100 gram serbuk kelor (Aminah et al., 2015). Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa kadar kalsium pada serbuk daun kelor lebih tinggi dibandingkan dengan daun segar. Bioavailabilitas Kalsium Bioavailabilitas kalsium daun kelor pada penelitian ini belum diamati, namun berdasarkan penelitian terdahulu oleh
138
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Yohane (2012) mengenai bioavailabilitas kalsium pada tiga jenis daun yang telah diolah menjadi serbuk yaitu daun kelor, daun bayam, dan daun ubi jalar. Pengujian bioavailabilitas tersebut dilakukan secara in vitro dan diperoleh hasil bahwa daya cerna kalsium pada daun kelor lebih tinggi dibandingkan dengan daun bayam dan daun ubi jalar. Bioavailabilitas kalsium dari sampel diekspresikan sebagai persentase kalsium di basis kering yang dianalisis menggunakan prosedur in vitro. Metode pencernaan in vitro dilakukan ulangan 3x menggunakan 3 sampel untuk tiap ulangan. Hasilnya mengindikasikan bahwa sampel Moringa oleifera mempunyai kalsium yang dapat tercerna lebih tinggi dibandingkan daun bayam dan ubi jalar. Hasil bioavailabilitas dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Bioavailabilitas kalsium pada daun kelor, daun bayam, dan daun ubi jalar % daya cerna kalsium (g Sampel* solubilized Ca/100 g Ca in dried leaf) M3 21.68 ± 2.65 M4 40.48 ± 3.42 M5 37.24 ± 1.66 S 1.63 ± 0.08 SP 3.01 ± 0.68 *M3= daun kelor dari India; M4= daun kelor dari Karonga, Malawi; M5= daun kelor dari Lilongwe, Malawi; S= daun bayam; SP= daun ubi jalar Sumber: Yohane (2012) Menggunakan Tes Tukey α=0,05, menunjukkan tidak berbeda nyata total bioavailabilitas kalsium antara 2 sampel Moringa oleifera dari Malawi (M4 dan M5). Akan tetapi, terdapat perbedaan nyata pada persentase bioavailabilitas kalsium antara sampel daun Moringa oleifera dari India dan Malawi (P<0,05). Persentase ratarata bioavailabilitas kalsium (kaslium yang tercerna) antara lain 21,68 ± 2,6% (M3); 40,48 ± 3,42% (M4) dan 37,24 ± 1,66% (M5). Sedangkan sampel daun bayam 1,63 ± 0,08% dan daun ubi jalar 3,01 ± 0,68%. Tingginya bioavailabilitas kalsium pada serbuk daun kelor dapat disebabkan karena perbedaan kimia dan biologis seperti kadar
kalsium yang berbeda karena factor genetik tanaman, faktor lingkungan, serta komposisi tanaman ini yang menghambat penyerapan kalsium seperti fitat, oksalat, dan serat makanan (Kamchan et al., 2004). Berdasarkan penelitian oleh Ezeike et al., (2011) dapat mengekstrak 0,28 mg oksalat per gram bahan kering dari Moringa oleifera. Bayam mengandung 100 mg oksalat per gram dari bahan kering. Asam oksalat pada daun ubi jalar segar sebesar 3-5 mg per gram berat segar atau sekitar 16- 27 mg per gram bahan kering (Almazan, 1995). Pada penelitian ini diperoleh persentase kadar kalsium pada serbuk daun Moringa oleifera 1,67 ± 0,0014, 1,44 ± 0,0014 dan 1,55 ± 0,00 untuk sampel dari India (M3), Karonga, Malawi (M4) dan Lilongwe, Malawi (M5). Hasil ini setara dengan per 100 g sampel yang dapat dikonsumsi, menghasilkan 1,67 g (1670 mg); 1,44 g (1440 mg) dan 1,55 g (1550 mg) untuk M3, M4 dan M5. Bioavailabilitas suplemen merupakan proporsi zat yang mampu diserap dan tersedia untuk digunakan atau disimpan dalam tubuh (Srinivasan, 2001). Ada banyak struktur kimia kalsium dalam makanan, namun bioavailabilitas setiap komoditi berbeda. Kalsium tidak dapat diserap apabila sumber makanan tinggi asam oksalat (bayam, ubi jalar, dan kacangkacangan) atau asam fitat (roti tidak beragi, kacang-kacangan, biji-bijian, dan kedelai isolat) (Kurtz et al., 1987). Laktosa dapat meningkatkan penyerapan kalsium. Matriks antara laktosa dan kalsium dapat mencegah pengendapan kalsium dengan serat larut dan fitat yang dapat mengikat mineral sehingga menjadi sulit untuk diserap oleh tubuh (Cummings, et al., 1979), Metode pengolahan seperti pengupasan kulit, perendaman, penggorengan, pemasakan dan perkecambahan dapat menurunkan kadar asam fitat dan meningkatkan bioavailabilitas mineral (Bishnoi et al., 1994). Hal inilah yang dapat membuat bioavailabilitas serbuk daun kelor yang mengandung asam oksalat meningkat Karena proses pengolahan. Asam oksalat dapat mengikat dengan Ca, Fe dan Mg sehingga membuat mineral tersebut sulit untuk diserap oleh tubuh. Umumnya asam oksalat tertinggi terdapat pada daun dan
139
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
biji, asam oksalat terendah terdapat pada batang (Osweiler et al., 1985). Uji Toksisitas Subkronis Pemberian sediaan uji dilakukan selama 7 minggu (49 hari) dan diamati kondisi fisik, perilaku, berat badan dan jumlah konsumsi pakan yang tersisa. Kondisi Fisik dan Perilaku Kondisi fisik dan perilaku diamati selama 49 hari perlakuan. Kondisi seluruh tikus wistar relatif normal. Feses tikus wistar dengan perlakuan konsentrat 1 (4.1 ml) cenderung lembek dibandingkan dengan perlakuan lain sedangkan perlakuan dengan serbuk 3,4 gram memiliki kenampakan feses yang hijau gelap, keras tetapi rapuh. Pola konsumsi pakan beberapa tikus wistar tearatur namun beberapa tikus wistar dengan berat badan rendah cenderung tersisa. Histopatologi Hepar Hasil Pemeriksaan mikroskopis pada organ hepar tikus wistar diamati secara deskriptif berdasarkan 4 kriteria Manja Roenigk, antara lain : nilai 1 = sel hepar normal; nilai 2 = degenerasi parenkimatosa; nilai 3 = degenerasi hidropik, nilai 4 = sel hepar nekrosis (Maretnowati et al., 2005). Namun, pemeriksaan mikroskopis pada penelitian ini belum diamati karena pemberiaan sediaan uji belum mencapai 49 hari dan belum dilakukan pembedahan. Tabel 6. Kelainan organ hepar tikus jantan dan betina setelah 45 hari Kelainan hepar No Kelompok dari 10 tikus 1 Ekstrak ramuan 9 TKS 30 mg/200g bb 2 Ekstrak ramuan 8 TKS 100 mg/200g bb 3 Ekstrak ramuan 3 TKS 300 mg/200g bb 4 Akuades 10 TKS 2mL/200g bb TKS : Tidak terjadi kelainan spesifik
Sumber : Widowati et al., (2014)
Berdasarkan penelitian oleh Widowati et al., (2014) yang diberikan ekstrak etanol ramuan daun kelor dan biji klabet 1:1 selama 45 hari menunjukkan bahwa terjadi kelainan spesifik 50% terjadi pada hepar tikus jantan dan betina dengan dosis 300 mg/200g bb menunjukkan kelainan polimorfonuklear dan dilatasi sinusoid hepatik nekrosis. Berdasarkan penelitian lain oleh Adedapo et al., (2009) yang diberikan ekstrak akuades daun kelor dengan dosis 2000 mg/kg p.o selama 21 hari pada tikus wistar jantan dengan berat badan 85-130 g menunjukkan kelainan difusi degenerasi hepatik pada hepar dimana menurut kriteria Manja Roenigk menunjukkan kerusakan ringan skala 2 yaitu degenerasi parenkimatosa, pembengkakan sel disertai sitoplasma keruh dan bergranula.
Gambar 1. Pemeriksaan mikroskopis sel hepar tikus wistar yang menunjukkan kelainan difusi degenerasi hepatik pada perbesaran x 160 H&E (Adedapo et al., 2009) Adanya perubahan struktur pada hepar menunjukkan terjadinya kerusakan hepar akibat akumulasi zat toksik ke dalam tubuh dan dosis yang diberikan lebih berperan dibandingkan dengan konstitusi metabolic (Lee, 2003 dalam Yudha dan Purnawati, 2014). Apabila terdapat zat toksik, maka akan terjadi trasnformasi zatzat berbahaya dan akhirnya akan diekskresi lewat ginjal. Proses yang dialami adalah proses oksidasi, reduksi, hidrolisis dan konjugasi (Guyton & Hall, 2008). Salah satu zat toksik yang terdapat pada daun kelor yaitu asam oksalat (101 mg/100 gr bahan) (Fuglie, 2001). Daun kelor memiliki zat mineral yang tinggi terutama kalsium (185 mg/100 gr bahan) (USDA, 2016). Kalsium dapat membentuk
140
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
amtriks dengan asam oskalat menjadi kalsium oksalat. Kristal kalsium oksalat dapat merusak sel sehingga dapat menyebabkan obstruksi, infeksi, dan kerusakan jaringan. Kerusakan sel pada tahap degenerasi masih bersifat reversible sehingga terdapat kemungkinan sel dapat kembali normal (Elferink, 1987 dalam Natalia, 2013). Degenerasi hidropik pada sel hepatosit merupakan efek jangka panjang dari pembengkakan sel yang menyebabkan sitoplasma dan organel sel tampak membengkak dan bervakuola akibat akumulasi air dalam jumlah besar. Degenerasi tersebut dapat disebabkan adanya kristal kalsium oksalat yang menyebabkan sirkulasi darah terganggu sehingga berkurangnya suplai oksigen. Selain itu, kalsium oksalat yang terabsorbsi dalam hati juga menyebabkan kerusakan sel hepatosit berupa degenerasi serta kematian sel(nekrosis) dan ditandai dengan adanya sel kupffer yang semakin banyak. Hati menghasilkan enzim-enzim biotransformasi untuk berbagai macam zat eksogen dan endogen untuk dieliminasi di dalam tubuh. Proses ini dapat mengaktifkan Kristal kalsium oksalat menjadi bentuk lebih toksik dan menyebabkan perlukaan hati (Natalia, 2013). SIMPULAN Bioavailabilitas kalsium paling tinggi terdapat pada daun Moringa oleifera dibandingkan daun bayam dan ubi jalar sedangkan persentase bioavailabilitas kalsium dari Moringa Oleifera yang tumbuh di Malawi sedikit lebih tinggi daripada yang ditanam di India. Persentase kalsium yang berbeda disebabkan adanya komponen penghambat yang berbeda antara ketiga tanaman tersebut. sedangkan pengujian toksisitas subkronis sediaan ekstrak air dan kosnentrat daun kelor relatif tidak menimbulkan ketoksikan yang cukup signifikan pada fungsi hepar. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan
bimbingan bagi penulis dalam penulisan jurnal ini, yakni kepada : 1. Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan jurnal ini. 2. Orang tua yang telah memberikan dukungan baik secara riil maupun material. 3. Ibu Siti Narsito Wulan, STP., MP., Ph.D selaku Dosen Pembimbing yang memberikan masukan selama penelitian. 4. Ibu Prof. Dr. Teti Estiasih, STP., MP, selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. 5. Teman-teman yang selalu memberikan dukungan dan semangat selama penyusunan jurnal ini. DAFTAR PUSTAKA Adedapo, A., Mogbojuri, O., M., and Emikpe, B., O. 2009. Safety evaluations of the aqueous extract of the leaves of Moringa oleifera in rats. Journal of Medicinal Plants Research. vol. 3, no.8, pp: 586-591 Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama ,Jakarta Almazan, A. M. 1995. Antinutritional factors in sweet potato greens. J Food Comp Anal. vol.8 pp:363-368 Aminah, S., Rhamdan, T., dan Yanis, M. 2015. Kandungan nutrisi dan sifat fungsional tanaman kelor (Moringae Oleifera). Buletin Pertanian Perkotaan 5 No. 2 tahun 2015 Anwar, S., Yulianti, E., Hakim, A., Fasya, A.G., Fauziyah, B., dan Muti’ah, R. 2014. Uji toksisitas ekstrak akuades (suhu kamar) dan akuades panas (700C) daun kelor (Moringa oleifera Lamk) terhadap larva udang Artemia Salina Leach. ALMCHEMY. vol.3, no.1, pp:84-92 Bishnoi, S., Khetarpaul, M., and Yadav R.K. 1994. Effect of domestic processing and cooking methods on phytic acid and polyphenol contents of pea cultivars (PisumSativum). Journal of Plant Foods Human Nutr. vol.45 pp:381-88 Cummings, J. H., Southgate, D.A., Branch, W.G. 1979. The digestion of peptic in
141
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
the human gut and its effect on calcium absorption and large bowel Ezeike, C.O., Aguzue, O.C., Thomas, S.A. 2011. Effect of brewing time and temperature on the release of manganese and oxalate from Lipton tea and Azadirachta indica (Neem), Phyllanthus amarus and Moringa oleifera blended leaves. J Appl Sci Envir Manag. vol.15 pp:175-177 Fuglie, Lowell J. 2001. The Miracle Tree: The multiple attributes of moringa. Church World Service, Dakar Guyton, A. C. and Hall, John., E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Editor: Irawati Setiawan. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Kamchan, A., Puwastien, P., Sirichakwal, PP., and Kongkachuichai, R.. 2004. In Vitro Calcium Bioavailability of Vegetables Legumes and Seeds. J Food Comp Anal. vol. 17 pp:311-320 Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013 Jakarta. Dilihat 4 Mei 2017. http://www.depkes.go.id/resource/downloa d/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pd f Kurtz, T.W., Al-Bander, H.A., Morris, R.C. 1987. Salt sensitive essential hypertension in men. N Engl J Med. vol.317 pp:1043–1048 Maretnowati N, Widyawaruyanti A, dan Santosa MH. 2005. Uji Toksisitas Akut dan Subakut Ekstrak Etanol dan Ekstrak Air Kulit Batang Artocarpus Champeden Spreng dengan Parameter Histopatologi Hati Mencit. Majalah Farmasi Airlangga 5(3):91-5, Surabaya Natalia, Eka., Dessy. 2014. Uji toksisitas akut tepung glukomanan (A. muelleri blume) terhadap nilai kalium tikus Wistar. Skripsi Sarjana. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang Osweiler, G.D., Carson, T.L. and Buck, W.B., 1985. Clinical and diagnostic veterinary toxicology, 3rd ed. Dubuque, Iowa: Kendall/Hunt, pp:471-5 Rofiah, D. 2015. Aktivitas antioksidan dan sifat organoleptik teh daun kelor dengan variasi lama pengeringan dan penambahan jahe serta lengkuas
sebagai perisa alami. Naskah pubilkasi. Universitas Muhammadiyah. Surakarta Srinivasan, V.S. 2001. Bioavailability of nutrients: a practical approach to invitro demonstration of the availability of nutrients in multivitamin-mineral combination products. J Nutrition. vol.131 no.4 pp:1349S-50S. USDA. 2016. United States Department of Agriculture Agricultural Research Service National Nutrient Database for Standard Reference Release 28. Dilihat 4 Mei 2017. https://ndb.nal.usda.gov/ndb/foods /show/2974?fgcd=&manu=&lfacet=& format=&count=&max=50&offset=&so rt=default&order=asc&qlookup=mori nga&ds=&qt=&qp=&qa=&qn=&q=&i ng= Widowati, Lucie., Winarno, Wien., M., dan Intan, Retno., Putri. 2014. Toksisitas akut dan subkronis ramuan ekstrak kelor dan klabet sebagai pelancar ASI dan penambah gizi. Jurnal Kefarmasian Indonesia. vol.4, no.2, pp: 51-64 Yohane, Joseph., Issa. 2012. In Vitro Calcium Bioaccessibility in Moringa oleifera Vegetable Leaves: Potential Plant Food to Increase Dietary Calcium Intake in Developing Countries. Dissertation of Master. Raleigh, North Carolina Yudha, Anggara., Adri., dan Purnawati, Ratna., Damma. 2014. Pengaruh pemberian methanil yellow peroral dosis bertingkat selama 30 hari terhadap gambaran histopatologi hepar mencit BALB/C. disertasi Magister. Faculty of Medicine Diponegoro University Press, Semarang. Dilihat 4 Mei 2017. http://eprints.undip.ac.id/44459/3/B AB_2.pdf
142
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
B-SMART (BIO SILICA BAG WITH MAHONI EXTRACT) MENGGUNAKAN METODE CHEMICAL ULTRASOUND SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS BERAS RASKIN B-Smart (Bag of Silica With Mahogany Extract) Using Chemical Method Of Ultrasound as a Efforts to Improve The Quality of Rice Nidya Fadhilah1, Zelviana Putri2, Nafisatul Layli Qodariyah3, Della Eko Rahmawani4, Ameiga Cautsarina Putri Atrinto5 1,2,3,4,5
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya *Email:
[email protected] ABSTRAK
Pertumbuhan penduduk di Indonesia berkembang sangat pesat. Hal ini menyebabkan meningkatnya permintaan bahan pangan pokok, seperti beras. Mengatasi permasalahan ini, melalui program Beras Miskin pada Juli 2014 pemerintah menyediakan 192.531.765 ton beras untuk masyarakat miskin. Namun, Beras Miskin yang tersebar di gudang. Bulog seluruh Indonesia memiliki kualitas buruk akibat waktu penyimpanan lama dan lembab. Inovasi baru untuk mengatasi masalah tersebut adalah B-SMART, bio silica bag berbahan utama silica gel sekam padi yang dikombinasikan dengan ekstrak biji mahoni menggunakan gelombang ultrasonik yang dikemas pada kemasan PE 0,08 . 97% kandungan silika pada sekam padi berpotensi untuk dijadikan silica gel yang dapat mngurangi kadar air pada tempat penyimpanan beras, sedangkan penambahan ekstrak biji mahoni berfungsi sebagai anti bakter, dan jamur. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kombinasi terbaik antara silica sekam padi dan ekstrak biji mahoni pada pembuatan bio silica bag untuk meningkatkan kualitas beras miskin. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktor yaitu volume ekstrak biji mahoni (A) dan berat silika sekam padi (B). Faktor A terdiri dari 5 ml, 10 ml, 15 ml dan faktor B terdiri dari 30 gram, 40 gram, 50 gram. Analisa dilakukan pada perlakuan terbaik menggunakan metode FTIR silica gel dan analisa pada beras antara lain uji kadar air, persentase butir kepala, butir patah, butir menir, butir kuning, dan butir mengapur. Diperkirakan hasil uji FTIR terdapat gugus siloksan (1086 dan 1062 cm -1). Kadar air pada beras setelah adanya aplikasi B-SMART selama 3 minggu adalah 21,8%, butir kepala 77%, butir patah 57,4%, butir kuning 9,8%, dan butir mengapur 10,8%. Kata kunci : beras miskin, biji mahoni, gelombang ultrasonik, sekam padi. ABSTRACT Population growth in the world is growing very rapidly. This led to a growing demand for staple foodstuffs. Rice is thestaple food ofmost countriesinAsia, especially Indonesia. However, the rice received by the consumers sometimes have bad quality due to long storage time and damp storage conditions. The new innovations to address these issues is the B-SMART, silica bag made from the main material silica gel of rice husk that is combined with a mahogany seed extract used ultrasonic waves and packed in PE 0.08 packaging. 97% content of silica in rice husk. This potentially can be used as silica gel that has the ability to absorb moisture during storage and transportation, while the addition of a mahagony seed extract useful as an anti bacterial, and fungal, so it can inhibit the emergence of pests that can accelerate the decline in the quality of rice. The purpose of this research is to know the best combination between silica rice husk and mahogany seed extract in the manufacture of silica bio bag to improve the quality of rice for the poor (BERAS MISKIN). This study used a Random Design Group (RDG) with two factors i.e. mahogany seed extract volume (A) and silica rice
143
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
husk weight (B). Factor A consists of 5 ml, 10 ml, 15 ml and B consists of 30 grams, 40 gram, 50 grams. The analysis was done with the best treatment using the FTIR sillica gel method and analysis on rice such as, the test of moisture content, the percentage of grain heads, broken grains, groats, grains of yellow grain, and whitewash grains. It is estimated that FTIR test contain cluster of siloxane (1086 and 1062 cm-1). The moisture content in rice after application B-SMART for 3 weeks is 21,8%, grains head 77%, broken grains 9,8%, and whitewash grains 10,8%. Keywords: poor rice, mahogany seed, ultrasonic wave, rice husk pada beras. Teknik penyimpanan hermetik menggunakan CO2 dan Cocoon, PENDAHULUAN yangdilakukan dengan mengemas komoditas dengan plastik Cocoon, kemudian Indonesia merupakan negara dengan diinjeksikan dengan gas CO2 pada jumlah penduduk terbanyak ke-4 di konsentrasi minimal 80% selama jangka dunia.Menurut Badan Pusat Statistik pada waktu tertentu. Tidak berbeda jauh dengan sensus penduduk tahun 2010, jumlah teknik hermetik, metode fumigasi masyarakat Indonesia mencapai 237.641.326 merupakan cara pengendalian hama dengan jiwa. Pada bulan Maret 2016, tercatat bahwa memasukkan gas fumigant ke dalam sebuah sebanyak 28,01 juta jiwa atau sekitar 10,86 ruang tertutup dengan konsentrasi dan persen dari jumlah penduduk di Indonesia jangka waktu tertentu untuk membasmi tergolong masyarakat miskin. Untuk hama yang terdapat pada beras miskin memenuhi kebutuhan pangan masyarakat (Anonim, 2012). Namun, pengendalian miskin, pada bulan Juli 2014 pemerintah hama kutu beras dengan metode-metode Indonesia menyediakan 192.531.765 ton sebelumnya tidak cukup memperlihatkan beras khusus untuk masyarakat yang hasil positif, dimana masih ditemukan kurang mampu atau yang sering disebut banyak kutu beras yang dapat menurunkan dengan beras miskin (raskin) (Anonim, kualitas beras. 2014). Namun, pada kenyataannya kualitas Oleh karena itu, diperlukan solusi beras miskin yang diberikan kepada baru yang lebih sederhana dan praktis, masyarakat kurang mampu tidak sebaik sehingga dapat dilakukan tindakan yang diharapkan. Menurut Menteri Sosial, pencegahan atau pengendalian hama kutu pada tahun 2015 tidak kurang dari 400.000 beras pada skala rumah tangga sekalipun. ton beras miskin yang tersebar di gudangKami menawarkan solusi berupa “Bgudang Bulog di seluruh Indonesia SMART (Bio Silica Bag with Mahoni memiliki kondisi yang tidak layak Extract) Menggunakan Metode Chemical konsumsi, sehingga harus ditarik dan Ultrasound sebagai Upaya Peningkatan dimusnahkan. Seperti yang terjadi pada Kualitas Beras Raskin”.Produk ini daerah Tegal, Jawa Tengah pada Juli 2016, memanfaatkan biji mahoni dengan dimana masih ditemukan kutu pada 210 kg ketersediaan melimpah yang diekstrak beras yang akan didistribusikan kepada dengan menggunakan pelarut etanol dan masyarakat kurang mampu. Munculnya menggunakan gelombang ultrasonik untuk kutu pada beras tersebut dapat disebabkan memaksimalkan hasil ekstraknya. oleh tempat penyimpanan beras yang Ekstrakbiji mahoni dikombinasikan dalam lembab dan beras tersebut ditumpuk dalam pembuatan bio silica berbahan sekam padi waktu yang cukup lama. sebagai pengusir hama kutu beras Munculnya kutu pada beras miskin karenamampu menyerap kandungan air bukanlah permasalahan yang baru terjadi sehingga dapat mengurangi tingkat akhir-akhir ini.Kutu atauhama merupakan kelembapan beras.Kandungan utama biji penyebab dalam penurunan kualitas beras mahoni adalah saponin dan flavonoid.Biji miskin. Langkah yang sebelumnya mahoni juga mengandung senyawa dilakukan untuk mencegah munculnya kutu Limnoid yang bersifat antijamur dan pada beras adalah dengan dilakukan teknik antibakteri (Alrdahe et al., 2010).Bio silica penyimpanan hermetik dan fumigasi sekam padi yang dikombinasikan dengan apabila telah terjadi serangan hama kutu ekstrak biji mahoni dikemas dalam
144
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
bag(kantung) dan dikenal dengan sebutan bio silica bag yang dapat digunakan padakarung beras selama proses penyimpanan beras miskin sehingga dapat meningkatkan kualitas beras miskin di Indonesia. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini meliputi: 1. Bagaimana berat ekstrak biji mahoni terbaik yang digunakan dalam pembuatan bio silica untuk meningkatkan kualitas beras raskin? 2. Bagaimana berat sekam paditerbaik pada pembuatan bio silica yang digunakan untuk meningkatkan kualitas beras raskin? Tujuan Tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini meliputi: 1. Mengetahui berat ekstrak biji mahoni terbaik yang digunakan dalam pembuatan bio silica untuk meningkatkan kualitas beras raskin. 2. Mengetahui berat sekam paditerbaik pada pembuatan bio silica yang digunakan untuk meningkatkan kualitas beras raskin. Luaran yang Diharapkan Luaran yang diharapkan pada kegiatan ini adalah: 1. Dapat memproduksi bio cilica bag sekam padi yang dikombinasikan dengan ekstrak biji mahoni yang dapat dinikmati oleh mayarakat untuk meningkatkan kualitas beras miskin di Indonesia. 2. Mendapatkan potensi peluang hak paten dari B-SMART. 3. Mendapatkan peluang publikasi artikel ilmiah atas inovasi berupa BSMART yang belum pernah dikembangkan sebelumnya. Manfaat Program 1. Bagi Akademisi dan Mahasiswa Menjadikan media penerapan dan pengembangan teknologi di dalam mengatasi munculnya kutu pada beras dengan menggunakan ekstrak biji mahoni yang tersedia melimpah dan terbarukan, sehingga didapatkan teknologi ramah
lingkungan dengan harga yang terjangkau.Selain itu, sebagai bentuk pengabdian insan akademisi sebagai wujud penerapan Tri Dharma Perguruan Tinggi. 2. Bagi Masyarakat Memberikan informasi dan wawasan mengenai inovasi baru di dalam pengembangan teknologi untuk memperpanjang umur simpan beras miskin menggunakan bahan alami biji mahoni dan sekam padi dalam pembuatan bio silica bag. 3. Bagi Pemerintah Sebagai salah satu solusi alternatif bagi pemerintah dalam meningkatkan kualitas beras miskin untuk masyarakat kurang mampu di Indonesia, sehingga masyarakat dapat mendapatkan subsidi beras yang layak konsumsi, yakni beras miskin yang berkualitas baik. BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi oven, pengaduk, kertas saring, aluminium foil, furnace, flocumeter, labu erlenmeyer, corong, gelas beker, gelas ukur, sonikator, plastic PE 0,08, loyang, pipet,pH meter, dan timbangan digital, sedangkan bahan yang digunakan meliputi biji mahoni dan sekam padi sebagai bahan utama, etanol 96%, aquades, KOH dan HCL 10%. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya dan Laboratorium Operasi Teknik Kimia Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. Penelitian akan dilaksanakan selama 4 bulan dari bulan Februari hingga Mei 2017. Rancangan Penelitian Pada penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang tersuusun dari dua faktor yaitu berat ekstrak biji mahoni dalam pembuatan bio silica (faktor A) dan berat sekam padi dalam pembuatan bio silica (Faktor B).Pada masingmasing faktor terdapat tiga level. Pada faktor A terdiri dari 5 ml, 10 ml, 15 ml dan faktor B terdiri dari 30 gram, 40 gram, 50
145
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
gram. Berikut merupakan tabel rancangan penelitian : Tabel 3.1 Tabel Rancangan Penelitian A B B1 B2 B3
A1
A2
A3
A1B1 A1B2 A1B3
A2B1 A2B2 A2B3
A3B1 A3B2 A3B3
Kondisi Beras Miskin ` Keadaan beras miskin di lapang menurut Sutartotahun 2013sehingga dapat menurunkan kualitas beras yang disimpan di bulog. Selain itu, pemerintah juga kurang memfasilitasi gudang bulog, karena biaya yang dikeluarkan untuk gudang kedap udara sangatlah mahal (Purwanto, 2013). Padahal ruang yang digunakan untuk penyimpanan beras tidak boleh lembab. Hal ini menyebabkan beras menjadi rusak. Akibatnya beras dalam keadaan rusak dan berkutu tersebut menjadi butiran-butiran bukan menjadi beras utuh lagi bahkan menyebabkan bau apek pada beras. Kutu Beras (Sitophilus oryzae L) Sitophilus oryzae L merupakan hama utama yang dapat menyerang suatu bahan tanpa ada pertolongan hama lain. Gejala serangan pada butir-butir komoditas menjadi berlubang-lubang.Biasanya kerap kali ditemukan pada beras. Serangan S. oryzae pada beras utuh akan rusak dan hancur menjadi menir dan menir ini disukai oleh serangga T. Castaneum, yang diakibatkan oleh hama S. oryzae pada keadaan tertentu sehingga kualitas beras menurun. Biji-bijian hancur dan berdebu, dalam waktu yang cukup singkat serangan hama dapat mengakibatkan perkembangan jamur, sehingga produk beras rusak total, bau apek yang tidak enak dan tidak dapat dikonsumsi (Surachman dan Suryanto, 2007). Ekstraksi Menggunakan Gelombang Ultrasonik Ekstraksi adalah salah satu metode untuk memisahkan suatu komponen solute (cair) dari campurannya menggunakan sejumlah massa solven sebagai tenaga pemisahannya. Banyak inovasi teknologi
yang telah dilakukan di dunia pangan dan pertanian, salah satunya pada proses ekstraksi menggunakan gelombang ultrasonik untuk memperoleh hasil yang tinggi dengan waktu yang relatif singkat (Ylanen, 2012).Penggunaan ultrasonik pada proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik dapat lebih cepat, getaran ultrasonik dapat memecahkan dinding sel sehingga kandungan didalamnya dapat keluar dengan cepat (Sari dkk, 2012). Bio Silica Bag Bio silica adalah silika yang terbuat dari bahan-bahan alami yang tidak menggunakan bahan kimiawi sedikitpun namun kegunaannya sama dengan silica pada umumnya. Silica memiliki fungsi sebagai mencegah terbentuknya kelembapan yang berlebihan, menyerap lembap tanpa merubah kondisi zatnya, dan absorbsi fungi, bau-bauan, serta ion lainnya untuk menjaga kualitas produk (Ylanen, 2012).Bio silica bag merupakan kantung bio silica sekam padi yang dikombinasikan dengan ekstrak biji mahoni.Bio silica bag digunakan dengan cara dimasukannya bio silica bag ke dalam karung beras untuk menjaga kelembapan lingkungan yang ada di dalam karung beras tersebut. Hal tersebut akan berdampak pada rusaknya beras akibat serangga dan tingginya kadar air. Biji Mahoni Biji mahoni diperoleh dari buah mahoni yang telah masak, ditandai dengan warna buah cokelat tua.Kandungan utama biji mahoni adalah saponin dan flavonoid.Saponin mempunyai efek sebagai antimikroba terhadap bakteri, dan jamur (Roth, 2002).Selain itu, saponin merupakan senyawa metabolit sekunder yang mempunyai potensi bioaktif sehingga berpotensi sebagai obat dan sebagai antijamur.Mekanisme kerja aktivitas antijamur dari saponin, yaitu berinteraksi dengan membran sterol jamur dan kemampuannya untuk merusak keutuhan membran jamur.Senyawa flavonoid berperan sebagai senyawa antioksidan dan penghambat aktivitas bakteri.Beberapa flavonoid juga dapat merusak membran sel yang merupakan pusat terjadinya beberapa reaksi enzimatis sehingga dapat menuju 146
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
pada kematian sel (Hartati, 2010).Hal ini sesuai dengan penelitian Hartati (2013), ekstrak biji mahoni dapat bersifat sebagai antibakteri.Menurut penelitian Yudhawan (2014), ekstrak etanolik biji mahoni berwarna cokelat sampai kemerahan, konsistensi cukup padat, beraroma khas mirip aroma kacang, berasa pahit, dan tidak lengket di tangan. Sekam Padi Sekam padi merupakan lapisan terluar dari padi yang merupakan produk samping yang melimpah dari hasil penggilingan padi yang biasanya digunakan sebagai bahan bakar.Kandungan sekam padi biasanya sekitar 20% dari berat padi kering (Kamath dan Proctor, 1998). Sekam padi mengandung silika (SiO2) yang relatif tinggi, yaitu 87%-97% sehingga dapat digunakan sebagai sumber silika dalam sintesis silika gel (Solikha, 2010). Analisis kualitas bio silica dilakukan dengan uji FTIR.Analisa kuaitas beras menggunakan metode pengamatan penentuan butir kepala, butir patah, buitr menir, butir kuning, dan butir mengapur. Selain itu, juga dilakukan analisa kadar air pada beras. Respon yang diambil pada penelitian ini adalah perubahan persentase kadar air, butir kepala, butir patah butir menir, butir kuning, dan butir mengapur. Proses Ektraksi Gelombang Ultrasonik pada Biji Mahoni Biji mahoni yang akan digunakan pada penelitian terlebih dahulu dicuci dengan menggunakan air bersih untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada biji. Setelah itu, biji mahoni dipotong kecil-kecil dan dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 55oC selama seminggu.Kemudian, biji mahoni dihaluskan menggunakan blender sampai diperoleh serbuk biji mahoni.Serbuk biji mahoni ditimbang sesuai dengan variasi berat yaitu 5 gram, 10 gram, 15 gram. Serbuk biji mahoni dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan dengan pelarut etanol 96% dengan perbandingan 1:10. Selanjutnya, ditutup dengan alumunium foil dan diekstraksi dengan menggunakan ultrasonik selama 10 menit pada suhu 55oC. Larutan hasil ultrasonikasi,
disaring menggunakan kertas saring dan filtrat yang diperoleh dikeringkan pada oven dengan suhu 50oC selama 96 jam. Ekstrak biji mahoni yang diperoleh, disimpan pada lemari pendingin dengan suhu untuk perlakuan lebih lanjut (Sari, 2012). Ekstraksi Silika Sekam Padi Tahap awal, sekam padi dibersihkan dari kotoran dengan air mengalir. Selanjutnya, sekam padi ditiriskan untuk mengurangi kadar air lalu sekam padi dikeringkan pada temperatur 100oC selama 2 jam dalam cabinet drying. Sekam padi kering selanjutnya diarangkan pada 300 oC selama 0,5 jam, kemudian diabukan menggunakan furnace pada suhu 700 oC selama 6 jam. Abu sekam padi diayak dan ditimbang lalu ditambahkan HCl dengan perbandingan 1:6, kemudian campuran diekstraksi dengan pengadukan 550 rpm selama 2 jam. Campuran disaring, endapan yang diperoleh kemudian dicuci dengan akuades sampai pH netral. Endapan dikeringkan selama 1 jam pada suhu 80 oC, lalu ditimbang silika sekam padi. Pembuatan Bio Silica Sekam Padi dengan Penambahan Ekstrak Biji Mahoni Silica sekam padi yang dihasilkan ditimbang sesuai dengan variasi faktor B. Lalu ditambahkan KOH 5% sebanyak 60 ml, kemudian dididihkan selama 1 jam dengan suhu 95oC dan pengadukan 10 rpm. Selanjutnya larutan disaring, filtrat yang diperoleh merupakan larutan kalium silikat. Larutan tersebut ditambahkan HCl 1 M hingga pH netral serta ditambahkan ekstrak biji mahoni sesuai variasi faktor A. Selanjutnya, larutan didiamkan selama 18 jam sehingga terbentuk gel. Gel yang terbentuk dicuci dengan aquades. Kemudian dikeringkan pada suhu 80 oC selama 12 jam sehingga diperoleh bio silica xerogel. Bio silica yang diperoleh disimpan untuk analisis dan pembuatan bio silica bag (Pratomo, 2013). Pembuatan Bio Silica Bag Pembuatan bio silica bag dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama adalah pembuatan kantung yang berbahan plastik PE 0,08 dengan ukuran 5 cm x 5 cm. Tahap
147
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
kedua adalah pengisian bio silica dengan berat 10 gram. Kantung yang berisi ekstrak biji mahoni dan biosilicas ekam padi diujikan pada beras miskin. Pengamatan pada Beras Raskin Kantung bio silica akan diujikan pada beras miskin dengan meletakkannya pada bagian tengah kantung beras miskin di bulog.Beras yang digunakan dalam pengujian adalah beras miskin yang masih berada dalam kantung beras dengan umur simpan lebih dari satu bulan.Pengujian dilakukan selama 3 minggu untuk mengetahui pengaruh pemberian bio silica bag pada kualitas beras miskin. Analisa Perlakuan Analisis pertama dilakukan pada bio silica sekam padi untuk mengetahui kualitasnya dengan menggunakan uji FTIR.Analisa kedua dilakukan pada bio silica bag untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kualitas beras miskin. Analisa dilakukan dengan metode perhitungan pada masing-masing sampel terkait persentase butir kepala, butir patah, butir menir, butir kuning, dan butir mengapur dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: berat X Presentase X = × 100% berat sampel
Analisa kadar air dilakukan dengan menggunakan alat grain moisture tester yang akan dibandingkan nilai kadar air pada masing-masing sampel dengan kadar air pada beras kontrol. Perhitungan kadar air pada sampel dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut: Kadar Air = Berat silika sebelum pemijaran –setelah pemijaran x 100% Berat silika gel mula-mula HASIL DAN PEMBAHASAN Bio silica bag berbahan utama silica gel sekam padi ini yang dikombinasikan dengan ekstrak biji mahoni yang diproses menggunakan gelombang ultrasonik serta dikemas pada kemasan PE 0,08 diperkirakan mampu untuk mejadi solusi terhadp tinggi nya tingkat kerusakan beras akibat kondisi penyimpanan yang lembab yang menyebabkan pertumbuhan jamur
dan bakteri juga meningkat. 97% kandungan silika pada sekam padi berpotensi untuk dijadikan silica gel yang dapat mngurangi kadar air pada tempat penyimpanan beras. ekstraksi silika dari abu sekam padi dilakukan dengan mencampurkan abu sekam padi dengan larutan HCl 1 M. Ekstraksi silikat pada abu sekam padi dengan HCl dapat meningkatkan kadar silika dari sebelumnya sebanyak 94.9% menjadi sejumlah 97.5%, karena kadar pengotor pada abu sekam padi turun akibat larutnya pengotor dalam HCl sesuai dengan persamaan reaksi: K2O(s) + 2 HCl(aq) 2 KCl(aq) + H2O(l) (1) Fe2O3 + 6 HCl(aq) 2 FeCl3(aq) + 3 H2O(l) (2) CaO(s) + 2 HCl(aq) CaCl2(aq) + H2O(l) (3) Reaksi di atas menunjukkan bahwa zat pengotor oksida pada abu sekam padi berupa unsur K, Fe, dan Ca dapat dihilangkan dengan menggunakan HCl. Silika dilarutkan ke dalam KOH 1M untuk memperoleh larutan K2SiO3 dengan persamaan (4). SiO2(s) + 2 KOH(aq) K2SiO3(aq) + H2O(l) (T=) (4) Penambahan HCl hingga pH 7 pada larutan kalium silikat terjadi pembentukan H2SiO3 sesuai persamaan reaksi (5), diikuti reaksi pembentukkan sol asam Si(OH)4 menurut persamaan reaksi (6). K2SiO3(aq) + 2 HCl(aq) H2SiO3(aq) + 2 KCl(aq) (5) H2SiO3(aq) + H2O(l) Si(OH)4(aq) (6) Pada saat penambahan HCl 1M pada K2SiO3 terjadi penurunan pH sehingga konsentrasi H+ dalam K2SiO3 semakin meningkat. Hal ini menyebabkan silikat berubah menjadi asam silikat yang menyebabkan sebagian gugus siloksan (SiO-) membentuk gugus silanol (Si-OH). Si(OH)4 terpolimerisasi dengan membentuk ikatan silang ≡Si-O-Si≡ sampai terbentuk gel silika sesuai persamaan reaksi (8) melalui proses kondensasi sesuai persamaan reaksi (7). ≡Si − O- + H+ ≡ Si − OH (7) ≡Si − OH + ≡Si −O ≡ Si − O − Si≡ + OH- (8) Sedangkan penambahan ekstrak biji mahoni berfungsi sebagai anti bakteri, anti 148
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
jamur dan antifeedant karena senyawa bioaktif yang terkandung didalamnya. Menurut Moghadamtousi et al. (2013) kandungan utama dari biji mahoni adalah limonoid, kumarin, asam pati ester dan steroid dimana salah satu golongan limonoid dalah triterpenoid yang bersifat sebagai repellence yang memiliki bau menyengat dan mengakibatkan serangga seperti kutu beras tidak mau makan. Selain itu biji mahoni juga mengandung alkaloid, terpenoid, dan fenolik yang berfungsi sebagai anti bakteri. Tingkat kematian serangga yang dapat dijadikan ukuran efektivitas dari pencampuran ekstrak serbuk biji mahoni adalah sebesar 80%-90% (Diaz, 2011). Dari hasil penelitian ini nantinya akan di cari kombinasi terbaik antara silica sekam padi dan ekstrak biji mahoni pada pembuatan bio silica bag untuk meningkatkan kualitas beras miskin. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktor yaitu volume ekstrak biji mahoni (A) dan berat silika sekam padi (B). Faktor A terdiri dari 5 ml, 10 ml, 15 ml dan faktor B terdiri dari 30 gram, 40 gram, 50 gram. Analisa dilakukan pada perlakuan terbaik menggunakan metode FTIR silica gel dan analisa pada beras antara lain uji kadar air, persentase butir kepala, butir patah, butir menir, butir kuning, dan butir mengapur. Diperkirakan hasil uji FTIR terdapat gugus siloksan (1086 dan 1062 cm-1). Kadar air pada beras setelah adanya aplikasi BSMART selama 3 minggu adalah 21,8%, butir kepala 77%, butir patah 57,4%, butir kuning 9,8%, dan butir mengapur 10,8%. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut. Sekam padi mengandung senyawa silica dimana 97% kandungan silika pada sekam padi berpotensi untuk dijadikan silica gel yang dapat mengurangi kadar air pada tempat penyimpanan beras. Selain itu, penambahan ekstrak bii mahoni pada pembuatan silica gel turut menambah efektivitas kerja dari BSMART dimana tingkat kematian serangga menjadi meningkat hingga 80-90%. Senyawa
triterpenoid yang terkandung di dalamnya bekerja optimal sebagai antifeedant dan senyawa bioaktif lainnya seperti fenolik dan alkaloid yang berperan sebagai anti fungi dan anti bakteri. Analisa dilakukan pada perlakuan terbaik menggunakan metode FTIR silica gel dan analisa pada beras antara lain uji kadar air, persentase butir kepala, butir patah, butir menir, butir kuning, dan butir mengapur. Diperkirakan hasil uji FTIR terdapat gugus siloksan (1086 dan 1062 cm1). Kadar air pada beras setelah adanya aplikasi B-SMART selama 3 minggu adalah 21,8%, butir kepala 77%, butir patah 57,4%, butir kuning 9,8%, dan butir mengapur 10,8% UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Allah SWT. karena atas rahmatnya kita bisa melakukan penelitian ini. Kepada orang tua, dosen pembimbing, dan wakil dekan III FTP yang selalu menyemangati untuk berproses dalam penelitian ini. Tak lupa juga terima kasih kepada laboran Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan, dan Teknologi dan Rekayasa Pengolahan Pangan, serta temanteman yang turut membantu dalam tercapainya penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Anonim.2012a. Penduduk Indonesia menurut Provinsi 1971, 1980, 1990, 2000, 2010.https://www.bps.go.id/linkTab elStatis/view/id/1267 Anonim.2012b. Perawatan dan Pengendalian Hama.Online.http://www.bulog.co.id /phgt.php Anonim. 2014. Data Statistik. Online.http://www.bulog.co.id/data _statistik_raskin.php Anonim. 2016. Persentasi Penduduk Miskin Maret 2016 Mencapai 10,86 Persen. https://www.bps.go.id/index.php/b rs/1229 Alrdahe, S.S., Abdulla, M.A., Razak, S.A., Kadir, F.A. and Hassandarvish, P. 2010. Gastroprotective Activity of Swietenia mahagoni Seed Extract on EthanolInduced Gastric Mucosal Injury in Rats. World Academyca of Science, Engineering and Technology, 67.
149
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Diaz G, 2011. Efektivitas Insektisida Nabati Ekstrak Daun mimba (Azadiracta indica) terhadap Ngengat Spodoptera litura F. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. Hartati, S., Kristijanto. A. I., dan Nugroho F. E. T. 2010. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Flavonoid Biji Mahoni (Sweitenia mahagoni Jacq.). prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains Universitas Kristen Satya Wacana. Yogyakarta Hartati, Salleh, L. M., Aziz, A. A., Yunos, M. A. C. .2013. Pengaruh Jenis Pelarut Ekstraksi Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq) terhadap Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri.Jurnal Kajian, Penelitian, dan Pengajaran. Jurnal Bionature. 14(1):11-15. Kamath, S.R. dan Proctor, A. 1998.Silica Gel from Rice Hull Ash: Preparation and Characterization. CerealChemistry, 75:484–487 Moghadamtousi SZ, Goh BH, Chan CK, Shabab T, Kadir HA. 2013. Biological activities and phytochemicals of Swietenia macrophylla King. [Riview]. Molecules. 18:10465-10483. doi:10.3390/molecules18091046. Pratomo, I., Wardhani, S., dan Purwonugroho, D. 2013.Pengaruh Teknik Ekstraksi dan Konsentrasi HCl Dalam Ekstraksi Silika dari Sekam Padi unuk Sintesis Silika Xerogel.Kimia Student Journal.2(1):358-364. Purwanto, D. 2013. Beras Berkutu, Ini Tanggapan Bos Bulog. http://bisniskeuangan.kompas.com/ read/2013/01/03/12422091/Beras.Be rkutu..Ini.Tanggapan.Bos.Bulog.Diaks es pada 12 November 2016 pukul 04.59. Roth, I dan Lindorf, H. 2002.South American Medicinal Plants: Botany, Remedial Properties and General Use. New York: Springer Sari, D. K., Wardhani, D. H., dan Prasetyaningrum. 2012. Pengujian Kandungan Total Fenol Kappahycus alvarezzi dengan Metode Ekstraksi Ultrasonik dengan Variasi Suhu dan Waktu. Prosiding SNST ke-3. Fakultas
Teknik, Universitas Diponegoro Semarang Solikha, I., Fryatmoko W. K., Utami, E. D. S., Listiyanti, dan Dewi. 2010. Sintesis dan Karakterisasi Silika Gel dari Limbah Abu Sekam Padi (Oryza sativa) dengan Variasi Konsentrasi Pengasaman. Skripsi Fakultas MIPA. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta Surachman, E. dan Suryanto, W. A. 2007. Hama Tanaman. Yogyakarta: Kanisius. Wogo, H. E. Segu, J. O., dan Ola, P. D. 2011. Sintesis Silika Gel Terimobilisasi Dithizon Melalui Proses Sol-Gel.Sains dan Terapan Kimia. 5(1):84-95. Ylanen, H. O. 2012. Bioactive Glasses. Cambridge: Woodhead Publishing Yudhawan, I. 2014. Kajian Pendahuluan Identitas Simpisia Dan Parameter Standar Mutu Ekstrak Etanolik Biji Mahoni Yang Berasal Dari Kabupaten Ponorogo. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
150
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
GGS (Gnetum Gnemon Skin) POTENSI CAMPURAN DAUN TEH DAN KULIT MELINJO SEBAGAI ANTI ASAM URAT GGS (Gnetum Gnemon Skin) The Potentiality Of Gnetum Gnemon Skin And Tea Leaves Mixture As Anti Gout Debby Debora F. Pakpahan1, Fanny H. Sitio2, Novine Lana D. Sinurat3, Fairuzita Kurnia Sunday4, Mira Dwi Pangesti5 1,2,3,4,5
Program Studi Teknik Lingkungan, Universitas Brawijaya, Malang Email:
[email protected],
ABSTRAK Penyakit asam urat adalah penyakit yang patut diwaspadai oleh masyarakat Indonesia. Menurut Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, penyakit ini memiliki prevalensi tertinggi yakni 24,7%. Persisnya nomor dua setelah hipertensi. Angka penderita penyakit asam urat di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya. Menurut survei WHO, Indonesia merupakan negara terbesar ke 4 di dunia yang penduduknya menderita asam urat, dimana 35% penderitanya berusia di bawah 34 tahun. Pengobatan yang selama ini digunakan adalah allupurinol. Namun, obat tersebut memberikan efek samping berupa reaksi kulit dan gangguan saluran pencernaan. Indonesia memiliki hasil perkebunan yang melimpah, salah satunya adalah melinjo dengan jumlah produksi sebesar 197.647 ton pada tahun 2014. Pemanfaatan melinjo di Indonesia masih menyisakan limbah kulit melinjo di lingkungan. Di sisi lain, kulit melinjo mengandung asam askorbat, tokoferol, poliferol, dan anti oksidan yang berpotensi sebagai inhibitor xantin oksidase dalam proses pembentukan asam urat. Selain itu Indonesia juga memiliki perkebunan teh yang luas dimana teh kaya akan polifenol khususnya flavonoid serta antioksidan yang dinilai mampu menyembuhkan asam urat. Karya tulis ini membahas potensi pencampuran daun teh dan kulit melinjo sebagai anti asam urat. Penelitian diawali dengan studi literatur dan studi eksperimental untuk mengetahui peningkatan daya inhibisi xantin oksidase, jenis teh yang paling optimal, dan konsentrasi terbaik pencampuran keduanya. Metode yang digunakan adalah metode maserasi terhadap simplisa bahan yaitu teh dan kulit melinjo. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi alternatif yang dapat dikembangkan dalam upaya pengobatan asam urat dan dapat membantu mengurangi limbah melinjo di lingkungan. Kata kunci: Asam urat, kulit melinjo, teh ABSTRACT Uric acid disease is a disease that should be wary of the people of Indonesia. According to the Basic Health Research Results (Riskesdas) in 2013, this disease has the highest prevalence of 24.7%. Exactly number two after hypertension. The number of people with uric acid disease in Indonesia is increasing every year. According to a WHO survey, Indonesia is the 4th largest country in the world with uric acid, of which 35% are under 34. The treatment that has been used is allupurinol. However, the drug provides side effects such as skin reactions and digestive tract disorders. Indonesia has abundant plantation products, one of which is melinjo with total production of 197,647 tons in 2014. Utilization of melinjo in Indonesia still leaves leather melinjo waste in the environment. On the other hand, the skin of melinjo contains ascorbic acid, tocopherol, poliferol, and antioxidants that are potential as xanthine oxidase inhibitors in the process of uric acid formation. In addition, Indonesia also has a vast tea plantation where tea is rich in polyphenols, especially flavonoids and antioxidants that are considered capable of curing uric acid. This paper discusses the potential mixing of tea leaves and skin of melinjo as anti uric acid. The study begins with literature studies and experimental studies to determine the increase in inhibition of xanthine oxidase, the most optimal type of tea, and the best concentration of mixing the
151
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 two. The method used is maseration method to simplisa materials that is tea and skin melinjo. This research is expected to be an alternative that can be developed in uric acid treatment efforts and can help reduce melinjo waste in the environment. Keywords: Uric acid, melinjo skin, tea PENDAHULUAN Rematik pirai (Gout Arthritis) atau yang lebih dikenal dengan sebutan asam urat merupakan sebuah penyakit yang diakibatkan oleh gangguan metabolik sebagai hasil dari penumpukan asam urat (uric acid) di dalam jaringan tubuh yang kemudian dibuang melalui urin. Timbunan kristal asam urat ini berada di dalam persendian (Wijayakusuma, 2006). Berdasarkan survei yang dilakukan oleh WHO, Indonesia merupakan negara terbesar ke-4 di dunia yang penduduknya menderita asam urat. Angka ini menunjukkan bahwa Indonesia membutuhkan penyelesaian mengenai masalah ini dengan lebih cepat dan intensif. Asam urat yang tidak dirawat dengan baik dapat menyebabkan timbunan timbunan kristal asam urat yang menyebar di dalam jaringan lunak, tulang rawan, selaput diantara tulang dan rendo. Timbunantimbunan kristal atau endapan asam urat ini akan menyebabkan persendian sulit untuk digerakkan (Wijayakusuma, 2006). Pengobatan yang umumnya digunakan dalam terapi asam urat adalah dengan menggunakan obat allopurinol. Terapi dengan menggunakan obat ini merupakan jalur utama bagi penyakit gout. Namun, sayangnya obat ini memberikan efek samping bagi penggunanya. Efek samping yang sering ialah reaksi kulit dan kadang-kadang juga terjadi gangguan saluran pencernaan. Reaksi alergi yang diakibatkan oleh obat ini berupa demam, mengigil, leukopenia atau leukositosi, eosinophilia, arthralgia, dan pruritus juga pernah dilaporkan pernah terjadi (Eff, 2016). Melihat efek samping yang beragam akibat penggunaan obat ini, maka dari itu dibutuhkan alternatif pengobatan yang aman untuk dikonsumsi. Menurut (Wulandari, 2013), kulit melinjo merupakan salah satu alternatif pengobatan bagi penderita asam urat. Hal ini disebabkan oleh kulit melinjo
mengandung asam askorbat, tokoferol, dan polifenol, serta antioksidan yang berpotensi sebagai inhibitor xantin oksidase. Xantin oksidase merupakan senyawa yang memiliki peranan penting dalam proses pembentukan asam urat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kulit melinjo memiliki daya inhibisi yang setara dengan allopurinol. Berdasarkan Shinta (2016), melinjo merupakan salah satu jenis tanaman yang berasal dari Asia Pasifik dan Asia Barat. Hampir 30 spesies tanaman melinjo yang memiliki genus Gnetum (Gnetaceae Family) telah dilaporkan terdistribusi pada daerah tropis seperti Malaysia, Indonesia, Thailand dan India. Di Indonesia, tumbuhan ini tersebar di Pulau Jawa dan Sumatera. Tanaman ini dapat tumbuh mencapai 100 tahun lebih dengan hasil panen hingga 80-100 kg. Melinjo merupakan tanaman yang familiar bagi masyarakat Indonesia. Biji melinjo acap kali diolah menjadi bahan pangan seperti emping melinjo dan kemudian menyisakan kulitnya sebagai limbah. Dengan pengolahan yang benar, limbah ini akan diubah menjadi sesuatu yang bermanfaat juga bagi masyarakat. Selain itu, pemanfaatan limbah ini juga akan meningkatkan sektor pertanian. Teh sebagai salah satu hasil pertanian masyarakat Indonesia merupakan tanaman yang sangat berkhasiat. Teh kaya akan sumber polifenol terkhusus flavonoid. Selain itu, teh kaya dengan antioksidan. Sifat antioksidan yang dimiliki oleh teh akan mencegah radikal bebas dan menginhibisi stress oksidatif dan inflamasi. Dengan kandungan flavonoid yang dinilai mampu menginhibisi xantin oksidase. Selain mengandung flavonoid, pencampuran daun teh dengan kulit melinjo juga sebagai variasi rasa dari teh. Dengan begitu pencampuran daun teh dan kulit melinjo akan menghasilkan obat yang mampu menginhibisi xantin oksidase yang kaya dengan antioksidan.
152
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Asam Urat Asam urat adalah asam berbentuk kristal, yang berupa hasil akhir dari metabolisme purin (bentuk turunan nukleoprotein), yaitu salah satu komponen asam nukleat yang terdapat di inti sel tubuh. Berdasarkan jenisnya, rematik dibedakan menjadi dua, yaitu rematik sendi dan rematik nonsendi dimana asam urat termasuk salah satu jenis rematik nonsendi. Dalam istilah medis asam urat disebut reumatik gout (Soeryoko, 2011). Penyakit ini merupakan gangguan metabolik karena asam urat menumpuk dalam jaringan tubuh dan kemudian dibuang melalui urin. Berdasarkan survey WHO, Indonesia merupakan Negara terbesar ke 4 di dunia yang penduduknya menderita asam urat dan berdasarkan Buletin Natural, di Indonesia penyakit asam urat 35% terjadi pada pria di bawah usia 34 tahun. Berdasarkan hasil penelitian, karakteristik penderita asam urat sebagian besar berada pada umur 20-44 tahun (46,15%), berjenis kelamin perempuan (61,54%), berpendidikan rendah/dasar (61,54%), pengetahuan kurang (53,84%), dan pendapatan rendah < Rp 920.000,00 (53,84%). Selain itu, mayoritas penderita asam urat berstatus gizi gemuk (66,67%). Kejadian gout di Indonesia terus meningkat dan bertambah tiap tahunnya. Tahun 2012 sebesar 24,3% pada laki-laki dan 11,7% pada perempuan yang menderita gout. Hal ini disebabkan banyaknya jenis makanan yang mengandung purin tinggi dan sebagian besar ditemukan di Indonesia, seperti otak kambing, hati, daging bebek, ikan sarden, seafood, daging merah, bayam, kangkung, daun dan biji melinjo, jeroan, tape, dan lain sebagainya. Makanan yang dengan purin tinggi, akan mengaktivasi enzim xantin oksidase 20 kali lipat dari keadaan normal (Pribadi dan Ernawati, 2010) Setiap manusia memiliki asam urat. Kadar purin normal berkisar antara 5001.000 mg per hari dengan rata-rata ekskresi asam urat urin sebesar 620,5 mg per hari (Misnadiarly, 2007). Sedangkan, kadar asam urat normal pada laki-laki 3,4 – 7,0 mg/dL dan pada wanita 2,4 – 6,0 mg/dL. Berdasarkan penelitian, 90% dari asam urat
adalah hasil katabolisme purin yang dibantu oleh enzim guanase dan xantin oksidase (Shamley, 2005). Jadi, xantin oksidase mengkatalis reaksi hipoxantin dan xantin menjadi asam urat (Pacher et al., 2006). Kadar asam urat tinggi mengendap sebagai kristal berbentuk jarum di sendi. Kristal yang dianggap benda asing oleh tubuh menyebabkan terjadinya pelepasan Immunoglobulin G oleh sistem imun yang memicu produksi sel darah putih dan pengambilan kristal inilah yang menyebabkan pembengkakan sendi dan rasa sakit (Sustrani dkk, 2005). Penyakit asam urat memiliki 4 tahapan, yaitu asimptomatik (kadar asam urat meningkat yang tidak menimbulkan gejala), akut (serangan pertama mendadak dan memuncak disertai nyeri hebat), interkritikal (masa bebas dari gejala sakit diantara dua serangan gout), dan kronis (nyeri sendi yang berlangsung terusmenerus dan terdapat timbunan kristal asam urat) (Achmad, 2008). Setiap penyakit mempunyai sebab, termasuk asam urat. Asam urat dapat disebabkan oleh penyakit darah, sumsum tulang, polisitema, konsumsi obat, alkohol, obesitas, dan diabetes mellitus. Asam urat juga dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor dari dalam tubuh (genetik, suku bangsa, menurunnya fungsi ginjal, obesitas, penyakit tertentu) dan faktor dari luar tubuh (obat-obatan, makanan, minuman) (Soeryoko, 2011). Kadar asam urat tinggi pada penderita hiperurisemia dapat menyebabkan kerusakan pada membran sel (hepar dan ginjal) akibat reaksi berantai peroksidase lipid dan dapat berkembang menjadi asam urat berat yang menimbulkan penyakit lanjutan atau komplikasi berbahaya, seperti kerusakan sendi, terbentuk tofi, hipertensi, jantung, batu ginjal, gangguan fungsi ginjal, dan gagal ginjal (Soeryoko, 2011). Melinjo Melinjo (Gnetum gnemon L.) merupakan salah satu tumbuhan berbiji terbuka (Gymnospermae) yang tumbuh di daerah tropis (Lestari, 2013). Hampir 30 spesies dari tanaman genus Gnetum (Gnetacea Familly) ini dilaporkan tersebar di
153
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
daerah-daerah tropis seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, India) (Bhat, 2014). Biji Melinjo Menurut Bhat (2014), biji melinjo mengandung tepung 2,76 gr/100 gr, mineral essensial, seperti sodium, kalsium, magnesium, tembaga, dan zinc yang telah terdeteksi. Karena kandungan biji melinjo itu, biji melinjo tinggi protein dan rendah lemak. Selain itu, biji melinjo juga mengandung asam aspartat, asam glutamat, glisin, arginin, alanine, prolin, tirosin, dan serin (Bhat, 2014). Beberapa senyawa yang terkandung di dalamnya ini memicu meningkatkannya purin di dalam tubuh manusia. Purin yang berasal dari dalam tubuh merupakan penghancuran dari sel-sel yang sudah tua dan sintesis dari CO2, glisin, asam aspartat, glutamine, dan asam folat (Wulandari, 2013). Meningkatnya kadar purin di dalam tubuh akan memicu asam urat. Hal ini dikarenakan asam urat merupakan hasil akhir metabolisme purin dalam tubuh (Eff, 2016). Pemanfaatan biji melinjo di Indonesia dijadikan sebagai emping melinjo. Selain sebagai emping, biji melinjo juga dapat dimanfaatkan sebagai sayur. Tidak jarang pula masyarakat di Indonesia memanfaatkan biji melinjo ini sebagai bahan dalam pembuatan sop dan crackers (Bhat, 2014). Emping melinjo merupakan panganan khas di berbagai daerah di Indonesia dengan biji melinjo sebagai bahan bakunya. Hal ini juga menunjukkan bahwa tingginya penderita asam urat di Indonesia merupakan salah satu akibat dari konsumsi biji melinjo yang tinggi di Indonesia. Kulit Melinjo Kulit melinjo mengandung asam askorbat, tokoferol, dan polifenol yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan dan juga berpotensi sebagai inhibitor xantin oksidase (Wulandari, 2013). Kulit melinjo juga mengandung berbagai macam komponen atau senyawa lain yaitu beta karoten, fenolik, flavonoid, vitamin C, dan antioksidan (Shinta, 2016). Menurut Wulandari (2013), kulit melinjo muda dan kering memiliki daya inhibisi yang tinggi
terhadap xantin oksidase. Hal ini disebabkan oleh kandungan flavonoid yang tinggi dalam kulit melinjo muda dengan pengeringan yang tidak merusak senyawa flavonoid tersebut. Flavonoid dalam kulit melinjo berpotensi sebagai inhibitor xantin oksidase dan memiliki kemiripan struktur dengan xantin. Senyawa lain yang terdapat di dalam kulit melinjo seperti polifenol dan saponin juga berpotensi sebagai inhibitor xantin oksidase karena memiliki gugus hidroksil sebagai akseptor elektron dari xantin oksidase. Daya inhibisi ekstrak kulit melinjo hijau muda sebesar 1,5 g setara dengan daya inhibisi 1 tablet allopurinol yang massanya 0,3 g. Allopurinol merupakan obat penurun kadar asam urat yang umumnya digunakan masyarakat. Tetapi, allopurinol ini sendiri memiliki efek samping yang berdampak pada tubuh. Efek samping yang sering terjadi yaitu reaksi kulit, seperti reaksi alergi berupa demam, menggigil, serta gangguan pencernaan yang juga kadang-kadang terjadi (Eff, 2016). Dengan begitu, kulit melinjo merupakan alternatif pengobatan bagi penderita asam urat yang aman untuk dikonsumsi. Teh (Camellia sinensis) Teh merupakan tanaman yang berasal dari spesies Camellia sinensis yang mengandung banyak nutrien bermanfaat bagi kesehatan tubuh, diantaranya katekin, quersertin, kamferol, asam klorofil, theobromin, theanin, theofilin, dan mineral. Teh mengandung 404 macam volatile dalam teh hitam dan sekitar 230 macam pada teh hijau. Komponen volatile tersebut berperan dalam memberikan cita rasa yang khas pada teh. Teh kaya akan polifenol, khususnya flavonoid yang berperan sebagai antioksidan. Flavonoid dapat menyingkirkan radikal bebas, mengikat ion-ion logam dalam memproduksi radikal bebas, merangsang aktivitas enzim detoksifikasi fase 2 sehingga mampu mengkatalis pengeluaran senyawa yang berpotensi toksik atau karsinogenik. Sumber antioksidan utama adalah polifenol, dimana teh hijau memiliki kandungan polifenol yang lebih tinggi dibandingkan teh hitam dan teh oolong (teh merah) (Cabrera et al., 2007). Polifenol
154
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
adalah antioksidan yang memiliki kekuatan 100 kali lebih efektif dari vitamin C dan 25 kali lebih tinggi dari vitamin E. Menurut Dahlia (2014), teh memiliki beberapa bahan kimia diantaranya adalah substansi fenol, seperti flavanol. Flavanol adalah polifenol utama pada teh berupa katekin yang merupakan senyawa antioksidan alami. Selain itu, teh juga memiliki substansi penyebab aroma, dimana aroma teh berasal dari likosida yang terurai menjadi gula sederhana dan senyawa beraroma atau dari oksidasi karotenoid yang menghasilkan senyawa mudah menguap seperti aldehida dan keton tak jenuh. Substansi penyebab aroma ini meliputi klorofil, karotenoid, dan senyawa volatile. Teh memiliki kandungan antioksidan tinggi. Namun, perlakuan teh yang salah dapat mempengaruhi kandungan di dalamnya, seperti saat penyeduhan. Proses penyeduhan yang kurang tepat dapat mempengaruhi kandungan polifenol di dalam teh untuk menangkap radikal bebas. Menurut Rohdiana et al. (2013), suhu optimal saat menyeduh teh adalah 950C dan dalam waktu sembilan menit, karena dalam suhu dan waktu tersebut penyeduhan menghasilkan kandungan polifenol paling tinggi yaitu 6,01%. Semakin tinggi kandungan polifenol pada seduhan, maka aktivitas penangkapan radikal bebasnya akan semakin kuat. Menurut penelitian studi di Belanda, teh memiliki kandungan flavonoid sebesar 61%. Terdapat beberapa jenis teh yang sering dikonsumsi, yaitu Teh Hitam, The Merah (Oolong Teh), Teh Hijau, dan Teh Putih. Menurut Seeram et al., (2008), berdasarkan proses pembuatannya, teh dibedakan menjadi: 1. Teh Hitam (Black Tea) Teh ini berasal dari hasil penggilingan sehingga daun teh terluka dan mengeluarkan getah. Getah itu bersentuhan dengan udara menghasilkan senyawa teaflavin dan teaburgin. Daun teh ini mengalami fermentasi sempurna sehingga warna hijau daun berubah menjadi kecoklatan dan selama pengeringan berubah menjadi hitam.
