Seminar Nasional : Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan
SERAPAN HARA MAKRO ESENSIAL OLEH Artemisia annua L. PADA BERBAGAI JENIS TANAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN ARTEMISININ Harto Widodo, Heru Sudradjat Kementrian Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional Korespondensi : Jl. Raya Lawu No.11, Tawangmangu, Surakartae,-mail:
[email protected]
ABSTRACT Malaria is the most important of the parasitic diseases of human, 50% of the world’s population having areas at risk of transmission. More than 3 billion people live in malarious areas and the disease causes between 1-3 million deaths each year. It becomes more serious, since widely spread resistance of Plasmodium strains. Artemisin, an active compound from Artemisia annua L, is highly potent and efficacious against multi-drug resistant strains of malaria parasites. Due to the low content of artemisinin in A. annua L., great effort has been devoted to improve artimisinin production. The growth and production of the plant is influenced by the availability of nutrients in soil. To study the essential macronutrients uptake and its effect on artemisinin content of A. annua L., three types of soil (i.e. Latosol (L), Andosol (A), and Regosol (R)) were used. The soils were treated both with organic matter (o.m.) so that o.m. content of the soil reached at 6.27% and with NPK fertilizer at doze 67 kg per hectare (L1, A1, and R1), while no treated soils (L0, A1, and R0) were used as control. The experiments were replicated 3 times with 5 plants of each replication. The contents of artemisinin from both plants grown at treated-soil and at untreated-soil were determined by Thin Layer Chromatography (TLC). The essential macronutrients (i.e. nitrogen, phosphate, potassium, calcium, magnesium, and sulfur) of the plant were also measured. Our result showed that artemisinin content in plant grown at treated-soils was higher than in control plant. Artemisinin content was more influenced by nitrogen uptake than other essential macronutrients. Keywords: essential macronutirents, soil type, artemisinin PENDAHULUAN Malaria merupakan penyakit parasit terpenting pada manusia, dengan 107 negara dan wilayah yang beresiko menjadi daerah penularan yang dihuni hampir 50% dari populasi dunia (WHO, 2005). Magalhaes et al. (2006) melaporkan bahwa malaria telah menjadi penyebab kematian terbesar di dunia. Prevalensi penyakit ini diperkirakan mencapai 500 juta khasus klinik setiap tahun (Snow et al., 2005) dan menyebabkan lebih dari 2 juta kematian setiap tahunnya (Greenwood et al., 2008). Indonesia merupakan daerah endemis malaria dan hingga saat ini angka kesakitan dan kematian masih cukup tinggi walaupun telah dilakukan program pemberantasan penyakit malaria sejak tahun 1959 (Zein, 2005). Salah satu penyebab kegagalan program tersebut adalah berkembangnya resistensi parasit penyebab malaria terhadap obat-obat yang biasa digunakan (kloroquin, sufadroksilpirimetamin dan kina). Resistensi pengobatan malaria selama 10 tahun terakhir semakin mengkhawatirkan (Harijanto, 2011). WHO telah merekomendasikan kepada semua negara untuk menggunakan terapi kombinasi, sebagai pilihan adalah menggunakan artemisinin-based combination therapies (ACTs). Oleh sebab itu pasar dunia produk artemisinin dan senyawa turunannya berkembang dengan cepat yang diikuti dengan peningkatan permintaan artemisinin (WHO, 2006). Artemisinin dapat digunakan untuk mengatasi P. Falciparum yang telah resisten dengan berbagai obat yang ada. Artemisinin adalah metabolit sekunder golongan sesquiterpen lakton yang yang dihasilkan oleh tanaman Artemisia annua L. (Ebadi, 2002). 1 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo 20 Oktober 2011
