TUGAS AKHIR
SETTING RELAI JARAK PADA SISTEM 150 KV Disusun guna memenuhi persyaratan akademis dan untuk mencapai gelar sarjana S-1 pada jurusan Teknik Elektro Universitas Mercu Buana
Disusun oleh SIGIT SUPRIYANTO 01400 – 074
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2007
LEMBAR PENGESAHAN
SETTING RELAI JARAK PADA SISTEM 150 KV
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Pendidikan Strata Satu (S1) Program Studi Teknik Elektro
Disusun Oleh : SIGIT SUPRIYANTO NIM : 01400-074
Disetujui Oleh : Koordinator Tugas Akhir
Pembimbing
Ir. Yudhi Gunardi, MT
Bambang Trisno, MSc
Mengetahui Ketua Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri
Ir. Budi Yanto Husodo, MSc
ii
ABSTRAK
Relai adalah alat pengaman yang dapat memerintah pemutus tenaga, untuk memutus dan memisahkan bagian saluran transmisi yang mengalami gangguan dari saluran transmisi yang sehat. Pengaman yang banyak digunakan adalah relai jarak. Relai jarak merupakan relai impedansi, karena impedansi saluran transmisi sebanding dengan panjangnya saluran tersebut, sehingga pengukuran jarak jangkauan relai tersebut ke lokasi gangguan dapat dilakukan dengan mengukur impedansinya. Pengetahuan tentang prinsip kerja, jenis dan karakteristik relai jarak, serta pengertian mengenai daerah perlindungan, maupun pola koordinasi mendasari dalam pemilihan dan setting relai jarak secara optimal. Koordinasi setting relai jarak yang dilakukan di Gardu Induk Petukangan dan Gardu Induk Serpong telah menghasilkan suatu setting relai yang sangat baik di mana waktu kerja relai jarak pada zone I adalah seketika dan pada zone II adalah 0,4 detik dan untuk zone III adalah 1,2 detik, sehingga bila terjadi gangguan yang menyebabkan pemadaman maka pemadaman tidak meluas karena sudah diputus dan dipisahkan dari saluran yang sehat, sehingga yang bekerja hanya alat yang paling dekat dengan lokasi gangguan.
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL
................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... ii LEMBAR PERNYATAAN .................................................................... iii ABSTRAK
............................................................................................ iv
KATA PENGANTAR
....................................................................
v
DAFTAR ISI ............................................................................................ vii DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I
BAB II
.................................................................... x ................................................................................
xi
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah
............................................ 1
1.2
Pokok Permasalahan
............................................ 2
1.3
Tujuan Penulisan ........................................................
1.4
Pembatasan Masalah
............................................ 2
1.5
Sistematika Penulisan
............................................
3
2.1
Fungsi Saluran Transmisi ............................................
4
2.2
Konstruksi Saluran Transmisi
................................
6
2.3
Gangguan pada Saluran Transmisi ................................
8
2.3.1 Sifat – Sifat Gangguan
................................
8
Fungsi Proteksi pada Saluran Transmisi ....................
9
2.4.1 Pertimbangan Mengenai Kemampuan Proteksi
10
2
LANDASAN TEORI
2.4
2.4.2 Pertimbangan Mengenai Kondisi Sistem Tenaga 14
vii
BAB III
2.5
Penerapan Sistem Proteksi ............................................
14
2.6
Pengaruh Pentanahan Titik Netral ................................ 16
SETTING RELAI JARAK 3.1
Prinsip Pengukuran Jarak ............................................
3.2
Jenis dan Karakteristik Relai Jarak................................ 20 3.2.1 Relai Jarak Jenis Impedansi
....................
19
20
3.2.2 Relai Jarak Jenis MHO atau Jenis ADMITANS 23 3.2.3 Relai Jarak Reaktansi
................................
25
3.2.4 Relai Jarak Jenis MHO Geser atau Relai Perasa Gangguan ............................................ 3.3
Cara Pengukuran Jarak
27
............................................ 28
3.3.1 Gangguan Hubung Singkat 3 Fasa ( L-L-L )
29
3.3.2 Gangguan Hubung Singkat 2 Fasa ( L-L ) ........
29
3.3.3 Gangguan Hubung Singkat 1 Fasa ke Tanah ( L-G )
........................................................ 29
3.4
Syarat Utama Relai Jarak ............................................
30
3.5
Relai Jarak dengan Tiga Tingkat Pengamanan
........
32
3.5.1 Penyetelan Zone I ............................................
34
3.5.2 Penyetelan Zone II ............................................
35
3.5.3 Penyetelan Zone III............................................
37
3.5.4 Perlambatan Waktu Kerja ( Δt ) 3.6
.................... 37
Menentukan Impedansi Sekunder ................................
viii
39
BAB IV
KOORDINASI SETTING RELAI JARAK 4.1
Umum ...........................................................................
4.2
Menentukan Zone I, II dan III di Gardu Induk Petukangan serta Menentukan Waktu Kerja Relai ....... 4.2.1
41
Menentukan Zone I, II dan III pada Arah Petukangan – Serpong
4.3
40
..............................
41
Menentukan Zone I, II dan III di Gardu Induk Serpong serta Menentukan Waktu Kerja Relai
..................
44
4.3.1 Menentukan Zone I, II dan III pada Arah Serpong - Petukangan 4.4
..............................
Menentukan Zone I, II dan III di Gardu Induk Petukangan .................................................................. 4.4.1
4.4.2
48
Menentukan Zone I, II dan III pada Arah Petukangan – Mampang
4.4.3
48
Menentukan Zone I, II dan III pada Arah Petukangan – Kebon Jeruk ..............................
..............................
49
Menentukan Zone I, II dan III pada Arah Petukangan – Cawang
4.5
44
.............................. ......
50
5.1
Kesimpulan ..................................................................
51
5.2
Saran – Saran
......................................................
52
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
53
BAB V
Kinerja Relai Jarak Sewaktu Terjadi Gangguan
49
PENUTUP
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Fase yang Terganggu Vs Tegangan dan Arus yang Masuk ke Relai
....................................................................
xi
30
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Sistem Tenaga Listrik ......................................................
4
Gambar 2.2
Sistem Pengaman Saluran dengan Relai Jarak
......
16
Gambar 2.3
Sistem Pentanahan
......................................................
17
Gambar 3.1
Prinsip Pengukuran Jarak
Gambar 3.2
Prinsip Kerja Relai Impedansi
..............................
21
Gambar 3.3
Karakteristik Relai Impedansi..........................................
22
Gambar 3.4
Karakteristik Waktu Relai Jarak
..............................
22
Gambar 3.5
Relai Jarak Admitans ......................................................
23
Gambar 3.6
Karakteristik Relai Admitans ..........................................
25
Gambar 3.7
Relai Jarak Reaktansi ......................................................
25
Gambar 3.8
Karakteristik Relai Reaktansi ..........................................
26
Gambar 3.9
Relai Jarak Jenis MHO Geser ..........................................
27
..........................................
19
Gambar 3.10 Sistem Tenaga Listrik yang Diamankan oleh relai di Titik A ..............................................................................
33
Gambar 3.11 Beberapa Karakteristik Relai Jarak untuk Zone I, II dan III
..................................................................
34
Gambar 3.12 Karakteristik Waktu Kerja untuk Relai di Titik A
.......
34
Gambar 3.13 Penyetelan Zone I, II dan III untuk Relai di A
.......
38
x
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, sebagai wujud dari ilmu pengetahuan dan teknologi, maka kecenderungan sebagian besar masyarakat untuk memanfaatkan energi listrik dalam kehidupan sehari – hari terus meningkat. Hal ini disebabkan semakin banyaknya sarana bantu aktivitas manusia yang memerlukan energi listrik, misalnya untuk keperluan rumah tangga, telekomunikasi, audio – video, industri dan lain sebagainya. Kontinuitas suplai tenaga listrik yang baik merupakan dambaan setiap konsumen. Dalam hal ini PT. PLN sebagai perusahaan nasional yang bergerak dalam bidang ketenagalistrikan berusaha meningkatkan sistem tenaga listrik yang sudah ada dan menghimpun seluruh potensi yang dimiliki, sehingga sangat diharapkan mampu mengatasi segala kebutuhan masyarakat akan energi listrik yang memadai, aman, handal dan kontinu. Akan tetapi pada kenyataannya penyaluran tenaga listrik yang sampai pada konsumen tidaklah lancar dan mudah, selalu terjadi gangguan yang menyebabkan pemadaman yang sangat tidak diharapkan oleh para konsumen. Agar pemadaman tidak meluas, maka diperlukan pengaman yang dapat memerintah pemutus tenaga, untuk memisahkan bagian saluran yang mengalami gangguan dari saluran transmisi yang sehat. Pengaman yang banyak digunakan adalah relai jarak, di mana bila settingnya dilaksanakan dengan baik, akan dapat
2
melokalisir gangguan, sehingga yang bekerja hanya alat yang paling dekat dengan lokasi gangguan.
