SHALAWAT BURDAH ANTARA RITUAL KEAGAMAAN DAN TRADISI JAWA ( Studi Kasus di Pondok Pesantren Kramat, Dusun Sejambu, Desa Kesongo, Kec.Tuntang, Kab. Semarang )
SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh
Oleh ANA SUPRIYANTI NIM 11109074
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2013 1
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi Saudara : Nama
: Ana Supriyanti
NIM
: 11109074
Jurusan
:Tarbiyah
Program studi
: Pendidikan Agama Islam
Judul
: SHALAWAT BURDAH ANTARA RITUAL KEAGAMAAN DAN TRADISI JAWA (Studi
Kasus
Sejambu,
di
Desa
PONPES Kesongo,
Kramat
Dusun
Kec.Tuntang,
Kab.Semarang)
Telah kami setujui untuk di munaqosahkan.
Salatiga, 15 September 2013 Pembimbing
Achmad Maimun,M.Ag NIP. 19700510 199803 1 003
2
3
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO 4T = (Teken)
= Ilmu
(Takon)
= Bertanya
(Tukon)
= Biaya
(Tekan)
= Sampai pada cita-cita
PERSEMBAHAN Untuk Ibuku (Sri Chayati) yang telah membesarkan, merawat, dan mendidikku dengan penuh kasih sayang. Untuk Ayahku (Muh Tanwir) yang telah bekerja keras meneteskan peluh untuk membiayai sekolahku hingga perguruan tinggi ini. Untuk Adikku (Luqman Hidayat) yang telah sudi menemani, bertukar fikiran, dan mendengarkan keluh kesahku selama ini. KK‟ku yang selalu setia dikala senang dan sedihku. Terimakasih untuk semuanya...
4
ABSTRAK Supriyanti, Ana. 2013. Shalawat Burdah Antara Ritual KeagamaandanTradisiJawa (StudiKasus di Pondok Pesantren Kramat Dusun Sejambu, Desa Kesongo, Kec. Tuntang, Kab. Semarang) Pembimbing: Achmad Maimun, M. Ag. Kata kunci: Shalawat Burdah antara ritual keagamaan dan tradisi Jawa. Penelitian ini untuk mengetahui Shalawat Burdah yang bentuk dari salah satu ritual keagamaan dan tinjauan tradisi Jawa yang berada di dalamnya.Pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah : (1) Bagaimana pengertian Shalawat Burdah ?, (2) Bagaimana ritual keagamaan dalam Shalawat Burdah yang dilakukan di Pondok Pesantren Kramat ?, (3) Bagaimana pemaknaan dalam tradisi Jawa dari simbol benda-benda yang ada dalam Khataman Shalawat Burdah ?. untuk menjawab pertanyaan itu maka peneliti mencoba menggunakan dengan pendekatan penelitian Kualitatif. Metode kualitatif dipandang sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku ini dapat diamati terhadap fakta-fakta yang ada saat sekarang dan melaporkannya sesuai dengan apa yang terjadi melalui hasil catatan wawancara, observasi dan dokumentasi dari data-data yang diperlukan dalam penelitian. Shalawat Burdah merupakan kumpulan syair-syair shalawat yang ditujukan untuk Nabi Muhammad SAW.Syair shalawat ini ditulis oleh seorang penyair bernama Abu Abdillah Syarafudin Abi Abdillah Muhammad bin Khamad ad- Dalashi ash-Shanja Asy- Syadzili al-Bushiri yang kemudian dikenal sebagai Imam Bushiri. Shalawat Burdah terdiri dari 160 bait yang terbagai menjadi 10 bab. Majelis Shalawat Burdah merupakan satu kegiatan ritual keagamaan yang dilakukan di Pondok Pesantren Kramat.Shalawat Burdah dilakukan satu kali pada setiap minggunya yakni pada hari Kamis malam Jumat. Sedangkan Khataman Shalawat Burdah dilakukan 2 kali setiap tahunnya yakni pada bulan Robiul Awal dan Sya‟ban. Pemakaian benda-benda yang dijadikan ornament dekorasi yang memiliki arti saat Khataman Burdah dan mengandung nasehat hidup orang Jawa tersebut dimaksudkan untuk melestarikan tradisi Jawa sehingga benda-benda itu memiliki berbagai fungsi yaitu sebagai hiasan dekorasi serta penyampaian nasehat dengan cara yang berbeda dan itu merupakan tradisi Jawa yang perlu dilestarikan.
5
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: Ana Supriyanti
NIM
: 11109074
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini di tulis atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiyah.
Salatiga, 16 Agustus 2013 Yang menyatakan,
Ana Supriyanti
6
KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan taufiq dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang memerlukan pemikiran dan waktu yang cukup lama ini. Dan tak lupa shalawat serta salam senantiasa dihaturkan kepad Rosulullah SAW, keluarga, serta sahabat dan pengikutnya. Skripsi merupakan kewajiban setiap mahasiswa dalam rangka memperoleh gelar sarjana. Oleh sebab itu penulis menyusun skripsi yang berjudul “Shalawat Burdah Antara Ritual Keagamaan Dan Tradisi Jawa (Studi Kasus Di Pondok Pesantren Kramat Dusun Sejambu, Desa Kesonggo, Kec.Tuntang ,Kab.Semarang)” dengan selesainya skripsi ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada : 1. Ketua jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu di lembaga tersebut. 2. Bapak Achmad Maimun, M.Ag yang selalu memberikan motivasi serta bimbingan hingga selesainya skripsi ini. 3. Bapak/Ibu dosen jurusan tarbiyah STAIN Salatiga yang dengan ilmunya penulis mendapat tambahan wawasan. 4. Bapak Kyai Suweifi Hidayat selaku pengasuh PONPES Kramat yang dengan keterbukaanya mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di pondok pesantren tersebut.
7
5. Teman-teman seperjuangan di HMI Cabang Salatiga yang telah menerima keluh kesah dan sudi memberikan solusi atas masalah yang dihadapi penulis serta menjadi tempat penulis bertukar pikiran dan pendapat . Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih atas dorongan dan semangatnya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Semoga bantuan Bapak/Ibu/Kanda/Yunda mendapat balsan dan ridha dari Allah SWT. Amin Salatiga, 16 Agustus 2013
Penulis
8
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ ii HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN .......................................................... iii HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN................................................ iv HALAMAN ABSTRAK...................................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN..................................... vi HALAMAN KATA PENGANTAR .................................................................. vii HALAMAN DAFTAR ISI ............................................................................... viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................. 5 C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 6 D. PenegasanIstilah. ................................................................................... 6 E. ManfaatPenelitian .................................................................................. 8 F. Metode Penelitian .................................................................................. 8
9
G. Sistematika Penulisan Skripsi ............................................................. 15
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. ShalawatBurdah…………..….............................................................. 17 1. Pengertian Shalawat Burdah………………………...……......... 17 2. Biografi Pengarang………………………….………................ 19 3. Isi Kandungan Shalawat Burdah …………….…………........ 23 4. Fadhilah Shalawat Burdah ……………….……………........... 37 B. Ritual Keagamaan ……………………………................................
39
1. Pengertian Ritual Keagamaan ……………………………......
39
2. Justifikasi Ayat-Ayat Yang Berkaitan Dengan Shalawat Burdah …………………………………….……..... C. Tradisi Jawa………………………………...…….....……...............
40 45
1. Pengertian Tradisi Jawa …………...………………………....
45
2. Bentuk-BentukTradisi Jawa …....…………………………....
47
3. Mistisisme Jawa……………....…………………………...….
51
4. Singkretisme Agama Islam di Jawa…....………………...…..
54
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Kramat.....…….....................
56
B. Ritual Keagamaan Shalawat Burdah ……......................................
58
1.
Tata cara Shalawat Burdah …………………..………………
58
2.
Tujuan Dan Fungsi Shalawat Burdah…………………….... 10
67
3.
Keterlibatan Jama‟ah Dalam Ritual Shalawat Burdah ……
69
C. Tradisi Jawa Yang Terdapat Dalam Rangkaian Shalawat Burdah.............................................................
70
BAB IV PEMBAHASAN A. Shalawat Burdah Prespektif Nilai-Nilai Yang Terkandung di dalamnya ……………………......……... ...
80
B. Shalawat Burdah Prespektif Dalil Islam Secara Murni...........................................................................
83
C. ShalawatBurdahPrespektifAkulturasiBudaya Jawadan Agama Islam.......................................................................
85
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................................
88
B. Rekomendasi ....................................................................................
90
C. Kata penutup ………………………………………………......... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
11
91
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai umat Islam sosok uswah khasanah kita yakni Nabi Muhammad SAW, yang menjadi figur yang baik dan patut menjadi contoh untuk kehidupan pada saat ini. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam Q.S.AlAhzab[33]:21
Artinya :” Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (Abdurrahman,2005:254) Umat Islam diberikan dua pedoman yang paling utama dalam menjalani kehidupan di dunia ini yakni Al-Quran dan Hadist sesuai dengan ayat/hadits di bawah ini “ Sungguh telah saya tinggalkan untukmu dua perkara tidak sekali-kali kamu sesat selama kamu berpegang kepadanya yakni kitabullah dan sunah Rosulnya .”(H.R. Malik) (Hasbi Asy Sidieqy,1980:25) Pedoman yang kedua ini merupakan acuan untuk dapat memahami ajaranajaran dalam Al-Quran yang biasanya masih membutuhkan tafsiran dan pemaknaan yang jelas. Oleh sebab ituHadist diperlukan untuk hal tersebut. Hadis atau As Sunah dalam pengertiannya adalah segala sesuatu yang berasal dari Nabi baik berupa ucapan,tingkahlaku maupun ketetapan beliau.(Abdurrahman,2005:2) Dengan posisi yang teramat penting bagi umat 12
Islam tersebut maka,tidak heran jika banyak cara yang dilakukan umat Islam dalam mengagungkan sosok Nabi Muhammad SAW. Salah satunya adalah dengan bershalawat. Shalawat merupakan bentuk pengejawantahan dari rasa cinta kita kepada Nabi Muhammad SAW dan juga terhadap keluarga beliau seperti bunyi shalawat yang selalu kita ucapkan ketika shalat.
عً اي ِؾّذٚ ُ صً عً ِؾّذٌٍٙ ا “ Ya Allah,sampaikanlah shalawat (salam) untuk Muhammad dan keluarga Muhammad.” Dengan begitu,memahami kedudukan Rasulullah SAW dan keluarganya merupakan bentuk wujud kecintaan dan keyakinan terhadap perintah Allah SWT yang tertulis dalam Q.S.Al-Ahzab [33]:56 yang berbunyi :
Artinya : ”Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” Ayat ke-56 Surat Al-Ahzab tersebut jelas menerangkan bahwa Allah sendiri telah “Turun Tangan” untuk bershalawat kepada Nabi sebelum menyuruh orang-orang beriman meniru-Nya.(Mulyadi, 2010:77) selain itu ayat ini merupakan dalil bahwa bershalawat kepada nabi adalah wajib. Ada banyak hadits yang menegaskan tentang kewajiban seorang mukmin untuk bershalawat kepada Rossulullah SAW. Diantaranya adalah hadits yang
13
diriwayatkan oleh Muslim,Abu Daud,Tirmidzi dan Nasa‟i dari Ka‟ab bin alQamah dan Abdullah bin Umar,Nabi SAW bersabda : “Jika engkau mendengar Muadzin (menyeru) maka tirukanlah seperti yang dikatakannya,kemudian bershalawatlah kepadaku karena barang siapa yang bershalawat kepadaku satu kali,maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali,kemudian mintalah Allah wasilah untukku karena ini merupakan kedudukan di surga yang tidak layak diberikan kecuali kepada seorang hamba Allah.dan aku berharap akulah orangnya. Barang siapa meminta wasilah kepada Allah untukku,maka dia akan mendapat syafaat.” Al-A‟masy dan Ibnu Masdawaih meriwayatkan dari Abu Hurairoh,Nabi SAW bersabda,” Bershalawatlah kepadaku karena shalawatmu adalah zakat bagimu.” Hadits ini disebutkan dalam Al-Jami‟a Ash Saghir dan di hasankan oleh pensyarahnya. (Adib, 2009:245) Berbicara mengenai Islam maka tak lepas dari jasa para wali dan ulama yang telah berjasa menyebarkan ajaran Islam sampai kepelosok negeri ini. Jika dikhususkan lagi kita akan mengenal sosok Sunan Kalijaga. Yakni putra Raden Sahur Tumenggung Wilatikta, Adipati Tuban. (Khalid, 2009:57) Beliau dikenal sebagai seorang yang dapat bergaul dengan segala lapisan masyarakat. Dari kalangan bawah hingga kalangan atas. Jika para wali lain kebanyakan hanya berdakwah dengan mendirikan pesantren atau padepokan maka Sunan Kalijaga lebih memilih dakwah dengan metode berkeliling hal ini menjadikan Sunan Kalijaga lebih mengerti akan kondisi masyarakat Jawa Tengah khususnya. Dengan memanfaatkan kesenian rakyat yang ada beliau dapat bergaul dan mengumpulkan rakyat untuk kemudian diajak untuk mengenal agama islam. Beliau ahli menabuh gamelan, pandai mendalang, pandai menciptakan
14
tembang
yang
kesemuanya
itu
dipergunakan
untuk
kepentingan
dakwah.(Khalid, 2009:64) Terhadap adat istiadat rakyat yang kental akan pengaruh agama HinduBudha yang berkembang sebelumnya seperti penggunaan Kemenyan,Sesaji, Mantra-mantra beliau tidak langsung menentang secara tajam yang akhirnya hanya membuat mereka lari dan enggan mengenal islam.dan di berinya adat lama itu warna islami.Dengan cara yang luwes tersebut maka banyaklah orang Jawa yang bersedia masuk Islam. Shalawat yang merupakan bentuk pengejawantahan dari rasa cinta seorang muslim terhadap Nabi Muhammad SAW. Dalam perkembangan shalawat memiliki banyak ragam dan jenisnya. Salah satunya yakni Burdah. Shalawat Burdah merupakan shalawat yang dikarang oleh seorang penyair yang memiliki nama lengkap Abu Abdillah Syarafudin Abi Abdillah Muhammad bin Khamad Ad Dalashi as Shanhaji asy Syadzili al Bushiri yang kemudian termasyhur menjadi Imam Bushiri. (Baharun, 1996:xvii) Berbagai macam versi musik dan cara melantunkannya menjadi menarik dan patut untuk dijadikan objek penelitian ialah kegiatan Shalawat Burdah yang dilakukan di PONPES Kramat yang terletak di Dusun Sejambu, Desa Kesonggo, Kec. Tuntang, Kab. Semarang. Mengapa menjadi menarik untuk dijadikan objek penelitian? karena, selain Shalawat Burdah sebagai kegiatan keagamaan yang dilakukan setiap malam jumat pada setiap minggunya, ternyata di dalam rangkain alunan shalawat juga terdapat pembakaran kayu Gaharu atau kayu Cendana yang berbau harum. Hal ini mengingatkan kita
15
pada kemenyan yang selalu ada dalam ritual keagamaan sebelum datangnya pengaruh agama Islam di pulau Jawa. Namun apakah pemaknaanya sama atau berbeda? selain itu penggunaan simbol-simbol benda yang di pasang sebagai dekorasi saat Khataman Shalawat Burdah sebagai bentuk peringatan maulud Nabi Muhammad SAW seperti adanya Kentongan Bambu, Pohon Jagung, Sapu lidi, Kelapa Gading, aneka macam buah-buahan dan penggunaan ornamen dekorasi daun Janur atau daun Kelapa yang masih muda dan berwarna kuning. Ternyata mengandung makna dan arti tersendiri. Oleh sebab itu maka hal ini menjadi menarik untuk diteliti. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut penulis bermaksud mengadakan penelitian secara ilmiah mengenai hal tersebut. Untuk itu penulis mengambil
judul
SHALAWAT
BURDAH
ANTARA
RITUAL
KEAGAMAAN DAN TRADISI JAWA(Studi Kasus di Pondok Pesantren Kramat, Dusun Sejambu, Desa Kesongo, Kec.Tuntang, Kab. Semarang ). B. Rumusan Masalah Berdasarkan dari masalah diatas penulis dapat mengambil permasalahan sebagai berikut : 1. Apa pengertian Shalawat Burdah ? 2. Bagaimana ritual keagamaan dalam Shalawat Burdah yang dilakukan di PONPES Kramat ? 3. Bagaimana pemaknaan dalam tradisi Jawa dari simbol benda-benda yang ada dalam Khataman Shalawat Burdah yang dilakukan di PONPES Kramat ?
16
C. Tujuan Penulisan Secara umum penelitian ini ingin mengetahui tentang jenis Shalawat Burdah yang merupakan salah satu ritual keagamaan serta bentuk–bentuk tradisi Jawa yang berada di dalamnya. Oleh karena itu yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengertian Shalawat Burdah. 2. Untuk mengetahui ritual keagamaan dalam Shalawat Burdah yang dilakukan di PONPES Kramat. 3. Untuk mengetahui pemaknaan dalam tradisi Jawa dari simbol benda-benda yang ada dalam KhatamanShalawat Burdah yang di lakukan di PONPES Kramat. D. Penegasan Istilah Skripsi ini
berjudul Shalawat Burdah Antara Ritual Keagamaan Dan
Tradisi Jawa.(Studi Kasus Di Pondok Pesantren Kramat, Dusun Sejambu, Desa Kesonggo, Kec.Tuntang, Kab.Semarang). Untuk menghindari kesalahan pada penafsiran maka disini penulis memberikan penegasan kearah pembahasan yang sesuai dengan maksud penulis. 1. Shalawat Burdah Shalawat Burdah merupakan himpunan puisi dan syair madah yang dibuat oleh seorang penyair bernama Syarafudin Abi Abdillah Muhammad bin Khammad Ad Dalashi as Shanhaji asy Syadzili al Bushiri yang kemudian termasyhur dengan panggilan Imam Bushiri saja. (Baharun, 1996:xvii)
17
Shalawat Burdah terdiri dari 10 tema pokok bahasan yaitu (1) Prolog, berjumlah dua belas bait; (2) Peringatan akan bahaya mengikuti hawa nafsu, sebanyak enam belas bait; (3) Pepujian sebanyak tiga puluh bait ;(4) Kisah kelahiran Nabi, sebanyak tiga belas bait; (5) Mukjizat, sebanyak enam belas bait; (6) Al-Quran, sebanyak tujuh belas bait; (7) Isra‟ Mi‟raj, sebanyak tiga belas bait; (8) Jihad, sebanyak dua puluh dua bait; (9) Penyesalan dan permohonan ampun, sebanyak dua belas bait; (10) Penutup, sebanyak dua belas baitdan ada yang berpendapat sembilan belas bait.(Adib, 2009:33) 2. Ritual Keagamaan Ritual adalah pola-pola pikiran yang dihubungkan dengan gejala ataupun penjelasan-penjelasan yang mempunyai ciri-ciri mistis. Secara umum ritual keagamaan dalam islam dapat dibedakan menjadi dua yaitu ritual yang mempunyai dalil yang jelas dan tegas tertera dalam Al-Quran dan Hadis seperti contohnya ritual bentuk pertama ini adalah Shalat. Dan ritual bentuk kedua adalah ritual yang tidak memiliki dalil yang jelas dalam Al-Quran maupun Hadis contohnya adalah Marhabanan,peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW (Mauludan), dan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ritual bentuk kedua yaitu peringatan hari kelahiran Nabi SAW. ( http://alu_syahrudin.blogspot.com ) 3. Tradisi Jawa Tradisi Jawa merupakan berbagai pengetahuan tentang adat kebiasaan yang secara rutin turun temurun dijalankan oleh masyarakat Jawa dan
18
menjadi kebiasaan yang bersifat rutin. Penggunaan simbol benda-benda tertentu yang memiliki makna tersendiri masih dipertahankan sebagai bentuk
dari
pelestarian
warisan
nenek
moyang.
(http://bambang
indrayana.blospot.com ) E. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat teoritis, memberikan pemahaman kepada masyarakat muslim mengenai Shalawat Burdah khususnya kepada jama‟ah Shalawat Burdah yang berada di PONPES Kramat mengenai Shalawat Burdah di tinjau dari bentuk ritual keagamaan dan tradisi Jawa yang berada didalamnya.
2.
Manfaat Praktis a.
Memberikan masukan dan wacana baru bagi pengasuh PONPES Kramat mengenai ritual keagamaan dan tradisi Jawa yang ada dalam Shalawat Burdah.
b.
Meningkatkan pengetahuan bagi penulis dan pembaca.
F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan jenis penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Kualitatif. Metode kualitatif, di pandang sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku ini dapat diamati terhadap faktafakta yang ada saat sekarang dan melaporkannya seperti apa yang terjadi. 2. Kehadiran Peneliti
19
Peneliti dalam hal ini bertindak sebagai instrumen penelitian. Artinya, peneliti terjun langsung ke lapangan untuk proses penelitian dan pengumpulan data. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sistem wawancara tidak terstruktur, peneliti memungkinkan melakukan hal tersebut. Dengan latar
belakang ritual keagamaan artinya peneliti
memiliki pengetahuan dasar tentang ritual keagamaan Shalawat Burdah sehingga memungkinkan mengembangkan pertanyaan waawancara secara mendalam di lapangan. Peneliti mengadakan komunikasi dengan objek penelitian memakai Bahasa Jawa Krama Alus, yang memungkinkan komunikasi lebih akrab dan mudah dipahami sehingga akan terjalin atara peneliti dan responden. Peneliti mengumpulkan data dan mencatat data secara terperinci mengenai hal-hal yang bertalian dengan permasalahan yang sedang diteliti, misalnya mengenai pelaksanaan ritual keagamaan Shalawat Burdah di tempat penelitian, makna-makna dari penggunaan bendabenda saat Khataman Burdah serta mengenai kondisi pondok pesantren dan sebagainya. 3. Lokasi Penelitian Penelitian ini akan difokuskan pada Shalawat Burdah dalam rangkaian acara peringatan mulid Nabi Muhammad SAW dan yang rutin dilakukan setiap malam Jumat di PONPES Kramat yang terletak di
20
Dusun Sejambu, Desa Kesonggo, Kec.Tuntang, Kab. Semarang, Provinsi Jawa Tengah. 4. Sumber Data Data
dalam
penelitian
ini
diperoleh
melalui
sumber
lapangan,sumber data lapangan adalah pengasuh PONPES Kramat, jama‟ah Shalawat Burdah dan para santri di pondok tersebut. Sedangkan sumber data sekundernya yaitu syair Shalawat Burdah serta buku-buku yang ditulis oleh orang lain. Tentang Shalawat Burdah, ritual keagamaan dan tradisi Jawa, hasil laporan dan hasil penelitian yang sudah dilakukan terlebih dahulu. 5. Prosedur Pengumpulan Data Prosedur wawancara
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah mendalam.
Wawancara
mendalam
untuk
menggali
informasi lebih dalam mengenai pikiran serta perasaan responden untuk mengetahui lebih jauh bagaimana
responden memandang ritual
keagamaan Shalawat Burdah dan tradisi Jawa yang ada di dalamnya berdasarkan prespektifnya. Wawancara dilakukan dalam bentuk percakapan informal dengan menggunakan lembaran berisi garis besar tentang apa-apa yang akan ditanyakan yaitu : a.
Pengalaman responden dalam mengikuti Shalawat Burdah.
b. Pendapatan, pandangan, tanggapan, tafsiran atau pikiran responden tentang ritual keagamaan Shalawat Burdah.
21
c.
Pendapat, pandangan, tanggapan, tafsiran atau pikiran responden tentang tradisi Jawa yang terdapat alam acara Khataman Shalawat Burdah seperti penggunaan (Sanepo), makna-makna di balik benda-benda yang terdapat dalam kegiatan tersebut.
6. Analisis Data Data dalam penelitian kualitatif sangat beragam bentuknya. Ada berupa catatan wawancara, rekaman suara, gambar, foto, peta, dokumen, bahkan rekaman pada shoting lapangan. (Pohan, 2007:94) Analisi data adalah proses menyusun data agar dapat ditafsirkan menyusun data berarti menggolongkan ke dalam pola, tema, atau kategori. Mencari hubungan antara berbagai konsep (Pohan, 2007:133) Analisis data ini sendiri akan dilakukan dalam tiga cara yaitu : a. Reduksi Data Data yang diperoleh di lapangan ditulis dalam bentuk uraian yang sangat lengkap dan banyak. Data tersebut direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal pokok, difokuskan kepada hal-hal penting yang berkaitan dengan masalah. Sehingga memberi gambaran yang lebih tajam tentang hasil wawancara. Reduksi dapat membantu dalam memberikan kode kepada aspek-aspek yang dibutuhkan. b. Penyajian Data Analisis ini dilakukan untuk mengkaji data-data yang telah direduksi dengan kajian ilmu ynag berhubungan dengan tema
22
penelitian. Dalam hal ini data-data wawancara yang diperoleh di lapangan tentang ritual keagamaan Shalawat Burdah akan dikaji lebih mendalam dengan mengaitkan dengan tradisi Jawa yang terdapat di dalamnya. c. Kesimpulan dan verifikasi Data yang sudah dipolakan, difokuskan dan disusun secara sistematis baik melalui reduksi dan pengkajian data kemudian disimpulkan
sehingga
makna
data
bisa
ditemukan.
Namun,
kesimpulan ini baru bersifat sementara saja dan bersifat umum. Supaya kesimpulan secara lebih mendalam maka, diperlukannya data yang baru sebagai penguji terhadap kesimpulan tadi. 7. Pengecekan Keabsahan Data Tehnik pemeriksaan data dalam penelitian ini dilaksanakan berdasarkan beberapa kriteria tertentu yang di bagi menjadi empat kriteria yang digunakan untuk, melakukan pemeriksaan keabsahan, yaitu :
a. Derajat kepercayaan (Credibility) Kredibilitas ini merupakan konsep pengganti dari konsep validitas internal dalam penelitian kuantitatif. Karena kredibilitas ini berfungsi untuk melakukan penelaahan data secara akurat agar tingkat kepercayaan penemuan dapat tercapai. Adapun
23
tehnik dalam
menentukan kredibilitas ini adalah memperpanjang masa observasi, menganalisis kasus negatif, menggunakan bahan referensi triangulasi. b. Keteralihan (Transferability) Konsep ini merupakan pengganti dari validitas eksternal dalam penelitian kuantitatif. Validitas eksternal diperlukan dalam penelitian kuantitatif
untuk
memperoleh
generalisasi.
Dalam
kualitatif.
Generalisasi tidak dipastikan, ini tergantung pada pemakai, apakah akan dipastikan lagi atau tidak karena, tidak akan situasi yang sama. Transferability hanya melihat kemiripan sebagai kemungkinan terhadap situasi-situasi yang berada. Tekhnik yang digunakan untuk transferabilitas ini dilakukan dengan uraian rinci (Thick Description). c. Kebergantungan (Dependability) Konsep ini merupakan pengganti dari konsep reability dalam penelitian kuantitatif, tercapai bila alat ukur yang digunakan secara berulang-ulang dan hasilnya sama. Dalam penelitian kualitatif, alat ukur bukan benda melainkan manusia atau si peneliti itu sendiri. Lain dari pada itu rancangan penelitian terus berkembang yang dapat dilakukan dalam penelitian kualitatif adalah pengumpulan data sebanyak mungkin selama penelitian. Tehnik yang digunakan untuk mengukur kebergantungan adalah auditing, yaitu pemeriksaan data yang sudah dipolakan. d. Kepastian (Confirmability)
24
Konsep ini merupakan pengganti dari konsep objektifitas pada penelitian kuantitatif. Bila pada kualitatif, objektifitas itu diukur melalui orangnya atau penelitinya. Diakui bahwa peneliti itu memiliki pengalaman subjektif. Namun, bila pengamatan tersebut dapat disepakati oleh beberapa orang maka,pengalaman peneliti itu bisa dipandang objektif. Jadi, persoalan objektifitas dan subjektifitas dalam peneliti kualitatif sangat ditentukan oleh seseorang. (Pohan, 2007:140) 8. Tahap-tahap Penelitian a.
Kegiatan Administratif yang meliputi : pengajuan ijin operasional untuk penelitian dari ketua STAIN Salatiga kepada pihak pengasuh PONPES Kramat, Dusun Sejambu, Desa Kesongo, Kec. Tuntang, Kab. Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Menyusun pedoman wawancara dan administrasi lainya.
b. Kegiatan lapangan yang meliputi : 1) 2)
Survei awal untuk mengetahui gambaran lokasi. Memilih sejumlah santri dan jamaah sebagai informan yang dianjutkan dengan responden penelitian.
3)
Melakukan
observasi
lapangan
dengan
melakukan
wawancara sejumlah responden maupun informan sebagai langkah pengumpulan data. 4)
Menyajian data dengan susunan dan urutan yang memungkinkan memudahkan melakukan pengkajian data.
25
5)
Mereduksi data dengan cara membuang data-data yang lemah atau menyimpang. Setelah mulai tampak adanya kekurangan data sebagi akibat proses reduksi data.
6)
Melakukan
verifikasi
untuk
membuat
kesimpulan-
kesimpulan sebagai deskriptif temuan penelitian. 7)
Menyusun laporan akhir untuk dijilid dan dilaporkan .
Penelitian ini dilaksanakan dengan asisten peneliti dan memakan waktu selama 90 hari dengan rincianalokasi waktu sebagai berikut : 1.
Persiapan (pengurusan ijin, penyusunan desain operasional, dan pembuatan instrumen, pengumpulan data) selama 15 hari.
2.
Pengumpulan data selama 15 hari.
3.
Pengolahan dan analisis 20 hari.
4.
Penyusunan laporan selama 15 hari.
5.
Revisi dan pengadaan selama 5 hari.
G. Sistematika Penulisan Skripsi Dalam memahami skripsi ini, maka perlu diketahui tata urutan penulisannya. Adapun tata urutannya sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN Pendahuluan memuat : latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi.
