Desember
07
2014
Mengentaskan Kemiskinan melalui Pertumbuhan Ekonomi
Setelah Dua dari Lima Tahun
Program Compact mulai masuki tahap implementasi lapangan. Langsung kontak dengan masyarakat.
Daftar
Edisi 07, Desember 2014
07
22
Project Implementation Menggalang Kemitraan di Bentang Alam
Nusantara
Toilet Sempat Jadi Trend di OKI
24
Inside
Optimis 2015 Full Implementation
Isi 12
Project Implementation
36
Inside
Agustus, 2014
Mengejar Cetak 50 Fasilitator Handal
Payung Baru untuk Lembaga Baru
3
Pelindung
Andrinof Chaniago
Penasehat
Lukita D. Tuwo
Penanggungjawab/ Pemimpin Redaksi
Hari Kristijo
Wakil Penanggungjawab/ Pemimpin Redaksi
J.W. Saputro
Dewan Redaksi
Wismana Adhi Suryabrata Nina Sardjunani Emmy Soeparmijatun Kennedy Simanjuntak Jadhie J. Ardajat
Pemimpin Produksi
Yusuf Suryanto Ahmad Zainudin
Penyunting dan Penyelaras Naskah
Vero Ardianto Tema W. Tamtama
Bagian Produksi
Vincentius P. Suseno Arbain Nur Bawono Arief Setyadi Sani Prawirakoesoema Bayu Aji Prakoso Moekti Ariebowo Lila Meulila Rully Puji Agung
Bagian Administrasi & Distribusi
Riska Anneli Septovia Dian Purwanti Wuri Handayani Fitria Dewi Wandawati Nurcahyani Ferdy Nur Alamsyah Widiyanto Pamungkas Choirul Amri Agung Supriyadi
Bagian Keuangan
Andianto Haryoko Arie Bayu H. Ruminda Siringo-Ringo Arif Pratama Astri Amirudin Rani Desi Yanti
Kontributor
Gamar Ariyanto Nura Dirgantara Iing Mursalin Wawan Heryawan Paska Rina Farah Amini
Jurnalis
Victor Nara Patrianila Herawatmo
Designer
Arcaya Manikotama
Fotografer
Purwanta Budi Sulistya Satria Raharja
EDITORIAL
Berat Sama Dipikul, Ringan Sama Dijinjing
S Hari Kristijo Pemimpin Redaksi Compact
alam hangat, selamat berjumpa kembali di edisi Compact ketujuh. Edisi kali ini membahas tentang implementasi penuh pada program Compact di Indonesia. Penghujung akhir tahun segera tiba, awal tahun pun menyambut. Tentunya masih dengan harapan dan semangat yang lebih tinggi untuk Program Compact. Dalam hitungan detik, menit, jam atau hari bahkan bulan, membuat kita menjadi semakin was-was karena tak terasa hanya tinggal 41 bulan lagi sejak Entry Into Force. Namun MCA-Indonesia akan lebih gencar lagi untuk mengejar programnya berjalan efektif dan tepat sasaran. Memang bisa dibilang berat, ibarat mengayuh sepeda di jalan yang menanjak naik dengan kemiringan 60 derajat. Misalnya pada Proyek Kemakmuran Hijau. Sudah sampai mana? Apa yang dikerjakan? Berapa dana yang diserap? Pertanyaan yang selalu muncul di sisi Satker Pengelola Hibah MCC. Dengan alokasi dana terbesar, tentu harapan dari kita juga akan semakin besar pula. Namun apakah sudah maksimal untuk tahun ini? Pada tanggal 11 Oktober 2014 yang lalu, telah diumumkan undangan pernyataan minat untuk Hibah Kemitraan dan akan ditutup tanggal 19 Desember 2014. Ini salah satu kemajuan yang telah dicapai tahun ini. Bagaimana dengan proyek Kesehatan & Gizi dan proyek Modernisasi Pengadaan yang juga tak kalah penting. Sudah sejauh mana manfaat yang bisa diberikan kepada masyarakat? Tahun ini, ada sekitar 1200 orang untuk kader posyandu,
bidan desa dan petugas puskesmas yang memperoleh ToT (Training of Trainer) PMBA (Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak). Namun, apakah hanya itu? Tentu saja tidak, masih banyak lagi yang harus dicapai. Tak lain halnya dengan proyek Modernisasi Pengadaan, target untuk mendapatkan 70 ULP percontohan sedang lagi di kebut oleh MCA-Indonesia dan LKPP tahun ini. Sementara itu, sudah ada 8 ULP yang berhasil terbentuk secara permanen. Tapi masih banyak lagi yang harus dicapai. Lalu, bagaimana dengan program Compact di negara lain? Misalnya di Georgia, mereka saat ini sedang implementasi Compact tahap ke-2. Tanpa sepengetahuan kita, ternyata ada Compact tahap 2. Setelah berhasil dalam implementasi Compact tahap 1 senilai total $395 juta, dengan track record yang bagus, hasil implementasi yang sesuai target, mereka mendapatkan lagi Compact tahap 2 senilai $140 juta. Apakah kita bisa? Melihat perkembangannya itu, dari dana $600 juta dan dengan kegiatan yang sudah dijalankan oleh MCA-Indonesia, perlu kerja yang ekstra keras. “Kerja… kerja…kerja” kata yang selalu diucapkan Presiden baru kita Bapak Jokowi kepada Kabinet yang baru dibentuk. Begitu juga Satker Pengelola Hibah MCC yang selalu memberi dorongan kepada MCA-Indonesia “Go…go… Compact, pantang menyerah, kita pasti bisa!!!”,. Semoga dengan bergantinya tahun, harapan kita Program Compact akan semakin mengalami kemajuan yang lebih pesat. Selamat tahun baru 2015 dan sukses selalu. Salam. n
Agustus, 2014
5
PROJECT IMPLEMENTATION
GREEN PROSPERITY Dua konsorsium yang beranggotakan 16 organisasi (swasta dan NGO) berpotensi mendapatkan Hibah Kemitraan Kakao dari Proyek Kemakmuran Hijau senilai $16 juta.
Hibah Kemitraan Kakao Sudah Mulai Bergulir
S
ejak dibuka pada tanggal 3 Juli 2014, Program Kemitraan Kakao telah mendulang 16 institusi yang tergabung dalam 2 konsorsium organisasi internasional maupun lokal yang mengajukan minatnya untuk bermitra dengan MCA Indonesia dalam mengelola proyek bersama senilai $36 juta ($20 juta modal konsorsium dan $16 juta hibah dari MCA Indonesia).
6
Agustus, 2014
Kedua konsorsium ini akan diundang untuk menyusun proposal yang lebih detil dalam waktu enam minggu sebelum dievaluasi untuk mendapatkan persetujuan dari tim Komite Investasi, Proyek Kemakmuran Hijau. “Mereka memiliki target pemberdayaan hampir 100 ribu petani kecil yang tersebar merata di 24 kabupaten di 6 provinsi. Orientasinya adalah peningkatan produktifitas petani dan kerja
sama dengan produsen kakao. Itulah yang membuat kami tertarik pada dua konsorsium tersebut,” ucap Budi. Peningkatan produktifitas hasil pertanian tidak hanya menguntungkan bagi para petani penerima manfaat, tetapi juga bagi pemerintah daerah dan swasta setempat. Mereka akan mendapatkan dampak positif, baik berupa peningkatan perekonomian di wilayahnya dan tercapainya target program kerja pemerintah yang sejalan dengan program yang ditawarkan Hibah Kemitraan ini. “Kalau produktifitas naik, maka pendapatan petani harus pula meningkat. Inilah yang menjadi tujuan kita dari seluruh proyek Kemakmuran Hijau, yaitu mendukung program pengurangan kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi,” katanya. Setelah melewati proses penerimaan proposal pada Desember 2014, pada Januari hingga Februari 2015, akan dilakukan penilaian atas proposal tersebut, evaluasi, dan proses negoisasi. Pada April 2015, persetujuan final akan ditetapkan dan penerima hibah untuk program Kemitraan Kakao diumumkan. “Pemenangnya bisa jadi dua-duanya, tergantung pada hasil penilaian proposal dari tim Komite Investasi-MCA-Indonesia,” ujar Budi. n
FOTO: Purwanta BS-Bappenas
MCC melalui hibah Compact berkeinginan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi angka kemiskinan, sekaligus melestarikan alam lingkungan sekitar dari hulu hingga hilir sebagai satu bentang alam.
U
ntuk mewujudkannya, dibuatlah Program Partnership untuk Sustainable Landscape, merupakan program untuk mensinergikan pengelolaan sumber daya alam dan energi terbarukan secara terpadu, dengan bentuk partnership (kemitraan) yang terbagi dalam tiga jendela (window), dan diluncurkan seiring dengan dibukanya Window I pada 3 Juli 2014. Misalnya di wilayah yang menjadi project area listrik mikro atau mini hydro, perlu menjaga debit aliran air sungai, yang menjadi penggerak utama. Untuk itu,kelestarian hutan di hulu sungai harus dijaga,” ucap Direktur Green Prosperity MCA Indonesia Budi Kuncoro.
Menggalang Kemitraan di Bentang Alam Mamasa District, West Sulawesi Province
Muaro Jambi District, Jambi Province
Fase Awal Untuk menjaganya, lanjut Budi, digulirkan program Kemitraan Kakao Lestari pada Window I, yang segmen kandidat pengelolanya merupakan konsorsium, lembaga multilateral atau donor lain, NGO besar atau swasta, karena di samping ada persyaratan memiliki skala yang besar, juga harus memiliki dana pendampingan yang sama dengan nilai hibah, sebesar Rp 1 miliar. Untuk melibatkan masyarakat baik komunitas, lsm lokal maupun koperasi dan gapoktan dalam pengelolaan dana hibah MCC Compact ini, dibukalah Window II. “Dengan mendapatkan aliran listrik, produktifitas masyarakat meningkat ditambah lagi dengan kenaikan hasil pertanian atau perkebunannya, maka ekonomi bisa cepat tumbuh,” katanya. Window III, sambungnya, diperuntukkan khusus untuk pengadaan perangkat
dan pembangunan mini atau mikro hydro-nya, yang digulirkan dengan dua skema yaitu 100 persen hibah dalam program Community Base Renewable Energy (CBRE) dan komersial. “Misalnya, bank cuma mau meminjamkan 60 persen, dia ada dana 30 persen. Nah, gap funding 10 persen sisanya itulah ditutupi grant ini,agar listrik bisa terwujud,” ujar Budi. Pada November 2014, sambungnya, MCA-Indonesia akan membuka lagi program yang berkaitan di Window I, berupa peluncuran hibah untuk NRM. Begitu pula untuk Window II, akan diluncurkan pada Desember 2014 atau paling lambat di awal tahun 2015. “Kita akan call juga yang berbasis komunitas, sedangkan yang komersil akan kami call pada akhir tahun 2014. Semuanya bertahap,” kata Budi. n
Agustus, 2014
7
PROJECT IMPLEMENTATION
GREEN PROSPERITY
MSF akan Terus Bergulir Aktifitas MSF kini tak lagi sekadar perkenalan, tapi terus meningkat ke pembahasan yang lebih teknis dan strategis.