1.2 Pokok Permasalahan Sebagaimana diketahui bahwa Saluran Udara Tegangan Tinggi ( SUTT ) adalah bagian dari sistem yang paling banyak mengalami gangguan. Dalam pengamanan sistem tenaga listrik, gangguan pada SUTT lebih dari 90% bersifat temporer. Sering kali masalah selektifitas pengamanan merupakan persoalan yang menonjol dalam masalah pengamanan SUTT.
1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut : Memberikan suatu evaluasi pada sistem yang ada dan menyempurnakannya dengan menggunakan pengamanan SUTT yang lebih selektif.
1.4 Pembatasan Masalah Pembatasan dan pemecahan dapat dilakuakan agar penelitian tugas akhir ini, tidak jauh dari apa yang diharapkan, maka diberikan batasan – batasan. Pembatasan yang di maksud adalah sebagai berikut : 1. Penentuan letak gangguan adalah dengan menggunakan relai jarak. 2. Arah yang di setting adalah Gardu Induk ( GI ) Serpong dengan Gardu Induk ( GI ) Petukangan. 3. Sistem 150 KV.
3
1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang akan digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN Dalam hal ini, berisikan latar belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan penulisan, pembatasan masalah dan sistematika penulisan.
BAB II
LANDASAN TEORI Dalam bab ini akan di bahas teori – teori yang ada, atau yang berhubungan dengan topik yang di bahas, atau teori yang mampu memberikan solusi atau pemecahan dari masalah pada bab pertama.
BAB III
SETTING RELAI JARAK Dalam bab ini akan di bahas tentang rumus – rumus dan cara setting relai jarak menurut teori yang ada.
BAB IV
KOORDINASI SETTING RELAI JARAK Pada bab ini akan dilakukan perhitungan dan pengujian dari data yang telah di olah seperti dalam lampiran.
BAB V
PENUTUP Pada bab ini berisikan kesimpulan dari perhitungan dan pengujian yang dilakukan pada studi kasus setting relai jarak pada sistem 150 KV.
4
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Fungsi Saluran Transmisi Proses penyediaan tenaga listrik
Gambar 2.1 Sistem Tenaga Listrik
Dalam suatu sistem tenaga listrik dibangkitkan dalam pusat – pusat listrik, yang kemudian disalurkan melalui saluran transmisi, setelah terlebih dahulu dinaikkan tegangannya oleh transformator penaik tenaga ( step up transformator ) yang ada di pusat listrik. Saluran transmisi bisa merupakan saluran udara dan ada pula yang berupa saluran kabel tanah, karena saluran udara harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan saluran kabel tanah, maka saluran transmisi di pusat – pusat listrik lebih banyak berupa saluran udara.
5
Fungsi dari saluran transmisi itu adalah, untuk memindahkan energi listrik dalam jumlah yang cukup besar, bisa mencapai ratusan mega watt ( MW ) dan dalam jarak yang cukup jauh, bisa mencapai ratusan kilometer, maka digunakan saluran tegangan tinggi. Standar tegangan yang biasa digunakan di PT. PLN ( Persero ) ini adalah 70 kV, 150 kV, 275 kV dan 500 kV. Proses penyaluran energi listrik dari pusat listrik ke pusat beban disalurkan melalui saluran transmisi tegangan 150 kV atau tegangan 500 kV, kemudian di gardu induk, tegangan diturunkan menjadi tegangan distribusi primer 20 kV. Pada gardu induk distribusi yang tersebar di pusat – pusat beban tegangan di ubah oleh transformator distribusi, menjadi tegangan rendah 380 kV, untuk fasa – fasa dan 220 kV untuk fasa – netral. Pada saluran transmisi, menggunakan sistem arus bolak – balik tiga fasa, merupakan sistem yang banyak digunakan pada saat ini, karena banyak terdapat kelebihan, diantaranya : •
Mudah mengubah tegangan.
•
Dapat menghasilkan medan magnet putar.
•
Daya yang disalurkan lebih besar. Pada saluran transmisi yang menggunakan sistem arus searah akhir –
akhir ini juga banyak yang menggunakannya. Oleh karena itu, ada beberapa keuntungan dan kekurangannya, apabila menggunakan arus searah harus memperhitungkan persoalan ekonominya. Sistem saluran arus searah sangat mahal, yang disebabkan karena sistem ini diperlukan biaya peralatan pengubah arus, yaitu inverter dan konverter yang cukup tinggi.
6
Peningkatan tegangan pada saluran transmisi mempunyai nilai ekonomis yang sangat penting, mengingat keuntungan sebagai berikut : •
Untuk penyaluran daya yang sama, arus yang dialirkan menjadi berkurang.
•
Luas penampang konduktor yang digunakan berkurang.
•
Arus yang mengalir di saluran transmisi menjadi lebih kecil. Akan tetapi bertambah tingginya tegangan transmisi, berarti jarak bebas
antara kawat penghantar harus lebih lebar, panjang gandengan isolator lebih besar.
2.2 Konstruksi Saluran Transmisi Jenis-jenis konstruksi saluran transmisi yang paling utama terdiri dari : 1.
Menara transmisi berserta pondasinya Menara atau tiang transmisi adalah suatu bangunan penopang saluran transmisi yang bisa berupa menara baja, tiang baja, tiang beton bertulang, dan tiang kayu. Untuk saluran tegangan tinggi atau ekstra tinggi digunakan tiang besi dengan bentuk latice network
2.
Isolator Isolator yang digunakan pada saluran transmisi adalah isolator porselin atau
isolator gelas. Dalam penggunaan dan fungsinya dikenal tiga jenis
isolator yaitu : isolator jenis pasak ( pin type ), isolator jenis pos saluran ( line pos ) dan isolator gantung / batang panjang ( long load ). Gandengan isolator gantung pada umumnya dipakai pada saluran transmisi tegangan tinggi, sedangkan isolator jenis pasak dan jenis pos saluran dipakai pada saluran transmisi dengan tegangan kerja relatif rendah ( kurang dari 22-33 KV ).
7
3.
Kawat Penghantar ( Conductor ) Jenis kawat penghantar yang biasa digunakan pada saluran transmisi adalah tembaga dengan konduktivitas 100% ( CU 100% ) dan 97,5% atau alumunium dengan konduktivitas 61% ( AI 61% ). Kawat penghantar tembaga mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan kawat penghantar alumunium karena konduktivitas dan kuat tariknya lebih tingi, tetapi kelemahannya adalah untuk besar tahanan yang sama, tembaga lebih berat dari alumunium dan juga lebih mahal. Oleh karena itu kawat penghantar alumunium telah menggantikan kedudukan tembaga. Untuk memperbesar kuat tarik dari kawat alumunium digunakan campuran alumunium ( allumunium alloy ). Untuk saluran-saluran transmisi tegangan tinggi dimana antara dua tiang / menara jauh ( ratusan meter ) dibutuhkan kuat tarik yang lebih tinggi, untuk itu digunakan kawat penghantar ASCR.
4.
Kawat Tanah ( ground wires ) Kawat tanah biasa disebut sebagai kawat pelindung ( shield wires ) atau kawat petir yang berguna untuk melindungi kawat penghantar atau kawat fasa terhadap sambaran petir. Selain itu kawat petir juga dengan efektif dipakai untuk melindungi gardu induk dengan segala perangkat yang ada didalamnya, termasuk transformator daya terhadap petir. Pengaman yang utama yang diperoleh adalah terhadap sambaran langsung yang terjadi berdekatan dengan transformator.
8
Ada 2 unsur penting yang perlu diperhatikan : •
Jumlah kawat yang dipakai, panjangnya, serta letaknya untuk memperoleh daya lindung yang baik.
•
Langkah-langkah yang harus diambil agar energi petir dengan cepat dapat mengalir ke bumi. Hal ini berarti diperlukan suatu hubungan yang baik dengan tanah. Ruang lindung atau sudut perlindungan ( α ) sebaiknya kurang dari 30° agar kawat fasa tidak ikut tersambar petir. Jadi kawat tanah atau kawat petir itu terpasang diatas kawat fasa. Sebagai kawat tanah umumnya dipakai kawat baja ( steel wires ) yang lebih murah, tetapi tidaklah jarang digunakan ASCR.