26
BAB II
LANDASAN TEORI Landasan teori berisi tentang teori-teori yang berhubungan dengan variabel penelitian yaitu : Shalawat Burdah yang meliputi pengertian, biografi pengarang, isi kandungan Shalawat Burdah, Fadilah Shalawat Burdah. Ritual keagamaan meliputi pengertian dan justifikasi ayat-ayat tentang shalawat. Tradisi Jawa yang berisi tentang pemaknaan dari benda-benda yang terdapat dalam acara khataman Burdah.
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN Metode penelitian berisi tentang jenis penelitian,subjek dan objek
penelitian,
tehnik
pengumpulan
data,
tehnik
pengambilan sampel dan analisis data. BAB IV
PEMBAHASAN Pada
bab
ini
akan
menguraikan
analisis
terhadap
pandangan jamaah dan santri PONPES Kramat terhadap shalawat burdah, analisis tentang pandangan pengasuh PONPES Kramat terhadap pemaknaan benda-benda yang terdapat dalam acara Khataman Burdah. BAB V
PENUTUP Berisi kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran serta rekomendasi yang berhubungan dengan pihak terkait.
27
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Shalawat Burdah 1. Pengertian Shalawat Burdah Dalam bahasa Arab lafadz ا دٍٛ صmerupakan bentuk jamak dari صال حyang mempunyai asal kata ٍٟص٠ -ٍٟ صyang berarti berdoa atau memohon. Shalat (bentuk jamak dari shalawat) jika datang dari Allah kepada Nabi-Nya bermakna rahmat dan kerelaan. Jika dari para malaikat berarti permohonan ampun. Dan bila dari umatnya bermakna sanjungan dan pengharapan agar rahmat dan kerelaan Tuhan dikekalkan. (Panuluh, 2009:64) Burdah artinya adalah jubah dari kulit atau bulu binatang. Pada awalnya, burdah tidak memiliki muatan nilai historis apa-apa selain sekedar sebutan bagi baju hangat atau jubah sederhana yang biasa dipakai oleh orang-orang arab. Muatan nilai sakral baru muncul ketika pada suatu hari, Nabi Muhammad SAW menghadiahkan baju burdah yang biasa beliau pakai kepada Ka‟ab Ibn Zuhair (w. 662 M) seorang penyair kenamaan yang baru saja masuk islam sebagai penghargaan atas syair gubahannya yang berisi penghormatan dan sanjungan terhadap Nabi Muhammad SAW dan agama islam yang dibawanya. (Adib, 2009:23) Berdasarkan pendapat yang lain kata burdah sebenarnya memiliki arti berupa mantel dari wol yang dapat dipakai sebagai jubah diwaktu siang dan dipakai sebagai selimut diwaktu malam hari. (Baharun, 1996:xi) 28
Shalawat Burdah merupakan syair puji-pujian yang ditujukan untuk Nabi Muhammad SAW. yang ditulis oleh seorang penyair bernama Abu Abdillah Syarafudin Abi Abdillah Muhammad bin Khammad adDalashi ash Sanhaji asy-Syadzili Al Bushiri. (Masykuri, 2009:xv) yang kemudian terkenal sebagai Imam Bushiri. Mengapa shalawat ini dinamakan sebagai Shalawat Burdah? Berdasarkan cerita Bushiri sendiri konon ketika ia sedang menderita kelumpuhan akibat penyakit yang bernama Angin Merah. dalam mimpinya ia bertemu dengan Rasulullah SAW dan kemudian Rasul memberikan mantel (burdah) itu kepadanya. Yakni mantel yang sama seperti yang diberikan Ka‟ab. ia terkejut dan melompat dari tidurnya sehingga lumpuhnya tak terasa lagi. Begitu bangun ia merasa terharu sekali lalu menulis syair-syair yang dikenal dengan judul Al-Kawakib Ad Durriyah (Bintang-bintang gemerlapan). Syair tersebut berisi tentang pujipujian terhadap Nabi. Dan karena ada hubungannya dengan mantel yang diberikan oleh Nabi maka kemudian syair-syair tersebut dikenal dengan nama Al-Burdah. Burdah terdiri dari 160 bait, yang berisi tentang nasehat dan peringatan. upamanya soal angkara nafsu, pujian kepada Nabi, keagungan Al-Quran, Isra‟Mi‟roj, jihad prajurit Nabi Muhammad SAW, doa-doa (munajad-munajad) serta shalawat kepada Nabi, keluarga, para sahabat (Masykuri, 2009:xvii).
29
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian bahwa shalawat merupakan bentuk puji-pujian yang ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW. Bentuk dan ragam shalawat beraneka macam salah satunya yakni Shalawat Burdah yang merupakan syair puji-pujian yang dikarang oleh seorang penyair bernama Abu Abdillah Syarafudin Abi Abdillah Muhammad bin Khamad ad-Dhalashi ash-Shanja asy-Syadzili alBushiri yang kemudian di kenal sebagai Imam Bushiri. 2. Biografi Pengarang Muhammad bin Sa‟id ash-Shanja al-Bushiri, bergelar Syarafudin (kemuliaan agama) dan memiliki nama Kunyah Abu Abdillah. Lahir pada bulan Syawal tahun 807 Hijriyah di Bahsyim, sebuah desa yang termasuk bagian wilayah Bahansa di Barat sungai Nil Mesir. Imam Bushiri juga disebut-sebut berdarah Maroko dari marga Bani Habnun.(Masykuri, 2009:xix) Ibunya berasal dari Bushir, sedangkan moyang-moyangnya dari garis ayah tinggal di Dalash. Oleh karena itu, kadang ia di sebut AlBushiri, kadang Ad-Dalashi, kadang Ad-Dalashiri gabungan dari Dalashi dan Bushiri. Awal studinya dimulai dengan menghafal Al-Quran, lalu ke Kairo bergabung dengan para pelajar yang menuntut ilmu di Masjid Syekh Abd Az-Zahir. di situ Al-Bushiri belajar berbagai macam ilmu agama, juga ilmu bahasa dan sastra. Kairo merupakan kota
yang menjadi tempat
tinggal Bushiri dalam masa yang panjang dalam hidupnya.
30
Pada tahun 1250-an M, disaat berusia sekitar 40 tahun, Al- Bushiri mulai mempelajari dan menekuni ilmu-ilmu tasawuf. Jalur yang dia pilih adalah tasawuf melalui amalan-amalan dan Tarekat Syadziliyyah. Sebuah tarekat rintisan seorang Sufi kebangsaan Tunisia yang bernama Abu AlHasan Asy-Syadzili. (w. 1257) Tarekat ini ia tekuni dibawah bimbingan Abu Al-Abbas Al-Mursi (w.1295), salah seorang murid senior AsySyadzili. Ternyata pada tahapan kehidupan selanjutnya, ajaran tasawuf yang ditekuninya ituberpengaruh cukup besar terhadap pola pemikiran dan orientasi karya sastranya. (Adib, 2009:13) Al-Bushiri merupakan penyair yang sangat produktif. Banyak karya sastra terutama syair yang telah digubahnya. Selain produktif dia juga sangat mumpuni kemampuan sastranya. Terbukti syair gubahannya diakui memiliki nilai ssastra yang sangat tinggi. Burdah merupakan karya yang paling fenomenal dari Al-Bushiri, dibanding karya-karyanya yang lain. Sangat banyak karya Al-Bushiri yang mengangkat tema sanjungan untuk Rosulullah. Ada kashidah yang berakhiran huruf Mim, Ra‟ dan Hamzah, tapi burdahlah yang paling muncul di permukaan. (Masykuri, 2009:xxv) Sejak awal syair burdah sudah mendapatkan perhatian yang besar dari masyarakat luas. Baik kalangan awam maupun budayawan. dikawasan Eropa pun tidak kurang dari enam edisi terjemahan Shalawat Burdah telah diterbitkan. Antara lain, Uri (1861) seorang satrawan asal Belanda, orang pertama yang menterjemahkan syair-syair burdah kedalam
31
bahasa Latin dengan judul Carmen Mysticum Borda Dictum. Terjemahan ini dicetak berulang-ulang dan tersebar luas terutama di Leiden Belanda. Di Jerman, setidaknya ada dua edisi terjemahan yang diterbitkan. Yang pertama diterjemahkan oleh Von Rosenweg (1824) dengan judul Funkelnde Vandelsterne Zum Iobe Des Geschopfe, sementara yang kedua oleh Redhouse (1881) dengan judul The Burda, sementara di Italia, ada satu edisi yang berhasil ditemukan yaitu terjemahan Gabrielli (1901) dengan judul Al-Burdatain. (Adib, 2009:27) Selain syair Shalawat Burdah, karya Al-Bushiri yang lain diklasifikasikan menjadi 2 kategori. Pertama, karya sastra yang bernafaskan keagamaan. Terutama yang mengetengahkan sejarah hidup dan shalawat Nabi Muhammad SAW. Berikut ini adalah contoh beberapa karyanya dalam kategori pertama yang tertulis dalam buku dicintai Allah dengan Rasulullah SAW yang dikarang oleh Arif Mulyadi adalah sebagai berikut: a.
Al-Khawakib Ad-Durriyah fi Madh Khair Al-Bariyyah yang kemudian dikenal dengan nama Shalawat Burdah.
b.
Al-Qashidah Al-Muhammadiyah, syair yang berjumlah 15 bait yang menjadi salah satu tembang dalam album group Langitan pada sekitar tahun 1997.
c.
Al-Hamziyyah fi Al-Mada‟ih an Nabawiyyah, berjumlah sekitar 427 bait, sehingga dianggap sebagai salah satu karya terbesar AlBushiri.
32
d.
Dzakhar Al-Ma‟ad fi Wazn Banat Su‟ad. Syair berjumlah sekitar 204 bait yang dia gubah sebagai pembanding syair Banat Su‟ad gubahan Ka‟ab Ibn Zuhair yang sangat legendaris.
e.
Al-Qashidah Al-Mudhariyyah fi Ash-Shalah „ala‟ Khair AlBariyyah, berjumlah sekitar 39 bait.
f.
Hukm Al-Hawa, syair berjumlah 30 bait yang memuat tentang bahaya menuruti hawa nafsu. Kedua, karya sastra yang bersifat umum, misalnya yang memuat
keluhan hati, ekspresi kebahagiaan, dan pujian atau kritik terhadap seseorang. Berikut ini adalah beberapa contoh syair dalam kategori ini : a.
Katab
Al-Masyib, syair berjumlah sekitar 141 bait yang
mengekspresikan kekagumannya terhadap dua guru tarekat Syadziliyyah yang dianutnya. Yaitu Abu Al-Hasan Asy-Syadzili (w. 656) dan Abu Al-Abbas Al-Mursi (w. 686). b.
Asy Ba‟d Maut, syair berjumlah empat bait yang memuat kegelisahannya setelah disiarkan telah meninggal dunia oleh seseorang.
c.
Mustakhdimun Wa Syayathin, syair berjumlah empat bait yang digubahnya sebagai rekasi setelah Keledai kesayanganya hilang dicuri orang.
d.
Fadhluk Awwal, syair berjumlah lebih dari 150 bait yang menuturkan kekagumanya terhadap Sultan Al-Izz Aibak (w. 1227)
33
Penguasa Damaskus atas beragam prestasinya dalam bidang pendidikan. Setelah mengarungi kehidupan selama sekitar 82 tahun, pada penghujung
abad
ke-13
M,
tepatnya
pada
1295,
Al
Bushiri
menghembuskan nafas terakhirnya dengan tenang di Iskandaria. Konon, jenazahnya dikebumikan di dekat bukit Al-Mughatham berdekatan dengan makam Muhammad Ibn Idris Asy-Safi‟i (w. 820) tokoh sentral Mazhab Syafi‟i. (Adib, 2009:19) 3.
Isi Kandungan Shalawat Burdah Bait-bait Shalawat Burdah terdiri dari sepuluh tema pokok pembicaraan. Yaitu, (1) Prolog cinta sang kekasih, berjumlah12 bait; (2) Peringatan akan bahaya menuruti hawa nafsu, sebanyak 16 bait; (3) Pepujian, sebanyak 30 bait; (4) Kisah kelahiran, sebanyak 13 bait; (5) Mukjizat, sebanyak16 bait; (6) Al-Quran, sebanyak 17 bait; (7)Isra‟ Mi‟raj, sebanyak 13 bait; (8) Jihad, sebanyak 12 bait; (9) penutup dan permohonan ampun, sebanyak 12 bait dan ada yang berpendapat sebanyak 19 bait. Berikut ini adalah arti dari Shalawat Burdah sesuai dengan tema masing-masing :
(Bagian 1)
dengan darah.
Cinta Sang Kekasih
Ataukah karena angin berhembus
Apakah karena Mengingat Para
dari arah Kazhimah.
kekasih di Dzi Salam.
Dan kilat berkilau di lembah Idlam
Kau campurkan air mata di pipimu
dalam gulita malam.
34
Mengapa bila kau tahan air matamu
kenikmatan dengan derita.
ia tetap basah.
Maafku untukmu wahai para pencaci
Mengapa bila kau sadarkan hatimu ia
gelora cintaku.
tetap gelisah.
Seandainya kau bersikap adil takkan
Apakah sang kekasih kira bahwa
kau cela aku.
tersembunyi cintanya.
Kini kau tahu keadaanku, pendusta
Diantara air mata yang mengucur
pun tahu rahasiaku.
dan hati yang bergelora.
Padahal tidakjuga kunjung sembuh
Jika bukan karena cinta takkan
penyakitku.
kautangisi puing rumahnya.
Begitu tulus nasihatmu tapi tak
Takkan kau bergadang untuk ingat
kudengar semuanya.
pohon Ban dan „Alam.
Karena untuk para pencaci, sang
Dapatkah kau pungkiri cinta, sedang
pecinta tuli telinganya.
air mata dan derita.
Aku kira ubanku pun turut
Telah bersaksi atas cintamu dengan
mencelaku.
jujur tanpa dusta.
Padahal ubanku pastilah tulus
Kesedihanmu timbulkan dua garis
memperingatkanku
tangis dan kurus lemah.
(Bagian 2)
Bagaikan bunga kuning di kedua pipi
Peringatan akan Bahaya Hawa
dan mawar merah.
Nafsu
Memang terlintas dirinya dalam
Sungguh hawa nafsuku tetap bebal
mimpi hingga kuterjaga.
tak tersadarkan.
Tak hentinya cinta merindangi
Sebab tak mau tahu peringatan uban
35
dan kerentaan.
Jika kuasa ia akan membunuhmu dan
Tidak pula bersiap dengan amal baik
membuatmu cela
untuk menjamu.
Gembalakanlah ia, ia bagai ternak
Sang uban yang bertamu di kepalaku
dalam amal budi.
tanpa malu-malu.
Janganlah kau giring ke ladang yang
Jika kutahu ku tak menghormati
ia sukai.
uban yang bertamu.
Kerap ia goda manusia dengan
Kan kusembunyikan dengan semir
kelezatan yang mematikan.
rahasia ketuaanku itu.
Tanpa ia tahu racun justru ada dalam
Siapakah yang mengembalikan
lezatnya makanan.
nafsuku dari kesesatan.
Kumohon ampunan Allah karena
Sebagaimana kuda liar dikendalikan
bicara tanpa berbuat.
dengan tali kekang.
Kusamakan itu dengan keturunan
Jangan kau tundukkan nafsumu
bagi orang mandul.
dengan maksiat.
Kuperintahkan engkau suatu
Sebab makanan justru perkuat nafsu
kebaikan yang tak kulakukan.
si rakus pelahap.
Tidak lurus diriku maka tak guna
Nafsu bagai bayi, bila kau biarkan
kusuruh kau lurus.
akan tetap menyusu.
Aku tak berbekal untuk matiku
Bila kau sapih ia akan tinggalkan
dengan ibadah sunnah.
menyusu itu.
Tiada aku dan puasa kecuali hanya
Maka kendalikan nafsumu, jangan
yang wajib saja
biarkan ia berkuasa.
36
(Bagian 3)
akherat.
Pujian Kepada Nabi SAW
Pemimpin jin dan manusia, bangsa
Kutinggalkan sunnah Nabi yang
Arab dan non Arab.
sepanjang malam.
Nabilah pengatur kebaikan pencegah
Beribadah hingga kedua kakinya
mungkar.
bengkak dan keram.
Tak satu pun setegas ia dalam
Nabi yang karena lapar mengikat
berkata ya atau tidak.
pusarnya dengan batu.
Dialah kekasih Allah yang
Dan dengan batu mengganjal
syafa‟atnya diharap.
Perutnya yang halus itu.
Dari tiap ketakutan dan bahaya yang
Kendati gunung emas menjulang
datang menyergap.
menawarkan dirinya.
Dia mengajak kepada agama Allah
la tolak permintaan itu dengan
yang lurus.
perasaan bangga.
Mengikutinya berarti berpegang pada
Butuh harta namun menolak, maka
tali yang tak terputus.
tambah kezuhudannya.
Dia mengungguli para Nabi dalam
Kendati butuh pada harta tidaklah
budi dan rupa.
merusak kesuciannya.
Tak sanggup mereka menyamai ilmu
Bagaimana mungkin Nabi butuh
dan kemuliaannya.
pada dunia.
Para Nabi semua meminta dari
Padahal tanpa dirinya dunia takkan
dirinya.
pernah ada.
Seciduk lautan kemuliaannya dan
Muhammadlah pemimpin dunia
setitik hujan ilmunya.
37
Para Rasul sama berdiri di puncak
mengungkapkan dengan kata.
mereka.
Jika mukjizatnya menyamai
Mengharap setitik ilmu atau
keagungan dirinya.
seonggok hikmahnya.
Niscaya hiduplah tulang belulang
Dialah Rasul yang sempurna batin
dengan disebut namanya.
dan lahirnya.
Tak pernah ia uji kita dengan yang
Terpilih sebagai kekasih Allah
tak diterima akal.
pencipta manusia.
Dari sangat cintanya, hingga tiada
Dalam kebaikanya, tak seorang pun
kita ragu dan bimbang.
menyaingi.
Seluruh mahluk sulit memahami
Inti keindahannya takkan bisa
hakikat Nabi.
terbagi-bagi.
Dari dekat atau jauh, tak satu pun
Jauhkan baginya yang dikatakan
yang mengerti.
Nasrani pada Nabinya.
Bagaikan matahari yang tampak
Tetapkan bagi Muhammad pujian
kecil dari kejauhan.
apapun kau suka.
Padahal mata tak mampu melihatnya
Nisbatkan kepadanya segala
bila berdekatan.
kemuliaan sekehendakmu.
Bagaimana seseorang dapat ketahui
Dan pada martabatnya segala
hakikat Sang Nabi
keagungan yang kau mau.
Padahal ia sudah puas bertemu
Karena keutamaannya sungguh tak
dengannya dalam mimpi
terbatas.
Puncak Pengetahuan tentangnya
Hingga tak satupun mampu
ialah bahwa ia manusia
38
Dan ia adalah sebaik baik seluruh
kerangnya
ciptaan Allah
Dari kedua sumber, yaitu ucapan dan
Segala mukjizat para Rasul mulia
senyumannya
sebelumnya
Tiada keharuman melebihi tanah
Hanyalah pancaran dari cahayanya
yang mengubur jasadnya
kepada mereka
Beruntung orang yang menghirup
Dia matahari keutamaan dan para
dan mencium tanahnya
Nabi bintangnya
(Bag ian 4)
Bintang hanya pantulkan sinar
Kelahiran Sang Nabi SAW
mentari menerangi gulita
Kelahiran Sang Nabi menunjukkan
Alangkah mulia paras Nabi yang
kesucian dirinya
dihiasi pekerti
Alangkah eloknya permulaan dan
Yang memiliki keindahan dan
penghabisannya
bercirikan wajah berseri
Lahir saat bangsa Persia berfirasat
Kemegahannya bak bunga,
dan merasa
kemuliaannya bak purnama
Peringatan akan datangnya bencana
Kedermawanannya bak lautan,
dan angkara murka
kegairahannya bak sang waktu
Dimalam gulita singgasana kaisar
la bagaikan dan memang tiada
Persia hancur terbelah
taranya dalam keagungan
Sebagaimana kesatuan para sahabat
Ketika berada di sekitar
kaisar yang terpecah
pembantunya dan di tengah pasukan
Karena kesedihan yang sangat, api
Bagai mutiara yang tersimpan dalam
sesembahan padam
39
Sungai Eufrat pun tak mengalir dari
yang jatuh dilangit
duka yang dalam
Seiring dengan runtuhnya semua
Penduduk negeri sawah bersedih saat
berhala dimuka bumi
kering danaunya
Hingga lenyap dan pintu langitNya
Pengambil air kembali dengan
Satu demi satu syetan lari tunggang
kecewa ketika dahaga
langgang tak berdaya
Seakan sejuknya air terdapat dalam
Mereka berlarian laksana lasykar
jilatan apiSeakan panasnya api
Raja Abrahah
terdapat dalam air, karena sedih tak
Atau bak pasukan yang dihujani
terperi
kerikil oleh tangan Rasul
Para jin berteriak sedang cahaya
Batu yang Nabi lempar sesudah
terang memancar
bertasbih digenggamannya
Kebenaran pun tampak dari makna
Bagaikan terlemparnya Nabi Yunus
kitab suci maupun terujar
dan perut ikan paus
Mereka buta dan tuli hingga kabar
(Bagian 5)
gembira tak didengarkan
Mukjizat Sang Nabi SAW
Datangnya peringatan pun tak
Pohon-pohon mendatangi seruannya
mereka hiraukan
dengan ketundukkan
Setelah para dukun memberi tahu
Berjalan dengan batangnya dengan
mereka
lurus dan sopan
Agama mereka yang sesat takkan
Seakan batangnya torehkan sebuah
bertahan lama
tulisan
Setelah mereka saksikan kilatan api
Tulisan yang indah di tengah-tengah
40
jalan
Juga tidak memerlukan benteng yang
Seperti juga awan gemawan yang
kokoh dan tinggi
mengikuti Nabi
Tiada satu pun menyakiti diriku, lalu
Berjalan melindunginya dari
kumohon bantuan Nabi
sengatan panas siang hari
Niscaya kudapat pertolongannya
Aku bersumpah demi Allah pencipta
tanpa sedikit pun disakiti
rembulan
Tidaklah kucari kekayaan dunia
Sungguh hati Nabi bagai bulan
akhirat dari kemurahannya
dalam keterbelahan
Melainkan kuperoleh sebaikbaik
Gua Tsur penuh kebaikan dan
pemberiannya
kemuliaan. Sebab Nabi
Janganlah kau pungkiri wahyu yang
dan Abu Bakar di dalamnya, kaum
diraihnya lewat mimpi
kafir tak lihat mereka
Karena hatinya tetap terjaga meski
Nabi dan Abu Bakar Shiddiq aman
dua matanya tidur terlena
didalamnya tak cedera
Demikian itu tatkala sampai masa
Kaum kafir mengatakan tak seorang
kenabiannya
pun didalam gua
Karenanya tidaklah diingkari masa
Mereka mengira merpati takkan
mengalami mimpinya
berputar diatasnya
Maha suci Allah, wahyu tidaklah
Dan laba laba takkan buat sarang jika
bisa dicari
Nabi didalamnya
Dan tidaklah seorang Nabi dalam
Perlindungan Allah tak memerlukan
beritagaibnya dicurigai
berlapis baju besi
Kerap sentuhannya sembuhkan
41
penyakit
memuji
Dan lepaskan orang yang berhajat
Sifat dan pekerti mulia yang ada
dari temali kegilaan
pada Nabi
Doanya menyuburkan tahun
Ayat ayat Al Qur'an yang diturunkan
kekeringan dan kelaparan
Allah adalah baharu
Bagai titik putih di masa-masa hitam
Tapi Allah adalah kekal tak kenal
kelam
waktu
Dengan awan yang curahkan hujan
Ayat-ayat yang tak terikat waktu dan
berlimpah
kabarkan kita
Atau kau kira itu air yang mengalir
Tentang hari kiamat, kaum 'Aad dan
dari laut atau lembah
negeri Irom
(Bagian 6)
Ayat ayat yang selalu bersama kita
Kemulian Al-Qur'an dan pujian
dan mengungguli
terhadapnya
Mukjizat para Nabi yang muncul tapi
Biarkan kusebut beberapa mukjizat
tak lestari
yang muncul pada Nabi
Penuh kepastian dan tak sisakan bagi
Seperti nampaknya api jamuan,
para musuh segala keraguan.
malam hari diatas gunung tinggi
Ayat yang tak sedikit pun
Mutiara bertambah indah bila ia
menyimpang dari kebenaran
tersusun rapi
Tak satu ayat pun ditentang kecuali
Jika tak tersusun nilainya tak
musuh terberatnya
berkurang sama sekali
Akan kembali kepadanya dengan
Segala pujian itu puncaknya adalah
salam dan beriman
42
Keindahan sastranya membuat takluk
mereka datangi ia
penentangnya
la lurus bagai shirath, adil bagai
Bak pencemburu membela
timbangan
kehormatan dari tangan pendosa
Kitab kitab lain takkan selanggeng ia
Baginya makna-makna yang saling
dalam keadilan
menunjang bak ombak lautan
Jangan heran pada pendengkinya
Yang nilai keindahannya melebihi
yang selalu ingkar
mutiara berkilauan
Pura-pura bodoh padahal ia cukup
Keajaibannya banyak dan tak
paham dan pintar
terhingga
Bagai orang sakit mata yang pungkiri
Dan keajaiban itu tak satu pun
sinar mentari
membuat bosan kita
Bagai orang sakit yang lezatnya air ia
Teduhlah mata pembacanya, lalu
pungkiri
kukatakan padanya Beruntunglah engkau, berpeganglah
(Bagian 7)
selalu pada taliNya
Isra' Mi'raj Nabi SAW
Jika kau baca ia karena takut panas
Wahai manusia terbaik yang dituju
neraka Lazha
pekarangannya
Padamlah panas neraka Lazha karena
Dijalan atau menunggangi unta yang
kesejukannya
cepat larinya
Bagai telaga Kautsar wajah pendosa
Wahai Nabi yang jadi pertanda bagi
jadi putih karenanya
pencari kebenaran
Padahal dengan wajah hitam arang
Yang jadi karunia terbesar bagi
43
pencari nikmat Tuhan
Ketika kau diseru bagai pemimpim
Malam itu kau berjalan dari Masjidil
tunggal yang mulia
Haram ke Al Aqsha
Agar kau peroleh hubungan khusus
Bagai purnama yang bergerak di
yang terselubungkan
malam gulita
Juga rahasia yang senantiasa
Kau terus saja meninggi hingga
tersimpan
sampai tempat terdekat
Kau beroleh kebanggaan yang tak
Yang tak seorang pun mencapai atau
terbagi
mengharap
Kau lewati setiap derajat tanpa
Para nabi mendahulukanmu berdiri
seorang pun menyaingi
di depan
Sungguh agung derajat yang kau
Tak ubahnya penghormatan pelayan
dapatkan
kepada sang tuan
Sungguh jarang nikmat yang
Kau terobos tujuh lapis langit
kepadamu telah diberikan
bersama mereka
Kabar gembira wahai ummat islam
Dalam barisan para malaikat kaulah
bagi kita tiang kokoh
pemimpin mereka
Yang dengan Inayah dari Allah, tak
Hingga tak satu puncak pun tersisa
akan roboh
bagi pengejarmu
Ketika Allah juluki ia rasul termulia
Tak sederajat pun bagi pencari
karena sangat taat
kemuliaan tersisa olehmu
la rasul termulia maka jadilah kita
Karena keluhuramu, derajat menjadi
sebaik baik umat
rendah semua
(Bagian 8)
44
Jiwa militan Rasulullah SAW
Membawa para gagah berani bagai
Berita kenabian membuat musuh
ombak yang berdebur
takut dan gundah
Mereka pejuang yang mengharap
Bak lolongan serigala yang takutkan
syahid dan surga Allah
si kambing lengah
Menyerang untuk membasmi dan
Tak henti ia lawan para musuh di
memusnahkan kekafiran
medan pertempuran
Sehingga berkat mereka, Islam yang
Hingga mereka bagai daging terserak
semula tak dikenal
diatas meja jamuan
Menjadi tersohor dalarn jalinan
Mereka ingin lari dan mati saja bak
kekerabatan yang kental
kawan yang terkapar
Karena keperkasaan mereka hati
Mati menggelepar dikoyak Elang dan
musuh takut dan gelisah
burung Nasar
Apakah bedanya anak domba dan si
Siang malam berlalu tanpa mereka
pemberani gagah
kenal waktu
Siapa saja yang bersama Rasulullah
Hingga tiba bulan terlarang ketika
beroleh kemenangan
Nabi hentikan perang
Singa di rimba bila menemuinya
Islam datang bagai tamu yang
akan diam gemetaran
singgah di pekarangan
Takkan kau lihat sahabat Nabi yang
Yang sangat ingin membunuh musuh
tak menang
musuh Islam
Takkan ada musuh Nabi yang tak
la bawa lautan pasukan diatas kuda
jadi pecundang
yang meluncur
la tempatkan umatnya dalam benteng
45
agamanya
Tiada satu pun kudapat kecuali dosa
Bagai singa yang tinggal di hutan
dan sesal diri
bersama anaknya
Alangkah ruginya jiwaku dalam
Seringkali Al Qur'an jatuhkan para
perniagaamya
pendebat
Tak pernah membeli dan menawar
Seringkali dalil-dalil kalahkan musuh
agama dengan dunia
Muhammad
Barang siapa menjual akherat untuk
Cukup sebagai mukjizat, Nabi
dunia sesaat
berilmu padahal buta huruf
Jelas ia tertipu dalam setiap jual beli
Di zaman Jahiliyah, Nabi terdidik
yang diakad
tanpa pengasuh
Jika kuperbuat dosa, janjiku pada
(Bagian 9)
Nabi tidaklah gugur
Tawassul Kepada Nabi SAW
Juga tali hubunganku dengannya
Kupuji Nabi dengan pujian agar
tidaklah terputus
dosaku diampunkan
Namaku juga Muhammad (Bushiri),
Karena umurku habis untuk bersyair
jaminanku buat Nabi
dan pengabdian
Dialah sebaik baik manusia yang
Keduanya mengalungi dosa yang
tepati janji
menakutkan
Jika kelak di akherat la tak sudi
seakan aku hewan sembelihan yang
menolongku
siap dikorbankan
Maka alangkah rugi dan celakanya
Kuturuti godaan masa muda untuk
diriku
bersyair dan mengabdi
Tapi mustahil ia tolak para peminta
46
syafaatnya Atau peminta perlindungannya pulang dengan sia sia Semenjak kuwajibkan diriku untuk memberinya pujian Kudapatkan Nabi sebaik baik pemberi pertolongan Pemberiamya tak luputkan seorangpun pemintanya Karena hujan mengguyur bunga di bukit secara merata Dengan pujian ini tidaklah kuinginkan gemerlap dunia Seperti yang Zuhair mula ketika ia puji Raja Har
47
4.
