LAPORAN KHUSUS foto: istimewa\dpd
Suasana Fit and Proper Test yang dilaksanakan Komite IV DPD RI
DPD Rekomendasikan 7 Calon Anggota BPK Tujuh calon sudah diajukan untuk mengisi kekosongan Anggota BPK ke DPR. DPD berharap parlemen tidak memilih calon di luar yang sudah diajukan. Jika tidak?
S
etelah melalui proses perdebatan panjang dalam rapat pleno, akhirnya Komite IV DPD merekomendasikan tujuh calon anggota BPK untuk dipilih sebagai anggota BPK pengganti antarwaktu. Keputusan yang disampaikan Ketua Komite IV Jhon Pieris, kemudian disahkan dalam sidang paripurna DPD yang berlangsung di Gedung Nusantara V, Senayan, Jakarta, belum lama ini. Mereka adalah Eddy Suratman, Prof Emita Wahyu Astami, Achmad Sanusi, Fajar OP Siahaan, Eddy Rasyidin, Wewe Anggraeningsih, Soemardjijo. DPD menilai tujuh jawara itu merupakan yang terbaik dengan
24
JULI 2011
24 - 29 laporan khusus.indd 24
perolehan angka tertinggi di antara 16 calon yang diseleksi. Sejumlah kriteria yang ditetapkan di antaranya Kompetensi (pendidikan dan pengalaman) dan Kecocokan (integritas dan kepemimpinan). “Selain melakukan penelitian berkas administrasi, juga dilakukan pemaparan visi-misi serta tanya jawab dengan calon. Pemetaan Kompetensi dan Kecocokan calon dilakukan dalam bentuk kuadran,” jelasnya. Hasil penilaian secara keseluruhan, terpilih tujuh calon yang direkomendasikan DPD ke DPR untuk dipilih salah satunya sebagai anggota BPK. Setelah melakukan fit and proper
test, jelas Jhon, Komite IV kemudian melakukan konsultasi dengan ketiga pimpinan DPD untuk memaparkan semuanya. Dia menegaskan ketiga pimpinan sama sekali tidak melakukan intervensi terhadap masalah ini. “Tidak ada sedikitpun intervensi. Itu berarti ketiga pimpinan memiliki integritas yang luar biasa. Kami sendiri di Komite IV sudah berpendapat bahwa tidak boleh ada intervensi dalam hal ini. Ternyata, sikap kami sama dengan ketiga pimpinan,” tandas Ketua Komite IV asal Maluku ini. Dalam kesempatan itu juga ditegaskan bahwa pertimbangan yang disampaikan DPD bersifat mengikat bagi DPR. Dalam artian, kelak dalam memilih anggota BPK, DPR harus memilih salah satu dari nama-nama yang direkomendasikan DPD. “Jadi sekalipun DPR memiliki kewenangan memilih anggota BPK, akan tetapi tetap harus memperhatikan pertimbangan yang disampaikan DPD,” tegas Jhon. Menurut dia, DPD akan sangat Warta BPK
8/26/2011 4:21:50 PM
keberatan jika DPR ternyata memilih di luar nama-nama yang telah direkomendasikan. Dalam hal ini, DPD tidak hanya akan mengajukan keberatan, tetapi juga mengambil langkah tegas. “Jika DPR menolak calon yang direkomendasikan DPD, Komite IV mengusulkan agar pimpinan DPD menyurati Presiden untuk tidak mengesahkan anggota BPK yang terpilih. Sebab, DPR sama sekali tidak memperhatikan pertimbangan DPD.” Jika upaya itu tidak membuahkan hasil, DPD akan mengambil langkah hukum dengan menggugatnya di Mahkamah Konstitusi. “Ini untuk menunjukkan wibawa politik lembaga ini,” tegasnya. Ketua DPD Irman Gusman berharap agar DPR tidak memilih calon Anggota BPK di luar yang sudah direkomendasikan. Namun. jika itu terjadi maka konsekuensinya adalah sikap DPD yang akan mengambil langkah sebagaimana yang disampaikan Ketua Komite IV. ”Mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa yang disampaikan. Namun,
kalau dilakukan, konsekuensinya seperti itu,” tandas Irman.
