VOLUME X | NO. 96 / SEPTEMBER 2015
ISSN 1907-6320
Vol. X No. 96 / September 2015
1
2
MediaKeuangan
Daftar Isi Reportase 25 SDM Berkualitas, Kunci
32 Anggaran Negara Tembus
Indonesia Menjadi Negara
Rp2000 Triliun
Maju
Kolom Ekonom
26 Digital Day 2015, Refleksi
40 Obligasi Daerah dan
Komitmen DJKN Optimalkan
Akselerasi Infrastruktur
Penggunaan TIK
Generasi Emas
Wawancara
5 Dari Lapangan Banteng 6 Eksposur 10 Lintas Peristiwa
44 Menggali Sejuta Ilmu di
27 Warna Hijau Pada Nawa
Britania Raya
Cita
Opini
Potret Kantor
13.
Ekonomi Terkini
46 Kembalikan Siklus APBN
30 Peran Strategis Pengelola
Sesuai Undang-Undang
Penerimaan Negara
Regulasi
Figur 32 Membela Kepentingan
48 Portal INSW Percepat Bongkar Muat
Rakyat
Laporan Utama 13 Industri Dalam Negeri jadi
21 Seruput Kopi Indonesia di
Tuan di Rumah Sendiri
Crematology
16 Infografis
23 Sinergi untuk Bangkitkan
18 Tak Sekedar Genjot
Industri Dalam Negeri
Penerimaan
Diterbitkan oleh: Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Pelindung: Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro. Ketua Pengarah: Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto. Pemimpin Umum/Penanggung Jawab: Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Neneng Euis Fatimah. Pemimpin Redaksi: Herry Siswanto. Redaktur Pelaksana: Dianita Suliastuti. Dewan Redaksi: Supriyatno, Rizwan Pribhakti, Agung Ardhianto, Fery Gunawan. Redaktur Unit Eselon I: Arief Rahman Hakim (DJBC), Pilar Wirotama (BPPK), Hasan Lufthi (Ditjen PBN), Dendi Amrin (DJP), Sri Moedji Sampurnanto (DJA), Etti Dyah Widyati (Itjen), M. Hijrah (DJPK), Adya Asmara Muda (BKF), Noer Anggraini (DJPU), Dwinanto (DJKN), Joko Triharyanto (BKF). Redaktur Foto: Gathot Subroto, Muchamad Ardani, Fr. Edy Santoso, Eko P.W, Tino Adi Prabowo, Andi Al Hakim, Aminuddin Afif, Muhammad Fath Kathin, Arif Setiyawan, Putu Chandra Anggiantara, Imam Joedono, Faisal Ismail, Aditya Arifianto. Tim Redaksi: Hadi Siswanto, Rezha S. Amran, Titi Susanti, Budi Sulistyo, Ahmady Muhajiri, Dewi Rusmayanti, Iin Kurniati, Eva Lisbeth, Dwinanda Ardhi, Bagus Wijaya, Arfindo Briyan Santoso, Wardah Adina, Danik Sulistyowati, Krisna, Cahya Setiawan, Nurul Fajar Dwi Yuwono, Mohamad Imron, Muparrih, Shera Betania, Purwito, Pandu Putra Wiratama, Gondo Harto, Putra Kusumo Bekti, Victorianus M.I. Bimo Adi, Yeti Wulandari, Novita Asri Hartati, Pradany Hayyu M., Irma Kesuma Dewi, C.S. Purwowidhu, Amelia Safitri, Abdul Aziz, . Desain Grafis dan Layout: Dewi Rusmayanti, Wardah Adina, Arfindo Briyan Santoso Alamat Redaksi: Gedung Djuanda 1 Lantai 12, Jl. Dr. Wahidin Raya No. 1, Jakarta Telp: (021) 3849605, 3449230 pst. 6328. E-mail:
[email protected].
Inspirasi
Jalan-jalan
50 Auditor Multitalenta
54 Hiking Ceria di Tebing
Renungan
Karaton
52 Bahagia dengan Bersyukur
Selebriti
Buku 53 Andy Noya: Kisah Hidupku
56 Infrastruktur untuk Pariwisata
(Sebuah Biografi)
Redaksi menerima kontribusi tulisan dan artikel yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi. Bagi tulisan atau artikel yang dimuat akan mendapatkan imbalan sepantasnya.
Vol. X No. 96 / September 2015
3
4
MediaKeuangan
Dari Lapangan Banteng
Hadiah Bagi Pengusaha Dalam Negeri
S
ejak berakhirnya Program Harmonisasi Tarif Bea Masuk Indonesia 2005-2010 pada tahun 2010, pemerintah belum pernah melakukan perumusan kebijakan tarif dalam lingkup yang lebih menyeluruh. Saat ini, kebijakan tarif yang berlaku masih kurang menampung kepentingan industri, perdagangan, dan fiskal sesuai kebutuhan. Pada tanggal 8 Juli 2015 lalu, Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan kenaikan tarif bea masuk atas barang-barang impor. Barang-barang tersebut meliputi makanan, minuman, tekstil, peralatan rumah tangga, dan lainnya. Hal tersebut didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 132/PMK.010/2015 tentang penetapan sistem klarifikasi barang dan pembebanan tarif bea masuk atas barang
tweet tweet
impor. Dalam PMK tersebut diatur beberapa daftar barang impor yang tarif bea masuknya naik, antara lain kopi impor dengan tarif bea masuk menjadi 20 persen, teh impor dikenakan bea masuk menjadi 20 persen, sosis impor menjadi 30 persen. Secara keseluruhan, rata-rata kenaikan tarif bea masuk saat ini sebesar 8,8 persen. Bagi industri produk konsumsi, terbitnya PMK ini akan memberikan dampak positif karena konsumsi masyarakat akan didorong kepada barang produksi dalam negeri. Industri dalam negeri yang memproduksi barang serupa mendukung kebijakan ini. Misalnya, produsen Pertekstilan Indonesia ataupun produsen Makanan dan Minuman Indonesia menyatakan dukungannya terkait kebijakan ini. Adapun sasaran dari kebijakan
tarif bea masuk atas barang konsumsi bukan untuk mengejar peningkatan penerimaan negara, melainkan untuk mendorong perkembangan industri di Indonesia agar dapat lebih mempunyai daya saing dengan produk impor. Hal ini penting untuk mengurangi defisit neraca perdagangan Indonesia yang terjadi beberapa tahun terakhir. Dengan diberlakukannya kebijakan ini, diharapkan memiliki beberapa dampak positif. Salah satunya dengan meningkatnya daya saing produksi dalam negeri dibandingkan dengan barang impor. Kebijakan ini akan mendorong industri produk dalam negeri. Dengan meningkatnya daya saing produksi dalam negeri, maka tingkat konsumsi atas produk-produk domestik di dalam negeri juga akan meningkat. Tentunya, hal ini menjadi hadiah bagi pengusaha dalam negeri.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia @KemenkeuRI
Untuk mengimbangi kebijakan pembebasan PPnBM, pemerintah naikkan tarif Bea Masuk atas barang impor. Tujuan kenaikan tarif Bea Masuk ini adalah untuk mendorong industri dalam negeri dan menekan laju impor. Sebagai informasi, selama ini tarif Bea Masuk di Indonesia tergolong sangat rendah dibandingkan negara lain. Sampaikan optimisme Anda mengenai bangkitnya industri dalam negeri dengan tagar #OpiniAnda
Dini Amalia @diniamaliaaa_ bea masuk tinggi diharapkan bisa melindungi komoditas dlm negeri sekaligus menambah pendapatan negara dari pajak / tarif / bea m
syahrul ramadhan @iamramadhanID produk unggulan dalam negeri bagus2 jg loh, bisalah bersaing dg produk impor, optimis.. #OpiniAnda
Amelia Safitri @safitriamelia #opinianda barang lokal jadi lebih kompetitif. siapa tau brand lokal yang lucu-lucu bisa lebih menjamur dan menyaingi brand luar
yessika ayurisna @yessikaayu semoga semakin bnyk orang beli produk domestik yaaa #OpiniAnda
www.kemenkeu.go.id
perwira bhayangkara @PBhayangkara Saatnya produk lokal berjaya di negeri sendiri! Jaya Merah Putih!! #OpiniAnda M @atomiac naiknya bea impor diharapkan diseimbangkan dengan meningkatnya kualitas barang dalam negeri #OpiniAnda
Kementerian Keuangan RI
@KemenkeuRI
Kemenkeu RI
Vol. X No. 96 / September 2015
5
Eksposur
6
MediaKeuangan
Tentara Mengajar
D
i markas Batalion 474 Paskhas Adisucipto, Yogyakarta, puluhan calon pegawai negeri sipil (PNS) Kementerian Keuangan melaksanakan diklat prajabatan, beberapa waktu lalu. Dua orang tentara secara khusus ditugaskan untuk mengajar materi mental, fisik, dan disiplin (MFD). Materi ini juga bertujuan untuk menciptakan rasa kebersamaan dan kekompakan para calon abdi negara.
Foto Muhammad Fath
Vol. X No. 96 / September 2015
7
Eksposur
8
MediaKeuangan
Budaya Serapan Perayaan Agustusan Foto Gathot Subroto
P
anjat pinang menjadi perlombaan yang identik dengan perayaan kemerdekaan Indonesia. Namun, tak banyak yang tahu bahwa panjat pinang sebenarnya diadopsi dari negara lain. Lomba ini diadakan sebagai tontonan hiburan pada perayaan ulang tahun Ratu Belanda yang kemudian masuk ke Indonesia pada masa penjajahan. Keturunan tionghoa juga membawa budaya ini yang di negeri asalnya, Tiongkok, diadakan di Klenteng pada perayaan festival hantu untuk menghormati leluhur dan ajang berbagi kepada kaum papa. Vol. X No. 96 / September 2015
9
Lintas Peristiwa
27 07 /
Kunjungan Delegasi Cambodia
Teks dan Foto DJPPR
Kementerian Keuangan Negara Kamboja melakukan kunjungan ke Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) di Gedung Frans Seda, Jakarta. Kunjungan yang dilaksanakan pada 27-29 Juli 2015 ini diikuti oleh tujuh orang delegasi dari Kementerian Keuangan Kamboja. Kunjungan tersebut dilakukan dalam rangka knowledge sharing pengelolaan pembiayaan khususnya mengenai Pembiayaan Infrastruktur.
30 07 /
Teks dan Foto BKF
h
05 08
Daera
/
Teks dan Foto DJKN
Lelang Barang Rampasan Laku Rp43,8 M
10
MediaKeuangan
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Makassar kembali melaksanakan lelang eksekusi barang rampasan pada Rabu (5/8) di Kantor Kejaksaan Negeri Makassar. Tanah seluas ±35Ha laku terjual Rp43,8 miliar ditandai dengan ketukan palu Baso Syamsuddin yang bertindak sebagai Pejabat Lelang. Objek lelang merupakan barang bukti dari kasus tindak pidana korupsi (tipikor) yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Makassar. Hasil lelang ini juga otomatis mendongkrak penerimaan pokok lelang dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) KPKNL Makassar.
KPP Pratama Palu Gijzeling Penanggung Pajak
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melakukan penandatanganan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan pemerintah Belanda pada Kamis (30/7) di Ruang Rapat Fiskal lantai 3 Gedung R.M. Notohamiprodjo. Kemenkeu diwakili oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Suahasil Nazara sedangkan pemerintah Belanda diwakili oleh Duta Besar Belanda untuk Indonesia, Rob Swartbol. Dalam perjanjian ini tercapai beberapa kesepakatan, diantaranya kejelasan mengenai hak pengadilan pajak di Indonesia dan Belanda. Kedua negara ini juga akan menyediakan platform dan petunjuk untuk pertukaran informasi perpajakan antar kedua belah pihak.
14 08 /
Teks dan Foto Itjen
Studi Banding antar Inspektorat Jenderal h
Daera
07 08 /
Teks dan Foto DJBC
Pembukaan Operasi Patkor Kastima 21 A/2015
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dan Jabatan Kastam Diraja Malaysia melaksanakan Pembukaan Operasi Patkor Kastima 21 A/2015 di lapangan Kantor Bea Cukai Belawan, Sumatera Utara pada Jumat (07/08). Acara tersebut merupakan kegiatan tahunan sebagai perwujudan kerja sama dan koordinasi dalam mencegah dan memberantas kegiatan penyelundupan di sepanjang Perairan Selat Malaka. Dalam amanatnya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai mengharapkan agar DJBC dapat selalu meningkatkan kualitas pelaksanaan Patkor Kastima melalui kerja sama saling member informasi yang dibutuhkan sehingga memberikan manfaat yang optimal bagi masing-masing Negara.
Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Perhubungan (Kemnehub) bertandang ke Itjen Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk melaksanakan studi banding. Kegiatan ini digelar pada Jumat (14/08) di ruang rapat Inspektur Jenderal, Gedung Djuanda II lantai 4. Dihadiri oleh 37 pejabat/pegawai Itjen Kemenkeu dan Kemenhub, serta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Studi banding ini berfokus pada fungsi Itjen yang bukan hanya sekedar watchdog, namun juga menjalankan fungsi konsultatif dan katalis. Itjen Kemenhub maupun Bappenas ingin mencontoh proses bisnis dan struktur kerja di Itjen Kemenkeu sebagai instansi auditor intern yang sudah dapat mencapai level 3 IACM.
Layanan Bersama Co-location Permudah Stakeholders DJPB dan DJKN
11 08 /
Teks dan Foto DJPB
Peran Direktorat Jendral Perbendaharaan sebagai guru diperlukan oleh Satuan Kerja dari Kementerian/Lembaga. Melengkapi beberapa daerah yang belum memiliki cukup penyuluh perbendaharaan, Direktorat Sistem Perbendaharaan menyelenggarakan Diklat Penyuluh Perbendaharaan tahun 2015 pada Selasa (11/08). Penyuluh perbendaharaan harus memahami peraturan tentang bagaimana menyusun Rencana Kerja & Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA K/L) dan membuat usulan revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), bagaimana cara pengadaan barang dan jasa, proses pembayaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pembuatan laporan keuangan, pertanggungjawaban keuangan, hingga aplikasinya. Vol. X No. 96 / September 2015
11
Lintas Peristiwa
Agenda
2-30/09
8/09
19 08 /
Teks dan Foto Biro KLI
Penghargaan Tokoh Syariah 2015
Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang P.S. Brodjonegoro menerima penghargaan Tokoh Syariah 2015 kalangan profesional dari Majalah Investor. Penghargaan diserahkan langsung oleh Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman D. Hadad di Hotel Le Meridien, Jakarta pada Rabu (19/8). Selain Menkeu, penghargaan Tokoh Syariah 2015 juga diberikan kepada Komaruddin Hidayat dari kalangan akademisi, serta Oni Sahroni dari kalangan ulama. Penghargaan Tokoh Syariah 2015 diberikan sebagai bentuk apresiasi kepada tokoh-tokoh yang berperan dalam pengembangan industri syariah di tanah air.
Sosialisasi PMK-40/ PMK.05/2015 tentang tingkat suku bunga dan penatausahaan penerusan pinjaman luar negeri, di Padang, Makasar dan Jakarta. Seminar perpajakan bersama Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak Seminar Asia Competitiveness Institute, Lee Kuan Yew School of Public Policy, NVS di Loby of Oei Tiong Ham Building, Singapura
10/09
Seminar perpajakan bersama Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak
11/09
Sosialisasi bersama dengan Mahasiswa Universitas Udayana, di Universitas Udayana Bali
13/09
SUKUK Bell Ringing, di Dubai (17) Launching ORI 012, di Gedung Djuanda I
Siapkan Lagi Ruang Tahanan Khusus Para Penunggak Pajak
19 08
21/09
(17) Custom Goes to Campus, di Jember (Jawa Timur)
17/09
(22-30) Sosialisasi Dana Desa, di Kabupaten Kepulauan Aru, Kabupaten Halmahera Utara dan Kabupaten Pulau Morotai
22-30/09
Investor Gathering Launching ORI 012 dengan Bank Panin di Surabaya, Medan, dan Bandung.
/
Teks dan Foto DJP
Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Tengah II dengan Lembaga Pemasyarakatan Magelang (LAPAS) Kelas IIA magelang menyiapkan Sel atau kamar khusus bagi para Penunggak Pajak yang bandel. Penyediaan sel tersebut dilakukan oleh Kepala Kanwil DJP Jawa Tengah II dengan bekerja sama dengan Rumah Tahanan (Rutan) dan Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) di beberapa wilayah di lingkungan Kanwil DJP Jawa Tengah II, di wilayah eks Karesidenan Kedu, Banyumas dan di wilayah eks Karesidenan Surakarta.
12
MediaKeuangan
22-30/09
Rapat Kerja Badan Anggaran dengan Menkeu & Menteri PPN/Kepala Bappenas & Gubernur BI, di DPR-RI
Laporan Utama
Industri Dalam Negeri jadi Tuan di Rumah Sendiri Mulai 9 Juli, pemerintah menghapus Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Mewah (PPnBM) pada sejumlah kelompok barang. Bagi sebagian kalangan, kebijakan ini dianggap tepat, apalagi dilakukan pada saat ekonomi sedang lesu. Selain berpotensi meningkatkan daya beli masyarakat, industri dalam negeri bisa terangkat dan penyerapan tenaga kerja diharapkan meningkat.
P
emerintah melalui Kementerian Keuangan telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 132/PMK.010/2015 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan nomor 213/ PMK.011/2011 Tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor. Dengan terbitnya PMK tersebut, sebanyak 1.151 pos tarif produk konsumsi mengalami penyesuaian tarif bea masuk. Kebijakan ini diambil untuk menggerakkan dan meningkatkan daya saing industri dalam negeri. Dari ribuan produk tersebut, penyesuaian tarif bea masuk yang dikenakan bervariasi, berkisar antara 5 hingga 25 persen. Khusus untuk minuman beralkohol, tarif bea masuknya diubah dari tarif spesifik menjadi advalorum, dengan besaran tarif 90 persen dan 150 persen dan berdasarkan pada golongannya. PMK itu juga mengatur bea masuk empat komponen pesawat terbang yang sebelumnya dikenakan bea masuk sebesar 5 persen, diturunkan menjadi 0 persen atau bebas bea masuk. Penyesuaian tarif bea masuk tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa kriteria. Pertama, produk yang dinaikkan tarif bea masuknya adalah yang memenuhi kategori produk konsumsi langsung (konsumsi rumah tangga). Kedua, produk yang sebagian besar masih diimpor dari negaranegara non-mitra Free Trade Area (FTA), atau diimpor dari negara mitra FTA, tetapi belum memanfaatkan tarif preferensi. Ketiga, produk yang mengalami penyesuaian tarif telah diusulkan oleh pembina sektor. Yang terakhir, produk-produk tersebut termasuk golongan yang dikenakan tarif khusus
(antidumping dan safeguard). Dalam sebuah kesempatan di Jakarta, Kamis (30/7), Menkeu memberikan catatan bahwa bahan baku atau barang modal, terlebih jika barang tersebut belum ada produksinya di Indonesia, tidak akan kena dampak. “Barang yang sifatnya input, seperti bahan baku atau barang modal, apalagi yang belum diproduksi di Indonesia, itu dinolkan. Itulah harmonisasi tarif,” kata Menkeu.