Fadhilah Shalawat Burdah Burdah artinya mantel dan juga dikenal sebagai Bur‟ah yang berarti shifa (kesembuhan). Imam Bushiri adalah seorang penyair yang suka memuji-muji raja-raja untuk mendapatkan uang. Kemudian beliau tertimpa sakit faalij (setengah lumpuh) yang tak kunjung sembuh setelah berobat ke tabib manapun. tak lama kemudian beliau bermimpi bertemu Rasulullah SAW yang memerintahkan untuk menyusun syair yang memuji Rasulullah. Maka beliau mengarang syair burdah dalam 10 pasal. Pada tahun 6-7 H. Seusai menyusun syair Burdah, beliau kembali bermimpi bertemu Rasullulah SAW yang menyelimutinya dengan burdah (mantel). Ketika bangun, sembuhlah beliau dari penyakit lumpuh yang dideritanya. Qosidah burdah ini tersebar di seluruh penjuru bumi dari timur hingga barat. Bahkan disyarahkan oleh sekitar 20 ulama, diantaranya yang terkenal adalah Imam Syabukhiti dan Imam Baijuri. Habib Husein bin Mohammad Alhabsiy (saudara Habib Ali Alhabsyi sohibul maulid Simtud Duror) biasa memimpin Dalail Khoiroot di Mekkah. Kemudian beliau mimpi bertemu Rasulullah SAW yang memerintahkannya untuk membaca Burdah di majelis tersebut.Dalam mimpi tersebut, Rasulullah SAW bersabda bahwa membaca Burdah sekali lebih afdol dari pada membaca Dalail Khoiroot 70 kali. Ketika Hadramaut tertimpa paceklik hingga banyak binatang buas berkeliaran di jalan, Habib Abdurrahman Al Masyhur memerintahkan setiap rumah untuk membaca
xlviii
Buah.Alhamdulillah, rumah-rumah mereka aman dari gangguan binatang buas. Beberapa Syu‟ara (penyair) dizaman itu sempat mengkritik bahwa tidaklah pantas pujian kepada Rasulullah SAW dalam bait-bait burdah tersebut diakhiri dengan karoh/khofadz. Padahal Rasulullah SAW agung dan tinggi (rofa‟). Kemudian Imam Bushiri menyusun qosidah yang bernama Humaziyyah yang bait-baitnya berakhiran dengan dhommah (marfu‟). Imam Bushiri juga menyusun qosidah Mudhooriyah. Pada qosidah tersebut terdapat bait yang artinya,”Aku bersholawat kepada Rasulullah SAW sebanyak jumlah hewan dan tumbuhan yang diciptakan Allah SWT ” kemudian dalam mimpinya, beliau melihat Rasulullah bersabda.”Bahwa sesungguhnya malaikat tak mampu menulis pahala shalawat yang dibaca tersebut.” Habib Salim yang bercerita tentang seseorang yang telah berjanji kepada dirinya untuk menyusun syair hanya untuk memuji Allah dan Rasulullah. Suatu ketika ia tidak mempunyai uang dan terpaksa menyusun syair untuk memuja raja-raja agar mendapat uang. ia pun bermimpi Rasulullah bersabda:”Bukankah engkau telah berjanji hanya memuji Allah dan RasulNya ?! Aku akan memotong tanganmu...” kemudian datanglah Sayidina Abu Bakar r.a meminta syafaat untuknya dan dikabulkan oleh Rasulullah. Ketika ia terbangun dari tidurnya, ia pun
xlix
langsung bertaubat. Kemudian dia melihat ditanganya terdapat tanda bekas potongan dan keluar cahaya dari situ. Habib Salim mengatakan bahwa Burdah ini sangat mujarab untuk mengabulkan hajat-hajat kita dengan ijin Allah SAW. Namun terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi. yaitu mempunyai sanad ke Imam Bushiri, mengulangi bait “Maula ya solli wa sallim…”berwudhu, menghadap Kiblat, memahami makna bait-bait, dibaca dengan himmah yang besar, beradab, memakai wewangian. (Kalam Habib Salim bin Abdullah Asy-Satiri)
B.
Ritual Keagamaan
1.
Pengertian Ritual Keagamaan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (W.J.S. Poerwodarminta, 1982:713) Ritus atau ritual adalah tata cara dalam upacara keagamaan. Sedangkan ritual dalam arti istilah mengandung makna pola-pola pikiran yang dihubungkan dengan gejala ataupun penjelasan-penjelasan yang mempunyai ciri-ciri mistis. (alu-syahrudin.blogspot.com) Mistisisme atau tasawuf adalah falsafah hidup yang dimaksud untuk meningkatkan jiwa seorang manusia. Secara moral lewat latihanlatihan praktis tertentu. Kadang untuk menyatakan pemenuhan fana dalam realitas yang tertinggi serta pengetahuan tentang-Nya. secara intuitif tidak secara rasional yang buahnya ialah kebahagiaan ruhaniyah. (Murtadho, 2002:20)
l
Secara umum ritual dalam Islam di bedakan menjadi dua. Yakni, ritual yang mempunyai dalil yang tegas dan ekspilsit dalam Al-Quran dan Sunnah. Dan ritual yang tidak memiliki dalil. Baik dalam Al-Quran maupun dalam Sunnah. Salah satu contoh
ritual bentuk pertama adalah Shalat.
Sedangkan contoh ritual kedua adalah marhabanan,peringatan hari (bulan) kelahiran Nabi Muhammad SAW (Muludan) dan tahlil yang dilakukan keluarga ketika salah satu anggota keluarga tersebut menunaikan ibadah Haji. (alu-syahrudin.blogspot.com) Tujuan ritual dalam agama Islam dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu : a. Ritual yang bertujuan mendapatkan ridho dari Allah SWT semata. Dan bahasan yang ingin dicapai adalah kebahagiaan ukhrawi. b. Ritual yang bertujuan mendapatkan balasan di dunia ini. c. Ritual yang bertujuan meminta ampun atas kesalahan yang dilakukanya. 2.
Justifikasi ayat-ayat yang berkaitan dengan shalawat Shalawat atas Nabi Muhammad SAW tidaklah semata-mata doa untuk Nabi sendiri. tetapi juga permohonan rahmat dan ampunan bagi yang mengucapkannya. Nabi Muhammad SAW beliau bersabda: Dari Anas bin malik r.a Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang mengucapkan shalawat kepadaku satu kali maka Allah akan bershalawat baginya sepuluh kali dan digugurkan sepuluh kesalahan (dosa)nya. Serta ditinggikan baginya sepuluh derajat/tingkatan (di surga kelak).” Tingkatan hadis ini adalah shahih, hadis riwayat An-Nasa‟I (no. 1297), Ahmad (3/102 dan 261), Ibnu Hibban (no. 904) dan al-Hakim (no. 2018) disahihkan oleh Ibnu Hibban, al-Hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi
li
juga oleh Ibnu Hajar dalam “Fathul Baari” (11/167) dan al-Albani dalam “Shahibul Adabil mufrad (no. 643) ”. (www. Kajiansunah.net) Sebaliknya, Nabi SAW memperingatkan orang yang tidak mau bershalawat atasnya dengan sabdanya : “Orang yang bakhil itu adalah orang yang ketika namaku di sebut dihadapannya namun ia tidak bershalawat atasku.”(H.R.Tirmidzi, anNasa‟Idan Ibn Hibban) (Amin syukur,2003:299) Pada hakekatnya, shalawat seorang muslim atas Nabi SAW merupakan pelaksanaan perintah Allah SWT dan merupakan doa dan wujud kecintaan serta pengagungan atas diri Nabi SAW. Sebagai mana bunyi ayat dalam Q.S.Al-Ahzab ayat 56
Artinya:”Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” Perintah bershalawat kepada Nabi SAW termaktub dalam banyak riwayat dari jalur islam Ahlussunnah dan Ahlu Bait berikut ini pendapat yang dikemukakan oleh Arif mulyadi yang tertulis dalam buku Dicintai Allah Dengan Shalawat diantaranya yakni :
lii
a.
Jalur Ahlu Sunnah
1)
Rasulullah SAW bersabda, ”Siapapun yang bershalawat kepadaku sekali maka, Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali (H.R.Muslim dan Abu Dawud)
2)
Rasulullah SAW bersabda, “Siapa membaca shalawat kepadaku sekali maka, Allah memberikan balasan sepuluh kali. Siapa membaca sepuluh kali maka, Allah akan membalasnya seratus kali. Sedangkan bila membaca seratus kali (bershalawat) Allah akan menuliskan diantara kedua matanya “Bebas dari kemunafikan dan neraka” Allah akan menetapkannya bersama para syuhad di hari Kiamat”.(H.R.Ath-Tabrani)
3)
Rasulullah SAW bersabda,”...Tuhanku berfirman, ”Siapa saja dari umatmu (Muslim) membaca shalawat kepadamu sekali maka, Allah akan memerintahkan (Malaikat) menuliskan (Pahala) untuk orang itu. Karena shalawat itu (Mendatangkan) sepuluh kebaikan dan Allah menghapus sepuluh keburukannya. dan Allah mengangkat derajadnya sepuluh tingkat serta membalas dengan memberi shalawat kepadanya seperti shalawat yang dibaca.”(H.R.Imam Ahmad)
4)
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling utama dengan syafaatku kelak di hari Kiamat ialah orang yang paling banyak membaca shalawat kepadaku.”(H.R.Tirmidzi dan Ibnu Mas‟ud)
5)
Rasulullah SAW bersabda,” Bershalawatlah kalian karena membaca shalawat kepadaku
itu penebus dan penyuci dosa bagi kalian. Siapa
liii
membaca shalawat kepadaku sekali, Allah akan membalasnya sepuluh kali.”(H.R.Ibnu Ashim dari Anas bin Malik) 6)
Rasulullah SAW bersabda, “Shalawatlah kalian kepadaku itu merupakan pengawal doa kalian dan menjadi keridhaan tuhanmu serta pembersih amalan-amalanmu.” (H.R.Dailami dan Ali bin Abi Thalib)
7)
Rasulullah SAW bersabda,”Semua doa terhalangi sampai permulaannya menyanjung Allah dan bershalawat kepadaku kemudian berdoa baru doa itu dikabulkan.”(H.R.An-Nasai dari Abdullah bin Basar)
8)
Rasulullah SAW bersabda, “Siapa menyebutku kemudian tidak membaca shalawat kepadaku maka, dia sekikir-kikirnya manusia.”(H.R.Ibnu Abil Ashim dari Abu Dzar Al-Ghiffari)
9)
Rasulullah SAW bersabda, “Tiga kelompok manusia yang tidak melihat wajahku yaitu, (1) berbuat durhaka kepada kedua orang tuanya; (2) meninggalkan sunnahku; (3) dan tidak membaca shalawat kepadaku saat namaku disebut di depannya.”(H.R.Al-Badi dari Aisiyah)
10)
Rasulullah SAW bersabda, “Hiasilah majelismu dengan shalawat keadaku karena sesungguhnya shalawatmu itu menjadi cahaya bagimu di hari Kiamat.”(H.R.Dailami dari Ibnu Umar)
11)
Rasulullah SAW bersabda, “Siapa menulis bacaan (tulisan) shalawat di sebuah buku maka, malaikat tak henti-hentinya memohon ampunan baginya selama namaku masih tercantum dalam buku itu.”(H.R.AthThabrani dari Abu Hurairah)
liv
12)
Rasulullah SAW bersabda, “ Hiasilah majelismu dengan shalawat kepadaku karena sesungguhnya shalawatmu itu menjadi cahaya bagaimu di hari Kiamat.”(H.R.Dailani dari Ibnu Umar)
b.
Jalur Ahlu Bait Menurut Arif mulyadi dalam buku Dicintai Allah dengan bershalawat, perintah bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW melalui riwayat jalur ahlu bait adalah sebagai berikut :
1)
Imam Ja‟far Shadiq berkata, “Siapa mengirim shalawat sepuluh
kali
kepada Nabi dan keluarganya Allah dan para malaikatnya akan bershalawat seratus kali kepadanya. Siapa bershalawat kepada Nabi dan keluarganya seratus kali maka Allah dan para malaikatnya bershalawat kepadanya seribu kali. 2)
Imam Ali Ridha berkata, “Jika seseorang tidak punya cara untuk mengurangi bobot timbangannya perbuatan buruknya maka, hendaklah mengirim shalawat dan salam atas Nabi Muhammad SAW dan keluarganya sebanyak mungkin dengan melakukan itu, (bobot) dosa-dosanya akan mengurang.”(H.R. Syekh Shaduq)
3)
Imam Ja‟far Shadiq berkata, “Setiap Kamis sore dan malam Jum‟at para Malaikat turun dari langit dengan membawa pena-pena yang terbuat dari emas dan lembaran-lembaran dari perak. Mereka tiada menulis saat Kamis sore dan malam Jum‟at serta di hari Jum‟at hingga terbenamnya matahari kecuali bershalawat atas Nabi dan keluarganya.”(Al-Khishai, Jus 2:31)
lv
4)
Imam
Ja‟far Shadiq berkata, ”Bila engkau berbicara tentang Nabi
SAW,Kirimlah shalawat kepadanya.”(H.R.Syekh Kulaini) 5)
Abu Abdillah berkata, “Tidak ada amalan perbuatan yang lebih utama yang dilakukan saat hari Jum‟at seperti shalawat kepada Nabi Muhammad SAW dan keluarganya.”(Al-Khishal, Jus 2:153)
6)
Imam
Hasan
Askari berkata, “Sesungguhnya Allah menjadikan Nabi
Ibrahim (sebagai) khalilullah karena banyaknya bershalawat atas Nabi Muhammad SAW dan Ahlul baitnya.”(Ilal Asy-Syarai‟i:33) 7)
Imam Musa Kazhim berkata,“Siapa bershalawat Nabi SAW berarti telah mengatakan“Sesungguhnya aku diatas perjanjian yang telah aku terima dari firman-Nya”Bukankah aku ini tuhanmu?” maka mereka menjawah “Benar (engkau tuhan kami)” kami menjadi saksi.” (Ma‟ani Al-Ashar:16) (Mulyadi, 2010:19-33)
C.
Tradisi Jawa
1.
Pengertian Tradisi Jawa Menurut Poerwadarminto dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996:958) tradisi adalah (1) Adat istiadat, kebiasaan turun temurun (nenek moyang) yang masih di jalankan masyarakat; (2) penilaian atau tanggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan cara-cara yang paling baik dan benar. Koenjaraningrat (1987:187) mengatakan bahwa tradisi sama dengan adat istiadat, konsep serta aturan yang mantap dan terintegrasi kuat
lvi
dalam sistem budaya di suatu kebudayaan yang menata tindakan manusia dalam bidang sosial kebudayaan. Handoko (1985:11) mengatakan bahwa tradisi itu merupakan pewarisan/penerusan norma-norma, adat istiadat, kaidah-kaidah dan pewarisan harta kekayaaan. Tradisi Jawa merupakan berbagai pengetahuan dan adat kebiasaan yang secara turun temurun dijalankan oleh masyarakat Jawa dan menjadi kebiasaan yang bersifat rutin. Contohnya, tradisi melaksanakan secara rutin slametan, di kalangan masyarakat awam dan tradisi di lingkungan kerajaan. Tradisi keagamaan adalah suatu kebiasaan dari aktifitas yang berakar dalam kondisi sosoial budaya. sehingga terjadi semacam rutinitas. Contohnya adalah Grebeg Mulud, Syawalan, dll (http://bambangindrayana.blogspot.com) Keunggulan masyarakat Jawa sangat di tentukan oleh seberapa jauh orang Jawa mematuhi nilai-nilai tradisi Jawa dalam kehidupannya di masyarakat. (Muhsin, 2010:140) Pandangan hidup, nasehat dan ajaran-ajaran dalam kehidupan orangJawa, merupakan hasil olah rasa berbudaya. Rasa budaya yang tidak dapat dinyatakan dalam komunikasi pergaulan sehari-hari, sering dinyatakan dalam bentuk simbol. Dalam kehidupan sehari-hari dijumpai penggunaan simbol-simbol sebagai pengungkapan rasa budaya pada suatu karya seni, seperti: pakaian, kain batik, upacara, ukiran, arsitektur dan senjata. Simbol-simbol pada suatu karya seni diharapkan dapat digunakan
lvii
sebagai sarana komunikasi atau media untuk menitipkan pesan, nasehat atau ajaran bagi keluarga, masyarakat maupun generasi selanjutnya Tidak ada rumusan maupun ukuran timbangan yang pasti, dalam mengungkapkan simbol-simbol, bahkan setiap pernyataan yang muncul dapat dianggap sebagai suatu pengkaya makna, sepanjang masih selaras dengan maksud utamanya. Upaya mencari makna setiap simbol merupakan usaha untuk merawat sebagian dari budaya, agar memberikan arti yang sesungguhnya (esensi budaya). Ungkapan yang sangat populer dalam kehidupan orang Jawa sejak dahulu yaitu,”Wong Jawa nggone semu, sinamun ing samudana ingadu manis” yang berarti “Orang Jawa menyukai sesuatu yang semu, disamarkan dengan perlambang, diwujudkan dalam keindahan”. Semu berarti tersamarkan atau tidak tampak jelas. Ungkapan ini menunjukkan sifat orang Jawa yang dalam menyampaikan gagasan kepada orang lain umumnya tidak secara langsung atau secara tegas dan lugas. (http://javakeris.com) 2.
Bentuk-bentuk tradisi jawa M.Murtadho (2002:33) mengatakan bahwa orang Jawa memiliki ritusritus tertentu sebagai wadah dari kebutuhan akan kehidupan mistik mereka. Ritus-ritus yang paling umum nampak dalam tradisi yang dilaksanakan kalangan masyarakat adalah tradisi selametan. Ada beberapa bentuk upacara selametan antara lain: selametan kelahiran, selametan khitanan dan
perkawinan,
selametan
kematian,
selametan
penanggalan, selametan desa dan selametan sela. lviii
berdasarkan
Selain selametan masih ada praktek Islam Jawa lainnya seperti, Grebeg mulud yang merupakan ritual tahunan setiap bulan Robiul Awal (bulan kelahiran Nabi Muhammmad SAW). Selain itu ada grebeg pada waktu Idul Fitri dan Idul Adha. Dengan pola serupa nilai-nilai Islam telah merasuki pelaksanaan upacara slametan dalam berbagai bentuknya. Geetz, demikian juga Koentjaraningrat telah mengemukakan berbagai upacara yang dilakukan oleh orang Jawa (Geetz, 1981:13-18) (Koenjaranigrat, 1984:343-366). Berkaitan
dengan
lingkaran
hidup
Amin
(2000:132-135)
mengemukakan terdapat berbagai jenis upacara antara lain : a.
Upacara Tingkeban atau Mitoni, dilakukan pada saat janin berusia tujuh bulan dalam perut ibu. Dalam tradisi santri, pada upacara tingkeban ini seperti dilakukan di daerah Bagelen dibacakan nyanyian perjanjen dengan alat musik Tamburin kecil. Nyanyian ini dibawakan oleh empat orang dan dihadapan mereka duduk sekitar 12 orang yang turut menyanyi. Nyayian perjanjen ini sesungguhnya merupakan riwayat Nabi Muhammad SAW yang bersumber dari kitab Barzanji.
b.
Upacara kelahiran, dilakukan pada saat anak diberi nama dan pemotongan rambut (bercukur), pada waktu bayi berumur tujuh hari atau sepasar. Karena itu slametan pada upacara ini disebut juga slametan nyepasari. Dalam tradisi islam santri upacara ini disebut dengan korban aqiqah yang diucapkan dalam lidah jawa kekah, yang ditandai dengan penyembelihan
lix
hewan aqiqah berupa kambing dua ekor bagi anak laki-laki dan satu ekor bagi anak perempuan. c.
Upacara Sunatan, dilakukan pada saat anak laki-laki dikhitan. Namun pada usia mana anak itu dikhitan, pada berbagai masyarakat pelaksanaanya berbeda-beda. Ada yang melaksanakannya antara usia empat sampai delapan tahun dan pada masyarakat yang lain dilaksanakan takkala anak berusia 12-14 tahun. Pelasanaan khitan ini sebagai bentuk perwujudan secara nyata tentang pelasanaan hukum Islam. Sunantan atau khitanan ini merupakan pernyataan pengukuhuan sebagai orang Islam. Karena itu sering sunatan disebut Selam, sehingga menghitankan dikatakan nyelamaken, yang mengandung makna mengislamkan (ngislamaken).
d.
Upacara perkawinan, dilakukan pada saat pasangan muda-mudi akan memasuki jenjang berumah tangga. Upacara ini ditandai secara khas dengan pelaksanaan syariat Islam yakni aqad nikah (ijab qabul) yang dilakukan oleh pihak wali mempelai wanita dengan pihak mempelai pria dan disaksikan oleh dua orang saksi. Slametan yang dilakukan berkaitan dengan upacara perkawinan ini sering dilasanakan dalam beberapa tahap. yakni pada tahap sebelum akad, pada tahap akad nikah dan tahap sesudah akad nikah (ngunduh manten, resepsi pengantin). Antara upacara akad nikah dengan resepsi, dari segi waktu pelakasananya, dapat secara berurutan atau secara terpisah. Jika terpisah maka, dimungkinkan dilakukan beberapa kali upacara slametan, seperti pada saat ngunduh manten,
lx
pembukaan nduwe gawe ditandai dengan slametan nggelar klasa, pada saat mengakhirinya dilakukan slametan balik klasa. e.
Upacara kematian, pada saat mempersiapkankan pengiburan orang mati yang ditandai dengan memandikan, mengkhafani, menshalati, dan pada akhirnya menguburkan. Setelah penguburan itu selama sepekan, setiap malam hari diadakan slametan mitung ndino (tujuh hari), yaitu kirim doa dengan didahului bacaan tasybih, tahmid, takbir, tahlil, dan shalawat nabi yang secara keseluruhan rangkaian bacaan itu disebut tahlilan. Istilah tahlilan itu sendiri berarti membaca dzikir dengan bacaan Laa ilaaha illallaah. Slametan yang sama dilakukan pada saat kematian itu sudah mencapai 40 hari (matang puluh), 100 hari (nyatus), satu tahun (mendak pisan), dua tahun (mendak pindho), dan tiga tahun (nyewu). Tahlilan kirim doa kepada leluhur terkadang dilakukan juga oleh keluarga secara bersamasama pada saat-saat ziarah kubur, khususnya pada waktu menjelang bulan Ramadhan. Upacara ziarah kubur ini disebut upacara Nyadaran. Bentuk upacara lain, selain berkaitan dengan lingkaran hidup terdapat pula upacara yang berkenaan dengan kekeramatan bulan-bulan hijriyah seperti upacara Bakda Besar, Suran, Mbubar Suran, Saparan, Dino Wekasan Muludan, Jumadilawalan, Jumadilakhiran, Rejeban (Mikhraban), Ngruwah (Megengan), Maleman, Riyayan, Sawalan (Kupatan), Sela dan Sedekahan Haji. Sementara itu, masih terdapat jenis upacara tahunan, yaitu upacara yang dilaksanakan sekali setiap tahun.Termasuk dalam jenis upacara ini
lxi
adalah upacara peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, tanggal 12 Bulan Maulud, di sebut Muludan.Selain muludan, juga terdapat upacara Rejeban atau Mi‟radan dalam rangka memperingati peristiwa Isra‟ Mi‟raj Nabi Muhamamd SAW pada tanggal 27 Rajab.Kemudian juga ada upacara Nisfu Sya‟ban pada pertengahan bulan Sya‟ban (Ruwah) dan upacara Ruwahan pada tanggal 29 Ruwah.dimana sepekan sebelum bulan puasa (ramadhan) orang mengunjungi makam para leluhur atau Nyadaran. 3.
Mistisisme jawa Di Jawa, secara historis mistisisme masuk melalui pengikut tarekat Syatariyah, murid Abdurrauf Singkel, yaitu Abdul Hayyiyang terkenal sebagai wali Allah negeri Priyangan. (Murtadho, 2002:85) Menurut M.Murtadho (2002:75) mengemukakan bahwa proses mistik jawa secara umum berproses dari keselamatan (slamet) tahap awal sekali yang diikuti mayoritas orang Jawa, menuju ujung pengembaraan hidup yaitu menuju kesatuan kepada tuhan. Tahap paling akhir yang hanya didapatkan satu dua orang saja. Proses tranformasi mistik itu meliputi empat tingkatan, yaitu: (1) Tingkatan pencarian keselamatan (slamet), (2) Tingkatan pencarian kesaktian (kamukten), (3) Tingkatan pencarian karomah, (4) Tingkatan pencapaian kesatuan mistik manunggaling kawula gusti. Keempat struktur jalan mistik tersebut didasarkan pada alasan (1) Mistik adalah penekanan utama dari pada praktek Islam Jawa, maka tidaklah terlalu salah bahwa semua praktek berkaitan dengan islam jawa
lxii
sebagai pelaku mistik; (2) Kasekten, karomah (wahyu), manunggaling kawula gusti merupakan isi mistik yang dituju oleh Islam Jawa, maka seluruh usaha untuk pencapaian isi mistik tersebut bisa disebut sebagai jalan mistik. Adapun keempat jalan mistik yang dimaksud adalah sebagai berikut : a.
Pencarian Keselamatan (Slamet) Proses pertama dari mistisisme Islam Jawa adalah usaha untuk mendapatkan hidup yang aman (slamet). Konsep mendapatkan keselamatan ini hampir diikuti oleh semua orang Jawa. Perinsipnya bagaimana mencari hidup yang selamat. Orang Jawa memahami bahwa alam semesta ini telah tercipta sedemikian rupa yang memiliki tatanan yang tak terbantahkan. Satu-satunya untuk mendapatkan keselamatan hanyalah dengan mengikuti irama alam ini. Maka untuk itu orang Jawa memiliki berbagai upacara slametan sebagai ritus untuk mencari keselamatan hidup. Upacara dilaksanakan oleh kebanyakan orang Jawa, baik pelaksana itu betul-betul menghayati ritus itu dan tujuannya atau sekedar menggugurkan kewajiban budaya masyarakat.
b.
Pencarian kesaktian (kamukten) Tingkatan kedua setelah slamet, sebagian kecil orang Jawa berusaha meninggkatkan
kualitas
hidupnya
dengan
mengembangkan
ilmu
linuwihnya, yaitu ilmu yang menjadikan orang yang mengembangkannya memiliki
kekuatan
lebih
di
atas
manusia
kebanyakan.Untuk
mendapatkannya orang Jawa melakukan laku-laku ritual tertentu.
lxiii
c.
Pencarian karomah (Keramat) Proses berikutnya adalah tingkatan karomah atau kramat. Tingkatan ini hanya bisa dicapai dengan pensucian diri dari segala bentuk nafsu, kezuhudan dan laku yang berfokus kepada Allah. Karomah adalah kelebihan tertentu yang dimiliki oleh seseorang karena pemberian Allah, seperti diberikan kepada para wali. Berbeda dengan kasekten yang bisa digunakan untuk niat jahat berbeda dengan karomah yang hanya bisa digunakan dalam jalan yang nyata-nyata lurus.
d.
Pencapaian kesatuan mistik Ini merupakan tahapan paling tinggi yang sering disebut sebagai manunggaling kawula gusti. Tahapan ini biasanya atau di klaim hanya dapat dicapai oleh beberapa pelaku mistik dan sultan. Sultan dipercaya sewaktu-waktu bisa mencapai kesatuan mistik. Hal ini dianggap sebagai sumber illahiyah yang penting.untuk seluruh penduduk sultan. (Mutadho, 2002:76-79) Hal yang menarik dari perkembangan mistisisme di Jawa adalah terkait dengan adanya dua tradisi mistik ortodoks dan heterodoks, yaitu adanya dua jalan proses trasformasi mistik Islam. Pertama melalui pesantren, yang cenderung mengajarkan paham ortodoks dengan merujuk pada ajaran alGazali, al-Junayd dan al Qusyairi; dan kedua melalui penyerapan kesusastraan dan kepustakaan Jawa yang disponsori oleh pihak kraton, yang cenderung berpaham heterodoks merujuk pada ajaran al-Hallaj, Ibnu Arabi, Fadlullah al-Burhanpuri al-jilli. Karya terkenal di Jawa dalam tradisi
lxiv
heterodoks ini adalah serat Wirid Hidayat Jati karya Ranggawarsita. (Murtadho, 2002:86) 4.