Jangan Terburu-buru
Ketegasan sikap DPD ini mengundang aplaus anggota yang hadir dalam sidang paripurna itu. Mungkin karena baru pertama kali DPD berani secara terbuka menyatakan sikap, termasuk mengumumkan langkah tegas yang akan diambil seandainya DPR tidak memilih tujuh calon itu. Umumnya semua anggota DPD setuju dengan apa yang disampaikan Jhon Pieris. Satu-satunya interupsi yang muncul datang dari Andi Mapetahang Fatwa dari DKI Jakarta. Menurut dia, hendaknya DPD tidak terburu-buru dalam melangkah pada sengketa kewenangan. “Jangan terlalu cepat berpikir untuk melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Karena, baik DPR maupun Presiden terikat pada konstitusi.” Oleh karena itu, pihaknya menyarankan agar DPD melakukan pendekatan dan konsultasi karena itu adalah bagian dari proses demokrasi.
“Saya setuju kita mengambil langkah-langkah politik seperti ini. Namun, yang pertama harus dilakukan adalah melakukan konsultasi-konsultasi dengan DPR. Jadi jangan terlalu cepat berpikir akan maju ke MK. Bahkan bukan itu saja, juga diperlukan agar jangan sampai pembahasan yang kita lakukan dengan susah payah di DPD kebanyakan hanya ‘masuk laci’ di DPR. Namun, itu semua memerlukan proses, konsultasi, lobilobi dengan DPR,” kata mantan Wakil Ketua MPR 2004-2009. Seperti diketahui, dua posisi pimpinan BPK masih kosong yaitu wakil ketua dan satu anggota. BPK sudah mengirimkan surat pemberitahuan kepada DPR untuk mencari pengganti antarwaktu Anggota BPK T.M.Nurlif yang diberhentikan oleh Presiden sejak 2 Oktober 2010. Posisi yang lowong itu, diisi oleh pelaksana harian Anggota IV BPK Ali Masykur Musa. Kemudian diambil alih tugasnya langsung oleh Ketua BPK Hadi Poernomo. dr
9 Calon lainnya memperoleh dibawah nilai calon No. 7 * Sumber lampiran Keputusan DPD RI. Nomor 57/DPD RI/IV/2010-2011 (tanggal 15 Agustus 2011) Warta BPK
24 - 29 laporan khusus.indd 25
JULI 2011
25
8/26/2011 4:21:52 PM
LAPORAN KHUSUS DPD merekomendasikan tujuh calon Anggota BPK kepada DPR. Mereka lolos seleksi dari 16 calon sebelumnya. Selama fit and proper test sejumlah masalah ditanyakan seperti pengelolaan keuangan negara dan peran serta kedudukan BPK. Berikut beberapa pemikiran di antaranya.
Pemikiran Calon Anggota BPK
Eddy Suratman
Dalam tanya jawab dengan Anggota DPD dari Aceh menyakut prioritas yang akan dikedepankan bila terpilih menjadi Anggota BPK, Eddy Suratman akan memperkuat pemeriksaan kinerja. Dengan memperkuat pemeriksaan kinerja akan didapatkan temuan-temuan yang akan dihasilkan remomendasi. Kalau pada tahun pertama telah bisa dihasilkan temuan yang signifikan misalnya di daerah, bila hal ini didesain dengan penggalangan opini, maka gaungnya sudah cukup besar. Tujuan pemeriksaan kinerja ini baik, maka daerah akan serta merta ikut tergerak untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja pengelolaan keuangan. Menyangkut pengeloaan keuangan daerah yang tidak bersumber dari APBD maupun APBN, dia menegaskan bahwa berdasarkan UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dijelaskan bahwa seluruh penerimaan pemerintah pusat maupun daerah, baik itu hibah atau pinjaman semuanya menjadi bagian dari keuangan negara. Oleh karena itu, BPK ikut bertanggung jawab memeriksa penggunaannya. Tentang kekayaan negara yang dihibahkan, sebenarnya itu bagian dari APBD. Kalau misalnya pemerintah daerah akan memberikan dana kepada perusahan daerah, juga harus dalam skema APBD yang diatur setiap tahunnya. Direktur perusahaan daerah harus berkomunikasi dengan DPRD dalam hak anggaran mereka. Menyangkut penekannya pada audit kinerja, Eddy menegaskan bahwa perlunya perimbangan antara sumber Emita Wahyu Astami daya manusia di BPK antara yang memiliki latar belakang akuntansi dengan yang memiliki latar belakang disiplin ilmu lain. Namun demikian, dia menambahkan karena tugas utama BPK dalam melakukan pemeriksaan pengelolaan keuangan negara, SDM yang berlatar belakang akuntansi bisa dipastikan tetap lebih banyak. bd