Latar belakang Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Suahasil Nazara menjelaskan bahwa kebijakan kenaikan tarif bea masuk barang impor bukan bertujuan untuk menggenjot penerimaan negara. “Ini Tujuannya lebih ke harmonisasi tarif dan mendorong industri dalam negeri,” kata Suahasil dalam wawancara tertulis dengan Media Keuangan yang disampaikan beberapa waktu lalu. Harmonisasi tarif bea masuk barang impor terakhir kali dilakukan pada 2010. Secara rata-rata, besaran tarif bea masuk umum (most favoured nation/MFN) yang dikenakan menjadi sebesar 8,83 persen, sedikit naik dari sebelumnya yang sebesar 7,62 persen. PMK ini membuka kesempatan industri dalam negeri untuk meningkatkan daya saing. Menurut Suahasil, tujuan lainnya adalah untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor barang konsumsi.”Tarif yang kita sebagian besar naikkan ini untuk barang konsumsi yang sudah ada produsennya di Indonesia. Supaya kita mendorong industri dalam negeri, maka tarif (impor) ini kita naikkan”, ujarnya. Vol. X No. 96 / September 2015
13
Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazarra saat memberikan keterangan pers tentang kebijakan bea masuk barang impor di Jakarta, Senin (27/7)
Foto Kukuh Perdana
14
MediaKeuangan
Apalagi jika menilik data neraca perdagangan yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan, dalam periode 2012-2014, Indonesia mengalami defisit hingga US$ 40,5 juta. Selain itu, dalam periode 2003-2014, perdagangan Indonesia mengalami pergeseran dari negara nonmitra ke negara mitra FTA. Oleh karena itu, penyesuaian tarif bea masuk menjadi tepat dilakukan saat ini. Berdasarkan data historis, sejak lima tahun lalu, belum pernah dilakukan perumusan kebijakan tarif dalam lingkup yang lebih menyeluruh. Kebijakan tarif yang berlaku menjadi kurang menampung kepentingan industri, perdagangan, dan fiskal sesuai dengan kebutuhannya. Peninjauan kebijakan tarif bea masuk juga diperlukan untuk merumuskan tingkat tarif yang optimal sehingga dapat dijadikan bahan dalam perundingan-perundingan perdagangan barang internasional yang saat ini sedang dan akan dinegosiasikan. Suahasil meyakinkan bahwa bagi industri produk konsumsi, terbitnya PMK ini akan
memberikan dampak positif karena konsumsi masyarakat didorong kepada barang produksi dalam negeri.”Industri dalam negeri yang memproduksi barang serupa (sebagaimana diatur dalam PMK) mendukung kebijakan ini. Misalnya produsen Pertekstilan Indonesia ataupun produsen Makanan dan Minuman Indonesia menyatakan dukungannya terkait kebijakan ini,” kata dia. Dalam hitungan pemerintah, nilai impor dari barang-barang yang terkena dampak dari kenaikan ini relatif kecil, sehingga diharapkan tidak terlalu berdampak pada inflasi secara keseluruhan. Di lain sisi untuk bahan baku impor industri, pemerintah juga memberikan skema insentif melalui Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk daya saing industri.
Koordinasi antarkementerian Suahasil menjelaskan bahwa dasar pertimbangan kenaikan tarif bea masuk berawal dari usulan Kementerian Perindustrian dan
kementerian pembina sektor. Usulan ini diajukan dengan memperhatikan perkembangan dan kebutuhan di sektor masing-masing. Hal ini dibenarkan oleh Menteri Perindustrian Saleh Husein. Dalam jawaban wawancara tertulis yang disampaikan kepada Media Keuangan, Menteri Perindustrian mengatakan bahwa institusi yang dipimpinnya telah melakukan diskusi dengan para pelaku usaha. Dalam koordinasi lintaskementerian, dibentuk tim teknis dan tim tarif melalui pleno tim tarif yang beranggotakan perwakilan dari Kementerian Keuangan (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Badan Kebijakan Fiskal), Kementerian Perdagangan (Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri), serta kementerian dan lembaga lain yang terkait dengan pos tarif binaannya. “Atas usulan tersebut, Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan mengadakan rapat teknis dengan mengundang semua stakeholder terkait untuk merumuskan kebijakan yang tepat terkait usulan tersebut,” kata Suahasil.
Tanggapan pelaku usaha
"Menaikkan bea masuk impor adalah salah satu upaya untuk membendung masuknya produkproduk luar." irfan Anwar
Kebijakan penyesuaian tarif bea masuk mendapat respons beragam dari pelaku usaha. Tanggapan positif antara lain datang dari Irfan Anwar, Ketua Umum Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI). Dalam PMK terbaru, ekstrak kopi dan teh impor dikenakan bea masuk sebesar 20 persen dari harga dasar. “AEKI bersyukur pemerintah mengeluarkan kebijakan ini,” ujar Irfan. Menurutnya, AEKI telah sejak lama menyampaikan pandangan kepada Kementerian Perindustrian bahwa di era pasar bebas, khususnya dengan adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN, Indonesia akan kebanjiran produk luar. ”Menaikkan bea masuk impor adalah salah satu upaya untuk membendung masuknya produk-produk luar,” Irfan menambahkan. Ke depan, Irfan berharap pemerintah berani mengevaluasi kebijakan-kebijakan lain yang dapat menghambat laju pertumbuhan ekonomi dan menurunkan daya saing produk Indonesia. ”Contohnya adalah penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sepuluh persen yang seharusnya tidak diberlakukan pukul rata ke seluruh komoditas,” kata Irfan. Dalam pandangannya, masing-masing komoditas memiliki karakteristik pelaku usaha yang berbeda. Di samping itu, segmen pasar dan mata rantai perdagangannya pun tak sama. Oleh karena itu perlakuan sama atas tarif dipandang perlu ditinjau ulang.
Kenaikan tarif untuk bea masuk kopi impor berpotensi membuat konsumsi kopi lokal meningkat. Apalagi menurut Irfan, konsumsi kopi di Indonesia sedang tumbuh berkembang. Pasar Indonesia termasuk dalam pasar beberapa negara berkembang yang tengah mengalami tren peningkatan minum kopi, seperti Tiongkok, Korea Selatan, Malaysia, dan negara-negara bekas jajahan Rusia. Tren jenis kopi yang dikonsumsi adalah minuman kopi mix, kopi olahan, dan berbagai varian rasa dan kopi original. Di kota besar seperti Jakarta, kedai kopi tumbuh bak cendawan di musim penghujan. Salah satu kedai kopi yang tengah naik daun adalah Crematology Coffee Roasters di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Menurut sang pemilik, Alexis Jessica Purnama, kedai kopinya saat ini seratus persen menggunakan bahan baku kopi lokal. Menyikapi berkembangnya usaha kedai kopi di tanah air, Alexis berpandangan bahwa tren ini menguntungkan para petani kopi. “Mereka tidak perlu banting harga untuk bisa jual ke wholesalers supaya diekspor,” kata Alexis. Lebih jauh, Alexis menjelaskan bahwa kopi bukan sekedar komoditas. Dalam menjalankan bisnisnya, Alexis tidak menerima defect coffee beans. “Saya hanya mengambil biji kopi terbaik yang saya temui, saya tidak akan ambil semua biji kopi manapun yang supplier tawarkan ke saya hanya karena harga murah,” ujarnya. Hal ini didasarkan pada idealisme dan kepuasan pribadi yang dia miliki sebagai penikmat kopi. Disinggung tentang kebijakan bea masuk produk impor, termasuk ekstrak kopi yang didatangkan dari luar negeri, Alexis memiliki pandangannya tersendiri. Di samping kebijakan itu,pemerintah juga diharapkan menunjukkan perhatian yang lebih kepada para pengusaha lokal di industri ini. Menurut Alexis, para pengusaha belum merasakan dukungan yang besar dari pemerintah untuk para business starters. Misalnya pelatihan dalam membuat business plan yang potensial, pemberian kepercayaan dari pihak perbankan kepada entrepreneur muda untuk pinjaman memulai usaha, dan rumitnya birokrasi perizinan. Dia berharap pemerintah dapat menginisiasi forum bagi para pengusaha kopi sebagai wadah untuk mendengarkan pendapat mereka dan melihat persoalan pengembangan industri kopi dari sudut pandang yang berbeda.
Teks Dwinanda Ardhi Vol. X No. 96 / September 2015
15
Penyesuaian Tarif
Bea Masuk
Mengapa Tarif Bea Masuk Disesuaikan Kembali?
2010 2015 Program Harmonisasi Tarif Bea Masuk Indonesia 2005-2010 berakhir pada tahun 2010. Setelahnya belum pernah dilakukan perumusan kebijakan tarif dalam lingkup yang lebih menyeluruh kembali
Kebijakan tarif sebelumnya kurang menampung kepentingan industri, perdagangan dan fiskal sesuai kebutuhan
e
Periode 2003-2014, perdagangan Indonesia mengalami pergeseran dari negara nonmitra ke negara mitra FTA (Free Trade Agreement) 16
MediaKeuangan
Untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri dan menarik investasi sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor
i
Periode 2012-2014 Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan mencapai US$40,5 juta
Apa Saja Perubahan Dalam PMK Nomor 132/PMK.010/2015?
1.151
jumlah pos tarif produk-produk konsumsi dinaikkan tarif bea masuknya
90% & 150%
Tarif bea masuk minuman beralkohol
(tarif berubah dari spesifik menjadi advalorum berdasarkan golongannya)
5%-50%
rentang tarif baru bea masuk
produk-produk konsumsi
0%
4 pos tarif komponen pesawat terbang diturunkan dari 5% menjadi 0%.
8,82%
Rata-rata kenaikan tarif bea masuk
Bagaimana Perbandingan Rata-rata Tarif Bea Masuk Kategori MFN?
INDONESIA TARIF LAMA (7,8) TARIF BARU (8,8)
NEGARA LAIN MESIR (16,8) BRAZIL (13,5) KOREA SELATAN (13,0) THAILAND (11,0) TIONGKOK (9,9) VIETNAM (9,5) FILIPINA (6,3) MALAYSIA (6,0) AUSTRALIA (2,7) SINGAPURA (0,2)
Vol. X No. 96 / September 2015
17
*MFN = Most Favored Nation
Laporan Utama
Tak Sekedar Genjot Penerimaan
18
MediaKeuangan
Kenaikan tarif bea masuk bukan sekedar menggenjot penerimaan tetapi juga untuk mendorong industri dalam negeri.
Suasana bongkar muat di Tanjung Priok.
Foto Kukuh Perdana
R
apat pleno tim tarif pada 27 April 2015 lalu digelar untuk menindaklanjuti usulan Menteri Perindustrian perihal penyesuaian tarif bea masuk. Dihadiri perwakilan dari Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian serta sejumlah Kementerian/ Lembaga teknis terkait, rapat tersebut menghasilkan keputusan mengenai penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Sejak berakhirnya program harmonisasi tarif bea masuk Indonesia selang tahun 2005 hingga 2010, pemerintah belum pernah lagi melakukan perumusan kebijakan tarif baru yang lebih menyeluruh. Otomatis, kebijakan tarif yang berlaku saat ini dianggap kurang menampung kepentingan industri, perdagangan, dan fiskal. Bahkan berdasarkan data dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, ratarata tarif bea masuk kategori Most Favored Nation (MFN) di Indonesia tergolong rendah. Tercatat, bila dibandingkan dengan negaranegara lain, rata-rata tarif bea masuk kategori MFN Indonesia hanya sebesar 7,7 persen. Berbeda dengan negara-negara lain seperti India dan Brazil mencapai 13,5 persen, Argentina sebesar 13,4 persen, Thailand 11,4 persen, Tiongkok 9,9 persen dan Vietnam 9,5 persen. Sekitar tiga bulan kemudian, terbitlah PMK Nomor 132/PMK.010/2015 mengenai penetapan sistem klasifikasi barang dan pembebanan tarif bea masuk atas barang impor. Dengan terbitnya PMK tersebut, sebanyak 1.151 pos tarif produkproduk konsumsi tarif bea masuknya dinaikkan dengan besaran yang berkisar antara 5 hingga 50 persen. Untuk minuman beralkohol terjadi perubahan dari tarif spesifik per liter menjadi advalorum. Adapun tarif bea masuk minuman beralkohol kini berkisar antara 90 hingga 150 persen, tergantung golongannya minuman beralkohol tersebut. Selain itu, PMK tersebut juga mengatur penetapan tarif bea masuk atas empat pos tarif komponen pesawat terbang. Sebelumnya empat pos komponen pesawat terbang itu dikenakan tarif bea masuk sebesar 5 persen, kini diturunkan menjadi 0 persen atau bebas bea masuk. Secara keseluruhan, rata-rata kenaikan tarif bea masuk
saat ini sebesar 8,8 persen. Dalam rangka Free Trade Agreement (FTA), produk yang berasal dari negara mitra tidak selalu dapat menikmati tarif preferensi jika tidak memenuhi ketentuan asal barang (baik karena konten maupun proseduralnya tidak terpenuhi). Peningkatan tarif juga diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatan tarif preferensi. Penggunaan tarif preferensi dalam jangka pendek akan berpotensi mengurangi penerimaan bea masuk namun diharapkan akan meningkatkan transparansi perdagangan. Pemanfaatan tarif preferensi akan memudahkan pengawasan barang oleh bea dan cukai.
Dorong industri Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah dengan populasi penduduk terbesar ketiga di dunia. Wajar rasanya bila dikatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi dan peluang pasar yang menjanjikan. Selain bertumpu pada sumber daya, pertumbuhan kelas menengah baru dan tingkat konsumsi domestik yang membesar juga menjadi salah satu faktor pendukung lainnya. Kondisi industri dalam negeri sendiri kini berada di tengah persaingan dunia usaha yang makin ketat. Salah satunya dengan berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di akhir tahun 2015 mendatang. Pemerintah terus mendorong peningkatan penggunaan produk dalam negeri, sebagai sebuah upaya kolektif bangsa untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas industri dalam negeri, yang akan memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional. Pemerintah juga mempromosikan kemampuan industri dalam negeri dalam menghasilkan produk-produk yang berkualitas dan memiliki tingkat komponen dalam negeri yang tinggi, agar semakin dikenal masyarakat dan mampu bersaing dengan produk produk impor di pasar yang sangat kompetitif. Untuk itu, Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Suahasil Nazara mengatakan bahwa sebenarnya peningkatan tarif ini bukan bertujuan untuk menggenjot penerimaan negara. “Dampak kebijakan ini terhadap penerimaan negara pada tahun Vol. X No. 96 / September 2015
19
Butuh perhatian
Dampak kebijakan ini terhadap penerimaan negara pada tahun ini sangat kecil, diperkirakan hanya sebesar Rp800 miliar atau sekitar dua persen dari total penerimaan bea masuk tahun 2015.
ini sangat kecil, diperkirakan hanya sebesar Rp800 miliar atau sekitar dua persen dari total penerimaan bea masuk tahun 2015,” katanya. Suahasil justru menegaskan bahwa sasaran kebijakan ini ialah melakukan harmonisasi tarif dan mendorong industri dalam negeri. “Selain itu, peningkatan tarif bea masuk diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri dalam negeri dan menarik investasi sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor,” ujarnya. Data Kementerian Perdagangan menunjukkan bahwa neraca perdagangan Indonesia periode 2012-2014 mengalami defisit hingga US$40,5 juta. Selain itu, dalam periode 2003-2014, perdagangan Indonesia mengalami pergeseran dari negara non mitra ke negara mitra Free Trade Agreement (FTA). Peninjauan kebijakan tarif bea masuk berguna dalam merumuskan tingkat tarif yang optimal. Ke depan, tarif bea masuk itu dapat dijadikan sebagai tingkat tarif dasar sebagai bahan dalam perundingan-perundingan perdagangan barang internasional yang saat ini sedang dan akan dinegosiasikan. Terkait industri dalam negeri yang membutuhkan bahan baku produk impor, menurut Suahasil, ada beberapa insentif bea masuk. Misalnya seperti insentif bea masuk untuk penanaman modal atau fasilitas insentif melalui skema fasilitas bea masuk ditanggung pemerintah untuk meningkatkan daya saing industri sektor tertentu. “Komitmen pemerintah untuk menjaga kualitas produk. Hal ini dapat kita lihat dengan bermacam standar yang telah di tetapkan oleh kementerian dan lembaga terkait, contohnya SNI (Standar Nasional Indonesia). Untuk produkproduk konsumsi tertentu yang dibutuhkan oleh masyarakat hal ini sangat diawasi oleh Kementerian Perdagangan,” lanjutnya.
20
MediaKeuangan
Ketua Komite Tetap Industri Pengolahan Makanan dan Minuman, Kamar Dagang Indonesia (KADIN), Thomas Dharmawan, mengungkapkan bahwa tarif bea masuk seharusnya memiliki model seperti terompet. Bahan baku, bahan setengah jadi, barang jadi, model tarifnya semakin melebar. Thomas mendukung pemerintah melakukan harmonisasi tarif. “Harmonisasi tarif sebenarnya bagus namun timing-nya belum tepat. Kalau untuk melindungi petani atau peternak seharusnya bukan (sekedar) menaikkan (tarif) tapi harga bahan baku-nya diturunkan dengan cara petani dikasih subsidi,” ungkapnya. Di mata Thomas yang juga menjabat sebagai ketua bidang perikanan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), pemerintah sebaiknya memberi perhatian lebih pada sejumlah hal. Pertama, potensi terjadinya illegal logging akibat kenaikan tarif. Jika bea masuk terlalu tinggi sementara sisi daya beli masyarakat masih rendah, maka kemungkinan terjadinya penyelundupan akan tinggi. Kedua, peraturan ini bisa berlangsung efektif bila industri dalam negeri tidak lantas menaikkan harga, melainkan dijual dengan harga lama. Bila ternyata industri dalam negeri malah menyesuaikan harga yang cenderung naik, maka dikhawatirkan akan menghantam industri ritel, perdagangan, dan konsumen yang daya belinya saat ini kondisinya tidak terlalu bagus. Ketiga, ada beberapa produk yang tidak produksi di dalam negeri, misalnya alkohol, bir maupun wine. Hal ini, bisa menjadi kontradiktif dengan usaha pemerintah dalam meningkatkan pariwisata tanah air. Sebagai contoh, wisatawan yang berasal dari Jepang, Tiongkok atau Eropa yang menyukai konsumsi sake, bir China atau wine dimanapun mereka berada. Selanjutnya, pemberlakuan regulasi untuk negara non-FTA atau negara ASEAN Free Trade Area (AFTA), dikhawatirkan dapat menimbulkan terjadinya retaliasi dari negara-negara tersebut. “Paling saya takuti ada tindakan balasan atau retaliasi. Kalau tiga negara, Amerika, Eropa, Jepang marah, bisa-bisa ekspor kita dipersulit,” kata Thomas. Oleh karena itu, Thomas menekankan pentingnya sosialisasi kepada seluruh stakeholders karena pemberlakuan kebijakan ini melibatkan berbagai kalangan termasuk pengusaha dan dunia internasional. Lalu, Thomas juga menyatakan pentingnya Kementerian Keuangan selaku leader untuk melakukan koordinasi dengan berbagai Kementerian/ Lembaga teknis. Disamping itu, Thomas juga menyarankan untuk melakukan penguatan terhadap pengawasan. “Kita awasi supaya hal-hal yang bersifat high cost economy atau mengurangi daya saing berkurang. Mestinya ini dibenahi, termasuk dwelling time dan double kebijakan (benturan kebijakan),” ujarnya.
