1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Palsi serebral adalah suatu kelainan statis nonprogresif yang disebabkan oleh cedera otak pada periode prenatal, perinatal dan postnatal, yang berpengaruh pada ketidakmampuan untuk mengendalikan fungsi motorik, postur/ sikap dan pergerakan yang disebabkan oleh kerusakan sistem saraf pusat (Jones dkk., 2007). Faktor risiko dan etiologi palsi serebral beragam serta multifaktorial. Menurut Jan (2006), asfiksia perinatal sebagai penyebab palsi serebral sekitar 8%15% dari seluruh kasus. Penelitian epidemiologik menunjukkan hanya sekitar 12%-23% palsi serebral yang berkorelasi dengan asfiksia intrapartum (Volpe, 2001). Diagnosis kelainan neurologis yang diakibatkan oleh asfiksia perinatal masih banyak membutuhkan diskusi dan menimbulkan kontroversi (Menkes dan Sarnat, 2006). Diagnosis asfiksia pada neonatus tidak ditegakkan dari skor Apgar. Namun sebagi simplified assessment, The American College of Obstetricians and Gynecologists and The American Academy of Pediatrics (2003) menyarankan skor Apgar rendah (0-3) pada umur 5 menit sebagai kriteria asfiksia intrapartum. Skor Apgar mengekspresikan kondisi fisiologis bayi, namun juga mempunyai keterbatasan terhadap waktu dan penilaian yang cukup subjektif. Selain itu skor Apgar rendah juga tergantung pada maturitas bayi, obat-obat sedasi yang digunakan ibu saat persalinan serta kelainan otak dan jantung kongenital
2
(Goldsmith dan Karotkin, 2003). Asfiksia, ensefalopati hipoksik iskemik dan palsi serebral adalah suatu konsep integral dalam memahami neurologi neonatus (Shevell dkk., 2004). Di seluruh dunia terdapat lebih dari 15 juta orang penyandang palsi serebral (Pharbu, 2006). Menurut Jan (2006), angka kejadian palsi serebral di seluruh dunia adalah sekitar 2-2,5 tiap 1000 kelahiran hidup. Secara epidemiologik, prevalensi palsi serebral adalah 1,5-2,5 tiap 1000 kelahiran hidup (Shevell, 2004; Kuban dan Leviton, 1994). Angka kejadian palsi serebral di Eropa sebanyak 2,5 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan di Skandinavia sebanyak 1,21,5 per 1000 kelahiran hidup (Adnyana, 1995). Di Indonesia pada umumnya maupun di Yogyakarta pada khususnya, belum ada data epidemiologik yang pasti tentang palsi serebral. Aspek sosial palsi serebral membawa konsekuensi psikososial yang cukup berat yang harus ditanggung penyandang palsi serebral, keluarganya maupun masyarakat. Konsekuensi tersebut diantaranya adalah gangguan emosi dan kehilangan kesempatan bagi penyandang palsi serebral, biaya untuk pemeriksaan, obat-obatan dan perawatan suportif serta pengorbanan kepentingan anggota keluarga lainnya (Ismail dan Sitaresmi, 2004). Didasari permasalahan pada latar belakang di atas kami tertarik melakukan penelitian ini. Topik skor Apgar rendah sebagai faktor risiko palsi serebral ini kami angkat sebagai penelitian mengingat penelitian-penelitian sebelumnya secara umum banyak membahas tentang hubungan antara skor Apgar dengan kelainan neurologik dan kematian, skor Apgar sebagai prediktor kelainan
3
neurologik serta luaran kognitif dari studi kohort tentang skor Apgar rendah. Apabila skor Apgar rendah adalah salah satu faktor risiko kejadian palsi serebral pada anak, maka usaha-usaha promotif dan preventif pada saat sebelum persalinan (saat kehamilan) dan saat persalinan perlu dilakukan agar pada bayi baru lahir tidak asfiksia (dengan skor Apgar yang tidak rendah), yang pada akhirnya diharapkan akan dapat mengurangi kejadian palsi serebral pada anak.
B. Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang di depan dapat dirumuskan suatu permasalahan, apakah skor Apgar rendah merupakan faktor risiko untuk kejadian palsi serebral pada anak ?
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah skor Apgar rendah merupakan faktor risiko untuk kejadian palsi serebral pada anak.
