Sensor Glukosa non-Enzimatik Berbasis Deposit Logam Tembaga (Cu) Sunar Saputro1, Rahmat Wibowo1, Dita Arifa Nurani1 1
Departemen Kimia FMIPA Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia E-mail :
[email protected]
Abstrak Pada penelitian ini dilakukan sensor glukosa non-enzimatik menggunakan deposit logam tembaga pada permukaan emas (Cu/Au). Deposit Cu/Au dapat disintesis dengan metode amperometri pada potensial -0,45 V vs Ag/AgCl menggunakan larutan CuSO4. Konsentrasi CuSO4 dan waktu deposisi divariasikan untuk memperoleh kondisi optimum. Kondisi optimum untuk deposisi adalah tiga menit dengan konsentrasi CuSO4 0,1 M. Hasil karakterisasi SEM dan EDS menunjukan deposit memiliki ukuran 400-480 nm dengan persen berat Cu sebesar 71,50%. Deposit Cu/Au dapat mendeteksi glukosa hingga konsentrasi 0,0462 mM. Deposit Cu/Au kemudian digunakan untuk mengukur kadar glukosa dalam sampel darah. Hasil pengukuran menunjukkan kadar glukosa dalam sampel darah sebesar 6,6504 mM. Hasil tersebut berbeda sebesar 9,8238% jika dibandingkan dengan pengukuran menggunakan glukosa meter yang menghasilkan nilai 6,0555 mM. Kata Kunci : deposit; sensor glukosa; non-enzimatik; elektrodeposisi; glukosa darah.
Non-Enzymatic Glucose Sensor Based on Copper (Cu) Metal Deposits Abstract Non-enzymatic glucose sensor using copper deposits on gold surface (Cu/Au) was studied in this research. Cu/Au deposits was synthesized using amperometry method at -0,45 V vs Ag/AgCl using CuSO4. The concentration of CuSO4 and deposition time were varied to obtained the optimum condition. Optimum condition of deposition was at 3 minutes and CuSO4 concentration of 0,1 M. SEM and EDS characterization showed that the size of deposits was 400-480 nm with percent weight 71,50%. Cu/Au deposits was able to measure glucose up to 0.0462 mM. Cu/Au deposits was utilized to measure the level of glucose in blood samples. The level of glucose in blood samples was measured to be 6,6504 mM. This result differs about 9,8238% to the results obtained from glucose meter that resulted value 6.0555 mM Keywords : deposit; glucose sensor; non-enzymatic; electrodeposition; blood glucose.
Pendahuluan Diabetes melitus atau yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis merupakan salah satu penyebab kematian dan disabilitas utama di dunia, dan bertanggung jawab pada kerusakan hati, gagal ginjal, dan kebutaan. Sekitar 200 juta manusia di dunia mengidap diabetes melitus (Gavin, 2007). Pada tahun 2011, jumlah penderita diabetes melitus di
Sensor Glukosa..., Sunar Saputro, FMIPA UI, 2014
Indonesia berjumlah 7,3 juta jiwa dan pada tahun 2030 diperkirakan akan meningkat hingga 11,8 juta jiwa. Penyakit diabetes melitus sangat berkaitan dengan hormon insulin dan glukosa dalam darah. Dalam tubuh manusia, hormon insulin berperan dalam merubah glukosa menjadi glikogen. “Jika jumlah hormon insulin yang dihasilkan organ pankreas tidak cukup, atau jika sel-sel tubuh tidak memberikan respon terhadap insulin (resisten terhadap insulin), maka akan terjadi penumpukan glukosa di dalam darah” (Regina, 2012). Penumpukan glukosa pada darah ini disebut diabetes melitus. Penggunaan glukosa oksidase (GOD) ,yang merupakan suatu enzim, pada biosensor terhadap glukosa dinilai kurang efektif dan efesien, hal tersebut disebabkan sifat dari GOD yang tidak tahan lama, harganya yang relatif mahal dan reprodusibilitas yang rendah (Bankar et al., 2009). Selain itu, penggunaan enzim dalam suatu proses kimia sangat tergantung dari temperatur, pH, dan kelembaban dari proses yang berlangsung (Reitz et al, 2008). Oleh karena itu mulai dikembangkan sensor terhadap glukosa yang tidak menggunakan GOD (non-enzimatik) dalam prosesnya untuk memperoleh sensor yang memiliki sensitivitas dan selektivitas yang tinggi serta reliable (Wilson & Gifford, 2005). Beberapa senyawa yang dapat digunakan untuk menggantikan peran GOD adalah (1) Logam Mulia seperti Pt, Au dan Ni (Chou, et al 2008) ; (2) campuran logam yang mengandung Pt, Au, Pb, Ir, Ru, Cu dan Pd (Grace & Pandian, 2007); (3) metal-dispersed carbon nanotubes (CNTs) dimana Pt, Pb, Pd atau Au dicampur dengan CNTs membentuk nanokomposit (Zhu et al 2009).