"Peningkatan tarif bea masuk diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri dalam negeri dan menarik investasi sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor." Suasazil Nazara
Teks Iin Kurniati
Laporan Utama
Seruput Kopi Indonesia di Crematology
Pembuatan secangkir kopi tak lepas dari sains seperti suhu air, besar pressure, dan rasio kopi dengan air untuk menghasilkan krim terbaik.
Foto Facebook Crematology
Vol. X No. 96 / September 2015
21
Banyak alasan mengapa kopi menjadi salah satu minuman terpopuler di dunia. Ada yang menyukai aromanya yang harum. Ada pula yang menganggapnya efektif menghilangkan kantuk. Tak jarang kopi mampu mencairkan suasana dan membuat komunikasi lebih lancar. Bagi para pencinta kopi, menikmati kopi asli Nusantara tidak boleh dilewatkan. Apalagi kopi bercita rasa khas yang tersebar di berbagai pulau.
B
aru-baru ini, pemerintah menyesuaikan bea masuk impor pada beberapa barang konsumsi. Kopi impor dikenakan bea masuk menjadi sebesar 20 persen dari harga pasar. Harapannya adalah agar kopi Indonesia dapat lebih kompetitif dan meningkatkan daya saing industri kopi dalam negeri. Senada dengan semangat tersebut, Crematology Coffee Roaster hadir sebagai salah satu kedai kopi modern yang sepenuh hati menghadirkan kopi Indonesia terbaik.
Citarasa Lokal Suguhan kopi lokal yang diolah Crematology tak kalah dengan kedai kopi francishe mancanegara. Jenis biji kopi yang digunakan beragam seperti kopi Toraja, Bali, Papua, dan Jawa Timur. Menurut pendirinya, Alexis Purnama, setiap kopi punya profil aroma dan cita rasa berbeda. “Sangat menggembirakan mengetahui racikan Crematology mudah diterima dan banyak penggemarnya. Kopi kami cocok untuk dicampur dengan susu, mayoritas customer memang memilih kopi jenis Latte dan Cappuccino dibandingkan dengan Espresso. ” jelasnya. Pencinta kopi biasanya punya idealisme pribadi saat menikmati kopi. Untuk menjaga konsistensi kualitas setiap cangkir yang disajikan, barista di Crematology menguji ulang mesin kopi dan mesin penggiling yang digunakan setiap pagi. Prosedur ini juga dilakukan setiap pergantian shift. “Barista kami terlatih untuk mengenal rasa espresso ideal dari biji kopi Crematology houseblend,” tutur Alexis bangga. Meski Crematology houseblend menggunakan 100 persen kopi Indonesia, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk menjajal berbagai biji kopi impor. “Kami paham akan nasionalisme terhadap kopi Indonesia. Namun demikian, kopi dari Ethiopia tidak akan bisa digantikan dengan kopi Papua, atau kopi Brazil digantikan dengan kopi Toraja. “Kami sedang mengeksplorasi lebih banyak kopi lain. Bukan untuk menggantikan Crematology houseblend, hanya sebagai alternatif untuk memperluas cita rasa pencinta kopi,” jelas Alexis.
Nuansa Scandinavia Crematology diambil dari kata krim (crema) dan ilmu (logy). Pembuatan secangkir kopi tak lepas dari sains seperti suhu air, besar pressure, dan rasio kopi dengan air untuk menghasilkan krim terbaik. “Saya tau Crematology mengingatkan orang dengan kata “crematorium”. Biarlah, justru begitu akan mudah diingat karena nyeleneh” ucapnya tertawa. Konsep yang dibawa Crematology sederhana saja yaitu homey dan cozy. Alexis paham pelanggan
22
MediaKeuangan
menginginkan sedikit privasi saat mengobrol, berkerja atau membaca di cafenya. Sebab itu, untuk desain interior Alexis dan rekannya Elliot Davernas, seorang warga Negara Swedia, tidak menggunakan banyak perabot agar terkesan lapang. Mereka juga sengaja memilih konsep Scandinavian yang banyak menggunakan elemen kayu untuk menghadirkan suasana rustic dan vintage. Sofa dan kursi dengan model senada ditata senyaman ruang duduk di rumah. Pencahayaannya yang redup membuat suasana hangat dan relax. Tak heran, Crematology sering menjadi objek foto para pengunjung untuk kemudian dibagikan ke sosial media. “Kami tidak mau terlihat mewah. Jangan sampai karena Crematology berada di daerah Senopati, customers merasa harus berdandan rapi. Siapa saja bisa datang bercelana pendek dan sandal jepit. Kami ingin Crematology pantas menjadi tempat singgah bersama keluarga, saudara, teman, kekasih, dan bahkan partner bisnis” cerita Alexis semangat.
Harapan Terhadap Regulasi Bagi Alexis, kopi bukanlah sekedar komoditi. Semua pecinta kopi punya idealisme saat menikmati secangkir kopi. Sebab itu Crematology hanya menggunakan biji kopi kualitas tinggi. Meski harga yang ditawarkan oleh pemasok lebih rendah, tak berarti Crematology serta merta mengambilnya. Alexis berpandangan warga Indonesia juga perlu mengeksplorasi keunikan biji kopi dari Negara lain. Menurutnya, agar berkembang pencinta kopi sebaiknya juga melihat produk luar, tidak hanya menguasai seluk beluk kopi Indonesia saja. Ia berharap kebijakan penyesuaian bea masuk kopi tak lantas membuat kopi impor menjadi ekslusif. “Sama seperti melatih wine sommelier (pencicip anggur). Untuk go international dan mengharumkan nama bangsa, masa hanya boleh mencicipi wine hasil negaranya saja karena harus mensupport hasil dalam negeri,” ujarnya Hal lain yang menurutnya juga penting dilakukan pemerintah adalah mengedukasi pada petani kopi. Bantuan expert dalam memperbaiki panen, memperluas penjualan dengan harga yang layak, dan mencegah pekerja anak akan lebih membangun daripada semata menaikkan bea kopi impor. “Pada akhirnya yang diperhatikan adalah kualitas, nama baik, dan komitmen petani kopi kepada pembelinya. Hal itu yang susah dijaga,” tutup Alexis.
Teks Irma Kesuma Dewi
Laporan Utama
Sinergi untuk Bangkitkan Industri Dalam Negeri
D
Saatnya produk dalam negeri menjadi juara di negeri sendiri. Kebijakan untuk menaikkan tarif barang impor ditetapkan untuk melindungi industri domestik.
unia industri mendapat perhatian serius dari Pemerintah. Bangkitnya industri di Indonesia sangat diharapkan mampu meningkatkan laju perekonomian nasional. Setelah koordinasi dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan akhirnya memberikan kabar gembira bagi pelaku industri domestik. Menteri Keuangan telah menetapkan kebijakan untuk menaikkan tarif bea masuk barang impor yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 132/PMK.010/2015. Dalam jawaban wawancara tertulis dengan Media Keuangan beberapa waktu lalu, Menteri Perindustrian Saleh Husin mengungkapkan latar belakang ditetapkannya kebijakan tersebut hingga rencana Kementerian Perindustrian ke depan.
Apa latar belakang ditetapkannya Peraturan menteri Keuangan nomor 132/PMK.010/2015? Salah satu tujuan kebijakan ini adalah untuk menghidupkan industri dalam negeri. Bagaimana tanggapan Kementerian Perindustrian agar tujuan ini tercapai ?
Menteri Perindustrian Saleh Husin.
Foto Dok. Kementerian Perindustrian
Dengan diterbitkannya PMK Nomor 132/ PMK.010/2015 tentang Penerapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor yang mengatur kenaikan tarif bea masuk terhadap barang impor, diharapkan dapat mendorong kemajuan industri dalam negeri. Untuk itu, Kementerian Perindustrian telah melakukan diskusi dengan para pelaku usaha untuk meningkatkan daya saing dan merupakan program jangka panjang dalam rangka harmonisasi tarif.
Bagaimana Kementerian Perindustrian melakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perdagangan ? Vol. X No. 96 / September 2015
23
Selama ini koordinasi dilakukan dalam tim teknis dan tim tarif melalui pleno tim tarif yang beranggotakan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Direktorat Jenderal Teknis Kementerian Perindustrian serta kementerian/ lembaga lainnya yang terkait dengan pos tarif binaannya.
Apakah ada kebijakan baru dari Kementerian Perindustrian untuk membangkitkan industri dalam negeri dalam kaitan dengan kenaikan tarif bea masuk? Secara khusus tidak ada kebijakan baru dari Kementerian Perindustrian terkait kenaikan tarif bea masuk karena ini merupakan kebijakan Kementerian Perindustrian yang sudah tertuang dalam Peraturan Pemerintah 14 tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) Tahun 2015-2035 dan juga dalam Kebijakan Industri Nasional (KIN) yang sedang dalam proses penyusunan.
Untuk meningkatkan industri dalam negeri, tentu dapat dilakukan dengan meningkatkan konsumsi masyarakat. Upaya apa saja yang dilakukan untuk menyinkronkan hal tersebut ?
Harapannya, kebijakan ini akan mendorong industri dalam negeri yang bertujuan untuk percepatan proses peningkatan daya saing dan untuk penerapan kebijakan tahap II (produk non konsumsi) dari harmonisasi tarif ini.
24
MediaKeuangan
Kita mendorong program Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN) yang telah dilaksankan sejak tahun 2009 melalui Instruksi Presiden No. 2 tahun 2009, juga mendorong proyek strategis seperti program 35.000 megawatt, alat pertahanan, telematika, galangan kapal, otomotif, dan industri manufaktur lainnya sebagai upaya peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
Apakah ada target atau perhitungan mengenai efek kebijakan ini bagi industri dalam negeri ? Target kebijakan ini adalah meningkatnya daya saing industri yang tercermin dalam peningkatan pertumbuhan industri nasional. Tidak ada perhitungan secara spesifik, namun secara umum dapat dilihat dari target pertumbuhan industri yang ditetapkan pada angka 6-6,8 persen.
Daya saing tentu diperlukan untuk meningkatkan industri dalam negeri. Apa upaya yang dilakukan Kementerian Perindustrian terkait hal tersebut? Kami memiliki sejumlah langkah untuk meningkatkan industri dalam negeri. Pertama, mendorong tumbuhnya investasi industri hulu yang selama ini belum berkembang, melalui pemberian fasilitas fiskal (tax holiday, tax
allowance) dan nonfiskal. Kedua, mendorong peningkatan produktivitas melalui program revitalisasi, stimulus fiskal Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) untuk industri eksisting yang membutuhkan bahan baku dari impor. Di samping itu, kami juga mendorong kegiatan penelitian dan pengembangan untuk pengembangan produkproduk yang potensi sumber dayanya banyak di dalam negeri. Terakhir, adanya program hilirisasi dalam rangka meningkatkan nilai tambah dan juga mendorong tumbuhnya industri-industri hilir yang berbasis sumber daya, seperti sumber daya mineral, tambang, dan agro.
Apakah Kementerian Perindustrian pernah melakukan koordinasi dengan asosiasi produk industri dalam negeri? Bagaimana tanggapan mereka terhadap kebijakan ini ? Koordinasi dengan asosiasi dalam negeri selalu dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan yang dilakukan oleh pembina sektor industri dan balai penelitian dan pengembangan yang ada di Kementerian Perindustrian. PMK Nomor 132/PMK.010/2015 merupakan masukan dan hasil diskusi dengan asosiasi dan sektor industri sehingga secara umum mereka sangat mendukung kebijakan ini.
Sebenarnya apa saja instrumen lain yang dibutuhkan selain penerapan tarif bea impor untuk membangkitkan industri dalam negeri ? Instrumen lain yang diperlukan dengan menerapkan Non-Tariff Measures (NTM) melaui upaya percepatan proses safe guard, anti dumping, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan. Selain dengan NTM, dapat juga melalui penerapan Standar Nasional Indonesia Wajib untuk beberapa komoditas.
Apa harapan Anda setelah kebijakan bea masuk barang impor ini diberlakukan? Harapannya, kebijakan ini akan mendorong industri dalam negeri yang bertujuan untuk percepatan proses peningkatan daya saing dan untuk penerapan kebijakan tahap II (produk non konsumsi) dari harmonisasi tarif ini. Selain itu, saya mengharapkan sektor industri dapat memberikan masukan mengenai perumusan kebijakan harmonisasi tarif untuk produk non konsumsi yang sedang kita bahas dengan jumlah sebanyak 990 pos tarif yang meliputi barang hulu.
Teks Pradany Hayyu
Reportase
Foto Anas Nur Huda
SDM Berkualitas, Kunci Indonesia Menjadi Negara Maju
M
enyongsong momentum 100 tahun tanah air, Indonesia diharapkan dapat menjadi negara maju serta mencapai tatanan baru yang damai, sejahtera, dan harmonis. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas merupakan faktor kunci untuk mencapai taraf yang lebih tinggi tersebut. Untuk mewujudkannya, pemerintah terus berupaya menciptakan program-program yang mendukung peningkatan kualitas SDM. Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro, saat membuka Forum Bakohumas di Aula Djuanda, Kementerian Keuangan, Kamis (30/07), menyebutkan bahwa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) menjadi salah satu bentuk implementasi komitmen pemerintah. LPDP sendiri menyasar putra-putri terbaik bangsa agar dapat menempuh pendidikan yang lebih tinggi dan lebih baik lagi.
Menurut Menkeu, Saat ini, LPDP memiliki dana abadi pendidikan sebesar Rp15,6 triliun yang bersumber dari alokasi APBN tahun 2010 – 2013. “Berdasarkan data hingga semester satu tahun 2015, terdapat 6.335 orang yang menerima beasiswa LPDP,” ujarnya. Ke depan, Menkeu berharap LPDP dapat tumbuh menjadi institusi yang lebih baik dengan tetap memberikan perhatian penuh terhadap pemerataan penerimaan beasiswa. Selain itu, LPDP juga mengedepankan optimalisasi sektor atau bidang strategis yang dibutuhkan negara, optimalisasi peran alumni penerima beasiswa, serta penciptaan hasil karya riset yang inovatif dan produktif. Disisi lain, Menkeu juga berharap akan lahir pemimpin dan ilmuwan yang berkualitas untuk menghadapi tantangan bangsa yang lebih kompleks. “Karena sosok pemimpin dan ilmuwan yang dibutuhkan saat ini tidak hanya dilihat dari aspek knowledge atau
skill semata tetapi juga sosok yang memiliki attitude baik dan dapat dipertanggungjawabkan,” tambahnya. Menkeu juga menyampaikan harapan para pemangku kepentingan agar LPDP dapat terus berkomitmen mengawal program-program yang dilaksanakan. “Dari sini harus memunculkan pemimpin-pemimpin dan professional-professional baru dalam menyongsong momentum 100 tahun Indonesia tahun 2045,” katanya. Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Joko Agung Hariadi, sebagai Ketua Bakohuimas Pusat, menekankan pentingnya diseminasi informasi kepada masyarakat. Joko berharap para peserta yang merupakan praktisi kehumasan di lembaga/daerahnya masing-masing, dapat membantu penyebaran informasi tersebut.
Teks Amelia Safitri
Vol. X No. 96 / September 2015
25
Reportase
Penandatanganan Komitmen Pengendalian Gratifikasi.
Foto Anas Nur Huda
Digital Day 2015, Refleksi Komitmen DJKN Optimalkan Penggunaan TIK
S
ebagai puncak acara Digital Day 2015 yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang P.S. Brodjonegoro meluncurkan aplikasi Sistem Informasi Manajemen Aset Negara (SIMAN). Acara yang berlangsung di Aula Dhanapala, Jakarta, Kamis (30/7) ini sekaligus menandai secara resmi implementasi SIMAN di seluruh Kementerian/Lembaga. Menkeu mengatakan, sebagai pionir reformasi birokrasi, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) selalu berusaha melakukan perbaikan dan inovasi, salah satunya dengan mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Oleh karena itu, Kemenkeu telah melakukan perombakan pada proses bisnis dan operasionalnya menjadi berbasis TIK. “Peran TIK sangat signifikan untuk meningkatkan kinerja pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) dan kekayaan negara lainnya. Hal ini telah
26
MediaKeuangan
terlebih dahulu ditunjukkan dengan lahirnya berbagai layanan berbasis IT, seperti Kring Pajak, Kantor Modern Direktorat Jenderal Bea Cukai, Modul Penerimaan Negara Generasi 2, E-Auction, Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN), dan sebagainya,” katanya. Digital Day 2015 sendiri, menurutnya, merupakan refleksi komitmen DJKN terhadap upaya meningkatkan kinerja, proses bisnis dan layanan berbasis TIK. Menkeu menambahkan, mengelola kekayaan negara bukanlah tugas mudah. Terlebih, DJKN saat ini diamanati untuk mengelola sekitar Rp3.000 triliun aset negara. Tangung jawab menjaga kekayaan negara ini, lanjutnya, tidak terbatas pada dimensi tata kelola, penatausahaan dan pertanggungjawaban, tetapi juga kepastian memperoleh manfaat terbaik dan teroptimal dalam pengelolaan kekayaan negara. Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Kekayaan Negara,
Vincentius Sonny Loho berharap aplikasi ini mampu mengekspansi fungsi lain penatausahaan BMN agar tidak terbatas pada kepentingan akuntansi dan pelaporan saja. “Kehadiran SIMAN diharapkan mampu mengekspansi perencanaan aset, optimalisasi aset, optimalisasi penerimaan, efisiensi pengeluaran dan optimalisasi pengelolaan kekayaan negara,” ungkapnya. Digital Day bertujuan untuk mengenalkan, meningkatkan, dan menyebarkan pola pikir berbasis Teknologi Informasi (TI), baik kepada internal maupun kepada para pemangku kepentingan. Berlangsung pada 28-30 Juli 2015, acara ini meliputi capacity building di bidang TI, megalab TI, ekshibisi, serta peluncuran aplikasi SIMAN dan Transformasi Kelembagaan DJKN.