D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian tentang faktor risiko skor Apgar rendah untuk palsi serebral pada anak ini adalah : 1. Manfaat bagi penyandang palsi serebral dan keluarganya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam pemahaman bagi penyandang palsi serebral dan keluarganya tentang palsi serebral, sehingga dapat
4
meningkatkan peran aktif keluarga dalam penatalaksanaan penyandang palsi serebral untuk meningkatkan kualitas hidupnya. 2. Manfaat teoritis. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai suatu kontribusi bagi pengetahuan tentang skor Apgar dan palsi serebral, kaitannya dengan neurologi anak, tumbuh kembang, perinatologi, psikologi anak dan cabang-cabang ilmu lainnya. 3. Manfaat praktis. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai data bagi bahan pertimbangan dalam upaya-upaya preventif terhadap kejadian palsi serebral pada anak.
5
E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang telah ada sebelumnya, yang sejauh ini dapat ditemukan : Tabel 1. Penelitian-penelitian sebelumnya No 1.
Judul Penelitian, Peneliti, Tahun
Keterangan, Metode Penelitian, Analisis statistik
Neonatal Signs as Predictors of Cerebral Palsy.
Pada 40.057 bayi baru lahir dicatat tanda-tanda disfungsi neurologik yang dievaluasi secara prospektif untuk memprediksi cacat motorik di kemudian hari.
Nelson KB dan Ellenberg JH. 1979.
Kohort. Risiko relatif, uji x2
Hasil, Kesimpulan Tanda disfungsi neurologik skor Apgar standar : 1 menit skor Apgar 4-6 : CP=0,4%, mati=4%, RR=2; 5 menit skor Apgar 4-6 : CP=1,3%, mati=14%, RR=5; 1 menit skor Apgar 0-3 : CP=1,7%, mati=18%, RR=8; 5 menit skor Apgar 0-3 : CP=5,1%, mati=44%, RR=21. Pada skor Apgar yang diperpanjang : 10 menit skor Apgar 0-3 : CP=12,6%, mati=68%, RR=54; 15 menit skor Apgar 0-3 : CP=22,5%, mati=81%, RR=96; 20 menit skor Apgar 0-3 : CP=38,1%, mati=87%, RR=162. Skor Apgar rendah merupakan faktor risiko untuk palsi serebral. Skor Apgar rendah yang menetap pada 10,15 dan 20 menit berguna dalam deteksi dini bayi dengan risiko tinggi terjadinya kelainan jangka panjang (cacat) dan kematian.
6
2.
Apgar Scores as Predictors of Chronic Neurologic Disability. Nelson KB dan Ellenberg JH. 1981.
49.000 bayi dihitung skor Apgarnya pada umur 1 menit dan 5 menit saat lahir. Bila skor Apgarnya tidak mencapai 8 atau lebih, dilakukan penilaian lanjutan pada umur 10, 15 dan 20 menit. Selanjutnya secara prospektif diikuti perjalanannya hingga umur 7 tahun. Kohort. Uji x2.
Skor Apgar 0-3 (rendah) pada umur 1 dan 5 menit terdapat peningkatan risiko kematian dan peningkatan risiko kecacatan neurologik termasuk palsi serebral. Skor Apgar rendah yang berlanjut hingga umur 20 menit dan mampu bertahan hidup sebanyak 57,1% menyandang palsi serebal, dengan disertai kecacatan neurologik yang lain seperti retardasi mental, epilepsi, gangguan bicara dan gangguan pendengaran. Skor Apgar rendah pada umur 1 dan 5 menit digunakan sebagai prediktor kematian dan kecacatan. Terdapat hubungan antara skor Apgar sangat rendah pada umur lebih dari 5 menit (15 dan 20 menit) dengan kecacatan neurologik termasuk palsi serebral.
7
3.
Association of Apgar Scores with Death and Neurologic Disability. Ehrenstein V. 2009.
Analisis terhadap penelitianpenelitian sejenis sebelumnya guna mencari hubungan antara skor Apgar rendah dengan risiko kematian neonatus dan kelainan neurologik. Systematic review Meta analisis
Dari 17 penelitian yang diteliti terdapat 6 penelitian yang meneliti dengan luaran kematian dan/ atau 14 penelitian yang meneliti dengan luaran kelainan neurologik yang terdiri atas palsi serebral, epilepsi dan kejang serta fungsi kognitif. Terdapat hubungan yang cukup konsisten antara skor Apgar rendah dengan peningkatan risiko relatif terjadinya kematian neonatus serta kelainan neurologik. Semakin rendah skor Apgar, semakin berisiko terjadi kematian pada neonatus tersebut dan bila mampu bertahan hidup, risiko terjadi kelainan neurologik setelahnya akan semakin besar.
Penelitian tentang skor Apgar rendah sebagai faktor risiko untuk palsi serebral pada anak ini berbeda dengan penelitian-penelitian di atas dalam hal metode penelitian yang digunakan, uji statistik yang dipakai, sumber data, besar sampel, luaran penelitian serta tempat/ lokasi penelitian.