Emita Wahyu Astami
BPK memiliki kedudukan yang sangat strategis. Sebagai ujung tombak penentu terciptanya transparansi dan akuntabilitas di bidang pengeloaan dan pertanggung jawaban
26
JULI 2011
24 - 29 laporan khusus.indd 26
keuangan negara. BPK telah mengupayakan profesionalisme dalam bidang pemeriksaan dan pengawasan sehingga menghasilkan peningkatan yang signifikan. Peningkatan kinerja dan kualitas pemeriksaan yang dilaksanakan secara terus menerus oleh BPK sangat berperan dalam meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing nasional yang didukung oleh kemajuan daerah. Di sisi lain, kebutuhan, tuntutan dan kondisi stakeholder selalu mengalami perubahan. Untuk dapat melaksanakan perannya menuju tujuan bangsa dan NKRI, upaya pemerintah dan BPK dalam melaksanakan reformasi birokrasi internal, reformasi pelaporan keuangan, reformasi pemeriksaan keuangan negara harus dilaksanakan secara berkesinambungan dan tidak dapat berjenti pada satu titik waktu. Mengenai temuan BPK yang tidak langsung ditindaklanjuti aparat penegak hukum, tetapi justru laporan masyarakat yang ditindak lanjuti, Emita menegaskan tugas BPK adalah melakukan pemeriksaan pengelolaan keuangan negara, audit kinerja, audit dengan tujuan tertentu. Semua kewenangan tersebut sudah diatur undang-undang. Misalnya laporan keuangan harus ke DPR, DPRD, Presiden atau pemerintah. Audit dengan tujuan tertentu di sampaikan ke penegak hukum. Semua sudah diatur secara detil dalam UU, temasuk rentang waktu pelaporan. Begitu laporan BPK sudah disampaikan ke DPR, DPRD, dan Pemerintah, data tersebut telah menjadi pengetahuan atau milik publik, kecuali yang ditentukan sebagai rahasia oleh UU. Jika terpilih, Emita berjanji akan melakukan yang terbaik berdasarkan kewenangan yang dimiliki. “Saya akan mulai dari diri saya melaksanakan tindakan sesuai dengan visi misi BPK yang bebas dan mandiri,” Untuk mewujudkannya sejumlah langkah harus dilakukan, pertama, melakukan apa yang ditetapkan dalam kode etik. Kedua, dalam melakukan pemeriksaan harus menggunakan standar pemeriksaan keuangan negara yang ditetapkan BPK. Ketiga, dalam menjalankan tugas harus selalu mengacu pada system pengendalian mutu yang ada. “Kalau saya sudah patuh, lingkungan saya juga sudah Warta BPK
8/26/2011 4:21:53 PM
patuh, BPK akan menjadi lembaga yang patuh pada kode etik, mampu melaksanakan pemeriksaan keuangan negara yang independen, bisa melaksanakan pengendalian mutu dengan baik, dengan sendirinya kualitas pemeriksaan menjadi lebih baik dan lebih credible.” bd
Achmad Sanusi
BPK hendaknya tidak hanya berfungsi sebagai watchdog yang hanya bisa menemukan dan mengingatkan kesalahan pemerintah dalam melaksanakan tata kelola keuangan negara. Ke depan, BPK harus menjadi lembaga tinggi negara yang memiliki sikap sebagai lembaga yang bekerja untuk perbaikan tata kelola nasional. BPK ke depan adalah yang peduli terhadap permasalahan bangsa Indonesia, seperti rusaknya infrastruktur nasional, penanggulangan banjir, biaya pendidikan, pelayanan publik, krisis ekonomi, dan program-program yang berkaitan dengan kepentingan rakyat lainnya. “Visi semacam ini merupakan visi yang lazim dimiliki oleh badan pemeriksa lainnya di seluruh dunia yang tergabung dalam INTOSAI-international organization of supreme audit institutions,” kata Achmad Sanusi saat memaparkan makalahnya yang bertema “Menuju BPK Meneladani Tata Kelola Keuangan Negara Yang Baik”, di gedung DPD. Tantangan ke depan yang dihadapi pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara semakin besar sehingga BPK harus terus mengingatkan pemerintah, sekaligus secara proaktif memberikan saran berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan, seperti, saran berkaitan dengan peningkatan sumber penerimaan negara. Agar dapat berperan signifikan dalam mewujudkan tata kelola nasional yang baik, lanjutnya, BPK perlu mengubah paradigma dari peran utamanya yang cenderung terfokus melakukan audit atas laporan keuangan pemerintah yang belum diimbangi dengan pemeriksaan kinerja, maupun Warta BPK