S
ejak Green Prosperity digulirkan MCA-Indonesia, Multi Stakeholders Forum (MSF) pun digelar, dimulai dengan empat kabupaten starter di dua provinsi, Kabupaten Mamuju dan Mamasa di Sulawesi Barat dan Merangi serta Muaro Jambi di Jambi. Direktur Green Prosperity (Kemakmuran Hijau) MCA-Indonesia Budi Kuncoro menyatakan bahwa sekarang ini, MSF sudah digelar untuk 13 kabupaten di empat provinsi yang sudah berkomit-
8
Agustus, 2014
men untuk bergandeng tangan dalam menjalankan serangkaian program-program MCA-Indonesia, khususnya Green Prosperity (GP). “Inginnya kami, khususnya pada konsep Sustainable Landscape tadi, para mitra tersebut bukanlah pemain tunggal, tapi satu kesatuan tim dan harus melibatkan masyarakat sekitar. Di sinilah fungsi MSF, sebagai wadah dan sarana sosialisasi serta komunikasi program, lembaga, stakeholders dan hibah MCC Compact,” ujar Budi.
Hingga akhir tahun ini, MCA-Indonesia sudah menggelar tiga jenis MSF, mulai dari Pre-MSF untuk sosialisasi memperkenalkan kelembagaan, identifikasi dan persiapan implementasi, MSF I dan MSF II. MSF I berisi materi sosialisasi GP secara umum, seperti empat aktivitas utama GP dan apa saja yang bisa didukung. “MSF II lebih specific, grant Window I seperti apa? Grant II seperti apa? Bagaimana bisa untuk berpartisipasi dan sebagainya,” tuturnya. Ke depan, lanjut Budi, MSF tak lagi sekadar sosialisasi pada taraf perkenalan, tapi kian specific hingga membantu stakeholders dalam mengatasi persoalan teknis. Peningkatan lingkup orientasi dan materi MSF ini dilakukan agar mitra-mitra MCA-Indonesia di daerah memahami program, persyaratan dan tata cara pengajuan pendanaan sampai ke perkembangan dan hal terkait lainnya. Setelah MSF II ada yang perlu penjelasan lebih teknis, maka akan digelar MSF III, dengan materi capacity building untuk supaya komunitas dan organisasi lokal siap dan mampu meng-apply programnya. MSF ini menjadi salah satu sarana untuk Technical Assistance. “Jadi ini sebenarnya part of outreach strategy juga. Tahun depan juga akan ada MSF, karena memang tidak cukup satu kali tapi perlu continue,” ujar Budi. n
FOTO: Tema W-Bappenas
Purwanta BS-Bappenas
Daerah lokasi implementasi GP Project akan diberi capacity building, beragam perangkat keras dan lunak agar mudah akses info dan “terjangkau".
GIS Dashboard Jadi Legacy PLUP Aktivitas •
Aktivitas 1: Penataan Batas Desa dan Pemetaan Sumberdaya untuk 13 kabupaten (dalam beberapa tahap)
•
Aktivitas 2: Pengumpulan data geospasial dan pemetaan kawasan sumberdaya alam dan budaya yang kritis untuk 13 kabupaten
•
T
ak sembarang tempat bisa menjadi lokasi implementasi Green Prosperity (GP) atau Kemakmuran Hijau. Lokasi proyek harus jelas statusnya jelas peruntukkannya dan sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten. “Karena itulah, diperlukan suatu perangkat dan aktivitas untuk memenuhi kesemua unsur kejelasan itu,” kata Sigit Widodo, Direktur PLUP (Participatory Land Used Planning (PLUP) MCA-Indonesia. Untuk memfasilitasi stakeholders GP itu, PLUP MCA-Indonesia mulai kegiatan GIS Capacity Building dengan membuat dashboard Sistem Informasi Geografis (SIG) di dua provinsi, Jambi dan Sulawesi Barat. MCA Indonesia merekrut GIS Spesialist sebagai konsultan dan trainer serta pengadaan peralatan SIG baik hardware maupun software. Melihat kompleksitas program ini, proses pengadaan konsultan perusahaan diperluas menjadi empat bagian. Pertama, penataan batas desa dan pemetaan sumber daya secara partisipa-
•
Aktivitas 3: Kompilasi dan geo-referensi ijin yang telah dan akan diberikan untuk pemanfaatan sumberdaya lahan dan alam untuk 13 kabupaten Aktivitas 4: Review dan and perbaikan tata ruang dan tata guna lahan melalui peningkatan kapasitas untuk 4 propinsi dan 13 kabupaten
tif di 13 kabupaten. Kedua, pengumpulan data geospasial dan pemetaan sumber daya alam serta kultural. Kemudian yang ketiga berupa inventarisasi perizinan dengan georeferensi dan yang terakhir, penguatan dan peningkatan kapasitas tata ruang di tingkat kabupaten. “Nah, perangkat ini bisa menjadi salah satu legacy dari GP bagi Majelis Wali Amanat (MWA) periode ini,” ujarnya. Sejak diluncurkan di Investment Forum yang digelar awal Oktober 2014, daerah hingga ke desa, sudah bisa mendapatkan data spasial terbaru di wilayahnya. Ke depan, daerah lokasi implementasi,
tak hanya mendapatkan capacity building, tapi juga diberi fasilitas hardware maupun software-nya. “Kesemuanya itu, di 2015. Tahun ini, untuk di dalam MCA Indonesia dulu,” tutur Sigit. Secara umum, sampai akhir tahun ini ada beberapa langkah konkret di PLUP. Setidaknya ada dua aktivitas penting yaitu indentifikasi lokasi potensial kegiatan Green Prosperity di tingkat desa. Sedangkan yang kedua, MCA-Indonesia memberikan dukungan Multi Stakes Holder Forum (MSF) atau Forum Pemangku Kepentingan. n
Agustus, 2014
9
PROJECT IMPLEMENTATION
GREEN PROSPERITY
Calon mitra khususnya organisasi dan komunitas lokal dapat diberikan bantuan dan pendampingan teknis.
B
erangkat dari kepedulian dan hasrat agar dana hibah MCC Compact bisa bermanfaat bagi masyarakat luas, komunitas maupun LSM lokal, maka pendampingan teknis (technical assistant) dapat diberikan sejak dari pengajuan proposal atau setelah EOI disetujui dan calon penerima hibah masuk dalam tahap penulisan full proposal untuk proyek yang diusulkan. “Karena belum tentu mitra-mitra lokal tersebut memiliki kapasitas yang memadai untuk memenuhi persyaratan. Sedangkan grant kan ada persyaratannya. Kan sayang, kalau program dan potensi yang bagus di-drop hanya karena kurang kapasitasnya,” kata Direktur Green Prosperity Budi Kuncoro. Pendampingan teknis itu diberikan secara gratis dan lebih berorientasi pada pencapaian project-nya, berupa studystudy, data dan pengetahuan teknis lainnya agar memperoleh dana hibah. Pendampingan ini diberikan dalam bentuk hibah bagi lembaga-lembaga yang telah memiliki concept note yang sangat baik dalam mendefinisikan proyek yang akan dilakukan tetapi mengalami kesulitan untuk membuat full proposal karena kurangnya resources di lembaga tersebut dalam memenuhi dan menjawab semua persyaratan penulisan proposal untuk hibah dari Fasilitas Kemakmuran Hijau. Tahap selanjutnya setelah hibah Fasilitas Kemakmuran Hijau, adalah Oversight (pengawasan) atas jalannya proyek tersebut. Oversight atau pengawasan dilakukan, lanjut Budi, setelah mereka menerima grant, dalam hal pemenuhan realisasi pencapaian targetnya, termasuk target-target antaranya. Budi menjelaskan, pelaksanaan over-
10
Agustus, 2014
Menyiapkan Calon Peraih Hibah dengan Bantuan Pendampingan Teknis
sight ini, dilakukan dengan pola acak (random) dan bertahap. Misalnya, tahun pertama dilakukan untuk beberapa kelompok tani, lalu kian lama makin banyak agar taraf perekonomian petani binaannya meningkat. “Peningkatan produktifitasnya juga begitu, dilakukan secara bertahap,” ujar Budi.
Hal tersebut juga disampaikan dan diingatkan kepada para kandidat peraih hibah, untuk mencantumkan sasaran, target-target serta menyebutkan besaran dan waktu pencapaian target-target tersebut. “Kami sampaikan bahwa halhal itu harus disusun dalam proposal yang diajukan,” tuturnya. n
FOTO: Purwanta BS-Bappenas
Merajut Jejaring Pengetahuan dan Kearifan Lokal
R
ibuan bahkan mungkin jutaan pengetahuan dan kearifan lokal tersebar di seluruh penjuru Indonesia. Namun tanpa disadari, akibat interaksi dengan lingkungan dan masyarakat yang terus berubah, pengetahuan dan kearifan lokal itu akan terkikis bahkan hilang. Padahal, kecerdasan dan kearifan lokal sangat penting dalam membantu pengelolaan sumber daya alam yang lestari dan berkelanjutan. Di sinilah pent-
ingnya kegiatan Pengetahuan Hijau atau Green Knowledge (GK) yang berada di bawah koordinasi Proyek Kemakmuran Hijau atau Green Prosperity (GP) dari MCA Indonesia. Dalam proyek yang menjadi bagian dari Program Compact ini, beragam kecerdasan yang tersebar, diusahakan untuk dirangkum dan dihubungkan oleh kegiatan Pengetahuan Hijau. Bagaikan tali, PH menyambung dan menyelenggarakan berbagai kegiatan Focus Group
Discussion (FGD) atau Diskusi Kelompok Fokus di berbagai wilayah yang menjadi bagian dari Proyek Kemakmuran Hijau di Indonesia, seperti di Mataram, Kupang, dan terakhir di Jambi. Kegiatan FGD Pengetahuan Hijau terakhir yang dilaksanakan adalah FGD di Universitas Jambi pada tanggal 29 Oktober 2012. Melalui kegiatan FGD tersebut, Pengetahuan Hijau menargetkan membangun Forum Koordinasi Pengetahuan Hijau di berbagai lokasi kerja GP. Lembaga pendidikan yang telah diminta menjadi koordinator pelaksana FGD tersebut adalah Universitas Mataram di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Universitas Jambi untuk wilayah Jambi, dan Universitas Nusa Cendana untuk wilayah Nusa Tenggara Timur. Pada FGD di tiga tempat tersebut, para peserta sepakat membentuk Forum Koordinasi Pengetahuan Hijau. Forum ini bertujuan untuk 1) memfasilitasi segala bentuk komunikasi antara MCA-Indonesia dengan para penggiat dan peneliti di wilayah masing-masing; 2) menyiapkan lembaga-lembaga penelitian dan universitas setempat untuk menyambut segala kegiatan GP maupun Pengetahuan Hijau yang akan dilaksanakan di wilayah tersebut; 3) memfasilitasi segala kebutuhan Pemerintah setempat, NGO maupun pihak swasta yang membutuhkan pihak universitas maupun lembaga penelitian yang akan membentuk konsorsium untuk seluruh hibah-hibah dari fasilitas Kemakmuran Hijau; 4) menyiapkan Knowledge Sharing Forum yang akan diselenggarakan di wilayah masing-masing, yang akan menghubungkan lembaga penelitian/universitas dengan NGO dan pihak Swasta setempat. “Peran serta yang aktif dari para penggiat dan peneliti di lembaga-lembaga penelitian dan universitas di wilayah kerja GP sangat diharapkan untuk mendukung kesiapan daerah dalam implementasi proyek GP di daerah tersebut, termasuk dokumentasi pengetahuan dan kearifan lokal ,” kata Associate Director Green Knowledge, MCA-Indonesia, Poppy Ismalina. n
Agustus, 2014
11
PROJECT IMPLEMENTATION
HEALTH & NUTRITION
Masih Mengejar Cetak 50 Fasilitator Handal BOLA YANG SUDAH BERGULIR DARI SEBUAH PELATIHAN BISA DIGULIRKAN DENGAN CANTIK DI HARI KEMUDIAN OLEH PEMERINTAH DAERAH DAN MASYARAKAT DISEKITARNYA.