Teks Novita Asri
Wawancara
D
i sebuah pagi yang hangat belum lama ini, Emil Salim, tokoh nasional yang terakhir kali menjabat kebagai Ketua Dewan Pertimbangan Presiden pada masa pemerintahan kedua Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menerima wawancara dengan tim Media Keuangan. Pada usia 85 tahun, Emil tampak masih bugar dan lancar berbicara soal isu-isu pembangunan berwawasan lingkungan di rumahnya di kawasan Patra Kuningan, Jakarta Selatan. Isu lingkungan memang menjadi bidang keahliannya. Pada 2014, Emil membantu Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan menyusun dokumen Strategi Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Hijau sebagai Tim Panel Penasehat Kebijakan. Tokoh lingkungan hidup internasional yang pernah menerima The Leader for the Living Planet Award dari World Wide Fund (WWF) itu berharap Presiden Jokowi memperhatikan isu lingkungan pada Nawa Cita yang digagasnya.
Warna Hijau Pada Nawa Cita Pembangunan berwawasan lingkungan adalah konsep penting dalam setiap masa pemerintahan. Presiden Jokowi memiliki visi dan misi pembangunan yang tercantum dalam Nawa Cita. Bagaimana Anda melihat pembangunan berwawasan lingkungan ini bisa diimplementasikan dalam Nawa Cita? Pemerintah perlu membangun aliansi kerja sama luar negeri dan turunkan tekanan migrasi. Migrasi
yang sekarang terjadi itu mengganggu lingkungan. Pemerintah juga mesti fokus pada sektor maritim dengan mencegah eksploitasi sumber daya kelautan. Jadi dalam kerja sama luar negeri, sumber daya kelautan itu menjadi common ground yang harus kita bangun dengan dimensi ekonomi hijau. Dalam Nawa Cita juga ada keinginan membangun dari pinggiran.
Kalau begitu, hot spot ada di periphery (daerah pinggiran). Jika pembangunan harus dimulai dari pinggiran dan di sana ada sumber dayanya, maka sustainable resource management harus dimulai dari situ. Nawacita keempat adalah soal law enforcement. Pemerintah bisa berfokus agar bagaimana penegakan hukum itu bukan saja untuk kasus korupsi politisi, Vol. X No. 96 / September 2015
27
tapi juga terhadap penjahat lingkungan. Memang banyak penjahat lingkungan yang dimasukkan ke penjara? Tidak ada kan. Jadi penjahat lingkungan juga harus masuk dalam target law enforcement. Kelima, meningkatkan kualitas hidup manusia. Bagaimana kapabilitas manusia dibangun dalam konsep ekonomi hijau? Jangan kebijakannya adalah dengan membagi-bagikan tanah untuk kemudian dihancurleburkan, tapi bagaimana pembagian dari tanah itu mendorong kerja sama antarpemilik tanah untuk mengembangkan ekonomi hijau.
Bagaimana memberi “warna hijau” pada konsep Nawa Cita berikutnya? Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional bisa dilakukan dengan diversifikasi sektor primer. Itu berarti nilai tambah kelola sektor dengan ekonomi hijau. Misalnya kelapa sawit, harus dipikirkan nilai tambahnya menjadi barang-barang kosmetik dan lain sebagainya. Selanjutnya, promosi sektor strategis. Sektor strategis harus dipromosikan untuk mengurangi ketergantungan pada ekstraksi dan eksportasi sumber daya alam. Ekstraksi dari mining misalnya, tembaga. Tembaga diekstraksi tetapi tidak ada nilai tambah. Freeport beroperasi selama 40 tahun tapi tidak ada smelter. Jadi harus ada nilai tambah sebab itu yang meningkatkan jumlah tenaga kerja. Presiden ingin juga melakukan revolusi karakter bangsa. Nenek moyang kita sebenarnya mempunyai wisdom untuk selalu mengembangkan sumber daya alam secara berlanjut. Itu adalah karakter yang harus masuk menjadi mental positioning dari bangsa kita. Yang terakhir, untuk memperkuat kebhinekaan, jangan menjadikan manusia Indonesia sebagai orang Jawa, tetapi bagaimana suku bangsa itu mengembangkan sumber daya alamnya. Nah kualitas dalam mengembangkan sumber daya alam ini yang perlu ditingkatkan.
Bagaimana Kementerian Keuangan dapat berperan dalam pembangunan dengan konsep ekonomi hijau? Misalnya begini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan wawasan lingkungan pada program-program pemerintah. Yang menerjemahkan wawasan tadi ke dalam subsidi, pajak, insentif, peraturan, dan pertimbangan alokasi anggarannya ya Kementerian Keuangan. Mana mengerti Menteri Lingkungan apa yang harus disubsidi? Nah jadi cara berpikir di dalam Kementerian Keuangan
28
MediaKeuangan
adalah menggunakan wewenang yang ada untuk mendorong tercapainya sasaran itu secara lintas sektor. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama Kementerian Keuangan dapat pula menjalankan skema kerja sama yang melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam implementasi anggarannya. LSM yang berprestasi diajak kerja sama melaksanakan sustainable development hingga ke daerah.
Pada 2014, Anda menjadi salah satu anggota Tim Panel Penasehat Kebijakan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan menyusun dokumen Strategi Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Hijau. Apa yang menarik selama proses penyusunan strategi itu? Kementerian Keuangan itu powerful. Institusi ini bisa menjadi motor penggerak ekonomi hijau dengan wewenangnya terkait perpajakan, subsidi, belum lagi Dana Alokasi Khusus, Dana Alokasi Umum, segala macam. Kami menyusun strategi seperti ini bukan sebulan. Waduh debat habis-habisan itu dengan birokrat. Waktu itu saya mendobrak supaya para birokrat ini berpikir lebih luas. Para birokrat Kementerian Keuangan mesti didorong supaya lebih imajinatif karena jadi ujung tombak pembaharuan. Celakanya, pada bulan Desember dokumen ini kelar, kabinet berganti. Jadi sekarang mesti mengadakan semacam revisi dokumen untuk kabinet baru.
Jika dikaitkan dengan kondisi ekonomi global saat ini dimana sebagian pengamat menilai kita tidak bisa lagi mengandalkan ekspor komoditas. Apa kebijakan yang dapat dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan? Insentif. Tidak usah pakai pidatopidato. Non sense. Orang itu melihat insentif. Kementerian Keuangan itu berperan dalam membuat “saluran irigasi”. Misalnya pemerintah ingin menghilangkan subsidi BBM, maka berikan subsidi untuk pengembangan geothermal. Jadi begitu kebijakan berubah dari subsidi BBM ke subsidi geothermal, kita (Indonesia) berubah kebijakan energinya, dari menghancurkan lingkungan ke arah pembaruan lingkungan.
Bagaimana kaitan antara konsep ekonomi hijau dengan pembangunan infrastruktur yang ingin digiatkan oleh Presiden Jokowi? Sekarang kan ada Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Seharusnya bisa memetakan, Pulau Jawa itu sudah sesak padat, sedangkan Kalimantan masih luas, yang seperti itu. Ke mana
Saya suka gregetan gitu ya, mengapa orang bangun gedung DPR sekian triliun. Mengapa uang triliunan itu tidak dipakai untuk membangun tol laut, pelabuhan di Sorong, Merauke, atau Selatan Maluku. Itu dengan setengah triliiun saja sudah bisa terbangun. Emil Salim
Foto Aditya Arifianto
infrastruktur kita bangun? Apakah terus di Jakarta? Kalau terus berpikir begitu, seluruh penduduk lari ke sini. Amerika Serikat ketika dia memulai membangun, yang tumbuh adalah bagian timur. Sementara bagian baratnya kosong. Apa yang dibangun oleh pemerintahnya? Jalur kereta api ke wilayah barat. Itu yang saya harapkan juga. Kita bangun Papua, bangun pelabuhan yang baik dan betul, angkutan, ya tetapi tidak ada return cargo.
Termasuk juga untuk pembangunan rencana tol laut? Iya, apa sih maksud tol laut? Membangun negara kesatuan dari Sabang sampai Merauke. Yang terjadi sekarang hanya pembangunan dari Sabang sampai Makassar. Makassar ke timur tidak jalan, tidak ada traffic, tidak ada pembangunan yang berarti. Saat ini 82 persen Produk Domestik Bruto berasal dari Pulau Jawa dan Sumatera. Sementara, Papua dan Maluku hanya
menyumbang sekitar dua persen Produk Domestik Bruto (PDB). Rencana pembangunan tol laut penting dan harus diprioritaskan. Saya suka gregetan gitu ya, kenapa orang bangun gedung DPR sekian triliun. Mengapa uang triliunan itu tidak dipakai untuk membangun tol laut, pelabuhan di Sorong, Merauke, atau Selatan Maluku. Itu dengan setengah triliiun saja sudah bisa terbangun. Ada banyak pelabuhan bisa kita bangun dengan uang yang sama untuk membangun gedung DPR.
Sebagai tokoh lingkungan hidup internasional, bagaimana Anda melihat peluang kita untuk dapat menjadi negara maju dengan konsep green growth? Konsep ini sudah diterima sejak 1992 dengan nama sustainable development. Tahun 1992 kita sudah ikut pertemuan di Rio De Janeiro dan menghasilkan kesepakatan internasional untuk membangun dengan konsep sustainable
development. Bulan September di New York akan ada konferensi mengenai Post 2015 Development Decade. Yang dipikirkan adalah bagaimana pembangunan berkelanjutan itu, pada 2030 utuh dengan kemiskinan 0 persen. Itu tujuannya.
Pada forum-forum internasional, bagaimana Indonesia dinilai dalam hal pembangunan yang berwawasan ekonomi hijau? Belum maju. Hutan kita banyak yang hancur. Kalimantan habis dimakan oleh industri batu bara. Publik internasional melihatnya seperti itu. Lalu, Riau habis dimakan oleh kelapa sawit. Asapnya sampai ke Singapura. Sampai mereka membuat peraturan bahwa orang Indonesia atau pengusaha yang menyebabkan kebakaran itu, jika mereka datang ke Singapura, agar ditangkap.
Teks Dwinanda Ardhi
Vol. X No. 96 / September 2015
29
Potret Kantor
Peran Strategis Pengelola Penerimaan Negara Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak, DJA
Sumber daya alam di negeri ini turut menyumbang penerimaan negara yang begitu besar. Tugas penting itu dikelola dengan apik oleh Direktorat PNBP.
Kantor Direktorat PNBP.
Foto Dwinanda Ardhi
30
MediaKeuangan
T
ak banyak yang tahu, Kementerian Keuangan memiliki unit yang menangani penerimaan negara non pajak. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berada di bawah Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) telah menorehkan capaian kinerja yang signifikan. Direktur PNBP Anandy Wati dengan ramah menerima wawancara Media Keuangan di ruang kerjanya beberapa waktu lalu. Beliau juga menjelaskan seluk beluk latar belakang berdirinya unit ini hingga capaian yang ingin diraih ke depan. Anandy menjelaskan, pada tahun 2004 unit yang menangani PNBP berada di Direktorat Minyak dan Bukan Pajak, Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan. Kemudian, saat Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan (DJAPK) terbentuk, unit yang menangani PNBP dilakukan oleh Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Badan Layanan Umum. Pada tahun 2006, DJAPK akhirnya terpisah menjadi dua unit Eselon I yaitu DJA dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Sejak saat itu, unit yang menangani PNBP ditangani oleh Direktorat PNBP, DJA.
Direktorat PNBP memegang peranan penting dalam penerimaan negara. Meskipun demikian, grading unit Eselon yang berlokasi di Gedung Sutikno Slamet lantai 16 ini tidaklah sama seperti unit Eselon II lain di lingkungan DJA. “Saat ini kami sedang memperbaiki hal tersebut, karena tugas kita bukan hanya menganalisa tapi juga assessment terhadap target dan besaran tarif PNBP,” jelas Anandy yang telah memimpin Direktorat PNBP sejak 24 Maret 2014. Anandy menambahkan, peran strategis DJA adalah melakukan analisis, merumuskan dan menyiapkan pelaksanaan kebijakan, menyusun norma, standar dan prosedur di bidang PNBP serta subsidi yang ditugaskan pada direktorat.
Peran strategis Pengelolaan PNBP tidaklah sebatas pengurusan tata usaha atau administrasi. Direktorat PNBP mengemban tugas yang jauh lebih penting. Anandy mencontohkan saat menganalisis besaran tarif PNBP bisnis batu bara. “Untuk mengetahui besarnya tarif PNBP perusahaan batu bara, kita membutuhkan analis yang mampu menganalisa biaya untuk perusahaan. Mau tidak mau kita harus membongkar bisnis batu bara. Selain itu juga menganalisa cost production dan marketing,” jelasnya. “Kita ingin menunjukkan tugas di PNBP bukan tugas administratif karena kita memberikan kontribusi bagi penerimaan negara,” kata Anandy yang sebelum menjadi Direktur PNBP mengemban amanah sebagai Sekretaris DJA. Secara umum, Direktorat PNBP mengelola penerimaan dari sisi sumber daya alam yang meliputi sektor migas dan non migas. Sektor non migas meliputi mineral, batubara , kelautan, kehutanan, dan perikanan. PNBP lainnya meliputi pelayanan-pelayanan yang dilakukan kementerian lembaga. “Contoh pelayanan kementerian adalah pelayanan izin frekuensi
dari Kementerian Komunikasi dan Informatika. Mereka dapat menghasilkan PNBP yang besar,” tambahnya. Peran strategis itulah yang membuat kinerja Direktorat PNBP selalu berkoordinasi dengan para stakeholders. Anandy memberikan perhatian yang lebih terhadap hubungan dengan stakeholders. Hal ini tentu bertujuan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan PNBP. Berikut empat contoh bentuk koordinasi yang dilakukan. Pertama, koordinasi hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan oleh instansi pemeriksa dengan melibatkan kementerian/lembaga terkait. Kedua, Direktorat PNBP melakukan monitoring dan evaluasi baik ke kementerian/ lembaga maupun Wajib Bayar. Ketiga, sosialisasi Sistem Informasi PNBP Online (SIMPONI) yang bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada Wajib Bayar atau Wajib Setor tentang tata cara pembayaran PNBP secara online. Keempat, Bimbingan Teknis dan Focus Group Discussion terkait pengelolaan PNBP yang dilakukan secara berkala baik atas inisiatif stakeholder maupun Direktorat PNBP. Dengan peranan yang begitu besar dalam penerimaan negara, Direktorat PNBP sangat memaanfatkan penggunaan teknologi informasi. Sebuah terobosan mengenai pembayaran PNBP secara online diwujudkan melalui aplikasi SIMPONI. “SIMPONI ini bersifat real time yang terdiri dari perencanaan PNBP, eksekusi, dan transaksi . Semuanya ada di situ. Laporannya juga bisa diambil di SIMPONI,” jelasnya. SIMPONI ini bertujuan untuk meningkatkan tingkat akurasi data PNBP dengan menghindari atau meminimalisir kemungkinan terjadinya human error dalam perekaman data pembayaran dan penyetoran PNBP. SIMPONI juga memungkinkan Wajib Bayar dan Wajib Setor melakukan pembayaran di berbagai channel, seperti Automatic Teller Machine (ATM), Internet Banking, Teller, dan Electronic Data Capture (EDC). Sistem ini secara tidak langsung juga berperan dalam menyukseskan Gerakan Nasional Non Tunai yang saat ini sedang digalakkan Pemerintah.
Prestasi terpendam Tak banyak yang tahu, Direktorat PNBP telah meraih prestasi kinjerja yang cukup signifikan dalam menyumbang penerimaan negara. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2010-2014), realisasi PNBP selalu melebihi target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan. Istimewanya, dalam kurun waktu tersebut, PNBP terus mengalami peningkatan pertumbuhan rata-rata mencapai 10,3 persen per tahun. Lebih dari itu, Direktorat PNBP juga telah menyelesaikan pembayaran subsidi tahun 2014 secara tepat waktu dengan jumlah sebesar RP341.81 triliun atau 97,57 persen dari total pagu Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Subsidi Energi. Dalam kepemimpinannya selama lebih dari setahun, Anandy mengungkapkan kendala kinerja Direktorat PNBP. Salah satunya adalah adanya beberapa aturan hukum pengelolaan PNBP yang bersifat multitafsir sehingga berpotensi menimbulkan ketidakseragaman pemahaman. Dari sisi eksternal, adanya beberapa kementerian/lembaga pengelola PNBP maupun satuan kerja Badan Layanan Umum yang tidak patuh dalam menyampaikan usulan target dan pagu PNBP. Selain itu juga adanya ketidakpatuhan mereka dalam menyampaikan laporan realisasi penerimaan dan penggunaan PNBP.
Direktur PNBP Anandy Wati.
Foto Dwinanda Ardhi
Kendala dan Harapan Direktorat PNPB sebagai salah satu unit yang mengelola penerimaan negara berusaha terus mengoptimalkan PNBP sebagai sumber pendanaan pembangunan dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam. Anandy menambahkan, kualitas pelayanan juga terus ditingkatkan, salah satunya dengan rencana Single Source Database. Dengan adanya Single Source Database ini, SIMPONI dapat menjadi rujukan data-data PNBP meliputi data series target PNBP dan realisasinya. “Saya ingin ke depannya laporan PNBP bisa seperti Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Kementerian Keuangan yang full assessment menetapkan target, kementerian/ lembaga menjadi Wajib Pungut,” jelas Anandy menutup pembicaraan dengan Media Keuangan.
Teks Pradany Hayyu
Vol. X No. 96 / September 2015
31
Figur
32
MediaKeuangan
Sumiyati “Sejak saya SMEA kelas dua, profesi mengajar itu tidak pernah saya tinggalkan sampai saya tua. Rasanya bekal saya sudah cukup. Saya dulu dilahirkan di sini. Kembali ke dunia pendidikan seperti pulang ke rumah.”
Foto Tino Adi Prabowo
Vol. X No. 96 / September 2015
33
S
aat panen tiba, para warga desa Gading kecamatan Tanon, bergembira. Tak terkecuali warga yang berusia belia, mereka turut mendapat jatah dari orang tuanya. Bila anak-anak lain asyik menghabiskan uangnya untuk jajan, anak tunggal pasangan Atmo Dimejo dan Marinah ini menyisihkan sebagian duitnya untuk disimpan. Dialah Sumiyati, anak petani dari sebuah keluarga sederhana di Sragen. Memasuki tahun 1970-an, terjadi krisis keuangan global. Imbasnya, sejumlah bank swasta yang berada di daerah terpaksa gulung tikar, tak terkecuali bank tempat gadis kelahiran Sragen, 6 Juli 1961 ini menyimpan uang. Saat anak-anak seusianya mungkin tak pernah terlintas memikirkan kondisi bank yang pailit, anak kelas empat Sekolah Dasar Negeri 2 Gading ini justru berbeda. “Saya berpikir bahwa kalau bank ini dikelola dengan baik, dicatat dengan benar, laporannya benar, harusnya tidak terjadi (pailit),” ungkapnya. Mulai saat itu, Sumiyati termotivasi untuk mendalami belajar tata buku, ekonomi dan hitung dagang. Lalu, sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA), Sumiyati sudah dipercaya untuk mengajar akuntansi. “Kelas dua SMEA itu saya mengajar untuk pegawai bank. Mereka minta saya untuk mengajar, (karena) biasanya mereka mau naik pangkat ada ujian bon (sertifikasi profesi akuntan).” Namun demikian, kedekatan Sumiyati pada dunia ajar-mengajar ini tak lantas membuatnya tertarik untuk menjadi seorang guru pada masa itu. Sumiyati justru lebih suka menggeluti dunia catat-mencatat dan hitungmenghitung. Kala itu, Sumiyati sadar bahwa kondisi keuangan keluarga tidak memungkinkan untuk membantunya meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Meskipun demikian, wanita yang selalu memperoleh beasiswa sejak Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) hingga SMEA ini tak patah arang.