Tinjauan Teoritis Elektrokimia merupakan salah satu cabang ilmu kimia yang menjelaskan hubungan antara perubahan reaksi kimia menjadi energi listrik atau sebaliknya. Syarat sebuah sel elektrokimia adalah terdapatnya satu larutan elektrolit dan dua elektroda yang terdiri dari elektroda kerja (working electrode) dan elektroda pembanding (reference electrode). Larutan elektrolit merupakan sebuah fasa dimana terjadi aliran muatan yang diakibatkan karena adanya perpindahan ion-ion dalam larutan elektrolit tersebut. Elektrolit dapat berupa larutan, leburan garam, atau pun padatan yang bersifat konduktor, seperti natrium ß- alumina. Sedangkan elektroda merupakan sebuah konduktor yang digunakan sebagai media perantara perpindahan elektron. Elektroda dapat berupa logam atau semikonduktor.
Sensor Glukosa..., Sunar Saputro, FMIPA UI, 2014
Pada Gambar 1 terdapat dua jenis sel elektrokimia yaitu sel elektrokimia yang melakukan kerja dengan melepaskan energi dari reaksi spontan (sel Volta atau sel Galvani) dan sel elektrokimia yang menggunakan sumber energi listrik untuk menggerakan reaksi non spontan (sel elektrolisis). Pada sel elektrolisis elektron berpindah dari anoda ke katoda yang dikarenakan adanya perbedaan potensial listrik antara katoda dengan anoda, yang memberikan dorongan pada elektron sehingga elektron dapat berpindah. Ada dua jenis sistem sel elektrokimia yaitu sistem dua elektroda dan sistem tiga elektroda. Pada sel elektrokimia sistem dua elektroda, sel elektrokimia hanya terdiri dari elektroda kerja (working electrode) dan elektroda pembanding (reference electrode). Sedangkan pada sel elektrokimia sistem tiga elektroda terdiri atas elektroda pembanding (reference electrode), elektroda kerja (working electrode) dan elektroda pendukung (counter electrode). Elektroda pembanding adalah elektroda yang potensialnya dibuat tetap atau konstan sehingga dapat digunakan sebagai pembanding terhadap perubahan yang terjadi pada elektroda kerja (Gross, Kerry, dan Cannon, 2012). Elektroda pembanding bekerja sebagai penstabil beda potensial pada elektroda kerja dalam sel elektrokimia. Ada beberapa jenis elektroda pembanding seperti Standard Hidrogen Electrode (SHE), Normal Hidrogen Electrode (NHE), elektroda kalomel, dan elektroda Ag/AgCl. Jenis elektroda pembanding yang sering digunakan adalah elektroda Ag/AgCl. Jenis elektroda ini dibuat melalui elektrolisis larutan klorida menggunakan anoda perak, sehingga membentuk lapisan elektrolit AgCl pada permukaan kawat perak. Elektroda kerja adalah elektroda dimana berlangsung reaksi reduksi dan oksidasi dari suatu analit.
(a)
(b)
Gambar 1 (a) Rangkaian Sel Elektrokimia Sistem Dua Elektroda dan (b) Sistem Tiga Elektroda (Sumber: scielo.br dan catatankimia.com)
Sensor Glukosa..., Sunar Saputro, FMIPA UI, 2014
Elektroda kerja dapat terbuat dari logam, bahan semikonduktor dan karbon. Contoh elektroda kerja yang terbuat dari logam adalah emas (Au), platina (Pt), zink (Zn), dan perak (Ag). Contoh elektroda semikonduktor yang sering digunakan seperti silikon (Si) dan Galium (Ga). Elektroda pendukung merupakan elektroda yang berperan sebagai sumber elektron sehingga arus dapat dilewatkan melalui sel. Beberapa jenis elektroda pendukung yang sering digunakan yaitu karbon grafit, kawat platina (wire platinum), kawat platina spiral (spiral platinum) atau cakram (disk platinum). Sel elektrokimia sistem dua elektroda memiliki kekurangan dalam sensor karena pada laju arus yang tinggi, potensial menjadi sulit untuk dikontrol disebabkan oleh hasil dari IR drop. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan sel elektrokimia sistem tiga elektroda. Elektroda kerja yang digunakan adalah lempeng emas, kawat platina sebagai elektoda pendukung dan elektroda Ag/AgCl sebagai elektroda pembanding. Sel elektrokimia dapat digunakan untuk penentuan kadar glukosa karena glukosa dapat dioksidasi secara elektrokimia oleh elektroda kerja yang akan dimodifikasi dengan deposit yang berfungsi sebagai oksidator dan perubahan respon arus yang dihasilkan akan sebanding dengan perubahan konsentrasi glukosa. Voltametri siklik adalah suatu teknik analisis kualitatif dan kuantitatif yang dapat memberikan informasi dengan cepat dalam mengkarakterisasi reaksi yang terjadi di dalam sel elektrokimia. Pada voltametri siklik, respon arus diukur sebagai fungsi potensial, dimana pemberian potensial dilakukan pada dua arah (bolak-balik), sehingga informasi reduksi dan oksidasi dapat teramati dengan baik. Karakteristik voltametri siklik tergantung beberapa faktor yaitu laju reaksi transfer elektron, kereaktifan spesi elektroaktif, dan scan rate voltase (Wijaya, 2008). Spesi yang semula dioksidasi pada sapuan potensial awal (forward scan) akan direduksi setelah sapuan potensial balik (reverse scan).