2.3 Gangguan pada Saluran Transmisi Gangguan yang terjadi pada saluran transmisi ini merupakan suatu peristiwa yang menyebabkan bekerjanya relai akibat pemutus tenaga ( PMT ) atau circuit breaker ( CB ) trip tetapi bukan kehendak operator, sehingga menyebabkan putusnya aliran daya yang melalui PMT tersebut.
2.3.1 Sifat – Sifat Gangguan Sifat-sifat gangguan dapat dikelompokkan menjadi dua ( 2 ), yaitu : a. Gangguan yang bersifat temporer yaitu peristiwa yang menyebabkan
trip nya
PMT tetapi bebrapa kemudian ( setelah 5 detik ) apabila PMT dimasukkan maka keadaannya akan normal kembali ( gangguan sudah hilang ) misal : petir, sentuhan dahan.
9
b. Gangguan yang bersifat permanen yaitu peristiwa yang mnyebabkan tripnya PMT , kemudian bila PMT dimasukkan kembali PMT tersebut trip lagi. PMT baru bisa dimasukkan kembali secara normal setelah dilakukan perbaikan atas bagian yang menimbulkan gangguan, misalnya kawat putus, isolator pecah, isolasi kabel rusak.
2.4 Fungsi Proteksi pada Saluran Transmisi Seperti diketahui sistem tenaga listrik adalah merupakan kesatuan dari beberapa komponen yang terhubung menjadi satu dengan yang lainnya, antara lain, Turbin, Generator, transmisi dan Transformator yang tentu saja investasinya sangat besar. Oleh karena itu, untuk menghindarkan peralatan tersebut dari kerusakan akibat gangguan atau hubung singkat maka diperlukan suatu alat pengaman yang berfungsi untuk : a. Merasakan, mengukur dan menentukan bagian sistem yang terganggu serta memisahkan secepatnya, sehingga sistem lainnya yang tidak terganggu dapat beroperasi secara normal. b. Mengurangi kerusakan yang lebih parah dari peralatan yang terganggu. c. Mengurangi pengaruh gangguan terhadap bagian sistem yang lain, yang tidak terganggu di dalam sistem tersebut. Di samping itu, mencegah meluasnya gangguan. d. Memperkecil bahaya bagi manusia.
10
Maka untuk memenuhi kriteria tersebut di atas, alat pengaman harus dapat bekerja dengan cepat, agar pengaruh gangguan atau hubung singkat dapat segera dihilangkan, sehingga sistem dapat berjalan seperti yang diharapkan. Relai ini adalah suatu alat pengaman yang memiliki kontaktor – kontaktor, yang apabila kepadanya diberikan suatu besaran listrik tertentu, alat tersebut akan menutup atau membuka kontak tripnya.
2.4.1 Pertimbangan Mengenai Kemampuan Proteksi Dalam pemilihan relai dari segi kemampuannya untuk mengamankan saluran transmisi, beberapa, perkembangan perlu diperhatikan antara lain: 1. Dapat diandalkan ( realible ) Dalam keadaan normal, jika tidak ada gangguan, relai tidak bekerja mungkin berbulan – bulan atau bertahun – tahun. Tetapi bila suatu saat terjadi gangguan yang mengharuskan relai bekerja, maka dalam hal ini relai tidak boleh gagal bekerja dalam mengatasi gangguan tersebut. Kegagalan kerja relai dapat mengakibatkan kerusakan yang berat bagi alat yang diamankan, atau gangguan menjadi meluas, sehingga daerah yang mengalami pemadaman meluas. Di samping itu, relai tidak boleh salah kerja, yaitu yang seharusnya tidak boleh bekerja tetapi bekerja, sehingga timbul pemadaman yang tidak seharusnya ataupun menyulitkan analisa gangguan yang terjadi. Dalam hal ini harus dapat diandalkan, tidak hanya relainya sendiri, tetapi mulai dari trafo arus, trafo tegangan serta rangkaiannya, baterai serta pemutus bebannya. Keandalan relai pengaman
11
ditentukan mulai dari rancangan, rangkaian, bahan yang digunakan dan perawatannya. Oleh karena itu, setelah operasi untuk mendapatkan keandalan yang tinggi, diperlukan perawatan. Dalam hal ini, perlu adanya pengujian secara periodik, untuk menentukan apakah karakteristik relai masih tetap atau memerlukan penyetelan kembali. Catatan tentang hasil pengujian pada saat ini, perlu dibandingkan dengan hasil pengujian periode yang lalu, hal ini untuk menentukan karakteristik relai apakah stabil atau tidak, sehingga dapat menentukan keandalan relai. 2. Selektif Relai bertugas mengamankan peralatan atau bagian sistem dalam daerah pengamanannya. Letak pemutus beban sedemikian rupa, sehingga setiap bagian dari sistem dapat dipisahkan. Maka tugas relai adalah mendeteksi adanya gangguan yang terjadi pada daerah pengamanannya dan memberi perintah untuk membuka pemutus beban, untuk memisahkan bagian sistem yang terganggu. Dengan demikian, bagian sistem lainnya yang tidak terganggu jangan sampai di lepas dan masih beroperasi secara normal, sehingga tidak terjadi pemutusan pelayanan atau jika terjadi pemutusan/pemadaman terbatas. Dengan kata lain, pengaman dinyatakan selektif bila relai dan PMT yang bekerja hanyalah pada daerah yang terganggu saja. Salah satu cara untuk mendapatkan pengaman yang selektif ialah dengan menggunakan relai yang mempunyai selektifitas mutlak atau selektifitas relatif, dengan pertingkatan waktu kerja pada masing – masing
12
relai. Satu pengaman dapat mempunyai selektifitas mutlak misalnya, pengaman dengan relai diferensial atau pengaman mempunyai selektifitas relatif, misalnya pengaman dengan relai arus lebih atau relai jarak, pengaman akan selektif dengan cara setting yang baik. 3. Waktu kerjanya cepat Relai pengaman harus dapat bekerja dengan cepat, karena : •
Kerusakan peralatan, yaitu tembusnya isolasi, disebabkan karena terjadinya tegangan lebih terlalu lama ataupun rusak terbakar karena dialiri arus gangguan yang terlalu lama. Dengan demikian, relai pengaman harus bekerja dengan cepat.
•
Tidak boleh melampaui waktu penyetelan kritis. Untuk sistem yang telah besar kecepatan kerja relai pengaman diperlukan, karena untuk menjaga kestabilan sistem agar tidak terganggu. Gangguan fase tiga, lebih berpengaruh pada kemampuan sistem untuk mempertahankan kestabilan, sehingga waktu penyetelan gangguan harus secepatnya diselesaikan, dibandingkan dengan gangguan satu fase ke tanah.
•
Gangguan hubung singkat yang tetap akan menyebabkan tegangan jatuh dan mengganggu industri. Namun demikian, relai tidak boleh bekerja terlalu cepat ( kurang dari 10 µs ). Hal ini untuk mencegah relai salah kerja karena transient oleh sebab surya petir, dalam hal ini arester di beri kesempatan kerja lebih dulu.
•
Di samping itu, bila dikehendaki waktu kerja relai diperlambat sehubungan masalah selektifitas, maka relai tersebut harus
13
dilengkapi alat untuk memperlambat waktu kerja, yaitu relai waktu. Dengan demikian, relai pengaman ini harus bekerja secepatnya, namun pengaman masih harus selektif. 4. Peka ( sensitive ) Relai dikatakan peka apabila dapat bekerja dengan masukan dari besaran yang di deteksi kecil. Jadi relai dapat bekerja pada awal kejadian gangguan atau dengan kata lain, gangguan dapat diatasi pada awal kejadian. Hal ini memberi keuntungan di mana kerusakan peralatan yang diamankan akibat gangguan menjadi kecil. Namun demikian, relai harus stabil, artinya : •
Relai harus dapat membedakan antara arus gangguan atau arus beban maksimum.
•
Relai tidak boleh bekerja karena adanya arus inrush, yang besarnya seperti arus gangguan, yaitu 3 sampai dengan 5 kali beban maksimum, yaitu pada saat pemasukan trafo daya.
•
Relai harus dapat membedakan antara adanya gangguan atau ayunan beban.