2. Teh Merah (Oolong Tea) Teh merah merupakan jenis teh hasil semifermentasi (semioksidasi enzimatis) yang tidak bersentuhan lama dengan udara pada saat pengolahan. Fermentasi yang terjadi hanya sebagian yaitu 3070%. Hasil dari warna teh ini yaitu coklat kemerahan. 3. Teh Hijau (Green Tea) Teh hijau merupakan teh yang tidak mengalami fermentasi dan oksidasi. Setelah layu, daun teh langsung digulung, dikeringkan, dan dikemas atau langsung diproses dengan uap panas (steam) atau frying guna menghentikan aktivitas enzim. Daun teh hijau mengandung gugus flavonoid dari polifenol. Salah satu senyawa aktif teh hijau adalah catechin yang berfungsi sebagai antioksidan. Catechin pada daun teh hijau juga mampu mengurangi resiko penyakit jantung, membunuh sel tumor, menghambat pertumbuhan sel kanker paru-paru, kanker usus, terutama sel kanker kulit (Pribadi, 2010). Catechin juga dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah, membantu kelancaran proses pencernaan, dan memperlancar metabolisme tubuh (Adriani, 2010). BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam persiapan simplisia bahan adalah tampi, jaring tipis, kipas angin, pisau, pengayak, blender, dan oven. Sedangkan dalam proses ekstraksi bahan, alat yang digunakan adalah pipet volume, beaker gelas, timbangan analitik dan rotary evaporator. Dalam proses pencampuran kedua ekstrak, alat yang digunakan adalah beaker gelas. Sementara pada proses pengujian daya inhibisi bahan, alat yang digunakan adalah spektrofotometri dan inkubator. Pada proses persiapan bahan uji, alat yang dipergunakan adalah kandang hewan, siring dan beaker gelas. Dan pada proses pengujian bahan perlakuan, alat yang dipergunakan adalah strip uji darah dan UA Sure.
155
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Bahan yang digunakan dalam persiapan simplisia bahan adalah kulit melinjo dan teh. Sedangkan dalam proses ekstraksi, bahan yang digunakan adalah etanol. Pada proses pencampuran kedua bahan, bahan yang digunakan adalah ektrak kental kulit melinjo dan teh. Dalam proses pengujian daya inhibisi pencampuran kulit melinjo dan daun teh, bahan yang digunakan adalah buffer kalium fosfat 0.05 M dengan pH 7.5 dan xantin 0.15 mM. HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Simplisia Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh dan kulit melinjo. Kulit melinjo yang digunakan adalah jenis tua mentah dengan massa serbuk sebesar 240 gr. Kulit melinjo disortir, dikeringkan serta dioven untuk mengurangi kadar air didalamnya hingga dibawah 10 %. Pensortiran dilakukan berdasarkan pemilihan kulit melinjo yang masih segar dan bagus. Kemudian kulit melinjo dicuci hingga bersih serta tidak ada lagi kotoran yang menempel. Kulit melinjo dikeringkan dengan cara diangin-anginkan dengan kipas angin selama 8 jam, kemudian dioven dengan suhu 115oC sampai beanr-benar kering. Setelah itu kulit melinjo yang sudah kering dihaluskan menggunakan blender kemudian diayak sampai halus hingga menghasilkan serbuk halus. Jenis teh yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hijau, teh hitam, dan teh merah (oolong tea). Teh hijau, teh hitam, dan teh merah (oolong tea) yang diambil dari Kebun Teh Wonosari, Kabupaten Malang sudah dalam bentuk kering. Masing-masing jenis teh tersebut kemudian dihaluskan menggunakan blender dan ayakan hingga dihasilkan serbuk halus. Proses Maserasi Simplisia Bahan Serbuk kulit melinjo sebesar 240 gr direndam pada etanol 96% sebanyak 1500 ml dan diaduk sampai padatan tersuspensinya tercampur dengan etanol dan tidak ada padatan yang tertinggal pada dasar wadah, kemudian rendaman
didiamkan selama 24 jam. Rendaman yang sudah didiamkan seharian tersebut dikentalkan menggunakan alat rotary evaporator untuk dihasilkan ekstrak kentalnya. Uji Fitokimia Ekstrak Etanol Kulit Melinjo Polifenol adalah salah satu inhibitor xantin oksidase. Beberapa senyawa dari golongan flavonoid juga memiliki aktivitas inhibisi yang cukup tinggi. Tingkat inhibisinya tergantung oleh posisi gugus hidroksil dalam kerangka dasarnya. Baikalein, kaemferol, morin, kuersetin, fisetin, mirisetin, krisin, apigenin, galangin, dan yang paling besar daya inhibisinya adalah gluteolin. Inhibisi Aktivitas Xantin Oksidase Ekstrak etanol kulit melinjo memiliki aktivitas sebagai inhibitor xantin oksidase. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan aktivitas enzim. Usia buah melinjo memiliki pengaruh terhadap daya inhibisinya. Ekstrak etanol kuli melinjo muda memiliki daya inhibisi lebih tinggi daripada ekstrak etanol kulit melinjo tua. Hal ini kemungkinan senyawa yang berpotensi sebagi inhibitor pada kulit melinjo muda jumlahnya lebih banyak daripada kulit melinjo tua. Berdasarkan uji fitokimia, senyawa, metabolit sekunder yang berpotensi sebagai inhibitor xantin oksidase dan memiliki kemiripan struktur dengan xantin adalah flavonoid. Hal ini disebabkan oleh adanya dua cincin aromatik yang memiliki gugus hidroksil sebagai akseptor elektron dari xantin oksidase. Selain flavooid, saponin dan polifenol juga memiliki kemampuan sebagai inhibitor xantin oksidase yang mekanisme inhibisinya belum diketahui. Semakin tinggi daya inhibisi ekstrak etanol kulit melinjo semakin tinggi pula kesetaraannya dengan konsentrasi allopurinol. Sehingga semakin sedikit jumlah ekstrak yang diperlukan untuk menghasilkan senyawa yang mampu menginhibisi aktivitas xantin oksidase. Inhibisi oleh ekstrak etanol kulit melinjo tua mentah membutuhkan 1,8 gram ekstrak untuk mendapatkan inhibisi setara dengan 1 tablet allopurinol yang massanya 0,3
156
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
gram sehingga untuk memperoleh ekstrak sebanyak tersebut diperlukan 73,6 gram kulit melinjo. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat dikatakan bahwa kulit melinjo memiliki potensi sebagai alternatif obat penurun kadar asam urat darah atau gout. Teh juga memiliki aktivitas sebagai inhibitor xantin oksidase. Hal ini ditunjukan dengan kandungan kimia dalam teh berupa flavanol. Flavanol adalah polifenol utama pada teh berupa katekin. Derivat dari katekin adalah katekin (C), epikatekin (EC), galokatekin (GC), epigalokatekin (EGC), epikatekin galat (ECG), galokatekin 3-galat (GCG), dan epigalokatekin 3-galat (EGCG). Kita mengasumsikan bahwa pencampuran antara teh dengan kulit melinjo memiliki potensi daya inhibisi yang lebih besar. Hal ini dikarenakan kulit melinjo memiliki senyawa kimia berupa flavonoid yang memiliki kemiripan struktur dengan xantin sehingga dinilai mampu menginhibisi xantin oksidase. Begitu pula dengan teh yang memiliki senyawa kimia berupa flavanol (katekin) yang mampu menginhibitor xantin oksidase, sehingga jila keduanya dicampurkan akan memiliki potensi daya inbisi xantin oksidase yang lebih optimal. SIMPULAN Berdasarkan asumsi inhibisi aktivitas xantin oksidase pada kulit melinjo dan teh, dapat disimpulkan bahwa kulit melnjo memiliki senyawa flavonoid dan teh memiliki senyawa flavanol (katekin) dimana keduanya mempu menginhibisi xantin oksidase sehingga akan meningkatkan daya inhibisinya terhadap xantin oksidase apabila keduanya dicampurkan. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Tuhan YME atas karunia-Nya sehingga kami melaksanakan penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih Kementrian RISTEK DIKTI yang telah memberikan dukungan finansial. Tak lupa, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pak Angga Dheta S. A., S.Si, M.Si
selaku dosen pembimbing. Serta kepada kedua orang tua yang telah memberikan dukungan moral. DAFTAR PUSTAKA Acmad. 2008. Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Dian Rakyat. Bhat, Rajeev, dan Nabilah binti Yahya. 2014. Evaluating Belinjau (Gnetum gnemon L.) Seed Flour Quality as a Base for Development of Novel Food Products and Food Formulation. Food Chemistry: 156 (2014), 42-49. Cabrera, Artacho R., and Gimenez R. 2006. “Benefical Effects of Green Tea-A Review.” Journal of American College of Nutritionn, Vol.25, No.2, p.7999. Dahlia, F.M. Delly. 2014. Pemberian Ekstrak Teh Putih (Camellia sinensis) Oral Mencegah Dislipidemia pada Tikus (Rattus Norvegicus) Jantan Galur Wistar yang Diberi Diet Tinggi Lemak. Denpasar: Universitas Udayana. Eff, dkk. 2016. Uji Aktivitas Penghambatan Xantin Oksidase secara In-Vitro oleh Isolat 6,4’-Dihidroksi-4 Metoksibenzofenon-2-O-β-D Glukopiranosida (C20H22O10) yang Diisolasi dari Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Original Article: 3 (1). Misnadiarly. 2007. Asam Urat-HiperurisemiaArthritis Gout. Jakarta: Pustaka Obor Populer. Patcher, P., Nivorozhkin, A. & Szabe, C. 2006. Therapeutic effects of xanthine oxidase inhibitors: renaissance half a century after the discovery of allopurinol. Pharmacological Reviews, 58 (1), 87-114. Pribadi dan Ernawati. 2010. Efek Catechin terhadap Kadar Asam Urat, C-Reactive Protein (CRP) dan Malondialdehid Darah Tikus Putih (Rattus norvegicus) Hiperurisemia. Vol. 4, No. 1. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman. Rohdiana, D. dan T. Widiantara. 2004. Aktivitas Antioksidan Beberapa Klon Teh Unggulan. Providing Seminar Nasional dan Kongres Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI), 17-18 Desember. Jakarta.
157
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Seeram N. P., Henning S.M., Yantao N., Lee R., Scheuller H. S., Hebber D., 2006. Catechin and Caffein Content of Green Tea Shamley, D. 2005. Pathophysiology an Essential Text for the Allied Health Professions. USA: Elsevier Limited. Shinta, Dewi Yudiana. 2016. Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Melinjo (Gnetum Gnemon L.) sebagai Adsorben Logam Berat Pb (Timbal). Repository University of Riau: ISBN 978-979-792675-5. Soeryoko, Hery. 2011. 20 Tanaman Obat Paling Berkhasiat Penakluk Asam Urat. Yogyakarta: ANDI. Sustrani, Lanny, Alam, S., dan Hadibroto, I. 2005. Asam Urat, 25-26. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Wulandari, S, Subandi, dan Mutholib. 2013. Inhibisi Xantin Oksidase oleh EkstrakEtanol Kulit Melinjo (Gnetum gnemon L.) Relatif terhadap Allopurinol. Malang: Universitas Negeri Malang.
158
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
POTENSI EKSTRAK DAUN CENGKEH SEBAGAI ANTIOKSIDAN ALAMI DALAM MENCEGAH KETENGIKAN MINYAK GORENG Potential Of Clove Leaves Extract As Natural Antioxidant To Prevent Rancidity of Cooking Oil Fidyah Afiyata1, Nestya Hariyoko2, Zahwa Aisah3, Rezita Anggi Hilda Astuti4, Sarah Devi Silvian5 1,2,3,4,5 Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang Email:
[email protected] ABSTRAK Antioksidan sintetik merupakan salah satu bahan kimia yang biasa ditambahkan pada produk pangan. Penggunaan pada konsentrasi tinggi mempunyai sifat toksik, salah satunya efek penggunaan BHT (Butylated Hydroxytoluene) dapat menyebabkan liver membesar, tumor paru – paru, tumor hati, serta tumor kandung kemih pada tikus. Kekhawatiran dari penggunaan antioksidan sintesis mendorong berbagai penelitian untuk mencari antioksidan alami yang lebih aman salah satunya dari daun cengkeh. Minyak daun cengkeh pada umumnya memiliki kandungan zat seperti eugenol (hampir 90%), eugenol asetat (> 8%), Caryophyllene (sekitar 2%), dan senyawa lainnya. Eugenol diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dari BHT, alfa tokoferol, butirat hidroksilanisol dan trolox. Pengujian pertama untuk mengetahui aktifitas antioksidan optimum, dilakukan pada minyak daun cengkeh dan serbuk daun cengkeh dengan penambahan larutan DPPH. Pengujian kedua dilakukan untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak secara kuantitatif pada penambahan konsentrasi antioksidan yang berbeda dengan parameter bilangan peroksida dengan metode titrasi iodometri dan asam lemak bebas dengan metode titrasi asam basa. Dari hasil uji didapatkan minyak daun cengkeh memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan daun cengkeh. Presentase inhibisi minyak daun cengkeh 83,81 % dan 22,90 % untuk presentase inhibisi daun cengkeh. Minyak goreng dengan penambahan minyak daun cengkeh 0,15 % memiliki nilai bilangan peroksida 6 meg/kg dan nilai asam lemak bebas 0,19. Penambahan minyak daun cengkeh dapat mencegah kerusakan minyak goreng sawit dan sesuai dengan SNI-3741-2013, dimana minyak masih layak digunakan maksimal bilangan peroksidanya 10 meg/kg dan angka asam maksimal 0,6. Kata Kunci : Antioksidan, Daun Cengkeh, Eugenol, Radikal Bebas ABSTRACT Synthetic antioxidants are one of the common chemicals added to food products. It has toxic properties when it used at high concentration, one of the effect of using BHT (Butylated Hydroxytoluene) can cause enlarged liver, lung tumors, liver tumors, and bladder tumors in rats. Concerns from the use of synthetic antioxidants encourage researches to look for safer natural antioxidants, one of them from clove leaves. Clove leaves oil contains substances such as eugenol (nearly 90%), eugenol acetate (> 8%), Caryophyllene (about 2%), and other compounds. Eugenol is known to have higher antioxidant activity than BHT, alpha tocopherol, hydroxilanisole and trolox butyrate. The first test to determine the optimum antioxidant activity, is done on clove leaves oil and clove leaves powder with addition of DPPH solution. The second test is conducted to determine the level of quantitative damage of oil on the addition of different antioxidant concentrations with peroxide number with iodometric titration method and free fatty acid by acid base titration method. The result of this research obtained clove leaves oil has higher antioxidant activity compared with clove leaves powder. The percentage of clove leaves oil inhibition was 83.81% and 22.90% for the percentage of clove leaves inhibition. Cooking oil with 0.15% clove leaves oil has peroxide value of 6 meg/ kg and free fatty acid 0.19. The addition of clove leaves oil can prevent damage to cooking oil and in accordance with SNI-3741-2013, where the oil is still feasible to use a maximum peroxide number of 10 meg / kg and a maximum acid number of 0.6.
Keywords : Antioxidant, Clove, Eugenol, Free radical 159
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
PENDAHULUAN Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sering digunakan baik dalam skala rumah tangga maupun skala industri atau pabrik. Konsumsi minyak goreng di Indonesia pada tahun 2017 yakni 3,5 juta ton. Perlu adanya peningkatan kualitas khususnya daya simpan dari minyak goreng untuk dapat memenuhi permintaan pasar dalam negeri. Pemanbahan antioksidan sintetik menjadi pilihan untuk dapat meningkatkan daya simpan dari minyak goreng. Pada saat yang sama penggunaaan antioksidan sintetik membuat minyak goreng menjadi tidak aman untuk dikonsumsi secara berlebihan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), makanan yang tidak aman dapat mengakibatkan lebih dari 200 penyakit, mulai dari diare sampai kanker, serta menimbulkan resiko ekonomi besar terhadap petani dan industri pangan. Antioksidan telah terdapat secara alami dalam minyak nabati, tetapi karena antioksidan alami mudah terdegradasi pada saat penyimpanan maupun pengolahan, maka sengaja ditambahkan antioksidan seperti BHA (Butilated Hidroxy Anisol), BHT (Butilated Hidroxy Toluena)dan PG (Propyl Gallat). Tetapi dari penelitian terbaru diketahui bahwa antioksidan sintetik yang digunakan saat ini mengancam kesehatan manusia. BHA pada level tinggi diketahui mempunyai sifat toksik dan efek penggunaan BHT dapat menyebabkan liver membesar, tumor paru – paru, tumor hati, serta tumor kandung kemih pada tikus. Kekhawatiran dari penggunaan antioksidan sintesis mendorong berbagai penelitian untuk mencari antioksidan alami yang lebih aman dari berbagai jenis tanaman dan rempah-rempah. Salah satu dari tanaman tersebut yaitu daun cengkeh. Potensi daun cengkeh yang gugur diperkirakan 2.368.043 ton/tahun dengan rendemen minyak 2-3% (Bangkit dkk, 2012). Minyak cengkeh pada umumnya memiliki kandungan zat seperti eugenol (hampir 90%), eugenil asetat (> 8%), Caryophyllene (sekitar 2%), dan sisanya adalah zat-zat lain dengan kandungan ratarata di bawah 0,5% (Alma dkk., 2007).
Eugenol diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dari BHT, alfa tokoferol, butirat hidroksilanisol dan trolox sehingga mampu menyingkirkan radikal bebas dengan sangat baik (Cortes, et all, 2014). Tingginya ketersediaan daun cengkeh dan aktivitas antioksidan dari eugenol menjadi latar belakang penelitian penelitian CLE-FOX (Clove Leaves Extract for Antioxidant): Potensi Ekstrak Daun Cengkeh sebagai Antioksidan Alami dalam Mencegah Ketengikan Minyak Goreng. Potensi antioksidan dari ekstrak daun cengkeh sangat perlu dikembangkan khususnya dalam bidang pangan. Industri minyak goreng merupakan salah satu sasaran yang tepat untuk memanfaatkan secara maksimal potensi antioksidan eugenol dari daun cengkeh, mengingat pada minyak goreng kemasan dibutuhkan penambahan antioksidan untuk menjaga kualitas produk. Melalui inovasi ini diharapkan dapat menemukan antioksidan alami yang tidak berpengatuh terhadap aroma dan rasa makanan serta terwujudnya keamanan pangan. BAHAN DAN METODE Alat Alat yang digunakam dalam penelitian ini terdiri dari glassware (pyrex), timbangan analitik Type Pgw 254 ( engalnd ), spektrofotometer UV Vis 20D plus, rotary evaporator (Heidolp), alat titrasi lengkap, pipet tetes, dan shaker waterbath Memert WNE 7 W/rack. Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak daun cengkeh, daun cengkeh yang didapat dari petani cengkeh Kabupaten Malang, minyak kelapa, akuades, etanol 95 %, antioksidan BHT, KOH, Indikator PP, Asam asetat glasial : kloroform (3:2), KI jenuh, indikator amilum, Na-thiosulfat, dan larutan DPPH. Metode Pada penelitian ini digunakan variabel tetap yaitu suhu inkubasi minyak kelapa yaitu selama 7 hari pada suhu 55 ̊ C. Sedangkan variable peubah yang digunakan antara lain sumber antioksidan
160
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
(minyak daun cengkeh dan BHT) dan konsentrasi antioksidan (0,05 %, 0,1 % dan 0,15 %). Uji pendahuluan dilakukan untuk menentukan sumber antioksidan terbaik antara minyak cengkeh dengan serbuk daun cengkeh pada variasi konsentrasi. Uji pendahuluan menggunakan metode Kwon & Kim (Handayani, dkk., 2016). Setelah diperoleh sumber yang terbaik dilanjutkan pengujian untuk menentukan aktifitas antioksidan pada minyak kelapa. Pengujian kedua dilakukan untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak dengan parameter bilangan peroksida dan asam lemak bebas. Variabel bebas dari pengujian kedua adalah konsentrasi ekstrak daun cengkeh. Ekstraksi minyak daun cengkeh metode destilasi Tahapan proses penyulingan minyak daun cengkeh adalah sebagai berikut: pertama daun cengkeh kering dimasukkan dalam ketel suling. Pengisian bahan tidak sampai padat karena akan mengurangi efisiensi jumlah minyak yang tersuling selain itu waktu yang dibutuhkan juga lebih lama. Sehingga dalam pengisian ketel suling diberi ruang kosong. Kedua ketel suling dipanasi dengan uap panas yang basah. Uap panas akan mengekstrak senyawa antioksidan yang terdapat pada daun cengkeh. Senyawa yang terekstrak dalam fase uap kemudian melalui kondensor atau pendingin. Komponen yang terdapat didalam uap yang telah melewati bahan dan menuju kondensor tersebut berisi air yang mengandung minyak. Ketiga uap yang berisi air dan minyak akan diembunkan menjadi fasa cair. Destilat yang keluar melalui alat pendingin akan ditampung pada wadah pemisah air dan minyak. pemisahan air dan minyak berdasarkan pada massa jenis keduanya (Khozali dkk, 2012). Lama waktu penyulingan minyak daun cengkeh kira – kira 6 – 8 jam. Penentuan sumber eugenol terbaik Sampel yang diuji adalah minyak daun cengkeh dan serbuk daun cengkeh. Pengukuran efektivitas antioksidan dilakukan menggunakan metode spektrofotometer menggunakan DPPH.
Sampel diencerkan menggunakan etanol 96% dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Sampel yang telah diatur konsentrasinya kemudian ditambahkan 1.1diphenil-2-picryllhydrazil (DPPH) 0.2 mMsebanyak 1 ml dan didiamkan selama 30 menit. Setelah 30 menit, diukur absorbansinya pada panjang gelombang 517 nm setelah diukur absorbansi blanko. Blanko dibuat dengan cara membuat larutan 4 ml etanol 96% dengan 1 ml larutan 1.1-diphenil-2-picryllhydrazil (DPPH) 0.2 mM (Handayani, dkk., 2016). Penentuan tingkat kerusakan minyak goreng parameter bilangan peroksida Bilangan peroksida di tentukan dengan metode titrasi iodometri (Chalid, dkk., 2008). Metode in menggunakan beberapa pereaksi yaitu kloroform atau karbon tetraklorida, larutan sodium tiosulfat 0,1 N standar, larutan KI 15%, larutan indikator pati, dan pereaksi Wijs. Penetapan bilangan Iod adalah dengan menimbang 10 gr sampel minyak kelapa yang telah diberi perlakuan. Kemudian, 30 mL kloroform atau karbon tetraklorinasi ditambahkan untuk melarutkan sampel minyak. Kemudian ditempatkan dalam ruangan gelap selama 30 menit sambil dikocok. Sesudah 30 menit, 0,5 mL larutan KI jenuh, 2-3 tetes Na2S2O3 0,1 N dan 2 ml indikator amilum ditambahkan dan kemudian dikocok merata. Titrasi dilakukan dengan dengan Na2S2O3 0,1 N yang disertai dengan pengocokan yang konstan. Selanjutnya, blanko dibuat seperti pada penetapan sampel dan sampel minyak diganti dengan kloroform/CCI. Setelah itu dilakukan perhitungan. Penentuan tingkat kerusakan minyak goreng parameter asam lemak bebas Analisa kadar asam lemak bebas ditentukan sebagai kandungan asam lemak yang terdapat paling banyak dalam minyak kelapa. Minyak yang memiliki asam lemak bebas tinggi adalah yang mengalami kerusakan tinggi. Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) ditentukan dengan menggunakan titrasi asam basa (Widjanarko, 2002). Cara kerja analisis kadar asam lemak bebas adalah dengan mengaduk sampel minyak kelapa yang
161
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan sumber eugenol terbaik Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan pada minyak daun cengkeh dan serbuk daun cengkeh. Pengujian ini bertujuan untuk menentukan sumber eugenol terbaik berdasarkan aktivitas antioksidan. Variabel bebas yang digunakan adalah jenis sumber eugenol sedangkan variabel tetapnya adalah konsentrasi yang digunakan. Konsentrasi yang digunakan untuk masing – masing sampel adalah 200 ppm. Pada penelitian ini diukur absorbansi dari masing – masing sampel. larutan DPPH yang awalnya berwarna ungu setelah bereaksi dengan antioksidan alami akan membentuk warna kuning. Semakin tinggi kandungan antioksidan alami maka warna ungu pada larutan DPPH akan semakin berkurang dan membentuk warna kuning. Hasil pengukuran absorbansi dari sampel dan presentase Inhibisi disajikan pada Gambar 1. Pada tabel dapat dilihat bahwa % inhibisi atau persen penghambatan dari minyak daun cengkeh lebih tinggi, yaitu sebesar 83,81 %, sedangkan % inhibisi dari serbuk daun cengkeh sebesar 22,90 %. Pada sebuah penelitian menyebutkan persentase inhibisi ekstrak terhadap aktivitas antioksidan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak (Prabowo, 2009). Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa aktivitas antioksidan pada minyak daun cengkeh lebih tinggi dibandingkan dengan serbuk daun cengkeh. Pada pengujian minyak daun cengkeh konsentrasi, larutan DPPH
berubah dari warna ungu menjadi kuning, sedangkan pada serbuk daun cengkeh, larutan DPPH perubahan warna ungu menjadi lebih pudar. Hal tersebut menandakan bahwa pada konsentrasi yang sama yaitu 200 ppm, kemampuan antioksidan minyak daun cengkeh lebih tinggi dibandingkan dengan serbuk daun cengkeh.
% Inhibisi
telah diberi perlakuan dalam keadaan cair, setelah itu ditimbang sebanyak 10 gr dalam Erlenmeyer. Kemudian, 50 mL etanol 95% dan 2 mL indikator fenolphtalein (PP) ditambahkan. Kemudian dititrasi dengan larutan 0,1 N KOH yang telah distandardisasi sampai berubah menjadi warna merah jambu dan tidak hilang selama 30 detik. Asam lemak bebas dinyatakan sebagai % FFA (free fatty acid) atau sebagai angka asam. Angka asam merupakan mg KOH yang dibutuhkan untuk meneralkan 1 gr minyak.
83.81% 22.90%
Minyak daun cengkeh
Serbuk daun cengkeh
Gambar 1. Nilai absorbansi minyak daun cengkeh dan serbuk daun cengkeh Penentuan tingkat kerusakan minyak goreng parameter bilangan peroksida Bilangan peroksida ditentukan berdasarkan jumlah iodin yang dibebaskan setelah lemak atau minyak ditambahnya kalium iodida (KI). Berdasarkan hasil uji bilangan peroksida terhadap minyak goreng sawit dengan perlakuan konsentrasi yang berbeda dan masa simpan maka didapatkan minyak goreng dengan pemanbahan 0,15 % minyak daun cengkeh memiliki nilai peroksida terkecil yaitu 6 meg/kg pada hari ke 3 inkubasi. Dari hari tersebut dapat diketahui bahwa aktivitas antioksidan pada minyak daun cengkeh 0,15 % lebih efektif mencegah kerusakan minyak goreng dibandingkan dengan antioksidan BHT pada konsentrasi yang sama. Menurut SNI – 3741 – 2013 minyak masih layak digunakan maksimal bilangan peroksida sebanyak 10 meg/kg, sehingga minyak goreng sawit dengan penambahan antioksidan dari daun cengkeh masih layak digunakan. Minyak tanpa penambahan antioksidan mengalami peningkatan bilangan peroksida dan angka asam. Bilangan peroksida dan angka asam yang tinggi menunjukkan penurunan kualitas minyak (Saputri dan Guntarti, 2014).
162
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Tabel 1. Hasil Penetapan Peroksida Minyak Goreng Sawit Sampel Kontrol MC 0,05 % MC 0,1 % MC 0,15 % BHT 0,05 % BHT 0,1 % BHT 0,15 %
Bilangan
Waktu inkubasi Hari ke-1
Hari ke-3
8 6 5,5 5 10 7 5,5
9,5 8 7,3 6 11 9 7,5
Penentuan Tingkat Kerusakan Minyak Goreng Parameter Asam Lemak Bebas Selama proses penyimpanan dan pemanasan terjadi reaksi hidrolisis pada minyak yang menyebabkan terurainya trigliserida menjadi asam lemak bebas maupun asam – asam organik rantai pendek sehingga angka asam akan meningkat (Saputri dan Guntarti, 2014). Berdasarkan hasil pengujian penambahan minyak daun cengkeh 0,15 % menyebabkan kenaikan angka asam tidak setinggi perlakuan lain. Minyak goreng sawit dengan panambahan minyak daun cengkeh memiliki penurunan angka asam. Hal tersebut menunjukkan bahwa minyak daun cengkeh 0,15 % memiliki aktivitas antioksidan tertinggi. Menurut SNI-37412013 minyak masih layak digunakan maksimal angka asam 0,6. Tabel 1. Hasil penetapan asam lemak bebas minyak goreng sawit Sampel Kontrol MC 0,05 % MC 0,1 % MC 0,15 % BHT 0,05 % BHT 0,1 % BHT 0,15 %
Waktu inkubasi Hari ke-1
Hari ke-3
0,22 0,20 0,20 0,22 0,22 0,21 0,20
0,31 0,23 0,22 0,19 0,28 0,22 0,19
SIMPULAN Aktivitas antioksidan pada minyak daun cengkeh lebih efektif dibandingkan dengan serbuk daun cengkeh. Hal tersebut dilihat dari tingginya persentasi inhibisi. Konsentrasi optimum dari minyak daun cengkeh adalah 0,15 %. Pemanbahan 0,15 % minyak daun cengkeh lebih efektif mencegah kerusakn minyak goreng dibandingkan dengan antioksidan BHT pada konsentrasi yang sama. Minyak goreng dengan pemanbahan 0,15 % minyak daun cengkeh memiliki nilai bilangan peroksida 6 meg/kg dan asam selama bebas 0,19. Berdasarkan SNI – 3741 – 2013, minyak goreng dengan penambahan 0,15 % minyak daun cengkeh aman dikonsumsi. UCAPAN TERIMA KASIH Kami mengucapkan terima kasih kepada Kemenristek Dikti yang telah mendanai pelaksanaan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Alma, M. H., Ertas, M., Kollmannsberger, H dan Nitz, S.,. (2007). Chemical composition and content of essential oil from the bud of cultivated turkish clove (Syzygium aromaticum L.). Bioresources. 2(2): 265-269 Bangkit, T.,Sirait, R, dan Iriany. (2012). Penentuan Kondisi Kesetimbangan Unit Leaching Pada Produksi Eugenol Dari Daun Cengkeh. Jurnal Teknik Kimia. Universitas Sumatra Utara 1(1): 10-14 Chalid, Sri Yadial, Anna Muawanah, dan Ida Jubaedah. 2008. Analisa Radikal Bebas Pada Minyak Goreng Pedagang Gorengan Kaki Lima. Jurnal Valensi Vol. 1 No. 2 Cortes, Diego Francisco, Claudia Regina Fernandes de souza dan Wanderley Pereira Oliveira. 2014. Clove (Syzygium aromaticum): A Precius Spice. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine. Vol. 4. No. 3. 90-96 Handayani, Hana, Feronika Heppy Sriherfyna, dan Yunianta. 2016. Ekstraksi Antioksidan Daun Sirsak Metode Ultrasonic Bath (Kajian Rasio
163
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Bahan: Pelarut Dan Lama Ekstraksi). Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 4 No 1 p.262-272 Khozali, Arif, Suprapti, Dewi Hastuti. 2012. Analisa Usaha Penyulingan Minyak Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum, syn. Eugenia aromaticum). Mediagro. Vol. 8. No. 2. Hal 32 - 42 Prabowo, Tyas Triyanto. 2009. Uji Aktivitas Antioksidan dari Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa). Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Saputri, Onny Juliza Dwi dan Any Guntarti. 2014. Aktivitas Antioksidan Kulit Buah Manggis pada Minyak Goreng Curah Kelapa Sawit. Farmasains. Vol. 2. No.3 Widjanarko, Simon. B. 2002. Analisa Hasil Pertanian Jilid 1 DIKTAT KULIAH. Malang: UB Press
164
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
BIO-SASIMU “PEMBUATAN BIOETANOL BERBASIS SAA (SOAKING IN AQUEOUS AMMONIA) DAN SSF (SIMULTANEOUS SACHARIFICATION AND FERMENTATION) BERBAHAN DASAR ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes)” Bio-Sasimu "The Making of SAA-Based Bioethanol (Soaking in Aqueous Ammonia) and SSF (Simultaneous Saccharification and Fermentation) Based on Eceng Gondok (Eichhornia crassipes)" Amran Ridwan Harahap1, Jamaluddin Asy Syauqi2, Lucky Wiratama3 1,2,3 Program
Studi Teknologi Industri Pertanian, Univertas Brawijaya, Malang Jalan Veteran Kota Malang, 65145 Email :
[email protected] ABSTRAK
Peningkatan jumlah penduduk akan berimbas pada tingginya kebutuhan energi dan konsumsi minyak yang berasal dari fosil karena akibat dari meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor , pengembangkan produk bioetanol merupakan salah satu solusi alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Bioetanol merupakan cairan biokimia dari proses fermentasi gula yang bersumber dari glukosa, selulosa, dan pati. Eceng gondok (Eichhornia crassipes) merupakan biomassa lignoselulosa yang berpotensi dapat digunakan untuk bioetanol karena pada eceng gondok mengandung selulosa sebanyak 18,20% dan 48,70% hemiselulosa yang merupakan salah satu bahan dasar dari bioetanol, selain itu enceng gondok adalah gulma pengganggu bagi perairan, tanaman ini sangat cepat berkembang sehingga dapat menyebabkan eutrofikasi pada perairan, namun sayangnya pemanfaatan eceng gondok terkendala karena kandungan lignin yang masih cukup tinggi yaitu 17% sehingga mengakibatakan hasil yang kurang efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara pembuatan bioetanol dari eceng gondok dengan metode SAA dan SSF. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan SAA (Soaking In Aqueous Ammonia) dan SSF (Simultaneous Sacharification and Fermentation). SAA adalah metode dimana terdapat proses delignifikasi dari biomassa menggunakan amoniak, keunggulan dari dari metode ini adalah mempunyai selektifitas yang tinggi terhadap lignin dan dapat mempertahankan karbohidrat dalam bentuk aslinya, SSF sendiri adalah metode penggabungan antara proses hidrolisis dengan fermentasi dalam waktu yang bersamaan dan dilakukan dalam satu reaktor sehingga dapat mepersingkat waktu dalam proses fermentasi dan hidrolisis. Hasil dari penelitian senjutnya akan dijikan pada kendaraan bermotor, untuk mengetahui efektivitas penggunaan metode SAA dan SSF dalam pembuatan bioetanol sebagai upaya menggatikan bahan bakar fosil. Kata kunci : Bioetanol, Eceng Gondok, SAA (Soaking In Aqueous Ammonia), SSF (Simultaneous Sacharification and Fermentation) ABSTRACT Increasing the population will impact on the high demand for energy and fossil fuel consumption due to the increased use of motor vehicles, the development of bioethanol products is one alternative solution that can be used to overcome these problems. Bioethanol is a biochemical liquid from the fermentation process of sugars derived from glucose, cellulose, and starch. Water hyacinth (Eichhornia crassipes) is a lignocellulosic biomass that can potentially be used for bioethanol because in water hyacinth contains cellulose as much as 18.20% and 48.70% hemicellulose which is one of the basic
165
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 ingredients of bioethanol, besides water hyacinth is weed for water , This plant is very fast growing so it can cause eutrophication in the waters, but unfortunately the use of water hyacinth is constrained because the lignin content is still high enough that is 17% so that the result is less effective. This study aims to find out how to make bioethanol from water hyacinth by SAA and SSF method. The method used in this research is by using SAA (Soaking In Aqueous Ammonia) and SSF (Simultaneous Sacharification and Fermentation). SAA is a method where there is a process of delignification of biomass using ammonia, the advantage of this method is to have a high selectivity to lignin and to maintain the carbohydrate in its original form, SSF itself is a method of combining hydrolysis process with fermentation at the same time and done in one Reactor so as to shorten the time in the process of fermentation and hydrolysis. The results of his research will be conducted on motor vehicles, to determine the effectiveness of SAA and SSF methods in bioethanol production as an effort to dispose of fossil fuels. Keywords: bioethanol, water hyacinth, SAA (Soaking In Aqueous Ammonia), SSF (Simultaneous Saccharification and Fermentation)
PENDAHULUAN Pada era industrialisasi berkembang seperti saat ini, kebutuhan akan penggunaan sumber daya alam semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan data (BPS, 2010), jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sebanyak 237.641.326 dan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan jumlah penduduk tersebut berakibat pada semakin banyaknya jumlah transportasi di Indonesia yang berujung pada tingginya permintaan akan bahan bakar. Menurut data terakhir Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia (Korlantas Polri), jumlah kendaraan yang beroperasi di seluruh Indonesia pada rentang 2013 mencapai 104,211 juta unit, naik sebesar 12 % dari 2012; yakni sebanyak 94,299 juta unit, dan juga naik sebesar 12 % dari 2011; yakni sebanyak 84,193 juta unit hal ini merupakan salah satu penyebab meningkatnya konsumsi bahan bakar fosil. Sayangnya sampai saat ini masih mengandalkan minyak bumi yang merupakan salah satu sumber energi yag tidak dapat diperbarui atau non renewable, hal ini mengakibatkan cadangan SDA minyak bumi semakin menipis dan terancam habis.Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat pada tahun 2013 stok minyak Indonesia tersisa 3,7 miliar barel, sedangkankonsumsi minyak pada tahun 2015 mencapai 286.814.200 barel (BPS, 2017). Minyak indonesia diperkirakan akan habis 15-20 tahun mendatang, hal ini
mengakibatkan perlu adanya eksplorasi energi alternatif yang dapat menggantikan bahan bakar fosil. Bioetanol dapat digunakan sebagai pemecahan masalah energi pada saat ini, bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula yang bersumber dari glukosa, selulosa, dan pati dengan bantuan mikroorganisme (Nurfiana dkk, 2009). Bioetanol merupakan sumber energi alternatif yang mempunyai prospek baik sebagai pengganti minyak bumi, karena bioetanol memiliki bahan baku yang dapat diperbarui. Menurut (Naufala dan Pandebesie , 2015) biomassa yang mampu memproduksi bioetanol biasanya mengandung zat gula (bagas tebu, buah buahan, tetes), tepung atau pati (ubi, kentang, jagung), dan lignoselulosa (residu agrikultural, residu kayu). Lignoselulosa merupakan bahan baku bioetanol yang paling menguntungkan karena keberadaan bahan baku yang sangat melimpah dan relatif murah, dibandingkan zat gula dan pati. Selain itu enceng gondok juga merupakan gulma pengganggu, yang dapat menyebabkan eutrofikasi pada perairan. Eceng gondok (Eichhornia crassipes) merupakan biomassa lignoselulosa yang berpotensi dapat digunakan untuk bioetanol, pada eceng gondok mengandung selulosa sebanyak 18,20%, hemiselulosa 48,70%, dan lignin 17%. Pemanfaatan eceng gondok terkendala karena kandungan lignin yang masih cukup tinggi sekitar 17% sehingga mengakibatkan hasil yang kurang efektif, oleh karena itu perlu adanya metode yang tepat dalam proses pembuatan bioetanol (Merina, 2011).
166
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Metode yang tepat dalam proses pembuatan bioetanol dari eceng gondok adalah dengan menggunakan SAA (Soaking In Aqueous Ammonia) dan SSF (Simultaneous Sacharification and Fermentation) (Novia dan Windiati, 2014). SAA adalah metode dimana terdapat proses delignifikasi dari biomassa menggunakan amoniak, keunggulan dari dari metode ini adalah mempunyai selektifitas yang tinggi terhadap lignin dan dapat mempertahankan karbohidrat dalam bentuk aslinya, SSF sendiri adalah metode penggabungan antara proses hidrolisis dengan fermentasi dalam waktu yang bersamaan dan dilakukan dalam satu reaktor sehingga dapat mempersingkat waktu dalam proses fermentasi dan hidrolisis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara pembuatan bioetanol dari eceng gondok dengan metode SAA dan SSF (Gupta and Demirhas, 2010). Pada metode yang digunakan sebelumnya seperti hidrolosistermal kurang efektif apabila diterapkan pada bahan baku pembuatan bioetanol yang mengandung lignin tinggi, sehingga hanya dapat diterapkan pada bahan baku yang mengandung banyak zat gula (Irvan, 2015). Selanjutnya hasil dari penelitian ini akan diujikan pada kendaraan bermotor, untuk mengetahui efektivitas penggunaan metode SAA dan SSF dalam pembuatan bioetanol sebagai upaya menggatikan bahan bakar fosil. BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan metode deskriftif kuantitatif dengan data yang didapatkan dari analisis sintesis. Metode deskriftif kuantitatif adalah suatu metode yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena yang empiris dan hasil dari penelitian nantinya akan disajikan dalam bentuk statistik (Hamdi dan Bahruddin, 2014). Selian itu analisis sintesis adalah proses analisis dalam upaya perbandingan, penyandingan (kombinasi) dan penyusunan dari penelitian yang sudah dilakukan (Zed, 2008). Penelitian dilakukan di laboratorium bioindustri
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Bahan Bahan yang digunakan dalam peneltian ini adalah PDA (Potato Dexstrose Agar), yeast extract 1%, MgSO4.7H2O 0.5%, CaCl2 0.5%, KH2PO4 8%, Aquades, Larutan buffer 100 ml, Eceng gondok, 100 mL larutan (NaOH) 10%, 5 ml media Yeast Malt Extract (pepton 0,5 gram; yeast extract 0,3 gram; malt extract 0,3 gram, glukosa 1 gram dan aquades hingga mencapai volume 100 ml),08 g l-1 ekstrak ragi, 0,002 g l-1 MgSO4, 0.25 g l-1 (NH4)2HPO4, NH3 15%. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kawat inoculum, Tabung reaksi, incubator, autoclave, labu ukur, pembakar bunsen, pH meter, shaker, sentrifugasi, pisau, kertas saring, erlenmeyer , rotary evaporator, gelas beaker. Metode Produksi Enzim Selulase Langkah pertama ialah pembuatan pembenihan mikroba enzim selulase, pembenihan Aspergilus niger dilakukan pada PDA secara zig-zag dengan menggunakan kawat inokulasi didalam tabung reaksi secara aseptik. Selanjutnya mikroba diinkubasi pada suhu ruangs elama 5 hari agar jamur dapat berkembang. Setelah pembenihan selanjutnya adalah penyiapan inokulum dalam media padat. Media padat ini terdiri dari eceng gondok dan larutan nutrisi (yeast extract 1%, MgSO4.7H2O 0,5%, CaCl2 0,5%, KH2PO48%). Volume nutrisi (ml) yang ditambahkan dengan eceng gondok (g) adalah dengan perbandingan 2 dan 10, lalu ditambahkan aquades hingga mencapai kadar air 70% berat basah. Substrat yang sudah diberi dengan larutan nutrisi dan mineral kemudian disterilisasi dalam autoclave pada suhu 121ºC selama 15-20 menit. Siapkan api bunsen dan kawat ose, kemudian ujung kawat ose dicelupkan ke dalam alkohol 96% lalu dipanaskan pada api Bunsen sampai berwana merah. Kemudian biakan Aspergillus niger diberi aquades sebanyak 10
167
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
ml. Jamur dilepaskan dengan menggunakan jarum ose,lalu dikocok dan dipindahkan ke tabung lain yang sudah disterilkan. Suspensi jamur sebanyak 2 ml yang diperoleh diinokulasikan kedalam susbtrat steril yang sudah tersedia,kemudian diinkubasikan ke dalam inkubator pada suhu ruang selama 4 hari. Tahap selanjutnya, kedalam media padat ditambahkan 100 ml buffer asetat dengan pH 5 untuk ekstraksi enzim selulase. Cairan enzim diaduk dan dikocok menggunakan shaker pada 200 rpm selama 2 jam kemudian disentrifuge pada 900 rpm selama 180 menit sehingga didapatkan enzim selulase kasar berupa supernatant berwarna coklat (Khaira, Yenie, dan Muria, 2015). Produksi Bioetanol Pretreatment (Delignifikasi) eceng gondok dengan larutan NaOH Langkah pertama dalam pretreatment eceng gondok dengan menggunakan proses SAA yaitu dengan cara merendam menggunakan larutan NH3 dengan suhu 25-60°C selama 12 jam, dengan menggunakan kadar amoniak sebesar 15% atau dapat juga dengan menggunakan suhu 60-120°C dalam waktu beberapa jam. Namun kemampuan reagen ini bergantung kepadan jenis biomassa (Karimi, 2015). Selian itu Untuk mendapat level delignifikasi yang tepat dan menghindari rekondensasi lignin, rasio liquid dan solid yang digunakan pada SSA adalah sekitar 4 : 1 (Khaira, Yenie, dan Muria, 2015). Eceng gondok dipotong kecil-kecil, lalu dijemur dan dihaluskan. Kemudian diayak sehingga menjadi bubuk halus dengan ukuran 20-40 mesh. Sampel dengan berat 10g direndam didalam 100mL larutan natrium hidroksida 10% (NaOH) pada suhu kamar (28ᵒC) selama 28 jam. Campuran disaring, dicuci berulang kali dengan menggunakan air suling sampai pH netral untuk menghilangkan sisa dari larutan NaOH. Sisa yang didapat kemudian dikeringkan hingga mencapai berat konstan pada suhu 110 ᵒC. Pembuatan Inokulum S. Cerevisiae
Biakan Saccharomyces Cerevisiae sebanyak satu ose sel ditumbuhkan pada 5ml media Yeast Malt Extract (YME) cair dengan komposisi pepton 0,5 gram; yeast extract 0,3 gram; malt extract 0,3 gram, glukosa 1 gram dan aquades hingga mencapai volume 100 ml. Kemudian biakan diinkubasi pada suhu 30ᵒC selama 24 jam. Pembuatan Bioetanol Eceng gondok kering yang telah melalui pretreatment delignifikasi menggunakan NaOH kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL lalu ditambahkan dengan 0,08 g l-1 ekstrak ragi,0,002 g l-1 MgSO4 dan 0.25 g l1(NH4)2HPO4, kemudian dilarutkan di dalam buffer. Larutan kemudian disterilkan dengan menggunakan autoclave dengan suhu 121ºC selama 15 menit. Suhu larutan dibiarkan turun, lalu tambahkan enzim selulase cair sesuai variabel bebas dan tambahkan juga Saccharomyces cereviseae dengan konsentrasi 10%. Fermentasi bioethanol dilaksanakan di suhu ruang pada kondisi anaerob selama variasi waktu 72 jam, 96 jam dan 120 jam dengan 0.5 ml suspensesel diinokulasi ke dalam labu 100 ml dengan volume kerja 150ml. Setelah dilakukan proses fermentasi, larutan dimurnikan menggunakan rotary evaporator untuk kemudian dianalisa kadar glukosa dan alkoholnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan pretretmen pada eceng gondok tadapat pembuatan benih mikroba enzim selulase, pembenihan ini dilakuan menggunakan bantuan jamur Aspergilus niger menggunakan PDA dengan cara zig zag. Setelah media diinkubasi selama 5 hari pada suhu kamar, kemudian hasil akhir dari proses ini adalah enzim selulase kasar berupa supernatan berwarna coklat. Selanjutya pada proses pretretmen akan dilakukan delegnifikasi dengan menggunakan larutan NaOH, selanjutnya pada metode SAA akan dilakukan perendaman menggunakan larutan amonia. Kemudian hasil pengamatan akan disajkan dalam grafik yang menyatakan perubahan kadar lignin
168
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
terhadap lama waktu perendaman (Novia dan Windiyati, 2014).
NaOH 10% selama 28 jam dan dicuci dengan aquades kemudian didapatkan hasil berupa kadar bioetanol dan kadar glukosa pada proses delegnifikasi (Khaira, Yenie, dan Muria, 2015). Tabel 1 Tabel perolehan kadar bioetanol (%) dan kadar glukosa akhir (%) dengan proses delignifikasi
Gambar 1. Grafik Pengaruh Waktu Perendaman 75 gram eceng gondok dalam 300 ml Larutan Amonia 15% pada Proses Pretreatment terhadap Kadar Lignin
Waktu fermenta si
Konsentra si Enzim (%)
Kadar Bioetan ol (%)
72 jam
3 5 7 9 11 3 5 7 9 11 3 5 7 9 11
5 5 6 7 8 4 4 5 5 6 3 3 4 5 5
96 jam
120 jam
Gambar 2. Grafik Pengaruh Waktu Perendaman 75 gram Sekam Padi dalam 300 ml Larutan Amonia 15% pada Proses Pretreatment terhadap Kadar Glukosa Dari grafik data tersebut membuktikan bawha waktu perendaman akan dapat mempengaruhi kadar ligni yang ada. Semakin lama waktu perendaman dengan menggunakan larutan amonia 15% maka kadar lignin yang ada pada eceng gondok akan turun. Menurut (Khaira, Yenie, dan Muria, 2015), setelah proses perlakuan perendaman eceng gondok dengan larutan amonia, kandungan lignin dapat terpisah dari eceng gondok sehingga dapat menghasilkan biomassa yang hanya mengandung selulosa dan hemiselulosa. Selain dapat menurunkan kadar jumlah ligin yang terkandung pada eceng gondok. kadar lignin yang rendah dalam biomassa dapat meningkatkan efisiensi kerja enzim. Setelah merendam dengan menggunakan amonia (NH3) eceng kondok kemudian dilanjutkan dengan proses delignifikasi dengn menggunakan larutan
Kadar Glukos a Akhir (mg/L) 855 861,5 867 874,5 877,5 862 871 873,5 875 879,5 862,5 891 935 952,5 1023,5
Pada tebel tersebut menunjukan data bahwa semakin perubahan waktu fermentasi yang dilakukan pada eceng gondok akan dapat mempengaruhi kadar bioetanol(%) dan kadar glukosa (%). Semakin lama waktu fermentasi menunjukan kadar glukosa akhir semakin tinggi. sehingga
169
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Gambar 3. Grafik pengaruh konsentrasi enzim terhadap kadar bioetanol Pada tabel perlakuaan perubahan konsentrasi dari enzim akan dapat mempengaruhi kadar dari bioetanol. Dari tabel ini menunjukkan semakin besar konsentrasi enzim (%) yang diberikan akan menghasilkan kadar biotanol yang lebih besar pula, hal ini ditunjukkan pada konsentrasi enzim yang diberikan sebesar 11% akan menghasilkan kadar bioetanol yang tinggi pula pada waktu 72 jam dihasilkan bioetanol sebanyak 8%, pada waktu 96 jam didapatkan kadar bioetanol sebesar 6% sedangkan pada waktu 120 jam dihasilkan bioetanol sebesar 5% (Khaira, Yenie, dan Muria, 2015). SIMPULAN SAA adalah metode dimana terdapat proses delignifikasi dari biomassa menggunakan amoniak, keunggulan dari dari metode ini adalah mempunyai selektifitas yang tinggi terhadap lignin dan dapat mempertahankan karbohidrat dalam bentuk aslinya, SSF sendiri adalah metode penggabungan antara proses hidrolisis dengan fermentasi dalam waktu yang bersamaan dan dilakukan dalam satu reaktor sehingga dapat mempersingkat waktu dalam proses fermentasi dan hidrolisis. Penelitian ini menggunakan metode deskriftif kuantitatif dengan data yang didapatkan dari analisis sintesis. Dari hasil pembahasan menujukkan bahwa metode SAA cukup efisien digunakan untuk pembuatan bioetanol dari eceng gondok karena dapat menurukan kadar lignin yang terkandung sekaligus juga dapat meningkatkan kadar glukosa yang ada pada eceng gondok. Seliain itu metode SSF merupakan metode yang sangat efektif karena pada metode ini hasil akhir dari kadar glukosa dapat meningkat kadar glukosa akhir dan metode dapat mempersinkat proses pembuatan bioetanol ,karena proses fermentasi dan sakarifikasi dilakukan secara bersamaan dengan menggunakan inokulum Saccharomyces Cerevisiae dan enzim selulase UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada Tuhan YME, Dosen Pembimbing, dan Panitia Sientesa yang telah menyelenggarakan kegiatan ini. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik, 2010. Pedoman Survei Penduduk antar Sensus 2005. Badan Pusat Statistik, Jakarta Pusat Badan Pusat Statistik, 2017. Produksi Minyak Bumi dan Gas Alam, 19962015. Dilihat 7 Mei 2017. < https://www.bps.go.id/linkTabelStati s/view/id/1092> Gupta, RB and Demirbas, A. 2010. Gasoline, Diesel, and Ethanol Biofuels from Grasses and Plant. Cambridege University Press, New York Hamdi, AS dan Bahruddin, E. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi dalam Pendidikan. Deepublish, Yogyakarta Irvan, Parawati, P, dan Trisakti, B. 2015. Pembuatan Bioetanol dari Tepung Ampas Tebu melalui Proses Hidrolisis Termal dan Fermentasi: Pengaruh pH, Jenis Ragi, dan Waktu Fermentasi. Jurnal Teknik Kimia USU. 4(2):27-31 Karimi, K. 2015. Lignocellulose-Based Bioproducts. Springer, Isfahan Khaira, ZF, Yenie, E, dan Muria, SR. 2015. Pembuatan Bioetanol dari Limbah Tongkol Jagung menggunakan Proses Simultaneous Sacharificatian and Fermentation (SSF) dengan Variasi Konsentrasi Enzim dan Waktu Fermentasi. Jom Fteknik. 2(2):1-8 Merina, F dan Trihadiningrum, Y. 2011. Produksi Bietanol dengan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) dengan Zymomonas mobilis dan Saccharomyces cerviseae. Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya Naufala, WA, dan Pandebesie, ES. 2015. Hidrolisis Eceng Gondok dan Sekam Padi untuk Menghasilkan Gula Reduksi sebagai Tahap Awal Produksi Bioetanol. Jurnal Teknik ITS. 4(2):109114 Novia, Utami, I, dan Windiyati, L. 2014. Pembuatan Bietanol dari Sekam Padi Menggunakan Kombinasi Soaking In Aqueous Ammonia (SAA) Pretreatment –
170
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Acidpretreatment – Hidrolisis – Fermentasi. Teknik Kimia. 20(1):46-53 Nurfiana, F, Umi, M, Vicki, CJ, dan Sugili, P. 2009. Pembuatan Bioethanol dari Biji Durian sebagai Sumber Energi Aternatif. STTN-BATAN, Yogyakarta Zed, M. 2008. Metode Penelitian Kepustakan. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta
171
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
PEMANFAATAN LIMBAH PATI ONGGOK TAPIOKA DALAM PEMBUATAN BIODEGRADABLE FILM TERMODIFIKASI GELATIN CEKER AYAM, CROSSLINKER ASAM SITRAT, DAN PLASTICIZER GLISEROL Tapioca Starch Waste Utilization in The Making of Biodegradable Film Modified with Chicken Feet Gelatin, Citric Acid Crosslinker, and Glycerol as Plasticizer Elsa1, Annisa Ayu Marthasari2, dan Dionisius Andhika Putra3 1,2,3
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK
Dengan kandungan pati 40-64%, selama ini limbah onggok tapioka belum dapat dimanfaatkan dengan maksimal dan hanya menjadi limbah. Padahal pati merupakan bahan baku pembuatan biofilm. Penelitian kali ini akan mengkaji pengaruh penambahan crosslinker asam sitrat, plasticizer gliserol dan gelatin ceker ayam menggunakan desain eksperimen yaitu Central Composite Design dengan konsentrasi yang divariasikan terhadap kualitas biofilm yang dihasilkan. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah preparasi bahan baku, ekstraksi gelatin dari ceker ayam, ekstraksi pati onggok tapioka, pembuatan larutan biofilm menggunakan ultrasonic homogenizer untuk meningkatkan tingkat homogenitas larutan polimer kemudian dilanjutkan dengan pencetakan biofilm. Produk biofilm yang dihasilkan dikarakterisasi berdasarkan tensile strength, elongation at break, swelling power, durabilitas, struktur (FTIR) dan uji thermal. Performa biofilm optimum tersusun dari komposisi 12.98% gelatin, 0,22% gliserol dan 0,27% asam sitrat dengan tensile strength dan elongation at break sebesar 21,73 Mpa dan 19,73%. Pada model ANOVA terlihat bahwa gliserol dan asam sitrat memilki pengaruh yang signifikan terhadap respon tensile strength dan elongation at break sementara gelatin tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Biofilm dengan kadar gelatin yang besar akan mengalami proses degradasi dalam tanah yang cepat. Sementara, kadar asam sitrat yang semakin besar pada biofilm akan menghambat laju degradasi biofilm dalam tanah. Biofilm dengan penambahan asam sitrat, gliserol dan gelatin memiliki stabilitas termal yang lebih baik dibandingkan dengan biofilm blangko (campuran pati dan air saja). Penelitian ini diharapkan dapat dapat memberikan peluang terciptanya produk kemasan biofilm yang murah, ramah lingkungan, berkelanjutan serta dapat memberikan peluang pemanfaatan limbah menjadi suatu produk dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi. Kata kunci: onggok tapioka, gelatin, gliserol, asam sitrat, biofilm ABSTRACT Containing starch of 40-64%, tapioca starch waste is only used for forage and there is no further utilization for the fine products. Whereas starch has been established for biofilm as well. In this study, it will be examined the effect of citric acid, glycerol, and gelatin addition used design experiment of Central Composite Design with several concentrations upon the quality of the biofilm product. This study will be executed in several steps, i.e. the preparation of raw materials, the extraction of gelatin from chicken feet, the extraction of starch from cassava bagasse, then by the preparation of biofilm. Biofilms products will be characterized by tensile strength, elongation at break, swelling power, durability, structural (FTIR), and thermal test. The optimum performance of biofilm composed of 12,98% gelatin, 0.22% glycerol and 0.27% citric acid released 21,73 MPa of tensile strength and 19,73% of elongation at break. In ANOVA model indicate that glycerol and citric acid give significant effect to
172
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
tensile strength and elongation at break response, meanwhile gelatin is not give significant effect. Biofilms with high concentration of gelatin will degrade fastly in soil. Meanwhile, if the concentration of citric acid were higher in the biofilm, it will inhibit rate of soil biofilm's degradation. Biofilms with the addition of citric acid, glycerol and gelatin have better thermal stability than the blank biofilm (only a mixture of starch and water). This research is expected to provide opportunities for the creation of biofilm packaging products that are cheap, environmentally friendly, sustainable, and can provide waste utilization opportunities into a product with higher economic value. Keyword: tapioka starch waste, gelatin, glycerol, citric acid, biofilm PENDAHULUAN Plastik merupakan produk yang banyak digunakan dalam kehidupan. Produksi plastik dunia tahun 2014 mencapai 311 juta ton (STATISTA, 2015). Berdasarkan data EIA (2015), dibutuhkan 191 juta barel minyak untuk memproduksi 49 juta ton plastik di Amerika, sehingga untuk memproduksi 311 juta ton plastik di dunia, dibutuhkan minyak bumi sebesar 1212,265 juta barel pertahun. Plastik tersebut sulit terdegradasi sehingga dapat mencemari lingkungan. Biodegradable film merupakan salah satu solusi yang digunakan dari permasalahan penggunaan plastik yang non degradable. Biodegradable film dibuat dari bahan yang dapat diperbaharui misalnya protein dan polisakarida yang dapat diekstrak dari tumbuhan, hewan dan mikroba. Penelitian-penelitian sebelumnya yang sudah dilakukan memiliki beberapa kelemahan yaitu proses pencampuranya kurang homogen, memiliki tingkat kemuluran yang rendah (sekitar 40-65%) serta kadar air yang masih tinggi. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, inovasi pada penelitian ini dilakukan dengan penambahan beberapa material untuk memperbaiki performa dari biodegradable film yang dihasilkan. Material yang ditambahkan yaitu gelatin ceker ayam, crosslinker asam sitrat, serta plasticizer gliserol. Gelatin ceker ayam ditambahkan untuk meningkat tingkat kemuluran biofilm (Mekonnen dkk., 2013). Asam sitrat yang berfungsi sebagai crosslinker dapat meningkatkan tingkat kemuluran serta mereduksi kadar air dari film yang dihasilkan (Olsson, 2013). Sementara itu plasticizer gliserol ditambahkan untuk
meningkatkan fleksibilitas, ekstensibilitas, ketangguhan dan ketahanan sobek film (Vieira et al., 2011). Sebagai alat homogenisasi larutan polimer digunakan ultrasonic homogenizer. Tujuan penelitian diantaranya mengkaji metode pembuatan biodegradable film dengan menggunakan proses casting dan pencampuran menggunakan ultrasonic homogenizer, mengetahui pengaruh penambahan gelatin, crosslinker asam sitrat, dan plasticizer gliserol terhadap performa biofilm berbahan dasar pati onggok tapioca, mengetahui kondisi optimum produk biofilm berbahan dasar pati onggok tapioka dengan variabel gelatin, crosslinker asam sitrat, dan plasticizer gliserol, mengetahui karakteristik biodegradable film yang dihasilkan dengan penambahan gelatin, crosslinker asam sitrat, dan plasticizer gliserol menggunakan uji tensile strength dan elongation to break, uji durabilitas, uji termal dengan TGA dan FTIR. BAHAN DAN METODE Bahan yang digunakan antara lain onggok tepung tapioka dari industri tapioka di Pati, ceker ayam dari supplier ayam Kedungmundu, aquadest dari Lab UPT Undip, asam sitrat, gliserol, HCl 37%, H3PO4, KCl 70%, dan NaOH (PA) dari toko kimia Indrasari. Alat yang digunakan antara lain Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), TGA Analyzer DTG-60 serial number C30565100652TK, Texture Analyzer TA Plus LLOYD Instrument, Ultrasonic Processor FS250N, Rotary Evaporator, dan Planetary Ball Mill. Respon yang diamati dari penelitian ini adalah produk biodegradable film berdasarkan perbedaan pemberian bahan penyusun nya yaitu konsentrasi plasticizer, pati dan asam sitrat. Produk dianalisa fisik terlebih dahulu menggunakan uji tensile
173
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
strength & elongation to break. Selanjutnya produk yang menunjukan hasil yang optimum dari uji Tensile Strength kemudian dianalisa lebih lanjut menggunakan uji mekanik, FTIR, TGA, dan durabilitas.
Gambar 1. Skema Rancangan Percobaan Rincian mengenai prosedur percobaan dapat dilihat pada bagian Lampiran Variabel Tetap Jenis plasticizer : gliserol Suhu pemanasan : 90oC (selama 15 menit) dilanjutkan 65 oC (selama 15 menit) Waktu pemanasan : 30 menit Jumlah pati : 1,6 gram / 40 ml aquadest Waktu homogenisasi : 1 jam Variabel berubah ditentukan menggunakan Design Expert 10 CCD (Central Composite Design) dengan batas atas dan bawah dapat dilihat pada Tabel 1: Tabel 1. Batasan penentuan variabel CCD Variabel D Gelatin a Gliserol r Asam Sitrat
Batas Bawah 6 0,1 0,08
Batas Atas 20 0,3 0,3
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang telah didapat dalam penelitian ini adalah data hasil analisa mekanik. Analisis mekanik dilakukan guna mengetahui performa tensile strength dari
biofilm. Guna mengetahui kondisi terbaik dari performa mekanik biofilm dimana kondisi ini akan digunakan sebagai batas yang akan di aplikasikan untuk desain eksperimen Central Composite Design (CCD), dilakukan dengan cara trial beberapa variabel bebas yaitu gelatin, gliserol dan asam sitrat hingga dihasilkan tensile strength yang paling baik. Komposisi gelatin yang di trial adalah 0% dan 20%. Pada penambahan 0% gelatin, tensile strength yang dihasilkan sebesar 10,35 Mpa. Sedangkan pada penambahan 20% gelatin, tensile strength yang dihasilkan sebesar 12,27 Mpa. Sehingga dapat disimpulkan, penambahan gelatin hanya meberikan pengaruh sedikit terhadap kenaikan tensile strength. Komposisi gliserol yang di trial adalah 0,24% dan 0,77%. Pada penambahan gliserol 0,24% menghasilkan tensile strength sebesar 2,12 Mpa. Sementara untuk penambahan 0,77% gliserol menghasilkan tensile strength sebesar 1,73 Mpa. Penambahan gliserol yang berlebih menghasilkan biofilm yang terlalu lembek sehingga nilai tensile strength juga akan berkurang. Komposisi aasam sitrat yang di trial adalah 0,12% dan 0,5%. Pada penambahan asam sitrat 0,12% menghasilkan tensile strength sebesar 12,27 Mpa. Sementara pada penambahan asam sitrat 0,5% menghasilkan tensile strength sebesar 2,12 Mpa. Penambahan asam sitrat yang berlebih juga akan menghasilkan biofilm yang terlalu lunak sehingga nilai tensile strength akan berkurang. Hasil analisis mekanik trial produk biofilm disajikan pada Tabel 2. berikut: Tabel 2. Hasil analisis mekanik trial produk biofilm N o.