Singkretisme agama Islam di jawa Menggabungkan Islam dengan budaya lokal dalam konteks ini adalah melaksanakan syariat Islam dengan budaya lokal dalam konteks ini adalah dilaksanakan syariat Islam dengan kemasan budaya jawa. Berbakti kepada orang tua adalah wajib. Dalam melaksanakan syariat ini masyarakat Jawa biasanya menggunakan media sungkem. Begitu pula dalam memperingati hari raya Idul Fitri masyarakat menyiapkan hidangan kupat dan lontong. Secara Keratabasa „kupat‟ dapat diartikan ngaku lepat. Hal ini merupakan simbolisasi dari perintah untuk meminta maaf kepada orang lain pada saat hari raya. Adapun „lontong‟, secara keratabasa dapat diartikan sebagai alone kothong, kesalahannya kosong/habis. Hal ini merupakan simbolisasi dari doa agar semua dosanya termaafkan sehingga dirinya bersih dari suci dari dosa. (Amin, 2002:107) Praktek Islam Jawa baik di dalam tradisi di lingkungan kraton maupun dalam tradisi dikalangan rakyat banyak menimbulkan pendapat yang berbeda-beda.Khususnya dari kubu Islam normatif adalah persoalan singkretisme agama dalam Islam Jawa yang mengarah ke arah perilaku syirik. Padahal syirik adalah dosa terbesar dalam beragama yang sulit terampuni dan tindakan syirik merupakan kedzaliman yang berat. Menjawab tuduhan syirik ini, Islam Jawa memiliki sebuah teori yang dijadikan pedoman oleh mereka yaitu teori bahwa segala sesuatu yang
lxv
mengalihkan perhatian dari persoalan kesatuan dengan Allah adalah syirik, sementara segala sesuatu yang mendorong pada kesatuan dengan Allah itu bukan syirik. Bagi Islam Jawa, selama tindakan seseorang itu masih dalam rangka menuju tuhan, maka tindakan ini tidak bisa dikatakan syirik. (Murtaho, 2002:80)
lxvi
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Kramat Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil wawancara (Kode.PPPK.B5) di peroleh data sebagai berikut : Pondok Pesantren Kramat merupakan salah satu pondok pesantren yang terletak di kelurahan Desa Kesongo. Di wilayah ini terdapat 3 pondok pesantren salaf lain yang masing-masing memiliki keunggulan yang berbeda. Selain pondok pesantren Kramat, terdapat 2 pondok pesantren yang lain yakni, pondok pesantren Al-Asyhar yang terletak di Dusun Ngentaksari, dan pondok pesantren Al-Riyadhoh yang terletak di Dusun Kesongo Lor. Pondok Pesantren Kramat yang terletak di Dusun Sejambu, didirikan oleh seorang ulama salaf yakni Kyai Masykuri pada tanggal 29 Januari tahun 1970 atau bertepatan pada tanggal 21 Dulqo‟dah 1308 H yang kemudian setelah wafatnya Kyai Masykuri dilanjutkan oleh anak lak-lakinya yakni Kyai Suweifi Hidayat hingga saat ini. Latar belakang pendirian pondok pesantren ini karena pada saat itu dirasa olek Kyai Masykuri terdapat kekosongan lembaga pendidikan agama antara tahun 1960-1970 di daerah Kec. Tuntang semenjak meninggalnya Kyai Hasyim (Nggandeng). Dari hal inilah yang kemudian mengilhami Kyai Masykuri untuk mendirikan sebuah pondok pesantren.
lxvii
Kemudian berdirilah sebuah pondok pesantren yang beliau beri nama Dzawil Ulum, namun kemudian berubah nama menjadi pondok pesantren Kramat. Nama “Kramat” diambil dari suatu nama sungai (Kali) yang berada di sebelah Barat pondok Putra. Namun seiringnya waktu ada yang berpendapat berbeda mengenai penamaan pondok pesantren. Kata “Kramat” dalam penamaan pondok pesantren ini merupakan bentuk kata serapan yang berasal dari bahasa Arab yakni وش ا ِخ- وّش ِب-َ ىش٠ -َ وشyang artinya mulia atau kemuliaan. Kemudian pengaruh jawa menjadikan nama itu menjadi “Kramat”. Tujuan utama mendirikan Pondok Pesantren Kramat yaitu untuk memperjuangkan agama Allah SWT dan diharapkan para santri yang menimba ilmu di Pondok Pesantren Kramat mendapatkan karomah dan ilmu yang bermanfaat di dunia dan akhirat. Santri yang mondok atau menimba ilmu di Pondok Pesantren ini merupakan santri-santri pendatang yang berasal dari daerah sekitar Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, Jepara, dan daerah sekitarnya. Kegiatan belajar-mengajar dalam Pondok Pesantren Kramat dilakukan seperti kegiatan pondok pesantren yang lain. Hanya saja ada kegiatan keislaman yang lain yang menjadikan pondok pesantren ini berbeda yaitu kegiatan bershalawat yang dilakukan turun menurun dari pendiri pondok pertama kali hingga saat ini yaitu jenis Shalawat Burdah yang yang dilakukan satu kali dalam satu minggu yakni setiap hari Kamis, malam Jum‟at dan
lxviii
Khataman Burdah yang merupakan satu bentuk peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. B. Ritual Keagamaan Shalawat Burdah 1.
Tatacara Shalawat Burdah Ritual keagamaan Shalawat Burdah dapat peneliti himpun
berdasarkan hasil observasi (Kode.R.SB) di tempat penelitian. Adapun hasil dari observasi yang telah kami lakukan mulai tanggal 5 Juni-25 Juli 2013 yaitu, pelaksanaan ritual keagamaan Shalawat Burdah dilakukan satu kali dalam setiap minggunya yakni hari Kamis malam Jum‟at. Sedangkan Khataman Burdah dilakukan 2 kali dalam setiap tahunnya yaitu pada bulan Rabiul Awal dan bulan Sya‟ban.Pada bulan Robiul awal dilakukan untuk memperingati maulid Nabi Muhammad SAW. Ritual keagamaan shalawat burdah dipimpin oleh seorang imam. dan di sini yang bertindak sebagai imam yang memimpin Shalawat Burdah adalah pengasuh Pondok Pesantren Kramat yaitu Kyai Suweifi Hidayat dan diikuti oleh jama‟ah. Proses ritual keagamaan Shalawat Burdah dilaksanakan mulai dari persiapan seperti persiapan tempat, alat-alat pengeras suara atau sound system, makanan dan minuman yang akan dihidangkan dan hal ini dipersiapkan lebih awal. Ini dilakukan dengan tujuan untuk memuliakan tamu atau jama‟ah yang hadir dalam majelis Shalawat Burdah. Jama‟ah mulai hadir setelah shalat Isya yakni pukul 19.30 WIB. Mereka duduk ditempat yang telah disediakan dan terpisah antara jama‟ah laki-laki dan jama‟ah perempuan.Jama‟ah duduk bersila dalam shof yang
lxix
teratur seperti shof dalam shalat.Dengan mendegarkan lantunan syair yang ditujukan kepada Syeikh Abdul Qodir Al-Jaelani sebagai penghormatan kepada beliau dengan diiringi oleh seni rebana. Jama‟ah mulai berdatangan dan mulai mempersiapkan diri untuk bershalawat kepada baginda Nabi Muhammad SAW. Adapun syairnya diambil dari kitab An-Nur Al-Burhanniy Fi Manaqib Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani sebagai berikut :
lxx
Proses pembacaan Shalawat Burdah dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap pertama tepat pada pukul 20.00 WIB ritual dimulai dengan membaca surat Al-Fatihah yang di pimpin oleh imam. Pembacaan Al-fatihah dikhususkan untuk Nabi Muhammad SAW, Para Ahlul Bait, dan sahabat Nabi Muhammad SAW. Selain itu juga ditujukan untuk Imam Bushiri (pengarang syair shalawat Burdah), dan para ahlul bait jama‟ah masing-masing. Kemudian imam membaca shalawat di ikuti oleh para jama‟ah.
Selanjutnya imam membaca syair doa pembuka shalawat yang diambil dari shalawat Ad-Diba‟i
lxxi
lxxii
Selanjutnya membaca ayat Al-Quran, yakni Q.S. Al-Fatihah, Q.S. AtTaubah ayat 128-129, dan Surat Al-Ahzab ayat 56 dengan susunan sebagai berikut :
Q.S Al Fatihah
Q.S At-Taubah ayat 128-129
Q.S Al-Ahzab ayat 56
Para Jama‟ah membacanya bersama-sama seiring dengan bacaan imam kemudian diakhiri dengan shalawat Nabi bersama-sama yaitu :
ٌٗعً اٚ ٗ١ٍ ثب سن عٚ ٍُ عٚ ًُ صٌٍٙا lxxiii
Tahap kedua dalam ritual pembacaan Shalawat Burdah yakni membaca syair-syair Shalawat Burdah yang terbagi dalam 10 Bab. Dalam pembacaan shalawat burdah menggunakan berbagai macam lagu. Penggunaan lagu dalam membaca syair atau khasidah disebud Arudl (Adib, 2009:28) Kemudian di tengah-tengah Shalawat Burdah para jama‟ah serentak berdiri dengan membaca shalawat. Pada posisi ini disebut dengan Asyraqal. Para jama‟ah membaca shalawat sebagai berikut :
lxxiv
lxxv
lxxvi
Setelah bacaan Asraqal jama‟ah duduk bersila kembali kemudian membaca bacaan Shalawat Burdah lagi. Ritual keagamaan Shalawat Burdah diakhiri dengan doa yang dipimpin oleh Imam. Akan tetapi, pada waktu-waktu tertentu dilanjutkan dengan Dzikir dan Tahlil atau (Tahlilan). Misalnya pada setiap malam Jum‟at Kliwon dan saat Khataman Burdah di bulan Robiul Awal dan Sya‟ban. Setelah ritual Shalawat Burdah selesai berbagai makanan dan minuman dihidangkan. Dari keseluruhan proses ritual keagamaan Shalawat Burdah memakan waktu 2,5 Jam. Sehingga, sekitar pukul 22.30 WIB selesai. Kemudian sebagian jama‟ah mengikuti Majelis yang bertempat di rumah Imam atau rumah pengasuh pondok pesantren Kramat, dan ada juga yang langsung pulang ke rumah masing-masing.
lxxvii
Majelisan disini merupakan salah satu sarana penyampaian ajaran-ajaran akhlak ketasawufan. Pelaksanaanya dilakukan sampai fajar datang yakni sekitar pukul 03.00 WIB. 2. Tujuan Dan Fungsi Shalawat Burdah Shalawat Burdah merupakan satu bentuk ritual keagamaan yang merupakan salah satu dari sekian banyak jenis shalawat yang berkembang di Indonesia. Shalawat Burdah memiliki tujuan yang hampir sama seperti shalawat pada umumnya. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh (Kode.LK.B1) (Rabu, 17 Juli 2013, pukul 16.00 WIB di rumah Informan) mengemukakan bahwa tujuan dari Shalawat Burdah ialah untuk mendapatkan ketenangan hati. Seperti yang diungkapkan dalam traskip wawancara: “Yo gen tenang tha Mbak atine (B1) kan nak bar shalawatan biasane atine ayem”. Karena pada dasarnya yang dirasakaan oleh para jama‟ah setelah mengikuti Shalawat Burdah adalah ketenangan hati dan jiwa. Sedangkan fungsi dari ritual Shalawat Burdah yakni pemenuhan kebutuhan rohani yang dengan bershalawat maka kebutuhan jama‟ah dapat terpenuhi dengan baik. Wawancara (Kode.LL.B1) (Kamis, 18 Juli Pukul 16.00 WIB, di rumah Informan) mengemukakan bahwa tujuan dari Shalawat Burdah yakni mengharap ridho Allah SWT dan syafaat Nabi Muhammad SAW. Seperti yang diungkapkan dalam traskip wawancara : “Tujuane yo kanggo ngadang-ngadang ridhane gusti Allah lan syafaate kanjeng Nabi tha”. (B1)
lxxviii
Sedangkan menurut wawancara (Kode.PPPK.B2) (Kamis, pukul 18.00 WIB di rumah Informan) mengemukakan bahwa tujuan dari Shalawat Burdah ialah sebagai pemenuhan kewajiban kita sebagai umat Islam karena sesuai dalil yang tertulis dalam Al-Qur‟an surat Al-Ahzab ayat 56. Allah dan malaikatnya bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW apalagi kita maka sangat dianjurkan. Seperti yang diungkapkan dalam traskip wawancara : “Shalawat karo Kanjeng Nabi kuwi kewajibane umat Islam kabeh wis akeh dalil sing njelasake kewajiban shalawat. Koyo surat Al-Ahzab ayat 56, Allah karo malaikat wae shalawat karo kanjeng Nabi opo meneh awak e dewe, wong Islam yo kudu lan wajib hukume shalawatan.” (B2) Maka fungsi dari Shalawat Burdah tersebut adalah untuk melaksanakan kewajiban kita sebagai umat untuk bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Pendapat lain dikemukakan dikemukakan dalam wawancara (Kode.AH.B1) (Jumat, 19 Juli pukul 13.00 WIB bertempat dirumah Informan) mengemukakan bahwa tujuan dari Shalawat Burdah ialah untuk mengharap syafaat Nabi Muhammad SAW dan mengharap ridho Allah SWT. Sesuai dalam traskip wawancara : “Yo opo meneh nak ra njaluk syafaate kanjeng Nabi karo ridhane gusti Allah”. (B1) Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan dalam wawancara (Kode.MT.B1) (Sabtu, 20 Juli 2013 pukul 20.00 WIB di rumah Informan) yang mengemukakan bahwa tujuan Shalawat Burdah yakni untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Selain itu dengan kita bershalawat maka kita akan termasuk dalam pengikut atau umat Nabi Muhammad SAW sehingga diharapkan kita akan
lxxix
mendapatkan syafaat besok di hari Kiamat. Seperti yang tertera dalam traskip wawancara : “ Shalawat kuwi yo kanggo mendekatkan diri karo gusti Allah ta‟ala. Trus nak awake dewe gelem shalawatan kan mlebu dadi pengikute kanjeng Rosul insyaalah entuk syafaat sok nak kiyamat”. (B1) Dari berbagai pendapat hasil wawancara di atas maka dapat disimpulkan bahwa banyak informan yang berpendapat bahwa tujuan dari Shalawat Burdah yakni untuk mengharap ridha Allah SWT serta mendapatkan syafaat dari Nabi Muhammad SAW sedangkan fungsi dari Shalawat Burdah yakni untuk mengugurkan kewajiban kita sebagai umat Islam dalam bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Shalawat Burdah yang ada dan menjadi ritual keagamaan di Pondok Pesantren Kramat merupakan bentuk ritual keagamaan yang memiliki tujuan yang berbeda dengan bentuk ritual keagamaan yang lain karena pada dasarnya shalawat merupakan satu kegiatan keagamaan yang disunahkan karena tidak ada dalil yang secara tegas mewajibkan untuk bershalawat kepada Nabi namun, walaupun hukumnya tidak wajib shalawat menjadi sunah muakad atau ibadah yang sangat dianjurkan sesuai dengan dalil Al-Qur‟an surat Al-Ahzab ayat 56.
3.
Keterlibatan Jama’ah Dalam Ritual Keagamaan Shalawat Burdah. Ritual Shalawat Burdah dipimpin oleh seorang imam atau mursyidsedangkan
para jama‟ah menjadi makmum dalam bershalawat.Hampir sekitar 400-500 orang yang hadir pada setiap hari Kamis malam Jumat disetiap minggunya. Sedangkan keadaan akan berbeda pada saat Khataman Shalawat Burdah, jumlah jama‟ah
lxxx
yang, menghadiri majelis Shalawat Burdah berjumlah kurang lebih sekitar 5000 orang yang berasal dari berbagai daerah. Jama‟ah terlibat dalam majelis Shalawat Burdah dan memiliki tugas masingmasing. Salah satunya ialah sebagai Tukang parkir dalam hal ini yang bertugas mengamankan kendaraan milik jama‟ah sedangkan yang mendapat tugas tersebut orangnya selalu sama sehingga pekerjaan menjadi tukang parkir diminta oleh imam agar diniatkan sama seperti jama‟ah lain yang mengikuti majelis Shalawat Burdah sehingga pahalanya sama dengan mereka yang berada di dalam pondok untuk bershalawat. Selain menjadi tukang parkir ada juga yang bertugas untuk mengurusi Shound Systemdan dekorasi ruangan. C.
Tradisi Jawa Yang Terdapat Dalam Rangkaian Shalawat Burdah Menurut wawancara (Kode.PPPK.B4) (Kamis, 18 Juli 2013 pukul 18.00
WIB di rumah informan) mengungkapkan bahwa pemakaian benda-benda yang mengandung makna tersendiri dan digunakan sebagai dekorasi Khataman Shalawat Burdah merupakan salah satu bentuk pelestarian tradisi jawa. Sesuai traskip wawancara : “Pancen seng tak pasang ki kabeh ono artine mulane gen do berfikir (Afala tatafaqarun) Apakah kamu tidak berfikir ?kabeh ono maknane dewedewe”.(B4) “Yo pancen ono yen jaman Walisonggo ngunakke lagu ilir-ilir yen neng pondok Kramat kene, nggunakake buah-buahan kanggo maknane. Kabeh mengndung unsur Tradisi Jawa.Arab di garab , Jowo di gowo”.(B4) Beliau menuturkan bahwa pada zaman penyebaran Islam pada era Walisonggo salah satunya yakni Sunan Kalijogo. Sunan menciptakan lagu Ilir-Ilir sebagai pepeling atau peringatan kepada manusia. dan di dalam Khataman
lxxxi
Shalawat Burdah ini mengunakan simbol benda-benda yang dijadikan ornamen dekorasi seperti, Janur Kuning, Kelapa Gading atau Cengkir, aneka buahbuahan,aneka bunga-bungaan yang memiliki arti dan kandungan nasehat yang begitu penting untuk kehidupan manusia. Khususnya ditujukan untuk para jama‟ah Shalawat Burdah. Beliau menambahkan bahwa sebagai umat islam yang tinggal di wilayah pulau Jawa hendaknya mengerti dan paham akan semboyan Arab di garab Jowo di gowo maksunya ialah, kita sebagai umat Islam harus belajar tentang ilmu-ilmu agama salah satunya yakni belajar Al-Quran dan kitab-kitab yang ditulis dengan menggunkan bahasa arab. Namun, kita sebagi bagian dari orang Jawa juga harus tetap melestarikan adat istiadat dan kebudayaan orang Jawa dan tradisi yang terdapat di dalamnya tidak hilang begitu saja sehingga kita dapat melestarikannya dan mewariskannya kepada anak cucu kita. Adagium ini merupakan hasil olah fikir dari pengasuh Pondok Pesantren Kramat yang merupakan semboyannya dalam menyampaikan inti ajaran Shalawat Burdah. Wawancara (Kode.MT.B2) (Sabtu, 20 Juli 2013 pukul 20.00 WIB di rumah Informan) menambahkan bahwa didalam Shalawat Burdah terdapat tradisi Jawa yang bertujuan untuk melestarikan dan memberikan nasehat kepada para jama‟ah dengan bentuk yang berbeda agar mereka mau untuk memikirkan nasehat-nasehat yang terkandung dalam benda-benda yang dipasang sebagai hiasan dalam Khataman Burdah. Sesuai traskip wawancara : “Yo kanggo melestarikan tradisi wong mbiyen gen ora ilang. (B2) nak wong sak iki lak dikandani ki ora tau digatekake”.
lxxxii
Menurut hasil wawancara (Kode.LL.B2) (Kamis, 18 Juli 2013 pukul 16.00 WIB di rumah Informan) pemasangan dekorasi dari ornamen benda-benda dalam Khataman Shalawat Burdah memiliki maksud tersendiri. Selain sebagai hiasan, benda tersebut juga memiliki makna tertentu. Beliau juga menambahkan akan pentingnya melestarikan tradisi Jawa mengenai penyampaian nasehat yang memiliki cara tersendiri dengan simbol-simbol atau lambang di balik suatu benda. Sesuai traskip wawancara : “Janur kae ono artine dewe, kabeh kae seng di pasang ki asline pitutur kanggo jamaah”. (B2) “Yo iyo tha, wong Jowo ki ndwe coro dewe seng digunakke kanggo menehi pitutur (B2) contone Janur mau , sejatine nur, nur kuwi cahaya sejatine cahaya kuwi yo mung ono neng njero ati.yo ngono kuwi conto ne”. Sedangkan hal yang menarik disini menurut pengamatan peneliti yaitu makna di balik benda-benda yang dijadikan ornamen dekorasi ketika Khataman Shalawat Burdah sebagian jama‟ah yang lain menganggap bahwa benda-benda tersebut memiliki Barokah tersendiri sehingga biasanya seusai acara Khataman Burdah benda-benda tersebut di perebutkan oleh sebagian jama‟ah. Mereka berebut benda-benda tersebut karena bertujuan untuk ngalap berkah atau mencar berkah Khataman Shalawat Burdah. Namun, ada juga sebagian jama‟ah yang berkeyakinan bahwa benda-benda tersebut memiliki kekuatan tertentu. Semisal seseorang mengambil daun Janur yang dijadikan hiasan dekorasi saat Khataman Shalawat Burdah kemudian ia meletakkan daun Janur itu di atas pintu rumahnya dan mereka berkeyakinan bahwa dengan hal tersebut maka rumahnya akan jauh dan terhindar dari marabahaya.
lxxxiii
Oleh sebab itu agar tidak menjadikan hal ini mendekati syirik yang dilarang oleh agama maka, peneliti mencoba menggali makna yang terkandung dalam benda-benda yang dijadikan ornamen dekorasi dalam Khataman Burdah tersebut. Melalui wawancara (Kode.PPPK.B3) (Kamis,18 Juli 2013 pukul 18.00 WIB bertempat di rumah Informan). Benda-benda tersebut diantaranya adalah sebagai berikut : 1.
Daun Janur Janur adalah daun Kelapa yang masih muda dan berwarna Kuning. Dalam kaitan maknanya adalah serapan dari kata bahasa arab سٛٔ عبءatau memiliki arti datangnya cahaya. Yang dimaksud disini adalah datangnya Nabi Muhammad SAW dengan agama islam. Agama islam di ibaratkan sebagai cahaya bagi kaum jahiliyyah yang hidup diselimuti dengan kegelapan akhlak dan kegelapan berfikir. Sesuai traskip wawancara : “Ngene nak Janur kui maknane (ja‟a nur) utowo datangnya cahaya. La cahaya ne sopo ?cahayane Kanjeng Nabi. Rosullulah datang dengan cahaya yoiku agama Islam (Ayat wama ar salnakan ila rohmatal lil alamin) Rosul datang dadi rahmate wong neng ndonyo”.(B3)
2.
Buah-buahan yakni Buah Nanas, Buah Salak, dan Buah Pisang Menurut pendapat informan yakni pengasuh pondok pesantren Kramat, ketiga buah ini memiliki rangkaian makna yang utuh menjadi satu yaitu yang pertama, buah nanas dimaknai sebagai „Nas‟ makna dalam bahasa arabnya adalah manusia sesuai dengan Q.S An-Nas. Selanjutnya yang kedua adalah buah salak yang
lxxxiv
berarti
perintah
untuk
mencari
jalan
hidup
yang benar.
Perumpamaan buah salak juga merupakan kata serapan dari bahasa arab yaitu salaka-yasluku-sulukan ay tariqon atau toriqot yakni jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan jalan yang benar.dan jalan yang benar itu dilambangkan dengan buah pisang yang berbentuk lurus. Jadi, maksud dari ketiga buah ini adalah kita (jama‟ah) sebagai seorang manusia hendaknya mencari jalan yang benar untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sesuai traskip wawancara : “Oh yo, maknane buah-buahan ki ono urutane,nomer 1.Nanas, nomer 2. Salak, 3. Pisang 1. Nanas kui kaitane “Nas” yoiku manungso-manungso. (B3) 2. Salak, do golek o dalan sing bener (salak,yaslku,sulukan= dalan), ai toriqon utowo toriqot yoiku dalan mendekatkan diri kepada Allah. (B3) Menungso kudu mencari jalan yang benar di lambangake pisang utawa gedahang. Dalan yang benar yoiku ajaran kang di gowo oleh Rosulullah. Ajarane rosul kuwi ono 4 yoiku:syariat, tarikot, hakekat lan ma‟rifat”.
3.
Buah Duku dan Buah Kemudu Dalam hal ini buah duku dan kemudu memiliki arti yang sama yakni seorang manusia harus beribadah kepada Allah SWT. Dalam ungkapan bahasa Jawa manungso kuwi kudu ngibadah.Sesuai traskip wawancara : “Oh yo nak Duku karo Kemudu kui maknane menungso Kudu ngibadah. Opo wae seng tak pasang neng kene ono maknane mulane jama‟ah ki gent do ngerti tak pasang buah Apel kui afala tatafaqarun jama‟ah kui gent do berfikir yo ora mung gawe rebutan tok tapi yo do berfikir o”. (B3)
lxxxv
4.
Buah Apel Buah ini digunakan sebagai perlambang dari ayat “afala tatafakkarun” yang memiliki arti apakah kamu tidak berfikir? Yang dimaksud berfikir kali ini adalah bahwa semua benda-benda yang dijadikan hiasan dekorasi dalam khataman shalawat burdah ini memiliki arti masing-masing dan diharapkan jama‟ah mau memikirkannya
dan
mengambil
nasehat
yang
terkandung
didalamnya. 5.
Pembakaran kayu Gaharu Pembakaran kayu gaharu dalam ritual shalawat burdah memiliki maksud dan tujuan tertentu. Hal ini dilakukan sebagai wujud dalam menjalankan sunnah Rasullullah SAW. Karena Rasulullah SAW menyukai wewangian baik berupa minyak wangi, bungabungan atau pembakaran kayu gaharu. Hal ini ditujukan agar dengan bau wangi yang timbul dari pembakaran kayu gaharu maka, akan tercipta suasana yang tenang dan menimbulkan kekhusu‟an dalam melakukan ibadah dalam hal ini adalah bershalawat. Sesuai traskip wawancara : “ yo bedo !, penggunaan kayu Gaharu kuwi sunnah ono hadiste, sek tak golek ke (Abah memberikan catatan sebuah artikel yang di berikan kepada peneliti) nyo iki sejarahe Burdah karo hadist seng mok tekok e mau. Rosulullah kui menyukai wewangian mulane dibakari kayu Gaharu nggon Burdah kui.karena wewangian akan membawa ketenangan dalam beribadah”.(B3)
lxxxvi
Mengenai kayu pemakaian kayu Gaharu yang di bakar ini Beliau memiliki pedoman yang dijadikan pedoman dalam pembakaran kayu Gaharu.Pendapat ini di dasarkan pada kitab Taudlihul Adillah karangan K.H.M. Sjafi‟I Hadzmi jilid III halaman 35 dengan hadist yang diriwayatkan dari Jabir ra. Dari Nabi SAW, Bersabda:
اٚرشٚذ ـب١ٌّارا عّشرُ ا Artinya : “Apabila kamu mengukup mayit, maka ganjilkanlah”. (HR. Ibnu Hibban dan Alhakim) Dan dari riwayat Addailami :
ذ١ٌّا وفٓ اٚ عّش Artinya : “Ukuplah olehmu akan kafan mayit.” Dan menurut riwayat Ahmad :
ٖ صال صبٚ ذ ـب عّش١ٌّا داا عّش رُ ا Artinya :“Apabila kamu mengukup mayit, maka ukuplah tiga kali.” Dan menurutriwayat Ahmad dan Al hakim :
ُ ا ْ رغّش إٙ ا اهلل عٟ ا ثٓ عجب ط س ظٚ ا ثٓ عّشٚ ذ١ ععٛ ا ثٞصٚا دُٛ ثب ٌعٙٔ وفب Artinya: “Telah berwasiat Abu Said, Ibnu Umar dan ibnu Abbas ra. Bahwa diukup kain-kain kafan mereka itu dengan kayu Gaharu”
lxxxvii
6.
Kembang (Bunga) Khantil Bunga ini memiliki makna dalam bahasa jawa kanthi laku, tansah kumanthil atau simbol pepeling atau nasehat bahwa untuk meraih ilmu itu kalakone kanthi laku.atau dengan bahasa lain untuk meraih ilmu spiritual serta meraih kesuksesan lahir dan bathin itu harus dengan usaha yang sungguh-sungguh. Tidak cukup hanya dengan berdoa saja. Bunga kanthil juga mengandung pengertian adanya talirasa atau tansah kumanthil-kanthil dimaksudkan agar para jama‟ah memiliki rasa saling menyayangi satu dengan lainnya, tidak membedakan satu dengan yang lainnya karena dimata Allah SWT semua manusia sama yang membedakan adalah tingkat ketakwaannya saja. Sesuai traskip wawancara : “Kanthil kui kanti laku tasah kumantil,golek ilmu kui kudu bersungguh-sungguh,utowo kumanthil kanthil ono roso saling menyayangi,melathi melat seko njero ati,berbicara bertindak kui kudu tulus ikhlas ora keno pamer”.(B3)
7.
Kembang (Bunga) Melathi Mengandung makna, rasa melad soko njero ati, maksudnya ialah kita dalam berbicara hendaknya selalu mengandung ketulusan dari hati nurani. Selalu melakukan kebaikan dengan tulus ikhlas tidak hanya untuk pamer atau riya‟. Diharapkan jama‟ah dapat mengambil makna filosofi dari bunga melati dan menerapkannya dikehidupannya.
lxxxviii
8.
Daun Pandan Pohon Pandan merupakan satu tanaman yang banyak tumbuh di desa. Banyak manfaat yang bisa diambil dari daun pandan. Seperti untuk bahan baku pembuatan tikar, pewarna alami dan penambah aroma dalam masakan. Demikian dalam kehidupan ini apakah kita hidup telah memberikan manfaat dan warna bagi orang lain seperti daun pandan. Ada piwulangatau nasehat orang jawa yang mengatakan “Urip iku kudu migunani tumpraping liyan”yang berarti “Hidup itu harus bermanfaat bagi orang lain”karena sebaikbaiknya manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain. Sesuai traskip wawancara : “Pandan kae kan akeh manfaate,wong urip kui kudu migunani tumprap liyan,amargo wong seng paling apik kui seng bermanfaat kanggo liyane”.(B3)
9.