24 - 29 laporan khusus.indd 27
pemeriksaan dengan tujuan tertentu sesuai dengan amanat UU No 15 Tahun 2004. BPK, tambah Deputi Bidang Pengawasan Polsoskam BPKP ini, harus mampu memberikan dukungan kepada DPR dan DPD dalam menjalankan fungsinya sesuai dengan konstitusi. BPK juga diharapkan mampu membantu pemerintah pusat dan daerah dalam melakukan perbaikan kinerja dan memastikan akuntabilitas keuangan pemerintah pusat dan daerah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat. Di bagian lain, Ahmad Sanusi juga menyinggung tentang langkah proaktif dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Ketentuan dalam UU No 15 Tahun 2006 menyebutkan, bila dalam pemeriksaan ditemukan unsure pidana, BPK melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai denan ketentuan peraturan perundang-undangan paling lama satu bulan sejak diketahui adanya unsure pidana tersebut. Hal ini telah dilakukan BPK. BPK, katanya, juga perlu mengembangkan strategi pencegahan korupsi yang terintegrasi melalui pembenahan sistem pencegahan korupsi pada instansi pemerintah. dr
WW. Anggreaningsih
Dalam upaya mewujudkan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, BPK perlu melakukan perluasan audit yang berkonsentrasi pada studi kelayakan ekonomi dari proyek yang membebani APBN/APBD. Pemeriksaan pada perencanaan yaitu dengan melakukan penilaian atas kelayakan perencanaan dan juga memberi alternatif pilihan yang lebih optimal. Pemeriksaan pada pembiayaan kesatuan ekonomi, dapat dilakukan dengan mengevaluasi kembali perhitungan keekonomian/study ekonomi yang dibuat oleh para eksekutif. Wewe yang saat ini menjabat sebagai komisioner pada perusahaan migas nasional, mendapat kesempatan 30 menit untuk menjelaskan isi makalahnya yang bertema ‘Peran BPK-
RI Dalam Mewujudkan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Negara Yang Mendukung Kemajuan Daerah. Berdasarkan pengalaman umumnya para pembuat keekonomian menyiasati perhitungan dengan memanfaatkan Present Value of Money (niai waktu uang), dengan menggeser waktu/jumlah cash flow (aliran dana), untuk melakukan sisipan pada kepentingan masing-masing. Engineering seperti itu dilakukan sesuai dengan kepentingan, untuk menyukseskan atau menggagalkan proyek. Hal ini, ucapnya, pada pemeriksaan seringkali kurang mendapat perhatian. Sebab, pemeriksaan lebih berkonsentrasi pada temuan substantif untuk mendapatkan temuan audit yang langsung dapat dijadikan temuan. Sehingga, ada kecenderungan untuk melakukan perbandingan antara rencana dengan realiasainya saja. Adapun, yang utama akan terabaikan yaitu, Apakah rencana sudah dibuat dengan layak dan optimal?’ “Dalam beberapa kasus nasional, baik di pemerintah maupun pada aset negara yang dipisahkan di BUMN/ BUMD, permasalaha seolah begitu pelik dan susah untuk mendapat pembuktian secara ekonomi/ilmiah. Padahal kalau kita kembalikan pada study keekonomian, nilai ekonominya akan sangat jelas. Efektivitas dan efisiensinya akan dengan mudah dapat kita nilai,” jelas Wewe yang pernah berkiprah di BPKP. Dia menyarankan agar paradigma audit sedikit bergeser ke arah feasibility study (studi kelayakan) guna pencapaian akuntabilitas yang sesungguhnya. Jika hanya membandingkan APBN/APBD dengan realiasasi, akan mendapatkan nilai akuntabilitas, akan tetapi dalam scope yang lebih sempit. Akan lebih optimal jika dilakukan secara menyeluruh, di mana ujung tombaknya berada pada study ekonomi. Akuntabilitas, kata Wewe, sangat dominan pada pencapaian good governance. Untuk itu, upaya peningkatan kualitas audit BPK akan sangat mendukung pencapaian tersebut. dr JULI 2011