1 2. .3 .4 .
Kadar gelatin terhada p pati (%b/b) 20 20 0 20
Kadar gliserol terhada p berat total(%b /b) 0,77 0,24 0,24 0,24
Kadar asam sitrat terhadap berat total (%b/b) 0,5 0,5 0,12 0,12
Tensil strengt h (Mpa) 1,73 2,12 10,35 12,27
174
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Dari trial didapat kondisi terbaik tensile strength sebesar 12,27 Mpa dengan komposisi 20% gelatin, 0,24 % gliserol dan 0,12% asam sitrat. Kondisi tersebut selanjutnya digunakan sebagai acuan untuk pembuatan desain eksperimen dengan Central Composite Design (CCD).
Gambar 2. Hasil Biofilm Kondisi Optimum Komposisi Produk Biofilm serta Analisa Mekanik Tensile Strength dan Elongation at Break Hasil desain eksperimen dengan CCD beserta hasil analisis mekaniknya disajikan dalam Tabel 3. berikut: Tabel 3. Hasil Composite Design
analisa
mekanik
Central
Kada r gliser ol terha dap berat 0,2 total (%b/ 0,3 b) 0,2
Kadar sitrar terhadap berat total (%b/b)
3.
Kad ar gela tin terh ada p 13 pati (%b 6 /b) 13
0,19
23,1 9
26,07
4.
20
0,1
0,08
0,17
0,04
5.
13
0,2
0,01
2,8
4,96
6.
13
0,2
0,19
7.
13
0,37
0,19
8.
24, 77
0,2
0,19
9.
6
0,1
0,08
-
7,08
Run
1. 2.
0,19 0,08
Ten sile (Mp a) 14,4 2 1,81
18,2 3 14,4 7 16,4 7
Elong ation at break (%)
15.
13
0,2
0,19
14,3 18,9 8 20,4 6 16,5 6
10,29
16
13
0,2
0,19
10,51
17
13
0,2
0,19
18
6
0,3
0,3
19
20
0,3
0,3
8,08
13,96
20
6
0,1
0,3
20,5 4
8,62
10,42 6,28
Penelitian menggunakan metode statistik (Central Composite Design) untuk mengetahui variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap performa biofilm yang dihasilkan. Kadar Gelatin (A), gliserol (B) dan asam sitrat (C) sebagai variabel bebas, sedangkan responnya adalah Tensile Strength (T) dan Elongation at Break (E). Hasil Analysis of Variance (ANOVA) untuk respon Tensile Strength (T) terlihat dalam Tabel 4. dengan 2
persamaan persamaan ANOVA (R = 0,8677) nya adalah sebagai berikut: Sqrt (Tensile Strength + 0.60) = 4,34 0,078A +0,48B +0,92C +0,084AB -0,41AC 0,48BC - 0,11A2 -0,78B2 -0,63C2 Tabel 4. Hasil ANOVA untuk Respon Tensile Strength
18,66 4,1
9,56 6,54 7,58
10.
20
0,1
0,3
13,5 9
11.
20
0,3
0,08
6,65
2,92
12.
1,2 3
0,2
0,19
17,9
4,98
13.
13
0,2
0,37
12,8
7,7
14.
13
0,03
0,19
-
-
Nilai p (Probability) menunjukan model dan variabel-variabel tersebut signifikan atau tidak signifikan terhadap respon yang dihasilkan. Model dikatakan signifikan apabila nilai p<0,05 dan nilai F>1. Pada Tabel.4., model eksperimen signifikan
175
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
karena nila p<0,05 dan F>1 yaitu 0,0023 dan 7,29. Variabel gelatin (A) tidak berpengaruh signifikan terhadap respon yang dihasilkan karenan memiliki nilai p>0,05 dan F<1. gliserol (B) dan asam sitrat (C) berpengaruh signifikan terhadap respon yang dihasilkan karena memiliki nilai p<0,05 dan F>1 dimana asam sitrat memberikan pengaruh yang sangat kuat terhadap respon karena memiliki nilai p 0,0006 (p<<0,05). Asam sitrat memiliki kemampuan membentuk crosslinking dengan molekul pati, dimana berat molekul dari molekul pati akan meningkat dan memberikan ikatan antar molekul yang lebih baik, sehingga meningkatkan Tensile Strength. Pada konsentrasi yang rendah, asam sitrat tidak cukup kuat membentuk crosslinking dengan molekul sehingga Tensile Strength yang dihasilkan rendah. Sebaliknya bila asam sitrat yang ditambahkan dengan konsentrasi yang terlalu tinggi akan menyebabkan crosslinking yang berlebihan dan membatasi mobilitas molekul pati yang menyebabkan Tensile Strength yang dihasilkan juga akan rendah (Reddy, 2009). Bila dilihat dari grafik Normal Plot of Residuals (lihat Lampiran) telihat bahwa plot pada grafik mendekati dengan garis diagonal yang mengindikasikan bahwa model ANOVA terhadap respon Elongation at Break tersebut sudah memenuhi syarat (signifikan). Grafik Box Cox for Power Transforms (lihat Lampiran) dimana pada gambar tersebut garis biru lebih mendekati garis hijau daripada garis merah. Sehingga dapat disimpulkan transform yang digunakan menghasilkan model ANOVA yang memenuhi syarat (signifikan). Hasil Analysis of Variance (ANOVA) untuk respon Elongation at Break (E) terlihat dalam Tabel 5. dengan persamaan persamaan persamaan ANOVA (R2= 0,8517) nya adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Hasil ANOVA respon Elongation at Break
Nilai p (Probability) menunjukan model dan variabel-variabel tersebut signifikan atau tidak signifikan terhadap respon yang dihasilkan (E). Model dikatakan signifikan apabila nilai p<0,05 dan nilai F>1. Pada Tabel 5., model eksperimen signifikan karena nilai p<0,05 dan F>1 yaitu 0,0023 dan Grafik Box-Cox Plot for Power Transform (lihat lampiran) menunjukan bahwa garis biru pada grafik lebih mendekati garis hijau daripada garis merah. Hal ini mengindikasikan bahwa transform yang digunakan sudah tepat sehingga menghasilkan model ANOVA yang memenuhi syarat (signifikan). Optimasi produk Biofilm didapatkan dengan menggunakan software Design Expert. Optimasi digunakan untuk mengetahui kondisi optimum dari Biofilm yang dapat dihasilkan. Hasil optimasi yang didapat dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4. Tabel 6. Hasil Optimasi Produk Biofilm Gelatin (%)
12,98
Gliserol (%)
0,22
Asa m Sitrat (%)
Tensile Strength (Mpa)
Elongati on at Break (%)
0,27
21,73
19,72
Ln (Elongation at Break + 0.90) = 2,65 + 0,069A +0,51B +0,5C +0,073AB +0,097AC 0,35BC - 0,26A2 -0,62B2 -0,26C2
Gambar 3. Model 3D Optimasi Respon Tensile Strength
176
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
N o
Varia bel
1.
RUN 3 RUN
2. 3.
Gambar 4. Model 3D Optimasi Respon Elongation at Break Analisa Durabilitas Pada Bioplastik Uji durabilitas adalah analisa yang dilakukan untuk mengetahui seberapa lama plastik tersebut dapat terurai dalam tanah atau bisa dikatakan kemampuan bioplastik terdegradasi dalamtanah yang ditandai dengan penyusutan massa di dalam tanah pada waktu tertentu. Pada penelitian ini dilakukan uji durabilitas pada dua sampel yang memiliki nilai tensile strength paling tinggi yaitu RUN 3 dan RUN 20 dengan pembanding sampel blanko yaitu sampel tanpa penambahan gelatin, asam sitrat dan gliserol. Uji durabilitas yang kami lakukan berdasarkan pada cara yang dilakukan oleh Alves (2011) dengan sedikit modifikasi yaitu dimulai dengan mengatur relative humididty (Rh) pada lingkungan dalam desikator. Sejumlah tanah dimasukkan ke dalam wadah dan dimasukkan ke dalam desikator. Setelah itu dibawah desikator diletakkan larutan jenuh KCl dalam cawan untuk membuat Rh nya menjadi 85% setelah 3 hari didiamkan. Desikator dilapisi dengan vaseline untuk menjaga kestabilan kondisi di dalam desikator. Setelah 3 hari lalu sampel disiapkan. Sampel dipotong dengan ukuran tertentu lalu ditimbang dan diukur massa serta moisture content nya. Lalu sampel dikubur di dalam tanah yang berada di dalam desikator tersebut. Massa sampel dan moisture content nya diukur setiap 24 jam sekali selama 45 hari untuk mengetahui mass loss yang terjadi pada sampel. Data pengukuran mass loss dan moisture content dapat dilihat pada lampiran. Mass loss pada setiap variabel dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Mass Loss Pada Tiap Variabel
20 Blank o
Gelatin Gliserol Asam (%) (%) Sitrat (%)
Mass Loss
13
0,2
0,19
6
0,1
0,3
35,12 % 9,78%
0
0
0
8,91%
Ketiga variabel belum terdegradasi sempurna, namun terlihat bahwa variabel Run 3 memiliki laju durabilitas yang paling tinggi dibandingkan dengan yang lain yaitu mengalami mass loss sebesar 35,12 %. Hal ini terjadi karena kandungan gelatin pada run 3 tinggi yaitu sebesar 13% dibandingkan dengan run 20 yang mengandung hanya 6% gelatin. Pada hasil optimasi Design Expert yang didapatkan, kandungan gelatin optimum tidak jauh berbeda dengan kandungan gelatin pada Run 3 sehingga dapat disimpulkan bahwa mass loss yang dihasilkan tidak jauh berbeda. Gelatin mempercepat proses degradasi dari film karena gelatin terhidrolisis dengan menyerap air di dalam tanah sehingga polimer plastik akan putus dan pecah menjadi bagian yang lebih kecil. Polimer akan terdegradasi karena proses kerusakan atau penurunan mutu akibat putusnya ikatan rantai pada polimer (Anita dkk, 2013). Selain itu proses degradasi terjadi akibat adanya mikroorganisme yang berperan pada aktivitas pemecah dalam tanah (Qushayyi, 2013). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa gelatin dapat mempercepat proses degradasi dalam tanah. Asam sitrat sebagai crosslinker juga mempengaruhi laju proses degradasi dalam tanah. Di dalam tanah, air berdifusi ke dalam struktur film dan menyebabkan pembengkakan dan meningkatkan degradasi karena peningkatan pertumbuhan mikroba. Dengan penambahan asam sitrat maka proses difusi air ke dalam film akan menjadi terhambat yang kemudian akan diikuti dengan penurunan jumlah mikroorganisme yang ada di dalam sampel. Asam sitrat sebagai crosslinker menyababkan laju degradasi dari biofilm menjadi terhambat (Seligra et al., 2015). Moisture content dari sampel semakin hari semakin turun. Hal ini disebabkan karena pengukuran dilakukan pada ruangan berAC sehingga udara kering menyebabkan sampel menjadi kering. Hal lain yang
177
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
menyebabkan sampel menjadi kering adalah pengkondisian vaseline yang kurang optimal sehingga udara luar masih bisa masuk ke dalam desikator. Analisa Thermal Thermo Gravimetri Analysis (TGA) Thermo Gravimetri Analysis (TGA) adalah suatu analisa thermal untuk menguji kemampuan dekomposisi suatu bahan terhadap panas/peningkatan temperatur. Pada penelitian ini ada 2 hasil biofilm yang diujikan TGA, yang pertama biofilm (blangko/ PB1) tanpa penambahan gliserol, gelatin dan asam sitrat, dan yang kedua adalah biofilm dengan tensile strength tertinggi yaitu Run 3 (PB2). Komposisi pada Run 3 mirip dengan komposisi pada hasil optimasi Design Expert, sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil TGA pada Run 3 akan mendekati hasil TGA pada komposisi optimasi Design Expert. a
b
Gambar 5. (a) Grafik Hasil Thermo Gravimetri Analysis (TGA) Film (Blanko) dan (b) Grafik Hasil Thermo Gravimetri Analysis (TGA) Film (Run 3) Pada PB1 yang dapat dilihat pada Gambar 5a, dekomposisi terjadi dengan 3 tahap yaitu tahap pertama 97 – 110oC, tahap kedua 280 - 320 oC, dam tahap ketiga 440 520 oC. Tahap pertama menunjukan adanya evaporasi air yang terserap dalam bahan
disertai dengan evaporasi bahan-bahan yang memiliki berat molekul yang rendah (Cyras, 2008), tahap kedua menunjukan adanya dekomposisi dari bahan-bahan organik yang ditambahakan seperti pati, gelatin, gliserol dan asam sitrat (Cyras, 2008 dan Lee, 2015) sementara tahap ketiga dekomposisi bahan secara total (sisa organik) termasuk beberapa gas yang terdapat dalam bahan (CO2, CO, H2O), senyawa-senyawa volatil dan senyawa karbon yang terdapat dalam bahan (Mendes, 2016). Pada PB2 yang dapat dilihat pada Gambar 5b., dekomposisi terjadi hanya dalam 2 tahap yaitu tahap pertama 120 140oC, dan tahap kedua 240-300 oC. Berbeda dengan PB1, tahap pertama PB2 terjadi pada suhu yang lebih tinggi karena pada PB2 ada penambahan asam sitrat (crosslink) yang menyebabkan evaporasi air dan molekulmolekul ringan pada PB2 lebih sulit dibandingkan PB1 (Reddy, 2009). Pada PB2 juga belum terdapat tahap ketiga yaitu dekomposisi total dari bahan, ini mengindikasikan bahwa PB2 akan dapat terdekomposisi total hingga suhu >600oC. Berbeda dengan PB1 yang sudah terdekomposisi total pada suhu 520oC. Hal ini dapat terjadi karena pada PB2 ada penambahan crosslink (asam sitrat) yang membentuk ikatan dengan bahan-bahan lain dalam produk sehingga menyebabkan landainya grafik dalam tahap ketiga hingga suhu >600 oC (Reddy, 2009). Dapat disimpulkan bahwa dengan penambahan gelatin, gliserol dan asam sitrat membuat ketahan biofilm terhadap dekomposisi thermal menjadi lebih baik. Analisa Struktur (FTIR) Produk Bioplastik Analisa FTIR dilakukan untuk mengetahui struktur ikatan yang terkandung di dalam sampel. Hasil analisa FTIR produk biofilm dapat dilihat pada Gambar 6. berikut:
Gambar 6. Analisa FTIR produk Biofilm Run 3 dan Blangko
178
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Gambar diatas adalah hasil analisa FTIR produk biofilm Run 3 (air, pati, gelatin, asam sitrat dan gliserol) serta blangko (air dan pati). Dari Gambar 6. terlihat beberapa peak yang menggambarkan ikatan pada biofilm yang dianalisa. Pada kisaran 3000 – 3500 cm-1 pada terlihat adanya peak, ini mengindikasikan adanya ikatan hidroksil dari pati. Pada produk biofilm Run 3 kisaran panjang gelombang 3000 - 3500 cm-1 terlihat bahwa peak lebih tinggi dibandingkan produk biofilm blangko, ini menunjukan bahwa ikatan hidroksil pada produk biofilm Run 3 lebih banyak yang bersumber dari pati, gelatin, asam sitrat serta gliserol yang ditambahkan. Peak lain yang terlihat pada Gambar 6. adalah pada panjang gelombang 1700 cm-1, ini mengindikasikan adanya ikatan C=O yang berasal dari asam sitrat yang ditambahkan pada sampel biofilm (Reddy, 2009) serta pada panjang -1 gelombang 1575-1650 cm menunjukan adanya ikatan amina (N-H) menunjukan adanya gelatin ditambahkan (Almeida et. al., 2012). karena kedua gugus tersebut peak
yang yang Oleh pada kisaran panjang gelombang 1575-1700 cm-1 produk biofilm Run 3 terlihat lebih besar (tinggi) dibandingkan produk biofilm blangko. Jika dicermati lebih lanjut, pada produk biofilm blangko sekitar panjang gelombang 1550-1700 cm-1 terdapat 2 peak, dimana salah satu dari 2 peak tersebut ada yang hilang pada produk biofilm Run 3. Peak pada panjang gelombang 1638 cm-1 menunjukkan adanya ikatan air dengan pati yang terbentuk akibat ikatan hidrogen (Aydin dan Vladimir Ilberg, 2016), tetapi pada produk biofilm Run 3 peak tersebut hilang, hal ini disebabkan karena adanya penambahan asam sitrat (pH rendah) pada produk biofilm Run 3 dimana terjadi pembentukan ester yang melibatkan gugus karboksilat dan hidroksil pada rantai polimer yang ditandai dengan adanya satu puncak pada panjang gelombang 1700 cm-1 (Alves et.
al.,
2011).
Pada
kisaran panjang -1 gelombang 900-1000 cm terlihat pula peak yang mengindikasikan adanya senyawa lain yaitu –(CH2)n, pada produk biofilm
optimum pada kisaran panjang gelombang tersebut terdapat peak yang lebih besar (tinggi) dibandingkan dengan produk biofilm blangko, hal ini disebabkan karena pada produk biofilm Run 3 ada penambahan gliserol sebagai sumber dari senyawa –(CH2)n (Aydin dan Vladimir Ilberg, 2016). Dengan adanya analisa FTIR tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam pembuatan produk biofilm terjadi interaksi antar molekul antara beberapa bahan yang ditambahkan. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. -Ing. Silviana, S.T., M.T. sebagai dosen pembimbing karya tulis kami serta segenap civitas akademika Departemen Teknik Kimia Universitas Diponegoro yang telah mendukung berjalannya penelitian ini. SIMPULAN Performa biofilm optimum tersusun dari komposisi 12,98% gelatin, 0,22% gliserol dan 0,27% asam sitrat dengan tensile strength sebesar 21,73 Mpa dan Elongation at Break sebesar 19,73%. Kadar gelatin yang besar akan mempercepat proses degradasi dalam tanah. Sementara, kadar asam sitrat yang semakin besar pada film akan menghambat laju degradasi film dalam tanah. Biofilm dengan penambahan asam sitrat, gliserol dan gelatin memiliki stabilitas termal yang lebih baik dibandingkan dengan film blanko (campuran pati dan air saja). Pada pembuatan biofilm ini terjadi interaksi antar molekul antara beberapa bahan yang ditambahkan, seperti pembentukan ester yang melibatkan gugus karboksilat asam sitrat dengan gugus hidroksil. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai jenis plasticizer yang cocok dengan biofilm berbasis protein gelatin sehingga penggunaan gelatin untuk menambah performa biofilm dapat maksimal dan dapat memberikan peluang terciptanya produk kemasan biofilm yang murah, ramah lingkungan, berkelanjutan serta dapat
179
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
memberikan peluang pemanfaatan limbah menjadi suatu produk dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi bagi masyarakat Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Almeida, F., Lannes, S., Calarge, A., Farias, B. and Santana, C. 2012. FTIR Characterization of Gelatin from Chicken Feet. Journal of Chemical.6:1029-1032. Alves, V. D., Ferreira, A. R., Costa, N., Freitas, F., Reis, M. A. M., & Coelhoso, I. M. (2011). Characterization of Biodegradable Films From The Extracellular Polysaccharide Produced By Pseudomonas Oleovorans Grown On Glycerol Byproduct. Carbohydrate Polymers, 83, 1582-1590. Anita, Zulisma., Fauzi Akbar dan Hamidah Harahap. 2013. Pengaruh Penambahan Gliserol terhadap Sifat Mekanik Film Plastik Biodegradasi dari Patil Kulit Singkong, Vol.2 No.2 Aydin, A. A., & Ilberg, V. (2016). Effect of Different Polyol-Based Plasticizers On Thermal Properties of Polyvinyl Alcohol: Starch Blends. Carbohidrate Polymers, 136, 441-448. Cao, N., Yang, X., & Fu, Y. (2009). Effects of Various Plasticizers on Mechanical and Water Vapor Barrier Properties of Gelatin Films. Food Hydrocolloids, 23, 729–735. EIA. 2015. “Total US Resin Production from 2008” http://www.eia.gov/tools/faqs/faq.jfm ?id=34&t=6. Diakses 23 Maret 2016. Ferreira, A. R. V., Torres, C. A. V., Freitas, F., Reis, M. A. M., Alves, V. D., & Coelhoso, I. M. (2014). Biodegradable Films Produced from The Bacterial Polysaccharide Fucopol. International Journal of Biological Macromolecules, 71, 111-116. Firdaus, Feris & Chairil Anwar (2004). Potensi Limbah Padat-Cair Industri Tepung Tapioka sebagai Bahan Baku Film Plastik Biodegradabel. LOGIKA ISSN:1410-2315 vol.1, No.2 Hariyanto, & Sambudi, Y. J. (2010). Pembuatan Gelatin Dari Tulang Ikan Air Tawar. Hasdar, M., Erwanto, Y., & Triatmojo, S. (2011). Karakteristik Edible Film Yang Diproduksi Dari Kombinasi Gelatin
Kulit Kaki Ayam Dan Soy Protein Isolate. Buletin Peternakan, 35(3), 188-196. Lu, D. R., Xiao, C. M., & Xu, S. J. (2009). Starch-Based Completely Biodegradable Polymer Materials. Express Polymer Letters, 3, 366-375. Mendez-Vilas, A., & Diaz, J. (2007). Scanning Electron Microscopy and Transmission Electron Microscopy of Mollicutes: Challenges and Opportunities. Mustofa, K. A., & Suyanto, A. (2011). Kadar Kalsium, Daya Kembang, Dan Sifat Organoleptik Kerupuk Onggok Singkong Dengan Variasi Penambahan Tepung Cangkang Rajungan (Portunus Pelagicus). Jurnal Pangan Dan Gizi, 2(3). Olsson, E. (2013). Effects of Citric Acid On Starch-Based Barrier Coatings. Qushayyi, V. S., Maimunah H.P dan Wignyanto (2013) Technology Design of Biodegradable Plastic from Sago Starch Combined with Fermentation of Lactic Acid (Study of Addition of Chitosan and Gelatin) Reddy, N, & Yang, Y. (2009). Citric Acid Cross-Linking Of Starch Films.Food Chemistry, 118(3), 702-711. Statista. (2015). “Production of Plastic Worldwide from 1950 to 2014”, http://www.statista.com/statistics/2827 32/global-production-of-plastic-since 1950., Diakses tanggal 23 Maret 2016. Seligra, P. G., Carolina M. J., Lucia., & Silvia G. (2015). Biodegradable and NonRetrogradable Eco-Films Based On Starch Glycerol with Citric Acid as Crosslinking Agent. Carbohydrate Polymers 138 66-74 Vieira, M. G. A., Silva, M. A., Santos, L. O., & Beppu, M. M. (2011). Natural-Based Plasticizers and Biopolymer Films: A Review. European Polymer Journal, 47, 254263. Widyasari, R., & Rawdkuen, S. (2014). Extraction and Characterization of Gelatin from Chicken Feet by Acid and Ultrasound Assisted Extraction. Food and Applied Bioscience Journal, 2(1), 85-97.
180
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
SIMULASI DISTRIBUSI MEDAN LISTRIK TREATMENT CHAMBER MODEL COAXIAL PADA NORMEX-HYPER ELECTRIC PULSE (HEP) Electric Field Distribution Simulation of Coaxial Treatment Chamber on Normex-Hyper Electric Pulse (HEP) *Rismoyo Nahri Filanto1, Bagus Wisnu2, Yuni Puspitasari3, Faidiatul Andika Nuriah4, Aldilah Daydeva5, Angky Wahyu Putranto6 Jurusan Keteknikan Pertanian-Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian-Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya,
1,2,6 3,4,5
Email:
[email protected] Jalan Veteran, Kota Malang, Jawa Timur 65145, Indonesia
ABSTRAK Non-thermal Pigment Extractor (NORMEX) berbasis Hyper Electric Pulse (HEP) merupakan metode yang efektif untuk ekstraksi pewarna alami tanpa merusak senyawa-senyawa penting yang terkandung di dalam tanaman. Salah satu bagian terpenting dari alat NORMEX-HEP adalah treatment chamber. Parameter utama di dalam treatment chamber adalah distribusi tegangan yang dihasilkan oleh generator pulsa listrik pada NORMEX-HEP. Analisa tentang distribusi tegangan yang terjadi di dalam treatment chamber akan menentukan seberapa efektif bahan yang akan diekstrak menerima pulsa listrik bertegangan pada proses ekstraksi menggunakan NORMEX-HEP. Pada penelitian ini, distribusi medan listrik pada treatment chamber disimulasikan dengan software Finite Element Method Magnetic (FEMM) 4.2. Hasil simulasi menunjukkan bahwa pada saat awal alat NORMEX-HEP dinyalakan, elektroda positif tidak secara menyeluruh langsung mendapatkan pulsa listrik tegangan tinggi yang seragam. Namun demikian, setelah waktu operasi 30 detik, maka elektroda positif akan menerima pulsa listrik yang seragam dan akan meneruskan pulsa listrik tersebut ke elektroda negatif. Penelitian ini merupakan bagian dari panelitian utama untuk mengekstrak antosianin dari tanaman. Oleh karena itu diperlukan penelitian lanjutan untuk menganalisa kinerja alat NORMEX-HEP dan hasil ekstraksi antosianin dari tanaman baik dari segi rendemen maupun aktivitas antioksidannya. Kata kunci: NORMEX-HEP, treatment chamber, distribusi medan listrik, FEMM ABSTRACT Non-thermal Pigment Extractor (NORMEX) based on Hyper Electric Pulse (HEP) is an effective method for the extraction of natural dyes without decreasing the valuable compounds in the plant. One of the most important parts of the NORMEX-HEP apparatus is the treatment chamber. The main parameter in the treatment chamber is the electric field distribution generated by the electric pulse generator on NORMEX-HEP. The electric field distribution analysis will determine how effectively the material to be extracted trough a voltage pulse on the extraction process using NORMEX-HEP. In present study, the electric field distribution in treatment chamber was simulated by Finite Element Method Magnetic (FEMM) 4.2 software. The simulation results showed that at the beginning of the NORMEX-HEP apparatus is on, the positive electrode does not thoroughly get a uniform high voltage electrical pulse. However, after 30 minutes during operations, the positive electrode will receive a electrical pulse uniformly and will forward it into negative electrode. This study is part of a major study to extract anthocyanins from plants. Therefore, further research is required to analyze the of NORMEX-HEP apparatus performance and the results of anthocyanin extraction from plants both in terms of yield and antioxidant activity. Keywords: NORMEX-HEP, treatment chamber, electric field distribution, FEMM
181
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
PENDAHULUAN Maraknya perkembangan industri makanan di Indonesia saat ini tidak diimbangi dengan keamanan dari bahan yang digunakan. Hampir 90% industri pangan di Indonesia (BPOM RI, 2012). Sebagai dampaknya, penggunaan pewarna sintetis pada makanan dalam jangka panjang dapat menyebabkan reaksi alergi, hiperaktif pada anak, serta dapat memicu timbulnya kanker (Departemen Kesehatan RI, 2012). Pewarna alami yang bisa didapatkan dari ekstrak tumbuhan dan biasanya dijadikan bahan tambahan pangan yaitu pigmen klorofil, karotenoid, dan antosianin adalah zat pewarna yang sangat aman untuk dikonsumsi (Sari, 2015). Akan tetapi teknologi yang dilakukan untuk mengekstrak zat pewarna alami tersebut masih memiliki beberapa kekurangan seperti rendemen yang rendah, dan kualitas yang kurang baik, serta teknologi dengan konsumsi energi yang tinggi Terdapat berbagai macam metode ekstraksi untuk mendapatkan pewarna alami dari tanaman, akan tetapi metodemetode tersebut memiliki beberapa kelemahan seperti waktu ekstraksi yang lama dan memerlukan banyak pelarut seperti pada metode maserasi (Saputra dkk, 2013), penggunaan panas yang cukup tinggi seperti pada metode Microwave Assisted Extraction (MAE) dan ohmic heating (Farida dan Fitri, 2015; Knirscha et al., 2010). Dimana proses pemanasan pada ekstraksi pigmen akan menyebabkan pigmen terdegradasi selama proses, menurunkan kualitas warna, serta dapat mempengaruhi aktivitas antioksidan (Patras et al., 2011; Manasika dan Simon, 2015). Oleh karena itu diperlukan alat yang didesain untuk mengatasi beberapa kelemahan tersebut seperti menggunakan metode ekstraksi non-thermal menggunakan NORMEX (Non-Thermal Pigment Extractor) berbasis Hyper Electric Pulse (HEP). Teknologi NORMEX-HEP merupakan teknologi yang melibatkan aplikasi pulsa pendek berulang yang disertai medan listrik melalui bahan yang diletakkan diantara dua elektroda. Pulsa listrik HEP yang digunakan
untuk melakukan ekstraksi yaitu 0,7 kV/cm sampai 3,0 kV/cm (Toepfl, 2006). Salah satu bagian dari NORMEX-HEP yang paling penting yaitu treatment chamber sebagai tempat bahan yang akan di ekstrak. Parameter penting di dalam treatment chamber adalah distribusi tegangan yang dihasilkan oleh generator pulsa listrik pada NORMEXHEP. Analisis tentang distribusi tegangan yang terjadi di dalam treatment chamber akan menentukan seberapa efektif bahan yang akan diekstrak menerima pulsa listrik bertegangan tinggi pada proses ekstraksi menggunakan NORMEX-HEP. Distribusi tegangan pada treatment chamber dapat disimulasikan menggunakan bantuan software Finite Element Method Magnetic (FEMM) (Qin et al., 1995) Oleh karena itu tujuan dari artikel ini adalah untuk mensimulasikan distribusi medan listrik NORMEX-HEP pada treatment chamber model coaxial yang merupakan bagian dari penelitian utama NORMEX (nonthermal Pigment extractor) sebagai alat ekstraksi non-thermal pewarna alami. BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat yang digunakan antara lain mesin roll, pemotong, solder, obeng, gerindra, mesin bubut, amplas, serta peralatan pelengkap lainnya. Sedangkan bahan yang digunakan untuk treatment chamber dan elektroda adalah logam SS 316, teflon, komponen elektronika seperti resistor, transistor, kapasitor, PCB, diode dan transformator High Voltage. Metode Instrumentasi NORMEX-HEP Alat NORMEX-HEP terdiri dari treatment chamber yang dibuat dari stainless steel 316 dengan mengadopsi model koaksial. Dimana terdapat dua silinder yang berfungsi sebagai elektroda dan dipisahkan oleh isolator. Elektroda positif berada di tengah dengan diameter 4 cm dan elektroda negatif dengan diameter 16 cm, serta tinggi treatment chamber adalah 30 cm seperti pada Gambar 1. Jarak elektroda positif dan negatif sebesar 6 cm yang dipisahkan oleh isolator dari Teflon. Generator pulsa listrik dihasilkan dari rangkaian high voltage transformator dan 182
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 rangkaian driver yang diletakkan di bawah treatment chamber. Silinder luar (elektroda negatif)
Keuntungan dari model koaksial ini adalah struktur model chamber yang simpel sehingga mudah diterapkan pada industri serta mudah untuk mendeteksi distribusi kuat medan listrik yang diberikan (BarbosaCanovas & Zhang, 2001).
Silinder dalam (elektroda positif) Isolator (teflon)
Gambar 1. Coaxial treatment chamber Analisa Distribusi Tegangan Pulsa Listrik HEP Metode finite element (FE) adalah metode yang sangat ideal untuk menghitung distribusi medan listrik yang diinduksi secara heterogen (Johnson, 1997). Berdasarkan konservasi muatan, persamaan yang digunakan menentukan potensial listrik dapat dituliskan sebagai berikut:
∇ ⋅ J = 𝐽⃗⋅∇ ⋅(σ(T)⋅∇ ⋅Ψ) = 0 ..... (1) Dimana ⃗J adalah kerapatan arus dan ψ adalah potensial listrik. Hubungan antara medan listrik dan potensial listrik dapat digambarkan dengan rumus : E = −∇ ψ
..... (2)
Dimana E adalah kekuatan medan listrik. Diagram alir algoritma simulasi komputer untuk software FEMM mengikuti Muniraj dan Chandrasekar (2012), seperti mengidentifikasi persamaan sistem, formulasi FEMM, tipe elemen, interpolasi, integral numerik, prosedur perakitan, dan teknik solusinya. Geometri elektroda dari treatment chamber model koaksial pada HEP mengacu pada coaxial treatment chamber untuk Pulsed Electric Field (Putranto dkk, 2016) yang ditunjukkan seperti pada Gambar 2. HASIL DAN PEMBAHASAN Treatment Chamber Model Koaksial Treatment chamber pada alat HEP yang telah dirancang mengadopsi sistem konfigurasi elektroda model koaksial.
Gambar 2. Geometri Elektroda pada Coaxial Treatment Chamber menggunakan Simulasi FEMM (Putranto, dkk, 2016) Akan tetapi model koaksial pada treatment chamber ini juga memiliki kekurangan seperti tidak meratanya intensitas medan listrik yang diberikan karena bahan yang paling dekat dengan jarum penembak tegangan akan mempunyai intensitas kuat medan listrik yang lebih besar dibandingkan bahan yang berada jauh dari jarum penembak tegangan. Sehingga beberapa peneliti (Barbosa-Canovas & Zhang, 2001; Topfl, 2006; Raso & Heinz, 2006) menyarankan bahwa letak elektroda dengan model koaksial cocok digunakan untuk produk pangan dalam bentuk cair dengan sistem kontinyu. Distribusi Tegangan pada Treatment Chamber Model Koaksial Sumber utama elektroda positif didapat dari jarum penembak tegangan tinggi yang berada 4 cm di bawah silinder dalam treatment chamber (elektroda positif). Distribusi medan listrik dari jarum penembak tegangan tinggi ke elektroda positif ini dapat diprediksi dengan melihat sebaran kuat medan listrik dengan simulasi menggunakan Software FEMM 4.2 (Finite Element Method Magnetic). Pada penelitian ini tegangan yang akan
183
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 digunakan untuk mengekstrak pigmen antosianin adalah pada kuat medan listrik antara 0,7 sampai 3 kV/cm. Namun pada simulasi distribusi tegangan, treatment chamber akan disimulasikan dengan memberikan tegangan keluaran sebesar 10 kV atau 10.000 V sehingga kuat medan listrik yang dihasilkan yaitu dengan membagi tegangan keluaran dengan jarak elektroda sebesar 6 cm atau sebesar 1,67 kV/cm. nilai kuat medan listrik tersebut masih berada di dalam kisaran pulsa tegangan listrik untuk ekstraksi antosianin menggunakan alat NORMEX-HEP. Dengan menggunakan software Finite Element Method Magnetic (FEMM), maka distribusi tegangan listrik NORMEX-HEP pada tegangan keluaran sebesar 10 kV dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Distribusi Tegangan Pulsa Listrik NORMEX-HEP dari Jarum Penembak ke Elektroda
listrik yang tidak sama dengan ditunjukkan warna kuning sampai hijau muda, yang mempunyai kisaran nilai tegangan antara 1,5 – 5,5 kV. Hal ini sesuai dengan pernyataan Li et al. (2009), bahwa wilayah kuat medan listrik yang tinggi terkonsentrasi pada daerah dimana sumber medan listrik (jarum penembak tegangan), sehingga dapat dikatakan bahwa pulsa listrik yang berada dalam konfigurasi letak elektroda model koaksial, memiliki distribusi medan elektrik yang tidak merata. Namun jika proses pemberian pulsa tegangan listrik tersebut dilanjutkan selama beberapa waktu, maka elektroda positif akan mempunyai distribusi pulsa listrik yang seragam akibat perambatan listrik secara induksi. Sehingga perlu dilakukan pengujian lanjut untuk mengetahui berapa waktu yang ideal silinder elektroda positif menerima distribusi pulsa listrik tegangan tinggi yang seragam. Apabila diasumsikan alat NORMEX-HEP dioperasikan selama 30 detik, maka elektroda positif di dalam treatment chamber akan menerima distribusi pulsa listrik yang merata. Sehingga bahan yang akan diekstrak antosianinnya akan mendapatkan pulsa listrik tegangan tinggi yang seragam pula. Pada penelitian ini jugatelah disimulasikan apabila alat NORMEX-HEP dinyalakan dengan waktu sekitar 30 detik, maka elektroda positif di dalam treatment chamber akan menerima pulsa tegangan listrik yang seragam. Kemudian medan listrik akan mengalir dari silinder elektroda positif ke silinder elektroda negatif. Hasil seimulasi distribusi pulsa listrik dari elektroda positif ke elektroda negatif pada treatment chamber model koaksial dan sekaligus mengenai bahan yang akan diekstrak seperti ditunjukkan pada Gambar 4.
Berdasarkan Gambar 3, dapat dilihat bahwa sebaran medan listrik pada silinder elektroda di dalam treatment chamber tidak merata antara elektroda bagian atas dan elektroda bagian bawah. Elektroda bagian bawah menerima medan listrik paling banyak yang ditunjukkan dengan warna ungu-orange dengan nilai tegangan 8 - 10 kV, sedangkan pada elektroda bagian tengah sampai yang bagian atas, menerima medan
Berdasarkan Gambar 4, dapat dilihat bahwa silinder dalam (elektroda positif) treatment chamber disimulasikan telah menerima secara menyeluruh pulsa listrik tegangan tinggi yang diberikan selama waktu tertentu. Arah anak panah menunjukkan aliran medan listrik yang diberikan. Anak panah terpanjang dan yang terbesar berada di ujung jarum penembak tegangan tinggi yang menunjukkan sumber listrik positif dari
3 atas
1
4
bawah
2
Keterangan: 1. Silinder elektroda 2. Jarum penembak tegangan tinggi 3. Batas medan listrik 4. Garis kontur medan listrik
184
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 generator pembangkit pulsa tegangan tinggi. Panjang anak panah akan semakin mengecil sampai pada elektroda negatif. Fenomena ini sangat penting untuk diketahui untuk mendapatkan geometri elektroda yang optimal pada treatment chamber. Pada penelitian ini hanya mensimulasikan salah satu faktor penting pada ekstraksi antosianin menggunakan NORMEX-HEP yaitu pada distribusi tegangan treatment chamber model koaksial.
1
2
3
4
pada treatment chamber NORMEX- HEP telah berhasil dibuat. Distribusi pulsa listrik tegangan tinggi yang disimulasikan menggunakan FEMM 4.2 menunjukkan bahwa pada saat awal alat NORMEX-HEP dinyalakan, elektroda positif tidak secara menyeluruh langsung mendapatkan pulsa listrik tegangan tinggi yang seragam. Namun demikian apabila alat disimulasikan beroperasi setelah 30 detik, maka elektroda positif akan seluruhnya menerima pulsa listrik dan akan meneruskannya ke elektroda negatif. Pada penelitian ini merupakan bagian dari panelitian utama untuk mengekstrak antosianin dari tanaman. Oleh karena itu diperlukan penelitian lanjutan untuk menguji kinerja alat NORMEX-HEP dan hasil ekstraksi antosianin dari tanaman baik dari segi rendemen maupun aktivitas antioksidannya. UCAPAN TERIMA KASIH
Keterangan : 1. Batas medan listrik 2. Elektroda positif 3. Elektroda negatif 4. Jarum penembak tegangan tinggi
Gambar 4. Arah Distribusi Pulsa Listrik di dalam Treatment Chamber Oleh karena itu akan dilaksanakan penelitian lanjutan yang akan menguji kinerja alat NORMEX-HEP dan hasil ekstraksi antosianin dari tanaman baik dari segi rendemen maupun aktivitas antioksidannya. Sehingga dengan adanya distribusi pulsa listrik tegangan tinggi pada elektroda yang optimum ditambah dengan pengoptimalan beberapa faktor pada alat NORMEX-HEP seperti kuat medan listrik, frekuensi dan waktu treatment juga akan meningkatkan keefektifan laju ekstraksi pada ekstraksi pewarna alami antosianin pada tanaman menggunakan alat NORMEXHEP.
SIMPULAN Model konfigurasi elektroda koaksial
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi atas dana Program Kreativitas Mahasiswa tahun pendanaan 2017 yang diberikan dan Fakultas Teknologi Pertanian atas fasilitas yang telah diberikan. DAFTAR PUSTAKA Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 2012. Bahan tambahan pada pangan dan bahayanya (formalin, foraks, dan pewarna buatan). Dilihat 16 September 2016.
. Barbosa-Canovas, G.V. & Zhang, Q.H. 2001. Pulsed Electric Field in Food Processing, Fundamental Aspect and Application. USA. Technomic publishing company. Inc.
Depkes RI. 2012. Pewarna makanan. Dilihat 18 September 2016.
185
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 makanan.html>. Farida, R, dan Fitri, C. N. 2015. Ekstraksi antosianin limbah kulit manggis metode microwave assisted extraction (lama ekstraksi dan rasio bahan: pelarut). Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 3, no. 2, pp.362-373 Johnson. C. R. 1997. Computational and numerical methods for bioelectric field problems. Crit. Rev. Biomed. Eng., Vol. 25, pp: 1–81.. Knirscha, M, Carolina A, Anto´nio, M, and Thereza C. 2010. Ohmic heating - a review. J. Food Science & Technology. Vol. 21, pp. 436-441 Li, J., Wei, X., Xu, X., Wang, Y. 2009. Bacteria Inactivation by PEF with Coaxial Treatment Chamber and Tube-plate Treatment Chamber. Proceedings of the 9th International Conference on Properties and Applications of Dielectric Materials. Harbin. China. Manasika, A, dan Simon, B. 2015. Ekstraksi pigmen karotenoid labu kabocha menggunakan metode ultrasonik (kajian rasio bahan: pelarut dan lama ekstraksi). Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 3, no. 3, pp. 928-938 Muniraj, C., dan Chandrasekar, S. 2012. Finite Element Modeling for Electric Field and Voltage Distribution along the Polluted Polymeric Insulator. World J. Modelling and Simulation. 8(4), pp: 310320. Patras, A, Nigel P, Colm O, and Tiwari, B. 2010. Effect of thermal processing on anthocyanin stability in foods; mechanisms and kinetics of degradation. Trends in Food Science & Technology. Vol. 21, pp. 3-11 Putranto, A.W., Dewi, S.R., Izza, N., Argo, B.D. 2016. Performance Analysis of Pulsed Electric Field as A Green Extraction on Total Phenolic Compound of Cosmos caudatus. Prosiding Seminar Nasional PERTETA. No. ISSN: 2548-5040. Hal: 216-224 Qin, B., Zhang, Q., Barbosa-Canovas, G.V., Swanson, B.G., Pedrow, P.D. 1995. Pulsed electric treatment chamber
design for liquid food pasteurization using a finite element method. Transactions of the ASAE. 38(2), pp: 557565. Raso, J. & Heinz, V. 2006. Pulsed Electric Fields Technology For The Food Industry Fundamental and Applications. Food Engineering Series. Springer Science Business Media. USA. Saputra, I, Ghuzrina, P, Siti, Z, dan Muhammad, R. 2013. Ekstraksi senyawa bioaktif daun Moringa oleifera. Jurnal Teknik Pomits. Vol. 2, no. 1, pp. 1-5 Sari, R. 2015. Pengaruh Jumlah Pelarut Air dan Uji Stabilitas Terhadap Karakteristik Zat Warna Daun Jati (Tectona grandis) sebagai Pewarna Alami Tekstil. Laporan Akhir. POLSRI. Palembang Simanjuntak, L, Chairina S, dan Fatimah. 2014. Ekstraksi pigmen antosianin dari kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus). Jurnal Teknik Kimia USU. Vol. 3, no. 2, pp. 25 Toepfl, S. 2006. Pulsed electric fields (PEF) for permeabilization of cell membranes in food and bioprocessing – applications, process and equipment design and cost analysis. PhD Dissertation. Prozesswissen-schaften der Technischen Universität Berlin. Jerman.
186
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN KULIT UBI KAYU DALAM SINTESIS PRODUK BIOFOAM SEBAGAI PENGGANTI PRODUK STYROFOAM Utilization Agriculture Waste of Cassava Peel in Synthesis of Biofoam Product as Replacement of Styrofoam Product Bangkit Kali Syahputra Sipahutar1*, Muhammad Rinal Fahlevi2, Apria Ningsih Siregar3 1Program
Studi Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara, Medan Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Universitas Sumatera Utara, Medan 3Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, Medan 2Program
*E-mail: [email protected] Jalan Dr. T. Mansyur No. 9 Kampus Padang Bulan Medan 20155 Sumatera Utara
ABSTRAK Styrofoam atau dalam bahasa kimia dikenal dengan polistirena merupakan produk polimer dari monomer stirena. Penggunaan produk sebagai wadah makanan atau minuman panas akan menyebabkan terjadinya proses leaching dimana monomer stirena yang dimaksud akan bermigrasi ke makanan yang akan dikonsumsi. Dampak yang ditimbulkan akan sangat berbahaya karena stirena mengandung zat pemicu kanker dan merusak sel saraf. Sifat dari styrofoam juga sangat susah terurai sehingga menyebabkan dampak buruk bagi lingkungan. Melalui latar belakang inilah penulis bertujuan membuat suatu konstribusi inovatif yaitu dengan menggantikan styrofoam berbahan baku stirena menjadi biofoam berbahan baku kulit ubi kayu. Pati dan serat merupakan sumber utama dalam sintesis biofoam. Pemilihan kulit ubi kayu dikarenakan kandungan pati yang dimilikinya cukup banyak. Untuk sumber serat digunakan limbah tongkol jagung dan tambahan Polivinil Asetat (PVA) sebagai perekat. Polimer sintetik PVA yang digunakan sebagai perekat ini memiliki sifat biodegradable. Metode dalam sintesis produk biofoam ini dimulai dengan pencampuran bahan-bahan utama berupa pati yang terdapat dalam kulit ubi kayu dan tongkol jagung yang telah dikeringkan dan dihaluskan terlebih dahulu serta PVA yang digunakan sebagai bahan perekat di dalam sebuah mixer sehingga diperoleh campuran yang homogen. Sebagai hasilnya akan diperoleh biofoam yakni suatu produk ramah lingkungan dan tidak membahayakan kesehatan. Penggunaan biofoam ini turut serta dalam mengoptimalkan limbah dari hasil panen pertanian berupa kulit ubi kayu dan tongkol jagung. Kata kunci: Biofoam, Kulit Ubi Kayu, Stirena, Styrofoam ABSTRACT Styrofoam or in chemical language known as polystyrene is a polymer product of styrene monomers. The use of the product as a hot food or beverage container will cause a leaching process in which the styrene monomer in question will migrate to the food to be consumed. The impact will be very dangerous because styrene contains cancer-triggering substances and damage nerve cells. The nature of styrofoam is also very difficult to decompose, causing adverse effects on the environment. From this background the author aims to create an innovative contribution is to replace styrofoam made from styrene into biofoam made from raw cassava peel. Starch and fiber are a major source of biofoam synthesis. Selection of cassava peel due to the starch content it has quite a lot. For the source of fiber is used waste corncob and additional Polyvinyl Acetate (PVA) as an adhesive. The synthetic PVA polymer used as this adhesive has biodegradable properties. The method in the synthesis of this biofoam product begins by mixing the main ingredients of starch contained in cassava shoots and cobs of corn that have been dried and mashed first and the PVA used as an adhesive in a mixer to obtain a homogeneous mixture. As a results biofoam will be obtained that is an environmentally friendly product and does not endanger health. The use of biofoam is participated in optimizing the waste from agricultural crops such as cassava peel and corncob. Keyword: Biofoam, Cassava Peel, Styrene, Styrofoam 187
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 PENDAHULUAN Kehidupan manusia modern tidak bisa lepas dari penggunaan plastik. Mulai dari pemenuhan kebutuhan primer manusia, seperti bahan alat makan atau pengemas makanan, hingga kebutuhan tersier, seperti aksesoris alat komunikasi. Bahan yang banyak digunakan dalam pembuatan plastik adalah polimer sintetis yang mempunyai sifat sukar terurai secara alamiah. Karena sukar terurai, sampah plastik cenderung akan menumpuk di tempat pembuangan akhir dan dapat menimbulkan masalah bahkan kerusakan lingkungan. Adapun jika sampah plastik dibakar maka dapat menghasilkan zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan (Sahwan, dkk., 2005). Styrofoam atau plastik busa masih tergolong keluarga plastik. Styrofoam lazim digunakan sebagai bahan pelindung dan penahan getaran barang yang fragile seperti elektronik. Namun, saat ini bahan tersebut menjadi salah satu pilihan bahan pengemas makanan dan minuman (Sulchan dan Endang, 2007). Styrofoam ini merupakan senyawaan kimia polimer yang tersusun atas bagian-bagian kecil penyusunnya (monomer). Nama kimia dari styrofoam ini adalah polistiren. Senyawa penyusun dalam senyawa ini adalah stirena. Sulchan dan Endang (2007) dalam penelitiannya juga mengatakan bahwa monomer yang perlu diwaspadai yaitu vinil klorida, akrilonitril, metacrylonitil, viniliden klorida serta styrene. Polimer stirena ini bersifat sangat amorphous dan tembus cahaya, mempunyai indeks refraksi tinggi, sukar ditembus oleh gas kecuali uap air, dapat larut dalam alkohol rantai panjang, kitin, ester hidrokarbon yang mengikat klorin. Polimer ini mudah rapuh, sehingga banyak dikopolimerisasikan dengan batu diena atau akrilonitril. Menurut Karina (2015) menjelaskan bahwa plastik dengan kode nomor 6 ini baru akan terdegradasi dalam kurun waktu 50 tahun. Hal inilah yang melatar belakangi penulis dalam melakukan penelitian untuk membuat suatu solusi alternatif pengganti produk berbahaya styrofoam yaitu biofoam. Biofoam merupakan kemasan alternatif pengganti styrofoam yang terbuat dari bahan baku alami yaitu pati dengan tambahan serat untuk memperkuat strukturnya. Produk ini
tidak hanya bersifat biodegradable tetapi juga renewable (Iriani, 2014). Biodegradable berarti bahwa produk ini dapat terurai dengan sendirinya secara alami karena sifatnya yang terbuat dari limbah tumbuhan dan renewable yang berarti dapat diperbaharui dan ramah lingkungan. Proses pembuatan biofoam juga tidak menggunakan bahan kimia berbahaya seperti benzene dan styrene yang bersifat karsinogenik. Proses pembuatan biofoam dilakukan dengan memanfaatkan kemampuan pati untuk mengembang akibat adanya proses panas dan tekanan. Pada kandungan kulit ubi kayu, kandungan karbohidrat merupakan kandungan terbanyak yang terdapat di dalamnya. Pati juga merupakan bagian dari karbohidrat jenis polisakarida, dalam hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa pati banyak terdapat dalam kulit ubi kayu. Pati merupakan karbohidrat yang terdiri atas amilosa dan amilopektin. Amilosa adalah bagian polimer linier dengan ikatan α-(1,4) unit glukosa yang memiliki derajat polimerisasi setiap molekulnya yaitu 102-104 unit glukosa. Sedangkan amilopektin merupakan polimer α-(1,4) unit glukosa yang memiliki percabangan α-(1,6) unit glukosa dengan derajat polimerisasi yang lebih besar yaitu 104-105 unit glukosa. Bagian percabangan amilopektin terdiri dari α-Dglukosa dengan derajat polimerisasi sekitar 20-25 unit glukosa (Kusnandar, 2011). Iriani (2014) dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa biofoam memiliki beberapa kelebihan bila dibaandingkan dengan produk styrofoam, diantaranya teknologi relatif sederhana, bahan baku utama berupa sumber pati dan serat, bahan baku dapat divariasikan sesuai dengan potensi daerah sekitar, tidak menggunakan bahan kimia yang berbahaya, dapat dibuat dalam berbagai bentuk dan ukuran. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitin ini adalah limbah hasil pertanian kulit ubi kayu (Manihot utilissima Phol.) sebagai sumber pati, limbah tongkol jagung sebagai sumber serat dan tambahan polmer sintetik Polivinil Asetat (PVA) sebagai perekat yang memiliki sifat biodegradable. Sifat fisiko-kimia
188
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 dari PVA disajikan dalam Tabel 1. Aquadest digunaka sebagai pelarut pada saat pembuatan sludge campuran bahan. Tabel 1. Sifat Fisiko-Kimia Polivinil Asetat Sifat Fisika Sifat Kimia 1. Titik didih 72.2 1. Rumus molekul oC C4H6O2 2. Titik beku -93.2 2. Sedikit larut dalam oC air 3. Tekanan uap 83 3. Besifat iritasi mmHg (@20 tehadap tubuh oC) 4. Ambang bau 0.12 4. Berbau manis bpj 5. Berat molekul 5. Tingkat penguapan 86.09 g/mol 8.9 (Sentra Informasi Keracunan Nasional, 2012) Alat Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : mesin hot press “Go Tech” dengan spesifikasi pengatur suhu dan tekanan. Alat yang digunakan dapat seperti yang tersaji pada Gambar 1. Prinsip yang digunakan dalam alat ini adalah dengan memanfaatkan panas dari alat ini untuk kemudian campuran bahan yanng digunakan diberikan tekanan pada keadaan suhu tertentu. Selain hot press, alat lain yang digunakan yaitu blender, besi cetakan adonan, kertas saring dan alumunium foil.
mesin hot press dengan sistem tekan cetak pada suhu dan tekanan tertentu. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini dimulai dengan proses perolehan pati limbah kulit ubi kayu dilanjutkan dengan penyiapan sumber serat dari limbah tongkol jagung dengan cara menghaluskan atau memperkecil ukuran dari tongkol jagung. Alasan memilih limbah kulit ubi kayu sebagai sumber pati dikarenakan kandungan pati yang terdapat pada kulit ubi kayu cukup banyak dan keberadaannya yang masih kurang dimanfaatkan sebagai hasil akhir dari proses pertanian. Kandungan pati dalam limbah kulit ubi kayu disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Persentase Kandungan Pati dalam Kulit Ubi Kayu Komposisi Kimia Kulit Ubi Kayu Air 7.9–10.32% Pati (Starch) 44-59% Protein 1.5-3.7% Lemak 0.8-2.1% Abu 0.2-2.3% Serat 17.5-27.4% Ca 0.42-0.77% Mg 0.12-0.24% P 0.02-0.10% HCN 18.0-309.4 ppm (Nindianti, 2014) Perolehan Pati Kulit Ubi Kayu Kulit ubi yang telah dikeringkan dihaluskan dengan menggunakan blender. Dilakukan perendaman dengan air terhadap pati yang telah dihaluskan selama 1 malam untuk didapatkan endapan. Endapan yang telah didapatkan kemudikan disaring dan hasil penyaringan dikeringkan di bawah sinar matahari.
Gambar 1 Alat Hot Press “Go Tech” yang digunakan dalam penelitian Metode Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Bagian Polimer Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara, Medan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan memanfaatkan panas (kalor) dari
Sintesis Produk Biofoam Proses dalam sintesis produk biofoam ini dimulai dengan mecampurkan pati yang diperoleh dari kulit ubi kayu dengan sumber serat dari tongkol jagung serta tambahan polimer sintetik PVA. Pati yang digunakan dalam penelitian ini kurang lebih 50 mg dan serat tongkol jagung sebanyak 20 mg. Setelah itu ditambahkan dengan pelarut aquadest. Campuran diaduk dengan mixer sekalian ditambahkan dengan polimer sintetik PVA secukupnya sampai campuran merekat
189
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 secara homogen. Selanjutnya campuran homogen dimasukkan dalam plat cetakan dengan menggunakan spatula. Lapisan plat dialasi dengan alumunium foil dan dimasukkan ke alat hot press dengan suhu 180 oC selama 2-3 menit.
prototype dikarenakan fasilitas yang ada di laboratorium penelitian yang kurang memadai. Selain itu, serbuk tongkol jagung yang digunakan sebagai sumber serat masih memiliki tektur yang cenderung kasar dan sangat kurang penghalusan lebih lanjut. Polivinil Asetat (PVAc) sebagai sumber polimer sintetik untuk perekat ramah lingkungan yang digunakan dalam penelitian ini tidak bersifat pro analys. Hal ini dikarenakan biaya untuk memperoleh sangat mahal disamping itu karena ketersediannya yang sulit dijangkau.
Gambar 2. Proses Perolehan Pati dari Kulit Ubi Kayu HASIL DAN PEMBAHASAN Pada saat proses perolehan pati dari kulit ubi kayu, didapat pati seberat 50 gram dari 100 gram serbuk kulit ubi kayu. Hasil ini belum tergolong maksimal karena seharusnya hasil pati yang didapat bisa lebih banyak dari itu. Hal ini disebabkan oleh banyak hal. Seperti kurang lamanya hasil perendaman dan kurang halusnya serbuk kulit ubi kayu yang akan diendapkan dengan aquadest. Hal ini juga akan memengaruhi kualitas pati yang akan digunakan dalam pembuatan biofoam. Hasil biofoam yang diperoleh juga tidak akan maksimal. Biofoam yang dihasilkan dari penelitian ini berbentuk seperti stik. Hal ini disebabkan karena besi cetakan yang digunakan bebentuk seperti stik es krim. Namun biofoam yang dihasilkan dalam penelitian ini memberikan hasil yang kurang maksimal karena kurangnya variasi yang digunakan dalam penelitian ini, selain itu hasilnya tidak dapat langsung digunakan untuk keperluan masa kini seperti pengganti cup mie instan dan bentuk lainnya karena produk yang dihasilkan masih dalam
Gambar 3. Proses Sintesis Produk Biofoam SIMPULAN 1. Biofoam dapat dibuat dari segala jenis tanaman yang mengandung sumber pati
190
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 ditambah dengan sumber serat dan polimer sintetis. 2. Sumber pati yang digunakan berasal dari kulit ubi kayu dan sumber serat dari serat tongkol jagung. 3. Penggunaan biofoam akan sangat mengurangi dampak buruk sebagai pengganti styrofoam yang memiliki tingkat kebahayaan yang tinggi. 4. Biofoam memiliki sifat biodegradable yang berarti dapat terurai dengan sendirinya. Dengan demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa produk biofoam ini adalah sebuah produk yang disintesis dengan metode tekan cetak panas dengan alat hot press dan mampu mengoptimalkan limbah kulit ubi kayu dan layak sebagai pengganti produk styrofoam yang terbuat dari monomer stirena yang akan sangat membahayakan bagi pengguna produk styrofoam. UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas dalam mendukung penelitian ini khusunya kepada Laboratorium Penelitian Bagian Polimer Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara. DAFTAR PUSTAKA
Ramah Lingkungan, Biofoam Solusinya. Dilihat 03 Mei 2017. < http://www.tempo.co/read/news/20 14/02/04/107551088> Karina, M. 2015. Penelitian dan Pengembangan Plastik Ramah Lingkungan di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-4 Yogyakarta, 28 Oktober 2015 ISSN:2477-3298. Kusnandar, F. 2011. Kimia Pangan Komponen Makro. Dian Rakyat: Jakarta Nindiani, R.T. 2014. Pemanfaatan Limbah Kulit Singkong dan Gliserin dari Minyak Jelantah dalam Pembuatan Plastik Biodegradable. Palembang: DIII Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya. Sahwan, F.L., Martono, D.H., Wahyono, S., dan Wisoyodharmo, L. A.,. 2005. Sistem Pengelolaan Limbah Plastik di Indonesia, Jurnal Teknologi Lingkungan, 6(1), pp. 311-318. Sentra Informasi Keracunan Nasional. 2012. Vinil Asetat. Diakses pada 22 Juni 2016. Sulchan, M. dan Endang N.W. 2007. Food Safety of Plastic and Styrofoam Packaging. Tesis Majister Kedokteran Indonesia.
Iriani, E.S., Tun, T.I., Nur, R., Titi C., Sunarti., Indah Y. 2014. Saatnya Memakai Plastik
191
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
HYDROCOVER (HYDROPONIC CULTIVATION VERTICULTURE): INOVASI BUDIDAYA TANAMAN HIDROPONIK MELALUI TEKNIK VERTIKULTUR DENGAN PEMANFAATAN LIMBAH PAKAIAN Hydrocover (Hydroponic Cultivation Verticulture): Innovation of Hydroponic Plant Culture Through Verticulture Techniques by Using Waste Clothes Ginanjar Dwi Cahyanto1, Fajar Julian Santosa1, Nurul Wahidah Rahmatika1 1Program
Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta Email: [email protected] ABSTRAK
Pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak dapat terlepas dari kehidupan sehari-hari. Perkembangan tinggi, bobot, serta mode-mode pakaian yang diperjualbelikan ini tanpa disadari dapat menghasilkan limbah pakaian yang melimpah dan menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya peningkatan limbah pakaian. Hydrocover merupakan inovasi terbaru dengan metode budidaya tanaman yang tidak banyak memakan tempat atau lahan yang luas. Sistem yang akan digunakan dalam Hydrocover adalah sistem vertical gardening yang memanfaatkan dinding rumah sebagai media untuk pemasangan kainkain dari limbah pakaian yang berfungsi sebagai media tanam penahan tanaman. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode grounded karena merupakan pengembangan dari teori sebelumnya. Penelitian ini dimulai dari penyiapan media tanam dengan menggunakan rockwool untuk penyemaian benih, arang sekam sebagai media tanam dalam Hydrocover serta perlakuan pemeliharan seperti pada tanaman biasanya. Bahan-bahan yang digunakan merupakan bahan yang diperoleh dari alam sehingga media tanam yang digunakan juga hasil pemanfaatan dari bahan-bahan di alam. Hydrocover ini sebagai alternatif lain disaat lahan pertanian yang mulai mengalami defisit. Kata kunci: Hydrocover, Vertikultur, Pakaian ABSTRACT Clothing is one of the basic needs that can not be separated from everyday life. These high developments, weights, and fashion trends that are traded unknowingly can result in abundant clothing waste and become one of the factors driving the increase of clothing waste. Hydrocover is the latest innovation with the method of cultivation of plants that do not eat a lot of place or large land. The system that will be used in Hydrocover is vertical gardening system that utilizes the wall of the house as a medium for the installation of fabrics from garment waste that serves as a planting medium for plant retention. This research uses qualitative approach with grounded method because it is the development of previous theory. This research started from preparation of planting medium by using rockwool for seeding of seed, husk husk as planting medium in Hydrocover and maintenance treatment as in plant usually. The materials used are materials obtained from nature so that the planting medium used is also the result of utilization of the materials in nature. This hydrocover as another alternative when the agricultural land that began to deficit. Keywords: Hydrocover, Vertikulture, Clothes
192
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
PENDAHULUAN Pakaian merupakan salah satu kebutuhan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Pakaian digunakan sebagai pelindung terhadap berbagai bagian-bagian pada tubuh manusia serta sebagai penutup bagian-bagian tertentu. Bahan-bahan tekstil atau berserat alam yang berasal dari serat kapas sebagai bahan dasar utama pakaian. Sementara itu serat alami atau serat kapas yang diproduksi tetap. Perkembangan tinggi, bobot, serta mode-mode pakaian yang diperjualbelikan ini tanpa disadari dapat menghasilkan limbah pakaian yang melimpah dan menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya peningkatan limbah pakaian. Sampah atau limbah merupakan salah satu masalah penting yang ada pada tiap daerah. Limbah kain merupakan salah satu jenis limbah yang sulit diolah karena merupakan limbah anorganik yang tidak mudah terurai sehingga tidak dapat dikompos, jika limbah kain diolah dengan cara pembakaran akan menimbulkan asap dan gas beracun yang juga membahayakan lingkungan. Ini menjadikannya suatu masalah karena berdasarkan data tahun 2011, limbah kain menempati urutan ke-4 presentase limbah terbanyak yakni 6,36% secara berat dan 5,1% secara volume, dengan jumlah sampah harian di Bandung yang mencapai kurang lebih 1000 ton per hari dengan peningkatan sekitar 3% sampai 5% per tahunnya (Susilo dan Karya, 2013). Disisi lain, lahan pertanian yang saat ini terbatas menjadi kendala yang dialami oleh masyarakat. Apalagi jika mereka menginginkan lahan untuk menanam tanaman di rumah. Sementara jumlah penduduk setiap tahunnya semakin bertambah. Salah satu metode alternatif yang berdaya guna adalah teknologi hidroponik dengan sistem vertical gardening. Sistem bercocok tanam ala hidroponik kini semakin banyak dipilih karena merupakan budidaya tanaman tanpa media tanah. Sistem bercocok tanam yang lebih banyak menggunakan air sebagai sumber nutrisi utama ini biasanya dilakukan di dalam greenhouse. Pasalnya, faktor-faktor ekosistem bisa lebih mudah dikendalikan sehingga risiko terhadap pengaruh cuaca pun bisa diperkecil. Ide awal kebun hidroponik muncul dalam menyiasati keterbatasan lahan, waktu, dan cara pemeliharaan. Dengan hidroponik,
tanaman tumbuh di dalam media tanam, tetapi tanaman tidak mendapatkan apaapa dari media tanam tersebut. Tanaman hanya menerima apa yang kita berikan, tidak lebih tidak kurang. Kita memiliki kontrol total atas pH, nutrisi dan kepekatan dari nutrisi tersebut. (Karsono S, 2007) Limbah pakaian banyak terdapat pada rumah tangga keluarga dan pabrik industri itu memiliki banyak nilai guna untuk didaur ulang dan dijadikan suatu produk. Cara yang ditemukan misalnya mendaur ulang limbah pakaian untuk dijadikan media tanam Hydrocover. Hydrocover merupakan sebuah inovasi budidaya tanaman melelui teknik vertikultur yang menggunakan limbah pakaian sebagai media tanamnya. Nantinya limbah pakaian akan menjadi alternatif sebagai media tanam agar dapat memiliki nilai guna yang lebih dibidang pertanian. Selain itu juga melalui pemanfaatan limbah pakaian untuk pertanian hidroponik yang menggunakan teknik vertikultur ini akan memberikan metode budidaya tanaman dalam lahan yang terbatas serta dapat mengurangi pencemaran lingkungan yang terjadi disekitar yang disebabkan oleh limbah pakaian. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakaian atau kain bekas yang sudah tidak terpakai lagi, kayu untuk menyangga dan kaos kaki bekas. Bahan lainnya antara lain media tanam yang berupa rockwool, bibit tanaman, tali, pipa, ember, air, dan pupuk.