5. Ekonomis dan sederhana Dalam penentuan relai pengaman yang akan digunakan harus di tinjau tekno-ekonominya, misalnya untuk sistem distribusi tegangan menengah yang radial tidak diperlukan relai yang rumit dan sangat cepat bekerjanya, atau misalnya trafo distribusi yang hanya 1000 kVA menggunakan relai differensial. Namun misalnya pengaman untuk sistem
14
tegangan extra tinggi tidak boleh hanya dengan pengaman yang sederhana, misalnya hanya dengan relai arus lebih saja, tetapi harus menggunakan relai jarak. Dari sisi letaknya ada empat macam kategori pengamanan, yaitu : a. Pengamanan Generator b. Pengamanan Saluran Transmisi c. Pengamanan Transformator dan Gardu Induk d. Pengamanan Sistem Distribusi Sehingga bila terjadi gangguan dalam sistem tenaga listrik, dapat di cegah meluasnya akibat gangguan yang terjadi.
2.4.2 Pertimbangan Mengenai Kondisi Sistem Tenaga Beberapa kondisi pada sistem tenaga perlu diperhatikan dalam penerapan relai, antara lain : a. Daya terbalik : tegangan dan arus gangguan berubah dengan berubahnya arah daya ( back power ). b. Rangkaian ganda yang sejajar yang bercabang di tengah. c. Sistem pembumian dan titik pembumian.
2.5 Penerapan Sistem Proteksi Penerapan sistem proteksi pada saluran transmisi antara lain : 1. Sistem relai arus lebih Relai arus lebih adalah relai yang peka terhadap arus lebih. Ia akan bekerja (menutup kontaknya) bila arus yang mengalir melebihi nilai
15
settingnya (Iset). Relai arus lebih biasanya menjangkau beberapa seksi pada saluran transmisi. Agar relai bekerja selektif maka diperlukannya koordinasi pada relai arus lebih tersebut dengan penyetelan waktu. Biasanya yang dikoordinir adalah waktu trip. Adapun kelemahan dari relai arus lebih adalah terjadinya akumulasi waktu. Untuk dapat mengurangi akumulasi waktu biasanya dipakai relai arus lebih dengan karakteristik inverse (Inverse Time Relay). •
Waktu kerja relai tergantung dari besarnya arus yang mengalir ke relai secara terbalik.
•
Relai start menghitung waktu saat arus melampaui nilai setelan arus.
•
Makin besar arus makin kecil kerja relai.
2. Sistem Relai Jarak Sistem ini mengamankan transmisi terhadap hubung singkat antar fasa ke tanah. Kelebihan sistem ini dibandingkan sistem arus lebih terletak pada kemampuannya bekerja pada kecepatan tinggi karena relai jarak bekerja hanya untuk daerah yang dilindungi saja, sehingga sesuai untuk melindungi saluran-saluran transmisi.
16
Gambar 2.2 Sistem Pengaman Saluran dengan Relai Jarak
3. Sistem Pengaman Seimbang Sistem ini dipakai untuk mengetahui dengan cepat rangkaian mana yang terganggu dalam sebuah rangkaian ganda yang sejajar. 4. Sistem Relai Pilot Sistem ini digunakan bila gangguan harus dihilangkan dalam waktu yang singkat, yaitu dengan mengirimkan isyarat tertentu kepada ujung saluran
2.6 Pengaruh Pentanahan Titik Netral Di tinjau dari segi pengamanan, sistem tenaga listrik khususnya dari segi bekerjanya relai, pentanahan titik netral mempengaruhi kepekaan relai terhadap gangguan hubung tanah. Untuk sistem yang titik netralnya tidak ditanahkan, sistem bisa peka terhadap gangguan hubungtanah apabila arus kapasitifnya cukup, yaitu apabila saluran transmisinya cukup panjang dengan tegangan yang cukup tinggi. Hal ini akan lebih terasa pada sistem yang mempunyai kabel tanah. Arus
17
kapasitif yang besar dapat menimbulkan tegangan yang berlebihan khususnya dalam kondisi transien. Sistem yang tidak peka terhadap gangguan hubung tanah memberikan keuntungan bahwa sistem menjadi jarang terganggu karena sistem kebanyakan bersifat gangguan hubung tanah satu fasa yang temporer. Untuk menaikkan kepekaan sistem terhadap gangguan hubung tanah maka titik netralnya perlu ditanahkan. Pentanahan titik netral khususnya untuk sistem yang tegangannya cukup tinggi dapat pula memberikan penghematan isolasi yang tidak sedikit, karena isolasi fasa ke tanah tidak perlu di hitung penuh untuk mampu menahan tegangan sebesar tegangan antar fasa. Macam – macam sistem pembumian yang digolongkan menurut jenis impedansi titik netral terhadap tanah sebagai berikut : 1. Sistem tidak ditanahkan 2. Sistem ditanahkan langsung ( Zn = 0 ) 3. Sistem pentanahan dengan tahanan ( Zn = R ) 4. Sistem pentanahan dengan reaktor ( Zn = jx ) 5. Sistem pentanahan dengan gulungan petersen.
Sumber Tenaga Saluran Transmisi Zn
Gambar 2.3 Sistem Pentanahan
Zn
18
Pembumian di sebut efektif bila impedansi pentanahannya di tekan, sehingga tegangan pada fasa yang tidak terkena hubung singkat, bila terjadi hubung singkat satu fasa kurang dari 1,3 kali tegangannya dalam keadaan normal ( tanpa hubung singkat ). Kondisi pembumian efektif di dapat bila : R0 ≤ X1 X0 ≤ 3X1 Di mana :
R0 = tahanan urutan nol X0= reaktansi urutan nol dari rangkaian X1 = reaktansi urutan positif dari rangkaian
19
BAB III SETTING RELAI JARAK
3.1 Prinsip Pengukuran Jarak Pada relai jarak yang dibandingkan adalah arus dan tegangan di tempat yang sama,lihat gambar 3.1.
Gambar 3.1 Prinsip Pengukuran Jarak
Tegangan dan arus pada A dibandingkan oleh relai pada A. Gangguan pada batas perlindungan B atau F2 menyebabkan tegangan yang terukur pada A sebesar VR = IR . ZL dan ZL = VR : IR. ZF2 =
VR IR
Gangguan di dalam daerah perlindungan misalnya pada F1 menyebabkan relai pada titik A tidak bekerja di mana
20
ZF1 =
VF 1 I F1
VF1 < VR, IR > IF2 maka ZF1 < ZL. Gangguan di luar daerah perlindungan misalnya F3 menyebabkan relai pada A tidak bekerja di mana ZF3 =
VF 3 I F3
VF3 > VF2, IF3 < IF2 maka ZF3 > ZL.
3.2 Jenis dan Karakteristik Relai Jarak Relai jarak pada dasarnya adalah relai impedansi, dalam hal ini terdapat bermacam – macam jenis.
3.2.1 Relai Jarak Jenis Impedansi Prinsip relai jarak jenis impedansi ialah membandingkan kopel yang dihasilkan oleh elemen arus dengan kopel yang dihasilkan oleh elemen tegangan. Elemen arus menghasilkan kopel positif, sedang elemen tegangan dan kopel pegas menghasilkan kopel negative. Trafo Arus berfungsi untuk mentransformasikan arus yang besar ke arus yang kecil. Sedangkan Trafo Tegangan adalah untuk mentransformasikan tegangan yang tinggi ke tegangan yang rendah. Salah satu prinsipnya dapat di lihat pada gambar di bawah ini.
21
Gambar 3.2 Prinsip Kerja Relai Impedansi
Persamaan kopelnya adalah : T = k1 I2 – k2 V2 – k3 k1, k2, k3 masing – masing adalah suatu konstanta elemen arus, elemen tegangan dan pegas. Pada keadaan setimbang, yaitu relai dalam keadaan batas mulai bekerja ( pick up ), kopelnya sama dengan nol ( T ≥ 0 ). k1I2 – k2V2 – k3 ≥ 0 k1I2 – k3 ≥ k2V2
V =Z≤ I
k k1 - 32 k2 k2 I
Jika kontrol pegas diabaikan maka :
V =Z≤ I
k1 atau I ≥ k2
k1 V k2
Karakteristik kerja relai ini jika digambarkan pada gambar diagram tegangan dan arus seperti gambar a dan pada diagram R-X seperti gambar b.
22
Gambar 3.3 Karakteristik Relai Impedansi
Pengaruh
pegas
hanyalah
menyebabkan
karakteristik
tersebut
melengkung pada daerah yang kecil untuk gambar a dan lingkaran mengecil pada gambar b. Relai ini akan bekerja untuk setiap kombinasi dari V dan I pada karakteristik kerja tersebut bila kopelnya positif, atau dengan kata lain relai akan bekerja bila harga Z kurang dari harga tetap tertentu yang dinyatakan oleh karakteristik kerjanya. Dengan mengubah kecuramannya berarti merubah penyetelannya. Karakteristik waktu dapat di lihat pada gambar.