Gambar 2 Siklik Voltamogram
Sensor Glukosa..., Sunar Saputro, FMIPA UI, 2014
Keterangan : Epa = Potensial pada saat terbentuknya peak anodic Epc = Potensial pada saat terbentuknya peak cathodic Ipa = Arus pada saat terbentuknya peak anodic Ipc = Arus pada saat terbentuknya peak cathodic Besarnya potensial puncak yang dihasilkan dipengaruhi oleh kinetika transfer elektron. Jika kinetika transfer elektron berlangsung lambat maka besarnya pemisahan potensial puncak akan lebih besar dan akan meningkat sesuai dengan peningkatan scan rate. Apabila potensial puncak yang dihasilkan tidak berubah dengan bertambahnya scan rate, reaksi reduksi oksidasi tersebut bersifat reversible. Sebaliknya jika potensialnya berubah dengan perubahan scan rate maka reaksi reduksi oksidasi tersebut bersifat irreversible. Pemisahan potensial puncak antara dua puncak anoda dan katoda (untuk pasangan reversible) sesuai dengan persamaan: ΔEp = Epa – Epc = 59 mV/n Selain mempengaruhi besarnya pemisahan potensial puncak, kinetika transfer elektron juga mempengaruhi besarnya arus yang dihasilkan. Gangguan transfer elektron yang biasanya berasal dari spesi lain selain analit yang juga ikut bereaksi, sehingga mempengaruhi terjadinya reaksi reduksi dan oksidasi dari analit. Secara umum, metode voltametri siklik ini digunakan untuk menentukan potensial reduksi dan potensial oksidasi dari suatu sel elektrokimia. Seperti yang terlihat pada Gambar 2, terdapat dua puncak yang menandakan puncak oksidasi dan puncak reduksi. Nilai potensial pada kedua puncak tersebut menandakan potensial reduksi dan potensial oksidasi. Pada penelitian ini, metode siklik voltametri digunakan untuk melihat karakteristik elektroda emas secara elektrokimia melalui potensial reduksi dan potensial oksidasi yang terbentuk. Selain itu, penentuan potensial reduksi sebelum elektrodeposisi logam Cu dan penentuan potensial oksidasi glukosa untuk reaksi elektrooksidasi glukosa dalam proses sensor glukosa nonenzimatik juga memanfaatkan metode voltametri siklik. Amperommetri adalah salah satu metode yang dapat digunakan pada sistem elektrokimia. Pada metode ini, arus suatu elektrolit diukur terhadap perubahan waktu pada potensial yang tetap. Elektrodeposisi logam Cu yang dilakukan pada penelitian ini memanfaatkan metode amperometri. Elektrodeposisi merupakan salah satu metode deposisi melalui reaksi kimia
Sensor Glukosa..., Sunar Saputro, FMIPA UI, 2014
selain chemical vapor deposition (CVD), epitaxy dan thermal oxidation. Elektrodeposisi logam dilakukan untuk mendapatkan senyawa padatan dari suatu elektrolit dengan mereduksi cairan tersebut. Metode elektrodeposisi didasarkan pada proses penguraian suatu elektrolit yang dialirkan arus melalui dua buah elektroda yang terpolarisasi, sehingga terjadi proses pengendapan logam secara elektrokimia. Cara pengendapan ini memerlukan arus listrik searah. Bila listrik mengalir antara dua elektroda (anoda dan katoda) di dalam larutan elektrolit, maka akan terjadi reaksi kimia pada permukaan elektroda tersebut. Pada sistem demikian kation bergerak menuju katoda dan anion bergerak menuju anoda. Basis utama elektrodeposisi adalah hukum Faraday, yaitu jumlah total perubahan kimia sebanding dengan jumlah arus yang lewat (Windansari, 2013). Elektrodeposisi memiliki beberapa keunggulan yaitu ukuran dan porositas dari deposit dapat diatur melalui pengaturan konsentrasi ion logam, potensial yang diaplikasikan dan waktu elektrodeposisi. Ukuran deposit yang nanometer dan berpori akan memiliki luas permukaan kontak yang besar. Deposit yang dihasilkan dari teknik elektrodeposisi dapat digunakan sebagai katalis dan sensor. Selain untuk elektrodeposisi, pada penelitian ini, metode amperometri juga dimanfaatkan untuk mengukur perubahan arus dari reaksi elektrooksidasi glukosa ketika terjadi perubahan konsentrasi glukosa. Melalui perubahan arus glukosa yang tercatat pada kurva amperogram, dapat ditentukan pengaruh konsentrasi terhadap perubahan arus.