Gambar 1. Pakaian bekas Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa gunting, alat jahit, 193
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 palu, nampan dan mesin. Metode Pelaksanaan penilitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode grunded karena merupakan pengembangan dari teori sebelumnya. Penelitian ini bertolak dari suatu teori atau untuk menguji teori dengan metode analisis yang digunakan adalah teoritisasi data. Substansi rumusan masalah dalam pendekatan grounded masih bersifat umum, sehingga digunakan analisis proses untuk menyusun urutan atau rangkaian data. Pengumpulan data pada penelitian ini dengan menggunakan metode observasi terhadap obyek penelitian, yaitu sebuah inovasi budidaya tanaman hidroponik dengan menggunakan pakaian dan kaos kaki yang dilakukan dengan menggunakan teknik vertikultur. Pengumpulan bahan Bahan yang dikumpulkan diantaranya adalah bahan bekas atau limbah rumah tangga, seperti pakaian dan kaos kaki bekas, serta bahan lainnya yaitu kayu untuk menopang, pipa untuk mengalirkan air, rockwool sebagai media tanam, bibit yang akan ditanam, tali untuk menggantungkan media, air dan pupuk atau nutrisi. Perancangan Hydrocover Perancangan hydrocover ini dimulai dari penjahitan kain perca yang akan digunakan sebagai pengganti tembok dan sandaran media tanamnya. Ukuran kain yang digunakan adalah 200 x 200 cm Kemudian pemasangan kaos kaki yang dipasang dengan menggunakan tali secara tegak lurus dari atas ke bawah. Kaos kaki yang dipasang berjumlah sebanyak 12 dengan pola pemasagan 4 x 3. Setelah pesangan kaos kaki selesai, pada bagian belakang dipasangkan kayu secara tegak lurus pada bagian pingir sisi kanan dan kiri dengan tujuan untk menopang kain supaya dapat berdiri dengan tegak. Kemudian hydrocover tersebut dipasang dengan berdiri tegak. Rangkaian bagian bawah atau kakinya menggunakan pipa-pipa yang dipasangkan sedemikian rupa. Pipa ini digunakan untuk penampungan air dan penyedia air bagi tanaman. Bagian atas dan bagian bawah ini berupa rangkaian yang terpisah dan dapat di bongkar pasang. Penyiapan Media Tanam
Media yang digunakan adalah rockwool karena medianya yang ringan dan mampu menyerap air. Sebelum digunakan rockwool terlebih dahulu drendap di dalam air supaya strukturnya lunak dan mudah dibaluti ke akar tanaman. Pembibitan Bibit yang digunakan adalah bibit jenis tanman yang mempunyai perakaran yang dangkal dan memiliki berat yang relative ringan yang telah cukup umur setelah semai dengan ukuran dan tinggi yang seragam. Pembibitan ini dilakukan dengan media arang sekam. Penanaman Setelah bibit tumbuh, maka dilanjutkan pada tahap penanaman dimana akar tanaman dibalut dengan rockwool dan dimasukkan pada masingmasing kantong yang berupa kaos kaki yang sudah diatur pola nya. Pemindahan tanaman dilakukan setelah tanaman berdaun 3-5 helai. Pemeliharaan Pemeliharaan ini berupa pemberian nutrisi atau pupuk untuk tanaman dan pengairan bagi tanaman serta pengendalian hama, gulma, dan penyakit. Pemberian pupuk dilakukan setelah tanaman menginjak pada hari ke-4. Pengairan dilakukan setiap hari dan dilakukan secara berkala. Pemanenan Pemanenan ini dilakukan setelah tanaman menginjak pada umur 40 hari. Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut tanaman dan media tanam (rockwool) secara hati-hati supaya tanaman tidak patah dan rockwool tidak tertinggal di dalam kaoskaki. HASIL DAN PEMBAHASAN Hydrocover adalah sebuah inovasi untuk budidaya tanaman hidroponik yang menggunakan teknik vertikultur dengan memanfaatkan limbah kain sebagai pengganti pot atau media tanamnya. Hydrocover ini dibuat bertujuan untuk membudidayakan tanaman dengan fokus pada lahan sempit karena tidak 194
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 membutuhkan lahan yang banyak karena sistem dari budidaya ini dengan mengarah ke atas atau berdiri tegak ke atas.
Gambar 2. Sampel Hidroponik Vertikultur Rancangan Hydrocover
untuk menjaga keseimbangan nilai EC pada nutrisi. Kebutuhan Air Tanaman Pada pengamatan kebutuhan air tanaman pada setiap harinya dapat diketahui bahwa rata-rata kebutuhan air adalah 4,8 liter per hari (untuk 12 tanaman). Kebutuhan air yang tinggi ini dikarenakan pada media tersebut terkena pancaran sinar matahari yang terlalu banyak sehingga seperti layaknya pakaian yang sedang di jemur. 100%
7
80%
6
60%
5
40%
4
20%
3
0% 1
2
3
4
5
6
2
7
Gambar 4. Grafik Perkembangan Kebutuhan Air Tanaman Tinggi Tanaman Gambar 3. Rancangan Hidroponik Vertikultur Keterangan gambar: 1. Atap Kanopi 2. Saluran outlet 3. Kaki atap 4. Sambungan pipa 5. Kaki taman vertical 6. End plug 7. Ember/bak penampung air 8. Saluran inlet 9. Skor kaki 10. Pompa (Head 1.8 m) 11. Saluran outlet 12. Lobang tanam 13. Karpet 14 Pipa penggantung karpet 15 Tali pengikat/penggantung
Pada pengamatan tinggi tanaman dapat disimpulkan bahwa rata-rata tinggi pertumbuhan tanaman tiap 10 harinya adalah 4-5 cm. Rata-rata ini diambil dari hasil rata-rata tiap barisnya yang terdiri atas 3 tanaman yang berbaris. 40 30
0
20
5
10
10
0 1
2
3
4
15
Gambar 5. Grafik Tinggi Tanaman
Pengamatan Penambahan Nutrisi Pada pengamatan penambahan nutrisi ini dapat disimpulkan bahwa setiap penambahan nutrisi A dan B yang di campur dilakukan penambahan air yang bertujuan 195
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 Tabel 1. Pengamatan Penambahan Nutrisi Umur (hari)
Volum Total (Liter)
Volum Saat Pengamatan (liter)
Penambahan Air (liter)
Pekatan A
Pekatan B
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
46.7 46.7 46.7 46.6 46.5 46.4 46.5 46.6 46.2 46.1 46 45.9 45.4 45.1 44.8 44.3 44.5 44.6 44.2 44.4 44.4 44.2 43.9 43.9 43.9 43.9 43.9 43.9 43.9 43.9
3.3 3.3 3.3 3.4 3.5 3.6 3.5 3.4 3.8 3.9 4 4.1 4.6 4.9 5.2 5.7 5.5 5.4 5.8 5.6 5.6 5.8 6.1 6.1 6.1 6.1 6.1 6.1 6.1 6.1
16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 20 20 21 21 25 26 26 26 26 26 26 26 30 30 30 30 30 30 30 30
16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 20 20 21 21 25 26 26 26 26 26 26 26 30 30 30 30 30 30 30 30
Jumlah Daun Pada pengamatan jumlah daun ini didapatkan rata-rata jumlah daun adalah sebanyak 1 helai ditiap harinya. Namun, ada juga yang jumlah daun yang tumbuh sama dengan hari sebelumnya. 20
0
15
2
10
4 6
5
8 0 1
2
3
4
5
6
7
Gambar 6. Grafik Jumlah Daun
10
SIMPULAN Hydrocover adalah sebuah inovasi untuk budidaya tanaman hidroponik yang menggunakan teknik vertikultur dengan memanfaatkan limbah kain sebagai pengganti pot atau media tanamnya. Hydrocover ini dibuat bertujuan untuk membudidayakan tanaman dengan focus pada lahan sempit karena tidak membutuhkan lahan yang banyak karena system dari budidaya ini dengan mengarah ke atas atau berdiri tegak ke atas. Kebutuhan air pada budidaya dengan menggunakan hydrocover ini cukup tinggi karena bahan yang digunakan adalah kain. Namun, untuk pemeliharaannya sama seperti pemeliharaan tanaman pada umumnya dan pertumbuhannya tidak kalah dengan tanaman yang ditanam di tanah. 196
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan syukur penulis tujukan kepada Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada orangtua, teman-teman, dan pihak universitas yang sudah mendukung kelancaran penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Susilo R dan Karya A. 2013. Pemanfaatan Limbah Kain Perca Untuk Pembuatan Furnitur. J. Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain. vol.2, no.1, pp. 1-6 Karsono S. 2007. Kingsgardening dan Plant Nutrient. Parung Farm
197
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
BE-TE : BIOETANOL DARI LIMBAH DAUN TEBU MENGGUNAKAN METODE HIDROLISIS ENZIMATIS DAN DISTILASI REFLUKS BE_TE : Bioethanol Of Sugarcane Leaf Waste Using Enzymatic Hydrolysis Method and Distilation Refluks Iid Fitriaturosidah1*, Annisa Icha2, dan Ratri Ike3 1,2,3Program
Studi Bioteknologi, Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang *Email: [email protected]
ABSTRAK Penggunaan bahan bakar fosil di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Tingginya kebutuhan akan bahan bakar tersebut dapat menyebabkan terjadinya kelangkaan. Solusi yang dapat diterapkan yaitu bioetanol dengan memanfaatkan daun tebu. Pada tahun 2012 luas area kebun tebu mencapai 461.082 ha dengan produksi 2.438.198 ton tebu, satu pohon tebu memiliki 0,22 kg daun sehingga dihasilkan limbah daun tebu sebesar 536.403,56 ton. Daun tebu memiliki kandungan selulosa 21,33%, hemiselulosa 23,67%, lignin 17,27%, kadar abu 10,4%, dan kadar air 32,5%. Selulosa dan hemiselulosa merupakan zat yang dapat dimanfaatkan sebagai bioetanol. Tahapan yang harus dilakukan dalam pembuatan bioethanol, yaitu: pretreatment, hidrolisis enzimatis, fermentasi, dan destilasi refluks. Penggunaan pretreatment asam sulfat untuk mempermudah proses hidrolisis enzim. Tahap hidrolisis enzimatis dilakukan untuk menghilangkan kandungan lignin dalam substrat, serta mengubah polisakarida menjadi gula sederhana. Tahap hidrolisis enzimatis menggunakan enzim selulose sebagai katalisator reaksi hidrolisis selulosa menjadi glukosa dengan bantuan jamur Tricoderma viride. Suhu optimum enzim selulase berkisar antara 40ᵒC- 50ᵒC dan pΗ optimum 4 - 5. Selanjutnya difermentasi menjadi etanol dan CO2 dengan bantuan yeast saccharomyces cerevisiae dalam keadaan anaerob. Etanol hasil fermentasi dipisahkan dari residu melalui tahap destilasi. Metode yang digunakan yaitu destilasi refluks pada suhu 75,2oC dengan proses kondensasi yang dilakukan secara berulang-ulang dapat menghasilkan kemurnian etanol mencapai 96% dengan nilai oktan 118 melebihi premium yang hanya mencapai 88 oktan. Semakin tinggi nilai oktan suatu bahan bakar maka kinerja mesin semakin baik. Bioetanol sebagai bahan bakar terbarukan yang ramah lingkungan diharapkan dapat mengatasi kelangkaan bahan bakar fosil, mengurangi polusi udara, serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kata Kunci: Bioetanol, daun tebu, hidrolisis enzimatis, dan destilasi refluks
ABSTRACT The use of fossil fuels in Indonesia is increasing every year. The high demand for such fuel can lead to scarcity. The solution that can be applied is bioethanol by using sugar cane leaves. In 2012, the area of sugarcane garden reaches 461,082 ha with the production of 2,438,198 tons of sugar cane, one sugar cane tree has 0.22 kg of leaf so that the waste of sugarcane leaf is 536,403,56 tons. The cane leaves contain 21.33% cellulose, 23.67% hemicellulose, 17.27% lignin, ash content 10.4%, and water content of 32.5%. Cellulose and hemicellulose are substances that can be utilized as bioethanol. Stages to be done in the manufacture of bioethanol, namely: pretreatment, enzymatic hydrolysis, fermentation, and reflux distillation. Use of sulfuric acid pretreatment to facilitate enzyme hydrolysis process. Enzymatic hydrolysis stage is carried out to eliminate the lignin content in the substrate, and convert the polysaccharide into simple sugars. The enzymatic hydrolysis stage uses the cellulose enzyme as a catalyst of hydrolysis reaction of cellulose into glucose with the help of Tricoderma viride fungus. The optimum temperature of the cellulase enzyme ranges between 40ᵒC- 50ᵒC and optimum pΗ 4- 5. Next will be fermented to ethanol and
198
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 CO2 with the help of yeast saccharomyces cerevisiae in anaerobic state. The fermented ethanol is separated from the residue through the distillation step. The method used is reflux distillation at temperature 75,2oC with condensation process done repeatedly can produce ethanol purity reach 96% with octane value 118 exceeds premium which only reach 88 Octane. The higher the octane rating of a fuel the better the engine performance. Bioethanol as an environmentally friendly renewable fuel is expected to overcome the scarcity of fossil fuels, reduce air pollution, and can improve people's welfare. Keywords: Bioethanol, sugarcane leaf, enzymatic hydrolysis, and reflux distillation PENDAHULUAN Energi merupakan suatu bahan krusial yang dapat menunjang keberlangsungan suatu makhluk hidup (Kholiq, 2015). Oleh karena itu, energi tidak bisa terlepas dari makhluk hidup. Semua makhluk hidup sangat membutuhkan energi. Pada dasarnya energi terbagi menjadi dua macam yaitu energi yang dapat diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Salah satunya yang tidak dapat diperbaharui yaitu enegi minyak mentah yang berasal dari bahan baku fosil (Hapsari dan Alice, 2013). Penggunaan bahan bakar fosil di Indoneisa mencapai 67.684.000/ barel per tahunnya (BPS, 2012). Hal ini menyebabkan terjadinya kelangkaan bahan bakar fosil. Apabila kebutuhan akan bahan bakar fosil semakin meningkat, dapat diprediksi bahwa bahan bakar fosil akan langka. Kompas tanggal 27 Juli 2011 memberitakan bahwa bahan bakar fosil diprediksi akan habis pada 30 tahun kedepan. Pada tanggal 16 Februari 2016 Antara News melaporkan peneliti di Laboratory of Electric Machinery, Department of Electrical and Electronic Engineering, Kitami Institute of Technology, Hokkaido, Jepang Marwan Rosyadi menyatakan bahwa bahan bakar fosil akan habis pada tahun 2050 mendatang. Maka dari itu, diperlukan solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satunya dengan memanfaatkan bahan baku alami sebagai pengganti bahan bakar fosil yaitu energi terbarukan berupa bioetanol. Pemanfaatan sumber energi berupa energi terbarukan di Indonesia hanya sebesar 1% (Pusat Data dan Informasi Kementrian ESDM, 2012). Bahan pengganti dapat diperoleh dari berbagai macam tanaman. Kandungan pati, selulosa, serat, dan gula pada tanaman sangat berpotensi dalam pembutan energi alternatif demi menyonsong suitable development goals 2030. Pada penelitian
sebelumnya, yaitu pembuatan bioetanol dengan menggunakan bahan-bahan alami seperti bongkol jagung (Fachry dkk., 2013), singkong (Hapsari dan Alice, 2013), kulit pisang (Seftian dkk., 2012) dan batang tebu (Trisakti dkk., 2011) kurang efektif. Bahanbahan tersebut harganya mahal, persaingan bahan baku, dan proses pembuatannya rumit. Pelepah pisang dijadikan alternatif pilihan yang memiliki beberapa keunggulan antara lain bahan baku melimpah. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan daun tebu memiliki kandungan selulosa 21,33%, hemiselulosa 23,67%, lignin 17,27%, kadar abu 10,4%, dan kadar air 32,5%. Selulosa dan hemiselulosa merupakan zat yang dapat dimanfaatkan sebagai bioetanol (Alfiarty dan Novike, 2015). Pada tahun 2012 luas area kebun tebu yaitu mencapai 461.082 ha dengan produksi 2.438.198 ton tebu, satu pohon tebu memiliki 0,22 kg daun sehingga dari 461.082 ha akan dihasilkan limbah daun tebu sebesar 536.403,56 ton. Biasanya daun tebu hanya dimanfaatkan sebagai pakan ruminansia. Padahal daun tebu sangat berpotensi untuk dijadikan energi tebarukan yaitu bioetanol. Cara yang biasa digunakan untuk mengatasi membludaknya limbah daun tebu yaitu dengan dibakar. Padahal, hal tersebut akan menyumbangkan emisi CO2 yang akan menyebabkan polusi udara sehingga dapat merusak keseimbangan lingkungan hidup dan akan menigkatkan global warming (Alfiarty dan Novike, 2015). Berdasarkan keunggulan tersebut, kami menawarkan solusi pembuatan bioetanol dari daun tebu sebagai bahan bakar terbarukan yang ramah lingkungan diharapkan dapat mengatasi kelangkaan bahan bakar fosil, mengurangi limbah daun tebu, meminimalisir polusi udara, serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
199
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
BAHAN DAN METODE Alat Alat yang dibutuhkan dalam pembuatan bioethanol ini diantaranya adalah jarum ose, bunsen, erlenmeyer (Phyrex), beaker glass (Phyrex), autoklaf (XFH-50 MA, SS), rotary shaker (DSR-2100P), lemari pendingin (LG), oven (Kirin), blender (philips), pisau dan selang karet. Selain itu ada juga beberapa alat yang digunakan untuk desain alat destilasi refluks diantaranya: kolom destilator, boiler, kondensor, inlet air dingin, termometer digital, sirkulator air elektronik, kompor minyak tanah, pompa air, karet pengecang dan alkohol meter. Bahan Bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan bioetanol ini diantaranya adalah limbah daun tebu, aquades, sukrosa 12,5 %, (NH4)2SO4 0,25 %, KH2PO4 0,2 %, nutrisi urea 0,03 gram, MgSO4.7H2O 0,005 gram, KH2PO4 0,0023 gram, 100 ml H2SO4 1%., air, NaOH 4 % CV.Sari Toko Kimia Malang, Saccharomyces cerevisiae dan Tricoderma viride yang didapatkan dari Klinik Tanaman Malang. Metode Tahap Hidrolisis Pembuatan bioethanol berbahan dasar limbah daun tebu ini dilakukan dengan metode yang pertama yaitu hidrolisis yang ditambahkan dengan enzim selulosa atau biasa disebut dengan “Hidrolisis Enzimatik”. Metode hidrolisis enzimatik ini digunakan karena mempunyai beberapa kelebihan diantaranya adalah hasil dari hidrolisis tidak terjadi degradasi gula, biaya yang dibutuhkan dari proses ini relative murah, serta akan memperoleh hasil yang unggul (Seftian, 2012). Selain kelebihan, terdapat juga kekurangan diantaranya adalah kerja enzim dibatasi oleh produk dan prosesnya memebutuhkan waktu yang lebih lama (Seftian, 2012). Pembuatan enzim selulosa Proses pertama Pembuatan enzim selulosa dilakukan
dengan cara membuat media cair terlebih dahulu. Media cair terdiri dari sukrosa 12,5 %, (NH4)2SO4 0,25 %, KH2PO4 0,2 % dan menambahkan HCl untuk mengatur pHnya yaitu 3-5 (Seftian, 2012). Semua bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan media cair dimasukkan kedalam erlenmeyer. Selanjutnya jarum ose disiapkan kemudian disterilisasi dengan cara mencelupkan kedalam alkohol dan dipanaskan langsung diatas api bunsen sampai berwarna merah (dilakukan 3 kali secara bergantian) (Hafrah, 2009). Apabila jarum ose sudah steril, maka alat tersebut digunakan untuk mengambil jamur Tricoderma viride dan dicelupkan atau dimasukkan kedalam erlenmeyer (media cair) sampai warnanya terlihat keruh. Kemudian erlenmeyer yang berisi media cair tersebut ditutup dengan sumbat kapas dan diinkubasi selama 24 jam dengan suhu ± 30º. Proses ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan. Proses kedua Setelah membuat media cair, proses yang kedua yaitu membuat enzim selulase dalam media cair padat. Pertama yang harus dilakukan adalah menyiapkan limbah daun tebu, kemudian dihaluskan dengan cara dikeringkan terlebih dahulu dengan menggunakan oven atau juga bisa dijemur, lalu diblender sampai halus. Selanjutnya menimbang daun tebu yang sudah dihaluskan sebanyak 20 gram dan dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml. Setelah itu ditambahkan nutrisi urea 0,03 gram, MgSO4.7H2O 0,005 gram, KH2PO4 0,0023 gram, dan dilarutkan dengan menambahkan aquades sebanyak 80 ml (Seftian, 2012). Kemudian erlenmeyer ditutup dengan menggunakan sumbat kapas, diberi kertas kedap air, diikat, dimasukkan kedalam plastic PE, dan disterilisasi didalam autoklaf selama 15 menit dengan suhu 121ºC. Apabila sudah disterilisasi menggunakan autoklaf selam 15 menit, media tersebut didinginkan, lalu ditambahkan supensi spora Tricoderma viride sebanyak 10 ml dan diinkubasi pada suhu ± 30ºC dengan waktu 96 jam (Wahyuningtyas, 2013). Sterilisasi media dilakukan di ruang laf. Proses ketiga
200
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Proses yang ketiga adalah pengambilan enzim selulase. Hasil fermentasi pada proses kedua tersebut diekstrak dengan aquades sebanyak 100 ml, kemudian diletakkan pada rotary shaker 150 rpm selama 1 jam (Seftian, 2012). Setelah itu cairan hasil fermentasi dipisahkan dengan menggunakan kertas saring, lalu disimpan di lemari pendingin dan siap untuk digunakan. Pretreatment Limbah Daun Tebu Pretreatment limbah daun tebu dilakukan dengan cara memotong daun pisang menjadi bagian-bagian kecil, kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven. Kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender. Setelah itu 50 gram limbah daun tebu dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml dan menambahkan 100 ml H2SO4 1%. Erlenmeyer yang digunakan ditutup dengan gabus penyumbat kemudian dipanaskan kedalam autoklaf dengan suhu 121º selama 30 menit. Apabila sudah dipanaskan didalam autoklaf, memisahakan fase airnya sehingga tersisa fase seluligninnya. Terakhir yaitu menambahkan 100 ml NaOH 4 % dan menutupnya rapat dan dipanasi kembali pada suhu 121º selama 30 menit. Fase solid dari proses tersebut dilakukan dengan pencucuian oleh air secara berulang-ulang (Seftian, 2012). Proses Hidrolistik Enzimatik Proses hidrolisis enzimatik dilakukan dengan memasukkan hasil pretreatment kedalam erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 100 ml aquades (pH 4-5). Selanjutnya dipanaskan di autoklaf dengan suhu 121º selama 30 menit. Setelah dilakukan pemanasan dengan menggunakan autoklaf, maka hasil yang berupa seperti bubur daun tebu didinginkan (Seftian, 2012). Kemudian menambahkan enzim selulase kedalam bubur daun tebu sebanyak 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, 5 ml (penambahan enzim selulase disesuiakan dengan perlakuan) lalu erlenmeyer ditutup rapat degan penyumbat gabus. Apabila erlenmeyer sudah tertutup rapat kemudian diletakkan pada rotary shaker 160 rpm selama 24 jam. Tahap Fermentasi Hasil dari hidrolisis ezimatik tersebut
ditambahkan dengan yeast Saccharomyces cerevisiae sebanyak 5 gram dan diaduk pada 150 rpm sampai homogen. Setelah itu menghubungkan erlenmeyer 500 ml yang berisi bubur daun tebu tersebut dengan selang karet dan ujung selang dimasukkan kedalam air agar tidak terjadi kontak langsung dengan udara. Selanjutnya larutan difermentasi selama 1 hari, 3 hari, 5 hari, 7 hari (sesuai dengan perlakuan). Terakhir yaitu memisahkan larutan dengan bubur daun tebu sehingga diperoleh hasil yaitu cairan berupa alkohol dan air (Seftian, 2012). Tahap Destilasi Desain Alat Destilasi Refluks Destilasi refluks merupakan suatu rangkain alat dengan dimensi: panjang kolom 135 cm, diameter kolom 1,75, panjang kondensor 125 cm, dan volum boiler 12 liter. Masing-masing komponen di atas memiliki fungsi diantarnya yaitu: Alat destilasi refluks kolom digunakan sebagai alat yang digunakan untuk mendestilasi alkohol menjadi etanol. Kompor minyak tanah digunakan sebagai alat pemanas, termometer digital digunakan sebagai alat pengukur suhu. Boiler digunakan sebagai tempat penampung alkohol yang akan di panaskan. Pompa air digunakan sebagai alat untuk menyalurkan air ke alat destilasi refluks, Sirkulator air elekotronik, tempat air mengalir untuk menurunkan suhu pada kondensor, Alkohol meter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kemurnian etanol (Sumampouw, 2015). Proses Destilasi Refluks Destilasi merupakan operasi pemisahan kompoen-komponen cair dari suatu campuran fase cair. Destilasi yang digunakan dalam pembuatan alkohol ini adalah destilasi refluks. Proses destilasi refluks dilakukan dengan cara memasukkan 10 liter hasil dari fermentasi daun tebu berupa alkohol kedalam boiler dan menghubungkan dengan alat destilasi refluks. Apabila terjadi peningkatan suhu yang melebihi titik didih dari etanol, maka temperature akan dinetralkan dengan menggunakan pompa air yang telah dihubungkan dengan alat destilasi refluks sehingga keadaan setimbang akan tercapai. Selanjutnya uap etanol dan uap air yang
201
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
masuk kedalam alat destilasi refluks akan mengalami proses kondensasi kemudian akan keluar menjadi bioethanol dengan konsentrasi 96%. Hasil dari proses tersebut yaitu bioethanol akan masuk ke penampung yang sudah dihubungkan dengan rubber fitting/karet pengecang yang tujuannya untuk menghindari kondensasi air dan udara (Sumampouw, 2015). Diagram Alir Tahapan Hidrolisis Pembuatan Media cair Prepreatment daun tebu
202
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Tahapan Destilasi Refluks
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kadar Etanol Pada Berbagai Variasi Volume Enzim Penambahan jumlah enzim yang digunakan pada saat hidrolisis enzimatik, yaitu: 1ml, 3 ml, 5ml, 7ml, dan 9ml disertai pengamatan waktu (lamanya proses fermentasi 1 hari, 3 hari, 6 hari dan 7 hari) . Pada gambar 1 menunjukan pengaruh penambahan jumlah enzim pada beberapa variasi volume yaitu: yaitu: 1ml, 3 ml, 5ml, 7ml, dan 9 ml dan pengaruh waktu fermentasi terhadap kadar etanol.
Gambar 1. Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kadar Etanol Pada Berbagai Variasi Volume Enzim Gambar 1 menunjukan bahwa Semakin lama waktu untuk fermentasi kadar etanol akan semakin meningkat, akan tetapi pada fermentasi setalah hari kelima yaitu hari keenam dan ketujuh kadar bioetanol menunjukan grafik yang menurun. Pada pembuatan bioetanol proses fermentasi mencapai optimum pada hari kelima, kadar bioetanol mengalami penurunan setalah
melewati waktu optimalnya (hari kelima) yaitu hari keenam dan ketujuh kadar bioetanol menurun. Pada kenaikan dan penuruan kadar bioetanol disebabkan karena lama waktu fermantasi. Hal tersebut berhubungan dengan kurva pertumbuhan mikroba. Pada pertumbuhan mikroba terjadi pada enam fase. Reiny (2012) mengatakan fase pertama yaitu fase lag pada hari pertama sampai hari ketiga, yang mana fase lag tersebut bisa disebut fase adaptasi mikroba. Mikroba akan menyesuikan diri dengan kondisi lingkungannya Kemudian fase kedua yaitu fase log atau bisa disebut fase pertumbuah eksponnensial yaitu permulaan pembiakan, pertumbuahan mikroba terjadi pada hari ketiga sampai hari kelima. Pada fase log ini mikroba akan mengalami pembelahan dengan cepat dan kosntan mengikuti kurva logaritmik. Kecepatan pertumbuhan dipengaruhi oleh kandungan nutrisi/ nutrient dan pH serta suhu maupun kelembaban. Pada fase ini mikroba memerlukan energi yang lebih banyak dari fase-fase yang lain (Yuliana, 2008). Pada grafik menunjukan mikroba mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dari hari ketiga sampai hari kelima. Selanjutnya, fase stasioner atau fase konstan terjadi pada hari kelima fermentasi yang menunjukan waktu yang optimum dalam mengahasilkan kadar bioetanol yang maksimum. (Yuliana, 1997) Menyetakan bahwa pada fase stasioner ini populasi mikroba konstan sel tetap hal ini dikarenakan jumlah sel yang tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati. Bentuk maupun ukuran sel pada fase ini mengecil hal ini disebabkan sel tetap malakukan pembelahan meskipun nutrisi sudah habis. Kurangnya nutrisi yang diperoleh menyebabkan mikroba memiliki komposisi yang berbeda pada sel yang tumbuh pada fase logaritmik Terakhir yaitu fase dead atau fase kematian mikroba terjadi pada ketujuh. Dapat dilihat fase menuju kematian mikroba yaitu pada hari kelima sampai hari ketujuh menunjukan penurunan grafik. (Fardiaz, 1989) menyatakan bahwa pada fase dead populasi mikroba mengalami penurunan.
203
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Hal ini disebabkan karena mikroba mengalami kematian. Kematian pada mikroba dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: Nutrisi/nutrient yang berada didalam medium tersebut telah habis dan energi cadangan yang berada didalam sel juga habis. Kecepatan kematian mikroba dapat dipengaruhi oleh kondisi nutrisi/nutrient, lingkungan, ataupun jenis mikroba itu sendiri. Pada gambar 1 menunjukan bahwa ada hubungan antara kadar etanol dan volume enzim yang digunakan. Semakin bertambahnya volume enzim, maka semakin besar pula kadar etanol yang diperoleh. Kadar bioetanol yang maksimal pada saat penambahan enzim sebanyak 9ml. Pada penambahan enzim sebanyak 1ml, 3 ml, 5ml. dan 7ml menunjukan kadar bioetanol yang rendah.
Dilihat dari data yang dipaparkan bahwa semakin bartambahnya suhu, maka akan semakin menurun tingkat kemurniam etanol yang dihasilkan. Hal tersebut dipengaruhi oleh kadar air yang terkandung didalam beer yang digunakan pada percobaan semakin banyak air yang menguap bersama dengan etanol. Hal ini menunjukan adanya hubungan antar air dengan etanol. Semakin berkurang kemurnian etanol maka akan semakin banyak air yang terkandung di dalamnya. Metode yang digunakan yaitu destilasi refluks pada suhu 75,2oC dengan proses kondensasi yang dilakukan secara berulang-ulang dapat menghasilkan kemurnian etanol mencapai 96% dengan nilai oktan 118 melebihi premium yang hanya mencapai 88 oktan. Semakin tinggi nilai oktan suatu bahan bakar maka kinerja mesin semakin baik (Sumampouw, 2015).
Tingkat Kermurnian Bioetanol Terhadap Perbandingan Suhu Kolom pada Proses Destilasi Refluks Metode distilasi refluks menggunakan alat destilasi refluks satu kolom yang telah dilakukan percobaan pembuatan bioetanol dan pegukuran tingkat kemurnian yang diperoleh dari beberapa suhu yang berbeda dengan menggunakan alat ukur etanol meter. Pengukuran kemurnian dilakukan secara terpisah untuk masing-masing percobaan dengan menjaga suhu boiler secara manual. Data yang diperoleh disajikan dalam tabel berikut.
Energi terbarukan dalam membantu mewujudkan SDG’s Energi terbarukan atau bioethanol berbahan dasar limbah daun tebu merupakan suatu inovasi untuk mencegah terjadinya kepunahan bahan bakar. Pembuatan bioethanol limbah daun tebu ini merupakan strategi yang bertujuan untuk membantu mewujudkan SDG’s. Istilah SDG’s singkatan dari Sustainable Development Goals merupakan suatu program pembangunan berkelanjutan yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Pemanfaatan limbah daun tebu dijadikan bahan dasar bioetanol ini merupakan salah satu cara dalam menyukseskan tujuan SGD’s yang ke- 7 yaitu Energi Bersih dan terjangkau. Limbah daun tebu memiliki kandungan selulosa 21,33%, hemiselulosa 23,67% yang dapat digunakan dalam pembuatan bioetanol (Alfiarty dan Novike, 2015). Pembuatan BE-TE (Bioetanol Daun Tebu) ini menjamin akses terhadap sumber energi yang terjangkau, terpercaya, berkelanjutan dan modern untuk semua orang.
Tabel 1. Data hasil pengukuran tingkat kemurnian bietanol
No.
Suhu Kolom
1. 2. 3.
76,5°C- 77°C 76°C -76,5°C 75,4°C 75,6°C 75,4°C 75,2°C
4. 5.
Kemurnian Bioetanol 93% 94% 95% 96% 96,5 %
Yensan dkk., 2015 Pada Tabel 1. Memaparkan data hasil pengukuran tingkat kemurnian bietanol dimulai dari suhu 75,2˚C disebabkan etanol yang diperoleh dari proses kondensasi baru mulai mengalir pada suhu tersebut.
KESIMPULAN
204
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa waktu yang optimum yang dibutuhkan untuk menghasilkan kadar etanol yang tinggi yaitu 5 hari. Kemudian enzim yang digunakan untuk mencapai kadar etanol yang maksimal yaitu dengan membahkan 9ml enzim dengan kadar etanol yang dihasilkan 13,1154 %. Kemudian dilakukan penggunaan metode destilasi refluks untuk meningkatkan kadar etanol yang diperoleh. Metode destilasi refluks telah berhasil dilakukan pembuatan bioetanol industri grade dengan tingkat kemurnian mencapai 96% - 96,5%. Hasil optimal yang diperoleh untuk mendapatkan tingkat kemurnian etanol mencapai 96% 96,5% yaitu pada rentang suhu 75,2°C 75,4°C. UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih disampaikan kepada dosen pembimbing dan kakak tingkat yang telah membimbing serta teman-teman yang telah memberikan dukungan dan doa. DAFTAR PUSTAKA Alfiarty, A. dan Novike. 2015. Optimizing The Hydrolysis Acid Process of Cellulose from Post-Harvest Sugarcane (Saccharum Officinarum) Residue for Bioethanol Production. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia Fachry, A.R. Puji, A. dan Puspitasari. 2013. Pembuatan Bioetanol dari Limbah Tongkol Jagung dengan Variasi Konsentrasi Asam Klorida dan Waktu Fermentasi. Jurnal Teknik Kimia. Vol.19, No.01 Kementerian ESDM. 2012. Pusat Data dan Informasi Kementerian ESDM 2012 Seftian, D., F. Antonius, dan M. Faizal. 2012.
Pembuatan Etanol dari Kulit Pisang Menggunakan Metode Hidrolisis Enzimatik dan Fermentasi. Jurnal Teknik Kimia. Vol.18, No.01. Trisakti, B, Yustina, S. dan Irvan. 2015. Pembuatan Bioetanol dari Tepung Ampas Tebu Melalui Proses Hidrolisis Termal dan Fermentasi serta Recycle Vinasse (Pengaruh Konsentrasi Tepung Ampas Tebu, Suhu, dan Waktu Hidrolisis). Jurnal Teknik Kimia. Vol.04, No.03 Kholiq, Imam. 2015. Pemanfaatan Energi Alternatif sebagai Energi Terbarukan Untuk Mendukung Subtitusi BBM. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Vol.19, No.02 Hapsari, M., A. dan Alice, P. 2013. Pembuatan Bioetanol dari Singkong Karet (Manihot Glaziovii) untuk Bahan Bakar Kompor Rumah Tangga sebagai Upaya Mempercepat Konversi Minyak Tanah ke Bahan Bakar Nabati. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. Vol. 02, No.02 Deky Seftian, Ferdinand Antonins, M. Faizal. 2012. Pembuatan Etanol dari Kulit Pisang Menggunakan Metode Hidrolisis Enzimatik dan Fermentasi. Jurnal Teknik Kimia. Vol.18, No.01. Hafrah. 2009. Mikrobiologi Umum Program Studi Biologi. Makasar: UIN Alauddin Makassar Wahyuningtyas, P. 2013. Studi Pembuatan Enzim Selulase Dari Mikrofungi Trichoderma reesei Dengan Substrat Jerami Padi Sebagai Katalis Hidrolisis Enzimatik pada Produksi Bioetanol. Jurnal Bioproses Komoditas Tropis. Vol.01, No.01. Sumampouw, Y. 2015. Pembuatan Bioetanol dengan Teknik Destilasi Refluks Satu Kolom. Jurnal Ilmiah Sains. Vol.15, No.02.
205
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
CLEVER PIPE: Terobosan Pipa Biosorben Logam Berat Kromium (Cr) melalui Nanofiltrasi Abu Sekam Padi pada Limbah Cair Penyamak Kulit CLEVER PIPE: Innovation Biosorbent Pipe for Heavy Metal Chromium (Cr) through Husk Ash Nanofiltration on Liquid Waste Tanner Mahendra Nurrahman1*, Azizah Eddy Setiawati2 1Program 2Program
Studi Agroekoteknologi, Universitas Brawijaya, Malang Studi Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang
*Email: [email protected] Jl. Veteran, Ketawanggede, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur 65145
ABSTRAK Seiring dengan perkembangan industri penyamak kulit di Kota Malang, maka semakin banyak pula limbah yang dihasilkan. Salah satu limbah yang dihasilkan adalah limbah cair yang mengandung logam berat. Pencemaran logam berat merupakan masalah pencemaran lingkungan yang umum dan menjadi perhatian. Akibatnya mempengaruhi pada lingkungan sekitar bahkan menyebabkan beberapa penyakit bagi warga sekitar. Logam berat yang terdapat pada limbah cair industri penyamakan kulit yaitu kromium (Cr). Disisi lain produtivitas padi merupakan komoditas yang banyak diusahakan di Malang. Limbah yang dihasilkan dari tanaman padi salah satunya sekam padi yang memiliki kandungan SiO 2 sebesar 93,19%. Kandungan silika sekam padi berpotensi sebagai absorben logam berat kromium (Cr). Salah satu upaya yang telah dilakukan untuk menurunkan kadar ion logam berat kromium (Cr) ialah dengan proses absorpsi. Proses absorpsi yang dilakukan dengan menggunakan abu sekam padi berbasis nanofiltrasi pada inovasi pipa CLEVER PIPE. Selain sekam padi di Kota Malang masih kurang dimanfaatkan, sekam padi juga berpotensi sebagai absorben alami terhadap logam berat logam timbal (Pb), tembaga (Cu), kromium (Cr) dan kadnium (Cd). Selain itu, inovasi pipa CLEVERPIPE ini juga memiliki tujuan sebagai rancangan alat dengan prinsip kerja yang mampu meminimalisir logam berat kromium (Cr) pada limbah cair pabrik penyamak kulit. Rancangan alat CLEVERPIPE terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian atas, bagian tengah dan bagian bawah. Pada bagian tengah alat terdapat beberapa komponen penting yang terdiri dari abu sekam padi, pasir, kerikil, zeolit, karbon aktif yang peranannya berbeda-beda. Prinsip kerja CLEVER PIPE bermula dari limbah cair hingga menjadi air yang bebas logam berat sehingga terdapat meminimalisir pencemaran lingkungan serta mempengaruhi aktivitas warga. Kata kunci: Logam berat, limbah cair, sekam padi, CLEVER PIPE. ABSTRACT Growth of tanner industry impact produce more waste in Malang City. One kind waste of tanner industry is liquid waste that contained heavy metal. Heavy metal is problemof environment contamination and being attention. The effect of its contamination on around environment, moreover cause diaseases for people. Heavy metal that contained in liquid waste of tanner industry is chromium (Cr). On the otherhand productivity of paddy rice is a commodity that produced in Malang. Waste that produced from paddy rice one of them is rice husk Its waste contained SiO2amount of 93,19%. Silica of rice husk has potential as heavy metal chromium (Cr) absorbent. One of effort that resolve the problem is decrease ion of heavy metal chromium (Cr) by absorb it. Absorb process use ash of rice husk based on nanofiltration on CLEVER PIPE. Beside rice husk paddy in Malang City useless, its also potential as natural absorbent for heavy metal
206
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
lead (Pb), copper (Cu), chromium (Cr), and cadmium (Cd). In addition, innovation of CLEVER PIPE has a point as a designthat principle to minimizer heavy metal chromium (Cr) on tanner industry. CLEVER PIPE has three part involve top part, middle part, and bottom part. On middle part of its design there are several main consisting of rice husk ash, sand, gravel, zeolite, and active carbon that these parts has different function. Principle of CLEVER PIPE start from liquid waste to water that free of heavy metal, so its can minimizer environment contamination and affect for people activity. Keyword:Heavy metal, liquid waste, paddy husk, CLEVER PIPE. PENDAHULUAN Pertumbuhan industri di Indonesia pada 2013 mendekati angka 7%. Bahkan di kawasan Asia, angka pertumbuhan ekonomi Indonesia menempati urutan kedua setelah Cina [1]. Salah satu kota di Indonesia dengan sektor industri yang cukup besar ialah Kota Malang. Kegiatan industri di Kota Malang terdiri dari 243 perusahaan, seperti industri besar dan kecil termasuk industri makanan dan minuman, industri pengolahan tembakau, dan industri pakaian jadi [2]. Salah satu industri di Kota Malang yang cukup pesat perkembangannya ialah industri penyamak kulit. Industri ini menyebar di tiga daerah Malang yaitu di Klojen dan Sukun [3]. Seiring perkembangan industri penyamak kulit terdapat masalah yang mana adanya limbah cair hasil penyamak kulit yang mencemari sungai. Pencemaran sungai terjadi karena setiap beban air limbah yang dibuang ke sungai mengandung parameterparameter yang bersifat fisik, kimiawi dan biologis yang dapat merubah kualitas air sungai atau mempengaruhi besar nilai oksigen terlarut dalam sungai tersebut [4]. Limbah penyamak kulit mengandung logam berat salah satunya ialah kromium (Cr), penyamakan kulit di dunia sekitar 85% menggunakan krom (Cr) [5]. Pada industri penyamakan kulit termasuk ialah satu industri yang mengeluarkan limbah cair dalam volume cukup besar. Setiap penyamakan 1 ton kulit basah diperlukan air ± 40 m3 dan kemudian dibuang sebagai limbah cair yang tercampur dengan bahan kimia sisa proses dan komponen kulit yang terlarut selama penyamakan [6]. Berdasarkan uji laboratorium Kepala Badan Lingkungan Hidup Kota Malang, perusahaan industri penyamak kulit di Kecamatan Sukun positif mencemari sungai.
Kualitas air sungai yang tercemar berubah keruh, berbau, dan menyebabkan infeksi saluran pernafasan akut [7].Bahkan Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (United States Environment Protection Agency/ USEPA) mengklasifikasikan logam berat kromium (Cr) peringkat 8 ke dalam daftar “Top 20Hazardous Substance Priority List”[8].Berbagai cara dapat dilakukan untuk mengurangi ion logam kromium (Cr) dalam limbah cair diantaranya yaitu dengan cara pengendapan, pertukaran ion, elektrolisis, dan absorpsi [9]. Melalui metode absorpsi cara konvensional yang paling efektif untuk mengurangi ion logam kromium (Cr) terutama Cr+6[10]. Beberapa bahan alami yang berpotensi sebagai absorben logam berat, salah satunya ialah limbah sekam padi. Komoditas padi merupakan tanaman pangan utama yang banyak diusahakan. Pada tahun 2013 produksi padi di Kota Malang mencapai 464.498 ton [11]. Limbah yang dihasilkan dari tanaman padi meliputi jerami, dedak, merang, dan sekam. Jerami dihasilkan sebanyak 55,6% dari total hasil padi. Sedangkan gabah hanya 44,4%. Gabah tersebut hanya 65% yang menjadi beras, sisanya berupa sekam dan dedak. Limbah sekam padi, pada umumnya juga belum banyak dimanfaatkan (> 80%), sebagian kecil telah dimanfaatkan untuk bahan bakar industri (+ 12%), dan kompos (+ 3%). Kurang dari 3% sekam padi hanya digunakan untuk alas kandang terutama kandang ayam, timbunan, dan keperluan rumah tangga [12].Penanganan sekam padi yang kurang tepat akan menimbulkan pencemaran lingkungan. Limbah sekam padi bersifat renewable yang mana selalu tersedia seiring dengan banyaknya usaha pertanian tanaman padi. Dilihat dari kandungan kimia sekam padi berupa silika mampu menyerap logam berat kromium (Cr). Kandungan silika sekam padi dalam bentuk abu berkisar 94 – 96%
207
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
[13]. Selain itu sekam padi juga mampu menyerap logam berat lainnya seperti logam timbal (Pb), tembaga (Cu), kromium (Cr), dan kadnium (Cd) [14]. Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan penulis, dapat diinovasikanmenjadi sebuah ide yaitu CLEVER PIPE. Inovasi CLEVER PIPE diharapkan mampu sebagai solusi upaya merubah pipa biasa menjadi pipa biosorben logam berat kromium (Cr) dan mengurangi jumlah limbah pertanian berupa sekam padi, serta dengan inovasi ini juga dapat menjadi salah satu solusi untuk menjaga kebersihan sungai. Tujuan karya ini ialah menggagas pengaplikasian pemanfaat limbah sekam padi dan merancang alat dengan prinsip kerja CLEVER PIPE.
diperoleh peneliti secara tidak langsung, atau melalui media perantara. HASIL DAN PEMBAHASAN Alat CLEVER PIPE memiliki tiga bagian utama yaitu bagian atas, bagian tengah, dan bagian bawah. Rancangan inovasi ini secara garis besar bentuknya sama seperti pipa pada umumnya, akan tetapi perbedaannya menggunakan isi pipa dengan bahan alam seperti kerikil, pasir, zeolit, karbon aktif, dan sekam padi. CLEVER PIPE dirancangan dengan panjang pipa 100 cm, diameter 25 cm, dan volume ruang penampung 15 liter.
Keterangan:
METODE Pada karya ilmiah ini termasuk non riset. Jenis penulisan yang digunakan ialah penulisan kualitatif mengenai perancangan pipa dengan prinsip CLEVER PIPE, sehingga mampu mengurangi kadar logam berat dari air yang dibuang ke sungai. Teknik penulisan yang digunakan ialah deskriptif, yaitu dengan menguraikan menjabarkan dan merangkai variabel-variabel yang diteliti menjadi sebuah pembahasan yang runut dan sistematis. Studi kajian deskriptif ini dilakukan dengan mengambil studi kasus terhadap permasalahan pencemaran logam berat kromium (Cr) yang berasal dari industri penyamak kulit di Sukun Kota Malang. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan melakukan studi pustaka (library research) dan penelusuran informasi digital dengan sasaran tujuan antara lain studi literatur. Sumber pustaka studi yang didapatkan berasal dari membaca, menganalis dan mengkaitkan informasi dari sumber bacaan dengan topik yang diangkat. Studi pustaka ini meliputi buku,surat kabar cetak, online dan jurnal penelitian yang dianggap relevan dengan pembahasan. Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini ialah data sekunder atau data pendukung yang merupakan data penelitian yang
Tinggi total = 100 cm
10 0 cm
Diameter
= 25 cm
V. ruang
= 15 liter
penampung
25 cm Gambar 1. Bagian CLEVER PIPE dari luar (Dokumentasi Pribadi, 2017). A Keterangan: A= Bagianatas B
B= Bagiantengah C= Bagianbawah
C Gambar 2. Bagian-bagian CLEVER PIPE (Dokumentasi Pribadi, 2017).
Bagian Atas Bagian atas CLEVER PIPE terdiri
208
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
dari penyambung pipa dan serat mikro. Penyambung pipa berfungsi untuk menyambungkan CLEVER PIPE dengan pipa lainnya. Serat mikro berfungsi untukmenyaring kotoran-kotoran yang ukuran partikelnya lebih besar dari air.
Bagian bawah CLEVER PIPE terdiri dari penyambung pipa dan serat mikro. Penyambung pipa berfungsi untuk menyambungkan CLEVER PIPE dengan cabang pipa lainnya, serat mikro berfungsi untuk menyaring kotoran-kotoran yang terlihat dan menahan seluruh lapisan.
Keterangan:
A B
A= Penyambung pipa
A
B= Seratmikro
B
Gambar 3. Bagian Atas CLEVER PIPE (Dokumentasi Pribadi, 2017). Bagian Tengah Bagian tengah CLEVER PIPE terdiri dari susunan sekam padi, pasir, aktif karbon, pasir, kerikil, zeolit, dan kerikil. Bahan disusun setinggi 13 cm, sementarasekam padi 8 cm. Partikel sekam padi merupakan komponen utama CLEVER PIPE yang berfungsi sebagai penyaring untuk menyaring logam berat dari air, sehingga logam berat akan tertinggal dan terkumpul pada lapisan partikel sekam padi. Pasir berfungsi untuk menyaring kotoran air mulai dari yang makro hingga kotoran mikro, serta mampu mengurangi 90 − 99% dari patogen yang ditemukan dalam air. Karbon aktif berfungsi untuk menyaring dan menghilangkan klorin, sedimen, bau, dan volatile senyawa organik (volatile organic compounds atau VOC) dari air. A B C D E F G
Keterangan: a. b. c. d. e. f. g.
SekamPadi Pasir AktifKarbon Pasir Kerikil Zeolit Kerikil
Gambar 4. Bagian Tengah CLEVER PIPE (Dokumentasi Pribadi, 2017). Bagian Bawah
Keterangan: A= Penyambung pipa B= Seratmikro
Gambar 5. Bagian Bawah CLEVER PIPE (Dokumentasi Pribadi, 2017). Komponen CLEVER PIPE berbasis Nanofiltrasi Komponen utama terpenting dari CLEVER PIPE adalah partikel sekam padi nanofiltrasi yang berfungsi sebagai penyerap logam berat. Proses pembuatan partikel nanofiltrasi dengan memanfaatkan silika yang terdapat pada sekam padi, dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Pembuatan absorben dari sekam padi Alatdanbahandi siapkan
Sekampadidicuc i
Pembakaranseka mpadi
Penjemuranseka mpadi
Penghalusansek ampadi
Pengayakanparti kelsekampadi
Pengujianpartik el
Partikelsekampa didisimpan
Bahanjadi Gambar 6. Diagram Alir Pembuatan Absorben dari Sekam Padi Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh literatursekam padi dicuci
209
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
dengan air sampai bersih dan dijemur di bawah terik matahari hingga kering. Sekam padi yang telah bersih selanjutnya diarangkan dan dihaluskan dan diayak dengan ayakan ukuran 212 μm. Abu yang dihasilkan disimpan untuk digunakan dalam proses absorpsi logam berat [15]. Abu sekam padi yang digunakan sebagai partikel nanofiltrasi apabila abu yang sudah didapat dilakukan karakterisasi yang meliputi fluks, rejeksi, dan analisis morfologi kinerja optimum menggunakan SEM atau Scanning Electron Microscopy [16]. 2. Pembuatan biosand penjernih air Alat dan bahan disiapkan
Susun lapisan biosand penjernihan air Bahan jadi Gambar 7. Diagram Alir Pembuatan Biosand Penjernih Air Pembuatan biosand penjernih air ini, tersusun dari 7 bahan yang berbeda-beda. Pada masing-masing bahan yang disusun, dibatasi oleh serat mikro. Serat mikro juga sebagai penyaring pertama pada ujung atas pipa CLEVER PIPE. Urutan susunan, bahanbahan yang tersusun diawali dari kerikil kasar, zeolit, kerikil halus, pasir, karbon aktif, pasir, dan partikel sekam padi. Bahan-bahan disusun setinggi 13 cm kecuali partikel sekam padi yang disusun setinggi 8 cm. Karbon aktif digunakan untuk menyaring dan menghilangkan klorin, sedimen, bau dan volatile senyawa organik (volatile organic compounds atau VOC) dari air [17]. Karbon aktif dipilih dari tempurung kelapa karena tempurung kelapa memiliki banyak mikropori, kelarutan dalam air yang tinggi dan reaktivitas yang tinggi[18]. Zeolit merupakan material yang sering digunakan sebagai ion exchanger dalam usaha mengurangi kandungan mineral tertentu (kesadahan air) dan juga untuk menghilangkan kation maupun anion[19]. Kerikil berfungsi sebagai lapisan penahan pada filter pasir, filter zeolit maupun filter
karbon aktif [17]. Pasir berfungsi untuk menyaring kotoran air mulai dari yang makro hingga kotoran mikro, serta mampu mengurangi 90−99% dari patogen yang ditemukan dalam air [20]. Prinsip Kerja CLEVER PIPE Proses penyerapan logam berat pada limbah cair dengan dengan teknologi nanofiltrasi menggunakan partikel sekam padi yang memiliki pori berukuran nano. Namun, sebelum limbah cair melewati CLEVER PIPE untuk diabsorbsi kandungan logam beratnya, limbah cair perlu melewati bak penampungan. Bak penampungan ini berguna sebagai penampungan sementara limbah cairindustri penyamak kulit yang masih mengandung logam berat yang dilengkapi penyaring kawat berukuran 2 ml. Limbah cair yang sudah melewati bak penampungan dapat mengalir ke ruang filtrasi yaitu CLEVER PIPE untuk proses absorben logam berat sehingga didapatkan air limbah tanpa kandungan logam berat. Selanjutnya air yang telah melewati proses filtrasi di sedot oleh pompa dan masuk ke saluran pembuangan yang menuju ke sungai. Limbarcairpeny amakkulit
Masukkebakpen ampung
Air bebaslogamberat
Masukkeruangfi ltrasi
Air disedotkeluarde nganpompa
Air masukkesaluran pembuangan
Gambar 8. Diagram Alir Prinsip Kerja CLEVER PIPE Potensi CLEVER PIPE Beberapa metode kimia maupun biologis telah dicoba untuk mengambil logam berat yang terdapat di dalam limbah, diantaranya ialah absorpsi, pertukaran ion (ion exchange), dan pemisahan dengan membran. Kebanyakan absorben yang digunakan dalam proses absorpsi adalah alumina, karbon aktif, silika gel, dan zeolit.
210
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Proses absorpsi lebih banyak dipakai dalam industri karena mempunyai beberapa keuntungan, yaitu lebih ekonomis dan juga tidak menimbulkan efek samping yang beracun serta mampu menghilangkan bahan-bahan organik [14]. Selain itu melalui metode absorpsi merupakan cara yang paling efektif untuk mengurangi ion logam berat kromium (Cr) [10]. Limbah organik ialah salah satu absorben dari sisa mahkluk hidup seperti limbah tanaman jagung, padi, pisang, dan lain-lain. Limbah organik tersebut yang tersedia dalam jumlah banyak dan baik untuk digunakan adalah sekam padi, karena sifat sekam padi yang rendah nilai gizinya, tahan terhadap pelapukan, memiliki kandungan abu yang tinggi, bersifat abrasif, serta memiliki kandungan karbon yang cukup tinggi [21]. Hasil penelitian terdahulu memaparkan potensi abu sekam padi sebagai absorben logam berat [15]. Tabel 1. Perbandingan Jenis Logam Kromium (Cr) Persentase Jenis Kemampuan Logam Absorb Absorben en (%)
Absorben Sumber Peneliti an
Kromium Sekam (Cr) padi
49,29
[15]
Kromium Kulit (Cr) Pisang
43,10
[22]
Kromium Zeolit (Cr)
47,89
[23]
Berdasarkan penelitian yang terdahulu sekam padi memiliki kemampuan menyerap logam berat kromium (Cr) sebesar 46,29% [14]. Dibandingkan dengan absorben lainnya seperti kulit pisang, dan zeolit. Sekam padi lebih unggul dalam menyerap logam berat kromium (Cr). Hal ini dikarenakan pada sekam padi memiliki kandungan abu sebesar 13,87%. Dimana abu sekam padi mengandung senyawa silika sebesar 93,19 [24].Beberapa literatur menyatakan kandungan silika sekam padi dalam bentuk abu berkisar 94 – 96% [13]. Selain itu sekam padi mampu menyerap logam berat lainnya seperti yang tertera pada tabel berikut:
Tabel 2. Absorben Logam Berat dari Sekam Padi Logam Persentase Kemampuan Absorben (%) Kromium (Cr)
49,29
Kadnium (Cd)
66,45
Tembaga (Cu)
78,57
Timbal (Pb)
99,38
Implementasi Strategi CLEVER PIPE
h.
PLANNING 1 PLANNING 2 PLANNING 3 PLANNING 4 Sukun Malang Raya JawaTimur Nasional
Gambar 9. Implementasi Planning Planning penempatan CLEVER PIPE merupakan wujud implementasi guna meminalisir pencemaran logam berat kromoium (Cr). Pada gambar 9memperlihatkan bahwa terjadi siklus perencanaan yang berkelanjutan. Pada planning 1 CLEVER PIPE diaplikasikan pada industri penyamak kulit di daerah Sukun Kota Malang yang telah positif menghasilkan limbah logam berat kromium (Cr) dari kegiatan industri tersebut. Pada planning 2 CLEVER PIPE diaplikasikan pada industri penyamak kulit di daerah Se-Malang Raya baik pada industri penyamak kulit yang telah menyebabkan pencemaran logam berat atau belum. Pada planning 3 CLEVER PIPE diaplikasikan pada industri penyamak kulit di daerah Se-Jawa Timur. Sedangkan pada planning 4 yaitu Nasional dengan observasi peluang kemungkinan pengaplikasiannya meliputi daerah Sukun Kota Malang, SeMalang Raya, Se-Jawa Timur, dan Nasional. KESIMPULAN Industri penyamak kulit merupakan salah satu penyebab pencemaran logam
211
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
berat kromium (Cr). Berdasarkan penelitian terdahulu kandungan silika sekam padi mampu menyerap logam berat kromium (Cr) sebesar49,29%. Prinsip CLEVER PIPR bermula dari limbah cair yang diserap oleh silika sekam padi hingga menjadi air yang bebas logam berat. Adanya inovasi CLEVER PIPE diharapkan mampu mengurangi pencemaran air logam berat kromium (Cr) dan limbah sekam padi. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Mochammad Roviq, SP., MP. selaku dosen pembimbing karya ilmiah yang telah diberikan selama proses penyusunan karya ilmiah. Serta terima kasih juga untuk temanteman yang telah mendukung dalam menyelesaikan karya ilmiah. DAFTAR PUSTAKA [1] Hidayat, Mohammad S. 2014. Pertumbuhan Industrian Mendekati 7 persen. Jakarta: Kementrian Perindustrian Republik Indonesia. [2] Nurani, Ida. 2013. Potensi dan Model Pengembangan Industri Manufaktur di Kota Malang. Jurnal Gamma. vol. 9, no. 1,pp. 155-169 [3] Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Malang. Data Industri Besar dan IKM Kota Malang. Dilihat 1 Mei 2017 . [4] Slamet, A., dan Karnaningroem, N. 2003. Pengaruh Hidrodinamika pada Penyebaran Polutan di Sungai dengan Aliran Horizontal dua Dimensi. Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS. [5] Bacordit, A., Armengol, J., Burgh, S. V. D., & Olle, L. 2014. New challenges in chrome -free leathers: Development of wet-bright process. Journal of the American Leather Chemist Association, vol. 109, no. 4, pp 99–109. [6] Paul, H. L., Phillips, P. S., Covington, A. D., Evans,P., & Antunes, A. P. M. 2013. Dechroming optimisation of chrome tanned leather waste as
potential poultry feed additive: A waste to resources. Proceeding XXXII Congress of IULTCS. Istambul, Turkey: IULTCS. [7] Widianto, Eko. 2014. Dua Pabrik Kulit di Malang Mencemari Lingkungan. Dilihat 1 Mei 2017.. [8] Srivastava, S., & P. Goyal. 2010. Novel Biomaterials Decontamination of Toxic Metals from Wastewater. Heidelberg: Springer-Verlag. [9] Suhartini, M. 2013. Kopilimerisasi kulit pisang-N- (hidroksimetil) akrilamida untuk adsorben ion logam Cu (II) dan Cr (VI). Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri, vol. 2, no.3, pp 33–142. [10] Dewi, S. H., & Ridwan, R. 2012. Sintetis dan karakterisasi nanopartikel Fe3O4 magnetik untuk adsorpsi kromium heksavalen. Jurnal Sains Materi Indonesia.vol .13, no 2, pp 136– 140. [11] BPS Provinsi Jawa Timur. 2013. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Sawah dan Ladang 2013. Dilihat 1 Mei 2017 . [12] Nappu, M. Basir. 2010. Sebaran Potensi Limbah Tanaman Padi dan Jagung serta Pemanfaatannya di Sulawesi Selatan. Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. Sulawesi Selatan. pp 284296. [13] Putro, Andhi Laksono dan Didik Prasetyoko. 2007. Abu Sekam Padi Sebagai Sumber Silika pada Sintesis Zeolit ZSM-5 Tanpa Menggunakan Templat Organik. Jurnal Akta Kimindo. vol 3, no.1, pp 33-36. [14] Setyaningtyas, Tien, Zusfahair, dan Suyata, 2005, Pemanfaatan Abu Sekam Padi Sebagai Absorben Kadmium (II) dalam Pelarut Air.
212
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 Majalah Kimia Universitas Jenderal Soedirman. vol. 31, no. 1, pp 33-41. [15] Nurhasni, Hendrawati dan Nubzah Saniyyah. 2014. Penyerapan Ion Logam Cd Dan Cr Dalam Air Limbah Menggunakan Sekam Padi.Jurnal Kimia Valensi. vol.1 , no.6, pp 310-318. [16] Muliawati, Eka Cahya. 2012. Pembuatan dan Karakterisasi membran Nanofiltrasi untuk Pengolahan Air. Semarang : Tesis. Magister Teknik Kimia Universitas Diponegoro. [17] Endarko dkk. 2013. Rancang Bangun Sistem Penjernihan Dan Dekontaminasi Air Sungai Berbasis Biosand Filter Dan Lampu Ultraviolet. Jurnal Berkala Fisika. vol. 16, no. 3, pp 75-84. [18] Subadra, I. Setiaji, B. dan Tahir, I. 2005. Activated Carbon Production From Coconut Shell With (NH4)HCO3 Activator As An Adsorbent In Virgin Coconut Oil Purification. Prosiding Seminar Nasional DIES ke 50 FMIPA UGM, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. [19] Aulia, Yovita Salysa. 2012. Efektivitas Biofiltrasi Pada Proses Penyaringan Air Minum Isi Ulang Sebagai Pencegahan Penyebaran Bakteri
Patogen di Salah Satu Damiu Pancoran Mas Depok Tahun 2012. Skripsi. Universitas Indonesia. Depok. [20] Tech Brief. 2000. Slow sand filtration. Dilihat tanggal 1 Mei 2017 <www.nesc.wvu.edu.>. [21] Danarto, 2007. Absorpsi Limbah Logam Berat Multikomponen dengan Karbon dari Sekam Padi. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Solo. [22] Suhartini, Meri. 2012. Modifikasi Limbah Kulit Pisang untuk Adsorben Ion Logam Mn(II) dan Cr (VI).Jurnal Sains Materi Indonesia. vol.14, no.2, pp 229-234. [23] Susanawati, Liliya Dewi, Bambang Suhartono, dan Kustamar. 2011.Penurunan Kandungan Logam Berat pada Air Lindi dengan Media Zeolit Menggunakan Metode Batch dan Metode Kontinyu. Jurnal Agrointek. vol. 5, no. 2.pp126-132. [24] Kumar, P.S., K. Ramakrishnan, S.D. Kirupha, dan S. Sivanesan. 2010. Thermodynamic and Kinetic Studies of Cadmium Adsorption from Aqueous Solution onto Rice Husk.Brazilian Journal of Chemical Engineering. vol. 27, no. 02. pp 1-9.