12
Agustus, 2014
T
ampaknya sederhana, yaitu pemberian makanan pada bayi dan anak. Setiap ibu rasanya secara naluriah bisa melakukannya. Namun, pada praktiknya tidak semudah itu. Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) telah berkembang jauh melebihi sekadar insting dan naluri orang tua saja. Ada beberapa hal yang berhasil disimpulkan dan diteliti memberi dampak yang lebih baik terhadap tingkat gizi yang diasup oleh anak. Baik itu dalam hal jenis makanan yang diberikan maupun cara memberikannya.
FOTO: Purwanta BS-Bappenas
Dari apa yang sudah berjalan hingga hari ini, MCA-Indonesia masih meneruskan program penambahan pelatih PMBA yang mumpuni.
Arahnya melengkapi insting orang tua dengan pengetahuan dan ketrampilan yang bisa meningkatkan kualitas pemberian makanan dan pola asuh untuk meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan para orang tua dalam soal pemberian gizi. Kecukupan dan kualitas gizi yang terpenuhi pada tahap anak, akan berpengaruh besar pada kualitas kehidupan selanjutnya, bahkan sampai mati. Langkah penyebaran dengan melatih orang untuk menjadi pelatih di tempat lokasi proyek Health and Nutrition, program Compact. “Targetnya mencetak 50 Fasilitator handal yang tersebar di area proyek hingga akhir tahun 2014. Target ini belum tercapai sehingga masih perlu melakukan Training of Trainer (ToT) dan On the Job Traning (OJT) di beberapa propinsi. Saat ini fokus di tiga propinsi baru yaitu Kalimantan Tengah, Kalimatan Barat dan Sumatera Selatan serta satu propinsi lama Jawa Barat,” kata Ros-
nani Pangaribuan, Nutrition Specialist MCA-Indonesia. Penambahan jumlah master trainer jadi penting mengingat, dari hasil kunjungan staf MCC di Kecamatan Cipeundey, Kabupaten Bandung Barat pada awal September 2014 diperoleh informasi bahwa kader yang ikut pelatihan PMBA dan melakukan konseling tentang makanan bayi dan anak di posyandu, telah mendorong peningkatan cakupan balita yang datang dan ditimbang. Artinya ada geliat.
Geliat kecil seperti itu memang penting untuk jadi rambu jalannya program. Pemerintah daerah yang juga didukung oleh masyarakat juga memiliki peran penting dalam PMBA. Dalam kerangka kerja yang dibuat MCA-Indonesia, pemerintah daerah bisa mengambil peran untuk memastikan peserta yang sudah menjalani pelatihan di program PMBA, baik bidan ataupun kader bisa praktik konseling kepada masyarakat disekitarnya. Selanjutnya, pemerintah daerah bisa melakukan integrasi dengan kegiatan lainnya misalnya pada hari posyandu, kelas ibu hamil, acara-acara di tingkat masyarakat. Dengan demikian, bola yang sudah bergulir dari sebuah pelatihan bisa digulirkan dengan cantik di hari kemudian oleh pemerintah daerah. Dari apa yang sudah berjalan hingga hari ini, MCA-Indonesia masih meneruskan program penambahan pelatih PMBA yang mumpuni. Untuk itu, sampai akhir tahun ini, masih ada pelatihan buat pelatih di Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Jawa Barat. Lalu OJT di beberapa kabupaten di Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Sumatera Selatan. Setidaknya mengejar hingga jadi 50 orang. n
Agustus, 2014
13
PROJECT IMPLEMENTATION
HEALTH & NUTRITION
Langkah Sinergi Dua Sisi di STBM
MCA Indonesia. Pelatihan yang diikuti ratusan bahkan ribuan orang dari tingkat pusat hingga desa itu (lihat tabel), diarahkan pada kampanye dan gerakan Stop Buang Air Besar Sembarangan, yang menjadi Pilar utama STBM, beserta perilaku hidup bersih dan sehat lainnya. “Perubahan perilaku menjadi target dan indikator utama dari program ini. Banyak orang yang mengetahui dan mengerti, tapi tidak melakukan apa yang diketahuinya itu,“ ucapnya. Upaya perubahan perilaku hygiene
Supply side program STBM terayun dan menjejakkan kaki, demand side pun siap diangkat dan diayun ke depan.
P
rogram Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dalam Proyek Community-based Health and Nutrition to Reduce Stunting (kesehatan dan gizi untuk mengurangi anak pendek) dimulai dengan tahapan pelatihan bagi pelatih (ToT). Untuk mencapai tujuan proyek dilakukan pelatihan dari tingkat pusat hingga Puskesmas dan kader serta dilakukan simulasi pemicuan langsung ke masyarakat,” kata Hening Darpito, Sanitation and Hygiene Specialist proyek
14
Agustus, 2014
dan sanitasi dilakukan dengan cara menyentuh perasaan, pola pikir, perilaku dan kebiasaan individu atau masyarakat melalui penanaman tiga motivasi berupa rasa prestise (malu), jijik dan berdosa bila buang air besar sembarangan serta melalui pemberdayaan masyarakat. Komponen lain penciptaan lingkungan yang kondusif, yang mencakup advokasi kepada pemerintah daerah, dan masyarakat. “Dari simulasi awal dalam rangka mencari modal agenda pelatihan yang sesuai dengan tujuan Grant MCC di Bandung saja, kami sudah mendapat lima orang “champion” (kader, red) yang akan terus mengkampanyekan dan mengupayakan perubahan perilaku dalam Stop Buang Air Besar Sembarangan,” ujar Hening. Untuk menyiapkan supply side (sisi pemenuhan kebutuhan) pengelola hibah MCC ini pun turut mendorongnya dengan menggulirkan kerja sama dan pelatihan dengan beberapa usahawan lokal setempat. “Diperkirakan 499 orang pelaku usaha produk dan jasa STBM yang akan ikut dalam pelatihan ini,” tuturnya. n
FOTO: Dok. Saladin
Dok.Pribadi
Purwanta BS-Bappenas
Riset Formatif Aktif, Kampanye Kesehatan Efektif Tanpa riset ini, bukan targetnya saja yang akan keliru, isi atau materinya bahkan semuanya bisa keliru.
M
CA-Indonesia menggelar riset khusus agar Kampanye dan Komunikasi Gizi Nasional sebagai salah satu rangkaian aktifitas dalam Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mengurangi Stunting. Di Kampanye dan Komunikasi Gizi Nasional yang berlangsung pada bulan Juli 2014-Juni 2017 itu, MCA-Indonesia bekerja sama dengan IMA World Health yang akan memberikan masukan dan rekomendasi promosi atau kampanye nasional itu. “Formative research ini merupakan langkah awal dari desain kampanye nasional gizi. Karena untuk atau mende-
sain dan mengembangkan kampanye kesehatan yang efektif diperlukan berbagai data dan informasi tentang perilaku kesehatan masyarakat,” ucap Ketua Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan Universitas Indonesia Ahmad Syafiq. Konsultan IMA itu menjelaskan, studi-studi menunjukkan bahwa sebuah kampanye kesehatan termasuk gizi hanya akan berhasil bila dimulai dengan formative research yang kuat. Karena tanpa riset itu, maka tidak ada evident yang kuat untuk desain dan pengembangan kampanye atau promosi kesehatan yang efektif. “Akibatnya, bukan saja sasarannya yang akan keliru, tapi juga kontennya, saluran atau jenis medianya bahkan semuanya bisa keliru,” ucap Syafiq. Aktifitas formative research ini sudah berjalan dengan dimulainya lokakarya pembahasan desain riset formatif di Park Hotel, Jakarta, Senin, 18 Agustus 2014. Riset itu dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu kuantitatif dan kualitatif berdasarkan model sosio-ekologis dalam promosi kesehatan Mc Elroy KR. Metode penggalian dan penghimpunan data dan informasi pun beragam, mulai dari analisis data, observasi, wawancara hingga FGD dengan stakeholders yang menjadi target populasinya. Desain kampanye itu ditargetkan rampung pada Maret 2015. Peluncuran hasil riset itu ke publik, bersamaan dengan peluncuran dan implementasi kampanye gizi nasional di lima daerah selama Juli 2015, lalu kampanyenya akan diimplementasikan sejak peluncuran itu hingga bulan ke-39 pelaksanaan kegiatan. n
Agustus, 2014
15
PROJECT IMPLEMENTATION
PROCUREMENT MODERNIZATION Salah satu praktek bagus di bidang membangun pematangan peta jalan ULP sejauh ini adalah Kota Sukabumi.