100% Z1
100% Z1 a. Teoritis
b. Sesungguhnya
Gambar 3.4 Karakteristik Waktu Relai Jarak
23
a. Karakteristik waktu secara teoritis, dengan mangabaikan waktu di daerah dekat batas. b. Karakteristik waktu sesungguhnya. Relai jarak jenis ini tidak berarah, karena kedua besaran yang dibandingkan, yaitu besaran arus dan tegangan dibandingkan secara mekanis, masing – masing kopel yang dibangkitkan tidak tergantung pada fasanya. Dengan demikian, relai ini jika digunakan sebagai relai pengukur harus dilengkapi dengan relai arah.
3.2.2 Relai Jarak Jenis MHO atau Jenis ADMITANS Salah satu prinsip relai jarak jenis MHO atau Admitans tipe induksi seperti pada gambar.
Gambar 3.5 Relai Jarak Admitans
Kopel kerja dan kopel lawannya seperti persamaan – persamaan di bawah : T0 = k1V I cos ( θ – τ ) T = k2 V2 + k3
24
Pada keadaan kerja T0 ≥ Tr k1V I cos ( θ – τ ) ≥ k2 V2 + k3 k3 k I cos ( θ – τ ) ≥ 2 + V k1 k1V 2
Jika pegas lawan diabaikan maka : k I cos ( θ – τ ) ≥ 2 V k1
Z≤
k1 cos ( θ – τ ) k2
bila k =
k1 k2
Z ≤ k cos ( θ – τ ) Di mana
θ = sudut antara arus dan tegangan τ = sudut relai untuk mendapatkan kopel maksimum Karakteristik kerja relai pada diagram R-X, merupakan lingkaran yang
melalui sumbu koordinat R-X, seperti terlihat pada gambar 2.6a. Dari karakteristik kerja di atas dapat di lihat bahwa relai ini telah berarah, sehingga tidak diperlukan relai arah tersendiri. Karakteristik tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut : Untuk
θ1 maka Z1 = k cos ( θ1 – τ )
θ3 maka Z3 = k cos ( θ3 – τ )
θ2 maka Z2 = k cos ( θ2 – τ )
θ4 maka Z4 = k cos ( θ4 – τ )
Berdasarkan planimetri tempat kedudukan Z ialah merupakan lingkaran dengan garis tengah k melalui pusat koordinat, seperti terlihat pada gambar 2.7b.
25
X
X
R
R a
b Gambar 3.6 Karakteristik Relai Admitans
3.2.3 Relai Jarak Reaktansi
Gambar 3.7 Relai Jarak Reaktansi
Torsi kerja T0 merupakan hasil interaksi fluksi dari koil arus pada kutup dan kutup pengarah T0 = k1 I2. Torsi pengaman Tr merupakan hasil interaksi fluksi dari koil arus pada kutup pengarah dan koil tegangan pada kutup penahan Tr = k3 V I cos ( θ – τ ). Torsi netto T merupakan hasil torsi kerja dikurangi oleh torsi penahan T = T0 – Tr. Dalam kondisi setimbang maka :
26
T=0 T0 = Tr k1 I2 = k3 V I cos ( θ – τ ) k1 VI = 2 cos ( θ – τ ) k3 I k1 = Z cos ( θ – τ ) k3
Torsi penahan maksimum bila sudut T = 90o k1 = Z cos ( θ – τ ) k3 k1 = Z sin θ k3 k1 =X k3
Persamaan di atas adalah garis lurus yang bila di lukis pada sumbu R-X sejajar sumbu datar berjarak k1 : k2 dan merupakan karakteristik relai reaktansi, di mana bidang di bawah garis merupakan daerah relai bekerja dan di atas relai tidak bekerja. k1 k3
Tidak Bekerja X Z
Bekerja
θ R Gambar 3.8 Karakteristik Relai Reaktansi
27
Dalam kondisi bekerja : T>0 k1 >X k3
di bawah garis
Dalam kondisi tidak bekerja : T<0 k1 <X k3
di atas garis
Dari karakteristik ternyata relai tidak berarah, sehingga tidak dapat membedakan apakah gangguan terjadi pada seksi saluran di mana relai ditempatkan atau pada seksi saluran yang berdekatan. Sebagai unit arah digunakan relai Admitans atau MHO. Relai hanya bereaksi terhadap komponen reaktansi X dari impedansi saluran ZL.
3.2.4 Relai Jarak Jenis MHO Geser atau Relai Perasa Gangguan. Relai jarak jenis MHO dapat di geser dengan memasukkan faktor arus pada trafo arus pembantu CT, dan Impedansi Zb pada rangkaian kumparan tegangan pada jenis MHO. X
X
2.a Z = k cos ( - ) + Zb
R
2.b
R Z = k cos ( - ) + Zb
Gambar 3.9 Relai Jarak Jenis MHO Geser
28
Persamaan kopel kerja dan kopel lawan ialah : T0 = k1V1I cos ( φ – r ) Tr = k2VIZ + k3 Dalam keadaan kerja T0 ≥ Tr k1V1I cos ( φ – r ) ≥ k2VIZ + k3 Jika V1 = V ± IZb maka k1 ( V ± IZb ) I cos ( φ – r ) ≥ k2 ( V ± IZb )2 + k3 Dengan mengabaikan gaya pegas, maka di dapat : k1 ( V ± IZb ) I cos ( φ – r ) ≥ k2 ( V ± IZb )2 Z≤
k1 k cos ( φ – r ) ± Zb bila k = 1 k2 k2
Z ≤ k cos ( φ – r ) ± Zb ± adalah menunjukkan polaritas dari trafo arus yang masuk ke impedansi Zb1, karakteristik kerja jenis MHO geser ini ialah seperti terlihat pada gambar 2.a dan 2.b. Relai jenis ini umumnya digunakan sebagai relai pengukur untuk daerah 3 atau digunakan sebagai relai perasa gangguan.
3.3 Cara Pengukuran Jarak Relai jarak secara keseluruhan harus dapat mendeteksi semua jenis gangguan, baik gangguan antar fasa maupun gangguan satu fasa ke tanah, dengan batas daerah pengaman yang benar. Karena sifat – sifat untuk gangguan antar fasa berbeda dengan gangguan satu fasa ke tanah, maka untuk itu diperlukan cara pengukuran jarak yang baik. Pada dasarnya cara pengukuran impedansi sampai titik gangguan oleh relai jarak adalah, dengan cara mengukur tegangan dan arus yang terganggu, maka tegangan
29
dan arus dari fasa yang terganggu yang masuk ke relai lah yang digunakan untuk mengukur impedansi sampai ke titik gangguan tersebut.
3.3.1 Gangguan Hubung Singkat 3 Fasa ( L-L-L ) Untuk gangguan 2 fasa, di dapat bahwa untuk pengukuran jarak sampai ke titik gangguan adalah dengan mengukur tegangan fasa dan arus fasa yang masuk ke relai, untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel.
3.3.2 Gangguan Hubung Singkat 2 Fasa ( L-L ) Untuk gangguan 2 fasa atau pun 2 fasa ke tanah, di dapat bahwa untuk pengukuran jarak sampai ke titik gangguan adalah dengan mengukur tegangan antar fasa yang terganggu, dan selisih secara vektoris antar arus fasa yang terganggu yang masuk ke relai, untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel.
3.3.3 Gangguan Hubung Singkat 1 Fasa ke Tanah ( L-G ) Dari analisa komponen simetris untuk gangguan 1 fasa ke tanah di dapat bahwa untuk pengukuran jarak sampai ke titik gangguan adalah dengan mengukur tegangan dan arus yang masuk ke relai, yaitu tegangan fasa yang terganggu, sedangkan arusnya adalah arus fasa yang terganggu di tambah dengan arus sisa ( resudal current ) yang dikalikan kompensasi netral ( neutral compensation ), untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel.
30
Tabel 3.1 Fase yang Terganggu Vs Tegangan dan Arus yang Masuk ke Relai
Fasa
Tegangan
Arus
yang Terganggu
yang Masuk ke Relai
Yang Masuk ke Relai
R–S–T
VR
IR
R–S
VRS
IR - I S
S–T
VST
IS - I T
T–R
VTR
IT - I R
R – Tanah
VR
IR + k0 Isisa
S – Tanah
VS
IS + k0 Isisa
T - Tanah
VT
IT + k0 Isisa
Dari tabel, bahwa fase yang terganggu Vs tegangan dan arus yang masuk ke relai di mana : k0 =
(Z 0 − Z1 ) adalah faktor kompensasi netral. 3Z 1
3.4 Syarat Utama Relai Jarak Relai jarak sebagai keseluruhan harus mempunyai sifat – sifat khusus sebagai berikut : a. Dapat menentukan letak arah gangguan. Relai harus dapat menentukan letak gangguan yang terjadi, apakah di depan relai ( daerah yang diamankan ) atau di belakang relai, di mana relai ini tidak dapat bekerja.