213
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
PEMANFAATAN PANAS HASIL PEMBAKARAN SAMPAH MENGGUNAKAN MEDIA INSINERATOR PADA PROSES PENGOLAHAN KEDELAI Utilization of Waste-Burning Heat using Incinerator Media on Soybean Processing Kusuma Ardhi Rahmawan1* 1Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya1* Email: [email protected] Kampus ITS Sukolilo, Jl. Teknik Kimia, Keputih, Sukolilo, Kota SBY, Jawa Timur
ABSTRAK Besarnya jumlah penduduk di Indonesia manjadikan jumlah konsumsi kebutuhan sehari-hari menjadi tinggi, hal ini menyebabkan jumlah sampah yang cukup melimpah. Di era teknologi yang semakin maju banyak metode pengolahan sampah yang menjadi solusi pengurangan jumlah sampah tersebut, salah satunya metode insinerasi. Insinerasi adalah metode pengolahan sampah dengan proses pembakaran pada sampah organik dan anorganik. Pada saat proses pembakaran, panas yang dihasilkan dari hasil radiasi maupun konveksi mempunyai suhu yang cukup tinggi. Tingginya suhu tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber panas untuk pengolahan kedelai, yang menjadi bahan produksi tahu, dan tempe. Melalui pemanasan air, panas hasil insinerator dikonversi menjadi uap panas (steam) yang akan dimanfaatlkan untuk proses pengukusan kedelai dan penyetabil suhu pada proses fermentasi tempe. Dengan teknologi ini, kita dapat menghemat bahan bakar pada saat proses pengolahan kedelai, serta mengurangi jumlah sampah yang ada di sekitar kita. Kata Kunci: Insinerator, Produksi kedelai, Sampah ABSTRACT The amount of the population in Indonesia make the number of daily needs to be high, this leads to the amount of rubbish are relatively abundant. In this era of technology that are increasingly developed many methods of processing rubbish to be the solution of reducing the amount of rubbish, one of the method is incineration. Incineration is the method of waste treatment with the combustion process on of organic and inorganic rubbish. At the time of the combustion process, the heat generated from the radiation and garment has a enough the high of temperature. High temperatures can be used as a source of heat for processing soybean, that was the production of tofu, and tempeh. Through the warming water, heat the incinerator be converted into heat steam to used to the heating proceas of soybean and stabilizer the temperature in the process of fermenting the soybean. With this technology, we can save fuel during the processing soybeans, as well as reducing the amount of waste that exists around us. Keyword : Incinerator, Soybean Production, Rubbish
214
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 PENDAHULUAN Sampah merupakan salah satu pokok permasalahan yang banyak diperbincangkan, mungkin karena sistem pengelolaan yang belum maksimal, sampah menjadi permasalahan yang kompleks di Indonesia. Seperti yang kita ketahui jumlah sampah di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, seiring dengan jumlah populasi penduduk di Indonesia yang bertambah serta kebutuhan akan penduduk pun semakin banyak yang mengakibatkan populasi sampah berkembang, hal ini menyebabkan keadaan yang tidak seimbang dan harus adanya suatu pergerakan untuk memanfaatkan sampah menjadi sesuatu yang bernilai, dengan pemanfaatan tersebut dapat mengurangi tingkat sampah di sekitar kita. Sampah dibagi menjadi dua jenis yaitu sampah organik dan sampah nonorganik, dan dalam karya Ilmiah ini kami mecoba mengolah seluruh sampah yang susah terurai terutama anorganik sebagai sumber bahan bakar yang akan dimasukan kedalam insinerator. Pada insinerator nantinya, radiasi api dari hasil pembakaran akan dikonversi menjadi uap panas (steam) yang nantinya akan disuplai ke masing-masing tempat yang melakukan produksi pembuatan tahu dan tempe, yaitu proses pengkukusan kedelai serta fermentasi tempe. [1] Sampah Sampah menjadi salah satu masalah yang masih sulit diatasi hingga kini. Walaupun solusi serta ide banyak ditawarkan untuk mengatasi masalah ini, tapi karena semakin banyaknya produksi sampah yang dihasilkan oleh manusia mejadikan masalah ini tetap sulit diatasi. Kehidupan masyarakat modern memproduksi sampah lebih banyak daripada masyarakat tradisional. Kenyataan ini bisa disaksikan di kota-kota besar, yaitu persoalan penanganan sampah yang tak kunjung terpecahkan. Di Kota besar seperti Surabaya, produksi sampah setiap harinya mencapai 1.400 ton. Seiring dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat, cara pandang terhadap sampah pun
perlu diubah. Sampah juga bisa menjadi sumber daya yang bermanfaat dan mempunyai nilai ekonomi karena bisa diolah menjadi bahan bakar atau pupuk. Ada beberapa cara yang digunakan dalam pengolahan sampah, seperti TPA (landfilling), pembakaran atau insinerasi (incineration), dan daur ulang (recycling). Cara pengolahan yang umum digunakan di Indonesia adalah membawa sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sedangkan sebagian kecil didaur ulang atau dibakar. Padahal, dengan metode
pembakaran ada banyak hal yang akan kita dapatkan, salah satunya menghasilkan energi listrik. [2] Insinerator Insinerator adalah tungku pembakaran untuk mengolah limbah padat, yang mengkonversi materi padat (sampah) menjadi materi gas, dan abu, (bottom ash dan fly ash). Insinerasi merupakan proses pengolahan limbah padat dengan cara pembakaran pada temperatur lebih dari 800oC untuk mereduksi sampah mudah terbakar (combustible) yang sudah tidak dapat didaur ulang lagi, membunuh bakteri, virus, dan kimia toksik. [3]
Gambar 1. Sistem Kerja Insinerator secara kompleks [4] Uap Air (Steam) Uap air adalah gas yang terjadi dari proses pemanasan air (H2O) menjadi uap air. Uap air mempunyai potensi kekuatan yang luar biasa yang bisa digunakan untuk menggerakkan turbin listrik PLTU, kereta uap, atau mesin uap. Selain digunakan
215
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 sebagai pengerakan pada industri berskala makro, uap air juga bisa digunakan pada industri mikro, salah satunya produksi tempe. Sampah yang dibakar di insinerator, lalu dikonversi menjadi uap akan dimanfaatkan pada proses pengkukusan dan fermentasi pada tempe. Pengkukusan tempe pada suhu 100oC akan lebih cepat serta lebih aman apabila digunakan dengan steam. [5] Uap air tidak mengikuti hukumhukum gas sempurna, sampai dia benarbenar kering (kadar uap 100%). Bila uap kering dipanaskan lebih lanjut maka dia menjadi uap adi panas (panas lanjut) dan selanjutnya dapat dianggap sebagai gas sempurna. Uap air terbentuk dalam tiga jenis, yaitu: a. Uap saturasi basah. b. Uap saturasi kering. c. Uap api panas. 1) Uap basah Uap basah adalah uap yang mengandung air. Bia 1 kg uapbasah terdiri dari, a) ms kg/kg uap kering, dan b) mw kg/kg air, maka dikatakan bahwa kadar uap tersebut:
𝑋 =
dan penambahan air sehingga menyebabkan gelatinisasi. Dalam proses pembuatan tempe pada umumnya meliputi 2 tahap yaitu, tahap perlakuan pendahuluan dan tahap fermentasi. Perlakuan pendahuluan adalah menyiapkan biji mentah menjadi biji matang tanpa kulit dan cocok untuk pertumbuhan kapang. Pada tahap fermentasi hal yang perlu diperhatikan yaitu, pengaturan suhu ruang fermentasi agar mencapai suhu ideal fermentasi 30º C. Biasanya, tempe hanya ditaruh diruangan terbuka dengan suhu ruangan antara 25-27oC, dengan metode pemanfaatan steam maka bisa jadi steam yang dihasilkan digunakan untuk lebih meningkatkan suhu ruangan agar proses fermentasi lebih cepat didapatkan, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk fermentasi lebih singkat. Untuk bagian fermentasi, akan lebih baik digunakan pada bagian yang jauh dari tungku, karena mungkin suhu steamnya tidak begitu besar. [6]
𝑚𝑠 𝑚𝑠 + 𝑚𝑤
Untuk uap saturasi basah: X < 1 2) Sedangkan untuk uap saturasi kering: X=1 Pengkukusan Kedelai Pengkukusan merupakan proses pemanasan yang sering diterapkan pada sistem jaringan sebelum pembekuan, pengeringan atau pengalengan. Pengukusan sebelum pengeringan terutama bertujuan untuk menginaktifkan enzim yang akan menyebabkan perubahan warna, cita rasa atau nilai gizi yang tidak dikehendaki selama penyimpanan. Tujuan dilakukannya pengukusan adalah untuk mengurangi kadar air dalam bahan baku, sehingga tekstur bahan menjadi kompak. Dalam pengukusan diterapkan suhu tinggi
Gambar 2. Proses pembuatan tempe hingga selesai [6] METODE PENULISAN Dalam menyelesaikan paper ini dibutuhkan beberapa tahapan berupa proses yang dimulai dengan mengidentfikasi masalah yang ada, menentukan tujuan yang ingin kita capai, merangkum dasar teori yang ada melalui study literatur, tahap pengumpulan
216
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 data yang dibutuhkan, pembahasan, dan mengenai analisa serta kesimpulan yang akan kami jelaskan secara detail dibawah ini, Identifikasi Masalah Masalah yang diajukan sebagai bahan dasar dari paper ini adalah bagaimana memanfaatkan sampah untuk dijadikan energi panas pada proses insinerasi. Menentukan Tujuan Tujuan dari pembuatan karya ilmiah ini adalah memaksimalkan peran sampah sebagai bahan bakar untuk meghasilakn steam. Studi Literatur Tahapan selanjutnya adalah melakukan studi literatur dengan tujuan untuk merangkum teori-teori dasar, acuan secara umum dan khusus, serta untuk memperoleh berbagai informasi pendukung lainnya yang berhubungan dengan konsep teknologi yang akan dikembangkan. Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan proses untuk mengimplementasikan dan melakukan perhitungan terhadap gagasan ini untuk inovasi teknologi bidang pertanian. Pembahasan Pada tahap ini akan dijelaskan bagaimana sampah bermanfaat sebagai bahan bakar untuk proses insinerasi, dan tingkat keberhasilan menghasilkan steam yang dijelaskan dengan mengambil data sampah disalah satu kota besar di Indonesia. Kesimpulan Tahap terakhir dari metode penulisan kali ini adalah menyimpulkan seluruh system kerja dari paper ini dan membuat kesimpulan mengenai karya tersebut.
Mulai
Gambar 3. Diagram Alir Metode Penulisan
HASIL DAN PEMBAHASAN Sampah dan Manfaatnya Sampah yang ada disekitar kita terdiri dari berbagai jenis atau kategori. Ada sampah yang didasarkan pada sumber produksinya yaitu sampah Alam, Manusia, dan Konsumsi. Lalu berdasarkan jenisnya yaitu organik dan anorganik, serta yang terakhir berdasarkan bentuknya ada sampah padat dan cair. Sampah yang akan digunakan pada karya kali ini terdiri dari berbagai macam jenis serta kategori, karena sistem yang kita gunakan dengan metode insinerasi dapat membakar seluruh sampah yang ada, tetapi tetap dengan beberapa catatan seperti: 1. Sampah – sampah diturunkan kadar airnya dengan cara ditiriskan di dalam bunker (ruangan hampa udara) atau dibawah terik matahari, agar proses pembakaran lebih cepat.
Identifikasi masalah
Penetapan tujuan
Pengumpulan data (Sekunder)
Studi literatur
Pengumpulan data jumlah sampah di Surabaya
217
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 2.
3.
4.
Setelah kadar air tersisa +/- 45%, sampah akan dimasukan ke dalam tungku pembakaran, kemudian dibakar pada suhu yang tinggi kirakira mencapai lebih dari 100OC, pembakaran yang menghasilkan panas ini akan digunakan untun mengkonversi air menjadi uap air. Uap yang tercipta akan disalurkan ke tempat-tempat produksi tempe, yaitu pada proses pengkukusan dan fermentasi. Dengan metode pengkukusan, kedelai akan lebih aman dalam pegolahannya, karena tidak dipanaskan langsung dengan api yang menyala.
Komposisi Sampah Kota Surabaya Timbulan sampah kota di Indonesia diatur di SNI S-04-1993-03 yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (SNI). Dalam SNI, ditetapkan bahwa timbulan sampah di kota sedang adalah 0,7-0,8 kg/orang.hari, sedangkan di kota kecil sebesar 0,5-0,6 kg/orang.hari. Besaran timbulan sampah ini berada pada kisaran timbulan sampah antara negara berpenghasilan rendah (0,5 kg/orang.hari) dan menengah (0,9 kg/orang.hari). Tabel 1. Komposisi sampah Kota Surabaya
Dari data komposisi sampah Kota Surabaya pada tabel 1 dapat disimpulkan dari tahun ke tahun komposisi sampah bervariasi, ada yang mengalami kenaikan, tapi ada juga yang mengalami penurunan. Lalu jika ingin mengetahui berapa banyak sampah yang dihasilkan di kota Surabaya dapat dilihat pada tabel 2. Untuk perbandingan sampah lebih mendetails dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Perbandingan timbulan dan komposisi sampah kota di: (a) negara industri; (b) negara bepenghasilan menengah; (c) negara berpenghasilan rendah (d) Indonesia. [7]
Tabel 2. Material Balance sampah Kota Surabaya
Tabel 3. Surabaya
Recovery factor sampah Kota
218
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 Tabel 4. Nilai LHV tiap-tiap jenis sampah.
Berdasarkan asumsi besaran timbulan sampah sebesar 0,8 kg/kapita.hari (SNI S04-1993-03), timbulan sampah di kota Surabaya yang berpenduduk 2,7 juta jiwa adalah 2.160 ton/hari (data tahun 2006). Dengan menggunakan nilai-nilairecovery factor aktual yang dihitung dari pengaruh aktivitas sektor informal sebagaimana tercantum pada Tabel 2, besarnya jumlah sampah kering yang dapat didaur ulang di Surabaya adalah sebagai berikut: sampah plastik 109 ton/hari, sampah kertas 62,7 ton/hari, sampah gelas 25,7 ton/hari, dan logam 24,5 ton/hari (Tabel 4). Jumlah total reduksi aktual jenis-jenis sampah tersebut adalah 221,9 ton/hari atau 10.3% dari jumlah timbulan sampah kota/hari. Kalor yang dihasilkan oleh sampah (Q) Untuk menghitung kalor yang dihasilkan dari pembakaran sampah, selain mengetahui data sampah yang dihasilkan disuatu wilayah/daerah, kita juga harus mengetahui data Lower Heating Value (LHV). Lower Heating Value (LHV) Sampah Lower Heating Value atau biasa disebut LHV dikenal sebagai nilai panas paling rendah yang didapatkan dari suatu jenis bahan. Nilai ini ditentukan dengan mengurangi panas penguapan dari uap air dari nilai kalor yang lebih tinggi. Hal ini menjadikan suatu bahan kehilangan seluruh H2Onya. Pada tabel 4, diketahui beberapa nilai LHV dari berbagai jenis sampah, satuan yang digunakan pada tabel 4 adalah kcal/kg dan jika dikonversikan ke dalam kj/kg harus dikalikan 4,187.
Perhitungan kalor yang dihasilkan oleh sampah (Q) Tabel 5. Perhitungan kalor yang dihasilkan dari beberapa jenis sampah Sampah wilayah Surabaya LHV massa % Jenis (MJ/kg) (kg) Recovery Heat (MJ) Kayu
Heat Baru (MJ)
17,000
51600
80
877200,000
Plastic 21,512
217900
50
4687416,426 2343708,213
Kertas 12,078
156800
40
1893869,286 757547,7146
Tekstil 16,792
57900
100
972244,583 972244,5831
Karet
9900
100
211662,000
21,380 Total
701760
211662
8642392,296 4986922,511
Jika waktu yang diperlukan untuk mendapatkan kalor dari hasil pembakaran adalah 1 jam atau 3600 detik, maka didapatkan perhitungannya sebagai berikut,
𝑄𝐻𝑒𝑎𝑡𝑏𝑎𝑟𝑢 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 = 4986922,511 𝑀𝐽/ℎ = 4986922510,76 𝑘𝐽/ℎ 4986922510,76 𝑘𝐽 = 3600 𝑠
𝑄𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ = 𝑄𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 𝑄𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 𝑄𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ
219
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
𝑄𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ = 1385256,253 𝑘𝐽/𝑠 Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, diketahui bahwa saat membakar beberapa jenis sampah dengan beban sampah yang sudah ditentukan didapatkan kalor (Q) sebesar 1385256,253 kj/s. Merancang desain Sistem Insinerator Insinerator di desain sesuai dengan kebutuhan yang kita perlukan. Dari hasil perhitungan data sampah yang kita miliki, setiap harinya Surabaya menghasilkan sampah sebesar +/- 2500 Ton. Untuk itu desain dirancang agar bisa memuat sampah tersebut dalam beberapa proses pembakaran sampah. Kapasitas yang diperlukan tergantung seberapa banyak sampah yang kita miliki. Jika sampah yang akan digunakan sekitaran 32 Ton, maka volume tungkunya yaitu sebesar 130 m3. [8]
PRESSURE VALVE TANKI PENGKUKUSAN
FEED WATER UPPER DRUM
Non-Return Valve
SAFETY VALVE
Gambar 7. De Florez circular furnace [9] Perhitungan Uap Air (Steam) Perhitungan uap air (steam) digunakan untuk mengetahui seberapa banyak uap yang dihasilkan dari proses pembakaran sampah dengan menggunakan alat insinerator. Pada perhitungan kali ini hal pertama yang diperhatikan adalah perbandingan kedelai yang direbus dengan kebutuhan air yang kita butuhkan. Data yang didapatkan dari salah satu pengusaha tempe di Ngawi didapatkan bahwa 62,5 Kg Kedelai membutuhkan 75 Kg Air untuk mengkukusnya. Dari hasil tersebut didapatkan perbandingan antara kedelai dan air adalah 1 : 2.
PUMP INSINERATOR
Gambar 5. Process Flow Diagram
Gambar 6. Desain penyaluran steam dari sistem insinerator ke tangki pengkukusan (AutoCad Plant 3D)
220
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Tabel 6. Nilai Enthalpy Desain Insinerator
Dari perbandingan diatas, dapat kita lakukan penghitungan dengan menggunakan Aplikasi EES. Perhitungan yang kami lakukan berdasarkan data sebagai berikut, Massa kedelai : 1000 kg Massa Air : 1200 kg Cp (air) : 4,187 (kj/kgoC ) T1 : 27 (oC) T2 : 100 (oC) Waktu (t) : 3600 (secon) P (insinerator) : 2 bar Hg : 2706,7 (kj/kg) Hf : 504,7 (kj/kg) Untuk mencari mdot_steam dan Q steam maka dilakukan penghitungan sebagai berikut,
𝑚𝑎𝑖𝑟 ∗ 𝐶𝑝𝑎𝑖𝑟 ∗ (𝑇2 − 𝑇1) 𝑡 1200 ∗ 4,187 ∗ (100 − 27) 𝑄𝑎𝑖𝑟 = 3600 𝑄𝑎𝑖𝑟 = 101,9 𝑘𝑗/𝑠 𝑄𝑎𝑖𝑟 =
Asumsi Qair = Qsteam, jadi kita dapat menentukan mdot steam
101,9 𝑘𝑗/𝑠 𝑘𝑗 𝑘𝑗 2706,7 − 504,7 𝑘𝑔 𝑘𝑔
𝑚𝑑𝑜𝑡
=
𝑚𝑑𝑜𝑡
= 0,04627 𝑘𝑔/𝑠
Jadi dari hasil perhitungan, didapatkan bahwa untuk memanaskan 1000 kg kedelai, membutuhkan Qsteam sebesar 101,9 kj/s dan menghasilkan mdot sebesar 0,04627 kg/s. Produksi Tahu dan Tempe Proses Pengkukusan dan Fermentasi Kedelai Kedelai yang dikukus, akan lebih cepat untuk pisah dari kulitnya dari pada direbus, karena dengan dikukus tekanan yang ada di ruangan akan sama. Dengan menggunakan steam dalam pengkukusan kedelai, kita dapat mengambil banyak manfaat seperti, 1. Tidak ada asap dari hasil pembakaran 2. Penghematan kayu sebagai bahan bakar pembakaran 3. Daerah diseketar pengkukusan masih dalam suhu ruangan (normal)
𝑄𝑎𝑖𝑟 = 𝑄𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚 𝑄𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚 = 101,9 𝑘𝑗/𝑠 𝑄𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚 𝑚𝑑𝑜𝑡 = ℎ𝑔 − ℎ𝑓
221
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Gambar 8. Proses konversi uap air [10] Pengkukusan juga membutuhkan suhu yang tinggi yaitu hampir mencapai 100oC. Untuk itu salah satu kendala dalam proses pengkukusan ini adalah steam yang akan dihasilkan sangat tergantung sampah yang dibakar. Semakin tinggi sampah yang dibakar, semakin tinggi pula steam yang dihasilkan begitu juga sebaliknya. Banyak kedelai yang dapat diproses Berdasarkan perhitungan kalor yang dihasilkan sampah serta kalor yang dibutuhkan oleh pengkukusan kedelai dapat diketahui berapa banyak kedelai yang dikukus dalam satu proses pembakaran sampah dengan insinerator. Hal ini sesuai perhitungan dibawah ini,
𝑄𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ = 1385256,253 𝑘𝑗/𝑠 𝑄𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚 = 101,9 𝑘𝑗/𝑠 𝑄𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 𝑚𝑎𝑠𝑠 = 𝑄𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚 𝑚𝑎𝑠𝑠 = 13596 Jadi, dari hasil perhitungan Qsampah dan Qsteam, ditemukan berat kedelai yang dapat dikukus sebesar 13596 kg atau 13,5964 ton tiap prosesnya. SIMPULAN Proses pemanfaatan sampah menjadi radiasi panas sangatlah bermanfaat bagi perkembangan industi sekitar berbasis ekonomi kemasyarakatan. Dengan menggunakan radiasi panas yang dikonversi menjadi steam kita akan mendapatkan sebuah energi panas yang dapat digunakan dalam berbagai bidang usaha, salah satu contohnya adalah proses
produksi tahu dan tempe. Pada proses pengkukusan, steam digunakan sebagai pengganti kayu bakar atau api yang biasanya digunakan. Dengan menggunakan steam lebih banyak hal yang didapatkan, selain pengkukusan juga mempercepat proses fermentasi tempe. Hasil dari perhitungan yang dilakukan menunjukkan bahwa dengan membakar +/- 21 Ton sampah pada insinerator dapat digunakan untuk mengkukus kedelai sebanyak 14 Ton. UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, ridho, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan paper ini dengan baik dan lancar. Penulis juga mengucapkan shalawat serta salam kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah memberikan teladan bagi seluruh umat manusia. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu menyelesaikan paper ini dalam rangka mengikuti lomba yang diadakan oleh Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, baik dari rekan-rekan mahasiswa maupun bapak ibu dosen pembimbing di Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya. DAFTAR PUSTAKA [1] Elinda Triawati. Siklus Hidrologic. Dilihat 05 April 2017. <www.academia.edu/24797118/Wate r Vapor> [2] Sandhi Nurhartanto. Dilihat 05 April
2017 [3] A Sutowo, Latief - e-journal. Universitas Diponegoro. Vol 16, No 1 (2010) .
[4] Afif bahar. Journalist. VM. BL. Dilihat 03 April 2017. [5] Roni Firmanto. Dilihat 02 April 2017
222
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 <www.diskimrum.jabarprov.go.id/>
[6] Sugiono, S.Pd. Dilihat 04 April 2017 [7] Nair, 1993; SNIS-04-1993-03; dan Trihadiningrum,2006 [8] Isyana Artharini. Wartawan BBC Indonesia. Dilihat 03 April 2017 <www.bbc.com/indonesia/majalah/ 2016/06/160613_majalah_sampah_ sumberen ergi> [9] Donald Q kern-Mc Graw-Hill. 1983. Process Heat Transfer. International Editions book company, New York [10] Rina Arniawati. Dilihat 02 April 2017. www.rumahprodksi.com/pembuatan -pengkukusan-kedelai
223
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
M-PUNG : MESIN PEMBUAT TEPUNG LIMBAH KULIT BUAH SKALA RUMAH TANGGA UNTUK MENINGKATKAN NILAI EKONOMI PEDESAAN M-Pung : The Machine of Processing Household Fruit Peel Waste Flour to Increase Rural Economic Value Muhammad Rizal Pratama1*, Adnan Tagor Harahap2 1Departemen 2Departemen
Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor *Email: [email protected]
Kampus IPB Dramaga. Jl. Raya Darmaga Kampus IPB Darmaga Bogor 16680
ABSTRAK Minimnya pengetahuan tentang pemanfaatan limbah kulit buah dan belum adanya penerapan teknologi dalam pengelolaan limbah kulit buah menyebabkan limbah kulit buah hanya dibuang atau dijadikan pupuk dengan harga murah. Perkembangan teknologi yang ada saat ini dapat mendukung pemanfaatan limbah kulit buah tersebut. Salah satu bentuk pengelolaan limbah kulit buah yaitu dengan cara diolah menjadi tepung kulit buah yang dapat meningkatkan nilai ekonomis dan memberikan nilai gizi tambahan untuk pembuatan makanan yang sehat sehingga dibuat rancang bangun mesin penggiling limbah kulit buah menjadi tepung kulit buah. Pembuatan mesin penggiling limbah kulit buah ini dimulai dari melakukan studi literatur dan observasi untuk merencanakan dan menentukan mekanisme penggilingan limbah kulit buah, menyiapkan komponen alat dan bahan untuk pembuatan dan merakit alat. Setelah alat sudah jadi, kemudian dilakukan proses pengujian. Daya yang digunakan pada mesin penggiling limbah kulit buah ini sebesar 5.5 Hp dengan putaran 2400 rpm. Kapasitas penggilingan limbah kulit buah ini adalah 118.8 kg/jam. Hasil dari proses mesin penggiling ini adalah tepung kulit buah. Mesin penggiling ini dapat menjadi salah satu solusi dalam pengelolaan limbah kulit buah lebih lanjut menjadi tepung sehingga dapat menjadi substituen tepung terigu yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan makanan yang sehat dan bergizi tinggi serta dapat meningkatkan nilai ekonomi pada masyarakat pedesaan. Kata kunci: limbah kulit buah, mesin penggiling, tepung kulit buah ABSTRACT The lack of knowledge about the utilization of fruit peel waste and the lack of technological application in the management of fruit peel waste produce the fruit skin waste that is only discarded or used as fertilizer with cheap price. Technological developments that exist today can support the utilization of fruit skin waste. One form of fruit waste management is the processing fruit peel waste to be fruit skin powder that can increase the economic value and provide additional nutritional for producing healthy food. Therefore, it is made the design of the milling machine of fruit peel waste into fruit peel powder. The manufacture of this fruit peel milling machine started from a literature study and observation to plan and determined the mechanism of fruit peel waste milling machine, preparing tools and materials for the manufacture and assembling of machine. After the machine was finished, then it done the testing process. The power used in this fruit peel milling machine is 5.5 Hp with 2400 rpm rotation. The capacity of this fruit peel waste milling machine is 118.8 kg/hour. The result of this milling machine process is the fruit peel flour. This machine can be a solution in the management of fruit peel waste further into the flour so it can be substituent wheat flour used as raw materials in the producing of healthy and nutritious food and increase the economic value in rural communities. Keywords: flour, fruit peel waste, milling machine
224
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
PENDAHULUAN Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki dan hak asasi bagi setiap individu. Oleh karena itu, kebutuhan pangan penduduk merupakan hal yang mutlak harus dipenuhi agar manusia dapat bertahan hidup. Permasalahan pangan dari waktu ke waktu terus meningkat. Salah satu penyebab utamanya adalah pertumbuhan penduduk yang selalu meningkat sehingga peningkatan produksi pangan harus mampu memenuhi kebutuhan pangan penduduk (Arijal, 2013). Indonesia merupakan negara yang rentan dengan kerawanan pangan (food insecurity) yang dapat berakibat pada kelaparan penduduk. Tantangan utama dalam mengatasi masalah kelaparan dan kekurangan gizi adalah mengusahakan agar masyarakat miskin, terutama ibu dan anak balita, dapat memperoleh bahan pangan cukup dengan gizi yang seimbang dan harga yang terjangkau (Bappenas, 2014). Berdasarkan permasalahan diatas, maka diperlukan upaya untuk mengatasi kelaparan yang dapat dilakukan dengan cara memberikan produk pangan yang memanfaatkan potensi sumberdaya lokal dan dapat memenuhi kebutuhan gizi penduduk. Potensi sumberdaya lokal yang dapat dimanfaatakan diantaranya adalah limbah kulit buah. Minimnya pengetahuan tentang pemanfaatan limbah kulit buah dan belum adanya penerapan teknologi dalam pengelolaan limbah kulit buah menyebabkan limbah kulit buah hanya dibuang atau dijadikan pupuk dengan harga murah. Perkembangan teknologi yang ada saat ini dapat mendukung dalam pemanfaatan limbah kulit buah. Salah satu bentuk pengelolaan limbah kulit buah yaitu dengan cara diolah menjadi tepung kulit buah yang dapat meningkatkan nilai ekonomis dan memberikan nilai gizi tambahan untuk pembuatan makanan yang sehat. Jenis limbah yang dapat diaplikasikan dalam pembuatan tepung adalah limbah kulit buah yang memiliki produksi buah yang paling banyak di Indonesia, kandungan gizi di dalam kulit masih tinggi, mudah didapat, serta banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Pembuatan tepung kulit buah ini dilakukan
dengan menggunakan mesin penggiling. Mesin penggiling limbah kulit buah ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dalam pengelolaan limbah kulit buah lebih lanjut menjadi tepung sehingga dapat menjadi substituen tepung terigu yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan makanan yang sehat dan bergizi tinggi serta dapat meningkatkan nilai ekonomi pada masyarakat pedesaan. BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan yang Digunakan Pembuatan reaktor ini membutuhkan beberapa alat dan bahan. Alat yang dibutuhkan dalam pembuatan reaktor ini antara lain solder, obeng, tang, cutter, gunting, gerinda, bor tangan, tool box, dan gergaji besi. Selain itu, dibutuhkan beberapa bahan antara lain sabuk dan puli, spoket dan rantai, motor listrik, dan limbah kulit buah Metode 1. Prosedur pembuatan tepung Sampel yang digunakan adalah limbah kulit buah pisang. Kulit buah yang didapatkan berasal dari pedagang buah yang ada di sekitar Babakan Raya. Tahap selanjutnya setelah limbah buah didapatkan adalah mencuci bersih limbah tersebut kemudian dilakukan proses pengeringan dengan 2 (dua) metode yaitu disangrai dan dioven. 2.
Pengeringan oven 85 oC Proses pengeringan oven menggunakan suhu 85 oC selama 6 jam (AOAC 2005). Sampel yang telah dioven Metode pengeringan dengan oven bertujuan agar dapat mengontrol suhu pengeringan tepung sehingga kualitas dari tepung tetap terjaga. 3. Pengeringan sangrai Metode pengeringan sangrai bertujuan untuk memudahkan masayarakat dalam proses pengolahan tepung limbah buah. Suhu pengeringan yang digunakan adalah
225
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Tabel 1. Dimensi utama mesin yang dirancang No Nama bagian mesin 1. Motor mekanisme pemarut 2. Motor mekanisme penggilas 3. Sabuk V mekanisme pemarut 4. Diameter puli pemarut (driver) 5. Diameter puli pemarut (driven) 6. Rantai penggerak mekanisme Penggilas 7. Rantai rol penggilas 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Sproket mekanisme penggilas (driver) Sproket mekanisme penggilas (driven) Sproket rol penggilas Diameter poros pemarut Diameter poros penggilas Diameter poros rol penggilas
sekitar 95 oC selama 1 jam. Limbah buah yang telah dikeringkan kemudian digiling halus menggunakan rancang mesin yang dibuat. Produk tepung yang dihasilkan kemudian dianalisis proksimat. HASIL DAN PEMBAHASAN Data Hasil Rancangan Data pada tabel 1 di atas merupakan data dimensi-dimensi utama dari mesin pembuat tepung limbah buah yang dirancang/dibuat.
Gambar 1. Mesin M-Pung Pengujian Mesin Pembuat Tepung Limbah buah Untuk mengetahui kemampuan mesin
Dimensi 0,25 HP, 1400 rpm 0,1 HP, 200 rpm Tipe A 42 50,8 mm 114,3 mm No. 25, rangkaian tung-gal, 47 mata rantai No. 40, rangkaian tungg-gal, 92 mata rantai Jumlah gigi 15 Jumlah gigi 36 Jumlah gigi 40 20 mm 20 mm 10 mm pem-buat tepung limbah buah yang dirancang, setelah mesin tersebut dibuat, dilakukan pengujian untuk mengetahui apakah kemampuannya bisa memberikan hasil sebagaimana yang direncanakan. Mesin pembuat tepung ini dirancang untuk mampu memarut, menggilas dan menyaring 10 kilogram limbah buah per jam yang sudah kering dengan kadar air 10%. Hasil akhir yang diperoleh dari mesin yang dirancang ini (setelah memalui proses pemarutan, penggilasan dan penyaringan) adalah campuran antara tepung limbah buah dan air. Untuk mendapatkan tepung limbah buah kering, campuran antara tepung limbah buah dan air ini harus diendapkan, kemudian dikeringkan. Proses pengeringan dilakukan secara terpisah dan bukan merupakan bagian proses dari mesin yang dirancang ini. Agar pengujian kemampuan mesin (pemarutan, penggilasan dan penyaringan) lebih mudah dilakukan dan dianalisis, maka setiap kali pengujian, jumlah limbah buah yang dimasukkan ke dalam mesin pembuat tepung sebanyak 2 kilogram. Pengujian yang dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui waktu proses yang diperlukan oleh mesin, untuk memarut, menggilas dan menyaring 2 kg limbah buah. Langkah-langkah untuk pengujian mesin ini adalah sebagai berikut:
226
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 1. Mempersiapkan beberapa peralatan yang diper-lukan dalam pengujian: timbangan, pencatat waktu, tempat penampung. 2. Menyediakan limbah buah yang telah kering dengan kadar air 10%. Untuk memperlancar proses masuknya limbah buah ke bagian pemarut, limbah buah dipotong menjadi ukuran 10-20 cm. 3. Menjalankan mesin serta memasang tempat penampung campuran tepung dan air (hasil pemarutan, penggilasan dan penyaringan) serta penampung ampas limbah buah (sisa hasil penggilasan dan penyaringan). 4. Melakukan pengujian. Setiap kali pengujian, jumlah limbah buah yang dima-sukkan ke dalam hopper pemarut, sebanyak 2 kilogram. Pada saat pengujian dilakukan, proses yang diuji pada mesin ini adalah proses pemarutan, penggilasan dan penyaringan. Data waktu proses pada table 2, adalah proses yang diperlukan untuk memarut, menggilas dan menyaring 2 kg limbah buah yang dimasukkan melalui hopper. Hasil akhir yang diperoleh dari mesin ini (dari rangkaian proses pemarutan, penggilasan, dan penyaringan) adalah campuran antara air dan tepung limbah buah. 5. Mencatat hasil pengujian, berupa waktu yang diperlukan untuk memarut, menggilas, dan menyaring 2 kilogram limbah buah yang dima-sukkan ke dalam hopper. Proses pengeringan campuran antara air dan tepung limbah buah (yang merupakan hasil akhir yang diperoleh dari mesin ini setelah melalui proses pemarutan, penggilasan dan penyaringan), dilakukan ter-pisah dari mesin ini, dan tidak merupakan bagian proses dari mesin yang dirancang ini. 6. Mengendapkan dan mengeringkan campuran tepung dan air, yang merupakan hasil dari mesin yang dirancang. Langkah ke-6 ini dilakukan untuk mengetahui berapa banyak tepung limbah buah kering yang diperolah dari 2 kg limbah buah yg diparut, digilas, dan disaring melalui mesin yang dirancang. Hasil pengujian yang dilakukan, dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Data hasil pengujian mesin pembuat tepung limbah buah Tepung limbah No. Limbah buah Waktu buah kering yang proses yang dihasilkan diparut (kg) menit) (**) (g) (*) 1. 2 560 11 2. 2 555 10 3. 2 568 11 4. 2 560 12 5. 2 557 10 Catatan: (*) Proses pengeringan tepung limbah buah dilakukan terpisah, dan bukan merupakan bagian proses dari mesin yang dirancang. (**) Waktu proses yang dimaksud adalah waktu pemarutan, penggilasan dan penyaringan untuk 2 kilogram limbah buah yang diparut. Waktu proses tersebut tidak termasuk waktu pengeringan. Analisa Hasil Pengujian dan Unjuk Kerja Mesin Berdasarkan data yang diperoleh selama pengujian, maka kapasitas mesin yang dirancang yaitu mampu memarut, menggilas dan menyaring 10 kilogram limbah buah per jam, dapat dicapai. Dari pengujian yang dilakukan sebanyak lima kali (dengan masing-masing pengujian jumlah limbah buah yang diparut 2 kg), waktu yang diperlukan untuk memarut, menggilas dan menyaring sehing-ga dihasilkan campuran air dan tepung limbah buah, sebesar 10 – 12 menit. Tepung limbah buah kering yang diperoleh dari 2 kilogram limbah buah yang diparut adalah sekitar 0,56 kilogram. Tepung limbah buah kering diperoleh setelah campuran tepung limbah buah dan air (hasil dari proses pemarutan, penggilasan dan penyaringan) diendapkan, dan dijemur hingga kering. Proses pengeringan ini memang bukan menjadi bagian perancangan mesin pembuat tepung limbah buah. Proses pengeringan untuk memperoleh tepung limbah buah kering sebagai mana disebutkan di atas, memerlukan waktu antara 2 sampai 4 jam. Selama pengujian dilakukan, mesin bekerja dengan baik. Proses pemarutan, penggilasan, dan penyaringan berjalan
227
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 sebagaimana rancangan yang diinginkan. Hasil parutan mengalir dengan lancar dari proses pemarutan ke proses penggilasan. Dengan tiga rol penggilas, maka konsentrasi tepung yang bercampur dengan air sangat tinggi. Meka-nisme penyaring juga berfungsi dengan baik, sehingga ampas sisa penggilasan tidak bercampur dengan larutan tepung dengan air. Usulan untuk Penyempurnaan Rancangan Mesin Setelah melakukan sejumlah pengujian, ada beberapa usulan/masukan yang bisa dilakukan untuk penyempurnaan rancangan ini. Usulan pe-nyempurnaan pertama adalah perbaikan proses pemberian air pada saat proses pemarutan, yang masih dilakukan secara manual dengan cara menuangkan melalui gayung. Penyempurnaan yang bisa dilakukan adalah dengan menambahkan pipa yang diberi beberapa lubang, dan dilengkapi dengan keran pengatur debit air, dan pipa ini diletakkan pada salah satu sisi memanjang dari hopper. Dengan penyempurnaan ini, debit air lebih mudah diatur, dan air bisa disiramkan secara merata pada ketela yang sedang diparut. Penyempurnaan kedua yang bisa dilakukan adalah memakai satu motor penggerak, untuk menggerakkan mekanisme pemarutan dan meka-nisme penggilasan. Rancangan yang sudah dibuat menggunakan dua motor penggerak, masing-masing motor dipakai untuk menggerakkan meka-nisme pemarutan dan mekanisme penggilasan (pada proses penggilasan dilakukan sekaligus proses penyaringan). Penggunaan satu motor penggerak untuk menggerakkan seluruh mekanisme pada mesin pembuat tepung limbah buah ini sangat dimungkinkan, dan bisa mengurangi biaya awal untuk mesin. Penyempurnaan ketiga adalah penempatan rantai sproket yang menggerakkan rol penggilas. Pada saat pengujian dilakukan dalam waktu lama, maka sebagian dari hasil parutan yang sedang mengalami proses penggilasan, akan terkumpul pada sisi kiri maupun kanan rol penggilas. Hasil parutan yg terkumpul pada sisi kiri maupun kanan rol penggilas ini lama kelamaan jumlahnya akan semakin banyak, sehingga khirnya akan menempel pada rantai sprocket yang
menggerakkan rol penggilas. Ada dua alternatif penyempurnaan yang bisa dilakukan, yaitu menambahkan plat pengarah, yang diletakkan di depan rol penggilas, yang berfungsi untuk mengembalikan hasil parutan yang berada di sisi kiri maupun kanan rol penggilas, agar kembali ke posisi tengah (di mana penggilasan berlangsung). Atau menggeser posisi rantai sproket penggerak rol penggilas ke arah luar, sehingga hasil parutan tidak akan menempel pada rantai tersebut. Hubungan dan Dampak Pemberian Tepung Kulit Limbah Tepung merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur, dibentuk dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis. Umumnya, umbi-umbian dan buah-buahan mudah mengalami pencoklatan setelah dikupas. Hal ini disebabkan oksidasi dengan udara sehingga terbentuk reaksi pencoklatan oleh pengaruh enzim yang terdapat dalam bahan pangan tersebut (browning enzymatic). Pencoklatan karena enzim merupakan reaksi antara oksigen dan suatu senyawa phenol yang dikatalisis oleh polifenol oksidase. Upaya untuk menghindari terbentuknya warna coklat pada bahan pangan yang akan dibuat tepung dapat dilakukan dengan mencegah sesedikit mungkin kontak antara bahan yang telah dikupas dan udara dengan cara merendam dalam air (atau larutan garam 1% dan atau menginaktifkan enzim dalam proses blansir). Jenis limbah yang digunakan untuk uji coba mesin penggiling yang dibuat adalah limbah kulit pisang. Hal tersebut disebabkan oleh jumlah produksi yang paling banyak, kandungan gizi di dalam kulit tersebut masih tinggi, mudah didapat, serta banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Hasil penelitian Noviagustin dan Leyla (2008) menunjukkan bahwa pemanfaatan limbah kulit buah dapat menjadi subtituen tepung terigu dengan kosentrasi sebesar 20%. Buah pisang banyak mengandung karbohidrat baik isi maupun kulitnya. Umumnya masyarakat hanya memakan buahnya saja dan membuang kulit pisang begitu saja. Kulit pisang ternyata memiliki
228
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 kandungan vitamin C, B, kalsium, protein, dan juga lemak yang cukup. Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa komposisi kulit pisang per 100 gram bahan mengandung air 68.90 %, karbohidrat 18.5 gram, lemak 2.1 gram, protein 0.32 gram, kalsium 715 mg, fosfor 117 mg, zat besi 1.6 mg, vitamin B 0.12 mg, dan vitamin C 17.5 mg (Lastinawati, 2010). Penggunaan limbah buah-buahan yang memiliki kandungan gizi yang tinggi dapat digunakan sebagai bahan subtitusi pengolahan tepung dan apabila dikonsumsi mempunyai efek positif bagi kesehatan dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai pangan fungsional. Adapun pengertian pangan fungsional adalah pangan yang kandungan komponen aktifnya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan diluar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi yang terkandung di dalamnya (Darwanto dan Dwidjon, 2005). Selain itu, pengolahan tepung kulit buah menggunakan mesin ini dapat meningkatkan nilai ekonomi masyarakat pedesaan karena memanfaatkan limbah yang tidak memiliki harga jual menjadi produk bernilai jual cukup tinggi. SIMPULAN Berdasarkan pengujian yang dilakukan, mesin yang dirancang untuk membuat tepung limbah buah dapat bekerja dengan baik. Proses pemarutan, proses penggilasan maupun penyaringan berjalan baik sehingga menghasilkan kapasitas sesuai dengan yang dirancang. Kapasitas yang dirancang, yaitu
kemampuan memarut, menggilas, kemudian menyaring, sebanyak 10 kilogram limbah buah per jam, bisa dicapai pada saat pengujian dilakukan. Beberapa usulan penyempurnaan bisa dipertimbangkan, agar rancangan berikutnya bisa lebih baik. Usulan penyempurnaan adalah penambahan pipa yang diberi lubang-lubang untuk saluran air agar proses pemberian air saat proses pemarutan merata; pemakaian satu motor penggerak untuk menggerakkan mekanisme pemarut dan mekanisme penggilas; serta memperbesar jarak rantai penggerak rol penggilas agar hasil parutan yang sedang digilas tidak bersentuhan dengan rantai. DAFTAR PUSTAKA Arijal, W. 2013. Ketersediaan beras dan akses pangan dalam kajian ketahanan pangan di Kabupaten Gunung Kidul tahun 2013 [skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada. [Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2014. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia. 2010. Jakarta (ID): Bappenas. Darwanto, Dwidjon, H. 2005. Ketahanan pangan berbasis produksi dan kesejahteraan petani. MMA-UGM Yogyakarta, Ilmu Pertanian. 1(2): 152-164. Lastinawati E. 2010. Diversifikasi pangan dalam mencapai ketahanan pangan. AgronobiS. 2(4): 11-12.
229
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
PALM OIL G-PLANTATION: KONSEP INTENSIFIKASI PERKEBUNAN SAWIT SECARA EFISIEN DAN BERKELANJUTAN Palm Oil G-Plantation: The Concept of Efficient and Sustainable Palm Oil Plantation Danang Alfath Aldrian1 (*), Muhammad Rizal Pratama2 1Departemen
Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor *Email: [email protected] Kampus IPB Dramaga. Jl. Raya Darmaga Kampus IPB Darmaga Bogor 16680 2Departemen
ABSTRAK Indonesia memiliki banyak sumberdaya alam yang dapat menjadi motor penggerak perekonomian nasional dan pembangunan negara. Salah satunya adalah potensi perkebunan kelapa sawit. Indonesia merupakan negara produsen dan eksportir kelapa sawit terbesar di dunia karena memiliki lahan penanaman yang luas baik untuk tanaman menghasilkan (TM) maupun belum menghasilkan (TBM). Pada tahun 2009, luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia tercatat seluas 7,95 juta hektare dan mencapai 11,4 juta hektare di tahun 2015. Perluasan lahan perkebunan akan berdampak pada pengurangan luas hutan, peningkatan risiko kebakaran hutan, kepunahan flora dan fauna langka, peningkatan jumlah limbah hasil perkebunan, dan masalah lingkungan lain. Namun, produktivitas perkebunan sawit Indonesia masih cukup rendah terutama pada pelaku usaha perkebunan sawit rakyat yang hanya menghasilkan 2,5 ton minyak sawit mentah (CPO) per hektare dan 0,33 ton minyak inti sawit (PKO) per hektare. Hal ini disebabkan teknik budidaya dan penggunaan teknologi yang tidak tepat guna. Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas perkebunan sawit adalah teknik intensifikasi. G-Plantation merupakan teknik intensifikasi pertanian yang fokus memperbaiki input serta penggunaan teknik budidaya sawit secara tepat guna dan berkelanjutan. Konsep GPlantation memanfaatkan penggunaan lubang resapan biopori multifungsi secara efisien dengan mempertimbangkan pola dan jarak tanam sehingga mudah sekali diterapkan oleh para pelaku usaha sawit terutama perkebunan sawit rakyat. Kata kunci: G-Plantation, intensifikasi, perkebunan sawit rakyat ABSTRACT Indonesia has many natural resources that can become the motor of national economy and nation development. One of those resources is the potential of oil palm plantations. Indonesia is the largest producer and exporter of palm oil in the world because Indonesia has extensive planting land for both productive and non-producing crops. In 2009, the total area of oil palm plantation in Indonesia was recorded at 7.95 million hectares and reached 11.4 million hectares in 2015. Expansion of plantation land will have an impact on reducing forest area, increasing the risk of forest fires, extinction of rare flora and fauna, increasing the amount of plantation waste, and other environmental issues. However, the productivity of oil palm plantations in Indonesia is still quite low, especially for smallholder palm oil plantation producing only 2.5 tons of crude palm oil (CPO) per hectare and 0.33 tons of crude palm oil (PKO) per hectare. This is caused by cultivation techniques and the use of inappropriate technology. One of the efforts to increase the productivity of oil palm plantations is the intensification technique. GPlantation is an agricultural intensification technique that focuses on improving input and use of appropriate and sustainable palm oil cultivation techniques. The concept of G-Plantation utilizes the use of multifunctional bio pore infiltration holes efficiently by considering the pattern and spacing area, thus it is easily applied by the palm business actors, especially for smallholder palm oil plantation. Keywords: G-Plantation, intensification, smallholder palm oil plantation
230
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara agraris yang menjadikan pertanian sebagai salah satu sektor andalan pendapatan negara. Pertanian terbukti berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi negara dengan Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar yaitu sekitar 13,38% pada tahun 2014 atau menduduki urutan ketiga setelah sektor Industri Pengolahan dan sektor Perdagangan (BPS 2014). Pertanian cukup kuat menghadapi perubahan ekonomi krisis global. Pertumbuhan tersebut didukung oleh berbagai sub-sub sektor pertanian salah satunya adalah sub sektor perkebunan. Perkebunan tidak hanya berkontribusi terhadap PDB negara tetapi juga berperan menyediakan bahan baku untuk sektor industri. Perkebunan juga berperan sebagai sumber devisa negara dan penyerapan tenaga kerja. Jenis tanaman perkebunan yang menjadi produk unggulan adalah tanaman kelapa sawit. Jenis lahan dan iklim di Indonesia sangat cocok untuk pertumbuhan tanaman sawit. Oleh karena itu, industri perkebunan sawit terus berkembang dan menjadi faktor penting perekonomian negara. Produk tanaman sawit berguna untuk kebutuhan-kebutuhan industri makanan, farmasi, kosmetik, biodisel, dan kebutuhan penting lainnya. Jumlah populasi dunia yang terus meningkat memicu tingginya kebutuhan produk sawit sehingga prospek industri sawit sangat menjanjikan. Kebutuhan yang tinggi akan produk sawit menyebabkan produksi sawit terus dipacu hasil produksinya. Guna memenuhi tuntutan kebutuhan tersebut, pemerintah menggunakan dua strategi dasar yaitu melalui peningkatan pendayagunaan lahan pertanian yang telah ada (intensifikasi), dan melalui perluasan lahan pertanian (ekstensifikasi) (Noordwijk dan Hairiah, 2006). Teknik ekstensifikasi merupakan usaha peningkatan produksi pangan dengan meluaskan areal tanam (Yanti dan Setiawan 2012). Teknik ini sering digunakan karena dinilai lebih murah dan mudah. Hal tersebut ditunjukan oleh data BPS tahun 2014 bertambahnya luas areal perkebunan sawit dari tahun 2009 hingga tahun 2015. Pada rentang waktu tersebut, luas areal
perkebunan sawit cenderung meningkat, naik sekitar 3,27 sampai dengan 11,33 persen per tahunnya. Pada tahun 2009 lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia tercatat seluas 7,95 juta hektar, meningkat menjadi 10,46 juta hektar pada tahun 2013. Pada tahun 2014 diperkirakan luas areal perkebunan kelapa sawit masih meningkat sebesar 4,69 persen dari tahun 2013 menjadi 10,96 juta hektar dan di tahun 2015 meningkat sebesar 4,46 persen menjadi 11,44 juta hektar. Perluasan lahan tersebut dikhawatirkan dapat menyebabkan terjadinya keterbatasan dan kerusakan lahan. Keterbatasan lahan perkebunan menyebabkan terjadinya alih fungsi hutan. Alih fungsi lahan hutan adalah perubahan fungsi pokok hutan menjadi kawasan non hutan seperti pemukiman, areal pertanian, dan perkebunan. Masalah ini bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dialihfungsikan menjadi lahan usaha lain (Widianto et al., 2003). Pengalihan fungsi hutan untuk perkebunan terutama kelapa sawit sudah terbukti sebagai ancaman terhadap keberadaan wilayah hutan. Kebakaran hutan sering terjadi sejak praktik pembakaran hutan digunakan untuk membuka lahan perkebunan (Murniati et al 2008). Teknik pembukaan lahan dengan cara membakar hutan dinilai efisien karena praktis, cepat, dan lebih murah. Pembukaan lahan juga memberikan dampak buruk lain terhadap lingkungan. Berkurangnya areal hutan akibat pembukaan besar-besaran kelapa sawit yang menyerap banyak air di sekitar pertumbuhan tanaman kelapa sawit mengakibatkan keseimbangan air hutan menjadi berkurang sampai 40% dari kebutuhan total air (Taufiq et al., 2013). Selain itu, pembukaan lahan hutan berdampak terhadap rusak dan hilangnya habitat flora dan fauna langka. Hal tersebut akan meningkatkan risiko kepunahan spesiesspesies langka di Indonesia. Konversi ekosistem alam dalam skala global merupakan penyebab utama hilangnya keanekaragaman hayati dan merupakan ancaman terhadap fungsi ekosistem dan penggunaan lahan secara berkelanjutan (Hoekstra et al., 2005). Oleh karena itu, teknik ekstensifikasi memiliki banyak dampak
231
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 negatif terhadap lingkungan dan teknik ini tidak dapat diterapkan secara berkelanjutan. Teknik intensifikasi merupakan upaya meningkatkan produksi pertanian dengan cara memperbaiki kualitas input dan pengolahan lahan yang lebih intensif. Teknik ini mampu meningkatkan produksi pertanian dengan cara penggunaan varietas unggul, pemberian pupuk kimia, penerapan teknologi terbaru, dan rekayasa lahan. Selain itu, intensifikasi meminimalisir dampak kerusakan lingkungan akibat penerapan teknik ekstensifikasi. Akan tetapi, teknik ini juga memiliki dampak negatif yang merugikan. Menurut ‘Hipotesis Intensifikasi’ yang ada, bahwa meningkatnya intensifikasi pertanian akan mengubah kondisi tanah dari suatu agro-ecosistem yang menyebabkan hilangnya biodiversitas organisme tanah karena menurunnya jumlah dan diversitas masukan organik ke dalam rantai makanannya, dan adanya penggunaan bahan kimia serta modifikasi iklim mikro (Noordwijk dan Hairiah 2006). Oleh karena itu, teknik intensifikasi perlu dievaluasi agar tidak merugikan dan dapat diterapkan secara berkelanjutan. Peningkatan populasi penduduk akan terus berdampak terhadap peningkatan kebutuhan produk hasil perkebunan sawit. Peningkatan produksi memang sangat diperlukan guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Akan tetapi, upaya tersebut perlu memperhatikan dampak lingkungan dan keberlanjutannya. Penerapan teknik intensifikasi dan ekstensifikasi dalam rangka peningkatan produksi perkebunan sawit masih memiliki banyak dampak negatif yang menghambat peningkatan produksi secara berkelanjutan. Dari masalah tersebut, perkebunan sawit memerlukan metode peningkatan produksi pertanian yang tepat guna dan berkelanjutan agar dapat memenuhi kebutuhan produksi tanpa mengabaikan daya dukung lingkungan dan keberlanjutannya. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan-bahan yang digunakan meliputi lahan perkebunan sawit, sampah organik (serasah daun sawit, limbah buah sawit, sisa tubuh tanaman sawit), dan aliran
permukaan. Alat Peralatan yang diperlukan meliputi cangkul, tugal, penggaris ukur, theodolite, dan bor biopori desain khusus untuk lahan perkebunan sawit seperti tanah ultisol dan tanah masam sulfat. Metode Metode yang digunakan selain mengambil data pustaka, juga mengidentifikasi penelitian-penelitian terdahulu terkait lahan perkebunan sawit. Alur penelitian mengidentifikasi kebutuhankebutuhan tanaman dikaitkan dengan hambatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penelitian ini mengidentifikasi manfaat penggunaan lubang resapan biopori (LRB), rorak, dan benteng dengan asumsiasumsi adanya aliran permukaan dan tanah kondisi jenuh air. Metode penentuan Jumlah LRB yang ideal dibuat menyesuaikan dengan luasan tanah, rata-rata intensitas hujan, dan laju peresapan air pada tanah. Jumlah LRB ideal dapat dihitung dengan rumus (Kamir, 2006): intensitas hujan (mm/jam) x luas bidang (m2) Laju peresapan air per lubang (Liter/jam) HASIL DAN PEMBAHASAN Seperti tanaman lainnya, kelapa sawit dipengaruhi faktor-faktor penting yang memengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor iklim dan tanah, bahan tanaman, hama, dan penyakit serta gulma. Dari semua faktor, ada faktor yang berpengaruh langsung atau pun tidak berpengaruh secara langsung terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Ada tiga faktor esensial yang menjadi kebutuhan pokok tanaman untuk dapat hidup dan berkembang secara normal, sedangkan faktor lainnya merupakan pelengkap. Faktor esensial tersebut berasal dari luar tubuhnya antara lain cahaya matahari, air, dan unsur hara (Risza, 2010). Ketiga faktor tersebut memiliki peran yang sangat penting bagi tanaman dan saling berhubungan antar faktor. Tanaman tidak akan tumbuh dan berkembang secara optimal apabila keseimbangan ketiga faktor esensial tersebut terganggu.
232
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 Indonesia yang beriklim tropis, menerima energi cahaya matahari maksimal dibanding daerah lain yang memiliki iklim berbeda. Hal tersebut menjadi keuntungan tersendiri karena cahaya matahari berfungsi sebagai energi utama tanaman yang diperoleh sebagai hasil fotosintesis. Intensitas cahaya yang cukup berkorelasi positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Oleh karena itu, iklim tropis cocok untuk perkebunan kelapa sawit yang membutuhkan cahaya matahari dengan intensitas tinggi. Faktor esensial lain yang sangat penting bagi tanaman sawit adalah air. Air merupakan unsur kehidupan dan sangat dibutuhkan semua jenis tanaman. Air sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Adapun fungsi utama air (Risza, 2010) di antaranya : 1. Sebagai pelarut dan untuk mengabsorpsi unsur hara. 2. Sebagai pembentuk tubuh tanaman. 3. Sebagai senyawa yang dibutuhkan dalam fotosintesis. 4. Sebagai penetral suhu tubuh tanaman Tanaman sawit memanfaatkan air tanah untuk memenuhi kebutuhannya. tanamam sawit termasuk tanaman yang mempunyai perakaran yang dangkal (akar serabut), sehingga mudah mengalami cekaman kekeringan (Dwiyana et al., 2015). Selain itu, tanaman sawit bergantung pada kapasitas air tanah untuk memenuhi kebutuhannya. Kapasitas air tanah dipengaruhi oleh presipitasi melalui mekanisme infiltrasi dan perkolasi sebagai sumber pengisian dalam sistem dan evapotranspirasi sebagai pengosongan yang menyebabkan hilangnya air dari sistem (Pasaribu et al., 2012).. Secara ekologis, tanaman sawit merupakan tanaman yang paling banyak membutuhkan air dalam proses pertumbuhannya, yaitu sekitar 4,10–4,65 mm per hari (Widodo, 2011). Kelapa sawit memerlukan ketersediaan air relatif lebih banyak dibanding tanaman keras atau tanaman perkebunan lainnya (Harahap dan Darmosarkoro, 1999). Hal tersebut guna mencukupi kebutuhan pertumbuhan dan produksinya. Faktor esensial lain yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah unsur hara. Unsur hara
esensial adalah unsur-unsur kimia yang diserap akar tanaman dari tanah untuk kebutuhan tubuh tanaman. Kurangnya unsur hara dapat menurunkan produksi tanaman dikarenakan timbulnya gejala defisiensi dan terhambatnya pertumbuhan vegetatif tanaman. Kebutuhan unsur hara tanaman dapat dipenuhi dengan cara pemupukan. Pemupukan merupakan suatu upaya untuk menyediakan unsur hara yang cukup guna mendorong pertumbuhan vegetatif tanaman yang sehat dan produksi sawit secara maksimum dan efisien (Darmosarkoro et al., 2003). Pada saat ini, produktivitas kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh peran pupuk. Berdasarkan senyawanya, pupuk digolongkan menjadi dua jenis yakni pupuk organik dan pupuk anorganik. Keduanya memiliki fungsi khusus yang berkaitan dengan kesuburan tanah. pupuk organik berfungsi sebagai penambah unsur hara dan memperbaiki sifat fisik tanah, sedangkan pupuk anorganik hanya berfungsi sebagai penambah unsur hara (Risza, 2010). Pupuk organik memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah dapat memperbaiki sifat fisik tanah dan juga memiliki dampak baik terhadap ekosistem. Akan tetapi, unsur hara yang terbentuk dari bahan organik membutuhkan waktu yang lama untuk menjadi unsur hara tersedia bagi tanaman. Pupuk anorganik membutuhkan waktu yang singkat untuk menjadi unsur hara tersedia bagi tanaman, tetapi pupuk anorganik tidak dapat memperbaiki sifat fisik tanah. selain itu, pupuk anorganik memiliki beberapa dampak negatif terhadap lingkungan dan dibutuhkan tambahan biaya input untuk tersedianya pupuk anorganik. Permasalahan pemupukan juga dapat diperburuk oleh adanya limpasan permukaan dan erosi. Tingginya curah hujan dan juga dipeengaruhi faktor kondisi tanah seperti kemiringan tanah dan vegetasi dapat menyebabkan terjadinya limpasan permukaan. Air hujan yang terhambat masuk ke dalam tanah akan menjadi aliran permukaan. Peningkatan laju aliran permukaan dan erosi dalam jangka panjang akan menyebabkan menurunnya kesuburan tanah di lahan tererosi (Ispriyanto et al.. 2001). Limpasan tersebut dapat menyebabkan terjadinya erosi dan
233
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 pengangkutan unsur-unsur hara. Pupuk yang telah disimpan di dalam tanah kemungkinan akan terangkut dan tercuci. Hal tersebut dapat menurunkan kandungan unsur hara dalam tanah dan dapat mengganggu pertumbuhan tanaman sawit. Oleh karena itu, limpasan air perlu diantisipasi agar tidak menurunkan produksi sawit. Setelah diidentifikasi, tanaman sawit sangat dipengaruhi faktor intensitas cahaya matahari, air, dan unsur hara. Selain itu, sifat fisik, kimia, dan biologi tanah berkontribusi terhadap kesuburan tanah. apabila faktorfaktor tersebut terganggu, pertumbuhan dan perkembangan tanaman sawit akan terganggu. Permasalahan-permasalahan di perkebunan sawit dapat berdampak terhadap berkurangnya hasil produksi. Teknik intensifikasi tidak akan efektif apabila teknisnya tidak berjalan dengan baik. Faktor kesuburan tanah dan pengelolaan air yang baik merupakan faktor penting bagi efektivitas teknik intensifikasi. Sistem pemeliharaan kesuburan tanah dan konservasi air diperlukan untuk mendukung peningkatan produksi perkebunan sawit yang berkelanjutan. Selain peningkatan produksi, sistem tersebut perlu memperhatikan unsur ekosistem dan lingkungan agar tidak menimbulkan permasalahan baru. Salah satu sistem intensifikasi pertanian yang diharapkan dapat diaplikasikan adalah G-Plantation. G-Plantation merupakan modifikasi teknik intensifikasi dengan pemanfaatan rekayasa tata lahan dan penggunaan lubang resapan biopori. Teknik G-Plantation mampu meningkatkan kualitas lahan dan mencegah terjadinya kerusakan lingkungan. Gplantation juga dapat meningkatkan produksi perkebunan sawit tanpa perlu perluasan areal lahan perkebunan. Teknik ini juga sangat sederhana dan dapat diterapkan oleh semua jenis usaha mencakup perkebunan pemerintah, swasta, dan usaha rakyat. Penggunaannya memanfaatkan sumber daya lahan dan limbah sisa pertanian yang memenuhi kaidah teknologi tepat guna dan berkelanjutan. Teknik G-plantation memanfaatkan penggunaan lubang resapan biopori, rorak, dan benteng berfungsi sebagai media konservasi air dan pemelihara kesuburan tanah.