Kelapa Gading Dalam bahasa jawa kelapa gading sering disebut dengan cengkir, yang memiliki makna filosofi kencenge piker maksudnya, yaitu kencangnya dan kuatnya berfikir yang baik. Diharapkan para jama‟ah selalu berfikir dengan sungguh-sungguh untuk selalu berbuat baik. Sesuai traskip wawancara : “Klopo enom lak cengkir,utowo kencenge pikir jamaah ki kudu selalu berfikir tentang kebaikan”.(B3)
lxxxix
10.
Pohon Jagung Makna yang terkandung dalam jagung yaitu merujuk pada bentuk buah jagung yang memiliki biji yang banyak tapi tetap terbungkus dengan rapi oleh lapisan-lapisan kulit klobotnya (kulit jagung) tidak seperti Jambu Mete yang hanya berbiji satu namun di perlihatkan. Makna filosofinya adalah hendaknya seseorang dalam hal ini harus bersifat rendah hati, tidak bersikap sombong dan tidak memamerkan kelebihannya. Sesuai traskip wawancara : “Jangung kae isine akeh neng ditutupi rapet karo kulit e ora koyo mete isine siji neng di pamerke,maksud e wong ki ora oleh pamerpamer kelebihane kudu rendah hati”.(B3)
11.
Sapu Sodo / Sapu Lidi Memiliki arti bahwa umat islam harus selalu menjaga persatuan dan mempererat tali persaudaraan antara sesama umat islam dan diharapkan jama‟ah juga dapat mengambil makna filosofi di balik sapu lidi tersebut. Sesuai traskip wawancara : “yo nak kui lambang persatuan dan kesatuan, wong Islam kui kudu bersatu mempererat tali persaudaraan antar jama‟ah”.(B3)
xc
BAB IV PEMBAHASAN A. Shalawat Burdah Prespektif
Nilai-Nilai Yang Terkandung di
dalamnya. Nilai yang terkandung dalam Shalawat Burdah salah satunya yang paling menonjol yakni nilai pendidikan akhlak. Majelis Shalawat Burdah disebut juga majelis pembersihan jiwa atau tasawuf . hal ini terlihat dalam ajaran-ajaran dan praktik tarekatnya (tradisi ritual Burdahan) yang ternyata terdapat nilai-nilai akhlak yaitu, akhlak ketasawufan misalnya saja, taubat, zuhud, sabar, ikhlas, tawakal, mahabah, khauf dan raja‟i. Hal tentang nafsu bahkan mengenal hakikat Nur Muhammad SAW. Maka dari itu, tradisi ritual Burdahan di Pondok Pesantren Kramat juga merupakan sarana pendidikan tasawuf bagi jama‟ah. Mengenai kandungan nilai akhlak dan pengamalan nilai akhlak tersebut Majelis Shalawat Burdah mengenal dengan “Sanepan” (bahasa isyarat). “Golek ono wong tuamu, nak wis ketemu, nak wis ketemu mulyakno; Golekono awakmu, nak wis ketemu tokno seko dunya; Golekono tipak lakumu nak wis ketemu noleha mburi, terus tangisono.” Maksudnya, carilah orang tuamu, kalau sudah ketemu muliakanlah mereka; carilah dirimu, bila sudah ketemu keluarkanlah dari dunia; Tengoklah kebelakang kemudian tangisi dosa-dosa dan kelakuan burukmu. Kaitannya dengan orang tua, di sini diibaratkan dengan “Klopo loro” yaitu guru dan kedua orang tua. Sanepanya “wong tuwo seko xci
nduwur ngedonake, guru soko ngisor nggunggah ake”maksudnya, orang tua dari atas melahirkan ke dunia. Guru dari dunia membimbing murid kembali kejalan menuju pada Allah SWT. Majelis Shalawat Burdah adalah majelis pembersihan jiwa (tasawuf). Dalam prosesnya murid akan dibimbing oleh seorang mursyid yang berpengalaman dalam makrifat kepada Allah. Peran mereka adalah sebagai penerus Rasulullah menangung sebagaian tugas kenabian. Jadi, tugasnya hanya pada murid-muridnya dalam membantu membersihkan jiwa atau hati seorang murid akan menghantarkannya menuju pada Allah oleh sebab itu guru dikatakan “seko ngisor ngunggahake.” Dengan demikian sudah sepatutnya murid mematuhi gurunya memasrahkan diri sebagai murid yang akan dibimbing bertaqarub pada Allah SWT. Ini termasuk cara berakhlak pada guru (mursyid) dalam bertareqat. Dalam Majelis Shalawat Burdah, cara berakhlak pada guru (mursyid) terlihat pada pola hubungan guru dengan murid yaitu dalam istilah ”Ngaji perintah” perintah guru yang dijatuhkan pada murid sesuai dengan ajaran yang terdapat dalam Shalawat Burdah. Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam tradisi ritual Burdahan ada dua pertama, nlai-nilai pendidikan akhlak dalam syair Shalawat Burdah termasuk akhlak tasawuf.
Misalnya, taubat, zuhud, nafsu, khauf, dan
raja‟i, mahabah dan Nur Muhammad. Kemudian yang kedua, nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat pada inti ajaran majelis Shalawat Burdah
xcii
di Pondok Pesantren Kramat yaitu sifat sabar, ikhlas dan tawakal. Maka dari itu, tradisi ritual burdahan di Pondok Pesantren Kramat merupakan sarana pendidikan tasawuf pada jama‟ah. Implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam Shalawat Burdah dalam kehidupan diungkapkan melalui bahasa isyarat atau (sanepan) “Golek ono wong tuamu, nak wis ketemu, nak wis ketemu mulyakno; Golekono awakmu, nak wis ketemu tokno seko dunya; Golekono tipak lakumu nak wis ketemu noleha mburi, terus tangisono”. Dalam ungkapan di atas ternyata mengandung akhlak seorang hamba pada Allah SWT, Rasulullah SAW , dan diri sendiri. Secara garis besar ajaran pokok dalam majelis Shalawat Burdah adalah untuk menjadi hamba yang bertakwa dengan sebaik-baiknya. Dalam Al-Quran dijelaskan bahwa tingginya derajat seorang hamba tergantung ketakwaannya untuk mencapai ketakwaaan ini seorang hamba harus melalui tiga jalan yaitu syariat, tarikat, hakekat. Syariat merupakan jalan awal yang ditempuh seorang hamba untuk beribadah kepada Allah dengan sebaik-baiknya. Memegang teguh agama Allah dan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dengan jelas. Yaitu beribadah berdasarkan dalil-dalil Al-Quran dan Hadis. Beribadah dengan menetapi syarat sah,wajib dan rukun yang telah ditentukan untuk mendapatkan kesempurnaan dalam Islam. Terekat adalah perjalanan menuju pada Allah dengan penuh keyakinan sebenar-benarnya yang akan membuahkan keyakinan dalam
xciii
hati mengerjakan sesuatu dengan kesungguhan hati dan meninggalkan segala sesuatu yang dapat melupakan dari ingatan kepada Allah SWT. Hakekat adalah kebenaran sejati yang akan menghantarkan seorang hamba kepada Allah SWT dalam beribadah seolah-olah disaksikan oleh Allah SWT dan dengan penuh keikhlasan sehingga timbul mahabah dan kerinduan pada sang maha pencipta. B. Shalawat burdah prespektif dalil Islam secara murni. Shalawat
Burdah
merupakan
jenis
shalawat
yang
dalam
perkembangannya tidak ada dalil yang secara jelas menerangkan tentang Shalawat Burdah. Akan tetapi dasar yang digunakan sebagai patokan untuk mengadakan majelis Shalawat Burdah yakni dalil yang secara tegas menjelaskan tentang dianjurkannya bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW yakni Q.S. Al-Ahzab ayat 56
Artinya : “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. Sedangkan dalil yang menjelaskan tentang perintah bershalawat dalam hadis yaitu : Dari Anas bin malik ra., beliau berkata bahwa Rosulullah SAW bersabda :”Barangsiapa yang mengucapkan shalawat kepadaku satu kali, maka Allahakan bershalawat baginya sepuluh kali dan digugurkan
xciv
sepuluhkesalahan (dosanya). Serta di tinggikan baginya sepuluh derajad/tingkatan di Surga kelak. ” Dalam Khataman Shalawat Burdah unsur budaya dan tradisi Jawa yang berada di dalamnya seperti penggunaan symbol benda-benda yang dijadikan ornamen dekorasi seperti daun Janur, aneka buah-buahan, aneka bunga juga tidak memiliki dalil yang jelas karena pada dasarnya penggunaan simbol benda-benda yang dijadikan sebagai Sanepa atau lambang yang mengandung nasehat hidup bagi para jama‟ah adalah murni merupakan tradisi Jawa sebagai bentuk pelestarian tradisi dan budaya Jawa. Akan tetapi yang menjadi patut untuk diperhatikan yakni pemahaman yang salah dari sebagaian jama‟ah mengenai benda-benda yang dijadikan ornamen dekorasi dalam Khataman Shalawat Burdah. Mereka ada yang mengangap bahwa benda-benda tersebut memiliki kharomah tersendiri sehingga mereka memperebutkannya setiap usai acara Khataman Shalawat Burdah. dan hal ini merupakan perilaku-perilaku yang hampir mendekati syirik sedangkan sikap syirik sendiri sangat di larang dalam agama Islam sesuai dengan dalil dalam Q.S. An-Nisa ayat 116
:” Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, Maka Sesungguhnya ia telah tersesat sejauhjauhnya.” Artinya
xcv
Menjawab persoalan syirik Islam Jawa dalam hal ini Shalawat Burdah yang dilakukan sebagai ritual keagamaan di Pondok Pesantren Kramat yang memiliki nilai tradisi Jawa yang terdapat di dalamnya memiliki sebuah teori bahwa segala sesuatu yang dijadikan pedoman oleh mereka yaitu teori bahwa segala sesuatu yang mengalihkan perhatian dari persoalan kesatuan kepada Allah SWT adalah syirik sementara segala sesuatu yang mendorong pada kesatuan dengan Allah itu bukan syirik. Bagi Islam Jawa selama tindakan seseorang itu masih dalam rangka menuju Tuhan maka tindakan ini tidak bisa dikatakan syirik. Penggunaan simbol benda-benda yang terdapat dalam Shalawat Burdah merupakan murni sebagai bentuk penyampaian nasehat para jama‟ah yang disandarkan pada makna dari benda itu sendiri sedangkan perilaku jama‟ah yang masih menganggap benda-benda tadi memiliki karomah tersendiri merupakan tugas dari imam dan para jama‟ah lain agar memberikan pemahaman yang lebih mengenai hal tersebut.
C. Shalawat Burdah Prespektif Akulturasi Budaya Jawa Dan Agama Islam. Majelis Shalawat Burdah di Pondok Pesantren Kramat merupakan salah satu ritual keagamaan yang di dalamnya terdapat tradisi Jawa yang menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainya. Unsur Islam dan unsur tradisi Jawa melebur menjadi satu bagian yang saling berdampingan. Unsur Islam yang terdapat dalam Majelis Shalawat Burdah
xcvi
yakni pembacaan bait-bait Shalawat Burdah serta bacaan Dzikir Tahlil yang menjadi satu kegiatan ritual keagamaan yang rutin dilakukan di Pondok Pesantren Kramat. Sedangkan unsur tradisi Jawa yang terdapat di dalamnya adalah penggunaan
simbol benda-benda yang dijadikan
ornamen dekorasi saat Khataman Shalawat Burdah yang memiliki makna sebagai nasehat hidup manusia khususnya jama‟ah. Hal ini sesuai dengan tradisi masyarakat Jawa yang dalam kehidupan sehari-hari sering menyampaikan ajaran atau nasehat hidup dengan cara simbolisasi makna di balik suatu benda. Majelis Shalawat Burdah yang diselengarakan di Pondok Pesantren Kramat mengandung banyak nilai baik nilai positif maupuan negatif. Dari sisi positif maka nilai yang terkandung di dalam Shalawat Burdah seperti penanaman nilai ukhuwah islamiyah yang tinggi antara sesama jama‟ah, menjalin silaturahmi antar jama‟ah, sikap saling menghargai dan menghormati antara
jama‟ah dengan guru (imam) dan juga jama‟ah
dengan sesama jama‟ah yang lain. Sedangkan nilai negatifnya yakni penyampaian makna dan ajaran atau nasehat hidup dengan menggunakan simbol benda-benda yang dipasang sebagai ornamen dekorasi saat Khataman Shalawat Burdah sering kali disalah artikan oleh jama‟ah akibat dari kurangnya peahaman tentang hal ini. Mereka menganggap bendabenda itu memiliki karomah tersendiri sehinga mereka memperebutkannya setelah mendapatkannya jika benda yang mereka dapatkan itu berupa bunga-bungaan atau daun Janur biasanya mereka simpan sedangkan jika
xcvii
benda itu adalah buah-buahan maka mereka memakannya hal ini seperti yang dikemukakan dalam hasil wawancara (Kode.LK.B3) “Do ngolek berkah paling, nak seng oleh kembang eo di simpen biasane”,(B3) “Yo dipangan tha mosok melu disimpen”.(B3) dan hal ini adalah perilaku yang mendekati syirik dan syirik adalah perilaku yang dilarang dalam agama Islam.
xcviii
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari data yang telah dihimpun, dilanjutkan dengan uraian data dan pengkajian maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Shalawat Burdah merupakan syair puji-pujian yang ditujukan untuk Nabi Muhammad SAW. yang ditulis oleh seoramg penyair bernama Abu Abdillah Syarafudin Abi Abdillah Muhammad Bin Khammad Ad-Dalashi Ash-Shanja Asy-Sadzili Al- Bushiri yang kemudian dikenal dengan Al Bushiri. Shalawat Burdah terdiri dari 160 bait dan terbagi kedalam 10 bab pembahasan. Burdah memiliki arti mantel atau jubah yang dipakai oleh oleh bangsa Arab pada masa itu. Shalawat yang dikarang oleh Al Bushiri dinamai dengan Shalawat Burdah karena setelah ia menyelesaikan syair shalawat ini ia bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW dan menyelimutinya dengan baju jubah milik Rasulullah. Saat itu dia sedang dalam keadaan lumpuh namun setelah ia bermimpi seperti itu ia bangun dalam keadaan sembuh. Sehingga dengan adanya peristiwa itu terkenallah shalawat itu dengan Shalawat Burdah. 2. Proses ritual keagamaan Shalawat Burdah dilakukan satu kali dalam setiap minggunya yakni setiap hari Kamis malam Jumat. Sedangkan khataman burdah dilakukan setiap tahun 2 kali yakni pada bulan Rabiul awal dan bulan Say‟ban. Proses ritual keagamaan Shalawat Burdah adalah Pertama, pembacaan syair manaqib yang ditujukan kepada Syeikh Abdul Qadir Alxcix
Jaelani adapun syairnya diambil dari kitab An-Nur Al-Burhanniy. Kedua, tepat pada pukul 08.00 WIB membaca surat Al fatihah, Q.S. At-Tubah ayat 128-129 dan surat Al-Ahzab ayat 56 secara berturut-turut yang dipimpin oleh imam. Ketiga, membaca syair-syair Shalawat Burdah yang terdiri dari 160 bait yang terbagi dalam 10 bab. dan ditengah-tengahnya membaca bacaan Asraqal dengan shalawat yang diambil dari kitab shalawat Ad-Dibai. Keempat, ditutup dengan doa yang dibaca oleh imam. Disaat tertentu misalnya pada setiap malam Jumat Kliwon dan saat khataman burdah dilanjutkan dengan bacaan Tahlil (Tahlilan). Dari keseluruhan Shalawat Burdah memakan waktu 2,5 jam. Sekitar pukul 22.30 WIB selesai. 3. Tradisi jawa yang terdapat dalam Shalawat Burdah yang dilakukan sebagai ritual keagamaan di Pondok Pesantren Kramat ialah penggunaan simbol benda-benda tertentu yang memiliki makna dan mengandung nasehatnasehat hidup umat islam. Pemaknaan dengan menggunkan simbol bendabenda itu dilakukan untuk melestarikan tradisi Jawa yang sudah turun temurun dilakukan sejak zaman Walisonggo datang ke pulau Jawa untuk menyebarkan agama islam. Seperti semboyan yang diungkapkan oleh pengasuh pondok pesantren Kramat yakni Arab di garab Jowo digowo maksudnya ialah sebagai umat Islam kita harus belajar tentang ilmu-ilmu agama dan mengamalkannya namun, tidak melupakan tradisi Jawa dan melestarikan tradisi tersebut.
c
Dari hasil kesimpulan data di atas maka dapat ditarik benang merah adalah Shalawat Burdah yang dilakukan di Pondok Pesantren Kramat dusun Sejambu, Desa Kesongo, Kec. Tuntang, Kab. Semarang merupakan suatu kegiatan keagamaan yang rutin dilakukan pada setiap minggunya. Tradisi Jawa yang terdapat di dalamnya merupakan satu bentuk pelestarian nilai-nilai tradisi Jawa yakni penyampaian nasehat hidup melalui simbol benda-benda yang dijadikan ornamen dekorasi saat Khataman Burdah. B. Rekomendasi Dari hasil kesimpulan yang telah tercapai, maka peneliti memberikan rekomendasi yaitu : 1. Shalawat burdah merupakan salah satu bentuk shalawat yang ditujukan untuk Nabi Muhammad SAW. Hal ini sangat dianjurkan karena banyak dalil yang jelas menganjurkan bahwa umat Islam hendaknya bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu kita sebagai umat muslim hendaknya melanjutkan dan melestarikannya. 2. Kandungan makna dan nasehat yang terdapat dalam setiap benda yang dijadikan ornamen dekorasi dalam khataman Shalawat Burdah hendaknya jama‟ah memikirkannya dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. 3. Perlunya
pemahamaan
yang
lebih
mendalam
dengan
semakin
mensosialisasikan lagi kandungan makna dari benda-benda yang dijadikan ornamen dekorasi saat khataman burdah kepada para jama‟ah. Sehingga jama‟ah tidak salah dalam memaknai benda tersebut. Sehingga perilaku
ci
yang menyimpang dari agama berkaitan dengan perilaku syirik dapat dihindari. 4. Penggunaan benda-benda dalam menyampaikan nasehat-nasehat hidup merupakan salah satu bentuk tradisi Jawa. Oleh karena itu hal ini perlu dilestarikan agar generasi muda mendatang dapat mengambil hikmah dan manfaatnya. C. Kata Penutup Peneliti dalam menyusun hasil penelitian ini adalah berdasarkan atas hasil data yang sebenar-benarnya dengan tanpa memanipulasi data dengan cara menambahi atau mengurangi hasil data. Apabila ada beberapa kekeliruan dalam menyusun hasil observasi dan wawancara ini peneliti mohon pemberitahuanya.
cii
DAFTAR PUSTAKA Abdurahman Yaqub, Syeikh.2005. Pesona Akhlak Rosulullah SAW. Bandung: (Al Bayan) Mizan. Adib, Muhammad. 2009. Burdah Antara Kasidah, Mistis dan Sejarah. Yogjakarta: Pustaka Pesantren. Amin, Darori.2000. Islam dan Kebudayaan Jawa. Yogjakarta: Gama Media. Ash Shidieqy, Hasbi. 1980. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist, Jakarta: Bulan Bintang. Baharun, Muhammad. 1996. Burdah Madah Rosul dan Pesan Moral.Surabaya: Pustaka Progresif. Khalid, Abu. Kisah Perjalanan Hidup Walisongo. Surabaya: Karya Ilmu. Muhsin, Imam. 2010. Tafsir Al-Quran dan Budaya Lokal.Jakarta: Badan Litbang Dan Diklat Kementrian Agama Ri. Muhammad Abdusalam, Syaikh. 2008. Bidah-Bidah Yang Dianggap Sunah.Jakarta: Qisthi Press. Mulyadi, Arif & Maf.Abbas.2010. Dicintai Allah Dengan Shalawat.Jakarta: Arifa Publishing. Murtadho, Muhammad. 2010. Islam Jawa Keluar Dari Kemelut Santri Vs Abangan. Jogyakarta: Lappera Pustaka Utama.
ciii
Panuluh, Damar. 2009. Tahlil Burdah dan Doa-Doa Penting.Salatiga: Ponpes Sunan Giri. Poerwadarminta.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: P.N. Balai Pustaka Rusdian, Pohan. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jogjakarta: Lanarka. Syukur, Amin. 2003. Tasawuf Kontekstual. Yogjakarta: Pustaka Pelajar. Tim Depag Ri.1986. Al Quran dan Terjemahannya. Jakarta: Sera Jaya Sentra. Zufajri, Em & Ratu Aprilia Senja.Kamus Bahasa Indonesia.Difa Publisher.
civ
LAMPIRAN-LAMPIRAN
cv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Ana Supriyanti
Tempat Tanggal Lahir
: Kab. Semarang, 26 Mei 1991
Agama
: Islam
Alamat
: Dusun Sejambu, Rt.03, Rw.05, Desa Kesonggo, Kec.Tuntang, Kab.Semarang
Orang tua Nama Ayah
: Muh Tanwir
Nama Ibu
: Sri Chayati
LATAR BELAKANG PENDIDIKAN
1. SD N KESONGGO II LULUS TAHUN 2003 2. SMP N 2 TUNTANG LULUS TAHUN 2006 3. MAN SALATIGA LULUS TAHUN 2009 Demikian riwayat hidup ini kami buat dengan sebenar-benarnya.
Salatiga, 16 Agustus 2013
Ana Supriyanti
cvi
CATATAN WAWANCARA A. Identitas Informan Nama Jenis Kelamin Umur Alamat Lokasi Hari/Tanggal Jam Kode B. Fokus Wawancara
: Kyai Suweifi Hidayat (Pengasuh Pondok Pesantren Kramat) : Laki-laki :+_ 47 Tahun : Sejambu 02/05 Kesongo, kec. Tuntang : Rumah Informan : Kamis, 18 Juli 2013 :18.00-Selesai : PPPK
1.
Sejarah Shalawat Burdah.
2.
Tujuan Shalawat Burdah.
3.
Makna benda yang dipasang saat khataman Shalawat Burdah.
4.
Tujuan penggunaan simbol benda sebagai dekorasi saat khataman Shalawat Burdah.
5.
Sejarah Pondok Pesantren Kramat
Peneliti
: Assalamualikum Wr.Wb.
Informan
: Waalaikumsalam Wr.Wb., Ana opo Nduk ?
Peneliti
:Niki
ajeng
tangklet
mengenai
Shalawat
Bah,(Abah panggilan untuk Kyai) Informan
: Yo, la kanggo opo ?
Peneliti
: Ajeng ndamel data skripsi Bah,
Informan
: Opo seng meh mok tekok ke ?
Peneliti
: Sejarahipun Shalawat Burdah niku pripun Bah ?
cvii
Burdah
Informan
: Nak sejarahe, sek tak golekke foto copyne, ngko foto copy nen trus balek no! (Abah memberikan beberapa lembar data tentang sejarah Shalawat Burdah) (B1)
Informan
: Trus opo meneh ? Utarakno kabeh opo seng meh mok tekokke !
Peneliti
: Niki kulo mbeto Bahasa Indonesia mawon nggeh Bah, supados luweh gampil.
Informan
: Yo,rapopo.
Peneliti
:1. Membaca shalawat itu kenapa dianjurkan ? 2. Didalam Shalawat Burdah ada benda-benda yang selalu di pasang sebagai dekorasi ketika khataman dan katanya mengandung makna tersendiri. Apa maknanya ? 3.Adakah kaitanya penggunaan simbol benda-benda itu dengan tradisi Jawa pada zaman dahulu ? Mpun niku mawon Bah,..
Informan
: Yo, ngene tak jelaske siji-siji 1. Shalawat karo Kanjeng Nabi kuwi kewajibane umat Islam kabeh wis akeh dalil sing njelasake kewajiban shalawat. Koyo surat Al-Ahzab ayat 56, Allah karo malaikat wae shalawat karo kanjeng Nabi opo meneh awak e dewe, wong Islam yo kudu lan wajib hukume shalawatan. (B2) 2. Pancen seng tak pasang ki kabeh ono artine mulane gen do berfikir (Afala tatafaqarun) Apakah kamu tidak berfikir ?kabeh ono maknane dewe-dewe.(B4) La yo opo mau seng mok pingin kok ngerteni maknane ?
cviii
Peneliti
: Nggeh makna nipun Janur, Buah-buahan, Kembang Melati, Kembang Kanthil, pohon Bambu, Kelapa Gading, Sapu Sodo, Kentongan, Niku Nopo Bah Maknanipun ?
Informan
: Ngene nak Janur kui maknane (ja‟a nur) utowo datangnya cahaya. La cahaya ne sopo ?cahayane Kanjeng Nabi. Rosullulah datang dengan cahaya yoiku agama Islam (Ayat wama ar salnakan ila rohmatal lil alamin) Rosul datang dadi rahmate wong neng ndonyo.(B3) Trus opo meneh ?
Peneliti Informan
: Maknanipun Buah-buahan nopo Bah ? : Oh yo, maknane buah-buahan ki ono urutane,nomer 1.Nanas, nomer 2. Salak, 3. Pisang 3. Nanas kui kaitane “Nas” yoiku manungso-manungso. (B3) 4. Salak,
do
golek
o
dalan
(salak,yaslku,sulukan= dalan),
sing
bener
ai toriqon utowo
toriqot yoiku dalan mendekatkan diri kepada Allah. (B3) 5. Menungso
kudu
mencari
jalan
yang
benar
di
lambangake pisang utawa gedahang. Dalan yang benar yoiku ajaran kang di gowo oleh Rosulullah. Ajarane rosul kuwi ono 4 yoiku:syariat, tarikot, hakekat lan ma‟rifat.Opo meneh tekok o sing durung ngerti !(B3) Peneliti
: Maknanipun kembang kanthil, melati niku nopo bah ?
Informan
: Kanthil kui kanti laku tasah kumantil,golek ilmu kui kudu bersungguh-sungguh,utowo kumanthil kanthil ono roso saling menyayangi,melathi melat seko njero ati,berbicara bertindak kui kudu tulus ikhlas ora keno pamer.(B3)
cix
Peneliti
: Menawi daun pandan nopo maknanipun Bah?
Informan
: pandan kae kan akeh manfaate,wong urip kui kudu migunani tumprap liyan,amargo wong seng paling apik kui seng bermanfaat kanggo liyane.(B3)
Peneliti
: Penggunaan kelapa muda kuning maksud e nopo Bah?
Informan
: Klopo enom lak cengkir,utowo kencenge pikir jamaah ki kudu selalu berfikir tentang kebaikan.(B3)
Peneliti
: Menawi kok mbeto wit jagung niku maknane nopo Bah ?
Informan
:Jangung kae isine akeh neng ditutupi rapet karo kulit e ora koyo mete isine siji neng di pamerke,maksud e wong ki ora oleh pamer-pamer kelebihane kudu rendah hati.(B3)
Peneliti
: La menawi sapu sodo niku maknane nopo ?
Informan
: yo nak kui lambang persatuan dan kesatuan, wong Islam kui kudu bersatu mempererat tali persaudaraan antar jama‟ah.(B3)
Peneliti
: Penggunaan kayu Gaharu teng nggen Shalawat Burdah itu sama nopo beda kaleh penggunaan Kemenyan di ritual ajaran agama sebelum agama Islam di pulau Jawa.
Informan
: yo bedo !, penggunaan kayu Gaharu kuwi sunnah ono hadiste, sek tak golek ke (Abah memberikan catatan sebuah artikel yang di berikan kepada peneliti) nyo iki sejarahe Burdah karo hadist seng mok tekok e mau. Rosulullah kui menyukai wewangian mulane dibakari kayu Gaharu nggon Burdah kui.karena wewangian akan membawa ketenangan dalam beribadah.(B3)
Peneliti
: Nggeh Bah, matur suwun.
Informan
:Opo meneh ? Oh yo nak Duku karo Kemudu kui maknane menungso Kudu ngibadah. Opo wae seng tak
cx
pasang neng kene ono maknane mulane jama‟ah ki gent do ngerti tak pasang buah Apel kui afala tatafaqarun jama‟ah kui gent do berfikir yo ora mung gawe rebutan tok tapi yo do berfikir o. (B3) Peneliti
: Berarti pemakaian simbol makna di benda-benda niku enten kaitane kaleh tradisi Jawa nggeh Bah, ?
Informan
:Yo pancen ono yen jaman Walisonggo ngunakke lagu ilir-ilir yen neng pondok Kramat kene, nggunakake buah-buahan kanggo maknane. Kabeh mengndung unsur Tradisi Jawa.Arab di garab , Jowo di gowo.(B4)
Peneliti
: Nggeh trus menawi pondok pesantren Kramat mpriki di dirike tahun pnten Bah ?
Informan
: Tahun 1970,neng tanggal piro yo lali aku.sek tak golek ke buku sejarah e pondok Kramat (Abah meminjamkan
buku
tentang
berdirinya
pondok
pesantren Kramat) Nyo gowo nen neng kene ono sejarah e pondok pesantren Kramat. (B5) Peneliti
: Nggeh Bah matur suwun
Informan
:Yo,opo meneh ?
Peneliti
; Mpun Bah,matur suwun,sampun cekap kulo pamit.
Informan
:Yo..
Peneliti
: Assalamualikum Wr.Wb
Informan
:Waalikumsalam Wr.Wb
cxi
CATATAN WAWANCARA A. Identitas Informan Nama Jenis Kelamin Umur Alamat Lokasi Hari/Tanggal Jam Kode B. Fokus Wawancara
: Ahmad : Laki-laki :+_ 28 Tahun : Sejambu 02/05 Kesongo, kec. Tuntang : Rumah Informan : Jumat, 19 Juli 2013 :13.00-Selesai : AH
1.
Tujuan Shalawat Burdah.
2.
Ritual keagamaan Shalawat Burdah di Pondok Pesantren Kramat.
Peneliti
: Assalamualikum …
Informan
: Waalikumsalam …
Informan
: Ngopo Na ?, kok ngowo kertas-kertas koyo ngonoo kui ?
Peneliti
: Arep tekon-tekon ki kanggo data skripsi.
Informan
: La tentang opo ?
Peneliti
: Tentang Shalawat Burdah.