34
MediaKeuangan
Atas informasi dari gurunya tentang sekolah kedinasan yang dimiliki oleh Departemen Keuangan, Sumiyati langsung mendaftar untuk mengikuti ujian Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) di Senayan. Akhirnya, semenjak dinyatakan diterima, Sumiyati pindah ke Jakarta dan tercatat sebagai mahasiswa Diploma III Keuangan Spesialisasi Akuntansi di STAN.
Mengajar Berbeda dari teman seangkatannya yang langsung menerima penempatan di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan setelah lulus STAN, lagi-lagi Sumiyati memiliki pemikiran lain. “Kalau saya ke lapangan, saya belum bisa menjadi pengambil keputusan. Rasanya kontribusi akan lebih banyak saya berikan kalau saya mengajar daripada jadi auditor,” katanya. Beruntung pada waktu itu, STAN kembali membutuhkan asisten dosen (asdos). Sumiyati lantas bergegas mengajukan diri sebagai asdos dan menjadi satu diantara dua orang yang diterima sebagai asdos. Setelah itu, Sumiyati kembali meneruskan pendidikan Diploma IV di STAN. Setelah lulus, barulah Sumiyati sadar bahwa dirinya lebih menikmati masa-masa mengajar. “Awalnya masuk STAN karena tidak mau jadi guru tapi mungkin karena doa orang tua, ternyata sudah lulus (saya ingin) jadi guru. Kemudian, sebenarnya saya minta jadi dosen di STAN tapi tidak dikasih,” ceritanya. Bukan tanpa alasan dirinya tak diizinkan menjadi dosen. Menurut kepala bagian kepegawaian, Sumiyati disarankan untuk bekerja sebagai akuntan atau auditor di lapangan sehingga nantinya ia mampu mengaplikasikan teori yang telah dipelajarinya selama ini. “Kalau kamu di sini terus, nanti kamu tidak tahu lapangan, tau-nya hanya di balik meja. Kamu tidak akan tau bagaimana kerja akuntan di lapangan. Kamu lima tahun saja di lapangan jadi auditor, kalau sudah terserah kamu balik kemana saya
kasih,” kata kepala bagian kepegawaian waktu itu. Pada Februari 1990, Sumiyati ditempatkan di Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) DKI Jakarta sebagai auditor. Penempatan tersebut bagai kesempatan emas bagi Sumiyati untuk mempelajari berbagai macam hal karena perputaran pegawai yang cenderung cepat. Tepat satu tahun setelahnya, Sumiyati diminta mengikuti Tes Potensi Akademik dan Tes Bahasa Inggris, Ternyata ujian itu merupakan bagian seleksi penerima beasiswa pendidikan Strata 2 untuk memperoleh gelar Master di Australia. Beberapa tahun kemudian, Sumiyati dapat melanjutkan pendidikan Master of Financial Management di Universitas Central Queensland, Australia. Sekembalinya dari tugas belajar, Sumiyati menagih janji untuk dapat kembali lagi ke Kementerian Keuangan. Sayangnya, Sumiyati belum bisa kembali karena ada aturan yang menyatakan tentang penghentian perpindahan pegawai ke Kementerian lain sehingga Sumiyati tetap ditempatkan di pusdiklat pengawasan BPKP untuk pengajar namun belum diangkat sebagai widyaiswara.
Turun ke lapangan Baru pada tahun 2002, Sumiyati diminta langsung oleh Mulia Nasution, Kepala Badan Akuntansi Keuangan Negara (Bakun) untuk bergabung. Sumiyati pun diangkat menjadi Kepala Subbidang Bimbingan Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah. Tak lama berselang terjadi reorganisasi yang menyebabkan terjadinya perubahan nomenklatur. Selanjutnya, Sumiyati ditempatkan di Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagai Kepala Seksi Pola dan Standar Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Beberapa bulan kemudian, Sumiyati diminta untuk menangani laporan keuangan Kemenkeu yang masih diberikan opini disclaimer oleh BPK. Sumiyati lalu diangkat menjadi Kepala Bagian Akuntansi dan Pelaporan Keuangan.
tahun kemudian, laporan Keuangan Kementerian Keuangan berhasil meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK.
Harapan
Kalau mau lari, ayo kita samasama, tapi kalau mau tinggal, kamu pergi sendiri silakan,”
Foto Tino AdiPrabowo
TTL Sragen / 6 Juli 1961 PENDIDIKAN Diploma IV Akuntansi (STAN) (1989), Master of Financial Management, Central Queensland University Australia (1994) RIWAYAT JABATAN Kepala Seksi Pola dan Standar Teknis Pengelolaan Keuangan BLU (2007), Kepala Bagian Akuntansi dan Pelaporan Keuangan (2007-2011), Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan (2011-2015), Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (2015-sekarang)
Ia memulai dengan melakukan pemetaan permasalahan mulai dari laporan keuangan hingga Sumber Daya Manusia (SDM). Dari sisi SDM, Sumiyati mengajak diskusi pegawai di bagian akuntansi, bagian keuangan seluruh unit eselon 1 terkait serta tim review Itjen untuk mengetahui sejauh mana kompetensi mereka. Setelah itu, Sumiyati memberikan pelatihan sendiri tanpa trainer dari luar. “Jadi kalian mau lari bareng saya, mau bergerak sejalan dengan perubahan pengelolaan keuangan atau kalian mau diam tidak mau belajar yang akhirnya akan terlindas dengan roda perubahan? Kalau mau lari, ayo kita sama-sama, tapi kalau mau tinggal, kamu pergi sendiri silakan,” ujar Sumiyati membangkitkan semangat para pegawai. Tak jarang, Sumiyati menemui satu per satu kepala bagian Keuangan atau Sekretaris setiap unit eselon 1 untuk mengetahui sejauh mana permasalahan. Sumiyati berupaya memegang kontrol atas sejumlah unit yang memiliki potensi besar dalam pendapatan atau pengelolaan keuangan. Sumiyati juga tak segan mendatangi operator untuk mengetahui masalah utama di lapangan. Hasilnya, beberapa
Lima tahun berselang sejak dipercaya menjadi Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan, Sumiyati ingin kembali pada passion-nya di dunia mengajar. Lantas, saat ada pengumuman seleksi terbuka Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, tanpa buang waktu, Sumiyati langsung mendaftar sampai akhirnya benar-benar dipercaya menjadi Kepala Badan. Ke depan, kata Sumiyati, ada dua hal utama yang akan dilakukan. Pertama, membangun Politeknik STAN sebagai politeknik keuangan negara. Politeknik ini nantinya memiliki struktur organisasi setara dengan perguruan tinggi yang bertujuan menjadi supplier SDM Keuangan di Indonesia. Baru-baru ini, persetujuan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi Birokrasi serta Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi sudah ada, sehingga kini menunggu penetapan dalam Peraturan Menteri Keuangan. Kedua, membangun Kementerian Keuangan sebagai corporate university, sebuah learning organization atau organisasi pembelajar dan knowledge library. Sumiyati menjelaskan bahwa BPPK sudah melaksanakan internal kick off dan kini tengah melakukan penyelarasan dengan transformasi kelembagaan di Kementerian Keuangan. “Selama ini perpustakaan kita isinya buku, lalu siapa yang mendokumentasikan keahlian, pengalaman kerja, berbagai macam kasus baik itu yang gagal maupun yang sukses di Kementerian Keuangan? Kalau ini kita dokumentasikan, kita buatkan library-nya, knowledge management kita bangun, saya yakin suatu saat nanti Kementerian Keuangan akan menjadi corporate university yang hebat untuk negeri ini,” ungkapnya.
Teks Iin Kurniati
Vol. X No. 96 / September 2015
35
Ekonomi Terkini
Anggaran Negara Tembus Rp2000 Triliun Menjelang peringatan hari kemerdekaan, Presiden Jokowi menyampaikan keterangan pemerintah atas Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 beserta nota keuangannya.
36
MediaKeuangan
D
i depan sidang paripurna DPR di Ruang Sidang Utama, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (14/8), Presiden mengungkapkan bahwa RAPBN 2016 disusun berdasarkan pokok-pokok kebijakan fiskal yang mengacu pada tema “Penguatan Pengelolaan Fiskal Dalam Rangka Memperkokoh Fundamental Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas”. Penguatan pengelolaan fiskal akan diarahkan melalui sisi pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Dalam kesempatan tersebut, Presiden Jokowi memaparkan sejumlah asumsi makro ekonomi dan faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam menentukan asumsi tersebut. Pertama, pertumbuhan ekonomi tahun 2016 ditargetkan 5,5 persen. Kondisi ekonomi global diproyeksikan membaik sehingga kinerja ekspor-impor serta permintaan global atas produk-produk Indonesia juga meningkat. Pembangunan infrastruktur yang menjadi fokus alokasi anggaran diharapkan mendorong kinerja Pembentukan Modal Tetap
Bruto dan konsumsi nasional. Di samping itu, peningkatan konektivitas nasional dan realokasi belanja ke sektor-sektor produktif diharapkan mampu menggerakkan perekonomian nasional, menjaga daya beli masyarakat, dan mengendalikan laju inflasi. Kedua, laju inflasi tahun 2016 diperkirakan mencapai 4,7 persen. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti perkembangan harga komoditas pangan dan energi dunia, pergerakan nilai tukar rupiah, serta perubahan iklim. Untuk itu, pemerintah akan terus berkoordinasi dengan Bank Indonesia dan menggerakkan pemerintah daerah dalam rangka pengendalian inflasi nasional.”Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah terus kita aktifkan,” kata Presiden dalam pidatonya. Lebih jauh, pemerintah juga akan menjaga harga bahan pangan dan energi di pasar domestik dengan menyediakan alokasi anggaran dan dana cadangan dalam rangka ketahanan pangan nasional. Ketiga, nilai tukar rupiah diasumsikan sebesar Rp13.400 per dolar Amerika Serikat. Perbaikan performa perekonomian global yang
dimotori oleh Amerika Serikat dan perlambatan perekonomian Tiongkok, depresiasi yuan, serta pemulihan ekonomi Uni Eropa dan Jepang menjadi faktor yang akan berpengaruh pada nilai tukar rupiah tahun mendatang. Keempat, rata-rata suku bunga Surat Perbendaharaan Negara 3 bulan, dalam tahun 2016 diasumsikan berada pada tingkat 5,5 persen. Surat Utang Negara diharapkan tetap menarik bagi investor. Kelima, asumsi rata-rata harga minyak mentah Indonesia dalam tahun 2016 diperkirakan sebesar 60 dolar Amerika Serikat per barel. Asumsi ini mempertimbangkan berbagai faktor yang memengaruhi, seperti pasokan dan faktor geopolitik. Yang terakhir, kapasitas produksi minyak dan gas bumi selama tahun 2016 diperkirakan mencapai 1,985 juta barel setara minyak per hari, yang terdiri dari produksi minyak bumi sebesar 830 ribu barel per hari dan gas bumi sekitar 1,155 juta barel setara minyak per hari. Presiden mengatakan bahwa asumsi dasar ekonomi makro yang ditetapkan tersebut diharapkan dapat mencerminkan kondisi perekonomian yang lebih realistis. Dengan demikian, kepercayaan pasar dapat didorong ke tingkat yang lebih tinggi. Selain asumsi ekonomi makro, Presiden juga memaparkan target pendapatan, belanja, dan defisit negara. Yang menjadi sejarah, anggaran negara pertama kalinya melampaui Rp2000 triliun. Belanja negara dianggarkan sebesar Rp2.121,3 triliun. Belanja tersebut terdiri atas belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp1.339,1 triliun dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp782,2 triliun. Untuk membiayai belanja itu, total pendapatan negara ditargetkan mencapai Rp1.848,1 triliun. Penerimaan perpajakan ditargetkan hingga Rp 1.565,8 triliun, sedangkan Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar Rp280,3 triliun dan penerimaan hibah sebesar Rp2,0 triliun. Kekurangan pembiayaan belanja akan ditutupi oleh defisit sebesar Rp273,2 triliun atau 2,1 persen terhadap Produk Domestik Bruto.“Defisit RAPBN 2016 tersebut akan dibiayai dengan
Di samping anggaran yang menembus Rp2000 triliun, fokus pembangunan di daerah dan kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu juga menjadi salah satu rekor sejarah.
pembiayaan yang bersumber dari dalam negeri sebesar Rp272,0 triliun dan luar negeri neto sebesar Rp1,2 triliun,” kata Presiden.
Realistis tapi optimis Pada hari yang sama, Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro menegaskan bahwa asumsi kerangka ekonomi makro yang disusun dalam RAPBN 2016 bersifat realistis tanpa meninggalkan optimisme. Hal tersebut disampaikan Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro dalam konferensi pers yang diselenggarakan di kantor pusat Kementerian Keuangan di Jakarta. Di samping anggaran yang menembus Rp2000 triliun, fokus pembangunan di daerah dan kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu juga menjadi salah satu rekor sejarah. Untuk pertama kalinya, alokasi anggaran untuk Transfer ke Daerah dan Dana Desa lebih besar daripada belanja Kementerian/Lembaga (K/L). Pada tahun lalu, belanja K/L dialokasikan sebesar Rp664,6 triliun. “Nah, sekarang dibalik posisinya, yang Transfer ke Daerah dan Dana Desa lebih besar dari belanja K/L. Dengan kata lain, Indonesia sudah menerapkan desentralisasi fiskal yang sebenarnya,” ujar Menkeu. Menurut Menkeu, desentralisasi yang telah bergulir di Indonesia sebelumnya masih dominan sebagai penyerahan kewenangan kepada daerah. Dengan peningkatan transfer daerah dan dana desa ini berarti kewenangan daerah sudah termasuk pada kewenangan dalam anggaran. “Karena yang sebenarnya adalah apabila kewenangan diserahkan pada daerah, maka diikuti dengan dananya,” Menkeu menambahkan. Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Sofyan Djalil yang hadir dalam konferensi pers tersebut juga menyatakan bahwa konteks desentralisasi fiskal ini adalah implementasi pokokpokok kerangka pembangunan tahun depan yaitu pembangunan yang berkesinambungan.“Kerangka pembangunan tersebut diimplementasikan dalam konteks desentralisasi fiskal, yang merupakan komitmen pemerintah. Yang memberikan peranan lebih besar kepada daerah melalui peningkatanan transfer belanja daerah,” kata Menteri PPN. Sejarah lain yang dapat dicatat dari RAPBN 2016 adalah alokasi anggaran kesehatan yang mencapai lima persen dari APBN. Alokasi tersebut merupakan amanat dari Undang-Undang Kesehatan, yaitu anggaran kesehatan atau fungsi kesehatan sebesar 5 persen dari total belanja. Dalam RAPBN 2016, total anggaran kesehatan sendiri telah dialokasikan sebesar Rp106,1 triliun atau 5 persen dari total belanja tahun 2016. “Sebagai gambaran, di APBN 2015 kesehatan itu cuma 3,7 persen. Jadi lompatnya cukup jauh ke 5 persen,” kata Menkeu. Di kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution juga menekankan pentingnya membangun fundamental ekonomi yang kokoh. “Dinamika ekonomi global dan nasional yang terjadi di beberapa tahun terakhir, menyadarkan kita pentingnya membangun fundamental ekonomi yang kokoh, agar mampu menghadapi gejolak eksternal,” ujar Menko Prekonomian.
Vol. X No. 96 / September 2015
37
KOMENTAR PAKAR
Joko Tri Haryanto Peneliti BKF
P
emerintah akhirnya menyepakati beberapa asumsi dasar ekonomi makro dalam penyusunan R-APBN 2016, diantaranya asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5 persen, inflasi sebesar 4,7 persen, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sebesar Rp13.400 per dolar Amerika Serikat, suku bunga SPN 3 bulan sebesar 5,5 persen, harga minyak mentah Indonesia (Indonesia’s Crude Price/ICP) sebesar 60 per dolar Amerika Serikat, lifting minyak Indonesia sebesar 830 ribu barel per hari dan lifting gas sebesar 1.155 ribu barel setara minyak per hari. Banyak pihak mengapresiasi asumsi ini sebagai perhitungan yang lebih realistis. Dari sisi global, tahun 2016 masih akan dibayangi kondisi moderasi pertumbuhan negara mitra dagang utama Indonesia, ketidakpastian prospek kebijakan moneter di Amerika Serikat serta ketidakpastian pergerakan harga komoditas. Sementara dari
P
Tri Wibowo Peneliti BKF 38
MediaKeuangan
eran Indonesia dalam perekonomian dunia telah diakui. Indonesia tergabung dalam dua puluh negara yang menguasai 85 persem Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dunia. Semakin meningkatnya peran Indonesia dalam perekonomian dunia selain merupakan sebuah prestasi, juga membawa sebuah konsekuensi. Adanya perlambatan perekonomian dunia, akan membawa pengaruh lebih cepat disertai dampak yang lebih besar terhadap perekonomian Indonesia, dibanding perekonomian Indonesia pada masa lampau. Gejolak perekonomian global begitu cepat dirasakan bangsa ini. APBN 2016 disusun oleh pemerintah dalam ketidakpastian perekonomian dunia. Rencana kenaikan suku bunga bank Sentral AS (The Fed) pada pertengahan tahun 2015, telah memberikan tekanan pada nilai tukar rupiah sejak awal tahun 2015. Rupiah pada awal tahun 2015 sebesar Rp. 12.280/US$ menjadi Rp. 13.375/US$ pada Juli 2015. Gonjang-ganjing pelemahan mata uang China telah memberikan efek berantai dan memberikan tekanan yang lebih besar terhadap nilai tukar rupiah. Tekanan nilai tukar rupiah terhadap US dollar juga bukan semata-mata faktor fundamental lagi. Faktor spekulasi memberikan dampak yang besar terhadap pergerakan nilai tukar rupiah. Dalam World Economic Outlook (WEO, Juli 2015), pertumbuhan ekonomi AS di tahun 2016 diperkirakan sebesar 3,0 persen, lebih tinggi dibandingkan proyeksi pertumbuhan tahun
sisi domestik beberapa tantangan yang akan menghadang diantaranya terbatasnya kapasitas produksi nasional terkait relatif rendahnya produktivitas, relatif rendahnya daya saing dalam menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN serta mendesaknya kebutuhan untuk mewujudkan ketahanan pangan dalam negeri, saya tetap merasa yakin bahwa faktor konsumsi khususnya konsumsi pemerintah tetap akan menjadi pendukung utama pertumbuhan ekonomi di 2016. Untuk itu sekiranya perlu dipikirkan pelajaran dari tahun 2015 dimana realisasi belanja modal pemerintah agak tersendat karena permasalahan perubahan nomenklatur Kementerian/Lembaga (K/L). Pemerintah sendiri sudah mengalokasikan belanja infrastruktur yang begitu besar dalam APBN 2016, sehingga sangat disayangkan jika dana tersebut justru tidak dapat menciptakan multiplier effect seperti yang diharapkan. 2015 sebesar 2,5 persen. Demikian juga volume perdagangan dunia tahun 2016 diperkirakan akan meningkat sebesar 4,4 persen. Lebih tinggi dibanding prakiraan tahun 2015 yang hanya meningkat 4,1 persen. Dalam APBN 2016, dari bidang infrastruktur diarahkan untuk peningkatkan meningkatkan kinerja perekonomian nasional melalui peningkatan konektivitas nasional, ketahanan pangan dan energi. Stabilitas harga dilakukan melalui perbaikan jalur distribusi serta Penguatan koordinasi kebijakan fiskal-moneter serta pusat-daerah dilakukan dalam penguatan Tim Pengendali Inflasi (TPI) juga Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Untuk meningkatkan dayabeli masyarakat, Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan penyesuaian PTKP dari Rp24,3 juta menjadi Rp36 juta. Perubahan PTKP merupakan strategi dalam memperkuat permintaan domestik sebagai penopang utama pertumbuhan ekonomi nasional. Terbentuknya BLU tentang dana pendukung sawit (CPO Supporting Fund) akan mampu meningkatkan kebutuhan CPO dalam negeri dalam mendukung biodisel nasional. Meningkatnya biodisel akan mengurangi import BBM khususnya solar yang berdampak positif terhadap necara perdagangan dan mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah.