27
8/26/2011 4:21:53 PM
LAPORAN KHUSUS foto-foto: dokumentasi dpd
Jhon Pieris
DPD mengirim sinyal tegas dan kuat terkait pemilihan calon anggota BPK. Lembaga perwakilan daerah ini khawatir dipecundangi DPR. Pasalnya, pada pemilihan anggota BPK 2009, DPD sempat merasa rekomendasinya diabaikan oleh parlemen. Tak ingin terulang lagi kejadian serupa, DPD pun mengirim ‘peringatan’ agar DPR memperhatikan rekomendasi yang mereka sodorkan. 28
JULI 2011
24 - 29 laporan khusus.indd 28
Ketua Komite IV DPD Jhon
Pieris
“Kami tidak Mau Kecolongan Lagi”
“
Siapa pun yang dipilih DPR kelak, DPD akan setuju asalkan berada dalam koridor namanama yang direkomendasikan. Di luar itu, kami tolak!” tegas Ketua Komite VI DPD John Pieris kepada Warta BPK dalam beberapa kesempatan di Gedung DPD, Senayan, Jakarta,
baru-baru ini. Bahkan, kali ini DPD bukan sekadar memberikan peringatan keras, tetapi juga akan mengambil tindakan tegas, termasuk langkah hukum menggugat ke Mahkamah Konstitusi jika rekomendasinya tidak diindahkan oleh DPR. Warta BPK
8/26/2011 4:21:54 PM
Menurut John, pertimbangan DPD sifatnya mengikat bagi DPR. Oleh karena itu, DPR dalam memilih anggota BPK hendaknya memilih satu dari tujuh calon yang telah direkomendasikan DPD. Ketujuh calon tersebut mendapat nilai tertinggi dari 16 calon yang mengikuti proses seleksi yang dilakukan DPD, termasuk saat mengikuti fit and proper test yang digelar selama dua hari di gedung DPD. Pertimbangan yang mengikat itu sesuai dengan yang dikatakan dalam undang-undang di antaranya UUD 1945 pasal 23F ayat 1 yang bunyinya Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden. Hal senada juga ditegaskan dalam UU No 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, pada pasal 170. Juga, UU No 15 Tahun 2006 tentang BPK pada pasal 14 ayat 1. “Dalam undang-undang itu secara tegas dikatakan anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD. Artinya, tanpa
pertimbangan DPD, pemilihan atau pengajuan calon tidak sah,” tegasnya. Ini berbeda pengertian dengan Pasal 22D UUD 1945. Pada ayat 1 misalnya, menyebut tentang DPD ‘dapat’ mengajukan RUU kepada DPR. Kata ‘dapat’ berarti tidak wajib. Sementara dalam semua undang-undang yang mengatur tentang pemilihan calon anggota BPK, tidak disebutkan ‘dapat memberi mempertimbangkan’ melainkan kata ‘mempertimbangkan’. “Nah, dalam penafsiran hukum, kata ‘mempertimbangkan’ itu artinya mengikat,” jelas John. Dia menegaskan sekalipun DPR akan melakukan fit and proper test terhadap 16 calon anggota itu, dalam keputusan akhirnya, DPR hendaknya memilih salah satu dari tujuh calon yang diajukan. “Siapa pun yang dipilih DPR, kami akan setuju, asalkan berada dalam koridor tujuh calon itu. Kami ingin tegaskan itu. Tidak bisa lain karena ini adalah amanat konstitusi,” tegasnya. Jadi, tambahnya, jika kelak ternyata DPR memilih di luar dari koridor itu, DPD akan mengambil sikap tegas. DPD akan menyurati Presiden agar tidak mengesahkan hasil yang diajukan
jika DPR tetap memaksakan. DPD juga akan menolak jika ternyata Presiden tetap mengesahkan anggota BPK versi DPR. “Itu sudah diatur dalam konstitusi. Kalau DPR dan Presiden ngotot, kami akan mengajukan ke sengketa kewenangan antarlembaga di Mahkamah Konstitusi. Ini sudah menjadi keputusan sidang paripurna DPD. Keputusan ini sudah bulat,” tegasnya. “Kami akan menggugat ke Mahkamah Konstitusi. Kami keberatan. Ini bisa jadi sengketa antarlembaga karena kita merasa kewenangan kita dipreteli,” ujarnya dengan nada keras. DPD tidak mau main-main dengan masalah ini. BPK adalah lembaga independen. Bagi DPD, katanya, bukan soal pertimbangan politik atau permainan politik, tetapi bangsa dan negara harus diselamatkan.