Sintesis de novo artemisinin di laboratorium dapat dilakukan, namun hasil yang rendah dan tahap yang panjang menyebabkan produksi dari tanaman merupakan cara yang paling layak. Namun demikian usaha peningkatan hasil melalui teknik budidaya perlu dilakukan karena rendah produktivitas A. annua L. di lahan (1,5–2 ton/Ha) serta kandungan artemisinin yang sangat beragam (umumnya 0,01–0,4% berat kering) (Brisibe et al., 2008). Selain faktor internal tanaman seperti varietas, produktivitas tanaman juga dipengaruhin oleh faktor eksternal seperti iklim dan jenis tanah. Daya dukung tanah sebagai tempat tumbuh tanaman sangat beragam yang disebabkan sifat fisik dan kimia tanah yang berbeda. Sifat-sifat tanah tersebut berkaitan erat dengan dinamika berbagai unsur hara di dalam tanah, yang akan berpengaruh terhadap serapan hara dari tanaman yang tumbuh. Menurut Delabays et al. (2001) kecuali faktor genetik, ketersediaan hara berpengaruh terhadap kandungan artemisinin A annua L. Beberapa jenis tanah yang berpotensi untuk usaha budidaya di Indonesia adalah Tanah Latosol, Andosol dan Regosol dengan luas berturut-turut 17,171 juta Ha; 2,999 juta Ha dan 3,199 juta Ha (Munir, 1996). Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kebutuhan hara makro esensial tanaman A. annua L. pada berbagai jenis tanah, sebagai salah satu informasi yang menjadi dasar kajian pemupukan yang lebih sempurna, serta mendapatkan hubungan status hara makro esensial pada jaringan tanaman dengan kandungan artemisinin. METODOLOGI Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitaian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) Tawangmangu, menggunakan 3 jenis tanah Latosol (L) dari desa Jumantono, Sukoharjo), Andosol (A) dari desa Kalisoro, Karanganyar) dan Regosol (R) dari desa Malan Giwan, Colomadu Surakarta. Kebutuhan masing-masing tanah tiap pot ={Luas tanah 1 Ha (dm2) X Kedalaman efektif tanah (dm) X BV tanah (kg/dm3)} / populasi tanaman per Ha. Setiap jenis tanah dibagi menjadi dua perlakuan, perlakuan pertama ditambahkan bahan organik (b.o) hingga b.o tanah mencapai 6,27% dan pemupukan NPK (16:16:16) dengan dosis 67 kg N/Ha. Sedangkan perlakuan ke-dua tanah tidak diberi b.o. dan pupuk NPK. Sehingga diperoleh 6 media tanam, tiga jenis tanah tanpa perlakuan Latosol (L0), Andosol (A0) Regosol (R0) dan tiga jenis tanah dengan perlakukan: Andosol (A1), Latosol (L1), Regosol (R1). Masing-masing perlakuan diulang tiga kali dan masing-masing ulangan terdiri dari 5 tanaman. Dengan populasi 175.000 tanaman/Ha maka tiap tanaman dipupuk NPK sebesar 1,875 g. Pupuk NPK diberikan 2 kali yaitu pada waktu tanaman berumur 15 hari setelah tanam (hst) dan 45 hst. Panen dilakukan pada saat 50% populasi tanaman telah berbunga, bagian yang dipanen adalah semua bagian tanaman di atas permukaan tanah (herba) tanpa batang dan cabang utama. Herba dikering (dengan oven dengan suhu 40oC hingga mencapai berat konstan) dan dihaluskan, kemudian dianalisis kandungan unsur hara makro Unsur Hara Makro dalam Tanaman Nitrogen (N), Fosfat (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg) dan Sulfur (S). Analisis kandungan N dengan metode Kjeldahl. Metode ektraksi dengan (NH4)6MO7O27.4H2O digunakan untuk mengukur kadar P jaringan tanaman. Kandungan K, Ca dan Mg jaringan tanaman dilakukan dengan metode ektraksi HCl 2N sedangkan S diukur dengan metode spektrofotometri (Ryan et al., 2000). Analisis kandungan artemisinin dilakukan dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan cara 1 g serbuk sampel diekstraksi dengan 10 ml hexan, ekstraksi dengan pengaduk magnet selama 30 menit. Maserasi dilakukan selama 24 jam, maserat difiltrasi dengan kertas saring, filtrat (F1) diambil. Residu diekstraksi kembali dengan hexan 10 ml. Perlakuan diulang seperti langkah sebelumnya hingga didapat filtrat F2 dan F3. Filtrat F1, F2 dan F3 dievaporasi dengan hembusan Nitrogen, diadd-kan hingga volume 10 ml. Lima μl larutan tersebut ditotolkan pada plat KLT alumunium 60 F254. dengan standar baku artemisinin. Fase gerak yang digunakan Toluen–Etil asetat (70-30). Hasil eluasi disemprot dengan penampak noda asam asetat : asam sulfat pekat : anisaldehida (50:1:0,5), lalu dipanaskan pada suhu 110oC. Keberadaan artemisinin diketahui melalui kesamaan fraksi retensi antara sampel dengan standar artemisinin. Untuk mengetahui hubungan antara serapan hara makro esensial pada berbagai jenis tanah dengan pertumbuhan dan kandungan artemisinin tanaman digunakan uji Pearson Correlation dengan perangkat lunak SPSS12.