Teks Dwinanda Ardhi S.
Vol. X No. 96 / September 2015
39
Kolom Ekonom
Obligasi Daerah dan Akselerasi Infrastruktur Oleh: Joko Tri Haryanto*
J
ika tak ada aral melintang, tahun depan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat berencana untuk menerbitkan obligasi daerah demi mendanai pembangunan Bandara Internasional Kertajati. Paska pemeringkatan oleh PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) dengan status AA-, besaran nominal obligasi daerah yang akan diterbitkan mencapai Rp3,54 triliun. Selain Jawa Barat, PT. Pefindo juga sudah melakukan pemeringkatan terhadap beberapa daerah potensial lainnya seperti Makassar (A-), Balikpapan (A), serta Provinsi DKI Jakarta (AA+). Pada awalnya, Pemprov DKI Jakarta justru digadang-gadang akan menerbitkan obligasi daerah pertama kali beberapa tahun yang lalu sebesar Rp1,7 triliun dengan tenor pinjaman selama 10 tahun. Dana hasil penerbitan tersebut akan digunakan untuk membiayai beberapa rencana pembangunan infrasruktur di Jakarta. Sayangnya, kebijakan tersebut kandas di periode pemerintahan ”Jakarta Baru”. Jokowi-Ahok mengurungkan niat Pemprov DKI untuk menerbitkan obligasi daerah dengan pertimbangan APBD sudah mencukupi, hanya perlu penajaman kegiatan dan efisiensi dalam penganggaran. Obligasi daerah sebetulnya dapat menjadi salah satu instrumen alternatif pendanaan publik yang relatif memadai, khususnya jika dikaitkan dengan rencana pemerintah dalam mempercepat pembangunan infrastruktur. Regulasi
40
MediaKeuangan
terkait penerbitan obligasi daerah juga sudah cukup banyak, dimulai dari Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah, PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 147 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penerbitan, Pertanggungjawaban dan Publikasi Informasi Obligasi Daerah, serta beberapa paket peraturan Ketua Bappepam-LK terkait Penawaran Umum Obligasi Daerah. Berdasarkan buku panduan penerbitan obligasi daerah yang dikeluarkan secara resmi oleh pemerintah, yang disebut dengan obligasi daerah adalah surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah daerah yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar modal. Obligasi ini tidak dijamin oleh pemerintah pusat, sehingga segala resiko yang timbul sebagai akibat dari penerbitannya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah (pemda). Penerbitan surat utang merupakan bukti bahwa pemda telah melakukan pinjaman/utang kepada pemegang surat utang tersebut. Pinjaman akan dibayar kembali sesuai dengan jangka waktu dan persyaratan yang disepakati. Pemda yang menerbitkan obligasi daerah
Molornya pembangunan berbagai kebijakan reformasi pengelolaan transportasi umum di DKI Jakarta baik monorel, mass rapid transit (MRT), maupun Trans Jakarta karena persoalan dana, sepertinya akan dapat teratasi juga melalui mekanisme obligasi daerah.
Foto Kukuh Perdana
berkewajiban membayar bunga secara berkala sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan. Pada saat jatuh tempo, pemda berkewajiban mengembalikan pokok pinjaman. Adapun tujuan dari penerbitan obligasi daerah adalah untuk membiayai
suatu kegiatan investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Aturan tersebut memberikan arahan bahwa penerbitan obligasi daerah hendaknya ditujukan bagi pembangunan infrastruktur masyarakat yang
menghasilkan penerimaan bagi kas daerah (full cost recovery) seperti bandara, jalan tol, pelabuhan, serta terminal. Hasil penerimaan dari fasilitas yang dibangun tersebut akan digunakan sebagai pembayaran bunga dan pokok pinjaman dari penerbitan obligasi daerah,
sehingga APBD menjadi tidak terbebani. Untuk itu, perlu diperhatikan bahwa penerbitan obligasi tidak ditujukan untuk menutup kekurangan kas daerah maupun membiayai proyek-proyek publik yang tidak menghasilkan penerimaan seperti jalan umum dan jembatan, meskipun Vol. X No. 96 / September 2015
41
fasiltas-fasilitas tersebut memiliki nilai sosial yang besar. Di dalam PP Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah disebutkan bahwa obligasi daerah memiliki karakteristik seperti: pinjaman jangka panjang yang berasal dari masyarakat (lebih dari satu tahun sesuai dengan syarat perjanjian pinjaman yang bersangkutan), mempunyai jangka waktu sekitar 5 tahun atau lebih, diterbitkan melalui penawaran umum kepada masyarakat di pasar modal dalam negeri, dikeluarkan dalam mata uang rupiah, hasil penjualan digunakan untuk membiayai investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat, serta nilai obligasi daerah pada saat jatuh tempo sama dengan nilai nominal obligasi daerah pada saat diterbitkan. Penerbitan obligasi daerah nantinya akan dikawal oleh beberapa pihak yang secara resmi ditunjuk sebagai pengelola. Pihak yang akan menjadi regulator adalah lembaga/instansi pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengawasi pelaksanaan penawaran umum obligasi daerah di pasar modal. Pengawasan tersebut merupakan tanggung jawab Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pihak berikutnya yang terlibat adalah self regulatory organization (SRO), sebagai lembaga atau organisasi yang berwenang untuk mengeluarkan peraturan bagi kegiatan usahanya. Di pasar modal, SRO terdiri atas bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, serta lembaga penyimpanan dan penyelesaian. Pihak yang nantinya akan melakukan penawaran selanjutnya disebut sebagai emiten. Dalam hal ini, Pemprov Jawa Barat akan menjadi emiten dari rencana obligasi yang diterbitkan. Beberapa pihak lainnya yang nanti akan mendukung diantaranya pemegang efek, perusahaan efek, lembaga penunjang, profesi penunjang, serta beberapa pihak lain yang terlibat. Menurut persepsi penulis, rencana penerbitan obligasi daerah oleh Pemprov Jawa Barat layak mendapatkan
42
MediaKeuangan
Mengingat begitu banyak dampak positif yang ditimbulkan dari rencana penerbitan obligasi daerah, maka sudah selayaknya pemerintah pusat dan seluruh elemen yang terkait lainnya mendukung dengan seoptimal mungkin.
apresiasi setinggi-tingginya. Dan jika nantinya rencana tersebut betul-betul terealisasi, maka dampak multiplier yang akan ditimbulkan sangatlah luar biasa. Bagi pemerintah pusat, penerbitan obligasi daerah ini diharapkan memutus siklus klasik kurangnya dana bagi pembangunan infrastruktur di daerah. Dunia pasar modal dalam negeri juga akan sangat diuntungkan dengan masuknya entitas pemerintah ke dalam pasar sebagai bentuk diversifikasi sources yang selama ini didominasi oleh pihak swasta. Bagi Pemprov Jawa Barat sendiri, selain mendapatkan alokasi dana yang dibutuhkan dalam mempercepat akselerasi pembangunan infrastruktur yang mungkin tidak akan terwujud jika hanya mengandalkan alokasi dana dari pemerintah pusat, juga akan memulai era baru dalam sistem pengelolaan keuangan daerah yang selama ini identik dengan jargon kuno, kolot, dan tidak transparan. Keberhasilan penerbitan obligasi daerah Pemprov Jawa Barat juga diharapkan memacu beberapa daerah potensial lainnya untuk segera menerbitkan obligasi yang sama. Molornya pembangunan berbagai kebijakan reformasi pengelolaan transportasi umum di DKI Jakarta baik monorel, mass rapid transit (MRT), maupun Trans Jakarta karena persoalan dana, sepertinya akan dapat teratasi juga melalui mekanisme obligasi daerah. Publik pun nantinya akan merasa memiliki proyek-proyek tersebut karena terlibat secara langsung dalam
pembiayaannya, berbeda dengan proyek lainnya dimana masyarakat hanya menjadi penikmat semata. Ketika seluruh mekanisme penerbitan obligasi daerah di pasar modal sudah berjalan sebagaimana mestinya, pada gilirannya akan sangat membantu pengalokasian dana ke daerah dalam APBN. Sudah menjadi rahasia umum jika selama ini APBN sangat terbebani dengan alokasi transfer ke daerah yang terus meningkat. Meskipun otonomi daerah sudah dijalankan sejak 2001, faktanya kemandirian daerah yang menjadi tujuan utama tak kunjung muncul. Gejala yang ada, daerah justru semakin bergantung kepada transfer dana dari pemerintah pusat. Dalam APBN 2006 misalnya, alokasi transfer ke daerah sudah mencapai Rp226,2 triliun, meningkat menjadi Rp478,8 trilun dalam APBN-P 2012. Dalam APBN 2013, besaran transfer ke daerah sekitar Rp528,6 triliun, naik lagi menjadi Rp529,4 triliun di APBN-P 2013 serta Rp592,6 triliun di APBN 2014. Dalam R-APBN 2015, pemerintah sepakat mengalokasikan transfer ke daerah Rp630,9 triliun atau meningkat dibandingkan alokasi APBN-P 2014 Rp596,5 triliun. Komponen Dana Perimbangan mengalami peningkatan menjadi Rp509,5 triliun dari alokasi Rp491,9 triliun dalam APBN-P 2014. Sebagai kesimpulan, mengingat begitu banyak dampak positif yang ditimbulkan dari rencana penerbitan obligasi daerah, maka sudah selayaknya pemerintah pusat dan seluruh elemen yang terkait lainnya mendukung dengan seoptimal mungkin. Jangan sampai, suatu mekanisme yang bertujuan mulia, justru pada akhirnya menimbulkan prahara hanya karena ketidaksiapan mekanisme dalam pelaksanaannya. Terlalu banyak pelajaran penting yang dapat dipetik dari berbagai kebijakan pemerintah yang sebetulnya sangat bermanfaat, namun menjadi sirna karena tidak dipersiapkan dengan semestinya. Kemajuan bersama Indonesia yang tercinta harus didahulukan.
*Peneliti di BKF, Kementerian Keuangan
Vol. X No. 96 / September 2015
43
Generasi Emas
Saut di depan University of Manchester.
Foto Dok. Pribadi
Reputasi pendidikan tinggi di Inggris dikenal mengagumkan di seluruh dunia. Negeri Ratu Elizabeth itu menawarkan pengajaran yang menginspirasi, fasilitas unggulan, dan lingkungan penelitian kelas dunia. Sistem pendidikannya terorganisir baik dengan penelitianpenelitian yang menonjol. Hal ini pulalah yang menarik Saut Mulia Simbolon untuk meraih gelar S3 di sana. 44
MediaKeuangan
Menggali Sejuta Ilmu di Britania Raya
S
aat ini Saut tengah mengambil program studi PhD di Institute for Development Policy and Management (IDPM), Manchester University. Kampus ini cukup prestisius karena mendapatkan peringkat ketiga terbaik dunia untuk studi pembangunan. Sebelum mengambil program doktoral, Saut menjabat sebagai Kepala Subbidang Evaluasi Kinerja Pelayanan di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Tugas utamanya adalah mengembangkan sistem manajemen kinerja di lingkungan DJBC. Banyak teman menanyakan mengapa Saut mengambil program doktoral meski dirinya tidak berlatar belakang peneliti atau akademisi. Saut memang mengaku tidak cepat puas dan merasa masih perlu banyak belajar. Disamping itu, pekerjaan yang ditekuninya turut mendorong semangat untuk melanjutkan pendidikan. “Dengan kuliah lagi saya merasa akan bisa lebih berkontribusi di tempat
kerja saya”, jelasnya. Kalau ditanya bagaimana perasaannya menjalani tantangan baru ini, Saut akan mengatakan bahwa ia sangat menikmati setiap detiknya
Manajemen Berbasis Kinerja Sejalan dengan bidang tugasnya, riset yang tengah dikerjakan Saut masih tentang penerapan manajemen kinerja di lingkungan organisasi pemerintahan. Penelitiannya berangkat dari penerapan balanced scorecard di Kementerian Keuangan. Sistem ini mulai diinisasi sejak kepemimpinan Sri Mulyani tahun 2008. Dalam perkembangannya, sejak tahun 2012 Kementerian Keuangan berhasil menerapkannya hingga tingkat pegawai. Konsep balanced scorecard adalah metode penilaian kinerja dengan mengukur aspek keuangan dan non-keuangan. Kedua aspek ini disesuaikan
dengan strategi dan tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi. Sebelumnya aspek non-keuangan seperti kepuasan stakeholders, produktivitas pegawai, proses bisnis internal dan lain sebagainya belum mendapat perhatian. Dengan adanya balance scorecard pengukuran kinerja menjadi terstruktur dan fokus terhadap output/outcome sehingga lebih mudah dievaluasi. Konsep penilaian kinerja model ini juga diharapkan menjadi penyemangat seluruh pegawai. Terlebih selama ini Pegawai Negeri Sipil (PNS) lekat dengan gambaran hidup di zona nyaman dan terjamin hingga usia tua. Padahal, sejatinya setiap PNS merupakan pelayan publik bukan “pemakan gaji buta”. Hal ini perlu dibuktikan dengan kinerja yang tentunya memerlukan ukuran yang jelas. Sebelumnya, Saut sempat melakukan literature study untuk membandingkan best practice di negara lain. Ternyata, penerapan manajemen kinerja berbasis balanced scorecard mayoritas dilakukan oleh negara-negara maju. Hanya sebagian kecil saja emerging countries yang sudah menerapkan sistem ini. Kalau dikerucutkan lagi, kebanyakan sektor swasta yang menggunakannya. Oleh karena itu, bisa dikatakan langkah Kementerian Keuangan ini cukup revolusioner. Manajemen kinerja berbasis balanced scorecard belum pernah dimanfaatkan sebelumnya di lembaga pemerintahan Indonesia. Penerapannya masih tergolong baru sehingga masih banyak potensi untuk diteliti, dianalisa, dan dikembangkan. Apalagi di dalam organisasi pemerintahan selalu ada perubahan dinamika seiring tuntutan publik dan perkembangan zaman. “Sekarang tinggal bagaimana saya mengembangkannya untuk perbaikan. Bukan hanya untuk Kementerian Keuangan tetapi pemerintahan Indonesia secara keseluruhan,” papar Saut.
Dukungan Keluarga Saut berasal dari keluarga sederhana. Namun semangatnya untuk meneruskan pendidikan tidak pernah padam. Saut masih mengingat, sejak kecil orang tuanya selalu memprioritaskan pendidikan seberapa pun sulitnya kehidupan. Ayah
Senyaman apapun Manchester dengan segala fasilitas dan ketertibannya, Indonesialah tempat hidup saya.
Saut adalah anggota Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD). Penghasilannya tidak mencukupi untuk membiayai pendidikan anak-anaknya hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Untuk membantu keuangan keluarga Ibu Saut membuka usaha tambal ban kecil-kecilan. “Setiap hari Ibu berangkat pagi dan baru pulang sekitar jam sembilan malam. Dari situ saya melihat bahwa dengan keinginan dan semangat belajar yang kuat, kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pasti ada”. kenangnya. Berada jauh di negeri orang membuat Saut kerap merindukan Indonesia. “Saya sangat ingin makan tempe dan gado-gado dengan suasana lingkungan Indonesia. Senyaman apapun Manchester dengan segala fasilitas dan ketertibannya, Indonesialah tempat hidup saya. Ada yang hilang dari diri saya dan hanya bisa ditemukan di Indonesia”,ucapnya. Kerinduan ini cukup terobati setelah istri dan sang putri yang saat ini berusia lima tahun menyusulnya ke kota pencinta sepakbola itu. Saut tidak banyak memiliki waktu senggang karena waktunya tersita untuk studi. Bercengkrama bersama keluarga sudah cukup efektif baginya untuk kembali menyegarkan pikiran. Kehadiran keluarga juga menjadikan pengalamannya semakin berharga. “Ada tantangan baru bagi saya, yaitu bagaimana agar anak saya bisa memiliki pengalaman bersekolah di sini”, katanya. Untunglah adaptasi keluarga yang menjadi pendukung utama Saut cukup mudah. Saut menceritakan ada banyak komunitas mahasiswa Indonesia di Manchester yang akan selalu siap membantu. Mulai dari komunitas keagamaan hingga olahraga. Selain itu, ada juga Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI).
“Kami sering bertemu dan bertukar kabar informasi”, jelas pria batak ini.
Pesan dan Impian Belum banyak orang yang mempelajari Kebijakan dan Manajemen Pembangunan khususnya pengukuran kinerja. Oleh sebab itu, sejak semula Saut berkeinginan kuat untuk segera kembali ke Kementerian Keuangan dan memberikan sumbangsih dengan apa yang sudah ia pelajari. Kepada para calon penerima beasiswa lainnya, Saut berpesan agar kesempatan meneruskan pendidikan ini dipergunakan sebaikbaiknya. Ia berpandangan bahwa setiap penerima beasiswa sesungguhnya memiliki hutang kepada Negara. Diantaranya kewajiban untuk membaktikan ilmu baik di sektor pemerintahan, sektor swasta, maupun sektor non formal lainnya. Semangat ini perlu terus dijaga. Sebelum para penerima beasiswa menempuh pendidikan, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) memang telah memberikan pembekalan program orientasi kepemimpinan. Namun, agar semangat membantu pembangun tanah air tidak surut, Saut berharap LPDP juga memberikan arahan setelah program pendidikan selesai ditempuh. Terlebih lagi para penerima beasiswa belum tentu mendapatkan kerja sekembalinya dari studi. Saut menyarankan agar ke depannya LPDP mengorganisir lembaga-lembaga yang membutuhkan tenaga kerja dengan pengetahuan dan keahlian khusus. “Teman-teman awardee memiliki kemampuan spesifik dan bisa disalurkan ke unit yang membutuhkan. Selain memperoleh tempat untuk mereka bisa berkontribusi, akan ada juga output nyata yang bisa diberikan kepada Negara,” tutupnya.