31
Demikian juga adanya gangguan di dekat rel, di mana tegangan yang dirasakan oleh relai ini menjadi sangat kecil, relai masih harus dapat menentukan letak arah gangguannya. b. Dapat mengukur arah letak gangguan. Relai ini harus dapat mengukur daerah letak titik gangguannya, apakah terletak di dalam atau di luar jangkauannya. Kesalahan pengukuran dapat menimbulkan + / -, jika kesalahan ( + ) jangkauan relai menjadi jangkauan lebih, dan kesalahan ( - ) menjadi jangkauan kurang. Hal ini dapat menimbulkan daerah yang diamankan lebih dekat, yang mungkin dapat mengakibatkan seluruh daerah yang harus diamankan tidak terjangkau atau daerah yang diamankan menjadi lebih, sehingga mungkin tumpang tindih dengan pengaman seksi berikutnya. c. Dapat membedakan adanya gangguan atau ayunan daya. Pada gangguan hubung singkat umumnya terdapat tahanan yang sifatnya resistif, sedang impedansi beban pada waktu terjadi ayunan daya juga mengecil dengan waktu tertentu dan bersifat resistif juga. Dalam kedua hal ini, relai harus dapat membedakan sedemikian, sehingga pada waktu terjadi gangguan relai akan bekerja, sedang pada waktu terjadi ayunan daya, relai tidak boleh bekerja. d. Adanya beban maksimum tidak boleh masuk ke dalam daerah pengaman.
32
3.5 Relai Jarak dengan Tiga Tingkat Pengamanan Batas pengamanan dari relai jarak adalah daerah batas, jadi bukan merupakan titik tertentu. Panjang daerah batas ini dipengaruhi oleh adanya kesalahan – kesalahan, yaitu kesalahan trafo arus ( CT ), kesalahan trafo tegangan ( PT ), kesalahan relai itu sendiri dan kesalahan pada data panjang saluran transmisi. Untuk itu pada umumnya relai jarak settingnya menggunakan menjadi tiga tingkat ( zone ), pengamanan agar daerah pengamannya dapat tetap mempunyai selektifitas yang baik. Daerah pengamanan pertama yang selanjutnya di sebut zone I atau ZI, digunakan untuk mengamankan kurang dari panjang saluran yang diamankan, pengurangan ini disebabkan adanya daerah batas, dan di perhitungan sedemikian rupa, sehingga kesalahan yang ada tidak menyebabkan timbulnya jangkauan lebih, jangkauan daerah pengamanan diharapkan dapat maksimal mencapai ujung saluran transmisi yang diamankan, tanpa menjadi tumpang tindih dengan zone I, pengamanan seksi berikutnya mengingat waktu kerja relai adalah seketika. Daerah tingkat pengamanan kedua yang delanjutnya di sebut zone II atau ZII, digunakan untuk mengamankan sisa saluran transmisi yang belum diamankan tersebut, sekaligus juga sebagai pengaman rel di ujung saluran yang diamankan. Dengan perhubungan tersebut, maka penyetelan zone II harus dapat mencapai rel ujung saluran transmisi walau pun terjadi jangkauan kurang, karena pada zone II ini terjadi tumpang tindih dengan zone I pengamanan seksi berikutnya, maka waktu kerja relai harus di perlambat dengan nilai waktu tertentu. Daerah tingkat pengamanan ketiga yang selanjutnya di sebut zone III atau ZIII, merupakan pengaman cadangan untuk relai seksi berikutnya, sehingga
33
daerah pengamanannya diusahakan sampai ke ujung seksi berikutnya. Karena zone III ini juga tumpang tindih dengan zone II pengaman seksi berikutnya, maka waktu kerja relai di perlambat lagi dengan nilai waktu tertentu pula. Ketiga daerah tingkat pengaman ini dapat digunakan jenis yang sama atau pun dengan jenis yang berbeda untuk masing – masing zone I, II dan III. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada gambar 3.11 berikut ini, yang digunakan untuk pengamanan sistem tenaga listrik, seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.10. Sedangkan untuk karakteristik penyetelan waktu kerja relai jarak, untuk masing – masing zone I, II dan III dapat di lihat pada gambar 3.12. Denag uraian – uraian kesalahan yang dapat mempengaruhi jangkauan relai, yaitu : •
Kesalahan CT sebesar ± 5%
•
Kesalahan PT sebesar ± 5%
•
Kesalahan relai ini sendiri sebesar ± 5%
•
Faktor keamanan sebesar ± 5%
Gambar 3.10 Sistem Tenaga Listrik yang Diamankan oleh Relai di Titik A
34
A
C B
C B
C B A
(a) Zone I, II dan III Jenis Impedans dengan relai arah
A (b) Zone I, II dan III Jenis Mho
(c) Zone I dan II Jenis Reaktans Zone III Jenis Mho
Gambar 3.11 Beberapa Karakteristik Relai Jarak untuk Zone I, II dan III
Gambar 3.12 Karakteristik Waktu Kerja untuk Relai di Titik A
3.5.1 Penyetelan Zone I Daerah ini harus mencakup daerah sejauh mungkin dari saluran yang diamankan, tetapi tidak boleh melampaui saluran didepannya. Dengan mempertimbangkan adanya kesalahan – kesalahan dari data saluran, CT, PT dan peralatan lainnya sebesar 15% , zone I mulai di set 85% dari panjang saluran yang diamankan.
35
Z1 = 0,85 ZL1 Waktu kerja relai adalah seketika, sehingga tidak dilakukan penyetelan waktu.
3.5.2 Penyetelan Zone II Dasar
pemilihan
zone
II
adalah
berdasarkan
pertimbangan
–
pertimbangan sebagai berikut : •
Daerah ini harus pasti dapat menjangkau sisa saluran yang tidak diamankan zone I, tetapi tidak boleh overlap dengan zone II seksi berikutnya. Dengan mengasumsikan kesalahan – kesalahan seperti pada penyetelan zone I sekitar 15%, maka di dapat penyetelan minimum dan maksimum untuk zone II sebagai berikut : Z2 min = 1,2 ZL1 Z2 mak = 0,85 ( ZL1 + 0,85 ZL2 ) Di mana :
•
ZL1
= Impedansi saluran yang diamankan
ZL2
= Impedansi saluran berikutnya yang terpendek ( dalam Ω )
Jika pada saluran seksi berikutnya terdapat beberapa cabang, untuk mendapatkan selektifitas yang baik, maka setting Z2 mak di ambil dengan nilai impedansi penghantar ( ohm ) yang terkecil seperti terlihat pada contoh di bawah ini :
36
Z2min Z2mak 0,4 – 0,5 det
A
B
•
C
Untuk keadaan di mana Z2 mak > Z2 min maka setting zone II di ambil = Z2 mak
dengan t2 = 0,4 detik.
0,4 det
A
Z2min Z2mak
C
B
•
1,2 – 1,5 det
Jika saluran yang diamankan jauh lebih panjang dari saluran seksi berikutnya, maka akan terjadi Z2mak < Z2min. Pada keadaan demikian, untuk mendapatkan selektifitas yang baik, maka zone II dapat di ambil = Z2min dengan setting waktunya dinaikkan satu tingkat, seperti pada gambar di bawah ini :
Z2mak A
0,8 det
B
Z2min
C
37
3.5.3 Penyetelan Zone III Dasar pemilihan zone III adalah berdasarkan pertimbangan – pertimbangan sebagai berikut : •
Daerah ini diusahakan dapat meliputi seluruh saluran seksi berikutnya, ( harus mencapai “far dan bus” terpanjang ) sehingga di dapat penyetelan zone III : Z3 min = 1,2 ( ZL1 + ZL2 ) Z3 mak = 0,85 ( ZL1 + 0,85 ( ZL2 + 0,85 ZL3 )) Dimana :
•
ZL1
= Impedansi saluran yang diamankan
ZL2
= Impedansi saluran berikutnya yang terpanjang ( dalam Ω )
Seperti halnya pada penyetelan zone II, maka pada penyetelan zone III, jika Z3min > Z3mak dan zone III harus menjadi pengaman cadangan seksi berikutnya secara keseluruhan, maka t3 dinaikkan satu tingkat lebih lama dari pada t3 dalam keadaan normal.