Seminar Nasional : Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan
HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Tanah Hasil analisis beberapa sifat kimia tanah dan fisika tanah yang digunakan dalam penelitian (Lampiran 1.) menunjukkan tanah Latosol bereaksi masam (pH 5,52), kandungan N sedang (0,27%), P tersedia sangat rendah (6,22 ppm), K tertukar sedang (0,27 me%), Mg tertukar sedang (1,05 me %), dan Ca tertukar rendah (2,15 me%), serta memiliki kandungan bahan organik (b.o) yang rendah. Menurut Darmawijaya (1990) tanah Latosol merupakan jenis tanah yang telah mengalami pelapukan intensif dan telah mengalami perkembangan tanah yang lanjut, sehingga terjadi pencucian basa-basa, bahan organik dan silika dengan meninggalkan sesquioksida sebagai sisa yang bewarna merah. Tanah Andosol merupakan tanah jenis tanah yang berkembang dari bahan induk abu vulkanik, dalam pelapukannya abu vulkanik akan membentuk koloid lempung yang kaya Al, seperti alofan, imogilit dan mineral lempung amorf lainnya (Egawa, 1987). Menurut Darmawijaya (1990) tanah andosol mempunyai nisbah b.o yang tinggi (8 - 30%), walaupun kandungan b.o tanah Andosol dalam penelitian ini relatif rendah (6,27%) namun masih lebih tinggi dibanding tanah Latosol (2,9%) dan Regosol (3,11%). Tanah Andosol dalam penelitian ini memiliki pH masam (5,58), kandungan N sedang (0,31%), P tersedia sangat rendah (5,56 ppm), K tertukar sedang (0,32me%), Mg tertukar sedang (1,41 me %), dan Ca tertukar rendah (2,97 me%). Tanah Regosol merupakan tanah mineral tanpa atau mempunyai sedikit perkembangan profil, jadi umumnya belum jelas menampakkan diferensiasi horison. Hasil analisis beberapa sifat kimia tanah dan fisika tanah (Lampiran 1.) menunjukkan bahwa tanah Regosol bereaksi netral (pH 6,72), kandungan N sedang (0,32%), P tersedia sangat rendah (13,56 ppm), K tertukar sedang (0,34 me%), Mg tertukar sedang (1,68 me %), dan Ca tertukar rendah (3,25 me%), memiliki kandungan b.o 3,11% dan BV sebesar 1,24 g/cm3. Tanah-tanah yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan sifat kimia dan fisika tanah dapat dikatakan kurang mendukung pertumbuhan tanaman. Secara umum tanah Regosol memiliki tingkat kesuburan yang lebih baik dari pada tanah Latosol dan tanah Andosol. Serapan Hara Makro Esensial. Pertumbuhan tanaman tidak hanya dikontrol oleh faktor internal, tapi juga ditentukan oleh faktor eksternal. Salah satu faktor eksternal tersebut adalah unsur hara esensial. Unsur hara esensial adalah unsur-unsur yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman, apabila unsur tersebut tidak tersedia bagi tanaman maka tanaman tidak dapat meneruskan siklus hidupnya. Sedangkan unsur hara makro esensial unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang lebih besar (0,5-3% berat tubuh tanaman). Tabel 1. Serapan hara makro esensial tanaman Artemisia annua L. pada tanah Latosol, Andosol dan Regosol.
No
Unsur hara makro esensial
Latosol
Berat kering (%) Andosol
Regosol
Rata-rata (%)
1.
Nitrogen (N)
6,16 – 7,14
6,16 – 7,56
5,60 – 7,28
6,69
2.
Fosfor (P2O5)
0,71 – 0,80
0,71 – 0,81
0,72 – 0,84
0,76
3.
Kalium (K2O)
6,11 – 6,70
5,97 – 6,94
6,14 – 6,63
6,45
4.
Calsium (Ca)
0,30 – 0,44
0,36 – 0,44
0,32 – 0,39
0,38
5.