Informan
: La Shalawat Burdah lak shalawat seng saben malam Jumat dianakke trus neng pondok to. (B2)
Peneliti
: Iyo Mas, la kui tujuane kanggo opo yo Mas, ?
Informan
:Yo opo meneh nak ra njaluk syafaate kanjeng Nabi karo ridhane gusti Allah. (B1)
Peneliti
: Owh ngono tha Mas,…
Informan
: Yo tha …
cxii
CATATAN WAWANCARA A. Identitas Informan Nama Jenis Kelamin Umur Alamat Lokasi Hari/Tanggal Jam Kode B. Fokus Wawancara
: Fauzan : Laki-laki :+_ 40 Tahun : Sejambu 02/05 Kesongo, kec. Tuntang : Rumah Informan : Rabu, 17 Juli 2013 :20.00-Selesai : FZ
1.
Tujuan Shalawat Burdah.
2.
Ritual keagamaan Shalawat Burdah di Pondok Pesantren Kramat.
Peneliti
: Assalamualikum …
Informan
: Waalikumsalam …
Peneliti
: Nembe sibuk mboten pak, kulo ajeng wawancara ndamel skripsi.
Informan
: Ora, la tentang opo ?
Peneliti
: Tentang Shalawat Burdah niku pripun pak ?
Informan
: Shalawat Burdah neng pondok kui yo koyo shalawat liyane tha. (B2)
Peneliti
: Ngoten niku ndak onten dasare ?
Informan
: Yo jelas ono dalil e seng jelas neng Quran utowo hadis dadi udu bidah wong ono kuk dalil e, golek ono !
Peneliti
: Nggeh pak,…
cxiii
CATATAN WAWANCARA A. Identitas Informan Nama Jenis Kelamin Umur Alamat Lokasi Hari/Tanggal Jam Kode B. Fokus Wawancara
: Lukman : Laki-laki :+_18 Tahun : Sejambu 03/05 Kesongo, kec. Tuntang : Rumah Informan : Rabu, 19 Juli 2013 :16.00-Selesai : LK
1.
Tujuan Shalawat Burdah.
2.
Ritual keagamaan Shalawat Burdah di Pondok Pesantren Kramat.
3.
Tujuan jamaah mencari benda-benda saat Khataman Shalawat
Peneliti
: Dek, ngopo kok ndadak Shalawat Burdah barang ?
Informan
: Yo gen tenang tha Mbak atine (B1) kan nak bar shalawatan biasane atine ayem.
Peneliti
: La nak neng Pondok Kramat ?
Informan
: Yo podo wae ngendi nggon laky o nggono sing penting shalawatan. Nak rogolak panganane sego la nak ati yo panganane shalat, shalawatan barang. (B2)
Peneliti
: Owh ngono tha…
Informan
: Iyo lah, la piye…
Peneliti
: La nak do rebutan kae nggo opo ?
Informan
: do ngolek berkah paling, nak seng oleh kembang eo di simpen biasane,(B3)
Peneliti
: La seng oleh buah ?
Informan
: yo dipangan tha mosok melu disimpen.(B3)
Peneliti
: ohh...
cxiv
CATATAN WAWANCARA A. Identitas Informan Nama Jenis Kelamin Umur Alamat Lokasi Hari/Tanggal Jam Kode B. Fokus Wawancara
: Lilik : Laki-laki :+_ 35 Tahun : Gendongan, Salatiga : Rumah Informan : Kamis, 18 Juli 2013 :16.00 WIB-Selesai : LL
1.
Tujuan Shalawat Burdah.
2.
Tujuan penggunaan simbol benda-benda sebagai dekorasi saat khataman Shalawat Burdah.
Peneliti
: Mas, aku meh tekon..
Informan
: Tekok tentang opo?
Peneliti
: Shalawat Burdah kui asline tujuane kanggo opo ?
Informan
: Tujuane yo kanggo ngadang-ngadang ridhane gusti Allah lan syafaate kanjeng Nabi tha. (B1)
Peneliti
: La yen pas khataman kae kok ngowo Janur barang kanggo opo ?
Informan
: Janur kae ono artine dewe, kabeh kae seng di pasang ki asline pitutur kanggo jamaah. (B2)
Peneliti
: Wong Jowo ki opo nak ngkei pitutur ngowo Janur barang ekh Mas ?
Informan
: Yo iyo tha, wong Jowo ki ndwe coro dewe seng digunakke kanggo menehi pitutur (B2) contone Janur mau , sejatine nur, nur kuwi cahaya sejatine cahaya kuwi yo mung ono neng njero ati.yo ngono kuwi conto ne.
cxv
Peneliti
: Ngono tha Mas, oh to wes tur suwun, Mas, mengko kancani aku sowan nggone Abah yo…
Informan
: Yo…
cxvi
CATATAN WAWANCARA A. Identitas Informan Nama Jenis Kelamin Umur Alamat Lokasi Hari/Tanggal Jam Kode B. Fokus Wawancara
: M. Tanwir : Laki-laki :+_ 45 Tahun : Sejambu, 03/05 Kesongo, Kec. Tuntang : Rumah Informan : Sabtu, 20 Juli 2013 :20.00 WIB-Selesai : M.T
1.
Tujuan Shalawat Burdah.
2.
Tujuan penggunaan simbol benda-benda sebagai dekorasi saat khataman Shalawat Burdah.
Peneliti
: Assalamualikum …
Informan
: Waa;ailkumsalam, nopo Nduk ?…
Peneliti
: Niki ajeng tangklet masalah Shalawat Burdah.
Informan
: La nopo tha ?kok tekon masalah Shalawat Burdah ?
Peneliti
: Ajeng ndamel data skripsi.
Informan
: Oh, wes meh rampung tha kuliahe? La opo seng meh ditekokke?
Peneliti Informan
: Shalawatan niku gunane kagem nopo tha ? : Shalawat kuwi yo kanggo mendekatkan diri karo gusti Allah ta‟ala. Trus nak awake dewe gelem shalawatan kan mlebu dadi pengikute kanjeng Rosul insyaalah entuk syafaat sok nak kiyamat. (B1)
cxvii
Peneliti
: Syafaat niku nopo tha ?
Informan
: Syafaat ki yo pitulung. Pitulunge kanjeng Nabi kanggo umate seng gelem do shalawatan. (B1)
Peneliti
: Menawi Shalawat Burdah niku nggeh sami Pak tujuane?
Informan
: Yo podo tujuane intine lak yo kuwi mau tha.
Peneliti
: La niku ngen Shalawat Burdah kok mbeto janur, buahbuahan, niku damel nopo ?
Informan
: Yo kae lak ono maknane dewe-dewe, ngko nak maknane tekon o Abah wae !
Peneliti
: Oh nggeh, la ngoten niku tujuane nopo ?
Informan
: Tujuane eo kanggo nasehati jamaah neng ngowo coro seng ora biasa. Gen jamaah ki do gelem mikir maknanae (B2) koyo wong Jowo mbiyen.
Peneliti
:Kok saget koyo wong Jowo mbiyen pripun ?
Informan
: Yo jelas thakan nak wong Jowo mbiyen ki seneg ngandani ngowo sanepan orang langsung.
Peneliti
:La niku nopo tujuane ? kok kados wong Jowo ?
Informan
: Yo kanggo melestarikan tradisi wong mbiyen gen ora ilang. (B2) nak wong sak iki lak dikandani ki ora tau digatekake.
Peneliti
:Owh ngoten tha, matursuwun nggeh…
Informan
: Yo ngono kuwi pancen…
cxviii
CATATAN OBSERVASI
Hari/ Tanggal
: Kamis/Jumat, 11-12 Juli 2013
Jam
: 19.00-03.00 WIB
Lokasi
: Pondok Pesantren Kramat
Fokus Penelitian
: Ritual Shalawat Burdah
Kode
: R.SB
Jama‟ah datang sebelum shalat Isya‟ sehingga shalat isya‟dilakukan secara berjama‟ah
yang
dilakukan
di
Pondok
Pesantren
Kramat.Kemudian
mempersiapkan diri di tempat yang telah disediakan.Sekitar pukul 19.30 lantunan syair Syeikh abdul Qadir al-Jaelani yang diiringi oleh rebana hadlrah di kumandangkan.Selama pembacaan syair tersebut jama‟ah mulai berdatangan dan segera masuk dalam ruangan sambil duduk bersila.jama‟ah laki-laki dan perempuan tempat duduknya dipisah di tempat yang berbeda.Mereka mengunakan pakaian serba putih untuk perempuan dan laki-laki.Sedangkan laki-laki memakai peci warna hitam. Syair selesai sekitar pukul 19.50 WIB.Jama‟ah dalam keadaan hening menunggu kedatangan imam untuk memimpin Shalawat Burdah. Tahap pertama, tepat pada pukul 20.00 WIB, imam membaca surat AlFatihah, jama‟ah bersama-sama mengikuti membaca surat Al-Fatihah, kemudian Q.S At-Taubah ayat 128-129 kemudian Q.S. Al-Ahzab ayat 56 secara berturutturut dan di setiap akhir ayat jamaah bersama-sama menjawab dengan lafad ()ا هلل Tahap kedua,yakni pembacaan syair Shalawat Burdah dengan di tengahtengah Shalawat Burdah membaca bacaan Asraqal. Pada saat bacaab asraqal jama‟ah berada dalam posisi berdiri dan pada saat itu kayu gaharu yang sudah dibakar di bawa berkeliling memutari setiap barisan atau shof para jama‟ah yang
cxix
dilakukan oleh petugas tersendiri.selanjutnya setelah selesai bacaan asraqal maka diteruskan membaca syair Shalawat Burdah.kemudian diakhiri dengan bacaan shalawat yang diambil dari bacaan shalawat Ad-Diba‟i dan pada tahap terakhir ditutup dengan doa yang dipimpin oleh Imam. Dari keseluruhan tahap pelaksanaan ritual Shalawat Burdah akan membutuhkan waktu kurang lebih 2,5 jam. Jadi sekitar pukul 22.30 WIB baru selesai. Kemudian sebagian Jama‟ah mengikuti majelis di rumah Imam yang dsebut
dengan
Majelasandan
ada
pulayang
langsung
pulang.
Majelasanbmerupakan salah satu sarana penyampaian ajaran-ajaran akhlak tasawuf.Pelaksanaannya melalui dua bagian. Bagian majelasan tahap pertama dimulai setelah Mjelis Shalawat Burdah selesai sampai sekitar pukul 00.30 WIB ini pun ditutup dengan doa. Sebagian jama‟ah ada yang pulang sebagian ada yang mengikuti majelasan kedua. Majelasan kedua dilakukan sekitar pukul 01.00 sampai fajardatang sekitar pukul 03.00 WIB majelasan ditutup dengan doa pula.
cxx
Lafadz Shalawat Burdah dan artinya ُ١ثغُِْ اهلل اٌشّؽّٓ اٌشؽ ََِ ِِْٓ ُِمْـــــٍَخٍ ثِذَٜعذَ دَِْـعًبعَـــــش ْ ََِض
ٍَُِ عَــــــٞ ْ ِْشَاٍْ ثِـــز١اَِــِْٓ رَـــزَوُـــشِعِـــ
“Apakah sebab dikau ingat tetanggayang berada di desa Dzi Salam (suatu desa antara Makkah dan Madinah),hingga dikau mencampur air mata yang mengalir dari matamu dengan darah?” َُِ اٌّظَـــــٍَّْآءِِِْٓ اِظَِِْٝطَ اٌْجَ ْشقُ ـََٚاٚ
ٍـــْؼُ ِِْٓ رِـٍْمَـــآءِ وَبظِــَّخ٠َِــجَـذِ اٌشَِْٙا
“Ataukah karena bertiupnya angin dari arah jalan “Kadzimah” (suatu jalan menuju Mekah); ataukah akrena terlihat kilat menyambar dalam kegelapan dari jurang “Idham” (nama suatu jurang di Madinah)?” ُِِٙـَـــ٠ ك ْ ََِب ٌِمٍَْـجِـهَ اِْْ لُـ ٍْذَ اعْزــَـــ ِفٚ
ْـــهَ اِْْ لُ ٍْذَ اوْـــفُفَب ََّ٘زــَـب١َْٕــ١َـََّب ٌِع
“Apakah gerangan yang ada di kedua matamu bila kau berkata “berhentilah,” tetapi air matamu malah mengalir dengan deras, apakah yang ada dalam hatimu bila kau berkata “sadarlah” namun hatimu malah tergila-gila.” ََُِِِــــــــعْـؽَشٚ ُٗ َْٓ ُِْٕــغَغِــٍُ ِِْٕـ١ؾتَ ُِْٕىَــزٌُِ َِب ثَـ ُ صتُ اََْ اٌْـ َ ٌغتُ ا َ َـؾْــ٠َا “Adakah orang yang memendam rindu itu menduga bahwa sesungguhnya “cinta” itu bisa disimpan antara derasnya air mata dan hatinya yang terbakar?”
cxxi
ٍََُِاٌْعَـــــــٚ ْ ِ َالَ أَسِلْـــذَ ٌِــزِوْـــشِاٌْــــجـَبٚ
ًٍٍََ ؼٍَٝ ٌَـُْ رُـ ِشقْ دَِعًب عَٜٛـْٙالَ ٌٍْــٌَٛــ
“Bila tiada perasaan “cinta” maka kau takkan melelehkan dan mencucurkan air mata karena mengenang tongkat-tongkat itu, Dan kau tiada kan sukar untuk memejamkan mata (tidur) bila hanya karena mengenang pohon-pohonan dan gunung-gunung itu.” ََُِاٌغَــــــــمٚ ْيُ اٌـذَِْـــ ِعٚهَ عُ ُذ١ْ ثِِٗ عٍََــ
ِْ َذدْٙؿَ ُرــْٕىِشُ ؽُـجـًّب ثَعْذََِب شَــ١ـَىَــ
“Maka bagaimana kau akan memungkiri cintamu, setelah air mata dan penderitaan itu menjadi saksi atas dirimu.” ََُِٕاٌْـــــــــعَـٚ ه َ ٠ْ َ خَـذٍَََٝبسِعَِِٙـضـــًُْ اٌْـج
ًََٕٝظٚ ْ عَـجْ َش ِحَٟخؽ َ َُعْذٌْٛ َاَصــْـ َجذَ اٚ
“Penderitaan itu telah menetapkan dua garis, yaitu garis cucuran air mata dan derita yang bisa diibaratkan bunga mawar yang kuning di kedua belah pipimu dan kayu „anam (kayu yang merah warnanya).” َُِعْـزــَشِضُ اٌٍَزَادِ ثِبْألَ ٌَـ٠ َُاٌْؾُـــتٚ ٟ ْ َِٕ ـَبَسَلَْٜٛ٘ َْؿُ َِْٓ ا١ ؼَـَٜٔـَعَ ُْ عَــش “Memang benar (aku mengakui), di malam yang gelap-gulita itu bayangan orang yang kucintai telah berjalan-jalan di otakku hingga menyebabkan aku tak bisa memejamkan mata (tidur). Karena cinta itu adalah kebahagiaan (keindahan) yang harus disertai penderitaan.” ُِْ أَـــْصَ ْفذَ ٌَ ُْ رـَــــٍُـٌََٛٚ ه َ ١ْ ْ اٌَِـــــِِِٟٕــ
cxxii
ًِ َِعْزِ َسحِٞ اٌْـعُزْسََٜٛـٌْٙ اِْٟ ـِّٟئِـ٢َب٠
“Hai orang-orang yang membohongkan cinta “udzrahku”, maaf kupohonkan padamu. Bila kau sadar pasti kau kan percaya.” ُِِْ ثُِّـْٕـؾَــــــغٟالَدَائِــَٚ شَــــــب ِحُٛ عَِٓ اٌْـ
ٍْ ثِّـُـغْزــَزِشِٞالعِــــــش َ ٌَِٟعَــــــذَر ْـهَ ؽَب
“Sudah sampai kehadapanmu segala perilakuku, dan rahasiaku tiada tertutup lagi bagi orang yang mengadu domba. Sedang deritaku tiada berakhir.” َُِّْ صَـــِٟاَِْ اٌّْؾُِـــتَ عَِٓ اٌْـعُزَايِ ـ
ُُٗغذُ َاعَّْع ْ إٌُصْؼَ ٌَىِْٓ ٌَـََِِٕٝؾَعْز
“Kau dengan ikhlas memberikan nasehat kepadaku, tapi aku tak bisa mendengar segala nasehatmu. Sesungguhnya orang yang sedang dirundung rindu itu, tiada memperdulikan suara orang yang membohongi dirinya.” َُُِٙ ٔـُصْؼٍ عَِٓ اٌزــٟ ْ ِتُ أَثـْعَذُـ١ْ َاٌّشَــــٚ
ٍْ عَزَيِٟتِ ـ١ْ ْؼَ اٌّشَـ١َِ ّْذُ َٔصٙ ارَـِِٝٔا
“Sesungguhnya aku mencurigai nasehat-nasehat itu, walau nasehat itu dari ubanku. Sedang uban itu dalam menasehati tak boleh dicurigai.” َََِشَٙاٌْـــــٚ ت ِ ١ْ ــْشِاٌّشَــ٠َِب ثِـَٕزٍِْٙـــــَِِْٙٓ ع
ّْظذ َ ءِ َِـــــبارـَ َعْٛ ْ ثِبٌغُـــــــِٟـَبَِْ اََِبسَر
“Sesungguhnya nafsu amarahku tidak mau menerima nasehat-nasehat dari ubanku dan sifat tuaku, sebab nafsu itu terlalu tolol.” ُِِْشَ ُِؾْـزـَـّش١ْ ؼَــِْٟؿٍ اٌَـََُ ثِشَ ْأع١ظَــــــ
cxxiii
ًَِْٜ لِش١َِّالَ اَعَ َذدْ َِِٓ اٌْفِعْـًِ اٌْغَـــــٚ
“Dan nafsu amarah itu tidak mau menyediakan amal perbuatan yang baik untuk menyambut kedatangan tamu yang berkunjung di kepalaku (uban) yang tiada bermalas datang itu.” َُِ ِـــــُِْٕٗ ثِبٌْىَـــــزٟ ْ ذ عِــــشًّاثَذَاٌِـ ُ ّْ َوَـزــ
َُٖلِــــــ ُشْٚ َِــآُاِْٟ وُـ ْٕذُ اَعْــــٍَُُ أَـــٌَٛـــ
“Seandainya aku tahu bahwa diriku tidak bisa menghormati tamu itu, niscaya semua itu aku rahasiakan dengan rahasia yang benar-benar tersimpan”. ُِْـًِ ثِبٌٍـُـــــغُــ١ـُشَدُ ِعـــــَّبػُ اٌْـخَـــ٠وَـَّب
َـبَٙزِـ٠ َاْٛ ثــِشَدِعِــَّــبػٍ ِِْٓ ؼَــَِْٟٓ ٌِــ
“Siapakah yang mau menolong aku untuk menahan diri dari nafsu jahat; seperti dihentikannya kuda yang lari kencang dengan tali pengikatnya?” ُِِـٙحَ اٌــــَٕـَٛ ْـٙ شَــــــٞ ْ ُِٛـمَـــ٠ ََاَِْ اٌؽَـــــعَب
َـبَِٙرْٛـْٙ َوغْ َششَـــِٟـَـالَ رَــشَُْ ثِــبٌَّْعَـبص
“Janganlah kau bermaksud memecah nafsu syahwatmu dengan maksiat, Sesungguhnya makanan itu memperkuat syahwatnya orang terlalu banyak makan.” َُِِــْٕفَــــــؽ٠ َُّْٗاِْْ رَـ ْفؽِـٚ ع ِ ؽتِ اٌشَظَب ُ
ٍََٝشتَ ع َ ُٗ ٍَُِّْْٙإٌَ ْفظُ وَبٌؽِفًِْ اِْْ رٚ
“Nafsu itu ibarat bayi, bila anda membiarkan bayi itu begitu saja, niscaya sampai dewasa ia tetap menetek pada ibunya. Tapi bila anda menyapihnya niscaya bayi itu berhenti pula dari menetek kepada anda. ُِِـَص٠ ْٚ ُــصُِْ َا٠ ٌََٝــٛ َِبرَـََٜٛـــــٌَُْٙٗ اَِْ ا١ٌَــِّـــــْٛ رُـ ْ ََؽَبرِسْ اٚ َاَ٘بَٛ٘ ْـَبصْشِؾ
cxxiv
“Maka cegahlah segala kehendak hawanafsu, dan waspadalah jangan sampai nafsu itu anda beri kesempatan. Kalau sampai nafsu itu anda beri kesempatan pasti ia mencelakakan bahkan membunuhmu.” ُِِ َـالَ ُرغََٝ اعْزَؾٍَْذِ اٌَّْشْعِٟ٘ َِْْاٚ
ٌي عَــــــآئَِّخ ِ اْالَعْـَّبَِٟ ـََْٟ٘ٚبَٙسَاعِـٚ
“Jagalah hawanafsumu. Sebab hawanafsu itu selalu mengikuti dan bercampur dalam segala amal perbuatanmu. Bila nafsu itu sudah merasakan nikmatnya rumput (maksiat) maka jangan anda biarkan begitu saja.” َُِ اٌ َذعَِٝذْسِاََْ اٌغََُ ـ٠ ٌَُْ ُش١ْ َِِْٓ ؽ
ًوَُْ ؽَــــــــغَ َٕذْ ٌَ َزحَ ٌٍِْـَّ ْشءِ لَـبرِـــــــٍَخ
“Banyak sekalinafsu memberikan hiasan-hiasan keindahan kepada seseorang yang akhirnya bisa membunuh orang itu sendiri. Sebab orang itu tak tahu bahwa dalam minyak (kenikmatan) itu terdapat upas (bisa).” ُِـَــ ُشةَ َِـخْـــــَّصَ ٍخ شَشٌ َِِٓ اٌــزـــَخَـــ
ٍٓ شِجَع ْ َِِٚ ع ٍ ْٛع ُ ِِْٓ َخشَ اٌ َذعَب ِئظ ْ َاٚ
“Takutlah engkau dari tipu muslihat yang tak kelihatan, yaitu lapar dan kenyang. Maka banyak sekali lapar itu menimbulkan kejelekan dan kejahatan dibanding dengan kenyang.” َََِخً اٌــَٕـذ١َاٌْـضََْ ؽِّْـــــٚ َِ َِِِٓ اٌْـَّـؾَبس
ْالد َ ٍْٓ لَذِاِـْزـَـ١َاعْزَفْشِغِ اٌـذَِْعَ ِِْٓ عَـــٚ
“Curahkanlah air mata dari matamu yang dipenuhi dengan barangbarang haram dan sediakanlah perasaan menyesal.”
cxxv
َََُِٙاِْْ َُّ٘ب َِـؾَعَبنً اٌــُٕـــصْؼَ ـَبرــٚ
َِّبَِٙاعْصٚ ْ َ ؽَب١ْ ََاٌّشٚ ظ َ َخَبٌِؿِ اٌـَٕـ ْفٚ
“Ingkarilah hawa nafsu dan syaitan; serta tentanglah keduanya, walaupun nafsu dan syaitan itu memberikan nasehat-nasehat indah kepadamu. Dan hendaklah anda curiga terhadap ajakan-ajakan nafsu dan syaitan itu.” ََُِاٌْؾَـــــــىٚ ُِ ْْذَاٌْخَـص١ٌََبؽَىَـــًّب ـَبَ ْٔذَ رَعْشِؾُ وَـُٚـَّـب خَصًّْبَْٕٙالَ رُـؽِعْ ِِــٚ “Janganlah taat kepada nafsu dan syaitan yang dia berpura-pura jadi lawan ataupun juru hakim. Sedangkan kau tahu tipu daya dari lawan atau hakim itu.” ُِْ عُـــــــــمُـِْٞيٍ ثِـالَ عَــًٍَّ ٌَـمَذْ ٔـَـغَ ْجذُ ثِِٗ َٔغْــالً ٌِزَٛاعْزــَــؽْـفِــشُاهللَ ِــِْٓ لَــ “Aku mohon ampunan kepada Allah dari perkataan tanpa amal. Benarbenar ucapan itu kuibaratkan anak yang keluar dari orang yang mandul (tiada turunan).” ُِِْ ٌَهَ اعْزــَمٌْٟـََِٛباعزــَمَ ّْذُ ـََّبلَـــٚ
ِِْٗشٌََىِْٓ َِــبأْرــَــَّ ْشدُ ث١اََِشْرُـهَ اٌْـخَـــــ
“Aku perintahkan mengerjakan kebaikan, tapi aku tiada mengamalkan kebaikan itu. Sedangkan aku memerintahkan Istiqamah (berjiwa tenang dalam segala hal) kepadamu, padahal aku sendiri tiada Istiqamah. Maka apa arti kata-kataku?” ٌََُِـُْ اَصُــــٚ ض ٍ ْ ـَــشًَٜٛ عِـ ِ ٌََُْ اُصَــــٚ د ٔـَبـِـــٍَ ًخ ِ ْٛ َ ْددُ لَـــــــجًَْ اٌَّْـــــَٚالَ رــَ َضٚ
cxxvi
“Aku tiada memiliki perbekalan dan persiapan sebelum matiku dengan amal-amal sunat. Sedangkan diriku tak pernah sholat dan puasa kecuali sholat dan puasa fardhu.” َََِسٚ ٓ ْ َِِأَِْ اشْزــَ َىذْ لَــــذََِبُٖ اٌعُــــش
ٌَِّٝظالَ ََ ا َ ٌَ اٟذ عُــَٕـخَ َِْٓ اَؽْـ ُ ّْ ٍََظ
“Aku menganiaya segala perilaku orang yang memelihara kegelapan, sehingga kedua telapak kaki orang itu melaporkan penderitaannya sebab bengkak.” ََِرَؾْــــذَ اٌْؾِــغَب َسحِ َوّشْؾًبُِزْشَؾَ اْألَد
َٜٛؼ َ َٚ ُٖ ٓ عَـ َؽتٍ اَؽْــــّشَب َء ْ َِِشَـــــذَٚ
“Orang itu mengikat perutnya sebab lapar, hingga ia mengikatkan batu di perutnya yang berkulit halus itu sekedar untuk menahan laparnya.” َََُِّّـــب شَــــــــ٠ َٓ ٔـفْـغِِٗ ـَؤَسَا َ٘ـــبا ْ َع
ٍَدَ رُْٗ اٌْغــِجَبيُ اٌّشُـــــُُ ِِْٓ رَ َ٘تٚ َسَاٚ
“Hingga gunung-gunung yang tinggi itu menawarkan diri untuk menjadi emas kepadanya. Namun ia tetap menolak tawaran itu.” َُِ اٌْـعِصٍََْٝ عٚال رـَــــعْ ُذ َ َْ َسحْٚسَرُـــُٗ اَِْ اٌـــــعَ ُشَٚبظَــــ ُشْٙ١َاَوَـ َذدْ صُْ٘ َذُٖ ـِـــــــــٚ “Penderitaan-penderitaan
itu
bahkan
menguatkan
Zuhudnya
(menjauhhi barang haram) di dunia ini. Sedangkan penderitaanpenderitaan itu baginya tidak akan mengurangi martabat dan derajatnya yang luhur.” َََِب َِِٓ اٌْـــعَذ١ْال ُٖ ٌَ ُْ رـُخــْشَطِ اٌذُٔـــ َ ٌَْٛ َِْٓ ُْ َسحَٚبظَــ ُش١ُْٔ اٌذٌَِْٝاْٛؿَ رَـذْعُـ١َوَـٚ
cxxvii
“Seperti apakah penderitaan orang itu bisa menarik dunia ini. Seandainya orang itu tiada, pasti dunia ini tiada diciptakan.” ََُِِــِْٓ عَـــغٚ ة ٍ ِْٓ ِِْٓ عُـــــ ْش١َْم٠َِاٌْــــفَشٚ ٓ ِ ْ١ٍَََاٌضـــَـــــمٚ ٓ ِ ْ١َ ٔـْٛ ّذُاٌْ َى١ُِؾََّ ٌذعَــــــ “Yaitu Nabi Muhammad SAW. yang menguasai (jadi pimpinan) dunia dan akhirat, pemimpinnya manusia dan jin serta pemimpinnya bangsa Arab dan Ajam.” ُِال ٔـــَعَـــ َ َٚ ُٗ ْْٕيِ الَ ِِــــــْٛ لَــــــــــٟاَثَشّـِـــ
ٌْ ـَــــالَ اَؽــَـــــذِٟ٘ـَُٕباْألَِِشُاٌــــــَٕب١َٔجِـــــ
“Nabi kita (Muhammad SAW.) yang selalu memerintahkan (kebaikan) dan selalu mencegah (dari kemungkaran). Maka tiada seorang pun yang lebih baik dalam perkataan dan perbuatan dibanding dengan Beliau.” ََُِايِ ُِـمْـزــَــــؾْٛيٍ َِِٓ اْالَْ٘ــــــٌِٛىًُِ َ٘ــــ
ُُٗ شَـــفَبعَزَْٝ رُـشْعِٞتُ اٌَز١ْ َِاٌْؾَجٛ٘ـ
“Beliau adalah kekasih Allah yang selalu dinanti dan diharapkan syafa‟atnya (pertolongannya), dari segala mala petaka yang menimpa”. ُِِْشُِِْٕفَــــص١َْْ ثِؾَـــــجًٍْ ؼَـــــُِٛغْزــَ ّْغِ ُى
َِِْْٗ ثٛ اهللِ ـَبٌُّْـغْـزــَ ّْغِىُـٌَِٝدَعَــــــبا
“Nabi Muhammad SAW. mengajak (kepada) agama Allah. Adapun berpegang pada agama Allah (Islam) itu ibarat berpegang pada suatu tali (tampar/ ikatan) yang takkan putus.” َََِالَ وَــــــشٚ ٍُ ٍْْ عِـــــــُٟٖ ـِـْٛ ُــــــذَا ٔـُـ٠ ٌََُْٚ
ٍْ خُــــٍُكَِٟـٚ ك ٍ ٍْ خَـَِْٟٓ ـ١ِ١ِـَبقَ اٌـَٕج
“Nabi Muhammad SAW. itu lebih unggul dibanding dengan Nabi-nabi yang lain dalam hal asal kejadian (bentuk tubuh) dan budi pekertinya. cxxviii
Dan tak seorang Nabi pun yang bisa menyamai ilmu dan mulyanya dengan Nabi Muhammad SAW.” َُِ٠ ِْ َسشْــفًبَِِٓ اٌذٚؼَـــــــشْـًبَِِٓ اٌْـجَـــؾْشَِا
ٌْيِ اهللِ ٍُِْزــَ ِّظُٛـُْ ِِْٓ َسعُــــــَٙوٍُـُـــــٚ
“Adapun para Nabi itu hanyalah mengambil (ilmu) dari Rasulullah SAW.; ibarat mengambil air dari lautan dengan tangan atau ibarat minum dari air hujan.” َُِٓ شَىٍَْخِ اٌْؾِـــــــى ْ ِِِْْٚٗ عِْٕذَؽَـــــذِِ٘ــُِ ِِْٓ ُٔ ْمؽَخِ اٌْعٍُِِْ َا٠ ََْْ ٌَـــذَٛالِــــــفُــَٚٚ “Para Nabi itu terhenti di sisi Rasulullah sesuai dengan batasnya; dari ilmu pengetahuan dan sekelumit hikmah.” َُِْجًب ثَـبسِةُ اٌـَٕـــــــغ١ِصؽَـفَبُٖ ؽـــج ْ صَُُ ا
ُُْٗسَ رَٛصُـــٚ ُٖ ْ رََُ َِــــــــعْـَٕبَِٞاٌَــــزْٛٙ ـَـ
“Rasulullah SAW. adalah manusia yang paling sempurna makna (batin) dan bentuk wajahnya. Kemuliaan Allah memiliki beliau sebagai kekasih-Nya.” ُِِْ ُش ِـُْٕـ َمغ١ِْٗ ؼَــــــــ١َْ٘شُاٌْؾـُـغِْٓ ـِـٛغ َ َـ “Beliau
dibersihkan
dari
َِِْٕٗ َِؾَـــبعِْٟـهٍ ـ٠ِٓ شَـــش ْ َُِـــــــَٕ ّضٌٖ ع hal-hal
yang
menyerupai
dari
kebagusannya, Sedang kebagusan beliau itu tidak dapat terbagibagi.” َُِِاؽْزَىٚ ِٗ ْ١َِاؽْىُُْ ثَِّبشِئـ ْـذَ َِذْؽًبـٚ
cxxix
ُِِِٙـ١ِْ ٔــَجِٟ ـَٜدَعْ َِبادَعَزـــُْٗ اٌـَٕــــصَبس
“Tinggalkanlah seruan orang Nasrani kepada Nabinya, Lakukanlah pujian kepada Rasul SAW. dengan sekehendak hatimu, dan bantahlah pendapat orang Nasrani itu.” َُِعّظ ِ ِِْٓ َ لَذْ ِسِٖ َِبشِ ْئذٌَِٝغتْ ا ُ ْٔ َاٚ
ٍٓ شَشَؾ ْ ِِ َ رَارِِٗ َِبشِ ْئذٌَِٝغتْ ا ُ ْٔ ـَب
“Umpamakanlah kemuliaan dzat Beliau SAW. dengan sekehendak hatimu, dan umpamakanlah keagungan derajat Beliau dengan sekehendak hatimu pula.” َُُِـــــعْ ِشةَ عَـُْٕٗ َٔـبؼِــــكٌ ثِــــف١ظَ ٌَُٗ ؽَــــذٌ ـَـ١ْ ْيِ اهللِ ٌَـٛـَبَِْ ـَــــــــعًَْ َسعُــــــ “Sesungguhnya keutamaan Beliau itu tiada batasnya, maka orang yang bicara (da‟i) bisa menerangkan keutamaan beliau.” َُِِِ دَا ِسطَ اٌـشَُٝذْع٠ َْٓ١َِباعُُّْٗ ؽ١اَؽْـ
َـبرُُٗ عِـــــّظًَّب٠ْ ٔــَبعَـــــــــ َجذْ لَذْ َسُٖ آٌَٛ
“Umpama ayat-ayat Beliau (Nabi SAW.) itu bisa menyamai derajatnya, maka orang yang hancur luluh tulangnya bisa hidup kembali bila asma Beliau disebut.” ٌََُِِٙـَُْ ٔــــٚ ت ْ ْٕــَب ـَــٍَُْ ٔــَشْ َر١ؽِشْصًب عٍََــ
ِِْٗيُ ثَٛب اٌْــعُمُــــــ١َّْْزــَؾِــَٕب ثَِّب رــَع٠ ٌَُْـ
“Nabi Muahammad SAW. tidak pernah mencobaku dengan sesuatu perkara yang akal tiada mampu memikirkannya. Sebab Beliau merasa kasihan kepadaku, maka aku tiada bimbang dan ragu.” ُِْشُ ُِْٕـفَــؾِـ١َاٌْــجُعْ ِذ ِـِـــُْٕٗ ؼَــــٚ ة ِ ٌٍِْـمُ ْشَُٜش٠ َظ١ْ ٍََُُْ َِعَْٕبُٖ ـَٙ ـََٜسٌَْٛبا١اَعْــ
cxxx
“Memahami
artinya
Nabi
SAW.