Gedung A.A. Maramis II Lt. 2 Jl. Lap. Banteng Timur No. 1Jakarta 10710 Telp/Faks. (021) 3846474 E-mail.
[email protected] Twitter/Instagram. @LPDP_RI Facebook. LPDP Kementerian Keuangan RI Youtube. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan LPDP RI
Teks Irma Kesuma Dewi
Vol. X No. 96 / September 2015
45
Opini Regulasi
Kembalikan Siklus APBN Sesuai Undang-Undang Oleh: Hermawan Sukoasih
K
ementerian Keuangan selalu melakukan perubahan. Ketika perubahan tersebut memang diperlukan, tentu kita perlu menyikapinya secara positif. Kita tidak bisa meminta dunia untuk berubah ke arah yang kita mau, tetapi bisa menentukan arah perubahan itu sendiri. Tulisan ini dibuat karena penulis yakin bahwa melakukan perubahan berikutnya akan terasa berat bagi sebagian kita. Direktorat Pelaksanaan Anggaran adalah salah satu eselon II di Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB). Namanya sangat besar mengingat seluruh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja menggunakan APBN dalam rangka pelaksanaan anggaran. Dengan demikian, pelaksanaan anggaran seluruh Kementerian/Lembaga/ Satuan Kerja menjadi tanggung jawab Direktorat Pelaksanaan Anggaran. Faktanya tugas pokok dan fungsi Direktorat Pelaksanaan Anggaran saat ini belum memenuhi semua keperluan tersebut. Tugasnya hanya mencakup sebagian kecil saja dan itu pun tidak mencerminkan keterkaitan dan tanggung jawab stakeholders kepada Menteri Keuangan melalui DJPB. Core function perbendaharaan negara dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 yang dominan salah satunya adalah pelaksanaan anggaran. Fungsi tersebut melekat pada DJPB. Namun yang terjadi saat ini fungsi tersebut sebagian melekat pada Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) yang notabene merupakan unit
46
MediaKeuangan
penganggaran. Hal ini mengakibatkan reformasi birokrasi tidak berjalan sesuai dengan Undang-Undang. Penulis mencoba mendudukkan dengan benar fungsi-fungsi tersebut agar roda reformasi dapat berjalan sesuai cita-cita awal. Dengan demikian, diharapkan dapat melahirkan pengelolaaan keuangan yang efisien dan efektif sesuai dengan tata kelola yang baik.
Reformasi Keuangan Pada tahun 2004 terjadi reformasi keuangan besarbesaran. Saat itu Kementerian Keuangan melakukan reorganisasi, diantaranya dengan membentuk DJPB dan DJA berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 35, 36, dan 37 Tahun 2004 serta Keputusan Menteri Keuangan No. 302/KMK/2004 dan No. 303/KMK/2004. Bahkan untuk perbendaharaan negara dipayungi pula dengan Undang-Undang
Ilustrasi Wardah Adina
Keuangan Negara tersendiri yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Tugas pokok DJPB adalah merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perbendaharaan negara. Sedangkan DJA mempunyai tugas pokok merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis bidang penganggaran. Adapun yang membedakan tugas pokok DJA dan DJPB adalah kata penganggaran dan perbendaharaan negara.
Penganggaran dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia berarti kegiatan mengalokasi sumber daya untuk mencapai sasaran usaha dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan perbendaharaan negara dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi kekayaan yang dipisahkan yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Artinya perbendaharaan adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan. Intinya, pengalokasian anggaran menjadi tugas DJA sedangkan pengelolaan anggaran dan pertanggungjawaban keuangan menjadi tanggung jawab DJPB. Pengalokasian anggaran yang menjadi core function DJA seharusnya berhenti pada saat APBN ditetapkan sebagai Undang-Undang. Selanjutnya, tataran pelaksanaan anggaran menjadi core function DJPB. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Bab VII pasal 28 yang menyebutkan bahwa “Setelah APBN ditetapkan dengan UndangUndang, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.” Artinya proses pelaksanaan anggaran dimulai setelah APBN ditetapkan dengan Undang-Undang dan pelaksanaannya dimulai dengan ditetapkannya Keputusan Presiden. Oleh karena itu, proses pelaksanaan anggaran seharusnya dilakukan oleh DJPB. Mulai dari melihat kesesuaiannya dengan rencana pelaksanaan yang diajukan Kementerian/ Lembaga, pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), sampai dengan
pencairannya. Apabila terjadi revisi tentunya juga menjadi kewenangan DJPB mengingat revisi pasti terjadi di tengah-tengah pelaksanaan anggaran. Mengapa revisi juga masuk dalam tataran pelaksanaan anggaran? Untuk menjawab pertanyaan ini, penulis mengibaratkan bila kita mudik ke kampung halaman dari Jakarta ke Surabaya. Saat sampai di Cirebon ada kemacetan sehingga kita harus memilih jalan alternatif. Kita tidak perlu kembali ke Jakarta untuk merevisi jalur perjalanan itu bukan? Keputusan untuk
Manajemen birokrasi ini tentu menjadi aneh, walhasil siklus APBN menjadi tidak sesuai dengan Undang-Undang Keuangan Negara.
Kesimpulan dan Saran Direktorat Pelaksanaan Anggaran DJPB belum menjalankan tugas pokok dan fungsinya secara optimal karena reformasi keuangan belum sesuai dengan Undang-Undang. Dalam Undang-Undang Keuangan Negara jelas disebutkan bahwa “Setelah APBN ditetapkan dengan Undang-Undang,
Pengalokasian anggaran yang menjadi core function DJA seharusnya berhenti pada saat APBN ditetapkan sebagai Undang-Undang. Selanjutnya, tataran pelaksanaan anggaran menjadi core function DJPB.
memilih jalur alternatif dari Cirebon sebaiknya diserahkan kepada pelaksana mudik, tidak perlu kembali ke Jakarta untuk melaporkan kepada keluarga. Revisi anggaran kiranya juga demikian, termasuk dalam tataran pelaksanaan anggaran. Akibat dari kesalahan implementasi siklus ini, fungsi penganggaran juga melaksanakan fungsi pelaksanaan anggaran yakni pengesahan DIPA dan bahkan revisi. Seperti kita ketahui, kewenangan penganggaran ada di pusat sehingga unit dengan fungsi penganggaran tidak perlu memiliki kantor wilayah atau unit vertikal di daerah. Ketika kewenangan unit penganggaran memasuki wilayah pelaksanaan anggaran, akibatnya proses revisi juga diatur oleh unit penganggaran, padahal revisi bisa terjadi di tengah-tengah perjalanan pelaksanaan anggaran dan bisa terjadi di seluruh satuan kerja di Indonesia. Akibatnya, unit penganggaran harus membuat kebijakan yang mengatur revisi yang bisa didelegasikan ke Kantor Wilayah unit pelaksanaan anggaran.
pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.” Ini artinya proses pelaksanaan anggaran itu dimulai setelah APBN ditetapkan dengan Undang-Undang. Dengan demikian, setelah Undang-Undang APBN ditetapkan seharusnya proses pelaksanaan anggaran diserahkan kepada DJPB sebagai unit pelaksana anggaran. Saat ini sedang digalakkan transformasi kelembagaan dengan berbagai saran perubahan. Kita maklum perubahan harus dilakukan untuk melahirkan tata kelola keuangan yang baik. Oleh sebab itu, seyogianya pihakpihak yang memiliki kewenangan dalam tataran penganggaran dan pelaksanaan anggaran mendudukkan kembali siklus APBN agar berjalan sebagaimana amanat Undang-Undang Keuangan Negara. Mampukah kita mengembalikan implementasi siklus APBN ini kepada Undang-Undang Keuangan Negara? Wallahu’alam.
*Pegawai di Ditjen PBN, Kementerian Keuangan
Vol. X No. 96 / September 2015
47
Regulasi
Portal INSW Percepat Bongkar Muat Riviu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pengelola Portal Indonesia National Single Window.
L
amanya pemrosesan barang di pelabuhan (dwelling time) menjadi salah satu hal yang disorot oleh Presiden Jokowi. Dalam sidak ke pelabuhan Tanjung Priok beberapa waktu yang lalu, Presiden menemukan beberapa simpul persoalan yang menyebabkan barang impor lama keluar dari pelabuhan. Permasalahan dwelling time makin mengemuka pasca ditangkapnya oknum sebuah kementerian yang mengurusi dwelling time karena menerima upeti dari importir. Selain banyaknya instansi yang mengurusi, masalah lemahnya koordinasi antar instansi juga dituding menjadi salah satu penyebab lamanya proses dwelling time. Menindaklanjuti permasalahan lamanya waktu bongkar muat dan lemahnya koordinasi, pemerintah telah membentuk satuan kerja Pengelola Portal Indonesia National Single Window (PP INSW). Pembentukan satuan kerja PP INSW sesuai penetapan Menteri Keuangan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 138/ PMK.01.2015 tanggal 15 Juli 2015.
Integrasi di ASEAN Tugas pokok dari PP INSW ialah melaksanakan pengelolaan portal INSW dalam penanganan dokumen kepabeanan, perizinan, serta dokumen lainnya yang berkaitan dengan kegiatan ekspor, impor dan logistik secara elektronik. Dalam sistem yang dapat
48
MediaKeuangan
diakses pada website www.insw. go.id, pengguna dapat melakukan penyampaian data dan informasi secara tunggal (single submission of data and information), pemrosesan data dan informasi secara tunggal dan sinkron (single and synchoronous precessiong of data and and information), serta permintaan pembuatan keputusan secara tunggal untuk pemberitaan izin kepabeanan dan pengeluaran barang (single decision making for customs clearance and release of chargoes). INSW menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis. Sistem internal tersebut meliputi sistem kepabeanan, perizinan, kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan sistem lain yang terkait dengan proses pelayanan dan pengawasan kegiatan ekspor-impor. Selain fungsi-fungsi tersebut, PP INSW juga menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi pertukaran data dan informasi secara langsung (online) di antara pengguna portal INSW. PP INSW juga melakukan akses data realisasi ekspor dan/atau impor dari instansi penerbit perizinan sebagai konfirmasi realisasi ekspor dan/atau impor atas izin yang telah diterbitkan, serta melakukan tindakan untuk mengawasi gangguan pelayanan situs, dan menyediakan audit trail. Tidak hanya pengintegrasian antar instansi di
Indonesia, PP INSW juga berkewajiban melakukan integrasi penerapan sistem National Single Window ke dalam sistem ASEAN Single Window.
Organisasi PP INSW merupakan unit organisasi non eselon di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan yang dipimpin oleh seorang Kepala. Struktur organisasi di bawah Kepala PP INSW yaitu Sekretariat, serta tiga Deputi yaitu Deputi Bidang Proses Bisnis, Deputi Bidang Pengembangan dan Organisasi Sistem, dan Deputi Bidang Hubungan Antar Lembaga. Deputi Bidang Proses Bisnis bertugas merumuskan rekomendasi di bidang harmonisasi, transformasi, koordinasi, monitoring dan evaluasi
proses bisnis terkait kepabeanan, perizinan, dan logistik. Melalui Divisi di bawah Deputi Bidang Proses Bisnis, PP INSW juga memberikan bimbingan teknis, menyelenggarakan kegiatan monitoring dan evaluasi, serta memberikan rekomendasi kelayakan mutu pelayanan efektivitas prosedur kerja kepabeanan, perizinan, dan logistik. Deputi Bidang Pengembangan dan Operasional Sistem memiliki tugas untuk mengembangkan sistem aplikasi, operasional sistem, pengelolaan data serta pelaporan. Pengembangan sistem dan operasional sistem tersebut harus disesuaikan dengan Service Level Agreement yang telah ada. Selanjutnya, Deputi Bidang Hubungan Antar Lembaga bertugas
untuk membina kerja sama dan hubungan antar lembaga. Kerja sama yang dilakukan berupa kerja sama ekspor, impor dan logistik yang dilakukan di Indonesia, antar negara ASEAN, bilateral, regional, maupun multilateral. Mengingat banyaknya instansi dalam INSW, Deputi Bidang Hubungan Antar Lembaga juga melakukan komunikasi dan penyiapan rekomendasi penataan peraturan terkait PP INSW dalam penanganan dokumen kepabeanan, perizinan, logistik, kepelabuhanan dan kebandarudaraan.
sehingga barang impor bisa lebih cepat dikeluarkan dari pelabuhan. Organisasi PP INSW memiliki dasar hukum yang kuat untuk menyelenggarakan proses perizinan kepabeanan secara online. Informasi yang dibutuhkan telah tersedia di website INSW dan bisa menjadi pegangan para importir. Portal INSW tidak hanya mengatur permasalahan dwelling time di pelabuhan Tanjung Priok, tetapi mencakup seluruh wilayah di Indonesia. Adanya PMK ini, diharapkan agar menjadi dasar hukum yang kuat bagi eksportir dan importir di tanah air dalam mengoptimalkan fasilitas yang sudah disediakan melalui portal INSW. Pengoptimalan akses PP INSW diharapkan dapat mempercepat proses dwelling time.
Penutup Pemerintah telah menyiapkan PP INSW yang diharapkan bisa menggantikan proses manual,
Teks Budi Sulistyo
Vol. X No. 96 / September 2015
49
Inspirasi
Banyak orang mencari bahagia. Padahal bahagia ada dalam hati orang yang bersyukur.
I
tulah salah satu kicauan pemilik akun twitter @dedhi_suharto pada 15 Agustus 2015 lalu. Membaca lini masa akun tersebut seolah menemukan sebuah oase di tengah gurun. Kicauan yang sebagian besar berisi tentang motivasi hidup dan kutipan Islami ini benar-benar menyejukkan hati siapapun yang membacanya. Siapa sangka, akun dengan jumlah follower sebanyak lebih dari 9800 ini adalah milik seorang auditor Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.
Auditor Multitalenta Kesibukan Dedhi Suharto tak hanya sebagai Auditor Madya di Inspektorat VII Kementerian Keuangan. Di luar itu, Dedhi, sapaan akrabnya, aktif sebagai penulis buku Islami. Dedhi memiliki perhatian khusus dengan dunia Islam dan psikologi. Sejak Sekolah Menengah Atas (SMA), ia gemar membaca berbagai buku kepribadian. Saat membaca karya Dedhi, tulisannya terlihat kental dengan tema psikologi. Patut dibanggakan, beberapa karyanya telah masuk kategori best seller. “Quranic Intelligence Quotient: Bagaimana Membangun Kecerdasan Menurut Al-Quran” adalah buku
50
MediaKeuangan
pertamanya yang terbit pada tahun 2003 dan direvisi pada tahun 2006. Pada tahun 2009, Dedhi kembali menelurkan karya kedua, yaitu buku “Negarawan Qurani” yang telah dibahas pada bedah buku melalui teleconference antara Bogor dan Maryland Amerika Serikat. Buku yang mendapat pengantar dari Sri Mulyani Indrawati ini juga pernah dibahas pada acara bedah buku di San Fransisco pada Oktober 2010. Karya ketiga Dedhi adalah “Keluarga Qurani” yang diterbitkan pada tahun 2011 oleh Gramedia Pustaka Utama. “Semua buku saya menekankan pada tema psikologi. Meskipun saya tidak belajar secara
Dedhi Suharto.
Foto Bagus Wijaya
formal, tapi saya enjoy menulis tema psikologi dari sudut pandang Alquran,” jelas pria kelahiran Pekalongan ini. Tak hanya itu, Dedhi telah menerbitkan dua novel Islami, yaitu “Allah Itu Dekat” yang bercerita mengenai kisah hidupnya dan “Cinta di Titik Nol.” Lahir dan dibesarkan di lingkungan keluarga yang mendukung ilmu pengetahuan membuat Dedhi menjadi gemar membaca dan menulis. Sejak kecil Dedhi memang memiliki ketertarikan yang besar terhadap dunia Islam. Keingintahuannya ini semakin bertambah saat ia berkunjung ke rumah seorang sahabat. “Untuk pertama kalinya
saya membaca Alquran terjemahan di rumah seorang teman. Saat itu saya merasa takjub akan kebesaran agama ini, tidak seperti yang selama ini saya lihat,” jelas Dedhi yang menghabiskan masa sekolahnya di Pekalongan, Jawa Tengah. Sebenarnya Dedhi pernah bercita-cita untuk mengenyam ilmu di pesantren, namun sayang orang tuanya tidak menghendaki. Tentu saja hal itu tidak menyurutkan niatnya untuk terus belajar agama. Saat menginjak masa Sekolah Menengah Pertama (SMP), kesempatan Dedhi untuk mempelajari agama sangat terbuka lebar. Ia belajar bahasa Arab pada ustad Hasan Samas dan ustad Ahmad Abdul Gaffar Ismail, ayah Taufik Ismail. Dari pertemuan rutin dengan para ulama itulah Dedhi belajar banyak tentang agama. “Saya bersyukur dipertemukan dengan orang yang punya concern sama, itu sangat membuka wawasan saya,” tutur ayah dari tiga orang putra ini. Dari situ juga ia bisa mendapat pinjaman berbagai buku agama dan psikologi. Di usianya yang masih muda, Dedhi telah melahap buku “Dari Pojok Sejarah” karya Emha Ainun Nadjib, “How to Wins Friends and Influence People” karya Dale Carnegie, “The Magic of Thinking Big” karya David J. Schwartz. Berawal dari ketertarikannya membaca, Dedhi mulai menulis lalu mengirimkannya di beberapa surat kabar daerah. Sebenarnya sejak masih sekolah dasar ia sudah mulai menulis yang dibaca oleh teman-temannya sendiri. “Waktu Sekolah Dasar (SD) saya suka menulis cerita petualangan. Dari kecil saya memang suka berimajinasi, biasanya saya tuangkan di cerita atau puisi,” kenangnya. Saat SMP tulisannya beberapa kali dimuat di surat kabar Semarang. “Lumayan saat itu bisa dapat uang jajan,” tutur pemilik nama pena Dedhi Bunga ini. Memasuki bangku SMA, tulisan Dedhi berupa artikel remaja juga beberapa kali dimuat di majalah. Selepas SMA, Dedhi sebenarnya bercita-cita mempelajari psikologi lebih dalam. Namun setelah melihat kondisi keuangan keluarga, pria lulusan Magister Akuntansi Universitas Indonesia tahun
2008 ini memilih untuk mengikuti ujian Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). “Meskipun tidak sesuai dengan keinginan awal, saya sangat menikmati belajar akuntansi,” katanya sembari tersenyum. Terang saja, di STAN ia semakin aktif di organisasi kemahasiswaan. Tercatat Dedhi pernah menjadi Dewan Redaksi Majalah Kampus “Purnawarman” STAN (1991-1992) dan Ketua Umum Senat Mahasiswa STAN (1996-1997). Pria yang sehari-hari menggunakan transportasi commuter line dari Bogor ke Jakarta ini tak pernah menjadikan kegiatan menulis sebagai beban. Perjalanan di commuter line yang cukup panjang ia sempatkan untuk menulis melalui media twitter. “Saya
Waktu Sekolah Dasar (SD) saya suka menulis cerita petualangan. Dari kecil saya memang suka berimajinasi, biasanya saya tuangkan di cerita atau puisi.