Jalan Kuat Menuju ULP Sehat
S
alah satu kunci penting pengadaan yang ideal adalah memfasilitasi lahirnya sebanyak mungkin ULP (Unit Layanan Pengadaan) yang sehat dan kuat. Dari situlah akan lahir pengadaan yang efektif dan efisien. Fokus dukungan pengembangan kelembagaan dalam proyek modernisasi pengadaan (PM) MCA-Indonesia adalah ULP percontohan. Proyek ini memberikan 100 ULP permanen dengan 500 pengadaan profesional yang bekerja di posisi full-time perma-
16
Agustus, 2014
nen. Selama fase pertama Proyek PM, bantuan penguatan kelembagaan intensif diberikan kepada 29 ULP, dimana best practices akan dikembangkan dan dapat digunakan sebagai pembelajaran pengembangan kelembagaan dan tata kelola ULP di seluruh Indonesia. Pada Oktober 2014, 17 staf pengadaan telah ditetapkan untuk Jabatan Fungsional melalui Surat Keputusan dalam tiga entitas Percontohan. Secara khusus, ULP di Provinsi Nusa Tenggara Barat
(NTB), telah berhasil menciptakan baik struktur ULP permanen dan didukung staf profesional dengan jabatan fungsional pengadaan sejauh ini 11 orang. Pada saat penulisan, ada delapan Percontohan ULP yang didirikan secara permanen. Dalam pengembangan kapasitas manajemen organisasi, ULP percontohan dibantu membangun pematangan peta jalan ULP. Salah satu praktek bagus di bidang ini sejauh ini adalah Kota Sukabumi. Peta jalan dicetak dan dipampangkan di ruang rapat ULP dan menjadi acuan pengembangan keorganisasian. Khusus untuk Program Pengembangan SDM, Proyek Modernisasi Pengadaan menargetkan 500 staf dari 100 ULP mengikuti Program Pelatihan Keahlian Pengadaan Barang/Jasa, yang terangkum dalam 18 modul pelatihan dari tiga tingkat keahlian: dasar, menengah, dan lanjutan. Setiap peserta pelatihan menjalani 700 jam pelatihan. Hingga Desember 2014, tim Pengembangan SDM mengadakan Pelatihan Keahlian Pengadaan Barang/Jasa Tingkat Dasar Modul 1 hingga Modul 3 di berbagai kota di Indonesia dengan target peserta sebanyak 150 Staf ULP dari 29 ULP percontohan. Topik umum pelatihan dasar modul 1-3 berupa pengenalan prinsip dasar pengadaan, bagaimana merencanakan pengadaan sederhana dan membuat dokumen lelang serta kriteria evaluasi. Selanjutnya, implementasi penuh program pelatihan ini dilanjutkan firma pelatihan terpilih dengan tenaga pelatih terakreditasi. Khusus pengembangan keorganisasian ULP dan penguatan kerangka kelembagaannya, dua firma akan secara langsung mulai melakukan pendampingan. n
FOTO: Purwanta BS-Bappenas
Satria R-Bappenas
Sadiqa. Saat ini LKPP sudah melatih sampai ke modul 2 dari setiap tahapan akan ada tiga level dan setiap level ada enam modul, Tapi bagaimana kami bisa mengukur dan meraih target 500 orang, kalau jumlah ULP-nya sendiri masih 29. Kalau ULP-nya bisa berkembang dari 29, maka kami bisa sesuai peningkatannya dan meraih target,” ucapnya.
ULP Tak Bisa Dilihat Parsial dan Teknis Lagi Perlu ada yang mengangkat ke level politis sebagai isu strategis demi kepentingan dan tujuan bersama.
D
alam Procurement Modernization Project yang bertujuan mewujudkan lingkungan pengadaan yang modern, transparan dan kuat LKPP harus
membangun ULP sebagai rumahnya dan mendidik SDM pengadaan sebagai penghuninya, plus target terkait lainnya. Hingga kini, LKPP terus mengupayakan terobosan-terobosan untuk meraih target yang disepakati dalam perjanjian pengelolaan dana hibah MCC Compact. “Targetnya sampai terakhir hibah ini bergulir, pada 2018 sudah 500 orang dari 100 ULP. Ini terkait dengan ULP, harus sudah ada dulu ULP-nya,” ujar Direktur Pelatihan SDM LKPP Sarah
Menghadapi barrier pembentukan ULP berupa komitmen pimpinan institusi, kejelasan status dan kesejahteraan staf ULP serta hambatan lainnya, Sarah berencana menjalin kerja sama dengan Pusdiklat BPK dan lembaga lainnya, untuk menggelar pelatihan serupa dan menitipkan program serta modul pelatihan ini agar tetap sustainable meski MCC telah berakhir. Selain itu, pola pelatihan mandiri dengan perangkat yang bisa menembus ruang dan waktu juga dipersiapkan Sarah. Selain e-learning, Sarah juga akan mengadakan akreditasi ULP dan sertifikasi bagi peserta dan pengajar pelatihan pengadaan. “Karena itu, ke depan, sudah tidak bisa parsial karena sebenarnya procurement ini menyangkut semua pihak dan banyak hal menyangkut kepentingan nasional dan internasional, jadi perlu diangkat ke level yang lebih tinggi sebagai isu strategis. Kalau tidak, maka selain miss di target, maka kita tidak bisa mencapai tujuan itu,” ucapnya menutup pembicaraan. n
Agustus, 2014
17
PROJECT IMPLEMENTATION
PROCUREMENT MODERNIZATION
Close Out, Isu Paling Mencuat di Procurement College Washington Menjadi isu penting karena tidak saja sangat menyulitkan tetapi juga menciptakan moral hazard.
M
illenium Challenge Company (MCC) kembali menggelar Procurement College pada 8 hingga 12 September 2014 di Washington DC, Amerika Serikat. Dihadiri 20 lebih perwakilan pemerintah negara penerima hibah Compact. Kali ini, dari sisi Indonesia MCC mengundang PPK Satker Pengelola Hibah MCC Hari Kristijo dan Sarah Sadiqa, Direktur Pelatihan dan Kompetensi SDM LKPP serta Mike Burge, MCA-I Lead Procurement Agent. Sebagian besar MCA yang menghadiri acara tersebut
18
Agustus, 2014
berasal dari wilayah Afrika. Filipina dan Mongolia menjadi negara dari Asia selain Indonesia. Sarah Sadiqa menjelaskan, saat presentasi Indonesia mempresentasikan berbagai isu, terutama isu tentang keberlanjutan (sustainability) suatu kegiatan, yang menjadi isu penting dan masih sangat perlu untuk ditingkatkan oleh MCC/MCA. Dengan berakhirnya masa berlaku Compact, lanjut Sarah, maka seluruh kegiatan juga akan selesai dilaksanakan. Pada beberapa negara seperti Burkina Faso, Mongolia dan Namibia, fase close out atau penutupan kegiatan Compact adalah tahapan yang tersulit. Pengalaman Burkina Faso menunjukkan bahwa setahun menjelang berakhirnya Compact, MCA-BF harus memilih manajemen
baru dan belum sempat melaksanakan prosedur close out yang ditentukan, karena manajemen lama tidak memperpanjang kontraknya dan pergi tanpa proses transisi. “Close out menjadi isu yang paling mencuat di Procurement College ini,” tuturnya. Hal ini, sambung Sarah, tidak saja sangat menyulitkan tetapi juga menciptakan moral hazard bagi MCA-BF. Pada kasus tersebut tercatat masih terdapat lebih dari 600 kontrak yang sedang berjalan dan belum selesai dilaksanakan ketika memasuki fase close out. “Karena itu, salah satu solusi yang sangat disarankan adalah, Tim Procurement perlu memastikan key personnels yang harus bekerja hingga Compact selesai sepenuhnya,” ucapnya. n
FOTO: Dok.Satker Bappenas
Purwanta BS-Bappenas
LKPP akan membuat Blue Book Action, mulai dari definisi hingga hal terkait lainnya, termasuk standarisasi perempuan pengusaha (vendor).
S
uara yang muncul usai peluncuran buku dan Workshop Gender Vendor Survey, justru menunjukkan bahwa komunitas perempuan pengadaan tidak bisa digabungkan dengan komunitas perempuan pengusaha atau vendor. “Tadinya saya pikir bisa di-blended agar bisa saling berbagi pengetahuan, pengalaman, mencari solusi dan membangun lingkungan pengadaan yang kuat secara bersama-sama. Tapi perempuan pengadaan khawatir dicurigai ketika dia harus menjadi satu komunitas dengan vendor,” ucap Sarah. Menurut Sarah, untuk komunitas perempuan pengadaan harus mendapat treatment khusus yang berbeda dengan komunitas vendor. Sejalan dengan hal itu dia berharap, tokoh-tokoh gender baik yang ada di MWA, maupun yang lainnya, untuk mendorong dan mengadvokasi peningkatan dan penguatan perempuan pengadaan ini. Sehingga, lanjut Sarah, tidak mengukur perempuan bekerja, hanya dari kehadirannya semata. Karena untuk pe-
Komunitas Perempuan Pengadaan Perlu Treatment Khusus rempuan, meski dia tidak hadir karena kodrat atau tanggung jawabnya dalam keluarga, pekerjaannya dia bawa ke rumah dan tetap ada output-nya. “Intinya, ke depan saya berharap agar lebih fair dan sensitif pada prilaku perempuan,” tuturnya. Sementara dari sisi vendor, Sarah memandang tantangan dan program yang akan digulirkan lebih mudah dan sudah terbayang. Karena umumnya, mereka perlu peningkatan kapasitas dan pengetahuan serta akses ke perpa-
jakan, dunia perbankan dan perizinan. Database pengusaha dan organisasi yang akan menjadi mitra pun sudah ada, meski masalah ada beberapa hal yang perlu diperjelas dan dipertegas. “Saya akan membuat Blue Book Action, mulai dari definisi hingga hal terkait lainnya, termasuk standarisasi. Sebab, kalau kita memakai definisi dan standar AS, ya nanti cuma Marthatilaar yang masuk, sebab yang lainnya masih pada skala kecil,” ujarnya. n
Agustus, 2014
19
PROJECT IMPLEMENTATION
PROCUREMENT MODERNIZATION
Diharapkan di bulan November 2014, sistem e-katalog yang sudah diuji oleh LKPP dapat maju kedalam fase pengembangan lanjutan.
P
ada tahun 2013 hampir seluruh entitas pemerintah (sekitar 700 instansi) sebagian besar pengadaanya dilakukan melalui sistem pengadaan (lelang) secara elektronik (SPSE) yang kini sudah mendekati versi 4.0. Proses pelelangan secara elektronik pada implementasinya dari tahun 2010 hingga kini rata-rata menghasilkan penghematan anggaran Negara sebesar 11 persen melalui harga nilai kontrak yang lebih kompetitif ketimbang perkiraan pagu anggaran pengadaannya. Oleh karena keberhasilan implementasi layanan pengadaan secara elektronik (LPSE), pemerintah Indonesia, khususnya LKPP menerima penghargaan Technology Leadership dari Asia-Pacific FutureGov dua tahun berturut-turut (2012-2013). Semua metode pengadaan yang ada selain lelang, seperti e-pembelian melalui e-katalog harus dikembangkan secara komprehensif agar dapat mendorong menuju 100 persen pengadaan secara elektronik. Ditambah lagi integrasi proses pengadaan dari hulu ke hilir secara elektronik perlu dilakukan. Ini dimulai dari perencanaan pengadaan, manajemen kontrak, proses katalogisasi barang dan jasa pembelian rutin, serta proses pembelian dan pembayaran idealnya dalam suatu sistem informasi yang terintegrasi. Disinilah integrasi sistem informasi manajemen pengadaan (PMIS) memiliki potensi dalam mendorong 100 persen e-procurement tersebut. Ini membantu menciptakan platform e-marketplace pengadaan barang/jasa pemerintah, dan memberikan pemerintah Indonesia pengembangan kemampuan analisis data teraggregasi (big data analytics). Ada lima komponen PMIS yang akan
20
Agustus, 2014
Makin Dekat ke Sistem Terintegrasi dikembangkan dan diintegrasikan. Yang pertama adalah pengembangan modul e-Katalog, kedua adalah dukungan pengembangan IT plan LKPP untuk lima tahun ke depan, ketiga adalah modul rencana umum pengadaan, keempat adalah modul manajemen kontrak, dan kelima adalah pembelian secara elektronik. Tentunya semua modul ini akan terintegrasi basis datanya secara terpusat. Yang paling menggembirakan adalah dukungan pemerintah pusat melalui Perpres 96/2014 yang pada sosialisasinya di LKPP pada tanggal 13 Oktober 2014 menyebutkan dukungan infrastruktur pitalebar dalam rencana pitalebar nasional untuk sistem e-pengadaan untuk lima tahun ke depan (2014-2019). Dengan berkembangnya infrastruktur pitalebar yang secara spesifik mendukung pelaksanaan e-pengadaan, secara langsung ini akan mendukung perkembangan PMIS yang merupakan
pengembangan sistem e-pengadaan yang paling komprehensif saat ini. Saat ini, keluaran pertama dari konsorsium firma konsultan pengembang sistem European Dynamics Luxembourg SA dan PT. Mitrais adalah rencana pengembangan piranti lunak untuk sistem e-Katalog. Rencana pengembangan piranti lunak ditindaklanjuti dengan penerjemahan modul sistem ke Bahasa Indonesia, lalu dievaluasi tim teknis dari LKPP. Sistem e-katalog ini akan menjadikan lebih kurang 11 sistem terkait e-katalog yang saat ini ada menjadi satu sistem dengan alur kerja yang terstandarisasi dan efisien. Alur kerja ini mengacu pada standarisasi dari UNSPSC (UN standard products and services code). Diharapkan di bulan November 2014, sistem e-katalog yang sudah diuji oleh LKPP dapat maju ke dalam fase pengembangan lanjutan.