Pasal Baru
Jhon mengakui meski di UU secara jelas dituliskan tentang hal tersebut, akan tetapi masih saja ada penafsiran berbeda dari beberapa anggota DPR. Supaya tidak ada penafsiran berbeda, harus ada penambahan pasal baru dalam UU yang menjelaskan bahwa pertimbangan yang diberikan DPD itu sifatnya mengikat. Dengan demikian akan clear dan tidak ada perbedaan penafsiran. Jadi, jika ada penafsiran berbeda dari anggota dewan bahwa pertimbangan DPD bisa dipakai bisa tidak, menurut Jhon, itu adalah pemikiran a-historis, a-politis, tidak mengerti konstitusi. Dalam hal ini, tidak cukup berbicara dengan logika hukum tetapi juga logika politik. “Saya kira dari waktu ke waktu kecerdasan kita sudah semakin meningkat. Sehingga kita tidak dipencudangi terus, atau kita tidak menjadi pecundang terus,” ucapnya. dr/ bd
Ketua Komite IV seusai membaca laporan tentang seleksi calon anggota BPK dalam paripurna.
Warta BPK
24 - 29 laporan khusus.indd 29
JULI 2011
29
8/26/2011 4:21:55 PM
sKl seg p dok
PANTAU
Koordinasi BPK dengan Kejaksaan Mengenai Hasil Temuan BPK Peran BPK dalam pemberantasan korupsi sangat signifikan. Guna menindaklanjuti temuan BPK, perlu dilakukan koordinasi dan pemaparan dengan aparat penyidik untuk menyamakan persepsi. Juga perlu adanya tim untuk pemutahiran temuan.
T
emuan BPK sudah mulai mewarnai proses pemberan tasan dan pencegahan korup si di Indonesia. Hanya saja, untuk mendapatkan hasil yang maksi mal, sejumlah kalangan seperti insti tusi penegak hukum tetap mengimbau agar BPK meningkatkan kualitas pela porannya. Sebut saja kejaksaan. Institusi penuntutan ini menilai temuan BPK belum sepenuhnya bisa menjadi pe tunjuk atau bukti awal untuk mem bongkar adanya penyelewengan peng gunaan keuangan negara. Ada banyak kendala yang dihadapi kejaksaan keti ka berusaha menindaklanjuti temuan BPK . Akibatnya, tak mengherankan bila persentase tindak lanjut hasil temuan
30
30 - 31 pantau.indd 30
JULI 2011
BPK yang disampaikan kepada para penegak hukum untuk diproses, ma sih sangat rendah. Kalau tidak, proses penanganan kasus itu sampai ke pe_ ngadilan membutuhkan waktu yang cukup lama. Misalnya, dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) se mester II/2010, Ditama Binbangkum membuat rekap hasil pemeriksaaan BPK yang diserahkan kepada masingmasing instansi penegak hukum. Ber dasarkan rekap itu, BPK melalui tena ga ahli BPK bidang hukum, Lukman Bahmid, dan Staf Ahli bidang pemer iksaan investigasi, Akhmad Mattingara pada 2 Mei 2011 telah melakukan koordinasi dengan Kejaksaan Agung yang diterima oleh Jaksa Agung Muda bidang tindak pidana khusus, Andi