Gambar 3 Kurva Amperogram (Sumber : Gerard Bidan, 2010)
Sensor Glukosa..., Sunar Saputro, FMIPA UI, 2014
Gambar 3 merupakan salah satu contoh hasil dari metode amperometri. Ketika suatu elektrolit diberikan potensial tertentu, maka akan dihasilkan arus yang nilainya akan terus berubah sepanjang waktu sampai nilai arus tersebut tetap pada waktu tertentu. Nilai arus dapat menurun dan meningkat bergantung pada jenis potensial yang diberikan. Jika diberikan potensial negatif, maka akan berlangsung reaksi reduksi dan nilai arus akan meningkat. Sedangkan jika potensial yang diberikan bernilai positif, maka akan berlangsung reaksi oksidasi dan nilai arusnya akan menurun.
Bahan dan Metode Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lempeng emas sebagai elektroda kerja, elektroda Ag/AgCl dalam KCl jenuh sebagai elektroda pembanding, kawat platina sebagai elektroda pendukung, labu ukur 5, 10, 25 mL, gelas kimia 10, 25, 50, 100 mL, botol timbang, corong, pipet ukur 1, 5, 10 mL, pipet tetes, mikropipet, botol semprot, spatula, batang pengaduk, magnetic bar, stirrer, kabel tembaga, jarum suntik, botol vial, neraca analitis dan potensiostat e-DAQ Instrument. Untuk uji karakterisasi, instrumen yang digunakan adalah SEM-EDS. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah H2SO4 98% (Merck), CuSO4.5H2O (Merck), NaOH (Merck), D-Glukosa (Merck), HNO3 48% (Merck), Sukrosa (Merck), Fruktosa (Merck), Al2O3 (Merck), Asam Askorbat (Prolabo), aquabides (Wida dan Ikapharmindo) dan darah manusia. Pembersihan elektroda kerja dan elektroda pendukung menggunakan larutan H2SO4 dan HNO3. Elektrodeposisi Cu menggunakan larutan CuSO4 dalam H2SO4. Sedangkan untuk sensor glukosa non-enzimatik menggunakan NaOH, Glukosa, Fruktosa, Sukrosa dan Asam Askorbat. Aquabides digunakan untuk melarutkan seluruh larutan yang digunakan. Penentuan kadar glukosa dalam darah menggunakan NaOH dan darah manusia. -
Sintesis Deposit Cu pada Permukaan Au
Deposit Cu/Au disintesis menggunakan larutan CuSO4. Variasi konsentrasi larutan CuSO4 yang digunakan untuk sintesis deposit Cu/Au adalah 0,05 ; 0,1 ; 0,2 ; 0,3 ; 0,4 dan 0,5 M. Sintesis deposit Cu/Au memanfaatkan prinsip elektrokimia dengan metode siklik voltametri
Sensor Glukosa..., Sunar Saputro, FMIPA UI, 2014
dan amperometri. Sintesis deposit Cu/Au terdiri dari dua tahap, yaitu : penentuan potensial reduksi Cu dan elektrodeposisi Cu pada permukaan Au. -
Penentuan Potensial Oksidasi Glukosa
Dengan menggunakan metode siklik voltametri, larutan NaOH 1 M di scan dua arah pada daerah potensial 0,2 sampai 1 Volt vs Ag/AgCl dengan scan rate 100 mV/s menggunakan salah satu deposit Cu/Au yang telah disintesis. Kemudian melakukan hal yang sama untuk larutan Glukosa 5 mM dalam larutan NaOH 1 M. -
Uji Stabilitas Deposit Cu
Deposit Cu/Au yang telah disintesis, diuji stabilitasnya. Enam deposit Cu/Au yang telah disintesis digunakan untuk mengukur arus (dengan metode amperometri) larutan glukosa 5 mM (dalam NaOH 1M) pada dua hari berturut-turut dengan potensial oksidasi yang telah diperoleh pada tahap sebelumnya. -
Karakterisasi Deposit Cu
Karakterisasi dilakukan kepada deposit Cu/Au yang paling stabil menurut uji stabilitas pada tahap sebelumnya. Karakterisasi dilakukan menggunakan instrumen Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDS). -
Sensor Glukosa non-Enzimatik Deposit Cu/Au yang memiliki stabilitas paling baik digunakan sebagai elektroda kerja
pada sensor glukosa non-enzimatik. Sensor glukosa dilakukan dengan metode amperometri pada potensial oksidasi glukosa yang telah diperoleh pada tahap sebelumnya. Sebelum digunakan untuk sensor glukosa, deposit Cu/Au yang akan digunakan diaktivasi dengan scan dua arah pada 0,2 – 1 Volt vs Ag/AgCl dengan scan rate 100 mV/s sebanyak lima kali. Kemudian sensor glukosa dilakukan dengan menambahkan glukosa dengan konsentrasi tertentu ke dalam sistem larutan yang sedang diukur arusnya -
Uji Selektivitas Deposit Cu
Uji Selektivitas dilakukan dengan metode amperometri pada potensial oksidasi glukosa yang telah diperoleh pada tahap sebelumnya. Mengatur waktu amperometri selama 250 detik dengan potensial oksidasi glukosa yang telah diperoleh pada tahap sebelumnya.