FOTO: Purwanta BS-Bappenas
Dok. Pribadi
Jadikan Akur Pengadaan Barang/ Jasa dan Kelestarian Lingkungan
Kegiatan dukungan pengembangan kebijakan SPP dimulai dari studi kesiapan pasar pengadaan untuk mengadopsi konsep SPP
P
rogram Lingkungan Hidup PBB (UNEP) mendefinisikan pengadaan barang/jasa pemerintah yang berkelanjutan (Sustainable Public Procurement) atau SPP, sebagai sebuah proses dimana pengadaan baik barang, jasa, pekerjaan, maupun input lainya diselenggarakan dengan tujuan memperoleh nilai maksimal dari harga yang terbayarkan (value for money) dan dalam kerangka perhitungan siklus biaya penggunaan barang/jasa ataupun hasil pekerjaan tersebut (life-cycle costing) dengan kerusakan lingkungan
Kegiatan dukungan pengembangan kebijakan SPP dimulai dari studi kesiapan pasar pengadaan untuk mengadopsi konsep SPP. KPMG dikontrak melaksanakan studi kesiapan pasar. Firma ini telah mewawancara 160 instansi pemerintah dan 500 penyedia di 25 lokasi di seluruh Indonesia. Beberapa daerah jadi bagian Proyek ULP percontohan MCA-Indonesia. Laporan akhir studi sudah difinalisasikan pada 1 Oktober 2014, termasuk masukan-masukan dari LKPP. Diharapkan pada kuartal pertama tahun 2015, firma pengembangan materi sosialisasi mulai berkontrak dan tim konsultan pada saat yang bersamaan sudah mulai menulis naskah akademis bersama LKPP untuk mendukung persiapan perumusan kebijakan terkait SPP. SPP di Indonesia merupakan terobosan besar Studi KPMG memperkirakan saat penerapan SPP ada potensi peningkatan penghasilan per kapita sebesar USD 322 atau 1.74% dihitung dari nilai ekonomis potensi kepatuhan penyedia terhadap kesetaraan jender pada praktek perekrutan. Perhitungan ini belum mengikutsertakan elemen ekonomis lainya. Langkah selanjutnya adalah MCA-Indonesia dan Pemerintah Indonesia merangkul semua pemangku kepentingan.
seminimal mungkin. Lingkungan yang dimaksud juga dalam pengertian luas, yaitu irisan antara lingkungan sosial, lingkungan ekonomi, dan kelestarian lingkungan hidup. Dengan konsep ini, kegiatan MCA-Indonesia adalah mendukung LKPP menciptakan kerangka kebijakan pengadaan yang proaktif, tepat sasaran dengan rencana konkret, khususnya saat disosialisasikan dan diimplementasikan di tingkat sektoral dan selaras dengan kegiatan proyek modernisasi pengadaan lainnya.
Agustus, 2014
21
NUSANTARA menuturkan, dulu wilayahnya pernah menjadi juara dalam lomba kesehatan dan kebersihan. Bahkan membangun sarana MCK alias toilet menjadi trend masyarakat, saat mendapat bantuan fasilitasi MCK dari pemerintah.Warga yang masih BAB, lanjutnya, mencuci dan mandi di Sungai Segonang-anak sungai dari DAS Komering, melalui Sungai Tanjung Raja-ini merupakan pendatang yang menyewa tempat tinggal dan tak punya MCK. “Kami pernah dapat bantuan MCK, memang awalnya warga masih enggan karena belum biasa pakai itu. Tapi kemudian jadi trend,” ucapnya. Karena itu, Kepala Puskesmas Pangrayan, Baharudin tampak gembira dengan bergulirnya pelatihan kader Posyandu dalam program PKGBM dari
Toilet Sempat Jadi Trend di OKI Meski tetap ada yang mandi, cuci dan buang air besar (BAB) di sungai.
B
erdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), wilayah Ogan Komering Ilir (OKI), salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan dibedakan menjadi tiga sistem. Salah satunya, DAS Musi yang meliputi sub DAS Komering dan arah
22
Agustus, 2014
aliran ke Sungai Musi dan terus mengalir sampai jauh hingga akhirnya ke Laut Jawa dan Selat Bangka. Kehidupan masyarakat OKI dengan ibukotanya, Kayu Agung, tampaknya tak bisa dilepaskan dari sungai-sungai yang mengalir dan berkelok-kelok indah jika dilihat dari kejauhan atau dari pesawat saat mengudara. Namun jika melalui jalur darat atau perairan, maka nampak perilaku bahkan budaya sanitasi yang perlu diubah. Edi, mantan kepala dusun empat
Proyek Kesehatan dan Nutrisi untuk mengurangi Anak Stunting (Pendek) MCA-Indonesia, termasuk program sanitasinya. “Meski ini baru pertama kali di sini, kami senang. Kami berharap ada terus, karena warga perlu diingatkan dan didorong terus agar perilakunya berubah,” katanya. Sekadar diketahui, Kabupaten Ogan Komering Ilir memiliki 18 kecamatan yang terdiri dari 308 desa dan 13 kelurahan, dengan total luas wilayah 21.689,54 Km² dan kepadatan 1.568 jiwa/Km². n
FOTO: Purwanta BS-Bappenas
Satria R-Bappenas
Garut Menggoreskan Sejarah Awal Perlawanan Stunting di Indonesia
erangi stunting (anak kuntet alias pendek) di Indonesia. Sejak awal bergulir, Garut menjadi lokasi awal pilot project aktivitas menurunkan angka stunting di Indonesia, yang menurut statistik UNICEF menunjukkan bahwa 35,6% anak-anak Indonesia menderita pertumbuhan terhambat. Diperkirakan, 50% lebih dari 7.688.000 anak Indonesia menderita stunting ini ada di Jawa Barat, Tengah, Timur dan Sumatera Utara.
Tak hanya Daendels dan Raffles, kini giliran para bidan desa di Kabupaten Garut menorehkan sejarah.
K
abupaten Garut, Jawa Barat lahir dari pencarian tempat yang tepat dijadikan ibukota Kabupaten Limbangan yang dibentuk kembali Letnan Gubernur di Indonesia yang pada waktu itu dijabat oleh Raffles pada era 1813, setelah pada tahun 1811 Daendels membubarkan kabupaten itu. Konon, saat menemukan lokasi ada
anggota tim pencari itu mengatakan dalam bahasa Sunda bahwa dia kakarut (tergores hingga luka). Orang Belanda yang ikut dalam rombongan itu menirukan kata kakarut dengan lidah yang tidak fasih sehingga sebutannya menjadi gagarut. Akhirnya, Ibu Kota baru itu pun diberi nama Garut. Kini, Garut menggoreskan sejarah perjuangan mencari solusi untuk mem-
Sejak pertama digulirkan, Tim Satker dan pihak terkait baik dari MCA-Indonesia serta Kementerian Kesehatan dan National Secretariat Team (NST) pun bersama-sama terjun langsung di implementasi Program Health and Nutrition to Reduce Stunting MCA-Indonesia itu. Salah satunya, aktivitas pelatihan kepada seluruh bidan di Garut, pada 8-10 September 2014, yang merupakan replikasi dari program pelatihan-pelatihan yang telah sukses digelar sebelumnya, yang secara runut diadakan di Garut. Replikasi ini tindak lanjut dari Master of Trainer (MOT) di tingkat pusat, Training of Trainer (TOT) di tingkat provinsi. “Jadi pelatihan tiga hari ini untuk kabupaten, rangkaian pelatihan di seluruh lokasi kegiatan Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mengurangi Anak Pendek di sekitar 5.400 desa di 11 provinsi di Indonesia,” kata perwakilan dari MCA-Indonesia, Mohammad Nasir menjelaskan. n
Agustus, 2014
23
INSIDE
Optimis 2015 Full Implementation BUILDING BLOCK SELESAI, TINGGAL MENGAWAL AGAR BENAR-BENAR SAMPAI KE MASYARAKAT.