yang
sebenarnya
itu
bisa
melumpuhkan manusia. Maka tiada sesuatu dapat dilihat dari jarak jauh dan dekat Nabi SAW. kecuali barang sesuatu itu lumpuh.” َُِ ُرىِــــــًُ اٌؽَـــشْؾَ ِِْٓ اََِـــٚ ْ َش ًح١ِِْٓ ِِْٓ ثُعُذٍ صَــــــؽ١َٕــْـ١ََشُ ٌٍِْعٙوَبٌـّشَ ّْظِ رَــّظْـ “Ibarat matahari yang kelihatan kecil di hadapan mata dari jarak jauh; tapi matahari itu sendiri sanggup melumpuhkan mata bila didekati.” ٍُُِْا عَــــــُْٕٗ ثِبٌـْؾُــــٍََٛـبٌَ َرغَــــــ١ِٔ ٌَْٛلَـــــــ
َُْٗــمَز١َِب ؽَم١ْ اٌ ُذ ٔـُِٟذْ ِسنُ ـ٠ َْؿ١َوَـٚ
“Seperti apa kaum itu akan menemukan hakekat (kenyataan) Nabi Muhammad di dunia ini, sedang kaum itu sudah terima bertemu dengan Beliau lewat mimpi.” ُِِـــْٙشُ خَـــــــ ٍْكِ اهللِ وُــٍِـ١َأَـــَُٗ خَـــــــــٚ
ٌِْٗ َا ٔـــَُٗ َثّشَــــــش١ِـََّـــجٍَْـػُ اٌْــــعٍُِِْ ــــ
“Maka adapun puncak pengertian tentang Beliau SAW. sesungguhnya Beliau Nabi adalah manusia. Dan sesungguhnya beliau adalah sebaikbaik makhluk Allah.” ُِِـْٙ ِسِٖ ثِــــــٛذ ِـــِْٓ ٔــُـــ ْ ٍَـَبِٔـََّـــبارــَصَـــــ
َـبَٙ اٌ ُشعْـــــًُ اٌْىِــشَاَُ ثِـٍٝ اَرَٞوُـًُ آٚ
“Semua ayat (mukjizat) yang dibawa para Rasul itu merupakan sebagian saja dari Nur (mukjizat) Nabi Muhammad SAW.” ٍَُِ اٌـّظُــــَِٝاسََ٘ـب ٌٍِـــَٕـبطِ ـِٛـشَْْ أَـ ْـُْٙـّظ٠
cxxxi
َبَُٙا وِـجٛـَبِٔــَ ُٗ شَـ ّْظُ ـَـــعًٍْ ُُْ٘ وَـ
“Sesungguhnya Beliau SAW. itu adalah ibarat matahari dari segala keutamaan, sedang para Rasul itu ibarat bintang-bintang yang memancarkan sinar kepada manusia di waktu gelap gulita.” ُِِثِبٌْؾُــــغِْٓ ُِّشْزــَـِّـًٍ ثِـبٌْـ ِجّشْــشِ ُِزــَــغ
ٌٍ صَأَُٗ خُــــــــٍُكِٟاَوْشَِْ ثِـخَـــــ ٍْكِ ٔــَج
“Benar-benar mulia kejadian Nabi Muhammad yang dihiasi dengan budi pekerti yang mulia dan sifat peramah.” َُِّْ ِ٘ـــَِٟاٌـــذَْ٘ـــــشِـٚ ٍَ َ وَـــشَِٟاٌْجَؾْـــشِـٚ
ٍ شَشَؾٟ ْ َِاٌْجَذْسِـٚ ؾ ٍ َ رَشِٟوَبٌـضَْ٘شِـ
“Kehalusan Beliau ibarat bunga, ibarat bulan purnama dalam kemuliaannya, ibarat lautan dalam dermanya, serta beliau berhimah ibarat Zaman/ Waktu (selalu berputar).” َُِ ؽَـــّشَِٝـٚ ُٖ َْٓ رَـٍْمَــب١عغْىَـشٍؽِـــ َ ِٝـ “Seakan-akan
Beliau
SAW.
itu
ِِْٗ عَــالَ ٌَــزَِٟـَـــــشْدٌ ـَْٛ٘ــــٚ ُٗ وَبَ ٔــَـ adalah
seorang
diri
dalam
keagungannya di kalangan bala tentara di kala kau menjumpai Beliau di dalam pembantu tentara.” َُُِِـجْزـَـغَــــٚ ُٗ ؽكٍ ِِْٕـــ ِ ْ َِْٕــِِْٟٓ َِعْذَِٔـــ
ٍ صَــذَؾُِْْٝ ـُٕٛوَبَ ٔــََّباٌٍُئٌُْـئُاٌَّْىْـ
“Ibarat mutiara yang tersimpan di dalam bokor (tempat terbuat dari perak) dari tempat perkataan dan tempat senyum simpulnya Beliau SAW.” ٍَُُِِْزـَـغِـــــٚ ُٗ ْٕ ٌُِّْٕزــَـّشِـكٍ ِِـــــــَْٝثــٛؼُــ
cxxxii
ُٗعّظَُّــ ْ ََعْــذِيُ رُــشْثبً ظَُ ا٠ َت١ْ الؼِـ َ
“Tiada bau wangi yang sempat menyamai dengan debu yang menyimpan dan mengumpulkan tulang-tulang beliau. keuntungan yang besar bagi seseorang yang sempat menikmati bau tanah debu tadi dan sempat menciumnya.” ََُُِِــخـْــزـــَزـــٚ ُٗ ْْٕــتَ ُِــجْزــَـذَاٍ ِِــ١َـبؼِـ٠
ِٖتِ عُــــــــْٕصُ ِش١ْ ٓ ؼِـ ْ َْ ٌِـ ُذُٖ عٛاَثَبَْ َِـــ
“Kelahiran Nabi SAW. menerangkan kemurnian asal kejadian Beliau dan betapa murninya akhir keturunan Beliau SAW.” ََُِاٌــــِّٕمٚ ط ِ ْيِ اٌْــُج ْئٍُْٛاثِخُــٚلَـــــذْأُْـــزِ ُس
ُُُِْٙٗ اٌْـــــــفُ ُشطُ اَ َٔـــ١ٌَِْ رــَـفَ َشطَ ــــــــٛ٠َ
“Hari kelahiran Nabi SAW. yaitu pada hari di kala orang-orang persi menyangka dengan kuat bahwa di hari itu dirinya akan menerima siksa dan bahaya.” ُِِْشٍَُِْزَئ١ ؼَـــــََٜوّشًَِّْ اَصْؾَـــــبةِ ِوغْش
ٌُُِْٕـــــــــصَذِعْٛ٘ َٚ ََٜاُْ ِوغْشٛ٠ْ َِثَبدَ اٚ
“Semalam suntuk Iwan Kisra telah retak; seperti keadaan bala tentara raja Kisra yang tiada bisa utuh kembali.” ََِٓ عَـــذ ْ ِِ ِْٓ١َ اٌْعِْٝ٘ ُش عَــبََٙإٌــٚ ِٗ ْ١ٍََع
ٍَاٌــــَٕبسُخَـــبِِ َذحُ اْالَ ْٔفَبطِ ِِْٓ َاعَؿٚ
“Api itu padam sebab resah, karena Iwan runtuh. Sedangkan sungai kering sumber airnya sebab sedih.” َِّْٟٓ ظ َ ْ١ظ ؽِـــــ ِ ١ْ ََاسِدَُ٘ب ثِبٌْــؽٚ َسُ َدٚ
َـــبُْٙشَ ر١ظذْ ثُؾَــ َ حَ اَْْ ؼَبَٚ عَآ َء عَبَٚ
“Dan menyusahkan kota “sawah” sebab sungainya kering; hingga orang yang mencari air ditolak dengan keadaan marah.” cxxxiii
َََِثبٌِْــــَّبءِ َِبثِبٌــــــَٕبسِِِْٓ ظَـــشٚخُــــضْٔـًب
ًٍٍَوَبََْ ثِبٌــــَٕبسَِِب ثِبٌْــــــــَّآءِ ِِـْٓ ثَــــ
“Seakan-akan api itu basah seperti air karena sedih; demikian pula seakan-akan air itu menyala/ berasap seperti halnya api. ٍََُِِِِــــْٓ وٚ ًَْٕٝشُِِْٓ َِـعّٙظْــــ٠َ َُاٌْـــؾَــكٚ َا ُسعَــبؼِــــعَ ٌخْٛٔ ََاْالٚ ؿ ُ ِْزَٙاٌــْغُِٓ رَــٚ “Jin-jin bersuara, sinar-sinar bercahaya, barang yang haq (benar) kelihatan dari ma‟na dan dari perkataan-perkataan.” َُُِثَبسِلَـــــخُ اْالِ ْٔزَاسٌَِــــُْ رَــّشٚ رــُـغْــَّ ْع
ُْْاـَبِعٍَْب ُْ اٌْـــــ َجّشَآئِشِ ٌَـــُّٛ ََصْٚاُّٛ َع
“Kaum-kaum itu sama buta dan tuli, maka berita yang menggembirakan itu tiada di dengarnya. Sedang ancaman yang besar itu tiada dilihatnya.” َُُِـــــــم٠ َُْطَ ٌَــــــُُُٛ اٌْـــــُّ ْعَْٕٙــــــ٠ِثِــــبََْ د
َُُُْٕٙاََ وَبِ٘ـــِِْٛٓ ثَـــــعْذَِِآاَخْـــــجَشَاْالَ ْل
“Setelan pendeta-pendeta kaum itu memberikan berita kepadanya sesungguhnya agama mereka itu adalah tak lurus dan tiada benar, namun mereka tetap membandel.” ََُِٕ اْالَسْضِ ِِْٓ صَِٝ ْـكَ َِــبـٚ ُِْٕمَعَ ٍخ
ٍتُٙ ُٓ ش ْ ِِ ِ اْالُ ْـكِْٝا ـَُٕٛ٠َثَعْذَ َِبعَبٚ
“Setelah kaum itu membuktikan bintang-bintang di ufuq berjatuhan; demikian pula mereka membuktikan hal di dunia ini, yaitu hancurnya berhala-berhala.” ََِِـــضَُِْْٕٙااِصـــْشَٛمْفُـ٠ ِْٓ١َبؼِــــــ١ََِِٓ اٌـــــــّش
cxxxiv
ٌََِضُِْٕٙ َِْٟؽٌْٛكِ ا٠ْ ِٓ ؼَش ْ َ ؼَذَا عَٝؽَز
“Sehingga syaitan itu lari dari jalan wahyu untuk mencari jejak di balakang bintang yang lari.” ُِِِْٝٗ س١َ ِِْٓ سَاؽَزَٝعغْىَشٌ ثِبٌْؾَص َ َْٚا
ٍُُْ َ٘ــــشَ ثًباَثـ ْـؽَــــــــبيُ اَثْشََ٘ـــخٙوَبَ ٔــَــ
“Seakan-akan syetan-syetan itu lari seperi pahlawan-pahlawannya raja Abrahah, atau bala tentara yang dilempari batu dari kedua telapak tangan Nabi SAW.” ُِِٔــَـجْزَاٌْ ُّغَــــجِؼِ ِِْٓ اَؽْـــــّشَآءِ ٍُِْزـــَـم
َِّبِْْٕٙؼٍ ثِ َجؽ١َِٔـــــجْزًاثِـــــِٗ ثَـــعْذَ َرغْـــج
“Dilempar dengan batu benar-benar setelah membaca tasbih dengan kedua telapak tangan Beliau SAW.,seperti dilemparkannya orang yang membaca tasbih dari perut ikan yang memakannya. ََِ عَـــــبقٍ ِثالَ لَـــــذٍََِْٝٗ ع١ْ اٌَِــِٟرَ ّّْش
ًالشْغَب ُسعَبعِــ َذح َ َْرِِٗ اٛع ْ َعَب َء دْ ٌِذ
“Pohon-pohon itu berjalan tanpa kaki kepada Nabi Muhammad SAW. karena memenuhi panggilan Beliau.” َُِ اٌٍَـــمِْٝعِ اٌخَــــــػِ ـ٠َِب ِِْٓ ثَـــذُْٙعٚـُ ُش
ْعؽْشًاٌّــَِّب وَـــزَ َجذ َ د ْ عؽَــ َش َ وََب ٔـــََّب
“Kedatangan pohon-pohon itu seakan membentuk garis-garis, sedang cabang-cabangnya seakan menulis di garis-garis itu dengan indah di tengah jalan.” َِّْٝشِؽ١َِـغٙظٍ ٌٍِْــــ١ْ ؼِــــَٚ ِْٗ ؽَـــــ َش١ِ عَـــــب َسعَآئِ َشحً رَـــمَِِٝضـــًَْ اٌْـــــؽََّبَِخِ أَــ “Bagai mendung yang selalu menjaga Beliau dalam perjalanan dari teriknya panas matahari.” cxxxv
َُِْ َسحَ اٌْــــ َمغّٚشكِّ اََْ ٌَــــُٗ ِِْٓ لَــــٍْجِِٗ ِٔغْـــــــجَخً َِـــــجْ ُش َ ْٕ ُّاَلْــغَ ّْذُ ثِبٌْــــمََّشِاٌْـــ “Aku bersumpah demi Dzat yang menjadikan rembulan yang pecah (terbelah),
sesungguhnya
terbelahnya
rembulan
itu
adalah
mengibaratkan hati Beliau SAW.” ًِّْٟ ؼَــــشْؾٍ َِِٓ اٌْىُـــــفَبسِعَُْٕٗ عَـ ُ َُوٚ
َََِِِْٓ وَـــــشٚ ْ ٍش١َ اٌْؽَبسِ ِِْٓ خَٜٛؽ َ ََِبٚ
“Semua mata orang-orang kafir itu buta hingga tiada melihat kebagusan dan kemuliaan yang berada di dalam gua itu.” ََِِْْ َِــبثِـبٌْــــــؽَبسِِِــــْٓ اَسٌُْٛـــَٛمُـــ٠ َُُْ٘ـٚ َشَِِب٠ ٌَُْ ُك٠ْ َِاٌصِذٚ اٌْؽَب ِسِٝـَبٌصِ ْذقُ ـ “Adapun orang yang benar dan yang membenarkan itu keduaduanya berada di dalam gua tiada pergi; tetapi oran-orang kafir berkata bahwa di dalam gua itu tiada seorang pun yang tinggal.” ٌََُُِْ رَؾُـــــــٚ ظ ْ َخِ ٌَُْ رَ ْٕغِـــ٠ ِْشِاٌْــجَش١خَـــــ
ٍََٝدَ عْٛ ا ااٌْعَْٕىَــُجَُٕٛظَٚ ََ ا اٌْؾََّبَُٕٛظ
“Orang-orang kafir menduga bahwa burung merpati dan „Angkabut (kemlandingan: jawa) itu adalah sebaik-baik makhluk, yang keduanya tak mau membuat sarang dan beterbangan di dekat orang.” ُِالؼُـــ ُ َْعَْٓ عَــــبيٍ َِِٓ اٚ ع ِ َِِْٚٓ اٌـــذُ ُس
ٍَخُ اهللِ اَؼْـــ َٕذْ عَْٓ ُِعَـــبعَـــفَخ٠ ِلَبٚ
“Penjagaan Allah itu lebih kuat daripada baju besi dan benteng kuat yang tinggi.”
cxxxvi
َُِــُع٠ َُْاسًاِــــُِْٕٗ ٌَــــــَٛٔـٍِْـــــذُ عِــــٚال َ ِا
َِِٗاعْزَغَ ْشدُ ثًّْٚب١َ اٌذَْ٘شُ ظََِِِٕٝبعَب
“Zaman tiada menghadap kepadaku dengan penganiayaan; dan aku minta pertolongan kepada Nabi, walau aku sudah tentu mendapat pertolongan dari Beliau.” ٍَُِْشِ ُِغْزَـ١ ِِْٓ خَــََٜ ِذِٖ اِالَاعْزَــٍَ ّْذُ اٌـــَٕذ٠ ِْْٓٓ ِِـــ٠َ اٌذَاسَِٕٝغذُ ؼ ْ َََّالَاٌْـزــٚ “Dan aku tiada meminta kecukupan dunia akhirat dari tangan Beliau, kecuali menerima pemberian dari sebaik-baik orang yang dimintai.” ََُِٕــــ٠ َُْْٕــبِْ ٌَـــ١ََبُٖ اَِْ ٌـــَُٗ لَـــٍْـــجًب اِرَأَـــب َِذِ اٌْـــــع٠ َْ ِِْٓ ُسإَْٟؽٛالَ رُْٕىِــــشِاٌــ ْـ “Janganlah kau pungkiri wahyu dari mimpi Beliau (Nabi Muhammad SAW.). Sesungguhnya dikala kedua mata Beliau itu tidur, namun hati Beliau selamanya tidak pernah tidur.” ٍُِِِْٗ ؽَــــبيُ ُِؾْزــَــ١ُِْٕــىَــشُ ـ٠ َظ١ْ ـَـٍَـــــ
َِٗ رِــــــٛٓ ٔـــُُج ْ ِِ ٍْغَْٛٓ ثُـٍُــــ١ِـَـــــزَانَ ؽ
“Adapun wahyu yang demikian itu datang sebagai tanda kenabian Beliau SAW. Maka pada saat itu segala tingkah laku Beliau tidak boleh diingkari.” َُِــَٙتٍ ثِـُّزــ١ْ ؼَــــــٌٍَٝ عَـــــَِٟالَ ٔــَـــــــــجٚ ت ٍ غ َ ُ ثُِّىْ َزَٟؽْــــٚ رـــَجَب َسنَ اهللُ َِب “Allah Maha Besar; tiada wahyu itu dapat dicari dan tiada Nabi dalam perkara ghaib itu dicurigai.”