Magnesium (Mg)
0,69 – 0,78
0,67 – 0,83
0,67 – 0,80
0,72
Sulfur (S) 0,42 – 0,60 0,53 – 0,72 0,40 – 0,57 0,53 Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa serapan unsur hara makro esensial tanaman A. annua L. pada ketiga jenis tanah memiliki kisaran yang berbeda (Tabel 1.) Serapan hara N oleh A. annua L. ternyata cukup tinggi, kandungan N pada jaringan tanaman bagian atas mencapai 7,28% berat kering. Hal ini menunjukkan bahwa A. annua L. membutuhkan unsur N dalam jumlah yang besar. Unsur N dibutuhkan oleh tanaman sebagai penyusun asam amino, protein dan klorofil. Serapan 6.
3 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo 20 Oktober 2011
N (% N dari berat kering) pada tanah Latosol ternyata tidak meningkat karena penambahan bahan organik dan pemupukan NPK (Gambar 1.), sedangkan pada tanah Andosol dan Regosol hal tersebut tidak terjadi (Gambar 2. dan 3.). Serapan N tanaman A. annua L. yang rendah pada tanah Latosol disebabkan karena pH tanah yang masam, menurut Fierrera (2007) kurangnya kandungan kapur pada tanah berakibat pH tanah yang rendah dan menghalangi serapan N.
Gambar 1. Serapan hara makro esensial oleh tanaman Artemisia annua L. pada tanah Latosol. Perlakuan tanpa pemupukan (0) dan dengan pemupukan (1) Serapan hara K oleh A. annua L. relatif tinggi, kandungan K2O dalam tanaman dapat mencapai 6,94% berat kering. Kalium merupakan bagian penting dari lamela tengah, terlibat dalam pergerakan bahan melalui membran sel. Serapan K tidak meningkat dengan perlakuan penambahan bahan organik dan pemupukan NPK pada tanah Regosol, dengan demikian kandungan K tertukar tanah sebesar 0,34 me% kemungkinan telah cukup untuk mendukung pertumbuhan tanaman A. annua L. Serapan Ca tanaman A. annua L. pada tanah Latosol lebih rendah dari pada serapan pada tanah Andosol dan Regosol. Sedangkan serapan S pada tanah Andosol lebih tinggi dari pada serapan pada tanah Latosol dan Regosol, hal ini dikarenakan kandungan S pada tanah Andosol lebih tinggi dari pada tanah Latosol dan Regosol (Lampiran 1.).
Gambar 2. Serapan hara makro esensial oleh tanaman Artemisia annua L. pada tanah Andosol. Perlakuan tanpa pemupukan (0) dan dengan pemupukan (1)
Seminar Nasional : Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan
Gambar 3. Serapan hara makro esensial oleh tanaman Artemisia annua L. pada tanah Regosol. Perlakuan tanpa pemupukan (0) dan dengan pemupukan (1) Kandungan artemisinin dan Serapan Hara Makro esensial Kandungan artemisinin dari tanaman Artemisia annua L. pada tanah yang tidak diperlakuan lebih rendah dari pada pada tanah yang diperlakukan (Tabel 2.). Pemberian b.o hingga kandungan b.o tanah mencapai 6,27% dan pupuk NPK dosis 67 kg N/Ha dapat meningkatkan kandungan artemisinin hingga peningkatan 61,7%. Tabel 2. Kandungan artemisinin dari tanaman Artemisia annua L. pada berbagai jenis tanah Perlakuan
Kandungan artemisinin (%) Andosol Regosol Rata-rata
Latosol
Bahan organik dan pupuk NPK
0,3141
0,2379
0,2375
0,2631
Tanpa Perlakuan
0,3978
0,4280
0,4505
0,4254
Sebagian besar serapan hara makro memiliki korelasi yang lemah terhadap pertumbuhan tanaman yang diukur (tinggi, berat segar tanaman bagian atas dan berat kering tanaman) (Tabel 2.). Serapan N cenderung meningkatkan serapan S dan menurunkan serapan K 2O, hal yang sama juga terjadi pada penelitian Davies et al. (2009). Hal ini kemungkinan disebabkan adanya ‘dilution effect’ sebagai contoh jika unsur pembatas pertumbuhan atau hara digunakan, rerata akumulasi biomasa meningkat melebihi rerata serapan unsur tertentu yang menyebabkan konsentrasinya turun (Jarell and Beverly, 1981). Serapan berbagai hara makro esensial memiliki korelasi yang lemah terhadap kandungan artemisinin (r < 0,5) dari A annua L. (Tabel 3.). Dibandingkan dengan serapan unsur hara makro esensial lainnnya, serapan nitrogen memiliki korelasi yang paling kuat terhadap kandungan artemisinin. Peningkatan serapan N akan meningkatkan kandungan artemisinin (nilai r positif). Serapan Ca memiliki korelasi negatif terhadap kandungan artemisinin, artinya dengan semakin tingginya kandungan Ca pada tanaman akan menurunkan kandungan artemisinin. Tabel 3. Korelasi serapan hara makro esensial oleh Artemisia annua terhadap pertumbuhan dan kandungan artemisinin. No. 1.