3.5.4 Perlambatan Waktu Kerja ( Δt ) Penentuan besarnya perlambatan waktu kerja ( Δt ) untuk zone II dan III sebagai pengaman cadangan umumnya di ambil 0,4 sampai dengan 0,5 detik, dengan perincian hal yang mempengaruhi pengambilan nilai tersebut adalah : tr
( kesalahan relai waktu dari kedua ujung ) = 0,1 + 0,1 = 0,2 detik
tPMT
( waktu pembukaan efektif PMT ) = 0,05 detik
tk
( waktu reset ) = 0,05 detik
tt
( toleransi waktu ) = 0,1 s/d 0,2 detik
38
Δt = tr + tPMT + tk + tt = 0,4 s/d 0,5 detik
Gambar 3.13 Penyetelan Zone I, II dan III untuk Relai di A
39
3.6 Menentukan Impedansi Sekunder Data dari saluran transmisi merupakan data pada sisi primer, sedang relai berada pada sisi sekunder, dengan rangkaian relai jarak seperti pada gambar di bawah : CT
ZP PT
Vp = tegangan sisi primer Vs = tegangan sisi sekunder Ip = arus sisi primer
Relai Zsek
Is = arus sisi sekunder
Untuk dapat melakukan penyetelan relai, maka data impedansi pada sisi primer ( Zp ) dikonversikan ke sisi sekunder, yaitu menjadi impedansi sisi sekunder ( Zsek ). Bila trafo arus yang digunakan mempunyai perbandingan transformasi KCT untuk trafo arus dan KPT untuk trafo tegangan, maka :
Zp =
VP IP
=
k PT .VS k CT . I S
=
k PT Zsek k CT
Maka : Zsek =
k CT Zp k PT
40
BAB IV KOORDINASI SETTING RELAI JARAK
4.1 Umum Sistem tenaga listrik dalam menjalankan fungsinya sebagai penyedia tenaga listrik yang dibutuhkan masyarakat tidak dapat menghindari dari berbagai macam ganggguan. Oleh karena itu, diperlukan evaluasi terhadap kinerja operasi sistem proteksi khususnya relai jarak dalam mengantisipasi kemungkinan munculnya gangguan. Evaluasi kinerja relai jarak meliputi setting kerja dan setting waktu kerja. Dengan demikian, untuk menentukan setting relai jarak ini diperlukan suatu analisa sistem tenaga listrik. Untuk ini diperlukan data
- data yang
berhubungan dengan penentuan setting relai jarak dengan tabel yang ada di bawah ini.
No.
Dari Bus
Ke Bus
Jarak
Impedansi Primer
( Km )
( Ω / Km )
1
Lengkong
Legok
18
0,4021272
2
Serpong
Lengkong
18
0,4021272
3
Petukangan
Serpong
18
0,4349397
4
Serpong
Petukangan
18
0,4349397
5
Petukangan
Senayan
9,349
0,1118258
6
Petukangan
Gandul
14,1
0,2841818
7
Petukangan
Duri Kosambi B
11,55
0,2841818
41
8
Senayan
Mampang
5,4
0,1580917
9
Gandul
Cawang
16
0,2841818
10
Duri Kosambi B
Kebun Jeruk
10,019
0,1118258
*) data di peroleh dari PLN
4.2 Menentukan Zone I, II dan III di Gardu Induk Petukangan serta Menentukan Waktu Kerja Relai 4.2.1 Menentukan Zone I, II dan III pada Arah Petukangan – Serpong
Z1 = 0,85 . ZL4 = 0,85 . 0,4349397 . 18 = 6,65 Ω
Z2min Lengkong = 1,2 . ZL1 = 1,2 . 0,4349397 . 18 = 9,39 Ω
Z2mak Lengkong = 0,85 ( ZL1 + 0,85 ZL2 ) = 0,85 ( 0,4349397 . 18 + 0,85 . 0,4021272 . 18 ) = 11,88 Ω
Z3min Legok
= 1,2 ( ZL1 + ZL2 ) = 1,2 ( 0,4349397 . 18 + 0,4021272 . 18 ) = 18,08 Ω
42
Z3mak Legok
= 0,85 { ZL1 + 0,85 ( ZL2 + 0,85 ZL3 ) } = 0,85 { 0,4349397 . 18 + 0,85 ( 0,4021272 . 18 + 0,85 . 0,4021272 . 18 ) } = 16,33 Ω
Jadi setting yang di ambil adalah : Z1 = 6,65 Ω dengan t-nya adalah seketika.
Z2mak > Z2min maka Z2 di ambil Z2mak Z2 = 11,88 Ω dengan t-nya adalah 0,4 detik. Z3min > Z3mak maka Z3 di ambil Z3min Z3 = 18,08 Ω dengan t-nya di perpanjang 2 Δt tZ2 + Δt + Δt = 1,2
Pada PT. PLN ( Persero ) untuk arah Petukangan – Serpong – Lengkong – Legok adalah : Untuk zone I waktu kerja relai adalah seketika Untuk zone II waktu kerja relai adalah 0.5 detik Untuk zone III waktu kerja relai adalah 1.3 detik Untuk menyetting pada relai, maka impedansinya harus di rubah ke sisi sekunder dengan CT = 400/5 A, PT = 150/0,1 KV maka :
43
150.000 kPT =
3 100
= 1500
kCT =
400 = 80 5
3
Z1Sek =
kCT kPT
Zp =
80 6,65 = 0,355 Ω 1500
Z2Sek =
kCT kPT
Zp =
80 ⎯→ t = 0,4 detik 11,88 = 0,633 Ω ⎯ 1500
Z3Sek =
kCT kPT
Zp =
80 ⎯→ t = 1,2 detik 18,08 = 0,964 Ω ⎯ 1500
⎯ ⎯→ t = seketika
t1
t2
Petukangan
Z2min Z2mak
Serpong
Lengkong
Legok
44
4.3 Menentukan Zone I, II dan III di Gardu Induk Serpong serta Menentukan Waktu Kerja Relai 4.3.1 Menentukan Zone I, II dan III pada Arah Serpong - Petukangan
Z1 = 0,85 . ZL4 = 0,85 . 0,4349397 . 18 = 6,65 Ω
Z2min = 1,2 . ZL1 = 1,2 . 0,4349397 . 18 = 9,39 Ω
Z2mak Gandul = 0,85 ( ZL1 + 0,85 ZL2 ) = 0,85 ( 0,4349397 . 18 + 0,85 . 0,2841818 . 14,1 ) = 9,55 Ω
Z2mak Senayan = 0,85 ( ZL1 + 0,85 ZL2 ) = 0,85 ( 0,4349397 . 18 + 0,85 . 0,1118258 . 9,349 ) = 7,41 Ω
Z2mak Duri Kosambi = 0,85 ( ZL1 + 0,85 ZL2 ) = 0,85 ( 0,4349397 . 18 + 0,85 . 0,2841818 . 11,55 ) = 9,03 Ω
45
Z3min Cawang = 1,2 ( ZL1 + ZL2 ) = 1,2 ( 0,4349397 . 18 + 0,2841818 . 14,1 ) = 14,2 Ω
Z3min Senayan = 1,2 ( ZL1 + ZL2 ) = 1,2 ( 0,4349397 . 18 + 0,1118258 . 9,349 ) = 10,6 Ω
Z3min Kebun Jeruk = 1,2 ( ZL1 + ZL2 ) = 1,2 ( 0,4349397 . 18 + 0,2841818 . 11,55 ) = 13,13 Ω
Z3mak Cawang = 0,85 { ZL1 + 0,85 ( ZL2 + 0,85 ZL3 ) } = 0,85 { 0,4349397 . 18 + 0,85 ( 0,2841818 . 14,1 + 0,85 . 0,2841818 . 16 ) } = 12,43 Ω
Z3mak Mampang = 0,85 { ZL1 + 0,85 ( ZL2 + 0,85 ZL3 ) } = 0,85 { 0,4349397 . 18 + 0,85 ( 0,1118258 . 9,349 + 0,85 . 0,1580917 . 5,4 ) } = 7,93 Ω
46
Z3mak Kb. Jeruk = 0,85 { ZL1 + 0,85 ( ZL2 + 0,85 ZL3 ) } = 0,85 { 0,4349397 . 18 + 0,85 ( 0,2841818 . 11,53 + 0,85 . 0,1118258 . 10,019 ) } = 9,71 Ω
Arah
Z1
Z2min
Z2mak
Z3min
Z3mak
(Ω)
(Ω)
(Ω)
(Ω)
(Ω)
Serpong-Petukangan-Gandul-Cawang
6.65
9.39
9.55
14.2
12.34
Serpong-Petukangan-Senayan-Mampang
6.65
9.39
7.41
10.6
7.93
Serpong-Petukangan-Duri Kosambi-Kb Jeruk
6.65
9.39
9.03
13.33
9.71
Maka harga impedansi yang di pakai adalah : Z1 = 6,65 Ω Dengan waktunya adalah t1 = seketika
Z2mak < Z2min maka Z2 di ambil Z2min Z2 = 9,39 Ω dengan waktunya dinaikkan satu tingkat adalah t2 = 0,3 + Δt = 0,6 detik