24
Agustus, 2014
FOTO: Satria R-Bappenas
I
Purwanta BS-Bappenas
barat pesawat, yang tadinya jalan mendatar, kini sudah mulai pada titik beranjak ke atas untuk take off, agar di 2015 bisa implementasi penuh untuk masyarakat. “Sekarang ini, khususnya di bulan-bulan menjelang akhir tahun 2014, sedang dalam masamasa titik inflection point,” ujar Direktur Eksekutif MCA-Indonesia J W Saputro. Hal tersebut, lanjut Saputro, bisa terlihat dari kurva penyerapan anggaran yang juga mulai meningkat, bahkan hampir sama dengan penyerapan tiga bulan mendatang. “Jadi untuk daya serap anggaran untuk tiga bulan ke depan mulai dari Oktober ini, sama besarnya dengan pengeluaran selama enam quarter sebelumnya,” ujar Saputro. Maklum, hingga akhir tahun ini anggaran memang lebih banyak diserap untuk perencanaan dan persiapan yang matang, mulai dari persiapan Implementing agreement dengan LKPP dan Kemenkes yang memakan waktu lama, pembangunan dan penguatan building blok SDM di internal MCA-Indonesia sebagai pengelolaan dana hibah Compact MCC, khususnya procurement untuk kontraktor-kontraktor yang melakukan pekerjaan, serta operasional persiapan implementasi program-program yang langsung melibatkan dan memberikan manfaat langsung kepada masyarakat di daerah-daerah yang menjadi sasaran program hibah MCC. “Jadi bukan berarti tidak ada kegiatan sama sekali, tetap ada kegiatan tapi belum full implementation,” katanya. Dalam kurun waktu tiga bulan hingga akhir tahun 2014, MCA-Indonesia menjalankan transisi strategi dengan memindahkan fokus dan orientasinya, dari kantor pusat di Jakarta ke daerah-daerah yang menjadi target pelaksanaan pengelolaan hibah Compact MCC. Sehingga, lanjut Saputro, mulai 1 Januari 2015 sudah benar-benar implementasi penuh. Secara umum, lanjut Saputro, beberapa capaian diraih MCA-Indonesia dalam kurun waktu 2014 ini, building block, pondasinya sudah
tertata. “Saya optimis tahun depan akan full implantation dan grafik atau kurva perkembangannya akan terus meningkat ke atas,” tuturnya. Pada tahun 2015, MCA Indonesia akan menjalankan berbagai strategi untuk memindahkan segitiga pengelolaan dari yang di pusat ke daerah-daerah. Karena dalam proses persiapan tersebut sudah ada yang simulasikan langsung dengan masyarakat, bahkan sudah ada yang melibatkan langsung masyarakat baik
Pada tahun 2015, MCA-I akan menjalankan berbgai strategi untuk memindahkan segitiga pengelolaan dari yang di pusat ke daerah-daerah.
melalui On Job Training (OJT) di program Community Base Health and Nutrition (CBHN), Multi Stakeholders Forum (MSF) dalam program Green Prosperity dan Pelibatan ULP dalam pencapaian kelayakan dan praktik terbaik lokal pada program Procurement Modernization, maka tantangan MCA-Indonesia ke depan adalah pengelolaan dan pengawasan agar hibah MCC bisa benar-benar sampai ke tangan masyarakat. “Tantangan di kebijakan keuangan negara sudah bisa diselesaikan, grant partner dan community development stakeholders juga sudah ada. Dari sisi anggaran, akan ada penyerapan 25 juta dolar AS per quarter. Kini, tinggal mengawal full implementation langsung ke masyarakat mulai 2015,” ujar Saputro. n
Agustus, 2014
25
INSIDE
Memperkuat Pengelolaan Agar Bisa Panen di 2015
D
lapangan. “Karena untuk yang di kantor Jakarta kan sudah ada,” ucap Lukas. Kedua, memperkuat hubungan dengan stakeholders, setidaknya untuk membangun koordinasi pada saat implementasi. Lalu yang lebih penting
ua hal besar yang dilakukan MCA-Indonesia dalam penguatan pengelolaan. Pertama, memperkuat kemampuan MCA-Indonesia dalam melakukan manajemen proyek untuk yang di
Proses Transisi Tahap Persiapan
Jakarta office
Tahap Implementasi Penuh
• • • •
Eksekutif Direktur Wakil Diektur Direktur Project Associate Dir Program • Project Manager/ Specialist/ Officer/Assistant
Jakarta office
Implementasi Penuh PM: 100 ULP PKGBM: 5400 Desa KH: Distribusi hibah USD 230 Juta Lebih dari 180 penerima hibah
• • • •
Eksekutif Direktur Wakil Diektur Direktur Project Associate Dir Program • Project Manager/ Specialist/ Officer/ Assistant • Provincial Relationship Manager • Project Technical Specialist • Konsultan perorangan/ perusahaan untuk melaksanakan Proyek
Dalam kurun waktu pertengahan hingga akhir tahun 2014 MCA-Indonesia memperkuat diri.
lagi, membina kerjasama yang lebih baik di antara stakeholders. Misalnya, karena proyek dan program MCA-Indonesia ini perlu perizinan, maka kerjasama dengan Pemda dalam hal perizinan. Dengan LSM lokal bisa berupa sharing kantornya, fasilitator untuk kegiatan pelatihan atau sejenisnya. “Hal itu perlu dilakukan agar Program Compact ini tidak berjalan sendiri dan bisa mendapatkan manfaat dari mereka-mereka yang sudah ada lebih dahulu di sana,” katanya. Sehingga, lanjut Lukas, pada 2015 sudah bisa memanen hasilnya. Konkretnya, beberapa kecamatan di Kabupaten Mamuju sudah mulai terlihat meningkat produktivitas pertanian atau perkebunannya. Beberapa lokasi di Jambi mulai terlihat peningkatan kehidupan masyarakatnya. Mereka mulai meningkatkan kegiatan ekonomi lokal misalnya dalam hal produksi biji coklat. “Karena kami memang menginginkan proyek dan program hibah Compact ini bisa memberikan manfaat yang lebih dari sekadar apa yang kami bantu langsung,” tutur Lukas. Mungkin tidak semuanya kami bantu dengan uang, tapi dengan teknologi dan perubahan perilaku serta informasi yang komplit, mereka bisa meningkatkan kegiatan ekonomi rumah tangga, misalnya berupa masuknya listrik ke rumah mereka, akan melahirkan usaha kecil. Kemudian, dari usaha kecil itu akan ada kenaikan income, yang membuat anak-anak mereka bisa mendapatkan nutrisi yang lebih, sehingga generasi muda mendatang lebih sehat, atau untuk membayar sekolah. “Jadi harapannya, ada efek yang berantai dari metode, strategi dan proses pendampingan serta pengawasan,” ucapnya. n
26
Agustus, 2014
FOTO: Purwanta BS-Bappenas
Rully Agung-Bappenas
S
alah satu tantangan dan resiko terbesar MCA-Indonesia selaku pengelola, berupa waktu yang sangat rigid dan pengerjaan serta penyelesaian proyek atau program-program yang harus sesuai ketentuan serta ekspetasinya dengan tepat waktu. Apalagi, berbeda dengan donor atau pengelolaan hibah lainnya, pergeseran waktu pada proyek MCA-Indonesia tak bisa berimplikasi pada perpanjang masa pengelolaannya. “Hibah Compact MCC hanya punya total waktu lima tahun. Begitu masuk ke tanggal 1 April 2018, maka jamnya pun berhenti,” ucap Operations Support Deputy Executif
Segala sesuatu di dunia ini mengandung resiko, tak terkecuali Proyek dan program MCA-Indonesia.
Director MCA-Indonesia, Bonaria Siahaan. Kalau oversight-nya tidak baik, maka muncul resiko kedua berupa kualitas pencapaian target yang rendah atau buruk. Misalnya, penebangan hutan secara liar untuk membuat bendungan yang mengakibatkan kerugian masyarakat, karena tidak bisa mengakses
Resiko Direduksi Sejak Dini hutan maupun kondisi yang tak sesuai dengan ketentuan MCC lainnya. Karena itu, MCA-Indonesia memastikan kapasitas mereka dengan due diligent dan memastikan akuntabilitasnya agar jangan sampai nanti terlanggar. Kalaupun ada kelemahan teknis, maka kami berikan capacity building agar jangan sampai ada pekerjaan yang tidak ter-deliver karena tidak adanya kompetensi dan kapasitasnya. “Jadi yang kami jaga ada dua sisi,” ujarnya.
Intinya, lanjut Bona, Selama suatu proyek dikawal dengan perencanaan, koordinasi, komunikasi, monitoring dan evaluasi plus tim anti koruspsi yang baik, maka resiko-resiko itu semakin minim atau bisa dihadapi. “Karena itulah, dalam rangka koordinasi dan komunikasi itu, saya datang dan berdiskusi dengan kawan-kawan di Satker Pengelola Hibah Compact MCC Bappenas, setidaknya setiap tiga bulan sekali,” kata Bona. n
Agustus, 2014
27
INSIDE
Menggagas Lembaga Dana Wali Amanat Indonesia TAHUN 2015 SUDAH DI DEPAN MATA. BERBAGAI PERSIAPAN PUN DIGELAR UNTUK MENYAMBUT BERBAGAI TANTANGAN DAN PELUANG DI TAHUN KAMBING KAYU ITU. TAK TERKECUALI MCA-INDONESIA DAN IMPLEMENTING ENTITY-NYA, BAIK KEMENKES, LKPP MAUPUN BAPPENAS.
28
Agustus, 2014
FOTO: Satria R-Bappenas
D
i sisi implementing entity, persiapan untuk tahun 2015 merupakan persiapan untuk langkah yang lebih lebar, tak hanya dalam lingkup MCA-Indonesia, tapi seluruh dana untuk pengentasan kemiskinan, pembangunan dan mitra-mitra Indonesia di kemudian hari. Hibah Compact ini menjadi momentum dan milestone dibentuknya sebuah lembaga Trust Fund (Dana Perwalian) Negara Indonesia yang otonom dan fokus,
pelibatan sektor swasta tak sekadar membuka jalan dengan memberi peran dan pekerjaan, atau menambah jumlah pengusaha dengan dana bergulir, tapi juga mendorong, mengumpulkan, mengelola serta mengawal dana-dana CSR itu, demi perwujudan kondisi masyarakat yang lebih baik dan sejahtera. Lukita menuturkan, ada harapan dan pembahasan serta langkah-langkah strategis dalam metamorfosis positioning Indonesia dengan negara-negara
pemerataan pertumbuhan ekonomi di seluruh tumpah darah Indonesia, maupun untuk mengatasi tantangan dan permasalahan yang sering terjadi serta menguatkan sinergi antarlembaga. Dengan terbentuknya lembaga baru ini, maka hibah maupun program-program pembangunan, pengentasan kemiskinan, pelestarian lingkungan maupun bidang lainnya, digabung menjadi satu kompartemen dalam lembaga Trust Fund Indonesia itu, agar seluruh dana-dana hibah
menghimpun serta mengurus segala hal terkait dana untuk pengentasan kemiskinan dan kesejahteraan rakyat, bahkan hingga dana bantuan bencana serta kemanusiaan, baik dalam maupun luar negeri. “MCA-Indonesia memang menjadi contoh, terobosan atau pilot project bagi lembaga lain yang berikutnya,” kata Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) MCA-Indonesia Lukita D. Tuwo (Baca: Pemerintah Indonesia Fasilitasi Percepatan. Compact Edisi 05). Tapi untuk yang ke depan, lanjutnya, sumber pendanaannya pun tak hanya dari hibah luar negeri, tapi bisa jadi didominasi dana-dana Corporate Social Responsibility (CSR), yang hingga kini masih berserak. Dengan demikian,
Tapi untuk yang ke depan, lanjutnya, sumber pendanaannya pun tak hanya dari hibah luar negeri, tapi bisa jadi didominasi dana-dana Corporate Social Responsibility (CSR), yang hingga kini masih berserak.
dan CSR terhimpun, terarah, terukur, terkontrol serta tersalurkan dengan baik dan benar secara komprehensif. Di tahun 2015, seluruh perencanaan MCA-Indonesia selesai karena sudah harus implementasi penuh dan tinggal monev saja. Sayang kalau waktu, lesson learned, produk hukum atau regulasi seperti Perpres 80 Tahun 2011, Permen PPN No 2 Tahun 2012 tentang pembentukan LWA MCA-Indonesia, Permen PPN No 5 tentang Perubahan Permen No 2 tahun 2012 tentang Pembentukan LWA MCA-Indonesia, maupun SDM perencanaan yang ada tidak diberdayakan untuk mewujudkan lembaga Trust Fund yang permanen, seperti JICA, Ausaid dan sejenisnya.
mitra pembangunan. “Tadinya tangan di bawah menjadi tangan yang di atas. Indonesia akan diminta memberikan bantuan seiring pertumbuhan dan kemajuan ekonominya,” kata Lukita. Untuk mewujudkan lembaga atau badan otonom itu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Perlu ada peraturan dan pengaturan resmi yang mengikat agar mengakomodasi
n
Agustus, 2014
29
INSIDE
Setelah Dua Tahunan Belajar “ADA KEUNTUNGAN LAIN YANG DIPEROLEH INDONESIA DALAM MELAKSANAKAN PROGRAM COMPACT, YAITU ADANYA SARANA BELAJAR PENGELOLAAN PROGRAM HIBAH DENGAN CARA YANG BARU.”