Pembuatan Lubang Resapan Biopori (LRB) merupakan solusi teknologi ramah lingkungan untuk mengatasi ketersediaan air tanah dengan memanfaatkan sampah organik melalui lubang kecil dalam tanah (Kamir, 2006). LRB dapat dibuat dengan diameter 10 cm dan kedalaman 100 cm. LRB dapat menampung 7,8 Liter sampah organik yang akan menjadi kompos sekitar 56-84 hari. LRB efektif mencegah adanya aliran permukaan berlebihan, mencegah degradasi unsur hara secara cepat, dan membantu tanah dalam meresapkan air. Rorak adalah lubang buntu dengan ukuran tertentu yang dibuat pada bidang olah. Rorak berfungsi sebagai embung mini yang dibuat diantara tanaman dan searah dengan kontur. Pembuatan rorak dapat dikombinasikan dengan mulsa vertikal agar peresapan aliran permukaan lebih efektif. Teknik konservasi tanah dan air tersebut dapat meningkatkan cadangan air tanah saat musim kemarau. Rorak juga berfungsi sebagai sarana penampungan sedimen erosi dan secara berkala sedimen tersebut dikembalikan ke atas permukaan tanah bersamaan bahan organik (serasah) yang telah melapuk (Monde, 2010). Benteng atau sengkedan adalah dinding tanah buatan yang mengikuti garis kontur tanah. Benteng berfungsi menahan aliran permukaan dan merekayasa aliran air. Selain itu, benteng juga berfungsi mencegah terjadinya pengangkutan top soil dan menjaga serasah tanaman kelapa sawit tetap di sekitar piringan tanaman kelapa sawit. Pembuatan benteng memanfaatkan tanah di sekitar piringan atau tanah hasil galian rorak dan tanah tersebut ditumpuk mengikuti kontur piringan. Penggunaan rorak dan benteng efektivitasnya bergantung pada kondisi dan kontur lahan. Rorak dan benteng berfungsi optimal pada lahan dengan kemiringan 4o-9o (6%-15%) dan jarak teras 8,01 meter. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh laju aliran dan risiko erosi tanah. pembuatannya pun cukup praktis karena menggunakan perlatan petani pada umumnya seperti cangkul, penggaris ukur, tugal, dan bor biopori untuk membuat LRB. LRB, rorak, dan benteng dibuat disekitar piringan tanaman kelapa sawit agar lebih maksimal mengkonservasi air dan tanah.
234
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Gambar 1. Desain melintang G-Plantation Keterangan : A : Lebar atas rorak (60 cm) B : Lebar dasar rorak (40 cm) C : Kedalaman rorak (60 cm) D : Lebar LRB (10 cm) E : Kedalaman LRB (100 cm) : Aliran/limpasan permukaan F : Jarak rorak-benteng (40 cm) G : Lebar atas benteng (40 cm) H : Tinggi benteng (30 cm) I : Lebar dasar benteng (60 cm) Apabila di analisis aliran air dari gambar melintang ke dalam tanah, air yang datang akibat presipitasi akan terhambat (intersepsi) oleh tajuk sawit dan menjadi infiltrasi atau aliran permukaan. Aliran permukaan tersebut mengalir ke arah dataran lebih rendah mengikuti energi potensialnya. Aliran permukaan tersebut berpotensi membawa unsur hara tanah dan juga berisiko menurunkan cadangan air tanah. Sistem G-Plantation berupaya mencegah aliran permukaan tersebut keluar piringan sawit dan memanfaatkannya untuk kebutuhan tanaman sawit. Adapun langkahlangkahnya sebagai berikut : 1. Aliran permukaan yang datang dari tanaman sawit akan dijebak oleh rorak dan diarahkan menuju lubang resapan biopori. 2. Lubang resapan biopori akan menampung air dan unsur hara yang terangkut. 3. Air yang tersimpan akan disimpan menjadi cadangan air tanah yang dibutuhkan tanaman. 4. Unsur hara yang terangkut ke dalam LRB akan meningkatkan kesuburan tanah. 5. Penggunaan LRB juga dapat meningkatkan aktivitas fauna tanah
yang berguna dalam perbaikan sifat fisik dan biologi tanah. 6. Apabila aliran permukaan sangat deras dan meluap, aliran air tersebut akan ditahan oleh benteng dan dikembalikan ke dalam rorak hingga aliran permukaan terhenti. G-Plantation berupaya mengkonservasi air dan tanah dengan mengoptimalkan modifikasi piringan tanaman sawit. Selain dukungan rorak dan biopori, Jarak antara tanaman-rorak dan jarak antar rorakbenteng berguna sebagai media penyerapan air alami (infiltrasi). Seperti pada gambar:
B
A
Gambar 2. Gambaran piringan tanaman sawit Keterangan : Tanaman kelapa sawit Rorak Benteng Piringan / lahan alami LRB G-Plantation diupayakan mudah dalam pengaplikasiannya, sehingga usaha perkebunan rakyat pun bisa menggunakannya untuk meningkatkan produksi kelapa sawit. Pada pembuatannya, G-Plantation menggunakan peralatan pertanian sederhana untuk membuat rorak, LRB, dan benteng. Selain itu, G-Plantation menggunakan limbah organik sisa perkebunan untuk mengisi lubang biopori. Hal tersebut dapat menjadi solusi pencemaran limbah sawit. Hasil limbah
235
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 tersebut akan terdekomposisi menjadi kompos yang berguna memperbaiki sifat fisik tanah atau dikomersilkan menjadi pendapatan tambahan petani. SIMPULAN G-Plantation merupakan solusi kreatif meningkatkan produksi perkebunan sawit dengan menggunakan metode intensifikasi pertanian yang ramah lingkungan. Selain itu, G-Plantation memanfaatkan limbah organik dan modifikasi lahan untuk mengoptimalkan produksi perkebunan. GPlantation juga merupakan teknologi tepat guna yang mudah aplikasinya dan membantu petani perkebunan rakyat dan ikut berkontribusi meningkatkan perekonomian negara secara berkelanjutan. DAFTAR PUSTAKA [BPS]. Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Kelapa Sawit Indonesia. Jakarta (ID): Direktorat Statistik Tanaman Perkebunan. Dwiyana, SR, Sampoerno, Ardian. 2015. Waktu dan volume pemberian air pada bibit kelapa sawit (Elaesis Gueneensis Jacq) di Main Nursery. Jurnal Faperta. 2 (1) : 21 – 30. Harahap, I, Darmosarkoro. 1999. Pendugaan kebutuhan air untuk pertumbuhan kelapa sawit di lapang dan aplikasinya dalam pengembangan sistem irigasi. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit. 4 (3) : 121 – 134. Hoekstra, JM, Boucher, TM, Ricket, TH, and Roberts, C. 2005. Confronting a biome crisis : global disparities of habitat loss and protection. Ecology Letters. 8 : 23-29. Ispriyanto, R, Arifjaya, NM, and Hendrayanto. 2001. Aliran permukaan dan erosi di areal tumpangsari tanaman Pinus Merkusii Jungh. Et De Vriese. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. Vol VII (1): 37-47. Kamir, RB. 2006. Teknologi Biopori. Bogor (ID): IPB Press. Monde, A. 2010. Pengendalian aliran permukaan dan erosi pada lahan berbasis kakao di DAS Gumbasa, Sulawesi Tengah. Media Litbang Sulteng III (2) : 131 – 136.
Pasaribu, H, Mulyadi, A, and Tarumun, S. 2012. Neraca air di perkebunan kelapa sawit di PPKS Sub Unit Kalianta Kabun Riau. Jurnal Ilmu Lingkungan. 6 (2) : 99 – 113. Taufiq, M, Siswoyo, H, and Anggara, WWS. 2013. Pengaruh Tanaman Kelapa Sawit Terhadap Keseimbangan Air Hutan. Jurnal Teknik Pengairan. Vol 4 (1) : 47-52. Widianto, Hairiah, Suharjito, and Sardjono. 2003. Fungsi dan Peran Agroforestri. World Agroforestry Centre (Icraf). Bogor. Widodo. 2011. Estimasi Nilai Lingkungan Perkebunan Kelapa Sawit Ditinjau dari Neraca Air Tanaman Kelapa Sawit. Karya Ilmiah. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Yanti, D, and Setiawan, D. 2012. Analisa nilai manfaat irigasi pompa dangkal ditinjau dari keberlanjutan sumber daya air untuk pertanian. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol 16 (1) : 72 – 82.
236
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
S’PIPE (SHRIMP’S SPIRAL PUMP AERATOR) INOVASI TEKNOLOGI SPIRAL PUMP SEBAGAI AERATOR TAMBAK UDANG S'PIPE (Shrimp's Spiral Pump Aerator) Spiral Pump Technology Innovation as A Shrimp Pond Aerator Yuliani W.1*, Ahmad Abdul M.1, Satriyo Pandunusawan2, Dewi Ermawati3, Af’idatul Lutfita S. R4 1,2,3,4Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Email: [email protected] Jalan Veteran, Kota Malang, Jawa Timur 65145, Indonesia
ABSTRAK Udang merupakan komoditas perikanan andalan Indonesia yang menjadi komoditas ekspor. Namun, produktivitas udang Indonesia lebih rendah dibandingkan negara lain Rendahnya produktivitas tambak udang di Indonesia disebabkan oleh tingkat keberhasilan hidup (survival rate) dan pertumbuhan (growth rate) yang rendah serta ketidakstabilan produksi akibat kesalahan manajemen lingkungan dan penerapan teknologi budidaya, serta kualitas air tambak yang buruk. Berdasarkan latar belakang tersebut maka dibutuhkan solusi untuk meningkatkan kualitas air pada budidaya tambak udang berupa S’PIPE (Shrimp’s Spiral Pump Aerator) Inovasi Teknologi Spiral Pump sebagai Aerator Tambak Udang Berbasis Renewable Energy. “S’PIPE” merupakan teknologi berkelanjutan untuk mengontrol kualitas air tambak udang dengan menggunakan spiral pump sebagai energi utama sehingga teknologi “S’PIPE (Shrimp’s Spiral Pump Aerator)” memiliki nilai kebermanfaatan tanpa menghasilkan polusi serta menekan biaya penggunaan listrik. Manfaat dari pelaksanaan program ini adalah dapat digunakan sebagai media aktualisasi dan penerapan teknologi spiral pump sebagai solusi alternatif bagi petani udang dalam mengatasi penurunan kualitas air tambak udang. Bagi akademisi dan masyarakat terciptanya “S’PIPE” akan menambah wawasan baru tentang teknologi spiral pump yang dapat diaplikasikan untuk mengatasi permasalahan penurunan kualitas air tambak udang melalui sumber daya mandiri. Instrumen hasil pelaksanaan program kegiatan ini dapat dijadikan sebagai salah satu upaya peningkatan kualitas air tambak udang dan meningkatkan produktivitas udang bagi masyarakat serta meningkatkan pendapatan masyarakat. Kata Kunci: udang, air, aerator, spiral pump ABSTRACT Shrimp is Indonesia's mainstay fishery commodity that becomes export commodity. However, Indonesia's shrimp productivity is lower than other countries the low productivity of shrimp ponds in Indonesia is caused by low survival rate and growth rate and production instability due to mismanagement and application of cultivation technology, as well as the quality of pond water bad. Based on this background, a solution is needed to improve water quality in shrimp pond cultivation in the form of S'PIPE (Shrimp's Spiral Pump Aerator) Spiral Pump Technology Innovation as a Renewable Energy Shrimp Pond Pond. "SPIPE" is an ongoing technology for controlling water quality of shrimp ponds using a spiral pump as the main energy so that "S'PIPE (Shrimp's Spiral Pump Aerator) technology has a value of utilization without polluting and reducing electricity costs. The benefits of the implementation of this program is to be used as a medium of actualization and application of spiral pump technology as an alternative solution for shrimp farmers in overcoming the decrease of water quality of shrimp ponds. For the
237
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 academicians and the comunity the creation of "SIPPE" will add new insight into the applicable spiral pump technology to overcome the problem of degradation of water quality of shrimp ponds through independent resources. Instrument result of program implementation of this activity can be made as one effort to increase shrimp pond quality and increase shrimp productivity for society and also increase society income. Keywords: shrimp, water, aerator, spiral pump PENDAHULUAN Sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya tahun 2014, udang merupakan komoditas perikanan andalan Indonesia yang menjadi komoditas ekspor. Luas area tambak udang di Indonesia saat ini sekitar 344.759 ha atau sekitar 39,78% dari potensi lahan yang tersedia yakni seluas 866.759 ha yang tersebar di seluruh Indonesia. Berdasarkan data tersebut, 80% diantaranya adalah tambak milik petani yang dikelola secara tradisional sehingga produktivitasnya rendah (Arifin, dkk, 2012). Menurut data PKPP Riset untuk Kesejahteraan 2012, produktivitas budidaya udang di Indonesia rata-rata sebesar 267 kg/ha per tahun. Produktivitas udang Indonesia lebih rendah dibandingkan negara lain seperti Cina dengan produktivitas 538 kg/ha, India 750 kg/ha dan Thailand 2444 kg/ha. Rendahnya produktivitas tambak udang di Indonesia disebabkan oleh tingkat keberhasilan hidup (survival rate) dan pertumbuhan (growth rate) yang rendah serta ketidakstabilan produksi akibat kesalahan manajemen lingkungan dan penerapan teknologi budidaya, serta kualitas air tambak yang buruk. Kualitas air tambak dipengaruhi oleh parameter fisik dan kimia diantaranya oksigen terlarut, temperatur, salinitas, kekeruhan, pH, nitrogen, amoniak, nitrit, nitrat, fosfat, dan silika; serta parameter biologi yaitu klorofil-a, koliform fekal, Vibrio, dan jumlah bakteri (Ferreira, et al, 2011). Menurut Suyanto dkk (2009) berkurangnya kualitas air tambak akibat rendahnya kadar oksigen dapat menyebabkan wabah penyakit untuk tambak udang. Rendahnya kandungan oksigen dalam air tambak dapat menimbulkan pembusukan yang menyebabkan akumulasi gas beracun di dalam air seperti amoniak, CO2, dan nitrit sehingga udang stres. Kondisi
stres pada udang yang berkelanjutan menyebabkan daya imunitas udang terhadap penyakit menurun sehingga banyak udang yang mati dan produktivitas tambak udang berkurang. Selama ini, masyarakat menggunakan aerator listrik untuk meningkatkan kualitas air tambak udang. Aerator listrik menggunakan energi listrik sebagai energi utama sehingga tidak hemat energi. Selain itu, aerator listrik tidak sesuai diaplikasikan pada daerah terpencil yang belum terjangkau listrik dari pemerintah. Oleh karena itu, dibutuhkan inovasi teknologi pada budidaya tambak udang untuk memperoleh hasil yang maksimal. Melalui Program Kreativitas Mahasiswa ini, kami membuat aerator berupa S’PIPE (Shrimp’s Spiral Pump Aerator) Inovasi Teknologi Spiral Pump sebagai Aerator Tambak Udang Berbasis Renewable Energy. “S’PIPE” merupakan aerator berbasis energi terbarukan sebagai solusi kurangnya sirkulasi oksigen pada tambak udang sehingga menghasilkan udang yang sehat serta produktivitasnya meningkat. “S’PIPE (Shrimp’s Spiral Pump Aerator)” memiliki nilai kebermanfaatan tanpa menghasilkan polusi serta dapat menghemat penggunaan energi listrik. Udang Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya tahun 2014, udang merupakan komoditas perikanan andalan Indonesia yang menjadi komoditas ekspor terutama udang Vaname dan udang windu. Luas area tambak udang di Indonesia saat ini sekitar 344.759 ha atau 39,78% dari potensi lahan yang tersedia yakni seluas 866.759 ha yang tersebar di seluruh Indonesia. Delapan puluh persen dari luas tambak udang tersebut merupakan tambak milik petani yang dikelola secara tradisional sehingga produktivitasnya rendah. Rendahnya produktivitas tambak udang merupakan permasalahan utama usaha budidaya udang di Indonesia.
238
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 Berdasarkan data PKPP Riset untuk Kesejahteraan 2012, produktivitas tambak udang Indonesia per tahun rata-rata 267 kg/ha, lebih rendah dibandingkan dengan Cina (538 kg/ha), India (750 kg/ha) dan Thailand (2444 kg/ha) (Arifin, dkk, 2012). Hal ini disebabkan oleh rendahnya keberhasilan hidup (survival rate) dan pertumbuhan (growth rate) serta ketidakstabilan produksi akibat turunnya kualitas lingkungan karena wabah penyakit, kesalahan manajemen lingkungan, serta penerapan teknologi budidaya yang kurang tepat. Kualitas air Menurut Ferreira et al (2011) kualitas air tambak udang dipengaruhi oleh parameter kimia seperti oksigen terlarut, salinitas, pH, nitrogen, amonia, fosfat, nitrit dan nitrat; parameter fisik seperti temperatur dan kekeruhan; serta parameter biologi diantaranya klorofil-a, koliform fekal, Vibrio, dan jumlah bakteri. Udang dapat tumbuh optimal pada kisaran pH 6 sampai dengan 9 dengan batas maksimal jumlah materi tersuspensi sebesar 100 mg/L serta konsentrasi maksimum amonia sebesar 2 mg/L. Kandungan amonia yang melebihi batas dapat mempengaruhi proses pertumbuhan udang, pergantian kulit, dan jumlah konsumsi oksigen oleh udang. Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap pertumbuhan udang adalah suhu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Budiardi dkk (2005) pertumbuhan optimal udang terjadi pada kisaran suhu 2530oC dan berakibat pada kematian udang jika suhu lingkungan di atas 35oC. Meningkatnya suhu lingkungan (air tambak) pada umumnya disertai dengan meningkatnya laju metabolisme yang berarti permintaan oksigen oleh jaringan juga meningkat. Secara umum, meningkatnya suhu lingkungan sebesar 10oC menyebabkan meningkatnya laju pengambilan oksigen oleh hewan menjadi dua sampai tiga kali lipat. Ketersediaan oksigen dalam air sangat menentukan keberhasilan hidup udang. Menurut Ferreira et al (2011) konsentrasi minimal DO (oksigen terlarut) yang dibutuhkan spesies udang agar dapat bertahan hidup adalah sebesar 4–6 mg/L dan pertumbuhan udang akan terhambat jika
kadar DO kurang dari 2 mg/L. Menurut Suyanto dkk (2009) kadar oksigen yang rendah dalam air tambak dapat menimbulkan pembusukan sehingga menyebabkan akumulasi gas beracun di dalam air seperti amonia, CO2, dan nitrit yang menyebabkan kondisi udang menjadi stres. Kondisi stres pada udang yang berkelanjutan menyebabkan daya imunitas udang terhadap penyakit akan menurun sehingga banyak udang yang mati atau dalam arti lain produktivitas tambak udang menurun. Faktor lain yang menentukan kualitas air tambak adalah salinitas atau kadar garam. Salinitas mempengaruhi proses penyerapan oksigen dari air media ke dalam tubuh udang. Peningkatan salinitas akan meningkatkan energi yang dibutuhkan untuk osmoregulasi sehingga laju metabolisme dalam tubuh udang juga meningkat (Ferreira, et al, 2011). Untuk mengantisipasi terjadinya kekurangan oksigen terlarut dalam air tambak dilakukan pergantian air dan proses aerasi. Jika jumlah oksigen dalam air tidak mencukupi akan mengakibatkan penurunan kondisi kesehatan udang bahkan menyebabkan kematian (Velazco, 2010). Aerator Menurut Kumar et al (2013) aerator sangat diperlukan untuk menjaga lingkungan agar tetap sesuai dengan tingkat fisiologi yang dibutuhkan pada budidaya perairan intensif dan semi intensif. Pada budidaya perairan intensif, permintaan oksigen dari spesies yang dibudidayakan tidak bisa dicapai hanya dengan proses aerasi alamiah. Oleh karena itu, aerasi buatan perlu dilakukan. Aerator dapat meningkatkan luas permukaan air yang kontak dengan udara sehingga transfer oksigen juga meningkat secara serempak dan berdampak pada terhalangnya proses stratifikasi dalam air karena sirkulasi air menjadi lebih lancar. Berbagai tipe aerator telah dikembangkan selama beberapa tahun dengan tujuan untuk menjaga konsentrasi oksigen terlarut yang diinginkan dalam air tambak sebagai upaya peningkatan efisiensi energi dalam proses transfer massa oksigen. Akhir-akhir ini telah dikembangkan aerator (CSC) circular stepped cascade, aerator PCSC (pooledcircular stepped cascade), aerator 1 hp paddle wheel dan
239
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 2 hp paddle wheel serta propeller aspirator pump (PAP). Dalam bidang budidaya perairan, Indonesia sudah lama mengadopsi teknologi aerator untuk meningkatkan keberhasilan budidaya ikan dan udang. Aerator yang sering digunakan oleh masyarakat pembudidaya ikan di Indonesia adalah aerator jenis paddle wheel (kincir) karena terbukti paling efisien. Keunggulan dari aerator kincir antara lain mekanisme aerasi sangat efektif yakni menyemprotkan air ke udara sekaligus memasukkan udara ke dalam air, fungsi sirkulasi baik, menghasilkan aerasi yang merata, konstruksi sederhana namun handal, pemeliharaan mudah, serta biaya operasi rendah. Masyarakat juga sering menggunakan aerator jenis propeller aspirator pump (PAP). Aerator PAP sangat baik dalam mensirkulasikan udara di dalam kolam, tetapi hanya didesain untuk kolam dengan kedalaman yang lebih (Fachrudin, 2011). Aerator CSC dan PCSC sesuai digunakan untuk kolam dengan ukuran sekitar 1000 m3 sementara aerator 1-hp paddle wheel dan 2-hp paddle wheel sesuai untuk kolam dengan ukuran lebih dari 5000 m3 (Kumar, et al, 2013). Tipe-tipe aerator yang telah disebutkan di atas membutuhkan energi listrik sebagai penggeraknya sehingga tidak hemat energi serta kurang efektif jika diaplikasikan pada daerah yang terpencil. Spiral Pump Menurut Kassab et al (2005) Spiral Pump atau Coil Pump (pompa spiral) merupakan salah satu alat pemompa air non-konvensional yang dalam situasi praktis menggunakan sumber energi nonkonvensional pula. Kekuatan pendorong dari pompa spiral berasal dari aliran angin, arus air, atau sungai. Pompa spiral menerapkan perpindahan apositif dengan menggunakan gerakan rotasi untuk mengakumulasikan tekanan guna mengalirkan air. Pompa ini terdiri dari gulungan selang yang menempel pada tabung dan terpaut pada batang horizontal yang berputar seperti poros kincir air. Prinsip kerja pompa spiral yaitu, air masuk melalui mulut selang yang dilingkarkan pada tabung. Tabung berperan sebagai batang penggerak sekaligus pengeluaran karena pada ujung tabung yang lain
dipasang pipa pengeluaran. Ketika tabung diputar, air masuk kemudian berjalan sepanjang selang yang digulung hingga naik pada tingkat yang lebih tinggi secara signifikan di atas titik dimana pompa spiral berakhir. Pompa spiral dicelupkan sebagian dalam air dengan Submerged Ratio tertentu. Ketika alat diputar, udara masuk dan terjebak dalam blok air, kemudian udara akan memberikan tekanan pada air. Pada Submerged Ratio (Sr) 100% tidak ada air yang mengalir dikarenakan tidak ada udara yang masuk ke dalam selang. Submerged Ratio yang sering digunakan pada pompa spiral adalah 50% dengan kecepatan rotasi sebesar 59,6 rpm. Pada kecepatan rotasi tersebut, jumlah lilitan yang memberikan hasil yang baik adalah 29.5 lilitan selang. Pada penelitian Kassab et al (2006) yang lebih lanjut, diperoleh hasil terbaik yakni debit air 1800 liter/jam ketika diameter dalam selang sebesar 1,5 inchi dan diameter luar tabung sebesar 16 inchi. Diameter selang yang semakin besar menyebabkan turunnya nilai friksi serta meningkatnya jumlah pengambilan air. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan yang dibutuhkan adalah besi as 2.54 cm, pipa besi 2.54 cm, plat galvanum, besi siku 40 x 40 mm, besi siku 50 x 50 mm, beton laser, plat strip, nozzle, pipa 5.08 cm, pelampung 2 buah, plendes, gear payung, pipa spiral 2.54 cm, plat besi 2 mm, mur dan baut, rivet, dan kawat las. Alat Alat – alat yang dibutuhkan dalam pembuatan dan pengujian S’PIPE adalah bor duduk, bor tangan, gerinda tangan, gergaji besi, palu, penggaris besi, busur besi, meteran, tang pemotong, tang klem, ragum, dan mesin frais (bubut), serta kompresor. Metode Pengujian alat dilakukan setelah dilakukan perancangan alat “S’PIPE (Shrimp’s Spiral Pump Aerator)”. Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji kelayakan alat sehingga bisa berfungsi dengan baik. Pengujian dilakukan untuk memastikan meningkatnya kadar 240
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 DO (kadar oksigen terlarut) pada air tambak udang. Pengujian dilakukan dengan mengambil sampel air tambak udang yang telah dipasang S’PIPE dan mencampurkannya dengan MnSO4, NaOH dan H2SO4 kemudian dilakukan titrasi hasil campuran dengan Na2S2O3. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui nilai DO dengan melakukan perhitungan. Metode Titrasi dengan Winkler Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Sampel air tambak yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 dn NaOH-KI, sehingga akan terjadi endapan MnO2. Penambahan H2SO4 atau HCl maka endapan yang akan terjadi akan larut kembali da akan membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan selanjutnya akan dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S2O3) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji). Reaksi kimi yang terjadi dapat dirumuskn sebagai berikut (Salmin, 2005): MnCl2 + NaOH Mn(OH)2 + 2 NaCl 2 Mn(OH)2 + O2 2 MnO2 + 2 H2O MnO2 + 2 KI + 2 H2O Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH I2 + 2Na2S2C3 Na2S4O6 + 2 NaI Pengujian Debit Aliran Air dengan Variasi Submerged Ratio Pengujian dilakukan dengan mengukur debit aliran air melalui variasi penenggelaman alat sebesar 50%, 70% dan 90%. Debit aliran air ditentukan dengan mengukur air yang keluar dari selang spiral tiap menit dengan tiga kali pengulangan. Prinsip pengujian ini yaitu memberikan beban air yang bervariasi pada pelampung sehingga sebagian alat akan tenggelam dan didapatkan debit aliran air yang tertinggi. Pengujian Tekanan Angin Minimal yang dibutuhkan untuk Menggerakkan BalingBaling Pengujian dilakukan dengan menggunakan kompresor yang diatur dengan variasi tekanan awal sebesar 6 kg f/cm2, 8 kg f/cm2 dan 10 kg f/cm2. Angin dari kompresor diarahkan ke baling-baling sehingga baling-baling akan berputar.
Tekanan angin minimal diperoleh dari tekanan terkecil yang dapat menggerakkan baling-baling. Pengujian Kecepatan Putar Spiral Pump Pengujian dilakukan dengan menggunakan tachometer. Prinsip pengujiannya yaitu melakukan pengukuran dari jarak jauh. Laser Tachometer bekerja dengan sensor cahaya yang sangat sensitif terhadap elemen berputar. Unsur berputar akan memiliki satu tempat reflektif, dan rpm meter ini mengukur tingkat di mana berkas cahaya dipantulkan kembali. Besarnya kecepatan putar dari spiral pump dapat dilihat dari pembacaan display. DAFTAR PUSTAKA Arifin, Taslim, Syahrial N.A,Yulius, dan Dino G. 2012. Riset Pendekatan EkologiEkonomi untuk Peningkatan Produktivitas Pertambakan Udang di Kawasan Selat Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan. Jakarta: PKKP Riset untuk Kesejahteraan. Budiardi, T, T. Batara dan D. Wahjuningrum. 2005. Tingkat Konsumsi Oksigen Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) dan Model Pengelolaan Oksigen pada Tambak Intensif. Jurnal Akuakultur Indonesia 4 (2) hlm 109-113. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya . 2014. Udang Vaname dan Udang Windu Masih Andalan Ekspor Indonesia. http://www.djpb.kkp.go.id. Diakses pada tanggal 7 November 2016. Fachrudin, Muhammad. 2011. Rancang Bangun Sistem Aerator dengan Menggunakan Energi Surya. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Ferreira, N.C, C. Bonnetti, and W.Q. Seiffert. 2011. Hydrological and Water Quality Indices as Management Tools in Marine Shrimp Culture. Aquaculture 318: 425– 433. Kassab, Sadek Z, A.A.A Naby, and El Sayed I.A.B. 2005. Coil Pump Performance Under Variable Operating Conditions. Ninth International Water Technology Conference, IWTC9 . Kassab, Sadek Z, A.A.A Naby, and El Sayed I.A.B. 2006. Performance of MultiLayers
241
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 Coil Pump. Tenth International Water Technology Conference, IWTC10. Kumar, Avinash, Sanjib Moulick, and B.C Mal. 2013. Selection of Aerators for Intensive Aquacultural Pond. Aquacultural Engineering 56: 71– 78. Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Okigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualias Perairan. Oseana, Volume XXX, Nomor 3, 2005 : 21 - 26 Suyanto, S.R dan Enny P. 2009. Panduan Budidaya Udang Windu. Jakarta: Penebar Swadaya. Velazco, Javier M.J.R, Alfredo H.L, and Victor M.G. 2010. Management of Stocking Density, Pond Size, Starting Time of Aeration, and Duration of Cultivation for Intensive Commercial Production of Shrimp Litopenaeus vannamei. Aquaculture Engineering 43: 114-119.
242
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
MS. BLOOM (AUTOMATIC SONIC BLOOM) ALAT UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS DAN KUANTITAS PRODUKSI PADI (Oryza sativa) DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI TERBARUKAN MS. BLOOM (Automatic Sonic Bloom) A Device for Enhancing Production Quality and Quantity of Paddy (Oryza sativa) using Renewable Energy Novemi Inka1, Choirima Ulfa2, Wahyu Intan3, Istifar Yogi4, Hidayat Yogo5 1,2,3 Program
Studi Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Brawijaya Malang Studi Teknik Pertanian, Universitas Brawijaya Malang Email: [email protected]
4,5Program
ABSTRAK Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang terus meningkat. Peningkatan tersebut tidak sejalan dengan ketersediaan pangan pokok seperti beras. Oleh karena itu, untuk mencukupi ketersediaan pangan Pemerintah melakukan upaya penyediaan beras dengan cara melakukan impor. Impor beras di Indonesia memiliki hubungan dengan produktivitas pertanian dimana memiliki hubungan dua arah (Siringo, 2015). Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas padi adalah dengan menggunakan teknologi sonic bloom dengan contoh pengaplikasian berupa Transimesolom yang memanfaatkan frekuensi kicauan burung kutilang (Irene, 2015). Teknologi sonic bloom bertujuan untuk merangsang terbukanya stomata daun sehingga dapat menyerap nutrisi lebih banyak. Dalam penggunaanya alat ini tidak dilengkapi sensor sehingga ketika musim hujan maka air yang akan diserap stomata menjadi berlebihan yang akan menyebabkan kerusakan pada padi sehingga membuat alat ini kurang efektif. Selain itu, masih menggunakan cara manual untuk menghidupkannya sehingga juga kurang efektif. Oleh karena itu, perlu diterapkan teknologi terbaru yang dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil produksi padi secara efektif yaitu berupa MS. BLOOM dengan menggunakan teknologi sonic bloom. Sonic bloom merupakan suatu teknologi yang menggunakan gelombang suara berfrekuensi 3500 – 5000 Hz dipadukan dengan pemberian nutrisi organik (Yulianto, 2006).Alat ini dilengkapi oleh sensor suhu serta sensor hujan yang berfungsi untuk mengatur teknologi sonic bloom secara otomatis. Selain kedua sensor tersebut alat ini juga dilengkapi pilihan jenis lagu serta menggunakan solar cell sebagai sumber energi terbarukan yang akan diubah menjadi energi listrik untuk menghidupkan speaker. Dalam penerapannya alat ini dapat menyala secara otomatis ketika kondisi tertentu sehingga tidak perlu menggunakan cara manual untuk menyalakannya. Tujuan dari program ini yaitu untuk mengetahui metode perancangan, mekanisme kerja, serta pengujian MS.BLOOM. Luaran yang diharapkan yakni potensi paten, publikasi artikel ilmiah serta MS.BLOOM yang telah diuji di laboratorium. Diharapkan MS.BLOOM dapat bermanfaat bagi akademisi atau mahasiswa, masyarakat dan pemerintah dalam mengatasi permasalahan produksi padi sehingga dapat meningkatkan ketersediaan pangan dan ketahanan pangan dapat terwujud di Indonesia. Kata kunci : Produksi Padi, Sonic Bloom, Solar Cell, Sensor Suhu, Sensor Hujan ABSTRACT Indonesia is a country with a growing population. The increase is not in line with the availability of staple food such as rice. Therefore, to meet the availability of food the Government makes efforts to provide rice by importing. Imports of rice in Indonesia have a relationship with agricultural productivity which has a two-way relationship ( Siringo , 2015). One of the efforts to increase rice productivity is by using sonic bloom technology with examples of application of Transimesolom which utilize the frequency of kutilang birds (Irene, 2015). Sonic bloom technology aims to stimulate the opening of leaf stomata so it can absorb
243
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 more nutrients. In the use of this tool is not equipped with sensors so that when the rainy season, the water will be absorbed into excessive stomata that will cause damage to rice, making this tool less effective. In addition, still using the manual way to turn it on so it is also less effective. Therefore, it is necessary to apply the latest technology that can increase the quantity and quality of rice production effectively ie in the form of MS. BLOOM using sonic bloom technology. Sonic bloom is a technology that uses 3500 - 5000 Hz sound waves combined with the provision of organic nutrients (Yulianto, 2006). This tool is equipped by temperature sensors and rain sensors that function to set the sonic bloom technology automatically. In addition to these two sensors are also equipped with a choice of type of song and use solar cell as a source of renewable energy that will be converted into electrical energy to turn on the speakers. In practice this tool can turn on automatically when certain conditions so no need to use the manual way to turn it on. The purpose of this program is to know the design method, work mechanism, and testing MS.BLOOM. Expected outcomes are potential patents, publications of scientific articles and MS.BLOOM that have been tested in the laboratory. It is expected that MS.BLOOM can be useful for academicians or students, society and government in overcoming rice production problems so as to increase food availability and food security can be realized in Indonesia. Keywords: Rice Production, Sonic Bloom, Solar Cell, Temperature Sensor, Rain Sensor PENDAHULUAN Jumlah populasi penduduk di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 255.615.478 jiwa berdasarkan data Direktorat Jendral Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Jumlah populasi yang tinggi dan terus meningkat berbanding terbalik dengan ketersediaan pangan di Indonesia dimana salah satu ketersediaan pangan paling dibutuhkan adalah beras. Beras merupakan salah satu pangan pokok paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia akan tetapi kebutuhan beras yang tinggi tidak sejalan dengan jumlah produksi beras nasional. Menurut Badan Pusat Statistik pada tahun 2014 penurunan produksi padi mencapai 0,63% sehingga membuat pemerintah melakukan upaya penyediaan beras melalui impor. Berdasarkan data pada tahun 2012 hingga 2014 impor beras berturut-turut mencapai 1.810.372,30 ton, 472.664,70 ton dan 844.163,7 ton (BPS, 2015). Impor beras di Indonesia memiliki hubungan dengan produktivitas pertanian dimana saling mempengaruhi atau memiliki hubungan dua arah (Siringo, 2015). Menurut Prof. Kuswanto upaya yang sudah pernah dilakukan untuk meningkatkan produktivitas padi adalah intensifikasi budi daya (SRI), sistem tanam jajar legowo, penggunaan padi hibrida. Salah satu teknologi yang berhasil adalah teknologi sonic bloom dimana teknologi tersebut mampu meningkatkan kuantitas dan
kualitas hasil produksi padi (Yulianto, 2006). Contoh penggunaan teknologi sonic bloom adalah Transimesolom merupakan alat yang memanfaatkan frekuensi kicauan burung kutilang (Irene, 2015). Sonic bloom merupakan suatu teknologi yang menggunakan gelombang suara berfrekuensi 3500 – 5000 Hz dipadukan dengan pemberian nutrisi organik (Yulianto, 2006). Teknologi sonic bloom bertujuan untuk merangsang terbukanya stomata daun sehingga dapat menyerap nutrisi lebih banyak serta mengoptimalkan laju fotosintesis. Dalam penggunaanya alat ini tidak dilengkapi sensor sehingga ketika musim hujan maka air yang akan diserap stomata menjadi berlebihan yang akan menyebabkan kematian pada padi sehingga membuat alat ini kurang efektif. Selain itu, masih menggunakan cara manual untuk menghidupkannya sehingga juga kurang efektif . Inovasi kreatif yang ditawarkan untuk mengatasi permasalahan tersebut berupa MS. BLOOM (Automatic Sonic Bloom) alat untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi padi dengan menggunakan teknologi sonic bloom berbasis automatisasi. Teknologi sonic bloom ini dilengkapi oleh sensor suhu serta sensor hujan yang memiliki fungsi untuk mengatur teknologi sonic bloom ketika hujan atau suhu tinggi maka teknologi tersebut otomatis akan mati. Selain kedua sensor tersebut alat ini juga dilengkapi pilihan jenis lagu serta menggunakan solar cell sebagai sumber
244
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 energi terbarukan yang akan mengubah cahaya matahari menjadi energi listrik untuk menghidupkan speaker. Dalam penerapannya alat ini dapat menyala secara otomatis ketika kondisi tertentu sehingga tidak perlu menggunakan cara manual untuk menyalakannya. Dengan berbagai kelebihan yang dimiliki diharapkan alat berbasis teknologi sonic bloom ini mampu meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi padi sehingga dapat meningkatkan ketersediaan pangan dan ketahanan pangan dapat terwujud di Indonesia.
Gambar 1a. Tampak Depan
BAHAN DAN METODE Bahan Pembuatan MS. BLOOM ini, bahan yang digunakan sebagai berikut: lempengan stainless steel (304 2B 430), pipa besi (2cmx2cm), baut, mur, solar cell (10WP), Accu Battery (12V 10AH), microcontroller Arduino-Mega, speaker midrange (6,5inch), MP3 Player, Amplifier kelas AB, Sensor (LM35), Sensor Rain Water Droplet dan LCD(16x2).
Gambar 1b. Tampak Samping
Alat Alat yang digunakan antara lain Laptop, bor, gerinda, alat ukur dan alat penunjang lainnya seperti alat pengelasan, pemotong, penekuk dan solder. Metode Metode ini digunakan untuk mempelajari teori-teori yang berhubungan dengan perancangan dan pembuatan alat. Pustaka yang digunakan yaitu berupa bukubuku teks yang berupa tulisan ilmiah, handbook, e-book, buku referensi mata kuliah dan juga tulisan-tulisan bebas seperti tulisan pada suatu forum maya, artikel bebas dari suatu situs, dan tulisan surat kabar baik berupa hardcopy ataupun softcopy yang berhubungan dengan program yang dikembangkan.
Tahap Perancangan Alat
Gambar 1c. Tampak Dalam
Desain dari MS. BLOOM dapat dilihat pada Gambar 1a, Gambar 1b dan Gambar 1c. MS. BLOOM terdiri dari beberapa bagian dengan tambahan solar cell 10WP pada bagian atasnya. Bagian atas MS. BLOOM memiliki ukuran panjang 50 cm, lebar 30 cm, tinggi 20 cm, pada bagian bawah terdapat kaki-kaki untuk menompang dengan tinggi 50 cm. Bagian tersebut terbuat dari stainless steel dengan ketebalan 1,5 mm karena untuk menjaga ketahanan alat agar dapat berfungsi dengan rentang waktu yang cukup lama. Pada bagian dalam, terdapat komponen yang digunakan berupa MP3 Player, Amplifier, speaker sebagai output, LCD 7 inch, microcontroller Arduino-Uno dan Battery berupa Accu 12V 100AH sebagai penyimpan daya. Pada bagian luar alat terdapat sensor Rain Water Drop dan sensor suhu LM35. Microcontroller Arduino-Mega digunakan untuk mendukung program
245
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 dapat berjalan secara automatic dengan pilihan yang sudah ada. MP3 player dan Amplifier digunakan sebagai sumber suara dari alat ini. Pada bagian depan alat dibuat tambahan berupa tutup atas dan samping dari stainless steel, berguna menjaga komponen bagian luar dari panas dan hujan. Sementara fungsi dari solar cell sebagai sumber energi yang akan digunakan dalam proses menjalankan alat. Dimana ukuran solar cell mengikuti luas permukaan dari bagian atas alat dengan ukuran panjang 70 cm dan lebar 30 cm. Dengan menggunakan jenis solar cell 10 Wp dapat menyimpan besar daya 50 Watt dengan lama pengisian 5 jam pada arus 4,17 Amper. Pengaturan sudut untuk mendapatkan cahaya matahari secara optimal, maka solar cell dan alat dihubungkan menggunakan poros siku. Agar mempermudah pengaturan sudut yang tepat mendapatkan sinar matahari. Tahap Pengaplikasian Programan
Gambar 2. Sistem Instrumentasi Sistem instrumentasi dari MS. BLOOM, sebagai beikut: Pertama alat diletakkan pada lahan tanam, dilakukan pengaturan sudut dari solar cell dengan
melihat arah datangnya matahari. Maka solar cell 10 WP akan mengubah cahaya matahari menjadi energi listrik. Energi listrik yang dihasilkan disimpan ke dalam battery berupa accu12V 100AH. Energi inilah yang kemudian dapat menyalakan MS. BLOOM. Saat MS. BLOOM sudah menyala, dilakukan pengaturan dalam pemilihan jenis lagu yang sudah tersedia pada MP3 Player. Dimana frekuensi yang tepat untuk tanaman padi sudah diatur sebelumnya. Pada tombol Start, menandakan MS. BLOOM untuk bekerja. Output yang dihasilkan adalah berupa suara yang dipilih dan memiliki gelombang frekuensi yang tepat untuk tanaman padi dengan bantuan speaker yang sudah dipasang. MS. BLOOM akan secara automatis mendeteksi suhu lingkungan dengan suhu antara 11oC sampai 30oC sebagai syarat dari bekerjanya alat (Irianti, 2005). Faktor lain yang dapat mempengaruhi penggunakan Sonic Bloom adalah hujan. Oleh karena itu MS. BLOOM diberikan sensor Rain Water Drop diatas alat sehingga alat secara otomatis berhenti jika hujan. Jika faktor penghambat tidak terbaca oleh alat, MS. BLOOM akan bekerja pada saat pagi pukul 04.30 – 09.00 dan sore pukul 16.00 – 21.00, jika waktu yang ditentukan selesai maka alat akan otomatis berhenti. Karena sesuai dengan studi pustaka telah dilakukan bahwa pada waktu tersebut merupakan waktu bagi tanaman untuk berfotosintesis (Triana, 2012). Pembacaan faktor tersebut dapat dilihat pada layar LCD. Hal ini untuk menjaga kualitas dari tumbuh dan perkembangan tanaman. Prosedur Kerja:
Gambar 3. Prosedur Kerja Tahap Pengujian Alat Tahap pengujian alat dilakukan setelah melaksanakan perancangan alat telah selesai. Pengujian MS. BLOOM bertujuan untuk menguji kelayakan alat serta hasil. aTnaman yang diuji coba pada tanaman
246
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 berupa tanaman padi yang merupakan prioritas pada sektor pangan. Tahap pengujian meliputi, pengukuran pertumbuhan tanaman menggunakan metode dari Kaderi (2014), pengujian jarak alat dengan berpedoman dari penelitian Yulianto (2008), pengujian sensor dengan perlakuan manual dan pwmbukaan stomata stomata. Selanjutnya akan dilakukan evaluasi untuk memperbaiki alat dan perbaikan jarak optimalnya, sehingga MS. BLOOM dapat bekerja secara optimal dan bekelanjutan. Tahap Evaluasi Tahap evauasi dilakukan untuk mengetahui seberapa efektif Program Kreativitas Mahasiswa Karsa Cipta MS. BLOOM yang telah dilakukan. Hasil yang didapat dikatakan efektif jika tingkat keberhasilan kinerja alat dan output pada tanaman yang dihasilkan 80% - 90% sehingga dapat diaplikasikan sebagai alat yang inovatif dan berkelanjutan di masyarakat. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian meliputi nilai dan kestabilan frekuensi yang dihasilkan, jarak optimum alat terhadap tanaman, jumlah anakan dan tinggi tanaman padi. Tabel 1. Pertumbuhan fisik Tanaman Padi pada berbagai jarak Umur Jarak Tinggi Jumlah Pembukaan Padi padi tanaman anakan Stomata 15 2m 7,34 cm 4 2.3 mm2 hari 4m 7,22 cm 7 2,11 mm2 6m 6,98 cm 11 1,89 mm2 8m 7,10 cm 3 1,56 mm2 30 2m hari 4m 6m 8m Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa untuk sementara jarak optimum antara tanaman dengan alat adalah sejauh 6 meter. Hal tersebut dapat diketahui dari jumlah anakan yang dihasilkan yaitu mencapai 11 batang. Namun untuk tinggi tanaman pada padi yang berjarak 6 meter tidak terlalu tinggi,
taman padi dengan tinggi tanaman tertinggi adalah tanaman padi dengan jarak 2 meter. SIMPULAN Optimalisasi pembukaan stomata pada setiap meter jarak berbeda nyata berbeda. Pembukaan porus stomata maksimal terjadi pada pagi hari berbeda dengan siang hari, namun berbeda tidak nyata dengan sore hari. UCAPAN TERIMAKASIH Dengan selesainya penelitian ini, pernulis mengucapkan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan rahmat dan izinnya penelitian ini dapat berjalan dengan lancar. Terimakasih kepada Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang memberikan dana untuk penelitian ini. Terimakasih kepada Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijya dan Universitas Brawijaya yang telah memberikan dukungan dan fasilitas untuk penelitian ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada dosen pembimbing dengan bimbingannya penelitian ini dapat selesai. Terimakasih juga diucapkan kepada rekan-rekan tim peneliti, mahasiswa dan pihak-pihak terkait yang telah bekerjasama selama penelitian. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2015. Impor Beras Menurut Negara Asal Utama, 20002014. Dilihat 16 Oktober 2016 <www.bps.go.id>. Badan Pusat Statistik. 2016. Produksi Padi Tahun 2015. Dilihat 16 Oktober 2016 <www.bps.go.id>. Irene. 2015. Transimesolom untuk Tingkatkan Hasil Pertanian. Dilihat 11 November 2016 <www.prasetya.ub.ac.id>. Kaderi, Husin. 2014. Pengamatan Percobaan Bahan Organik Terhadap Tanaman Padi Di Rumah Kaca. BALITTRA, Banjarbaru Siringo, HB. 2015. Analisis Keterkaitan Produktivitas Pertanian Dan Impor Beras Di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Keuangan Vol.2 No.8 Triana, S. 2012. Pengaruh Frekeunsi Pada Range (3000-6000) Hz Pada Petumbuhan Dan Produktivitas Sawi
247
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 Hijau (Brassica Juncea). Disertasi Doktor. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga Yulianto. 2006. Sonic Bloom Sebagai Alternatif Teknologi Terobosan Untuk Meningkatkan Produktivitas Padi. Jurnal Agroland Vol 8. No 2. Hal 87-90. Yulianto. 2008. Penerapan Teknologi Sonic Bloom dan Pupuk Organik Untuk Peningkatan Produksi Bawang Merah. Jurnal Agroland Vol 15. No 3. Hal 148155.
248
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
UJI KUALITATIF OZON SERTA PENGARUH TEGANGAN SERTA LAJU ALIR UDARA PADA KONTRUKSI GENERATOR OZON METODE DIELECTRIC BARRIER DISCHARGE Ozone Qualitative Test and The Effect of Voltage and Air Flow on Ozone Generator Construction Method of Dielectric Barrier Discharge Dimas Triardianto1*, Bagus Wisnu Wardhani2, Singgih Mahardika 3, Casilda Aulia Rakhmadina 4, Faidiatul Andika Nuriah 5 1,2,3,4,5Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Jalan Veteran, Kota Malang, Jawa Timur 65145, Indonesia *Email : [email protected]
ABSTRAK Mutu dan keamanan pangan merupakan masalah utama dalam produksi dan pemasaran buah-buahan. Secara spesifik dapat dikatakan bahwa buah-buahan di Indonesia mempunyai masalah dengan tidak konsistennya mutu dan mengandung kontaminan. Upaya yang telah dilakukan untuk menjaga mutu dan keamanan pangan pada buah-buahan adalah penggunaan sanitizer kimia. Salah satu sanitizer kimia yang umumnya digunakan yaitu klorin. Namun, senyawa klorin kurang efisien dan dapat bereaksi membentuk trihalometana yang bersifat karsinogenik dan mutagenik sehingga berbahaya bagi kesehatan. Selain itu, teknologi yang digunakan untuk menjaga mutu dan kemanan pangan buah-buahan antara lain HPP (High Pressure Processing), PEF (Pulse Electric Field) dan edible coating, namun ketiganya kurang efisien digunakan pada proses sanitasi buah-buahan. Oleh karena itu, perlu adanya sanitizer dan teknologi yang aman dan efisien untuk menjaga mutu dan keamanan pangan buah-buahan, yaitu menggunakan MAZTER dengan cara mengimplementasikan teknologi DBD (dielectric barrier discharge) untuk menghasilkan O3. Teknologi DBD melewatkan oksigen melalui celah sempit dengan beda tegangan listrik bolakbalik orde kilo volt pada elektrodanya, sehingga dapat mengubah O2 menjadi O3 bersifat oksidator kuat dan digunakan untuk menghilangkan residu pestisida, membunuh mikroba, inaktivasi virus, degradasi mikotoksin, inaktivasi spora bakteri, dan bereaksi dengan komponen organik 3000 kali lebih cepat dibanding klorin serta tidak meninggalkan residu toksik sehingga aman digunakan. Dalam pembuatan MAZTER terdapat 4 tahapan, antara lain tahap perancangan alat, tahap pelaksanaan pengaplikasian program, tahap pengujian alat dan tahap evaluasi. MAZTER diharapkan dapat membantu pemerintah untuk meningkatkan mutu dan keamanan pangan dalam mencapai keamanan pangan di Indonesia. Kata kunci: dielectric barrier discharge, ozon sanitizer, preservation room ABSTRACT Quality and food safety is a major problem in the production and marketing of fruits. Specifically, it can be said that fruits in Indonesia have problems with inconsistent quality and contaminants. Efforts have been made to maintain the quality and food safety in fruits is the use of chemical sanitizer. One of the most commonly used chemical sanitizers is chlorine. However, chlorine compounds are less efficient and can react to trihalomethane that is carcinogenic and mutagenic, so harmful to health. In addition, the technology used to maintain the quality and safety of fruits such as HPP (High Pressure Processing), PEF (Pulse Electric Field) and edible coating, but all three are less efficient to use in the process of fruit sanitation. Therefore, we need for sanitizers and technologies that are safe and efficient to maintain the quality and safety of fruits food, which is using MAZTER by implementing technology DBD (dielectric barrier discharge) to produce O3. DBD technology passes oxygen through a narrow gap with different alternating electrical voltages of kilo volts on its electrode, so as to convert O2 to O3 is a strong oxidizing agent and is used to remove pesticide 249
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 residues, kill microbes, virus inactivation, mycotoxin degradation, inactivation of bacterial spores, and reacts with organic components 3000 times faster than chlorine and leaves no toxic residue so it is safely used. In making of MAZTER, there are 4 stages, among others, the design stage of the tool, the implementation phase of the application program, the stage of testing tools and evaluation phase. MAZTER is expected to assist the government to improve the quality and food safety to reach food safety in Indonesia. Keywords: dielectric barrier discharge, ozon sanitizer, preservation room
PENDAHULUAN Produksi dan pemasaran buah-buahan di Indonesia masih terkendala pada aspek mutu dan keamanan pangan yang tidak diperhatikan (Widaningrum dan Winarti, 2007). Padahal jaminan keamanan pangan menjadi hal yang sangat penting karena pangan merupakan hal paling mendasar dalam kehidupan manusia. Aspek mutu dan keamanan pangan di Indonesia mempunyai masalah dengan tidak konsistennya mutu dan mengandung kontaminan (Surahman dkk, 2014). Menurut data BPOM (2015), sebanyak 37% produk pertanian dari 170 notifikasi produk pangan Indonesia mendapat penolakan oleh Uni Eropa karena masalah keamanan pangan. Upaya yang telah dilakukan untuk menjaga mutu dan keamanan pangan pada buah-buahan adalah penggunaan sanitizer. Penggunaan sanitizer penting dilakukan setelah proses pencucian buah, bertujuan menghilangkan kotoran, pestisida dan berbagai kontaminan lainnya. Menurut Balai Besar Pertanian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian (2008), sanitizer digunakan karena tuntutan konsumen terhadap komoditas buah-buahan segar yang ASUH yaitu aman, sehat, utuh dan halal. Sanitizer yang umumnya dipilih yaitu sanitizer kimia karena harganya murah dan kerjanya cepat, salah satunya klorin. Selama ini klorin digunakan sebagai salah satu bahan kimia yang digunakan sebagai sanitizer (Balai Besar Pertanian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian, 2008). Namun, senyawa klorin kurang efisien digunakan pada pH tinggi, inaktivasi spora mikroba, mikroba patogen dan virus (Karaca et al., 2007). Senyawa klorin juga dapat bereaksi dan membentuk trihalometana yang bersifat karsinogenik dan mutagenik sehingga berbahaya bagi kesehatan (Kara et al., 2007), jika digunakan secara berkelanjutan dalam waktu yang lama dapat memicu gangguan sistem kekebalan tubuh dan reproduksi, kerusakan hati dan kanker
(Hasan, 2006). Selain sanitizer kimia, teknologi yang digunakan untuk menjaga mutu dan kemanan pangan buah-buahan yaitu High Pressure Processing (HPP) dengan aplikasi tekanan tinggi untuk mematikan mikroba, tetapi proses ini tidak menginaktivasi spora bakteri (Considine dkk, 2008). Teknologi lainnya yaitu edible coating dengan melakukan pelilinan padabuah-buahan, namun penggunaan edible coating perlu dikombinasikan dengan pre-treatment karena setelah masa panen masihter dapat mikroba alami pada permukaan buah-buahan. Selain itu, teknologi yang biasa digunakan yaitu Pulse Electric Field (PEF) dengan cara memberikan kejut listrik pada bahan untuk membunuh mikroba, tetapi teknologi ini hanya dapat diaplikasikan pada bahan pangan berbentuk cair (Andriawan dkk, 2015). Oleh karena itu, perlu adanya sanitizer dan teknologi yang aman dan efisien untuk menjaga mutu dan keamanan pangan buahbuahan. Teknologi ini menggunakan teknologi DBD (Dielectric Barrier Discharge) untuk menghasilkan O3 yang digunakan sebagai sanitizer dan preservation room. Kemudian oksigen dilewat kan melalui celah sempit dengan beda tegangan listrik bolak-balik orde kilo volt pada elektrodanya sehingga dapat mengubah O2 menjadi O3. Teknologi ini juga dilengkapi dengan preservation room, O3 akan memenuhi ruangan dan menekan udara lain keluar dari ruangan tersebut. Suhu pada ruangan tersebut akan bertambah dingin di sebabkan O3 yang menekan udara yang lain, O3 akan bereaksi dengan isi dalam room tersebut sebagai sanitizer. Selain itu, proses ozonisasi yang dihasilkan dapat diatur secara otomatis dan energi yang digunakan sangat rendah, dengan adanya alat ini, dapat mengurangi penggunaan zat-zat kimia yang sering digunakan dalam sanitizer buah-buahan serta lebih efektif dalam menghilangkan residu pestisida yang tertinggal pada kulit buah, sehingga produk yang dihasilkan dapat terjamin kualitas mutu 250
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 dan umur simpannya. Mengetahui metode perancangan yang efektif dan efisien sehingga diperoleh alat sanitizer dan preservation room. Selanjutnya mengetahui mekanisme kinerja dan pengujian teknologi DBD (Dielectric Barrier Discharge) sebagai alat sanitizer dan preservation room. Artikel ini merupakan bagian dari artikel yang akan diterbitkan selanjutnya. BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah tabung kaca, tembaga, trafo flyback, driver pengatur frekuensi listrik (jenis IC Timer), timer (Autonics AT8N – AC), pengatur tegangan (variable resistor 500k), voltmeter (jenis digital seven segmen), trafo regulator, kipas (jenis central ukuran 8 x 8), nipel selang, selang udara, saklar on/off, spektronik-20. Sementara itu, bahan yang digunakan adalah aquades, kalium iodida (KI), iodium (I2), dan gas O2, KH2PO4, Na2HPO4. Metode Penelitian ini bertujuan untuk merancang bangun generator ozon dengan prinsip dielectric barrier dishcharge serta menguji kualitatif dan kuantitatif ozon yang dihasilkan pada generator ozon. Generator ozon dengan prinsip dielectric barrier dishcharge secara umum terdiri atas power supply, elektroda dan penghalang dielektrik. Pada uji kualitatif ozon pada generator, terdeteksi dengan menampung gas keluaran pada generator ozon di gelas kimia yang terisi campuran larutan aquades dan larutan kalium iodide. Bila warna larutan tersebut berubah menjadi kuning, maka gas keluaran tersebut mengandung ozon. Untuk uji kuantitatif menggunakan sample (larutan penyerap) yang hendak dikontaminasi oleh keluaran gas ozon dari generator ozon. Larutan penyerap merupakan campuran larutan standar I2 dengan larutan pewama. Larutan standar I2 dibuat sebanyak 500 ml dengan mencampurkan bahan 16 gr KI + 3,173 gr I2 + aquades, sedang untuk larutan pewama dibuat sebanyak 2 liter dengan mencampurkan bahan 27,22 gr KH2PO4 + 28,4 gr Na2HPO4 + 20 gr Kl + aquades. Sampel yang telah terkontaminasi ozon selama dalam
waktu tertentu, selanjutnya dianalisa dengan bantuan alat spektronik-20 untuk ditentukan jumlah (berat) produksinya menggunakan metode absorbsi. Digunakan metode absorbsi mengingat disamping ozon mempunyai sifat menyerap terhadap sinar ultraviolet (UV) ozon juga dapat memisahkan yodium (I) dari larutan potassium yodida (KI). Berdasarkan kedua sifat inilah, maka jumlah produksi keluaran gas ozon dari pembangkit ozon dapat ditentukan. Pada percobaan ini digunakan sinar UV yang berpanjang gelombang 352 nm dari lampu cadmium (Cd) yang dipasang pada alat spektronik-20 untuk menyinari sampel (larutan) yang telah terkontaminasi gas ozon. Kalau harga absorbsi (serapan) sample telah diketahui maka dengan menggunakan metode absorbsi jumlah (berat) ozon yang diproduksi dapat ditentukan. HASIL DAN PEMBAHASAN Telah dibuat rancang bangun generator ozon dengan prinsip dielectric barrier discharge. Generator ozon dengan prinsip dielectric barrier dishcharge secara umum terdiri atas power supply, elektroda, penghalang dieleltrik dan preservation room. System power supply terdiri atas trafo flyback, trafo regulator dan driver pengatur frekuensi listrik. Lalu terdapat dua elektroda yaitu tembaga dan alumunium foil yang dipisahkan oleh celah sempit yang dibuat oleh lapisan dielektrik, yaitu tabung kaca. Ketiga komponen ini dirangkai pada tempat yang terbuat dari bahan akrilik. Selanjutnya dibuat saluran menggunakan selang udara dari tabung gas O2 sebagai input bahan udara dan saluran output pada generator ozon menuju preservation room. Tampak Atas
Tampak Depan
251
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 Hasil konstruksi MAZTER diuji coba pada percobaan pendahuluan identifikasi terbentuknya gas ozon. Pertanda terbentuknya ozon telah terdeteksi bau khas (gas ozon) yang keluar dari lubang keluaran generator ozon. Deteksi secara visual juga telah tampak dengan adanya perubahan warna dari larutan kalium iodida (KI) yang semula berwarna jemih menjadi kuning (warna I3) setelah terpapar dengan keluaran gas (O2) yang telah dilewatkan tabung generator ozon. Hal ini berarti bahwa gas masukan O2 pada generator ozon telah diubah menjadi gas ozon mengingat telah terjadi reaksi: 2 KI + H2O + O3→I2 (kuning) + 2 KOH + O2 Pengaruh tegangan dengan konsentrasi ozon, semakin besar tegangan input yang dihasilkan menghasilkan tegangan output pada generator ozon semakin besar, sehingga semakin besar tegangan output pada generator ozon menghasilkan kadar ozon yang konsentrasinya semakin besar. Ozon terbentuk setelah beberapa atom atau molekul mengalami proses ionisasi dan rekobinasi, sehinggga semakin besar tegangan output yang diberikan, akan menambah konsentrasi ozon. Pengaruh laju alir udara terhadap konsentrasi ozon, semakin besar laju alir udara yang masuk ke dalam generator maka konsentrasi ozon yang dihasilkan makin kecil. Laju alir udara yang besar akan mendorong keluar olekul – molekul udara yang berada di dalam generator lebih cepat, sehingga waktu tinggal molekul – molekul udara di dalam generator tidak berlangsung lama. Hal ini yang membuat konsentrasi ozon makin kecil. SIMPULAN Teknologi DBD (Dielectric Barrier Discharge) telah berhasil dibuat dibuat rancang bangun generator ozon dengan teknologi dielectric barrier discharge. Generator ozon yang dibuat dengan teknologi dielectric barrier discharge terdiri atas power supply, elektroda, penghalang dielektrik dan preservation room. System power supply yang digunakan terdiri atas trafo flyback, trafo regulator dan driver pengatur frekuensi
listrik. Terdapat dua elektroda yaitu tembaga dan alumunium foil yang dipisahkan oleh celah sempit yang dibuat dengan lapisan dielektrik, yaitu tabung kaca. Rangkaian komponen terbuat dari bahan akrilik dan dibuat saluran menggunakan selang udara dari tabung gas O2 sebagai input bahan udara dan saluran output pada generator ozon menuju preservation room. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Maya Maharani, STP, MP. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan motivasi, arahan, dan bimbingan dalam pelaksanaan program kami. DAFTAR PUSTAKA Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2015. Pengawasan Keamanan Pangan di Indonesia. Prosiding Seminar Food Review. Widianingrum dan Winarti, C. 2008.Studi Penerapan HACCP Pada Proses Produksi Sari Buah Apel. Makalah Puslitbang. Jakarta: BSN Surahman, Diki Nanang, dkk. 2014. Kajian HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Pengolahan Jambu Biji di Pilot Plant Sari Buah UPT.B2PTTG – LIPI Subang. Jurnal Agritechnology Vol. 34 No. 3. Subang: Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna (BP2PTTG), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Karaca, H. & Velioglu, Y. S. 2007.Ozone Applications in Fruit and Vegetable Processing. Food Review International Vol. 23 No. 1, pp. 91-106, ISSN 8755-9129 Hasan, Achmad. 2006. Dampak Penggunaan Klorin. Jurnal Teknologi Lingkungan. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi: Deputi Teknologi Informasi, Energi, Material dan Lingkungan Andriawan, Veri dkk. 2015. “Susu Listrik” Alat Pasteurisasi Susu Kejut Listrik Tegangan Tinggi (Pulsed Electric Field) Menggunakan Transformator Tegangan Tinggi dan Inverter. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 3 No. 2. Malang: Universitas Brawijaya.