Nirwanto. Hasil koordinasi tersebut antara lain menyimpulkan data temuan pemeriksaan BPK yang disampaikan kepada pihak kejaksaan masih perlu dimutahirkan. Pasalnya, ada perbe daan antara jumlah temuan yang di sampaikan ke kejaksaan dan hasil laporan IHPS yang disampaikan BPK. Dalam IHPS yang telah disampai kan kepada kejaksaan untuk 2009 dan 2010 ditemukan sebanyak 35 temuan. Namun, berdasarkan data pihak Ke jaksaan Agung, kejaksaan hanya me nerima sebanyak 26 temuan, dengan tingkat penyelesaian/proses hukum yang berbeda dengan yang tercantum pada IHPS. Selain itu, terdapat juga perbe daan antara IHPS semester II/2010 dengan pemantauan oleh Ditama Bin bangkum BPK. Ditama Binbangkum Pemantauan terhadap laporan hasil pemeriksaan BPK yang berindikasi tindak pidana korupsi yang disampai kan kepada instansi penegak hukum dari 2003 sampai dengan 2011 ber jumlah 78 temuan. Surat keluar/ pe nyampaian yang ditandatangani oleh ketua BPK sebanyak 72 temuan dan surat keluar yang ditandatangani oleh anggota BPK sebanyak enam temuan. Dari temuan tersebut, diperoleh sejumlah fakta di lapangan yang mengakibatkan laporan BPK tidak semuanya bisa ditindaklanjuti atau setidaknya memerlukan klarifikasi. Seperti misalnya, ketika ditelusuri di jumpai surat dari BPK di daerah yang menyatakan bahwa sudah tidak ter dapat kerugian negara terhadap kasus tertentu karena pihak terkait (audi tee) telah melakukan penyetoran atau melaksanakan pekerjaan yang kurang sebagai kelanjutan atas temuan pemeriksaan BPK. Oleh karena itu, pihak kejaksaan megharapkan agar BPK tidak me nyatakan secara tegas dan tertulis ter hadap temuan yang telah ditindaklan juti auditee dengan menyetor dan atau mengerjakan pekerjaan yang kurang, sebagi suatu tindakan yang mengaki batkan kerugian negara. Walau dike tahui, bahwa pengembalian kerugian Warta BPK
8/26/2011 12:03:05 PM
negara yang dilakukan auditee tidak menghilangkan pidana yang telah di lakukan. Dengan tetap dicantumkannya hal itu sebagai suatu kerugian negara, akan mempersulit kegiatan penyeli dikan dan penyidikan yang dilakukan oleh kejaksaan. Pada bagian lain, pihak kejaksaan juga menemukan penanganan kasus yang overlapping antarinstansi pene gak hukum. Dalam menyampaian penemuan yang mengandung tindak pidana korupsi kepada institusi pene gak hukum, BPK biasanya juga meny ertakan tembusan ke instansi lain. Walaupun pada surat penyam paian itu tercantum instansi penegak hukum yang ditunjuk dan yang diberi tembusan, kadang kala instansi pene gak hukum yang mendapat tembusan langsung menindaklanjuti temuan. Akibatnya, terjadi tumpang tindih pe nanganan temuan yang sama. Mengenai kenapa penanganan kasus yang merupakan tindak lanjut temuan BPK yang dilakukan oleh pi hak kejaksaan jauh lebih banyak diban dingkan dengan temuan BPK yang di sampaikan secara resmi ke KPK, hal ini sangatlah wajar. Pasalnya, dalam menangani kasus-kasus tertentu, KPK hanya terfokus menangani perkara pokok yang mengakibatkan kerugian negara/daerah. Adapun, penanganan kasus lain yang masih terkait dengan perkara pokok (ranting-rantingnya), oleh KPK dilimpahkan ke kejaksaan. Selain itu, secara teknis kejaksaan juga masih mendapati adanya unsurunsur temuan yang tidak selaras. Mi salnya, pada unsur akibat yang menim bulkan terjadinya kerugian negara/ daerah. Namun, unsur yang menjadi penyebab dan saran yang dicantum kan justru tidak mengarah pada tindak pidana korupsi.