Z3mak < Z3min maka Z3 di ambil Z3min Z3 = 14,2 Ω dengan waktunya dinaikkan satu tingkat adalah t3 = t2 + Δt + Δt = 1,2 detik
47
Pada PT. PLN ( Persero ) waktu kerja relai pada gardu induk Serpong adalah : Untuk zone I waktu kerja relai adalah seketika Untuk zone II waktu kerja relai adalah 0.52 detik Untuk zone III waktu kerja relai adalah 1.3 detik Untuk menyetting pada relai, maka impedansinya harus di rubah ke sisi sekunder dengan CT = 600/5 A, PT = 150/0,1 KV maka :
150.000 kPT =
3 100
= 1500
kCT =
600 = 120 5
3
Z1Sek =
kCT kPT
Zp =
120 6,65 = 0,53 Ω 1500
⎯ ⎯→ t = seketika
Z2Sek =
kCT kPT
Zp =
120 9,39 = 0,75 Ω 1500
⎯ ⎯→ t = 0,6 detik
Z3Sek =
kCT kPT
Zp =
120 14,2 = 1,14 Ω 1500
⎯ ⎯→ t = 1,2 detik
48
4.4 Menentukan Zone I, II dan III di Gardu Induk Petukangan
4.4.1 Menentukan Zone I, II dan III pada Arah Petukangan – Kebon Jeruk
Z1 = 0,85 . ZL4 = 0,85 . 0,2841818 . 11,55 = 2,79 Ω
Z2min Duri Kosambi = 1,2 . ZL1 = 1,2 . 0,2841818 . 11,55 = 3,94 Ω
Z2mak Duri Kosambi = 0,85 ( ZL1 + 0,85 ZL2 ) = 0,85 ( 0,2841818 . 11,55 + 0,85 . 0,1118258 . 10,019 ) = 3,6 Ω
Z3min Kb Jeruk = 1,2 ( ZL1 + ZL2 ) = 1,2 ( 0,2841818 . 11,55 + 0,1118258 . 10,019 ) = 5,28 Ω
49
4.4.2 Menentukan Zone I, II dan III pada Arah Petukangan – Mampang
Z1 = 0,85 . ZL4 = 0,85 . 0,1118258 . 9,349 = 0,89 Ω Z2min Senayan = 1,2 . ZL1 = 1,2 . 0,1118258 . 9,349 = 1,25 Ω
Z2mak Senayan = 0,85 ( ZL1 + 0,85 ZL2 ) = 0,85 ( 0,1118258 . 9,349 + 0,85 . 0,1580917 . 5,4 ) = 1,51 Ω
Z3min Mampang = 1,2 ( ZL1 + ZL2 ) = 1,2 ( 0,1118258 . 9,349 + 0,1580917 . 5,4 ) = 2,78 Ω
4.4.3 Menentukan Zone I, II dan III pada Arah Petukangan – Cawang
Z1 = 0,85 . ZL4 = 0,85 . 0,2841818 . 14,1 = 3,41 Ω
50
Z2min Gandul
= 1,2 . ZL1 = 1,2 . 0,2841818 . 14,1 = 4,81 Ω
Z2mak Gandul
= 0,85 ( ZL1 + 0,85 ZL2 ) = 0,85 ( 0,2841818 . 14,1 + 0,85 . 0,2841818 . 16 ) = 6,69 Ω
Z2mak Gandul
= 1,2 ( ZL1 + 0,85 ZL2 ) = 1,2 ( 0,2841818 . 14,1 + 0,85 . 0,2841818 . 16 ) = 9,45 Ω
Z3min Cawang = 1,2 ( ZL1 + ZL2 ) = 1,2 ( 0,2841818 . 14,1 + 0,2841818 . 16 ) = 10,26 Ω
4.5 Kinerja Relai Jarak Sewaktu Terjadi Gangguan
Karena relai yang bekerja akhirnya mengirim sinyal untuk mentrip PMT, maka kondisi PMT sangat menentukan keberhasilan sistem proteksi rekaman arus dan tegangan sebelum dan sesudah gangguan yang di rekam oleh relai digital, dapat membantu analisa kondisi PMT. Disamping itu tersedia pula alat penguji PMT yang dapat menguji kinerja PMT secara lebih rinci, kinerja PMT yang perlu di amati adalah :
51
a. Kecepatan pembukaan kontak – kontak PMT. Hal ini berkaitan dengan kinerja mekanisme penggerak PMT dan kondisi batere yang mengalirkan arus ke trip coil. b. Keserempakan pembukaan kontak – kontak PMT dari ketiga fasa. Hal ini berkaitan dengan mekanisme PMT dan kondisi setiap kontak. c. Kondisi dari media penghembus busur listrik yang ada dalam PMT. Hal ini meliputi jumlah dan kualitas media, menyangkut masalah kebocoran media, khususnya jika di pakai gas SF6 sebagai media. d. Kondisi kontak – kontak PMT, apakah masih lancar atau tidak, dan juga apakah posisinya benar – benar sentries antara kontak jantan dan betina. Hal ini bisa mempengaruhi proses pemutusan busur listrik yang terjadi pada PMT.
52
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan •
Apabila terjadi gangguan pada saluran transmisi 150 kV, gardu induk Petukangan – gardu induk Serpong, ternyata relai jarak mampu untuk mendeteksi gangguan sampai dengan jarak sejauh 12 Km sampai dengan 18 Km untuk zone I, sesuai dengan data yang diperoleh dari PT.PLN (Persero).
•
Relai jarak yang digunakan untuk mendeteksi gangguan pada gardu induk Petukangan – gardu induk Serpong untuk zone II dan zone III bisa mencapai jarak lebih dari 18 Km, tergantung dari jarak yang terjauh dari gardu induk Petukangan – gardu induk Serpong.
•
Relai jarak pada gardu induk Serpong – Petukangan untuk zone I, waktu kerja relai adalah seketika.
•
Untuk penyetelan waktu kerja relai pada gardu induk Petukangan, untuk zone II adalah 0.4 detik dan untuk zone III adalah 1.2 detik, berbeda dengan perhitungan yang ada saat ini di PLN. ( Penghitungan terbaru waktu kerja relai pada PT. PLN dilakukan bulan April 2006 ).
•
Untuk penyetelan waktu kerja relai pada gardu induk Serpong, untuk zone II adalah 0.4 detik dan untuk zone III adalah 1.2 detik, berbeda dengan perhitungan yang ada di PLN, yaitu untuk zone II 0.52 detik dan zone III adalah 1.3 detik.
53
•
Karena data yang di dapat dari PT. PLN untuk impedansi berada di sisi primer, maka untuk menyetting relai harus di rubah impedansinya ke sisi sekunder.
5.2 Saran – Saran •
Sebaiknya untuk setting waktu kerja relai yang di pakai menurut perhitungan tugas akhir ini, karena lebih selektif dan waktu kerja relai lebih cepat.
•
Sebaiknya dilakukan perawatan pada relai jarak dan saluran transmisi secara kontinu, agar bila terjadi gangguan relai jarak masih dapat bekerja secepat mungkin, sehingga pemadaman tidak meluas karena sudah dipisahkan oleh relai jarak.
DAFTAR PUSTAKA
Soekarto, J. Relai Jarak, Diktat Kuliah, Jakarta Soekarto, J. 1997. Pengaman dengan Relai Jarak, PT. PLN Persero Jasa Pendidikan dan Pelatihan Udiklat Teknologi Kelistrikan, Jakarta Laboratorium Listrik PLN – LMK. 1981. Lampiran Penyetelan Relai Jarak dan Relai Arus Lebih, Jakarta D, William. 1983. Analisis Sistem Tenaga, Edisi ke-4. Erlangga, Jakarta Marsudi, Djiteng. 1990. Operasi Sistem Tenaga Listrik, Balai Penerbit dan Humas ISTN, Jakarta Alsthom GEC. 1987. Protective Relays Application Guide, Third Edition PT. PLN ( Persero ) UBS – P3B. Filosofi Penyetelan Relai Jarak, Cawang, Jakarta
53