Sensor Glukosa..., Sunar Saputro, FMIPA UI, 2014
Menambahkan 7 mL NaOH 1 M ke dalam gelas kimia berisi magnetic bar di atas stirrer. Mengukur arus larutan
tersebut dari detik pertama hingga detik ke lima puluh.
Menambahkan glukosa, fruktosa, sukrosa dan asam askorbat pada waktu-waktu berikutnya. -
Penentuan Kadar Glukosa dalam Darah
Diambil 5 mL darah dari dalam tubuh menggunakan jarum suntik dengan pengawasan ahli. Jarum suntik yang akan digunakan diisi sedikit heparin. Darah ditampung dalam botol vial. Kemudian 2 mL darah diambil dan ditambahkan 4 mL NaOH 1 M. Campuran larutan tersebut diletakan di atas stirrer dan diisi dengan magnetic bar. Arus dari campuran larutan tersebut diukur dengan metode amperometri selama tiga puluh detik dengan potensial oksidasi glukosa yang telah ditentukan. Arus yang terukur dikonversi menjadi konsentrasi dengan kurva kalibrasi yang telah dibuat. Dengan sampel yang sama, satu tetes darah diletakan di atas stick paper. Kemudian stick paper dimasukan ke dalam alat pembaca glukosa meter yang telah diisi memory card glukosa. -
Skema Alat
Rangkaian alat (Gambar 4) yang digunakan terdiri elektroda kerja, pendukung dan pembanding serta tabung silinder yang memiliki volume 30 mL. Posisi ketiga elektroda diatur sedemikian sehingga ketiga elektroda dapat berada stabil di dalam tabung silinder dan terhubung dengan kabel menuju instrumen potensiostat e-Daq. Kutub positif (anoda) dan negatif (katoda) bergantung pada reaksi yang terjadi. Jika dilakukan reaksi reduksi pada elektroda kerja, maka elektroda kerja menjadi kutib negatif dan elektroda pembanding menjadi kutub positif. Untuk reaksi oksidasi pada elektroda kerja, berlaku hal sebaliknya. Rangkaian alat ini dibuat pada kondisi yang stabil dari guncangan dan berada cukup jauh dari sumber gelombang elektromagnetik agar tidak mengganggu respon arus yang dihasilkan. Selama digunakan untuk mengukur arus, ketiga elektroda tidak boleh bersentuhan satu sama lain.