2.
3.
Parameter N
P2O5
K2O
N
P2O5
K2O
Ca
Mg
S
Tinggi
BB
BK
Artemisi nin 0,390
PC
1
0,262
-0,452
0,159
0,065
0,156
-0,083
0,021
-0,044
Sig.
.
0,293
0,060
0,529
0,797
0,536
0,744
0,933
0,863
0,110
PC
0,262
1
0,051
0,339
-0,072 0,601**
0,284
0,135
0,180
-0,056
Sig.
0,293
.
0,840
0,169
0,775
0,008
0,253
0,593
0,475
0,827
PC
-0,452
0,051
1
0,102
0,328
-0,038
0,494*
0,244
0,343
-0,008
5 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo 20 Oktober 2011
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Sig.
0,060
0,840
.
0,688
0,183
0,882
0,037
0,329
0,164
0,973
PC
0,159
0,339
0,102
1
0,435
0,178
-0,054
-0,426
-0,369
-0,322
Sig.
0,529
0,169
0,688
.
0,071
0,480
0,831
0,078
0,131
0,192
PC
0,065 -0,072
0,328
0,435
1
-0,268
0,286
-0,136
-0,054
-0,171
Sig.
0,797
0,183
0,071
.
0,282
0,249
0,591
0,832
0,497
PC
0,156 0,601**
-0,038
0,178
-0,268
1
0,213
0,293
0,278
0,116
Sig.
0,536
0,008
0,882
0,480
0,282
.
0,395
0,237
0,265
0,646
PC
-0,083
0,284
0,494*
-0,054
0,286
0,213
1 0,682** 0,760**
0,091
Sig.
0,744
0,253
0,037
0,831
0,249
0,395
.
0,000
0,719
Berat
PC
0,021
0,135
0,244
-0,426
-0,136
0,293 0,682**
1 0,971**
0,289
Segar
Sig.
0,933
0,593
0,329
0,078
0,591
0,237
.
0,000
0,245
Berat
PC
-0,044
0,180
0,343
-0,369
-0,054
0,278 0,760** 0,971**
1
0,186
Kering
Sig.
0,863
0,475
0,164
0,131
0,832
0,265
0,000
0,000
.
0,460
Artemi- P C
0,390 -0,056
-0,008
-0,322
-0,171
0,116
0,091
0,289
0,186
1
sinin
0,110
0,973
0,192
0,497
0,646
0,719
0,245
0,460
.
Ca
Mg
S
Tinggi
Sig.
0,775
0,827
0,002
0,002
Keterangan: P.C : Pearson Correlation Sig. : Sig. (2-tailed) ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Serapan kalium (K2O) memiliki korelasi yang nyata (p < 5%) terhadap peningkatan tinggi tanaman. Peningkatan tinggi tanaman ini berkaitan erat dengan berat segar tanaman dan pada akhirnya berpengauh terhadap berat kering tanaman. Berat basah tanaman memiliki korelasi yang sangat nyata terhadap berat kering tanaman (nilai correlasi pearson (r) < 0,97; p < 1%). Meningkatnya persentase kalium (w/w) dari bagian atas tanaman A. annua L. memiliki korelasi negatif terhadap kandungan artemisininnya walaupun secara statistik tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Hal ini kemungkinan disebabkan serapan K telah melebihi untuk dapat menghasilkan artemisinin secara maksimal. Menurut Davies et al. (2009) kandungan K sebesar 2,6% (w/w) sudah mencukupi untuk mendapatkan konsentrasi maksimum dari artemisinin. Merurut Ferreira (2007) konsentrasi artemisinin (g/100g dan g/tanaman) akan meningkat apabila tanaman A. annua L mengalami kekahatan unsur Kalium, hal ini terjadi karena kondisi stress merangsang pembentukan ROS (Reactive Oxigen Species) dan pada gilirannya meningkatkan akumulasi artemisinin. Walaupun berat kering tanaman tidak memiliki korelasi yang nyata terhadap kandungan (%) artemisinin (r: 0,186) namun dengan semakin besarnya berat kering per satuan luas dari tanaman A. annua L. yang dapat meningkatkan artemisinin yang diperoleh. KESIMPULAN DAN SARAN Penambahan bahan organik dan pemupukan NPK tidak meningkatkan persentase serapan hara makro esensial (% berat kering tanaman) namun peningkatan serapan dikarenakan peningkatan berat kering tanaman. Kandungan artemisinin tanaman Artemisia annua L. pada tanah Andosol, Latosol dan Regosol tanpa pemberian bahan organik dan pemupukan lebih rendah dari pada tanah yang dipupuk. Dari penelitian ini dapat disaranka: a). Karena serapan hara makro esensial memiliki korelasi yang lemah terhadap kandungan artemisisin maka perlu diteliti pengaruh unsur-unsur lainnya (misalnya serapan hara mikro esensial) terhadap produksi artemisinin, dan b). perlu dilakukan percobaan lapang untuk menguji serapan hara kaitannya dengan produksi artemisinin.