30
Agustus, 2014
M
CA-Indonesia suatu lembaga yang lahir setelah ditandatanganinya kerjasama hibah MCC Amerika dengan Indonesia, kini sudah berusia hampir dua tahun. Menariknya, lembaga ini mengurus tata kelola hibah di Indonesia, yang berbeda dengan program pemerintah pada umumnya. Dalam program ini dibentuk Wali Amanah yang disebut MWA. Anggota MWA terdiri dari wakil Pemerintah, wakil LSM, wakil Pengusaha dan wakil dari Akademisi. “Heteroginitas anggota Wali Amanah yang mempunyai latar belakang berbeda-beda memberikan nilai positif dan memperkaya program, karena setiap Wali Amanah dapat memberikan kontribusi pemikiran dan masukan kepada pelaksana sesuai dengan bidang dan pengalamannya,” kata
FOTO: Purwanta BS-Bappenas
Zumrotin, Anggota MWA mewakili LSM. “Pemerintah juga belajar banyak dari lembaga ini. Terutama belajar mendengarkan dan menyimak cara pandang stakeholder. Engagement ini jadi pelajaran penting,” kata Wismana Adi Suryabrata selaku Sekretaris MWA MCA-Indonesia yang sekaligus salah satu wakil pemerintah. MWA berfungsi sebagai pengarah. Ibaratnya seperti komisaris yang memberikan arah dan mengatur keharmonisan program. “Selama dua tahun berjalan, MWA juga belajar banyak dalam menyiapkan dukungan bagi kelancaran pelaksanaan hibah. Dari sisi tata aturan pendukung, rasanya sudah mencukupi dukungannya. Kini tinggal mendorong implementasi,” kata Wismana. Terkait implementasi Zumrotin juga menyorotinya. “Selama 18 bulan terus terang belum kelihatan hasil nyatanya di lapangan karena memerlukan persiapan tehnis yang complicated yang harus disepakati kedua belah pihak MCC Amerika dan MCA Indonesia,” kata Zumrotin. Memang dua tahun ini MWA melihatnya sebagai tahap persiapan dan adaptasi dengan beragam aturan. Beberapa hal yang sulit yaitu Proyek Green Prosperity jadi hal baru. Belum ada panduan dan aturan yang bisa diacu. Semua pihak belajar mempersiapkan kelancarannya. “MWA dan MCC Amerika memegang dashboard yang sama. Di dashboard ini
ada ukuran obyektif jalannya program. Dokumen itulah acuannya,” kata Wismana. Kalau menurut dashboard, program Compact berjalan sesuai rencana. Namun Zumrotin memiliki pandangan berbeda tentang implementasi program di lapangan. Terutama melihat dari sisi serapan anggaran program hibah yang ada. “Apabila melihat capaian selama 18 bulan kerja, yang baru mampu menyerap dana 6% ini artinya masih ada kerja-kerja yang kurang efektif sehingga diperlukan effort yang lebih keras,” kata Zumrotin. Diharapkan setelah sistem terbangun sisa waktu dapat dimanfaatkan mengejar ketinggalannya tanpa mengorbankan kualitas program.
Di luar segala kerja keras mempersiapkan kelancaran jalannya program Compact, ada keuntungan lain yang diperoleh, yaitu adanya sarana belajar pengelolaan program hibah dengan cara baru. Wismana mengatakan kalau berhasil dan berdampak positif besar di GP, ketrampilan pengelolaan ini bisa dikembangkan dengan membuat National Trust Fund. Dan model ini sebaiknya diterapkan pada program pemerintah lainnya, tambah Zumrotin. Selanjutnya salah satu pekerjaan rumah yang sudah menanti adalah sustainability program. Zumrotin menegaskan Wali Amanah perlu memikirkan sustain-nya program mengingat Compact adalah program hibah. Design tentang revolving fund atau dana perguliran mungkin bisa menjawab dan agar dana benar-benar bergulir ke kelompok lebih luas. n
Agustus, 2014
31
INSIDE awasan. Jadi tidak dilepas begitu saja dan tak berhenti sampai diawasi, tapi juga dicari serta didorong untuk meningkatkan perekonomiannya,” ucap Lukas Adhyakso, Wakil Direktur Eksekutif bidang Program MCA-Indonesia. Karena itu, lanjut Lukas, MCA-Indonesia merekrut project manager yang mengerti bagaimana cara mengawasi dan membantu masyarakat atau LSM seperti membuat laporan keuangan, membuat
Tak Sekedar Jadi “Hadiah” MCA-Indonesia tak sekadar menyalurkan dana Hibah Compact MCC, tapi juga melakukan oversight (pengawasan), baik dari sisi yang paling umum yaitu administrasi dan keuangan maupun sisi lainnya.
32
Agustus, 2014
K
arena MCA-Indonesia bukanlah sekedar pembagi hadiah, maka kegiatan pengawasan adalah hal vital yang akan dilakukan, baik dari aspek pengelolaan yang melestarikan lingkungan, gender yang khususnya terkait kesetaraan perlakuan, demikian juga aspek potensi konflik sosial yang bisa ditimbulkannya. “Kami tak hanya memberikan dana lalu mereka bisa jalan, tapi juga peng-
perencanaan dan laporan kegiatan proyek pada 13 hingga 24 kabupaten area target Proyek Kemakmuran Hijau atau Green Prosperity (GP). “Bakal banyak orang yang direkrut untuk me-manage & oversight. Kalau sudah implementasi penuh, kan selebihnya tinggal monev saja,” ujarnya. Menurut Lukas, implementasi proyek Kemakmuran Hijau dilakukan secara penuh, setelah grant partner direkrut dan kegiatan dengan komunitas mulai dibiayai dari dana hibah Compact. “Prediksi kami, hal (oversight) itu baru bisa dilakukan kira-kira setahun ke depan, mulai dari pertengahan 2015 sampai 2016 baru bisa mulai kelihatan hasilnya,” kata Lukas. Semua proses dan hasil monitoring atau pengawasan itu, baik GP, PM maupun HN dilaporkan dan akan ditindaklanjuti tim monitoring dan evaluasi (monev) di kantor pusat, Jakarta. “Meski belum banyak yang dilakukan, Tapi yang dua sudah berjalan relatif lebih maju dari Kemakmuran Hijau, yang kini menjadi fokus kami tahun (2014) ini,” ujarnya. n
FOTO: Purwanta BS-Bappenas
Tema W-Bappenas
Dok. Pribadi
Target MCA-Indonesia menyelesaikan seluruh proses pengadaan – sesuai procurement plan yang telah disetujui – hingga akhir tahun 2014, dengan tetap menjaga proses pengadaan yang kredibel dan governance yang baik.
S
alah satu hal mendasar dalam suatu sistem pengadaan adalah kredibilitas dan governance yang baik dalam sistem tersebut.Seperti halnya aturan pengadaan di berbagai negara maupun organisasi internasional, sistem sanggah atau Bid Challenge System (BCS) termasuk dalam kelengkapan yang ada di MCC Program Procurement Guideline (PPG). BCS itu juga diadopsi MCA-Indonesia upaya menjaga kredibilitas dan governance dalam pengadaan. Penerapan BCS salah satu hal mendasar yang tertuang di aturan MCC Program Procurement Guidelines (PPG) dan diterapkan di seluruh MCA di dunia. Tujuan penting lainnya sebagai sarana memberikan penjelasan lebih terbuka dan fair kepada peserta pengadaan. BCS juga dapat berfungsi mengawasi proses pengadaan. Selama 2013-2014, MCA-Indonesia menerima satu kali bid challenge . Secara garis besar, BCS ada dua cara: 1) Sanggahan tingkat pertama disampaikan ke Direktur Eksekutif MCA-Indo-
Gambaran Proses Secara Garis Besar Bidder/ Potential Bidder
Ya/Tidak
Menyampaikan sanggahan (bid challenge) akibat terjadi atau dipersepsikan terjadi pelanggaran atas prinsip atau prosedur PPG
Appeal
Bid Challenge Review Committee (BCRC)
Terdiri dari: Procurement Director, Legal Director dan PA Melakukan review atas sanggahan yang diterima dan merespon atas sanggahan tersebut
Keputusan
Bid Challenge Tribunal (BCT)
Terdiri dari: Indepeden Panel Berjumlah 6-10 orang Minimal 3 anggota untuk setiap review Melakukan review atas appeal dan memutuskan hasil review yang bersifat final
Keputusan Final MILLENIUM CHALLENGE ACCOUNT INDONESIA
5
reducing poverty through economic growth 12/7/2012
Bid Challenge System
BCS: Demi Adil dalam Pelelangan nesia, c.q. Direktur Pengadaan, Direktur Hukum dan Procurement Agent. 2) Sanggahan banding harus disampaikan kepada Independent Tribunal Panel. Keputusan yang ditetapkan oleh ITP bersifat final dan tidak dapat disanggah banding kembali. Keberadaan BCS penting bila dikaitkan dengan besarnya volume dan nilai pengadaan . Nilai kumulatif Procurement Plan hingga saat ini - yang mencakup periode sebelum MCA-Indonesia berdiri di akhir 2012 hingga Juni 2014 - adalah USD 102 juta. Nilai itu belum termasuk usulan procurement plan baru yang telah
disetujui MWA pada September 2014 karena masih dalam proses penerbitan no objection dari MCC. Dari jumlah USD 102 juta tersebut, USD 46 juta (45%) telah terkontrak, USD 26 juta (26%) dalam proses pengadaan, dan USD 29,8 juta (29%) dalam tahap persiapan pengadaan. Target MCA-Indonesia menyelesaikan seluruh proses pengadaan tersebut hingga akhir 2014 Pada tahun 2015 fokusnya pada procurement plan yang telah disetujui MWA pada September 2014 dan procurement plan baru yang akan disampaikan pada rapat MWA di Desember 2014. n
Agustus, 2014
33
INSIDE
Mata Burung Penjaga Program Komite ini sebagai bagian dari mekanisme pengawasan oleh MWA yang bersifat independen dari pelaksana program, dengan melibatkan anggota khusus dengan keahlian dalam bidangnya
S
elalu dibutuhkan sebuah peran untuk melihat, menjaga, dan mengingatkan pada gambaran besar rencana yang sudah disusun. Di Program Compact juga membutuhkan peran itu. Komite Audit namanya. Komite ini sebagai bagian dari mekanisme pengawasan MWA yang bersifat independen dari pelaksana program, dengan melibatkan anggota khusus dengan keahlian dalam bidangnya dalam hal ini IRTAMA BAPPENAS.