Sensor Glukosa..., Sunar Saputro, FMIPA UI, 2014
Gambar 4. Skema Alat Penelitian Hasil dan Pembahasan Sebelum digunakan untuk sensor, elektroda emas terlebih dahulu dibersihkan secara mekanik dan elektrokimia. Pembersihan secara mekanik dilakukan dengan memoleskan alumina slurry pada setiap permukaan elektroda hingga warna elektroda menjadi cerah. Kemudian elektroda disonikasi dalam air selama beberapa menit untuk memastikan tidak ada alumina yang tertinggal di permukaan elektroda. Pembersihan secara elektrokimia dilakukan dengan siklik voltametri lempeng emas dalam larutanH2SO4 0,05 M selama beberapa kali hingga puncak yang muncul hanya berjumlah dua puncak. Ketidakberadaan puncak lainnya menandakan elektroda emas telah bersih dan dapat digunakan untuk sensor glukosa. Pembersihan elektroda pendukung (Pt) dilakukan melalui dua tahap, yaitu dengan merendam dalam larutan HNO3 pekat dan dengan membakar platina yang sudah dicelupkan ke dalam etanol. Kawat platina yang akan digunakan, direndam dalam larutan HNO3 pekat selama lima menit kemudian dibilas dengan aquabides. Setelah itu, kawat platina dicelup ke dalam etanol kemudian dibakar sampai berwarna kemerahan yang menandakan pengotorpengotor pada kawat platina telah berhasil dihilangkan. Elektroda pembanding Ag/AgCl tidak melalui proses pembersihan. Untuk memaksimalkan kinerja elektroda pembanding Ag/AgCl, larutan KCl 3 M di dalam selubung harus diganti dengan rutin dan kawat Ag dibersihkan menggunakan tissue dengan perlahan. Elektrodeposisi Cu pada permukaan Au dilakukan melalui metode amperometri. Pada tahap penentuan potensial reduksi Cu menggunakan metode siklik voltametri, didapatkan potensial reduksi Cu sebesar -0,4 V vs Ag/AgCl. Potensial reduksi tersebut digunakan untuk melakukan deposisi Cu pada permukaan Au dengan variasi waktu dan konsentrasi larutan CuSO4. Pada variasi waktu deposisi, didapatkan waktu optimum adalah 3 menit. Pada Gambar 5 terlihat bahwa deposisi selama 1 dan 2 menit tidak menghasilkan deposit yang merata sehingga waktu 3 menit dipilih sebagai waktu optimum deposisi.
Sensor Glukosa..., Sunar Saputro, FMIPA UI, 2014
Gambar 5. Hasil Deposisi Cu pada Permukaan Au dengan Variasi Waktu Deposisi Sedangkan pada variasi konsentrasi, penentuan kondisi optimum dilakukan dengan menguji stabilitas dalam mengukur nilai arus oksidasi glukosa. Variasi konsentrasi dilakukan dengan larutan CuSO4 0,05 – 0,5 M. Setelah dilakukan uji stabilitas, didapatkan konsentrasi optimum pada konsentrasi 0,1 M. Pada Gambar 3 terlihat tidak adanya perubahan respon arus ketika pengukuran dilakukan berulang pada 2 hari berturut-turut.
Gambar 6. Amperogram Glukosa dengan Deposit Cu (0,1 M)
Sensor Glukosa..., Sunar Saputro, FMIPA UI, 2014
Deposit Cu/Au yang telah disintesis dengan kondisi optimum tersebut, dikarakterisasi dengan SEM-EDS, dari hasil tersebut diperoleh data bahwa deposit Cu berukuran 400-480 nm dengan persen berat Cu sebesar 71,50% seperti yang terlihat pada Gambar 7. Ukuran deposit yang kecil membuat luas permukaan semakin besar sehingga dapat digunakan dengan efektif sebagai sensor glukosa.
Gambar 7. Hasil Karakteisasi SEM-EDS Sebelum sensor glukosa dilakukan, terlebih dahulu dilakukan penentuan potensial oksidasi glukosa dengan metode siklik voltametri. Didapatkan reaksi oksidasi glukosa terjadi pada potensial 0,5 V vs Ag/AgCl. Sensor glukosa non-enzimatik dilakukan dengan metode succesive addition dimana perubahan arus dari reaksi oksidasi glukosa dibandingkan dengan perubahan konsentrasi glukosa yang dilakukan. Dengan metode ini, dapat diketahui hubungan antara konsentrasi glukosa dan arus dari reaksi oksidasi glukosa sehingga dapat dibuat kurva linearitas antara konsentrasi dan arus seperti yang terlihat pada Gambar 8. Nilai r2 yang mendekati angka 1 menunjukan hasil yang baik sehingga deposit ini dapat dikatakan mampu melakukan sensor glukosa dengan baik
Sensor Glukosa..., Sunar Saputro, FMIPA UI, 2014
Arus (mA)
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
y = 0.7122x + 1.0512 R² = 0.9920
0
2
4
6
8
10
12
14
Konsentrasi (mili Molar)
Gambar 8. Kurva Kalibrasi Konsentrasi Glukosa dan Arus Reaksi Oksidasi Glukosa Uji selektivitas sensor terhadap beberapa senyawa yang mungkin menjadi pengganggu bagi glukosa dilakukan dengan fruktosa, sukrosa dan asam askorbat. Ketiga senyawa tersebut terdapat di dalam darah dengan konsentrasi yang 10 kali lebih rendah dibanding glukosa. Pada uji selektivitas, prosedur yang digunakan sama saat melakukan sensor glukosa. Namun pada uji selektivitas dilakukan penambahan senyawa glukosa dan senyawa interferensi (fruktosa, sukrosa dan asam askorbat) ke dalam sistem. Pada Gambar 9 terlihat bahwa penambahan senyawa interferensi tidak meningkatkan respon arus sehingga dapat dikatakan bahwa deposit Cu/Au yang telah disintesis memiliki selektivitas yang baik terhadap senyawa interferensi tersebut.