252
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
DESAIN ALAT STERILISASI SANTAN BERBASIS TEKNOLOGI TERMOSONIKASI SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PRODUK OLAHAN KELAPA INDONESIA Design of Coconut Milk Sterilization Machine Based on Thermosonication Technology to Improve the Quality of Coconut Processing Product in Indonesia Firman Ichsan1*, Ariful Hanan1, Viga Dwi Andrian2, Musyaroh2, Pangestu Riski Lestari3, Dewi Maya Maharani1 2Program
1Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 3Program Studi Teknologi Bioproses, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, *Email: [email protected] Jalan Veteran Malang 65145, Indonesia
ABSTRAK Indonesia merupakan negara penghasil kelapa terbesar nomor dua di dunia dengan total produksi sebanyak 3.262.721 ton/tahun (Kementrian Pertanian, 2015). Salah satu upaya meningkatkan pemanfaatan kelapa, yaitu dengan mengolahnya menjadi santan. Santan memiliki umur simpan 3-4 jam dan rentan terkontaminasi mikroorganisme. Solusi yang ditawarkan untuk mempertahankan kualitas santan yaitu merancang alat sterilisasi santan dengan teknologi termosonikasi. Proses kerja alat ini menggunakan gelombang suara mekanik frekuensi tinggi yang diberikan pada bahan pangan. Gelombang dikombinasikan dengan lama waktu proses dan perubahan suhu sterilisasi sehingga akan terjadi proses sterilisasi terkontrol pada bahan pangan. Keuntungan sterilisasi dengan menggunakan teknologi ini adalah menurunkan mikroba, menginaktivasi enzim, meminimalkan kehilangan rasa, homogenitas lebih besar, kandungan gizi relatif terjaga, dan menghemat energi. Tujuan program ini yaitu untuk mengetahui metode perancangan, pembuatan, pengujian dan efisiensi alat sterilisasi santan sehingga dihasilkan alat sterilisasi santan otomatis. Selain itu, terdapat sistem termosonikasi yang di dalamnya terdiri dari tranduser yang berfungsi mengubah energi listrik menjadi gelombang ultrasonik dan disebarkan tiga dimensi oleh emitter. Perubahan suhu yang terjadi selama proses akan dikontrol oleh termocouple untuk menjaga agar suhu proses pada bahan pangan tidak melebihi batas suhu yang ditentukan. Kontrol suhu merupakan faktor penting, jika suhu tidak sesuai dapat merusak kualitas dan mutu santan cair. Produk akhir alat ini akan diuji dengan parameter pengujian meliputi analisa viskositas dan stabilitas emulsi, analisa total mikroba, analisa kualitas lemak, dan analisa sensori yang didasarkan pada SNI 01-3816-1995. Santan yang disterilisasi menggunakan alat ini memiliki umur simpan 4 kali lebih lama dibandingkan santan biasa. Kata kunci: Santan, Sterilisasi, Termosonikasi ABSTRACT Indonesia is the second largest coconut producing country in the world with total production of 3,262,721 tons / year (Ministry of Agriculture, 2015). One effort to improve the utilization of coconut, is by processing it into coconut milk. Coconut Milk has a shelf life of 3-4 hours and is susceptible to contamination of microorganisms. The solution offered to maintain the quality of coconut milk is to design a sterilization machine of coconut milk with thermosonication technology. The working process of thismachinel uses high frequency mechanical sound waves given to the food. Waves combined with the length of processing time and temperature changes sterilization so that there will be a process of sterilization controlled on food. The advantages of sterilization using this technology are lowering microbes, inactivating enzymes, minimizing loss of taste, greater homogeneity, relatively well preserved nutrient content, and energy saving. The purpose of this program is to know the method of designing, manufacturing, testing and efficiency of coconut milk sterilization machine so as to produce an automatic coconut milk sterilizer. In addition, there is a 253
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 thermosonication system in which consists of a transducer that functions to convert electrical energy into ultrasonic waves and spread three dimensions by emitter. The temperature changes that occur during the process will be controlled by the termocouple to keep the process temperature on the foodstuffs not exceeding the specified temperature range. Temperature control is an important factor, if the temperature is not suitable can damage the quality and quality of liquid coconut milk. Final products of this machine will be tested with test parameters including viscosity analysis and emulsion stability, total microbial analysis, fat quality analysis, and sensory analysis based on SNI 01-3816-1995. Coconut milk sterilization using this machine has a shelf life of 4 times longer than regular milk. Keyword: Coconut milk, Sterilization, Thermosonication PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara penghasil kelapa terbesar nomor dua di dunia dengan total produksi sebanyak 3.262.721 ton/tahun (Kementrian Pertanian, 2015). Menurut Direktorat Jendral Industri Agro dan Kimia (2009), produktivitas kelapa yang sangat tinggi tersebut menjadikan kelapa sebagai salah satu komoditas ekspor penyumbang devisa terbesar di Indonesia, namun selama ini komoditas kelapa ekspor hanya dalam bentuk produk setengah jadi seperti kopra dan coconut crude oil (CCO) sehingga harga jualnya rendah. Salah satu cara meningkatkan pemanfaatan kelapa yaitu dengan mengolahnya menjadi produk olahan berupa coconut milk (santan). Pengolahan daging kelapa menjadi santan dapat menambah nilai jual dari kelapa (Departemen Pertanian, 2007). Santan banyak digunakan dalam berbagai masakan tradisional negara-negara kawasan Asia Pasifik termasuk masakan Indonesia (Chiewchan et al., 2006). Kelebihan lain dari santan dibandingkan produk olahan kelapa lainnya yaitu dari segi gizi dan kesehatan memiliki kandungan vitamin dan mineral yang cukup tinggi, santan juga dapat menjadi minuman kesehatan sebagai pensubstitusi susu (Departemen Pertanian, 2007). Di lain sisi santan mempunyai kendala sangat mudah rusak karena mengandung kadar air yang cukup tinggi yaitu 70 %, protein 0,9 %, lemak 17 %, dan karbohidrat 10,2 % (Palungkun, 2004) sehingga mudah ditumbuhi oleh mikroorganisme (Seow dan Gwee, 1997). Santan juga rentan terhadap kerusakan kimia (termasuk enzimatik), khususnya melalui oksidasi lemak dan hidrolisis. Untuk itu perlu dilakukan teknologi sterilisasi yang dapat menjaga santan dari kerusakan mikroba, kimia (enzimatik) dan biokimia (Sukasih, 2009),
sehingga umur simpannya menjadi lebih lama (Summer et al., 2011). Selama ini ada beberapa teknologi di pasaran yang bisa digunakan untuk proses sterilisasi pada santan, akan tetapi teknologiteknologi tersebut mempunyai kelemahan. Teknologi yang paling umum digunakan untuk sterilisasi yaitu dengan menggunakan pemanasan konvensional (Castro et al., 2010). Kelemahan dari metode ini hanya bersifat jangka pendek, daya simpannya tidak lebih dari 5 hari pada suhu 4°C refrigerator (Raghavendra, 2010). Proses UHT (Ultra High Temperature) dengan pemanasan pada suhu banyak dilakukan dalam sterilisasi santan. Namun sistem pengolahan tersebut kurang efektif karena dapat merusak mutu produk santan (Akbarpour et al., 2010) seperti bau, rasa, dan warna (Sukasih, 2009) serta dapat mengakibatkan koagulasi pada santan (Satoto,1999). Teknologi sterilisasi santan lainnya yaitu PEF (Gao et al., 2012). Kelemahan teknologi ini yaitu efisiensi yang lemah dan degradasi gizi santan yang tinggi (Khader, 2012). Kelemahan teknologi sterilisasi santan selama ini adalah penggunaan suhu pemanasan yang terlalu tinggi. Santan tidak dapat disterilisasikan dengan pemanasan sebagaimana dilakukan terhadap produk yang lain (Satoto, 1999). Untuk itu diperlukan teknologi sterilisasi yang cepat, aman dan efisien untuk menghasilkan produk santan yang bermutu dan hygiene. Inovasi kreatif yang ditawarkan untuk pengolahan santan yaitu dengan menggunakan Smart-Comic (Smart Coconut Milk Sonication) dengan cara mengimplementasikan teknologi berbasis sonikasi. Teknologi sonikasi adalah suatu teknologi sterilisasi yang memanfaatkan gelombang ultrasonik dengan frekuensi 254
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 diatas kemampuan pendengaran manusia yaitu >20 kHz (Jayasoriya et al., 2004 dalam Dolatowski et al., 2007). Keuntungan sterilisasi dengan menggunakan gelombang ultrasonic adalah meminimalkan kehilangan rasa, homogenitas yang lebih besar, kandungan gizi relative terjaga, dan menghemat energy (Mason et al, 1996). SmartComic dilengkapi dengan sistem kontrol sehingga proses sterilisasi bisa bekerja secara otomatis dan juga lampu UV yang berfungsi membunuh mikroba sehingga proses bebas kontak dari luar atau steril (Morgan, 2009). Teknologi ini merupakan kemajuan teknologi sterilisasi santan di Indonesia, sehingga diharapkan dengan Smart-Comic mampu membantu masyarakat dan pemerintah dalam pengoptimalan produk olahan kelapa dalam bentuk santan. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Keteknikan Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Tahap pengujian produk dari SMARTCOMIC dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Pangan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah transducer 40 kHz, generator, emitter, lampu UV 15 watt dan thermocouple. Bahan Bahan yang digunakan adalah santan segar. Metode Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen, yaitu dengan melakukan percobaan untuk mendapatkan data yang diperlukan. Dalam penelitian ini digunakan dua faktor perlakuan yaitu lama waktu proses dan perubahan suhu sterilisasi. Dalam penelitian ini frekuensi yang digunakan adalah 40 kHz. Pengujian Sifat Fisik Pengujian sifat fisik dilakukan untuk mengetahui viskositas dan stabilitas emulsi. Viskositas pada santan dapat ditetapkan melalui metode viskosimeter pipa kapiler
karena santan termasuk bahan yang memiliki viskositas relatif rendah (Kusnandar, 2012). Sedangkan stabilitas emulsi diketahui dengan mengukur creaming index yang terbentuk selama 7 hari penyimpanan. Pengujian Total Mikroba Pengujian total mikroba dilakukan untuk mengetahui jumlah mikroba yang masih bertahan dalam produk sehingga diketahui efektivitas alat dalam melakukan sterilisasi. Analisa dapat menggunakan metode TPC (Total Plate Count), dimana sampel dinkubasi selama 2 hari sehingga mikroba membentuk koloni yang dapat diamati dan dihitung langsung tanpa mikroskop (Fardiaz, 1999). Pengujian Sensori Parameter yang dianalisa dalam pengujian sensori yaitu aroma, rasa dan kenampakan. Analisa dilakukan dengan membandingkan perbedaan antara santan segar dengan santan hasil proses. Analisa dilaksanakan dengan bantuan panelis yang terdiri 50 orang. Pengujian Kualitas Lemak Pengujian kualitas lemak dilakukan untuk mengetahui kadar Asam Lemak Bebas (FFA) dan bilangan peroksida. Kadar asam lemak bebas yang tinggi mengindikasikan bahwa komponen lemak berkualitas rendah karena banyak yang terhidrolisa sehingga mudah mengalami ketengikan. Kadar asam lemak bebas dapat ditetapkan dengan titrasi asam-basa. Sedangkan penetapan bilangan peroksida dilakukan untuk mengukur tingkat oksidasi lemak. (Kusnandar et al., 2012) Pendekatan Desain Perancangan Alat Pendekatan desain perancangan alat dilakukan dengan trial dan error. Rancang bangun smart grein container terdiri dari 3 komponen utama yaitu: Sistem Sonikasi Sonikasi merupakan teknologi yang memanfaatkan gelombang ultrasonik dengan frekuensi yang tinggi (>20 kHz) dan tidak terdeteksi oleh pendengaran manusia (Dolatowski et al., 2007). Gelombang ultrasonik yang digunakan dihasilkan 255
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 melalui rangkaian transduser , emiter dan generator. Transduser adalah komponen elektronik yang dapat mengubah energi listrik menjadi energi getar, bagian ini menghasilkan getaran dan efek berupa kavitasi serta tekanan pada media cair ((Bermudez-Agguire et a, 2012). Untuk dapat bekerja menghasilkan gelombang ultrasonik diperlukan generator sebagai penghasil arus listrik gelombang, sedangkan emiter berfungsi sebagai median pemancar gelombang ultrasonik yang dihasilkan transduser (Mothibe et al., 2011). Lampu UV Sinar ultra violet (UV) dari lampu UV bersifat letal bagi mikroorganisme (Hollaender, 1995). Menurut Muller (2011), bahwa pemakaian iradiasi dalam dunia pangan sudah digunakan dalam proses preventif atau pengawetan buah segar maupun produk olahan. Keuntungan penggunaan sinar UV yaitu tidak mempengaruhi kelembaban atau suhu makanan tidak mempengaruhi rasa dan warna dari produk akhir, serta lebih ekonomis (Morgan, 2009). Thermocouple Thermocouple adalah sensor suhu yang banyak digunakan untuk mengubah perbedaan suhu dalam benda menjadi perubahan tegangan listrik (voltase). Thermocouple yang sederhana dapat dipasang dan memiliki jenis konektor standar yang sama, serta dapat mengukur suhu dalam jangkauan yang cukup besar dengan batas kesalahan pengukuran kurang dari 1°C (Scervini, 2009). HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Kerja Sterilisasi Santan dengan Teknologi Sonikasi Pada sistem instrumentasi SmartComic ini, santan cair dimasukan pada tangki input dengan kapasitas 2 liter dan akan mengalir ke tangki proses dengan kapasitas proses yaitu 1 liter. Proses mengalirnya santan ke tangki proses memanfaatkan gaya gravitasi dan diatur oleh katup selenoid valve. Katup selenoid valve bekerja otomatis dengan bantuan timer pada sistem kontrol. Apabila proses
sterilisasi telah mencapai lama waktu sterilisasi yang ditentukan maka katup akan terbuka dan sebaliknya jika belum mencapai lama waktu sterilisasi katup akan tertutup. Pada bagian tangki proses terjadi proses kavitasi yang merupakan efek akibat radiasi gelombang ultrasonik di dalam santan cair. Gelombang ultrasound yang terdapat pada tangki proses merupakan input dari energi listrik yang dihasilkan oleh generator listrik kemudian dirubah menjadi energi suara dengan frekuensi tinggi oleh tranduser. Besarnya frekuensi gelombang yang dihasilkan oleh tranduser tergantung pada besar tegangan diberikan. Setelah gelombang ultrasound dihasilkan oleh tranduser akan disebarkan secara tiga dimensi oleh emitter. Ketika gelombang Ultrasound dengan media cair maka akan terjadi pelepasan kalor oleh energi akustiknya oleh karena itu terjadi perubahan suhu (Golmohamadi et al.,2013). Perubahan suhu yang dihasilkan akibat proses sonikasi dikontrol oleh thermocouple untuk menjaga suhu proses tidak melebihi batas suhu yang dapat merusak kualitas dan mutu santan cair. Untuk frekuensi dan lama waktu proses sterilisasi yang optimal akan ditentukan melalui pengujian terhadap besarnya tegangan dan lama waktu proses yang diberikan pada generator ultrasound. Selanjutnya santan yang telah mengalami sterlisasi akan menuju ke kran output untuk siap dikemas. Kualitas Sifat Fisik Viskositas santan ditetapkan melalui metode viskosimeter pipa kapiler karena santan termasuk bahan yang memiliki viskositas relatif rendah (Kusnandar, 2012). Sedangkan stabilitas emulsi diketahui dengan mengukur creaming index yang terbentuk selama 7 hari penyimpanan. Hasil yang diperoleh, sifat fisik berupa viskositas dan stabilitas emulsi pada santan lebih terjaga dengan pemberian sonikasi dan paparan UV. Total Mikroba Penghitungan jumlah mikroba dapat menggunakan metode TPC (Total Plate Count), dimana sampel dinkubasi selama 2 hari sehingga mikroba membentuk koloni yang dapat diamati dan dihitung langsung tanpa 256
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 mikroskop (Fardiaz, 1999). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa jumlah mikroba pada santan yang telah diberi paparan sinar UV dan sonikasi lebih rendah dibandingkan santan yang tidak diberi perlakuan. Kualitas Lemak Kadar asam lemak bebas ditetapkan dengan titrasi asam-basa dan penetapan bilangan peroksida dilakukan untuk mengukur tingkat oksidasi lemak. (Kusnandar et al., 2012). Hasil pengujian menunjukkan bahwa santan yang telah diberi perlakuan memiliki kadar asam lemak bebas yang rendah. Sehingga tidak mudah mengalami ketengikan. Kualitas Sensori Tahap uji kualitas sensori masih dalam tahap pengujian oleh 50 panelis. SIMPULAN Sonikasi merupakan teknologi yang memanfaatkan gelombang ultrasonik dengan frekuensi yang tinggi (>20 kHz) dan tidak terdeteksi oleh pendengaran manusia. Sterilisasi menggunakan gelombang ultrasonik mempunyai keuntungan yaitu menurunkan mikroba, menginaktivasi enzim, meminimalkan kehilangan rasa, homogenitas yang lebih besar, kandungan gizi relatif terjaga, dan menghemat energi. Sterilisasi santan menggunakan SMARTCOMIC dapat meningkatkan umur simpan santan empat kali lebih lama. DAFTAR PUSTAKA Akbarpour, V., Hemmati, K., Sharifani, M.2009.Physical and Chemical Properties of Pomegranate (Punica Granatum L) Fruit in Maturation Stage. Am. Eurasian J. Agri. Environ. Sci. Volume 6 (4), pages 411– 416. Andrade, N.J., Jackline, F.B., dan Afonso M.R. 2013. Decomtamination By Ultrasound Application In Fresh Fruits And Vegetables. Food Control 45:36-50 Cahya F., Wahono Hadi Susanto, 2014, Sifat Fisik Kimia dan Organoleptik Pasta Santan-Cahya. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol : 2 No4 p.249-258.
Castro, A., Teixeira, J.A., Salengke, S., Sastry, S.K., Vicente, A.A., 2010.Ohmic Heating of Strawberry Products: Electrical Conductivity Measurements and Ascorbic Acid Degradation Kinetics Innovative Food Sci. Emerg. Technol. Volume 5, Pages 27–36. Chiewchan, N., Phungamngoen, C., Siriwattanayothin, S., 2006. Effect Of Homogenizing Pressure And Sterilizing Condition On Quality Of Canned High Fat Coconut Milk. Journal of Food Engineering 73, 38–44. Dolatowski Z.J., Stadnik J., Stasiak D. 2007. Applications of Ultrasound in Food Technology. Acta Sci. Pol., Technol. Aliment. 6(3), 89-99. Estiasih, Teti. 2009. Tekonologi Pengolahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara. Fellows, P. 1992. Food Processing Technology (Pronciple and Practice). New York: Ellis Horwood. Hollaender, A. 1995. Radiation Biology Vol IL Effects Of Radiation On Bacteria. Itacha N.Y: Cornell University. Kajs, T.M., Hagenmaier,R., Anderzant, C and K. F. Matti l. 1976. Microbiological evaluation of coconut and coconut products. Journal Food Science. 41:362366. Mason., Paniwnyk, Lorimer J.P., 1996. The Uses of Ultrasound in Food Technology. Morgan. 2009. UV “Green” Light Desinfection. Dairy Industry. Intl., 54(11): 33- 35. Muller, a., Stahl, M. R., Graef, V., Franz, C. A. M., and Huch, M. 2011. UV-C Treatment of Juices to Inactivate Microorganisms using Dean Vortex Technology. Jurnal of Food Engineering 107 , 268-275. Satoto, A. 1999. Teknik Pengawetan Santan. ST 27/10-3/11/99 Kelapa II Scervini.2007. Electrical Conductivity and Physical Properties of SurimiPotato Starch under Ohmic Heating. Journal of Food Science, 72(9),E503eE507. Seow,C.C and C.N. Gwee.1997. Coconut milk: Chemistry and Technology. Review. International Journal of Food Science and Technology. 32:189-201.
257
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Sukasih.2009. Optimasi Kecukupan Panas Pada Pasteurisasi Santan Dan Pengaruhnya Terhadap Mutu Santan Yang Dihasilkan. J.Pascapanen 6(1):3442. Tabatabaie, T. dan Mortazavi, A. 2008. Studying the Effect of Ultrasound Shock Cell Wall Permeability and Survival of Some LAB in Milk. World Applied Sciences Journal 3 (1): 119-12.
258
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
RANCANG BANGUN EKSTRAKTOR PROPOLIS BERBASIS VOLTAGE HEATING BESERTA PENGARUHNYA TERHADAP FLAVONOID DAN DENSITAS Design of Propolis Extractor Based on Voltage Heating also The Effect of Flavonoid and Density Rio Bangga Indriawan1*, Annisa Aurora Kartika2, Vindya Seprtian Angga Kirana3, Ahmed Alwy Al Azmi4, dan Nada Mawarda Rilek5 1,3,4Program
Studi Keteknikan Pertanian, Universitas Brawijaya Studi Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Brawijaya 5Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Universitas Brawijaya *Email: [email protected] Jl. Veteran, Lowokwaru, Malang 2Program
ABSTRAK Propolis berasal dari getah tumbuhan yang bercampur saliva dan enzim lebah. Propolis mengandung flavonoid sebagai zat aktif beraktivitas antioksidan tinggi mampu meningkatkan kesehatan. Sayangnya dari potensi tersebut mengalami kendala produksi dari peternak lebah sehingga dibutuhkan rancang bangun ekstraktor propolis berbasis voltage heating. Tujuan penelitian ini untuk menentukan akurasi sensor suhu pada alat, kondisi optimum untuk ekstraksi propolis berdasarkan sifat fisika dari hasil ekstraksi dibandingkan dengan produk propolis yang ada di pasaran. Ekstraksi dilakukan dengan dua teknik, yaitu teknik maserasi 17 jam dengan pelarut etanol 70% dan metode voltage heating. Pada metode voltage heating digunakan pelarut etanol 70% dengan waktu 30 menit. Propolis berasal dari Bululawang, Batu, Jawa Timur. Adapun hasil dari tingkat akurasi suhu yaitu sebesar 92, 35%. Perlakuan terbaik yaitu pada rasio pelarut etanol 70% dengan densitas 0,9112 g/ml dimana propolis pasaran memiliki densitas 1,1112 sampai 1,136 g/ml. Berdasarkan uji kualitatif dengan HCl 2N, NaOH 2N, dan Fe 2 Cl 3 menunjukkan bahwa semua sampel mengandung flavonoid. Kata kunci: Densitas, etanol 70%, flavonoid, propolis, voltageheating ABSTRACT Propolis is derived from plant sap mixed with saliva and bee enzymes. Propolis contains flavonoids as active substances high activity antioxidants can improve health. Unfortunately, from the potential is experiencing production constraints from beekeepers so that it is necessary to design propolis-based extractor built voltage heating. The purpose of this study was to determine the accuracy of temperature sensors in the apparatus, the optimum conditions for the extraction of propolis based on the physical properties of the extraction results compared to the propolis products on the market. The extraction was done with two techniques, which were 17 hours maseration technique with 70% ethanol solvent and voltage heating method. In voltage heating method used 70% ethanol solvent with 30 minutes time. Propolis comes from Bululawang, Batu, East Java. The result of the temperature accuracy of 92, 35%. The best treatment is at 70% ethanol solvent ratio with density 0,9112 g / ml where propolis market have density 1,1112 until 1,136 g / ml. Based on qualitative test with 2N HCl, NaOH 2N, and Fe2Cl3 showed that all samples contain flavonoids. Keywords: Density, ethanol 70%, flavonoid, propolis, voltageheating
259
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
PENDAHULUAN Indonesia memiliki berbagai fauna yang bermanfaat bagi manusia salah satunya adalah lebah. Dari variasi produk lebah, propolis merupakan produk yang mendapat respon pasar sangat baik. Hingga saat ini, permintaan pasar terhadap propolis terus meningkat dengan nilai mencapai 20% pertahun dikarenakan khasiatnya untuk keehatan dan obat herbal bagi berbagai macam penyakit (Artdiyasa,.et al, 2010). Propolis berasal dari getah tumbuhan yang bercampur saliva dan enzim lebah (Bankova et al, 2000). Flavonoid sebagai zat aktif yang mampu meningkatkan kesehatan terkandung dalam propolis. Flavonoid dalam propolis berpotensi sebagai sumber antioksidan berkadar tinggi (Bankova 2008). Aktivitas antioksidan propolis menempati peringkat pertama dalam melawan radikal bebas dan oksidan apabila dibandingkan produk lebah lain (Manach, 2004). Sayangnya dari potensi tersebut masih mengalami kendala dalam produksi sehingga pasar propolis didominasi oleh produk impor. Peternak lokal kesulitan dalam memproduksi propolis siap jual karena keterbatasan teknologi (Harsanto & Mahani, 2016). Penggunaan propolis sebagai obat herbal diproses dengan ekstraksi. Ekstraksi propolis bertujuan untuk mengambil zat aktif dan memisahkannya dari lilin lebah (Lotfy,2006). Selama ini, propolis diekstrak dengan maserasi dengan waktu lebih dari 72 jam dan jumlah pelarut yang banyak (Lutpiatina, 2015). Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan inovasi ektraktor propolis berbasis voltage heating. Kelebihan dari voltage heating yaitu tidak merusak zat bioaktif dan kebutuhan pelarut sedikit (Silva, 2011). Ekstrator berbasis voltage heating memiliki sistem control sehingga produksi lebih mudah. Adanya ekstrator propolis menjadikan propolis yang dihasilkan lebih tinggi, baik dari segi rendemen dan zat bioaktifnya. Peternak lebah dapat memanfaatkan ekstraktor propolis untuk menghasilkan propoli sap jual sehingga permintaan pasar dapat terpenuh oleh
produk lokal. Dengan begitu, produk propolis Indonesia dapat bersaing pada AEC (ASEAN Economy Community). BAHAN DAN METODE Bahan Dan Alat Bahan biologis yang digunakan yaitu raw propolis yang berasal dari Batu. Bahan kimia yang digunakan adalah etanol 96%, etanol 70%, HCl 2N, Fe3Cl2, dan NaOH 2N.Alat yang digunakan yaitu VOLTAGE EXRACTOR (Automatic Propolis Voltage exractor), stirrer, sentrifuge 400rpm, timbangan analitik, dan piknometer. Perangkaian Voltage Exractor VOLTAGE EXRACTOR terdiri dari resistive heating tube, elektroda, filter, box control, vacuum pump, dan product tube. Resistive heating tube dan product tube berasal dari kaca sedangkan box control dan kerangka berasal dari logam stainless stell. Ekstraksi Propolis Propolis diekstraksi dengan 2 metode yaitu maserasi dan voltage extractor menggunakan variasi pelarut. Metode maserasi diawali dengan memasukkan raw propolis dan pelarut ke dalam labu Erlenmeyer dengan nisbah tertentu, selanjutnya dikocok pada stirrer selama 18 jam dengan kecepatan medium (dimodifikasi dari Lutpiana, 2015). Pada perlakuan dengan voltage extractor, raw propolis dan pelarut dimasukkan ke dalam resistive heating tube kemudian alat dinyalakan dengan set suhu 70˚C selama 30 menit. Kemudian hasil ekstraksi di pisahkan dengan sentrifuge 400 rpm selama 20 menit dan diambil supernatannya. Ekstrak ditimbang dan siap digunakan untuk pengujian. Pengujian Akurasi Sensor Suhu Pada Voltage Exractor Penggujian dilakukan dengan menentukan nilai set suhu acuan yang diinginkan yaitu 45 oC, 60 oC serta 75oC. Kemudian suhu actual pada Resistive Heating Tube diukur dengan thermometer dan dibandingkan dengan suhu pada display box control sehingga dapat diperoleh nilai
260
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 koreksi dari keduanya. Nilai akurasi sensor suhu didapatkan berdasarkan persamaan berikut: 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 η=1– x 100% (1) 𝑡𝑜𝑙𝑒𝑟𝑎𝑛𝑠𝑖
Pengujian Visual Pada Propolis Pengujian dilakukan dengan menganalisis warna, bau, dan viskositas propolis secara kualitatif oleh panca indera. Pengujian Kualitatif Flavonoid Pengujian dilakukan dengan menambahkan HCl 2N dengan hasil positif adanya flavonol berwarna kuning. Penambahan Fe3Cl2 dengan hasil positif keberadaan flavanol berwarna hitam. Penambahan NaOH 2N dengan hasil positif flavonol berupa warna merah. Pengujian Densitas Flavonoid Pengujian dilakukan mengukur massa dan volume propolis menggunakan piknometer 10 ml. selanjutnya ditimbang massanya dengan timbangan analitik. Densitas diketahui dengan rumus: 𝑚 𝜌= 𝑣 HASIL DAN PEMBAHASAN Voltage Exractor Rangkaian alat voltage extractor diawali dengan memasang elektroda pada resistive heating tube, selanjutnya product tube disambungkan dengan vacuum pump oleh selang. Berikut merupakan desain dari voltage extractor:
extractor Uji akurasi konstrol suhu berguna untuk mengetahui tingkat akurasi sensor pada resitive heating tube. Data hasil pengujian akurasi sesnosr suhu ditunjukkan oleh tabel 1: Tabel 1. Pengujian Akurasi Sensor Suhu Set Thermo ThermoKoreksi Poin meter couple (0C) (0C) o 0 ( C) ( C) 45 44,81 45 0,19 60 59,83 60 0,17 75 74,90 75 0,10 Berdasarkan tabel 1, nilai koreksi sensor suhu pada voltage extractor sebesar 0,1530C. Dengan menggunakan rumus (1), diperoleh bahwa tingkat akurasi sensor suhu pada voltage extractor mencapai 92,35 %. Menurut Budiyanto (2008), suhu yang digunakan berbanding lurus dengan rendeman yang dihasilkan dimana rendemen akan bertambah apabila suhu dinaikkan. Adapun, flavonoid dapat diekstrak pada thermal condition (Boussetta, 2011). Namun penggunaan suhu perlu dipertimbangkan untuk memimalisir kerusakan pada zat aktif propolis. Oleh karena itu, akurasi suhu yang tepat diperlukan dalam ekstraksi propolis. Hasil Uji Sensoris Propolis Propolis hasil maserasi 17 jam memiliki warna coklat tua dengan kenampakan encer dan bau etanol yang sangat menyengat. Pada propolis hasil voltage extractor memiliki warna coklat susu dengan viskositas cukup kental dan aroma seperti propolis merk X. Adapun gambar dari propolis terdapat pada figure 1.
Figure 1. Propolis hasil maserasi (a) voltage extractor (b) dan propolis merk X (c) Hasil Uji Kualitatif Flavonoid Hasil ekstraksi propolis dengan voltage extractor dan maserasi diuji flavonoid secara kualitatif. Data hasil pengujian ditunjukkan oleh tabel 2: Gambar 1. Voltage Extractor Hasil Uji akurasi sensor suhu pada voltage
261
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 Tabel 2. Pengujian Kualitatif Flavonoid Sampel
Fe2Cl3
HCl
NaOH
2N
2N
UCAPAN TERIMA KASIH
Maserasi
+
+
+
Voltage
+
+
+
+
+
+
ekstraktor Propolis Merk X Berdasarkan tabel 2, diketahui bahwa propolis hasil ekstraksi dengan maserasi 18 jam dan voltage extractor 30 menit sama-sama mengandung flavonoid. Hal tesebut sesuai dengan penelitian Halim (2012), propolis merupakan produk lebah yang kaya antioksidan dengan kandungan flavanoid dan asam fenolat mencapai 50%. Adapun penggunaan voltage extractor dapat menghasilkan propolis dengan waktu yang sangat singkat, yaitu 30 menit. Hasil Pengujian Densitas Flavonoid Densitas propolis ditentukan dengan persamaan (2) dan dipaparkan pada tabel 3. Tabel 3. Pengujian Densitas Propolis Sampel Densitas (g/ml) Maserasi
0,84
VOLTAGE EXRACTOR
0,911
Propolis Merk X
1,115
ekstraksi propolis secara efektif, efisien, dan ekonomis.
Berdasarkan tabel 3, propolis hasil ekstraksi dengan voltage extractor memiliki densitas yang lebih kecil dari literatur. Menurut Budiaman (2006), propolis merupakan produk lebah yang memiliki densitas sebesar 1,1112 g/ml sampai 1,136g/ml. SIMPULAN Kesimpulan dari program ini yaitu terciptanya rancang bangun mesin ekstraksi propolis berbasis voltage heating dengan tingkat akurasi suhu mencapai 92, 35%. Mampu menghasilkan propolis dengan warna coklat susu, cukup kental, dan aroma menyerupai propolis merk X. Adapun propolis mengandung flavooid. Voltage extractor mampu meningkatkan kualitas
Ucapan terimakasih ditujukan kepada Bapak Joko Prasetyo, STP, M.Si. sebagai dosen pembimbing dalam penelitian ini serta pihak Laboratorium Lastrindo, Laboratorium Biokimia dan Analisa Pangan Universitas Brawijaya. DAFTAR PUSTAKA Artdiyasa, N., A. Chaidir., E.K. Wirawati., & T. Susanti. 2010. Trigona : Lebah Penghasil Propolis. Trubus Online. http://www.trubus-online.co.id. [10 November 2016]. Bankova V, Trusheva B, & Popova M. 2008. New Development In Propolis Chemical Diversity Studies (Sience 2000). Journal Scientific Evidence Of The Use Of Propolis In Ethnomedicine. 2008(2):1-3. Bankova V, Christova R, Hegazi AG, Abd El Hady FK, Popov S. Chemical Composition Of Propolis From Popular Buds. Internasional Symposium on Apitherapy, Cairo 8-9 th, March (1997) Pp 413-412. Budiaman. 2006. Uji Efektivitas Empat Variasi Propolis Trap Terhadap Produksi Propolis Lebah Madu Apis mellifera L. Jurnal Perennial Vol 2, No 2 Budiyanto, A. 2008. Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi Terhadap Karakter Pektin dari Ampas Jeruk Siam (Citrus Nobilis L). Jurnal Pascapanen. 5 (2): 3744. Halim, eliza. 2012. Kajian Bioaktif dan Zat Gizi Propolis Indonesia dan Brazil. 7(1). 2-3 Harsanto, Budi & Mahani. 2016. Aspek Bisnis Pengembangan Propolis Cair Lokal Indonesia. Jurnal Saintek dan Kesehatan. 195(2):2089-3582. Lutpiatina, Leka. 2015. Efektivitas Ektrak Propolis Lebah Kelulut (Trigona Spp) Dalam Menghambat Pertumbuhan Salmonella typhi, Staphylococcus aureus DAN Candida albicans. Jurnal Skala Kesehatan Volume 6 No. 1
262
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 Lotfy M. 2006. Biological Activity of Bee Propolis in Health and Disease. Asian Pac J Cancer Prev. 7:22-31. Lutpiatina, Leka. 2015. Efektivitas Ektrak Propolis Lebah Kelulut (Trigona Spp) Dalam Menghambat Pertumbuhan Salmonella typhi, Staphylococcus aureus DAN Candida albicans. Jurnal Skala Kesehatan Volume 6 No. 1 Manach C, Scalbert A. Morand C, Remesy L. & Jimenez L. 2004. Polyfenols Food Sources And Bioavailability. Journal Am J Clin Nutr. 79 (1): 727-747.
263
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
“MODERN STERILIZATION MACHINE” RANCANG BANGUN MESIN STERILISASI TELUR AYAM BERBASIS DIELECTRIC BARRIER DISCHARGE –UV PLASMA "Modern Sterilization Machine" Design Machine Sterilization of Chicken Eggs Based Dielectric Barrier Discharge – UV Plasma Endrika Widyastuti¹, Faradyna Sumarsono²*, Eka Tiyas Anggraeni², Hilda Putri Hayuningsih², Dewi Mashitoh³, Aldilah Daydeva³. ¹Progam Studi Magister Biosensor, KingMongkut’s University Technology of Thonburi, Thailand ²Program Studi Teknik Bioproses, Universitas Brawijaya ³Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Universitas Brawijaya *Email : [email protected]
ABSTRAK Telur merupakan salah satu hasil ternak, konsumsi telur lebih besar daripada konsumsi hasil ternak lainnya karena memiliki kandungan gizi tinggi, mudah diperoleh dan harganya relatif lebih murah. Di Indonesia terjadi peningkatan jumlah konsumsi telur dari tahun ke tahun. Namun, telur rentan terkena infeksi Salmonella sp. Kasus infeksi Salmonella sp. di Indonesia juga cukup banyak dan mengkhawatirkan. Indonesia di kategorikan sebagai salah satu Negara dengan kejadian endemik Salmonellosis tinggi. Teknologi sterilisasi yang sudah ada memiliki berbagai macam kelemahan. Maka dari itu, diperlukan teknologi sterilisasi yang efektif mematikan Salmonella sp. Sehingga dapat mendukung kemanan pangan dari telur ayam. Inovasi yang kami tawarkan adalah MONSTER (Modern Sterilization Machine) adalah sebuah inovasi alat sterilisasi untuk telur ayam dengan menggunakan hybrid plasma technology yang berbasis dielectric barrier discharge (DBD) dan UV. Kata kunci: Salmonella sp., Sterilisasi, Teknologi Plasma-UV, Telur Ayam. ABSTRACT Eggs are one of the results of livestock, egg consumption is greater than consumption of other animals because it has a high nutritional content, it is easy to obtain and relatively cheaper. In Indonesia, an increasing number of egg consumption from year to year. However, the eggs prone to infection with Salmonella sp. Cases of Salmonella infection sp. in Indonesia is also quite a lot and worrying. Indonesia is categorized as one of the countries with a high incidence of endemic Salmonellosis. Existing sterilization technology has many disadvantages. Therefore, the required sterilization technology that effectively shut down Salmonella sp. So it can support the food safety of chicken eggs. The innovations that we offer is a MONSTER (Modern Sterilization Machine) is an innovative instrument sterilization for chicken eggs using plasma technology-based hybrid dielectric barrier discharge (DBD) and UV. Keywords: Chiken Eggs, Plasma-UV Technology, Salmonella sp., Sterilization. PENDAHULUAN Telur merupakan bahan pangan yang mengandung nilai gizi tinggi, mudah diolah dan harganya relatif murah jika dibandingan dengan sumber protein hewani lainnya. Telur mempunyai kandungan
nutrisi yang lengkap, karena telur mengandung hampir semua zat gizi yang diperlukan tubuh. (Litbang Pertanian, 2010). Telur merupakan salah satu hasil ternak yang mempunyai peranan penting dalam mengatasi rendahnya konsumsi protein hewani di Indonesia. Di perkirakan selama
264
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 beberapa periode terakhir ini telah terjadi perubahan pola konsumsi telur di Indonesia (Junardi, 2014). Prediksi produksi telur ayam tahun 2015-2019 di perkirakan akan meningkat rata-rata 3,29% per tahun yang disokong dari peningkatan produksi telur ayam ras sebesar 2,72% per tahun dan peningkatan produksi telur ayam buras sebesar 6.93%. Prediksi permintaan atau ketersediaan telur ayam untuk dikonsumsi pada tahun 2015-2019 akan meningkat ratarata sebesar 3,66% per tahun, dan permintaan untuk konsumsi nasional akan meningkat rata-rata sebesar 4,78% per tahun (Nuryati et al., 2015). Akan tetapi, telur memiliki beberapa kekurangan yaitu adanya bakteri Salmonella sp. Di negara Indonesia, diare merupakan masalah kesehatan yang masih tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk (Arlita et al.,2014). Kasus infeksi Salmonella di Indonesia juga cukup banyak dan mengkhawatirkan. Indonesia dikategorikan sebagai salah satu negara dengan kejadian endemik salmonellosis tertinggi di Asia setelah Cina dan India, dan diikuti Pakistan dan Vietnam. Beberapa teknologi dilakukan untuk mengurangi salmonella sp. pada telur antara lain proses pasteurisasi pada suhu 64ºC selama 2,5 menit untuk cairan telur utuh dan suhu 55ºC selama 9,5 menit untuk cairan putih telur kemudian didinginkan pada suhu < 7ºC. Kekurangan pasteurisasi ini perlu penanganan khusus. Jika suhu perlakuan pasteurisasi tersebut lebih tinggi, telur akan matang dan akan timbul kerak pada mesin pasteurisasinya, sedangkan apabila terlalu rendah bakteri patogen tidak akan mati. Oleh karena itu kontrol temperatur menjadi sangat penting dalam proses pasteurisasi telur (Koswara, 2009). Teknologi lainnya yaitu Extremely Low Frequency Magnetic Fields (ELF-MF) yang menggunakan radiasi yang bersifat non ionizing dan non-termal. Hasil penelitian sebelumnya membuktikan bahwa kematian Salmonela Typhimurium dalam larutan fisiologi berkorelasi positif dengan
intensitas paparan, namun paparan medan magnet ELF 646.7 μT selama 30 menit memberikan dampak kematian Salmonella lebih tinggi dibanding dengan paparan 60 menit dan 90 menit (Sudarti, 2016). Namun pada teknologi ini masih membutuhkan instalasi yang relatif sulit dan memakan waktu untuk dapat mematikan semua Salmonela Typhimurium. Teknologi lainnya yaitu Thyme Oil dan Cold Nitrogen Plasma (CPN) menunjukkan rendahnya tingkat aktivitas mikroba ketika diaplikasikan pada telur dengan waktu singkat. Hasil dari teknologi tersebut bakteri telur dapat memperpanjang umur simpan sampai 14 hari. Penggunaan teknologi ini membutuhkan penanganan yang tepat untuk diaplikasikan pada teknologi masa depan (Cui et al., 2016). Inovasi yang ditawarkan dalam mengatasi kekurangan tersebut adalah melalui MONSTER (Modern Sterilization Machine) adalah sebuah inovasi kreatif alat sterilisasi pada telur ayam. Prinsip kerja MONSTER yaitu dengan memanfaaatkan (Dielectric Barrier Discharge) DBD dan UV yang dapat digunakan untuk mematikan atau mengurangi bakteri Salmonella sp. Metode DBD plasma ini memanfaatkan 4 buah probe yang dihubungkan dengan duah buah flyback transformer kemudian lempengan elektroda aluminium yang ditutup dengan acrylic sebagai lapisan dielektrik yang diletakkan pada bagian bawah di dalam MONSTER yang memungkinkan plasma melakukan kontak dengan elektroda sehingga dapat menghasilkan gas ionisasi di dalam ruang alat sterilisasi. Power input diberikan sebesar 200-300 watt dan tegangan akan terus menerus mengalami peningkatan sampai tegangan maksimum sebesar 1,2 kV. Selain itu, pada MONSTER juga terdapat lampu UV 10 watt yang mampu mencegah dekontaminasi mikroorganisme dari luar proses. Kombinasi teknologi (Dielectric Barrier Discharge) DBD dan UV diperkirakan mampu melakukan sterilisasi mikroorganisme sampai 99,9999%. Melalui teknologi ini diharapkan dapat efektif mematikan Salmonella sp. dan mendukung kemanan pangan nasional pada telur (Miao and Guo, 2011)
266
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 ini: BAHAN DAN METODE Bahan Bahan-bahan dalam pembuatan MONSTER antara lain, telur ayam, Acrylic, lampu UV 10 watt, aluminium, kabel, acrylic, timer, resistor, kapasitor, transistor, flyback transformer, trafo step down, IC 555 dan lainlain. Alat Alat-alat yang dibutuhkan dalam pembuatan MONSTER antara lain, mistar, solder, tang, obeng, avometer, bor tangan, taspen dan peralatan penunjang lainnya. Metode Penelitian Rancangan prototipe alat sterilisasi telur ayam ras terdiri dari 3 komponen utama, yaitu Kotak control; Ruang plasma; Lampu UV. Kotak kontrol ini terbuat dari bahan acrylic bewarna bening dan memiliki dimensi 40 x 40 x 20 cm3. Acrylic dipilih karena merupakan bahan isolator yang tidak dapat menghantarkan listrik. Kotak kontrol berfungsi sebagai tempat meletakkan pembangkit tegangan tinggi yang akan memproduksi pulsa listrik bertegangan 4050 KV. Ruang plasma terbuat dari acrylic bewarna bening dan memiliki ukuran 35 x 10 x 10 cm3. Ruang plasma berfungsi sebagai tempat pengujian sample. Kapasitas dari prototipe ruang plasma yaitu sebanyak 7 butir telur ayam ras. Di dalam ruang plasma ini terdapat 4 probe sebagai katoda yang diletakkan diatas langit-langit dan kabel digunakan untuk menghubungkan probe dengan rangkaian pembangkit tegangan tinggi yang terletak pada kotak kontrol. Kemudian dibagian tengah terdapat barrier acrylic yang juga digunakan sebagai tempat telur pada bagian bawah terdapat aluminum sebagai anoda dengan ukuran 30 x 2 cm2 dengan tebal 0.2 mm. Elektroda bagian bawah juga dihubungkan dengan pembangkit tegangan tinggi di dalam kotak kontrol dengan menggunakan kabel. Lampu UV 10 watt digunakan sebagai pre-treatment pengujian sampel. Lampu UV ini berfungsi untuk menjaga lingkungan agar steril sehingga tidak terjadi kontaminasi mikroba. Alat sterilisasi telur ayam berbasis DBD plasma dapat dilihat pada gambar 2 dibawah
Gambar 1. Diagram alir penelitian
Gambar 2. Teknologi DBD plasma untuk sterilisasi telur ayam. HASIL DAN PEMBAHASAN Karekteristik Arus (I) sebagai Fungsi Tegangan (V) Dikarenakan keterbatasan alat, maka hasil dan pembahasan dapat diasumsikan berdasarkan pendekatan jurnal Analisis Produksi Ozon dalam Reaktor Dielectri Barrier Discharge Plasma (DBDP): Pengaruh Impedansi Elektroda Spiral yakni arus akan meningkat ketika tegangan yang diberikan juga meningkat karena medan listrik yang menyebabkan terjadinya ionisasi, eksitasi,
267
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 deeksitasi dan rekombinasi gas udara juga mengalami peningkatan. Ketika gas udara mulai terionisasi maka timbul elektron bebas yang bergerak pada daerah aliran ionisasi. Elektron bebas ini akan dipercepat oleh medan listrik dan menumbuk molekul gas lain yang terdapat diantara kedua elektroda, sehingga terjadi ionisasi berantai dan pelipatgandaan elektron. Semakin besar tegangan yang diberikan maka arus yang dihasilkan semakin besar. Pengaruh Waktu (t) terhadap Suhu (T) Berdasarkan pendekatan jurnal The Sterilization of Escherichia coli by DielectricBarrier Discharge Plasma at Atmospheric Pressure dijelaskan bahwa semakin lama waktu sterilisasi maka suhu didalam ruang plasma semakin meningkat, sedangkan semakin jauh jarak antar elektroda maka suhu akan semakin menurun. Hal ini juga didukung oleh jurnal Homemade an Atmospheric Pressure Cold Plasma Sterilization Box and Inactivation of E. coli yang menjelaskan bahwa suhu meningkat dengan peningkatan waktu treatment yang dapat dilihatpada gambar 3 dibawah ini:
Gambar 4. Hubungan waktu dengan total mikroorganisme. Selain itu pengaruh waktu treatment terhadap total mikroorganisme juga didasarkan pada pendekatan jurnal Sterilization using Dielectric Barrier Discharge at Atmospheric Pressure yang menjelaskan bahwa pada penelitian tersebut menggunakan waktu treatment selama 1, 2, 3, dan 4 menit. Jumlah mikroorganisme yang dapat bertahan semakin menurun seiring bertambahnya waktu treatment dan sterilisasi terbaik dicapai pada waktu treatment 4 menit. Sterilisasi menggunakan metode ini lebih cepat dibandingkan dengan sterilisasi menggunakan metode konvensional. Penurunan total mikroorganisme dapat dilihat pada gambar 5 dibawah ini:
Gambar 3. Pengaruh waktu terhadap suhu Pengaruh Waktu Treatment terhadap Total Mikroorganisme Berdasarkan pendekatan buku Plasma Sterilization dapat dijelaskan bahwa semakin lama waktu treatment DBD plasma semakin berkurang jumlah mikroorganisme. Dapat dilihat pada gambar 4
Gambar 5. Pengaruh waktu terhadap total mikroorganisme. Waktu treatment yang berpengaruh pada total mikroorganisme juga dijelaskan pada jurnal Homemade an Atmospheric Pressure Cold Plasma Sterilization Box and Inactivation of E. coli. Dalam jurnal tersebut disebutkan bahwa waktu sterilisasi yang digunakan yakni selama 1, 2, 5, dan 10 menit
268
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 setelah itu sampel diinkubasi selama 18 jam pada suhu 37⁰C. Total bakteri E.coli semakin menurun seiring dengan bertambahnya waktu sterilisasi. Hal ini dapat dilihat pada gambar 6 berikut:
Gambar 6. Sterilisasi E.coli setelah ditreatment menggunakan DBD plasma dengan waktu yang berbeda dan diinkubasi selama 18 jam pada suhu 37⁰C. (A) Tanpa ditreatment menggunakan DBD plasma, (B) ditreatment selama 1 menit, (C) ditreatment selama 2 menit, (D) ditreatment selama 5 menit, (E) ditreatment selama 10 menit. Hubungan antara Daya Input dan Efek Sterilisasi Berdasarkan pada pendekatan jurnal Sterilization using Dielectric Barrier Discharge at Atmospheric Pressure dijelaskan bahwa daya input alat dielectric barrier discharge (DBD) plasma yang digunakan adalah sebesar 100, 130, 160, 230 W. Dalam percobaan ini ditemukan bahwa jumlah mikroorganisme yang dapat bertahan semakin menurun secara eksponensial seiring dengan meningkatnya energi listrik. Hal ini dapat dilihat bada gambar 7 dibawah ini:
SIMPULAN Arus akan meningkat ketika tegangan yang diberikan juga meningkat karena medan listrik yang menyebabkan terjadinya ionisasi, eksitasi, deeksitasi dan rekombinasi gas udara juga mengalami peningkatan. Semakin lama waktu sterilisasi maka suhu didalam ruang plasma semakin meningkat, sedangkan semakin jauh jarak antar elektroda maka suhu akan semakin menurun. Semakin lama waktu sterilisasi maka mikroorganisme yang dapat bertahan akan semakin menurun. Jumlah mikroorganisme yang dapat bertahan semakin menurun secara eksponensial seiring dengan meningkatnya energi listrik. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Laboratorium Inovasi Anak Negeri Indonesia yang telah mendukung penelitian ini dan juga kepada ibu Endrika Widyastuti, S.Pt, M.Sc, MP selaku pembimbing yangtelah memberi banyak arahan. DAFTAR PUSTAKA Arlita Y., Rares., Fredine E S dan Soeliongan, S. 2014. Identifikasi Bakteri Escherichia coli dan. Salmonella sp. Pada Makanan Jajanan Bakso Tusuk di Kota Manado. EJournal Universitas Sam Ratulangi. Cui, H, Ma C, Li C and Lin . 2016. Enhancing The Antibacterial Activity Of Thyme Oil Against Salmonella On Eggshell By Plasma-Assited Process. Journal Of Food Control. Volume : 70, Pages : 183190.
Gambar 7. Hubungan antara daya input dan efek sterilisasi.
Huang, J W., Fu, C H., Ho, S W., and Wang M C. 2015. Homemade an Atmospheric Pressure Cold Plasma Sterilization Box and Inactivation of E. coli. ICBET. Volume. 81, No. 4, Pages. 17-18.
269
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 Junardi, 2014. Analisis Ekonomi Usaha Ayam Arab Petelur di Desa Teruwai Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah. Skripsi. Program Studi Peternakan Jurusan Ilmu Produksi Ternak Univeristas Mataram. Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Telur. Universitas Muhammadiah Semarang. Semarang. Litbang Pertanian, 2010. Telur Sumber Makanan Bergizi. Kementrian Pertanian RI. Jakarta. Miao H and Guo Y. 2011. The Sterilization of Escherichia coli by Dielectric- Barrier Discharge Plasma at Atmospheric Pressure. Journal of Applied Surface Science. Volume 257, Pages : 7065-7070. Nuryati, L., Waryanto B., Noviati. 2015. (Outlook Telur) Komoditas Pertanian Sub Sektor Peternakan. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. Jakarta. Restiwijaya, M., Nur, M., Winarni, T A. 2014. Analisis Produksi Ozon dalam Reaktor Dielectri Barrier Discharge Plasma (DBDP): Pengaruh Impedansi Elektroda Spiral. Jurnal Berkala Fisika. Vol. 17, No. 1, Hal. 3-4. Sirajuddin, David. 2007. Plasma Sterilization. NERS 590 Plasma Engineering. USA. Sudarti, 2016. Utilization of Extremely Low Frequency (ELF) Magnetic Field is as Alternative Sterilization of Salmonella Typhimurium In Gado-Gado. Journal of Agriculture and Agricultural Science Procedia. Vol 9. Tanino, M., Xilu, W., Takashima, K., Katsura, S and Mizuno, A. 2007. Sterilization using Dielectric Barrier Discharge at Atmospheric Pressure. International Journal of Plasma Environmental Science & Technology. Vol. 1 , No. 1, Pages. 104-106.
270
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
SMART GONER: RANCANG BANGUN SMART GRAIN CONTAINER BERBASIS TEKNOLOGI RADIO FREQUENCY HEATING UNTUK PENYIMPANAN BERAS DAN KOMODITI BIJI-BIJIAN SMART GONER: “Smart Grain Container” Design Based on Radio Frequency Heating Technology for Rice and Grain Storage Anik Haryanti1, Musyaroh1, Muhammad Sony Setyawan2, Setyaningsih1, Wia Sisgo Alnakula3, Bambang Susilo2 1 Program
Studi Teknologi Industri Pertanian, Universitas Brawijaya
2 Program
Studi Teknik Pertanian, Universitas Brawijaya
3 Program
Studi Teknik Elektro, Universitas Brawijaya
Email: [email protected] Jl. Veteran, Lowokwaru, Malang
ABSTRAK Beras dan biji-bijian merupakan salah satu komoditas unggul pertanian Indonesia. Permasalahan yang sering terjadi saat penyimpanan adalah adanya serangan serangga, kapang, dan bakteri. Selama ini penanggulangan terhadap hama tersebut dilakukan melalui fumigasi yang memiliki kelemahan yaitu menimbulkan residu kimia berbahaya. Oleh karena itu, perlu adanya penerapan teknologi untuk memperpanjang umur simpan beras dan biji-bijian tanpa mengurangi kualitas beras dan biji-bijian. Inovasi kreatif untuk penyimpanan beras dan komoditas biji-bijian adalah SMART GONER (Smart Grain Container) yaitu alat penyimpan beras dan biji berbasis teknologi radio frequency heating. Kelebihan teknologi RF heating yaitu dapat mensterilkan produk yang dipanaskan tanpa adanya degradasi kualitas pada produk baik dalam bentuk tekstur, rasa, warna maupun kandungan kimia dan mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme beras dan biji-bijian. SMART GONER dilengkapi sistem kontrol yang bekerja otomatis untuk mengatur kelembaban dan suhu sehingga mencegah munculnya hama dan dapat memperpanjang umur simpan produk. Parameter terbaik dari perlakuan RF heating dengan SMART GONER adalah 12 W 27,12 MHz dengan suhu 48° C selama 15 menit. Dengan alat ini, beras dan biji memiliki umur simpan hingga 3 kali lebih lama dibandingkan penyimpanan biasa. Diharapkan dengan adanya teknologi Smart Grain Container ini dapat membantu masyarakat dan pemerintah dalam upaya ketahanan pangan di Indonesia. Kata Kunci: Beras, Biji-bijian, Radio Frequency Heating, Umur Simpan ABSTRACT Rice and grains are one of Indonesia's superior agricultural commodities. The problems that often occur during storage is the attack of insects, molds, and bacteria. Recently, pest control was done through fumigation that has the disadvantage of causing harmful chemical residues. Therefore, the application of technology is needed to extend shelf life of rice and grains without reducing the quality of them. Creative innovation for the storage of rice and grain commodities is SMART GONER (Smart Grain Container) which is rice and seed storage equipment based on radio frequency heating technology. The advantages of RF heating technology that can sterilize the product without decrease the quality of the product either in the form of texture, taste, color and chemical content and also able to inhibit the growth of rice and grain microorganisms. SMART GONER is equipped with an automatic control system to adjust the humidity and temperature so as to prevent pests and can extend the shelf life of the product. The best parameter of RF heating treatment of SMART GONER is 12 W 27,12 MHz with temperature 48 ° C for 15 minutes. Using SMART GONER, rice and seeds have a shelf life of up to 3 times longer than regular storage. It is expected that with this Smart Grain Container technology can help the community and government in the effort of food security in Indonesia. Keywords: Grains, Radio Frequency Heating, Rice, Shelf Life
271
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 PENDAHULUAN Beras dan biji-bijian merupakan salah satu komoditas unggul pertanian di Indonesia. Produktivitas beras dan biji-bijian seperti jagung, kacang hijau, dan kedelai di Indonesia terus mengalami peningkatan. Tingginya produktivitas beras dan biji-bijian di Indonesia tersebut belum dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri secara keseluruhan. Oleh karena itu pemerintah biasanya melakukan penyimpanan dalam jumlah sangat besar hingga 2,5 juta ton dengan tujuan untuk stok nasional melalui Badan Urusan Logistik (BULOG). Permasalahan yang sering terjadi pada beras dan biji-bijian pada saat penyimpanan adalah adanya serangan serangga, kapang, dan bakteri yang dapat merusak kualitas beras dan biji-bijian selama penyimpanan. Beberapa hama perusak hasil pertanian terutama biji-bijian yang disimpan dalam jangka waktu lebih dari 2 bulan adalah hama primer yaitu Sitophilus oryzae L dan hama sekunder yaitu Tribolium confusum dan Oryzaephilus surinamensis (Hidayat et al, 2013). Selama ini penanggulangan terhadap hama tersebut dilakukan dengan cara fumigasi namun hal tersebut dapat menyebabkan adanya residu yang membahayakan konsumen (Sulaiman et al, 2011). Beberapa jenis teknologi yang pernah diterapkan yaitu teknologi hermetic storage technology dan iradiasi microwave, namun keduanya memiliki kelemahan. Beras dan biji-bijian dengan sistem modifikasi atmosfer memiliki hasil yang belum stabil dimana pada kondisi tertentu dapat terjadi reinfestasi dimana telur dan pupa serangga tidak mati tetapi dapat berkembang menjadi serangga serta meninggalkan residu kimia yang dapat mengganggu kesehatan (Villers et al, 2006). Teknologi iradiasi microwave memiliki kelemahan pada waktu proses dan konsumsi energi yang tinggi (Sulaiman et al, 2011). Oleh karena itu diperlukan teknologi yang aman, praktis dan efisien untuk penyimpanan beras dan komoditas bijibijian. Solusi kreatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah Smart Grain Container (Smart Goner) yaitu container penyimpan beras dan biji-bijian yang mengaplikasikan teknologi radio frequency
heating. Radio frequency heating memiliki tingkat efisiensi dan efektifitas tinggi dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme beras dan biji-bijian (Guan et al, 2004), serta lebih efektif dan efisien. Smart Grain Container juga dilengkapi dengan sistem kontrol yang dapat bekerja otomatis untuk mengatur kelembaban dan suhu dalam container sehingga dapet mencegah munculnya hama pada komoditas beras dan biji-bijian. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di laboratorium Mekatronika Alat dan Mesin Pertanian Agroindustri Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Tahap pengujian biji-bijian yang disimpan di dalam SMART GONER dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Universitas Brawijaya. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah generator radio frequency heating high frequency, Arduino UNO SMD Rev3, Sensor suhu LM350T TO-220, LED indicator, PCB 16x1. Bahan Bahan yang digunakan adalah beras padi IR-64 dan kacang hijau. Metode Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen, yaitu dengan melakukan percobaan untuk memperoleh data yang diperlukan. Penelitian ini menggunakan 2 faktor perlakuan yaitu besar tegangan (V) dan lama perlakuan. Tegangan masukan yang digunakan adalah 100 V (V 1), 130 V (V2) dengan lama waktu perlakuan 5, 10, 15, dan 20 menit. Dalam penelitian ini frekuensi yang digunakan (f) adalah 27,12 KHz. Pengujian umur simpan Pengujian umur simpan beras dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan alat smart grein container dalam meningkatka umur simpa beras. Pengujian umur simpan beras dilakukan dengan metode arhenius. Pengujian umur simpan dilakukan pada beras dan kacang hijau yang belum
272
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 mendapatkan perlakuan dan setelah mendapatkan perlakuan sehingga dapat diketahui bagaimana pengaruh penyimpanan beras dan kacang hijau pada smart goner terhadap peningkatan umur simpan beras. Pengujian Daya Hidup Kutu Beras (S. oryzae) Pengujian daya hiup kutu beras (S. oryzae) digunakan untuk mengetahui jumlah hama kutu beras yang mati. Pengamatan dilakukan setiap 12 jam sekali, dimulai setelah 3 hari penyimpanan dalam smart goner dengan cara menghitung jumalh hama yang mati yang ditandai dengan tidak adanya kehidupan hama kutu beras dan dinyatakan dalam satuan ekor. Penetapan aplikasi pemaparan radio requency heating pada pukul 18.05 wib sore dodasarkan pada aktivitas penyerangan hama kutu beras. Jumlah hama yang mati digunakan untuk menghitung kecepatan mortalitas dan efikasi dengan rumus: a. Mortalitas 𝑀𝑜𝑟𝑡𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑚𝑎 𝑘𝑢𝑡𝑢 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑡𝑖 = 𝑥 100% 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 ℎ𝑎𝑚𝑎 𝑘𝑢𝑡𝑢 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑢𝑗𝑖𝑘𝑎𝑛
b.
Efikasi Pengamatan perhitungan efikasi dilakukan setiap hari selama 14 hari untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari perlakuan yang diujikan dalam penelitian dan dibandingkan dengan control dengan rumus: 𝑇𝑎 𝑥 𝐶𝑏 𝐸𝑓𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 = 1 = 𝑥 100% 𝑐𝑎 𝑥 𝑇𝑏
Ket: Tb = Jumlah kutu beras yang hidup di dalam plastic sebelum penyimpanan dalam smart grain container Ta: Jumlah kutu beras yang hidup dalam plastic sesudah aplikasi di hari terakhir Cb: Jumlah kutu beras yang hidup di dalam plastic Ca: Jumlah kutu beras yang hidup dalam plastic control sesuai aplikasi c. Kecepatan kematian kutu beras (%) Pengamatan kecepatan kematian dilakukan selama 14 hari. Menunjukkan seberapa cepat pengaruh pemaparan radio frequency heating pada kematian kutu beras dilihat dari jumlah kematian per harinya. Perhitungan dilakukan dengan rumus:
𝑉=
𝑇1𝑁1 + 𝑇2𝑁2 + 𝑇3𝑁3 + ⋯ + 𝑇𝑛𝑁𝑛 𝑥 100% 𝑛
Ket: V: Kecepatan kematian T: Waktu pengamatan N: Jumlah serangga yang mati N: Jumlah serangga yang diujikan Pengujian Proksimat Pengujian proksimat dilakukan untuk mengetahui kualitas beras yang disimpan di dalam smart grain container. Pengujian proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan karbohidrat, protein, lemak, kadar abu, dan kadar air pada beras atau biji-bijian yang disimpan di dalam smart grein container . Organoleptik Kualitas Nasi Parameter yang diamati untuk menentukan kualitas nasi. Parameter yang diamati adalah warna, rasa, dan aroma. Pengujian organoleptic beras yang disimpan di dalam smart grain container dilakukan oleh panelis agak terlatih yang berjumlah 25 orang. Pendekatan Desain Perancangan Alat Pendekatan desain perancangan alat dilakukan dengan trial dan error. Rancang bangun smart grein container terdiri dari 3 komponen utama yaitu: Radio Frequency Heating Radio Frequency (RF) Heating adalah gelombang elektromagnetik dengan frekuensi tinggi. Radio Frequency (RF) Heating berfungsi untuk disinfeksi dengan pemanasan yang selektif dan cepat sehingga dapat menghilangkan bakteri pathogen dan mengurangi penurunan kualitas beras dan biji-bijian. Sistem RF dengan osilator freerunning terdiri dari generator dan aplikator. Generator menyediakan energi elektromagnetik untuk aplikator. Aplikator memiliki dua elektroda pelat logam paralel. Ruang antara dua elektroda membentuk rongga diisi dengan medan elektromagnetik ketika sistem itu beroperasi. Bahan makanan di rongga dipanaskan melalui konversi dari energi elektromagnetik menjadi energi panas. Mikrokontroler Arduino Uno Arduino merupakan sebuah board mikrokontroler yang didasarkan pada ATmega328. Mikrokontroller Arduino uno 273
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 bertugas untuk mengontrol seluruh aktivitas di dalam tabung container. Sensor Suhu LM35 Sensor suhu LM35 adalah komponen elektronika yang memiliki fungsi untuk mengubah besaran suhu menjadi besaran listrik dalam bentuk tegangan. HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Kerja Penyimpanan Beras dengan Radio Frequency Heating Proses pengawetan bahan pangan engan non-thermal yaitu dengan teknologi gelombang radio frekuensi. Pada prosesnya pemaparan radio frekuensi tidak melibatkan adanya pemberian panas yang tinggi. Radio frequency heating merupakan salah satu jenis pemanasan dielektrik. Pemanasan dielektrik dapat memanaskan dengan lebih cepat dan lebih ekonomis daripada metode pemanasan konvensional serta dapat meningkatkan karakteristik produk karena tidak perlu memaparkan produk dengan suhu yang berbahaya untuk memanaskan produk secara cepat dan merata di seluruh bagian produk. Pemanfaatan gelombang elektromagnetik pada frekuensi radio didasarkan pada kelebihan penetrasi gelombang yang lebih dalam dan panas yang dihasilkan tidak terlalu tinggi dibandingkan pada microwave. Radio Frequency (RF) Heating juga merupakan salah satu alternatif untuk disinfeksi dengan pemanasan yang selektif dan cepat (Tang, et al., 2000). Radio Frequency (RF) Heating diaplikasikan untuk menghilangkan bakteri pathogen dan mengurangi penurunan kualitas makanan (Jiao, et al, 2014). Parameter terbaik dari perlakuan RF heating untuk disinfeksi serangga ngengat adalah 12 kW 27,12 MHz dengan suhu 48o C selama 15 menit (Wang et al., 2006). Semua tahap kehidupan hama serangga dapat dikontrol oleh suhu seragam 60o C tanpa degradasi kualitas produk yang signifikan (Huang, Chen, & Wang, 2015; Zhou, Ling, Zheng, Zhang, & Wang, 2015). Pemanasan frekuensi radio (RF) melibatkan pemanfaatan energi elektromagnetik pada rentang frekuensi 1-300 MHz. Energi elektromagnetik ini dapat dikonversi menjadi panas ke dalam makanan. Pemanasan volumetriknya memberikan tingkat pemanasan lebih cepat dari udara
panas konvensional atau pemanas air panas, sehingga dapat mempersingkat waktu proses dan berpotensi meningkatkan kualitas produk. Sebuah plat RF pemanas paralel dengan osilator free-running adalah desain populer, yang telah banyak digunakan dalam industri makanan, misalnya pengeringan (Jumah, 2015), thawing (Farag et al., 2011), and post-baking (Palazoglu et al., 2012).