rutin menulis di twitter, alhamdulillah banyak yang suka tulisan saya,” jelasnya. Dedhi memang berkomitmen untuk menggunakan waktu menulis di luar jam kerja. Tidak hanya saat perjalanan menuju kantor, ketika berada di pesawat saat sedang tugas pun ia memanfaatkan waktu untuk menulis. “Kalau di rumah saya minta izin istri saya dulu, boleh apa tidak kalau saya mau ngedit. Kalau nggak boleh , ya nggak saya lakukan,” kata Dedhi yang saat ini sedang menempuh Program Doktor Manajemen Bisnis di Institut Pertanian Bogor. Dedhi merasa bersyukur atas kemudahan yang ia dapat dalam proses penerbitan novelnya. Novel “Allah Itu Dekat” adalah karya pertama yang ia terbitkan sendiri di bawah penerbit AID Inspiration. “Awalnya saya berpikir, kalau buku ini tidak laku bisa dibagikan gratis saja. Ternyata setelah promosi lewat
twitter, sambutannya sangat positif. Dalam minggu pertama bisa terjual 400 eksemplar. Akhirnya, mencapai 1000 eksemplar dalam 2-3 bulan,”kata pria yang telah menyandang gelar Certified Information System Auditor dan Certified Internal Auditor dari Amerika Serikat ini. Pertolongan tak terduga datang dari seorang pejabat Kementerian Keuangan yang senang dengan gaya tulisan Dedhi. “Dedh, ini saya pinjamkan uang buat bikin novel, terserah mau dikembalikan kapan,” tutur Dedhi menirukan ucapan pejabat tersebut. Berkat bantuan tak terduga itu, Dedhi bisa kembali menerbitkan 3000 eksemplar lagi, 1000 eksemplar diantaranya disalurkan ke Gramedia. Saat ditanya mengenai role model, pria yang sering diundang menjadi narasumber di berbagai acara ini mengaku mengidolakan Nabi Muhammad dan Nabi Ibrahim dari sisi kemanusiaan. Dalam urusan pekerjaan, Ketua Pengurus Unit Panita Zakat Kementerian Keuangan periode 2011-2014 ini menjadikan Nabi Yusuf sebagai role model. Nabi Yusuf, lanjut Dedhi, adalah sosok negarawan dan bendaharawan Mesir yang patut ditiru dalam mengatur pemerintahan. Selain itu, banyak juga nilai-nilai positif yang dijadikan inspirasi oleh Dedhi dari Hoegeng mantan Kepala Kepolisian Republik Indonesia, ulama Buya Hamka, dan Jimmy Carter mantan Presiden Amerika Serikat. Dedhi menemukan banyak pelajaran dari kisah hidupnya. Pelajaran itulah yang terus ia jadikan pegangan dalam bekerja. “Seperti yang dicontohkan Nabi Sulaiman, bekerja itu dalam rangka bersyukur, urusan rezeki itu belakangan. Kita bersyukur karena telah diciptakan dan telah diberikan waktu dan kesempatan untuk bekerja. Itu yang membuat saya selalu bekerja dengan sepenuh hati,” jelas penemu Metode Penentuan Jenis Hukuman Disiplin yang telah disahkan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia pada tahun 2012 ini.
Teks Pradany Hayyu
Vol. X No. 96 / September 2015
51
Renungan Ilustrasi beyondthefear.com
A
ku melangkah keluar kantor tepat pukul 7.30 malam. Lelah dan kantuk mengiringi perjalananku menuju stasiun terdekat. Setiap hari aku biasa menempuh perjalanan DepokJakarta menggunakan commuter line. Commuter line kali ini tidak sepenuh biasanya. Mungkin karena sudah larut, pikirku. Jujur, aku bosan dengan rutinitas harian seperti ini. Ingin rasanya menemukan sesuatu yang baru, namun entah apa. Akhirnya aku membuka smartphone untuk mengusir kebosanan. Aku mulai membaca timeline Twitter yang lagi-lagi merupakan rutinitas yang aku lakukan setiap berada di gerbong kereta. Di luar dugaan, aku menemukan sesuatu yang berbeda. Aku menyimak kultwit dari salah seorang financial planner terkemuka di Jakarta. Panjang memang, tapi aku mencoba bertahan untuk membacanya karena ini tentang ‘PHK yang mulai ada di depan mata’. Banyak perusahaan yang lebih memilih untuk mengurangi karyawan demi menjaga kelangsungan hidupnya. Mengurangi beban operasional bagi sebuah perusahaan memang hal biasa yang dilakukan apabila menghadapi kondisi yang sulit. Menurut financial planner tersebut, kondisi perekonomian sudah mulai memburuk. Nilai tukar rupiah anjlok. Banyak faktor yang mempengaruhinya. Tapi aku tidak mau ambil pusing dengan masalah perekonomian negeri ini. Selain karena aku bukan orang dari background pendidikan ekonomi, larutnya malam membuatku lelah untuk memikirkan hal itu. Beberapa tahun yang lalu, ketika aku lulus kuliah, aku memang sempat menganggur selama beberapa waktu. Akhirnya aku mendapat pekerjaan di sebuah lembaga keuangan di daerah tempatku meraih gelar Sarjana. Gaji
52
MediaKeuangan
Bahagia dengan Bersyukur memang tidak besar, tapi lumayan untuk pengalaman kerja. Lima bulan setelah itu, alhamdulillah aku diterima menjadi pegawai negeri sipil (PNS) seperti sekarang. Masih terbayang rasanya saat pertama kali aku diterima menjadi PNS. Begitu senang dan bahagia. Namun itu dulu. Saat ini aku adalah manusia yang terlalu banyak mengeluh dan lupa bersyukur. Mungkin ini cara Tuhan yang sedang mengingatkanku. Peribahasa ‘rumput tetangga memang lebih hijau’ seakan terus merasuki pikiranku. Aku selalu merasa iri dengan kondisi orang lain yang bekerja di sektor swasta. Penghasilan lebih besar, kesejahteraan lebih diperhatikan oleh perusahaan, dan banyak hal lain yang terlihat serba lebih dibandingkan kondisiku sekarang. Tapi malam itu aku teringat akan curahan hati seorang rekan yang mulai khawatir dengan kondisi perusahaannya saat ini. Penjualan merosot tajam, sementara beban tetap. Alhasil, pengurangan pegawai mungkin akan menjadi opsi penyelematan yang akan ditempuh oleh
manajemen. Hal ini membuatku berpikir, bagaimana dengan kondisi keluarga dan cicilan hutangnya. Siapa yang bakal menanggung kalo memang dia terjaring pegawai yang diputus hubungan kerja (PHK). Sementara aku sampai saat ini tidak pernah terpikirkan akan di-PHK, karena aku menuruti anggapan orang bahwa bekerja sebagai PNS jauh lebih aman daripada di sektor swasta. Aku harus bersyukur untuk itu. Tak terpikir bila hal itu menimpaku, entah apa yang terjadi. Aku jadi teringat omongan istri yang selalu mengingatkanku untuk bersyukur. Tidak usah terlalu sibuk untuk melihat orang lain, karena Tuhan pasti memberikan rezeki kepada hambaNya sesuai dengan kemampuannya. Selain itu juga, Tuhan memberikan ujian kepada hambanya juga sesuai dengan kemampuannya. Sekecil apapun, selalu ada hal yang bisa kita syukuri.
Teks Faisal Ismail
Buku
B
iografi ini berawal dari wawancara yang dikumpulkan setiap akhir pekan oleh sahabat Andy Noya di harian Kompas, Robert Adhi Kusumaputra. Buku kisah hidup Andy ini hadir melengkapi deretan koleksi penuh inspirasi untuk anak muda Indonesia. Banyak bumbubumbu kisah kehidupan yang belum pernah diceritakan kepada publik menjadi daya tarik dalam buku ini. Perjalanan hidup Andy Noya berawal dari masa kecil di Surabaya, memulai hidup baru di Malang, tumbuh dewasa di Jayapura, mengadu nasib di Ibukota, lalu terjun ke dunia kewartawanan. Andy Noya mengisahkan bagaimana awal ia bergabung hingga memimpin Media Indonesia, sempat magang di Seputar Indonesia, ikut mendirikan dan menjadi Pemimpin Redaksi Metro TV, hingga membangun Kick Andy Foundation. Variasi setting tempat menjadi salah satu keunikan buku ini. Kisah hidup Andy Noya dihabiskan di pulau Jawa, Ternate, Sulawesi, sampai ke Jayapura. Andy dibesarkan dalam lingkungan yang sederhana. Keluarganya sering berpindah tempat tinggal demi menyambung hidup. Ibunya keturunan Indo-Belanda memutuskan untuk berpisah dari sang ayah Indo-PrancisPortugis dan memilih jalan untuk membesarkan ketiga anaknya seorang diri. Andy banyak mendapatkan pemahaman mengenai besarnya kasih sayang orang tua, kakak, dan orang yang banyak membantunya selama ini hingga dia bisa berada untuk bisa ikut menginspirasi banyak orang di Indonesia dengan tayangan televisi yang bermutu. Dalam pengantar buku ini, Jakoeb Utama mengatakan bahwa Andy memang belum sekaliber Larry King (CNN) atau Jay Leno (CNBC) yang memiliki karakter dalam memandu satu acara. Namun Andy memiliki potensi besar untuk menuturkan setiap kisah inspiratif dari tayangan program yang
5 Peringkat Teratas Buku Fiksi Terpopuler
dibesarkannya, Kick Andy. Judul: Tayangan tersebut Andy Noya: terbukti berhasil Kisah Hidupku (Sebuah Biografi) memberikan Penerbit: Kompas nilai positif bagi Kota Terbit: Jakarta masyarakat Tahun Terbit: 2015 Indonesia dengan Deskripsi Fisik: 418 halamana pemilihan kisah, ISBN: 9789797099541 tokoh, dan topik yang menarik di layar kaca. Melalui buku ini, Andy ingin berbagi refleksi tentang sisi humanis kehidupan, yaitu mengupas kelebihan dan kekurangan manusia. Dari sisi itulah biografi Andy disampaikan kepada pembaca sebagai ajakan “marilah kita belajar mengakui kelebihan dan kekurangan orang.” Buku ini menggambarkan usaha Andy dalam menempatkan passion sebagai lentera kehidupan, bukan untuk menunjukkan atas semua kesuksesan yang sudah diraih. Banyak hal yang bisa kita pelajari dari kisah hidup Andy, salah satunya tercermin kutipan Andy di halaman pertama, “Tidak perlu menunggu untuk bisa menjadi cahaya bagi orang-orang disekelilingmu. Lakukan kebaikan, sekecil apa pun, sekarang juga.”
Drunken Marmut Pidi Baiq
Janda-Janda Kosmopolitan Andrei Aksana
Lost In Bali 2 Benny & Mice
The Adventures of Sherlock Holmes Sir Arthur Conan Doyle
The Old Man And The Sea Ernest Hemingway
5 Peringkat Teratas Buku Non-Fiksi Terpopuler
English Grammar In Use Jilid 1 Raymond Murphy
Essentials Of Financial Management Joel F. Brigham Pasti Bisa! Mastering Grammar Pardiyono
Public Policy: Politics, Analysis, And Alternatives Michael E. Kraft
The Financial Crisis: Who Is To Blame Howard Davies
Versi Perpustakaan Kementerian Keuangan
Kunjungi Perpustakaan Kementerian Keuangan dan Jejaring Sosial Kami: Gedung Djuanda I Lantai 2 Jl. Dr. Wahidin Raya No. 1 Jakarta Pusat Perpustakaan Kemenkeu Perpustakaan Kementerian Keuangan @kemenkeulib www.perpustakaan.kemenkeu.go.id
Peresensi Krishna Pandu Pradana
Vol. X No. 96 / September 2015
53
Jalan-Jalan
Selama perjalanan menuju Tebing Karaton, hamparan perbukitan khas tanah pasundan sudah menyambut dan memanjakan mata.
S
iapa yang tidak mengenal kota Bandung. Bagi warga yang tinggal di ibukota Jakarta, kota berhawa sejuk yang dikelilingi pegunungan ini seolah tiada bosanbosannya dikunjungi untuk berlibur. Berjarak hanya sekitar 200km dari Jakarta dan dapat ditempuh dengan kereta atau mobil selama tiga jam, Bandung menyajikan kuliner yang beragam. Bandung juga memiliki banyak tempat wisata alam yang dekat dari pusat kota, salah satunya adalah Tebing Karaton yang berada di utara Dago. Lokasi Tebing Karaton sangat dekat dari tempat wisata Taman Hutan Raya (THR) Bandung. Memang saat ini papan petunjuk untuk menuju Tebing Karaton belum begitu banyak. Kita harus sedikit jeli melihat penunjuk arah yang dipasang sekadarnya oleh penduduk setempat. Tempat wisata ini bisa diakses menggunakan kendaraan roda empat atau roda dua. Dari kota Bandung cukup ikuti papan penunjuk menuju THR, kemudian dilanjutkan perjalanan sekitar 5km menanjak. Ikuti
54
MediaKeuangan
Hiking Ceria di Tebing Karaton Menapak di ketinggian sekitar 1250 meter diatas permukaan laut ternyata mudah saja. Kali ini Media Keuangan ingin berbagi informasi tentang tempat wisata yang praktis untuk seluruh keluarga. Tebing Karaton dari namanya terkesan curam dan seram. Tapi tunggu dulu, ternyata tebing yang berada di daerah Dago Bandung ini sangat asyik dan menyenangkan. Barisan kabut menyelimuti lembah di bawah Tebing Keraton. Foto Ari Kuncoro
arah jalan dan jika ragu bisa bertanya kepada penduduk setempat. Waktu terbaik untuk mengunjungi Tebing Karaton adalah sore hari dimana terlihat pemandangan matahari terbenam yang cantik. Selama perjalanan menuju Tebing Karaton, hamparan perbukitan khas tanah pasundan sudah menyambut dan memanjakan mata. Siapkan mental karena jalanan yang dilalui agak rusak dan berbatu-batu. Kecakapan mengemudi juga sangat diperlukan mengingat jalanan akan licin, terlebih pada musim hujan. Jika menggunakan kendaraan roda empat, maka harus diparkir sekitar
1,5km dari loket masuk. Lantas dapat diteruskan dengan hiking ringan. Lain lagi jika berkunjung ke Tebing Karaton dengan membawa kendaraan roda dua, bisa langsung parkir tepat di depan loket masuk. Hanya saja harus ekstra hati-hati karena medan jalan lebih lebih terjal dan licin jika ditempuh menggunakan motor. Untuk mengeksplorasi area Tebing Karaton, cukup membayar tiket masuk sebesar sepuluh ribu rupiah dan asuransi seribu rupiah. Setelah melewati gerbang masuk, ikuti jalan setapak menuju pospos yang menyajikan pemandangan alam Lembang dari ketinggian. Sejauh mata memandang terlihat hamparan hijau perbukitan. Sesekali
barisan kabut menyelimuti lembah yang ada di bawah Tebing Karaton. Saat kabut tersibak, terlihatlah kelokan sungai Maribaya yang meliuk-liuk lincah di celah pepohonan. Harap berhati-hati dan patuhi aturan di Tebing Karaton, seperti tidak membuang sampah sembarangan dan selalu menjaga keselamatan. Hal yang tidak boleh dilewatkan adalah menunggu saat-saat matahari terbit atau tenggelam. Dijamin decak kagum para pengunjung akan meramaikan suasana yang memang sangat cantik.
Teks Ari Kuncoro Vol. X No. 96 / September 2015
55
Selebriti
S
Infrastruktur untuk Pariwisata Kekayaan alam, budaya dan adat istiadat yang terbentang antara Sabang hingga Merauke menjadi daya tarik. Itulah Indonesia, keeksotisannya selalu menarik. 56
MediaKeuangan
Foto Bagus Wijaya
uasana teduh dari rimbunnya pepohonan besar, gemerecik air mancur ditambah sejumlah merpati beterbangan di taman Suropati, tampak kontras dengan kepadatan pusat ibukota. Tak lama berselang, datanglah seorang pria berambut klimis mengenakan jas santai biru tua dipadukan dengan celana jeans hitam dan sepatu berwarna senada. Dialah Imam Alfarabi Ago, juara pertama Kang kota Tangerang Selatan tahun 2014. Sebagai duta pariwisata, lelaki kelahiran Makassar, 29 Juni 1993 ini, memandang bahwa Indonesia merupakan negara paling lengkap dengan beragam suku yang unik. “Indonesia potensial, memiliki eksotisme yang berbeda dari kebiasaan, adat istiadat, (sifat) orang-orangnya warm hearted (ramah). Itulah Indonesia, kita punya sesuatu yang menarik, eksotis di mata wisatawan asing,” ujarnya. Selain itu, lelaki yang masih menempuh pendidikan Public Relation di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Persada Indonesia Y.A.I ini mengungkapkan bahwa kekayaan alam Indonesia menjadi faktor utama yang menarik para wisatawan. Indonesia juga memiliki potensi pariwisata yang setara dengan negara-negara lain namun perbedaannya terletak dari sisi aturan yang ketat, terutama tentang kepedulian terhadap lingkungan. “Di luar negeri, kita tidak boleh buang sampah sembarangan, (karena) langsung didenda. Jadi, sebenarnya yang dibutuhkan ialah sadar wisata, kesadaran dari kita sendiri sebagai masyarakat atau wisatawan untuk lebih sadar lingkungan. Percuma pemerintah melakukan maintenance tapi tidak didukung oleh kita. Misalnya, ada pantai bagus, terus masyarakat buang sampah sembarangan, akhirnya lama-lama tercemar,” ungkap Imam. Disamping faktor kesadaran lingkungan, faktor infrastruktur juga menjadi sorotan di mata finalis Abang None Jakarta Timur tahun 2012 ini. Imam menjelaskan bahwa selain melakukan promosi yang lebih gencar, pemerintah dapat mendukung sektor pariwisata Indonesia dengan membangun infrastruktur yang lebih memadai. “Kadang-kadang kita mau ke tempat wisata itu aksesnya susah, tidak tau bagaimana (cara) ke sana, khususnya (potensi tempat wisata) yang berada di pelosok. Itu pekerjaan rumah pemerintah untuk lebih meratakan perbaikan dan (melakukan) pengadaan infrastruktur di seluruh tempat pariwisata Indonesia,” katanya.
Teks Iin Kurniati
Vol. X No. 96 / September 2015
57
58
MediaKeuangan