34
Agustus, 2014
Komite yang dibentuk 28 Juni 2013 melalui resolusi MWA no 39 ini berperan dalam memastikan bahwa pelaksanaan audit sebagai bagian dari mekanisme pengawasan sudah dilakukan sesuai dengan peraturan yang ada, dimulai dari pemilihan eksternal auditor yang kredibel, pelaksanaan audit yang efektif, serta memonitor tindak lanjut temuan audit. Komite ini diketuai Anugerah Pekerti, beranggotakan Wismana Adi Suryabrata, Robert Pakpahan, dan Slamet Soedarsono. Hasil kerjanya dilaporkan ke MWA. Tujuannya memperkuat mekanisme internal control MCA-Indonesia, antara lain (i) rekomendasi pembentukan whistle blower dan grievance mechanism sebagai bagian monitoring oleh publik, dan juga pencegahan tindak korupsi (anti corruption and fraud); (ii) rekomendasi perbaikan bisnis proses yang merupakan bagian dari tindak lanjut temuan audit, seperti dalam hal financial management, procurement atau asset management. Ada beberapa poin ringkasan hasil audit di bawah ini. Misalnya Green Prosperity. Komite Audit mencatatat, hingga September 2014 total 17 Kabupaten sudah MoU dari target 24 kabupaten. Ke-11 Kabupaten yang belum ter-MoU akan dilakukan setelah ada proyeksi kegiatan di tempat tersebut. Contoh detilnya kegiatan GP Facility (total anggaran $242.5 juta), target kegiatan hingga akhir 2014 yaitu Pembuatan Kriteria Investasi dan Manual Operasi; Kajian, pemeringkatan, dan pemberian rekomendasi atas proposal yang diajukan; Rancangan likuidasi atas investasi modal yang diberikan, Asesmen tahunan atas struktur dan pendanaan GP Facility; Rencana disposisi asset finansial yang dihasilkan oleh GP Facility; Likuidasi dan disposisi asset finansial. Nah, catatan audit, GP Facility sudah diluncurkan; Hibah Kemitraan sudah dibuka untuk ‘Kakao Lestari’ di Juli; Pada Oktober segera diluncurkan ‘Sustainable Livelihood (NRM & RE). n
FOTO: Dok Pribadi
Rully Agung-Bappenas
Purwanta BS-Bappenas
sambung Bona, mulai dari mengidentifikasi resiko dari semua program termasuk operasional di dalam kantor maupun perilaku dalam organisasi MCA-Indonesia, memitigasi dan kalau bisa preventif (mencegah) suap dan korupsi terjadi. Tak hanya itu, tim ini juga harus mempersiapkan apa tindaklanjutnya, jika memang ada tindak korupsi yang ditemukan.
Serius Mengurus Anti Korupsi Semua negara-negara penerima hibah Compact diharuskan membentuk tim anti korupsi dan suap. Bagaimana Indonesia?
“S
aat ini, tim tersebut memang baru tahap awal, baru ada tiga orang, saya sendiri sebagai ketua , satu orang dari HRD dan satu orang dari complaint,” kata Bonaria Siahaan, Wakil Direktur Eksekutif bidang operasional MCA-Indonesia. Bona menjelaskan, tim anti korupsi
ini sebenarnya untuk internal atau pengawasan ke dalam. Tapi karena di MCA-Indonesia programnya banyak, maka pihaknya meminta tambahan SDM. Satu orang dari program, begitu pula dari keuangan dan pengadaan. “Jadi, maksimal enam orang yang jadi anggota tim ini,” ujarnya. Tugas dan tanggung jawab tim ini,
Apabila ada dugaan atau indikasi korupsi, lanjutnya maka email khusus yang akan langsung masuk ke tim yang baru terbentuk quartal terakhir 2014 ini. Bila memang tindakannya berindikasi kuat ada aspek kriminal, maka tim ini melaporkannya ke pihak yang berwenang misalnya Kepolisian. “Jadi tidak selalu diselesaikan di internal atau dengan jalan damai,” ucap Ketua Tim Anti Korupsi dan Suap MCA-Indonesia itu. Sebelum akhir tahun, tepatnya di Desember 2014 tim ini akan membuat dan menyelesaikan skema yang detil bersama tim dari MCC Washington. Termasuk bagaimana menyikapi wistle blower dan wistle blower policy-nya,ketentuan mekanisme pengaduan termasuk upaya menghindari surat kaleng, menyikapi dan hal terkait lainnya. “Kesemuannya itu akan diumumkan ke publik bersamaan dengan dibukanya email pengaduan yang langsung terkirim ke tim anti korupsi dan suap ini, paling lambat awal tahun 2015,” kata Bona. n
Agustus, 2014
35
INSIDE
Payung Baru untuk Lembaga Baru
D
ari rahim peradaban manusia, telah lahir dua anak yaitu kebutuhan manusia dan hukum yang mengatur manusia. Anak sulung bertugas melakukan apa saja untuk menyejahteraan manusia, sedangkan anak bungsu menjadi penjaga atas semua perbuatan kakak sulungnya. Ibarat peradaban, Compact hanya mempunyai anak sulung saja. Compact ingin menurunkan angka kemiskinan dan meningkatkan kemakmuran masyarakat melalui program yang tepat sasaran, berkelanjutan, ramah lingkungan,
36
Agustus, 2014
Bagi Biro Hukum, keberhasilan pengaturan program Compact akan jadi contoh kegiatan dana perwalian lainnya.
mempunyai tanggung jawab sosial dan budaya. Program Compact merupakan hal baru di Indonesia. Bentuk kelembagaan, program dan kegiatannya belum pernah ada. Kehadiran Biro Hukum sangat penting karena mengawal proses pembentukan produk hukum yang menjadi payung,
rambu-rambu dan pagar seluruh kegiatan Compact. “Program Compact merupakan Hibah Dana Perwalian pertama sejak diterbitkan Perpres 80 Tahun 2011 tentang Dana Perwalian. Setiap produk hukum yang dihasilkan merupakan produk hukum baru yang belum pernah ada sebelumnya,” kata Emmy Suparmiatun, Kepala Biro Hukum Bappenas. “Tentu saja proses penyempurnaan terus dilakukan,” lanjut Emmy, “banyak hal yang belum jelas misalnya masih ada overlap kewenangan antara Direktur Eksekutif dengan PPK, atau belum ada kejelasan penyerahan aset hasil kegiatan Green Prosperity.” Bagi Biro Hukum, keberhasilan pengaturan program Compact akan menjadi contoh kegiatan dana perwalian lainnya. Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) merupakan salah satu dana perwalian yang banyak dari dana perwalian Compact ini. n
FOTO: Satria R-Bappenas
MCA-Indonesia akan banyak mengadakan sub kontrak dan melibatkan lembaga masyarakat di daerah target proyeknya.
D
alam pelaksanaan Program Compact, MCA-Indonesia mengelola hibah yang besar dengan area sasaran yang tersebar di berbagai daerah.Guna memastikan kegiatan dapat dilaksanakan serta memudahkan proses alih kelola untuk keberlanjutan, MCA Indonesia akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) baik di tingkat pusat maupun di daerah. Wakil Direktur Eksekutif bidang Program MCA-Indonesia, Lukas Adhyakso menyatakan, MCA-Indonesia perlu tangan dan kaki untuk melaksanakan
Memperluas Jangkauan Kaki Tangan dan Penyambung Lidah di Daerah itu. Oleh karenanya, MCA-Indonesia akan banyak sekali mengadakan sub kontrak dalam pelaksanaan kegiatan dan melibatkan kelembagaan daerah yang ada di lokasi target proyeknya guna pengawasan serta menyelesaikan
berbagai masalah di daerah. “Nah, mereka-mereka inilah yang nanti akan menjadi perpanjangan tangan kami, ketika implementasi di lapangan,” katanya. Dalam proyek-proyek Kemakmuran Hijau atau Green Prosperity (GP), MCA-Indonesia bersama Pemda setempat membentuk Tim Koordinasi. Tim ini akan terdiri dari wakil SKPD di berbagai sektor. Tim Koordinasi Provinsi akan terdiri dari SKPD terkait ditingkat provinsi, Tim Koordinasi Kabupaten akan terdiri dari SKPD ditingkat Kabupaten. Dalam kesehariannya akan bekerjasama dengan national/province/district relationship manager MCA-Indonesia. “Misalnya, karena proyek dan program MCA-Indonesia ini perlu perizinan, maka melalui kerjasama dengan Pemda, masalah perizinan akan dapat dipenuhi. Kalau dengan LSM lokal, kita bisa kerjasama dalam bentuk sharing kantornya atau menggunakan fasilitator LSM untuk kegiatan pelatihan atau sejenisnya,” ujar Lukas. Direktur GP MCA-Indonesia Budi Kuncoro berharap, yang membina pelaksanaan dan keberlanjutan program Compact adalah Pemerintah Daerah. Pemda yang me-lead dan memfasilitasi termasuk jika diperlukan dapat disediakan anggaran dari APBD setempat untuk mengembangkan kelembagaan tindak lanjutnya. “Jadi kita akan bergandengan tangan,” ucapnya. n
Agustus, 2014
37
FOTO: Satria R-Bappenas
EVENT
Lokakarya Pengarusutamaan Gender di Pengadaan
D
eputi Bidang Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas Nina Sardjunani memberikan sambutan pada Lokakarya Peningkatan Akses Perempuan dalam Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah pada akhir Agustus 2014, di Jakarta Pusat. Acara ini dihadiri juga oleh Wakil Duta Besar Amerika Serikat Kristen F. Bauer. Lokakarya ini jadi salah satu tonggak penting pengarusutamaan perempuan dalam kebijakan pengadaan barang dan jasa di pemerintah.
Asah Rencana Penataan dengan Diskusi Panel
K
ementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) bekerja sama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan Millennium Challenge Account-Indonesia (MCA-Indonesia) menggelar diskusi panel yang membahas usaha mengarusutamakan perempuan di pengadaan barang dan jasa pemerintahan. Salah satu yang hadir sebagai panelis adalah Valentina Ginting dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlinduangan Anak, pakar gender Yulfita Rahardjo, jurnalis Kompas Maria Hartiningsih, Agus Salim dari PATTIRO, dan Nunki Juniarti dari Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia.
38
Agustus, 2014