Gambar sistem instrumentasi alat Kualitas Sifat Fisik dan Kimia Umur Simpan Uji pendugaan umur simpan ini dilakukan dengan menggunakan metode Arhenius dengan rumus perhitungan dan faktor-faktor tertentu, sehingga didapatkan nilai uji umur simpan. Berdasarkan penelitian terdahulu dapat diketahui bahwa Beras yang disimpan di dengan diberi perlakuan pemaparan radio frequency heating memiliki umur simpan 3x lebih lama jika dibandingkan dengan beras yang disimpan pada kondisi biasa. Daya Hidup Kutu Beras (S. oryzae) Uji daya hidup Sitophilus oryzae pada perlakuan kontrol menunjukkan bahwa 100% kematian Sitophilus oryzae terjadi pada hari ke-8. Sedangkan pada perlakuan ORIVATION menunjukkan bahwa 100% kematian Sitophilus oryzae terjadi pada hari ke-4. Berdasarkan hasil uji tersebut menunjukkan bahwa perlakuan pemaparan radio frequency heating memiliki tingkat efektivitas dua kali lebih cepat dalam membunuh Sitophilus oryzae. Proksimat Beras yang disimpan pada smart grain container memiliki kandungan gizi yang sama dengan beras kualitas bagus. Berdasarkan literature pemapara radio frequency heating tidak merubah kandungan yang ada di dalam beras, baik kandungan karbohidrat, lemak, protein, maupun kadar air dan kadar abu.Hasil uji proksimat beras
274
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 yang disimpan pada smart grain container masih dalam tahap pengujian. Hasil Uji Organolpetik Tahap uji organolpetik masih dalam tahap pengujian oleh 25 panelis agak terlatih. SIMPULAN Teknologi radio frequency heating merupakan teknologi yang memiliki tingkat efisiensi dan efektifitas tinggi dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme beras dan biji-bijian. Radio frequency heating berfungsi untuk disinfeksi dengan pemanasan yang selektif dan cepat sehingga dapat menghilangkan bakteri pathogen dan mengurangi penurunan kualitas beras dan biji-bijian. Penyimpanan beras di dalam smart grain container dapat meningkatkan umur simpan beras tiga kali lebih lama. DAFTAR PUSTAKA Guan, D., Cheng, M., Wang, Y., and Tang, J. 2004. Dielectric properties of mashedpotatoes relevant to microwave and radio-frequency pasteurization andsterilization
processes. Journal of Food Science. 69(1), pp. E30-E37. Huang, Z., Chen, L., & Wang, S. 2015. Computer Simulation Of Radio FrequencySelective Heating Of Insects In Soybeans. International Journal of Heat and Mass Transfer. 90 : 406-417 Jiao, Y., Tang, J., and Wang, S.2014. A New Strategy To Improve HeatingUniformity Of Low Moisture Foods In Radio Frequency Treatment ForPathogen Control. Journal of Food Engineering 141 : 128–138 Sulaiman M, Irfan, Widaiska I, Alfizar. 2011. Teknologi Mikrowafe untuk Disinfestasi beras. Jurnal Pangan 2 (4): 405-414. Villers P, Bruin T, Navarro. 2006. Development and Aplications of The Hermetic Storage Technology. International Working Conference on Storage Product Protection. Wang, S., Birla, S. L., Tang, J., & Hansen, J. D. 2006. Postharvest Treatment ToControl Codling Moth In Fresh Apples Using Water Assisted Radio Frequency Heating. Postharvest Biology and Technology. 40(1) : 89-96
275
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
TEKNOLOGI BERBASIS CAHAYA MONOKROM DAN SONIC BLOOM PADA SAYURAN Technology Based Monochrome Light and Sonic BloomfFor Vegetables Sintya Laylie M1*, Danar Wicaksono2, Khurun Nur In K3, Azis Iman W4 1,3,4Program 2Program
Studi Teknologi Bioproses, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya *Email: [email protected] Jl. Veteran, Lowokwaru, Malang
ABSTRAK Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Hal itu dikarenakan Indonesia memiliki kondisi alam yang mendukung, lahan yang luas, keragaman hayati yang melimpah. Berbagai varietas tanaman tumbuh subur di Indonesia, salah satunya yaitu komoditas sayuran. Salah satu, metode penanaman sayur yang digunakan oleh petani adalah dengan menggunakan screen house ataupun green house untuk mengurangi terjadinya serangan hama dan penyakit yang diakibatkan oleh tingginya curah hujan dan kelembaban tersebut. Akan tetapi, tanaman di dalam screen house ini tidak mendapatkan pencahayaan yang maksimal dan tidak merata karena terhalang oleh konstruksi screen house itu sendiri sehingga terjadi etiolasi pada tanaman yang menjadikan kerugian pada petani. Salah satu pemecahan masalah tersebut adalah dengan cara menaikkan tingkat produktifitas pertanian di Indonesia, akan tetapi banyak masalah yang kini sedang dihadapi petani yaitu lahan pertanian yang semakin berkurang, banyaknya hama, turunnya hasil panen, dll. Masalah tersebut masih belum bisa ditanggulangi dengan efektif dan efisien dikarenakan penggunaan teknologi yang masih sederhana pada sektor pertanian di Indonesia. Untuk meningkatkan produksi pada sektor pertanian diperlukan teknologi yang dapat mempercepat pertumbuhan pada tanaman sehingga dapat tumbuh lebih cepat dan hasil panen pun dapat dituai lebih cepat dari waktu normal. Teknologi yang dipakai ialah electroculture dimana tanaman akan dirangsang atau diberi stimulus dengan menggunakan cahaya monokrom dan suara frekuensi tinggi (high frequency audio). Suara frekuensi tinggi memicu sel-sel pada tanaman untuk mempercepat sirkulasi metabolisme dan cahaya monokrom digunakan untuk menggantikan cahaya matahari pada malam hari sehingga periode fotosintesis menjadi lebih lama. Diharapkan dengan penelitian ini tanaman yang diuji akan dapat tumbuh dan berbuah lebih cepat dari keadaan normal serta anti hama sehingga dapat meningkatkan produktifitas di sektor pertanian serta kesejahteraan petani akan dapat terbantu akibat teknologi ini. Kata Kunci: Cahaya monokrom, electroculture, stimulus, suara frekuensi tinggi ABSTRACT Indonesia is an agrarian country where most of its people live as farmers. Indonesia has a good climate, vast land, abundant biodiversity. Various varieties of plants thrive in Indonesia, one of which is vegetable commodities. One of the methods of vegetable planting used by farmers is by using a screen house or green house to reduce the occurrence of pests and diseases caused by high rainfall and humidity. However, the plants within this screen house do not get the maximum and uneven lighting due to the construction of the screen house itself resulting in the etiolation of the crops that cause losses to farmers. One solution to this problem is to increase the level of agricultural productivity in Indonesia, but many of the problems currently facing farmers are reduced agricultural land, the number of pests, the decline of crops, etc. The problem is still not addressed effectively and efficiently due to the use of technology that is still simple in the agricultural sector in Indonesia. To increase production in the agricultural sector required a technology
276
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 that can accelerate growth in plants so that it can grow faster and crops can be harvested faster than normal time. The technology used is electroculture where the plant will be stimulated or given a stimulus using monochrome light and high frequency audio (high frequency audio). High-frequency sounds trigger cells in plants to accelerate the circulation of metabolism and monochrome light is used to replace sunlight at night so the photosynthesis period becomes longer. It is hoped that with this research the crops tested will be able to grow and bear fruit faster than normal and anti pest conditions so as to increase productivity in the agricultural sector and the welfare of farmers will be helped due to this technology. Keywords: monochrome light, electroculture, stimulus, high frequency sound PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Hal itu dikarenakan Indonesia memiliki kondisi alam yang mendukung, lahan yang luas, keragaman hayati yang melimpah, serta beriklim tropis dengan sinar matahari terjadi sepanjang tahun sehingga dapat menanam sepanjang tahun. Berbagai varietas tanaman tumbuh subur di Indonesia, salah satunya yaitu komoditas sayuran. Data yang dirilis oleh Food and Agriculture Organization (FAO) pada tahun 2011 menunjukkan tingkat konsumsi sayuran masyarakat Indonesia hanya 35 kg per kapita per tahunnya. Padahal standarnya adalah 75 kg. Menurut Manengkey (2011), curah hujan tinggi merupakan faktor yang sangat penting mempengaruhi ledakan penyakit. Pada umumnya perkecambahan spora dan perkembangan pertama dan parasit berhubungan erat dengan kelembaban udara, kelembaban relatif, dan lama daun basah. Sehingga, dengan tingginya curah hujan, tingkat kelembaban dapat meningkat. Salah satu cara petani untuk mengantisipasi masalah tersebut dapat dengan menggunakan screen house ataupun green house untuk mengurangi terjadinya serangan hama dan penyakit yang diakibatkan oleh tingginya curah hujan dan kelembaban tersebut. Akan tetapi, tanaman di dalam screen house ini tidak mendapatkan pencahayaan yang maksimal dan tidak merata karena terhalang oleh konstruksi screen house itu sendiri sehingga terjadi etiolasi pada tanaman yang menjadikan kerugian pada petani. Etiolasi merupakan kondisi yang terjadi bibit tanaman yang tumbuhnya meninggi atau memanjang dengan batang dan daun yang warnanya
terlihat agak memucat serta mengalami gejala pertumbuhan yang tidak proporsional (Djoemairi, 2008). Penyinaran cahaya matahari yang kurang dapat menyebabkan tanaman tumbuh tidak normal, yakni memanjang (etiolasi), kurus, lemah, dan pucat sehingga produksinya rendah karena tidak membentuk umbi. Dengan adanya penggunaan screen house ini, terdapat efek baik dan buruk yang dapat diterima oleh para petani tersebut. Screen house dapat memaksimalkan produksi panen lahan dengan cara mengurangi hama dan penyakit yang menyerang tanaman, namun mempengaruhi hasil dan kualitas hasil panen sayuran karena minimnyaintensitas sinar matahari untuk menyinari tanaman. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu teknologi yang cepat, mudah dan efektif untuk menanggulangi dampak negatif yang disebabkan oleh screen house serta dapat meningkatkan hasil dan kualitas panen petani. Sehingga, munculah suatu inovasi teknologi yang bebasis cahaya monokrom dan sonic bloom ini yang menggunakan prinsip penerapan cahaya monokromatis dan pemaparan efek suara yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman dalam kondisi minim cahaya matahari sekaligus dapat meningkatkan produktivitas dari hasil panen petani. Diharapkan etiolasi pada tanaman di dalam screen house dapat teratasi dan jumlah produksi lahan dapat dimaksimalkan. Penelitian ini mempunyai 2 tujuan yaitu untuk mengetahui pengaruh cahaya LED merah dan biru terhadap pertumbuhan sayuran. Serta, mengetahui pengaruh efek paparan music dari sonic bloom terhadap laju pertumbuhan dan berat basah sayuran. METODE PENELITIAN
277
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 Alat dan Bahan Alat dan bahan akan dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggaris, gunting, solder, multimeter, tang, obeng, aki 12 V, lux meter, sound level meter, saklar listrik, dll. Sedangkan bahan yang digunakan adalah media tanam, benih tanaman, LED, mur, baut, sound, resistor, atmega 16, timah, air, amplifier, dll. Metode
Gambar 1. Flowchart Metodologi Pelaksaanaan penelitian ini dimulai dari studi literatur. Studi literatur merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mencari dan mengkaji sumber-sumber yang relevan dan terpercaya dalam pengumpulan materi serta akan dijadikan acuan dalam penulisan dan kegiatan program ini sehingga didapatkan informasi yang lengkap, terarah dan terpercaya dalam penulisan maupun pelaksanaan program serta memberikan variasi dalam pengembangan prototype. Persiapan alat dan bahan akan dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan komponen alat dari segi harga dan kualitas barang yang akan digunakan sehingga dapat dicapai alatsesuai dengan target baik fungsional maupun struktural Penyiapan perangsang berupa cahaya monokrom dimana cahaya ini berfungsi untuk mengganti cahaya matahari pada
waktu malam hari. Cahaya yang dihasilkan memiliki panjang gelombang 660 nm. Peletakan sumber cahaya berada digantung diatas tanaman, dan posisi peletakan berada pada jarak 1,5 meter dari tanaman. Pada tahap ini adalah tahap untuk merangsang tanaman dengan sistem suara yang sesuai dengan tanaman yang ditanam, perangsangan bertujuan untuk merangsang pertumbuhan tanaman lebih cepat daripada tanaman normal. Alat yang disiapkan berupa sonic bloom yang frekuensinya dapat diatur sesuai kebutuhan. Sonic bloom posisi peletakannya pada setiap sudut dari green house yang mengarah pada tanaman, sehingga terdapat 4 sonic bloom di dalam green house. Pengujian alat ini dilakukan dua cara yaitu pertama melakukan pemaparan cahaya monokrom yang dilakukan pada selang waktu tiga jam mulai jam 17.00-21.00, hal ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Mulyadi, (2005). Kedua, pemaparan sonic bloom yang dilakukan pada selang waktu sembilan jam, dimana perlakuan di bagi menjadi dua selang waktu, yaitu 5 jam pada pagi hari mulai jam 04.30 hingga jam 09.30 dan 4 jam pada sore hingga malam mulai jam 16.00 hingga jam 20.00. Pemaparan sonic bloom ini memancarkan gelombang frekuensi antara 3.500-5.000 Hz dengan menggunakan musik gamelan. Hal ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Yulianto, (2008). HASIL DAN PEMBAHASAN Perakitan dan Realisasi Alat Perakitan alat ini dimulai dengan pembuatan box kontrol, pembuatan rangkaian cahaya monokrom, pembuatan sonic bloom serta realisasi kerangka Etrovice. Pada pelaksanaan, telah ditetapkan desain alat hingga mencapai realisasi alat. Pada alat ini terdapat 5 komponen utama yaitu box control (1) yang berfungsi sebagai pusat pengontrol otomatis, cahaya monokrom (2) sebagai sumber cahaya, sonic
278
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Tabel 1. Data Hasil Pengamatan Tanaman Sawi Hijau dalam Plant Factory
bloom (3) sebagai sumber bunyi, panel surya (4) sebagai sumber energi listrik, aki (5) untuk menampung energi listrik yang berasal dari panel surya. Cara kerja dari alat ini adalah: a) pengaturan aplikasi pada box kontrol, b) control box dinyalakan, c) penyetinggan waktu penyalaan LED dan sonic bloom, d) LED dan sonic bloom akan nyala sesuai watu yang diinginkan, e) pemaparan teknologi terhadap sayuran, f) dilihat perbedaan pertumbuhan sayuran. Pendesainan terdiri dari beberapa bagian, yaitu: Gambar 3. Desain Teknologi Alat
Gambar 2. Realisasi dari Alat
Alat ini masih dalam masih tahap pengujian di Screen house Desa Tulungrejo, Batu. Berdasarkan penelitian Prasetyo (2014) tentang pengaruh suara music terhadap pertumbuhan sayuran didapatkan hasil bahwa paparan suara music selama 3 jam dapat meningkatkan factor morfologi dan produktivitas sawi hijau jika dibandingkan dengan sayuran terkontrol (tanpa pemberian paparan suara). Pemaparan music klasik merupakan perlakuan yang terbaik, hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan daya berkecambah sebesar 15%, tinggi tanaman 13,5%, lebar daun sebesar 14,8%, panjang daun sebesar 14,2%, dan berat basah sebesar 57,1%.
279
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 Sedangkan berdasarkan penelitian Hakim dkk, (2015) tentang pengaruh cahaya monokrom terhadap pertumbuhan sayuran setelah dilakukan pengamatan selama 24 hari didapatkan hasil berupa pertumbuhan tanaman sawi di dalam plant factory dengan pemakaian cahaya buatan LED merah dan biru menunjukkan sayuran tumbuh dengan baik. Berdasarkan parameter pengamatan yang sudah ditentukan yaitu pengukuran diameter dan tinggi tanaman yan terbesar untuk menentukan pertumbuhan optimum tanaman sawi hijau. Perlakuan pemaparan cahaya buatan LED merah dan biru ini memiliki rata-rata tinggi tanaman per hari dengan nilai 45,710 mm. Hal ini, lebih tinggi jika dibandingkan tanaman terkontrol seperti pada tabel 1. Sehingga, diharapkan teknologi alat ini yang merupakan gabungan dari dua teknologi yaitu efek paparan music dan cahaya buatan terhadap pertumbuhan sayuran dapat meningkatkan laju pertumbuhan dan produktivitas sayuran di Indonesia. SIMPULAN Simpulan dari penelitian ini mengidentifikasikan bahwa pertama pemaparan suara music selama 9 jam, dimana perlakuan di bagi menjadi dua selang waktu, yaitu 5 jam pada pagi hari mulai jam 04.30 hingga jam 09.30 dan 4 jam pada sore hingga malam mulai jam 16.00 hingga jam 20.00. Pemaparan sonic bloom ini memancarkan gelombang frekuensi antara 3.500-5.000 Hz dengan menggunakan musik gamelan. Kedua, melakukan pemaparan cahaya monokrom yang dilakukan pada selang waktu tiga jam mulai jam 17.00-21.00 diharapkan dapat meningkatkan laju pertumbuhan dan produktivitas sayuran diatas 20%. Sehingga, pada penelitian ini menanam sayuran dengan menggunakan dua perlakuan diatas tanaman dapat tumbuh dengan optimum. DAFTAR PUSTAKA
Aditya, Tesar, Made Rai Suci Shanti, dan Adita Sutrisno. 2013. Studi Pengaruh Frekuensi 6000 – 9600 Hz pada Musik Gamelan Jawa terhadap Pertumbuhan Sawi Hijau Jenis Brassica rapa var. parachinensis L dan Brassica Juncea. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII 4(1): 293298. Salatiga Djoemairi, Sardijanto. 2008. Adenium Penyerbukan Buatan dan Penyilangan 2. Yogyakarta: Kanisius Hakim, Ryan Maulana A. 2015. Rancang Bangun Plant Factory untuk Perumbuhan Tanaman Sawi Hijau (Brassica Rapa var. Parachinensis) dengan Menggunakan Light Emitting Diode Merah dan Biru. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 3, No. 3. Malang Mulyadi. 2005. Pengaruh teknologi pemupukan bersama gelombang suara (sonic bloom) terhadap perkecambahan dan pertumbuhan semaiAcacia Mangium Willd. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. Vol.11(1): 67-75 Pertamawati. 2010. Ekologi Tanaman. Jakarta: Rajawali press. Pertamawati. 2010. Pengaruh Fotosintesis terhadap Pertumbuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) dalam Lingkungan Fotoautotrof Secara Invitro. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia 12(1): 31-37. Jakarta Prasetyo, Joko. 2014. Efek Paparan Musik dan Noise pada Karakteristik Morfologi dan Produktivitas Tanaman Sawi Hijau (Brassica Juncea). Jurnal Keteknikan Pertanian Vol. 2, No. 1. Bogor Syafriyudin dan Novani Thabita Ledhe. 2015. Analisis Pertumbuhan Tanaman Krisan pada Variasi Warna Cahaya Lampu LED. Jurnal Teknologi 8(1): 83-87. Yogyakarta Syariyudin, N.T. (2015) “Analisis Pertumbuhan Tanaman Krisan pada Variabel Warna Cahaya”. Jurnal Teknologi. 1, 83-87.
280
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
KONVERSI CO2 MENJADI O2 PADA KNALPOT SEPEDA MOTOR BERBASIS chlorella sp Converter of Carbon Dioxide into Oxigen in The Motorcycle Exhaust Based Chlorella Sp. Umaina Dwi Marlia1*, I Putu Yudistira Deva Sidhaprana2, Diniyah Lailatur Rosyidah3, I Putu Indra Matarisvan4 1,2,3,4Program
Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya *Email: [email protected] Jalan Veteran, Kota Malang, Jawa Timur 65145
ABSTRAK
Global warming merupakan salah satu permasalahan yang banyak diperbincangkan dunia seiring dengan meningkatnya pertambahan penduduk yang mengakibatkan pula meningkatnya polusi udara dari proses pembakaran transportasi, proses produksi dan lain sebagainya. Global warming atau pemasan global adalah suatu proses peningkatan suhu yang terjadi di seluruh dunia, hal ini terjadi akibat tidak disiplinya manusia dalam mengelola sumberdaya yang ada di bumi. Salah satu factor penyebab global warming adalah asap kendaran bermotor dimana data yang di dapat dari astra Honda motor menyebutkan asap kendaraan mengandung Karbon Monoksida (CO), Nitrogen Oksida (NOX), Karbon Dioksida (CO2), Karbon (C), Air (H2O), dan Nitrogen (N2), selain itu apabila gas CO2 yang berlebih di udara, dapat mengurangi kesegaran dan kebersihan udara yang kita hirup. Gas CO2 juga bisa menjadi polusi udara apabila kadar dalam udara berlebih, karena jika udara mengandung gas CO2 yang berlebih, yaitu lebih dari 1000 ppm, dapat mengakibatkan gangguan kesehatan. Inovasi ini merupakan alat pengubah CO2 menjadi O2 dimana alat ini memanfaatkan alga chlorella sp sebagai absorbentnya, proses kerja dari teknologi ini adalah mengubah CO2 menjadi O2 dengan media chlorella sp sebagai absorbent yang dibuat menjadi gel dan penambahan sponge steel untuk menurunkan temperature pada knalpot. Tujuan dari program ini adalah untuk megetahui metode pembuatan dan pengujian inovasi ini. Dalam pembuatannya terdapat tahap desain, tahap pembuatan dan tahap pengujian. Tahap desain melalui pendekatan perancangan alat, parameter pengujian pada teknologi ini yaitu efisiensi besar keluaran oksigen serta waktu konversi. Pada perancangan nya selain alga chlorella sp juga ditambahkan sponge steel pada knalpot. Kata Kunci : chlorella sp, silica gel, converter, knalpot ABSTRACT Global warming is a process of increasing temperature that occur around the world, because of the lack of human in managing the existing resources on earth. One of the factors causing global warming is the smoke of motor vehicles where the data obtained from Astra Honda Motor mention smoke vehicles containing Carbon Monoxide (CO), Nitrogen Oxide (NOX), Carbon Dioxide (CO2), Carbon (C), Water (H2O) , And Nitrogen (N2), in addition if excessive CO2 gas in air, can reduce the freshness and cleanliness of the air we breathe.CO2 gas can also be air polluted if the levels in the air are excessive, because if air contains excess of CO2 gas, more than 1000 ppm, can cause health problems. Technology is a CO2 converter to O2 where it utilizes chlorella sp algae as absorbent, the process of this technology is converting
281
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 CO2 to O2 with chlorella sp media as absorbent made into silica gel and addition of sponge steel to reduce temperature on exhaust. The purpose of this program is to find out the method of manufacture and testing. The method of this research describe on design stage, the stage of manufacture and testing phase. The design stage through the tool design approach, testing parameters on this technology is the large efficiency of oxygen output and conversion time. Design in addition to chlorella sp algae also added sponge steel on the exhaust.
Keywords : chlorella sp, silica gel, converter, exha
PENDAHULUAN Pemasan global adalah suatu proses peningkatan temperatur suhu yang terjadi di seluruh dunia, hal ini terjadi akbat tidak disiplinya manusia dalam mengelola sumber daya yang ada di bumi (Martusa, 2009). Salah satu faktor penyebab global warming adalah asap kendaran bermotor dimana asap tersebut mengandung Karbon Monoksida (CO), Nitrogen Oksida (NOX), Karbon Dioksida (CO2), Karbon (C), Air (H2O), dan Nitrogen (N2) (Astra,2010). Di Indonesia semakin hari semakin banyak kendaraan bermotor sehingga asap motor semakin banyak dan pemanasan global akan semakin besar dikarenakan asap kendaraan banyak menghasilkan pembakaran yang mengandung CO2. Peningkatan konsentrasi gas karbon monoksida dan karbon dioksida di atmosfer akan menaikan temperature global (Ni’matulloh, 2012). Sehingga semakin banyak kendaraan bermotor akan semakin memperbesar bahaya global warming. Menurut korps lalu litas kepolisian republik Indonesia (KORLANTAS POLRI) perkembangan jumlah kendaraan bermotor dari tahun ke tahun rata-rata mengalami kenaikan 36 juta setiap tahunnya. Sehingga CO2 yang dihasilkan semakin meningkat, namun seiring perkembangan teknologi sudah banyak pembuatan alat penurun CO2 dengan konsep ilmu fisika selain itu sudah berkembang alat pengubah CO dengan konsep energi listrik, namun dari alat-alat tersebut masih memiliki kelemahan, pada alat pertama memiliki konsep tidak mengubah CO2 melainkan hanya menurunkan, sehingga CO2 masih tersebar. Sedangkan pada alat kedua memiliki kelemahan menggunakan energy listrik dikaranakan energy listrik merupakan
energy yang tidak terbarukan sehingga memboroskan energi. Inovasi kreatif yang ditawarkan adalah alat pengubah CO2 menjadi O2. Alat ini menggunakan absorbent chorella sp. Chlorella sp merupakan mikroalga uniseluller yang berwarna hijau dan berukuran mikroskopis, diameternya berukuran 3-8 mikrometer, berbentuk bulat atau bulat telur tidak mempunyai flagela sehingga tidak bisa bergerak aktif (Dyah, 2011). Diharapkan dengan menggunakan alat ini, dapat membantu penurunan kandungan CO2 dari gas buang pada kendaraan. Konsep penerapannya sendiri menggunakan konsep alami dimana kita menggunakan mikro alga chlorella sp untuk media penyaringnya sehingga lebih ramah lingkungan selain itu mikro alga yang digunakan juga mudah didapat sehingga alat ini sangat mudah diaplikasikan. Artikel ini merupakan bagian dari artikel yang akan di publikasikan selanjutnya. Gas CO2 yang berlebih di udara dapat mengurangi kesegaran dan kebersihan udara yangkita hirup. Gas CO2 juga bisa menjadi polusi udara apabila kadar dalam udara berlebih, karena jika udara mengandung gas CO2yang berlebih, yaitu lebih dari 1000 ppm, dapat mengakibatkan gangguan kesehatan (Rezki et al, 2016). Bahaya gas CO2 terhadap manusia sangat bervariasi dalam konsentrasi yang rendah dapat mengakibatkan pusing, lemas, dan berkeringat. CO2 dalam konsentrasi tinggi merupakan gas racun dan juga menyebabkan sesak napas karena kekurangan O2, hilangnya kesadaran bahkan kematian (Etikawati, 2015). Oksigen merupakan kebutuhan paling utama dalam sebuah kehidupan tanpa oksigen manusia bertahan hiduphanya dalam hitungan menit. Dimana kebutuhan
282
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 oksigen di dalam tubuh manusia antara lain untuk menjalankan fungsi otak dibutuhkan oksigen 20%, jantung membutuhkan oksigen 5%, otot memerlukan 15% oksigen, ginjal memerlukan asupan oksigen 20%, usus membutuhkan oksigen 35%, tulang, kulit, dll memerlukan asupan 10% oksigen (Mistra, 2008). Fotosintesis dapat digambarkan sebagai reaksi reduksi oksidasi yang dikendalikan oleh energi cahaya diserap oleh klorofil, dimana CO2 dan air dikonversi menjadi karbohidrat dan O2. Konversi tersebut dapat dibagi menjadi 2 tahap yaitu reaksi terang dan reaksi gelap. Pada tahap reaksi terang yang berlangsung dalam membran fotosintesis energi cahaya dikonversi menjadi energi kimia yang terdiri dari NADPH2 dan ATP. Kemudian pada tahap reaksi gelap, yang berlangsung dalam stroma, NADPH2 dan ATP dimanfaatkan sebagai reduktor biokimia untuk mengubah CO2 menjadi karbohidrat (Abdurrachman et al, 2013). Mikroalga Chlorella Sp Mikroalga adalah tumbuhan mikroskopis yang menggunakan karbon dioksida sebagai sumber karbon, merupakan salah satu organisme yang dapat tumbuh rentang kondisi yang luas dipermukaan bumi (Dyah, 2011). Menurut (Dyah, 2011) chlorella sp merupakan mikroalga uniseluller yang berwarna hijau dan berukuran mikroskopis, diameternya berukuran 3-8 mikrometer, berbentuk bulat atau bulat telur tidak mempunyai flagela sehingga tidak bisa bergerak aktif. Cara kerja Penelitian ini dilakukan dengan cara menglirkan asap CO2 menuju absorbent Chorella Sp melalui knalpot kemudian asap CO2 yang telah melalui absorbent tersebut. Sebelum dialirkan, diambil sampel CO2 untuk dianalisa kadarnya sebelum perlakuan.Kemudian gas yang sudah melewati Chlorella Spakan keluar melalui ujung knalpot dengan kadungan CO2 yang berkurang. Pada pembuatan rancang bangun yang telah dilakukan dibuat alat pengubah CO2 menjadi O2 dengan rancangan perangkat keras dan perangkat lunak. Desain ini mengacu pada tahapan proses yang ada
pada sistem pengurangan konsentrasi gas polutan yaitu input, proses, dan output (Rezki et al, 2016 ). BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Pelaksanaan Pembuatan alat dilaksanakan di Laboratorium Mekatronik Alat dan Mesin Agroindustri Jurusan Keteknikan Pertanian Universitas Brawijaya. Proses pembuatan alat ini akan dilaksanakan selama lima bulan dalam rentang waktu Maret 2016 sampai Juli 2016. Alat dan Bahan Dalam melaksanakan program ini, menggunakan alat dan bahan untuk menunjang pembuatan alat pengubah CO2 menjadi O2 di knalpot. Peralatan yang digunakan adalah gerinda, mesin bor, solder, mesin las, meteran. Bahan utama yang digunakan untuk pembuatan alat adalah stainless steel 316 karena tahan terhadap korosi dan chorella sp sebagai absorbent. Sedangkan bahan penunjang lainnya adalah kain filter, sponge, natrium silikat,sponge steel, dan bahan-bahan lain untuk pengental chlorella sp. Metode Kegiatan Alat ini memiliki bagian serta fungsi masing-masing dimana panjang dari alat ini sendiri 7 cm yang terbuat dari plat perforasi berfungsi agar lebih efisien dalam penyaringannya di dalam, selanjutnya ada saringan dibuat dari sponge untuk ditempatkannya chlorella sp sebagai absorbent, yang digunakan untuk mengubah CO2 (karbon dioksida) menjadi O2 (oksigen). HASIL DAN PEMBAHASAN Polusi udara adalah masalah utama bagi warga kota. Gas-gas yang dihasilkan oleh industri dan kendaraan bermotor membuat sesak napas dan menutupi jarak pandang pengguna jalan raya. Gas-gas yang menyumbang polusi udara mengandung bahan-bahan kimia yang berbahaya, diantaranya CO, Pb, jelaga, NO2, CO2, HC, SO2. Gas yang dihasilkan oleh pembakaran pada knalpot adalah CO, CO2, NOx dan HC. CO2 merupakan gas yang dihasilkan dari
283
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 pembakaran yang sempurna dan menyebabkan pemanasan global. Sehingga untuk menurunkan kadar CO2 dirancang sebuah alat untuk konversi CO2 menjadi O2 berbasis chlorella sp. Berdasarkan desainnya alat pengubah CO2 menjadi O2 ini memiliki bagian serta fungsi masing-masing dimana panjang dari alat ini sendiri 7cm yang terbuat dari plat perforasi, ada saringan dibuat dari sponge untuk ditempatkannya chlorella sp sebagai absorbent, yang digunakan untuk mengubah CO2 (karbon dioksida) menjadi O2 (oksigen). Bagian-bagian dari alat ini sendiri ada knalpot dan lubang knalpot sebagai tempat keluar gas buang kendaraan, saringan sambungan yang berfungsi sebagai penyaring dan ditempatkannya chlorella sp. Pada lubang knalpot dan saringan sambungan dibuat ulir untuk mempermudah pemasangan, kemudian bagian yang terakhir ada bagian pengeluaran yaitu tempat keluarnya gas buang yang sudah berkurang kandungan CO2nya.
Gambar 1. Tampilan desain alat Keterangan : 1. Knalpot 2. Lubang knalpot 3. Saringan Sambungan 4. Pengeluaran 5. Saringan pengeluaran Knalpot merupakan saluran pembuangan gas sisa pembakaran yang digunakan kendaraan bermotor, maksudnya adalah knalpot memiliki fungsi untuk membuang gas sisa hasil pembakaran yang dilakukan oleh mesin. Sejarahnya knalpot berfungsi untuk meredam hasil ledakan di ruang bakar. Ledakan hasil pembakaran campuran bahan bakar dan udara berlangsung cepat di dalam ruang bakar. Ledakan ini menimbulkan suara keras dan
sangat bising. Untuk meredam suara gas sisa pembakaran yang keluar dari ruang bakar tidak langsung dilepaskan ke udara, gas buang disalurkan dahulu ke dalam peredam suara atau muffler yang berada di dalam knalpot (Meriyanto, 2013). Absorbent yang digunakan chlorella sp memiliki sifat semakin tinggi suhu maka laju reaksi semakin besar, dengan suhu optimumnya 23-35°C (Ni’matulloh, 2012). SIMPULAN Gas yang dihasilkan oleh pembakaran pada knalpot adalah CO, CO2, NOx dan HC. CO2 merupakan gas yang dihasilkan dari pembakaran yang sempurna dan menyebabkan pemanasan global. Sehingga dirancang sebuah alat untuk konversi CO2 menjadi O2 berbasis chlorella sp. Chlorella sp memiliki sifat semakin tinggi suhu maka laju reaksi semakin besar, dengan suhu optimumnya 23-35°C UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada DP2M DIKTI sehingga terselenggarayanya kegiatan ini dengan judul konversi CO2 menjadi O2 pada knalpot sepeda motor berbasis chlorella sp, juga ucapan terima kasih kepada Bu Retno Damayanti selaku dosen pembimbing atas bantuannya dalam menyelesaikan kegiatan ini, dan terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat pada penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Abdurrachman, O & Meitiandari M, Luqman B. 2013. Peningkatan Karbon Dioksida dengan Mikroalga (Chlorella vulgaris, Chlamydomonas sp., Spirullina sp.) dalam Upaya Untuk Meningkatkan Kemurnian Biogas. Semarang: Universitas Diponegoro. Dyah, Shintawati. 2011. Produksi Biodiesel Dari Mikroalga Chorella Sp Dengan Metode Esterifikasi In-Situ. Semarang: Universitas Diponegro. Etikawati, Tri Wahyu & Wahyu Setyaningsih. 2015. Implementasi Model Pembelajaran Bencana Gas Beracun Pada Masyarakat Di Kawasan Dieng
284
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 Jawa Tengah. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Martusa, R. 2009. Peranan Enviromental Accounting Terhadap Global Warming. Bandung: Universitas Kristen Maranatha. Meriyanto, 2013. Analisis Panas Pada Knalpot Berbasis Sponge Steel. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Mistra. 2008. 3 Jurus Melawan Diabetes Mellitus. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI. Ni’matulloh. 2012. Pengaruh Co2 Tinggi Dan No2 Berbasis Komposisi Gas Buang Pltu Terhadap Pertumbuhan Mikroalga Chlorella Sp Vulgaris Dalam Sistem Kultivasi Semi Kontinu. Depok: Universitas Indonesia. Rezki, N & Meqorry Y, Dodon Y. 2016. Rancang Bangun Prototipe Pengurang Bahaya Gas Polutan Dalam Ruangan Dengan Metode Elektrolisis Berbasis Mikrokontroler. Padang: Universitas Andalas.
285
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
PILATOR, DETEKTOR SALMONELLA YANG CEPAT DAN AKURAT BERBASIS COLORIMETRIC BIOSENSOR Rapid Salmonella Detector, Inovation That Fast and Precise Based nn Colorimetric Biosensor Maria Florencia Puspitasari Schonherr1, Sri Mursidah2, Ani Masruroh 1, Rika Anisa Anggraeni1, Yunita Khilyatun Nisak1, Endrika Widyastuti1* 1Jurusan 2Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Brawijaya Teknologi Industri Pertanian, Universitas Brawijaya Email: [email protected]
ABSTRAK Keracunan pangan dapat disebabkan oleh makanan yang terkontaminasi bakteri patogen. Salah satu bakteri patogen yang sering menyebabkan keracunan pangan ialah Salmonella. Bakteri Salmonella menjadi penyebab dari 16,6 juta kasus keracunan dan 600.000 kasus kematian di seluruh dunia tiap tahunnya. Lebih dari 44% penyakit Salmonellosis disebabkan karena konsumsi telur. Metode pendeteksian yang ada selama ini memerlukan waktu yang lama serta peralatan dan bahan yang banyak sehingga dibutuhkan sebuah alat pendeteksian yang lebih cepat dan praktis. Rapid Salmonella Detector didesain khusus untuk mendeteksi salmonella pada telur menggunakan prinsip immunosensor yaitu biosensor yang menggunakan interaksi antigenantibody. Prinsip Kerja Rapid Salmonella Detector adalah antigen spesifik pada Salmonella akan berikatan dengan antibodi sekunder ber-tag alkaline phospatase yang telah diimobilisasi di kertas nitrocellulose, kemudian antibodi yang membawa antigen akan merambat dan memasuki zona hasil dan bereaksi dengan antibodi primer yang dengan penambahan substrat BCIP akan membentuk pola berwarna biru yang dapat dilihat secara langsung. Melalui teknologi ini, diharapkan dapat membantu masyarakat dan pemerintah dalam upaya menjaga dan meningkatkan keamanan pangan terutama di Indonesia Kata kunci: Salmonella, Telur, Biosensor, Immunosensor ABSTRACT Foodborne Disease is caused by pathogenic microorganism that already contaminating food. Salmonella is the most pathogenic microorganism that commonly caused this disease and be the reason of 16.6 million foodborne disease cases with 600.000 death case every year. More than 44% Salmonellosis is caused by eggs consumsion. Detection method that commonly being used are high in time consumming, need a lot of tools and also materials. Because of that, fast and practical detection kit are needed. Rapid Salmonella Detector is design to detect the presence of Salmonella in egg using immunosensor principal (biosensor that using antigen-antibody interaction). Specific antigen in Salmonella will bind with secondary antibody with alkaline phospatase tag that already being immobilized at nitrocellulose membrane. Then, secondary antibody that already bind antigen from salmonella flow to enter result zone and will react with primary antibody that with BCIP adding. In this step, it will create blue pattern that visible to naked eye. Hopefully, this technology can help people and goverment as effort to protect and increase food safety in Indonesia. Keywords: Salmonella, Eggs, Biosensor, Immunosensor
286
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 PENDAHULUAN Pangan merupakan kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial bagi kehidupan manusia. Salah satu syarat yang harus dipenuhi dari pangan adalah terjaminnya keamanan pangan sehingga dapat terhindar dari penyakit. Penyakit keracunan pangan atau foodborne disease bisa disebabkan oleh bakteri patogen (Sutejo, 2016). Salah satu bakteri patogen yang sering menyebabkan foodborne desease ialah Salmonella. Bakteri Salmonella menjadi penyebab dari 16,6 juta kasus keracunan makanan dan 600.000 kasus kematian di seluruh dunia setiap tahunnya. Lebih dari 44% penyakit Salmonellosis yang terjadi di dunia disebabkan karena konsumsi telur (CDC, 2001). Salmonellosis dapat menimbulkan beberapa gejala, diantaranya gastroenteritis, demam enterik seperti demam tifoid dan demam paratifoid (Poeloengan dkk, 2014). Potensi Salmonellosis pada telur dapat terjadi karena kontaminasi pada saat telur diinkubasi selama pengeraman dan cara memasak telur yang kurang sempurna seperti dimasak setengah matang atau dikonsumsi ketika masih mentah. Paahal Telur merupakan salah satu jenis bahan makanan berprotein tinggi yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Hal ini mengingat konsumsi telur nasional ratarata yang cukup tinggi, yaitu sebesar 8 Kg/Kapita/Tahun. Pada tahun 2014 tingkat konsumsi per kapita per tahun telur rata-rata adalah 0,13% (ISSN, 2015). Tingginya tingkat konsumsi telur ini membutuhkan perhatian khusus terhadap keamanan telur berupa pendeteksian keberadaan cemaran Salmonella, dimana menurut Standar Nasional Indonesia,batas maksimum cemaran mikroba dalam bahan makanan asal hewan berupa telur adalah mempunyai angka lempeng total (ALT) 1 x 101 cfu/g dan Salmonella sp. negatif/25gram. Upaya untuk mengetahui keberadaan Salmonella dalam bahan pangan, termasuk pada telur biasanya dilakukan dengan penanaman pada media Salmonella Shigella Agar (SSA), kemudian dilakukan pewarnaan gram dan dilakukan
identifikasi dengan melakukan uji biokimia serta fermentasi (TSIA, IMViC) (Nugraha, 2012). Metode pengujian lainnya yaitu dengan menggunakan pengujian mikrobiologi, yaitu dengan cara mengisolasi bakteri pada media selektif. Selanjutnya dilakukan serangkaian uji fisiologis (uji motil), uji metil- red, uji vogesproskauer, uji KIA, uji sitrat dan uji fermentasi karbohidrat (Notoatmodjo, 2002). Metode yang paling umum digunakan adalah metode PCR yang membutuhkan elektroforesis agarose untuk memvisualisasi hasil PCR atau amplikon (Tarigan, 2011). Namun metode-metode tersebut masih memerlukan waktu yang lama, dan bahan serta peralatan yang dibutuhkan juga sangat banyak sehingga diperlukan suatu alat pendeteksi yang cepat dan praktis untuk mengetahui keberadaan Salmonella di bahan pangan tersebut. Inovasi kreatif yang ditawarkan untuk pendeteksi adanya Salmonella dalam bahan pangan termasuk pada telur adalah PILATOR (Rapid Salmonella Detector). PILATOR didesain khusus untuk mendeteksi keberadaan Salmonella dalam telur menggunakan prinsip biosensor. Biosensor yang digunakan adalah jenis immunosensor yang menggunakan interaksi antara antigen dan antibody. Alat ini mempunyai 2 komponen yang berperan penting. Komponen pertama adalah komponen biologis yang bertindak sebagai pendeteksi utama analit. yang dapat berupa enzim, antibodi, DNA, dan whole cell dan komponen kedua adalah tranducer yang berperan penting dalam mengubah perubahan biokimia yang terjadi (Corcuera et al., 2003). Biosensor kalorimetri merupakan jenis biosensor yang langsung dapat diamati dengan menggunakan mata telanjang. Prinsip kerja biosensor kalorimetri yakni akan terjadi perubahan warna jika hasilnya positif. Namun jika hasilnya negative, maka tidak ada perubahan warna yang terjadi (Koyun, 2012). PILATOR dibuat dengan mengkombinasikan enzim, kolorimetrik dalam platform kertas, sebagai inovasi
287
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 detektor Salmonella pada bahan pangan yang cepat, praktis dan akurat. Artikel ini merupakan bagian dari artikel selanjutnya. Diharapkan melalui artikel dari teknologi ini dapat membantu masyarakat dan pemerintah dalam upaya menjaga dan meningkatkan keamanan pangan terutama di Indonesia. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian LoD LoD (Limit of Detection) adalah konsentrasi minimal dari analit dalam sampel yang dapat terukur sebagai level spesifik dari pengujian. Nilai LOD dapat diperoleh dari standar deviasi hasil pengukuran idenpenden 10 larutan standar maupun sampel dengan konsentrasi yang sangat rendah. LOD dapat diukur dengan rumus : (Armbuster, 2008). Limit of detection = LoB (Limit of Blank) + C(SDs) Dimana C bernilai 1,645 dan SDs adalah standar deviasi hasil pengukuran. Pada Pengujian pilator, akan dilakukan pengujian LoD menggunakan Salmonella typhimurium antibody yang akan direaksikan dengan kultur Salmonella dengan seri konsentrasi dengan perlakuan duplo. Kemudian hasil pengukuran absorbansi yang diterima dihitung standar deviasinya dan dihitung nilai LoDnya berdasarkan rumus perhitungan yang ada pada literatur. Hasil pengukuran dinyatakan kurang baik apabila standar deviasi yang diperoleh terlalu tinggi Pengujian Linieritas Linieritas menunjukkan akurasi dari respon pengujian terukur yang membentuk garis lurus yang secara matematis dituliskan sebagai y=mc. Dimana c merupakan konsentrasi sampel, y merupakan respon sinyal hasil pengukuran dan m adalah sensitivitas/LoD dari biosensor. Linieritas artikan pula sebagai perubahan linier dari hasil pengukuran karena keberadaan analit dalam range konsentrasi tertentu (Bhalla, 2016). Pada Pengujian Pilator akan dilakukan uji linieritas dengan cara melihat intensitas warna yang terbentuk dari setiap pengujian dimana pengujian akan dilakukan dengan
menggunakan Salmonella typhimurium antibody yang akan direaksikan dengan sampel telur dengan seri konsentrasi dengan penambahan substrat BCIP sebanyak 2 tetes. Dilihat intensitas warna yang terbentuk. Hasil dari pengujian Linieritas menurut literatur seharusnya menunjukkan makin tinggi konsentrasi analit yang digunakan maka konsentrasi dari warna yang terbentuk juga akan semakin tinggi (perubahan terjadi secara linier). Pengujian Selektivitas Selektivitas adalah kemampuan dari bioreseptor untuk mendeteksi analit spesifik pada sampel yang mengandung kontaminan lain. Contoh dari selektivitas adalah interaksi antigen dengan antibodi (Bhalla, 2016). Pada pengujian Pilator dilakukan uji selektivitas dengan cara menguji Salmonella typhimurium antibody dengan antigen Salmonella, antigen E.coli dan sampel steril. Hasil yang diperoleh menurut literatur seharusnya Salmonella typhimurium antibody hanya bisa mendeteksi keberadaan antigen salmonella ditandai dengan hasil uji positif (terjadi pembentukan warna biru setelah penambahan BCIP) dan untuk sampel antigen E.coli dan sampel steril akan menunjukkan hasil uji negatif (tidak terbentuk warna biru setelah penambahan BCIP). Pengujian Waktu Deteksi Alat Pada pengujian Pilator, pengujian waktu deteksi dimulai dari waktu sampel dialirkan pada platform yang digunakan dimana di dalam platform tersebut sudah diimobilisasi antibodi primer dan sekunder hingga terjadi perubahan warna akibat reaksi enzim Alkaline Phospatase dengan substrat BCIP dengan menggunakan sampel kultur murni Salmonella sebagai acuan waktu pendeteksian sebelum diuji cobakan pada sampel telur yang sudah diinkubasi dengan media SSA selama semalam. Hasil pengujian seharusnya menunjukkan reaksi perubahan warna akan terjadi hanya dalam hitungan menit. Menurut Thompson (2006) waktu pendeteksian kit Salmonella adalah sekitar 20 menit.
288
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 Pengujian Expired Date Alat Pada pengujian Pilator, pengujian expired date alat diukur dengan cara membuat 5 buat biosensor dan disimpan pada suhu -20˚C. Satu biosensor akan diujikan setiap satu minggu sekali untuk mengetahui performansi dari biosensor yang dibuat masih baik atau tidak. Hasil yang diperoleh seharusnya akan menunjukkan hasil performansi dari biosensor yang dibuat masih dalam kondisi yang baik karena Salmonella typhimurium antibody yang digunakan memiliki umur simpan selama 12 bulan pada suhu -20˚C (Bioss, 2017). SIMPULAN Untuk menguji alat PILATOR, dilakukan lima macam uji, yaitu uji LoD, uji linieritas, uji selektivitas, uji waktu deteksi alat, dan uji expired date alat. Uji LoD didapatkan dengan cara mereaksikan Salmonella typhimurium antibody dengan kultur Salmonella dengan seri konsentrasi dengan perlakuan duplo. Hasil pengukuran dinyatakan kurang baik apabila standar deviasi yang diperoleh terlalu tinggi. Untuk hasil uji linieritas, seharusnya menunjukkan semakin tinggi konsentrasi analit yang digunakan maka konsentrasi dari warna yang terbentuk juga akan semakin tinggi (perubahan terjadi secara linier). Untuk uji selektivitas, seharusnya menunjukkan hasil positif dengan adanya perubahan warna menjadi biru setelah diteteskan substrat BCIP.
Kemudian untuk uji deteksi alat, seharusnya pendeteksian hanya berlangsung ±20 menit. Dan untuk uji expired date alat, seharusnya performansi alat masih dalam keadaan baik selama ±12 bulan jika disimpan pada suhu -20°C. UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih kami ucapkan untuk Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian sebagai penyedia sarana dan fasilitas untuk melakukan kegiatan, kepada Ibu Endrika Widyastuti S.Pt., M.Sc., MP sebagai dosen pembimbing, kepada Bapak Satuman sebagai distributor antibody, dan temanteman yang telah mendukung kegiatan ini. Semoga kegiatan yang kami lakukan bermanfaat untuk semua pihak. DAFTAR PUSTAKA Armbuster, D dan T. Pry. 2008. Limit of Blank, Limit of Detection and Limit of Quantitation. Clinic Biochemistry Reviews Volume 29:49-52 Bhalla, N; P. Jolly; N. Formisano; dan P. Estrela. Introduction to Biosensors. Essay in Biochemistry Volume 60 : 1-8 Thompson dan Lindhardt. 2006. Singlepath Salmonella. Journal of AOAC Volume 89: 417-432 Bioss. 2017. Salmonella typhimurium antibody. Dilihat 4 Mei 2017. https://www.biossusa.com/products/ bs-4801r.
289
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
BIOELCITY (BIOMETER ELECTRICITY) SEBAGAI DETEKSI CEPAT NON DESTRUKTIF POL DAN BRIX TEBU BERBASIS ARTIFICIAL NEURAL NETWORK BIOELCITY (Biometer Electricity) For Quick Detection Non Destructive Pol and Brix Cane Based on Artificial Neural Network Danang Hermawan Putra1, Widhi Sulistyaning Ratri2, Zulva Zolanda Fatmawati3, Mila Armiati4, dan Riyadlotul Ula5 1,2,4,5Program
Studi Teknologi Industri Pertanian, Universitas Brawijaya 3Program Studi Teknik Elektro, Universitas Email: [email protected] Jl. Veteran, Lowokwaru, Malang
ABSTRAK Tebu sebagai bahan baku pembuatan gula, berperan sebagai komoditas pokok penunjang perekonomian nasional sekaligus sumber penghidupan bagi jutaan petani. Selama ini petani dan pabrik menentukan harga tebu dengan menggunakan system bagi hasil berdasarkan besarnya rendemen sementara tebu setelah diukur di laboratorium pabrik. Nilai rendemen sementara tebu menunjukkan kadar gula dalam tebu. Masalah yang sering muncul antara petani dan pabrik gula adalah bias dalam pengukuran rendemen sementara. Dalam rangka mewujudkan transparansi antara petani dan pabrik, diperlukan hitung cepat nilai pol dan brix untuk menentukan perkiraan rendemen sementara secara cepat. BIOELCITY sebagai alat pengukuran pol dan brix terdiri dari rangkaian pengukur sifat biolistrik (kapasitansi dan resistensi) pada frekuensi rendah dilanjutkan prediksi pol dan brix tebu dilakukan menggunakan Artificial Neural Network dengan algoritma backpropagation yang membandingkan data sifat dielektrik tebu dengan nilai pol dan brix tebu sejenis sebagai pembanding. Frekuensi yang digunakan pada pengambilan data dielektrik adalah 100, 120, 1000, dan 10000 Hz sehingga BIOELCITY bekerja berdasarkan frekuensi tersebut. Alogaritma backpropagation yang digunakanterdiriatas 4 lapisan (layer), 1 lapisan input 2 lapisan tersembunyi (hidden layer) dan 1 lapisan. Hasil output yang didapat diinterface menjadi nilai pol dan brix yang dapat menjadi tolok ukur nilai rendemen sementara tebu. Kata Kunci: Artificial neural network, Biolistrik, Brix, Deteksi cepat, Pol
ABSTRACT Sugar cane as a raw material for making sugar, serves as a basic commodity supporting the national economy as well as a source of livelihood for millions of farmers. During this time farmers and factories determine the price of sugarcane by using a profit-sharing system from the yield of sugar cane while it is offset by the factory. The value of rendement while cane shows sugar in sugarcane. The problem that often arises between farmers and sugar factories is the bias in the measurement of the temporary yield. In order to realize transparency between farmers and factories, fast and fast calculation is required. BIOELCITY as a pol and brix measurement tool consists of measuring the properties of biolistrik (capacitance and resistance) at low frequencies in order to predict polarity and polarization using using Artificial Neural Networks with backpropagation algorithm comparing data of dielectric properties of sugar cane with similar pol and sugarcane brix grades as comparison. The frequency used in the dielectric data is 100.120, 1000, and 10000 Hz so that BIOELCITY works on that frequency. The backpropagation algorithm used is 4 layers (layer), 1 input layer 2 hidden layer (hidden layer) and 1 layer. The obtained outputs are interfaced into pol and brix values that can be benchmarks of the yield value while cane. Keywords: Artificial neural network, Biolistrik, Brix, Detection fast, Pol
290
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
PENDAHULUAN Tebu sebagai bahan baku industri gula menjadi faktor penting dalam produksi gula. Besarnya produksi gula di Indonesia bergantung pada hasil panen yang diperoleh petani tebu. Akan tetapi manisnya gula tidak semanis hidup para petani tebu yang menggantungkan hidup dari hasil panen kebunnya. Permasalahan utama yang muncul ketika tebu diolah menjadi gula yaitu seberapa besar rendemen yang dihasilkan. Menurut Manalu (2006) rendemen tebu adalah kadar gula yang terkandung di dalam tebu yang dihitung menggunakan acuan awal rendemen sementara tebu melalui Nilai Nira Perahan Pertama (NNPP). Oleh karena itu rendemen tebu menjadi tolok ukur bagi hasil antara petani dengan pabrik gula. Salah satu hal yang menjadi polemik petani tebu sampai saat ini yaitu belum adanya transparansi pengukuran rendemen tebu. Hal tersebut menimbulkan ketidak percayaan petani pada pabrik gula. Pengukuran rendemen tebu yang dilakukan dipabrik melalui proses panjang dan memakan banyak waktu. Besarnya rendemen tebu dipengaruhi oleh nilai pol dan brix tebu. Menurut Boldagi et al., (2005) metode laboratorium untuk mengukur pol dan brix nira tebu membutuhkan waktu yang lama dan tidak mudah diaplikasikan di kebun. Biolistrik merupakan salah satu karakter kelistrikan suatu sel atau jaringan pada makhluk hidup. Berdasarkan penelitian Taghinezhad (2012) sifat biolistrik dapat digunakan untuk menduga kadar air tebu, selain itu (Jackson dan Jayanthy, 2014) sifat biolistrik dapat diaplikasikan sebagai pengukuran kadar sukrosa pada nira tebu. Melalui pemanfaatan sifat bilolistrik tebu dapat dirancang alat cepat ukur untuk menduga nilai pol dan brix tebu menjadi salah satu solusi permasalahan yang muncul antara petani tebu dengan pabrik gula. BIOELCITY merupakan alat pengukuran pol dan brix terdiri dari rangkaian pengukur sifat biolistrik (kapasitansi dan resistensi) pada frekuensi rendah dilanjutkan prediksi pol dan brix
tebu dilakukan menggunakan Artificial Neural Network (ANN) dengan algoritma backpropagation yang membandingkan data sifat dielektrik tebu dengan nilai pol dan brix tebu sejenis sebagai pembanding. Hasil dari ANN di buat interface sehingga memudahkan dalam membaca pendugaan. BAHAN DAN METODE Bahan Penelitian Penelitian ini menggunakan 2 varietas tebu yaitu Bululawang (BL) dan Pasuruan Jengkol (PSJK) yang di ambil dari pabrik Gula Krebet Malang. Alat Penelitian Alat penelitian ini adalah LCR Meter, satu set pararel plate, penggaris, timbangan analitik, gergaji, thermometer digital, polari meter, brix weighner dan laptop. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Agrokimia Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Metodologi Penelitian Tahap Pengukuran Sifat Biolistrik Pengukuran nilai sifat biolistrik disiapkan dengan rancangan alat seperti Gambar 1.
Gambar 1. Rangkaian Alat Penggukur Sifat Biolistrik
291
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 berikut 𝑀𝑆𝐸 =
(Singh, 1
[ ∑𝑁 (𝑌 𝑁 𝑖=1 𝑚𝑜𝑑𝑒𝑙,𝑖
2009): 2
− 𝑌𝑚𝑒𝑎𝑠,𝑖 ) ]
(1)
Keterangan: 𝑌𝑚𝑜𝑑𝑒𝑙,𝑖 = nilai prediksi 𝑌𝑚𝑒𝑎𝑠,𝑖 = nilai aktual n = jumlah dataset yang diukur
Gambar 2. Posisi Pengukuran Sampel Tebu Secara Longitudinal Sampel tebu Varietas BL dan PSJK berumur lebih dari 10 bulan. Sampel tebu dipotong 2 cm, kemudian diuji sifat biolistrik meliputi kapasitansi ( C ) dan resistansi ( R ) pada frekuensi 100 Hz, 120 Hz, 1000 Hz, dan 10000 Hz dengan posisi longitudinal Gambar 2. Perancangan Topologi ANN Perancangan model topologi ANN (Gambar 3) menggunakan Software Matlab R2015a dan diproses menggunakan komputer Intel(R) Core(TM) i762 bit CPU 2.10 Ghz. 724 dataset input dan 60 dataset output berupa % pol dan % brix nira tebu. Data yang diolah dengan ANN merupakan hasil pengukuran sifat biolistrik, % pol dan % brix setelah dilakukan proses cleaning berdasar karakteristik biolistrik tebu. Setelah proses cleaning, data sifat listrik tebu digunakan sebagai data input dalam ANN, sedang data rendemen sementara tebu berperan sebagai target ANN, dengan variasi proporsi data 83,33%-16,67%, dan 66,67%-33,33%. Sebelum dirancang topologi ANN, dataset yang digunakan dilakukan preprocessing karena memiliki skala berbeda. Salah satu teknik preprocessing yang digunakan adalah normalisasi Min-Max. Optimasi ANN dilakukan dengan analisis sensitivitas. Penelitian ini menggunakan analisis sensitivitas dengan variasi jumlah node hidden layer [10, 20,30,40], dan jumlah hidden layer [1, 2] dengan learning rate 0.1, serta momentum 0.9. Perancangan topologi ANN terbaik dilihat dari parameter Mean Square Error (MSE) validasi terendah dan koefisien korelasi validasi tertinggi dari 40 kombinasi perlakuan. Indikator error model digunakan nilai MSE. Nilai MSE dirumuskan sebagai
Topologi terbaik digunakan sebagi formulasi pendugaan % pol dan % brix tebu. Aplikasi tersebut diharapkan dapat mengintregasikan teknik pengukuran sifat biolistrik dengan model ANN. Dengan demikian penduggan % pol dan % brix tebu dapat dilakukan secara in line.
Gambar 3. Diagram Alir Perancangan ANN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biolistrik Tebu Penentuan karakteristik biolistrik tebu dilihat dari pengukuran beberapa sifat biolistrik dan variasi frekuensi pengukuran. Kapasitansi adalah kemampuan untuk menyimpan muatan listrik bahan (Johns, 292
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017
Resistansi (R) 4.00E-06
Nilai Biolistrik
2014). Nilai kapasitansi berbanding terbalik dengan frekuensi (Gambar 4). Penambahan frekuensi menyebabkan pergeseran muatan negatif dan positif di sekitar permukaan plat kapasitor lebih cepat sehingga terjadi pengurangan densitas muatan yang besar di paralel plate. Menurut Juansah (2012) ketika kapasitor belum terisi penuh dan arus listrik telah berbalik arah maka jumlah muatan yang tersimpan akan berkurang.
3.00E-06 2.00E-06 1.00E-06
Rs
0.00E+00
4.00E-06 3.00E-06 2.00E-06 1.00E-06 0.00E+00
Frekuensi Gambar 5. Hubungan Feuensi dan Kapasitansi Tebu
10000
1000
120
Cs
100
Nilai Biolistrik
Kapasitansi (C)
Frekuensi
Gambar 4. Hubungan Frekuensi dan Kapasitansi Tebu Resistansi merupakan kemampuan benda untuk menahan aliran arus listrik. Biasanya resistansi yang diukur merupakan resistansi total pada bahan, karena dapat dengan mudah didefinisikan (Young, dan Freedman, 2011). Resistansi berbanding terbalik dengan frekuensi (Gambar 5), dengan kulit dan serat tebu bertindak sebagai resistor. Peningkatan nilai resistansi secara signifikan menunjukkan tebu bersifat resistif. Dengan demikian, rangkaian listrik biolistrik tebu diduga berupa rangkaian resistor kapasitor (RC). Pemodelan ANN Hasil pengukuran sifat biolistrik berupa nilai kapasitansi (C), dan resistansi (R) setelah dilakukan korelasi dengan frekuensi dan proses cleaning data didapat rangkaian biolistrik tebu berupa rangkaian resistor kapasitor (RC). Data tersebut dilakukan trial error proporsi data untuk proses training dan validasi.
Tabel 1. Trial Error proporsi Data Pelatihan dan Validasi Data Pelatihan Data Validasi (%) (%) Regresi 83.33
16.67
66.67
33.33
Hasil trial error menunjukkan proporsi data trainning X dan data validasi Y menghasilkan nilai regresi ( R ) tertinggi. Proses pelatihan dapat dilakukan secara optimal melalui kelompok data berbeda dengan mengubah presentase data serta melakukan evaluasi nilai regresi tertinggi. Optimasi Topologi ANN Melalui analisis sensistivitas pada ANN dapat diperoleh topologi ANN terbaik. Analisis sensitivitas yang dilakukan pada tahap ini yaitu jumlah hidden layer dan node hidden layer. Berikut hasil analisis sensistivitas ANN Tabel 2. Tabel 2 Analisis Sensistivitas ANN Topologi
MSE
R Validasi
Validasi 2-40-40-2 2-40-20-2 2-30-40-2 Topologi ANN yang terbaik diperoleh pada 2-X-Y-2 (2 node input layer, X node hidden layer 1, Y node hidden layer 2, dan 2
293
Prosiding Simposium Nasional “Contribute Youth Innovation To Be Part of Magnificent Journey for SDG’s 2030”, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya 17 Mei 2017 node output) Gambar 6. Hasil MSE dari topologi terbaik sebesar XY dengan koefisien korelasi sebesar YZ (Gambar 7). Gambar 6. Topologi ANN Terbaik Gambar 7. Koefisien Korelasi Tahap Validasi Topologi ANN dengan hidden layer lebih banyak dapat meregeneralisasi lebih baik jika dibandingkan dengan jumlah hidden layer yang lebih sedikit (Dixit dan Uday, 2008). Semakin tinggi jumlah hiden layer yang digunakan dapat menghambat laju konvergensi. Laju konvergensi terbaik dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8 Laju Konvergensi ANN Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi konvergensi, salah satunya adalah penentuan momentum dan learning rate. Nilai learning rate yang kecil dapat merubah bobot menjadi kecil dan menggerakkan kurva MSE dengan halus, sehingga proses pelatihan menjadi lama akan tetapi dapat menghasilkan eror yang kecil. Perlu digunakannya momentum guna mengimbangi penggunaan learning rate. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari terjadinya perubahan bobot yang mencolok (Siangn, 2005). Topologi ANN terbaik dapat diaplikasikan dalam interface untuk pendugaan nilai pol dan brix tebu secara langsung (Gambar 9).
Boldaji, M. N., Milad, F. D., Seyed A. M., Mahdi G. V. 2015, Dielectric Power Spectroscopy for the Non-Destructive Measurement of Sugar Concentration in Sugarcane. Biosystem Engineering. 140 : 1- 10. Dixit, P. M., dan Uday S. D. 2008. Modelling of Metal Forming and Machining Processes. Springer-Verlag, London. Jackson, B. and Jayanthy, T. 2014. Determination of Sucrose in Raw Sugarcane Juice by Microwave Method. Indian Journal of Science and Technology 7(5) : 566-570. Johns, P. 2014. Clinical Neuroscience. Elsevier, London. Juansah, J. 2013. Kajian Spektroskopi Impedansi Listrik Untuk Evaluasi Kualitas Buah Jeruk Keprok Garut Secara Nondestruktif. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Singh, K. P., Priyanka O., Amrita M., Gunja J. 2009. Partial Least Squares and Artificial Neural Networks Modeling for Predicting Chlorophenol Removal from Aqueous Solution. Chemometrics and Intelligent Laboratory Systems. 99. 150-160. Taghinezhad, J., Alimardani, R., dan Jafari, A. 2012. Development of A Capacitive Sensing Device for Prediction of Water Content in Sugarcanes Stalks. International Journal of Advanced Science and Technology (44) : 61-68. Manalu, L.P. 2006. Studi Kasus Penentuan Rendemen Tebu di Pabrik Gula BUMN. Jurnal Keteknikan Pertanian. 20(1):1-8.
Gambar 9 Interface Pendugaan Nilai Pol dan Brix Tebu Interface digunakan dengan memasukkan data kapasitansi dan resistansi, kemudian ditekan tombol ‘Predict’, akan didapat nilai prediksi pol dan brix tebu. SIMPULAN Tebu cenderung bersifat kapasitif dan resistif, sehingga model biolistriknya berupa rangkaian resistor kapasitor (RC). Melalui pemanfaatan sifat biolistrik tebu dapat dilakukan pendugaan nilai pol dan brix tebu menggunakan bantuan ANN. DAFTAR PUSTAKA
294