Seminar Nasional : Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan
DAFTAR PUSTAKA Brisibe, E.A., E.A. Uyoh, F. Brisibe, P.M. Magalhaes and J.F.S. Ferreira. 2008. Building a Golden Triangle for the Production and Use of Artemisinin Derivativer Against Falciparum Malaria in Africa. African J. of Biotech., 7(25):4884-4896. Ebadi, M.S., 2002. Pharmacodynamic Basis of Herbal Medecine. CRC Press. USA. Darmawijaya, M. I. 1990. Kasifikasi Tanah Dasar Teori Bagi peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. Universitas Gadjahmada University Press. Yogyakarta. 411 hal. Delabays, N., X. Simmonet and M. Gaudin. 2001. The genetics of artemisinin content in Artemisia annua L. and the breeding of high yielding cultivars. Current Medicinal Chemistry 8 (15): 1795-1801. Davies, M.J., C.J. Atkinson, C. Burns, J.G. Wolley et al. 2009. Enhancement of artemisinin concentration and ield in response to optimization of nitrogen and potasium supply to Artemisia annua. Annals. of Botany 104:315-323. De Magalhaes, P.M., B. Pereira, A. Sartoratto , J. de Olivera , N. and Debrunner. 2006. New Hybrid lines of the Antimalarial Species Artemisia Annua L. Available from: http://www.actahort.org/books/502/502-62.htm. Egawa, T. 1987. Recycling of Phosphorus In Agriculture. Tech. Bull. No. 69. ASPAC. Taiwan p.16-25 Ferreira, J.F.S. 2007. Nutrien deficiency in the production of artemisinin dihydroartemisinic acid, and artemisinic acid in Artemisia annua L.. J. of Agric. Food Chem., 55: 1686-1694. Greenwood, B.M., D.A. Fidock, D.E. Keyle et al., 2008. Malaria: Progress, perils, and prospect for eradication. The J. of Clicical Investigation 118:1266-1276. Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. PT. Mediatama Sarana Perkasa. Jakarta. Harijanto, P.N., 2011. ACT sebagai Obat Pilihan Malaria Ringan di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran, 183(38)2: 112-114 Jarell, W.M and R.B. Beverly. 1981. The dilution effect in plant nutrition studies. Advances in Agronomy 34: 197-224. Munir, M. 1996. Tanah-Tanah Utama di Indonesia, Karakteristik, Klasifikasi dan Pemanfaatannya. Pustaka Jaya. Jakarta. Ryan, J., G. Eslotan and A. Rashid. 2000. Soil and Plant Analysis Laboratory Manual, 2nd Edition, ICARDA and NARC. Aleppo, Syria. Snow, R.W., A. C.A. Guerra, A.M. Noor, H.Y. Myint,and S.I. Hay. 2005. The global distribution of clinical episodes of Plasmodium falciparum malaria. Nature, 434(7030): 214-217. WHO. 2005. The World Malaria Report 2005, Roll Black Malaria. Genewa: WHO. WHO.2006. WHO monograph on good agricultural and collection practices (GACP) for Artemisia annua L. WHO, Switzerland. Zein, U. 2005. Penanganan Terkini Malaria Falciparum. Fak. Kedokteran, Universitas Sumatera Utara. e-USU Repository.
7 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo 20 Oktober 2011