cxxxvii
َََُِّاؼْــــــٍَ َمذْ اَسِثًبِِْٓ سِ ثْمَـــــخِ اٌٍَــــــٚ ُٗ َُصِجًب ثِبٌٍَ ّْظِ سَاؽــــَزٚ د ْ وَُْ اَثْشََا “Berkali-kali Beliau menyembuhkan orang sakit dengan usapan (rabaan) telapak tangan. Dan tangan Beliau bisa melepaskan (menyembuhkan) orang gila yang sangat berkehendak untuk sembuh.” ُُُِ٘ اْالَعْـــصُشِاٌـــذِٝ ؽَ َىذْ ؼُ َشحً ـَٝؽَز
َُُٗ رٛع ْ َْجَآءَ دَٙذِ اٌغََٕخَ اٌــــّش١َ َاَؽْــــٚ
“Do‟a Rasulullah SAW. bisa menghidupkan tahun di kala kurang hujan, sehingga tahun itu menyerupai gemilangnya saat (waktu) yang hitam.” َِِالًَِِٓ اٌْـــــــعَش١ْ َعْٚ َُِ َا١ْجًب َِِٓ اٌْــــ١عَـــ
َــبِْٙؽِ ٍْذَ اٌـــ ِجؽَـبػَ ثٚثِعَبسِضٍ عَبدَ َا
“Engkau menduga dengan adanya mendung yang tebal bahwa di padang pasir yang luas itu terdapat sumber air dan banjir dari irigasi.” ٍََُِ عٍََٝالً ع١ْ ٌَــــَْٜسَٔــبَسِ اٌْــمِشُٛــٙظُـــ
َْ َشدَٙبدٍ ٌَّ ُٗ ظَــ٠ََ اَِٟصْـــــــفَٚٚ ٟ ْ ِٕدَعْـــ
“Sudahlah; biarkan aku menutur ayat-ayat yang terang; seperti terangnya api yang dihidupkan di waktu malam hari di atas gunung untuk menghormat tamu.” َُِْشَ ُِْٕزــَـّظ١َْٕمُصُ لَـــذْسًا ؼَـــ٠ َظ١ْ ٌََــٚ
cxxxviii
ٌَُُِِْٕزـــَــّظَُٛ٘ــــَٚضْدَادُ ؽُـــغًْٕب٠ ُـَبٌــــذُس
“Maka mutiara itu tetap mutiara, bila tersusun rapi malah bertambah harganya dan indah; seandainya tidak disusun rapi juga tudak mengurangi harga.” َُِ١َِاٌّشٚ ق ِ ال َ ِْٗ ِِْٓ وَـــشََِ اْالَخْـ١ َِـــــبـِــــْٝؼِ اٌَِـــــــــ٠ُِيُ آَِـــــبيُ اٌَّْــذٚـََّب رــَــؽَب “Adakah semua itu hanya pujian-pujian yang berlebih-lebihan kepada orang yang memiliki Akhlaq dan watak yang mulia?” ََِْؾِ ثِبٌْـــــمِذْٛ صُـــَّٛ ٌَّْْخٌ صِـــفَخُ ا٠ِلَـــذ
ٌَٗبدُ ؽــَـكٍ َِِٓ اٌــشَؽَِّْٓ ُِؾْـــ َذ صـــــ٠َا
“Ayat-ayat yang haq dari Dzat Yang Maha Pengasih baik yang baru ataupun yang terdahulu itu bersifat Qadim (dahulu) bagi Dzat yang disifati Qadim.” َََِعَـْٓ اِسٚ َعَْٓ عَــــــب ٍدٚ عَـــِٓ اٌْــَّعَب ِد
َ رُــخْــجِ ُش ٔـــَبَْٟ٘ٚ ْ ٍ ٌَُْ رــَمْزــَشِْْ ثِضََِـــب
“Ayat-ayat itu tidak bertepatan dengan zaman (terjadinya peristiwa); tetapi ayat-ayat itu memberi khabar kepadaku tentang kembaliku (kepada Allah), tentang kaum ‟Ad dan kota Irom.” ٌَََُِـــُْ رــَـذٚ د ْ َْٓ اِرْعَـــــــآ َء١ِ١َِِِٓ إٌــَج
ٍــَْٕبـَـــــــفَب َلذْ وًَُ ُِعْغِ َضح٠َدَا َِذْ ٌَـــذ
“Ayat-ayat itu tetap disisi kita dan dapat mengalahkan semua Mukjizat para Nabi, sebab mukjizat para Nabi itu tak tahan lama.” ٍََُْٓ ِِْٓ ؽَــــى١ِجْؽ٠َ ََالٚ ق ٍ شِــــــمَـبٞ ْ ٌِِز
cxxxix
ٍٓ شُــجَخ ْ ِِ َْٓ١ُِجْم٠ ُِؾَــــــىََّـــبدٍ ـَـــَّب
“Bagi orang-orang yang khilaf ayat-ayat itu bila dijadikan hakim maka tiada ragu-ragu lagi; dan tiada perlu lagi mendirikan hakim yang lain.” ٍََُِ اٌغَـــَِٟبٍُِْمْٙ١ْ اٌَِـــِٞبْالَعَــــبدَٜاَعْــــذ
ٍْسِ َثذْ َلػُ اِالَ عَبدَِِْٓ ؽَـــ َشةَِٛبؽُـــ
“Ayat-ayat Al-Qur‟an itu tidak dapat dibandingi sama sekali oleh lawan sebab balaghahnya, maka musuh-musuh itu meletakkan senjata perangnya.” ََِْ عَِٓ اٌْؾَـــــــشَِٟٔذَ اٌْغَــــب٠ِْسٛ١ََُب سَدَا ٌْـــــــؽٙ ُِعَبسِظِـََٜٛـب دَعْـــٙسَ َددْ َثالَ ؼَزــُـ “Balaghahnya ayat-ayat Al-Qur‟an itu bisa menolak dakwanya musuh seperti menolaknya orang yang cemburu kepada datngnya orang yang menganggu istrinya.” َُِ١َِاٌْــمٚ ٓ ِ ْ اٌْؾُـــغَِْٝ٘ ِشِٖ ـٛع َ َقْٛ َـَــــٚ
ٍْ َِـــذَدِْٟطِ اٌْجَؾْـــــشِ ـَّٛ َب َِعَـبٍْ وَـــٌَٙــ
“Ayat-ayat Al-Qur‟an itu memiliki beberapa makna bagaikan ombak samudra yang bergumpal-gumpal. Sedang harga dan indahnya ayatayat itu lebih tinggi daripada mutiara yang ada di dalam samudra.” ََِ اْالِوْـــــضبَسِ ثِبٌغَـــــؤٍَََٝالَ ُرغَــــــبَُ عٚ
َبٙ عَـــغَـــآ ئِجُــــََٝالَ رُؾْصٚ َـالَ رــُــعَ ُذ
“Keanehan-keanehan ayat-ayat itu tidak dapat dihitung dan dikirakirakan; dan ayat-ayat itu tiada membosankan walau dibaca (didengar) berkali-kali.” ٌَُِِــــــمَ ْذ ظَــفِ ْشدَ ثِؾَــــــجًِْ اهللِ ـَبعْزَص
cxl
َُٗب ـَــــمُ ٍْذُ ٌَـــْٙ٠ُِْٓ لَبس١ََب عٙلَــــــ َشدْ ثِــ
“Orang yang membaca Al-Qur‟an, hati dan matanya bisa tenang. Maka aku berkata pada pembaca Al-Qur‟an: sungguh kau telah mendapatkan kebahagiaan dengan tali Allah; maka berpeganglah kuat-kuat!” َُِ١ِِّسْدَِ٘ب اٌّشٚ ٓ ْ ِِ ََٝاؼْفَ ْؤدَ ؽَــــشَ ٌَّظ
َْٝفَخً ِِْٓ ؽَــ ِش ٔبَسِ ٌَّظ١َب خِـــــٍُٙاِْْ رــَزــْـ
“Bila kau membaca ayat-ayat Al-Qur‟an karena takut panasnya api neraka, maka kau bisa memadamkan api itu dengan air yang dingin yang terkandung dalam ayat-ayat itu.” ََُُِّلَــــذْعَـــــآ َإُٖ وَبٌْـــؾٚ َِِٓ اٌْـــــعُصَب ِح
ُِِٖٗ ثْٛ ُعُـــٌَْٛطُ ا١ْْضُ رَجٛؾ َ َب اٌْـــــَٙٔ َوَــــب
“Seakan-akan ayat-ayat itu telaga yang sanggup membersihkan muka yang hitam sebab terlalu banyak dosa.” َُُِم٠ ٌَُْ ِ إٌَبطِْٝشَِ٘ب ـ١َـَبٌْ ِمغْـػُ ِِْٓ ؼ
ًْضَاِْ َِــــعْذِ ٌَخ١َِّوَبٌْــــــٚ غ ِ َوَبٌصِـــــشَاٚ
“Dan ayat-ayat itu ibarat jembatan dan timbangan di dalam keadilannya, yang keadilan itu tak bisa ditemui dalam pribadi manusia.” َُُِِٙٓ اٌؾـَـــب ِرقِ اٌف١َ عَـــــْٛ٘ َٚ ال ً رــَــغَبُ٘ـــ
ُٕىِــشَُ٘ب٠ َدٍ سَاػُٛالَ رَعْغَـــــجَْٓ ٌِؾَــــغ
“Janganlah engkau tercengang kepada orang yang dengki dan bertindak mengingkari ayat-ayat Al-Qur‟an, karena nerpura-pura tolol padahal dia lincah dan sangat pandai.” َُِٓ عَم ْ ِِ ُِْٕىِشُ اٌْـــــفَ ُُ ؼَـــــعَُْ اٌْـــَّبء٠ٚ
cxli
ٍءَاٌّشَ ّْظِ ِِْٓ سََِذْٛ ظ َ ُْٓ١َلَذْ رُْٕىِشُ اٌْع
“Kadang-kadang mata itu mengingkari matahari sebab sakit; kadangkadang pula mulut itu mengingkari rasanya air sebab sakit pula.” ُُُِْٕكِ اٌ ُشع٠َِْ األُٛقَ ُِزْٛ ـَــــٚ ًب١ْعَـــــع
َُْٗ عَــبؽَز َ َََُّْٛ اٌْــــــعَب ُـ٠ َِْٓ َْش١َبخَــــ٠
“Hai sebagus-bagusnya orang yang dicari oleh orang banyak yang meminta kebaikan yang berkunjung ke halamannya dengan berjalan kaki dan naik unta.” َُِِٕ ٌِـــــُّؽْزــََّْٝ اٌــــِٕعَّْخ ُ اٌـ ُعّظُٛ٘ ََِْٓٚ
ٍ ٌِــــُّعْزــَــجِشََٜخ ُ اٌْىُـــــجْش٠٢َاُٛ٘ ََِْٓٚ
“Dan hai orang yang merupakan pertanda besar bagi orang yang berfikir, dan hai orang yang merupakan nikmat besar bagi orang yang mencari untung.” ٍَُُِ دَاطٍ َِِٓ اٌّظِٝ اٌْـجَذْسُ ـَٜوَـــــًّبعَـــش
ٍََ ؽَــشٌَِٝالً ا١ْ ذَ ِِْٓ ؽَشٍََ ٌَـــ٠ْ َعَــــــش
“Kau berjalan di waktu malam dari tanah haram (Mekah) sampai ke tanah haram (medinah) seperti perjalanannya bulan purnama di dalam malam yang gelap-gulita dari beberapa kegelapan.” ٌََََُِْ رُـشٚ ن ْ ِْٓ ٌـَُ ْرُذْ َس١عَـْٛ ِِْٓ لَـبةِ لَـ
ً أْْ ِٔ ٍْذَ َِـــــــْٕضٌَِخٝ اٌَــــَٝذ رـــَشْل َ َ ِثٚ
“Dan semalam suntuk kau naik hingga sampai tingkatan “Qoba Qusaini” yaitu tempat yang tiada tertutup dan yang tak mungkin dicapai.” ََِ خَذٍََٝ ٍَ عَُُٚ َِخْذ٠ِاٌ ُشعًِْ رَمْذٚ
cxlii
َـبَٙبءِ ثِـــ١ِْعُ اْأل َْٔــــج١َِّلَـــذََِـــزـ ْـهَ عَــــٚ
“Para Rasul dan Nabi telah mengajukanmu ke suatu tempat yang lebih mulia; bagaikan seorang pembesar di kalangan rakyat yang menghormatinya.” ٍََُِؽتَ اٌع ِ ِْٗ صَـب١ِْ ِوتٍ وُ ْٕذَ ـَِٛ ِٝـ
َُِِْٙأَ ْٔذَ رَخْــــزَ ِشقُ اٌــــغَجْعَ اٌؽِجَبقَ ثٚ
“Kau telah menempuh tujuh tingkat (langit) bertemu dengan para Nabi dan utusan dalam suatu jama‟ah, sedang kau dalam jama‟ah itu yang membawa bendera.” ًُِِٕ ٌِـــــ ُّغْزــَــَٝالَ َِــــــــشْلٚ ِٛ َُُِِٔٓ اٌــــذ
ٍاً ٌُِّـغْــزَ ِجكْٚع شَؤ ْ َ اِرَا ٌَُْ رَذَٝؽَــــزــ
“Hingga tatkala kau tidak meninggalkan setapak pun bagi orang yang ingin menyalip (mendahului)mu dari jarak dekat dan jalan yang naik bagi orang yang ingun mencari keluhuran. ٍَُِذَ ثِبٌـــــشَـْعِ ِِـــــضًَْ اٌـــــُّفْشَدِ اٌعَــ٠ِدُٛٔ
ْعذَ وًَُ َِـــــمَبٍَ ثِبٌْبِظَبـَخِ اِر ْ َخَــــــف
“Maka kau telah mengalahkan segala tingkatan (derajat) bila dibanding dengan tingkatanmu; karena kau telah diundang bertepatan dengan diluhurkan bagai “isim mufrod „alam.” َُِِ ُِىْزــَزــَٞعِـــشٍ أَٚ ْ ِ ُْٛـــــــ١ُعَـــــِٓ اٌْــع
ٍِ ُِغْـــــــزَزِشََٞصْــــــًٍ أْٛصَ ِثَّْٛب رَ ُف١وَــــ
“Supaya kau sampai kepada Dzat yang tertutup bagi mata dan rahasia yang tersimpan.” َُِْشَ ُِضْدَؽ١عُــــــ ْضدَ وًَُ َِــــــمَبٍَ ؼَـــــٚ
cxliii
ٍْشَ ُِّشْزَ َشن١ـَــــــؾُ ْضدَ وًَ ـَخَـــــبسٍ ؼَــ
“Maka kau telah mengumpulkan segala kebanggaan yang tiada duanya, dan kau telah mengumpulkan segala pangkat dengan tiada seorang pun yang mendobraknya.” َُِذَ ِِْٓ ِٔــــع١ْ ٌِْـــــَٚعَـــــضَ اِدْسَانُ َِب ُأٚ
ٍذَ ِِْٓ سُ َرت١ْ ٌُِٚ َعَـــــًَ ِِـــــمْذاسُ َِبٚ
“Dan segala pangkat yang diserahkan padamu semakin agung, dan semua nikmat yang diberikan padamu semakin mulia.” ََِِذْْٕٙشَِـُــــــــــــ١ََخِسُوْـــــٕبًؼ٠ ٌَـــــَٕب َِ ْعّشَشَ اٌِْبعٍَْبَِ اَْ ٌَــَٕب ِِٓ اٌْـــــــعَِٕبَُٜثّشْــــــش “Sebagai tanda kegembiraan bagi kita Umat Islam, sebab kita mendapat perhatian, yaitu pusaka yang tidak bisa hancur.” َُِْٕب ٌِـــــــؽَبعَزِِٗ ثِؤَوْــــشََِ اٌ ُشعْـــــًِ وُــــََٕب أَوْـــشَََ اْألَُِـــ١ٌَــــَّبدَعَــــباهللُ دَاعِــــــ “Sewaktu Allah mengundang Beliau supaya Tho‟at kepada Allah dengan sebutan “Akromir-rusul” maka kita mendapat sebutan “Akromil-umam.” ََُِٕةَ اٌـــْعِذَا أَٔــْجَبءُ ثِعْضـــَــزِِٗ وَــَٕجْؤَح ٍ أَعْـــفٍََذْ ؼَـــ ْفالً َِِٓ اٌـــــــؽْٛ ٍُعذْ لُــــ َ سَا “Khabar terutusnya nabi SAW. membuat hati musuh menjadi takut; bagaikan suara harimau yang menakut-nakuti sekelompok domba.” ََُِظٚ ٍََْٝا ثِبٌْمََٕب ٌَـــؾّْبً عٛ ؽَ َىَٝ وُـــــًِ ُِعْزــَــ َشنٍ ؽَزَِٟـٍْــــــمَبُ٘ـــُُ ـ٠ ََِبصَاي “Rasulullah SAW. tiada henti-hentinya menghadapi orang-orang kafir dalam pertempuran, hingga mereka bagaikan daging di atas tempat pemotongannya.” cxliv
ََُِاٌشَخٚ ْ ِ ال َء شَـــبٌَذْ َِعَ اٌْعِمْجَب َ َأشْـــــ
َِِْْٗ ثٛؽ ُ َؽْجِــــــ٠ ْاٚا اٌْـــــفِشَاسَ ـَــىَب ُدَُٚدٚ
“Para musuh itu suka berlari; mereka berharap dengan lari itu agar anggota badannya bisa terbang bersama-sama burung rajawali dan burung Rokhom.” َُُِشِاٌْؾُـــشٙألشْـــ َ ْ اٌَِٝب١َِبٌَُْ رَىُْٓ ِِْٓ ٌَـــــ
َبَْْٙ عِــذَرـَـــَٚــذْ ُس٠ ََالٚ ٌَِٟب١ٌٍَْ اِٟرَّْع
“Malam demi malam telah berlalu, tapi mereka (kafir) tiada mengerti hitungan malam yang sudah mereka lalui, selagi malam-malam itu bukan bulan-bulan suci” َِِ ٌؾَــْـــَُ اٌْــــــعِذَا لَــــشٌَٝثِىًِ لَــــشٍَْ ا
ًَُُْٙ عَـبؽَـز َ ْؿٌ ؽَــــ١َُٓ ظ٠ِوَؤَ ََّٔباٌذ
“Seakan-akan agama (Islam) itu adalah tamu yang mendatangi tempattempat lawan, yang agama itu dikawal oleh sekumpulan pemberani yang buas terhadap daging-daging lawan.” ُِِْطٍ َِِٓ اْألَ ْثؽَــــبيِ ٍُِْــزــَـؽَّٛ ثِـــــَٟشِِْــ٠ ٍ ق عَــبثِؾَخ َ ْٛ ظٍ َـ١ْ َِّغُـــشُ ثَؾْشَ خَـــ٠ “Agama Islam membawa bala tentara yang bagaikan samudra, mereka naik kuda dengan cepat seperti berenang. Mereka memanah berulangulang dengan gagah beraninya.” ٍَُِِصؽ ْ ُِ ِْ ثِ ُّغْزــَـــؤْصِــًٍ ٌٍِْىُفْشٛؽ ُ غْـــــ٠َ ٍِِْٓ وًُِ ُِْٕزــَ ِذةٍ هللِ ُِؾْـــزـَـغِـــــت “Mereka menggempur lawan demi memenuhi panggilan Ilahi dan mencari pahala semata. Mereka menggempur dengan alat yang bisa menghabiskan kekufuran yang merusak.”
cxlv
ٌَُِِخ َ اٌشَؽْٛصُـــــَِٛ بُِِْٙ ِِْٓ ثَـــــعْذِ ؼُــــشْثَزَِٙ ثَْٟ٘ٚ َِ َعال ْ إل ِ ْ ؼَ َذدْ ٍَِِخ ُ اَٝؽَز “Agama Islam beserta para sahabat menjadi terpelihara lagi hubungan
persaudaraannya,
setelah
beberapa
lama
tidak
terpelihara persaudaraan itu.” ٌََُِِــــ ُْ رـــَئٚ ُْ َْزــ١َْشِ ثَـعْــًٍ ـَــــــٍَُْ ر١َخَـــــٚ ة ٍ ْشَِأ١ُُْ ثِخَـــــٌَْٙخ ً أَثــَــذاً ِِْٕــــَِٛىْــــ ُف “Dan agama Islam tiada yatim dan janda lagi untuk selamalamanya, karena sudah di tanggung oleh seorang ayah yang baik dan suami yang setia.” ََِ وًُِ ُِصْــؽَــــــذُُُِٟ ـٙ ِِْٕــــَُُْٜ َِـــبرَاسَأَُُِِْٙ ُِصَبدَُُُْٕٙ٘ اٌْغِـــجَبيُ َـغَــــًْ ع “Mereka (Nabi dan sahabatnya) itu merupakan gunung, maka bertanyalah kau kepada para musuh yang menghadapi mereka, apakah yang musuh lihat sewaktu mereka dalam pertempuran.” ََُِخٛ َِِٓ اٌـَُُْْٝ٘ أَدٌَٙ ٍْيُ ؽَزــْؿٛـُصُـــ
ًعًَْ أُؽُذاَٚ عًَْ ثَذْسًاَٚ ًْٕب١َُٕعٍَْؾَٚ
“Bertanyalah kau kepada Hunain, Badar dan Uhud. Yaitu saat-saat banyaknya kematian bagi orang kafir, yang kematian itu melebihi daripada „Kagebluk‟.” ََُِّدٍ َِِٓ اٌٍِـــــَٛسَ َددْ َِِٓ اٌْــــــعِذَا وًَُ ُِغْــــــْٚطِ ؽُّْشاَثَعْذََِب١ِ اٌْجِٞاٌُّْصْذِس “Yang sama mengembalikan pedang-pedang yang putih menjadi merah setelah mendatangi musuh-musuh yang masih berambut hitam (masih muda).”
cxlvi
ُِِْشَ ُِْٕعَغ١غغٍُْ ؼَـ ِ َُُْ ؽَـــشْـُِٙ َأَلْـــال
َْْٓ ِثغُــــــــّْشِاٌْخَـػِ َِبرَــــشَ َوذ١َِاٌْىَبرِجٚ
“Dan yang sama menulis dengan tombak dari kaju “Khat” yang Qolam (pena-pena) itu tiada meninggalkan satu huruf pun yang kurang titik.” ٍَُِ َِِٓ اٌغَــــَّْٝ١َِّْزَبصُ ثِبٌغ٠ َُسْدَٛاٌْـــٚ ُْ ُُِ٘ض١َُّ رَّْٝ١ُِ ُْ عٙ اٌغِــــالَػِ ٌَــِٝشَبو “Mereka
mempertajam
alat-alat
perang
sebagai
tanda
untuk
membedakan antara lawan. Adapun bunga mawar itu lain dengan tandatanda pohon „Salam‟.” َِّٝ اْألَ وَّْــبَِ وًَُ وِٝغتُ اٌضَْ٘شَـ َؾ ْ َـَزــ
ََُُُ٘بػُ اٌـــــَٕصْشِ َّٔشْـــــش٠ِهَ س١ْ ٌَِ اِْٜذُٙر
“Angin kemenangan itu mengirimkan kepadamu bau-bau mereka, dan kau menduga prajurit-prajurit yang pemberani itu bagai bunga di dalam potnya”. َُِٓ شِــــذَح ِ اٌؾُـض ْ ِِ َٓ شِــذَح ِ اٌْؾَـضَِْ ال ْ ِِ
ًًِْ َٔ ْجذُ سُثب١ْسِ اٌْخَـــُٛٙ ظُـــُُِْٟ ـَٙوَؤَٔـــ
“Para sahabat di atas kuda itu seakan-akan tanaman di tanah yang tinggi yang sangat kuat; bukan karena ikat “Lapak” yang kuat”. ََُِٙاٌْـــــــــجُـٚ ُِ ََْْٙٓ اٌْــــج١ـَـــَّب رُفَـــ ِشقُ ثَــــــ
ًُِْ ـَشَلبٙةُ اٌْعِذَا ِِْٓ ثَ ْؤعِــْٛ ٍُُؼَب َسدْ ل
“Hati musuh semakin kebingungan karena sangat takut dengan pukulan para sahabat. Maka mereka tidak membedakan antara anak-anak kambing dan prajurit yang gagah berani.” َُِِب رَغِِٙ آعَـــبِٟألعْــــذُ ـ ُ ْْيِ اهللِ ُٔـصْــــشَرُُٗ اِْْ رٍَْـــــــمَُٗ اََِْٛٓ رَــــىُْٓ ثِ َشعُـــــٚ
cxlvii
“Baranngsiapa kemenangannya itu atas pertolongan Rasulullah, walaupun harimau di tengah rimba yang menghalangi maka harimau itu „kan berhenti.” ُِِْشَ ُِْٕعَـــــــغ١ِ ؼَـــــــَٚالَ ِِْٓ عَـــــــ ُذٚ ِٗ ِْشَ ُِْٕزـــَصِشٍ ث١ٍ ؼَــــٌَِٟــٚ ٓ ْ ِِ ٌَََٜــْٓ رَــشٚ “Engkau tidak akan melihat kekasih yang kalah dan musuh yang tidak hancur luluh.” َُِ أَعِٟألشْـــجَبيِ ـ َ ْشِ ؽَــــــًَ َِـــعَ ا١ْ ؽِـــشْصِ ِِـــــــٍَِٗ وَبٌٍَـــٟأَؽَــــًَ أَِزـــَُٗ ـِـــــــ “Rasulullah menempatkan para umatnya di dalam benteng agama yang kuat; bagaikan harimau dan anak-anaknya yang bertempat dalam persembunyiannya.” َُِِوَُْ خَـــصََُ اٌـــجُشْ٘بُْ ِِْٓ خَصٚ ِٗ ْ١ـِــ
ٍوَُْ عَــــذٌََذْ وَـــــٍَِّبدُ اهللِ ِِْٓ عَذَي
“Berkali-kali “Kalimatullah” memutus orang yang membantah kenabian Rasulullah dan berkali-kali dalil yang kuat itu membantah kepada jagojago debat.” ُُُِزـــ١ٌْ اِٟتِ ـ٠ْ َِاٌزــَؤْدٚ ِ َخ١ اٌْغَبِ٘ـــــٍِـِٟـ
ً ِ ُِعْـــــغِضَحُِِٟ اْألِٟوَــــفَبنَ ثِبٌْـــــعٍُِِْ ـ
“Ilmu beliau yang sebagai mukjizat itu bisa mencukupimu, walaupun Beliau “Ummi” (tidak bisa membaca dan menulis) dan dalam zaman jahiliyyah Beliau dididik dalam keadaan yatim.” َََِاٌخِذٚ اٌّشَـعْ ِشِٟ ـَٝةَ عُـّْشٍَِعُٛرُٔـــ
cxlviii
ِٗـًُ ثِـــــــ١ِــْـؼٍ أعْزــَـــــم٠ِخَـــذَِْزـــُُٗ ثَِّذ
“Aku melayani (Beliau SAW.) dengan puji-pujian; yang dengan pujianpujian itu aku berharap agar dosaku yang telah lalu dalam bersyi‟ir dan melayani bisa diampuni.” ٌَُِ َِِٓ اٌـٕـَــــعَِّْٞب َ٘ــــــذٙ ثِــــــَِٟٕوَؤٔـــ
َُُٗالِــــجٛ عَـــــََٝ َِب رُخـْـّشِٟٔاِرْ لَـٍَـــــذَا
“Sebab aku membaca syair dan melayani itu karena leherku diikat, seakanakan diriku adalah unta hadiah.” َََِاٌــــَٕذٚ َِ اْالصــَبٍََٝؽَـــــصَـ ٍْذُ االَ ع
َِبٚ ٓ ِ ْ١َ اٌؾَْبٌَزــَِٟ اٌصِـــجَبـَٟأؼَـــ ْعذُ ؼ
“Aku taat kepada sesatnya masa muda dalam dua perkara. Aku tiada menghasilkan sesuatu kecuali dosa dan penyesalan.” ٌََُُِْ َرغُـٚ َب١ْـَْٓ ثِبٌذُٔـــ٠ٌَُِّْ َرّشْـــــزــَشِ اٌــذ
َـــبِٙ رِغَبسَرِٟخغَـــبسَح َ َٔــ ْفظٍ ـ َ َب١ـَـــــ
“Maka aduh kerugian badanku dalam berdagang. Badan tidak membeli agama dengan dunia dan tiada menawarnya.” ٍَُِ عَــــَٟـٚ ْ ِع١ ثَــــــَِٟــجِْٓ ٌُٗ اٌْـــــؽَجُْٓ ـ٠
ٍَِِٗـــــجِعْ آعِـــــالً ُِِْٕٗ ثِعَــــــــبعِـــ٠ ََِْٓٚ
“Barangsiapa menjual persoalan nanti (akherat) dengan harga persoalan sekarang (dunia), maka baginya kerugian yang besar di dalam jual-beli dan Salam.” َِِ ثِـــُّْٕـــــــصَشٍَِْٝالَؽَــــــجٚ ٟ ِ َِِِٓ اٌــَٕـــج
ٍْ ثُِّْٕزــَمِطِْٞذٙاِْْ َادِ رَٔـجْبً ـَــــَّبعَـــــ
“Apabila aku mendatangi dosa, maka janjiku dengan Rasulullah tidak akan rusak dan tali pengikatku tiada akan putus.”
cxlix
ُِك ثبٌــــزِِـَــــ ِ ٍْ َ اٌخَــــــَُٛ٘ــــٚ ُِؾَــَّذًا
َِٟــز١ِّ رَِِــــخ ً ِِــــُْٕٗ ثِ َزغْـــــٌِٟ َِْـَـــــب
“Maka sesungguhnya bagiku ada jaminan dari Nabi Muhammad SAW.; sedangkan Beliau adalah sejujur-jujur makhluk dalam janjinya.” َََِبصٌََخ َ اٌْــــــــــمَذ٠ ًَُْاِالَ ـَــــمٚ ال ً ـَعْـــــ
َِٞذ١ِ اَخِـــزاً ثِٞ َِعَبدَِٟىُْٓ ـ٠ ٌَُْ ْْا
“Apabila Nabi tidak memegang tanganku dengan anugerah di hari Qiamat nanti, maka aduh celakanya (tergelincirnya) telapak kakiku ََِْشَ ُِؾْزـــَش١ََـــشْعِعَ اٌْغَــــب ُس ِـــُِْٕٗ ؼ٠ ْٚ َِىَبسَُِِٗ َأُٟؾْشََِ اٌشَاعِــ٠ َْْؽَبشَبُٖ أ “Nabi suci dari mengecewakan orang yang mengharap anugerahnya dan dari menolak tetangga dengan tiada dimuliakan.” َِِْشَ ُِـٍْزـــَض١ خَـــَِٝعَـــــذْرــُُٗ ٌِخَــــالَصٚ
ُٗ َِذَائِؾَـــَُِِٞـــْٕزُ أٌَــْـضَ ِْذُ أَـْىَبسٚ
“Sewaktu aku menetapkan fikiranku untuk memuji Nabi, maka aku mendapatkan keselamatan yang bagus sekali kesanggupannya.” ُِ األوَـُْٟٕ ِجذُ األَصَْ٘بسِ ـِــــ٠ َب١اَْ اٌؾَــــ
ْذاًرــَشِثَــذ٠ ُِِْٕٗ ِٕٝدَ اٌــــؽَُٛــف٠ ٌََْٓـــٚ
“Dan Beliau tidak meninggalkan kecukupan pada tangan yang dikotori debu. Sesungguhnya air hujan itu bisa menumbuhkan bunga di tanah yang kering.” ََِ َ٘ــــشٍَٝ عَـــــَْْٕٝشٍ ثَِّب أَصـــ١َذَا صَُ٘ـــــ٠
ْ الْزـَـؽَ َفذِٟب اٌَز١ٌََُُْْٔ أُسِدْ صَْ٘شَح َ اٌذٚ
“Aku tidak mengharapkan keindahan dunia, seperti kedua tangan Zuhair mengambil keindahan dunia sebab memuji Harim bin Sinan.”
cl
َُِِّيِ اٌْؾَب ِدسِ اٌعٍَُٛانَ عِـــــْذَ ؽُـٛعِـــــ
ِِٗرُ ثٌَُٛ َِْٓ أٌَِٟب أَوْـــــشَََ اٌخَـــــ ٍْكِ َِـــب٠
“Hai semulia-mulia makhluk; tiada seorang pun yang bisa melindungiku selain dirimu di kala datangnya bahaya yang merata.” ُِِ ثِبعْــــُِ ُِــْٕزــَمَُُْٝ رَــغٍَــ٠ِ اِرَا اٌْىَـــــشِٟيَ اهللِ عَــبُ٘ـهَ ثٛكَ َسعُــ١ْ َِع٠ ٌََْٓٚ “Dan tidak sempit ya! Rasulullah derajatmu sebab diriku sewaktu Dzat yang mulia menurunkan siksa.” ٍَََُِاٌْــــمٚ ػ ِ ْْٛ ِِهَ عِــــــٍَُْ اٌٍَــٍَُِِْٛٓ عُــــٚ
َبََٙ ظَشَرــٚ َب١ْ ِدنَ اٌذُٔـــْــٛـَبَِْ ِِْٓ عُـــ
“Sesungguhnya dari kemurahanmulah dunia dan musuhnya; dan dari ilmumulah ilmu Lauh dan ilmu Qolam.” َُِّ اٌْــــؽُفْشَاِْ وَبٌٍَــــــــِٝاَْ اٌىَـــــجَبئِشَ ـ
ْعّظُ َّذ َ ٍ ِِْٓ صٌََخِٟال رـَمَْٕــؽ َ َُبٔــَـ ْفظ٠
“Hai nafsuku janganlah kau putus harapan sebab dosa-dosa yang besar. Sesungguhnya dosa-dosa besar itu di sisi keampunan Allah kelihatan kecil.” َُِ اٌْ ِمغَِٝبِْ ـ١ْغتِ اٌْعِص َؽ َ ٍََٝ عَِٟــب رَؤْرَُِّٙ ْمغ٠ َْٓ١ ؽِـــٌَِٝـــــعًََ سَؽَّْخ َ سَث “Moga-moga nanti sewaktu Tuhanku membagi rohmat, aku bisa mendapatkan bagian yang cukup untuk menghapus dosa-dosaku.” َِِْشَ ُِْٕخَض١َ ؼَِٟاعْـــعًَْ ؽِــغَبثٚ ه َ ٠ْ ٌََذ
cli
ٍْشَ ُِْٕعَ ِىظ١َ ؼَِٟاعْعًَْ سَعَبئٚ ة ِ َب َس٠
“Duhai Tuhanku; semogalah harapanku Engkau jadikan harapan yang sukses dihadapan-Mu. Dan semogalah Engkau jadikan hisabku, hisab yang tiada putus.” ََِِضَْٕٙـــــ٠ َُايٛ رَذْعُُٗ اْألَْ٘ـــَٝصَـــجْشاً َِزــ
ٌُٗ َِِْْٓ ا٠َ اٌـــذَاسَِٟاٌْــــؽُؿْ ثِعَجْ ِذنَ ـٚ
“Semogalah kasih sayang terhadap hamba-hamba-Mu di dua desa (dunia dan akherat) benar-benar Engkau curahkan. Sesungguhnya hamba-hamba-Mu itu memiliki kesabaran; tetapi kalau mendapat cobaan mereka tentu berlari.” َُُِِِ ْٕغَـــــــغٚ ً ٍ َِٙ ثِ ُّْٕـــِٟ اٌــَٕجٍَٝعَـــــــــ
ٍ ال ح ٍ ِِــ ْٕهَ دَائَِّخ َص َ ِؾت ْ َُائْزَْْ ٌِغٚ
“Semogalah Engkau idzinkan kepada mendung rahmat-Mu yang kekal abadi; bagi Nabi SAW. dengan hujan yang lebat yang sempat mengalir.” َََِاٌْىَشٚ ُِ ٍَْاٌْؾِــٚ َإٌـَمَبٚ َٝاَْ٘ـــــًُ اٌـزــُم
َُُْْٙٓ ٌَـــ١ِؾتِ صَُُ اٌـــزــَب ثِع ْ ََاٌصٚ ي ِ ََاْالٚ
“Dan semoga tetap buat keluarga Rasulullah, para Sahabat dan Tabi‟in; Adapun mereka semua itu adalah ahli taqwa, bersih, arif dan mulia.” َُِظِ ثِبٌــَٕؽ١ْ ِ اٌْعِٜظَ ؽَبد١ْ ََِاؼْ َشةَ اٌْعٚ
ْؼُ صَجًب٠ِؾذْ عَـــزَثَبدِ اٌْجَبِْ س َ ََِبسَٔـــ
“Selagi cabang-cabang pohin “Ban” itu masih memanggil-manggil ditiup angin timur (pagi); masih memberi semangat kepada penuntun onta dengan dendang lagu.”
clii
cliii