Gambar 9. Amperogram Glukosa dengan Penambahan Senyawa Interferensi
Sensor Glukosa..., Sunar Saputro, FMIPA UI, 2014
Setelah memastikan bahwa deposit Cu/Au yang telah disintesis memiliki selektivitas yang cukup tinggi terhadap fruktosa, sukrosa dan asam askorbat, deposit Cu/Au dapat digunakan untuk melakukan uji kadar glukosa dengan sampel yang sebenarnya yaitu darah manusia. Pada saat pengambilan sampel darah dari dalam tubuh, jarum suntik yang digunakan terlebih dahulu diisi dengan heparin yang berperan sebagai koagulan. Heparin berfungsi untuk memecah zat beku dalam darah. Kemudian sampel darah dipindahkan ke dalam botol vial. Penyimpanan darah tidak dapat dilakukan dalam waktu yang lama untuk mencegah darah menjadi padat atau menggumpal. Sampel darah yang telah diperoleh akan digunakan untuk menghitung kadar glukosanya dengan dua metode yang berbeda. Metode pertama adalah mengukur kadar glukosa dengan menggunakan deposit Cu/Au yang telah disintesis pada penelitian ini. menggunakan metode yang sama ketika sensor glukosa dimana arus dari reaksi yang terjadi diukur pada potensial 0,55 V vs Ag/AgCl. Sampel darah sebanyak 2 mL dilarutkan dengan NaOH 1 M sampai 6 mL. Penggunaan NaOH sebagai pelarut agar didapatkan kondisi yang sama dengan pengujian sensor glukosa. Selain itu, NaOH juga berperan sebagai elektrolit pendukung. Sampel darah yang telah dilarutkan dalam NaOH 1 M, dioksidasi secara elektrokimia selama tiga puluh detik pada potensial 0,55 V vs Ag/AgCl menggunakan metode amperometri. Nilai arus dari reaksi oksidasi glukosa yang terukur sebesar 2,63 mA. Nilai arus yang terukur dapat dikonversi menjadi konsentrasi menggunakan persamaan garis y = 0,7122x + 1,0512 pada kurva kalibrasi yang dilakukan pada tahap sensor glukosa nonenzimatik. Setelah dikonversi menjadi konsentrasi, didapatkan nilai konsentrasi glukosa dalam sampel darah adalah 2.2168 mM. Nilai konsentrasi tersebut dikalikan dengan faktor pengenceran karena saat pengujian sampel yang digunakan diencerkan terlebih dahulu dalam NaOH 1M. Setelah dikalikan dengan faktor pengenceran, didapatkan kadar glukosa dalam sampel adalah 6.6504 mM.
Gambar 10. Hasil pengukuran kadar glukosa darah dengan glukometer
Sensor Glukosa..., Sunar Saputro, FMIPA UI, 2014
Untuk menguji akurasi hasil pengukuran kadar glukosa dalam darah dengan deposit Cu/Au, dilakukan pengukuran kadar glukosa dengan metode kedua. Pada metode kedua ini, digunakan glukosa meter Nesco MultiCheck. Setetes sampel darah yang disimpan di dalam botol vial diletakan di atas stick paper yang akan dimasukan ke dalam glukosa meter. Kemudian diukur kadar glukosanya dengan kurva kalibrasi yang tersimpan dalam memory card pada alat tersebut. Pada Gambar 7 terlihat bahwa kadar glukosa dalam sampel darah adalah 109 mg/dL, dengan menggunakan massa molekul relatif glukosa 180,16 gram/mol, nilai kadar glukosa dapat dikonversi ke dalam satuan mM. Setelah dikonversi, didapatkan nilai kadar glukosa 6,0555 mM. Pengukuran kadar glukosa dalam sampel darah menggunakan dua metode yang berbeda menghasilkan nilai yang tidak berbeda jauh. Perbedaan hasil dari kedua metode tersebut adalah 9,8238%. Hasil tersebut menandakan bahwa deposit Cu/Au dapat digunakan dengan baik untuk menentukan kadar glukosa dalam sampel darah.