Saran dan Usulan
Berdasarkan adanya penemuan itu, dalam rangka menindaklanjuti temuan BPK, kejaksaan memandang perlu ada nya beberapa hal yang menjadi perha tian bersama yaitu : a. Baik kejaksaan maupun BPK Warta BPK
30 - 31 pantau.indd 31
diharapkan membentuk tim khusus dalam rangka memutakhirkan data tentang temuan hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan kepada pihak kejaksaan dan proses hukum yang telah dilaksanakan oleh kejaksaan. b. Terhadap temuan hasil pemer iksaan BPK yang akan disampaikan kepada pihak kejaksaan/penegak hu kum, hendaknya didahului dengan pemaparan/diskusi bersama untuk menyamakan persepsi atas kasus yang diungkapkan, guna kelancaran dalam melakukan penyelidikan dan/atau pe nyidikan. c. Koordinasi antara perwakilan BPK di daerah dan kejaksaan tinggi perlu lebih ditingkatkan dalam rangka permintaan dokumen/bukti-bukti dan permintaan perhitungan kerugian ne gara serta permintaan keterangan ahli. d. Dilakukan pertemuan secara berkala antara pihak kejaksaan dengan BPK, baik di pusat maupun di daerah, untuk membahas dan memonitor perkembangan pelaksaan tindak lanjut temuan hasil pemeriksaan BPK oleh pi hak kejaksaan. Selanjutnya dalam upaya mem pertajam pelaksaaan pemberantasan korupsi oleh instansi penegak hukum, serta meningkatkan penerimaan nega ra yang bersumber dari pengembalian kerugian negara, baik BPK maupun ke jaksaan sepakat mengusulkan langkahlangkah sebagai berikut :
1. Penyampaian temuan hasil pemeriksaan BPK yang berindikasi tindak pidana khusus kepada instansi penegak hukum melalui satu pintu yaitu dengan surat keluar yang ditan datangani oleh ketua BPK. 2. Ditama Binbangkum, dalam hal ini Direktorat Konsultasi Hukum dan Kepaniteraan Keuangan Negara/Dae rah (Dit KHK), melaksanakan peman tauan atas penanganan hasil pemerik saan yang diserahkan kepada instansi penegak hukum berdasarkan pasal 239 huruf F, SK BPK RI Nomor 39/K/IVIII.3/7/2007 tentang organisasi dan tata kerja pelaksana BPK. Dengan pemantauan dimaksud dapat dilakukan pemutakhiran data
dan mengetahui proses hukum yang telah dilakukan serta hal-hal yang me nyebabkan belum optimalnya tindak lanjut atas temuan hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan kepada instansi penegak hukum dalam rangka melak sanakan UU No.15/2006 tentang BPK, khususnya pada pasal 8 ayat (3) yang berbunyi apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK mela porkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan keten tuan peraturan perundang-undangan paling lambat 1 (satu) bulan sejak dik etahui adanya unsur pidana tersebut. Dan pasal 8 ayat (4), yang bunyinya Laporan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dijadikan dasar penyi dikan oleh pejabat penyidik yang ber wenang sesuai dengan peraturan pe rundang-undangan. Setiap unit kerja/perwakilan hen daknya lebih cermat dan memperhati kan terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana korupsi dalam mengungkap kan temuan hasil pemeriksaan yang berindikasi tindak pidana yang akan diserahkan kepada instansi penegak hukum. Selanjutnya, agar membuat lapo ran tersendiri tentang temuan hasil pemeriksaan yang berindikasi tindak pidana korupsi, temuan hasil peme riksaan yang telah disampaikan ke pada instansi penegak hukum, proses hukum yang telah dilaksanakan, jum lah penerimaan negara dari putusan pengadilan. Laporan dimaksud dibuat secara berkala oleh masing-masing AKN ber dasarkan dari laporan masing-masing unit pemeriksaan/perwakilan yang ada di wilayah, dan selanjutnya akan digabungkan menjadi laporan BPK yang akan disampaikan kepada lem baga perwakilan dan pemerintah. Untuk memudahkan pelaksanaan pemantauan temuan hasil pemerik saan yang disampaikan kepada instansi penegak hukum, disarankan agar biro TI dapat membuat program yang me mungkinkan dilakukan pemantauan dengan proses data elektronik dengan kerja sama antara BPK dengan masingmasing instansi penegak hukum. bd JULI 2011
31
8/26/2011 12:03:05 PM