Kesimpulan Deposit Cu/Au telah berhasil disintesis menggunakan larutan CuSO4 0,05 ; 0,1 ; 0,2 ; 0,3 ; 0,4 dan 0,5 M pada potensial -0,45 V vs Ag/AgCl secara amperometri selama tiga menit. Melalui data respon arus pada hari berbeda, deposit Cu/Au dengan konsentrasi CuSO4 0,1 M memiliki stabilitas yang paling baik. Karakterisasi dengan SEM menunjukan deposit Cu-Au memiliki ukuran 400 – 480 nm dan melalui data EDS, diketahui persen berat Cu sebesar 71,50%. Deposit Cu/Au dapat digunakan untuk mengukur perubahan arus terhadap perubahan konsentrasi glukosa (sensor glukosa) hingga konsentrasi 0,0462 mM atau 46.2 µM dengan kurva linearitasnya menghasilkan persamaan garis y = 0,7122x + 1,0512 dan r2 = 0,9920. Uji selektivitas menunjukan deposit Cu/Au memiliki selektivitas yang cukup baik terhadap sukrosa, fruktosa dan asam askorbat. Diperoleh kadar glukosa dalam darah sebesar 6,6504 mM ketika diukur menggunakan deposit Cu/Au. Hasil tersebut berbeda sebesar 9,8238% ketika dibandingkan dengan hasil pengukuran kadar glukosa dalam darah menggunakan glukosa meter yang menghasilkan nilai sebesar 6,0555 mM.
Sensor Glukosa..., Sunar Saputro, FMIPA UI, 2014
Saran 1.
Melakukan sintesis deposit pada permukaan elektroda glassy carbon atau carbon nanotube.
2.
Melakukan variasi konsentrasi CuSO4 0,01 hingga 0,05 M.
3.
Melakukan sensor glukosa dengan konsentrasi glukosa 10 -100 mM.
4.
Melakukan variasi potensial oksidasi glukosa pada potensial 0,60 dan 0,65 V vs Ag/AgCl.
5.
Mengulang beberapa kali pengukuran kadar glukosa dalam darah dengan deposit Cu/Au.
Daftar Referensi Bankar, S.B., Bule, M.V., Singhal, R.S., Ananthanarayan, L., Biotechnology Advances 2009, 27, 489–501. Chou, C.-H.; Chen, J.-C.; Tai, C.-C.; Sun, I.-W.; Zen, J.-M. A Nonenzymatic Glucose Sensor Using Nanoporous Platinum Electrodes Prepared by Electrochemical Alloying/Dealloying in a Water-Insensitive Zinc Chloride-1-Ethyl-3 Methylimidazolium Chloride Ionic Liquid. Electroanalysis 2008, 20, 771–775. Ensafi, A.A., Abarghoui, M.M., Rezaei, B. A new non-enzymatic glukoce based on copper/porous silicon nanocomposite. Electrochimica Acta 2014, 123, 219-226 Gavin, J.R. The Importance of Monitoring Blood Glucose. In US Endocrine Disease 2007; Touch Briefings: Atlanta, GA, USA, 2007; pp. 1–3. Grace, A.N.; Pandian, K. Synthesis of Gold and Platinum Nanoparticles Using Tetraaniline as Reducing and Phase Transfer Agent—A Brief Study and Their Role in the Electrocatalytic Oxidation of Glucose. J. Phys. Chem. Sol. 2007, 68, 2278–2285. McMurry. “Organic Chemistry Seventh Edition”. Thomson Learning : USA. 2008 Oliver, N.S.; Toumazou, C.; Cass, A.E.G.; Johnston, D.G. Glucose Sensors: A Review of Current and Emerging Technology. Diabetic Med. 2009, 26, 197–210. Reitz, E.; Jia, W.; Gentile, M.; Wang, Y.; Lei, Y. CuO Nanospheres Based Nonenzymatic Glucose Sensor. Electroanalysis 2008, 20, 2482–2486. Russ, J.C. Fundamental of Energy Dispersive X-Ray Analysis. 1984. Butterworths : London Wang, Joseph. “Analytical Electrochemstry”. Willey-VCH : Canada. 2000 Wang, J.; Thomas, D.F.; Chen, A. Nonenzymatic Electrochemical Glucose Sensor Based on Nanoporous Pt Pb Networks. Anal. Chem. 2008, 80, 997–1004. Weatherby, D., Ferguson S., “Blood Chemistry and CBC Analysis.” Thomson Learning : USA. 2004 Wilson, G.S.; Gifford, R. Biosensors for Real-Time in vivo Measurements. Biosens. Bioelectron. 2005, 20, 2388–2403. Yang, P., Wang, L., Wu, Q., Chen, Z., Lin, X. A Method for Determination of Glucose by an Amperometric Bienzyme Biosensor Based on Silver Nanocubes Modified Au Electrode. Sensor and Actuators B 2014, 194, 71-78
Sensor Glukosa..., Sunar Saputro, FMIPA UI, 2014